Karya Tulis Ilmiahq

58
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Permasalahan Indonesia merupakan negara yang beraneka ragam flora sehingga memiliki potensial yang luar biasa untuk mengembangkan tanaman penghasil minyak atsiri, sekaligus memproduksi minyak dalam skala komersial. Hal ini disebabkan karena makin sadarnya penduduk untuk menggunakan minyak atsiri alami yang resikonya lebih aman dibandingkan minyak tiruan yang diproduksi secara sintetis Hampir seluruh tanaman penghasil minyak atsiri yang saat ini tumbuh di wilayah Indonesia sudah dikenal oleh sebagian masyarakat bahkan beberapa jenis tanaman minyak atsiri menjadi bahan yang sangat penting dalam kehidupan sehari hari. Akan tetapi kesadaran masyarakat untuk membudidayakan tanaman seperti tanaman nilam masih sangat minim.

Transcript of Karya Tulis Ilmiahq

Page 1: Karya Tulis Ilmiahq

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan

Indonesia merupakan negara yang beraneka ragam flora sehingga

memiliki potensial yang luar biasa untuk mengembangkan tanaman penghasil

minyak atsiri, sekaligus memproduksi minyak dalam skala komersial. Hal ini

disebabkan karena makin sadarnya penduduk untuk menggunakan minyak

atsiri alami yang resikonya lebih aman dibandingkan minyak tiruan yang

diproduksi secara sintetis

Hampir seluruh tanaman penghasil minyak atsiri yang saat ini tumbuh

di wilayah Indonesia sudah dikenal oleh sebagian masyarakat bahkan

beberapa jenis tanaman minyak atsiri menjadi bahan yang sangat penting

dalam kehidupan sehari hari. Akan tetapi kesadaran masyarakat untuk

membudidayakan tanaman seperti tanaman nilam masih sangat minim.

Ketaren (1986) menyatakan bahwa semua tanaman nilam, yaitu akar,

batang, cabang dan daun tanaman nilam mengandung minyak atsiri, namun

memiliki kadar minyak, mutu serta susunan komponen yang berbeda pada

masing-masing minyak hasil ekstraksi. Meskipun demikian, sampai saat ini

belum ada informasi secara rinci mengenai hal tersebut. Oleh sebab itu,

banyak bagian tanaman nilam yang tidak dioptimalkan sebagai sumber

minyak oleh industri penyulingan di Indonesia saat ini. Selain itu, terdapat

pendugaan bahwa minyak hasil ekstraksi tanaman dipengaruhi oleh lama

Page 2: Karya Tulis Ilmiahq

2

penyulingan yang akan menurunkan rendemen dari minyak atsiri daun nilam.

Oleh sebab itu diperlukan penelitian tentang waktu yang paling optimal untuk

menghasilkan rendemen tertinggi dari proses penyulingan nilam.

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk mengambil

judul “PENGARUH LAMA PENYULINGAN TERHADAP RENDEMEN

MINYAK ATSIRI DAUN NILAM (Pogostemon cablin Benth )”.

1.2 Rumusan Masalah

Lama penyulingan berpengaruh terhadap rendemen minyak atsiri daun

nilam yang dihasilkan.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh lama

penyulingan terhadap rendemen minyak atsiri daun nilam yang

dihasilkan.

1.3.2 Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui pengaruh lama penyulingan terhadap

rendemen minyak atsiri daun nilam yang dihasilkan.

2. Untuk mengetahui lama penyulingan yang optimal untuk

menghasilkan rendemen dari proses penyulingan minyak atsiri

daun nilam.

Page 3: Karya Tulis Ilmiahq

3

1.4 Manfaat penelitian

1. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi dalam

menetapkan waktu yang digunakan untuk proses penyulingan minyak

atsiri nilam.

2. Sebagai salah satu bahan rujukan untuk penelitian selanjutnya.

Page 4: Karya Tulis Ilmiahq

4

BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Tinjauan Tentang Nilam (Pogostemon cablin Benth )

2.1.1 Morfologi Nilam

Berdasarkan sifat tumbuhnya tanaman nilam adalah tanaman

tahunan (perinial). Tanaman nilam ini merupakan tanaman semak yang

tumbuh tegak, memiliki banyak percabangan, bertingkat-tingkat, dan

mempunyai aroma yang khas. Secara alami, tanaman nilam dapat

mencapai ketinggian antara 0,5 m -1,0 m (Rukmana, 2008).

Tanaman nilam merupakan tumbuhan daerah tropis. Tanaman ini

termasuk famili labiatae dan merupakan tumbuhan semak dengan

ketinggian sekitar 0,3-1,3 meter. Di alam bebas tumbuhnya menggeliat-

geliat tidak teratur dan cenderung mengarah ke datangnya sinar matahari,

namun di kebun pertanian nilam tumbuhnya dapat tegak ke atas atau

merumpun pendek bila diberi penegak bambu (Santoso, 1990)

Tanaman nilam berakar serabut, berbatang lunak dan berbuku-

buku. Buku batangnya menggembung dan berair, warna batangnya hijau

kecoklatan. Daun nilam merupakan daun tunggal yang berbentuk bulat

telur atau lonjong, melebar di tengah, meruncing ke ujung dan tepinya

bergerigi. Tulang daunnya bercabang-cabang ke segala penjuru. Bila daun

nilam diremas-remas akan berbau harum. Oleh karena itu masyarakat desa

sering menggunakannya untuk mandi atau mencuci pakaian sebagai

Page 5: Karya Tulis Ilmiahq

5

pengganti sabun dan sekaligus untuk memberi bau wangi. Daun nilam

merupakan bagian dari tanaman nilam yang paling berharga, karena

minyak nilam yang baik berasal dari daunnya. Tanaman nilam tidak selalu

berbunga, tergantung pada jenisnya. Nilam yang berbunga, bunganya

berwarna putih dan tersusun di tangkai (Santoso, 1990).

2.1.2 Taksonomi Nilam

Tanaman nilam termasuk suku (famili) Labiatae yang memiliki

sekitar 200 genus, antara lain Pogestemon. Dalam sistematika (taksonomi)

tumbuhan, kedudukan tanaman nilam diklasifikasikan sebagai berikut:

Regnum : Plantae

Divisio : Spermatophyta

Sub Divisio : Angiospermae

Class : Dicotyledonae

Ordo : Labiatales

Famili : Labiatae

Genus : Pogostemon

Spesies : Pogostemon cablin Benth.

(Rukmana, 2008).

Di Indonesia dikenal tiga jenis nilam seperti berikut ini.

1. Pogostemon cablin, Benth

Nilam jenis ini dikenal sebagai nilam Aceh karena banyak

diusahakan di Provinsi Nangroe Aceh Darussalam dan Sumatera Utara.

Page 6: Karya Tulis Ilmiahq

6

Nilam ini tidak berbunga dan daunnya berbulu halus. Kadar minyak

nilam Aceh sebesar 2,5-5,0%. Varietas nilam ini diduga berasal dari

Filiphina. Nilam Aceh termasuk jenis nilam yang bermutu tinggi dan

banyak diincar konsumen.

2. Pogostemon heyneanus, Benth

Nilam jenis ini dikenal juga sebagai nilam jawa atau nilam

hutan. Nilam jenis ini diduga berasal dari India, dan banyak tumbuh liar

di hutan-hutan di Pulau Jawa. Nilam jawa berbunga, daunnya tipis, dan

kadar minyaknya rendah, yaitu 0,5-1,5%. Asal usul nilam ini diduga dari

India. Awalnya, nilam ini ditemukan tumbuh liar, dari India hingga

Filipina. Di Indonesia, nilam ini pertama kali ditemukan di daerah

Banten.

3. Pogostemon hotensis,Benth

Nilam jenis ini dikenal juga sebagai nilam jawa. Bedanya

dengan nilam jawa lainnya (Pogostemon heyneanus) adalah nilam ini

tidak berbunga. Nilam ini juga sering disebut dengan nilam sabun karena

daunnya bisa digunakan untuk mencuci tangan atau pakaian dengan cara

menggosokkannya ke bagian yang kotor. Tanamannya berbentuk perdu

dan tingginya mencapai 0,5-1,2 meter. Di Bogor, pertumbuhan daun P.

Hortensis lebih cerah daripada P. Cablin, tetapi kandungan minyaknya

rendah, hanya 0,5-1,5 % (Kardinan, 2004).

Page 7: Karya Tulis Ilmiahq

7

2.1.3 Syarat Tumbuh dan Budidaya

Nilam adalah tanaman daerah tropis yang mudah tumbuh

dengan baik di dataran rendah hingga dataran tinggi dengan

ketinggian 1.200 meter di atas permukaan laut (dpl). Namun, idealnya

nilam tumbuh di daerah dengan ketinggian 10-700 meter dpl.

Kebutuhan curah hujan tanaman nilam pertahunnya sebesar 2.500-

3.000 mm dengan penyebaran yang merata sepanjang tahun. Suhu

ideal pertumbuhannya 24-28° C dengan kelembapan di atas 75 %.

Nilam membutuhkan banyak air tetapi tidak tahan jika tergenang.

Selain itu, nilam termasuk tanaman yang rakus terhadap unsur hara,

sehingga penambahan humus dan pupuk perlu dilakukan dengan baik

(Kardinan, 2004).

Penyinaran matahari secara langsung berpengaruh terhadap

pertumbuhan tanaman nilam. Jika ternaungi, pertumbuhan tanaman

nilam terlihat lebih subur. Daun-daunnya tampak tumbuh lebat, lebih

tipis, dan warnanya hijau muda. Namun kadar minyak yang bisa

diambil biasanya lebih rendah daripada tanaman yang tidak ternaungi.

Sebaliknya, jika ditanam di tempat terbuka, pertumbuhan tanaman

nilam tampak kurang subur. Daun-daunnya lebih sempit, lebih tebal,

dan warna daunnya hijau kekuningan agak merah, tetapi kadar

minyaknya lebih tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tanaman

nilam akan berproduksi baik dengan radiasi matahari sekitar 75-100%.

(Kardinan, 2004).

Page 8: Karya Tulis Ilmiahq

8

2.1.4 Kandungan Kimia Nilam

Minyak nilam diperoleh dari campuran daun, batang dan

cabang nilam dengan cara penyulingan. Minyak yang dihasilkan

terdiri dari komponen bertitik didih tinggi seperti patchouli alkohol,

patchoulen, kariofilen dan norpatchoulenol yang berfungsi sebagai zat

pengikat (fiksatif) (Ketaren, 1986).

Komponen utama minyak nilam adalah Patchouli Alkohol

(pathoulol), yang merupakan senyawa yang menentukan bau minyak

nilam dan merupakan komponen terbesar penyusun minyak nilam.

Komponen yang memberikan wangi khas pada minyak nilam adalah

norpathchoulenol yang terdapat dalam jumLah kecil. Komponen

lainnya yang merupakan komponen minor diantaranya adalah

patchoulene, azulene, eugenol, cinnamaldehide, keton dan senyawa

seskuiterpen lainnya (Anonim, 1980).

Menurut Imran (1994), minyak nilam dan komponen

kimianya merupakan hasil dari metabolit sekunder yang disimpan di

dalam vakuola daun. Komponen kimia yang menyusun minyak nilam

terbagi dalam dua golongan, yaitu golongan terpen dan golongan

terpen-O. Golongan terpen-O merupakan golongan hidrokarbon yang

memiliki ikatan dengan oksigen. Persenyawaan ini merupakan

senyawa terpenting dalam kelompok minyak atsiri (termasuk nilam)

kerena memiliki aroma yang lebih baik dibandingkan senyawa terpen

(Ketaren, 1986).

Page 9: Karya Tulis Ilmiahq

9

2.1.5 Kegunaan Nilam

Tanaman nilam merupakan tanaman perdu wangi berdaun

dengan bulu halus dan berbatang segi empat. Daun kering tanaman ini

disuling untuk mendapatkan minyak nilam (patchouli oil) yang

banyak digunakan dalam berbagai kegiatan industri. Fungsi utama

minyak nilam adalah sebagai bahan baku (fiksatif) dari komponen

kandungan utamanya yaitu patchouli alkohol dan sebagai bahan

pengendali penerbang (eteris) untuk wewangian (parfum) agar aroma

keharumannya bertahan lebih lama.

Selain itu, minyak nilam digunakan sebagai bahan campuran

produk kosmetik (diantaranya untuk pembuatan sabun, pasta gigi,

sampoo, lotion, dan deodorant), kebutuhan industri makanan (di

antaranya untuk essence atau penambah rasa), kebutuhan farmasi

(untuk pembuatan anti radang, antifungi, anti serangga, afrodisiak, anti

inflamasi, antidepresi, antiflogistik, serta dekongestan), kebutuhan

aroma terapi, bahan baku compound dan pengawetan barang, serta

berbagai kebutuhan industri lainnya (Mangun, 2008).

2.1.6 Mutu Minyak Nilam

Menurut Somaatmadja (1984), mutu minyak nilam

dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu jenis atau variasi tanaman

nilam, umur panen, perlakuan pendahuluan sebelum penyulingan,

bahan dasar alat penyulingan yang digunakan, metode penyulingan,

perlakuan terhadap minyak nilam setelah penyulingan dan

Page 10: Karya Tulis Ilmiahq

10

penyimpanan minyak. Parameter mutu minyak nilam berdasarkan

berbagai standar dapat dilihat pada Tabel 1 dan 2 berikut ini :

Tabel 1. Standar Mutu Minyak Nilam Menurut Essential Oills Association of USA (EOA)

No. Jenis Uji Persyaratan1. Warna Kuning muda sampai coklat

tua2. Bobot Jenis 20ºC 0,950-0,9753. Indeks Bias 25ºC 1,507-1,5154. Kelarutan dalam alkohol 90

% Larutan ( jernih ) atau opalensi ringan dalam perbandingan volume 1 : 10

5. Bilangan asam maksimal Maksimal 56. Bilangan ester maksimal Maksimal 207. Minyak Kuning Negatif8. Minyak Lemak Negatif9. Zat-zat asing :

a) Alkohol tambahanb) Lemakc) Minyak Pelikan

Negatif

Tabel 2. Standar Mutu Minyak Nilam Menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-2388-2006

No. Jenis Uji Persyaratan1. Warna Kuning muda sampai coklat

kemerahan2. Bobot Jenis 25ºC 0,950-0,9753. Indeks Bias 25ºC 1,507-1,5154. Kelarutan dalam alkohol 90

% dalam suhu 20ºCLarutan ( jernih ) atau opalensi ringan dalam perbandingan volume 1 : 10

5. Bilangan asam maksimal 8,06. Bilangan ester maksimal 20,07. Minyak Kuning Negatif8. Minyak Lemak Negatif9. Zat-zat asing :

a) Alkohol tambahanb) Lemakc) Minyak Pelikan

Negatif

Sumber : (SNI) 06-2388-2006.

Page 11: Karya Tulis Ilmiahq

11

2.2 Penyulingan Minyak Nilam

2.2.1 Perlakuan Pendahuluan Sebelum Penyulingan

Perlakuan sebelum penyulingan pada bahan yang mengandung

minyak biasanya dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu pengecilan

ukuran bahan (size reduction), pengeringan (pelayuan), penyimpanan

bahan olah dan fermentasi (Ketaren, 1986). Perlakuan pendahuluan

sebelum menyuling minyak atsiri sangat diperlukan karena minyak

nilam dalam tanaman berada pada kelenjar minyak, pembuluh-

pembuluh, kantong-kantong atau rambut glandular, sehingga

diperlukan perlakuan pendahuluan agar minyak tersebut dapat

melepaskan diri dan mudah untuk diekstrak.

1. Pengecilan Ukuran Bahan ( Size Reduction )

Minyak atsiri dapat menembus bahan karena

berlangsungnya proses hidrodifusi. Tetapi proses hidrodifusi akan

berjalan lamban apabila tanaman dibiarkan dalam keadaan utuh,

karena kecepatan minyak yang terekstrak akan tergantung dari

kecepatan difusi terjadi.

Jadi, sebelum bahan disuling, sebaiknya perajangan

dilakukan terlebih dahulu menjadi potongan-potongan kecil.

Perajangan bertujuan untuk membuka kantong minyak dalam

bahan olah sebanyak mungkin, sehingga mempermudah

penguapan minyak atsiri dari bahan saat proses penyulingan

berlangsung. Dengan mudahnya penguapan, maka diharapkan

Page 12: Karya Tulis Ilmiahq

12

proses penyulingan akan lebih efesien (waktu penyulingan yang

tidak terlalu lama) dan lebih efektif (jumLah rendemen minyak

yang lebih banyak). Selain itu perajangan bertujuan untuk

memperluas kapasitas ketel suling dengan mengurangi sifat

kamba pada bahan. Perajangan biasanya dilakukan terhadap

bahan yang sifatnya permeable (mudah ditembus air dan uap).

Bahan berupa bunga dan daun dapat langsung disuling tanpa

melalukan perajangan terlebih dahulu (Ketaren, 1986).

2. Pengeringan ( Pelayuan )

Ketaren (1986) menjelaskan bahwa tujuan proses

pengeringan (pelayuan) sebelum penyulingan ada 2, yaitu :

a. Menguapkan sebagain air dari bahan, sehingga memudahkan

dan mempersingkat waktu proses penyulingan

b. Untuk menguraikan zat tidak berbau sehingga berbau wangi.

Sebagai contoh adalah untuk memecah glikosida (amigdalin)

yang menjadi benzaldehida yang berbau wangi pada minyak

almond dan akar oris. Hal yang sama juga terjadi pada minyak

nilam dan vanilla.

Bahan yang mengandung fraksi minyak yang mudah

menguap biasanya hanya dilayukan atau dikeringkan pada tingkat

kering udara, sedangkan bahan yang mengandung fraksi minyak

atsiri yang sukar menguap biasanya dikeringkan lebih lanjut

(Ketaren, 1986).

Page 13: Karya Tulis Ilmiahq

13

Dalam proses pengeringan terjadi pergerakan air yang

dapat menyebabkan kehilangan minyak. Kehilangan minyak

selama periode pelayuan atau pengeringan lebih besar daripada

kehilangan minyak selama proses penyimpanan. Hal ini terjadi

karena pada proses pengeringan air, dalam tanaman akan

berdifusi sambil mengangkut minyak atsiri ke permukaan dan

akhirnya menguap (Ketaren, 1986).

Menurut Guenther (1987), jika suatu saat jumLah air

dalam bahan sangat sedikit atau habis, maka bahan olah menjadi

sangat kering, dan proses hidrodifusi tidak dapat berlangsung

karena air sebagai bahan pembawa (carrying medium) telah habis.

Oleh sebab itu, proses pengeringan harus berjalan efektif, dimana

pengeringan hanya dilakukan sampai mencapai prakiraan kadar

air yang diinginkan agar proses ekstraksi berjalan lebih efektif

dan efesien. Kehilangan (loss) minyak selama pengeringan

terutama disebabkan oleh penguapan, oksidasi, resinifikasi atau

reaksi kimia lainnya.

Pengeringan bahan umumnya dilakukan di bawah sinar

matahari langsung, meskipun pengeringan menggunakan mesin

pengering juga mulai banyak digunakan. Pengeringan tanaman

nilam di bawah sinar matahari langsung, dapat menyebabkan

sebagian minyak nilam akan ikut menguap. Disamping itu, proses

pengeringan yang terlalu cepat akan menyebabkan daun menjadi

Page 14: Karya Tulis Ilmiahq

14

rapuh dan sulit disuling. Namun, apabila proses pengeringan

terlalu lambat, daun nilam akan menjadi lebih lembab dan dapat

menjadi media tumbuh kapang sehingga menimbulkan bau yang

tidak disenangi sehingga mutu minyaknya rendah. Apabila cuaca

cerah, proses pengeringan nilam biasanya berlangsung selama 3

hari. Tanda pengeringan telah cukup dilakukan yaitu timbul bau

khas nilam yang lebih keras dibandingkan dengan bau nilam saat

tanamannya masih segar (Guenther, 1987).

Menurut penelitian yang dilakukan Irfan (1989), daun

nilam yang dikeringanginkan mengakibatkan penurunan kadar

minyak, bilangan ester, serta beberapa komponen terpen dalam

minyak nilam yang diekstrak dari tanaman tersebut. Sebaliknya

bobot jenis, indeks bias dan komponen berat yang polar dalam

minyak semakin meningkat dengan semakin lamanya waktu

pengeringanginan. Lama pengeringan tidak berpengaruh terhadap

rendemen, bilangan asam, putaran optik dan kelarutan minyak

dalam alkohol.

3. Penyimpanan Bahan Olah

Penyimpanan bahan olah sering dilakukan akibat

terhambatnya proses penyulingan atau kapasitas ketel suling yang

kurang besar. Penyimpanan bahan olah juga mempengaruhi

penyusutan minyak atsiri dalam bahan meski nilai penyusutannya

tidak sebesar pada proses perajangan. Kehilangan minyak

Page 15: Karya Tulis Ilmiahq

15

disebabkan oleh penguapan secara bertahap, disamping turunnya

mutu akibat proses oksidasi dan resinifikasi (Ketaren, 1986).

Menurut Guenther (1987), penyusutan minyak selama

penyimpanan dalam udara kering tergantung dari beberapa faktor,

yaitu kondisi bahan, metode penyimpanan, lama penyimpanan

serta komposisi kimia minyak dalam bahan.

Ketaren (1986) menyatakan bahwa, apabila bahan olah

harus disimpan sebelum diproses, maka harus disimpan dalam

udara kering yang bersuhu rendah dan udara tidak disirkulasi. Jika

mungkin ruangan sebaiknya dilengkapi dengan AC (Air

Conditioner). Sirkulasi dan kelembaban yang ekstrim selama

penyimpanan akan mengakibatkan proses resinifikasi, penguapan

dan proses oksidasi. Bahan olah berupa daun dan bunga tidak

dapat disimpan lama, namun sebaliknya bahan berupa kulit

pohon, akar, kayu dan biji lebih tahan lama, karena jumLah

minyak yang menguap lebih sedikit.

2.2.2 Proses Penyulingan

Penyulingan adalah proses pemisahan komponen yang berupa

cairan atau padatan dari 2 macam campuran atau lebih, berdasarkan

perbedaan titik uapnya dan proses ini dilakukan terhadap minyak atsiri

yang tidak larut dalam air (Ketaren, 1986).

Menurut Guenther (1987), komponen yang lebih mudah

menguap mempunyai konsentrasi yang lebih tinggi dalam uap,

Page 16: Karya Tulis Ilmiahq

16

sedangkan komponen yang lebih sulit menguap terdapat pada

konsentrasi yang lebih tinggi pada cairan. Uap yang dihasilkan

dikondensasikan kembali untuk mendapatkan komponen yang lebih

mudah menguap. Proses penyulingan memanfaatkan perbedaan titik

didih masing-masing komponen.

Menurut Ketaren (1986), ekstraksi minyak atsiri menggunakan

metode penyulingan memiliki beberapa kelemahan yaitu :

1. Tidak baik digunakan terhadap beberapa jenis minyak yang rentan

mengalami kerusakan akibat adanya panas dan air

2. Minyak atsiri yang mengandung fraksi ester akan terhidrolisa

karena adanya air dan panas

3. Komponen minyak yang larut dengan air tidak dapat diekstraksi

4. Komponen minyak yang bertitik didih tinggi yang menentukan

bau wangi dan memiliki daya fiksasi terhadap bau sebagian tidak

ikut tersuling dan tetap tertinggal dalam bahan

5. Bau wangi yang dihasilkan sedikit berubah dari bau wangi

alaminya

Penyulingan untuk mengisolasi minyak ini didasarkan pada

penguapan. Terdapat tiga macam cara penyulingan yang dapat

digunakan untuk memperoleh minyak nilam yaitu penyulingan dengan

air (water distillation), penyulingan kukus (water and steam

distillation) dan penyulingan uap langsung (steam distillation).

Page 17: Karya Tulis Ilmiahq

17

1. Penyulingan dengan Air (Water Distillation)

Pada sistem penyulingan dengan air bahan yang tersuling

akan langsung kontak dengan air mendidih. Keuntungan dari

sistem penyulingan ini adalah dapat digunakan untuk menyuling

bahan yang berbentuk tepung dan bunga-bungaan yang mudah

membentuk gumpalan apabila terkena panas. Selain itu, metode

ini juga dapat digunakan untuk mengekstrak bahan berupa bubuk

dan prosesnya yang sederhana (Ketaren, 1986).

2. Penyulingan Kukus (Water And Steam Distillation)

Pada sistem penyulingan ini, bahan diletakan di atas

lempengan berlubang (saringan) yang terletak beberapa

sentimeter di atas permukaan air dan ketel penyuling. Biasanya

bahan yang disuling dengan metode ini adalah daun-daunan. Pada

sistem penyulingan ini, uap berpenetrasi secara merata ke dalam

jaringan bahan dan suhu dapat dipertahankan sampai 100°C.

Lama penyulingan relatif singkat, rendemen minyaknya cukup

besar, mutunya jauh lebih baik daripada metode penyulingan yang

lain serta kecil kemungkinan minyaknya akan gosong (Ketaren,

1986).

Yang menjadi ciri khas dari penyulingan dengan air dan

uap adalah

a. Uap yang selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu

panas.

Page 18: Karya Tulis Ilmiahq

18

b. Bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak

berhubungan dengan air sehingga efek hidrolisis dapat

terhindarkan (Guenther, 1987).

3. Penyulingan Uap Langsung (Steam Distillation).

Penyulingan dengan uap dapat disebut juga penyulingan

tak langsung. Pada prinsipnya, model ini sama dengan

penyulingan langsung. Hanya saja air penghasil uap tidak diisikan

bersama-sama dalam ketel penyulingan. Uap yang digunakan

berupa uap jenuh atau uap yang kelewat panas dengan tekanan

lebih dari 1 atmosfer. Di dalam proses penyulingan dengan uap

ini, uap dialirkan melalui pipa uap yang berlingkar yang berpori

dan berada di bawah bahan tanaman yang akan disuling,

Kemudian uap akan bergerak menuju ke bagian atas melalui

bahan yang disimpan di atas saringan.

Salah satu kelebihan model ini antara lain sebuah ketel

uap dapat melayani beberapa buah ketel penyulingan yang

dipasang seri sehingga proses produksi akan berlangsung lebih

cepat. Namun sayangnya proses penyulingan dengan model ini

memerlukan konstruksi ketel yang lebih kuat, alat-alat pengaman

yang lebih baik dan sempurna, biaya yang diperlukan pun lebih

mahal. Menurut Ketaren (1986),

Page 19: Karya Tulis Ilmiahq

19

2.3 Kajian Tentang Minyak Atsiri

Minyak atsiri merupakan salah satu hasil sisa proses metabolisme

dalam tanaman, yang terbentuk karena reaksi antara berbagai persenyawaan

kimia dengan adanya air. Minyak tersebut disintesis dalam sel kelenjar pada

jaringan tanaman dan ada juga yang terbentuk dalam pembuluh resin,

misalnya minyak terpentin dari pohon pinus. Minyak atsiri selain dihasilkan

oleh tanaman dapat juga terbentuk dari hasil degradasi trigliserida oleh enzim

atau dapat dibuat secara sintesis (Ketaren, 1986).

Minyak atsiri umumnya terdiri dari berbagai campuran

persenyawaan kimia yang terbentuk dari unsur karbon (C), hidrogen (H) dan

oksigen (O) serta beberapa persenyawaan kimia yang mengandung unsur

nitrogen (N) dan belerang (S) (Ketaren, 1986).

Pada umumnya komponen kimia mik atsiri dibagi menjadi dua

golongan yaitu Hidrokarbon dari persenyawaan terpen dan Hidrokarbon

teroksinegasi.

1. Golongan Hidrokarabon Senyawa Terpen

Persenyawaan yang termasuk golongan ini terbentuk dari unsur

karbon ( C ) dan Hidrogen ( H ). Jenis Hidrokarbon yang terdapat dalam

minyak atsiri sebagian besar dari monoterpen (2 unit isopren), sesquiterpen

( 3 unit isopren), diterpen ( 4 unit isopren), dan politerpen.

2. Golongan karbon teroksigenasi

Komponen kimia dari golongan persenyawaan ini terbentuk dari unsur

Karbon (C) dan Hidrogen (H) dan Oksigen (O). Persenyawaan yang

Page 20: Karya Tulis Ilmiahq

20

termasik dalam golongan ini adalah persenyawaan alkohol, aldehid, keton

ester, eter, dan fenol. Ikatan karbon yang terdapat dalam molekulnya

terdiri dari ikatan tunggal, ikatan rangkap dua, dan ikatan rangkap tiga

(Ketaren, 1986).

2.3.1 Keberadaan Minyak Atsiri Dalam Tanaman

Minyak atsiri terkandung dalam berbagai organ, seperti di

dalam rambut kelenjar (pada famili Labiatae), di dalam sel-sel

parenkim (misalnya famili Piperaceae), di dalam saluran minyak

seperti vittae (famili Umbelliferae), di dalam rongga-rongga

skizogen dan lisigen (pada famili Pinaceae dan Rutaceae),

terkadang dalam semua jaringan (pada famili Conaferae) (Gunawan

dan Mulyani, 2004).

Minyak atsiri dapat terbentuk secara langsung oleh

protoplasma akibat adanya peruraian lapisan resin dari dinding sel

atau oleh hidrolisis dari glikosida tertentu. Peran paling utama

dari minyak atsiri terhadap tumbuhan itu sendiri adalah sebagai

pengusir serangga (mencegah daun dan bunga rusak) serta sebagai

pengusir hewan-hewan pemakan daun lainnya. Namun

sebaliknya, minyak atsiri juga berfungsi sebagai penarik serangga

guna membantu terjadinya penyerbukan silang dari bunga

(Gunawan dan Mulyani, 2004).

Page 21: Karya Tulis Ilmiahq

21

2.3.2 Sifat-Sifat Minyak Atsiri

Adapun sifat-sifat minyak atsiri diterangkan sebagai

berikut:

1. Tersusun oleh bermacam-macam komponen senyawa.

2. Memiliki bau khas. Umumnya bau ini mewakili bau tanaman

asalnya. Bau minyak atsiri satu dengan yang lain berbeda-beda,

sangat tergantung dari macam dan intensitas bau dari masing-

masing komponen penyusun.

3. Mempunyai rasa getir, kadang-kadang berasa tajam,

menggigit, memberi kesan hangat sampai panas, atau justru

dingin ketika sampai di kulit, tergantung dari jenis komponen

penyusunnya.

4. Dalam keadaan murni (belum tercemar oleh senyawa-senyawa

lain) mudah menguap pada suhu kamar sehingga bila

diteteskan pada selembar kertas maka ketika dibiarkan

menguap, tidak meninggalkan bekas noda pada kertas yang

ditempel.

5. Bersifat tidak bisa disabunkan dengan alkali dan tidak bisa

berubah menjadi tengik (rancid). Ini berbeda dengan minyak

lemak yang tersusun oleh asam-asam lemak.

6. Bersifat tidak stabil terhadap pengaruh lingkungan, baik

pengaruh oksigen udara, sinar matahari (terutama gelombang

Page 22: Karya Tulis Ilmiahq

22

ultraviolet), dan panas karena terdiri dari berbagai macam

komponen penyusun.

7. Indeks bias umumnya tinggi.

8. Pada umumnya bersifat optis aktif dan memutar bidang

polarisasi dengan rotasi yang spesifik karena banyak

komponen penyusun yang memiliki atom C asimetrik.

9. Pada umumnya tidak dapat bercampur dengan air, tetapi cukup

dapat larut hingga dapat memberikan baunya kepada air

walaupun kelarutannya sangat kecil.

10.Sangat mudah larut dalam pelarut organik (Gunawan dan

Mulyani, 2004).

Page 23: Karya Tulis Ilmiahq

23

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Kerangka Konseptual

Gambar 1. Kerangka Konseptual.

3.2 Hipotesis Penelitian

Lama penyulingan berpengaruh secara signifikan terhadap rendemen

minyak atsiri daun nilam yang dihasilkan.

3.3 Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif analitik.

DestilasiDaun Nilam

KeringWaktu Penyulingan

Rendemen Minyak Atsiri Daun

Nilam

Page 24: Karya Tulis Ilmiahq

24

3.4 Desain Penelitian

Tabel 3. Desain Penelitian Pengaruh Lama Penyulingan Terhadap Rendemen Minyak Atsiri Daun Nilam.

No.

SampelLama

Penyulingan (Menit)

Berat Sampel

(g)

Hasil Volume

(mL)

Rendemen (%)

Rata-Rata Rendemen

(%)1 A1-1  A1-2  A1-32 A2-1  A2-2  A2-33 A3-1  A3-2  A3-34 A4-1  A4-2  A4-35 A5-1  A5-2  A5-3

Keterangan :

Sampel A1 = Lama penyulingan 30 menit

Sampel A2 = Lama penyulingan 60 menit

Sampel A3 = Lama penyulingan 90 menit

Sampel A4 = Lama penyulingan 120 menit

Sampel A5 = Lama penyulingan 150 menit

Page 25: Karya Tulis Ilmiahq

25

3.5 Variabel Penelitian

1. Variabel bebas : Lama penyulingan

2. Variabel terikat : Rendemen minyak atsiri daun nilam.

3.6 Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah tanaman nilam yang terdapat

di Kelurahan Anggopiu, Kecamatan Uepai, Kabupaten Konawe

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah daun nilam yang kering.

3.7 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada bulan Maret-Juni 2012

bertempat di Laboratorium Pengujian Mutu (LPM) Balai Litbang Industri

Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara.

3.8 Alat dan Bahan

1. Alat

Alat Kohobasi (Iwaki Pyrex® )

Batu didih

Botol kaca

Gelas ukur 500 mL ; 1000 mL (Iwaki Pyrex® )

Gelas kimia 250 mL (Iwaki Pyrex® )

Klem-Statif

Kondensor (Iwaki Pyrex® )

Page 26: Karya Tulis Ilmiahq

26

Labu Alas Bulat (Iwaki Pyrex® )

Labu ukur 1000 mL (Iwaki Pyrex® )

Pemanas Listrik (Isopad® type LG2/ER-1 L)

Pisau

Selang air masuk-keluar

Timbangan analitik (Shimadzu®)

Timbangan digital (Shinko GS® )

2. Bahan

Aquadest

Daun nilam kering

Toluena

3.9 Prosedur Penelitian

3.9.1. Penyiapan Sampel

1. Pemanenan

Tanaman nilam dipanen pada saat berumur 5 bulan dan

diambil bagian pucuk (ruas ke-1 sampai ruas ke-5).

2. Pengeringan dan pensortiran

Pada penelitian ini, proses pengeringan dilakukan segera

setelah dilakukan pemanenan, sebelum daun nilam mengalami

perubahan warna. Selama 3 hari, tanaman nilam dikeringkan

selama ± 5 jam (pukul 09.00-14.00 WIB) dengan cara diangin-

anginkan. Selama proses pengeringan berlangsung, daun nilam

harus selalu dibolak-balik posisinya 2-3 kali. Hal tersebut

Page 27: Karya Tulis Ilmiahq

27

bertujuan agar pengeringan nilam terjadi secara sempurna. Kadar

air daun nilam kering optimal adalah ± 12- 15%. Setelah itu

dilakukan pensortiran untuk menghilangkan kotoran yang melekat

pada saat pengeringan.

3. Perajangan

Proses perajangan dilakukan sebelum proses penyulingan

berlangsung dengan ukuran rajangan pada bahan ± 3 cm.

4. Penetapan Kadar Air

Metode pengukuran kadar air yang digunakan adalah

Bidwell-Sterling. Sebanyak 10 gram bahan dimasukkan ke dalam

labu berukuran 500 mL, dan ditambahkan 200 mL toluen sampai

bahan terendam. Selanjutnya labu dipasangkan pada aufhauser

yang dilengkapi dengan pendingin tegak (kondensor) dan

dididihkan selama 1 jam sampai semua air dalam bahan tersuling.

Jika jumlah air tidak bertambah lagi, maka penyulingan

dihentikan. Volume air yang tersuling dapat dibaca pada skala

yang terdapat pada aufhauser.

Perhitungan :

Kadar air =

Volume Air (mL)Bobot Sampel ( g )

x 100 %

(Depkes RI, 1979).

3.9.2. Proses Penyulingan

Page 28: Karya Tulis Ilmiahq

28

1. Ditimbang daun nilam kering yang telah dirajang masing-masing

sampel sebanyak 50 gram dan dimasukkan ke dalam labu alas

bulat.

2. Ditambahkan aquadest sebanyak 750 mL sampai sampel

terendam dan ditambahkan sejumlah batu didih. Pengisian labu

jangan sampai terlalu penuh untuk memudahkan proses

penguapan.

3. Labu alas bulat yang berisi sampel uji dipasang dan disambung

dengan alat destilasi

4. Labu alas bulat dipanaskan dengan pemanas listrik.

5. Penyulingan dilakukan sesuai dengan waktu yang ditentukan.

a. Sampel A1 = Lama penyulingan 30 menit

b. Sampel A2 = Lama penyulingan 60 menit

c. Sampel A3 = Lama penyulingan 90 menit

d. Sampel A4 = Lama penyulingan 120 menit

e. Sampel A5 = Lama penyulingan 150 menit

6. Dicatat volume minyak atsiri nilam pada skala alat kohobasi.

7. Minyak yang telah diperoleh dipisahkan dari air kemudian

dimasukkan ke dalam botol kaca.

8. Dihitung rendemen minyak atsiri nilam.

3.10 Diagram Alir Penelitian

Page 29: Karya Tulis Ilmiahq

29

Gambar 2. Diagram Alir Penelitian.

3.11 Tekhnik Analisis data

Daun Nilam Segar

Pensortiran

Pengeringan

Dirajang/Dipotong

Minyak atsiri Nilam

Penyulingan

Perhitungan Rendemen Minyak Atsiri Daun Nilam

A3 A4 A5A2A1

Keterangan :

Sampel A1 = Lama penyulingan 30 menit.

Sampel A2 = Lama penyulingan 60 menit.

Sampel A3 = Lama penyulingan 90 menit.

Sampel A4 = Lama penyulingan 120 menit.

Sampel A5 = Lama penyulingan 150 menit.

Penetapan Kadar Air

Page 30: Karya Tulis Ilmiahq

30

3.11.1 Jenis Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data

primer, dimana data yang diperoleh langsung dari hasil penelitian

yaitu hasil destilasi minyak atsiri nilam.

3.11.2 Pengumpulan Data

Data dikumpulkan dari hasil penyulingan dengan membaca

volume minyak atsiri nilam yang dihasilkan pada skala alat

kohobasi.

3.11.3 Pengolahan Data

Rendemen minyak dihitung berdasarkan perbandingan antara

volume minyak yang dihasilkan dari penyulingan dengan berat

sampel yang disuling dan dinyatakan dalam satuan persen rendemen

minyak atsiri nilam dihitung dengan rumus :

Rendemen =

Volume Minyak Atsiri yang diperoleh (mL )Bobot Sampel ( g )

x 100 %

Selanjutnya data tersebut dianalisis dengan metode Korelasi

Pearson Produk Momen (PPM) menggunakan tabel penolong

koefisien korelasi (r) :

Tabel 4 Tabel Penolong Koefisien Korelasi (r)

Page 31: Karya Tulis Ilmiahq

31

No. x y x2 y2 xy1. x1 y1 x2

1 y21 xy1

2. x2 y2 x22 y2

2 xy2

3. x3 y3 x23 y2

3 xy3

4. x4 y4 x24 y2

4 xy4

5. x5 y5 x25 y2

5 xy5

n Ʃx Ʃy Ʃ x2 Ʃy2 Ʃxy

Keterangan :

x = Lama penyulingan ( Menit )

y = Rendemen Minyak Atsiri ( % )

Adapun cara perhitungannya sebagai berikut :

Korelasi Pearson Produk Momen (PPM)

r =

dimana Ʃ xy = Ʃ xy-

Ʃ x2 = Ʃ x2 - ¿¿

Ʃ y2 = Ʃ y2 - ¿¿

Uji Hipotesis

Keputusan diambil dengan membandingkan nilai r Hitung dengan nilai r Tabel.

Jika r Hitung > r Hitung, maka hipotesis diterima.

(Usman dan Purnomo Setiady Akbar. 2000)

3.11.4 Penyajian Data

Data hasil penelitian disajikan dalam bentuk tabel kemudian

dijelaskan secara narasi.

Page 32: Karya Tulis Ilmiahq

32

BAB IV

HASIL PENELITIAN

Page 33: Karya Tulis Ilmiahq

33

4.1 Penetapan Kadar Air

Kadar air daun nilam yang telah dikeringkan ditetapkan dengan

metode Bidwell-Sterling dengan tiga kali pengulangan (Triplo). Nilai rata-

rata kadar air yang diperoleh adalah 15,3709 %. Rincian nilai kadar air

bahan pada sampel dapat dilihat pada Tabel 5 berikut ini.

Tabel 5. Data Hasil Penetapan Kadar Air Daun Nilam Kering.

No. Ulangan BeratSampel Uji

(g)

Volume Toluen (mL)

Volume Air

(mL)

Kadar Air (%)

Rata-rata Kadar Air

(%)1.2.3.

IIIIII

10,057010,001010,0143

100100100

1,61,51,5

15,137114,998515,9772

15,3709

Dari Tabel 5 di atas dapat dilihat dengan jelas bahwa nilai kadar air

yang diperoleh, telah sesuai dengan kadar air literatur (Ketaren, 1986) yaitu

12-15 %. Dengan kadar air ini diharapkan dapat memperoleh minyak nilam

dengan rendemen yang tinggi dan proses penyulingan yang efektif.

4.2 Penyulingan Minyak Atsiri Daun Nilam

Proses penyulingan minyak atsiri daun nilam ini dilakukan dengan

metode penyulingan air (Water Destillation) dalam kondisi penyulingan

antara lain : variasi waktu penyulingan = 30 menit, 60 menit, 90 menit, 120

menit, 150 menit; suhu pemanas = 100-105o C, air pendingin masuk = 23oC,

air pendingin keluar = 24o C, dan suhu destilat = 32-33,5o C. Didapatkan

rendemen minyak atsiri daun nilam dari sampel uji berkisar antara 0,4-1,6

mL (rendemen 0,87-3,06 %) pada berbagai variasi waktu penyulingan.

Page 34: Karya Tulis Ilmiahq

34

Rincian nilai rendemen yang diperoleh dari sampel uji secara lengkap dapat

dilihat pada Tabel 6 berikut ini :

Tabel 6. Data Hasil Penyulingan Daun Nilam.

No. SampelLama

Penyulingan (Menit)

Berat Sampel

(g)

Hasil Volume

(mL)

Rendemen (%)

Rata-Rata Rendemen

(%)1 A1-1 30 50,0072 0,4 0,7998    A1-2 30 50,0090 0,5 0,9998 0,8665  A1-3 30 50,0070 0,4 0,7998  2 A2-1 60 50,0072 0,8 1,5997    A2-2 60 50,0090 0,8 1,5997 1,5997  A2-3 60 50,0070 0,8 1,5997  3 A3-1 90 50,0072 1,2 2,3996    A3-2 90 50,0090 1,3 2,5995 2,3996  A3-3 90 50,0070 1,1 2,1996  4 A4-1 120 50,0072 1,4 2,7995    A4-2 120 50,0090 1,5 2,9994 2,7995  A4-3 120 50,0070 1,3 2,5996  5 A5-1 150 50,0072 1,5 2,9995    A5-2 150 50,0090 1,6 3,1994 3,0661  A5-3 150 50,0070 1,5 2,9995  

Berikut ini adalah grafik pengaruh lama penyulingan terhadap

rendemen minyak nilam yang dihasilkan.

Gambar 3. Pengaruh lama penyulingan terhadap rendemen minyak nilam yang dihasilkan

Dari gambar 3 dapat dilihat dengan jelas perbedaan rendemen

minyak nilam yang dihasilkan akibat lama penyulingan yang berbeda.

Page 35: Karya Tulis Ilmiahq

35

Semakin lama waktu penyulingan, semakin tinggi nilai rendemen minyak

atsiri yang dihasilkan. Minyak atsiri yang diperoleh sesuai dengan literatur

(Kardinan, 2004) yang menyatakan bahwa rendemen minyak atsiri daun

nilam aceh berkisar antara 2,5–5 %..

4.3 Analisis Korelasi Pearson Produk Momen

Hasil penyulingan minyak atsiri daun nilam pada berbagai variasi

waktu penyulingan selanjutnya dianalisis secara statistik menggunakan

metode Korelasi Pearson Produk Momen. Hasil pengolahan data statistik

dengan metode Korelasi Pearson Produk Momen diperoleh nilai koefisien

korelasi (r Hitung ) sebesar 0,9785 pada taraf signifikan 95 % (α = 0,05). Oleh

karena nilai r Hitung (0,9785) > r Tabel (0,878), maka hipotesis diterima, artinya

lama penyulingan berpengaruh secara signifikan terhadap rendemen minyak

atsiri daun nilam yang dihasilkan.

BAB V

PEMBAHASAN

Page 36: Karya Tulis Ilmiahq

36

Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh lama penyulingan

terhadap rendemen minyak atsiri daun nilam (Pogostemon cablin Benth)

dengan tujuan untuk mengetahui pengaruh lama penyulingan terhadap

rendemen minyak atsiri daun nilam yang dihasilkan.

Daun nilam jenis aceh ini dipanen dari perkebunan rakyat di

Kelurahan Anggopiu, Kecamatan Uepai, Kabupaten Konawe. Daun nilam

dipanen pada saat berumur 5 bulan dan diambil bagian pucuk (ruas ke-1

sampai ruas ke-5). Selanjutnya, dilakukan pengeringan segera sebelum daun

nilam mengalami perubahan warna. Selama 3 hari, tanaman nilam

dikeringkan selama ± 5 jam (pukul 09.00-14.00 WIB) dengan cara diangin-

anginkan. Selama proses pengeringan berlangsung, daun nilam harus selalu

dibolak-balik posisinya 2-3 kali. Hal tersebut bertujuan agar pengeringan

nilam terjadi secara sempurna. Kadar air daun nilam kering optimal adalah ±

12- 15%. Untuk memastikan kadar air sampel uji sesuai dengan literatur

maka dilakukan penetapan kadar air dengan metode Bidwell-Sterling. Hasil

penetapan kadar air dengan metode Bidwell-Sterling dapat dilihat pada tabel

5. Rata-rata kadar air yang diperoleh adalah sebesar 15,3709 % yang diuji

dengan tiga kali ulangan (Triplo). Dari Tabel 5 dapat dilihat dengan jelas

bahwa nilai kadar air yang diperoleh, telah sesuai dengan kadar air literatur

(Ketaren, 1986) yaitu 12-15 %. Dengan kadar air ini diharapkan dapat

memperoleh minyak nilam dengan rendemen yang tinggi dan proses

penyulingan yang efektif.

Page 37: Karya Tulis Ilmiahq

37

Daun nilam kering yang telah mencapai kadar air yang diinginkan

selanjutnya dipotong-potong dan dirajang. Hal ini bertujuan untuk membuka

kelenjar minyak pada daun nilam selebar mungkin sehingga memudahkan

proses penguapan minyak atsiri. Selanjutnya, daun nilam dimasukkan ke

dalam labu alas bulat lalu ditambahkan 750 mL dan dipanaskan sampai

mendidih hingga air dan minyak atsiri menguap. Uap tersebut akan

mengalami pendinginan pada kondensor sehingga mengembun dan

ditampung dalam alat kohobasi sebagai alat pemisah minyak dan air. Dalam

alat tersebut minyak dan air akan terpisah, minyak berada pada lapisan atas

sedangkan air berada di lapisan bawah. Hal ini disebabkan karena berat jenis

minyak atsiri daun nilam lebih kecil dibandingkan dengan berat jenis air.

Hasil penyulingan minyak atsiri daun nilam berdasarkan beberapa

variasi waktu penyulingan dilihat dengan jelas pada tabel 6. Hasil

penyulingan minyak atsiri daun nilam berkisar antara 0,4-1,6 mL (rendemen

0,87-3,06 %). Berdasarkan lama penyulingan, rendemen yang paling rendah

diperoleh pada penyulingan selama 30 menit dengan rendemen sebesar 0,87

%. Sedangkan rendemen yang paling tinggi diperoleh pada penyulingan

selama 150 menit dengan rendemen sebesar 3,06 %. Untuk menyatakan

apakah lama penyulingan berpengaruh secara signifikan terhadap rendemen

minyak atsiri daun nilam yang dihasilkan, maka data hasil penelitian

dianalisis secara statistik menggunakan metode Korelasi Pearson Produk

Momen.

Page 38: Karya Tulis Ilmiahq

38

Hasil pengolahan data statistik dengan metode Korelasi Pearson

Produk Momen diperoleh nilai koefisien korelasi (r Hitung ) sebesar 0,9785

pada tingkat signifikan 95 % (α = 0,05). Oleh karena r Hitung (0,9785) > r Tabel

(0,878) maka hipotesis diterima, artinya lama penyulingan berpengaruh

secara signifikan terhadap rendemen minyak atsiri daun nilam yang

dihasilkan.

BAB VI

PENUTUP

Page 39: Karya Tulis Ilmiahq

39

6.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil yang diperoleh dalam peneltian ini, maka

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Rendemen minyak atsiri daun nilam pada waktu penyulingan 30

menit, 60 menit, 90 menit, 120 menit, dan 150 menit berturut-turut

adalah 0,87 %, 1,6 %, 2,4 %, 2,79 %, dan 3,06 %.

2. Terdapat pengaruh yang signifikan antara lama penyulingan

dengan rendemen minyak atsiri daun nilam yang dihasilkan

dengan nilai r Hitung (0,9785) > r Tabel (0,878) pada tingkat signifikan

95 % ( α = 0,05 ).

6.2 Saran

1. Untuk mendapatkan hasil optimal dan waktu yang efisien maka

perlu dilakukan penyulingan dengan metode yang berbeda.

2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang komposisi dan

pengujian mutu minyak atsiri daun nilam.