Karya Tulis Ilmiah

54
KARYA TULIS ILMIAH Tinjauan kepustakaan TRAUMA EKSTREMITAS ATAS Tim penulis : - Rake Andara ( 0810070100042 ) - Putra Agung Budi Perkasa ( 0810070100043 ) - Anisa Oliawira Devina ( 0810070100044 ) - Nesia Besti Nalenda ( 0810070100045 ) Pembimbing - dr. Anita Darmayanti FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BAITURRAHMAH 2011

description

kti

Transcript of Karya Tulis Ilmiah

KARYA TULIS ILMIAH

Tinjauan kepustakaan

TRAUMA EKSTREMITAS ATAS

Tim penulis :

- Rake Andara ( 0810070100042 )

- Putra Agung Budi Perkasa ( 0810070100043 )

- Anisa Oliawira Devina ( 0810070100044 )

- Nesia Besti Nalenda ( 0810070100045 )

Pembimbing

- dr. Anita Darmayanti

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BAITURRAHMAH

2011

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami haturkan kepada allah swt yang maha pengasih lagi maha penyayang,

yang mana telah memberi keselamatan, kesehatan, dan kesempatan kepada kami untuk

menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya

Salah satu tujuan kami membuat karya tulis ilmiah ini adalah untuk memenuhi persyaratan

ujian pratikum skill lab.

Adapun judul karya tulis ilmiah yaitu “trauma ekstremitas atas”. Kami juga menyadari bahwa

di sana-sini masih banyak terdapat kesalahan baik dalam segi penyusunan, pengolahan data,

pemilihan kata, dan proses pengetikan sebab kami masih dalam proses pembelajaran. Namun

berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak mudah-mudahan kekurangan tersebut

dapat diatasi sedikit demi sedikit, dan akhirnya tulisan ini menjadi karya tulis ilmiah.

Terakhir kami juga mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak

dalam penyempurnaan karya tulis ilmiah ini

Padang, 15 juli 2011

Tim penulis

ABSTRAK

DAFTAR ISI

BAB I

PENDAHULUAN

A. PENDAHULUAN

Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cedera. Defenisi ini memberikan

gambaran superfisial dari respon fisik terhadap cidera. Trauma juga memberikan dampak

psikologis dan sosial. Pada kenyataannya, trauma adalah kejadian yang bersifat holistik dan

dapat menyebabkan hilangnya produktivitas seseorang. Trauma lebih kompleks dari sekadar,

misalnya suatu fraktur. Fraktur jari tangan seorang pemain piano atau seorang ahli bedah,

dampaknya sangat berat dan dapat menghentikan karirnya, sementara cedera yang sama pada

orang dengan profesi lain merupakan gangguan yang ringan.

Dewasa ini trauma melanda dunia bagaikan wabah karena dalam kehidupan modern

penggunaan kendaraan otomotif dan senjata api semakin luas. Sayangnya, penyakit akibat

trauma sering ditelantarkan sehingga trauma merupakan penyebab kematian utama pada

kelompok usia muda dan produktif seluruh dunia. Angka kematian ini dapat diturunkan

melalui upaya pencegahan trauma dan penanggulangan optimal yang diberikan sedini

mungkin pada korbannya. Perlu diingat bahwa penanggulangan trauma bukan hanya masalah

dirumah sakit, tetapi mencakup penanggulangan menyeluruh yang dimulai di tempat

kejadian, dalam perjalanan ke rumah sakit, dan di rumah sakit.

Trauma dapat menyebabkan perubahan fisiologi sehingga terjadi gangguan metabolisme

kelainan imunologi, dan gangguan faal berbagai organ. Penderita dengan trauma berat

mengalami gangguan faal yang penting, seperti kegagalan fungsi membran sel, gangguan

integritas endotel, kelainan sistem imunologi, dan dapat pula terjadi koagulasi intravaskular

menyeluruh (DIC=disseminated intravascular coagulation).

B. LATAR BELAKANG

Fraktur

Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau

tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa.

Farktur dapat dibagi menjadi :

A. Menurut ada tidaknya hubungan dengan dunia luar:

1. Fraktur tertutup ( closed ) , bila tidak terdapat hubungan antara fragmen tulang dengan

dunia luar

2. Fraktur terbuka ( open/compound ) , bila terdapat hubungan antara fragmen tulang

dengan dunia luar karena adanya perlukaan di kulit. Fraktur terbuka terbagi atas tiga

derajat ( menurut R. Gustillo ), yaitu :

Derajat I

Luka < 1 cm

Kerusakan jaringan lunak sedikit, tak ada tanda luka remuk

Fraktur sederhana, transvesal, oblik, atau kominutif ringan

Kontaminasi minimal

Derajat II

Laserasi > 1 cm

Kerusakan jaringan lunak, tidak luas, flap/avulsi

Fraktur kominutif sedang

Kontaminasi sedang

Derajat III

Terjadi kerusakan jaringan lunak yang luas, meliputi struktur kulit , otot, dan

neurovaskular serta kontaminasi derajat tinggi. Fraktur derajat III terbagi atas

1. Jaringan lunak yang menutupi fraktur tulang adekuat, meskipun

terdapat laserasi luas/flap/avulsi ; atau fraktur segmental/sangan

kominutif yang disebabkan oleh trauma berenergi tinggi tanpa melihat

besarnya ukuran luka

2. Kehilangan jaringan lunak dengan fraktur tulang yang terpapar atau

kontaminasi masif

3. Luka pada pembuluh arteri/saraf perifer yang harus diperbaiki tanpa

melihat kerusakan jaringan lunak.

B. Menurut garis fraktur

a. Fisura

b. Serong sederhana

c. Lintang sederhana

d. Kominutif

e. Segmental

f. Dahan hijau

g. Kompresi

h. Impaksi

i. Impresi

j. Patologis

C. Berdasarkan usia pasien

a. Patah tulang pada anak

b. Patah tulang pada dewasa

c. Patah tulang pada orang tua

Manifestasi Klinik :

- Nyeri

- Deformitas

- Krepitasi

- Bengkak

- Peningkatan temperatur lokal

- Pergerakan abnormal

- Echymosis

- Kehilangan fungsi

- Kemungkinan lain

Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekuatan dan gaya pegas untuk

menahan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap

tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya atau

terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah

serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak.

Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga

medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang patah. Jaringan

yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya respon inflamasi yang ditandai

dengan vasodilatasi, eksudasi plasma dan leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian

inilah yang merupakan dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1) Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang tergantung terhadap besar,

waktu, dan arah tekanan yang dapat menyebabkan fraktur.

2) Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan daya tahan untuk

timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan

kepadatan atau kekerasan tulang.

Diagnosis

1. Anamnesis

Bila tidak ada riwayat trauma, berarti fraktur patologis. Trauma harus

diperinci kapan terjadinya, dimana terjadinya, jenisnya, berat-ringan trauma, arah

trauma, dan posisi pasien atau ekstremitas yang bersangkutan ( mekanisme trauma ).

Jangan lupa untuk meneliti kembali trauma ditempat lain secara sistematik dari

kepala, muka, leher, dada dan perut.

2. Pemeriksaan umum

Dicari kemungkinan komplikasi umum seperti syok pada fraktur multiple,

fraktur pelvis, fraktur terbuka : tanda-tanda sepsis pada fraktur terbuka yang

mengalami infeksi

3. Pemeriksaan status lokalis

Tanda-tanda klinis pada fraktur tulang panjang :

a. Look, cari apakah terdapat

Deformitas, terdiri dari penonjolan yang abnormal ( misalnya pada fraktur

kondilus lateralis humerus ), angulasi, rotasi, dan pemendekan.

Functio laesa ( hilangnya fungsi ), misalnya pada fraktur kruris tidak dapat

berjalan

Lihat juga ukuran panjang tulang dan bandingkan kiri dan kanan

b. Feel, apakah terdapat nyeri tekan. Pemeriksaan nyeri sumbu tidak dilakukan lagi

karena akan menambah trauma

c. Move, untuk mencari :

Krepitasi, terasa bila fraktur digerakkan. Tetapin pada tulang spongiosa

atau tulang epifisis tidak terasa krepitasi. Pemeriksaan ini sebaiknya tidak

dilakukan karena menambah trauma.

Nyeri bila digerakkan, baik pada aktif maupun pasif

Seberapa jauh gangguan-gangguan fungsi, gerakan-gerakan yang tidak

mampu dilakukan, range of motion ( derajat dari ruang lingkup gerakan

sendi ) dan kekuatan.

Tahap Penyembuhan Tulang

a. Haematom

- Dalam 24 jam mulai pembekuan darah dan haematom.

- Setelah 24 jam suplay darah ke ujung fraktur meningkat.

- Haematom ini mengelilingi fraktur dan tidak diabsorpsi selama penyembuhan

tapi berubah dan berkembang menjadi granulasi.

b. Proliferasi sel

- Sel-sel dari lapisan dalam periosteum berproliferasi pada sekitar fraktur.

- Sel menjadi prekursor dari osteoblast, osteogenesis berlangsung terus, lapisan

fibrosa periosteum melebihi tulang.

- Beberapa hari di periosteum meningkat dengan fase granulasi membentuk

collar di ujung fraktur.

c. Pembentukan callus

- Dalam 6-10 hari setelah fraktur, jaringan granulasi berubah dan terbentuk

callus.

- Terbentuk kartilago dan matriks tulang berasal dari pembentuk callus.

- Callus menganyam massa tulang dan kartilago sehingga diameter tulang

melebihi normal.

- Hal ini melindungi fragmen tulang tapi tidak memberikan kekuatan, sementara

itu terus meluas melebihi garis fraktur,

d. Ossification

- Callus yang menetap menjadi tulang kaku karena adanya penumpukan garam

kalsium dan bersatu di ujung tulang.

- Proses osifikasi dimulai dari callus bagian luar, kemudian bagian dalam dan

berakhir pada bagian tengah.

- Proses ini tejadi selama 3-10 minggu.

e. Consolidasi dan Remodelling

Terbentuk tulang yang berasal dari callus dibentuk dari aktivitas osteoblast dan

osteoklast.

Penatalaksanaan fraktur

Fraktur biasanya menyertai trauma. Untuk itu sangat penting untuk melakukan

pemeriksaan terhadap jalan nafas ( airway ), proses pernapasan ( breathing ) dan sirkulasi

( ciruculation ), apakah terjadi syok atau tidak.

Bila sudah dinyatakan tidak ada masalah lagi, baru lakukan anamnesis dan

pemeriksaan fisis secara terperinci. Waktu terjadinya kecelakaan penting dinyatakan untuk

mengetahui berapa lama sampai di RS, mengingat golden period 1-6 jam. Bila lebih dari 6

jam, komplikasi infeksi semakin besar. Lakukan anamnesis dan pemeriksaan fisis secara

cepat, singkat dan lengkap. Kemudian lakukan foto radiologis. Pemasangan bidai dilakukan

untuk mengurangi rasa sakit dan mencegah terjadinya kerusakan yang lebih berat pada

jaringan lunak selain memudahkan proses pembuatan foto

Pengobatan fraktur tertutup bisa konservatif atau operatif

1. Terapi konservatif, terdiri dari

a. Proteksi saja, misalnya mitela untuk fraktur collum chirrugicum humeri dengan

kedudukan baik

b. Imobilisasi saja tanpa reposisi , misalnya pemasangan gips pada fraktur incomplit

dan fraktur dengan kedudukan baik.

c. Reposisi tertutup dan fiksasi dengan gips , misalnya pada fraktur suprakondilus,

fraktur colles, fraktur smith,. Reposisi dapat dalam anastesi umum atau lokal.

d. Traksi, untuk reposisi secara perlahan. Pada anak-anak dipakai traksi kulit ( traksi

hamilton russel, traksi bryant ). Traksi kulit terbatas untuk 4 minggu dan beban <

5 kg. Untuk traksi dewasa/ traksi defenitif harus traksi skeletal berupa balanced

traction.

2. Terapi operatif, terdiri dari :

a. Reposisi terbuka, fiksasi interna

b. Reposisi tertutup dengan kontrol radiologis diikuti fiksasi eksterna

Terapi operatif dengan reposisi anatomis diikuti dengan fiksasi interna ( open

reduction and internal fixation ), artroplasti eksisional, eksisi fragmen, dan pemasangan

endoprostesis.

Tindakan pada fraktur terbuka harus dilakukan secepat mungkin. Penundaan waktu

dapat mengakibatkan komplikasi infeksi. Waktu yang optimal untuk bertindak sebelum 6-7

jam (golden periode). Berikan toksoid, antitetanus serum (ATS), atau tetanus human

globulin. Berikan antibiotik untuk kuman gran positif dan negatif dengan dosis tinggi.

Lakukan pemeriksaan kultur dan resistensi kuman dari dasar luka fraktur terbuka. Teknik

debridemen adalah sebagai berikut :

1. Lakukan narkosis umum atau anastesi lokal bila luka ringan dan kecil

2. Bila cukup luas, pasang dulu torniket ( pompa atau esmarch )

3. Cuci seluruh ekstremitas selama 5-10 menit kemudian lakukan pencukuran. Luka

diirigasi dengan cairan NaCl steril atau air matang 5-10 menit sampai bersih.

4. Lakukan tindakan desinfeksi dan pemasangan duk

5. Eksisi luka lapis demi lapis, mulai dari kulit, subkutis, fasia, hingga otot. Eksisi

otot-otot yang tidak vital. Buang tulang-tulang kecil yang tidak melekat pada

periosteum. Pertahan frgamen tulang besar yang perlu untuk stabilitas.

6. Luka fraktur terbuka selalu dibiarkan terbuka dan bila perlu ditutup satu minggu

kemudian setelah edema menghilang ( secondary suture ) atau dapat juga hanya

dijahit situasi bila luka tidak terlalu lebar ( jahit luka jarang ).

Dislokasi

Dislokasi adalah keluarnya ( bercerainya ) kepala sendi dari mangkuknya. Dislokasi

merupakan suatu kedaruratan yang memerlukan pertolongan segera.

1. Dislokasi ad latitudinem: dislokasi ke arah lintang

2. Dislokasi ad longitudinem: dislokasi sehingga tulang memanjang umpamanya karena

tarikan traksi terlalu besar.

3. Dislokasi kum kontraktione: dislokasi sehingga tulang menjadi pendek, umumnya

disebabkan oleh tarikan dan tonus otot.

4. Dislokasi ad peripheriam karena rotasi

Manifestasi Klinis

- Nyeri

- Perubahan kontur sendi

- Perubahan panjang ekstremitas

- Kehilangan mobilitas

- Perubahan sumbu tulang yang mengalami dislokasi

Diagnosis

1. Anamnesis

Ada trauma

Mekanisme trauma yang sesuai , misalnya trauma ekstensi dan eksorotasi pada

dislokasi anterior sendi bahu

Ada rasa sendi keluar

Bila trauma minimal; hal ini dapat terjadi pada dislokasi rekurens atau habitual

2. Pemeriksaan klinis

Deformitas

Hilangnya tonjolan tulang yang normal, misalnya deltoid yang rata

pada dislokasi bahu

Pemendekan atau pemanjangan

Kedudukan yang khas untuk dislokasi tertentu

Nyeri

Functio laesa, misalnya bahu tidak dapat endorotasi pada dislokasi anterior

bahu

3. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan radiologi untuk memastikan arah dislokasi dan apakah disertai fraktur

Penatalaksanaan

1. Lakukan reposisi segera

2. Dislokasi sendi kecil dapat direposisi ditempat kejadian tanpa anastesi, misalnya

dislokasi siku, dislokasi bahu, dislokasi jari. Dislokasi bahu, siku, atau jari dapat

direposisi dengan anatesi lokal dan obat penenang misalnya valium.

3. Dislokasi sendi besar misalnya panggul memerlukan anatesi umum

C. TUJUAN

1. Mahasiswa dapat memahami tentang klasifikasi trauma ekstremitas atas

2. Mahasiswa dapat memahami mekanisme cedera pada ekstremitas atas

3. Mahasiswa dapat memahami cara mendiagnosa dan penatalaksanaan dari trauma

ekstremitas atas

D. MANFAAT

Manfaat dari penulisan karya ilmiah ini, diharapkan mahasiswa dapat mendiagnosa dan

membuat rencana solusi terhadap kelainan yang didapatkan pada penyakit “trauma

ekstremitas atas”.

BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

I. Bahu dan lengan atas

1. Fraktur klavikula

Penyebab biasanya trauma langsung/direct atau tidak langsung/indirect, misal jatuh dengan

tangan/siku menumpu.

Mekanisme trauma

Sebagian besar terjadi karena jatuh dengan tangan yang terulur.

Dapat juga terjadi karena hantaman langsung pada bahu, seperti: terjatuh

pada posisi samping.

Manifestasi klinis :

Nyeri Tekan pada lokasi fraktur

Deformitas dengan pembengkakan lokal.

Pemeriksaan Diagnostik

X Ray: bisaanya Foto AP bahu cukup adekuat.

Komplikasi : jarang, fragment fraktur dapat membahayakan struktur

neurovascular subklavial.

Terapi: Broad arm sling dan control ke klinik ortopedik 5 hari kemudian.

Diagnosis

1. Riwayat : waktu jatuh posisi tangan menumpu

2. Deformitas : menonjol, udem, fraktur 1/3 lateral tanpa rupture ligamentum

korakoklavikulare, deformitas tidak jelas

3. Nyeri tekan (tenderness)

4. Krepitasi

5. Pemeriksaan penunjang : radiologi dan laboratorium

Penatalaksanaan

Konservatif : pasang ransel verban (Figure of Eight) sampai rasa sakit hilang

Operatif:

o Indikasi dilakukan tindakan operatif

1. Fraktur terbuka

2. Rupture ligamentum korakoklavikulare

3. Gangguan neurovaskuler

4. Delayed/ non-union

5. Kosmetik

2. Fraktur skapula

Akibat trauma langsung. Fraktur korpus dan kollum scapula umumnya terjadi pergeseran

akibat tarikan otot-otot yang melekat disitu.

Mekanisme trauma : bisaanya karena trauma langsung pada dada posterolateral.

Manifestasi klinis : nyeri local dan pembengkakan serta adanya associated

injury.

Pemeriksaan Diagnostik

X ray : AP bahu, dengan atau tanpa Scapular View.

Komplikasi : Fraktur scapular bisaanya terkait dengan cedera intrathorax yang

signifikan seperti kosta, fraktur vertebral, fraktur klavikular, cedera pembuluh

darah pulmonal dan pleksus brachialis.

Terapi :

1. Isolated Scapular Fracture : Broad arm sling dan analgesic, kontrol ke

klinik ortopedi setelah 3 hari.

2. Bersamaan dengan cedera intratoraks yang lain: MRS ke bedah umum.

Terapi

Konservatif (istirahat dan mobilisasi dini setelah sakit hilang).

3. Dislokasi sternoklavikular

Mekanisme cidera

Cedera yang jarang terjadi. Biasanya disebabkan oleh kompresi lateral pada

bahu. Jarang sekali terjadi akibat pukulan langsung pada dada.

Dislokasi anterior jauh lebih sering terjadi pada dislokasi posterior.

Gambaran klinik

Dislokasi anterior Dislokasi posterior

- Ujung medial klavikula akan

membentuk benjolan yang

menonjol pada sendi

sternoklavikular

- Nyeri

- Biasanya tidak terdapat

komplikasi kardiotoraks

- Jarang terjadi, tetapi lebih

berbahaya

- Rasa tidak enak sangat terasa

- Tulang rusuk dapat mengalami

fraktur

- Kadang-kadang pasien

mengalami syok dan dispnea

Sinar x: karena tumpang tindihnya bayangan, hasil sinar x biasanya sulit ditafsirkan.

CT adalah metode ideal untuk mendiagnosis dislokasi anterior atau posterior tetapi tidak

termasuk fraktur pada ujung medialklavikula.

Terapi

a. Dislokasi anterior

Basanya dapat direduksi dengan memberikan tekanan pada klavikula dan menarik

lengan dengan bahu dalam keadaan abduksi. Tetapi, biasanya sendi ini berdislokasi lagi.

Keadaan ini tak banyak membawa masalah, fungsi akan pulih kembali sepenuhnya.

Meskipun dapat memakan waktu beberapa bulan. Fiksasi internal tak diperlukan dan

berbahaya karena ada pembuluh besar di belakang sternum)

b. Dislokasi posterior

Reduksi dilakukan secepat mungkin. Biasanya dapat dilakukan secara tertutup (kalau

perlu dengan anestesi umum) dengan membaringkan pasien pada karung pasir diantara

skapula dan kemudian menarik lengan dengan bahu dalam keadaan abduksi dan ekstensi.

Kalau gagal, ujung medial klavikula dicepit dengan forsep tulang dan ditarik ke depan.

Setelah reduksi, bahu diperkuat lagi dengan pembalut yang berbentuk angka delapan, yang

dipakai selama 3 minggu.

4. Dislokasi anterior pada bahu

Secara statistic : 96% dislokasi anterior, 3,4% posterior, 0,1% inferior (luxatio

ercto).

Dislokasi Anterior

Mekanisme trauma : jatuh yang menyebabkan rotasi eksternal bahu.

Manifestasi :

1. Khas : penderita bisaanya menyangga lengan yang cedera pada bagian siku

dengan menggunakan tangan sebelahnya.

2. lengan dalam posisi abduksi ringan

3. Kontur terlihat ‘squared off’

4. Nyeri yang sangat.

X ray : AP dan axial atau Y-Scapular view akan membantu membedakan

dislokasi anterior dengan posterior.

Catatan : X ray sangat penting menurut standar medikolegal untuk

menyingkirkan fraktur lain yang terjadi sebelum dilakukannya manipulasi dan

Reduksi ( M & R). ada peningkatan bukti yang menunjukkan bahwa dislokasi

bahu yang rekuren dan atraumatis tidak membutuhkan pre-M&R X ray. Namun,

keadaan ini tidak diterima secara luas dalam kalangan ahli ortopedi.

Komplikasi :

1. Rekuren

Catatan : Hill-Sachs lesion (fraktur kompresi aspek posterolateral dari

humeral head) dapat terlihat pada px yang sebelumnya menderita dislokasi

anterior.

2. Avulsi Tuberositas mayor (banyak terjadi pada px > 45 tahun).

3. Fraktur anterior Plenoid lip

4. Kerusakan arteri aksilaris dan pleksus brakialis.

Catatan : Harus memeriksa :

Fungsi Nervus axillaris dengan memeriksa sensasi jarum pada deltoid atau

‘regimental badge’area, Pulsasi pada pergelangan tangan, Fungsi Nervus

radialis.

Terapi :

1. Isolated anterior dislocation : M&R (dengan bermacam-macam teknik)

dibawah conscious sedation.

2. Dislokasi anterior dengan fraktur tuberositas humerus mayor atau minor :

M&R dibawah conscious sedation.

3. dislokasi anterior dengan fraktur proksimal shaft humeral : M&R dibawah

GA, pertimbangkan ORIF.

Manajemen lanjutan : analgesic IV, BUKAN IM (tempatkan IV plug untuk

antisipsi M&R), kemudian X ray yang diikuti M&R dibawah conscious

sedation.

M&R : merupakan teknik traksi yang disukai untuk digunakan daripada teknik

terdahulu seperti maneuver Hippocratic/Kocher’s.

Traksi harus dilakukan pada area critical care atau intermediate care dimana px

dapat dimonitoring, dan px berada pada kondisi conscious sedation (lihat bab

Conscious sedation).

1. Teknik Cooper-Milch

a. Dibawah conscious sedation, tempatkan penderita pada posisi supine

dengan siku fleksi 90o.

b. Luruskan siku dan dengan sangat perlahan pindahkan lengan pada posisi

abduksi penuh yang ditahan pada traksi lurus dimana seorang asisten

mengaplikasikan tekanan yang lembut pada sisi medial dan inferior dari

humeral head.

c. Adduksi lengan secara bertahap.

d. Pasang collar dan cuff, kemudian lakukan X ray post reduksi.

2. Teknik Stimson’s

Metode yang memanfaatkan gaya gravitasi, yang sering dilakukan pada ED

yang sangat sibuk.

a. berikan analgesik IV dimana penderita berbaring pada posisi pronasi

dengan lengan tergantung di sebelah trolley dengan beban seberat 2,5-5kg

terikat pada lengan tersebut.

b. Perlahan setelah 5-30 menit, lakukan relokasi bahu.

c. Pasang collar dan cuff, periksa x ray post reduksi.

3. Teknik Countertraction

Bermanfaat sebagai sebuah maneuver back-up ketika cara-cara diatas gagal.

a. Dibawah conscious sedation, tempatkan px berbaring supine dan

tempatkan rolled sheet dibawah aksila dari bahu yang terkena.

b. Abduksi lengan sampai 45o dan aplikasikan sustained in line traction

sementara. Asisten memasang traksi pada arah yang berlawanan

menggunakan rolled sheet.

c. Setelah relokasi, paang collar dan cuff, periksa X ray post reduksi.

d. Penempatan : klinik ortopedik setelah 3 hari.

4. Teknik Spasso, walaupun teknik ini tidak dikenal secara luas, namun teknik

ini telah digunakan pada departemen kami, dan kami anggap bahwa metode

ini merupakan metode yang paling mudah dilakukan dengan angka

keberhasilan yang tinggi.

a. Dibawah conscious sedation, letakkan lengan yang sakit dengan dengan

dinding dada.

b. Fleksikan lengan pada bahu, dan lakukan rotasi eksternal secar simultan.

Pada kebanyakan kasus, sebelum bahu mencapai fleksi kedepan 90o, akan

terdengar bunyi ‘clunk’, dan head humerus telah kemabali pada posisinya.

c. Adduksi lengan

d. Pasang collar & cuff dan periksa X ray post reduksi.

Perlu diperhatikan :

1. Buat diagnosis melalui diagnosis fisik

2. Lakukan foto rontgen untuk mengevaluasi reduksi dan fraktur

3. Dislokasi berulang adalah umum. Terutama pada pasien yang lebih muda.

Terapi:

Kurangi dislokasi akut dengan posisi supinasi

Jika reduksi dilakukan dengan 2 orang penolong, satu orang dapat meletakkan sebuah

kain diantara ketiak untuk traksi yang berlawanan. Tarik secara perlahan dengan siku

yang flexi . ketika pasien merelaksasi otot-otot bahu, maka dapat dirasakan caput

humeri masuk kembali ke dalam tempatnya

Jika reduksi dilakukan oleh 1 orang, letakkan kaki pada axilla, dan tarik tangan secara

perlahan.

Setelah reduksi, posisikan tangan seperti pada gambar untuk mencegah abduksi dan

rotasi external

Lakukan latihan penguatan selama 6 minggu, dengan penekanan pada kekuatan rotasi

internal

Dislokasi berulang ditanggulangi dengan cara yang sama. Setelah beberapa dislokasi,

pertimbangkan untuk melakukan stabilisasi bahu untuk mencegah dislokasi berulang.

5. Dislokasi posterior bahu

Mekanisme Trauma

1. Bisaanya karena jatuh pada tangan yang terotasi ke dalam serta terjulur atau

karena hantaman pada bagian depan bahu.

2. Terkait dengan kontraksi otot saat kejang atau cedera akibat tersetrum

listrik.

Manifestasi

1. Lengan terletak berotasi internal dan adduksi

2. Px merasakan nyeri, dan terdapat penurunan peregerakan dari bahu.

X ray : AP (Gambar 2a) dan Y scapular view (Gambar 2b)

Catatan : sangat mudah terjadi missdiagnosa dislokasi bahu posterior pada bahu

AP. Suspek dislokasi posterior jika terdapat ‘light bulb sign’ karena rotasi

internal bahu dan terdapat overlap antara head humerus dan glenoid labrum

pada foto bahu AP.

Komplikasi : kerusakan arteri aksilaris dan nervus brakialis.

Terapi : prinsip sama dengan dislokasi anterior

1. Untuk isolated dislokasi posterior, coba M&R dibawah IV conscious

sedation.

2. Untuk dislokasi posterior dengan fraktur tuberositas, coba M&R dibawah

conscious sedation.

3. Untuk dislokasi posterior dengan fraktur humeral shaft, MRS untuk M&R

di bawah GA, pertimbangkan ORIF.

Teknik :

1. Dibawah kondisi IV conscious sedation, pasang traksi pada lengan pada

posisi abduksi 90o.

2. Kadang countertraction dengan seorang asisten menggunakan rolledsheet

dibawah aksilla perlu dilakukan.

3. Secara perlahan lengan dirotasikan ke eksternal.

4. Setelah relokasi dilakukan pada kasus yang pertamakali terjadi pada

seorang dewasa muda, aplikasikan strapping bersama dengan collar dan

cuff.

5. Setelah relokasi pada lansia, aplikasikan collar & cuff dan pertimbangkan

early mobilization.

Disposisi : Klinik ortopedi setelah 3 hari.

6. Fraktur pada humerus proksimal

Fraktur ini mungkin melibatkan struktur anatomi neck humeral juga tuberositas atau

dengan kombinasi yang bermacam-macam.

Mekanisme trauma : jatuh pada satu sisi, pukulan langsung pada area tersebut,

atau jatuh dengan tangan yang terulur.

Manifestasi klinis:

1. Nyeri tekan, pembengkakan pada proksimal humerus.

2. Lebih lanjut, akan terdapat memar yang besar yang menuju pada bagian

bawah lengan karena gravitasi.

X ray : foto AP dan lateral humerus

Komplikasi :

1. Adhesive capsulitis (frozen shoulder)

2. Cedera struktur neurovascular

3. Nekrosis avascular humeral head.

Terapi : pasang collar & cuff

Disposisi :

1. Fraktur displaced tuberositas mayor yang berat mungkin membutuhkan MRS

untuk ORIF dengan GA.

2. Fraktur displaced yang ringan dapat KRS, kemudian control ke klinik

ortopedik dalam 3 hari.

Biasanya terjadi setelah usia pertengahan dan banyak ditemukan pada wanita yang

menderita osteoporosis pada masa pasca menopause. Fraktur biasanya terjadi setelah

jatuh pada lengan yang terlentang. Jenis cedera pada orang muda mungkin

menyebabkan dislokasi bahu. Kadang-kadang terjadi fraktur dan dislokasi.

Terapi:

Fraktur yang sedikit bergeser : cukup di istirahatkan hingga nyeri mereda

setelah itu dilakukan gerak pasif baru kemudian gerak aktif.

Fraktur dua bagian :

a. Konservatif : velpeau verban

b. Operativ : internal fiksasi

7. Fraktur batang humerus

Biasanya terjadi pada penderita dewasa, terjadi karena trauma lansung

yang menyebabkan garis patah transversal atau kominutif.

Manifestasi klinis, terjadi functi laesa lengan atas yang cidera, untuk

menggunakan siku harus dibantu oleh tangan yang sehat. Bila terjadi gangguan

pada nervus radialis , akan terjadi wrist drop ( drop hand ).

Penatalaksanaan, tindakan konservatif memberikan hasil yang baik

karena fraktur humerus ini sangat baik daya penyembuhannya. Imobilisasi dengan

gips berupa U-slab atau hanging cast selama 6 minggu.

8. Fraktur interkondilar humerus

Pada fraktur ini bentuk garis patah yang terjadi berupa bentuk hutuf T atau Y

Manifestasi klinis, didaerah siku tampak jelas pembengkakan , kubiti varus atau

kubiti valgus.

Penatalaksanaan, permukaan sendi harus dikembalikan secara anatomis. Bila

hanya konservatif, biasanya akan timbul kekauan sendi (ankilosis). Untuk

mengatasi keadaan ini dilakukan tindakan operasi reduksi dengan pemasangan

fiksasi interna dengan lag-screw.

9. Fraktur kolum humerus

Sering terjadi pada wanita tua karena osteoporosis. Biasanya berupa fraktur

impaksi.

Manifestasi klinis, sakit diaderah bahu tetapi fungsi lengan masih baik karena

fraktur impaksi merupakan fraktur yang stabil.

Penatalaksanaan, pada fraktur impaksi tidak diperlukan reposisi, lengan yang

cidera cukup diistirahatkan dengan memakai gendongan (sling) selama 3 minggu.

Bila disertai dialokasi abduksi, dilakukan reposisi dan diimobilisasi dengan gips

spica, posisi lengan dalam abduksi posisi overhead.

II. Siku dan lengan bawah

1. Fraktur suprakondilus

Berdasarkan mekanisme terjadinya fraktur

1. Tipe ekstensi, trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan

bawah dalam posisi supinasi. Hal ini akan menyebabkan fraktur pada

suprakondilar, fragmen distal humerus akan mengalami dislokasi ke anterior

dari fragmen proksimalnya.

2. Tipe ekstensi, trauma terjadi ketika posisi siku dalam fleksi, sedang lengan

bawah dalam posisi pronasi. Hal ini menyebabkan fragmen distal humerus

mengalami dislokasi ke posterior dari fragmen proksimalnya.

Apabila terjadi penekanan pada arteri brakialis , dapat terjadi

komplikasi yang disebut dengan iskemia volkmanns. Timbulnya sakit, denyut

arteri radialis yang berkurang, pucat, rasa kesemutan, dan kelumpuhan

merupakan tanda-tanda klinis adanya iskemia ini (pain, pallor, pulselesness,

puffyness, paralises ).

Manifestasi klinis, pada tipe ekstensi posisi siku dalam posisi

ekstensi. Pada tipe fleksi posisi siku dalam posisi fleksi (semifleksi).

Penatalaksanaan, bila pembengkakan tak hebat, dapat dicoba reposisi

dalam narkosis umum. Setelah tereposisi, posisi siku dibuat fleksi secara

perlahan-lahan. Gerakan fleksi diteruskan sampai arteri radialis mulai tak

teraba. Kemudian siku diekstensikan sedikit untuk memastikan arteri radialis

teraba lagi. Dalam posisi fleksi maksimal ini dilakukan imobilisasi dengan

gips spalk (foreslab). Pascaoperasi harus juga diperiksa denyut a. Radialis

untuk menghindarkan terjadi komplikasi iskemia volksmann.

2. Fraktur bikondilus

Diakibatkan jatuh pada pusat siku menyebabkan procecus olekranon terdorong ke

atas, membelah kondilus menjadi dua.

Terapi :

Konservatif : slab posterior dengan siku berfleksi hamper 90 derajat, gerakan

dimulai setelah 2 minggu Fraktur tanpa pergeseran hanya membutuhkan.

Fraktur yang cukup bergeser dilakukan reduksi terbuka dan fiksasi internal.

3. Fraktur-pemisahan pada epifisis kondilus lateral

Epifisis kondilus lateral mulai mengeras selama tahun pertama kehidupan dan

berfusi dengan batang setelah 12-16 tahun. Antara usia-asia ini, bagian ini dapat

terlepas atau teravuli bila traksi terlalu kuat. Disebabkan jatuh pada tangannya

dengan siku menekan dalam varus. Gambaran klinik, siku membengkak (tapi tidak

mengalami deformitas) dan terdapat nyeri tekan pada kondilus lateral.

Terapi :

Konservatif : Dibebat backslap dengan siku flexi 90 drajat atau dapat

dimanipulasi kedalam posisinya dengan mengekstensikan siku dan menekan

kondilus dan kemudian melakukan fiksasi pada fragmen dengan pen perkutan

(Sedikit pergeseran lengan).

Operativ : reduksi terbuka dan fiksasi internal dengan pen atau sekrup.

4. Fraktur-pemisahan pada epifisis kondilus medial

Pemisahan epifisis kondilus medial mulai mengeras pada umur sekitar 5 tahun

dan berfusi dengan batang sekitar umur 16 tahun; antara usia ini dapat terjadi avulse

akibat jatuh pada tangan dengan pergelangan tangan dalam keadaan ekstensi.

Epifisis tertarik ke distal oleh flesor pergelangan tangan yang melekat.

Terapi :

Konsevatif ; manipulasi dengan siku dalam valgus dan pegelangan tangan

hyperekstensi ( untuk menarik otot flesor).

5. Fraktur-pemisahan seluruh epifisis distal humerus

Pasca cidera yang hebat segmen ini dapat terpisah secara utuh. Contohnya,

pada cedera waktu melahirkan.

Terapi:

Fraktur yang brgeser ke posterior : direduksi secepat mungkin,dibawah anestesi

umum. Ini dilakukan dengan maneuver secara metodik dan berhati-hati.

Fraktur yang bergeser ke anterior : direduksi dengan menarik lengan bawah

dengan siku pada posisi semi fleksi.

6. Fraktru kapitulum

Fraktur ini hanya terjadi pada orang dewasa. Jatuh biasanya dengan posisi siku

lurus. Setengah anterior kapitulum dan trokhlca patah dan bergeser ke proksimal.

Gambaran kliniknya; depan siku yang tampak penuh merupakan tanda yang paling

menonjol. Fleksi sangat terbatas.

Terapi :

Konsevatif : diterapi dengan pembebatan sederhana selama 2 minggu (fraktur

yang tak bergeser).

Operativ : untuk fraktur yang bergeser

7. Fraktur kaput radius

Fraktur kaput radius sering ditemukan pada orang dewasa. Disebabkan karena

jatuh pada tangan yang terlentang dapat memaksa siku kedalam valgus dan menekan

kaput radius pada kapitulum.

Terapi :

Pada retakan yang tak bergeser, lengan dipertahankan dalam collar dan manset

selam 3 minggu.

Fragmen tunggal yang besar dapat direkatkan kembalidengan kawat kirschner.

Fraktur kominutif diterapi dengan reduksi kaput radius.

8. Fraktur leher radius

Jatuh pada tangan yang terlentang dapat memaksa siku kedalam valgus dan

menekan kaput radius pada kapitulum. Pada orang dewasa kaput radius dapat retak

atau patah; pada anak-anak tulang lebih mungkin menglami fraktur pada leher

radius.

Terapi :

Pergeseran sampai 20 derajat dengan lengan diistirahatkan dalam collar dan

manset dan latihan dimulai setelah satuminggu.

Pergeseran lebih 20 derajat, direduksi dengan lengan ditarik kedalam estensi

dan sedikit varus.

9. Fraktur olekranon

Mekanisme trauma : bisaanya karena jatuh pada siku, juga karena kontraksi

yang kuat pada otot trisep.

Manifestasi klinis : nyeri tekan local dan bengkak/bruising (memar) di daerah

olekranon.

X ray : AP dan lateral siku.

Terapi :

1. Jika tidak terdapat displacement dari fraktur, atau ada tapi minimal, pasang

long arm back slab dan control ke klinik ortopedi setelah 5 hari.

2. Jika fraktur displaced, pasang long arm back slab dan MRS untuk M&R

dibawah GA, KIV ORIF

Terjadi disebabkan karena pukulan langsung atau jatuh pda siku dan akibat

dari traksi ketika jatuh pada pada otot tangan saat otot trisep berkontraksi.

Terapi :

Konservatif : diimobilisasi dengan gips pada posisi fleksi 60 derajat selama 2-3

minggu dan kemudian latihan dimulai ( fraktur yang tak bergeser ).

Operativ : Fraktur direduksi dan ditahan dengan sekrup panjang atau dengan

pemasangan kawat dengan tegangan ( tension band wiring ) fraktur yang

bergeser.

10. Dislokasi pada siku

Mekanisme trauma : karena pada posisi tangan terulur, yang paling sering

ditemukan adalah dislokasi posterolateral.

Manifestasi :

1. Deformitas siku dengan nyeri tekan dan bengkak

2. Bentukan segitiga antara olekranon, epicondilus lateral dan medial

mengalami kerusakan.

X ray : AP dan lateral siku.

Komplikasi : cedera arteri brakialis, nervus ulnaris atau medianus

Terapi : M & R di bawah IV conscious sedation

1. Dengan posisi px supine, paang traksi pada garis lengan

2. Fleksi ringan siku mungkin dipelukan selama mempertahankan traksi.

3. setelah relokasi, pasang long arm back slab

4. Jika tidak ada bukti kerusakan neurovascular, control ke klinik ortpedi

setelah 3 hari.

5. jika terdapat kerusakan neurovascular walaupun sangat ringan, MRS di

bagian ortopedi untuk observasi.

6. pastikan bahwa sendi telah tereduksi, X ray kadang bisa menipu.

11. Dislokasi kaput radius

12. Siku yang tertarik

13. Fraktur radius dan ulna

Daya pemluntir menimbulkan fraktur spiral dengan kedua tulang patah pada

tingkat yang berbeda. Pukulan langsung menyebabkan fraktur melintang kedua

tulangpada tingkat yang sama. Deformitas rotasi tambahan dapat ditimbulkan oleh

tarikan otot-otot yang melekat pada radius.

Terapi ;

Konservatif : pada anak-nak reduksi tertutup biasanya behasil dan fragmen

dapat dipertahankan dalam gips yang panjang lengkap dari axial sampaike

batang metacarpal.

Operativ ; imobilisasi fragmen dipertahankan dengan plat dan sekrup atau pen

intramedula.

14. Fraktur pada satu tulang lengan bawah saja

15. Fraktur-dislokasi pada lengan bawah

16. Fraktur monteggia

Fraktur montegia merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai

dislokasi sendi radius ulna proksimal. Terjadi karena trauma lansung.

Manifestasi klinis, terdapat 2 tipe yaitu tipe ekstensi ( lebih sering ) dan

tipe fleksi. Pada tipe ekstensi gaya yang terjadi mendorong ulna ke arah

hiperekstensi dan pronasi. Sedangkan pada tipe fleksi , gaya mendorong dari

depan ke arah fleksi yang menyebabkan fragmen ulna mengadakan angulasi ke

posterior.

Pemeriksaan penunjang, pemeriksaan radiologis dilakukan untuk

menetukan ada/tidaknya dislokasi. Lihat kesegarisan antara kondilus medialis,

kaput radius, dan pertengahan radius.

Penatalaksanaan, dilakukan reposisi tertutup . asisten memegang lengan

atas, penolong melakukan tarikan lengan bawah ke distal, kemudian diputar ke

arah supinasi penuh. Setelah itu dengan jari kepala radius dicoba ditekan ke

tempat semula. Imobilisasi gips sirkuler dilakukan diatas siku dengan posisi siku

fleksi 90 derajat dan posisi lengan bawah supinasi penuh. Bila gagal, dilakukan

reposisi terbuka dengan pemasangan fiksasi interna (plate-screw).

17. Fraktur galeazzi

Fraktur galleazi merupakan fraktur radius distal disertai dislokasi sendi

radius ulna distal. Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan badan,

terjadi pula rotasi lengan bawah dalam posisi pronasi waktu menahan berat badan

yang memberi gaya supinasi.

Manifestasi klinis, tampak tangan bagian distal dalam posisi angulasi ke

dorsal. Pada pergelangan tangan dapat diraba tonjolan ujung distal ulna.

Penatalaksanaan, dilakukan reposisi dan imobilisasi dengan gips diatas

siku, posisi netral untuk dislokasi radius ulna distal, deviasi ulnar, dan fleksi.

III. Pergelangan tangan dan tangan

1. Fraktur colles

Deformitas pada fraktur ini berbentukj seperti sendok makan ( inner frok

deformity). Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh

beserta lengan berputar ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka yang terfiksasi di

tanah berputar keluar (eksorotasi/supinasi).

Manifestasi klinis

Fraktur metafisis distal radius dengan jarak lebih kurang 2,5 cm dari

permukaan sendi distal radius.

Dislokasi fragmen distalnya ke arah posterior/dorsal

Subluksasi sendi radioulnar distal

Avulsi prosesus stilodeus ulna

Penatalaksanaan, pada fraktur colles tanpa dislokasi hanya diperlukan

imobilisasi dengan pemasangan gips sirkcular dibawah siku selama 4 minggu.

Bila disertai dislokasi diperlukan tindakan reposisi tertutup. Dilakukan dorsofleksi

fragmen distal, traksi kemudian posisi tangan volar fleksi, deviasi ulna ( untuk

mengoreksi deviasi radial ) dan diputar ke arah pronasio ( untuk mengoreksi

supinasi ). Imobilisasi dilakukan selama 4-6 minggu.

2. Fraktur smith

Fraktur smith, merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior ( volar ),

karena itu sering disebut reverse colles frakture. Fraktur ini biasa terjadi pada

orang muda. Pasien jatuh dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan

dalam keadaan volar fleksi pada pergelangan tangan dan pronasi. Garis patahan

biasanya transversal, kadang-kadang intraartikular.

Manifestasi klinis, penonjolan dorsal fragmen proksimal fragmen distal

disisi volar pergelangan, dan deviasi tangan ke radial (garden spade deformity).

Penatalaksanaan, dilakukan reposisi tangan diletakkan dalam posisi

dorsofleksi ringan, deviasi ulnar dan supinasi maksimal (kebalikan posisi colles).

Lalu diimobilisasi dengan gips diatas siku selama 4-6 minggu.

3. Fraktur lengan bawah distal pada anak-anak

4. Fraktur radiokarpal

5. Cedera karpal

6. Fraktur skafoid karpal

Mekanisme trauma :

1. bisaanya karena jatuh pada posisi tangan terulur

2. kadang karena ‘kickback’ ketika menggunakan ‘starting handle’, pompa atau

kompresor.

Manifestasi klinis

1. Nyeri pada tepi radial pergelangan tangan

2. nyeri tekan pada anatomical snuffbox dan aspek ventral serta dorsal dari

scapoid.

X ray : AP dan lateral view dari pergelangan tangan (gambar 7b), juga Scaphoid

view (gambar 7a).

Catatan : Scaphoid view harus dilakukan pada semua px dengan nyeri tekan

pada ‘snuffbox’ area.

Komplikasi : nekrosis avaskular nekrosis/ non-union/osteoarthritis/suddeck’s

atrophy.

Terapi :

1. pada kasus fraktur scaphoid definitive : pasang scaphoid spica splint dan

control pada klinik ortopedi setelah 5 hari.

2. Pada kasus dengan kecurigaan fraktur scapoid namun tidak ada gambaran

fraktur pada X ray, maka paang scaphoid spica splint dan control pada klinik

ortopedi setelah 10-14 hari.

7. Dislokasi, subluksasi dan ketidakstabilan karpal

8. Fraktur dan dislokasi pada tangan

9. Fraktur metakarpal

10. Fraktur pada falang

11. Dislokasi pada tangan

12. Dislokasi Lunate

Mekanisme trauma : bisaanya karena jatuh dengan tangan yang terulur.

Manifestasi klinis : nyeri tekan local dan bengkak

X ray : AP dan lateral pergelangan tangan (gambar 8)

Komplikasi : palsy nervus medianus/avaskularnekrosis/sudeck’s atrophy.

Terapi :

1. Reduksi dibawah Bier’s Block

2. Monitor tanda vital dan EKG.

Teknik Reduksi

1. Pasang traksi untuk mensupinasi pergelangan tangan

2. Luruskan pergelangan tangan, pertahankan tarikan tersebut.

3. Aplikasikan tekanan dengan ibu jari pada lunate.

4. Fleksikan pergelangan tangan secepatnya ketika anda merasakan lunate

masuk ke dalam tempatnya.

5. Pasang short arm back slab pada posisi pergelangan tangan agak fleksi.

Disposisi

1. bila reduksi berhasil, control ke klinik ortopedi setelah 2 hari.

2. Jika percobaan reduksi tidak berhasil, pasang backslab dan MRS untuk ORIF

13. Dislokasi Perilunate

Mekanisme trauma : karena jatuh saat tangan terulur atau hantaman langsung

pada tangan.

Manifestasi klinis : nyeri tekan local, bengkak, dan deformitas.

X ray : AP dan oblique view dari metacarpal.

Terapi :

1. Jika fraktur undisplaced, pasang short arm backslab dan control ke klinik

ortopedi dalam 2-3 hari.

2. Jika fraktur displaced, coba reduksi di bawah Bier’s block, diikuti dengan

aplikasi backslab. Control ke klinik ortopedi dalam 2-3 hari.

3. Jika fraktur melibatkan metacarpal neck, splint harus diluruskan diluar PIPJ

dengan MCJP pada saat fleksi 90o. control ke klinik ortopedi dalam 2-3 hari.

14. Keseleo pada sendi-sendi jari Baseball finger (mallet finger)

Baseball finger (mallet finger) merupakan fraktur dari basis falang distal pada

insersio dari tendon ekstensor. Ujung jari yang dalam keadaan ekstensi tiba-tiba

fleksi pasif pada sendi interfalang distal karena trauma, sehingga terjadi avulsi

fragmen tulang basis falang distal pada insersi tendon ekstensor jari.

Manifestasi klinis, pasien tidak dapat melakukan gerakan ekstensi penuh pada

ujung distal falang. Ujung distal falang selalu dalam posisi fleksi pada sendi

interfalang distal dan terdapat hematoma pada dorsum sendi tersebut

Penatalaksanaan, dilakukan imobilisasi menggunakan gips atau metal splinting

dengan posisi ujung jari hiperekstensi pada sendi interfalang distal sedangkan

sendi interfalang proksimal dalam posisi sedikit fleksi (mallet splint)

15. Boxer frakture (street fighter’s frakture)

Boxer frakture (street fighter’s frakture), merupakan fraktur kolum metakarpal

V, dan posisi kaput metakarpal angulasi ke volar/palmar. Terjadi pada keadaan

tidak tahan terhadap trauma lansung ketika tangan mengepal.

Penetalaksanaan, reposisi tertutup dengan cara membuat sendi

metakarpofalangeal dan interfalang proksimal dalam keadaan fleksi 90 derajat ,

kaput metakarpal V didorong kerahan dorsal, lalu imobilisasi dengan gips selama

3 minggu.

16. Fraktur bennet

Fraktur bennet, merupakan fraktur dislokasi basis metakarpal I

Manifestasi klinis, tampak pembengkakan di daerah karpometakarpal (CMC) I,

nyeri tekan, dan sakit ketika digerakkan.

Penatalaksanaan, dilakukan reposisi tertutup dengan cara melakukan ekstensi

dan abduksi dari ibu jari tangan, lalu di imobilisasi. Kadang-kadang pada keadaan

yang tidak stabil, perlu reposisi terbuka dengan kawat kirschner atau dilakukan

reposisi tertutup dibawah C arm dan diikuti dengan fiksasi dengan memakai wire (

percutaneus pinning )

BAB III

PEMBAHASAN / DISKUSI

BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

A. kesimpulan

Trauma adalah keadaan yang disebabkan oleh luka atau cidera. Trauma pada ekstremitas atas

dapat terjadi berupa fraktur dan dislokas. Untuk menegakkan diagnosa dibutuhkan anamnesa

yang baik, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang. Penatalaksanaan trauma baik

fraktur maupun dislokasi tergantung dari jenis trauma yang diderita pasien

B. Saran

a. Untuk karya tulis ilmiah selanjutnya

Karya tulis ilmiah ini dapat digunakan sebagai bahan masukan bagi karya tulis ilmiah

selanjutnya yang ingin membuat karya tulis ilmiah dengan topik dan ruang lingkup

yang sama.

b. Untuk pendidikan kedokteran

Hasul karya tulis ilmiah ini hendaknya dapat dijadikan sebagai informasi bagi

mahasiswa dalam proses belajar khususnya tentang trauma ekstremitas atas.

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

Apley graham A. Dkk. 1995. buku ajar ortopedi fraktur sistem apley edisi 7.

jakarta;wydia medika

Bickley s. Lynn. 2008. buku saku pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan bates edisi

5. jakarta;EGC

Burnside dkk. 1995. adams diagnosis fisik. jakarta;EGC

Malik amirmuslim Prof. Dr. PhD dkk. 2011. BRP modul gawat darurat bedah.

padang;FK UNBRAH

Mansjoer arif dkk. 2009. kapita selekta kedokteran jilid 2. jakarta;media aesculapius

Sjamsuhidajat R. Dkk. 2005. buku ajar ilmu bedah. jakarta;EGC