KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul...

26
ANALISA STRUKTURAL CERITA NA MORA PANDE BOSI LUBIS KARYA ILMIAH Dikerjakan O l e h Drs. IRWAN NIP. 131925646 UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA JURUSAN SASTRA DAERAH MEDAN 2006 Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007

Transcript of KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul...

Page 1: KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota

ANALISA STRUKTURAL CERITA NA MORA PANDE BOSI LUBIS

KARYA ILMIAH

Dikerjakan

O l e h

Drs. IRWAN NIP. 131925646

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA

JURUSAN SASTRA DAERAH MEDAN

2006

Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007

Page 2: KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat

dan berkatNya sehingga penulisan karya ilmiah ini dapat diselesaikan.

Karya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi

Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota / Mandailing yang berisi pendidikan, nasehat,

hiburan dan percintaan. Walaupun Karya Ilmiah ini masih sederhana tetapi banyak

bantuan dan jerih payah yang penulis peroleh dari beberapa pihak. Oleh karena itu

penulis pada kesempatan ini mengucapkan terima kasih kepada Dekan Fakultas

Sastra dan semua pihak yang telah membantu pembuatan Karya Ilmiah ini.

Akhirnya penulis mengharapkan agar Karya Ilmiah dapat bermanfaat bagi

pembaca dan pengembangan sastra daerah.

Medan, Desember

2006

Penulis,

Drs. I R W A N

NIP. 131925646

Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007

Page 3: KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ..................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................ 1

1.1. Latar Belakang ..................................................................................... 1

1.2. Batasan Masalah .................................................................................. 2

1.3. Tujuan Penulisan.................................................................................. 2

1.4. Landasan Teori..................................................................................... 2

BAB II UNSUR – UNSUR INTRINSIK......................................................... 4

2.1. Tema..................................................................................................... 4

2.2. Alur ...................................................................................................... 5

2.3. Latar atau setting.................................................................................. 6

2.4. Perwatakan ........................................................................................... 7

BAB III PEMBAHASAN................................................................................ 9

3.1. Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis ....................................................... 9

3.1.1 Sinopsis ................................................................................................... 9

3.2. Tema..................................................................................................... 11

3.3. Latar atau setting.................................................................................. 13

3.4. Perwatakan ........................................................................................... 16

BAB IV KESIMPULAN ................................................................................. 24

4.1. Kesimpulan .......................................................................................... 24

4.2. Saran..................................................................................................... 25

DAFTAR PUSTAKA

Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007

Page 4: KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota

BAB II

UNSUR – UNSUR INTRINSIK

2.1. Tema

Setiap karya sastra harus mempunyai dasar cerita atau tema yang

merupakan persoalan utama dari sejumlah permasalahan yang ada. Tema dapat

menjalin rangkaian cerita keseluruhan. Penggambaran tokoh, latar maupun alur

semuanya mengacu pada pokok pikiran yang sama. Penggambaran tokoh, latar

maupun alur semuanya mengacu pada pokok pikiran yang sama. Hartoko dan

Rahmanto (1986 : 142) menyatakan,

Tema adalah gagasan dasar umum yang terdapat dalam sebuah karya sastra dan yang terkandung di dalam teks sebagai struktur semantis dan yang menyangkut persamaan dan perbedan-perbedaan. Tema disaring dari motif-motif konkrit yang menuturkan urutan peristiwa atau situasi tertentu. Bila dalam sebuah cerita tampil motif mengenai suka duka pernikahan, perceraian dan pernikahan kembali maka kita dapat menyaring tema mengenai tak lestarinya pernikahan. Purwadarminta, (1984 : 104) mengatakan, “…. Tema adalah pokok

pikiran, dasar cerita atau sesuatu yang dipercakapkan dipakai sebagai dasar

untuk mengarang”.

Tema pada suatu karya sastra dapat ditentukan dengan beberapa langkah.

Esten, (1984:88) menyatakan,

Untuk menentukan tema dalam sebuah karya sastra ada tiga cara yang bisa ditempuh, yakni : 1. Melihat persoalan yang paling menonjol 2. Secara kualitatif persoalan mana yang paling banyak menimbulkan

konflik-konfilk yang melajirkan peristiwa-peristiwa. 3. Menghitung waktu perceritaan Cara yang paling umum dan sering digunakan adalah cara kedua yaitu melihat persoalan mana yang paling banyak menimbulkan konflik-konflik dengan melihat peristiwa-peristiwa. Selalu berulang-ulang dalam keseluruhan cerita sehingga tema akan selalau terkait pada tokoh, alur dan latar.

Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007

Page 5: KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota

Uraian-uraian di atas telah banyak menerangkan pengertian tema

sehingga dapat disimpulkan bahwa tema merupakan salah satu unsur penting

dalam suatu karya sastra. Menetukan tema suatu cerita hanya dapat dilakukan

bila telah memahami karya sastra tersebut secara keseluruhan.

2.2. Alur

Alur merupakan unsur yang sangat penting dalam cerita. Alur berperan

mengatur hubungan peristiwa-peristiwa dalam suatu cerita. Karena peristiwa-

peristiwa dalam suatu cerita mempunyai hubungan yang erat satu sama lain.

Suatu peristiwa atau kejadian dalam cerita dapat terjadi justru disebabkan oleh

adanya peristiwa sebelumnya. Rangkaian peristiwa yang terdapat dalam suatu

cerita inilah yang disebut alur. Seperti apa yang diungkapkan oleh Semi

(1984:35).

“Alur atau plot adalah struktur rangkaian kejadian dalam cerita yang disusun sebagai sebuah inter-relasi fungsional yang sekaligus fiksi. Dengan demikian, alur itu merupakan perpaduan unsur-unsur yang membangun cerita. Dalam pengertian ini alur merupakan rangkaian suatu jalur tempat lewatnya rentetan peristiwa yang merupakan rangkaian pola tindak tanduk yang berusaha memecahkan konflik yang terdapat di dalamnya”. Alur suatu certia sangat erat hubungannya dengan unsur-unsur yang lain

seperti perwatakan, setting, suasana lingkungan begitu juga dengan waktu.

Berdasarkan hubungan antara tokoh-tokoh dalam cerita, yang biasanya

ditentukan oleh jumlah waktu. Berdasarkan maka alur terbagi atas dua bagian

seperti yng dikemukakan oleh Semi (1984:36).

“Alur yang bagian-bagiannya diikat dengan erat disebut alur erat, sedangkan yang diikat dengan longgar disebut alur longgar. Biasanya alur erat ditemui pada cerita yang memiliki jumlah pelaku menjadi lebih sering dan membentuk jaringan yang lebih rapat”.

Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007

Page 6: KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota

Bila dilihat menurut urutan peristiwa, alur dapat dibagi atas dua bagian,

yaitu alur maju dan alur sorot balik. Alur maju ialah rangkaian peristiwa dijalin

secara kronologis.s edangkan alur sorot balik (flash bach) ialah rangkaian

peristiwa dijalin tidak berurutan, tidak kronologis.

Lebih lanjut S. Tafsrif dalam Tarigan (1984:128) menyatakan,

1. Situation (pengarang mulai melukiskan suatu keadaan) 2. Generating circumtances (peristiwa yang bersangkut paut mulai

bergerak) 3. Rising action (keadaan mulai memuncak) 4. Climax (peristiwa-peristiwa mencapai klimaks) 5. Dedoument (pengarang memberikan pemecahan soal dari semua

peristiwa)

Pendapat Tafsrif di atas, mengungkapkan beberapa tahap dalam alur maju.

2.3. Latar atau Setting

Suatu cerita dapat terjadi pada suatu tempat atau lingkungan tertentu.

Tempat dalam hal ini mempunyai ruang lingkup yang sangat luas termasuk

nama kota, desa, sungai, gunung, lembah, sekolah, rumah, toko, dan lain-lain.

Seseorang yang hidup di lingkungan sekolah tentu secara umum akan

mempunyai watak yang berbeda dengan orang yang tinggal di lingkungan

kebun. Atau seseorang yang dibesarkan di desa tentu akan memiliki watak

yang berbeda dengan orang yang lahir dan dibesarkan di kota (secara umum).

Unsur waktu juga bagian yang tidak terpisahkan dalam suatu cerita. Suatu

cerita dapat terjadi pada suatu saat tertentu misalnya pada abad XX, pada masa

penjajahan Jepang di Indonesia, ketika musim hujan, ketika musim semi,

tahun, bulan, hari dan sebagainya. Lingkungan terjadinya peristiwa-persitiwa

atau suasana cerita seperti orang di sekitar tokoh atau juga benda-enda di

sekitar tokoh termasuk ke dalam latar atau setting.

Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007

Page 7: KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota

Dalam hal ini Atar Semi (1984:38) mengatakan :

“Latar atau landas tumpu (setting) cerita adalah lingkungan tempat peristiwa terjadi. Termasuk di dalam latar ini adalah, tempat atau ruang yang dapat diamati, seperti di kampus, di sebuah puskesmas, di dalam penjara, di Paris dan sebagainya. Termasuk di dalam unsur latar atau kurmunan orang yang berada di sekitar tokoh, juga dapat dimasukkan ke dalam unsur latar, namun tokoh itu sendiri tentu tidak termasuk”. Latar atau setting bukanlah hanya sebagai pelengkap dalam suatu cerita.

Unsur ini sangat mendukung terhadap unsur yang lain seperti tema,

perwatakan. Tempat terjadinya peristiwa, waktu terjadinya peristiwa dalam

suatu cerita tentu tidak dipilih begitu saja oleh pengarang tetapi juga

disesuaikan dengan tindakan tokoh cerita, pesan yang hendak disampaikan

pengaran, atau hal lain. Keberhasilan suatu certia tentu sangat tergantung

kepada keharmonisan (keterpaduan) unsur-unsur tadi.

2.4. Perwatakan

Biasanya di dalam suatu cerita fiksi terdapat tokoh cerita atau pelaku

cerita. Tokoh cerita bisa satu atau lebih. Tokoh yang paling banyak peranannya

di dalam suatu cerita di sebut tokoh utama. Antara yang satu dengan yang lain

ada keterkaitan. Tindakan tokoh cerita ini merupakan rangkaian peristiwa

antara satu kesatuan waktu dengan waktu yang lain. Setiap perbuatan yang

dilakukan oleh seseorang tokoh tentu ada penyebabnya, dalam hal ini adalah

tindakan-tindakan atau peristiwa sebelumnya. Jadi mengikuti atau menelusuri

jalannya cerita, sama halnya dengan mengikuti perkembangan tokoh melalui

tindakan-tindakan.Robert Stanton dalam Semi (1984:31) menyatakan :

“Yang dimaksud dengan perwatakan dalam suatu fiksi biasanya di pandang dari dua segi. Pertama : mengacu kepada orang atau tokoh yang bermain dalam cerita, yang kedua adlah mengacu kepada perbauran dari minat, keinginan, emosi, dan moral yang membentuk individu yang bermain dalam suatu cerita”.

Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007

Page 8: KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota

Jadi perwatakan mengacu kepada dua hal yaitu tokoh itu sendiri dan

bagaimana watak atau kepribadian yang dimiliki oleh tokoh tersebut.

Dalam suatu cerita fiksi, pengarang menggambarkan atau

memperkenalkan bagaimana watak sang tokoh melalui dua cara yaitu dengan

terus terang pengarang menyebutkan bagaimana sifat tokoh dalam cerita

misalnya keras kepala, tekun, sabar, tinggi hati atau yang lain, dan yang kedua

yaitu pengarang menggambarkan watak tokoh melalui beberapa hal seperti

pemilikan nama, penggambaran melalui dialog antara tokoh dalam cerita.

Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007

Page 9: KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota

BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis

3.1.1. Sinopsis

Daeng Mela yang kemudian digelari Na Mora Pande Bosi Lubis adalah

seorang pahlawan. Pada waktu Malaka jatuh ke tangan Portugis, Daeng Mela

mundur, dan ingin kembali ke negrinya Bugis. Namun dia harus menempuh

jalan darat demi keselamatan dirinya sendiri. Dia memulai perjalanan dari

Labuhan Ruku, dan sampai di Negeri Barus, yang saat ini terkenal sebagai

pelabuhan besar.

Di sana Daeng Mela melapor kepada Raja Hatongga, dan menceritakan

kepandaiannya sebagai pandai besi, sekaligus mendemonstrasikan bagaimana

cara membuat cangkul, kampak, bajak, parang, tombak dan macam-macam

lagi. Caranya bekerja bukanlah seperti orang biasa, besi yang sudah dibakar

bisa dibengkokkan, dan ditipiskan tanpa alat, cukup dengan menggunakan

tangannya.

Raja Hatongga sangat heran, dan takjub. Akhirnya Daeng Mela sangat

disegani di kampung itu, sampai raja merestui perkawinannya dengan adik

perempuan Raja, yang bernama Lenggana. Sesuai dengan adat Tapanuli

Selatan, maka Daeng Mela diberi marga yaitu Lubis. Daeng Mela kini berganti

nama menjadi Na Mora Pande Bosi. Sebagai maharnya, Na Mora Pande Bosi

Lubis hanya memberi tiga helai kain tenun petani.

Demikianlah kedua insan ini membentuk keluarga di Lobu Hatongga

dengan sebidang tanah, dan perumahan yang diberikan raja. Mereka cukup

berbahagia setelah lahir putra kembar, yaitu Sultan Bugis, dan Sulatan

Berayun.

Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007

Page 10: KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota

Suatu ketika Na Mora Pande Bosi Lubis pergi berburu ke tempat yang

lebih jauh dari sebelumnya, di Hamaya Jonggi yang terkenal angker. Sampai

enam kali dia menyumpit burung, kena dan jatuh ke tanah, namun tak pernah

jumpa. Begitu pula pada penyumpitan yang ke tujuh kali membuat dia kesal

dan marah. Tiba-tiba muncullah seorang gadis cantik terjadilah dialog. Na

Mora Pande Bosi Lubis begitu terpesona melihat gadis itu, akhirnya dia

mengikuti gadis tadi sampai ke tempat tinggalnya, dan keduanya menjadi

suami istri.

Kerajaan Hatongga menjadi heboh, raja memerintahkan semua orang

untuk mencari Na Mora Pande Bosi Lubis. Terakhir gong sakti dipukul

(dibunyikan). Na Mora Pande Bosi Lubis sadar, dan dia kembali pulang

menemui istrinya dengan membawa keris tidak bersarung lagi.

Di negeri bunian istri kedua Na Mora Pande Bosi Lubis melahirkan

anak kembar dan diberi nama Si Langkitang dan Si Baetang. Setelah besar,

kedua anak ini pergi mencari ayahnya sesuai dengan petunjuk ibunya, dan

ternyata impian mereka terkabul. Keluarga Na Mora Pande Bosi Lubis

menerima kedua anak itu sebagai anggota keluarga, sama seperti anaknya

kandung.

Suatu ketika terjadi perkelahian antara Sultan Bugis dengan Si

Langkitang, gara-gara berebut putri paman, yang akhirnya dimenangkan oleh

Si Langkitang. Karena mereka saling berkelahi, maka sang ibu membela anak

kandungnya, serta menyuruh kedua anak itu pergi. Kedua anak itu pergi, dan

mereka sampai di Singengu. Singengu adalah daerah pegunungan yang tinggi

dan apabila menatap dari puncaknya, masih tampak Lobu Hatongga. Di sana

dengan suara yang keras si Langkitang bersumpah agar keluarga Na Mora

Pande Bosi Lubis di Lobu Hatongga akan punah.

Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007

Page 11: KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota

Demikianlah sumpah Si Langkitang di dengan Ompu Mula Jadi

Nabolon sehingga keturunan Na Mora Pande Bosi Lubis tidak berkembang

menurunkan marga Lubis di daerah itu.

3.2. Tema

Tema pada cerita Na Mora Pande Bosi Lubis dapat ditentukan dengan

mengamati alurnya yang mengungkapkan persoalan-persoalan yang paling

klimaks dari keseluruhan cerita tersebut.

Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis mempunyai alur konflik mulai

memuncak dan klimaks ketika Na Mora Pande Bosi Lubis diperdaya putri

bunian yang sedang berburu, dimana semua hasil buruannya hilang tidak

kelihatan. Akhirnya putri bunian menampakkan diri dan mengakui bahwa

semua hasil buruannya diambilnya. Melihat kecantikan putri bunian itu, Na

Mora Pande Bosi Lubis terpesona dan memperistrikannya di negeri bunian.

Ketika putri bunian lagi hamil, Na Mora Pande Bosi Lubis tersadar setelah

mendengar suara gong yang memanggilnya bahwa dia berada di negeri bunian.

Na Mora Pande Bosi Lubis akhirnya kembali pulang ke Lobu Hatongga

menemui istrinya setelah menitip sarung kerisnya kepada putri bunian.

Putri bunian pun melahirkan anak kembar, kedua anak itu diberi nama Si

Langkitang dan Baetang. Setelah mereka besar, kedua anak itu pergi

mengembara, mencari ayah mereka. Pada suatu tempat mereka menemukan

pekerjaan membuat peralatan dari bahan besi yang kebetulan milik Na Mora

Pande Bosi Lubis. Kedua anak kembar itu mempunyai ketrampilan yang

diwarisi dari ayah mereka. Melihat itu Na Mora Pande Bosi Lubis sangat

simpati lalu menawarkan agar mereka tinggal bersama keluarganya.

“Panggil mereka masuk dan beri makan! “Kata Na Mora Pande Bosi Lubis. Kedua anak itu sangat menarik perhatian Na Mora Pande Bosi Lubis. Timbullah rasa kasihan pada kedua anak itu, dan Na Mora Pande Bosi Lubis menawarkan supaya tak usah meneruskan perjalanan tetapi

Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007

Page 12: KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota

tetap tinggal bersama keluarga Na Mora Pande Bosi Lubis” (Sukapiring dan Jhonson Pardosi, 1990:127). Si Langkitang dan Baetang kini sudah dianggap menjadi anggota keluarga

Na Mora Pande Bosi Lubis. Pada mulanya hubungan mereka sangat harmonis

tetapi keharmonisan itu lama kelamaan berubah menjadi pertengkaran antara

Sutan Bugis dengan Si Langkitang. Pasalnya karena perebutan cinta dari

pariban Sutan Bugis. Perkelahian pun tidak dapat dihindari. Pada suatu hari

Lenggana ibu mereka memanggil Si Baetang karena tidak tahan lagi melihat

perkelahian. Lenggana menanyakan maksud dan tujuan mereka berkelana. Si

Baetang menjawab, bahwa tujuan mereka untuk berkelana untuk mencari ayah

mereka dan sebagai tanda identitasnya, dia menunjukkan sarung keris milik

ayah mereka. Lenggana lalu memberitahukannya kepada suaminya, Na Mora

Pande Bosi Lubis terkejut melihat sarung keris itu karena sarung keris itu

tertinggal ketika bersama putri bunian. Na Mora Pande Bosi Lubis sangat

senang dan haru bahwa dia telah berjumpa dengan anaknya.

“Dengan parau ia pun berkata kepada Si Baetang: “Sarung keris ini adalah milik saya dan kamu berdua adalah anak kandungku!!. Kedua makhluk Tuhan itu pun berpelukan sambil mencucurkan air mata tanda gembira” (Sukapiring dan Jhonson Pardosi, 1990 : 128). Pada suatu hari, terjadi lagi perkelahian antara Sutan Bugis dengan Si

Langkitang. Perkelahian itu sangat seru yang menyebabkan Sutan Bugis luka-

luka yang mengena keris Si Langkitang. Lenggana ibu Sutan Bugis merasa

tidak senang melihat kejadian itu. Lenggana menyuruh Si Langkitang dan Si

Baetang meninggalkan Lobu Hatongga. Mendengar perkataan itu Na Mora

Pande Bosi Lubis tidak dapat memberi komentar dan menyetujuinya. Si

Langkitang dan Si Baetang berakngkat dengan dendam membara di hati

mereka, hingga tiba pada suatu tempat mengutuk agar keturunan Na Mora

Pande Bosi Lubis punah!!… Dengan suara yang keras dan lantang berserulah

Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007

Page 13: KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota

Si Langkitang : “Hai keturunan Na Mora Pande Bosi Lubis yang tinggal di

Lobu Hatongga….. Punahlah….kamu sekalian….. (sukapiring dan Jhonson

Pardosi, 1990:129).

Melihat dari uturan dari konflik sampai klimaks dapatlah diambil

kesimpulan bahwa tema dari cerita Na Mora Pande Bosi Lubis ini adalah

“Kasih Sayang Orang Tua yang berpihak akan merusak hubungan anak”.

3.3. Alur/Plot

Alur merupakan rangkaian kejadian atau peristiwa dalam suatu cerita.

Sebelum menentukan bagaimana alur cerita Na Mora Pande Bosi Lubis,

terlebih dahulu digambarkan bagaimana cerita ini berjalan, sesuai dengan

pembagian cerita oleh S. Tasrif. Pembagian itu meliputi lukisan keadaan,

peristiwa mulai bergerak, keadaan mulai memuncak, peristiwa memuncak dan

penyelesaiannya.

Mula-mula pengarang melukiskan suatu keadaan, disebut situation.

Setelah Malaka jatuh ke tangan Portugis, maka daeng Mela sebagai seorang

pejuang yang kalah dalam perang terpaksa mundur dan berencana pulang ke

kampungnya di Bugis. Di tengah perjalanan, setelah meninggalkan negeri

Barus yang pada saat itu terkenal sebagai pelabuhan besar, dia melapor kepada

raja setempat yaitu kerajaan Hatongga. Dia menceritakan keahliannya dan

sekaligus mendemonstrasikan caranya menempa alat-alat pertanian dan alat

perang secara menakjubkan. Raja heran dan takjub, senang terhadap Daeng

Mela, karena senangnya raja merestui perkawinan Daeng Mela dengan adik

perempuannya, Lenggana. Mereka hidup bahagia apalagi setelah dikaruniai

dua orang anak (kembar) Sutan Bugis dan Sutan Berayun.

“Portugis pada masa itu mempunyai alat perang yang sempurna sehingga Daeng Mela dan pahlawan-pahwalan lainnya terpaksa menyerah…. Dan bermaksud pulang kembali ke negerinya Bugis” (Peraturen dan Jhonson, 1990:121).

Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007

Page 14: KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota

“Na Mora Pande Bosi Lubis sangat banyak jasanya sehingga akhirnya raja pun mengizinkan dan merestui perkawinannya dengan adiknya perempuan” (Peraturen dan Jhoson, 1990:122). “Setelah setahun berlalu, perkawinan mereka dikaruniai oleh tuhan dua orang putra kembar. Dua orang putra kembar itu dinamai Sutan Bugis dan Sutan Berayun” (Peraturen dan Jhonson, 1990 : 123).

Keadaan mulai bergerak atau disebut Generating Circumastance, yaitu

setelah daeng Mela (Na Mora Pande Bosi Lubis) pergi berburu dan berjumpa

dengan seorang putri bunian yang cantik dan mempesona yang akhirnya

dikawininya. Kerajaan Hatongga heboh, istrinya cemas. Setelah gong sakti

dipukul akhirnya Na Mora Pande Bosi Lubis dapat kembali ke rumah,

berkumpul dengan istri dan anak-anaknya. Di negeri bunian, tempat istrinya

putri bunian, telah melahirkan dua orang anak kembar Si Langkitang dan Si

Baentang. Setelah besar, Si Langkitang dan Baetang pergi mencari ayahnya ke

arah matahari terbenam, kemudian mereka berjumpa dengan ayahnya. Mereka

ini diterima dengan baik oleh keluarga Na Mora Pande Bosi Lubis Pada

mulanya mereka cukup bahagia atas kedatangan kedua anak ini, namun

kemudian mulailah terjadi perselisihan antara Si Langkitang (anak putri

bunian) dengan Sutan Bugis karena saling merebut putri pamannya yang

cantik. Selama ini Sutan Bugis telah berpacaran dengan putri pamannya, tetapi

dengan kedatangan Si Langkitang, membuat Sutan Bugis membenci Si

Langkitang.

“Si Langkitang lebih menarik perhatian putri raja yang mengakibatkan pindah cintanya pada anak dari istri bunian itu. Hal ini diketahui oleh Sutan Bugis. Hal ini menimbulkan benci dan marah Sutan Bugis pada Si Langkitang”. (Peraturen dan Jhonson, 1990:127).

Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007

Page 15: KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota

Kebencian dan perasaan dendam memang tidak selamanya dapat

dipendam. Demikianlah Sutan Bugis semakin hari semakin berang dan

membenci Langkitang, dia tidak ingin kalau putri pamannya jatuh dalam

pelukan Si Langkitang. Akhirnya terjadilah perkelahian antara Sutan Bugis

dengan Si Langkitang. Sutan Bugis kalah, hal ini membuat dia semakin ganas.

Peristiwa ini dapat digolongkan ke dalam rising action. (keadaan mulai

memuncak).

“Terjadilah perkelahian antara Sutan Bugis dengan Si Langkitang. Tetapi perkelahian ini Sutan Bugis kalah, ia menderita luka-luka”. (Peraturen dan Johonson, 1990:127). Kebencian semakin membara, perselisihan semakin memanas apalagi

setelah Sutan Bugis kalah dalam perkelahian. Dia semakin berang dan ganas.

Terjadilah perkelahian sengit. Sutan Bugis kalah dan menderita luka-luka

akibat tusukan keris. Peristiwa ini merupakan klimaks (puncak) dalam cerita

ini.

“Tak lama setelah itu, terjadi lagi perkelahian yang lebih mengkhawatirkan. Mengakibatkan Sutan bugis menderita luka-luka yang mengena keris yang di tangannya sendiri”. (Peraturen dan Jhonson, 1990:129). Kejadian tadi membuat istri Na Mora Pande Bosi Lubis tidak senang dan

untuk menjaga suasana damai dalam rumahnya sendiri, dia menyuruh kedua

anak dari putri bunian itu (Si Langkitang dan Baetang) untuk pergi. Kedua

anak itu diberi perbekalan tombak untuk menjaga diri, tanduk untuk serunai,

dan sumpit untuk menangkap burung. Sebelumnya, istri Na Mora Pande Bosi

Lubis telah bersabar dan menasehati supaya mereka jangan berkelahi, mereka

adalah satu ayah. Nasehat itu tidak mereka indahkan, akhirnya anak-anak itu

harus pergi dari rumah itu. Menurut Na Mora Pande Bosi Lubis dan istrinya,

keputusan ini merupakan suatu penyelesaian yang tepat. Namun bagi Si

Langkitang, keputusan ini sangat menyakitkan. Dia berusaha agar keturunan

Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007

Page 16: KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota

Na Mora Pande Bosi Lubis punah. Peristiwa ini merupakan akhir dari cerita ini

yang disebut Donoument.

“Untuk menjaga suasana damai berkatalah istri Na Mora Pande Bosi Lubis supaya kedua anak yang datang itu meninggalkan Lobu Hatongga. Hal ini disetujui oleh Na Mora Pande Bosi Lubis….” (Peraturen dan Jhonson, 1990:129). Si Langkitang dan Si Baetang kini telah berada di Singengu yaitu nama

tempat yang sangat tinggi. Dari tempat ini Lobu Hatongga kelihatan sangat

indah. Dendam sangat membara di hati Si Langkitang, maka dengan lancang

dia berkata : “Hai … keturunan Na Mora Pande Bosi Lubis, yang berada di

Lobu Hatongga… Punahlah sekalian…!. Perkataan Si Langkitang di dengar

Tuhan Yang Maha Esa maka semua perkataan dan kutukan Si Langkitang

dikabulkan.

“Dengan suatu yang keras dan lantang berserulah Si Langkitang ke bawah : “Hai keturunan Na Mora Pande Bosi Lubis yang tinggal di Lobu Hatongga… punahlah …. Kamu sekalian….! Kalimat ini diucapkan tiga kali. Rupanya sumpah di terima oleh Tuhan. Hingga sampai sekarang keturunan Na Mora Pande Bosi Lubis, Sutan Bugi yang kawin dengan boru tulangnya itu tinggal seorang lagi, itu pun anak perempuan yang tinggal di Sagalangan sekarang”. Dari urutan peristiwa dalam cerita ini, dapat dilihat bahwa peristiwa

berjalan terus dari awal sampai akhir. Tidak ada peristiwa yang kembali ke

belakang, hal ini seperti ini dapat digolongkan ke dalam alur lurus.

Begitu juga hubungan peristiwa yang satu dengan yang lainnya sangat

erat, semua peristiwa dalam cerita mendukung terhadap jalannya cerita dan

juga tema cerita. Dalam hal ini tegolong kepada alur erat.

3.4. Latar atau Setting

Sebagaimana dijelaskan pada bab sebelumnya bahwa latar atau setting

meliputi tempat, ruang, waktu, termasuk juga lingkungan dan suasana

Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007

Page 17: KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota

terjadinya peristiwa. Termasuk benda-benda yang ada dalam peristiwa

tersebut.

Dalam cerita Na Mora Pande Bosi Lubis juga dijumpai beberapa latar

seperti tempat, waktu, suasana, ruang juga benda-benda (alat-alat) yang

berhubungan dengan cerita saatu sama lain mempunyai hubungan atau

keterkaitan. Satu persatu latar tersebut akan diuraikan dibawah ini.

Mula-mula dilukiskan bagaimana Daeng Mela seorang Bugis terdampar di

suatu tempat setelah mengalami kekalahan perang, dan juga kapan peristiwa

itu terjadi.

“Kata yang empunya cerita tersebutlah seorang pahlawan yang bernama Daeng Mela. Ia terdampar di tepi pantai kualuh dalam perjalanannya pulang ke negeri Bugis. Pada masa itu terjadi peperangan Malaka melawan Portugis, pada tahun 1511” (Peraturen dan Jhonson, 1990:121). Apa yang melatarbelakangi kekalahan Daeng Mela dan kawan-kawannya

dalam menghadapi Portugis, adalah peralatan perang yang tidak seimbang.

“Portugis pada masa itu mempunyai alat perang yang sempurna sehingga Daeng Mela dan pahlawan-pahlawan lainnya terpaksa menyerah….” (Peraturen dan Jhonson, 1991:121). Dapat dimengerti bagaimana seorang pahlawan yang kalah dalam perang

masih dapat menyelamatkan diri dengan cara sembunyi-sembunyi supaya

terhindar dari pandangan musuh.

“Kata yang empunya cerita tersebutlah seorang pahlawan yang bernama Daeng Mela. Ia terdampar di tepi sungai kualuh dalam perjalanannya pulang ke negeri Bugis. Pada masa itu terjadi peperangan Malaka melawan Portugis pada tahun 1951” (Peraturen dan Jhonson, 1991:121). Di kerajaan hatongga Daeng Mela harus melaporkan diri, karen adia

seorang pendatang ke kampung teresbut,

“Daeng Mela pun sampai ke tempat itu, orang harus melaporkan diri pada raja Hatongga yang pada waktu itu bertempat tinggal di Parniakan” (Peraturen dan Jhonson, 1991:122).

Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007

Page 18: KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota

Daeng Mela adalah seorang pandai besi yang dapat menempa alat-alat

pertanian seperti tertera pada kutipan di bawah lain :

“Ia membuat cangkul, kampak, bajak, parang, tombak, pedang dan alat-alat pertanian serta alat-alat perang dalam sekejap saja. Caranya setelah besi dibakarnya dengan api ia lalu membentuknya dengan tangannya” (Peraturen dan Jhonson, 1990:122). Dapat dipahami betapa pentingnya alat-alat pertanian untuk bertani pada

waktu itu. Apalagi pada masa itu merupakan masa-masa yang sulit untuk

mendapatkan peralatan tersebut mengingat belum begitu majunya teknologi.

Justru itu raja sangat sayang pada Daeng Mela.

“Raja sangat sayang pada Daeng alias Na Mora Pande Bosi Lubis hingga pada masa kekuasaannya ia sangat disegani oleh raja yang ada disekitarnya” (Peraturen dan Jhonson, 1990:122). Dengan kepandaiannya menempa alat-alat pertanian raja sangat kepada

Daeng Mela. Tidak hanya sampai di situ saja, raja pun merestui perkawinan

Daeng Mela dengan adik perempuannya yang bernama Lenggana. Kemudian

Daeng Mela diberi marga Lubis sesuai dengan adat yang berlaku di Tapanuli

Selatan, namanya menjadi Na Mora Pande Bosi Lubis.

Pesta perkawinan mereka berlangsung cukup lama dan waktu itu Na Mora

Pande Bosi Lubis hanya memberi tiga helai kain tenunan petani sebagai

maharnya (ganti emas).

“Pada perkawinan itu Pande Bosi tidak mempunyai emas sebagai maharnya, dan sebagai gantinya diserahkanlah tiga helai tenunan petani… pada perkawinan itu dilaksanakan di rumah raja di Parmiakan dan berlangsung selama satu bulan lamanya” (Peraturen dan Jhonson, 1990:123). Padang si Genduk, tor Sumulak-mulak anjing, dan hanya Jonggi adalah

tempat perburuan bagi Na Mora Pande Bosi Lubis. Suatu saat dimana dia

dipermainkan oleh seorang putri bunian.

Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007

Page 19: KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota

“Demikianlah hari itu setiap burung yang disumpitnya kena dan jatuh ke tanah. Tetapi setelah dicarinya burung itu tidak pernah berjumpa, sampai burung ke enam” (Peraturen dan Jhonson, 1990:124). Kemudian dalam cerita ini suatu latar tempat seorang putri bunian tinggal,

dimana Na Mora Pande Bosi Lubis terperdaya untuk tinggal di tempat itu

dalam waktu yang agak lama.

“Tiga bulan sudah berlalu Na Mora Pande Bosi Lubis itu tidak pulang ke rumahnya, dan dia pun telah memperistri putri bunian yang cantik itu” (Peraturen dan Jhonson, 1990:125). Dari peristiwa tersebut di kerajaan Hatogga, istri Na Mora Pande Bosi

Lubis itu menjadi sangat cemas, kemudian raja memerintahkan untuk gong

sakti agar Na Mora Pande Bosi Lubis segera pulang ke rumahnya. Akhirnya

setelah lelah mencari tidak juga bersua, raja memerintahkan untuk memalu

gong sakti untuk memanggilnya” (Peraturen dan Jhonson, 1990:125). Istri Na

Mora Pande Bosi Lubis yang tinggal di negeri bunian melahirkan anak

kembar. Setelah besar kedua anak kembar itu pergi mencari ayahnya. Suasana

dalam rumah tangga Na Mora Pande Bosi Lubis atas kedatangan anak tadi,

pada mulanya berjalan dengan tenang.

“Kedua anak itu pun tinggallah bersamanya dan kalau dulunya hanya dua orang anaknya sekarang sudah bertambah dua orang lagi, setiap harinya mereka membantu di ladang dan mereka hidup bahagia” (Peraturen dan Jhonson, 1990:127). Kebahagiaan itu tidak bertahan lama, situasi kacau balau dalam

keluarganya.

“Terjadilah perkelahian antara Sutan Bugis dengan Si Langkitang. Tetapi dalam perkelahian itu Sutan Bugis kalah, ia menderita luka-luka. Ibunya sangat sedih …” (Peraturen dan Jhonson, 1990:127).

Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007

Page 20: KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota

Satu lagi latar belakang tempat, kedua anak putri bunian mengucapkan

sumpah kebenciannya kepada Sutan Bugis, setelah mereka berdua diusir dari

rumahnya oleh Ibu Sutan Bugis.

“Demikianlah mereka berjalan dari satu tempat ke tempat lain, dari satu tebing ke tebing lain, dari tebing yang sangat tinggi mereka melihat ke bawah, tebing yang bernama Singengu lebih ataslah Hatongga….Dengan suara yang keras dan lantang berserulah Si Langkitang ke bawah : Hai keturunan ….” (Peraturen dan Jhonson, 1990:129).

3.5. Perwatakan

Berbicara tentang perwatakan berarti harus berbicara dengan tokoh dan

tingkah lakunya dan sifat-sifatnya dalam suatu cerita.

Di dalam cerita Na Mora Pande Bosi Lubis terdapat beberapa orang tokoh

yang akan diuraikan satu persatu. Mereka itu adalah Daeng Mela yang

kemudian diberi nama Na Mora Pande Bosi Lubis, Lenggana, Sutan Bugis, Si

Langkitang, Putri paman, Sutan Berayun dan raja Hatongga.

Na Mora Pande Bosi Lubis dapat digolongkan sebagai tokoh sentral atau

sebagai tokoh utama dalam cerita ini, dari awal cerita sampai akhir, namanya

paling sering disebut, bahkan untuk mengetahui jalan cerita ini sama halnya

dengan mengikuti atau menelusuri perkembangan tokoh ini. Hanya saja pada

akhir cerita kedudukan tokoh ini digantikan oleh anaknya Sutan Bugis.

Na Mora Pande Bosi Lubis adalah seorang pejuang (pahlawan) pada masa

kedatangan dan kedudukan Portugis di Malaka. Sebagai seorang bekas pejuan

dia memiliki keberanian seperti berburu ke hutan ke suatu tempat yang jauh

dari Labuhan Ruku, bahkan sampai ke negeri Barus. Dia tidak gentar

menghadapi apa yang terjadi ketika sedang berburu.

“Jarak yang begitu jauh, lautan yang hendak dilalui begitu luas dan sudah dikuasai pula oleh Portugis hingga Daeng Mela terpaksa memutuskan memilih jalan darat. Dia memulai perjalanannya dari Labuhan Ruku ke negeri Barus” (Peraturen dan Jhonson, 1990:12).

Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007

Page 21: KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota

“Daerah pemburuannya ialah ke padang Sigenduk, tor Simulak-mulak anjing dan Hananya Jonggi” (Peraturen dan Jhonson, 1990:124). “Setiap burung yang disumpitnya kena dan jatuh ke tanah….namun burung itu tidak dijumpainya di tanah… lalu dia pun berkata “Siapa yang berani mengambil undanku, berani mengambil sumpitanku keluarlah!!!(Peraturen dan Jhonson, 1990:124). Daeng Mela adalah seorang yang mempunyai kelebihan dari yang lain,

terbukti dia dapat menempa alat-alat pertanian secara praktis dan ajaib.

“Ia membuat cangkul, kampak, bajak, tombak, pedang dan alat-alat pertanian serta alat – alat perang dalam sekejab sja. Caranya setelah besi dibakarnya dengan api dia lalu membentuknya dengan tangannya. Ia tidak mempergunakan alat” (Peraturen dan Jhonson, 1990:122). Sebagai seorang pendatang baru di kerajaan Hatongga dan ia berasal dari

daerah yang berbeda, Na Mora Pande Bosi Lubis termasuk orang yang pandai

beradaptasi.

Ia sangat disenangi oleh raja Hatongga dan seluruh masyarakatannya.

“Raja sangat sayang pada Daeng Mela alias Na Mora Pande Bosi Lubis hingga pada amsa kekuasaannya ia sangat disegani oleh raja yang ada di sekitarnya… Na Mora Pande Bosi Lubis sangat banyak jasanya sehingga akhirnya dia dinikahkan dengan adik perempuan raja atau iboto raja” (Peraturen dan Jhonson, 1990 : 123). Tak ada gading yagn tak retak, begitu juga dengan Na Mora Pande Bosi

Lubis, di samping mempunyai kelebihan juga memiliki kelemahan-kelemahan.

Ia dapat diperdaya putri bunian, begitu juga ketika anak-anaknya berkelahi dia

tidak dapat mengatasinya, akhirnya kedua anaknya harus pergi.

“Karena terpesona akan kecantikan paras putri bunian itu dengan tiada disadarinya diikutkannyalah putri bunian itu sampai ke tempat tinggalnya” (Peraturen dan Jhonson, 1990:125). “Untuk menjaga suasana damai, berkatalah istri Na Mora Pande Bosi Lubis supaya kedua anak yang datang itu meninggalkan Lobu Hatongga.

Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007

Page 22: KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota

Hal ini disetujui oleh Na Mora Pande Bosi Lubis …” (Peraturen dan Jhonson, 1990:129). Lenggana adalah tokoh yang bertindak sebagai istri Na Mora Pande Bosi

Lubis. Dia adalah seorang istri yang mencintai suaminya. Ketika suaminya

tidak pulang rumah, akibat godaan putri bunian, dia merasa cemas dan segera

melapor kepada raja supaya cepat dicari. Begitu juga terhadap anak dia penuh

dengan kasih sayang, dan selalu memberi nasehat. Bahkan kedua anak dari

putri bunian juga diterima dan diperlakukan sebagai anak sendiri. Akhirnya

memang kedua anak itu disuruh pergi, tetapi sebagai tanda kasih sayang

terhadap anak, mereka memberi peralatan untuk menjaga diri dan mencari

makan.

“Hal ini sangat mengkhawatirkan istri Na Mora Pande Bosi Lubis. Ia melapor pada raja. Raja pun memerintahkan semua orang mencari Na Mora Pande Bosi Lubis”. (Peraturen dan Jhonson, 1990:129). “…Berangkatlah kedua anak itu dengan dibekali tombak yang gunanya untuk menjaga diri, tanduk serunai bila mereka berpisah di dalam hutan, sumpit untuk menyumpitkan makanan mereka”. (Peraturen dan Jhonson, 1990: 129). Raja Hatoggan seorang raja yang berkuasa pada saat itu di kerajaan

Hatongga. Dia termasuk orang yang terbuka sifatnya dan sangat mengagumi

seseorang yang ahli seperti Na Mora Pande Bosi Lubis seorang pandai besi

yagn dapat menempa berbagai macam alat pertanian dan alat perang.

“Raja pun takjub serta heran melihat Daeng Mela. Setelah hal tersebut Daeng Mela dinamai orang kampung Hatongga Na Pande Bosi” (Peraturen dan Jhonson, 1990:122). Tokoh lain yaitu Sutan Bugis (Anak dari Na Mora Pande Bosi Lubis),

adalah seorang anak yang sangat mencintai putri pamannya, sehingga di rela

meneteskan darah karena sering berkelahi dengan Si Langkitang agar putri

pamannya tidak lepas dari genggamannya.

Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007

Page 23: KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota

“….. Sampai pada suatu ketika terjadilah hal yang tidak disangka-sangka karena perebutan putri hatongga mempunyai seorang gadis yang sangat cantik”. “…. Terjadilah perkelahian antara Sutan Bugis dan Si Langkitang. Tapi dalam perkelahian ini Sutan Bugis kalah, dia menderita luka-luka” (Peraturen dan Jhonson, 1990:127). Si Langkitang adalah seorang tokoh yang berani dan kuat. Bersama

saudaranya dia mencari ayahnya tanpa memperdulikan bahaya dan resiko di

tengah perjalanan yang begitu jauh, begitu juga dengan perkelahiannya dengan

Sutan Bugis, dia selalu menang. Di samping itu dia memiliki sifat dendam

yang begitu dalam dengan menyumpah keturunan Na Mora Pande Bosi Lubis

agar punah,

“….. Dengan suara yang keras dan lantang berserulah Si Langkitang ke bawah, “Hai keturunan Na Mora Pande Bosi Lubis yang tinggal di Lobu Hatongga…. Punahlah….” (Peraturen dan Jhonson, 1990 : 129). Putri Paman adalah seorang gadis yang cantik yang tidak memiliki

pendirian yagn menetap, terbukti dia mengalihkan cintanya kepada Si

Langkitang yang kebetulan lebih ganteng dari Sutan Bugis.

Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007

Page 24: KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. Kesimpulan

Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis adalah Cerita rakyat berasal dari

Tapanuli Selatan, mengisahkan perjalanan hidup seorang bugis yang diangkat

menjadi bagian dari masyarakat setempat karena telah menikah dengan saudara

kandung raja. Cerita ini mempunyai struktur konvensional sebagai ciri-ciri dari

cerita rakyat. Hal ini dapat dilihat dari Tema, alur, latar dan karakter saling

mendukung dan mengikat satu dengan yang lainnya. Keterpaduan unsur-unsur

pembentuk tersebut menjadikan cerita tersebut mudah dimengerti oleh

masyarakat luas.

Tema cerita Na Mora Pande Bosi Lubis adalah Kasih sayang orang tua

yang berpihak akan merusak hubungan anak. Tema ini dapat disimpulkan

dengan cara menganalisa alur cerita tersebut dimana klimaknya berada pada

keperpihakan kasih sayang orang tua.

Alur cerita Na Mora Pande Bosi Lubis mengikuti pola alur maju dimana

perkenalan, konlfik mulai memuncak, klimaks dan penyelesaian uraiakan

secara bertahap sampai akhir cerita.

Latar atau setting cerita Na Mora Pande Bosi Lubis mengungkapkan suatu

tempat dan waktu yang ada di Tapanuli Selatan seperti Pardomuan, Lobu

Hatongga dan Padang Sidempuan serta waktu kejadian-kejadian yang berlaku

pada masyarakat setempat.

Perwatakan cerita Na Mora Pande Bosi Lubis mengungkapkan tokoh

protagonis dan antagonis serta mengungkapkan sifat-sifat dari semua tokoh

yang terdapat pada cerita tersebut.

Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007

Page 25: KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota

4.2. Saran

Diharapkan kepada seluruh masyarakat diharapkan dapat berpartisipasi

dalam hal penggalian, pembinaan dan pendokumentasian hasil karya sastra

daerah agar keberadaannya dapat diwakilkan kepada generasi yang akan

datang.

Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007

Page 26: KARYA ILMIAH - library.usu.ac.idlibrary.usu.ac.id/download/fs/07003490.pdfKarya Ilmiah ini berjudul “Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis”, sebuah certia rakyat Angkota

DAFTAR PUSTAKA

Aruan, Stephanus. 1974. Turi-turian Ni Halak Batak. Sipoholon.

Danandjaya, James. 1984. Folklor Indonesia. Jakarta:Grafiti. Pers.

Erlina, Ririen. 1991, Aji Pamasa dan Aji Panurat. Medan : Firma Maju.

Esten, Mursal. Kritik Sastra Indonesia. Padang : Angkasa.

Poerwadaminta, W.J.S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia. Jakarta :

Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Semi, Atar. 1985. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa.

, 1988. Anatomi Sastra. Padang : Angkasa Raya.

Shangti, Batara. 1977. Sejarah Batak. Balige.

Sidjabat, W.B. 1982. Ahu Sisingamangaraja. Jakarta : Sinar Harapan.

Sihombing, T.M. 1985. Jampar Hala. Jakarta : Tulus Jaya.

Sudjiman, Panuti. 1986. Kamus Leksikal Sastra. Jakarta : Gramedia.

Sumardjo, Jakob. 1979. Fiksi Indonesia Dewasa ini. Bandung : Gramedia.

, 1988. Apresiasi Kesusastraan. Jakarta : Gramedia.

Tambunan, E.H. 1982. Sekelumit Mengenai Batak Toba dan Kebudayaannya.

Bandung : Tarsito.

Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta : Pustaka Jaya.

Usman, Zuber. 1963. Kesusastraan Indonesia Lama. Jakarta : Gunung Agung.

, 1973. Ensiklopedia Umum Indonesia. Yogyakarta : Kanisius.

Irwan : Analisa Struktural Cerita Na Mora Pande Bosi Lubis, 2006 USU Repository © 2007