Karbonmonoksida Dan Dampaknya
-
Upload
hayyu-safira -
Category
Documents
-
view
12 -
download
0
Transcript of Karbonmonoksida Dan Dampaknya
Karbonmonoksida dan Dampaknya terhadap Kesehatan
Karbonmonoksida atau CO adalah suatu gas
yang tidak berwarna, tidak berbau dan juga tidak berasa.
Gas CO dapat berbentuk cairan pada suhu dibawah -
129OC. Gas CO sebagian besar berasal dari pembakaran
bahan fosil dengan udara, berupa gas buangan. Di kota
besar yang padat lalu lintasnya akan banyak
menghasilkan gas CO sehingga kadar CO dalam udara
relatif tinggi dibandingkan dengan daerah pedesaan.
Selain itu dari gas CO dapat pula terbentuk dari proses
industri. Secara alamiah gas CO juga dapat terbentuk,
walaupun jumlahnya relatif sedikit, seperti gas hasil
kegiatan gunung berapi, proses biologi dan lain-lain.
Karbon monoksida (CO) apabila terhisap ke dalam paru-paru akan ikut peredaran darah dan
akan menghalangi masuknya oksigen yang akan dibutuhkan oleh tubuh. Hal ini dapat terjadi
karena gas CO bersifat racun metabolisme, ikut bereaksi secara metabolisme dengan darah.
Seperti halnya oksigen, gas CO bereaksi dengan darah (hemoglobin) :
Hemoglobin + O2 –> O2Hb (oksihemoglobin)
Hemoglobin + CO –> COHb (karboksihemoglobin)
Konsentrasi gas CO sampai dengan 100 ppm masih dianggap aman kalau waktu kontak hanya
sebentar. Gas CO sebanyak 30 ppm apabila dihisap manusia selama 8 jam akan menimbulkan
rasa pusing dan mual. Pengaruh karbon monoksida (CO) terhadap tubuh manusia ternyata
tidak sama dengan manusia yang satu dengan yang lainnya.
Konsentrasi gas CO disuatu ruang akan naik bila di ruangan itu ada orang yang merokok.
Orang yang merokok akan mengeluarkan asap rokok yang mengandung gas CO dengan
konsentrasi lebih dari 20.000 ppm yang kemudian menjadi encer sekitar 400-5000 ppm
selama dihisap. Konsentrasi gas CO yang tinggi didalam asap rokok menyebabkan kandungan
COHb dalam darah orang yang merokok jadi meningkat. Keadaan ini sudah barang tentu
sangat membahayakan kesehatan orang yang merokok. Orang yang merokok dalam waktu
yang cukup lama (perokok berat) konsentrasi CO-Hb dalam darahnya sekitar 6,9%. Hal inilah
yang menyebabkan perokok berat mudah terkena serangan jantung.
Pengaruh konsentrasi gas CO di udara sampai dengan dengan 100 ppm terhadap tanaman
hampir tidak ada, khususnya pada tanaman tingkat tinggi. Bila konsentrasi gas CO di udara
mencapai 2000 ppm dan waktu kontak lebih dari 24 jam, maka kana mempengaruhi
kemampuan fiksasi nitrogen oleh bakteri bebas yang ada pada lingkungan terutama yang
terdapat pada akar tanaman.
Gas CO sangat berbahaya, tidak berwama dan tidak berbau, berat jenis sedikit lebih ringan
dari udara (menguap secara perlahan ke udara), CO tidak stabil dan membentuk CO2 untuk
mencapai kestabilan phasa gasnya. CO berbahaya karena bereaksi dengan haemoglobin darah
membentuk Carboxy haemoglobin (CO-Hb). Akibatnya fungsi Hb membawa oksigen ke sel- sel
tubuh terhalangi, sehingga gejala keracunan sesak nafas dan penderita pucat. Reaksi CO
dapat menggantikan O2 dalam haemoglobin dengan reaksi :
02Hb + CO –> OHb + O2
Penurunan kesadaran sehingga terjadi banyak kecelakaan, fungsi sistem kontrol syaraf turun
serta fungsi jantung dan paru-paru menurun bahkan dapat menyebabkan kematian. Waktu
tinggal CO dalam atmosfer lebih kurang 4 bulan. CO dapat dioksidasi menjadi CO2 dalam
atmosfer adalah HO dan HO2 radikal, atau oksigen dan ozon. Mikroorganisme tanah merupakan
bahan yang dapat menghilangkan CO dari atmosfer.
Dari penelitian diketahui bahwa udara yang mengandung CO sebesar 120 ppm dapat
dihilangkan selaIna 3 jam dengan cara mengontakkan dengan 2,8 kg tanah (Human, 1971),
dengan demikian mikroorganisme dapat pula menghilangkan senyawa CO dari lingkungan,
sejauh ini yang berperan aktif adalah jamur penicillium dan Aspergillus.
Dampak CO bagi lingkungan
LANGIT biru yang kita idamkan agaknya kian jauh dari kenyataan. Udara kita telah tercemar
oleh berbagai polutan udara kota, baik dari kegiatan industri maupun terutama lalu lintas atau
transportasi darat. Bukan hanya jumlah kendaraan bermotor yang kian meningkat pesat,
tetapi juga banyak kendaraan yang tidak dirawat dengan baik, disamping kualitas bahan bakar
yang masih mengandung timbel (Pb), sehingga menghasilkan emisi yang dapat mengganggu
kesehatan.
Polusi udara umumnya diberi batasan sebagai udara yang mengandung satu atau lebih zat
kimia dalam konsentrasi yang cukup tinggi untuk dapat menyebabkan gangguan pada
manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan dan harta benda.
Kanada memberikan batasan serupa, yaitu semua macam kontaminasi undara dalam kualitas
yang dapat menyebabkan gangguan pada manusia atau membahayakan kesehatan serta
keselamatannya, merusak milik serta mengganggu kehidupan tanaman dan hewan. Bahkan di
Prancis, polusi udara dinyatakan sebagai pengotoran udara yang dapat membahayakan
kesehatan dan keamanan umum, pertanian serta preservasi monumen-monumen umum atau
keindahan alam.
Di samping berpengaruh terhadap kenyamanan hidup, polusi udara berpotensi mempengaruhi
kesehatan masyarakat, antara lain menimbulkan berbagai penyakit. Penyakit yang
ditimbulkan tergantung pada bahan pencemar udara tersebut.
Emisi Kendaraan
Di Indonesia, khususnya di kota-kota besar, lalu lintas dalam hal ini kendaraan bermotor,
mempunyai andil yang sangat besar dalam memberikan kontribusi pada polusi udara.
Konstribusi gas buang kendaraan bermotor sebagai sumber polusi udara mencapai 60-70%,
bandingkan dengan industri yang hanya berkisar antara 10-15%. Sedangkan sisanya berasal
dari rumah tangga, pembakaran sampah, kebakaran hutan/ladang dan lain-lain.
Gambaran yang mirip terjadi pula di Amerika Serikat. Dari jumlah total tiap zat pencemar
utama yang dikeluarkan setiap tahun, karbon monoksida (CO) merupakan zat pencemar
terbanyak dan kendaraan bermotor adalah sumber utamanya, seperti terlihat pada tabel
berikut ini. Namun perlu diingat kita tidak boleh memandang jenis zat pencemar atau
sumbernya semata-mata berdasarkan jumlah total emisi tiap tahun. Kita juga harus
mempertimbangkan sejauh mana tingkat bahaya setiap jenis zat pencemar, terutama
terhadap kesehatan manusia.
Berdasarkan tabel tersebut di atas, dipandang dari segi efek dan gangguan kesehatan yang
membahayakan, sulfur oksida dan partikulat menempati dua urutan teratas. Sebaliknya
karbon monoksida menempati urutan terbawah dari ke 5 jenis zat pencemar. Urutan-urutan
dalam efek kesehatan dari zat-zat pencemar memberikan dasar yang lebih rasional dan
realistik dalam merencanakan program pengendalian dan penanggulangan polusi udara.
Emisi memegang peranan penting dalam menimbulkan dampak terhadap kesehatan
masyarakat. Dalam kesehatan lingkungan dikenal ”teori simpul”, yang terdiri atas simpul-
simpul A, B, C dan D. Simpul A adalah yang diemisikan dari sumber, dalam hal ini asap knalpot
kendaraan. Simpul B adalah ambient, sedangkan simpul C timbunan sejumlah gas atau
partikel dalam darah maupun organ tubuh tetapi belum menimbulkan efek terhadap
kesehatan. Simpul D adalah kondisi terminal, telah menimbulkan efek terhadap kesehatan
maupun kecacatan.
Mengganggu Kesehatan
Polusi udara dapat menimbulkan gangguan kesehatan pada manusia melalui berbagai cara,
antara lain dengan merangsang timbulnya atau sebagai faktor pencetus sejumlah penyakit.
Kelompok yang terkena terutama bayi, orang tua dan golongan berpenghasilan rendah
biasanya tinggal di kota-kota besar dengan kondisi perumahan dan lingkungan yang buruk.
Terdapat korelasi yang kuat antara pencemaran udara dengan penyakit bronchitis kronik
(menahun). Walaupun merokok hampir selalu menjadi urutan tertinggi sebagai penyebab dari
penyakit pernafasan menahun, sulfur oksida, asam sulfur, pertikulat dan nitrogen dioksida
telah menunjukkan sebagai penyebab dan pencetus asthma brochiale, bronchitis menahun
dan emphysema paru.
Hasil-hasil penelitian di Amerika Serikat sekitar tahun 70-an menunjukkan bronchitis kronik
menyerang 1 di antara 5 orang laki-laki Amerika umur antara 40-60 tahun dan keadaan ini
berhubungan dengan merokok dan tinggal di daerah perkotaan yang udaranya tercemar.
Hubungan yang sebenarnya antara pencemaran udara dan kesehatan atau pun timbulnya
penyakit yang disebabkannya masih merupakan problema yang sangat komplek. Banyak
faktor-faktor lain yang ikut menentukan hubungan sebab akibat ini. Namun dari data statistik
dan epidemiologik hubungan ini dapat dilihat dengan nyata.
Pada umumnya data morbiditas dapat dianggap lebih penting dan berguna daripada data
mengenai mortalitas. Apalagi penemuan-penemuan kelainan fisiologik pada kehidupan
manusia yang terjadi lebih dini sebelum tanda-tanda penyakit dapat dilihat atau pun dirasa,
sebagai akibat dari pencemaran udara, jelas lebih penting lagi artinya. Tindakan pencegahan
mestinya telah perlu dilaksanakan pada tingkat yang sedini mungkin.
WHO Inter Regional Symposium on Criteria for Air Quality and Method of Measurement telah
menentapkan beberapa tingkat konsentrasi polusi udara dalam hubungan dengan akibatnya
terhadap kesehatan maupun lingkungan sebagai berikut:
Tingkat I: Konsetrasi dan waktu expose yang tidak ditemui akibat apa-apa, baik secara
langsung maupun tidak langsung.
Tingkat II: Konsentrasi yang mungkin dapat ditemui iritasi pada pencaindera, akibat
berbahaya pada tumbuh-tumbuhan, pembatasan penglihatan atau akibat-akibat lain yang
merugikan pada lingkungan (adverse level).
Tingkat III: Konsentari yang mungkin menimbulkan hambatan pada fungsi-fungsi faali yang
fital serta perubahan yang mungkin dapat menimbulkan penyakit menahun atau pemendekan
umur (serious level).
Tingkat IV: Konsentrasi yang mungkin menimbulkan penyakit akut atau kematian pada
golongan populasi yang peka (emergency level).
Beberapa cara menghitung/memeriksa pengaruh pencemaran udara terhadap kesehatan
adalah antara lain dengan mencatat: jumlah absensi pekerjaan/dinas, jumlah sertifikat/surat
keterangan dokter, jumlah perawatan dalam rumah sakit, jumlah morbiditas pada anak-anak,
jumlah morbiditas pada orang-orang usia lanjut, jumlah morbiditas para pekerja yang berisiko
mendapat pencemaran udara, penyelidikan pada penderita dengan penyakit tertentu misalnya
penyakit jantung, paru dan sebagainya.
Penyelidikan-penyelidikan ini harus dilakukan secara prospektif dan komparatif antara daerah-
daerah dengan pencemaran udara hebat dan ringan, dengan juga memperhitungkan faktor-
faktor lain yang mungkin berpengaruh, misalnya kualitas udara, kebiasaan makan, merokok,
data meteorologik dan sebagainya, yang sering disebut sebagai faktor yang menunjang
(predisposing factor). Meskipun bukan penyebab, predisposing factor tersebut memegang
peranan penting dalam menimbulkan penyakit pada manusia.
Khusus polusi udara yang berasal dari kendaraan bermotor dengan bahan bakar yang tak
ramah lingkungan, terutama karena masih mengandung sejumlah Pb, dikhawatirkan akan
menurunkan kualitas sumberdaya manusia, karena akan menurunkan tingkat kecerdasan
anak-anak. Celakanya, timbel tidak hanya terserap lewat saluran pernapasan. Kini banyak
tanaman yang mengandung residu Pb, akibat polusi udara oleh bahan kimia ini.
Penyakit
Penyakit-penyakit yang dapat disebabkan oleh polusi udara adalah:
1. Bronchitis kronika. Pengaruh pada wanita maupun pria kurang lebih sama. Hal ini
membuktikan prevalensinya tak dipengaruhi oleh macam pekerjaan sehari-hari. Dengan
membersihkan udara dapat terjadi penurunan 40% dari angka mortalitas.
2. Emphysema pulmonum.
3. Bronchopneumonia.
4. Asthma bronchiale.
5. Cor pulmonale kronikum.
Di daerah industri, Czechoslovakia umpamanya, dapat ditemukan prevalensi tinggi penyakit
ini. Demikian juga di India bagian utara, penduduk tinggal di rumah-rumah tanah liat tanpa
jendela dan menggunakan kayu api untuk pemanas rumah.
6. Kanker paru. Stocks & Campbell menemukan mortalitas pada non-smokers di daerah
kota 10 kali lebih besar daripada daerah rural.
7. Penyakit jantung, juga ditemukan dua kali lebih besar morbiditasnya di daerah dengan
polusi udara tinggi. Karbon-monoksida ternyata dapat menyebabkan bahaya pada jantung,
apalagi bila telah ada tanda-tanda penyakit jantung ischemik sebelumnya. Afinitas CO
terhadap hemoglobin adalah 210 kali lebih besar daripada O2 sehingga bila kadar CO Hb sama
atau lebih besar dari 50%, akan dapat terjadi nekrosis otot jantung. Kadar lebih rendah dari itu
pun telah dapat mengganggu faal jantung.
8. Kanker lambung, ditemukan dua kali lebih banyak pada daerah dengan polusi tinggi.
9. Penyakit-penyakit lain, umpamanya iritasi mata, kulit dan sebagainya banyak juga
dihubungkan dengan polusi udara. Juga gangguan pertumbuhan anak dan kelainan
hematologik pernah diumumkan. Di Rusia pernah ditemukan hambatan pembentukan antibodi
terhadap influenza vaccin di daerah kota dengan tingkat polusi tinggi, sedangkan di daerah
lain pembentukannya normal.
Pengendalian
Mengingat kendaraan bermotor mempunyai andil terbesar dalam polusi udara, maka
pengendalian polusi udara juga berarti pengendalian emisi kendaraan bermotor. Pengendalian
tingkat ini adalah pengendalian terhadap simpul A dalam “teori simpul”.
Apabila memungkinkan, selain peraturan perundangan yang berlaku umum, dapat pula dibuat
peraturan yang khusus untuk mengelola sumber-sumber pengotor udara. Peraturan seperti ini
dikenal sebagai standar emisi, khususnya emisi kendaraan bermotor.
Di samping itu ada pula standar yang diberlakukan bagi kualitas bahan bakar, karena
sebagian besar polusi udara disebabkan oleh pembakaran. Kualitas hasil atau sisa
pembakaran tergantung antara lain dari kualitas bahan bakar yang digunakan. Di DKI Jakarta
telah diujicoba penggunaan bahan bakar yang berasal dari gas alam yang sangat ramah
lingkungan.
Namun, kualitas pembakaran oleh kendaraan bermotor tidak kalah pentingnya. Karena itu,
perawatan kendaraan dan jika perlu pembatasan usia kendaraan mutlak dilakukan. Hal ini
memungkinkan dilakukan jika secara berkala dilakukan uji emisi kendaraan. Kendaraan
bermotor yang beroperasi di kota harus telah lulus uji emisi.
Peran serta masyarakat dalam mengurangi polusi pada udara ambient, dalam hal ini
intervensi terhadap simpul B, sangat diperlukan. Gerakan penghijauan seyogianya terus
ditingkatkan, terutama dimulai dari tempat tinggal masing-masing. Sangat dianjurkan
menggunakan pohon yang berdaun lebar atau yang berpotensi mengurangi polusi udara.
Misalnya setiap keluarga, terutama di kota, menanam sebuah bibit pohon angsana. Niscaya
lima tahun ke depan, telah tercipta lingkungan yang asri dan terhindar dari polusi udara.
Demikian pula taman-taman kota perlu digalakkan untuk mengimbangi polusi udara kota dan
agar “langit biru” tidak sekedar menjadi isapan jempol.