Karakteristik Test Yang Baik
-
Upload
rizki-armando-putra -
Category
Documents
-
view
102 -
download
5
Transcript of Karakteristik Test Yang Baik
KARAKTERISTIK TEST YANG BAIK
MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Evaluasi Pendidikan IPA
Yang Dibimbing Oleh: Ibu Susriyati Mahannal
Oleh :
Kelompok 6 / Offering: C
Din Hadi Shofyan 100341400681
Rizki Armando Putra 100341400695
The Learning University
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN BIOLOGI
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
Januari, 2013
BAB IPENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Salah satu teknik penilaian yang digunakan yang digunakan untuk
menilai kemampuan belajar anak adalah dengan tes. Agar tes yang disusun itu
dapat kita harapkan sesuai dengan prinsipnya, maka dalam menyusun soal tes
harus benar-benar memenuhi beberapa kriteria.
Sebuah tes harus memenuhi syarat-syarat tertentu sebagai alat
pengukur, sebab memang tidak jarang kesimpulan penting ditarik dan
keputusan penting diambil berdasarkan informasi-informasi yang berhasil
diperoleh melalui penggunaan tes, padahal di lain pihak kita menyadari
kelemahan-kelemahannya yang sebagaian terletak pada kurang cermatnya
kita memerikasa alat pengukur (tes) itu sendiri. Kadang-kadang tes yang
dipergunakan tidak benar-benar mengukur apa yang mau diukur, hasil
pengukuran tidak cukup mantap, tidak ada patokan interpretasi yang cukup
tegas tentang benar tidaknya suatu jawaban, dan kadang tes itu tidak cukup
mampu menunjukkan perbedaan-perbedaan kemampuan. Untuk itu,
diperlukan karakteristik atau syarat-syarat yang harus dipenuhi dalam
pembuatan tes yang baik. Dalam makalah ini akan dibahas mengenai apa
pengertian dari tes, bagaimana karakteristik tes yang baik, dan hubungan
karakteristik tes yang satu dengan yang lainnya.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa yang dimaksud dengan tes?
2. Bagaimana karakteristik tes yang baik itu?
3. Bagaimana hubungan antara karakteristik tes yang satu dengan yang
lainnya?
C. TUJUAN
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan tes.
2. Untuk mengetahui bagaimana karakteristik tes yang baik.
3. Untuk mengetahui hubungan antara karakteristik tes yang satu dan lainnya.
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN TES
Istilah tes secara bahasa diambil dari kata “testum” yaitu suatu
pengertian dalam bahasa Perancis kuno yang berarti piring untuk
menyisihkan logam mulia. Seorang ahli bernama Jamea Ms. Cattel, pada
tahun 1890 telah memperkenalkan pengertian tes ini melalui bukunya yang
berjudul “Mental Test and Measurement”. Tes dapat didefinisikan sebagai
seperangkat pertanyaan dan/atau tugas yang direncanakan untuk memperoleh
informasi tentang atribut pendidikan, psikologik atau hasil belajar yang setiap
butir pertanyaan atau tugas tersebut mempunyai jawaban atau ketentuan yang
dianggap benar.
Adapun dalam pengertian yang lebih luas, para ahli memberikan
beberapa pengertian tentang tes, yaitu:
1. Anne Anastasi dalam karya tulisnya yang berjudul “Psychological
Testing” mengatakan bahwa tes adalah alat pengukur yang mempunyai
standar objektif, sehingga dapat digunakan secara meluas dan akurat untuk
mengukur dan membandingkan keadaan psikis atau tingkah laku individu.
2. Drs. Amir Daien Indrakusuma dalam bukunya “Evaluasi Pendidikan”
mengatakan bahwa tes adalah suatu alat atau prosedur yang sistematis dan
objektif untuk mengukur dan memperoleh data-data atau keterangan-
keterangan yang diinginkan tentang seseorang atau kelompok dengan cara
yang boleh dikatakan tepat dan cepat.
3. Bimo Walgito mengatakan tes adalah suatu metode atau alat untuk
mengadakan penyelidikan yang menggunakan soal-soal, pertanyaan atau
tugas-tugas dimana persoalan-persoalan atau pertanyaan-pertanyaan itu
telah dipilih dengan seksama dan telah distandardisasikan.
4. Muchtar Bukhari dalam bukunya yang berjudul “Teknik-teknik Evaluasi”
mengatakan bahwa tes adalah suatu percobaan yang diadakan untuk
mengetahui ada atau tidaknya hasil pelajaran tertentu pada seorang
individu atau kelompok.
5. Dikutip dari Webster’s Collegiate, tes adalah sederet pertanyaan atau
latihan yang digunakan untuk mengukur ketrampilan, pengetahuan,
intelegensi, kemampuan atau bakat yang dimiliki individu atau kelompok.
Dari beberapa definisi tersebut diatas, dapat kita pahami bahwa dalam dunia
pendidikan yang dimaksud dengan tes adalah serangkaian cara atau prosedur-
prosedur yang digunakan untuk memperoleh data atau informasi yang akurat
tentang suatu objek dalam rangka pengukuran dan penilaian, yang nantinya
akan digunakan untuk mengembangkan dan meningkatkan hal-hal yang
berkaitan dengan pendidikan.
B. KARAKTERISTIK TES YANG BAIK
Sebagai suatu alat pengukur yang digunakan untuk mengukur,
membandingkan dan memperoleh suatu informasi yang akurat, maka suatu
tes yang baik harus memiliki karakteristik-karakteristik tertentu. Berikut
adalah pandangan para ahli mengenai karakteristik suatu tes yang baik:
1. Prof. Drs. Anas Sudijono dalam bukunya yang berjudul “Pengantar
Evaluasi Pendidikan” (2005: 93) mengatakan bahwa setidak-tidaknya ada
empat karakteristik yang harus dimiliki oleh tes yang baik yaitu: valid,
reliable, objektif, dan praktis.
2. Masrun MA dan Dra. Sri Mulyani Martaniah (1974: 117) mengatakan
bahwa suatu tes yang baik harus memiliki minimal tiga hal, yaitu:
validitas, reliable, dan kemampuan membandingkan.
3. Dra. Suharsimi AK mengatakan bahwa suatu tes yang baik harus
memenuhi empat syarat, yaitu: validitas, reliabilitas, objektifitas, dan
praktikabilitas.
4. Arikunto & Suharsimi dalam bukunya “Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan”
mengatakan bahwa syarat-syarat tes yang baik adalah: validitas,
reliabilitas, objektivitas, praktikabilitas, dan ekonomis.
5. Miller (1991: 91) dan Gronlund & Lin (1990: 47) menyatakan bahwa ada
tiga hal yang harus diperhatikan dalam menentukan suatu alat ukur yang
berkualitas, yaitu: validitas, reliabilitas, dan praktikabilitas.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas dapat kita lihat bahwa tidak
ada yang bertentangan antara yang satu dengan yang lain, tetapi saling me-
lengkapi, sehingga dapat disimpulkan bahwa kriteria tes yang baik
melingkupi:
1. Valid atau Validitas
Kata valid sering diartikan dengan tepat, benar, dan shahih. Jadi,
kata validitas dapat diartikan dengan ketepatan, kebenaran, dan kesahihan.
Dan apabila kata valid atau validitas itu dikaitkan dengan fungsi tes seba-
gai pengukur, maka sebuah tes dapat dikatakan valid dan memiliki validi-
tas apabila tes tersebut dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Anas
Sudijono, 2005: 93). Dengan kata lain, Validitas adalah kesesuaian antara
materi ujian dan materi yang telah dipelajari (Djemari Mardapi (1996: 22).
Misalnya: apabila kita memberikan tes bidang studi IPA pada anak SD ke-
las V, tetapi apabila tes tersebut mengukur kemampuan IPS kelas VI SD
maka tes tersebut tidak mengukur pelajaran IPA tetapi mengukur kemam-
puan pelajaran IPS, maka jelas tes tersebut tidak memiliki validitas. Atau
misalkan juga: alat thermometer dikatakan valid apabila mengukur suhu
badan, tetapi dikatakan sebagai alat yang tidak valid apabila untuk men-
gukur tekanan udara.
Allen & Yen (1979: 970) membagi validitas kepada tiga bentuk,
yaitu : validitas isi (content validity), validitas kriteria (criterion validity),
dan validitas susunan (construct validity).
a. Validitas Isi (content validity)
Validitas isi artinya kejituan atau ketepatan suatu tes ditinjau dari isi
tes tersebut. Suatu tes dapat dikatakan valid apabila materi tersebut
benar-benar merupakan bahan yang representatif terhadap bahan-ba-
han pelajaran yang telah diberikan (Wayan Nurkancana & PPN Sunar-
tana, 1990: 143). Pembuktian hasil validitas dapat diestimasi melalui
pengujian terhadap isi tes atau instrument pengukuran dengan analisis
rasional (Azwar, 1997:45).
b. Validitas Susunan (construct validity)
Validitas susunan adalah kejituan atau ketepatan suatu tes ditinjau dari
susunan tes tersebut (Wayan Nurkancana & PPN Sunartana, 1990:
144). Validitas konstruk merujuk pada sejauh mana suatu tes men-
gukur suatu konstruk teoretik atau trait yang hendak diukurnya (Allen
& Yen, 1979: 108). Konstruk dalam pengertian ini adalah berkaitan
dengan aspek-aspek psikologi seseorang khususnya aspek kognitif,
afektif dan psikomotor.
c. Validitas Kriteria (criterion related validity).
Validitas kriteria merupakan validitas yang menghendaki terjadinya
kriteria eksternal yang dapat dijadikan dasar pengujian skor tes. Krite-
ria yang dimaksud adalah variable perilaku yang akan diprediksi oleh
skor tes atau berupa suatu ukuran lain yang relevan (Nurlaila, 2008:
68). Validitas kriteria disusun berdasarkan kriteria yang telah ada se-
belumnya, dan kesahihan alat ukur dilihat dari sejauhmana hasil pen-
gukuran tersebut sama dengan hasil pengukuran alat lain yang di-
jadikan kriteria. Biasanya, dalam pengukuran psikologis, yang di-
jadikan kriteria adalah hasil pengukuran lain yang telah dianggap se-
bagai alat ukur yang baik misalnya tes Stanford Binnet atau tes
Weschler
2. Reliabilitas
Kata reliabilitas diambil dari bahasa Inggris “Reliability” yang be-
rasal dari kata “Reliable” yang berarti dapat dipercaya dan juga sering
diterjemahkan dengan keseimbangan (stability) atau kemantapan (consis-
tency). Apabila istilah tersebut dikaitkan dengan fungsi tes sebagai alat
ukur, maka suatu tes dapat dikatakan reliabel dan memiliki reliabilitas jika
hasil-hasil pengukuran yang dilakukan dengan menggunakan tes tersebut
secara berulang kali terhadap subjek yang berbeda, kapan saja, dimana
saja dan oleh siapa saja diperiksa atau dinilai senantiasa menunjukkan
hasil yang relatif sama (Anas Sudijono, 2005: 95).
Reliabilitas juga dikatakan menentukan validitas, jika suatu tes
tidak reliable berarti tes tersebut tidak valid (Fernandes,1984:43). Ebel
(1980:224) mengemukan bahwa suatu tes tidak dapat dikatakan bagus apa-
bila tidak menunjukkan kualitas reliabilitasnya. Oleh karena itu, semakin
tinggi reliabilitas suatu tes, maka semakin bagus kualitas tes tersebut. Dan
jika dihubungkan dengan validitas, maka reliabilitas adalah ketetapan
sedangkan validitas adalah ketepatan.
Misalnya: sebuah soal tes IPS sebanyak 100 soal, diberikan kepada
siswa dan hasilnya siswa tersebut betul 80. Kemudian selang beberapa hari
tes itu (tes yang sama) diberikan lagi pada anak tersebut dan hasilnya
ternyata 81. Dengan demikian dapat dikatakan, bahwa tes tersebut memi-
liki reabilitas. Karena menunjukkan hasil yang mantap dan hasil tetap
(walaupun ada perbedaan, tetapi perbedaab itu tidak berarti karena hanya
1).
Tes yang memberikan hasil yang tidak tetap atau unriliabel itu dise-
babkab karena harapan beberapa hal, diantaranya :
1. Situasi pada waktu tes berlangsung.
Dalam hal ini melibatkan factor siswa yang mengerjakan tes, yang
mencakup segiu fisik maupun psikis dari yang mengerjakan tes.
Misalnya :
a. kesehatan anak terganggu pada waktu mengerjakan tes.
b. Perasaan anak yang takut, gugup atau terburu-buru pada waktu
mengerjakan tes.
c. Tidak mengerjakan tes dengan sepenuh hati.
Dari faktor-faktor tersebut di atas dapat mengakibatkan hasil tes anak
tidak reliabel. Misalkan pada waktu tes pertama anak merasa gugup
dan takut, dan pada waktu tes yang kedua anak sudah tidak takut dan
tidak gugup karena pernah mengerjakan tes itu. Maka hasil tes
pertama dan tes kedua (dari tes yang sama) hasilnya akan tidak sama
(tidak reliabel).
2. Keadaan tes itu sendiri.
Hal ini disebabkan karena soal dari tes itu sendiri kurang baik,
misalnya antara lain:
a. Pertanyaan tidak jelas apa yang dimaksud sehingga ada kesulitan
bagi anak untuk menjawab itu.
b. Tidak ada petunjuk yang jelas bagaimana cara mengerjakan soal
itu.
c. Pertanyaan soal tes itu membingungkan, sehingga bias terjadi salah
pengertian antara anak dan guru yang membuat soal.
Karena itulah agar tes yang kita susun benar-benar dapat reliabel maka
kita harus memperhatikan beberapa hal, antara lain:
a. Ciptakan situasi yang tenang dalam pelaksanaan tes. Seorang guru
harus mengusahakan agar lingkungan sekitar pelaksanaan tes tidak
terjadi kegaduhan.
b. Membuat soal tes yang jelas pertanyaannya sehingga tidak terjadi
salah pengertian antara murid dengan guru yang membuat soal tes.
Dalam hal ini soal tes yang kita susun supaya menggunakan bahasa
yang sederhana, jelas dan mudah dimengerti.
c. Membuat petunjuk yang jelas cara mengerjakan soal tes.
d. Membuat kunci jawaban/pola jawaban sebelum hasil tes dikoreksi.
3. Kemampuan membandingkan
Kemampuan membandingkan merujuk pada hasil suatu tes
yang akan memberikan informasi-informasi tentang kemampuan anak.
Hal yang dibandingkan adalah antara mereka yang benar-benar belajar
dan mereka yang malas belajar (R. Suharno, 1984:21). Suatu tes yang
sangat sukar, sehingga semua anak tidak ada yang dapat mengerjakan-
nya dengan baik dan benar adalah bukan merupakan tes yang baik, be-
gitu juga sebaliknya dengan suatu tes yang sangat mudah sehingga se-
mua anak dapat mengerjakannya dengan baik dan benar. Tes-tes yang
seperti itu dianggap tidak memiliki kemampuan membandingkan,
karena semua anak baik yang kurang cerdas, agak cerdas, dan sangat
cerdas hasilnya sama yaitu dapat mengerjakan atau tidak dapat
mengerjakan. Jadi, suatu tes yang baik harus mempunyai kemampuan
membedakan.
4. Objektifitas
Sebagaimana telah kita ketahui bersama bahwa obyektif berarti
tidak mengandung unsur-unsur pribadi. Dalam hubungan ini, suatu tes
dapat dikatakan obyektif dan memiliki obyektivitas apabila tes tersebut
disusun dan dilaksanakan sesuai dengan apa yang ada. Isi atau materi
tes diambil berdasarkan materi atau bahan pelajaran yang telah
diberikan sebelumnya dan sesuai dengan tujuan yang telah ditentukan
(Anas Sudijono, 2005: 96). Dengan kata lain, sebuah tes dikataka
memiliki obyektivitas apabila dalam pelaksanaan tes tersebut tidak ada
factor subjektif yang mempengaruhi, terutama dalam system penilaian.
Apabila dikaitkan dengan reliabilitas, maka objektifitas lebih
menekankan ketetapan pada sistem scoring, sedangkan reliabilitas
lebih menekankan ketetapan dalam hasil tes.
Contoh: soal tes IPS sebanyak 50 butir soal, setiap soal tes yang
benar diberi angka 2, sehingga apabila benar semua akan memperoleh
skor 100. Misalkan Ali mendapat skor 80 karena benar 40 soal tes sete-
lah diperiksa guru A. apabila ada guru lain yang memeriksa hasil
pekerjaan Ali maka skornya masih tetap 80 juga. Dengan demikian da-
pat dikatakan bahwa soal tes IPS tersebut diatas memiliki objektivitas.
Tetapi apabila hasil tes Ali dari guru A dan guru B tersebut tidak sama,
amaka tes itu dikatakan tidak memiliki objektivitas. Di pihak lain, seo-
rang guru dalam mengoreksi hasil tes anak harus tidak memasukkan
factor subjektif agar hasil tes itu merupakan hasil objektif, sesuai den-
gan kemampuan anak (nilai yang diperoleh). Dalam tes yang terbentuk
subjektif sulit bagi guru untuk member nilai yang se-objektif mungki,
sebab jawaban dari soal tes subjektif membutuhkan uraian-uraian, se-
hingga sulit bagi guru untuk member nilai yang tepat, apalagi kalau
guru tidak membuat pola jawaban sebelumnya. Hal ini dapat mengaki-
batkan dua anak akan memperoleh nilai yang tidak sama, padahal
jawabannya sama (Anas, 1998). Dengan demikian hasil tes itu tidak
objektif dan berarti hasil tes itu tidak memiliki objektivitas. Faktor
yang mempengaruhi objektifitas adalah sebagai berikut:
a. Bentuk Tes
Tes yang berbentuk uraian (essay), akan memberikan banyak ke-
mungkinan kepada si penilai untuk memberikan banyak penilaian
(skoring) menurut caranya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa
dengan menggunakan tes bentuk uraian akan memungkinkan ma-
suknya unsur subjektivitas dari si penilai dalam melakukan skoring.
b. Penilai
Dengan menggunakan tes bentuk uraian, faktor subjektivitas dari
seorang penilai akan dapat masuk secara lebih leluasa dan
mempengaruhi pemberian skor. Faktor-faktor yang dapat
mempengaruhi dalam subjektivitas penilaian tersebut antara lain:
kesan penilai terhadap peserta tes (hallo-effect), tulisan, bahasa,
waktu pelaksanaan penilaian, dan sebagainya.
5. Praktikabilitas dan Ekonomi
Sebuah tes dapat dikatakan memiliki praktikabilitas dan
ekonomis tinggi apabila tes tersebut bersifat praktis dan mudah pen-
gadministrasiannya. Beberapa hal yang menyangkut kepraktisan dalam
alat penilaian, yaitu:
a. Mudah diadministrasikan, dalam artian tidak memerlukan tenaga
yang banyak, serta tidak memerlukan keahlian yang tinggi se-
hingga dapat dikerjakan oleh setiap guru.
b. Mudah dilaksanakan. Misalnya tidak membutuhkan peralatan yang
banyak dan rumit.
c. Lengkap, dalam artian dilengkapi dengan cara penjawaban yang
baik dan benar, kunci jawaban dan pedoman penilaian.
d. Tidak memerlukan biaya atau ongkos yang terlalu tinggi dan waktu
yang lama.
6. Mudah dalam Pelaksanaannya
Hendaknya, tes yang kita buat dapat dilaksanakan dengan
mudah, ditinjau dari segi waktu, pengawasan, dan pengadministrasian.
Sehingga pelaksanaan tes itu tidak bertele-tele dan rumit.
7. Mudah dalam Pemberian Nilai
Agar soal tes itu mudah dalam pemberian nilai, hendaknya kita
membuat ketentuan-ketentuan terlebih dahulu angka skor dari tiap-tiap
tes. Misalnya setia soal tes yang betul diberi angka satu, dan setelah
diketahui skor dari masing-masing anak, hendaknya skor itu diubah
dalam bentuk nilai berskala 1-10.
Setelah memenuhi kriteria-kriteria tes yang baik, bukan berarti tes
tersebut telah sempurna dan tidak memiliki kemungkinan untuk salah.
Berikut ada beberapa cara untuk meningkatkan kebaikan tes.
a. Perencanaan tes yang baik
b. Penyusunan soal tes yang tepat
c. Sistem pemberian angka
C. HUBUNGAN ANTARA KARAKTERISTIK TES YANG SATU
DENGAN YANG LAINNYA
Di atas telah kita bahas kriteria tes yang baik diantaranya validitas,
realibilitas, dan objektivitas. Dari ketiga kriteria tes tersebut, satu dengan
yang lainnya selalu berkaitan dan mempunyai hubungan yang positif, dan
saling melengkapi.
Seorang guru dalam menyusun tes harus betul-betul memperhatikan
tentang validitas, realibilitas, dan objektivitas tes. Agar tes yang disusun dapat
mengukur kemampuan anak yang sebenarnya. Seorang guru menyususn soal
tes yang disesuaikan dengan bahan pengajaran yang diberikan, tetapi tidak
memperhatikan bagaimana seharusnya membuat pertanyaan yang tepat dan
spesifik, atau tidak memperhatikan bahasa pertanyaan yang jelas, maka tes-
tes tersebut tidak akan dapat menggambarkan atau memberi keterangan yang
tepat dan objektif dari seorang yang di tes. Dengan demikian, jelaslah bahwa
seorang guru dituntut untuk memahami benar tentang pengertian dari prinsip
validitas, realibilitas, dan objektivitas. Agar tes yang disusun berhasil sesuai
yang diharapkan.
Memang tugas seorang guru tidak hanya membuat soal tes saja.
Sehingga sulit baginya kalau harus mencari dan menghitung validitas,
realibilitas dari soal yang telah disusun. Kesulitan ini dapat ditinjau dari segi
waktu maupaun segi kemampuan. Namun demikian, bukan bukan berarti
guru tidak perlu memperhatikan kriteria tes yang baik. Tugas guru tidak
hanya sekedar membuat soal tes, kemudian dilaksanakan kemudian dibuang.
Guru harus selalu meneliti tes yang telah disusun. Apakah tesnya sudah baik
atau belum. Setidak-tidaknya guru harus memperhatikan syarat-syarat
validitas isi dan validitas susun.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Tes adalah serangkaian cara atau prosedur-prosedur yang digunakan
untuk memperoleh data atau informasi yang akurat tentang suatu obyek
dalam rangka pengukuran dan penilaian, yang nantinya akan digunakan untuk
mengembangkan dan meningkatkan hal-hal yang berkaitan dengan
pendidikan.
Sebagai suatu alat pengukur yang digunakan untuk mengukur,
membandingkan dan memperoleh suatu informasi yang akurat, mak suatu tes
yang baik harus memiliki karakteristik-karakteristik tertentu, yaitu:
1. Valid atau Validitas.
2. Reliabilitas.
3. Kemampuan membandingkan.
4. Obyektifitas.
5. Praktikabilitas dan Ekonomi.
6. Mudah dalam pelaksanaannya.
7. Mudah dalam Pemberian Nilai.
DAFTAR PUSTAKA
Sudijono, Anas. 1998. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT Grafindo
Persada.
Tim Pekerti AA. 2007. Panduan Evaluasi Pembelajaran. Surakarta: UNS.
Trasidi, Iding. Kontribusi Pengetahuan Guru SLB-C tentang Kontribusi Tes Hasil
Belajar dengan Kualitas Tes Matetakita SLDP Tunagrahita Kelas Enam
yang Dibuatnya. Bandung: FIP UPI.