Karakteristik Sosial Ekonomi dalam Sistem Livelihood Pedesaan Kedungjati, Kabupaten Grobogan

13
KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PETANI DALAM SISTEM LIVELIHOOD PEDESAAN KECAMATAN KEDUNGJATI KABUPATEN GROBOGAN Abstrak Sistem livelihood pedesaan merupakan suatu sistem yang menggambarkan kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup dan penghidupannya.Sistem livelihood ini berkaitan dengan pola penggunaan, serta akses dan aset atas kepemilikan sumberdaya. Sumberdaya yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi sumberdaya manusia, alam, finansial, dan modal sosial. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah kuntitatif serta sistem livelihood pedesaan Kecamatan Kedungjati. Analisis ini dilakukan dengan pemanfaatan Sistem Informasi geografis yaitu Interpolasi sebagai analisis spasial atas kondisi sosial ekonomi rumah tangga masyarakat p edesaan. Analisis ini menduga nilai-nilai sosial ekonomi pada lokasi yang datanya tidak tersedia. Dengan limitasi yang dimiliki seperti kepemilikan lahan, keterbatasan sumberdaya air, dan kepemilikan ketrampilan, petani tetap dituntut untuk terus hidup dan memenuhi kebutuhan dasar keluarganya. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, karakteristik sosial ekonomi masyarakat Kecamatan Kedungjati dapat digeneralisasi dalam tiga klasifikasi bertingkat sesuai dengan tingkat pendapatanannya. Sekitar 55,88% perekonomian petani memiliki pendapatan di bawah UMR Kabupaten Grobogan dan menjadikannya dalam klasifikasi zona 1. Meskipun memiliki peluang untuk berpindah zona, masyarakat di zona ini juga berpeluang lebih besar untuk menurunkan kemiskinan kepada generasi seterusnya. Pengklasifikasian karakteristik sosial ekonomi tersebut tidak bersifat permanen. Dalam suatu hal, perpindahan karakter sosial ekonomi antar klasifikasi sangat mungkin terjadi. Ada beberapa faktor kerentanan yang dapat mempengaruhi karakteristik sosial ekonomi masyarakat Kedungjati, diantaranya mengenai perijinan penggunaan lahan oleh PT. Perhutani, harga komoditas dan input produksi pertanian, kepemilikan pekerjaan sampingan, serta peningkatan produktifitas hasil pertanian. Kata Kunci : Livelihood, Pedesaan, Sosial Ekonomi I. PENDAHULUAN Pedesaan seringkali diidentikkan dengan masyarakat petani, yaitu dalam kehidupan sehari-hari, desa berkembang dengan kombinasi usaha pertanian yang dominan terhadap usaha-usaha kecil la in di luar pertanian yang bervariasi sebagai penunjang (Fatah, 2007). Sementara itu, pengembangan pedesaan merupakan suatu usaha yang dengan sadar merencanakan pengembangan kawasan pedesaan ditinjau dari berbagai segi sebagai satu kesatuan yang bertujuan untuk menciptakan keseimbangan hubungan manusia dan alamnya (Nurzaman, 2002). Adapun aspek yang tercakup dalam pengembangan pedesaan adalah aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek fisik. Sehingga hal paling penting yang dapat dilakukan dalam pengembangan pedesaan adalah menyelaraskan struktur hubungan spasial dari suatu aktifitas ekonomi (Friedman, 1996). Livelihood merupakan istilah yang diadopsi dari bahasa Inggris yang berarti pembangunan yang menggambarkan kemampuan, kepemilikan sumber daya dan kegiatan yang dibutuhkan seseorang/masyarakat untuk menjalani kehidupannya (Saragih dkk, 2007). Livelihood pedesaan tergantung pada ketersediaan sumberdaya dan bagaimana masyarakat mengelola sumber daya tersebut sehingga menimbulkan dinamika sosial ekonomi mencerminkan standar hidup yang dianut masyarakat. Kondis i sos ia l ekonomi masyarakat pedesaan sangat dipengaruhi oleh mata pencarian. Masyarakat pedesaan memiliki peluang yang baik dalam memperoleh mata pencarian, baik dalam sektor pertanian maupun non pertanian. Pilihan mata pencarian ini terkait erat dengan ketersediaan sumber daya dan bagaimana masyarakat mampu menggunakan sumber daya semaksimal mungkin, beragam aturan formal dan informal, serta hubungan sosial ekonomi antar masyarakat.

Transcript of Karakteristik Sosial Ekonomi dalam Sistem Livelihood Pedesaan Kedungjati, Kabupaten Grobogan

KARAKTERISTIK SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT PETANI DALAM SISTEM LIVELIHOOD PEDESAAN

KECAMATAN KEDUNGJATI KABUPATEN GROBOGAN

Abstrak

Sistem livelihood pedesaan merupakan suatu sistem yang menggambarkan kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup dan penghidupannya.Sistem livelihood ini berkaitan dengan pola penggunaan, serta akses dan aset atas kepemilikan sumberdaya. Sumberdaya yang dimaksud dalam penelitian ini meliputi sumberdaya manusia, alam, finansial, dan modal sosial. Adapun metode penelitian yang digunakan adalah kuntitatif serta sistem livelihood pedesaan Kecamatan Kedungjati. Analisis ini dilakukan dengan pemanfaatan Sistem Informasi geografis yaitu Interpolasi sebagai analisis spasial atas kondisi sosial ekonomi rumah tangga masyarakat pedesaan. Analisis ini menduga nilai-nilai sosial ekonomi pada lokasi yang datanya tidak tersedia. Dengan limitasi yang dimiliki seperti kepemilikan lahan, keterbatasan sumberdaya air, dan kepemilikan ketrampilan, petani tetap dituntut untuk terus hidup dan memenuhi kebutuhan dasar keluarganya. Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, karakteristik sosial ekonomi masyarakat Kecamatan Kedungjati dapat digeneralisasi dalam tiga klasifikasi bertingkat sesuai dengan tingkat pendapatanannya. Sekitar 55,88% perekonomian petani memiliki pendapatan di bawah UMR Kabupaten Grobogan dan menjadikannya dalam klasifikasi zona 1. Meskipun memiliki peluang untuk berpindah zona, masyarakat di zona ini juga berpeluang lebih besar untuk menurunkan kemiskinan kepada generasi seterusnya. Pengklasifikasian karakteristik sosial ekonomi tersebut tidak bersifat permanen. Dalam suatu hal, perpindahan karakter sosial ekonomi antar klasifikasi sangat mungkin terjadi. Ada beberapa faktor kerentanan yang dapat mempengaruhi karakteristik sosial ekonomi masyarakat Kedungjati, diantaranya mengenai perijinan penggunaan lahan oleh PT. Perhutani, harga komoditas dan input produksi pertanian, kepemilikan pekerjaan sampingan, serta peningkatan produktifitas hasil pertanian. Kata Kunci : Livelihood, Pedesaan, Sosial Ekonomi

I. PENDAHULUAN Pedesaan seringkali diidentikkan dengan masyarakat petani, yaitu dalam kehidupan sehari-hari, desa berkembang dengan kombinasi usaha pertanian yang dominan terhadap usaha-usaha kecil lain di luar pertanian yang bervariasi sebagai penunjang (Fatah, 2007). Sementara itu, pengembangan pedesaan merupakan suatu usaha yang dengan sadar merencanakan pengembangan kawasan pedesaan ditinjau dari berbagai segi sebagai satu kesatuan yang bertujuan untuk menciptakan keseimbangan hubungan manusia dan alamnya (Nurzaman, 2002). Adapun aspek yang tercakup dalam pengembangan pedesaan adalah aspek ekonomi, aspek sosial, dan aspek fisik. Sehingga hal paling penting yang dapat dilakukan dalam pengembangan pedesaan adalah menyelaraskan struktur hubungan spasial dari suatu aktifitas ekonomi (Friedman, 1996). Livelihood merupakan istilah yang diadopsi dari bahasa Inggris yang berarti

pembangunan yang menggambarkan kemampuan, kepemilikan sumber daya dan kegiatan yang dibutuhkan seseorang/masyarakat untuk menjalani kehidupannya (Saragih dkk, 2007). Livelihood pedesaan tergantung pada ketersediaan sumberdaya dan bagaimana masyarakat mengelola sumber daya tersebut sehingga menimbulkan dinamika sosial ekonomi mencerminkan standar hidup yang dianut masyarakat. Kondisi sosial ekonomi masyarakat pedesaan sangat dipengaruhi oleh mata pencarian. Masyarakat pedesaan memiliki peluang yang baik dalam memperoleh mata pencarian, baik dalam sektor pertanian maupun non pertanian. Pilihan mata pencarian ini terkait erat dengan ketersediaan sumber daya dan bagaimana masyarakat mampu menggunakan sumber daya semaksimal mungkin, beragam aturan formal dan informal, serta hubungan sosial ekonomi antar masyarakat.

Dewasa ini ada banyak potensi sumber daya alam pedesaan yang menjadi semakin terbatas jumlah dan kualitasnya, kepemilikan lahan pertanian yang menurun, serta fakta bahwa nilai tukar hasil pertanian terhadap hasil industri yang memburuk. Di lain pihak, jumlah penduduk terus meningkat dari tahun ke tahun mengakibatkan tingginya kebutuhan akan eksploitasi sumber daya. Sumber daya merupakan tonggak penghidupan masyarakat pedesaan, dimana kemampuan masyarakat dalam mengelola sumberdaya yang tersedia tergambar melalui pola penghidupan sosial ekonomi masyarakat desa itu sendiri. Kondisi sosial ekonomi masyarakat pedesaan sangat dipengaruhi oleh mata pencarian. Masyarakat pedesaan memiliki peluang yang baik dalam memperoleh mata pencarian, baik dalam sektor pertanian maupun non pertanian. Pilihan mata pencarian ini terkait erat dengan ketersediaan sumber daya dan bagaimana masyarakat mampu menggunakan sumber daya semaksimal mungkin, beragam aturan formal dan informal, serta hubungan sosial ekonomi antar masyarakat. Di Kecamatan Kedungjati, sebagai bagian dari Kabupaten Grobogan sebagian besar masyarakatnya masih berkutat dengan pekerjaan sebagai petani tradisional, atau petani yang bergantung pada hasil mentah petaniannya. Kecamatan Kedungjati sebagai wilayah pedesaan sekaligus kawasan pinggiran Kabupaten Grobogan memiliki karakteristik sosial dan ekonomi yang berbeda dibandingkan dengan kawasan pedesaan lainnya. Hal ini terkait dengan bagaimana ketersediaan dan kemampuan masyarakat Kedungjati dalam memanfaatkan sumber daya yang tersedia sehingga melahirkan sistem livelihood yang khas. Sebagaimana umumnya masyarakat pedesaan, kegiatan perekonomian di Kecamatan Kedungjati masih didominasi oleh sektor pertanian (53,88%) sebagai sektor utama dengan ditunjang oleh karakteristik sosial yang khas pedesaan (Kedungjati dalam Angka, 2010). Adapun mata pencarian masyarakat di Kecamatan Kedungjati lainnya adalah sebagian kecil di sektor pemerintahan, perdagangan, angkutan, dan industri rumah tangga. Dalam bertani masyarakat Kedungjati cenderung masih memiliki pola perekonomian tadisional, sehingga manfaat yang ditimbulkannya pun tidak optimal. Hal tersebut menimbulkan

permasalahan yaitu bagaimana karakteristik sosial ekonomi masyarakat pedesaan di Kecamatan Kedungjati dalam sistem livelihood pedesaan terkait dengan pemanfaatan sumber daya dan pembangunan pedesaan. Secara fisik Kecamatan Kedungjati merupakan salah satu kecamatan yang memiliki aksesibilitas yang cukup bagus. Berada pada jalur yang menghubungkan Kabupaten Grobogan dengan Kota Salatiga serta memiliki stasiun kereta api yang cukup tua di Jawa Tengah. Dengan ketersediaan lahan pertanian yang cukup luas, Kecamatan Kedungjati justru termasuk dalam salah satu kecamatan tertinggal di Kabupaten Grobogan baik secara pembangunan maupun perekonomian. Hal ini dibuktikan dengan tingginya angka kemiskinan di kecamatan ini, yaitu sebesar 40% dari total jumlah penduduk (Kecamatan Kedungjati dalam Angka, 2010). Adanya ketidakseimbangan antara potensi yang dimiliki Kecamatan Kedungjati dengan kondisi perekonomian masyarakat pedesaan Kedungjati. Hal ini menggambarkan adanya permasalahan dalam pengelolaan dan akses masyarakat atas sumberdaya yang tersedia mengingat ada keterkaitan antara pola penggunaan, aset dan akses sumberdaya. Sehingga menarik untuk mengkaji bagaimana pola penggunaaan, aset dan akses terhadap sumberdaya dan bagaimana kondisi sturuktur sosial ekonomi masyarakat atas sumberdaya yang dikelolanya tersebut. Sumber : Bappeda Kabupaten Grobogan, 2011

Gambar 1

Lokasi Penelitian Kab. Grobogan dan Kec.

Kedungjati

Adapun tujuan dalam penelit ian in i adalah untuk

menganalisis struktur ekonomi dalam sistem

livelihood masyarakat pedesaan Kecamatan

Kedungjati terkait dengan pembangunan pedesaan.

II. METODE PENELITIAN

Metode penelitian yang digunakan adalah

kuantitatif. Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui dilakukan dua cara, yaitu teknik pengumpulan data primer melalui observasi lapangan dan kuesioner, serta teknik pengumpulan sekunder melalui kajian dokumen. Data kuantitatif diperoleh melalui penyebaran kuesioner.

Responden yang digunakan sejumlah 68 orang

dengan teknik sampel random. Dalam pemilihan

sampel secara acak ini terdapat beberapa hal yang

harus dipenuhi responden yaitu : merupakan petani

yang berdomisili di Kecamatan Kedungjati, serta

tidak saling berdekatan satu sama lainnya.

Analisis dilakukan dengan memadukan data

spasial dan data non spasial yang diperoleh

berdasarkan hasil survei. Pengolahan data spasial

menggunakan Sistem Informasi Geografis (SIG)

dengan tools Interpolasi Inverse Distance Weighted

(IDW). Asumsi dari metode ini adalah nilai interpolasi akan lebih mirip pada data sampel yang dekat daripada yang lebih jauh. III. SISTEM LIVELIHOOD PEDESAAN

Livelihood dapat diartikan sebagai penghidupan dalam arti luas. Livelihood atau penghidupan juga dapat diartikan sebagai upaya yang dilakukan setiap orang untuk memperoleh penghasilan, termasuk kapabilitas mereka, aset yang dapat dihitung seperti ketersediaan dan sumber daya, serta aset yang tak bisa dihitung seperti klaim dan akses. FAO (Food Agricultural Organization) mengemukakan setidaknya ada 5 aset yang mempengaruhi bentuk-bentuk penghidupan masyarakat pedesaan. Kelima aset livelihood tersebut dapat disederhanakan sebagai bentuk pentagon segi lima (FAO, 2003). Adapun kelima aset yang mempengaruhi livelihood dapat diurai sebagai berikut :

a. Sumber daya manusia Sumber daya manusia yang dimaksudkan sebagai aset livelihood dapat dilihat berdasarkan kesehatan masyarakat, kesempatan kerja, pengetahuan, pendidikan, kemampuan yang dimiliki serta tenaga kerja. Di kawasan pedesaan memang terdapat peningkatan kuantitas tenaga kerja, tetapi pada dasarnya kenaikan tersebut digunakan

untuk memenuhi kebutuhan dasar di pedesaan. b. Modal sosial

Modal sosial merupakan alasan yang mengakibatkan orang dapat bekerja bersama, baik dalam rumah tangga maupun dalam masyarakat luas. Di dalam kehidupan masyarakat, masing-masing rumah tangga yang berbeda akan dihubungkan bersama oleh ikatan kewajiban sosial, hubungan timbal balik, kepercayaan dan hubungan yang saling mendukung. c. Modal fisik

Modal fisik termasuk kedalamnya alat, infrastruktur seperti jalan, pelabuhan, baandara, serta fasilitas pasar (dalam artian yang lebih luas), air, atau fasilitas perawatan kesehatan yang akan mempengaruhi kemampuan orang lain untuk mendapatkan kehidupan yang layak. d. Modal finansial

Modal keuangan yang tersedia bagi rumah tangga pedesaan berasal dari hasil poduksi pertanian. Mereka juga dapat menggunakan kredit formal dan informal untuk melengkapi sumber keuangan mereka.

e. Sumber daya alam Bagi masyarakat pedesaan yang termasuk

dalam sumber daya alam antara lain tanah, air, sumber daya hutan, dan ternak. Tanah merupakan salah satu dari dua sumberdaya utama populasi pedesaan. Ketersediaan lahan tergantung pada banyaknya rumah tangga dan sistem kepemilikan lahan. Biasanya petani memiliki akses tanah melalui warisan, sewa tanah dan bagi hasil. Namun belakangan dalam kehidupan pedesaan masyarakat, distribusi tanah melalui warisan

Sumber Daya Manusia

Modal Sosial

Sumberdaya Fisik Modal Finansial

Sumber Daya Alam

Sumber : FAO 2003

Gambar 2 Pentagon Aset Livelihood

sudah mulai di tinggalkan.Oleh karenanya, mulai terdapat ekspansi lahan pertanian pada lahan-lahan lindung. Akibatnya jumlah pemilik lahan menurun dan rumah tangga yang tidak memiliki lahan meningkat.

III.1 Pola Pemanfaatan Sumberdaya Livelihood

a. Sumberdaya Manusia Ketersediaan kesempatan kerja

merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam kegiatan ekonomi dan sosial masyarakat. Namun, lapangan pekerjaan yang tersedia masih belum dapat menampung jumlah tenaga kerja. Sebagian besar usia produktif merantau ke kota besar seperti Semarang dan Jakarta untuk mendapatkan pola penghidupan yang lebih layak. Namun dengan keterbatasan pendidikan dan keterampilan yang dimiliki, masyarakat hanya mendapatkan pekerjaan seperti menjadi buruh bangunan untuk pekerja laki-laki dan buruh rumah tangga/pelayan toko

bagi pekerja perempuan.

Sumber : Analisis Penulis, 2012

Gambar 3

Diagram Keterkaitan Sumberdaya Manusia

Pedesaan terhadap Kesempatan Kerja

Dari diagram diatas terlihat bahwa terdapat angka migrasi yang cukup tinggi terutama ke Jakarta dan Semarang oleh penduduk usia produktif yang tidak tertampung atau ingin mendapatkan pekerjaan diluar sektor pertanian. Dengan kondisi seperti ini, tenaga kerja laki-laki biasanya akan pulang ke desa (Kecamatan Kedungjati) untuk membantu keluarga dalam musim tanam atau panen. Berdasarkan hasil kuesioner sekitar 32% responden memiliki anggota keluarga yang merantau, baik ke Jakarta ataupun ke Semarang.

b. Sumberdaya Finansial Sumberdaya finansial merupakan

sumber-sumber pembiayaan finansial, baik yang digunakan untuk pembiayaan kegiatan pertanian, pembukaan usaha baru, ataupun pemenuhan kebutuhan mendessak dan sehari-hari. Masyarakat petani memiliki keterbatasan informasi dan keberanian untuk mengakses sumberdaya finansial yang tersedia, sehingga petani tidak bisa mengembangkan usaha pertaniannya lebih baik lagi. Gambar 4 merupakan alur penggunaan sumberdaya finansial dalam kegiatan pertanian.

Sumber : Analisis Penulis, 2012

Gambar 4

Alur Penggunaan Sumberdaya

Finansial dalam Aktivitas Pertanian

Penduduk usia

produktif tinggi

Kesempatan Kerja di Kedungjati

Petani

Buruh tani

Industri kecil

Kesempatan

Kerja di

Jakarta/

Semarang

Buruh

Bangunan

Pelayan Toko

Buruh Rumah

Tangga

migrasi

Perkotaan

Pedesaan

Remitan

tanpa

pendidikan

dan

keterampilan

tenaga kerja laki-laki kembali ke

desa pada musim tanam aktivitas pertanian

Sumberdaya Finansial

Hutang :

Penyedia pupuk, bibi t, pestisida

Bank/koperasi Kelompok arisan

Saudara/tetangga

Tabungan

Modal

Penanaman Perawatan Panen

Pasca Panen Penjualan

Pendapatan

Biaya

sehari-hari

kegiatan pertanian

c. Sumberdaya Alam Terbatasnya pendapatan membuat

masyarakat mengeksplorasi kemampuan lahan agar mendapatkan hasil pertanian yang lebih banyak. Sebagai akibatnya, penggunaan pupuk non organik dan pestisida meraja lela dikalangan petani. Teknik semacam ini dinilai paling ampuh dan mudah untuk dilaksanakan. Sehingga sumberdaya lahan terancam tidak berkelanjutan untuk generasi mendatang. Meskipun masyarakat juga mengenal beberapa teknik pengolahan sumberdaya lahan secara sederhana, yaitu sistem tumpangsari, rotasi tanaman, dan penggunaan pupuk.

Penggunaan pupuk kimia dan pestisida secara berlebihan berdampak pada penurunan kualitas tanah. Hal ini disebabkan karena kandungan zat kimia pada pupuk kimia dan pestisida mampu merusak struktur tanah yang diakibatkan oleh molekul kimia akan mengikat zat hara tanah sehingga proses regenerasi tanah menjadi terhambat, bahkan dibeberapa kasus tanah tidak lagi bisa melakukan regenerasi. Hal ini akan berpengaruh pada kondisi tanaman yang dihasilkan. Penurunan hasil panen ini kemudian disiasati dengan penggunaan pupuk dalam jumlah yang lebih banyak sehingga akan menghasilkan jumlah panen yang sama, demikian hal ini terjadi terus menerus.

d. Modal Sosial Ikatan modal sosial yang cukup tinggi

ditambah keberadaan modal finansial kurang dapat dimanfaatkan secara maksimal. Secara turun temurun, anggapan bahwa perolehan pendapatan dari hasil pertanian sangat tergantung pada kondisi lahan semata telah mengakar dalam kehidupan masyarakat. Sektor pertanian dalam kehidupan masyarakat belum dapat menciptakan mata pencarian baru. Masyarakat belum mengenal atau tidak memiliki motivasi dalam meningkatkan nilai tambah hasil pertanian sehingga sebagian besar hasil pertanian dijual secara langsung.

Berikut merupakan bagan skoring yang menyatakan skor ketersediaan dan pemanfaatan sumberdaya tanpa memperhitungkan sumberdaya fisik pada gambar 6. Penilaian sumberdaya dapat didasarkan pada 3 aspek yaitu ketersediaan sumberdaya, kualitas sumberdaya, dan pemanfaatannya. Pada tabel berikut diberikan skor 1-5, dengan skor 5 mencerminkan nilai tertinggi dan skor 1 menggambarkan nilai terendah. Berikut penilaian dan skoring terhadap aset livelihood pedesaan di Kecamatan Kedungjati.

Sumber : Hasil Analisis Penulis, 2012

Gambar 5

Pola Pemanfaatan Sumberdaya Alam di Kecamatan Kedungjati

Sumber

daya Alam

Sumber

daya Lahan

Limitasi

Luasan dan kualitas Lahan

Ekspansi Lahan

Perhutani

Peningkatan

Jumlah Penduduk

Rotasi ; Tumpangsari;

Pupuk Kimia Sumberdaya alam tersedia

meskipun kesuburannya

berkurang

Topografi lahan

bergelombang

Sumber daya Air

tergantung hujan

terbatasnya ketersediaan irigasi/pengairan

curah hujan Rendah

Rawan kekeringan

Penanaman tanaman tahan kering

Degradasi Kualitas

lahan oleh pupuk kimia

Ketersediaan sumberdaya

alam untuk tanaman kering

TABEL I SKORING AS ET LIVELIHOOD PETANI

PEDES AAN KECAMATAN KEDUNGJATI

Aset Livelihood

Keter-

sediaan

Kuali-

tas

Peman-

faatan

Total

Skor

SDM 5 2 3 10

SDA 4 3 2 9

Finansial 3 3 1 7

Modal

Sosial 5 4 4 13

Sumber : Hasil Analisis Penulis, 2012

Keterangan : Tinggi : 5

Cukup Tinggi ; 4

Sedang : 3 Agak Rendah : 2

Rendah 1

Berdasarkan skoring tersebut, maka ketersediaan sumberdaya atau aset llivelihood petani pedesaan di Kecamatan Kedungjati dapat dilihat pada Gambar 6.

Sumber : Analisis Penulis, 2012

Gambar 6

Skoring Ketersediaan dan Pemanfaatan

Sumberdaya (skala 3 )

III.2 Struktur Pendapatan Dan Pengeluaran Rumah Tangga Petani Kecamatan Kedungjati

Pendapatan adalah aliran uang atau barang yang bertambah pada seorang individu, atau sekelompok individu yang melampaui beberapa periode (Bannock dkk, 1978;220 dalam Bartels 1994:31). Adapun Struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga merupakan cerminan dari kondisi sosial ekonomi rumah tangga itu sendiri. Semakin tinggi pendapatan umumnya akan berimbas pada meningkatnya pengeluaran rumah tangga yang berbanding lurus dengan kondisi sosial ekonomi rumah tangga yang bersangkutan, demikian sebaliknya.

Struktur pendapatan dan pengeluaran rumah tangga akan dipengaruhi oleh aktivitas yang dilakukan oleh rumah tangga tersebut. Pendapatan petani di Kecamatan Kedungjati dipengaruhi oleh sumber-sumber pendapatannya. Adapun sumber yang dimaksud adalah pendapatan utama yang umumnya bergerak disektor pertanian, pendapatan non-pertanian, dan pendapatan yang diperoleh dari pekerjaan musiman. Struktur pendapatan rumah tangga petani di Kecamatan Kedungjati dapat dilihat pada tabel berikut :

TABEL II

STRUKTUR PENDAPATAN RUMAH TANGGA PETANI

KECAMATAN KEDUNGJATI

Pendapatan

(dalam ribu rupiah)

%

penduduk

% kepemilikan

pekerjaan non-

pertanian

%

kepemilikan

pekerjaan

musiman

%

pendapatan

dari

pertanian

%

pendapatan

dari sumber

lain

< Rp 9.420 55,88% 11,76% 13,24% 85,58% 14,42%

Rp 9.420 - Rp 15.600 26,47% 14,71% 2,94% 72,21% 27,79%

Rp15.600– Rp 24.000 16,18% 10,29% 1,47% 82,09% 17,91%

> Rp 24.000 1,47% 1,47% - 42,86% 57,14%

Sumber : Hasil Analisis Penulis, 2012

SDA

Finan- sial

SDM

Modal Sosial

Secara spasial, sebaran penduduk berdasarkan pendapatannya dapat dilihat pada gambar dibawah ini : Sumber : Hasil Analisis Penulis, 2012

Gambar 7

Distribusi S pasial Struktur Pendapatan Petani

Kedungjati

Struktur pendapatan sektor pertanian masyarakat sangat terkait dengan luasan lahan pertanian yang dimiliki dan digarap. Umumnya petani mengelola 1-2 bagian lahan. Kepemilikan lahan masyarakat dapat dibagi melalui dua cara, yaitu pembelian sendiri dan warisan. Namun untuk warisan, biasanya jumlahnya sudah sangat kecil karena harus dibagi dengan anggota keluarga. Keterbatasan ketersediaan lahan ini pada akhirnya dapat teratasi dengan lahan perhutani seluas 10.022 Ha. Kebijakan Perhutani untuk mengijinkan masyarakat dalam membudidayakan lahan perhutani sangat membantu perekonomian masyarakat. 35% dari keseluruhan responden mengaku menggunakan lahan Perhutani. Pendapatan dari sektor pertanian merupakan keseluruhan pendapatan yang diperoleh dari hasil panen, sementara pendapatan non pertanian berasal dari kegiatan non-pertanian yang digeluti. Sebagaimana telah dijelaskan, untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari petani dituntut untuk lebih kreatif menemukan sumber-sumber mata pencarian lain. Salah satunya melalui pekerjaan non-pertanian yang berada diluar ranah agraris. Berikut jenis pekerjaan non-pertanian yang dilakoni petani pada Tabel III.

Adapun pengeluaran petani untuk sektor non-pertanian meliputi kebutuhan hidup sehari-hari seperti pangan, pendidikan, transportasi, dan lain sebagainya. Pengeluaran in tidak lepas

dari besaran pendapatan yang diperoleh petani, berikut nilai rata-rata pengeluaran petani untuk kebutuhan sehari-hari pada Tabel IV.

TABEL III

PENDAPATAN PETANI DARI PEKERJAAN

NON PERTANIAN

Sumber : Hasil Analisis Penulis, 2012

Pengeluaran petani untuk kegiatan pertanian lebih didominasi pada masa awal penanaman dan pemeliharaan. Untuk menanam tanaman jagung dengan seluas 1 Ha setidaknya dibutuhkan biaya sebesar Ep 1.745.500,00 sedangkan hasil rata-rata yang diperoleh petani dari 1 Ha Jagung adalah sekitar Rp 5.000.000,00 per satu kali musim tanam (4 bulan). Namun kenyataannya sebagian besar petani memiliki lahan garapan di bawah 1 Ha, meskipun sudah ditambah lahan garapan milik PT. Perhutani. Dengan pendapatan yang diperoleh, dan dengan kebutuhan yang ada tidak semua kebutuhan dapat dipenuhi oleh masyarakat. Sekitar 53% yang merasa pendapatan yang diperoleh cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan sekitar 47% merasa pendapatan harus dicukup-cukupkan.Meskipun demikian, keseluruhan responden mengaku pernah melakukan pinjaman. Namun dalam hal ini, pinjaman/kredit yang dilakukan masyarakat lebih pada untuk pemenuhan kebutuhan seperti pendidikan, kesehatan, pernikahan, kendaraan, dan lain sebagainya dan bukan untuk

Pekerjaan Rata-rata

Pendapatan/bulan

Pedagang 300.000-1.000.000

Kuli Bangunan 500.000-1.000.000

Penggergajian Kayu 500.000-1.000.000

PNS; Peg Koperasi > Rp 2.000.000

Pekerjaan Non-pertanian Masyarakat

Petani Kecamatan Kedungjati (persentase)

TABEL IV

STRUKTUR PENGELUARAN NON PERTANIAN RUMAH TANGGA

Sumber : Hasil Analisis Penulis, 2012

permodalan dalam kegiatan pertanian ataupun membuat usaha non-

pertanian. Dalam pemenuhan kebutuhan finansial pertanian masyarakat, terdapat sistem ambil-potong. Dimana pada musim tanam dan pemeliharaan masyarakat petani diberikan kemudahan dengan berhutang baik bibit, pupuk, pestisida ataupun kebutuhan lainnya dengan harga yang sedikit lebih tinggi dibandingkan harga normal.Hutang ini kemudian akan di potong dari hasil penjualan hasil panen. Begitu seterusnya. Terdapat beberapa jenis pinjaman yang dapat dijangkau oleh masyarakat. Sebagaimana telah disebutkan sebelumnya, di Kecamatan Kedungjati sendiri terdapat 4 koperasi simpan

pinjam dan 2 bank. Namun sebagian besar

masyarakat lebih menyukai untuk meminjam kepada tetangga, kelompok arisan, warung, atau saudara. Adanya perbedaan antara pendapatan dan pengeluran dapat disebut atau agregat pendapatan rumah tangga. Agregat ini juga menggambarkan cash balance rumah tangga petani. Cash balance adalah salah satu isu yang palin penting dalam livelihood pedesaan untuk mengetahui kondisi finansial keluarga dalam jangka waktu 1 tahun aktivitas (KAY, 1996 dalam Rudiarto, 2010). Semakin besar pendapatan pertahun maka agregrat pendapatan juga akan semakin besar. Namun, secara keseluruhan, terdapat beberapa rumah tangga yang memiliki

keterbatasan pendapatan sehingga

menghasilkan nilai cash balanced negatif.

Besaran cash balance yang negatif menggambarkan ketidaktercukupan pendapatan yang diperoleh dibandingkan dengan jumlah pengeluaran. Hal ini disebabkan karena masyarakat harus tetap memenuhi kebutuhan primernya sekalipun pendapatan yang diperoleh tidak mencukupi. dalam mendapatkan pemasukan untuk memebuhi kebutuhannya. Beberapa tempat yang memiliki nilai cash balance negatif antara lain Desa Padas dan sebagian Deras. Sumber : Hasil Analisis Penulis, 2012

Gambar 8 Distribusi S pasial Cash balanced Rumah

Tangga Petani Kecamatan Kedungjati

Pendapatan Biaya

Pangan

Biaya Non Pangan

Listrik Pengobatan Konsumsi

air Pendidikan Transportasi

< Rp 9.600.000 4.040.004 248.796 - - 80.004 -

Rp 9.600.000 – Rp 15.400.000 5.686.956 487.500 104.352 104.352 229.560 631.308

Rp 15.400.000 – Rp 24.000.000 6.450.000 528.600 120.000 120.000 510.000 726.000

> Rp 24.000.000 7.800.000 610.800 240.000 240.000 564.000 996.000

Adapun daerah dengan nilai cash balance positif dan cukup tinggi menggambarkan potensi tabungan yang cukup besar, dimana besaran pendapatan lebih besar daripada besaran pengeluaran. Daerah dengan karakteristik seperti ini berada di kawasan Desa Karanglangu, Kentengsari dan Ngombak. Untuk memenuhi kebutuhannya masyarakat melakukan berbagai upaya-upaya dalam mendapatkan pemasukan untuk memebuhi kebutuhannya. Berikut merupakan gambaran karakteristik perekonomian masyarakat petani Kecamatan Kedungjati : Dalam kehidupannya, petani umumnya tidak memiliki pilihan lain terkait kondisi sosial ekonominya. Dengan limitasi yang dimiliki seperti kepemilikan lahan, keterbatasan sumberdaya air, terbatasnya kepemilikan informasi dan ketrampilan, masyarakat petani tetap dituntut untuk terus hidup dan memenuhi kebutuhan dasar keluarganya. Biasanya petani memiliki

beragam cara untuk tetap bertahan seperti mencari pekerjaan musiman, berhutang, migrasi temporer yang pada akhirnya merupakan upaya jangka pendek untuk memenuhi kebutuhannya. Hal inilah mengapa cash balance agregrat di beberapa desa bernilai negatif. Petani yang berada di zona ber-cash banlance negatif ini berpotensi untuk menurunkan kemiskinan pada generasi selanjutnya. Sebagai akibatnya, keberlanjutan livelihood menjadi sesuatu yang tidak bisa dipaksakan. Struktur ekonomi rumah tangga petani tersebut tidaklah bersifat permanen. Dengan adanya perubahan pada input sistem livelihood seperti usia produktif, pola migrasi, tingkat ketrampilan dan pengetahuan atau akses terhadap sumberdaya maka sistem livelihood pedesaan Kedungjati akan berubah. Adapun PT Perhutani memiliki peranan penting untuk perubahan struktur ekonomi rumah tangga, berbagai perubahan dalam sistem penggunaan lahan di Perhutani akan mampu memberikan perubahan pada tingkat pendapatan bagi petani yang bertanam dilahan milik Perhutani. Luasan lahan inilah yang nantinya akan mempengaruhi struktur ekonomi berikutnya. Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi sistem livelihood di Kecamatan Kedungjati adalah harga komoditas hasil pertanian serta harga input produksi. Meskipun tidak memiliki pengaruh secara langsung namun perubahan dan ketidakstabilan harga akan membawa pengaruh terhadap pendapatan masyarakat. Di beberapa desa pemerintah telah memberikan subsidi terhadap pupuk dan bibit pertanian, namun subsidi hanya terbatas pada lokasi-lokasi tertentu dan pada rumah tangga tertentu.

III.3 Analisis Sistem Livelihood Pedesaan Masyarakat Petani Kecamatan

Kedungjati

Dalam menganalisis livelihood petani Kedungjati secara spasial, didasarkan pada beberapa data sebagai input yaitu tingkat pendidikan, jangkauan pelayanan kesehatan, tingkat pendapatan dan cash balanced rumah tangga. Adapun skema proses pengklasifikasian livelihood pedesaan Kecamatan Kedungjati dapat dilihat pada Gambar 10. Berdasarkan gambar tersebut, pedesaan Kecamatan Kedungjati diklasifikasikan kedalam 3 zona homogenitas

Pendapatan Sektor

Pertanian

Pendapatan Non-pertanian

Surplus

Krisis : Defisit Cash balanced

Pendapatan Musiman :

Serabutan

Buruh Panen

Menjual Hasil Panen

Buruh Masak Buruh

Bangunan

Berhutang

Migrasi Temporer (petani laki -laki usia produkti f merantau sebagai kuli

bangunan)

di Tabung

Investasi Ternak

Modal

Pertanian

Sumber : Hasil Analisis Penulis, 2012

Gambar 9

Model Pendapatan-Pengeluaran Ekonomi

Rumah Tangga Pedesaan Kecamatan

Kedungjati

sosial ekonomi livelihood. Yaitu kategori 1, 2 dan 3. Masing-masing kategori memiliki karakteristiknya masing-masing sesuai dengan 4 faktor yang mempengaruhinya. Secara spasial pembagian zona homogen livelihood dapat dilihat pada Gambar 11.

Sumber : Analisis Penulis, 2012

Gambar 11

Pengklasifikasian Sistem Livelihood Pedesaan

Kecamatan Kedungjati

Berdasarkan skema tersebut, maka diperoleh hasil pengklasifikasian zona homogen livelihood pedesaan Kecamatan kedungjati sebagaimana dengan karakteristik yang berbeda-beda pada masing-masing zona.

Untuk lebih lanjut, dapat dilihat pada Tabel

VII.

TABEL VII

KARAKTERIS TIK SOS IAL EKONOMI

MAS YARAKAT PETANI

BERDASARKAN ZONA HOMOGENITAS

LIVELIHOOD KECAMATAN KEDUNGJATI

Karakteristik Zona 1 Zona 2 Zona 3

Pendidikan 2,09 2,3 3

Hasil Panen 24 kuintal 28 kuintal 64 kuintal

Pendapatan Rp

7.115.789,00

Rp

11.181.250,00

Rp

20.050.000,00

Pendapatan

pertanian

Rp

5.621.053,00

Rp

9.006.250,00

Rp

15.228.571,00

Pendapatan

non pertanian

Rp

1.494.737,00

Rp

2.175.000,00

Rp

4.821.429,00

Pengeluaran Rp

8.343.798,00

Rp

9.604.155,00

Rp

15.124.806,00

Pengeluaran

pertanian

Rp

1.731.166,00

Rp

2.037.405,00

Rp

4.635.949,00

Pengeluaran

rumah tangga

Rp

6.612.632,00

Rp

7.566.750,00

Rp

10.488.857,00

Cash Balance -

Rp1.228.008,00 Rp

1.577.095,00

Rp

4.925.194,00

Sumber : Analisis Penulis, 2012

Tingkat

Pendidikan

Hasil Panen

Jagung

Pendapatan

Cash Balance

Interpolasi

Interpolasi

Interpolasi

Interpolasi

Reclassify

Reclassify

Reclassify

Reclassify

Penambahan nilai

melalui

mathematical

function :

raster calculator

reclassify

Zonasi Homogentitas

Livelihood Pedesaan

Kecamatan Kedungjai

Zona Homogenitas

sosial ekonomi

dengan nilai 4-20

Sumber : Analisis Penulis, 2012

Gambar 10 Skema Pengklasifikasian Sistem Livelihood Pedesaan

Kecamatan Kedungjati

Berdasarkan karakteristik zona tersebut, dapat dibuat tabel sebagai berikut :

Tabel VIII Karakteristik Zona Homogen Sistem livelihood Pedesaan Kedungjati

Zona

Homogen Pendapatan Agregrat

Pemenuhan

Kebutuhan Penyebab

1 Rendah

Rendah

Pengeluaran>

Pendapatan

Tidak tercukupinya

kebutuhan dasar

rumah tangga

Terbatasnya lahan yang ditanami

Rendahnya kepemilikan pekerjaan

non pertanian, meskipun beberapa

rumah tangga memilikinya, namun

pendapatan yang dihasilkan tidak begitu besar. Pekerjaan non pertanian

yang dilakukan pada zona ini adalah

pedagang kecil

2 Sedang

Sedang

Pengeluaran≤

Pendapatan

Tercukupinya

kebutuhan dasar

rumah tangga

Hasil panen cukup besar, sementara

kepemilkan pekerjaan non pertanian

masih sama dengan zona 1

3 Tinggi

Tinggi

Pengeluaran < Pendapatan

Tercukupinya

kebutuhan dasar dan skunder rumah tangga

Hasil panen cukup besar, namun

kepemilikan pekerjaan non pertanian

memiliki peran cukup tinggi pada zona

ini. Pekerjaan non pertanian pada zona ini antara lain adalah pegawai koperasi,

penggergajian, buruh bangunan, dan

pedagang.

Sumber : Analisis Penulis, 2012

Zona yang menggambarkan kesamaan karakteristik rumah tangga tersebut tidaklah bersifat permanen. Dengan adanya perubahan pada input sistem livelihood seperti usia produktif, pola migrasi, tingkat ketrampilan dan pengetahuan atau akses terhadap sumberdaya maka sistem livelihood pedesaan Kedungjati akan berubah. Adapun PT Perhutani memiliki peranan penting untuk perubahan zona homogen rumah tangga, berbagai perubahan dalam sistem penggunaan lahan di Perhutani akan mampu memberikan perubahan pada tingkat pendapatan bagi petani yang bertanam dilahan milik Perhutani. Luasan lahan ini akan mempengaruhi zona-zona sosial ekonomi berikutnya.

Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi sistem livelihood di kecamatan Kedungjati adalah harga komoditas hasil pertanian serta harga input produksi. Meskipun tidak memiliki pengaruh secara langsung namun perubahan dan ketidakstabilan harga akan membawa pengaruh terhadap pendapatan masyarakat.

Dalam kehidupannya, petani umumnya tidak memiliki pilihan lain terkait kondisi sosial ekonominya. Dengan limitasi yang dimiliki seperti kepemilikan lahan,

keterbatasan sumberdaya air, terbatasnya kepemilikan informasi dan ketrampilan, masyarakat petani tetap dituntut untuk terus hidup dan memenuhi kebutuhan dasar keluarganya. Biasanya petani memiliki beragam cara untuk tetap bertahan seperti mencari pekerjaan musiman, berhutang, migrasi temporer yang pada akhirnya merupakan upaya jangka pendek untuk memenuhi kebutuhannya. Hal inilah mengapa cash balance agregrat di zona ini bernilai negatif. Petani yang berada di zona 1 ini berpotensi untuk menurunkan kemiskinan pada generasi selanjutnya. Sebagai akibatnya, keberlanjutan livelihood menjadi sesuatu yang tidak bisa dipaksakan.

IV. KESIMPULAN

Pendapatan utama masyarakat petani Kecamatan Kedungjati dalam struktur ekonomi sistem livelihood pedesaan tetap didominasi oleh setor pertanian. Sebagian besar petani memiliki pendapatan dibawah Rp 9.420.000 pertahun, angka ini merupakan angka minimal regional atau UMR Kabupaten Grobogan. Hal ini berarti sekitar 55,88% masyarakat petani Kecamatan Kedungjati

Sumber : Analisis Penulis, 2012

masih berada pada garis kemiskinan. Semakin tinggi pendapatan umumnya proporsi pendapatan sampingan juga semakin tinggi dibandingkan pendapatan dari sektor pertaniannya. Untuk memenuhi kebutuhannya masyarakat memiliki beberapa cara dan strategi khusus yaitu mencari pekerjaan musiman, berhutang, dan melakukan migrasi temporer. Dengan tren struktur ekonomi yang demikian, maka keberlanjutan ekonomi masyarakat Kedunjati akan terus menurun dan tidak mengalami keberlanjutan. Jika hal ini terus dibiarkan terjadi, maka perlahan-lahan masyarakat akan meninggalkan pekerjaan dibidang pertanian dan beralih menjadi migran baik sebagai buruh bangunan, buruh masak, atau pelayan toko sebagaimana yang telah banyak dilakukan masyarakat. Hal ini tentu akan memperburuk kondisi ketahanan pangan di Kabupaten Grobogan sebagai salah satu kabupaten penghasil jagung di Jawa Tengah yang juga disumbang oleh Kecamatan Kedungjati. Terdapat 3 klasifikasi generalisasi karakteristik sosial ekonomi masyarakat petani dalam sistem livelihood pedesaan di Kecamatan Kedungjati. Pengklasifikasian ini didasarkan dengan perbedaan pendapatan yang bertingkat. Pada zona 1 dimana sebagian besar pendapatan masyarakat masih mengandalkan hasil pertanian semata, umumnya pendapatan yang diperoleh tidak lebih besar dari pengeluaran. Akibatnya masyarakat mengalami kesulitasn dalam pemenuhan kebutuhan primer dan berakibat pada nilai cash balance yang cenderung negatif. Adapun zona ini terletak pada Desa Kalimaro, Deras, Padas, Panimbo. Wetas dan sebagian Kedungjati. Pada zona 2 kepemilikan pekerjaan non pertanian cukup rendah. Kebutuhan dasar mulai tercukupi. Daerah ini terletak pada desa Prigi, Ngombak, Kedungjati, Klitikan, dan Jumo. Sementara pada zona 3 atau merupakan zona terakhir dalam pengklasifikasian sistem livelihood pedesaan merupakan zona dengan karakteristik sosial ekonomi yang paling baik dibandingkan dengan dua zona lainnya. Zona ini terletak di Desa Karanglangu dan sebagian Kentengsari. Dengan tingkat pendapatan yang cukup tinggi sebagai akibat kepemilikan pekerjaan sampingan oleh masyarakat, kebutuhan dasar telah tercukupi dengan baik. Adapun penyebab utama terjadinya perbedaan pendapatan adalah rendahnya

kepemilikan pekerjaan sampingan masyarakat. Pengklasifikasian ini tidaklah bersifat tetap, melainkan dapat berubah jika terjadi perubahan pada beberapa faktor diantaranya perijinan penggunaan lahan oleh PT. Perhutani, perubahan harga pasar komoditas dan input produksi pertanian, serta kepemilikan pekerjaan sampingan oleh masyarakat, perubahan usia produktif, pola migrasi, tingkat ketrampilan dan pengetahuan atau akses terhadap sumberdaya maka sistem livelihood pedesaan Kedungjati akan berubah. Adapun PT Perhutani memiliki peranan penting untuk perubahan zona homogen rumah tangga, berbagai perubahan dalam sistem penggunaan lahan di Perhutani akan mampu memberikan perubahan pada tingkat pendapatan bagi petani yang bertanam dilahan milik Perhutani.

DAFTAR PUSTAKA

Bartels. (1994). Riparian Habitat Utilization

by Wastern Toads. Dipetik Januari 20,

2012, dari http://www.blm.gov

BPS Kabupaten Grobogan. (2010). Kecamatan

Kedungjati dalam Angka. Grobogan:

BPS.

FAO. (2003). Local Institutions and

Livelihood for Guideline Analysis.

Dipetik Desember 28, 2011, dari

http://www.fao.org

Fatah, L. (2007). Dinamika Pembangunan

Pertanian dan Pedesaan.

Banjarmasin: Pustaka Benua.

Friedman, J. (1996). Territory and Function -

The Evolution of Regional Planning.

London.

Nurzaman, S. S. (2002). Pengantar

Pengambangan Wilayah. Bandung:

Departemen Planologi ITB.

Rudiarto, I. (2010). Spatial Assessment of

Rural Resources and Livelihood

Development in Mountain Area of

Java: A Case from Central Java-

Indonesia. Weikersheim: Margaf.

Seragih, S. (2007). Kerangka Penghidupan

Berkelanjutan. Dipetik Desember 20,

2011, dari http://www.zef.de