Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

51
1 BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Pada saat ini kebutuhan akan energi fosil atau minyak dan gas bumi semakin terus meningkat namun tidak dimbangi dengan produksi dari minyak bumi yang terus menipis, maka dari itu perusahaan minyak berlomba lomba untuk menemukan cadangan minyak dan gas bumi yang baru dari reservoir yang dibentuk oleh lingkungan geologi yang beraneka macam. Perusahaan akan banyak mengeluarkan modal untuk melakukan survey bawah permukaan, seismik, pengambilan sampel batuan dan log dari sumur sumur. Reservoir yang minyak dan gas bumi yang selama ini lebih fokus pada lingkungan fluvial, delta dan struktur serta karbonat sudah semakin sedikit adanya dan cadangannya pula. Maka banyak perusahan minyak dan gas mulai melirik reservoir yang sebenarnya tidak memenuhi syarat terdapatnya minyak dan gas bumi yaitu reservoir laut dalam. Di Indonesia sendiri reservoir laut dalam saat ini masih dalam proses penelitian , pengembangan, dan ada pula yang telah eksplorasi namun dengan jumlah lapangan yang belum banyak contohnya Lapangan Abadi , Lapangan West Seno, dan Jambu Aye Utara , padahal jumlah perkiraan reservoir laut dalam di Indonesia cukuplah banyak, sehingga akan dibutuhkan pengetahuan akan reservoir laut dalam haruslah terus dikembangan dan diteliti, sehingga membantu dalam proses ekplorasi minyak dan gas bumi yang membutuhkan biaya yang cukup besar untuk mengekplorasinya. Laut dalam sendiri dikemukaan oleh penelitian Bouma pada 1960 yang membuat fasies model pengendapan. Pada saat ini penelitian tentang laut dalam pada tempat yang telah menghasilkan cadangan minyak dan gas bumi terus dikembangan dan banyak telah mendapatkan kemajuan khususnya dalam bidang ekplorasi minyak dan gas bumi contohnya adalah North Gulf Meksiko, Brasil dan Afrika Barat

description

Ini menjelaskan tentang FAsies laut dalam yang berhubungan dengan eksplorasi Minyak Bumi

Transcript of Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

Page 1: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pada saat ini kebutuhan akan energi fosil atau minyak dan gas bumi semakin

terus meningkat namun tidak dimbangi dengan produksi dari minyak bumi yang

terus menipis, maka dari itu perusahaan minyak berlomba – lomba untuk

menemukan cadangan minyak dan gas bumi yang baru dari reservoir yang dibentuk

oleh lingkungan geologi yang beraneka macam. Perusahaan akan banyak

mengeluarkan modal untuk melakukan survey bawah permukaan, seismik,

pengambilan sampel batuan dan log dari sumur – sumur.

Reservoir yang minyak dan gas bumi yang selama ini lebih fokus pada

lingkungan fluvial, delta dan struktur serta karbonat sudah semakin sedikit adanya

dan cadangannya pula. Maka banyak perusahan minyak dan gas mulai melirik

reservoir yang sebenarnya tidak memenuhi syarat terdapatnya minyak dan gas bumi

yaitu reservoir laut dalam.

Di Indonesia sendiri reservoir laut dalam saat ini masih dalam proses

penelitian , pengembangan, dan ada pula yang telah eksplorasi namun dengan

jumlah lapangan yang belum banyak contohnya Lapangan Abadi , Lapangan West

Seno, dan Jambu Aye Utara , padahal jumlah perkiraan reservoir laut dalam di

Indonesia cukuplah banyak, sehingga akan dibutuhkan pengetahuan akan reservoir

laut dalam haruslah terus dikembangan dan diteliti, sehingga membantu dalam

proses ekplorasi minyak dan gas bumi yang membutuhkan biaya yang cukup besar

untuk mengekplorasinya.

Laut dalam sendiri dikemukaan oleh penelitian Bouma pada 1960 yang

membuat fasies model pengendapan. Pada saat ini penelitian tentang laut dalam

pada tempat yang telah menghasilkan cadangan minyak dan gas bumi terus

dikembangan dan banyak telah mendapatkan kemajuan khususnya dalam bidang

ekplorasi minyak dan gas bumi contohnya adalah North Gulf Meksiko, Brasil dan

Afrika Barat

Page 2: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

2

Karakteristik reservoir laut dalam yang cukup rumit dan data permukaan

yang susah didapatkan dan hanya mengandalkan data bawah permukaan seperti

seismik, log, dan core membuat reservoir ini lebih banyak resiko gagal atau

kesalahan dalam melakukan interpretasi, sehingga diharapkan dengan banyak

pustaka dan contoh kasus lapangan minyak dan gas bumi di dunia ini dapat

diterapkan dalam melakukan interpretasi reservoir laut dalam yang ada di

Indonesia.

I.2 Maksud dan Tujuan

Maksud dari karya referat ini adalah untuk belajar membuat sebuah tulisan

ilmiah berdasar kajian beberapa pustaka yang terkait dengan Karakteristik

Reservoir fasies pengendapan Laut Dalam.

Tujuan dari penyusunan karya referat ini adalah unutk memahami

karakteristik dari reservoir pada laut dalam dan hubungannya dengan kegiatan

ekplorasi minyak dan gas bumi

I.3 Ruang Lingkup Pembahasan

Ruang lingkup pembahasan dibatasi dengan pembahasan pada pembahasan

mengenai fasies dan hubungannya sebagai reservoir dari sistem pengendapan laut

dalam, selain itu juga membahas tentang proses sedimentasi yang bekerja dan

mensuplai sedimen kearah arsitektur dari pengendapan laut dalam, sehingga akan

diketahui bentuk geometri dari reservir dan nilai porositas serta permeabelitasnya

untuk dihubungkan dalam kasus reservoir laut dalam di Indonesia.

I.4 Metode Penyusunan

Penulisan karya referat ini dilakukan melalui studi pustaka dan jurnal ilmiah

yang kaitannya dengan fasies, fasies model, sistem pengendapan laut dalam dan

karakteristik reservoir. Penulis kemudian menggabungkan sumber bacaan tersebut

menjadi satu karya tulis yang padu

Page 3: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

3

BAB 2

FASIES PENGENDAPAN

II. Konsep dan Istilah dalam Fasies Pengendapan

Istilah fasies pertama kali dicetus kan oleh Amanz Gressly (1838 dalam

Nichols, 1999) yaitu unit dari batuan yang memiliki kesamaan litologi dan krateria

paleotologinya. Secara luas kemudian dicetuskan oleh Krumbein dan Sloss (1959

dalam Nichols, 1999) menjadi lithofasies, Biofasies dan Tektono fasies. Variasi

yang mengungkapan tentang aspek litologi disebut Litofasies dan variasi yang

mengungkapkan tentang aspek biologi disebut biofasies (Krumbein dan Sloss 1959

p.268 dalam Nichols, 1999). Tektono fasies didefinisikan sebagai macam – macam

hubungan lateral aspek tektonik dari unit stratigrafi.

Konsep fasies ini disempurnakan oleh Selley (1970, p.1 dalam Selley,

2000) sebagai unit startigrafi yang karakter pencirinya berbeda antar unit batuan

yang satu dengan unit batuan yang lainnya. Parameter pembeda fasies anatar lain

adalah : Geometri, Litologi, paleontologi, struktur sedimen dan paleocurrent.

II.1. Litologi

Batuan sedimen adalah material lepas yang mengalami litifikasi, litifikasi

sendiri adalah proses material lepas untuk menjadi batuan (Nichols,1999).

Gambar 2.1 Proses litifikasi pada batuan sedimen klastik

Gambar menunjukkan terbentuknya batuan Sedimen yang berasal dari

material lepas yang mengendapakan di daratan (Surface) dan kemudian terkubur

(Burial) sehingga mengalami tekanan (T), inilah yang disebut kompaksi. Setelah

mengalami kompaksi , pori – pori pada batuan sedimen mengalami yang disebut

Page 4: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

4

dengan sementasi yaitu pori – pori batuan terisi dengan fluida kemudian fluida

melepaskan ion – ion yang mengisi pori. (Nichols, 1999)

Material pembentuk endapan sedimen dikelompokan menjadi 2 jenis yaitu

material yang tertransport secara fisik dalam bentuk padatan sebelum terendapkan

(partikel) dan material yang berasal dari suatu larutan yang terpresipitasi insitu tidak

tertransport secara fisik sebagai objek padatan (Friedman dan Sanders, 1978 dalam

Nichols, 1999) (Tabel 2.1).

Tabel 2.1 Asal Usul dari batuan sedimen (Nichols, 1999).

II.1.1 Tektur Batuan Sedimen

Tekstur pada batuan sedimen meliputi ukuran butir dan bentuk bentuk butir

serta kemas dari batuan sedimen.

Ukuran butir

Partikel dari material sedimen dan batun sedimen yang ukurannya dari mikron

sampai yang berukuran meter. Skala ukuran butir biasanya digunakan klasifikasi

Udden-wentworth, ini merupakan skala dari nilai ukuran butir dari 1/256 mm –

Page 5: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

5

>256 mm dan terbagi dalam empat kelompok besar yaitu lempung, lanau, pasir, dan

bongkah (Tabel 2.2)

Tabel 2.2 Skala ukuran butir Udden-Wentworth (1922)

a. Bongkah dan konglomerat

Pecahan batuan berukuran diameter lebih dari 2 mm yang didalamnya terbagi

menjadi kerikil, kerakal, berangkal dan bongkah (granules, pebbles, cobbles

dan boulders)(Tabel 2.2 ). Jika dimeter pecahan batuan (clast) berukuran 64

mm – 256 mm dan bentuk butirnya membola batuan ini disebut dengan cobble

conglomerate namun jika bentuknya tajam atau angular batuanya konglomerat

ini disebut breksi (Gambar 2.2 ) (Boggs, 2006)

Page 6: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

6

Gambar 2.2 Konglomerat dengan bnetuk butir pebbles yang membola

Tekstur konglomerat sendiri tersusun atas matrik dan fragmen. Fragmen

berukuran kerikil, kerakal, berangkal dan bongkah (granules, pebbles, cobbles

dan boulders), sedangkan matriknya berisi lapisan yang lebih halus dari pasir

hingga lumpur (Nichols, 1999) (Gambar 2.3)

Gambar 2.3 Klasifikasi untuk percampuran gravel, pasir dan lumpur (Nichols, 1999)

Page 7: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

7

b. Pasir dan Batupasir

Pasir adalah material lepas dengan ukuran 0,063 mm – 2 mm dan batupasir

adalah bauan sedimen dengan ukuran 0,063 mm – 2 mm. (Nichols, 1999) (Tabel

2.2 ). Intervalnya dibagi menjadi; sangat baik, baik, sedang dan kasar (Tabel

2.2 ). Pasir dan batupasir berisi material hasil pelapukan dan erosi yang berisi

mineral dan litik batuan (Nichols, 1999). Batupasir sendiri dapat berasosiasi

dengan ukuran butir yang lebih halus dan mempunyai nama yang berbeda

tergantung dari banyak kandungan matrik yang terkandung didalamnya, jika

matriknya 0 - <15% disebut arenit, 15 - >75 disebut wacke dan jika >75% matrik

disebut batulumpur (Petthijohn, 1975) (Gambar 2.4)

Gambar 2.4 Klasifikasi Batupasir (Petthijohn, 1975)

Klasifikasi ini sendiri menggunakan plot kedalam segitiga dengan

komponen Q,F,L (Quartz, Feldspar, dan Lithic). Ploting yang dilakukan

kedalam segitiga merupakan persentasi dari kandungan mineral dan lithik yang

ada pada batupasir sehingga jika dmasukan (Plotting) akan menghasilkan nama

dari batupasir tersebut.

Page 8: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

8

c. Lempung, Lanau dan Batulumpur

Lumpur adalah sebutan yang digunakan untuk material lepas yang berisi

ukuran butir dengan porsi lanau dan porsi lempung (Tabel 2.2), sedangkan

batulumpur adalah batuan sedimen yang tersusun atas porsi dari ukuran lempung

dan lanau yang telah mengalami litifikasi (Nichols, 1999). Kandungan yang ada

pada lempung adalah mineral – mineral lempung (kandite dan smectit) sedangkan

lanau berisi mineral kuarsa , mika dan feldspar yang hanya dapat dilihat dibawah

mikroskop (Nichols, 1999)

Bentuk Butir

Merupakan keseluruhan kenampakan partikel secara tiga dimensi yang

berkaitan dengan perbandingan atara ukuran panjang, sumbu panjang, menengah

dan pendeknya. Cara untuk mendefinisikan dikenalkan oleh Zingg, 1935 yaitu

dengan cara menggunakan perbandingan b/a dan c/b , a adalah sumbu terpanjang

,b adalah sumbu menengah dan c adalah sumbu tebal atau tinggi sehingga kemudian

di cocokan pada gambar (Gambar 2.5). bentuk butir sendiri berisi informasi tentang

karakter dari batuan asal dan sedikit informasi tentang lingkungan pengendapannya

sekarang

Gambar 2.5 klasifikasi bentuk butir ( Zingg, 1935 dalam Nichols, 1999)

Page 9: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

9

Sphericity

Sphericity didefinisikan secara sederhana sebagai ukuran bagaimana suatu

butiran mendekati bentuk bola (Nichols, 1999). Dengan demikian semakin butiran

membentuk bola maka nilai sphericitynya semakin tinggi. Bentukan dari fragmen

batuan berasal dari proses pelapukan, kemudian akan terjadi proses pengikisan

sehingga akan lebih membola dari awalnya pada saat transportasi. (Gambar 2.6).

ini bisa menjadi dasar jika semakin jauh material sedimen terendapakan maka nilai

sphericity semakin tinggi juga dikarenakan terjadi proses pengikisan bagian pinggir

dari butiran sehingga membentuk seperti bola.

Gambar 2.6 Komperasi derajat kebundaran dan sphericity, (Petthijohn et al, 1987)

Roundness

Roundness merupakan morfologi butir yang berkaitan dengan ketajaman

pinggir dan sudut suatu partikel sedimen klastik (Nichols, 1999). Ini menunjukkan

sejarah transportasi dari materia tersebut. (Gambar 2.6), jika nilai ketajaman pada

bagian pinggir material masih tajam maka transportasi sedimen ini dapat dipastikan

masih dekat dengan sumbernya, namun jika telah hilang maka menunjukkan

trasportasi yang jauh dari sumbernya.

Sortasi

Sortasi adalah distribusi dari kehadiran pecahan sedimen sesuai dengan

ukuran butirnya ; sortasi baik berkomposisi dari satu ukuran sedimen misalnya

medium sand, sedangkan sortasi buruk terisi oleh banyak ukuran butir (Gambar

2.7). sortasi sendiri menjelaskan tentang sejarah transportasi. Jika batuan memiliki

Page 10: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

10

kandungan ukuran butir yang beragam ini menunjukkan terjadi berubahan kekuatan

transportasi.

Gambar 2.7 Ilustrasi dari sortasi pada sedimen klastik (Nichols, 1999)

Fabric atau kemas

Kemas adalah dimana ketika batuan memiliki kecendrungan pada satu

ukuran atau memiliki sebuah ukuran yang lebih banyak dari yang lain. Contohnya

batulumpur adalah batuan dengan ukuran lempung dan lanau yang mendominasi

(Nichols, 1999)

Kedewasaan Tektur

Tektur sedimen atau batuan sedimen dapat digunakan sebagai indikasi

tentang erosi, transportasi dan sejarah pengendapan. Kedewasaan tektur dibagi atau

disimpulkan berdasarkan kandungan lumpur, sortasi dan bentuk butir (Nichols,

199) (Tabel 2.3). Jika batupasir arenit lumpur kuran dari 15%, sortasinya sangat

baik dan bentuk butirnya adalah membola maka hasilnya supermature.

Page 11: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

11

Tabel 2.3 Ilustrasi dalam penamaan tektur kedewasaan dari batupasir ( Nichols, 1999)

II.1.2 Struktur Sedimen

Struktur sedimen merupakan kenampakan batuan sedimen yang dihasilkan

oleh proses erosi dan tranportasi oleh media air, es dan angin (Boggs, 2006).

Transportasi oleh air terdapat 3 cara yaitu rolling sedimen bergerak secara berputar

pada bagian dasar, Saltation butiran sedimen bergerak secara melonjat – loncat

diatas dasar air, dan suspensi, butiran bergerak melayang atau terbang didalam air

(Gambar 2.8)

Gambar 2.8 Transportasi butir sedimen oleh Fluida (Nichols, 1999)

Page 12: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

12

Dalam sistem teransportasi oleh media air , angin dan es, media – media

tersebut haruslah memiliki kecepaatan arus untuk bisa membawa material –

meterial sedimen tersebut. Dikarenakan kecepatan arus ini sangat berhubungan

dengan kapasitas dan kuantitas dari ukuran material sedimen yang dapat

ditransportasikan ( Tabel 2.4)

Tabel 2.4 diagram yang menunjukkan hubungan antara kecepatan arus dan ukuran butir

batuan (Press dan Slever, 1986 dalam Nichols, 1999)

Dalam diagram ini digambarkan bentuk kurva erosional dan transportasi

dan pengendapan. Erosinal dan transportasi membutuhkan kecepatan yang sangat

besar untuk mengerosi ukuran butir seperti ukuran lumpur dan gravel. Gravel

berdasarkan ukuran adalah butiran dengan ukuran yang paling besar, sehingga

massanya juga akan lebih berat dan membutuhkan arus yang cepat, namun lumpur

memiliki ukuran yang halus dan massa yang ringan dan membutuhkan arus yang

cepat pula. Ini dikarenakan bentuk butir lumpur yang memanjang dan lonjong yang

membuat ukuran ini susah untuk dierosi oleh kecepatan arus yang lemah.

Dalam diagram ini juga menunjukkan kurva pengendapan. Pengendapan

butir yang kasar akan lebih mudah terendpakan jika terjadi penurunan kecepatan

arus, namun lumpur membutuhkan kecepatan arus yang sangat kecil untuk

Page 13: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

13

mengendap ini dikarenakan massa lumpur lebih kecil dari ukuran yang lebih besar

dari lumpur (Nichols, 1999)

Menurut Tucker, 1991 klasifikasi struktur sedimen terbagi menjadi 4 yaitu

struktur erosi , struktur pengendapan, struktur pasca pengendapan dan struktur

biogenik. Struktur sedimen penting untuk diketahui karena dengan struktur sedimen

dapat menentukan lingkungan pengendapannya.(Tabel 2.5)

Tabel 2.5 Klasifikasi dari Struktur Sedimen (Selley 2000, p 131)

II.1.2.1 Struktur Erosi

Struktur sedimen pada klasifikasi ini terbentuk karena proses erosi oleh

aliran Fluida dan aliran sedimen sebelum pengendapan diatas bidang perlapisan dan

oleh partikel yang menggerus permukaan sedimen.

a. Struktur Sole atau Sole mark

Merupakan struktur sedimen yang terdapat pada bagian atas atau dasar suatu

laisan (Boggs, 1992). Struktur ini biasanya ditunjukkan dengan adanya

relief positif pada lapisan yang lebih kasar biasanya batupasir yang

menindih batuan yang lebih halus biasanya batulanau atau batulempung.

Struktur ini terbentuk karena lapisan batuan yang lebih halus mengalami

erosi oleh material yang lebih kasar dan kemudian lapisan yang lebih kasar

mengendapap pada lapisan butir halus yang telah mengalami erosi

b. Flute Cast (cetakan Seruling)

Page 14: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

14

Merupakan bentuk yang menyerupai cekungan memanjang yang melebar

pada bagian ujungnya seperti jilatan api

c. Groove cast ( Cetakan Gerusan )

Merupakan bentukan parit yang memanjang pada lapisan batupasir akibat

dari pengisian hasil gerusan pada lapisan batulumpur yang ada dibawahnya.

Sehingga ini dapat digunakan untuk menentukan arah arus purba.

d. Channel dan scours.

Merupakan hasil dari proses erosi yang memotong lapisan batuan. Struktur

channel berukuran lebih besar dari Scours. Scours sifatnya sementara

namun Channel sifatnya berjalan lama. Channel dan scours terisi oleh

butiran sedimen yang lebih kasar dari lapisan disekitarnya

Pada reservoir laut dalam struktur yang lebih dominan adalah channel

dikarenakan sistem arus yang bekerja adalah sistem arus gravitasi yang mempunyai

sistem pengendapan cepat dan mengerosi unit batuan disekitar.

II.1.2.2 Struktur Pengendapan

Struktur pengendapan ini terbentuk karena proses pengendapan sedimen

dipengaruhi oleh arus dan ukuran butir.

a. Perlapisan dan laminasi

Kedua struktur ini terbentuk karena adanya erubahan pada pola

sedimentai yang meliputi komposisi, ukuran butir, bentuk orientasi dan

kemas sedimen. Perlapisan sendiri adalah lapisan sedimen (layer) yang

ukurannya melebihi 1 cm sedangkan laminasi adalah adalah lapisan

sedimen yang lebih kecil dari perlapisan.

b. Cross-startification

Merupakan perlapisan yang menunjukkan adanya sudut yang jelas

antara layer – layer internal dengan bidang batas perlapisan ( Boggs,

1992). Apabila yang bersilang tersebut berupa perlapisan perlapisan

disebut Cross-bedding dan apabila yang berukuran laminasi disebut

Cross-laminasi. Menurut Tucker (1991) struktur ini terbentuk akibat

migrasi dune atau ripple karena sedimentasi bertambah. Ada dua jenis

perlapisan silang ini yaitu plannar Cross-startification dan Trough

Page 15: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

15

Cross-startification, secara sederhana perlapisan ini dibedakan

berdasarkan bentuk lapisan yang bersilang dengan lapisan dasar

(Tucker, 1991).

c. Perlapisan bergradasi (Graded Bedding)

Merupakan perlapisan yang dicirikan dengan perubahan vertikal ukuran

butir secara gradasi akibat bertambahnya kekuatan arus atau

berkurangnya kekeuatan arus.

d. Perlapisan Masif

Merupakan perlapisan yang tidak menunjukkan adanya struktur dalam

tubuh perlapisan. Menurut Tucker (1991), perlapisan ini akibat dari

pngedapan yang cepat, gelontoran endapan dengan densitas tinggi atau

endapan hasil gravitasi.

Struktur pengendapan laut dalam lebih didominasi oleh lapisan yang

amalgamasi dan masif serta bergradasi (Bouma 1962, dalam Slatt 2006) seperti

reservoir channel pasir amalgamasi dan channel pasir berlapis.

II.1.2.3 Struktur Pasca Pengendapan

Struktur ini terbentuk segera setelah atau pasca adari proses pengendapan,

terutama proses deformasi sebelum terjadinya proses konsolidasi dan pembatuan

secara sempurna.

a. Slide dan Slump

Terjadi akibat adanya pergerakan masa pada bidang gelincir yang terjadi

pada lereng yang mengakibatkan sedikit deformasi pada tubuh sedimennya

(Tucker , 1991)

b. Load dan cast

Merupakan struktur sole mark yang sering terjadi akibat adanya beda

densitas anatara lapisan yang atas dan lapisan bagian bawah. Lapisan

dengan densitas tinggi akan menekan lapisan dengan densitas yang rendah

sehingga lapisan densitas tinggi dapan menyusup kedalam lapisan dengan

densitas rendah (Boggs, 1994).

c. Dish dan Pillar

Page 16: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

16

Struktur ini terbentuk dari fluida dalam tubuh batuan lepas akibat dari

pengendapan yang cepat. Bentuknya seperti mangkuk pada lapisan yang

lebih halus dan berbentuk pillar pada lapisan yang kasar.

II.1.2.4 Struktur Biogenik

Struktur biogenik pada dasaranya adalah studi hasil gangguan makhluk

hidup atau organisme hidup pada sedimen atau dengan nama lain studi tentang fosil

jejak (ichnology) (Collinson dan Thompson, 1982). Compton (1985) mengemukan

bahwa binatang dapat meninggalkan jejak dengan cara menyentuh atau menapak,

bergerak melintas, makan pada permukaan sedimen, melubangi untuk mencari

makan, menggali untuk tempat hidup dan membuat satu bentukkan untuk keluar

dari lapisan sedimen. (Gambar 2.9)

Gambar 2.9 Pembagian kedalan laut dan hubungannya dengan fosil jejak

(Pemberton,1992 dalam dalam Koutsoukos, 2005 ).

Dari gambar dapat dilihat semakin menambah kedalaman (abysall dan bathyal

zone). Makhuk hidup akan lebih memilih melakukan gerakan kearah horizontal dan

membentuk trail , sedangkan ketika lingkunganya kearah yang lebih dangkal

Page 17: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

17

organisme akan lebih bergerak, makan dan melindungi diri dengan membentuk

burrow yang vertikal. Ini didasari oleh perbedaan kuat tekan air laut di dangkal dan

dalam.

II.1.3 Fosil

Menurut Leonardo Da Vinci (1452 – 1519, dalam Koutsoukos, 2005) fosil

adalah sisa dari organisme yang pernah hidup. Fosil merupakan indikator dari

lingkungan (Steno, 1638 – 1687 dalam Koutsoukos, 2005) dan indikator dari

paleobatimetri (harlton, 1988 dalam Koutsoukos, 2005). Fosil digunakan untuk

menentukkan umur dari lapisan (smith, 1769–1839 dalam Koutsoukos, 2005) dan

melakukan korelasi (Darwin, 1859 dalam Koutsoukos, 2005) serta sebagai tanda

iklim masa lampau (Wegener, 1960 Koutsoukos, 2005)

Gambar 2.10 Contoh fosil plankton yang hidup di lingkungan laut (Slatt, 2006)

Page 18: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

18

II.1.4 Arus Purba

Arus purba adalah arah dari aliran pada saat sedimen terendapkan (Nichols,

1999). Interpretasi yang dapat dihasilkan dari arus purba adlah arah Paleoslope,

arah/pola penyebaran sedimen, hubungan arus purba dengan geometri datuan

batuan dan lokasi daerah sumber sedimen. Interpretasi itu memiliki nilai ekonomis

misalnya untuk mengetahui penyebaran placer deposite (Graham, 1988).

Sebelum menentukan arah arus pembentuk struktur, harus diperhatikan

struktur apakah yang ditinjau dan bagaimana cara pembentukkannya. Untuk

menentukan arah arus, singkapan struktur sedimen harus bisa diamati dalam bentuk

3 dimensi sehingga dapat diukur jueus aray arah (strike dan direction) dan

kemiringan sesungguhnya. Apabila semua telah diukur maka, akan dilakukan

koreksi dengan streographic net.

Struktur sedimen yang bersifat planar ( treutama struktur silang siur) dapat

diukur strike dan dipnya dan pada prisnsipnya aruspurba adalah tegak lurus dengan

strike. Arah rus purba pada struktur yang bersifat liniar (groove marks, gutter cost,

flute, casts) ditunjukkan oleh plunge/pitch struktur sedimen tersebut jika pada

lapisan yang miring atau sama dengan arah struktur pada bidang horizontal.

Cara yang paling sederhana untuk mempresentasikan data adalah dengan

menggunakan diagram rose. Pada diagram ini terdapat empat tipe dasar pola arus

purba yaitu unimodal, bimodal-bipolar, bimodal-oblique dan polimodal seperti

pada (gambar 2.11 ), selain itu variasi arah arus purba dapat mengindikasikan

lingkungan pengendapan seperti tabel 2.6

Gambar 2.11 Pola arus purba (Tucker,1991 dalam Salley, 2000)

Page 19: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

19

Lingkungan

Eolian

Fluvial

Delta

Paparan laut

dangkal

Struktur sedimen

direksional

Lapisan silang siur skala

besar

Silang Siur, lineasi

parting, ripple,scour,

imbrikasi

Lapisan silang siur,

channel, lineasi parting ,

ripple

Silang Siur, ripple,scour

Pola Penyebaran

Jika dibentuk oleh dune barchan akan

berpola unimodal dan menunjukkan

arah angin purba; berpola bimodal

oleh dune tipe seif dan polimodal jika

tipe sief yang komplek

Arah arus purba menunjukkan

paleoslope dan arah provenance; pola

unimodal dengan penyebaran yang

kecil jika dibentuk oleh sungai

dengan low-sinousity, polaunimodal

dengan penyebaran yang besar jika

dibentuk oleh sungai dengan high-

sinousity atau kipas aluvial

Umumnya berpola unimodal dengan

arah kebarat meskipun prose laut

dapat membuat arus komplek

Arus dapat memiliki pola yang

komplek dan sulit untuk

diinterpretasi; pola bimodal dapat

terbentuk oleh arus pasang-surut

meskipun arus pasang-surut dapat

paralel atau tegak lurus terhadap garis

pantai; dapat unimodal jika salah satu

raus pasang/surut mendominasi; bisa

polimodal ataupun tidak beraturan

Page 20: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

20

Cekungan

turbidit

Struktur sole,

khususnya flute, lineasi

parting, ripple,

laminasi, silang siur,

orientasi butir, slump

fold

terutama bila terdapat efek

gelombang dan badai

Pola unimodal umum ditemukan pada

turbidit, dapat berarah downslope

atau searah sumbu cekungan, atau

radial jika pada kipas bawah laut.

Pada countourit, arah arus purbanya

paralel terhadap lereng

Tabel 2.6 Lingkungan pengendapan, struktur sedimen direksional dan pola penyebaran (Tucker,

1991 dengan modifikasi)

Page 21: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

21

II.2. Facies Model Pengendapan Laut Dalam

Fasies model adalah sebuah norma, kerangka, sebagai prediksi dasar untuk

meninterpretasi (Walker,1992 dalam Shanmugam, 2000). Berdasarkan dari fasies

model laut dalam pertama oleh Bouma (1962 dalam Shanmugam, 2000), fasies

model terbagi menjadi lima divisi (Ta,Tb,Tc,Td,Te). Dari dari hasil realisasi oleh

(Stow dan Shanmugam, 1980 dalam Shanmugam, 2000) menghasil fasies model

vertikal yang baru namun hanya untuk fine-grained turbidit dengan sembilan divisi

(T0, T1, T2, T3, T4, T5, T6, T7, T8). Lowe (1980 dalam Shanmugam, 2000)

memperkenalkan fasies model vertikal yang baru untuk coarse-grained turbidit

dengan enam divisi (R1, R2, R3, S1,S2, S3). (Shanmugam, 1999 dalam Shanmugam,

2000) (Gambar 2.12)

Page 22: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

22

Gambar 2.12. Hubungan antara arah aliran dengan ketebalan lapisan turbidit yang dihasilkan

(Shanmugam, 1999 dalam Shanmugam, 2000)

Aliran turbidit dengan densitas tinggi atau cepat dapat menghasilkan

endapan dengan model Lowe (1982) yang material sedimennya berisi butir – butir

dengan ukuran yang besar atau kasar ( bongkah – pasir ) dan menghasilkan tebal

lapisan yang besar. Aliran turbidit yang lemah menghasilkan facies model yang di

publikasikan oleh Bouma (1962) dan Stow dan Shanmugam (1980) yaitu facies

model yang berisi butiran kerikil – lumpur dengan struktur bergradasi serta

ketebalan antar lapisan yang relatif lebih kecil dari facies model Lowe (1982)

Model facies ini digunakan sebagai acuan pada sistem pengendapan yang

terjadi pada laut dalam dan sebagai acuan dalam interpretasi unit batuan, hubungan

unit batuan dan penentuan lingkungan laut dalamnya.

Dari facies model diatas didapati litologi adalah gravel, pasir dan lumpur

ini dikarenakan dilakukan dengan media air dan memiliki kecepatan arus yang

sangat tinggi (turbulen).(Tabel 2.4) Namun yang paling dominan adalah lapisan

pasir. Lapisan pasir laut dalam memiliki ukuran butir yang seragam, dengan grain

fabric, dan sortasi yang baik (Slatt, 2006). Hasil interpretasi menunjukkan bahwa

batupasir ini mengalami transportasi secara jauh dari batuan sumber dikarenakan

terendapakan pada lingkungan laut dalam, sehingga dapat disimpulkan bahwa

bentuk butir, spherecity, dan roundnessnya memiliki tingkat kedewasaan yang

cukup tinggi (Gambar 2.13)

Page 23: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

23

Gambar 2.13. Klasifikasi Kedewasaan Tekstur (Folk, 1951, dalam Boogs, 2006)

Dari data struktur sedimen yang terdapat dalam facies model turbidit,

struktur sedimen yang sering dijumpai pada sistem pengendapan turbidit adalah

struktur masif ( pada pasir), parallel laminasi (pasir dan lumpur), ripple wavy

laminasi (lumpur dan pasir) dan laminasi (lumpur) (Bouma, 1962 dalam

Shanmugam, 2000). Dapat disimpukan bahwa struktur sedimen ini masuk pada

struktur pengendapan yang dipengaruhi oleh arus dan ukuran butir, dikarenakan

proses arus gravitasi memiliki kapasitas yang tinggi sehingga ada kalanya terdapat

struktur channel pada bagian bawah yang berlitologi pasir kasar – gravel.

Page 24: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

24

Tabel 2.7 Struktur sedimen pada pengendapan Laut dalam, modifikasi dari Selley, 2000)

Dari fasies model juga terlihat adanya struktur sedimen yang dapat

digunakan sebagai tolak ukur arus purba, struktur sedimen itu berupa struktur

sedimen sole, khususnya flute, lineasi parting, ripple, laminasi, silang siur, orientasi

butir, slump fold (Tucker, 1991). Sehingga dapat diperkirakan asal material sedimen

yang tersebut dan darimana arahnya.(Tabel 2.8)

Tabel 2.8 Lingkungan pengendapan, struktur sedimen direksional dan pola penyebaran (Tucker,

1991 dengan modifikasi)

Page 25: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

25

Selain terdapat litologi, geometri dan struktur sedimen, di laut dalam sendiri

terdapat makhluk hidup yang beraktivitas pada material sedimen laut dalam,

sehingga terkadang membentuk fosil – fosil jejak laut dalam. Perbedaan salinitas,

tekanan dan jumlah oksigen (Boggs, 2006) membuat keunikan bentukan dari hasil

sisa – sisa makhluk hidup ini yang membedakan dengan lingkungan yang lebih

dangkal. Jejak fosil tersebut terdapat pada zona sublitoral – zona abisal (Gambar

2.14) antara lain skolithos, cruziana, zoophycos, dan nereites (Koutsoukos, 2005)

Gambar 2.14 Pembagian kedalan laut dan hubungannya dengan fosil jejak

(Pemberton,1992 dalam dalam Koutsoukos, 2005 ).

Semua jenis jejak fosil tersebut penanda bahwa lingkungan

pengendapannya adalah laut dalam, jadi fosil jejak merupakan suatu informasi yang

penting dalam memperkuat data yang lainnya.

Page 26: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

26

BAB III

PENGENDAPAN LINGKUNGAN LAUT DALAM DAN RESERVOIRNYA

III.1 Definisi Pengendapan Laut Dalam

Pengendapan laut dalam adalah proses pengendapan material sedimen yang

transportasinya terjadi secara gravitasi akibat adanya slope dan hasilnya mengendap

pada dasar basin. (Slatt,2006).

III.2 Proses Sedimentasi Lingkungan Laut Dalam

Untuk mengerti mekanisme dari proses pengendapan laut dalam kita harus

mengerti sistem transportasi dan proses pengendapan dari material yang menurun

dari slope menuju laut dalam, yang prosesnya terjadi karena perubahan energi

potensial yang ada pada lapisan batuan pada slope kemudian berubah menjadi

energi kinetik dan endapan akan terendapakan ketika energi kinetik habis.

Arus gravitasi sangat mempengaruhi proses pengendapan laut dalam, maka

menurut Lowe, 1982 arus gravitasi dibagi menjadi dua arus yaitu arus fluida

(turbidit) dan arus plastik (debris) . (Tabel 3.1)

Tabel 3.1 Pembagian arus gravitasi menjadi 2 arus yaitu arus fluida dan arus plastik serta

hubungannya dengan tipe – tipe arusnya dan mekanisme transportasi dari material sedimennya

Page 27: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

27

III.2.1 Aliran Turbidit

Arus turbidit adalah arus yang sedimentasi yang terjadi akibat adanya gaya

gravitasi dan proses sedimentasinya secara turbulen, tetapi terkadang arus turbidit

terjadi secara laminar ini akibat adanya densitas yang tinggi karena materialnya

yang kasar. (Middleton,1993)

Gambar 3.1 Pengendapan aliran turbidit dengan densitas tinggi (Postuma et al, 1980)

Gambar 3.2. Model dari endapan debris beserta dengan sifat alirannya (Haughton et al,

2006)

Fluida yang mengalami turbulen berisi lebih dari 25 persen volume sedimen

yang berisi atas material berukuran butir pasir sampai kerikil. Fluida ini sifatnya

nonkohesi tetapi butir – butir sedimennya bersentuhan antara satu dan lainnya.

Hasil endapannya memiliki struktur sedimen yang bergradasi dan cross bed serta

memiliki komposisi ukuran butir yang berbeda dari lanau masif, pasir dan kerikil.

(Gambar 3.1)

Page 28: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

28

Gambar 3.3 facies model (Bouma, 1962)

Gambar diatas menjelaskan hubungan unit batuan hasil pengendapan arus

turbidit. Bagian bawah Ta berisi breksi dan batupasir masif dengan pengendapan

yang berlangsung cepat, Tb berisi lapisan batupasir yang berstruktur parallel

laminasi, Tc berisi lapisan batupasir dan lapisan batulumpur denganstruktur

sedimen ripple,wavy dan konvolut, Te berisi lapisan batupasir dengan struktur

masif atau gradasi.

II.2.2 Aliran Debris

Aliran debris dapat didefinisikan sebagai aliran non-newtonian

berkonsentrasi tinggi. Aliran debris dapat terjadi pada berbagai macam lingkungan,

dari padang pasir sampai continental slope. (Coussot dan Meunier, 1996 dalam

Selley, 2000). Faktor yang sangat penting dari pergerakan sedimen dengan aliran

debris adalah keberadaan slope yang memadai. Untuk tahapan selanjutnya, gempa

bumi, ombak, atau badai umumnya menjadi pemicu pergerakan aliran ini.

Endapan dari aliran debris ini bervariasi dalam ukurannya dari bongkah,

pasir, lanau sampai lempung. Karakteristik utama dari endapan ini adalah sortasi

yang buruk dan masif (Gambar 3.4)

Page 29: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

29

Gambar 3.4. Model dari endapan debris beserta dengan sifat alirannya (Haughton et al,

2006)

Model fasies dari endapan debris yang berada pada bawah slope dibangun

dengan menggunakan pendeketan fasies model kipas bawah laut menurut Mutti dan

Ricci Luchi, 1972 (dalam Slatt, 2006) (Gambar 3.5).

Endapan debris dicirikan dengan keanekaragaman yang tinggi dari tipe

litologi dan ukuran dari fragmen yang angular dengan orientasi perlapisan yang

ganjil. (Chilingarian, 1993). Kebanyakan endapan debris membentuk lapisan

dalam bentuk tiga dimesional, namun bentuk-bentuk menyerupai channel dan

lentikular cukup sering ditemukan. Endapan ini berasosiasi dengan relief yang

tinggi, tektonik aktif, dan slope yang curam. Batas bawah dari endapan debris

merupakan batas yang jelas dan umumnya planar

Page 30: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

30

Berdasarkan model fasies ini, (Gambar 3.5) endapan pada kipas bawah laut

dapat dikelompokan menjadi tiga bagian berdasarkan dari suksesi

stratigrafinya.Dimulai dari upper fan pada bagian atas yang dicirikan dengan

endapan kasar dengan kandungan mud yang kecil, serta terlihat memiliki ketebalan

yang tinggi disebabkan oleh morfologi kipas yang semakin menipis ke arah luar.

Pada bagian upper fan ini sering dijumpai struktur berupa slump. Lingkungan

middle fan merupakan lingkungan transisi antara upper fan dan lower fan. Pada

lingkungan ini terlihat tipikal endapan yang masih membentuk channel pada bagian

atas, kemudian perlapisan tabular pada bagian bawahnya (Walker, 1984).

Gambar 3.5 Model fasies kipas bawah laut (Mutti dan Ricci Luchi, 1972 dalam Boggs, 2006

dengan modifikasi)

Page 31: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

31

Bagian paling bawah dari model ini merupakan lower fan yang merupakan

perlapisan antara endapan yang berukuran kasar dengan endapan yang berukuran

halus. Ketebalan lapisan pada bagian ini biasanya memiliki ketebalan yang tipis

karena terletak pada bagian paling luar dari kipas bawah laut.

Slump dan arus debris memiliki porositas yang tinggi yaitu 27 – 32 persen

dan permeabelitas 900 – 400 mD dan dari hasil percobaan yang dilakukan

didapatkan pasir dari hasil aliran debris dapat mengendapakan butir pasir dengan

jumlah lumpur yang sedikit (kurang dari 1% dari berat pasirnya) (Shanmugam et

al, 1995a)

III.3 Fasies Model Pengendapan Laut dalam

Fasies model adalah sebuah norma, kerangka, sebagai prediksi dasar untuk

meninterpretasi (Walker,1992 dalam Shanmugam, 2000). Berdasarkan dari fasies

model laut dalam pertama oleh Bouma (1962 dalam Shanmugam, 2000), fasies

model terbagi menjadi lima divisi (Ta,Tb,Tc,Td,Te). Dari dari hasil realisasi oleh

(Stow dan Shanmugam, 1980 dalam Shanmugam, 2000) menghasil fasies model

vertikal yang baru namun hanya untuk fine-grained turbidit dengan sembilan divisi

(T0, T1, T2, T3, T4, T5, T6, T7, T8). Lowe (1980 dalam Shanmugam, 2000)

memperkenalkan fasies model vertikal yang baru untuk coarse-grained turbidit

dengan enam divisi (R1, R2, R3, S1,S2, S3). (Shanmugam, 1999 dalam Shanmugam,

2000) (Gambar 3.6)

Page 32: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

32

Gambar 3.6. Hubungan antara arah aliran dengan ketebalan lapisan turbidit yang dihasilkan

(Shanmugam, 1999 dalam Shanmugam, 2000)

Aliran turbidit dengan densitas tinggi atau cepat dapat menghasilkan

endapan dengan model Lowe (1982) yang material sedimennya berisi butir – butir

dengan ukuran yang besar atau kasar ( bongkah – pasir ) dan menghasilkan tebal

lapisan yang besar. Aliran turbidit yang lemah menghasilkan facies model yang di

publikasikan oleh Bouma (1962) dan Stow dan Shanmugam (1980) yaitu facies

model yang berisi butiran kerikil – lumpur dengan struktur bergradasi serta

ketebalan antar lapisan yang relatif lebih kecil dari facies model Lowe (1982)

Page 33: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

33

Model facies ini digunakan sebagai acuan pada sistem pengendapan yang

terjadi pada laut dalam dan sebagai acuan dalam interpretasi unit batuan, hubungan

unit batuan dan penentuan lingkungan laut dalamnya.

III.4 Morfologi Lingkungan Pengendapan Laut Dalam

Hasil penelitian oleh Bouma (1962 dalam Slatt, 2006), Mutti dan Ricci

Lucchi (1972 dan Normark (1978 dalam Slatt, 2006) mengahasilkan model kondisi

geologi dari Submarine fans dan komponen lapisannya. Walker (1978 dalam Slatt,

2006) melakukan kombinasi menjadi model submrine-fan yang didalamnya terdiri

dari lembah, upper fan, middle fan dan lower fan. (Gambar 3.7)

Gambar 3.7 model Submarine fan dari Walker (1978).

Page 34: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

34

Gambar diatas menunjukkan pembagian morfologi lingkungan dan hasil

pengendapan lingkungan laut dalam dari upper fan, middle fan dan lower fan.

Dari hasil penelitian yang telah menggunakan seismik refleksi secara 2

dimensi dan 3 dimensi yang dilakukan pada Angola dan northen Gulf, Meksiko,

para ahli geologi dapat melakukan hubungan fasies secara 3 dimensi (Gambar 3.8).

Ini merupakan patokan dalam menentukan reservoar penghasil minyak dan gas

bumi (Slatt, 2006)

Gambar 3.8 Kenampakan 3 dimensi endapan berbutir halus sistem pengendapan laut dalam

(Bouma, 2000 dalam Slatt, 2006). Gambar ini menjelaskan tentang elemen arsitektur dan

hubungannya dengan fasies yang dihasilkan.

Page 35: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

35

III.5 Arsitektur dari Reservoar laut Dalam

Chapin dkk (1994) melakukan penelitian di northen Gulf , Mexico dan

menemukan klasifikasi elemen arsitektur hasil pengendapan laut dalam yang di

aplikasikan untuk reservoar minyak dan gas bumi pada Northen Gulf di bagi

menjadi tiga arsitektur yaitu ; sheet ( lapisan dan amalgamasi), channels ( satu dan

banyak gabungan) dan lapisan tipis pada endapan levee (Gambar3.9). Ini

merupakan klasifikasi yang digunakan sekarang dalam industri minyak dan gas

(Slatt,2006).

Gambar 3.9 Klasifikasi dari elemen arsitektur laut dalam di Gulf reservoir (Chapin dkk , 1994)

Gambar ini menjelaskan tentang geometri dari 3 arsitektur elemen reservoar

penghasil gas dan minyak bumi yang ada pada lingkungan pengendapan laut dalam

yaitu channel, levee dan sheet

Page 36: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

36

III.5.1 Reservoir Channel dan Pasir Amalgamasi

Channel dan pasir amalgamasi adalah arsitektur yang paling baik pada

arsitektur reservoar pengendapan laut dalam. Ini dikarenakan memilki geometri

reservoir yang simpel, penyebaran lateral yang baik, bentuk yang tabular, potensi

koneksi vertikal yang baik, aspek rasio yang tinggi, ukuran butir yang seragam, dan

beberapa keistimewahan struktur erosi (Chapin dkk, 1994). (Gambar 3.10)

Gambar 3.10 Perlapisan amalgamasi dan lapisan perselingan

Channel mempunyai batas yang jelas anatara bidang erosi dan lantai laut

(Sea floor). pada bagian canyon dan lembah dengan morfologi bagian tengah slope

pengisian proximal pada channel sering diendapkan bersama, sehingga terbentuk

lapisan amalgamasi atau masif (Gambar 3.10 ). Pengisian bagian down dip dapat

tersebar melewati batas – batas dari channel yang terbentuk sebelumnya, tergantung

dari karakteristik lereng dan asal dari pasir, biasanya lapisan amalgamasi sudah

jarang ditemukan digantikan dengan perselingan dengan sedimen yang lebih halus.

(posamentier dan Kolla, 2003) (Gambar 3.11 )

Page 37: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

37

Gambar 3.11 Perbedaan lapisan pada updip dan downdip pada lapangan Mensa Northen

Gulf, Meksiko lapangan (modifikasi dari Bilinski et al, 1994)

Lapangan Mensa sendiri memiliki kandungan pasir 90 persen dengan

porositas 29 – 32 % dan permeabelitas bervariasi dari 500 – 2000 md. (Slatt, 2006).

III.5.2 Reservoir Channel dan Pasir Berlapis

Reservoair Channel dan pasir berlapis berhubungan dengan proses

transportasi sistem arus turbidit. Arus turbudit sendiri merupakan media pembawa

material sedimen . Kemudian material sedimen bergerak pada kelokan channel dan

pada akhirnya akan di endapakan pada bagian distal. Pada bagian distal dari kipas

turbidit lingkungan pengendapan laut dalam sering terdapat endapan pasir berlapis

(Gambar 3.8) Posamentier dan Kolla (2003) . Arus turbudit mempunyai peran

penting dalam menentukan geometri, hubungan unit batuan dan ukuran butir dari

reservoir channel pasir berlapis. Terdapat dua tipe alirannya yaitu densitas lemah

dan densitas kuat, densitas lemah didominasi oleh lapisan dengan ukuran butir yang

halus dan berstruktur sedimen laminasi serta unit batuan dipisahkan oleh lapisan

shale, sedangkan densitas kuat didominasi oleh lapisan dengan ukuran butir kasar

dan lapisan shale nya lebih tipis dan terkadang tidak terbaca pada seismik

(amalgamasi) (Posamentier dan Kolla (2003). (Gambar 3.12)

Page 38: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

38

Gambar 3.12 Elemen pembentuk arsitektur batupasir berlapis (C. Kendall dan Haugton, 2008)

Lapisan pasir pada reservoir ini menyebar secara lateral dan vertikal namun pada

lapisan vertikal dibatasi oleh lapisan shale yang juga menerus secara lateral,

sehingga pada ekplorasi minyak dan gas bumi lapisan pasir ini di bor secara vertikal

dan horizontal, ini dikarenakan banyaknya channel yang terisolasi oleh lapisan

halus disekitarnya, sehingga didapati pasir yang amalgamasi dengan porositas dan

permeabelitas yang tinggi(Gambar 3.13)

Gambar 3.13 Ekplorasi minyak dan gas bumi pada lapangan Ram Powell (Craig et al, 2003, dalam

Slatt, 2006)

Page 39: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

39

III.5.3 Reservoir Pasir Channel Leveed

Levees terbentuk dari sisa material sedimen aliran gravitasi yang bergerak

pada channel dan tumpah atau menyebar keluar dari sistem channel (Piper dan

Normark, 1983) (Gambar 3.14)

Gambar 3.14 Lokasi dari komplek Levee pada Channel (Galloway dan Hobday,1995)

Pengisian sedimen pada lingkungan levee di dominasi oleh proses yang

disebut flow stripping. Flow stripping adalah proses pemilahan komposisi dari

material sedimen aliran gravitasi yang bergerak menuju arah ujung dari channel

(gambar 3.14) . Flow stripping terjadi ketika aliran turbidit bergerak pada jalur

channel sehingga ketika terjadi gesekan antara aliran turbidit dengan alur channel

lapisan kasar akan terendapakan pada channel, namun butiran yang lebih baik terus

mengalami transportasi kearah ujung dari channel atau bagian yang disebut levee

kemudian terendapakan (Slatt,2006)

Slatt et al (2004 dalam Slatt, 2006) memperlihatkan perbedaan antar bagian

dari levee, yaitu dari bagian proximal menuju ke arah distal. Pada bagian proksimal

hubungan antar pasir sangat baik, terdapat lapisan dari tebal hingga tipis, terdapat

Page 40: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

40

struktur scours, ripple, memiliki pelamparan lapisan yang baik dan memiliki derajat

kemiringan yang tinggi pada lapisannya. Pada bagian distal hubungan antar

pasirnya buruk, lapisannya tipis, terdapat lapisan perselingan pasir dan lanau,

memiliki pelamparan yang baik dan memiliki derajat kemiringan yang rendah

(Gambar 3.)

Gambar 3.15 Sayatan dari Channel-Levee yang memperlihatkan perbedaan facies pada

bagian proksimal dan bagian distal A. (Beaubouef et al, 2003) B (Slatt et al, 1998) dalam

Slatt, 2006

Karena terdapat perbedaan pada hubungan antar unit batuan pada

bagian proksimal dan distal, tentu akan terjadi juga perbedaan nilai

permeabelitas antara proksimal dan distal. Pada bagian proksimal dari levee

yang memiliki hubungan unit pasir yang tinggi dan lapisan silt yang tipis

nilai permeabelitasnya pun akan lebih besar dari bagian distal yang

memiliki hubungan unit pasir yang buruk dan lapisan silt yang tebal

(Gambar 3.16 )

Page 41: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

41

Gambar 3.16 Distribusi lateral dari permeabelitas dari channel sampai slope. (C. Jenkins,

2003 dalam Slatt, 2006)

Dari lapangan Falcon, Northen Gulf, Meksiko didapati tiga facies dari levee

dengan data porositas dan permeabelitasnya, yaitu sebagai berikut;

1. Bagian Proksimal – Medial yang menjadi resevoar gas, nilai hubugan

lapisan pasirnya 84% dan nilai porositasnya adalah 37,8%

2. Bagian Distal memiliki nilai hubungan pasir 20%

3. Bagian dalam channel memiliki nilai hubungan pasir 50 – 60 %,

dihitung pada lapisan amalgamsi – perselingan

Nilai permeabelitas dari hasil data core semua sequence adalah 0,06 –6,220

md dan rata – rata porositasnya 31,4%, dari data ini semua dapat dilihat bahwa

endapan levee juga merupakan reservoar minyak dan gas yang baik (Slatt, 2006)

Page 42: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

42

BAB IV

Karakteristik Reservoir

IV.1. Karakteristik Reservoir Minyak dan Gas Bumi

Reservoir merupakan salah satu bagian yang sangat penting pada sistem

minyak dan gas bumi. Reservoir merupakan tempat dimana cadangan minyak

dan gas bumi tersimpan, namun harus dihitung apakah memiliki nilai ekonomis

untuk diekplorasi. Slatt (2006) memperkenalkan dua jenis karakteristik

reservoir, yaitu karakteristik statik dan dinamik. Karakteristik statik meliputi

stratigrafi, geometri, ukuran, litologi, struktur, porositas dan permeabilitas

serta suhu. Sementara karakteristik dinamik meliputi saturasi fluida, kontak

fluida, produksi dan kecepatan aliran fluida, tekanan, komposisi fluida serta

karakteristik akustik. Pembahasan yang terdapat pada tulisan ini lebih

membahas tentang reservoir dengan karakteristik statistik, karena lebih bisa

dipahami dalam bidang geologi. Karakteristik statik yang akan dibahas adalah

geometri, ukuran, porositas dan permeabilitas.

IV.1.1 Geometri

Geometri dalam reservoir sendiri menyangkut bentuk batuan sebagai

reservoir. Geometri sangatlah penting untuk menentukkan titik dari suatu

pemboran. Geometri yang membentuk reservoir juga dikontrol oleh

lingkungan tempat terbentuknya tubuh batuan tersebut, sehingga setiap

lingkungan pengendapan dapat memiliki geometri yang berbeda – beda.

Geometri dari lingkungan pengendapan laut dalam dijelaskan dalam gambar

ilustrasi Bouma (2000 dalam Slatt, 2006) (Gambar 4.1)

Page 43: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

43

Gambar 4.1 Kenampakan 3 dimensi endapan laut dalam (Bouma, 2000 dalam Slatt,

2006)

IV.1.2 Ukuran

Ukuran dalam reservoir memberikan informasi tentang seberapa besar

ukuran atau volume dari suatu reservoir, sehingga dapat dihasilkan perhitungan

cadangan minyak dan gas bumi suatu lapangan. Selley (1998) merumuskan

perhitungan tentang besar cadangan minyak bumi:

Cadangan minyak bumi yang dapat diperoleh = Vb x F

Keterangan Vb : Volume Total

F : Faktor Minyak Bumi yang Dapat Diperoleh

Selley (1998) membuat rumus ini dengan mengasumsikan bahwa

jebakan terisi penuh oleh minyak bumi. Volume total reservoir diketahui

dengan melakukan pengukuran dari data seismik. Sementara faktor minyak

bumi yang dapat diperoleh ditentukan berdasarkan pertimbangan beberapa

faktor seperti jarak antar sumur, permeabilitas reservoir, kekentalan fluida dan

efektivitas perjalanan fluida. Pada reservoir batupasir, faktor minyak bumi

yang dapat diperoleh biasanya di atas 30%.

Page 44: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

44

IV.1.3 Porositas dan Permeabilitas

Porositas dan permeabilitas merupakan dua karakteristik petrofisik

reservoir yang saling berkaitan. Slatt (2006) memberikan ilustrasi porositas dan

permeabilitas seperti dapat dilihat pada Gambar 4.2. Dari Gambar 4.2 terlihat

bahwa terdapat perbedaan antara porositas dan permeabilitas, sehingga

meskipun kedua parameter ini saling terkait, namun terdapat perbedaan faktor

pengontrol dari dua parameter ini. Oleh karena itu, dibuat pemisahan dalam

pembahasan kedua parameter ini.

Gambar 4.2. Porositas dan Permeabilitas (Slatt, 2006)

IV.1.3.1Porositas

Porositas mempunyai peranan yang sangat penting , karena data porositas

dapat digunakan untuk memperkirakan jumlah kandungan minyak bumi dalam

batuan. Slatt (2006) mendefinisikan porositas sebagai rasio volume pori dalam

batuan terhadap volume batuan secara keseluruhan yang dikalikan dengan 100

untuk medapatkannya dalam persen. Berdasarkan definisi tersebut, porositas

dapat dirumuskan dengan :

Porositas (Φ) (%) = Volume pori

Volume batuan secara keseluruhan x 100

Page 45: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

45

Selley (1998) membagi pori dalam batuan menjadi 3 jenis, catenary, cul-

de-sac dan tertutup (lihat Gambar 4.3). Pori jenis catenary merupakan pori

yang mempunyai lebih dari satu lubang untuk menghubungkannya dengan pori

yang lain. Sementara cul-de-sac merupakan pori dengan hanya ada satu lubang

yang menghubungkannya dengan pori yang lain. Sedangkan pori tertutup

merupakan jenis pori yang tidak mempunyai lubang untuk menghubungkannya

dengan pori yang lain. Selley (1998) menyebutkan bahwa catenary dan cul-de-

sac merupakan porositas efektif, yaitu pori yang dapat mengeluarkan minyak

bumi. Sedangkan pori tertutup merupakan pori yang tidak efektif karena

minyak bumi tidak bisa keluar dari pori tersebut.

Gambar 4.3. Tipe Porositas menurut Selley (1998)

Murray (1960 dalam Selley, 1998) membagi porositas menjadi 2 jenis,

yaitu porositas primer dan porositas sekunder (lihat Tabel 4.1). Porositas

primer merupakan porositas yang terbentuk selama proses pengendapan

berlangsung. Sedangkan porositas sekunder merupakan porositas yang

terbentuk setelah proses pengendapan berakhir. Porositas primer sangat

dikontrol oleh tekstur pengendapan batuan. Sementara porositas sekunder lebih

dikontrol oleh proses yang bekerja setelah pengendapan seperti diagenesa dan

tektonik (Tabel 4.1).

Page 46: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

46

Tabel 4.1. Klasifikasi Porositas pada Batuan Sedimen menurut Murray (1960, dalam Selley, 1998)

Porositas dikontrol oleh tektur yang terbentuk melalui prose pengendapan

batuan, sehingga dalam membahas porositas, tektur memiliki peran yang

penting. Selley (1998) menjelaskan hubungan antara porositas dan tekstur

pengendapan batuan. Tekstur tersebut diantaranya yaitu ukuran butir,

sphericity, sortasi dan packing.

Sphericity mempunyai peranan yang cukup penting dalam porositas

reservoir karena material sedimen yang mempunyai sphericity tinggi akan

mengalami kompaksi yang lebih besar dibandingkan material sedimen dengan

sphericity yang rendah. Sehingga nilai porositas batuan berbanding terbalik

dengan sphericity material penyusunnya (Selley, 1998).

Sortasi adalah hal yang sangat penting dalam menentukkan nilai suatu

porositas. Batuan dengan sortasi yang baik akan mempunyai nilai porositas

yang tinggi, sebaliknya batuan dengan sortasi buruk akan mempunyai nilai

porositas yang rendah. Hal ini disebabkan pada batuan dengan sortasi buruk.

(Selley, 1998). Hasil pengendapan laut dalam sendiri memiliki sortasi yang

baik, ini terjadi karena sortasi berlangsung pada saat arus gravitasi membawa

material sedimen, ukuran dengan butir kasar akan selalu berada dibawah arus

dan ukuran halus berada pada bagian atas arus. Inilah yang membuat sortasi

berlangsung dengan baik.

Fabric merupakan salah satu tekstur batuan sedimen yang meliputi

packing dan orientasi butir. Dalam porositas suatu batuan, packing mempunyai

Page 47: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

47

pengaruh yang lebih besar dibandingkan dengan orientasi butir. Orientasi butir

akan berpengaruh secara signifikan pada permeabilitas batuan. Dikenal 2 jenis

packing, rombohedral dan kubik. Packing kubik akan mempunyai nilai

porositas yang lebih besar dibandingkan packing rombohedral. Fraser (1935,

dalam Selley 1998) dan Graton dan Fraser (1935, dalam Selley 1998). Packing

kubik mempunyai nilai porositas 48% dan packing rombohedral mempunyai

nilai porositas 26%. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4. Packing pada Batuan dengan Ukuran Butir yang Sama (Selley,

1998)

Page 48: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

48

IV.1.3.2 Permeabilitas

Permeabelitas adalah ukuran dari banyaknya fluida yang dapat dilewatkan

oleh pori. Permeabelitas yang baik adalah ketika banyak pori – pori yang

tersembung antara satu dan yang lain (Slatt, 2009).

Tekstur pengendapan yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap

nilai permeabilitas diantaranya yaitu ukuran butir, bentuk butir, sortasi, dan

orientasi butir. Ukuran butir mempunyai pengaruh yang sangat signifikan

terhadap nilai permeabilitas suatu batuan. Batuan dengan ukuran butir kasar

akan memiliki nilai permeabilitas yang lebih besar dibandingkan batuan

dengan ukuran butir halus. (Selley, 1998).

Bentuk butir berpengaruh terhadap nilai permeabilitas karena material

dengan bentuk butir yang lonjong memanjang menghasilkan nilai

permeabilitas yang lebih rendah jika dibandingkan dengan bentuk butir seperti

bola. Namun hal tersebut hanya berlaku pada butiran berukuran besar.

Sedangkan pada butiran yang berukuran kecil (lanau, lempung) berlaku

sebaliknya, nilai permeabilitas lebih besar pada butiran yang berbentuk

memanjang dibandingkan butiran yang berbentuk seperti bola (Link, 1982).

Seperti yang telah dijelaskan di atas, permeabilitas batuan sangat

dipengaruhi oleh tekanan kapiler pada batuan yang dikontrol oleh luas porinya.

Sortasi mempunyai peranan yang penting terhadap nilai permeabilitas karena

pada batuan dengan sortasi baik akan terbentuk luas pori lebih besar

dibandingkan pada batuan dengan sortasi yang buruk. Hal ini dikarenakan pada

batuan dengan sortasi buruk, pori yang terbentuk oleh butir dengan ukuran

kasar akan terisi oleh material dengan ukuran yang lebih kecil. Akibatnya luas

pori tersebut semakin kecil dan nilai porositasnya pun menurun. Dengan

demikian, nilai permeabilitas akan sebanding dengan tingkat sortasi butiran

sedimennya (Selley, 1998).

Orientasi butir mempunyai peranan yang cukup signifikan terhadap

permeabilitas batuan karena mempengaruhi arah aliran fluida dalam batuan

tersebut. Sebagai contohnya pada batuan yang memiliki kandungan material

Page 49: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

49

berbentuk memanjang apabila terjadi orientasi material berbentuk memanjang

tersebut dengan arah horisontal, maka permeabilitas vertikal dari batuan

tersebut akan relatif kecil. Hal ini penting karena nilai permeabilitas vertikal

sangat berpengaruh dalam proses produksi (Selley, 1998)

IV.2. Hubungan Pengendapan Laut Dalam dengan Karakteristik

Reservoir

Dimensi dan geometri dari tubuh pasir pada pengendapan laut dalam

dapat dihitung, panjang, lebar dan tebalnya secara satu arah, sedangkan

geometri dari tubuh pasir didapatkan dari bentukan 3 dimensi, yaitu vertikal

(ketebalan) dan lateral (lebar/panjang/diameter) (Gambar 4.5 )

Gambar 4.5 Kenampakan secara vertikal dan horizontal dari tubuh pasir laut dalam

(shanmugam, 2000)

Secara volumetrik tubuh batupasir dapat memiliki panjang hingga beberapa

kilometer. Selain itu, pertumbuhan batupasir yang umumnya amalgamasi dan berlapis

Page 50: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

50

dapat menghasilkan tubuh batupasir yang cukup tebal. Berdasarkan hal tersebut, maka

tubuh batupasir laut dalam dapat memiliki volume yang cukup besar serta memiliki

kemenerusan secara lateral dan vertikal yang baik.

Sistem pengendapan laut dalamn sebenarnya tidak membawa partikel yang

ukuran besar dalam jarak yang jauh didalam suspensinya, melainkan hanya

membawa material dengan ukuran sedang sampai pasir kasar (Shanmugam,

2000), ukuran pasir halus – lumpur sendiri mengalami suspensi pada saat

terjadi arus yang turbulen sehingga mengendap cukup lama dan jauh serja

menyebar.

Dengan mengacu pada proses pengendapan laut dalam yang terjadi akibat

adanya proses aliran gravitasi, maka dihasilkan butir yang relatif kasar yaitu

dari pasir sedang – pasir kasar, roundness tinggi, kemas tertutup, grain

supported dan sortasi baik, maka dapat diperkirakan reservoir laut dalam

memiliki nilai porositas yang besar, selain itu ukuran butir sedang hingga kasar

menunjukkan bahwa nilai permeabelitas endapan laut dalam memiliki nilai

yang tinggi.

Dari data porositas yang didapatkan pada arsitektur pengendapan laut

dalam diperoleh nilai porositas pada batupasir amalgamasi, batupasir berlapis,

dan batupasir pada levee didapatkan nilai porositas rata – rata ketiga arsitektur

reservoir pengendapan laut dalam tersebut 25 - 28 % (Slatt, 2006) sehingga

dapat diperkirakan bahwa reservoir pengendapan laut dalam memiliki nilai

ekonomis yang tinggi untuk dilakukan ekpolorasi minyak dan gas bumi. Nilai

permeabelitas sendiri berkisar antara 500 – 2000 mD (Slatt, 2006), ini juga

merupakan nilai yang tinggi sebagai reservoir yang baik

Page 51: Karakteristik Resevoir Fasies Pengendapan Laut Dalam

51

BAB V

KESIMPULAN

Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa lingkungan laut dalam

terjadi akibat adanya material sedimen yang menuruni slope dengan sistem

pengendapan aliran gravitasi. Transportasi sedimennya dilakukan oleh arus laminar

(debris) dan arus turbulen (turbidit). Material sedimen kemudian membentuk

arsitektur reservoir laut dalam yaitu channel pasir amalagamasi, channel pasir

berlapis dan levee pada bagian morfologi pengendapan laut dalam.

Akibat proses sedimentasi yang berada pada kondisi berenergi tinggi, di

peroleh pasir dengan ukuran sedang hingga kasar dan membentuk butir subrounded

– rounded, kemas tertutup, grain supported dan sortasi baik. Kondisi ini juga

menghasilkan porositas hingga 30% dan permeabelitas 2000 mD (Slatt, 2006)

Geometri hasil endapan laut dalam memiliki kemenerusan kearah lateral

dan vertikal, secara volume reservoir yang terbentuk dapat memiliki panjang

mencapai berkilometer, sehingga cadangan yang ada pada reservoir laut dalam

cukup banyak.

Jadi berdasarkan litologi, geometri, ukuran, porositas dan permeabelitas

reservoir yang dibentuk oleh sistem pengendapan laut dalam memiliki potensi yang

besar sebagai reservoir minyak dan gas bumi.