Karakteristik morfologis dan teknik pemeliharaan tokek dan ... · kulit yang terlepas (Shed skin),...
Transcript of Karakteristik morfologis dan teknik pemeliharaan tokek dan ... · kulit yang terlepas (Shed skin),...
KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN TEKNIK PEMELIHARAAN TOKEK DAN CICAK DI PENANGKARAN
PT MEGA CITRINDO
ANDINA NUGRAHANI
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
KARAKTERISTIK MORFOLOGIS DAN TEKNIK PEMELIHARAAN TOKEK DAN CICAK DI PENANGKARAN
PT MEGA CITRINDO
ANDINA NUGRAHANI
E34062757
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011
RINGKASAN
ANDINA NUGRAHANI (E34062757) Karakteristik Morfologis dan Teknik Pemeliharaan Tokek dan Cicak di Penangkaran PT Mega Citrindo. Dibimbing LIN NURIAH GINOGA dan BUHANUDDIN MASYUD.
Keberadaan tokek dan cicak belum menjadi salah satu jenis yang banyak
diincar orang untuk diperdagangkan sebelum tahun 2010. Salah satu perusahaan yang telah melakukan perdagangan tokek dan cicak adalah PT Mega Citrindo, yang telah bergerak di usaha perdagangan famili Gekkonidae sejak tahun 2000. Status perlindungan dari tokek dan cicak tersebut belum masuk dalam daftar satwa dilindungi dalam APPENDIX CITES, namun keadaan tersebut dikhawatirkan akan mengalami kepunahan di masa yang akan datang.
Hingga tahun 2010 kegiatan untuk budidaya terhadap tokek dan cicak masih belum banyak dilakukan. Faktor yang melatarbelakanginya adalah perilaku alaminya yang rentan stres terhadap sentuhan tangan manusia. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui karakteristik morfologis tokek biasa, tokek bergaris dan cicak terbang; (2) mengetahui teknik pemeliharaan tokek biasa, tokek bergaris dan cicak terbang di penangkaran di PT Mega Citrindo.
Secara umum seluruh data yang di ambil menggunakan beberapa metode yaitu pengukuran, pengamatan, dan studi literatur. Data yang dikumpulkan meliputi karakteristik morfologis dan teknik pemeliharaan. Hasil pengamatan terhadap karakteristik morfologi menunjukan bahwa dalam kriteria perdagangan hanya ukuran berat badan yang mempengaruhi penjualan kepada konsumen. Ukuran panjang total dan SVL digunakan untuk membedakan jantan dan betina dalam suatu penelitian ilmiah. Hasil analisis terhadap teknik pemeliharaan di PT Mega Citrindo menunjukan bahwa sistem kandang dilakukan secara berkelompok. Seluruh jenis tokek dan cicak yang menjadi objek penelitian berasal dari pengumpul besar yang berasal dari wilayah Jawa Tengah, Maluku, dan Papua. Jenis pakan yang disukai oleh tokek dan cicak adalah jangkrik hidup. Pakan tambahan hanya diberikan pada jenis tokek bergaris. Upaya pemeliharaan kesehatan dilakukan setiap hari dan tidak dilakukan pemberian obat terhadap penyakit yang menyerang tokek dan cicak. Pemanfaatan hasil terhadap tokek dan cicak yang diperdagangkan hanya digunakan sebagai satwa peliharaan. Terdapat beberapa perilaku khusus yang diamati yakni meliputi aktivitas meluncur pada cicak terbang, aktivitas penumpukan pada tokek dan cicak, aktivitas memakan kulit yang terlepas (Shed skin), dan musim kawin.
Kata kunci: tokek biasa, tokek bergaris, cicak terbang, karakteristik morfologis
dan teknik pemeliharaan.
SUMMARY
ANDINA NUGRAHANI (E34062757) Morphological Characteristics and Technical Maintenance of Gecko and Lizard in PT Mega Citrindo Captivity. Supervised by LIN NURIAH GINOGA and BURHANUDDIN MASYUD.
The existence of gecko and lizard have not become one of the many types of people targeted to be traded before the year 2010. One of the companies that were trading gecko and lizard are PT Mega Citrindo, who has been engaged in trading business Gekkonidae family since 2000. Protection status of the gecko and lizard is not in the list of protected species in APPENDIX CITES, but the situation is feared to be extinct in the future.
Until the year 2010 activities for the captivity of the gecko and lizard still not much done. Factors that lie behind them is a natural behavior that stress susceptible to a touch of human hands. The purpose of this study were (1) know the morphological characteristics of the tokay gecko, striped gecko and kuhl’s flying gekko, (2) know the technical maintenance of tokay gecko, striped gecko and kuhl’s flying in PT Mega Citrindo.
In general, all data taken using several methods of measurement, observation, and literature studies. Data collected include morphological characteristics and maintenance techniques. The observation of morphological characteristics showed that the trade criteria measure only affects the weight that sales to consumers. Total length and SVL are used to distinguish male and female in a scientific study. Based on analysis of technical maintenance at PT Mega Citrindo show that the system is done in group cages. All types of gecko and lizard who becomes the object of research comes from the large gathering that came from Central Java, Maluku and Papua. Type of feed which is favored by the gecko and lizard is live crickets. Additional feed given only on the type of striped geckos. The efforts of health maintenance is done every day and not do the drugs against diseases that attack the gecko and lizard. Utilization of the results of the gecko and lizard are traded only be used as pets. There are some specific behaviors that include the activity observed in the lizard gliding flight, the accumulation of activity in the gecko and lizard, leather-consuming activity that escapes (Shed skin), and mating season.
Key word: tokay gecko, striped gecko, kuhl’s flying gekko, morphological
characteristics, maintenance techniques.
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul ”Karakteristik
Morfologis dan Teknik Pemeliharaan Tokek dan Cicak di Penangkaran PT
Mega Citrindo” adalah benar-benar hasil karya saya sendiri dengan bimbingan dosen
pembimbing dan belum pernah digunakan sebagai karya ilmiah pada perguruan tinggi
atau lembaga manapun. Semua sumber data informasi yang berasal atau dikutip dari
karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan
dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Mei 2011
Andina Nugrahani
NRP E34062757
Judul Skripsi : Karakteristik Morfologis dan Teknik Pemeliharaan
Tokek dan Cicak di PT Mega Citrindo
Nama : Andina Nugrahani
NRP : E34062757
Program Studi : Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Menyetujui :
Pembimbing I Pembimbing II
Ir. Lin Nuriah Ginoga, M.Si Dr. Ir. Burhanuddin Masyud, MS NIP. 19651116 199203 2 001 NIP. 19581121 198603 1 003
Mengetahui : Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Sambas Basuni, M.S. NIP. 19580915 198403 1 003
Tanggal lulus :
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Bogor, Jawa Barat pada tanggal 17 April
1988 sebagai anak pertama dari dua bersaudara. Penulis terlahir dari orang tua yang
bernama Bapak Haji Sujono Sastro Joyohardjo, S.H, M.M. dan Ibu Hajjah Dedeh
Rostina Choruddin, S.H. Penulis memulai pendidikan formal di TK Tunas Sejahtera
Bogor tahun 1992-1994. Penulis melanjutkan pendidikan formal di SD Negeri Polisi
1 Bogor tahun 1994−2000, dilanjutkan SLTP Negeri 6 Bogor tahun 2000−2003, dan
SMU Negeri 2 Bogor tahun 2003−2006. Selanjutnya tahun 2006 penulis diterima
sebagai mahasiswa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) di Institut Pertanian Bogor
melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Pada tahun 2007 penulis
diterima di Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas
Kehutanan, Institiut Pertanian Bogor.
Selama perkuliahan penulis aktif dalam kegiatan Himpunan Mahasiswa
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA) sebagai anggota
Fotografi Konservasi (2007).
Selama perkuliahan di IPB, penulis telah mengikuti Praktek Pengenalan
Ekosistem Hutan (PPEH) di Cilacap-Baturraden, Jawa Tengah (2008); Praktek
Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat Sukabumi, Jawa Barat
(2009); serta Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP) di Taman Nasional Baluran
Propinsi Jawa Timur (2010). Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan di Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi
berjudul “Karakteristik Morfologis dan Teknik Pemeliharaan Tokek dan Cicak
di Penangkaran PT Mega Citrindo” di bawah bimbingan Ir. Lin Nuriah Ginoga, M.
Si. dan Dr. Ir. Burhanuddin Masyud, M.S.
UCAPAN TERIMA KASIH
Skripsi ini tidak dapat terwujud tanpa adanya bantuan dan kerjasama dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Allah SWT, Rabb yang senantiasa memberikan keberuntungan dan
kebarakahan dalam setiap langkah kehidupan.
2. Ibunda Dedeh Rostina Choiruddin dan Ayahanda Sujono Sastro
Joyohardjo, guru terbaik dalam hidup. Terima kasih atas semua nasehat
kehidupan dan semangatnya. Semoga Allah SWT memberikan balasan
yang lebih baik, Allohummaghfirlii waliwaalidaiya warhamhuma kamaa
robbayaanii sighoroo.
3. Aristyo Dwi Putro, adik yang selalu mendukung dan membantu dalam
kegiatan penelitian.
4. Ketua Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas
Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
5. Ir. Lin Nuriah Ginoga, M.Si dan Dr. Ir. Burhanuddin Masyud, M.S. atas
kasih sayang, pengertian dan kesabaranya selama membimbingku.
Allohumma nawwir qolbii bi nuuri hidaayatika kamaa nawwartal ardho bi
nuuri syamsyika wa qomarika abadan abadaa.
6. Prof. Dr. Ir. Hardjanto, M.S. selaku dosen penguji dan Prof. Dr. Endang
Koestati Sri Harini, M.S. selaku ketua sidangku.
7. Pengelola Penangkaran PT Mega Citrindo beserta staff, khususnya kepada
Mas Ali, Mas Yudi, Mas Komeng, Mas Tama, yang membantu kelancaran
penelitian di PT Mega Citrindo.
8. Ibu Evan, Ibu Titin, Ibu Ratna, Bapak Hasan, Bapak Acu, Bapak Yatna,
dan Bapak Sutoro yang selalu siap membantu pengurusan administrasi
selama penelitian.
9. Septa Febrina Heksaputri, S.Hut, Noor Aenni, S.Hut, Arga Pandiwijaya,
S.Hut, Maiser Syaputra, S.Hut, Raya Akbar Ramadhan, S.Hut, Catur
Wulandari Dono Saputro, S.Hut, Ari Listyowati, S.Hut, Reni Lestari,
S.Hut, Fiona Hanberia Innayah, S.Hut, Indri Nilasari, S.Hut, Agung
Gunawan S.Hut, Amrizal Yusri, S.Hut, Setya Gunawan A.Md, Sigit
Nugraha Putra, S.Kom dan segala segala pihak yang membantu penelitian
ini.
10. KSHE “Cendrawasih” 43 terimakasih telah menjadikanku seorang sekretaris
umum. Kalian tidak akan tergantikan. Keluarga yang menemaniku selama
kegiatan perkuliahan. Salam hangat dan sukses untuk kita semua.
11. Untuk kamu yang sudah membantu dalam penyelesaian skripsiku hingga
tuntas dan terimakasih atas semangat yang kamu berikan. Terimkasih pula
telah menemaniku.
12. Rezky Juliano Gumay, S.E, Yoga Rokhmana, S.KM, terimaksih telah
menemaniku selama kegiatan penelitian.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirrabil’alamin, segala puji hanya bagi Allah SWT yang telah
memberikan kenikmatan kepada kita, diantaranya meningkatkan derajat bagi orang
orang yang berilmu. Shalawat dan salam penulis panjatkan kepada Nabi besar
Muhammad SAW yang memberikan cahaya yang menerangi jalan hidup manusia
beserta keluarganya, para sahabatnya, hingga kepada para pengikutnya yang
senantiasa setia sampai akhir zaman.
Skripsi ini merupakan laporan akhir dari penelitian yang berjudul
”Karakteristik Morfologis dan Teknik Pemeliharaan Tokek dan Cicak di
Penangkaran PT Mega Citrindo”, disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kehutanan di Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
Karya ini tidak dapat terwujud tanpa adanya bantuan dan kerjasama dari
berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada Ir. Lin
Nuriah Ginoga, M.Si. dan Dr. Ir. Burhanuddin Masyud, M.S. selaku dosen
pembimbing. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada Pengelola PT Mega
Citrindo beserta seluruh staff. Tak lupa pula ucapan terima kasih penulis ucapkan
kepada seluruh keluarga dan sahabat atas dukungan, do’a dan kasih sayangnya.
Penulis menyadari bahwa karya ilmiah ini masih banyak kekurangan karena
keterbatasan yang dimiliki. Oleh karena itu saran dan kritik sangat diperlukan untuk
perbaikan dan pengembangan karya ilmiah ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat.
Bogor, Mei 2011
Penulis
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL .................................................................................................. iii
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. iv
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN
1. 1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1. 2 Tujuan ......................................................................................................... 3
1. 3 Manfaat ....................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2. 1 Bio-ekologi Tokek dan Cicak ..................................................................... 4
2. 2 Habitat dan Distribusi ................................................................................. 7
2. 3 Pakan ........................................................................................................... 8
2. 4 Perilaku ....................................................................................................... 9
2. 5 Penangkaran ................................................................................................ 10
BAB III METODE PENGAMBILAN DATA
3. 1 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................................... 14
3. 2 Alat dan Objek Penelitian ........................................................................... 14
3. 3 Metode Pengambilan Data .......................................................................... 14
BAB IV KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4. 1 Lokasi Penelitian .......................................................................................... 19
4. 2 Sejarah Lokasi .............................................................................................. 19
4. 3 Jenis Satwa yang Dipelihara ........................................................................ 19
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5. 1 Karakteristik Morfologis ............................................................................. 21
5. 2 Asal Tokek dan Cicak ................................................................................. 27
5. 3 Teknik Pemeliharaan .................................................................................. 29
5. 4 Pemanfaatan Hasil ...................................................................................... 44
5. 5 Perilaku Khusus Tokek dan Cicak .............................................................. 49
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6. 1 Kesimpulan ................................................................................................. 53
6. 2 Saran ........................................................................................................... 53
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 54
LAMPIRAN ............................................................................................................ 58
iii
DAFTAR TABEL
No. Halaman
1. Penentuan jenis kelamin pada tokek dan cicak ............................................. 12
2. Jenis dan metode pengambilan data .............................................................. 14
3. Karakteristik morfologis kuantitatif tokek dan cicak
di PT Mega Citrindo ...................................................................................... 21
4. Daerah asal dan jumlah tokek dan cicak yang dipelihara
di PT Mega Citrindo periode Juli 2010 ......................................................... 27
5. Kelemahan dan kelebihan sistem perkandangan bersama ............................. 29
6. Perlengkapan di dalam kandang pemeliharaan tokek dan cicak ................... 32
7. Aspek pakan tokek dan cicak di PT Mega Citrindo ...................................... 37
8. Jenis penyakit dan tindakan kesehatan pada tokek dan cicak
di PT Mega Citrindo ...................................................................................... 43
9. Aspek pemanfaatan hasil tokek dan cicak
di PT Mega Citrindo per minggu ................................................................... 45
iv
DAFTAR GAMBAR
No. Halaman
1. Morfologi tokek ................................................................................................ 5
2. Tokek biasa ....................................................................................................... 5
3. Tokek bergaris sorong ....................................................................................... 6
4. Tokek bergaris ambon ....................................................................................... 6
5. Cicak terbang .................................................................................................... 7
6. Metode pengukuran panjang total dan SVL .................................................... 16
7. Abnormalitas fisik tokek ................................................................................. 23
8. Abnormalitas jumlah ekor tokek ..................................................................... 24
9. Determinasi jantan dan betina tokek dan cicak ............................................... 25
10. Jenis tokek dan cicak ....................................................................................... 27
11. Kandang pemeliharaan tokek dan cicak di PT Mega Citrindo ....................... 30
12. Grafik suhu dalam kandang tokek dan cicak .................................................. 34
13. Grafik kelembaban dalam kandang tokek dan cicak ...................................... 35
14. Perbandingan tokek yang tidak ekonomis (kiri)
dan ekonomis (kanan) ............................................................................... 46
15. Persentase pengiriman ekspor tokek dan cicak
ke negara tujuan ........................................................................................ 47
16. Urutan packing di PT Mega Citirindo ............................................................ 48
17. Jalur pemasaran tokek dan cicak ..................................................................... 49
18. Cicak terbang (a) saat meluncur (b) sebelum meluncur ................................. 50
v
DAFTAR LAMPIRAN
No. Halaman
1. Tabel suhu kandang tokek dan cicak ............................................................. 58
2. Tally sheet pakan tokek dan cicak ................................................................. 59
3. Jadwal pembersihan kandang ........................................................................ 60
4. Manajemen perkandangan dan habitat buatan ............................................... 61
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Tokek merupakan bagian dari keanekaragaman hayati Indonesia yang
bernilai ekonomi tinggi, bila telah mencapai berat badan tertentu. Sebelum tahun
2010 tokek belum menjadi sorotan masyarakat untuk menjadi komoditi
perdagangan, padahal sejak tahun 2000 PT Mega Citrindo telah melakukan
kegiatan perdagangan tokek ke luar negeri.
Famili Gekkonidae terdiri dari 83 genus dan 670 spesies di seluruh dunia
(Grizemk’s 1975). Di Indonesia terdapat 13 genus dan 50 spesies (Schmidt 1997),
sedangkan dalam data statistik kehutanan terdapat 6 genus dan 13 spesies yang
terdaftar sebagai reptil yang diperdagangkan ke luar negeri Departemen
Kehutanan (2009). Di PT Mega Citrindo terdapat 4 genus dan 5 spesies yang
diperdagangkan dan sebagai objek pengamatan digunakan 2 genus dan 3 spesies
yang diamati.
Keberadaan tokek banyak dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Dalam
penelitian Arisnagara (2009) tokek digunakan sebagai penyembuh gatal-gatal
pada tubuh, eksim, koreng, panu, kadas, dan kurap. Tokek juga dimanfaatkan
sebagai sumber makanan baru yang disajikan dalam bentuk sate.
Tokek biasa (Gekko gecko Linnaeus, 1758) merupakan salah satu spesies
tokek yang kini banyak diburu orang karena dimanfaatkan sebagai obat kanker.
Tokek yang dimanfaatkan sebagai obat kanker harus memenuhi salah satu syarat
yaitu memiliki berat minimal 350 gram. Harga tokek dengan berat tubuh minimal
350 gram mencapai puluhan, bahkan ratusan juta rupiah. Tokek dengan berat
minimal 350 gram memiliki empedu dan lidah yang sempurna sehingga cocok
dimanfaatkan sebagai obat, berdasarkan hasil penelitian beberapa dokter di Cina
pada awal tahun 2010 (Susilo & Rahmat 2010). Zat aktif pada tokek mampu
menginduksi sel-sel tumor apotosis, yang membuat sel-sel tersebut
menghancurkan dirinya sendiri dengan cara menekan ekspresi protein bFGF dan
VEGF yaitu senyawa yang mendukung perkembangan kanker dalam tubuh.
Bagian tubuh tokek lainnya yang dapat digunakan sebagai obat adalah pada
bagian pangkal ekornya karena mampu beregenerasi menjadi ekor yang utuh
2
kembali setelah terlepas (autotomi), sehingga pangkal ekor tokek ini juga
dipercaya dapat memperbaiki sel tubuh yang rusak dan menambah vitalitas pria
(Susilo dan Rahmat 2010; Angga 2010).
Pemanfaatan tokek bergaris (Gekko vittatus Houttyun, 1782) dan cicak
terbang (Ptychozoon kuhli Stejneger, 1902) hingga tahun 2010 hanya digunakan
sebagai satwa peliharaan. Pemanfaatan tokek biasa (Gekko gecko Linnaeus, 1758)
yang di ekspor oleh PT Mega Citrindo juga digunakan sebagai satwa peliharaan.
Tokek tidak termasuk satwa yang dilindungi dalam Appendix CITES
(Soehartono dan Mardiastuti 2003 dan Dephut 2009). Berdasarkan Data Statistik
Kehutanan 2008 hingga 2009 jumlah kuota tokek biasa mencapai 45 000 kepala,
tokek bergaris mencapai 19 800 kepala, dan cicak terbang mencapai 15 300
kepala. Hasil penelitian Arisnagara (2009), sekitar 93% reptil yang dijual oleh
pedagang reptil di Jakarta diperoleh dari alam. Kegiatan ini akan memberikan
dampak negatif bagi kelestarian tokek di alam. Penangkapan langsung tokek di
alam akan mengancam populasi tokek pada masa yang akan datang.
Kegiatan penangkaran merupakan salah satu jalan dan upaya dalam
menjaga kelesarian populasi tokek di alam dan dapat memberikan keuntungan
ekonomi serta menambah devisa bagi negara. Pengetahuan dan perhatian terhadap
reptil di Indonesia masih sangat kurang, terlihat dari belum banyaknya informasi
yang akurat dan penelitian ilmiah yang mengkaji reptil pada umumnya serta tokek
pada khususnya (Yusuf 2008).
Karakteristik morfologi famili Gekkonidae terutama dari motif dan warna
merupakan salah satu aspek untuk mengidentifikasi dan membedakan suatu jenis
dengan jenis yang lain. Kondisi fisik juga diduga dipengaruhi oleh kondisi habitat
alam.
PT Mega Citrindo merupakan salah satu eksportir tokek dan cicak yang
ada di Indonesia, namun hingga tahun 2011 belum menekankan pada upaya
penangkaran tokek dan cicak. Kegiatan yang dilakukan adalah memelihara tokek
dan cicak sebelum di ekspor keluar negeri.
Berdasarkan uraian tersebut diketahui bahwa secara khusus data dan
informasi yang terkait dengan teknik pemeliharaan tokek dan cicak belum
diketahui, padahal untuk dapat mengembangkan usaha penangkaran sangat
3
diperlukan informasi tersebut. Oleh karena itu penelitian tentang teknik
pemeliharaan tokek dan cicak ini penting dilakukan.
1.2 Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengetahui karakteristik morfologis tokek biasa (Gekko gecko), tokek
bergaris (Gekko vittatus), dan cicak terbang (Ptychozoon kuhli).
2. Mengetahui teknik pemeliharaan tokek biasa (Gekko gecko Linnaeus,
1758), tokek bergaris (Gekko vitatus), dan cicak terbang (Ptychozoon
kuhli) di PT Mega Citrindo.
1.3 Manfaat
1. Memberikan informasi tentang karakteristik morfologis tokek dan
cicak bagi ilmu pengetahuan.
2. Memberikan informasi tentang teknik pemeliharaan tokek dan cicak
di penangkaran, dalam upaya pemanfaatan tokek secara ekonomi.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bio-ekologi Tokek dan Cicak
2.1.1 Klasifikasi tokek biasa, tokek bergaris dan cicak terbang
Jenis tokek dan cicak termasuk dalam filum Chordata, kelas Reptilia, ordo
Squamata dan sub-ordo Sauria (Cogger & Zweifel 2003). Tokek biasa (Gekko
gecko), tokek bergaris (Gekko vittatus), dan cicak terbang (Ptychozoon kuhli)
termasuk dalam famili Gekkonidae. Departemen Kehutanan (2009) menyebutkan
bahwa nama daerah untuk Gekko gecko adalah tokek biasa, tokek rumah (Bahasa
Indonesia), tokek (Sunda), teko, tekek (Jawa), tokkek (Sulawesi). Dalam Bahasa
Inggris disebut tokay gecko atau tucktoo, sedangkan dalam Bahasa Jerman disebut
dengan tokeh (J. Craigh Venter Instistute 2009; Susilo & Rahmat 2010).
Departemen Kehutanan (2009) menyatakan bahwa nama daerah untuk
Gekko vittatus adalah tokek bergaris, tokek striped atau tokek vitatus.
Berdasarkan J. Craigh Venter Instistute (2009) Gekko vittatus dalam bahasa
Inggris disebut white lined gekko. Cicak terbang dalam bahasa Inggris disebut
Kuhl’s flying gekko, sedangkan dalam Bahasa Jerman disebut dengan Kuhls
faltengecko.
2.1.2 Morfologi
Morfologi pertama kali digunakan oleh filosofi Jerman bernama Johann
Wolfgang von Goette (1749–1832) pada awal abad ke 19. Kata morfologi
kemudian digunakan dalam konteks keilmuan biologi yang memiliki arti ilmu
yang mempelajari bentuk dan struktur makhluk hidup (Aronoff & Fudeman
2007).
Pada umumnya semua jenis tokek memiliki morfologi yang sama yaitu
memiliki tubuh pendek, lebar, dan gemuk seperti tersaji pada Gambar 1. Memiliki
jari kaki yang besar disertai cakar yang melengkung ke belakang. Tokek memiliki
kaki yang lengket dan berbentuk seperti bantalan penghisap atau scansor,
sehingga memungkinkan tokek untuk berjalan di dinding, bahkan pada permukaan
yang terbalik dan licin (Susilo & Rahmat 2010).
5
Keterangan : 1. Kepala, 2. Perut, 3. Kaki, 4. Ekor.
Gambar 1 Morfologi tokek.
2.1.2.1 Tokek biasa (Gekko gecko Linnaeus, 1758)
Perbedaan motif warna dapat membedakan antara tokek satu dengan tokek
yang lainnya. Tokek biasa (Gambar 2) memiliki ciri fisik berupa benjolan-
benjolan kecil yang rendah dalam deret yang tidak beraturan di tubuhnya.
Kepalanya yang besar menopang otot rahang yang kuat. Tubuhnya berwarna
kebiruan atau kehijauan, dengan totol-totol putih dan merah. Terkadang warna
totol merah bisa terlihat menjadi berawarna jingga yang menyatu menjadi deretan
berwarna gelap dan terang pada ekor. Di siang hari warna biru dapat tersamarkan
dan terlihat menjadi lebih tua. Hal ini terjadi karena warna biru menyatu dengan
warna merah dan terlihat warna cokelat tua atau cokelat kemerahan. Bagian
bawah tokek biasa berwarna putih. Spesies ini dapat memiliki panjang tubuh
hingga 250 mm dengan panjang tubuh maksimal 350 mm (McKay 2006).
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2010)
Gambar 2 Tokek biasa (Gekko gecko Linnaeus, 1758).
2.1.2.2 Tokek bergaris (Gekko vittatus Houttyun, 1782)
Belum banyak penelitian mengenai tokek bergaris (Gekko vittatus
Houttyun, 1782). Tokek bergaris memiliki warna dasar cokelat hingga kehitaman
6
dengan dua garis putih memanjang di sisi mata kanan maupun kiri. Dua garis ini
menyatu pada bagian kepala dan memanjang di bagian punggung dan berakhir di
pangkal ekor. Pada bagian ekor terdapat garis terang yang berselang dengan
warna gelap. Pada umumnya spesies ini memiliki kaki yang tidak berselaput
seperti tokek biasa. PT Mega Citrindo (2010) mendapat pasokan tokek bergaris
dari Sorong (Papua) dan Ambon (Maluku). Tokek bergaris dari Sorong memiliki
warna lebih gelap serta motif yang tidak cerah (Gambar 3), sedangkan tokek
bergaris dari ambon memiliki warna dan motif yang cerah (Gambar 4).
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2010)
Gambar 3 Tokek bergaris sorong (Gekko vittatus Houttyun, 1782).
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2010)
Gambar 4 Tokek bergaris ambon (Gekko vittatus Houttyun, 1782).
2.1.2.3 Cicak terbang (Ptychozoon kuhli Stejneger, 1902)
Cicak terbang memiliki corak lurik bergelombang transversal dari kepala
leher hingga punggung seperti pada Gambar 5. Cicak terbang memiliki SVL
(Snout Vent Length) 98 mm. Ciri lain dari spesies ini yaitu memiliki garis yang
terletak di sisi mata baik kanan maupun kiri yang berwarna cokelat kehitaman.
Garis ini memanjang hingga pada corak lurik pada punggung bagian pertama.
Bagian bawah tubuh tidak memiliki corak dan berwarna kuning (Das 2007).
7
Sumber: Dokumentasi Pribadi (2010)
Gambar 5 Cicak terbang (Ptychozoon kuhli Stejneger, 1902). 2.2 Habitat dan Distribusi
Alikodra (2002) menyatakan bahwa habitat adalah satu kesatuan kawasan
yang dapat menjamin segala keperluan hidup satwaliar baik makanan, air, udara
bersih, garam mineral, tempat berlindung, berkembangbiak, maupun tempat
mengasuh anak-anaknya. Setiap jenis satwa memiliki karakteristik habitat
tersendiri.
Habitat yang ideal untuk hidup tokek berada pada ketinggian 0-850 m dpl
dengan suhu yang dibutuhkan sekitar 32°C dan kelembaban 25-35 % (Susilo &
Rahmat 2010). Lebih lanjut dinyatakan bahwa tokek dan cicak lebih menyukai
habitat yang kering, terutama dataran rendah.
2.2.1 Distribusi tokek biasa (Gekko gecko Linnaeus, 1758)
Cakupan wilayah tokek biasa sangat luas di Indonesia diantaranya:
Kalimantan, Sumatera, Jawa, Sulawesi, Lombok, Flores, Timor, Pulau Aru, Pulau
Komodo. PT Mega Citrindo memperoleh pasokan tokek biasa dari Cilacap dan
Purbalingga Propinsi Jawa Tengah. Penyebaran tokek biasa di wilayah Asia
Tenggara meliputi: Bangladesh, India, Nepal, Myanmar, Thailand, Kamboja,
Laos, Vietnam, Malaysia, Kepulauan Filipina (Palawan, Calamian, Islands,
Panay, Luzon). Wilayah Asia Timur hanya terdapat di negara China Selatan
(Termasuk Hong Kong dan Taiwan). Penyebaran di Amerika Serikat merupakan
hasil introduksi yang dilakukan ke wilayah Florida, Hawaii, dan Martinique di
8
Kepulauan Karibia. Penyebaran spesies ini di negara Perancis juga merupakan
hasil introduksi (Das 2007 dan J. Craigh Venter Instistute 2009).
2.2.2 Distribusi tokek bergaris (Gekko vittatus Houttyun, 1782)
Tokek bergaris (Gekko vittatus Houttyun, 1782) dapat ditemukan di
wilayah Indonesia. PT Mega Citrindo memperoleh pasokan tokek bergaris dari
Ambon, (Propinsi Maluku) dan Sorong (Propinsi Papua) sejak tahun 2000. Tokek
bergaris juga dapat ditemukan di India, Guinea Baru, Pulau Admiralti, Kepulauan
Bismarck, Kepulauan Solomon, Rennell, Bellona, dan Pulau Santa Cruz (J.
Craigh Venter Instistute 2009).
2.2.3 Distribusi cicak terbang (Ptychozoon kuhli Stejneger, 1902)
Penyebaran cicak terbang (Ptychozoon kuhli Stejneger, 1902) di Indonesia
dapat ditemukan di wilayah Kalimantan, Sumatera, Jawa dan Pulau Enggano. PT
Mega Citrindo memperoleh pasokan cicak terbang dari Cilacap dan Purbalingga
(Propinsi Jawa Tengah). Di luar wilayah Indonesia cicak terbang dapat ditemukan
di Sarawak, Sabah, Brunei Darusalam, dan Malaysia Barat, serta Thailand,
Myanmar, India, Pulau Nicobar, Singapura (Das 2007 dan J. Craigh Venter
Instistute 2009).
2.3 Pakan
Tokek merupakan satwa karnivora (pemakan daging). Tokek menyukai
pakan yang berasal dari berbagai jenis serangga seperti jangkrik, ulat hongkong,
dan kroto sebagai pakan utama. Sebagai pakan tambahan tokek dapat diberi udang
kering, telur rebus, anak katak, dan ulat sagu. Lemak babi juga dipercaya dapat
menambah berat tubuh tokek, karena dapat meningkatkan daya tubuh tokek
(Susilo & Rahmat 2010).
2.4 Perilaku
Perilaku satwa merupakan ekspresi dari seekor satwa yang disebabkan
oleh faktor-faktor yang mempengaruhinya. Faktor-faktor tersebut adalah faktor
dalam (Endogenous factors), faktor luar (Exogenous factors), faktor pengalaman
(Experience factors) dan faktor fisiologis (Suratmo 1979). Satwaliar melakukan
proses fisiologis untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya melalui
9
persaingan dan berkerjasama untuk mendapatkan makanan, tempat berlindung,
dan pasangan untuk kawin (Alikodra 2002).
Suratmo (1979) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkah laku satwa disebut sebagai rangsangan. Aktifitas yang ditimbulkan oleh
rangsangan disebut dengan respon. Setiap perilaku satwa memiliki rangsangan
primer yaitu rangsangan yang dapat menimbulkan respon tanpa adanya
pengalaman lebih dahulu (Alikodra 2002).
2.4.1 Perilaku bergerak
Tokek merupakan satwa yang aktif di malam hari (nocturnal) (Cogger dan
Zweifel 2003). Nama tokek diambil dari suara khas yang dikeluarkan oleh tokek
itu sendiri yang berbunyi tokek…tokek…tokek (Susilo & Rahmat 2010).
Tokek memiliki kebiasaan menjilati mata bila kotoran menempel hingga
bersih (Cogger & Zweifel 2003). Tokek akan melepaskan ekornya (autotomi) bila
dalam keadaan terdesak, hal itu dilakukan untuk mengelabui musuhnya.
Melepaskan ekornya juga merupakan salah satu cara tokek untuk berlari dengan
cepat. Ekor akan tumbuh sekitar 3 minggu kemudian dan akan kembali seperti
bentuk semula dalam waktu 4 bulan (Susilo & Rahmat 2010).
Tokek akan mengalami proses ganti kulit setiap satu bulan sekali. Proses
ganti kulit memerlukan energi yang cukup besar sehingga pada saat proses ini
tokek banyak berdiam diri dan tidak aktif. Proses pergantian kulit diawali dengan
berubahnya warna tubuh menjadi lebih keputihan dan lama-lama menjadi
memudar. Dalam proses ini terdapat 2 bagian yaitu proses penglupasan kulit dan
pergantian kulit. Proses penglupasan kulit terjadi selama 7-9 hari. Interval ganti
kulit terjadi selama 3-6 minggu sekali pada tokek usia 2 tahun (Susilo & Rahmat
2010).
2.4.2 Perilaku makan
Tokek memangsa hewan yang ukuran tubuhnya lebih kecil. Sebagian
besar tokek mencari makan di malam hari (Cogger & Zweifel 2003 dalam
Endarwin 2006). Tokek juga memiliki kebiasaan memakan kulit yang
dilepaskannya (Halliday & Adler 2000 dalam Endarwin 2006).
10
2.4.3 Perilaku kawin
Perilaku kawin merupakan hubungan yang dilakukan oleh satwaliar jantan
dan betina dewasa (Alikodra 2002). Tokek merupakan satwa yang memiliki
jalinan hubungan erat dan permanen diantara jantan dan betinanya (J. Craigh
Venter Instistute 2009). Proses kopulasi tokek ditandai dengan posisi betina
berada di bawah dan jantan berada di atas. Sebelum terjadi kopulasi biasanya
kedua tokek atau cicak saling mengibaskan ekornya dan jantan lebih aktif
mengelilingi betina. Proses kopulasi sangatlah singkat. Bila proses tersebut sudah
terjadi biasanya betina akan selalu menghindar dan menjauh dari pejantan (Susilo
& Rahmat 2010).
2.5 Penangkaran
2.5.1 Pengertian penangkaran
Penangkaran merupakan suatu upaya yang bertujuan untuk memperbanyak
populasi dengan tetap mempertahankan kemurnian genetiknya. Penangkaran
digunakan sebagai dasar untuk mengembangkan jenis-jenis satwaliar atau
tumbuhan alam yang meliputi kegiatan pendukung yaitu pengadaan bibit atau
induk, pembiakan, perkawinan, penetasan, parental care, dan pemulihan populasi
di alam bebas (Thohari 1987).
2.5.2 Aspek-aspek teknis penangkaran
Beberapa tahapan dalam usaha penangkaran meliputi tahap
pengumpulan/penangkapan satwa yang akan digunakan sebagai bibit dari alam,
tahap pengangkutan, tahap pemeliharaan, dan yang terakhir adalah tahap
pemanfaatan dan restocking (pengembalian ke alam beberapa individu satwa hasil
penangkaran dengan tujuan untuk memulihkan tingkat populasinya secara wajar).
Thohari (1987) menambahkan bahwa dalam proses penangkaran teknologi yang
diperlukan mencakup aspek yang sangat luas yaitu meliputi perkandangan,
makanan, reproduksi, kesehatan dan kegiatan pasca panen. Suatu penangkaran
dikatakan berhasil apabila teknologi reproduksi satwa tersebut telah dikuasai dan
satwa yang ditangkarkan dapat dikembangbiakkan dengan baik.
11
2.5.2.1 Bibit
Para peternak mengambil tokek dari alam sebagai indukan. Tokek dapat
ditemukan di sekitar hutan jati, pemakaman, dan rumah penduduk di pedalaman.
Berburu tokek paling baik adalah pada waktu malam bulan purnama di musim
kemarau. Pada waktu tersebut banyak tokek yang berkeliaran di malam hari di
banding pada musim hujan (Susilo & Rahmat 2010).
2.5.2.2 Kandang
Kandang dimaksudkan untuk menempatkan satwa (Department of
Conservation 1999). Kandang tokek dapat dibuat dari kayu, kaca, fiber atau besi.
Ukuran kandang dapat disesuaikan dengan jumlah tokek yang akan ditangkarkan
atau di rawat. Ukuran kandang ideal untuk seekor tokek adalah 30 x 25 x 40 cm.
Ukuran ideal untuk kandang bersama yang dapat berisi 10 ekor tokek adalah 90 x
30 x 60 cm (Susilo & Rahmat 2010).
Syarat yang perlu diperhatikan dalam penempatan kandang tokek menurut
Susilo dan Rahmat (2010) yaitu:
1. Terletak pada lokasi yang terlindung dari sinar matahari langsung,
2. Harus dalam keadaan bersih, kering, dan tidak lembab,
3. Memiliki sirkulasi udara yang bagus, yaitu bisa dilengkapi dengan kawat
kasa berukuran 0,2 cm atau 0,5 cm pada sebagian dinding dan atap
kandang. Kawat kasa juga berguna untuk menghindari masuknya tikus ke
dalam kandang,
4. Harus jauh dari jangkauan binatang pengganggu seperti kucing dan tikus,
5. Terletak pada lokasi yang jauh dari sumber kebisingan,
6. Tidak langsung terkena air hujan ketika musim hujan tiba,
7. Terletak pada lokasi yang jauh dari sumber bau yang dapat mengganggu
pernafasan tokek.
2.5.2.3 Reproduksi
Musim kawin tokek biasanya terjadi pada akhir musim kemarau hingga
menjelang awal musim hujan, yaitu pada bulan September hingga Oktober.
Peneluran terjadi satu bulan setelah kopulasi (Susilo & Rahmat 2010). Tokek
betina menghasilkan 2 telur sekaligus. Telur yang dihasilkan memiliki diameter
11-15 mm. Telur tokek akan menetas dalam kurun waktu ± 73 hari (Das 2007).
12
Tokek dapat berkembangbiak sebelum mencapai usia setahun penuh, paling
lambat hingga usia 2 tahun. Hal ini merupakan keistimewaan pada pertumbuhan
tokek. Tokek muda (juvenil) dapat tumbuh dengan cepat kemudian terjadi
kelambatan pertumbuhan (Cogger & Zweifel 2003). Ciri yang membedakan
antara tokek jantan dan betina tersaji pada Tabel 1 (Susilo & Rahmat 2010):
Tabel 1 Penentuan jenis kelamin pada tokek dan cicak No. Bagian tubuh Jantan Betina 1 Bentuk kepala Besar dan memanjang Lebih kecil dan membulat 2 Bentuk badan Kokoh dan lebih panjang Gemuk dan pendek 3 Ekor Panjang dan berduri tajam Pendek dan halus 4 Perilaku Agersif Jinak 5 Warna kulit Gelap Cerah 6 Sorot mata Tajam Redup
2.5.2.4 Manajemen kesehatan
Tokek memiliki beberapa jenis penyakit yang biasa menyerang. Penyakit
ini harus dihindari terutama bila akan melakukan kegiatan penangkaran. Penyakit
yang umum ditemukan menyerang tokek berdasarkan Geckocare 2007 antara lain:
1. Kehilangan nafsu makan (Appetite loss)
Penyebab utama adalah lingkungan yang bising. Tokek yang kehilangan
nafsu makan harus ditangani secara intensif. Namun, bila tokek tetap bugar dan
berat badan tetap meskipun dalam keadaan hilang nafsu makan, tidak perlu
dikhawatirkan. Apabila tokek kehilangan berat badan yang cukup tajam dalam
waktu singkat, perlu dikonsultasikan kepada dokter hewan.
2. Muntah (Regurgitation)
Muntah biasanya banyak terjadi pada tokek muda (juvenil). Hal ini terjadi
karena tokek muda belum terbiasa untuk mengunyah makanannya dan biasanya
akan berhenti setelah membiasakan diri untuk mengunyah makanan terus
menerus.
3. Diare (Diarrhea)
Tokek cenderung memasukkan benda-benda yang ada di dalam kandang
ke dalam mulutnya. Hal ini menjadi salah satu penyebab diare, karena diduga
13
benda-benda tersebut telah tercemar bakteri E. coli. Diare ditandai dengan adanya
darah di feses tokek.
4. Infeksi mata (Eye Infection)
Infeksi mata pada tokek dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti
debu dan serpihan kecil benda asing yang menempel pada mata. Bila terjadi
infeksi mata harus ditangani dengan serius karena dapat menyebabkan kebutaan.
5. Infeksi kulit (Skin Infection)
Tokek dapat terserang infeksi kulit. Penyebab infeksi kulit adalah apabila
tokek melewati substrat tanah yang lembab dan menempel pada kulit. Indikator
bila terjadi infeksi pada tokek terlihat dari adanya bercak hitam atau cokelat pada
kulit. Infeksi kulit dapat terjadi di seluruh bagian tubuh. Untuk menghindari
infeksi menjalar keseluruh tubuh dapat dilakukan dengan pemberian kertas atau
tissue dalam kandang dan pembersihan areal kandang dengan desinfektan.
6. Infeksi pernafasan (Respiratory problem)
Gangguan pernafasan biasanya terjadi akibat suhu yang dingin. Bila
terserang gangguan pernafasan biasanya tokek akan menujukan perilaku sulit
bernafas dan selalu membuka mulutnya (Geckocare 2007). Penyakit ini ditandai
dengan adanya gelembung lendir disekitar lubang hidung. Penyebabnya adalah
virus herpes dan virus calici (Susilo & Rahmat 2010).
7. Infeksi mulut
Infeksi pada mulut dicirikan dengan adanya pembengkakan pada mulut.
Biasanya terjadi akibat perkelahian antar tokek. Pengobatan dapat dilakukan
dengan memberikan Teramycin cair 150 mg 1-2 kali sehari yang dicampur dengan
pakan tokek (Susilo & Rahmat 2010).
8. Saling memakan (Kanibalism)
Penyakit ini biasanya timbul bila tokek ditempatkan dalam kandang
bersama (masal). Hal ini sangat mungkin terjadi mengingat tokek merupakan
karnivora. Kanibal adalah suatu naluri yang timbul dari tokek untuk memangsa
dan memakan tokek lain. Naluri ini timbul karena faktor lingkungan yang tidak
menguntungkan. Kandang yang teralu gaduh, ruang yang terlalu sempit karena
jumlah populasi yang cukup banyak dan tempat persembunyian tidak memadai,
pakan kurang mencukupi, dan suhu kandang meningkat (Susilo & Rahmat 2010).
14
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di Penangkaran PT Mega Citrindo terletak di Jalan
Mutiara 7 no 33 Desa Curug, Kecamatan Gunung Sindur, Parung, Kabupaten
Bogor, Provinsi Jawa Barat. Pengambilan data dilakukan selama 2 bulan dimulai
dari tanggal 11 Juli 2010 sampai dengan 11 September 2010.
3.2 Alat dan Objek penelitian
Alat-alat yang digunakan meliputi termometer dry-wet, meteran jahit (150
cm), timbangan digital (1 kg), kamera digital, kalkulator, tally sheet, panduan
wawancara, alat tulis, serta sarana dan prasarana di PT Mega Citrindo. Objek
penelitian adalah tokek biasa (Gekko gecko Linnaeus, 1758), tokek bergaris
(Gekko vittatus Houttyun, 1782), dan cicak terbang (Ptychozoon kuhli Stejneger,
1902) dengan jumlah 5 ekor per jenis.
3.3 Metode Pengambilan Data
Jenis data dan metode pengambilan data terangkum dalam Tabel 2 berikut:
Tabel 2 Jenis dan metode pengambilan data
No. Jenis data Metode pengambilan data Jenis data
Pengamatan Pengukuran Studi Pustaka
Primer Sekunder
I.
Karakteristik Morfologis Tokek dan Cicak
1 Karakteristik morfologis kuantitatif
• Pajang total dan SVL (cm) √ √ √
• Berat badan (gram) √ √ √ 2 Karakteristik
morfologis kualitatif
• Bentuk tubuh √ √ √ • Warna iris mata √ √ √ • Determinasi jenis
kelamin Tokek dan Cicak
√ √ √
3. Asal Tokek dan Cicak √ √ √ √
15
Tabel 2 Lanjutan
No. Jenis data Metode pengambilan data Jenis data
Pengamatan Pengukuran Studi Pustaka
Primer Sekunder
II. Teknik Pemeliharaan 1. Kandang • Kandang √ √ √ • Lokasi kandang √ √ √
• Perlengkapan kandang √ √ √
• Suhu dan kelembaban kandang √ √ √
• Perawatan kandang √ √ √ 2. Pakan dan Air a. Pakan • Jenis pakan √ √ √
• Waktu pemberian pakan √ √ √
• Jumlah pakan √ √ √
• Cara pemberian pakan √ √ √
b. Air • Jenis air √ √ √
• Jumlah dan waktu pemberian air √ √ √ √
• Cara pemberian air √ √ √
3. Pemeliharaan kesehatan
• Waktu pemeliharaan
dan pemberian obat dan vitamin
√ √ √
• Upaya pencegahan dan penanggulangan √ √ √
• Jenis penyakit √ √ √ √
• Jenis obat dan
desinfektan yang diberikan
√ √ √ √
4. Pemanfaatan hasil
• Bentuk pemanfaatan hasil √ √ √
• Harga jual dan beli √ √
• Kriteria penentuan
nilai ekonomi tokek dan cicak
√ √ √ √
• Jumlah panen (ekor) √ √ • Negara tujuan ekspor √ √ √
• Teknik packing dan pengiriman √ √
• Resiko kuantitas
dalam pengiriman (ekspor)
√ √
• Jalur pemasaran tokek dan cicak √ √
16
Tabel 2 Lanjutan
No. Jenis data Metode pengambilan data Jenis data
Pengamatan Pengukuran Studi Pustaka
Primer Sekunder
5. Perilaku khusus tokek dan cicak
• Aktifitas meluncur pada cicak terbang √ √ √
• Aktifitas penumpukan individu pada tokek dan cicak
√ √ √
• Aktifitas memakan
kulit yang terlepas (Shed skin)
√ √ √
• Musim kawin √ √ √
3.3.1 Pengukuran karakteristik morfologi tokek dan cicak
3.3.1.1 Karakteristik morfologi kuantitatif
Pengukuran karakteristik kuantitatif tokek dan cicak dilakukan dengan
mengukur panjang total (mulut hingga ekor) dan panjang SVL (Snout Vent
Length) (mulut hingga pangkal ekor) serta pengukuran berat badan seperti yang
tersaji dalam Gambar 6. Pengukuran dilakukan pada setiap jenis dengan
menggunakan meteran jahit. Mengukur berat badan dilakukan dengan
menggunakan timbangan digital 1 kg.
Pengukuran panjang dan berat badan selama 5 minggu dengan 5 kali
pengulangan. Pengukuran dilakukan untuk mengetahui pertambahan panjang
tubuh dan berat badan. Disediakan sebanyak 4 unit kandang intensif dengan
ukuran kandang 31 21,5 15,5 . Setiap unit kandang intensif
dipelihara 5 ekor tokek dan cicak.
Gambar 6 Metode pengukuran panjang total dan panjang SVL.
17
3.3.1.2 Karakteristik morfologi kualitatif
Identifikasi karakteristik morfologis kualitatif dilakukan dengan
pengamatan langsung dan pengambilan gambar terhadap tokek dan cicak.
Karakteristik morfologi kualitatif yang diamati meliputi bentuk tubuh dan warna
iris mata.
3.3.2 Teknik pemeliharaan di penangkaran
3.3.2.1 Kondisi kandang
Penjelasan mengenai kondisi kandang diantaranya bentuk, jumlah, ukuran,
konstruksi, fasilitas, daya tampung dan suhu di kandang dilakukan secara
deskriptif dengan metode berupa pengamatan langsung dan pengukuran.
3.3.2.2 Suhu dan kelembaban kandang
Pengukuran suhu dan kelembaban kandang digunakan alat yaitu
termometer dry wet. Termometer diletakan di dalam kandang. Pengamatan
langsung terhadap suhu dilakukan selama dua minggu dengan pengulangan setiap
3 jam, dimulai dari jam 06.00 WIB.
3.3.2.3 Pakan
Aspek pakan yang diamati dan diukur meliputi jenis pakan, waktu
pemberian pakan, pengukuran jumlah pakan, dan cara pemberian pakan pada
tokek dan cicak.
3.3.2.4 Pemeliharaan kesehatan
Pengamatan pemeliharaan satwa dalam kandang dilakukan dengan, studi
pustaka, pengamatan langsung dan wawancara terhadap animal keeper, meliputi
jenis penyakit, upaya pencegahan dan penanggulangan, jenis obat atau desifektan,
dan waktu pemberian obat atau desinfektan.
3.3.2.5 Pemanfataan hasil
Kegiatan pemanfaatan hasil (panen) dilakukan bila ada permintaan,
biasanya disebut dengan packing. Kriteria panen ditentukan oleh umur tokek dan
cicak, menghitung jumlah tokek dan cicak pada saat panen, harga tokek dan cicak,
dan wawancara kepada pengelola untuk negara tujuan pengiriman.
18
3.3.3 Analisis dan penyajian data
3.3.3.1 Analisis deskriptif
Data yang telah diperoleh selama pengamatan dan wawancara di
penangkaran dianalisis secara deskriptif.
3.3.3.2 Analisis kuantitatif
Perhitungan nilai tengah dari parameter yang meliputi berat badan dan
panjang badan dengan menggunakan persamaan statistik sebagai berikut (Walpole
1988):
nx χ∑=
Keterangan :
x = Nilai tengah setiap parameter
χ∑ = Jumlah data setiap parameter
n = Jumlah spesies
Rumus yang digunakan dalam perhitungan nilai standar deviasi, karena
data yang dianalisis merupakan data sample serta dikelompokkan, sehingga
persamaan yang digunakan adalah sebagai berikut.
∑
Keterangan :
S = Standar deviasi
= Nilai ke
= Nilai rata-rata
n = Jumlah populasi
19
BAB IV
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
4.1 Lokasi Penelitian
Penangkaran PT Mega Citrindo terletak di jalan Mutiara VII No.31 Desa
Curug, Kecamatan Gunung Sindur, Parung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan
luas total kawasan sekitar 2860 m³ berada pada ketinggian 1100 mdpl (diatas
permukaan laut).
4.2 Sejarah Lokasi
PT Mega Citrindo hanya bertindak sebagai pengumpul dan menampung satwa
sitaan, yaitu reptil. Satwa yang dikumpulkan kemudian diekspor keluar negeri.
Sehingga dapat dikatakan bahwa lokasi ini hanya sebagai transit. Pemenuhan
permintaan pasar konsumen, reptil diambil langsung dari daerah-daerah atau
ditempat-tempat penampungan lainnya. Penghindaran kematian satwa pada
penampungan biasanya ditanggung oleh pihak pengelola, pihak pengelola
menerapkan aturan bahwa satwa yang akan dikirim selalu disesuaikan dengan order
permintaan.
PT. Mega Citrindo bergerak dalam bidang perdagangan reptil yang dilindungi
undang-undang ataupun yang tidak dilindungi undang-undang. Orientasi kegiatan
eksport reptil ini berdasarkan peraturan pemerintah, yaitu Direktur Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam No 100/KPTS/DJ-IV/2001 tentang
penangkaran reptil dan keputusan Bupati Bogor No 522. 51 /52.KPTS/HUK/2003
tentang izin usaha eksport untuk satwaliar yang tidak dilindungi dan NON
APPENDIX CITES.
4.3 Jenis Satwa yang Dipelihara
PT Mega Citrindo menekankan pada pemeliharaan reptil dan amfibi untuk
dikirim keluar negeri sebagai komoditi perdagangan. Pemilihan reptil dan amfibi
diawali dengan kegemaran pengelola untuk memelihara reptil yang dilanjutkan
20
dengan inisiatif untuk mengelola usaha perdagangan satwa dengan komoditi reptil
dan amfibi. Reptil dan amfibi dari negara Indonesia yang terletak di kawasan tropis,
memberikan nilai tersendiri di mata konsumen luar negeri.
Jenis reptil dan amfibi yang dipelihara antara lain :
1. Kura-kura ambon (Cuora amboinensis)
2. Kura-kura macan (Leopard tortoise)
3. Kura-kura kaki gajah (Manouria emys)
4. Kura-kura mocong babi (Amyda cartilaginea)
5. Kura-kura long neck (Chelodina maccrodi)
6. Biawak bunga tanjung (Varanus salvadorii)
7. Biawak ekor biru (Varanus doreanus)
8. Biawak dumeril (Varanus melinus)
9. Kadal lidah biru (Tiliqua gigas)
10. Kadal kebun (Eutrophis multifasciata)
11. Soa layar (Hydrosaurus sp.)
12. Soa payung (Draco sp.)
13. Bunglon (Bronchela cristatella)
14. Tokek biasa (Gekko gekko)
15. Tokek bergaris (Gekko vittatus)
16. Cicak terbang (Pthychozoon kuhli)
17. Tokek belang (Cyrtodactilus lousiadensis)
18. Tokek ganas (Gekko vorax)
19. Sanca (Python sp.)
20. Katak pohon (Rana sp.)
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Morfologis Tokek dan Cicak
5.1.1 Karakteristik morfologis kuantitatif
Karakteristik morfologis kuantitatif pada tokek dan cicak diketahui dengan
melakukan pengambilan beberapa varibel peubah yang meliputi berat badan, panjang
badan dan panjang SVL. Kandang intensif yang digunakan untuk memperoleh nilai
variabel peubah berukuran 31 21,5 15,5 . Menurut Susilo dan
Rahmat (2010) varibel peubah di dalam kriteria penjualan tokek dan cicak adalah
berat badan. Hasil pengukuran karakteristik morfologis kuantitatif tersaji dalam Tabel
3.
Tabel 3 Karakteristik morfologis kuantitatif tokek dan cicak di PT Mega Citrindo
Variabel peubah
Spesies (n = 5)
Tokek biasa Tokek bergaris sorong
Tokek bergaris ambon Cicak terbang
Sd Sd Sd Sd Berat badan (gram)
16.48 1.01 9.22 2.17 13.90 2.30 6.50 1.73
Panjang badan (cm)
23.30 0.33 23.10 0.76 24.60 0.41 17.56 0.29
Panjang SVL (cm)
11.65 0.17 11.55 0.38 12.30 0.21 8.70 0.14
5.1.1.1 Berat badan
Hasil pengukuran menunjukan bahwa tokek dan cicak memiliki berat badan
dibawah rata-rata berat badan minimal yaitu sebesar 350 gram yang menjadi batas
minimal berat badan sebagai satwa berkhasiat obat. Selama kegiatan penelitian tidak
ditemukan tokek dan cicak dengan berat badan mencapai 350 gram. Ditinjau dari
tujuan pemeliharaannya tokek dan cicak yang dijual hanya dimanfaatkan sebagai
satwa peliharaan (pets), berat badan tidak menjadi patokan karena tidak digunakan
sebagai penghasil obat.
Faktor eksternal yang mempengaruhi pertumbuhan berat badan tokek adalah
manusia. Tokek merupakan satwa yang rentan stres bila tersentuh oleh tangan
22
manusia, perilaku stres yang ditunjukan adalah mengecilnya bagian perut karena
hanya berisi angin. Perlakuan khusus terhadap tokek untuk mendapatkan berat badan
minimal dengan tujuan komersial perlu dilakukan, dengan menciptakan kondisi
kandang yang gelap, sunyi dan penempatan seekor tokek dalam kandang tunggal
(Susilo & Rahmat 2010). Penempatan tokek di PT Mega Citrindo menerapkan sistem
kandang masal dan dalam kondisi langsung terkena sinar matahari ataupun hujan,
sehingga dalam pengamatan belum ditemukan tokek yang memiliki berat badan
minimum 350 gram.
5.1.1.2 Panjang badan
Hasil pengukuran menunjukan panjang badan tokek dan cicak berkisar antara
17 cm hingga 23 cm. Hasil pengamatan menunjukan pertumbuhan panjang tokek dan
cicak bersifat relatif karena tokek bergaris ambon ditinjau dari kondisi daerah asal
dengan intensitas sinar matahari tinggi, memiliki panjang total yang lebih unggul.
Panjang SVL tokek dan cicak bukan merupakan suatu ukuran dalam penjualan, dalam
studi literatur menunjukan bahwa hanya ukuran berat badan yang mempengaruhi
penjualan dan ketertarikan dari konsumen. Dalam kegiatan penelitian ilmiah ukuran
panjang SVL digunakan untuk membedakan jenis kelamin tokek jantan dan betina,
dalam kegiatan perdagangan ukuran SVL bukan menjadi standar (Xu dan Ji 2006).
Tokek madagaskar (Phelsuma madagascariensis) yang merupakan satwa
diurnal (aktif di siang hari) memiliki panjang badan 20 cm (Taniguchi et al 1998).
Pada jenis leaf-toed gecko (Hemidactylus bowringii) yang hidup di selatan negara
Cina memiliki panjang SVL 57–60 mm (Xu dan Ji 2006). Setengah atau lebih dari
total panjang badan tokek merupakan ekor (Van Hoeve 2003).
a. Jari kaki
Jari kaki merupakan salah satu kelengkapan fisik tokek dan cicak yang
mempengaruhi harga jual. Hasil pengukuran jumlah jari kaki normal adalah 5, baik
kaki depan maupun belakang. Dalam pengamatan dan perhitungan ditemukan seekor
tokek yang mempunyai 4 jari seperti yang tersaji dalam Gambar 7. Abnormalitas
seperti yang terjadi tokek berjari 4 adalah penyimpangan lapisan embrional
23
mesoderm pada hewan triploblastik. Aryulina et al (2004) menjelaskan bahwa
mesoderm akan mengalami differensiasi membentuk tulang. Diduga faktor terjadinya
abnormalitas pada fisik tokek dipengaruhi oleh faktor pertumbuhan pada saat embrio
yang berupa infeksi penyakit.
Sumber: Dokumetasi Pribadi (2010)
Gambar 7 Abnormalitas fisik tokek.
Keunikan fisik sering terjadi pada tokek bergaris. Gambar 14 merupakan
cotoh bentuk fisik yang tidak sempurna. Biasanya tokek yang memiliki keunikan fisik
dipelihara oleh pengelola sebagai koleksi pribadi. Bila dalam suatu kesempatan
digelar acara pameran reptil, tokek tersebut dijadikan objek pameran dalam
terrarium. Kebanyakan pengunjung tertarik untuk melihat satwa unik, sehingga
mejadi daya tarik tersendiri.
d. Ekor
Ekor bagi seekor tokek dan cicak sangat penting saat merayap di dinding atau
untuk menghindari terjatuh dari langit-langit. Ekor berfungsi sebagai kaki ke 5 saat
merayap di dinding yang basah dan menjadi penyeimbang saat jatuh, sehingga selalu
mendarat sempurna dengan ke 4 kakinya. Selama ini tokek dan cicak dikenal sebagai
satwa yang pandai memanjat karena terdapat scansor ditelapak kakinya, sehingga
memungkinkan merekat kuat pada permukaan vertikal. Menurut Angga (2010) tokek
menggunakan ekornya untuk bermanuver selama jatuh bebas dan mengubah arah
jatuhnya. Saat jatuh diawali dengan punggung yang menghadap ke bawah, namun
saat mulai meluncur ekornya diputar sehingga posisi perut berada dibawah. Saat
24
melayang diudara ekor berperan untuk mengarahkan gerakan. Ekor jika dikibaskan ke
kiri, maka badanya akan berbelok ke kiri, saat dikibaskan ke kanan, maka badanya
akan mengarah ke kanan.
Jumlah ekor normal tokek adalah satu, tokek dengan ekor bercabang jarang
ditemukan termasuk di PT Mega Citrindo. Dari hasil pengukuran dan pengamatan
dijumpai seekor tokek dengan ekor bercabang seperti yang tersaji dalam Gambar 8.
Sumber: Dokumetasi Pribadi (2010)
Gambar 8 Abnormalitas jumlah ekor tokek.
Berbagai mitos berkembang dalam masyarakat tentang tokek yang memiliki
ekor bercabang. Memelihara tokek dan cicak ekor bercabang di dalam rumah
dipercaya dapat membawa keberuntungan bagi pemiliknya, terutama masyarakat
Tionghoa (Cina). Selain itu tokek dan cicak ekor bercabang sangat sulit ditemukan
sehingga harga jualnya pun tinggi (Angga 2010). Umumnya, tokek dan cicak
bercabang memiliki bentuk yang beragam. Berikut beberapa spesies tokek bercabang
yang berada di alam (Susilo & Rahmat 2010).
a. Tokek yang cabang ekornya sama besar dengan ekor aslinya.
b. Tokek yang cabang ekornya lebih kecil daripada ekor aslinya.
c. Tokek dengan cabang ekornya hanya satu buah.
d. Tokek dengan cabang ekornya lebih dari satu.
e. Tokek yang cabang ekornya hanya satu, lebih kecil dan menghadap ke atas.
f. Tokek yang cabang ekornya hanya satu, lebih kecil dan menghadap ke bawah.
25
5.1.2 Pengukuran morfologis kualitatif
5.1.2.1 Bentuk tubuh
Hasil pengataman terhadap bentuk tubuh tokek dan cicak tidak berbeda antara
jantan dan betina. Pada umumnya semua spesies tokek memiliki ciri fisik yang sama
yaitu memiliki tubuh pendek, lebar, dan gemuk (Susilo & Rahmat 2010).
5.1.2.2 Mata
Hasil pengamatan menunjukan warna mata tokek dan cicak berwarna kuning
terang dengan iris mata vertikal. Van Hoeve (1992) menyebutkan bahwa mata tokek
biasanya berukuran besar dan memiliki warna yang indah. Schmidt (1997)
menyatakan bahwa terdapat dua bentuk iris mata pada Gekkonidae, yaitu vertikal dan
horisontal.
Fotoreseptor sel pada mata hewan bertulang belakang memiliki bentuk
kerucut atau batang. Secara umum bentuk batang beradaptasi di malam hari,
sedangkan bentuk kerucut beradaptasi dengan di siang hari. Tokek dan cicak yang
menjadi objek penelitian, seluruhnya merupakan satwa nocturnal (aktif di malam
hari) memiliki bentuk fotoreseptor batang. Pigmen mata yang terdapat dalam
fotoreseptornya terdiri dari hijau, biru dan ultraviolet (Taniguchi et al 1998).
5.1.2.3 Determinasi Jenis Kelamin Tokek dan Cicak
Berdasarkan hasil pengamatan PT Mega Citrindo tidak mempermasalahkan
jenis kelamin tokek dan cicak, karena tidak digunakan sebagai indukan. Cara yang
paling tepat membedakan jantan dan betina adalah dengan melihat bentuk pada
pangkal ekor tokek dan cicak seperti yang tersaji dalam Gambar 9.
(a) (b)
26
(a) (b)
Sumber: Dokumetasi Pribadi (2010)
(a) (b) Keterangan: (a) jantan; (b) betina
Gambar 9 Determinasi jantan dan betina pada tokek dan cicak.
Hasil pengamatan menunjukan bahwa seluruh jantan pada tokek dan cicak
memiliki ciri khusus pada pangkal ekor. Ukuran jantan dan betina bersifat relatif pada
spesies cicak terbang, namun ukuran jantan lebih besar dan warna tubuh jantan lebih
gelap pada spesies tokek bergaris dan tokek biasa. Sesuai dengan pernyataan Susilo
dan Rahmat (2010) yang menyatakan bahwa warna kulit jantan lebih gelap dari
warna kulit betina. Ukuran jantan dapat terlihat dengan membandingkan bagian
kepala dan ekor. Pada bagian kepala dan ekor jantan terlihat lebih besar dibandingkan
betina baik di usia muda dan dewasa (Xu dan Ji 2006).
27
5.2 Asal Tokek dan Cicak
PT Mega Citrindo memperoleh tokek dan cicak dari wilayah Jawa Tengah,
Ambon dan Sorong seperti yang tersaji dalam Tabel 4. Gambar spesies tokek dan
cicak disajikan pada Gambar 10.
Tabel 4 Daerah asal dan jumlah tokek dan cicak yang dipelihara PT Mega Citrindo periode Juli 2010
No. Jenis Nama latin
Daerah asal
Jumlah (ekor)
Jumlah kandang
(unit)
Waktu pengiriman
Umur
1 Tokek biasa
Gekko gecko
Jawa Tengah
306 1 ± Setiap 7 hari Tidak menjadi syarat bagi setiap spesies
2 Tokek bergaris ambon
Gekko vittatus
Ambon, Maluku
220 1 ± Setiap 10 hari
3 Tokek bergaris sorong
Gekko vittatus
Sorong, Papua
205 1 ± Setiap 10 hari
4 Cicak terbang
Ptychozoon kuhli
Jawa Tengah
70 1 ± Setiap 14 hari
(a) (b)
(c) (d) Sumber: Dokumetasi Pribadi (2010) Gambar 10 Jenis tokek dan cicak (a) tokek biasa (b) tokek bergaris ambon (c) tokek bergaris sorong (d) cicak terbang.
28
Wilayah Jawa Tengah, Maluku, dan Papua merupakan pengumpul besar tokek
dan cicak. Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara PT Mega Citrindo
memperoleh tokek dan cicak dari pengumpul besar sejak tahun 2000 sampai 2010.
Tokek dan cicak yang diperoleh pengumpul besar merupakan hasil tangkapan
langsung dari alam.
Berdasarkan hasil pengamatan yang tersaji dalam Tabel 3 menunujukan
jumlah pengiriman tokek dan cicak bersifat relatif karena jumlah tokek biasa
menempati jumlah tertinggi dalam pengiriman, namun jumlah tersebut dapat berubah
sewaktu-waktu. Faktor yang mempengaruhi jumlah pengiriman bergantung dari
jumlah penangkapan dari alam, jumlah permintaan pengelola dan konsumen di luar
negeri. Terkait jumlah penangkapan bergantung pada kondisi populasi tokek dan
cicak di alam.
Prosedur kegiatan yang dilakukan oleh animal keeper pada saat menerima
pengiriman tokek dan cicak dari daerah asal adalah sebagai berikut:
1. Pencatatan jenis dan penghitungan jumlah tokek dan cicak yang hidup
dilakukan di dalam kandang masal yang disediakan dalam keadaan bersih.
Penempatan tokek dan cicak tanpa membedakan jantan dan betina.
2. Memisahkan tokek dan cicak yang mati. Individu mati dibuang dalam
tungku pembakaran sampah.
3. Memberi pakan dan air pada tokek dan cicak.
4. Melaporkan pencatatan kepada pengelola.
Sejak mulai beroperasi pada tahun 2000 PT Mega Citrindo belum
menekankan pada usaha pengembangbiakan tokek dan cicak. Usaha yang dilakukan
hanya terbatas pada usaha memelihara tokek dan cicak agar tetap sehat dan tidak
terjadi kematian menjelang dijual keluar negeri. Waktu pemeliharaan hingga dijual
dilakukan selama kurang lebih selama satu minggu yang terhitung sejak diterima dari
daerah asal sampai pengiriman keluar negeri.
29
5.3 Teknik Pemeliharaan
5.3.1 Kandang
PT Mega Citrindo menerapkan sistem kandang pemeliharaan massal, yakni
menggabungkan tokek dan cicak dalam satu jenis di satu kandang tanpa membedakan
jantan dan betina. Penempatan tanpa memperhitungkan sex ratio ideal yang
diterapkan oleh pengelola dipandang belum sesuai dengan sex ratio pada perilaku
kopulasi tokek, karena menurut Department of Conservation (1999) dalam sebuah
kandang sex ratio ideal bagi seekor tokek jantan adalah berbanding dengan dua ekor
tokek betina pada seluruh jenis, namun dalam penerapan tokek dan cicak di PT Mega
Citrindo bukan bertujuan untuk reproduksi.
Penempatan yang diterapkan pihak pengelola tersebut dapat mengakibatkan
kanibalisme (perilaku saling memakan antar tokek dan cicak). Luasan kandang yang
terlalu sempit dan kondisi kandang yang penuh sesak dengan individu lain juga
mempengaruhi perilaku jantan giant gekko (Hoplodactylus duvaucelii) yang
memakan individu lain (Department of Conservation 1999).
Sistem kandang pemeliharaan yang diterapkan di PT Mega Citrindo
memberikan beberapa kelemahan dan kelebihan menurut Susilo & Rahmat (2010)
diantaranya tersaji pada Tabel 5 berikut.
Tabel 5 Kelemahan dan kelebihan sistem perkandangan bersama No. Kelemahan Kelebihan 1 Persaingan makanan antar individu besar Material bangunan lebih sedikit 2 Pertumbuhan badan dan berat badan relatif
lebih lama Modal pembuatan kandang lebih murah
3 Mudah stres Tidak membutuhkan tempat yang luas 4 Tingginya perilaku kanibal Waktu pemberian pakan menjadi lebih efisien 5 Penularan penyakit antar individu cepat Perawatan tokek dan kandang menjadi lebih
singkat 6 Kondisi dalam kandang cepat kotor Lebih efektif, efisien, dan ekonomis dalam
segala hal 7 Ruang gerak menjadi lebih sempit Bisa berkembangbiak karena melakukan
proses kopulasi
Kandang pemeliharaan berbentuk bujur sangkar, disediakan sebanyak 4 unit
yang diperuntukan sebagai kandang pemeliharaan seperti yang tersaji dalam Gambar
11. Kandang masal disediakan sebanyak satu unit untuk tokek biasa, tokek bergaris
30
ambon, tokek bergaris sorong dan cicak terbang, berbentuk bujur sangkar dengan
ukuran 200 × 312 × 228 cm. Kandang masal merupakan kandang luar ruangan yang
mendapatkan sinar matahari langsung.
(a) (b)
(c) (d)
Gambar 11 Kandang pemeliharaan tokek dan cicak di PT Mega Citrindo (a) foto tampak depan (b) foto tampak samping (c) sketsa tampak depan (d) sketsa tampak samping. Berdasarkan hasil penelusuran dalam studi pustaka sistem pemeliharaan yang
diterapkan oleh PT Mega Citrindo belum diterapkan pada penangkaran lain, baik di
dalam maupun di luar negeri. Kebanyakan sebuah penangkaran hanya menempatkan
seekor tokek dalam sebuah kandang pemeliharaan, dengan ukuran minimal
Tampak samping Tampak depan
31
60 90 . Ukuran tunggal dapat diisi oleh 1 sampai 2 ekor tokek (berpasangan).
Kandang luar ruangan merupakan kandang yang tepat untuk memelihara tokek
karena tokek merupakan reptil yang memerlukan sinar matahari untuk menjalankan
aktifitas metabolismnya, namun tidak dengan intensitas sinar matahari yang
berlebihan karena dapat membahayakan bagi kelangsungan hidup tokek tersebut
(Departmen of Conservation1999).
5.3.2 Konstruksi kandang
Kandang masal merupakan kandang permanen yang terbuat dari beton dengan
kombinasi kawat ram, seng, dan besi. Seluruh atap kandang masal dilapis oleh kawat
ram dan sebagian tertutup seng. Kandang yang terbuat dari kayu merupakan kandang
ideal untuk tokek dan cicak, karena habitat asli tokek dan cicak yang biasa tinggal di
daerah yang banyak terdapat kayu. Lebih baik lagi apabila seluruh bagian kandang
baik lantai, atap, dan dinding menggunakan material kayu agar membuat tokek
merasa nyaman. Bentuk kandang kayu umumnya dapat dibentuk menyerupai
akuarium (Susilo & Rahmat 2010; Angga 2010).
Penggunaan material kandang yang terbuat dari plastik dan kaca harus
dihindari dalam upaya penangkaran tokek. Hal terpenting dalam menciptakan kondisi
kandang yang ideal bagi kelangsungan hidup tokek adalah suhu dan kelembaban.
Material plastik dan kaca tidak mendukung terciptanya kondisi suhu dan kelembaban
optimal bagi hidup tokek di luar habitat alaminya. Kayu lapis, bambu, dan fiberglass
merupakan material yang tepat untuk digunakan sebagai bahan pembuatan kandang
pemeliharaan tokek (Departmen of Conservation 1999).
Kandang pemeliharaan di PT Mega Citrindo merupakan kandang horisontal
dan vertikal dilihat dari ukuran panjang dan lebar kandang. Penggunaan jenis
kandang horisontal dikatakan sudah sesuai untuk pemeliharaan tokek, karena seluruh
objek yang diamati merupakan tipe tokek pemanjat yang hidup dan mencari makan di
atas pohon (tersetrial). Menurut Bartlett (1995) kandang ideal untuk spesies tokek
arboreal (hidup di lantai hutan) harus memiliki bentuk vertikal (tegak lurus),
sedangkan untuk tokek terestrial (hidup di atas pohon) harus memiliki bentuk
horisontal (mendatar).
32
5.3.3 Lokasi kandang
Hasil pengamatan menunjukan lokasi kandang pemeliharaan tokek di
penangkaran PT Mega Citrindo terletak jauh dari jalan raya sehingga tercipta kondisi
sunyi. Kondisi lingkungan yang sunyi baik untuk kelangsungan hidup tokek dan
cicak, menurut Susilo dan Rahmat (2010); Angga (2010) tokek biasanya rentan stres.
Umumnya penyebab stres adalah kondisi lingkungan yang terlalu berisik, kondisi
yang terlalu terang, dan tokek sering di pegang untuk ditimbang.
5.3.4 Perlengkapan di dalam kandang
Kandang tokek dan cicak dilengkapi dengan fasilitas untuk menunjang
keberlangsungan hidup satwa. Perlengkapan kandang tokek dan cicak yang terdapat
di PT Mega Citindo tersaji dalam Tabel 6.
Tabel 6 Perlengkapan di dalam kandang pemeliharaan tokek dan cicak No. Perlengkapan Ukuran Fungsi Tersedia dalam kandang 1 Tempat makan 28 x 36 x 5 cm
berat 100 gram Wadah bubur nasi dan buah
Tokek bergaris
2 Tempat minum 35 x 45 x14 cm berat 120 gram
Wadah air Seluruh jenis
3 Kran air 15 inchi Sarana penyediaan air Seluruh jenis
4 Bambu dan kayu 200 cm Mengesankan seperti habitat aslinya
Seluruh jenis
5 Daum palem 1 lembar Tempat bersembunyi Tokek bergaris dan cicak terbang
Perlengkapan yang digunakan antara lain adalah tempat makan, tempat
minum, kran air, daun palem, batang bambu, dan kayu. Tempat makan digunakan
untuk meletakan bubur nasi dan buah-buahan karena jika ditebarkan dilantai kandang,
dapat mengundang kehadiran semut dan kondisi kandang menjadi cepat kotor (Susilo
& Rahmat 2010).
Di dalam setiap kandang disediakan satu buah tempat makan, biasanya
diletakan dilantai kadang. Selain tempat makan, di dalam kandang juga disediakan
satu buah tempat minum yang diletakan di lantai kandang. Tempat makan ini terbuat
dari plastik. Menurut Susilo dan Rahmat (2010) tempat minum bisa dibuat dari
potongan bambu atau wadah plastik selayaknya tempat air minum di kandang burung
yang ditempelkan di tengah-tengah dinding kandang. Untuk tempat makan hampir
33
sama dengan tempat minum, tetapi ukurannya lebih besar dengan cara
penempatannya sama dengan tempat minum. Kran air disediakan dalam kandang
untuk memudahkan penyediaan air baik untuk memenuhi kebutuhan air minum
maupun untuk keperluan pembersihan kandang.
Sebagaimana di habitat aslinya memerlukan cover sebagai salah satu
komponen habitat untuk bersembunyi, di dalam kandang juga disediakan daun palem
sebagai cover untuk tempat bersembunyi bagi tokek dan cicak. Intensitas penggantian
daun dilakukan dalam waktu yang tidak menentu, tergantung pada kondisi daun.
Daun akan diganti apabila sudah banyak helaian daun yang gugur dan membusuk.
Pengkayaan kandang untuk kandang tokek biasa tidak disediakan daun palem,
karena tokek biasa kurang menyukai daun palem sebagai tempat bersembunyi. Tokek
biasa lebih menyukai berdiam diri di pinggiran dinding yang berbatasan dengan atap,
terutama yang tertutup oleh seng. Biasanya di siang hari tokek biasa tampak berjajar
dan berhimpit satu sama lain memenuhi pinggiran tersebut.
Upaya menciptakan kondisi kandang agar sama dengan kondisi habitat
alaminya, maka di dalam kandang tokek dan cicak juga berisi batang bambu dan kayu
karena menurut Susilo dan Rahmat (2010); Angga (2010) tokek adalah jenis satwa
yang senang bersembunyi di balik atau di sela-sela kayu, batu, dan tempat yang
gelap. Penggunaan bambu sendiri ternyata memberikan beberapa keuntungan bagi
tokek dan cicak sebagai tempat bersembunyi. Selain itu, ternyata tokek dan cicak juga
diduga menyukai aroma bambu, ditandai oleh seringnya tokek terdengar bernyanyi
atau bersuara. Keberadaan batang kayu dan bambu harus dipertahankan di dalam
kandang, agar tokek dan cicak merasa nyaman.
Penempatan bambu dan kayu juga memiliki fungsi lainnya yaitu sebagai
tempat menempelnya telur tokek dan cicak. Keberadaan telur ini terjadi tanpa
disengaja. Dalam pengamatan selama penelitian banyak telur baik dari tokek maupun
cicak menempelkan telurnya dibatang bambu, kayu, dan daun. Selain itu, tokek juga
menempelkan telurnya di dinding dan besi di dalam kandang atau box pemeilharaan.
34
5.3.5 Suhu dan kelembaban kandang
Hasil pengukuran diketahui bahwa suhu dalam kandang berkisar antara 26ºC-
29ºC seperti yang tersaji dalam Gambar 11. Susilo dan Rahmat (2010) berpendapat
bahwa suhu ideal untuk hidup tokek berada pada kisaran suhu 32ºC. Frye (1991)
menyatakan bahwa kondisi suhu optimal untuk reptil di daerah tropis berkisar
29,5ºC-37,5 ºC. Dengan demikian sebaran suhu di dalam kandang tokek dan cicak
tersebut masih dalam batas normal.
Suhu berpengaruh terhadap pembentukan jenis kelamin di masa pertumbuhan
embrio pada jenis kadal, kura-kura dan alligator. Selain itu suhu juga mempengaruhi
pada karakteristik pada jenis kelamin. Beberapa jenis kura-kura dan alligator
amerika, suhu pada masa embrio memberikan pengaruh pada jumlah telur
perkelahiran dan ukuran individu muda (juvenil), cadangan energi, metabolisme dan
pertubuhan, pigmentasi, fisiologi kelamin, pertumbuhan kelamin sekunder, dan
perilaku harian satwa ektotermal (membutuhkan panas dari luar tubuh) (Rhen et al
2000).
Gambar 12 Grafik suhu dalam kandang tokek dan cicak.
Hasil pengukuran kelembaban dalam kandang tokek dan cicak berkisar antara
74% hingga 89% seperti yang tersaji dalam Gambar 13. Menurut Susilo dan Rahmat
(2010) kelembaban ideal untuk hidup tokek dan cicak berada pada kisaran 25%
hingga 35%. Kelembaban kandang reptil di daerah tropis sekurang-kurangnya
berkisar antara 80% hingga 90% (Frye 1991).
26.9
28.8
29.4
28.529 28.8
27.1 27.1
27.927.4
27.7 27.6 27.7
29.1
25.526
26.527
27.528
28.529
29.530
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Suhu
(ºC
)
Hari
35
Gambar 13 Grafik kelembaban dalam kandang tokek dan cicak.
Gambar 12 menunjukan suhu berfluktuasi karena hujan turun setiap hari.
Fenomena La Nina yang mulai terjadi pada bulan Juli (BMKG 2010) menyebabkan
hujan terjadi sepanjang hari. Suhu ekstrim akan menimbulkan gangguan pada fungsi
biologis tokek dan cicak. Warwick (1990) menyatakan bahwa suhu lingkungan
merupakan faktor utama keberlangsungan kehidupan ular begitu pula dengan tokek
dan cicak yang mempengaruhi perilaku dan fungsi biologi tubuh. Penelitian terhadap
leopard gecko (Eublepharis macularius) dalam perlakuan suhu memberikan
pengaruh terhadap jenis kelamin pada telur yang akan menetas (Crews et al 1998).
Pada suhu 26ºC dan 29ºC seluruh telur yang menetas berjenis kelamin betina,
sedangkan pada suhu 32 ºC telur yang menetas akan berjenis kelamin jantan (Viets et
al 1993)
Suhu dan kelembaban di dalam kandang tidak berpengaruh terhadap perilaku
harian tokek dan cicak, namun berpengaruh terhadap tingkat kematian terutama pada
spesies tokek bergaris. Dengan kisaran tingkat kematian sebesar 4-5 ekor per hari.
Kematian tokek bergaris terjadi setiap hari, sedangkan tokek biasa dan cicak terbang
memiliki tingkat kematian yang kecil yaitu 0-1 ekor per bulan.
Faktor nyata yang diduga sebagai penyebab tingginya kematian tokek bergaris
adalah tingkat curah hujan yang tinggi terutama di wilayah Bogor. Ambon dan
Sorong memiliki intensitas curah hujan relatif rendah lebih dari wilayah Bogor.
Untuk mengatasi banyaknya jumlah tokek bergaris yang mati pengelola memberikan
pakan tambahan berupa bubur nasi. Sementara itu, tingginya curah hujan tidak
87.3
75.979.7
85
80.1 80.4
89 88.185.9
80.7 81.9 83 83.6
74.4
65
70
75
80
85
90
95
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Kel
emba
ban
(%)
Hari
36
berpengaruh terhadap kelangsungan hidup tokek biasa dan cicak terbang. Diduga
karena kondisi habitat alami dari keduanya, khususnya suhu dan kelembaban wilayah
Jawa Tengah relatif sama dengan kondisi lingkungan pengelola yang berada di
wilayah Bogor.
5.3.6 Perawatan kandang
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara dengan animal keeper paling
tidak terdapat dua kegiatan perawatan kandang yang dilakukan secara rutin yaitu
penyemprotan dan penyikatan. Penyemprotan dilakukan ke seluruh bagian dalam
kandang dengan media air dengan tujuan kotoran kandang yang menempel akan lebih
mudah terangkat dan terbawa ke saluran pembuangan. Penyikatan merupakan
kegiatan menyikat kotoran kandang dengan tujuan agar kandang menjadi bersih, dan
selanjutnya adalah diikuti dengan penyemprotan.
Kegiatan pembersihan kandang dilakukan setiap hari karena tokek sering
membuang kotorannya di sembarang tempat dalam kandang. Kegiatan pembersihan
juga dilakukan terhadap sisa pakan tokek karena selalu berceceran di lantai kandang.
Pembersihan kandang dilakukan dalam kondisi tokek dan cicak masih berada di
dalam kandang. Tempat minum dan makan juga dicuci setiap hari, sedangkan air
minum diganti setiap 2 hari. Dharmojono (1998) dalam Sentanu (1999) menyatakan
bahwa kandang dan peralatannya sebaiknya dicucihamakan setiap 2-4 minggu sekali.
5.3.7 Pakan dan Air
5.3.7.1 Pakan
Pakan merupakan faktor pembatas (limited factor) yang mempengaruhi
makhluk hidup untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Setiap makhluk hidup
memerlukan pakan dan air sebagai sumber energi untuk melakukan aktifitasnya
(Departmen of Conservation 1999). Dalam teknik pemeliharaan tokek dan cicak di
PT Mega Citrindo selain pemberian jangkrik sebagai pakan juga diberikan pakan
tambahan berupa bubur nasi. Aspek pakan yang diamati dalam kegiatan penelitian
tersaji dalam Tabel 7 berikut.
37
Tabel 7 Aspek pakan tokek dan cicak di PT Mega Citrindo
Spesies Jenis pakan
Jumlah pemberian
pakan (ekor / minggu)
Kebutuhan pakan (ekor / pemberian)
Cara pemberian pakan
Waktu pemberian
pakan
Tokek biasa Jangkrik 17 84* Ditebarkan dalam kandang
Rabu dan Sabtu
Tokek bergaris Jangkrik 17 - Pepaya ± 124,5 gram - Ditempatkan
dalam wadah Tidak menentu
Nanas ± 50 gram - Bubur nasi ± 900 gram - Setiap hari Cicak terbang Jangkrik 17 - Ditebarkan dalam
kandang Rabu dan sabtu
Keterangan *: Susilo dan Rahmat (2010); Angga (2010)
Hasil pengamatan menunjukan bahwa pakan tambahan diberikan pada tokek
bergaris. Pakan utama yakni berupa jangkrik diberikan pada seluruh tokek dalam
kandang pemeliharaan.
5.3.7.2 Jenis pakan
Jangkrik sebagai pakan utama diberikan kepada seluruh tokek dan cicak,
karena jangkrik merupakan makanan kegemaran tokek (Redaksi Agromedia 2010a;
Redaksi Agromedia 2010b; Angga 2010; Supriyadi 2010; Susilo & Rahmat 2010).
Dalam kegiatan pemeliharaan tokek tidak dibenarkan memberikan serangga
penyengat untuk pakan utama seperti lebah, semut, ngengat, lalat sampah, lalat buah
dan ulat bulu (Department of Conservation 1999).
Pakan tambahan yang diberikan berupa buah dan bubur. Buah yang diberikan
antara lain nanas dan pepaya afkir (reject), sedangkan bubur yang diberikan berupa
bubur nasi dengan campuran gula merah. Menurut Angga (2010) selain buah tokek
juga dapat diberikan pakan tambahan berupa aprikot, brocoli (daun dan kuntumnya),
collard greens, dandelion greens, kol, sawi, ubi jalar, peterseli (sejenis seledri), lobak
dan labu kuning.
Hasil pengamatan praktek pemberian buah dan bubur nasi diberikan pada
tokek bergaris, berdasarkan pengalaman yang diutarakan oleh pengelola tokek
bergaris menyukai buah dan bubur, sedangkan tokek biasa dan cicak terbang tidak
menyukainya. Tidak semua tokek nocturnal adalah karnivora. Sebagian besar spesies
38
yang aktif pada siang hari seperti tokek madagaskar (Phelsuma madagascariensis)
mendapatkan asupan gizi dari tanaman dan buah. Sama seperti tokek jepang (Gekko
japonicus) dalam terrarium bisa memakan buah bahkan permen. Cicak rumah
(Gehyra mutilata) memiliki kecenderungan memakan yang manis dan hasil
fermentasi, sehingga disebut kadal gula (Grzimek’s 1975). Menurut Bartlett (1995)
sebagian besar tokek adalah omnivora (pemakan segala).
Wortel (Daucus carota) merupakan pakan tambahan yang paling tepat untuk
diberikan pada tokek, Redaksi Agromedia (2010a); Angga (2010) menerangkan
bahwa buah wortel (Daucus carota) dapat mencerahkan warna tokek. Praktek
pemberian bubur nasi mulai dilakukan pada tokek bergaris bulan Agustus di tahun
2010 dan berlanjut hingga saat ini. Pemberian bubur dilakukan untuk menekan
tingkat kematian tokek bergaris.
Pakan tambahan tidak diberikan pada tokek biasa dan cicak terbang. Faktor
yang melatar-belakanginya adalah tingkat kesukaan (palatabilitas) terhadap buah dan
bubur yang rendah. Pemberian bubur sebagai pakan tambahan biasa dilakukan
berselang 3 jam setelah pemberian jangkrik, sedangkan waktu pemberian buah
sebagai pakan tambahan tidak ditentukan secara khusus.
Hasil pengamatan menunjukan bahwa tokek dan cicak tidak memakan
jangkrik yang telah mati karena tokek memerlukan pakan pokok berupa serangga
hidup memangsa satwa yang lebih kecil dari ukuran tubuhnya (Department of
Conservation 1999). Jangkrik mati meupakan salah satu penyebab keberadaan semut,
keberadaan semut ini dapat mengganggu keberlangsungan hidup tokek dan cicak.
Menurut Susilo dan Rahmat (2010) semut diketahui dapat merajahi tokek dan cicak
yang mati di dalam kandang dan biasanya semut datang dalam jumlah berkelompok.
Upaya pencegah keberadaan semut oleh pihak pengelola menyatakan tidak
memberikan tindakan khusus. Menurut Susilo dan Rahmat (2010) penggunaan obat
anti semut bisa dipoleskan di sekitar kandang seperti menempel di dinding, namun
praktek penggunaan anti semut ini harus dilakukan dengan hati-hati karena obat anti
semut merupakan insektisida yang bersifat racun yang dapat membahayakan apabila
39
termakan oleh tokek, sebaiknya penempatan obat anti semut di kandang diusahakan
jauh dari jangkauan tokek dan cicak.
5.3.7.3 Waktu pemberian pakan
Jadwal pemberian jangkrik disesuaikan dengan datangnya pengantar jangkrik
ke PT Mega Citrindo yaitu setiap hari Rabu dan Sabtu pukul 11.00 WIB. Menurut
Susilo dan Rahmat (2010) waktu pemberian pakan tokek sebaiknya dilakukan dua
kali sehari, yaitu pada sore hari menjelang malam dan menjelang tengah malam hal
ini didasarkan pada pertimbangan waktu pemberian pakan harus disesuaikan dengan
kebiasaan tokek yang mulai aktif berburu mangsa pada malam hari hingga menjelang
pagi.
Waktu pemberian pakan pada tokek perlu diperhatikan secara intensif
terutama dalam pemeliharaan di penangkaran, hal ini dilakukan untuk menjaga
jumlah pakan yang dikonsumsi tetap stabil. Kondisi suhu dan iklim di penangkaran
berbeda dengan di habitat alaminya, sebab kondisi suhu dan iklim berpengaruh
terhadap jumlah konsumsi pakan (Department of Conservation 1999).
5.3.7.4 Jumlah pakan
Jumlah jangkrik yang diberikan pada tokek dan cicak dalam 1 kali pemberian
adalah ± 48-50 ekor. Susilo dan Rahmat (2010); Angga (2010) berpendapat jumlah
jangkrik yang diberikan untuk seekor tokek adalah 5-7 ekor dalam 1 kali pemberian.
Hasil rata-rata pengukuran jangkrik adalah 0,0346 gram/ekor dan jumlah
jangkrik yang diberikan di PT Mega Citrindo rata-rata 49 ekor per kandang per 1 kali
pemberian, maka total rata-rata berat jangkrik yang diberikan berat setara dengan
berat 16,954 gram. Pemberian biasa dilakukan 2 kali per minggu atau setara 33,908
gram. Berdasarkan hasil pengukuran terdapat ± 200 ekor tokek dalam kandang, maka
seekor tokek mendapat jangkrik sebanyak ± 17 ekor per minggu.
Porsi jangkrik untuk seekor tokek menurut Susilo dan Rahmat (2010); Angga
(2010), adalah 5-7 ekor per 1 kali pemberian (rata-rata 6 ekor). Dalam sehari
jangkrik diberikan sebanyak 2 kali pemberian per ekor, yaitu pada sore hari
menjelang malam dan menjelang tengah malam. Berat 6 ekor jangkrik adalah 2,076
40
gram, sehingga berat jangkrik yang harus diberikan dalam 1 hari adalah 4,152 gram.
Dalam hitungan minggu berat jangkrik yang diberikan pada seekor tokek adalah
sebesar 29,064 gram atau ± 84 ekor jangkrik per ekor.
Perbandingan berat jangkrik yang diberikan oleh pengelola dan pustaka
menunjukan perbedaan. Pengelola memberikan ± 16,831% porsi pakan seekor tokek
dan cicak, sedangkan dalam pustaka mencapai ± 83,168%. Jumlah ini membuktikan
tokek dan cicak di PT Mega Citrindo mengalami kelaparan, meskipun tahan lapar dan
tahan serta bisa tidak makan selama 1-2 minggu (Angga 2010), keadaan tokek di
alam dan di penangkaran berbeda. Di alam tokek dan cicak dapat mencari mangsa
sendiri untuk memenuhi kebutuhan pakan, sedangkan di penangkaran masalah pakan
diatur oleh manusia. Persaingan memperebutkan makan juga terjadi dalam kandang
masal karena harus bersaing dengan ratusan ekor tokek dan cicak lain, ditambah lagi
jantan dan betina ditempatkan dalam 1 kandang.
Dalam penangkaran biaya untuk pakan hampir mencapai 75% dari total biaya
produksi (Thohari 1987). Pengelola juga berpendapat demikian, tingginya biaya
untuk memenuhi kebutuhan pakan mengharuskan pengelola untuk mencari solusi
agar biaya pakan dapat ditekan. Salah satu cara yaitu dengan mengurangi jumlah
porsi pakan. Bila keadaan finansial pengelola tidak memenuhi untuk pengadaan
pakan, tokek dan cicak hanya diberikan air.
5.3.7.5 Cara pemberian pakan
Hasil pengamatan menunjukan bahwa pemberian jangkrik dilakukan dengan
ditebarkan secara perlahan di lantai kandang agar tokek dan cicak dapat menikmati
pakan dengan tenang serta mencegah saling berebut pakan antar sesama individu.
Susilo dan Rahmat (2010); Angga (2010) berpendapat pemberian pakan bagi tokek
yang ideal adalah dilakukan dengan ditebarkan di lantai kandang dan tidak
memasukan pakan (jangkrik) secara tiba-tiba serta bersamaan ke dalam kandang,
karena getaran dan bunyi tumpahan makanan yang tiba-tiba bisa membuat tokek
berhamburan di dalam kandang sehingga saling bertabrakan dan rentan terluka.
Alternatif yang lain direkomendasikan untuk pemberian jangkrik adalah
dengan ditusukan ke lidi dan menyodorkannya ke arah tokek dan cicak (Angga 2010).
41
Redaksi Agromedia (2010a) berpendapat pilih jangkrik yang ukurannya lebih kecil
dari kepala tokek dan cicak, hal ini dilakukan untuk mencegah tokek memuntahkan
kembali makanannya.
5.3.8 Air
5.3.8.1 Jenis air
Hasil pegamatan menunjukan sumber air untuk tokek dan cicak berasal dari
air sumur, namun tidak jarang air hujan yang masuk dalam kandang dikonsumsi oleh
tokek dan cicak. Hasil pengamatan menunjukan tokek dan cicak juga mengkonsumsi
genangan air yang tertinggal di lantai kandang karena air hujan langsung masuk ke
dalam kandang.
Sumber air ideal untuk tokek menurut Susilo dan Rahmat (2010) berasal dari
air hujan yang langsung ditampung dengan wadah plastik atau tanah liat. Hindari
menampung air hujan menggunakan logam berat karena dikhwatirkan akan bereaksi
kimia, sehingga mengganggu pertumbuhan tokek. Air hujan yang akan disediakan
pada tokek sebaiknya diendapkan sebelumnya selama 1 hingga 2 hari. Selain air
hujan, air sumur juga baik untuk diberikan pada tokek karena banyak mengandung
mineral seperti mangan, yodium, kalium, fosfor, natrium, zat besi, kalsium, kromium,
zink, selenium, dan tembaga yang sangat dibutuhkan tokek untuk menjaga stamina
dan mempercepat pertumbuhan.
5.3.8.2 Jumlah dan waktu pemberian air
Air diberikan pada seluruh jenis tokek dan cicak diganti setiap 2 hari sekali.
Jumlah air yang diberikan adalah satu liter per kandang. Jumlah dan waktu pemberian
air yang diberikan dalam kandang mempengaruhi perilaku makan. Tokek dan cicak
tidak lahap untuk mengkonsumsi jangkrik yang dibuktikan dengan banyaknya
jangkrik yang tersisa di kandang. Diduga karena tindakan pemberian air minum
dilakukan terlebih dahulu dibandingkan dengan pakan utamanya yaitu jangkrik,
menunjukan bahwa tokek sudah lebih dahulu meminum air sebelum makan.
Tokek yang diberi minum sebelum makan, biasanya menjadi tidak lahap lagi
untuk makan sehingga dapat berpengaruh terhadap pertumbuhan tokek. Pemberian air
42
minum yang berlebihan bisa menyebabkan pertumbuhan tokek menjadi lambat,
karena konsumsi air minum yang berlebihan dapat mempengaruhi terhadap nafsu
makan. Fakta di lapangan menunjukan bahwa banyak tokek dan cicak mengalami
pertumbuhan yang lambat, karena konsumsi air minum yang berlebihan (Susilo dan
Rahmat 2010). Meskipun demikian belum ada keterangan yang pasti tentang
pengaruh jumlah konsumsi air terhadap pertumbuhan tokek dan cicak.
5.3.8.3 Cara pemberian air
Hasil pengamatan menunjukan tempat air diletakkan di lantai kandang.
Penempatan ini tidak efisien dilihat dari perilaku tokek dan cicak yang aktif. Air
menjadi cepat kotor karena tokek sering jatuh masuk ke dalam tempat air, tokek juga
terkadang menjatuhkan kotoran (feses) ke dalam tempat air, bahkan individu yang
mati pun sering masuk ke dalam tempat air, meskipun terkesan kotor, kondisi air
tersebut belum diketahui secara tepat dampaknya terhadap tokek dan cicak.
Pemberian air minum dengan cara menyemprotkan air ke dinding kandang
dipandang lebih efektif dibandingkan dengan memberikan minum di dalam wadah
yang biasanya cepat kotor karena aktifitas tokek (Susilo & Rahmat 2010). Menurut
Department of Conservation (1999) pemberian minum untuk tokek ditempatkan
dalam wadah yang lebar, datar, dan dangkal, yang dimaksudkan agar mempermudah
tokek dalam memperoleh air.
5.3.9 Pemeliharaan Kesehatan
5.3.9.1 Waktu pemeliharaan dan pemberian obat dan vitamin
Upaya pemeliharaaan kesehatan terhadap tokek dan cicak dilakukan setiap
hari di mulai sejak pukul 08.00 WIB hingga pukul 12.00 WIB. Kegiatan
pemeliharaan kesehatan biasanya dilakukan bersamaan dengan kegiatan perawatan
kandang.
Waktu yang tepat untuk melakukan upaya pemeliharaan bagi tokek adalah
pada waktu malam hari. Tokek yang aktif di malam hari (nocturnal) akan
menunjukan perilaku hariannya sesuai dengan di habitat alaminya. Pemisahan
terhadap tokek yang agresif serta menyerang individu lain pun dapat dilakukan pada
malam hari (Departmen of Conservation 1999).
43
5.3.9.2 Upaya pencegahan dan penanggulangan
Tindakan perawatan kesehatan untuk tokek yang memiliki kelainan fisik
seperti mata bengkak karena terinfeksi oleh virus atau bakteri, tubuh yang terluka
akibat berkelahi dengan individu lain juga menunjukan bahwa pihak pengelola tidak
dilakukan tindakan penanggulangan apapun.
Hasil wawancara kepada pengelola dan animal keeper menunjukan bahwa
tidak ada kegiatan pemberikan obat dan desifektan untuk menanggulangi masalah
kesehatan pada tokek dan cicak. Beberapa tindakan perawatan kesehatan yang
dilakukan di PT Mega Citrindo disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8 Jenis penyakit dan tindakan kesehatan pada tokek dan cicak di PT Mega Citrindo Spesies tokek Jenis penyakit Upaya pencegahan dan
penanggulangan Obat dan
desinfektan Waktu
pemantauan Tokek biasa - - - Setiap hari Tokek bergaris Infeksi mata
Mata bengkak - - Setiap hari
Cicak terbang - - - Setiap hari
Sumber: PT Mega Citrindo (2010). 5.3.9.3 Jenis penyakit
Berdasarkan Tabel 7 dapat dinyatakan bahwa secara umum terdapat 2 jenis
penyakit yang biasa ditemukan menyerang tokek dan cicak di PT Mega Citrindo. Dari
2 jenis penyakit yang diamati, seluruhnya menyerang tokek bergaris. Berikut
diuraikan secara singkat jenis penyakit yang ditemukan pada tokek dan cicak di
kandang PT Mega Citrindo.
(1) Infeksi mata
Gejala yang ditimbulkan oleh infeksi mata adalah terjadi perubahan warna
pada mata tokek dan cicak. Dalam pengamatan selama penelitian umunya ditemukan
tokek bergaris yang mengalami infeksi mata. Faktor terjadinya infeksi mata pada
tokek ini belum atau tidak diketahui dengan tepat.
(2) Mata bengkak
Penyakit ini juga menyerang hanya tokek bergaris saja. Faktor penyebab
penyakit ini merupakan lanjutan dari infeksi mata yang tidak tertanggulangi dengan
perawatan medis.
44
5.3.9.4 Jenis obat dan desinfektan yang diberikan
Manajemen pemeliharaan kesehatan tokek dan cicak di PT Mega Citrindo
belum dilakukan dengan baik karena terbatas pada perlengkapan perawatan kesehatan
dan informasi yang tersedia di Indonesia.
Di Indonesia belum banyak upaya pemeliharaan yang bergerak untuk
penangkaran tokek sebab diyakini jumlah yang di alam dapat memenuhi kuota
permintaan konsumen dan belum masuk dalam satwa dilindungi dalam APPENDIX
CITES menurut Susilo dan Rahmat (2010), sehingga masih belum banyak data
pendukung mengenai obat dan desinfekatan yang cocok untuk tokek dan cicak.
Meskipun demikian untuk keperluan perawatan kesehatan dan penanggulangan
penyakit pada tokek dan cicak dapat menggunakan beberapa jenis obat-obatan seperti
betadine cair dan bubuk PK yang dirrekomendasikan oleh Angga (2010).
5.4 Pemanfaatan Hasil
5.4.1 Bentuk pemanfaatan hasil
Berdasarkan hasil wawancara menunjukan tokek yang dijual keluar negeri
hanya digunakan sebagai satwa peliharaan (pets). Pihak pengelola penangkaran
belum yakin akan manfaat tokek dapat digunakan sebagai obat yang dapat
menyembuhkan suatu penyakit karena lebih percaya pada kedokteran modern.
Pemanfaatan tokek sebagai obat ditemukan di wilayah Jakarta berdasarkan
penelitian Arisnagara (2008) tokek digunakan untuk menyembuhkan gatal-gatal pada
tubuh, eksim, koreng, panu, kadas yang disajikan dalam bentuk kapsul. Pembuatan
kapsul dilakukan dengan memanfaatkan daging dan tulang reptil. Bahan-bahan
tersebut dikeringkan dalam oven, apabila bahan sudah kering lalu ditumbuk sampai
halus dan dimasukkan ke dalam kapsul.
5.4.2 Harga beli dan harga jual
Harga beli dan harga jual tokek dan cicak memiliki kisaran yang berbeda-
beda. Konsumen yang berasal dari luar negeri membayar dengan mata uang dollar ($)
yang disesuaikan dengan kurs rupiah seperti yang tersaji dalam Tabel 9.
45
Tabel 9 Aspek pemanfaatan hasil tokek dan cicak di PT Mega Citrindo per minggu
No. Spesies tokek dan cicak
Umur panen tokek dan
cicak
Jumlah panen* (ekor)
Harga beli per ekor
(Rp)
Harga jual per ekor
($)
Negara konsumen
1 Tokek biasa Tidak ada data
195 1.200,- 1.00 – 1.50 APBJK
2 Tokek bergaris Tidak ada data
150 7.000– 8.000,-
2.75 – 3.00 APBJK
3 Cicak terbang Tidak ada data
25 4.000,- 2.50 – 2.75 APBJK
Keterangan APBJK: Amerika Serikat, Perancis, Belanda, Jerman, dan Kanada. Keterangan*: berubah sewaktu-waktu.
Pada umumnya tokek yang dijual memiliki kisaran harga yang berbeda-beda.
Tokek dengan berat 3,5 ons akan dihitung per ekor, sedangkan tokek dengan berat 4-
5 ons akan di hitung per ons. Misalnya, seekor tokek seberat 3,5 ons akan dibeli oleh
buyer (pembeli) dengan harga Rp 100 000 000. Sementara untuk tokek dengan berat
di atas 4 ons, akan dibeli dengan kesepakatan antara owner (pemilik) tokek dan buyer
per ons tokek dihargai Rp 50 000 000. Jika berat tokek adalah 4 ons, harga jual tokek
tersebut adalah Rp 200 000 000. Jika berat tokek tersebut lebih besar, tentu nilai jual
yang disepakati per onsnya lebih besar (Susilo & Rahmat 2010).
5.4.3 Kriteria Penentuan Nilai Ekonomi Tokek dan Cicak
Pengelola memiliki cara tersendiri untuk menentukan kriteria tokek dan cicak
yang di jual, yaitu dengan memilih tokek dan cicak sebelum dikirim. Pengelola tidak
mengukur panjang total dan berat badan tokek atau cicak sebagai kriteria, namun dari
tampilan fisik yang sempurna tanpa cacat tubuh yang dinilai secara visual. Gambar 14
menunjukan perbandingan antara tokek yang tidak ekonomis (kiri) dan tokek yang
ekonomis (kanan).
Hasil penelusuran dalam studi literatur dan wawancara menunjukan bahwa
konsumen yang menyukai tokek sebagai satwa peliharaan (pets) menentukan kriteria
dari tampilan fisik saja diantaranya kecerahan warna, namun menurut Susilo dan
Rahmat (2010) konsumen yang menyukai tokek dengan berat mencapai 350 ons
merupakan kolektor yang berminat memelihara satwa unik, biasanya dari kalangan
pengusaha.
46
Sumber: Dokumetasi Pribadi (2010)
Gambar 14 Perbandingan tokek yang tidak ekonomis (kiri) dan ekonomis (kanan).
Berdasarkan ukuran kepala, ekor, dan warna, tokek sebelah kanan (Gambar
14) lebih berisi serta lebih menarik perhatian konsumen untuk di beli dibandingkan
tokek sebelah kiri. Dalam proses packing biasanya tokek sebelah kiri akan dilepas
dari kandang karena tidak lama lagi akan mati.
5.4.4 Jumlah panen
Setiap kegiatan panen tidak dapat ditentukan jumlah pasti untuk setiap
pengiriman. Menurut pengelola jumlah tersebut memang tidak dapat dipastikan,
karena tokek dan cicak yang dikirim berdasarkan jumlah yang diminta konsumen
sendiri.
Tabel 8 menunjukan jumlah tokek dan cicak dalam sekali packing. Jumlah
tokek biasa yang dikirim sebanyak 195 ekor lebih banyak dari tokek bergaris
sebanyak 150 ekor dan cicak terbang sebanyak 50 ekor. Jumlah bisa berubah
sewaktu-waktu, terkadang jumlah tokek bergaris dan cicak terbang lebih banyak
diminta dari tokek biasa. Susilo dan Rahmat (2010) berpendapat berapapun jumlah
tokek dan cicak yang dikirim akan diterima tidak ada batasannya.
5.4.5 Negara tujuan ekspor
Hasil wawancara dan pengamatan diketahui sejak tahun 2000 PT Mega
Citrindo mengekspor tokek dan cicak ke negara Amerika Serikat, Perancis, Jerman,
Kanada, dan Belanda. Gambar 15 menunjukan bahwa frekuensi permintaan tertinggi
adalah negara bagian Miami, Florida Amerika Serikat yakni sekitar 60%. Negara lain
47
kosumen cicak dan tokek adalah Perancis, Kanada, Jerman, dan Belanda dengan
persentase sekitar 10%.
Gambar 15 Persentase pengiriman ekspor tokek dan cicak ke negara tujuan.
Perhitungan 60% diperoleh dari rataan selama 6 minggu. Pengiriman tokek
dan cicak dilakukan ke negara Amerika Serikat sebanyak ± 6 kali, sedangkan
pengiriman untuk negara Perancis, Kanada, Jerman, dan Belanda terjadi ± 1 kali.
Amerika Serikat mejadi konsumen tetap PT Mega Citrindo sejak tahun 2000 hingga
tahun 2010. Tidak ada faktor khusus yang melatarbelakangi seringnya permintaan
konsumen dari negara tersebut. Dalam Susilo dan Rahmat (2010) menyatakan bahwa
pesanan tokek berdatangan dari berbagi negara, seperti Jepang, Korea, Kanada, dan
Belanda yang digunakan untuk berbagai objek penelitian.
Pada bulan September hingga November dan Januari hingga Februari
merupakan bulan dengan permintaan tertinggi terhadap tokek dan cicak. Pengelola
juga menambahkan bahwa pada bulan November hingga Januari jumlah tokek biasa
dari pengumpul besar lebih sedikit dari bulan yang lain, hal ini disebabkan tokek
biasa mengalami hibernasi (tidur panjang). Pada November hingga Januari tokek
biasa akan menghilang, untuk menghindar dari musim hujan. Tokek biasa akan
muncul kembali pada pertengahan atau di akhir bulan Februari (Grzimek’z 1975).
5.4.6 Teknik packing dan pengiriman
Kegiatan pemanfaatan hasil di PT Mega Citrindo disebut packing. Packing
dilakukan dalam waktu yang tidak menentu. Selama kegiatan penelitian diketahui
jumlah pengiriman rata-rata terjadi 4 kali pengiriman per bulan. Urut-urutan packing
60%
10%
10%
10%
10%
AS Perancis Kanada Jerman Belanda
48
di PT Mega Citrindo tersaji dalam Gambar 16. Packing dilakukan bila terdapat
informasi dari konsumen.
Gambar 16 Urutan packing di PT Mega Citrindo.
Kegiatan pertama adalah mengumpulkan tokek dan cicak dari dalam kandang.
Kegiatan ini dilakukan oleh seluruh animal keeper termasuk pengelola. Sebelum
pengumpulan tokek dan cicak dilakukan persiapan alat berupa kantung kanvas yang
berisi kertas koran. Tahap selanjutnya adalah pemberian keterangan pada kantung
tokek dan cicak. Pemberian keterangan dilakukan setelah tokek dan cicak dimasukan
dalam kantung. Setelah rampung tahap selanjutnya adalah pengepakan kantung dalam
box.
5.4.7 Resiko kematian dalam pengiriman (ekspor)
Tokek dan cicak yang dijual PT Mega Citrindo akan dibayar 50% sebagai
uang muka melalui bank sebelum pengiriman. Sisa pembayaran akan dibayar setelah
tokek dan cicak sampai ditangan konsumen. Sisa pembayaran tersebut belum tentu
dibayar penuh. Apabila terdapat kecacatan pada tubuh tokek dan cicak seperti
ekornya terlepas, kaki yang tidak sempurna, dan mati biasanya akan dibayar kurang
dari 50%.
Hasil wawancara pengelola tingkat kematian tokek dan cicak setelah sampai
ditujuan sebesar 5 hingga 7% dalam kondisi normal. Dalam kondisi ekonomis
kematian tokek dan cicak bisa lebih dari 7%. Kerugian tidak bisa dihindari oleh
pengelola dalam setiap pengiriman. Diduga perbedaan iklim menjadi faktor yang
tidak bisa dihindari.
Permintaan barang
Pengumpulan tokek dan cicak dan di masukan dalam kantung kasa
Pemberian keterangan kantung kasa
Pengepakan barang dalam box
Penulisan keterangan pada box
Pengiriman barang
49
5.4.8 Jalur pemasaran tokek dan cicak
Alur perdagangan tokek dan cicak di PT Mega Citrindo tersaji dalam Gambar
17. Menurut pengelola pengumpul besar mendapat tokek dan cicak dari pengumpul-
pengumpul kecil dan dijual pada pengumpul besar. Untuk mendapatkan tokek dan
cicak, pengelola harus menghubungi pengumpul besar yang ada di Cilacap, Sorong,
dan Ambon.
Kota Cilacap merupakan pengumpul besar reptil dan Jakarta menjadi salah
satu kota pengekspor tokek dan cicak menurut Kartikasari (2008). Pada Gambar 17
kota Cilacap menjadi salah satu distributor bagi PT Mega Citrindo sejak tahun 2000.
Jalur pemasaran tokek dan cicak dari pengumpul besar sampai kepada konsumen
tersaji dalam Gambar 17.
Gambar 17 Jalur pemasaran tokek dan cicak.
5.5 Perilaku Khusus Tokek dan Cicak
5.5.1 Aktifitas meluncur pada cicak terbang
Keuntungan bagi cicak terbang di dalam kandang masal terutama cicak
terbang adalah memiliki luasan cukup untuk meluncur dari dinding yang vertikal ke
lantai yang horizontal. Sesuai dengan morfologi tubunya yang memiliki pelebaran
kulit sepanjang 1 cm pada bagian perut, tengkuk, dan kaki belakang (Bioone 2010
dalam Handershott 1996) seperti yang yang tersaji dalam Gambar 18 berikut.
Satwaliar di alam
Pemungut dan pengumpul kecil
Pengumpul besar (Cilacap, Purbalingga, Ambon, Sorong)
Ekportir
(PT Mega Citrindo, Jakarta)
Konsumen luar negeri
(Amerika Serikat, Kanada, Jerman, Perancis, Belanda )
50
Sumber: Hendershott (1996)
(a) (b) Gambar 18 Cicak terbang (a) saat meluncur (b) sebelum meluncur.
Di alam bebas cicak terbang dapat meluncur sejauh 8 meter dari tempatnya
semula, sedangkan lebar kandang masal sebesar ± 3 meter (Hendershott 1996).
Keterbatasan ruang gerak bagi cicak terbang tidak diperahatikan oleh pemeliharaan
karena seluruh kandang untuk tokek dan cicak dibuat seragam. Keterbatasan lahan
juga menjadi kendala, sebab akan merugi jika alokasi dengan luasan lahan
berdasarkan studi pustaka untuk menempatkan satu jenis saja. Pertimbangan lain dari
pembuatan kandang yang seragam adalah tujuan dari usaha pemanfaatan tokek dan
cicak itu sendiri yaitu dirawat sebelum dijual kembali.
5.5.2 Aktifitas penumpukan individu tokek dan cicak
Kandang yang penuh ditandai dengan banyaknya penumpukan tokek dan
cicak terutama di pojok antara dinding dan atap. Kebanyakan tokek dan cicak
menyukai pojok antara dinding dan atap untuk berdiam diri di siang hari. Lokasi
tersebut cukup teduh karena tertutup seng, sehingga sinar matahari tidak bisa
mencapainya. Penumpukan sering terlihat pada spesies tokek biasa dan tokek
bergaris. Selain di pojok antara dinding dan atap, tokek juga ditemukan bersembunyi
diantara daun palem dan lubang pada batang bambu, namun jumlahnya tidak lebih
dari belasan ekor dan jaraknya berjauhan satu sama lain.
51
Penumpukan tidak terjadi pada spesies cicak terbang. Dalam kandang masal
cicak terbang kebanyakan melakukan aktifitasnya masing-masing (soliter), sehingga
seluruh individu terlihat menyebar meskipun tidak merata dalam dinding kandang.
Tokek akan berhenti beraktifitas bila kondisi cuaca dalam keadaan angin kencang dan
cuaca menjadi sangat dingin (Bartlett 1995).
Berdasarkan hasil pengamatan tokek dan cicak tidak menunjukan aktifitas
bersuara di siang maupun di malam hari. Kondisi dalam kadang cenderung hening.
Susilo dan Rahmat (2010); Angga (2010) berpendapat seekor tokek yang bersuara
lantang pada malam hari bisa diartikan bahwa tokek sedang mencari teman atau
pasangannya, namun jika tokek tersebut telah memiliki pasangan, tetapi tetap
bersuara lantang, bisa diartikan bahwa tokek tersebut ingin menampakan jati diri atau
kejantanannya. Di kandang bersama, baik tokek jantan maupun tokek betina
umumnya tidak berbunyi, namun tokek yang berada di kandang tunggal pasti
mengeluarkan suara. Apabila tokek dan cicak tidak bersuara dapat disimpulkan tokek
dan cicak telah memiliki pasangan yang didukung oleh dengan diakuinya seluruh
tokek dan cicak oleh individu lain karena telah menunjukan jati diri dan
kejantanannya.
5.5.3 Aktifitas memakan kulit yang terlepas (Shed skin)
Hasil pengamatan pada kebiasaan memakan kulit yang terkelupas (Shed skin)
merupakan hal yang biasa terjadi pada tokek biasa dan tokek bergaris. Tokek akan
kehilangan kulit lama dan segera terganti dengan kulit baru dengan memakan kulit
lamanya. Kejadian ini akan berlangsung kurang dari 2 jam di akhir masa kulit lama
terlepas seluruhnya, kejadian ini harus disaksikan sebab memiliki daya tarik tersendiri
(Geckocare 2010). Dalam Grzimek’s (1975) kebanyakan tokek akan memakan kulit
yang terkelupas di akhir masa pergantian kulit. Kulit yang baru berganti dan akan
mulai terkelupas mulai dari kepala yang berakhir hingga ujung kaki.
5.5.4 Musim Kawin
Bagi seluruh jenis tokek dan cicak yang dipelihara, baik jantan maupun betina
kandang masal memungkinkan untuk terjadinya kopulasi karena berada dalam 1
kandang. Kopulasi dibuktikan dengan adanya telur di dalam kandang. Tokek dan
52
cicak biasanya menempelkan telurnya ke dinding kandang atau sarang agar aman dan
tidak terganggu dari tokek lainnya (Susilo & Rahmat 2010; Angga 2010).
Hasil pengamatan menunjukan telur ditemukan pada seluruh jenis dalam
waktu yang bersamaan yaitu sejak akhir bulan Mei hingga bulan Agustus. Pendugaan
waktu bertelur tokek dan cicak juga ditegaskan dalam Grzimek’s (1975) pada
pertengahan Mei dan Agustus, tokek betina akan menghasilkan telur sebanyak 4-5
kali kelahiran dengan jeda 2 hingga 4 minggu setiap kelahiran.
Sekali bertelur betina mampu menghasilkan 2 butir. Telur yang dihasilkan
berdiameter 11-15 mm yang akan menetas dalam waktu ± 73 hari (Das 2007).
Menurut Mattison (1989) bila suhu disekitar telur berada pada kisaran 28ºC
kemungkinan telur yang menetas bejenis kelamin betina, sedangkan bila suhu
disekitar telur berada pada suhu 32ºC kemungkinan telur yang menetas akan berjenis
kelamin jantan. Berkaitan dengan pengukuran suhu selama penelitian berkisar 28,1ºC
kemungkinan tokek yang menetas berkelamin betina. Pada suhu 26ºC dan 29ºC
seluruh telur yang menetas berjenis kelamin betina, sedangkan pada suhu 32 ºC telur
yang menetas akan berjenis kelamin jantan (Viets et al 1993)
Telur dari beberapa spesies berbeda jenis bisa menetas sesudah 50 – 70 hari
pada suhu 30ºC. Telur cicak termasuk besar menjelang embrio didalamnya menetas.
Panjangnya mencapai sudah mencapai 1 3 bahkan 1 2 dari panjang induknya (Van
Hoeve 2003). Pengukuran terhadap 2 ekor anak cicak terbang yang berumur 1
minggu memiliki ukuran panjang 5 cm. Kemungkinan panjang tubuh induknya
adalah 150 mm. Pada cicak dewasa dari spesies Ptyodactylus hasselquistii memiliki
ukuran panjang tubuh 150 mm, ternyata telurnya berukuran 13 - 15 mm. Anak yang
baru menetas panjang tubuhnya lebih dari 55 mm (Van Hoeve 2003).
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Karakteristik morfologi tokek dan cicak terdiri dari 2 karakteristik yaitu
karakteristik kuantitatif dan karakteristik kualitatif. Karakteristik morfologi
tidak berpengaruh dalam pemanfaatan hasil karena kriteria hanya dilakukan
dengan menilai secara visual.
2. Teknik pengelolaan tokek dan cicak di PT Mega Citrindo terdiri dari 5 kegiatan
yaitu manajemen pengadaan tokek dan cicak, manajemen perkandangan,
manajemen pakan dan air, manajemen kesehatan, dan manajemen pemanfaatan
hasil. Tokek dan cicak seluruhnya berasal dari alam. Pemeliharaan
menggunakan kandang masal. Ketersediaan pakan tidak mencukupi kebutuhan
tokek dan cicak. Ketersediaan air cukup. Tidak ada kegiatan dalam aspek
manajemen kesehatan. Pemanfaatan hanya berupa ekspor tokek dan cicak ke
negara Amerika Serikat, Kanada, Perancis, Belanda, dan Jerman setiap minggu.
6.2 Saran
1. Melakukan kegiatan desinfeksi pada kandang
2. Penggunaan material kadang yang sesuai seperti di kondisi alami
3. Memberikan pakan dalam jumlah cukup
54
DAFTAR PUSTAKA
Alikodra H. S. 2002. Pengelolaan Satwaliar. Bogor : Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan.
Angga D. 2010. Untung Besar Dari Bisnis Tokek. Yogyakarta: Atma Media Press.
Arisnagara F. 2009. Pemanfaatan reptil sebagai obat dan makanan di Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta [skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Aronoff M, Fudeman K. 2010. What is morphology. New Zeland: Blackwell Publishing.
Aryulina D, Muslim C, Manaf S, Winarni EW. 2004. Biologi SMA dan MA. Jakarta: Erlangga.
Bartllet R. 1995. Geckos : Everything about selection, care nutrition, diaseae, breeding and behavior. New York: Barron’s Education Series Inc.
Cogger HG, Zweifel RG. 2003. Encyclopedia of Reptiles and Amphibians. San Francisco: frog City Press.
Crews, D. Sakata, J. and Rhen, T. 1998. Developmantal Effect On Intersexual And Intrasexual Variation In Growth And Reproduction In A Lizard With Temperature Sex Determination. J, Comp. Biochem. Physiol. C199 : 229-241.
Das I. 2007. Amphibian and Reptiles of Brunei. Kota Kinabalu: Natural History Publications.
Departemen Kehutanan. 2009. Statistik Ekpor-Impor Hutan, Ekspor Tumbuhan dan Satwa Liar, Penerimaan Negara dari Perdagangan Tumbuhan dan Satwaliar ke Luar Negeri serta Kontribusi Subsektor Kehutanan terhadap PDB Triwulan I. Tabel 14 hal 77-87. Jakarta: Departemen Kehutanan.
Departmen of Conservation. 1999. A Guide to Keeping New Zeland Lizard in Captivity. New Zealand Herpetological Society’s. 1-9.
55
Endarwin W. 2006. Keanekaragaman jenis reptil dan biologi Cyrtodactylus cf fumosus di Taman Nasional Bukit Barisan Selatan Lampung-Bengkulu [skripsi]. Bogor: Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor.
Frey F.L .1991. Reptil Care: An Atlas of Deaseae and Treatment Vol. 1. New Jersey : Neptune City.
Geckocare. 2007. Possible problems. http://www.geckocare.net/communication.php. [22 juni2010].
Grizemk’s B. 1975. Encyclopedia of Ecology. Melbourne : Van Nostrad Reinhold Company.
Hendershott AJ. 1996. Locomotor Performance and Energetics in the Flying Gecko (Ptychozoon kuhli) [tesis]. Springfield : Southeast Missouri State University. Unpubl.
J. Craigh Venter Instistute. 2009. Gekko gecko Linnaeus, 1758. http:// www.jcvi.org/reptiles/species.php?genus=Gekko&species=gecko.[22Juni 2010].
J. Craigh Venter Instistute. 2009. Gekko vittatus Houttuyn,1782. http://www.jcvi.org /reptiles/species.php?genus=Ptychozoon&species=kuhli.[22Juni2010].
J. Craigh Venter Instistute. 2009. Ptychozoon kuhli Stejneger, 1902. http://www.jcvi.org/reptiles/species.php?genus=Gekko&species=vittatus.[22 Juni 2010].
Kartikasari D. 2008. Keanekaragaman jenis dan nilai ekonomi satwa liar yang digunakan sebagai obat di Jawa Tengah [tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
Mattison C. 1989. Lizard of The World. Britain: Octopus Publishing Ltd.
McKay JL. 2006. Reptil dan Amphibi di Bali. Krieger: Publishing company.
56
Redaksi Agromedia. 2010. Tip Jitu Memelihara 9 Hewan Kesayangan Populer. Tangerang: PT Agromedia Pustaka.
Redaksi Agromedia. 2010. Memilih dan Merawat Kura-kura, Ular, & Gecko Reptil Unik nan Eksotik. Jakarta: PT Agromedia Pustaka.
Rhen T, Jon TS, Mark Z, David C. 2000. Sex Steroid Levels Across The Reproductive Cycle of Female Leopard Geckos, Eublepharis macularius, from different Incubation Temperature. General and Comparative Endocrinology 118: 332-331.
Schmidt M. 1997. Amphibien & Reptilien Sǘdostasiens. Jerman : Mǘnster.
Sentanu AB. 1999. Studi Penangkaran dan perilaku kawin ular sanca hijau (Morelia viridis) di CV Teraria Indonesia [skripsi]. Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Soehartono T. dan Mardiastuti A. 2003. Pelaksanaan Konvensi CITES (Convention International on Trade of Endangered Species of Fauna and Flora) di Indonesia. Jakarta : JICA.
Soedjoedono R. R. 2004. Zoonosis. Bogor. Fakultas Kedokteran IPB.
Supriyadi. B. 2010. Menjadi Jutawan dari Bisnis Tokek. Yogyakarta: Pustaka Araska Media Utama.
Suratmo, F.G. 1979. Prinsip Dasar Tingkah Laku Satwa Liar. Bogor : ATA 190 dan Fakultas Kehutanan IPB.
Susilo, A. B. dan Rahmat P. 2010. Dahsyatnya Bisnis Tokek. Tangerang: PT. Agro Media Pustaka.
Taniguchi Y, Osamu H, Masao Y, Fumio T. 1998. Evolution of Visual Pigment in Geckos. FEBS Letter 445: 36-40.
Thohari M. 1987. Upaya Penangkaran Satwaliar. Media Konservasi I (3): 23-25.
Van Hoeve UW. 2003. Ensiklopedia Indonesia Seri Fauna Reptil Dan Amfibia. Jakarta: PT Ichtiar Baru.
57
Veits, B. E., Tousignant, A., Ewert, M. A., Nelson, C. E., and Crews, D. (1993). Temperature-dependent Sex Determination in the Leopard Gecko, Eublepharis macularius. J. Exp Zool. 265: 679-683.
Walpole, R. E. 1988. Pengantar Statistika. Jakarta : PT. Gramedia.
Warwick C. 1990. Observation of Some Problem and An Evolution of Their Aetiologi.http://www.Anapsid.org/warwickketh2b.html.[2 februari 2011]
Xu D, Ji X. 2006. Sexual Dimorphism, Female Reproduction and Egg Incubation in The Oriental leaf-toed gecko (Hemidactylus bowringii) from Southern China. Science Direct 110 : 20-27.
Yusuf L R. 2008. Studi kenaekaragaman jenis reptil pada beberapa tipe habitat di eks-HPH PT RKI Kabupaten Bungo Propinsi Jambi [skripsi]. Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata. Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak Dipublikasikan.
LAMPIRAN
59
Lampiran 1 Tabel suhu kandang tokek dan cicak Hari/Tanggal Dry Wet Kelembaban
Senin/ 9 agustus 2010
26.9º 25.1º 87.3%
Selasa/ 10 agustus 2010
28.8º 25.8º 75.9%
Rabu/ 11 agustus 2010
29.4º 26.6º 79.7%
Kamis/ 12 agustus 2010
28.5º 26.1º 85%
Jumat/ 13 agustus 2010
29º 26.2º 80.1%
Sabtu/ 14 agustus 2010
28.8º 26º 80.4%
Minggu/ 15 agustus 2010
27.1º 25.7º 89%
Senin/ 16 agustus 2010
27.1º 25.6º 88.1%
Selasa/ 17 agustus 2010
27.9º 26º 85.9%
Rabu/ 18 agustus 2010
27.4º 24.9º 80.7%
Kamis/ 19 agustus 2010
27.7º 25.3º 81.9%
Jumat/ 20 agustus 2010
27.6º 25.4º 83%
Sabtu/ 21 agustus 2010
27.7º 25.8º 83.6%
Minggu/ 22 agustus 2010
29.1º 25.4º 74.4%
Rata-rata 28.1 ºC 25.7 ºC 82.5 %
Lampiran 2 Tally sheet pakan jangkrik pada tokek biasa, tokek bergaris, dan cicak terbang Waktu pemberian pakan Jenis pakan Jumlah pakan Cara pemberian pakan
Sabtu Jangkrik 4 kali genggaman tangan orang dewasa* Di letakan di lantai kandang
Rabu Jangkrik 4 kali genggaman tangan orang dewasa* Di letakan di lantai kandang
Sumber: PT Mega Citrindo 2010. Keterangan*: satu genggam tangan orang dewasa berisi 10-12 ekor jangkrik sehingga bila di total dapat berisi 48-50 ekor dalam setiap pemberian jangkrik dalam kandang masal yang bisa berisi ratusan ekor. Lampiran 3 Jadwal pembersihan kandang bulan juli Waktu pembersihan kandang Kegiatan yang dilakukan dalam pembersihan kandang Setiap hari 1. Semprot kandang dengan air
2. Sikat lantai dan dinding kandang 3. Menyikat tempat minum dan membuang air minum kemarin 4. Membuang sisa pakan kemarin, kotoran dan bangkai tokek yang mati (bila ada).
Sumber: PT Mega Citrindo 2010.
60
Lampiran 4 Manajmen perkandangan dan habitat buatan (kandang masal) Jenis tokek Bentuk
kandang Jumlah kandang
Ukuran kandang
Konstruksi kandang
Fasilitas kandang
Daya tampung kandang (ekor)
Keterangan
Tokek biasa (Gekko gecko)
Kotak dangan sisi kanan dan kiri berbentuk trapesium
1 Kandang masal memiliki ukuran panjang 130 cm, lebar 320 cm, tinggi bagian depan 200, cm dan tinggi bagian belakang 227 cm.
Terbuat dari beton dengan kobinasi kawat ram yang berukuran 0,5 cm. Dengan batang besi sebagai penyangga.
Batang bambu atau kayu pohon, daun palm botol, tempat makan, tempat minum, kran air
± 500
Tokek bergaris (Gekko vitatus)
2 Tokek bergaris Ambon dan tokek bergaris Sorong
Cicak terbang (Ptychozoon kuhli)
1
Sumber: PT Mega Citrindo 2010.
61
Lampiran 5 Manajmen perkandangan dan habitat buatan (kandang intensif) Jenis tokek Bentuk
kandang Jumlah kandang
Ukuran kandang
Konstruksi kandang
Fasilitas kandang
Daya tampung kandang (ekor)
Keterangan
Tokek jawa (Gekko gecko)
Persegi panjang 1 Kandang intensif memiliki ukuran panjang bagian bawah 31 cm, lebar 21,5 cm dan tinggi 15,5 cm. Bagian atas berukuran 33 cm dan lebar 23 cm. Dengan tutup yang berukuran 36 cm, lebar 25 cm, dan tinggi 1,5 cm
Terbuat dari plastik
Tempat makan, dan kertas koran sebagai enrichment
± 5
Tokek bergaris (Gekko vitatus)
2 Tokek bergaris Ambon dan tokek bergaris Sorong
Cicak terbang (Ptychozoon kuhli)
1
Sumber: PT Mega Citrindo 2010.
62