KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf ·...

64
KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU DENGAN TEPUNG PATI KORO PEDANG SKRIPSI Oleh DELA HANDI VIANI PROGRAM STUDI S-1 TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2017

Transcript of KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf ·...

Page 1: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

i

KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL

SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU DENGAN TEPUNG PATI KORO

PEDANG

SKRIPSI

Oleh

DELA HANDI VIANI

PROGRAM STUDI S-1 TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG

2017

Page 2: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

ii

KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL

SUBSTITUSI TEPUNG TERIGU DENGAN TEPUNG PATI KORO

PEDANG

Oleh

DELA HANDI VIANI

NIM : 23020113140086

Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh

Gelar Sarjana Teknologi Pangan pada Program Studi Teknologi Pangan

Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro

PROGRAM STUDI S-1 TEKNOLOGI PANGAN

FAKULTAS PETERNAKAN DAN PERTANIAN

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG

2017

Page 3: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

iii

SURAT PERNYATAAN KEASLIAN SKRIPSI

Saya yang bertanda tangan di bawah ini,

Nama : Dela Handi Viani

NIM : 23020113140086

Program Studi : Teknologi Pangan

Dengan ini menyatakan sebagai berikut:

1. Karya ilmiah yang berjudul:

Karakteristik Fisik Dan Mutu Hedonik Biskuit Hasil Substitusi

Tepung Terigu Dengan Tepung Pati Koro Pedang

2. Setiap ide atau kutipan dari karya orang lain berupa publikasi atau bentuk

lainnya dalam karya ilmiah ini, telah diakui sesuai dengan standar

prosedur disiplin ilmu.

3. Saya juga mengakui bahwa karya akhir ini dapat dihasilkan berkat

bimbingan dan dukungan penuh oleh pembimbing saya, yaitu: Dr. Ir.

Nurwantoro, M.S dan Ahmad N. Al-Baarri, S.Pt., M.P., Ph.D.

Semarang, Juni 2017

Penulis

Dela Handi Viani

Mengetahui

Pembimbing Utama

Dr. Ir. Nurwantoro, M.S

NIP. 19600822 198703 1 004

Pembimbing Anggota

Ahmad N. Al-Baarri, S.Pt., M.P., Ph.D

NIP. 19740601 200112 1 002

Page 4: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

iv

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Skripsi : KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU

HEDONIK BISKUIT HASIL SUBSTITUSI

TEPUNG TERIGU DENGAN TEPUNG PATI

KORO PEDANG

Nama Mahasiswa : DELA HANDI VIANI

Nomor Induk Mahasiswa : 23020113140086

Program Studi / Jurusan : S-1 TEKNOLOGI PANGAN / PERTANIAN

Fakultas : PETERNAKAN DAN PERTANIAN

Telah disidangkan di hadapan Tim Penguji

dan dinyatakan lulus pada tanggal………………………

Pembimbing Utama

Dr. Ir. Nurwantoro, M.S

NIP. 19600822 198703 1 004

Pembimbing Anggota

Ahmad N. Al-Baarri, S.Pt., M.P., Ph.D

NIP. 19740601 200112 1 002

Ketua Ujian Akhir Program

Dr. Ir. Antonius Hintono, MP

NIP. 19590524 198603 1 001

Ketua Program Studi S1 Teknologi

Pangan

Dr. Yoyok Budi Pramono, S.Pt., M.P

NIP. 19690505 199702 1 002

Dekan

Prof. Dr. Ir. Mukh Arifin, M.Sc

NIP. 19610726 198703 1 003

Ketua Jurusan

Dr. Ir. Didik Wisnu Widjajanto, M.Sc

NIP. 19641106 198803 1 002

Page 5: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

v

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan YME yang telah

memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

skripsi yang berjudul “Karakteristik Fisik dan Mutu Hedonik Biskuit Hasil

Substitusi Tepung Terigu Dengan Tepung Pati Koro Pedang”.

Biskuit merupakan makanan ringan berbahan baku terigu yang sering

dikonsumsi oleh masyarakat. Substitusi terigu dan tepung pati koro pedang pada

biskuit dapat bermanfaat dalam menambahkan nilai gizi serta berperan dalam

diversifikasi pangan. Pada saat penelitian hingga penyusunan skripsi, penulis

menerima banyak sekali bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena

itu penulis menyampaikan terima kasih kepada yang terhormat nama-nama

sebagai berikut:

1. Dr. Yoyok Budi Pramono, S.Pt., M.P. selaku Ketua Program Studi S-1

Teknologi Pangan Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas

Diponegoro yang telah memberikan bimbingan dan kesempatan bagi

penulis untuk melakukan penelitian.

2. Dr. Ir. Nurwantoro, M.S. selaku dosen pembimbing utama dan Ahmad N.

Al-Baarri, S.Pt., M.P., Ph.D. selaku dosen pembimbing anggota yang telah

memberikan bimbingan serta arahan selama proses penelitian dan

penyusunan skripsi.

3. Dosen penguji atas saran yang diberikan sehingga skripsi ini menjadi

tulisan yang lebih baik.

Page 6: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

vi

4. Kedua orang tua penulis, Bapak Suhandi dan Ibu Winarni serta Amanda

Handi Viani sebagai kakak dan Yolanda Handi Viani sebagai adik penulis

yang senantiasa menjadi semangat dan memberikan dorongan baik

materiil dan moril selama penulis melakukan penelitian dan penyusunan

skripsi.

5. Anggi Rodes Wibisana, yang menjadi semangat dan motivasi penulis.

6. Sahabat-sahabat penulis di Tangerang, Hadisty, Pradiptya, Farah, Intan,

Mutiara, Fondabella, Angga, Putri dan Akmal yang selalu mendukung dan

memberi semangat penulis.

7. Sahabat-sahabat penulis, Anisa Khairina dan Yudhistra yang selalu

membantu penulis dan memberi semangat selama melakukan perkuliahan

dalam suka dan duka.

8. Aya dan Lisa selaku tim koro pedang yang sudah membantu penulis

selama melakukan penelitian.

9. Teman-teman Teknologi Pangan 2013 yang melewati suka duka bersama

selama empat tahun dalam menempuh pendidikan S-1 Teknologi Pangan.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna baik dari

segi materi maupun penyajiannya, sehingga kritik dan saran yang bersifat

membangun sangat diharapkan demi perbaikan di masa mendatang.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi segala pihak.

Semarang, Juni 2017

Penulis

Page 7: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

vii

RINGKASAN

DELA HANDI VIANI. 23020113140086. 2017. Karakteristik Fisik dan Mutu

Hedonik Biskuit Hasil Substitusi Tepung Terigu Dengan Tepung Pati Koro

Pedang. (Pembimbing : NURWANTORO dan AHMAD N. AL-BAARRI)

Biskuit merupakan makanan ringan yang dibuat dengan bahan dasar

produk serealia dengan penambahan gula dan lemak yang dipanggang hingga

kadar airnya kurang dari 5%. Tepung yang biasa digunakan pada pembuatan

biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

biji gandum yang diimport. Oleh karena alasan tersebut, perlu adanya pengganti

tepung terigu menjadi tepung non terigu. Tepung tersebut dapat diperoleh dari

potensi kacang koro lokal yang ada di Indonesia.

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan formulasi optimal untuk

substitusi tepung pati koro pedang, serta mengetahui pengaruh substitusi tepung

pati koro pedang terhadap tingkat kecerahan, kekerasan, kadar air dan mutu

hedonik biskuit. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan

Fakultas Peternakan dan Pertanian Universitas Diponegoro pada bulan Februari –

Maret 2017.

Desain percobaan yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen

dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 5 perlakuan dan 4

kali ulangan dengan variasi substitusi yaitu, 0% untuk T0, 12,5% untuk T1, 25%

untuk T2, 37,5% untuk T3, dan 50% untuk T4. Data hasil uji kecerahan,

kekerasan, dan kadar air dianalisis dengan Analysis of Variance (ANOVA)

dengan taraf signifikansi 5%. Apabila terdapat pengaruh perlakuan, akan

dilanjutkan dengan Uji Wilayah Ganda Duncan. Data hasil uji mutu hedonik

dianalisis dengan uji Kruskal-Wallis pada taraf 5% dan apabila terdapat perbedaan

yang nyata akan diuji lanjut dengan uji Mann-Whitney.

Substitusi tepung pati koro pedang memiliki pengaruh nyata (p<0,05)

terhadap tingkat kecerahan, kekerasan, kadar air, dan organoleptik hedonik

biskuit. Semakin tinggi substitusi tepung pati koro pedang maka akan semakin

rendah tingkat kecerahan, kekerasan, dan kadar air biskuit. Substitusi tepung pati

koro pedang yang semakin meningkat juga memberikan pengaruh nyata (p<0,05)

terhadap peningkatan aroma langu, tekstur mudah hancur, dan rasa semakin pahit.

Biskuit dengan substitusi 25% merupakan formulasi yang paling sesuai untuk

dapat dikonsumsi.

Page 8: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

viii

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ............................................................................ v

RINGKASAN .......................................................................................... vii

DAFTAR TABEL .................................................................................. ix

DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... x

BAB I. PENDAHULUAN ...................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1

1.2. Tujuan dan Manfaat .................................................................. 3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ............................................................ 4

2.1. Biskuit ...................................................................................... 4

2.2. Perubahan Sifat Fisik Selama Pembuatan Biskuit ................... 5

2.3. Bahan – bahan Pembuatan Biskuit .......................................... 6

2.4. Tahap Pembuatan Biskuit ......................................................... 9

2.5. Parameter Fisik dan Organoleptik Biskuit Substitusi Tepung Pati

Koro Pedang ............................................................................. 10

2.6. Koro Pedang ............................................................................. 14

BAB III.MATERI DAN METODE ........................................................ 16

3.1. Materi Penelitian ...................................................................... 16

3.2. Metode Penelitian ..................................................................... 16

BAB IV.HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................ 22

4.1. Derajat Kecerahan (L)* ............................................................ 22

4.2. Kekerasan (hardness) ............................................................... 23

4.3. Kadar Air .................................................................................. 26

4.4. Mutu Hedonik ........................................................................... 28

BAB V. SIMPULAN ............................................................................. 36

5.1. Simpulan ................................................................................... 36

5.2. Saran ......................................................................................... 36

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 37

Page 9: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

ix

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Syarat Mutu Biskuit SNI 2973-2011 ............................................. 5

2. Komposisi Kimia Tepung Koro Pedang (Windrati et al., 2010) ........ 15

3. Variasi Substitusi Tepung Pati dan Serat Koro Pedang ................ 18

4. Formulasi Bahan Masing-masing Perlakuan ................................. 19

5. Hasil Pengujian Derajat Kecerahan (L) Biskuit Substitusi Tepung Pati Koro

Pedang ........................................................................................... 22

6. Hasil Pengujian Kekerasan (hardness) Biskuit Substitusi Tepung Pati Koro

Pedang ........................................................................................... 24

7. Hasil Pengujian Kadar Air Biskuit Substitusi Tepung Pati Koro Pedang 26

8. Hasil Pengujian Mutu Hedonik Warna Biskuit Substitusi Tepung Pati Koro

Pedang ............................................................................................ 28

9. Hasil Pengujian Mutu Hedonik Aroma Biskuit Substitusi Tepung Pati Koro

Pedang ............................................................................................ 30

10. Hasil Pengujian Mutu Hedonik Tekstur Biskuit Substitusi Tepung Pati Koro

Pedang ............................................................................................ 32

11. Hasil Pengujian Mutu Hedonik Rasa Biskuit Substitusi Tepung Pati Koro

Pedang ............................................................................................ 33

12. Hasil Pengujian Kesukaan Overall Biskuit Substitusi Tepung Pati Koro

Pedang ............................................................................................ 35

Page 10: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

x

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Diagram Alir Pembuatan Tepung Serat Koro Pedang (Windrati et al,

2010 yang dimodifikasi) ................................................................ 42

2. Diagram Alir Pembuatan Tepung Pati Koro Pedang (Windrati et al.,

2010 yang dimodifikasi) ................................................................ 43

3. Diagram Alir Pembuatan Biskuit Substitusi Tepung Pati Koro Pedang 44

4. Foto Uji Derajat Kecerahan Biskuit ............................................... 44

5. Output SPSS Uji Derajat Kecerahan (L) ........................................ 46

6. Output SPSS Uji Kekerasan (hardness) ........................................ 47

7. Output SPSS Uji Kadar Air ........................................................... 48

8. Output SPSS Uji Organoleptik Warna ........................................... 49

9. Output SPSS Uji Organoleptik Aroma .......................................... 50

10. Output SPSS Uji Organoleptik Tekstur ........................................... 51

11. Output SPSS Uji Organoleptik Rasa .............................................. 52

12. Output SPSS Uji Organoleptik Overall ......................................... 53

Page 11: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Biskuit merupakan makanan ringan yang dibuat dengan bahan dasar

produk serealia dengan penambahan gula dan lemak yang dipanggang hingga

kadar airnya kurang dari 5% (Manley, 2001). Tepung yang biasa digunakan pada

pembuatan biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih

diperoleh dari biji gandum yang diimport. Oleh karena alasan tersebut, perlu

adanya pengganti tepung terigu menjadi tepung non terigu. Bahan pangan lokal

dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengganti tepung terigu sehingga dapat

mengurangi ketergantungan terhadap bahan pangan import. Biskuit dapat dibuat

dengan menggunakan tepung yang memiliki kandungan protein rendah. Tepung

tersebut dapat diperoleh dari potensi kacang koro lokal yang ada di Indonesia.

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan berbagai jenis koro

yang potensial sebagai sumber protein nabati, seperti koro wedus, koro benguk,

dan koro pedang. Koro pedang merupakan salah satu jenis koro yang mempunyai

kandungan protein tinggi, yaitu sekitar 18 – 25%, sedangkan kandungan lemaknya

sangat rendah, yaitu sekitar 0,2 – 0,3%, dan kandungan karbohidratnya relatif

tinggi, yaitu antara 50 – 60% (Wahyu et al., 2014).

Disamping kandungan gizi yang sudah lengkap, pemanfaatan koro pedang

sebagai produk pangan terkendala karena adanya kandungan sianida yang

menimbulksan citarasa yang kurang disukai konsumen (Doss et al., 2011).

Page 12: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

2

Kandungan sianida pada koro pedang dapat diminimalisir dengan beberapa

perlakuan seperti perendaman, perebusan, pemanggangan, dan fermentasi

sehingga dapat menjadi produk yang aman untuk dikonsumsi.

Kandungan protein yang tinggi pada koro pedang banyak dimanfaatkan

sebagai alternatif pengganti protein hewani. Koro pedang dapat dimanfaatkan

menjadi olahan tempe, tahu, kecap, dan penambah gizi flake umbi (Maryanto et

al., 2003). Koro pedang juga dapat dimanfaatkan sebagai tepung koro pedang

yang dihasilkan melalui proses ekstraksi basah. Pemanfaatan koro pedang menjadi

tepung menghasilkan beberapa fraksi yang terpisah, yaitu protein, pati dan

karbohidrat yang terkandung dalam biji koro dengan kandungan protein minimal

40% (Nafi’ et al., 2007). Fraksi tertinggi yang dihasilkan dari tepung koro pedang

adalah fraksi protein. Fraksi protein tersebut sudah banyak dimanfaatkan untuk

berbagai olahan pangan berprotein tinggi, seperti cake, sosis, bakso, dan naget.

Sedangkan untuk fraksi tepung koro yang lain mengandung kandungan serat

sebesar 2,23% dan pati sebesar 36,70% (amilosa sebesar 31,12% dan amilopektin

sebesar 68,88% dari total pati) yang ternyata belum banyak dimanfaatkan (Puspa,

2007). Tepung pati dan serat koro pedang masih memiliki kandungan protein

namun dalam kadar yang rendah, sehingga dapat digunakan untuk bahan baku

biskuit. Substitusi tepung terigu dengan tepung pati dan serat koro pedang diduga

berpengaruh terhadap karakteristik fisik (kadar air, kekerasan, kecerahan) serta

kesukaan (aroma, citarasa, tekstur, warna, dan keseluruhan) biskuit.

Page 13: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

3

1.2. Tujuan dan Manfaat

Berdasarkan hal tersebut, maka akan dilakukan penelitian Karakteristik

Fisik Dan Mutu Hedonik Biskuit Hasil Substitusi Tepung Terigu Dengan Tepung

Pati Koro Pedang. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan formulasi

optimal untuk substitusi tepung pati koro pedang, serta mengetahui pengaruh

substitusi tepung pati koro pedang terhadap sifat fisik dan sensori dari produk

yang dihasilkan.

Manfaat yang didapatkan dari penelitian ini adalah untuk memberikan

informasi yang akurat mengenai substitusi optimal tepung pati koro pedang dalam

pembuatan biskuit.

Page 14: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Biskuit

Menurut SNI 2973-2011, biskuit merupakan salah satu produk makanan

kering yang dibuat dengan cara memanggang adonan yang terbuat dari bahan

dasar tepung terigu atau substitusinya, minyak atau lemak dengan atau tanpa

penambahan bahan pangan lain yang diizinkan. Biskuit terbuat dari bahan dasar

tepung terigu yang ditambahkan dengan bahan – bahan tambahan lain, seperti

gula, telur, margarin, emulsifier, shortening, dan bahan citarasa. Biskuit

mempunyai kadar air kurang dari 5% sehingga membuat umur simpan biskuit

lebih panjang, terlindung dari kelembapan, dan menjadikan biskuit bahan pangan

yang praktis bagi masyarakat. Biskuit dapat digolongkan menjadi beberapa

macam berdasarkan tekstur dari biskuit, metode pembentukan adonan, dan

penambahan bahan. Biskuit dapat dikelompokkan menjadi krekers, kukis, wafer,

dan pai (Manley, 2001).

Biskuit merupakan makanan ringan yang memiliki standar mutu kadar air

kurang dari 5% sehingga berteksur renyah (Manley, 2001). Sifat kimia biskuit

dapat dilihat dari parameter kadar air, kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu

yang sesuai dengan Standar Nasional Indonesia. Perubahan sifat kimia biskuit

dapat terjadi akibat adanya pengaruh beberapa faktor, seperti komposisi bahan,

suhu, dan waktu pemanggangan. Standar mutu biskuit secara keseluruhan sudah

diatur dalam SNI 2973-2011 yang dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 15: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

5

Tabel 1. Syarat Mutu Biskuit SNI 2973-2011

No. Kriteria Uji Satuan Persyaratan

1 Keadaan

1.1 Bau - Normal

1.2 Rasa - Normal

1.3 Warna - Normal

2 Kadar air (b/b) % Maks. 5

3 Serat Kasar % Maks. 0.5

4 Protein (N x 6.25)

(b/b) % Min. 5

5

Asam lemak bebas

(sebagai asam oleat)

(b/b)

% Maks. 1.0

6 Cemaran logam

6.1 Timbal (Pb) mg/kg Maks. 0.5

6.2 Cadmium (Cd) mg/kg Maks. 0.2

6.3 Timah (Sn) mg/kg Maks. 40

6.4 Merkuri (Hg) mg/kg Maks. 0.05

6.5 Arsen (As) mg/kg Maks. 0.5

7 Angka lempeng

total Koloni/g Maks. 1x10

4

7.1 Koliform APM/g 20

7.2 Eschericia coli APM <3

7.3 Salmonella sp. - Negatif/25g

7.4 Staphylococcus

aureus Koloni/g Maks. 1x10

2

7.5 Bacillus cereus Koloni/g Maks. 1x102

7.6 Kapang dan khamir Koloni/g Maks. 2x102

Sumber: SNI 2973-2011

2.2. Perubahan Sifat Fisik Selama Pembuatan Biskuit

Perubahan sifat fisik pada biskuit dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor.

Faktor yang mempengaruhi perubahan sifat fisik pada pembuatan biskuit adalah

suhu pemanggangan. Selama proses pemanggangan berlangsung, banyak air yang

terevaporasi dari adonan biskuit sehingga akan menghasilkan biskuit dengan

kadar air 1 – 4%. Kandungan kadar air biskuit yang terlalu rendah akan

menghasilkan biskuit yang gosong dan warna biskuit yang terlalu gelap,

sedangkan jika kadar air terlalu tinggi maka biskuit yang dihasilkan memiliki

Page 16: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

6

struktur yang tidak terlalu renyah dan akan memicu cepatnya perubahan flavor

selama penyimpanan (Manley, 2001).

Penambahan tepung pati dan serat koro pedang akan meningkatkan mutu

dari biskuit. Penambahan tepung pati koro pedang akan berpengaruh terhadap

warna dan kerenyahan biskuit yang dihasilkan. Perubahan warna coklat pada

biskuit dihasilkan akibat adanya reaksi non enzimatis antara gula/pati dengan

protein yang ada pada bahan pangan. Semakin tinggi kandungan protein dan pati

pada bahan, maka semakin tinggi kemungkinan terjadi reaksi pencoklatan yang

menyebabkan tingkat kecerahan semakin rendah (Claudia dan Simon, 2016).

Kandungan pati yang tinggi pada koro pedang mempunyai sifat gelatinisasi yang

mampu membentuk gel yang akan membesar dan adonan akan menjadi kental dan

keras ketika adonan menyerap air. Hal tersebut akan berpengaruh terhadap tekstur

dan juga kekerasan biskuit yang dihasilkan (Wahyu et al., 2014).

Selain itu, penambahan tepung serat koro pedang akan berpengaruh

terhadap meningkatnya kandungan serat biskuit. Kadar serat biskuit menurut SNI

2973-2011 adalah maksimum sebesar 0,5%. Bahan pangan dengan kandungan

serat kasar yang tinggi memiliki kandungan kalori, kadar gula, dan lemak yang

rendah sehingga dapat membantu mengurangi obesitas dan penyakit jantung

(Fatkurahman et al., 2012).

2.3. Bahan – bahan Pembuatan Biskuit

Bahan – bahan yang digunakan dalam proses pengolahan biskuit dapat

dibagi menjadi dua kelompok, yaitu bahan pengikat dan bahan pelembut. Tepung

terigu, susu, dan putir telur berfungsi sebagai bahan pengikat. Sedangkan bahan –

Page 17: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

7

bahan yang berfungsi sebagai pelembut adalah gula, lemak, dan kuning telur

(Matz, 1992).

a) Tepung terigu

Tepung yang biasa digunakan dalam proses pembuatan biskuit adalah

tepung terigu. Tepung terigu merupakan bahan dasar biskuit yang berfungsi untuk

membentuk adonan selama proses pencampuran, membentuk struktur biskuit,

mengikat bahan lainnya, dan memberikan citarasa (Matz, 1992). Tepung terigu

yang biasa digunakan untuk pembuatan biskuit adalah tepung terigu berprotein

rendah dengan kandungan protein antara 8,5 – 10%, sehingga akan menghasilkan

biskuit dengan tekstur yang renyah dan lebih tipis (Faridi, 1994). Tepung terigu

dengan kadar protein rendah memiliki sifat yang lebih mudah terdispersi dan

berdaya serap air rendah sehingga membutuhkan air yang lebih sedikit dalam

pengolahan adonan. Protein gluten yang ada didalam tepung terigu bersifat elastis,

menggumpal, dan akan mengembang pada saat terigu dibasahi dengan air. Sifat

tersebut yang akan menentukan kualitas dari produk biskuit yang dihasilkan

(Purba, 2002).

b) Lemak

Lemak merupakan komponen penting dalam pembuatan biskuit. Jenis

lemak yang biasa digunakan untuk pembuatan biskuit dapat berasal dari lemak

hewani ataupun lemak nabati. Saat pengadonan, lemak akan mengelilingi tepung

terigu dan akan memutus ikatan gluten yang terbentuk didalamnya, sehingga

menghasilkan karakteristik biskuit yang tidak keras dan lebih cepat meleleh di

mulut (Manley, 2001).

Page 18: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

8

c) Air

Air merupakan salah satu komponen penting yang berperan dalam

kenampakan, tekstur, serta citarasa makanan (Winarno, 2002). Air dalam adonan

berfungsi untuk membentuk gluten, melarutkan garam, membasahi dan

mengembangkan pati, mengontrol suhu adonan, serta membantu kegiatan enzim

yang ada di dalam adonan.

d) Garam

Garam (NaCl) yang ditambahkan ke dalam adonan biskuit berfungsi untuk

menguatkan flavor biskuit dan mempengaruhi warna serta tingkat keremahan

biskuit yang dihasilkan. Jumlah garam yang ditambahkan kedalam adonan

umumnya sebanyak 1% - 2,5% dari berat tepung terigu (Matz, 1992).

e) Gula

Gula pada pembuatan biskuit berfungsi sebagai bahan pemanis yang dapat

menghasilkan citarasa manis dan mempengaruhi tekstur biskuit. Selain itu,

penambahan gula juga dapat menghaluskan tekstur serta membuat warna biskuit

menjadi warna coklat yang menarik (Claudia et al., 2011). Warna coklat yang

terbentuk pada biskuit dihasilkan akibat adanya reaksi antara karbohidrat dan

protein yang terdapat pada bahan.

f) Baking powder

Baking powder (Na2CO3) merupakan senyawa yang berperan dalam

melepaskan gas CO2 agar adonan dapat mengembang dengan sempurna, menjaga

penyusutan, dan untuk menyeragamkan remah. Baking powder juga berperan

dalam mengatur aroma, membentuk volume, dan mengontrol penyebaran

Page 19: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

9

sehingga produk yang dihasilkan menjadi ringan. Selain itu, semakin banyak

penambahan baking powder akan membuat kadar air biskuit semakin menurun

(Setyowati dan Fithri, 2014).

g) Telur

Penambahan telur pada pembuatan biskuit berfungsi sebagai emulsifier

yang akan menghasilkan tekstur renyah pada biskuit. Salah satu emulsifier yang

biasa digunakan adalah kuning telur. Penambahan kuning telur berfungsi dalam

memperbaiki tekstur biskuit menjadi lebih empuk. Hal tersebut dikarenakan

adanya kandungan lesitin sebagai emulsifier sehingga biskuit yang dihasilkan

lebih renyah (Hui, 1992).

h) Susu

Penambahan susu pada pembuatan biskuit akan menghasilkan citarasa

yang baik dan menambah nilai gizi biskuit. Pembuatan biskuit biasanya

menggunakan susu bubuk yang merupakan hasil pengeringan dari susu segar.

Susu yang ditambahkan akan membentuk aroma, mengikat air, bahan pengisi,

membentuk struktur yang kuat akibat adanya protein berupa kasein (Sundari,

2011).

2.4. Tahap Pembuatan Biskuit

Proses pembuatan biskuit pada umumnya terdiri dari tiga tahap, yaitu

pembuatan adonan, pencetakan, dan pemanggangan. Proses pembuatan adonan

diawali dengan mencampur bahan – bahan dan kemudian mengaduknya. Terdapat

dua metode pencampuran adonan, yaitu metode krim dan metode all-in (Manley,

2001). Pencampuran adonan pada metode krim dilakukan dengan cara

Page 20: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

10

memasukkan bahan baku secara bertahap, diawali dengan pencampuran lemak

dan gula, dan kemudian penambahan tepung terigu pada bagian paling akhir.

Metode ini dapat membatasi pengembangan gluten yang berlebihan pada biskuit.

Sedangkan untuk metode all-in dilakukan dengan mencampurkan dan mengaduk

semua bahan sampai terbentuk adonan (Matz, 1992).

Selanjutnya adalah tahap pencetakan yang bertujuan untuk

menyeragamkan bentuk biskuit dan menarik daya beli konsumen. Adonan yang

telah dicetak kemudian ditata dan diolesi dengan lemak yang berfungsi untuk

mencegah menempelnya biskuit pada loyang. Tahap terakhir yaitu tahap

pemanggangan, tahap ini akan mempengaruhi perubahan fisik dan kimiawi pada

biskuit. Adonan dipanggang pada suhu 150 - 200°C selama ±10 menit. Suhu dan

lama pemanggangan akan mempengaruhi kadar air produk biskuit. Suhu juga

mempengaruhi warna biskuit yang dihasilkan, suhu yang terlalu rendah akan

menghasilkan biskuit yang pucat, sedangkan suhu yang terlalu tinggi akan

menyebabkan hangus sehingga warna biskuit tidak menarik (Muchtadi dan

Sugiyono, 2013).

2.5. Parameter Fisik dan Organoleptik Biskuit Substitusi Tepung Pati

Koro Pedang

Parameter uji fisik biskuit tepung koro pedang terdiri dari uji kecerahan,

uji kekerasan (hardness), dan kadar air. Untuk uji organoleptik biskuit terdiri dari

beberapa parameter, yaitu warna, aroma, tekstur, rasa, dan keseluruhan.

Page 21: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

11

2.5.1. Kecerahan (L)

Nilai L merupakan parameter yang menyatakan cahaya pantul yang

menghasilkan warna kromatik putih, abu-abu, dan hitam (Alfiana, 2016). Warna

merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan daya terima dari suatu

produk. Untuk produk biskuit, semakin tinggi nilai kecerahan maka semakin

tinggi daya terima panelis. Panelis lebih menyukai biskuit dengan warna yang

lebih cerah daripada biskuit dengan warna yang gelap (Winarno, 2002).

2.5.2. Kekerasan (hardness)

Kekerasan merupakan salah satu indikator yang penting dan berkaitan erat

dengan tekstur biskuit yang dihasilkan. Tingkat kekerasan ini berhubungan

dengan kerenyahan biskuit, semakin tinggi tingkat kekerasan maka kerenyahan

biskuit semakin rendah. Tingkat kekerasan biskuit berbanding terbalik dengan

tingkat rasio pengembangan. Semakin rendah tingkat rasio pengembangan maka

tingkat kekerasan biskuit semakin tinggi (Irmawati et al., 2014).

2.5.3. Kadar Air

Kandungan air pada bahan pangan terdiri dari 2 yaitu, air bebas dan air

terikat. Air terikat merupakan air yang terdapat pada bahan pangan. Air bebas

adalah air yang secara fisik terikat dalam jaringan bahan pangan seperti membran,

kapiler, dan lain-lain (Winarno, 2002). Kandungan air yang tinggi dapat

mempengaruhi sifat fisik dan daya simpan suatu bahan pangan. Oleh karena itu,

untuk memperbaiki sifat fisik produk pangan dan memperpanjang daya simpan

produk, maka sebagian air pada bahan pangan dihilangkan, sehingga mencapai

kadar air tertentu. Proses mengurangi kadar air pada biskuit dilakukan dengan

Page 22: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

12

cara pengovenan. Pengovenan merupakan salah satu cara untuk menurunkan

kadar air pada bahan pangan dengan waktu dan suhu tertentu. Lama waktu

pengovenan berpengaruh terhadap air dalam bahan, karena air pada bahan

semakin banyak yang menguap (Purwati, 2002).

2.5.4. Sifat Organoleptik Warna

Warna merupakan faktor penentu mutu bahan pangan yang mudah untuk

diamati. Warna dapat menjadi suatu indikasi mutu dari bahan pangan. Bahan

pangan apa bila memiliki warna yang tidak sedap untuk dipandang atau memberi

kesan memiliki mutu yang buruk akan mempengaruhi kesan konsumen. Penilaian

parameter warna dapat dilakukan dengan cara melihat dengan indra mata. Warna

biskuit secara visual akan terlihat pada biskuit yang disajikan. Proses pengolahan

biskuit dengan menggunakan suhu tinggi akan memberikan warna kuning

keemasan. Perubahan warna yang diakibatkan oleh gula disebut dengan reaksi

maillard. Suhu yang terlalu tinggi akan mengakibatkan perubahan warna menjadi

gosong, warna semakin gelap, dan akan terjadi proses karamelisasi (Winarno,

2002).

2.5.5. Sifat Organoleptik Aroma

Aroma merupakan sensasi bau yang ditimbulkan oleh rangsangan kimia

senyawa volatil yang tercium oleh syaraf yang berada di rongga hidung ketika

bahan pangan masuk ke mulut. Rangsangan yang timbul akan memberikan

sensasi kelezatan yang kemudian dapat mempengaruhi daya terima panelis atau

konsumen terhadap suatu produk pangan (Peckham, 1969). Menurut SNI 2973-

2011 aroma pada biskuit tidak boleh tercium bau asing atau aroma tidak normal.

Page 23: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

13

2.5.6. Sifat Organoleptik Tekstur

Kerenyahan merupakan salah satu parameter dalam pengujian produk

biskuit. Kerenyahan pada produk pangan dapat dihubungkan dengan kadar air.

Hal ini disebabkan karena semakin banyak air yang diuapkan pada saat

pemanggangan akan terbentuk rongga-rongga udara sehingga produk yang

dihasilkan semakin renyah (Amertaningtyas, 2011). Kandungan amilosa dan

amilopektin pada tepung pati koro pedang akan berpengaruh terhadap tekstur

biskuit yang dihasilkan. Semakin tinggi kadar amilosa pada produk akan

menghasilkan tekstur yang baik dan daya lebih tahan pecah, namun pati yang

mengandung amilopektin yang lebih tinggi cenderung menghasilkan produk yang

mudah pecah (Claudia dan Simon, 2016).

2.5.7. Sifat Organoleptik Rasa

Rasa merupakan salah satu uji organoleptik yang berhubungan dengan

indera pengecapan. Rasa merupakan kesatuan interaksi antara sifat-sifat aroma,

rasa, dan tekstur merupakan keseluruhan makanan yang dinilai (Rosniar, 2016).

Selain aroma dan warna, rasa merupakan faktor yang cukup penting untuk menilai

produk biskuit. Umumnya bahan pangan tidak hanya terdiri dari salah satu rasa

saja tetapi merupakan gabungan dari berbagai macam rasa sehingga akan

menimbulkan citarasa makanan yang utuh dan padu.

2.5.8. Kesukaan Overall

Uji organoleptik keseluruhan digunakan dalam uji hedonik untuk

mengetahui dan mengukur tingkat kesukaan panelis terhadap keseluruhan atribut

yang ada pada produk. Hal ini dilakukan karena uji panelis terhadap parameter

Page 24: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

14

lain seperti rasa, aroma, warna, dan tekstur menghasilkan nilai yang berbeda-beda

(Gustiar, 2009). Uji tingkat kesukaan terhadap panelis dilakukan untuk

mendapatkan formulasi produk terbaik.

2.6. Koro Pedang

Koro pedang merupakan jenis kacang-kacangan yang dapat tumbuh di

tanah yang kurang subur dan kering. Biji koro mempunyai kandungan gizi yang

cukup tinggi. Meskipun kandungan protein dan lemaknya lebih rendah

dibandingkan dengan kedelai, tetapi kandungan karbohidrat dan seratnya lebih

tinggi, sehingga koro dapat dimanfaatkan sebagai bahan makanan yang aman.

Kacang koro pedang berpotensi sebagai alternatif pengganti kedelai karena

kandung proteinnya yang tinggi. Namun, kacang koro pedang menghasilkan

residu berupa HCN yang bersifat beracun bagi tubuh jika kadarnya melebihi 45 –

50 ppm. Saat ini protein koro pedang telah dipertimbangkan sebagai sumber

protein untuk bahan pangan pengganti kedelai (misalnya sebagai bahan baku

tempe), sebab keseimbangan asam aminonya baik dan memiliki bioavailabilitas

yang tinggi (Gustiningsih et al., 2011 ).

Tepung koro pedang sangat potensial untuk dimanfaatkan sebagai sumber

pati dan protein karena kandungannya yang relatif tinggi. Kandungan protein yang

tinggi pada koro pedang banyak dimanfaatkan sebagai alternatif pengganti protein

hewani. Koro pedang dapat dimanfaatkan menjadi olahan tempe, tahu, kecap, dan

penambah gizi flake umbi (Maryanto et al., 2003). Sedangkan kandungan

lainnya, yaitu pati dan serat dapat dimanfaatkan untuk produk pangan lain seperti

biskuit. Proses pembuatan tepung koro pedang diawali dengan tahap pencucian,

Page 25: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

15

perendaman untuk menghilangkan kandungan HCN, perebusan dengan air

mendidih selama 15 menit, penggilingan, penjemuran dengan suhu 60°C selama

48 jam, penepungan, dan pengayakan (Wahyu et al., 2014). Kandungan tertinggi

yang terdapat pada tepung koro pedang adalah kandungan protein. Komposisi

kimia lain yang terkandung dalam tepung koro pedang dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Komposisi Kimia Tepung Koro Pedang (Windrati et al., 2010)

Komponen Nilai (%)

Air 10,09±0,02

Protein 37,61±0,04

Lemak 4,49±0,04

Karbohidrat :

Pati 36,70±0,57

Total Gula 0,57±0,23

Serat 2,23±0,06

Abu 3,04±0,004

Senyawa – senyawa lain 5,27

Total 100

Page 26: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

16

BAB III

MATERI DAN METODE

Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – Maret 2017 di

Laboratorium Kimia dan Gizi Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian,

Universitas Diponegoro, Semarang.

3.1. Materi Penelitian

Alat yang digunakan dalam pembuatan biskuit adalah baskom, loyang,

oven, kuas, cetakan, ayakan, penggiling adonan, timbangan, sendok, mangkuk,

blender, kain saring, lembar kuisioner, texture analyzer, digital colory meter,

cawan porselin, dan desikator. Bahan yang digunakan yaitu tepung terigu protein

rendah, tepung pati koro pedang, tepung serat koro pedang, margarin, gula bubuk,

telur, susu skim, garam, vanili, air, dan baking soda.

3.2. Metode Penelitian

Metode penelitian terdiri dari prosedur penelitian, desain percobaan,

hipotesis percobaan dan analisis data yang diperoleh dari percobaan.

3.2.1. Tahap Pembuatan Tepung Serat Koro Pedang

Penelitian pendahuluan dalam pembuatan biskuit substitusi tepung pati

koro pedang adalah membuat tepung serat koro pedang terlebih dahulu. Metode

yang digunakan untuk pembuatan tepung serat koro pedang adalah dengan

menggunakan metode ekstraksi basah. Ekstraksi kacang koro cara basah mengacu

pada metode yang dikembangkan oleh Windrati et al., (2010) untuk mendapatkan

Page 27: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

17

optimasi pembuatan serat koro pedang. Pembuatan tepung serat koro pedang

dilakukan dengan cara perendaman dengan air perendaman dengan air selama 48

jam, pencucian, pengupasan, penghancuran menggunakan blender dengan nisbah

koro:air 1:5 (b/v), penyaringan dengan kain saring untuk memisahkan serat dan

air, pengovenan ampas serat dengan suhu 45°C selama 24 jam, penghancuran, dan

pengayakan. Diagram alir pembuatan tepung serat koro pedang dapat dilihat pada

Lampiran 1.

3.2.2. Tahap Pembuatan Tepung Pati Koro Pedang

Metode yang digunakan untuk pembuatan tepung pati koro pedang adalah

dengan menggunakan metode ekstraksi basah. Ekstraksi kacang koro cara basah

mengacu pada metode yang dikembangkan oleh Windrati et al., (2010) untuk

mendapatkan optimasi pembuatan pati koro pedang. Tepung pati dibuat melalui

tahap pencucian, perendaman selama 48 jam, pencucian, pengupasan, dan

ekstraksi koro sebanyak 2 kali dengan nisbah koro:air 1:5 (b/v), pemisahan

dengan serat untuk mendapatkan air yang akan diendapkan menjadi pati,

pengendapan air 3 jam, pemisahan pati, pengeringan dengan oven selama 24 jam

suhu 45°C, penghancuran, dan pengayakan. Diagram alir pembuatan tepung pati

koro pedang dapat dilihat pada Lampiran 2.

3.2.3. Tahap Pembuatan Biskuit Substitusi Tepung Pati Koro Pedang

Pembuatan biskuit dilakukan dengan cara penimbangan semua bahan

sesuai dengan resep, pencampuran I yang merupakan pencampuran margarin dan

gula bubuk, pencampuran II yaitu pencampuran kuning telur yang kemudian

Page 28: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

18

dicampur selama 2 – 3 menit, lalu pencampuran III dengan mencampurkan

tepung, susu bubuk, dan baking powder. Setelah semua bahan tercampur, langkah

selanjutnya adalah pencetakan adonan, dan pemanggangan dengan suhu +150oC

selama +20 menit. Diagram alir pembuatan biskuit dapat dilihat pada Lampiran 3.

3.2.4. Rancangan Percobaan

Metode yang digunakan pada penelitian ini adalah eksperimen dengan

menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan variasi substitusi pati

sebesar 0%, 12,5%, 25%, 37,5%, dan 50% serta substitusi serat sebesar 20%

masing-masing dengan perlakuan sebanyak 4 kali ulangan yang dapat dilihat pada

Tabel 3. Untuk formulasi masing – masing bahan pada tiap perlakuan dapat dilihat

pada Tabel 4.

Tabel 3. Variasi Substitusi Tepung Pati dan Serat Koro Pedang

Perlakuan Tepung

Terigu Tepung Pati Koro Pedang

Tepung Serat Koro Pedang

(sebagai filler)

T0 80%

0% 20%

T1 67,5%

12,5% 20%

T2 55%

25% 20%

T3 42,5%

37,5% 20%

T4 30%

50% 20%

Page 29: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

19

Tabel 4. Formulasi Bahan Masing-masing Perlakuan

Komposisi Bahan (%) Perlakuan

T0 T1 T2 T3 T4

Tepung serat koro pedang 8 8 8 8 8

Tepung pati koro pedang 0 5 10 15 20

Tepung terigu 32 27 22 17 12

Margarin 32 32 32 32 32

Gula bubuk 15 15 15 15 15

Kuning telur 8 8 8 8 8

Susu skim 4,8 4,8 4,8 4,8 4,8

Baking powder 0,2 0,2 0,2 0,2 0,2

Model matematis rancangan percobaan yang diterapkan adalah:

Yij = µ + α i +∑in.................................................................................................(1)

Keterangan:

Yij = Angka pengamatan dari perlakuan ke-i (T0, T1, T2, T3, T4) dan ulangan

ke-n (1,2,3,4)

µ = Nilai tengah perlakuan

a = Pengaruh perlakuan ke-i (T0, T1, T2, T3, T4)

∑ij = Pengaruh galat substitusi perlakuan ke-i (T0, T1, T2, T3, T4) dan ulangan

ke-n (1,2,3,4)

Data hasil pengujian yang diperoleh kemudian dianalisis dengan uji

Analysis of Variance (ANOVA) dengan taraf signifikansi 5% dan apabila terdapat

perbedaan maka dilanjutkan dengan uji Duncan (Gomez dan Gomez, 1995).

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

H0 : Tidak terdapat pengaruh perbedaan substitusi pati koro pedang terhadap

kecerahan, kekerasan, kadar air dan organoleptik.

Page 30: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

20

H1 : Terdapat pengaruh perbedaan substitusi pati dan serat koro pedang

terhadap kecerahan, kekerasan, kadar air dan organoleptik.

Secara statistik, hipotesis empirik diatas dapat dijabarkan sebagai berikut:

H0 : µ1 = µ2 = µ3 = µ4

H1 : µ1 ≠ µ2 ≠ µ3 ≠ µ4, atau setidaknya ada satu perbedaan nilai tengah (µ)

3.2.5. Parameter Uji Biskuit Substitusi Tepung Pati Koro Pedang

Uji pada biskuit dengan substitusi tepung pati koro pedang meliputi uji

kecerahan, kekerasan (hardness), kadar air, dan organoleptik.

3.2.5.1.Uji Kecerahan (L)

Uji tingkat kecerahan dilakukan dengan menggunakan colour reader yang

ditempelkan pada permukaan sampel, kemudian diatur tombol pembacaan L* dan

tekan tombol target. Kemudian catat hasil pembacaan (Setyowati dan Fithri,

2014).

3.2.5.2.Uji Kekerasan (hardness)

Uji tekstur biskuit dilakukan dengan memberikan gaya tekan kepada bahan

dengan besaran tertentu sehingga profil tekstur bahan pangan dapat diukur. Probe

yang digunakan untuk pengujian tekstur biskuit adalah probe jenis silinder dengan

ukuran diameter 2 mm. Setelah probe dipasang, sampel biskuit diletakkan diatas

meja uji dan texture analyzer dinyalakan. Data hasil pengukuran texture analyzer

dapat diolah menjadi data lanjutan (Widhi, 2008).

3.2.5.3.Uji Kadar Air

Analisis kadar air dilakukan dengan prinsip kehilangan berat pada

pemanasan selama beberapa waktu pada suhu 105oC dianggap sebagai kadar air

Page 31: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

21

yang terdapat pada sampel dilakukan dengan metode cawan porselin diberi kode

sesuai sampel kemudian dimasukkan dalam oven dengan suhu 100 - 105oC

selama 1 jam. Cawan didinginkan dalam desikator selama ± 15 menit dan cawan

ditimbang untuk mendapatkan berat A. Timbangan di tarra (re-zero), kemudian

dimasukkan sampel sebanyak 1 - 2 g ke dalam cawan dan ditimbang untuk

mendapatkan berat B. Cawan kemudian dioven dengan suhu 100 - 105oC selama

4 - 5 jam sampai berat konstan. Sampel dikeluarkan dari dalam oven dan

dimasukkan ke dalam desikator selama ± 15 menit kemudian timbang cawan dan

sampel yang berada di dalamnya untuk mendapatkan berat C (Legowo et al.,

2005)

Kadar air dalam biskuit dihitung dengan rumus :

Kadar air = Berat B - (Berat C - Berat A) x100%

Berat B

3.2.5.4.Uji Organoleptik

Uji organoleptik dilakukan dengan menyediakan sampel biskuit yang akan

disajikan terhadap panelis. Uji organoleptik dilakukan dengan uji kesukaan (uji

hedonik) oleh 25 panelis dengan menguji rasa, aroma tepung pati koro pedang,

warna biskuit, kerenyahan, dan kekerasan. Panelis memberikan penilaian pada

blangko uji organoleptik biskuit (Shofiati et al., 2014).

Page 32: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

22

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Derajat Kecerahan (L)*

Hasil pengujian derajat kecerahan (L) biskuit substitusi tepung pati koro

pedang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Pengujian Derajat Kecerahan (L) Biskuit Substitusi Tepung Pati

Koro Pedang

Perlakuan Derajat Kecerahan (L)

T0 75,96 ± 1,565a

T1 73,23 ± 0,998b

T2 70,56 ± 0,944c

T3 68,55 ± 0,387d

T4 66,25 ± 1,358e

Keterangan:

* Data ditampilkan sebagai nilai rerata ± standar deviasi

* Superskript huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Berdasarkan Tabel 5, diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan nyata antar

perlakuan biskuit dalam parameter derajat kecerahan yang ditandai dengan

superskript berbeda. Perlakuan T0 merupakan biskuit dengan nilai derajat

kecerahan paling tinggi sebesar 75,96. Sedangkan biskuit dengan derajat

kecerahan paling rendah terdapat pada perlakuan T4 yaitu sebesar 66,25. Semakin

rendah nilai, maka semakin gelap penampakan biskuit tersebut. Warna gelap yang

terbentuk pada permukaan biskuit dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu reaksi

kecoklatan dan kadar air biskuit. Reaksi kecoklatan muncul secara enzimatis

sebelum proses pemanggangan biskuit. Warna coklat terbentuk akibat adanya

senyawa fenol khususnya tanin pada tepung pati koro pedang yang memicu

terbentuknya warna coklat. Kacang koro pedang mengandung beberapa senyawa

Page 33: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

23

antinutrisi seperti fenolik, tanin, saponin, dan sianogenik. Hal ini sesuai dengan

penelitian yang telah dilakukan Primawestri (2014) yang menyatakan bahwa

kandungan fenol pada kacang koro pedang yaitu sebesar 15,23 g/100 g. Reaksi

tersebut dipercepat oleh adanya enzim polifenol oksidase yang ada pada tepung

sehingga dapat menghasilkan warna coklat pada permukaan biskuit. Semakin

tinggi substitusi tepung pati koro pedang maka permukaan biskuit akan semakin

coklat dan menurunkan mutu warna biskuit. Hal ini sesuai dengan pendapat

Abdelghafor (2011) yang menyatakan bahwa warna pada produk biskuit juga

dapat ditentukan berdasarkan reaksi kecoklatan enzimatis pada tanin yang

merupakan senyawa fenolik kemudian dipicu oleh reaksi oksidasi yang dikatalisis

oleh enzim fenol oksidase atau polifenol oksidase.

Selain itu, biskuit dengan nilai kecerahan yang semakin rendah

berhubungan dengan kadar air biskuit yang semakin menurun. Pada perlakuan T4,

nilai kadar air yang terlalu rendah menyebabkan biskuit akan memiliki warna

yang semakin gelap dan rasa yang gosong sehingga akan menurunkan mutu

biskuit. Hal ini sesuai dengan pendapat Manley (2001) yang menyatakan bahwa

kandungan kadar air biskuit yang terlalu rendah akan menghasilkan biskuit yang

gosong dan warna biskuit yang terlalu gelap.

4.2. Kekerasan (hardness)

Hasil pengujian kekerasan (hardness) biskuit substitusi tepung pati koro

pedang dapat dilihat pada Tabel 6.

Page 34: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

24

Tabel 6. Hasil Pengujian Kekerasan (hardness) Biskuit Substitusi Tepung Pati

Koro Pedang

Perlakuan Kekerasan (hardness) (gf)

T0 2009,12 ± 278,72a

T1 1844,75 ± 534,11a

T2 1239,87 ± 99,49b

T3 907,12 ± 274,16b

T4 810,50 ± 74,67b

Keterangan:

* Data ditampilkan sebagai nilai rerata ± standar deviasi

* Superskript huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Berdasarkan Tabel 6, diperoleh hasil bahwa perlakuan T0 dan T1

menghasilkan hasil yang tidak berbeda nyata dalam parameter kekerasan, tetapi

berbeda nyata dengan perlakuan T2, T3, dan T4 yang ditandai dengan superskript

huruf yang berbeda. Biskuit dengan substitusi 0% tepung koro pedang memiliki

tingkat kekerasan paling tinggi dengan nilai sebesar 2009,12 gf. Sedangkan

biskuit dengan substitusi 50% tepung koro pedang memiliki tingkat kekerasan

yang paling rendah sebesar 810,50 gf. Kekerasan biskuit merupakan salah satu

indikator yang penting dan berkaitan erat dengan tekstur biskuit yang dihasilkan.

Tingkat kekerasan biskuit dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya adalah

adanya kandungan protein pada bahan dasar biskuit dan daya serap air. Perlakuan

T0 dan T4 menunjukkan bahwa substitusi tepung pati koro pedang berpengaruh

nyata terhadap kekerasan biskuit. Penurunan tingkat kekerasan biskuit disebabkan

karena berkurangnya proporsi gluten yang berasal dari protein tepung terigu

sehingga berpengaruh terhadap tekstur biskuit. Gluten yang bersifat elastis

berfungsi dalam menahan gas dan membentuk rongga-rongga pada biskuit.

Adanya rongga tersebut yang menyebabkan biskuit memiliki struktur yang kokoh.

Hal ini sesuai dengan pendapat Manley (2001) yang menyatakan bahwa

Page 35: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

25

kandungan gluten pada tepung terigu akan terbentuk dan memberikan tekstur

elastis dan mengembang pada adonan, biskuit yang terlalu mengembang maka

densitasnya berkurang sehingga akan berpengaruh pada tingkat kekerasan biskuit.

Pada perlakuan T4, semakin tinggi substitusi tepung pati koro pedang

menyebabkan semakin sedikit gluten yang berfungsi dalam membentuk jaringan

berongga pada biskuit selama proses pemanggangan. Semakin sedikit jaringan

berongga yang dihasilkan maka tekstur biskuit menjadi tidak kokoh dan mudah

patah. Biskuit yang dibuat dengan adonan rendah protein akan membentuk tekstur

yang mudah patah dan remah karena tidak terbentuk gluten dalam adonan. Hal ini

sesuai dengan pendapat Yustina dan Farid (2012) yang menyatakan bahwa produk

dari substitusi bahan tepung non-gluten akan menghasilkan tekstur yang padat

(tidak berongga) dan tidak terlalu mengembang, sehingga akan dihasilkan produk

biskuit yang tidak kokoh.

Faktor lain yang dapat mempengaruhi tingkat kekerasan biskuit yaitu

adanya kandungan amilosa dan amilopektin yang ada pada tepung. Amilosa pada

tepung pati koro pedang berperan dalam mengikat air pada adonan. Air yang

terikat pada adonan akan membentuk granula pati yang akan mengalami proses

gelatinisasi. Proses pengovenan dengan suhu tinggi akan mengakibatkan

menguapnya air dan menghasilkan tekstur yang renyah dan mudah hancur. Hal ini

sesuai dengan pendapat William (2001) yang menyatakan bahwa amilosa

mempunyai daya serap yang tinggi yang akan membentuk granula pati. Granula

pati akan mengalami pembengkakan karena terserapnya air dan adanya

peningkatan suhu karena pengovenan. Air yang terserap oleh pati akan menguap

Page 36: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

26

dan hilang saat pengovenan dan akan meninggalkan ruang kosong dalam adonan

sehingga tekstur biskuit menjadi renyah. Tekstur biskuit yang semakin renyah

berhubungan dengan tingkat kekerasan biskuit yang semakin menurun. Hal ini

sesuai dengan pendapat Irmawati et al., (2014) yang menyatakan bahwa semakin

rendah tingkat kekerasan biskuit maka kerenyahan biskuit semakin tinggi.

4.3. Kadar Air

Hasil pengujian kadar air biskuit substitusi tepung pati koro pedang dapat

dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Pengujian Kadar Air Biskuit Substitusi Tepung Pati Koro Pedang

Perlakuan Kadar Air

T0 4,50 ± 0,000a

T1 4,00 ± 0,577ab

T2 3,37 ± 0,250bc

T3 2,62 ± 0,629c

T4 1,50 ± 1,080d

Keterangan:

* Data ditampilkan sebagai nilai rerata ± standar deviasi

* Superskript huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Berdasarkan Tabel 7, dapat dilihat bahwa perlakuan T0 tidak berbeda

nyata dengan T1, T1 tidak berbeda nyata dengan T2, T2 tidak berbeda nyata

dengan T3, dan T3 berbeda nyata dengan T4. Perlakuan T0 menghasilkan biskuit

dengan kadar air paling tinggi, sedangkan T4 menghasilkan kadar air yang paling

rendah. Hal tersebut diduga karena adanya substitusi tepung koro pedang pada

biskuit yang berpengaruh nyata terhadap menurunnya kadar air. Semakin tinggi

substitusi tepung pati koro pedang, maka semakin rendah kadar air biskuit yang

dihasilkan. Kadar air pada biskuit dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya

yaitu adanya kandungan gluten pada komposisi biskuit. Gluten pada tepung terigu

Page 37: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

27

bersifat elastis sehingga dapat menahan air di dalam adonan. Hal ini sesuai dengan

pendapat Irmawati et al., (2014) yang menyatakan bahwa dengan adanya gluten,

air yang sudah terikat tidak mudah menguap karena sifat gluten yang elastis

sehingga mampu menahan air. Biskuit yang tidak memiliki gluten, tidak dapat

menahan air sehingga air mudah menguap saat pemanggangan. Rendahnya gluten

yang terdapat pada adonan perlakuan T4 berpengaruh nyata terhadap kemampuan

adonan dalam menahan air, sehingga kadar air yang dihasilkan rendah. Hal

tersebut sesuai dengan pendapat Syahputri dan Agustin (2015) bahwa air pada

adonan biskuit nantinya akan menguap saat proses pengeringan sehingga kadar air

menurun.

Selain adanya gluten, kadar pati dan kadar amilosa pada komposisi biskuit

juga berpengaruh terhadap kadar air yang dihasilkan. Komponen amilosa

merupakan salah satu komponen penting yang berkaitan dengan daya serap air

tepung. Kadar amilosa pada tepung koro pedang lebih tinggi dibandingkan dengan

tepung terigu, yaitu sekitar 31,12% dan 25%. Tingginya kadar amilosa tersebut

yang berperan penting dalam penyerapan air pada adonan dan kemudian

dilepaskan kembali pada saat pemanggangan sehingga berpengaruh terhadap

rendahnya kadar air biskuit. Hal ini sesuai dengan pendapat Nurani dan

Sudarminto (2014) yang menyatakan bahwa tingginya kadar pati pada bahan

maka akan semakin kuat menyerap air, selain itu makin tinggi kadar amilosa pada

bahan maka kadar air bahan semakin rendah, karena amilosa memiliki sifat

mudah menyerap dan melepaskan air. Penurunan tingkat kekerasan pada biskuit

dapat berpengaruh terhadap penurunan kadar air biskuit. Pada perlakuan T4, kadar

Page 38: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

28

air biskuit menghasilkan hasil yang paling rendah seiring dengan menurunnya

tingkat kekerasan biskuit. Penurunan kadar air biskuit disebabkan oleh

menurunnya kekerasan biskuit. Hal ini sesuai dengan pendapat Syahputri dan

Agustin (2015) yang menyatakan bahwa penurunan kadar air dapat menurunkan

daya patah biskuit dan mendapatkan kerenyahan yang semakin baik, kekerasan

(hardness) akan meningkat selama kadar air produk meningkat.

4.4. Mutu Hedonik

Pengujian organoleptik biskuit dengan substitusi tepung pati koro pedang

dibagi menjadi 5 parameter, yaitu pengujian hedonik terhadap warna, aroma,

tekstur, rasa, dan overall yang akan dijelaskan sebagai berikut:

4.4.1. Mutu Hedonik Warna

Hasil pengujian organoleptik warna biskuit substitusi tepung pati koro

pedang terhadap 25 orang panelis dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Hasil Pengujian Mutu Hedonik Warna Biskuit Substitusi Tepung Pati

Koro Pedang

Perlakuan Rerata Skor Warna

T0 4,00 ± 0,800a

T1 3,24 ± 0,814b

T2 3,60 ± 1,095ab

T3 3,12 ± 0,909b

T4 1,92 ± 0,796c

Keterangan:

* Data ditampilkan sebagai nilai rerata ± standar deviasi

* Superskript huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Keterangan skor:

1= Sangat tidak suka 4 = Suka

2= Tidak suka 5 = Sangat suka

3= Agak suka

Page 39: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

29

Berdasarkan Tabel 8, diperoleh hasil bahwa terdapat terdapat perbedaan

yang nyata antara perlakuan T0 dengan T1, T0 dengan T3, dan T0 dengan T4.

Berdasarkan uji panelis, panelis cenderung menyukai perlakuan T0 dengan rerata

skor sebesar 4,00. Sedangkan perlakuan T4 dengan rerata skor sebesar 1,92

cenderung tidak disukai panelis. Pada parameter organoleptik warna, panelis lebih

menyukai biskuit dengan warna yang cerah dibandingkan warna yang agak gelap.

Warna merupakan salah satu parameter yang mempengaruhi panelis dalam

menerima dan menilai produk biskuit. Warna pada biskuit berperan penting

karena dapat memberikan daya tarik mengenai karakteristik biskuit. Warna gelap

yang muncul dan kurang disukai panelis diduga terbentuk karena adanya senyawa

tanin yang terdapat pada tepung pati koro pedang. Senyawa tanin tersebut

teroksidasi dan menghasilkan warna coklat dengan bantuan enzim fenol oksidase

pada tepung pati koro pedang. Hal ini sesuai dengan pendapat Abdelghafor (2011)

yang menyatakan bahwa warna pada produk biskuit juga dapat ditentukan

berdasarkan reaksi kecoklatan enzimatis pada tanin yang merupakan senyawa

fenolik kemudian dipicu oleh reaksi oksidasi yang dikatalisis oleh enzim fenol

oksidase atau polifenol oksidase. Kedua enzim ini dapat mengkatalisis reaksi

oksidasi senyawa fenol yang menyebabkan perubahan warna menjadi cokelat.

Warna biskuit yang semakin coklat dan gelap tersebut kurang disukai oleh panelis

karena kurang menarik. Hal ini sesuai dengan pendapat Winarno (2002) yang

menyatakan bahwa panelis lebih menyukai biskuit dengan warna yang lebih cerah

daripada biskuit dengan warna yang gelap.

Page 40: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

30

4.4.2. Mutu Hedonik Aroma

Hasil pengujian organoleptik aroma biskuit substitusi tepung pati koro

pedang terhadap 25 orang panelis dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Hasil Pengujian Mutu Hedonik Aroma Biskuit Substitusi Tepung Pati

Koro Pedang

Perlakuan Rerata Skor Aroma

T0 3,64 ± 0,686a

T1 3,40 ± 0,849a

T2 3,32 ± 0,926a

T3 3,44 ± 0,697a

T4 2,64 ± 0,933b

Keterangan:

* Data ditampilkan sebagai nilai rerata ± standar deviasi

* Superskript huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Keterangan skor:

1= Sangat tidak suka

2= Tidak suka

3= Agak suka

4= Suka

5= Sangat suka

Berdasarkan Tabel 9, diperoleh hasil bahwa substitusi tepung koro pedang

berpengaruh nyata terhadap aroma biskuit yang ditandai dengan superskript yang

berbeda. Pada Tabel 9, dilihat bahwa perlakuan T0, T1, T2, dan T3 berbeda nyata

dengan perlakuan T4 dalam parameter aroma. Berdasarkan uji panelis, perlakuan

T0 menghasilkan aroma biskuit yang paling disukai, sedangkan perlakuan T4

menghasilkan aroma biskuit yang paling tidak disukai. Aroma merupakan salah

satu parameter yang dapat menentukan daya terima suatu produk, semakin enak

aroma maka daya terima produk akan semakin meningkat. Substitusi tepung koro

pedang yang semakin tinggi pada formula biskuit menyebabkan tingkat kesukaan

panelis terhadap biskuit semakin menurun. Hal ini disebabkan karena adanya bau

langu yang dihasilkan oleh tepung pati koro pedang. Bau langu tersebut akan

Page 41: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

31

semakin kuat seiring bertambahnya substitusi tepung pati koro pedang pada

adonan biskuit. Bau langu pada biskuit disebabkan oleh adanya aktivitas enzim

lipoksigenase yang terdapat pada tepung kacang koro pedang. Hal ini sesuai

dengan pendapat Masitoh (2006) yang menyatakan bahwa pada tepung kacang

koro pedang, bau langu yang sulit dihilangkan ditimbulkan oleh enzim

lipoksigenase yang bereaksi dengan lemak kacang (hidrolisis lemak oleh enzim

lipoksigenase), hasil reaksinya membentuk delapan senyawa volatil, salah satunya

yang paling memberikan bau langu adalah etil fenil keton. Selain itu, aroma juga

ditentukan oleh campuran berbagai bahan pada formula biskuit, seperti margarin

dan gula yang dapat menghasilkan flavor pada biskuit, dan susu skim yang juga

berperan dalam meningkatkan aroma biskuit. Hal ini sesuai dengan pendapat

Hastuti (2012) yang menyatakan bahwa aroma pada biskuit juga ditentukan oleh

perpaduan antara bahan-bahan pembuatan biskuit. Komponen pada adonan

menimbulkan bau khas, misalnya dengan pencampuran margarin dan telur yang

dapat memberikan aroma yang disukai panelis.

4.4.3. Mutu Hedonik Tekstur

Hasil pengujian organoleptik tekstur biskuit substitusi tepung pati koro

pedang terhadap 25 orang panelis dapat dilihat pada Tabel 10.

Page 42: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

32

Tabel 10. Hasil Pengujian Mutu Hedonik Tekstur Biskuit Substitusi Tepung Pati

Koro Pedang

Perlakuan Rerata Skor Tekstur

T0 3,88 ± 0,863a

T1 3,60 ± 0,632ab

T2 3,20 ± 0,800bc

T3 3,40 ± 0,849bc

T4 2,96 ± 0,916c

Keterangan:

* Data ditampilkan sebagai nilai rerata ± standar deviasi

* Superskript huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Keterangan skor:

1= Sangat tidak suka

2= Tidak suka

3= Agak suka

4= Suka

5= Sangat suka

Berdasarkan Tabel 10, diperoleh hasil bahwa tidak terdapat perbedaan

nyata untuk perlakuan T0 dan T1, T1 dan T2, TI dan T3, juga T2 dan T3.

Berdasarkan penilaian panelis, dapat diketahui bahwa terdapat perbedaan nyata

antar perlakuan T0 dan T4 yang ditandai dengan huruf superskript berbeda. Pada

parameter uji tekstur, panelis cenderung menyukai biskuit dengan substitusi 0%

tepung pati koro pedang dengan rerata skor 3,88. Tekstur dapat dinilai dari segi

kekerasan, kerenyahan, dan elastisitas biskuit. Tekstur biskuit yang lebih keras

cenderung disukai panelis dibandingkan dengan tekstur yang mudah rapuh.

Tekstur biskuit yang keras disebabkan karena adanya kandungan gluten dari

tepung terigu yang masih tinggi pada perlakuan T0. Gluten akan menghasilkan

sifat elastis jika bertemu dengan air. Gluten juga berfungsi dalam menahan gas

pada adonan sehingga akan terbentuk rongga pada biskuit yang akan

meningkatkan tingkat kekerasan biskuit. Hal ini sesuai dengan pendapat Mervina

(2011) yang menyatakan bahwa semakin tinggi kadar protein maka semakin

Page 43: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

33

tinggi daya serap air dan mempengaruhi kekerasan biskuit. Tekstur biskuit yang

semakin keras dan kokoh cenderung disukai oleh panelis. Hal ini sesuai dengan

pendapat Pratama et al., (2014) menyatakan bahwa struktur berpori terbuka yang

menyebabkan biskuit memiliki tekstur yang baik dan disukai panelis.

4.4.4. Mutu Hedonik Rasa

Hasil pengujian organoleptik rasa biskuit substitusi tepung pati koro

pedang terhadap 25 orang panelis dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Hasil Pengujian Mutu Hedonik Rasa Biskuit Substitusi Tepung Pati

Koro Pedang

Perlakuan Rerata Skor Rasa

T0 3,76 ± 0,907a

T1 3,28 ± 0,873ab

T2 3,04 ± 1,113b

T3 3,28 ± 0,826ab

T4 2,24 ± 1,031c

Keterangan:

* Data ditampilkan sebagai nilai rerata ± standar deviasi

* Superskript huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Keterangan skor:

1= Sangat tidak suka

2= Tidak suka

3= Agak suka

4= Suka

5= Sangat suka

Berdasarkan Tabel 11, diperoleh hasil bahwa terdapat perbedaan nyata

antara perlakuan T0 dan T4 yang ditandai dengan superskript huruf yang berbeda.

Pada Tabel 11, dapat dilihat bahwa perlakuan T0 tidak berbeda nyata dengan T1,

T1 tidak berbeda nyata dengan T2, T2 tidak berbeda nyata dengan T3, dan T3

tidak berbeda nyata dengan T4. Berdasarkan penilaian panelis, didapatkan hasil

bahwa panelis memiliki kecenderungan suka terhadap perlakuan T0, dan

Page 44: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

34

cenderung tidak suka dengan perlakuan T4. Rasa merupakan salah satu parameter

penting untuk daya terima suatu produk yang dipengaruhi oleh beberapa faktor,

seperti konsistensi dari bahan tersebut. Rerata skor daya terima rasa semakin

menurun seiring dengan bertambahnya substitusi tepung pati kacang koro pedang

terhadap biskuit. Tepung pati koro pedang memberikan aftertaste langu pada

biskuit koro pedang karena adanya kandungan senyawa volatil yang menguap

pada saat proses pengolahan sehingga memberikan flavor dan aroma khas langu.

Hal ini sesuai dengan pendapat Harvita (2007) yang menyatakan bahwa rasa langu

yang tidak disukai dihasilkan dari enzim lipoksigenase yang terdapat pada kacang

koro pedang. Hal ini terjadi karena aktivitas enzim lipoksigenase yang

menghidrolisis atau menguraikan lemak kacang dan menghasilkan senyawa rasa

langu. Rasa langu yang terdapat pada biskuit tepung pati koro pedang juga

memberikan sedikit rasa pahit. Rasa pahit tersebut timbul karena adanya

kandungan asam sianida pada koro pedang meskipun dalam konsentrasi yang

rendah. Hal ini sesuai dengan pendapat Doss et al., (2011) yang menyatakan

bahwa disamping kandungan gizi yang sudah lengkap, pemanfaatan koro pedang

sebagai produk pangan terkendala karena adanya kandungan sianida yang

menimbulkan citarasa yang kurang disukai konsumen.

4.4.5. Kesukaan Overall

Hasil pengujian organoleptik overall biskuit substitusi tepung pati koro

pedang terhadap 25 orang panelis dapat dilihat pada Tabel 12.

Page 45: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

35

Tabel 12. Hasil Pengujian Kesukaan Overall Biskuit Substitusi Tepung Pati Koro

Pedang

Perlakuan Rerata Skor Overall

T0 4,04 ± 0,824a

T1 3,56 ± 0,804b

T2 3,24 ± 0,991b

T3 3,40 ± 0,849b

T4 2,32 ± 0,926c

Keterangan:

* Data ditampilkan sebagai nilai rerata ± standar deviasi

* Superskript huruf kecil yang berbeda menunjukkan berbeda nyata (P<0,05)

Keterangan skor:

1= Sangat tidak suka

2= Tidak suka

3= Agak suka

4= Suka

5= Sangat suka

Berdasarkan Tabel 12, diperoleh hasil bahwa perlakuan T0 berbeda nyata

dengan perlakuan T1, T2, dan T3. Perlakuan T0 juga berbeda nyata dengan T4.

Berdasarkan uji hedonik penilaian panelis, dapat disimpulkan bahwa perlakuan T0

mendapatkan rerata skor overall paling tinggi dibandingkan dengan perlakuan

yang lain. Sedangkan untuk biskuit dengan substitusi 50% tepung koro pedang

pada perlakuan T4 mendapatkan rerata skor overall paling rendah yaitu sebesar

2,32. Biskuit dengan substitusi 0% tepung pati koro pedang merupakan formulasi

terbaik bagi panelis. Hal ini diduga karena panelis cenderung menyukai biskuit

dengan tingkat kekerasan yang tinggi, warna yang cerah, aroma yang tidak langu,

dan rasa yang tidak pahit. Semakin banyak substitusi tepung pati koro pedang

maka tingkat kesukaan keseluruhan biskuit akan menurun. Hal ini sesuai dengan

pendapat Irmawati et al., (2014) yang menyatakan bahwa penilaian daya terima

keseluruhan terhadap makanan dapat diukur dari segi warna, aroma, rasa, dan

tekstur.

Page 46: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

36

BAB V

SIMPULAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa

substitusi tepung pati koro pedang memiliki pengaruh terhadap karakteristik fisik

(kecerahan, kekerasan, dan kadar air), organoleptik hedonik warna, aroma,

tekstur, rasa, dan keseluruhan. Semakin tinggi substitusi tepung pati koro pedang

maka akan berpengaruh terhadap menurunnya derajat kecerahan, tingkat

kekerasan, dan juga kadar air biskuit. Substitusi tepung pati koro pedang yang

semakin meningkat juga memberikan pengaruh terhadap meningkatnya aroma

biskuit yang langu, tekstur yang mudah hancur, dan rasa biskuit yang pahit.

Biskuit dengan substitusi 25% merupakan formulasi yang paling sesuai untuk

dapat dikonsumsi.

5.2. Saran

Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk mendapatkan formulasi

terbaik yang dapat dilakukan terhadap karakteristik fisik dan atribut sensori

biskuit substitusi tepung pati koro pedang agar daya terima di masyarakat dapat

meningkat.

Page 47: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

37

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2006. Official Methods of

Analytical of The Association of Official Analytical Chemist.

Washington DC.

Abdelghafor, R.F., A.I. Mustafa, A.M.H. Ibrahim, and P.G Krishnan. 2011.

Quality of bread from composite flour of sorghum and hard white winter

wheat. Advance Journal of Food Science and Technology. 3 (1): 9-15.

Alfiana, T.A. 2016. Pengaruh Substitusi Tepung Sorgum Tanpa Sosoh Terhadap

Warna Dan Daya Patah Biskuit. Skripsi. Universitas Muhammadiyah

Surakarta.

Amertaningtyas, D., dan F. Jaya. 2011. Sifat fisiko-kimia mayonnaise dengan

berbagai tingkat konsentrasi minyak nabati dan kuning telur ayam buras. J.

Ilmu-ilmu Peternakan. 21 (1) : 1-6.

Andarwulan, N., F. Kusnandar dan D. Herwati. 2011. Analisis Pangan. PT. Dian

Rakyat, Jakarta.

Ayustaningwarno, F. 2014. Teknologi Pangan Teori Praktis dan Aplikasi. Graha

Ilmu, Semarang.

Claudia, J.N dan S.B. Widjanarko. 2016. Studi daya cerna (in vitro) biskuit tepung

ubi jalar kuning dan tepung jagung germinasi. J. Pangan dan

Agroindustri. 4 (1): 391 – 399.

Claudia, R. T., Estiasih., D.W. Ningtyas., dan E. Widyastuti. 2011.

Pengembangan biskuit dari tepung ubi jalar oranye. J Pangan dan

Agroinduistri. 4 (3) : 1589-1595.

Doss, A., M. Pugalenthi, and V. Vadivel. 2011. Nutitional evaluation of wild jack

bean (Canavalia ensiformis) seeds in different locations of South India.

World Apply Sciences J. 13 (7) : 1606 - 1612.

Faridi, H. 1994. The Science of Cookies and Cracker Production. Chapman and

Hall. New York.

Page 48: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

38

Fatkurahman, R., W. Atmaka dan Basito. 2012. Karakteristik sensoris dan sifat

fisikokimia cookies dengan substitusi bekatul beras hitam (Oryza sativa

L.) dan tepung jagung (Zea mays L.). J. Teknosains Pangan. 1 (1): 49-57.

Gomez, K.A. dan A.A. Gomez. 1995. Prosedur statistik untuk penelitian

pertanian. Edisi II diterjemahkan oleh Tohari dan Shoedharoedjian.

Unoversitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta

Gustiningsih D., D. Andrayani. 2011. Potensi Koro Pedang (Canavalia

ensiformis) dan Saga Pohon (Adhenanthera povonina) sebagai Alternatif

Substitusi Bahan Baku Tempe. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Gustiar, H. 2009. Sifat Fisiko-Kimia Dan Indeks Glikemik Produk Cookies

Berbahan Baku Pati Garut (Maranta arundinacea L.) Termodifikasi.

Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Harvita, G. 2007. Identifikasi kinerja industri kecil tempe di pulau jawa dan

lampung. Skripsi. Institut Pertanian Bogor.

Hastuti, A.Y. 2012. Aneka Cookies Paling Favorit, Populer, Istimewa. Cetakan

Pertama. Dunia Kreasi. Jakarta.

Hui, Y. H. 1992. Dictionary of Food Science and Technology. Wiley And Sons

Inc. New York.

Irmawati, F.M., D. Ishartani, dan D.R. Affandi. 2014. Pemanfaatan tepung umbi

garut (Maranta arundinacea L.) sebagai pengganti terigu dalam

pembuatan biskuit tinggi energi protein dengan penambahan tepung

kacang merah (Phaseolus vulgaris L.). J. Teknosains Pangan. 3 (1). ISSN

2302-0733.

Legowo, A. M., Nurwantoro dan Sutaryo. 2005. Analisis Pangan. Badan Penerbit

Universitas Diponegoro, Semarang.

Manley, D. 2001. Biscuit, Cracker and Cookie Recipes for The Industry.

Woodhead Publishing Ltd. England

Maryanto dan Tamtarini. 2003. Pengembagan flake gethuk umbi kaya gizi.

Penelitian. Jember. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Jember.

Page 49: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

39

Masitoh, S. 2006. Pengaruh suhu pengeringan dan pemanasan awal (blanching)

terhadap mutu tepung kacang koro (Dolichos lablab). Artikel Teknologi

Pangan Fakultas Teknik Universitas Pasundan. Bandung.

Matz. 1992. Cookies and Creackers Technology. 2rd ed. The AVI Pub. Co.

Inc. Westport. Conecticut.

Mervina, C., M. Khustanto, dan S.A. Marliyati. 2011. Formulasi biskuit dengan

substitusi tepung ikan lele dumbo (Clariasgariepinus) dan isolat protein

kedelai (Glycine max) sebagai makanan potensial untuk anak balita gizi

kurang. J. Teknol. dan Industri Pangan. 23 (1).

Muchtadi, T.G dan Sugiyono. 2013. Prinsip Proses dan Teknologi Pangan.

Cetakan I. CV Alfabeta. Bogor.

Nafi’, A., Nurhayati, dan E. Ruriani. 2007. Penggunaan protein rich flour (PRF)

hasil ekstraksi dari koro komak (Lablab purpureous (L.) Sweet) pada

produk sosis. J. Sains dan Teknologi. 6 : 32 – 39.

Nurani, S. dan S.S. Yuwono. 2014. Pemanfaatan tepung kimpul (Xanthosoma

sagittifolium) sebagai bahan baku cookies (kajian proporsi tepung dan

penambahan margarin). J. Pangan dan Agroindustri. 2 (2) : 50 – 58.

Peckham, G.C. 1969. Foundation of Food Preparation 2nd

ed. The Mac Milla Co,

Callier Mac Millan Ltd, London.

Pratama, I.P., I.Rostini, dan E. Liviawaty. 2014. Karakteristik biskuit dengan

penambahan tepung tulang ikan jangilus (Istiophorus sp.). J. Akuatika. 5

(1) : 30 – 39.

Primawestri, M.A. 2014. Pengaruh pemberian susu koro pedang (Canavalia

ensiformis) terhadap kadar kolesterol total dan trigliserida tikus sprague

dawley hiperkolesterolemia. Artikel Penelitian. Universitas Diponegoro.

Purba, S. B. 2002. Karakteristik Tepung Sukun (Artocapus altilis) Hasil

Pengeringan Drum dan Aplikasinya Untuk Subtitusi Tepung Terigu Pada

Pembuatan Biskuit. Institusi Pertanian Bogor. Bogor.

Purwati, S., B. Wirjatmadi, dan M. Adrianti. 2002. Pemanfaatan rumput laut

(Euchema cottoni) dalam meningkatkan nilai kandungan serat dan yodium

tepung terigu dalam pembuatan mie basah. J. Penelitian Eksakta. 13 (1) :

11 -17.

Page 50: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

40

Puspa, D.A. 2007. Kajian Nutrisional Protein Rich Flour (PRF) Koro Pedang

(Canavalia ensiformis L.). Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian.

Universitas Jember.

Rosniar, M. 2016. Perbedaan tingkat kekerasan dan daya terima biskuit dari

tepung sorgum yang disosoh dan tidak disosoh. Publikasi Ilmiah.

Universitas Muhammadiyah Surakarta.

Setyowati, W.T. dan C.N. Fithri. 2014. Formulasi biskuit tinggi serat (kajian

proporsi bekatul jagung: tepung terigu dan penambahan baking powder). J.

Pangan dan Agroindustri. 2 (3): 224 – 231.

Shofiati, A., Andriani, dan Anam. 2014. Kapasitas antioksidan dan penerimaan

sensoris teh celup kulit buah naga (pitaya fruit) dengan penambahan kulit

jeruk lemon dan stevia. J. Teknosains Pangan. 3 (2). ISSN: 2302-0733.

SNI (Standarisasi Nasional Indonesia) 01-2973-2011 tentang Biskuit. 2011.

Dewan Standarisasi Nasional. Jakarta.

Sundari, T. 2011. Formulasi Biskuit Dengan Tepung Komposit Berbasis Labu

Kuning (Cucurbita Moschata) Sebagai Alternatif Makanan Pendamping

Asi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Syahputri, D.A dan A.K. Wardani. 2015. Pengaruh fermentasi jali (Coix lacryma

jobi-l) pada proses pembuatan tepung terhadap karakteristik fisik dan

kimia cookies dan roti tawar. J. Pangan dan Agroindustri. 3 (3) : 984 –

995.

Tamtarini, W.S., A. Windrati, dan Sudewo. 1997. Penggunaan koro-koroan

sebagai bahan pencampur pembuatan tahu. Fakultas Teknologi

Pertanian. Universitas Jember.

Van der Maesen dan Somaatmadja, S. 1993. Proses Sumber Daya Nabati Asia

Tenggara I. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Wahyu, M.A., N. Diniyah, dan H. Bambang. 2014. Pemanfaatan Tepung Koro

Pedang Sebagai Bahan Pensubstitusi Pada Pembuatan Sosis Ikan Tenggiri.

Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Jember.

Widhi, A.R. 2008. Kajian Formulasi Cookies Ubi Jalar (Ipomoea Batatas L.)

Dengan Karakteristik Tekstur Menyerupai Cookies Keladi. Skripsi.

Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Page 51: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

41

Williams dan Margareth, 2001. Food Experimental Perspective, Fourth Edition.

Prentice Hall, New Jersey.

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. PT Gramedia Pustaka Utama.

Jakarta.

Windrati SW, A. Nafi dan P.D. Augustine. 2010. Sifat nutrisional protein rich

flour (PRF) koro pedang (Canavalia ensiformis L.). J. Agrotek. 4 (1): 18-

26.

Yustina, I. dan F.R. Abadi. 2012. Potensi Tepung dari Ampas Industri Pengolahan

Kedelai Sebagai Bahan Pangan. Teks Seminar Nasional: Kedaulatan

Pangan dan Energi. Fakultas Pertanian. Universitas Trunojoyo Madura.

Page 52: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

42

LAMPIRAN

Lampiran 1. Diagram Alir Pembuatan Tepung Serat Koro Pedang

Koro Pedang

Direndam selama 24 jam

Dicuci dan dikupas

Diblender dengan nisbah

koro:air=1:5

Disaring dan dipisahkan

serat dengan air

Dioven selama 24 jam

suhu 45°C

Tepung serat

koro pedang

Air untuk

endapan pati

Page 53: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

43

Lampiran 2. Diagram Alir Pembuatan Tepung Pati Koro Pedang

Air hasil pemisahan dengan

serat

Disedimentasi selama 3

jam

Dipisahkan pati yang

mengendap dengan air

Dioven selama 24 jam

suhu 45°C

Tepung pati

koro pedang

Page 54: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

44

Lampiran 3. Diagram Alir Pembuatan Biskuit Substitusi Tepung Pati Koro

Pedang

Tepung serat 8%, tepung pati, tepung terigu,

margarin 32%, gula bubuk 15%, kuning telur

8%, skim 4,8%, baking powder 0,2%

Dicampurkan dengan

mixer selama 8 menit

Margarin, gula

bubuk

Dicampurkan dengan

mixer selama 2 – 3 menit Kuning telur

Dicampurkan sampai

tercampur rata

Tepung, susu skim,

baking powder

Dicetak dengan ukuran

seragam

Dioven dengan suhu

+150oC selama 20 menit

Biskuit

substitusi

tepung pati

koro pedang

Page 55: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

45

Lampiran 4. Foto Uji Derajat Kecerahan Biskuit

T0

0

T1

0

T2

0

T3

0

T4

0

Page 56: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

46

Lampiran 5. Output SPSS Uji Derajat Kecerahan (L)

Test of Homogeneity of Variances

Hasil

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.129 4 15 .127

ANOVA

Hasil

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 233.380 4 58.345 46.070 .000

Within Groups 18.997 15 1.266

Total 252.376 19

Hasil

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4 5

Duncana T4 4 66.25250

T3 4 68.55000

T2 4 70.55800

T1 4 73.23075

T0 4 75.96700

Sig. 1.000 1.000 1.000 1.000 1.000

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.

Page 57: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

47

Lampiran 6. Output SPSS Uji Kekerasan (hardness)

Test of Homogeneity of Variances

Hasil

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.092 4 15 .133

ANOVA

Hasil

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 4711183.925 4 1177795.981 12.982 .000

Within Groups 1360837.313 15 90722.488

Total 6072021.238 19

Hasil

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2

Duncana T4 4 810.500

T3 4 907.125

T2 4 1239.875

T1 4 1844.750

T0 4 2009.125

Sig. .074 .452

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.

Page 58: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

48

Lampiran 7. Output SPSS Uji Kadar Air

Test of Homogeneity of Variances

Hasil

Levene Statistic df1 df2 Sig.

2.932 4 15 .056

ANOVA

Hasil

Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

Between Groups 22.325 4 5.581 14.250 .000

Within Groups 5.875 15 .392

Total 28.200 19

Hasil

Perlakuan N

Subset for alpha = 0.05

1 2 3 4

Duncana T4 4 1.5000

T3 4 2.6250

T2 4 3.3750 3.3750

T1 4 4.0000 4.0000

T0 4 4.5000

Sig. 1.000 .111 .178 .276

Means for groups in homogeneous subsets are displayed.

a. Uses Harmonic Mean Sample Size = 4.000.

Page 59: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

49

Lampiran 8. Output SPSS Uji Organoleptik Warna

Kruskal-Wallis Test

Ranks

kode N Mean Rank

Warna T0 25 88.74

T1 25 63.02

T2 25 76.52

T3 25 61.30

T4 25 25.42

Total 125

Test Statisticsa,b

Warna

Chi-Square 46.088

Df 4

Asymp. Sig. .000

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: kode

Page 60: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

50

Lampiran 9. Output SPSS Uji Organoleptik Aroma

Kruskal-Wallis Test

Ranks

kode N Mean Rank

Aroma T0 25 75.92

T1 25 66.80

T2 25 64.36

T3 25 67.84

T4 25 40.08

Total 125

Test Statisticsa,b

Aroma

Chi-Square 16.261

Df 4

Asymp. Sig. .003

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: kode

Page 61: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

51

Lampiran 10. Output SPSS Uji Organoleptik Tekstur

Kruskal-Wallis Test

Ranks

kode N Mean Rank

Tekstur T0 25 82.66

T1 25 69.38

T2 25 54.34

T3 25 62.46

T4 25 46.16

Total 125

Test Statisticsa,b

Tekstur

Chi-Square 16.857

Df 4

Asymp. Sig. .002

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: kode

Page 62: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

52

Lampiran 11. Output SPSS Uji Organoleptik Rasa

Kruskal-Wallis Test

Ranks

kode N Mean Rank

Rasa T0 25 83.60

T1 25 67.66

T2 25 60.16

T3 25 67.24

T4 25 36.34

Total 125

Test Statisticsa,b

Rasa

Chi-Square 24.468

Df 4

Asymp. Sig. .000

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: kode

Page 63: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

53

Lampiran 12. Output SPSS Uji Organoleptik Overall

Kruskal-Wallis Test

Ranks

kode N Mean Rank

Keseluruhan T0 25 87.22

T1 25 70.36

T2 25 59.34

T3 25 66.26

T4 25 31.82

Total 125

Test Statisticsa,b

Keseluruhan

Chi-Square 33.830

Df 4

Asymp. Sig. .000

a. Kruskal Wallis Test

b. Grouping Variable: kode

Page 64: KARAKTERISTIK FISIK DAN MUTU HEDONIK BISKUIT HASIL ...eprints.undip.ac.id/54684/1/Full_Text.pdf · biskuit adalah tepung terigu, namun tepung terigu ternyata masih diperoleh dari

54

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tangerang pada 04

November 1995. Penulis merupakan anak kedua dari tiga

bersaudara yang lahir dari pasangan Bapak Suhandi dan

Ibu Winarni.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar

di SD Binong Permai tahun 2006, SMP Negeri 9

Tangerang pada tahun 2009, dan SMA Negeri 1 Tangerang pada tahun 2013.

Tahun 2013 penulis melanjutkan pendidikan di Universitas Diponegoro Semarang

pada program studi S-1 Teknologi Pangan Jurusan Pertanian Fakultas Peternakan

dan Pertanian.

Penulis aktif di kegiatan organisasi kampus yaitu Himpunan Mahasiswa

Jurusan Pertanian. Penulis berhasil menyelesaikan Laporan Praktik Kerja

Lapangan yang berjudul “Tinjauan Pengendalian Mutu Stirred Yoghurt Di CV.

Cita Nasional Salatiga Kabupaten Semarang” pada 16 Septermber 2016.