Karakteristik Endapan Debrite Formasi Totogan Pada Prisma ... · Secara geologi Jawa Tengah menjadi...

9
Seminar Nasional Ke III Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan KebencanaanKarakteristik Endapan Debrite Formasi Totogan Pada Prisma Akresi Subduksi Kapur Awal dan Implikasinya Terhadap Eksplorasi Migas Al Gracia de Rahmanov 1) , Johanes Hutabarat 2) , Agung Mulyo 3) 1) Mahasiswa S1 Prodi Teknik Geologi, Fakultas Teknis Geologi, UNPAD ([email protected]) 2) Departemen Geologi Sains, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran ([email protected]) 3) Departemen Geologi Terapan, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran ([email protected]) Abstrak Daerah penelitian merupakan bagian dari zona subduksi kapur awal kompleks Luk Ulo. Penelitian difokuskan pada formasi Totogan yang sebagian besar terdiri dari debrite. Debrite adalah endapan yang terbentuk dari mekanisme aliran debris. Secara letak paleogeografinya formasi totogan berada pada prisma akresi yang memiliki zona-zona sesar thrust dimana cekungan-cekungan piggy-back terbentuk. Proses subduksi yang memiliki tingkat strain dan stress yang tinggi mengakibatkan blok- blok yang dibatasi oleh sesar-sesar thrust memiliki batuan yang mengalami overfractured yang kemudian diikuti oleh disintegrasi batuan. Pecahan-pecahan batuan ini diendapkan pada cekungan- cekungan piggy-back dengan mekanisme gravity-driven mass transport termasuk aliran debris. Metode utama yang digunakan adalah penampang stratigrafi terukur yang dilakukan di Kali Panawangan dan analisis petrografi. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa debrite tersebut memiliki deskripsi yang bersortasi sangat buruk buruk, sebagian matrix-supported dan sebagian grain-supported, mixed-grade stratification, subangular-very angular, dengan gradasi ukuran butir yang bersifat osilasi. Ukuran komponen sekitar 0,15 80 cm yang terdiri dari batulempung, rijang, konglomerat, basalt, batupasir, batugamping dan olistolit batupasir berukuran kurang lebih 6 m. Walaupun eksplorasi pada prisma akresi masih belum signifikan, tetapi dengan meneliti karakteristik batuannya dapat membantu dalam pemahaman yang lebih baik tentang prisma akresi dan implikasinya terhadap eksplorasi migas. Kata Kunci : Debrite, Formasi Totogan, Prisma Akresi, Implikasi Migas Abstract The research area is part of Early Cretaceous subduction zone of Luk Ulo Complex. The main focus of the research is the Totogan Formation which predominantly consist of debrite. Debrite is a deposit formed by debris flow mechanism. Paleogeographically, Totogan formation is located in accretionary prism which has thrust fault zones where piggy-back basins were formed. Subduction process has a high level of strain and stress caused the blocks bounded by thrust faults to have overfractured rock and subsequently followed by disintegration of the rock. The fragments of the rock sedimented in the piggy-back basins by gravity-driven mass transport mechanism including debris flow. The primary methods used in this study is stratigraphic measuring section which held in Panawangan river and petrography analysis. From the result of the research that debrite has the

Transcript of Karakteristik Endapan Debrite Formasi Totogan Pada Prisma ... · Secara geologi Jawa Tengah menjadi...

Page 1: Karakteristik Endapan Debrite Formasi Totogan Pada Prisma ... · Secara geologi Jawa Tengah menjadi daerah di pulau jawa yang sangat unik. Jawa Tengah menjadi zona transisi perubahan

Seminar Nasional Ke – III

Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”

Karakteristik Endapan Debrite Formasi Totogan Pada Prisma Akresi Subduksi

Kapur Awal dan Implikasinya Terhadap Eksplorasi Migas

Al Gracia de Rahmanov1), Johanes Hutabarat2), Agung Mulyo3)

1) Mahasiswa S1 Prodi Teknik Geologi, Fakultas Teknis Geologi, UNPAD

([email protected]) 2) Departemen Geologi Sains, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran

([email protected]) 3) Departemen Geologi Terapan, Fakultas Teknik Geologi, Universitas Padjadjaran

([email protected])

Abstrak

Daerah penelitian merupakan bagian dari zona subduksi kapur awal kompleks Luk Ulo. Penelitian

difokuskan pada formasi Totogan yang sebagian besar terdiri dari debrite. Debrite adalah endapan

yang terbentuk dari mekanisme aliran debris. Secara letak paleogeografinya formasi totogan berada

pada prisma akresi yang memiliki zona-zona sesar thrust dimana cekungan-cekungan piggy-back

terbentuk. Proses subduksi yang memiliki tingkat strain dan stress yang tinggi mengakibatkan blok-

blok yang dibatasi oleh sesar-sesar thrust memiliki batuan yang mengalami overfractured yang

kemudian diikuti oleh disintegrasi batuan. Pecahan-pecahan batuan ini diendapkan pada cekungan-

cekungan piggy-back dengan mekanisme gravity-driven mass transport termasuk aliran debris.

Metode utama yang digunakan adalah penampang stratigrafi terukur yang dilakukan di Kali

Panawangan dan analisis petrografi. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa debrite tersebut

memiliki deskripsi yang bersortasi sangat buruk – buruk, sebagian matrix-supported dan sebagian

grain-supported, mixed-grade stratification, subangular-very angular, dengan gradasi ukuran butir

yang bersifat osilasi. Ukuran komponen sekitar 0,15 – 80 cm yang terdiri dari batulempung, rijang,

konglomerat, basalt, batupasir, batugamping dan olistolit batupasir berukuran kurang lebih 6 m.

Walaupun eksplorasi pada prisma akresi masih belum signifikan, tetapi dengan meneliti

karakteristik batuannya dapat membantu dalam pemahaman yang lebih baik tentang prisma akresi

dan implikasinya terhadap eksplorasi migas.

Kata Kunci: Debrite, Formasi Totogan, Prisma Akresi, Implikasi Migas

Abstract

The research area is part of Early Cretaceous subduction zone of Luk Ulo Complex. The main focus

of the research is the Totogan Formation which predominantly consist of debrite. Debrite is a

deposit formed by debris flow mechanism. Paleogeographically, Totogan formation is located in

accretionary prism which has thrust fault zones where piggy-back basins were formed. Subduction

process has a high level of strain and stress caused the blocks bounded by thrust faults to have

overfractured rock and subsequently followed by disintegration of the rock. The fragments of the

rock sedimented in the piggy-back basins by gravity-driven mass transport mechanism including

debris flow. The primary methods used in this study is stratigraphic measuring section which held

in Panawangan river and petrography analysis. From the result of the research that debrite has the

Page 2: Karakteristik Endapan Debrite Formasi Totogan Pada Prisma ... · Secara geologi Jawa Tengah menjadi daerah di pulau jawa yang sangat unik. Jawa Tengah menjadi zona transisi perubahan

Seminar Nasional Ke – III

Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”

descriptions of poorly sorted, half matrix-supported and half grain-supported, mixed-grade

stratification, subangular-very angular with oscilated gradation of grain size. The size of the clasts is

0.15 – 80 centimeters which consist of mudstones, cherts, conglomerates, basalts, sandstones,

limestones and a sandstone olistolith with the size of 8 meters. Although oil and gas exploration in

acrretionary prism is not significant, but with the research on the characteristics of the rock this

paper could help in better understanding of accretionary prism and its petroleum implication.

Keywords: Debrite, Totogan Formation, accretionary prism, petroleum implication

Pendahuluan

Secara geologi Jawa Tengah menjadi daerah

di pulau jawa yang sangat unik. Jawa Tengah

menjadi zona transisi perubahan antara batuan

dasar benua dengan batuan dasar samudra

yang terakresikan dan juga menjadi zona

transisi perubahan orientasi struktur yang

berarah Sumatra di barat dan berarah Meratus

di timur. Dalam hal migas, Jawa Tengah

masih belum banyak dieksploitasi walaupun

telah banyak ditemukan rembesan minyak

pada batuan vulkanik Cekungan Serayu Utara

dan pada Cekungan Serayu Selatan (Satyana,

2007). Dengan kondisi geologi yang berbeda

inilah Jawa Tengah telah memberikan

tantangan tersendiri dalam eksplorasi migas.

Daerah penelitian berada pada Cekungan

serayu Selatan. Formasi-formasi yang

terbentuk pada cekungan ini adalah Formasi

Karangsambung, Formasi Totogan, Formasi

Waturanda dan Formasi Penosogan yang

merupakan formasi-formasi yang terbentuk di

bawah laut sehingga memiliki mekanisme

pengendapan tertentu dan memiliki

karakteristik tersendiri.

Khususnya untuk Formasi Totogan secara

paleogeografi terendapkan pada cekungan

piggy-back pada prisma akresi Kapur dan

merupakan endapan olistostrom dari hasil

subduksi zona Karangsambung. Paper ini

ditujukan untuk meneliti Formasi Totogan

berdasarkan sedimentologi formasi batuan

sehingga didapatkan karakteristik lithofasies

dari Formasi Totogan. Lokasi penelitian

berada di Kali Panawangan, Desa Binangun

dengan koordinat 109 34’48.9” BT 7 31’

52,1” LS.

Geologi Regional

Pulau Jawa terletak di bagian tenggara kraton

Sundaland yang terbentuk dari batuan yang

berasosiasi dengan konvergensi lempeng

sejak dari masa Kapur. Dengan kondisi

geologi tersebut Pulau Jawa terbuat dari

kompleks busur magmatik, prisma akresi,

zona subduksi dan batuan sedimen yang

berasosiasi dengannya. (Cipi Armandita,

2011).

Secara fisiografis, Jawa Tengah dikontrol

oleh dua sesar mendatar regional yaitu Sesar

Pamanukan-Cilacap yang berorientasi

Sumatra dan Sesar Kebumen-Muria yang

berorientasi Meratus yang menyebabkan

indentasi sehingga bagian pantai utara dan

selatan Jawa Tengah menjorok ke darat dan

pada titik potong dari dua sesar ini (Triangle

Zone) mengalami uplift yang sangat tinggi

sehingga menyingkapkan batuan dasar

Kompleks Luk Ulo (Satyana dan

Purwaningsih, 2002). Karangsambung

merupakan satu dari tiga daerah di Pulau Jawa

yang memiliki singkapan batuan metamorf.

Daerah ini menjadi salah satu kunci dari

sejarah pembentukan Pulau Jawa. Sejarah

tektonik dari karangsambung dimulai dari

munculnya subduksi Kapur Akhir yang

diketahui dari terdapatnya Kompleks Luk-Ulo

yang terdiri dari batuan sikuen ofiolit,

metamorf dan greywacke. Pada saat proses

Page 3: Karakteristik Endapan Debrite Formasi Totogan Pada Prisma ... · Secara geologi Jawa Tengah menjadi daerah di pulau jawa yang sangat unik. Jawa Tengah menjadi zona transisi perubahan

Seminar Nasional Ke – III

Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”

subduksi tersebut, terjadi pengendapan slope

trench olistostromal deposits yaitu Formasi

karangsambung dan Formasi Totogan yang

berumur lebih muda. Secara berturut – turut

berumur Eosen Awal – Oligosen Akhir dan

Oligosen Awal – Miosen Awal.

Secara stratigrafi Cekungan Serayu Selatan

memiliki batuan dasar Kompleks Luk Ulo

yang berumur Kapur akhir – Paleosen.

Mélange Kompleks Luk Ulo merupakan

pecahan sikuen ofiolit yang terakresikan pada

batas kerak benua (Asikin, 1992). Kompleks

Luk Ulo terdiri dari pecahan sikuen ofiolit,

metamorf dan greywacke yang dilingkupi

oleh matriks scaly clay dengan fragmen terdiri

dari rijang, basalt, gabbro, diabas, serpentinit,

skis, filit, batusabak, gneis, eklogit, kuarsit,

dan marmer. Secara tidak selaras di atas

Kompleks Luk Ulo terdapat Formasi

Karangsambung yang berumur Eosen Tengah

– Eosen Akhir yang merupakan batulempung

dengan pecahan – pecahan batugamping,

konglomerat, batupasir dan basalt Kemudian

pada Oligosen Awal –Miosen Awal

terendapkan Formasi Totogan yang

merupakan breksi dengan komponen

batulempung, batugamping, konglomerat,

batupasir dan basalt dengan matriks lempung

dan pasir.

Pada Miosen Awal terjadi vulkanisme

Waturanda yang merupakan bagian dari busur

magmatik Serayu Selatan subduksi Oligosen

– Miosen (Hall, 2012). Formasi Waturanda

terdiri dari batupasir kasar, breksi vulkanik

dan tuf. Pada masa Miosen Tengah

vulkanisme Serayu Selatan berakhir yang

ditandai dengan pengendapan Formasi

Penosogan berupa batupasir gampingan, tuf,

batulempung dan batugamping dengan

mekanisme pengendapan arus turbidit.

Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan adalah

melakukan observasi lapangan dengan

menggunakan penampang stratigrafi terukur

lalu dilanjutkan dengan analisis fasies dan

analisis petrografi. Semua data diintegrasikan

untuk menginterpretasi sifat endapan debrite

dan hubungannya dengan implikasi migas.

Data dan Analisis

Dari hasil deskripsi penampang stratigrafi

terukur diketahui bahwa batuan didominasi

oleh breksi dengan ukuran butir dari kerikil

sampai bongkah dengan komponen berupa

basalt, batulempung, batupasir, rijang,

konglomerat, batugamping dan matriks

batupasir sangat kasar. Terdapat mineral –

mineral hijau yang cukup signifikan sehingga

warna batuan secara keseluruhan berwarna

abu-abu gelap kehijauan. Sebagian besar

menunjukkan kemas yang clast-supported dan

sebagian matrix-supported, level sortasi dari

yang sangat buruk sampai buruk, kontak

erosional dengan struktur secara keseluruhan

menunjukkan mixed-grade stratification atau

graded stratified yang bersifat normal

maupun reverse dan perubahan ukuran butir

dari setiap bedding yang mengalami osilasi

atau perulangan yang menunjukkan terjadi

proses aliran debris yang terus-menerus.

Pembagian litofasies berdasarkan ukuran butir

sehingga didapatkan enam litofasies yaitu

bdrGm, cbGm, pbGm, Gm, vcSm dan Fm.

• bdrGm

Ukuran butir bongkah, bentuk butir angular –

very angular, sortasi sangat buruk, clast-

supported, ketebalan 0,5 – 3,2 m, masif

• cbGm

Ukuran butir berangkal, bentuk butir angular

– very angular, sortasi sangat buruk, clast-

supported, ketebalan 0,5 – 7 m, masif

Page 4: Karakteristik Endapan Debrite Formasi Totogan Pada Prisma ... · Secara geologi Jawa Tengah menjadi daerah di pulau jawa yang sangat unik. Jawa Tengah menjadi zona transisi perubahan

Seminar Nasional Ke – III

Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”

• pbGm

Ukuran butir kerakal, bentuk butir angular –

very angular, sortasi sangat buruk, clast-

supported, ketebalan 0,3 – 6 m, masif

• Gm

Ukuran butir kerikil, bentuk butir subangular

– angular sortasi buruk, matrix-supported,

ketebalan 0,2 – 6 m, masif

• vcSm

Ukuran butir pasir sangat kasar, bentuk butir

subangular – angular, sortasi buruk, matrix-

supported, ketebalan 0,2 – 8 m, masif

• Fm

Ukuran butir lempung, ketebalan 1,5 – 4 m,

masif

Analisis petrografi dilakukan pada komponen

batupasir sangat kasar, batupasir halus dan

batugamping. Dari hasil analisis pada

batupasir sangat kasar secara keseluruhan

komposisi didominasi oleh fragmen litik yaitu

rijang dan basalt yang mengalami kloritisasi,

batupasir dan batulempung. Terdapat juga

mineral-mineral seperti kuarsa, plagioklas,

karbonat dan mineral opak dengan semen

lempung. Batuan ini diklasifikasikan sebagai

lithic arenite (Pettijohn, 1975). Pada

batugamping hasil analisis menunjukkan

jumlah sparit yang mendominasi dengan

sedikit mineral-mineral kuarsa dan plagioklas

tanpa adanya fragmen skeletal maupun non

skeletal sehingga batugamping ini

diklasifikasikan sebagai mudstone (Dunham,

1962). Pada batupasir halus, batuan

didominasi oleh matriks dengan sedikit

mineral kuarsa dan plagioklas dan fragmen

litik. Batuan tersebut diklasifikasikan sebagai

lithic wacke (Pettijohn, 1975).

Pembahasan

Prisma akresi adalah zona subduksi yang

dibentuk dari akresi material-material dari

overriding plate dan subducting slab yang

memiliki variasi berbagai jenis batuan

sedimen, beku dan metamorf yang bercampur

sehingga membentuk tubuh dimana pecahan-

pecahan berbagai jenis batuan tersebut

dilingkupi oleh matriks halus atau disebut

juga mélange. Dengan adanya deformasi yang

sangat kuat, zona prisma akresi dikontrol oleh

sesar-sesar thrust yang membentuk imbrikasi

dan mengalami uplift pada blok-blok tertentu

sehingga membentuk cekungan-cekungan

piggy-back yang diisi oleh sedimen dari

pecahan-pecahan batuan prisma akresi.

Daerah prisma akresi menjadi zona yang

mengalami deformasi paling kuat pada proses

subduksi sehingga batuan yang berada di

dalamnya mengalami proses fracturing yang

tinggi bahkan sampai pada tingkat

overfractured yang menyebabkan disintegrasi

batuan. Struktur tubuh prisma akresi dikontrol

oleh karakteristik batuan, tekanan pori dan

kekuatan dari sesar-sesar yang terbentuk.

Konsep critical tapers menjelaskan proses ini

dimana prisma akresi memiliki sudut kritis

yang akan semakin tinggi jika struktur

internalnya lebih kuat terjadi daripada basal

detachmentnya dan akan terjadi sebaliknya

jika deformasi pada basal detachment lebih

kuat maka sudut kritis akan semakin kecil

(Davis, 1983). Proses critical tapers inilah

yang mengakibatkan disintegrasi batuan yang

kemudian akan menjadi muatan-muatan yang

dibawa oleh mekanisme gravity-driven mass

transport pada cekungan-cekungan piggy-

back.

Hal ini ditunjukkan oleh hasil analisis

deskripsi lapangan dan petrografi dimana

ditemukan pecahan batuan basalt, rijang,

batulempung, batupasir dan batugamping dan

olistolith batupasir berukuran 8 m. Proses

sedimentasi yang terus-menerus dengan

Page 5: Karakteristik Endapan Debrite Formasi Totogan Pada Prisma ... · Secara geologi Jawa Tengah menjadi daerah di pulau jawa yang sangat unik. Jawa Tengah menjadi zona transisi perubahan

Seminar Nasional Ke – III

Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”

mekanisme yang sama menghasilkan suatu

perulangan atau osilasi endapan debrite.

Dengan sifat sortasinya yang sangat buruk

sampai buruk dapat menjadi indikasi bahwa

porositas batuannya kecil sehingga

menghasilkan sedikit ruang kosong bagi

fluida. Terdapatnya ukuran komponen-

komponen dari berangkal hingga bongkah

disertai dengan adanya olistolit menunjukan

transportasinya tidak terlalu jauh dan

provenansnya dekat dari zona pengendapan.

Dari hasil observasi lapangan Formasi

Totogan tidak memiliki sistem kekar yang

kuat sehingga tidak memiliki porositas

sekunder yang baik. Dari hasil petrografi

porositas batuan tidak memperlihatkan

kondisi yang signifikan. Porositas tidak hanya

dikontrol oleh sortasi yang buruk tetapi juga

oleh deformasi yang kuat sehingga

mengakibatkan reduksi pori yang semakin

kuat seiring dengan kedalaman dari batuan

tersebut (Bray dan Karig, 1983). Porositas

pun semakin berkurang pada saat proses

diagenesis terutama saat sementasi. Tetapi

pertimbangan yang lain pada endapan debrite

adalah mekanisme pengendapan aliran debris

mampu untuk mengendapkan sejumlah besar

sedimen pasir (Shanmugam, 2000). Dengan

didukung oleh deformasi batuan yang cukup

kuat dan mekanisme pengendapan yang dapat

menghasilkan pengendapan batuan sedimen

yang tebal dapat menjadi potensi dalam

pembentukan reservoir yang baik.

Kesimpulan

Formasi-formasi batuan yang terbentuk di

bawah laut mengalami proses sedimentasi

yang khas dimana umumnya transportasi

sedimen dilakukan oleh mekanisme aliran

gravitasi. Formasi Totogan memiliki

karakteristik batuan yang terbentuk melalui

endapan aliran debris. Mekanisme

pengendapan ini memiliki potensi suatu

batuan untuk memiliki endapan yang tebal.

Dengan memiliki komponen-komponen

batuan yang non kristalin dan matriks pasiran

Formasi Totogan memiliki potensi untuk

menjadi reservoir.

Daftar Pustaka

Satyana, A.H., Purwaningsih, M.E.M., 2002.

Lekukan Struktur Jawa Tengah: Suatu

Segmentasi Sesar Mendatar. Proc. Indonesian

Association of Geologists (IAGI),

Yogyakarta– Central Java Section

Asikin, S., Handoyo, A., Hendrobusono, dan

Gafoer, S. (1992) Geologi Lembar Kebumen,

Jawa Tengah, skala 1: 100.000, Pusat

Penelitian dan Pengembangan Geologi,

Bandung.

Armandita, C., A.H. Satyana, M. M. Mukti, I.

Yuliandri, 2011. Trace of the Translated

Subduction in Central Java and its Role on

the Paleogene Basins and Petroleum System

Development. Proc. JCM IAGI-HAGI

Makassar 2011

Tucker, M.E., 2003, Sedimentary Rock In the

Field 3rd edition, John Willey & Son, New

York, 16.

Shanmugam G.2005. Deep-Water Processes

and Facies Models: Implications for

Sandstone Petroleum Reservoirs. Department

of Earth and Environmental sciences The

University of Texas at Arlington U.S.A.

Davis, D.; Suppe, J. & Dahlen F.A.; 1983:

Mechanics of Fold-and-Thrust Belts and

Accretionary Wedges, Journal of Geophysical

Research 88(B2), pp 1153–1178.

Bray, C. J. and Karig, D. E., 1985, Porosity of

sediments in accretionary prisms and some

implications for dewatering processes,

Journal of Geophysical Research, 90, 1, 768-

778

Page 6: Karakteristik Endapan Debrite Formasi Totogan Pada Prisma ... · Secara geologi Jawa Tengah menjadi daerah di pulau jawa yang sangat unik. Jawa Tengah menjadi zona transisi perubahan

Seminar Nasional Ke – III

Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”

Gambar 1. Penampang Terukur dan Litofasies

Page 7: Karakteristik Endapan Debrite Formasi Totogan Pada Prisma ... · Secara geologi Jawa Tengah menjadi daerah di pulau jawa yang sangat unik. Jawa Tengah menjadi zona transisi perubahan

Seminar Nasional Ke – III

Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”

Gambar 2. Penampang Terukur dan Litofasies

Page 8: Karakteristik Endapan Debrite Formasi Totogan Pada Prisma ... · Secara geologi Jawa Tengah menjadi daerah di pulau jawa yang sangat unik. Jawa Tengah menjadi zona transisi perubahan

Seminar Nasional Ke – III

Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”

Gambar 3. Petrografi Komponen Debrite

Page 9: Karakteristik Endapan Debrite Formasi Totogan Pada Prisma ... · Secara geologi Jawa Tengah menjadi daerah di pulau jawa yang sangat unik. Jawa Tengah menjadi zona transisi perubahan

Seminar Nasional Ke – III

Fakultas Teknik Geologi Universitas Padjadjaran

“Peran Geologi dalam Pengembangan Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Kebencanaan”

Gambar 4. Proses Disintegrasi Batuan dan Pengendapan Debrite