Karakteristik Dan Sintesis Senyawa Kompleks Cu Dengan Ligan Isokuinolina Dan Asetilaseton
-
Upload
irmasusantytampubolon -
Category
Documents
-
view
93 -
download
0
Transcript of Karakteristik Dan Sintesis Senyawa Kompleks Cu Dengan Ligan Isokuinolina Dan Asetilaseton
KARAKTERISTIK DAN SINTESIS SENYAWA KOMPLEKS Cu DENGAN LIGAN
ISOKUINOLINA DAN ASETILASETON/IKROMIL MENGGUNAKAN BIOMASA
PHANEROCHAETE CHRYSOSPORIUM DAN SPEKTROSKOPI UV.VIS DAN FT. IR
Di ekstrak oleh kelompok II : Abdus Syakir, Diah Ayu Ningrum, Dinda Amalianda, Fanny
Noviyanti, Fitriani Nadapdap
Abstrak
Telah dilakukan penelitian tentang sintesis dan karakterisasi senyawa kompleks Cu(II)-8
hidroksikuinolin dan Co(II)-8-hidroksikuinolin. Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh
senyawa kompleks Cu(II)-8-hidroksikuinolin dan Co(II)-8-hidroksikuinolin serta mengetahui
karakter senyawa kompleks tersebut melalui analisis UV-Vis, AAS dan FTIR. Sintesis senyawa
kompleks Cu(II)-8-hidroksikuinolin dilakukan dengan mencampurkan CuSO4.5H2O dan ligan
8-hidroksikuinolin dalam metanol, kemudian dilakukan pengadukan dengan magnetik stirer,
disaring, dicuci dan dikeringkan dalam desikator. Hasil analisis FTIR menunjukkan adanya atom
N dan atom O gugus C-O ligan 8-hidroksikuinolin terkoordinasi pada atom pusat Cu(II) dan
Co(II). Metode menggunakan biomassa Phanechaete Chrysosporium ini dengan
mengembangbiakkan jamur Phanerochaete Chyrsosporium dalam media cair dengan komposisi
pepton 20 gr/ltd an 40 gr/lt glukosa yang diinkubasi pada suhu 35 0C selama 6 hari. Langkah
selanjutnya adalah mengambil 200 ml limbah yang konsentrasi Cu2+ 5,7 mg/ltd an konsentrasi
Cr6+ 137 mg/lt dan pH 3,15. Sintesis senyawa kompleks dilakukan dengan menggunakan metode
reaksi langsung. Pembuatan senyawa kompleks dilakukan dalam 3 tahap. Tahap pertama
mereaksikan CuCl2.6H2O dengan isokuinolin pada perbandingan 1:2 dalam pelarut metanol.
Tahap kedua mereaksikan CoSO4.7H2O (untuk senyawa kompleks I) atau Co(NO3)2.6H2O (untuk
senyawa kompleks II) dengan KSCN pada perbandingan 1:6 dalam pelarut metanol. Tahap
ketiga, mencampur kedua larutan hingga homogen. Kristalisasi dilakukan pada suhu ruang
dengan cara penguapan perlahan. Karakterisasi senyawa kompleks meliputi: titik
lebur, λmaks dengan spektroskopi UV-Vis, penentuan bilangan koordinasi, penentuan gugus fungsi
yang terikat dengan spektroskopi Infra Red, uji SSA, uji konduktivitas, uji kualitatif ion
dan penentuan sifat magnet senyawa kompleks.
I. PENDAHULUAN
Pada penelitian ini disintesis senyawa kompleks dari ion pusat Cu2+ dengan konfigurasi
elektron [Ar]3d9 . Ion pusat Cu2+ mempunyai satu elektron yang tidak berpasangan (bersifat
paramagnetik) dengan spin ½ . Sifat paramagnetik sangat membantu dalam pembentukan
material magnetik. Selain dari ion pusat, untuk lebih meningkatkan sifat magnet bahan maka
digunakan ligan dengan kerapatan elektron yang tinggi supaya kerapatan awan elektron
disekitar ion pusat menjadi lebih besar. Semakin tinggi kerapatan elektron pada atom pusat maka
sifat magnetik akan lebih meningkat. Untuk memenuhi hal tersebut digunakan ligan isokuinolin
dan ion kompleks[Co(SCN)6]4-. Ion kompleks [Co(SCN)6]4- merupakan kompleks anion besar
yang dapat berikatan dengan kompleks kation. Ion kompleks ini diharapkan dapat mensubtitusi
ligan H2O.
Beberapa jenis industri yang potensial menghasilkan logam antara lain : Agrochemical
menghasilkan logam berat Hg, Pb, Sn, Zn ; Industri cat : Al, Cl, Co,Cr, Cu, Pb, Zn ; Industrim
Elektronika : Pb, Zn ; Industri farmasi : Cr, Hg, Zn ; Industri keramik/gelas : Pb ; Industri Karet :
Zn ; Industri Kayu/kulit : Cr, Pb, Zn ; Industri kendaraan : Ni, Pb, Zn ; Industri Percetakan : Cd,
Pb ; Industri Kertas : Cd, Pb, Zn ; Industi Tekstil : Cd, Pb, Zn; Industri minyak : Zn ; Industri
logam : Ni, Pb, Zn ; Industri Elektroplating : Cr, Cu, Ag, Ni, Zn dan industry yang lain (Totok
Ardianto, 1998). Beberapa proses dan teknologi yang telah ada dapat diaplikasikan dalam
pengolahan air limbah yang mengandung logam berat dalam air limbah industry, seperti berikut
ini :
1. Pengendapan, koagulasi dan flokulasi.
2. Proses pertukaran ion / resin penukar ion (Ion Exchange)
3. Proses Elektrokimia (oksidasi-reduksi)
4. Biodsorbtion (penyerapan dengan mikroorganisme/biologi)
Telah diketahui sejak lama bahwa bakteri, jamur mempunyai kemampuan dalam menyerap
logam-logam berat seperti halnya jamur Phanerochaete Chrysosporium dapat menyerap ion
logam berat seperti Cu2+, Co2+ dan Cr6+. Kemampuan jamur dalam mengikat ion logam
disebabkan karena adanya senyawa potensial yang terkandung dalam dinding sel (Sing, Cho and
Yu, Jian, 1997).
Menurut Soeprijanto, biomassa dihasilkan dari laboratorium dengan menumbuhkan
Saccharomyces Cerevisiae pada media cair yang terdiri atas yeast ekstrak, pepton dan dektrosa.
Proses biosorpsi dilakukan dengan memperlakukan biomassa dengan non-treatment dan
treatment. Pada proses treatment biomassa ditambahkan dengan larutan NaOH. Dalam proses
batch biomassa sebanyak 4 gr/liter dicampur dengan larutan logam berat Cr (VI) sebesar 100
mg/liter dengan pH media 2 dan 6 dalam waktu 125 menit. Hasil eksperiment menunjukkan
bahwa kapasitas biosorpsi maksimum dicapai sebesar 19,47 mg/gram pada pH dengan treatment,
dan dengan non-treatment dapat dicapai sebesar 18,64 mg/gram pada pH yang sama. Kinetika
biosorpsi pada ion logam Cr (VI) mengikuti persamaan reaksi orde I dengan nilai koefisien
korelasi sekitar 0,98.
Phanerochaete Chrysosporium
Jamur merupakan mikroorganisme bersel banyak, hidup secara aerobic, nonfotosintetik
kemoheterotrof dan termasuk eukariotik. Mikroba ini menggunakan senyawa organic sebagai
substrat dan bereproduksi secara aseksual dengan spora. Kebutuhan metabolism mereka sama
seperti bakteri, namun membutuhkan lebih sedikit nitrogen dan dapat tumbuh dan berkembang
biak pada pH rendah. Ukuran jamur lebih besar dari bakteri tapi karakteristik pengendapannya
buruk. Oleh karena itu Jurnal Teknik Kimia Vol.4,No.1, September 2009 252 mikroba ini tidak
disukai dalam proses activated sludge.
Penelitian tentang senyawa kompleks Cu dan Co banyak dilakukan dengan ligan 8-
hidroksikuinolin yang dikombinasikan dengan ligan lain. Penelitian tentang kompleks Cu (II)
dan Co (III) dengan ligan diphenic acid dan 8-hidroksikuinolin menghasilkan kompleks
[Cu(DA)(8-HQ)] dan [Co(DA)(8-HQ)], DA=diphenic acid, 8-HQ=8-hydroxyquinoline yang
berfungsi sebagai antijamur.
Penelitian Co(II) dengan ligan 8-hidroksikuinolin yang dikombinasikan dengan ligan lain
juga telah dilakukan sebelumnya. Sintesis kompleks dilakukan antara atom pusat Co(II) dengan
ligan 8-hydroxyquinoline yang dicampur dengan dipicolinate dari bahan Pyridine-2,6-
dicarboxylic acid (dipicolinic acid, H2dipic) menghasilkan kompleks dengan rumus (8-
H2Q)2[Co(dipic)2].6H2O, 8-H2Q = 2 molekul 8-hydroxyquinoline, dipic = dipicolinate.
Kompleks tersebut terdiri dari 2 molekul kation 8-hidroksikuinolin dan anion
bis(dipicolinate)Co(II) dan berfungsi sebagai antibakteri.
II. METODE PENELITIAN
Senyawa Kompleks I
Tahap pertama senyawa CuCl2.6H2O direaksikan dengan ligan isokuinolin, masing-
masing ditimbang dan dilarutkan dalam metanol, kemudian diaduk hingga homogen (disebut
sebagai larutan 1). Tahap kedua senyawa CoSO4.7H2O direaksian dengan garam KSCN, masing-
masing ditimbang dan dilarutkan dalam metanol, kemudian diaduk hingga homogen (disebut
sebagai larutan 2). Tahap ketiga, larutan 1 dan larutan 2 dicampur dan diaduk hingga homogen,
kemudian larutan disaring. Filtrat diuapkan perlahan pada suhu kamar hingga terbentuk kristal.
Senyawa Kompleks II
Tahap pertama senyawa CuCl2.6H2O direaksikan dengan ligan isokuinolin, masing-
masing ditimbang dan dilarutkan dalam metanol, kemudian diaduk hingga homogen (disebut
sebagai larutan 1). Tahap kedua senyawa Co(NO3)2.6H2O direaksian dengan garam KSCN,
masing-masing ditimbang dan dilarutkan dalam metanol, kemudian diaduk hingga homogen
(disebut sebagai larutan 2). Tahap ketiga, larutan 1 dan larutan 2 dicampur dan diaduk hingga
homogen, kemudian larutan disaring. Filtrat diuapkan perlahan pada suhu kamar hingga
terbentuk kristal.
Sintesis Kompleks Cu (II) dengan 8-hidroksikuinolin
Larutan I CuSO4.5H2O (0,249 g) dan 10 ml metanol dalam gelas beker, larutan II 8-
hidroksikuinolin dan 10 ml metanol dalam gelas beker. Larutan I ditambahkan pada larutan II
secara bertetes-tetes pada gelas beker, kemudian distirer selama ± 1 jam. Larutan didiamkan
selama 24 jam sampai terbentuk endapan, setelah itu endapan disaring dan dicuci dengan
metanol kemudian dikeringkan dalam desikator selama 3 hari. Hasilnya dianalisis menggunakan
spektrofotometri UV-Vis, AAS, dan FTIR.
Sintesis Kompleks Co (II) dengan 8-hidroksikuinolin
Larutan I CoSO4.7H2O (0,249 g) dan 10 ml metanol dalam gelas beker, larutan II 8-
hidroksikuinolin dan 10 ml metanol dalam gelas beker. Larutan I ditambahkan pada larutan II
secara bertetes-tetes pada gelas beker, kemudian distirer selama ± 1 jam. Larutan didiamkan
selama 24 jam sampai terbentuk endapan, setelah itu endapan disaring dan dicuci dengan
metanol kemudian dikeringkan dalam desikator selama 3 hari. Hasilnya dianalisis menggunakan
spektrofotometri UV-Vis, AAS, dan FTIR.
Metodelogi tahap biomassa
Biosorpsi logam Cu (II) dan Cr (IV) pada limbah electroplating dengan menggunakan biomasa
Phanerochaete Chrysosporium dilakukan dengan limbah Elektroplating dengan konsentrasi ion
Cu2+ 5,7 mg/liter dan konsentrasi ion Cr6+ 137mg/liter dengan pH 3,15 kemudian dinaikkan pH
nya menjadi 5 dengan penambahan NaOH 0,1 N sebanyak 93,9 ml. kemudian ditambahkan
dengan adsorban dan diinkubasikan selama waktu adsorpsi sesuai variable. Larutan disaring
filtrate dianalisa dengan menggunakan spektrofotometer.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sintesis senyawa kompleks dari CoSO4.7H2O dengan garam KSCN dan CuCl2.6H2O
dengan ligan Isokuinolin dengan perbandingan 1:6 dan 1:2 telah berhasil disintesis
dengan metode reaksi langsung.
Titik Lebur
Penentuan titik lebur bertujuan untuk mengetahui apakah senyawa kompleks yang
dihasilkan adalah senyawa baru, dimana senyawa kompleks baru itu mempunyai titik lebur yang
berbeda dari senyawa penyusunnya yaitu garam atau ligannya. Selain itu, analisis ini juga
berfungsi untuk mengetahui kemurnian senyawa kompleks. Apabila titik lebur suatu senyawa
tidak lebih dari 20C maka senyawa tersebut dapat diduga murni.
Tabel 1. Data Uji Titik Lebur Senyawa Penyusun dan Senyawa Kompleks Hasil Sintesis
No Senyawa Perubahan Fasa dan Warna Titik Lebur
(oC)
1
2
3
4
5
6
7
CoSO4.7H2O
Co(NO3)2.6H2O
KSCN
CuCl2.6H2O
Isokuinolin
Kompleks 1
Kompleks 2
-
-
-
-
-
Padat menjadi cair, biru menjadi biru
tua
Padat menjadi cair, biru menjadi biru
tua
Hasil sintesis pada penelitian ini berupa kristal kompleks I dan kompleks II yang
berwarna biru. Untuk memastikan bahwa hasil sintesis mengandung kobalt dan tembaga maka
pada penelitian ini perlu dilakukan uji SSA. Dari hasil SSA pada Lampiran 26 dapat dilihat
bahwa pada kompleks I terdapat kandungan ion kobalt sebanyak 15,662 ppm dan ion tembaga
sebanyak 3,778 ppm dan pada kompleks II terdapat kandungan ion kobalt 15,833 ppm dan ion
tembaga sebanyak 3,756 ppm. Hal ini membuktikan bahwa pada kristal kompleks I dan II hasil
sintesis terdapat adanya ion pusat kobalt dan tembaga yang berkoordinasi dengan ligan dalam
membentuk senyawa kompleks.
Data Panjang Gelombang Maksimum (λmaks)
No. Senyawa
Kompleks
λmaks Amaks
1. Kompleks I 318
268
216
0,037
0,057
0,661
2. Kompleks II 320
268
216
0,048
0,057
0,661
Dari kurva dapat ditentukan absorbansi terkoreksi maksimum fraksi mol pada kompleks I
adalah 0,49. Berdasarkan rumusan fraksi mol, maka mol anion [Co(SCN)6]4- yang terikat dengan
kation [Cu(isoquin)2]2+ pada kristal senyawa kompleks I adalah 1, sehingga perbandingan
kompleks anion dan kation yang terikat adalah satu berbanding satu.
Dari kurva dapat ditentukan absorbansi maksimum fraksi mol ligan sianida pada kompleks II
adalah 0,435. Berdasarkan rumusan fraksi mol, maka mol anion [Co(SCN)6]4-yang terikat dengan
kation [Cu(isoquin)2]2+ pada kristal senyawa kompleks II adalah 1, sehingga perbandingan
kompleks anion dan kation yang terikat adalah satu berbanding satu.
Sintesis senyawa kompleks Cu(II) dan Co(II) dengan ligan 8-hidroksikuinolin menghasilkan
senyawa kompleks Cu(II)-8-hidroksikuinolin berwarna hijau-kuning dan Co(II)-8-
hidroksikuinolin berwarna kunig. Hasil yang diperoleh dilakukan karakterisasi menggunakan
beberapa instrumen yaitu spektrofotometri UV-Vis untuk menentukan panjang gelombang
maksimum, FTIR untuk mengetahui pergeseran gugus fungsi yang ada pada senyawa kompleks
dan dapat memperkirakan gugus atom dari ligan yang terkoordinasi pada atom pusat, dan AAS
untuk mengukur konsentrasi logam pada senyawa kompleks yang terbentuk untuk mengetahui
banyaknya logam yang terikat dengan ligan.
Karakterisasi menggunakan UV-Vis dilakukan pada senyawa kompleks Cu(II)-8-
hidroksikuinolin, Co(II)-8-hidroksikuinolin, CuSO4.5H2O dan CoSO4.7H2O yang ditunjukkan
gambar IV.1 dan IV.2.
Gambar IV.1 Grafik spektra UV-VIS (a). CuSO4.5H2O, (b). Cu(II)-8-hidroksikuinolin dalam
pelarut methanol.
Gambar IV.6 Grafik spektra UV-VIS (a). CoSO4.7H2O, (b). Co(II)-8-hidroksikuinolin dalam
pelarut methanol.
Hasil analisis UV-Vis pada CuSO4.5H2O dalam metanol muncul puncak serapan pada panjang
gelombang 817 nm, sedangkan pada senyawa kompleks Cu(II)-8-hidroksikuinolin muncul
puncak serapan panjang gelombang 394 nm (gambar IV.1), sedangkan hasil pengukuran pada
CoSO4.7H2O dalam metanol muncul puncak serapan pada panjang gelombang 409 nm dan 519
nm dan pada senyawa kompleks Co(II)-8-hidroksikuinolin muncul puncak serapan pada panjang
gelombang 311 nm dan 373 nm (gambar IV.2). Hasil pada gambar terlihat adanya pergeseran
panjang gelombang maksimum ke arah panjang gelombang yang lebih kecil, hal ini
mengindikasikan terbentuknya senyawa kompleks Cu(II)-8-hidroksikuinolin dan Co(II)-8-
hidroksikuinolin
Pengukuran spektra inframerah dilakukan pada ligan 8-hidroksikuinolin bebas dan
senyawa kompleks yang terbentuk. Hasil spektra FTIR menunjukkan adanya pergeseran
bilangan gelombang antara ligan 8-hidroksikuinolin bebas dan senyawa kompleks yang
terbentuk, serta adanya ikatan antara atom pusat dan ligan yang ditunjukkan oleh ikatan Cu-O,
Cu-N dan Co-O dan Co-N. Hal ini menunjukkan bahwa senyawa kompleks Cu(II)-8-
hidroksikuinolin dan Co(II)-8-hidroksikuinolin telah terbentuk.
Pada metode biomassa, semakin lama waktu absorpsi dan semakin besar volume
adsorban maka konsentrasi akhir Cu2+ yang diperoleh semakin kecil. konsentrasi Cu2+ yang
didapat terhadap volume adsorban terlihat menurun dimana kondisi terbaik penyerapan logam
Cu2+ adalah pada saat waktu 210 menit dan volume 50 ml dimana konsentrasi Cu2+ yang
diperoleh adalah 0,414 mg/l. Hal ini disebabkan karena waktu kontak larutan semakin lama
sehingga daya serap jamur terhadap logam Cu2+ semakin besar.
VI. KESIMPULAN
Sintesis senyawa kompleks terdiri dari dua tahap yaitu reaksi antara Cu2+ dengan
isokuinolin (1 : 2) kemudian senyawa kompleks yang dihasilkan direaksikan dengan senyawa
kompleks [Co(SCN)6]4- yang diperoleh dari reaksi Co2+ dan garam KSCN dengan perbandingan
(1 : 6), sintesis langsung senyawa kompleks dari garam CuCl2.6H2O dan ligan isokuinolin
dengan garam CoSO4.7H2O dan garam KSCN ( senyawa kompleks I) diperoleh kristal berwarna
biru berbentuk jarum yang memiliki titik lebur 184-185oC, spektrum IR menunjukkan terdapat
puncak-puncak khas ligan isokuinolin, gugus –OH dari H2O dan -SCN mempunyaimaks 318 nm,
mengandung unsur logam tembaga sebanyak 3,778 ppm dan logam kobalt sebanyak 15,662 ppm,
merupakan kompleks ionik bermuatan 2-, dan mempunyai bilangan koordinasi 1. Sedangkan
sintesis dari CuCl2.6H2O dan ligan isokuinolin dengan garam Co(NO3)2.6H2O dan garam KSCN
(senyawa kompleks II) diperoleh kristal berwarna biru berbentuk jarum yang memiliki titik lebur
187-1880C, spektrum IR menunjukkan terdapat puncak-puncak khas ligan isokuinolin, gugus –
OH dari H2O dan -SCN, mempunyai maks 320 nm, mengandung unsur logam tembaga sebanyak
3,756 ppm dan logam kobalt sebanyak 15,833 ppm, merupakan kompleks ionik bermuatan 2-,
dan mempunyai bilangan koordinasi 1.
Sintesis senyawa kompleks dari logam Cu dan Co dengan ligan 8-hidroksikuinolin
menghasilkan kompleks Cu(II)-8-hidroksikuinolin dan Co(II)-8-hidroksikuinolin. Karakeristik
senyawa kompleks Cu(II)-8-hidroksikuinolin dan Co(II)-8-hidroksikuinolin yaitu Cu(II)-8-
hidroksikuinolin mempunyai panjang gelombang maksimum pada 394 nm, sedangkan Co(II)-8-
hidroksikuinolin pada 311 nm dan 373 nm, konstanta kestabilan Cu(II)-8-hidroksikuinolin
sebesar 1,206 x 105, sedangkan Co(II)-8-hidroksikuinolin sebesar 1,1299 x 104, serta atom N dan
atom O gugus CO ligan 8-hidroksikuinolin terkoordinasi pada atom pusat Cu(II) dan Co(II).
Hasil Penelitian pada waktu adsorpsi 210 menit dan volume adsorban 50 ml konsentrasi
Cu2+ = 0,414 mg/lt dan pada volume adsorban 50ml dan waktu 210 ml konsentrasi Cr6+= 0,381
mg/lt. Jumlah ion berat Cu (II) dan Cr (VI) yang terserap akan semakin banyak dengan
penggunaan biomassa yang semakin banyak.