KARAKTERISTIK DAN DISTRIBUSI PERIFITON PADA...
Transcript of KARAKTERISTIK DAN DISTRIBUSI PERIFITON PADA...
KARAKTERISTIK DAN DISTRIBUSI PERIFITON
PADA DAUN LAMUN YANG BERBEDA DI PERAIRAN
SEKATAP TANJUNGPINANG
NORA
JURUSANMANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MARITIMRAJAALIHAJI
TANJUNGPINANG
2017
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Karakteristik dan
Distribusi Perifiton Pada Daun Lamun yang Berbeda di Perairan Sekatap
Tanjungpinang adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun. Kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
kutipan dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
selain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
dibagian akhir skripsi ini.
Tanjungpinang, Agustus 2017
Nora
ABSTRAK
NORA.2017. Karakteristik dan Distribusi Perifiton pada Daun Lamun yang
Berbeda di Perairan Sekatap, Tanjungpinang. Skripsi. Jurusan Manajemen
Sumberdaya Perairan. Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan. Universitas
Maritim Raja Ali Haji. Pembimbing Diana Azizah, S.Pi., M.Si., dan Tri Apriadi,
S.Pi., M.Si.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik dan sebaran perifiton
pada daun lamun yang berbedadi Perairan Sekatap, Tanjungpinang. Penelitian ini
dilaksanakan pada Februari-Juli 2017.Pengambilan sampel dilakukansecara
random sampling pada 30 titik. Jenis-jenis perifiton yang dijumpai diantaranya
yakni Asterionella sp., Biddulphia sp., Fragillaria sp., Nitzchia sp., Pleurosigma
sp., Rhizosolenia sp., Streptotheca sp., Thlassionema sp., Euchampia sp.,
Ceratium sp., Climacosphenia sp., Navicula sp.,dan Striatella sp.Kelimpahan
perifiton dengan jenis lamun Enhalus acoroides sebesar 3304 sel/cm2, pada jenis
lamun Thalassia hemprichii total sebesar 5909 sel/cm2,dan Cymodocea serullata
total sebesar 427,6 sel/cm2. Sebaran jenis perifiton secara mengelompok, artinya
perifiton hidup saling berkoloni (berkelompok).
Kata kunci : perifiton, lamun, karakteristik dan distribusi, sekatap, tanjungpinang
ABSTRACT
NORA. 2017. Characteristics and Distribution of Perifiton on Different
Seagrasses in Sekatap, Tajungpinang. Undergraduate Thesis. Department of
Aquatic Resources Management. Faculty of Marine Science and Fisheries. Raja
Ali Haji Maritime University. Supervisor: Diana Azizah, S.Pi., M.Si., and Tri
Apriadi, S.Pi., M.Si.
The objective of this study was detemine the characteristics and distribution of
perifiton on different seagrass leaves in Sekatap, Tanjungpinang. This research
was conducted on February - July 2017. The research was conducted by random
sampling at 30 sampling points. The types of periphytones found are Asterionella
sp., Biddulphia sp., Fragillaria sp., Nitzchia sp., Pleurosigma sp., Rhizosolenia
sp., Streptotheca sp., Thlassionema s.p, Euchampia sp., Ceratium sp.,
Climacosphenia sp., Navicula sp.,and Striatella sp. The total abundance of
periphitone on Enhalus acoroides 3304 cells / cm2, in total Thalassia hemprichii
seagrass species of 5909 cells / cm2, and Cymodocea serullata total of 427.6 cells
/ cm2. Distribution of periphyton species is known that the dominant in the
distribution of clusters, meaning perifiton live colonize each other (in groups).
Keywords: perifiton, seagrasses, characteristics and distribution, sekatap
tanjungpinang
© Hak cipta milik Universitas Maritim Raja Ali Haji, Tahun 2017
Hak Cipta dilindungi Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari
Universitas Maritim Raja Ali Haji, sebagian atau seluruhnya dalam
betuk apa pun, fotokopi, microfilm, dan sebagainya
KARAKTERISTIK DAN DISTRIBUSI PERIFITON PADA
DAUN LAMUN YANG BERBEDA DI PERAIRAN
SEKATAP TANJUNGPINANG
NORA
NIM.130254242055
Skripsi
Diajukan untuk memenuhi sebagian persyaratan mencapai gelar
Sarjana Perikanan (S.Pi.) pada
Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan
JURUSAN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS MARITIMRAJAALIHAJI
TANJUNGPINANG
2017
PRAKATA
Puji syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
berkat, rahmat, dan hidayah-Nya, penyusunan skripsi dengan judul
Karakteristik dan Distribusi Perifiton pada Daun Lamun yang Berbeda di
Perairan Sekatap, Tanjungpinang ini dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat
guna memperoleh gelar Sarjana Perikanan di Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Penulis juga mengucapkan terimakasih kepada kedua orang tua yang telah
memberikan dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini, dan penulis juga
mengucapkanterimakasih kepadasemua pihak yang telahmemberikan masukan
dan bimbingan dalam menyelesaikan skripsi ini,Diana Azizah, S.Pi.,M.Si. selaku
pembimbing utama. Tri Apriadi, S.Pi., M.Si. Selaku pembimbing pendamping,
Dedy Kurniawan, S.Pi.,M.Si. selaku ketua penguji dan Jumsurizal, S.Pi., M.Si.
selaku anggota penguji. Dan terimakasih kepada Hj.Ir.Khdijah Ismail,M.Si selaku
pembibimbing akademik yang telah membimbing penulis, termakasih Seluruh
Teman-teman MSP 2013 yang juga menjadi pendorong peneliti dalam
menyelesaikan tugas akhir skripsi
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun dari
pembaca sangat diperlukan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Tanjungpinang, Agustus 2017
Nora
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Mentuda pada tanggal 05 Mei 1995 sebagai putri dari
pasangan Bapak Awang.A dan Ibu Dewi. Penulis merupakan anak pertama dari
dua bersaudara. Penulis mengawali pendidikan formal ditempuh di SD Negeri 027
Mentuda (2001-2006), MTs Aqidatun Najin Daik Lingga (2007 - 2010), SMA
Negeri 1 Daik Lingga (2011 - 2013). Pada tahun 2013 penulis diterima di
Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) melalui jalur Mandiri. Penulis
diterima pada Jurusan Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Ilmu Kelautan
dan Perikanan, Universitas Martim Raja Ali Haji (UMRAH).
Penulis pernah menyelesaikan Praktik Lapang dengan judul Kondisi Umum
Biofisik Ekosistem Mangrove di Perairan Pasir Tarah Desa Mensanak,
Kabupaten Lingga Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar sarjana, penulis
menyusun dan menyelesaikan skripsi dengan judul Karakteristik dan Distribusi
Perifiton pada Daun Lamun yang Berbeda di Perairan Sekatap,Tanjungpinang.
Berkat restu orang tua, pembimbing bapak/ibu dosen , dan teman seperjuangan ,
penulis dapat menyelesaikan Progam Sarjana (S1) pada Jurusan Manajemen
Sumberdaya Perairan, Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH).
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ...................................................................................................... i
DAFTAR TABEL ............................................................................................. ii
DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... iv
DAFTAR ............................................................................................................ v
LAMPIRAN ....................................................................................................... vi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1. LatarBelakang ......................................................................................... 1
1.2. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
1.3. Tujuan ..................................................................................................... 2
1.4. Manfaat ................................................................................................... 2
1.5. Kerangka Pemikiran ................................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 4
2.1. Ekosistem Padang Lamun ....................................................................... 4
2.2. Karakter Morfologi Lamun ..................................................................... 5
2.3. Sebaran Jenis Lamun............................................................................... 6
2.4. Produktivitas Lamun ............................................................................... 7
2.5. Perifiton ................................................................................................... 8
2.6. Komunitas Perifiton ................................................................................ 8
2.7. Pola Hubungan Kerapatan Lamun Dengan Kelimpahan Perifiton ......... 10
2.8. Faktor Pembatas Perairan ........................................................................ 11
2.8.1. Suhu ...................................................................................... 11
2.8.2. Salinitas ................................................................................. 11
2.8.3. Kecepatan Arus ..................................................................... 11
2.8.4. Kekeruhan ............................................................................. 11
2.8.5. Derajat Keasaman ................................................................. 12
2.8.6. Oksigen Terlarut.................................................................... 12
2.8.7. Nutrient ................................................................................. 13
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 14
3.1. Waktu dan Tempat .................................................................................. 14
3.2. Alat dan Bahan ........................................................................................ 15
3.3. Penentuan Titik Sampling ....................................................................... 16
3.4. Prosuder Pengamatan di Lapangan ......................................................... 16
3.4.1. Sumber data Penelitian ................................................................ 16
3.4.2. Pengamatan Lamun ..................................................................... 17
3.4.3. Sampling Perifiton pada Daun Lamun ........................................ 17
3.4.3. Pengamatan Sampel Daun Lamun .............................................. 18
3.5. Prosuder Analisis Laboratorium ............................................................. 18
3.5.1. Prosedur Pengamatan Lamun ...................................................... 18
3.5.2. Identifikasi dan Karakteristik Perifiton ....................................... 18
3.6. Pengukuran Parameter Perairan .............................................................. 18
3.6.1. Suhu ............................................................................................ 18
3.6.2. Kecepatan Arus ........................................................................... 19
3.6.3. Kekeruhan ................................................................................... 19
3.6.4. Derajat Keasaman ....................................................................... 19
3.6.5. Oksigen Terlarut.......................................................................... 20
3.6.6. Nutrient ....................................................................................... 20
3.6.7. Salinitas ....................................................................................... 20
3.7. Analisis Data .......................................................................................... 21
3.7.1. Kerapatan Jenis Lamun ............................................................... 21
3.7.2. Kelimpahan Perifiton .................................................................. 21
3.7.3. Sebaran / Distribusi Perifiton ...................................................... 22
3.7.4. Hubungan Kerapatan Lamun dengan Kelimpahan Perifiton ..... 23
3.8. Tahapan Analisis Data ............................................................................ 23
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 24
4.1. Kondisi Umum lokasi ............................................................................ 24
4.2. Jenis Lamun di Perairan Sekatap ............................................................ 24
4.3. Kmposisi Lamun dan Kerapatan Lamun ................................................ 30
4.4. Jenis Perifiton .......................................................................................... 32
4.5. Kelimpahan Perifiton Bedasakan Kelas Perifiton pada Daun lamun ..... 33
4.6. Sebaran Jenis Perifitn ............................................................................. 36
4.7. Kualitas Air ............................................................................................. 39
4.8. Hubngan Kerapatan Lamun dengan Kelimpahan perifiton .................... 41
4.9. Aspek Pengelolaan lamun ...................................................................... 44
BAB V PENUTUP ............................................................................................. 45
5.1. Kesimpulan ............................................................................................ 45
5.2. Saran ..................................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 47
LAMPIRAN ..................................................................................................... 49
DAFTAR TABEL
1. Jenis-jenis lamun di perairan Pulau Bintan dan Perairan Dompak ........ 7
2. Komunitas Perifiton ................................................................................ 9
3. Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian.................................. 15
4. Skala Kondisi Padang Lamun Berdasarkan Kerapatan ........................... 21
5. Nilai kerapatan lamun di perarian sekatap .............................................. 30
6. Jenis-jenis perifiton ................................................................................. 32
7. Kelimpahan Perifiton berdasarkan kelas pada daun lamun .................. 34
8. Sebaran jenis perifiton............................................................................. 36
9. Parameter kualitas air .............................................................................. 39
DAFTAR GAMBAR
1. Kerangka Pemikiran ................................................................................ 3
2. Morfologi lamun ..................................................................................... 5
3. Peta lokasi Penelitian .............................................................................. 14
4. Peta titik sampling ................................................................................... 16
5. Jenis lamun Enhalus aoroides ................................................................. 25
6. Jenis lamun Thalassia hemprici .............................................................. 26
7. Jenis lamun Cymodocea serullata ........................................................... 27
8. Jenis lamun Halopolia ovalis .................................................................. 28
9. Jenis lamun Haldule uninervis ................................................................ 29
10. Komposisi jenis lamun ............................................................................ 30
11. Kelimpahan perifiton pada jenis lamun Enhalus acoroides, Thalassia
hempricii dan Cymodocea serullata ....................................................... 34
12. Sebaran perifitn pada jenis Enhalus acoroides ..................................... 37
13. Sebaran perifitn pada jenis Thalassia hempricii .................................... 38
14. Sebaran perifitn pada jenis Cymodocea serullata ............................... 38
15. Hubngan kerapatan lamun dengan kelimpahan perifitonpada jenis
Enhalus acoroides, Thalassia hempricii dan Cymodocea serullata ..... 42
DAFTAR LAMPIRAN
1. Titik Koordinat ........................................................................................ 50
2. Kelimpahan perifiton jenis lamun Enhalus acoroides ............................ 51
3. Kelimpahan perifiton jenis lamun Thalassia hempricii ........................ 52
4. Kelimpahan perifiton jenis lamun Cymodocea serullata ...................... 53
5. Sebaran perifiton ................................................................................... 54
6. Kerapatan lamun ..................................................................................... 55
7. Kualitas air .............................................................................................. 56
8. Uji Nitrat dan Posfat................................................................................ 57
9. Baku mutu Biota Laut Menurut Kepmenlh No.51 Tahun 2004 ............ 59
10. Identifikasi jenis perifiton ...................................................................... 61
11. Alat dan bahan......................................................................................... 64
12. Dokumentasi kegiatan penelitian ............................................................ 66
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perairan Sekatap termasuk kedalam wilayah administrasi Kota
Tanjungpinang, yang menyimpan berbagai potensi sumberdaya alam pesisir. Pada
perairan tersebut terdapat beberapa ekosistem produktif yang menunjang
kehidupan serta keberlangsungan hidup biota akuatik. Selain itu, ekosistem yang
ada di perairan Sekatap berfungsi sebagai habitat yang menjamin kelestarian
sumberdaya kelautan perikanan. Salah satu ekosistem yang dijumpai di perairan
Sekatap yakni ekosistem padang lamun.
Ekosistem lamun merupakan salah satu kesatuan ekosistem perairan laut yang
memiliki fungsi ekologis sebagai penahan abrasi pantai, habitat biota laut serta
menunjang ketersediaan makanan bagi biota akuatik. Seperti diketahui bahwa
lamun memiliki jenis yang tinggi dari 15 jenis di Indonesia 10 jenis yang dijumpai
Perairan Pulau Bintan (Nainggolan, 2011). Di perairan Sekatap teridentifikasi
sebanyak 5 jenis lamun sepenjang perairan Sekatap (Izuan,2014), yang terdiri dari
Enhalus acoroides, Thalassia hemprichii, Cymodocea rotundata Haloiphila
ovalis dan Thalassodendron ciliatum. Jenis-jenis lamun tersebut dimanfaatkan
sebagai habitat bagi keberlanjutan hidup dan perkembangan organisme perifiton.
Perifiton merupakan organisme mikro yang memiliki asosiasi dengan cara
menempel pada bagian daun lamun. Alhanif (1996) mengatakan bahwa salah satu
peranan lamun adalah sebagai habitat hidup berbagai jenis biota. Kerapatan daun
lamun sangat mendukung sejumlah besar organisme epifit (perifiton) dengan
kondisi substrat yang cocok untuk penempelannya.
Perbedaan jenis lamun yang terdapat di perairan Sekatap memungkinkan
ditumbuhi oleh organisme perifiton yang berbeda-beda pula. Namun sejauh ini
belum ada kajian/ penelitian terkait sebaran perifiton pada berbagai jenis lamun di
perairan Sekatap. Dengan demikian peneliti tertarik untuk menyediakan data
terkini menegenai karakter dan distribusi perifiton pada daun lamun yang berbeda
di perairan Sekatap, Tanjungpinang.
2
1.2. Rumusan Masalah
Beranekaragam jenis lamun yang terdapat di Perairan Sekatap menjadi habitat
bagi komunitas perifiton (epifit). Untuk masing-masing jenis lamun memiliki
struktur morfologi yang berbeda, sehingga memungkinkan adanya perbedaan jenis
perifiton yang menempel. Namun belum ada penelitian yang dilakukan terkait
jenis serta sebaran pada jenis lamun yang berbeda di perairan Sekatap,
Tanjungpinang. Berdasarkan latar belakang tersebut dapat dirumuskan
permasalahan yaitu :
1. Bagaiman karakteristik jenis perifiton disetiap jenis daun lamun yang
dijumpai di perairan Sekatap, Tanjungpinang ?
2. Bagaimana distribusi perifiton di setiap jenis daun lamun yang dijumpai di
perairan Sekatap, Tanjungpinang ?
3. Bagaimana hubungan kelimpahan perifiton dengan kerapatan lamun
berdasakan jenis daun lamun yang dijumpai di perairan Sekatap,
Tanjungpinang ?
1.3. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini antara lain:
1. Mengetahui karakteristik perifiton jenis dan kelimpahan perifiton pada daun
lamun yang berbeda di perairan Sekatap, Tanjungpinang
2. Mengetahui pola distribusi perifiton di setiap jenis daun lamun yang dijumpai
di perairan Sekatap,Tanjungpinang
3. Mengetahui hubungan kelimpahan perifiton dengan kerapatan lamun
berdasakan jenis daun lamun yang dijumpai di perairan Sekatap,
Tanjungpinang.
1.4. Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan serta informasi
mengenai pentingnya organisme perifiton pada daun lamun. Hasil penelitian ini
memberikan gambaran nilai produktivitas lamun melalui keberadaan perifiton.
Penelitian ini dapat dijadikan sebagai pertimbangan pengelolaan perairan pada
masa yang akan datang dan perannya terhadap kehidupan biota akuatik.
3
1.5. Kerangka Pemikiran
Penelitian yang dilakukan menggunakan kerangka pemikiran yang berfungsi
sebagai gambaran yang menjelaskan masalah yang telah dirumuskan dalam
teori.Secara skematis, kerangka pemikiran penelitian karakteristik dan distribusi
perifiton pada daun lamun yang berbeda di Perairan Sekatap, Tanjungpinang
dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Kerangka Pemikiran Penelitian Karakteristik dan Distribusi Perifiton
pada daun lamun yang berbeda di Perairan Sekatap Tanjungpinang
Ekosistem Padang Lamun dan Perairan Sekatap
Tanjungpinang
Biotik
Abiotik
Vegetasi Lamun Karakteristik Perifiton
Jenis-jenis lamun Jenis –jenis perifiton
Kerapatan lamun Kelimpahan Perifiton
Parameter Perairan
1. Fisika 2. Kimia
- Suhu -pH
- Sainitas - Do
- Kecepatan Arus -Nitrat
- Kekeruhan -Posfat
- - Karakteristik Perifiton
- - Jenis- jenis perifiton
- - Pola distribusi Perifiton
-
-
Informasi bagi pengelolaan
kondisi perairan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ekosistem Padang Lamun
Hukomet al. (2012) ,menyatakan bahwa lamun merupakan tumbuhan yang
hidup di perairan yang relatif dangkal yaitu antara 1 – 10 meter. Jenis tumbuhan
ini juga tumbuh di daerah tropik dan sub-tropik. Tumbuhan lamun biasanya
tumbuh dengan membentuk suatu hamparan yang sering disebut dengan padang
lamun. Padang lamun menyerupai hamparan padang rumput didaratan dengan
berbagai organisme didalamnya. Secara ekologis, padang lamun memiliki fungsi
yang sangat potensial. Padang lamun merupakan tempat perlindungan bagi
invertebrata dan ikan kecil. Daun–daun lamun yang padat dan saling berdekatan
dapat meredam gerak arus, gelombang dan arus materi organik sehingga padang
lamun merupakan kawasan yang lebih tenang dengan produktifitas tinggi.
Lamun adalah tumbuhan berbunga (Angiospermae) yang mampu beradaptasi
secara penuh di perairan yang salinitasnya cukup tinggi atau hidup terbenam di
dalam air (Haris ,Gosari, 2012). Menurut Asriyana , Yuliana. (2012), padang
lamun adalah suatu hamparan ekoistem yang sebagian besar terdiri dari tumbuhan
lamun dan dihuni oleh berbagai jenis biota seperi bintang laut, rumput laut
(ganggang laut), dan berbagai jenis ikan. Padang lamun dapat membentuk
vegetasi tunggal dan dapat juga membentuk vegetasi campuran. Vegetasi tunggal
adalah vegetasi yang terdiri dari satu jenis lamun yang membentuk padang lebat
(monospesifik), sedangkan vegetasi campuran adalah vegetasi yang terdiri dari 2
sampai 12 jenis lamun yang tumbuh bersama–sama dalam satu substrat.
Dalam proses dekomposisi, fitoperifiton yang ikut berperan, mempercepat
proses pemutusan daun akibat padatnya penempelan fitoperifiton, sehingga daun
yang jatuh akan didekomposisi oleh bakteri menghasilkan serasah-serasah,
endapan-endapan serasah akan dikonsumsi oleh fauna dasar, sedangkan partikel
serasah yang tersuspensi dalam air merupakan makanan bagi invertebrata
penyaring. Pada langkah selanjutnya hewan-hewan tersebut akan menjadi mangsa
dari berbagai jenis ikan dan invertebrate penyaring (filter feeder) pada langkah
5
selanjutnya hewan-hewan tersebut akan menjadi mangsa hewan karnivor yang
terdiri dari berbagai jenis ikan dan invertebrata (Novianti, 2013).
2.2. Karakter Morfologi Lamun
Secara morfologi, tumbuhan lamun mempunyai bentuk yang sama, terdiri
dari akar, batang, dan daun. Daun umumnya memanjang kecuali jenis Halophila
sp. yang memiliki bentuk daun lonjong, (Tuwo, 2011). Bagian–bagian lamun
secara morfologi dapat dilihat pada Gambar 2.
Gambar 2Morfologi Lamun (Den Hartog, 1970 in Isabella, 2011)
2.1.1. Akar
Secara morfologi dan anatomi, akar lamun memiliki perbedaan yang jelas.
Jika dibandingkan dengan tumbuhan darat, akar maupun akar rambut pada
tumbuhan lamun tidak berkembang baik sebaik pada tanaman darat. Akar dan
rhizoma lamun memiliki fungsi yang sama dengan tumbuhan darat. Akar–akar
halus yang tumbuh pada rhizoma memiliki adaptasi khusus perairan. Melalui
sistem akar rhizoma, lamun mampu menyerap nutrien dari dalam substrat ( Tuwo,
2011).
2.1.2. Rhizoma dan Batang
Rhizoma (batang terbenam atau akar rimpang) merupakan batang yang
merayap secara mendatar dan berbuku–buku atau dikenal sebagai akar rimpang.
Pada buku–buku tersebut tumbuh batang pendek yang tegak ke atas, berdaun dan
berbunga (Kordi, 2011). Tumbuhan lamun memiliki rhizoma atau rimpang yang
6
dapat menstabilkan dasar perairan. Struktur rhizoma dan batang lamun bervariasi
dari satu jenis ke jenis lainnya, tergantung pada susunan saluran di dalam stele.
Rhizoma berperan penting dalam proses reproduksi secara vegetatif. Jenis lamun
tertentu memiliki rhizoma berkayu, misalnya jenis T.ciliatum, yang
memungkinkan jenis ini mampu hidup berkoloni pada hamparan terumbu karang
(Tuwo, 2011).
2.1.3. Daun dan Pelepah
Daun lamun terdiri dari dua bagian yang berbeda, yaitu pelepah dan daun.
Pelepah pada lamun menutupi rhizoma yang baru tumbuh dan melindungi daun
muda. Tidak semua lamun memiliki pelepah, contohnya Halophila sp. Sedangkan
daun lamun memiliki ciri anatomi yang khas, yaitu pada daun lamun tidak ada
stomata dan memiliki kutikel yang tipis. Kutikel daun yang tipis tidak dapat
menahan pergerakan ion dan difusi karbon, sehingga daun dapat menyerap nutrien
langsung dari air laut (Tuwo, 2011).
2.3. Sebaran Jenis Lamun
Dari penelitian mengenai jenis-jenis lamun yang terdapat di beberapa lokasi di
Pulau Bintan 10 jenis antara lain adalah: C. rotundata, Cymodicea serrulata, E.
acroides, Halodule uninervis, Halophila pinifolia, H.ovalis, Halophila spinulosa,
T. hemprichii, T. ciliatum, dan Syringodium isoetifolium. Lokasi yang memiliki
keanekaragaman jenis lamun tinggi berada pada sisi utara dan timur Kabupaten
Bintan, yaitu yang terletak di Desa Malang Rapat, Teluk Bakau, Desa Pengudang,
dan Desa Berakit (Arkham, 2015).
Menurut Kepmenlh No. 200 Tahun 2004, dari 50 jenis lamun tersebut, ada 12
jenis yang telah ditemukan di Indonesia yaitu Syringodium isotifolium, H. ovalis,
H. spinulosa, Halophila minor, Halophila decipiens, H. pinifolia, H. uninervis,
T.ciliatum, C. rotundata, C. serrulata, T. hemprichii, dan E. acoroides.
Berdasarkan hasil penelitian tentang jenis lamun dalam beberapa tahun terakhir di
kawasan perairan Dompak diantaranya dapat dilihat pada Tabel 1.
7
Tabel 1 Jenis-jenis lamun di perairan Pulau Bintan dan Perairan Dompak
No. Jenis di Indonesia Pulau Bintan* Tahun 2014**
1. C. serrulata + -
2. C. rotundata + +
3. S. isotifolium + -
4. E. acoroides + +
5. H. ovalis + +
6. T. hemprichii + +
7. T. ciliatum + +
8. H. pinifolia + -
9. H. uninervis + -
10. H. spinulosa + -
11. H. decipiens - -
12. H. minor - -
Jumlah 12 10 5
Sumber : *Nontji (2009) in Nainggolan (2011)
** Izuan et al.,(2014)
2.4. Produktivitas Lamun
Menurut Novianti. (2013), komposisi perifiton pada lamun sangat dipengaruhi
oleh umur, letak atau tempat hidup lamun, pada lamun yang lebih tua yaitu bagian
ujung daun lamun komposisi dan kepadatan perifiton akan berbeda dengan lamun
yang lebih muda yaitu bagian pangkal daun lamun, karena proses penempelan dan
pembentukan koloni perifiton memerlukan waktu yang cukup lama untuk
penempelan organisme laut.
Detritus daun lamun yang tua didekomposisikan oleh sekumpulan jasad bentik
(seperti teripang, kerang, kepiting dan bakteri) sehingga dihasilkan bahan organik,
baik yang tersuspensi maupun yang terlarut dalam bentuk nutrien. Nutrien
tersebut tidak hanya bermanfaat bagi tumbuhan lamun, tetapi juga bermanfaat
bagi pertumbuhan fitoplankton dan selanjutnya zooplankton, dan juvenil ikan dan
udang (Kordi, 2011).
2.5. Perifiton
Menurut (Apriliana et al. 2014), perifiton merupakan jasad nabati dan hewani
yang hidupnya melekat di batang, daun vegetasi akuatik, permukaan benda-benda
yang muncul atau keluar dari permukaan dasar perairan.Menurut Hill, Webster.
(1982) in Hertanto. (2008), perifiton adalah mikroalga menempel yang umumnya
merupakan sumber energi utama di perairan, sangat melimpah dan memiliki
8
peranan yang lebih besar dalam menentukan produktivitas primer dibanding
fitoplankton.
Menurut Sheppard et al. (1992) in Hertanto. (2008) perifiton merupakan
algae mikroskopis yang hidup menempel pada daun lamun. Keberadaan
fitoperifiton yang menempel pada daun lamun diduga sebagai faktor penunjang
produktivitas primer kawasan lamun melalui jaring makanan, (Apriliana et al.,
2014). Berdasarkan tipe tempat menempelnya, perifiton , diklasifikasikan sebagai
berikut (Wetzel, 1982 in Hertanto, 2008).
1. Epifitik, menempel pada permukaan tumbuhan,
2. Epipelik, menempel pada permukaan sedimen,
3. Epilitik, menempel pada permukaan batuan,
4. Epizooik, menempel pada permukaan hewan,
5. Epipsammik, hidup dan bergerak diantara butir-butir pasir.
2.6. Komunitas Perifiton
Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis perifiton
yang menempel pada daun lamun. Beberapa penelitian tersebut disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2 Jenis-jenis perifiton pada daun lamun No. Jenis lamun Kelas perifiton Jenis perifiton Peneliti
1. E. acoroides Bacillariophyceae Fragilaria sp. Desi (2016)
Surirella sp.
Skeletonema sp.
Coscinodiscus sp.
Melosira sp.
Nitschia sp.
Asterionella sp.
Chaetoceros sp.
Rhizosolenia sp.
Thalassiosira sp.
Isthimia sp.
Frustulia sp.
Navicula sp.
Synedra sp.
Cyanophyceae Oscillatoria sp
Chlorophceae Spirogyra sp.
Closterium sp.
Chlorella sp.
Dinophyceae Ceratium sp.
9
2. Ekosistem Padang
Lamun (Thalasia Sp,
Chymodocea Sp,
Enhalus Sp, Haludule
Sp)
Bacillariophyceae,Ch
lorophyta,
Chyanophya dan
Rhodophyta
Synedra sp.
Nitzchia sp.
Coconeus sp.
Gramatophora sp.
Flagilaria sp.
Achates sp.
Licmophora sp.
Coleochaeta sp.
Pediastrum sp.
Lyngbya sp.
Anabaena sp.
Spermathomnion sp.
Polysipphonia sp.
Spaerotrichia sp.
Dasya sp.
Novianti et al.l
(2013)
3. E. acoroides Bacillariophyceae - Alhanif (1996)
T.hemprichi -
C. rotundata -
C.serrulata -
T. ciliatum Bacillariophyceae -
Chrysophyceae -
Cyanophyceae -
Hydrozoa -
Sarcodina -
Perifiton merupakan jasad nabati dan hewani yang hidupnya melekat di
batang, daun vegetasi akuatik, permukaan benda-benda yang muncul atau keluar
dari permukaan dasar perairan. Keberadaan fitoperifiton yang menempel pada
daun lamun diduga sebagai faktor penunjang produktivitas primer kawasan lamun
melalui jaring makanan.Kelimpahan organisme tersebut dapat mendukung
terselenggaranya produktivitas yang tinggi di ekosistem lamun. Padang lamun
merupakan tempat naungan, mencari makan bagi biota air laut dan habitat bagi
berbagai biota air termasuk fitoperifiton. Fitoperifiton mempunyai peranan
penting sebagai salah satu penentu produktivitas primer di lingkungan lamun
(Apriliana et al.,2014).
2.7. Pola Hubungan Kerapatan Lamun dengan Kelimpahan Perifiton
Berdasarkan hasil penelitian Novianti. (2013), pada kondisi lamun dengan
kerapatan jarang yakni 106,10 tegakan/m2 kelimpahan perifiton diketahui sebesar
10
24028,33 individu. Lamun dengan kerapatan sedang yakni 243,64 tegakan/m2
memiliki kelimpahan perifiton 25.036,78 individu/ cm2 dan pada lamun dengan
kerapatan padat yaitu 354,50 tegakan/m2 kelimpahan perifitonnya mencapai
26.752,89 individu/cm2. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kerapatan
lamun merupakan faktor yang dapat memengaruhi kelimpahan perifiton. Setiap
kenaikan kerapatan lamun kelimpahan perifitonnya juga semakin meningkat.
Berdasarkan hasil penelitian Apriliana et al.(2014), pada lokasi dengan
jumlah tegakan lamun mencapai 4.968 tegakan diketahui memiliki kelimpahan
perifiton berkisar antara 4.505-2.1236 individu/cm2 dengan dominan pada jenis
Nitzschia sp. Pada area dengan jumlah tegakan lamun mencapai 8.325 tegakan
kelimpahan perifitonnya berkisar 3.192-2.3649 individu/cm2. Hal ini juga
membuktikan bahwa semakin meningkatnya kerapatan lamun menunjukkan
semakin pula kelimpahan perifiton.
Menurut Alhanif. (1996), pada lamun dengan kerapatan 236 tegakan/m2
memiliki kelimpahan perifiton berkisar antara 10.287-24.705 individu/cm2
dengan total perifiton yang dijumpai keseluruhan yaitu 51.759 individu/cm2.
Lamun dengan kerapatan 258 tegakan/m2 memiliki kelimpahan perifiton berkisar
14.661-17.982 individu/cm2 dengan total kelimpahan 49.896 individu/cm
2 lamun
dengan kerapatan 236 tegakan/m2 memiliki kelimpahan perifiton berkisar 5.589-
16.605individu/cm2 dengan jumlah perifiton total 39.366 individu/cm
2 dan pada
lamun dengan kerapatan 534 tegakan/m2 memiliki kelimpahan perifiton berkisar
6.075-11.988 individu/cm2dengan total kelimpahan mencapai 34.020
individu/cm2.
2.8. Faktor Pembatas Perairan
2.8.1. Suhu
Suhu merupakan faktor yang penting bagi kehidupan organisme di laut karena
memengaruhi aktivitasmetabolisme atau pun perkembangbiakan organisme
tertentu (Effendi, 2003). Mengacu pada Kepmenlh No.51 tahun 2004
menyebutkan bahwa kondisi suhu optimal untuk pertumbuhan lamun adalah pada
kisaran 28 – 30 °C.
11
2.8.2. Salinitas
Menurut Zulkifli. (2000), penurunan salinitas diperairan menyebabkan laju
fotosintesis dan pertumbuhan lamun menurun dan berpengaruh terhadap
perkecambahan dan pembentukan bunga lamun. Kordi.( 2011), menyatakan
bahwa lamun memiliki nilai rentang toleransi salinitas yang panjang yaitu antara
10-40o/oo, namun akan lebih baik jika salinitas berada pada titik optimal yaitu
sebesar 35o/oo .
2.8.3. Kecepatan Arus
Pertumbuhan dan kehidupan padang lamun juga dipengaruhi oleh kecepatan
arus perairan. Pada ekosistem padang lamun, arus menentukan tingginya produksi
primer melalui penyebaran unsur hara dan gas–gas. Namun, kecepatan arus yang
tinggi dapat menyebabkan naiknya padatan tersuspensi, yang berlanjut pada
reduksi penetrasi cahaya kedalam air atau turunnya kecerahan air. Kondisi ini
menyebabkan rendahnya laju produksi tanaman (Kordi, 2011). Haris, Gosari.
(2012) menyatakan bahwa distribusi lamun tergantung oleh beberapa faktor,
salah satunya adalah kecepatan arus. Kecepatan arus yang sesuai bagi lamun
adalah sekitar 0,5 m/dt.
2.8.4. Kekeruhan
Effendi. (2003), menyatakan bahwa kekeruhan merupakan sifat optik yang
ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh
bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan diakibatkan dari adanya
bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut seperti lumpur dan
pasir halus maupun bahan anorganik dan organik berupa plankton dan
mikroorganisme lain.
Effendi. (2003), menyatakan bahwa padatan tersuspensi berkorelasi positif
terhadap kekeruhan perairan dimana semakin tinggi nilai padatan tersuspensi
maka nilai kekeruhan juga semakin tinggi. Akan tetapi, tingginya padatan terlarut
belum tentu selalu diikuti dengan tingginya kekeruhan, khususnya pada air laut
yang memiliki nilai padatan terlarut tinggi tetapi tingkat kekeruhannya justru lebih
rendah. Kekeruhan perairan yang tergenang, misalnya danau umumnya lebih
12
banyak disebabkan oleh bahan tersuspensi yang berupa koloid dan partikel-
partikel halus. Tinggi nilai kekeruhan juga dapat mempersulit usaha penyaringan
dan mengurangi efektifitas desenfeksi pada proses penjernihan air (Effendi, 2003).
2.8.5. Derajat keasaman
Besaran pH berkisar antara 0-14, nilai pH kurang dari 7 menunjukkan
lingkungan yangasam sedangkan nilai diatas 7 menunjukkan lingkungan yang
basa, untuk pH = 7 disebut sebagai netral (Kordi, 2011). Mengacu pada Kepmenlh
No.51 Tahun (2004) Mengatakan bahwa kisaran Derajat Keasaman optimal untuk
kehidupan lamun berkisar antara 7 – 8,5. Menurut Effendi (2003), Nilai pH sangat
memengaruhi proses biokomiawi perairan, pada kisaran pH < 4.00, sebagian besar
tumbuhan akuatik akan mati karena tidak dapat bertoleransi pada pH rendah.
2.8.6. Oksigen terlarut
Menurut Kepmenlh No.51 Tahun (2004) kondisi oksigen terlarut yang layak
untuk kehidupan organisme akuatik adalah >5 mg/L. Rendahnya nilai oksigen
terlarut di perairan diperkirakan karena kondisi panas yang cukup terik sehingga
suhu perairan meningkat yang berpengaruh terhadap kelarutan gas oksigen di
perairan. Menurut Effendi. (2003), sumber oksigen terlarut dapat berasal dari
difusi oksigen yang terdapat di atmosfer (sekitar 35%) dan aktivitas fotosintesis
oleh tumbuhan air. Kadar oksigen terlarut di perairan biasanya kurang dari 10
mg/L, sedangkan di perairan laut berkisar antara 7-11 mg/L, namun hampir semua
organisme akuatik menyukai kondisi dimana kadar oksigen terlarut >5,0 mg/L
(Effendi, 2003).
2.8.7. Nutrien (Nitrat dan fosfat)
Lamun sebagian besar memanfaatkan unsur nitrat dan fosfat di perairan untuk
menunjang produksi primer bagi kesuburan komunitas. Perkembangan perifiton
sebagai komponen biota autotrof (menghasilkan makanan sendiri) melalui tahapan
fotosintesis, sangat dipengaruhi oleh ketersedian unsur hara di perairan. Unsur
hara yang penting bagi pertumbuhan perifiton adalah nitrat dan fosfat (Isabela,
2011).
13
Nitrat merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan dan perkembangan
organisme mikroskopis salah satunya yaitu perifiton. Nitrat digunakan sebagai
bahan pembentuk protein dan metabolisme yang menjamin perkembangan lamun
dalam suatu komunitas. Jika kosentrasi fosfat pada kolom air pada area padang
lamun cukup tinggi maka akan memicu perkembangan epifit perifiton yang hidup
di daun lamun (Nitajohan, 2008). Menurut Effendi. (2003), kadar nitrat yang
melebihi 0,2 mg/L dapat berakibat pada eutrofikasi atau pertumbuhan alga yang
berlebihan.
BABIII
METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada Februari-Juli 2017. Penelitian ini
dilaksanakan di Perairan Sekatap, Kelurahan Dompak, Kecamatan Bukit Bestari,
Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau. Lokasi penelitian di Perairan
Sekatap dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3 Peta Lokasi Penelitian di Perairan Sekatap, Tanjungpinang (Sumber :
Citra Landast 2014)
15
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini disajikan pada Tabel 3.
Tabel 3 Alat dan bahan yang digunakan dalam penelitian No
Parameter
Sampling
Satuan
Alat
bahan Larutan
1. Perifiton Epifitik -Identifikasi
Perifiton epifitik
-Sel/cm 2
- Transek kuadrat 1 x 1 m2
- Gunting
- Botol sampel
- Penggaris
- Alat tulis
- Kertas label
- Sikat halus/kuas
- Wadah
- Botol semprot aquades
- Kamera
- Buku identifikasi
- Mikroskop
- Sedgewick-Rafter counting
cember
- Objek dan cover glass
- Pipet tetes
- Icebox
Daun lamun
Lugol 4%
Aquades
Tissue
2. Fisika Air
- Suhu
- Kecepatan arus
- Kekeruhan
- Salinitas
- 0C
- cm/dt
-NTU
- ‰
- Multi tester
- Current draogt
- Turbidimeter
-Hand Refraktometer
Tidak ada
3. Kimia Air
- DO
- pH
- Nitrat (NO3) dan
fosfat
- mg/L
- mg/L
- mg/L
- Multitester
- Mul tester
Untuk NO3 :
- Spektrofotometer, Kertas
saring, gelas piala, pipet
tetes
Untuk PO4:
Spektrofotometer, Kertas
saring, gelas piala, pipet tetes
- Brucin
- Sodium
arsenit
- H2SO4
- Amonium
molybdate
,
- SnCl2,
Aquades
Untuk NO3 dan
PO4 :
Larutan standar
nitrat dan
posfat,
aquades,
ammonium
molibdat, asam
askorbat,
pereaksi brusin,
timah klorida
25%, larutan
phenolptalein,
asam sulfat,
dan asam sulfat
pekat
16
3.3. Penentuan Titik Sampling
Metode yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian ini adalah metode
survei. Metode survei yaitu pengamatan langsung di lokasi penelitian. Penentuan
lokasi sampling berdasarkan metode acak (random sampling). Titik sampling
ditentukan dengan metode random sampling menggunakan software visual
sampling plan. Apabila titik sampling yang telah ditentukan tidak ditemukan
lamun maka akan digantikan titik sampling lagi sekitar area titik sampling yang
dijumpai lamun dengan menggunakan GPS. Berdasarkan hasil pemetaan awal
ditentukan sebanyak 30 titik sampling seperti yang tertera pada Gambar 4.
Gambar 4 Titik Stasiun Penelitian di Perairan Sekatap,Tanjungpinang (Sumber :
Citra Landast 2014)
3.4. Prosedur Pengamatan di Lapangan
3.4.1. Sumber Data Penelitian
Data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder. Data primer
diperoleh langsung dari lapangan meliputi data komunitas perifiton pada berbagai
jenis lamun. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari
literatur, sumber lain terkait, serta data demografi desa.
17
3.4.2. Pengamatan Lamun
Untuk pengamatan jenis lamun dilakukan pengambilan contoh pada transek-
transek yang telah ditetapkan. Pada setiap titik (plot) diambil contoh dengan
menggunakan bingkai besi (kuadrat) ukuran 1x1 meter. Contoh lamun yang ada
dalam kuadran dihitung jumlah tegakannya untuk setiap jenis. Kemudian contoh
lamun diambil dan dimasukkan ke dalam kantong plastik. Contoh-contoh lamun
tersebut diberi tanda (label) dan dibawa ke laboratorium untuk diidentifikasi.
Identifikasi jenis dilakukan dengan mencocokkan data-data di lapangan seperti
bentuk daun, bunga dan akar lamun dengan katalog, kemudian jenis–jenis lamun
yang didapat di lapangan disajikan dalam bentuk tabel (Kepmenlh No. 200 Tahun
2004).
3.4.3. Sampling Daun Lamun
Metode pengukuran yang digunakan yaitu metode transek garis dan transek
kuadrat (Kepmenlh No. 200 tahun 2004). Metode tersebut menggunakan petak
contoh berukuran 1 x 1 meter. Alhanif. (1996), juga menyebutkan bahwa dalam
penyamplingan lamun untuk komunitas perifiton menggunakan ukuran plot 1 x 1
m2. Lamun yang diambil merupakan lamun yang memiliki ukuran daun yang
memiliki luasan yang cukup untuk dikerik.Pengambilan perifiton tidak dilakukan
pada jenis-jenis lamun pionir kecil seperti H. ovalis, H. uninervis, S.isoetifolium,
serta jenis pionir kecil lainya. Terdapat dua jenis lamunyang tidak bisa dikerik
pada penelitian ini yaitu H. ovalis dan H. uninervis. Menurut Alhanif.(1996),
umumnya lamun dengan ukuran yang kecil tidak memungkinkan untuk
disampling perifitonnya karena sulit untuk menentukan luasan daun yang
ditempati oleh perifiton. Untuk jenis lamun yang sangat kecil tidak
memungkinkan melakukan pengerikan. Selain itu, daun yang relatif kecil akan
mempersulit untuk menentukan luasan area pengamatan pada bidang daun,
sehingga sulit ditentukan nilai kelimpahan perifitonnya. Contoh perifiton diambil
pada masing-masing plot untuk semua titik. Pada masing-masing plot yang
terpilih, sampel daun diambil pada berbagai jenis lamun yang ada ketika air surut
siang hari.
18
3.4.4. Pengamatan Sampel Perifiton pada Daun Lamun
Sampel perifiton diambil dari daun lamun semua jenis yang dijumpai pada
masing-masing plot. Pada setiap lokasi diambil 1 helai daun lamun dengan jenis
daun lamun yang berbeda. Daun lamun yang akan di ambil untuk sampel perifiton
yaitu daun yang banyak di tumbuhi perifiton (daun lamun yang berlumut) contoh
perifiton yaitu daun lamun yang akan dikerik akan dipotong di pangkal daun
diambil dengan mengerik dengan luasan 1 x 6 cm2,
, kemudian pengerikan daun
lamun ini dilakukan dengan menggunakan kuas. Sampel daun lamun dikerik
secara langsung di lapangan dan dibilas dengan aquades serta diletakkan di dalam
botol sampel yang bewarna gelap dan ditambahkan hingga volumenya menjadi 50
mL. Setelah dilakukan pengerikan sampel perifiton diberikan lugol 4% sampai
merah bata. Setiap sampel diberi label sesuai titik kuadrannya.
3.5. Prosedur Analisis Laboratorium
3.5.1. Prosedur Pengamatan Perifiton
Prosedur perhitungan sampel perifiton dilakukan dengan metode sensus yaitu
pengamatan dilakukan secara total pada alat Sedgewick-Rafter Counting Chamber
berkapasitas 1 mL. Pengamatan perifiton dilakukan di bawah mikroskop
binokuler dengan perbesaran 10-40 kali dengan menggunakan Sedgewick-Rafter
Counting Chamber berkapasitas 1 ml.
3.5.2. Identifikasi dan Karakteristik Perifiton
Identifikasi jenis-jenis perifiton menggunakan buku identifikasi menurut
Davis (1955). Kegiatan identifikasi perifiton dilakukan di laboratorium.
3.6. Pengukuran Parameter Perairan
Parameter fisika dan kimia perairan diukur pada waktu siang hari di saat air
pasang di Perairaan Sekatap, Tanjungpinang. Pengukuran parameter fisika dan
kimia perairan yang akan diukur yaitu meliputi :
3.6.1. Suhu
Pengujian suhu dilakukan dengan multi tester, pengukuran dilakukan dengan
menghidupkan multi tester dengan menekan tombol “ON” kemudian probe
19
dimasukan untuk prngukuran suhu. Kemudian probe pada alat tersebut dicelupkan
kedalam perairan. Setelah itu didiamkan beberapa menit sampai dapat dipastikan
angka yang ditunjukan pada layar dalam kondisi stabil. Kemudian nilai suhu yang
ditunjukan pada layar multitester sebelah kiri bawah terebut dicatat.
3.6.2. Kecepatan Arus
Pengukuran kecepatan arus menggunakan current drought model flowatch FL
03 . Cara kerja current drought yakni membaca hasil kecepatan putaran baling-
baling yang dicelupkan keperairan. Pembacaan data dibaca dilakukan beberapa
saat hingga layar pada alat current drought menunjukkan angka tetap, data yang
ditampilkan pada layar alat berupa data.
3.6.3. Kekeruhan
Kekeruhan dapat diukur dengan turbidimeter. Pada alat turbidimeter terdapat
botol sampel yang kosong, dan botol yang telah diisi larutan standar. Botol
kosong diisi dengan air sampel dengan volume 10 mL, kemudian dibandingkan
dengan larutan standar. Sebelum alat turbidymeter digunakan dikalibrasi terlebih
dahulu dengan menggunakan larutan standar. Dimasukkan larutan standar
kedalam turbidymeter kemudian ditekan “call” hingga menunjukkan nilai
kekeruhan larutan standar tersebut. Kemudian dimasukkan larutan sampel
kedalam Turbiditimeter tersebut dantekan tombol “test”. Nilai yang tertera
dicatat sebagai nilai kekeruhan dengan satuan Nephelo Turbidy Unit (NTU). Cara
pengukuran diulangi hingga 3 kali untuk mendapatkan pengukuran yang akurat.
3.6.4. Derajat keasaman
Derajat Keasaman (pH) diukur menggunakan alat multitester. Halyang
pertama kali dilakukan yaitu menyiapkan probe elektroda pH dan dimasukkan
kedalam socket pada alat dengan benar dan pada posisi yang tepat,Tombol
“POWER” ditekan untuk menghidupkan alat. Tombol “MODE” pada alat ditekan
hingga layar alat menunjukkan tampilan “pH” dan masukkan indikator manual
untuk suhu. Larutan “Buffer Solution” yang akan digunakan pada pH 4,00
disiapkan untuk mengkalibrasi alat yang ditempatkan pada botol kalibrasi. Proses
kalibrasi alat dilakukan sebelum melakukan pengukuran, dengan cara menekan
20
tombol “REC” dan “HOLD” secara bersamaan hingga pada layar alat
menunjukkan angka 4,00. Tombol “ENTER” ditekan untuk mengakhiri proses
kalibrasi, lalu buka botol kalibrasi pada ujung alat, dan pengukuran pH dapat
dilakukan,kemudian hasil yang ditunjukkan pada layar alat dicatat setelah angka
yang ditunjukkan stabil (tidak berubah).
3.6.5. Oksigen terlarut
Untuk mengukur oksigen terlarut, dilakukan menggunakan multitester.
Pengukuran oksigen terlarut dilakukan dengan cara probe oksigen terlarut (DO)
disiapkan dan dimasukkan kedalam socket DO, tekan tombol power untuk
menghidupkan alat. Tekan tombol mode hingga menunjukan tampilan % 0,2 dan
indikator suhu dimasukan tunggu 5 menit biarkan angka stabil. Kalibrasi dahulu
alatnya sebelum dilakukan pengukuran. Tekan enter lalu biarkan selama 30 detik
hingga tampilan berubah % 0.2 menunjukan angka 20.9, tekan tombol func untuk
menunjukan mg/L lalu celupkan alat ke perairan.
3.6.6. Nutrien ( Nitratdan Fosfat)
Pengambilan sampel untuk analisis nitrat (NO3) dan fosfat (PO4) dilakukan di
masing-masing titik lokasi penelitian. Pengukuran nitrat (NO3) dan fosfat (PO4)
menggunakan alat spektrofotometer. Pengukuran nitrat (NO3) dan fosfat (PO4)
dilakukan di Laboratorium Balai Teknik Kesehatan Lingkungan (BTKL) Batam,
dari lapangan hanya membawa sampel air yang diisi ke dalam botol sampel yang
bewarna gelap.
3.6.7. Salinitas
Penentuan kadar salinitas air dapat dilakukan menggunakan
handrefraktometer. Handrefraktometer terlebih dahulu dikalibrasi dengan
menggunakan aquades sehingga pada alat menunjukkan skala 0, kemudian
diambil sampel air dengan menggunakan pipet tetes dan di teteskan pada lensa
yang terdapat pada handrefraktometer kearah sumber cahaya agar mudah dilihat,
setelah itu dilihat pada layar yang ada pada handrefraktometer nilai salinitas dari
air sampel yang diambil. Pengukuran ini dilakukan sebanyak 3 kali sehingga
dapat meminimalisasi kesalahan dan di dapat data yang valid.
21
3.7. Analisis Data
3.7.1. Kerapatan Jenis Lamun
Kerapatan jenis yaitu jumlah individu lamun (tegakan) per satuan luas.
Kerapatan lamun dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut (Ira et al.,2013).
D
Keterangan:
D :Kerapatan jenis (tegakan/m2)
ni : Jumlah tegakan spesies i (tegakan)
A : Luas transek kuadrat (m2)
Nilai kerapatan jenis lamun dapat dibandingkan dengan skala kondisi
kerapatan lamun, skala kondisi kerapatan lamun dapat dilahat pada Tabel 4.
Tabel 4 Skala Kondisi Padang Lamun Berdasarkan Kerapatan (Brun-
Blanquet,1995) in Haris, Gosari, (2012) Skala Kerapatan (ind/m
2) Kondisi
5 >175 Sangat rapat
4 125-175 Rapat
3 75-125 Agak rapat
2 25-75 Jarang
1 <25 Sangat jarang
3.7.2. Kelimpahan Perifiton
Menurut APHA (1995) in Harahap et al. (2015), kelimpahan sel perifiton
diperoleh melalui perhitungan terhadap jumlah sel yang ditemukan per luasan
daun lamun (sel/cm2). Perhitungan kelimpahan dan komposisi perifiton dilakukan
dengan SRCC. Perhitungan jumlah fitoperifiton dilaksanakan dengan
menggunakan rumus yaitu:
N (se )
22
Pada metode sensus nilai Acg (Luas penampang cover glass) dan Aa (Luas
amatan) adalah sama dengan ( 1000 mm2)
Sehingga :
N (se )
Maka rumus kelimpahan perifiton menjadi:
N (se )
Dimana:
N = Kelimpahan perifiton (sel/cm2)
n = Jumlah perifiton yang tercacah (sel)
Vp = Volume pengencer (50 mL)
Vcg = Volume sampel dibawah cover glass SRC (1 mL)
A = Luasan kerikan (6x1 cm2)
3.7.3. Sebaran/ Distribusi Perifiton
Untuk mengetahui pola penyebaran perifiton pada daun lamun digunakan
rumus disperse morosita dengan persamaan sebagai berikut (Brower dan Zar,
1977 in Alhanif, 1996).
Id = n (∑x2 - N)
N (N-1)
Keterangan:
Id : Indeks penyebaran morisita
n : Jumlah plot pengambilan contoh
N : Jumlah individu dalam n plot
x : Jumlah individu pada tiap-tiap plot
23
Dengan kriteria Indeks:
Id = 1,0 : Penyebaran acak
Id < 1,0 : penyebaran merata
Id > 1,0 : penyebaran mengelompok
3.7.4. Hubungan Kerapatan Lamun dengan Kelimpahan Perifiton
Untuk melihat hubungan kerapatan lamun dengan kelimpahan perifiton dapat
dianalisis dengan regresi linier sederhana. Regresi linier sederhana menjelaskan
besar hubungdengan rumus sebagai berikut (Kholisoh,1994).
Y = a + bX
Keterangan :
Y = subjek variable dependen (kelimpahan perifiton)
X = subjek variable independen (kerapatan lamun)
a = harga Y bila X = 0
b = angka arah atau koefesien regresi yang menunjukkan angka peningkatan
atau penurunan dependen yang didasarkan pada variabel independen.
3.8. Tahapan Analisis Data
Data perifiton dan kualitas air disajikan dalam bentuk tabel dan grafik
disesuaikan kemudian dibahas dalam sub bab yang disusun secara sistematis.
Hasil perhitungan kerapatan lamun, kelimpahan perifiton, dan pola sebaran
perifiton disajikan kedalam tabel. Hubungan kerapatan lamun dengan kelimpahan
perifiton akan di analisis dengan regresi linier berganda dengan bantan ms.excel
pola sebaran perifiton akan disajikan dalam bentuk peta dengan bantuan citra
satelit (ArcGis) menggunakan surfer atau ocean data view.
Data yang diperoleh disajikan dengan menampilkan kisaran nilai kualitas
perairan untuk setiap parameter. Data kualitas air yang telah dianalisis dibahas
secara deskriptif melalui studi literatur dan dibandingkan dengan penelitian-
penelitian terdahulu. Hasil pengukuran kualitas air dibahas dengan mengacu pada
Kepmenlh No. 51 Tahun 2004 serta literatur pendukung.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian
Perairan Sekatap secara administratif termasuk kedalam kawasan kelurahan
Dompak, kota Tanjungpinang. Luas wilayahnya ±4.280 Ha dengan kondisi lahan
terdiri dari perdagangan, perkebunan, perternakan, dan sumberdaya kelautan.
Secara geografis, wilayah penelitian bebatasan dengan:
- Sebelah utara : Kelurahan Batu Sembilan
- Sebelah Selatan : Laut
- Sebelah Barat : Kelurahan Sungai Jang dan Laut
- Sebelah Timur : Kelurahan Gunung Lengkuas (Kab.Bintan).
Secara keseluruhan mata pencaharian masyarakat Desa Sekatap,
Tanjungpinang umumnya masih mengandalkan hasil laut. Ini dibuktikan dengan
jumlah masyarakat nelayan sebanyak 392 orang yang merupakan salah satu
pekerjaan yang banyak dilakukkan masyarakat sekitar Dompak.
Aktivitas yang ada disekitar perairan Sekatap diantaranya aktivitas perikanan
terutama penangkapan udang dengan menggunakan alat sondong dan tombak,
lokasi penelitian juga umumnya dijadikan kawasan pengambilan siput gonggong.
Aktivitas lainnya yakni adanya tambat labuh kapal nelayan dan jalur transportasi
nelayan menuju ke pulau-pulau terdekat. Sebelumnya lokasi daratan sekitar
Kampung Sekatap juga dijadikan sebagai area penambangan bauksit dan saat ini
hanya tersisa bekas penambangan bauksit berupa kolam-kolam bekas galian.
4.2. Jenis Lamun di Perairan Sekatap
Lamun yang ditemukan di perairan desa Sekatap terdiri dari 5 jenis yakni E.
acoroides, T. hemprichii, H. ovalis, H. uninervis, dan C. serullata. Secara
lengkap, jenis lamun yang ditemukan pada lokasi penelitian E. acoroides di
peraian Sekatap, Tanjungpinang dapat dilihat pada Gambar 5
25
(a)
(b)
Gambar 5 Jenis lamun E. acoroides (Sumber :(a) data primer 2017 dan (b)
Hernawan et al., 2017)
Adapun hasil klasifikasi E. acoroides sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledoneae
Ordo : Helobiae
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Enhalus
Spesies : Enhalus acoroides
E. acoroides merupakan spesies lamun yang termasuk ke dalam family
Hydrocharitaceae dan genus E. acoroides. Jenis lamun ini memilik ciri yaitu
rimpang daunnya yang panjang seperti pita berkisar antara 300-1500 mm dan
lebar 13-17 berwarna hijau tua dan memiliki benang atau rambut-rambut kaku
yang berwarna hitam. (Kepmenlh No.200 tahun 2004). Dalam panduan
identifikasi lamun menurut McKenzie. (2003), E. acoroides memiliki ciri yaitu
daunnya panjang seperti pita (>30 cm) dan pinggiran daun yang melengkung,
rhizomanya tebal dengan rambut hitam panjang.
Jenis lamun lain yang dijumpai adalah T. hemprichii yang secara jelas dapat
dilihat pada Gambar 6.
26
(a)
(b)
Gambar 6 Jenis lamun T. hemprichii (Sumber :(a) data primer ,2017 dan (b)
Hernawan et al., 2017)
Adapun hasil klasifikasi T. hemprichii sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledoneae
Ordo : Helobiae
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Thalassia
Spesies : Thalassia hemprichii
Jenis T. hemprichii memiliki bentuk daun seperti pita dan sedikit melengkung.
Panjang daun mencapai 40 cm dan lebar daun 0,4–1 cm. Tekstur pada pinggiran
daun halus, kecuali pada ujung daun teksturnya bergerigi dan berbentuk bulat.
Spesies ini memiliki batang yang pendek vertikal, pada setiap batang terdapat 2–6
helai daun dan memiliki rhizoma yang tebal (Shaffai, 2011).
Jenis lamun selanjutnya yang dijumpai di perairan Desa Sekatap adalah C.
serulata yang secara jelas dapat dilihat pada Gambar 7.
27
(a)
(b)
Gambar 7 Jenis lamun C. serullata (Sumber :(a) data primer ,2017dan (b)
Hernawan et al., 2017)
Adapun hasil klasifikasi C. serullata sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledoneae
Ordo : Helobiae
Famili : Potamagetonaceae
Genus : Cymodoceae
Spesies : Cymodocea serullata
Jenis C. serullata memiliki bentuk daun seperti pita dan pipih, panjang helai
daun yaitu 7–15 cm dan lebar 0,2–0,4 cm. Pada daunnya terdapat 9–15 urat daun
yang membujur, tekstur pada pinggiran daun bergerigi, dan pada ujung daun
sedikit berbentuk seperti hati. C. serullata memiliki pelepah daun dengan panjang
berkisar antara 1,5–5,5 cm. Spesies ini memiliki batang yang tegak lurus, pada
setiap batang terdapat 2–7 helai daun, memiliki rhizome yang halus dengan 1–3
cabang (Shaffai, 2011).
Jenis lamun lain yang dijumpai adalah H. ovalis yang secara jelas dapat
dilihat pada Gambar 8.
28
(a)
(b)
Gambar 8 Jenis lamun H. ovalis (Sumber: (a) data primer, 2017dan (b) Hernawan
et al., 2017)
Adapun hasil klasifikasi H. ovalis sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledoneae
Ordo : Helobiae
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Halophila
Spesies : Halophila ovalis
Jenis H. ovalis memiliki bentuk daun oval, dengan panjang 1–4 cm dan lebar
0,5–2 cm. Tekstur pada pinggiran daun halus, terdapat 10–28 urat daun yang
bercabang, dan pada pertengahan daun terdapat bintik–bintik kecil yang berwarna
gelap. Spesies ini memiliki pangkal pelepah dengan panjang 0,4–8 cm, yang
tumbuh langsung dari rhizoma, tiap pangkal pelepah terdapat sepasang helai daun.
H. ovalis memiliki rhizoma yang halus, tipis, dan berwarna cerah (Shaffai, 2011).
Jenis lamun lain yang dijumpai adalah H. uninervis yang secara jelas dapat
dilihat pada Gambar 9.
29
(a)
(b)
Gambar 9 Jenis lamun H. uninervis (Sumber:(a) data primer ,2017 dan (b)
Hernawan et al., 2017)
Adapun hasil klasifikasi H. uninervis sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Anthophyta
Kelas : Angiospermae
Subkelas : Monocotyledoneae
Ordo : Helobiae
Famili : Hydrocharitaceae
Genus : Halodule
Spesies : Halodule uninervis
Jenis H. uninervis memiliki bentuk daun yang memanjang dan pipih. Panjang
daun dapat mencapai 15 cm dan lebar daun berkisar 0,05–0,5 cm. Pada setiap
helai daun terdapat 3 urat daun yang membujur. Tekstur pada pinggiran daun
halus dan pada ujung daun berbentuk seperti gigi.Spesies ini memiliki batang
yang pendek, tegak vertikal, dan pada tiap batang terdapat 1–4 helai daun
(Shaffai, 2011).
4.3. Komposisidan Kerapatan Lamun
Komposisi jenis lamun dilihat berdasarkan jumlah tegakan per jenis yang
terhitung dibandingkan dengan jumlah secara keseluruhan. Komposisi jenis lamun
di Perairan Sekatap dapat dilihat pada Gambar10 .
30
Gambar 10 Komposisi Jenis lamun di perairan Sekatap Tanjungpinang (Sumber :
data primer ,2017)
Berdasarkan gambar 10 diketahui bahwa jenis E. acoroides dengan nilai
komposisi sebesar 40%, T. hemprichii dengan nilai komposisi sebesar 41%, H.
ovalis dengan nilai komposisi sebesar 4%, H. uninervis dengan nilai komposisi
sebesar 8%, dan C. serullata dengan nilai komposisi sebesar 7%. Bila
dibandingkan dengan penelitian yang dilakukan oleh Izuan et al., (2014), bahwa
komposisi tertinggi terdapat pada jenis lamun T. hemprichii dengan nilai
persentase sebesar 74%. Pada penelitian ini dominansi T. hemprichii
dibandingkan dengan E. acoroides hanya berselisih sebesar 1 % dibandingkan
dengan E.acoroides .
Kerapatan lamun menggambarkan jumlah tegakan lamun yang terdpat pada
suatu luasan tertentu. Nilai kerapatan lamun di Perairan Sekatap, Dompak dapat
dilihat secara lengkap seperti pada Tabel 5.
Tabel 5 Nilai rata-rata kerapatan lamun di perairan Sekatap, Dompak
No Jenis
Rata-rata Kerapatan
(Tegakan/m2)
1 E. acoroides 26,27
2 T. hemprichii 25,87
3 H. uninervis 2,53
4 C. serullata 4,60
5 H. ovalis 5,33
Jumlah 65
41%
40%
4% 7% 8% E. acoroides
T. hemprichii
H. uninervis
C. serullata
H. ovalis
31
Rata-ratakerapatan lamun di perairan Sekatap sebesar 65 tegakan/m2. Menurut
Gosari, Haris. (2012), skala kondisi lamun berdasarkan kerapatan dikategorikan
atas 5 skala, skala 1 untuk lamun dengan kerapatan < 25 ind/m2 yang termasuk
dalam kondisi lamun sangat jarang, skala 2 untuk lamun dengan kerapatan
berkisar 25-75 ind/m2 yang termasuk dalam kondisi lamun jarang, skala 3 untuk
lamun dengan kerapatan berkisar 75-125 ind/m2 yang termasuk dalam kondisi
lamun agak rapat, skala 4 untuk lamun dengan kerapatan berkisar 125-175 ind/m2
yang termasuk dalam kondisi lamun rapat, sedangkan skala 5 untuk lamun
dengan kerapatan > 175 ind/m2 yang termasuk dalam kondisi lamun sangat rapat.
Dengan demikian kondisi lamun di perairan Sekatap tergolong jarang.
Bila dibandingkan dengan hasil penelitian Izuan. (2014) di Pulau Dompak
dijumpai 5 jenis lamun yaitu E. acoroides, T. hemprichii, H. ovalis, C.Rotundata,
dan T. cilliatum. Kerapatan lamun rata-rata berkisar 62-152 ind/m2. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa dari tahun ke tahun lamun mengalami penurunan
tingkat kerapatannya. Hal ini diduga akibat pengaruh aktivitas yang ada di
Perairan Sekatap, Tanjungpinang.
Penurunan kondisi tersebut dipengaruhi oleh semakin meningkatnya ragam
aktivitas pesisir yang ada di sekitar perairan Dompak yang semakin hari
mengalami peningkatan. Pramudiyanto. (2014), menyebutkan bahwa jumlah
penduduk di wilayah pesisir perkotaan yang makin meningkat, ternyata
mengakibatkan sumberdaya di daratan semakin terbatas. Maka wilayah pesisir
dan laut beserta sumberdayanya menjadi alternatif pendukung pembangunan
daerah maupun nasional yang strategis di masa mendatang, namun efek buruknya
ialah pencemaran lingkungan perairan.
Kerapatan lamun yang jarang disebabkan oleh adanya aktivitas masyarakat
seperti jaring sondong (langgai) yang beroperasi pada dasar perairan sehingga
akan mencabut lamun dan menyebabkan penurunan kerapatannya. Kemudian dari
hasil pengamatan di lapangan, terlihat bahwa terjadi penumpukan lapisan bauksit
pada sedimen menggambarkan terjadinya transportasi sedimen dari daratan
menuju laut sehingga memengaruhi bahkan menutupi daun lamun. Daun lamun
yang tertutupi akan memengaruhi fotosintesis lamun dan kekeruhan air yang
32
tinggi. Sehingga lamun menjadi semakin rusak dan tidak berkembang
mengakibatkan penurunan kerapatan lamun.
Menurut Amri et al. (2011), aktivitas yang disebabkan oleh kegiatan manusia
mempengaruhi nilai kekeruhan dan padatan tersupensi yang bersumber dari
pembuangan sampah rumah tangga dan aliran limbah dari daratan. Tingkat
kekeruhan yang tinggi ini mengakibatkan intensitas cahaya yang semakin terbatas
dan akan memengaruhi kondisi fotosintesis lamun.
Menurut Paramudiyanto. (2014), secara umum kegiatan atau aktivitas di
daratan yang berpotensi mencemari lingkungan pesisir dan laut dan merusak
ekosistem perairan yakni buangan limbah industri (disposal of industrial wastes),
buangan limbah pertanian (disposal of agricultural wastes), buangan limbah cair
domestik (sewege disposal), buangan limbah padat (solid waste disposal),
konvensi lahan mangrove dan lamun (mangrove swamp conversion), serta
reklamasi di kawasan pesisir (reclamation).
4.4. Jenis Perifiton
Jenis perifiton yang dijumpai dari total sebanyak 13 spesies hidup pada jenis
lamun yang sama ataupun berbeda. Jenis perifiton yang dijumpai di perairan
Sekatap disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6 Jenis –jenis perifiton N0
. Kelas Spesies
E.
acooroide
T.
hemprichii
C.
serullata
1 Bacillariophyceae
Asterionella sp. + + -
Biddulphia sp. + + -
Fragillaria sp. + + -
Nitzchia sp. + + +
Pleurosigma sp. + + -
Rhizosolenia sp. + + +
Streptotheca sp. + + -
Thlassionema sp. + + -
Euchampia sp . + + -
2 Dinophyceae Ceratium sp. + + -
3 Euglenoiceae
Climacosphenia
sp.
+ +
-
4 Cyanophyceae Navicula sp. + + -
Striatella sp. + + -
Keteterangan : + (Ada) / - ( Tidak ada )
33
Jenis-jenis perifiton yang dijumpai diantaranya yakni Asterionella
sp.,Biddulphia sp., Fragillaria sp., Nitzchia sp., Pleurosigma sp., Rhizosolenia
sp., Streptotheca sp., Thlassionema sp., Euchampia sp.,Ceratium sp.,
Climacosphenia sp., Navicula sp., dan Striatella sp.,keseluruhan dari 13 spesies
dijumpai pada jenis lamun E. acoroides maupun T. hemprichii, akan tetapi jenis
perifiton pada lamun C.Serullata hanya dijumpai Nitzchia sp dan Rhizosolenia sp.
Berdasrkan penelitian Wibowo et al. (2014), jenis-jenis perifiton yang
dijumpai pada jenis lamun C. rotundata, C. serrulata, T. hemprichii, E. acoroides
dan H. uninervis umumnya adalah jenis perifiton Fragilaria, Anabaenopsis,
Diploneis, Synedra, Amphora, Nitzchia, Coleochaeta, Atractomorpha, Stylonema,
Spermothamnion dan Acnanthes.Ada beberapa jenis perifiton yang juga dijumpai
di lokasi penelitian yang sama dengan literatur diatas, yakni pada spesies
Fragilaria sp. dan Nitzhia sp., yang juga memang dominan jenis ini pada lokasi
penelitian.
Diantara jenis yang dijumpai, terlihat jelas bahwa jenis yang dominan terdapat
pada kelompok Bacillariophyceae. Bramburger et al,. (2017), menyebutkan
bahwa Bacillariophyceae (diatom) memiliki kemampuan untuk hidup dengan
perubahan kondisi lingkungan. Bahkan berdasarkan penelitiannya jenis
Bacillariophyceae mampu hidup pada kondisi musim dingin hingga musim panas
dan tetap dominan pada komunitas fitoplankton di perairan. Komunitas
Bacillariophyceae (diatom) kelimpahan akan meningkat relatif tinggi pada saat
musim panas dengan sebaran yang cukup luas dari ekosistem danau maupun
lautan.
4.5. Kelimpahan Rata-rata Perifiton Berdasarkan Kelas Perifiton pada
Daun Lamun yang Berbeda
Data kelimpahan perifiton pada jenis lamun E. acoroides, T. hemprichii dan
C.serullata dapat dilihat pada Tabel 7.
34
Tabel 7 Kelimpahan rata-rata perifiton berdasarkan kelas perifiton pada daun
lamun yang berbeda .
No. Kelas
E. acoroides
(sel/cm2)
T.hemprichii
(sel/cm2)
C.serulata
(sel/cm2)
1 Bacillariophyceae 600,9 2928,2 427,6
2 Dinophyceae 107,2 85,4 0,0
3 Euglenoiceae 173,8 497,7 0,0
4 Cyanophyceae 2422,1 110,6 0,0
Jumlah 3304,0 3621,8 427,6
Kelimpahan perifiton dengan jenis lamun E. acoroides total sebesar sebesar
3304 sel/cm2, pada jenis lamun T. hemprichii total sebesar sebesar 3621.8 sel/cm
2,
dan C. serullata total sebesar sebesar 427,6 sel/cm2.
Menurut data penelitian Isabella (2011), kepadatan perifiton jenis lamun, yaitu
E. acoroides berkisar 6279-8468 sel/cm2. Penelitian Ismail. (2016), pada jenis
lamun C. serulata berkisar 228.536 – 28.607 sel/cm2. Kemudian Alhanif. (1996),
menyebutkan bahwa kelimpahan perifiton pada jenis lamun T. hemprichii berada
pada kisaran 5.589 – 14.243 sel/cm2. Dengan demikian, jika dibandingkan dengan
hasil penelitian bahwa kelimpahan perifiton di perairan Sekatap tergolong rendah.
Rendahnya kelimpahan disebabkan perairan Sekatap yang sangat keruh sehinga
berpengaruh terhadap proses fotosentesis yang kurang optimal.
Kelimpahan perifiton pada jenis lamun E. accoroides, T. hemprichii, dan C.
serullata disajikan pada Gambar 11.
(a)
600,9
107,2 173,8
2422,1
0,0
500,0
1000,0
1500,0
2000,0
2500,0
3000,0
Bacillariophyceae Dinoflagellaceae Euglenoiceae Cyanophyceae
sel/cm2
35
(b)
(c)
Gambar 11Kelimpahan Perifiton pada jenis lamun E. acoroide (a) , T.hemprichii
(b), dan C. serullata (c)
Kelimpahan jenis perifiton tertinggi pada lamun E. acoroides adalah pada
kelas Cyanophyceae, namun pada jenis lamun T. hemprichii dan C.serullata
tertinggi pada kelas Bacillariophyceae. Secara keseluruhan juga terlihat bahwa
kelimpahan tertinggi perifiton pada kelas Bacillariophyceae. Isabella. (2011),
menyebutkan bahwa kelas Bacillariophyceae merupakan kelas perifiton yang
mempunyai jumlah genera paling banyak dan terlihat cukup dominan
dibandingkan dengan kelas lainnya.
Ismail. (2016), menyatakan bahwa dominansi kelas Bacillariophyceaepada
komunitas perifiton dengan dominan jenis yakni Thalassiothrix sp. dan Cocconeis
sp.Menurutnya jenis yang kelimpahan mampu bertahan dalam kondisi apapun
2928,2
85,4
497,7 110,6
0,0
500,0
1000,0
1500,0
2000,0
2500,0
3000,0
3500,0
Bacillariophyceae Dinoflagellaceae Euglenoiceae Cyanophyceae
sel/cm2
427,6
0,0 0,0 0,0 0,0
50,0
100,0
150,0
200,0
250,0
300,0
350,0
400,0
450,0
Bacillariophyceae Dinoflagellaceae Euglenoiceae Cyanophyceae
36
yang jika dilihat sebagian besar perifiton tersebut merupakan bagian dari kelas
Bacillariophyceaekarena kelas ini merupakan sumber epifit utama pada tumbuhan.
Dapat disimpulkan dari sumber literatur tersebut diketahui bahwa memang jenis
yang lebih dominan pada komunitas perifiton ialah Bacillariophyceae.
4.6. Sebaran Jenis Perifiton
Sebaran jenis perifiton berdasarkan indeks morisita diperoleh sebaran
mengelompok dan seragam untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8 Sebaran jenis perifiton
No Kelas Spesies E. acoroides T. hemprichii C.serullata
1 Bacillariophyceae
Asterionella
sp.
Mengelompok Mengelompok -
Biddulphia sp. Mengelompok Mengelompok
-
Fragillaria sp. Mengelompok Mengelompok
-
Nitzchia sp. Mengelompok Mengelompok
Mengelompok
Pleurosigma
sp.
Mengelompok Mengelompok
-
Rhizosolenia
sp.
Mengelompok Mengelompok
Mengelompok
Streptotheca
sp.
Seragam Mengelompok
-
Thlassionema
sp.
Mengelompok Mengelompok -
Euchampia sp. Mengelompok Mengelompok
-
2 Dinophyceae Ceratium sp. Seragam Mengelompok
-
3 Euglenophyceae
Climacospheni
a sp.
Seragam Mengelompok
-
4 Cyanophyceae Navicula sp.
Seragam Mengelompok -
Striatella sp. Mengelompok Mengelompok
-
Keterangan : - ( Tidak ada data)
Berdasarkan Tabel 8 diketahui bahwa Sebaran jenis perifiton pada daun lamun
di perairan Sekatap dominan pada sebaran yang mengelompok, artinya perifiton
hidup saling berkoloni (berkelompok) dan tidak dijumpai pola sebaran yang acak
yang mencirikan adanya kehidupan perifiton secara sendiri (soliter). Namun dari
data pada jenis E. acoroides beberapa jenis perifiton mendapatkan pola sebaran
37
yang seragam yang mencirikan adanya kemungkinan hidup secara soliter maupun
dapat hidup secara berkoloni.
Sebaran jenis perifiton digambarkan dalam peta sebaran surfer seperti tertera
pada Gambar 12.
Gambar 12 Sebaran Perifiton pada jenis lamun E. acoroides di perairan
Sekatap,Tanjungpinang
Berdasarkan peta dapat dilihat pada jenis E. acoroides ditemukan 4 kelas
perifiton pada kelas Bacillariophyceae, Dinophyceae, Eeuglenophyceae, dan
Cyanophyceae. Namun dari peta sebaran diatas, diketahui bahwa sebaran jenis
perifiton secara umum dan dominan adalah pada kelas Cyanophyceae. Pada tititk
yang dekat dengan pesisir umumnya didominansi oleh kelas Cyanophyceae
sedangkan pada area lamun jenis E.s acoroides yang lebih kearah laut (pulau
sekatap laut) didominansi oleh kelompok jenis perifiton pada kelas
Bacillariophyceae. Untuk melihat peta sebaran jenis perifiton pada lamun jenis
T.hemprichii secara jelas disajikan seperti pada Gambar 13.
38
Gambar 13 Sebaran Perifiton pada jenis lamun T. hemprichii di perairan
Sekatap,Tanjungpinang
Untuk jenis lamun T. hemprichii secara umum juga dijumpai sebanyak 4 kelas
perifiton yakni Bacillariophyceae, Dinophyceae, Eeuglenophyceae, dan
Cyanophyceae. Untuk perifiton pada lamun jenis T. hemprichii sepertinya
didominansi oleh kelas Bacillariophyceae yang tersebar sepanjang area pantai
hingga ke arah laut. Sebaran jenis yang juga tinggi terdapat pada kelas
Dinophyceaee.Sedangkan sebaran jenis perifiton pada lamun C. serullata
disajikan pada Gambar 14.
Gambar 14 Sebaran Perifiton pada jenis lamun C. serullata di perairan
Sekatap,Tanjungpinang
39
Pada jenis lamun C. serullata perifiton terlihat dominan 100% pada kelas
Bacillariophyceae. Akan tetapi umumnya pada titik sampling lamun sebanyak 30
titik, jenis lamun C. serullata hanya dijumpai pada 3 titik saja, ini
menggambarkan bahwa jenis ini sebaranya tidak luas. Namun pada 3 titik
sampling tersebut hanya dijumpai kelas Bacillariophyceae.
4.7. Kualitas Air
Parameter fisika dan kimia yang diukur di perairan Sekatap disajikan pada
Tabel 9.
Tabel 9 Parameter Kualitas Perairan di perairan Sekatap,Tanjungpinang
No. Parameter Satuan Rata-rata Baku Mutu KepMen LH
No. 51 Thn 2004
Fisika
1 Suhu oC 27,42± 0,47 28-30 ˚C (Alami)
2 Arus m/s 0,06± 0,01 -
3 Kekeruhan NTU 21,12± 15,32 <5
Kimia
1 DO mg/L 6,92± 0,17 >5
2 pH - 7,88± 0,10 7-8,5
3 Nitrat mg/L 0,48± 0,15 0,008
4 Fosfat mg/L 0,14± 0,10 0,015
5 Salinitas 0/00 28,50± 0,63 33-34 ‰ (Alami)
Suhu merupakan faktor yang penting bagi kehidupan organisme di laut karena
memengaruhi aktivitas metabolisme atau pun perkembangbiakan organisme
tertentu (Effendi, 2003). Dari hasil penelitian didapatkan hasil pengukuran suhu
pada kisaran 26,3-28,3°C dengan rata – rata suhu perairan sebesar 27.42°C,
mengacu pada Kepmenlh No. 51 tahun 2004 menyebutkan bahwa kondisi suhu
optimal untuk pertumbuhan lamun adalah pada kisaran 28 – 30 °C.
Salinitas berada pada kisaran 27-30o/oo dengan rata-rata 28,5
o/oo. Penurunan
salinitas diperairan menyebabkan laju fotosintesis dan pertumbuhan lamun
menurun dan berpengaruh terhadap perkecambahan dan pembentukan bungga
lamun. Kordi .(2011), menyatakan bahwa lamun memiliki nilai rentang toleransi
salinitas yang panjang yaitu antara 10-40 o
/oo, namun akan lebih baik jika salinitas
berada pada titik optimal yaitu sebesar 35 o/oo.
Pertumbuhan dan kehidupan padang lamun juga dipengaruhi oleh kecepatan
arus perairan. Pada ekosistem padang lamun, arus menentukan tingginya produksi
40
primer melalui penyebaran unsur hara dan gas-gas. Namun, kecepatan arus yang
tinggi dapat menyebabkan naiknya padatan tersuspensi, yang berlanjut pada
reduksi penetrasi cahaya kedalam air atau turunnya kecerahan air.Kondisi ini
menyebabkan rendahnya laju produksi tanaman (Kordi, 2011). Gosari in Haris.
(2012), menyatakan bahwa distribusi lamun tergantung oleh beberapa faktor,
salah satunya adalah kecepatan arus. Kecepatan arus yang sesuai bagi lamun
adalah sekitar 0,5 m/dt. Sedangkan di perairan Sekatap rata-rata arus hanya 0,06
m/dt, tergolong arus yang lemah.
Effendi. (2003), menyatakan bahwa kekeruhan merupakan sifat optik yang
ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan dipancarkan oleh
bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan diakibatkan dari adanya
bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut seperti lumpur dan
pasir halus maupun bahan anorganik dan organik berupa plankton dan
mikroorganisme lain. Kekeruhan tergolong tinggi jika dibandingkan dengan
Kepmenlh No. 51 (2004) yang mengharuskan kekeruhan sebesar <5 NTU yang
baik bagi organisme sedangkan pada lokasi penelitian rata-rata sebesar 21,12
NTU.
Derajat keasaman rata-rata sebesar 7,88 dengan demikian tegolong masih baik
bagi kehidupan perifiton. Mengacu pada Kepmenlh No.51 Tahun (2004) bahwa
kisaran derajat keasaman optimal untuk kehidupan lamun berkisar antara 7 – 8,5.
Menurut Effendi. (2003), nilai pH sangat memengaruhi proses biokomiawi
perairan, pada kisaran pH < 4.00, sebagian besar tumbuhan akuatik akan mati
karena tidak dapat bertoleransi pada pH rendah.
Menurut Kepmenlh No.51 Tahun (2004), kondisi oksigen terlarut yang layak
untuk kehidupan organisme akuatik adalah >5 mg/L. Rendahnya nilai oksigen
terlarut di perairan Sekatap diperkirakan karena kondisi panas yang cukup terik
sehingga suhu perairan meningkat yang berpengaruh terhadap kelarutan gas
oksigen di perairan. Dengan demikian, nilai oksigen terlarut masih baik karena
rata-ratanya sebesar 6,9 mg/L.
Nitrat perairan Sekatap rata-rata sebesar 0,48 mg/L dengan fosfat sebesar 0,14
mg/L tergolong melebihi baku mutu namun tergolong kelebihan bahan organik.
Nitrat merupakan nutrien utama bagi pertumbuhan dan perkembangan organisme
41
mikroskopis salah satunya yaitu perifiton. Nitrat digunakan sebagai bahan
pembentuk protein dan metabolisme yang menjamin perkembangan lamun dalam
suatu komuitas. Jika kosentrasi fosfat pada kolom air pada area padang lamun
cukup tinggi maka akan memicu perkembangan epifit perifiton yang hidup di
daun lamun (Nitajohan, 2008). Menurut Effendi. (2003), kadar nitrat yang
melebihi 0,2 mg/L dapat berakibat pada eutrofikasi atau pertumbuhan alga yang
berlebihan.
4.8. Hubungan Kerapatan Lamun dengan Kelimpahan Perifiton
Hubungan antara kerapatan lamun dengan kelimpahan Perifiton di Perairan
Sekatap,Tanjungpinang dapat dilihat pada Gambar 15 berikut.
(a)
y = 27.49x + 2581.
R² = 0.128
r = 0.358
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
0 20 40 60 80 100
Keli
mp
ha
n (
sel
/cm
2
)
Kerapatan (ind/m2 )
42
( b )
( c )
Gambar 15Hubungan Kerapatan Lamun dengan Kelimpahan Perifiton di perairan
Sekatap, Tanjungpinang pada jenis lamun E. acoroides (a), T.
hemprichii (b), dan C. serullata(c)
Berdasarkan Gambar 15 diketahui nilai hubungan regresi linier sederhana
antara kerapatan lamun dengan kelimpahan perifiton pada jenis lamun E.
acoroides didapatkan nilai koeffisien regresi sebesar 0,36 yang menyatakan nilai
hubungan yang lemah. Nilai hubungan regresi linier hubungan kerapatan lamun
y = 23.44x + 1757.
R² = 0.114
r = 0.337
0
1000
2000
3000
4000
5000
6000
7000
0 20 40 60 80 100
Kel
imp
ha
n
(sel
/cm
2 )
Kerapatan (ind/m2 )
y = 9.120x + 0.808
R² = 0.998
r = 0.999
0
100
200
300
400
500
600
700
800
0 20 40 60 80 100
Kel
imp
han
(s
el/
cm2
)
Kerapatan (ind/m2 )
43
dengan kelimpahan perifiton pada jenis lamun T. hemprichii didapatkan nilai
koeffisien sebesar 0,34 artinya memiliki tingkat hubungan yang lemah. Nilai
hubungan regresi linier sederhana hubungan kerapatan lamun dengan kelimpahan
perifiton pada jenis lamun C. serullata didapatkan nilai koeffisien sebesar 0,99
yang menyatakan nilai hubungan antara kedua variabel sangat kuat.
Secara keseluruhan diketahui bahwa hubungan kerapatan lamun E. acoroides
dengan kelimpahan perifiton lebih tinggi jika dibandingkan dengan jenis T.
hemprichii akan tetapi jenis C. serullata memiliki kelimpahan lebih tinggi dengan
nilai koefisien korelasi tergolong kuat meskipun hanya dijumpai pada 3 titik
sampling. Namun, data regresi dapat menjelaskan bahwa jenis lamun E. acoroides
adalah jenis lamun yang umum ditempeli oleh organisme perifiton sehingga
jumlahnya lebih banyak dengan kelimpahan yang juga meningkat.
Secara ekologi, jenis perifiton lebih tinggi kelimpahan pada jenis lamun T.
hemprichii dengan kelimpahan mencapai 3621,8 sel/cm2 dibandingkan dengan
jenis lain yakni E. acoroides dan C. serullata. Perbedaan kelimpahan jenis ini
dipengaruhi oleh kondisi penempelan perifiton yang lebih stabil pada jenis lamun
T. hemprichii. Meskipun daun lamun E. acoroides ukurannya lebih besar
dibandingkan dengan jenis lamun T. hemprichii dan C. serullata, akan tetapi daun
jenis lamun E. acoroides umumnya memanjang ke permukaan air sehingga
pengaruh arus serta pergerakan air akan juga mengganggu kestabilan penempelan
perifiton, sedangkan untuk jenis lamun C. serullata memang jens lamun yang
memiliki ukuran daun lebik kecil sehingga perifiton yang menempel sangat
terbatas.
Terdapat perbedaan komposisi jenis perifiton pada jenis lamun T.hemprichii
dan E. acoroides dengan jenis lamun C.serullata. Pada jenis lamun T.hemprichii
dan E. acoroides terdiri atas kelas perifiton Bacillariophyceae, Dinophyceae,
Euglenophyceae, dan Cyanophyceae. Sedangkan pada jenis lamun C. serullata
hanya terdapat 1 kelas perifiton saja yakni Bacillariophyceae. Perbedaan jenis ini
dipengaruhi oleh kondisi atau luasan area penempelan pada jenis lamun C.
serullata yang lebih sempit karena ukuran daun yang lebih kecil sehingga jenis
yang menempel juga hanya jenis yang umumnya dominan saja yakni
Bacillariophyceae.
44
4.9. Aspek Pengelolaan Lamun
Diketahui bahwa dari nilai kerapatan lamun tergolong jarang, sehingga
diperlukan pengeloaan lebih lanjut. Dalam pengelolaan lamun di perairan Sekatap
perlu melibatkan masyarakat yang umumnya melakukan penangkapan biota di
perairan tersebut. Pemahaman kepada masyarakat dapat dilakukan dengan cara
sosialisasi terkait pentingnya ekosistem lamun dalam keseimbangan ekologi.
Disamping itu, perlu upaya-upaya khusus untuk meningkatkan kondisi padang
lamun menjadi lebih baik melalui transpantasi atau penanaman kembali lamun
yang terdegradasi.
Untuk komunitas perifiton, sangat tergantung pada kondisi lamunnya. Jika
lamun dalam keadaan subur maka sangat memungkinkan jenis perifiton untuk
menempel dan tumbuh dengan baik. Untuk itu untuk tetap menjaga
keberlangsungan keseimbangan ekosistem lamun dan komunitas perifiton, maka
perlu tetap menjaga kelestarian lingkungan perairan. Tidak membuang sampah
organik yang berlebihan di perairan yang akan mengakibatkan unsur hara
mengalami over kapasitas yang berimbas pada dominansi suatu jenis lamun saja.
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Terdapat 13 jenis perifiton yang dijumpai pada daun lamun E.acoroides, T.
Hempricii, dan C. serullata di perairan Sekatap, Dompak. Kelimpahan perifiton
dengan jenis lamun E. acoroides sebesar 3304 sel/cm2, pada jenis lamun T.
hemprichii total sebesar 5909 sel/cm2,dan C. serullata total sebesar 427,6 sel/cm
2.
Sebaran jenis perifiton secara mengelompok, artinya perifiton hidup saling
berkoloni (berkelompok). Semakin besar dan lebar daun lamun, maka kelimpahan
perifiton semakin banyak, karena ketersediaan penempelan semakin luas.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka diharapkan semua
pihak dan instansi terkait serta masyarakat untuk menjaga kondisi perairan
Sekatap,Tanjungpinang. Selain itu, penulis menyarankan untuk melanjutkan
kajian fokus pada hubungan antara kandungan nutrien di perairan terhadap
kelimpahan perifiton. Peneliti berharap akan ada peneliti selanjutnya meneliti
tentang perifiton sebagai bioindikatorperairan.
46
DAFTAR PUSTAKA
Alhanif. R., 1996. Struktur Komunitas Lamun dan Kepadatan Perifiton Pada
Padang Lamun di Perairan Pesisir Nusa Lembongan, Kecamatan Nusa Penida,
Propinsi Bali.[Skripsi]. Institut Pertanian Bogor
Amri. K.., Setiadi. D., Qayim. I., Djokosetyanto., 2011. Dampak Aktivitas
Antropogenik Terhadap Kualitas Perairan Habitat Padang Lamun di Kepulaan
Spermode Sulawesi Selatan. [Skripsi]. Universitas Hasanudin
Apriliana. A, Prijadi.S., Pujiono, W., 2014. Hubungan Kelimpahan Fitoperifiton
dengan Konsentrasi Nitrat dan Ortofosfat pada Daun Enhalus acoroides di
Perairan Pantai Jepara. Diponegoro Journal Of Maquares Management Aquatic
Resources 3(3):19-27.
Arkham. M. N., Adrianto,L.,Wardiano,Y., 2015. Studi Keterkaitan Ekosistem
Lamun Skala Kecil (Studi Khasus: Desa Malang Rapatdan Berakit Kabupaten
Bintan,Kepulauan Riau.10(2): 137-148.
Asriyana., Yuliana., 2012. Produktivitas Perairan. Bumi Aksara. Jakarta.300 Hal.
Bramburger. A.J., Reavie1E.D., Sgro G.V., Estepp L.R., Shaw C V.L. And
Pillsbury R.W., 2017. Decreases in diatom cell size during the 20th century in
the Laurentian Great Lakes: a response to warming waters.Jurnal. Plankton
Research. 39(2): 199–210.
Davis. C., 1955.The Marine and freshwater plankton.Michigan State
University.Press.United State of America. 318 Hal.
Effendi. H., 2003.Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan.Kanisius. Yogyakarta. 258 Hal.
Haris. A., Gosari, J.A., 2012.Studi Kerapatan dan Penutupan Jenis Lamun di
Kepulauan Spermonde.Torani.[Jurnal] Ilmu Kelautan dan Perikanan 22 (3):
256-162.
Harahap, H. A., Adriman., Sumiarsih. E., 2015. Struktur Komunitas Perifiton
Pada Ekosistem Padang Lamun Desa Malang Rapat Kabupaten Bintan
Kepulauan Riau.[Jurnal].Unversitas Riau
Hertanto. Y., 2008. Sebaran Asosiasi Perifiton Pada Ekoistem Padang Lamun
(Enhalus acoroides) Di Perairan Pulau Tidung Besar, Kepulauan Seribu,
Jakarta Utara. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.
47
Hernawan U E., Sjafrie N D.M., Spriyadi I H., Suyars, Iswari M Y., Kasih A., dan
Rahmat .2017. Status Padang Lamun Indonesia. Jakarta. Pusat Penelitian
Oseanografi LIPI. 24 Hal.
Hukom, F D., & Pelasuia D., 2012. Baseline Studi Kondisi Terumbu Karang,
Lamun Dan Mangrove Di Perairan Pantai Utara Sebelah Timur (Lautem,
S.D. Com ) Timor-Leste. Pusat penelitian Oseanografi LIPI. 99 Hal.
Ismail, J S., 2016. Perifiton Pada Daun Lamun Thaslasia hempricii dan
Cyamdceae rotundata di Perairan Kampung Kampe Desa Malang Rapat.
[Skripsi]. Unversitas Maritim Raja Ali Haji
Ira., Oetama. D., Juliati., 2013. Kerapatan dan Penutupan Lamun pada Daerah
Tanggul Pemecah Ombak di Perairan Desa Terebino Provinsi Sulawesi
Tengah. AQUASAINS Jurnal Ilmu Perikanan dan Sumberdaya Perairan. 2(1)
:89-96
Isabella. D., 2011. Analisis Keberadaan Perifiton Dalam Kaitannya Dengan
Parameter Fisika-Kimia Dan Karakteristik Padang Lamun Di Pulau Pari.
[Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.
Izuan, M., 2014. Kajian Kerapatan Lamun Terhadap Kepadatan Siput Gonggong
(Strombus epidromis) di Pulau Dompak. [Skripsi]. Universitas Maritim Raja
Ali Haji.
Keputusan lingkungan hidup, 2004. Keputusan lingkungan hidup Nomor 200.
Kriteria Baku kerusakan dan Pedoman Penentuan Status Padang Lamun.
Jakarta
Keputusan lingkungan hidup, 2004. Keputusan lingkungan hidup Nomor 51.
Baku Mutu Air Laut Untuk Biota Laut. Jakarta
Kholisoh, L., 1994. Teori Dan Soal Statistika Dan Probilitas . Penerbit Gurindam.
Jakarta. 136 Hal.
Kordi, H., 2011. Ekosistem Lamun (Seagrass). Rineka Cipta. Jakarta. 191 Hal.
McKenzi, L. J., Campbell, S. J., 2003. Manual For Community (Citizen)
Monitoring Of Seagrass Habitat Wester Pasific Edition. Seagrass-
wach.Dapartemen Of Primary Industis Queensland.40 Hal.
Nainggolan. P., 2011. Distribusi Spasial dan Pengelolaan Lamun (Seagrass) di
Teluk Bakau, Kepulauan Riau. [Skripsi]. Institut Pertanian Bogor.
48
Novianti,M ., Widyorini,N., Suprapto., 2013. Analisis Kelimpahan Perifiton Pada
Kerapatan Lamun Yang Berbeda Di Perairan Pulau Panjang,Jepara. Journal of
Managemen Of Aquatiq Resources 2(3):219-225.
Nitajohan.Y.P., 2008. Kelimpahan Dinoflagelata Efebentik Pada Lamun Enhalus
acoroides (L.F) Royle Dalam Kaitannya Dengan Parameter Fisika Kimia Di
Ekosistem Lamun Pulau Pari,Kepulauan Seribu .Jakarta.[Skripsi]. Institut
Pertanian Bogor.
Pramudiyanto B., 2014. Pengendalian dan Kerusakan di Wilayah Pesisir .
Journal. Lingkar Widiyaswara. (4): 21-40.
Sari, D.M. 2016., Perifiton Efitik Bioindikator Perairan Perairan Padang Lamun
(Enhalus acoroides)Di Desa Pengudang Kabupaten Bintan.[Skripsi] Universitas Maritim Raja Ali Haji
Shafaii El,A. 2011., Field Gide to Seagress of The Red Sea.IUCN and
Courevoie. Total Fondation.France.56 Hal.
Supriadi, Kaswadji, R. F. Bengen, D. G., dan Hutomo, M., 2012. Produktivitas
Komunitas Lamun di Pulau Barranglompo Makassar. Journal Akuatika. 3(2) :
159-168.
Tuwo A., 2011. Pengelolaan Ekowisata Pesisir dan Laut. Brilian Internasional.
Surabaya.412 Hal.
Wibowo, A., Umroh, dan Rosalina, D., 2014. Keanekaragaman Perifiton Pada
Daun Lamun Di Pantai Tukak Kabupaten Bangka Selatan. Akuatik-Jurnal
Sumberdaya Perairan. 8 (2) : 7–16.
Zulkifli., 2000. Sebaran Spasial Komunitas Perifiton dan Asosiasinya Dengan
Lamun di Perairan Teluk Pandan Lampung Selatan.[Tesis]. Institut Pertanian
Bogor.
LAMPIRAN
50
Lampiran 1. Titik koordinat Perairan Sekatap, Tanjungpinang
X Coord Y Coord Type
104.4576 0.8598 Random
104.4573 0.8589 Random
104.4569 0.8603 Random
104.4573 0.8586 Random
104.4571 0.8576 Random
104.4566 0.859 Random
104.457 0.8595 Random
104.453 0.8567 Random
104.4554 0.8605 Random
104.4537 0.8647 Random
104.455 0.8622 Random
104.4519 0.866 Random
104.4521 0.8651 Random
104.4546 0.8588 Random
104.4552 0.8593 Random
104.4531 0.8657 Random
104.4523 0.8572 Random
104.4547 0.861 Random
104.4541 0.8585 Random
104.4514 0.8564 Random
104.4557 0.8627 Random
104.4545 0.8633 Random
104.4515 0.8569 Random
104.4549 0.8599 Random
104.4542 0.8574 Random
104.4523 0.8663 Random
104.4541 0.8641 Random
104.4553 0.8616 Random
104.4513 0.8654 Random
104.4571 0.8546 Random
51
Lampiran 2.Kelimpahan perifiton pada jenis lamun Enhallus accoroides (sel/cm2
)
no perifiton T1 T2 T3 T4 T5 T6 T7 T8 T9 T10 T11 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20 T21 T22 T23 T24 T25 T26 T27 T28 T29 T30 rata-rata
1 Asterionella sp 449.82 499.8 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 133.28 0 0 0 0 0 0 0 0 0 99.96 39
2 Biddulphia sp 524.79 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 133.28 882.98 51
3 Ceratium sp 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 399.84 0 0 0 133.28 2582.3 0 0 99.96 0 0 107
4 Climacosphenia sp 399.84 1499.4 0 0 516.46 666.4 0 0 1057.9 0 0 0 0 0 716.38 0 0 0 0 166.6 0 0 0 0 0 0 191.59 0 0 0 174
5 Euchampia sp 999.6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 558.11 0 0 0 0 0 0 0 52
6 Fragillaria sp 0 0 0 0 0 499.8 0 0 0 649.74 0 224.91 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 224.91 0 53
7 Navicula sp 1232.8 1149.5 1299.5 799.68 1182.9 2115.8 3831.8 4265 699.72 3173.7 5497.8 1499.4 5431.2 1666 1749.3 2998.8 3998.4 1749.3 3665.2 4331.6 2332.4 1374.5 0 2107.5 2007.5 3506.9 1557.7 2665.6 2698.9 1541.1 2404
8 Nitzchia sp 0 449.82 0 0 0 0 49.98 0 116.62 0 0 0 0 0 0 558.11 0 0 0 0 0 0 0 0 133.28 0 0 0 0 0 44
9 Pleurosigma sp 658.07 0 549.78 383.18 0 0 99.96 0 0 0 0 0 149.94 0 549.78 0 0 0 0 0 0 224.91 0 0 0 0 0 0 0 0 87
10 Rhizosolenia sp 0 0 0 0 0 0 0 0 191.59 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 999.6 0 0 0 40
11 Streptotheca sp 0 0 0 0 0 0 116.62 149.94 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1032.9 0 0 449.82 0 0 0 0 0 0 99.96 0 516.46 79
12 Striatella sp 0 399.84 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 133.28 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 18
13 Thlassionema sp 0 1032.9 0 0 474.81 0 0 0 949.62 524.79 333.2 0 0 0 0 0 0 0 0 116.62 0 0 133.28 499.8 0 133.28 466.48 0 0 0 155
Jumlah 4265 5031 1849 1183 2174 3282 4098 4415 3015 4348 5831 1724 5581 1799 3015 3557 3998 2782 3665 5148 2782 1599 691 2741 4723 3640 3215 2866 3057 3040 3304
52
Lampiran 3. Kelimpahan perifiton pada jenis lamun Thalassia hemprichii (sel/cm2
)
no perifiton T1 T2 T3 T5 T6 T7 T12 T13 T14 T15 T16 T17 T18 T19 T20 T21 T22 T24 T25 T26 T28 T29 rata-rata
1 Asterionella sp 874.65 0 0 1016.26 0 0 0 0 374.85 466.48 0 249.9 0 0 0 0 0 0 133.28 0 0 224.91 152
2 Biddulphia sp 233.24 0 0 0 0 216.58 0 0 0 0 116.62 0 0 283.22 0 0 0 0 0 0 0 0 39
3 Ceratium sp 466.48 133.28 0 0 0 0 0 0 0 0 374.85 0 0 0 0 0 0 0 49.98 0 0 0 47
4 Climacosphenia sp 99.96 0 116.62 0 0 199.92 1207.85 0 1132.88 0 0 0 0 0 0 1915.9 0 0 0 0 0 1299.48 271
5 Euchampia sp 0 0 0 0 0 1024.59 0 99.96 0 0 99.96 199.92 708.05 599.76 0 416.5 374.85 0 0 0 0 0 160
6 Fragillaria sp 0 249.9 0 241.57 1499.4 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 90
7 Navicula sp 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 266.56 0 0 0 0 0 0 1066.24 0 61
8 Nitzchia sp 3831.8 1940.89 3506.93 0 1599.36 1999.2 2357.39 2832.2 3223.71 1207.85 1057.91 2832.2 1649.34 0 2149.14 0 2532.32 1924.23 1999.2 1507.73 1982.54 2715.58 1948
9 Pleurosigma sp 266.56 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 333.2 0 0 383.18 249.9 424.83 0 541.45 0 0 100
10 Rhizosolenia sp 0 0 0 999.6 0 0 1549.38 0 0 374.85 0 0 0 0 0 0 391.51 0 358.19 0 1041.25 0 214
11 Streptotheca sp 0 0 0 0 0 0 0 0 0 283.22 233.24 0 191.59 441.49 0 0 0 249.9 0 166.6 0 0 71
12 Striatella sp 0 0 216.58 0 0 366.52 0 266.56 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 249.9 0 50
13 Thlassionema sp 0 0 0 349.86 0 0 0 0 0 0 0 99.96 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20
Jumlah 192.423 77.469 128.0043 86.90967 103.292 126.8937 170.4873 106.624 157.7147 77.74667 62.75267 112.7327 96.07267 53.03433 71.638 90.51933 118.286 86.632 84.68833 73.85933 144.6643 141.3323 3223
53
Lampiran 4.Kelimpahan perifiton pada jenis lamun Cymodocea serullata (sel/cm2
)
No Perifiton T12 T13 T19 rata-rata
1 Asterionella sp. 0 0 0 0
2 Biddulphia sp. 0 0 0 0
3 Ceratium sp. 0 0 0 0
4 Climacosphenia sp. 0 0 0 0
5 Euchampia sp. 0 0 0 0
6 Fragillaria sp. 0 0 0 0
7 Navicula sp. 0 0 0 0
8 Nitzchia sp. 0 258.23 0 86
9 Pleurosigma sp. 0 0 0 0
10 Rhizosolenia sp. 341.53 441.49 241.57 342
11 Streptotheca sp. 0 0 0 0
12 Striatella sp. 0 0 0 0
13 Thlassionema sp. 0 0 0 0
Jumlah 342 700 242 428h
54
Lampiran 5. Sebaran Perifiton
Enhalus acoroides
No. Jenis Id-morisita Sebaran
1 Asterionella sp. 1.56 Mengelompok
2 Biddulphia sp. 1.20 Mengelompok
3 Ceratium sp. 0.57 Seragam
4 Climacosphenia sp. 0.35 Seragam
5 Euchampia sp. 1.18 Mengelompok
6 Fragillaria sp. 1.15 Mengelompok
7 Navicula sp. 0.03 Seragam
8 Nitzchia sp. 1.41 Mengelompok
9 Pleurosigma sp. 0.70 Seragam
10 Rhizosolenia sp. 1.55 Mengelompok
11 Streptotheca sp. 0.78 Seragam
12 Striatella sp. 3.49 Mengelompok
13 Thlassionema sp. 0.39 Mengelompok
Thalassia hemprichii
No. Jenis Id-morisita Sebaran
1 Asterionella sp. 6.09 Mengelompok
2 Biddulphia sp. 7.89 Mengelompok
3 Ceratium sp. 10.66 Mengelompok
4 Climacosphenia sp. 6.83 Mengelompok
5 Euchampia sp. 5.46 Mengelompok
6 Fragillaria sp. 17.88 Mengelompok
7 Navicula sp. 20.34 Mengelompok
8 Nitzchia sp. 1.74 Mengelompok
9 Pleurosigma sp. 5.27 Mengelompok
10 Rhizosolenia sp. 6.58 Mengelompok
11 Streptotheca sp. 5.45 Mengelompok
12 Striatella sp. 7.64 Mengelompok
13 Thlassionema sp. 19.43 Mengelompok
Cymodocea serullata
No. Jenis Id-morisita Sebaran
1 Nitzchia sp. 3.00 Mengelompok
2 Rhizosolenia sp. 1.04 Mengelompok
55
Lampiran 6. Kerapatan Lamun ( Tegakan /m2
)
Titik E. accoroides T. hemprichii
H.
uninervis
C.
serullata
H.
ovalis
Kerapatan
Total
T1 45 37 0 0 0 82
T2 30 68 0 0 0 98
T3 18 5 0 0 0 23
T4 33 0 0 0 0 33
T5 22 12 0 0 0 34
T6 15 88 0 0 0 103
T7 14 40 0 0 0 54
T8 18 0 0 0 0 18
T9 36 0 0 0 0 36
T10 69 0 0 0 0 69
T11 87 0 0 0 0 87
T12 36 20 0 36 0 92
T13 32 7 0 78 0 117
T14 16 32 64 0 0 112
T15 22 18 0 0 91 131
T16 12 76 0 0 0 88
T17 23 56 0 0 0 79
T18 30 24 0 0 0 54
T19 18 28 12 24 0 82
T20 16 16 0 0 0 32
T21 18 33 0 0 0 51
T22 16 20 0 0 69 105
T23 17 50 0 0 0 67
T24 12 63 0 0 0 75
T25 16 18 0 0 0 34
T26 14 20 0 0 0 34
T27 22 0 0 0 0 22
T28 11 38 0 0 0 49
T29 36 7 0 0 0 43
T30 34 0 0 0 0 34
56
Lampiran 7. Kualitas Air
Titik Suhu
(0C)
Arus
(cm/dtk)
Do
(mg/L) Kekeruhan
Salintas
(0/00)
pH Nitrat
(mg/L)
Phospat
(mg/L)
T1 27.3 0.0667 6.8 22.34 29 7.94 0.4 0.45
T2 27.3 0.0833 6.8 14.28 28 7.93 0.36 0.23
T3 28.1 0.0714 6.8 36.7 28 7.96 0.37 0.15
T4 27.1 0.0833 7.2 19.43 29 7.97 0.36 0.12
T5 27.1 0.0833 6.7 14.71 29 7.95 0.48 < 0.02
T6 27.7 0.0667 7.01 12.52 28 7.85 0.44 < 0.02
T7 27 0.0769 6.9 19.52 28 7.86 0.45 0.1
T8 27.3 0.0667 6.9 27.78 27 7.93 0.38 < 0.02
T9 27.1 0.0588 6.9 60 28 7.91 0.47 0.13
T10 26.5 0.0625 6.8 10.01 29 7.81 0.43 0.12
T11 26.7 0.0625 6.9 10.91 29 7.86 0.37 0.03
T12 27.3 0.0769 6.8 34.99 29 7.97 0.38 < 0.02
T13 27.2 0.0556 6.9 1.45 28 7.98 0.44 < 0.02
T14 26.9 0.0588 6.93 5.03 28 7.89 0.48 0.14
T15 26.8 0.0476 7.1 5.3 29 7.59 0.48 0.28
T16 27.2 0.0500 6.9 12.54 28 7.88 1.01 < 0.02
T17 27.1 0.0476 7.1 62 29 7.65 0.89 0.14
T18 27.7 0.0714 7.4 15.6 28 7.72 0.62 < 0.02
T19 27.1 0.0667 7.2 18 28 7.85 0.52 < 0.02
T20 27.7 0.0435 6.9 12.6 29 7.83 0.58 < 0.02
T21 27.3 0.0500 6.8 47.92 29 7.72 0.4 < 0.02
T22 27.2 0.0435 6.8 43.6 28 7.97 0.39 0.06
T23 28.1 0.0476 7.3 16.71 29 7.99 0.33 0.08
T24 27.9 0.0476 6.8 11.1 29 7.98 0.52 0.03
T25 28.3 0.0435 6.9 12.33 28 7.89 0.38 0.06
T26 28 0.0435 6.8 17.13 29 7.92 0.38 < 0.02
T27 28.1 0.0526 6.7 11.48 28 7.92 0.56 < 0.02
T28 27.8 0.0476 6.8 19.8 28 7.87 0.56 0.11
T29 27.9 0.0556 6.8 11.1 29 7.96 0.55 0.12
T30 27.8 0.0526 6.9 26.6 30 7.99 0.35 0.13
57
Lampiran 8. Hasil Laboratorium BTKL BatamUji Nitrat dan Posfat
58
Lanjutan Lampiran 8
59
Lampiran 9. Baku mutu untuk Biota Laut Menurut Kepmen LH NO.51 Tahun
2004
60
Lanjutan Lampiran 9
61
Lampiran 10. Identifikasi Jenis perifiton
Asterionella sp.
Biddulphia sp.
Ceratium sp.
Climacosphenia sp.
Fragillaria sp.
62
Navicula sp.
Nitzchia sp.
Pleurosigma sp.
Rhizosolenia sp.
Streptotheca sp.
63
Striatella sp.
Thlassionema sp.
64
Lampiran 11. Alat dan Bahan yang digunakan
Botol Sampel Perifiton Transek kuadran 1x1 m2
Gunting,Pengaris dan botol semprot
aquades
Multitester
Handrafractometer NTU
65
Microskop Lugol
Spektrofotometer Botol sampel nitrat dan phospat
66
Lampiran 12.Dokumentasi Kegiatan Penelitian
Pengerikan Daun Lamun Pengecekan Kualitas air
Pengamatan Perifiton