KARAKTERISTIK AKSI DEMONSTRASI YANG DILAKUKAN OLEH … · 2011. 4. 5. · (Hasan Al Banna) Dengan...

133
KARAKTERISTIK AKSI DEMONSTRASI YANG DILAKUKAN OLEH AKTIVIS ORGANISASI KEMAHASISWAAN INTRA DAN EKSTRA KAMPUS UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG SKRIPSI Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan pada Universitas Negeri Semarang Oleh Tur Santoso NIM 3401404009 FAKULTAS ILMU SOSIAL JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN 2009

Transcript of KARAKTERISTIK AKSI DEMONSTRASI YANG DILAKUKAN OLEH … · 2011. 4. 5. · (Hasan Al Banna) Dengan...

  • KARAKTERISTIK AKSI DEMONSTRASI

    YANG DILAKUKAN OLEH AKTIVIS ORGANISASI

    KEMAHASISWAAN INTRA DAN EKSTRA KAMPUS

    UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

    SKRIPSI

    Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

    Pancasila dan Kewarganegaraan pada

    Universitas Negeri Semarang

    Oleh

    Tur Santoso

    NIM 3401404009

    FAKULTAS ILMU SOSIAL

    JURUSAN HUKUM DAN KEWARGANEGARAAN

    2009

  • PERSETUJUAN PEMBIMBING

    Skripsi ini telah disetujui oleh Pembimbing untuk diajukan ke sidang Panitia

    Ujian Skripsi pada:

    Hari :

    Tanggal :

    Dosen Pembimbing I

    Drs. Setiajid, M.Si NIP 19600623 198901 1 001

    Dosen Pembimbing II

    Moh. Aris Munandar, S.Sos., MM NIP 1972724 200003 1 001

    Mengetahui, Ketua Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan

    Drs. Slamet Sumarto, M.Pd NIP 19610127 198601 1 001

    ii

  • PENGESAHAN KELULUSAN

    Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Panitia Penguji Skripsi Fakultas

    Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang pada:

    Hari :

    Tanggal :

    Penguji Skripsi

    Drs. Sunarto, M.Si NIP 19630612 198601 1 002

    Anggota I

    Drs. Setiajid, M.Si NIP 19600623 198901 1 001

    Anggota II

    Moh. Aris Munandar, S.Sos., MM. NIP 1972724 200003 1 001

    Mengetahui, Dekan Fakultas Ilmu Sosial

    Drs. Subagyo, M.Pd NIP 19510808 198003 1 003

    iii

  • PERNYATAAN

    Saya menyatakan bahwa yang tertulis di dalam skripsi ini benar-benar hasil

    karya saya sendiri, bukan jiplakan dari karya tulis orang lain, baik sebagian atau

    seluruhnya. Pendapat atau temuan orang lain dalam skripsi ini dikutip atau dirujuk

    berdasarkan kode etik ilmiah.

    Semarang, 25 Agustus 2009

    Tur Santoso NIM 3401404009

    iv

  • MOTTO DAN PERSEMBAHAN

    “Seonggok kemanusiaan sedang terkapar, siapakah yang bertanggungjawab terhadapnya? bila semua pihak menghindar, biarlah Aku yang menanggungnya,

    seluruhnya atau sebagian.” (Rahmat Abdullah)

    “Sesungguhnya seorang muslim belum sempurna ke-Islamannya kecuali jika ia

    menjadi politikus, mempunyai pandangan jauh ke depan dan memberikan perhatian penuh kepada persoalan bangsanya. Ke-Islaman seseorang menuntutnya

    untuk memberikan perhatian kepada persoalan-persoalan bangsa.” (Hasan Al Banna)

    Dengan mengucap syukur dengan segala tuntunan-Nya dan sholawat kepada Muhammad SAW Skripsi ini saya persembahkan kepada:

    Orang Tuaku, “Alm. Bapak Suharto Slamet dan Mamak Sodiyah”

    Semoga Allah menyayangi kalian melebihi kasih sayang kalian kepadaku Do’akan Aku agar menjadi anak yang sholih,

    Saudara-saudaraku “Kang Gito, Yu Tarmuti, Kang Birin, Yu Uti”

    Semoga menjadi kelurga yang sakinah,

    Sang Murobbi; Abah Supriyadi, Abah Untung, Abah Idris, Abah Maryanto, Abah Eko dan Abah Solikin

    Syukron Jazakumullah atas Tarbiyahnya,

    Ikhwah Fillah dan para Aktivis Mahasiswa Kobarkan semangat, tegakkan keadilan, bangun Indonesia penuh berkah,

    “My Nightingale”

    Semoga rekanan ini terus terukir indah.

    v

  • PRAKATA

    Puji syukur kehadirat Allah SWT atas nikmat dapat diselesaikannya

    penulisan skripsi yang berjudul “Karakteristik Aksi Demonstrasi Yang Dilakukan

    Oleh Aktivis Organisasi Kemahasiswaan Intra dan Ekstra Kampus Universitas

    Negeri Semarang” dengan lancar. Skripsi ini merupakan syarat akademis dalam

    menyelesaikan pendidikan S1 di Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan Fakultas

    Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. Melalui skripsi ini penulis banyak

    belajar tentang aktivitas partisipasi politik mahasiswa serta bagaimana kepedulian

    para aktivis mahasiswa terutama para aktivis mahasiswa Unnes terhadap

    persoalan yang ada di masyarakat untuk berjuang membantu mencari solusi dan

    perbaikan terhadap kondisi yang tidak diharapkan oleh masyarakat secara umum.

    Dalam kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terimakasih

    yang tulus kepada semua pihak yang membantu langsung maupun tidak langsung

    dalam penyelesaian skripsi ini, antara lain penulis sampaikan kepada:

    1. Prof. Dr. H. Sudijono Sastroatmodjo, M. Si., Rektor Universitas Negeri

    Semarang.

    2. Drs. Subagyo, M. Pd., Dekan Fakultas Ilmu Sosial.

    3. Drs. Slamet Sumarto, M. Pd., Ketua Jurusan Hukum dan Kewarganegaraan.

    4. Drs. Setiajid, M. Si, Dosen Pembimbing I yang telah dengan sabar dan tekun

    membimbing dan memberikan ilmu dan nasihat kepada penulis.

    vi

  • 5. Moh. Aris Munandar, S. Sos., MM., Dosen Pembimbing II yang telah

    memberikan bimbingan serta berbagi pelajaran berharga dan pengalamannya

    saat menjadi aktivis mahasiswa.

    6. Drs. Sunarto, M.Si., Dosen Penguji Utama Skripsi ini yang telah menguji

    dengan teliti dan sabar serta memberikan banyak masukan kepada penulis.

    7. Para pimpinan Organisasi Kemahasiswaan di lingkungan Unnes yang telah

    banyak membantu pengumpulan data peneltian dalam penulisan skripsi ini.

    8. Rekan seperjuangan kampus, Agus, Gery, Tony, Eko, Miftah, Andi, Wargo,

    Evy, Eti, Sumbini, Ismun, Elyna, Tiara, Purwa, Ani, dan ikhwah sekalian

    Jazakumullah atas hikmah yang kalian ajarkan.

    9. Semua pihak yang telah banyak membantu penulis dalam penyusunan skripsi

    ini yang tidak dapat penulis sebut satu per satu.

    Akhirnya besar harapan bahwa penelitian ini dapat memberikan kontribusi

    positif di dalam dunia pendidikan lebih khusus pendidikan politik mahasiswa.

    Semarang, Agustus 2009

    Penyusun

    vii

  • SARI

    Santoso, Tur. 2009. Karakteristik Aksi Demonstrasi Yang Dilakukan Oleh Aktivis Organisasi Kemahasiswaan Intra dan Ekstra Kampus Universitas Negeri Semarang. Sarjana Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Universitas Negeri Semarang. Drs. Setiajid, M.Si. dan Moh. Aris Munandar, S.Sos.,MM. 85h. Kata Kunci: Karakteristik, Aktivis Mahasiswa, Aksi Demonstrasi

    Aksi demonstrasi menjadi sarana yang paling sering digunakan para aktivis mahasiswa pada perannya dalam partisipasi politik. Para mahasiswa yang terlibat aktif dalam aksi demonstrasi memiliki ciri-ciri antara lain; 1) aktif dalam organisasi kemahasiswaan atau kepemudaan; 2) mempunyai keberanian menyampaikan pendapat; 3) cukup mempunyai pengetahuan, sikap, nilai-nilai, pengalaman dan kepribadian untuk berpendapat; dan 4) mempunyai empati terhadap persoalan yang berkembang.

    Hampir setiap isu yang berkembang bisa menjadi bahan isu untuk melakukan aksi demonstrasi. Namun kecenderungan tidak ada kerjasama, koordinasi dan koalisi dalam mengusung sebuah isu bersama dalam aksi demonstrasi terutama terlihat perbedaan antara aktivis organisasi kemahasiswaan intra kampus dengan aktivis organisasi kemahasiswaan ekstra kampus. Sehingga yang terjadi adalah mereka seakan-akan menjadi terkotak-kotak dan mengurusi kepentingannya masing-masing.

    Permasalahan yang dikaji dalam penelitian ini adalah: Bagaimanakah karakteristik aksi demonstrasi aktivis Ormawa intra dan ekstra kampus Unnes? Dengan penekanan yang lebih khusus pada fokus perhatian para aktivis terhadap isu yang diusung melalui aksi demonstrasi dan tingkat partisipasi keikutsertaannya dalam aksi demonstrasi. Penelitian ini bertujuan: untuk mengetahui karakteristik aksi demonstrasi aktivis Ormawa intra dan ekstra kampus Unnes, dengan penekanan yang lebih khusus pada fokus perhatian para aktivis terhadap isu yang diusung melalui aksi demonstrasi dan tingkat partisipasi keikutsertaannya dalam aksi demonstrasi.

    Populasi penelitian ini adalah aktivis mahasiswa Unnes pada tahun 2009 yang berjumlah 545. Pengambilan sampel yang berjumlah 136 aktivis mahasiswa dilakukan dengan Stratifield Proportional Random Sampling dan Area Probability Sample. Fokus penelitian ini adalah karakteristik aksi demonstrasi aktivis Ormawa intra dan ekstra kampus Unnes, dengan penekanan yang lebih khusus pada fokus perhatian para aktivis terhadap isu yang diusung melalui aksi demonstrasi dan tingkat partisipasi keikutsertaannya dalam aksi demonstrasi. Alat pengumpul data yang digunakan adalah angket, wawancara dan dokumentasi dengan analisis kuantitatif dan kualitatif deskriptif.

    Hasil penelitian menunjukkan bahwa karakteristik aksi demonstrasi yang dilakukan oleh aktivis mahasiswa adalah (1) tidak ada fokus perhatian suatu isu dalam aksi demonstrasi, namun pada urutan isu fokus perhatian, pada aktivis Ormawa intra kampus menempatkan isu lokal internal perguruan tinggi pada

    viii

  • urutan kedua setelah isu nasional politis kemudian diikuti isu-isu yang lainnya, sedangkan pada aktivis Ormawa ekstra kampus menempatkan isu lokal internal perguruan tinggi pada urutan terakhir setelah isu-isu yang lainnya. (2) tingkat partisipasi keikutsertaan dalam aksi demonstrasi aktivis Ormawa intra kampus dengan kriteria “Rendah” lebih rendah dibanding aktivis Ormawa ekstra kampus dengan kriteria “Sedang”.

    Saran bagi mahasiswa pada umumnya bahwa hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi mahasiswa yang ingin terjun dalam dunia aktivis mahasiswa serta memberikan gambaran tentang salah satu bentuk partisipasi politik mahasiswa. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan pemahaman kepada masyarakat bahwa aktivis mahasiswa memiliki kepedulian terhadap kondisi masyarakat di sekitarnya, sehingga membutuhkan bantuan dan dukungan yang positif dari berbagai pihak.

    ix

  • DAFTAR ISI

    HALAMAN JUDUL ................................................................................... i

    LEMBAR PERSETUJUAN ....................................................................... ii

    LEMBAR PENGESAHAN KELULUSAN ................................................ iii

    LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................ iv

    MOTTO DAN PERSEMBAHAN .............................................................. v

    PRAKATA .................................................................................................. vi

    SARI ............................................................................................................ viii

    DAFTAR ISI ............................................................................................... x

    DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiii

    DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xiv

    DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xv

    BAB I PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang Masalah............................................................ 1

    1.2. Rumusan Masalah ..................................................................... 5

    1.3. Tujuan Penelitian ...................................................................... 5

    1.4. Manfaat Penelitian .................................................................... 6

    1.5. Penegasan Istilah ...................................................................... 6

    1.6. Sistematika Skripsi ................................................................... 7

    BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

    2.1. Landasan Teori ......................................................................... 8

    2.1.1. Sejarah Singkat Gerakan Mahasiswa ............................... 8

    x

  • 2.1.2. Aktivis Mahasiswa ......................................................... 19

    2.1.3. Kebebasan Mengeluarkan Pendapat ................................ 24

    2.1.4. Aksi Demonstrasi sebagai Bentuk Partisipasi Politik ....... 28

    2.1.5. Faktor-Faktor Pendorong Partisipasi Politik .................... 35

    2.2. Kerangka Berfikir ..................................................................... 38

    BAB III METODE PENELITIAN

    3.1. Metode Pendekatan ................................................................... 41

    3.2. Metode Penentuan Objek .......................................................... 41

    3.3. Fokus Penelitian ....................................................................... 45

    3.4. Metode Pengumpulan Data ....................................................... 45

    3.5. Analisis Instrumen Penelitian .................................................... 49

    3.6. Teknik Analisis Data ................................................................ 53

    3.7. Prosedur Penelitian ................................................................... 54

    BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

    4.1. Hasil Penelitian ......................................................................... 55

    4.1.1. Gambaran Umum Aktivis Mahasiswa Unnes ................. 55

    4.1.2. Isu dan Aksi Demonstrasi dalam Pandangan Aktivis

    Mahasiswa ..................................................................... 58

    4.1.3. Fokus Perhatian Aktivis Mahasiswa Unnes terhadap

    Isu-Isu Aksi Demonstrasi ............................................... 64

    4.1.4. Tingkat Partisipasi Keikutsertaan Aktivis Mahasiswa

    Unnes dalam Aksi Demonstrasi ..................................... 68

    4.2. Pembahasan .............................................................................. 72

    xi

  • 4.2.1. Fokus Perhatian Aktivis Mahasiswa Unnes .................... 72

    4.2.2. Aktivis Mahasiswa Unnes dalam Aksi Demonstrasi ....... 77

    BAB V PENUTUP

    5.1. Simpulan .................................................................................. 82

    5.2. Saran ........................................................................................ 83

    DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 84

    xii

  • DAFTAR TABEL

    1. Tabel 2.1. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik ............................................ 32

    2. Tabel 3.1. Daftar Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan Kampus

    Unnes Tahun 2009 .................................................................. 42

    3. Tabel 3.2. Sampel Penelitian Aktivis Mahasiswa Unnes .......................... 44

    4. Tabel 4.1. Fokus Perhatian Aktivis Mahasiswa Ormawa Intra Kampus .... 66

    5. Tabel 4.2. Fokus Perhatian Aktivis Mahasiswa Ormawa Ekstra Kampus . 66

    6. Tabel 4.3. Frekuensi Keikutsertaan Aktivis Ormawa Intra Kampus

    dalam Aksi Demonstrasi ......................................................... 69

    7. Tabel 4.3. Frekuensi Keikutsertaan Aktivis Ormawa Ekstra Kampus

    dalam Aksi Demonstrasi ......................................................... 70

    xiii

  • DAFTAR GAMBAR

    1. Gambar 2.1. Hierarkhi Partisipasi Politik ................................................. 32

    2. Gambar 2.2. Skema Kerangka Berfikir Penelitian .................................... 40

    3. Gambar 3.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Wawancara .................. 47

    4. Gambar 4.1. Sebaran Responden Berdasarkan Jenis Kelamin .................. 56

    5. Gambar 4.2. Sebaran Responden Berdasarkan Pekerjaan Ayah ................ 57

    xiv

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Lampiran 1 Surat-Surat Penelitian.

    Lampiran 2 Instrumen Penelitian (Kuesioner dan Pedoman Wawancara).

    Lampiran 3 Perhitungan Validitas Item Soal Instrumen.

    Lampiran 4 Perhitungan Reliabilitas Instrumen.

    Lampiran 5 Daftar Responden Penelitian.

    Lampiran 6 Daftar Aksi Demonstrasi yang pernah dilakukan oleh Aktivis

    Mahasiswa Unnes.

    Lampiran 7 Klipping Aksi Demonstrasi Aktivis Mahasiswa dalam Media

    Massa.

    xv

  • Lampiran 1

    Surat-Surat Penelitian

  • Lampiran 2

    Instrumen Penelitian

    (Kisi-Kisi Kuesioner, Kuesioner dan

    Pedoman Wawancara)

  • Lampiran 3

    Perhitungan Validitas

    Item Soal Instrumen

  • Lampiran 4

    Perhitungan Reliabilitas Instrumen

  • Lampiran 5

    Daftar Responden Penelitian

  • Lampiran 6

    Daftar Aksi Demonstrasi yang Pernah

    Dilakukan oleh Aktivis Mahasiswa Unnes

  • Lampiran 7

    Klipping Aksi Demonstrasi Mahasiswa

    dalam Media Massa

  • BAB I

    PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Kaum muda, baik mahasiswa maupun bukan, dalam sejarah kehidupan

    politik bangsa Indonesia memiliki tempat tersendiri sebagai salah satu

    komponen strategis yang senantiasa tampil di depan. Sejak masa reformasi

    bergulir, peran kaum muda begitu menentukan seiring dengan geliat

    demokrasi yang semakin bergerak cepat bahkan meninggalkan kesiapan

    masyarakat dalam menyambutnya.

    Mahasiswa adalah aset bangsa, agenda yang mereka perjuangkan

    sangat populis dan realistis. Mahasiswalah yang bisa membangkitkan

    semangat perlawanan rakyat terhadap rezim tiran. Mahasiswalah yang bisa

    mengawal reformasi hingga ke titik tujuan. Rakyat menaruh harapan atas

    kekuatan intelektual dan kekuatan aksi yang mahasiswa miliki.

    Amien Rais (1997:100) dalam bukunya Suksesi dan Keajaiban

    Kekuasaan, mengomentari para pemuda sebagai berikut;

    ” Pesan itu adalah bahwa mereka ingin melihat perubahan dan penyegaran kehidupan bangsa. Mereka anak muda bangsa itu, ingin mengatakan bahwa mereka menolak kemapanan atau status-quo yang mereka nilai sudah karatan di sana sini. Ada karat korupsi-kolusi, ada karat pelecehan penegakan hukum, ada karat kesenjangan sosial yang makin tajam, dan sejumlah karat lain yang bagi mereka sudah cukup membuat pengap kehidupan.”

    Dengan kekuatan intelektual di atas rata-rata masyarakat awam,

    mahasiswa memiliki kemudahan untuk mengakses berbagai informasi

    1

  • 2

    wacana dan peristiwa dalam lingkup lokal hingga internasional. Begitu juga

    dengan kemudahan akses literatur ilmiah dan gerakan-gerakan pemikiran,

    yang pada tujuan akhirnya akan menentukan ideologi atau sistem hidup yang

    akan dijalaninya. Buku-buku yang ia baca, informasi yang ia terima, tokoh-

    tokoh yang ia ajak bicara, adalah beberapa faktor utama yang kelak sangat

    berpengaruh terhadap idealisme hidupnya.

    Selain kekuatan intelektual yang identik dengan aktivitas ilmiah,

    mahasiswa juga memiliki kewajiban untuk menguatkan potensi kepekaan

    sosial politiknya.

    Disebut kepekaan sosial karena mahasiswa pada dasarnya adalah

    bagian dari rakyat. Apapun yang terjadi pada rakyat maka mahasiswa akan

    turut juga merasakannya. Kenaikan harga BBM, harga bahan pokok, listrik,

    dan air misalnya akan memberi ekses terhadap aktivitas kuliah.

    Disebut kepekaan politik, karena gejolak sosial yang terjadi umumnya selalu

    merupakan hasil efek samping dari aktivitas politik, semisal disahkannya

    suatu Undang-Undang. Undang-Undang Ketenagakerjaan misalnya akan

    mempengaruhi kesejahteraan dan taraf hidup para buruh.

    Setelah cerdas secara profesi keilmuan dan cerdas sosial politik, maka

    sebagai gerakan ekstraparlementer, mahasiswa memiliki kewajiban moral

    untuk mengimplementasikan pengetahuannya itu dalam bentuk pengabdian

    kepada masyarakat. Atau dengan kata lain menyuarakan kepentingan

    kebenaran dan rakyat.

  • 3

    Berbagai metode dapat dilakukan. Dari bentuk pendampingan,

    advokasi, public hearing, audiensi dengan pemerintah dan legislatif, hingga

    aksi demonstrasi. Demonstrasi adalah alternatif metode dalam menyuarakan

    pendapat, khususnya jika dilaksanakan pada rezim yang anti demokratis dan

    tiran.

    Aksi demonstrasi menjadi sarana yang paling sering digunakan pada

    masa sekarang ini. Namun dengan maraknya aksi demonstrasi yang hampir

    setiap hari dapat kita jumpai membuat masyarakat seakan mulai jenuh

    karena tidak melihat hasil riil dari aksi tersebut. Hingga terkadang

    bermunculan stigma negatif dari masyarakat yang menilai aksi demonstrasi

    percuma dilakukan, bahkan dinilai aksi demonstrasi hanya untuk

    kepentingan politik praktis hingga aksi demonstrasi bayaran pun kerap

    dilontarkan masyarakat.

    Berdasarkan hasil penelitian oleh Martien Herna Susanti dan AT

    Sugeng Priyanto (2006: 24) menyimpulkan bahwa para mahasiswa yang

    terlibat aktif dalam aksi demonstrasi memiliki ciri-ciri antara lain; 1) aktif

    dalam organisasi kemahasiswaan atau kepemudaan; 2) mempunyai

    keberanian menyampaikan pendapat; 3) cukup mempunyai pengetahuan,

    sikap, nilai-nilai, pengalaman dan kepribadian untuk berpendapat; dan 4)

    mempunyai empati terhadap persoalan yang berkembang.

    Mahasiswa yang aktif dalam organisasi kemahasiswaan atau

    kepemudaan baik organisasi kemahasiswaan intra kampus maupun

    organisasi kemahasiswaan ekstra kampus cenderung memiliki keberanian

  • 4

    yang lebih dalam menyampaikan pendapat, begitu pula lebih mempunyai

    pengetahuan, sikap, nilai-nilai, pengalaman dan kepribadian untuk

    berpendapat, disamping itu lebih memiliki empati terhadap persoalan yang

    muncul di masyarakat serta tergerak untuk bertindak dibanding mahasiswa

    pada umumnya.

    Aksi demonstrasi kerap kali dilakukan oleh para aktivis mahasiswa.

    Hampir setiap issu yang berkembang bisa menjadi bahan issu untuk

    melakukan aksi demonstrasi. Namun apakah di antara aksi demonstrasi yang

    dilakukan oleh para aktivis memiliki karakteristik yang sama? Apalagi

    terjadi kecenderungan tidak ada kerjasama, koordinasi maupun koalisi

    dalam mengusung sebuah issu bersama dalam aksi demonstrasi terutama

    terlihat perbedaan antara aktivis mahasiswa organisasi kemahasiswaan intra

    kampus dengan aktivis mahasiswa organisasi kemahasiswaan ekstra

    kampus. Sehingga yang terjadi adalah mereka seakan-akan menjadi

    terkotak-kotak dan mengurusi kepentingannya masing-masing.

    Dalam kesempatan ini penulis akan berusaha mengungkapkan

    bagaimana karakteristik aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para aktivis

    mahasiswa, yaitu mahasiswa Universitas Negeri Semarang yang aktif di

    organisasi kemahasiswaan intra kampus Unnes dan mahasiswa yang aktif di

    organisasi kemahasiswaan ekstra kampus di lingkungan kampus Unnes.

  • 5

    1.2. Rumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka permasalahan yang

    akan dibahas adalah bagaimanakah karakteristik aksi demonstrasi aktivis

    Ormawa intra dan ekstra kampus Unnes? Dengan penekanan yang lebih

    khusus pada fokus perhatian para aktivis terhadap isu yang diusung melalui

    aksi demonstrasi dan tingkat partisipasi keikutsertaannya dalam aksi

    demonstrasi.

    1.3. Tujuan Penelitian

    Dalam penelitian ini, tujuan yang ingin dicapai adalah mengetahui

    karakteristik aksi demonstrasi aktivis Ormawa intra dan ekstra kampus Unnes,

    lebih khusus pada fokus perhatian para aktivis terhadap isu yang diusung

    melalui aksi demonstrasi dan tingkat partisipasi keikutsertaannya dalam aksi

    demonstrasi.

    1.4. Manfaat Penelitian

    Dalam penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat sebagai

    berikut:

    1.4.1. Bagi mahasiswa, penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi

    bagi mahasiswa yang ingin terjun dalam dunia aktivis mahasiswa,

    memberikan pencerahan tentang partisipasi politik mahasiswa, serta

    semangat perjuangan aktivis mahasiswa dalam memperjuangkan suara dan

    hak masyarakat.

  • 6

    1.4.2. Bagi masyarakat, penelitian ini diharapkan dapat memberikan

    pemahaman kepada masyarakat bahwa aktivis mahasiswa memiliki

    kepedulian terhadap kondisi masyarakat di sekitarnya, sehingga

    membutuhkan bantuan dan dukungan yang positif dari berbagai pihak.

    1.5. Penegasan Istilah

    Judul dalam penelitian ini adalah “Karakteristik Aksi Demonstrasi

    Yang Dilakukan Oleh Aktivis Organisasi Kemahasiswaan Intra Dan Ekstra

    Kampus Universitas Negeri Semarang”. Untuk menjelaskan jalannya

    penelitian maka perlu ada batasan operasional agar orang lain yang

    berkepentingan dalam penelitian ini mempunyai persepsi yang sama dengan

    peneliti. Batasan operasional yang perlu ditegaskan adalah sebagai berikut:

    1.5.1. Aktivis Mahasiswa Unnes adalah mahasiswa yang berstatus sebagai

    mahasiswa Unnes yang berkecimpung di dalam organisasi kemahasiswaan

    atau menjadi fungsionaris atau pengurus organisasi kemahasiswaan, baik

    organisasi kemahasiswaan intra kampus maupun organisasi kemahasiswaan

    ekstra kampus di lingkungan Unnes.

    1.5.2. Aksi demonstrasi atau unjuk rasa adalah suatu model pernyataan

    sikap, penyuaraan pendapat, opini, atau tuntutan yang dilakukan dengan

    jumlah massa tertentu dan dengan teknik tertentu agar mendapat perhatian

    dari pihak yang dituju tanpa menggunakan mekanisme konvensional

    (birokrasi).

  • 7

    1.6. Sistematika Skripsi

    Penulisan skripsi ini terbagi dalam tiga bagian, yaitu bagian

    pendahuluan skripsi, bagian isi skripsi dan bagian akhir skripsi.

    Bagian pendahuluan skripsi meliputi halaman judul, sari, pengesahan,

    pernyataan, motto dan persembahan, prakata, daftar isi, daftar table, daftar

    gambar dan daftar lampiran.

    Bagian isi skripsi terdiri dari lima bab. Bab I Pendahuluan menjelaskan

    tentang latar belakang masalah, identifikasi dan pembatasan masalah,

    perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika

    skripsi. Bab II Landasan Teori dan hipotesis yang berisi teori-teori yang

    mendukung dan berkaitan dengan permasalahan. Bab III Metode Penelitian

    yang berisi metode pendekatan, metode penentuan objek yang berisi

    populasi dan sampel, fokus penelitian, variabel penelitian, metode

    pengumpulan data, validitas dan reliabilitas dan teknik analisis data serta

    prosedur penelitian. Bab IV Hasil dan Pembahasan yang merupakan capaian

    yang diinginkan dalam penelitian ini, dan Bab V Penutup yang berisi

    simpulan dan saran.

    Bagian akhir skripsi yang berisi daftar pustaka dan lampiran-lampiran

    yang mendukung skripsi ini.

  • BAB II

    LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR

    2.1. Landasan Teori

    2.1.1. Sejarah Singkat Gerakan Mahasiswa

    2.1.1.1. Munculnya Gerakan Mahasiswa di Berbagai Negara

    Dalam perubahan sosial di berbagai negara, peran gerakan

    mahasiswa adalah komplek dan penting, meski tidak selalu menentukan.

    Mereka lebih sering mencerminkan perubahan kekuasaan di antara kelas-

    kelas. Demonstrasi dan gerakan mahasiswa memainkan peran yang cukup

    penting dalam penggulingan Peron di Argentina pada tahun 1955; kejatuhan

    Perez Jimenez di Venezuela pada tahun 1958; perlawanan yang sukses

    terhadap Diem di Vietnam pada tahun 1963; kerusuhan massif melawan

    Perjanjian Keamanan Jepang-AS di Jepang pada tahun 1960, yang memaksa

    pengunduran diri pemerintah Kishi; gerakan anti Soekarno pada tahun 1966;

    kejatuhan Ayub Khan di Pakistan pada tahun 1956; demonstrasi Oktober

    untuk kebebasan yang lebih besar di Polandia pada tahun 1956; Revolusi

    Hongaria tahun 1956; dan gerakan untuk pembebasan di Cekoslovakia pada

    tahun 1968.

    Gerakan mahasiswa dapat menjadi bagian dari gerakan sosial

    ataupun berkembang menjadi gerakan politik, yang membedakan adalah

    pelakunya, yaitu para mahasiswa yang merupakan kelompok generasi muda

    yang kritis dan memiliki intelektualitas karena merupakan kelompok yang

    8

  • 9

    mampu mengenyam pendidikan sampai taraf tinggi. Mahasiswa juga mampu

    merepresentasikan barometer yang sangat sensitif yang secara setia

    merefleksikan animo bergerak masyarakat.

    Kemunculan gerakan mahasiswa dimulai sejak munculnya

    universitas-universitas pertama di dunia. Mahasiswa di Bologna dan Paris

    selama Abad pertengahan adalah sumber utama ketegangan. Kerusuhan

    adalah fenomena umum di banyak universitas. Martin Luther mendapatkan

    dukungan besar dari mahasiswa Wittenberg dan universitas di Jerman

    lainnya. Bahkan Martin Luther dipaksa menahan mahasiswa agar protes

    mereka tidak terlalu jauh hingga menyerang Paus dan Kaisar.

    Pada era 1960an, isu utama dari gerakan mahasiswa adalah

    pendidikan. Pada tahun 1964 terjadi protes di dalam Universitas California

    di Berkeley, AS. Sasaran protesnya adalah birokrasi otokratis dari

    administrasi Universitas, yang mengabaikan kebutuhan pendidikan dari

    mahasiswa belum bergelar, mengeksploitasi anggota staf yang lebih muda

    dan mempertahankan kepentingan elit akademis yang kecil; protes

    mengambil bentuk Perjuangan Untuk Kemerdekaan Berbicara, dengan aksi

    protes duduk yang tanpa kekerasan di gedung administrasi. Setelah represi

    berhari-hari oleh polisi, gedung administrasi dapat dikosongkan. Imbas dari

    tindak kekerasan tersebut telah mempolarisasi populasi, menjadi setuju atau

    tidak terhadap para mahasiswa. Protes Berkeley memunculkan gerakan

    solidaritas beratus-ratus universitas di seluruh Amerika Serikat dan

    menyebar ke negara-negara dari Jepang ke Perancis ke Polandia.

  • 10

    Isu pendidikan yang menjadi awal revolusi Perancis 1986

    berkembang lebih maju menjadi perombakan sistem pendidikan dan sistem

    politik. Slogan yang terkenal adalah: Kekuasaan Ada Di Jalan Bukan Di

    Parlemen! Ini adalah sebuah fenomena yang membuat pemerintahan Barat

    menggigil, ini adalah penolakan atas institusi-institusi politik yang sangat

    elitis dan nilai-nilai yang ditanamkan oleh orang tua mereka.

    Radikalisasi gerakan mahasiswa di era 1960an memiliki akarnya

    pada krisis imperialisme di satu sisi dan krisis yang dialami Stalinisme dan

    Sosial Demokrasi di sisi lain. Imperialisme sejak tahun 1950an akhir telah

    menghadapi banyak tantangan. Berbagai macam perlawanan gerakan Kiri

    terjadi, seperti di Algeria, Indocina, Kuba, Korea. Di negeri imperialis

    sendiri muncul beberapa perlawanan, di Amerika Serikat muncul gerakan

    Afro-Amerika. Sementara itu dalam bidang ekonomi, di negeri-negeri

    imperialis terjadi ekspansi luar biasa dalam kapasitas produksi dan

    kompetisi antara kekuatan industri besar untuk memperebutkan pasar

    semakin intensif.

    Perkembangan ekonomi tersebut mengakibatkan semakin besarnya

    kebutuhan untuk mendapatkan jumlah rakyat terdidik yang lebih banyak.

    Hal ini serupa dengan kemunculan politik etis di Indonesia. Menurut data

    yang dikeluarkan oleh UNESCO antara tahun 1950 dan 1963-1964 populasi

    mahasiswa melonjak tinggi. Di Perancis meningkat menjadi 3,3 kali, di

    Jerman barat 2,8 kali, di AS 2,2 kali, di Itali 1,3 kali.

  • 11

    2.1.1.2. Munculnya Gerakan Mahasiswa di Indonesia.

    Kaum terpelajar Indonesia muncul seiring dibangunnya sekolah-

    sekolah oleh Belanda pada abad ke 18. Pada tahun 1819, Belanda

    membangun sekolah Militer di Semarang, kemudian sekolah-sekolah umum

    seperti Sekolah Tinggi Leiden (1826), Institut Bahasa Jawa Surakarta

    (1832), Sekolah Pegawai Hindia Belanda di Deflt (1842) dan Sekolah Guru

    Bumiputera di Surakarta (1852). Sekolah-sekolah tersebut diperuntukkan

    bagi anak-anak Belanda dan pegawai tinggi Pribumi. Baru pada tahun 1871

    dikeluarkan UU Pendidikan pertama yang membuka akses pendidikan bagi

    kaum Pribumi.

    Hingga tahun 1920an tidak terdapat universitas di Hindia Belanda.

    Hanya Pribumi kaya, umumnya Bupati, yang mampu mengirim anak mereka

    belajar di Eropa. Perguruan tinggi pertama muncul pada tahun 1920, yakni

    Sekolah Tinggi Teknik Bandung. Ini disusul dengan Sekolah Tinggi Hukum

    di Jakarta pada tahun 1924.

    Munculnya kaum terpelajar turut mendorong berkembangnya

    organisasi-organisasi sosial. Yang pertama adalah Sarikat Priyayi pada

    tahun 1906 oleh Tirto Adhi Soerjo, Thamrin Muhammad Thabrie dan

    R.A.A. Prawiradireja. Boedi Oetomo pada tahun 1908 dengan tokohnya E.

    Douwes Dekker dan Wahidin Soediro Hoesodo. Boedi Oetomo dimotori

    oleh pemuda dan mahasiswa dari STOVIA, sebuah sekolah kedokteran di

    Jakarta. Kemudian pada tahun 1911, di Solo berdiri perkumpulan bernama

    Sarikat Islam (SI). Organisasi ini didirikan bukan semata-mata sebagai

  • 12

    perlawanan terhadap para pedagang-pedagang Cina, tetapi juga digunakan

    sebagai front untuk melawan semua bentuk pernghinaan terhadap rakyat

    bumiputera.

    Ketika para mahasiswa Indonesia di Belanda kembali ke tanah air,

    mereka mempraktekan ide-ide mereka dengan membuat Study Clubs untuk

    berdiskusi dengan pimpinan-pimpinan partai dan intelektual. Salah satu

    study club tersebut adalah Algemeene Study Club di Bandung yang didirikan

    pada tahun 1925 oleh Ir. Soekarno. Pada tahun 1930 hampir semua

    perkumpulan pemuda Indonesia mempersatukan diri dalam Indonesia Muda.

    Ketika Jepang masuk ke Indonesia tahun 1942 terjadi pelarangan semua

    kegiatan yang berbau politik dan membubarkan semua organisasi pelajar

    dan mahasiswa, serta partai politik. Banyak perguruan tinggi ditutup. Jumlah

    mahasiswa sendiri sangatlah kecil, pada waktu itu hanya 637 orang. Angka

    lain menyebutkan sekitar 387 orang. Sedangkan Joseph Fischer menyatakan,

    jumlah sarjana Indonesia pada permulaan masa kemerdekaan adalah 1.100

    orang.

    Kondisi yang sangat represif itu, membuat mahasiswa dan pemuda

    memilih kegiatan berkumpul dan bersiskusi di asrama-asrama. Tiga asrama

    yang terkenal dalam sejarah kemerdekaan adalah Asrama ”Angkatan Baru

    Indonesia” (Menteng 31), Asrama ”Fakultas Kedokteran” dan Asrama

    ”Indonesia Merdeka” (Kebon Sirih).

    Proklamasi dilakukan pada 17 Agustus 1945, yang sebelumnya

    pemuda yang berpusat di Asrama Menteng menculik Soekarno dan Hatta,

  • 13

    serta Ibu Fatmawati dan Guntur kemudian membawanya ke

    Rengasdengklok. Tindakan ini diambil karena Soekarno dan Hatta ragu-ragu

    menyatakan kemerdekaan saat jepang telah kalah.

    Tanggal 1 September 1945, para pemuda yang telah berjasa

    mempersiapkan kemerdekaan mendirikan sebuah organisasi bernama

    Angkatan Pemuda Indonesia (API) yang diketuai oleh Wikana yang

    bertujuan untuk menyatukan pemuda-pemuda yang sebelumnya tergabung

    dalam sebuah komite aksi. Disamping itu juga berdiri Barisan Buruh

    Indonesia (BBI), Barisan Rakyat (Bara), dan Seniman Indonesia Muda

    (SIM).

    Pasca Proklamasi Kemerdekaan, muncul berbagai organisasi

    mahasiswa dengan dasar ideologi yang berbeda-beda. Pada tanggal 5

    Februari 1947 diresmikan terbentuknya Himpunan Mahasiswa Islam (HMI),

    kemudian diikuti Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) pada

    tanggal 25 Maret 1947 kemudian berdiri Perhimpunan Mahasiswa Khatolik

    Republik Indonesia (PMKRI). Kemunculan organisasi-organisasi

    mahasiswa ini mengikuti lahirnya partai-partai politik yang juga

    menggunakan basis ideologi agama seperti Masyumi yang berdiri pada

    tanggal 7 Nopember 1945 dan Partai Katolik pada tanggal 8 Desember 1945.

    Sementara Partai Nasional Indonesia juga memiliki organisasi gerakan

    mahasiswa yaitu Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) yang

    berdiri tanggal 23 Maret 1954. Konsentrasi Gerakan Mahasiswa Indonesia

    (CGMI) dibentuk pada 1956 sebagai hasil penggabungan tiga organisasi

  • 14

    kecil mahasiswa di Bandung, Bogor dan Yogyakarta, yang selanjutnya lebih

    mendekat ke PKI.

    Selain organisasi-organisasi yang didasarkan ideologi tertentu,

    muncul juga banyak organisasi mahasiswa berdasarkan profesi dan

    komunitas, seperti Perhimpunan Mahasiswa Kedokteran Hewan (PMKH) di

    Bogor, Perhimpunan Mahasiswa Djakarta (PMD), Perhimpunan Mahasiswa

    Jogjakarta (PMJ) dan Masyarakat Mahasiswa Malang (MMM). Kemudian

    dari dalam kampus juga muncul organisasi gerakan mahasiswa seperti

    Dewan Mahasiswa (DM) UGM tanggal 11 Januari 1950 dan Dewan

    Mahasiswa UI tanggal 20 Nopember 1955.

    2.1.1.3. Gerakan Mahasiswa di Indonesia Tahun 1966

    Dikenal dengan istilah angkatan 66, gerakan ini awal kebangkitan

    gerakan mahasiswa secara nasional, dimana sebelumnya gerakan-gerakan

    mahasiswa masih bersifat kedaerahan.

    Angkatan 66 mengangkat isu komunis sebagai bahaya laten negara.

    Gerakan ini berhasil membangun kepercayaan masyarakat untuk

    mendukung mahasiswa menentang komunis yang ditukangi oleh PKI (Partai

    Komunis Indonesia). Eksekutif pun beralih dan berpihak kepada rakyat,

    yaitu dengan dikeluarkannya SUPERSEMAR (Surat Perintah Sebelas

    Maret) dari Presiden Sukarno kepada penerima mandat Suharto. Peralihan

    ini menandai berakhirnya ORLA (Orde Lama) dan berpindah kepada ORBA

  • 15

    (Orde Baru). Angkatan 66 pun mendapat hadiah yaitu dengan banyaknya

    aktivis 66 yang duduk dalam kabibet pemerintahan ORBA.

    2.1.1.4. Gerakan Mahasiswa di Indonesia Tahun 1972

    Gerakan ini dikenal dengan terjadinya peristiwa MALARI

    (Malapetaka Lima Belas Januari). Tahun angkatan gerakan ini menolak

    produk Jepang dan sinisme terhadap warga keturunan. Jakarta masih

    menjadi barometer pergerakan mahasiswa nasional.

    2.1.1.5. Gerakan Mahasiswa di Indoensia Tahun 1980 an

    Gerakan pada era ini tidak populer, karena lebih terfokus pada

    perguruan tinggi besar saja. Puncaknya tahun 1985 ketika Mendagri

    (Menteri Dalam Negeri) saat itu Rudini berkunjung ke ITB. Kedatangan

    Mendagri disambut dengan demo mahasiswa dan terjadi peristiwa

    pelemparan terhadap Mendagri. Buntutnya pelaku pelemparan yaitu Jumhur

    Hidayat terkena sanksi DO (Droup Out) oleh pihak ITB (pada pemilu 2004

    beliau menjabat sebagai Sekjen Partai Serikat Indonesia/PSI).

    2.1.1.6. Gerakan Mahasiswa di Indonesia Tahun 1990 an.

    Isu yang diangkat pada gerakan era ini sudah mengkerucut, yaitu

    penolakan diberlakukannya terhadap NKK/BKK (Normalisasi Kehidupan

    Kampus/Badan Koordinasi Kampus) yang membekukan Dewan Mahasiswa

    (DEMA/DM) dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM).

  • 16

    Pemberlakuan NKK/BKK mengubah format organisasi

    kemahasiswaan dengan melarang mahasiswa terjun ke dalam politik praktis,

    yaitu dengan SK Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 0457/0/1990

    tentang Pola Pembinaan dan Pengembangan Kemahasiswaan di Perguruan

    Tinggi, dimana Organisasi Kemahasiswaan pada tingkat Perguruan Tinggi

    bernama SMPT (Senat Mahasiswa Perguruan Tinggi).

    Organisasi kemahasiswaan seperti ini menjadikan aktivis

    mahasiswa dalam posisi mandul, karena pihak rektorat lebih leluasa dan

    dilegalkan untuk mencekal aktivis mahasiswa,bahkan tidak segan-segan

    untuk mengeluarkan.

    Pemerintah Orde Baru pun menggaungkan opini adanya

    pergerakan sekelompok orang yang berkeliaran di masyarakat dan

    mahasiswa dengan sebutan OTB (Organisasi Tanpa Bentuk). Masyarakat

    pun termakan dengan opini ini karena OTB ini identik dengan gerakan

    komunis.

    Pemberlakuan NKK/BKK maupun opini OTB ataupun cara-cara

    lain yang dihadapkan menurut versi penguasa ORBA, tidak membuat

    mahasiswa putus asa, karena di setiap even nasional dijadikan untuk

    menyampaikan penolakan dan pencabutan SK tentang pemberlakukan

    NKK/BKK.

    Sikap kritis mahasiswa terhadap pemerintah tidak berhenti pada

    diberlakukannya NKK/BKK, jalur perjuangan lain ditempuh oleh para

    aktivis mahasiswa dengan memakai kendaraan lain untuk menghindari sikap

  • 17

    refresif pemerintah, yaitu dengan meleburkan diri dan aktif di organisasi

    kemahasiswaan ekstra kampus seperti HMI (Himpunan Mahasiswa Islam),

    PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam INDONESIA), GMNI (Gerakan

    Mahasiswa Nasional Indonesia), PMKRI (Pergerakan Mahasiswa Kristen

    Indoenesia) atau yang lebih dikenal dengan kelompok Cipayung.

    2.1.1.7. Gerakan Mahasiswa di Indonesia Tahun 1998.

    Gerakan mahasiswa pada era ini mencuat dengan tumbangnya

    Orde Baru dengan ditandai turunnya Soeharto dari kursi kepresidenan,

    tepatnya pada tanggal 12 Mei 1998.

    Gerakan mahasiswa tahun sembilan puluhan mencapai klimaksnya

    pada tahun 1998, diawali dengan terjadi krisis moneter di pertengahan tahun

    1997. Harga-harga kebutuhan melambung tinggi, daya beli masyarakat pun

    berkurang. Mahasiswa pun mulai gerah dengan penguasa ORBA, tuntutan

    mundurnya Soeharto menjadi agenda nasional gerakan mahasiswa. Gerakan

    mahasiswa dengan agenda reformasinya mendapat simpati dan dukungan

    yang luar biasa dari rakyat. Mahasiswa menjadi tumpuan rakyat dalam

    mengubah kondisi yang ada, kondisi dimana rakyat sudah bosan dengan

    pemerintahan yang terlalu lama, politisi di luar kekuasaan pun menjadi

    tumpul karena terlalu kuatnya lingkar kekuasaan, dan dikenal dengan

    sebutan jalur ABG (ABRI, Birokrat, dan Golkar).

    Simbol Rumah Rakyat yaitu Gedung DPR/MPR menjadi tujuan

    utama mahasiswa dari berbagai kota di Indonesia, seluruh komponen

  • 18

    mahasiswa dengan berbagai atribut almamater dan kelompok semuanya

    tumpah ruah di gedung dewan ini, tercatat KAMMI (Kesatuan Aksi

    Mahasiswa Muslim Indonesia), FKSMJ (Forum Komunikasi Senat

    Mahasiswa Jakarta), FORBES (Forum Bersama) dan FORKOT (Forum

    Kota). Elemen mahasiswa yang berbeda paham dan aliran dapat bersatu

    dengan satu tujuan, yaitu turunkan Soeharto.

    2.1.1.8. Gerakan Mahasiswa di Indonesia Pasca Reformasi.

    Turunnya Soeharto oleh gerakan mahasiswa dan rakyat menjadikan

    Habibie naik menjadi Presiden RI. Pada tanggal 21 dan 22 Mei 1998, ribuan

    masa membentuk barisan dan berpawai menolak Habibie, menuntut

    dibentuknya UU Anti Monopoli, mencabut paket 5 UU Politik dan Dwi

    Fungsi ABRI, membebaskan tahanan politik Orde baru tanpa syarat, serta

    mengadili Soeharto.

    Persatuan sementara gerakan mahasiswa untuk menggulingkan

    Soeharto terpecah pada periode Habibie. Gerakan mahasiswa terbagi

    menjadi dua kelompok, gerakan mahasiswa yang mendukung Habibie,

    dengan beberapa syarat dan gerakan mahasiswa yang menolak Habibie.

    Pada masa pemerintahan Gus Dur, berawal dari diberikannya status

    Badan Hukum Milik Negara (BHMN) kepada empat Perguruan Tinggi

    Negeri, yaitu UGM, UI, ITB dan IPB, kemudian menuai protes dari berbagai

    mahasiswa dari berbagai universitas negeri. Gus Dur mencoba untuk

    menarik simpati masa dengan menyingkirkan elit-elit politik dan militer

  • 19

    yang saat Pemilu mendukungnya. Hal ini berakibat konflik internal kabinet

    rezim Gus Dur. Kemudian gerakan mahasiswapun terjadi polarisasi antara

    gerakan pro Gus Dur dan gerakan anti Gus Dur.

    Kelompok yang pertama, Badan Eksekutif Mahasiswa se-

    Indonesia (BEM SI) melakukan aksi-aksi penolakan terhadap Gus Dur lewat

    isu seperti Buloggate dan mengusulkan segera dilakukan Sidang Istimewa

    MPR/DPR. Kelompok yang kedua, Badan Eksekutif Mahasiswa Indonesia

    (BEM-I) melakukan aksi-aksi pendukungan terhadap Gus Dur.

    2.1.2. Aktivis Mahasiswa

    Aktivis berasal dari kata dasar aktivitas yang menurut Kamus Besar

    Bahasa Indonesia artinya adalah kegiatan. Aktivis adalah subyek atau orang

    dalam kegiatan tertentu. Jadi, yang dimaksud dengan aktivis mahasiswa

    adalah mahasiswa yang menjadi subyek dalam kegiatan-kegiatan organisasi

    kemahasiswaan. Biasanya para aktivis mahasiswa terhimpun dalam

    organisasi kemahasiswaan atau menjadi fungsionaris atau pengurus suatu

    organisasi kemahasiswaan.

    Organisasi kemahasiswaan adalah perkumpulan, kesatuan mahasiswa

    yang sudah terlembaga, mempunyai landasan hukum, dan mempunyai

    tujuan yang jelas guna mengembangkan peran serta dan fungsi mahasiswa di

    lingkungan maupun di masyarakat (Buku Panduan Unnes, 2006: 23).

    Organisasi kemahasiswaan bisa berupa organisasi kemahasiswaan intra

    kampus maupun organisasi kemahasiswaan ekstra kampus. Ormawa tingkat

  • 20

    universitas mempunyai landasan hukum yaitu dengan Keputusan Rektor

    Unnes, sedangkan Ormawa tingkat fakultas mempunyai landasan hukum

    yaitu dengan Keputusan Dekan Fakultas yang bersangkutan. Sedangkan

    untuk organisasi kemahasiswaan ekstra kampus landasan hukumnya

    menurut aturan yang berlaku di dalam internal organisasinya masing-

    masing. Organisasi kemahasiswaan dibentuk dari, oleh dan untuk

    mahasiswa.

    Di kalangan kaum muda lebih khusus lagi mahasiswa, bahwa

    mahasiswa dalam hal ini adalah para aktivis mahasiswa senantiasa peka

    terhadap gejala sosial yang terjadi di sekitarnya. Tumbuhnya kepekaan

    mahasiswa terhadap persoalan masyarakat ini menurut Arbi Sanit (1985)

    (dalam Rahmat dan Najib, 2001: xii-xiii) disebabkan paling tidak oleh lima

    hal. Pertama, sebagai kelompok masyarakat yang memperoleh pendidikan

    terbaik, mahasiswa memiliki pandangan yang cukup luas untuk dapat

    bergerak di semua lapisan masyarakat.

    Kedua, sebagai golongan masyarakat yang paling lama mengalami

    pendidikan, mahasiswa telah mengalami proses sosialisasi politik terpanjang

    diantara angkatan muda. Ketiga, kehidupan kampus membentuk gaya hidup

    unik di kalangan mahasiswa, dan terjadi akulturasi sosial budaya tinggi

    diantara mereka. Keempat, mahasiswa sebagai golongan yang akan

    memasuki lapisan atas dari susunan kekuasaan, struktur ekonomi dan akan

    memiliki keistimewaan tertentu dalam masyarakat, adalah kelompok elit di

    kalangan kaum muda. Kelima, seringya mahasiswa terlibat dalam

  • 21

    pemikiran, perbincangan dan penelitian berbagai masalah masyarakat,

    memungkinkan mereka tampil dalam forum yang kemudian mengangkatnya

    ke jenjang karier sesuai dengan keahliannya.

    Mahasiswa melalui penentangannya yang sistematis, menegaskan

    perbedaannya yang otonom dari struktur masyarakat tradisional. Suatu

    penentangan yang dilakukan secara sadar sebagai wujud dari kegelisahan

    atas kebekuan sistem sosial yang berjalan tidak normal di dalam masyarakat

    atau kadang-kadang dikarenakan suatu penghayatan tertentu terhadap suatu

    realitas yang diresapi kembali dan ditransformasikan dari struktur dunia

    obyektif ke dalam struktur-struktur kesadaran subyektif.

    Untuk konteks Indonesia, kemunculan peranan kelompok ini dalam

    kehidupan sosial politik bangsa Indonesia merupakan fenomena khas abad

    20. Mahasiswa, disebabkan oleh beberapa kualitasnya yang spesifik, tampil

    sebagai suatu lapisan masyarakat yang vokal, berorientasi ke depan sehingga

    menjadi idealis dan tentu saja sebagai sebuah konsekuensinya, mahasiwa

    memiliki suatu posisi sosial tertentu dan sangat menentukan dimana di

    dalamnya sejumlah privelese menjadi haknya yang dikuasai secara

    independen.

    Membicarakan mahasiswa berarti kita tengah membicarakan suatu

    kelompok masyarakat yang sadar dan tersadarkan. Suatu kelompok

    masyarakat yang sesungguhnya memiliki peran sangat penting dalam

    dinamika sosial suatu masyarakat secara keseluruhan. Memang sangat sulit

    untuk menentukan sejauh mana peran ini dapat dimainkan dikarenakan

  • 22

    faktor situasi dan kondisi yang melingkupinya seringkali berubah. Tetapi

    pada umumnya dalam suatu kondisi yang melingkupinya seringkali berubah.

    Tetapi pada umunya dalam suatu kondisi krisis tertentu dalam suatu

    masyarakat, mahasiswa yang lebih memiliki kesempatan untuk tidak terlalu

    jauh terseret oleh krisis itu karena faktor pendidikannya, menunjukkan peran

    pentingnya itu melalui responnya terhadap suatu krisis seraya mendorong

    lahirnya alternatif-alternatif baru bagi krisis tersebut. Saat itulah kewajiban

    mendasar yang dituntut darinya adalah suatu tindakan ‘heroik’, sebagai

    wujud responnya terhadap krisis yang timbul dan sedang dihadapi oleh

    masyarakat.

    Di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia dimana

    ketimpangan-ketimpangan sosial seringkali nampak jelas, terbuka peluang

    yang lebih besar bagi lahirnya suatu krisis di dalam suatu masyarakat. Hal

    ini memberikan penjelasan mengapa kemudian di negara-negara

    berkembang ini, suatu proses radikalisasi untuk perubahan menjadi bagian

    yang sangat menonjol dalam dinamika kehidupan mahasiswa. Dihubungkan

    dengan persoalan kesempatan yang diberikan oleh suatu sistem sosial dan

    politik, yang memang sangatlah buruk di banyak negara berkembang,

    kelompok mahasiswa biasanya menunjukkan sikap enggan untuk mematuhi

    sistem tersebut, alih-alih memperlihatkan penentangannya.

    Hal ini oleh Burhan D. Magenda (dalam Rahmat, 2001: 31)

    disebutkan sebagai etika nobless oblige, suatu privelese yang disandang

    mahasiswa yang dihubungkan dengan semangatnya dalam memperjuangkan

  • 23

    kepentingan rakyat. Di sini timbul pertanyaan, apakah sifat ini sepenuhnya

    tunduk pada suatu kondisi atau situasi sosial politik tertentu.

    Menurut Albach, (1988: 11-15) terjadi kemerosotan dalam gerakan

    mahasiswa, hal ini disebabkan oleh faktor-faktor berikut:

    Pertama, ketidakmampuan gerakan mahasiswa untuk

    mempertahankan tingkat kegiatan politiknya, terutama dalam

    memobilisasikan massa, untuk waktu yang lama. Kedua, akibat dari ‘artefak

    media massa’. Terdapat hubungan yang dekat antara gerakan mahasiswa

    dengan perhatiannya terhadap gerakan mahasiswa, maka krisis akan segera

    terjadi pada gerakan tersebut. Ketiga, perubahan fokus perhatian mahasiswa

    dari isu-isu yang bersifat gerakan massa menjadi isu elite dan cenderung

    menjauh dari massa. Keempat, perubahan orientasi mahasiswa, khususnya

    dalam gaya hidup, yang lebih liberal dan cenderung berbeda berbeda dengan

    masyarakat umum. Kelima, diserapnya sejumlah aktivis mahasiswa ke

    dalam posisi-posisi profesional, termasuk pula oleh sistem politik baru. Pada

    saat yang sama minat terhadap studi sosial dan kemanusiaan menurun dan

    lebih cenderung pada bidang-bidang profesi. Dampaknya adalah

    menurunnya kegiatan politik yang beresiko tinggi. Keenam, perubahan

    kebijakan pendidikan di kampus-kampus efektif menurunkan tingkat

    aktivisme mahasiswa. Ketujuh, faktor populasi mahasiswa turut pula

    memberi pengaruh, khususnya dalam menciptakan keseimbangan baru di

    dalam kampus yang tidak rawan krisis. Kedelapan, gerakan mahasiswa

    sendiri banyak yang merasa gagal dalam menjalankan fungsinya untuk

  • 24

    melakukan perubahan yang mendasar dan besar-besaran. Kesembilan,

    perubahan realitas politik eksternal. Seperti institusionalisasi lembaga-

    lembaga politik telah memungkinkan terserapnya sejumlah agenda politik

    mahasiswa dan masyarakat secara umum, walaupun tidak keseluruhan,

    sehingga dengan begitu aktivisme mahasiswa yang terkait erat dengan isu-

    isu politik masyarakat luas dapat diserap oleh institusi politik resmi.

    2.1.3. Kebebasan Mengeluarkan Pendapat

    Kebebasan berpendapat dan berbicara merupakan ruh demokrasi

    yang menjadi hak bagi setiap warga negara. Semua segi kehidupan manusia

    sangat membutuhkan arus pembicaraan. Melalui pembicaraan berbagai

    bentuk sosialisasi, kerjasama dan konsensus di antara manusia dalam

    kehidupan sosial terbentuk.

    Presiden Roosevelt menyatakan ada 4 (empat) macam hak dalam

    The Four Freedoms (Empat Kebebasan) yaitu:

    1. Kebebasan untuk berbicara dan menyatakan pendapat (Freedom of

    Speech)

    2. Kebebasan beragama (Freedom of Religion)

    3. Kebebasan dari ketakutan (Freedom of Fear)

    4. Kebebasan dari kemelaratan (Freedom of Want) (dalam Budiardjo, 2001:

    120).

    Kebebasan berpendapat diharapkan dalam rangka untuk mendukung

    terselenggaranya pemerintahan yang baik dan demokratis sesuai dengan

  • 25

    aspirasi masyarakat. Miriam Budiardjo (2001:60) menyatakan bahwa syarat-

    syarat dasar untuk terselenggaranya pemerintah yang demokratis di bawah

    Rule of Law ialah:

    1) perlindungan konstitusional, dalam arti bahwa konstitusi, selain dari

    menjamin hak-hak individu, harus menentukan pula cara proseduril

    untuk memperoleh perlindungan atas hak-hak yang dijamin.

    2) badan kehakiman yang bebas dan tidak memihak (independent and

    impartial tribunals).

    3) pemilihan umum yang bebas.

    4) kebebasan untuk menyatakan pendapat.

    5) kebebasan untuk berserikat/berorganisasi dan beroposisi.

    6) pendidikan kewarganegaraan (civic education).

    Banyak sekali jaminan bagi kebebasan untuk mengeluarkan

    pendapat, misalnya dalam Declaration of Human Rights, Pasal 19 berbunyi,

    “Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan

    pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan mempunyai pendapat-pendapat

    dengan tidak mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan

    menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat-pendapat dengan cara

    apapun juga dan tidak memandang batas-batas.”

    Demokrasi menjamin kebebasan berbicara dan berpendapat warga

    negaranya. Pembicaraan dan perdebatan yang bebas tapi bertanggungjawab,

    jujur dan terbuka akan menuntun warga pada kebenaran yang diyakini

    bersama sebagai tindakan umum yang lebih bijak. Sebaliknya,

  • 26

    ketidakbebasan berbicara dan berpendapat akan membuat pembicaraan

    penuh dengan ketidakpastian, kebohongan dan ketidakjujuran. Hal inilah

    yang menyebabkan banyak aspirasi masyarakat arus bawah (grassroots)

    yang tidak dapat terwujud sebagaimana mestinya.

    Pada masa Orde Baru berkuasa, masyarakat yang melakukan aksi

    protes hampir selalu ditangkap dan diadili berdasarkan ketentuan pasal 510

    KUHP. Meskipun pasal itu mensyaratkan ijin bagi pawai atau keramaian

    umum belaka, tetapi pihak aparat beranggapan bahwa ijin atas pawai atau

    keramaian umum berlaku pula untuk segala bentuk penyampaian pendapat

    yang berupa lisan dan tulisan. Artinya bahwa kegiatan aksi demonstrasi juga

    termasuk di dalamnya sebagai bentuk pawai dan keramaian umum. Karena

    pada masa itu belum ada ketentuan khusus yang mengatur tentang aturan

    penyampaian pendapat apalagi demonstasi, hanya UUD 1945 pasal 28

    tentang kemerdekaan menyampaikan pendapat.

    Padahal dalam Covenan on Civil and Political Rights, Pasal 19

    berbunyi:

    (1) Setiap orang berhak untuk mempunyai pendapat tanpa mengalami

    gangguan.

    (2) Setiap orang berhak untuk mengeluarkan pendapat; dalam hak ini

    termasuk kebebasan untuk mencari, menerima dan menyampaikan

    segala macam penerangan dan gagasan tanpa menghiraukan

    pembatasan-pembatasan, baik secara lisan, maupun tulisan atau

  • 27

    tercetak, dalam bentuk seni, atau melalui media lain menurut

    pilihannya.

    Pelaksanaan hak-hak yang tercantum dalam ayat-ayat dari pasal ini

    membawakan kewajiban-kewajiban dan tanggungjawab yang khusus. Oleh

    karena itu dapat dikenakan pembatasan-pembatasan tertentu, tetapi

    pembatasan-pembatasan ini terbatas pada yang sesuai dengan ketentuan

    hukum yang perlu:

    (a) untuk menghormati hak-hak atau nama baik orang lain.

    (b) untuk perlindungan kemanan nasional atau ketertiban umum atau

    kesehatan dan moral umum.

    Undang-Undang Nomor 28 Tahun 1997 tentang Kepolisian Negara

    Republik Indonesia diterbitkan pada bulan Oktober 1997 untuk

    menggantikan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1961 tentang Ketentuan-

    Ketentuan Pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam salah satu

    pasalnya, yaitu pasal 15 (2) butir (a) Undang-Undang Kepolisian Negara RI

    Nomor 28 Tahun 1997 disebutkan mengenai wewenang kepolisian

    memberikan ijin untuk kegiatan keramaian umum dan kegiatan masyarakat

    lainnya. ’Kegiatan’ dalam ketentuan tersebut tidak jelas maknanya, sehingga

    kegiatan aksi demonstrasi mudah saja dianggap menjadi jenis ’kegiatan’

    dalam ketentuan tersebut.

  • 28

    2.1.4. Aksi Demonstrasi Sebagai Bentuk Partisipasi Politik

    Aksi demontrasi adalah suatu model pernyataan sikap, penyuaraan

    pendapat, opini, atau tuntutan yang dilakukan dengan jumlah massa tertentu

    dan dengan teknik tertentu agar mendapat perhatian dari pihak yang dituju

    tanpa menggunakan mekanisme konvensional (birokrasi). Demonstrasi juga

    bertujuan untuk menekan pembuat kebijakan untuk melakukan atau tidak

    melakukan sesuatu. Sedangkan partisipasi politik secara umum merupakan

    suatu bentuk keterlibatan individu sampai pada bermacam-macam tingkatan

    di dalam sistem politik.

    Aksi demonstrasi umumnya dilatarbelakangi oleh matinya jalur

    penyampaian aspirasi atau buntunya metode dialog.. Dalam Trias Politika,

    aspirasi rakyat diwakili oleh anggota legislatif. Namun dalam kondisi

    pemerintahan yang korup, para legislator tidak dapat memainkan perannya,

    sehingga rakyat langsung mengambil ‘jalan pintas’ dalam bentuk aksi

    demonstrasi.

    Aksi demonstrasi juga dilakukan dalam rangka pembentukan opini

    atau mencari dukungan publik. Dengan demikian isu yang digulirkan

    harapannya dapat menjadi snowball. Dari isu mahasiswa menjadi isu

    masyarakat kebanyakan, seperti dalam kasus aksi menuntut mundur

    Soeharto dari jabatan Presiden Republik Indonesia.

    Aksi demonstrasi adalah hak bahkan dalam situasi tertentu dapat

    menjadi kewajiban. Ia dilindungi oleh undang-undang positif. Selain

    Declaration of Human Right (Freedom of Speech), hak aksi juga dilindungi

  • 29

    oleh UUD 1945 pasal 28 beserta amandemennya. Secara lebih spesifik, aksi

    ini kemudian diatur dengan adanya Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998

    tentang Mekanisme Penyampaian Pendapat di Muka Umum. Undang-

    Undang ini mengharuskan panitia aksi untuk memberikan surat

    pemberitahuan kepada pihak kepolisian setidaknya 3 (tiga) hari menjelang

    hari pelaksanaan. Ketentuan lainnya adalah, di dalam surat pemberitahuan

    itu harus ada nama penanggung jawab aksi, waktu pelaksanaan, rute yang

    dilewati, isu yang dibawa, jumlah massa, dan bentuk aksi. Selain itu ada

    juga larangan untuk melakukan aksi pada hari-hari tertentu dan tempat-

    tempat tertentu.

    Dalam pandangan aktivis, Undang-Undang ini pada awal

    pengesahannya dicurigai sebagai alat untuk mengebiri suara kritis

    mahasiswa dan rakyat. Pada perkembangannya, Undang-Undang inilah yang

    digunakan oleh rezim berkuasa melalui aparat kepolisian untuk mematikan

    suara oposan, dengan banyak menyeret para aktivis ke penjara.

    Aksi demonstrasi merupakan bagian dari bentuk partisipasi politik

    masyarakat. Partisipasi politik merupakan aspek penting dalam sebuah

    tatanan negara demokrasi, sekaligus merupakan ciri khas adanya

    modernisasi politik.

    Menurut Miriam Budiardjo, partisipasi politik adalah kegiatan

    seseorang atau kelompok orang untuk ikut secara aktif dalam kehidupan

    politik, yaitu dengan jalan memilih pimpinan negara dan secara langsung

    atau tidak langsung, mempengaruhi kebijakan pemerintah (public policy)

  • 30

    (dalam Sastroatmodjo, 1995: 68). Kegiatan ini mencakup tindakan seperti

    memberikan suara dalam pemilihan umum, menghadiri rapat umum,

    menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan

    hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen

    dan sebagainya.

    Partisipasi politik warga negara dipengaruhi oleh sistem politik yang

    diterapkan oleh suatu negara. Henry B. Mayo dalam buku Introduction to

    Democratic Theory memberi definisi tentang sistem politik yang demokratis

    ialah dimana kebijaksanaan umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh

    wakil-wakil yang diawasi secara efektif oleh rakyat dalam pemilihan-

    pemilihan berkala yang didasarkan atas prinsip kesamaan politik dan

    diselenggarakan dalam suasana terjaminnya kebebasan politik. (dalam

    Budiardjo, 2001:61)

    Surbakti (1992: 141-142) mengkategorikan kegiatan partisipasi

    politik dengan sejumlah kriteria “rambu-rambu” yang menjadi

    konseptualisasi dari partisipasi politik itu sendiri. Pertama, partisipasi politik

    yang dimaksudkan berupa kegiatan atau perilaku luar individu warga negara

    biasa yang dapat diamati, bukan perilaku dalam yang berupa sikap dan

    orientasi. Hal ini perlu ditegaskan karena sikap dan orientasi individu tidak

    selalu termanifestasikan dalam perilakunya.

    Kedua, kegiatan itu diarahkan untuk mempengaruhi pemerintah

    selaku pembuat dan pelaksana keputusan politik. Termasuk dalam

    pengertian ini, seperti kegiatan mengajukan alternatif kebijakan umum,

  • 31

    alternatif pembuat dan pelaksana keputusan politik dan kegiatan mendukung

    ataupun menentang keputusan politik yang dibuat pemerintah.

    Ketiga, kegiatan yang berhasil (efektif) maupun yang gagal

    mempengaruhi pemerintah termasuk dalam konsep partisipasi politik.

    Keempat, kegiatan mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan secara

    langsung ataupun secara tidak langsung. Kegiatan yang langsung berarti

    individu mempengaruhi pemerintah tanpa menggunakan perantara,

    sedangkan secara tidak langsung berarti mempengaruhi pemerintah melalui

    pihak lain yang dianggap dapat meyakinkan pemerintah. Keduanya

    termasuk ke dalam kategori partisipasi politik.

    Kelima, kegiatan mempengaruhi pemerintah dapat dilakukan melalui

    prosedur yang wajar (convensional) dan tak berupa kekerasan (non-

    violence), seperti ikut memilih dalam pemilihan umum, mengajukan petisi,

    melakukan kontak tatap muka, dan menulis surat maupun dengan cara-cara

    di luar prosedur yang wajar (tak konvensional) dan berupa kekerasan

    (violence), seperti aksi demonstrasi (unjuk rasa), pembangkangan halus

    (seperti memilih kotak kosong daripada memilih calon yang disodorkan

    pemerintah), huru-hara, mogok, pembangkangan sipil, serangan bersenjata

    dan gerakan-gerakan poltik, seperti kudeta dan revolusi.

  • 32

    Almond menunjukkan macam-macam partisipasi politik sebagai

    berikut:

    Tabel 2.1. Bentuk-Bentuk Partisipasi Politik Konvensional Non Konvensional

    Pemberian Suara (voting)

    Diskusi politik

    Kegiatan kampanye

    Membentuk dan bergabung dalam kelompok kepentingan

    Komunikasi individual dengan pejabat politik dan administratif

    Pengajuan Petisi

    Berdemonstrasi

    Konfrontasi

    Mogok

    Tindak kekerasan politik terhadap harta-benda (perusakan, pengeboman, pembakaran)

    Tindak kekerasan politik terhadap manusia (penculikan, pembunuhan)

    Perang gerilya dan revolusi Sumber:Almond,1978 (dalam Suryadi, 2007: 134).

    Berdasarkan taraf atau luasnya partisipasi politik, Michael Rush dan

    Philip Althoff menggambarkannya sebagai berikut:

    Gambar 2.1.Hierarkhi Partisipasi Politik

    Sumber: Rush, Michael dan Philip Althoff, 2000:140 (dalam Susanti, 2006:

    7).

    Menduduki jabatan politik atau administratif Mencari jabatan politik atau administratif Keanggotaan aktif suatu organisasi politik Keanggotaan pasif suatu organisasi politik Keanggotaan aktif suatu organisasi semu politik Keanggotaan pasif suatu organisasi semu politik Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi, dsb. Partisipasi dalam diskusi politik formal, minat umum

    dalam politik Voting (pemberian suara) Apathi total

  • 33

    Berbagai jenis partisipasi yang tergambar dalam piramida yang

    basisnya lebar, tetapi menyempit ke atas sejalan dengan meningkatnya

    intensitas kegiatan politik. Di antara basis dan puncak terdekat pelbagai

    kegiatan yang berbeda-beda intensitasnya, berbeda menurut intensitas

    kegiatan maupun mengenai bobot komitmen dari orang yang bersangkutan.

    Termasuk di dalamnya memberi suara dalam pemilihan umum,

    mendiskusikan masalah politik, menghadiri rapat umum yang bersifat

    politik, dan menjadi anggota kelompok kepentingan. Yang lebih intensif lagi

    adalah melibatkan diri dalam berbagai proyek pekerjaan sosial, contacting

    atau lobbying pejabat-pejabat, bekerja aktif sebagai anggota partai politik

    dan menjadi juru kampanye, dan yang paling intensif, sebagai pimpinan

    partai atau kelompok kepentingan dan pekerja sepenuh waktu.

    Mahasiswa sebagai bagian yang cukup banyak berperan dalam hal

    partisipasi politik perlu mendapat perhatian. Gerakan mahasiswa dari masa

    ke masa selalu memberikan nuansa yang berbeda dalam hal partisipasinya

    untuk terlibat dalam dunia perpolitikan, namun ada beberapa fenomena

    dalam gerakan mahasiswa yang perlu diketahui. Phillip G. Altbach (1988:

    15) berpendapat tentang adanya pergeseran fokus perhatian aktivis

    mahasiswa tentang isu, yaitu:

    ”bahwa realitas-realitas politik eksternal telah berubah. Gerakan-gerakan aktivis mahasiswa terutama lebih dirangsang oleh politik kemasyarakatan daripada oleh persoalan-persoalan di dalam universitas itu sendiri, dan perubahan-perubahan di dalam kehidupan politik secara alamiah akan mempunyai dampak penting atas gerakan mahasiswa.”

  • 34

    Phillip G. Altbach (1988: 134) menyatakan bahwa gerakan

    mahasiswa bisa dibedakan menjadi tiga tahap. Pertama, tahap kecaman

    terhadap masalah-masalah politik secara umum. Kedua, tahap ketika

    mahasiswa memusatkan perhatian pada masalah-masalah universitas. Dan

    tahap ketiga, merupakan fase pendirian dan pengembangan secara eksplisit

    organisasi dan partai politik dengan landasan ideologi politik.

    Phillip G. Altbach (1988: 30) berpendapat bahwa relatif sedikit saja

    kampanye dan aksi demonstrasi kaum aktivis dan energi mahasiswa nampak

    mengatur bagi kegiatan-kegiatan nonpolitis.

    Perhatian atau atensi berkaitan dengan informasi yang kita

    perhatikan (Baron dan Byrne, 2004: 81). Kerangka berfikir atau skema

    adalah kerangka mental yang berpusat pada tema-tema spesifik yang dapat

    membantu kita mengorganisasi informasi sosial. Kerangka berfikir telah

    terbukti berpengaruh terhadap semua aspek dasar kognisi sosial (Wyer &

    Srull, 1994, dalam Baron dan Byrne, 2004: 81). Dalam hubungannya dengan

    perhatian atau atensi, kerangka berfikir seringkali berperan sebagai sejenis

    penyaring: informasi yang konsisten dengan skema lebih diperhatikan dan

    lebih mungkin untuk masuk ke dalam kesadaran kita. Informasi yang tidak

    cocok dengan skema seringkali diabaikan (Fiske,1993 dalam Baron dan

    Byrne, 2004:81), kecuali informasi tersebut sangat ekstrem sehingga mau

    tidak mau kita akan memperhatikannya.

    Di antara sekian banyak macam isu dalam masyarakat, dalam buku

    ”Merubah Kebijakan Publik” karya Roem Topatimasang, dkk. (2001: 63),

  • 35

    ada beberapa faktor yang menjadi pertimbangan bahwa suatu isu strategis

    untuk diadvokasi. Antara lain; faktor aktualitas (sedang hangat atau sedang

    menjadi perhatian masyarakat), pada dasarnya, suatu isu dapat dikatakan

    sebagai isu yang strategis jika: (a) penting dan mendesak, dalam artian

    tuntutan memang semakin luas di masyarakat agar isu tersebut segera

    ditangani, jika tidak akan membawa dampak negatif lebih besar pada

    kehidupan masyarakat umum; (b) penad dengan kebutuhan dan aspirasi

    sebagian anggota masyarakat awam, khususnya lapisan mayoritas yang

    selama ini paling terabaikan kepentingannya; (c) akan berdampak positif

    pada perubahan kebijakan-kebijakan publik lainnya yang mengarah pada

    perubahan sosial yang lebih baik; (d) sesuai dengan visi dan agenda

    perubahan sosial yang lebih besar seperti yang dituntut oleh masyarakat.

    2.1.5. Faktor-Faktor Pendorong Partisipasi Politik

    Partisipasi politik di negara-negara yang menerapkan sistem politik

    demokrasi merupakan hak warga negara tetapi dalam kenyataan prosentase

    warga negara yang berpartisipasi berbeda dari satu negara dengan negara

    yang lain.

    Tinggi rendahnya partisipasi politik warga negara dalam proses

    politik suatu negara setidaknya dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain

    adalah kesadaran politik dan kepercayaan terhadap pemerintah (sistem

    politik). Kesadaran politik ialah kesadaran akan hak dan kewajiban sebagai

    warga negara. Hal ini menyangkut pengetahuan seseorang tentang

  • 36

    lingkungan masyarakat dan politik dan menyangkut minat dan perhatian

    seseorang terhadap lingkungan masyarakat dan politik tempat ia tinggal.

    Yang dimaskud dengan sikap dan kepercayaan kepada pemerintah ialah

    penilaian seseorang terhadap pemerintah: apakah ia menilai pemerintah

    dapat dipercaya dan dapat dipengaruhi atau tidak? (Surbakti, 1992: 144).

    Berdasarkan tinggi rendahnya kesadaran politik dan kepercayaan

    kepada pemerintah, Paige (dalam Sunarto, 2004: 25) membagi partisipasi

    politik menjadi empat tipe. Apabila seseorang memiliki kesadaran politik

    dan kepercayaan kepada pemerintah yang tinggi maka partisipasi politik

    cenderung aktif. Sebaliknya, apabila kesadaran politik dan kepercayaan

    kepada pemerintah rendah maka partisipasi politik cenderung pasif-tertekan

    (apatis). Tipe partisipasi ketiga berupa militan radikal, yakni apabila

    kesadaran politik tinggi tetapi kepercayaan kepada pemerintah sangat

    rendah. Selanjutnya, apabila kesadaran politik sangat rendah tetapi

    kepercayaan kepada pemerintah sangat tinggi maka partisipasi ini disebut

    pasif.

    Sebab-sebab seseorang menggunakan bentuk-bentuk partisipasi

    politiknya adalah berbagai motivasi yang ada pada kelompoknya dan

    dirinya, tentang bagaimana caranya agar tujuan-tujuannya tercapai melalui

    saluran-saluran politik yang ada.

    Partisipasi politik seseorang atau kelompok orang tentunya berbeda,

    hal ini dipengaruhi oleh kepentingan dari individu seseorang atau kelompok

    tersebut. Weber mengemukakan terdapat 5 (lima) penyebab timbulnya

  • 37

    gerakan ke arah partisipasi lebih luas dalam proses politik, yaitu sebagai

    berikut:

    a. Modernisasi dalam segala bidang kehidupan yang menyebabkan masyarakat makin banyak menuntut untuk ikut dalam kekuasaan politik.

    b. perubahan-perubahan struktur kelas. Masalah siapa yang berhak berpartisipasi dan pembuatan keputusan politik menjadi penting dan mengakibatkan perubahan dalam pola partisipasi politik

    c. pengaruh kaum intelektual dan komunikasi massa modern.. ide demokratisasi partisipasi telah menyebar ke bangsa-bangsa baru sebelum mereka mengembangkan modernisasi dan industrialisasi yang cukup matang.

    d. konflik antar kelompok pemimpin politik. Jika timbul konflik antarelit, maka yang dicari adalah dukungan rakyat. Terjadi perjuangan kelas menentang melawan kaum aristocrat yang menarik kaum buruh dan membantu memperluas hak pilih rakyat.

    e. keterlibatan pemerintah yang meluas dalam urusan sosial, ekonomi dan kebudayaan. Meluasnya ruang lingkup aktivitas pemerintah sering merangsang timbulnya tuntutan-tuntutan yang terorganisasi dalam pembuatan keputusan politik. (dalam Suryadi, 2007: 128)

    Vaughan dan Archer (dalam Altbach, 1988: 198) menyatakan bahwa

    suatu ideologi dapat mempengaruhi aksi dalam hal menentukan tujuan dan

    memilih sarana tertentu, diantara berbagai sarana yang ada, untuk mencapai

    tujuan tersebut.

    Menurut Phillip G. Altbach (1988: 178) bahwa terdapat kesan bahwa

    ideologi total, yang difokuskan melalui salah satu dari nilai-nilai sentralnya,

    menstrukturkan persepsi, peristiwa-peristiwa yang penting, sasaran yang

    khas dan sarana-sarana yang dipilih pada tingkat aksi politik mahasiswa.

    Dengan kata, lain ideologi menuntun respon dan pola tindakan. Selain itu,

    ideologi merumuskan masalah dan pemecahannya pada tingkat politik

    nasional. Penganjur ideologi merasa bahwa peristiwa dan masalah-masalah

    nasional mempunyai hubungan erat dengan aksi protes di dalam universitas.

  • 38

    Adakalanya para mahasiswa dibangkitkan oleh suatu isu politik,

    meskipun dalam kasus-kasus tersebut demonstrasinya cenderung kecil dan

    tidak tercipta gerakan atau organisasi yang langgeng (Altbach, 1988: 32).

    Menurut Altbach (1988:199) bahwa suatu nilai atau kepercayaan

    politik, dalam peran sebagai kriteria selektif, mempunyai pengaruh yang

    lebih langsung terhadap seleksi dari tujuan untuk bertindak, dibanding

    pengaruh yang dimiliki kepercayaan politik, dalam peran kriteria evaluatif.

    Sebab sebelum prinsip moral dan aspek-aspek evaluatif kepercayaan dapat

    berpengaruh terhadap aksi yang mendukung konfrontasi, aspek-aspek

    evaluatif tersebut harus dipandang dengan suatu cara yang khas.

    2.2. Kerangka Berfikir

    Aksi demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa merupakan

    salah satu bentuk partisipasi politik mahasiswa. Sarana ini paling sering

    dilakukan oleh para aktivis mahasiswa, hampir setiap isu yang berkembang

    di masyarakat berpotensi menjadi bahan isu aksi demonstrasi. Aktivis

    mahasiswa dapat dibagi menjadi dua kelompok, kelompok yang pertama

    adalah aktivis organisasi kemahasiswaan intra kampus dan kelompok yang

    kedua adalah aktivis organisasi kemahasiswaan ekstra kampus. Kedua

    kelompok ini memiliki karakter kekhasannya masing-masing, jika dilihat

    dari filosofi berdirinya organisasi, Ormawa intra kampus berdiri berdasarkan

    idealisme universal atau umum sedangkan Ormawa ekstra kampus berdiri

  • 39

    berdasarkan idealisme ideologi tertentu, seperti ideologi Islam,

    Kristen/Katholik, Pancasila, Sosialis maupun Liberal.

    Organisasi kemahasiswaan memiliki salah satu peran yaitu

    melakukan pendidikan politik terhadap anggotanya. Kedua kelompok

    Ormawa tersebut memiliki lingkungan organisasi yang berbeda, nuansa

    yang berbeda, nilai-nilai yang berbeda serta idealisme yang berbeda pula.

    Dari perbedaan karakter kedua kelompok aktivis mahasiswa ini berpengaruh

    terhadap karakter pergerakannya, lebih khusus dalam penelitian ini adalah

    karakter aksi demonstrasi yang dilakukan oleh keduanya. Dengan rumusan

    masalah bagaimana fokus perhatian isu yang mereka usung dan bagaimana

    tingkat partisipasi keikutsertaan mereka dalam aksi demonstrasi. Kerangka

    berfikir di atas dapat digambarkan dalam skema sebagai berikut:

  • 40

    Gambar 2.2. Skema Kerangka Berfikir Penelitian

    Partisipasi Politik (Aktivis)

    Partisipasi Politik (Aktivis)

    Aksi Demonstrasi: 1. Isu Aksi Demonstrasi 2. Tingkat partisipasi keikutsertaan

    dalam Aksi Demonstrasi

    Pendidikan Politik

    Pendidikan Politik

    Karakteristik Aksi Demonstrasi Aktivis

    Mahasiswa Intra Kampus

    Karakteristik Aksi Demonstrasi Aktivis Mahasiswa Ekstra

    Kampus

    Ormawa Intra Kampus

    Ormawa Ekstra Kampus

  • BAB III

    METODE PENELITIAN

    3.1. Pendekatan Metode

    Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif dan kualitatif

    deskriptif dengan menggunakan metode survei. Menurut Nazir (2005: 56)

    bahwa metode survei adalah penyelidikan yang diadakan untuk memperoleh

    fakta dari gejala-gejala yang ada dan mencari keterangan-keterangan secara

    faktual. Metode ini membedah, menguliti dan mengenal masalah-masalah

    serta mendapatkan pembenaran terhadap keadaan dan praktik-praktik yang

    sedang berlangsung. Dalam metode survei juga dikerjakan evaluasi serta

    perbandingan-perbandingan terhadap hal-hal yang telah dikerjakan orang

    dalam menangani situasi atau masalah yang serupa.

    3.2. Metode Penentuan Objek

    3.2.1. Populasi

    Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 108) bahwa populasi adalah

    keseluruhan subjek penelitian. Objek pada populasi diteliti, hasilnya

    dianalisis, disimpulkan dan kesimpulan itu berlaku untuk seluruh populasi.

    Populasi dalam penelitian ini adalah pengurus Organisasi Kemahasiswaan

    (Ormawa) yang berjumlah 545 orang yang tersebar dalam berbagai Ormawa,

    antara lain Ormawa Intra Kampus yaitu; BEM (Badan Eksekutif

    Mahasiswa) Unnes dan 8 BEM Fakultas di Unnes, antara lain BEM FIP,

    41

  • 42

    BEM FBS, BEM FIS, BEM FMIPA, BEM FT, BEM FIK, BEM FE dan

    BEM FH serta 6 Organisasi Kemahasiswaan Ekstra Kampus, antara lain

    HMI (Himpunan Mahasiswa Islam) Komisariat, KAMMI (Kesatuan Aksi

    Mahasiswa Muslim Indonesia) Komisariat, PMII (Persatuan Mahasiswa

    Islam Indonesia) Komisariat, IMM (Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah)

    Komisariat, LMND (Liga Mahasiswa Nasional Demokrasi) Komisariat dan

    GEMBES (Gerakan Mahasiswa Pembebasan) Komisariat di lingkungan

    sekitar kampus Unnes yang pengurusnya tercatat sebagai mahasiswa Unnes.

    Berikut daftar jumlah pengurus masing-masing Ormawa yang menjadi

    populasi objek penelitian:

    Tabel 3.1. Daftar Organisasi Kemahasiswaan di Lingkungan

    Kampus Unnes Tahun 2009 NO ORMAWA PENGURUS

    1 BEM Universitas 64 2 BEM FIP 40 3 BEM FBS 30 4 BEM FIS 35 5 BEM FMIPA 48 6 BEM FT 37 7 BEM FIK 32 8 BEM FE 52 9 BEM FH 63

    11 HMI Komisariat 9 12 KAMMI Komisariat 58 13 PMII Komisariat 27 14 IMM Komisariat 32 15 LMND Komisariat 8 16 GEMBES Komisariat 10

    JUMLAH 545

    Sumber: Diolah dari hasil penelitian awal.

  • 43

    3.2.2. Sampel

    Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 109) bahwa sampel adalah

    sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Apabila subjek anggota populasi

    kurang dari 100 orang, lebih baik diambil semua dan jika jumlah populasi

    lebih besar dari 100 orang, maka dapat diambil antara 10-25% atau lebih.

    Sampel yang diambil dalam penelitian ini adalah 25% dari seluruh populasi

    yang ada, yaitu ditetapkan sejumlah 136 sampel.

    Penelitian ini menggunakan teknik Stratifield Proportional Random

    Sampling, dalam hal pengambilan sampel adalah dengan teknik Area

    Probability Sample (Sampel Wilayah), yaitu wilayah dibagi ke dalam

    organisasi-organisasi yang masuk dalam populasi atau bisa disebut

    subpopulasi. Selanjutnya digunakan teknik proporsional sample untuk

    menentukan jumlah sampel pada masing-masing subpopulasi.

    Teknik sampling random dilakukan dengan cara mencampur subjek-

    subjek di dalam subpopulasi sehingga semua subjek dianggap sama. Dengan

    demikian maka peneliti memberi hak yang sama kepada setiap subjek yang

    ada untuk memperoleh kesempatan dipilih menjadi sampel.

    Subpopulasi ada 15, maka N1, N2,....N15. rumus sample fraction

    adalah:

    f1 = N1 N

    dan besar sampel per subpopulasi adalah:

    n1 = f . n

  • 44

    Keterangan:

    n = Jumlah Sampel

    N = Total Populasi

    f = Sample Fraction

    Berikut adalah contoh perhitungan proporsi sampel pada masing-

    masing subpopulasi:

    n1 = f1 . n

    = 64 X 136 545 = 15, 97 maka jumlah sampel n1 adalah 16

    Tabel 3.2. Sampel Penelitian Aktivis Mahasiswa Unnes NO ORMAWA POPULASI SAMPEL

    1 BEM Universitas 64 16 2 BEM FIP 40 10 3 BEM FBS 30 8 4 BEM FIS 35 9 5 BEM FMIPA 48 12 6 BEM FT 37 9 7 BEM FIK 32 8 8 BEM FE 52 13 9 BEM FH 63 16

    11 HMI Komisariat 9 2 12 KAMMI Komisariat 58 14 13 PMII Komisariat 27 7 14 IMM Komisariat 32 8 15 LMND Komisariat 8 2 16 GEMBES Komisariat 10 2

    JUMLAH 545 136

    Sumber: Diolah dari hasil penelitian awal.

  • 45

    3.3. Fokus Penelitian

    Fokus penelitian merupakan apa yang harus menjadi perhatian dalam

    penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi fokus penelitian adalah

    karakteristik aksi demonstrasi aktivis Ormawa intra dan ekstra kampus

    Unnes, lebih khusus pada fokus perhatian para aktivis terhadap isu yang

    diusung melalui aksi demonstrasi dan tingkat partisipasi keikutsertaannya

    dalam aksi demonstrasi.

    3.4. Metode Pengumpulan Data

    3.4.1. Kuesioner atau Angket

    Penelitian ini menggunakan metode angket, dengan beberapa

    pertimbangan sebagai berikut:

    Keuntungan metode angket adalah;

    1) setiap responden menerima pertanyaan yang sama.

    2) responden mempunyai kebebasan untuk memberikan keterangan atau

    jawaban.

    3) pengaruh subjektifitas dapat dilindungi.

    4) angket dapat digunakan untuk responden yang banyak dengan waktu

    relatif singkat serta sedikit tenaga.

    Kelemahan metode angket adalah;

    1) kemungkinan ada responden yang tidak mengisi angket.

    2) pertanyaan telah ditentukan yang tidak dapat diubah sesuai dengan

    kemampuan responden.

  • 46

    3) teknik ini belum merupakan jaminan bahwa responden akan memberikan

    jawaban yang tepat.

    Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 200), sebelum menggunakan

    kuesioner, ada prosedur yang harus dilalui, antara lain;

    1) merumuskan tujuan yang akan dicapai dengan kuesioner

    2) mengidentifikasikan variabel yang akan dijadikan sasaran kuesioner.

    3) Menjabarkan setiap variabel menjadi sub-variabel yang lebih spesifik

    dan tunggal

    4) Menentukan jenis data yang akan dikumpulkan, sekaligus untuk

    menentukan teknik analisisnya.

    Penelitian ini menggunakan angket dengan dua (alternatif) jawaban.

    Agar data dapat diolah dengan statistik maka data kualitatif ditransfer

    menjadi data kuantitatif. Penelitian menggunakan scoring dengan 2

    alternatif, untuk pertanyaan dengan jawaban a = 1 dan b = 0. Serta

    pertanyaan tambahan dengan jawaban skala nilai.

    Angket atau kuesioner adalah alat pengumpul data yang digunakan

    peneliti untuk mengetahui apakah ada perbedaan fokus perhatian issu aksi

    demonstrasi dan intensitas keikutsertaan dalam aksi demonstrasi di antara

    para aktivis mahasiswa Unnes.

    3.4.2. Wawancara

    Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan

    penelitian dengan cara tanya jawab, sambil bertatap muka antara si penanya

  • 47

    atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan menggunakan

    alat yang dinamakan interview guide (panduan wawancara) (Nazir: 2005:

    194).

    Wawancara dipengaruhi oleh 4 (empat) faktor seperti skema berikut:

    Gambar 3.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Interaksi dalam Wawancara

    Sumber: Nazir (2005: 195)

    Dalam melakukan wawancara, peneliti harus dapat ‘menangkap’

    proses interpretasi dan melihat segala sesuatu dari sudut pandang orang yang

    diteliti serta berusaha mendalami aspek subyektif dari perilaku manusia

    dengan cara masuk ke dunia konseptual orang-orang yang diteliti. Dengan

    cara tersebut diharapkan peneliti dapat mengerti bagaimana makna sosial

    Situasi Wawancara - waktu - tempat - kehadiran orang lain - sikap masyarakat

    Pewawancara - Karakteristik sosial - Ketrampilan

    melaksanakan wawancara

    - Motivasi - Rasa aman

    Responden - karakteristik sosial - kemampuan

    menangkap pertanyaan

    - kemauan menjawab pertanyaan

    Isi Wawancara - Peka untuk ditanyakan - Sukar untuk ditanyakan - Tingkat minat - Sumber kekhawatiran

  • 48

    dan wacana-wacana yang dikembangkan dalam kehidupan sehari-hari.

    Dalam penelitian ini dilakukan wawancara terhadap Pimpinan Organisasi

    Kemahasiswaan yang dalam beberapa kegiatan aksi demonstrasi berperan

    sebagai pimpinan aksi, baik sebagai konseptor, orator, agigator, HUMAS

    ataupun peran lain yang dipandang cukup strategis dalam kegiatan aksi

    demonstrasi antara lain; Presiden Mahasiswa Unnes, Menteri Luar Negeri

    BEM KM Unnes, dan beberapa Ketua Ormawa lainnya yang memiliki peran

    cukup strategis dalam pelaksanaan aksi demonstrasi ayng pernah ada. Peran

    dari metode wawancara ini sebagai pendukung dan pelengkap data

    penelitian.

    3.4.3. Dokumentasi

    Teknik atau studi dokumentasi merupakan cara mengumpulkan data

    melalui peninggalan tertulis seperti arsip, buku-buku tentang pendapat, dalil,

    hukum dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian.

    Dokumentasi adalah mencari data mengenai hal-hal atau variabel

    yang berupa catatan, transkrip, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen

    rapat, lengger, agenda dan sebagainya (Arikunto, 2002: 206).

    Dokumentasi yang dimaksud seperti proposal dan laporan kegiatan

    kegiatan BEM dan organisasi kemahasiswaan yang lain, berita dari media

    massa.

  • 49

    3.5. Analisis Instrumen Penelitian

    3.5.1. Validitas

    Menurut Suharsimi Arikunto (2002: 144-146) validitas adalah suatu

    ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan sesuatu instrumen.

    Suatu instrumen yang valid atau shahih mempunyai validitas tinggi.

    Sebaliknya instrumen yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah.

    Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mampu mengukur apa

    yang diinginkan. Sebuah instrumen dikatakan valid apabila mengungkap

    data dari variabel yang diteliti secara tepat. Tinggi rendahnya validitas

    instrumen menunjukkan sejauh mana data yang terkumpul tidak

    menyimpang dari gambaran tentang validitas yang dimaksud.

    Dalam penelitian ini, untuk mengukur validitas alat pengumpul data

    teknik validitas yang logis dan validitas empiris:

    1) Validitas Logis

    Merupakan pedoman penyusunan alat ukur yang didasarkan pada teori

    dan kriteria materi sasaran penelitian. Validitasnya diperoleh dengan

    usaha yang dilakukan dengan memperhatikan langkah-langkah

    penyusunan instrumen, yaitu dengan memecah variabel ke dalam

    subvariabel dan indikator-indikator, kemudian merumuskan butir-butir

    pertanyaan dari tiap-tiap indikator.

    Untuk mengetahui apakah item-item instrumen itu telah tersusun

    secara logis atau belum adalah dengan mengkonsultasikan item-item

  • 50

    tersebut kepada yang berkompeten, dalam hal ini adalah Dosen

    Pembimbing I dan Dose