KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

94
KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN GADIS PAKARENA KARYA KHRISNA PABICHARA (PENDEKATAN PSIKOLOGI SASTRA) SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar Oleh DEWI ANDRIANI S. NIP: 10533 7211 12 UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA 2017

Transcript of KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

Page 1: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN GADIS

PAKARENA KARYA KHRISNA PABICHARA (PENDEKATAN

PSIKOLOGI SASTRA)

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan guna Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

pada Jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar

Oleh

DEWI ANDRIANI S.

NIP: 10533 7211 12

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA

2017

Page 2: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …
Page 3: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …
Page 4: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

ii

MOTO DAN PERSEMBAHAN

"Musuh yang paling berbahaya di atas dunia ini adalah penakut dan

bimbang. Teman yang paling setia, hanyalah keberanian dan keyakinan

yang teguh."

Di atas segala asa, kupanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT, Dialah puncak segala ketaatan. Berkat karunia-Nya yang besar

hingga akhirnya saya dapat menyelesaikan skripsi ini. Akhirnya, teriring penghargaan, terima kasih, cinta dan ketulusan,

kupersembahkan sebuah karya untuk mereka yang menantikan saat-saat ini.

Kupersembahkan karya ini sebagai tanda terima kasihku kepada

kedua orang tua tercinta Ayah Suryadi dan Ibu Kurniati, Suamiku

Alfirman Tato dan Anakku Muh. Fajar Alfirman, kakakku dan adikku

beserta keluargaku juga untuk teman-temanku yang senantiasa

memberikan do’a, harapan, dan semangat.

Page 5: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

i

ABSTRAK

DEWI ANDRIANI. S, 2017. “Analisis Karakter Tokoh Utama Pada Kumpulan

Cerpen Gadis Pakarena karya Khrisna Pabichara (Pendekatan Psikologi Sastra)”.

Skripsi. Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan. Universitas Muhammadiyah Makassar. Dibimbing oleh H. Tjoddin

SB., Pembimbing I dan Iskandar, Pembimbing II.

Penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif yang bertujuan untuk

mendeskripsikan karakter tokoh utama pada kumpulan cerpen Gadis Pakarena

karya Khrisna Pabichara berdasarkan Pendekatan Psikologi Sastra Teori Sigmund

Freud. Data penelitian ini adalah kalimat-kalimat atau paragraf yang mengandung

aspek-aspek kepribadian dari tokoh utama. Sumber data penelitian ini adalah

kumpulan cerpen Gadis Pakarena karya Khrisna Pabichara yang diterbitkan oleh

Dolphin pada tahun 2012 (cetakan pertama).

Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan teknik baca dan teknik

pencatatan atau pengartuan dengan menggunakan teknik analisis isi dengan

menggunakan teori Sigmund Freudn

Dari hasil analisis data dalam penelitian ini maka dapat disimpulkan,

cerpen Mengawini Ibu dengan tokoh utama Rewa memiliki tiga aspek kepribadian

yaitu Id, Ego, dan Superego. Cerpen Silariang dengan tokoh utama Syarifuddin

Tola memiliki dua aspek kepribadian yaitu Id dan Ego. Id adalah segi kepribadian

tertua, sistem kepribadian pertama, ada sejak lahir (bahkan mungkin sebelum

lahir), diturunkan secara genetis, langsung berkaitan dengan dorongan-dorongan

biologis manusia dan merupakan sumber/cadangan energi manusia. Ego adalah

segi kepribadian yang harus tunduk pada id dan harus mencari dalam realitas apa

yang dibutuhkan id sebagai pemuas kebutuhan dan pereda ketegangan. Superego

adalah perwakilan dari berbagai nilai dan norma yang ada dalam masyarakat

dimana individu itu hidup.

Saran dalam penelitian ini adalah (1) Bagi peneliti selanjutnya harus

mencari konsep dasar tentang pendekatan psikologi sastra secara meluas. Serta

mengembangkan kajian ini sehingga menghasilkan karya-karya yang di dalamnya

memaparkan tentang psikologi seseorang. (2) Penelitian terhadap kumpulan

cerpen Gadis Pakarena karya Khrisna Pabichara masih dapat diteliti lebih lanjut

dengan pendekatan yang lain untuk lebih memahami isinya.

Kata Kunci : Psikologi Sastra (Sigmund Freud) Id, Ego dan Superego

Page 6: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Allah Subhana Wataala atas

limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi yang berjudul “Analisis Karakter

Tokoh Utama pada Kumpulan Cerpen Gadis Pakarena Karya Khrisna Pabichara

(Pendekatan Psikologi sastra)” dapat dirampungkan untuk memenuhi salah satu

persyaratan akademis guna memperoleh gelar Sarjana Bahasa dan Sastra Indonesia pada

Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Muhammadiyah Makassar.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa mulai dari penyusunan proposal sampai

rampungnya skripsi ini berbagai macam hambatan dan rintangan yang penulis hadapi.

Namun, Alhamdulillah, berkat doa dan usaha yang penulis tempuh semua hambatan dan

rintangan dapat teratasi.

Ucapan terima kasih yang dalam dan tulus penulis sampaikan kepada Ayahanda

Suryadi dan Ibunda Kurniati, sembah sujud yang tidak terhingga atas segalah jerih

payah, kesabaran, dan ketulusan hati mendoakan dan mencurahkan kasih sayang kepada

penulis. Demikian pula kepada saudara-saudaraku (Hendra, Warni, Sutiawan, Vevti

Deningsi, Muammar Awansyah, dan Reza fahrul Ilmi) dan segenap keluarga atas

bantuannya selama ini.

Page 7: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

Terima kasih penulis ucapkan kepada Drs. H. Tjoddin SB., M.Pd. pembimbing I

yang telah membimbing, mengarahkan , dan memotivasi penulis. Selanjutnya, kepada

Iskandar, S.Pd., M.Pd,. pembingbing II yang telah meluangkan waktunya untuk

membimbing penulis, bahkan telah banyak memberikan bantuan kepada penulis berupa

arahan, nasihat, masukan serta semangat dengan segala ketulusan dan kerendahan hati

dalam menghadapi berbagai kendala dan tantangan dalam merampung skripsi ini.

Ucapan terima kasih penulis tujukan kepada; Dr. H. Adbul Rahman Rahim,

SE.,MM. Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar, Erwin Akib, S.Pd., M.Pd., Ph.

D., Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah

Makassar, dan Dr. Munirah, M.Pd., ketua Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Muhammadiyah Makassar beserta

seluruh dosen dan Staf pegawai dalam lingkungan Fakultas Keguruan dan Ilmu

Pendidikan yang telah membekali penulis dengan rangkaian ilmu pengetahuan yang

sangat bermanfaat.

Ucapan terima kasih yang teristimewa kepada Suamiku Alfirman Tato dan

Anakku Muh. Fajar Alfirman. Atas dukungan, doa, semangat selama ini kepada penulis,

semoga Allah Swt melimpahkan rahmat dan karunia-Nya.

Ucapan terimah kasih kepada sahabat-sahabat Kelas G Jurusan Bahasa dan

Sastra Indonesia angkatan 012. Terima kasih atas dukungannya, doa, semangat dan

kebersamaanya selama ini dengan penulis. Dari semua bantuan yang telah diberikan,

penulis tentunya tidak akan dapat membalasnya kecuali berdoa semoga Allah Swt.

Page 8: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

Melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada hamba-Nya yang telah membantu

sesamanya.

Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari berbagai keterbatasan dalam

penulisan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis senantiasa mengharapkan saran dan kritik

yang bersifat membangun dari pembaca demi kesempurnaan skripsi ini. Akhirnya,

penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Makassar, Februari 2017

iii

Page 9: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

DAFTAR ISI

ABSTRAK................................................................................................................. i

MOTO DAN PERSEMBAHAN .............................................................................. ii

KATA PENGANTAR ............................................................................................. iii

DAFTAR ISI ............................................................................................................ iv

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

A. Latar Belakang .............................................................................................. 1

B. Rumusan Masalah......................................................................................... 4

C. Tujuan penelitian .......................................................................................... 5

D. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 5

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 6

A. Tinjauan Pustaka........................................................................................... 6

B. Kerangka Pikir ............................................................................................. 31

BAB III METODE PENELITIAN ....................................................................... 32

A. Fokus Dan Desain Penelitian ....................................................................... 32

B. Defenisi Istilah ............................................................................................. 33

C. Data Dan Sumber Data ................................................................................ 33

D. Teknik Pengumpulan Data .......................................................................... 34

Page 10: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

E. Teknik Analisis Data ................................................................................... 35

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ..................................... 36

A. Penyajian Hasil Analisis Data ..................................................................... 36

B. Pembahasan Hasil Penelitian ....................................................................... 53

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN................................................................ 56

A. Kesimpulan .................................................................................................. 56

B. Saran ............................................................................................................ 56

DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................ 57

LAMPIRAN ........................................................................................................... 59

A. Korpus Data

B. Cerpen

C. Gambar Cerpen

D. Riwayat Hidup

iv

Page 11: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi

pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya. Oleh karena

itu, kehadiran karya sastra merupakan bagian dari kehidupan masyarakat.

Pengarang sebagai objek invidual mencoba menghasilkan pandangan dunianya

kepada subjek kolektifnya. Signifikansi yang dielaborasikan subjek individual

terhadap realitas sosial di sekitarnya menunjukkan sebuah karya sastra berakar pada

kultur tertentu dan masyarakat tertentu. Keberadaan sastra yang demikian itu,

menjadikan iadapat diposisikan sebagai dokumen sosio-budaya Iswanto (dalam

Pradopo dkk, 2001: 59)

Karya sastra merupakan produk dari suatu keadaan produk dari suatu kejiwaan

dan pemikiran pengarang yang berada dalam bentuk situasi setengah sadar, setelah

mendapat bentuk yang jelas dituangkan ke dalam bentuk tertentu secara sadar.

Antara sadar dan tak sadar selalu mewarnai dalam proses imajinasi pengarang.

Kekuatan karya sastra dapat dilihat seberapa jauh pengarang mampu

mengungkapkan ekspresi kejiwaan yang tak sadar itu ke dalam sebuah cipta rasa

(Endraswara,2008: 96).

Karya sastra bukan hanya berfungsi sebagai media alternatif yang dapat

menghubungkan kehidupan manusia masa lampau, masa kini, dan masa yang akan

1

Page 12: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

2

datang, tetapi juga dapat berfungsi sebagai bahan informasi masa lalu yang berguna

dalam upaya merancang manusia ke arah kehidupan yang lebih baik dan bergairah

di masa depan (Tang, 2007: 01)

Sastra menurut Jatman dan Roekhan (Endraswara, 2008: 87-88) adalah

sebagai gejala kejiwaan di dalamnya terkandung fenomena-fenomena kejiwaan

yang tampak lewat perilaku tokoh-tokohnya. Dengan demikian, karya sastra dapat

dikaji dengan menggunakan pendekatan psikologi. Sastra dan psikologi terlalu

dekat hubungannya. Meskipun sastrawan jarang berfikir secara psikologis, namun

karyanya tetap bisa bernuansa kejiwaan. Hal ini dapat diterima karena antara sastra

dan psikologi memiliki hubungannya lintas yang bersifat tak langsung dan

fungsional.

Cerpen (cerita pendek) sebagai salah satu genre karya sastra (prosa fiksi),

hadir sebagai bagian dari medium untuk mengetahui realitas sosial yang diolah

secara kreatif oleh pengarang. Seorang pengarang berusaha semaksimal mungkin

mengarahkan pembaca kepada gambaran-gambaran realitas kehidupan lewat cerita

yang ada dalam cerpen tersebut. Cerpen dalam khazanah sastra indonesia menjadi

bagian penting sejarah sastra indonesia. Oleh karena itu, pembicaraan mengenai

cerpen harus di tempatkan dalam mainstreamnya sendiri bukan sebagai tempelan

belaka atau sekedar pelengkap. Saat ini cerpen menjadi hidup dalam dunia pembaca

dan menelusuri kegelisahan kultural masyarakat pembaca.

Cerpen sering kali hadir di tengah-tengah masyarakat dengan kisah yang

menggetarkan, di mana pengarang biasanya menulis cerpen sesuai dengan kisah

Page 13: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

3

nyata yang biasa terjadi di dalam kehidupan sehari-hari. Kumpulan cerpen Gadis

Pakarena karya Khrisna Pabichara terdapat empat belas judul cerpen. Namun,

peneliti hanya mengkaji duajudul cerpen saja, karena kedua judul tersebut hadir

dengan kisah-kisah yang menonjolkan kejiwaan tokoh utamanya, terutama pada

judul: Mengawini Ibu dan Silariang. Setiap tokoh utama pada kumpulan judul

cerpen tersebut mengalami konflik-konflik yang memilukan. Cerpen yang berjudul

Mengawini Ibu dengan tokoh utama Rewa, Naura Shabrina, dan Althan Adiva yang

kerap di panggil Daeng Sambang. Ketiga tokoh utama tersebut adalah keluarga,

Rewa adalah buah hati dari Naura Shabrina dengan Althan Adiva (Daeng

Sambang). Rewa sangat membenci ayahnya karena sering membawa perempuan

yang belum dinikahi ke rumahnya setelah Ibunya jatuh dari tangga sampai-sampai

tak kuasa memenuhi kebutuhan batin suaminya. Namun, perlakuan ayahnya

tersebut dibalas Rewa dengan menggauli semua perempuan yang pernah dinikahi

ayahnya. Pesan yang dapat dipetik pada kumpulan cerpen Gadis Pakarena Karya

Khrisna Pabichara yaitu janganlah berbuat sesuatu yang dapat menyakiti hati

seorang perempuan, karena perbuatan yang buruk dapat balasan yang buruk juga

dan jadilah seorang laki-laki yang dapat menerima kekurangan seorang perempuan.

Dalam penelitian ini, penulis mengkaji secara detail problem kejiwaan yang

dialami tokoh utama dalam menghadapi konflik yang sulit diterimanya. Dalam

studi psikologi, problem kejiwaan selalu menjadi kajian penting. Peneliti memilih

pendekatan psikologis yang difokuskan pada psikologi Sigmund Freud sebagai alat

pisau bedah dalam melakukan penelitian ini. Adapun alasan peneliti memilih

Page 14: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

4

kumpulan cerpen Gadis Pakarena karya Khrisna Pabichara untuk dikaji karena

kumpulan cerpen ini lebih menonjolkan karakter tokoh utamanya. Adanya relevansi

antara pendekatan yang digunakan dan objek yang dikaji akan lebih memudahkan

peneliti di dalam mengkaji persoalan-persoalan psikologi yang terdapat pada

kumpulan cerpen tersebut.

Peneliti tentang psikologi telah dilakukan oleh Nakti, (2010), dengan judul

penelitian “Karakteristik Tokoh Utama pada kumpulan cerpen Lukisan Kaligrafi

karya A. Mustofa Bisri, Budi Mulyadi, (2007), dengan judul penelitian “Karakter

Tokoh Utama Novel Utsukushisa To Kananshimi karya Kawabata Yasunari, dan

Rahmawati (2010), dengan judul penelitian “Analisis Watak Tokoh Utama Novel

Nayla karya Djenar Maesa Ayu (Sebuah Tinjauan Psikologi Sastra). Perbedaan

peneliti terdahulu yaitu terletak pada perbandingan objek kajian, sedangkan

penelitian pada kumpulan cerpen Mengawini Ibu fokus pada karakter tokoh utama.

Persamaan peneliti terdahulu dengan penelitian pada kumpulan cerpen Mengawini

Ibu yaitu masing-masing menggunakan psikologi kepribadian Sigmund Freud.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang akan saya

teliti dalam penelitian ini adalah ‘‘Bagaimanakah karakter tokoh utama pada

kumpulan cerpan Gadis Pakarena Karya Krisnha Pabichara dengan pendekatan

teori Sigmund Freud ?”

Page 15: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

5

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan karakter tokoh utama pada

kumpulan cerpen Gadis Pakarena karya Khrisna Pabichara dengan pendekatan

psikologi sastra teori Sigmund Freud.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat yang diinginkan dari hasil penelitian sebagai berikut :

1. Manfaat Teoritis

Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi lebih

rinci dan mendalam tentang karakter tokoh utama pada kumpulan cerpen Gadis

Pakarena karya Khrisna Pabichara.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi pembaca, memberikan sumbangsi pemikiran atau bahan informasi pada

kumpulan cerpen Gadis Pakarena Karya Khrisna Pabichara.

b. Bagi pencinta sastra, sebagai bahan masukan dalam upaya pengkajian maupun

kajian-kajian yang lainnya.

c. Bagi peneliti lain, sebagai bahan acuan untuk melakukan penelitian yang relevan

dengan judul penelitian ini.

Page 16: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Tinjauan Pustaka

Tinjauan pustaka yang akan saya uraikan pada penelitian ini dasarnya adalah

sejumlah teori yang akan dijadikan acuan untuk mendukung dan memperjelas

penelitian ini. Sehubungan dengan masalah yang akan saya teliti. Maka ada

beberapa teori yang dianggap relevan dan fokus yang akan saya kaji dalam

penelitian ini, antara lain:

1. Penelitian yang relevan

Peneliti tentang psikologi telah dilakukan oleh Nakti, (2010), dengan judul

penelitian “Karakteristik Tokoh Utama pada kumpulan cerpen Lukisan Kaligrafi

karya A. Mustofa Bisri. Hasil dari penelitian ini menunjukkan karakteristik tokoh

utama yaitu (a) Gus Jakfar dalam cerpen Gus Jakfar, Id, ego, dan superego dalam

diri Gus Jakfar bekerja secara harmonis. Keistimewaan yang dimilikinya untuk

membaca garis nasib seseorang tidak digunakan lagi setelah dihadapkan dengan

kehidupan nyata Kiai Tawakal dan semua kehidupan dan nasib seseorang hanya

dapat ditentukan oleh Tuhan. (b) Kang Kasanun dalam cerpen Kang Kasanun,

superego Kang Kasanun mampu mengalahkan id dan mendorong ego untuk

melaksanakan hal-hal yang bersifat moralitas. Kang Kasanun tidak lagi

menggunakan ilmu kanuragan yang dimilikinya untuk perbuatan jahat. Hal ini

dilakukan agar tidak merugikan masyarakat dengan ilmu yang dimilikinya. (c)

6

Page 17: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

7

Ndara Mat Amit dalam cerpen Ndara Mat Amit, Berdasarkan konflik yang dihadapi

Ndara Mat Amit dengan Pak Min, maka mendominasi Id dalam diri Ndara Mat

Amit dapat dikendalikan oleh Superego melalui doronga Ego yang menjadi

pelaksana kepribadian yang bersifat moralitas agar tidak terjadi pertengkaran yang

tidak rumit, Ndara Mat Amit memutuskan untuk pergi meninggalkan tempat

terjadinya pertengkaran. (d) Gus Muslih dalam cerpen Gus Muslih, dorongan

superego dalam diri Gus Muslih mampu menahan implus-implus Id dan mendorong

Ego dalam mengontrol Id dalam melaksanak nilai-nilai moralitas. Superego

ditunjukkan Gus Muslih dalam menolong anjing yang sedang sakit dijalan raya dan

membawanya pulang untuk diobati sampai sembuh Gus Muslih rela melepas jasnya

untuk membungkus anak anjing yang kedinginan dan berceceran darah agar tidak

mengotori mobil panitia yang mengantarnya. (e) Tokoh Aku dalam Cerpen Amplop

Abu-Abu , ego tokoh Aku mampu menjabatani dorongan Id dalam menemukan

pemecahan masalah atas masalah yang dihadapi tokoh Aku dengan lelaki misterius

yang selalu mengikutinya saat ia mengisi ceramah didaerah-daerah. Budi Mulyadi,

(2007), dengan judul penelitian “Karakter Tokoh Utama Novel Utsukushisa To

Kananshimi karya Kawabata Yasunari. Hasil dari penelitian ini menunjukkanbahwa

karakter tokoh utama dari segi fisik, Otoko digambarkan sebagai seorang pelukis

wanita terkenal yang cantik memesona. Kecantikannya itu tidak hanya dikagumi

kaum pria, wanita pun mengagumi kecantikannya. Pada usia remaja, Otoko

digambarkan sebagai remaja polos dan lugu. Karena kepolosan dan keluguhannya

itu Otoko terjebak kedalam hubungan cinta terlarang dengan seorang pria dewasa

Page 18: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

8

yang sudah berkeluarga. Hubungan cinta terlarang itu membuat hidup Otoko penuh

dengan keindahan dan kepiluan. Otoko digambarkan memiliki banyak sifat terpuji

salah satu sifat terpujinya adalah kerendahan hatinya. Sifat terpuji lainnya adalah ia

bukan seorang pendendam. Ia tidak pernah merasa dendam terhadap Oki yang telah

menghabcurkan masa remajanya. Otoka digambarkan sebagai wanita yang bisa

belajar dari pengalaman masa lalu serta bisa bangkit dari keterpurukan. Penderitaan

masa lalunya dijadikan cambuk untuk menjadi orang sukses. Otoko sukses menjadi

seorang pelukis terkenal akan tetapi kesuksesannya itu menjadikan ia memiliki sifat

narsis. Sifat terpuji lain Otoko adalah kelapangan hatinya memaafkan orang yang

pernah menghancurkan hidupnya. Otoko juga bukan seorang pendendam. Otoko

digambarkan sebagi wanita yang apatis dan terobsesi pada kematian. Dari segi

kepribadian Otoko didominasi oleh Idyang ditunjukkan oleh sikapnya yang

cenderung hanya memikirkan kesenangan semata. Kehamilannya di luar nikah

adalah salah satu contoh dari hasil perbuatan Otoko yang tidak mempertimbangkan

moral. Hal itu merupakan salah satu ciri dari kepribadian yang didominasi id. Akan

tetapi seiring dengan bertambahnya usia, kepribadian Otoko mulai berubah.

Superego yang bekerja berdasarkan pertimbangan moral mulai mendominasi

kepribadian Otoko. Otoko mulai bersikap dewasa dan bijaksana. Sikap lapang dada

dan pemaafnya mendorong ia memaafkan semua kesalahan Okoi. Ketika Keiko

berniat membalas dendam kepada Oki, Otoko mencegahnya. Rahmawati (2010),

dengan judul penelitian “Analisis Watak Tokoh Utama Novel Nayla karya Djenar

Maesa Ayu (Sebuah Tinjauan Psikologi Sastra).Hasil dari penelitian ini

Page 19: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

9

menunjukkan bahwa watak tokoh utama Nayla yaitu: (1) Emosionalitas : Mudah

marah, suka tertawa, perhatian tidak mendalam, tetap didalam pendiriannya, tidak

suka tenggang menenggang, jujur dalam batas-batas hukum, tidak ingin berkuasa,

(2) Proses pengiring/fungsi sekunder : Tenang, egoistis dan (3) Aktivitas : Riang

gembira, dengan keras menentang penghalang, pandangan luas, setelah bertengkar

cepat mau berdamai, cepat putus asa, segala soal dipandang berat, nafsu birahi

kerap kali menggelora, sulit membuka hati. Perbedaan peneliti terdahulu yaitu

terletak pada perbandingan objek kajian, sedangkan penelitian pada kumpulan

cerpen Gadis Pakarena pada judul Mengawini Ibu dan Silariang fokus pada

karakter tokoh utama. Persamaan peneliti terdahulu dengan penelitian pada

kumpulan cerpen Gadis Pakarenapada judul Mengawini Ibu dan Silariang yaitu

masing-masing menggunakan psikologi kepribadian Sigmund Freud.

2. Pengertian Sastra

Sastra (sansekerta/Shastra) merupakan kata serapan dari bahasa Sansakerta

sastra, yang berarti “teks yang mengandung instruksi” atau “pedoman”, dari kata

dasar sas- yang berarti “intruksi” atau “ajaran”. Dalam bahasa Indonesia kata ini

bisa digunakan untuk merujuk kepada “kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang

memiliki arti atau keindahan tertentu. Selain itu dalam arti kesusasteraan, satra bisa

dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan (sastra oral). Di sini sastra tidak

banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana

untuk mengepresikan pengalaman atau bahasa (Sadikin, 2010: 6).

Page 20: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

10

Suatu hasil karya baru dapat dikatakan memiliki nilai sastra bila di dalamnya

terdapat kesepadanan antara bentuk dan isinya. Bentuk bahasanya baik dan indah,

dan susunannya beserta isinya dapat menimbulkan perasaan haru dan kagum di hati

pembacanya.

Bentuk dan isi sastra harus saling mengisi, yaitu menimbulkan kesan yang

mendalam di hati para pembacanya sebagai perwujudan nilai-nilai karya seni.

Apabila isi tulisan cukup baik tetapi cara pengungkapan bahasanya buruk, karya

tersebut tidak dapat disebut sebagai cipta sastra, begitu juga sebaliknya.

Sastra adalah institusi sosial yang memakai medium bahasa. Mereka

beranggapan bahwa teknik-teknik sastra tradisional seperti simbolisme dan matra

bersifat sosial karena merupakan konvensi dan norma masyarakat. Lagi pula sastra

menyajikan kehidupan, dan kehidupan sebagian besar terdiri dari kenyataan sosial,

walaupun karya sastra juga meniru alam dan dunia subyaktif manusia.

Menurut Sadikin (2010: 6-7) dalam kehidupan masyarakat, sastra mempunyai

beberapa fungsi yaitu:

a. Fungsi rekreatif, yaitu sastra dapat memberikan hiburan yang menyenangkan

bagi penikmat atau pembacanya.

b. Fungsi didaktif, yaitu sastra mampu mengarahkan atau mendidik pembacanya

karena nilai-nilai kebenaran dan kebaikan yang terkandung di dalamnya.

c. Fungsi estetis, yaitu sastra mampu memberikan keindahan bagi penikmat atau

pembacanya karena sifat keindahannya.

Page 21: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

11

d. Fungsi moralitas, yaitu sastra mampu memberikan pengetahuan kepada pembaca

atau peminatnya sehingga tahu moral yang baik dan buruk, karena sastra yang

baik selalu mengandung moral yang tinggi.

e. Fungsi religius, yaitu sastra menghasilkan karya-karya yang mengandung ajaran

agama yang dapat diteladani para penikmat atau pembaca sastra.

3. Cerpen

Dalam catatan sejarah kesusastraan Indonesia, cerpen adalah salah satu genre

sastra yang termudah usianya dibandingkan dengan penerbitan puisi dan novel.

Hikayat, selingan, sketsa atau buah bibir adalah cikal bakal lahirnya bentuk cerpen.

Cerita pendek (cerpen) adalah salah satu prosa fiksi dari segi kuantitas

menggunakan 500-an kata sampai dengan 20.000 kata atau sekitar lima puluhan

halaman. Dari segi kuantitas cerita pendek (cerpen) bervariasi. Ada cerpen yang

pendek (short story) bahkan sangat pendek sekali berkisar 500-an kata, cerpen yang

panjangnya cukup (middle short story) dan cerpen panjang (long short story),

terdiri dari puluhan ribu kata, (Nurgiyantoro,2007:10)

Menurut teori Poe, cerita dalam sebuah cerpen di lingkupi oleh dua efek. Efek

pertama adalah hasrat atau kengerian, efek kedua adalah usaha untuk menjelaskan

sesuatu secara cerdas atau disebut efek kecerdasan. Dua efek tersebut menguras

habis emosi dan intelegensi pembaca. Namun ulasan selanjutnya cerpen lebih

banyak dibangun oleh tema. Cerpen bukan lagi diintikan oleh efek melainkan

pemahaman yang sebagian diantaranya menyangkut masalah nilai.

Page 22: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

12

Cerpen pada akhir abad ke – 19 sebagian besar telah bergaya realistis, dialog-

dialog yang ada didalamnya adalah cuplikan-cuplikan kehidupan sehari-hari, latar

yang terlukis sangat detail dan situasi-situasinya memungkinkan untuk dikendali.

Oleh karena itu sebagian besar pengarang modern berpendapat bahwa cerpen

adalah eksplorasi pengalaman tertentu. Pengalaman terdiri atas berbagai reaksi

terhadap kejadian nyata yang memproduksi aktualitas permukaan (Stanton,

2007:80).

Selanjutnya, Ajib Rosidi (dalam Tarigan, 1984: 176-177) memberikan

batasan dan keterangan bahwa cerpen adalah cerita pendek yang merupakan satu

kesatuan dan ide. Sebuah cerpen harus lengkap, padat dan singkat dan semua

bagian saling terkait satu sama lain dalam satu kesatuan dan titik klimaksnya ada

pada akhir cerita.

Sebenarnya tidak ada rumusan yang baku mengenai apa itu cerpen. Kalangan

sastrawan memilliki rumusan yang tidak sama. Namun, Stanton (2007:76)

mengemukakan bahwa hal yang terpenting dalam cerita pendek adalah bentuknya

yang padat. Jumlah kata dalam cerpen harus jauh lebih berisi dibandingkan

dengan novel. Setiap bab novel menjelaskan unsurnya satu demi satu. Sebaliknya,

dalam cerpen pengarang harus mampu menciptakan karakter-karakter, semesta

mereka, tindakan-tindakan sekaligus secara bersamaan.

4. Karakter Tokoh

Page 23: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

13

Peristiwa dalam fiksi seperti halnya peristiwa dalam kehidupan sehari-hari,

selalu diemban oleh tokoh atau pelaku-pelaku tertentu. Pelaku yang mengemban

peristiwa dalam cerita fiksi sehingga peristiwa mampu menjalani suatu cerita

disebut dengan tokoh. Sedangkan cara pengarang menampilkan tokoh atau pelaku

dalam sebuah cerita disebut penokohan.

Tokoh cerita (charakter) adalah orang-orang yang ditampilkan dalam suatu

karya naratif, atau drama yang oleh pembacanya ditafsirkan memiliki kualitas

moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa

yang dilakukan dalam tindakan Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro,2010: 165).

Tokoh dalam fiksi biasanya dibedakan menjadi beberapa jenis. Sesuai dengan

keterlibatannya dalam cerita dibedakan antara tokoh utama (tokoh sentral) dan

tokoh tambahan (periferal). Tokoh disebut sebagai tokoh sentral apabiala

memenuhi tiga syarat, yaitu (1) paling terlibat dengan makna atau tema, (2) paling

banyak berhubungan dengan tokoh lain, (3) paling banyak memerlukan waktu

penceritaan. Sayuti (dalam Wiyatmi, 2006 :31).

Menurut Aminuddin (2010:80-81) ada beberapa cara yang digunakan untuk

memahami watak pelaku atau pribadi tokoh cerita, yaitu:

a. Tuturan pengarang terhadap karakteristik pelakunya.

b. Gambran yang diberikan pengarang lewat gambaran lingkungan kehidupan

maupun caranya berpakaian.

c. Menunjukkan bagaimana perilakunya.

d. Melihat bagimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri.

Page 24: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

14

e. Memahami bagaimana jalan pikirannya.

f. Melihat bagaimana tokoh lain itu berbicara tentangnya.

g. Melihat tokoh lain berbincang kepadanya.

h. Melihat bagaimana tokoh-tokoh yang lain itu memberi reaksi terhadapnya.

i. Melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh yang lainnya.

5. Psikologi Sastra

Kehadiran psikologi sastra di tengah-tengah kita sebenarnya telah lama,

hanya belum disambut antusias. Meskipun agak sulit dipastikan, namun dapat diduga

bahwa psikologi sastra pun sebenarnya berniat melengkapi pemahaman sastra. Lebih

dari itu, belakangan psikologi sastra tampak telah menjadi kebutuhan akademisi.

Psikologi sastra semakin mendapat tempat khusus di bangku-bangku kuliah. Menurut

Semi (dalam Endraswara, 2008:7), ada beberapa asumsi yang memunculkan

psikologi sastra telah dianggap penting, yaitu:

a. Karya sastra merupakan produk dari suatu keadaan kejiwaan dan pemikiran

pengarang yang berada dalam situasi setengah sadar (subconcius) setelah

mendapat bentuk yang jelas dituangkan ke dalam bentuk tertentu secara sadar

(concius) dalam bentuk penciptaan karya sastra.

b. Mutu sebuah karya satra ditentukan oleh bentuk proses penciptaaan dari tingkat

pertama, yang berada di alam bawah sadar, kepada tingkat kedua yang berada

dalam keadaan sadar.

Page 25: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

15

c. Di samping membahas proses penciptaan dan kedalaman segi perwatakan tokoh,

perlu pula mendapat perhatian dan penelitian, yaitu aspek makna, pemikiran,

dan falsafah yang terlihat di dalam karya sastra.

d. Karya yang bermutu menurut pendekatan psikologis, adalahkarya sastra yang

mampu menyajikan simbol-simbol, wawasan, perlambangan yang bersifat

universal yang mempunyai kaitan dengan mitologi, kepercayaan, tradisi, moral,

budaya, dll.

e. Karya sastra yang bermutu menurut pandangan pendekatan psikologis adalah

karya sastra yang mampu menggambarkan kekalutan dan kekacauan batin

manusia karena hakikat kehidupan manusia itu adalah perjuangan menghadapi

kekalutan batinnya sendiri.

f. Kebebasan individu penulis sangat dihargai, dan kebebasan mencipta juga

mendapat tempat istimewa. Dalam hal ini, sangat dihargai individu yang

senantiasa berusaha mengenal dirinya sendiri.

Pada dasarnya psikologi sastra dibangun atas dasar asumsi-asumsi genesis,

dalam kaitannya dengan asal-usul karya, artinya, psikologi sastra dianalisis dalam

kaitannya dengan psike dengan aspek-aspek kejiwaan pengarang. Terdapat

beberapa pandangan yang menyatakan perkembangan psikologi sastra agak lamban

dikarenakan beberapa sebab. Penyebabnya antara lain: pertama, psikologi sastra

seolah0olah hanya berkaitan dengan manusia sebagai individu, kurang memberikan

peranan terhadap subjek individual, sehingga analisis dianggap sempit. Kedua,

dikaitkan dengan tradisi intelektual, teori-teori psikologi sangat terbatas sehingga

Page 26: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

16

para sarjana kurang memiliki pemahaman terhadap bidang psikologi sastra. Alasan

di atas membuat psikologi sastra kurang diminati untuk diteliti (Ratna, 2003:341).

Psikologi sastra adalah telaah karya sastra yang diyakini mencerminkan

proses dan aktivitas kejiwaan. Psikologi sastra dipengaruhi oleh beberapa hal.

Pertama, karya sastra merupakan kreasi dari suatu proses kejiwaan dan pemikiran

pengarang yang berada pada situasi setengah sadar (subconscious) yang selanjutnya

dituangkan ke dalam bentuk conscious (Endraswara, 2003:960). Kedua, telaah

psikologi sastra adalah kajian yang menelaah cerminan psikologi dalam diri para

tokoh yang disajikan sedemikian rupa oleh pengarang sehingga pembaca merasa

terbuai oleh problema psikologis kisahan yang kadang kala merasakan dirinya

terlibat dalam cerita.

Selain itu, langkah pemahaman teori psikologi sastra dapat melalui tiga cara,

pertama, melalui pemahaman teori-teori psikologi kemudian dilakukan analisis

terhadap suatu karya sastra. Kedua, dengan terlebih dahulu menentukan sebuah

karya sastra sebagai objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi

yang dianggap relevan untuk digunakan. Ketiga, secara simultan menemukan teori

dan objek penelitian (Endraswara, 2008:89).

Selain itu, langkah pemahaman teori psikologi sastra dapat melalui tiga cara,

pertama, melalui pemahaman teori-teori psikologi kemudian dilakukan analisis

terhadap suatu karya sastra. Kedua, dengan terlebih dahulu menetukan sebuah

karya sastra sebagai objek penelitian, kemudian ditentukan teori-teori psikologi

Page 27: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

17

yang dianggap relevan untuk digunakan. Ketiga, sastra simultan menemuka teori

dan objek penelitian (Endraswara, 2008:89).

6. Psikologi Kepribadian Sigmund Freud

Sigmund Freud dilahiran di Freiberg, pada tanggal 6 Mei tahun 1856 dan

meninggal dunia di London, Inggris pada tahun 1939 pada umur 38 tahun.Ia adalah

seorang keturunan Austria keturunan Yahudi dan pendiri aliran psikoanalisis dalam

bidang ilmu psikologi. Meskipun demikian ia lebih suka tinggal di Wina. Di sana ia

hidup hampir selama delapan puluh tahun. Andaikata kaum Nazi tidak menduduki

Austria dalam tahun 1937, yang menyebabkan Freud harus mencari perlindungan

di inggris, seluruh hidupnya, kecuali ketiga tahun pertama usianya, mungkin akan

dilangsungkan di ibu kota Austria itu. (Hall. 2000:1).

Sejak kecil ia ingin jadi ilmuan dan memahami secara mendalam berbagai

gejala alam yang diamatinya. Menurutnya cara terbaik dalam mencapai tujuan ini

adalah dengan menempuh pendidikan kedokteran. Sebagai dokter ia mula-mula

menaruh perhatian besar pada ilmu faal dan bercita-cita menjadi profesor di bidang

ini. Kenyataan yang dihadapinya, gaji seorang ilmuan faal ternyata kecil. Setelah

menikah dengan Martha Bernays (dan kemudian dikaruniai lima orang anak) ia

lebih memusatkan diri berpraktek sebagai dokter dengan kekhususan neorologi

pada Rumah Sakit Umum Wina. Melalui neorologi ia kemudian juga berkenalan

dengan beberapa psikiater terkenal. Tahun 1882 ia berkenalan dengan dr. Josef

Breur dari siapa ia belajar menyadari teknik penyembuhan gangguan kejiwan

Page 28: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

18

dengan meminta pasien menceritakan sebanyak mungkin hal tentang gangguannya

dan awal terjadinya gangguan. Tahun 1885 di Paris ia belajar hipnosa dari dr. Jean-

Martin Charcot dan melihat bahwa gangguan histeria terjadi akibat permasalahan

psikis (Moesono, 2003:2).

Sejak itu Freud terus memperdalam pemahaman dan penangan berbagi

gangguan jiwa yang dialami pasien-pasiennya dan membentuk berbagai konsep

yang sama sekali baru waktu itu dan yang akan dinamakannya Psikoanatis.

Bersama Carl Gustav Jung dan Alfred Adler ia membentuk Internasional Psycko-

Analytic Association yang sampai sekarang masih eksis di berbagai kota besar di

Eropa dan Amerika. Pada tahun 1909 Freud diundang memberi sejumlah kuliah di

Clark University (Amerika Serikat) dan mendapat gelar doctor honoris causa.

Anugerah ini amat mengharukannya karena selama ini berbagai teorinya banyak

mendapat tentangan sengit di Wina (Moesono,2003:2).

Salah satu penemuan besar psikologi adalah adanya kehidupan tak sadar pada

manusia. Selama ini para ilmuan meyakini bahwa manusia adalah makhluk rasional

yang sepenuhnya sadar akan segala perilakunya. Ketidaksadaran ini adalah segi

pengalaman yang tak pernah kita sadari (karena terjadi pada tahap perkembangan

dimana kita belum berbahasa atau karena berlangsung cepat sekali maupun terjadi

di luar pusat perhatian kita) atau kita repres (secara tidak sadar tidak ingin kita

sadari karena kita anggap mengganggu diri kita).

Bagi Freud ketidaksadaran merupakan salah satu inti pokok atau tiang pasak

teprinya. Segi-segi terpenting perilaku manusia justru ditentukan oleh alam tak

Page 29: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

19

sadarnya. Ia membayangkan kesadaran manusia sebagai gunung es dimana hanya

sebagian kecil saja yaitu puncak tertatasnya yang tampak terapung di laut. Bagian

yang terendam ini di bagi menjadi dua yaitu : bagian pra-sadar yang dengan usaha

dapat kita angkat ke kesadaran dan bagian tak sadar yang hanya muncul dalam

perbuatan-perbuatan tak sengaja, fantasi, khayalan, mimpi, mitos, dongend dan

sebagainya (dalam Maesono, 2003:3)

Tahun 1923 Freud (dalam Maesono, 2003;3-4) secara tegas mengemukakan

dalam bukunya The ego and the id pandangannya mengenai struktur kepribadian

manusia terdiri dari tiga bagian yaitu id, ego, dan super ego yang bekerjasama

menciptakan perilaku manusia.

a. Id

Id adalah segi kepribadian tertua, sistem kepribadian pertama, ada sejak lahir

(bahkan mungkin sebelum lahir), diturunkan secara genetis, langsung berkaitan

dengan dorongan-dorongan biologis manusia dan merupakan sumber/cadangan

energi manusia, sehingga dikatakan juga oleh Freud sebagai jembatan antara segi

biologis dan psikis manusia. Satu-satunya yang diketahui Id adalah perasaan

senang-tidak senang , sehingga dikatakan bahwa Id bekerja berdasarkan prinsip

kesenangan (pleasure principle). Teori Freud sebagai keseluruhan juga dikenal

sebagai teori penurunan ketegangan (Maesono, 2003: 3-4).

Id adalah sumber primer dari energi rohaniah dan tempat berkumpul naluri-

naluri. Id lebih dekat hubungannya dengantubuh dan proses-prosesnya daripada

dengan dunia luar. Id kekurangan organisasi dibandingkan dengan ego den

Page 30: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

20

superego. Energinya berada dalam keadaan bergerak sehingga energi itu dapat

diredakan dengan segera atau dipindahkan dari suatu benda ke benda lain. Id tidak

berubah menurut masa; ia tidak dapat diubah oleh pengalaman, karena ia tidak ada

hubungannya dengan dunia luar. Akan tetapi ia dapat dikontrol dan diawasi oleh

ego (Hall, 2003: 22-23).

b. Ego

Ego adalah segi kepribadian yang harus tunduk pada Id dan harus mencari

dalam realitas apa yang dibutuhkan Id sebagai pemuas kebutuhan dan pereda

ketegangan. Dengan demikian Ego adalah segi kepribadian yang dapat

membedakan antara khayalan dan kenyataan serta mau menanggung ketegangan

dalam batas tertentu. Ego bekerja berdasarkan prinsip realitas (reality principle) ,

artinya ia dapat menunda pemuasan diri atau mencari bentuk pemuasan lain yang

lebih sesuai dengan batasan lingkungan (fisik maupun sosial) dan hatu nurani. Ego

menjalankan proses sekunder (secondary process), artinya ia menggunakan

kemampuan berpikir secara rasional dalam mencari pemecahan masalah terbaik

(Maesono, 2003:4).

Dalam seseorang yang wataknya tenang, ego adalah pelaksanaan dari

kepribadian, yang mengontrol dan memerintah id dan super ego dan memelihara

hubungan dengan dunia luar untuk kepentingan seluruh kepribadian dan

keperluannya yang luas. Jika ego ini melakukan perbuatan pelaksanaannya dengan

bijaksana akan terdapatlah harmoni dan keselarasan. Kalau ego mengalah atau

menyerahkan kekuasaannya terlalu banyak kepada id, kepada super ego atau

Page 31: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

21

kepada dunia luar, akan terjadi kejanggalan dan keadaan tidak teratur (Hall, 2000:

25).

Ego dikuasai oleh prinsip kenyataan (reality principle). Kenyataan berarti apa

yang ada. Tujuan dari prinsip kenyataan ini adalah untuk menangguhkan perbedaan

energi sampai benda nyata yang akan memuaskan keperluan telah diketemukan

atau dihasilkan. Penangguhan suatu tindakan berarti bahwaego harus dapat

menahan ketegangan sampai ketegangan itu dapat diredakan dengan suatu bentuk

kelakuan yang wajar. Pembentukan prinsip kesenangan hanya dibekukan untuk

sementara waktu untuk kepentingan kenyataan. Akhirnya, prinsip kenyataan

menuju juga kearah kesenangan, meskipun seseorang harus menahan sedikit

kegerahan sambil mencari kenyataan (Hall, 2000:26).

Prinsip kenyataan diladeni oleh suatu proses yang telah Freud dinamakan

proses sekunder, oleh karena proses ini berkembang sesudah dan melingkupi proses

primer dari Id. Proses sekunder terdiri dari usaha menemukan atau menghasilkan

kenyataan dengan jalan suatu rencana tindakan yang telah berkembang melalui

pikiran dan akal (pengenalan). Proses sekunder tidak kurang dan tidak lebih

sifatnya dibanding yang biasa disebut pemecahan soal atau pemikiran. Kalau

seseorang melaksanakan suatu rencana tindakan untuk melihat apakah rencana itu

akan berjalan atau tidak, ia dikatakan sedang menguji kenyataan. Proses sekunder

menunaikan apa yang tidak dapat dilakukan oleh proses primer, yaitu untuk

memisahkan dunia pikiran yang subjektif dan dunia kenyataan wujud yang objektif.

Page 32: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

22

Proses sekunder tidak melakukan kesalahan seperti yang dilakukan oleh proses

primer, ialah: menganggap gambaran suatu benda dan itu sendiri.

Hal yang harus diperhatikan dari ego ini adalah:

1. Ego merupakan bagian dari ide yang kehadirannya bertugas untuk memuaskan

kebutuhan id, bukan untuk mengecewakannya.

2. Seluruh energi (daya) ego berasal dari id, sehingga ego tidak terpisah dari id.

3. Peran utamanya menengahi kebutuhan id dan kebutuhan lingkungan sekitar.

4. Egobertujuan untuk mempertahankan kehidupan individu dan

pengembangbiakannya.

Untuk mencapai pemuasan dan perbedaan ketegangan, energi kita kaitkan

atau inventasikan dalam objek pemuas tertentu. Proses ini disebut kateksis.

Sebaliknya objek yang tidak dapat memuaskan dorongan naluri kita atau bila terjadi

hambatan dalam upaya mencapai pemuasan naluri dinamakan anti-kateksis. Sifat

energi yang lentur atau cair memungkinkan kita untuk mencari obyek pemuas

pengganti. Proses ini di sebut pemindahan (displacement). Freud yakin bahwa

seluruh peradaban manusia sebaimana terwujud dalam seni, ekonomi, politik,

agama dan sebagainya adalah hasil dari proses pemindahan naluri hidup dan naluri

mati. Pada tataran individu, proses kateksis-anti kateksis serta berbagai

keberhasilan dan kegagalan yang di sertai pemindahan, merupakan dinamika

kepribadian manusia. Hambatan terhadap libido dan ketegangan yang tak

tersalurkan menimbulkan kecemasan (anxiety) dan ini merupakan dasar

berkembangnya neurosa pada manusia. Pandangan ini ia buah pada tahun 1926

Page 33: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

23

dengan mengatakan bahwa kecemasan adalah fungsi ego yang memberi peringatan

akan datangnya bahaya dan yang harus dihadapi dengan cara melawan atau

menghindar. Dengan demikian kecemasan tidak selalu menjadi dasar

berkembangnya neurosa, tetapi juga memungkinkan dikembangkannya perilaku

perilaku adaptif (Meosono,2003:6).

c. Superego

Superego merupakan perwakilan dari berbagai nilai dan norma yang ada

dalam masyarakat dimana individu itu hidup. Anak mengembangkan superegonya

melalui berbagai perintah dan larangan dari orang tuanya. Titik perkembangan yang

amat penting dalam pembentukan superego adalah dilaluinya tahap oidipal dengan

baik. Freud membagi superego dalam dua subsistem yaitu hati nurani dan ego

ideal. Hati nurani diperoleh melalui penghukuman berbagai perilaku anak yang

dinilai ‘jelek’ oleh orang tua dan menjadi dasar bagi rasa bersalah (guilt feeling).

Sedangkan egoideal adalah hasil pujian dan penghadiahan atas berbagai perilaku

yang dinilai ‘baik’ oleh orang tua. Berbeda dengan ego yang berpegangan pada

prinsip realitas, superego yang memungkinkan manusia memiliki pengendalian diri

(self control) selalu akan menuntut kesempurnaan manusia dalam pikiran,

perkataan dan perbuatan (Maesono, 2003:4-5).

Superego dibentuk melalui jalan internalisasi, artinya larangan-larangan atau

perintah yang berasal dari luar (misalnya orang tua). Hal ini diolah sedemikian rupa

sehingga akhirnya terpancar dari dalam. Dengan demikian, larangan yang tadinya

dianggap “asing” bagi subjek, akhirnya dianggap sebagai berasal dari subjek

Page 34: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

24

sendiri. Superego merupakan dasar moral seseorang. Peranannya superego dapat

dibandingkan dengan hakim. Sikap seperti observasi diri, kritik diri, berasal dari

superego (Bartens, 2006:33-34).

Penghargaan dan hukuman rohaniah yang dipergunakan oleh superego

masing-masing adalah perasaan bangga dari perasaan bersalah atau perasaan

kurang harga diri. Ego merasa bangga jika ia telah berkelakuan baik atau telah

mengandung pikiran-pikiranyang baik, dan ia merasa malu tentang dirinya sendiri

kalau ia telah mengalah kepada godaan. Kebanggaan sama dengan cinta diri

sendiri, dan rasa salah atau rasa kurang harga diri sama dengan kebencian terhadap

diri sendiri; semuanya adalah pengganti dalam batin dari cinta orang tua dan

penolakan orang tua (Hall, 2000:32-33).

Superego adalah wakil dalam kepribadian dari ukuran-ukuran dan cita-cita

tradisional masyarakat sebagai yang di sampaikan oleh orang tua kepada anak-

anak. Dalam hubungan ini harus diingat, bahwa superego anak bukanlah

pencerminan dari kelakuan orang tua, tetapi pencerminan dari superego orang tua.

Seorang dewasa dapat mengatakan sesuatu dan bertindak lain daripada yang

dikatakan tadi, tetapi apa yang dikatakannya iyulah, disokong dengan ancaman-

ancaman atau hadiah, yang ada artinya untuk membentuk nilai-nilai etika anak

(Hall, 2000: 33).

Tujuan dari superego adalah untuk mengontrol dan mengatur gerak hati yang

dinyatakan secara sewenang-wenang akan membahayakan kemantapan masyarakat.

Gerak hati itu adalah seks dan agresi. Anak yang tidak menurut, Bengal atau yang

Page 35: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

25

ingin tahu tentang soal-soal seksual dianggap jahat dan amoral. Superego, dengan

jalan menempatkan kekangan bati terhadap ketidakpatuhan dan kekecauan,

memungkinkan seseorang untuk menjadi anggota masyarakat yang taat kepada

hokum (Hall, 2000: 33).

Jika id dianggap sebagai hasil dari evolusi dan sebagai wakil rohaniah dari

pembawaan biologis, dan ego sebagai hasil tindakan timbal-balik dengan kenyataan

yang objektif dan lingkungan proses rohaniah yang lebih tinggi, maka superego

dapat dianggap hasil sosialisasi dan adat tradisi kebudayaan (Hall, 2000: 33-34).

7. Metode Telaah Perwatakan

1. Metode Telling dan Showing

Metode Telling mengandalkan pemaparan watak tokoh pada eksposisi dan

komentar langsung dari pengarang. Biasanya metode ini digunakan oleh para

penulis fiksi zaman dahulu atau bukan fiksi modern. Melalui metode ini

keikutsertaan atau turut campurnya pengarang dalam menyajikan perwatakan tokoh

sangat terasa, sehingga para pembaca memahami dan menghayati perwatakan

tokoh berdasarkan paparan pengarang (Minderop, 2005:6). Metode langsung atau

Direct Method (telling) mencakup: Karakterisasi Melalui Penggunaan Nama

Tokoh, Karakterisasi melalui Penampilan Tokoh, dan Karakterisasi Tuturan

Pengarang (Minderop, 2005:8).

Karakterisasi melalui tuturan pengarang memberikan tempat yang luas dan

bebas kepada pengarang atau narator dalam menentukan kisahnya. Pengarang

Page 36: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

26

berkomentar tentang watak dan kepribadian para tokoh hingga menembus ke dalam

pikiran, perasaan dan gejolak batin sang tokoh. Dengan demikian, pengarang tidak

sekedar menggiring perhatian pembaca terhadap komentarnya tentang watak tokoh

tetapi juga mencoba membentuk persepsi pembaca tentang tokoh yang

dikisahkannya.

Metode Showing (tidak langsung) memperlihatkan pengarang menempatkan

diri di luar kisahan dengan memberikan kesempatan kepada para tokoh untuk

menampilkan perwatakan mereka melalui dialog dan action. Namun demikian,

bukan tidak mungkin, bahkan banyak pengarang masa kini (era modern) yang

memadukan kedua metode ini dalam satu karya sastra. Jadi, tidak mutlak bahwa

pengarang “harus” menggunakan atau memilih salah satu metode (Minderop,

2005:6-7). Metode showing mencakup: Dialog dan Tingkah Laku, Karakterisasi

Melalui Dialog – Apa yang dikatakan Penutur, Jatidiri Penutur, Lokasi dan Situasi

Percakapan, Jatidiri Tokoh yang Dituju oleh penutur, Kualitas Mental Para Tokoh

(Minderop, 2005:22-23). Karakterisasi Melalui Tingkah Laku Para Tokoh

mencakup: Ekpresi Wajah dan Motivasi yang Melandasi tindakan tokoh (Minderop,

2005:38).

2. Teknik Sudut Pandang (Point of View)

Sudut pandang adalah suatu metode narasi yang menentukan posisi atau sudut

pandang dari mana cerita disampaikan. Sudut pandang persona ketiga-“diaan”-

digunakan dalam pengisahancerita dengan gaya “dia”. Narator atau pencerita

Page 37: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

27

adalah seseorang yang menampilkan tokoh-tokoh cerita dengan menyebut nama

atau menggunakan kata ganti orang seperti “ia”, “dia” atau “mereka” (Minderop,

2005:96).

3. Gaya Bahasa Simile, Metafor, personifikasi, dan Simbol

Gaya bahasa mencakup berbagai figur bahasa antara lain simile, metafor,

personifikasi, dan simbol. Gaya bahasa adalah semacam bahasa yang bermula dari

bahasa yang biasa digunakan dalam gaya tradisional dan literal untuk menjelaskan

orang atau objek. Dengan menggunakan gaya bahasa, pemaparan imajinatif

menjadi lebih segar dan berkesan.

a. Contoh Telaah Perwatakan melalui Simile

Simile adalah perbandingan langsung antara benda-benda yang secara

esensial tidak selalu mirip. Perbandingan yang menggunakan simile, biasanya

terdapat kata “seperti”, “bagaikan” , “seakan-akan” atau “laksana” (“engkau

laksana bulan”) dan “ketimbang” serta “daripada” (“ia lebih cantik ketimbang

mawar merekah”).

b. Contoh Telaah Perwatakan Melalui Metafor

Metafor adalah suatu gaya bahasa yang membandingkan satu benda dengan

benda lainnya secara langsung yang dalam bahasa Inggris menggunakan to be.

Dalam bahasa Indonesia tidak ada to be dan bisa digunakan secara langsung,

contoh: “kehidupan ini binatang lapar” atau “cintaku burung terbang yang

berkelana ke segala penjuru”. Binatang lapar merupakan metafor kehidupan artinya

Page 38: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

28

kehidupan yang rakus dan ganas dan burung terbang merupakan metafor cinta sang

penyair yang berkelana ke mana saja.

c. Contoh Telaah Perwatakan Melalui Personifikasi

Personifikasi adalah suatu proses penggunaan karakteristik manusia untuk

benda-benda non-manusia, termasuk abstraksi atau gagasan. Contohnya: bulan

diibaratkan seorang wanita karena kecantikannya. Terdapat banyak personifikasi

dari bermacam kualitas seperti virginitas, kejahatan atau keabadian. Penyair

mempersonifikasikan semua ini seakan-akan memiliki karakteristik seperti

manusia.

d. Contoh Telaah Perwatakan Melalui Simbol

Karya sastra yang bermutu, menurut pendekatan psikologis adalah karya

sastra yang mampu menyajikan simbol-simbol, wawasan, perlambangan yang

bersifat universal yang mempunyai kaitan dengan mitologi, kepercayaan, tradisi,

moral, budaya dan lain-lain (Endraswara, 2008:8).

Simbol menurut kamus Webstren, “sesuatu yang berarti atau mengacu pada

sesuatu yang berdasarkan hubungan nalar, asosiasi, konvensi, kebetulan ada

kemiripan... tanda yang dapat dilihat dari suatu yang tak terlihat. Sesungguhnya

simbol selalu berada didekat kita dan merupakan ungkapan (kata-kata) atau benda-

benda-yang tidak memunculkan diri, paling tidak dalam konteks tertentu-tetapi

memiliki hubungan yang mengandung makna dan perasaan. Misal kata home (yang

berbeda dengan house) bernuansakan kehangatan dan rasa aman serta adanya

Page 39: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

29

hubungan pribadi antar keluarga, teman-teman, dan tetanngga; bendera Amerika

merupakan simbol kebangsaan dan Patriotisme.

Simbol dalam kesusasteraan dapat berupa ungkapan tertulis, gambar, benda,

latar, peristiwa dan perwatakan yang biasanya digunakan untuk memberi kesan dan

memperkuat makna dengan mengatur dan mempersatukan arti secara keseluruhan.

Simbol atau lambang dapat bersifat pribadi(arti simbol tersebut hanya

diketahui oleh satu orang), asli (arti simbol dijelaskan melalui konteks dalam suatu

karya tertentu), tradisional ( bila arti simbol itu dapat dijelaskan melalui

pendekatan budaya dan warisan turun-temurun). Contohnya, kata whale (ikan paus

putih) dalam MobyDick karya Herman Melville adalah simbol pribadi yang berasal

dari pengalaman Melville sendiri.

Dari konsep-konsep tentang simbol di atas dapat disimpilkan bahwa untuk

menentukan apakah kata-kata yang kita asumsikan sebagai simbol atau bukan,

adalah berdasarkan intensitas penampilan kata-kata tersebut. Bila si pengarang

kerap kali menggunakan kata tersebut dan selaras dengan konteks dari suatu karya,

maka kata-kata tersebut dan selaras dengan konteks dari suatu karya, maka kata

kata tersebut bisa merupakan perlambangan. Bila kata-kata atau suatu keadaan

seperti cuaca di negara empat musim dapat dikatakan simbol universal karena

dikenal secara luas.

Page 40: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

30

8. Kerangka Pikir

Karya sastra terdiri atas tiga jenis yaitu prosa fiksi, drama, dan puisi. Salah

satu jenis karya sastra yang dilihat dari bentuknya adalah prosa fiksi merupakan

salah satu gendre sastra yang berupa cerita rekaan atau khayalan pengarang, seperti

novel (roman) dan cerpen (cerita pendek).

Peneliti melakukan pengamatan secara fokus terhadap karakter tokoh utama

pada kumpulan cerpen Gadis Pakarena karya Khrisna Pabichara, yang berjudul:

Mengawini Ibu dan Silariang.

Dalam peneliti ini peneliti memilih pendekatan psikologi sastra teori

Sigmund Freud yang terbagi atas tiga aspek kajian, yaitu id, ego, dan super ego

sebagai pisau bedah dalam penelitian ini mengingat kumpulan cerpen Gadis

Pakarena karya Khrisna Pabichara lebih menonjolkan aspek kejiwaan tokoh

utamanya. Dalam cerpen Mengawini Ibu, Rewa tokoh utama memiliki sifat yang

pendendam dan penyayang. Dalam Cerpen SilariangStarifuddin Tola memiliki

sifat yang pantang menyerah dan setia.

Page 41: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

31

Bagan Kerangka Pikir

Karya Sastra

Kumpulan Cerpen Gadis Pakarena karya

Khrisna Pabichara

Mengawini Ibu Silariang

Rewa Syarifuddin Tola

Analisis Karakter

Tokoh

Temuan

Id Ego Superogo Penyayang Pendendam Id Ego Setia Pantang

Menyerah

Page 42: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

32

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Fokus dan Desain Penelitian

Metode yang dimaksud dalam penelitian ini adalah hal yang berkaitan dengan

cara kerja dalam mendapatkan data sampai menarik sebuah kesimpulan. Penelitian

ini merupakan penelitian pustaka yang bersifat deskriptif kualitatif. Masalahnya

yang akan dianalisis adalah karakter tokoh utama pada kumpulan cerpen Gadis

Pakarena karya Krisnha Pabichara.

1. Fokus Penelitian

Ruang lingkup yang diamati dalam penelitian ini adalah karakter tokoh utama

pada kumpulan cerpen Gadis Pakarena karya Krisnha Pabichara berdasarkan

pendekatan teori Sigmund Freud.

2. Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian deskriptif Kualitatif. Desain deskriptif

kualitatif adalah rancangan penelitian atau strategi yang tidak dalam bentuk angka-

angka atau statistik. Maksudnya, dalam penelitian ini, peneliti menggambarkan atau

mendeskripsikan karakter tokoh utama pada kumpulan cerpen Gadis Pakarena

Karya Krisnha Pabichara, yang berjudul : Mengawini Ibu dan

Silariang,berdasarkan pendekatan teori Sigmund Freud. Dalam penerapan desain

penelitian ini, peneliti mula-mula mengumpulkan data, mengelola, dan selanjutnya

menganalisis data secara objektif.

32

Page 43: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

33

B. Definisi Istillah

Untuk menghindari salah penafsiran dalam penelitian ini, perlu dikemukakan

defenisi istilah sebagai berikut:

1. Karakter tokoh adalah sifat-sifat kejiwaan yang dialami oleh tokoh dalam

menghadapi konflik atau masalah yang terjadi dalam hidupnya.

2. Psikologi sastra adalah kajian sastra yang memandang karya sastra sebagai

aktivitas kejiwaan.

3. Id adalah segi kepribadian tertua, sistem kepribadian pertama, ada sejak lahir

(bahkan mungkin sebelum lahir), diturunkan secara genetis, langsung

berkaitan dengan dorongan-dorongan biologis manusia dan merupakan

sumber/cadangan energi manusia.

4. Ego adalah segi kepribadian yang harus tunduk pada id dan harus mencari

dalam realitas apa yang dibutuhkan id sebagai pemuas kebutuhan dan pereda

ketegangan.

5. Superego adalah perwakilan dari berbagai nilai dan norma yang ada dalam

masyarakat dimana individu itu hidup.

C. Data dan Sumber Data

1. Data

Data dalam penelitianini adalah kutipan-kutipan teks yang berupa karakter

tokoh utama (baik yang berupa kata, frasa, kalimat, ataupun paragraf) pada

kumpulan cerpen Mengawini Ibu dan Silariang.\

2. Sumber Data

Page 44: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

34

Sumber data dalam penelitian ini adalah kumpulan cerpen Gadis Pakarena

karya Khrisna Pabichara, yang berjudul : Mengawini Ibu dan Silariang .

Penerbit Dolphin . Jakarta Selatan. Tahun 2012 (cetakan pertama) dengan tebal 180

halaman.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data adalah cara yang dilakukan dalam mengumpulkan

data (baik yang berupa kata, frasa, kalimat, ataupun paragraf) yang berhubungan

dengan penelitian ini. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah teknik baca, dan teknik catat. Kedua teknik tersebut akan diuraikan

sebagai berikut:

1. Teknik Baca

Teknik baca dilakukan dengan cara membaca literatur dan sumber data utama

penelitian, yakni kumpulan cerpen Gadis Pakarena Karya Khrisna Pabichara, yang

berjudul: Mengawini Ibu dan Silariang.

2. Teknik Catat

Teknik catat ini dilakukan dengan mencatat data yang mengandung

karakter tokoh utama (baik yang berupa kata, frasa, kalimat, ataupun paragraf) yang

terdapat pada kumpulan cerpen Gadis Pakarena Karya Khrisna Pabichara, yang

berjudul: Mengawini Ibu dan Silariang. Data tersebut dicatat dalam kartu yang

telah dipersiapkan.

Page 45: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

35

E. Teknik Analisis Data

Vredenbreght (dalam Ratna, 2007:48) mempertegas bahwa analisis isi

sebagai salah satu metode kualitatif, digunakan untuk menganalisis terutama

berhubungan dengan isi komunikasi, baik secara verbal, dalam bentuk bahasa,

maupun nonverbal. Dasar pelaksanaan metode ini adalah penafsiran yang

memberikan perhatian khusus pada isi pesan teks.

Teknik analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik interprestasi.

Analisis data yang di gunakan mengikuti langkah-langkah operasional sebagai

berikut:

1. Mengindentifikasi karakter tokoh utama pada kumpulan cerpen Gadis Pakarena

kayra Khrisna Pabichara.

a. Mengidentifikasi karakter tokoh utama melalui tuturan pengarang.

b. Mengidentifikasi karakter tokoh utama berdasarkan pernyataan-pernyataan para

tokoh dan dialog antar tokoh.

2. Struktur kepribadian dianalisis sehingga menunjukkan karakter yang terbentuk

pada diri tokoh utama.

3. Karakter yang terbentuk pada diri tokoh utama dianalisis sehingga ditemukanlah

bentuk system id, ego, dan superego pada diri tokoh utama.

4. Setelah menganalisis karakter tokoh dengan psikologi sastra dengan teori

Sigmund Freud yang terdiri dari system Id, Ego, dan Superego pada tokoh

utama, maka dilakukanlah analisis psikis pengarang sebagai interpretasi psikis

tokoh utama.

Page 46: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

36

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Penyajian Hasil Analisis Data

Pada bab ini peneliti akan menguraikan hasil penelitian dan pembahasan

terhadap karakter tokoh utama kumpulan cerpen Gadis Pakarena karya Khrisna

Pabichara dengan pendekatan psikologi sastra teori Sigmund Freud, yang terdiri

atas dua bagian. Bagian pertama, penyajian hasil analisis data yang

mengungkapkan karakter tokoh utama yang dikaji melalui suatu pendekatan

psikologi sastra Sigmund Freud. Kemudian bagian kedua adalah pembahasan hasil

penelitian yang menguraikan hasil analisis data.

Kumpulan cerpen Gadis Pakarena karya Khrisna Pabichara, terdapat lima

judul cerpen yang akan dikaji: Mengawini Ibu dan Silariang. Untuk lebih

memperkuat hasil analisis data dalam menentukan karakter pada tokoh utama

tersebut, penulis melihat cara pengarang mengungkapkan karakter tokoh utama

melalui dialog dengan tokoh lain, penggambaran fisik atau postur tubuh, dan

bahasa yang digunakan pengarang dengan menggunakan pendekatan psikologi

sastra teori Sigmund Freud yang terdiri dari tiga aspek kajian yaitu id, ego, dan

super ego. Berikut ini uraian karakter tokoh.

36

Page 47: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

37

1. Cerpen: Mengawini Ibu

Karater Tokoh Utama Rewa

a) Pendendam

Data 1

”Kelakuan Ayah seperti binatang. Ayah tidak menghargai Ibu, juga aku”.

Pada data (1) menjelaskan Dendam Rewa kepada Ayahnya yang bersifat

seperti binatang yang tidak menghargai ibunya juga dirinya, bahkan tidak peduli

kepada sesama. Bagaimana mungkin bisa menghargai sesama sementara dia

tidak prihatin sama sekali kepada keluarganya.

Data 2

“Kebiasaan kedua dan ketigalah yang membuat aku benci kepadanya

dengan benci yang sebenci-bencinya”.

Pada data (2) menjelaskan dendam Rewa kepada Ayahnya yang

mempunyai kebiasaan yang suka bermain perempuan dan juga dia pun gemar

bertitah bahwa semua orang harus patuh terhadap aturannya walaupun

menyakitkan.

Data 3

“Tersebabkan oleh berlaksa kesedihan yang terus ditahan, Ibu pun

digerogoti penyakit, tak perlu kusebutkan apa nama penyakitnya, hingga

akhirnya berpulang ke sisi-Nya. Sejak itulah bermula segala dendamku

kepada Ayahku”.

Page 48: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

38

Pada data (3) menjelaskan dendam Rewa yang bermula saat melihat

Ibunya yang terus menahan kesedihan atas perlakuan Ayahnya yang kerap

bermesra-ria dengan perempuan lain hingga Ibunya pun digerogoti penyakit ,

sampai akhirnya meninggal dunia.

Data 4

“Siapa aku? Sudahlah, itu tak penting. Akan kuceritakan kenapa aku ingin

membunuh Ayah”.

Pada data (4) menjelaskan dendam Rewa kepada Ayahnya hingga

meningkatkan amarahnya. Ia tidak suka melihat perilaku Ayahnya yang

menyakiti perasaan dan berpaling dari Ibunya hingga ia ingin membunuh

Ayahnya.

Data 5

“Sungguh, aku tak mampu memaafkan Ayah. Akibat syahwat dan lelaku

kawin cerainya itu, aku kehilangan Ibu, kehilangan segalanya”.

Pada data (5) menjelaskan dendam Rewa yang tidak mampu memaafkan

kelakuan Ayahnya, ia menyalahkan Ayahnya karena akibat syahwat dan

perilaku kawin cerainya dan suka gonta-ganti perempuan sehingga ia kehilangan

Ibunya dan kehilangan segalanya.

Page 49: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

39

b. Penyayang

Data 6

“Aku yakin, kamu pasti juga tak betah melihat perempuan yang

mengandung dan melahirkanmu terus-menerus disakiti”.

Pada data (6) menjelaskan Rewa yang sayang kepada Ibunya yang tidak

bisa melihat Ibunya terus menerus disakiti oleh Ayahnya, bahkan ia menyuruh

Ibunya untuk meminta cerai kepada Ayahnya.

Data 7

“Aku pernah berharap, sesekali Ibu merajuk atau berontak atau marah

kepada Ayah, bukan semata mengelus dada lantas berdoa semoga Ayah

lekas berubah”.

Pada data (7) menjelaskan Rewa yang sayang kepada Ibunya dan selalu

berharap agar Ibunya berontak atau marah kepada Ayahnya yang sering

menyakiti perasaan Ibunya bukan hanya mengelus dada atau berdoa semoga

Ayah bisa berubah.

Data 8

“Kenapa aku tidak mencari Ayah saja? Bagaimana jika dia butuh

bantuanku? Bagaimana jika dia pingsan di tengah jalan atau ditabrak truk

atau digilas kereta atau dirampok dan dikeroyok kawanan preman?”

Pada data (8) menjelaskan Rewa yang bahkan penuh dendam kepada

Ayahnya tetapi ia masih masih mempedulikan Ayahnya semenjak Ayahnya

Page 50: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

40

pergi dari rumah ia bahkan mencemaskan Ayahnya,dan ia berfikir untuk

mencari Ayahnya.

Data 9

“Apakah aku harus suka atau berduka? Aneh saja rasanya jika Ayah tak

ada”.

Pada data (9) menjelaskan Rewa bertanya pada dirinya apakah ia harus suka

atau berduka saat Ayahnya tidak ada dirumah. Karena rasa sayang kepada

Ayahnya ia merasa aneh dan sangat kehilangan saat Ayahnya pergi

meninggalkan rumah tanpa mengabarinya.

Karakter Tokoh Utama (Rewa) Berdasarkan Id

1) ”Siapa aku? Sudahlah, itu tak penting. Akan kuceritakan saja kenapa aku

begitu ingin membunuh Ayah. Bencana ketika Ibu terjatuh di tangga rumah.

Semenjak itu Ibu tak bisa melayani berahi Ayah yang berlebihan. Semenjak

itu pula Ayah berpaling, mula-mula diam-diam, lalu terang-terangan”

(Pabichara, 2012:53).

Pembentukan reaksi yang dilakukan oleh Rewa yang merasa dendam

meningkatkan amarahnya adalah ego yang mendapat dorongan dari

superego, dan superego yang mendapat pengaruh dari id untuk mencapai

kepuasan. Ia tidak suka melihat perilaku Ayahnya yang berpaling dari Ibu

dan berencana membunuh Ayahnya. Sesuai dengan teori Freud yang

Page 51: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

41

menyatakan bahwa superego orang yang berbudi tinggi dapat juga mencapai

kepuasan bagi id dengan jalan menyerang orang-orang yang dianggap

amoral.

2) “Aku terkejut saat membuka pintu. Ada orang lain di kamarku, seorang gadis

berbaju putih dengan rok abu-abu. Aku melangkah masuk, ragu-ragu. Aku

melihat dia menggeliat. Dadaku berdebar. Sesuatu di bagian tengah tubuhku

bergetar. Bau harum terhirup. Entah dari mana pangkal mulanya, aku tiba-

tiba bergairah. Kutatap gadis itu lebih lama, lebih dekat, lebih lekat.

Siapakah perempuan yang demikian cantik, seperti terkirim dari surga, yang

menderaskan darah remajaku ini? Mungkinkah dia sesaji baru untuk Ayah?

Sekonyong-konyong aku teringat pesan ibu: jadilah laki-laki, Nak, yang

bukan Ayahmu.sekedar kamu tahu, tak pernah sebelumnya aku sekamar,

apalagi seranjang, dengan perempuan, bahkan dengan Ibu sekalipun”

(Pabichara, 2012:55-56).

Perasaan terkejut Rewa saat melihat ada orang lain di kamarnya,

sehingga membuat dadahnya berdebar. Keinginan Rewa untuk melakukan

sesuatu bakal terjadi, pesan Ibu sebelum meninggal terabaikan. Sesuai

dengan teori Freud yang menyatakan bahwa id bekerja berdasarkan prinsip-

prinsip yang amat primitif sehingga bersifat kaotik (kacau tanpa aturan),

tidak mengenal amoral, tidak memiliki rasabenar-salah.

3) “Selama tujuh belas tahun aku menelan ajaran Ibu dan memuntahkan nasehat

Ayah. Tetapi tidak untuk saat ini! Aku seakan dirasuki oleh roh Ayah. Kini

dia menjadi pandu berahiku. Terasa aneh olehku ketika kulitku merasakan

kehangatan tubuh perempuan ini. Ini pengalaman pertamaku, dan aku tak

kuasa mengendalikan akal sehatku. Karena dendam atau cintakah? Mungkin

Page 52: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

42

keduanya: dendam kepada Ayah, cinta kepada Ibu. Sementara perempuan

bertubuh sempurna ini tertidur dengan cara wah. Dia menggeliat, terbangun

dan membuka matanya” (Pabichara, 2012: 56-57).

Keinginan Rewa untuk merasakan kehangatan tubuh perempuan

termasuk menyatu dalam sistem id, karena menunjukkan sifat bawaan yang

telah lama menyatu dalam diri Rewa, dan telah menjadi kebiasaan sehari-

hari. Kebiasaan tersebut menjadi prinsip kesenangan yang berkuasa atas

dirinya. Sesuai dengan teori Freud yang menyatakan bahwaid bekerja

berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure priciple). Ia selalu mengejar

kesenangan dan menghindar dariketegangan.

4) “Tahukah kamu apa yang terjadi seusai peristiwa itu? Aku mulai ketagihan,

dan aku sekarang punya cita-cita baru: mengawini semua perempuan yang

diinginkan Ayah menjadi ibuku, pengganti ibu yang melahirkanku. Anehnya,

Ayah sama sekali tak tahu. Atau, jangan-jangan Ayah Cuma pura-pura tak

tahu? Tetapi, tidak. Ayah memang benar-benar tidak tahu, buktinya dia tidak

pernah menegur atau memearahiku atau mendampratku. Dia tetap rutin

memberiku uang harian, mingguan, dan bulanan, uang yang selama ini mulai

banyak kugunakan untuk menyumpal mulut ibu-ibu baruku. Kadang aku

sangat menyesal, tetapi gelagak marah lebih menguasaiku” (Pabichara,

2012:57-58).

Kebiasaan yang dilakukan Rewa dengan jalan menyumpal mulut ibu-

ibu barunya menunjukkan sifat bawaan yang telah lama menyatu dengan

diri Rewa, dan telah menjadi kebiasaan sehari-hari. Kebiasaan tersebut

menjadi kesenangan yang berkuasa atas dirinya. Sesuai dengan teori Freud

Page 53: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

43

yang menyatakan bahwa id bekerja berdasarkan prinsip kesenangan

(pleasure priciple). Ia selalu mengejar kesenangan dan menghindari

ketegangan.

Karakter Tokoh Utama ( Rewa) Berdasarkan Ego

1) “Begitulah jawaban Ibu setiap kali aku protes melihat ulah Ayah. Aku

menganggap Ibu terlalu lembut atau sangat penurut atau sebenarnya terjadi

lantaran takut. Entahlah. Sekat antara lembut, penurut dan takut sangat tipis.

Ibu selalu bisa tersenyum sabar ketika Ayah kedapatan sedang bermesra-ria

dengan perempuan lain di mall, pasar, bioskop, bahkan beranda rumah. Aku

pernah berharap sesekali Ibu merujuk atau berontak atau marah kepada

Ayah, bukan semata mengelus dada lantas berdoa semoga Ayah lekas

berubah. Tetapi, jagankan merujuk, berontak, apalagi marah, Ibu selalu

sepasrah-pasrahnya. Aku malah pernah bilang kepada Ibu untuk minta cerai

saja. Alhasil, Ibu malah sangat marah dan mengatai aku gila karena

menurutnya aku telah menganjurkan keburukan. Aku yakin, kamu juga pasti

tak betah melihat perempuan yang mengandung dan melahirakanmu terus-

menerus disakiti” (Pabichara, 2012:52).

Data di atas menunjukkan bahwa Rewa merasa tidak senang kepada

Ayahnya yang sering bermesra-ria dengan perempuan lain, sehingga

meminta kepada Ibunya agar menceraikan Ayahnya, ia tidak ingin melihat

perempuan yang mengandung dan melahirkannya terus-menerus disakiti.

Sesuai dengan teori Freud yang menyatakan bahwa kecemasan adalah fungsi

Page 54: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

44

ego yang memberikan peringatan akan datangnya bahaya dan yang harus

dihadapi dengan cara melawan atau menghindar

2) “Bagaimana dengan Ibu? Kamu tak perlu bertanya. Jika saja kamu serumah

dengan Ibu, kamu pasti akan sependapat dengan apa yang kuceritakan ini.

Ibu, Naura Shabrina, adalah perempuan keturunan Makassar-Pakistan. Nama

itu sendiri bermakna kesabaran tanpa batas,dan memang bagitulah

kepribadian Ibu. Saking sabarnya, ayah sampai bebas melakukan apa saja

yang dia hasrati. Aku bingung jika kamu bertanya apa kekurangan Ibu

hingga Ayah suka berselingkuh” (Pabichara,2012: 52-53).

Perasaan bingung yang dialami Rewa adalah ego, kebingungannya

menimbulkan perasaan bingung yang muncul dari dunia luar yang

mengancam id. Sehingga hal inilah yang kemudian menimbulkan kecemasan

pada diri Rewa. Sesuai dengan teori Freud yang menyatakan bahwa

kecemasan adalah fungsi ego yang memberikan peringatan akan datangnya

bahaya dan yang harus dihadapi dengan cara melawan atau menghindar.

3) “Begitulah, aku menjadi penyaksi keanehan Ibu dan kegilaan Ayah. Aku

diceburkan kedalam hidup yang liar dan tak masuk akal. Aku menyaksikan

pengkhianatan dan kesetiaan ganti-berganti di hadapan mataku sepanjang

waktu. Itu sangat memilukan hati bocahku yang masih sering terbata

membaca dunia. Aku merasa inilah matiku sebelum tuntas hidupku”

(Pabichara, 2012:54).

Perasaan ragu putus asa yang dialami Rewa adalah ego. Keraguannya

menimbulkan perasaan putus asa yang muncul dari dunia luar yang

mengancam id. Sehingga hal inilah yang kemudian menimbulkan kecemasan

Page 55: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

45

pada diri Rewa yang membuatnya putus asa. Sesuai dengan teori Freud yang

menyatakan bahwa kecemasan adalah fungsi ego yang memberikan

peringatan akan datangnya bahaya dan yang harus dihadapi dengan cara

melawan atau menghindari.

4) “Ayah semakin gila, Ibu semakin aneh, aku semakin asing. Tahukah kamu,

aku merasa tak pernah belajar sesuatu yang besar dengan benar: Ayah

menukar perempuannya sesering dia bersalin baju; Ibu menata tangisnya

sekerap dia mengulum senyumannya; sedang aku membangun harapan

serapuh istana pasir yang setiap saat bisa dipelecet gelombang? Dari hari ke

hari Ayah semakin larut, Ibu semakin cuit, aku semakin kecut. Bagaimana

caranya agar aku bisa menghentikan semua kegilaan ini?”(Pabichara,

2012:55).

Harapan yang dilakukan oleh Rewa untuk menghentikan perilaku

Ayahnya hanya sia-sia, sehingga kecemasan selalu menghampirinya. Sesuai

dengan teori Freud yang menyatakan bahwa kecemasan adalah fungsi ego

yang memberikan peringatan akan datangnya bahaya dan yang harus

dihadapi dengan cara melawan atau menghindar.

5) “Apakah aku harus suka atau berduka? Aneh saja rasanya jika Ayah tak ada,

Perasaan kehilangan dan dendam bertarung ketet didadaku, tak ada yang

kalah dan tak ada yang menang. Mungkinkah dia sedang rindu cabelong,

penganan kesukaannya itu? Mungkinkah dia tengah berburu perempuan baru

berinisial huruf”N”? atau mungkinkah dia merindukan suasana rumah yang

semua penghuninya tunduk dan takzim kepadanya? Atau jangan-jangan

karena dia mulai mencium pengkhianatanku dan meratapi betapa pedihnya

disakiti oleh darah daging sendiri? Atau mungkinkah dia mulai menyadari

Page 56: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

46

hakikat sipakatau. Sampai kini Ayah tak kunjung kembali” ( Pabichara,

2012:59).

Rasa suka atau berduka yang dialami oleh Rewa merupakan

kecemasan yang muncul akibat adanya peringatan dari ego. Rewa merasa

aneh karena Ayahnya tak ada di rumah. Sesuai dengan teori Freud yang

menyatakan bahwa kecemasan adalah fungsi ego yang memberikan

peringatan akan datangnya bahaya yang harus dihadapi dengan cara

melawan atau menghindar.

Karakter Tokoh Utama (Rewa) Berdasarkan Superego

1) “Sungguh, aku tak mampu memaafkan Ayah. Akibat syahwat dan lelaku

kawin-cerainya itu, aku kehilangan Ibu, kehilangan segalanya. Jika kelak

kamu bertemu Ibu di alam sana, kabarkan kepadanya bahwa aku baik-baik

saja. Kabarkan pula Ayah sekarang sudah mulai berubah; badan tegapnya

menyusut, matanya mengabur, pendengarnya melamur. Sampaikan juga,

sudah dua hari Ayah tidak pulang ke rumah. Pergi kemana? Entahlah. Dia

punya banyak rumah tempat singgah. Berkali-kali aku coba

menghubunginya, tapi tak ada jawaban. Mungkin dia sedang tak mau

diganggu. Sudahlah, tak perlu berpikir tentang Ayah. Biarkan saja, sudah

masanya dia menua dan kehilangan kegagahannya” (Pabichara, 2012:58).

Kutipan diatas menjelaskan bahwa Rewa merasa benci dengan apa

yang dilakukanAyahnya kepada Ibunya. Perasaan benci Rewa merupakan

superego yang memberikan hukum rohania kepada ego karena dianggap

Page 57: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

47

telah melakukan kesalahan. Sesuai dengan teori Freud yang menyatakan

bahwa penghargaan dan hukum rohania yang dipergunakan oleh superego

masing-masing adalah perasaan bangga dan perasaan bersalah atau perasaan

kurang harga diri. Ego merasa bangga Jika ia telah berkelakuan baik atau

telah mengandung pikiran-pikiran yang baik, dan ia merasa malu tentang

dirinya sendiri kalau ia mengalah kepada godaan.

b) Cerpen: Silariang

Karakter Tokoh Utama Syarifuddin Tola

a. Setia

Data 1

“Sesungguhnya hubungan kami berlangsung sudah lama, sejak kami masih

kanak-kanak”.

Pada data (1) menjelaskan hubungan Syarifuddin Tola dan Aisha sudah

berlangsung lama bahkan sejak mereka masih kanak-kanak sampai mereka

beranjak dewasa. Di usia remaja mereka sudah saling jatuh cinta dan akhirnya

mereka berhubungan tanpa diketahui oleh kedua orang tuanya.

Data 2

“Menjelang dewasa, aku mulai merasa asing bilamana jauh darinya karena

rasa rindu yang indah tapi menyiksa”.

Pada data (2) menjelaskan rasa rindu yang dirasakan Syarifuddin Tola

bilamana jauh dari Aisha. Ia merasakan rindu itu terasa sangat indah tetapi juga

Page 58: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

48

menyiksanya. Ia terlalu cinta kepada Aisha gadis yang semasa kecil sudah akrab

dengannya.

Data 3

“Sepanjang perjalanan aku terus memikirkan gadis yang kucintai selama

bertahun-tahun itu, gadis yang tak tergantikan oleh siapa pun, kapan pun,

dimana pun”.

Pada data (3) menjelaskan Syarifuddin Tola yang terus memikirkan gadis

yang dicintainya selama bertahun-tahun yaitu Aisha. Tak seorang pun yang bisa

menggantikan gadis itu didalam hatinya oleh siapa pun, sampai kapanpun, di

mana punkarena dia sangat mencintai gadis itu.

b. Pantang Menyerah

Data 4

“Tahukah kamu apa buah dari keganjilan sikapku itu? Bapak dan Ibuku

akhirnya melunak, begitu pula kerabat lain, termasuk kakakku”.

Pada data (4) menjelaskan sifat pantang menyerah Syarifuddin Tola yang

akhirnya membuat hati Bapak dan Ibunya, serta kerabat lainnya, termsuk

kakakknya melunak dan mereka bermufakat hendak melamar Aisha.

Data 5

“Diawal kisah telah aku tuturkan bahwa takdir mengajarkan tabiat pantang

menyerah kepadaku”.

Page 59: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

49

Pada data (5) menjelaskan sifat pantang menyerah Syarifuddin Tola, sejak kecil

ia telah diajarkan untuk pantang menyerah dengan segala sesuatu. Meskipun ia

gagal mendapatkan restu dari orang tua Aisha tetapi ia terus berusahamencari

jalan agar ia bisa menikahi Aisha

Data 6

“Selalu ada jalan”, ujarku. Matanya mengerjap, kebingungan. “Jika semua

pintu tertutup, masih ada jendela untuk kita lewati”. “Silariang”.

Pada data (6) menjelaskan sifat pantang menyerah Syarifuddin Tola yang

mengatakan selalu ada jalan, meskipun usaha nya untuk mendapatkan Aisya

tertutup dan ditentang oleh keluarga Aisha tetapi masih ada jalan lain yang bisa ia

lakukan yaitu Silariang atau kawin lari.

Data 7

“Bukankah cinta mesti diperjuangkan?”

Pada data (7) menjelaskan sifat pantang menyerah Syarifuddin Tola yang

memperjuangkan cintanya dengan mengambil jalan kawin lari atau silariang, yang

dimana silariang itu artinya aib keluarga dan mencoreng nama baik keluarga.

Karakter Tokoh Utama (Syarifuddin Tola) Berdasarkan Id

1) “Tibalah malam bahagia, sekaligus menyedihkan, yang aku nantikan itu.

Aku dan sanak-kerabat bertandang ke rumahnya. Sepanjang jalan aku terus

memikirkannya, gadis yang kucintai selama bertahun-tahun itu, gadis yang

Page 60: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

50

tak tergantikan oleh siapa pun, kapan pun, di mana pun” (Pabichara, 2012:

92-93).

Perasaan Syarifuddin Tola yang terus memikirkan gadis yang

dicintainya selama bertahun-tahun itu, sehingga menjadi kebiasaan sehari-

harinya. Kebiasaan tersebut menjadi prinsip kesenangan yang berkuasa atas

dirinya. Sesuai dengan teori Freud yang menyatakan bahwa id bekerja

berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure priciple). Ia selalu mengejar

kesenangan dan menghindar dari ketegangan.

2) “Di awal kisah telah aku tuturkan bahwa takdir mengajarkan tabiat pantang

menyerah kepadaku. Begitulah adanya. Setelah berbagai helat kucoba,

akhirnya kami bersua juga. Sungguh luar biasa” (Pabichara, 2012:94).

Data diatas menunjukkan bahwa sikap pantang menyerah Syarifuddin

Tola selalu dijalani setiap hari. Kebiasaan tersebut menjadi prinsip

kesenangan yang berkuasa atas dirinya. Sesuai dengan teori Freud yang

menyatakan bahwa id bekerja berdasarkan prinsip kesenangan (pleasure

priciple). Ia selalu mengejar kesenangan dan menghindar dari ketegangan.

Karakter Tokoh Utama (Syarifuddin Tola) Berdasarkan Ego

1) “Setiap hari aku mereka-reka cara agar bisa melihatnya meskipun diam-

diam dari kejahuan, tetapi hasilnya selalu berujung kecewa. Tak ada yang

paling menyakitkan selain merasa tak berdaya. Aku mulai gila, benar-benar

gila. Aku tidak berharap banyak, aku hanya ingin menatap bening matanya,

sekali saja, dan cukuplah itu bagiku” (Pabichara, 2012:92).

Page 61: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

51

Data di atas menunjukkan bahwa Syarifuddin Tola merasa kecewa

karena keinginan untuk melihat orang yang dicintainya yaitu Aisha selalu

gagal, sehingga dia selalu merasa tak berdaya. Dari perasaan itulah muncul

kecemasan pada diri Syarifuddin Tola. Sesuai dengan teori Freud yang

menyatakan bahwa kecemasan adalah fungsi ego yang memberikan

peringatan akan datangnya bahaya dan yang harus dihadapi dengan cara

melawan atau menghindar.

2) “Tak ada penantian, tak ada ucap perpisahan. Keluargaku, juga aku,

meninggalkan rumahnya dengan kepala tertekuk. Pinangan itu berakhir

buntu karena dendam masa lalu yang menyungkupi hati. Aku mendengar

isak tangis dari bilik kamar Aisha, lamat dan lirih, tapi pedihnya

menyelusup hingga rongga hati” (Pabichara, 2012:93-94).

Perasaan dendam masa lalu yang menyungkupi hati Syarifuddin Tola

akan menimbulkan kecemasan pada dirinya. Sesuai dengan teori Freud yang

menyatakan bahwa kecemasan adalah fungsi ego yang memberikan

peringatan akan datangnya bahaya dan yang harus dihadapi dengan cara

melawan atau menghindar.

3) “Sejenak terbayang jalan pintas menjanjikan untuk kami sasar. “Selalu ada

jalan,” ujarku. Matanya mengerjap, kebingungan. “Jika semua pintu

tertutup, masih ada jendela untuk kita lewati.”

“silariang?”

Aku mengangguk pasti. Aku tahu ini pilihan sulit” (Pabichara, 2012:94-95).

Page 62: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

52

Data di atas menunjukkan bahwa Syarifuddin Tola mengangguk

karena mendapat pilihan yang sulit, sehingga muncul kecemasan pada

dirinya. Sesuai dengan teori Freud yang menyatakan bahwa kecemasan

adalah fungsi ego yang memberikan peringatan akan datangnya bahaya dan

harus dihadapi dengan cara melawan atau menghindar.

4) “Suara itu bak petir menyambar telinga. Tiga tombak di depan kami berdiri

tegap Arwan Situru, kakak Aisha, gadis yang segera mengerut di

punggungku. Andai saja kamu ada di sini, pasti kamu bisa melihat betapa

piasnya wajah kami, tak lebih cakap dari sepasang kucing yang yang

kedapatan mencuri ikan. Sepertinya semua harapan kami bakal buyar lagi.

Aku nekat melawan; tapi sungguh, kemampuan bela diri seadanya

membuatku mudah takluk. Baru kali ini aku menyesal mengapa tidak

pernah serius nelajar mancak, silat aliranTuratea, sehingga aku bisa

membela diri dan melindungi hati pujaan sendiri” (Pabichara, 2012:96).

Data di atas menunjukkan bahwa Syarifuddin Tola berusaha untuk

melawan Arwan Situru, walaupun akhirnya kalah dalam perkelahian

itu.reaksi yang ditunjukkan Syarifuddin Tola itu berusaha agar dampak yang

ditimbulkan kakak Aisha tidak berlebihan. Tindakan Syarifuddin Tola

mendapat pengaruh dari superogo dan ego telah mengabaikan id. Sesuai

dengan teori Freud yang menyatakan bahwa ego bekerja berdasarkan prinsip

realitas. Artinya ia dapat menundah pemuasan diri atau mencari bentuk

pemuasan lain yang sesuai dengan batasan lingkungan dan hati nurani.

5) “Dadaku berdebar, darahku berdesir. Tidak banyak orang kampung yang

tahu rumah kami. Betapapun, kami, aku, dan Aisha, masihlah pelarian yang

Page 63: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

53

dikejar-kejar maut setiap waktu. Memang keluargaku tahu di mana selama

ini kami bermukim, tapi mustahil mereka menyampaikan kepada banyak

orang karena sama saja dengan membuka gerbang kematian bagi kami.

Siapa gerangan dari kampung halaman yang bertandang ke rumah kami sore

ini? Meskipun di benakku terus bergelayut pertanyaan-pertanyaan dan

bayangan-bayangan ketakutan, aku segera bergegas ke beranda” (Pabichara,

2012:98).

Perasaan berdebar yang di alami Syarifuddin Tola karena ada orang

dari kampung yang bertandang di rumahnya, sehingga muncul kecemasan

pada dirinya. Sesuai dengan teori Freud yang menyatakan bahwa kecemasan

adalah fungsi ego yang memberikan peringatan akan datangnya bahaya dan

yang harus dihadapi dengan cara melawan atau menghindar.

B. Pembahasan Hasil Penelitian

Pada bab sebelumnya, penulis telah menyajikan data dan menganalisis

karakter tokoh utama dengan meluhat segi aspek kepribadian menurut teori

Sigmund Freud yaitu id, ego, dan superego dalam kumpulan cerpen Gadis

Pakarena karya Khrisna Pabichara. Oleh karena itu hasil dan temuan akan diuraikan

sebagai berikut.

Tokoh dalam fiksi dibedakan menjadi beberapa jenis. Sesuai dengan

keterlibatannya dalam cerita dibedakan antara tokoh utama (sentral) dan tokoh

tambahan (periferal). Tokoh disebut sebagai tokoh tokoh sentral apabila memenuhi

tiga syarat, yaitu (1) paling terlibat dengan makna atau tema, (2) paling banyak

Page 64: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

54

berhubungan dengan tokoh lain, (3) paling banyak memerlukan waktu penceritaan

(Sayuti dalam wiyatmi, 2006:31).

Setelah dianalisis dengan analisis data dalam penelitian ini, maka diperoleh

aspek kepribadian berdasarkan pendekatan psikologi Sigmund Freud yang terdiri

atas id, ego, dan superego pada kumpulan cerpen Gadis Pakarena karya Khrisna

Pabichara yang berjudul: Mengawini Ibu dan Silariang.

Tokoh utama dalam cerpen Mengawini Ibuyaitu Rewa, cerpen ini

mengisahkan tentang kesetiaan seorang Ibu kepada Suaminya dan kebencian

seorang anak kepada Ayahnya. Pada cerpen ini terdapat tiga aspek kepribadian

tokoh utama yaitu: id, ego, dan superego. Id bekerja berdasarkan prinsip-prinsip

yang amat primitif sehingga bersifat koatik (kacau tanpa aturan), tidak mengenal

amoral, tidak memiliki rasa benar-salah. Ego muncul karena adanya kecemasan

pada diri tokoh, kecemasan adalah fungsi ego yang memberikan peringatan akan

datangnya bahaya dan harus dihadapi dengan cara melawan atau menghindar.

Superego memberikan hukum rohania kepada ego karena dianggap telah

qmelakukan kesalahan, penghargaan dan hukum rohaniah yang dipergunakan oleh

superego masing-masing adalah perasaan bangga dan perasaan bersalah atau

perasaan kurang harga diri.

Cerpen Silariang yang menjadi tokoh utama yaitu Syarifuddi Tola, cerpen ini

mengisahkan tentang dua orang anak yang nekat untuk kawin lari (silariang),

karena keluarga perempuan tidak merestui hubungan mereka yang diakibatkan oleh

dendam masa lalu. Pada cerpen ini terdapat dua aspek kepribadian tokoh utama

Page 65: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

55

yaitu: id dan ego. Id bekerja berdasarkan prinsip-prinsip yang amat primitif

sehingga bersifat koatik (kacau tanpa aturan), tidak mengenal amoral, tidak

memiliki rasa benar-salah. Ego muncul karena adanya kecemasan pada diri tokoh,

kecemasan adalah fungsi ego yang memberikan peringatan akan datangnya bahaya

dan harus dihadapi dengan cara melawan atau menghindar.

Page 66: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

56

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan data dari pembahasan pada uraian bab IV, penulis menarik

kesimpulan yaitu:

Karakter tokoh utama yaitu Rewa pada judul cerpen Mengawini Ibu

memiliki karakter yang suka bersenang-senang, pendendam, dan penurut.

Karakter tokoh utama yaitu Syarifuddin Tola pada judul cerpen silariang

memiliki karakter yang setia, pantang menyerah, dan pendendam.

B. Saran

1. Bagi peneliti selanjutnya harus mencapai konsepdasar tentang pendekatan

psikologi sastra secara meluas. Serta mengembangkan kajian sehingga

menghasilkan karya-karya yang di dalamnya memaparkan tentang psikologi

seseorang.

2. Penelitian terhadap kumpulan cerpen Gadis Pakarena karya Khrisna

Pabichara masih dapat diteliti lebih lanjut dengan pendekatan yang lain untuk

lebih memahami isinya.

56

Page 67: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

57

DAFTAR PUSTAKA

Aminuddin. 2010. Pengantar Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Baru Algensindo.

Bertens, K. 2006. Psikoanalisis Sigmund Freud. Jakarta; Gramedia Pustaka Utama

Depdiknas. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.

Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi Keempat. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Pradopo, Rahmat Djoko dkk. 2001. Metedologi Penelitian Sastra. Bandung: Sinar Baru

Algensindo

Endraswara, Suwardi. 2008. Metodologi Penelitian Sastra (Epistemologi, Model, Teori,

danAplikasi). Yogyakarta: Medpress.

Endraswara, Suwardi, Metedologi penelitian sastra, Jogjakarta: Pustaka Widyatama,

2003.

Hall, S, Calvin. 2000. Libido Kekuasaan. Terjemahan S. Tasrif. Yogyakarta: Tarawang.

Mahayana, Maman S. 2006. Bermain dengan Cerpen, Apresiasi dan Kritik Cerpen

Indonesia. Jakarta: gramedia Pustaka Utama.

Minderop, Albertine, 2006. Metode Karakterisasi Telaah Fiksi, Jakarta: Yayasan Obor

Indonesia.

Mulyadi, Budi.2007. Karakter Tokoh Utama Novel Utsukushisa To Kanashimi karya

KawabataYasunari, (online), (Htpp: //eprints.undip.ac.id/16846/1/Budi

Mulyadi.pdf,diakses 14 Juni 2016).

Maesono, Annadewi.2003. Psikoanalisis dan Sastra. Depok: Pusat Penelitian

Kemasyarakatan dan Budaya Lembaga Penelitian Universitas Indonesia.

Nakti, 2010. Karakteristik Tokoh Utama kumpulan cerpen Lukisan Kaligrafi karya A.

MustofaBisri (Online, (Http://karya-ilmiah.um.ac.id/index.php/sastra-

indonesia/article/view/7266, diakses 14 Juni 2016).

Nurgiantoro, Burhan 2007. Teori pengkajian Fiksi: Yokyakarta: gadja Mada University

Press.

Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

57

Page 68: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

58

Pabichara, Khrisna. 2012. Gadis Pakarena. Jakarta Selatan: Dolphin.

Rahmawati. 2010. Analisis Watak Tokoh Utama pada Novel Nayla karya Djenar

Maesa Ayu (Sebuah Tinjauan Sastra), (online), (http://eprints.umm.ac.id/id/eprint/5740,

diakses 14 Juni 2016).

Ratna, Nyoman Kutha. 2007. Penelitian Sastra, Toeri, Metode dan TeknikPenelitian

Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Sadikin , Mustofa. 2010. Kumpulan Sastra Indonesia Edisi Terlengkap. JakartaTimur:

Gudang Ilmu.

Stanton, Robert. 2007. Teori Fiksi. Terjemahan. Sugihastuti dan Rossi Abi AlIrsyad.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Tang, Rapi. 2007. Pengantar Teori Sastra Yang Relevan. Makassar: UniversitasNegeri

Makassar.

Tarigan, Henry Guntur. 1984. Prinsip-prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa.

Waridah, Ernawati.2009. EYD dan Seputar Kebahasa-Indonesiaan. Jakarta:Kawan

Pustaka

Wiyatmi. 2006. Pengantar Kajian Sastra. Yogyakarta: Pustaka.

Page 69: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …
Page 70: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

KORPUS DATA

1) Pada data (1) menjelaskan Dendam Rewa kepada Ayahnya yang bersifat seperti

binatang yang tidak menghargai ibunya juga dirinya, bahkan tidak peduli kepada

sesama. Bagaimana mungkin bisa menghargai sesama sementara dia tidak

prihatin sama sekali kepada keluarganya.

2) Pada data (2) menjelaskan dendam Rewa kepada Ayahnya yang mempunyai

kebiasaan yang suka bermain perempuan dan juga dia pun gemar bertitah bahwa

semua orang harus patuh terhadap aturannya walaupun menyakitkan.

3) Pada data (3) menjelaskan dendam Rewa yang bermula saat melihat Ibunya

yang terus menahan kesedihan atas perlakuan Ayahnya yang kerap bermesra-ria

dengan perempuan lain hingga Ibunya pun digerogoti penyakit , sampai

akhirnya meninggal dunia.

4) Pada data (4) menjelaskan dendam Rewa kepada Ayahnya hingga meningkatkan

amarahnya. Ia tidak suka melihat perilaku Ayahnya yang menyakiti perasaan

dan berpaling dari Ibunya hingga ia ingin membunuh Ayahnya.

5) Pada data (5) menjelaskan dendam Rewa yang tidak mampu memaafkan

kelakuan Ayahnya, ia menyalahkan Ayahnya karena akibat syahwat dan

perilaku kawin cerainya sehingga ia kehilangan Ibunya dan kehilangan

segalanya.

6) Pada data (6) menjelaskan Rewa yang sayang kepada Ibunya yang tidak bisa

melihat Ibunya terus menerus disakiti oleh Ayahnya, bahkan ia menyuruh

Ibunya untuk meminta cerai kepada Ayahnya.

7) Pada data (7) menjelaskan Rewa yang sayang kepada Ibunya dan selalu berharap

agar Ibunya berontak atau marah kepada Ayahnya yang sering menyakiti

perasaan Ibunya bukan hanya mengelus dada atau berdoa semoga Ayah bisa

berubah.

8) Pada data (8) menjelaskan Rewa yang bahkan penuh dendam kepada Ayahnya

tetapi ia masih masih mempedulikan Ayahnya semenjak Ayahnya pergi dari

Page 71: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

rumah ia bahkan mencemaskan Ayahnya,dan ia berfikir untuk mencari

Ayahnya.

9) Pada data (9) menjelaskan Rewa bertanya pada dirinya apakah ia harus suka atau

berduka saat Ayahnya tidak ada dirumah. Karena rasa sayang kepada Ayahnya

ia merasa aneh dan sangat kehilangan saat Ayahnya pergi meninggalkan rumah

tanpa mengabarinya.

10) Pada data (1O) menjelaskan hubungan Syarifuddin Tola dan Aisha sudah

berlangsung lama bahkan sejak mereka masih kanak-kanak sampai mereka

beranjak dewasa. Di usia remaja mereka sudah saling jatuh cinta dan akhirnya

mereka berhubungan tanpa diketahui oleh kedua orang tuanya.

11) Pada data (11) menjelaskan rasa rindu yang dirasakan Syarifuddin Tola

bilamana jauh dari Aisha. Ia merasakan rindu itu terasa sangat indah tetapi juga

menyiksanya. Ia terlalu cinta kepada Aisha gadis yang semasa kecil sudah akrab

dengannya.

12) Pada data (12) menjelaskan Syarifuddin Tola yang terus memikirkan gadis yang

dicintainya selama bertahun-tahun yaitu Aisha. Tak seorang pun yang bisa

menggantikan gadis itu didalam hatinya oleh siapa pun, sampai kapanpun, di

mana pun karena dia sangat mencintai gadis itu.

13) Pada data (13) menjelaskan sifat pantang menyerah Syarifuddin Tola yang

akhirnya membuat hati Bapak dan Ibunya, serta kerabat lainnya, termsuk

kakakknya melunak dan mereka bermufakat hendak melamar Aisha.

14) Pada data (14) menjelaskan sifat pantang menyerah Syarifuddin Tola, sejak kecil

ia telah diajarkan untuk pantang menyerah dengan segala sesuatu. Meskipun ia

gagal mendapatkan restu dari orang tua Aisha tetapi ia terus berusahamencari

jalan agar ia bisa menikahi Aisha.

15) Pada data (15) menjelaskan sifat pantang menyerah Syarifuddin Tola yang

mengatakan selalu ada jalan, meskipun usaha nya untuk mendapatkan Aisya

tertutup dan ditentang oleh keluarga Aisha tetapi masih ada jalan lain yang bisa

ia lakukan yaitu Silariang atau kawin lari.

Page 72: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

16) Pada data (16) menjelaskan sifat pantang menyerah Syarifuddin Tola yang

memperjuangkan cintanya dengan mengambil jalan kawin lari atau silariang,

yang dimana silariang itu artinya aib keluarga dan mencoreng nama baik

keluarga.

17) Siapa aku? Sudahlah, itu tak penting. Akan kuceritakan saja kenapa aku begitu

ingin membunuh Ayah. Bencana bermula ketika Ibu terjatuh di tangga rumah.

Semenjak itu Ibu tak bisa melayani berahi Ayah yang berlebihan. Semenjak itu

pula Ayah berpaling, mula-mula diam-diam, lalu terang-terangan (Pabichara,

2012:53).

18) Aku terkejut saat membuka pintu. Ada orang lain di kamarku, seorang gadis

berbaju putih dengan rok abu-abu. Aku melangkah masuk, ragu-ragu. Aku

melihat dia menggeliat. Dadaku berdebar. Sesuatu di bagian tengah tubuhku

bergetar. Bau harum terhidu. Entah dari mana pangkal mulanya, aku tiba-tiba

bergairah. Kutatap gadis itu lebih lama, lebih dekat, lebih lekat. Siapakah

perempuan yang demikian cantik, seperti terkirim dari surga, yang menderaskan

darah remajaku ini? Mungkinkah dia sesaji baru untuk Ayah? Sekonyong-

konyong aku teringat pesan Ibu: jadilah laki-laki, Nak, yang bukan Ayahmu.

Sekedar kamu tahu, tak pernah sebelumnya aku sekamar, apalagi seranjang,

dengan perempuan, bahkan dengan Ibu sekalipun (Pabichara, 2012: 55-56).

19) Selama tujuh belas tahun aku menelan ajaran Ibu dan memuntahkan nasihat

Ayah. Tetapi tidak untuk saat ini! Aku seakan dirasuki oleh roh Ayah. Kini dia

menjadi pandu berahiku. Terasa aneh olehku ketika kulitku merasakan

kehangatan tubuh perempuan ini. Ini pengalaman pertamaku, dan aku tak kuasa

mengendalikan akal sehatku. Karena dendam atau cintakah? Mungkin keduanya:

dendam kepada Ayah, cinta kepada Ibu. Sementara perempuan bertubuh

sempurna ini tertidur dengan cara yang wah. Dia menggeliat, terbangun dan

membuka matanya (Pabichara, 2012: 56-57).

20) Tahukah kamu apa yangterjadi sesuai peristiwa itu? Aku mulai ketagihan dan

aku sekarang punya cita-cita baru: mengawini semua perempuan yang

diinginkan Ayah menjadi Ibuku, pengganti Ibu yang melahirkanku. Anehnya,

Page 73: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

Ayah sama sekali tak tahu. Atau, jangan-jangan Ayah Cuma pura-pura tak tahu?

Tetapi, tidak. Ayah memang benar-benar tidak tahu, buktinya dia tidak pernah

menegur atau mendampratku. Dia tetap rutin memberiku uang harian,

mingguan, dan bulanan, uang yang selama ini banyak kugunakan untuk

menyumpal mulut ibu-ibu baruku. Kadang aku sangat menyesal, tetapi gelagak

marah lebih menguasaiku (Pabichara, 2012: 57-58).

21) Begitulah jawaban Ibu setiap kali aku melihat Ayah. Aku menganggap Ibu

terlalu lembut atau sangat penurut atau sebenarnya terjadi lantaran takut.

Entahlah. Sekat antara lembut, penurut, dan takut sangat tipis. Ibu selalu bisa

tersenyum sabar ketika Ayah kedapatan sedang bermesra-ria dengan perempuan

lain di mall, pasar, bioskop, bahkan beranda rumah. Aku pernah berharap

sesekali Ibu merajuk atau berontak atau marah kepada Ayah, bukan semata

mengelus dada lantas berdoa semoga Ayah lekas berubah. Tetapi, jangankan

merajuk, berontak, apalagi marah, Ibu sepasrah-pasrahnya. Aku malah perna

bilang kepada Ibu untuk minta cerai saja. Alhasil, Ibu malah marah dan

mengatai aku gila karena menurutnya aku telah menganjurkan keburukan. Aku

yakin, kamu juga pasti tak betah melihat perempuan yang mengandung dan

melahirkanmu terus-menerus disakiti (Pabichara, 2012: 52).

22) Bagaimana dengan Ibu? Kamu tak perlu bertanya. Jika saja kamu serumah

dengan Ibu, kamu pasti akan sependapat dengan apa yang kuceritakan ini. Ibu,

Naura Shabrina, adalah keturunan Makassar-Pakistan. Nama itu sendiri

bermakna kesabaran tanpa batas, dan memang begitulah kepribadian Ibu. Saking

sabarnya, Ayah sampai bebas melakukan apa saja yang dihasrati. Aku bingung

jika kamu bertanya apa kekurangan Ibu hingga Ayah suka berselingkuh

(Pabichara, 2012: 52-53).

23) Begitulah, aku menjadi penyaksi keanehan Ibu dan kegilaan Ayah. Aku

diceburkan ke dalam hidup yang liar dan tak masuk akal. Aku menyaksikan

pengkhianatan dan kesetiaan ganti-berganti dihadapan mataku sepanjang waktu.

Itu sangat memilukan hati bocahku yang masih sering terbata membaca dunia.

Aku merasa inilah matiku sebelum tuntas hidupku (Pabichara, 2012: 54).

Page 74: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

24) Ayah semakin gila, Ibu semakin aneh, aku semakin asing. Tahukah kamu, aku

merasa tak pernah balajar sesuatu besar dengan benar: Ayah menukar

perempuannya sesering dia bersalin baju; Ibu menata tangisnya sekeras ia

mengulum; sedang aku membangun harapan serapuh istana pasir yang setiap

saat bisa dipelecet gelombang? Dari hari ke hari Ayah semakin larut, Ibu

semakin cuiy, aku semakin kecut. Bagaimana caranya agar aku bisa

menghentikan semua kegilaan ini? (Pabichara, 2012: 55).

25) Apakah aku harus suka atau berduka? Aneh saja rasanya jika Ayah tak ada.

Perasaan kehilangan dan dendam bertarung ketat di dadaku, tak ada yang kalah

dan tak ada yang menang. Mungkinkah dia sedang rindu cabelong, penganan

kesukaanya itu? Mungkinkah dia tengah berburu perempuan baru berinisial

“N”? atau mungkinkah dia merindukan suasana rumah yang semua penghuninya

tunduk dan takzim kepadanya? Atau jangan-jangan karena dia mulai mencium

pengkhianatanku dan meresapi betapa pedihnya disakiti oleh darah daging

sendiri? Atau mungkinkah dia mulai menyadari hakikat sipakatau. Sampai kini

Ayah tak kunjung kembali (Pabichara, 2012: 59).

26) Sungguh aki tak bisa memaafkan Ayah. Akibat syahwat dan lelaku kawin-

cerainya itu, aku kehilangan Ibu, kehilangan segalanya. Jika kelak kamu

bertemu Ibu di alam sana, kabarkan kepadanya bahwa aku baik-baik saja.

Kabarkan pula Ayah sekarang sudah mulai berubah; badan tegapnya menyusut,

matanya mengabur, pendengarannya melaamur. Sampaikan juga, sudah dua hari

Ayah tidak pulang ke rumah. Pergi ke mana? Entahlah. Dia punya banyak

rumah tempat singgah. Berkali-kali aku coba menghubunginya, tapi tak ada

jawaban. Mungkin dia sedang tak mau diganggu. Sudahlah, tak perlu berpikir

tentang Ayah. Biarkan saja, sudah masanya dia menua dan kehilangan

kegagahannya (Pabichara, 2012: 58).

27) Tibalah malam bahagia, sekaligus menyedihkan, yang aku nentikan itu. Aku dan

sanak-kerabat bertandang ke rumahnya. Sepanjang jalan aku terus memikirkan,

gadis yang kucintai selama bertahun-tahun itu, gadis yang tak tergantikan oleh

siapa pun, kapan pun, di mana pun. (Pabichara, 2012: 92-93).

Page 75: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

28) Di awal kisah telah aku tuturkan bahwa takdir mengajarkan tabiat pantang

menyerah kepadaku. Begitulah adanya. Setelah berbagai helat kucoba, akhirnya

kami bersua juga. Sungguh luar biasa (Pabichara, 2012: 94).

29) Setiap hari aku mereka-reka cara agar bisa melihatnya meskipun diam-diam dari

kejauhan, tetapi hasilnya selalu berujung kecewa. Tak ada yang paling

menyakitkan selain merasa tak berdaya. Aku mulai gila, benar-benar gila. Aku

tidak berharap banyak, aku hanya ingin menatap bening matanya, sekali saja,

dan cukuplah itu bagiku (Pabichara, 2012: 92).

30) Tak ada pamitan, tak ada ucap perpisahan. Keluargaku, juga aku, meninggalkan

rumahnya dengan kepala tertekuk. Pinangan itu berakhir buntu karena dendam

masa lalu yang menyungkupi hati. Aku mendengar isak tangis dari bilik kamar

Aisha, lamat dan lirih, tapi pedihnya menyelusup hingga rongga hati (Pabichara,

2012: 93-94).

31) Sejenak terbayang jalan pintas menjanjikan untuk kami sasar. “Selalu ada jalan,:

ujarku. Matanya mengerjap, kebingungan. “Jika semua pintu tertutup, masih ada

jendela untuk kita lewati .”

“silariang?”

Aku mengangguk pasti. Aku tahu ini pilihan sulit (Pabichara, 2012: 94-95).

32) Suara itu bak petir menyambar telinga. Tiga tombak di depan kami berdiri tegap

Arwan Situru, kakak Aisha, gadis yang segera mengerut di punggungku. Andai

saja kamu ada di sini, kamu pasti bisa melihat betapa piasnya wajah kami, tak

lebih cakap dari sepasang kucing yang kedapatan mencuri ikan. Sepertinya

semua harapan kami bakal buyar lagi. Aku nekat melawan; tapi sungguh,

kemampuan bela diri seadanya membuatku mudah takluk. Baru kali ini aku

menyesal mengapa tidak pernah serius belajar mancak, silat aliran Turatea,

sehingga aku bisa membela diri dan melindungi pujaan hati sendiri (Pabichara,

2012: 96).

33) Dadaku berdebar, darahku berdesir. Tidak banyak orang kampung yang tahu

rumah kami. Betapapun, kami, aku, dan Aisha, masihlah pelarian yang dikejar-

kejar maut setiap waktu. Memang keluargaku tahu di mana selama ini kamu

Page 76: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

bermukim, tapi mustahil mereka menyampaikan kepada banyak orang karena ini

sama saja dengan membuka gerbang kematian bagi kami. Siapa gerangan dari

kampung halaman yang bertandang ke rumah kami sore ini? Meskipun di

benakku terus bergelayut pertanyaan-pertanyaan dan bayangan-bayangan

ketakutan, aku segera bergegas ke beranda (Pabichara, 2012: 98).

Page 77: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

CERPEN

1

MENGAWINI IBU

Kelakuan Ayah seperti binatang. Ayah tidak menghargai Ibu, juga aku. Tidak

berlebihan jika aku pernah sangat menyesal menjadi anaknya setiap kali menulis

namanya di kolom apa saja yang mengharuskanku menyebut nama orang tua.

Akupun yakin Ayah sudah tak peduli kepada sesama. Bagaimana mungkin bisa

menghargai sesama sementara dia tidak prihatin sama sekali kepada keluarganya?

Aku juga yakin Ayah bahkan tak menghargai dirinya sendiri dan sudah

mengabaikan tradisi sipakatau memanusiakan manusia. Maaf, aku terbawa

perasaan. Yang pasti, aku heran bagaimana Ibu bisa bertahan punya suami seperti

Ayah.

Cinta, nak, adalah obat paling mujarab untuk menyembuhkan luka.

Begitulah jawaban Ibu setiap kali aku protes melihat ulah Ayah. Aku menganggap

Ibu terlalu lembut atau sangat penurut atau sebenarnya terjadi lantaran takut.

Entahlah. Sekat antara lembut, penurut, dan takut sangat tipis. Ibu selalu bisa

tersenyum sabar ketika Ayah kedapatan sedang bermesra-ria dengan perempuan lain

di mal, pasar, bioskop, bahkan beranda rumah. Aku pernah berharap sesekali Ibu

merajuk atau berontak atau marah kepada Ayah, bukan semata mengelus dada lantas

berdoa semoga Ayah lekas berubah. Tetapi, jangankan merajuk, berontak, apalagi

marah, Ibu selalu sepasrah-pasrahnya. Aku malah pernah bilang kepada Ibu untuk

minta cerai saja. Alhasil, Ibu malah sangat marah dan mengatai aku gila karena

menurutnya aku telah menganjurkan keburukan. Aku yakin, kamu juga pasti tak

Page 78: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

betah melihat perempuan yang mengandung dan melahirkanmu terus-menerus

disakiti.

Mencintai itu pekerjaan abadi, Nak, tak pernah selesai.

Ada baiknya aku membabar kisah ini dari awal. Ayah, Althan Adiva, lazimnya

orang Makassar lain, lebih kerap dipanggil Daeng Sambang. Dia menyukai

cabelong, penganan khas Jeneponto, dan perempuan; dia pun gemar bertitah bahwa

semua orang harus patuh terhadap aturannya walaupun menyakitkan. Kebiasaan

kedua dan ketiga itulah yang membuat aku benci kepadanya dengan benci yang

sebenci-bencinya.

Tak ada gunanya mengelak, Nak, seperti juga tak ada gunanya banyak berharap.

Bagaimana dengan Ibu? Kamu tak perlu bertanya. Jika saja kamu serumah dengan

Ibu, kamu pasti akan sependapat dengan apa yang kuceritakan ini. Ibu, Naura

Shabrina, adalah perempuan keturunan Makassar-Pakistan. Nama itu sendiri

bermakna kesabaran tanpa batas, dan memang begitulah kepribadian Ibu. Saking

sabarnya, Ayah sampai bebas melakukan apa saja yang dia hasrati. Aku bingung

jika kamu bertanya apa kekurangan Ibu hingga Ayah berselingkuh. Ibu adalah

sesosok perempuan yang sempurna. Dia tak suka mengelih, apalagi membantah. Dia

tak bernoda, tak bercela. Satu-satunya kekurangan Ibu, menurutku, adalah dia

terlampau kukuh memegang norma adat dan hukum agama. Pernah terlintas di

benakku, Tuhan salah menitiskan karakter kepada Ibu. Tetapi bukankah tak baik

menyeret-nyeret Tuhan ke dalam sebuah masalah seperti ini? Lagi pula, mana

mungkin Tuhan salah? Memang dasar Ayah yang gila, Ibu juga.

Bakti itu, Nak, adalah saudara kandung kepatuhan.

Siapa aku? Sudahlah, itu tak penting. Akan kuceritakan saja kenapa aku begitu ingin

membunuh Ayah. Bencana bermula ketika Ibu terjatuh di tangga rumah. Semenjak

itu Ibu tak bisa melayani berahi Ayah yang berlebihan. Semenjak itu pula Ayah

berpaling, mula-mula diam-diam, lalu terang-terangan. Aku pernah mendapati Ibu

Page 79: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

menangis saat Ayah membawa Nia, sicentil bermuka tengil, ke rumah. Waktu itu

aku baru sebelas tahun, belum begitu paham apa itu kesetiaan dan perselingkuhan.

Yang kutahu, Ayah menciumi Nia didepan Ibu. Sebenarnya aku malu jika

menceritakan semua ini kepadamu. Akan tetapi, aku tak tahan. Aku ingin bicara,

aku tak sanggup berdiam diri terus-menerus. Tak lama berselang, Nindya menginap

di rumah. Lalu, seiring bertambahnya usiaku, muncul Nayla, Nisrina, Nadin, dan

banyak lagi perempuan berawalan huruf “N” lainnya. Aku mulai merasakan

keganjilan, bagaimana bisa Ayah tega menyakiti Ibu, perempuan yang bisa

melakukan apa saja untuknya, kecuali bercinta setiap saat, dan sesudah itu Ibu tak

pernah meminta apa pun kepadanya? Lebih ganjil lagi, kenapa semua nama

perempuan yang digandrungi Ayah selalu berawalan huruf “N”? jika ya, dan kamu

perempuan, sejelek apa pun wajahmu, kamu patut berhati-hati jika bertemu Ayah.

Jika ingin menerima yang terbaik, Nak, berikan juga yang terbaik.

Begitulah, aku menjadi penyaksi keanehan Ibu dan kegilaaan Ayah. Aku diceburkan

ke dalam hidup yang liar dan tak masuk akal. Aku menyaksikan pengkhianatan dan

kesetiaan ganti-berganti di hadapan mataku sepanjang waktu. Itu sangat memilukan

hati bocahku yang masih sering terbata membaca dunia. Aku merasa inilah matiku

sebelum tuntas hidupku.

Hidup, Nak, acap kali tak seperti yang kita bayangkan.

“Ini bodoh!” kataku kepada Ibu, suatu hari ketika usiaku beranjak renaja.

“Tidak, Rewa ini pilihan yang Ibu lakukan dengan penuh kesadaran.”

“Tanpa harapan?”

“Buah pembebasan.”

“Yang kosong!”

“Sama saja, Nak.”

Page 80: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

“Ibu berhak menikmati hidup!”

“Waktunya sudah tak ada.”

“Aaargh!”

“Jangan dendam, Rewa. Seburuk apapun, dia tetap Ayahmu!”

Ayah semakin gila, Ibu semakin aneh, aku semakin asing. Tahukah kamu, aku

merasa tak pernah belajar sesuatu yang besar dengan benar: Ayah menukar

perempuannya sesering dia bersalin baju; Ibu menata tangisnya sekerap dia

menggulum senyumnya; sedang aku membangun harapan serapuh istana pasir yang

setiap saat bisa dipelecat gelombang? Dari hari ke hari Ayah semakin larut, Ibu

semakin ciut, aku semakin kecut. Bagaimana caranya agar aku bisa menghentikan

semua kegilaan ini? Tersebabkan oleh berlaksa kesedihan yang terus ditahan, Ibu

pun digerogeti penyakit, ai tak perlu kusebutkan apa nama penyakitnya, hingga

akhirnya berpilang ke sisi-Nya.

Sejak itulah bermula segala dendamku kepada Ayah.

Jadilah laki-laki, Nak, yang bukan Ayahmu.

Aku terkejut saat membuka pintu. Ada orang lain di kamarku, seorang gadis berbaju

putih dengan rok abu-abu. Aku melangkah masuk, ragu-ragu. Aku melihat dia

menggeliat. Dadaku berdebar. Sesuatu di bagian tengah tubuhku bergetar. Bau

harum terhidu. Entah dari mana pangkal mulanya, aku tiba-tiba bergairah. Kutatap

gadis itu lebih lama, lebih dekat, lebih lekat. Siapakah perempuan yang demikian

cantik, seperti terkirim dari surga, yang menderaskan darah remajaku ini?

Mungkinkah dia sesaji baru untuk Ayah? Sekonyong-konyong aku teringat pesan

Ibu: jadilah laki-laki, Nak, yang bukan Ayahmu. Sekadar kamu tahu, tak pernah

sebelumnya aku sekamar, apalagi seranjang, dengan perempuan, bahkan dengan Ibu

sekalipun. Terpampang dilayar benakku tubuh Ayah ketika menindih Nindya,

Page 81: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

Nayla, Nisrina, Nadin, atau “N” lainnya. Apakah nama perempuan ini juga

berawalan huruf “N”?

Pengalaman yang dihidangkan Ayah lewat tontonan percintaan panasnya, disengaja

ataupun tidak, tengah menuntunku bagaimana semestinya memperlakukan gadis itu.

Tubuhku sering kapas melayang keatas tubuhnya.

Perempuan bukan boneka, Nak, mereka punya hati.

Selama tujuh belas tahun aku menelan ajaran Ibu dan memuntahkan nasehat Ayah.

Tetapi tidak untuk saat ini! Aku seakan dirasuki oleh roh Ayah. Kini dia menjadi

pandu birahiku. Terasa aneh olehku ketika hatiku merasakan kehangatan tubuh

perempuan ini. Ini pengalaman pertamaku, dan aku tak kuasa mengendalikan akal

sehatku. Karena dendam atau cintakah? Mungkin keduanya: dendam kepada Ayah,

cinta kepada Ibu. Sementara perempuan bertubuh sempurna ini tertidur dengan cara

yang wah. Dia menggeliat, terbangun, dan membuka matanya.

“Diamlah,” desisku,”aku laki-laki!”

Dan terjadilah. Tapi dia tak menangis meskipun telah kehilangan selaput darah.

“Terima kasih,” katanya.

Aku bingung,”Kamu siapa?”

“Apa artinya namaku bagimu?”

“Hmmmh!”

“Ibuku menjual kebebasan kepada Ayahmu.”

“Membayar utang?”

“Ya.”

“Kamu tidak menangis?”

Page 82: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

“Lebih baik denganmu daripada Ayahmu.”

Tubuhku menggeletar menahan uap menggelisakan yang menyergap diri segala

penjuru ketika dia masih tersenyum hangat. Semoga Ibu dialam sana tak menonton

apa yang kulakukan ini. Dia sudah terlalu menderita di dunia. Cukup Ayah yang

menetak hatinya dengan seruntun petaka.

Penyesalan, Nak, selalu berada diurutan terakhir.

Tahukah kamu apa yang terjadi seusai peristiwa itu? Aku mulai ketagihan, dan aku

sekarang punya cita-cita baru: mengawini semua perempuan yang diinginkan Ayah

menjadi Ibuku, pengganti Ibu yang melahirkanku. Anehnya, ayah sama sekali tak

tahu. Atau, jangan-jangan Ayah cuma pura-pura tak tahu? Tetapi, tidak. Ayah

memang benar-benar tidak tahu, buktinya dia tidak pernah menegur atau memarahi

atau mendampratku. Dia tetap rutin memberiku uang harian, mingguan, dan

bulanan, uang yang selama ini mulai banyak kugunakan untuk menyumpal mulut

ibu-ibu baruku. Kadang aku sangat menyesal, tetapi gelagak amarah lebih

menguasaiku.

Maaf itu menyembuhkan, Nak, bagi yang dimaafkan dan yang memaafkan.

Sungguh, aku tak mampu memaafkan Ayah. Akibat syahwat dan lelaku kawin-

cerainya itu, aku kehilangan Ibu, kehilangan segalanya. Jika kelak kamu bertemu

Ibu dialam sana, kabarkan kepadanya bahwa aku baik-baik saja. Kabarkan pula

Ayah sekarang sudah mulai berbah: badan tegapnya menyusut, matanya mengabur,

pendengarannya melamur. Sampaikan juga, sudah dua hari Ayah tidak pulang ke

rumah. Pergi ke mana? Entahlah. Dia punya banyak rumah tempat singgah. Berkali-

kali aku coba menghubunginya, tapi tak ada jawaban. Mungkin dia sedang tak mau

diganggu. Sudahlah, tak perlu berpikir tentang Ayah. Biarkan saja, sudah masanya

dia menua dan kehilangan kegagahannya!

Tawa dan air mata, Nak, bergantung bagaimana kita menyikapinya.

Page 83: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

Kenapa aku tidak mencari Ayah saja? Bagaimana jika dia butuh bantuanku?

Bagaimana jika dia pingsan di tengah jalan atau ditabrak truk atau digilas kereta

atau dirampok dan dikeroyok kawanan preman?

Bukan dendam, Nak, cintalah yang mesti kamu rawat!

Ini malam ketujuh sejak Ayah pergi. Sudah tak terhitung berapa kali aku tidur

bersama Nadira, nama ibu baruku, yang sudah aku ceritakan kepadamu apa yang

terjadi ketika aku menemukan dia lelap tertidur dikamarku dan membuatku

ketagihan setelahnya, juga dengan ibu-ibu baru lainnya.jangan gusar, tenanglah, aku

sudah berniat tobat. Begitu Ayah pulang, aku takkan merebut istri-istrinyalagi.

Apakah aku harus suka atau berduka? Aneh saja rasanya jika Ayah tak ada.

Perasaan kehilangan dan dendam bertarung ketat di dadaku, tak ada yang kalah dan

tak ada yang menang. Mungkinkah dia sedang rindu cabelong, penganan

kesukaannya itu? Mungkinkah dia tengah berburu perempuan baru berinisial huruf

“N”? Atau mungkinkah dia merindukan suasana rumah yang penghuninya tunduk

dan takzim kepadanya? Atau jangan-jangan karena dia mencium [engkhianatanku

dan meresapi betapa pedihnya disakiti oleh darah dagingnya sendiri? Atau

mungkinkah dia mulai menyadari hakikat sipakatau.

Sampai kini Ayah tak pernah kembali.

Page 84: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

2

SILARIANG

Pernahkah kamu berhasrat melakukan sesuatu tetapi kamu merasa tak berdaya sama

sekali? Itulah yang kualami saat ini. Takdir mengajariku tabiat pantang menyerah,

namun takdir pula yang mengunjukkan kepadaku pedihnya berpasrah. Rasanya tak

perlu kita perdebatkan hakikat sabar sebab itu akan menyimpang terlalu jauh dari kisah

yang hendak kutulis ini. Selain itu, aku selalu tak yakin akan bisa bersabar atau ikhlas

atau apa pun namanya segala wujud kepasrahan, atau malah ketakberdayaan, itu. Toh,

itu tidaklah ada bedanya, takkan mengubah garis nasib atau jalan hidupku.

Apa perlu kusebut nama gadis yang aku cintai itu? Jika kamu memintanya,

baiklah, namanya Aisha Arissa Ashalina. Namanya cantik, bukan? Pernah sekali

waktu, aku iseng mencari arti namanya di kamus nama-nama indah dan kutemukan

makna namanya yang ternyata indah: putri yang cemerlang dan penyayang. Dia gadis

tercantik di kampungku, tetapi kecantikannya pudar disebabkan takdir yang tak bisa

diubahnya: dia putri seorang pengusaha dan juga musuh bebuyutan keluargaku.

Sementara aku, Syarifuddin Tola, seorang karaeng tikno, bangsawan Turatea, takkan

diperkenankan oleh adat menikah dengannya betapapun cantik, lembut, dan

cendekianya dia.

Itulah muasal cerita yang tengah kudaraskan ini.

Baiklah, sebaiknya kututurkan dari mana mulanya cerita ini. Sesungguhnya hubungan

kami berlangsung sudah sangat lama, sejak kami masih kanak-kanak. Usiaku terpaut tak

jauh darinya, hanya selisih satu tahun. Riwayat mencatat, dahulu bapaknya pernah

melamar adik bapakku, tetapi lamaran itu ditolak mentah-mentah. Limpahan harta tidak

serta-merta melunakkan hati Kakek. Bermula dari sanalah dendam itu berakar. Mereka

memandang keluargaku sebagai ahli waris lapuk kejawaan purba, sedangkan keluargaku

melihat mereka sebagai puak yang kemaruk harkat. Maka kesumat itu terajut diam-

Page 85: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

diam, layaknya arus sungai yang tenang, dipermukaan tampak diam, di bawah terus

bergolak.

Oh ya, keakraban kami di masa kanak-kanak tak pernah dipermasalahkan

keluargaku, tidak juga bagi keluarganya. Mungkin karena mereka mengita kami masih

kecil dan semua keakraban itu dimaknai sebagai keintiman ala kanak-kanak. Ternyata

dugaan mereka keliru. Lambat-laun keakraban itu terasa membahagiakan, setiap

berdua-dua dengannya aku merasa sangat hidup. Menjelang dewasa, aku mulai merasa

asing bilaman jauh darinya karena rasa rindu yang indah tetapi menyiksa. Dan tahukah

kamu apa yang paling membahagiakan bagiku saat itu? Dia ternyata memendam

perasaan serupa. Jadilah kami sepasang kekasih rahasia. Semakin hari semakin keras

tuak cinta berperam didada berdua.

Kamu mungkin menduga kisah kami berjalan mulus, kenyataannya tidak, bukan

itu yang terjadi. Aku tak mengira Karaeng Sijaya, kakak sulungku yang pendiam,

ternyata sejak lama memata-matai kami. Suatu sore, sesaat selepas berpisah dengannya

di Kassi, tempat rekreasi paling meriah di kampungku, Karaeng Sijaya berdiri kukuh

seperentang lengan saja di hadapanku.

“Kamu tidak bisa mengubah riwayat, Andik,” ujarnya ketika gadis yang kucintai

perlahan menghilang. “Bagaimana mungkin mereka akan menerima pinanganmu?”

“Riwayat sudah tamat, Daeng..”

Kakakku tersenyum lembut seraya berkata, “Aku tidak mau kamu terluka,

Andik. Dalam tubuhmu mengalir darah bangsawan, apa jadinya jika kamu dinistakan?

Sejak itu aku tak banyak bicara, meski masih terus berharap.kami tak mudah

lagi berjumpa, dia dipingit keluarganya, sementara gerak-gerikku diawasi sepanjang

hari. Tak ada lagi tawa bahagia, tak juga tatapan mesra. Pendulum hubungan kami

berbalik seratus delapan puluh derajat. Setiap hari aku mereka-reka cara agar bisa

melihatnya meskipun diam-diam dari kejauhan, tetapi hasilnya selalu berujung kecewa.

Tak ada yang paling menyakitkan selain merasa tak berdaya. Aku mulai gila, benar-

Page 86: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

benar gila. Aku tidak berharap banyak, aku hanya ingin menatap beningnya matanya,

sekali saja, dan cukuplah itu bagiku.

Tahukah kamu apa buah dari keganjilan sikapku itu?

Bapak dan Ibuku akhirnya melunak, begitu pula kerabat lain, termasuk kakakku.

Lalu, tiba suatu hari mereka bermufakat hendak melamar Aisha. Aku tahu itu bukan

perkara mudah, bukan semata ritual meminang, melainkan juga pertaruhan harga diri

dan nama baik keluarga. Bagi masyarakat Bugis Makassar, ritual meminang gadis

sangatlah sakral. Bila pinangan diterima, sebuah pesta akan dihelat dengan dahsyat,

namun bila pinangan ditolak, itu tak ada bedanya dengan bencana, malapetaka

mahahebat yang memalukan keluarga. Dan, siri bagi keluarga bangsawan jikalau

pinangannya ditampik. Sementara, seperti telah kuceritakan kepadamu, keluarga Aisha

memusuhi keluargaku. Itu pertanda peluang pinangan diterima tidaklah sebesar peluang

penolakan. Sungguh sebuah pertaruhan. Tapi ini juga membuktikan, betapa sayang

keluargaku kepadaku.

Tibalah malam bahagia, sekaligus menyedihkan, yang aku nantikan itu. Aku dan

sanak-kerabat bertandang kerumahnya. Sepanjang jalan aku terus memikirkannya gadis

yang kucintai selama bertahun-tahun itu, gadis yang tak tergantikan oleh siapa pun,

kapan pun, di mana pun.

Aku rindu hangat senyummu.

Ternyata, malam itu ketika keluargaku sepakat meminangnya sebagai

pendamping hidupku, seperti talah ditilik sanak-kerabar menjadi perigi segala petaka.

“Apa? Mahar seratus juta?” seru kakakku, juru pinang keluargaku malam itu.

“Ya!”

“Semahal itu?”

“Ya!”

Page 87: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

“Kami tidak punya uang sebanyak itu. Belum lagi biaya hajatan, beli kuda dan

kerbau. Bagaimana kalu lima puluh juta saja?”

Bapaknya tersenyum sinis. Ah, hanya itu sebatas kemampuan keluarga

bangsawan?” ujarnya.

“Tidakkah Bapak memikirkan perasaan mereka, Tola dan Aisha?”

Kali ini, bapaknya menggebrak meja. Mukanya memerah, semerah sebatang besi

yang sedang dipanggang.”Apakah keluargamu dulu memikirkan perasaan dan perasaan

keluargaku?”

Tak ada pamitan, tak ada ucap perpisahan. Keluargaku, juga ikut, meninggalkan

rumahnya dengan kepala tertekuk. Pinangan itu berakhir buntu karena dendam masa

lalu yang menyungkupi hati. Aku mendengar isak tangis dari bilik kamar Aisha, lamat

dan lirih, tapi pedihnya menyelusup hingga rongga hati. Sebaiknya kamu tahu, tradisi di

Turatea, kampung kelahiranku, memperlakukan kaum perempuan sewenang-wenang;

mereka di takar lewat setumpuk rupiah berdasarkan kecantikan, derajat, atau ilmunya.

Semakin cantik, semakin mahal, semakin tinggi derajatnya, semakin sulit mahar yang

harus ditebus untuk meminangnya.

Pahitnya, itu pula yang ditimpakkan takdir kepadaku!

Diawal kisah telah aku tuturkan bahwa takdir mengajarkan tabiat pantang menyerah

kepadaku. Begitulah adanya. Setelah berbagai helat kucoba, akhirnya kami bersua juga.

Sungguh luar biasa. Kamu tahu di mana? Aku bertemu di kolong rumahnya setelah dia

turun melalui pintu belakang, tepat ketika keluarganya sedang riuh menonton televisi di

ruang tamu. Supaya tidak bingung aku beritahukan kepadamu, rata-rata rumah

dikampung kami berbentuk panggung. Kami berbincang lama sekali. Kami larut dalam

melabuhkan rindu yang menua lewat senyum yang meraya. Tetapi lagi-lagi, waktu

kembali tak setia kepada cinta.

“Kamu harus pulang, Daeng,” desahnya, di sela isak yang tertahan.

Page 88: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

Sejenak terbayang jalan pintas menjanjikan untuk kami sasar. “Selalu ada jalan,”

ujarku. Matanya mengerjap , kebingungan. “Jika semua pintu tertutup, masih ada

jendela untuk kita lewati.”

“Silariang?”

Aku mengangguk pasti. Aku tahu ini pilihan sulit. Orang-orang di kampung

kami menamainya silariang. Kamu boleh menyebutnya kawin lari. Hanya saja, kawin

lari disini tidak semata melarikan diri lalu menikah di kampung orang. Tidak

sesederhana itu, Kawan. Ketika silariang terjadi, itu artinya mencoreng aib di kening

kerabat keluarga sang gadis. Dan aib itu berarti siri, harga diri tak terbeli, yang harus

ditebus dengan nyawa. Sementara keluarga lelaki yang ditinggalkan akan menanggung

pacce, malu tak terperi. Tetapi bukankah cinta mesti diperjuangkan?

“Tidak mungkin?” bantahnya.

“Kenapa?”

Dia terdiam. Angin dingin membuat jantungku menggigil. Aku mengelus

rambur dan pelipisnya. Dia mendongak, lalu mengangguk dengan air mata yang

meruah.

Dia juga aku, memilih pergi bersama.

Dan tahukah kamu apa yang terjadi sesudahnya? Kami berjalan merambah kebun,

meniti jalan di bawah kerlip bintang. Rasantya seperti mimpi. Membahagiakan dan

mendebarkan. Menerobos gelap, ditelikung cemas, dilayangkan mimpi. Tubuh kami

serasa membumbung ringan, seolah tak menjejak tanah. Di benakku terbayang

keindahan masa depan, yang menggusur percintaan masa lalu yang suram. Sebentar lagi

cinta kami tunai, dan derita ini bakal usai.

“Berhenti!”

Page 89: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

Suara itu bak petir menyambar telinga. Tga tombak di depan kami berdiri tegap

Arwan Situru, kakak Aisha, gadis yang segera mengerut di punggungku. Andai saja

kamu ada di sini, kamu pasti bisa melihat betapa piasnya wajah kami, tak lebih cakap

dari sepasang kucing kedapatan mencuri ikan. Sepertinya semua harapan kami bakal

buyar lagi. Aku nekat melawan; tapi sungguh, kemampuan bela diri seadanya

membuatku mudah takluk. Baru kali ini aku menyesal mengapa tidak pernah serius

belajar mancak, silat aliran Turatea, sehingga aku bisa membela diri dan melindungi

pujaan hati sendiri.

“Beginikah caranmu memperlakukan perempuan? Karena tak mampu membayar

mahar, kamu paksa Aisha silariang? Kamu pecundang Tola!” hardiknya.

Dia menjerit lirih ketika tangannya ditarik kakaknya dengan kasar. “Kak...”

“Pulang! Kamu tak bisa menjaga nama baik keluarga!”

Rasanya dunia tiba-tiba kiamat, dan ruwayat ini segerah tamat.

“Lepaskan Aisha, Arwan! Atau kamu harus berhadapan denganku!”

Tiba-tiba suara lain menyentak pendengaranku. Aku kenal suara itu. Ya, itu

suara kakakku. Lagi-lagi,andai saja kamu berada di sini menyaksikan runtutan peristiwa

ini, pastilah kamu melihat betapa cerah wajahku. Betapa tidak? Karaeng Sijaya,

kakakku yang pendiam itu, menantang Arwan berduel dengan sangat elegan. Pada saat

yang sama kakakku menoleh kepadaku, memberi isyarat agar aku segera membawa

Aisha meninggalkan tempat itu selekas-lekasnya.

Apakah aku harus pergi atau tetap di sini menyaksikan kesudahan yang bakal

terjadi? Ah, tidak, aku akan menuruti saran kakakku. Tak baik menyia-nyiakan peluang.

Aku dan gadis yang kucintai perlahan menjauh dari pertarungan dua lelaki yang

mempertaruhkan harga diri; yang satu atas nama siri dan nama baik keluarga, satunya

lagi demi pacce dan cinta sepasang manusia.

Page 90: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

Aku tak pernah tahu bagaimana akhir duel itu. Apakah kakakku yang takluk,

ataukah Arwan, lelaki yang tak hendak memanggilku sebagai adik ipar? Entahlah. Yang

pastinya, aku dan gadis yang kucintai itu selamat!

Disinilah kami hari ini, di pinggiran Jakarta. Sekaarang kami sudah dikaruniai sepasang

anak. Yang sulung laki-laki, cerdas dan cekatan. Yang kedua, perempuan, cantik dan

pendiam. Sudah lima tahun sejak silariang itu terjadi, belum juga keluarga Aisha

mengikhlaskan dan merestui pernikahan kami. Padahal kami sudah mencoba segala cara

agar bisa diterima kembali sebagai bagian dari sebuah keluarga. Sayangnya, hasilnya

selalu nihil. Seluruh jalan seolah bernama satu; buntu. Sudah berkali-kali keluargaku

datang menjenguk, terutama kakakku, namun keluarganya belum juga datang

bertandang. Meskipun kami sepakat bahwa kaluargaku adalah keluarganya juga. Tetapi

keluarganya tak kunjung menerimaku.

Senja sedang mekar-mekarnya. Aku baru saja selesai mandi ketika Nurhadi, putra

sulungku berteriak dari beranda:

“Bapak, ada tamu dari kampung!”

“Tunggu sebentar, Bapak sedang berpakaian.”

Dadaku berdebar, darahku berdesir. Tidak banyak orang kampung yang tahu

rumah kami. Betapapun, kami, aku dan Aisha, masilah pelarian yang dikejar-kejar maut

setiap waktu. Memang keluargaku tahu di mana selama ini kami bermukim, tapi

mustahil mereka menyampaikan kepada banyak orang karena itu sama saja dengan

membuka gerbang kematian bagi kami. Siapa gerangan dari kampung halaman yang

bertanding kerumah kami sore ini? Meskipun dibenakku terus bergelut pertanyaan-

pertanyaan dan bayangan-bayangan ketakutan, aku segera bergegas ke beranda.

Di beranda, Aisha sedang gemetaran meringkuk memeluk Nurhadi dan adiknya.

Seperentangan lengan di hadapan mereka berdiri kukuh Arwan Situru dengan badik

teracung di udara.

Page 91: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

“Tola, kamu pasti tahu, badik yang tercabut dari sarungnya pantang kembali

sebelum darah membasahinya!

Page 92: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

LAMPIRAN GAMBAR

Sampul Depan Sampul Belakang

Page 93: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

BIOGRAFI PENGARANG

Khrisna Pabichara lahir di Borongtammatea, Jeneponto sekitar 89 dari Makassar

Sulawesi Selatan pada 10 November 1975. Putra kelima dari sepasang petani, Yadli

Malik Dg. Ngadele dan Shafiya Djumpa. Giat mendaraskan tulisan-tulisannya dalam

beragam bentuk eksplorasi imajinatif, aktif sebagai penyunting lepas dan kerap

menerima “panggilan” untuk mengisis seminar, pelatihan, atau workshop tentang

motivasi pengembangan kecakapan diri. Saat ini berkutat dalam proyek impiannya,

menulis novel Natisha: Perempuan Simpanan dan The Dence of Parakang: Sebuah

Novel pergulatan Spritual. Dia juga telah melahirkan sebuah Novel berjudul Sepatu

Dahlan, buku seputar neurologi, dan belasan buku lainnya.

Ia telah menulis 12 buku Rahasia Pembelajaran Cemerlang {Kolbu, Januari

2007), Revolusi Berkomunikasi (Rumahkata, Maret 2008). Baby Learning: Cahaya

Cinta Cahaya Mata (Cakrawala, Juni 2009), Kamus Nama Indah Islami (Zaman, Juni

2010), Rahasia Melatih Daya Ingat (Kayla Pustaka, Juli 2010). Tiga cerpennya termuat

dalam Kolecer dan Hari Raya Hantu (Selasar Pena Talenta, Juli 2010).

Tulisan-tulisannya banyak dimuat di pelbagai media, semisal Republika, Jawa

Pos, Suara Karya, Media Indonesia, Jurnal Bogor, Padang Ekspres, Berita Pagi,

Analisa, Global, Fajar, Sumatra Ekspres, Batam Pos, Riau Pos, Pedoman Rakyat,

Assalamu’alaikum, Story, dan media-media lainnya. Saat ini bergiat di Komunitas

Sastra Jakarta (Koasakata), Komunitas Planet Senen, dan Komunitas Mata Aksara.

Page 94: KARAKTER TOKOH UTAMA DALAM KUMPULAN CERPEN …

RIWAYAT HIDUP

DEWI ANDRIANI, dilahirkan di Enrekang pada tanggal 10 Maret

1993, anak ketiga dari enam bersaudara, buah hati dari pasangan

Suryadi dan Kurniati. Penulis memasuki jenjang pendidikan

sekolah dasar pada tahun 1999 di SD Negeri 110 Lura Kabupaten

Enrekang dan tamat pada tahun 2005. Pada

tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke tingkat SMP

Negeri 3 Anggeraja Kabupaten Enrekang dan tamat

pada tahun 2008. Pada tahun itu juga penulis tetap melanjutkan pendidikan ke tingkat SMA

Negeri 1 Anggeraja dan tamat pada tahun 2011. Setelah menganggur selama satu tahun

penulis melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi pada tahun 2012 di Universitas

Muhammadiyah Makassar dan dinyatakan lulus sebagai mahasiswa jurusan Bahasa dan

Sastra Indonesia.

Berkat rahmat Allah SWT dan iringan doa yang tiada henti serta harapan yang

ditanamkan oleh orang tua terhadap saya dan saudara tercinta, perjuangan penulis dalam

mengikuti pendidikan di perguruan tinggi dapat berhasil dengan memertahankannya skripsi

di hadapan tim penguji yang berjudul “Karakter Tokoh Utama Cerpen Gadis Pakarena karya

Khrisna Pabichara (Pendekatan Psikologi Sastra)”.