KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33...

97

Transcript of KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33...

Page 1: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH
Page 2: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI MALUKU UTARA

KAJIAN EKONOMI

REGIONAL

PROVINSI MALUKU UTARA

TRIWULAN III 2015

Page 3: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH
Page 4: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

KATA PENGANTAR

Tugas Bank Indonesia berdasarkan UU No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia

sebagaimana telah diubah dengan UU No. 3 Tahun 2004 adalah menetapkan dan

melaksanakan kebijakan moneter, meng.atur dan menjaga kelancaran sistem pembayaran

serta mengatur dan mengawasi bank. Pelaksanaan tugas pokok tersebut ditujukan untuk

mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah.

Sejalan dengan undang-undang tersebut, keberadaan Kantor Bank Indonesia di

daerah merupakan bagian dari jaringan kerja Kantor Pusat Bank Indonesia yang berperan

sebagai pelaksana kebijakan Bank Indonesia dan tugas-tugas pendukung lainnya di daerah.

Sebagai jaringan kerja Kantor Pusat Bank Indonesia di bidang ekonomi dan moneter,

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara berperan memberikan masukan

dengan menyusun dan menerbitkan suatu produk yaitu Kajian Ekonomi Regional yang pokok

bahasannya terdiri atas Perkembangan Ekonomi, Perkembangan Inflasi Regional, Kinerja

Perbankan dan Sistem Pembayaran Provinsi Maluku Utara dan Prospek Ekonomi. Kajian ini

diolah berdasarkan data dan informasi di daerah untuk mendukung keberhasilan pelaksanaan

kebijakan moneter Bank Indonesia dan diharapkan dapat menjadi salah satu bahan informasi

bagi penentu kebijakan di daerah.

Kami menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih menemui beberapa

kendala. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati kami senantiasa mengharapkan

kritik dan saran serta kerjasama dari semua pihak agar kualitas dan manfaat laporan ini

menjadi lebih baik di waktu yang akan datang.

Akhirnya, kepada pihak-pihak yang membantu tersusunnya laporan ini, kami

sampaikan penghargaan dan ucapkan terima kasih.

Ternate, 18 November 2015 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

PROVINSI MALUKU UTARA

Dwi Tugas Waluyanto Kepala Perwakilan

Page 5: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

ii

Page 6: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI iii DAFTAR TABEL iv DAFTAR GRAFIK iv INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN PROVINSI MALUKU UTARA iv RINGKASAN UMUM xi BAB I PERTUMBUHAN EKONOMI DAERAH 1 1.1 Kondisi Umum 2 1.2 Perkembangan PDRB dari Sisi Permintaan 2 1.3 Perkembangan Ekonomi dari Sisi Penawaran 11 BOKS MENINGKATKAN PEREKONOMIAN MALUKU UTARA MELALUI

KEPARIWISATAAN 19

BAB II KEUANGAN PEMERINTAH 31 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH 39 3.1 Kondisi Umum 40 3.2 Perkembangan Inflasi Kota Ternate 42 3.3 Faktor-Faktor Penggerak Inflasi 47 3.4 Koordinasi Pengendalian Inflasi di Maluku Utara 51 BAB IV KINERJA PERBANKAN DAN PERKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN 53 4.1 Kinerja Perbankan 54 4.2 Stabilitas Sistem Keuangan 62 4.3 Perkembangan Sistem Pembayaran 64 BAB V KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN 71 5.1 Perkembangan Ketenagakerjaan 72 5.2 Nilai Tukar Petani (NTP) 72 5.3 Persepsi Tingkat Kesejahteraan 74 BAB VI PROSPEK PEREKONOMIAN 77 6.1 Prospek Pertumbuhan Ekonomi 78 6.2 Outlook Inflasi Daerah 81

Page 7: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

iv

DAFTAR TABEL

1 Tabel 1.1 Pertumbuhan dan Andil PDRB Sisi Penggunaan 3 Tabel 1.1 Perkembangan Industri Manufaktur Kecil 17 2 Tabel 2.1 Realisasi Pendapatan APBD Lingkup Provinsi Maluku Utara Triwulan I

2015 34

Tabel 2.2 Realisasi Belanja APBD Lingkup Provinsi Maluku Utara Triwulan I 2015 36

3 Tabel 3.1 Statistik Inflasi Per Kelompok 41 Tabel 3.2 Laju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate Menurut Kelompok Barang dan

Jasa (%) 42

Tabel 3.3 Andil Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate Menurut Sub Kelompok Barang dan Jasa

43

Tabel 3.4 Laju Inflasi Triwulanan (qtq) Kota Ternate Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)

44

Tabel 3.5 Komoditas Pendorong & Penahan Laju Inflasi Bulanan (MTM) Kota Ternate

47

Tabel 3.6 Kegiatan TPID Provinsi Maluku Utara dan TPID Kota Ternate 52

4 Tabel 4.1 Kegiatan Kas Keliling Triwulan II 2014 66 Tabel 4.2 Perkembangan Cek/BG Kosong 68 Tabel 4.3 Perkembangan RTGS Maluku Utara 69

5 Tabel 5.1 Perkembangan Ketenagakerjaan di Maluku Utara 72 Tabel 5.2 Nilai Tukar Petani (NTP) Wilayah Sulampua 73

Page 8: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

DAFTAR GRAFIK

1 Grafik 1.1 Struktur PDRB Sisi Penggunaan 4 Grafik 1.2 Indeks Tendensi Konsumen (ITK) 5 Grafik 1.3 Indeks Pendapatan Rumah Tangga (IPRT) 5 Grafik 1.4 Perkembangan Kredit Konsumtif Lokasi Proyek 5 Grafik 1.5 Volume Bongkar Bahan Pokok (Ton) 6 Grafik 1.6 Volume Barang konsumsi lainnya (Ton) 6 Grafik 1.7 Jumlah Kendaraan Roda 4 Baru (unit) 6 Grafik 1.8 Jumlah Kendaraan Roda 2 Baru (unit) 6 Grafik 1.9 Perkembangan Konsumsi Semen 7 Grafik 1.10 Perkembangan PMA di Maluku Utara 8 Grafik 1.11 Perkembangan PMDN di Maluku Utara 8 Grafik 1.12 Perkembangan Giro Pemerintah 9 Grafik 1.13 Perkembangan Volume Ekspor 10 Grafik 1.14 Perkembangan Nilai Ekspor 10 Grafik 1.15 Perkembangan Volume Muat Barang di Pelabuhan Ahmad Yani

Ternate 10

Grafik 1.16 Perkembangan Volume Bongkar Barang di Pelabuhan Ahmad Yani Ternate

10

Grafik 1.17 Perkembangan Volume Impor 11 Grafik 1.18 Perkembangan Nilai Impor 11 Grafik 1.19 Perkembangan Sektoral PDRB Sisi Penawaran 11 Grafik 1.20 Andil Pertumbuhan Sektoral PDRB Sisi Penawaran 12 Grafik 1.21 Struktur PDRB Sisi Penawaran 13 Grafik 1.22 Volume Tangkapan Ikan Ternate 14 Grafik 1.23 Perkembangan Kredit Sektor Pertanian 14 Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan 15 Grafik 1.25 Perkembangan Kredit Sektor Industri Pengolahan 16 2 Grafik 2.1 Perubahan Struktur APBD Akun Pendapatan Tahun 2014 dan 2015 32 Grafik 2.2 Perubahan Struktur APBD Akun Belanja Tahun 2014 dan 2015 33 Grafik 2.3 Perbandingan Sisi Pendapatan Realisasi APBD Triwulan I 2014 dan

Triwulan I 2015 35

Grafik 2.4 Perbandingan Sisi Realisasi APBD Triwulan I 2014 dan Triwulan I 2015

36

Grafik 2.5 Perkembangan APBD Maluku Utara (dalam juta rupiah) 37 3 Grafik 3.1 Laju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate, Sulampua & Nasional 40

Grafik 3.2 Disagregasi Inflasi Maluku Utara 42 Grafik 3.3 Andil Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Komoditas 43 Grafik 3.4 Laju Inflasi Bulanan (mtm) Kota Ternate, Sulampua & Nasional 46 Grafik 3.5 Pergerakan Harga Emas Internasional 48 Grafik 3.6 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika 49 Grafik 3.7 Nilai Ikan Tangkap 50 Grafik 3.8 Volume Ikan Tangkap 50

Grafik 3.9 Pergerakan harga Premium dan Solar 51

Page 9: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

vi

4 Grafik 4.1 Perkembangan Aset Bank Umum di Maluku Utara (miliar rupiah) 54 Grafik 4.2 Perkembangan DPK (miliar rupiah) 55 Grafik 4.3 Perkembangan Kredit di Maluku Utara (miliar rupiah) 57 Grafik 4.4 Perkembangan LDR Bank Umum di Maluku Utara 58 Grafik 4.5 Perkembangan Bank Syariah 59 Grafik 4.6 Perkembangan BPR/BPRs 61 Grafik 4.7 Perkembangan NPL Perbankan 62 Grafik 4.8 Perkembangan Transaksi Tunai di Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Prov. Malut 65

Grafik 4.9 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE) 65 Grafik 4.10 Perkembangan Kliring Maluku Utara 67

5

Grafik 5.1 Sebaran Tenaga Kerja di Maluku Utara 73 Grafik 5.2 Perkembangan NTP Maluku Utara 74 Grafik 5.3 Perkembangan Persepsi Kesejahteraan Masyarakat Maluku Utara 75

6 Grafik 6.1 Perkembangan PDRB Malut dan Proyeksinya 78 Grafik 6.2 Perkembangan PDRB Malut dan Proyeksinya 81

Page 10: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

INDIKATOR EKONOMI DAN PERBANKAN

PROVINSI MALUKU UTARA

A.Inflasi dan PDRB

Tw.1 Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1 Tw.2 Tw.3

112.16 114.28 117.01 122.30 121.04 123.67 124.73

8.8 9.75 5.4 9.34 7.92 8.22 6.6

4,684.0 4,743.5 4,858.7 4,925.9 4,930.0 5,053.6

1,151.2 1,171.6 1,175.3 1,152.5 1180.3 1199.7 1203.7

506.6 458.3 477.1 487.7 510.9 536.9 514.9

260.0 257.0 264.5 272.9 274.7 275.7 272.9

3.2 3.5 4.1 4.6 4.1 4.3 4.2

4.2 4.3 4.4 4.5 4.4 4.6 4.7

290.0 302.1 299.4 315.1 308.7 322.0 342.7

805.0 828.9 865.5 878.1 888.5 909.6 934.4

257.0 262.3 273.9 274.9 275.7 284.5 290.6

21.0 21.0 21.3 21.6 21.1 21.5 21.8

193.4 200.1 210.1 209.5 216.1 219.1 224.3

130.2 136.0 131.1 151.7 152.0 142.1 152.4

5.4 5.5 5.7 5.7 5.8 5.8 6

16.0 16.1 16.6 16.4 16.6 16.8 17.3

745.2 773.9 795.2 818.0 760.4 792.2 859.4

159.6 163.3 169.6 166.8 165.6 171.0 182.7

99.2 101.9 105.7 106.8 105.1 107.0 112.9

36.8 37.7 39.2 39.1 40.0 40.8 42.5

21.84 3.26 1.30 3.10 1.28 2.86 4.10

660.00 5.25 2.51 6.52 2.62 5.82 8.23

1.18 2.58 4.55 6.40 20.81 10.05 3.04

301.22 0.00 1154.08 3620.00 14194.58 2279.90 16648.81

2015INDIKATOR

2014

Page 11: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

viii

B.Perbankan

Tw.1 Tw.2 Tw.3 Tw.4 Tw.1 Tw.2 Tw.3

6,461.5 6,650.5 6,783.5 7,147.6 7,105.4 7,439.8 7,728.8

5,080.1 5,355.7 5,571.7 5,216.8 5,743.1 6,236.4 6,522.3

2,942.7 2,821.0 2,956.6 3,270.2 3,001.2 1,836.7 1,710.1

1,183.2 1,509.2 1,528.5 839.1 1,485.5 3,073.0 3,371.8

954.2 1,025.5 1,086.6 1,107.5 1,256.4 1,326.7 1,440.4

4,712.9 4,819.2 4,937.6 5,066.9 5,202.9 5,428.0 5,524.2

1,279.7 1,263.1 1,311.3 1,328.6 1,370.4 1,457.2 1,453.2

2,950.5 3,069.6 3,150.4 465.2 462.8 469.0 465.9

482.7 486.5 475.9 3,273.1 3,369.7 3,501.8 3,605.1

92.77 89.98 88.62 97.13 90.59 87.04 84.70

1,351.2 1,405.9 1,390.2 1,398.9 1,427.7 1,519.7 1,563.9

272.0 336.7 300.5 345.0 355.4 370.7 372.0

740.4 726.5 744.4 729.3 728.3 762.3 798.1

338.8 342.7 345.3 324.6 344.0 386.8 393.8

3.08 2.95 2.93 2.29 2.53 2.33 2.1

INDIKATOR2014 2015

Page 12: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

Ringkasan Umum

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Perekonomian Maluku Utara konsisten menunjukkan perkembangan

positif dengan perekonomian yang kembali tumbuh meningkat. Pada

triwulan III-2015, PDRB Maluku Utara tercatat tumbuh 2,65% (qtq) lebih

tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan II-2015 sebesar 2,51% (qtq).

Secara tahunan, perekonomian Malut tumbuh sebesar 6,77% (yoy), lebih tinggi

dari pertumbuhan triwulan II-2015 sebesar 6,54% (yoy). Pertumbuhan tersebut

lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi Nasional yang sebesar 4,73% (yoy).

Dengan pertumbuhan tersebut maka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Provinsi Maluku Utara atas dasar harga berlaku pada triwulan III 2015 tercatat

sebesar Rp 6,8 triliun.

Dari sisi permintaan, meningkatnya pertumbuhan ekonomi

bersumber dari konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi

(PMTB), dan ekspor luar negeri. Dari sisi lapangan usaha atau penawaran,

pertumbuhan ekonomi Maluku Utara triwulan laporan terutama bersumber dari

peningkatan kinerja pada sektor pertanian, konstruksi, jasa keuangan dan

administrasi pemerintah.

Keuangan Pemerintah

Anggaran pendapatan dan belanja dalam APBD Provinsi Maluku Utara 2015

mengalami peningkatan sebesar masing-masing 12,86% dan 16,42% dari APBD

2014. Namun demikian, karena adanya keterlambatan pengesahan APBD serta

pergantian pimpinan beberapa SKPD strategis, hingga akhir triwulan III-2015

realisasi belanja APBD Provinsi Maluku Utara baru mencapai 58,59% dan

secara nominal turun 60,20% (yoy). Kendati belum mencapai target, kondisi

tersebut cukup mencerminkan progress yang signifikan dibandingkan triwulan

Page 13: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

x

lalu. Progres tersebut menyebabkan komponen konsumsi pemerintah pada

PDRB Provinsi Maluku Utara triwulan laporan mengalami pertumbuhan sebesar

5,91% (yoy), jauh meningkat dibandingkan triwulan lalu yang mengalami

kontraksi sebesar 1,42% (yoy).

Inflasi Daerah

Laju kenaikan harga barang dan jasa secara tahunan di Provinsi Maluku

Utara pada triwulan III 2015 tercatat sebesar 6,60% (yoy), lebih rendah

dibandingkan inflasi triwulan sebelumnya sebesar 8,22% (yoy). Turunnya

tekanan inflasi pada triwulan laporan dibandingkan triwulan sebelumnya

disebabkan oleh penurunan harga pada hampir seluruh kelompok penyumbang

inflasi, terutama kelompok bahan makanan dan sandang. Berakhirnya siklus

puasa dan hari raya Idul Fitri yang lebih awal pada tahun ini serta dukungan

pasokan yang relatif lebih stabil selama triwulan III-2015 (relatif dibandingkan

triwulan III-2014) menjadi faktor utama penurunan tekanan inflasi pada

komoditas yang terkait dengan bahan makanan khususnya bumbu-bumbuan dan

ikan segar. Di samping itu, penurunan tarif listrik untuk pelanggan nonsubsidi

serta deflasi pada tarif angkutan udara turut menjadi faktor turunnya nflasi pada

akhir triwulan laporan.

Kinerja Perbankan dan Perkembangan Sistem

Pembayaran

Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, secara umum kinerja perbankan di

Maluku Utara pada triwulan III-2015 masih menunjukkan kinerja yang positif.

Total aset bank umum di Provinsi Maluku Utara pada triwulan III-2015

tercatat sebesar Rp7,73 triliun, meningkat 3,89% (qtq) dari triwulan

sebelumnya. Secara tahunan, aset tumbuh sebesar 14,32% (yoy) lebih

tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 13,16% (yoy). Kondisi

ini seiring dengan meningkatnya pertumbuhan DPK, turunnya NPL dan

pengembangan jaringan kantor bank milik pemerintah.

Page 14: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

Jumlah dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun oleh perbankan di Maluku

Utara pada triwulan III-2015 mencapai Rp 6,52 triliun, meningkat dari

triwulan sebelumnya sebesar 8,59% (qtq). Secara tahunan, pertumbuhan DPK

mencapai 16,97% (yoy), meningkat dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II-

2015 yang pertumbuhannya sebesar 16,44 % (yoy).

Dari sisi penyaluran dana, jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan di

Maluku Utara pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp5,52 triliun atau

meningkat 1,77% (qtq). Secara tahunan, penyaluran kredit tumbuh 11,88%

(yoy), sedikit lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 12,63%

(yoy). Dengan perkembangan tersebut, peran intermediasi perbankan yang

diukur melalui tingkat LDR (Loans to Deposit Ratio) masih berada di level

yang tinggi yakni 84,70%.

Dari sisi stabilitas sistem keuangan, ketahanan sektor korporasi maupun rumah

tangga masih relatif baik yang terindikasi dari rasio NPL yang masih berada pada

level yang rendah pada kedua kelompok tersebut. Rasio NPL pada triwulan

laporan tercatat hanya sebesar 2,07%, lebih rendah dari triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 2,33%.

Pada triwulan laporan, transaksi tunai yang melalui Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Maluku Utara mengalami net outflow. Sementara itu,

seiring meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi, transaksi non tunai nilai besar

menunjukan peningkatan.

Ketenagakerjaan dan kesejahteraan

Membaiknya kinerja perekonomian pada triwulan laporan menyebabkan

masyarakat optimis terhadap kondisi ketenagakerjaan dalam enam bulan ke

depan. Sementara itu, di tengah meningkatnya laju inflasi pada triwulan III-2015,

persepsi masyarakat mengenai kesejahteraan dirinya masih positif walaupun

sedikit lebih rendah dari triwulan II-2015. Di lain sisi, kesejahteraan petani

terindikasi menurun yang tercermin dari penurunan Nilai Tukar Petani

(NTP) Maluku Utara tercatat sebesar 101,00, turun 3,0% (yoy).

Page 15: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

xii

Prospek Perekonomian

Perekonomian Malut pada triwulan akhir 2015 diperkirakan tumbuh

melambat dari triwulan laporan dan berada pada kisaran 6,36% - 6,86%

(yoy) dengan kecenderungan bias ke atas. Dengan pertumbuhan tersebut,

maka diproyeksikan pertumbuhan ekonomi Maluku Utara selama tahun 2015

adalah sebesar 5,72% – 6,72% (yoy). Dari sisi permintaan, hampir seluruh

komponen diperkirakan mengalami perlambatan. Dari sisi penawaran, sektor

industri pertanian, pertambangan dan akomodasi diprediksi akan tumbuh

meningkat menyusul melimpahnya produksi bahan baku pada triwulan laporan.

Laju inflasi kota Ternate diperkirakan masih berada di dalam trend

menurun. Penurunan tekanan inflasi terutama dipengaruhi oleh kondisi pasokan

pangan strategis yang relatif lebih baik dibandingkan tahun 2014. Hilangnya efek

kenaikan BBM yang terjadi dipenghujung tahun 2014 lalu dan sempat

diturunkannya kembali harga BBM pada awal tahun akan mengurangi tekanan

yang signifikan terhadap inflasi tahunan pada penghujung tahun ini. Dengan

mempertimbangkan kondisi terkini serta potensi inflasi ke depan, inflasi

pada triwulan IV-2015 diproyeksikan lebih rendah dari triwulan laporan

yang mencapai 6,60% (yoy) yakni pada kisaran 4,78% ± 1% (yoy) dengan

kecenderungan bias ke atas.

Page 16: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

1

Perekonomian Maluku Utara kembali tumbuh meningkat

sebesar 6,77% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan II-

2015 sebesar 6,54% (yoy).

Dari sisi permintaan, meningkatnya pertumbuhan ekonomi

bersumber dari konsumsi rumah tangga dan pemerintah,

investasi, serta ekspor luar negeri. Dari sisi lapangan usaha

pertumbuhan bersumber dari peningkatan kinerja pada sektor

pertanian, konstruksi, jasa keuangan, dan administrasi

pemerintah.

1 PERTUMBUHAN EKONOMI

Pertumbuhan

Yoy Tw III

Pertumbuhan

QtQ Tw III

6,77%

2,65%

“Pertumbuhan Ekonomi Maluku Utara Kembali

Meningkat”

“PantaiSulamadaha” Courtesy :gambarwisata.com

Page 17: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

2

PERTUMBUHAN EKONOMI

1.1 Kondisi Umum

Perekonomian Maluku Utara kembali tumbuh meningkat. Pada triwulan III-2015, PDRB

Maluku Utara tercatat tumbuh2,65% (qtq)lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan II-

2015 sebesar 2,51% (qtq). Secara tahunan, perekonomian Malut tumbuh sebesar 6,77% (yoy),

lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan II-2015 sebesar 6,54% (yoy). Pertumbuhan tersebut lebih

tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi Nasional yang sebesar 4,73% (yoy). Dengan

pertumbuhan tersebut maka Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Provinsi Maluku Utara

atas dasar harga berlaku pada triwulan III 2015 tercatat sebesar Rp 6,8 triliun.

Dari sisi permintaan, meningkatnya pertumbuhan ekonomi bersumber dari konsumsi

rumah tangga, konsumsi pemerintah, investasi (PMTB), dan ekspor luar negeri. Dari sisi

lapangan usaha atau penawaran, pertumbuhan ekonomi Maluku Utara triwulan laporan

terutama bersumber dari peningkatan kinerja pada sektor pertanian, konstruksi, jasa keuangan

dan administrasi pemerintah.

1.2 Perkembangan PDRB dari Sisi Permintaan

Dari sisi permintaan (penggunaan), faktor pendorong pertumbuhan ekonomi pada

triwulan laporan disumbang oleh konsumsi rumah tangga, konsumsi pemerintah, PMTB, dan

ekspor luar negeri. Tingginya pertumbuhan PMTB (investasi) pada triwulan laporan yakni

sebesar 11,04% (yoy) turut memberikan andil paling dominan pada pertumbuhan yakni sebesar

2,96%.

Sumber pertumbuhan ekonomi pada triwulan laporan juga masih disumbang oleh

permintaan domestik khususnya konsumsi rumah tangga. Komponen pengeluaran ini

memberikan andil pertumbuhan kedua terbesar yakni 2,84%. Sementara itu, setelah menjadi

salah satu faktor penghambat laju pertumbuhan pada triwulan sebelumnya, komponen

konsumsi pemerintah pada triwulan laporan tumbuh positif sebesar 5,91% (yoy) dan

memberikan andil sebesar 1,82%.

Penahan laju pertumbuhan pada triwulan laporan adalah perdagangan antar daerah.

Impor antar daerah meningkat seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat pada

triwulan laporan karena besarnya ketergantungan Maluku Utara pada pasokan barang-barang

Page 18: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

PERTUMBUHAN EKONOMI

konsumsi dari luar provinsi. Kondisi ini menyebabkan net impor antar daerah yang semakin

besar.

Tw II Tw III Tw II Tw III

Konsumsi RT 3.64 4.74 2.19 2.84

Konsumsi LNPRT 2.88 3.94 0.04 0.05

Konsumsi Pemerintah -1.42 5.91 -0.44 1.82

PMTB 7.27 11.04 2.00 2.96

Perubahan Inventory -87.02 80.46 -6.10 -1.43

Ekspor Luar Negeri 45.27 239.01 0.14 0.74

Impor Luar Negeri 400.47 22.47 2.85 0.16

Net Ekspor Antar Daerah -39.71 0.29 11.56 -0.05

6.54 6.77 6.54 6.77

KomponenPertumbuhan Andil

Tabel 1.1 Pertumbuhan dan Andil PDRB Sisi Penggunaan

Dengan perkembangan tersebut, struktur perekonomian Maluku Utara dari sisi

permintaan (penggunaan) pada triwulan III 2015 masih didominasi oleh konsumsi, khususnya

konsumsi rumah tangga yang memiliki pangsa sebesar 59,50%, meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar 58,66%. Konsumsi pemerintah juga mengalami peningkatan

pangsa dari 30,12% menjadi 32,62%. Adapun pangsa investasi (PMTB) hanya meningkat tipis

dari 26,48% menjadi 26,79%. Di lain sisi, masih tingginya ketergantungan Maluku Utara

terhadap pasokan dari luar provinsi menyebabkan terjadinya net impor antar daerah sehingga

menjadi pangsa negatif sebesar 16,67% bagi struktur perekonomian Maluku Utara .

Page 19: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

4

PERTUMBUHAN EKONOMI

-16.67%

-3.62%

26.79%

32.62%

1.22%

59.50%

-0.3 -0.2 -0.1 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6 0.7

Net Ekspor Antar Daerah

Perubahan Inventori

Pembentukan Modal Tetap Bruto

Pengeluaran Konsumsi Pemerintah

Pengeluaran Konsumsi LNPRT

Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga

Pangsa

Ko

mp

on

en

PD

RB

Sis

i Pe

nge

lua

ran

STRUKTUR PDRB

Grafik 1.1 Struktur PDRB Sisi Penggunaan

1.2.1 Konsumsi Masyakat dan LNPRT

Konsumsi rumah tangga pada triwulan laporan tercatat tumbuh 4,74% (yoy)

terakselerasi dari triwulan sebelumnya sebesar 3,64%. Kondisi yang sama juga terjadi pada

konsumsi lembaga non profit yang pada triwulan ini tumbuh 3,89% (yoy) dimana pada

triwulan sebelumnya mencatat pertumbuhan 2,31%. Dengan demikian, konsumsi masyarakat

kembali memberikan andil kedua terbesar dalam pertumbuhan ekonomi Maluku Utara yakni

sebesar 2,89%.

Meningkatnya pertumbuhan konsumsi masyarakat pada triwulan laporan terkonfirmasi

dari Indeks Tendensi Konsumen (ITK) pada triwulan III 2015 yang mencapai 108,94 lebih tinggi

dibandingkan triwulan II 2015 yang mencapai 103,81. Peningkatan kondisi ekonomi konsumen

ini didukung oleh meningkatnya indeks penerimaan rumah tangga (IPRT) dari 105,61 pada

triwulan II-2015 menjadi 111,75 pada triwulan laporan.

Tingginya konsumsi masyarakat pada triwulan laporan dipicu oleh musim liburan

sekolah, hari raya Idul Fitri, serta hari raya Idul Adha yang tahun ini seluruhnya berlangsung

pada triwulan III-2015. Di samping itu, dimulainya masa kampanye pilkada kabupaten dan kota

turut meningkatkan aktivitas masyarakat selama triwulan laporan. Dari sisi pendapatan,

penyesuaian renumerasi PNS, pemberian THR atau gaji ke-13, dan panen beberapa komoditas

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Page 20: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

PERTUMBUHAN EKONOMI

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

perkebunan pada akhir triwulan II-2015 efektif meningkatkan pendapatan masyarakat Maluku

Utara dan mendukung peningkatan konsumsi pada triwulan laporan.

TENDENSI KONSUMEN

Grafik 1.2 Indeks Tendensi Konsumen (ITK)

Meningkatnya intensitas konsumsi masyarakat di Maluku Utara dibandingkan triwulan

lalu juga terlihat dari pergerakan kegiatan bongkar muat selama triwulan III-2015 di Pelabuhan

Ahmad Yani Ternate pada sebagian besar komoditas, terutama kegiatan bongkar bahan pokok

dan barang konsumsi yang dikirim dari luar daerah seperti Surabaya, Makassar dan Bitung

(Manado). Volume bongkar barang konsumsi pada triwulan laporan tumbuh 84,92% (yoy) lebih

tinggi dari triwulan sebelumnya 44,67% (yoy).

PENDAPATAN RUMAH TANGGA

Grafik 1.3 Indeks Pendapatan Rumah Tangga (IPRT)

Grafik 1.4 Perkembangan Kredit Konsumtif Lokasi Proyek

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Sumber : LBU, diolah

Page 21: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

6

PERTUMBUHAN EKONOMI

Sumber : DinasPendapatandanPengelolaanAset Daerah

-200%

0%

200%

400%

600%

800%

1000%

1200%

1400%

1600%

0

5

10

15

20

25

30

35

I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015

00

0 t

on

Bahan Pokok g_yoy

BAHAN POKOK

-150%

-100%

-50%

0%

50%

100%

0

20

40

60

80

100

120

I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015

00

0 t

on

Barang konsumsi lainnya g_yoy

BARANG KONSUMSI

Grafik 1.5 Volume Bongkar Bahan Pokok (Ton) Grafik 1.6 Volume Barangkonsumsilainnya (Ton)

Peningkatan konsumsi masyarakat dibandingkan triwulan lalu juga terkonfirmasi dari

jumlah kendaraan baru roda empat dan roda dua yang mengalami peningkatan. Kendaraan

roda empat baru tumbuh 84,7% (yoy) pada triwulan laporan lebih tinggi dari triwulan

sebelumnya yang hanya tumbuh 29,9% (yoy). Sementara itu, kendaraan roda dua tumbuh

14,5% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh 11% (yoy).

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

- 20 40 60 80

100 120 140 160 180 200

I II III IV I II III

2014 2015

Jumlah kendaraan g_yoy

KENDARAAN RODA 4

-25%-20%-15%-10%-5%0%5%10%15%20%

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

I II III IV I II III

2014 2015

Kendaraan Roda 2 g_yoy

KENDARAAN RODA 2

Grafik 1.7 JumlahKendaraanRoda 4 Baru (unit)

Grafik 1.8JumlahKendaraanRoda 2 Baru (unit)

Sumber : PT. Pelindo Cabang Ternate Sumber : PT. Pelindo Cabang Ternate

Page 22: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

PERTUMBUHAN EKONOMI

1.2.2 Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)

Pertumbuhan investasi atau modal tetap domestik bruto (PMTB) pada triwulan III 2015

tercatat sebesar 11,04% (yoy). PMTB tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang

tumbuh 7,27% (yoy). Pembangunan smelter, pelabuhan Ternate, pasar, perbaikan jalan, dan

pembelian mesin yang dilakukan beberapa perusahaan swasta menjadi pemicu tingginya

pertumbuhan PMTB pada triwulan laporan.

Grafik 1.9 Perkembangan Konsumsi Semen

Meningkatnya perkembangan kegiatan investasi juga terindikasi dari total volume

pengadaan semen di Maluku Utara yang meningkat sebesar 62,64% (yoy) jauh lebih tinggi

3,9% (yoy). Selain investasi swasta, meningkatnya.

Di tengah melambatnya pertumbuhan PMTB, kinerja arus investasi ke Maluku Utara

khususnya dari investor asing menunjukkan kinerja yang positif. Investasi dari investor asing

yang direpresentasikan dari foreign direct investment (FDI) tercatat meningkat. Perkembangan

FDI tercatat sebesar USD 88,7 juta atau tumbuh 128,02% (yoy) lebih tinggi dari triwulan

sebelumnya yang tumbuh 17,54% (yoy). Sementara itu, pertumbuhan investasi dari investor

dalam negeri yang diindikasikan oleh angka PMDN mengalami penurunan sebesar 61,93%

(yoy).

Sumber : Asosiasi Semen Indonesia (ASI)

Page 23: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

8

PERTUMBUHAN EKONOMI

INVESTASI ASING

INVESTASI DALAM NEGERI

Grafik 1.10 Perkembangan PMA di Maluku Utara Grafik 1.11 Perkembangan PMDN di Maluku Utara

1.2.3 Pengeluaran Pemerintah

Secara tahunan, konsumsi pemerintah pada triwulan III 2015 tumbuh 5,91% (yoy) jauh

lebih tinggi dari triwulan sebelumnya di mana komponen ini mengalami penyusutan sebesar

1,42% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan konsumsi pemerintah seiring dengan

terealisasikannya pembayaran THR, meningkatnya pengeluaran pemerintah untuk persiapan

pilkada, serta terealisasikannya program pemerintah baik pusat maupun daerah terkait

pengembangan pertanian dan infrastruktur di Maluku Utara.

Membaiknya kinerja pengeluaran pemerintah juga terkonfirmasi oleh perkembangan

saldo giro milik pemerintah daerah. Pada akhir triwulan laporan, giro pemerintah tercatat

sebesar Rp548 miliar. Jumlah ini turun sebesar 7,37% (yoy) pada triwulan laporan setelah pada

triwulan sebelumnya masih tumbuh positif sebesar 9,08% (yoy). Turunnya pertumbuhan giro

milik pemerintah menjadi indikator realisasi belanja yang terakselerasi lebih baik pada triwulan

laporan. Penjelasan lebih lanjut terkait pengeluaran pemerintah ini dapat dilihat pada bab

keuangan pemerintah.

Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal

Page 24: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

PERTUMBUHAN EKONOMI

-60.00%

-40.00%

-20.00%

0.00%

20.00%

40.00%

60.00%

80.00%

0

100,000

200,000

300,000

400,000

500,000

600,000

700,000

800,000

I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015

Rp

Ju

ta

giro milik pemda g-yoy

Giro Milik Pemda

Grafik 1.12 Perkembangan Giro Pemerintah

1.2.4 Kegiatan Ekspor – Impor

Neraca perdagangan Maluku Utara secara keseluruhan (antar daerah dan luar negeri)

pada triwulan laporan menunjukkan net impor sebesar Rp 798 miliar atau turun 3,11% (yoy).

Penurunan net impor terutama dipengaruhi oleh membaiknya kinerja ekspor luar negeri dan

melambatnya pertumbuhan impor luar negeri.

Komponen ekspor luar negeri dalam data PDRB tercatat tumbuh positif sebesar

238,86% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh 45,27% (yoy). Peningkatan

terjadi pada ekspor komoditas kopra seiring dengan meningkatnya produksi kelapa sepanjang

tahun 2015. Total volume ekspor pada triwulan laporan mencapai 8,23 ribu ton atau tumbuh

230,09% (yoy).

Di lain sisi, impor luar negeri tumbuh melambat dari 400,47% (yoy) menjadi 22,41%

(yoy). Melambatnya impor luar negeri seiring dengan melambatnya impor barang modal karena

melambatnya perkembangan investasi baru seiring perkembangan kinerja ekonomi global yang

tidak menentu.

Sumber : LBU, diolah

Page 25: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

10

PERTUMBUHAN EKONOMI

-150.00%

-100.00%

-50.00%

0.00%

50.00%

100.00%

150.00%

200.00%

250.00%

-

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

I II II IV I II II IV I II III

2013 2014 2015

(00

0)

ton

Volume ekspor g_yoy (RHS)

VOLUME EKSPOR

-150%

-100%

-50%

0%

50%

100%

-

50

100

150

200

250

I II II IV I II II IV I II

2013 2014 2015

U$

Ju

ta

Nilai ekspor g_yoy (RHS)

NILAI EKSPOR

Grafik 1.13 Perkembangan Volume Ekspor

Grafik 1.14 Perkembangan Nilai Ekspor

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

0

2,000

4,000

6,000

8,000

10,000

12,000

I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015

00

0 t

on

total muat barang g_yoy

MUAT BARANG

-120%

-100%

-80%

-60%

-40%

-20%

0%

20%

40%

60%

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015

00

0 t

on

Jumlah total bongkar g_yoy

SELURUH BARANGSELURUH BARANG

Grafik 1.15 Perkembangan Volume Muat Barang di Pelabuhan Ahmad Yani Ternate

Grafik 1.16 Perkembangan Volume Bongkar Barang di Pelabuhan Ahmad Yani Ternate

Tingginya konsumsi masyarakat khususnya pada barang habis konsumsi yang

didatangkan dari luar daerah selama triwulan laporan, menghasilkan perkembangan net impor

antar daerah yang meningkat. Pada triwulan laporan, net impor antar daerah tumbuh sebesar

0,28% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang turun sebesar 39,71% (yoy) .

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Sumber : PT. Pelindo Cabang Ternate Sumber : PT. Pelindo Cabang Ternate

Page 26: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

PERTUMBUHAN EKONOMI

Grafik 1.17 Perkembangan Volume Impor

Grafik 1.18 Perkembangan Nilai Impor

1.3 Perkembangan Ekonomi Sisi Penawaran

Dari sisi penawaran, meningkatnya pertumbuhan ekonomi pada triwulan terutama dipicu

oleh meningkatnya kinerja sektor administrasi pemerintah, sektor konstruksi, dan sektor

pertanian. Sementara itu, walaupun tumbuh melambat, sektor perdagangan besar dan eceran

masih tumbuh sangat tinggi sehingga kembali memberikan andil terbesar dalam pertumbuhan

ekonomi triwulan laporan yakni sebesar 1,42%.

Pertanian

9%

Pertambanga

n

12%

Perdagangan

21% Transportasi

5%

Konstruksi

13%

Jasa

keuangan

6%

Administrasi

Pemerintahan

19%

Lainnya

15%

ANDIL PERTUMBUHAN

PDRB

6,77%

0,89

1,42

0,920,59

1,32

Grafik 1.19 AndilPertumbuhan Sektoral PDRB Sisi Penawaran

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Page 27: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

12

PERTUMBUHAN EKONOMI

8.346.83

7.738.08

4.256.26

16.236.78

2.396.08

7.9614.44

5.943.91

3.187.94

2.42

0.00 5.00 10.00 15.00 20.00

Jasa lainnyaJasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial

Jasa PendidikanAdministrasi Pemerintahan

Jasa PerusahaanReal Estate

Jasa Keuangan dan AsuransiInformasi dan Komunikasi

Penyediaan Akomodasi dan Makan MinumTransportasi dan PergudanganPerdagangan Besar dan Eceran

KonstruksiPengadaan Air, Pengelolaan Sampah

Pengadaan Listrik, Gas dan Produksi EsIndustri Pengolahan

Pertambangan dan PenggalianPertanian, Kehutanan, dan Perikanan

%

PERTUMBUHAN PDRB (yoy)

Grafik 1.20 Perkembangan Sektoral PDRB Sisi Penawaran

Dengan perkembangan tersebut, struktur perekonomian Maluku Utara di triwulan III

2015 masih didominasi oleh sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan yang menyumbang

24,57% dari total PDRB. Sementara itu, sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi

mobil dan sepeda motor yang memiliki andil pertumbuhan terbesar pada triwulan laporan

memiliki pangsa sebesar 17,56%. Seiring dengan tingginya pertumbuhan pada triwulan laporan,

sektor administrasi pemerintahan, pertahanan dan jaminan sosial wajib mengalami kenaikan

pangsa dari 16,31% menjadi 17,35% Sementara itu, sektor lainnya memiliki pangsa dibawah

10%.

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Page 28: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

PERTUMBUHAN EKONOMI

Pertanian,

Kehutanan,

dan

Perikanan,

25.39

Pertamba-

ngan dan

Penggalian ,

9.30

Perdaga-

ngan Besar

dan Eceran,

17.35

Transportasi

dan

Pergudangan ,

6.12

Konstruksi,

6.65

Industri

Pengolahan,

5.00Administrasi

Pemerinta-

han, 16.31

Lainnya,

13.35

PDRB

STRUKTUR

EKONOMI

SEKTORAL

Grafik 1.21 StrukturPDRB Sisi Penawaran

1.3.1 Sektor Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan

Pada triwulan III 2015, sektor pertanian, kehutanan dan perikanan tumbuh sebesar

2,42% (yoy) tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mencapai 2,39% (yoy).

Meningkatnya pertumbuhan triwulan laporan dibandingkan triwulan lalu ini disebabkan oleh

meningkatnya hasil panen tabama. Peningkatan produksi ini terindikasi dari masih positifnya

estimasi pertumbuhan produksi padi Maluku Utara berdasarkan ARAM II yakni sebesar 77.102

ton GKG atau tumbuh 6,98% (yoy) akibat adanya peningkatan luas panen sebesar 4,18% (yoy)

serta peningkatan produktifitas sebesar 2,68% (yoy).

Di lain sisi, subsektor perikanan menunjukan perbaikan kinerja seiring kondisi

gelombang yang lebih baik serta efektifnya program pemerintah dalam memberikan bantuan

sarana prasarana penangkapan ikan bagi nelayan Malut. Pada triwulan laporan hasil tangkapan

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Page 29: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

14

PERTUMBUHAN EKONOMI

ikan mencapai 2167 ton atau tumbuh 13,73% (yoy). Kondisi ini lebih baik daripada triwulan II-

2015 di mana hasil tangkapan ikan tercatat turun 4,52% (yoy).

Dari subsektor perkebunan, produksi kelapa juga mengalami peningkatan. Kondisi ini

terindikasi dari meningkatnya pertumbuhan ekspor kopra. Volume ekspor kopra pada triwulan

laporan tercatat mencapau erlambatan juga disebabkan oleh penundaan panen akibat factor

permintaan dimana permintaan ekspor untuk komoditas pala, cengkeh, dan kopra menurun

akibat melimpahnya panen kelapa di daerah produksi lain serta berlebihnya stok cengkeh pada

produsen rokok. Kualitas hasil panen rempah-rempah yang dinilai kurang baik pada periode

triwulan II 2015 ini.

1,837

1287

1754

2,167.41

13.73%

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

I II III IV I II III

2014 2015

ton

Volume Tangkap g_yoy

-120%-100%-80%-60%-40%-20%0%20%40%60%

05

1015202530354045

I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015

Rp. M

iliar

Baki Debet g_yoy

KREDIT PERTANIAN

Grafik 1.22 Volume TangkapanIkan Ternate Grafik 1.23 Perkembangan Kredit Sektor Pertanian

Kinerja sektor pertanian juga tercermin dari peningkatan kredit yang dikucurkan oleh

perbankan ke Maluku Utara. Total kredit (lokasi proyek) yang disalurkan ke sektor pertanian

selama triwulan laporan adalah Rp18,29 miliar, tumbuh meningkat dari 29,08% (yoy) menjadi

40,71% (yoy).

1.3.2 Sektor Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan

Sepeda Motor

Sektor perdagangan besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor tumbuh

sebesar 9,75% (yoy) melambat dibandingkan pertumbuhan tahunan triwulan sebelumnya yang

Sumber : PelabuhanPerikanan Kota Ternate Sumber : LBU, diolah

Page 30: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

PERTUMBUHAN EKONOMI

sebesar 7,96% (yoy). Melambatnya pertumbuhan sektor perdagangan di tengah meningkatnya

konsumsi masyarakat disebabkan masih terhambatnya pengembangan sarana prasarana

perdagangan serta perbaikan kinerja ekspor luar negeri yang berlangsung lambat seiring belum

beroperasinya smelter hingga triwulan laporan. Perlambatan sektor perdagangan juga

dipengaruhi oleh kenaikan harga komoditas impor akibat menguatnya dolar Amerika Serikat.

Kondisi tersebut secara signifikan menyebabkan impor luar negeri tumbuh melambat seperti

yang dijelaskan pada sub-bab sebelumnya.

0%5%10%15%20%25%30%35%40%45%50%

0200400600800

1,0001,2001,4001,600

I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015

Rp

. Mili

ar

Baki Debet g_yoy

KREDIT PERDAGANGAN

Grafik 1.24 Perkembangan Kredit Sektor Perdagangan

Jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan pada sektor ini juga tercatat tumbuh

melambat. Berdasarkan lokasi proyek, kredit yang disalurkan pada triwulan laporan tercatat

sebesar Rp 1,39 miliar atau meningkat 8,02% (yoy) lebih tinggi dibandingkan triwulan

sebelumnya sebesar 11,33% (yoy). Dengan demikian, kinerja sektor ini pada triwulan

mendatang diperkirakan masih cukup tinggi.

1.3.3 Sektor Industri Pengolahan

Sektor industri pengolahan pada triwulan III 2015 tumbuh sebesar 3,18% (yoy),

melambat dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,26% (yoy). Melambatnya

pertumbuhan pada sektor ini dipengaruhi oleh turunnya produksi dan harga rempah rempah

seperti cengkeh dan pala. Kondisi ini menyebabkan proses produksi minyak atsiri maupun

produk olahan lainnya dari komoditas tersebut mengalami penurunan.

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Page 31: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

16

PERTUMBUHAN EKONOMI

Di lain sisi, harga kopra tercatat mulai mengalami peningkatan. Hal ini menyebabkan

petani cenderung menjual komoditasnya dalam bentuk kelapa segar dan kopra. Industri lainnya

terkait komoditas kelapa menjadi turun produktivitasnya akibat kesulitan bahan baku.

Melambatnya kinerja sektor industri pengolahan juga tercermin dari tingkat penyaluran

kredit pada sektor tersebut. Berdasarkan lokasi proyek kredit yang disalurkan pada sektor ini

mencapai Rp41,72 miliar tumbuh 5,51% (yoy) lebih rendah dari pertumbuhan triwulan

sebelumnya sebesar 8,67% (yoy).

-25%-20%-15%-10%-5%0%5%10%15%

05

101520253035404550

I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015

Rp

. Mili

ar

Baki Debet g_yoy

KREDIT INDUSTRI PENGOLAHAN

Grafik 1.25 Perkembangan Kredit Sektor Industri Pengolahan

Melambatnya pertumbuhan sektor industri juga tercermin dari pertumbuhan produksi

industri manufaktur mikro dan kecil yang pada triwulan III 2015 tumbuh sebesar 14,88% (yoy)

lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 19,87% (yoy). Sementara itu,

pertumbuhan produksi industri manufaktur besar dan sedang pada triwulan laporan juga

tercatat turun sebesar 1,03% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya masih tumbuh positif

sebesar 5,42% (yoy).

Hampir seluruh industri tercatat tumbuh melambat. Beberapa bahkan mencatatkan

pertumbuhan negatif seperti industri kayu, industri pakaian jadi, dan industri alat angkut lainnya

(perbaikan kapal).

Sumber : LBU, diolah

Page 32: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

PERTUMBUHAN EKONOMI

qtq yoy qtq yoy

Industri Makanan 13.24 21.71 0.36 21.40Industri Minuman 7.62 37.75 2.97 20.43

Industri Pakaian Jadi 10.25 40.09 -33.05 -15.03

Industri Kayu -0.62 3.95 -3.31 -3.64Industri Barang Galian Bukan Logam 5.55 9.59 -2.55 16.48

Industri Logam Dasar 13.03 24.58 -3.69 16.89Industri Barang Logam, Bukan Mesin dan Peralatannya 11.45 36.87 0.85 28.37

Industri Alat Angkutan Lainnya -2.06 12.15 -10.15 -6.70Industri Furnitur 6.42 8.45 18.95 20.03

Industri Pengolahan Lainnya 13.92 37.98 -5.97 14.2610.78 19.87 -1.94 14.88

Jenis IndustriPertumbuhan Triwulan II 2015 Pertumbuhan Triwulan III 2015

Tabel 1.2 Perkembangan IndustriManufaktur Kecil

1.3.5 Sektor Pertambangan dan sektor lainnya

Akibat adanya baseline effect, sektor pertambangan pada triwulan laporan masih

menunjukan pertumbuhan yang cukup tinggi yakni sebesar 7,93% (yoy). Namun demikian

pertumbuhan tersebut melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh mencapai

17,15% (yoy). Perlambatan ditengarai karena adanya penurunan produksi salah satu

perusahaan tambah emas seiring penurunan harga emas di pasar internasional. Belum

beroperasinya smelter hingga triwulan laporan menyebabkan produksi nikel cenderung stagnan

karena hanya berasal dari produksi salah satu perusahaan BUMN yang memiliki smelter di

Pulau Sulawesi. Perusahaan tersebut saat ini mengirimkan hasil produksinya ke Sulawesi untuk

diproses oleh smelter miliknya.

Sementara itu, sektor lainnya yang menjadi sumber peningkatan pertumbuhan adalah

sektor administrasi pemerintah dan sektor kontruksi. Sektor administrasi pemerintah tercatat

tumbuh 8,08% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar 2,36% (yoy) seiring

meningkatnya realisasi belanja operasi khususnya untuk pembayaran THR, pelaksanaan

program, serta persiapan Pilkada Kabupaten/Kota. Sementara itu, seiring meningkatnya PMTB

serta realisasi pembangunan infrastruktur oleh pemerintah sektor konstruksi tumbuh meningkat

dari 6,56%(yoy) menjadi 14,45% (yoy).

Page 33: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

18

PERTUMBUHAN EKONOMI

Page 34: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

19

BOKS edisi khusus ini disajikan sebagai concern Bank Indonesia Kantor Perwakilan Provinsi Maluku Utara

terhadap perkembangan terkini, dan dalam rangka menyambut Diseminasi KEKR Triwulan III : Dari

Pariwisata kita tingkatkan Perekonomian Maluku Utara”. Adapun topik tersebut disajikan bagi segenap

stakeholders eksternal Bank Indonesia, Instansi Pemerintahan, pelaku usaha, dan lainnya.

MENINGKATKAN PEREKONOMIAN

MALUKU UTARA MELALUI

KEPARIWISATAAN

ISU

BOKS EDISI KHUSUS

Page 35: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

20

BOKS

“Dengan Mengoptimalkan Potensi Pariwisata, Kita

Tingkatkan Perekonomian Maluku Utara”

Pariwisata tidak dapat dipandang sebagai sektor yang memberikan efek parsial

semata, tetapi pariwisata merupakan pintu gerbang bagi sektor lainnya serta mampu

meningkatkan investasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan putaran perekonomian.

Dukungan pemerintah, peningkatan sektor perdagangan dan akomodasi, serta beragam

potensi yang ada memperkuat sektor ini untuk dapat mengantarkan pada kondisi

perekonomian yang lebih baik ke depan.

LATAR BELAKANG

Melihat pertumbuhan ekonomi Maluku Utara yang ada dan menangkap perubahan yang terjadi

di eksternal, maka dibutuhkan kajian sektoral yang dapat membantu perbaikan ekonomi yang

berkesinambungan. Pariwisata, suatu sektor yang dapat memberikan manfaat bagi sektor

lainnya serta perekonomian secara menyeluruh dipandang penting untuk dapat ditinjau.

Penelitian dari Harvard University mengemukakakn bahwa dimana terdapat perubahan kecil

pada sisi pariwisata di daerah terpencil, maka dapat mendatangkan keuntungan signifikan.

Sehingga di tengah potensi yang melimpah yang tersebar di beberapa daerah terpencil di

Provinsi Maluku Utara yang kini masih belum optimal dikelola, menjadikan isu pariwisata

semakin menarik untuk diperdalam.

Pariwisata telah menjadi isu nasional. Pemerintahan saat ini juga dinilai concern terhadap

perkembangan pariwisata Nasional. Peningkatan target wisman sebanyak 10 juta wisman dan

220 juta wisatawan domestik per tahun dan bahkan ditingkatkan lagi menjadi 12 juta orang

untuk wisman, dapat dikatakan merupakan target yang cukup fantasits. Tidak hanya target

yang meningkat, peningkatan APBN untuk kepariwisataan juga melambung hingga Rp 2,4

triliun dari sebelumnya Rp 1,6 triliun. per bulan Agustus 2015. Meskipun terdapat kenaikan

target, secara aktual performa kunjungan wisatawan skala nasional dapat melampaui target di

Page 36: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

BOKS

v

atas 100%. Hal tersebut dapat mendasari bahwa animo kebijakan pemerintah terhadap

pariwisata disambut dengan baik oleh kenaikan performa setiap daerah dalam memasarkan

destinasinya.

Keadaan pasar pariwisata yang sudah jenuh karena terkonsentrasi pada tempat yang sama

selama dekade terakhir seperti Bali, NTB, membuka peluang destinasi baru di Indonesia.

Kepopuleran ‘Pesona Indonesia’ di mata dunia sudah merambah hingga ke Indonesia Timur,

contohnya adalah kepopuleran tempat wisata di Provinsi Papua Barat dan Maluku. Sehingga

tidak menutup kemungkinan dengan beberapa dukungan tambahan, Maluku Utara dapat

menjadi destinasi favorit wisatawan domestik hingga mancanegara.

BAGAIMANA PARIWISATA DAPAT MENINGKATKAN PEREKONOMIAN

Pariwisata sebagai pintu gerbang dapat memberikan multiplier effect terhadap perekonomian.

Perekonomian bukanlah sesuatu hal yang bersifat inersia dan stagnan, tetapi perekonmian

dapat memberikan efek yang contagious /menular dan semakin membesar.

Berdasarkan penelitian dari World Bank, pariwisata dapat mengurangi kemiskinan suatu daerah

melalui; direct effects yaitu pendapatan dari pengusaha setempat; indirect effects yaitu melalui

value chain pariwisata; dan dynamic effects seperti pembangunan infrastruktur, perekonomian,

konsumsi, dan pertumbuhan UMKM.

Pariwisata bukan hanya mengenai akomodasi dan restoran semata, tetapi dapat mencakup

sektor yang lain. Misalnya dari sektor transportasi sebagai sektor yang terkena dampak

pertama kali, kemudian penyediaan akomodasi dan makan minum, sektor perdagangan dengan

bertambahnya wisatawan yang mengkonsumsi barang lokal, bahkan sektor pertanian juga ikut

terkena dampak tidak langsung.

Contohnya, apabila sejumlah wisatawan datang untuk berkunjung maka perusahaan maskapai,

perhotelan itu pusat perbelanjaan mendapatken eksternalitas positif. Sektor pertanian

khususnya hokikultura sebagai pemasok bahan maknan serta sektor listrik gas dan air turut

naik seiring suatu daerah yang semakin ramai. Pariwisata juga membuka gerbang

pengetahuan bagi eksternal untuk mengenal suatu daerah. Maka tidak menutup kemungkinan

dari antara wisatawan tersebut berminat untuk berinvestasi terhadap jenis usaha lainnya.

Page 37: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

22

BOKS

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan oleh tim peneliti Bank Indonesia dalam riset

Growth Diagnostic – General Computable Equilibrium yang menggunakan perangkat model

Indoterm, dapat disimpulkan bahwa peningkatan pariwisata seperti melalui pembangunan

Kawasan Ekonomi Khusus di beberapa daerah (dalam kasus ini menggunakan contoh Provinsi

Nusa Tenggara Barat) yang mampu mendorong peningkatan wisatawan asing dapat

meningkatkan (secara diferensiasi kumulatif) pertumbuhan ekonomi secara signifikan .

BAGAIMANA KONDISI PARIWISATA DI MALUKU UTARA

Pariwisata di Maluku Utara dikenal dengan wisata bahari, budaya dan sejarah. Hampir

keseluruhan kota kabupaten di Maluku utara memiliki destinasi wisata tersendiri. Tetapi

sebelum masuk ke dalam kepariwisataan Maluku Utara secara substansial, maka perlu ditinjau

kondisi perekonomian Maluku Utara yang berkaitan dengan pariwisata.

Perspektif ekonomis

Salah satu indikator dari perkembangan sektor pariwisata adalah pertumbuhan sektor

akomodasi dan penyediaan makan minum. Akomodasi yang merepresentasikan perkembangan

industri penginapan serta penyediaan makan minum yang menggambarkan restoran sedikit

banyak dapat menjadi indikasi peningkatan output yang dihasilkan atas respon dari

berkembangnya pariwisata setempat.

Berdasarkan data PDRB tahun dasar 2010 publikasi BPS, pertumbuhan sektor akomodasi dan

penyediaan makanan dan minum Malut terlihat memiliki rata-rata yang lebih tinggi

dibandingkan pertumbuhan PDRB, dan pada tahun 2014 menunjukkan kenaikan yang

signifikan. Hal ini cukup menggambarkan adanya potensi pengembangan pada sektor ini.

Grafik 1.26 Perkembangan Sektor Akomodasi & Penyediaan Makan Minum Malut

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Page 38: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

BOKS

Sementara itu, apabila dibandingkan dengan beberapa Provinsi di Kawasan Indonesia Timur, di

tengah pertumbuhan sektor akomodasi Maluku Utara, proporsi sektor ini tidak terlalu

menggembirakan. Maluku Utara mencatatkan proporsi sektor akomodasi terendah di antara

provinsi lain kawasan Indonesia Timur yang mulai fokus mengembangkan pariwisata.

Keseluruhan provinsi pembanding mencatatkan tren yang meningkat, menunjukkan bahwa

sektor akomodasi semakin menjadi andalan di Indonesia Timur. Provinsi Bali yang merupakan

tolok ukur terdepan pada sektor pariwisata memimpin dengan pangsa sebesar 23,1%.

Kemudian, Sulawesi Utara yang memiliki identitas sebagai wisata bahari yang mirip dengan

Maluku Utara memiliki pangsa 2,1%, dan Maluku provinsi serumpun Maluku Utara mencatat

pangsa 1,8%, lebih tinggi dibandingkan Maluku Utara yang hanya sebesar 0,5%.

Grafik 1.27 Perkembangan Pangsa Sektor Akomodasi Terhadap PDRB beberapa Provinsi KTI

Perspektif Daya Saing

Meninjau daya saing pariwisata di Kawasan Timur Indonesia dapat dilakukan melalui perspektif

tourism competitiveness. Indeks ini digunakan untuk melakukan asesmen competitiveness yang

berdasarkan adaptasi dari beberapa indikator yang digunakan OECD dalam melakukan

asesmen terhadap tourism competitiveness antar Negara.

Pengukuran terhadap indeksi daya saing ini diukur berdasarkan lima aspek, yaitu :

Governance of Tourism ; perhatian pemerintah terhadap pariwisata

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Page 39: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

24

BOKS

Quality of Tourism Service : quality of life & welcome visitors

Assesibility/Connectivity : infrastructure & geo strategic position

Natural and Cultural Resource

Human Resource Development : education, skill and training

Berdasarkan sejumlah aspek tersebut maka pengukuran dilakukan dengan menggunakan

indikator seperti lama tinggal, IPM, jumlah penerbangan maskapai, APBD, jumlah KPPN,

jumlah tamu, dan jumlah kamar sehingga dihasilkan suatu indeks keseluruhan yang digunakan

sebagai perbandingan. Adapun hasil total dari indeks tersebut adalah sebagai berikut ;

Tabel 1.3 Peringkat Daya Saing Pariwisata Daerah di KTI

Maluku Utara memiliki indeks yang kurang menggembirakan dengan hasil di bawah rata-rata

dan termasuk dalam provinsi yang memiliki indeks terkecil. Maluku Utara hanya berada di atas

provinsi pengembangan baru dengan infrastruktur yang masih minim seperti Gorontalo,

Sulawesi Barat dan Papua Barat.

Provinsi Indeks

Bali 9.20

Sulawesi Selatan 5.70

NTB 5.59

Sulawesi Utara 4.87

Sulawesi Tenggara 4.48

Nusa Tenggara Timur 4.26

Papua 4.16

Maluku 3.91

Sulawesi Tengah 3.86

Maluku Utara 3.77

Papua Barat 2.86

Gorontalo 2.76

Sulawesi Barat 1.50

Page 40: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

BOKS

Apabila ditinjau terhadap sejumlah provinsi yang memiliki nilai terendah di KTI, memiliki

kesamaan yaitu fasilitas pendukung dan asesibilitas yang disinyalir dapat menghambat

perkembangan sektor pariwisata. Sementara untuk yang mendapatkan skor tertinggi memiliki

kesamaan yaitu ketersediaan fasilitas, kedekatan secara spasial dan kedekatan dengan Pulau

Jawa.

Analisa SWOT

Setelah membandingkan daya saing dengan provinsi lain, maka analisa perlu dilengkapi

dengan analisa yang berfokus kepada Provinsi Maluku Utara. Maluku Utara secara provinsi

memiliki berbagai peluang dan tantangan, berikut ini analisa SWOT (Strength, Weaknesess,

Oportunity dan Threats) hasil analisa dari tim peneliti Bank Indonesia KPw Prov. Maluku Utara :

Page 41: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

26

BOKS

Potensi Spasial

Hampir seluruh daerah kota/kabupaten di Maluku Utara memiliki potensi pariwisata.

Sementara, apabIla ditinjau berdasarkan RPJMD yang telah dirancan oleh Bappeda, terdapat

konsep dan rencana pembangunan destinasi Pariwisata yang terbagi atas klaster

pengembangan sebagai berikut ;

Klaster A : Ternate – Tidore : “Pengembangan Culture and Urban Tourism’

Kawasan pengembangan Pulau Ternate dengan sub kawasan : Swering, Danau Tolire,

Benteng Tolukko, Batu Angus, Pantai Sulamadaha, Kraton Ternate, dan Danau Laguna.

Klaster B : Morotai – Tobelo : “Pengembangan Marine Heritage Tourism”

Kawasan pengembangan Pulau Morotai dengan sub kawasan : Morotai, Dodola,

Sumsum.

Klaster C : Guraici : “Pengembangan Marine Tourism”

Kawasan pengembangan Kepulauan Guraici dengan sub kawasan : Pulau Leilei, Pulau

Guraici, pulau Makian dan kawasan Bacan.

Sementara itu berdasarkan kebijakan Pemerintah, khususnya Kementrian Pariwisata,

telah menetapkan 10 destinasi prioritas Indonesia dimana Pulau Morotai, Kab. Pulau

Morotai termasuk di dalamnya.

Pemerintah berencana menerapakan Sustainable Tourism Development Kawasan

Morotai dimana akan didukung infrastuktur dan business Plan serta melakukan

koordinasi pembangunan infrastruktur daerah.

Page 42: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

BOKS

Berikut ini gambaran masterplan pariwisata Pulau Morotai yang ditetapkan oleh

Kementrian Pariwisata :

Tabel 1.4 Realisasi dan Perkiraan Kinerja KEK Morotai

Sejauh ini di Morotai, untuk mengakomodir para wisatawan telah hadir resort yang merupakan

rintisan pihak swasta. Selain itu terdapat akses penerbangan dari Ternate langsung ke Morotai.

Akan tetapi jika melihat angka, performa pariwisata Morotai tergolong belum mencapai harapan.

Pertumbuhan kunjungan Morotai mencatat angka negatif, sementara itu progres pembangunan

infrastruktur yang direncanakan belum mencapai target.

Kondisi ini cukup kontras dengan destinasi pengembangan lainnya. Wakatobi yang juga

termasuk didalamnya dan menawarkan jenis wisata bahari yang serupa. Wakatobi mencatat

kenaikan kunjungan pada tahun 2013 sebesar 52,13 persen dengan devisa sebessar 3,32 juta

USD. Secara perkiraan ke depan, nilai investasi proyek KEK Morotai yang lebih dari dua kali

lipat dibandingkan dengan Wakatobi, diproyeksikan hanya akan menghasilkan devisa dan

jumlah kunjungan yang sama dengan Wakatobi. Selain itu, destinasi lainnya seperti Labuan

Bajo yang merupakan wisata alam di Provinsi NTT, juga mencatat pertumbuhan kunjungan

yang lebih baik, yaitu sebesar 29,01% dengan angka devisa yang fantastis yaitu sebesar 54,14

juta USD. Dari beberapa destinasi ini kita dapat belajar dari provinsi lain bagaimana

meningkatkan citra destinasi agar menghasilkan kinerja kunjungan yang menghasilkan.

Destinasi wisata bahari

Supporting : destinasi wisata budaya

Utama Jepang, Eropa

Potensial Timur Tengah, Asia Timur

DTWTaman Laut Selat Morotai, Pulau Rao,

Pulau Zum-zum

Akses/Hub

Bandara Sultan Babullah Ternate,

Sam Ratulangi Manado, Pelabuhan

Ahmad Yan, Pelabuhan Imam Lastori

Fasilitas

Pariwisata (tour

base)

Ternate, Tidore

Core Produk

Pasar

Komponen

Destinasi

Pertumbuhan

Kunjungan

Devisa

Wisman

(USD)

Investasi

(juta USD)

Proyeksi

Wisman

Proyeksi

Devisa (juta

USD)

2012 2013

618 500 -19.09% 500,000 3,600 500,000 500

Jumlah Wisman

Sumber : Kementrian Pariwisata

Page 43: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

28

BOKS

BAGAIMANA BENCHMARK DAERAH PARIWISATA LAINNYA

Berikut ini berbagai strategi yang dilakukan berbagai daerah di KTI untuk meningkatkan sektor

pariwisata yang telah dirangkum tim peneliti Bank Indonesia :

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI LANGKAH PENGEMBANGAN

Berdasarkan kajian yang telah disampaikan, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai

berikut :

Sektor pariwisata berpengaruh signifikan terhadap perekonomian

Sektor pariwisata Maluku Utara berkembang, namun masih tertinggal dibandingkan

daerah lainnya dan memiliki daya saing yang belum kompetitif

Sektor pariwisata Maluku Utara memiliki potensi yang besar serta memiliki peluang yang

prospektif

Perlu dilakukan langkah-langkah seperti daerah lainnya untuk dapat meningkatkan

pariwisata Maluku Utara

Page 44: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

BOKS

Seperti yang telah disampaikan, pariwisata merupakan suatu sektor yang tidak dapat berdiri

sendiri. Begitupula dengan implementasi kebijakan terkait pengembangan kepariwisataan,

dipelukan sinergi dan koordinasi antar lembaga. Sehingga berangkat dari hal tesebut,

rekomendasi berikut ini ditujukan bagi stakeholders yang terlibat, dari pemerintah maupun pihak

swasta;

JANGKA PENDEK

Membentuk tim teknis yang terdiri dari berbagai instansi yang capable untuk dapat fokus

bersinergi terhadap isu pengembangan pariwisata

Menentukan identitas/jatidiri pariwisata pada spesifik daerah. Contoh: untuk kabupaten

A pariwisata syariah/religi, untuk kabupaten B pariwisata alam

Menyusun pemetaan potensi daerah wisata per daerah, melakukan FGD untuk

memetakan daerah potensial baru serta membuatkan prioritas

Pembuatan calendar event dan mempromosikannya secara nasional dan internasional

Menyusun materi guidance, paket tour atau sejenisnya yang dapat memberikan

rekomendasi bagi wisatawan untuk menikmati rangkaian obyek wisata yang dimiliki

dengan itenary efisien namun komprehensif

Menyusun grand design “marketing mix” bagi potensi daerah dan membuat tim khusus

(miniatur dari VITO : Visit Indonesia Tourism Officer) yang berfungsi mempromosikan

pariwisata melalui berbagai media

Berkoordinasi antar lembaga untuk dapat menyalurkan bantuan teknis maupun finansial

bagi UMKM yang membuka usaha di tempat wisata untuk meningkatkan keragaman

menu dan peningkatan estetika

Sertifikasi kompetensi tenaga kerja pariwisata dan membuka lowongan tenaga lepas

yang dapat menunjang pariwisata, contoh : jasa penerjemah, jasa tour guide, jasa

pengemudi lepas, jasa pelatih selam, serta mempromosikan jasa tenaga kerja tersebut

ke para wisatawan

Page 45: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

30

BOKS

JANGKA MENENGAH PANJANG

Meningkatkan kualitas kebersihan melalui waste management, kemanan dan ketertiban

dengan bekerjasama dengan aparatur pemerintah kota/kabupaten

Pembangunan fasilitas umum yang terjamin perawatannya, seperti toilet, spot foto,

tempat duduk dan lainnya

Menyediakan/mempromosikan sarana transportasi khussunya laut dan udara pada

daerah wisata terpencil

Menggandeng pihak swasta dalam pembangunan infrastruktur

Mempermudah perijinan untuk pembangunan cottage/fasilitas yang berkecimpung di

sektor pariwisata

Perbaikan dan pembangunan infrastruktur pendukung (bandara, jalan, pelabuhan, hotel,

rumah sakit)

Bagaimanapun juga pariwisata bukan sekedar destinasi. Pariwsata juga mencakup akses,

amenitas, serta atraksi. Pemerintah daerah khususnya dinas pariwisata, tidak dapat bekerja

sendiri. Di berbagai tempat, pariwisata menjadi isu penting yang ditangani oleh beragam

instansi. Tata kelola kepariwisataan seperti di Manado, Sulawesi Utara telah membentuk suatu

kelembagaan DMO (Destination Management Organizaton) yang secara efektif melibatkan

unsur masyarakat, industri, akademisi, dan unsur pemerintah. sehingga, belajar dari langkah

daerah tersebut, isu kepariwisataan ini juga perlu melibatkan jajaran vertikal untuk bersama-

sama fokus dan serius dalam menangani pariwisata Maluku Utara.

Adapun pembahasan mengenai kepariwisataan tidak cukup hanya berhenti pada cakupan boks

ini saja. Tetapi ke depan, perlu kajian lebih lanjut dan lebih lebih dalam mengenai branding dan

bagaimana memasarkan pariwisata Maluku Utara. Tentunya diperlukan forum dan diskusi lanjut

dengan pihak lain untuk menghasilkan kajian dan rekomendasi yang tepat guna dan berdampak

luas.

Page 46: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

31

Hingga akhir triwulan laporan, realisasi pendapatan pemerintah

mencapai 71,04% atau secara nominal meningkat 6,24% (yoy).

Hingga akhir triwulan III-2015 realisasi belanja APBD Provinsi

Maluku Utara baru mencapai 58,59%. Namun demikian, secara

nominal jumlah realisasi belanja pemerintah daerah hingga

akhir triwulan laporan masih mengalami kenaikan tipis sebesar

0,06% (yoy)

2 KEUANGAN PEMERINTAH

Realisasi

Pendapatan Tw III

Realisasi

Belanja Tw III

71,04%

58,59%

“Kinerja realisasi pendapatan maupun belanja

pemerintah mengalami penurunan”

“Festival Teluk Jailolo” Courtesy : wisataindonesia.co.id

Page 47: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

32

KEUANGAN PEMERINTAH

2.1 Struktur APBD

Anggaran pendapatan Pemprov Maluku Utara dalam APBD 2015 adalah sebesar

Rp1,83 triliun atau meningkat 12,86% dari anggaran pendapatan pada APBD 2014. Sementara

itu, anggaran belanja pada APBD 2015 tercatat sebesar Rp1,82 triliun atau meningkat 16,42%

dari anggaran belanja tahun sebelumnya.

Pada anggaran pendapatan, kenaikan anggaran terutama bersumber dari pendapatan

transfer sebesar 34,8% (yoy). Pendapatan transfer adalah pendapatan yang didapatkan dari

pemerintah pusat sesuai dengan aturan perundang-undangan yang berlaku. Secara struktur

pendapatan transfer ini masih menjadi sumber pendapatan terbesar pemerintah Maluku Utara

yaitu sebesar 82,6% pada APBD 2015, dikarenakan Pendapatan Asli Daerah belum dapat

menjadi tonggak utama keuangan daerah mengingat belum optimalnya penyerapan pajak,

masih rendahnya pendapatan perusahaan daerah, serta dampak penerapan UU Minerba pada

sektor pertambangan nikel di Maluku Utara. Sementara itu, meningkatnya pendapatan transfer

dipengaruhi oleh pengalihan subsidi energi pada APBN 2015 pada dana untuk pembangunan

daerah serta fokus pembangunan pemerintah pusat terhadap daerah di kawasan Indonesia

Timur.

Grafik 2.1 Perubahan Struktur APBD Akun Pendapatan Tahun 2014 dan 2015

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara

Page 48: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

KEUANGAN PEMERINTAH

Kenaikan juga terjadi pada anggaran belanja seiring adanya kenaikan pada anggaran

pendapatan. Kenaikan terbesar terdapat pada belanja modal yaitu sebesar 16,0% (yoy).

Kenaikan pada nominal belanja modal tersebut menjadi harapan meningkatnya pembangunan

sarana publik/infrastruktur pada triwulan mendatang. Secara struktural, pangsa dari anggaran

belanja tidak mengalami banyak perubahan. Meskipun mengalami penurunan, belanja

operasional masih mendominasi struktur belanja dengan pangsa sebesar 67,6%.

Grafik 2.2 Perubahan Struktur APBD Akun Belanja Tahun 2014 dan 2015

2.2 Realisasi Pendapatan APBD

Jumlah total realisasi pendapatan daerah Pemerintah Provinsi Maluku Utara, hingga

akhir triwulan III-2015 mencapai Rp1.298,56 miliar, atau 71,04% dari total target anggaran

pendapatan 2015 yang sebesar Rp1.827,93 miliar, atau masih di bawah target per triwulan III

sebesar 75%. Pencapaian tersebut meningkat apabila dibandingkan dengan realisasi

pendapatan periode yang sama tahun sebelumnya yang mencapai 70,34%. Secara nominal,

realisasi pendapatan tersebut juga meningkat sebesar 6,24% (yoy).

Berdasarkan komponen pembentuknya, realisasi tertinggi pendapatan Pemerintah

Provinsi Maluku Utara berasal dari komponen Transfer Pemerintah Pusat-Dana Alokasi Umum

sebesar 61,29%, diikuti Dana Penyesuaian yang menyumbang sebesar 13,34% dari total

pendapatan. Dengan demikian, pendapatan Pemerintah Provinsi, Pemerintah Kabupaten dan

Kota di Maluku Utara sebagian besar bukan berasal dari pendapatan dari daerah itu sendiri,

melainkan bergantung pada dana perimbangan.

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara

Page 49: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

34

KEUANGAN PEMERINTAH

Meski secara umum realisasi seluruh komponen pendapatan pada triwulan III tahun

2015 lebih tinggi dibandingkan dengan dengan tahun sebelumnya, realisasi Pendapatan Asli

Daerah (PAD) dan Pendapatan Lain-lain mengalami penurunan apabila dibandingkan dengan

periode yang sama di tahun 2014.

Tabel 2.1 Realisasi Pendapatan APBD Lingkup Provinsi Maluku Utara Triwulan III-2015 – data per 30 September 2015 (dalam rupiah)

Realisasi PAD hingga akhir semester III-2015 baru mencapai 40,32%, lebih rendah dari

realisasi pada tahun 2014 yang sudah mencapai 56,11%. Kondisi tersebut ditengarai

disebabkan oleh perusahaan tambang nikel masih beroperasi terbatas sembari menunggu

selesainya pembangunan smelter. Lesunya aktivitas perusahaan tambang ini diikuti dengan

berhentinya perusahaan-perusahaan pendukung sektor pertambangan seperti jasa sewa alat

berat, jasa angkut, jasa pengiriman, jasa restoran dan akomodasi, serta perusahaan pendukung

lainnya. Perusahaan-perusahaan tersebut selama ini menjadi lumbung PAD Maluku Utara

melalui pajak maupun retribusi daerah.

Sementara itu, berkat komitmen yang tinggi dari pemerintah pusat, realisasi komponen

pendapatan transfer menunjukkan kinerja yang lebih tinggi. Komponen pendapatan yang

menguasai 82,57% dari keseluruhan anggaran pendapatan ini, mencatatkan realisasi sebesar

76,73%, lebih tinggi dari pencapaian pada periode yang sama di tahun 2014 sebesar 75,77%.

Secara nominal realisasi pendapatan transfer meningkat 28,74% (yoy).

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara

Page 50: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

KEUANGAN PEMERINTAH

Grafik 2.3 Perbandingan Sisi Pendapatan Realisasi APBD Triwulan III-2014 dan Triwulan III-2015

2.3 Realisasi Belanja APBD

Total realisasi belanja daerah sampai dengan akhir triwulan III-2015 mencapai

Rp1.068,94 miliar atau 58,59% dari total anggaran belanja sebesar 1.824,43 miliar. Jumlah

realisasi tersebut lebih rendah dibandingkan realisasi belanja pada periode yang sama di tahun

2014 sebesar 60,72%. Namun demikian, secara nominal realisasi belanja hingga akhir triwulan

laporan masih meningkat tipis sebesar 0,06% (yoy).

Berdasarkan pangsanya, penyumbang tertinggi belanja daerah berasal dari komponen

belanja pegawai dengan pangsa 29,79% dari keseluruhan realisasi belanja triwulan III-2015.

Kemudian disusul dengan komponen Belanja Barang dengan pangsa sebesar 20,95% terhadap

total realisasi triwulan III-2015.

Rendahnya realisasi belanja daerah pada triwulan III-2015 terutama dipengaruhi oleh

komponen Belanja Modal. Hingga akhir triwulan laporan, realisasi komponen tersebut baru

mencapai 34,27% dari yang dianggarkan, jauh lebih rendah dibandingkan pencapaian pada

periode yang sama di tahun sebelumnya yakni mencapai 57,65%. Secara nominal, realisasi

belanja modal hingga akhir triwulan laporan turun 60,20% (yoy). Rendahnya realisasi Belanja

Modal pada triwulan III-2015 adalah imbas lanjutan dari keterlambatan pengesahan APBD 2015

yang baru terlaksana pada akhir Februari 2015. Kondisi ini berdampak pada terlambatnya

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara

Page 51: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

36

KEUANGAN PEMERINTAH

dropping dana ke SKPD-SKPD serta pemerintah kabupaten kota. Akibat keterlambatan

dropping, keseluruhan proses lelang juga mengalami kemunduran..

Grafik 2.4 Perbandingan Sisi Realisasi APBD Triwulan III 2014 dan Triwulan III 2015

Di lain sisi, realisasi komponen belanja operasi sudah mencapai 64,99% dari anggaran.

Pencapaian ini lebih tinggi dibandingkan triwulan III-2014 yang realisasinya baru mencapai

61,65%. Meningkatnya aktivitas Pemda, pencairan THR, serta persiapan kampanye pilkada

kabupaten/kota menjadi akselerator realisasi komponen ini.

Tabel 2.2 Realisasi Belanja APBD Lingkup Provinsi Maluku Utara Triwulan III-2015 (dalam rupiah) – data per 30 September 2015

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara

Sumber : Biro Keuangan Provinsi Maluku Utara

Page 52: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

KEUANGAN PEMERINTAH

2.4 Rekening Pemerintah

Dana pemerintah daerah yang tersimpan di perbankan hingga akhir triwulan III-2015

tercatat sebesar Rp. 1,08 triliun. Sesuai dengan siklusnya jumlah tersebut turun 3,13% (qtq)

dibandingkan triwulan sebelumnya seiring meningkatnya realisasi belanja pemerintah daerah.

Secara tahunan, dana milik pemerintah daerah tersebut tumbuh 29,67

% (yoy) sedikit lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 31,63% (yoy).

Kondisi ini disebabkan adanya pergeseran puncak realisasi anggaran pemerintah provinsi

Maluku Utara yang pada tahun ini benar-benar terpusat pada triwulan III-2015 pasca

keterlambatan pengesahan APBD Provinsi Maluku Utara.

Dana Pemda yang tersimpan dalam bentuk giro tercatat turun 7,37% (yoy) setelah pada

triwulan sebelumnya masih tumbuh positif sebesar 9,08% (yoy). Sementara itu, simpanan likuid

lainnya yakni tabungan tercatat tumbuh melambat dari 130,92% (yoy) menjadi 118,83% (yoy)

Selain tingginya realisasi anggaran pada triwulan laporan, penurunan juga ditengarai karena

adanya shifting penempatan dana Pemda di perbankan ke dalam bentuk deposito. Bunga

deposito yang lebih tinggi diharapkan menjadi salah satu alternatif pendapatan daerah lainnya.

Hal ini terindikasi dari terus meningkatnya pertumbuhan dana milik Pemda yang disimpan

dalam bentuk deposito. Pada triwulan III-2015, deposito milik Pemda mencapai Rp 313,5 miliar

atau tumbuh 268% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan II-2015 sebesar 265% (yoy)

Grafik 2.5 Perkembangan APBD Maluku Utara (dalam juta rupiah)

Sumber : Data Perbankan

Page 53: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

38

KEUANGAN PEMERINTAH

Page 54: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

39

Laju kenaikan harga barang dan jasa secara tahunan di

Provinsi Maluku Utara pada triwulan III 2015 tercatat sebesar

6,60% (yoy), lebih rendah dibandingkan inflasi triwulan

sebelumnya sebesar 8,22% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

triwulan yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,40% (yoy).

Secara bulanan, selama triwulan kedua Provinsi Maluku Utara

mengalami dua kali inflasi yang cukup tinggi yaitu sebesar

0,90% (mtm), 1,56% (mtm) dan menutup triwulan III dengan

deflasi sebesar 1,58%.

3 INFLASI

Inflasi Yoy

Tw III

Inflasi Qtq

Tw III

6,60%

0,86%

“Tekanan Inflasi pada triwulan III 2015 menurun”

Page 55: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

40

INFLASI

2.1 Kondisi Umum

Laju kenaikan harga barang dan jasa secara tahunan di Provinsi Maluku Utara yang

direpresentasikan oleh Kota Ternate pada triwulan III 2015 tercatat sebesar 6,60% (yoy), lebih

rendah dibandingkan inflasi triwulan sebelumnya sebesar 8,22% (yoy). Sementara inflasi tahun

kalender Kota Ternate mencatat angka sebesar 1,99% (ytd). Pencapaian tersebut juga lebih

baik dibandingkan triwulan yang sama tahun sebelumnya yaitu sebesar 2,70% (ytd). Adapun

angka inflasi tahunan Kota Ternate triwulan III 2015 ini lebih rendah dibandingkan dengan

angka inflasi Nasional sebesar 6,83% (yoy).

Secara bulanan, selama awal triwulan ketiga Provinsi Maluku Utara mengalami dua kali

inflasi berturut-turut yaitu sebesar 0,90% (mtm), 1,56% (mtm) dan menutup triwulan III dengan

deflasi sebesar 1,58%. Sehingga dengan adanya inflasi bulanan dan deflasi, hingga akhir

triwulan III-2015, Maluku Utara mengalami inflasi sebesar 1,99% (ytd). Inflasi kalender Malut

tersebut menempati posisi ke-40 daerah inflasi tertinggi pada skala Nasional, dimana angka ini

lebih rendah dibandingkan inflasi tahun kalender Nasional sebesar 2,24% (ytd).

Grafik 3.1 Laju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate & Nasional

Turunnya tekanan inflasi pada triwulan laporan dibandingkan triwulan sebelumnya

disebabkan oleh penurunan harga pada hampir seluruh kelompok penyumbang inflasi, terutama

kelompok bahan makanan dan sandang. Berakhirnya siklus puasa dan hari raya Idul Fitri yang

lebih awal pada tahun ini serta dukungan pasokan yang relatif lebih stabil selama triwulan III-

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Page 56: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

INFLASI

2015 (relatif dibandingkan triwulan III-2014) menjadi faktor utama penurunan tekanan inflasi

pada komoditas yang terkait dengan bahan makanan khususnya bumbu-bumbuan dan ikan

segar. Dengan demikian, inflasi volatile foods pada triwulan laporan tercatat sebesar 4,69%

(yoy) lebih rendah dari triwulan II 2015 yang mencapai 7,97% (yoy)

Sementara itu beberapa tarif yang tergolong dalam administered prices juga tercatat

turun seperti tarif listrik dan tarif angkutan. Masih rendahnya harga minyak dunia yang menjaga

harga bahan bakar bersubsidi serta menurunkan tarif listrik memberikan kontribusi pada

meredanya tekanan pada inflasi administered prices menjadi 12,02% (yoy) dari 15,10% (yoy)

pada triwulan sebelumnya

Di lain sisi, inflasi inti yang tercatat 5,44% (yoy), mengalami penurunan tekanan yang

lebih sedikit dibandingkan kelompok lainnya. Meskipun konsumsi masyarakat kembali normal

setelah siklus bulan Ramadhan, peningkatan nilai mata uang asing masih berdampak pada

kenaikan harga beberapa barang impor serta penyesuaian ongkos produksi beberapa produk

manufaktur.

Tabel 3.1 Statistik Inflasi Per Kelompok

Tw III

2014

YtD

2014

YoY

Tw II

2015

YoY

Tw III

2015

YoY

Tw III

2015

YtD

Tw III

2015

QTQ

UMUM

Bahan Makanan

Makanan Jadi, Minuman, Rokok & Tembakau

Perumahan, Air, Listrik, Gas & Bahan Bakar

Sandang

Kesehatan

Pendidikan, Rekreasi, dan Olahraga

Transpor, Komunikasi, dan Jasa Keuangan

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Page 57: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

42

INFLASI

3.2 Perkembangan Inflasi Kota Ternate

3.2.1 Inflasi Tahunan (yoy)

Inflasi tahunan Provinsi Maluku Utara pada triwulan laporan mereda dari 8,22% (yoy)

pada triwulan sebelumnya, menjadi 6,60% (yoy). Turunnya tekanan inflasi terutama disebabkan

oleh menurunnya inflasi kebutuhan primer yaitu komoditas yang termasuk dalam kelompok

bahan makanan dan sandang yang mencatat inflasi tahunan yang lebih rendah dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya.

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara , diolah

Tabel 3.2 Laju Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)

Berdasarkan disagregasinya, penurunan tekanan inflasi disumbang oleh ketiga

kelompok inflasi, dengan penurunan tekanan terbesar adalah pada kelompok volatile foods. Hal

tersebut serupa dengan kelompok komoditas kontributor penurunan tekanan inflasi yaitu bahan

makanan. Kelompok administered prices juga menunjukkan penurunan inflasi tahunan (year on

year) yang cukup siginifikan, sehingga inflasi administered prices memperlihatkan angka yang

cukup kontras dibandingkan dengan beberapa bulan sebelumnya.

Grafik 3.2 Disagregasi Inflasi Maluku Utara

II III IV I II IIIKelompok Barang dan Jasa 2014 2015 Andil

Page 58: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

INFLASI

Penurunan tekanan inflasi yang terjadi pada kelompok bahan makanan terutama terjadi

pada subkelompok buah-buahan, bumbu dan kacang-kacangan. Sayuran pelengkap makanan

seperti tomat, wortel dan ketimun mengalami penurunan tekanan inflasi dibandingkan triwulan

lalu. Hal ini salah satunya didukung oleh ketersediaan sayuran dari dalam propinsi dapat terjaga

dengan pasokan yang mencukupi. Kondisi ini berbeda dengan daerah lain di wilayah Indonesia

yang dilanda oleh fenomena El-Nino sehingga mengalami kekeringan pada sebagian lahan

pertaniannya. Melimpahnya pasokan juga terkonfirmasi dari lonjakan jumlah sayuran dan

bumbu-bumbuan seperti cabai dan tomat yang diekspor ke luar Malut pada bulan September

yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun lalu.

Serupa dengan bahan makanan, kelompok sandang juga menunjukkan pelemahan

tekanan inflasi, khususnya pada komoditas yang terkait dengan sandang pria seperti kemeja,

sandal dan lainnya yang sebagian besar merupakan barang impor. Adapun meredanya tekanan

inflasi pada kedua kelompok ini dikarenakan berakhirnya bulan Ramadhan yang jatuh pada

triwulan lalu sehingga permintaan pada kedua kelompok tersebut berangsur menurun.

Grafik 3.3 Andil Inflasi Tahunan Berdasarkan Kelompok Komoditas

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Page 59: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

44

INFLASI

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara , diolah

Tabel 3.3 Andil Inflasi Tahunan (yoy) Kota Ternate Menurut Sub Kelompok Barang dan Jasa

3.2.2 Inflasi Triwulanan (qtq)

Inflasi triwulan laporan menunjukkan inflasi sebesar 0,86% (qtq) jauh lebih rendah

dibandingkan triwulan II-2015 yang mengalami inflasi sebesar 2,17% (qtq). Tingkat inflasi ini

jauh lebih rendah dibandingkan rata-rata inflasi triwulanan Kota Ternate selama tiga tahun

terakhir yang sebesar 1,81% (qtq). Siklus inflasi triwulanan pada periode ini mengalami siklus

yang normal sesuai dengan siklus konsumsi paska hari raya. Penurunan tekanan inflasi

terutama disebabkan oleh turunnya inflasi pada kelompok transpor, komunikasi dan jasa

keuangan dan kelompok bahan makanan. Sementara penyebab inflasi triwulanan

disumbangkan tertinggi oleh inflasi pada kelompok pendidikan rekreasi dan olahraga.

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara , diolah

Tabel 3.4 Laju Inflasi Triwulanan (qtq) Kota Ternate Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%)

Barang & Jasa Inflasi Andil Barang & Jasa Inflasi Andil

I II III IV I II IIIKelompok Barang dan Jasa

2014 2015Andil

Page 60: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

INFLASI

Penurunan tekanan inflasi triwulanan yang drastis juga terjadi pada kelompok sandang

dan pangan, yang pada triwulan lalu mencatat lonjakan inflasi yang cukup signifikan akibat

tingginya permintaan pada pra dan saat bulan Ramadhan. Tingkat konsumsi yang cukup besar

pada triwulan lalu, mendeselerasi intensitas konsumsi masyarakat pada triwulan ini khususnya

barang yang tidak habis konsumsi seperti pakaian sehingga memperkecil tekanan inflasi

kelompok sandang pada triwulan ini.

Di lain sisi, inflasi pada triwulan ini sebagian besar disumbang oleh kelompok makanan

jadi, minuman, rokok dan tembakau yang juga mengalami peningkatan tekanan inflasi

triwulanan. Peningkatan harga rokok, beberapa jenis minuman seperti teh, dan beberapa jenis

makanan jadi disebabkan oleh meningkatnya permintaan selama bulan September 2015 untuk

keperluan syukuran keberangkatan calon jamaah haji.

Selain itu, penyumbang inflasi triwulanan pada periode laporan juga datang dari

kelompok pendidikan, rekreasi dan olahraga yang mengalami lonjakan inflasi triwulanan yang

cukup signifikan. Kondisi ini terjadi seiring dengan faktor musiman tahun ajaran baru yang jatuh

pada triwulan laporan, atau tepatnya sekitar bulan Juli-Agustus, sehingga terjadi penyesuaian

biaya pendidikan. Hal ini terkonfimasi dari inflasi pada subkelompok pendidikan yang

mengalami inflasi sebesar 7,19% (qtq), dimana diantaranya terdiri atas kenaikan biaya sekolah

untuk seluruh tingkatan sekolah dari kelompok bermain hingga perguruan tinggi dengan

kenaikan berkisar antara 0,24% - 23,53%.

3.2.3 Inflasi Bulanan (mtm)

Laju inflasi bulanan (mtm) kota Ternate pada triwulan III 2015 mengalami tren yang

fluktuatif, dimana pada bulan Juli 2015, Kota Ternate mengalami inflasi sebesar 0,90% (mtm),

kemudian pada bulan Agustus 2015 kembali terjadi inflasi sebesar 1,56% (mtm) dan kemudian

triwulan III ditutup dengan deflasi yang cukup dalam yaitu sebesar deflasi 1,58% (mtm).

Pola inflasi nasional memiliki pola yang searah dengan inflasi Kota Ternate, dimana baik

Kota Ternate maupun inflasi nasional mengalami dua kali kenaikan dan kemudian ditakhiri

dengan penurunan level inflasi. Kendati selama dua bulan terakhir Kota Ternate memiliki inflasi

bulanan yang lebih tinggi dibandingkan kondisi inflasi di level Nasional dengan gap yang cukup

Page 61: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

46

INFLASI

besar, deflasi pada akhir triwulan III Kota Ternate lebih dalam dibandingkan nasional yang

mencatat deflasi sebesar 0,05%.

Grafik 3.4 Laju Inflasi Bulanan (mtm) Kota Ternate, Sulampua & Nasional

Bahan makanan khususnya ikan dan beras masih mendominasi karakteristik inflasi

ketiga bulan tersebut. Penyumbang inflasi seperti komoditas ikan cakalang, daging ayam dan

beras beberapa kali ditemukan sebagai faktor penyebab inflasi pada triwulan ini meskipun

bukan menjadi penyumbang inflasi yang utama. Sementara itu, penyebab inflasi bulanan yang

utama masih berkaitan dengan faktor musiman.

Pada bulan Juli 2015, masih dalam periode hari raya Idul Fitri, perusahaan maskapai

memanfaatkan tingginya permintaan pada momentum ‘arus balik’ dengan peningkatan tarif,

sehingga peringkat pertama andil inflasi bulan Juli ditempati oleh tarif angkutan udara. Selain itu

tingginya permintaan rokok seiring seremoni pra keberangkatan haji yang berlaku dimasyarakat

Maluku Utara menjadikan rokok putih maupun kretek sebagai komoditas penyumbang inflasi

bulanan. Komoditas tersebut disusul dengan kenaikan harga ikan cakalang akibat cuaca yang

kurang kondusif.

Selama triwulan III-2015, inflasi bulanan tertinggi terjadi pada bulan Agustus 2015 yakni

1,58% (mtm). Inflasi pada bulan ini terkonsentrasi pada komoditas ikan. Kenaikan harga ikan

segar pada bulan Agustus 2015 cukup fantastis dimana hampir seluruh jenis ikan tangkapan

laut mencapai kenaikan pada kisaran 10 hingga 40 persen. Pada minggu pertama hingga

minggu ketiga di bulan Agustus tercatat adanya gelombang laut yang relatif tinggi sehingga

aktivitas nelayan untuk melaut relatif berkurang. Kelangkaan pasokan langsung terlihat di sentra

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Page 62: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

INFLASI

perdagangan ikan pada awal bulan Agustus. Dari sisi permintaan, adanya syukuran wisuda 2

universitas serta syukuran keberangkatan calon jamaah haji meningkatkan intensitas

permintaan untuk komoditas ikan segar yang menjadi komoditas pangan favorit warga Maluku

Utara. Kondisi tersebut mengantarkan jenis ikan konsumsi utama masyarakat Malut yaitu

cakalang, malalugis serta selar/tude menempati tiga posisi inflasi teratas pada bulan Agustus.

Selain ikan, komoditas substitusinya seperti daging ayam juga mengalami kenaikan IHK

hingga 22,32% (mtm). Kenaikan harga daging ayam ras disebabkan oleh kurangnya pasokan

komoditas tersebut dari Pulau Jawa. Pada bulan Agustus 2015 sempat terjadi pemogokan

pedagang ayam di area Jawa akibat tingginya harga ayam ras seiring meningkatnya harga

DOC, pakan ternak, dan vaksin ayam.

Kemudian pada bulan September 2015, kontras dengan bulan sebelumnya, tekanan

deflasi mengembalikan sejumlah komoditas yang pada bulan sebelumnya mengalami inflasi

contohnya komoditas perikanan. Bahkan, ketiga komoditas penyumbang inflasi teratas bulan

lalu kini mencatat deflasi paling dalam yang antara lain adalah cakalang, malalugis, selar.

Selain disebabkan oleh produksi tangkapan ikan yang tinggi pada bulan ini, kondisi ini disinyalir

terjadi sebagai implikasi mekanisme pasar dimana permintaan berkurang seiring harga yang

terus melonjak pada bulan sebelumnya, sehingga penjual harus menekan harga ke bawah.

Tabel 3.5 Komoditas Pendorong & Penahan Laju Inflasi Bulanan (MTM) Kota Ternate

3.3 Faktor-faktor Penggerak Inflasi

Berdasarkan faktor-faktor yang mempengaruhinya, tekanan inflasi secara tahunan melemah

baik pada kelompok administered prices dan volatile foods, serta core inflation. Kendati masih

relatif stabil dan terjaga, beberapa gejolak masih terjadi secara signifikan pada masing-masing

kelompok inflasi.

JULINo. Komoditas Andil mtm

1 Angkutan Udara 0,27%

2 Rokok Putih 0,12%

3 Rokok Kretek Filter 0,11%

4 Cakalang/Sisik 0,08%

5 Cakalang Asap 0,06%

AGUSTUSNo. Komoditas Andil mtm

1 Cakalang/Sisik 0,53%

2 Malalugis/Sohiri 0,31%

3 Selar/Tude 0,24%

4 Pasir 0,14%

5 Daging Ayam Ras 0,12%

SEPTEMBERNo. Komoditas Andil mtm

1 Cakalang/Sisik -0.81%

2 Malalugis/Sohiri -0.30%

3 Selar/Tude -0.25%

4 Angkutan Udara -0.23%

5 Tongkol/Ambu-Ambu -0.08%

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Page 63: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

48

INFLASI

3.3.1 Faktor Fundamental

Core inflation

Tekanan inflasi inti (core inflation) tahunan pada triwulan III 2015 turun dari 6,05% (yoy)

menjadi 5,44% (yoy). Penurunan tekanan terutama terjadi komoditas kelombok makanan jadi

dan kelompok sandang. Turunnya tekanan inflasi inti disebabkan oleh menghilangnya efek

penyesuaian harga produk makanan jadi dan kelompok sandang yang sempat mengalami

kenaikan akibat efek kenaikan tarif listrik berkala di tahun 2014.

Penurunan tekanan inflasi inti juga dipengaruhi oleh turunnya harga komoditas emas

perhiasan. Hal ini terindikasi dari harga emas dunia yang mengalami penurunan lebih dalam

dibandingkan dengan penurunan triwulan sebelumnya, yaitu turun sebesar 9,93% (yoy) pada

triwulan ini.

Grafik 3.6 Pergerakan Harga Emas Internasional

Meskipun mengalami penurunan tekanan, penurunan inflasi inti tidak sebesar kelompok

lainnya. Hal ini disebabkan oleh nilai mata uang asing yang semakin melambung pada triwulan

ini dan terus memberikan tekanan pada inflasi inti. Industri yang menggunakan bahan baku

impor serta sektor perdagangan yang menjual barang-barang impor seperti elektronik dan

perlengkapan rumah tangga beberapa kali menyesuaikan harga setelah kenaikan harga bahan

baku mengikis margin keuntungan. Selama triwulan laporan, Dollar Amerika terus mengalami

apresiasi. Pada akhir Tw III-2015, Nilai Rupiah terhadap dolar Amerika (kurs jual) tercatat

Sumber : World Bank

Page 64: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

INFLASI

sebesar Rp.14.657 atau terapresiasi signifikan sebesar 20,62% (yoy) dibandingkan rata-rata

pada periode yang sama, dimana nilai tukar pada triwulan sebelumnya sebesar Rp.13.399,

Grafik 3.5 Pergerakan Nilai Tukar Rupiah Terhadap Dolar Amerika

3.3.2 Non Fundamental

Volatile foods

Tekanan inflasi yang dialami kelompok volatile foods pada triwulan laporan mengalami

retardasi dari 7,97% (yoy) pada triwulan II menjadi 4,69% (yoy) pada triwulan ini. Berkurangnya

tekanan inflasi volatile food disebabkan oleh terjaganya pasokan buah-buahan dan bumbu-

bumbuan seiring meningkatnya panen di sentra produksi dalam provinsi. Kedua subkelompok

ini mengalami deflasi sebesar 1,37% (yoy) dan 0,66% (yoy). Deflasi juga tercatat terjadi pada

subkelompok kacang-kacangan, serta lemak dan minyak seiring dengan lancarnya pasokan

dari Manado dan Surabaya..

Subkelompok ikan segar yang menjadi salah satu penyumbang terbesar pada

meredanya tekanan inflasi volatile foods year on year pada triwulan laporan seiring

meningkatnya stok pada kelompok komoditas ikan segar yang merupakan makanan favorit

warga Maluku Utara. Berdasarkan data PIPP yang mewakili hasil tangkapan nelayan, hasil

tangkapan ikan pada triwulan III 2015 dilaporkan mencapai 2.167 ton dengan pertumbuhan

Sumber : Bank Indonesia

Page 65: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

50

INFLASI

13,73% (yoy), jauh meningkat dibandingkan tangkapan triwulan sebelumnya sebesar 1.754 ton

dengan pertumbuhan negatif 4,52% (yoy).

Grafik 3.7 Nilai Ikan Tangkap

Grafik 3.8 Volume Ikan Tangkap

Administered prices

Inflasi yang dialami oleh kelompok administered prices pada akhir triwulan III 2015

tercatat melemah dari 15,10% (yoy) menjadi 12,02% (yoy). Penurunan tekanan inflasi terjadi

pada beberapa subkelompok terutama subkelompok transport serta subkelompok bahan bakar,

penerangan, dan air.

Pada subkelompok transpor, turunya beberapa tarif angkutan terutama angkutan udara

disebabkan oleh berakhirnya peak season akibat hari raya Idul Fitri dan keberangkatan jamaah

haji yang bergeser ke depan (Juli-Agustus 2015). Dengan perkembangan tersebut serta

stabilnya harga avtur seiring melemahnya harga minyak dunia, tarif angkutan udara yang

mencatat deflasi sebesar 20,37% (yoy). Bukan hanya angkutan udara, sarana transportasi

jarak jauh yang biasa digunakan masyarakat untuk mobilitas selama lebaran seperti angkutan

laut juga mengalami penurunan tarif.

Sementara itu, implikasi kebijakan pemerintah juga efektif pada turunnya subkelompok

pada bahan bakar, penerangan dan air. Tarif PLN nonsubsidi (golongan R2, R3, B2, B3, I3, dan

I4) diturunkan seiring turunnya harga minyak mentah Indonesia. Dengan adanya penurunan

Sumber: PPN Kota Ternate, diolah Sumber: PPN Kota Ternate, diolah

Page 66: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

INFLASI

tersebut inflasi tahunan pada tarif listrik tercatat sebesar 14,33% (yoy), turun dari triwulan

sebelumnya yang mencatat inflasi sebesar 24,44% (yoy).

Grafik 3.9 Pergerakan harga Premium dan Solar

Sementara itu BBM bersubsidi yang selama ini menjadi penyumbang inflasi terbesar di

Maluku Utara terpantau stabil. Belum ada isu terkait kenaikan harga bahan bakar seiring

turunnya harga minyak mentah dunia. Ketersediaan bahan bakar di Maluku Utara juga

terpantau relatif stabil dan tidak menunjukkan adanya kelangkaan, sehingga tarif angkutan

dalam kota serta barang substitusinya terpantau masih di dalam range yang terjaga.

3.4 Koordinasi Pengendalian Inflasi di Maluku Utara

Selama triwulan III 2015, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) Provinsi Maluku Utara

dan TPID Kota Ternate telah melakukan 2 kali rapat koordinasi (high level meeting). Selain

untuk melakukan evaluasi terhadap kondisi stok pangan strategis, rapat juga dilaksanakan

untuk merumuskan program-program TPID triwulan IV 2015 serta program TPID provinsi

Maluku Utara dalam rangka menjaga stabilitas inflasi dalam jangka menengah – panjang.

Sumber: Pertamina, diolah

Page 67: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

52

INFLASI

No Koordinator Kegiatan

1 TPID Provinsi Maluku Utara High Level Meeting PIHPS dan perumusan strategi

pengendalian inflasi Maluku Utara Jangka Menengah

Panjang

2 TPID Kota Ternate High Level Meeting evaluasi inflasi 2015 dan perumusan

langkah pengendalian inflasi triwulan IV-2015

3 Pokjanas TPID Rakornas TPID

Tabel 3.6 Program Pengendalian Inflasi Puasa – Idul Fitri TPID Provinsi Maluku Utara dan Kota Ternate

Strategi sosialisasi peran TPID yang telah dilaksanakan TPID Provinsi Maluku Utara

melalui roadshow ke berbagai kabupaten kota di Maluku Utara telah mendapat tanggapan

positif. Saat ini, TPID Kota Tidore Kepulauan dan TPID Halmahera Timur telah resmi terbentuk.

Sementara itu dalam rangka meningkatkan koordinasi pemerintah kota Ternate dengan

pemerintah provinsi Jawa Timur untuk menjaga ketersediaan suplai dari Jawa Timur ke

Ternate, pada bulan Oktober akan dilakukan pertemuan delegasi dagang antara kedua pemda.

Pertemuan tersebut diikuti dengan pembentukan atase perdagangan Jawa Timur di Kota

Ternate.

Page 68: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

53

Secara umum kinerja perbankan di Maluku Utara pada

triwulan III-2015 menunjukkan kinerja yang positif

khususnya pada perkembangan volume usaha dan

penghimpunan dana. Fungsi intermediasi perbankan juga

tercatat masih berada pada level yang tinggi.

Dari sisi stabilitas sistem keuangan, ketahanan sektor

korporasi maupun rumah tangga masih relatif baik yang

terindikasi dari rasio NPL yang berada pada level yang

rendah dan cenderung mengalami penurunan.

4 KINERJA PERBANKAN &

Pertumbuhan

DPKYoy Tw III

Penyaluran kredit

Yoy Tw III

16,97%

11,88%

PEKEMBANGAN SISTEM PEMBAYARAN

“Pantai Sulamadaha, Ternate” Courtesy : jalan2.com

“Kinerja positif sektor perbankan & kenaikan

transaksi tunai serta RTGS seiring

meningkatnya laju pertumbuhan ekonomi”

Page 69: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

54

PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN

4.1 Kinerja Perbankan

4.1.1 Perkembangan Aset Perbankan

Total aset bank umum di Provinsi Maluku Utara pada triwulan III-2015 tercatat sebesar

Rp7,73 triliun, meningkat 3,89% (qtq) dari triwulan sebelumnya. Secara tahunan, aset tumbuh

sebesar 14,32% (yoy) lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 13,16% (yoy).

Kondisi ini seiring dengan meningkatnya pertumbuhan DPK, turunnya NPL dan pengembangan

jaringan kantor bank milik pemerintah.

Grafik 4.1 Perkembangan Aset Bank Umum di Maluku Utara (miliar rupiah)

Dari segi kepemilikan, peningkatan pertumbuhan terutama dipengaruhi oleh ekspansi

bank milik pemerintah. Kelompok bank “pelat merah” ini tercatat tumbuh 15,26% (yoy) lebih

tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 12,73% (yoy). Sementara itu, bank milik

swasta tercatat tumbuh 6,59% (yoy) sedikit lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya

sebesar 6,79% (yoy).

Berdasarkan jenis operasinya, perbankan konvensional tercatat lebih agresif dalam

melakukan ekspansi. Aset perbankan konvensional tercatat tumbuh meningkat dari 11,98%

7,439.76 7,728.84

13.16% 14.32%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

8,000

9,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2014 2015

AKTIVA yoy

AKTIVA PERBANKAN

Sumber: LBU diolah

Page 70: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN

(yoy) menjadi 14,21% (yoy). Sementara itu, perbankan syariah tumbuh melambat dari 9,91%

(yoy) menjadi 9,78% (yoy).

4.1.2 Intermediasi Perbankan

Jumlah dana pihak ketiga (DPK) yang dihimpun oleh perbankan di Maluku Utara pada

triwulan III-2015 mencapai Rp 6,52 triliun, meningkat dari triwulan sebelumnya sebesar 8,59%

(qtq). Secara tahunan, pertumbuhan DPK mencapai 16,97% (yoy), meningkat

dibandingkan pertumbuhan pada triwulan II-2015 yang pertumbuhannya sebesar 16,44 %

(yoy).

Grafik 4.2 Perkembangan DPK (miliar rupiah)

Peningkatan pertumbuhan terutama terjadi pada jenis simpanan tabungan. Pada

triwulan laporan, jumlah simpanan dalam bentuk tabungan tercatat sebesar Rp3,37 triliun atau

tumbuh meningkat dari 8,94% (yoy) menjadi 14,04% (yoy). Akselerasi terutama terjadi pada

simpanan milik perseorangan yang tumbuh sebesar 8,53% (yoy) lebih tinggi dari triwulan

sebelumnya yang hanya tumbuh 3,63% (yoy).

Sementara itu, simpanan dalam bentuk deposito pada akhir triwulan laporan mencapai

Rp1,44 triliun, meningkat sebesar 8,57% (qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya. Secara

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2014 2015

Rp

Mili

ar

Giro Tabungan Deposito gDPK_yoy-RHS

DPK PERBANKAN

Sumber : LBU, diolah

Page 71: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

56

PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN

tahunan, deposito tumbuh sebesar 32,56% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan

sebelumnya sebesar 29,36% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan deposito pada triwulan laporan

disumbang oleh peningkatan deposito yang disimpan para pelaku usaha swasta. Deposito milik

swata non lembaga keuangan tercatat tumbuh 193,23% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan

triwulan sebelumnya sebesar 99,74% (yoy). Kondisi ini dapat menjadi indikasi bahwa

pendapatan para pelaku usaha swasta meningkat sehingga dapat menyimpan deposito dalam

jumlah yang lebih besar. Sementara itu, deposito milik Pemda juga tercatat tumbuh meningkat

dari 265,55% (yoy) menjadi 267,67% (yoy). Bunga deposito yang relatif tinggi menyebabkan

adanya fenomena shifting penempatan dana pemerintah dari giro menjadi deposito dalam

rangka mendapatkan tambahan pendapatan daerah.

Di lain sisi, simpanan giro tercatat tumbuh melambat. Pada akhir triwulan laporan

jumlah simpanan giro di perbankan Maluku Utara mencapai Rp1,70 triliun, tumbuh melambat

dari 21,69% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 11,54% (yoy). Perlambatan dipengaruhi

oleh meningkatnya realisasi anggaran belanja pemerintah di tengah melambatnya realisasi

pendapatan pemerintah. Giro milik Pemda tercatat mengalami kontraksi sebesar 7,37% (yoy)

setelah pada triwulan sebelumnya masih tumbuh positif sebesar 9,08% (yoy). Melambatnya giro

juga dipicu oleh meningkatnya penggunaan dana milik sendiri oleh berbagai perusahaan

swasta. Giro milik sektor swasta tercatat tumbuh melambat dari 39,46% (yoy) menjadi 29,52%

(yoy).

Dari sisi penyaluran dana, jumlah kredit yang disalurkan oleh perbankan di Maluku

Utara pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp5,52 triliun atau meningkat 1,77% (qtq). Secara

tahunan, penyaluran kredit tumbuh 11,88% (yoy), sedikit lebih rendah dari triwulan

sebelumnya yang tumbuh 12,63% (yoy).

Pelambatan laju penyaluran kredit terutama dipengaruhi oleh kredit kredit modal kerja

yang tumbuh 10,83% (yoy) pada triwulan laporan lebih rendah dari pertumbuhan triwulan II-

2015 sebesar 15,37% (yoy) pada triwulan II-2015. Kredit modal kerja yang disalurkan ke sektor

perdagangan dan sektor industri pengolahan tercatat tumbuh melambat seiring dengan lesunya

kinerja pada kedua sektor ini selama triwulan laporan. Adanya El Nino, ancaman gelombang

tinggi pada akhir tahun, serta harga komoditas di pasar internasional yang belum mengalami

kenaikan yang signifikan menyebabkan ekspektasi pelaku usaha di sektor perdagangan

cenderung turun sehingga mempengaruhi permintaan terhadap kredit. Hal ini terkonfirmasi dari

hasil SKDU di mana ekspektasi kinerja sektor perdagangan sedikit mengalami penurunan dari

12,01% menjadi 11,34%. Di lain sisi, berakhirnya masa panen komoditas perkebunan serta

Page 72: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN

faktor El nino menyebabkan pasokan bahan baku komoditas industri pengolahan di Maluku

Utara juga terbatas. Hal ini menyebabkan ruang ekspansi produksi menjadi terbatas dan

suntikan kredit modal kerja menjadi suatu keperluan yang sangat sekunder.

Sementara itu, kredit produktif lainnya yakni kredit investasi pada triwulan laporan

masih mengalami penurunan sebesar 3,61% (yoy) namun tidak sedalam penurunan pada

triwulan sebelumnya sebesar 3,61% (yoy). Adanya potensi perbaikan pertumbuhan kredit

investasi terutama dipengaruhi oleh persepsi para pelaku usaha seiring meningkatnya

kepastian pembangunan smelter di Maluku Utara..

Grafik 4.3 Perkembangan Kredit di Maluku Utara (miliar rupiah)

Di lain sisi, seiring dengan meningkatnya konsumsi rumah tangga, kredit konsumsi

yang menguasai 64,51% dari total keseluruhan kredit, tercatat tumbuh 14,43% (yoy) pada

triwulan laporan, lebih tinggi dari pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang mencapai

14,08% (yoy). Adanya momen liburan sekolah, hari raya Idul Fitri, dan Idul Adha yang kali ini

seluruhnya berada pada triwulan III-2015 meningkatkan intensitas pembelian masyarakat akan

berbagai barang konsumsi secara signifikan khususnya untuk kendaran bermotor dan

elektronik. Kredit kendaraan bermotor tercatat tumbuh 499,56% (yoy) lebih tinggi dari triwulan

sebelumnya sebesar 447,56% (yoy). Sementara itu, kredit untuk barang elektronik tumbuh

7,71% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya hanya tumbuh 0,01% (yoy)

Dengan perkembangan tersebut, peran intermediasi perbankan yang diukur melalui

tingkat LDR (Loans to Deposit Ratio) masih berada di level yang tinggi yakni 84,70%.

0%

5%

10%

15%

20%

25%

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2014 2015

Rp

Mili

ar

Modal Kerja Investasi Konsumsi gKredit_yoy-RHS

PERKEMBANGAN KREDIT

Sumber : LBU, diolah

Page 73: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

58

PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN

Tingkat LDR tersebut sedikit mengalami penurunan dari triwulan sebelumnya yang mencapai

87,04%.

Grafik 4.4 Perkembangan LDR Bank Umum di Maluku Utara

4.1.3 Perkembangan Bank Syariah

Perbankan syariah secara umum memiliki share aset sebesar 5,13% dari seluruh

perbankan umum di Maluku Utara pada triwulan laporan. Kecilnya jumlah ini ditengarai karena

masih kecilnya preferensi masyarakat Maluku Utara untuk menggunakan layanan bank syariah.

Terbatasnya jaringan baik kantor maupun ATM juga menjadikan kelompok ini kurang dikenal

masyarakat.

Seiring dengan turunnya pertumbuhan pembiayaan dari bank syariah, volume usaha

kelompok bank syariah juga mengalami perlambatan. Aset perbankan syariah Maluku Utara

pada triwulan III-2015 tercatat sebesar Rp396,46 miliar. Secara tahunan, volume usaha

perbankan syariah pada triwulan laporan tumbuh 9,17% (yoy), lebih rendah dari triwulan

sebelumnya yang tumbuh 9,78% (yoy).

Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) oleh perbankan syariah pada triwulan III-2015

tercatat Rp352,88 miliar atau meningkat 8,42% (qtq) dari triwulan sebelumnya. Secara tahunan,

DPK perbankan syariah tumbuh 20,22% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan triwulanan

75%

80%

85%

90%

95%

100%

105%

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

7,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2014 2015

Rp

Mili

ar

DPK (Milyar Rp) Kredit (Milyar Rp) LDR-RHS

PERKEMBANGAN LDR

Sumber : LBU, diolah

Page 74: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN

sebelumnya yang mencapai 17,39% (yoy). Percepatan pertumbuhan didorong oleh

meningkatnya pertumbuhan tabungan syariah.

Tabungan syariah di Maluku Utara tercatat mencapai Rp224,85 miliar atau tumbuh

13,84% (yoy) pada triwulan laporan, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang

tumbuh 8,03% (yoy). Intensitas pencairan tabungan kembali normal pasca berakhirnya masa

liburan sekolah dan hari raya Idul Fitri di bulan Juli 2015.

Di lain sisi, deposito syariah tercatat tumbuh 10,28% (yoy) lebih rendah dari

pertumbuhan triwulan sebelumnya 24,74% (yoy). Mulai turunnya rate bagi hasil deposito

syariah menyebabkan adanya shifting jenis simpanan dari deposito ke simpanan yang lebih

likuid yakni tabungan.

Giro syariah juga menunjukkan pertumbuhan yang lebih rendah dibandingkan triwulan

sebelumnya, melambat dari 21,01% (yoy) menjadi 9,42%. Selain meningkatnya realisasi dana

milik pemerintah daerah, perlambatan ini juga disebabkan oleh meningkatnya penggunaan

dana milik sendiri oleh BUMN, BUMD, dan perusahaan swasta.

Grafik 4.5 Perkembangan Bank Syariah

Penyaluran pembiayaan oleh bank syariah di Maluku Utara pada triwulan III-2015

tercatat sebesar Rp189,48 miliar, turun 4,09% (qtq). Secara tahunan, pembiayaan syariah turun

5,59% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya juga turun sebesar 1,39% (yoy). Perlambatan

terutama dipengaruhi oleh pembiayaan investasi yang mengalami kontraksi sebesar 6,18%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

0

50,000

100,000

150,000

200,000

250,000

300,000

350,000

400,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2014 2015

Rp

Mili

ar

DPK (Juta) Pembiayaan (Juta) FDR

PERKEMBANGAN BANK SYARIAH

Sumber : LBU, diolah

Page 75: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

60

PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN

(yoy) setelah pada triwulan sebelumnya masih tumbuh positif sebesar 15,57% (yoy). Kondisi

harga komoditas yang belum membaik menyebabkan pelaku usaha di sektor perdagangan

tidak mengajukan permohonan kredit untuk periode yang panjang. Di lain sisi, tingginya NPF

pada pembiayaan syariah sektor perdagangan menyebabkan perbankan cenderung hati-hati

dalam menyalurkan kredit jenis ini. Pada akhir triwulan III-2015 NPF sektor perdagangan di

Malut mencapai 14,44%.

Pembiayaan syariah produktif lainnya yakni pembiayaan modal kerja masih tumbuh

positif sebesar 14,87% (yoy) namun lebih rendah dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang

mencapai 49,77% (yoy). Perlambatan ini seiring dengan melambatnya sektor pertanian dan

perdagangan yang merupakan pangsa terbesar dari pembiayaan jenis ini.

Sementara itu, pembiayaan konsumtif kembali mengalami penyusutan sebesar 12,20%

(yoy). Penyusutan ini tidak sedalam triwulan sebelumnya yang mencapai 17,68% (yoy).

Penyusutan kembali disebabkan oleh minimnya pembiayaan untuk kepemilikan rumah.

Turunnya pertumbuhan pembiayaan menyebabkan peran intermediasi bank syariah

yang tercermin dari angka FDR (financing to deposit ratio) mengalami penurunan. Pada triwulan

laporan, FDR perbankan syariah Maluku Utara tercatat sebesar 53,70% lebih rendah dari

triwulan sebelumnya yang mencapai 60,70%.

Dari sisi risiko pembiayaan, non performing finance (NPF) mengalami penurunan

dibandingkan triwulan sebelumnya dari 4,51% menjadi 4,08% pada triwulan laporan. Hal ini

menunjukan bahwa kualitas pembiayaan syariah mengalami perbaikan. Penurunan NPF

terutama berasal dari pembiayaan konsumtif yang kualitasnya membaik seiring kondisi

penerimaan masyarakat yang juga meningkat.

4.1.4 Bank Perkreditan Rakyat

Kinerja Bank Perkreditan Rakyat (BPR) dan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS)

di Maluku Utara pada triwulan III-2015 masih tumbuh positif namun melambat dibandingkan

triwulan sebelumnya. Aset BPR/S secara tahunan tumbuh 18,40% (yoy) lebih rendah dari

triwulan sebelumnya sebesar 48,03% (yoy) seiring melambatnya pertumbuhan

penghimpunan dan penyaluran dana BPR/BPRS di Maluku Utara.

Page 76: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN

Grafik 4.6 Perkembangan BPR/BPRs

DPK pada triwulan laporan tercatat sebesar Rp 28,02 miliar atau tumbuh 23,70% (yoy),

lebih rendah daripada triwulan sebelumnya yang tumbuh 31,32% (yoy). Pertumbuhan deposito

dan tabungan pada triwulan laporan masing-masing mencapai 23,47% (yoy) dan 29,80% (yoy)

lebih rendah dibandingkan pada triwulan sebelumnya yang masing-masing tercatat sebesar

37,70% (yoy) dan 46,62% (yoy). Melambatnya pertumbuhan DPK BPR/BPRS disebabkan oleh

besarnya penarikan dana pada triwulan laporan seiring meningkatnya konsumsi masyarakat.

Hal ini juga menjadi indikasi bahwa BPR/BPRS masih sangat tergantung pada nasabah lama

sehingga pertumbuhan DPKnya sangat sensitif terhadap kondisi konsumsi masyarakat.

Dari sisi penyaluran dana, pada triwulan laporan BPR/BPRS di Maluku Utara berhasil

mencatatkan kredit sebesar Rp41,98 miliar atau tumbuh 32,97% (yoy), lebih rendah dari

triwulan sebelumnya yang tumbuh 42,83% (yoy). Sama halnya dengan bank umum,

perlambatan kredit terutama terjadi untuk debitur yang beroperasi di sektor perdagangan besar

dan eceran.

0

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

I II III IV I II III IV I II III

2013 2014 2015

Rp

Mili

ar

Aset (Juta Rp) DPK (Juta Rp) Kredit (Juta Rp)

PERKEMBANGAN BPR

Sumber : LBU, diolah

Page 77: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

62

PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN

4.2 Stabilitas Sistem Keuangan

4.2.1 Ketahanan Sektor Korporasi Daerah dan Sektor Rumah Tangga

Secara umum, ketahanan sektor korporasi daerah dan sektor rumah tangga

masih berada dalam kondisi yang cukup baik. Risiko kredit yang dicerminkan dengan

perkembangan Non Performing Loan (NPL) pada triwulan laporan masih berada di dalam batas

aman. Seiring dengan membaiknya kondisi perekonomian risiko kredit terindikasi mulai

menurun. Rasio NPL pada triwulan laporan tercatat hanya sebesar 2,07%, lebih rendah dari

triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 2,33%.

Grafik 4.7 Perkembangan NPL Perbankan

Membaiknya risiko kredit berasal dari seluruh sektor baik rumah tangga maupun

produktif. NPL untuk kredit ke sektor rumah tangga terjaga di level yang rendah yakni sebesar

0,61% kembali membaik dari triwulan sebelumnya yang mencapai 0,72%. Sementara itu NPL

pada sektor produktif membaik dari 5,43% menjadi 4,80%.

Penurunan NPL sektor rumah tangga terjadi seiring membaiknya kondisi pendapatan

masyarakat khususnya pasca penyaluran THR di Bulan Juni dan Juli 2015. Penurunan NPL

sektor rumah tangga terjadi pada jenis kredit multiguna dan kredit untuk kendaraan bermotor.

Kredit multiguna yang menguasai 50,34% dari total NPL kredit konsumtif, rasio NPLnya turun

dari 0,80% pada triwulan sebelumnya menjadi 0,56%. NPL kredit untuk kepemilikan kendaraan

bermotor turun dari 0,15% menjadi 0,09%.

0%

1%

1%

2%

2%

3%

3%

4%

0

1,000

2,000

3,000

4,000

5,000

6,000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9

2014 2015

Rp

. ju

ta

Kredit (Milyar Rp) NPL's-RHS

PERKEMBANGAN NPL

Sumber : LBU, diolah

Page 78: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN

Dari sektor produktif/korporasi, penurunan NPL terjadi pada kredit modal kerja maupun

investasi. Di samping membaiknya kinerja ekonomi pada triwulan laporan, penurunan NPL

tersebut adalah hasil dari strategi perbankan dalam menerapkan prinsip kehati-hatian dalam

penyaluran kredit untuk sektor tertentu. NPL kredit modal kerja tercatat turun dari 4,98%

menjadi 4,59%. Penurunan terutama terjadi pada sektor perdagangan, sektor pertanian, sektor

perikanan, dan sektor real estate. Perbaikan NPL sektor pertanian dan perikanan adalah efek

membaiknya hasil produksi kedua sektor tersebut pada triwulan II-2015. Sementara itu, seiring

meningkatnya konsumsi masyarakat, kinerja pelaku usaha di sektor perdagang dan sektor real

estate juga membaik.

Sektor perdagangan masih mendominasi 63,57% kredit yang kualitasnya kurang baik

di Maluku Utara. Seiring dengan meningkatnya konsumsi rumah tangga dan aktivitas ekspor,

NPL pelaku usaha sektor perdagangan pada akhir triwulan laporan tercatat sebesar 4,72%,

lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang mencapai 5,18%. Sementara itu, rasio NPL

korporasi yang masih cukup tinggi berasal dari sektor konstruksi. Terhambatnya pembangunan

perumahan salah satu bank serta tunggakan pembayaran vendor pembangun proyek

infrastruktur pemerintah menyebabkan NPL pada sektor konstruksi di akhir triwulan laporan

masih di atas 2 digit yakni mencapai 10,69%.

4.2.2 Pengembangan Akses Keuangan

Kredit UMKM yang disalurkan perbankan Malut pada triwulan laporan tercatat Rp 1,56

triliun. Jumlah tersebut mengalami peningkatan sebesar 12,49% (yoy) pada triwulan III-2015

lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 8,10% (yoy). Peningkatan ini salah

satunya dipicu oleh kebijakan perbankan yang meningkatkan target penyaluran kredit bagi

debitur UMKM di tahun 2015. Kondisi tersebut tercermin dari meningkatnya jumlah debitur

UMKM yang pada triwulan laporan yang tercatat sebesar 21,24 ribu orang atau tumbuh

sebesar 6,03% (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 3,67%.

Seiring dengan meningkatnya kinerja ekonomi Malut, peningkatan kredit UMKM terjadi

baik pada kredit modal kerja maupun kredit investasi. Kredit modal kerja yang diterima debitur

UMKM pada triwulan III-2015 tumbuh sebesar 16,60% (yoy), lebih tinggi dari triwulan

sebelumnya yang tumbuh sebesar 11,96% (yoy). Sementara itu, kredit investasi untuk debitur

Page 79: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

64

PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN

UMKM setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi sebesar 1,08% (yoy) pada

triwulan laporan tumbuh positif sebesar 2,14% (yoy).

Secara sektoral, pertumbuhan kredit pada debitur UMKM didominasi oleh Sektor

Perdagangan, Hotel, dan Restoran yang memiliki pangsa sebesar 71,99% pada triwulan

laporan. Sektor tersebut tumbuh sebesar 11,51% (yoy), lebih tinggi dari triwulan sebelumnya

yang tumbuh sebesar 9,66% (yoy). Sektor lainnya yang mengalami peningkatan kredit untuk

debitur UMKM adalah sektor konstruksi. Seiring gencarnya pembangunan ruko dan infrastruktur

lainnya di Maluku Utara kredit ke sektor konstruksi tumbuh meningkat dari 7% (yoy) menjadi

19,63% (yoy).

Dari sisi kualitas kredit, NPL debitur UMKM pada triwulan laporan tercatat sebesar

5,29%, sudah membaik dari triwulan sebelumnya yang mencapai 5,77%. Sama halnya dengan

kredit secara umum, perbaikan NPL terjadi pada sektor perdagangan yakni dari 4,87% menjadi

4,29%.

Masih tingginya NPL kredit untuk debitur UMKM menjadi indikasi bahwa pemerintah

perlu untuk membuat program-program pendampingan UMKM unggulan daerah sehingga

jumlah UMKM yang bankable dan feasible semakin banyak. Adanya Konsultan Keuangan Mitra

Bank (KKMB) yang dibiayai oleh Pemda juga bisa menjadi salah satu solusi dalam menciptakan

UMKM berkualitas dan layak mendapat akses pembiayaan bank yang pada akhirnya dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat Malut secara umum.

4.3 Perkembangan Sistem Pembayaran

Pada triwulan laporan, transaksi tunai yang melalui Kantor Perwakilan Bank Indonesia

Provinsi Maluku Utara mengalami net outflow. Sementara itu, seiring meningkatnya laju

pertumbuhan ekonomi, transaksi non tunai nilai besar menunjukan peningkatan. Walaupun

transaksi baik tunai maupun nontunai terindikasi meningkat, kualitas transaksi masih sangat

terjaga dengan sedikitnya temuan uang palsu dan rendahnya rasio cek/BG kosong pada

triwulan laporan

4.3.1 Perkembangan Transaksi Pembayaran Tunai

Aliran uang kartal pada triwulan III-2015 di Maluku Utara menunjukkan net outlow

(uang yang keluar lebih besar daripada jumlah uang yang masuk dari khasanah Kantor

Page 80: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara). Pada triwulan laporan, aliran uang masuk

(inflow) tercatat sebesar Rp388,12 miliar, sementara aliran uang keluar (outflow) sebesar

Rp831,62 miliar sehingga menghasilkan net outflow sebesar Rp443,50 miliar.

Grafik 4.8 Perkembangan Transaksi Tunai di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Prov. Malut

Seiring dengan meningkatnya kinerja perekonomian triwulan III-2015, volume transaksi

tunai di Maluku Utara terindikasi meningkat. Jumlah uang masuk (inflow) meningkat 21,63%

(yoy), setelah pada triwulan sebelumnya turun 10,68% (yoy). Sementara itu, jumlah uang keluar

(outflow) meningkat hingga 64,79% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh 24,39%

(yoy). Adapun net outflow pada triwulan III-2015 tercatat mengalami peningkatan sebesar

48,07% (yoy).

Grafik 4.9 Perkembangan Uang Tidak Layak Edar (UTLE)

-600.00

-400.00

-200.00

0.00

200.00

400.00

600.00

800.00

1000.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015RP Miliar

Inflow Outflow Netflow

PERKEMBANGAN TRANSAKSI TUNAI

Sumber: Unit Operasional Kas KPw BI Maluku Utara

Sumber: Unit Operasional Kas KPw BI Maluku Utara

Page 81: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

66

PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN

Agar uang tunai yang layak edar selalu diperoleh masyarakat, Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Maluku Utara mengimplementasikan kebijakan Clean Money Policy secara

rutin melaksanakan kegiatan pemusnahan uang yang sudah tidak layak edar (UTLE). Proses

pemusnahan tersebut selalu dilakukan dengan prosedur dan pengawasan yang ketat terhadap

tingkat kelusuhan uang yang dapat dimusnahkan dalam rangka menjamin ketersediaan uang

layak edar (ULE) di masyarakat.

Selama triwulan laporan terdapat 3,78 juta lembar UTLE yang masuk ke Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara, turun 8,55% (qtq) dan secara tahunan turun

25,91% (yoy). Untuk meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya uang rupiah,

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara melakukan sosialisasi agar

masyarakat mampu memperlakukan uang rupiah dengan lebih baik lagi sehingga usia edar

uang lebih panjang dan pada akhirnya dapat menekan biaya pembuatan.

Tabel 4.1 Kegiatan Kas Keliling Triwulan I-2015

Untuk menyediakan uang rupiah dalam kondisi yang masih relatif baru dan layak edar,

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Maluku Utara (KPw BI Provinsi Malut) juga

melakukan kegiatan kas keliling secara rutin ke berbagai kabupaten/kota di wilayah Provinsi

Maluku Utara. Selama triwulan III-2015 Unit Operasional Kas KPw BI Provinsi Malut telah

melaksanakan 5 kali kas keliling ke luar Kota Ternate.

Pada triwulan III-2015, ditemukan uang palsu di wilayah kerja Kantor Perwakilan Bank

Indonesia Provinsi Maluku Utara sebanyak 9 lembar, jumlah ini sedikit lebih sedikit

dibandingkan triwulan sebelumnya dimana terdapat temuan sebanyak 15 lembar. Uang palsu

yang beredar mayoritas masih berupa pecahan Rp50.000 sebanyak 7 lembar. Sisanya berupa

2 lembar pecahan Rp100.000.

Dalam rangka melindungi masyarakat dari tindak kriminial pemalsuan uang, Kantor

Perwakilan Bank Indonesia Maluku Utara secara periodik melakukan sosialisasi ciri-ciri keaslian

uang rupiah untuk meningkatkan pemahaman masyarakat tentang keaslian uang rupiah dan

Bulan Lokasi

Tidore, Sofifi

Subaim, Buli, Maba (Haltim)

Weda, Wiroro (Halteng)

Jailolo, Ibu

September Sanana, Mangoli, Taliabu

Juli

Agustus

Sumber: Unit Operasional Kas KPw BI Maluku Utara

Page 82: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN

meminimalisir temuan uang palsu. Sosialisasi dilakukan di pusat-pusat perbelanjaan seperti

pasar (baik modern maupun tradisional), pusat pendidikan seperti universitas dan sekolah atau

kepada Pemerintah Daerah. Selain kegiatan sosialisasi secara langsung, Bank Indonesia juga

melakukan publikasi tentang ciri-ciri keaslian uang rupiah melalui media massa baik cetak

maupun elektronik.

4.3.2 Perkembangan Transaksi Pembayaran Non Tunai

Pemulihan sektor pertambangan Maluku Utara yang berjalan lambat terindikasi dengan

penyusutan yang terjadi pada transaksi nontunai baik kliring maupun RTGS. Secara tahunan,

keduanya mengalami penurunan pertumbuhan sebesar 24,71% (yoy) dan 0,09% (yoy).

4.3.2.1 Perkembangan Kegiatan Kliring

Transaksi nontunai melalui fasilitas kliring pada triwulan laporan tercatat sebesar

Rp381,27 miliar, atau turun 37,45%(yoy) setelah pada triwulan sebelumnya juga mengalami

penurunan sebesar 20,93% (yoy).

Grafik 4.10 Perkembangan Kliring Maluku Utara

Sementara itu, di tengah melambatnya kondisi perekonomian, rasio cek dan bilyet giro

(BG) kosong masih terjaga di level yang sangat rendah. Pada triwulan laporan, jumlah cek dan

0.00

100000.00

200000.00

300000.00

400000.00

500000.00

600000.00

700000.00

800000.00

0.00

2000.00

4000.00

6000.00

8000.00

10000.00

12000.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2012 2013 2014 2015

Nominal (Rp Juta, RHS) Jumlah warkat (lembar)

PERKEMBANGAN KLIRING

Sumber: ULNKP2SP KPw BI Maluku Utara

Page 83: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

68

PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN

bilyet giro kosong tercatat sebesar 28 lembar atau turun 31,71% (yoy). Adapun rasio nilai cek

BG kosong terhadap cek BG yang diserahkan pada triwulan III-2015 adalah sebesar 0,94%,

lebih rendah dari rasio triwulan II-2015 sebesar 1,59%.

Tabel 4.2 Perkembangan Cek BG Kosong

4.3.2 Perkembangan Transaksi Real Time Gross Settlement (RTGS)

Selaras dengan meningkatnya kinerja perekonomian, transaksi nilai besar melalui

RTGS mengalami peningkatan. Total transaksi RTGS pada triwulan III-2015 tercatat sebesar

Rp2,28 triliun atau meningkat 4,77% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh 3,36%

(yoy). Meningkatnya aktivitas ekonomi khususnya pada sektor pertambangan terkait

pembangunan smelter, sektor pertanian seiring meningkatnya produksi padi dan komoditas

perkebunan serta transfer untuk keperluan pembangunan infrastruktur diperkirakan menjadi

pemicu utama peningkatan ini.

Sumber: ULNKP2SP KPw BI Maluku Utara

Page 84: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN

Tabel 4.3 Perkembangan RTGS Maluku Utara (Rp Miliar)

Sumber: Website Bank Indonesia, diolah

Page 85: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

70

PERBANKAN & SISTEM PEMBAYARAN

Page 86: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

71

Seiring dengan meningkatnya kinerja ekonomi, jumlah tenaga

kerja yang bekerja tumbuh 5,82% (yoy).

Angka kemiskinan tercatat menurun seiring meredanya

tekanan inflasi dan terjaganya kinerja sektor ekonomi utama.

Namun demikian, kesejahteraan petani terindikasi mengalami

penurunan akibat harga komoditas perkebunan yang

cenderung rendah.

5

Peningkatan

angkatan kerja

yang bekerja Yoy

NTP Yoy

5,82%

-3,0%

“Optimisme kondisi ketenagakerjaan yang masih

terjaga oleh kinerja perekonomian”

“Masjid Al Munawar, Ternate” Courtesy : iloveindonesian.files.wordpress.com

KESEJAHTERAAN

KETENAGAKERJAAN &

Page 87: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

72

KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN

5.1 Perkembangan Ketenagakerjaan

Berdasarkan data BPS, jumlah angkatan kerja pada bulan Agustus 2015 tercatat

sebesar 513,6 ribu jiwa atau meningkat 6,67% (yoy). Peningkatan ini sedikit lebih tinggi

dibandingkan peningkatan tahunan bulan Februari 2015. Jumlah angkatan kerja di Maluku

Utara yang bekerja pada akhir Agustus 2015 tercatat mencapai 482.5 ribu jiwa. Penambahan

jumlah angkatan kerja yang disertai dengan perkembangan kinerja sektor utama yang masih

positif menyebabkan terjadi peningkatan jumlah angkatan kerja yang bekerja sebesar 5,82%

(yoy) lebih tinggi dari februari 2015 yang tumbuh sebesar 5,31% (yoy). Kendati demikian, angka

pengangguran tercatat sebesar 31,06 ribu jiwa meningkat meningkat 21,80% (yoy)

Tabel 5.1 Perkembangan Ketenagakerjaan di Maluku Utara Agustus (ribu jiwa)

Masyarakat juga optimis bahwa penyerapan tenaga kerja pada periode mendatang

cukup baik. Optimisme ini tergambar dari hasil Survei Konsumen (SK). Persepsi masyarakat

terhadap ketenagakerjaan dalam enam bulan ke depan yang tercermin dari SBT SK pada

indeks ketersediaan lapangan kerja yang menunjukkan nilai yang positif.

5.2 Nilai Tukar Petani (NTP)

Pada akhir triwulan III 2015, Nilai Tukar Petani (NTP) Maluku Utara tercatat sebesar

101,00, menurun 3,0% (yoy) dan turun 0,2% (qtq). Adapun penurunan ini lebih dalam

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Secara tahunan, kenaikan indeks yang diterima

petani lebih rendah daripada indeks yang dibayar petani sehingga terjadi penurunan NTP pada

akhir triwulan laporan.

Jenis Kegiatan Utama 2011 2012 2013 2014 2015

Penduduk 15 Tahun Keatas 687.3 702.5 719.5 753.8 773.18

Angkatan Kerja 463.6 466.1 463.2 481.5 513.6

Bekerja 437.9 443.9 445.4 456.0 482.54

Pengangguran 25.7 22.2 17.9 25.5 31.06

Bukan Angkatan Kerja 223.7 236.4 256.3 272.3 259.58

TPAK 67.5% 66.3% 64.4% 63.9% 66.43

TPT 5.6% 4.8% 3.9% 5.3% 6.05

Agustus

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Page 88: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN

Grafik 5.1 Perkembangan NTP Maluku Utara

Pada triwulan ini, NTP Maluku Utara memiliki nilai lebih rendah daripada NTP

Nasional. NTP tersebut berada pada peringkat kelima di wilayah KTI Sulampua (Sulawesi,

Maluku, Maluku Utara, Papua dan Papua Barat). NTP secara nasional mengalami

peningkatan yang cukup signifikan dibandingkan triwulan lalu, begitu pula NTP KTI yang

cenderung menghasilkan komoditas pertanian yang seragam secara keseluruhan meningkat

tipis. Pada September 2015, dari 10 provinsi di wilayah Sulampua, kini tujuh provinsi

mengalami peningkatan kesejahteraan petani yang ditandai dengan NTP di atas 100.

Sedangkan tiga provinsi lain yaitu Sulawesi Tengah, Papua dan Sulawesi Utara terindikasi

mengalami penurunan kesejahteraan petani dengan NTP yang lebih kecil dari 100.

Tabel 5.2 Nilai Tukar Petani (NTP) Wilayah Sulampua

Peringkat Provinsi NTP

1 SulSel 106.43

2 SulBar 105.82

3 Gorontalo 103.80

4 Papua Barat 101.06

5 Maluku Utara 101.00

6 SulTra 100.72

7 Maluku 100.56

8 SulTeng 98.50

9 Papua 96.67

10 Sulut 95.89

Nasional 102.33

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Page 89: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

74

KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN

Turunnya NTP Malut didorong oleh tanaman pangan dan perkebunan rakyat.

Penurunan NTP ini disebabkan oleh menurunnya harga komoditas pertanian khususnya

tanaman perkebunan akibat berlebihnya pasokan di pasar pada triwulan laporan. Surplus suplai

komoditas pertanian ini salah satunya dipengaruhi oleh panen raya beberapa komoditas seperti

cengkeh, biji pala, kelapa, dan sagu. Di lain sisi, pelemahan Rupiah juga mendongkrak indeks

yang dibayar petani khususnya untuk pembelian pestisida maupun pupuk yang memiliki

komponen impor sehingga tingkat kesejahteraan petani menurun.

Grafik 5.2 Perkembangan NTP Maluku Utara

5.3 Tingkat Kesejahteraan

Berdasarkan data BPS, jumlah penduduk miskin di Maluku Utara pada Maret 2015

turun 3,32% (yoy) menjadi 79,90 ribu jiwa. Dengan perkembangan ini, persentase penduduk

miskin turun dari 7,30% pada Maret 2014 menjadi 6,84% pada Maret 2015. Dengan demikian,

persentase penduduk miskin di Maluku Utara selama enam tahun terakhir (2009-2014) secara

umum terus mengalami penurunan. Seiring dengan meningkatnya kinerja sektor utama, kondisi

kesejahteraan penduduk Maluku Utara selama semester II-2015 diperkirakan semakin

membaik.

Indikator lain dari persepsi kemiskinan yaitu indeks kedalaman kemiskinan,

mengalami penurunan. Indeks yang mengindikasikan gap antara pengeluaran penduduk

miskin dengan garis kemiskinan semakin menunjukkan perbaikan, dimana indeks turun cukup

dalam dari 1,102 menjadi 0,703. Artinya penduduk miskin semakin memiliki harapan untuk

keluar dari kemiskinan dengan semakin mendekatnya peduduk miskin dengan batas

kemiskinan.

Page 90: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN

Selain kedalaman kemiskinan, indeks keparahan kemiskinan (P2) juga mengalami

perbaikan dimana indeks tersebut turun dari 0,245 pada periode sebelumnya menjadi 0,126.

Artinya, ketimpangan pengeluaran antar penduduk miskin semakin mengecil. Sehingga dengan

perbaikan kondisi pada kedua indeks tersebut semakin dimungkinkan penduduk miskin dapat

mendekati garis kemiskinan secara masif.

Grafik 5.3 Perkembangan Persepsi Kesejahteraan Masyarakat Maluku Utara

Berdasarkan hasil survei konsumen yang dilaksanakan Kantor Perwakilan BI Provinsi

Maluku Utara, dengan laju inflasi yang ada dan meningkatnya pertumbuhan beberapa sektor

ekonomi, persepsi masyarakat terhadap kesejahteraan dirinya selama triwulan laporan masih

berada pada tingkat positif. Indeks penghasilan saat ini berdasarkan SK tercatat pada indeks

yang masih positif yakni 119 walaupun sedikit lebih rendah dari triwulan sebelumnya yang

mencapai 128.

.

Sumber: Survei Konsumen KPw BI Maluku Utara, diolah

Page 91: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

76

KESEJAHTERAAN & KETENAGAKERJAAN

Page 92: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

77

Perekonomian Malut pada triwulan IV 2015 diperkirakan

tumbuh lebih rendah dari triwulan laporan dan berada pada

kisaran 6,06% - 6,56% (yoy) dengan kecenderungan bias ke

atas.

Dengan mempertimbangkan kondisi terkini serta potensi inflasi

ke depan, inflasi pada triwulan III-2015 diproyeksikan pada

kisaran 4,78% ± 1% (yoy) lebih rendah dari triwulan laporan

yang mencapai 6,60% (yoy).

6 PROSPEK PEREKONOMIAN

Proyeksi

Ekonomi

Tw IV

Proyeksi

Inflasi Tw III

6,36% -

6,86%

4,78%

± 1%%

“Pertumbuhan ekonomi diproyeksikan

terakselerasi dengan tekanan inflasi yang

melemah”

Page 93: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

78

PROSPEK PEREKONOMIAN >>

6.1 Prospek Pertumbuhan ekonomi

Perekonomian Malut pada triwulan akhir 2015 diperkirakan tumbuh melambat dari

triwulan laporan dan berada pada kisaran 6,36% - 6,86% (yoy) dengan kecenderungan

bias ke atas. Dengan pertumbuhan tersebut, maka diproyeksikan pertumbuhan ekonomi

Maluku Utara selama tahun 2015 adalah sebesar 5,72% – 6,72% (yoy). Dari sisi permintaan,

hampir seluruh komponen diperkirakan mengalami perlambatan terkecuali komponen

konsumsi. Dari sisi penawaran, sektor industri pertanian, pertambangan dan akomodasi

diprediksi akan tumbuh meningkat menyusul melimpahnya produksi bahan baku pada triwulan

laporan.

Grafik 6.1 Perkembangan PDRB Malut dan Nasional Serta Proyeksinya

6.1.1 Sisi Permintaan

Pada triwulan IV 2015, komponen sisi permintaan diproyeksikan tumbuh melambat

dibandingkan dengan triwulan III 2014. Perlambatan terjadi pada hampir setiap komponen

terkecuali konsumsi rumah tangga.

Setelah mengalami peningkatan pada triwulan sebelumnya yang disebabkan oleh

realisasi ekspansif pada penghujung semester pertama, konsumsi pemerintah di akhir semester

dua ini diperkirakan akan mengalami perlambatan. Realisasi anggaran yang cukup tinggi pada

triwulan ketiga sehingga menempatkan Pemprov Maluku utara sebagai salah satu Pemda

Sumber : BPS Provinsi Maluku Utara, diolah

Page 94: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

PROSPEK PEREKONOMIAN >>

dengan realisasi anggaran tertinggi di Indonesia, akan mempersulit untuk mengejar standar

yang setara dengan triwulan laporan. Event Pilkada yang akan hadir dan sedikit banyak akan

mengalihkan fokus realisasi anggaran juga akan memperlambat realisasi belanja modal.

Bersambut dari perkiraan turunnya realisasi belanja modal pemerintah di penghujung

semester 2, akan berpengaruh pada terhambatnya ekspansi komponen pembentukan modal

tetap bruto pada triwulan IV 2015 diperkirakan turut serta menjadi faktor perlambatan

pertumbuhan. Komponen yang sudah tumbuh lebih cepat pada triwulan laporan sebagai

implikasi dimulainya kembali kegiatan paska hari raya Idul Fitri diperkirakan akan tidak sejajar

dengan realisasi yang ada pada triwulan IV. Kemudian telah selesainya smelter feronikel yang

dibangun 2 perusahaan dan mencapai progress pembangunan akhir diperkirakan turut serta

memperlambat kinerja komponen investasi pada PDRB triwulan keempat.

Sementara itu, net import yang terjadi pada neraca perdagangan Maluku Utara

diperkirakan mengalami peningkatan. Ekspor luar negeri diperkirakan melambat seiring mulai

berakhirnya faktor baseline effect dari komponen ekspor (tingkat ekspor pada periode sama

tahun sebelumnya sudah mengalami penurunan yang sangat signifikan). Ekspor antar daerah

juga diperkirakan meningkat seiring meurunnya produksi pertanian dan perkebunan akibat

curah hujan yang sangat sedikit pada triwulan ini. Sementara impor baik antar daerah maupun

luar negeri diperkirakan tumbuh tinggi karena adanya peningkatan kebutuhan untuk konsumsi

masyarakat dan investasi. kebutuhan investor untuk pembangunan infrastruktur dan fasilitas

yang dipersiapkan pada awal tahun 2016 akan meningkatkan impor sehingga dapat

memperdalam net impor pada triwulan depan.

Di tengah perlambatan beberapa komponen sisi permintaan tersebut, komponen

konsumsi masyarakat diperkirakan meningkat pada triwulan keempat 2015 usai dorongan

permintaan yang cukup tinggi seiring event Pilkada kabupaten dan kota, dimulainya musim

liburan sekolah, hari raya natal dan tahun baru dengan libur nasional yang cukup panjang, serta

seremoni kepulangan jamaah yang telah menunaikan ibadah haji. Inflasi komoditas konsumsi

pokok yang cukup mereda pada triwulan ini juga turut menyumbang peningkatan konsumsi

masyarakat pada triwulan depan.

6.1.2 Sisi Penawaran

Pada triwulan IV 2015, pertumbuhan akan didorong oleh sektor pertanian,

pertambangan, perdagangan, administrasi pemerintah, serta sektor akomodasi. Sementara itu,

sektor yang diperkirakan tumbuh melambat yakni sektor industri pengolahan dan konstruksi.

Page 95: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

80

PROSPEK PEREKONOMIAN >>

Pertumbuhan sektor pertanian yang akan mengalami peningkatan tipis pada triwulan IV

2015 merupakan implikasi dari panen komoditas tabama dan kenaikan produksi perikanan.

Angka ARAM dari BPS serta perkiraan dari Dinas pertanian terkait adanya peningkatan

produksi memperkuat perkitaan ini. Akan tetapi rendahnya curah hujan di beberapa daerah

serta berakhirnya masa panen komoditas perkebunan menjadi risiko yang membayangi kinerja

pada sektor ini ke depan.

Seiring dengan berkurangnya produksi sektor perkebunan yang terkendala oleh faktor

cuaca, sektor industri pengolahan Maluku Utara yang sebagian besar mengolah produk

perkebunan diperkirakan ikut terdeselerasi. Produksi kopra olahan diperkirakan lebih rendah

dari triwulan laporan.

Perlambatan juga diperkirakan terjadi pada sektor konstruksi seiring melambatnya

proyek investasi baru pada triwulan IV-2015. Fokus pemerintah daerah yang beralih pada

pelaksanaan pilkada Kabupaten/Kota serentak diperkirakan sedikit menahan laju investasi baru

selama triwulan mendatang. Selain itu peningkatan curah hujan pasca berakhirnya el nino

diperkirakan menghambat proses konstruksi perumahan dan infrastruktur yang tengah

berlangsung.

Sumber pertumbuhan masih akan berasal dari sektor perdagangan. Sektor ini

diperkirakan meningkat seiring beroperasinya beberapa pasar baru serta adanya pelaksanaan

kampanye dan pilkada kabupaten kota. Sumber pertumbuhan lainnya berasal dari sektor

pertambangan yang diperkirakan kembali mengalami akselerasi dengan tingkatan yang lebih

tinggi akibat faktor baseline effect dan rencana dimulainya produksi dari beberapa perusahaan

tambang nikel untuk mendukung operasional perangkat smelternya pada awal tahun 2016.

Sementara itu, sektor administrasi pemerintah yang memiliki kinerja yang cukup baik pada

triwulan dua dan ketiga terutama kontribusi dari belanja rutin, diperkirakan akan terus berlanjut

dengan adanya beberapa event pemerintah khususnya pelaksanaan pilkada serentak pada

bulan Desember 2015.

Page 96: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

PROSPEK PEREKONOMIAN >>

Grafik 6.2 Perkembangan Ekspektasi Kinerja Ekonomi

Proyeksi melambatnya laju pertumbuhan ekonomi triwulan IV-2015 juga terkonfirmasi

dari hasil SKDU. Ekspektasi pelaku usaha terhadap kinerja perekonomian triwulan mendatang

terindikasi menurun baik dibandingkan dengan triwulan lalu maupun pada periode yang sama

tahun sebelumnya. Saldo Bersih Tertimbang (SBT) ekspektasi pelaku usaha tercatat menurun

dari 48,06 menjadi 27,89.

6.2 Outlook Inflasi Daerah

Laju inflasi kota Ternate diperkirakan masih berada di dalam trend menurun.

Penurunan tekanan inflasi terutama dipengaruhi oleh kondisi pasokan pangan strategis

yang relatif lebih baik dibandingkan tahun 2014. Hilangnya efek kenaikan BBM yang terjadi

dipenghujung tahun 2014 lalu dan sempat diturunkannya kembali harga BBM pada awal tahun

akan mengurangi tekanan yang signifikan terhadap inflasi tahunan pada penghujung tahun ini.

Panen padi dan beberapa tanaman hortikultura telah menghasilkan produksi yang

melimpah membaik dibandingkan tahun lalu. Sementara itu, kondisi tangkapan ikan juga relatif

terjaga dengan baik dengan meningkatnya jumlah tangkapan yang mulai terindikasi sejak

triwulan III 2015. Dengan kondisi tersebut, tekanan dari kelompok volatile food diperkirakan

relatif berkurang.

Tekanan dari inflasi administered prices juga diperkirakan relatif minimal. Pemerintah

belum ada rencana untuk menaikan kembali beberapa tarif komoditas administered prices.

Sumber : Survei Kegiatan Dunia Usaha Bank Indonesia Maluku Utara, diolah

Page 97: KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI · 2.1 Struktur APBD 31 2.2 Realisasi Pendapatan APBD 33 2.3 Realisasi Belanja APBD 35 2.4 Rekening Pemerintah 37 BAB III INFLASI DAERAH

82

PROSPEK PEREKONOMIAN >>

Harga BBM juga diperkirakan stabil seiring dengan terus menurunnya harga minyak dunia

akibat berlebihnya stok di pasar internasional. Selain itu penurunan tariff listrik yang disertai

dengan dukungan paket kebijakan pemerintah pusat dapat memberikan ekspetasi yang positif

bagi inflasi yang diatur pemerintah ini. Akan tetapi tetap terdapat risiko peningkatan inflasi

administered prices yaitu isu kenaikan cukai rokok. Wacana pemerintah untuk menaikkan cukai

rokok diperkirakan dapat meningkatkan tekanan inflasi kelompok ini secara signifikan. Selain itu

Peraturan Daerah terkait minuman keras juga dapat berisiko ke depan.

Komponen inflasi inti diperkirakan menjadi faktor pendorong inflasi pada triwulan

mendatang. Dampak lanjutan penguatan mata uang asing diperkirakan masih berpotensi

menyisakan efek peningkatan inflasi pada beberapa komoditas produk manufaktur dan produk

impor.

Selain dampak penguatan mata uang asing, masih terdapat beberapa faktor yang dapat

meningkatkan inflasi Kota Ternate. Tekanan permintaan diperkirakan dapat meningkat

khususnya di akhir tahun 2015 dengan adanya kampanye dan pilkada Kota Ternate serta

beberapa libur panjang yang dapat meningkatkan barang konsumsi tersier dan peningkatan

harga tiket transportasi udara dan laut Di samping itu, ancaman gelombang tinggi dengan

kondisi yang lebih buruk dari Desember 2014 dimungkinkan terjadi sebagai penanda awal La

Nina. Dengan mempertimbangkan kondisi terkini serta potensi inflasi ke depan, inflasi

pada triwulan IV-2015 diproyeksikan lebih rendah dari triwulan laporan yang mencapai

6,60% (yoy) yakni pada kisaran 4,78% ± 1% (yoy) dengan kecenderungan bias ke atas.