Kandungan Proksimat, Tanin, dan Asam Amino Biji Sorgum ...€¦ · pada biji sorgum. Cekaman Cr...

31
Kandungan Proksimat, Tanin, dan Asam Amino Biji Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Yang Mendapat Cekaman Kromium (Proximate Contents, Tannin, and Amino Acid in Sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench) under Chromium Stress) Oleh Deasya Kumalawati Ariyono NIM: 412011007 SKRIPSI Diajukan kepada Program Studi Biologi, Fakultas Biologi guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (Biologi) Fakultas Biologi Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2015

Transcript of Kandungan Proksimat, Tanin, dan Asam Amino Biji Sorgum ...€¦ · pada biji sorgum. Cekaman Cr...

  • 0

    Kandungan Proksimat, Tanin, dan Asam Amino Biji Sorgum (Sorghum bicolor (L.) Moench) Yang Mendapat Cekaman Kromium

    (Proximate Contents, Tannin, and Amino Acid in Sorghum (Sorghum bicolor (L.) Moench) under Chromium Stress)

    Oleh

    Deasya Kumalawati Ariyono

    NIM: 412011007

    SKRIPSI

    Diajukan kepada Program Studi Biologi, Fakultas Biologi guna memenuhi sebagian dari

    persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (Biologi)

    Fakultas Biologi

    Universitas Kristen Satya Wacana

    Salatiga

    2015

  • 0

  • 0

  • 0

  • 1

    ABSTRAK

    Sorghum seeds which are in the same family as wheat and paddy, have a potential

    to substitute corn and rice. According to U.S Environmental Protection Agency, sorghum

    has a capability to absorb large amount of metals. One of those heavy metals is Chromium.

    Chrome species that can be absorbed by the plant is in a form of Cr (III) and Cr (IV). The

    purpose of this research was to know the proximate content, tannin, and amino acid in S.

    bicolor seeds that were grown in contaminated media by Cr (III) and Cr (IV). This research

    was carried out experimentally using factorial randomized designs. Cr species used were Cr

    (III) and Cr (IV). Cr concentration in growing media consists of 0 ppm (control), 500 ppm

    (CrCl3 and KCrSO4), and 5 ppm (Chromate and Dichromate). S. bicolor plants used 3 varieties

    Numbu, Keris M3, and Kawali. In this research Cr levels, tannin levels, proximate, and amino

    acid were analyzed. The data obtained was analyzed statistically using Anova. Tannin

    content analysis in Folin and Ciocalteu method between control 0 mg/L, Cr (III) 500 mg/L,

    and Cr (VI) 5 mg/L, showed a significant. However, there was no significant effect between

    sorghum seed varieties. The response of proximate content was shown by the decrease in

    each test except protein. Cr (III) 500 mg/L and Cr (VI) 5 mg/L treatment affected the

    concentration of amino acid in sorghum seeds, whereas the number of amino acid

    increased. The treatment analysis of Cr (III) 500 mg/L and Cr (VI) 5 mg/L in sorghum plant

    showed that the nutrition of sorghum seeds were affected. Giving treatment Cr(VI) 5 mg/L

    on sorghum plant make the nutrition of sorghum seed tend decrease. Cr(VI) 5 mg/L is more

    toxic than Cr(III) 500 mg/L.

    Key words: Chromium (Cr), Sorghum bicolor, proximate, tannin, amino acid.

    PENDAHULUAN

    Diversifikasi pangan non beras saat ini sedang digalakan di Indonesia guna

    memperluas daya hasil dan daya guna produk non beras. Salah satu produk non beras yang

    dapat dikembangkan adalah sorgum. Memang potensi sorgum di Indonesia cukup besar

    dan beragam varietas, namun dalam pengembangannya tergolong lambat. Banyak

    masalah yang dihadapi, termasuk aspek sosial, budaya, dan psikologis. Beras dianggap

    sebagai pangan bergengsi sedang sorgum dipandang sebelah mata karena dianggap

    pangan bermutu rendah, sehingga masyarakat enggan makan sorgum (Suarni dan Herman,

    2013).

    Menurut Beti et al. (1990) biji sorgum adalah bahan pangan yang juga

    mengandung karbohidrat seperti beras, terigu dan jagung. Biji sorgum memiliki potensi

    untuk substitusi terigu dan beras karena masih satu famili dengan gandum dan padi, hanya

    berbeda subfamili, sehingga karakteristik tepungnya relatif lebih baik dibanding tepung

    umbi-umbian. Namun, biji sorgum mengandungan senyawa antinutrisi, terutama tannin

    yang cukup tinggi kurang lebih sekitar 2% sehingga menyebabkan rendahnya daya cerna

    protein sorgum dan rasa sepat saat dikonsumsi (Suarni dan Firmansyah 2005).

  • 2

    Tabel 1. Kandungan nutrisi sorgum dalam 100 g bahan dibanding bahan pangan lainnya (Beti et al. 1990).

    Tanaman sorgum (Sorghum bicolor (L). Moench) merupakan tanaman annual yang

    memiliki masa hidup 3-5 bulan. Tanaman ini tergolong monokotil C4 dengan morfologi tipe

    daun sejajar mirip tanaman jagung tetapi daun sorgum dilapisi oleh sejenis lilin yang agak

    tebal berwarna putih. Selain itu sorgum dapat tumbuh hingga mencapai 3 meter. Sorgum

    dibudidayakan pada ketinggian 0-700 m diatas permukaan laut (dpl). Memerlukan suhu

    lingkungan 23°-34° C tetapi suhu optimum berkisar antara 23° C dengan kelembaban relatif

    20-40%. Sorgum tidak terlalu peka terhadap keasaman (pH) tanah, tetapi pH tanah yang

    baik untuk pertumbuhannya adalah 5.5-7.5 (Okeno et al. 2012; Reddy et al. 2008; Sirappa

    2003; Suarni 2004; Suprapto dan Mudjisihono 1987).

    Secara umum, biji sorgum dapat dikenali dengan bentuknya yang bulat dan terdiri

    dari tiga lapisan utama, yaitu kulit luar (8%), lembaga (10%), dan endosperma (82%).

    Ukuran bijinya kira-kira 4.0 x 2.5 x 3.5mm, dan berat biji 100 butir berkisar antara 8 mg

    sampai 50 mg dengan rata-rata 28mg. Berdasarkan bentuk dan ukurannya, biji sorgum

    dapat digolongkan menjadi tiga, yaitu biji berukuran kecil dengan berat 8-10 mg, sedang

    dengan berat 12-24 mg, dan besar dengan berat 25-35 mg. Kulit biji sorgum ada yang

    berwarna putih, merah,atau coklat (Suprapto dan Mudjisihono 1987).

    Sorgum mempunyai daerah adaptasi yang sangat luas, toleran terhadap

    kekeringan dan genangan air, dapat berproduksi pada lahan marginal, serta relatif tahan

    terhadap gangguan hama/penyakit. Potensi area penanaman sorgum di Indonesia

    sebenarnya sangat luas. Daerah penghasil sorgum utama adalah di Jawa Tengah

    (Purwodadi, Pati, Demak, Wonogiri), Daerah Istimewa Yogyakarta (Gunung Kidul,

    Kulonprogo), Jawa Timur (Lamongan, Bojonegoro, Tuban, Probolinggo), Nusa Tenggara

    Barat, dan Nusa Tenggara Timur (Mudjisihono dan Suprapto, 1987). Tanaman sorgum

    biasanya diusahakan pada tanah yang kurang subur (Sirappa 2003).

    Berdasarkan U.S. Environmental Protection Agency (USEPA atau EPA) sorgum

    memiliki kemampuan dalam mengambil sejumlah besar logam. Hal tersebut menyebabkan

    tanaman ini dijadikan sebagai tumbuhan akumulator logam (Nanda et al. 1995; Kabata dan

    Pendias, 2001). Meskipun dari segi budidaya tanaman sorgum termasuk mudah dalam

    penanganannya, namun lahan yang tercemar dapat membuat pertumbuhan dari sorgum

  • 3

    menurun sehingga kualitas dari bijinya pun ikut menurun. Menurut Alloway (2005) logam

    berat dalam tanah mengakibatkan penurunan laju pertumbuhan. Logam berat merupakan

    salah satu faktor pencemaran tanah yang berbahaya. Logam berat merupakan istilah yang

    digunakan untuk unsur-unsur transisi yang mempunyai massa jenis atom lebih besar dari 5

    g/cm3 (Sherene. 2010). Menurut Darmono (1995), faktor yang menyebabkan logam berat

    termasuk dalam kelompok pencemar adalah karena adanya sifat-sifat logam berat yang

    tidak dapat terurai (non degradable) dan mudah diabsorbsi.

    Kromium (Cr) adalah salah satu logam berat yang sering digunakan dikalangan

    Industri. Logam berat ini biasanya digunakan oleh industri pelapisan logam, industri cat,

    penyamakan kulit, sintesis bahan kimia, zat warna tekstil dan pertanian (Saha et al. 2011).

    Krom merupakan logam berat yang bersifat tidak esensial atau toksik bagi makhluk hidup

    maupun lingkungan. Berdasarkan urutan toksistasnya dari rendah ke tinggi, Cr(III) trivalen

    dan Cr(VI) heksavalen merupakan dua valensi krom yang cenderung stabil dibandingkan

    dengan golongan Cr lainnya. Dalam jumlah kecil krom dibutuhkan oleh tubuh manusia,

    tetapi apabila dalam dosis tinggi krom sangat berbahaya karena sifatnya yang toksik.

    Manusia dapat terpapar krom melelui pernafasan, makanan maupun minuman, bahkan

    melalui kulit apabila terjadi kontak langsung dengan logam krom. Meskipun tingkat

    toksisitas Cr(III) tidak seperti Cr(IV), tetapi di alam sering terjadi perubahan Cr(III) menjadi

    Cr(VI) bila bertemu dengan oksidator yang sesuai. (Datta et al. 2011; Hawley et al. 2004;

    Shankar et al. 2005).

    Krom yang dapat diserap oleh tanaman adalah dalam bentuk Cr(III) dan Cr(IV),

    tetapi Cr(VI) lebih banyak diserap dari pada Cr(III). Hal tersebut karena mekanisme

    masuknya Cr (III) dan Cr(VI) ke dalam sel tanaman berbeda jalur. Cr(III) diserap oleh

    tanaman melalui jalur apoplas sedangkan Cr(VI) melalui jalur simplas. Toksisitas kromium

    dapat menghambat pertumbuhan pada tanaman. Pengaruh Cr(VI) terhadap beberapa

    tanaman telah diteliti misalnya terhadap tanaman kacang hijau (Turner dan Rust 1971) dan

    salada dan gandum (Adema and Henzen 1989). Hasil penelitian tersebut menunjukkan

    bahwa Cr(VI) pada konsentrasi tertentu mempengaruhi pertumbuhan akar, daun, dan biji.

    Gambar 1. Mekanisme masuknya Cr(III) dan Cr(VI) ke dalam tanaman (Anonim. 2014).

    Kromium yang masuk ke dalam jaringan tumbuhan dapat terdistribusi ke

    organisme lain melalui siklus rantai makanan (Alloway 1990). Penanaman tanaman sorgum

  • 4

    dilahan yang tercemar dapat menjadi penyebab terdistribusinya krom dari tanah ke

    tumbuhan dan organisme lainnya. Toksisitas Cr(III) dalam pangan memang masih toleran

    dalam jumlah tertentu, namun kandungan Cr(VI) dalam bahan pangan sangat berbahaya.

    Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

    Pengendalian Pencemaran Air menyatakan bahwa nilai ambang batas maksimum kadar

    logam Cr adalah 0,05 mg/L, sedangkan peraturan WHO/FAO menyatakan nilai ambang

    batas maksimum logam Cr yang dalam makanan adalah 0,1 mg/L (Handayani et al. 2014).

    Biji sorgum digunakan dalam penelitian ini karena tanaman sorgum banyak

    dibudidayakan di Indonesia dan biji ini merupakan salah satu bahan pangan yang memiliki

    potensi cukup besar sebagai pengganti beras. Maka dari itu perlu dilakukannya analisis

    proksimat agar dapat mengetahui pengaruh Cr terhadap nilai kandungan makronutrien

    pada biji sorgum. Cekaman Cr tentunya juga akan berpengaruh pada kandungan tanin,

    dimana peranan tanin pada tumbuhan adalah sebagai antioksidan. Semakin tinggi

    kandungan tanin pada biji sorgum dapat membuat kualitasnya semakin turun (Schons et

    al. 2012). Selain itu, sifat toksisitas Cr yang merusak asam amino dapat menyebabkan

    terganggunya proses pertumbuhan pada tanaman dan berakibat pada kandungan gizi biji

    sorgum. Hal ini dapat terjadi karena asam amino memiliki peran yang sangat penting,

    seperti sintesis protein, pembentukan hormon, maupun antioksidan. Oleh sebab itu, tujuan

    dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh Cr(III) dan Cr(VI) terhadap

    kandungan proksimat, tanin, dan asam amino pada biji S. bicolor.

    METODE PENELITIAN

    Penelitian dilakukan secara eksperimental menggunakan rancangan acak faktorial.

    Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji S. bicolor dengan 3 varietas yaitu,

    Numbu, Keris M3 dan Kawali. Biji sorgum didapat dari hasil panen tanaman sorgum yang

    telah ditumbuhkan selama 3 bulan dalam media yang tercemar Cr (spesies Cr (III) dan Cr

    (VI)). Setiap perlakuan terdapat 3 ulangan. Sebelum dilakukan penanaman, pada media

    tanam diberi seri konsentrasi Cr yang terdiri dari 0 ppm untuk kontrol, 500 ppm untuk CrCl3

    dan KCrSO4, serta 5 ppm untuk Kromat dan Dikromat. Setelah panen, biji S. bicolor di

    analisis.

    Analisis Kadar Cr total

    Biji S. bicolor yang baru dipanen langsung dibersihkan dari media tanam

    menggunakan akuades. Biji lalu ditimbang beratnya (berat basah) kemudian dimasukkan

    ke dalam oven (Memmert) dengan suhu 80°C selama 2 hari untuk proses pengeringan.

    Setelah dikeringkan, sampel diukur kembali beratnya (berat kering) menggunakan

    timbangan analitik (Shimadzu model TX323L). Tahap selanjutnya adalah destruksi organ

    pada tanaman S. bicolor. Destruksi dilakukan dengan cara menghaluskan organ tanaman

    yang telah dikeringkan menggunakan blender. Sampel yang telah dihaluskan, ditimbang

  • 5

    sebanyak 0,1 gram lalu diabukan dengan suhu 500°C selama 5 jam. Ditambahkan 5 ml

    campuran 2M HCl dan 1M HNO3 pada hasil pengabuan, lalu disaring menggunakan kertas

    saring. Penentuan Cr total dilakukan menggunakan AAS. Prinsip kerja AAS adalah terjadinya

    interaksi antara energi (sinar) dan materi (atom). Atom menyerap sinar pada panjang

    gelombang tertentu yang mempunyai energi untuk mengubah tingkat elektron suatu atom.

    Analisis Kadar Tannin (Folin and Ciocalteu)

    Kadar tanin ditentukan dengan metode Folin dan Ciocalteu. Prinsip dari metode ini

    adalah terbentuknya senyawa kompleks berwarna biru dari fosfomolibdat-fosfotungstat

    yang direduksi senyawa fenolik dalam suasana basa yang dapat diukur secara

    spektrofotometri. Sebanyak 0,5 gram biji sorgum yang telah dihaluskan diekstrak dengan

    menggunakan 50 ml HCl 1% dalam methanol. 0,1 ml ekstrak biji sorgum ditambahkan 7,5

    ml akuades dan 0,5 ml reagen Folin Phenol, 1 ml larutan sodium karbonat 35% dan

    diencerkan menjadi 10 ml dengan akuades. Campuran tersebut kemudian dihomogenkan

    dengan cara menggojak, lalu didiamkan selama 30 menit dengan suhu ruang. Selanjutnya

    diukur menggunakan spektrofotometer dengan absorbansi 725 nm. Blanko menggunakan

    air sebagai ganti sampel. Sebagai standar digunakan asam tanat dengan tingkatan

    konsentrasi dari 0,01 hingga 0,09 mg/ml (Tamilselvi et al. 2012).

    Analisis Kadar Proksimat

    Air (AOAC 2005)

    Kadar air ditentukan dengan metode pengeringan. Prinsipnya menguapkan air

    yang ada dalam biji srgum dengan pemanasan menggunakan oven. Cawan porselin

    dikeringkan dahulu didalam oven selama 15 menit, lalu didinginkan dalam desikator selama

    10 menit, kemudian ditimbang (massa I). Selanjutnya biji S. bicolor yang telah dihaluskan

    ditimbang sebanyak 0,5 gram (massa II) dan dimasukkan dalam cawan. Cawan beserta

    sampel dikeringkan dalam oven bersuhu 105°C selama 6 jam. Setelah itu didinginkan dalam

    desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang (massa III).

    Perhitungan:

    Keterangan:

    bb = basis basah

    bk = basis kering

    Abu (AOAC 2005)

    Kadar air (%bb) = massa II−(massa III−massa I)

    massa II x 100

    Kadar air (%bk) = kadar air (%bb)

    100−kadar air (%bb) x 100

  • 6

    Kadar abu dilakukan dengan metode pengabuan kering. Prinsip keranya adalah

    mengoksidasikan senyawa organik pada suhu yang tinggi yaitu sekitar 500-600°C dan

    melakukan penimbangan pada zat yang tersisa setelah proses pembakaran tersebut.

    Cawan porselin (massa I) dan biji S. bicolor 0,5 gram (massa II) dimasukkan kedalam

    desikator selama 30 menit kemudian di furnace dengan suhu 550⁰C selama 5 jam. Lalu

    sampel dimasukkan kedalam desikator selama 10 menit. Setelah itu, di oven dengan suhu

    105⁰C selama 90 menit, lalu dimasukkan kedalam desikator selama 30 menit, kemudian

    timbang sampel (massa III).

    Perhitungan:

    Keterangan:

    bb = basis basah

    bk = basis kering

    Lemak (AOAC 2005)

    Penentuan kadar lemak dilakukan menggunakan metode soxhlet. Prinsipnya

    adalah mengeluarkan lemak dari sampel biji sorgum dengan pelarut anhydrous. Sebanyak

    2 gram biji S. bicolor dibungkus dengan kertas saring. Kertas saring berisi yang berisi sampel

    tersebut dikeringkan terlebih dahulu ke dalam oven bersuhu 105°C hingga kering. Kertas

    saring yang telah dikeringkan dimasukkan ke dalam extraction chamber dengan sumbat

    kapas. Extraction chamber tersebut kemudian dihubungkan dengan kondensor dan labu

    didih. Alat kondensor diletakkan di atasnya dan labu lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut

    hexana dimasukan ke dalam extraction chamber ±2 kali sirkulasi. Selanjutnya dilakukan

    ekstraksi selama 6 jam dengan waterbath. Pelarut yang ada dalam labu didih didestilasi dan

    ditampung kembali. Kemudian labu didih yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan

    dalam oven pada suhu 105°C, lalu didinginkan dalam desikator dan ditimbang.

    Perhitungan:

    Keterangan:

    W = bobot sampel (gram)

    W1 = bobot labu + lemak (gram)

    W2 = bobot labu (gram)

    Protein (AOAC 2005)

    Kadar abu (%bb) = (massa III−massa I)

    massa II x 100

    Kadar abu (%bk) = kadar abu (%bb)

    100−kadar abu (%bb) x 100

    Kadar lemak = W1−W2

    Wx 100%

  • 7

    Ekstraksi protein dilakukan dengan cara 0,5 gram biji S. bicolor ditimbang. 20 ml

    akuades dan 1 ml NaOH 1 M ditambahkan, lalu dipanaskan pada suhu 80°C selama 10

    menit. Selanjutnya larutan di centrifuge selama 30 menit dan diambil supernatannya.

    Analisis protein menggunakan metode Biuret, yaitu dengan penggunaan reagen

    Biuret. Menurut Carprette (2005) prinsipnya adalah mengetahui protein berdasarkan

    reaksi antara ikatan peptida dengan Cu2+ membentuk kompleks warna. Apabila bahan

    memiliki lebih dari satu ikatan peptida maka menghasilkan warna violet pekat dan kualitas

    warna akan dapat ditera pada spektrofotometer. Pembuatan reagen dilakukan dengan

    0,15 CuSO4.5H2O + 0,6 gram NakTatrat dalam labu ukur 50 ml. Kemudian larutan

    dimasukkan dalam labu ukur 100 ml, selanjutnya ditambah 30 ml NaOH 10% dan

    digenapkan dengan akuades. Pada pembuatan kurva standar digunakan BSA (Bovin Serum

    Albumin) dengan konsentrasi 10 mg/ml. Larutan protein tersebut disiapkan dengan cara

    meningkatkan konsentrasinya yaitu 1,2,3,4,5,6,7,8,9, dan 10 mg/ml dalam 1 ml. Kemudian,

    pada setiap tabung reaksi ditambahkan 4 ml reagen Biuret dan dihomogenkan lalu

    diinkubasi selama 30 menit pada suhu kamar. Absorbansi masing-masing larutan diukur

    dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.

    Pada pengukuran biji S. bicolor diambil bagian supernatant sebanyak 1 ml dan

    ditambah reagen biuret sebanyak 4 ml, setelah itu diinkubasi selama 30 menit dan diukur

    menggunakan spektrofotometer pada panjang gelombang 550 nm.

    Karbohidrat

    Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan dengan cara by difference

    Analisis Kadar Asam Amino

    Sebanyak 60 mg biji S. bicolor yang telah dihaluskan, ditambah 4 ml HCl 6 N

    kemudian dipanaskan dengan suhu 110°C selama 24 jam. Selanjutnya dinetralkan (pH 7)

    dengan NaOH 6 N dan disaring dengan kertas saring Whatman 0,2 c. Kemudian 10 µl

    larutan sampel ditambah larutan PITC sebanyak 50 µl diaduk selama 5 menit. Selanjutnya,

    sebanyak 20 µl larutan dimasukkan ke injector HPLC.

    Identifikasi asam amino menggunakan metode KCKT (Kromatografi Cair Kinerja

    Tinggi) atau HPLC (High Performance Liquid Chromatography) pada kondisi fase diam

    kolom Vertex, Euroshper 100-5 C18 (150x4,6 mm) pada suhu ruang. Prinsip dasar dari HPLC

    adalah memisahkan komponen-komponen dalam sampel untuk selanjutnya diidentifikasi

    dan dihitung konsentrasi dari masing-masing komponen tersebut. Sebagai fase gerak

    digunakan acetronitrile:pyridine: triethylamine:akuades (10:5:2:3). Kecepatan air yang

    digunakan 1 ml menit dan dideteksi menggunakan detector UV pada panjang gelombang

    254 nm.

    Kadar karbohidrat = 100% - (% air + %abu + %protein + % lemak)

  • 8

    Analisis Statistik

    Data yang diperoleh dianalisis menggunakan program IBM SPSS Statistic 22 for

    Windows dan Microsoft Excel. Data yang terdistribusi normal dan homogen dianalisis

    dengan Two-Way Anova dilanjutkan uji Tukey.

    HASIL DAN PEMBAHASAN

    HASIL

    1. Kadar Cr

    Hasil dari penelitian menunjukan adanya penurunan kualitas biji sorgum.

    Kandungan Cr total yang terdapat dalam biji sorgum perlakuan Cr(VI) 5 mg/L cenderung

    turun dibandingkan dengan perlakuan Cr(III) 500 mg/L. Pada perlakuan kontrol biji sorgum

    tidak terdeteksi adanya kandungan Cr baik pada varietas Numbu, Keris M3, maupun Kawali.

    Antar varietas tidak terdapat beda nyata maupun interaksi terhadap perlakuan yang

    diberikan. Kandungan Cr total tertinggi terdapat perlakuan kromat, sedangkan pada CrCl3

    adalah yang terendah (tabel 3).

    Tabel 3. Kandungan Total Cr (µg/g Berat Kering Biji) biji sorgum varietas Numbu, Keris M3, dan Kawali yang ditanam pada media tercemar Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L.

    Varietas Perlakuan (mg/L)

    x̄ Kontrol 0

    CrCl3 500

    KCrSO4 500

    Kromat 5

    Dikromat 5

    Numbu TD 0,013 0,024 0,043 0,032 0,022(±0,005) Keris TD 0,011 0,004 0,036 0,034 0,017(±0,005) Kawali TD 0,012 0,017 0,034 0,032 0,019(±0,004)

    x̄ TD 0.012

    (±0,003)b 0.015

    (±0,004)b 0.037

    (±0,005)a 0.032

    (±0,004)a ----

    Catatan: Data ditampilkan dalam purata kandungan total Cr (±SE), TD (tidak terdeteksi). Notasi a dan b menunjukkan beda signifikan (p≤0,05) antar perlakuan biji sorgum.

    Gambar 2. Hasil panen biji sorgum antara kontrol dengan perlakuan Cr(III) 500 mg/L dan

    Cr(VI) 5 mg/L.

    Dari segi biomassa, biji sorgum cenderung mengalami penurunan akibat pelakuan

    Cr(VI) yang diberikan dibandingkan dengan pemberian perlakuan pada Cr(III) 500 mg/L dan

  • 9

    kontrol 0 mg/L. Hal ini terlihat dari hasil analisis yang menunjukkan adanya beda nyata

    antara kontrol 0 mg/L dan Cr(III) 500 mg/L dalam bentuk CrCl3 dan KCrSO4 terhadap Cr(VI)

    5 mg/L dalam bentuk kromat (K2Cr2O7) dan dikromat (K2CrO4). Pada setiap varietas biji

    sorgum tidak menunjukan adanya interaksi, baik dari varietas Numbu, Keris M3, maupun

    Kawali. Biomassa kering biji sorgum tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol, sedangkan

    biomassa kering terendah terdapat pada perlakuan kromat (tabel 2 dan gambar 2).

    Tabel 2. Biomassa kering (g) biji sorgum varietas Numbu, Keris M3, dan Kawali yang

    ditanam pada media tercemar Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L.

    Varietas Perlakuan (mg/L)

    x̄ Kontrol 0

    CrCl3 500

    KCrSO4 500

    Kromat 5

    Dikromat 5

    Numbu 10,39 9,42 9,15 7,18 6,99 8,64(±0,44) Keris 10,09 8,71 9,19 5,42 5,50 7,78(±0,57) Kawali 10,99 8,97 9,12 6,67 7,20 8,59(±0,47)

    x̄ 10,49

    (±0,29)a 9,03

    (±0,24)a 9,15

    (±0,38)a 6,42

    (±0,39)b 6,57

    (±0,51)b ----

    Catatan: Data ditampilkan dalam purata±SE. Notasi a dan b menunjukkan beda signifikan (p≤0,05) antar perlakuan biji sorgum.

    2. Tanin

    Berdasarkan analisis tanin meggunakan metode Folin dan Ciocalteu, didapatkan

    hasil masing-masing perlakuan mengalami peningkatan yang berbeda nyata antara kontrol

    0 mg/L terhadap Cr(III) 500 mg/L maupun Cr(VI) 5 mg/L. Pada perlakuan Cr(III) 500 mg/L

    terhadap Cr(VI) 5 mg/L juga terjadi peningkatan yang signifikan. Rata-rata peningkatan

    perlakuan kontrol 0 mg/L terhadap Cr(III) 500 mg/L pada varietas Numbu dan Keris M3

    adalah 1,01% sedangkan pada varietas Kawali adalah 0,43%. Rata-rata penigkatan pada

    perlakuan kontrol 0 mg/L terhadap Cr(VI) 5 mg/L varietas Numbu, Keris M3 dan Kawali

    secara berututan adalah 2,70%, 2,96%, dan 2,59%. Disisilain peningkatan antara perlakuan

    Cr(III) 500 mg/L terhadap Cr(VI) 5 mg/L pada varietas Numbu adalah 1,69%, pada varietas

    Keris M3 adalah 1,95%, dan pada varietas Kawali adalah 2,17%. Antar varietas biji sorgum

    tidak terdapat peningkatan maupun penurunan yang signifikan terhadap perlakuan yang

    Cr yang diberikan (gambar 3).

  • 10

    Gambar 3. Kandungan tanin (%) pada biji sorgum varietas Numbu, Keris M3, dan Kawali

    yang ditanam pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L. Data ditampilkan dalam purata±SE. Notasi a,b dan c menunjukkan beda signifikan (p≤0,05) antar perlakuan.

    3. Proksimat

    Pada uji proksimat terdapat 5 uji, yaitu air, abu, lemak, protein, dan karbohidrat.

    Uji kandungan air pada biji sorgum menunjukkan varietas kawali perlakuan kontrol adalah

    yang tertinggi, sedangkan yang terendah terdapat pada varietas numbu yang diberi

    perlakukan kromat. Uji kandungan air juga menunjukan adanya penurunan yang signifikan

    antara perlakuan kontrol 0 mg/L dengan Cr(VI) 5 mg/L. Disisilain biji sorgum yang diberi

    perlakuan Cr(III) 500 mg/L spesies KCrSO4 tidak terdapat beda nyata dengan kontrol 0

    mg/L, Cr(III) 500 mg/L spesies CrCl3 maupun Cr(VI) 5 mg/L. Namun pada perlakuan Cr(III)

    500 mg/L spesies CrCl3 terdapat beda nyata dengan perlakuan Cr(VI) 5 mg/L. Pada varietas

    Kawali terdapat kandungan air yang signifikan lebih banyak dibanding dengan varietas

    numbu dan keris (tabel 4).

    Tabel 4. Kandungan air (%) biji sorgum varietas Numbu, Keris M3, dan Kawali yang ditanam pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L.

    Varietas Perlakuan (mg/L) x̄

  • 11

    Kontrol 0

    CrCl3 500

    KCrSO4 500

    Kromat 5

    Dikromat 5

    Numbu 12,61 12,84 12,17 11,61 11,66 12,17(±0,15)y Keris 12,47 12,60 12,76 12,02 11,70 12,31(±0,15)y Kawali 13,97 13,01 13,01 12,28 12,65 12,99(±0,21)x

    x̄ 13,01

    (±0,26)a 12,82

    (±0,17)a 12,65

    (±0,16)ab 11,97

    (±0,16)b 12,00

    (±0,28)b ----

    Catatan: Data ditampilkan dalam purata±SE. Notasi x dan y menunjukkan beda signifikan (p≤0,05) pada masing-masing varietas biji sorgum, sedangkan notasi a dan b menunjukkan beda signifikan (p≤0,05) antar perlakuan biji sorgum.

    Pada uji kandungan abu biji sorgum perlakuan Cr(VI) 5 mg/L mengalami penurunan

    signifikan. Namun seluruh spesies Cr(III) 500 mg/L tidak ada beda signifikan baik terhadap

    kontrol 0 mg/L maupun Cr(VI) 5 mg/L. Pada masing-masing varietas tidak terdapat beda

    nyata dan tidak terdapat interaksi terhadap perlakuan yang diberikan. Kandungan abu

    tertinggi terdapat pada perlakuan kontrol, sedangkan kandungan abu terendah terdapat

    pada perlakuan kromat (tabel 5).

    Tabel 5. Kandungan abu (%) biji sorgum varietas Numbu, Keris M3, dan Kawali yang ditanam pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L.

    Varietas Perlakuan (mg/L)

    x̄ Kontrol 0

    CrCl3 500

    KCrSO4 500

    Kromat 5

    Dikromat 5

    Numbu 1,35 1,26 1,13 1,08 1,12 1,19(±0,04) Keris 1,38 1,38 1,23 1,11 1,11 1,24(±0,05) Kawali 1,30 1,15 1,16 1,11 1,08 1,16(±0,04)

    x̄ 1,34

    (±0,04)a 1,26

    (±0,06)ab 1,17

    (±0,04)ab 1,10

    (±0,05)b 1,11

    (±0,05)b ----

    Catatan: Data ditampilkan dalam purata±SE. Notasi a dan b menunjukkan beda signifikan (p≤0,05) antar perlakuan biji sorgum.

    Hasil dari uji kandungan lemak terdapat beda signifikan antara perlakuan kontrol 0

    mg/L dengan Cr(VI) 5 mg/L. Cr(III) 500 mg/L menunjukkan adanya penurunan signifikan

    kandungan lemak pada Cr(VI) 5 mg/L. Begitu halnya dengan Cr(III) 500 mg/L yang juga

    terdapat beda nyata terhadap kontrol 0 mg/L. Pada varietas biji sorgum menunjukan

    adanya beda singnifikan pada varietas Keris M3 terhadap varietas Numbu dan Kawali.

    Kandungan lemak tertinggi terdapat pada varietas keris perlakuan kontrol, sedangkan

    kandungan lemak terendah terdapat pada keris perlakuan dikromat (tabel 6).

    Tabel 6. Kandungan lemak (%) biji sorgum varietas Numbu, Keris M3, dan Kawali yang ditanam pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L.

    Varietas Perlakuan (mg/L) x̄

  • 12

    Kontrol 0

    CrCl3 500

    KCrSO4 500

    Kromat 5

    Dikromat 5

    Numbu 2,43

    (±0,14)ab 1,52

    (±0,09)bcde 0,98

    (±0,04)ed 0,77

    (±0,17)e 0,81

    (±0,18)e 1,30(±0,17)

    Keris 3,29

    (±0,33)a 1,95

    (±0,05)bcd 1,52

    (±0,05)bcde 0,78

    (±0,21)e 0,58

    (±0,02)e 1,63(±0,27)

    Kawali 2,00

    (±0,40)bc 1,33

    (±0,29)cde 1,26

    (±0,01)cde 0,60

    (±0,08)e 0,72

    (±0,05)e 1,18(±0,16)

    x̄ 2,58

    (±0,25) 1,60

    (±0,13) 1,25

    (±0,11) 0,72

    (±0,09) 0,70

    (±0,08) ----

    Catatan: Data ditampilkan dalam purata±SE. Notasi a,b, dan c menunjukkan beda signifikan (p≤0,05) antar perlakuan terhadap masing-masing varietas biji sorgum.

    Berdasarkan uji biuret hasil menunjukkan bahwa kandungan protein antara

    perlakuan kontrol dan Cr(III) 500 mg/L terhadap Cr(VI) 5 mg/L baik kromat maupun

    dikromat cenderung meningkat. Selain itu antar varietas juga terdapat beda nyata

    terhadap perlakuan yang diberikan. Varietas Kawali memilik kandungan protein yang

    cenderung lebih tinggi dibanding dengan varietas Numbu. Kandungan protein tertinggi

    terdapat pada varietast kawali perlakuan dikromat, sedangkan kandungan protein

    terendah terdapat pada varietas numbu perlakuan CrCl3 (tabel 7).

    Tabel 7. Kandungan protein (%) biji sorgum varietas Numbu, Keris M3, dan Kawali yang

    ditanam pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L.

    Sampel Perlakuan (mg/L)

    x̄ Kontrol 0

    CrCl3 500 KCrSO4

    500 Kromat

    5 Dikromat

    5

    Numbu 11,40 11,08 15,85 19,53 20,82 15,74(±1,70)b Keris 12,33 12,74 14,03 23,26 30,38 18,64(±2,06)ab Kawali 11,52 15,97 14,31 27,05 33,08 20,39(±2,27)a

    x̄ 11,76

    (±0,56)b 13,27

    (±1,28)b 14,73

    (±1,98)b 23,28

    (±1,37)a 28,24

    (±2,20)a ----

    Catatan: Data ditampilkan dalam purata±SE. Notasi a dan b menunjukkan beda signifikan (p≤0,05) antar perlakuan terhadap masing-masing varietas biji sorgum.

    Berdasarkan analisis, kandungan karbohidrat tertinggi terdapat pada varietas

    numbu perlakuan CrCl3, sedangkan kandungan terendah terdapat pada varietas kawali

    perlakuan dikromat. Pada perlakuan Cr(VI) 5 mg/L terdapat penurunan kandungan

    karbohidrat yang signifikan dari perlakuan kontrol 0 mg/L maupun Cr(III) 500 mg/L. Disetiap

    varietas terdapat beda signifikan yaitu pada varietas Kawali yang cenderung turun

    dibandingkan dengan varietas Numbu. (tabel 8).

    Tabel 8. Kandungan karbohidrat (%) biji sorgum varietas Numbu, Keris M3, dan Kawali yang

    ditanam pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L.

  • 13

    Sampel Perlakuan (mg/L)

    x̄ Kontrol 0

    CrCl3 500

    KCrSO4 500

    Kromat 5

    Dikromat 5

    Numbu 73,18 74,63 69,87 65,63 64,64 69,59(±1,86)a Keris 71,18 72,35 70,56 61,98 54,31 66,08(±1,98)ab Kawali 72,89 68,97 70,30 57,00 51,11 64,05(±2,36)b

    x̄ 72,42

    (±1,65)a 71,98

    (±1,06)a 70,24

    (±2,04)a 61,53

    (±1,58)b 56,69

    (±2,37)b ----

    Catatan: Data ditampilkan dalam purata±SE. Notasi a dan b menunjukkan beda signifikan (p≤0,05) antar perlakuan terhadap masing-masing varietas biji sorgum.

    4. Asam Amino

    Hasil dari analisis asam amino menggunakan HPLC pada biji sorgum yang diberi

    terdapat pengaruh pemberian perlakuan kontrol 0 mg/L terhadap perlakuan Cr(III) 500

    mg/L maupun Cr(VI) 5 mg/L. Hasil (gambar 4,5, dan 6) menunjukkan asam amino nomor

    10 merupakan asam amino dengan konsentrasi paling tinggi dibanding dengan asam amino

    yang lain. Pemberian perlakuan Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L membuat asam amino

    pada waktu retensi ke 5,39 menit meningkat. Begitu pula halnya dengan asam amino pada

    waktu retensi ke 3,48 dan 3,71 yang juga dapat dilihat mengalami peningkatan konsentrasi.

    Pada beberapa asam amino justru terjadi penurunan konsentrasi, contohnya pada asam

    amino dengan waktu retensi ke 29,63 dan 35,93.

    Selain itu juga terdapat jumlah asam amino yang berbeda antar perlakuan. Pada

    perlakuan kontrol 0 mg/L secara umum jumlah asam amino biji sorgum yang terdeteksi

    lebih sedikit dibanding dengan jumlah asam amino biji sorgum yang diberi perlakuan Cr(III)

    500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L. Jumlah asam amino paling banyak terdapat pada biji sorgum

    varietas Numbu perlakuan Cr(III) dan Cr(VI) 5 mg/L, sedangkan jumlah asam amino paling

    sedikit terdapat pada biji sorgum varietas k Keris M3 perlakuan Cr(III) 500 mg/L (lampiran).

  • 14

    Gambar 4. Area asam amino pada biji sorgum varietas Numbu ditanam pada media

    mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L.

    Gambar 5. Area asam amino pada biji sorgum varietas Keris M3 ditanam pada media

    mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L.

    0.E+00

    1.E+07

    2.E+07

    3.E+07

    4.E+07

    5.E+07

    6.E+07

    2.7

    8

    2.9

    0

    3.4

    8

    3.7

    1

    3.9

    2

    4.2

    5

    4.6

    1

    4.7

    2

    4.9

    5

    5.3

    9

    7.8

    0

    8.1

    3

    9.4

    3

    9.7

    3

    11

    .35

    15

    .42

    21

    .51

    25

    .23

    29

    .63

    35

    .93

    Are

    a (x

    10

    7 )

    Retention Time (minute)

    Kontrol

    Cr(III)

    Cr(VI)

    0.E+00

    1.E+07

    2.E+07

    3.E+07

    4.E+07

    5.E+07

    6.E+07

    7.E+07

    2.7

    8

    2.9

    0

    3.4

    8

    3.7

    1

    3.9

    2

    4.2

    5

    4.6

    1

    4.7

    2

    4.9

    5

    5.3

    9

    7.8

    0

    8.1

    3

    9.4

    3

    9.7

    3

    11

    .35

    15

    .42

    21

    .51

    25

    .23

    29

    .63

    35

    .93

    Are

    a (x

    10

    7)

    Retention Time (minute)

    Kontrol

    Cr(III)

    Cr(VI)

    6

    5

    4

    3

    2

    1

    0

    7

    6

    5

    4

    3

    2

    1

    0

  • 15

    Gambar 6. Area asam amino pada biji sorgum varietas Kawali ditanam pada media

    mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L.

    PEMBAHASAN

    Berdasarkan hasil penelitian, perlakuan Cr(VI) yang diberikan pada tiap varietas

    tanaman sorgum menyebabkan menurunnya biomassa kering biji sorgum. Penurunan

    biomassa pada Cr(VI) lebih drastis dari pada Cr(III) karena tingkat toksisitas yang berbeda,

    Cr(VI) lebih toksik daripada Cr(III) (Turner dan Rust 1971). Penurunan biomassa pada

    perlakuan Cr terjadi karena terhambatnya suplay nutrisi pada tanaman sorgum. Hal ini

    dapat terjadi karena menurut Shanker et al. (2005) adanya dampak Cr terhadap morfologi

    tanaman, yaitu penurunan panjang akar tanaman, tinggi tanaman, dan luas permukaan

    daun. Dampak dari hal ini adalah hambatan pada laju pertumbuhan yang pada akhirnya

    menghambat produktivitas tanaman dengan menurunnya kualitas biji. Salah satu

    hambatan pertumbuhan tanaman sorgum yang terjadi berdasarkan penelitian Anugrah

    (2014) adalah terhambatnya pemanjangan akar yang mengakibatkan terhambatnya

    penyerapan nutrien. Contoh nutrien yang terhambat penyerapannya oleh akar seperti H,

    N, Ca, K, P, Mg, Cu, Fe, B, Cl, dan Zn (Shanker et al. 2005). Hambatan petumbuhan dapat

    terjadi karena suplay bahan organik hasil dari fotosintesis berkurang akibat paparan logam

    berat yang menghambat beberapa reaksi fotosintesis. Hal ini sejalan dengan yang

    dikemukakan oleh Panda dan Choudury (2005) bahwa Cr dapat mengubah kloroplas dan

    membrane ultrastruktur tanaman.

    Cr yang terkandung pada biji sorgum baik pada perlakuan Cr(III) maupun Cr(VI),

    diduga karena terlalu besar konsentrasi Cr pada akar, sehingga tanaman sorgum

    0.E+00

    1.E+07

    2.E+07

    3.E+07

    4.E+07

    5.E+07

    6.E+07

    7.E+07

    2.7

    8

    2.9

    0

    3.4

    8

    3.7

    1

    3.9

    2

    4.2

    5

    4.6

    1

    4.7

    2

    4.9

    5

    5.3

    9

    7.8

    0

    8.1

    3

    9.4

    3

    9.7

    3

    11

    .35

    15

    .42

    21

    .51

    25

    .23

    29

    .63

    35

    .93

    Are

    a (x

    10

    7 )

    Retention Time (minute)

    Kontrol

    Cr(III)

    Cr(VI)

    7

    6

    5

    4

    3

    2

    1

    0

  • 16

    mendistribusikan Cr kebagian organ yang lain termasuk biji untuk menjaga metabolisme

    tanaman agar tidak terhambat dan tetap bisa survive dalam cekaman logam kromium (Liu

    et al. 2009). Pada perlakuan Cr(VI) kandungan total Cr dalam biji sorgum lebih tinggi

    dibandingkan dengan perlakuan Cr(III), hal ini disebabkan karena adanya perbedaan

    mekanisme penyerapan kedua spesies Cr ini ke dalam tanamanan. Penyerapan Cr(III) ke

    dalam tanaman dilakukan secara pasif melalui jalur apoplas. Mekanisme yang terjadi pada

    jalur apoplas yaitu dengan pertukaran kation pada bagian mati akar seperti dinding sel

    maupun ruang antar sel secara difusi. Namun transportasi melalui jalur apoplas tidak dapat

    terjadi ketika melewati endodermis, hal ini karena lapisan endodermis memiliki penebalan

    dinding sel yang terbentuk dari zat suberin (gabus) dan lignin dikenal sebagai pita kaspari

    sehingga menghalangi masuknya air maupun Cr(III) ke dalam xilem. Tetapi tidak semua sel-

    sel endodermis mengalami penebalan, sehingga masih ada kemungkinan untuk dapat

    masuk ke silinder pusat. Sel-sel tersebut dinamakan sel penerus atau sel peresap. Berbeda

    halnya dengan jalur apoplas, mekanisme penyerapan Cr (VI) jalur simplas melibatkan

    senyawa pembawa seperti sulfat, besi, belerang, dan fosfat agar dapat diserap oleh

    tanaman secara aktif secara osmosis dan transpor aktif melalui plasmodesmata. Masuknya

    Cr(VI) bersama senyawa pembawa melalui sel-sel rambut akar ke sel-sel parenkim korteks

    yang berlapis-lapis, sel-sel endodermis, sel-sel perisikel, dan akhirnya ke berkas pembuluh

    kayu atau xylem (Neslihan et al. 2012; Aykut et al. 2010).

    Uji kandungan tanin dengan metode Folin and Ciocalteu mengalami peningkatan

    pada perlakuan kromat dan dikromat baik pada varietas numbu, keris, maupun kawali. Hal

    ini disebabkan karena toksisitas Cr(VI) lebih tinggi dari Cr(III). Salah satu sifat tanin adalah

    sebagai pengkhelat logam berat. Tanin merupakan salah satu jenis senyawa polifenol pada

    biji sorgum yang berada dibagian lapisan epikarp, endokarp dan testa. Senyawa fenol yang

    ada pada kandungan tanin biji sorgum berperan sebagai pengkhelat kromium. Umumnya,

    kekuatan antioksidan senyawa fenol tergantung dari beberapa faktor seperti ikatan gugus

    hidroksil pada cincin aromatik, posisi ikatan, posisi hidroksil bolak balik pada cincin

    aromatik dan kemampuannya dalam memberi donor hidrogen atau elektron. Banyaknya

    cincin aromatic dan gugus hidroksil menyebabkan tanin memiliki aktivitas antioksidan yang

    tinggi. Melalui pembentukan struktur khelat, ikatan antara kromium dengan senyawa fenol

    mulai terjadi pada situs yang menghasilkan ikatan yang kuat. Ikatan yang lebih lemah

    terjadi setelah situs-situs yang kuat mengalami penjenuhan (Mulimani et al. 1994; Michalak

    2006; Takuo and Hideyuki 2011). Stevenson (1994) juga menyatakan bahwa dengan

    bertambahnya konsentrasi toksik logam menyebabkan ikatan yang terbentuk antara ion

    logam dengan senyawa fenolik akan meningkat.

    Kandungan air dan abu pada biji sorgum yang diberi perlakuan Cr(VI) mengalami

    penurunan dibandingkan perlakuan Cr(III) yang mengalami penurunan kandungan air dan

    abu namun tidak begitu banyak. Turunnya kandungan air dan abu pada biji sorgum dapat

    disebabkan karena terhambatnya pertumbuhan akar. Menurut Azmat dan Khanum 2005),

  • 17

    semakin tinggi konsentrasi kromium maka semakin menurun panjang akar dan tajuk. Hal

    ini karena kandungan toksik ion Cr mempengaruhi tekanan osmotik sel. Membrane sel yang

    rusak membuat nutrisi yang masuk kedalam tanaman sorgum tidak dapat diatur,

    dampaknya dapat meningkatkan sitosol sehingga menurunkan potensial air sel dan

    mengganggu turgor sel. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Barcelo et al. (1986)

    menyatakan bahwa Cr telah menurunkan potensial air. Akibat dari hal ini transportasi air

    yang tidak sempurna ke dalam organ-organ tanaman, sehingga pasokan air dan nutrisi yang

    dibutuhkan untuk proses metabolisme pada setiap bagian tanaman sorgum berkurang.

    Selain itu, efek dari toksisitas Cr dapat merusak hormon auksin yang menyebabkan

    terhambatnya pertumbuhan akar (Sharma et al. 2005; Shanker et al. 2005). Kandungan air

    biji sorgum varietas Kawali signifikan lebih tinggi dari pada Numbu dan Keris M3, hal ini

    karena faktor genetik sehingga varietas ini lebih toleran terhadap kekeringan pada proses

    perkecambahan (Nurdiansyah et al. 2015).

    Efek dari Cr yang menyebabkan terhambatnya beberapa proses fotosintesis

    berimbas pada turunnya kandungan karbohidrat dan lemak pada biji sorgum. Distribusi

    hasil fotosintesis menyebabkan tinggi atau rendahnya kandungan karbohidrat pada

    sorgum. Hasil fotosintesis lebih banyak disimpan dalam organ penyimpanan makanan.

    Penelitian ini menunjukkan adanya penurunan signifikan kandungan lemak antara

    perlakuan kontrol terhadap Cr(III) dan Cr(VI). Disisi lain terdapat juga penurunan signifikan

    kandungan lemak antara perlakuan Cr(III) spesies CrCl3 terhadap Cr(VI). Hal ini dapat

    disebabkan karena terganggunya proses fotosintesis akibat efek toksisisitas Cr sehingga

    menyebabkan laju fotosintesis rendah yang mengakibatkan berkurangnya sintesis

    karbohidrat (fotosintat) (Shanker et al. 2005; Panda and Choudury 2005). Penurunan

    signifikan juga terjadi pada kandungan karbohidrat biji sorgum antara perlakuan kontrol

    dan Cr(III) terhadap Cr(VI). Kromium memiliki kemampuan menurunkan asam δ-

    aminolevulinic dehidratase (ALA), yaitu enzim yang berperan penting dalam biosintesis

    klorofil. Hal tersebut menyebabkan pemamfaatan enzim terpengaruhi, sehingga

    mengakibatkan terjadinya penumpukkan ALA dan penurunan konsentrasi klorofil

    (Vajpayee et al. 2000). Sejalan dengan Zou et al (2006) dalam Liu et al. (2008) yang

    menyatakan bahwa kromium dapat mengganti ion Mg dari banyak lokasi enzim aktif dan

    mengganggu biosintesis klorofil.

    Pada hasil uji biuret, kandungan protein biji sorgum dengan perlakuan Cr(VI)

    mengalami peningkatan yang signifikan dibanding Cr(III). Tingginya kandungan protein

    pada perlakuan Cr(VI) diduga disebabkan oleh peranan protein sebagai pengikat logam.

    Protein yang dapat mengikat logam Cr adalah metalotionin. Metalotionin merupakan

    kelompok protein spesifik non enzim yang memiliki berat molekul yang rendah serta

    memiliki kemampuan dalam mengikat dan mengkoordinasi atom-atom logam. Selain itu

    terdapat fitokelatin yang juga memiliki peranan sebagai protein pertahanan tumbuhan dan

    pengikat logam Cr. Senyawa ini disintesis dari glutation dan derivatnya oleh suatu enzim

  • 18

    transpeptidase yaitu fitokelatin sintase dengan keberadaan ion logam berat (Cobbett 2000;

    Rea et al. 2004; Ray and Williams 2011).

    Secara keseluruhan asam amino yang terdeteksi pada biji sorgum melalui HPLC

    terdapat 20 asam amino. Pada setiap varietas dan perlakuan terdapat beberapa asam

    amino yang tidak terdeteksi. Hal ini dapat disebabkan karena toksisitas kromium

    mempengaruhi total asam amino yang muncul pada biji sorgum. Pada hasil, asam amino di

    waktu retensi ke 3,48 muncul pada saat biji sorghum varietas Numbu dan Kawali diberi

    perlakuan Cr(III) dan Cr(VI), kemungkinan asam amino tersebut berperan sebagai

    antioksidan, yang berarti membantu memerangi efek radikal bebas pada sel (fitokelatin)

    (Howe and Merchant 1992). Jumlah asam amino hasil HPLC biji sorgum juga terjadi

    penurunan pada perlakuan Cr(III) dan Cr(VI) baik pada varietas Numbu dan Kawali. Hal ini

    diduga adanya ikatan kromium dengan dengan elektron bebas (seperti oksigen) untuk

    pembentukan radikal bebas, akibatnya terjadi stress oksidatif pada tanaman sorgum. Salah

    satu dampak dari stess oksidatif ini dapat berimbas kerusakan asam amino sehingga

    menghambat metabolisme. Pada varietas Keris M3 terjadi penurunan jumlah asam amino

    pada perlakuan Cr(III) sedangkan pada perlakuan Cr(VI) tidak terjadi penurunan maupun

    peningkatan. Hal ini diduga karena varietas Keris M3 lebih toleran terhadap toksisitas

    kromium (Panda and Patra 2000; Panda 2003; Hazra et al. 2010).

    KESIMPULAN

    Pemberian perlakuan Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L pada tanaman sorgum

    mempengaruhi kualitas kandungan proksimat, tanin, dan asam amino biji sorgum. Cr(VI) 5

    mg/L lebih toksik dibandingkan dengan Cr(III) 500 mg/L. Pemberian perlakuan Cr

    berpengaruh nyata pada kandungan air, abu, protein, karbohidrat, tanin, biomassa, dan

    total Cr. Pada varietas biji sorgum terdapat pengaruh nyata pada air, protein, dan

    karbohidrat. Ketiga varietas sorgum (Numbu, Keris M3, dan Kawali) menunjukkan

    penurunan kandungan lemak biji pada perlakuan Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L.

    Penurunan kandungan lemak tertinggi terdapat pada varietas Keris M3 yang diberi

    perlakuan dikromat. Biji sorgum verietas Numbu, Keris M3, dan Kawali yang diberi

    perlakuan Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L mengalami peningkatan jumlah asam amino

    dibanding kontrol.

    UCAPAN TERIMAKASIH

    Penulis mengucapkan termakasih sebesar-besarnya kepada Tuhan Yesus Kristus

    yang selalu memberi kekuatan disetiap langkah yang dilalui; Sri Kasmiyati M.Si yang telah

    membimbing penulis dalam penelitian maupun penulisan skripsi ini; keluarga maupun

    sahabat-sahabat penulis yang selalu mendoakan dan mendukung; serta seluruh pihak yang

    terkait.

  • 19

    DAFTAR PUSTAKA

    Adema DM, and Henzen L. 1989. A Comparison of Plants Toxicity of Some Industrial Chemical ion Soil Culture and Soilless Culture. Ecotoxicol Environ Saf. 18: 219 -229.

    Alloway, B.J. 1990. Heavy metals in soil. New York: Jhon Willey and Sons Inc. Anugrah T. 2014. Distribusi dan Bioakumulasi Krom Heksavalen pada Tanaman Sorghum

    (Sorghum bicolor (L.) Moench) [Skripsi]. Salatiga: UKSW. Aykut S, Rabiye T, Hatice N, Neslihan S, Faik AA, Asim K. 2010. Inorganic and organic solutes

    in apoplastic and symplastic spaces contribute to osmotic adjustment during leaf rolling in Ctenanthe setosa. Acta Biol Cracov Bot 52(1): 37–44.

    Barcelo I and Poschenrieder C, Gunse B. 1986. Water relation of chromium (VI) treated bush bean plants (phaseoulus vulgaris L. Ev. Contender) under both normal and water stress condition. J. Exp. Bot. 37: 178-182.

    Beti YA, Ispandi A, Sudaryono. 1990. Sorgum. Monografi No. 5. Malang: Balai Penelitian Tanaman Pangan.

    Carpette. 2005. An Introduction to Practical Biochemistry. Great Britain: Mc Graw HillBook Company. p 100-101.

    Cobbett C and Goldsbrough P. 2002. Phytochelatins and metallothioneins. Roles In Heavy Metal Detoxification and Homeostasis. Annu Rev Plant Biol 53: 159-182.

    Darmono. 1995. Logam dalam sistem biologi mahluk hidup. Jakarta: UI Press. Datta JK, Bandhyopadhyay A, Banerjee A, Mondal NK. 2011. Phytotoxic effect of chromium

    on the germination, seedling growth of some wheat (Triticum aestivum L.) cultivars under laboratory condition. J Agric Sci Technol 7(2): 395-402.

    Handayani RI, Dewi NK, Priyono B. 2014. Akumulasi kromium (Cr) pada daging ikan nila merah (Oreochromis ssp.) dalam karamba jaring apung di sungai Winongo Yogyakarta. Jurnal MIPA 37(2): 123-129.

    Hawley EL, Rula AD, Michael CK, James JRG. 2004. Handbook of Cr(VI), Treatment technologies for chromium(VI). Connecticut: CRC Press LLC. p 274-303.

    Hazra B, Sarkar R, Biswas S, and Mandal N. 2010. Comparative study of the antioxidant and reactive oxygen species scavenging properties in the extracts of the fruits of Terminalia chebula, Terminalia belerica and Emblica officinalis. BMC Complement Altern Med 10 (1): 2-15.

    Howe G and Merchant S. 1992. Heavy metal activated synthesis of peptida in Clamydomonas reinhardtii. J Plant Physiol 98: 127-136.

    Kabata A, Pendias H. 2001. Trace Elements in Soils and Plants, 3rd ed. Boca Raton. CRC Press.

    Liu DH, Zou JH, Wang M, Jiang WS. 2008. Hexsavalent chromium uptake and its effect on mineral uptake antioxidant defence system and photosynthesis in Amaranthus viridis L. Bioresour Technol 99: 2628-2636.

    Liu J, Chang QD, Xue HZ, Yi NZ Cheng H. 2009. Subcellulae distribution of chromium in accumulating plant Leersia hexandra Swartz. J Plant Sci 5(8): 436-444.

    Michalak A. 2006. Phenolic Compounds and Their Antioxidant Activity in Plants Growing under Heavy Metal. Polish J. of Environ. Stud. 15(4): 523-530.

    Mudjisihono R, Suprapto. 1987. Budidaya dan Pengolahan Sorgum. Jakarta: Penebar Swadaya.

  • 20

    Mulimani VH, Supriya D. 1994. Tannic acid content in sorghum (Sorghum bicolour M.): Effects of processing. Plant Food Hum Nutr 46(3): 195-200.

    Nanda K, Dushenkov V, Motto H, Raskin I. 1995. Phytoextraction: The use of plants to remove heavy metals from soils. Environ. Sci. Technol. 29 (5): 1232–1238.

    Nurdiansyah M, Elza Z, dan Nurbaiti. 2015. Uji daya hasil dan mutu fisiologis benih beberapa genotipe sorgum manis (Sorghum bicolor (L.) Moench) koleksi batan. Jom Faperta Vol 2 No.1.

    Okeno JA, Evans M, Santie DV, Jeffrey DW, Manjit KM. Morphological variation in the wild-weedy complex of sorghum bicolor in situ in western Kenya: preliminary evidence of crop-to-wild gene flow. Int. J. Plant Sci. 173(5): 507-515.

    Panda SK and Patra HK. 2000. Does Cr(III) produces oxidative damage in excised wheat leaves. J. Plant Biol. 27(2):105–110.

    Panda SK. 2003. Heavy metal phytotoxicity induces oxidative stress in Taxithelium sp. Curr. Sci. 84: 631–633.

    Panda SK and Choudury S. 2005. Cromium Stress in Plants. Braz. J. Plant Physiol 17(1): 95-102.

    Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001. Tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air.

    Ray D and Williams DL. 2011. Characterization of the Phytochelatin Synthase of Schistosoma mansoni. PLoS Negl Trop Dis 5(5): e1168. doi: 10.1371/journal.pntd. 0001168.

    Rea PA, Vatamaniuk OK and Rigden DJ. 2004. Weeds, worms, and more. Papain's long-lost cousin, phytochelatin synthase. Plant Physiol 136: 2463-2474.

    Reddy NR, Murali MS, Madhusudhana R, Umakanth AV, Satish K, Srinivas G. 2008. Inheritance of morphological characters in sorghum. J. SAT Agric. 6: 1-3.

    Saha R, Nandi R, Saha B. 2011. Review sources and toxicity of hexavalent chromium. J. Coord. Chem. 64: 1782-1806.

    Saruhan N, Aykut S, Mehmet D, Asım K. 2012. Apoplastic and symplastic solute concentrations contribute to osmotic adjustment in bean genotypes during drought stress. Turk J Biol 36: 151-160.

    Schons PF, Battestin V, Macedo GA. (2012). Fermentation and enzyme treatments for sorghum. Braz. J. Microbiol 43(1): 89-97.

    Shankar AK, Cervantes C, Herminia LT, Audainayagam S. 2005. Chromium toxicity in plants. Environ Int 31: 739-753.

    Sharma AD, Brar MS, and Malhi SS. 2005. Critical toxic range of Transgenic Plants in spinach plant and soil. J. Plant Nutr 28:1555-1568.

    Sherene K. 2010. Mobility and transport of heavy metals in polluted soil environment. An Int. J. 2: 112-121.

    Sirappa MP. 2003. Prospek pengembangan sorgum di Indonesia sebagai komoditas alternatif untuk pangan, pakan, dan industri. Jurnal Litbang Pertanian 22(4): 133-140.

    Stevenson F J. 1994. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reactions. New York: John Willey & Sons Inc.

    Suarni. 2004. Pemanfaatan tepung sorgum untuk produk olahan. Jurnal Litbang Pertanian 23(4): 145-151.

  • 21

    Suarni, Herman S. 2013. Potential of Corn and Sorghum Development as Functional Food Sources. Jurnal Litbang Pertanian 23(2): 47-55.

    Suarni dan Firmansyah IU. 2005. Potensi sorgum varietas unggul sebagai bahan pangan untuk menunjang agroindustri. Bandar Lampung: Prosiding Lokakarya Nasional BPTP Lampung, Universitas Lampung. 541-546.

    Takuo O and Hideyuki I. 2011. Tannins of Constant Structure in Medicinal and Food Plants—Hydrolyzable Tannins and Polyphenols Related to Tannins. Molecules 16: 2191-2217.

    Tamilselvi N, Krishnamoorthy P, Dhamotharan R, Arumugam P, and Sagadevan E. 2012. Analysis of total phenols, total tannins and screening of phytocomponents in Indigofera aspalathoides (Shivanar Vembu) Vahl EX DC. J. Chem. Pharm. Res. 4(6): 3259-3262.

    Turner MA, Rust RH. 1971. Effects of Cr on growth and mineral nutrition of soybeans. Soil Sci Soc Am Pro 35: 755–758.

    Vajpayee P, Tripati RD, Rai UN, Ali MB Singh SN. 2000. Chromium (VI) accumulation reduces chlorophyll biosynthesis, nitrate reductase activity and protein content in Nymphaea alba L. Chemosphere 41(7): 1075-1082.

    Zou J, Wang M, Jiang W, Liu D. 2006. Chromium Accumulation and Its Effect on Other Mineral Elements in Amaranthus viridis L. Acta Biol Cracov Bot 48 (1):7-12.

    LAMPIRAN Tabel 9. Area dan jumlah asam amino (peak) biji sorgum varietas Numbu, Keris M3, dan

    Kawali yang ditanam pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L. RT Perlakuan (mg/L)

  • 22

    Numbu Keris Kawali

    Kontrol 0

    Cr(III) 500

    Cr(VI) 5

    Kontrol 0

    Cr(III) 500

    Cr(VI) 5

    Kontrol 0

    Cr(III) 500

    Cr(VI) 5

    2.78 374580 365144 373668 273839 461959 531235 394794 441984 356598 2.90 TD TD TD 130783 TD TD TD TD 206673 3.48 26943 35062 51734 TD TD TD TD 43688 80125 3.71 172663 116867 116224 342138 288969 266759 417369 283669 269670 3.92 608953 21524 20282 2940721 1813012 349195 3952215 1196473 5058087 4.25 TD 12395 11868 TD TD 19762 TD TD TD 4.61 TD 1505 1235 TD TD TD TD TD TD 4.72 TD 2020 2068 TD TD TD TD TD TD 4.95 355885 133199 188248 535789 789238 437238 688930 689747 929224 5.39 46725703 49737058 55140559 44875181 60549340 61283348 43346794 56338430 62881692 7.80 284244 99708 119795 379266 409904 208279 512864 303982 311113 8.13 212555 TD TD 391114 292657 176635 399986 198386 285605 9.43 15812 108088 56913 21526 16377 36353 19957 13498 24613 9.73 59844 147043 124904 65192 35947 57492 51334 66835 51867

    11.35 361517 392712 408116 400261 360253 384813 394323 372192 442516 15.42 5268 4606 4318 7188 6798 5250 6538 5090 3894 21.51 1183778 1301143 1306283 1205617 1276407 1262310 1225803 1264316 1324604 25.23 32126 35280 36990 32104 245675 59878 59201 44436 52530 29.63 5603587 5242108 4987479 13984758 12090740 5614449 6809857 5371664 4831850 35.93 2828535 2006757 1675583 3023200 2714309 2358800 2424132 2385541 1204372

    Total 16 18 18 16 15 16 15 16 17

    Catatan: TD (tidak terdeteksi)

    Tabel 10. Waktu retensi standar dan asam amino biji sorgum varietas Numbu, Keris M3, dan Kawali yang ditanam pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L.

    Perlakuan (mg/L) Standart

    Numbu Keris Kawali

  • 23

    Kontrol 0

    Cr(III) 500

    Cr(VI) 5

    Kontrol 0

    Cr(III) 500

    Cr(VI) 5

    Kontrol 0

    Cr(III) 500

    Cr(VI) 5

    2.778 2.778 2.775 2.777 2.774 2.777 2.774 2.774 2.774 TD TD TD TD 2.903 TD TD TD TD 2.9 2.948

    3.471 3.47 3.55 TD TD TD TD 3.465 3.435 3.478 3.703 3.714 3.704 3.701 3.699 3.704 3.701 3.704 3.715 3.71 3.916 4.01 4.002 3.888 3.899 3.927 3.885 3.908 3.874 4.039

    TD 4.256 4.253 TD TD 4.232 TD TD TD 4.319 TD 4.594 4.633 TD TD TD TD TD TD 4.636 TD 4.715 4.717 TD TD TD TD TD TD TD

    4.963 4.946 4.944 4.955 4.958 4.95 4.967 4.959 4.95 4.969 5.393 5.391 5.393 5.4 5.396 5.403 5.397 5.388 5.393 5.413

    TD TD TD TD TD TD TD TD TD 6.12 TD TD TD TD TD TD TD TD TD 6.397 TD TD TD TD TD TD TD TD TD 6.7 TD TD TD TD TD TD TD TD TD 7.083

    7.795 7.805 7.801 7.799 7.804 7.805 7.797 7.791 7.784 7.327 8.156 TD TD 8.138 8.153 8.155 8.122 8.12 8.085 8.003

    TD TD TD TD TD TD TD TD TD 8.582 TD TD TD TD TD TD TD TD TD 8.8

    9.436 9.406 9.474 9.454 9.42 9.461 9.433 9.394 9.4 9.288 9.727 9.721 9.73 9.743 9.753 9.733 9.743 9.738 9.704 9.803

    TD TD TD TD TD TD TD TD TD 10.832 11.337 11.337 11.348 11.353 11.366 11.363 11.355 11.334 11.32 11.406

    TD TD TD TD TD TD TD TD TD 14.093 15.401 15.371 15.404 15.453 15.435 15.432 15.458 15.397 15.399 15.549

    TD TD TD TD TD TD TD TD TD 17.846 21.481 21.476 21.508 21.52 21.559 21.554 21.532 21.481 21.454 21.613 25.169 25.191 25.24 25.25 25.213 25.318 25.281 25.183 25.188 24.613 29.56 29.557 29.613 29.715 29.747 29.714 29.686 29.573 29.525 29.756

    35.845 35.843 35.923 35.98 36.051 36.057 36.003 35.873 35.793 36.086

    Catatan: TD (tidak terdeteksi)

    Tabel 11. Area standar dan asam amino biji sorgum varietas Numbu, Keris M3, dan Kawali yang ditanam pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L.

    Perlakuan (mg/L) Standart

    Numbu Keris Kawali

  • 24

    Kontrol 0

    Cr(III) 500

    Cr(VI) 5 Kontrol 0

    Cr(III) 500

    Cr(VI) 5 Kontrol 0

    Cr(III) 500

    Cr(VI) 5

    374580 365144 373668 273839 461959 531235 394794 441984 356598 TD TD TD TD 130783 TD TD TD TD 206673 211794

    26943 35062 51734 TD TD TD TD 43688 80125 668090 172663 116867 116224 342138 288969 266759 417369 283669 269670 884195 608953 21524 20282 2940721 1813012 349195 3952215 1196473 5058087 337209

    TD 12395 11868 TD TD 19762 TD TD TD 126151 TD 1505 1235 TD TD TD TD TD TD 200714 TD 2020 2068 TD TD TD TD TD TD TD

    355885 133199 188248 535789 789238 437238 688930 689747 929224 68454 46725703 49737058 55140559 44875181 60549340 61283348 43346794 56338430 62881692 2440078

    TD TD TD TD TD TD TD TD TD 108172 TD TD TD TD TD TD TD TD TD 151964 TD TD TD TD TD TD TD TD TD 36191 TD TD TD TD TD TD TD TD TD 9858

    284244 99708 119795 379266 409904 208279 512864 303982 311113 79171 212555 TD TD 391114 292657 176635 399986 198386 285605 247740

    TD TD TD TD TD TD TD TD TD 31693 TD TD TD TD TD TD TD TD TD 24207

    15812 108088 56913 21526 16377 36353 19957 13498 24613 6894 59844 147043 124904 65192 35947 57492 51334 66835 51867 134294

    TD TD TD TD TD TD TD TD TD 2682 361517 392712 408116 400261 360253 384813 394323 372192 442516 701800

    TD TD TD TD TD TD TD TD TD 50183 5268 4606 4318 7188 6798 5250 6538 5090 3894 16309

    TD TD TD TD TD TD TD TD TD 10022 1183778 1301143 1306283 1205617 1276407 1262310 1225803 1264316 1324604 1020597

    32126 35280 36990 32104 245675 59878 59201 44436 52530 59046 5603587 5242108 4987479 13984758 12090740 5614449 6809857 5371664 4831850 4755057 2828535 2006757 1675583 3023200 2714309 2358800 2424132 2385541 1204372 442021

    Catatan: TD (tidak terdeteksi)

    A

  • 25

    Gambar 7. Jumlah (peak) dan area asam amino pada biji sorgum varietas Numbu ditanam

    pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L. A: kontrol, B: Cr(III) 500 mg/L, dan C: Cr(VI) 5 mg/L.

    B

    C

  • 26

    Gambar 8. Jumlah (peak) dan area asam amino pada biji sorgum varietas Keris M3 ditanam

    pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L. A: kontrol, B: Cr(III) 500 mg/L, dan C: Cr(VI) 5 mg/L.

    A

    B

    C

  • 27

    Gambar 9. Jumlah (peak) dan area asam amino pada biji sorgum varietas Kawali ditanam

    pada media mengandung Cr(III) 500 mg/L dan Cr(VI) 5 mg/L. A: kontrol, B: Cr(III) 500 mg/L, dan C: Cr(VI) 5 mg/L.

    A

    B

    C