Kandang Babi Induk.doc

392
Kandang Babi Induk July 28, 2010 | Posted by saulandsinaga Kandang harus memenuhi tuntutan biologis ternak babi. Ternak babi tergolong hewan berdarah panas atau homeoterm, yaitu mekanisme fisiologisnya selalu berusaha mempertahankan kemantapan keadaan internal tubuh dengan kondisi lingkungan eksternal yang cocok baginya. Lahan kandang harus dipilih yang bertopografi yang memungkinkan digunakan untuk peternakan babi. Sedapat mungkin dari areal perkandangan dapat disalurkan limbah ternak ketempat penampungan limbah oleh grafitasi saja. Air permukaan harus diarahkan menjauh dari tempat perkandangan dan penampungan limbah. Rambesan dari kandang dan dari penampungan limbah sewdapat mungkin tinggal dilahan peternak itu sendiri dan jangan mencemari lahan milik oranglain. Tata letak bangunan biasanya disesuaikan dengan keadaan atau topografi lahjan, hamun harus memenuhi persyaratan teknis kandang ternak babi. Bagi peternak babi dangan usaha sekeluarga, atau beternak babi di pekarangan rumah yang memelihara sampai 10 ekor induk, dapat mendirikan hanya satu bangunan kandang dengan luas lantai misalnya 50 m² dengan manajemen pemeliharaan yang efisien. Dalam bangunan kandang tersebut sudah dapat petak kandang jantan, induk tak bunting dam babi bunting, kandang melahirkan sekaligus untuk induk berlaktasi serta kandang membesarkan anak atau kandang menggemukan. Bangunan kandang babi untuk daerah tropis seperti indonesia lebih sederhan dibandingkan dengan daerah subtropis atau daerah beriklim dingin. Suhu diindonesia rata-tata 27,2◦C, namun suhu di pelbagai daerah Suhu optimal bagi ternak babi Status babi Bobot badan (Kg) Suhu optiomal (◦C) Baru lahir 1 – 2 35 Menyusui 2 – 5 25 – 34 Lepas sapih/fase 5 – 40 18 – 24

Transcript of Kandang Babi Induk.doc

Page 1: Kandang Babi Induk.doc

Kandang Babi IndukJuly 28, 2010 | Posted by saulandsinaga

Kandang harus memenuhi tuntutan biologis ternak babi. Ternak babi tergolong hewan berdarah panas atau homeoterm, yaitu mekanisme fisiologisnya selalu berusaha mempertahankan kemantapan keadaan internal tubuh dengan kondisi lingkungan eksternal yang cocok baginya.

Lahan kandang harus dipilih yang bertopografi yang memungkinkan digunakan untuk peternakan babi. Sedapat mungkin dari areal perkandangan dapat disalurkan limbah ternak ketempat penampungan limbah oleh grafitasi saja. Air permukaan harus diarahkan menjauh dari tempat perkandangan dan penampungan limbah. Rambesan dari kandang dan dari penampungan limbah sewdapat mungkin tinggal dilahan peternak itu sendiri dan jangan mencemari lahan milik oranglain.

Tata letak bangunan biasanya disesuaikan dengan keadaan atau topografi lahjan, hamun harus memenuhi persyaratan teknis kandang ternak babi. Bagi peternak babi dangan usaha sekeluarga, atau beternak babi di pekarangan rumah yang memelihara sampai 10 ekor induk, dapat mendirikan hanya satu bangunan kandang dengan luas lantai misalnya 50 m² dengan manajemen pemeliharaan yang efisien. Dalam bangunan kandang tersebut sudah dapat petak kandang jantan, induk tak bunting dam babi bunting, kandang melahirkan sekaligus untuk induk berlaktasi serta kandang membesarkan anak atau kandang menggemukan.

Bangunan kandang babi untuk daerah tropis seperti indonesia lebih sederhan dibandingkan dengan daerah subtropis atau daerah beriklim dingin. Suhu diindonesia rata-tata 27,2◦C, namun suhu di pelbagai daerah

Suhu optimal bagi ternak babi

Status babi Bobot badan  (Kg) Suhu optiomal (◦C)

Baru lahir 1 – 2 35

Menyusui 2 – 5 25 – 34

Lepas sapih/fase bertumbuh

5 – 40 18 – 24

Fase bertumbuh – pengakhiran

40 – 90 12 – 22

Babi bunting 130 – 250 14 – 20

Induk menyusukan anak 130 – 250 5 – 18

 

Unit ataubangsal kandang mengasuh anak ( nursery pens ) yangterdiri dari petak – petak setelah anak babi disapih dan tinggal disitu sampai umur atau bobot badan 35 – 40 Kg. Mungkin juga ditampatkan di petak – petak kandang ini induk bersama anaknya yang dipindahkan dari kandang melahirkan setelah anak berumur 2 – 3 minggu dan induk tinggal disitu sampai anak disapih.

Page 2: Kandang Babi Induk.doc

Dalam merancang suatu kompleks peternakan babi, sasaran atau tujuan dapat dinyatakan pada salah satu atau beberapa dari pada hal sebagai berikut :

1. Untuk mengandangkan ternak babi baik menggunakan ventilasi dengan tenaga maupun ventilasi secara alami.

2. Memberikan fasilitas untuk babi yang dipelihara dan

3. Untukmenghasilkan daging

Rancangan perkandangan dapat berubah dari waktu lalu ke sekarang berdasarkan pengalaman sebelumnya baik kegagalan maupun keberhasilan.  Dalam merancang suatu perkandangan selalu dipertimbangkan agar biaya sekecil mungkin, dengan penampilan dan kualitas yang dapat diterima. Tetapi pada kandang ternak sebenarnya tekananutama (paling besar) ditujukan pada penampilan dimana hal itu mempengaruhi terhadap biaya dari sistem produksi.

Dalam merancang bangunan utnuk ternak terdapat enam data dasar yang diperlukan, dimana satu dengan yang lain tidak terpisah tetapi harus dipertimbangkan segala interaksi dan pengaruhnya ;

Lingkungan Bangunan

Tersedianya informasi yang cukup tentang lingkungan ternak sehingga memung-kinkan kita untuk menduga modifikasi iklim yang diperlukan untuk mencapai penampilan optimum secara ekonomis. Modifikasi lingkungan memungkinkan merubah makanan menjadi daging secara effisien (merupakan alasan yang prinsipal untuk kandang ternak babi).  Untuk mencapai dan mempertahankan produksi yang optimum diperlukan faktor antara lain untuk mempertahankan kondisi iklim optimum/ lingkungan optimum sejalan dengan kebutuhan ternak.

Apa yang dimaksud dengan lingkungan optimum ?, faktor apa yang mempengaru-hinya ? Effisiensi produksi ternak babi tergantung kepada keberadaan dimana zat makanan dalam ransum yang digunakan untuk kebutuhan pokok dan untuk produksi jaringan ternak, dengan sistem perkandangan yang intensif sehingga ternak tidak bebas untuk memiliki kondisi tempat tinggal dimana adalah terbatas, oleh karena itu adalah penting untuk mengetahui atau mengerti pengaruh lingkungan terhadap kesehatan ternak, kesejahtraan dan produktivitas.

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa daerah temperatur netral (DTN/ Thermo Netral Zone) dikenal sebagai :

-          kisaran temperatur udara dimana laju metabolisme ternak babi adalah dalam suatu keadaan minimum, tetap dan bebas dari temperatur udara.

-          Kisaran suhu udara dimana metabolisme secara normal diperoleh atau secara mencukupi

-          Produksinya panas danhilangnya panas dari tubuh adalah kira-kira sama atau seimbang.

Page 3: Kandang Babi Induk.doc

Keseimbangan  energi dari seekor ternak beberapa sangat dipengaruhi oleh temperatur dan sering digunakan sebagi kriteria tunggal, dalam merinci atau speci-fikasi lingkungan.

 Zoometry dan tingkah laku ternak

Zoometrik adalah ukuran dari ternak dan hubungannya dengan lingkungan kandang, ini sangat penting karena ukuran ternak babi pada umur yang berbeda perlu dijamin agar bangunan dan peralatan berfungsi untuk ukuran kandang ternak babi. Zoometrik perlujuga diketahui untuk pemanfaatan peralatan dapat difungsikan dihubungkan dengan ukuran kandang.

Ukuran ternak babi harus digunakan untuk rancangan peralatan dengan baik seperti

-          tempat makanan ransum

-          tinggi alat minum (kalau menggunakan water nipple )

-          ukuran dan jarak slat dll

Data zoometrik (seperti berat, panjang, umur dan ukuran langkah ternak babi) digunakan untuk rancangan perkandangan.

Bahan dan struktur bangunan

Bahanyang banyak digunakan terutama diluar negeri adalah ;

-          Stainless steel untuk gerobak makanan , kandang babi di daerah yang sangat berkarat, lantai berkisi dan alat minum.

-          Pipa Polivinilchlorida (PVC) untuk air dan membawa makanan.

-          Kayu Blok (timber) untuk menjaga panas apalagi diberi perlakuan untuk memberi daya tahan terhadap kelembaban.

-          Bahan kawat untuk cenderung lebih bersih

-          Bahan plastik lebih disenangi oleh ternak karena bahan tersebut hangat.

Alat-alat atau perlengkapan kandang

  Kandang yang sempurna memerlukan perlengkapan-perlengkapan yaitu :

   1) Tempat makan dan minum

Tempat makanAda dua macam tempat makan yaitu yang berbentuk bak dari pasangan semen dan yang kedua ialah tempat makan berupa kotak yang bahannya dari papan ataupun seng. Tempat makan yang berbentuk kotak ini bisa dibuat memanjang ataupun bulat. (Perhatikan pada gambar.) Masing-masing bisa dipakai secara individual atau kelompok. Demikian juga mengenai tempat minum, ada yang berupa bak, tabung dan nozzle.

Page 4: Kandang Babi Induk.doc

 Baik tempat makan ataupun tempat minum ini merupakan perlengkapan kadang yang mutlak diperlukan oleh babi. Oleh karena itu perlengkapan kandang ini harus dengan baik dan memenuhi persyaratan.

Persyaratan pembuatan tempat makan/air minum yang perlu diperhatikan antara lain

 :• Ukuran tempat makan dan minum hendaknya disesuaikan dengan umur/besar kecilnya babi.• Mudah dibersihkan.• Konstruksi tempat makan dan minum harus dijaga, agar babi tidak bisa dengan mudah masuk menginjak-injak ataupun berbaring di dalamnya.• Tempat makan dan minum letaknya lebih tinggi daripada lantai.• Permukaan bagian dalam mesti keras, rata dan halus agar sisa makanan tidak bisa tertinggal di sela-selanya, dan mudah dibersihkan.• Tepi-tepi atau bibir tempat makan dan minum harus dibuat agak bulat seperti punggung belut, sehingga tidak tajam.

      2) Bak air

Seriap kandang hendaknya juga dilengkapi dengan bak air yang terletak di dekat kandang. Bak ini dimaksudkan untuk menampung persediaan air, sehingga sewaktu-waktu air itu hendak diperlukan untuk membersihkan lantai, alat-alat lain, serta memberikan minum selalu siap, tanpa ada sesuatu kesulitan. Ukuran serta jumlah bak ini bisa disesuaikan dengan jumlah babi yang dipiara.

      3) Bak penampungan kotoran

Setiap kandang atau ruangan hendaknya dilengkapi dengan saluran atau parit yang menghubungkan kandang dengan bak penampungan kotoran, sehingga dengan letak lantai yang sedikit miring, air kencing dan kotoran dengan mudah bisa dialirkan langsung kotoran ini ialah bahwa semua kotoran akan tertampung di dalamnya dan tidak mengganggu sekelilingnya serta bisa dimanfaatkan untuk usaha-usaha pertanian. Ukuran bak ini tergantung dari persediaan bak yang ada serta jumlah babi atau luas kandang.

      4) Pintu kandang

Khusus kandang induk sebaiknya perlu dilengkapi sekaligus dengan pintu penghalang, sehingga kematian anak babi akibat tertindih induk bisa dihindarkan. Tetapi apabila tidak ada perlengkapan semacam ini, anak babi bisa ditaruh di dalam kotak tersendiri. Hanya pada saat menyusu saja anak-anak babi tersebut dicampur dengan induknya. Anak-anak babi tersebut harus selalu diawasi.

Kandang induk menyusuiKandang induk yang efisien ialah jika kandang tersebut nyaman bagi induk dan sekaligus nyaman bagi anak-anak yang dilahirkan, sehingga anak-anaknya bisa mendapatkan kesempatan hidup pada kandang tersebut.Pada pokoknya kadang babi induk bisa dibedakan antara kandang individual dan kelompok.

      a) Kandang individual

Page 5: Kandang Babi Induk.doc

Pada kandang induk individual ini satu ruangan hanyalah disediakan untuk seekor babi. Konstruksi kandang ialah kandang tunggal, di mana kandang hanya terdiri dari satu baris kandang. Dan kandang tersebut atap bagian depanyanya dibuat lebih tinggi daripada bagian belakang, tetapi pada saat hujan, atap bagian depan diusahakan bisa ditutup. Untuk ukuran kandang tersebut adalah sebagai berikut :• Tinggi bagian depan 2,5 m, bagian belakang 2 m.• Panjang 2,5 m, ditambah halaman pengumbaran yang terletak di belakang sepanjang 4 m.• Tinggi tembok 1 m• Lebar 3 m.• Pada ren (halaman pengumbarannya) yang berukuran panjang 4 m itu lantainya bisa dibuat dari pasangan seme, tanah atau batu, di mana induk bisa makan di situ pula. Sedangkan untuk diding depan bisa dibuat dari tembok, bamboo, papan atau bahan lain seperti anyaman kawat. Tetapi apabila dinding itu bahannya dari kawat, harus diusahakan dengan anyaman yang kecil, dan kuat supaya anak-anaknya tidak bisa keluar.• Kandang ini perlu dilengkapi dengan guard-rail (pintu penghalang) yang terletak di dalam, guna mencegah babi kecil mati tertindih.• Kandang tersebut juga dilengkapi dengan tempat makan khusus untuk anak-anak babi. Tempat makan ini diberi pagar pemisah agar induk tidak bisa mengganggu makanan yang diberikan kepada anak-anaknya.• Dilengkapi dengan lampu pemanas.• Kandang diberikan tilam dari jerami kering yang bersing.

      b) Kandang kelompok

Pada pokoknya kandang induk kelompok ini sama seperti pada kandang individual. Biasanya konstruksi kandang ini ialah kandang ganda, sehingga bisa dilengkapi dengan gang/jalan yang dapat dipakai untuk memberikan makanan dan air minum, sedang alat perlengkapan lainnya sama seperti pada kandang tunggal.

Page 6: Kandang Babi Induk.doc

PENGARUH SUBSTITUSI JAGUNG OLEH CORN FIBER DALAM RANSUM BABI TERHADAP KONVERSI RANSUM DAN LAJU PERTUMBUHAN

October 23, 2010 | Posted by saulandsinaga

ABSTRAK

Suatu Penelitian tentang “Pengaruh Substitusi Jagung oleh Corn Fiber dalam Ransum Babi terhadap Konversi Ransum dan Laju Pertumbuhan” dengan tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh substitusi jagung oleh Corn Fiber dalam ransum  babi terhadap konversi ransum dan laju pertumbuhan.

Penelitian ini menggunakan 24 ekor babi periode starter yang berumur 8 minggu dengan bobot badan rata-rata 20 kg dan koefisien variasi 6,94 %. Rancangan Percobaan adalah Rancangan Acak Lengkap dengaan empat macam perlakuan yaitu tingkat substitusi jagung oleh Corn Fiber sebanyak 0 %, 20 %, 35 % dan 50 %, setiap perlakuan diulang sebanyak enam kali.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa substitusi jagung oleh Corn Fiber tidak memberikan pengaruh yang berbeda terhadap konversi ransum sampai pada tingkat substitusi jagung oleh corn fiber sebesar 35 % dan memberikan pengaruh yang berbeda pada tingkat substitusi corn fiber sebesar 50 % dimana semakin tinggi kandungan corn fiber yang mensubstitusi jagung dalam ransum babi mengakibatkan laju pertumbuhan semakin menurun. Substitusi jagung oleh corn fiber sebanyak 35 % memberikan pengaruh terbaik terhadap konversi ransum dan laju pertumbuhan.

Kata Kunci : Jagung, Corn Fiber, Konversi Ransum, Laju Pertumbuhan,  Babi.

ABSTRACT

This research is about the effect of corn substitution by corn fiber in pigs rations to the ration convertion and growth rate with purpose to know the effect of corn substitution by corn fiber in pigs rations to the ration convertion and growth rate.

 

This research was using 24 starter period pigs, age 8 weeks with weight rate 20 kg and variation coefficient 6,94  %. The method wich was used in this research is Complete Randomize Design with four levels of corn substitution by corn fiber i.e, 0%, 20%, 35% and 50% with six replications.

 

Page 7: Kandang Babi Induk.doc

The result of the research shows that the corn substitution by corn fiber does not give the different effect to the ration convertion up to 35 % and gives the different effect to the ration convertion value in 50 % levels corn substitution by corn fiber, where the high percentation of corn fiber to substitute the corn will decrease pigs growth rate. Corn substitution by corn fiber in pigs ration up to 35 % give the best effect to ration convertion and growth rate.

Key Word : Corn, Corn Fiber, Ration Convertion, Growth Rate, Pigs.

PENDAHULUAN

Latar Belakang

            Peningkatan kesejahteraan dan perubahan pola fikir masyarakat tentang sumber makanan bergizi sangat mempengaruhi tingkat konsumsi daging. Permintaan akan daging yang cukup tinggi harus diimbangi dengan pengembangan serta budidaya ternak yang diharapkan mampu meningkatkan produksi daging dan hasil ikutan ternak lainnya. Salah satu ternak yang berpotensi untuk dikembangkan dalam usaha pemenuhan kebutuhan daging adalah babi. (Ahlschwede et al. 2004).

            Babi merupakan ternak yang mempunyai potensi cukup baik sebagai penghasil daging. Peningkatan produktivitas babi terus dilakukan karena usaha peternakan babi sangat potensial untuk dikembangkan. Keuntungan memelihara babi antara lain adalah efisien dalam mengkonversi pakan menjadi daging, bersifat prolifik (banyak anak per kelahiran), memiliki pertambahan bobot badan yang tinggi serta persentasi karkas yang tinggi (Williams, 2006).

            Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi usaha peternakan khususnya babi adalah ketersediaan pakan. Biaya untuk pakan dalam usaha peternakan babi mencapai 70 – 80 % dari total biaya produksi sehingga komposisi ransum perlu disusun seoptimal mungkin untuk mencapai keuntungan yang maksimal.  Populasi babi yang ada di Indonesia pada tahun 2003 sekitar 12 juta ekor. Daging babi merupakan salah satu sumber protein hewani bagi masyarakat Indonesia yang mengkonsumsinya yang jumlahnya sekitar 30 juta jiwa, membutuhkan sumber pakan sekitar 30.000 ton per hari (2,5 kg/ekor/hari) atau 10,95 juta ton per tahun (Statistik Dirjen Peternakan, 2007).

            Babi merupakan ternak monogastrik (berlambung tunggal) yang tidak dapat mencerna serat kasar sehingga bahan pakan utama babi adalah biji-bijian, terutama biji-bijian yang serat kasarnya tidak terlalu tinggi, biasanya 30 % dari bahan pakan tersebut adalah jagung. Pemerintah Indonesia mengimpor jagung kira-kira 65 % dari kebutuhan pakan ternak, yaitu sekitar 2,135 juta ton per tahun atau setara dengan Rp 2,78 milyar per tahun (Soebijanto, 2003).

            Harga jagung yang tinggi menjadi kendala dalam usaha meningkatkan produksi ternak babi. Hal ini disebabkan oleh ketersediaannya yang terbatas karena bersaing dengan kebutuhan manusia, oleh karena itu perlu dicari alternatif untuk menurunkan biaya pakan tersebut.     Salah satu cara yang bisa digunakan untuk mengatasi masalah harga jagung yang tinggi sekaligus mengefisienkan penggunaan ransum adalah dengan mencari sumber-sumber bahan pakan yang belum umum digunakan sebagai bahan pakan dengan harga relatif murah, mudah didapat, tersedia secara kontinu, mempunyai nilai gizi yang cukup bagi kebutuhan ternak, tidak bersifat racun bagi ternak, serta tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Salah satu bahan pakan alternatif tersebut adalah corn fiber.

Page 8: Kandang Babi Induk.doc

            Corn fiber yang merupakan hasil sampingan (by product) dari pengolahan minyak jagung yang memiliki kandungan nutrisi yang tidak jauh berbeda dengan jagung sehingga dapat digunakan sebagai bahan pakan untuk ransum ternak ruminansia maupun non ruminansia (Rea et al., 2007). Dalam hal ini faktor pembatas yang perlu diperhatikan adalah kandungan serat kasar terutama pada ternak yang masih sangat muda (Williams, 2006).

            Kandungan serat kasar dari corn fiber adalah 9,22 % (Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, 2004). Dengan produksi corn fiber sebanyak 500 ton/hari di PT. Suba Indah Tbk akan membuka peluang  besar dalam pemanfaatan corn fiber sebagai bahan pakan dalam ransum ternak, khususnya babi. (Bagian Produksi PT. Suba Indah Tbk, 2004).  

Kerangka Pemikiran

Babi merupakan ternak penghasil daging yang sangat efisien, sebab tingkat pertumbuhannya yang relatif cepat dengan rata-rata pertambahan berat badan periode starter sebesar 450 gram/hari, grower 700 gram/hari dan finisher sebesar 820 gram/hari. (NRC, 2008), bersifat prolifik ( banyak anak per kelahiran), serta merupakan salah satu hewan omnivora yang memakan segala jenis makanan (Van Barneveld, 2007).

  Jagung selain sebagai bahan makanan manusia juga merupakan bahan makanan ternak seperti unggas dan babi sebagai sumber energi. Menurut Dirjen Peternakan (2007), produksi jagung di Indonesia berkisar 1.4 ton/ha, sedangkan produksi di Negara-negara Asia rata-rata 1,8 ton/ha dan produksi dunia kira-kira 2 ton/ha.  Jagung merupakan bahan makanan sumber energi yang sangat penting bagi ternak. Energi didefenisikan sebagai kapasitas melakukan kerja. Energi dalam penggunaan makanan diukur dengan produksi panas yang timbul dari oksidasi biokemis di dalam tubuh ternak atau energi yang hilang melalui ekskresi tubuh. Energi dibutuhkan untuk proses hidup yaitu untuk kebutuhan hidup pokok, memelihara jaringan tubuh dan pembentukan jaringan tubuh yang baru antara lain ; pertumbuhan, kebuntingan dan laktasi (Williams, 2006). Sebagian kecil dari energi disimpan dalam bentuk glikogen di dalam hati dan otot, sedangkan sebagian besar disimpan dalam tubuh berbentuk lemak jika kelebihan energi.  Kekurangan energi dimanifestasikan dengan pertumbuhan yang lambat, kehilangan jaringan tubuh, dan atau rendahnya produksi daging tanpa adanya tanda-tanda yang nyata (Ahlschwede et al. 2004).

            Dalam usaha mengoptimalkan produksi babi, tingginya harga bahan pakan jagung merupakan salah satu kendala, hal ini disebabkan oleh ketersediaannya yang terbatas karena bersaing dengan kebutuhan manusia. Tingginya biaya untuk jagung tersebut menyebabkan harga daging menjadi tinggi juga, yang pada akhirnya akan menurunkan permintaan akan daging babi. Usaha untuk mengatasi masalah harga bahan pakan yang tinggi dapat dilakukan dengan mencari sumber bahan pakan alternative dengan syarat ; harga relatif murah, mudah didapat, tersedia banyak, memiliki zat-zat makanan yang diperlukan oleh ternak, tidak beracun, serta tidak bersaing dengan kebutuhan manusia.

            Corn fiber merupakan salah satu bahan pakan alternative yang memenuhi syarat-syarat diatas. corn fiber merupakan hasil sampingan (by product) dari pengolahan minyak jagung. PT. Suba Indah. Tbk. merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang usaha pengolahan minyak jagung. Komoditas utama dari PT. Suba Indah Tbk, adalah minyak jagung Omega-3 dan Omega-6 dengan by product seperti ; Starch (tepung pati), Corn Gluten Meal (dengan kadar protein lebih besar dari 60 %), dan corn fiber. Corn fiber merupakan by

Page 9: Kandang Babi Induk.doc

product yang paling banyak dihasilkan yaitu berkisar 500 ton/hari. (Bagian Produksi PT. Suba Indah Tbk, 2004).

            Penelitian di Amerika Serikat menemukan bahwa corn fiber dapat dimanfaatkan sebagai bahan pakan babi, yang menyatakan bahwa corn fiber dapat digunakan sebagai bahan pakan babi periode starter sebanyak 5 – 10 % dalam ransum (Edward, 2007). Selanjutnya, English, et al. 2008, menyatakan bahwa corn fiber bisa digunakan sebagai bahan pakan dalam ransum babi periode grower sebanyak 10 – 20 %, dan sebanyak    20 – 30 % dalam ransum babi periode finisher.  Berdasarkan uraian diatas, dapat ditarik suatu hipotesis bahwa corn fiber dapat mensubstitusi bahan pakan jagung dalam ransum babi sampai 50% (17,5 % dalam ransum babi periode starter atau 15 % dalam ransum babi periode grower atau 12,5 % dalam ransum babi finisher) dan memberikan pengaruh baik terhadap konversi ransum dan laju pertumbuhan.

Corn Fiber

            Dari segi fisik, jagung berwarna kuning sedangkan corn fiber berwarna kuning kecoklatan. Dari segi bau keduanya berbeda, jagung memiliki bau khas jagung yang digiling sedangkan corn fiber memiliki bau yang menyerupai gandum/bijian terbakar (toasted cereals) bercampur dengan bau fermentasi jagung. Karakteristik bau corn fiber sangat khas dibanding produk bahan pakan lainnya (Bagian Produksi PT. Suba Indah Tbk, 2004).

Corn fiber merupakan hasil sampingan (by product) dari pengolahan minyak jagung yang memiliki kandungan nutrisi yang tidak jauh berbeda dengan jagung sehingga dapat digunakan sebagai bahan pakan untuk ransum ternak ruminansia maupun non ruminansia (Edward, 2007). Dalam hal ini faktor pembatas yang perlu diperhatikan adalah kandungan serat kasar terutama pada ternak yang masih sangat muda (English, 2008).  Kandungan zat makanan dari corn fiber jika dibandingkan dengan jagung dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Kandungan Zat Makanan Corn Fiber dibandingkan dengan Jagung.

Zat Makanan Corn fiber* JagungProtein Kasar      (%)            10,31               10,50Serat Kasar         (%)              9,22                 2,00Kalsium              (%)              0,08                 0,02Phosfor               (%)              0,05                 0,30EM                (Kkal/kg)        3563,12           3420,00

Sumber :a)   Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi dan Makanan Ternak IPB, 2004.

              b) *Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia                   Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, 2004.

Penampilan Produksi Babi

Konversi Ransum

            Konversi ransum adalah jumlah konsumsi ransum yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg pertambahan bobot badan atau kemampuan ternak mengubah makanan kedalam bentuk tambahan bobot badan (Van Barneveld, 2007). Nilai konversi ransum

Page 10: Kandang Babi Induk.doc

merupakan perbandingan yang menunjukkan efisiensi penggunaan ransum untuk menghasilkan pertambahan bobot badan sebesar satu satuan, dengan demikian makin rendah angka konversi  akan makin efisien dalam penggunaan ransum (Williams, 2006). Edwards  (2007) mengemukakan bahwa terdapat hubungan positif antara selera makan dan efisiensi penggunaan pakan dan bobot badan. Konversi ransum ransum ditentukan dengan cara membagi konsumsi pakan dengan pertambahan bobot badan dalam satuan yang sama.

Menurut English (2008) konversi ransum tergantung kepada: (1) kemampuan ternak untuk mencerna zat makanan, (2) kebutuhan ternak akan energi dan protein untuk pertumbuhan, hidup pokok dan fungsi tubuh lainnya, (3) jumlah makanan yang hilang melalui metabolisme dan kerja yang tidak produktif dan (4) tipe makanan yang dikonsumsi: sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi konversi ransum adalah genetik, umur, berat badan, tingkat konsumsi makanan, pertambahan bobot badan perhari, palatabilitas dan hormon. NRC (2008) memberikan rekomendasi angka konversi yang diharapkan dari berbagai tipe babi sebagai berikut; untuk babi dengan bobot badan 20 kg – 50 kg dan 50 kg – 110 kg berturut-turut adalah 2,71 dan 3,79 atau rata-rata angka konversi 3,25.

Laju Pertumbuhan

            Faktor makanan yang mempengaruhi pertumbuhan adalah kandungan zat makanan serta daya cerna bahan makanan tersebut. Daya cerna bahan makanan akan mempengaruhi laju perjalanan makanan pada ternak yang tentu saja akan mempengaruhi percepatan pertumbuhan ternak.

Kurva pertumbuhan normal adalah berbentu sigmoid. Pertumbuhan mempunyai tahapan laju pertumbuhan yang berbeda-beda. Laju pertumbuhan postnatal (setelah kelahiran) hingga penyapihan mula-mula berlangsung sangat lambat. Pada fase penyapihan hingga pubertas laju pertumbuhan mengalami percepatan (logaritmik), selanjutnya berangsur-angsur menurun kemudian berhenti setelah mencapai kedewasaan. (Edwards, 2007). Grafik pertumbuhan ditentukan oleh tingkat konsumsi, bila tingkat konsumsi tinggi pertumbuhan juga cepat, sedangkan bila terjadi pengurangan makanan dapat memperlambat kecepatan pertumbuhan. NRC (2008) memberikan rekomendasi rata-rata pertambahan bobot-badan yang diharapkan dari berbagai periode pemeliharaan babi adalah sebagai berikut; untuk babi periode starter sebesar 450 gram/hari, untuk babi periode grower 700 gram/hari dan untuk babi periode finisher adalah sebesar 820 gram/hari. III

BAHAN DAN METODOLOGI PENELITIAN

Bahan Penelitian

            Ternak yang digunakan pada percobaan ini adalah babi persilangan Landrace dan Duroc, bobot badan rata-rata 20 kg sebanyak 24 ekor, dengan koefisien variasi kurang dari 6,9%. Babi ditempatkan secara acak dalam 24 kandang individu dengan kondisi lingkungan yang sama. Jenis kelamin babi adalah jantan (kastrasi) dan betina. Babi dipelihara selama 3,5 bulan yakni dari periode starter sampai dengan periode finisher.

            Corn fiber yang digunakan dalam penelitian ini adalah produk sampingan dari pengolahan minyak jagung PT. Suba Indah Tbk. Corn fiber digiling hingga berbentuk tepung, sehingga memudahkan dalam pencampuran dengan bahan pakan penyusun ransum lainnya. Kandungan zat makanan corn fiber tersebut adalah protein kasar sebesar 10,31 %,

Page 11: Kandang Babi Induk.doc

Serat kasar 9,22 %, Lemak Kasar 11,78 %, Energi Metabolisme 3563,12 kkal, Calsium 0,08 %, dan Phosfor sebesar 0,05 %. (Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, 2004).

            Kandang yang digunakan untuk penelitian adalah kandang individu yang berukuran 0,6 x 2 x 1,2 m dengan lantai semen dan beratap genteng/seng yang dilengkapi dengan tempat makan dan minum, jumlah kandang yang diperlukan sebanyak 24 unit. Tiap kandang diberi nomor untuk memudahkan dalam pengontrolan dan pengambilan data. Setiap kandang juga dilengkapi dengan kantong plastik sebagai tempat pakan yang akan diberikan setiap hari. Alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah satu buah timbangan duduk berkapasitas 100 kg dengan tingkat ketelitian 0,1 kg untuk menimbang babi dan satu buah timbangan duduk dengan kapasitas 5 kg dengan tingkat ketelitian 0,01 kg untuk menimbang pakan dan sisa pakan.

            Ransum penelitian untuk babi terdiri dari dedak padi, jagung, konsentrat (Phokphan 152), premix, tepung tulang, minyak sawit, garam dan corn fiber yang mensubstitusi jagung. Corn fiber dicampurkan dengan bahan ransum yang lain sampai benar-benar homogen lalu diberikan pada babi. Ransum penelitian ada tiga macam yaitu ransum babi pada periode starter, ransum babi pada periode grower dan ransum babi pada periode finisher. Ransum diberikan 3 kali sehari secara ad libitum terbatas sebanyak 1-2 kg pakan kering/ekor/hari pada babi periode starter, 2-3 kg pakan kering/ekor/hari pada babi periode grower, dan 3-4 kg pakan kering/ekor/hari pada babi periode finisher.

Tabel 2. Kandungan Zat-zat Makanan dari Bahan Pakan yang digunakan dalam               Ransum Babi

Bahan ransum EM PK SK   Kalsium Phospor

  kkal —————————–%—————————-

Jagung 3420,00 10,50  2,00   0,02 0,30

Dedak Padi

Konsentrat Premix

Minyak Sawit

Tepung Tulang

Corn Fiber     

2980,00

2948,00

      0,00

8600,00    

      0,00

3563,12

12,00

34,00

  0,00

  0,00 

  0,00

10,31

       9,00

 4,83

 0,00

 0,00

 0,00

  9,22     

  0,03

1,80

0,13

       0,00

     29,82

0,08

0,12

1,21

 0,11

      0,00

    12,49

0,05

Sumber : Hasil Analisis Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminansia dan Kimia                       Ternak, Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran, 2004.

Tabel 3. Kebutuhan Zat-zat Makanan Babi setiap Periode

Zat-Zat Makanan Starter Grower FinisherEM                (Kkal/kg) 3250 3260 3275Protein Kasar    (%) 18 15 13

Page 12: Kandang Babi Induk.doc

Serat Kasar       (%) 4 – 5 5 – 6 6 – 7,5Kalsium            (%) 0,7 0,6 0,5Phosfor             (%) 0,6 0,5 0,4

Sumber :  NRC, 2008.

Tabel 4. Susunan dan Kandungan Zat-zat Makanan Ransum Babi Periode Starter

BahanRansum

R0 R1 R2 R3

Corn fiber

Jagung

Dedak Padi

Konsentrat

Tepung Tulang

Premix

Garam

Minyak sawit

       0,00

     35,00

     27,50

     32,50

       1,29

       0,50

       0,50

       3,21

        7,00

      28,00

      27,50

 32,50                                                

        1,41

        0,50

        0,50

        3,09

       12,25

       22,75

       27,50

       32,50 

         1,50

         0,50

         0,50

         3,00

        17,50

        17,50

        27,50

        32,50

          0,58

          0,50

          0,50

          2,92

Total    100,00     100,00      100,00       100,00

EM (Kkal/kg)  3250,66   3250,35    3250,12     3250,75

PK      (%)      18,03  18,01        18,00  18,00

SK      (%)        4,32         4,93          5,06          5,68

Ca       (%)        0,75         0,75          0,76          0,76

 P        (%)        0,68         0,67          0,65          0,64

Keterangan untuk tabel 4, 5 dan 6 :  Ransum terdiri atas,    

R0 =  Ransum kontrol dengan substitusi jagung oleh corn fiber sebanyak 0 % 

         (0 % dalam ransum babi periode starter, grower dan finisher).

R1 =  Ransum dengan substitusi jagung oleh  corn fiber sebanyak 20 %

(7 % dalam ransum babi periode starter atau 6 % dalam ransum babi periode     grower atau 5 % dalam ransum babi periode finisher).

R2 =  Ransum dengan substitusi jagung oleh corn fiber sebanyak 35 %

(12,25 % dalam ransum babi periode starter atau 10,50 % dalam ransum babi periode grower atau 8,75 % dalam ransum babi periode finisher).

Page 13: Kandang Babi Induk.doc

R3 =  Ransum dengan substitusi jagung oleh corn fiber sebanyak 50 %

(17,50 % dalam ransum babi periode starter atau 15 % dalam ransum babi periode grower atau 12,50 % dalam ransum babi periode finisher).

Kandungan EM, PK, SK, Ca pada ransum babi tiap periode pemeliharaan merupakan hasil perhitungan berdasarkan susunan ransum babi periode starter (20 -35 kg), grower (35-60 kg) dan finisher (60-90 kg). Perhitungan mengacu pada kebutuhan zat-zat makanan dan kandungan zat-zat makanan dari bahan pakan yang digunakan dalam ransum babi tiap periode pemeliharaan.

Tabel 5. Susunan dan Kandungan Zat-zat Makanan Ransum Babi Periode Grower

BahanRansum

R0 R1 R2 R3

Corn Fiber

Jagung

Dedak Padi

Konsentrat

Tepung Tulang

Premix

Garam

Minyak sawit

       0,00

     30,00

     43,50

     21,50

       0,81

       0,65

       0,50

       3,54

        6,00

      24,00

      43,50

 21,50                                                

        0,91

        0,65

        0,50

        3,44

       10,50

       19,50

       43,50

       21,50 

         0,99

         0,65

         0,50

         3,36

        15,00

        15,00

        43,50

        21,50

          1,06

          0,65

          0,50

          3,29

Total    100,00     100,00      100,00       100,00

EM (Kkal/kg)  3260,56   3260,54    3260,10     3260,52

PK      (%)      15,68  15,66        15,66  15,65

SK      (%)        5,55         5,98          6,02          6,63

Ca       (%)        0,61         0,63          0,63          0,63

 P        (%)        0,58         0,57          0,56          0,54

 

Tabel 6. Susunan dan Kandungan Zat-zat Makanan Ransum Babi Periode Finisher

BahanRansum

R0 R1 R2 R3

Corn Fiber

Jagung

       0,00

     25,00

        5,00

      20,00

         8,75

       16,25

        12,50

        12,50

Page 14: Kandang Babi Induk.doc

Dedak Padi

Konsentrat

Tepung Tulang

Premix

Garam

Minyak sawit

     54,00

     14,00

       1,67

       0,70

       0,50

       4,63

      54,00

 14,00                                                

        1,75

        0,70

        0,50

        4,55

       54,00

       14,00 

         1,81

         0,70

         0,50

         4,49

        54,00

        14,00

          1,87

          0,70

          0,50

          4,43

Total    100,00     100,00      100,00       100,00

EM (Kkal/kg)  3275,10   3275,37    3275,58     3275,79

PK      (%)      13,86  13,85        13,84  13,84

SK      (%)        6,24         6,72          7,13          7,96

Ca       (%)        0,51         0,51          0,51          0,52

 P        (%)        0,46         0,45          0,44          0,43

 

Metodologi Penelitian

Persiapan Penelitian

            Tahap awal dari penelitian adalah melakukan persiapan kandang, pengadaan babi, pengadaan timbangan untuk ransum dan babi serta peralatan lainnya yang dibutuhkan selama penelitian. Babi dimasukkan ke kandang individu, penempatan babi dilakukan secara acak kemudian diberikan perlakuan awal sebagai penyesuaian dengan maksud menghilangkan pengaruh ransum terdahulu dan membiasakan babi dengan ransum penelitian serta dengan lingkungan kandang. Waktu yang dibutuhkan pada masa penyesuaian adalah satu minggu.

            Kandang dibersihkan sebanyak dua kali sehari yaitu pada pukul 06.00 WIB dan 12.00 WIB. Hal yang dilakukan adalah membersihkan semua kotoran dari setiap kandang ke saluran pembuangan dan memandikan babi agar babi bersih dan merasa nyaman. Pemberian ransum dilakukan tiga kali sehari yaitu pada pukul 07.00 WIB, 13.00 WIB dan pada pukul 16.00 WIB, sedangkan sisa ransum ditimbang pada pagi berikutnya pukul 06.30 WIB.

            Penimbangan bobot badan dilakukan setiap dua minggu sekali dengan menggunakan timbangan duduk, dilakukan pada pagi hari sebelum babi diberi makan.

Peubah yang diamati

1. Konversi ransum

            Konversi ransum adalah jumlah konsumsi ransum yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg pertambahan bobot badan.

Page 15: Kandang Babi Induk.doc

                                                     Konsumsi Ransum (gram/hari)

            Konversi Ransum  =          

                                                Pertambahan Bobot Badan (gram/hari)

1. Laju Pertumbuhan (gram/hari)

            Laju pertumbuhan adalah kecepatan pertumbuhan dari ternak yang ditentukan berdasarkan pertambahan bobot badan (gram/hari). Rata-rata pertambahan bobot badan diperoleh dengan menimbang setiap ekor babi tiap dua minggu sekali sebelum ransum pagi diberikan, sedangkan rataan pertambahan berat badan kemudian dihitung dari selisih penimbangan sebelumnya dengan jarak waktu penimbangan yaitu 14 hari.

                           PBB     =

            Dimana : W1      =  bobot badan awal

                           W2      =  bobot badan akhir

                           t2 – t1  =  selisih waktu antara perolehan W2 dan W1 (14 hari)

Metode Penelitian

Penelitian yang akan dilakukan merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan empat perlakuan yaitu tingkat substitusi jagung oleh corn fiber sebanyak 0 %, 20 %,   35 % dan 50 % pada tiap periode pemeliharaan (periode starter, grower, dan finisher). Setiap perlakuan diulang sebanyak enam kali, maka ternak babi yang digunakan sebanyak 24 ekor babi.   

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Perlakuan Terhadap Konversi Ransum

            Hasil pengamatan yang diperoleh selama penelitian mengenai pengaruh perlakuan terhadap konversi ransum babi dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Rata-Rata Konversi Ransum Babi Selama Penelitian

Ulangan Perlakuan Rata-rataR0 R1 R2 R3

1 3,66 3,48 3,35 4,36  2 3,16 3,60 3,67 3,56  3 3,33 3,57 3,19 3,62  4 3,30 3,75 3,28 3,80  5 3,06 3,22 3,34 3,47  6 2,97 3,76 3,72 4,27  Rata-rata 3,25 3,56 3,42 3,85 3,52

 

Page 16: Kandang Babi Induk.doc

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa rata-rata konversi ransum tertinggi adalah sebesar 3,85 (perlakuan R3), kemudian disusul berturut-turut oleh perlakuan R1 (3,56), perlakuan R2 (3,42), dan rata-rata konversi ransum yang paling rendah adalah babi yang diberi perlakuan R0 yaitu sebesar 3,25.

            Tabel 7 menunjukkan bahwa rataan umum konversi ransum adalah sebesar 3,52 sedangkan nilai konversi rata-rata yang direkomendasikan NRC (2008) yaitu sebesar 3,25. Nilai konversi ransum penelitian yang lebih besar dari NRC (2008) menunjukkan bahwa babi kurang efisien dalam mengubah ransum menjadi daging, hal ini bisa disebabkan oleh daya cerna babi yang rendah terhadap serat yang dalam hal ini dipasok oleh bahan pakan substitusi jagung yaitu corn fiber.

            Nilai konversi ransum merupakan perbandingan yang menunjukkan efisiensi penggunaan ransum untuk menghasilkan pertambahan bobot badan sebesar satu satuan, dengan demikian makin rendahnya angka konversi menunjukkan bahwa ternak tersebut makin efisien dalam penggunaan ransum (Edwards, 2007).  Konversi ransum sangat dipengaruhi oleh tingkat konsumsi ransum dan tingkat pertambahan bobot badan harian dari ternak babi. Nilai konversi yang tinggi menunjukkan bahwa bahan makanan tersebut kurang efisien untuk diubah menjadi daging, dan sebaliknya semakin rendah nilai konversi ransum menunjukkan bahwa bahan makanan tersebut efisien untuk diubah menjadi daging.

            Untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan terhadap konversi ransum dilakukan Uji Tukey seperti terlihat pada Tabel 8

Tabel 8. Hasil Uji Tukey Pengaruh Perlakuan terhadap Konversi Ransum.

Perlakuan Rataan Konversi Ransum SignifikansiR0 3,25 aR2 3,42 abR1 3,56 abR3 3,85  b

Keterangan : Huruf yang sama ke arah kolom menunjukkan tidak berbeda nyata.

            Hasil Uji Tukey pada Tabel 8 diatas menunjukkan bahwa perlakuan R0 tidak berbeda nyata dengan R2 dan R1 yang berarti bahwa R0, R2 dan R1 memberikan pengaruh yang tidak berbeda terhadap konversi ransum babi. Perlakuan R1 juga tidak berbeda nyata dengan perlakuan R3 yang berarti bahwa R1 dan R3 memberikan pengaruh yang tidak berbeda terhadap konversi ransum. Sedangkan perlakuan R0 berbeda nyata dengan perlakuan R3 yang ditunjukkan dengan rataan konversi R3 yang jauh lebih besar dibandingkan R0. Semakin tinggi konversi ransum maka semakin kurang efisien ternak tersebut untuk mengubah makanan menjadi daging.           

            Perbedaan nilai konversi ransum babi yang diberi perlakuan R3 dibandingkan dengan perlakuan lainnya dapat disebabkan antara lain oleh tingkat palatabilitas babi serta daya cerna babi untuk mencerna ransum yang akan menghasilkan pertambahan bobot badan. Van Barneveld (2007) mengatakan bahwa daya cerna dan keseimbangan nutrisi bahan makanan dapat mempengaruhi konsumsi dan laju pertumbuhan. Daya cerna yang rendah pada babi menyebabkan terhambatnya pertumbuhan yang optimal.

Page 17: Kandang Babi Induk.doc

            Babi tidak mempunyai tempat khusus dalam saluran pencernaannya untuk aktivitas mikroorganisme atau proses fermentasi yang intensif seperti pada ternak ruminansia. Kapasitas lambungnya sangat kecil dibandingkan ternak ruminansia ataupun kuda. Oleh karena itu kemampuan untuk mencerna serat sangat rendah, demikian juga kecernaan zat-zat makanan lainnya akan menurun bila kandungan serat kasar dalam ransum meningkat.

Gerak laju digesta (isi saluran pencernaan) babi yang diberi ransum berserat tinggi lebih cepat dibandingkan dengan serat rendah. Laju gerak digesta tersebut meningkat karena serat dalam saluran pencernaan menyerap air sehingga konsistensi feses menjadi lembek. Karena laju cepat, maka kesempatan untuk dicerna dalam saluran pencernaan lebih singkat, dan akibatnya kecernaan zat nutrisi yang terkandung juga lebih rendah (Edwards, 2007).

Kandungan serat kasar yang tinggi dalam ransum akan menurunkan daya cerna babi. Daya cerna yang paling tinggi adalah perlakuan R0 yang disusul berturut-turut oleh R2, R1, dan R3. Daya cerna terhadap serat kasar yang berbeda mengakibatkan nilai konversi ransum babi yang diberi perlakuan R0 lebih rendah dibandingkan perlakuan lainnya, hal ini berarti babi yang diberi perlakuan R0 lebih efisien dalam mengubah ransum menjadi daging dibandingkan dengan babi yang diberi perlakuan R1, R2 dan R3.

Pengaruh Perlakuan Terhadap Laju Pertumbuhan

             Hasil pengamatan terhadap rata-rata pertambahan bobot badan babi selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Rata-Rata Pertambahan Bobot Badan Babi selama Penelitian.

Dua Minggu ke-

PerlakuanR0 R1 R2 R3

  ———————————— gram ——————————1 410,71 404,76 401,12 404,762 587,42 495,47 518,09 464,283 635,32 567,38 532,21 577,384 651,19 587,14 554,49 509,525 686,92 611,18 602,85 585,716 730,24 684,76 686,43 660,717 755,95 720,23 702,38 690,47

 

Laju pertumbuhan babi diukur berdasarkan data pertambahan bobot badan per 2 minggu (babi ditimbang setiap 2 minggu). Dari data pertambahan bobot badan tiap 2 minggu masing-masing perlakuan kemudian ditentukan persamaan regresi. Dari persamaan regresi laju pertumbuhan tersebut ditampilkan grafik regresi dari masing-masing perlakuan yaitu tingkat substitusi jagung oleh corn fiber sebanyak 50 % (R3), 35 % (R2), 20 % (R1) serta R0 yaitu ransum tanpa substitusi jagung oleh corn fiber (ransum kontrol).

            Persamaan regresi dari masing-masing perlakuan kemudian diproyeksikan berdasarkan pertambahan bobot badan (Y, dalam gram/hari) terhadap waktu penimbangan (X, setiap 2 minggu). Semakin besar sudut yang dibentuk antara sumbu X dengan kurva

Page 18: Kandang Babi Induk.doc

regresi berarti laju pertumbuhan babi makin tinggi. Hasil analisis regresi laju pertumbuhan dapat dilihat pada grafik dibawah ini :

Grafik Regresi Laju Pertumbuhan Babi Selama Penelitian

Setelah dilakukan analisis regresi linear maka diperoleh persamaan regresi linear yang dihitung berdasarkan pertambahan bobot badan babi setiap dua minggu selama penelitian adalah sebagai berikut :

  – Substitusi jagung oleh Corn Fiber sebanyak 0   % : Y(R0) = 440,68 + 49,03X

  – Substitusi jagung oleh Corn Fiber sebanyak 20 % : Y(R1) = 386,02 + 48,88X

  – Substitusi jagung oleh Corn Fiber sebanyak 35 % : Y(R2) = 383,78 + 46,82X

  – Substitusi jagung oleh Corn Fiber sebanyak 50 % : Y(R3) = 376,36 + 44,94X

Dari persamaan regresi Y = a + bX (Steel dan Torrie, 2006) dari setiap perlakuan diatas dapat dilihat bahwa nilai b (sudut kemiringan) yang paling tinggi ditunjukkan oleh babi yang diberi perlakuan R0 yaitu sebesar 49,03 kemudian berturut-turut disusul oleh R1 (48,88), R2 (46,82), dan nilai b yang paling rendah ditunjukkan oleh babi yang diberi perlakuan R3 yaitu sebesar 44,94.

Nilai b adalah koefisien arah garis regresi laju pertumbuhan yang menunjukkan besarnya sudut yang dibentuk antara sumbu X dengan kurva regresi, dimana semakin besar sudut kemiringan maka hal itu menunjukkan semakin tinggi juga laju pertumbuhan dari babi yang dipelihara. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa laju pertumbuhan yang paling baik dari semua perlakuan ditunjukkan oleh babi yang diberi perlakuan R0 yang disusul berturut-turut oleh babi yang diberi perlakuan R1, R2 sedangkan laju pertumbuhan yang paling lambat ditunjukkan oleh babi yang diberi perlakuan R3.

Berdasarkan hasil analisis regresi diperoleh bahwa kandungan serat kasar dalam ransum yang dalam hal ini dipasok oleh corn fiber akan menghambat laju pertumbuhan, maka semakin tinggi kandungan corn fiber yang mensubstitusi jagung dalam ransum babi menyebabkan laju pertumbuhan semakin menurun.

Menurut Williams (2006) Faktor makanan yang mempengaruhi pertumbuhan adalah kandungan zat makanan serta daya cerna bahan makanan tersebut. Daya cerna bahan makanan akan mempengaruhi laju perjalanan makanan pada ternak yang tentu saja akan mempengaruhi percepatan pertumbuhan babi.

Serat kasar yang menghambat daya cerna serta berpengaruh besar terhadap laju pertumbuhan sebagian besar berasal dari corn fiber. Semakin tinggi kandungan corn fiber dalam ransum babi maka semakin tinggi juga serat kasar dalam ransum dan hal ini juga akan menyebabkan semakin rendahnya daya cerna terhadap makanan, demikian juga sebaliknya.

Kecernaan karbohidrat secara umum menurun dengan meningkatnya kandungan serat dalam ransum, namun akan meningkat sejalan dengan meningkatnya umur babi (Van Barneveld,  2007). Kandungan serat kasar yang tinggi akan menyebabkan rate of passage meningkat dan

Page 19: Kandang Babi Induk.doc

akan mempercepat waktu transit makanan dalam saluran pencernaan babi, akibatnya kecernaan zat-zat makanan menurun.

Menurut Van Barneveld (2007) gerak laju digesta yang lebih cepat pada babi yang mendapat serat kasar tinggi menyebabkan kontak atau akses enzim-enzim ke dalam ransum berkurang. Hal ini mengakibatkan keluaran (out put) bahan kering feses lebih banyak pada babi yang mendapat serat kasar tinggi, yang berarti zat-zat makanan yang tidak tercerna (ampas) lebih banyak. Laju pertumbuhan terbaik ditunjukkan oleh R0, hal ini disebabkan dalam ransum babi yang diberi perlakuan R0 tidak mengandung corn fiber sehingga kandungan serat kasar dalam ransum tidak terlalu tinggi dan hal ini yang membuat laju pertumbuhan babi tinggi.

Bahan pakan jagung dalam ransum babi yang diberi perlakuan R1, R2 dan R3 berturut-turut di substitusi oleh corn fiber sebanyak 20 %, 35%, dan 50% dimana, corn fiber yang ada dalam ransum akan menambah kandungan serat kasar dalam ransum yang selanjutnya akan menyebabkan daya cerna terhadap makanan rendah, dengan semakin menurunnya daya cerna maka laju pertumbuhan babi juga akan semakin menurun.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

            Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan diatas diperoleh kesimpulan atas penelitian yang telah dilakukan yaitu :

1. Substitusi jagung oleh corn fiber sampai tingkat 35% dalam ransum babi periode pertumbuhan tidak memberikan pengaruh terhadap konversi ransum dan pertumbuhan tetapi pada tingkat 50 % dapat mengakibatkan  laju pertumbuhan semakin menurun.

1. Substitusi jagung oleh corn fiber sebesar 35 % memberikan hasil  terbaik terhadap konversi ransum dan laju pertumbuhan.

 

Saran

            Berdasarkan hasil penelitian serta pembahasan disarankan substitusi jagung oleh corn fiber sebesar 35 % dapat digunakan dalam ransum babi yang sedang bertumbuh.

DAFTAR PUSTAKA

Ahlschwede,WT. Christian,C.J.,Johnson,R.K. and Robinson, O.W. 2004. Crossbreeding System for Commercial Pork Production, Pork Industry Hand Book. Purdue Univ. USA. PIH. 39, 1-8.

Direktorat Jenderal Peternakan. 2007. Statistika Indonesia. Jakarta.

Edwards, A.C. 2007. Sow Nutrition Review in Pig Production. Post Graduate Foundation in Veterinary Science. Univ. Sidney press.  pp. 133-142.

Page 20: Kandang Babi Induk.doc

English, P.R., V.R. Fowler, S. Bexter and Smith, B. 2008. The Growing and Finishing Pig : Inproving Efficiency, Farming Press Books. Ipswich, UK. P. 27-38. 

http:// www.subaindahtbk.com .  2004. Profil Perusahaan Pengolahan Minyak         Jagung  PT. Suba Indah tbk.

 

NRC. (National Research Council).2008. Nutrient Requirments of Swine. Tenth    Edition. National Academy Press. Washington, D.C. USA.

Rea. Jhon.C, Ronald O. Bates and Trygve L. Venm. 2007. Byproduct, Damaged Feeds and Nontraditional Feed Sources For Swine, University of      Missouri,          Columbia.

Steel, R.G.D dan J. H. Torrie. 2006. Prinsip dan Prosedur Statistika    (terjemahan)          Cetakan ke-4  PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Hal 289-300.

Subijanto, B. 2003. Bahan Baku Pakan Ternak Kebanyakan Masih Impor, Harian             KOMPAS, Rabu 16 April 2003, Jakarta.

Van Barneveld, R.  2007. The Basic in Pig Nutrition . The Basic. Pig Research and Development Corporation, Canberra. Pp. 1-15. 

Williams, K. 2006. Determining Protein Deposit Rate. Farmnote. F54/May. Agdex 440/50, QDPI Brisbane. Australia.

Page 21: Kandang Babi Induk.doc

Curcumin dalam Ransum Babi Sebagai Pengganti Antibiotik Sintetis untuk Perangsang Pertumbuhan

October 23, 2010 | Posted by saulandsinaga

ABSTRAK

Penelitian mengenai “Pemberian Curcumin dalam Ransum Babi sebagai      Pengganti Antibiotik Sintetis untuk Perangsang Pertumbuhan dilaksanakan pada bulan November 2008 sampai Juni 2009 . Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Penelitian dan Teaching Farm Ternak Babi, Kecamatan Cisarua, Bandung, Laboratorium Nitrisi Fapet Universitas Padjadjaran  Bandung Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan dosis penggunaan Curcumin yang memberikan pengaruh setara dengan antibiotika Virginiamycin sebagai perangsang pertumbuhan pada babi.  Penelitian ini menggunakan metode eksperimental Rancangan Acak Lengkap yang terdiri atas lima perlakuan ransum (Rvm :50 ppm virginiamicin,  R0 : tanpa virginiamicin dan curcumin, R: 120 ppm curcumin, R2: 160 ppm curcumin dan R3: 200 ppm curcumin), tiap perlakuan diulang sebanyak lima kali. Jadi jumlah ternak yang digunakan adalah 25 ekor babi starter umur 2 bulan dengan bobot badan 18 kg dan koefisien variasi 6,33%.  Berdasarkan hasil analisis statistika menunjukkan bahwa pemberian curcumin dalam ransum sebanyak 160 ppm memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kecernaan energi, kecepatan laju makanan, Pertambahan Bobot Badan, Konversi ransum dan  waktu mencapai bobot potong.  Penggunaan curcumin dalam ransum sampai dosis 160 ppm bisa digunakan sebagai perangsang pertumbuhan menggantikan antibiotik sintetis.

 

Kata Kunci :  Curcumin, Virginiamicin,  Babi, Antibiotik

 

ABSTRACT

Research on the effect of pig ration containing curcumin to replace sintetic antibiotic as growth promotor has been conducted from November  2008 to Juni  2009 in laboratory research and teaching farm KPBI (Koperasi Peternak Babi Indonesia), Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bandung, Laboratory Nutrition of Faculty Animal Husbandry University of Padjadjaran. The purpose of this research is to study the effecive dosage of curcumin in comparable with virginiamycin as growth promotor in pig.   Parameters which measured in this research were digestible energy, rate of passage of feed,   live weight gain, feed efficiency and  time length to slaugter weight. This research used method of eksperimental Completely Randomized Design (CRD) consist of five treatments (Rvm: 50 ppm virginiamicin, R0 : without virginiamicin and curcumin, R1: 120 ppm curcumin, R2: 160 ppm curcumin and R3: 200 ppm curcumin),  where every treatment repeated by five times. This research was using 25 starter period pigs,  2 months old with average body weight 18 kg and variation coefficient 6,33%.   The result of this research showed that giving curcumin as

Page 22: Kandang Babi Induk.doc

feed additive 160 ppm in pig ration showed significant effect on digestible energy, rate of passage of feed,   live weight gain, feed efficiency and  time length to slaugter weight can replace virginiamicin as growth promoter.

 

Key Word :  Curcumin, Virginiamicin,  Pig, Antibiotic

PENDAHULUAN

 

          Penggunaan senyawa antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan (growth promotor)  dalam ransum ternak telah menjadi perdebatan sengit para ilmuan akibat efek buruk yang ditimbulkan bagi konsumen seperti residu dan resistensi. Survey AVA Singapore menemukan daging babi dari Rumah Potong Hewan (RPH) di Indonesia mengandung residu antibiotik sebesar 53,7% dan 3,04% melebihi batas maksimum level yang dianjurkan oleh WHO.  Rusiana (2004) menemukan 85% daging dan 37% hati dari 80 ekor ayam broiler di pasar Jabotabek tercemar residu antibiotik tylosin, penicilin, oxytetracycline dan kanamicin. Samadi (2004) melaporkan penggunaan antibiotik terus menerus pada unggas di North Carolina (Amerika Serikat)mengakibatkan bakteri Escherichia coli resisten terhadap Enrofloxacin, sehingga rekomendasi penggunaan antibiotik dalam pakan pada tahun 50-an sekitar  5 – 10 ppm sekarang telah meningkat sepuluh sampai 20 kali lipat. 

 

Hamscher dkk. (2003) menemukan debu yang berasal dari bedding, pakan dan feses peternakan babi di Jerman, 90% dari sampel yang diambil mengandung  12,5 mg/kg residu antibiotik tylosin, tetracycline, sulfamethazine dan chloramphenicol, kontaminasi udara ini akan mengganggu pernapasan hewan atau manusia yang hidup di sekitar kandang.  Komisi Masyarakat Uni Eropa sejak tanggal 1 Januari 2006 (Regulasi No. 1831/2003) melarang penggunaan antibiotik Avilamycin, Avoparcin, Flavomycin, Salinomycin, Spiramycin, Virginia-mycin, Zn-Bacitracin, Carbadox, Olaquindox, dan Monensin dalam ransum ternak.  

Berdasarkan  beberapa fakta tersebut maka berbagai upaya dilakukan untuk mencari pengganti antibiotik sebagai pemacu pertumbuhan.  Kunyit dan Temu Lawak adalah tanaman rempah yang memiliki bahan aktif curcumin tergolong senyawa fenol yang dapat mengganggu pembentukan membran sel pada beberapa bakteri patogen seperti Salmonella dan Escherichia coli, selain  itu curcumin juga mampu meningkatkan sekresi kelenjar liur, empedu, lambung, pankreas dan usus.   Beberapa hasil penelitian  pemberian  curcumin sebagai pemacu pertumbuhan diantaranya adalah Al-Sultan (2003) yang hasinya menunjukkan bahwa pemberian tepung kunyit 0,5% dalam ransum  ayam broiler menghasilkan pertambahan bobot badan dan konversi ransum yang baik serta meningkatkan jumlah sel eritrosit dan leukosit.  Sinaga (2003) melaporkan bahwa  pemberian 0,4 % tepung kunyit dalam ransum  babi menghasilkan  efisiensi pakan yang tinggi. Tujuan Penelitian ini adalah menjajaki penggunaan curcumin sebagai pengganti antibiotika dalam ransum babi sebagai pemacu pertumbuhan dan menguji efektivitas curcumin dalam upaya menggantikan antibiotika sebagai pemacu pertumbuhan dalam ransum babi. 

       

Page 23: Kandang Babi Induk.doc

METODE PENELITIAN

 

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di kandang  Teaching Farm Koperasi Peternakan Babi Indonesia (KPBI) Kabupaten Bandung. Pelaksanaan penelitian dimulai dengan periode adaptasi (14 hari), periode pemberian ransum (6 bulan), dan periode koleksi (1 bulan).

 

Bahan dan Alat Penelitian

Ransum yang digunakan dan kandungan zat makanan disajikan pada Tabel 1. Ternak yang digunakan dalam penelitian adalah  25 ekor babi lepas sapih dengan rataan bobot badan 18 kg dengan koefisien variasi 6,33%.  Alat yang digunakan adalah kandang individual  dengan tempat air minum dan tempat pakan. Timbangan kapasitas 10 dan 150 kg masing masing digunakan untuk menimbang ransum dan babi, Timbangan duduk berkapasitas 3 kg dengan tingkat ketelitian 0,01 kg, digunakan untuk menimbang ransum sisa dan feses babi. Timbangan Sartorius dengan ketelitian 0,2 g, digunakan untuk menimbang curcumin. Kantong plastik untuk tempat menampung ransum dan sisa ransum dan menampung feses.

 

Rancangan Percobaan

Penelitian ini  menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri atas lima perlakuan ransum (Tabel 1) masing-masing dengan lima ulangan. Peubah yang diukur adalah konsumsi harian, pertambahan bobot badan, konversi ransum,  kecernaan protein, energi dan laju makanan serta analisis finansial.

Pelaksanaan Penelitian

Periode Adaptasi

Babi ditimbang untuk mengetahui bobot awal kemudian ditempatkan pada kandang individu secara acak dan babi diberi obat cacing, selanjutnya babi diadaptasikan selama 14 hari dengan ransum percobaan. Tempat makan dan kandang dibersihkan dua kali sehari pagi pukul 7.00 dan siang hari pukul 12.00. Air minum diberikan ad libitum dan pemberian ransum dilakukan tiga kali sehari (pukul 7.30, 12.30 dan 15.30) sesuai dengan kebutuhan babi. Selama periode adaptasi dilakukan pengamatan terhadap perilaku ternak, terutama perilaku konsumsi yang memperlihatkan gejala keracunan curcumin.

Periode Pemberian Ransum

Page 24: Kandang Babi Induk.doc

Pada akhir periode adaptasi babi ditimbang untuk mengetahui bobot awal, selanjutnya penimbangan babi dilakukan setiap dua minggu sekali yang dilakukan pada pagi hari sebelum babi diberi makan. Setiap pagi pukul 6.30 sebelum pemberian ransum, dilakukan penimbangan sisa ransum yang tidak termakan.   Koleksi feses dilakukan setiap hari selama seminggu. Sampel feses harian dikeringkan dalam oven suhu 55oC selama 96 jam lalu digiling halus. Sampel harian feses dikumpulkan berdasarkan individu babi, selanjutnya masing-masing sampel hasil pengumpulan tersebut diambil sebanyak 5% dan disimpan dalam lemari es untuk keperluan analisa laboratorium.

Tabel 1. Komposisi Pakan dalam Ransum dan Kandungan Zat Makanan Ransum Basal

  Periode PertumbuhanKomposisi Bahan Makanan (%) Starter NRC 98 Grower NRC 98Jagung lokal 55,00   52,78  Tepung Ikan 10,00   5,00  Bungkil Kedelai 13,00   10,00  Dedak Padi 21,00   31,00  Premix 0,20   0,20  Tepung Tulang 0,78

 1,00

 L-Lisin HCl 0,02 0.02Total 100,00   100,00   

Komposisi Nutrisi

Bahan Kering (%) 88,45

 -

 89,50

 -

Protein Kasar % 18,69 18,00 15,99 15,50Energi Metabolisme (kkal/kg) 3146,77 3165,00 3121,80 3165,00Lisin (%) 1,05 0,77 0,72 0,61Metionin (%) 0,36 0,21 0,21 0,17Serat Kasar (%) 5,81 5,00 5,84 5,00Lemak Kasar (%) 5,00 0,60 6,10 0,50Calsium (%) 0,62 - 0,52 -Phosfor (%) 0,82 0,50 0,72 0,45

Keterangan : NRC = National Research Council

Ransum Perlakuan :   Ro        : Ransum basal (tanpa curcumin maupun virginiamicin)

                                 Rvm     : Ro ditambah  virginiamicin  50 ppm

                                 R1        : Ro ditambah  120 ppm curcumin

                                 R2        : Ro ditambah  160 ppm curcumin

                                 R3        : Ro ditambah  200 ppm curcumin

Pengukuran kecepatan laju makanan dalam sistem pencernaan, dilakukan dengan penambahan indikator Cr2O3 sebanyak 0,2%/kg ransum, dan pengukuran dilakukan setelah indikator muncul bersama feses beberapa jam setelah diberikan (Sihombing, 1997).  Khusus

Page 25: Kandang Babi Induk.doc

pada pengukuran kecernaan energi dan protein, feses yang diperoleh disemprot dengan larutan asam borat 5% sebelum dilakukan pengeringan dengan tujuan untuk mencegah nitrogen yang hilang karena penguapan yang diakibatkan oleh aktivitas mikroorganisme dalam feses.

Konsumsi ransum harian diperoleh dari banyaknya ransum yang dikonsumsi selama penelitian dibagi dengan jumlah hari mencapai bobot potong 90 kg.  Pertambahan berat badan harian diperoleh dari hasil penimbangan babi saat mencapai bobot potong  90 kg, dikurangi dengan penimbangan bobot badan awal,  dibagi dengan jumlah hari mencapai bobot potong.  Konversi ransum diperoleh dari hasil bagi antara konsumsi ransum harian dengan pertambahan berat badan harian dalam satuan waktu yang sama.

 

Analisis  Laboratorium

Subsampel ransum dan feses yang telah digiling halus dari masing masing perlakuan,  dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC selama 12 jam untuk menentukan kadar bahan keringnya. Total nitrogennya ditentukan dengan metode Kjeldahl dan kandungan  energi dengan bom kalorimeter.  Kecernaan energi dan protein dihitung dengan menggunakan rumus Schneider dan Flatt (1975) sebagai berikut:

 

            Kecernaan Energi  = (Energi Konsumsi – Energi Feses)  x 100

                                                            Energi Konsumsi

           Kecernaan Protein  = (Protein Konsumsi   – Protein Feses) x100

                                                            Protein Konsumsi

 

Analisis Data

Data yang diperoleh, kemudian dianalisis dengan sidik ragam atau analysis of variance (ANOVA) untuk mengetahui pengaruh perlakuan, dan uji lanjut Duncan untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan (Steel dan Torrie,  1989).

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

Pengaruh Perlakuan terhadap Kecernaan Protein

Hasil pengamatan selama penelitian mengenai pengaruh perlakuan terhadap kecernaan protein pada babi dapat dilihat pada Tabel 2. Rataan kecernaan protein adalah 71,27±6,79%

Page 26: Kandang Babi Induk.doc

masih dalam kisaran normal bagi babi ras yang mendapat perlakuan ransum yang seimbang, sesuai dengan pendapat Sihombing (1997) bahwa kecernaan protein babi berkisar antara 70 – 90% untuk ransum yang mengandung  energi metabolisme 3190 kkal/kg dan protein kasar 14%.

Berdasarkan Tabel 2, kecernaan protein tertinggi diperlihatkan pada babi yang mendapat  perlakuan R3 (74,03%), kemudian berturut-turut diikuti oleh perlakuan R2 (72,60%), R1

(72,05%), Rvm ( 70,76%) dan R0 (66,84%). Hasil analisis ragam pada pemberian curcumin dan antibiotik virginiamicin  dalam ransum babi tidak  berpengaruh nyata terhadap kecernaan protein ransum, hal ini terjadi karena kandungan protein ransum yang sama pada tiap perlakuan.

Tabel  2  Rataan Kecernaan Protein, Energi dan Laju Makanan

Perlakuan

Penampilan ProduksiKecernaan Protein Kecernaan Energi Laju Makan(%) (%) (jam)

Rvm 70,76 51,03 b  20,05  a

R0 66,84 32,59 a  19,30  a

R1 72,05 46,46 b   20,07 a

R2 72,60 46,46 b   22,32 b

R3 74,03 49,26 b   21,51 b

Rataan 71,27±6,79 45,16±9,7 20,65 ± 1,32

Keterangan :  Superskrip berbeda pada kolom yang sama, berbeda nyata (p<0,05)

Berdasarkan Tabel 2, kecernaan energi tertinggi diperlihatkan pada babi yang diberi perlakuan ransum Rvm (51,03%), kemudian dikuti oleh ransum R3 (49,26%), R2 (46,46%), R1 (46,46%) dan R0 (32,59%).  Berdasarkan hasil analisis ragam,  perlakuan memberikan pengaruh sangat nyata terhadap kecernaan energi ransum. Pemberian curcumin dapat meningkatkan kecernaan energi ransum babi. Perlakuan R0 yaitu ransum tanpa suplemen menghasilkan kecernaan energi ransum yang  rendah, penambahan curcumin sebanyak 120 ppm dan virginiamicin mampu meningkatkan kecernaan energi ransum. Perlakuan curcumin meningkatkan kecernaan energi ransum pada babi hal ini disebabkan oleh pemberian curcumin pada dosis yang tepat dapat merangsang sekresi hormon dari kelenjar brunner pada dinding usus halus. Hormon tersebut  akan merangsang peningkatan sekresi enzim-enzim pencernaan dari kelenjar pankreas (Martini, 1998).  Jadi penambahan curcumin sebanyak 120,  160 dan 200 ppm dalam ransum setara dengan penambahan antibiotik virginiamicin hal tersebut memberikan petunjuk bahwa curcumin dapat digunakan sebagai aditive alami pengganti antibiotik sintetis dalam ransum babi untuk meningkatkan kecernaan energi ransum .

Rataan kecepatan laju makanan dalam saluran pencernaan adalah 20,65±1,32 jam (Tabel 2), hasil ini sesuai dengan pendapat Sihombing (1997) bahwa kecepatan laju makanan dalam sistem pencernaan pada babi remaja atau dewasa berkisar antara 10 – 24 jam.  Berdasarkan Tabel 2, kecepatan laju makanan dalam sistem pencernaan terlama diperlihatkan oleh babi yang diberi perlakuan R2 (22,32 jam), kemudian berturut-turut R3 (21,51 jam), R1 (20,07 jam), Rvm (20,05 jam) dan R0 (19,30 jam).  Babi dengan perlakuan R2 (curcumin 160 ppm) memperlihatkan kecepatan laju makanan yang lebih lama, karena pemberian curcumin pada dosis yang tepat dapat menyebabkan kecepatan laju makanan dalam sistem pencernaan

Page 27: Kandang Babi Induk.doc

menjadi lebih lama, pada akhirnya meningkatkan penyerapan zat makanan.  Curcumin dapat mempengaruhi tonus dan kontraksi usus halus, pemberian dalam dosis rendah dan secara berulang akan mempercepat kontraksi tonus usus halus, tetapi pada dosis tinggi justru akan memperlambat bahkan dapat menghentikan kontraksi usus halus. Namun jika diberikan dalam dosis yang tepat akan menyebabkan kontraksi spontan yang lebih lambat, akibatnya perjalanan ransum dalam usus halus menjadi lebih lama (Bawman, 1983).

Berdasarkan hasil analisis ragam, diperoleh petunjuk bahwa pemberian curcumin berpengaruh terhadap laju makanan, yang mana pemberian curcumin dapat menurunkan laju makanan dalam saluran pencernaan babi (p< 0,05).  Pada Perlakuan R0, R1 dan Rvm atau penambahan curcumin pada taraf 120 ppm dan antibiotik sintetis belum berpengaruh nyata terhadap laju makanan. Pemberian  curcumin 160 dan 200  ppm (R2 dan R3) dalam ransum babi  menurunkan kecepatan laju makanan. Berdasarkan hasil tersebut  maka curcumin pada dosis 160 dan 200 ppm dapat digunakan dalam ransum babi untuk meningkatkan kecernaan ransum dengan cara  menurunkan laju makanan dalam usus.  

 

 

 

Konsumsi Ransum

            Penampilan produksi babi yang diamati pada penelitian ini meliputi konsumsi ransum harian, pertambahan bobot badan harian dan konversi ransum (Tabel 3).  Hasil pengamatan selama penelitian menunjukkan bahwa rataan umum konsumsi ransum harian adalah 2916,95±62,46 g/ekor. Konsumsi ransum harian tertinggi adalah babi yang diberi  perlakuan R3 (2933,99), kemudian diikuti secara berturut-turut oleh babi yang diberi perlakuan R2, Rvm, R1 dan R0 masing-masing 2930,54; 2916,95; 2915,91 dan 2887,35 k/ekor.

Konsumsi ransum dipengaruhi beberapa faktor diantaranya adalah palatabilitas ransum, bentuk fisik ransum, berat badan, jenis kelamin, temperatur lingkungan, keseimbangan hormonal dan fase pertumbuhan (Piliang, 2000). Kunyit pada umumnya digunakan sebagai bumbu pada masakan, akan tetapi kunyit memiliki rasa pahit.

Tabel  3  Rataan Penampilan Produksi Babi Penelitian

Perlakuan

Penampilan ProduksiKonsumsi Ransum PBB Konversi(g/ekor/hari) (g/ekor) (feed/gain)

Rvm 2916,95a 634,44 b    4,60b

R0 2887,35a 507,81a    5,69a

R1 2915,91a 594,21ab   4,91ab

R2 2930,54a 643,26 b   4,57b

R3 2933,99a 678,27 b   4,33b

Rataan 2916,95±62,46 611,60±68,60 4,86±0,54

Keterangan :  PBB = Pertambahan Bobot Badan, Superskrip berbeda pada kolom yang

Page 28: Kandang Babi Induk.doc

                       sama, berbeda nyata (p<0,05)

            Pemberian curcumin sampai dengan dosis 200  ppm tidak menurunkan konsumsi ransum (p > 0,05).

Pertambahan Bobot Badan Harian

Rataan umum pertambahan bobot badan harian (PBBH) adalah 611,60±68,60 g/ekor/hari (Tabel 3). Hasil penelitian memperlihatkan rataan PBBH tertinggi pada babi yang diberi perlakuan R3 diikuti oleh R2, Rvm, R1  dan R0, masing-masing 678,27; 643,26; 634,44; 594,21 dan 507,81 g/ekor.

Pertumbuhan pada babi dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya umur, nutrisi, lingkungan, berat lahir dan penyakit.  Babi yang diberi perlakuan R3 menghasilkan  PBBH yang lebih besar daripada babi lainnya, hal ini membuktikan bahwa pemberian curcumin pada taraf  200 ppm dalam ransum babi mampu meningkatkan penyerapan zat-zat makanan yang dikonsumsi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Bawman (1983) yang memberikan cairan 10% infus temulawak dalam larutan ringer pada hewan percobaan secara intravena dengan kecepatan 10-20 tetes/menit, tonus dan kontraksi usus halus akan diperlambat. Pergerakan usus halus yang diperlambat membuat aktifitas enzim memecah bahan makanan lebih tinggi sehingga penyerapan zat-zat makanan mengalami peningkatan.

Berdasarkan analisis ragam perlakuan berpengaruh (p<0,05) terhadap PBBH, artinya bahwa setiap perlakuan ransum memberikan pengaruh yang berbeda terhadap PBBH. Terlihat bahwa pemberian curcumin dapat meningkatkan pertambahan bobot badan.  Berdasarkan Tabel 3,  PBBH babi yang mendapat perlakuan R0 dan R1 adalah sama, hal tersebut menunjukkan bahwa  penambahan curcumin sampai taraf 120 ppm belum menunjukkan efek yang signifikan terhadap pertambahan bobot babi percobaan. Demikian pula pertambahan bobot badan pada perlakuan curcumin 160 dan 200  ppm (R2 dan R3) dan penambahan virginiamicin (Rvm) dalam ransum satu sama lainnya adalah sama dan lebih tinggi dari Ro.  Dengan demikian penambahan curcumin pada dosis 160 ppm dan 200 ppm dapat digunakan sebagai aditive alami pengganti antibiotik sintetis dalam ransum babi.

Pengaruh perlakuan terhadap Konversi Ransum

Rataan konversi ransum penelitian adalah 4,82±0,54 (Tabel 3). Angka tersebut lebih tinggi daripada angka konversi ransum yang ditetapkan National Research Counsil (NRC) (1998) yaitu sekitar 3,25. Hal ini mungkin disebabkan perbedaan lingkungan pemeliharaan, bahan makanan yang diberikan serta genetik dari babi tersebut. Sihombing (1997), menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi konversi ransum adalah nutrisi, spesies, lingkungan, kesehatan dan keseimbangan ransum yang diberikan.  Rataan konversi ransum terendah 4,33 (R3), kemudian dilanjutkan berturut-turut 4,57 (R2); 4,60 (Rvm); 4,91 ( R1) dan 5,69 (R0). Nilai konversi ransum adalah perbandingan antara jumlah rnsum yang dikonsumsi dengan pertambahan bobot badan sebesar satu satuan, makin rendah angka konversi menunjukkan bahwa babi tersebut makin efisien dalam penggunaan ransum. (Hyun dkk,1998 ).

Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pemberian ransum perlakuan berpengaruh nyata terhadap konversi ransum (p< 0,05). Pemberian curcumin dan virginiamicin dapat menurunkan konversi ransum babi, hal ini disebabkan karena konsumsi ransum setiap perlakuan adalah sama sedangkan PBBH menunjukkan peningkatatan. Berdasarkan Tabel 3

Page 29: Kandang Babi Induk.doc

konversi ransum perlakuan R0 (tanpa curcumin dan virginiamicin) dan R1 (120 ppm curcumin) adalah sama, hal tersebut mengindikasikan bahwa penambahan curcumin sampai taraf 120 ppmdalam ransum  belum menunjukkan efek yang signifikan terhadap konversi ransum. Konversi ransum babi  pada perlakuan curcumin 160 ppm (R2),  200  ppm ( R3) dan virginiamicin 50 ppm (Rvm) adalah sama dan lebih rendah dari R0, dengan demikian penambahan curcumin pada dosis160 ppm dan 200 ppm dapat meningkatkan efisiensi ransum babi yang setara dengan penggunaan antibiotik virginamicin. 

 

Analisis Finansial Pengaruh Antibiotik dan Curcumin

Pengaruh pemberian curcumin dan virginiamicin dalam ransum babi terhadap keuntungan dan biaya dapat dilihat pada Tabel 4.   Penambahan virginiamicin dan curcumin dalam ransum babi mengakibatkan terjadi penambahan biaya ransum perkilogramnya, akan tetapi penambahan biaya tersebut  diikuti oleh meningkatnya pendapatan atau penjualan, pada akhirnya keuntungan harian pemberian ransum yang mengandung   curcumin dan virginiamicin jadi lebih besar dibanding dengan ransum R0 (tanpa kedua-duanya).  

Tabel 4.  Analisa Finansial dari Masing-Masing Perlakuan Ransum

Perlakuan Biaya (Rp) Penjualan (Rp) Keuntungan(Rp) B/C RasioRvm 4594.20 9516.60 4922.40 1.07R0 4331.03 7617.15 3286.13 0.76R1 4688.78 8913.15 4224.37 0.90R2 4832.60 9648.90 4816.30 1.00R3 4929.10 10174.05 5244.95 1.06

 

Keuntungan harian terbesar diperoleh pada perlakuan R3 (Rp 5244,95) dan terkecil pada perlakuan R0 (Rp 3286,13). Pemberian dosis curcumin yang semakin tinggi berdampak pada meningkatnya keuntungan harian. Keuntungan yang diperoleh akibat pemberian  curcumin pada dosis 160 ppm  (R2) mampu menyamai ransum virginiamicin, bahkan ransum R3 (200 ppm) lebih tinggi dari viginiamicin.  Bila dilihat B/C Rasionya,  pemberian virginiamicin dan curcumin pada dosis 160 dan 200 ppm (R2 dan R3) memiliki nilai B/C rasio lebih dari satu, artinya secara finansial penggunaan curcumin dan virginiamicin pada dosis tersebut  layak digunakan dalam sistem usaha produksi babi.

KESIMPULAN

Bila dilihat dari parameter kecernaan makanan, performan dan analisa finansial dari perlakuan ransum dengan additive curcumin dan virginiamicin dapat diperoleh kesimpulan bahwa pemberian dosis 160 ppm curcumin dapat digunakan sebagai penganti antibik sintetis (virginiamicin) untuk  pemacu pertumbuhan. Dosis efektif penggunaan curcumin dalam ransum babi sebagai bahan imbuhan ransum adalah 160 ppm. 

 

SARAN

Page 30: Kandang Babi Induk.doc

Curcumin dapat digunakan dalam sistem produksi babi dengan dosis 160 ppm dalam ransum babi sebagai pemacu pertumbuhan.

DAFTAR PUSTAKA

AL-Sultan SI. 2003. The Effect of Curcuma longa (Tumeric) on Overall Performance of Broiler Chickens. Department of Public Health and Animal Husbandry, College of Veterinary Medicine and Animal Resources, King Faisal University. Saudi Arabia. J.Poultry Sci.  2 (5): 351-353, 2003

Ava Singapore surveilans abattoir.2005. di sampaikan dalam seminar kebijakan pemerintah dalam pengendalian dan pemberantasan penyakit hewan menular pada babi di Indonesia oleh drh. Tri Satya N, M.Phill. Ph.D. Dir. Kesehatan Hewan Dep.Pertanian.

Bawman JC. 1983. Concerning the effect of chelidonium, curcuma, absinth and

           milkthistle on billiary and pancreatic secretion in hepatopathy. Med. Monalsschriff, 29 :173-180.

Hamscher  G ,  Heike Theresia Pawelzick, Silke Sczesny, Heinz Nau, and Jörg Hartung. 2003. Antibiotics in dust originating from a pig-fattening farm: a new source of health hazard for farmers. Department of Food Toxicology, Animal Welfare and Behaviour of Farm Animals, School of Veterinary Medicine Hannover, Hannover, Germany. Environ Health Perspect. 111(13): 1590–1594.

Hyun Y, Ellis M, Riskowski G,  Johnson RW. 1998. Growth performance of pigs subjected to multiple concurrent stressors. J.Anim Sci. 76:721-727

National Research Council. 1998. Nutrient Requirements of Swine. National Academy Press, Washington, D.C.

Martini S. 1998. Pengaruh pemberian ransum yang mengandung  berbagai jenis curcuma dan kombinasinya sebagai pakan aditif terhadap produksi karkas serta komposisi asam lemak karkas pada kelinci peranakan new zealand white. Disertasi. Unpad. Bandung.

Piliang WG. 2000. Fisiologi Nutrisi. Volume I. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Rusiana. 2004.  Residu Antibiotika pada Daging Ayam Broiler. WWW.  Poultry

        Indonesia. Com. (diakses 12 Juni 2004)

Samadi. 2004.  Feed quality for food safety. Fapet Unsyiah. Banda Aceh.

Sihombing DTH. 1997. Ilmu Ternak Babi. Gajah Mada University Press. Yogyakarta.

Sinaga S. 2003. Pengaruh pemberian ransum yang mengandung aditif tepung kunyit pada babi pertumbuhan. Fapet. Unpad. Bandung.

Schneider, BH. dan Flatt W.P. 1975. The Evaluation of Feeds Through Digestibility Experiment. The University of Georgia Press. Georgia.

Page 31: Kandang Babi Induk.doc

Steel RGD and   Torrie JH. 1989.  Prinsip dan Prosedur Statistika. Cetakan ke-2. Terjemahan B.  Sumantri.  PT Gramedia, Jakarta.

Page 32: Kandang Babi Induk.doc

Kandang babiJuly 28, 2010 | Posted by saulandsinaga

Kandang   Memenuhi Sifat Biologis dan Iklim Setempat

Kandang harus memenuhi tuntutan biologis ternak babi. Ternak babi tergolong hewan berdarah panas atao homeoterm, yakni mekanisme fisiologisnya selalu berusaha memepertahankan kemantapan keadaan internal tubuh dengan kondisi lingkungan eksternal yang tidak cocok baginya. Babi selalu berusaha mencapai keadaan homeostatis melalaui neraca panas tubuh, termoregulasi, neraca biokemis (air, elektrolit, dan senyawa karbon) dan neraca sirkulasi kardio-faskuler. Ternak yang dalam keadaan stress akan mempengaruhi keseimbangan hormon-hormon dan enzim-enzim tubuh yang selanjutnya mempengaruhi metaboisme ternak. Hal ini mungkin juga akan mengubah tingkah laku ternak, yang selanjutnya berpengaruh terhadap produksi, reproduksi maupun kesehatan ternak.

Pada babi kandang-kandang terlihat tingkah laku yang menyimpang dan hal tersebut mungkin oleh faktor genetik dan oleh faktor lingkungan, misalnya kandang yang kurang memadai dan oleh defisiensi zat-zat makanan. Tingkah laku yang menyimpang ini antara lain, kebiasaan menggigit ekor (tailbiting) dan telinga temannya, kanibalisme, suka menggosok-gosok cungurnya ke lantai atau temannya; suka menggosokkan anusnya ke lantai atau dinding landing, suka mengunyah tanpa isi, suka merusak atau menggigit sekat atau penghalang kandang dan hiperaktif.

Dari sebab-sebab faktor eksternal tersebut sedapat mungkin harus dimanipuler oleh pengusaha ternak babi, antara lain menyediakan kandang yang sesuai bagi ternak dan manajemen sebaik mungkin.

Selain kandang harus menyenangkan bagi ternak babi, tetapi juga mudah dibersihkan, mudah kering dan sedapat mungkin terhindar dari suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, humiditas, hembusan angin, terik surya dan memungkinkan sirkulasi udara yang baik sehingga akan sangat dibatasi kepengapan maupun bau yang tak disukai.

Tempat bangunan kandang harus dipilih yang drainasenya (buangan air) baik. Tempat yang sulit dikeringkan, terutama tanah permukaan, sangat berperan dalam pemeliharaan kesehatan lingkungan peternakan.

Luas Kandang

Luas bangunan kandang babi tergantung dari banyak babi yang dipelihara dan tipe usaha yang dijalankan. Tipe usaha yang hanya menggemukan babi, kandangnya sederhana dan dapat semacam saja.

Dalam merencanakan kandang babi sudah tentu dipertimbangkan antara lain :

1)      sarana jalan

2)      ketinggian lokasi (altitute)

Page 33: Kandang Babi Induk.doc

3)      Ketersediaan air

4)      Kemungkinan pengadaan listrik

5)      sarana komunikasi

6)      Kemungkinan memperoleh bahan ransum

7)      Kelandaian lahan

8)      Keadaan lingkungan sekitar

9)      Kondisi tanah

10)  Pengaruh terhadap kesehatan ternak dan lain sebagainya.

Khusus  untuk tujuan penghasil bibit ternak, pertimbangan keadaan lingkungan sekitar peternakan harus diperhatikan, antara lain harus aman dari lalulintas ternak atau hewan liar, maupun manusia.

Bangunan kandang babi untuk daerah tropis seperti Indonesia lebih sederhana dibandingkan dengan untuk daerah subtropics atau daerah beriklim dingin. Suhu di Indonesia 27,2° C, namun suhu di berbagai daerah berbeda, tergantung dari letak geografis, ketinggian tempat, kelandaian, sinar, angin, hujan, dan kelembaban.

Suhu atau temperature lingkungan mikro harus dimodifikasi agar sesuai dengan tuntutan hidup ternak babi yang dipelihara dalam kandang. Harus diusahakan agar mikroklimat dalam kandang serasi bagi kehidupan atau kebutuhan fisiologis babi. Bila suhu terlalu tinggi, babi akan kehilangan panas evaporatif (berkeringat atau terengah-engah), konsumsi makanan biasanya menurun, konsumsi air minum meningkat, berusaha mencari kesejukan, dan tingkah laku mungkin berubah, dan faktor- faktor tersebut mengakibatkan gangguan produksi. Suhu lingkungan yang berbeda mengakibatkan pertumbuhan babi berbeda. Temperatur  yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan mengganggu kehidupan babi, sebab babi akan bertumbuh baik di lingkungan zone termonetralnya, yakni berkisar antara 20-26° C.

Syarat faktor- faktor fisik bangunan kandang untuk daerah tropis :

1)      Bahan bangunan yang tahan lama, relatif murah dan berdaya pantul tinggi terhadap sinar

2)      Berkemampuan rendah menyimpan beban panas  yang berasal dari tubuh ternak

3)      Landaian (slope) atap cukup, biasanya 30-45° sehingga ternak terlindung baik terhadap panas sinar, hujan dan angin

4)      Langit-langit bangunan cukup tinggi sesuai kebutuhan

5)      Terjamin sirkulasi udara yang baik, sehingga udara tak sehat keluar dan udara segar masuk

Page 34: Kandang Babi Induk.doc

6)      Luas ruangan bagi ternak cukup memadai

7)      Arah memanjang (poros) bangunan kandang adalah Timur-Barat, berbeda dari arah bangunan di daerah beriklim subtropics ataupun beriklim dingin.

Tata Letak dan Bentuk Bangunan Kandang

Tata letak bangunan biasanya disesuaikan dengan keadaan atau topografi lahan, namun harus memenuhi persyaratan teknis kandang ternak babi.

Bagi peternak babi dengan usaha sekeluarga, atau beternak babi di pekarangan rumah yang memelihara sampai 10 ekor induk, dapat mendirikan hanya satu bangunan kandang dengan luas lantai misalnya 50 m² dengan manajemen pemeliharaan yang efisien. Dalam bangunan kandang tersebut sudah terdapat petak kandang pejantan, induk tak bunting dan babi bunting, kandang melahirkan sekaligus untuk induk berlaktasi serta kandang membesarkan anak atau kandang penggemukan.

Kandang betina sebelum dan selama bunting

Bagi betina kering susu, yang belum bunting, dan selama bunting dikandangkan terpisah dari golongan babi lain hingga 3-10 hari sebelum melahirkan anak. Di dalam bagian atau unit kandang ini juga dibuat petak kandang tempat mengawinkan babi bentuk octagonal diperlukan agar pejantan tidak mengalami kesulitan menaiki betina, sebab sering bagian belakang betina terletak di pojok kandang kawin yang biasa. Pejantan perlu ditempatkan berdekatan dengan betina yang akan kawin, agar merangsang betina lebih cepat berahi dan juga untuk mengurangi betina yang mengalami “berahi tersembunyi” (silent heat). Bila memungkinkan antara setiap 20 petak kandang diantarai jalan setapak dalam kandang.

DAFTAR PUSTAKA

Animal Waste Management. 1971. Proceedings of National Symposium on Animal Waste Management, September 28-30, 1971. The Airlie House, Warrenton, Virginia.

Anonymous. 1947. Pig Boom in China. Pig International (Sept., 1974), hlm. 44.

Sihombing, D.T.H. 1997. Ilmu Ternak Babi. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.

Page 35: Kandang Babi Induk.doc

Babi Large WhiteJuly 15, 2010 | Posted by saulandsinaga

Babi large white dikembangkan di Inggris pada akhir tahun 1700-an. Ada hampir 4.000 ekor babi large white yang terdaftar di Inggris pada tahun 1981. Babi large white ini dikenal juga sebagai babi large white Inggris yang merupakan jenis babi dalam negeri yang berasal dari Yorkshire oleh karena itu dikenal juga sebagai babi Yorkshire. Babi large white yang pertama kali dikembangbiakkan yaitu nenek moyang dari Yorkshire Amerika di Amerika Utara. Babi large white adalah salah satu yang paling banyak dari semua ras babi yang banyak digunakan dalam perkawinan silang untuk beternak babi intensif di seluruh dunia. Adapun contoh persilangan yang telah dilakukan yaitu antara babi large white dari Yorkshire dengan babi yang berdaging kecil dari Kanton Cina menghasilkan babi putih breeds yang berukuran kecil, menengah hingga besar. McPhee menyebutkan bahwa large white pertama kali dibiakkan di Dookie Pertanian College di Victoria kemudian tahun 1921 menyebar ke daerah Sydney dan pada tahun 1931 diperluas kembali ke daerah Victoria selatan dan barat, Queensland selatan dan Adelaide. Sepuluh tahun kemudian babi large white ini dikembangbiakkan di pantai selatan New South Wales, di Queensland utara, di Tasmania dan di Australia Barat. Hingga sekarang ini tipe large white ini merupakan jenis yang paling popular di Australia. Babi large white ini telah membuktikan diri sebagai anjing ras kasar dan kuat yang dapat menahan variasi iklim dan faktor lingkungan lainnya. Kemampuan mereka untuk dapat menghasilkan jenis baru yang unggulah yang telah memberikan mereka peran utama dalam sistem produksi babi komersial dan piramida peternakan di seluruh dunia. Babi large white memiliki kulit yang putih dan bebas dari rambut hitam serta tubuh yang besar. Mereka lebih panjang di kaki dibandingkan dengan bagian yang lain. Kepalanya agak panjang dengan wajah sedikit dished dan telinga yang tertusuk.

Large white berkembang biak kasar dan kuat yang dapat menahan berbagai kondisi iklim. Mereka umumnya digunakan dalam perkawinan silang atau program hibrida, dengan salib yang paling populer yaitu antara large white dan Landrace. Persilangan ini sering digunakan sebagai garis ibu di ternak komersial. Sebuah breed ketiga seperti Duroc atau Hampshire sering digunakan sebagai Sire terminal. Hasil pemuliaan program dalam babi diproduksi untuk pasar yang memenuhi kebutuhan konsumen dalam jumlah yang rendah lemak dan tingkat kandungan daging yang tinggi.

Dalam sebuah studi oleh Bunter dan Bennett (2004, AGBU Pig Workshop Genetika Catatan), keturunan dari sejumlah ras dan garis terminal Sire dibesarkan dalam kondisi yang sama. Progeni yang dibandingkan untuk pertumbuhan, backfat, daging dan sifat dari kualitas makanan. Ada perbedaan antara breeds untuk beberapa sifat, namun ada juga perbedaan besar antara kelompok-kelompok keturunan dari pejantan dalam berkembang biak. Hal ini menunjukkan bahwa peternak dan produsen harus mempertimbangkan perbedaan antara hewan dalam berkembang biak.

Peningkatan genetic yang dilakukan oleh peternak modern yaitu dengan menggunakan program komputer seperti PIGBLUP untuk perbaikan genetik produksi daging babi. Seleksi keputusan berdasarkan nilai-nilai pemuliaan estimasi (EBVs), yang merupakan perkiraan jasa genetik babi. EBVs berasal dari silsilah dan data kinerja yang tersedia dari sistem perekaman kawanan untuk sejumlah kinerja dan sifat-sifat reproduksi. Keuntungan genetik yang telah

Page 36: Kandang Babi Induk.doc

dicapai dalam populasi babi ini ditunjukkan melalui kecenderungan genetik, yang menunjukkan EBV rata-rata semua binatang lahir pada tahun yang sama.

Perkembangbiakkan dari large white merupakan bagian dari Program Peningkatan Babi Nasional (NPIP). The NPIP menyediakan EBVs dan kecenderungan genetik untuk large white yang ditampilkan dalam grafik berikut ini untuk mendapatkan rata-rata harian, kedalaman backfat dan ukuran sampah. Genetik tren ini adalah kecenderungan genetik rata-rata semua ternak berpartisipasi. Genetik tren ini merupakan penyedia seedstock individu yang dapat berbeda dengan tren rata-rata genetik karena seleksi yang berbeda penekanan yang ditempatkan pada setiap karakter oleh peternak individu.

Berikut adalah gambar dari kecenderungan genetik untuk large white berdasarkan Harian Rata-rata Laba (Sumber: NPIP 24.11.04). Peternak didirikan berdasarkan prosedur seleksi PIGBLUP di awal 1990-an dan mendapatkan genetik rata-rata tahunan sekitar 6 gram per hari telah dicapai dari tahun 1994 sampai 2004. Genetik keuntungan bersifat kumulatif dan jasa genetik babi hampir 60 g / d lebih tinggi pada tahun 2004 dibandingkan dengan tahun 1993.

Berikut adalah grafik dari kecenderungan genetik untuk large white berdasarkan Ultrasonik Backfat Kedalaman (Sumber: NPIP 24.11.04). Sebuah perbaikan genetik -2,88 mm telah dicapai di White Besar dari tahun 1991 hingga tahun 2003. Kebanyakan seedstock pemasok sekarang mencapai tingkat backfat yang cukup untuk pasar saat ini dan telah mengambil tekanan seleksi dari backfat. Hal ini terlihat dari kecenderungan datar untuk backfat 2003-2004.

Gambar grafik kecenderungan genetik untuk large white berdasarkan Jumlah babi Dilahirkan Hidup (Sumber: NPIP 24.11.04). Kecenderungan genetik untuk menunjukkan ukuran sampah yang peternak telah menempatkan penekanan pada sifat ini sejak tahun 1999 dan kecenderungan kumulatif genetik sekitar 0,5 babi telah dicapai dari tahun 1999 sampai 2004.

Large white mempunyai rata-rata berat sekitar 100 -  250 kg dengan rata-rata umur hidup yaitu 6 – 9 tahun. Jika dilihat dari perawatan tampilannya babi large white ini merupakan salah satu hewan peliharaan yang paling mudah. Mereka hanya membutuhkan dicuci dengan sampo ringan untuk membuang kotoran dari tubuh dan kaki. Adanya kelebihan rambut dipotong dari ekor dan telinga. Sebuah sikat rambut dapat digunakan untuk merapikan rambut dan menghilangkan partikel debu atau serbuk gergaji yang mungkin menempel di kulit babi tersebut.

Sebagai omnivora yang makan tumbuhan dan hewan, babi akan mengkonsumsi hampir segala sesuatu yang dimakan seperti buah-buahan, akar, bunga, rumput, serangga, cacing, semua jenis daging, dan bahkan sisa-sisa dari meja makan.

Tidak seperti hewan ruminansia (sapi dan kambing), babi memiliki perut tunggal. Untuk pertumbuhan yang sehat dan cepat, babi memerlukan makanan tinggi energi terdiri dari biji-bijian (jagung, gandum, gandum, barley), ditambah protein dan suplemen vitamin. Sebagian besar makanan yang tersedia secara komersial untuk babi menggabungkan berbagai biji-bijian pertanian dan suplemen yang diperlukan untuk memastikan perkembangan yang cepat dan efisien. Babi yang terbaik diizinkan untuk makan sebanyak yang mereka inginkan di siang hari agar mereka dapat tumbuh dengan cepat. Makanan pun harus disipakan dengan air minum yang segar.

Page 37: Kandang Babi Induk.doc

Babi itu sangat aktif merupakan hewan penasaran yang membutuhkan ruang untuk mengeksplorasi, latihan, dan menjadi diri mereka sendiri secara energik. Ruangan  yang memadai, relatif terhadap ukuran dan berat merupakan pertimbangan utama karena babi yang ramai atau terbatas pada ruang kecil akan menjadi stress dan pertumbuhan yang sehat serta pengembangan dari babi tersebut akan  terhalang. Babi juga membutuhkan gudang atau perumahan yang akan membiarkan mereka tidur di area kering dan bersih di malam hari. Ideal suhu dari tempat tersebut adalah sekitar 60-700F. Selama musim dingin adanya selimut kayu chip sangat dibutuhkan oleh seekor babi dan penampungan air dengan tempat yang luas dibutuhkan pada musim panas.

Untuk memelihara babi large white ini di rumah ini harus ada akses ke sumber air yang membuat nyaman untuk membersihkan babi tersebut atau selang keluar tempat penampungan babi yang diperlukan. Rantai link pagar, pohon-pohon rindang, dan kolam direkomendasikan untuk habitat halaman belakang. Pemilik Babi disarankan untuk memeriksa dengan pemerintah setempat untuk perundang-undangan tentang kepemilikan dan pemeliharaan babi di rumah dan halaman belakang.

Untuk kesehatan meskipun energi mereka dan sifat suka berteman, babi adalah binatang yang sensitif. Mereka mudah stres oleh perjalanan, vaksinasi, suhu ekstrim, dan lingkungan baru. Stres membuat mereka rentan terhadap penyakit seperti radang paru-paru dan bronkitis (karena juga ke paru-paru mereka relatif kecil untuk ukuran mereka). Mereka juga rentan terhadap virus hewan seperti flu. Babi umumnya menderita gatal gila (atau pseudo rabies), disentri, dan parasit (kutu, kutu, dan cacing ascarid). Babi yang sehat memiliki rambut berkilau, mata terang, selera yang kuat, dan energi tinggi. temperatur normal mereka 102.5F. Penyimpangan dari suhu normal dan tanda-tanda lain dari miskin kesehatan termasuk diare dan batuk harus segera dibawa ke dokter hewan perhatian.

Tingkah laku mereka sebagai omnivora yang suka makan dapat menjadi tontonan yang menyenangkan karena mereka menggunakan moncong untuk mencium bau dan menggali potensi makanan. Mereka cerdas dan sosial binatang yang cepat terbiasa dengan kehadiran dan kasih sayang manusia. Beberapa Babi cukup cerdas untuk belajar trik, taat perintah, dan menggunakan kotak sampah. Karena mereka tidak memiliki kelenjar keringat, mereka cenderung untuk mendinginkan diri dengan rolling dalam air atau lumpur. Lumpur yang mengering pada kulit mereka berfungsi sebagai tabir surya dan perlindungan dari parasit seperti kutu, kutu, dan lalat. Large white yang dikenal itu aktif dan kuat.

            Delapan breeds babi besar biasanya digunakan untuk bibit di Amerika Serikat. Secara umum, lima breeds gelap – Berkshire, Duroc, Hampshire, Polandia Cina, dan Spot dikenal dan digunakan untuk siring kemampuan mereka dan potensi untuk meneruskan daya tahan mereka, leanness, dan meatiness ke anaknya. Tiga breeds putih – Chester White, Landrance, dan Yorkshire banyak dicari untuk kemampuan mereka reproduksi dan ibu.

Yorkshire adalah yang paling dicari setelah berkembang biak, Yorks adalah seekor ibu yang baik dan menghasilkan sampah yang besar. Mereka mempunyai tubuh yang panjang dan besa serta berwarna putih dengan bentuk telinga tegak.

Chester White memiliki ukuran medium dengan telinga droopy dan biasanya memiliki tandu besar dan mencari kemampuan mereka untuk bereproduksi. Babi  dari breed ini biasanya agresif.

Page 38: Kandang Babi Induk.doc

Berkshire mempunyai tubuh berwana hitam dengan enam poin putih (hidung, ekor, dan kaki), babi ini memiliki telinga tegak dan moncong pendek dished. Mereka bekerja dengan baik dalam fasilitas tertutup dan terkenal akan kemampuan siring mereka.

Duroc ini mencatat pertumbuhan yang cepat dan efisiensi pakan yang baik dengan warna kemerahan dan telinga yang droopy. Secara rata-rata, babi ini membutuhkan pakan yang kurang untuk membuat satu pon otot daripada keturunan lainnya.

Hampshire mempunyai ciri yaitu berwarna hitam dengan sabuk putih yang membentang dari satu kaki depan, di bahu, dan di bawah kaki depan lain. Mempunyai telinga yang tegak dan sangat populer untuk bersandar pada mereka karena memilki banyak daging.

Polandia Cina mempunyai bentuk seperti Berkshire, breed ini memiliki enam titik putih pada tubuh hitam. Mereka punya telinga berukuran sedang droopy dan menghasilkan daging serta tubuh dengan mata pinggang yang besar.

Spot berwarna putih dengan bercak hitam, breed ini memiliki tipe yang sama dari telinga sebagai Cina Polandia. Babi ini dikenal untuk menghasilkan babi dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi.

Landrance mempunyai ciri fisik seperti babi putih lainnya, breed ini dikenal untuk menabur kemampuan ibu. Mereka sangat besar, dengan telinga floppy, berbadan panjang, dan memiliki rata-rata tertinggi disapih bibit apapun, serta tingkat kelangsungan hidup rata-rata tertinggi pasca proses penyapihan.

Large white disebut juga sebagai Yorkshire large white, memiliki reputasi besar sebagai babi bacon dan silang dengan Landrace Denmark yang saat ini mendominasi pasar Eropa. Dengan pusat pendek, bahu yang halus dan tubuh ramping panjang didukung oleh ham kokoh di belakang menyeluruh. Mempunyai sifat jinak dan produktif baik sebagai ibu. Berkembang biak dan persilangannya menyediakan babi bacon terbaik. Pertumbuhan adalah dengan makanan yang memiliki rasio konversi (kg daging memakai per kg makanan) yang baik.

Middle white juga berkembang di Yorkshire, dari silang antara White White Besar dan Kecil, yang terakhir yang sekarang telah punah. Middle white adalah babi yang sangat baik, mencapai berat yang baik, dengan persentase yang tinggi dari daging ke tulang, dan jenis modern yang baik untuk babi atau bacon.

Middle white pertama kali diakui sebagai anjing ras pada tahun 1852.White Kecil telah dikembangkan dan berasal dari persilangan babi lokal dengan babi Cina dan Siam impor yang mewarisi wajah dished dengan begitu banyak karakteristik middle white.

Black large populer berkembang biak di Devonshire, Cornwall, Suffolk, dan Paul. Meskipun hanya Breed Society yang terbentuk pada tahun 1899.

The Tamworth berasal di Staffordshire dan ditandai oleh banyak rambutnya yang berwarna emas-merah. Ini adalah yang tertinggi sebagai seorang forager, menghasilkan proporsi yang sangat tinggi daging, dan terhormat untuk bacon salib. Mempunyai reproduksi yang kurang subur dibandingkan dengan ras lain, tetapi sekarang ini lebih dari keturunan mereka untuk penyapihan.

Page 39: Kandang Babi Induk.doc

The Berkshire adalah keturunan Inggris pertama yang harus ditingkatkan. Berkembang biak dengan menghasilkan babi yang sangat halus dan dianggap berharga untuk persimpangan dengan breeds yang lebih lambat untuk memproduksi daging.

The Saddleback Wessex, berasal di Dorset, dulunya dihormati di seluruh negeri sebagai anjing ras yang sangat tangguh, produktif, kemampuan pengasuhan yang baik, dan cocok untuk produksi di luar ruangan. karakteristik yang beredar adalah pewarnaan, kepala dan leher hitam, perempat tubuh belakang hitam, dan kaki belakang putih ‘sadel’ di atas bahu dan kaki depan bergabung dengan sabuk serta rambut putih.

The Essex, atau Paul Saddleback, menyerupai Saddleback Wessex dengan sabuk putih yang melingkar bahu dan kaki depan pada sebuah benda hitam, leher, dan kepala. Berkembang biak dengan sifat tahan banting, kemampuan beradaptasi terhadap kondisi luar ruangan, dan produksi daging babi yang baik dan bacon, terutama bila disilangkan dengan large white.

The Gloucestershire Old Spot berasal pada waktu yang sama dan dari keturunan mirip dengan Berkshire. Hal ini ditandai dengan warna dasar putih dengan beberapa bintik hitam besar. The Welsh, meskipun babi golongan tua, dikenal secara luas sejak 1918. Mempunyai karakteristik yang dapat dikatakan mirip dengan Landrace Denmark. Babi ini menghasilkan daging babi yang baik, meskipun lambat dalam perkembangannya.

Babi biasanya disimpan dengan tiga tujuan yaitu sebagai ternak untuk menghasilkan betina dan menabur untuk pembibitan, sebagai ternak untuk menyediakan bibit babi bagi petani untuk babi atau bacon, dan sebagai tempat membeli babi dari usia muda untuk tumbuhnya daging babi atau bacon.

Page 40: Kandang Babi Induk.doc

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG KULIT BUAH PEPAYA (Carica Papaya) DALAM RANSUM BABI PERIODE FINISHER TERHADAP PERSENTASE KARKAS, TEBAL LEMAK PUNGGUNG DAN LUAS URAT DAGING MATA RUSUK

May 21, 2010 | Posted by saulandsinaga

ABSTRAK

 Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Teaching Farm Ternak Babi, Desa Kertawangi Kecamatan Cisarua, Lembang, Kabupaten Bandung pada tanggal 1 Mei 2009 sampai dengan 20 Juni 2009. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian Kulit Buah Pepaya (Carica Papaya) dalam ransum babi periode finisher dilihat dari persentase karkas, tebal lemak punggung, dan luas urat daging mata rusuk. Penelitian ini menggunakan 18 ekor ternak babi kastrasi hasil persilangan Landrace umur 34 minggu. Kisaran bobot badan rata-rata ternak babi adalah 55 kg dengan koefisien variasi kurang dari 6,8%. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari tiga perlakuan, dimana setiap perlakuan diulang sebanyak enam kali. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan Uji Sidik Ragam, apabila signifikan; maka dilakukan Uji Duncan. Berdasarkan hasil analisis statistika menunjukkan bahwa pemberian Tepung Kulit Buah Pepaya (Carica Papaya)10% dalam ransum ternak babi tidak mempengaruhi terhadap persentase karkas, tetapi dapat menurunkan sedangkan pada tebal lemak punggung dan meningkatkan luas urat daging mata rusuk. Pemberian Kulit Buah Pepaya (Carica Papaya) 10% dalam ransum babi dapat digunakan sebagai bahan pakan alternative  bagi ternak babi.

Kata Kunci:     Carica Papaya, Persentase Karkas, Tebal Lemak Punggung, dan Luas Urat Daging Mata Rusuk.

ABSTRACT

 

This Research of “ The Effect of Papaya (Carica papaya) Skin Fruit Flour in Ration for The Finisher Period of Pigs to Percentage Carcass, Back Fat and Loin Eye Area” has been held since March 1, 2009 to Juni 30, 2009 at  KPBI Obor Swastika, Cisarua,  Bandung. The purpose of this research is to find dosage level of  papaya skin fruit flour  that can be added into ration so that can be give the best to percentage carcass, Back Fat and loin eye area for the finisher period of pigs. This research was using 18-finisher period of pigs, age 6 months with weight rate 60.56 kg and variation coefficient  6,8%. The method that was used in this

Page 41: Kandang Babi Induk.doc

research is Complete Randomize Design with three dosage of papaya skin fruit flour , i.e. 0, 5, 10% with six replications. The result of the research shows give 10% papaya skin fruit flour  in ration pig no significant effect to percentage carcass, but increased loin eye area and decreased back fat thickness (p<0,05).  10% papaya skin fruit flour as alternative stuff can be used for pig finisher periode.

 

 

Keywords: pigs, Percentage Carcass, Back Fat Thickness, Loin Eye Area, Papaya skin flour

PENDAHULUAN

 

Latar Belakang

Babi merupakan salah satu komoditas ternak penghasil daging yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena memiliki sifat-sifat dan kemampuan yang menguntungkan antara lain : laju pertumbuhan yang cepat, jumlah anak per kelahiran (litter size)  yang tinggi, efisiensi ransum yang baik (75-80%) dan persentase karkas yang tinggi (65-80%) (Siagian, 1999). Selain itu, babi mampu memanfaatkan sisa-sisa makanan atau limbah pertanian menjadi daging yang bermutu tinggi. Karakteristik reproduksinya unik bila dibandingkan dengan ternak sapi, domba dan kuda, karena babi merupakan hewan yang memiliki sifat prolifik yaitu jumlah perkelahiran yang tinggi (10-14 ekor/kelahiran), serta jarak antara satu kelahiran dengan kelahiran berikutnya pendek. Babi merupakan salah satu sumber protein hewani bagi masyarakat Indonesia. Karkas merupakan bagian utama dari ternak penghasil daging. Kualitas karkas pada dasarnya adalah nilai karkas yang dihasilkan ternak berdasarkan kriteria yang ditentukan oleh konsumen yaitu karkas yang mengandung daging maksimal dan lemak minimal serta tulang yang proporsional, hal ini dapat dilihat dari persentase karkas yang tinggi, tebal lemak punggung yang tipis dan luas daging mata rusuk yang besar. Persentase karkas babi adalah yang terbesar dibandingkan lemak lain yaitu 75% dari bobot hidupnya, hal ini disebabkan kulit dari keempat kakinya adalah termasuk dalam karkas babi kecuali kepala dan jeroan. Selain itu juga permintaan daging babi yang cukup tinggi sebesar 7,11 % yakni pada tahun 2002 sebanyak 164,491 ton naik menjadi 177,093 ton pada tahun berikutnya, sedangkan peningkatan populasi babi hanya sebesar 3,63 % yakni dari 5.926.807 ekor menjadi 6.150.535 ekor (Dirjen  Bina Produksi Peternakan, 2003), hal ini menunjukan bahwa babi mempunyai peranan yang cukup besar dalam mensuplai kebutuhan daging walaupun dengan keterbatasan konsumen serta dapat mendorong semakin potensialnya peternakan babi di Propinsi Jawa Barat khususnya dan di Indonesia pada umumnya.

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan dan komposisi tubuh yang meliputi distribusi berat dan komposisi kimia komponen karkas yaitu faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan salah satu diantaranya adalah kualitas dan kuantitas pakan. Kualitas pakan yang baik sering kali peternak mengeluarkan biaya yang tinggi, oleh karena itu untuk meminimalkan biaya ransum maka dibutuhkan bahan pakan alternatif yang bersifat kontinyu, mudah didapat, murah, bergizi tinggi dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Bahan pakan yang dimaksud diantaranya adalah kulit buah pepaya.

Page 42: Kandang Babi Induk.doc

Tepung kulit buah pepaya mengandung kadar protein yang tinggi yaitu 25,85% dan serat kasar yang cukup rendah yaitu sebesar 12,51% (Laboratorium Nutrisi Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan UNPAD, 2008). Kulit buah pepaya didapat dari limbah industri pembuatan manisan yang didapat dari daerah Kabupaten Garut, yaitu di Kecamatan Leles. Penggunaan kulit buah pepaya sebagai campuran makanan ternak Babi masih jarang digunakan, kecuali pada beberapa peternakan sapi potong tradisional di kecamatan leles, dan hasilnya menurut para peternak, daging dari sapi-sapi yang diberi kulit buah pepaya segar menjadi lebih merah dan dagingnya lebih padat. Berdasarkan hal tersebut diatas, kulit buah pepaya dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak karena berpotensi sebagai sumber protein nabati. Hasil survey dilapangan menunjukan bahwa potensi kulit buah pepaya adalah 30% dari tiap buah papaya, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang berapa besar tingkat pemberian kulit buah pepaya dalam bentuk tepung sebagai bahan pakan ternak dalam ransum yang dapat meningkatkan produktivitas ternak.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Pepaya (Carica Papaya) dalam Ransum Babi Periode Finisher terhadap persentase karkas, tebal lemak punggung dan luas urat daging mata rusuk”.

Maksud dan Tujuan

Sejalan dengan permasalahan, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh pemberian Tepung Kulit Buah Pepaya dalam ransum babi periode finisher  terhadapi persentase karkas, tebal lemak punggung dan luas urat daging mata rusuk.

2. Mengetahui persentase pemberian Tepung Kulit Buah Pepaya dalam ransum babi periode finisher  sehingga dapat memberikan pengaruh terbaik terhadap persentase karkas, tebal lemak punggung dan luas urat daging mata rusuk.

 

Kerangka Pemikiran

Daging merupakan komponen karkas yang penting dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Daging adalah komponen utama karkas. Karkas juga tersusun dari lemak jaringan adipose, tulang, tulang rawan, jaringan ikat dan tendo. Komponen-komponen tersebut menentukan ciri-ciri kualitas dan kuantitas daging (Soeparno, 1998). Komponen bahan kering yang terbesar dari daging adalah protein. Nilai nutrisi daging yang lebih tinggi disebabkan daging mengandung asam amino esensial yang lengkap dan seimbang (Forrest, dkk, 1975).

Di dalam pembentukan daging pada masa pertumbuhan, ternak babi membutuhkan asupan protein dan energi yang sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan protein dan energi ternak tergantung pada beberapa faktor termasuk berat hidup, pertambahan berat badan, dan konsumsi pakan (Soeparno, 1998). Protein merupakan bagian terbesar pembentuk urat daging, organ-organ tubuh, tulang rawan dan jaringan ikat. Konsumsi protein dan energi yang lebih tinggi akan menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih cepat (Anggorodi, 1994). Kandungan protein (asam-asam amino) ransum yang optimal pada ransum babi harus pula memperhatikan kandungan energinya, hal ini disebabkan karena sejumlah energi tertentu dibutuhkan per tiap gram protein dengan demikian protein dapat digunakan efisien untuk

Page 43: Kandang Babi Induk.doc

pertumbuhan, kebutuhan lisin ternak babi yang sedang tumbuh dengan berat badan 35 – 60 kg adalah 0,61% (Sihombing, 1997). kebutuhan protein kasar bagi babi grower dan pengakhiran adalah 18 sampai dengan 13.5 % dengan energi yang dapat dicerna rata-rata 3400 Kkall. Karena ternak Babi merupakan ternak monogastrik maka yang harus diperhatikan adalah serat kasar yang rendah terutama pada fase pertumbuhan kecuali pada induk.

Di dalam kulit buah pepaya masih terdapat kandungan nutrisi yang tinggi sehingga diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pakan alternatif untuk ternak. Kulit buah pepaya memiliki kekurangan yaitu mudah busuk, oleh karena itu untuk mengatasinya maka kulit buah pepaya dijadikan tepung sehingga menjadi lebih tahan lama. Tepung kulit buah pepaya memiliki kandungan nutrisi antara lain protein kasar 24,85%, serat kasar 18,52%, lemak kasar 8,87%, abu 8,52%, kalsium 2,39% dan phosphor 0,88% (Laboratorium Nutrisi Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan UNPAD, 2008), dan Fe 0,385% (Analisis Laboratorium Institut Pertanian Bogor, 2008). Kulit buah pepaya memiliki kandungan protein yang tinggi sehingga diharapkan dapat menjadi salah satu bahan pakan alternatif sumber protein yang dapat mengganti atau mengurangi penggunaan bahan pakan sumber protein lainnya seperti bungkil kedelai dan lain-lain.

Kulit buah pepaya selain memiliki kadar protein yang tinggi, juga mengandung enzim papain. Enzim ini banyak terkandung dalam kulit, batang, daun, dan buah (http://en.wikipedia.org/wiki/Papaya). Papain merupakan salah satu enzim proteolitik. Manfaat papain antara lain adalah dapat digunakan sebagai pelunak daging (enzim papain mampu memecah serat-serat daging, sehingga daging lebih mudah dicerna), papain berfungsi membantu pengaturan asam amino dan membantu mengeluarkan racun tubuh. Dengan cara ini sistem kekebalan tubuh dapat ditingkatkan, (www.Damandiri.or.id). Kulit buah pepaya selain memiliki protein yang tinggi dan enzim papain juga memiliki kandungan zat besi yang tinggi sebesar 0,385% (Analisis Laboratorium Institut Pertanian Bogor, 2008).    Protein dibutuhkan oleh babi masa pertumbuhan. Protein dalam ransum digunakan untuk membangun, menjaga dan memelihara protein jaringan dan organ tubuh, menyediakan asam-asam amino makanan, menyediakan energi dalam tubuh serta menyediakan sumber lemak badan (Tilman, dkk., 1986). Papain dapat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tubuh, hal ini dikarenakan papain memiliki lebih dari 50 asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh (http://en.wikipedia.org/wiki/papain). Dengan pemberian tepung kulit buah pepaya dalam ransum babi diharapkan dapat memberikan pengaruh terbaik terhadap persentase karkas, tebal lemak punggung dan luas urat daging mata rusuk.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikemukakan hipotesis bahwa pemberian tepung kulit buah pepaya dalam ransum sampai 10% dapat memberikan pengaruh yang terbaik terhadap persentase karkas, tebal lemak punggung dan luas urat daging mata rusuk babi periode finisher.

Lokasi dan Waktu Penelitian

            Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan April 2009 di Laboratorium Penelitian (KPBI) Koperasi Peternak Babi Indonesia, Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Lembang, Kabupaten Bandung.

TINJAUAN PUSTAKA

Page 44: Kandang Babi Induk.doc

Deskripsi Tanaman Pepaya

Tanaman pepaya menurut Rukmana (1995) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

            Kingdom          : Plantae (Tumbuh-tumbuhan)

            Divisi               : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)

            Sub-divisi        : Angiospermae (Biji tertutup)

            Kelas               : Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

            Ordo                : Caricales

            Family                         : Caricaceae

            Spesies           : Carica papaya L.

Buah pepaya merupakan salah satu buah yang telah lama dikenal luas di Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, pepaya sangat dikenal semua lapisan masyarakat. Buah pepaya telah lama dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Buah matangnya sangat digemari karena cita rasanya yang enak, relatif tingginya kandungan nutrisi dan vitamin, serta fungsinya dalam melancarkan pencernaan.

Potensi Kulit Buah Pepaya

Tanaman pepaya yang dipelihara secara intensif dan sistem penanamannya monokultur (satu jenis), tingkat produktifitasnya dapat mencapai 50-150 buah/pohon. Bila lahan kebun seluas 1,0 hektar ditanami pepaya pada jarak tanam 3×3 m terdapat populasi 1.000 tanaman, maka produksi per hektar dapat mencapai 50.000-150.000 butir buah atau setara dengan 20-60 ton buah pepaya dengan catatan, banyak terdapat humus, tata udara dan tata air tanahnya baik, dengan pH sekitar 6-7. Panen perdana tanaman pepaya dapat dilakukan pada saat umur 9-11 bulan. Di dalam satu buah pepaya persentase kulit buahnya dapat mencapai 30% yang 10% diantaranya adalah biji pepaya. Panen tanaman pepaya dapat dilakukan secara kontinyu setiap 5-7 hari sekali bergantung pada kematangan buah, permintaan pasar, dan tujuan penggunaan (Rukmana, 1995).

Kulit buah pepaya merupakan bagian terluar dari buah pepaya yang masih mengandung nilai nutrisi cukup tinggi. Kulit buah pepaya pada keadaan kering mengandung protein kasar sebesar 25,58 %, lemak kasar 8,87 %, serat kasar 18,52 %, Ca 2,39 %, P 0,88 %, dan Abu 8,52 % (Laboratorium Nutrisi Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan UNPAD, 2008). Kandungan nutrisi kulit buah pepaya relatif lebih tinggi apabila dibandingkan dengan bahan pakan sumber protein lain, antara lain kacang hijau yang memiliki kandungan protein kasar 26,7 %, lemak 1,47 %, serat kasar 5,93 %, Ca 0,16 %, P 0,72 %, dan abu 5,22 %, bungkil kelapa yang mengandung protein kasar 21 %, lemak 10,9 %, serat kasar 14,2 %, Ca 0,165 %, P 0,62 %, dan abu 8,24 %, serta ampas tahu yang hanya mengandung protein kasar 20,81 %, lemak 7,08 %, serat kasar 14,88 %, Ca 0,64 %, P 0,28 %, dan abu 3,74 % (Sutardi, 1983).

Deskripsi Ternak Babi

Page 45: Kandang Babi Induk.doc

Babi merupakan ternak monogastrik yang memiliki kesanggupan dalam mengubah bahan makanan secara efisien apabila ditunjang dengan kualitas ransum yang dikonsumsi. Babi lebih cepat tumbuh, cepat dewasa dan bersifat prolifik yang ditunjukkan dengan banyaknya anak dalam setiap kelahiran yang berkisar antara 8 -14 ekor dengan rata-rata dua kali kelahiran pertahunnya (Sihombing, 1997). Menurut Sihombing (1997), pertumbuhan babi yang digemukkan untuk tujuan daging dibagi menjadi beberapa periode yaitu periode pra sapih (pre starter), lepas sapih (starter), pertumbuhan (grower), dan finisher. Babi periode finisher adalah babi setelah melewati periode pertumbuhan, dicirikan dengan berat hidup 60-90 kg, sedangkan pertambahan bobot badan babi periode finisher adalah 701-815 gram/hari (Annison, 1987).  Soeparno (1992), mengatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan komponen tubuh secara kumulatif mengalami pertambahan berat selama pertumbuhan sampai mencapai kedewasaan, jadi pertumbuhan mempengaruhi pula distribusi berat dan komponen-komponen tubuh ternak termasuk tulang, otot, dan lemak. Menurut Sutardi (1980), kecepatan pertumbuhan suatu ternak dipengaruhi berbagai faktor antara lain bangsa, jenis kelamin, umur, makanan, dan kondisi lingkungan.

Produksi Karkas Babi

               Karkas babi merupakan bagian tubuh ternak setelah dilakukan pemisahan terhadap kepala, bulu, kuku, isi rongga dada. Karkas babi yang dihasilkan berkisar antara 60-90% dari berat hidup tergantung pada kondisi, genetik, kualitas pakan dan cara pemotongan (Ensminger, 1984). Persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot potong yang dinyatakan dalam persen (Forrest, dkk. 1975). Bobot potong yang tinggi tidak selalu menghasilkan bobot karkas yang tinggi. Hal ini dikarenakan sering adanya perbedaan pada berat kepala, bulu, isi rongga dada dan perut (Soeparno, 1992), oleh karenanya bobot potong lebih dari 90 kg memang meningkatkan hasil berat karkas tetapi persentase karkas yang dihasilkan akan menurun (Sihombing, 1997). Bobot potong optimum dapat dicapai jika terdapat interaksi antara jenis pakan yang diberikan, cara pemberian pakan, bangsa ternak, jenis kelamin dan kematangan seksual (Davendra dan Fuller, 1979). Persentase karkas babi dibagi menjadi beberapa kelas, kelas 1 menurut USDA  adalah 68-72% (Forrest, dkk. 1975). Besarnya persentase karkas dipengaruhi oleh faktor tipe dan ukuran ternak serta penanganan ternak, lamanya pemuasaan, serta banyaknya kotoran yang dikeluarkan (Soeparno, 1992).  Persentase karkas akan meningkat dengan meningkatnya bobot potong (Forrest et. all, 1975), dinyatakan pula dengan meningkatnya presentase lemak karkas menyebabkan persentase otot dan tulang menurun. Persentase karkas normal berkisar antara 60-75% dari berat hidup. Persentase ini lebih tinggi pada babi dibandingkan dengan ternak lain seperti domba dan sapi karena babi tidak mempunyai rongga badan yang terlalu besar serta babi mempunyai lambung tunggal (Blakelly dan Bade, 1998).

Tebal Lemak Punggung

Pengukuran tebal lemak punggung pertama kali dilakukan tahun 1952 oleh Hazel dan Kline dengan alat yang disebut ”back fat probe” setelah itu sangat meluas penggunaannya maupun perkembangan teknologi peralatannya. Ukuran tebal lemak punggung secara langsung menggambarkan produksi lemak atau daging. Tebal lemak punggung babi yang tipis memberi persentase hasil daging yang tinggi dan sebaliknya tebal lemak punggu yang tinggi memberi hasil persentase hasil daging yang rendah. Sejak tahun 1968 Lembaga USDA di Amerika Serikat telah menentukan suatu cara dalam penentuan kelas karkas dari babi siap potong.

Page 46: Kandang Babi Induk.doc

Luas Urat Daging Mata Rusuk

Kualitas daging erat hubungannya dengan ukuran luas penampang otot longisimus (longisimus muscle area) sering juga disebut urat daging mata rusuk yang diukur diantara tulang rusuk ke 10 dan 11 (Miller, dkk. 1991). Luas urat daging mata rusuk dapat digunakan untuk menduga perdagingan karkas dan berat karkas karena terdapat korelasi dengan total daging pada karkas dimana yang lebih berat akan mempunyai ukuran penampang urat daging mata rusuk yang lebih besar.

Crampton dkk (1969), menjelaskan bahwa luas urat daging mata rusuk dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi ternak. Menurut Figueroa (2001) yang meneliti pengaruh performans babi pertumbuhan finisher yang diberikan pakan rendah protein, rendah energi, tepung biji sorghum-kedelai memperoleh nilai rata-rata luas urat daging mata rusuk sebesar 42,97 cm2. Menurut Soeparno (1992), luas urat daging mata rusuk dipengaruhi juga oleh bobot potong. Bobot potong yang tinggi akan menghasilkan daging mata rusuk yang lebih luas.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Bahan Penelitian dan Ternak Penelitian

Ternak yang digunakan adalah 18 ekor ternak babi hasil persilangan Landrace. Kisaran bobot badan rata-rata ternak babi adalah 55 kg dengan koefisien variasi kurang dari 10%. Babi ditempatkan secara acak dalam kondisi kandang individu dengan kondisi lingkungan yang sama dan jenis kelamin babi yaitu jantan kastrasi. Kandang yang digunakan adalah kandang individu yang berukuran 0,6 x 2 x 1,2 m dengan lantai semen dan beratap seng, dilengkapi tempat makan dan minum sebanyak 18 unit. Tiap kandang diberi nomor untuk memudahkan dalam pengontrolan dan pengambilan data.

Peralatan yang Digunakan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian yaitu:

1.      Timbangan duduk kapasitas 200 kg (ketelitian 0,1 kg) untuk   menimbang berat ternak.

2.      Timbangan duduk kapasitas 15 kg (ketelitian 0,1 kg) untuk menimbang jeroan.

3.      Timbangan gantung 150 kg (ketelitian 0,1 kg) untuk menimbang berat karkas.

4.      Pisau, plastik mika transparan dan milimeter block untuk menentukan luas urat daging mata rusuk.

5.      Mistar untuk mengukur tebal lemak punggung.

Kulit Buah Pepaya

Ransum yang diberikan pada ternak percobaan dalam penelitian berupa tepung. Bahan Tepung Kulit Buah Pepaya didapat dari PT. Karya Mulya, Leles Kabupaten Garut. Bahan tersebut dikeringkan hingga kadar air 15% kemudian digiling hingga menjadi tepung.

Ransum Penelitian

Page 47: Kandang Babi Induk.doc

Bahan makanan yang digunakan untuk menyusun ransum adalah tepung jagung, tepung ikan, bungkil kelapa, tepung tulang, bungkil kedelai, tepung tulang, dedak padi, dan premix. Penyusunan ransum dilakukan berdasarkan pada kebutuhan zat-zat makanan yang dianjurkan National Research Council (1988).

Tepung kulit buah pepaya dicampur ke dalam ransum dalam jumlah dosis yang berbeda sebagai bahan yang akan diteliti pengaruhnya. Komposisi zat makanan dan susunan ransum yang digunakan masing-masing diperlihatkan pada Tabel 1, sedangkan kandungan ransum percobaan terdapat pada Tabel 2.

Tabel 1. Kandungan nutrisi ransum basal dan tepung kulit buah pepaya. 

Kandungan Gizi Ransum Basal Tepung Kulit Buah PepayaEM (kkal) 3244,8 2419PK (%) 14 25,85SK (%) 7,5 2,39Ca (%) 0,32 18,52P (%) 0,66 0,88

Sumber : Ransum basal (NRC, 1998) 

     Tepung kulit buah pepaya (Permana, 2007)        

Susunan Ransum

Tabel 2. Kandungan nutrisi ransum penelitian

Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian

R0 R1 R2

EM (kkal) 3244,8 3203,51 3162,22

PK (%) 14 14,5925 15,185

SK (%) 7,5 8,051 8,062

Ca (%) 0,32 0,4235 0,527

P (%) 0,66 0,671 0,682

R0 = 100% ransum basal

R1 = 95% ransum basal + 5% tepung kulit buah pepaya

R2 = 90% ransum basal + 10% tepung kulit buah pepaya

Metode Penelitian dan Tahap Penelitian

1. Persiapan kandang, sanitasi kandang, pengadaan ternak, pengadaan ransum dan peralatan serta penimbangan bobot awal ternak sebelum penelitian dimulai. Setiap babi dimasukkan ke kandang individu dan memperoleh satu perlakuan secara acak.

2. Adaptasi babi terhadap kandang, ransum, perlakuan dan lingkungan yang baru dilakukan selama 1 minggu, dan pemberian obat cacing.

Page 48: Kandang Babi Induk.doc

3. Pemberian ransum sebanyak 1 kg/ ekor dilakukan selama tiga kali sehari, pukul 07.00 dan 12.00 dan 16.00 WIB dengan jumlah ransum per hari adalah 3 kg/ekor.

4. Penimbangan bobot badan dilakukan setiap 2 minggu sekali dengan menggunakan timbangan duduk pada pagi hari sebelum babi dibersihkan.

5. Tepung Kulit Buah Pepaya di campur 5% dan 10% dalam ransum basal pada perlakuan R1 dan R2.

6. Kandang dibersihkan dua kali sehari yaitu pada pukul 06.00 dan 12.00 WIB. Kandang dibersihkan dari semua kotoran ternak babi dan kotoran tersebut dibuang ke saluran pembuangan, setelah itu babi  dimandikan agar  bersih dan merasa nyaman.

7. Setelah babi mencapai bobot badan 90 kg babi siap dipotong, tetapi sebelum dipotong babi dipuasakan dahulu selama 18 jam untuk mengurangi stress dan menghindarkan kontaminasi isi saluran pencernaan terhadap karkas (Sihombing, 1997). Sesaat sebelum dipotong, ternak babi ditimbang bobot potongnya. Babi ditusuk pada leher bagian atas dekat rahang bawah menuju jantung. Bulu dihilangkan dengan cara dikerok setelah sebelumnya direndam dalam air panas dengan suhu 70°C selama 2 menit kemudian kepala dipisahkan dari tubuh.

8. Setelah melalui sayatan lurus ditengah perut hingga dada pada tulang dada, rectum dibebaskan melalui anus dan isi perut serta dada dikeluarkan termasuk alat kelamin, vesica urinaria, diaphragma dan ekor.

9. Tulang dada sampai dengan tulang ekor dipotong sehingga karkas pisah menjadi 2 bagian dan baru dilakukan penimbangan terhadap berat karkas dengan menggunakan timbangan digital.

10. Antara tulang rusuk ke 10 dengan 11 dipotong dengan menggunakan pisau untuk digambar urat daging mata rusuknya (Miller, dkk. 1991) dengan menggunakan plastik mika transparan, kemudian diukur luasnya dengan menggunakan milimeter block.

11. Tebal lemak punggung diukur dengan mistar berskala centimeter diatas punggung babi yaitu pada tulang rusuk pertama, keduabelas, dan terakhir kemudian dirata-ratakan (Forest, et.al, 1975).

 

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian adalah :

1. Persentase Karkas (%)

Diperoleh dari berat karkas (BK) dibagi bobot potong (BP) dikali 100% atau   dengan rumus :      

    Berat karkas             x  100%

    Berat potong

Page 49: Kandang Babi Induk.doc

1. Luas Urat Daging Mata Rusuk

Diukur dengan menggunakan milimeter block yang ditempelkan pada plastik mika yang telah digambar berdasarkan luas urat daging mata rusuk yang diamati kemudian dihitung berapa banyak kotak yang terisi penuh (Forrest, dkk.  1975).

3.   Tebal Lemak Punggung

      Diukur dengan mistar berskala centimeter diatas punggung babi yaitu pada tulang rusuk pertama, keduabelas, dan terakhir kemudian dirata-ratakan (Forest, et.al, 1975).

Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental dengan  menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari tiga perlakuan, Salah satu perlakuan sebagai kontrol tanpa mengandung tepung kulit buah pepaya dan 2 perlakuan lainnya mengandung kulit buah pepaya dengan dosis yang berbeda. Masing-masing perlakuan terdiri dari lima ulangan, sehingga penelitian ini menggunakan 18 ekor ternak babi.

Model matematik yang digunakan (Steel dan Torrie, 1989) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Yij = µ + αi + єij .

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Tepung Kulit Buah Pepaya Dalam Ransum Babi Periode Finisher Terhadap Persentase Karkas

Data hasil pengamatan selama penelitian tentang pengaruh berbagai dosis tepung kulit buah papaya pada ransum persentase karkas dapat dilihat  pada  Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata Persentase Karkas Hasil Penelitian dari Perlakuan.

UlanganPerlakuan Rataan

(%)R0 R1 R2

  ———————%———————  

1 76,47059 76,24309 78,26087

2 77,77778 77,04918 76,53631

3 75,5814 78,02198 77,04918

4 74,7191 75,70621 78,57143

5 76,13636 79,54545 77,34807

6 78,48837 77,9661 77,71739

Rata-rata 76,52893 77,422 77,58054 77,17716

 

Rata-rata persentase karkas secara keseluruhan adalah 77,17%, ini menunjukkan persentase tinggi termasuk ke dalam  kelas 1 menurut USDA yaitu antara 68-72%, ini disebabkan oleh

Page 50: Kandang Babi Induk.doc

rendahnya berat isi  jeroan dalam bobot potong yang optimal (90 kg). Bobot potong 90 kg adalah bobot potong optimal, dimana berat karkas tinggi, berat karkas sangat mempengaruhi persentase karkas (Hovorka dan Pavlik, 1973).

Berdasarkan pemberian dosis tepung buah kulit pepaya : 0; 5; dan 10% dalam ransum diperoleh persentase karkas berturut-turut : 76,52; 77,42 dan 77,58. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai dosis kulit buah pepaya dalam ransum ternak babi pada penelitian ini  tidak berpengaruh terhadap persentase karkas. Hal ini disebabkan karena  persentase karkas merupakan hasil dari pembagi berat karkas dan berat potong jadi pada ternak yang bangsa sama cenderung memperoleh persentase yang sama pula. Penelitian ini sesuai dengan Rikas et al. (2008) yang menyatakan bahwa pemberian tepung kulit buah pepaya dalam ransum kelinci tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum dan persentase karkas, tetapi memperbaiki efisiensi penggunaan ransum pada kelinci.

Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Tepung Kulit Buah Pepaya Dalam Ransum Babi Periode Finisher Terhadap Luas Urat Daging Mata Rusuk

Data hasil pengamatan selama penelitian tentang pengaruh berbagai dosis tepung kulit buah pepaya pada ransum terhadap luas urat mata daging rusuk dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata Luas Urat Daging Mata Rusuk Hasil Penelitian dari Perlakuan.

UlanganPerlakuan Rataan

(cm2)R0 R1 R2

  ——————– cm2——————–

 

1 34,6 41,0 42,8

2 35,7 42,2 39,6

3 37,5 40,6 41,5

4 41,0 40,4 41,0

5 38,0 39,0 39,7

6 36,9 39,3 42,0

Rata-rata 37,2 a 40,4  b 41,1 b 39,6

Ket. Huruf yang sama dalam baris menunjukkan tidak berbeda nyata

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa rataan luas urat daging mata rusuk secara keseluruhan adalah 39,6 cm2. Hasil tersebut masih berada dalam kisaran normal sesuai dengan Figueroa (2001) yang meneliti nilai rata-rata luas urat daging mata rusuk pada babi periode finisher yaitu sebesar 42,97 cm2. Berdasarkan pemberian dosis tepung kulit buah pepaya : 0; 5 dan 10 %, diperoleh persentase karkas berturut-turut : 37,28; 40,41 dan 41,1 cm2.

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai dosis tepung kulit buah pepaya dapat meningkatkan luas daging mata rusuk (p<0,05) karena  Tepung kulit buah pepaya mengandung kadar protein yang cukup tinggi yaitu 25,85% dan serat kasar yang cukup rendah yaitu sebesar 12,51% (Laboratorium Nutrisi Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan UNPAD, 2008), sehingga dapat digunakan oleh ternak sebagai sumber asam amino untuk membentuk daging.   Selain itu  kulit buah papaya memiliki Enzim papain termasuk enzim protease, yaitu enzim yang menghidrolisis ikatan peptida pada

Page 51: Kandang Babi Induk.doc

protein, untuk melakukan aktivitasnya protease membutuhkan air sehingga dikelompokkan ke dalam kelas hidrolase. Protease berperan dalam sejumlah reaksi biokimia seluler, selain diperlukan untuk degradasi senyawa protein nutrien, protease terlibat dalam sejumlah mekanisme patogenisitas, sejumlah pasca translasi protein, dan mekanisme akspresi protein ekstraseluler.

Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Tepung Kulit Buah Pepaya Dalam Ransum Babi Periode Finisher Terhadap Tebal Lemak Punggung

Data hasil pengamatan selama penelitian tentang pengaruh berbagai dosis tepung kulit buah pepaya pada ransum terhadap tebal lemak punggung dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rata-rata Tebal Lemak Punggung Hasil Penelitian dari Perlakuan.

UlanganPerlakuan Rataan

(cm)R0 R1 R2

  ———————cm——————–  

1 3,3 2,8 2,5

 

2 3,2 2,6 3,0

3 3,0 2,7 2,6

4 3,0 2,8 2,7

5 3,1 3,0 2,9

6 3,4 2,9 2,5

Rata-rata 3,1 2,8 2,7 2,88

 

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa rataan tebal lemak punggung secara keseluruhan adalah 2,88 cm. Hasil tersebut termasuk ke dalam kelas 1 sesuai dengan pendapat Forrest (1975) yang meneliti nilai rata-rata tebal lemak punggung pada babi periode finisher kelas 1 < 3,56 cm. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh tebal lemak punggung dengan urutan dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah perlakuan R0 (3,1 cm), R1 (2,8cm), dan R2 (2,7 cm), untuk mengetahui pengaruh Kulit buah pepaya terhadap tebal lemak punggung dilakukan analis sidik ragam yang hasilnya adalah pemberian kulit buah pepaya dapat menurunkan tebal lemak punggung babi finisher  (p<0,05), dari sini dapat kita peroleh bahwa energi yang berlebihan pada ransum dengan adanya kulit tepung kulit buah papaya dapat di transformasi menjadi sumber protein tubuh. Enzim papain yang ada pada kulit buah papaya juga mampu meningkatkan kecernaan ransum terutama protein.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

            Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pemberian tepung kulit buah pepaya sampai tingkat 10 % dalam ransum tidak memberi pengaruh terhadap produksi karkas, tetapi berpengaruh nyata terhadap luas urat daging mata rusuk dan tebal lemak punggung babi periode finisher.

Page 52: Kandang Babi Induk.doc

Tepung kulit buah pepaya sampai tingkat 10 % dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan pakan alternatif sumber protein dalam ransum dengan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap produksi dan komponen karkas.

Saran

Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui batas maksimal penggunaan dosis tepung kulit buah pepaya yang memberikan pengaruh yang baik terhadap persentase karkas.

Penggunaan Kulit Buah Pepaya (Carica Papaya) bisa dijadikan alternatif 10% sebagai pakan alternative untuk ternak babi.

DAFTAR PUSTAKA

 

Atiya, dkk. 2001. Pemeriksaan Efek Anthelmentik Papain Kasar Terhadap Infeksi Buatan Cacing Haemonchus contortus. Rudolphi Pada Domba. JFF. MIPA. Unair.

Benbrook, E. A., and M. V. Sloss. 1961. Clinical Parasitology. 3  ed, Iowa State Univ. Press. Ames, Iowa, 3-17.

Kusumamihardja, S. 1992.  Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak dan Hewan Piara. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lawson, J. L. dan M. A. Gemmel. 1983.  Transmission in Hydatidosis and cysticercosis. Advance’s in Parasitology 2a:279.

Levine, ND. 1982.  Textbook Of Veterinary Parasitology.  Burgess Publishing Company.  USA.

NRC. 1998. Nutrient Requirments of Swine. Nutrient Requirments of Domestic Animal, Ninth Revised Edition National Academy Press. Washingthon DC.

Siagian H. Pollung. 1999. Manajemen Ternak Babi, Diktat Kuliah Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sihombing. 1997. Ilmu Ternak Babi. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Subronto, dan I. Tjahajati. 2001. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Soulsby, E.J.L.  1982.  Helminths, Antropods and Protozoa of Domesticated Animals. Inglish Laguage Book Service Bailiere Tindall.  7th Ed. Pp.231-257.

Tarmudji, Deddy Djauhari Siswansyah dan Gatot Adiwinata.  1988.  Parasit-parasit Cacing Gastrointestinal pada sapi-sapi di Kabupaten Tapin dan Tabalong Kalimantan Selatan, di dalam Penyakit Hewan.  Balai Penelitian Veteriner, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta.

Page 53: Kandang Babi Induk.doc

Wiryosuhanto, S. D. dan Jacoeb, T. N.  1994.  Prospek Budidaya Ternak Sapi.

Kanisius.  Yogyakarta.

______________Papain juga dapat memecah makanan yang mengandung protein hingga terbentuk berbagai senyawa asam amino yang bersifat autointoxicating (http://www.cybermed.cbn.net.id. Diakses 25 Juni 2008)

____________. Papain mempunyai sifat Vermifuga kemampuan menguraikan protein sehingga protein terurai menjadi polipeptida dan dipeptida (http://www. Wikipedia. Com. Diakses 25 Juni 2008)

____________. Papain merupakan enzim protease sulfhidril dan akan mendegradasi protein-protein jaringan konektif dan myofibril (http://www.asiamaya.com. Diakses 25 Juni 2008).

Page 54: Kandang Babi Induk.doc

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG KULIT BUAH PEPAYA (Carica papaya) DALAM RANSUM TERHADAP JUMLAH TELUR DAN LARVA CACING DALAM FESES TERNAK BABI PERIODE FINISHER

May 21, 2010 | Posted by saulandsinaga

THE INFLUENCE OF GIVING PAPAYA SKIN FRUIT FLOUR (Carica papaya) IN RATION TOWARD THE SUMM OF EGGS AND WORM LARVA IN FECES OF PIG LIVESTOCK IN FINISHER PERIOD

Marsudin Silalahi , Sauland Sinaga

 

ABSTRAK

Penelitian telah dilakukan di Koperasi Peternak Babi Indonesia (KPBI), Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Lembang, Kabupaten Bandung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa jumlah telur dalam tiap gram feses yang terdapat pada ternak babi yang diberi pakan tepung kulit buah pepaya dan mengetahui jumlah larva yang menginvestasi ternak babi tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode sensus dengan dua kali pengulangan pengambilan sampel, ternak penelitian yang digunakan adalah 18 ekor ternak babi sehingga diperoleh 36 sampel. Pengambilan feses dilakukan di kandang pemeliharaan diambil dari rektum dari tiap ekor ternak babi. Sampel yang telah diambil dianalisis kemudian dilakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi jumlah telur dan larva cacing yang menginfeksi ternak babi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruh pengurangan jumlah telur cacing Strongylus sp, Ascaris sp dan Trichuris suis pada pemberian tepung kulit buah pepaya 5% dan 10% serta tidak ditemukan adanya larva  Strongylus sp, Ascaris sp dan Trichuris suis.

Kata kunci : babi, jumlah telur, jumlah larva, tepung kulit buah pepaya

 

ABSTRACT

Page 55: Kandang Babi Induk.doc

The research had done at Koperasi Peternak Babi Indonesia (KPBI), Village of Kertawangi, Subdistrict Cisarua, Lembang, Regency of Bandung. This research aimed to know how many eggs in each gram of feces contain in pig livestock which was given papaya skin fruit flour and to know how many larvae invest that pig livestock. The research method used census method with two times repetition took sample, research livestock used 18 pigs livestock thus gained 36 samples. Feces collecting did in pen of hogs caring took from rectum each pig livestock. The samples took which had analyzed then investigated to know how many eggs and to know how many larvae invest that pig livestock. The results showed that the influence of reducing the amount of Strongylus sp worm eggs, Ascaris sp and Trichuris suis on the skin giving papaya powder 5% and 10% and amount of Strongylus sp, Ascaris sp and Trichuris suis did not find any larvae.

Keywords: pigs, amount of eggs, amount of larvae, papaya skin flour

 

 

PENDAHULUAN

            Babi merupakan salah satu komoditas ternak penghasil daging yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena mempunyai sifat – sifat menguntungkan diantaranya : laju pertumbuhan yang cepat, jumlah anak perkelahiran (litter size) yang tinggi, efisien dalam mengubah pakan menjadi daging dan memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap makanan dan lingkungan.

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha pengembangan ternak babi dari aspek manajemen adalah faktor kesehatan atau kontrol penyakit. Ternak babi sangat peka terhadap penyakit, salah satunya adalah penyakit endoparasit. Parasit merupakan makhluk hidup yang dalam kehidupannya menggunakan makanan makhluk hidup lain sehingga sifatnya merugikan. Cacing mempunyai salah satu sifat merugikan yaitu menimbulkan gangguan nafsu makan dan pertumbuhan. Gangguan pada pertumbuhan akan berlangsung cukup lama sehingga produktivitas akan turun. Gejala-gejala dari hewan yang terinfeksi  cacing antara lain, badan lemah dan bulu rontok. Jika infeksi sudah lanjut diikuti dengan anemia, diare dan badannya menjadi kurus yang akhirnya bisa menyebabkan kematian. Adanya parasit di dalam tubuh ternak tidak harus diikuti oleh perubahan yang sifatnya klinis. Kehadiran parasit cacing bisa diketahui melalui pemeriksaan feses, dimana ditemukan telur cacing, makin banyak cacing makin banyak pula telurnya. Perubahan populasi cacing dalam perut babi dapat diikuti dengan menghitung telur tiap gram feses (TTGF) secara rutin.

Tingkat prevalensi parasit cacing  tergantung pada jumlah dan jenis cacing yang menginfeksinya. Guna mengurangi resiko akibat infestasi cacing ini perlu diketahui jenis cacing, siklus hidup dan epidemologi dari cacing tersebut. Mengendalikan parasit diperlukan pemeriksaan rutin terhadap adanya endoparasit, terutama jenis dan derajat infestasi yang dapat dilakukan bersama-sama dengan pemeriksaan fisik secara rutin (Subronto dan Tjahajati, 2001). Masalah penyakit khususnya penyakit cacingan pada babi dapat diatasi dengan cara menggunakan obat cacing. Pemberian obat-obatan tersebut harus diulang-ulang dan disesuaikan dengan daur hidup cacing. Biaya yang dibutuhkan untuk pemberian obat cacing memerlukan biaya yang mahal. Alternatif lainnya untuk pengobatan adalah dengan pemberian obat tradisional yang dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu jenis flora

Page 56: Kandang Babi Induk.doc

yang ada di negara kita yaitu pepaya. Selain mudah didapat buah pepaya pun relatif murah harganya.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Pepaya (Carica papaya) Dalam Ransum Terhadap Jumlah Telur Dan Larva Cacing Dalam Feses Ternak Babi Periode Finisher”.

 

Identifikasi Masalah

Jumlah telur dan larva cacing dalam tiap gram feses yang terdapat pada babi finisher yang diberi pakan tepung kulit buah papaya (Carica papaya).

Maksud dan Tujuan Penelitian

Mengetahui jumlah telur dan larva cacing dalam tiap gram feses yang terdapat pada babi yang diberi pakan tepung kulit buah papaya (Carica papaya).

Kerangka Pemikiran

Parasit merupakan makhluk hidup yang dalam kehidupannya mengambil makanan makhluk lain, sehingga sifatnya merugikan. Parasit dibagi menjadi dua macam, yaitu ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya dipermukaan tubuh hewan, yang keberadaannya mengganggu ketentraman hewan dalam pemeliharaan sehingga akan mengganggu proses fisiologis hewan tersebut, sedangkan endoparasit adalah yang hidup di dalam tubuh hewan.

Endoparasit di dalam tubuh akan merampas zat-zat makanan yang diperlukan bagi induk semangnya, cacing dalam jumlah banyak akan mengakibatkan kerusakan usus atau menyebabkan terjadinya berbagai reaksi tubuh yang antara lain disebakan oleh toksin yang dihasilkan oleh cacing-cacing tersebut. Parasit-parasit tersebut biasanya tidak menyebabkan kematian pada hewan secara langsung, melainkan mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan pada hewan dewasa dan pertumbuhan akan terhambat pada hewan-hewan muda. (Tarmudji dkk, 1988). Penyakit endoparsit, terutama cacing, menyerang hewan pada usia muda (kurang dari 1 tahun). Presentase yang sakit oleh endoparasit dapat mencapai 30% dan angka kematian yang bisa ditimbulkan adalah sebanyak 30% (Wiryosuhanto dan Jacoeb, 1994).

Menurut Subronto dan Tjahajati (2001), untuk terjadinya infeksi, parasit harus mampu mengatasi pertahanan tubuh hospes definitive. Hubungan parasit dengan hospes dan keadaan sekitarnya perlu dianalisis untuk tiap keadaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah parasit sehingga mampu berkembang serta mencapai kematangan seksual tergantung pada (a) kesempatan hospes berkenalan dengan parasit, (b) biologi parasit, dan (c) tingkat kerentanan hospes. Tiap parasit memiliki sifat khusus dalam daur hidupnya dan kemampuan dari parasit untuk menghasilkan keturunannya.

Jumlah telur tiap gram feses (TTGF) berbanding lurus dengan jumlah cacing betina dewasa yang terdapat dalam saluran pencernaan (Robert dan Swann 1981 dalam Kusumamihardja 1992). Gejala terserangnya parasit cacing akan terjadi tergantung dari jenis parasit, kondisi

Page 57: Kandang Babi Induk.doc

induk semang, organ yang dipengaruhinya, jumlah parasit, iklim dan umur hewan.  Beberapa faktor yang akan mempengaruhi pertumbuhan cacing diantaranya kepadatan inang antara dan inang definitif, derajat infeksi dari inang definitif, serta penyebaran inang yang terinfeksi oleh cacing tersebut (Lawson dan Gemmel, 1983). Beberapa alternatif zat aditif telah ditawarkan bagi peternak untuk memicu produksi dan reproduksi yang dihasilkan melalui ekstraksi berbagai jenis tanaman yang mempunyai senyawa bioaktif sebagai antioksidan, antibiotik, meningkatkan nafsu makan, meningkatkan sekresi enzim-enzim pencernaan dan meningkatkan kekebalan tubuh, untuk itu negara kita mempunyai peluang cukup besar karena kaya akan keanekaragaman sumber daya alam hayati.

Pepaya (Carica papaya L) merupakan tanaman obat tradisional yang memiliki khasiat sebagai penambah nafsu makan, obat cacing, menurunkan tekanan darah, anemia dan membunuh amuba. Kandungan kimia yang dikandung pepaya antara lain enzim papain, alkaloid karpaina, glikosid, saponin, sakarosa, dextrosa serta mengandung vitamin A yang cukup tinggi yaitu 18.250 IU yang berfungsi sebagai provitamin A. Papain juga dapat memecah makanan yang mengandung protein hingga terbentuk berbagai senyawa asam amino yang bersifat autointoxicating atau otomatis menghilangkan terbentuknya substansi yang tidak diinginkan akibat pencernaan yang tidak sempurna. (Cybermed.cbn.net.id, 2006). Papain mempunyai sifat Vermifuga kemampuan menguraikan protein sehingga protein terurai menjadi polipeptida dan dipeptida. Cacing termasuk protein yang tidak terlindungi oleh selaput sehingga bila papain masuk ke saluran usus yang banyak mengandung cacing, cacing tersebut akan terurai atau menghindar dengan keluar dari lubang anus. Papain bisa memecah protein menjadi arginin, senyawa arginin merupakan salah satu asam amino esensial yang dalam kondisi normal tidak bisa diproduksi tubuh dan biasa diperoleh melalui pakan, namun bila enzim papain terlibat dalam proses pencernaan protein, secara alami sebagian protein dapat diubah menjadi arginin. Proses pembentukan arginin dengan papain ini turut mempengaruhi produksi hormon pertumbuhan. (Wikipedia.com, 2006).

Papain melemaskan cacing dengan cara merusak protein tubuh cacing. Papain merupakan enzim protease sulfhidril dan akan mendegradasi protein-protein jaringan konektif dan myofibril. Proses penguiraian protein pada cacing terjadi melalui mekanisme pemutusan ikatan sebagai berikut : —Phe—AA — Z;—Val—AA— Zi—Leu—AA—Z;—He—AA—Z

(AA merupakan residu asam amino; z merupakan residu asam amino; ester, atau amida) (Asiamaya.com, 2001).

Beberapa penelitian yang mendukung pemanfaatan pepaya sebagai anthelmetika diantaranya yang dilakukan secara in vitro (Atiyah, 2001) dalam penelitiannya digunakan bahan berupa getah yang diperoleh dengan cara menyadap buah muda pepaya tanpa dipetik. Isolasi papain dilakukan dengan membiarkan getah dalam alkohol 80%, sehingga papain akan mengendap. Endapan papain dikeringkan dalam oven bersuhu 50 – 550C selama enam jam, uji terhadap Ascaris sp dilakukan dengan merendam cacing pada larutan papain secara in vitro bekerja sebagai antelmentik pada dosis 600 mg. Perlakuan efek antelmentik papain kasar terhadap cacing lambung (Haemochus contortus), secara in vivo pada domba jantan terinfeksi, dilakukan (Ridayanti, 2001) hasilnya menunjukkan pemberian papain kasar sampai 0,6 g/kg bobot badan meyebabkan penurunan jumlah cacing dan telurnya. (Nuraini, 2001) dari Jurusan Biologi FMIPA Unair, dalam penelitiannya membuktikan, secara in vitro pemberian 50% perasan daun pepaya gantung (Carica papaya) setelah setengah jam, sudah menimbulkan efek kematian pada cacing hati sapi (Fasciola gigantica). Bila lamanya mencapai dua jam, semua cacing yang direndam akan mati (Atiya, dkk. 2001). Berdasarkan

Page 58: Kandang Babi Induk.doc

kerangka pemikiran diatas diambil hipotesa bahwa pemberian limbah kulit buah pepaya mampu mengurangi jumlah telur dan larva cacing.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 Mei sampai tanggal 20 Juni 2009 di Koperasi Peternak Babi Indonesia (KPBI), Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Lembang, Kabupaten Bandung. Analisis dilakukan di Laboratorium Balai Penyidikan Penyakit Hewan dan Kesmavet (BPPHK) Jl. Raya Tangkuban Perahu. KM 22 Cikole Lembang.

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Ternak Babi

Babi merupakan ternak monogastrik yang memiliki kesanggupan dalam mengubah bahan makanan secara efisien apabila ditunjang dengan kualitas ransum yang dikonsumsi. Besarnya konversi babi terhadap ransum ialah 3,5 artinya untuk menghasilkan berat babi 1 kg dibutuhkan makanan sebanyak 3,5 kg ransum (Goodwin, D. H. 1974). Babi lebih cepat tumbuh, cepat dewasa dan bersifat prolifik yang ditunjukkan dengan banyaknya anak dalam setiap kelahiran yang berkisar antara 8 -14 ekor dengan rata-rata dua kali kelahiran pertahunnya (Sihombing, 1997).

Beberapa jenis penyakit pada babi khususnya penyakit parasiter oleh cacing masih banyak ditemukan di lapangan, antara lain Nematodiosis.  Penyakit  ini disebabkan oleh  cacing dari klas nematoda atau cacing gilig.  Infeksi cacing ini menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup tinggi, karena menyebabkan pertumbuhan ternak menjadi tidak optimal. Akhir-akhir ini telah mulai adanya laporan tentang adanya sifat resistensi cacing terhadap beberapa jenis sediaan antelmintika (obat pembasmi cacing)  yang diduga disebabkan oleh penggunaan obat yang tidak rasional (ketidak tepatan  pemilihan obat, waktu pengobatan dan dosis yang diberikan).  Penelitian ini dilakukan dengan harapan hasilnya dapat digunakan sebagai acuan dalam  memberantas cacingan khususnya untuk babi-babi yang kaji.

            Pada dasarnya babi mengkonsumsi makanannya untuk memenuhi kebutuhan energinya, yang dipakai untuk mengatur suhu tubuh, fungsi vital, aktivitas, reproduksi dan produksi. Untuk babi jumlah makanan yang dikonsumsi sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan, kandungan energi ransum, dan level pemberian makanan. Untuk babi di daerah tropis, jumlah makanan yang dikonsumsi cenderung lebih sedikit daripada di daerah subtropis. Hal ini akan berdampak negatif terhadap performans ternak babi khususnya di daerah tropis, jika tidak diimbangi dengan pemberian nutrient esensial yang secukupnya, oleh karena itu perlu disusun ransum seimbang yang mengandung nutrien lengkap dan jumlah serta proporsi yang tepat agar ternak babi dapat berkembang dengan baik dan sehat.

 

Endoparasit  Pada Ternak Babi

            Parasit merupakan mahluk hidup yang dalam kehidupannya mengambil makanan mahluk hidup lain, sehingga sifatnya merugikan. Parasit dibagi menjadi dua macam, yaitu ektoparasit dan endoparasit.  Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya dipermukaan tubuh hewan, yang keberadaannya mengganggu ketentraman hewan dalam pemeliharaan sehingga

Page 59: Kandang Babi Induk.doc

akan mengganggu proses fisiologis hewan tersebut, sedangkan endoparasit adalah yang hidup di dalam tubuh hewan.

Menurut Subronto dan Tjahajati (2001), untuk terjadinya infeksi, parasit harus mampu mengatasi pertahanan tubuh hospes definitif. Dalam tubuh hospes yang bertindak sebagai reservoir, populasi parasit harus mantap dari generasi induk sampai generasi selanjutnya. Parasit dapat lepas dari hospes yang bertindak sebagai reservoir dengan cara parasit dibebaskan oleh hospes dan langsung masuk ke dalam tubuh hospes definitif atau hospes yang bertindak sebagai reservoir dihancurkan terlebih dahulu dan baru masuk setelah parasit bebas masuk ke dalam tubuh hospes definitive. Penularan terhadap hospes yang rentan oleh parasit stadium infektif yang terdapat di luar tubuh hospes definitif dimungkinkan apabila parasit sanggup mengatasi faktor lingkungan, persaingan antar parasit sendiri dan gangguan secara mekanis oleh ternak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah parasit sehingga mampu berkembang serta mencapai kematangan seksual tergantung pada (a) kesempatan hospes berkenalan dengan parasit, (b) biologi parasit, dan (c) tingkat kerentanan hospes. Tiap parasit memiliki sifat khusus dalam daur hidupnya dan kemampuan dari parasit untuk menghasilkan keturunannya. Parasit akan bertahan tergantung pada jumlah telur yang dihasilkan, panjang waktu menghasilkan telur dan jumlah telur yang dihasilkan setiap hari (Subronto dan Tjahajati, 2001).

 

Helminthiasis  Pada Ternak Babi

Kesehatan Ternak Babi dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kondisi lingkungan pemeliharaan, makanan, pola manajemen, bibit penyakit dan kelainan – kelainan metabolisme. Presentase ternak yang sakit oleh endoparasit dapat mencapai 30% dan angka kematian yang bisa ditimbulkan adalah sebanyak 30% (Wiryosuhanto dan Jakob, 1994).

            Nematoda adalah cacing yang hidup bebas atau sebagai parasit.  Ciri-ciri tubuhnya tidak bersegmen dan biasanya berbentuk silinder yang memanjang serta meruncing pada kedua ujungnya. Nematoda memiliki siklus hidup langsung, sehingga tidak memerlukan inang antara dalam perkembangan hidupnya. Cacing betina dewasa bertelur dan mengeluarkan telur bersamaan dengan tinja, di luar tubuh telur akan berkembang. Larva infektif dapat masuk ke dalam tubuh babi secara aktif, tertelan atau melalui gigitan vektor berupa rayap. Badannya dibungkus oleh lapisan kutikula yang dilengkapi dengan gelang – gelang yang tidak dapat dilihat oleh mata biasa (Kusumamihardja, 1992).

Strongylus sp

Strongylus sp merupakan cacing parasit pada ternak babi, berdasarkan klasifikasi taksonomi dalam Soulsby (1982) cacing ini termasuk dalam klasifikasi :

Filum               :  Nemathelminthes

Kelas               :  Nematoda

Ordo                :  Strongylyda

Page 60: Kandang Babi Induk.doc

Superfamili      :  Strongyloidea

Famili              :  Strongylus

  Spesies           :  Strongylus vulgaris, Strongylus equines, Stronglus 

   Edentates

 

Morfologi an Siklus Hidup

Cacing Strongylus sp mulutnya dilapisi oleh kapsul yang bentuknya hampir bulat. Suatu cincin yang tersusun dari tonjolan – tonjolan seperti pagar dikenal sebagai korona radiata mengelilingi mulut. Cacing ini tidak mempunyai gigi ataupun lempeng – lempeng pemotong, cacing jantan mempunyai suatu pelebaran di ujung posteriornya dan cacing betina mempunyai ujung ekor yang lancip.

Strongylus sp memliki siklus hidup langsung. Cacing betian dewasa bertelur dan keluar tubuh inang bersama dengan feses. Di luar tubuh inangnya telur akan berkembang. Perkembangan sel telur setelah terjadinya pembelahan membagi diri menjadi dua, lalu empat dan seterusnya. Kemudian embrio berkembang menajdi masa morula kemudian masa kecebong yaitu ujung anteriornya lebar dan embrionya melingkar dua kali.  Pada kondisi tropis di Indonesia yang suhunya 280C – 300C  merupakan suhu yang relatif baik untuk menetasnya telur strongylus sp. Telur akan berkembang menjadi L3 dalam waktu 3 – 4 hari.

Telur strongylus sp menetas di luar tubuh induk semang menghasilkan larva 1 (L1) dalam suhu 80C – 380C kemudian melewati dua kali ekdisis (ganti kulit) menjadi L2 dan selanjutnya L3 disebut stadium infektif. Larva pertama biasanya keluar dari telur yang berumur dua hari bila keadaan baik. Larva makan bakteri yang terdapat dalam feses kemudian melakukan ekdisis dua kali dalam waktu 5 – 6 hari sehingga mencapai larva ketiga (larva infektif). Larva infektif memiliki selubung kutikula ganda sehingga relatif lebih tahan teehadap berbagai kondisi buruk.

Gejala Klinis dan Patogenesis

            Patogenesis infestasi cacing adalah proses perubahan patologis yang terjadi akibat interaksi antara cacing dan inangnya. Jenis dan perluasan dari kontak parasit dan jaringan inang ditentukan oleh mekanisme biologis yang tak terpisahkan antara parasit dan proses fisiologik induk semang yang merespon masuknya cacing.

            Larva strongylus sp mulai menimbulkan kerusakan pada saat menyusup dalam dinding usus kecil dan usus besar. Selanjutnya larva keempat dan kelima menimbulkan kerusakan pada sistem arteri dan mulai katup aorta sampai arteri mesenterica cranialis dan cabang-cabangnya. Peradangan terjadi pada lapisan media dan menimbulkan thrombus (darah beku). Larva biasanya terbungkus dalam thrombus, bila thrombus ini lepas biasanya berakibat fatal terutama bila thrombus ini terjadi pada daerah pangkal sistem arteri yang bisa mengakibatkan penyumbatan arteri coronaria (Kusumamihardja, 1992).

Ascaris sp

Page 61: Kandang Babi Induk.doc

Berdasarkan kalsifikasi taksonomi dalam soulsby (1986) cacing ini termasuk dalam klasifikasi :

Filum               :  Nematoda

Kelas               :  Secernentea

Ordo                :  Ascaridida

Famili              :  Ascarididae

Genus             :   Ascaris

Spesies           :   Ascaris sp, Ascaris lumbricoides

 

Morfologi dan Siklus Hidup

Cacing Ascaris sp  merupakan jenis cacing gilig penyebab ascariasis pada ternak babi, teutama babi muda di seluruh dunia (Soulsby, 1982). Kejadian ascariasis sangat tinggi pada babi-babi di daerah tropis dan sub tropis (Chan, 1997 dalam Tsuji, et al (2003). Cacing ini  berparasit pada usus halus (Soulsby, 1982). Infeksi dapat terjadi melalui pakan, air minum, puting susu yang tercemar, melalui kolostrum dan uterus (Levine, 1990).

Siklus hidup ascaris terdiri dari 2 fase perkembangan, yaitu eksternal dan internal. Fase eksternal  dimulai  dari sejak telur dikeluarkan dari tubuh penderita bersama tinja. Pada kondisi lingkungan yang menunjang larva stadium 1 di alam akan menyilih menjadi larva stadium 2 yang bersifat infektif ( siap menulari ternak babi jika tertelan). Di dalam usus, kulit  telur  infektif yang tertelan akan rusak sehingga larva terbebas (larva stadium II). Larva stadium II tersebut selanjutnya  menembus mukosa usus dan bersama sirkulasi darah vena porta menuju ke hati. Dari telur tertelan sampai larva mencapai organ hati, butuh waktu sekitar  24 jam (Smith, 1968). Dari hati, larva stadium II  akan terus mengikuti sirkulasi  darah sampai ke organ jantung  dan paru-paru. Setelah 4 – 5 hari infeksi, larva stadium II akan mengalami perkembangan menjadi larva stadium III, selanjutnya menuju ke alveoli, bronkus dan trakhea (Soulsby, 1982).  Dari trakea, larva menuju ke saluran pencernaan. Larva stadium III mencapai  usus halus  dalam waktu 7 – 8 hari dari infeksi, selanjutnya menjadi larva stadium IV, pada hari ke 21-29 larva stadium IV menjadi larva stadium V di dalam usus halus (Lapage, 1956) dan selanjutnya pada hari ke 50 – 55 telah menjadi cacing dewasa (Seddon, 1967). Satu ekor cacing betina dewasa rata-rata bertelur 200.000 butir per hari dan selama hidupnya diduga dapat bertelur 23 milyar butir (Dunn, 1978).

 

Gejala Penyakit dan Patogenesis

Ascaris sp merupakan cacing yang sangat berbahaya karena telurnya dapat masuk ke saluran pencernaan dan telur akan menjadi larva pada usus. Larva akan menembus usus dan masuk ke pembuluh darah. Ia akan beredar mengikuti sistem peredaran, yakni hati, jantung dan kemudian di paru-paru. Pada paru-paru, cacing akan merusak alveolus, masuk ke bronkiolus,

Page 62: Kandang Babi Induk.doc

bronkus, trakea, kemudian di laring. Ia akan tertelan kembali masuk ke saluran cerna. Setibanya di usus, larva akan menjadi cacing dewasa.

Pada stadium larva, Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan di paru-paru akan menyebabkan sindrom Loeffler. Sindrom Loeffler merupakan kumpulan tanda seperti demam, sesak nafas, eosinofilia, dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3 minggu. Pada stadium dewasa, di usus cacing akan menyebabkan gejala khas saluran cerna seperti tidak nafsu makan, muntah-muntah, diare, konstipasi, dan mual. Bila cacing masuk ke saluran empedu makan dapat menyebabkan kolik atau ikterus. Bila cacing dewasa kemudian masuk menembus peritoneum badan atau abdomen maka dapat menyebabkan akut abdomen.

Trichuris suis

Berdasarkan klasifikasi taksonomi dalam Soulsby (1986) cacing ini termasuk dalam klasifikasi :

Filum               :  Nematoda

Kelas               :  Adenophorea

Ordo                :  Trichurida

Famili              :  Trichuridae

Genus             :  Trichuris

Spesies           :  Trichuris suis

 

Morfologi dan Siklus Hidup

Cacing Trichuris sp berparasit pada mukosa kolon babi (Anonimous, 2004a). Selain menginfeksi babi-babi peliharaan, juga dilaporkan menginfeksi babi liar dan babi hutan. Cacing ini sering disebut Whipworm. Morfologinya hampir sama dengan Trichuris trichura yang menginfeksi manusia dan primata lain, namun belum ada bukti kongkret yang menyatakan bahwa kedua parasit tersebut dapat saling bertukar induk semang seperti halnya cacing Ascaris sp pada babi dan manusia (Soulsby, 1982). 

Siklus hidup  cacing Trichuris sp, di mulai dari keluarnya  telur dari tubuh bersama tinja dan berkembang menjadi telur infektif dalam waktu beberapa minggu. Telur yang sudah berembrio dapat tahan beberapa bulan apabila berada di tempat yang lembab. Infeksi biasanya terjadi  secara peroral (tertelan lewat pakan dan atau air minum). Apabila tertelan, telur-telur tersebut pada sekum  akan menetas dan dalam waktu sekitar empat minggu telah menjadi cacing dewasa (Soulsby, 1982).

Epidemiologi Cacing pada Ternak Babi

Page 63: Kandang Babi Induk.doc

            Studi tentang epidemiologi cacing pada ternak babi bertujuan untuk menyelidiki fluktuasi jumlah telur dalam feses. Jumlah cacing nematoda selain dipengaruhi oleh iklim juga dipengaruhi oleh cara pemeliharaan. Situasi lingkungan dan pengairan tempat perkandangan perlu diperbaiki dengan baik agar dapat dihindari daerah perkandangan yang lembab dan basah atau banyak kubangan tidak sehat yang memungkinkan sebagai tempat hidupnya induk semang antara lain, khususnya siput. Kesehatan lingkungan perkandangan biasanya dapat dipelihara dengan baik. Kebersihan kandang harus terjaga dan dihindari adanya pakan yang masih tersisa di malam hari. Sejauh mungkin diupayakan agar seluruh pakan yang disediakan habis termakan dan tidak banyak yang jatuh berceceran di lantai atau menumpuk di sekitar kandang.

Faktor suhu dan kelembaban sangat besar pengaruhnya terhadap  kelangsungan hidu cacing stasium bebas di alam. Suhu optimum baggi kehidupan tiap parasit berbeda-beda tergantung dari spesiesnya. Kisaran suhu yang diperlukan oleh Nematoda stadium bebas di alam adalah antara 180-380C. Selain suhu faktor lain yang berpengaruh adalah kelembaban. Kelembaban yang tinggi sangat membantu dalam menghancurkan feses yang diduga mengandung telur cacing yang dapat meningkatkan stadium infektif dari cacing.

Kerugian Akibat Infestasi Parasit Cacing

            Adanya infestasi parasit cacing yang patogen di dalam tubuh ternak tidak selalu mengakibatkan parasitisme yang sifatnya klinis. Parasitisme cacing baru akan memperlihatkan gejala klinis bila keseimbangan hubungan terganggu, yang mungkin disebabkan oleh kepekaan hospes yang menurun dan atau oleh peningkatan jumlah cacing yang patogen di dalam tubuh ternak. Kerusakan jaringan oleh parasit yang virulen dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Perubahan yang ditimbulkan oleh parasit cacing dapat berupa (1) kerusakan sel dan jaringan, (2) perubahan fungsi faal dari hospes, (3) penurunan daya tahan terhadap agen penyakit lain, (4) masuknya agen penyakit sekunder setelah terjadinya kerusakan mekanik lain dan (5) parasit mampu menyebarkan mikroorganisme patogen.

Jumlah TTGF dapat dipakai sebagai penduga barat atau ringannya derajat infestasi. Infestasi ringan memiliki jumlah TTGF 50-500, infestasi sedang memiliki TTGF 500-2000 dan infestasi berat memiliki jumlah TTGF lebih dari 2000 (Taazona dalam Kusumamihardja, 1992), derajat keparahan infestasi tergantung jumlah cacing yang menginfestasi. Penurunan berat badan akan terjadi pada infestasi 300 ekor dewasa atau setara dengan 1800 TFGF (Kusumamihardja, 1992).

Infestasi parasit cacing dapat menyebabkan penurunan bobot badan dan gastritis. Penurunan berat badan dapat terjadi akibat anoreksia, peningkatan asam lambung, gastrin dan kolesistokinin yang menyebabkan pengosongan lambung secara cepat sehingga penyerapan makanan kurang efektif. Cacing merampas sari-sari makanan yang diperlukan bagi hospes, menghisap darah atau cairan tubuh dan makan jaringan tubuh. Gejala-gejala yang timbul pada hewan yang terinfestasi cacing antara lain badan lemah, nafsu makan kurang, bulu rontok, kulit pucat dan penurunan produksi susu. Jika infestasi sudah lanjut diikuti anemia, diare dan badannya menjadi kurus yang akhirnya bisa menyebabkan kematian (Subronto dan Ida Tjahajati, 2001).

Pengendalian Penyakit Cacingan pada Babi

Page 64: Kandang Babi Induk.doc

Pengendalian penyakit cacing memerlukan penanganan yang terncana secara baik dengan memperlihatkan faktor pengobatan dan tatalaksana pemeliharaan ternak yang memadai. Peternak seringkali mengabaikan managemen peternakan yang baik, apabila dikaji secara seksama akan terlihat betapa besar kerugian yang dapat ditimbulkan oleh infrksi cacing.

Obat yang diberikan dan cara pemberiannya harus sesuai dengan petunjuk dokter hewan agar lebih efektif dan efisien. Pemberantasan penyakit cacing pada babi tidak cukup hanya mengandalkan ilmu pengobatan saja, tetapi harus memperhitungkan pula faktor ekonomi, penataan lingkungan, kebersihan kandang, daur hidup cacing serta tidak bisa hanya diberikan satu kali saja. Pemberian obat medik harus diulang – ulang dan disesuaikan dengan daur hidup cacing.

Potensi Limbah Buah Pepaya

Penyakit cacing pada ternak babi selain dapat diobati menggunakan obat – obatan medik, dapat juga diobati dengan menggunakan obat alternatif yaitu dengan pemberian tepung kulit buah pepaya. Tepung kulit buah pepaya mengandung zat atau enzim papain yang dapat berfungsi sebagai obat cacing atau anthelmentik. Enzim papain termasuk enzim protease, yaitu enzim yang menghidrolisis ikatan peptida pada protein, untuk melakukan aktivitasnya protease membutuhkan air sehingga dikelompokkan ke dalam kelas hidrolase. Protease berperan dalam sejumlah reaksi biokimia seluler, selain diperlukan untuk degradasi senyawa protein nutrien, protease terlibat dalam sejumlah mekanisme patogenisitas, sejumlah pasca translasi protein, dan mekanisme akspresi protein ekstraseluler. Pelepasan protease oleh cacing nematoda parasitik mempunyai peranan penting pada proses reaksi biologik seperti metabolisme protein. aktivitas protease mempunyai korelasi signifikan pada saat cacing parasitik menjalani penetrasi ke jaringan.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Bahan dan Alat Penelitian

Ternak yang digunakan adalah 18 ekor ternak babi hasil persilangan Landrace dengan Yorkshire. Kisaran bobot badan rata-rata ternak babi adalah 60,56 kg dengan koefisien variasi 1,42%. Babi ditempatkan secara acak dalam kondisi kandang individu dengan kondisi lingkungan yang sama dan jenis kelamin babi yaitu jantan kastrasi. Ransum yang diberikan pada ternak percobaan dalam penelitian berupa tepung. Bahan ransum didapat dari PT. Karya Mulya, Leles Kabupaten Garut. Bahan tersebut dikeringkan kemudian digiling hingga menjadi tepung.

  Alat-alat yang digunakan untuk mengindentifikasi jumlah telur dan larva cacing adalah : Mikroskop, alat untuk mengidentifikasi dan menghitung telur cacing (McMaster), cover glass, rak tabung, Erlenmeyer, gelas ukur, batang pengaduk, pipet pasteur, corong glass, timbangan, kain kassa, kapas, tabung reaksi, tabung sentrifugasi, sentrifugasi, cawan petri.

Kandang yang digunakan untuk penelitian adalah kandang individu yang berukuran 2 x 0,6 x 1,2 m dengan lantai semen dan beratap seng. Setiap unit kandang dilengkapi dengan tempat makan yang terbuat dari semen dan tempat minum otomatis berupa pentil yang terbuat dari besi tahan karat yang dihubungkan dengan tempat penampung air. Jumlah kandang yang diperlukan sebanyak 18 unit.

Page 65: Kandang Babi Induk.doc

Ransum Penelitian

Bahan  yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum basal yang terdiri dari tepung jagung, tepung ikan, bungkil kelapa, tepung tulang, dedak padi dan tepung kulit pepaya. Kandungan nutrisi ransum basal dan tepung limbah kulit pepaya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Kandungan nutrisi ransum basal dan tepung kulit buah pepaya.

Kandungan Gizi Ransum Penelitian(*)

Tepung Kulit Buah Pepaya (**)

EM (kkal) 3244,8 2419

PK (%) 14 25,85

SK (%) 7,5 2,39

Ca (%) 0,32 18,52

P (%) 0,66 0,88

Sumber : (*) NRC, 1998

                (**) Permana, 2007

Tabel 2. Kandungan nutrisi ransum penelitian

Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian

R0 R1 R2

EM (kkal) 3244,8 3203,51 3162,22

PK (%) 14 14,5925 15,185

SK (%) 7,5 8,051 8,062

Ca (%) 0,32 0,4235 0,527

P (%) 0,66 0,671 0,682

Keterangan :

R0 = 100% ransum basal

R1 = 95% ransum basal + 5% tepung kulit buah pepaya

R2 = 90% ransum basal + 10% tepung kulit buah pepaya

Metode Penelitian

Tahap Penelitian

1. Persiapan kandang, pengadaan ternak, pengadaan ransum, dan peralatan. Setiap ekor babi dimasukkan ke kandang individu.

2. Adaptasi babi terhadap ransum, kandang, perlakuan, dan lingkungan dilakukan selama satu minggu.

Page 66: Kandang Babi Induk.doc

3. Kandang dibersihkan dua kali sehari yaitu pada pukul 06.00 dan 12.00 WIB. Kandang dibersihkan dari semua kotoran yang dibuang ke saluran pembuangan, setelah itu babi dimandikan agar bersih dan merasa nyaman.

4. Pemberian ransum sebanyak 1 kg/ekor dan dilakukan tiga kali sehari, yaitu pukul 06.00, 12.00 dan 16.00 WIB sehingga jumlah ransum per hari adalah 3 kg/ekor.

5. Pemberian tepung kulit buah pepaya dilakukan dengan cara mencampurnya dalam 1 kg ransum pertama dalam 3 kali pemberian (total 3 kg/hari), diberikan pada babi sampai habis dikonsumsi.

1. Pengambilan sampel feses yang akan diteliti dilakukan pada pagi hari setelah pembersihan kandang. Pengambilan dilakukan setelah ternak babi diberi perlakuan RVM, R1, R2 dan R3, selama 2 minggu.

 

Pengambilan Sampel Feses di Lapangan

Pengambilan sampel dilakukan terhadap 18 sampel feses yang diambil sebanyak 1 kali, dari 18 ekor babi. Feses dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label kemudian dimasukkan ke dalam termos es yang berisi icebrite dan dibawa menuju laboratorium BPPHK Cikole – Lembang, kemudian dilakukan pemeriksaan baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Pemeriksaan kualitatif dimaksudkan untuk mengidentifikasi jenis cacing yang menginfeksi babi berdasarkan bentuk dan ukuran telur dari larvanya, sedangkan pemeriksaan kuantitatif dimaksudkan mengetahui banyaknya telur cacing setiap gram feses (TTGF) yang menggambarkan berat ringannya derajat infeksi. Hasil pengamatan dijelaskan secara deskriptif yaitu menjelaskan tentang jumlah telur dan jenis cacing yang menginfestasi babi. Metode kuantitatif yang digunakan adalah metode McMaster, sedangkan metode kualitatif dilakukan dengan melihat bentuk dan ukurannya, kemudian dibandingkan dengan bentuk dari standar yang sudah dikenal (Soulsby, 1982).

Penghitungan Telur Cacing (Metode Mc Master)

Penyiapan larutan pengapung : Larutan pengapung dibuat dari campuran garam (NaCl) 400 gr dan gula (C6H12O6) 500 gr yang ditambahkan air dua liter kemudian diaduk sampai larut. Penghitungan telur cacing : dilakukan dengan metode McMaster. Sebanyak dua gram feses dilarutkan dalam 60 ml larutan pengapung yang kemudian dihomogenkan tiga kali dengan cara menuang dari satu gelas ke gelas lain lalu dimasukan dalam kamar hitung McMaster dengan Pipet Pasteur. Dilakukan pemeriksaan mikroskopis dengan pembesaran 10 x  10. Untuk mengetahui jumlah Total Telur tiap Gram Feses (TTGF) dihitung dengan menggunakan metode Mcmaster dengan rumus sebagai berikut:

TTGF  =  (n/bf) X (Vtot/Vhit)

Vtot      =  Volume  dari 2 gr feses ditambah larutan pengapung

Vhit      =  Volume Kamar Hitung ( 2 x 0,5)

Page 67: Kandang Babi Induk.doc

Bf        =  Berat feses (2 gr)

N         =  Jumlah Telur yang ditemukan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Pada pelaksanaan penelitian terdapat 3 macam perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 6 kali.

Identifikasi Jenis Cacing Berdasarkan Larva

Untuk memeriksa Larva dilakukan dengan 3 tahap  yaitu :

1. 1.      Pembuatan Kultur Feses

Feses yang sudah diperiksa dan positif mengandung telur dicampur dengan kompos steril (Vermikulate) dengan perbandingan yang sama. Kondisinya dibuat menjadi lembab dengan menambah sedikit air. Campuran feses dengan kompos steril diletakan dalam inkubator selama 6-7 hari dengan kisaran suhu  25-27 0C atau pada suhu ruangan sehingga semua larva mencapai taraf infektif.

1. 2.      Pengumpulan Larva dari Kultur

Setelah diinkubasi, tutup petridish kultur dibuka dan masukan air dari petridish kedalam tabung dengan pipet. Sentrifuse selama lima menit dengan kecepatan 5.000 rpm.

1. 3.      Identifikasi Larva

Larutan larva yang telah terkumpul dalam tabung reaksi diambil dengan pipet pasteur, satu tetes larutan larva dipindahkan pada gelas objek lalu tutup dengan cover glass kemudian diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 10.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Pepaya Terhadap Jumlah Telur Cacing.

Berdasarkan hasil penelitian pada ternak babi yang dipelihara di Koperasi Peternak Babi Indonesia (KPBI), Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Lembang yang di analisis di BPPHK Cikole, Lembang telah dilakukan pada tanggal 1 mei sampai dengan tanggal 20 juni 2009. Penelitian ini menghasilkan jumlah telur dari tiap gram feses yang terdapat pada ternak babi yang diberi pakan tepung kulit buah pepaya dengan hasil yang bervariasi.

Jumlah Telur Cacing Strongylus sp.

Data hasil penelitian pengaruh pemberian tepung kulit papaya terhadap jumlah telur cacing Strongylus sp,  Ascaris sp dan  Trichuris suis tercantum pada Tabel 3.

Tabel 3. Perhitungan Jumlah Telur Cacing Strongylus sp,  Ascaris sp dan  Trichuris suis

Page 68: Kandang Babi Induk.doc

Jenis CacingPerlakuanR0 R1 R2

1.    Strongylus sp 243,33 a 0 b 0 b2.  Ascaris sp 5.786,16 a 4.628,83 b 1.719,33 b3. Trichuris suis 569,5 a 464,16 a 285,83 b

Ket.Huruf yang berbeda dalam kolom menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata.

Berdasarkan data pada Tabel 3, dapat diketahui bahwa rata-rata telur cacing Strongylus sp terendah (0) dihasilkan pada perlakuan pemberian tepung kulit pepaya 5% dan 10% dibandingkan dengan rata-rata telur  yang dihasilkan pada perlakuan tanpa adanya pemberian tepung kulit pepaya (243,33).  Penggunaan limbah kulit buah pepaya ternyata dapat mengurangi jumlah telur cacing Strongylus sp pada babi (p<0,05). Limbah kulit buah pepaya yang mengandung papain bekerja secara vermifuga melemaskan cacing dengan cara merusak protein tubuh cacing. Papain merupakan enzim protease sulfhidril dan akan mendegradasi protein-protein jaringan konektif dan myofibril. Cacing termasuk parasit yang tubuhnya terdiri dari molekul – molekul protein yang tidak terlindungi oleh selaput sehingga bila papain masuk ke saluran usus yang banyak mengandung cacing, cacing tersebut akan terurai atau menghindar dengan keluar dari lubang anus.

Berdasarkan data pada Tabel 3, dapat diketahui bahwa rata-rata telur cacing Ascaris sp terendah (1.719,33) dihasilkan pada perlakuan pemberian tepung kulit buah pepaya 10%. Pada perlakuan dengan pemberian tepung kulit pepaya 5% (4.628,83) dan jumlah terbesar telur cacing Ascaris sp pada perlakuan tanpa pemberian tepung kulit buah pepaya (5.786,16).  Penggunaan limbah kulit buah pepaya ternyata dapat mengurangi jumlah telur cacing Ascaris. sp pada babi.  Cacing Ascaris sp merupakan jenis cacing gilig penyebab ascariasis pada ternak babi, teutama babi muda di seluruh dunia (Soulsby, 1982). Kejadian ascariasis sangat tinggi pada babi-babi di daerah tropis dan sub tropis (Chan, 1997 dalam Tsuji, et al (2004). Cacing ini  berparasit pada usus halus (Soulsby, 1982). Infeksi dapat terjadi melalui pakan, air minum, puting susu yang tercemar, melalui kolostrum dan uterus (Levine, 1990). Satu ekor cacing betina dewasa rata-rata bertelur 200.000 butir per hari ; dan selama hidupnya diduga dapat bertelur 23 milyar butir (Dunn, 1978).

Berdasarkan data pada Tabel 3, dapat diketahui bahwa rata-rata telur cacing Trichuris suis terendah (285,83) dihasilkan pada perlakuan pemberian tepung kulit pepaya 10%, 5% (464,16) dan rata – rata terbesar terdapat pada perlakuan tanpa adanya penambahan tepung kulit pepaya (569,5). Pengaruh tepung kulit buah papaya  perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05), papain pada tepung kulit buah pepaya dapat menurun akibat banyaknya kematian telur cacing karena pengaruh papain dari tepung kulit pepaya.

Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Pepaya Terhadap Jumlah Larva Cacing.

Berdasarkan data penelitian jumlah larva dari tiap gram feses yang terdapat pada ternak babi yang diberi pakan tepung kulit buah pepaya tidak ditemukan adanya jumlah larva cacing Strongylus sp, Ascaris sp, dan Trichuris suis dalam penelitian disebabkan adanya sanitasi ruangan dan alat – alat laboratorium dengan menggunakan alkohol yang dapat membunuh telur cacing dalam waktu 3 jam. Pemberian tepung kulit buah pepaya juga dapat menurunkan fertilitas telur cacing karena tepung kulit buah pepaya mengandung enzim papain yang secara vemifuga dapat merusak protein tubuh cacing sehingga cacing yang telah menetas tidak dapat bertahan hidup.

Page 69: Kandang Babi Induk.doc

 

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa pemberian tepung kulit buah pepaya pada dosis 10% dapat menurunkan jumlah telur Strongylus sp, Ascaris sp dan Trichuris suis, sedangkan tidak ditemukan larva cacing Strongylus sp, Ascaris sp, dan Trichuris suis disebabkan oleh penurunan fertilitas telur cacing yang dipengaruhi oleh papain serta prosedur sanitasi alat – alat dan ruangan laboratorium.

Saran

            Pemberian tepung kulit buah pepaya pada dosis 10% sudah mendapatkan hasil yang baik dan diharapkan tepung kulit buah pepaya dijadikan bahan pelengkap ransum karena dapat mengurangi penyakit cacingan pada ternak babi.

                                                          

 

 

 

                                                           DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2004a. Trichuris spp. http://evm.mscs.edu /courses/mic569 /docs/parasite/TRICH.HTML

Atiya, Ridayanti, dan Nuraini. 2001. Pemeriksaan Efek Anthelmentik Papain Kasar Terhadap Infeksi Buatan Cacing Haemonchus contortus. Rudolphi Pada Domba. JFF. MIPA. Unair.

Benbrook, E. A., and M. V. Sloss. 1961. Clinical Parasitology. 3  ed, Iowa State Univ. Press. Ames, Iowa, 3-17.

Dunn, A.M. 1978. Veterinary Helminthology. 2nd Ed. Williams Heinemann Medical Books LTD, London.

Goodwin, D. H. 1974. Beef Management and Production. London: Hutchinson.

Kusumamihardja, S. 1992.  Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak dan Hewan Piara. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lapage, G.  1956. Veterinary  Helminthology  and Enthomology. 4th  Ed. Bailliere Tindall, London.

Lawson, J. L. dan M. A. Gemmel. 1983.  Transmission in Hydatidosis and cysticercosis. Advance’s in Parasitology 2a:279.

Page 70: Kandang Babi Induk.doc

Levine, ND. 1982.  Textbook Of Veterinary Parasitology.  Burgess Publishing Company.  USA.

Levine, ND.  1990. Buku Pelajaran  Parasitologi Veteriner. Diterjemahkan oleh Prof. Dr. Gatut Ashadi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

NRC. 1998. Nutrient Requirments of Swine. Nutrient Requirments of Domestic Animal, Ninth Revised Edition National Academy Press. Washingthon DC.

Seddon, H.R. 1967.  Helminth Infestation  2nd  Ed.  Commonwealth of Australia Department of Health, Sidney.

Siagian H. Pollung. 1999. Manajemen Ternak Babi, Diktat Kuliah Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sihombing. 1997. Ilmu Ternak Babi. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Smith, J.D. 1968. Introduction to Animal Parasitology. The English Books University Press, LH. London.

Subronto, dan I. Tjahajati. 2001. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Soulsby, E.J.L. 1982.  Helminths, Antropods and Protozoa of Domesticated Animals. Inglish Laguage Book Service Bailiere Tindall.  7th Ed. Pp.231-257.

Tarmudji, Deddy Djauhari Siswansyah dan Gatot Adiwinata.  1988.  Parasit-parasit Cacing Gastrointestinal pada sapi-sapi di Kabupaten Tapin dan Tabalong Kalimantan Selatan, di dalam Penyakit Hewan.  Balai Penelitian Veteriner, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta.

Tsuji, N., K. Suzuki., H.K. Aoki., T. Isobe., T. Arakawa dan Y. Matsumoto. 2003. Mice Intranasal  Immunized with a recombinant 16 kilodalton Antigen from Roundworm Ascaris Parasites are Protected Againts Larva Migration of Ascaris suum. Infection and Immunity Vol. 71, pp : 5314.

Wiryosuhanto, S. D. dan Jacoeb, T. N.  1994.  Prospek Budidaya Ternak Sapi. Kanisius.  Yogyakarta

Page 71: Kandang Babi Induk.doc

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG KULIT BUAH PEPAYA (Carica papaya) DALAM RANSUM TERHADAP JUMLAH TELUR DAN LARVA CACING DALAM FESES TERNAK BABI PERIODE FINISHER

March 23, 2011 | Posted by saulandsinaga

ABSTRAK

Penelitian telah dilakukan di Koperasi Peternak Babi Indonesia (KPBI), Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Lembang, Kabupaten Bandung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa jumlah telur dalam tiap gram feses yang terdapat pada ternak babi yang diberi pakan tepung kulit buah pepaya dan mengetahui jumlah larva yang menginvestasi ternak babi tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode sensus dengan dua kali pengulangan pengambilan sampel, ternak penelitian yang digunakan adalah 18 ekor ternak babi sehingga diperoleh 36 sampel. Pengambilan feses dilakukan di kandang pemeliharaan diambil dari rektum dari tiap ekor ternak babi. Sampel yang telah diambil dianalisis kemudian dilakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi jumlah telur dan larva cacing yang menginfeksi ternak babi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruh pengurangan jumlah telur cacing Strongylus sp, Ascaris sp dan Trichuris suis pada pemberian tepung kulit buah pepaya 5% dan 10% serta tidak ditemukan adanya larva  Strongylus sp, Ascaris sp dan Trichuris suis.

Kata kunci : babi, jumlah telur, jumlah larva, tepung kulit buah pepaya

 

ABSTRACT

The research had done at Koperasi Peternak Babi Indonesia (KPBI), Village of Kertawangi, Subdistrict Cisarua, Lembang, Regency of Bandung. This research aimed to know how many eggs in each gram of feces contain in pig livestock which was given papaya skin fruit flour and to know how many larvae invest that pig livestock. The research method used census method with two times repetition took sample, research livestock used 18 pigs livestock thus gained 36 samples. Feces collecting did in pen of hogs caring took from rectum each pig livestock. The samples took which had analyzed then investigated to know how many eggs and to know how many larvae invest that pig livestock. The results showed that the influence of reducing the amount of Strongylus sp worm eggs, Ascaris sp and Trichuris suis on the skin giving papaya powder 5% and 10% and amount of Strongylus sp, Ascaris sp and Trichuris suis did not find any larvae.

Keywords: pigs, amount of eggs, amount of larvae, papaya skin flour

 

 

PENDAHULUAN

Page 72: Kandang Babi Induk.doc

            Babi merupakan salah satu komoditas ternak penghasil daging yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena mempunyai sifat – sifat menguntungkan diantaranya : laju pertumbuhan yang cepat, jumlah anak perkelahiran (litter size) yang tinggi, efisien dalam mengubah pakan menjadi daging dan memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap makanan dan lingkungan.

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha pengembangan ternak babi dari aspek manajemen adalah faktor kesehatan atau kontrol penyakit. Ternak babi sangat peka terhadap penyakit, salah satunya adalah penyakit endoparasit. Parasit merupakan makhluk hidup yang dalam kehidupannya menggunakan makanan makhluk hidup lain sehingga sifatnya merugikan. Cacing mempunyai salah satu sifat merugikan yaitu menimbulkan gangguan nafsu makan dan pertumbuhan. Gangguan pada pertumbuhan akan berlangsung cukup lama sehingga produktivitas akan turun. Gejala-gejala dari hewan yang terinfeksi  cacing antara lain, badan lemah dan bulu rontok. Jika infeksi sudah lanjut diikuti dengan anemia, diare dan badannya menjadi kurus yang akhirnya bisa menyebabkan kematian. Adanya parasit di dalam tubuh ternak tidak harus diikuti oleh perubahan yang sifatnya klinis. Kehadiran parasit cacing bisa diketahui melalui pemeriksaan feses, dimana ditemukan telur cacing, makin banyak cacing makin banyak pula telurnya. Perubahan populasi cacing dalam perut babi dapat diikuti dengan menghitung telur tiap gram feses (TTGF) secara rutin.

Tingkat prevalensi parasit cacing  tergantung pada jumlah dan jenis cacing yang menginfeksinya. Guna mengurangi resiko akibat infestasi cacing ini perlu diketahui jenis cacing, siklus hidup dan epidemologi dari cacing tersebut. Mengendalikan parasit diperlukan pemeriksaan rutin terhadap adanya endoparasit, terutama jenis dan derajat infestasi yang dapat dilakukan bersama-sama dengan pemeriksaan fisik secara rutin (Subronto dan Tjahajati, 2001). Masalah penyakit khususnya penyakit cacingan pada babi dapat diatasi dengan cara menggunakan obat cacing. Pemberian obat-obatan tersebut harus diulang-ulang dan disesuaikan dengan daur hidup cacing. Biaya yang dibutuhkan untuk pemberian obat cacing memerlukan biaya yang mahal. Alternatif lainnya untuk pengobatan adalah dengan pemberian obat tradisional yang dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu jenis flora yang ada di negara kita yaitu pepaya. Selain mudah didapat buah pepaya pun relatif murah harganya.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Pepaya (Carica papaya) Dalam Ransum Terhadap Jumlah Telur Dan Larva Cacing Dalam Feses Ternak Babi Periode Finisher”.

 

Identifikasi Masalah

Jumlah telur dan larva cacing dalam tiap gram feses yang terdapat pada babi finisher yang diberi pakan tepung kulit buah papaya (Carica papaya).

Maksud dan Tujuan Penelitian

Mengetahui jumlah telur dan larva cacing dalam tiap gram feses yang terdapat pada babi yang diberi pakan tepung kulit buah papaya (Carica papaya).

Kerangka Pemikiran

Page 73: Kandang Babi Induk.doc

Parasit merupakan makhluk hidup yang dalam kehidupannya mengambil makanan makhluk lain, sehingga sifatnya merugikan. Parasit dibagi menjadi dua macam, yaitu ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya dipermukaan tubuh hewan, yang keberadaannya mengganggu ketentraman hewan dalam pemeliharaan sehingga akan mengganggu proses fisiologis hewan tersebut, sedangkan endoparasit adalah yang hidup di dalam tubuh hewan.

Endoparasit di dalam tubuh akan merampas zat-zat makanan yang diperlukan bagi induk semangnya, cacing dalam jumlah banyak akan mengakibatkan kerusakan usus atau menyebabkan terjadinya berbagai reaksi tubuh yang antara lain disebakan oleh toksin yang dihasilkan oleh cacing-cacing tersebut. Parasit-parasit tersebut biasanya tidak menyebabkan kematian pada hewan secara langsung, melainkan mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan pada hewan dewasa dan pertumbuhan akan terhambat pada hewan-hewan muda. (Tarmudji dkk, 1988). Penyakit endoparsit, terutama cacing, menyerang hewan pada usia muda (kurang dari 1 tahun). Presentase yang sakit oleh endoparasit dapat mencapai 30% dan angka kematian yang bisa ditimbulkan adalah sebanyak 30% (Wiryosuhanto dan Jacoeb, 1994).

Menurut Subronto dan Tjahajati (2001), untuk terjadinya infeksi, parasit harus mampu mengatasi pertahanan tubuh hospes definitive. Hubungan parasit dengan hospes dan keadaan sekitarnya perlu dianalisis untuk tiap keadaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah parasit sehingga mampu berkembang serta mencapai kematangan seksual tergantung pada (a) kesempatan hospes berkenalan dengan parasit, (b) biologi parasit, dan (c) tingkat kerentanan hospes. Tiap parasit memiliki sifat khusus dalam daur hidupnya dan kemampuan dari parasit untuk menghasilkan keturunannya.

Jumlah telur tiap gram feses (TTGF) berbanding lurus dengan jumlah cacing betina dewasa yang terdapat dalam saluran pencernaan (Robert dan Swann 1981 dalam Kusumamihardja 1992). Gejala terserangnya parasit cacing akan terjadi tergantung dari jenis parasit, kondisi induk semang, organ yang dipengaruhinya, jumlah parasit, iklim dan umur hewan.  Beberapa faktor yang akan mempengaruhi pertumbuhan cacing diantaranya kepadatan inang antara dan inang definitif, derajat infeksi dari inang definitif, serta penyebaran inang yang terinfeksi oleh cacing tersebut (Lawson dan Gemmel, 1983). Beberapa alternatif zat aditif telah ditawarkan bagi peternak untuk memicu produksi dan reproduksi yang dihasilkan melalui ekstraksi berbagai jenis tanaman yang mempunyai senyawa bioaktif sebagai antioksidan, antibiotik, meningkatkan nafsu makan, meningkatkan sekresi enzim-enzim pencernaan dan meningkatkan kekebalan tubuh, untuk itu negara kita mempunyai peluang cukup besar karena kaya akan keanekaragaman sumber daya alam hayati.

Pepaya (Carica papaya L) merupakan tanaman obat tradisional yang memiliki khasiat sebagai penambah nafsu makan, obat cacing, menurunkan tekanan darah, anemia dan membunuh amuba. Kandungan kimia yang dikandung pepaya antara lain enzim papain, alkaloid karpaina, glikosid, saponin, sakarosa, dextrosa serta mengandung vitamin A yang cukup tinggi yaitu 18.250 IU yang berfungsi sebagai provitamin A. Papain juga dapat memecah makanan yang mengandung protein hingga terbentuk berbagai senyawa asam amino yang bersifat autointoxicating atau otomatis menghilangkan terbentuknya substansi yang tidak diinginkan akibat pencernaan yang tidak sempurna. (Cybermed.cbn.net.id, 2006). Papain mempunyai sifat Vermifuga kemampuan menguraikan protein sehingga protein terurai menjadi polipeptida dan dipeptida. Cacing termasuk protein yang tidak terlindungi oleh selaput sehingga bila papain masuk ke saluran usus yang banyak mengandung cacing, cacing

Page 74: Kandang Babi Induk.doc

tersebut akan terurai atau menghindar dengan keluar dari lubang anus. Papain bisa memecah protein menjadi arginin, senyawa arginin merupakan salah satu asam amino esensial yang dalam kondisi normal tidak bisa diproduksi tubuh dan biasa diperoleh melalui pakan, namun bila enzim papain terlibat dalam proses pencernaan protein, secara alami sebagian protein dapat diubah menjadi arginin. Proses pembentukan arginin dengan papain ini turut mempengaruhi produksi hormon pertumbuhan. (Wikipedia.com, 2006).

Papain melemaskan cacing dengan cara merusak protein tubuh cacing. Papain merupakan enzim protease sulfhidril dan akan mendegradasi protein-protein jaringan konektif dan myofibril. Proses penguiraian protein pada cacing terjadi melalui mekanisme pemutusan ikatan sebagai berikut : —Phe—AA — Z;—Val—AA— Zi—Leu—AA—Z;—He—AA—Z

(AA merupakan residu asam amino; z merupakan residu asam amino; ester, atau amida) (Asiamaya.com, 2001).

Beberapa penelitian yang mendukung pemanfaatan pepaya sebagai anthelmetika diantaranya yang dilakukan secara in vitro (Atiyah, 2001) dalam penelitiannya digunakan bahan berupa getah yang diperoleh dengan cara menyadap buah muda pepaya tanpa dipetik. Isolasi papain dilakukan dengan membiarkan getah dalam alkohol 80%, sehingga papain akan mengendap. Endapan papain dikeringkan dalam oven bersuhu 50 – 550C selama enam jam, uji terhadap Ascaris sp dilakukan dengan merendam cacing pada larutan papain secara in vitro bekerja sebagai antelmentik pada dosis 600 mg. Perlakuan efek antelmentik papain kasar terhadap cacing lambung (Haemochus contortus), secara in vivo pada domba jantan terinfeksi, dilakukan (Ridayanti, 2001) hasilnya menunjukkan pemberian papain kasar sampai 0,6 g/kg bobot badan meyebabkan penurunan jumlah cacing dan telurnya. (Nuraini, 2001) dari Jurusan Biologi FMIPA Unair, dalam penelitiannya membuktikan, secara in vitro pemberian 50% perasan daun pepaya gantung (Carica papaya) setelah setengah jam, sudah menimbulkan efek kematian pada cacing hati sapi (Fasciola gigantica). Bila lamanya mencapai dua jam, semua cacing yang direndam akan mati (Atiya, dkk. 2001). Berdasarkan kerangka pemikiran diatas diambil hipotesa bahwa pemberian limbah kulit buah pepaya mampu mengurangi jumlah telur dan larva cacing.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 Mei sampai tanggal 20 Juni 2009 di Koperasi Peternak Babi Indonesia (KPBI), Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Lembang, Kabupaten Bandung. Analisis dilakukan di Laboratorium Balai Penyidikan Penyakit Hewan dan Kesmavet (BPPHK) Jl. Raya Tangkuban Perahu. KM 22 Cikole Lembang.

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Ternak Babi

Babi merupakan ternak monogastrik yang memiliki kesanggupan dalam mengubah bahan makanan secara efisien apabila ditunjang dengan kualitas ransum yang dikonsumsi. Besarnya konversi babi terhadap ransum ialah 3,5 artinya untuk menghasilkan berat babi 1 kg dibutuhkan makanan sebanyak 3,5 kg ransum (Goodwin, D. H. 1974). Babi lebih cepat tumbuh, cepat dewasa dan bersifat prolifik yang ditunjukkan dengan banyaknya anak dalam setiap kelahiran yang berkisar antara 8 -14 ekor dengan rata-rata dua kali kelahiran pertahunnya (Sihombing, 1997).

Page 75: Kandang Babi Induk.doc

Beberapa jenis penyakit pada babi khususnya penyakit parasiter oleh cacing masih banyak ditemukan di lapangan, antara lain Nematodiosis.  Penyakit  ini disebabkan oleh  cacing dari klas nematoda atau cacing gilig.  Infeksi cacing ini menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup tinggi, karena menyebabkan pertumbuhan ternak menjadi tidak optimal. Akhir-akhir ini telah mulai adanya laporan tentang adanya sifat resistensi cacing terhadap beberapa jenis sediaan antelmintika (obat pembasmi cacing)  yang diduga disebabkan oleh penggunaan obat yang tidak rasional (ketidak tepatan  pemilihan obat, waktu pengobatan dan dosis yang diberikan).  Penelitian ini dilakukan dengan harapan hasilnya dapat digunakan sebagai acuan dalam  memberantas cacingan khususnya untuk babi-babi yang kaji.

            Pada dasarnya babi mengkonsumsi makanannya untuk memenuhi kebutuhan energinya, yang dipakai untuk mengatur suhu tubuh, fungsi vital, aktivitas, reproduksi dan produksi. Untuk babi jumlah makanan yang dikonsumsi sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan, kandungan energi ransum, dan level pemberian makanan. Untuk babi di daerah tropis, jumlah makanan yang dikonsumsi cenderung lebih sedikit daripada di daerah subtropis. Hal ini akan berdampak negatif terhadap performans ternak babi khususnya di daerah tropis, jika tidak diimbangi dengan pemberian nutrient esensial yang secukupnya, oleh karena itu perlu disusun ransum seimbang yang mengandung nutrien lengkap dan jumlah serta proporsi yang tepat agar ternak babi dapat berkembang dengan baik dan sehat.

 

Endoparasit  Pada Ternak Babi

            Parasit merupakan mahluk hidup yang dalam kehidupannya mengambil makanan mahluk hidup lain, sehingga sifatnya merugikan. Parasit dibagi menjadi dua macam, yaitu ektoparasit dan endoparasit.  Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya dipermukaan tubuh hewan, yang keberadaannya mengganggu ketentraman hewan dalam pemeliharaan sehingga akan mengganggu proses fisiologis hewan tersebut, sedangkan endoparasit adalah yang hidup di dalam tubuh hewan.

Menurut Subronto dan Tjahajati (2001), untuk terjadinya infeksi, parasit harus mampu mengatasi pertahanan tubuh hospes definitif. Dalam tubuh hospes yang bertindak sebagai reservoir, populasi parasit harus mantap dari generasi induk sampai generasi selanjutnya. Parasit dapat lepas dari hospes yang bertindak sebagai reservoir dengan cara parasit dibebaskan oleh hospes dan langsung masuk ke dalam tubuh hospes definitif atau hospes yang bertindak sebagai reservoir dihancurkan terlebih dahulu dan baru masuk setelah parasit bebas masuk ke dalam tubuh hospes definitive. Penularan terhadap hospes yang rentan oleh parasit stadium infektif yang terdapat di luar tubuh hospes definitif dimungkinkan apabila parasit sanggup mengatasi faktor lingkungan, persaingan antar parasit sendiri dan gangguan secara mekanis oleh ternak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah parasit sehingga mampu berkembang serta mencapai kematangan seksual tergantung pada (a) kesempatan hospes berkenalan dengan parasit, (b) biologi parasit, dan (c) tingkat kerentanan hospes. Tiap parasit memiliki sifat khusus dalam daur hidupnya dan kemampuan dari parasit untuk menghasilkan keturunannya. Parasit akan bertahan tergantung pada jumlah telur yang dihasilkan, panjang waktu menghasilkan telur dan jumlah telur yang dihasilkan setiap hari (Subronto dan Tjahajati, 2001).

Page 76: Kandang Babi Induk.doc

 

Helminthiasis  Pada Ternak Babi

Kesehatan Ternak Babi dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kondisi lingkungan pemeliharaan, makanan, pola manajemen, bibit penyakit dan kelainan – kelainan metabolisme. Presentase ternak yang sakit oleh endoparasit dapat mencapai 30% dan angka kematian yang bisa ditimbulkan adalah sebanyak 30% (Wiryosuhanto dan Jakob, 1994).

            Nematoda adalah cacing yang hidup bebas atau sebagai parasit.  Ciri-ciri tubuhnya tidak bersegmen dan biasanya berbentuk silinder yang memanjang serta meruncing pada kedua ujungnya. Nematoda memiliki siklus hidup langsung, sehingga tidak memerlukan inang antara dalam perkembangan hidupnya. Cacing betina dewasa bertelur dan mengeluarkan telur bersamaan dengan tinja, di luar tubuh telur akan berkembang. Larva infektif dapat masuk ke dalam tubuh babi secara aktif, tertelan atau melalui gigitan vektor berupa rayap. Badannya dibungkus oleh lapisan kutikula yang dilengkapi dengan gelang – gelang yang tidak dapat dilihat oleh mata biasa (Kusumamihardja, 1992).

Strongylus sp

Strongylus sp merupakan cacing parasit pada ternak babi, berdasarkan klasifikasi taksonomi dalam Soulsby (1982) cacing ini termasuk dalam klasifikasi :

Filum               :  Nemathelminthes

Kelas               :  Nematoda

Ordo                :  Strongylyda

Superfamili      :  Strongyloidea

Famili              :  Strongylus

  Spesies           :  Strongylus vulgaris, Strongylus equines, Stronglus 

   Edentates

 

Morfologi an Siklus Hidup

Cacing Strongylus sp mulutnya dilapisi oleh kapsul yang bentuknya hampir bulat. Suatu cincin yang tersusun dari tonjolan – tonjolan seperti pagar dikenal sebagai korona radiata mengelilingi mulut. Cacing ini tidak mempunyai gigi ataupun lempeng – lempeng pemotong, cacing jantan mempunyai suatu pelebaran di ujung posteriornya dan cacing betina mempunyai ujung ekor yang lancip.

Strongylus sp memliki siklus hidup langsung. Cacing betian dewasa bertelur dan keluar tubuh inang bersama dengan feses. Di luar tubuh inangnya telur akan berkembang. Perkembangan sel telur setelah terjadinya pembelahan membagi diri menjadi dua, lalu empat dan seterusnya.

Page 77: Kandang Babi Induk.doc

Kemudian embrio berkembang menajdi masa morula kemudian masa kecebong yaitu ujung anteriornya lebar dan embrionya melingkar dua kali.  Pada kondisi tropis di Indonesia yang suhunya 280C – 300C  merupakan suhu yang relatif baik untuk menetasnya telur strongylus sp. Telur akan berkembang menjadi L3 dalam waktu 3 – 4 hari.

Telur strongylus sp menetas di luar tubuh induk semang menghasilkan larva 1 (L1) dalam suhu 80C – 380C kemudian melewati dua kali ekdisis (ganti kulit) menjadi L2 dan selanjutnya L3 disebut stadium infektif. Larva pertama biasanya keluar dari telur yang berumur dua hari bila keadaan baik. Larva makan bakteri yang terdapat dalam feses kemudian melakukan ekdisis dua kali dalam waktu 5 – 6 hari sehingga mencapai larva ketiga (larva infektif). Larva infektif memiliki selubung kutikula ganda sehingga relatif lebih tahan teehadap berbagai kondisi buruk.

Gejala Klinis dan Patogenesis

            Patogenesis infestasi cacing adalah proses perubahan patologis yang terjadi akibat interaksi antara cacing dan inangnya. Jenis dan perluasan dari kontak parasit dan jaringan inang ditentukan oleh mekanisme biologis yang tak terpisahkan antara parasit dan proses fisiologik induk semang yang merespon masuknya cacing.

            Larva strongylus sp mulai menimbulkan kerusakan pada saat menyusup dalam dinding usus kecil dan usus besar. Selanjutnya larva keempat dan kelima menimbulkan kerusakan pada sistem arteri dan mulai katup aorta sampai arteri mesenterica cranialis dan cabang-cabangnya. Peradangan terjadi pada lapisan media dan menimbulkan thrombus (darah beku). Larva biasanya terbungkus dalam thrombus, bila thrombus ini lepas biasanya berakibat fatal terutama bila thrombus ini terjadi pada daerah pangkal sistem arteri yang bisa mengakibatkan penyumbatan arteri coronaria (Kusumamihardja, 1992).

Ascaris sp

Berdasarkan kalsifikasi taksonomi dalam soulsby (1986) cacing ini termasuk dalam klasifikasi :

Filum               :  Nematoda

Kelas               :  Secernentea

Ordo                :  Ascaridida

Famili              :  Ascarididae

Genus             :   Ascaris

Spesies           :   Ascaris sp, Ascaris lumbricoides

 

Morfologi dan Siklus Hidup

Page 78: Kandang Babi Induk.doc

Cacing Ascaris sp  merupakan jenis cacing gilig penyebab ascariasis pada ternak babi, teutama babi muda di seluruh dunia (Soulsby, 1982). Kejadian ascariasis sangat tinggi pada babi-babi di daerah tropis dan sub tropis (Chan, 1997 dalam Tsuji, et al (2003). Cacing ini  berparasit pada usus halus (Soulsby, 1982). Infeksi dapat terjadi melalui pakan, air minum, puting susu yang tercemar, melalui kolostrum dan uterus (Levine, 1990).

Siklus hidup ascaris terdiri dari 2 fase perkembangan, yaitu eksternal dan internal. Fase eksternal  dimulai  dari sejak telur dikeluarkan dari tubuh penderita bersama tinja. Pada kondisi lingkungan yang menunjang larva stadium 1 di alam akan menyilih menjadi larva stadium 2 yang bersifat infektif ( siap menulari ternak babi jika tertelan). Di dalam usus, kulit  telur  infektif yang tertelan akan rusak sehingga larva terbebas (larva stadium II). Larva stadium II tersebut selanjutnya  menembus mukosa usus dan bersama sirkulasi darah vena porta menuju ke hati. Dari telur tertelan sampai larva mencapai organ hati, butuh waktu sekitar  24 jam (Smith, 1968). Dari hati, larva stadium II  akan terus mengikuti sirkulasi  darah sampai ke organ jantung  dan paru-paru. Setelah 4 – 5 hari infeksi, larva stadium II akan mengalami perkembangan menjadi larva stadium III, selanjutnya menuju ke alveoli, bronkus dan trakhea (Soulsby, 1982).  Dari trakea, larva menuju ke saluran pencernaan. Larva stadium III mencapai  usus halus  dalam waktu 7 – 8 hari dari infeksi, selanjutnya menjadi larva stadium IV, pada hari ke 21-29 larva stadium IV menjadi larva stadium V di dalam usus halus (Lapage, 1956) dan selanjutnya pada hari ke 50 – 55 telah menjadi cacing dewasa (Seddon, 1967). Satu ekor cacing betina dewasa rata-rata bertelur 200.000 butir per hari dan selama hidupnya diduga dapat bertelur 23 milyar butir (Dunn, 1978).

 

Gejala Penyakit dan Patogenesis

Ascaris sp merupakan cacing yang sangat berbahaya karena telurnya dapat masuk ke saluran pencernaan dan telur akan menjadi larva pada usus. Larva akan menembus usus dan masuk ke pembuluh darah. Ia akan beredar mengikuti sistem peredaran, yakni hati, jantung dan kemudian di paru-paru. Pada paru-paru, cacing akan merusak alveolus, masuk ke bronkiolus, bronkus, trakea, kemudian di laring. Ia akan tertelan kembali masuk ke saluran cerna. Setibanya di usus, larva akan menjadi cacing dewasa.

Pada stadium larva, Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan di paru-paru akan menyebabkan sindrom Loeffler. Sindrom Loeffler merupakan kumpulan tanda seperti demam, sesak nafas, eosinofilia, dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3 minggu. Pada stadium dewasa, di usus cacing akan menyebabkan gejala khas saluran cerna seperti tidak nafsu makan, muntah-muntah, diare, konstipasi, dan mual. Bila cacing masuk ke saluran empedu makan dapat menyebabkan kolik atau ikterus. Bila cacing dewasa kemudian masuk menembus peritoneum badan atau abdomen maka dapat menyebabkan akut abdomen.

Trichuris suis

Berdasarkan klasifikasi taksonomi dalam Soulsby (1986) cacing ini termasuk dalam klasifikasi :

Filum               :  Nematoda

Page 79: Kandang Babi Induk.doc

Kelas               :  Adenophorea

Ordo                :  Trichurida

Famili              :  Trichuridae

Genus             :  Trichuris

Spesies           :  Trichuris suis

 

Morfologi dan Siklus Hidup

Cacing Trichuris sp berparasit pada mukosa kolon babi (Anonimous, 2004a). Selain menginfeksi babi-babi peliharaan, juga dilaporkan menginfeksi babi liar dan babi hutan. Cacing ini sering disebut Whipworm. Morfologinya hampir sama dengan Trichuris trichura yang menginfeksi manusia dan primata lain, namun belum ada bukti kongkret yang menyatakan bahwa kedua parasit tersebut dapat saling bertukar induk semang seperti halnya cacing Ascaris sp pada babi dan manusia (Soulsby, 1982). 

Siklus hidup  cacing Trichuris sp, di mulai dari keluarnya  telur dari tubuh bersama tinja dan berkembang menjadi telur infektif dalam waktu beberapa minggu. Telur yang sudah berembrio dapat tahan beberapa bulan apabila berada di tempat yang lembab. Infeksi biasanya terjadi  secara peroral (tertelan lewat pakan dan atau air minum). Apabila tertelan, telur-telur tersebut pada sekum  akan menetas dan dalam waktu sekitar empat minggu telah menjadi cacing dewasa (Soulsby, 1982).

Epidemiologi Cacing pada Ternak Babi

            Studi tentang epidemiologi cacing pada ternak babi bertujuan untuk menyelidiki fluktuasi jumlah telur dalam feses. Jumlah cacing nematoda selain dipengaruhi oleh iklim juga dipengaruhi oleh cara pemeliharaan. Situasi lingkungan dan pengairan tempat perkandangan perlu diperbaiki dengan baik agar dapat dihindari daerah perkandangan yang lembab dan basah atau banyak kubangan tidak sehat yang memungkinkan sebagai tempat hidupnya induk semang antara lain, khususnya siput. Kesehatan lingkungan perkandangan biasanya dapat dipelihara dengan baik. Kebersihan kandang harus terjaga dan dihindari adanya pakan yang masih tersisa di malam hari. Sejauh mungkin diupayakan agar seluruh pakan yang disediakan habis termakan dan tidak banyak yang jatuh berceceran di lantai atau menumpuk di sekitar kandang.

Faktor suhu dan kelembaban sangat besar pengaruhnya terhadap  kelangsungan hidu cacing stasium bebas di alam. Suhu optimum baggi kehidupan tiap parasit berbeda-beda tergantung dari spesiesnya. Kisaran suhu yang diperlukan oleh Nematoda stadium bebas di alam adalah antara 180-380C. Selain suhu faktor lain yang berpengaruh adalah kelembaban. Kelembaban yang tinggi sangat membantu dalam menghancurkan feses yang diduga mengandung telur cacing yang dapat meningkatkan stadium infektif dari cacing.

Kerugian Akibat Infestasi Parasit Cacing

Page 80: Kandang Babi Induk.doc

            Adanya infestasi parasit cacing yang patogen di dalam tubuh ternak tidak selalu mengakibatkan parasitisme yang sifatnya klinis. Parasitisme cacing baru akan memperlihatkan gejala klinis bila keseimbangan hubungan terganggu, yang mungkin disebabkan oleh kepekaan hospes yang menurun dan atau oleh peningkatan jumlah cacing yang patogen di dalam tubuh ternak. Kerusakan jaringan oleh parasit yang virulen dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Perubahan yang ditimbulkan oleh parasit cacing dapat berupa (1) kerusakan sel dan jaringan, (2) perubahan fungsi faal dari hospes, (3) penurunan daya tahan terhadap agen penyakit lain, (4) masuknya agen penyakit sekunder setelah terjadinya kerusakan mekanik lain dan (5) parasit mampu menyebarkan mikroorganisme patogen.

Jumlah TTGF dapat dipakai sebagai penduga barat atau ringannya derajat infestasi. Infestasi ringan memiliki jumlah TTGF 50-500, infestasi sedang memiliki TTGF 500-2000 dan infestasi berat memiliki jumlah TTGF lebih dari 2000 (Taazona dalam Kusumamihardja, 1992), derajat keparahan infestasi tergantung jumlah cacing yang menginfestasi. Penurunan berat badan akan terjadi pada infestasi 300 ekor dewasa atau setara dengan 1800 TFGF (Kusumamihardja, 1992).

Infestasi parasit cacing dapat menyebabkan penurunan bobot badan dan gastritis. Penurunan berat badan dapat terjadi akibat anoreksia, peningkatan asam lambung, gastrin dan kolesistokinin yang menyebabkan pengosongan lambung secara cepat sehingga penyerapan makanan kurang efektif. Cacing merampas sari-sari makanan yang diperlukan bagi hospes, menghisap darah atau cairan tubuh dan makan jaringan tubuh. Gejala-gejala yang timbul pada hewan yang terinfestasi cacing antara lain badan lemah, nafsu makan kurang, bulu rontok, kulit pucat dan penurunan produksi susu. Jika infestasi sudah lanjut diikuti anemia, diare dan badannya menjadi kurus yang akhirnya bisa menyebabkan kematian (Subronto dan Ida Tjahajati, 2001).

Pengendalian Penyakit Cacingan pada Babi

Pengendalian penyakit cacing memerlukan penanganan yang terncana secara baik dengan memperlihatkan faktor pengobatan dan tatalaksana pemeliharaan ternak yang memadai. Peternak seringkali mengabaikan managemen peternakan yang baik, apabila dikaji secara seksama akan terlihat betapa besar kerugian yang dapat ditimbulkan oleh infrksi cacing.

Obat yang diberikan dan cara pemberiannya harus sesuai dengan petunjuk dokter hewan agar lebih efektif dan efisien. Pemberantasan penyakit cacing pada babi tidak cukup hanya mengandalkan ilmu pengobatan saja, tetapi harus memperhitungkan pula faktor ekonomi, penataan lingkungan, kebersihan kandang, daur hidup cacing serta tidak bisa hanya diberikan satu kali saja. Pemberian obat medik harus diulang – ulang dan disesuaikan dengan daur hidup cacing.

Potensi Limbah Buah Pepaya

Penyakit cacing pada ternak babi selain dapat diobati menggunakan obat – obatan medik, dapat juga diobati dengan menggunakan obat alternatif yaitu dengan pemberian tepung kulit buah pepaya. Tepung kulit buah pepaya mengandung zat atau enzim papain yang dapat berfungsi sebagai obat cacing atau anthelmentik. Enzim papain termasuk enzim protease, yaitu enzim yang menghidrolisis ikatan peptida pada protein, untuk melakukan aktivitasnya protease membutuhkan air sehingga dikelompokkan ke dalam kelas hidrolase. Protease

Page 81: Kandang Babi Induk.doc

berperan dalam sejumlah reaksi biokimia seluler, selain diperlukan untuk degradasi senyawa protein nutrien, protease terlibat dalam sejumlah mekanisme patogenisitas, sejumlah pasca translasi protein, dan mekanisme akspresi protein ekstraseluler. Pelepasan protease oleh cacing nematoda parasitik mempunyai peranan penting pada proses reaksi biologik seperti metabolisme protein. aktivitas protease mempunyai korelasi signifikan pada saat cacing parasitik menjalani penetrasi ke jaringan.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Bahan dan Alat Penelitian

Ternak yang digunakan adalah 18 ekor ternak babi hasil persilangan Landrace dengan Yorkshire. Kisaran bobot badan rata-rata ternak babi adalah 60,56 kg dengan koefisien variasi 1,42%. Babi ditempatkan secara acak dalam kondisi kandang individu dengan kondisi lingkungan yang sama dan jenis kelamin babi yaitu jantan kastrasi. Ransum yang diberikan pada ternak percobaan dalam penelitian berupa tepung. Bahan ransum didapat dari PT. Karya Mulya, Leles Kabupaten Garut. Bahan tersebut dikeringkan kemudian digiling hingga menjadi tepung.

  Alat-alat yang digunakan untuk mengindentifikasi jumlah telur dan larva cacing adalah : Mikroskop, alat untuk mengidentifikasi dan menghitung telur cacing (McMaster), cover glass, rak tabung, Erlenmeyer, gelas ukur, batang pengaduk, pipet pasteur, corong glass, timbangan, kain kassa, kapas, tabung reaksi, tabung sentrifugasi, sentrifugasi, cawan petri.

Kandang yang digunakan untuk penelitian adalah kandang individu yang berukuran 2 x 0,6 x 1,2 m dengan lantai semen dan beratap seng. Setiap unit kandang dilengkapi dengan tempat makan yang terbuat dari semen dan tempat minum otomatis berupa pentil yang terbuat dari besi tahan karat yang dihubungkan dengan tempat penampung air. Jumlah kandang yang diperlukan sebanyak 18 unit.

Ransum Penelitian

Bahan  yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum basal yang terdiri dari tepung jagung, tepung ikan, bungkil kelapa, tepung tulang, dedak padi dan tepung kulit pepaya. Kandungan nutrisi ransum basal dan tepung limbah kulit pepaya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Kandungan nutrisi ransum basal dan tepung kulit buah pepaya.

Kandungan Gizi Ransum Penelitian(*)

Tepung Kulit Buah Pepaya (**)

EM (kkal) 3244,8 2419

PK (%) 14 25,85

SK (%) 7,5 2,39

Ca (%) 0,32 18,52

P (%) 0,66 0,88

Sumber : (*) NRC, 1998

Page 82: Kandang Babi Induk.doc

                (**) Permana, 2007

Tabel 2. Kandungan nutrisi ransum penelitian

Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian

R0 R1 R2

EM (kkal) 3244,8 3203,51 3162,22

PK (%) 14 14,5925 15,185

SK (%) 7,5 8,051 8,062

Ca (%) 0,32 0,4235 0,527

P (%) 0,66 0,671 0,682

Keterangan :

R0 = 100% ransum basal

R1 = 95% ransum basal + 5% tepung kulit buah pepaya

R2 = 90% ransum basal + 10% tepung kulit buah pepaya

Metode Penelitian

Tahap Penelitian

1. Persiapan kandang, pengadaan ternak, pengadaan ransum, dan peralatan. Setiap ekor babi dimasukkan ke kandang individu.

2. Adaptasi babi terhadap ransum, kandang, perlakuan, dan lingkungan dilakukan selama satu minggu.

3. Kandang dibersihkan dua kali sehari yaitu pada pukul 06.00 dan 12.00 WIB. Kandang dibersihkan dari semua kotoran yang dibuang ke saluran pembuangan, setelah itu babi dimandikan agar bersih dan merasa nyaman.

4. Pemberian ransum sebanyak 1 kg/ekor dan dilakukan tiga kali sehari, yaitu pukul 06.00, 12.00 dan 16.00 WIB sehingga jumlah ransum per hari adalah 3 kg/ekor.

5. Pemberian tepung kulit buah pepaya dilakukan dengan cara mencampurnya dalam 1 kg ransum pertama dalam 3 kali pemberian (total 3 kg/hari), diberikan pada babi sampai habis dikonsumsi.

1. Pengambilan sampel feses yang akan diteliti dilakukan pada pagi hari setelah pembersihan kandang. Pengambilan dilakukan setelah ternak babi diberi perlakuan RVM, R1, R2 dan R3, selama 2 minggu.

 

Pengambilan Sampel Feses di Lapangan

Page 83: Kandang Babi Induk.doc

Pengambilan sampel dilakukan terhadap 18 sampel feses yang diambil sebanyak 1 kali, dari 18 ekor babi. Feses dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label kemudian dimasukkan ke dalam termos es yang berisi icebrite dan dibawa menuju laboratorium BPPHK Cikole – Lembang, kemudian dilakukan pemeriksaan baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Pemeriksaan kualitatif dimaksudkan untuk mengidentifikasi jenis cacing yang menginfeksi babi berdasarkan bentuk dan ukuran telur dari larvanya, sedangkan pemeriksaan kuantitatif dimaksudkan mengetahui banyaknya telur cacing setiap gram feses (TTGF) yang menggambarkan berat ringannya derajat infeksi. Hasil pengamatan dijelaskan secara deskriptif yaitu menjelaskan tentang jumlah telur dan jenis cacing yang menginfestasi babi. Metode kuantitatif yang digunakan adalah metode McMaster, sedangkan metode kualitatif dilakukan dengan melihat bentuk dan ukurannya, kemudian dibandingkan dengan bentuk dari standar yang sudah dikenal (Soulsby, 1982).

Penghitungan Telur Cacing (Metode Mc Master)

Penyiapan larutan pengapung : Larutan pengapung dibuat dari campuran garam (NaCl) 400 gr dan gula (C6H12O6) 500 gr yang ditambahkan air dua liter kemudian diaduk sampai larut. Penghitungan telur cacing : dilakukan dengan metode McMaster. Sebanyak dua gram feses dilarutkan dalam 60 ml larutan pengapung yang kemudian dihomogenkan tiga kali dengan cara menuang dari satu gelas ke gelas lain lalu dimasukan dalam kamar hitung McMaster dengan Pipet Pasteur. Dilakukan pemeriksaan mikroskopis dengan pembesaran 10 x  10. Untuk mengetahui jumlah Total Telur tiap Gram Feses (TTGF) dihitung dengan menggunakan metode Mcmaster dengan rumus sebagai berikut:

TTGF  =  (n/bf) X (Vtot/Vhit)

Vtot      =  Volume  dari 2 gr feses ditambah larutan pengapung

Vhit      =  Volume Kamar Hitung ( 2 x 0,5)

Bf        =  Berat feses (2 gr)

N         =  Jumlah Telur yang ditemukan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Pada pelaksanaan penelitian terdapat 3 macam perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 6 kali.

Identifikasi Jenis Cacing Berdasarkan Larva

Untuk memeriksa Larva dilakukan dengan 3 tahap  yaitu :

1. 1.      Pembuatan Kultur Feses

Feses yang sudah diperiksa dan positif mengandung telur dicampur dengan kompos steril (Vermikulate) dengan perbandingan yang sama. Kondisinya dibuat menjadi lembab dengan menambah sedikit air. Campuran feses dengan kompos steril diletakan dalam inkubator

Page 84: Kandang Babi Induk.doc

selama 6-7 hari dengan kisaran suhu  25-27 0C atau pada suhu ruangan sehingga semua larva mencapai taraf infektif.

1. 2.      Pengumpulan Larva dari Kultur

Setelah diinkubasi, tutup petridish kultur dibuka dan masukan air dari petridish kedalam tabung dengan pipet. Sentrifuse selama lima menit dengan kecepatan 5.000 rpm.

1. 3.      Identifikasi Larva

Larutan larva yang telah terkumpul dalam tabung reaksi diambil dengan pipet pasteur, satu tetes larutan larva dipindahkan pada gelas objek lalu tutup dengan cover glass kemudian diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 10.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Pepaya Terhadap Jumlah Telur Cacing.

Berdasarkan hasil penelitian pada ternak babi yang dipelihara di Koperasi Peternak Babi Indonesia (KPBI), Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Lembang yang di analisis di BPPHK Cikole, Lembang telah dilakukan pada tanggal 1 mei sampai dengan tanggal 20 juni 2009. Penelitian ini menghasilkan jumlah telur dari tiap gram feses yang terdapat pada ternak babi yang diberi pakan tepung kulit buah pepaya dengan hasil yang bervariasi.

Jumlah Telur Cacing Strongylus sp.

Data hasil penelitian pengaruh pemberian tepung kulit papaya terhadap jumlah telur cacing Strongylus sp,  Ascaris sp dan  Trichuris suis tercantum pada Tabel 3.

Tabel 3. Perhitungan Jumlah Telur Cacing Strongylus sp,  Ascaris sp dan  Trichuris suis

Jenis CacingPerlakuanR0 R1 R2

1.    Strongylus sp 243,33 a 0 b 0 b2.  Ascaris sp 5.786,16 a 4.628,83 b 1.719,33 b3. Trichuris suis 569,5 a 464,16 a 285,83 b

Ket.Huruf yang berbeda dalam kolom menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata.

Berdasarkan data pada Tabel 3, dapat diketahui bahwa rata-rata telur cacing Strongylus sp terendah (0) dihasilkan pada perlakuan pemberian tepung kulit pepaya 5% dan 10% dibandingkan dengan rata-rata telur  yang dihasilkan pada perlakuan tanpa adanya pemberian tepung kulit pepaya (243,33).  Penggunaan limbah kulit buah pepaya ternyata dapat mengurangi jumlah telur cacing Strongylus sp pada babi (p<0,05). Limbah kulit buah pepaya yang mengandung papain bekerja secara vermifuga melemaskan cacing dengan cara merusak protein tubuh cacing. Papain merupakan enzim protease sulfhidril dan akan mendegradasi protein-protein jaringan konektif dan myofibril. Cacing termasuk parasit yang tubuhnya terdiri dari molekul – molekul protein yang tidak terlindungi oleh selaput sehingga bila

Page 85: Kandang Babi Induk.doc

papain masuk ke saluran usus yang banyak mengandung cacing, cacing tersebut akan terurai atau menghindar dengan keluar dari lubang anus.

Berdasarkan data pada Tabel 3, dapat diketahui bahwa rata-rata telur cacing Ascaris sp terendah (1.719,33) dihasilkan pada perlakuan pemberian tepung kulit buah pepaya 10%. Pada perlakuan dengan pemberian tepung kulit pepaya 5% (4.628,83) dan jumlah terbesar telur cacing Ascaris sp pada perlakuan tanpa pemberian tepung kulit buah pepaya (5.786,16).   Penggunaan limbah kulit buah pepaya ternyata dapat mengurangi jumlah telur cacing Ascaris. sp pada babi.  Cacing Ascaris sp merupakan jenis cacing gilig penyebab ascariasis pada ternak babi, teutama babi muda di seluruh dunia (Soulsby, 1982). Kejadian ascariasis sangat tinggi pada babi-babi di daerah tropis dan sub tropis (Chan, 1997 dalam Tsuji, et al (2004). Cacing ini  berparasit pada usus halus (Soulsby, 1982). Infeksi dapat terjadi melalui pakan, air minum, puting susu yang tercemar, melalui kolostrum dan uterus (Levine, 1990). Satu ekor cacing betina dewasa rata-rata bertelur 200.000 butir per hari ; dan selama hidupnya diduga dapat bertelur 23 milyar butir (Dunn, 1978).

Berdasarkan data pada Tabel 3, dapat diketahui bahwa rata-rata telur cacing Trichuris suis terendah (285,83) dihasilkan pada perlakuan pemberian tepung kulit pepaya 10%, 5% (464,16) dan rata – rata terbesar terdapat pada perlakuan tanpa adanya penambahan tepung kulit pepaya (569,5). Pengaruh tepung kulit buah papaya  perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05), papain pada tepung kulit buah pepaya dapat menurun akibat banyaknya kematian telur cacing karena pengaruh papain dari tepung kulit pepaya.

Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Pepaya Terhadap Jumlah Larva Cacing.

Berdasarkan data penelitian jumlah larva dari tiap gram feses yang terdapat pada ternak babi yang diberi pakan tepung kulit buah pepaya tidak ditemukan adanya jumlah larva cacing Strongylus sp, Ascaris sp, dan Trichuris suis dalam penelitian disebabkan adanya sanitasi ruangan dan alat – alat laboratorium dengan menggunakan alkohol yang dapat membunuh telur cacing dalam waktu 3 jam. Pemberian tepung kulit buah pepaya juga dapat menurunkan fertilitas telur cacing karena tepung kulit buah pepaya mengandung enzim papain yang secara vemifuga dapat merusak protein tubuh cacing sehingga cacing yang telah menetas tidak dapat bertahan hidup.

 

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa pemberian tepung kulit buah pepaya pada dosis 10% dapat menurunkan jumlah telur Strongylus sp, Ascaris sp dan Trichuris suis, sedangkan tidak ditemukan larva cacing Strongylus sp, Ascaris sp, dan Trichuris suis disebabkan oleh penurunan fertilitas telur cacing yang dipengaruhi oleh papain serta prosedur sanitasi alat – alat dan ruangan laboratorium.

Saran

Page 86: Kandang Babi Induk.doc

            Pemberian tepung kulit buah pepaya pada dosis 10% sudah mendapatkan hasil yang baik dan diharapkan tepung kulit buah pepaya dijadikan bahan pelengkap ransum karena dapat mengurangi penyakit cacingan pada ternak babi.

                                                          

 

 

 

                                                           DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2004a. Trichuris spp. http://evm.mscs.edu /courses/mic569 /docs/parasite/TRICH.HTML

Atiya, Ridayanti, dan Nuraini. 2001. Pemeriksaan Efek Anthelmentik Papain Kasar Terhadap Infeksi Buatan Cacing Haemonchus contortus. Rudolphi Pada Domba. JFF. MIPA. Unair.

Benbrook, E. A., and M. V. Sloss. 1961. Clinical Parasitology. 3  ed, Iowa State Univ. Press. Ames, Iowa, 3-17.

Dunn, A.M. 1978. Veterinary Helminthology. 2nd Ed. Williams Heinemann Medical Books LTD, London.

Goodwin, D. H. 1974. Beef Management and Production. London: Hutchinson.

Kusumamihardja, S. 1992.  Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak dan Hewan Piara. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lapage, G.  1956. Veterinary  Helminthology  and Enthomology. 4th  Ed. Bailliere Tindall, London.

Lawson, J. L. dan M. A. Gemmel. 1983.  Transmission in Hydatidosis and cysticercosis. Advance’s in Parasitology 2a:279.

Levine, ND. 1982.  Textbook Of Veterinary Parasitology.  Burgess Publishing Company.  USA.

Levine, ND.  1990. Buku Pelajaran  Parasitologi Veteriner. Diterjemahkan oleh Prof. Dr. Gatut Ashadi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

NRC. 1998. Nutrient Requirments of Swine. Nutrient Requirments of Domestic Animal, Ninth Revised Edition National Academy Press. Washingthon DC.

Seddon, H.R. 1967.  Helminth Infestation  2nd  Ed.  Commonwealth of Australia Department of Health, Sidney.

Page 87: Kandang Babi Induk.doc

Siagian H. Pollung. 1999. Manajemen Ternak Babi, Diktat Kuliah Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sihombing. 1997. Ilmu Ternak Babi. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Smith, J.D. 1968. Introduction to Animal Parasitology. The English Books University Press, LH. London.

Subronto, dan I. Tjahajati. 2001. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Soulsby, E.J.L. 1982.  Helminths, Antropods and Protozoa of Domesticated Animals. Inglish Laguage Book Service Bailiere Tindall.  7th Ed. Pp.231-257.

Tarmudji, Deddy Djauhari Siswansyah dan Gatot Adiwinata.  1988.  Parasit-parasit Cacing Gastrointestinal pada sapi-sapi di Kabupaten Tapin dan Tabalong Kalimantan Selatan, di dalam Penyakit Hewan.  Balai Penelitian Veteriner, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta.

Tsuji, N., K. Suzuki., H.K. Aoki., T. Isobe., T. Arakawa dan Y. Matsumoto. 2003. Mice Intranasal  Immunized with a recombinant 16 kilodalton Antigen from Roundworm Ascaris Parasites are Protected Againts Larva Migration of Ascaris suum. Infection and Immunity Vol. 71, pp : 5314.

Wiryosuhanto, S. D. dan Jacoeb, T. N.  1994.  Prospek Budidaya Ternak Sapi. Kanisius.  Yogyakarta

Categories: Penyakit Babi  |  No Comments

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG KULIT BUAH PEPAYA (Carica papaya) DALAM RANSUM TERHADAP JUMLAH TELUR DAN LARVA CACING DALAM FESES TERNAK BABI PERIODE FINISHER

May 21, 2010 | Posted by saulandsinaga

THE INFLUENCE OF GIVING PAPAYA SKIN FRUIT FLOUR (Carica papaya) IN RATION TOWARD THE SUMM OF EGGS AND WORM LARVA IN FECES OF PIG LIVESTOCK IN FINISHER PERIOD

Marsudin Silalahi , Sauland Sinaga

 

ABSTRAK

Page 88: Kandang Babi Induk.doc

Penelitian telah dilakukan di Koperasi Peternak Babi Indonesia (KPBI), Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Lembang, Kabupaten Bandung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa jumlah telur dalam tiap gram feses yang terdapat pada ternak babi yang diberi pakan tepung kulit buah pepaya dan mengetahui jumlah larva yang menginvestasi ternak babi tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode sensus dengan dua kali pengulangan pengambilan sampel, ternak penelitian yang digunakan adalah 18 ekor ternak babi sehingga diperoleh 36 sampel. Pengambilan feses dilakukan di kandang pemeliharaan diambil dari rektum dari tiap ekor ternak babi. Sampel yang telah diambil dianalisis kemudian dilakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi jumlah telur dan larva cacing yang menginfeksi ternak babi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruh pengurangan jumlah telur cacing Strongylus sp, Ascaris sp dan Trichuris suis pada pemberian tepung kulit buah pepaya 5% dan 10% serta tidak ditemukan adanya larva  Strongylus sp, Ascaris sp dan Trichuris suis.

Kata kunci : babi, jumlah telur, jumlah larva, tepung kulit buah pepaya

 

ABSTRACT

The research had done at Koperasi Peternak Babi Indonesia (KPBI), Village of Kertawangi, Subdistrict Cisarua, Lembang, Regency of Bandung. This research aimed to know how many eggs in each gram of feces contain in pig livestock which was given papaya skin fruit flour and to know how many larvae invest that pig livestock. The research method used census method with two times repetition took sample, research livestock used 18 pigs livestock thus gained 36 samples. Feces collecting did in pen of hogs caring took from rectum each pig livestock. The samples took which had analyzed then investigated to know how many eggs and to know how many larvae invest that pig livestock. The results showed that the influence of reducing the amount of Strongylus sp worm eggs, Ascaris sp and Trichuris suis on the skin giving papaya powder 5% and 10% and amount of Strongylus sp, Ascaris sp and Trichuris suis did not find any larvae.

Keywords: pigs, amount of eggs, amount of larvae, papaya skin flour

 

 

PENDAHULUAN

            Babi merupakan salah satu komoditas ternak penghasil daging yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena mempunyai sifat – sifat menguntungkan diantaranya : laju pertumbuhan yang cepat, jumlah anak perkelahiran (litter size) yang tinggi, efisien dalam mengubah pakan menjadi daging dan memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap makanan dan lingkungan.

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha pengembangan ternak babi dari aspek manajemen adalah faktor kesehatan atau kontrol penyakit. Ternak babi sangat peka terhadap penyakit, salah satunya adalah penyakit endoparasit. Parasit merupakan makhluk hidup yang dalam kehidupannya menggunakan makanan makhluk hidup lain sehingga sifatnya

Page 89: Kandang Babi Induk.doc

merugikan. Cacing mempunyai salah satu sifat merugikan yaitu menimbulkan gangguan nafsu makan dan pertumbuhan. Gangguan pada pertumbuhan akan berlangsung cukup lama sehingga produktivitas akan turun. Gejala-gejala dari hewan yang terinfeksi  cacing antara lain, badan lemah dan bulu rontok. Jika infeksi sudah lanjut diikuti dengan anemia, diare dan badannya menjadi kurus yang akhirnya bisa menyebabkan kematian. Adanya parasit di dalam tubuh ternak tidak harus diikuti oleh perubahan yang sifatnya klinis. Kehadiran parasit cacing bisa diketahui melalui pemeriksaan feses, dimana ditemukan telur cacing, makin banyak cacing makin banyak pula telurnya. Perubahan populasi cacing dalam perut babi dapat diikuti dengan menghitung telur tiap gram feses (TTGF) secara rutin.

Tingkat prevalensi parasit cacing  tergantung pada jumlah dan jenis cacing yang menginfeksinya. Guna mengurangi resiko akibat infestasi cacing ini perlu diketahui jenis cacing, siklus hidup dan epidemologi dari cacing tersebut. Mengendalikan parasit diperlukan pemeriksaan rutin terhadap adanya endoparasit, terutama jenis dan derajat infestasi yang dapat dilakukan bersama-sama dengan pemeriksaan fisik secara rutin (Subronto dan Tjahajati, 2001). Masalah penyakit khususnya penyakit cacingan pada babi dapat diatasi dengan cara menggunakan obat cacing. Pemberian obat-obatan tersebut harus diulang-ulang dan disesuaikan dengan daur hidup cacing. Biaya yang dibutuhkan untuk pemberian obat cacing memerlukan biaya yang mahal. Alternatif lainnya untuk pengobatan adalah dengan pemberian obat tradisional yang dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu jenis flora yang ada di negara kita yaitu pepaya. Selain mudah didapat buah pepaya pun relatif murah harganya.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Pepaya (Carica papaya) Dalam Ransum Terhadap Jumlah Telur Dan Larva Cacing Dalam Feses Ternak Babi Periode Finisher”.

 

Identifikasi Masalah

Jumlah telur dan larva cacing dalam tiap gram feses yang terdapat pada babi finisher yang diberi pakan tepung kulit buah papaya (Carica papaya).

Maksud dan Tujuan Penelitian

Mengetahui jumlah telur dan larva cacing dalam tiap gram feses yang terdapat pada babi yang diberi pakan tepung kulit buah papaya (Carica papaya).

Kerangka Pemikiran

Parasit merupakan makhluk hidup yang dalam kehidupannya mengambil makanan makhluk lain, sehingga sifatnya merugikan. Parasit dibagi menjadi dua macam, yaitu ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya dipermukaan tubuh hewan, yang keberadaannya mengganggu ketentraman hewan dalam pemeliharaan sehingga akan mengganggu proses fisiologis hewan tersebut, sedangkan endoparasit adalah yang hidup di dalam tubuh hewan.

Endoparasit di dalam tubuh akan merampas zat-zat makanan yang diperlukan bagi induk semangnya, cacing dalam jumlah banyak akan mengakibatkan kerusakan usus atau

Page 90: Kandang Babi Induk.doc

menyebabkan terjadinya berbagai reaksi tubuh yang antara lain disebakan oleh toksin yang dihasilkan oleh cacing-cacing tersebut. Parasit-parasit tersebut biasanya tidak menyebabkan kematian pada hewan secara langsung, melainkan mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan pada hewan dewasa dan pertumbuhan akan terhambat pada hewan-hewan muda. (Tarmudji dkk, 1988). Penyakit endoparsit, terutama cacing, menyerang hewan pada usia muda (kurang dari 1 tahun). Presentase yang sakit oleh endoparasit dapat mencapai 30% dan angka kematian yang bisa ditimbulkan adalah sebanyak 30% (Wiryosuhanto dan Jacoeb, 1994).

Menurut Subronto dan Tjahajati (2001), untuk terjadinya infeksi, parasit harus mampu mengatasi pertahanan tubuh hospes definitive. Hubungan parasit dengan hospes dan keadaan sekitarnya perlu dianalisis untuk tiap keadaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah parasit sehingga mampu berkembang serta mencapai kematangan seksual tergantung pada (a) kesempatan hospes berkenalan dengan parasit, (b) biologi parasit, dan (c) tingkat kerentanan hospes. Tiap parasit memiliki sifat khusus dalam daur hidupnya dan kemampuan dari parasit untuk menghasilkan keturunannya.

Jumlah telur tiap gram feses (TTGF) berbanding lurus dengan jumlah cacing betina dewasa yang terdapat dalam saluran pencernaan (Robert dan Swann 1981 dalam Kusumamihardja 1992). Gejala terserangnya parasit cacing akan terjadi tergantung dari jenis parasit, kondisi induk semang, organ yang dipengaruhinya, jumlah parasit, iklim dan umur hewan.  Beberapa faktor yang akan mempengaruhi pertumbuhan cacing diantaranya kepadatan inang antara dan inang definitif, derajat infeksi dari inang definitif, serta penyebaran inang yang terinfeksi oleh cacing tersebut (Lawson dan Gemmel, 1983). Beberapa alternatif zat aditif telah ditawarkan bagi peternak untuk memicu produksi dan reproduksi yang dihasilkan melalui ekstraksi berbagai jenis tanaman yang mempunyai senyawa bioaktif sebagai antioksidan, antibiotik, meningkatkan nafsu makan, meningkatkan sekresi enzim-enzim pencernaan dan meningkatkan kekebalan tubuh, untuk itu negara kita mempunyai peluang cukup besar karena kaya akan keanekaragaman sumber daya alam hayati.

Pepaya (Carica papaya L) merupakan tanaman obat tradisional yang memiliki khasiat sebagai penambah nafsu makan, obat cacing, menurunkan tekanan darah, anemia dan membunuh amuba. Kandungan kimia yang dikandung pepaya antara lain enzim papain, alkaloid karpaina, glikosid, saponin, sakarosa, dextrosa serta mengandung vitamin A yang cukup tinggi yaitu 18.250 IU yang berfungsi sebagai provitamin A. Papain juga dapat memecah makanan yang mengandung protein hingga terbentuk berbagai senyawa asam amino yang bersifat autointoxicating atau otomatis menghilangkan terbentuknya substansi yang tidak diinginkan akibat pencernaan yang tidak sempurna. (Cybermed.cbn.net.id, 2006). Papain mempunyai sifat Vermifuga kemampuan menguraikan protein sehingga protein terurai menjadi polipeptida dan dipeptida. Cacing termasuk protein yang tidak terlindungi oleh selaput sehingga bila papain masuk ke saluran usus yang banyak mengandung cacing, cacing tersebut akan terurai atau menghindar dengan keluar dari lubang anus. Papain bisa memecah protein menjadi arginin, senyawa arginin merupakan salah satu asam amino esensial yang dalam kondisi normal tidak bisa diproduksi tubuh dan biasa diperoleh melalui pakan, namun bila enzim papain terlibat dalam proses pencernaan protein, secara alami sebagian protein dapat diubah menjadi arginin. Proses pembentukan arginin dengan papain ini turut mempengaruhi produksi hormon pertumbuhan. (Wikipedia.com, 2006).

Papain melemaskan cacing dengan cara merusak protein tubuh cacing. Papain merupakan enzim protease sulfhidril dan akan mendegradasi protein-protein jaringan konektif dan

Page 91: Kandang Babi Induk.doc

myofibril. Proses penguiraian protein pada cacing terjadi melalui mekanisme pemutusan ikatan sebagai berikut : —Phe—AA — Z;—Val—AA— Zi—Leu—AA—Z;—He—AA—Z

(AA merupakan residu asam amino; z merupakan residu asam amino; ester, atau amida) (Asiamaya.com, 2001).

Beberapa penelitian yang mendukung pemanfaatan pepaya sebagai anthelmetika diantaranya yang dilakukan secara in vitro (Atiyah, 2001) dalam penelitiannya digunakan bahan berupa getah yang diperoleh dengan cara menyadap buah muda pepaya tanpa dipetik. Isolasi papain dilakukan dengan membiarkan getah dalam alkohol 80%, sehingga papain akan mengendap. Endapan papain dikeringkan dalam oven bersuhu 50 – 550C selama enam jam, uji terhadap Ascaris sp dilakukan dengan merendam cacing pada larutan papain secara in vitro bekerja sebagai antelmentik pada dosis 600 mg. Perlakuan efek antelmentik papain kasar terhadap cacing lambung (Haemochus contortus), secara in vivo pada domba jantan terinfeksi, dilakukan (Ridayanti, 2001) hasilnya menunjukkan pemberian papain kasar sampai 0,6 g/kg bobot badan meyebabkan penurunan jumlah cacing dan telurnya. (Nuraini, 2001) dari Jurusan Biologi FMIPA Unair, dalam penelitiannya membuktikan, secara in vitro pemberian 50% perasan daun pepaya gantung (Carica papaya) setelah setengah jam, sudah menimbulkan efek kematian pada cacing hati sapi (Fasciola gigantica). Bila lamanya mencapai dua jam, semua cacing yang direndam akan mati (Atiya, dkk. 2001). Berdasarkan kerangka pemikiran diatas diambil hipotesa bahwa pemberian limbah kulit buah pepaya mampu mengurangi jumlah telur dan larva cacing.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 Mei sampai tanggal 20 Juni 2009 di Koperasi Peternak Babi Indonesia (KPBI), Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Lembang, Kabupaten Bandung. Analisis dilakukan di Laboratorium Balai Penyidikan Penyakit Hewan dan Kesmavet (BPPHK) Jl. Raya Tangkuban Perahu. KM 22 Cikole Lembang.

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Ternak Babi

Babi merupakan ternak monogastrik yang memiliki kesanggupan dalam mengubah bahan makanan secara efisien apabila ditunjang dengan kualitas ransum yang dikonsumsi. Besarnya konversi babi terhadap ransum ialah 3,5 artinya untuk menghasilkan berat babi 1 kg dibutuhkan makanan sebanyak 3,5 kg ransum (Goodwin, D. H. 1974). Babi lebih cepat tumbuh, cepat dewasa dan bersifat prolifik yang ditunjukkan dengan banyaknya anak dalam setiap kelahiran yang berkisar antara 8 -14 ekor dengan rata-rata dua kali kelahiran pertahunnya (Sihombing, 1997).

Beberapa jenis penyakit pada babi khususnya penyakit parasiter oleh cacing masih banyak ditemukan di lapangan, antara lain Nematodiosis.  Penyakit  ini disebabkan oleh  cacing dari klas nematoda atau cacing gilig.  Infeksi cacing ini menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup tinggi, karena menyebabkan pertumbuhan ternak menjadi tidak optimal. Akhir-akhir ini telah mulai adanya laporan tentang adanya sifat resistensi cacing terhadap beberapa jenis sediaan antelmintika (obat pembasmi cacing)  yang diduga disebabkan oleh penggunaan obat yang tidak rasional (ketidak tepatan  pemilihan obat, waktu pengobatan dan dosis yang

Page 92: Kandang Babi Induk.doc

diberikan).  Penelitian ini dilakukan dengan harapan hasilnya dapat digunakan sebagai acuan dalam  memberantas cacingan khususnya untuk babi-babi yang kaji.

            Pada dasarnya babi mengkonsumsi makanannya untuk memenuhi kebutuhan energinya, yang dipakai untuk mengatur suhu tubuh, fungsi vital, aktivitas, reproduksi dan produksi. Untuk babi jumlah makanan yang dikonsumsi sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan, kandungan energi ransum, dan level pemberian makanan. Untuk babi di daerah tropis, jumlah makanan yang dikonsumsi cenderung lebih sedikit daripada di daerah subtropis. Hal ini akan berdampak negatif terhadap performans ternak babi khususnya di daerah tropis, jika tidak diimbangi dengan pemberian nutrient esensial yang secukupnya, oleh karena itu perlu disusun ransum seimbang yang mengandung nutrien lengkap dan jumlah serta proporsi yang tepat agar ternak babi dapat berkembang dengan baik dan sehat.

 

Endoparasit  Pada Ternak Babi

            Parasit merupakan mahluk hidup yang dalam kehidupannya mengambil makanan mahluk hidup lain, sehingga sifatnya merugikan. Parasit dibagi menjadi dua macam, yaitu ektoparasit dan endoparasit.  Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya dipermukaan tubuh hewan, yang keberadaannya mengganggu ketentraman hewan dalam pemeliharaan sehingga akan mengganggu proses fisiologis hewan tersebut, sedangkan endoparasit adalah yang hidup di dalam tubuh hewan.

Menurut Subronto dan Tjahajati (2001), untuk terjadinya infeksi, parasit harus mampu mengatasi pertahanan tubuh hospes definitif. Dalam tubuh hospes yang bertindak sebagai reservoir, populasi parasit harus mantap dari generasi induk sampai generasi selanjutnya. Parasit dapat lepas dari hospes yang bertindak sebagai reservoir dengan cara parasit dibebaskan oleh hospes dan langsung masuk ke dalam tubuh hospes definitif atau hospes yang bertindak sebagai reservoir dihancurkan terlebih dahulu dan baru masuk setelah parasit bebas masuk ke dalam tubuh hospes definitive. Penularan terhadap hospes yang rentan oleh parasit stadium infektif yang terdapat di luar tubuh hospes definitif dimungkinkan apabila parasit sanggup mengatasi faktor lingkungan, persaingan antar parasit sendiri dan gangguan secara mekanis oleh ternak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah parasit sehingga mampu berkembang serta mencapai kematangan seksual tergantung pada (a) kesempatan hospes berkenalan dengan parasit, (b) biologi parasit, dan (c) tingkat kerentanan hospes. Tiap parasit memiliki sifat khusus dalam daur hidupnya dan kemampuan dari parasit untuk menghasilkan keturunannya. Parasit akan bertahan tergantung pada jumlah telur yang dihasilkan, panjang waktu menghasilkan telur dan jumlah telur yang dihasilkan setiap hari (Subronto dan Tjahajati, 2001).

 

Helminthiasis  Pada Ternak Babi

Kesehatan Ternak Babi dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kondisi lingkungan pemeliharaan, makanan, pola manajemen, bibit penyakit dan kelainan – kelainan

Page 93: Kandang Babi Induk.doc

metabolisme. Presentase ternak yang sakit oleh endoparasit dapat mencapai 30% dan angka kematian yang bisa ditimbulkan adalah sebanyak 30% (Wiryosuhanto dan Jakob, 1994).

            Nematoda adalah cacing yang hidup bebas atau sebagai parasit.  Ciri-ciri tubuhnya tidak bersegmen dan biasanya berbentuk silinder yang memanjang serta meruncing pada kedua ujungnya. Nematoda memiliki siklus hidup langsung, sehingga tidak memerlukan inang antara dalam perkembangan hidupnya. Cacing betina dewasa bertelur dan mengeluarkan telur bersamaan dengan tinja, di luar tubuh telur akan berkembang. Larva infektif dapat masuk ke dalam tubuh babi secara aktif, tertelan atau melalui gigitan vektor berupa rayap. Badannya dibungkus oleh lapisan kutikula yang dilengkapi dengan gelang – gelang yang tidak dapat dilihat oleh mata biasa (Kusumamihardja, 1992).

Strongylus sp

Strongylus sp merupakan cacing parasit pada ternak babi, berdasarkan klasifikasi taksonomi dalam Soulsby (1982) cacing ini termasuk dalam klasifikasi :

Filum               :  Nemathelminthes

Kelas               :  Nematoda

Ordo                :  Strongylyda

Superfamili      :  Strongyloidea

Famili              :  Strongylus

  Spesies           :  Strongylus vulgaris, Strongylus equines, Stronglus 

   Edentates

 

Morfologi an Siklus Hidup

Cacing Strongylus sp mulutnya dilapisi oleh kapsul yang bentuknya hampir bulat. Suatu cincin yang tersusun dari tonjolan – tonjolan seperti pagar dikenal sebagai korona radiata mengelilingi mulut. Cacing ini tidak mempunyai gigi ataupun lempeng – lempeng pemotong, cacing jantan mempunyai suatu pelebaran di ujung posteriornya dan cacing betina mempunyai ujung ekor yang lancip.

Strongylus sp memliki siklus hidup langsung. Cacing betian dewasa bertelur dan keluar tubuh inang bersama dengan feses. Di luar tubuh inangnya telur akan berkembang. Perkembangan sel telur setelah terjadinya pembelahan membagi diri menjadi dua, lalu empat dan seterusnya. Kemudian embrio berkembang menajdi masa morula kemudian masa kecebong yaitu ujung anteriornya lebar dan embrionya melingkar dua kali.  Pada kondisi tropis di Indonesia yang suhunya 280C – 300C  merupakan suhu yang relatif baik untuk menetasnya telur strongylus sp. Telur akan berkembang menjadi L3 dalam waktu 3 – 4 hari.

Page 94: Kandang Babi Induk.doc

Telur strongylus sp menetas di luar tubuh induk semang menghasilkan larva 1 (L1) dalam suhu 80C – 380C kemudian melewati dua kali ekdisis (ganti kulit) menjadi L2 dan selanjutnya L3 disebut stadium infektif. Larva pertama biasanya keluar dari telur yang berumur dua hari bila keadaan baik. Larva makan bakteri yang terdapat dalam feses kemudian melakukan ekdisis dua kali dalam waktu 5 – 6 hari sehingga mencapai larva ketiga (larva infektif). Larva infektif memiliki selubung kutikula ganda sehingga relatif lebih tahan teehadap berbagai kondisi buruk.

Gejala Klinis dan Patogenesis

            Patogenesis infestasi cacing adalah proses perubahan patologis yang terjadi akibat interaksi antara cacing dan inangnya. Jenis dan perluasan dari kontak parasit dan jaringan inang ditentukan oleh mekanisme biologis yang tak terpisahkan antara parasit dan proses fisiologik induk semang yang merespon masuknya cacing.

            Larva strongylus sp mulai menimbulkan kerusakan pada saat menyusup dalam dinding usus kecil dan usus besar. Selanjutnya larva keempat dan kelima menimbulkan kerusakan pada sistem arteri dan mulai katup aorta sampai arteri mesenterica cranialis dan cabang-cabangnya. Peradangan terjadi pada lapisan media dan menimbulkan thrombus (darah beku). Larva biasanya terbungkus dalam thrombus, bila thrombus ini lepas biasanya berakibat fatal terutama bila thrombus ini terjadi pada daerah pangkal sistem arteri yang bisa mengakibatkan penyumbatan arteri coronaria (Kusumamihardja, 1992).

Ascaris sp

Berdasarkan kalsifikasi taksonomi dalam soulsby (1986) cacing ini termasuk dalam klasifikasi :

Filum               :  Nematoda

Kelas               :  Secernentea

Ordo                :  Ascaridida

Famili              :  Ascarididae

Genus             :   Ascaris

Spesies           :   Ascaris sp, Ascaris lumbricoides

 

Morfologi dan Siklus Hidup

Cacing Ascaris sp  merupakan jenis cacing gilig penyebab ascariasis pada ternak babi, teutama babi muda di seluruh dunia (Soulsby, 1982). Kejadian ascariasis sangat tinggi pada babi-babi di daerah tropis dan sub tropis (Chan, 1997 dalam Tsuji, et al (2003). Cacing ini  berparasit pada usus halus (Soulsby, 1982). Infeksi dapat terjadi melalui pakan, air minum, puting susu yang tercemar, melalui kolostrum dan uterus (Levine, 1990).

Page 95: Kandang Babi Induk.doc

Siklus hidup ascaris terdiri dari 2 fase perkembangan, yaitu eksternal dan internal. Fase eksternal  dimulai  dari sejak telur dikeluarkan dari tubuh penderita bersama tinja. Pada kondisi lingkungan yang menunjang larva stadium 1 di alam akan menyilih menjadi larva stadium 2 yang bersifat infektif ( siap menulari ternak babi jika tertelan). Di dalam usus, kulit  telur  infektif yang tertelan akan rusak sehingga larva terbebas (larva stadium II). Larva stadium II tersebut selanjutnya  menembus mukosa usus dan bersama sirkulasi darah vena porta menuju ke hati. Dari telur tertelan sampai larva mencapai organ hati, butuh waktu sekitar  24 jam (Smith, 1968). Dari hati, larva stadium II  akan terus mengikuti sirkulasi  darah sampai ke organ jantung  dan paru-paru. Setelah 4 – 5 hari infeksi, larva stadium II akan mengalami perkembangan menjadi larva stadium III, selanjutnya menuju ke alveoli, bronkus dan trakhea (Soulsby, 1982).  Dari trakea, larva menuju ke saluran pencernaan. Larva stadium III mencapai  usus halus  dalam waktu 7 – 8 hari dari infeksi, selanjutnya menjadi larva stadium IV, pada hari ke 21-29 larva stadium IV menjadi larva stadium V di dalam usus halus (Lapage, 1956) dan selanjutnya pada hari ke 50 – 55 telah menjadi cacing dewasa (Seddon, 1967). Satu ekor cacing betina dewasa rata-rata bertelur 200.000 butir per hari dan selama hidupnya diduga dapat bertelur 23 milyar butir (Dunn, 1978).

 

Gejala Penyakit dan Patogenesis

Ascaris sp merupakan cacing yang sangat berbahaya karena telurnya dapat masuk ke saluran pencernaan dan telur akan menjadi larva pada usus. Larva akan menembus usus dan masuk ke pembuluh darah. Ia akan beredar mengikuti sistem peredaran, yakni hati, jantung dan kemudian di paru-paru. Pada paru-paru, cacing akan merusak alveolus, masuk ke bronkiolus, bronkus, trakea, kemudian di laring. Ia akan tertelan kembali masuk ke saluran cerna. Setibanya di usus, larva akan menjadi cacing dewasa.

Pada stadium larva, Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan di paru-paru akan menyebabkan sindrom Loeffler. Sindrom Loeffler merupakan kumpulan tanda seperti demam, sesak nafas, eosinofilia, dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3 minggu. Pada stadium dewasa, di usus cacing akan menyebabkan gejala khas saluran cerna seperti tidak nafsu makan, muntah-muntah, diare, konstipasi, dan mual. Bila cacing masuk ke saluran empedu makan dapat menyebabkan kolik atau ikterus. Bila cacing dewasa kemudian masuk menembus peritoneum badan atau abdomen maka dapat menyebabkan akut abdomen.

Trichuris suis

Berdasarkan klasifikasi taksonomi dalam Soulsby (1986) cacing ini termasuk dalam klasifikasi :

Filum               :  Nematoda

Kelas               :  Adenophorea

Ordo                :  Trichurida

Famili              :  Trichuridae

Page 96: Kandang Babi Induk.doc

Genus             :  Trichuris

Spesies           :  Trichuris suis

 

Morfologi dan Siklus Hidup

Cacing Trichuris sp berparasit pada mukosa kolon babi (Anonimous, 2004a). Selain menginfeksi babi-babi peliharaan, juga dilaporkan menginfeksi babi liar dan babi hutan. Cacing ini sering disebut Whipworm. Morfologinya hampir sama dengan Trichuris trichura yang menginfeksi manusia dan primata lain, namun belum ada bukti kongkret yang menyatakan bahwa kedua parasit tersebut dapat saling bertukar induk semang seperti halnya cacing Ascaris sp pada babi dan manusia (Soulsby, 1982). 

Siklus hidup  cacing Trichuris sp, di mulai dari keluarnya  telur dari tubuh bersama tinja dan berkembang menjadi telur infektif dalam waktu beberapa minggu. Telur yang sudah berembrio dapat tahan beberapa bulan apabila berada di tempat yang lembab. Infeksi biasanya terjadi  secara peroral (tertelan lewat pakan dan atau air minum). Apabila tertelan, telur-telur tersebut pada sekum  akan menetas dan dalam waktu sekitar empat minggu telah menjadi cacing dewasa (Soulsby, 1982).

Epidemiologi Cacing pada Ternak Babi

            Studi tentang epidemiologi cacing pada ternak babi bertujuan untuk menyelidiki fluktuasi jumlah telur dalam feses. Jumlah cacing nematoda selain dipengaruhi oleh iklim juga dipengaruhi oleh cara pemeliharaan. Situasi lingkungan dan pengairan tempat perkandangan perlu diperbaiki dengan baik agar dapat dihindari daerah perkandangan yang lembab dan basah atau banyak kubangan tidak sehat yang memungkinkan sebagai tempat hidupnya induk semang antara lain, khususnya siput. Kesehatan lingkungan perkandangan biasanya dapat dipelihara dengan baik. Kebersihan kandang harus terjaga dan dihindari adanya pakan yang masih tersisa di malam hari. Sejauh mungkin diupayakan agar seluruh pakan yang disediakan habis termakan dan tidak banyak yang jatuh berceceran di lantai atau menumpuk di sekitar kandang.

Faktor suhu dan kelembaban sangat besar pengaruhnya terhadap  kelangsungan hidu cacing stasium bebas di alam. Suhu optimum baggi kehidupan tiap parasit berbeda-beda tergantung dari spesiesnya. Kisaran suhu yang diperlukan oleh Nematoda stadium bebas di alam adalah antara 180-380C. Selain suhu faktor lain yang berpengaruh adalah kelembaban. Kelembaban yang tinggi sangat membantu dalam menghancurkan feses yang diduga mengandung telur cacing yang dapat meningkatkan stadium infektif dari cacing.

Kerugian Akibat Infestasi Parasit Cacing

            Adanya infestasi parasit cacing yang patogen di dalam tubuh ternak tidak selalu mengakibatkan parasitisme yang sifatnya klinis. Parasitisme cacing baru akan memperlihatkan gejala klinis bila keseimbangan hubungan terganggu, yang mungkin disebabkan oleh kepekaan hospes yang menurun dan atau oleh peningkatan jumlah cacing yang patogen di dalam tubuh ternak. Kerusakan jaringan oleh parasit yang virulen dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Perubahan yang ditimbulkan oleh parasit cacing

Page 97: Kandang Babi Induk.doc

dapat berupa (1) kerusakan sel dan jaringan, (2) perubahan fungsi faal dari hospes, (3) penurunan daya tahan terhadap agen penyakit lain, (4) masuknya agen penyakit sekunder setelah terjadinya kerusakan mekanik lain dan (5) parasit mampu menyebarkan mikroorganisme patogen.

Jumlah TTGF dapat dipakai sebagai penduga barat atau ringannya derajat infestasi. Infestasi ringan memiliki jumlah TTGF 50-500, infestasi sedang memiliki TTGF 500-2000 dan infestasi berat memiliki jumlah TTGF lebih dari 2000 (Taazona dalam Kusumamihardja, 1992), derajat keparahan infestasi tergantung jumlah cacing yang menginfestasi. Penurunan berat badan akan terjadi pada infestasi 300 ekor dewasa atau setara dengan 1800 TFGF (Kusumamihardja, 1992).

Infestasi parasit cacing dapat menyebabkan penurunan bobot badan dan gastritis. Penurunan berat badan dapat terjadi akibat anoreksia, peningkatan asam lambung, gastrin dan kolesistokinin yang menyebabkan pengosongan lambung secara cepat sehingga penyerapan makanan kurang efektif. Cacing merampas sari-sari makanan yang diperlukan bagi hospes, menghisap darah atau cairan tubuh dan makan jaringan tubuh. Gejala-gejala yang timbul pada hewan yang terinfestasi cacing antara lain badan lemah, nafsu makan kurang, bulu rontok, kulit pucat dan penurunan produksi susu. Jika infestasi sudah lanjut diikuti anemia, diare dan badannya menjadi kurus yang akhirnya bisa menyebabkan kematian (Subronto dan Ida Tjahajati, 2001).

Pengendalian Penyakit Cacingan pada Babi

Pengendalian penyakit cacing memerlukan penanganan yang terncana secara baik dengan memperlihatkan faktor pengobatan dan tatalaksana pemeliharaan ternak yang memadai. Peternak seringkali mengabaikan managemen peternakan yang baik, apabila dikaji secara seksama akan terlihat betapa besar kerugian yang dapat ditimbulkan oleh infrksi cacing.

Obat yang diberikan dan cara pemberiannya harus sesuai dengan petunjuk dokter hewan agar lebih efektif dan efisien. Pemberantasan penyakit cacing pada babi tidak cukup hanya mengandalkan ilmu pengobatan saja, tetapi harus memperhitungkan pula faktor ekonomi, penataan lingkungan, kebersihan kandang, daur hidup cacing serta tidak bisa hanya diberikan satu kali saja. Pemberian obat medik harus diulang – ulang dan disesuaikan dengan daur hidup cacing.

Potensi Limbah Buah Pepaya

Penyakit cacing pada ternak babi selain dapat diobati menggunakan obat – obatan medik, dapat juga diobati dengan menggunakan obat alternatif yaitu dengan pemberian tepung kulit buah pepaya. Tepung kulit buah pepaya mengandung zat atau enzim papain yang dapat berfungsi sebagai obat cacing atau anthelmentik. Enzim papain termasuk enzim protease, yaitu enzim yang menghidrolisis ikatan peptida pada protein, untuk melakukan aktivitasnya protease membutuhkan air sehingga dikelompokkan ke dalam kelas hidrolase. Protease berperan dalam sejumlah reaksi biokimia seluler, selain diperlukan untuk degradasi senyawa protein nutrien, protease terlibat dalam sejumlah mekanisme patogenisitas, sejumlah pasca translasi protein, dan mekanisme akspresi protein ekstraseluler. Pelepasan protease oleh cacing nematoda parasitik mempunyai peranan penting pada proses reaksi biologik seperti metabolisme protein. aktivitas protease mempunyai korelasi signifikan pada saat cacing parasitik menjalani penetrasi ke jaringan.

Page 98: Kandang Babi Induk.doc

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Bahan dan Alat Penelitian

Ternak yang digunakan adalah 18 ekor ternak babi hasil persilangan Landrace dengan Yorkshire. Kisaran bobot badan rata-rata ternak babi adalah 60,56 kg dengan koefisien variasi 1,42%. Babi ditempatkan secara acak dalam kondisi kandang individu dengan kondisi lingkungan yang sama dan jenis kelamin babi yaitu jantan kastrasi. Ransum yang diberikan pada ternak percobaan dalam penelitian berupa tepung. Bahan ransum didapat dari PT. Karya Mulya, Leles Kabupaten Garut. Bahan tersebut dikeringkan kemudian digiling hingga menjadi tepung.

  Alat-alat yang digunakan untuk mengindentifikasi jumlah telur dan larva cacing adalah : Mikroskop, alat untuk mengidentifikasi dan menghitung telur cacing (McMaster), cover glass, rak tabung, Erlenmeyer, gelas ukur, batang pengaduk, pipet pasteur, corong glass, timbangan, kain kassa, kapas, tabung reaksi, tabung sentrifugasi, sentrifugasi, cawan petri.

Kandang yang digunakan untuk penelitian adalah kandang individu yang berukuran 2 x 0,6 x 1,2 m dengan lantai semen dan beratap seng. Setiap unit kandang dilengkapi dengan tempat makan yang terbuat dari semen dan tempat minum otomatis berupa pentil yang terbuat dari besi tahan karat yang dihubungkan dengan tempat penampung air. Jumlah kandang yang diperlukan sebanyak 18 unit.

Ransum Penelitian

Bahan  yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum basal yang terdiri dari tepung jagung, tepung ikan, bungkil kelapa, tepung tulang, dedak padi dan tepung kulit pepaya. Kandungan nutrisi ransum basal dan tepung limbah kulit pepaya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Kandungan nutrisi ransum basal dan tepung kulit buah pepaya.

Kandungan Gizi Ransum Penelitian(*)

Tepung Kulit Buah Pepaya (**)

EM (kkal) 3244,8 2419

PK (%) 14 25,85

SK (%) 7,5 2,39

Ca (%) 0,32 18,52

P (%) 0,66 0,88

Sumber : (*) NRC, 1998

                (**) Permana, 2007

Tabel 2. Kandungan nutrisi ransum penelitian

Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian

R0 R1 R2

Page 99: Kandang Babi Induk.doc

EM (kkal) 3244,8 3203,51 3162,22

PK (%) 14 14,5925 15,185

SK (%) 7,5 8,051 8,062

Ca (%) 0,32 0,4235 0,527

P (%) 0,66 0,671 0,682

Keterangan :

R0 = 100% ransum basal

R1 = 95% ransum basal + 5% tepung kulit buah pepaya

R2 = 90% ransum basal + 10% tepung kulit buah pepaya

Metode Penelitian

Tahap Penelitian

1. Persiapan kandang, pengadaan ternak, pengadaan ransum, dan peralatan. Setiap ekor babi dimasukkan ke kandang individu.

2. Adaptasi babi terhadap ransum, kandang, perlakuan, dan lingkungan dilakukan selama satu minggu.

3. Kandang dibersihkan dua kali sehari yaitu pada pukul 06.00 dan 12.00 WIB. Kandang dibersihkan dari semua kotoran yang dibuang ke saluran pembuangan, setelah itu babi dimandikan agar bersih dan merasa nyaman.

4. Pemberian ransum sebanyak 1 kg/ekor dan dilakukan tiga kali sehari, yaitu pukul 06.00, 12.00 dan 16.00 WIB sehingga jumlah ransum per hari adalah 3 kg/ekor.

5. Pemberian tepung kulit buah pepaya dilakukan dengan cara mencampurnya dalam 1 kg ransum pertama dalam 3 kali pemberian (total 3 kg/hari), diberikan pada babi sampai habis dikonsumsi.

1. Pengambilan sampel feses yang akan diteliti dilakukan pada pagi hari setelah pembersihan kandang. Pengambilan dilakukan setelah ternak babi diberi perlakuan RVM, R1, R2 dan R3, selama 2 minggu.

 

Pengambilan Sampel Feses di Lapangan

Pengambilan sampel dilakukan terhadap 18 sampel feses yang diambil sebanyak 1 kali, dari 18 ekor babi. Feses dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label kemudian dimasukkan ke dalam termos es yang berisi icebrite dan dibawa menuju laboratorium BPPHK Cikole – Lembang, kemudian dilakukan pemeriksaan baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Pemeriksaan kualitatif dimaksudkan untuk mengidentifikasi jenis cacing yang menginfeksi babi berdasarkan bentuk dan ukuran telur dari larvanya, sedangkan pemeriksaan kuantitatif

Page 100: Kandang Babi Induk.doc

dimaksudkan mengetahui banyaknya telur cacing setiap gram feses (TTGF) yang menggambarkan berat ringannya derajat infeksi. Hasil pengamatan dijelaskan secara deskriptif yaitu menjelaskan tentang jumlah telur dan jenis cacing yang menginfestasi babi. Metode kuantitatif yang digunakan adalah metode McMaster, sedangkan metode kualitatif dilakukan dengan melihat bentuk dan ukurannya, kemudian dibandingkan dengan bentuk dari standar yang sudah dikenal (Soulsby, 1982).

Penghitungan Telur Cacing (Metode Mc Master)

Penyiapan larutan pengapung : Larutan pengapung dibuat dari campuran garam (NaCl) 400 gr dan gula (C6H12O6) 500 gr yang ditambahkan air dua liter kemudian diaduk sampai larut. Penghitungan telur cacing : dilakukan dengan metode McMaster. Sebanyak dua gram feses dilarutkan dalam 60 ml larutan pengapung yang kemudian dihomogenkan tiga kali dengan cara menuang dari satu gelas ke gelas lain lalu dimasukan dalam kamar hitung McMaster dengan Pipet Pasteur. Dilakukan pemeriksaan mikroskopis dengan pembesaran 10 x  10. Untuk mengetahui jumlah Total Telur tiap Gram Feses (TTGF) dihitung dengan menggunakan metode Mcmaster dengan rumus sebagai berikut:

TTGF  =  (n/bf) X (Vtot/Vhit)

Vtot      =  Volume  dari 2 gr feses ditambah larutan pengapung

Vhit      =  Volume Kamar Hitung ( 2 x 0,5)

Bf        =  Berat feses (2 gr)

N         =  Jumlah Telur yang ditemukan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Pada pelaksanaan penelitian terdapat 3 macam perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 6 kali.

Identifikasi Jenis Cacing Berdasarkan Larva

Untuk memeriksa Larva dilakukan dengan 3 tahap  yaitu :

1. 1.      Pembuatan Kultur Feses

Feses yang sudah diperiksa dan positif mengandung telur dicampur dengan kompos steril (Vermikulate) dengan perbandingan yang sama. Kondisinya dibuat menjadi lembab dengan menambah sedikit air. Campuran feses dengan kompos steril diletakan dalam inkubator selama 6-7 hari dengan kisaran suhu  25-27 0C atau pada suhu ruangan sehingga semua larva mencapai taraf infektif.

1. 2.      Pengumpulan Larva dari Kultur

Setelah diinkubasi, tutup petridish kultur dibuka dan masukan air dari petridish kedalam tabung dengan pipet. Sentrifuse selama lima menit dengan kecepatan 5.000 rpm.

1. 3.      Identifikasi Larva

Page 101: Kandang Babi Induk.doc

Larutan larva yang telah terkumpul dalam tabung reaksi diambil dengan pipet pasteur, satu tetes larutan larva dipindahkan pada gelas objek lalu tutup dengan cover glass kemudian diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 10.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Pepaya Terhadap Jumlah Telur Cacing.

Berdasarkan hasil penelitian pada ternak babi yang dipelihara di Koperasi Peternak Babi Indonesia (KPBI), Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Lembang yang di analisis di BPPHK Cikole, Lembang telah dilakukan pada tanggal 1 mei sampai dengan tanggal 20 juni 2009. Penelitian ini menghasilkan jumlah telur dari tiap gram feses yang terdapat pada ternak babi yang diberi pakan tepung kulit buah pepaya dengan hasil yang bervariasi.

Jumlah Telur Cacing Strongylus sp.

Data hasil penelitian pengaruh pemberian tepung kulit papaya terhadap jumlah telur cacing Strongylus sp,  Ascaris sp dan  Trichuris suis tercantum pada Tabel 3.

Tabel 3. Perhitungan Jumlah Telur Cacing Strongylus sp,  Ascaris sp dan  Trichuris suis

Jenis CacingPerlakuanR0 R1 R2

1.    Strongylus sp 243,33 a 0 b 0 b2.  Ascaris sp 5.786,16 a 4.628,83 b 1.719,33 b3. Trichuris suis 569,5 a 464,16 a 285,83 b

Ket.Huruf yang berbeda dalam kolom menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata.

Berdasarkan data pada Tabel 3, dapat diketahui bahwa rata-rata telur cacing Strongylus sp terendah (0) dihasilkan pada perlakuan pemberian tepung kulit pepaya 5% dan 10% dibandingkan dengan rata-rata telur  yang dihasilkan pada perlakuan tanpa adanya pemberian tepung kulit pepaya (243,33).  Penggunaan limbah kulit buah pepaya ternyata dapat mengurangi jumlah telur cacing Strongylus sp pada babi (p<0,05). Limbah kulit buah pepaya yang mengandung papain bekerja secara vermifuga melemaskan cacing dengan cara merusak protein tubuh cacing. Papain merupakan enzim protease sulfhidril dan akan mendegradasi protein-protein jaringan konektif dan myofibril. Cacing termasuk parasit yang tubuhnya terdiri dari molekul – molekul protein yang tidak terlindungi oleh selaput sehingga bila papain masuk ke saluran usus yang banyak mengandung cacing, cacing tersebut akan terurai atau menghindar dengan keluar dari lubang anus.

Berdasarkan data pada Tabel 3, dapat diketahui bahwa rata-rata telur cacing Ascaris sp terendah (1.719,33) dihasilkan pada perlakuan pemberian tepung kulit buah pepaya 10%. Pada perlakuan dengan pemberian tepung kulit pepaya 5% (4.628,83) dan jumlah terbesar telur cacing Ascaris sp pada perlakuan tanpa pemberian tepung kulit buah pepaya (5.786,16).  Penggunaan limbah kulit buah pepaya ternyata dapat mengurangi jumlah telur cacing Ascaris. sp pada babi.  Cacing Ascaris sp merupakan jenis cacing gilig penyebab ascariasis pada ternak babi, teutama babi muda di seluruh dunia (Soulsby, 1982). Kejadian ascariasis

Page 102: Kandang Babi Induk.doc

sangat tinggi pada babi-babi di daerah tropis dan sub tropis (Chan, 1997 dalam Tsuji, et al (2004). Cacing ini  berparasit pada usus halus (Soulsby, 1982). Infeksi dapat terjadi melalui pakan, air minum, puting susu yang tercemar, melalui kolostrum dan uterus (Levine, 1990). Satu ekor cacing betina dewasa rata-rata bertelur 200.000 butir per hari ; dan selama hidupnya diduga dapat bertelur 23 milyar butir (Dunn, 1978).

Berdasarkan data pada Tabel 3, dapat diketahui bahwa rata-rata telur cacing Trichuris suis terendah (285,83) dihasilkan pada perlakuan pemberian tepung kulit pepaya 10%, 5% (464,16) dan rata – rata terbesar terdapat pada perlakuan tanpa adanya penambahan tepung kulit pepaya (569,5). Pengaruh tepung kulit buah papaya  perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05), papain pada tepung kulit buah pepaya dapat menurun akibat banyaknya kematian telur cacing karena pengaruh papain dari tepung kulit pepaya.

Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Pepaya Terhadap Jumlah Larva Cacing.

Berdasarkan data penelitian jumlah larva dari tiap gram feses yang terdapat pada ternak babi yang diberi pakan tepung kulit buah pepaya tidak ditemukan adanya jumlah larva cacing Strongylus sp, Ascaris sp, dan Trichuris suis dalam penelitian disebabkan adanya sanitasi ruangan dan alat – alat laboratorium dengan menggunakan alkohol yang dapat membunuh telur cacing dalam waktu 3 jam. Pemberian tepung kulit buah pepaya juga dapat menurunkan fertilitas telur cacing karena tepung kulit buah pepaya mengandung enzim papain yang secara vemifuga dapat merusak protein tubuh cacing sehingga cacing yang telah menetas tidak dapat bertahan hidup.

 

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa pemberian tepung kulit buah pepaya pada dosis 10% dapat menurunkan jumlah telur Strongylus sp, Ascaris sp dan Trichuris suis, sedangkan tidak ditemukan larva cacing Strongylus sp, Ascaris sp, dan Trichuris suis disebabkan oleh penurunan fertilitas telur cacing yang dipengaruhi oleh papain serta prosedur sanitasi alat – alat dan ruangan laboratorium.

Saran

            Pemberian tepung kulit buah pepaya pada dosis 10% sudah mendapatkan hasil yang baik dan diharapkan tepung kulit buah pepaya dijadikan bahan pelengkap ransum karena dapat mengurangi penyakit cacingan pada ternak babi.

                                                          

 

 

 

Page 103: Kandang Babi Induk.doc

                                                           DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2004a. Trichuris spp. http://evm.mscs.edu /courses/mic569 /docs/parasite/TRICH.HTML

Atiya, Ridayanti, dan Nuraini. 2001. Pemeriksaan Efek Anthelmentik Papain Kasar Terhadap Infeksi Buatan Cacing Haemonchus contortus. Rudolphi Pada Domba. JFF. MIPA. Unair.

Benbrook, E. A., and M. V. Sloss. 1961. Clinical Parasitology. 3  ed, Iowa State Univ. Press. Ames, Iowa, 3-17.

Dunn, A.M. 1978. Veterinary Helminthology. 2nd Ed. Williams Heinemann Medical Books LTD, London.

Goodwin, D. H. 1974. Beef Management and Production. London: Hutchinson.

Kusumamihardja, S. 1992.  Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak dan Hewan Piara. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lapage, G.  1956. Veterinary  Helminthology  and Enthomology. 4th  Ed. Bailliere Tindall, London.

Lawson, J. L. dan M. A. Gemmel. 1983.  Transmission in Hydatidosis and cysticercosis. Advance’s in Parasitology 2a:279.

Levine, ND. 1982.  Textbook Of Veterinary Parasitology.  Burgess Publishing Company.  USA.

Levine, ND.  1990. Buku Pelajaran  Parasitologi Veteriner. Diterjemahkan oleh Prof. Dr. Gatut Ashadi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

NRC. 1998. Nutrient Requirments of Swine. Nutrient Requirments of Domestic Animal, Ninth Revised Edition National Academy Press. Washingthon DC.

Seddon, H.R. 1967.  Helminth Infestation  2nd  Ed.  Commonwealth of Australia Department of Health, Sidney.

Siagian H. Pollung. 1999. Manajemen Ternak Babi, Diktat Kuliah Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sihombing. 1997. Ilmu Ternak Babi. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Smith, J.D. 1968. Introduction to Animal Parasitology. The English Books University Press, LH. London.

Subronto, dan I. Tjahajati. 2001. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Page 104: Kandang Babi Induk.doc

Soulsby, E.J.L. 1982.  Helminths, Antropods and Protozoa of Domesticated Animals. Inglish Laguage Book Service Bailiere Tindall.  7th Ed. Pp.231-257.

Tarmudji, Deddy Djauhari Siswansyah dan Gatot Adiwinata.  1988.  Parasit-parasit Cacing Gastrointestinal pada sapi-sapi di Kabupaten Tapin dan Tabalong Kalimantan Selatan, di dalam Penyakit Hewan.  Balai Penelitian Veteriner, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta.

Tsuji, N., K. Suzuki., H.K. Aoki., T. Isobe., T. Arakawa dan Y. Matsumoto. 2003. Mice Intranasal  Immunized with a recombinant 16 kilodalton Antigen from Roundworm Ascaris Parasites are Protected Againts Larva Migration of Ascaris suum. Infection and Immunity Vol. 71, pp : 5314.

Wiryosuhanto, S. D. dan Jacoeb, T. N.  1994.  Prospek Budidaya Ternak Sapi. Kanisius.  Yogyakarta

Categories: Penyakit Babi, Ransum Babi  |  No Comments

Penyakit Babi.1.

May 14, 2010 | Posted by saulandsinaga

Categories: Penyakit Babi  |  1 Comment

Penyakit Babi.1

May 13, 2010 | Posted by saulandsinaga

Categories: Penyakit Babi  |  No Comments

PENYEBAB ABORTION PADA BABI (IRA KHAIRANI)

March 25, 2010 | Posted by saulandsinaga

Abortus atau keluron adalah pengeluaran fetus sebelum akhir masa kebuntingan dengan fetus yang belum sanggup hidup, sedangkan kelahiran prematur adalah pengeluaran fetus sebelum masa akhir kebuntingan dengan fetus yang sanggup hidup sendiri di luar tubuh induk (Toelihere, 1985).

Abortus dapat terjadi pada berbagai umur kebuntingan dari 42 hari sampai saat akhir masa kebuntingan. Abortus dapat terjadi bila kematian fetus di dalam uterus disertai dengan adanya kontraksi dinding uterus sebagai akibat kerja secara bersama-sama dari hormon estrogen, oksitosin, dan prostaglandin F2? pada waktu terjadinya kematian fetus itu. Oleh karena itu fetus yang telah mati terdorong keluar dari saluran alat kelamin (Hardjopranjoto, 1995).

Penyebab abortus secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu abortus karena sebab-sebab infeksi dan, abortus karena sebab-sebab non infeksi.

Page 105: Kandang Babi Induk.doc

1. Abortus karena infeksi :

Brucellosis

Sifat dan Kejadian

Brucellosis adalah penyakit hewan menular yang secara primer menyerang sapi, kambing, babi dan sekunder beberapa jenis hewan lainnya dan manusia. Brucellosis disebabkan bakteri Brucella abortus (Anonim, 1978). Abortus karena Br. abortus umumnya terjadi dari bulan ke-6 sampai ke-9 periode kebuntingan. Kejadian abortus berkisar antara 5-90% di dalam suatu kelompok ternak tergantung pada berat ringan infeksi, daya tahan hewan bunting, virulensi organisme dan faktor-faktor lain (Toelihere, 1985).

Terjadinya keguguran setelah kebuntingan 5 bulan merupakan petunjuk kunci untuk menemukan penyakit ini. Seekor sapi betina setelah keguguran itu masih mungkin bunting lagi tetapi tingkat kelahiran akan rendah dan tidak teratur (Blakely & Bade, 1991). Sedangkan menurut Akoso (1990), terjadinya keguguran karena penyakit ini biasanya pada usia kebuntingan 7 bulan. Kemungkinan selaput janin akan tertinggal lama dan menyebabkan sapi menjadi mandula dalah merupakan gejala penyakit iniPenularan penyakit ini dapat terjadi melalui ingesti makanan dan air yang terkontaminasi oleh kotoran-kotoran dari alat kelamin hewan yang mengalami abortus. Disamping itu penularannya dapat juga terjadi melalui selaput lendir mata dan melalui IB dengan semen terinfeksi. Anak sapi yang menyusu dari induk yang tertular juga dapat tertulari (Toelihere, 1985).

Ä  Patogenesis 

Permulaan infeksi brucellosis terjadi pada kelenjar limfe supramamaria. Pada uterus, lesi pertama terlihat pada jaringan ikat antara kelenjar uterus mengarah terjadinya endometritis ulseratif, kotiledon kemudian terinfeksi disertai terbentuknya eksudat pada lapisan allantokhorion. Brucella banyak terdapat pada vili khorion, karena terjadi penghancuran jaringan, seluruh vili akan rusak menyebabkan kematian fetus dan abortus. Jadi kematian fetus adalah gangguan fungsi plasenta disamping adanya endotoksin. Fetus biasanya tetap tinggal di uterus selama 24-72 jam setelah kematian. Selaput fetus menderita oedematous dengan lesi dan nekrosa (Hardjopranjoto, 1995).

Pengendalian dan Pencegahan

Upaya yang dapat dilakukan terhadap pencegahan penyakit ini adalah memisahkan sapi yang menderita abortus pada tempat yang terisolasi, menghindari perkawinan antara pejantan dengan betina yang menderita abortus, jangan memberikan susu pada sapi dengan susu sapi yang menderita abortus, selalu memperhatikan kebersihan baik kandang maupun peralatan kandang dan peralatan pemerah yang digunakan, serta melaksanakan vaksinasi secara teratur (Siregar, 1982). Apabila terjadi abortus akibat Brucella abortus fetus dan placenta yang digugurkan harus dikubur atau dibakar dan tempat yang terkontaminasi harus didesinfeksi dengan 4% larutan kresol atau desinfektan sejenis (Toelihere, 1985).

Ä  Leptospirosis

Sifat dan Kejadian

Page 106: Kandang Babi Induk.doc

nLeptospirosis pada sapi disebabkan oleh spirocheta yang kecil dan berbentuk filamen, yang terpenting diantaranya adalah Leptospira pamona, L. hardjo, L. grippotyphosa dan L. conicola. Organisme ini mudah dimusnahkan oleh panas, sinar matahari, pengeringan, asam, dan desinfektan. Leptospira dapat hidup selama beberapa hari atau minggu dalam lingkungan yang lembab pada suhu sedang seperti di tambak, aliran air yang macet atau di tanah basah (Toelihere, 1985).

Air merupakan media penyebaran utama untuk penyakit ini. Penularannya dapat pula melalui luka, semen, baik perkawinan alamiah maupun perkawinan dengan IB. selain dapat menular ke ternak lain penyakit ini juga dapat menular ke manusia (Blakely &Bade, 1991). Pembawa utama Leptospira adalah rodentia. Anjing dan babi dapat berfungsi sebagai pembawa potensial (Anonim, 1980).

Penyebaran Leptospirosis bergantung pada keadaan luar, yaitu penyebarannya terutama melalui air dan lumpur. Hewan biasanya mengeluarkan Leptospira melalui air kemih. Bila air kemih in tiba di dalam air atau lumpur yang sedikit alkali atau netral maka Leptospira itu dapat tinggal hidup berminggu-minggu. Bila hewan atau orang kontak langsung dengan air atau lumpur ini maka ia terinfeksi. Leptospira ini masuk ke dalam tubuh melalui selaput lendir konjungtiva, mulut, hidung dan luka kulit.

Ä  Patogenesis

Setelah infeksi terjadi pada sapi, Leptospira masuk dan berkembang di dalam aliran darah. Masa inkubasi terjadi 4-10 hari dengan fase bakteremia yang akan berakhir kira-kira 7 hari, diikuti pengeluaran Leptospira dalam air susu dan terjadi kerusakan fungsi ginjal. Dengan terbentuknya antibody dalam sirkulasi darah setelah 5-10 hari bakteremia berhenti, bakteri akan melokalisir dan menetap di sejumlah organ tubuh terutama tubulus renalis ginjal dan alat kelamin dewasa. Selanjutnya Leptospira dikeluarkan dalam urine selama 20 bulan atau lebih, tergantung pada serotype dan umur sapi. Pada induk sapi yang bunting maupun tidak bunting Leptospira akan menetap pada uterus pasca infeksi. Lokalisasi Leptospira pada uterus yang bunting dapat menulari fetus, diikuti dengan keluarnya kotoran yang mengandung Leptospira dari alat kelamin sampai 8 hari pasca lahir. Leptospira dapat juga menetap di tuba falopii 22 hari setelah melahirkan (Hardjopranjoto, 1995).

Pengendalian dan Pencegahan

Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan tindakan-tindakan higienik dan sanitasi, vaksinasi dan pengobatan antibiotika. Bakterin dapat memberi kekebalan yang baik selama 2 sampai 12 bulan. Oleh karena itu vaksinasi memakai bakterin sebaiknya dilakukan 2 kali dalam 1 tahun. Pengobatan terhadap leptospirosis akut meliputi penyuntikan antibiotika dalam dosis tinggi seperti 3 juta satuan penicillin dan 5 gram streptomycin 2 kali sehari atau 2,5-5 gram tetracycline per 500 kg berat badan setiap hari selama 5 hari (Toelihere, 1985). Sedangkan cara pengendalian yang ideal adalah dengan penyingkiran hewan pembawa (Anonim, 1980).

Ä  Camphylobacteriosis

Sifat dan Kejadian

Page 107: Kandang Babi Induk.doc

Camphylobacteriosis yang disebabkan oleh Camphylobakter foetus veneralis (dahulu disebut Vibrio fetus veneralis) adalah salah satu penyakit penyebab utama kegagalan reproduksi pada sapi yang disebarkan melalui perkawinan. Umumnya ditemukan kematian embrio dini atau abortus pada bulan ke-4 sampai akhir kebuntingan (Toelihere, 1985).

Penyebarannya lewat ingesti, masuk darah menyebabkan plasentitis dengan kotiledon hemoragik dan sekitar interkotiledonaria mengalami udema (Prihatno, 2006).

Ä  Patogenesis

Infeksi Camphylobacter fetus venerealis pada sapi betina akan diikuti oleh endometritis, ditandai dengan adanya kerusakan pada endometrium yang mencapai puncaknya pada 8-13 minggu setelah penularan, disertai keluarnya cairan keruh kemudian berubah menjadi mukopurulen yang kadang-kadang diikuti salphingitis. Eksudat ditemukan dalam kelenjar uterus disertai infiltrasi limfosit ke dalam rongga periglandular. Karena adanya endometritis, embrio akan memperoleh oksigen lebih sedikit, sehingga akan mati dalam waktu yang singkat tanpa gejala yang jelas. Abortus terjadi pada umur 2-3 bulan dengan selaput fetus yang utuh pada waktu diabortuskan (Hardjopranjoto, 1995).

Pengendalian dan Pencegahan

Pengendalian yaitu IB dengan semen sehat yang berasal dari pejantan yang sehat pula, hewan betina atau pejantan yang terkena harus istirahat kelamin selama 3 bulan dan vaksinasi dengan bakterin 30-90 hari sebelum dikawinkan atau setiap tahun (Prihatno, 2006). Sedangkan pengobatannya dapat dilakukan dengan pemberian antibiotic berspektrum luas baik pejantan maupun betina (Prihatno, 1994).

Ä  Infectious Bovine Rhinotracheitis dan Infectious Pustular Vulvovaginitis (IBR-IPV)

Sifat dan Kejadian

Penyakit ini baru dikenal sejak tahun 1950 di Amerika Serikat yang disebabkan oleh virus. Penyebaran virus ini adalah melalui udara yaitu pada saat banyak hewan berkumpul. Hingga sekarang hanya sapi yang diketahui peka terhadap penyakit ini. Infeksi buatan dapat dilakukan denan inhalasi larutan yang mengandung virus di dalam hidung atau dengan injeksi intra tracheal (Ressang, 1984). Kejadian abortus dapat setiap saat, tetapi umumnya mulai bulan ke-4 sampai akhir kebuntingan (Prihatno, 2006).

Penularan penyakit ini dapat secara vertikal maupun horizontal. Secara vertical dapat melalui infeksi intra uterine, sedangkan secara horizontal dapat melalui inhalasi dari cairan hidung dan melalui semen yang mengandung virus (Anonim, 1982).

Ä  Patogenesis

Masa inkubasi virus ini berkisar antara 4-6 hari. Infeksi virus ini menyebabkan lepuh-lepuh pada mukosa vulva dan vagina, yaitu dimulai dengan bintik-bintik merah sebesar jarum pentul yang dalam waktu 2-3 hari akan membesar. Lepuh-lepuh ini berdinding tipis dan berisi cairan. Sapi yang terinfeksi mengalami demam yang disertai radang vagina. Dari vulva akan keluar cairan yang mula-mula bening kemudian bersifat nanah. Infeksi virus ini juga

Page 108: Kandang Babi Induk.doc

menyebabkan lepuh-lepuh pada fetus.dan nekrosis pada bagian korteks ginjal fetus (Hardjopronjoto, 1995).

Pengendalian dan Pencegahan

Vaksinasi terhadap sapi-sapi yang tidak bunting dengan kombinasi IBR-IPV dan BVD-MD pada usia 6-8 bulan dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini. Sapi yang terkena diisolasi dan diistirahatkan kelamin selama kurang lebih 1 bulan kemudian untuk mencegah infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik (Prihatno, 1994).

Ä  Bovine Virus Diarrhea Mucosal Disease (BVD-MD)

Umumnya menyerang sapi dan menyebabkan infertilitas. Pada sapi bunting yang terinfeksi dapat menyebabkan abortus.abortus dapat terjadi pada usia kebuntingan 2-9 bulan dan sangat menular. Penularan dapat lewat oral atau parenteral, urin atau feses. Infeksi pada fetus antara hari ke 45 dan 125 kebuntingan dan mungkin menyebabkan kematian fetus, abortus, resorbsi, fetal immunotoleran, dan infeksi persisten. Gejala yang nampak adalah demam tinggi, depresi, anoreksia, diare, dan produksi susu turun.

Ä  Patogenesis

Masa inkubasi secara alami berlangsung selam 21 hari. Virus masuk ke dalam aliran darah setelah terjadinya penularan (viremia), kemudian diikuti dengan timbulnya kerusakan-kerusakan sel epitel pada mukosa saluran pencernaan. Pada hewan yang buting virus ini menyebabkan plasentitis yang diikuti oleh infeksi pada fetus, kemudian diikuti abortus atau kelahiran anak yang abnormal (Hardjopranjoto, 1995).

Pengendalian dan Pencegahan

Diagnosanya sulit karena tidak ada lesi spesifik pada fetus. Uji serologik untuk menentukan titer antibodi mungkin dapat membantu diagnosa. Pencegahan dengan mengeleminir sapi terinfeksi dan melakukan vaksinasi (Prihatno, 2006).

Ä  Epizootic Bovine Abortion (EBA)

Sifat dan Kejadian

Epizootic Bovine Abortion (EBA) disebabkan oleh Chlamydia psittasi dan vektornya adalah Ornithodoros coriaceus. Penyakit ini menyebabkan abortus yang tinggi (30-40%) pada tri semester akhir kebuntingan pada sapi dara (Prihatno, 2006).

Menurut McKercher (1969) yand disitasi oleh Toelihere (1985) penyakit ini terutama menyerang fetus dan menyebabkan abortus pada umur kebuntingan 7, 8, dan 9 bulan. Beberapa fetus dilahirkan mati atau anak sapi lahir hidup tetapi lemah dan mati beberapa waktu kemudian. Gejala penyakit ini dapat dilihat dengan adanya kerusakan menyolok pada fetus yang diabortuskan pada placenta ada bercak-bercak (Partodiharjo, 1987).

Ä  Patogenensis

Page 109: Kandang Babi Induk.doc

Virus ini terutama menyerang fetus, ditandai adanya haemorrhagia petechial pada mukosa konjungtiva, mulut dan kulit fetus. Terdapat cairan berwarna jerami umumnya terdapat di dalam rongga tubuh. Infeksi virus ini pada fetus menyebabkan hati membengkak, berbungkul kasar dan berwarna kuning dan hampir semua kelenjar limfa membengkak dan oedematous (Toelihere, 1985).

Pengendalian dan Pencegahan

Melihat ganasnya penyakit ini, maka diperkirakan penyebaran yang cepat dan antibodi yang terbentuk cukup kuat dalam tubuh sapi, dapat diperkirakan vaksin akan mudah didapat. Tetapi kenyataannya sampai sekarang belum ada vaksinnya (Partodiharjo, 1987). Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan mengisolasi dan mengobati hewan yang terinfeksi disamping pemberian vaksinasi tetapi belum ada vaksinnya (Prihatno, 1994).

Ä  Aspergillosis

Sifat dan Kejadian

Aspergillosis adalah penyakit jamur pada unggas, burung liar termasuk penguin, dan mamalia yang sudah lama dikenal. Jenis Aspergillus yang dianggap patogen untuk hewan adalah Aspergillus flavus, A. candidus, A. niger, A. glaucus. Ummnya penyakit ini bersifat menahun, akan tetapi pada hewan muda dapat berjalan akut. Pada sapi jamur dapat menyebabkan abortus bila jamur berlokasi di selaput fetus (Ressang, 1984).

Hampir semua abortus pad sapi disebabkan oleh Aspergillus fumigatus dan Mucorales. Kebanyakan abortus terjadi pada bulan ke-5 sampai ke-7 masa kebuntingan, tetapi dapat berlangsung dari bulan ke-4 sampai waktu partus. Fetus umumnya dikeluarkan dalam keadaan mati, tetapi beberapa kasus terjadi kelahiran prematur (Toelihere, 1985). Organ reproduksi yang sering ditumbuhi jamur adalah uterus (Robert, 1986).

Ä  Patogenesis

Jamur masuk lewat inhalasi sampai ke paru-paru, spora akan mengikuti aliran darah menuju plasenta dan menyebabkan plasentitis diikuti oleh kematian fetus dan abortus. Jamur juga dapat masuk ke tubuh melalui makanan, lewat ingesti spora masuk rumen menyebabkan rumenitis kemudian masuk ke dalam darah menuju plasenta dan menyebabkan plasentitis yang diikuti oleh abortus (Prihatno, 2006).

Pengendalian dan Pencegahan

Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan cara antara lain : menyingkirkan hewan penderita, menghindari pemberian makanan bercendawan, memusnahkan sumber cendawan Aspergillus, memberikan perawatan dan makanan hewan untuk mempertinggi daya tahan tubuh, bekas tempat sapi yang terinfeksi didesinfeksi. Pengobatannya dengan griseofulvin untuk hewan besar memberikan hasil yang memuaskan tetapi biaya cukup mahal (Anonim, 1981).

Ä  Trichomoniasis

Sifat dan Kejadian

Page 110: Kandang Babi Induk.doc

Trichomoniasis adalah penyakit venereal yang ditandai dengan sterilitas, abortus muda, dan pyometra, yang disebabkan oleh Trichomonas foetus. Abortus terjadi antara minggu pertama dan minggu ke-16 masa kebuntingan (Toelihere, 1985). Penularan dari sapi betina ke sapi yang lain terjadi melalui pejantan yang mengawininya. Penyakit ini pada tingkatan yang lanjut menunjukkan keadaan preputium penis sapi jantan yang mengalami peradangan, meskipun penyakit ini dapat pula ditularkan melalui IB (Blakely & Bade, 1991).

Gejala penyakit ini ditandai dengan siklus estrus yang pendek tidak teratur, dan pada umumnya menyebabkan infertilitas yang bersifat sementara. Sering sekali ditemui abortus muda (umur 4 bulan atau kurang) dan kejadian pyometra (Partodiharjo, 1987).

Ä  Patogenesis

Pada vagina trichomonisis menimbulkan vaginitis kataralis, yang mukosa vaginanya berwarna kemerahan dan basah. Pada infeksi yang kronis didapatkan udemaa pada vulva. Pada uterus infeksi T. fetus menyebabkan endometritis kataralis yang dapat berubah menjadi purulen. Apabila sapi bunting, keradangan pada kotiledon mengakibatkan kemtian dan maserasi fetus atau abortus, kemudian disusul terjadinya piometra. Pada kasus tersebut corpus luteum gravidatum tetap berkembang dan disebut corpus luteum persisten. Plasenta mengalami penebalan dilapisi sejumlah kecil gumpalan eksudat berwarna putih kekuningan. Pada kotiledon sedikit nekrosis (Hardjopranjoto, 1995).

Pengendalian dan Pencegahan

Penanggulangan penyakit ini dapat dilakukan dengan pengobatan antibiotik secara lokal pada betina terinfeksi. Sedangkan pada pejantan terinfeksi dilakukan pembilasan kantong penis dengan antibiotik atau antiseptika ringan cukup membinasakan T. fetus. Disamping itu pengolahan semen yang digunakan untuk IB dengan baik merupakan cara pemberantasan Trichomoniasis (Partodiharjo, 1987). Semen yang beredar secara komersial dapat diberi perlakuan khusus dengan pemberian antibiotik untuk menghindari ancaman infeksi sapi betina yang di IB. pengobatan terhadap Trichomonisis dapat berhasil secara efektif dengan menggunakan antibiotik spektrum luas baik untuk pejantan maupun betina. Usaha lain yang dapat dilakukan adalah isolasi dan memberikan waktu istirahat untuk kegiatan seksual (Blakely & Bade, 1991).

1. Abortus karena sebab-sebab non infeksi

Ä  Abortus karena faktor genetik

Inbreeding menyebabkan kematian embrio, abortus dan kelahiran anak yang mati karena konsentrasi gen-gen letal perzigot lebih tinggi dibandingkan dengan pada crossbreeding (Toelihere, 1985). Gen lethal yang diperoleh dari induk dan bapaknya, dapat menyebabkan abortus. Kelainan kromosom baik pada autosom maupun kromosom kelamin juga dapat menyebabkan abortus (Hardjopranjoto, 1995).

Sebelum implantasi, embrio lebih mudah terkena pengaruh mutasi genetic dan kelainan kromosom diikuti oleh kematian fetus. Kelainan kromososm dapat dibedakan atas kelainan jumlah kromosm dan struktur kromosom. Kejadian ini dapat berlangsung karena kegagalan penyebaran kromosom atau susunan kromatin dalan sel tubuh penderita, terjadi selama berlangsungnya proses meiosis dan mitosis dari sel ovum atau sel sperma yang dapat

Page 111: Kandang Babi Induk.doc

menghasilkan dua bentuk sel yang poliploid. Yang dimaksud dengan poliploid adalah penambahan jumlah kromosom yang normal (2n+1) (Hardjopranjoto, 1995).

Ä  Abortus karena sebab-sebab hormonal

Senyawa estrogenik bila diberikan dalam dosis tinggi untuk periode yang lama dapat menyebabkan abortus pada sapi (Toelihere, 1985). Hormon estrogen dihasilkan oleh folikel ovarium dan mempunyai fungsi stimulasi kontraksi uterus, juga menyebabkan uterus lebih peka terhadap pengaruh oksitosin pada saat menjelang partus. Estrogen bekerjasama dengan relaksin dapat merelaksasi servik dan ligamentum pelvis. Pada periode kebuntingan gangguan ketidakseimbangan hormone dapat menyebabkan terjadinya abortus (Hardjopranjoto, 1995).

Ä  Abortus karena defisiensi makanan

Malnutrisi untuk waktu yang lama menyebabkan penghentian siklus birahi dan kegagalan konsepsi. Defisiensi makanan dan kelaparan yang parah dapat menyebabkan abortus (Toelihere, 1985).

Ä  Abortus karena keracunan (bahan toksik)

Keracunan nitrat yang banyak dikandung oleh rumput liar dirawa-rawa atau daun cemara (pinus ponderosa) bila termakan dalam jumlah besar pada induk yang sedang bunting, dapat menyebabkan abortus pada 21-142 hari kemudiansesudah ingesti. Abortus dapat terjadi pada umur kebuntingan 6-9 bulan. Anak sapi dapat lahir premature, lemah dan mati sesudah beberapa waktu, sering juga terjadi retensi secundae. Bahan toksik yang terkandung di dalam daun pinus mungkin adalah suatu zat anti estrogenic yang akan mempengaruhi metabolisme tubuh terutama menekan sekresi kelenjar kelamin. Daun lamtoro yang diberikan dalam jumlah besar dapat menyebabkan abortus karena racun mimosin yang dikandung. Racun mimosin bila termakan induk hewan yang bunting secara berlebihan dapat mempengaruhi metablisme hormonal, sehingga menyebabkan penurunan respon ovarium terhadap sekresi hormone gonadotropin (Hardjopranjoto, 1995).

Ä  Abortus karena gangguan dari luar tubuh induk

Stress karena panas dapat menyebabkan hipotensi fetus, hypoxia, dan asidosis (Prihatno, 2006). Suhu yang panas dapat menyebabkan penurunan kadar hormone reproduksi seperti FSH dan LH, selain itu juga dapat menyebabkan penurunan volume darah yang mengalir ke alat reproduksi, sehingga menyebabkan perubahan lingkungan uterus yang lebih panas dan menambah kemungkinan kematian fetus (Hardjopranjoto, 1995).

Ä  Abortus karena sebab-sebab fisik

Pemecahan kantong amnion dengan penekanan manual pada kantung amnion selama kebuntingan muda, 30-60 hari umur kebuntingan dapat menyebabkan abortus. Sebab utama kematian fetus adalah rupture jantung atau pecahnya pembuluh darah pada dasar jantung fetus yang menyebabkan perdarahan ke dalam kantung amnion. Pemecahan corpus luteum gravidatum/verum pada ovarium akan disusul abortus beberapa hari kemudian. Pada sapi corpus luteum diperlukan selama periode kebuntingan dan kelahiran normal. Corpus luteum menghasilkan hormone progesterone yang berfungsi untuk pertumbuhan kelenjar

Page 112: Kandang Babi Induk.doc

endometrium, sekresi susu uterus, pertumbuhan endometrium dan pertautan placenta untuk memberi makan kepada fetus yang berkembang, dan menghambat pergerakan uterus untuk membantu pertautan placenta. Sehingga penyingkiran corpus luteum kebuntingan pada sapi pasti menyebabkan abortus (Toelihere, 1985).

Ä  Abortus karena sebab-sebab lain

Kembar pada sapi menyebabkan lebih banyak kelahiran prematur, abortus, distokia, dan kelahiran anak yang lemah atau mati dibandingkan fetus tunggal (Toelihere, 1985). Banyaknya fetus yang ditampung oleh kedua cornua uteri dari seekor induk sangat tergantung kepada sifat genetisnya. Makin bertambahnya jumlah fetus, makin bertambah pula jumlah plasentanya dan makin bertambah ruangan didalam uterus yang dibutuhkan, serta makin bertambah kebutuhan darah untuk fetusnya. Namun demikian, kemapuan rongga uterus untuk menampung fetus secara alamiah adalah terbatas. Dengan bertambahnya fetus di dalam uterus di luar kemampuannya, dapat mengurangi penyediaan darah pada tiap fetus. Kondisi sepetri ini cenderung menyebabkan kematian fetus, khususnya bila fetus berada dalam satu cornua (Hardjopranjoto, 1995).

Categories: Penyakit Babi, Tatalaksana Babi  |  No Comments

SALMONELLOSIS (LISNAWATI )

March 22, 2010 | Posted by saulandsinaga

A.  Salmonella

Salmonellosisi yang disebabkan oleh berbagai spesies pada hewan tertentu (umumnya patogen pada manusia dan dapat disebarkan melalui makanan) yaitu S. gallinarium (ayam), S. Dublin (sapi), S. abortusequi (kuda), S. abortus ovis (domba), S. cholerasuis (babi), mengakibatkan septisemia dan radang usus yang akut maupun kronik. Pada hewan betina yang sedang bunting salmonellosis dapat mengakibatkan keluron.

Salmonellae didistribusikan secara luas dalam sistem produksi babi di sebagian besar dunia. Daging babi dan produk daging babi, karena itu, telah dianggap sebagai reservoir utama patogen ini, dan memiliki potensi untuk mencemari makanan. Meskipun dua serovar ini, Choleraesuis dan Salmonella Salmonella typhimurium, dianggap penting klinis patogen menyebabkan penyakit pada babi, sejumlah besar serotipe Salmonella telah terlibat sebagai penyakit bawaan makanan menyebabkan ditransmisikan ke rantai makanan manusia pembawa karena keadaan babi serovar lain.

1. B.   Penyebab

Salmonellosis merupakan penyakit yang sering menyerang babi muda. Terjadinya salmonelosis ini biasanya dikarenakan kekurangan pakan, kandang yang buruk, cacingan yang berat, ataupun karena daya tahan dari babi (Anthony, 1961). Sebagian besar serotipe Salmonella mempunyai reaksi biokimia yang yang identik dengan memanfaatkan substrat-substrat yang umum dipakai, karena itu untuk melakukan identifikasi yang spesifik dari genus ini harus melalui penentuan antigennya. Bentuk septisemia akut mempunyai angka kematian yang tinggi. Gejala yang muncul berupa kelemahan umum, gemetar, demam, ada

Page 113: Kandang Babi Induk.doc

lesi kemerahan sianosis di kulit telinga, anggota gerak, dan punggung, diare cair kekuningan, kemungkinan juga muncul gejala pneumonia, perubahan patologis meliputi hemoragi petekiae dan ekimose pada kulit, namun lesi ini kurang spesifik. Perubahan yang lebih menciri adalah pembesaran lien, limfaadenitis hemoragi, dan sering juga terjadi ikterus. Hemoragi petekiae dan ekimose juga terjadi di permukaan serosa, mukosa laring dan vesica urinaria, dan di parenkim ginjal (Dunne, 1975).

C.  Patogenis

Setelah berhasil memasuki tubh penderita kuman akan memperbanyak diri di dalam usus. Dalam waktu yang relative singkat infeksi tersebut dapat menyebabkan septisemia (sepsis). Yang dalam waktu pendek dapat menyebabkan kematian penderita. Apabila yang terjadi hanya bakteriemia, mungkin kuman-kuman hanya akan menyebabkan radang usus akut. Pada yang sifatnya kronik, kuman dapat diisolasi dari kelenjar-kelenjar limfe di sekitar usus, hati, limpa dan kantong empedu. Kuman kadang-kadang dibebaskan dari tubuh melalui tinja atau air susu. Pada infeksi yang bersifat laten, kuman akan berkembang biak di dalam tubuh bila keadaan umumnya menurun. Penurunan kondisi tubuh mungkin disebabkan karena stress pengangkutan atau oleh gangguan faali yang lain.

D.  Gejala-gejala

Sebelum babi dieuthanasi, babi menunjukan gejala diare, lemah, anoreksi dan kondisi tubuh kurus. Pemeriksaan mikrobiologi diisolasi bakteri salmonella choleraesuis. Bakteri tersebut diisolasi dari hepar. Hal ini dilakukan karena dugaan salmonellosis yang sudah bersifat septikemia. Kondisi ini juga didukung oleh gejala klinis serta kondisi patologis yang terjadi pada saluran intestinal, pulmo, dan hepar. Salmonella choleraesuis merupakan genus salmonella yang paling sering menginfeksi babi (Merchant, 1950).

E.  Pencegahan

Agar babi tidak terkena penyakit yang sangat berbahaya dan dapat menyebabkan kematian seperti salmonellosis choleraesuis, maka harus dicegah karena pencegahan lebih baik dari pada pengobatan. Cara pencegahan penyakit salmonellosis choleraesuis yaitu kandang harus dalam keadaan bersih, pakan teratur dan babi harus sering di vaksin.

1. F.   Pengobatan

Pengobatan dapat dilakukan dengan menggunakan antibiotik Khloramfenikol. Obat ini memberikan efek klinis paling baik dibandingkan obat lain. Tapi Khloramfenikol memiliki efek toksik pada sumsun tulang. Dengan obat lain seperti : ampisilin, amoksisilin, dan Trimetropin – sulfametoksasole dapat digunakan untuk pengobatan demam tifoid dimana strain kuman penyebab telah resisten terhadap khloramfenikol. Pencegahan terhadap infeksi Salmonella dilakukan dengan imunisasi vaksin monovalen kuman Salmonella typhosa. Vaksin akan merangsang pembentukan serum antibodi terhadap antigen Vi, O, dan H. antigen H memberikan proteksi terhadap Salmonella typhosa, tetapi tidak demikian halnya antibodi Vi dan O. pencegahan juga bisa dilakukan dengan perlakuan terhadap daging yang baik dan, memberi pengetahuan tentang bahayanya kuman Salmonella

DAFTAR PUSTAKA

Page 114: Kandang Babi Induk.doc

Subronto, 2003, Ilmu Penyakit Ternak (Mamalia), Yogyakarta; Gajah Mada University Press.

http://karyatulisilmiah1.blogspot.com/

http://one.indoskripsi.com/judul-skripsi-makalah-tentang/salmonella

http://dualapan08.wordpress.com/2008/05/01/salmonelosis-dan-koksidiosis-pada-babi-sus-scrofa/

Categories: Penyakit Babi  |  No Comments

Penyakit Congenital tremor (myoclonia congenita) tanda, pencegahan dan pengobatan pada babi (MAURIDZ FLORENT FERNANDEZ)

March 21, 2010 | Posted by saulandsinaga

A. KALSIUM

Kalsium terdapat pada tubuh dalam bentuk garam-garam kalsium, senyawa ion maupun ikatan protein-kalsium. Sembilan puluh sembilan persen kalsium terdapat pada tulang dan gigi dalam bentuk kristal yang berfungsi memberikan kekuatan pada struktur tulang dan gigi. Satu persennya terdapat pada sirkulasi darah dan empat puluh persen dari satu persen kalsium tersebut terikat dengan protein terutama albumin.kalsium dalam bentuk senyawa ion berfungsi untuk menjaga integritas membrane sel, elektrofisiologi pada eksitabilitas sel, dan berperan dalam kontraksi otot.

Konsentrasi kalsium dalam darah dipengaruhi hormon parathyroid (PTH) dan thyrocalcitonin. PTH disekresikan oleh kelenjar paratiroid dan berfungsi meningkatkan kadar serum kalsium. Thyrocalcitonin meningkatkan deposisi kalsium pada tulang ketika terjadi peningkatan kadar kalsium pada darah. Hormon ini diproduksi oleh kelenjar tiroid, berfungsi pula untuk mengurangi kadar serum kaslium dan fosfat.

Kalsium berfungsi utama untuk membangun tulang dan gigi, fungsi yang lain yaitu :

1. Menstabilkan membran sel  dan memblokade transport natrium menuju sel. Maka penurunan kadar kalsium akan meningkatkan eksitabilitas sel dan sebaliknya peningkatan kadar kalsium akan menurunkan eksitabilitas.

2. Pembekuan darah, bila kalsium tidak tersedia, missal terikat dengan sitrat atau oksalat, maka pembekuan darah tidak terjadi.

3. Produksi air susu.

4. Sekresi beberapa hormon dan factor pelepas hormon.

Vitamin D diproduksi oleh kulit dengan bantuan sinar ultra violet (UV). Vitamin D diubah oleh hati menjadi 25- dihydroxycholecalciferol dan lebih lanjut akan dimetabolisme oleh ginjal dengan bantuan PTH untuk membentuk 1,25- dihydroxycholecalciferol aktif yang sangat penting pada proses penyerapan kalsium dari saluran pencernaan.

Page 115: Kandang Babi Induk.doc

(Cunningham, James G, 2002)

Kalsium plasma terdapat dalam 3 bentuk :

1. bentuk senyawa kompleks dengan asam organik ex. Sitrat, phosphat2. bentuk terikat protein ex. Albumin, globulin

3. bentuk terionisasi/ bentuk tak terikat (Ca2+)

(Murray, R. K., et all., 2003)

Garam kalsium lebih larut dalam kondisi asam sehingga penyerapan berlangsung di bagian awal usus halus. Penyerapan tergantung dari banyaknya yang dimakan, kebutuhan dan tipe makanan. Faktor penentu utama bnyaknya kalsium yang diserap adalah kebutuhan tubuh.

Kalsium yang diserap melalui dinding usus halus, yang terbanyak disimpan di tulang terutama di spons tulang (trabekula) dan kelak akan dikeluarkan jika diperlukan. Namun kalsium tidak selalu dapat dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme, misal saat terjadi tetani/kejang. Mobilisasi kalsium termudah adalah dari tulang rahang dan biasanya pada diagnosa defisiensi kalsium tulang rahang ini diabaikan. Deposisi dan mobilisasi kalsium ini dikontrol oleh hormon.

Kalsium yang diserap dan tidak diperlukan oleh tubuh, kebanyakan diekskresikan melalui urin, meskipun sebagian melalui tinja dan keringat (Sihombing, 2006).

Hubungan Kalsium dengan Fosfat

Fosfat merupakan anion yang keberadaannya dalam tubuh juga dipengaruhi oleh PTH. Normalnya total konsentrasi kalsium dan fosfat dalam tubuh selalu konstan. Artinya, jika konsentrasi kalsium meningkat maka fosfat akan turun begitu pula sebaliknya jika konsentrasi kalsium menurun maka fosfat akan naik. Kalsium dan fosfat dapat bergabung membentuk kalsium fosfat (CaHPO4). Jika senyawa ini terbentuk terlalu banyak dapat mengakibatkan hipokalsemia.

Hubungan kalsium dengan bahan lain

1. Magnesium yang banyak dimakan akan menurunkan mpenyerapan magnesium, besi, iodine, mangan, zink dan tembaga, terutama jika salah satu unsure yang dimakan di ambang batas kurang.

2. Kalsium yang berlebihan menurunkan penyerapan dan pemanfaatan zink dan menyebabkan parakeratosis akibat defisiensi zink.

3. Magnesium yang berlebih menurunkan penyerapan kalsium, mengusir kalsium dari tulang sehingga mengakibatkan ekskresi kalsium. (Sihombing, 2006).

B. HIPOCALCEMIA

DefinisiHipokalsemia (kadar kalsium darah yang rendah) adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalsium di dalam darah kurang dari 8,8 mg/dl (Bullock and Philbrock, 1984).

Page 116: Kandang Babi Induk.doc

Kadar normal kalsium dalam darah pada babi betina adalah 11,1 dan pada jantan 9,65 (Mitruka, Brij M., 1981).

Dahulu gangguan ini diduga disebabkan oleh adanya bendungan pada system syaraf, alergi, penyakit neuromuskuler, penyakit keturunan, penyakit ketuaan, penyakit infeksi dan penyakit defisiensi makanan yang menyangkut kalsium, fosfor, vitamin A, vitamin D dan protein (Subronto, 2001)

 Faktor Predisposisi

Konsentrasi kalsium darah bisa menurun sebagai akibat dari berbagai masalah.Hipokalsemia paling sering terjadi pada penyakit yang menyebabkan hilangnya kalsium dalam jangka lama melalui air kemih atau kegagalan untuk memindahkan kalsium dari tulang (Bullock and Philbrock, 1984).

Namun dari hasil temuan hypocalcemia disebabkan karena : penurunan kadar kalsium dalam darah di bawah normal, defisiensi hormon paratiroid, efek hormon tirokalsitonin, gangguan absorbsi kalsium, gangguan produksi vitamin D, hormon estrogen dan steroid kelenjar adrenal yang menurunkan absorbsi kalsium (Subronto, 2001)Sebagian besar kalsium dalam darah dibawa oleh protein albumin, karena itu jika terlalu sedikit albumin dalam darah akan menyebabkan rendahnya konsentrasi kalsium dalam darah.

Penyebab Keterangan

Kadar hormon paratiroid rendah

Biasanya terjadi setelah kerusakan kelanjar paratiroid atau karena kelenjar paratiroid secara tidak sengaja terangkat pada pembedahan untuk mengangkat tiroid

Kekurangan kelenjar paratiroid bawaan

Penyakit keturunan yg jarang atau merupakan bagian dari sindroma DiGeorge

PseudohipoparatiroidismePenyakit keturunan yg jarang;kadar hormon paratiroid normal tetapi respon tulang & ginjal terhadap hormon menurun

Kekurangan vitamin D

Biasanya disebabkan oleh asupan yg kurang,kurang terpapar sinar matahari (pengaktivan vitamin D terjadi jika kulit terpapar sinar matahari),penyakit hati,penyakit saluran pencernaan yg menghalangi penyerapan vitamin D,pemakaian barbiturat & fenitoin, yg mengurangi efektivitas vitamin D

Kerusakan ginjal Mempengaruhi pengaktivan vitamin D di ginjal

Kadar magnesium yg rendah Menyebabkan menurunnya kadar hormon paratiroid

Asupan yg kurang atau malabsorbsi

Terjadi dengan atau tanpa kekurangan vitamin D

PankreatitisTerjadi jika kelebihan asam lemak dalam darah karena cedera pada pankreas, bergabung dengan kalsium

Kadar albumin yg rendahMengurangi jumlah kalsium yg terikat dengan albumin tetapi biasanya tidak menyebabkan gejala, karena jumlah kalsium bebas tetap normal

Page 117: Kandang Babi Induk.doc

Ketika konsentrasi kalsium menurun, blocking effect kalsium terhadap natrium (sodium) juga akan menurun. Maka dari itu ketika kadar kalsium rendah akan meningkatkan eksitabilitas sel saraf dan menyebabkan spasmus otot. Bahkan akhirnya dapat menimbulkan konvulsi dan tetani.

Hipokaslemia dapat dilihat seiring dengan penurunan aktivasi vitamin D, kadang-kadang berhubungan pula dengan penyakit gnjal maupun hati. Pancreatitis dapat menyebabkan penurunan serum kalsium akibat dari sekresi enzim pankreatik lipase yang akan mengikat asam lemak dan kalsium. Transfusi darah dapat pula menyebabkan hipokalsemia karena kalsium dapat terikan nitrat yang digunakan saat preparasi, halmtersebut menghilangkan kalsium terionisasi dalam darah. Hiperpospatemia, hipoalbuminia, penyakit pada kelenjar paratiroid, terapi obat seperti ACTH atau glucagon, pembedahan atau pengambilan kelenjar paratiroid, penyakit saluran pencernaan, neoplasia semuanya dapat dikaitkan dengan hipokalsemia.

Sebagai akibat dari hipokalsemia antara lain ; osteoporosis, spasmus, tetani, peningkatan motilitas saluran gastro-intestinal, serta masalah jantung dan sirkulasi. Tetani  otot merupakan hal yang paling umum terjadi dan berbahaya terutama jika mengakibatkan spasmus laryngeal (Bullock and Philbrock, 1984).

Hipokalsemia pada Babi

Milk fever (Parturient Hypocalcemia, Parturient Paresis) termasuk salah satu dari tiga metabolic disease yang sering terjadi (Wooldridge, W. R., 1960).

Menurut George milk fever (tanpa susu dan tanpa demam) yang sering terjadi secara tiba-tiba setelah proses kelahiran dan menyebabkan hipokalsemia akut. Berikut ini urutan hewan yang sering mengalami hipokalsemia adalah : sapi, domba, kambing, babi dan anjing (Smith, M. A., 1967).

Milk fever kadang terjadi pada babi dan dapat menyerang babi sehat. Kondisi yang terjadi pada babi sama dengan yang terjadi pada sapi, spesies yang lebih mendapat perhatian tentang penyakit ini (Hungerford, T. G., 1967).

Penelitian pada masa awal penyakit ini mulai diteliti yang dilakukan oleh Dr. Dryerre dan Greig menunjukkan bahwa disfungsi kelenjar paratiroid merupakan factor utama. Akibatnya adalah penurunan kadar kalsium darah yang kadang berkorelasi dengan turunnya kadar fosfor. Para ahli percaya bahwa kadar magnesium juga turun tapi tana penurunannya biasa dikaitkan dengan hyperaestesia atau bahkan tetani yang merupkan pengaruh yang sangant komplikatif/ rumit. Maka dari itu dibedakan dengan pingsan yang disebabkan oleh hipokalsemia baik dengan atau tanpa hypophospatemia, sangat sedikit literature yang membahas hal ini terutama pada babi.

Hipokalsemia atau milk fever pada babi berbeda dengan kejadian pada sapi dan domba. Namun penyebab dan pengobatan yang dilakukan biasanya sama (Hungerford, T. G., et all., 1967).

Gejala Klinis

Page 118: Kandang Babi Induk.doc

Umumnya terjadi penurunan temperatur tubuh di bawah normal, beberapa kasus menunjukkan excitement yang normal atau meningkat. Jika tidak menunjukkan adanya excitement, temperatur tubuh tinggi maka indikasinya bukan hipokalsemia. Gejala lain adalah babi tidak mau makan, air susu yang dikeluarkan menurun atau tertunda (Hungerford, T. G., et all., 1967).

Babi terserang ditandai dengan gejala farrowing selama beberapa jam. Akan tetapi pada beberapa kasus hewan telah  farrowing 7 – 10 hari sebelumnya. Nafsu makan dan sekresi susu menurun drastis. Hewan tampak aktif pada awalnya tapi nantinya akan ditemukan terkulai lemas dikandang. Jika hewan dibangunkan dapat terjadi gerakan-gerakan inkoordinatif pada kaki-kakinya. Kaki-kaki kadang tidak bisa digerakkan atau diangkat sama sekali (Anthony and Lewis, 1961).

Gejala hipokalsemia dapat terlihat mulai beberapa jam sampai pada puncak laktasi induk (Anthony,1961). Terengah- engah dan lesu adalah salah satu gejala awal. Tremor ringan, kejang, keram otot, ataxia diakibatkan peningkatan eksibilitas neuromuscular. Kemungkinan juga terjadi perubahan tingkah laku seperi agresif, mendengking, salviasi, hipersensitif terhadap stimuli dan disorentasi.

Tremor hebat, tetani, dan koma dapat juga diikuti dengan kematian. Hipertermia juga ditemukan pada beberapa kasus. Cerebral odema terjadi pada beberapa kasus serangan. Tachicardi, hipertermia, polyuria, polidipsia, dan muntah sering terjadi. Dari kebanyakan kasus, induk dapat sehat kembali dan anak dapat tumbuh dengan baik (Mercks manual,2008).

Walaupun Hipokalsemia seringkali terlihat setelah kelahiran, tapi gejala klinis juga mungkin terlihat sebelum kelahiran atau pada saat kelahiran. Hipokalsemia dengan konsentrasi kalsium serum diatas 7mg/dl tetapi dibawah batas normal dapat menyebabkan kontraksi myometrial yang tidak efektif dan proses kelahiran yang lambat. Nafas terengah-engah dapat menyebabkan alkalosis pernafasan. Konsentrasi ion kalsium berhubungan dengan konsentrasi protein, keadaan asam basa, dan ketidak seimbangan elektrolit lainya. Karena itu keparahan dari gejala klinis tidak selalu berhubungan dengan konsentrasi kalsium total (Mercks manual,2008).

Sistem imunitas bertugas mengadakan perlawanan terhadap bermacam-macam kuman dan menelan berbagai benda asing yang berada dalam tubuh. Dalam proses membasmi musuh dari luar ini, pertama-tama mengeluarkan tanda bahaya adalah ion kalsium.Kemudian ion kalsium pula yang memberi aba-aba kepada sistem imunitas untuk menangkap musuh. Berbagai macam sel-sel imunitas baru dapat bergerak secara serentak menelan dan membasmi musuh. Dari sisni terlihat pentingnya kalsium dalam sistem imunitas. Begita terjadi kekurangan calcium, kemampuan sistem imunitas akan menurun dan menjadi kacau, sehingga timbul bermacam-macam penyakit seperti LE atau Lupus Eritematopus, rematik, seleroderma, dermatitis, jerawat dan penyakit kulit lainnya. Suplemen kalsium dapat meningkatkan sistem imunitas dan mempunyai efek yang lebih baik dalam pengobatan penyakit ini.

Osteoporosis adalah perubahan patologis berupa pengerasan pembuluh nadi, dinding pembuluh menebal dan mengeras, sehingga kehilangan sifat lenturnya dan terjadi penyempitan. Ciri khasnya adalah menimbunnya zat lemak, terbentuknya asam darah dan bertambahnya jaringan serta. Bertambahnya benda sing pada dinding pembuluh ini akan menimbulkan penyumbatan pada pembuluh darah. Dalam proses ini, ion calcium menjadi

Page 119: Kandang Babi Induk.doc

unsur utama dalam pengerasan pembuluh nadi. Ketika organisme sangat kekurangan calcium, calcium darah akan menurun dan kemudian tubuh akan mengerahkan calcium tulang untuk masuk ke dalam darah. Calcium yang dileburkan dari tulang, mengendap di dalam pembuluh darah dan menarik kolesterol. Zat-zat pada dinding pembuluh darah perlahan-lahan menebal, bertambah keras dan hilanglah kelenturannya. Pengerasan nadi adalah salah satu penyebab hipertensi, penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah otak yang sangat mengancam kesehatan manusia. Beberapa tahun belakangan ini, penelitian menunjukkan pada saat penjabaran osteroporosis harus pula ditambah dengan mengkonsumsi unsur calcium. Suplemen calcium bukan saja dapat mencegah dan mengobati osteoporosis dan hipertensi tapi juga mempunyai efek yang nyata dalam menurunkan lemak dalam darah.

Hipokalsemia bisa tidak menimbulkan gejala. Seiring dengan berjalannya waktu, hipokalsemia dapat mempengaruhi otak dan menyebabkan gejala-gejala neurologis seperti :

-          Kebingungan

-          Kehilangan ingatan ( memori )

-          Delirium ( penurunan kesadaran )

-          Depresi

-          Halusinasi

-          Episodeapneu ( henti bernafas )

-          Kejang

Gejala tersebut akan menghilang jika kadar kalsium kembali normal.Kadar kalsium yang sangat rendah (kurang dari 7 mgr/dL) dapat menyebabkan nyeri otot dan kesemutan, yang seringkali dirasakan di bibir, lidah, jari-jari tangan dan kaki. Pada kebanyakan hewan yang kadar kalsium dalam darahnya  6 mg/dl maka hewan akan berbaring dan tak sanggup berdiri. Dan akan berakibat fatal jika kadar nya hanya 4 mg/dl (Smith, B. P., 2002).

Pada kasus yang berat bisa terjadi kejang otot tenggorokan (menyebabkan sulit bernafas) dan tetani (kejang otot keseluruhan).Bisa terjadi perubahan pada sistem konduksi listrik jantung, yang dapat dilihat pada pemeriksaan EKG.

Hipokalsemia juga bisa terjadi akibat hiperfosfatemia (kadar fosfat yang tinggi dalam darah). Hal ini bisa terjadi pada bayi yang lebih besar yang diberikan susu, karena kandungan fosfat dalam susu sangat tinggi.

 Patogenesis

Perubahan-perubahan yang terjadi pada hypocalcemia antara lain ;

1. Pada sistem neuromuskuler

Page 120: Kandang Babi Induk.doc

Perubahan kadar ion dalam sel dan cairan sekitarnya akan mempengaruhi geraklan maupun tonus otot. Impuls syaraf maupun kontraksi otot dipengaruhi oleh ion Na, Ca, K, dan Mg. Ion-ion Na dan K digunakan untuk memelihara kemampuan membran sel. Ion Ca dan Mg digunakan untuk memelihara permiabilitas sel. Keduanya berperan secara resiprokal pada transisi hantaran syaraf yang akan mempengaruhi pembebasan asetilkholin. Kadar kalsium yang meningkat dan Mg turun, maka asetilkholin akan dibebaskan secara berlebihan. Jika kalsim turun dan Mg meningkat maka akan menghambat pembebasan asetilkholin. Ion Ca dan Mg berpengaruh terhadap kontraksi otot. Terbebasnya ion kalsium ke dalam sarkoplasma akan memacu protein otot, aktin dan miosin sehingga akan menyebabkan kontraksinya serabut otot atau neurofibrin.

1. Ion kalsium akan menghambat pembebasan hormon insulin dari pankreas sehingga terjadi peningkatan glukosa darah yang mengakibatkan gangguan fungsi kardiovaskuler.

(Subronto, 2001)

1. Pada jantung

Jantung mengemban tugas untuk mempertahankan nyawa. Meski hanya sebesar kepalan tangan, jantung mampu mengantarkan darah setiap saat ke setiap sel dalam tubuh manusia.Kemampuan ini berasal dari kontraksi otot jantung secara terus menerus. Padahal kontraksi dan ekspansi jantung serta penyimpanan dan penggunaan energinya tidak lepas dari pengaruh calcium. Ketika jantung berkontraksi karena perasaan tegang, ion calcium mengendalikandetak jantung, Untuk mengamatinya akan kita temukan bahwa, pada saat calcium memasuki sel, ia akan mengaktifkan protein kontraktif dan menimbulkan rangsangan pada otot jantung.Dengan berulangnya aktifitas seperti ini, maka akan timbul berkali-kali kontraksi pada otot jantung. Saat kadar calcium rendah, daya kontraksi otot jantung akan berkurang. Hal inilah yang menimbulkan berbagai macam penyakit jantung. Pada kondisi seperti ini, apabila kita mencoba memasukkan ion calcium kedalam otot jantung, maka kekuatan otot jantung akan berangsur pulih. Jelas sekali peranan penting calcium dalam denyut jantung.

DiagnosaKonsentrasi kalsium abnormal biasanya pertama kali ditemukan pada saat pemeriksaan darah rutin. Karena itu hipokalsemia sering terdiagnosis sebelum gejala-gejalanya muncul.Untuk menentukan penyebabnya, perlu diketahui riwayat lengkap dari keadaan kesehatan penderita, pemeriksaan fisik yang lengkap dan pemeriksaan darah dan air kemih lainnya.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan kadar kalsium dalam darah

 Pangobatan

300 ml kalsium boroglukonat 10% atau 1,25 bagian obat pada kasus milk fever pada sapi dapat diberikan pada babi yang besar. Babi yang ukurannya kecil, dosisnya dikurangi. Untuk lebih mudahnya kebanyakan diberikan secara intra peritoneal (IP) atan subcutan (SC). Memungkinkan juga diberikan secara intravena (IV) jika sangat diperlukan. Karena berefek pada denyut jantung. Babi akan lebih senang jika diberikan melalui jalur intarmuskuler (IM) dan  SC (Hungerford, T. G., 1967).

Page 121: Kandang Babi Induk.doc

Pemberian kalsium boroglukonat yang ditambahkan senyawa phospat terlarut dengan cara injeksi sub kutan. Garam kalsium mungkin diberikan dengan campuran air dan disterilkan terlebih dahulu sbelum disuntikkan sub kutan di belakang telinga. Untuk pemecahan permasalahan tersebut paling utama harus tersedia senyawa kalsium, phospat dan garam magnesium senagai tambahan (Anthony, 1961).

Pengobatan hipokalsemia bervariasi tergantung penyebabnya. Kalsium dapat diberikan baik secara intravena maupun per-oral. Hipokalsemia menahun diperbaiki dengan mengkonsumsi tambahan kalsium per-oral. Mengkonsumsi tambahan vitamin D dapat membantu meningkatkan penyerapan kalsium dari saluran pencernaan ( Anonimus a ).

Pada penyakit rakhitis karena kekurangan fitamin D yang menyebabkan gangguan metabolism kalsium, perlu perawatan berlanjut vitamin D dengan dosis tinggi ( Engstrom, C. W et all, 1984 ).

Dosis pemberian vitamin D dan kalsium secara oral

v  Dihydrotachysterol (Hytakerol®)

0.02- 0.04 mg/kg x 3 hari, kemudian dosis dikurangi 0.01- 0.025 mg/kg untuk 1 minggu

1,25-Dihydroxyvitamin D3 (calcitrol). (Rocaltrol®)

0.025 – 0.06 mg/kg/hari

v  Vitamin D2 (ergocalciferol) (Calciferol®, Drisdol®)

,000- 6,000 U/Kg/hari, untuk 1-2 minggu kemudian 1,000-2,000 U/Kg/minggu

v  Oral calcium (digunakan untuk hypocalcemia ringan yang dikombinasi dengan vitamin D)

24-44 mg calcium/kg/hari yang diberikan 2 – 4 dosis

Terapi untuk Hypocalcemia

v  Eclampsia

kalsium gluconate IV ( 100% Ca gluconate IV dengan dosis 0.5- 1.5 ml/kg (5- 15 mg/kg). Mungkin dosis harus diulang ( catatan- Khloridkalsium digunakan pada 1/3 dosis tanpa extravasasi; Cacl adalah 3 kali lebih kuat, sangat mengiritasi dan akan menyebabkan kerusakan pada jaringan jika diberikan secara ekstravskuler. Ca gluconate diencerkan dalam suatu larutan bersifat garam dengan volume yang sama, diberi SC tiap 6- 8 jam jika tanda klinis persisten.

v  Chronic Renal Failure (gagal ginjal kronis)

diuresis ( 90- 120 ml/kg/hari,) diet protein/garam

Page 122: Kandang Babi Induk.doc

binder fosfat

v  Acute Renal Failure (gagal ginjal akut)

diuresis ( 120- 180 ml/kg/hari) dopamine drip (2 mg/kg/min)

mannitol (jika anuric atau oliguric)

pertukaran elektrolit dan gangguan asam/basa

dialysis

v  Ethylene Glycol

diuresis dopamine drip (2 mg/kg/min)

mannitol (if anuric or oliguric)

pertukaran elektrolit dan gangguan asam/basa

dialysis

v  Acute Pancreatitis

NPO 48 – 96 atau lebih dari 1 jam IV fluids (60 – 90 ml/kg/hari)

v  Primary Hypoparathyroidism

Ca Gluconate IV jika diperlukan ( lihat eclampsia untuk dosis dan rute pemberian) oral vitamin D terapi oral calcium

v  Nutritional Secondary Hyperparathyroidism

initially, oral calcium supplementation diet yang benar

membatasi aktivitas untuk mencegah fraktur

v  Phosphate-Containing Enemas

kalsium gluconate IV ( lihat eclampsia untuk dose/route)

(Anonimus b, app.vetconnect.com)

Pada hewan monogastric, pemberian calsitriol dapat merangsang penyerapan Ca aktif dari saluran pencernaan terutama usus halus bagian atas. Ca pada pemamah biak dan babi sangat diperlukan pada saat proses laktasi (Anonimus a ). Calsitonin secara injeksi sub kutan dosis 100-200 MRC U sangat manjur, yang berkelanjutan lebih dari 6 bulan tidak menyebabkan reaksi alergi, efek samping, danh hilangnya efek therapeutic (  Shai, et all., 1971 ).

Page 123: Kandang Babi Induk.doc

Pemberian mineral-10 dosis pengobatan dicampur pada makanan dan air minumnya diberi PIGFET (Nugroho, 1990).

Pencegahan

Pemberian pakan kering yang dibersihkan pada usia sebelum 1 minggu, hewan di tempatkan pada lingkungan yang mendapat sinar matahari pagi yang mengandung vitamin D ( Miller, E. L, et all, 1964 ).

Peningkatan senyawa kalsium ( Ca) pada saat laktasi untuk keseimbangan komponen mineral tubuh (Bristol, R. H, 2004 ).

Program pemberantasan cacing 1-2 bulan sekali dengan vermicide (Nugroho, 1990).

Anak babi sering diumbar pada tanah terbuka atau dikeluarkan dari kandang sehingga cukup memperoleh sinar matahari dan udara segar serta cukup bergerak (Nugroho, 1990)

Pemberian Sumber kalsium bagi ternak :

Sumber kaya kalsium yaitu alfafa dan hijauan leguminosa, tetes atau molasses, ampas jeruk, tepung ikan dan hasil ikutan ikan, tepung daging dan tepung tulang, tepung susu dan hasil ikutan susu dan bungkil biji lobak.

Bahan suplementasi yaitu tepung tulang, kalsium glukonat, kalsium laktat, dikalsium foafat, dolomite, kapur, rumput laut dan kulit kerang (Sihombing, 2006)

Hal lain yang tidak boleh diabaikan adalah komposisi suplemen calcium yang baik harus memiliki sifat-sifat sbb :

1. Kandungan calciumnya tinggi, mudah diserap, efektifitasnya tinggi.

2. Sifat asam basa yang seimbang, tidak ada efek samping dan praktis untuk dibawa dan digunakan.

3. Selain calcium harus pula mengandung asam amino dan nutrisi lain,vitamin dan bebrapa unsur lainnya.

Differensial Diagnosa

-    Asidosis

-    Defisiensi Magnesium                                             

 Hasil Penelitian

Secara klinis efek metabolik kalsitonin pada babi dapat menimbulkan paget’s disease dan osteoporosis jika metabolismenya tidak seimbang (Shai, F., Richard K. B., et all., 1971).

Hiperkeratonemic pada anak babi selama 2 sampai 3 bulan menyebabkan metabolisme glukosa dan D-beta-hydroxybutyrate (D-BHB) dipelajari. Hiperketonemia dan hipokalsemia

Page 124: Kandang Babi Induk.doc

terjadi jika ada peningkatan D-BHB  sebanyak 6-40% (Schlumbohm, C. and J. Harmeyer, 1999).

Babi dengan diet defisiensi vitamin D 5-10 kali lipat akan meningkatkan aktivitas 1 alfa hidrosilase dan menyebabkan hipokalsemia berat, plasma 1,25 dihidroksikolikalsiferol  turun, plasma 24,25dihidroksikolikalsiferol sangat menurun, dan aktivitas 24 hidroksilae tidak terdeksi (Engstrom, G. W., et all., 1983).

 DAFTAR PUSTAKA

Anonimus a, Hipokalsemia. Medicastore.com

Anonimus b, app.vetconnect.com

Anonimus c, members.lycos.co.uk/bisnisplan

Anthony David J & Lewis E Fordham. 1961. Disease of The Pig 5th edition.  Balliere, Tindall & Cox : London

Bullock Barbara L & Rosendahl Pearl Philbrock. 1984. Pathophysiology Adaptations & Alterations Function. Little, Brown & Company : United States of America

Bristol, R. M. 2004. Hypocalcemia ( Milk Fever )-Is it all about calcium?. ILC Resources, Iowa

Cunningham, James G., 2002, Textbook of Veterinary Physiology 3rd, W. B. Saunders : Philadhelpia

Engstrom, C. W, Horst, R. L, Reinhardt, T. A and Littledike, E. T. 1984. 25-Hydroxyvitamin D 1α- and 24-Hydroxylase Activities in Pig Kidney Homogenates: Effect of Vitamin D Deficiency. The Journal of Nutrition, 114: 119-126

Hungerford, T. G., 1967, Disease of Livestock,Angus and Robertson : Sydney

Merck manual, 2008,

Miller, E. R, Ullrey, D. E, Zutaut, C. L, baltzer, B. V, Schmidt, D. A, Vincent, B. H and Luecke, R. W. 1964. Vitamin D2 Requirement of Baby Pig 1,2. The Journal of Nutrition, 83.

Mitruka, Brij M., 1981, Clinical Biochemical and Hematological reference Values in Normal experimental animals and Normal Humans 2nd, Year Book Medical Publisher. INC.: Chicago

Murray, Robert K., Daryl K. Granner, et all., 2003, Biokimia Harper Edisi 25, EGC : Jakarta

Nugroho, E. 1990. Beternak Babi. Eka Offset : Semarang

Shai, F, Baker, R. K and Wallach, S. 1971. The Clinical and Metabolic Effect of  Porcine Calcitonin on Paget’s Disease of Bone. From the Department of Medicine and the U. S Public Health Service Clinical Research Center, State University of New York, Downstate Medical Center: Brooklyn, New York: 1928-1940

Page 125: Kandang Babi Induk.doc

Schlumbohm, C. and J. Harmeyer, 1999, Effect of hypocalcemia on glucose metabolism in hiperketonemic piglets, Departemen of Physiology, School of Veterinary Medicine, Bioschofer Damm 15, 30173 Hannover : Germany

Sihombing, M.Sc., Ph.D. 2006. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta

Smith, Bradford P., 2002, Large Animal Internal Medicine 3rd, Mosby : London

Smith, Milton Atmore, Homas Carlyle Jones, et all., 1967, Veterinary Pathology 4th, Lea & Febiger : Philadelphia

Subronto dan Ida Tjahajati, 2001, Ilmu Penyakit Ternak II, Gadjah Mada University Press : Yogyakarta

Wooldridge, W. R., 1960, Farm Animals in Health and Disease, Crosby Loockwood & Son, Ltd. : London

Categories: Penyakit Babi, Ransum Babi  |  No Comments

Penyebab Small Litters (S W E E T)

March 19, 2010 | Posted by saulandsinaga

Faktor Genetik, nutrisi dan manajemen akan dapat mengurangi jumlah telur , jumlah yang dibuahi sampai waktunya. Ternak yang didapat dari keturunan murni tertentu mungkin memiliki lebih tubuh kecil. Nutrisi adalah faktor yang sangat penting terutama energi. Apa pun kondisi skor kurang dari 3 / 4 atau 6 / 10 (kedalaman lemak 16-20 mm pada P2) dapat mengurangi jumlah telur yang dihasilkan. Kekurangan vitamin A dan E dan biotin akan mengurangi tingkat kesuburan dan ukuran anakan babi tersebut. Zearalenone mycotoxin yang estrogenik juga dapat mengurangi kesuburan dan angka kelahiran.

Faktor manajemen juga penting. Pada awalnya Babi dara menghasilkan lebih sedikit telur dan kemudian estrus dan menghasilkan lebih sedikit tekur daripada di inseminasi buatan, sehingga mereka memiliki tubuh lebih kecil. Tingkat pencahayaan yang memadai, suhu, pengelolaan stimulasin dan kondisi pejantan terhadap induk semua berkontribusi terhadap jumlah telur. Jangka waktu juga dapat mempengaruhi jumlah embrio yang akan dihasilkan dan juga kualitas air mani yang dihasilkan. Waktu dan kualitas air mani juga penting untuk inseminasi buatan. Penyakit seperti Parvovirus, PRRS, Leptospirosis, japanese B ensefalitis dan penyakit Aujeszky adalah penyakit yang dapat mengurangi jumlah embrio di janin dan menyebabkan tubuh babi kecil.

Tanda-tanda klinis

Anakan babi kecil diproduksi ukuran mulai dari 4 (sangat 1 atau 2) untuk 11,0 atau lebih (tergantung pada target untuk berkembang biak). Mereka mungkin semua akan layak untuk lahir atau mati, anak-anak babi dan induk juga mungkin ada. Dalam beberapa kasus mungkin terdapat bukti infeksi bakteri yang berkepanjangan seperti pasca-farrowing vulva pelepasan atau penyakit lainnya.

Page 126: Kandang Babi Induk.doc

Diagnosis

Pencatatan  nomor lahir memungkinkan identifikasi masalah dan pencatatan umur memungkinkan pengelolaan dan penyelidikan adalah penyebabnya. Dimana induk yang telah di catat atau terinfeksi sangat mungkin diadakan pemeriksaan ibu dan anak-anak babi lahir mati untuk agen atau antibodi dan kawanan babi untuk antibodi serum dapat mengkonfirmasi identitasnya. Tidak adanya infeksi umum dari kawanan babi itu harus dikonfirmasi di mana infeksi dicurigai. Identifikasi penyebab non-infeksius harus melibatkan analisis dari catatan peternakan untuk mengidentifikasi pola-pola tersbut. Anakan babi kecil terjadi di babi dara menunjukkan cacat dalam manajemen atau infeksi seperti Parvovirus, kecil di kedua indukkan menyarankan nutrisi yang tidak mencukupi dalam kehamilan dan menyusui atau menyapih sebelum 28 hari dan hubungannya dengan pejantan tertentu mungkin menyarankan kawin atau kualitas air mani. Waktu inseminasi dalam hubungannya dengan ovulasi harus diselidiki oleh manajemen pengamatan di mana tubuh kecil tidak terbatas pada satu pejantan dan inseminasi buatan ternak. Tracts reproduksi indukkan atau dara dapat mengkonfirmasi jumlah telur dibebaskan dan adanya infeksi pada saluran.

Pencegahan

Genetika bertanggung jawab atas terjadinya tubuh kecil, berubah menjadi lebih subur baris babi harus dipertimbangkan. Kualitatif kekurangan dalam ransum (vitamin kekurangan, kehadiran mycotoxins) harus diperbaiki. Kondisi induk harus dikembalikan untuk optimal dengan kepadatan tinggi konsumsi ransum selama menyusui, antara menyapih dan farrowing dan selama 2-4 minggu setelahnya di mana kondisi masih kecil. Worm beban, penyakit dan rendahnya suhu lingkungan harus dihilangkan sebagai penyebab kondisi indukkan kecil. Penyakit reproduksi harus dikontrol oleh vaksinasi (Parvovirus, PRSS, Leptospirosis, japanese B ensefalitis dan penyakit mana Aujeszky relevan / mungkin) atau pengobatan (leptospirosis, infeksi non-spesifik). Perubahan manajemen harus memastikan bahwa dara tidak estrus kedua bahwa yang indukkan tua harus dimusnahkan setelah ketujuh, bahwa babi umur kurang dari 9 bulan atau umur tidak boleh digunakan dan diawasi untuk memastikan perkawinan lengkap. Perkawinan harus dilakukan di tengah-tengah berdiri oestrus (20 jam dari awal) dan diulang setelah 24 jam. Individu papan diidentifikasi sebagai penyebab anakan kecil, babi yang tidak mempunyai kualitas semen yang baik harus dimusnahkan segera. Indukkan  yang memproduksi anakan kecil juga harus dimusnahkan.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.pigprogress.net/health-diseases/s/small-litters-95.html

(tanggal unduh : rabu, 10 maret 2010 pkl 20.00)

Categories: Penyakit Babi  |  No Comments

Penyakit Swine influenza (Flu, Influenza) tanda, pencegahan dan pengobatan pada babi ( Masmur FX Meliala)

March 18, 2010 | Posted by saulandsinaga

Page 127: Kandang Babi Induk.doc

 I. Tujuan a. Agar mahasiswa bisa mengetahui apa yang dimaksud dengan Swine influenza (Flu,influenza), b. Agar mahasiswa mengetahui cara pencegahan Penyakit tersebut, c. Agar mahasiswa mengetahui cara pengobatan penyakit tersebut pada babi. II.Tinjauan Pustaka Swinne influenza disebut juga swine flu,pig flu atau hog flu atau yang sering kita dengar di Indonesia adalah Flu babi.Jadi Swinne influenza adalah infeksi yang disebabkan oleh salah satu atau beberapa jenis Swinne influenza virus/SIV. Swinne influenza virus/SIV awalnya menyebabkan binatang pada babi.SIV ini meliputi virus influenza C dan subtyoe influenza A yang dikenal dengan kode virus H1N1,H1N2,H3N1,H3N2,dan H2N3 tetapi yang terpenting adalah virus H1N1. Flu babi adalah penyakit saluran pernapasan pada babi yang disebabkan oleh virus influenza tipe A. Penyakit ini terjadi pada babi. Secara normal flu babi tidak menyerang pada manusia, tetapi saat ini dapat menginfeksi manusia. Secara umum, kasus flu babi pada manusia terjadi pada orang-orang disekitar babi, tetapi dapat juga menularkan dari orang ke orang. CDC telah membuktikan bahwa virus ini dapat menular dari manusia ke manusia. 2.1. Gejala dan tanda flu babi pada manusia Gejala dari influenza babi pada manusia adalah mirip dengan gejala influenza biasa pada manusia seperti demam, batuk, sakit tenggorokan, tubuh nyeri, sakit kepala,lemas,hidung meler,nafsu makan berkurang,bersin. Beberapa orang dapat disertai dengan diare dan muntah. Pada keadaan berat (pneumonia dan gagal napas) dapat menyebabkan kematian, selain itu flu babi dapat menyebabkan suatu perburukan pada kondisi medis kronis Gejala utama virus babi adalah Suhu badan 38derajat atau lebih,dan tiba-tiba batuk. Gejala lain pada anak a. Susah bernafas b. Kulit menjadi keabu-abuan atau biru c. Malas minum d. Muntah-muntah e. Tidak bisa berinteraksi f. Kadang tidak mau disentuh 2.2. Penularan virus flu babi Penularan virus flu babi melalui 2 cara : a. Melalui kontak babi yang terinfeksi atau lingkungan yang terkontaminasi oleh virus flu babi b. Melalui kontak dengan penderita flu babi. Juga penularan manusia ke manusia, telah dilaporkan sama dengan influenza musiman. Penyebaran atau penularan flu babi melalui kontak penderita.Virus bias tersebar melalui bersin.Virus yang tersebar melalui bersin juga bias bertahan hidup beberapa jam dan melekat pada barang-barang yang ada dirumah. Secara umum beberapa langkah untuk menghindari gejala flu babi : a. Hindari orang yang bersin-bersin b. Cuci tangan sebelum makan. c. Apabila ingin rekreasi kondisi tubuh harus fit d. Makan makanan yang bergizi dan tidur teratur e. Pake masker seperti di bandara,stasion,bus,rumah sakit dan lain-lain. nb: Virus influenza babi tidak menular melalui makanan 2.3Pengobatan flu babi Rekomendasi CDC adalah menggunakan oseltamivir atau zanamivir untuk pengobatan dan pencegahan infeksi virus flu babi. Obat anti virus merupakan obat resep (pil, cair atau inhaler) untuk memerangi virus influenza di dalam tubuh kita. Jika sakit, obat antivirus dapat mengurangi penyakit ini dan akan lebih cepat sembuh. Untuk pengobatan, obat antivirus ini segera diberikan 2 hari setalah gejala muncul (hampir sama dengan pengobatan flu burung).Flu babi dapat diobati juga dengan Tamiflu atau Relenza ada juga menganjurkan untuk menggunakan obat anti flu symmetrel(amantadine) atau flumadine (rimantadine). 2.4 Waktu infeksi flu babi dapat menyebar Orang yang terinfeksi virus influenza babi berpotensi menular pada lainnya saat masih merupakan gejala dan sampai 7 hari masih dapat menularkan. Anak-anak, terutama yang muda, berpotensi menularkan lebih panjang periodenya. Masa inkubasi penyakit ini : 3-5 hari. 2.5 Perlindungan yang harus dilakukan agar tidak terkena virus H1N1 Tidak ada vaksin yang dapat melindungi dari influenza babi. Kegiatan sehari-hari adalah mencegah penyebaran karena ILI. Langkah-langkah yang perlu dilakukan adalah: a. Tutup hidung dan mulut dengan tissue pada saat batuk atau bersin, kemudian buanglah tissue yang telah dipergunakan ketempat sampah. b. Cuci tangan dengan sabun dan air, terutama setelah batuk atau bersin. Menggunakan hand clean berbahan dasar alkohol juga efektif. c. Hindari kontak dengan orang yang sedang sakit d. Apabila mengalami sakit influenza, sesuai dengan rekomendasi CDC agar tinggal di rumah tidak bekerja atau sekolah, dan mengurangi kontak dengan orang

Page 128: Kandang Babi Induk.doc

lain untuk mencegah penularan. Hindari menyentuh mata, hidung atau mulut, karena merupakan tempat jalannya penyebaran penyakit. 2.6 Apa yang dilakukan bila sakit? Kalau ditemukan gejala seperti ini maka laporkan ke Puskesmas dan RS rujukan flu burung. Apabila anda sakit, sebaiknya tinggal dirumah untuk menghindari kontak dengan orang lain dan untuk menghindari penyebaran penyakit anda. Pada anak-anak tanda-tanda darurat yang perlu diperhatikan: a. Napas cepat atau gangguan bernapas. b. Warna kulit kebiru-biruan c. Tidak cukup cairan yang diminum d. Anak terlihat lesu/pucat e. Gejala ILI dengan demam dan batuk yang berat f. Demam dengan ruam Pada dewasa tanda-tanda darurat yang perlu diperhatikan: a. Kesulitan napas atau napas pendek b. Nyeri atau terasa tekanan di dada atau perut c. Sakit kepala mendadak (sudden dizziness) d. Bingung (confusion) III. Kesimpulan Virus influenza babi tidak menular melalui makanan Flu babi disebabkan oleh virus influenza tipe A Flu babi dapat diobati dengan menggunakan oseltamivir atau zanamivir Virus babi dapat tertular melalui kontak babi yang terinfeksi atau lingkungan yang terkontaminasi oleh virus flu babi dan juga melalui kontak dengan penderita flu babi. Juga penularan manusia ke manusia Daftar pustaka www.dinkes-sleman.go.id/files/content4a5d2d5d37bb4.doc – Mirip www.ibujempol.com/flu-babi-swine-flu-gejala-dan-pencegahan (05 maret 2010)

Categories: Penyakit Babi  |  No Comments

SWINE FEVER (Rydha Tarigan)

March 18, 2010 | Posted by saulandsinaga

Swine fever atau sampar babi atau hog cholera adalah penyakit epidemik pada babi yang sangat menular dan mematikan yang disebabkan oleh virus HCV (hog cholera). Penyakit ini ditandai dengan, nafsu makan menghilang, demam tinggi sampai 40 derajat celcius, babi tampak lesu, bulu kusam, muntah, mata keluar kotoran, diare terus menerus, dan kejang-kejang. Pada membran mukosa terdapat bercak-bercak berwarna ungu sampai kehitaman.

Virus HCV, sangat destruktif karena dapat mematikan seluruh ternak dalam sebuah kandang besar. Ternak yang terjangkit virus ini tidak dapat diobati. Begitu virus itu masuk, 6-7 hari kemudian muncul gejala, dan babi pada umumnya mati 7 – 10 hari sejak sakit. Babi yang terjangkit hog cholera angka kematiannya mencapai 100 %. Penyakit hog cholera bukan termasuk penyakit zoonosa, sehingga penyakit itu tidak menular kepada manuasia. Meski begitu, jika penyakit tersebut tidak diatasi bisa menyebabkan kerugian ekonomi cukup besar bagi pengusaha/peternak babi.

Langkah antisipasi mencegah hog cholera yaitu melakukan vaksinasi hog cholera secara teratur dan menjaga kebersihan. Yang tak kalah penting, membeli bibit babi yang bebas dari penyakit hog cholera. Penanganan terhadap penyakit itu perlu dilakukan intensif. Sebab meski babi sudah divaksin, kemungkinan virus itu masuk masih ada. Oleh karena itu, penanganan dengan pemberian vaksin harus dilakukan rutin. Selain itu, lingkungan atau kandang harus selalu bersih.

Jika ada babi yang mati karena penyakit ini sebaiknya tidak hanya dikubur, tetapi juga harus dibakar. Hal tersebut dilakukan untuk mewaspadai munculnya virus baru. Sebab, bisa saja ini penyakit misterius, dengan cara dibakar akan lebih aman karena virus baru yang akan muncul tidak bisa berkembang. Di Indonesia, daerah yang bebas penyakit ini adalah pulau Jawa, Bali,

Page 129: Kandang Babi Induk.doc

Sumatra dan Kalimantan, sedangkan daerah yang terinfeksi adalah pulau Sulawesi bagian utara, Maluku dan Papua.

Daftar pustaka

 

http://www.keswan.ditjennak.go.id/statusdaerah.php?pid=4&penyakitID=3

http://www.wawasandigital.com/index.php?option=com_content&task=view&id=4680&Itemid=58

http://www.suaramerdeka.com/harian/0504/01/kot16.htm

http://www.fao.org/docrep/003/t0756e/T0756E05.htm sumber diakses tanggal 3 maret 2010 pukul 19.01

Babi Large White

July 15, 2010 | Posted by saulandsinaga

Babi large white dikembangkan di Inggris pada akhir tahun 1700-an. Ada hampir 4.000 ekor babi large white yang terdaftar di Inggris pada tahun 1981. Babi large white ini dikenal juga sebagai babi large white Inggris yang merupakan jenis babi dalam negeri yang berasal dari Yorkshire oleh karena itu dikenal juga sebagai babi Yorkshire. Babi large white yang pertama kali dikembangbiakkan yaitu nenek moyang dari Yorkshire Amerika di Amerika Utara. Babi large white adalah salah satu yang paling banyak dari semua ras babi yang banyak digunakan dalam perkawinan silang untuk beternak babi intensif di seluruh dunia. Adapun contoh persilangan yang telah dilakukan yaitu antara babi large white dari Yorkshire dengan babi yang berdaging kecil dari Kanton Cina menghasilkan babi putih breeds yang berukuran kecil, menengah hingga besar. McPhee menyebutkan bahwa large white pertama kali dibiakkan di Dookie Pertanian College di Victoria kemudian tahun 1921 menyebar ke daerah Sydney dan pada tahun 1931 diperluas kembali ke daerah Victoria selatan dan barat, Queensland selatan dan Adelaide. Sepuluh tahun kemudian babi large white ini dikembangbiakkan di pantai selatan New South Wales, di Queensland utara, di Tasmania dan di Australia Barat. Hingga sekarang ini tipe large white ini merupakan jenis yang paling popular di Australia. Babi large white ini telah membuktikan diri sebagai anjing ras kasar dan kuat yang dapat menahan variasi iklim dan faktor lingkungan lainnya. Kemampuan mereka untuk dapat menghasilkan

Page 130: Kandang Babi Induk.doc

jenis baru yang unggulah yang telah memberikan mereka peran utama dalam sistem produksi babi komersial dan piramida peternakan di seluruh dunia. Babi large white memiliki kulit yang putih dan bebas dari rambut hitam serta tubuh yang besar. Mereka lebih panjang di kaki dibandingkan dengan bagian yang lain. Kepalanya agak panjang dengan wajah sedikit dished dan telinga yang tertusuk.

Large white berkembang biak kasar dan kuat yang dapat menahan berbagai kondisi iklim. Mereka umumnya digunakan dalam perkawinan silang atau program hibrida, dengan salib yang paling populer yaitu antara large white dan Landrace. Persilangan ini sering digunakan sebagai garis ibu di ternak komersial. Sebuah breed ketiga seperti Duroc atau Hampshire sering digunakan sebagai Sire terminal. Hasil pemuliaan program dalam babi diproduksi untuk pasar yang memenuhi kebutuhan konsumen dalam jumlah yang rendah lemak dan tingkat kandungan daging yang tinggi.

Dalam sebuah studi oleh Bunter dan Bennett (2004, AGBU Pig Workshop Genetika Catatan), keturunan dari sejumlah ras dan garis terminal Sire dibesarkan dalam kondisi yang sama. Progeni yang dibandingkan untuk pertumbuhan, backfat, daging dan sifat dari kualitas makanan. Ada perbedaan antara breeds untuk beberapa sifat, namun ada juga perbedaan besar antara kelompok-kelompok keturunan dari pejantan dalam berkembang biak. Hal ini menunjukkan bahwa peternak dan produsen harus mempertimbangkan perbedaan antara hewan dalam berkembang biak.

Peningkatan genetic yang dilakukan oleh peternak modern yaitu dengan menggunakan program komputer seperti PIGBLUP untuk perbaikan genetik produksi daging babi. Seleksi keputusan berdasarkan nilai-nilai pemuliaan estimasi (EBVs), yang merupakan perkiraan jasa genetik babi. EBVs berasal dari silsilah dan data kinerja yang tersedia dari sistem perekaman kawanan untuk sejumlah kinerja dan sifat-sifat reproduksi. Keuntungan genetik yang telah dicapai dalam populasi babi ini ditunjukkan melalui kecenderungan genetik, yang menunjukkan EBV rata-rata semua binatang lahir pada tahun yang sama.

Perkembangbiakkan dari large white merupakan bagian dari Program Peningkatan Babi Nasional (NPIP). The NPIP menyediakan EBVs dan kecenderungan genetik untuk large white yang ditampilkan dalam grafik berikut ini untuk mendapatkan rata-rata harian, kedalaman backfat dan ukuran sampah. Genetik tren ini adalah kecenderungan genetik rata-rata semua ternak berpartisipasi. Genetik tren ini merupakan penyedia seedstock individu yang dapat berbeda dengan tren rata-rata genetik karena seleksi yang berbeda penekanan yang ditempatkan pada setiap karakter oleh peternak individu.

Berikut adalah gambar dari kecenderungan genetik untuk large white berdasarkan Harian Rata-rata Laba (Sumber: NPIP 24.11.04). Peternak didirikan berdasarkan prosedur seleksi PIGBLUP di awal 1990-an dan mendapatkan genetik rata-rata tahunan sekitar 6 gram per hari telah dicapai dari tahun 1994 sampai 2004. Genetik keuntungan bersifat kumulatif dan jasa genetik babi hampir 60 g / d lebih tinggi pada tahun 2004 dibandingkan dengan tahun 1993.

Berikut adalah grafik dari kecenderungan genetik untuk large white berdasarkan Ultrasonik Backfat Kedalaman (Sumber: NPIP 24.11.04). Sebuah perbaikan genetik -2,88 mm telah dicapai di White Besar dari tahun 1991 hingga tahun 2003. Kebanyakan seedstock pemasok sekarang mencapai tingkat backfat yang cukup untuk pasar saat ini dan telah mengambil

Page 131: Kandang Babi Induk.doc

tekanan seleksi dari backfat. Hal ini terlihat dari kecenderungan datar untuk backfat 2003-2004.

Gambar grafik kecenderungan genetik untuk large white berdasarkan Jumlah babi Dilahirkan Hidup (Sumber: NPIP 24.11.04). Kecenderungan genetik untuk menunjukkan ukuran sampah yang peternak telah menempatkan penekanan pada sifat ini sejak tahun 1999 dan kecenderungan kumulatif genetik sekitar 0,5 babi telah dicapai dari tahun 1999 sampai 2004.

Large white mempunyai rata-rata berat sekitar 100 -  250 kg dengan rata-rata umur hidup yaitu 6 – 9 tahun. Jika dilihat dari perawatan tampilannya babi large white ini merupakan salah satu hewan peliharaan yang paling mudah. Mereka hanya membutuhkan dicuci dengan sampo ringan untuk membuang kotoran dari tubuh dan kaki. Adanya kelebihan rambut dipotong dari ekor dan telinga. Sebuah sikat rambut dapat digunakan untuk merapikan rambut dan menghilangkan partikel debu atau serbuk gergaji yang mungkin menempel di kulit babi tersebut.

Sebagai omnivora yang makan tumbuhan dan hewan, babi akan mengkonsumsi hampir segala sesuatu yang dimakan seperti buah-buahan, akar, bunga, rumput, serangga, cacing, semua jenis daging, dan bahkan sisa-sisa dari meja makan.

Tidak seperti hewan ruminansia (sapi dan kambing), babi memiliki perut tunggal. Untuk pertumbuhan yang sehat dan cepat, babi memerlukan makanan tinggi energi terdiri dari biji-bijian (jagung, gandum, gandum, barley), ditambah protein dan suplemen vitamin. Sebagian besar makanan yang tersedia secara komersial untuk babi menggabungkan berbagai biji-bijian pertanian dan suplemen yang diperlukan untuk memastikan perkembangan yang cepat dan efisien. Babi yang terbaik diizinkan untuk makan sebanyak yang mereka inginkan di siang hari agar mereka dapat tumbuh dengan cepat. Makanan pun harus disipakan dengan air minum yang segar.

Babi itu sangat aktif merupakan hewan penasaran yang membutuhkan ruang untuk mengeksplorasi, latihan, dan menjadi diri mereka sendiri secara energik. Ruangan  yang memadai, relatif terhadap ukuran dan berat merupakan pertimbangan utama karena babi yang ramai atau terbatas pada ruang kecil akan menjadi stress dan pertumbuhan yang sehat serta pengembangan dari babi tersebut akan  terhalang. Babi juga membutuhkan gudang atau perumahan yang akan membiarkan mereka tidur di area kering dan bersih di malam hari. Ideal suhu dari tempat tersebut adalah sekitar 60-700F. Selama musim dingin adanya selimut kayu chip sangat dibutuhkan oleh seekor babi dan penampungan air dengan tempat yang luas dibutuhkan pada musim panas.

Untuk memelihara babi large white ini di rumah ini harus ada akses ke sumber air yang membuat nyaman untuk membersihkan babi tersebut atau selang keluar tempat penampungan babi yang diperlukan. Rantai link pagar, pohon-pohon rindang, dan kolam direkomendasikan untuk habitat halaman belakang. Pemilik Babi disarankan untuk memeriksa dengan pemerintah setempat untuk perundang-undangan tentang kepemilikan dan pemeliharaan babi di rumah dan halaman belakang.

Untuk kesehatan meskipun energi mereka dan sifat suka berteman, babi adalah binatang yang sensitif. Mereka mudah stres oleh perjalanan, vaksinasi, suhu ekstrim, dan lingkungan baru. Stres membuat mereka rentan terhadap penyakit seperti radang paru-paru dan bronkitis (karena juga ke paru-paru mereka relatif kecil untuk ukuran mereka). Mereka juga rentan

Page 132: Kandang Babi Induk.doc

terhadap virus hewan seperti flu. Babi umumnya menderita gatal gila (atau pseudo rabies), disentri, dan parasit (kutu, kutu, dan cacing ascarid). Babi yang sehat memiliki rambut berkilau, mata terang, selera yang kuat, dan energi tinggi. temperatur normal mereka 102.5F. Penyimpangan dari suhu normal dan tanda-tanda lain dari miskin kesehatan termasuk diare dan batuk harus segera dibawa ke dokter hewan perhatian.

Tingkah laku mereka sebagai omnivora yang suka makan dapat menjadi tontonan yang menyenangkan karena mereka menggunakan moncong untuk mencium bau dan menggali potensi makanan. Mereka cerdas dan sosial binatang yang cepat terbiasa dengan kehadiran dan kasih sayang manusia. Beberapa Babi cukup cerdas untuk belajar trik, taat perintah, dan menggunakan kotak sampah. Karena mereka tidak memiliki kelenjar keringat, mereka cenderung untuk mendinginkan diri dengan rolling dalam air atau lumpur. Lumpur yang mengering pada kulit mereka berfungsi sebagai tabir surya dan perlindungan dari parasit seperti kutu, kutu, dan lalat. Large white yang dikenal itu aktif dan kuat.

            Delapan breeds babi besar biasanya digunakan untuk bibit di Amerika Serikat. Secara umum, lima breeds gelap – Berkshire, Duroc, Hampshire, Polandia Cina, dan Spot dikenal dan digunakan untuk siring kemampuan mereka dan potensi untuk meneruskan daya tahan mereka, leanness, dan meatiness ke anaknya. Tiga breeds putih – Chester White, Landrance, dan Yorkshire banyak dicari untuk kemampuan mereka reproduksi dan ibu.

Yorkshire adalah yang paling dicari setelah berkembang biak, Yorks adalah seekor ibu yang baik dan menghasilkan sampah yang besar. Mereka mempunyai tubuh yang panjang dan besa serta berwarna putih dengan bentuk telinga tegak.

Chester White memiliki ukuran medium dengan telinga droopy dan biasanya memiliki tandu besar dan mencari kemampuan mereka untuk bereproduksi. Babi  dari breed ini biasanya agresif.

Berkshire mempunyai tubuh berwana hitam dengan enam poin putih (hidung, ekor, dan kaki), babi ini memiliki telinga tegak dan moncong pendek dished. Mereka bekerja dengan baik dalam fasilitas tertutup dan terkenal akan kemampuan siring mereka.

Duroc ini mencatat pertumbuhan yang cepat dan efisiensi pakan yang baik dengan warna kemerahan dan telinga yang droopy. Secara rata-rata, babi ini membutuhkan pakan yang kurang untuk membuat satu pon otot daripada keturunan lainnya.

Hampshire mempunyai ciri yaitu berwarna hitam dengan sabuk putih yang membentang dari satu kaki depan, di bahu, dan di bawah kaki depan lain. Mempunyai telinga yang tegak dan sangat populer untuk bersandar pada mereka karena memilki banyak daging.

Polandia Cina mempunyai bentuk seperti Berkshire, breed ini memiliki enam titik putih pada tubuh hitam. Mereka punya telinga berukuran sedang droopy dan menghasilkan daging serta tubuh dengan mata pinggang yang besar.

Spot berwarna putih dengan bercak hitam, breed ini memiliki tipe yang sama dari telinga sebagai Cina Polandia. Babi ini dikenal untuk menghasilkan babi dengan tingkat pertumbuhan yang tinggi.

Page 133: Kandang Babi Induk.doc

Landrance mempunyai ciri fisik seperti babi putih lainnya, breed ini dikenal untuk menabur kemampuan ibu. Mereka sangat besar, dengan telinga floppy, berbadan panjang, dan memiliki rata-rata tertinggi disapih bibit apapun, serta tingkat kelangsungan hidup rata-rata tertinggi pasca proses penyapihan.

Large white disebut juga sebagai Yorkshire large white, memiliki reputasi besar sebagai babi bacon dan silang dengan Landrace Denmark yang saat ini mendominasi pasar Eropa. Dengan pusat pendek, bahu yang halus dan tubuh ramping panjang didukung oleh ham kokoh di belakang menyeluruh. Mempunyai sifat jinak dan produktif baik sebagai ibu. Berkembang biak dan persilangannya menyediakan babi bacon terbaik. Pertumbuhan adalah dengan makanan yang memiliki rasio konversi (kg daging memakai per kg makanan) yang baik.

Middle white juga berkembang di Yorkshire, dari silang antara White White Besar dan Kecil, yang terakhir yang sekarang telah punah. Middle white adalah babi yang sangat baik, mencapai berat yang baik, dengan persentase yang tinggi dari daging ke tulang, dan jenis modern yang baik untuk babi atau bacon.

Middle white pertama kali diakui sebagai anjing ras pada tahun 1852.White Kecil telah dikembangkan dan berasal dari persilangan babi lokal dengan babi Cina dan Siam impor yang mewarisi wajah dished dengan begitu banyak karakteristik middle white.

Black large populer berkembang biak di Devonshire, Cornwall, Suffolk, dan Paul. Meskipun hanya Breed Society yang terbentuk pada tahun 1899.

The Tamworth berasal di Staffordshire dan ditandai oleh banyak rambutnya yang berwarna emas-merah. Ini adalah yang tertinggi sebagai seorang forager, menghasilkan proporsi yang sangat tinggi daging, dan terhormat untuk bacon salib. Mempunyai reproduksi yang kurang subur dibandingkan dengan ras lain, tetapi sekarang ini lebih dari keturunan mereka untuk penyapihan.

The Berkshire adalah keturunan Inggris pertama yang harus ditingkatkan. Berkembang biak dengan menghasilkan babi yang sangat halus dan dianggap berharga untuk persimpangan dengan breeds yang lebih lambat untuk memproduksi daging.

The Saddleback Wessex, berasal di Dorset, dulunya dihormati di seluruh negeri sebagai anjing ras yang sangat tangguh, produktif, kemampuan pengasuhan yang baik, dan cocok untuk produksi di luar ruangan. karakteristik yang beredar adalah pewarnaan, kepala dan leher hitam, perempat tubuh belakang hitam, dan kaki belakang putih ‘sadel’ di atas bahu dan kaki depan bergabung dengan sabuk serta rambut putih.

The Essex, atau Paul Saddleback, menyerupai Saddleback Wessex dengan sabuk putih yang melingkar bahu dan kaki depan pada sebuah benda hitam, leher, dan kepala. Berkembang biak dengan sifat tahan banting, kemampuan beradaptasi terhadap kondisi luar ruangan, dan produksi daging babi yang baik dan bacon, terutama bila disilangkan dengan large white.

The Gloucestershire Old Spot berasal pada waktu yang sama dan dari keturunan mirip dengan Berkshire. Hal ini ditandai dengan warna dasar putih dengan beberapa bintik hitam besar. The Welsh, meskipun babi golongan tua, dikenal secara luas sejak 1918. Mempunyai

Page 134: Kandang Babi Induk.doc

karakteristik yang dapat dikatakan mirip dengan Landrace Denmark. Babi ini menghasilkan daging babi yang baik, meskipun lambat dalam perkembangannya.

Babi biasanya disimpan dengan tiga tujuan yaitu sebagai ternak untuk menghasilkan betina dan menabur untuk pembibitan, sebagai ternak untuk menyediakan bibit babi bagi petani untuk babi atau bacon, dan sebagai tempat membeli babi dari usia muda untuk tumbuhnya daging babi atau bacon.

Categories: Bangsa Babi  |  No Comments

Babi Bali dan Nias (Rully L)

March 21, 2010 | Posted by saulandsinaga

Babi Bali

Babi di Bali terdapat dua tipe yaitu tipe pertama terdapat di bagian timur pulau Bali yang diduga berasal dari Sus vittatus setempat. Babi ini berwarna hitam dan bulunya agak kasar. Punggungya sedikit melengkung ke bawah namun tidak sampai menyentuh tanah dan cungurnya relative panjang.

Tipe yang kedua terdapat di utara, tengah, barat dan selatan pulau Bali. Babi ini punggungnya sampai melengkung ke bawah (lordosis), perutnya besar dan sering menyentuh tanah dalam keadaan bunting atau gemuk. Warnanya hitam kecuali di garis perut bagian bawah dan keempat kakinya dan kadang-kadang di dahinya berwarna putih. Kepala pendek sekitar 24-28 cm, telinga tegak dan pendek, yakni sekitar 10-11 cm. Babi inilah yang umumnya disebut babi Bali.

Tinggi pundaknya adalah sekitar 48-54 cm, panjang tubuhnya sekitar 90 cm, lingkar dada adalah sekitar 81-94 cm dan panjang ekor sekitar 20-22 cm. Puting susu induk 12-14. Rata-rata banyaknya anak adalah 12 ekor per kelahiran.

Babi Bali memiliki kelebihan bisa sepenuhnya diberikan pakan berupa limbah dapur. Sementara untuk jenis babi landrace atau saddle back perlu diberikan pakan pabrik untuk penggemukan. Babi Bali sangat baik untuk babi guling karena  karakteristik babi Bali yang banyak berlemak sangat cocok untuk dijadikan babi guling.

Ciri-ciri babi Bali meliputi warna kulit mayoritas hitam, perut buncit, postur tubuh pendek dan kecil. Produksi daging (karkas) relatif kecil dibandingkan dengan babi jenis landrace atau saddle back.

Induk babi Bali mampu menghasilkan anak sebanyak 8-10 ekor (dalam satu kali melahirkan). Sementara jenis induk landrace atau saddle back mampu menghasilkan 10-12 ekor dalam satu kali kelahiran.

Babi Bali yang berumur 1 bulan untuk kebutuhan upacara bisa dihargai Rp 400.000 per ekor. Babi butuan (sebutan untuk babi Bali berumur satu bulan) banyak digunakan upacara mecaru termasuk jenis upacara lainnya. Babi Bali yang sudah menginjak usia 6 bulan sudah bisa mencapai berat 80 kg.

Page 135: Kandang Babi Induk.doc

Babi Nias

Babi nias masih dekat hubungan dengan babi liar. Badannya sedang, ukuran kepalanya lebih pendek dari babi Sumba. Telinganya tegak,kecil, mulutnya runcing, bulunya agak tebal, terutama pada leher dan bahu sedang babi ini berwarna putih atau belang hitam.

Ada satu fenomena yang akhir-akhir ini dilakoni masyarakat di Nias Barat yaitu beternak babi di pinggir pantai, Hanya memberi makan daging kelapa sekali sehari sekedarnya saja.

Peternak babi di pantai ini memelihara ternaknya di pinggir laut dan membatasi areal ternaknya dengan membuat parit selebar 1 meter (ino’o) sehingga ternak babi mereka tidak bisa pergi jauh. Karena dalam beternak ini boleh dikatakan beternak secara massal maka areal yang dibatasi dengan ino’o bisa luas mencapai 3 km persegi dan ini dikerjakan oleh orang satu kampung dan tiap keluarga dapat memelihara babi 10 ekor atau lebih dengan membiarkan berkeliaran di areal yang sudah dibatasi sehingga di areal itu ada ratusan ekor babi dengan berbagai ukuran dan pemiliknya berbeda-beda.

Makanan babi adalah bulu gowinasi/daun ubi jalar laut yang secara otomatis tumbuh dipinggir pantai tanpa dipelihara sehingga babi tumbuh dengan sendirinya. Namun untuk kesegaran ternak babi ini sekali sehari diberikan makanan variasi berupa kelapa parut sekedarnya saja oleh pemiliknya. Cara memberikan makanan kelapa ini juga sangat unik yaitu pemilik memanggil ternaknya dan menjaga agar hanya ternaknya yang memakan kelapa yang yang diberikan, setelah habis baru pemiliknya pulang. Peternakan yang sangat menguntungkan karena biaya sangat murah dan tidak membutuhkan tenaga manusia yang banyak. Ubi jalar laut tumbuh dengan sendirinya dan sangat banyak serta cepat pertumbuhannya dan buah kelapa sangat banyak di Nias dan tidak terlalu banyak dibutuhkan.

Salah satu desa yang telah melaksanakan peternakan massal ini adalah desa Togimbögi kecamatan Sirombu sehingga orang yang membutuhkan babi selalu datang kesana karena hampir satu kampung memiliki ternak babi. 

 

KESIMPULAN

Babi bali terdapat dua tipe yaitu tipe pertama terdapat di bagian timur pulau Bali dan tipe kedua terdapat di utara, tengah, barat dan selatan pulau Bali.

Babi Bali memiliki kelebihan bisa sepenuhnya diberikan pakan berupa limbah dapur, ciri-ciri babi Bali meliputi warna kulit mayoritas hitam, perut buncit, postur tubuh pendek dan kecil, induk babi Bali mampu menghasilkan anak sebanyak 8-10 ekor (dalam satu kali melahirkan).

Babi nias masih dekat hubungan dengan babi liar.

Ukuran Babi Nias badannya sedang, ukuran kepalanya lebih pendek dari babi Sumba, telinganya tegak,kecil, mulutnya runcing, bulunya agak tebal, terutama pada leher dan bahu sedang babi ini berwarna putih atau belang hitam.

Fenomena yang akhir-akhir ini dilakoni masyarakat di Nias Barat yaitu beternak babi di pinggir pantai, hanya memberi makan daging kelapa sekali sehari sekedarnya saja.

Page 136: Kandang Babi Induk.doc

 

DAFTAR PUSTAKA

Sihombing. 2006. Ilmu Ternak Babi. Cetakan kedua. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

http://books.google.co.id/books diakses tanggal 9 maret 2010, 10:30 WIB

http://www.bisnisbali.com/2008/03/12/news/property/ki.html diakses tanggal 9 Maret 2010 10.35 WIB

http://kanisbar.wordpress.com/page/3/ diakses tanggal 9 maret

2010, 10:45 WIB

http://kanisbar.wordpress.com/page/3/ diakses tanggal 9 maret

2010, 10:45 WIB

http://selebzone.com/2009/04/28/antisipasi-penyebaran-flu-babi-disnak-bali-ajukan-bantuan-vaksin.html diakses tanggal 9 maret 2010, 10.50 WIB

Categories: Bangsa Babi  |  No Comments

KARAKTERISTIK BABI LOKAL BATAK (KARO) DAN TORAJA (Joko Setiawan)

March 21, 2010 | Posted by saulandsinaga

         Ternak babi merupakan salah satu penghasil daging selain ternak lain (seperti ternak sapi, kerbau, domba, kambing dan sebagainya). Ternak babi ini umumnya yang dipelihara adalah babi tipe pedaging, yang tujuan utamanya untuk memenuhi kebutuhan konsumen akan daging babi tersebut.

         Daging babi yang mungkin memiliki kelebihan dari daging lainnya seperti dari rasa yang lebih gurih dan empuk. Namun daging babi jarang ditemukan di daerang yang umumnya beragama muslim karena tidak adanya konsumen pada daging babi tersebut, akan tetapi lain halnya pada daerah yang umumnya beragama lain seperti di Sumatra, Makassar, Sulawesi, Bali, dan lain-lain. Daging babi banyak dicari oleh konsumen baik untuk kebutuhan sehari-hari maupun untuk acara besar.

Bangsa Babi

         Pada dasarnya ternak babi memiliki bangsa yang membedakan antara babi yang satu dengan babi yang lain. Adapun bangsa-bangsa babi tersebut terbagi menjadi tiga (3) tipe, yaitu diantaranya :

1.   Tipe lemak (lard type), memiliki ciri-ciri:

Page 137: Kandang Babi Induk.doc

         -  Ukuran tubuh berlebihan, lebar

         -  Cepat atau mudah menjadi gemuk, kemampuan dalam pembentukan lemak cukup tinggi

         -  Ukuran kaki pendek

            Contoh : bangsa-bangsa babi Indonesia cenderung ke arah tipe lemak.

2.   Tipe daging (Meat type), memiliki ciri-ciri:

      -  Ukuran tubuh panjang dan halus

      -  Bagian sisi tubuh panjang, dalam halus

      -  Punggung berbentuk busur, kuat dan lebar

      -  Susunan badan padat, lemak sedikit

      -  Kepala dan leher ringan, halus

      -  Ukuran kaki panjang sedang, tumit pendek kuat

      -  Ham berkembang cukup bagus dan dalam

         Kelompok babi ini banyak diternakkan di AS.

         Contoh: Hampshire, Polan China, Spotted Poland China, Berkshire, Chester White, Duroc.

3.   Tipe dwiguna (bacon type). Termasuk kelompok babi type sedang ialah yang memiliki tanda-tanda sebagai berikut:

      -  Ukuran tubuh panjang dan dalamnya tubuh sedang dan halus

      -  Ukuran lebar tubuh sedang, timbunan lemak sedang, halusKelompok babi tipe bacon banyak diternakkan di Inggris, Belanda, Kanada dan Polandia.

      Contoh : Yorkshire, Landrace, Tamworth

Selain ternak babi dibedakan berdasarkan bangsa-bangsa, namun ada juga faktor-faktor  yang mempengaruhi pembentukan tipe babi, yaitu :

a)      Pemasaran

b)       Tujuan peternak

c)      Bangsa atau strain

d)      Makanan

Page 138: Kandang Babi Induk.doc

e)       Saat pemotongan

Bedasarkan zologis ternak babi termasuk pada:

Mamalia (menyusui) Ordo : Artiodactyla (berjari/kuku genap)

Famili : Suidae (Non Ruminansia)

Genus : Sus

Species :

- Sus scrofa babi liar dari eropa ada 10 sub species

- Sus vittatus babi liar dari Asia ada 13 subspesis antara lain: babi Sumatra, Jawa, Flores dan Malaysia

- Sus celebensis terdapat 8 species di Sulawesi,

- Sus barbatus: terdapat 6 subspesis di Kalimantan

Adapula jenis babi yang lain, diantaranya seperti babi liar (babi hutan) mungil, Aili (batak), Jani (dayak), Babui (kayan), Dahak (Kapuas), dimana spesies ini belum dijinakkan, namun sering diburu sebagai sumber daging tergolong besar tinggi 1m panjang 1m dan berat dewasa bisa 150 kg, makanannya tumbuhan biji-bijian, buah-buahan, rumput-rumputan, serangga, hewan melata dan liar.

Babi piara ada 312 varietas dan 87 varietas yang resmi kini dikenal dengan babi unggul, merupakan hasil seleksi dan persilangan beberapa bangsa babi sehingga dihasilkan bangsa baru kemudian menyebar keseluruh dunia misalnya 60% babi potong komersial didunia adalah Yorkshire (large White).

Babi Lokal

         Jenis babi lokal terdiri dari babi batak dan babi toraja, adapun karakteristik kedua babi tersebut, yaitu :

a)   Babi Batak:

ü  Tinggi pundak 54-51 cm, panjang 71-95 cm

ü  Telinga tengah warna rata-rata hitam walaupun ada warna bercak-bercak putih

ü  Bulu pada bagian bahu dan leher agak tebal

ü  Rata-rata putting susu 10

b) Babi Tana Toraja

ü  Babi kecil (minipig)

Page 139: Kandang Babi Induk.doc

ü  Tinggi pundak 45 cm, panjang 71 cm

ü  Warna hitam putih dan ada yang hitam semua.

Tujuan Penggunaan Binatang Babi Lokal

Pada masyarakat Batak (Karo) babi biasanya digunakan untuk :

1. Upacara adat perkawinan yang dimana pihak pria harus mengorbankan/ mempersembahkan satu nyawa yaitu menyembelih seekor hewan (sapi, babi atau kerbau), yang akan diberikan kepada pengentin wanita.

2. Salah satu binatang peliharaan masyarakat Batak (Karo)

 

sedangkan pada masyarakat Toraja, babi umumnya digunakan untuk :

1.   Tongkonan (rumah adat tradisional suku Toraja), yang dimana binatang babi menjadi salah satu persembahan dalam pembangunan rumah adat tersebut.

2.   Upacara adat kematian, babi menjadi salah satu binatang persembahan.

DAFTAR PUSTAKA

 

http://w3.weddingku.com/traditional/culinary.asp?cat=2, 7 Maret 2010

http://blogs.unpad.ac.id/saulandsinaga/category/bangsa-babi/, 6 Maret 2010

http://www.nusantaraonline.org/id/content/suku-toraja, 7 Maret 2010

Categories: Bangsa Babi  |  1 Comment

TIPE BABI

February 17, 2010 | Posted by saulandsinaga

1. Tipe dan Bangsa BabiBangsa-bangsa babi dibagi menjadi tiga tipe yakni:a) tipe lemak (lard type), memiliki ciri-ciri: Ukuran tubuh berlebihan, lebar dan dalam Cepat atau mudah menjadi gemuk, kemampuan dalam pembentukan lemak cukup tinggi Ukuran kaki pendek.Contoh : bangsa-bangsa babi Indonesia cenderung ke arah tipe lemak.b) tipe daging (Meat type=pork type), memiliki ciri-ciri: Ukuran tubuh panjang, dalam, halus. Bagian sisi tubuh panjang, dalam halus Punggung berbentuk busur, kuat dan lebar.

Page 140: Kandang Babi Induk.doc

Susunan badan padat, lemak sedikit Kepala dan leher ringan, halus Ukuran kaki panjang sedang, tumit pendek kuat. Ham berkembang cukup bagus dan dalamKelompok babi ini banyak diternakkan di ASContoh: Hampshire, Polan China, Spotted Poland China, Berkshire, Chester White, Duroc.

c) tipe dwiguna (bacon type).Termasuk kelompok babi type sedang ialah yang memiliki tanda-tanda sebagai berikut: Ukuran tubuh panjang dan dalamnya tubuh sedang dan halus. Ukuran lebar tubuh sedang, timbunan lemak sedang, halusKelompok babi tipe bacon banyak diternakkan di Inggris, Belanda, Kanada dan Polandia.Contoh : Yorkshire, Landrace, Tamworth

d) Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan tipe babi: Pemasaran Tujuan peternak Bangsa atau strain Makanan Saat pemotongan

Klasifikasi Zoologis ternak babi:Kelas : Mamalia (menyusui)Ordo : Artiodactyla (berjari/kuku genap)Famili : Suidae (Non Ruminansia)Genus : SusSpecies : Sus scrofa babi liar dari eropa ada 10 sub speciesSus vittatus babi liar dari Asia ada 13 subspesis antara lain: babi Sumatra, Jawa, Flores dan MalaysiaSus celebensis terdapat 8 species di Sulawesi,Sus barbatus: terdapat 6 subspesis di Kalimantan

Babi liar (babi hutan) mungil, Aili (batak), Jani (dayak), Babui (kayan), Dahak (Kapuas) spesis ini belum dijinakkan, diburu sebagai sumber daging tergolong besar tinggi 1m panjang 1m dan berat dewasa bisa 150 kg, makanannya tumbuhan biji-bijian, buah-buahan, rumput-rumputan, serangga, hewan melata dan liar.Babi piara ada 312 varietas dan 87 varietas yang resmi kini dikenal dengan babi unggul, merupakan hasil seleksi dan persilangan beberapa bangsa babi sehingga dihasilkan bangsa baru kemudian menyebar keseluruh dunia misalnya 60% babi potong komersial didunia adalah Yorkshire (large White).

1. YorkshireTermasuk tipe bacon (dwiguna) berasal dari Inggris, dikenal dengan large white babi ini berwarna putih dengan muka oval, telinga tegak termasuk type keibuhan karena litter sizenya banyak dan keibuannya bagus, persentase karkasnya tinggi, berat jantan 320-455 kg, induk2. LandraceBerasal dari Denmark, termasuk babi bacon berkualitas tinggi.Ciri-ciri yang dimiliki antara lain: Tubuh panjang, besar (lebar) dan dalam Warna putih dengan bulu yang halus

Page 141: Kandang Babi Induk.doc

Kepala kecil agak panjang, dengan telinga terkulai Leher panjang Punggung membentuk seperti busur, panjang dan lebar Bahu rata, halus Kaki letaknya baik dan kuat, dengan paha yang bulat dan tumit yang kuat pula Putting susu 6-7 buah Berat jantan dewasa 320-410 betina 250-340 kg.

3. DurocBerasal dari Amerika SerikatCiri-ciri yang dimiliki antara lain: Tubuh panjang, besar Warna merah yang bervareasi mulai dari merah muda sampai merah tua Punggun berbentuk busur yang dimulai dari leher sampai ekor dengan titik tertinggi di tengah Kepala sedang dengan telinga terkulai kedepan dan mukanya agak cekung Produsi susu cukup baik dan banyak anak

4. Hampshire dan SaddlebacAdalah salah satu babi termuda yang cepat menjadi populer. Asal atau bentuk di Kentucky (AS). Ciri-ciri yang dimiliki: Warna hitam dengan warna putih berbentuk pita yang lebar mengelilingi bahu sampai kedua kaki depan. Warna putih ini besarnya sangat bervareasi ada yang sempit dan ada yang lebar. Punggung membentuk busur, kuat Kepala halus dengan rahang yang ramping dan telinga tegak Letak bahu baik dan halus Tubuh halus, kuat Induk banyak aktif

5. Babi Lokal:a) Babi Batak: Tinggi pundak 54-51 cm, panjang 71-95 cm Telinga tengah warna rata-rata hitam walaupun ada warna bercak-bercak putih Bulu pada bagian bahu dan leher agak tebal. Rata-rata putting susu 10b) Babi Bali: Warna hitam dan bulu agak kasar Punggung melengkung kebawah, tidak sampai ketanah, cungurnya relatif pendek Telinga tegak tinggi, Pundak 48-54 cm, Panjang tubuh 94 cm Puting susu 12-14 buah dengan jumlah anak perkelahiran 12 ekor

c) Babi Tana Toraja Babi kecil (minipig) Tinggi pundak 45 cm, panjang 71 cm Warna hitam putih dan ada yang hitam semua.

Categories: Bangsa Babi  |  2 Comments

Page 142: Kandang Babi Induk.doc

Bangsa dan Produksi Babi

February 12, 2010 | Posted by saulandsinaga

Peternak babi selalu mendapat keuntungan bila :

1. Jantan tidak menjadi jelek2. Betina mendapat pakan yang baik

3. Betina tidak keguguran karena bang atau lepto

4. Separuh anak-anaknya tidak mati

5. Penyakit tidak menyerang

6. Induk tidak memakan anaknya

7. Babi itu tidak diare

Para peternak babi sering mengalami problem antara lain : proses reproduksi, manajemen pakan, kesehatan.

A. Bangsa Babi

Bangsa-bangsa babi dibagi menjadi beberapa 3 type yaitu tipe lemak, tipe daging dan tipe dwiguna (bacon), hal ini terjadi karena permintaan konsumen, sifat bahan makanan  yang diberikan dan cara pemeliharaan akan tetapi pada peternakan modern saat ini bangsa ini tidak ada karena satu tujuan yaitu untuk menghasilkan daging yang bermutu.

Klasifiksi  Zoologis ternak  babi :

Kelas : Mamalia ( Menyusui)

Order : Artiodactyla (berjari /kuku genap)

Famili : Suidae (Non Ruminansi )

Genus : Sus

Spesis : Sus scrofa babi liar dari eropa ada 10 sub spesis

Sus vittatus babi liar dari asia ada 13 subspesis antara lain

babi sumatra, Jawa, Flores, dan Malaysia.

Sus celebensis terdapat 8 subspesis di sulawesi,

Sus barbatus : terdapat 6 subspesis di Kalimantan

Babi Liar (Babi hutan) mangui, aili (batak), Jani (dayak) babui (kayan) dahak (kapuas) spesis ini belum dijinakkan, diburu sebagai sumber daging tergolong besar tinggi 1m panjang 1m

Page 143: Kandang Babi Induk.doc

dan berat dewasa bisa 150 kg, makanannya tumbuhan biji-bijian, buah-buahan, rumput-rumputan, serangga,hewan melata dan liar.

Babi piara ada 312 varietas dan 87 varietas yang resmi kini dikenal dengan babi unggul, merupakan hasil seleksi dan persilangan beberapa bangsa babi sehingga dihasilkan bangsa baru kemudian menyebar keseluruh dunia misalnya 60% babi potong komersial di dunia adalah Yorkshire (Large White).

1. Yorkshire

Termasuk tipe bacon berasal dari inggris, dikenaldengan large white babi ini berwarna putih dengan muka oval, telinga tegak termasuk type ibu karena litter sizenya banyakdan keibuannya bagus, persentase karkasnya tinggi berat jantan 320-455 jg, induk 225- 365 kg.

2. Landrace

Berasal dari Denmark, warna putih, bertubuh panjang dan kakinya panjang, tampilan yang khas telinganya rebah ke depan. Panjang tubuh baik 16 sampai 17 tulang rusuk, subur mempunyaiputing susu yang lebih banyak , jantan dewasa berbobot 320 – 410 kg dan betina 250-340 kg. Karkas panjang, paha besar, daging dibawahdagu gemuk dengan kaki pendek dikenal karena konversi pakannnya sangat baik dan berat badan yang tinggi. Kelemahan kaki belakang yang lemah saat bunting dan daging pucat, lembek dan exsudatif ini karena inbreeding yang terlalulama.

3. Duroc

Berasal dari Amerika Serikat, warna merah mulus, tubuh padat dan prolifik, babi siap potong 90 kg, dapat dicapai 5 bulan atau lebih, jantan dewasa 295 –455 kg, betina 295 – 455 kg.

4. Hamshire

Di kembangkan  di USA, berasal dari inggris, ciri khas selempang putih yang meliliti tubuhnya yang berwarna hitam,  warna putih itu terdapat di kedua  kaki depan. Termasuk type pedaging, tubuh melengkung seperti busur,mempunyai sifat keibuan yang baik.

5. Babi Batak

Tinggi pundak 54-61 cm, panjang badan 71 – 95 cm, telinga tegak warna rata-rata hitam walaupun ada wang bercak-bercak putih, bulu pada bagian bahu dan leher agak tebal, rata-rata puting susu 10.

6. Babi Bali

Warna hitam dan bulunya agak kasar punggung melengkung kebawah, tidak sampai ketanah cungurnya relatif pendek.  Telinga tegak tinggi pundak 48-54 cm, panjang tubuh 90 cm, puting susu 12 – 14 buah dengan jumlah anak perkelahiran 12 ekor.

7. Babi Tanah Toraja

Page 144: Kandang Babi Induk.doc

Salah satu babi kecil (minipig) tinggi pundak 45 cm, panjang 71 cm warna hitam putih walaupun ada pula yang hitam semua.

B Reproduksi Babi

Babi termasuk hewan yang subur untuk dipelihara kemudian dijual,  karena jumlah perkelahiran (litter size) lebih dari satu (polytocous) dan jarak perkelahiran pendek. Seekor induk dalam satu tahun dapat menghasilkan dua kali melahirkan dan 20 ekor anak sama dengan 1800 kg daging setiap tahun.

Tabel 1. Data Reproduksi Babi Induk

Peristiwa Interval Rata-rata

Umur saat pubertas (bln)Lama Birasi (estrus) (hari)Panjang Siklus birashi (hari)

Waktu ovulasi (jam stlah birahi)

Saat yang baik untuk kawin

Lama Kebuntingan (har)

4 – 71 – 518 – 24

12 – 48

estrus hr kedua

111 – 115

62 – 321

24 – 36

114  (3 bln, 3 mg, 3 hr)

Pubertas/birahi pada babi dara 4 – 7 bulan dengan rata-rata bobot badan 70-110 kg akan tetapi tidak dikawinkan sebelum umur 8 bulan atau pada periode estrus/birahi  yang ketiga hal ini berguna untuk produksi anak yang lebih banyak dan lama hidup induk lebih panjang. Agar diperoleh anak yang lebih banyak maka induk dikawinkan pada 12 – 24 jam setelah tanda estrus/birahi. Estrus atau birahi pada induk babi adalah karena aktifitas dari hormon estrogen yang dihasilkan oleh ovarium, kejadian ini terjadi selama 3 – 4 hari dengan perubahan tingkah laku seperti suka mengganggu pejantan, kegelisahan meningkat, menaiki betina lainnya dan nafsumakan menurun serta mengeluarkan suara yang khas, kalau ditekan atau diduduki punggungnya diam saja, vulva yang membengkak dan memerah serta lendir keruh dan mengental muncul, bila tanda tanda ini terlihat berarti bebi betinna tersebut siap kawin.     Dalam praktek dengan dua kali perkawinan yaitu 12 dan 24 jam setelah tanda estrus dimulai supaya ovum banyak dibuahi dan jumlah anak (litter size tinggi).

Untuk meningkatkan jumlah anak induk perlu di Flushing  yaitu konsumsi induk ditingkatkan selama 7 – 14 hari sebelum dikawinkan untuk meningkatkan jumlah anak perkelahiran bila pakan selama fase pertumbuhan dibatasi.

Perkawinan yang paling umum adalah perkawinan kelompok (lot Mating) cara ini adalah menempatkan satu atau beberapa ekor jantan kedalam kandang beberapa ekor betina yang sedang birahi, cara ini mengurangi tenaga kerja yang diperlukan.  Hand mating memasukkan  seekor betina dan seekor jantan setelah kawin kemudian jantan dipisahkan kembali ini untuk memudahkan pengontrolan ibu dan bapak anak yang lahir  kondisi kandang kawin ini harus tenang dan tidak licin.

Kebuntingan

Page 145: Kandang Babi Induk.doc

Lama bunting rata-rata 114 hari, kematian embrio/fetus paling sering terjadi/ fase kritis pada saat 30 – 35 hari awal kebuntingan. Perlakuan terhadap temperatur yang ekstrim, pemberian pakan harus rendah pada awal kebuntingan ini dan penggunaan obat-obatan harus hati-hati.

Kelahiran

Induk sebaiknya ditempatkan ke kandang melahirkan 3 – 7 hari menjelang melahirkan, dalam kandang harus bersih, tenang dan  Tanda induk mau melahirkan Gelisah, membuat sarang bila ada medianya, organ reproduksi dan kelenjar mamae membesar dan susu akan keluar bila ditekan saat 12 – 48 jam menjelang kelahiran. Laju pernapasan meningkat menjelang 12 jam kelahiran  kelahiran paling sering menjelang malam hari. Induk merebahkan diri pada satu sisi saat melahirkan kelahiran dengan pola berurutan (satu-satu) selama kurang lebih 1 – 5 jam, anak yang lahir biasanya 70% kaki depan dulu keluar, anak babi dengan kaki belakang duluan paling banyak mati lahir, bila periode kelahiran cukup lama perlu dilakukan perogohan kedalam alat reproduksi induk, mungkin ada yang sungsang. Perlakuan anak setelah lahir adalah dibersihkan  hidungnya dan badannya dari cairan rahim, dan dibantu diberikan susu pertama (colostrum), berikan penghangat pada kandang anak yang baru lahir. Maka dengan itu selama proses kelahiran harus senantiasa diawasi oleh anak kandang. Induk yang terlampau tua, gemuk dan gelisah selalu lebih banyak mengalami problem saat melahirkan oleh sebab itu induk sebaiknya melahirkan sebanyak 8 – 10 kali setelah itu diafkir.  Pemotongan ari-ari dipotong dengan cara mengikat dulu pada bagian dekat perut kemudian di gunting lalu diberikan antibiotik (betadin/yodium).     Induk akan birahi kembali 3 – 5 hari setelah anaknya disapih/dipisahkan oleh sebab itu induk dapat dikawinkan kembali untuk memperbanyakjumlah anak yang lahir pertahun. Lama penyapihan biasanya 2 bulan akan tetapi dapat dipersingkat menjadi 3 minggu dengan perlakuan tertentu.

Anak Babi Setelah Lahir

Anak babi saat lahir sangat lemah, tidak berbulu (tidak tahan dingin) perlu suhu kandang harus 35 oC, cadangan energi yang ada dalam tubuh anak babi cukup hanya 7 – 8 jam oleh sebab itu susu induk sangat diperlukan setelah lahir, oleh sebab itu  perlu ada jerami pada lantai anak dan diberi penghangat (lampu minyak atau listrik).

Defisiensi Besi (Fe) atau anemia cepat muncul pada anak babi yang baru lahir yangdipelihara terkurung hal ini disebabkan oleh persediaan Fe dalam tubuh babi cukuprendah, Fe dalam susucukuprendah, kontak babi dengan tanah sumber Fe  dibatasi dan laju pertumbuhan babi yang cepat. Ciri anak babi yang kekurangan Fe ini terlihat pucat, lemah,  bulu berdiri dan bernafas cepat  oleh sebab itu 48 – 72 jam zat besi harus diberikan antara lain dengan cara : disuntik dengan (paling dianjurkan), disediakan tanah supaya anak babi bisa menjilat-jilat larutan fe digosokkan pada ambing/susu induk yang umum adalah dengan menyuntikkan iron dextran kedalam otot leher atau paha.

Perebutan puting susu sangat hebat saat babi baru lahir biasanya babi berebut pada babi pada bagian depan karena susu yang paling banyak diproduksi. Oleh sebab itu anak yang lemah atau kecil mendapat susu yang paling sedikit maka anak tersebut menjadi lebih kecil maka dengan itu perlu diberikan susu atau makanan tambahan bagi anak selama menyusui.

Pentirian anak babi bisa dilakuakan bila lama anak babi terlampau banyak dibanding dengan jumlah puting atau induk babi bati saat melahirkan, akan tetapi pentirian bisa dilakukan bila umur jarak antar melahirkan dengan induk lain kurang dari 2 hari, sebelum dilakukan

Page 146: Kandang Babi Induk.doc

pentirian sebaiknya diberikan bau-bauan yang sama (dengan kotoran, oli, cairan rahim atau bau yang kuat) agar induk yang menerima tidak mencium bau yang berbeda kemudian akanmenolakanak tersebut.

Pemotongan gigi taring anak babi harus dilakukan segera setelah lahir untuk menjaga agar tidak melukai ambing (susu induk), denganmenggunakan tang pemotongan ini harus hati-hati  agar tidak kena gusi/lidah, pemotongan ekor dapat dilakukan bila diperlukan untuk kebersihan danmenghindari perkelahian.

Kastrasi/kebiri sebaiknya dilakukan pada anak babi jantan sebelum berumur 10 hari kecuali pada anak yang akan dicalonkan pejantan, pisau diugunakan untuk memotong skrotum, dan tangan harus steril atau didesinfektan.

Reproduksi Jantan

Sedangkan jantan lebih lama 5 – 8 bulan dengan bobot badan 75 – 110 kg akan tetapi dikawinkan pada umur 12 bulan. Sebelum digunakan sebagai pejantan perlu di tes dulu dengan mengawinkan dengan 2 – 3  dara yang akan dipotong bila setelah  4 – 5 mg kebuntingan dipotong maka didapat 8 – 10 embrio maka jantan tersebut subur/fertil. Jantan yang berumur setahun dapat dikawinkan dengan induk 7 – 8 tiap minggunya, sedangkan pejantan dewasa 12 induk/minggu.

Daftar Pustaka

Bont, T.E.., Kelly, C.F. dan Heitman,H. 1959. Trans.Am. Soc.Agric. Engrs 2,1.

Close, W.H. 1991. Recent Advances in Animal Nutrition in Australia. P. 144.

University of New England, Armidale.

Close, W.H. dan Mounth, L.E., 1978. Jurnal  Animal Nutrition ed. 40 . P.413-421.

University of New England, Armidale.

Henry, Pickard dan Huges 1983. Recent Advances in Animal Nutrition

in Australia.  University of New England Publishing Unit. Armidale.

 

Holmes, C.W. dan Close, W.H. 1977. Nutrition and the Climatic Envirinment. P.51.

Butterworths, London.

Houghton, T.R. , Butterworth, M.H., Kind, D., dan goodyear, B., 1964. J.Agric. Sci.

Camb. 63, 43-51. ngram, D.L. 1965. Nature. P.207,415-16. London.

Huges dan Varley,1980. Pig Production Manual. Department of Agriculture and

Page 147: Kandang Babi Induk.doc

Rural Affair. Melbourne.Vic.

Hughes, Mosser, BD. Lewis, AJ.  1993. Fat Addition to Sow Diet.Pig New

and Information. P.265.

Huges dan Varley .1980. Proceeding of a Seminar on Sow and Gilt  Management.

Department of Agriculture and Rural Affair. Bendigo. Vic.

Mac. Pherson , Taverner,MR and Mullaney. 1973.  The effect of Dietary

Concentration of Digestible Energy on the Performance Sow and Gilt.

Animal Production . Vol.21. pp.285

Self, Whittemore, Elsley . 1955. Practical Pig Nutrition. Farming Press Ltd.

Ipswich, UK

Salmon –legagneur, 1969. The Effects of Dietary Fibre, Source of Fat and

Dietary Energy Concentration on the Voluntary Food Intake

and Performan of Sow/gilt. Commonwealth Agricultural, sloug. UK.

Stone, B.A., 1982. Proc. Aust. Soc. Anim. Prod. 14,  245-6.

Vajrabukka, C., Thwaites, C.J. dan farell, D.J. 1981. Recent Advances in Animal

Nutrition in Australia. P.99.  University of New England, Armidale.

Tonks, H.M., Smith,W.C., dan Brice, J.M. 1972. Veterinaria Rec. 9, 531-7.

William, K.C., Neill, A.R. Magee, M.H. dan Peters, R.T. 1991. Manipulating Pig

Production III. Australasian Pig Science Association. Werribe.

Batseba, M.W.T., A. Soplanit, D.Wamaer, S. Tirajah dan Usman, 2001

Karakteristik Sistem Usaha Tani Ternak Babi di Kecamatan Assologaima

Kabupaten Jayawijaya. Prosiding Teknologi Spesifik Lokasi. BBTP Papua

1: 50-55.

Bradbury, J.H., B. Hammer, T. Nguyen .1985. Protein Quantity and Trypsin

Inhibitor Content of Sweet Potato Cultivar  from highland of Papua  New

Page 148: Kandang Babi Induk.doc

Ginea. J. Agric. Food. Chem. 282

Ditjen Nak. 1998. Exponak 1991. Kabag PENAN III-Pertasikenca

DepartemenPertanian.

Huges dan Varley,1980. Pig Production Manual. Department of

Agriculture and Rural Affair. Melbourne.Victoria. Australia .

Leddosukoyo,S. 1982. Pemanfaatan Limbah Pertanian untuk

Menunjang Kebutuhan Pakan Ruminansia. Puslitbangnak. Deptan.

Bogor. 194 – 197.

NRC. 1989. Nutrient Requirement of dairy Cattle. National Acad. Of

sci. Washington. D. C. USA.

Sihombing, D.T.H. 1997. Ilmu Ternak Babi. Gajah Mada University

Press. Yogyakarta. Indnesia.

Sutardi, Toha. 1997. Peluang dan Tantangan Pengembangan Ilmu-ilmu

Nutrisi Ternak. Orasi Ilmiah Guru Besar tetap Ilmu Nutrisi Ternak. Fakultas Peternakan IPB, Bogor

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG KULIT BUAH PEPAYA (Carica Papaya) DALAM RANSUM BABI PERIODE FINISHER TERHADAP PERSENTASE KARKAS, TEBAL LEMAK PUNGGUNG DAN LUAS URAT DAGING MATA RUSUK

Page 149: Kandang Babi Induk.doc

May 21, 2010 | Posted by saulandsinaga

ABSTRAK

 Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian dan Teaching Farm Ternak Babi, Desa Kertawangi Kecamatan Cisarua, Lembang, Kabupaten Bandung pada tanggal 1 Mei 2009 sampai dengan 20 Juni 2009. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh pemberian Kulit Buah Pepaya (Carica Papaya) dalam ransum babi periode finisher dilihat dari persentase karkas, tebal lemak punggung, dan luas urat daging mata rusuk. Penelitian ini menggunakan 18 ekor ternak babi kastrasi hasil persilangan Landrace umur 34 minggu. Kisaran bobot badan rata-rata ternak babi adalah 55 kg dengan koefisien variasi kurang dari 6,8%. Penelitian ini menggunakan metode eksperimental Rancangan Acak Lengkap yang terdiri dari tiga perlakuan, dimana setiap perlakuan diulang sebanyak enam kali. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan Uji Sidik Ragam, apabila signifikan; maka dilakukan Uji Duncan. Berdasarkan hasil analisis statistika menunjukkan bahwa pemberian Tepung Kulit Buah Pepaya (Carica Papaya)10% dalam ransum ternak babi tidak mempengaruhi terhadap persentase karkas, tetapi dapat menurunkan sedangkan pada tebal lemak punggung dan meningkatkan luas urat daging mata rusuk. Pemberian Kulit Buah Pepaya (Carica Papaya) 10% dalam ransum babi dapat digunakan sebagai bahan pakan alternative  bagi ternak babi.

Kata Kunci:     Carica Papaya, Persentase Karkas, Tebal Lemak Punggung, dan Luas Urat Daging Mata Rusuk.

ABSTRACT

 

This Research of “ The Effect of Papaya (Carica papaya) Skin Fruit Flour in Ration for The Finisher Period of Pigs to Percentage Carcass, Back Fat and Loin Eye Area” has been held since March 1, 2009 to Juni 30, 2009 at  KPBI Obor Swastika, Cisarua,  Bandung. The purpose of this research is to find dosage level of  papaya skin fruit flour  that can be added into ration so that can be give the best to percentage carcass, Back Fat and loin eye area for the finisher period of pigs. This research was using 18-finisher period of pigs, age 6 months with weight rate 60.56 kg and variation coefficient  6,8%. The method that was used in this research is Complete Randomize Design with three dosage of papaya skin fruit flour , i.e. 0, 5, 10% with six replications. The result of the research shows give 10% papaya skin fruit flour  in ration pig no significant effect to percentage carcass, but increased loin eye area and decreased back fat thickness (p<0,05).  10% papaya skin fruit flour as alternative stuff can be used for pig finisher periode.

 

 

Keywords: pigs, Percentage Carcass, Back Fat Thickness, Loin Eye Area, Papaya skin flour

PENDAHULUAN

 

Page 150: Kandang Babi Induk.doc

Latar Belakang

Babi merupakan salah satu komoditas ternak penghasil daging yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena memiliki sifat-sifat dan kemampuan yang menguntungkan antara lain : laju pertumbuhan yang cepat, jumlah anak per kelahiran (litter size)  yang tinggi, efisiensi ransum yang baik (75-80%) dan persentase karkas yang tinggi (65-80%) (Siagian, 1999). Selain itu, babi mampu memanfaatkan sisa-sisa makanan atau limbah pertanian menjadi daging yang bermutu tinggi. Karakteristik reproduksinya unik bila dibandingkan dengan ternak sapi, domba dan kuda, karena babi merupakan hewan yang memiliki sifat prolifik yaitu jumlah perkelahiran yang tinggi (10-14 ekor/kelahiran), serta jarak antara satu kelahiran dengan kelahiran berikutnya pendek. Babi merupakan salah satu sumber protein hewani bagi masyarakat Indonesia. Karkas merupakan bagian utama dari ternak penghasil daging. Kualitas karkas pada dasarnya adalah nilai karkas yang dihasilkan ternak berdasarkan kriteria yang ditentukan oleh konsumen yaitu karkas yang mengandung daging maksimal dan lemak minimal serta tulang yang proporsional, hal ini dapat dilihat dari persentase karkas yang tinggi, tebal lemak punggung yang tipis dan luas daging mata rusuk yang besar. Persentase karkas babi adalah yang terbesar dibandingkan lemak lain yaitu 75% dari bobot hidupnya, hal ini disebabkan kulit dari keempat kakinya adalah termasuk dalam karkas babi kecuali kepala dan jeroan. Selain itu juga permintaan daging babi yang cukup tinggi sebesar 7,11 % yakni pada tahun 2002 sebanyak 164,491 ton naik menjadi 177,093 ton pada tahun berikutnya, sedangkan peningkatan populasi babi hanya sebesar 3,63 % yakni dari 5.926.807 ekor menjadi 6.150.535 ekor (Dirjen  Bina Produksi Peternakan, 2003), hal ini menunjukan bahwa babi mempunyai peranan yang cukup besar dalam mensuplai kebutuhan daging walaupun dengan keterbatasan konsumen serta dapat mendorong semakin potensialnya peternakan babi di Propinsi Jawa Barat khususnya dan di Indonesia pada umumnya.

Terdapat dua faktor yang mempengaruhi laju pertumbuhan dan komposisi tubuh yang meliputi distribusi berat dan komposisi kimia komponen karkas yaitu faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan salah satu diantaranya adalah kualitas dan kuantitas pakan. Kualitas pakan yang baik sering kali peternak mengeluarkan biaya yang tinggi, oleh karena itu untuk meminimalkan biaya ransum maka dibutuhkan bahan pakan alternatif yang bersifat kontinyu, mudah didapat, murah, bergizi tinggi dan tidak bersaing dengan kebutuhan manusia. Bahan pakan yang dimaksud diantaranya adalah kulit buah pepaya.

Tepung kulit buah pepaya mengandung kadar protein yang tinggi yaitu 25,85% dan serat kasar yang cukup rendah yaitu sebesar 12,51% (Laboratorium Nutrisi Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan UNPAD, 2008). Kulit buah pepaya didapat dari limbah industri pembuatan manisan yang didapat dari daerah Kabupaten Garut, yaitu di Kecamatan Leles. Penggunaan kulit buah pepaya sebagai campuran makanan ternak Babi masih jarang digunakan, kecuali pada beberapa peternakan sapi potong tradisional di kecamatan leles, dan hasilnya menurut para peternak, daging dari sapi-sapi yang diberi kulit buah pepaya segar menjadi lebih merah dan dagingnya lebih padat. Berdasarkan hal tersebut diatas, kulit buah pepaya dapat dimanfaatkan sebagai campuran pakan ternak karena berpotensi sebagai sumber protein nabati. Hasil survey dilapangan menunjukan bahwa potensi kulit buah pepaya adalah 30% dari tiap buah papaya, oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang berapa besar tingkat pemberian kulit buah pepaya dalam bentuk tepung sebagai bahan pakan ternak dalam ransum yang dapat meningkatkan produktivitas ternak.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Pepaya (Carica Papaya) dalam Ransum Babi

Page 151: Kandang Babi Induk.doc

Periode Finisher terhadap persentase karkas, tebal lemak punggung dan luas urat daging mata rusuk”.

Maksud dan Tujuan

Sejalan dengan permasalahan, maka tujuan penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengaruh pemberian Tepung Kulit Buah Pepaya dalam ransum babi periode finisher  terhadapi persentase karkas, tebal lemak punggung dan luas urat daging mata rusuk.

2. Mengetahui persentase pemberian Tepung Kulit Buah Pepaya dalam ransum babi periode finisher  sehingga dapat memberikan pengaruh terbaik terhadap persentase karkas, tebal lemak punggung dan luas urat daging mata rusuk.

 

Kerangka Pemikiran

Daging merupakan komponen karkas yang penting dan mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Daging adalah komponen utama karkas. Karkas juga tersusun dari lemak jaringan adipose, tulang, tulang rawan, jaringan ikat dan tendo. Komponen-komponen tersebut menentukan ciri-ciri kualitas dan kuantitas daging (Soeparno, 1998). Komponen bahan kering yang terbesar dari daging adalah protein. Nilai nutrisi daging yang lebih tinggi disebabkan daging mengandung asam amino esensial yang lengkap dan seimbang (Forrest, dkk, 1975).

Di dalam pembentukan daging pada masa pertumbuhan, ternak babi membutuhkan asupan protein dan energi yang sesuai dengan kebutuhannya. Kebutuhan protein dan energi ternak tergantung pada beberapa faktor termasuk berat hidup, pertambahan berat badan, dan konsumsi pakan (Soeparno, 1998). Protein merupakan bagian terbesar pembentuk urat daging, organ-organ tubuh, tulang rawan dan jaringan ikat. Konsumsi protein dan energi yang lebih tinggi akan menghasilkan laju pertumbuhan yang lebih cepat (Anggorodi, 1994). Kandungan protein (asam-asam amino) ransum yang optimal pada ransum babi harus pula memperhatikan kandungan energinya, hal ini disebabkan karena sejumlah energi tertentu dibutuhkan per tiap gram protein dengan demikian protein dapat digunakan efisien untuk pertumbuhan, kebutuhan lisin ternak babi yang sedang tumbuh dengan berat badan 35 – 60 kg adalah 0,61% (Sihombing, 1997). kebutuhan protein kasar bagi babi grower dan pengakhiran adalah 18 sampai dengan 13.5 % dengan energi yang dapat dicerna rata-rata 3400 Kkall. Karena ternak Babi merupakan ternak monogastrik maka yang harus diperhatikan adalah serat kasar yang rendah terutama pada fase pertumbuhan kecuali pada induk.

Di dalam kulit buah pepaya masih terdapat kandungan nutrisi yang tinggi sehingga diharapkan dapat bermanfaat sebagai bahan pakan alternatif untuk ternak. Kulit buah pepaya memiliki kekurangan yaitu mudah busuk, oleh karena itu untuk mengatasinya maka kulit buah pepaya dijadikan tepung sehingga menjadi lebih tahan lama. Tepung kulit buah pepaya memiliki kandungan nutrisi antara lain protein kasar 24,85%, serat kasar 18,52%, lemak kasar 8,87%, abu 8,52%, kalsium 2,39% dan phosphor 0,88% (Laboratorium Nutrisi Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan UNPAD, 2008), dan Fe 0,385% (Analisis Laboratorium Institut Pertanian Bogor, 2008). Kulit buah pepaya memiliki kandungan protein yang tinggi sehingga diharapkan dapat menjadi salah satu bahan pakan

Page 152: Kandang Babi Induk.doc

alternatif sumber protein yang dapat mengganti atau mengurangi penggunaan bahan pakan sumber protein lainnya seperti bungkil kedelai dan lain-lain.

Kulit buah pepaya selain memiliki kadar protein yang tinggi, juga mengandung enzim papain. Enzim ini banyak terkandung dalam kulit, batang, daun, dan buah (http://en.wikipedia.org/wiki/Papaya). Papain merupakan salah satu enzim proteolitik. Manfaat papain antara lain adalah dapat digunakan sebagai pelunak daging (enzim papain mampu memecah serat-serat daging, sehingga daging lebih mudah dicerna), papain berfungsi membantu pengaturan asam amino dan membantu mengeluarkan racun tubuh. Dengan cara ini sistem kekebalan tubuh dapat ditingkatkan, (www.Damandiri.or.id). Kulit buah pepaya selain memiliki protein yang tinggi dan enzim papain juga memiliki kandungan zat besi yang tinggi sebesar 0,385% (Analisis Laboratorium Institut Pertanian Bogor, 2008).    Protein dibutuhkan oleh babi masa pertumbuhan. Protein dalam ransum digunakan untuk membangun, menjaga dan memelihara protein jaringan dan organ tubuh, menyediakan asam-asam amino makanan, menyediakan energi dalam tubuh serta menyediakan sumber lemak badan (Tilman, dkk., 1986). Papain dapat berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan tubuh, hal ini dikarenakan papain memiliki lebih dari 50 asam amino yang dibutuhkan oleh tubuh (http://en.wikipedia.org/wiki/papain). Dengan pemberian tepung kulit buah pepaya dalam ransum babi diharapkan dapat memberikan pengaruh terbaik terhadap persentase karkas, tebal lemak punggung dan luas urat daging mata rusuk.

Berdasarkan uraian diatas dapat dikemukakan hipotesis bahwa pemberian tepung kulit buah pepaya dalam ransum sampai 10% dapat memberikan pengaruh yang terbaik terhadap persentase karkas, tebal lemak punggung dan luas urat daging mata rusuk babi periode finisher.

Lokasi dan Waktu Penelitian

            Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan April 2009 di Laboratorium Penelitian (KPBI) Koperasi Peternak Babi Indonesia, Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Lembang, Kabupaten Bandung.

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Tanaman Pepaya

Tanaman pepaya menurut Rukmana (1995) dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

            Kingdom          : Plantae (Tumbuh-tumbuhan)

            Divisi               : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji)

            Sub-divisi        : Angiospermae (Biji tertutup)

            Kelas               : Dicotyledonae (Biji berkeping dua)

            Ordo                : Caricales

            Family                         : Caricaceae

Page 153: Kandang Babi Induk.doc

            Spesies           : Carica papaya L.

Buah pepaya merupakan salah satu buah yang telah lama dikenal luas di Indonesia. Dalam kehidupan sehari-hari, pepaya sangat dikenal semua lapisan masyarakat. Buah pepaya telah lama dimanfaatkan sebagai bahan makanan. Buah matangnya sangat digemari karena cita rasanya yang enak, relatif tingginya kandungan nutrisi dan vitamin, serta fungsinya dalam melancarkan pencernaan.

Potensi Kulit Buah Pepaya

Tanaman pepaya yang dipelihara secara intensif dan sistem penanamannya monokultur (satu jenis), tingkat produktifitasnya dapat mencapai 50-150 buah/pohon. Bila lahan kebun seluas 1,0 hektar ditanami pepaya pada jarak tanam 3×3 m terdapat populasi 1.000 tanaman, maka produksi per hektar dapat mencapai 50.000-150.000 butir buah atau setara dengan 20-60 ton buah pepaya dengan catatan, banyak terdapat humus, tata udara dan tata air tanahnya baik, dengan pH sekitar 6-7. Panen perdana tanaman pepaya dapat dilakukan pada saat umur 9-11 bulan. Di dalam satu buah pepaya persentase kulit buahnya dapat mencapai 30% yang 10% diantaranya adalah biji pepaya. Panen tanaman pepaya dapat dilakukan secara kontinyu setiap 5-7 hari sekali bergantung pada kematangan buah, permintaan pasar, dan tujuan penggunaan (Rukmana, 1995).

Kulit buah pepaya merupakan bagian terluar dari buah pepaya yang masih mengandung nilai nutrisi cukup tinggi. Kulit buah pepaya pada keadaan kering mengandung protein kasar sebesar 25,58 %, lemak kasar 8,87 %, serat kasar 18,52 %, Ca 2,39 %, P 0,88 %, dan Abu 8,52 % (Laboratorium Nutrisi Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan UNPAD, 2008). Kandungan nutrisi kulit buah pepaya relatif lebih tinggi apabila dibandingkan dengan bahan pakan sumber protein lain, antara lain kacang hijau yang memiliki kandungan protein kasar 26,7 %, lemak 1,47 %, serat kasar 5,93 %, Ca 0,16 %, P 0,72 %, dan abu 5,22 %, bungkil kelapa yang mengandung protein kasar 21 %, lemak 10,9 %, serat kasar 14,2 %, Ca 0,165 %, P 0,62 %, dan abu 8,24 %, serta ampas tahu yang hanya mengandung protein kasar 20,81 %, lemak 7,08 %, serat kasar 14,88 %, Ca 0,64 %, P 0,28 %, dan abu 3,74 % (Sutardi, 1983).

Deskripsi Ternak Babi

Babi merupakan ternak monogastrik yang memiliki kesanggupan dalam mengubah bahan makanan secara efisien apabila ditunjang dengan kualitas ransum yang dikonsumsi. Babi lebih cepat tumbuh, cepat dewasa dan bersifat prolifik yang ditunjukkan dengan banyaknya anak dalam setiap kelahiran yang berkisar antara 8 -14 ekor dengan rata-rata dua kali kelahiran pertahunnya (Sihombing, 1997). Menurut Sihombing (1997), pertumbuhan babi yang digemukkan untuk tujuan daging dibagi menjadi beberapa periode yaitu periode pra sapih (pre starter), lepas sapih (starter), pertumbuhan (grower), dan finisher. Babi periode finisher adalah babi setelah melewati periode pertumbuhan, dicirikan dengan berat hidup 60-90 kg, sedangkan pertambahan bobot badan babi periode finisher adalah 701-815 gram/hari (Annison, 1987).  Soeparno (1992), mengatakan bahwa pertumbuhan dan perkembangan komponen tubuh secara kumulatif mengalami pertambahan berat selama pertumbuhan sampai mencapai kedewasaan, jadi pertumbuhan mempengaruhi pula distribusi berat dan komponen-komponen tubuh ternak termasuk tulang, otot, dan lemak. Menurut Sutardi (1980), kecepatan pertumbuhan suatu ternak dipengaruhi berbagai faktor antara lain bangsa, jenis kelamin, umur, makanan, dan kondisi lingkungan.

Page 154: Kandang Babi Induk.doc

Produksi Karkas Babi

               Karkas babi merupakan bagian tubuh ternak setelah dilakukan pemisahan terhadap kepala, bulu, kuku, isi rongga dada. Karkas babi yang dihasilkan berkisar antara 60-90% dari berat hidup tergantung pada kondisi, genetik, kualitas pakan dan cara pemotongan (Ensminger, 1984). Persentase karkas adalah perbandingan antara bobot karkas dengan bobot potong yang dinyatakan dalam persen (Forrest, dkk. 1975). Bobot potong yang tinggi tidak selalu menghasilkan bobot karkas yang tinggi. Hal ini dikarenakan sering adanya perbedaan pada berat kepala, bulu, isi rongga dada dan perut (Soeparno, 1992), oleh karenanya bobot potong lebih dari 90 kg memang meningkatkan hasil berat karkas tetapi persentase karkas yang dihasilkan akan menurun (Sihombing, 1997). Bobot potong optimum dapat dicapai jika terdapat interaksi antara jenis pakan yang diberikan, cara pemberian pakan, bangsa ternak, jenis kelamin dan kematangan seksual (Davendra dan Fuller, 1979). Persentase karkas babi dibagi menjadi beberapa kelas, kelas 1 menurut USDA  adalah 68-72% (Forrest, dkk. 1975). Besarnya persentase karkas dipengaruhi oleh faktor tipe dan ukuran ternak serta penanganan ternak, lamanya pemuasaan, serta banyaknya kotoran yang dikeluarkan (Soeparno, 1992).  Persentase karkas akan meningkat dengan meningkatnya bobot potong (Forrest et. all, 1975), dinyatakan pula dengan meningkatnya presentase lemak karkas menyebabkan persentase otot dan tulang menurun. Persentase karkas normal berkisar antara 60-75% dari berat hidup. Persentase ini lebih tinggi pada babi dibandingkan dengan ternak lain seperti domba dan sapi karena babi tidak mempunyai rongga badan yang terlalu besar serta babi mempunyai lambung tunggal (Blakelly dan Bade, 1998).

Tebal Lemak Punggung

Pengukuran tebal lemak punggung pertama kali dilakukan tahun 1952 oleh Hazel dan Kline dengan alat yang disebut ”back fat probe” setelah itu sangat meluas penggunaannya maupun perkembangan teknologi peralatannya. Ukuran tebal lemak punggung secara langsung menggambarkan produksi lemak atau daging. Tebal lemak punggung babi yang tipis memberi persentase hasil daging yang tinggi dan sebaliknya tebal lemak punggu yang tinggi memberi hasil persentase hasil daging yang rendah. Sejak tahun 1968 Lembaga USDA di Amerika Serikat telah menentukan suatu cara dalam penentuan kelas karkas dari babi siap potong.

Luas Urat Daging Mata Rusuk

Kualitas daging erat hubungannya dengan ukuran luas penampang otot longisimus (longisimus muscle area) sering juga disebut urat daging mata rusuk yang diukur diantara tulang rusuk ke 10 dan 11 (Miller, dkk. 1991). Luas urat daging mata rusuk dapat digunakan untuk menduga perdagingan karkas dan berat karkas karena terdapat korelasi dengan total daging pada karkas dimana yang lebih berat akan mempunyai ukuran penampang urat daging mata rusuk yang lebih besar.

Crampton dkk (1969), menjelaskan bahwa luas urat daging mata rusuk dipengaruhi oleh pakan yang dikonsumsi ternak. Menurut Figueroa (2001) yang meneliti pengaruh performans babi pertumbuhan finisher yang diberikan pakan rendah protein, rendah energi, tepung biji sorghum-kedelai memperoleh nilai rata-rata luas urat daging mata rusuk sebesar 42,97 cm2. Menurut Soeparno (1992), luas urat daging mata rusuk dipengaruhi juga oleh bobot potong. Bobot potong yang tinggi akan menghasilkan daging mata rusuk yang lebih luas.

Page 155: Kandang Babi Induk.doc

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Bahan Penelitian dan Ternak Penelitian

Ternak yang digunakan adalah 18 ekor ternak babi hasil persilangan Landrace. Kisaran bobot badan rata-rata ternak babi adalah 55 kg dengan koefisien variasi kurang dari 10%. Babi ditempatkan secara acak dalam kondisi kandang individu dengan kondisi lingkungan yang sama dan jenis kelamin babi yaitu jantan kastrasi. Kandang yang digunakan adalah kandang individu yang berukuran 0,6 x 2 x 1,2 m dengan lantai semen dan beratap seng, dilengkapi tempat makan dan minum sebanyak 18 unit. Tiap kandang diberi nomor untuk memudahkan dalam pengontrolan dan pengambilan data.

Peralatan yang Digunakan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian yaitu:

1.      Timbangan duduk kapasitas 200 kg (ketelitian 0,1 kg) untuk   menimbang berat ternak.

2.      Timbangan duduk kapasitas 15 kg (ketelitian 0,1 kg) untuk menimbang jeroan.

3.      Timbangan gantung 150 kg (ketelitian 0,1 kg) untuk menimbang berat karkas.

4.      Pisau, plastik mika transparan dan milimeter block untuk menentukan luas urat daging mata rusuk.

5.      Mistar untuk mengukur tebal lemak punggung.

Kulit Buah Pepaya

Ransum yang diberikan pada ternak percobaan dalam penelitian berupa tepung. Bahan Tepung Kulit Buah Pepaya didapat dari PT. Karya Mulya, Leles Kabupaten Garut. Bahan tersebut dikeringkan hingga kadar air 15% kemudian digiling hingga menjadi tepung.

Ransum Penelitian

Bahan makanan yang digunakan untuk menyusun ransum adalah tepung jagung, tepung ikan, bungkil kelapa, tepung tulang, bungkil kedelai, tepung tulang, dedak padi, dan premix. Penyusunan ransum dilakukan berdasarkan pada kebutuhan zat-zat makanan yang dianjurkan National Research Council (1988).

Tepung kulit buah pepaya dicampur ke dalam ransum dalam jumlah dosis yang berbeda sebagai bahan yang akan diteliti pengaruhnya. Komposisi zat makanan dan susunan ransum yang digunakan masing-masing diperlihatkan pada Tabel 1, sedangkan kandungan ransum percobaan terdapat pada Tabel 2.

Tabel 1. Kandungan nutrisi ransum basal dan tepung kulit buah pepaya. 

Kandungan Gizi Ransum Basal Tepung Kulit Buah PepayaEM (kkal) 3244,8 2419PK (%) 14 25,85

Page 156: Kandang Babi Induk.doc

SK (%) 7,5 2,39Ca (%) 0,32 18,52P (%) 0,66 0,88

Sumber : Ransum basal (NRC, 1998) 

     Tepung kulit buah pepaya (Permana, 2007)        

Susunan Ransum

Tabel 2. Kandungan nutrisi ransum penelitian

Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian

R0 R1 R2

EM (kkal) 3244,8 3203,51 3162,22

PK (%) 14 14,5925 15,185

SK (%) 7,5 8,051 8,062

Ca (%) 0,32 0,4235 0,527

P (%) 0,66 0,671 0,682

R0 = 100% ransum basal

R1 = 95% ransum basal + 5% tepung kulit buah pepaya

R2 = 90% ransum basal + 10% tepung kulit buah pepaya

Metode Penelitian dan Tahap Penelitian

1. Persiapan kandang, sanitasi kandang, pengadaan ternak, pengadaan ransum dan peralatan serta penimbangan bobot awal ternak sebelum penelitian dimulai. Setiap babi dimasukkan ke kandang individu dan memperoleh satu perlakuan secara acak.

2. Adaptasi babi terhadap kandang, ransum, perlakuan dan lingkungan yang baru dilakukan selama 1 minggu, dan pemberian obat cacing.

3. Pemberian ransum sebanyak 1 kg/ ekor dilakukan selama tiga kali sehari, pukul 07.00 dan 12.00 dan 16.00 WIB dengan jumlah ransum per hari adalah 3 kg/ekor.

4. Penimbangan bobot badan dilakukan setiap 2 minggu sekali dengan menggunakan timbangan duduk pada pagi hari sebelum babi dibersihkan.

5. Tepung Kulit Buah Pepaya di campur 5% dan 10% dalam ransum basal pada perlakuan R1 dan R2.

6. Kandang dibersihkan dua kali sehari yaitu pada pukul 06.00 dan 12.00 WIB. Kandang dibersihkan dari semua kotoran ternak babi dan kotoran tersebut dibuang ke saluran pembuangan, setelah itu babi  dimandikan agar  bersih dan merasa nyaman.

7. Setelah babi mencapai bobot badan 90 kg babi siap dipotong, tetapi sebelum dipotong babi dipuasakan dahulu selama 18 jam untuk mengurangi stress dan menghindarkan kontaminasi isi saluran pencernaan terhadap karkas (Sihombing, 1997). Sesaat

Page 157: Kandang Babi Induk.doc

sebelum dipotong, ternak babi ditimbang bobot potongnya. Babi ditusuk pada leher bagian atas dekat rahang bawah menuju jantung. Bulu dihilangkan dengan cara dikerok setelah sebelumnya direndam dalam air panas dengan suhu 70°C selama 2 menit kemudian kepala dipisahkan dari tubuh.

8. Setelah melalui sayatan lurus ditengah perut hingga dada pada tulang dada, rectum dibebaskan melalui anus dan isi perut serta dada dikeluarkan termasuk alat kelamin, vesica urinaria, diaphragma dan ekor.

9. Tulang dada sampai dengan tulang ekor dipotong sehingga karkas pisah menjadi 2 bagian dan baru dilakukan penimbangan terhadap berat karkas dengan menggunakan timbangan digital.

10. Antara tulang rusuk ke 10 dengan 11 dipotong dengan menggunakan pisau untuk digambar urat daging mata rusuknya (Miller, dkk. 1991) dengan menggunakan plastik mika transparan, kemudian diukur luasnya dengan menggunakan milimeter block.

11. Tebal lemak punggung diukur dengan mistar berskala centimeter diatas punggung babi yaitu pada tulang rusuk pertama, keduabelas, dan terakhir kemudian dirata-ratakan (Forest, et.al, 1975).

 

Peubah yang Diamati

Peubah yang diamati dalam penelitian adalah :

1. Persentase Karkas (%)

Diperoleh dari berat karkas (BK) dibagi bobot potong (BP) dikali 100% atau   dengan rumus :      

    Berat karkas             x  100%

    Berat potong

1. Luas Urat Daging Mata Rusuk

Diukur dengan menggunakan milimeter block yang ditempelkan pada plastik mika yang telah digambar berdasarkan luas urat daging mata rusuk yang diamati kemudian dihitung berapa banyak kotak yang terisi penuh (Forrest, dkk.  1975).

3.   Tebal Lemak Punggung

      Diukur dengan mistar berskala centimeter diatas punggung babi yaitu pada tulang rusuk pertama, keduabelas, dan terakhir kemudian dirata-ratakan (Forest, et.al, 1975).

Rancangan Percobaan dan Analisis Statistik

Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimental dengan  menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari tiga perlakuan, Salah satu perlakuan

Page 158: Kandang Babi Induk.doc

sebagai kontrol tanpa mengandung tepung kulit buah pepaya dan 2 perlakuan lainnya mengandung kulit buah pepaya dengan dosis yang berbeda. Masing-masing perlakuan terdiri dari lima ulangan, sehingga penelitian ini menggunakan 18 ekor ternak babi.

Model matematik yang digunakan (Steel dan Torrie, 1989) dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : Yij = µ + αi + єij .

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Tepung Kulit Buah Pepaya Dalam Ransum Babi Periode Finisher Terhadap Persentase Karkas

Data hasil pengamatan selama penelitian tentang pengaruh berbagai dosis tepung kulit buah papaya pada ransum persentase karkas dapat dilihat  pada  Tabel 4.

Tabel 4. Rata-rata Persentase Karkas Hasil Penelitian dari Perlakuan.

UlanganPerlakuan Rataan

(%)R0 R1 R2

  ———————%———————  

1 76,47059 76,24309 78,26087

2 77,77778 77,04918 76,53631

3 75,5814 78,02198 77,04918

4 74,7191 75,70621 78,57143

5 76,13636 79,54545 77,34807

6 78,48837 77,9661 77,71739

Rata-rata 76,52893 77,422 77,58054 77,17716

 

Rata-rata persentase karkas secara keseluruhan adalah 77,17%, ini menunjukkan persentase tinggi termasuk ke dalam  kelas 1 menurut USDA yaitu antara 68-72%, ini disebabkan oleh rendahnya berat isi  jeroan dalam bobot potong yang optimal (90 kg). Bobot potong 90 kg adalah bobot potong optimal, dimana berat karkas tinggi, berat karkas sangat mempengaruhi persentase karkas (Hovorka dan Pavlik, 1973).

Berdasarkan pemberian dosis tepung buah kulit pepaya : 0; 5; dan 10% dalam ransum diperoleh persentase karkas berturut-turut : 76,52; 77,42 dan 77,58. Hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai dosis kulit buah pepaya dalam ransum ternak babi pada penelitian ini  tidak berpengaruh terhadap persentase karkas. Hal ini disebabkan karena  persentase karkas merupakan hasil dari pembagi berat karkas dan berat potong jadi pada ternak yang bangsa sama cenderung memperoleh persentase yang sama pula. Penelitian ini sesuai dengan Rikas et al. (2008) yang menyatakan bahwa pemberian tepung kulit buah pepaya dalam ransum kelinci tidak berpengaruh terhadap konsumsi ransum dan persentase karkas, tetapi memperbaiki efisiensi penggunaan ransum pada kelinci.

Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Tepung Kulit Buah Pepaya Dalam Ransum Babi Periode Finisher Terhadap Luas Urat Daging Mata Rusuk

Page 159: Kandang Babi Induk.doc

Data hasil pengamatan selama penelitian tentang pengaruh berbagai dosis tepung kulit buah pepaya pada ransum terhadap luas urat mata daging rusuk dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Rata-rata Luas Urat Daging Mata Rusuk Hasil Penelitian dari Perlakuan.

UlanganPerlakuan Rataan

(cm2)R0 R1 R2

  ——————– cm2——————–

 

1 34,6 41,0 42,8

2 35,7 42,2 39,6

3 37,5 40,6 41,5

4 41,0 40,4 41,0

5 38,0 39,0 39,7

6 36,9 39,3 42,0

Rata-rata 37,2 a 40,4  b 41,1 b 39,6

Ket. Huruf yang sama dalam baris menunjukkan tidak berbeda nyata

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa rataan luas urat daging mata rusuk secara keseluruhan adalah 39,6 cm2. Hasil tersebut masih berada dalam kisaran normal sesuai dengan Figueroa (2001) yang meneliti nilai rata-rata luas urat daging mata rusuk pada babi periode finisher yaitu sebesar 42,97 cm2. Berdasarkan pemberian dosis tepung kulit buah pepaya : 0; 5 dan 10 %, diperoleh persentase karkas berturut-turut : 37,28; 40,41 dan 41,1 cm2.

Berdasarkan hasil analisa sidik ragam menunjukkan bahwa pemberian berbagai dosis tepung kulit buah pepaya dapat meningkatkan luas daging mata rusuk (p<0,05) karena  Tepung kulit buah pepaya mengandung kadar protein yang cukup tinggi yaitu 25,85% dan serat kasar yang cukup rendah yaitu sebesar 12,51% (Laboratorium Nutrisi Ruminansia dan Kimia Makanan Ternak Fakultas Peternakan UNPAD, 2008), sehingga dapat digunakan oleh ternak sebagai sumber asam amino untuk membentuk daging.   Selain itu  kulit buah papaya memiliki Enzim papain termasuk enzim protease, yaitu enzim yang menghidrolisis ikatan peptida pada protein, untuk melakukan aktivitasnya protease membutuhkan air sehingga dikelompokkan ke dalam kelas hidrolase. Protease berperan dalam sejumlah reaksi biokimia seluler, selain diperlukan untuk degradasi senyawa protein nutrien, protease terlibat dalam sejumlah mekanisme patogenisitas, sejumlah pasca translasi protein, dan mekanisme akspresi protein ekstraseluler.

Pengaruh Pemberian Berbagai Dosis Tepung Kulit Buah Pepaya Dalam Ransum Babi Periode Finisher Terhadap Tebal Lemak Punggung

Data hasil pengamatan selama penelitian tentang pengaruh berbagai dosis tepung kulit buah pepaya pada ransum terhadap tebal lemak punggung dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Rata-rata Tebal Lemak Punggung Hasil Penelitian dari Perlakuan.

UlanganPerlakuan Rataan

(cm)R0 R1 R2

Page 160: Kandang Babi Induk.doc

  ———————cm——————–  

1 3,3 2,8 2,5

 

2 3,2 2,6 3,0

3 3,0 2,7 2,6

4 3,0 2,8 2,7

5 3,1 3,0 2,9

6 3,4 2,9 2,5

Rata-rata 3,1 2,8 2,7 2,88

 

Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa rataan tebal lemak punggung secara keseluruhan adalah 2,88 cm. Hasil tersebut termasuk ke dalam kelas 1 sesuai dengan pendapat Forrest (1975) yang meneliti nilai rata-rata tebal lemak punggung pada babi periode finisher kelas 1 < 3,56 cm. Berdasarkan hasil penelitian diperoleh tebal lemak punggung dengan urutan dari yang terbesar hingga yang terkecil adalah perlakuan R0 (3,1 cm), R1 (2,8cm), dan R2 (2,7 cm), untuk mengetahui pengaruh Kulit buah pepaya terhadap tebal lemak punggung dilakukan analis sidik ragam yang hasilnya adalah pemberian kulit buah pepaya dapat menurunkan tebal lemak punggung babi finisher  (p<0,05), dari sini dapat kita peroleh bahwa energi yang berlebihan pada ransum dengan adanya kulit tepung kulit buah papaya dapat di transformasi menjadi sumber protein tubuh. Enzim papain yang ada pada kulit buah papaya juga mampu meningkatkan kecernaan ransum terutama protein.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

            Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa pemberian tepung kulit buah pepaya sampai tingkat 10 % dalam ransum tidak memberi pengaruh terhadap produksi karkas, tetapi berpengaruh nyata terhadap luas urat daging mata rusuk dan tebal lemak punggung babi periode finisher.

Tepung kulit buah pepaya sampai tingkat 10 % dapat dimanfaatkan sebagai salah satu bahan pakan alternatif sumber protein dalam ransum dengan tidak menimbulkan dampak negatif terhadap produksi dan komponen karkas.

Saran

Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui batas maksimal penggunaan dosis tepung kulit buah pepaya yang memberikan pengaruh yang baik terhadap persentase karkas.

Penggunaan Kulit Buah Pepaya (Carica Papaya) bisa dijadikan alternatif 10% sebagai pakan alternative untuk ternak babi.

DAFTAR PUSTAKA

 

Page 161: Kandang Babi Induk.doc

Atiya, dkk. 2001. Pemeriksaan Efek Anthelmentik Papain Kasar Terhadap Infeksi Buatan Cacing Haemonchus contortus. Rudolphi Pada Domba. JFF. MIPA. Unair.

Benbrook, E. A., and M. V. Sloss. 1961. Clinical Parasitology. 3  ed, Iowa State Univ. Press. Ames, Iowa, 3-17.

Kusumamihardja, S. 1992.  Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak dan Hewan Piara. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lawson, J. L. dan M. A. Gemmel. 1983.  Transmission in Hydatidosis and cysticercosis. Advance’s in Parasitology 2a:279.

Levine, ND. 1982.  Textbook Of Veterinary Parasitology.  Burgess Publishing Company.  USA.

NRC. 1998. Nutrient Requirments of Swine. Nutrient Requirments of Domestic Animal, Ninth Revised Edition National Academy Press. Washingthon DC.

Siagian H. Pollung. 1999. Manajemen Ternak Babi, Diktat Kuliah Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sihombing. 1997. Ilmu Ternak Babi. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Subronto, dan I. Tjahajati. 2001. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Soulsby, E.J.L.  1982.  Helminths, Antropods and Protozoa of Domesticated Animals. Inglish Laguage Book Service Bailiere Tindall.  7th Ed. Pp.231-257.

Tarmudji, Deddy Djauhari Siswansyah dan Gatot Adiwinata.  1988.  Parasit-parasit Cacing Gastrointestinal pada sapi-sapi di Kabupaten Tapin dan Tabalong Kalimantan Selatan, di dalam Penyakit Hewan.  Balai Penelitian Veteriner, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta.

Wiryosuhanto, S. D. dan Jacoeb, T. N.  1994.  Prospek Budidaya Ternak Sapi.

Kanisius.  Yogyakarta.

______________Papain juga dapat memecah makanan yang mengandung protein hingga terbentuk berbagai senyawa asam amino yang bersifat autointoxicating (http://www.cybermed.cbn.net.id. Diakses 25 Juni 2008)

____________. Papain mempunyai sifat Vermifuga kemampuan menguraikan protein sehingga protein terurai menjadi polipeptida dan dipeptida (http://www. Wikipedia. Com. Diakses 25 Juni 2008)

____________. Papain merupakan enzim protease sulfhidril dan akan mendegradasi protein-protein jaringan konektif dan myofibril (http://www.asiamaya.com. Diakses 25 Juni 2008).

Page 162: Kandang Babi Induk.doc

Categories: Pertumbuhan Babi, Ransum Babi  |  No Comments

PENGARUH PEMBERIAN TEPUNG KULIT BUAH PEPAYA (Carica papaya) DALAM RANSUM TERHADAP JUMLAH TELUR DAN LARVA CACING DALAM FESES TERNAK BABI PERIODE FINISHER

May 21, 2010 | Posted by saulandsinaga

THE INFLUENCE OF GIVING PAPAYA SKIN FRUIT FLOUR (Carica papaya) IN RATION TOWARD THE SUMM OF EGGS AND WORM LARVA IN FECES OF PIG LIVESTOCK IN FINISHER PERIOD

Marsudin Silalahi , Sauland Sinaga

 

ABSTRAK

Penelitian telah dilakukan di Koperasi Peternak Babi Indonesia (KPBI), Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Lembang, Kabupaten Bandung. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui berapa jumlah telur dalam tiap gram feses yang terdapat pada ternak babi yang diberi pakan tepung kulit buah pepaya dan mengetahui jumlah larva yang menginvestasi ternak babi tersebut. Metode penelitian yang digunakan adalah metode sensus dengan dua kali pengulangan pengambilan sampel, ternak penelitian yang digunakan adalah 18 ekor ternak babi sehingga diperoleh 36 sampel. Pengambilan feses dilakukan di kandang pemeliharaan diambil dari rektum dari tiap ekor ternak babi. Sampel yang telah diambil dianalisis kemudian dilakukan pemeriksaan untuk mengidentifikasi jumlah telur dan larva cacing yang menginfeksi ternak babi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa adanya pengaruh pengurangan jumlah telur cacing Strongylus sp, Ascaris sp dan Trichuris suis pada pemberian tepung kulit buah pepaya 5% dan 10% serta tidak ditemukan adanya larva  Strongylus sp, Ascaris sp dan Trichuris suis.

Kata kunci : babi, jumlah telur, jumlah larva, tepung kulit buah pepaya

 

ABSTRACT

The research had done at Koperasi Peternak Babi Indonesia (KPBI), Village of Kertawangi, Subdistrict Cisarua, Lembang, Regency of Bandung. This research aimed to know how many eggs in each gram of feces contain in pig livestock which was given papaya skin fruit flour and to know how many larvae invest that pig livestock. The research method used census method with two times repetition took sample, research livestock used 18 pigs livestock thus gained 36 samples. Feces collecting did in pen of hogs caring took from rectum each pig livestock. The samples took which had analyzed then investigated to know how many eggs and to know how many larvae invest that pig livestock. The results showed that the influence of reducing the amount of Strongylus sp worm eggs, Ascaris sp and Trichuris suis on the skin

Page 163: Kandang Babi Induk.doc

giving papaya powder 5% and 10% and amount of Strongylus sp, Ascaris sp and Trichuris suis did not find any larvae.

Keywords: pigs, amount of eggs, amount of larvae, papaya skin flour

 

 

PENDAHULUAN

            Babi merupakan salah satu komoditas ternak penghasil daging yang memiliki potensi besar untuk dikembangkan karena mempunyai sifat – sifat menguntungkan diantaranya : laju pertumbuhan yang cepat, jumlah anak perkelahiran (litter size) yang tinggi, efisien dalam mengubah pakan menjadi daging dan memiliki daya adaptasi yang tinggi terhadap makanan dan lingkungan.

Salah satu faktor yang menentukan keberhasilan usaha pengembangan ternak babi dari aspek manajemen adalah faktor kesehatan atau kontrol penyakit. Ternak babi sangat peka terhadap penyakit, salah satunya adalah penyakit endoparasit. Parasit merupakan makhluk hidup yang dalam kehidupannya menggunakan makanan makhluk hidup lain sehingga sifatnya merugikan. Cacing mempunyai salah satu sifat merugikan yaitu menimbulkan gangguan nafsu makan dan pertumbuhan. Gangguan pada pertumbuhan akan berlangsung cukup lama sehingga produktivitas akan turun. Gejala-gejala dari hewan yang terinfeksi  cacing antara lain, badan lemah dan bulu rontok. Jika infeksi sudah lanjut diikuti dengan anemia, diare dan badannya menjadi kurus yang akhirnya bisa menyebabkan kematian. Adanya parasit di dalam tubuh ternak tidak harus diikuti oleh perubahan yang sifatnya klinis. Kehadiran parasit cacing bisa diketahui melalui pemeriksaan feses, dimana ditemukan telur cacing, makin banyak cacing makin banyak pula telurnya. Perubahan populasi cacing dalam perut babi dapat diikuti dengan menghitung telur tiap gram feses (TTGF) secara rutin.

Tingkat prevalensi parasit cacing  tergantung pada jumlah dan jenis cacing yang menginfeksinya. Guna mengurangi resiko akibat infestasi cacing ini perlu diketahui jenis cacing, siklus hidup dan epidemologi dari cacing tersebut. Mengendalikan parasit diperlukan pemeriksaan rutin terhadap adanya endoparasit, terutama jenis dan derajat infestasi yang dapat dilakukan bersama-sama dengan pemeriksaan fisik secara rutin (Subronto dan Tjahajati, 2001). Masalah penyakit khususnya penyakit cacingan pada babi dapat diatasi dengan cara menggunakan obat cacing. Pemberian obat-obatan tersebut harus diulang-ulang dan disesuaikan dengan daur hidup cacing. Biaya yang dibutuhkan untuk pemberian obat cacing memerlukan biaya yang mahal. Alternatif lainnya untuk pengobatan adalah dengan pemberian obat tradisional yang dapat dilakukan dengan menggunakan salah satu jenis flora yang ada di negara kita yaitu pepaya. Selain mudah didapat buah pepaya pun relatif murah harganya.

Berdasarkan uraian diatas maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Pepaya (Carica papaya) Dalam Ransum Terhadap Jumlah Telur Dan Larva Cacing Dalam Feses Ternak Babi Periode Finisher”.

 

Page 164: Kandang Babi Induk.doc

Identifikasi Masalah

Jumlah telur dan larva cacing dalam tiap gram feses yang terdapat pada babi finisher yang diberi pakan tepung kulit buah papaya (Carica papaya).

Maksud dan Tujuan Penelitian

Mengetahui jumlah telur dan larva cacing dalam tiap gram feses yang terdapat pada babi yang diberi pakan tepung kulit buah papaya (Carica papaya).

Kerangka Pemikiran

Parasit merupakan makhluk hidup yang dalam kehidupannya mengambil makanan makhluk lain, sehingga sifatnya merugikan. Parasit dibagi menjadi dua macam, yaitu ektoparasit dan endoparasit. Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya dipermukaan tubuh hewan, yang keberadaannya mengganggu ketentraman hewan dalam pemeliharaan sehingga akan mengganggu proses fisiologis hewan tersebut, sedangkan endoparasit adalah yang hidup di dalam tubuh hewan.

Endoparasit di dalam tubuh akan merampas zat-zat makanan yang diperlukan bagi induk semangnya, cacing dalam jumlah banyak akan mengakibatkan kerusakan usus atau menyebabkan terjadinya berbagai reaksi tubuh yang antara lain disebakan oleh toksin yang dihasilkan oleh cacing-cacing tersebut. Parasit-parasit tersebut biasanya tidak menyebabkan kematian pada hewan secara langsung, melainkan mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan pada hewan dewasa dan pertumbuhan akan terhambat pada hewan-hewan muda. (Tarmudji dkk, 1988). Penyakit endoparsit, terutama cacing, menyerang hewan pada usia muda (kurang dari 1 tahun). Presentase yang sakit oleh endoparasit dapat mencapai 30% dan angka kematian yang bisa ditimbulkan adalah sebanyak 30% (Wiryosuhanto dan Jacoeb, 1994).

Menurut Subronto dan Tjahajati (2001), untuk terjadinya infeksi, parasit harus mampu mengatasi pertahanan tubuh hospes definitive. Hubungan parasit dengan hospes dan keadaan sekitarnya perlu dianalisis untuk tiap keadaan. Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah parasit sehingga mampu berkembang serta mencapai kematangan seksual tergantung pada (a) kesempatan hospes berkenalan dengan parasit, (b) biologi parasit, dan (c) tingkat kerentanan hospes. Tiap parasit memiliki sifat khusus dalam daur hidupnya dan kemampuan dari parasit untuk menghasilkan keturunannya.

Jumlah telur tiap gram feses (TTGF) berbanding lurus dengan jumlah cacing betina dewasa yang terdapat dalam saluran pencernaan (Robert dan Swann 1981 dalam Kusumamihardja 1992). Gejala terserangnya parasit cacing akan terjadi tergantung dari jenis parasit, kondisi induk semang, organ yang dipengaruhinya, jumlah parasit, iklim dan umur hewan.  Beberapa faktor yang akan mempengaruhi pertumbuhan cacing diantaranya kepadatan inang antara dan inang definitif, derajat infeksi dari inang definitif, serta penyebaran inang yang terinfeksi oleh cacing tersebut (Lawson dan Gemmel, 1983). Beberapa alternatif zat aditif telah ditawarkan bagi peternak untuk memicu produksi dan reproduksi yang dihasilkan melalui ekstraksi berbagai jenis tanaman yang mempunyai senyawa bioaktif sebagai antioksidan, antibiotik, meningkatkan nafsu makan, meningkatkan sekresi enzim-enzim pencernaan dan meningkatkan kekebalan tubuh, untuk itu negara kita mempunyai peluang cukup besar karena kaya akan keanekaragaman sumber daya alam hayati.

Page 165: Kandang Babi Induk.doc

Pepaya (Carica papaya L) merupakan tanaman obat tradisional yang memiliki khasiat sebagai penambah nafsu makan, obat cacing, menurunkan tekanan darah, anemia dan membunuh amuba. Kandungan kimia yang dikandung pepaya antara lain enzim papain, alkaloid karpaina, glikosid, saponin, sakarosa, dextrosa serta mengandung vitamin A yang cukup tinggi yaitu 18.250 IU yang berfungsi sebagai provitamin A. Papain juga dapat memecah makanan yang mengandung protein hingga terbentuk berbagai senyawa asam amino yang bersifat autointoxicating atau otomatis menghilangkan terbentuknya substansi yang tidak diinginkan akibat pencernaan yang tidak sempurna. (Cybermed.cbn.net.id, 2006). Papain mempunyai sifat Vermifuga kemampuan menguraikan protein sehingga protein terurai menjadi polipeptida dan dipeptida. Cacing termasuk protein yang tidak terlindungi oleh selaput sehingga bila papain masuk ke saluran usus yang banyak mengandung cacing, cacing tersebut akan terurai atau menghindar dengan keluar dari lubang anus. Papain bisa memecah protein menjadi arginin, senyawa arginin merupakan salah satu asam amino esensial yang dalam kondisi normal tidak bisa diproduksi tubuh dan biasa diperoleh melalui pakan, namun bila enzim papain terlibat dalam proses pencernaan protein, secara alami sebagian protein dapat diubah menjadi arginin. Proses pembentukan arginin dengan papain ini turut mempengaruhi produksi hormon pertumbuhan. (Wikipedia.com, 2006).

Papain melemaskan cacing dengan cara merusak protein tubuh cacing. Papain merupakan enzim protease sulfhidril dan akan mendegradasi protein-protein jaringan konektif dan myofibril. Proses penguiraian protein pada cacing terjadi melalui mekanisme pemutusan ikatan sebagai berikut : —Phe—AA — Z;—Val—AA— Zi—Leu—AA—Z;—He—AA—Z

(AA merupakan residu asam amino; z merupakan residu asam amino; ester, atau amida) (Asiamaya.com, 2001).

Beberapa penelitian yang mendukung pemanfaatan pepaya sebagai anthelmetika diantaranya yang dilakukan secara in vitro (Atiyah, 2001) dalam penelitiannya digunakan bahan berupa getah yang diperoleh dengan cara menyadap buah muda pepaya tanpa dipetik. Isolasi papain dilakukan dengan membiarkan getah dalam alkohol 80%, sehingga papain akan mengendap. Endapan papain dikeringkan dalam oven bersuhu 50 – 550C selama enam jam, uji terhadap Ascaris sp dilakukan dengan merendam cacing pada larutan papain secara in vitro bekerja sebagai antelmentik pada dosis 600 mg. Perlakuan efek antelmentik papain kasar terhadap cacing lambung (Haemochus contortus), secara in vivo pada domba jantan terinfeksi, dilakukan (Ridayanti, 2001) hasilnya menunjukkan pemberian papain kasar sampai 0,6 g/kg bobot badan meyebabkan penurunan jumlah cacing dan telurnya. (Nuraini, 2001) dari Jurusan Biologi FMIPA Unair, dalam penelitiannya membuktikan, secara in vitro pemberian 50% perasan daun pepaya gantung (Carica papaya) setelah setengah jam, sudah menimbulkan efek kematian pada cacing hati sapi (Fasciola gigantica). Bila lamanya mencapai dua jam, semua cacing yang direndam akan mati (Atiya, dkk. 2001). Berdasarkan kerangka pemikiran diatas diambil hipotesa bahwa pemberian limbah kulit buah pepaya mampu mengurangi jumlah telur dan larva cacing.

Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 1 Mei sampai tanggal 20 Juni 2009 di Koperasi Peternak Babi Indonesia (KPBI), Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Lembang, Kabupaten Bandung. Analisis dilakukan di Laboratorium Balai Penyidikan Penyakit Hewan dan Kesmavet (BPPHK) Jl. Raya Tangkuban Perahu. KM 22 Cikole Lembang.

Page 166: Kandang Babi Induk.doc

TINJAUAN PUSTAKA

Deskripsi Ternak Babi

Babi merupakan ternak monogastrik yang memiliki kesanggupan dalam mengubah bahan makanan secara efisien apabila ditunjang dengan kualitas ransum yang dikonsumsi. Besarnya konversi babi terhadap ransum ialah 3,5 artinya untuk menghasilkan berat babi 1 kg dibutuhkan makanan sebanyak 3,5 kg ransum (Goodwin, D. H. 1974). Babi lebih cepat tumbuh, cepat dewasa dan bersifat prolifik yang ditunjukkan dengan banyaknya anak dalam setiap kelahiran yang berkisar antara 8 -14 ekor dengan rata-rata dua kali kelahiran pertahunnya (Sihombing, 1997).

Beberapa jenis penyakit pada babi khususnya penyakit parasiter oleh cacing masih banyak ditemukan di lapangan, antara lain Nematodiosis.  Penyakit  ini disebabkan oleh  cacing dari klas nematoda atau cacing gilig.  Infeksi cacing ini menyebabkan kerugian ekonomi yang cukup tinggi, karena menyebabkan pertumbuhan ternak menjadi tidak optimal. Akhir-akhir ini telah mulai adanya laporan tentang adanya sifat resistensi cacing terhadap beberapa jenis sediaan antelmintika (obat pembasmi cacing)  yang diduga disebabkan oleh penggunaan obat yang tidak rasional (ketidak tepatan  pemilihan obat, waktu pengobatan dan dosis yang diberikan).  Penelitian ini dilakukan dengan harapan hasilnya dapat digunakan sebagai acuan dalam  memberantas cacingan khususnya untuk babi-babi yang kaji.

            Pada dasarnya babi mengkonsumsi makanannya untuk memenuhi kebutuhan energinya, yang dipakai untuk mengatur suhu tubuh, fungsi vital, aktivitas, reproduksi dan produksi. Untuk babi jumlah makanan yang dikonsumsi sangat dipengaruhi oleh suhu lingkungan, kandungan energi ransum, dan level pemberian makanan. Untuk babi di daerah tropis, jumlah makanan yang dikonsumsi cenderung lebih sedikit daripada di daerah subtropis. Hal ini akan berdampak negatif terhadap performans ternak babi khususnya di daerah tropis, jika tidak diimbangi dengan pemberian nutrient esensial yang secukupnya, oleh karena itu perlu disusun ransum seimbang yang mengandung nutrien lengkap dan jumlah serta proporsi yang tepat agar ternak babi dapat berkembang dengan baik dan sehat.

 

Endoparasit  Pada Ternak Babi

            Parasit merupakan mahluk hidup yang dalam kehidupannya mengambil makanan mahluk hidup lain, sehingga sifatnya merugikan. Parasit dibagi menjadi dua macam, yaitu ektoparasit dan endoparasit.  Ektoparasit adalah parasit yang hidupnya dipermukaan tubuh hewan, yang keberadaannya mengganggu ketentraman hewan dalam pemeliharaan sehingga akan mengganggu proses fisiologis hewan tersebut, sedangkan endoparasit adalah yang hidup di dalam tubuh hewan.

Menurut Subronto dan Tjahajati (2001), untuk terjadinya infeksi, parasit harus mampu mengatasi pertahanan tubuh hospes definitif. Dalam tubuh hospes yang bertindak sebagai reservoir, populasi parasit harus mantap dari generasi induk sampai generasi selanjutnya. Parasit dapat lepas dari hospes yang bertindak sebagai reservoir dengan cara parasit dibebaskan oleh hospes dan langsung masuk ke dalam tubuh hospes definitif atau hospes yang bertindak sebagai reservoir dihancurkan terlebih dahulu dan baru masuk setelah parasit bebas masuk ke dalam tubuh hospes definitive. Penularan terhadap hospes yang rentan oleh

Page 167: Kandang Babi Induk.doc

parasit stadium infektif yang terdapat di luar tubuh hospes definitif dimungkinkan apabila parasit sanggup mengatasi faktor lingkungan, persaingan antar parasit sendiri dan gangguan secara mekanis oleh ternak.

Faktor-faktor yang mempengaruhi jumlah parasit sehingga mampu berkembang serta mencapai kematangan seksual tergantung pada (a) kesempatan hospes berkenalan dengan parasit, (b) biologi parasit, dan (c) tingkat kerentanan hospes. Tiap parasit memiliki sifat khusus dalam daur hidupnya dan kemampuan dari parasit untuk menghasilkan keturunannya. Parasit akan bertahan tergantung pada jumlah telur yang dihasilkan, panjang waktu menghasilkan telur dan jumlah telur yang dihasilkan setiap hari (Subronto dan Tjahajati, 2001).

 

Helminthiasis  Pada Ternak Babi

Kesehatan Ternak Babi dipengaruhi oleh banyak faktor antara lain kondisi lingkungan pemeliharaan, makanan, pola manajemen, bibit penyakit dan kelainan – kelainan metabolisme. Presentase ternak yang sakit oleh endoparasit dapat mencapai 30% dan angka kematian yang bisa ditimbulkan adalah sebanyak 30% (Wiryosuhanto dan Jakob, 1994).

            Nematoda adalah cacing yang hidup bebas atau sebagai parasit.  Ciri-ciri tubuhnya tidak bersegmen dan biasanya berbentuk silinder yang memanjang serta meruncing pada kedua ujungnya. Nematoda memiliki siklus hidup langsung, sehingga tidak memerlukan inang antara dalam perkembangan hidupnya. Cacing betina dewasa bertelur dan mengeluarkan telur bersamaan dengan tinja, di luar tubuh telur akan berkembang. Larva infektif dapat masuk ke dalam tubuh babi secara aktif, tertelan atau melalui gigitan vektor berupa rayap. Badannya dibungkus oleh lapisan kutikula yang dilengkapi dengan gelang – gelang yang tidak dapat dilihat oleh mata biasa (Kusumamihardja, 1992).

Strongylus sp

Strongylus sp merupakan cacing parasit pada ternak babi, berdasarkan klasifikasi taksonomi dalam Soulsby (1982) cacing ini termasuk dalam klasifikasi :

Filum               :  Nemathelminthes

Kelas               :  Nematoda

Ordo                :  Strongylyda

Superfamili      :  Strongyloidea

Famili              :  Strongylus

  Spesies           :  Strongylus vulgaris, Strongylus equines, Stronglus 

   Edentates

 

Page 168: Kandang Babi Induk.doc

Morfologi an Siklus Hidup

Cacing Strongylus sp mulutnya dilapisi oleh kapsul yang bentuknya hampir bulat. Suatu cincin yang tersusun dari tonjolan – tonjolan seperti pagar dikenal sebagai korona radiata mengelilingi mulut. Cacing ini tidak mempunyai gigi ataupun lempeng – lempeng pemotong, cacing jantan mempunyai suatu pelebaran di ujung posteriornya dan cacing betina mempunyai ujung ekor yang lancip.

Strongylus sp memliki siklus hidup langsung. Cacing betian dewasa bertelur dan keluar tubuh inang bersama dengan feses. Di luar tubuh inangnya telur akan berkembang. Perkembangan sel telur setelah terjadinya pembelahan membagi diri menjadi dua, lalu empat dan seterusnya. Kemudian embrio berkembang menajdi masa morula kemudian masa kecebong yaitu ujung anteriornya lebar dan embrionya melingkar dua kali.  Pada kondisi tropis di Indonesia yang suhunya 280C – 300C  merupakan suhu yang relatif baik untuk menetasnya telur strongylus sp. Telur akan berkembang menjadi L3 dalam waktu 3 – 4 hari.

Telur strongylus sp menetas di luar tubuh induk semang menghasilkan larva 1 (L1) dalam suhu 80C – 380C kemudian melewati dua kali ekdisis (ganti kulit) menjadi L2 dan selanjutnya L3 disebut stadium infektif. Larva pertama biasanya keluar dari telur yang berumur dua hari bila keadaan baik. Larva makan bakteri yang terdapat dalam feses kemudian melakukan ekdisis dua kali dalam waktu 5 – 6 hari sehingga mencapai larva ketiga (larva infektif). Larva infektif memiliki selubung kutikula ganda sehingga relatif lebih tahan teehadap berbagai kondisi buruk.

Gejala Klinis dan Patogenesis

            Patogenesis infestasi cacing adalah proses perubahan patologis yang terjadi akibat interaksi antara cacing dan inangnya. Jenis dan perluasan dari kontak parasit dan jaringan inang ditentukan oleh mekanisme biologis yang tak terpisahkan antara parasit dan proses fisiologik induk semang yang merespon masuknya cacing.

            Larva strongylus sp mulai menimbulkan kerusakan pada saat menyusup dalam dinding usus kecil dan usus besar. Selanjutnya larva keempat dan kelima menimbulkan kerusakan pada sistem arteri dan mulai katup aorta sampai arteri mesenterica cranialis dan cabang-cabangnya. Peradangan terjadi pada lapisan media dan menimbulkan thrombus (darah beku). Larva biasanya terbungkus dalam thrombus, bila thrombus ini lepas biasanya berakibat fatal terutama bila thrombus ini terjadi pada daerah pangkal sistem arteri yang bisa mengakibatkan penyumbatan arteri coronaria (Kusumamihardja, 1992).

Ascaris sp

Berdasarkan kalsifikasi taksonomi dalam soulsby (1986) cacing ini termasuk dalam klasifikasi :

Filum               :  Nematoda

Kelas               :  Secernentea

Ordo                :  Ascaridida

Page 169: Kandang Babi Induk.doc

Famili              :  Ascarididae

Genus             :   Ascaris

Spesies           :   Ascaris sp, Ascaris lumbricoides

 

Morfologi dan Siklus Hidup

Cacing Ascaris sp  merupakan jenis cacing gilig penyebab ascariasis pada ternak babi, teutama babi muda di seluruh dunia (Soulsby, 1982). Kejadian ascariasis sangat tinggi pada babi-babi di daerah tropis dan sub tropis (Chan, 1997 dalam Tsuji, et al (2003). Cacing ini  berparasit pada usus halus (Soulsby, 1982). Infeksi dapat terjadi melalui pakan, air minum, puting susu yang tercemar, melalui kolostrum dan uterus (Levine, 1990).

Siklus hidup ascaris terdiri dari 2 fase perkembangan, yaitu eksternal dan internal. Fase eksternal  dimulai  dari sejak telur dikeluarkan dari tubuh penderita bersama tinja. Pada kondisi lingkungan yang menunjang larva stadium 1 di alam akan menyilih menjadi larva stadium 2 yang bersifat infektif ( siap menulari ternak babi jika tertelan). Di dalam usus, kulit  telur  infektif yang tertelan akan rusak sehingga larva terbebas (larva stadium II). Larva stadium II tersebut selanjutnya  menembus mukosa usus dan bersama sirkulasi darah vena porta menuju ke hati. Dari telur tertelan sampai larva mencapai organ hati, butuh waktu sekitar  24 jam (Smith, 1968). Dari hati, larva stadium II  akan terus mengikuti sirkulasi  darah sampai ke organ jantung  dan paru-paru. Setelah 4 – 5 hari infeksi, larva stadium II akan mengalami perkembangan menjadi larva stadium III, selanjutnya menuju ke alveoli, bronkus dan trakhea (Soulsby, 1982).  Dari trakea, larva menuju ke saluran pencernaan. Larva stadium III mencapai  usus halus  dalam waktu 7 – 8 hari dari infeksi, selanjutnya menjadi larva stadium IV, pada hari ke 21-29 larva stadium IV menjadi larva stadium V di dalam usus halus (Lapage, 1956) dan selanjutnya pada hari ke 50 – 55 telah menjadi cacing dewasa (Seddon, 1967). Satu ekor cacing betina dewasa rata-rata bertelur 200.000 butir per hari dan selama hidupnya diduga dapat bertelur 23 milyar butir (Dunn, 1978).

 

Gejala Penyakit dan Patogenesis

Ascaris sp merupakan cacing yang sangat berbahaya karena telurnya dapat masuk ke saluran pencernaan dan telur akan menjadi larva pada usus. Larva akan menembus usus dan masuk ke pembuluh darah. Ia akan beredar mengikuti sistem peredaran, yakni hati, jantung dan kemudian di paru-paru. Pada paru-paru, cacing akan merusak alveolus, masuk ke bronkiolus, bronkus, trakea, kemudian di laring. Ia akan tertelan kembali masuk ke saluran cerna. Setibanya di usus, larva akan menjadi cacing dewasa.

Pada stadium larva, Ascaris dapat menyebabkan gejala ringan di hati dan di paru-paru akan menyebabkan sindrom Loeffler. Sindrom Loeffler merupakan kumpulan tanda seperti demam, sesak nafas, eosinofilia, dan pada foto Roentgen thoraks terlihat infiltrat yang akan hilang selama 3 minggu. Pada stadium dewasa, di usus cacing akan menyebabkan gejala khas saluran cerna seperti tidak nafsu makan, muntah-muntah, diare, konstipasi, dan mual. Bila cacing masuk ke saluran empedu makan dapat menyebabkan kolik atau ikterus. Bila cacing

Page 170: Kandang Babi Induk.doc

dewasa kemudian masuk menembus peritoneum badan atau abdomen maka dapat menyebabkan akut abdomen.

Trichuris suis

Berdasarkan klasifikasi taksonomi dalam Soulsby (1986) cacing ini termasuk dalam klasifikasi :

Filum               :  Nematoda

Kelas               :  Adenophorea

Ordo                :  Trichurida

Famili              :  Trichuridae

Genus             :  Trichuris

Spesies           :  Trichuris suis

 

Morfologi dan Siklus Hidup

Cacing Trichuris sp berparasit pada mukosa kolon babi (Anonimous, 2004a). Selain menginfeksi babi-babi peliharaan, juga dilaporkan menginfeksi babi liar dan babi hutan. Cacing ini sering disebut Whipworm. Morfologinya hampir sama dengan Trichuris trichura yang menginfeksi manusia dan primata lain, namun belum ada bukti kongkret yang menyatakan bahwa kedua parasit tersebut dapat saling bertukar induk semang seperti halnya cacing Ascaris sp pada babi dan manusia (Soulsby, 1982). 

Siklus hidup  cacing Trichuris sp, di mulai dari keluarnya  telur dari tubuh bersama tinja dan berkembang menjadi telur infektif dalam waktu beberapa minggu. Telur yang sudah berembrio dapat tahan beberapa bulan apabila berada di tempat yang lembab. Infeksi biasanya terjadi  secara peroral (tertelan lewat pakan dan atau air minum). Apabila tertelan, telur-telur tersebut pada sekum  akan menetas dan dalam waktu sekitar empat minggu telah menjadi cacing dewasa (Soulsby, 1982).

Epidemiologi Cacing pada Ternak Babi

            Studi tentang epidemiologi cacing pada ternak babi bertujuan untuk menyelidiki fluktuasi jumlah telur dalam feses. Jumlah cacing nematoda selain dipengaruhi oleh iklim juga dipengaruhi oleh cara pemeliharaan. Situasi lingkungan dan pengairan tempat perkandangan perlu diperbaiki dengan baik agar dapat dihindari daerah perkandangan yang lembab dan basah atau banyak kubangan tidak sehat yang memungkinkan sebagai tempat hidupnya induk semang antara lain, khususnya siput. Kesehatan lingkungan perkandangan biasanya dapat dipelihara dengan baik. Kebersihan kandang harus terjaga dan dihindari adanya pakan yang masih tersisa di malam hari. Sejauh mungkin diupayakan agar seluruh pakan yang disediakan habis termakan dan tidak banyak yang jatuh berceceran di lantai atau menumpuk di sekitar kandang.

Page 171: Kandang Babi Induk.doc

Faktor suhu dan kelembaban sangat besar pengaruhnya terhadap  kelangsungan hidu cacing stasium bebas di alam. Suhu optimum baggi kehidupan tiap parasit berbeda-beda tergantung dari spesiesnya. Kisaran suhu yang diperlukan oleh Nematoda stadium bebas di alam adalah antara 180-380C. Selain suhu faktor lain yang berpengaruh adalah kelembaban. Kelembaban yang tinggi sangat membantu dalam menghancurkan feses yang diduga mengandung telur cacing yang dapat meningkatkan stadium infektif dari cacing.

Kerugian Akibat Infestasi Parasit Cacing

            Adanya infestasi parasit cacing yang patogen di dalam tubuh ternak tidak selalu mengakibatkan parasitisme yang sifatnya klinis. Parasitisme cacing baru akan memperlihatkan gejala klinis bila keseimbangan hubungan terganggu, yang mungkin disebabkan oleh kepekaan hospes yang menurun dan atau oleh peningkatan jumlah cacing yang patogen di dalam tubuh ternak. Kerusakan jaringan oleh parasit yang virulen dapat bersifat langsung maupun tidak langsung. Perubahan yang ditimbulkan oleh parasit cacing dapat berupa (1) kerusakan sel dan jaringan, (2) perubahan fungsi faal dari hospes, (3) penurunan daya tahan terhadap agen penyakit lain, (4) masuknya agen penyakit sekunder setelah terjadinya kerusakan mekanik lain dan (5) parasit mampu menyebarkan mikroorganisme patogen.

Jumlah TTGF dapat dipakai sebagai penduga barat atau ringannya derajat infestasi. Infestasi ringan memiliki jumlah TTGF 50-500, infestasi sedang memiliki TTGF 500-2000 dan infestasi berat memiliki jumlah TTGF lebih dari 2000 (Taazona dalam Kusumamihardja, 1992), derajat keparahan infestasi tergantung jumlah cacing yang menginfestasi. Penurunan berat badan akan terjadi pada infestasi 300 ekor dewasa atau setara dengan 1800 TFGF (Kusumamihardja, 1992).

Infestasi parasit cacing dapat menyebabkan penurunan bobot badan dan gastritis. Penurunan berat badan dapat terjadi akibat anoreksia, peningkatan asam lambung, gastrin dan kolesistokinin yang menyebabkan pengosongan lambung secara cepat sehingga penyerapan makanan kurang efektif. Cacing merampas sari-sari makanan yang diperlukan bagi hospes, menghisap darah atau cairan tubuh dan makan jaringan tubuh. Gejala-gejala yang timbul pada hewan yang terinfestasi cacing antara lain badan lemah, nafsu makan kurang, bulu rontok, kulit pucat dan penurunan produksi susu. Jika infestasi sudah lanjut diikuti anemia, diare dan badannya menjadi kurus yang akhirnya bisa menyebabkan kematian (Subronto dan Ida Tjahajati, 2001).

Pengendalian Penyakit Cacingan pada Babi

Pengendalian penyakit cacing memerlukan penanganan yang terncana secara baik dengan memperlihatkan faktor pengobatan dan tatalaksana pemeliharaan ternak yang memadai. Peternak seringkali mengabaikan managemen peternakan yang baik, apabila dikaji secara seksama akan terlihat betapa besar kerugian yang dapat ditimbulkan oleh infrksi cacing.

Obat yang diberikan dan cara pemberiannya harus sesuai dengan petunjuk dokter hewan agar lebih efektif dan efisien. Pemberantasan penyakit cacing pada babi tidak cukup hanya mengandalkan ilmu pengobatan saja, tetapi harus memperhitungkan pula faktor ekonomi, penataan lingkungan, kebersihan kandang, daur hidup cacing serta tidak bisa hanya diberikan satu kali saja. Pemberian obat medik harus diulang – ulang dan disesuaikan dengan daur hidup cacing.

Page 172: Kandang Babi Induk.doc

Potensi Limbah Buah Pepaya

Penyakit cacing pada ternak babi selain dapat diobati menggunakan obat – obatan medik, dapat juga diobati dengan menggunakan obat alternatif yaitu dengan pemberian tepung kulit buah pepaya. Tepung kulit buah pepaya mengandung zat atau enzim papain yang dapat berfungsi sebagai obat cacing atau anthelmentik. Enzim papain termasuk enzim protease, yaitu enzim yang menghidrolisis ikatan peptida pada protein, untuk melakukan aktivitasnya protease membutuhkan air sehingga dikelompokkan ke dalam kelas hidrolase. Protease berperan dalam sejumlah reaksi biokimia seluler, selain diperlukan untuk degradasi senyawa protein nutrien, protease terlibat dalam sejumlah mekanisme patogenisitas, sejumlah pasca translasi protein, dan mekanisme akspresi protein ekstraseluler. Pelepasan protease oleh cacing nematoda parasitik mempunyai peranan penting pada proses reaksi biologik seperti metabolisme protein. aktivitas protease mempunyai korelasi signifikan pada saat cacing parasitik menjalani penetrasi ke jaringan.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Bahan dan Alat Penelitian

Ternak yang digunakan adalah 18 ekor ternak babi hasil persilangan Landrace dengan Yorkshire. Kisaran bobot badan rata-rata ternak babi adalah 60,56 kg dengan koefisien variasi 1,42%. Babi ditempatkan secara acak dalam kondisi kandang individu dengan kondisi lingkungan yang sama dan jenis kelamin babi yaitu jantan kastrasi. Ransum yang diberikan pada ternak percobaan dalam penelitian berupa tepung. Bahan ransum didapat dari PT. Karya Mulya, Leles Kabupaten Garut. Bahan tersebut dikeringkan kemudian digiling hingga menjadi tepung.

  Alat-alat yang digunakan untuk mengindentifikasi jumlah telur dan larva cacing adalah : Mikroskop, alat untuk mengidentifikasi dan menghitung telur cacing (McMaster), cover glass, rak tabung, Erlenmeyer, gelas ukur, batang pengaduk, pipet pasteur, corong glass, timbangan, kain kassa, kapas, tabung reaksi, tabung sentrifugasi, sentrifugasi, cawan petri.

Kandang yang digunakan untuk penelitian adalah kandang individu yang berukuran 2 x 0,6 x 1,2 m dengan lantai semen dan beratap seng. Setiap unit kandang dilengkapi dengan tempat makan yang terbuat dari semen dan tempat minum otomatis berupa pentil yang terbuat dari besi tahan karat yang dihubungkan dengan tempat penampung air. Jumlah kandang yang diperlukan sebanyak 18 unit.

Ransum Penelitian

Bahan  yang digunakan dalam penelitian ini adalah ransum basal yang terdiri dari tepung jagung, tepung ikan, bungkil kelapa, tepung tulang, dedak padi dan tepung kulit pepaya. Kandungan nutrisi ransum basal dan tepung limbah kulit pepaya dapat dilihat pada tabel berikut :

Tabel 1. Kandungan nutrisi ransum basal dan tepung kulit buah pepaya.

Kandungan Gizi Ransum Penelitian(*)

Tepung Kulit Buah Pepaya (**)

Page 173: Kandang Babi Induk.doc

EM (kkal) 3244,8 2419

PK (%) 14 25,85

SK (%) 7,5 2,39

Ca (%) 0,32 18,52

P (%) 0,66 0,88

Sumber : (*) NRC, 1998

                (**) Permana, 2007

Tabel 2. Kandungan nutrisi ransum penelitian

Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian

R0 R1 R2

EM (kkal) 3244,8 3203,51 3162,22

PK (%) 14 14,5925 15,185

SK (%) 7,5 8,051 8,062

Ca (%) 0,32 0,4235 0,527

P (%) 0,66 0,671 0,682

Keterangan :

R0 = 100% ransum basal

R1 = 95% ransum basal + 5% tepung kulit buah pepaya

R2 = 90% ransum basal + 10% tepung kulit buah pepaya

Metode Penelitian

Tahap Penelitian

1. Persiapan kandang, pengadaan ternak, pengadaan ransum, dan peralatan. Setiap ekor babi dimasukkan ke kandang individu.

2. Adaptasi babi terhadap ransum, kandang, perlakuan, dan lingkungan dilakukan selama satu minggu.

3. Kandang dibersihkan dua kali sehari yaitu pada pukul 06.00 dan 12.00 WIB. Kandang dibersihkan dari semua kotoran yang dibuang ke saluran pembuangan, setelah itu babi dimandikan agar bersih dan merasa nyaman.

4. Pemberian ransum sebanyak 1 kg/ekor dan dilakukan tiga kali sehari, yaitu pukul 06.00, 12.00 dan 16.00 WIB sehingga jumlah ransum per hari adalah 3 kg/ekor.

5. Pemberian tepung kulit buah pepaya dilakukan dengan cara mencampurnya dalam 1 kg ransum pertama dalam 3 kali pemberian (total 3 kg/hari), diberikan pada babi sampai habis dikonsumsi.

Page 174: Kandang Babi Induk.doc

1. Pengambilan sampel feses yang akan diteliti dilakukan pada pagi hari setelah pembersihan kandang. Pengambilan dilakukan setelah ternak babi diberi perlakuan RVM, R1, R2 dan R3, selama 2 minggu.

 

Pengambilan Sampel Feses di Lapangan

Pengambilan sampel dilakukan terhadap 18 sampel feses yang diambil sebanyak 1 kali, dari 18 ekor babi. Feses dimasukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label kemudian dimasukkan ke dalam termos es yang berisi icebrite dan dibawa menuju laboratorium BPPHK Cikole – Lembang, kemudian dilakukan pemeriksaan baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Pemeriksaan kualitatif dimaksudkan untuk mengidentifikasi jenis cacing yang menginfeksi babi berdasarkan bentuk dan ukuran telur dari larvanya, sedangkan pemeriksaan kuantitatif dimaksudkan mengetahui banyaknya telur cacing setiap gram feses (TTGF) yang menggambarkan berat ringannya derajat infeksi. Hasil pengamatan dijelaskan secara deskriptif yaitu menjelaskan tentang jumlah telur dan jenis cacing yang menginfestasi babi. Metode kuantitatif yang digunakan adalah metode McMaster, sedangkan metode kualitatif dilakukan dengan melihat bentuk dan ukurannya, kemudian dibandingkan dengan bentuk dari standar yang sudah dikenal (Soulsby, 1982).

Penghitungan Telur Cacing (Metode Mc Master)

Penyiapan larutan pengapung : Larutan pengapung dibuat dari campuran garam (NaCl) 400 gr dan gula (C6H12O6) 500 gr yang ditambahkan air dua liter kemudian diaduk sampai larut. Penghitungan telur cacing : dilakukan dengan metode McMaster. Sebanyak dua gram feses dilarutkan dalam 60 ml larutan pengapung yang kemudian dihomogenkan tiga kali dengan cara menuang dari satu gelas ke gelas lain lalu dimasukan dalam kamar hitung McMaster dengan Pipet Pasteur. Dilakukan pemeriksaan mikroskopis dengan pembesaran 10 x  10. Untuk mengetahui jumlah Total Telur tiap Gram Feses (TTGF) dihitung dengan menggunakan metode Mcmaster dengan rumus sebagai berikut:

TTGF  =  (n/bf) X (Vtot/Vhit)

Vtot      =  Volume  dari 2 gr feses ditambah larutan pengapung

Vhit      =  Volume Kamar Hitung ( 2 x 0,5)

Bf        =  Berat feses (2 gr)

N         =  Jumlah Telur yang ditemukan

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Eksperimental dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap. Pada pelaksanaan penelitian terdapat 3 macam perlakuan dan setiap perlakuan diulang sebanyak 6 kali.

Identifikasi Jenis Cacing Berdasarkan Larva

Page 175: Kandang Babi Induk.doc

Untuk memeriksa Larva dilakukan dengan 3 tahap  yaitu :

1. 1.      Pembuatan Kultur Feses

Feses yang sudah diperiksa dan positif mengandung telur dicampur dengan kompos steril (Vermikulate) dengan perbandingan yang sama. Kondisinya dibuat menjadi lembab dengan menambah sedikit air. Campuran feses dengan kompos steril diletakan dalam inkubator selama 6-7 hari dengan kisaran suhu  25-27 0C atau pada suhu ruangan sehingga semua larva mencapai taraf infektif.

1. 2.      Pengumpulan Larva dari Kultur

Setelah diinkubasi, tutup petridish kultur dibuka dan masukan air dari petridish kedalam tabung dengan pipet. Sentrifuse selama lima menit dengan kecepatan 5.000 rpm.

1. 3.      Identifikasi Larva

Larutan larva yang telah terkumpul dalam tabung reaksi diambil dengan pipet pasteur, satu tetes larutan larva dipindahkan pada gelas objek lalu tutup dengan cover glass kemudian diperiksa di bawah mikroskop dengan pembesaran 10 x 10.

 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Pepaya Terhadap Jumlah Telur Cacing.

Berdasarkan hasil penelitian pada ternak babi yang dipelihara di Koperasi Peternak Babi Indonesia (KPBI), Desa Kertawangi, Kecamatan Cisarua, Lembang yang di analisis di BPPHK Cikole, Lembang telah dilakukan pada tanggal 1 mei sampai dengan tanggal 20 juni 2009. Penelitian ini menghasilkan jumlah telur dari tiap gram feses yang terdapat pada ternak babi yang diberi pakan tepung kulit buah pepaya dengan hasil yang bervariasi.

Jumlah Telur Cacing Strongylus sp.

Data hasil penelitian pengaruh pemberian tepung kulit papaya terhadap jumlah telur cacing Strongylus sp,  Ascaris sp dan  Trichuris suis tercantum pada Tabel 3.

Tabel 3. Perhitungan Jumlah Telur Cacing Strongylus sp,  Ascaris sp dan  Trichuris suis

Jenis CacingPerlakuanR0 R1 R2

1.    Strongylus sp 243,33 a 0 b 0 b2.  Ascaris sp 5.786,16 a 4.628,83 b 1.719,33 b3. Trichuris suis 569,5 a 464,16 a 285,83 b

Ket.Huruf yang berbeda dalam kolom menunjukkan pengaruh perlakuan berbeda nyata.

Berdasarkan data pada Tabel 3, dapat diketahui bahwa rata-rata telur cacing Strongylus sp terendah (0) dihasilkan pada perlakuan pemberian tepung kulit pepaya 5% dan 10%

Page 176: Kandang Babi Induk.doc

dibandingkan dengan rata-rata telur  yang dihasilkan pada perlakuan tanpa adanya pemberian tepung kulit pepaya (243,33).  Penggunaan limbah kulit buah pepaya ternyata dapat mengurangi jumlah telur cacing Strongylus sp pada babi (p<0,05). Limbah kulit buah pepaya yang mengandung papain bekerja secara vermifuga melemaskan cacing dengan cara merusak protein tubuh cacing. Papain merupakan enzim protease sulfhidril dan akan mendegradasi protein-protein jaringan konektif dan myofibril. Cacing termasuk parasit yang tubuhnya terdiri dari molekul – molekul protein yang tidak terlindungi oleh selaput sehingga bila papain masuk ke saluran usus yang banyak mengandung cacing, cacing tersebut akan terurai atau menghindar dengan keluar dari lubang anus.

Berdasarkan data pada Tabel 3, dapat diketahui bahwa rata-rata telur cacing Ascaris sp terendah (1.719,33) dihasilkan pada perlakuan pemberian tepung kulit buah pepaya 10%. Pada perlakuan dengan pemberian tepung kulit pepaya 5% (4.628,83) dan jumlah terbesar telur cacing Ascaris sp pada perlakuan tanpa pemberian tepung kulit buah pepaya (5.786,16).  Penggunaan limbah kulit buah pepaya ternyata dapat mengurangi jumlah telur cacing Ascaris. sp pada babi.  Cacing Ascaris sp merupakan jenis cacing gilig penyebab ascariasis pada ternak babi, teutama babi muda di seluruh dunia (Soulsby, 1982). Kejadian ascariasis sangat tinggi pada babi-babi di daerah tropis dan sub tropis (Chan, 1997 dalam Tsuji, et al (2004). Cacing ini  berparasit pada usus halus (Soulsby, 1982). Infeksi dapat terjadi melalui pakan, air minum, puting susu yang tercemar, melalui kolostrum dan uterus (Levine, 1990). Satu ekor cacing betina dewasa rata-rata bertelur 200.000 butir per hari ; dan selama hidupnya diduga dapat bertelur 23 milyar butir (Dunn, 1978).

Berdasarkan data pada Tabel 3, dapat diketahui bahwa rata-rata telur cacing Trichuris suis terendah (285,83) dihasilkan pada perlakuan pemberian tepung kulit pepaya 10%, 5% (464,16) dan rata – rata terbesar terdapat pada perlakuan tanpa adanya penambahan tepung kulit pepaya (569,5). Pengaruh tepung kulit buah papaya  perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata (p<0,05), papain pada tepung kulit buah pepaya dapat menurun akibat banyaknya kematian telur cacing karena pengaruh papain dari tepung kulit pepaya.

Pengaruh Pemberian Tepung Kulit Buah Pepaya Terhadap Jumlah Larva Cacing.

Berdasarkan data penelitian jumlah larva dari tiap gram feses yang terdapat pada ternak babi yang diberi pakan tepung kulit buah pepaya tidak ditemukan adanya jumlah larva cacing Strongylus sp, Ascaris sp, dan Trichuris suis dalam penelitian disebabkan adanya sanitasi ruangan dan alat – alat laboratorium dengan menggunakan alkohol yang dapat membunuh telur cacing dalam waktu 3 jam. Pemberian tepung kulit buah pepaya juga dapat menurunkan fertilitas telur cacing karena tepung kulit buah pepaya mengandung enzim papain yang secara vemifuga dapat merusak protein tubuh cacing sehingga cacing yang telah menetas tidak dapat bertahan hidup.

 

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan diketahui bahwa pemberian tepung kulit buah pepaya pada dosis 10% dapat menurunkan jumlah telur Strongylus sp, Ascaris sp dan Trichuris suis, sedangkan tidak ditemukan larva cacing Strongylus sp, Ascaris sp, dan

Page 177: Kandang Babi Induk.doc

Trichuris suis disebabkan oleh penurunan fertilitas telur cacing yang dipengaruhi oleh papain serta prosedur sanitasi alat – alat dan ruangan laboratorium.

Saran

            Pemberian tepung kulit buah pepaya pada dosis 10% sudah mendapatkan hasil yang baik dan diharapkan tepung kulit buah pepaya dijadikan bahan pelengkap ransum karena dapat mengurangi penyakit cacingan pada ternak babi.

                                                          

 

 

 

                                                           DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 2004a. Trichuris spp. http://evm.mscs.edu /courses/mic569 /docs/parasite/TRICH.HTML

Atiya, Ridayanti, dan Nuraini. 2001. Pemeriksaan Efek Anthelmentik Papain Kasar Terhadap Infeksi Buatan Cacing Haemonchus contortus. Rudolphi Pada Domba. JFF. MIPA. Unair.

Benbrook, E. A., and M. V. Sloss. 1961. Clinical Parasitology. 3  ed, Iowa State Univ. Press. Ames, Iowa, 3-17.

Dunn, A.M. 1978. Veterinary Helminthology. 2nd Ed. Williams Heinemann Medical Books LTD, London.

Goodwin, D. H. 1974. Beef Management and Production. London: Hutchinson.

Kusumamihardja, S. 1992.  Parasit dan Parasitosis pada Hewan Ternak dan Hewan Piara. Pusat Antar Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Lapage, G.  1956. Veterinary  Helminthology  and Enthomology. 4th  Ed. Bailliere Tindall, London.

Lawson, J. L. dan M. A. Gemmel. 1983.  Transmission in Hydatidosis and cysticercosis. Advance’s in Parasitology 2a:279.

Levine, ND. 1982.  Textbook Of Veterinary Parasitology.  Burgess Publishing Company.  USA.

Levine, ND.  1990. Buku Pelajaran  Parasitologi Veteriner. Diterjemahkan oleh Prof. Dr. Gatut Ashadi. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

NRC. 1998. Nutrient Requirments of Swine. Nutrient Requirments of Domestic Animal, Ninth Revised Edition National Academy Press. Washingthon DC.

Page 178: Kandang Babi Induk.doc

Seddon, H.R. 1967.  Helminth Infestation  2nd  Ed.  Commonwealth of Australia Department of Health, Sidney.

Siagian H. Pollung. 1999. Manajemen Ternak Babi, Diktat Kuliah Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Sihombing. 1997. Ilmu Ternak Babi. Cetakan Pertama. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Smith, J.D. 1968. Introduction to Animal Parasitology. The English Books University Press, LH. London.

Subronto, dan I. Tjahajati. 2001. Ilmu Penyakit Ternak II. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Soulsby, E.J.L. 1982.  Helminths, Antropods and Protozoa of Domesticated Animals. Inglish Laguage Book Service Bailiere Tindall.  7th Ed. Pp.231-257.

Tarmudji, Deddy Djauhari Siswansyah dan Gatot Adiwinata.  1988.  Parasit-parasit Cacing Gastrointestinal pada sapi-sapi di Kabupaten Tapin dan Tabalong Kalimantan Selatan, di dalam Penyakit Hewan.  Balai Penelitian Veteriner, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian, Jakarta.

Tsuji, N., K. Suzuki., H.K. Aoki., T. Isobe., T. Arakawa dan Y. Matsumoto. 2003. Mice Intranasal  Immunized with a recombinant 16 kilodalton Antigen from Roundworm Ascaris Parasites are Protected Againts Larva Migration of Ascaris suum. Infection and Immunity Vol. 71, pp : 5314.

Wiryosuhanto, S. D. dan Jacoeb, T. N.  1994.  Prospek Budidaya Ternak Sapi. Kanisius.  Yogyakarta

Categories: Penyakit Babi, Ransum Babi  |  No Comments

Iodin (I) Atau Yodium (Miftahul Falah)

March 27, 2010 | Posted by saulandsinaga

Iodin atau yodim, adalah unsur paling berat diantara unsur esensial bagi semua spesies ternak. Kebanyakan bahan iodin dalam tubuh terdapat dalam kelenjar gondok (thyroid) yang merupakan bagian integral dalam hormon thyroid , yakni thyroxin dan triiodothyronine yang keduanya berperan penting dam metabolisme.

            Salah faktor yang mempengaruhi keluarnya hormon thyroid oleh kelenjar thyroid adalah ketersediaan iodin. Bila iodin tidak cukup tersedia, kelemjar berusaha mengimbangi kekurangan tersebut dengan meningkatkan aktifitas sekresi dan hal ini mengakibatkan kelenjar membesar, kondisi ini dikenal dengan penyakit gondok (goiter, atau goitre) sederhana atau gondok endemik.

Penyerapan, Metabolisme dan Ekskresi

Page 179: Kandang Babi Induk.doc

            Penyrapan iodin sangat efisien yakni hampir 100%, penyerapan hampir sepanjang system pencernaan, namun yang tebanyak adalah dalam usus halus. Setelah iodin menempuh dua jalan utama dalam tubuh, sekitar 30% diangkat melalui kelenjar thyroid dan digunakan untuk sintesis hormon thyroid, dan terbanyak dari sisa-sisa selebihnya diekskresikan melalui urine, nsamun sebagian kecil dikeluarkan melalui feses dan keringat.

Fungsi

Fungsi tunggal iodin adalah pembuat hormon pengandung iodin, yakni thyroxin dan triiodothyronine yang disekresiakan kelenjar thyroid yang mengatur laju oksidasi dalam sel, dan demikian berpengaruh terhadap pertumbuhan, fungsi jaringan otot dan syaraf, aktifitas peredaran darah dan metabolisme zat-zatmakanan. Bila lebih banyak hormon thyroid dalam darah, laju metabolisme yang mengakibatkan produksi susu meningkat, bila iodin tidak sesuai dengan apa yang dibutuhkan, persediaan tubuh dimobilisasi sehingga bobot tubuh turun. Bila defisiensi iodin berkepanjangan, emasiasi dan problem kesehatan lainnya malahan bisa terjadi.

            Kadang-kadang iodin juga digunakan sebagai bahan antibakterial untuk infeksi ringan. Tubuh ternak dewasa mengandung kurang dari 0,00004% iodin.

Simtom defiensi dan toksisitas 

            Defiensi.- Bila iodin kurang diperoleh, kelnjar thyroid tidak dapatkontini menghasilakn hormon thyoid. Oleh pengaturan hormon TSH dari kelenjar pituitari.kelenjar thyroid akan membesar sebagai respon terhadap peningkatan kebutuhan.  Definisi iodin umumnya di dunia ini dan terjadi bila bahan-bahan makanan yang berasal dari lahan yang miskin dari iodin, sehingga tidak memenuhi kecukupan untuk tubuh

            Pengobatan defisiensi iodin mungkin tidak berhasil jika thyroid dan jaringan lain tidak terlalu parah menderita. Pengobatan jauh lebih mudah dan lebih baik,  sebab iodin dalam bentuk anorganik maupun organik dapat disuplentasi dalam ransum. Menggunakan garam beriodin sebai bagian dari ransum akan lebih ekonomis bila bahan ransun beriodin rendah. Level 0,002-0,004 mg iodin per kilogram bobot tubuh sudah cukup untuk mencegah munculnya gioter.

            Toksisitas.- terlalu banyak iodin diperoleh dan jangka lama dapat mengganggu pemanfaatan iodin oleh thyroid dan mengkibatkan toksisitas. Perbedaan antara simtom mencolok anytara spesies ternak terhadap toleransi keracunan iodin yang tinggi

 Sumber iodin bagi ternak

            Sumber pakan kaya, tepung alfalfa, molases gula tebu, ampas bir, hasil penyulingan minuman, tepung ikan dan hasil ikutan marin dan tumbuhan yang kay akan iodin, tepung daging serta tulang, gandum dan hasil ikutannya, tepung hasil ikutan unggas, kedelai, jelai dan wei.

Categories: Ransum Babi  |  No Comments

Page 180: Kandang Babi Induk.doc

Penyakit Vulval discharge tanda, pencegahan dan pengobatan pada babi (Aditya Priyadi)

March 22, 2010 | Posted by saulandsinaga

 Agalactia

Agalactia ialah kegagalan dalam memproduksi air susu. Jenis penyakit ini khusus diderita oleh babi-babi induk yang habis beranak. Penyakit ini Nampak jelas 24 jam sehabis induk itu melahirkan. Babi-babi yang menderita agalactia ini akhirnya tidak mampu mensuplai air susu kepada anak-anaknya, karena produksi air susu tak bisa keluar lagi, sebab sekresi oxytocin tidak mencukupi. Kekurangan oxytocin ini bisa diatasi dengan memberikan injeksi oxytocin dengan dosis 5 – 10 I.U. secara intramuskular.

Penyebab

Penyebab penyakit ini adalah tidak selalu sama, atau dengan kata lain ada berbagai macam sebab :

a. Karena toxic (racun) yang terdapat di dalam usus akibat konstipasi yang diderita induk yang bersangkutan, yang kemudia diikuti hilangnya nafsu makan dan kandang-kadang panas yang terlampau tinggi. Untuk mengatasi konstipasi ini, babi bisa diberikan obat peluncuran atau urus-urus dengan garam inggris.

b. Akibat peradangan pada usus.

Peristiwa ini mengakibatkan babi induk merasa sakit, sehingga nafsu makan berkurang, temperatur tubuh tinggi 106º F, dan dari vulva keluar cairan berwarna kuning atau kemerahan. Ambing menjadi bengkak, keras, berwarna merah, panas dan sakit. Penderita ini bisa diobati dengan penstrep. Karena adanya peradangan uterus (metritis) dan ambing (mastitis), dan mengakibatkan kegagalan kegagalan keluarnya air susu (agalactia). Maka penyakit ini juga disebut MMA kompleks.

Gejala umum :

- Gejala pertama biasanya Nampak 3 hari sesudah melakukan, walaupun sering dapat terlihat sebelum anak-anaknya disapih.

- Temperatur 103 – 106º F.

- Babi tidak mau makan, air susu sedikit atau gagal sama sekali.

- Dari vagina keluar nanah berwarna keputihan atau kekuning-kuningan.

- Anak babi mencret.

- Kadang-kadang tidak diketahui sampai anak babi mati kelaparan.

Brucellosis (Keguguran menular)

Page 181: Kandang Babi Induk.doc

Pada babi, penyakit ini bisa kronis atau subkronis. Yang diserang alat reproduksi (uterus, ambing, testes).

Penyebab

Gejala

Gejala penyakit ini sulit dilihat, di mana tidak semua penderita itu selalu mengalami abortus dan sebaliknya yang bukan brucellosis pun bisa abortus. Akan tetapi secara umum bisa dilihat tanda-tanda.

- Keguguran, anak mati di dalam kandungan atau sangat lemah.

- Pada jantan atau induk bisa steril yang sifatnya bisa sementara atau permanen, kadang-kadang lumpuh pada kaki belakang, pada babi jantan ada gejala radang testes.

Pencegahan dan pengobatan

- Sanitasi (pejagaan kesehatan), dan belilah bibit yang bebas dari penyakit brucellosis.

- Vaksinasi.

- Obat belum ditemukan.

Porcine reproductive and respiratory syndrome# (Arteriviridae)

Babi stillborn piglets, mummified fetuses, premature farrowings, and weak-born pigs; Anorexia and agalactia are evident in lactating sows; Suckling piglets develop a characteristic thumping respiratory pattern  

 DAFTAR PUSTAKA

 www.susukolostrum.com/masalah-kesehatan…/alat-kelamin-luar.html – Cached

http://budidayaternak.comxa.com/single.php?conten=Halaman-Kategori-Budidaya&idbudidaya=3#

http://www.dvssel.gov.my/epis/penyakit_dan_tanda2/tandatanda_klinikal.htm

Categories: Ransum Babi  |  No Comments

Penyakit Congenital tremor (myoclonia congenita) tanda, pencegahan dan pengobatan pada babi (MAURIDZ FLORENT FERNANDEZ)

Page 182: Kandang Babi Induk.doc

March 21, 2010 | Posted by saulandsinaga

A. KALSIUM

Kalsium terdapat pada tubuh dalam bentuk garam-garam kalsium, senyawa ion maupun ikatan protein-kalsium. Sembilan puluh sembilan persen kalsium terdapat pada tulang dan gigi dalam bentuk kristal yang berfungsi memberikan kekuatan pada struktur tulang dan gigi. Satu persennya terdapat pada sirkulasi darah dan empat puluh persen dari satu persen kalsium tersebut terikat dengan protein terutama albumin.kalsium dalam bentuk senyawa ion berfungsi untuk menjaga integritas membrane sel, elektrofisiologi pada eksitabilitas sel, dan berperan dalam kontraksi otot.

Konsentrasi kalsium dalam darah dipengaruhi hormon parathyroid (PTH) dan thyrocalcitonin. PTH disekresikan oleh kelenjar paratiroid dan berfungsi meningkatkan kadar serum kalsium. Thyrocalcitonin meningkatkan deposisi kalsium pada tulang ketika terjadi peningkatan kadar kalsium pada darah. Hormon ini diproduksi oleh kelenjar tiroid, berfungsi pula untuk mengurangi kadar serum kaslium dan fosfat.

Kalsium berfungsi utama untuk membangun tulang dan gigi, fungsi yang lain yaitu :

1. Menstabilkan membran sel  dan memblokade transport natrium menuju sel. Maka penurunan kadar kalsium akan meningkatkan eksitabilitas sel dan sebaliknya peningkatan kadar kalsium akan menurunkan eksitabilitas.

2. Pembekuan darah, bila kalsium tidak tersedia, missal terikat dengan sitrat atau oksalat, maka pembekuan darah tidak terjadi.

3. Produksi air susu.

4. Sekresi beberapa hormon dan factor pelepas hormon.

Vitamin D diproduksi oleh kulit dengan bantuan sinar ultra violet (UV). Vitamin D diubah oleh hati menjadi 25- dihydroxycholecalciferol dan lebih lanjut akan dimetabolisme oleh ginjal dengan bantuan PTH untuk membentuk 1,25- dihydroxycholecalciferol aktif yang sangat penting pada proses penyerapan kalsium dari saluran pencernaan.

(Cunningham, James G, 2002)

Kalsium plasma terdapat dalam 3 bentuk :

1. bentuk senyawa kompleks dengan asam organik ex. Sitrat, phosphat2. bentuk terikat protein ex. Albumin, globulin

3. bentuk terionisasi/ bentuk tak terikat (Ca2+)

(Murray, R. K., et all., 2003)

Garam kalsium lebih larut dalam kondisi asam sehingga penyerapan berlangsung di bagian awal usus halus. Penyerapan tergantung dari banyaknya yang dimakan, kebutuhan dan tipe makanan. Faktor penentu utama bnyaknya kalsium yang diserap adalah kebutuhan tubuh.

Page 183: Kandang Babi Induk.doc

Kalsium yang diserap melalui dinding usus halus, yang terbanyak disimpan di tulang terutama di spons tulang (trabekula) dan kelak akan dikeluarkan jika diperlukan. Namun kalsium tidak selalu dapat dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan metabolisme, misal saat terjadi tetani/kejang. Mobilisasi kalsium termudah adalah dari tulang rahang dan biasanya pada diagnosa defisiensi kalsium tulang rahang ini diabaikan. Deposisi dan mobilisasi kalsium ini dikontrol oleh hormon.

Kalsium yang diserap dan tidak diperlukan oleh tubuh, kebanyakan diekskresikan melalui urin, meskipun sebagian melalui tinja dan keringat (Sihombing, 2006).

Hubungan Kalsium dengan Fosfat

Fosfat merupakan anion yang keberadaannya dalam tubuh juga dipengaruhi oleh PTH. Normalnya total konsentrasi kalsium dan fosfat dalam tubuh selalu konstan. Artinya, jika konsentrasi kalsium meningkat maka fosfat akan turun begitu pula sebaliknya jika konsentrasi kalsium menurun maka fosfat akan naik. Kalsium dan fosfat dapat bergabung membentuk kalsium fosfat (CaHPO4). Jika senyawa ini terbentuk terlalu banyak dapat mengakibatkan hipokalsemia.

Hubungan kalsium dengan bahan lain

1. Magnesium yang banyak dimakan akan menurunkan mpenyerapan magnesium, besi, iodine, mangan, zink dan tembaga, terutama jika salah satu unsure yang dimakan di ambang batas kurang.

2. Kalsium yang berlebihan menurunkan penyerapan dan pemanfaatan zink dan menyebabkan parakeratosis akibat defisiensi zink.

3. Magnesium yang berlebih menurunkan penyerapan kalsium, mengusir kalsium dari tulang sehingga mengakibatkan ekskresi kalsium. (Sihombing, 2006).

B. HIPOCALCEMIA

DefinisiHipokalsemia (kadar kalsium darah yang rendah) adalah suatu keadaan dimana konsentrasi kalsium di dalam darah kurang dari 8,8 mg/dl (Bullock and Philbrock, 1984).

Kadar normal kalsium dalam darah pada babi betina adalah 11,1 dan pada jantan 9,65 (Mitruka, Brij M., 1981).

Dahulu gangguan ini diduga disebabkan oleh adanya bendungan pada system syaraf, alergi, penyakit neuromuskuler, penyakit keturunan, penyakit ketuaan, penyakit infeksi dan penyakit defisiensi makanan yang menyangkut kalsium, fosfor, vitamin A, vitamin D dan protein (Subronto, 2001)

 Faktor Predisposisi

Konsentrasi kalsium darah bisa menurun sebagai akibat dari berbagai masalah.Hipokalsemia paling sering terjadi pada penyakit yang menyebabkan hilangnya kalsium dalam jangka lama melalui air kemih atau kegagalan untuk memindahkan kalsium dari tulang (Bullock and Philbrock, 1984).

Page 184: Kandang Babi Induk.doc

Namun dari hasil temuan hypocalcemia disebabkan karena : penurunan kadar kalsium dalam darah di bawah normal, defisiensi hormon paratiroid, efek hormon tirokalsitonin, gangguan absorbsi kalsium, gangguan produksi vitamin D, hormon estrogen dan steroid kelenjar adrenal yang menurunkan absorbsi kalsium (Subronto, 2001)Sebagian besar kalsium dalam darah dibawa oleh protein albumin, karena itu jika terlalu sedikit albumin dalam darah akan menyebabkan rendahnya konsentrasi kalsium dalam darah.

Penyebab Keterangan

Kadar hormon paratiroid rendah

Biasanya terjadi setelah kerusakan kelanjar paratiroid atau karena kelenjar paratiroid secara tidak sengaja terangkat pada pembedahan untuk mengangkat tiroid

Kekurangan kelenjar paratiroid bawaan

Penyakit keturunan yg jarang atau merupakan bagian dari sindroma DiGeorge

PseudohipoparatiroidismePenyakit keturunan yg jarang;kadar hormon paratiroid normal tetapi respon tulang & ginjal terhadap hormon menurun

Kekurangan vitamin D

Biasanya disebabkan oleh asupan yg kurang,kurang terpapar sinar matahari (pengaktivan vitamin D terjadi jika kulit terpapar sinar matahari),penyakit hati,penyakit saluran pencernaan yg menghalangi penyerapan vitamin D,pemakaian barbiturat & fenitoin, yg mengurangi efektivitas vitamin D

Kerusakan ginjal Mempengaruhi pengaktivan vitamin D di ginjal

Kadar magnesium yg rendah Menyebabkan menurunnya kadar hormon paratiroid

Asupan yg kurang atau malabsorbsi

Terjadi dengan atau tanpa kekurangan vitamin D

PankreatitisTerjadi jika kelebihan asam lemak dalam darah karena cedera pada pankreas, bergabung dengan kalsium

Kadar albumin yg rendahMengurangi jumlah kalsium yg terikat dengan albumin tetapi biasanya tidak menyebabkan gejala, karena jumlah kalsium bebas tetap normal

Ketika konsentrasi kalsium menurun, blocking effect kalsium terhadap natrium (sodium) juga akan menurun. Maka dari itu ketika kadar kalsium rendah akan meningkatkan eksitabilitas sel saraf dan menyebabkan spasmus otot. Bahkan akhirnya dapat menimbulkan konvulsi dan tetani.

Hipokaslemia dapat dilihat seiring dengan penurunan aktivasi vitamin D, kadang-kadang berhubungan pula dengan penyakit gnjal maupun hati. Pancreatitis dapat menyebabkan penurunan serum kalsium akibat dari sekresi enzim pankreatik lipase yang akan mengikat asam lemak dan kalsium. Transfusi darah dapat pula menyebabkan hipokalsemia karena kalsium dapat terikan nitrat yang digunakan saat preparasi, halmtersebut menghilangkan kalsium terionisasi dalam darah. Hiperpospatemia, hipoalbuminia, penyakit pada kelenjar paratiroid, terapi obat seperti ACTH atau glucagon, pembedahan atau pengambilan kelenjar paratiroid, penyakit saluran pencernaan, neoplasia semuanya dapat dikaitkan dengan hipokalsemia.

Page 185: Kandang Babi Induk.doc

Sebagai akibat dari hipokalsemia antara lain ; osteoporosis, spasmus, tetani, peningkatan motilitas saluran gastro-intestinal, serta masalah jantung dan sirkulasi. Tetani  otot merupakan hal yang paling umum terjadi dan berbahaya terutama jika mengakibatkan spasmus laryngeal (Bullock and Philbrock, 1984).

Hipokalsemia pada Babi

Milk fever (Parturient Hypocalcemia, Parturient Paresis) termasuk salah satu dari tiga metabolic disease yang sering terjadi (Wooldridge, W. R., 1960).

Menurut George milk fever (tanpa susu dan tanpa demam) yang sering terjadi secara tiba-tiba setelah proses kelahiran dan menyebabkan hipokalsemia akut. Berikut ini urutan hewan yang sering mengalami hipokalsemia adalah : sapi, domba, kambing, babi dan anjing (Smith, M. A., 1967).

Milk fever kadang terjadi pada babi dan dapat menyerang babi sehat. Kondisi yang terjadi pada babi sama dengan yang terjadi pada sapi, spesies yang lebih mendapat perhatian tentang penyakit ini (Hungerford, T. G., 1967).

Penelitian pada masa awal penyakit ini mulai diteliti yang dilakukan oleh Dr. Dryerre dan Greig menunjukkan bahwa disfungsi kelenjar paratiroid merupakan factor utama. Akibatnya adalah penurunan kadar kalsium darah yang kadang berkorelasi dengan turunnya kadar fosfor. Para ahli percaya bahwa kadar magnesium juga turun tapi tana penurunannya biasa dikaitkan dengan hyperaestesia atau bahkan tetani yang merupkan pengaruh yang sangant komplikatif/ rumit. Maka dari itu dibedakan dengan pingsan yang disebabkan oleh hipokalsemia baik dengan atau tanpa hypophospatemia, sangat sedikit literature yang membahas hal ini terutama pada babi.

Hipokalsemia atau milk fever pada babi berbeda dengan kejadian pada sapi dan domba. Namun penyebab dan pengobatan yang dilakukan biasanya sama (Hungerford, T. G., et all., 1967).

Gejala Klinis

Umumnya terjadi penurunan temperatur tubuh di bawah normal, beberapa kasus menunjukkan excitement yang normal atau meningkat. Jika tidak menunjukkan adanya excitement, temperatur tubuh tinggi maka indikasinya bukan hipokalsemia. Gejala lain adalah babi tidak mau makan, air susu yang dikeluarkan menurun atau tertunda (Hungerford, T. G., et all., 1967).

Babi terserang ditandai dengan gejala farrowing selama beberapa jam. Akan tetapi pada beberapa kasus hewan telah  farrowing 7 – 10 hari sebelumnya. Nafsu makan dan sekresi susu menurun drastis. Hewan tampak aktif pada awalnya tapi nantinya akan ditemukan terkulai lemas dikandang. Jika hewan dibangunkan dapat terjadi gerakan-gerakan inkoordinatif pada kaki-kakinya. Kaki-kaki kadang tidak bisa digerakkan atau diangkat sama sekali (Anthony and Lewis, 1961).

Gejala hipokalsemia dapat terlihat mulai beberapa jam sampai pada puncak laktasi induk (Anthony,1961). Terengah- engah dan lesu adalah salah satu gejala awal. Tremor ringan, kejang, keram otot, ataxia diakibatkan peningkatan eksibilitas neuromuscular. Kemungkinan

Page 186: Kandang Babi Induk.doc

juga terjadi perubahan tingkah laku seperi agresif, mendengking, salviasi, hipersensitif terhadap stimuli dan disorentasi.

Tremor hebat, tetani, dan koma dapat juga diikuti dengan kematian. Hipertermia juga ditemukan pada beberapa kasus. Cerebral odema terjadi pada beberapa kasus serangan. Tachicardi, hipertermia, polyuria, polidipsia, dan muntah sering terjadi. Dari kebanyakan kasus, induk dapat sehat kembali dan anak dapat tumbuh dengan baik (Mercks manual,2008).

Walaupun Hipokalsemia seringkali terlihat setelah kelahiran, tapi gejala klinis juga mungkin terlihat sebelum kelahiran atau pada saat kelahiran. Hipokalsemia dengan konsentrasi kalsium serum diatas 7mg/dl tetapi dibawah batas normal dapat menyebabkan kontraksi myometrial yang tidak efektif dan proses kelahiran yang lambat. Nafas terengah-engah dapat menyebabkan alkalosis pernafasan. Konsentrasi ion kalsium berhubungan dengan konsentrasi protein, keadaan asam basa, dan ketidak seimbangan elektrolit lainya. Karena itu keparahan dari gejala klinis tidak selalu berhubungan dengan konsentrasi kalsium total (Mercks manual,2008).

Sistem imunitas bertugas mengadakan perlawanan terhadap bermacam-macam kuman dan menelan berbagai benda asing yang berada dalam tubuh. Dalam proses membasmi musuh dari luar ini, pertama-tama mengeluarkan tanda bahaya adalah ion kalsium.Kemudian ion kalsium pula yang memberi aba-aba kepada sistem imunitas untuk menangkap musuh. Berbagai macam sel-sel imunitas baru dapat bergerak secara serentak menelan dan membasmi musuh. Dari sisni terlihat pentingnya kalsium dalam sistem imunitas. Begita terjadi kekurangan calcium, kemampuan sistem imunitas akan menurun dan menjadi kacau, sehingga timbul bermacam-macam penyakit seperti LE atau Lupus Eritematopus, rematik, seleroderma, dermatitis, jerawat dan penyakit kulit lainnya. Suplemen kalsium dapat meningkatkan sistem imunitas dan mempunyai efek yang lebih baik dalam pengobatan penyakit ini.

Osteoporosis adalah perubahan patologis berupa pengerasan pembuluh nadi, dinding pembuluh menebal dan mengeras, sehingga kehilangan sifat lenturnya dan terjadi penyempitan. Ciri khasnya adalah menimbunnya zat lemak, terbentuknya asam darah dan bertambahnya jaringan serta. Bertambahnya benda sing pada dinding pembuluh ini akan menimbulkan penyumbatan pada pembuluh darah. Dalam proses ini, ion calcium menjadi unsur utama dalam pengerasan pembuluh nadi. Ketika organisme sangat kekurangan calcium, calcium darah akan menurun dan kemudian tubuh akan mengerahkan calcium tulang untuk masuk ke dalam darah. Calcium yang dileburkan dari tulang, mengendap di dalam pembuluh darah dan menarik kolesterol. Zat-zat pada dinding pembuluh darah perlahan-lahan menebal, bertambah keras dan hilanglah kelenturannya. Pengerasan nadi adalah salah satu penyebab hipertensi, penyakit jantung koroner dan penyakit pembuluh darah otak yang sangat mengancam kesehatan manusia. Beberapa tahun belakangan ini, penelitian menunjukkan pada saat penjabaran osteroporosis harus pula ditambah dengan mengkonsumsi unsur calcium. Suplemen calcium bukan saja dapat mencegah dan mengobati osteoporosis dan hipertensi tapi juga mempunyai efek yang nyata dalam menurunkan lemak dalam darah.

Hipokalsemia bisa tidak menimbulkan gejala. Seiring dengan berjalannya waktu, hipokalsemia dapat mempengaruhi otak dan menyebabkan gejala-gejala neurologis seperti :

-          Kebingungan

Page 187: Kandang Babi Induk.doc

-          Kehilangan ingatan ( memori )

-          Delirium ( penurunan kesadaran )

-          Depresi

-          Halusinasi

-          Episodeapneu ( henti bernafas )

-          Kejang

Gejala tersebut akan menghilang jika kadar kalsium kembali normal.Kadar kalsium yang sangat rendah (kurang dari 7 mgr/dL) dapat menyebabkan nyeri otot dan kesemutan, yang seringkali dirasakan di bibir, lidah, jari-jari tangan dan kaki. Pada kebanyakan hewan yang kadar kalsium dalam darahnya  6 mg/dl maka hewan akan berbaring dan tak sanggup berdiri. Dan akan berakibat fatal jika kadar nya hanya 4 mg/dl (Smith, B. P., 2002).

Pada kasus yang berat bisa terjadi kejang otot tenggorokan (menyebabkan sulit bernafas) dan tetani (kejang otot keseluruhan).Bisa terjadi perubahan pada sistem konduksi listrik jantung, yang dapat dilihat pada pemeriksaan EKG.

Hipokalsemia juga bisa terjadi akibat hiperfosfatemia (kadar fosfat yang tinggi dalam darah). Hal ini bisa terjadi pada bayi yang lebih besar yang diberikan susu, karena kandungan fosfat dalam susu sangat tinggi.

 Patogenesis

Perubahan-perubahan yang terjadi pada hypocalcemia antara lain ;

1. Pada sistem neuromuskuler

Perubahan kadar ion dalam sel dan cairan sekitarnya akan mempengaruhi geraklan maupun tonus otot. Impuls syaraf maupun kontraksi otot dipengaruhi oleh ion Na, Ca, K, dan Mg. Ion-ion Na dan K digunakan untuk memelihara kemampuan membran sel. Ion Ca dan Mg digunakan untuk memelihara permiabilitas sel. Keduanya berperan secara resiprokal pada transisi hantaran syaraf yang akan mempengaruhi pembebasan asetilkholin. Kadar kalsium yang meningkat dan Mg turun, maka asetilkholin akan dibebaskan secara berlebihan. Jika kalsim turun dan Mg meningkat maka akan menghambat pembebasan asetilkholin. Ion Ca dan Mg berpengaruh terhadap kontraksi otot. Terbebasnya ion kalsium ke dalam sarkoplasma akan memacu protein otot, aktin dan miosin sehingga akan menyebabkan kontraksinya serabut otot atau neurofibrin.

1. Ion kalsium akan menghambat pembebasan hormon insulin dari pankreas sehingga terjadi peningkatan glukosa darah yang mengakibatkan gangguan fungsi kardiovaskuler.

(Subronto, 2001)

Page 188: Kandang Babi Induk.doc

1. Pada jantung

Jantung mengemban tugas untuk mempertahankan nyawa. Meski hanya sebesar kepalan tangan, jantung mampu mengantarkan darah setiap saat ke setiap sel dalam tubuh manusia.Kemampuan ini berasal dari kontraksi otot jantung secara terus menerus. Padahal kontraksi dan ekspansi jantung serta penyimpanan dan penggunaan energinya tidak lepas dari pengaruh calcium. Ketika jantung berkontraksi karena perasaan tegang, ion calcium mengendalikandetak jantung, Untuk mengamatinya akan kita temukan bahwa, pada saat calcium memasuki sel, ia akan mengaktifkan protein kontraktif dan menimbulkan rangsangan pada otot jantung.Dengan berulangnya aktifitas seperti ini, maka akan timbul berkali-kali kontraksi pada otot jantung. Saat kadar calcium rendah, daya kontraksi otot jantung akan berkurang. Hal inilah yang menimbulkan berbagai macam penyakit jantung. Pada kondisi seperti ini, apabila kita mencoba memasukkan ion calcium kedalam otot jantung, maka kekuatan otot jantung akan berangsur pulih. Jelas sekali peranan penting calcium dalam denyut jantung.

DiagnosaKonsentrasi kalsium abnormal biasanya pertama kali ditemukan pada saat pemeriksaan darah rutin. Karena itu hipokalsemia sering terdiagnosis sebelum gejala-gejalanya muncul.Untuk menentukan penyebabnya, perlu diketahui riwayat lengkap dari keadaan kesehatan penderita, pemeriksaan fisik yang lengkap dan pemeriksaan darah dan air kemih lainnya.

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala, hasil pemeriksaan fisik dan hasil pemeriksaan kadar kalsium dalam darah

 Pangobatan

300 ml kalsium boroglukonat 10% atau 1,25 bagian obat pada kasus milk fever pada sapi dapat diberikan pada babi yang besar. Babi yang ukurannya kecil, dosisnya dikurangi. Untuk lebih mudahnya kebanyakan diberikan secara intra peritoneal (IP) atan subcutan (SC). Memungkinkan juga diberikan secara intravena (IV) jika sangat diperlukan. Karena berefek pada denyut jantung. Babi akan lebih senang jika diberikan melalui jalur intarmuskuler (IM) dan  SC (Hungerford, T. G., 1967).

Pemberian kalsium boroglukonat yang ditambahkan senyawa phospat terlarut dengan cara injeksi sub kutan. Garam kalsium mungkin diberikan dengan campuran air dan disterilkan terlebih dahulu sbelum disuntikkan sub kutan di belakang telinga. Untuk pemecahan permasalahan tersebut paling utama harus tersedia senyawa kalsium, phospat dan garam magnesium senagai tambahan (Anthony, 1961).

Pengobatan hipokalsemia bervariasi tergantung penyebabnya. Kalsium dapat diberikan baik secara intravena maupun per-oral. Hipokalsemia menahun diperbaiki dengan mengkonsumsi tambahan kalsium per-oral. Mengkonsumsi tambahan vitamin D dapat membantu meningkatkan penyerapan kalsium dari saluran pencernaan ( Anonimus a ).

Pada penyakit rakhitis karena kekurangan fitamin D yang menyebabkan gangguan metabolism kalsium, perlu perawatan berlanjut vitamin D dengan dosis tinggi ( Engstrom, C. W et all, 1984 ).

Dosis pemberian vitamin D dan kalsium secara oral

Page 189: Kandang Babi Induk.doc

v  Dihydrotachysterol (Hytakerol®)

0.02- 0.04 mg/kg x 3 hari, kemudian dosis dikurangi 0.01- 0.025 mg/kg untuk 1 minggu

1,25-Dihydroxyvitamin D3 (calcitrol). (Rocaltrol®)

0.025 – 0.06 mg/kg/hari

v  Vitamin D2 (ergocalciferol) (Calciferol®, Drisdol®)

,000- 6,000 U/Kg/hari, untuk 1-2 minggu kemudian 1,000-2,000 U/Kg/minggu

v  Oral calcium (digunakan untuk hypocalcemia ringan yang dikombinasi dengan vitamin D)

24-44 mg calcium/kg/hari yang diberikan 2 – 4 dosis

Terapi untuk Hypocalcemia

v  Eclampsia

kalsium gluconate IV ( 100% Ca gluconate IV dengan dosis 0.5- 1.5 ml/kg (5- 15 mg/kg). Mungkin dosis harus diulang ( catatan- Khloridkalsium digunakan pada 1/3 dosis tanpa extravasasi; Cacl adalah 3 kali lebih kuat, sangat mengiritasi dan akan menyebabkan kerusakan pada jaringan jika diberikan secara ekstravskuler. Ca gluconate diencerkan dalam suatu larutan bersifat garam dengan volume yang sama, diberi SC tiap 6- 8 jam jika tanda klinis persisten.

v  Chronic Renal Failure (gagal ginjal kronis)

diuresis ( 90- 120 ml/kg/hari,) diet protein/garam

binder fosfat

v  Acute Renal Failure (gagal ginjal akut)

diuresis ( 120- 180 ml/kg/hari) dopamine drip (2 mg/kg/min)

mannitol (jika anuric atau oliguric)

pertukaran elektrolit dan gangguan asam/basa

dialysis

v  Ethylene Glycol

diuresis dopamine drip (2 mg/kg/min)

mannitol (if anuric or oliguric)

Page 190: Kandang Babi Induk.doc

pertukaran elektrolit dan gangguan asam/basa

dialysis

v  Acute Pancreatitis

NPO 48 – 96 atau lebih dari 1 jam IV fluids (60 – 90 ml/kg/hari)

v  Primary Hypoparathyroidism

Ca Gluconate IV jika diperlukan ( lihat eclampsia untuk dosis dan rute pemberian) oral vitamin D terapi oral calcium

v  Nutritional Secondary Hyperparathyroidism

initially, oral calcium supplementation diet yang benar

membatasi aktivitas untuk mencegah fraktur

v  Phosphate-Containing Enemas

kalsium gluconate IV ( lihat eclampsia untuk dose/route)

(Anonimus b, app.vetconnect.com)

Pada hewan monogastric, pemberian calsitriol dapat merangsang penyerapan Ca aktif dari saluran pencernaan terutama usus halus bagian atas. Ca pada pemamah biak dan babi sangat diperlukan pada saat proses laktasi (Anonimus a ). Calsitonin secara injeksi sub kutan dosis 100-200 MRC U sangat manjur, yang berkelanjutan lebih dari 6 bulan tidak menyebabkan reaksi alergi, efek samping, danh hilangnya efek therapeutic (  Shai, et all., 1971 ).

Pemberian mineral-10 dosis pengobatan dicampur pada makanan dan air minumnya diberi PIGFET (Nugroho, 1990).

Pencegahan

Pemberian pakan kering yang dibersihkan pada usia sebelum 1 minggu, hewan di tempatkan pada lingkungan yang mendapat sinar matahari pagi yang mengandung vitamin D ( Miller, E. L, et all, 1964 ).

Peningkatan senyawa kalsium ( Ca) pada saat laktasi untuk keseimbangan komponen mineral tubuh (Bristol, R. H, 2004 ).

Program pemberantasan cacing 1-2 bulan sekali dengan vermicide (Nugroho, 1990).

Anak babi sering diumbar pada tanah terbuka atau dikeluarkan dari kandang sehingga cukup memperoleh sinar matahari dan udara segar serta cukup bergerak (Nugroho, 1990)

Page 191: Kandang Babi Induk.doc

Pemberian Sumber kalsium bagi ternak :

Sumber kaya kalsium yaitu alfafa dan hijauan leguminosa, tetes atau molasses, ampas jeruk, tepung ikan dan hasil ikutan ikan, tepung daging dan tepung tulang, tepung susu dan hasil ikutan susu dan bungkil biji lobak.

Bahan suplementasi yaitu tepung tulang, kalsium glukonat, kalsium laktat, dikalsium foafat, dolomite, kapur, rumput laut dan kulit kerang (Sihombing, 2006)

Hal lain yang tidak boleh diabaikan adalah komposisi suplemen calcium yang baik harus memiliki sifat-sifat sbb :

1. Kandungan calciumnya tinggi, mudah diserap, efektifitasnya tinggi.

2. Sifat asam basa yang seimbang, tidak ada efek samping dan praktis untuk dibawa dan digunakan.

3. Selain calcium harus pula mengandung asam amino dan nutrisi lain,vitamin dan bebrapa unsur lainnya.

Differensial Diagnosa

-    Asidosis

-    Defisiensi Magnesium                                             

 Hasil Penelitian

Secara klinis efek metabolik kalsitonin pada babi dapat menimbulkan paget’s disease dan osteoporosis jika metabolismenya tidak seimbang (Shai, F., Richard K. B., et all., 1971).

Hiperkeratonemic pada anak babi selama 2 sampai 3 bulan menyebabkan metabolisme glukosa dan D-beta-hydroxybutyrate (D-BHB) dipelajari. Hiperketonemia dan hipokalsemia terjadi jika ada peningkatan D-BHB  sebanyak 6-40% (Schlumbohm, C. and J. Harmeyer, 1999).

Babi dengan diet defisiensi vitamin D 5-10 kali lipat akan meningkatkan aktivitas 1 alfa hidrosilase dan menyebabkan hipokalsemia berat, plasma 1,25 dihidroksikolikalsiferol  turun, plasma 24,25dihidroksikolikalsiferol sangat menurun, dan aktivitas 24 hidroksilae tidak terdeksi (Engstrom, G. W., et all., 1983).

 DAFTAR PUSTAKA

Anonimus a, Hipokalsemia. Medicastore.com

Anonimus b, app.vetconnect.com

Anonimus c, members.lycos.co.uk/bisnisplan

Page 192: Kandang Babi Induk.doc

Anthony David J & Lewis E Fordham. 1961. Disease of The Pig 5th edition.  Balliere, Tindall & Cox : London

Bullock Barbara L & Rosendahl Pearl Philbrock. 1984. Pathophysiology Adaptations & Alterations Function. Little, Brown & Company : United States of America

Bristol, R. M. 2004. Hypocalcemia ( Milk Fever )-Is it all about calcium?. ILC Resources, Iowa

Cunningham, James G., 2002, Textbook of Veterinary Physiology 3rd, W. B. Saunders : Philadhelpia

Engstrom, C. W, Horst, R. L, Reinhardt, T. A and Littledike, E. T. 1984. 25-Hydroxyvitamin D 1α- and 24-Hydroxylase Activities in Pig Kidney Homogenates: Effect of Vitamin D Deficiency. The Journal of Nutrition, 114: 119-126

Hungerford, T. G., 1967, Disease of Livestock,Angus and Robertson : Sydney

Merck manual, 2008,

Miller, E. R, Ullrey, D. E, Zutaut, C. L, baltzer, B. V, Schmidt, D. A, Vincent, B. H and Luecke, R. W. 1964. Vitamin D2 Requirement of Baby Pig 1,2. The Journal of Nutrition, 83.

Mitruka, Brij M., 1981, Clinical Biochemical and Hematological reference Values in Normal experimental animals and Normal Humans 2nd, Year Book Medical Publisher. INC.: Chicago

Murray, Robert K., Daryl K. Granner, et all., 2003, Biokimia Harper Edisi 25, EGC : Jakarta

Nugroho, E. 1990. Beternak Babi. Eka Offset : Semarang

Shai, F, Baker, R. K and Wallach, S. 1971. The Clinical and Metabolic Effect of  Porcine Calcitonin on Paget’s Disease of Bone. From the Department of Medicine and the U. S Public Health Service Clinical Research Center, State University of New York, Downstate Medical Center: Brooklyn, New York: 1928-1940

Schlumbohm, C. and J. Harmeyer, 1999, Effect of hypocalcemia on glucose metabolism in hiperketonemic piglets, Departemen of Physiology, School of Veterinary Medicine, Bioschofer Damm 15, 30173 Hannover : Germany

Sihombing, M.Sc., Ph.D. 2006. Ilmu Ternak Babi. Gadjah Mada University Press: Yogyakarta

Smith, Bradford P., 2002, Large Animal Internal Medicine 3rd, Mosby : London

Smith, Milton Atmore, Homas Carlyle Jones, et all., 1967, Veterinary Pathology 4th, Lea & Febiger : Philadelphia

Subronto dan Ida Tjahajati, 2001, Ilmu Penyakit Ternak II, Gadjah Mada University Press : Yogyakarta

Page 193: Kandang Babi Induk.doc

Wooldridge, W. R., 1960, Farm Animals in Health and Disease, Crosby Loockwood & Son, Ltd. : London

Categories: Penyakit Babi, Ransum Babi  |  No Comments

Kebutuhan dan kegunaan mineral Cr pada babi (Budi Prasetyo)

March 19, 2010 | Posted by saulandsinaga

Babi adalah  ternak  monogastric dan bersifat prolific (banyak anak    tiap kelahiran),  pertumbuhannya  cepat  dan  dalam umur enam bulan sudah dapat dipasarkan. Selain itu ternak babi efisien dalam mengkonversi berbagai sisa pertanian dan restoran menjadi daging oleh sebab itu memerlukan pakan yang mempunyai protein, energi, mineral dan vitamin   yang tinggi (Ensminger, 1991). Contoh bahan pakan yang biasa dipakai di Papua dan NTT : daun dan ubi jalar/kayu, daun2 legum, batang dan buah pisang, cacing tanah, katak/kodok,   daun dan buah labu, buah merah, batang talas dan pepaya dimasak dulu, jambu biji, tebu,kangkung, batu kapur, abu tungku, tulang hewan/ikan. (sauland)

Pakan memiliki peranan penting bagi ternak, baik untuk pertumbuhan ternak muda maupun untuk mempertahankan hidup dan menghasilkan produk (susu, anak, daging) serta tenaga bagi ternak dewasa. Fungsi lain dari pakan adalah untuk memelihara daya tahan tubuh dan kesehatan. Agar ternak tumbuh sesuai dengan yang diharapkan, jenis pakan yang diberikan pada ternak harus bermutu baik dan dalam jumlah cukup. Awal dari sejarah teknologi pakan mulai berkembang pada saat manusia melakukan penggilingan terhadap padi dan gandum sebagai bahan pokok makanan untuk manusia, yang kemudian hasil ikutanya yang berupa kulit padi atau kulit gandum yang dibuang secara cuma-cuma karena dianggap tidak mempunyai kegunaan yang berarti untuk manusia. (sauland)

Yang dimaksud dengan MINERAL sebetulnya adaJah garam-garam anorganik,yang dalam istilah Kimianya dikenal dengan nama Kalion dan Anion. Mineral seperti juga Vitamin sangat dibutuhkan untuk tubuh kita supaya dapatberiungsi normal. (apotek online)

Babi secara alami memerlukan unsur-unsur mineral yang diperoleh dari bahan makanan yang berasal dari hijauan dan akar-akar dari dalam tanah. Namun babi yang terkurung akan kekurangan mineral, bila pemberian makanan kurang terjamin. Mineral yang diperlukan babi 1-1,5%. Hal ini bisa diberikan dalam bentuk tepung tulang, tepung ikan, kapur dll. (sauland)

Unsur mikro, disebut pula unsur hara, mikro-mineral atau “trace mineral,” adalah mineral-mineral yang dibutuhkan dalam jumlah yang sangat lah sedikit. Sembilan unsur yang sampai kini dianggap esensial, yaitu: Cr, Co, Cu, J, Fe, Mn, Mo, Se dan Zn. (anak peternakan) Contoh dari mineral yang dibutuhkan oleh babi adalah :

Kromium (Cr)

Kromium untuk pertama kali diketahui sebagai unsur yang esensial, pada tahun 1959, yang diketahui sebagai unsur yang diperlukan dalam metabolisme gula pada tikus dan laboratorium. Dengan demikian, Cr lebih banyak dibicarakan dalam hubungannya dengan “Glukose Toleranse Faktor (G T F), karena sejarah Cr dimulai dari observasi dengan

Page 194: Kandang Babi Induk.doc

pemberian ransum Torula¬Yeast pada tikus, yang menghasilkan kelainan G T F-nya. Dalam percobaan ini tikus yang kekurangan Cr tidak dapat menggunakan glukose yang diinjeksikan dalam dosis yarig tinggi secepat tikus, yang diberi suplementasi Cr dalam ransumnya. Perhatian terhadap Cr dan GTF bertambah besar pada pertengahan tahun empatpuluhan ketika didemonstrasikan pertambahan toleratlsi, glukose pada manusia dan orang-orang tua, setelah pemberian 150-250 mg Cr¬khloride per hari. Kemudian juga ditunjukkan adanya perbaikan terhadap anak-anak yang menderita malnutrisi dengan suplementasi Cr. Sekarang dapat diduga bahwa Cr adalah esensial bagi semua hewan. Fungsi Fisiologi dan gejala-gejala defisiensi. Terdapat kekurangan pengetahuan kita terhadap metabolisme Cr. Mungkin lebih baik untuk menggolongkan bentuk-bentuk aktip dari GTF menurut kategori yang dapat diterima. GTF adalah mikronutrient yang penting yang mengandung Cr valensi tiga, tetapi ini tidak sesuai dengan diskripsi tentang mineral ataupun vitamin. Ini berbeda dari unsur mikro yang biasanya, dalam hal aktivitas Cr, tergantung dari struktur kimianya. Misalnya GTF bekerja sebagai suatu vitamin dalam tikus yang bunting yaitu untuk transport plasental, dan untuk manusia dewasa yang tidA dapat menggunakan Cr anorganik. Tetapi pada anak-anak yang kekurangan makan, Cr anorganik sangat efektif. Cr dalam bentuknya sebagai GTF menyerupai hormon dalam kerjanya, ini dilepaskan dalam darah sebagai respons terhadap rangsangan insulin. GTF cepat ditransport ke periferi di mana menstimulasi reaksi yang mempercepat penggunaan glukose dalam darah yang apabila tidak ada GTF ini reaksi tersebut berlangsung lebib lambat. Terlihat bahwa ada perbedaan dapatnya disintesa GTF dari Cr, niasin, dan asam amino sehingga akibatnya pengaruh GTF tergantung pada tingkatan pembentukan¬nya. Tidak diketahui di mana GTF disintese, mungkin dalam hati. Apabila ter¬jadi penambahan insulin dalam darah dengan cepat, GTF dilepaskan dan menambah potensi insulin.

Gejala-gejala defisiensi terutama berhubungan fungsi GTF. Pada ternak terutama babi yang diberi makan ransum kekurangan Cr menunjukkan pertumbuhan terhambat, degenerasi nekrotik dari hati dan penggunaan glukose yang kurang efisien. Sumber unsur ini tersebar luas di alam dan ragi bir banyak mengandung bentuk aktif Cr secara biologis yaitu GTF. Apakah elemen ini perlu diberikan pada ransum hewan belum diketahui. (anak peternakan)

CHROMIUM (Cr) juga dapat membantu pertumbuhan,menurunkan tekanan darah,bekerja sama dengan insulin dalam metabolisme gula.

Daftar Pustaka

Farmasiku. 2009. Makanan Yang Kita Butuhkan. Artikel ( Sumber : www.faramasiku.com, edisi 2009.

Novalina. 2009. Mineral Makro. Artikel Anak Peternakan Blog’s (Sumber : www.blog’s.com, edisi Oktober 2007).

Sauland, Sinaga. 2009. Pakan dan Ransum Babi Tambahan. Artikel Produksi Babi ( Sumber : www.wordPress.com, edisi 2009).

Categories: Ransum Babi  |  No Comments

Nutrisi Singkong

Page 195: Kandang Babi Induk.doc

March 10, 2010 | Posted by saulandsinaga

Nilai per 100 gram porsi makanan Air, 59.68 g Energi, 160 kcal Energi, 669 kj Protein, 1.36 g Total lemak, 0.28 g Karbohirat, 38.05 g Serat, 1.8 g Ampas, 0.62 g Mineral Kalsium, Ca, 16 mg Besi, Fe, 0.27 mg Magnesium, Mg, 21 mg Phospor, P, 27 mg Potassium, K, 271 mg Sodium, Na, 14 mg Seng, Zn, 0.34 mg Tembaga, Cu, 0.1 mg Mangan, Mn, 0.384 mg Selenium, Se, 0.7 mcg Vitamin Vitamin C, asam ascorbic, 20.6 mg Thiamin, 0.087 mg Riboflavin, 0.048 mg Niacin, 0.854 mg Asam Pantothenic, 0.107 mg Vitamin B-6, 0.088 mg Folate, 27 mcg Vitamin B-12, 0 mcg Vitamin A, 25 IU Vitamin A, RE, 2 mcg_RE Vitamin E, 0.19 mg_ATE Lemak Asam lemak jenuh, saturated, 0.074 g 4:0, 0 g 6:0, 0 g 8:0, 0 g 10:0, 0 g 12:0, 0.001 g 14:0, 0 g 16:0, 0.069 g 18:0, 0.005 g Asam lemak tak jenuh, monounsaturated, 0.075 g 16:1, 0 g 18:1, 0.075 g 20:1, 0 g 22:1, 0 g Asam lemak tak jenuh, polyunsaturated, 0.048 g 18:2, 0.032 g 18:3, 0.017 g 18:4, 0 g 20:4, 0 g 20:5, 0 g 22:5, 0 g 22:6, 0 g Kolesterol, 0 mg Asam Amino Tryptophan, 0.019 g Threonine, 0.028 g Isoleucine, 0.027 g Leucine, 0.039 g Lysine, 0.044 g Methionine, 0.011 g Cystine, 0.028 g Phenylalanine, 0.026 g Tyrosine, 0.017 g Valine, 0.035 g Arginine, 0.137 g Histidine, 0.02 g Alanine, 0.038 g Asam Aspartic, 0.079 g Asam Glutamic, 0.206 g Glycine, 0.028 g Proline, 0.033 g Serine, 0.033 g

Categories: Ransum Babi, Uncategorized  |  No Comments

Faktor-faktor yang mempengaruhi kecernaan protein makanan (VICTOR SAHAT)

March 10, 2010 | Posted by saulandsinaga

Kecernaan protein dalam kebanyakan bahan makanan berkisar antara 75-90%. Tidak cukup hanya memperoleh bahan makanan yang berprotein tinggi pada hal protein yang tinggi tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh babi. Kecernaan dapat juga dipengaruhi oleh pelbagai faktor dan praktek manajemen.

Faktor-faktor tersebut adalah sebagai berikut:

1. Tipe protein

            Pentingnya kecernaan akan terlihat bila misalnya tepung bulu ayam yang mengandung 80% protein tetapi yang dapat dicerna 80-85%. Protein dalam tepung bulu ayam bersenyawa dengan molekul keratin. Kecuali bila molekul keratin dihancurkan, barulah protein tersebut dapat dimanfaatkan oleh babi. Evaluasi yang hanya berdasar total kandungan protein menyebabkan tepung bulu ayam menarik, tetapi karena kecernaannya rendah, mengakibatkan pertumbuhan babi jelek bila diberikan tinggi dalam ransum babi.

1. Level serat kasar

            Bahan makanan seperti jerami, silase jagung, dedak kasar dan alfalfa yang mengandung tinggi serat kasar tidak menyumbangkan protein yang mencukupi untuk babi. Protein dalam jerami dan silase jagung memang rendah, protein dalam alfalfa memang tinggi, namun semua bahan yang berserat kasar tinggi meskipun proteinnya tinggi, protein tersebut akan dicerna babi sangat rendah.

Page 196: Kandang Babi Induk.doc

1. Kehalusan penggilingan

            Menggunakan bahan makanan seperti butiran serealia yang tanpa digiling mengurangi kesempatan (waktu) bagi enzim pecerna protein bereaksi, sehingga protein yang berpotensial untuk digunakan berlalu dari saluran pencernaan dengan hanya sebagian yang dicerna. Dipihak lain, partikel yang lebih kecil menyediakan permukaan yang lebih luas bagi enzim untuk bereaksi atasnya dan lebih mudah dicerna.

1. Perlakuan panas

            Panas yang berlebih yang digunakan selama proses pengolahan makanan akan menurunkan kecernaan protein. Kerusakan oleh pemanasan mengurangi ketersediaan asam amino essensial lisin. Tepung darah adalah contoh utama sebagai sumber protein yang kecernaannya rendah. Karena terjadi denaturasi protein karena digunakan panas yang berlebih sewaktu mengolahnya.

1. Inhibitor protein

            Ada beberapa tanaman yang mengandung senyawa penghambat atau inhibitor yang mencegah kerja enzim pencerna protein. Sebagai contoh kentang mentah mengandung inhibitor khimotripsin yang mengurangi pencernaan protein. Namun, bila kentang dimasak mengakibatkan inhibitor tersebut menjadi tidak aktif dan kecernaan protein menjadi meningkat. Kacang kedelai mentah mengandung inhibitor tripsin; babi memanfaatkan protein keledai mentah lebih rendah dibanding dengan keledai yang digongseng. Inhibitor tripsin mencegah enzim tripsin yang dihasilkan oleh alat pencernaan, memecah protein menjadi asam-asam amino. Memanaskan atau menggongseng kacang keledaiakan merusak inhibitor tripsin.

DAFTAR PUSTAKA  

            Sihombing, D. T. H 1991. Ilmu Ternak Babi. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.

Categories: Ransum Babi  |  No Comments

PAKAN DAN RANSUM BABI TAMBAHAN

February 18, 2010 | Posted by saulandsinaga

Pakan Ternak Babi

Babi adalah  ternak  monogastric dan bersifat prolific (banyak anak    tiap kelahiran),  pertumbuhannya  cepat  dan  dalam umur enam bulan sudah dapat dipasarkan. Selain itu ternak babi efisien dalam mengkonversi berbagai sisa pertanian dan restoran menjadi daging oleh sebab itu memerlukan pakan yang mempunyai protein, energi, mineral dan vitamin   yang tinggi (Ensminger, 1991). Contoh bahan pakan yang biasa dipakai di Papua dan NTT : daun dan ubi jalar/kayu, daun2 legum, batang dan buah pisang, cacing tanah, katak/kodok,   daun dan buah labu, buah merah, batang talas dan pepaya dimasak dulu, jambu biji, tebu,kangkung, batu kapur, abu tungku, tulang hewan/ikan.

Page 197: Kandang Babi Induk.doc

Konsumsi RansumRansum adalah makanan yang disediakan bagi ternak untuk 24 jam (Anggorodi, 1994).  Suatu ransum seimbang menyediakan semua zat makanan yang dibutuhkan untuk memberi makan ternak selama 24 jam.

Tabel 1a . Konsumsi Ransum dan Air Minum Babi Menurut Umur / Periode

UmurFase Produksi Macam Ransum Konsumsi(kg/hari/ekor) Air minum(l/ekor/hari)

1-4 mg

4-8 mg

8-12 mg

12-16 mg

16-20 mg

20 – di jual

Induk / Bibit

Dara (6 bln)

Jantan (6 bln)

Induk Kering

Bunting

Induk Laktasi

Jantan aktif

Susu Pengganti

Pre Starter

Starter

Grower

Grower

Finisher

Grower

Grower

Bibit

Bibit

Bibit

Bibit

0.02-0.05

0.5-0.75

1.00-1.25

1.5-2.00

2.25-2.75

2.75-3.5

1.5-2.00

1.5-2.00

2.50-3.50

2.00-2.50

3.00-4.50

2.00-2.50

0.25-0.5

0.75-2.0

2.0-3.5

3.5-4.0

4.0-5.0

5.0-7.0

6.0-8.0

6.0-8.0

7.0-9.0

7.0-9.0

15.0-20.0

7.0-9.0

Ket : Konsumsi Tergantung pada : Bentukpakan, JenisPakan,  Kandungan Ransum,

Kepadatan kandang, Suhu Lingkungan,  Stress dan Manajemen.

Konsumsi ransum sangat dipengaruhi oleh berat badan dan umur ternak.  Hafez dan Dyer (1969) menyatakan bahwa konsumsi ransum akan semakin meningkat dengan meningkatnya berat badan ternak.  Jumlah ransum yang dikonsumsi juga akan bertambah dengan bertambahnya umur ternak.

Temperatur juga dapat  mempengaruhi jumlah konsumsi ransum harian.  Pada temperatur yang tinggi ternak akan mengurangi konsumsi ransum (Devendra dan Fuller,1979).  Tingginya kandungan serat kasar dalam ransum akan  mempengaruhi daya cerna dan

Page 198: Kandang Babi Induk.doc

konsumsi ransum sekaligus mempengaruhi efisiensi penggunaan makanan (Tillman et al., 1984).

Efisiensi Penggunaan Makanan

Efisiensi penggunaan makanan merupakan pertambahan berat badan yang dihasilkan setiap satuan ransum yang dikonsumsi.  Efisiensi penggunaan makanan tergantung pada (1) kebutuhan ternak akan energi dan protein untuk pertumbuhan, hidup pokok atau fungsi lain, (2) kemampuan ternak mencerna makanan, (3) jumlah makanan yang hilang melalui proses metabolisme dan (4) tipe makanan yang dikonsumsi (Campbell dan Lasley, 1985).

Devendra dan Fuller (1979) juga menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi efisiensi penggunaan makanan adalah nutrisi, lingkungan, kesehatan ternak dan keseimbangan ransum yang diberikan.

Bogart (1977) menyatakan bahwa efisiensi penggunaan makanan dapat digunakan sebagai parameter untuk seleksi terhadap ternak yang mempunyai pertambahan berat badan yang baik.

Beberapa factor yang harus dipertimbangkan dalam menyusun ransum babi adalah  ketersediaannya dilapangan dalam arti mudah untuk memperolehnya, Kandungan zat-zat makanan mencukupi bagi kebutuhan ternak babi, ekonomis dan efisien dalam mencerna bahan-bahan makanan yang diberikan. Kebutuhan zat makanan babi lepas sapih tergantung pada umur dan bobot badan seperti Tabel 1b (NRC.1998) .

Kandungan protein (asam-asam amino) ransum yang optimal pada ransum babi harus pula memperhatikan kandungan energinya, hal ini disebabkan karena sejumlah energi tertentu dibutuhkan per tiap gram protein dengan demikian protein dapat digunakan efisien untuk pertumbuhan, kebutuhan lisin ternak babi yang sedang tumbuh dengan berat badan 35 – 60 kg adalah 0,61% (Sihombing, 1997). Huges dan Varley, (1980) menyatakan selain kebutuhan asam amino perlu juga diperhitungkan keseimbangan  protein dan energi untuk menjaga pertumbuhan babi yang optimal.

Bila kita lihat dalam tabel 1. terlihat bahwa kebutuhan protein kasasr  bagi babi grower dan pengakhiran adalah 18 sampai dengan 13.5 % dengan energi yang dapat dicerna rata-rata 3400 Kkall.  Karena ternak Babi merupakan ternak monogastrik maka yang harus diperhatikan adalah serat kasar yang rendah (maksimum 5%) terutama pada fase pertumbuhan kecuali pada induk bisa sampai 10% maksimumnya.

Tabel 1b. Kebutuhan zat-zat makanan babi fase grower – finisher. (NRC 1988)

Zat-zat makanan Satuan 20-30 kgBobot badan

35-60 kgBobot badan

60-100 kgBobot badan

Energi dpt dicerna

Protein kasar

Asam Amino Esl :

Kkal/kg

%

%

3.380

16

0.2

3.390

14.0

0.18

3.395

13.0

0.16

Page 199: Kandang Babi Induk.doc

Arginin

Fenilalanin

Histidin

Isoleusin

Leusin

Lisin

Metionin

Treonin

Triptophan

Valin

Mineral

Besi

Fosfor

Yodium

Kalium

Kalsium

Khlorin

Magnesium

Mangan

Natrium

Selenium

Tembaga

Zink

Vitamin

%

%

%

%

%

%

%

%

%

mg

%

%

%

%

%

%

mg

%

mg

mg

mg

IU

IU

IU

0.7

0.18

0.5

0.6

0.7

0.45

0.45

0.12

0.50

60.00

0.5

0.14

0.23

0.6

0.13

0.04

2.0

0.1

0.15

4.0

60.0

1.300

200

11

0.61

0.16

0.44

0.52

0.61

0.40

0.39

0.11

0.44

50

0.45

0.14

0.20

0.55

0.13

0.04

2.00

0.1

0.15

3.0

60

1.300

150

11.0

0.57

0.15

0.41

0.48

0.57

0.30

0.37

0.10

0.41

40

0.4

0.14

0.17

0.5

0.13

0.04

2.0

0.10

0.10

3.0

50.0

1.300

125

11.0

Page 200: Kandang Babi Induk.doc

Vitamin A

Vitamin D

Vitamin E

Vitamin K

Mg 2 2.0 2.0

Metode Penyusunan Ransum Babi

1. Mula-mula kita mengetahui kandungan zat-zat makanan bahan-bahan  penyusun ransum dalam keadaan kering (Tabel 2) anda dapat memperolehnya dari tabel NRC atau Tabel  Baham Makanan Aggorodi.  Bula tidak ada bahan tersebut dianalisis dahulu di laboratorium kandungannya.

2. Kemudian buat ransum jumlahnya total 100 dari masing-masing bahan kemudian kalikan dengan kandungannya sehingga diperoleh tabel 3. Contoh jagung  jumlah dalam ransum 10% dikali kandungannya 10,5 maka jagung memberikan  1,05 PK (Protein Kasar), dan seterusnya kemudian jumlahkan protein total semua bahan adalah 14%, begitu juga untuk yang lain. Perhitungan ini dicoba terus sampai sesuai dengan kebutuhan seperti tabel 1b.

Tabel 2. Kandungan beberapa bahan pakan berasal dari limbah pertanian

No Bahan Makanan PK DE Abu Kalsium PhosporSK Harga/kg

1 Jagung 10.5 3250 2.15 0.234 0.414 2.5 1100

2Daun Ubi Jalar 27 500 16.1 1.37 0.46 16.2 100

3 Dedak Padi 12 2980 16.9 0.03 0.12 9 7004 Ubi Jalar 3.2 3480 2.65 0.28 0.23 3.45 400

5Daun singkong 24 500 12 1.54 0.457 22 100

6Tepung tulang 0 0 0 29.58 11.64 0 1000

7 Minyak 80008 Singkong 3.3 3400 3.3 0.26 0.16 4.15 400

Tabel 3. Hasil Perhitungan beberapa bahan pakan berasal dari Limbah

Pertanian untuk Pakan Babi

Bahan Makanan Jumlah PK DE Abu Kalsium Phospor SK Harga/kg

1 Jagung 10 1.05 325 0.215 0.0234 0.041 0.25 11000

2Daun Ubi Jalar 30 8.1 150 4.83 0.411 0.138 4.86 3000

3 Dedak Padi 30 3.6 894 5.07 0.009 0.036 2.7 210004 Ubi Jalar 22 0.7 765.6 0.583 0.0616 0.051 0.76 8800

Page 201: Kandang Babi Induk.doc

5Daun Singkong 2 0.48 10 0.24 0.0308 0.009 0.44 200

6Tepung Tulang 2 0 0 0 0.5916 0.233 0 2000

7 Minyak 2 0 160 0 0 0 0 09 Ubi Kayu 2 0.07 68 0.066 0.0052 0.003 0.08 800

Total 100 14 2373 11.004 1.1326 0.47 9.09 468

Contoh 2. Perhitungan ransum lain dengan menggunakan jagung, pollard, tepung ikan, bungkil kacang kedelai, tepung tulang, dedak padi dan minyak nabati. Komposisi zat makanan dan susunan ransum yang digunakan masing-masing diperlihatkan dibawah ini :

Komposisi Zat Makanan dan Harga*) dari Bahan Makanan yang Digunakan

Bahan Makanan PK   (%)EM (kkal/kg)

Lisin (%) Ca (%)P(%)

SK (%)

Harga  per kg(Rp)

Jagung

Pollard

Dedak Padi

Tepung Ikan

B.K.Kedelai

Tepung Tulang

Minyak Nabati

10,5

15,1

12,0

52,9

47,0

-

-

3250

2320

2980

2860

2550

-

8000

0,28

0,64

0,62

3,72

2,95

-

-

0,02

0,15

0,03

3,90

0,24

29,58

-

0,30

0,72

0,12

2,85

0,81

11,64

-

2,5

7,5

9,0

0,0

5,0

-

-

1600

1100

750

1200

2500

2500

3900

Ket: PK = Protein Kasar, EM = Energi Metabolis, Ca = Kalsium, P = Posfor, SK = Serat Kasar,          *) harga pada bulan Nopember 2001.

Susunan Ransum hasil perhitungan :

Bahan dan Zat Makanan

R  a  n  s  u  m    P  e  r  l  a  k  u  a  nA B C D Ea b a b a b a b a b

Jagung

Pollard

Dedak Padi

Tepung Ikan

B.K.Kedelai

80

0

0

10

4

80

0

8

5

5

60

20

0

10

4

60

20

8

5

5

40

40

0

10

4

40

40

8

5

5

20

60

0

10

4

20

60

8

5

5

0

80

0

10

4

0

80

8

5

5

Page 202: Kandang Babi Induk.doc

TepungTulang

Minyak Nabati

Kandungan:

Protein Kasar (%)

EM (kkal/kg)

Lisin (%)

Kalsium (%)

Posfor (%)

Serat Kasar (%)

Harga /kg (Rp)

1

5

15,57

3388

0,71

0,71

0,43

2,20

1810

1

2

13,89

3243

0,58

0,52

0,30

2,92

1643

1

5

16,49

3202

0,79

0,74

0,588

3,20

1660

1

2

14,81

3057

0,65

0,55

0,44

3,92

1543

1

5

17,41

3016

0,86

0,76

0,72

4,20

1560

1

2

15,73

2871

0,72

0,57

0,59

4,92

1443

1

5

18,33

2830

0,93

0,79

0,86

5,20

1460

1

2

16,65

2685

0,79

0,60

0,73

5,92

1343

1

5

19,25

2644

1,00

0,81

1,00

6,20

1360

1

2

17,56

2499

0,86

0,628

0,88

6,92

1243

Contoh 3. Bahan Pakan Ternak Babi dan Perhitungannya di desa Muliama dan

Kewin Kec. Osologaima Irian Jaya yang dilaporkan oleh Batseba

No Bahan Makanan PK DE Abu Kalsium Phospor SK Harga/kg

1 Ampas Tahu 30.3 500 5.1 0 0 22.2 2002 Daun Ubi Jalar 27 500 16.1 1.37 0.46 16.2 1003 Dedak Padi 12 2980 16.9 0.03 0.12 9 7004 Ubi Jalar 3.2 3480 2.65 0.28 0.23 3.45 5005 Daun Singkong 24 500 12 1.54 0.457 22 1006 Daun Kol 21.5 500 11.8 0.598 0.722 12.9 1007 Batang Pisang 5.87 400 18.3 1.06 0.12 26.8 1008 Umbi Singkong 3.3 3400 3.3 0.26 0.16 4.15 500

Bahan Makanan Jumlah PK DE Abu Kalsium Phospor SK Harga/kg

1 A.Tahu 7 2.12 35 0.357 0 0 1.55 14002 Daun Ubi Jalar 30 8.1 150 4.83 0.411 0.138 4.86 30003 Dedak Padi 5 0.6 149 0.845 0.0015 0.006 0.45 35004 Ubi Jalar 20 0.64 696 0.53 0.056 0.046 0.69 100005 Daun Singkong 5 1.2 25 0.6 0.077 0.0229 1.1 5006 Daun Kol 10 2.15 50 1.18 0.0598 0.0722 1.29 10007 Batang Pisang 16 0.94 64 2.928 0.1696 0.0192 4.29 16009 Umbi Singkong 7 0.23 238 0.231 0.0182 0.0112 0.29 3500

Total 100 16 1407 11.501 0.7931 0.3155 14.5 245

Tabel diatas diperoleh kebutuhan protein Kasar  cukup untuk periode grower dan pengakhiran, begitu juga terhadap mineral kalsium, akan tetapi serat kasar yang tinggi 14% ini bisa diantisipasi karena babi lokal disana kemungkinan sudah beradaptasi dengan serat

Page 203: Kandang Babi Induk.doc

kasar tersebut yang ditandai dengan perut yang besar, kebutuhan energi terlihat sangat kurang perlu di beri  bahan pakan sumber energi yang tinggi. Mengenai harga pakan cukup murah atau mungkin “Zero Feed Cost” atau tanpa biaya, karena sudah tersedia di sekitarnya.

Untuk mengurangi zat anti nutrisi Ubi jalar tidak hanya memiliki zat gizi yang tedapat didalam umbinya seperti tripsin inhibitor pada ubi jalar dan Asam Sianida/HCN) pada singkung dapat dihilangkan/ dikurangi  dengan cara pencincangan, pengukusan, merebusan dan pemanasan sebelum digunakan untuk pakan ternak.

Ransum babi Periode Starter :

Anak babi yang telah lepas sapih biasanya disapih pada umur 8 minggu dan mencapai bobot rata-rata 20 kg disebut babi priode starter (Sihombing, 1997). Selanjutnya dikatakan anak babi dengan bobot 20 kg sudah ada harapan sekitar 98% dapat hidup sampai mencapai bobot potong (90-100 kg) maksudnya bahwa babi priode starter telah melewati masa-masa kritis dimana sebelum masa ini , babi lebih mudah terserang penyakit dan kematian sangat tinggi yaitu 30 %. Babi priode starter merupakan awal dari proses pengemukan seperti dikatakan oleh Cunha,(1977), bahwa ternak pada priode starter mulai makan lebih banyak karena pada priode ini ternak babi sedang mengalami pertumbuhan yang terus meningkat(pertumbuhan eksponential).

Ensminger (1969) mengatakan bahwa pada priode starter berat badan ternak babi biasanya antara 15-45 kg dan protein yang dibutuhkan berkisar antara 14-16 %. Sedangkan Krider dan Carrol (1977) menyatakan bahwa setelah ternak babi mencapai priode starter ransum yang diberikan harus mengandung protein sekitar 16%.

Menurut NRC (1979) kebutuhan protein kasar pada babi starter adalah 16%, energi metabolisme sebesar 3175 Kkal, serta penambahan bobot badan yang diharapkan 0,6 kg. Diharapkan pula setiap harinya mengkonsumsi ransum sebanyak 1,7 kg sehingga konsumsi protein kasar 272 gram dan energi dapat dicerna 5610 Kkal. Walaupun demikian tingkat protein ransum ditentukan pula oleh kemampuan bahan makanan itu untuk menyediakan asam-asam amino essensial.

Ransum yang seimbang ialah ransum yang mengandung zat nutrisi yang berkualitas untuk kesehatan, pertumbuhan dan produksi ternak. Sutardi (1980) mengatakan ternak akan mencapai tingkat penampilan produksi tertinggi sesuai dengan potensi genetik bila memperoleh zat-zat makanan yang dibutuhkannya. Zat makanan itu akan diperoleh ternak dengan jalan mengkonsumsi sejumlah makanan.

Tingkat konsumsi ransum adalah jumlah makanan yang dimakan oleh ternak bila bahan makanan tersebut diberikan adbilitum. Faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum dapat dibagi menjadi 2 yaitu : yang berpengaruh secara langsung seperti besar dan berat badan, umur, kondisi ternak serta cekaman yang diakibatkan oleh lingkungan seperti temperatur lingkungan, kelembaban udara, dan sinar matahari (Parrakasi, 1990), sedangkan berpengaruh secara tidak langsung ialah keadaan air ransum, adanya makanan pembatas konsumsi dan kecernaan (Parrakasi, 1985).

Clawson et al. (1962) mengatakan konsumsi ransum dipengaruhi keseimbangan protein dan energi dari tingkat lemak ransum. Anggorodi (1985), berpendapat bahwa konsumsi ransum cenderung meningkat bila kandungan energi ransum rendah dan konsumsi ransum akan

Page 204: Kandang Babi Induk.doc

menurun bila kandungan energi ransum tinggi. Thomas dan Korneygay (1972) mengungkapkan bahwa ada kecendrungan babi yang mendapat ransum dengan protein rendah akan mengkonsumsi lebih rendah.

Menurut NRC (1988), bahwa dalam masa pertumbuhan babi dengan bobot badan 20-50 kg akan mengkonsumsi pakan per hari 1900 gram berat kering. Penggunaan pakan oleh babi yang masih muda lebih efisien dibanding dengan babi yang telah lewat pubertas, karena konsumsi yang semakin tinggi tidak selalu diikuti dengan kenaikan bobot badan. Pada ransum dengan tingkat protein masing-masing 14%; 16%; 18%, konsumsi paka rata-rata adalah 1,961 kg; 1,984 kg dan 1,986 kg dengan bobot badan 20-90kg (Close, 1983).

Frekuensi pemberian pakan memberi pengaruh terhadap jumlah pakan yang dikonsumsi. Pada umumnya pakan per hari akan meningkat dengan meningkatnya dengan frekuensi pemberian pakan. Menurut Supnet (1980), bahwa babi dengan bobot 10-90 kg diberi pakan 2 kali sehari akan mengkonsumsi pakan rata-rata/hari/ekor sebesar 1,54 kg. Pada pemberian 3 kali sehari konsumsi pakan sebesar 1,92 kg dan yang diberi secara adbilitum konsumsi pakan sebesar 2,61 kg/ekor/hari.

Tillman et al. (1984), mengatakan bahwa ada hubungan yang dekat antara daya cerna dan kecepatan kecernaan dan ini berkaitan erat antara daya cerna ransum dan konsumsi ransum. Semakin tinggi daya cerna ransum maka konsumsi pun akan semakin tinggi.

Suhu lingkungan juga turut mempengaruhi tingkat konsumsi ransum, semakin tinggi suhu lingkungan konsumsi makanan akan semakin rendah (Winchester, 1964). Supnet (1980) mengatakan meningkatnya temperatur lingkungan akan menurunkan konsumsi ransum yang diikuti temperatur rectal dan kecepatan respirasi ternak babi meningkat. Oleh karena itu temperatur udara yang tinggi dalam kandang menyebabkan ternak mengurangi konsumsi pakannya agar produksi panas dalam tubuh menurun (Esmay, 1977). Whitemore mengungkapkan bahwa temperatur lingkungan optimal untuk ternak babi dengan bobot badan 20-50 kg adalah 18-22°c.

Menurut Church (1979), palatabilitas merupakan faktor penting yang menentukan tingkat konsumsi, yang tergantung pada bau, rasa, tekstur, dan suhu. Hal yang sama juga dikemukakan oleh Sutardi (1980), bahwa faktor umum yang mempengaruhi konsumsi adalah palatabilitas ternak terhadap ransum yang diberikan.

Pemberian makanan yang baik umumnya dipertimbangkan atas dasar kecepatan pertumbuhan.  Bogart (1977), menyatakan bahwa bahwa konversi ransum adalah kemampuan ternak mengubah makanan kedalam bentuk pertambahan bobot badan. Hal ini dapat dinyatakan baik sebagai jumlah kenaikan bobot badan yang dihasilkan dari satu satuan makanan yang dibutuhkan per satuan bobot badan. Perbandingan tersebut bervariasi dalam hubungannya terhadap sejumlah faktor, seperti umur ternak, bangsa, dan daya produksi.

Konversi ransum dapat digunakan sebagai peubah untuk seleksi terhadap ternak yang mempunyai kecepatan pertambahan bobot badan yang baik (Bogart,1977). Sihombing (1983), mengemukakan bahwa nilai konversi dari seekor ternak erat kaitannya dengan tujuan seleksi guna mendapatkan ternak yang ekonomis. Nilai konversi ransum dipengaruhi oleh pertumbuhan babi itu sendiri (Dunkin,1978). Menurut Cole (1972), bahwa konversi ransum akan menurun dengan bertambah besarnya babi dan variasi akan terjadi diantara bangsa-bangsa babi.

Page 205: Kandang Babi Induk.doc

Campbell dan Lesley (1977), melaporkan konversi ransum tergantung kepada; 1. kemampuan ternak untuk mencerna zat makanan, 2. kebutuhan ternak akan energi dan protein untuk pertumbuhan, hidup pokok dan fungsi tubuh lainnya, 3. jumlah makanan yang hilang melalui proses metabolisme dan kerja yang tidak produktif, serta 4. tipe makanan yang dikonsumsi. Faktor lain yang mempengaruhinya adalah keturunan, umur, berat badan, tingkat konsumsi makanan, pertambahan bobot badan, palatabilitas, dan hormon. Sedangkan menurut Devendra dan Fuller (1979), menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi konversi ransum adalah nutrisi, bangsa ternak, lingkungan, kesehatan ternak dan keseimbangan ransum yang diberikan.

Temperatur udara dengan kisaran 30-33°C akan menurunkan konversi ransum pada ternak babi yang sedang bertumbuh (Sihombing, 1983). Williamson dan Payne (1978), mengatakan bahwa konversi ransum akan menurun apabila suhu meningkat diatas suhu kritis. Pada temperatur 7°C; 23°C; dan 33°C dengan rata-rata bobot badan 10 kg diperoleh konversi ransum masing-masing 2,52; 2,18; dan 2,28 (Pond dan Maner, 1974).

Menurut Arganosa et al.(1977), bahwa kandungan energi ransum berpengaruh terhadap konversi ransum, pada ransum berenergi 3000 Kkal EM/kg dan 2400 Kkal EM/kg, konversi ransum masing-masing adalah 3,37 dan 4,26. sedangkan protein ransum 14%; 16% dan 18%, konversi ransum yang diperoleh 2,91; 2,82; 2,88 (Campell et al.,1975).

Ransum Babi Periode Grower

Menurut Sihombing (1997) babi periode grower yaitu babi yang memiliki bobot rata-rata 35 kg hingga mencapai bobot badan 60 kg. Periode grower merupakan periode yang harus diperhatikan akan kebutuhan zat makanannya, dan ransum yang bermutu tinggi adalah salah satu faktor terpenting yang mempengaruhi performans babi grower. Ransum yang terdiri dari pakan yang bermutu tinggi dan disusun memenuhi kebutuhan zat-zat makanan babi dan dicampur baik adalah syarat untuk memperoleh performans yang optimal.

Parakkasi (1983) mengatakan bahwa pada waktu babi masih muda, pertumbuhannya terutama terdiri dari  protein dan air akan tetapi setelah babi tersebut mempunyai berat badan sekitar 40 kg, energi yang disimpan berupa protein telah konstan dan mulailah energi tersebut dipakai untuk pembentukan jaringan lemak yang semakin meningkat dengan bertambahnya umur.

Menurut Tillman, dkk. (1984) pertumbuhan mempunyai tahap-tahap yang cepat dan lambat. Tahap cepat terjadi pada saat lahir sampai pubertas, dan tahap lambat terjadi pada saat-saat kedewasaan tubuh tercapai. Tahap-tahap pertumbuhan ini membentuk gambaran sigmoid pada grafik pertumbuhan yang ditentukan oleh tingkat konsumsi bila tingkat konsumsi tinggi, pertumbuhan juga cepat, sedangkan pengurangan makanan akan memperlambat kecepatan pertumbuhan.

Ransum Induk Untuk Reproduksi yang Tinggi

Pemberian pakan pada induk agar supaya prolifik bukan hanya terlihat baik, tetapi bagaimana untuk mempertahankan kondisi tubuh induk tersebut, kebutuhan izat makanan pada babi bibit, berdasarkan fase produksi tertera pada Tabel di bawah ini  .

Tabel 4a. Kebutuhan zat-zat makanan perkilogram ransum babi bibit (NRC 1988)

Page 206: Kandang Babi Induk.doc

Zat-zat makanan Satuan Dara Bunting, Induk Bunting dan jantan Yunior/Senior

Induk Laktasi

Energi dpt dicerna

Energi Metabolisme

Protein kasar

Asam Amino Esensial :

Arginin

Fenilalanin

Histidin

Isoleusin

Leusin

Lisin

Metionin

Treonin

Triptophan

Valin

Mineral

Besi

Fosfor

Yodium

Kalium

Kalsium

Khlorin

Magnesium

Mangan

Kkal/kg

Kkal/kg

%

%

%

%

%

%

%

%

%

%

%

mg

%

%

%

%

%

%

mg

%

mg

3.400

3200

12

00

0.15

0.37

0.42

0.43

0.23

0.52

0.34

0.09

0.46

80

0.6

0.14

0.20

0.75

0.25

0.04

10

0.15

0.15

3.395

3195

13.0

0.40

0.25

0.39

0.70

0.58

0.36

0.85

0.43

0.12

0.55

80

0.5

0.14

0.20

0.75

0.25

0.04

10

0.20

0.15

Page 207: Kandang Babi Induk.doc

Natrium

Selenium

Tembaga

Zink

Vitamin

Vitamin A

Vitamin D

Vitamin E

Vitamin K

mg

mg

IU

IU

IU

Mg

5

50

4000

200

10

2

5

50

2000

200

10

2

1. Pakan Induk Sebelum Kawin

1. a. Induk Dara

Nutrisi pada babi dara sebelum kawin pertama harus mencapai tujuan :

1. memaksimumkan tingkat ovulasi pertama/ litter size. 1. memperbaiki kondisi babi tubuh dara (otot dan lemak) untuk cadangan masa

yang akan yang akan akibat  dari fariasi jumlah pakan yang diberikan .

Jumlah ovulasi sel telur yang normal pada babi dara pertama kali biasanya hanya  13-14 sel telur, jumlah ini akan menghasilkan  litter size yang baik.  Biasanya babi dara pada  birahi pertama jarang langsung dikawinkan. Usaha  untuk meningkatkan ovulasi induk pengganti : a. Mengawinkan induk pengganti pada birahi 2-3, b. mulai mencatat dan mengawasi siklus birahinya induk pengganti c. Memberikan pakan yang berlebih.

Babi pengganti (gilt) jumlah ovulasi bertambah sangat lambat, (satu sel telur/ bulan)   contohnya babi pengganti pada ovulasi pertama  hanya sembilan buah,   14-15 sel telur merupakan  jumlah ovulasi yang maksimum diharapkan.  Sebuah pendekatan alternatif yang sederhana adalah dengan menunggu pada tingkat ovulasi yang puncak/maksimum pada birahi ketiga.  Seperti ditunjukkan pada

tabel 4b.

Tabel 4b. Umur seksual dan tingkat ovulasi / litter size pada babi dara.

Sumber oestrus ke1                   2                 3

Huges dan Varley (1980)Mac. Pherson et. al (1973)

10,6               11,8               10,97,9                 9,7               11,0

Page 208: Kandang Babi Induk.doc

Untuk keperluan tersebut  perlu memberikan pakan yang tinggi/baik  (atau tingkat energi yang tinggi) dikenal dengan “Effect Flushing” yang digambarkan pada ilustrasi

tabel 5.

Tabel 5. Tingkat pakan dan jumlah ovulasi pada babi pengganti/dara/gilt.

Tingkat pakan                                                 Jumlah ovulasiPrepuberty     Birahi Pertama                      Pengamatan I     Pengamatan II

Ad-libitum        Adlibitum                                          13,9                       13,6

Ad-libitum        Dibatasi                                            11,1                          -

Dibatasi           Adlibitum                                          13,6                       13,5

Dibatasi           Dibatasi                                            11,1                       11,1

Self et.al. 1955

Penggunaan flushing pada babi dara harus lebih awal  (estrus ke dua) untuk mengurangi resiko litter size yang kecil. Cara pemberian pakan yang tinggi dan   seleksi pada induk pengganti/dara sampai saat hari kawin, akan memeberikan performan babi dara yang baik serta masa produksi  lama.

b. Induk Dewasa /Sow

Pada induk pengganti/gilt  periode penyapihan ke estrus dan kawin biasanya sangat singkat (kurang dari seminggu), ini berakibat pada manipulasi reproduksi induk babi dengan  pakan sangat pendek. Akan tetapi jika jumlah ovulasi sel telur sangat rendah (kira-kira 14 sel telur) dapat juga dilakukan flushing. Kenyataanya jumlah ovulasi periode akhir penyapihan ke estrus sangat bervariasi (15 – 25) pada induk babi dewasa/sow.  Untuk meningkatkan jumlah ovulasi perlu perencanaan pakan yang baik saat penyapihan ke oestrus.  Walaupun biasanya  tidak cukup waktu sebelum induk menjadi birahi untuk ovulasi sel telur.  Seperti terlihat pada tabel 6.

Tabel 6. Effek pakan yang tinggi dan tingkat ovulasi babi.

Jumlah Percobaan          Jml hari flushing ke oestrus           Penambahan ovulasisel telur

6                                           0-1                                                      0.4

6                                           2-7                                                      0,9

8                                           10                                                       1,6

14                                         12-14                                                    2,2

2                                           21                                                       3,1

Page 209: Kandang Babi Induk.doc

Huges dan Varley,1980

Penundaan kembali pengawinan babi dara setelah beranak pertama sampai 12-15 hari akan menghasilkan peningkatan jumlah litter size 1 – 1,5 pada beranak ke dua, disajikan pada tabel 7.

Tabel 7. Pengaruh Penundaan Kawin pada Beranak Kedua terhadap Jumlah Litter  Size Babi Induk

Peneliti                                  Kurang 12 – 15 hari                  Lebih dari 12-15 hari

Fahmy et.al (1979)                           9,3                                            10,4

Love (1979)                                         9,3                                            10,4

Walker et.al (1979)                    8,2                                            10,6

Brooks (1980)                                     9,3                                            10,5

King et. al. (1980)                             8,4                                            10,5

King et.al (1981)                               9,8                                            10,9

Dalam prakteknya peternak harus menghitung berapa penambahan biaya akibat penundaan perkawinan terhadap penambahan litter sizesize tersebut. Dalam pemberian pakan flushing yang baik antara penyapihan dan oestrus berguna untuk mempertahankan berat badan,  kondisi tubuh dan persiapan untuk laktasi.

1. 2. Pakan Induk Setelah Kawin

Tujuan Utama kita dalam pemberian pakan babi bunting (sow/gilt) adalah meningkatkan daya hidup dari embrio/ foetus yang akhirnya meningkatkan litter size. Untuk itu perlu juga diperhatikan effek pakan tersebut terhadap kelahiran, setelah lahir dan masa laktasi dari anak babi yang dilahirkan.

Diketahui bahwa pakan yang baik /tinggi (high level) pada awal kebuntingan babi darah akan menurunkan jumlah embrio yang hidup, seperti ditunjukkan pada tabel 8. Hal ini,  dijelaskan oleh skema 1

Tabel 8. Jumlah pakan pada awal kebuntigan terhadap embrio yang hidup .

Pakan yang diberikanTinggi                            Rendah

Jumlah Ovulasi                                           15,4                              15,5

Embrio yang  tersedia                                 11,8                              12,7

Embrio yang hidup (%)                               77                                  82

Hughes 1993

Page 210: Kandang Babi Induk.doc

Hormon progesteron ini sangat diperlukan embrio awal kebuntingan (14-12 hari) hormon ini merangsang sekresi protein rahim untuk embrio,  penurunan kadar horman ini mengakibatkan penurunan milk uterin yang dihasilkan.  Akan tetapi kasus jumlah embrio hidup pada induk (sow) tidak dipengaruhi oleh tingkat pakan, seperti terlihap pada tabel 9.

Tabel 9. Tingkat jumlah pakan pada awal kebuntingan dan litter size

dari induk (sow)

Sumber                                                   Tingkat pakan pada awal kebutinganTinggi                     Rendah

Kirkwood & Thacker (1980)                     15,8                       15,5Hughes (1993)                                             11,4                       11,3

Pada awal minggu ketiga kebuntingan,  pemberian pakan lebih dari standar tidak berpengaruh terhadap jumlah litter size yang dihasilikan.  Pemberian pakan pada umur ini, harus cukup untuk mempertahankan rata-rata berat lahir dari anak babi saat lahir.  Hal ini berguna untuk menghindari kematian anak babi setelah disapih,  bila anak babi yang lahir terlalu bervariasi maka anak babi yang ringan akan mati akibat ketidak mampuan bersaing untuk memperoleh kolostrum.

Penambahan pakan induk (sow) selama kebuntingan akan meningkatkan berat babi lahir, juga meningkatkan variasi berat badan dari anak babi yang lahir.  Bila pemberian pakan lebih rendah dari nilai kondisi normal , maka foetus pada bagian tengah dari  tanduk uterus tidak dapat memperoleh makanan yang cukup dari sirkulasi darah dari induk (seperti pada tabel 10.).

Ketika memberikan pakan lebih pada babi bunting (gilt/sow) yang pada akhirnya  kelebihan ini akan digunakan oleh foetus yang terletak di berbagai ujung dari tanduk uterus mengalami  pertambahan berat badan yang lebih tinggi. Oleh sebab itu dianjurkan memberikan pakan yang lebih sedikit saat bunting dengan tujuan mengurangi kematian anak babi selama disapih.  Contohnya berat anak babi yang memiliki bobot 1,6 kg dapat mengakibatkan distokia saat lahir, hal ini yang pada akhirnya akan meningkatkan kematian babi saat lahir (still birth) dan kematian sebelum disapih (Prewening mortality).

Faktor yang sangat penting dalam membatasi pemberian pakan pada babi bunting (gilt/sow) adalah adanya peningkatan  jumlah pakan yang dikonsumsi (feed intake) pada ransum baik dan penurunan menuju laktasi, seperti pada tabel 11.

Tabel 11. Hubungan antara Feed Intake pada babi yang bunting dan laktasi.

Jumlah pakan yang diberikanRendah           Tinggi Feed intake babi bunting (kg/hari)               1,9                  3,7Laktasi feed intake (kg/hari)                         6,2                 4,9

Salmon – legagneur, 1962.

Page 211: Kandang Babi Induk.doc

Yang disimpulkan bahwa babi akan makan bertambah selama bunting dan berkurang selama menyusui. Maka dengan itu sejak kita mengetahui kebutuhan nutrisi dari induk rendah kita mengurangi kandungan gizi dari bahan makanan tersebut, akan tetapi pada saat laktasi kita tingkatkan nilai gizi dari bahan makanan tersebut.  Hal ini kita lakukan untuk memenuhi kebutuhan ternak tersebut sampai dengan laktasi.  Cara yang praktis dengan memberikan pakan yang rendah selama kebuntingan (kurang 2,5 kg selama kebuntingan).

Pada tahun 80 an banyak ilmuan menganjurkan bahwa penambahan lemak 10-15 % pada 3 minggu akhir kebuntingan akan meningkatkan jumlah anak yang hidup saat penyapihan, ternyata perlakuan ini menyebabkan kematian anak meningkat 15-17 %   sebelum penyapihan, lihat tabel pada Tabel 12.

Tabel 12. Efek penambahan lemak pada pakan induk babi akhir kebuntingan.

Control                                                                    Penambahan lemak

Litter size                                                        9,7                                   9,7

Pre weaning mortality (%)                    17,3                                 14,5

Kematian anak < 1,1 kg (%)                 57,9                                 40,8

Henry, Pickard dan Huges 1983

3.Pakan Induk Babi Menyusui

Umumnya induk kurang nafsu makan saat laktasi, hal ini mengakibatkan sukar terpenuhi kebutuhan nutrisi dari induk untuk hidup pokok dan produksi susu yang tinggi.   Pada saat ini induk biasanya memobilisasi jaringan tubuhnya untuk memproduksi susu untuk anaknya.  Hal ini bisa kita lihat pada tabel 13.

Tabel 13. Efek tingkat pemberianpakan pada performan babi laktasi.

Pakan Induk LaktasiTinggi                     Rendah

Kehilangan berat badan induk (kg)                     5,1                          30,0

Kehilangan lemak punggung (mm)                   1,9                            4,2

Crrep Feed Intake (Kg)                                            2,5                            2,9

Berat litter yang disapi (kg)                                68,7                          62,3

Hughes, 1993.

Hal ini juga berpengaruh terhadap performan reproduksi induk babi seperti terlihat pada tabel 14

Tabel 14. Tingkat Pakan Laktasi dan Performan Reproduksi pada induk

Page 212: Kandang Babi Induk.doc

pengganti (gilt)

Tingkat Pakan LaktasiTinggi                    Rendah

Interval sapih-kawin (hari)                                          11,5                       16,3Embrio yang hidup (%)                                                    71,0                       72,0Litter size yang hidup (lahir hidup)                  9,6                         9,8

Sumber : Huges 1989.

Pada saat laktasi induk biasanya mengalami penurunan feed intake sampai  2,5 –3,5 kg/hari pada saat ini perhatian kita harus tertuju pada keselamatan dan pertumbuhan anak, dimana kebutuhan normalnya adalah 6-7 kg/ hari untuk memenuhi hidup pokok dan produksi susu .    Sedangkan pada induk yang baik feed intake ada yang tidak berubah, hal ini membuat kondisi tubuh induk tetap baik dan pertumbuhan anak tetap terjaga.  Pola penurunan pakan pada induk laktasi di bagi menjadi dua yaitu masa yang panjang pada induk dewasa(sow) dan masa yang pendek pada induk muda (gilt).

Biasanya induk muda (gilt)  mengalami kekurangan pakan pada fase laktasi akan mengalami kehilangan berat badan yang lebih besar pada induk yang sudah tua (sow). Kekurangan pakan pada induk yang dewasa (sow) pada masa laktasi mempunyai effek yang rendah terhadap kembali birahi setelah penyapihan, tetapi ada juga induk yang tidak estrus setelah disapih setelah mengalami kekurangan pakan tersebut, hal  ini bisa kita lihat pada tabel 15.

Tabel 15.   Effek Pakan laktasi terhadap Fertilitas Induk Dewasa (sow)

Tingkat Pakan Induk LaktasiTinggi               Rendah

Interval sapih- kawin                                         6,2                   7,1

Induk tidak estrus   (%)                                     8,0                 16,0

Tingkat konsepsi (%)                                     100,0                 94,0

Hughes, 1993

Secara normal terlihat bahwa ukuran litter size akan menurun akibat penurunan tingkat pakan pada saat laktasi, effek ini berakibat pada penambahan kematian embrio pada tiga minggu awal kebuntingan,  dapat dilihat pada tabel 16.

Tabel 16. Tingkat Pakan induk Laktasi Terhadap Litter Size pada Induk Dewasa.

Tingkat Pakan Induk LaktasiTinggi                Rendah

Embrio yang hidup (%)                                       78,0                    64,0Liiter size (lahir hidup)                                        10,7                      9,8

Hughes, 1989

Page 213: Kandang Babi Induk.doc

Umumnya effek laktasi terhadap performan reproduksi induk biasanya mengalami penurunan berat badan dan kondisi tubuh. Oleh sebab itu disarankan untuk mempertahankan kondisi tubuh dan anak pada fase menyusui perlu peningkatan jumlah konsumsi yang maksimum.

Untuk merubah hal teori diatas menjadi lebih sederhana dalam kehidupan sehari hari, kita harus tahu apa definisi pakan tinggi (high) dan Rendah (low) yang ditafsirkan berapa kilogram pakan yang dikonsumsi perhari.   Pemberian pakan yang aktual dan baik dianjurkan pada setiap fase siklus reproduksi disajikan pada tabel 19.

Banyak peternak hanya memberi pakan induk menjadi dua bagian yaitu pakan induk kering (dry sow ) dan induk laktasi (Laktating sow). Ditambah pakan standar Grower/Finisher  digunakan untuk pakan induk pengganti (gilt) dari seleksi sampai dengan dikawinkan.  Kandungan energi 12,5 – 13 MJ/kg untuk pakan induk kering dan 14 – 14,5 MJ DE /kg untuk pakan induk laktasi. Kandungan protein pada kedua pakan  tersebut harus berdasarkan kebutuhan asam amino ideal atau imbangan   lisin : energi yang rasional yaitu 0,3 gr lisin/MJ DE pada pakan induk kering,  dan 0,55 – 0,7 gr lisin /MJ DE pada pakan induk laktasi.

Data ini tentunnya hanya membantu akan tetapi peternak yang menyajikan bagaimana cara yang terbaik di lapangan . Sebaiknya induk dikandangkan secara individu untuk menghindari variasi berat badan, oleh sebab itu kita harus yakin bahwa setiap individu induk mendapat bagian yang sama untuk mengkonsumsii pakan.  Perlu juga dipertimbankan penambahan pemberian pakan induk sebanyak 0,25 kg/hari dalam kondisi dingin atau terlampau kurus.   Tetapi perlu diperhatikan jangan sampai induk bunting kelebihan makan, hal ini berakibat pada penurunan nafsu makan pada saat laktasi, yang akhirnya akan berakibat penurunan berat badan dan kondisi tubuh selama masa laktasi.

Faktor iklim dan suhu lingkungan perlu juga diperhitungkan, untuk meningkatkan nafsu makan induk yang kurang baik  bisa dilakukan dengan meningkatkan pemberian pakan 3 – 4 kali sehari atau menaburkan tepung ikan pada permukaan pakan yang diberikan, sehingga memeberikan bau yang meningkatkan nafsu makan.

Categories: Ransum Babi  |  1 Comment

RANSUM BABI

February 17, 2010 | Posted by saulandsinaga

Pakan merupakan salah satu faktor penting dalam usaha ternak babi, sebab 60% dari seluruh biaya dihabiskan untuk keperluan babi (bibit) dan 80% untuk keperluan babi fattening. Walaupun  secara alami babi makannya rakus, bahkan makan apapun dan tak ada yang ditolak namun mereka perlu makanan dengan perhitungan yang betul demi memperoleh hasil yang maksimal. Bahan-bahan makan harus mengandung zat-zat atau unsur-unsur yang diperlukan babi yakni:

1. 1. Karbohidrat (Hidrat arang) dan serat kasar

Karbohidrat penting bagi tubuh babi sebagai sumber kalori dan tenaga, kelebihan karbohidrat disimpan di dalam hati dalam bentuk polycon atau diubah menjadi lemak disimpan di dalam

Page 214: Kandang Babi Induk.doc

tubuh. Bahan makanan yang mengandung karbohidrat adalah : Jagung, Katul, Tapioka (tepung singkong), ketela rambat, gandum, beras dll.

1. 2. Lemak (fat)

Seperti halnya karbohidrat lemak juga berfungsi untuk menimbulkan energi, sehingga babi bisa bergerak atau melakukan aktvitasnya. Sumber lemak ialah kacang tanah, kedelai, katul. Babi yang kekurangan lemak timbul gejalah:

ü  Kulit sperti bersisik

ü  Bulu sekitar bahu dan leher rontok

Untuk mengatasi hal tersebut, bisa ditambah zat lemak 10% pada ransumnya.

1. 3. Protein

Protein terdiri dari berbagai asam amino yang berfungsi :

ü  Membentuk sel baru, misalnya pada anak babi atau babi muda

ü  Untuk mengganti sel-sel yang rusak

ü  Untuk berproduksi, misalnya susu dan daging.

ü  Dll

Kekurangan protein:

ü  Pertumbuhan lambat

ü  Nafsu makan berkurang, akibatnya berat badan menurun

ü  Penggunaan makanan lainnya kurang efisien

Bahan makanan yang mengandung protein antara lain:

ü  Tepung ikan

ü  Susu skim

ü  Bungkil kedelai

ü  Bungkil kelapa

1. 3. Mineral

Babi secara alami memerlukan unsur-unsur mineral yang diperoleh dari bahan makanan yang berasal dari hijauan dan akar-akar dari dalam tanah. Namun babi yang terkurung akan kekurangan mineral, bila pemberian makanan kurang terjamin. Mineral yang diperlukan babi

Page 215: Kandang Babi Induk.doc

1-1,5%. Hal ini bisa diberikan dalam bentuk tepung tulang, tepung ikan, kapur dll. Mineral atau berbagi macam garam seperti :

Calsium (Ca) : diperlukan untuk pembentukan tulang dan jaringan lainnya; juga pembekuan darah, penting untuk keluarnya air susu, oleh sebab itu penting buat:

ü  Babi-babi dan induk bunting

ü  Babi-babi dan induk yang sedang menyusui

ü  Anak babi yang sedang tumbuh (grower)

Kekurangan Calsium dapat berakibat:

ü  Kehilangan nafsu makan, pertumbuhan terlambat

ü  Menimbulkan rachitis

ü  Mengganggu perkembang biakan

ü  Babi induk kurang air susunya

ü  Anak dalam kandungan menjadi lema dan mati.

Phospor (P) : erat hubungannya dengan Ca dalam pembentukan tulang, pembentukan sel-sel tubuh, sel jantan dan betina dalam alat reproduksi. Dan berguna bagi assimilasi karbohidrat dan lemak.

Besi (Fe)= iron

Zat besi adalah unsur utama dalam darah, yang berguna untuk pembentukan haemoglobin yang akan membawa oxygen ke seluruh tubuh. Kekurangan zat besi babi akan menderita anemia.

Tembaga (Copper)

Unsur ini berhubungan erat dengan zat besi dalam pembentukan darah. Kekurangan zat tersebut, pada babi menimbulkan scours (mencret).

Seng (Zinc)

Kekurangan zat tersebut menimbulkan penyakit yang disebut (Parakeratosis) yang gejalahnya:

ü  Pertumbuhan kurang normal

ü  Nafsu makan kurang

ü  Luka-luka pada kulit

ü  Kuli kemerah-merahan, terutama bagian perut

Page 216: Kandang Babi Induk.doc

ü  Bulu sedikit

1. 4. Vitamin-vitamin

Vitamin dari kata: vita=hidup, dan amine=mengandung N. vitamin merupakan zat makanan yang diperlukan tubuh untuk mengatur atau mengolah zat-zat makanan lainnya hingga bisa dipergunakan oleh tubuh. Adapun vitamin-vitamin yang penting ialah :

Vitamin A diperlukan babi segala umur, terdapat dalam minyak ikan, tanaman-tanaman yang berwarna hijau, wortel, jagung kuning, vitamin ini bisa ditambahkan pada ransum berbentuk premix. Kekurangan Vitamin A:

ü  Secara umum dapat berakibat abortus, rheumatik, anak babi lemah, penyakit mata, scours (mencret), muda kena infeksi.

ü  Pada babi muda, menyebabkankematian dan pertumbuhan menjadi kerdil.

ü  Pada babi dewasa dapat mempengaruhi: kesuburan, kemampuan menghasilkan air susu.

Vitamin B, yang dimaksud dengan vitamin B. ialah gabungan atau suatu kompleks dari banyak vitamin (Vitamin B1/Thiamine, B2/Riboflavine, B6/Pyridodoxine & B12).

Vitamin C, kekurangan vitamin C dapat menimbulkan darah keluar dibawah kulit; dan persendian, gigi menjadi longgar. Umumnya defisiensi  terhadap vitamin C jarang terjadi asal babi banyak diberi hijauan.

Vitamin D. berguna mengatur untuk imbangan kerja Ca dan P dalam pembentukan tulang; terlebih-lebih pada babi bunting atau babi muda. Mereka yang kekurangan vitamin D dapat menderita rachitis.

Vitamin E. dikenal dengan vitamin anti steril, babi membutuhkan vitamin E untuk kesuburan yang normal baik jantan maupun betina. Vitamin ini banyak terdapat pada kecamba, biji-bijian sebangsa padi, dan leguminosa (bagi yang berwarna hijau).

1. 5. Air

Fungsi air dalam tubuh ternak amat penting:

ü  Mengatur temperatur (panas) tubuh

ü  Melumatkan makanan dalam proses pencernaan

ü  Mengeluarkan bahan-bahan yang tak berguna

1. 6. Antibiotik

Disamping babi mengeluarkan zat-zat makana dan vitamin tersebut diatas, baiklah apabila ransum ditambah dengan antibiotic. Karena dengan menambahkan sedikit antibiotik kepada makan:

Page 217: Kandang Babi Induk.doc

ü  Dapat meningkatkan berat hidup babi

ü  Meningkatkan atau menstimulir pertumbuhan dan mencegah penyakit

ü  Meningkatkan efisiensi terhadap perubahan makanan.

ü  Dlm hal ini bisa memberi teramycin TM 10 dll. Dosi biasanya sudah ada petunjuk pabrik.

Penambahan Hijauan kering dan segar juga sangat dibutuhkan sebagai makanan tambahan

Tabel 1. Zat-zat yang terkandung di dalam bahan makanan

Bahan makanan Air % Prot. kasar %

Lemak kasar %

Serat kasar %

Ca % P % Hidrat arang %

Kaya Protein

Tepung ikan

Susu skim (powder)

Bungkil kedelai

Bungkil kelapa

8,5

8

9,5

9

53,3

33

48,5

19,5

6,5

1

1

7,5

1,5

0

6,5

13

10,5

1,3

0,4

0,2

5

0,9

0,7

0,5

49

68

69

73

Biji-bijian

Jagung kuning

Jagung putih

Katul no. 1

Katul no. 2

12

11,5

9,5

9

8,5

9

13,5

8

4,5

4,5

16,5

6

3

2

7

20,5

0,05

0,1

0,15

0,25

0,3

0,3

1,9

1,1

80

81

60

29

Lain-lain

Tepung daun

Lamtoro

Tepung kerang

Gula

8,5

-

-

19,5

-

-

3

-

-

11

-

-

1,924,5

0,2

-

-

45

-

76

Catatan No 1: katul pabrik; no.2 katul dari beras tumbuk/kasar

Cara Menyusun Ransum

Yang dimaksud dengan ransum: sejumlah bahan makanan atau campuran dari beberapa bahan makanan yang diberikan kepada ternak dalam waktu tertentu, misalnya satu hari satu

Page 218: Kandang Babi Induk.doc

malam. Penyusunan ransum ini harus diusahakan adanya zat-zat yang diperlukan, dengan memilih makanan dari lingkungannya yang secara ekonomis masih menguntungkan.

Penyusunan ransum sangat bervareasi dan berbeda-beda, titik berat ransum terletak pada kadar protein dan hidrat arang. Dengan demikian pedoman menysun ransum makanan babi dipergunakan Imbangan Protein (IP). Imbangan ini menunjukkan suatu perbandingan antara protein dapat dicerna (Prdd) dengan Martabat Pati (MP). Martabat Pati ialah: angka yang menunjukkan kg (gr) pati murni yang sama besar dayanya dengan 100 kg (gr) dari bahan makanan itu untuk membentuk lemak badan yang sama banyaknya dalam tubuh.

Karena bahan pakan tidak ada yang sempurna, bisa sesuai dengan kebutuhan ternak, maka menyusun ransum dengan beberapa bahan pakan akan lebih baik, kerena bahan-bahan tersebut akan saling melengkapi dan menutupi kekurangan (Supplementeary Effec).

Memilih bahan pakan:

ü  Mudah diperoleh, sebaiknya berasal dari daerah sekitar

ü  Tersedia sepanjang waktu dalam jumlah yang cukup (kontinuitas terjamin) dan harga yang layak, tidak bersaing dengan kebutuhan manusia.

Dalam menyusun ransum harus memperhatikan kebutuhan untuk setiap umur babi:

1. Starter (semenjak meyusui sampai umur 8-10 Mgg)2. Grower (sesudah fase starter – umur 6 bulan)

3. Fatterner (babi yang digemukkan sebagai babi potong)

4. Breeding (babi bibit, babi dara, babi bunting)

5. Laktasi (babi menyusui)

Tabel 2. Keperluan menurut phase dan tujuan peternak.

Bahan Starter %

Grower %

Fattener %

Breeding %

Laktasi %

1. Jagung

2. Katul

3. Tepung ikan

4. Susu skim

5. Bungkil kedelai

6. Bungkil kelapa

7. Tepung daun lamptoro

8. Mineral

35-60

-

5-10

0-20

5-15

-

0-3

25-60

0-10

5-10

-

2-10

0-3

5

25-60

0-25

-

-

2-5

2-7

5

15-40

0-15

2-5

-

2-7

0-7

5

20-50

5-10

5-10

-

5-10

0-7

5

Page 219: Kandang Babi Induk.doc

1 1,5 1,5 1,5 1,5

1. Protein *)

2. Hidrat arang

3. Serat kasar (mineral)

4. Vitamin-vitamin **)

5. Antibiotic **)

20-22

70

4

17

68

6

14,5

69

6

14,5

64

8,5

18,5

66

7

Catatan * Lihat cara menghitung Prdd; **; Ada petunjuk dari pabriknya.

Cara menghitung Kadar Protein dalam Ransum (Metode Perason Square)

Contoh :

Ransum mengandung protein 21% dan terdiri dari 2 macam bahan makan yaitu katul dan ikan teri, masing-masing bahan dapat dicari berapa kg, dengan diketahui terlebih dahulu kadar protein masing-masing bahan tadi dengan jumlah ransum yang akan dibuat 100 kg untuk menhitung sebagai berikut:

ü  Katul kadar protein 13,5%

ü  Ikan teri kadar prptein 53,3%

Kemudian:

1. buat segi empat dengan diagonal2. tempatkan kandungan protein yang dikehendaki ditengah-tengah segi empat

3. tempatkan besarnya protein bahan I di sudut kiri atas, dan kandungan protein bahan II disudut kiri bawah.

4. tentukan perbedaan angka yang ditengah segi empat dengan angka yang terletak disudik kiri atas dan kiri bawah, dan tempatkan perbedaan itu pada sudut kanan bawa dan kanan atas.

5. angka pada sudut kanan atas adalah jumlah baian bahan ke I dan pada sudut kanan bawah adalah bagian bahan ke-II

Bahan I           13,5                                         32,3 Bagian I (katul)

21

Bahan II          53,3                                         7,5 Bagian II (ikan teri)

Jumlah Bagian I dan II           39,8

Perbandingan bahan I : II = 32,3 : 7,5 = 100 kg

Page 220: Kandang Babi Induk.doc

Jadi bila ransum disusun sebanyak 100 Kg maka:

Banyaknya bahan I (katul) =   32,3/39,8  x 100 kg = 81,16 kg = dibulatkan 81 kg

Banyaknya bahan II (teri) =    7,5/39,8   x 100 kg = 18,b4 kg = dibulatkan 19 kg

Jumlah           100 kg dengan kadar protein 21%.

Dengan mengetahui perhitungan tersebut maka peternak dapat menyusun ransum sendiri sesuai peruntukannya dengan memperhatikan kandungan protein bahan makan yang ada.

DAFTAR SUSUNAN ZAT-ZAT MAKANAN

(Dari bahan Kering)

No Nama Bahan B.K. Prot. Kasar

Lemak Serat Kasar

BETN Abu

I Makanan Penguat

Jagung Kuning 87,08 7,68 2,73 3,78 84,17 1,65

Jagung Putih 88,79 9,64 3,69 0,82 84,27 1,58

Menir 88,95 9,12 24,96 1,57 62,38 1,97

Dedak kasar 85,65 12,99 9,00 13,82 54,31 10,88

Dedakk halus 89,61 15,88 9,11 8,54 56,72 9,75

Kacang kedelai (hijau) 90,05 37,86 21,39 5,37 24,15 11,23

Kacang Kedelai (hitam) 91,15 35,64 12,27 6,35 36,96 8,78

Bungkil kedelai 88,61 46,27 14,98 8,62 21,93 8,20

Kacang tolo 88,88 42,33 1,45 7,18 45,12 3,92

Bungkil kacang tanah 88,84 31,37 11,36 6,26 44,76 6,25

Bungkil Kelapa 90,69 23,40 15,49 13,39 41,14 6,58

Bungkil kelapa sawit 92,94 14,78 21,87 11,57 49,00 2,78

Ampas kelapa 91,05 12,27 31,38 15,12 36,33 5,00

Biji Lamtoro 94,93 23,47 6,64 14,56 50,97 4,34

Onggok 85,69 1,55 0,36 10,44 86,62 1,03

Mellases (tetes) 82,52 3,06 0 0 86,63 10,31

Sorghum 87,74 10,03 3,00 1,82 82,54 2,61

Bulgur 90,65 12,83 1,41 1,52 82,56 1,65

Ampas bir 95,80 33,74 6,06 19,15 37,07 3,98

Ampas tahu 97,10 24,56 10,13 23,58 38,22 3,51

Ikan teri 95,13 44,98 7,55 1.05 4,64 41,78

Tepung ikan teri 89,80 37,82 6,52 0,68 32,34 22,64

Tepung kepala ikan 92,25 40,83 10,31 1,78 12,07 35,01

Tepung darah 89,22 80,31 0,76 5,07 5,96 7,90

Tepung Kepala undang 88,68 32,35 0,80 21,42 6,30 39,13

Tepung Kerang 94,93 2,08 0,07 20,56 16,55 60,74

Page 221: Kandang Babi Induk.doc

Skim Milk 92,21 36,53 1,14 0 54,93 8,40

II Hijauan

Daun petai cina *) - 30,58 3,35 11,94 46,01 7,79

Tepung daun petai cina *) - 48,07 6,13 11,95 24,53 9,32

Daun turi*) - 23,48 3,51 9,38 53,53 10,10

Daun Singkong 20,35 8,95 1,40 30,92 47,93 10,74

Categories: Ransum Babi  |  1 Comment

METODE PERBAIKAN GENETIK PADA BABI (Thoyib Hari Prayogo)

Page 222: Kandang Babi Induk.doc

March 25, 2010 | Posted by saulandsinaga

Metode perbaikan genetik pada babi atau bisa disebut juga konsep dasar perbaikan ternak babi salah satu caranya yaitu dengan memilih seekor pejantan yang berindeks tinggi, yakni pejantan yang berlemak punggung tipis, laju pertumbuhan dan efisiensi konversi makanannya baik sekali, maka turunan induk yang dikawininya diharpkan memiliki indeks yang baik pula.Metode perbaikan genetika pada babi dapat dilakukan atau dilihat dengan cara menguraikan teori bagaimana sifat-sifat produksi diwariskan dari generasi ke generasi dapat dilihat dari :

1. Genetika

2. Kromosom dan Gen

3. Variabilitas

4. Heretabilitas

1. Genetika

Salah satu fakta yang muncul paling mencolok bila mempelajari reproduksi ternak adalah kesanggupannya mewariskan sifat-sifat yang khusus dari sebab itu peternak tidak ada kesulitan untuk membedakan seekor babi Yorkshire dari Hampshire, Duroc atau dari Lacombe, masing-masing babi ini memilii sifat-sifat yang mudah diketahui yang diwariskan. Namun bila memeriksa terperinci sifat-sifat sekelompok babi yang bangsa dan umurnya sama, akan menemui adanya variasi untuk sifat-sifat tertentu dan keseragaman untuk sifat-sifat yang lain diantara individi-individu dalam kelompok tersebut. Misalnya dalam sekelompok babi Landrace sedikit sekali variasi arah telinga, tetapi perbedaan waktu untuk mencapai babi siap potong dapat berbeda 3 minggu atau lebih meskipun tanggal lahirnya sama.

 

2. Kromosom dan Gen

            Setiap ternak seratus persen bertumbuh dari satu sel, yakni sebuah sel telur tertunas atau zigot. Sel ini harus membagi diri dan mendplikasi dirinya berkali-kali selama kurun waktu antara sejak tertunas dan perkembangan seekor ternak dewasa yang selanjutnya sanggup berproduksi. Kedua sel telur dan sel sperma memiliki setengah dari sepasang susunan berbentuk tangkai yang dikenal dengan kromosom. Sel telur yang telah ditunasi berasal dari perpaduan sebuah sel telur dari tetua betina dan sebuah sel sperma dari tetua jantan. Ketika pertunasan terjadi, perpaduan sel sperma dengan sel telur menghasilkan perpasangan kromosom dari sel sperma dan dari sel telur. Sejak batas, sel yang telah ditunasi atau dibuahi tadi disebut zigot mulai membagi diri dan membentuk embrio.

3. Variabilitas

Variasi Genetis adalah sebagian dari variasi yang terdapat diantara babi diakibatkan oleh kombinasi pasangan kromosom yang disumbangkan oleh seekor ternak keturunannya. Dalam pembentukan suatu sel telur, ataupun sel sperma anggota setiap pasangan yang akan masuk

Page 223: Kandang Babi Induk.doc

dalam sel sepenuhnya ditentukan oleh adanya kesempatan dan setiap anggota pasangan dapat mengandung gen yang berbeda sedikit. Pada babi dengan 19 pasang kromosom yang berbeda telah dihitung bahwa ada kemungkinan lebih dari satu juta kombinasi kromosom yang mungkin. Jumlah kombnasi pasangan kromosom yang besar ini memberi ide kepada kita betapa besar variasi sifat-sifat yang mungkin diwariskan pada babi.      Variasi oleh Lingkungan bukan hanya gen sumber perbedaan antara dua ekor ternak. Perbedaan makanan, penyakit atau cuaca yang ekstrem semuanya dapat mempengaruhi perkembangan. Faktor ini sangat berpengaruh terhadap manajemen ternak.

4. Heritabilitas

            Heritabilitas adalah derajat suatu sifat yang dipengaruhi oleh komposisi faktor genetis. Heritablitas secara sederhana didefinisikan sebagai bagian dari variasi yang dusebabkan oleh warisan. Heritabilitas 50% menyatakan bahwa separuh dari variasi adalah faktor genetis dan separuh lagi oleh lingkungan. Sifat-sifat yang tinggi nilai heritabilitasnya adalah yang termudah diperbaiki dalam suatu peternakan babi. Pengawinan dan seleksi dari individu yang superior dakam sifat-sifat ini akan berpengaruh besar dalam perbaikan ternak. Heritabilitas yang agak rendah tetapi masih masuk akal derajat perbaikan dapat dicapai melalui perkawinan dan seleksi individu yang superior untuk sifat-sifat yang dimaksud yang heritabilitasnya sedang. Sifat-sifat yang heritabilitasnya rendah tidak bertanggap baik terhadap seleksi.

Categories: Reproduksi Babi  |  No Comments

SELEKSI PADA INDUK BABI BAKALAN (AHMAD RADIK RAHARJA)

March 21, 2010 | Posted by saulandsinaga

Seleksi Memilih Babi Bakalan Induk

Dara pengganti induk harus di pilih dengan cermat dan sungguh – sungguh .babi dara ini paling sedikit harus sebaik induk yang di gantikannya dan di inginkan yang lebih syuperior dalam hal produktivitas dan kualitas dan performens yang potensial yang dapat diteruskan keturunanya.

Calon – calon induk harus :

1) subur  menghamil anaknya

2) sanggup mengasuh anak- anaknya

3) berasal dari yang berkualitas genetis yang baik.

Kriteria  seleksi yang di berlakukan  bagi babi dara termasuk perkembangan kelenjar susu ,bentuk fisik , dan performans harus baik.

Perkembangan kelenjar susu

Page 224: Kandang Babi Induk.doc

 Babi dara perlu sekali memiliki minimum  12 putting normal yang berspasi dan berpasangan baik sepanjang garis bawah perut .jumlah putting yang seharusnya dimiliki babi dara dapat di periksa ulang sewaktu babi dara mencapai bobot babi potong .babi dara yang diduga memiliki putting buta ,putting terbalik atau ketidaknormalan yang lain yang di temukan sewaktu mencapai babi potong harus di afkir . putting yang tidak berfungsi  pada saat babi dara melahirkan, jelas akan mengurangi kesanggupan menyusukan anak yang banyak .Produktivitas babi dara akan sangat rendah karena jumlah anak yang akan di sapih akan rendah oleh putting yang tidak berfungsi .Oleh alasan ini maka perkembangan kelenjar susu harus diutamakan juga saat memlih babi  dara untuk bibit.segi pewarisan.

Kebaikan fisik

Kebaikan fisik harus di tinjau dari segi perwarisan genetis maupun kesaangupan bertahan terhadap stress lingkungan. Babi dara yang tidak normal fisiknya dapat meneruskannya kepada keturunanya. Terutama struktur kaki perlu mendapat perhatian karena hal ini langsung berpengaruh terhadap performans betina .Bagi babi dara terutama hal ini penting karena ia harus berdiri di lantai semen dan memikul berat pejantan saat kawin dan juga mengemban berat masa bunting ,Seseorang  dapat memperbaiki keadaan fisik ternaknya dengan mengafkir rernak yang lemah kakinya.

 Performans 

Kreteria  utama seleksi yang lain adalah perfprmans bagi dara ,yang meliputi khas seperti kualitas karkas dan laju pertumbuhan dan keefisienan menggunakan makanan .seekor babi dara pengganti harus memiliki kualitas karkas dan pertumbuhan yang lebih baik dari ternak biasa atau rata – rata ternak .

Tahap Seleksi Induk :

    1.     Seleksi dari babi siap jual  umur 5-7 bulan     

              ( kaki, perut, organ rep, temperamen,pertumbuhan, TLP, FCR)

    2.     Telah divaksin Erysipelas, Leptospirosis parvovirus.

    3.     Kawinkan pada estrus ke 2 dan 3. Lama  114 +/-  4 hari

Penanganan Induk Bunting :

1. Cek induk bunting atau tidak 21 hari kemudian2. Cek Ultrasonic 30 hari setelah kawin

3. Induk Bunting 2 – 3 kg/hari air adlibitum

4. Induk di vaksin E. Coli, Erysipelas, Leptospirosis, parvovirus.

 

Penanganan Induk Melahirkan

Page 225: Kandang Babi Induk.doc

1. Induk melahirkan 2,5 – 3 jam/litter2. Induk tersebut lahir berbaring

3. Isolasi dari babi lain

4. Siapkan guard rail/ crate untuk anak tidak tertindih, cold, bedding, penghangat.

5. Selama melahirkan diawasi trus.

 

Ciri Induk Babi Mau dan telah Melahirkan

1. Gelisah, sering bangun tidur.2. Menggit pintu/batang

3. Mengorek-ngorek lantai

4. Membuat sarang bila bahan ada

5. Adanya colostrum pada puting

6. Vulva bengkak turun

7. Keluarnya cairan uterus ketika mau keluar anak pertama

8. Proses melahirkan 15 menit/anak

9. Keluarnya plasenta jika anak semua keluar

10. Induk tidak langsung mau makan pada hari proses melahirkan.

 

Induk Babi Laktasi / Menyusui

1. Laktasi bisa lebih dari 8 bulan2. Usahakan  3 – 4 minggu

3. Keluar susu biasanya interval 45 menit

4. Induk total dapat mengontrol air susunya

5. Teat order biasanya 1 – 2 hari stlh lahir

6. Ikatan induk dengan anak dengan suara dan bau

7. Untuk fostering beda lahir ½ hari

8. Fostering untuk mengseragamkan berat anak

9. Produksi susu 10l/hari bantu dengan creep feeding untuk meningkatkan growth anak

10. Sediakan air minum induk 20 – 25 l/air  

Page 226: Kandang Babi Induk.doc

 

Waning to Remating/ Culling

1. Untuk meningkatkan produktifitas induk2. 2 minggu tidak estrus induk di culling

3. Induk biasanya 6 kali melahirkan stlah itu culling

4. Kontak jantan dan pencahayaan sangat membantu estrus

5. Much Feed and Water during mating

 

 

Pelaksanaan seleksi, memilih babi-babi dewasa yang hendak dipakai sebagai bibit dapat dilakukan cara:

1. Pemilihan individu (induk dan pejantang yang bagus)

2. Pemilihan menurut hasil produksi keturunan

3. Pemilihan menurut silsilah Calon – calon induk harus subur  menghamil anaknya,

sanggup mengasuh anak- anaknya dan  berasal dari yang berkualitas genetis yang baik.

Kriteria  seleksi yang di berlakukan  bagi babi dara termasuk perkembangan kelenjar susu ,bentuk fisik , dan performans harus baik

Tahap Seleksi Induk :

    1.     Seleksi dari babi siap jual  umur 5-7 bulan     

             ( kaki, perut, organ rep, temperamen,pertumbuhan, TLP, FCR)

    2.     Telah divaksin Erysipelas, Leptospirosis parvovirus.

    3.     Kawinkan pada estrus ke 2 dan 3. Lama  114 +/-  4 hari

DAFTAR PUSTAKA

Sihombing.2006.Ilmu Ternak Babi. Cetakan kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University.

http://animal-intelektual.blogspot.com/2009/07/seleksi-individu-ternak.html

Diakses tanggal : 5 Maret 2010, 11:00 WIB

http://blogs.unpad.ac.id/saulandsinaga/category/perkawinan-dan-reproduksi-babi/ diakses tanggal 10 Maret 2010, !0:00 WIB

Page 227: Kandang Babi Induk.doc

http://matanews.com/2009/04/27/bali-deteksi-penumpang-ln-hindari-flu-babi/ diakses tanggal 11 Maret 2010, !2:10 WIB

http://blogs.unpad.ac.id/SaulandSinaga/wp-content/uploads/2009/04/pict0350.jpg diakses tanggal 11 Maret 2010, !2:10 WIB

Categories: Reproduksi Babi, Tatalaksana Babi  |  1 Comment

Study into the efficacy of sow AI strategies

March 1, 2010 | Posted by saulandsinaga

Research by the Agri-Food and Biosciences Institute (AFBI), Northern Ireland, UK, has compared the efficacy of various insemination strategies in sows. Success in their use ‘would greatly depend on accurate and timely heat detection and subsequent insemination.’

The trial focused on two methods. The first one was the traditional method of insemination, using a sponge catheter which delivers semen into the cervix of the sow. In this method, sows are normally inseminated twice within each heat to ensure a successful conception. Recently a new type of catheter was introduced – the Deep Intrauterine (DUI) catheter which delivers the semen into the uterine horn and closer to the egg. Manufacturers claim that only one insemination is required using this catheter to achieve conception.

Sow herdThe trial was conducted on the sow herd at the AFBI and was co-funded by Pig ReGen and DARD. In total, 180 sows were used and three insemination procedures were compared:

* ‘Normal’ - Sows were inseminated twice using a normal catheter.

* ‘DUI + Normal’ – After detection, sows were inseminated twice.

* ‘DUI Once’ – After detection, sows were inseminated once within 24 hours.

Low conception rateIn this study, the lowest conception rate (72%) and lowest number of pigs born alive (11.1) were the result of inseminating sows with the DUI catheter once 24 hrs after heat was detected.

Under normal commercial management where sows are inspected for heat and inseminated within time blocks, it is difficult to ensure high success rates using the ‘once’ method.

However, the combination of the DUI catheter with a normal catheter within a ‘twice’ insemination procedure optimised conception rates (88%) and the number of pigs born alive with little effect on the average birth weight of piglets born.

Number of pigs bornAs expected, as the number of pigs born increased, the average birth weight of pigs decreased. However, in this case the difference was not excessive. If the DUI catheter was to

Page 228: Kandang Babi Induk.doc

be used on farm, specialised training is required as incorrect use can damage the reproductive tract within the sow.

A high standard of hygiene should also be in place since the insertion of a ‘dirty’ catheter would deliver infection deep into the reproductive organs of the sow.

Categories: Reproduksi Babi, Uncategorized  |  No Comments

SELEKSI INDUK BABI SAMPAI REMATING

February 20, 2010 | Posted by saulandsinaga

Tahap Seleksi Induk :

    1.     Seleksi dari babi siap jual  umur 5-7 bulan     

              ( kaki, perut, organ rep, temperamen,pertumbuhan, TLP, FCR)

    2.     Telah divaksin Erysipelas, Leptospirosis parvovirus.

    3.     Kawinkan pada estrus ke 2 dan 3. Lama  114 +/-  4 hari

Penanganan Induk Bunting

1. Cek induk bunting atau tidak 21 hari kemudian2. Cek Ultrasonic 30 hari setelah kawin

3. Induk Bunting 2 – 3 kg/hari air adlibitum

4. Induk di vaksin E. Coli, Erysipelas, Leptospirosis, parvovirus.

 

Penanganan Induk Melahirkan

1. Induk melahirkan 2,5 – 3 jam/litter2. Induk tersebut lahir berbaring

3. Isolasi dari babi lain

4. Siapkan guard rail/ crate untuk anak tidak tertindih, cold, bedding, penghangat.

5. Selama melahirkan diawasi trus.

Page 229: Kandang Babi Induk.doc

 

Ciri Induk Babi Mau dan telah Melahirkan

1. Gelisah, sering bangun tidur.2. Menggit pintu/batang

3. Mengorek-ngorek lantai

4. Membuat sarang bila bahan ada

5. Adanya colostrum pada puting

6. Vulva bengkak turun

7. Keluarnya cairan uterus ketika mau keluar anak pertama

8. Proses melahirkan 15 menit/anak

9. Keluarnya plasenta jika anak semua keluar

10. Induk tidak langsung mau makan pada hari proses melahirkan.

 

Induk Babi Laktasi / Menyusui

1. Laktasi bisa lebih dari 8 bulan2. Usahakan  3 – 4 minggu

3. Keluar susu biasanya interval 45 menit

4. Induk total dapat mengontrol air susunya

5. Teat order biasanya 1 – 2 hari stlh lahir

6. Ikatan induk dengan anak dengan suara dan bau

7. Untuk fostering beda lahir ½ hari

8. Fostering untuk mengseragamkan berat anak

9. Produksi susu 10l/hari bantu dengan creep feeding untuk meningkatkan growth anak

10. Sediakan air minum induk 20 – 25 l/air  

 

Waning to Remating/ Culling

1. Untuk meningkatkan produktifitas induk2. 2 minggu tidak estrus induk di culling

3. Induk biasanya 6 kali melahirkan stlah itu culling

Page 230: Kandang Babi Induk.doc

4. Kontak jantan dan pencahayaan sangat membantu estrus

5. Much Feed and Water during mating

6. Pakan anak sapihan biasanya ditambahkan obat untuk menghindari penyakit.

Categories: Reproduksi Babi  |  No Comments

PERKAWINAN DAN REPRODUKSI BABI

February 18, 2010 | Posted by saulandsinaga

SeleksiSeleksi ialah: memili hewan-hewan ternak yang bernilai tinggi, oleh karena itu untuk mengadakan seleksi, haruslah memilih babi-babi yang menguntungkan. Dengan seleksi bisa diharapkan ada perbaikan karakter ekonomi tertentu, misalnya pertumbuhan, daya tahan, produksi.Pelaksanaan seleksi, memilih babi-babi dewasa yang hendak dipakai sebagai bibit dapat dilakukan cara:1. Pemilihan individu (induk dan pejantang yang bagus)2. Pemilihan menurut hasil produksi keturunan3. Pemilihan menurut silsilah

Reproduksi BabiYang dimaksud dengan perkembang biakan ialah mengusahakan hewan ternak, agar bisa memperoleh keturunan. Dengan demikian mengembang biakan babi pun mengusahakan agar babi-babi yang dipiara, bisa memperoleh keturunan pula. Seorang peternak yang terampil harus memperhatikan pemilihan bibit yang memenuhi persyaratan dalam penyeleksian dan perkawinan.Babi termasuk hewan yang subur untuk dipelihara kemudian dijual, karena jumlah perkelahiran (litter size) lebih dari satu (polytocous) dan jarak perkelahiran pendek. Seekor induk dalam satu tahun dapat menghasilkan dua kali melahirkan dan 20 ekor anak sama dengan 1800 kg daging sapi setahun.Untuk memperoleh hasil yang memuaskan dan menguntungkan maka seorang peternak yang ingi maju perlu mengetahui hal-hal yang menyangkut tentang perkembang biakan ternak (babi), berikut ini kita akan pelajari tentang:

a) Organ reproduksi jantan Organ Reproduksi Jantan fungsi umumnya adalah : Memproduksi sel jantan, disebut spermatozoa (sperma) Memasukkan sperma pada alat reproduksi betina pada saat bertepatan.Nama Letak/bentuk FungsiTestis 2 buah Berada diluar tubuh dan dibungkus scrotum memproduksi sperma, menghasilkan hormon testoteron (memelihara kedewasaan, memelihara organ reproduksi, menumbuhkan nafsu sexual sehingga menimbulkan keinginan untuk kawin.Seminiferous tubules Terdapat dalam testes bebentuk tabung yang bergulung-gulung sperma dihasilkan dalam tabung ini, terus menerus semenjak akil balik.Saluran efferen Terletak antara testes dan epididymus Saluran yang membawa sperma dari rate testes menuju epididymisEpididymis Tabung besar yang berkelok-kelok Sebagai jalan keluarnya sperma, menyimpan

Page 231: Kandang Babi Induk.doc

sperma, keluarnya cairan yang memberi makan sperma, tempat dimana sperma menjadi masak.Vas deferens Saluran yang bulat Membawa sperma kedalam urethra pada saat ejakulasi (penyemprotan)Kelenjar prostat Terletak dileher kandung air kencing (bladder). Membersikan urethra selama ejakulasi dan melebarkan sehingga sperma bisa keluar dengan lancar.Kelenjar Cowper’s Terletak diatas urethra, di daerah pervis Menghasilkan alkalin yang dapat membersihkan urethra pada saat semen terlepas.Urethra Suatu tabung panjang yang menghubungkan kandungan air kencing dengan glan penis Jalan sperma dan air kencingPenis Adalah alat kopulasi Untuk memasukkan seperma pada saat perkawinan.Sperma Sperma disebut juga semen, yang berarti benih (bahasa Yunani) diproduksi dalam testis oleh cellular dalam bentuk yang kental seperti agar-agar

b) Organ reproduksi betinaNama Letak/bentuk FungsiOvarium Babi mempunyai 2 ovarim yang berbentuk bulat kecil Menghasilkan ovum (telur) dan berbagai hormon yg membantu dalam reproduksi dan mempengaruhi pertumbuhanOviduct Bagian alat reproduksi yang menghubungkan ovarium dengan uterus Pada oviduc bagian atas telur dibiahiUterus Bagian reproduksi yang paling luas Mempersiapkan tempat bagi telur-telur yang telah dibuahi sampai berkembang menjadi janin (anak babi) + 114 hariCervix Merupakan bulatan yang kuat, yang menghubungkan vagina dan uterus Pada saat perkawinan terjadi, cervix ini mengunci ujung penis dengan lipatan urat itu sehingga mendorong pejantan berejakulatieVagina Saluran yang cukup lebar yang menghubungkan uterus dengan vulva. Pada saat perkawinan penis masuk vagina supaya bisa mengendapkan semen ke dalam uterus.Vulva Alat kelamin vagian luar yang terbuka, dan pada bagian bawah terdapat clitoris. Bila babi birahi, alat ini nampak merah.

c) Masa birahi (head period)Peristiwa Interval Rata-rataUmur saat pubertas (bln) 4-7 (bln) 6 (bln)Lama birahi (hari) 1-5 (hari) 2-3 (hari)Panjang siklus birahi 18-24 (hari) 21 (hari)Waktu ovulasi (jam setelah birahi) 12-48 (jam) 24-36 (jam)Saat yang baik untuk kawin Estrus hari keduaLama kebuntingan (hari) 111-115 114 (hari)3 bln, 3 mg, 3 hari

Hanya pada saat-saat birahi saja, babi mau menerima pejantan atau dapat dikawinkan. Tanpa timbul birahi, babi tidak dapat dipaksakan kawin. Oleh karena itu peternak secara cepat mengetahui masa birahinya.

Tanda-tanda birahi : Babi nampak gelisah dan berteriak-teriak Kemaluan bengkak, pada vulva nampak merah, bagi babi induk yang sudah sering beranak biasanya tak begitu nampak merah Selalu mencoba menaiki temannya, atau ingin keluar dari kandang

Page 232: Kandang Babi Induk.doc

Bila punggung diberi beban atau diduduki diam saja. Dari kemaluan sering keluar lendir.

Faktor-faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya birahi pertama: Faktor bibit Faktor lingkungan, seperti iklim, makan, stress akibat sakit Karena terganggu gemuk bisa terlambatd) Mengawinkan babiMenurut penelitian, ovulasi : terlepasnya sel telur dari indung telur 30-35 jam atau hari kedua setelah gejalah birahi terlihat. Sedang sel jantan (sperma) yang ada didalam vagina cervix akan saling bertemu pada saluran telur (oviduc) bagian atas dekat ovarium.Didalam alat reproduksi betina, sperma dapat hidup 24-48 jam. Dan untuk mencapai oviduc memerlukan waktu 4-6 jam. Akan tetapi perlu diketahui bahwa ada sperma yang hidupnya lebih pendek, kurang dari 24 jam setelah terjadi ovulasi dan tidak semua sel telur bisa dibuahi. Jumlah sel telur bisa 12-16, yang masak bersama-sama dan bisa dibuahi. Akan tetapi sering juga sampai 20 buah: sebaliknya, juga tidak jarang hanya 3 atau 4 buah.Kita mengawinkan babi harus betul-betul tepat pada waktunya, yakni babi dikawinkan pada hari kedua setelah nampak birahi. Terkecuali babi dara (gilt) bisa dikawinkan pada hari pertama dari masa birahi. Karena birahnya babi dara lebih pendek dibanding babi-babi yang pernah beranak. Apabila babi yang sedang birahi itu tidak dikawinkan, birahi akan terulang kembali pada 18 – 24 hari, atau rata-rata 3 minggu (21 hari)

e) Mengawinkan babi dara dan induk yang telah beranak Mengawinkan babi dara Babi mulai baliq pada umur 5-6 bulan, sudah birahi tapi sebaiknya jangan dikawinkan dulu, karena kedewasaan tubuh baru tercapai pada umur 8-10 bulan dengan berat badan + 100-120 kg. Untuk mencapai konsepsi (pembuahan) yang tinggi hendaknya, babi itu dikawinkan 2 kali selama masa birahi Babi yang baru dikawinkan hendaknya ditempatkan tepisah dari babi-babi lain, selama 2 hari, diberikan makanan yang baik dan ditempatkan dilingkungan tenang. Mengawinkan induk yang telah beranak Induk yang pernah beranank yang akan dikawinkan kembali sebelumnya dilakukan penyapian terlebih dahulu. Induk yang habis menyapih pada umumnya akan birahi lagi 3-10 hari Biasanya babi yang baru menyapi akan kurus, maka sebaiknya perkawinan ditunda dulu sampai babi gemuk dan sehat kembali.

f) Sistim Perkawinan: Untuk mengawinkan babi bisa dilakukan dua sistem yakni:1. Perkawinan Alam : Pada umumnya perkawinan bisa berlangsung selama 10 – 15 menit Babi betina yang birahi dimasukkan dalam kandang pejantan, bisa dikawinkan sampai dua kali untuk mendapatkan hasil yang optimal. Betina yang kecil dan jantan yang besar bisa dibantu dengan membuat kandang secara khusus Perbandingan jantan dan betina : jantan usia 1 tahun adalah 1jantan : 15-20 betina; umur jantan setahun keatas adalah 1 jantan : 30 betina.2. Perkawinan buatan = Artificial Insimination (AI) = Insiminasi buatan (IB)Perkawinan ini adalah memasukkan serma kedalam kelamin betina dengan tindakan manusia. Keuntungan AI atau IB antara lain:

Page 233: Kandang Babi Induk.doc

Manfaat seekor pejantan bisa diperbesar Perkawinan bisa dilakukan diantara hewan yang tempatnya berjauhan, misalnya babi Indenesia dengan Autralia atu Belanda. Dengan IB, tidaklah setiap peternak memelihara pejantan sendiri sehingga bisa hemat biaya. Pemacek yang karena sesuatu hal, misalnya pejantan terlalu besar, pincang, dst sulit dilakukan, dengan IB dapat dikerjakan. Kelemahan IB, antara lain: Tidak semua inseminator mempunyai pengalaman yang cukup, sehingga hasil kurang terjamin. Kemungkinan akan terbawanya bagian penyakit senantiasa ada, karena pelaksanaannya yang ceroboh. Menyebarkan keturunan yang jelek. Misalnya karena sperma diambil tanpa memilih pejantan yang bagus. Terlalu banya babi yang memiliki keturunan yang sama (inbreed)

g) KebuntinganSelama bunting babi tidak akan birahi. Lama bunting rata-rata 114 hari (3 bulan, 3 minggu, 3 hari), dan lama kebuntingan bisa dipengaruhi oleh : Faktor induk : induk muda yang pertama kali bunting, biasa waktunya lebih pendek. Jumlah anak: bila jumlah anak yang dikandung lebih banyak, bisa lamanya bunting lebih pendek Bangsa babi: akan mempengaruhi kebuntingan. Babi bunting harus mendapat makanan yang cukup baik, supaya badan kuat waktu melahirkan, dan bibit tumbuh sehat (akan dibahas secara khusus)

h) Kelahiran dan KeguguranPada sistem pemeliharaan manapun, babi-babi hendak beranak haruslah disendirikan seminggu sebelum beranak agar sang induk memperoleh ketenangan.Sebagai persiapan : Kandang harus bersih dan steril (dengan Lysol kreolin) Lantai ditaburi sekam atau jerami Kandang harus keringSebelum melakukan persiapan , terlebih dahulu harus melakukan suatu persiapan dan harus mengetahui tanda-tanda babi yang hendak beranak, proses kelahiran serta kesukaran-kesukaran yang dialami. Tanda-tanda babi yang akan melahirkan: Perut sangat turun kebawah Vulva kelihatan merah dan membesar (36 jam sebelum melahirkan) Putting keras berwana kebiru-biruan, karena berisi air susu apabila dipijat keluar susu. Nafsu makan berkurang, dan nampak sangat gelisah Sering mengumpulkan sarang Biasanya mengentak-entakkan kaki dan sebentar-bentar kencing.

Proses kelahiran biasanya berlangsung 1 – 12 jam, akan tetapi perlu diketahui bahwa kelahiran normal terdiri dari 3 tingkat (stadium):1. Stadium persiapan : Ikatan rahim menjadi kendor dan turun letaknya Sisi badan menjadi cekung dan pinggangnya menjadi turun kebawah, karena jaringan pengikat menjadi elastis.

Page 234: Kandang Babi Induk.doc

Bibir kemaluan merah, membesar Ambing menjadi tegang, berisi air susu, dan putting menunjukkan warna kebiruan pertanda anak akan segera lahir. Induk siap-siap mengumpulkan sarang2. Stadium pembukaan: Pada saat ini rahim mulai berkontraksi (mengkerut), hal ini tak nampak dari luar, yang bisa diperhatikan adalah tingkahlakunya saja, dimana babi nampak gelisah, tidur berdiri berulang kali, memukul-mukul ekornya, mengentak-entak kaki sering kencing. Akibat kontraksi rahim, janin mencapai letak yang tepat yakni perut turun kebawah dan tubuh nampak memanjang. Pada saat ini cervix terbuka lebar, karena daging mulai mengendor. Cervix yang tak dapat terbuka menyulitkan kelahiran dan berbahaya.

3. Stadium Pelepasan:Setelah melewati stadium pembukaan karena bantuan dari kontraksi rahim beserta kejang daging perut, maka janin mulai keluar. Keguguran, hal ini terjadi karena berbagai sebab. Karena temperatur tubuh terlalu tinggi Ransum kekurangan zat-zat tertentu (mineral, protein, vitamin-vitamin) Akibat keracunan Induk menderita anemia Infeksi uterus yang mengakibatkan makanan untuk janin terputus Induk menderita Brucellosis (keguguran menular) Kesukaran dan keterlambatan pada waktu melahirkan : Cervix terlalu sempit, tak dapat terbuka secara wajar Kontraksi rahim lemah, akibat infeksi Anak yang keluar melintang Adanya dua ekor anak yang keluar bersama-sama Karena anak yang lahir kepala atau pantatnya terlampau besar.

Categories: Reproduksi Babi  |  No Comments

REPRODUKSI DAN TARGET PRODUKSI BABI (Tambahan)

February 17, 2010 | Posted by saulandsinaga

Reproduksi Babi

Babi termasuk hewan yang subur untuk dipelihara kemudian dijual,  karena jumlah perkelahiran (litter size) lebih dari satu (polytocous) dan jarak perkelahiran pendek. Seekor induk dalam satu tahun dapat menghasilkan dua kali melahirkan dan 20 ekor anak sama dengan 1800 kg daging setiap tahun.

Tabel 1. Data Reproduksi Babi Induk

Peristiwa Interval Rata-rata

Umur saat pubertas (bln) 4 – 7 6

Page 235: Kandang Babi Induk.doc

Lama Birasi (estrus) (hari)

Panjang Siklus birashi (hari)

Waktu ovulasi (jam stlah birahi)

Saat yang baik untuk kawin

Lama Kebuntingan (har)

1 – 5

18 – 24

12 – 48

estrus hr kedua

111 – 115

2 – 3

21

24 – 36

114

(3 bln, 3 mg, 3 hr)

Pubertas/birahi pada babi dara 4 – 7 bulan dengan rata-rata bobot badan 70-110 kg akan tetapi tidak dikawinkan sebelum umur 8 bulan atau pada periode estrus/birahi  yang ketiga hal ini berguna untuk produksi anak yang lebih banyak dan lama hidup induk lebih panjang. Agar diperoleh anak yang lebih banyak maka induk dikawinkan pada 12 – 24 jam setelah tanda estrus/birahi. Estrus atau birahi pada induk babi adalah karena aktifitas dari hormon estrogen yang dihasilkan oleh ovarium, kejadian ini terjadi selama 3 – 4 hari dengan perubahan tingkah laku seperti suka mengganggu pejantan, kegelisahan meningkat, menaiki betina lainnya dan nafsumakan menurun serta mengeluarkan suara yang khas, kalau ditekan atau diduduki punggungnya diam saja, vulva yang membengkak dan memerah serta lendir keruh dan mengental muncul, bila tanda tanda ini terlihat berarti bebi betinna tersebut siap kawin.     Dalam praktek dengan dua kali perkawinan yaitu 12 dan 24 jam setelah tanda estrus dimulai supaya ovum banyak dibuahi dan jumlah anak (litter size tinggi).

Untuk meningkatkan jumlah anak induk perlu di Flushing  yaitu konsumsi induk ditingkatkan selama 7 – 14 hari sebelum dikawinkan untuk meningkatkan jumlah anak perkelahiran bila pakan selama fase pertumbuhan dibatasi.

Perkawinan yang paling umum adalah perkawinan kelompok (lot Mating) cara ini adalah menempatkan satu atau beberapa ekor jantan kedalam kandang beberapa ekor betina yang sedang birahi, cara ini mengurangi tenaga kerja yang diperlukan.  Hand mating memasukkan  seekor betina dan seekor jantan setelah kawin kemudian jantan dipisahkan kembali ini untuk memudahkan pengontrolan ibu dan bapak anak yang lahir  kondisi kandang kawin ini harus tenang dan tidak licin.

Kebuntingan

Lama bunting rata-rata 114 hari, kematian embrio/fetus paling sering terjadi/ fase kritis pada saat 30 – 35 hari awal kebuntingan. Perlakuan terhadap temperatur yang ekstrim, pemberian pakan harus rendah pada awal kebuntingan ini dan penggunaan obat-obatan harus hati-hati.

Kelahiran

Induk sebaiknya ditempatkan ke kandang melahirkan 3 – 7 hari menjelang melahirkan, dalam kandang harus bersih, tenang dan  Tanda induk mau melahirkan Gelisah, membuat sarang bila ada medianya, organ reproduksi dan kelenjar mamae membesar dan susu akan keluar bila ditekan saat 12 – 48 jam menjelang kelahiran. Laju pernapasan meningkat menjelang 12 jam kelahiran  kelahiran paling sering menjelang malam hari. Induk merebahkan diri pada satu

Page 236: Kandang Babi Induk.doc

sisi saat melahirkan kelahiran dengan pola berurutan (satu-satu) selama kurang lebih 1 – 5 jam, anak yang lahir biasanya 70% kaki depan dulu keluar, anak babi dengan kaki belakang duluan paling banyak mati lahir, bila periode kelahiran cukup lama perlu dilakukan perogohan kedalam alat reproduksi induk, mungkin ada yang sungsang. Perlakuan anak setelah lahir adalah dibersihkan  hidungnya dan badannya dari cairan rahim, dan dibantu diberikan susu pertama (colostrum), berikan penghangat pada kandang anak yang baru lahir. Maka dengan itu selama proses kelahiran harus senantiasa diawasi oleh anak kandang. Induk yang terlampau tua, gemuk dan gelisah selalu lebih banyak mengalami problem saat melahirkan oleh sebab itu induk sebaiknya melahirkan sebanyak 8 – 10 kali setelah itu diafkir.  Pemotongan ari-ari dipotong dengan cara mengikat dulu pada bagian dekat perut kemudian di gunting lalu diberikan antibiotik (betadin/yodium).     Induk akan birahi kembali 3 – 5 hari setelah anaknya disapih/dipisahkan oleh sebab itu induk dapat dikawinkan kembali untuk memperbanyakjumlah anak yang lahir pertahun. Lama penyapihan biasanya 2 bulan akan tetapi dapat dipersingkat menjadi 3 minggu dengan perlakuan tertentu.

Anak Babi Setelah Lahir

Anak babi saat lahir sangat lemah, tidak berbulu (tidak tahan dingin) perlu suhu kandang harus 35 oC, cadangan energi yang ada dalam tubuh anak babi cukup hanya 7 – 8 jam oleh sebab itu susu induk sangat diperlukan setelah lahir, oleh sebab itu  perlu ada jerami pada lantai anak dan diberi penghangat (lampu minyak atau listrik).

Defisiensi Besi (Fe) atau anemia cepat muncul pada anak babi yang baru lahir yangdipelihara terkurung hal ini disebabkan oleh persediaan Fe dalam tubuh babi cukuprendah, Fe dalam susucukuprendah, kontak babi dengan tanah sumber Fe  dibatasi dan laju pertumbuhan babi yang cepat. Ciri anak babi yang kekurangan Fe ini terlihat pucat, lemah,  bulu berdiri dan bernafas cepat  oleh sebab itu 48 – 72 jam zat besi harus diberikan antara lain dengan cara : disuntik dengan (paling dianjurkan), disediakan tanah supaya anak babi bisa menjilat-jilat larutan fe digosokkan pada ambing/susu induk yang umum adalah dengan menyuntikkan iron dextran kedalam otot leher atau paha.

Perebutan puting susu sangat hebat saat babi baru lahir biasanya babi berebut pada babi pada bagian depan karena susu yang paling banyak diproduksi. Oleh sebab itu anak yang lemah atau kecil mendapat susu yang paling sedikit maka anak tersebut menjadi lebih kecil maka dengan itu perlu diberikan susu atau makanan tambahan bagi anak selama menyusui.

Pentirian anak babi bisa dilakuakan bila lama anak babi terlampau banyak dibanding dengan jumlah puting atau induk babi bati saat melahirkan, akan tetapi pentirian bisa dilakukan bila umur jarak antar melahirkan dengan induk lain kurang dari 2 hari, sebelum dilakukan pentirian sebaiknya diberikan bau-bauan yang sama (dengan kotoran, oli, cairan rahim atau bau yang kuat) agar induk yang menerima tidak mencium bau yang berbeda kemudian akanmenolakanak tersebut.

Pemotongan gigi taring anak babi harus dilakukan segera setelah lahir untuk menjaga agar tidak melukai ambing (susu induk), denganmenggunakan tang pemotongan ini harus hati-hati  agar tidak kena gusi/lidah, pemotongan ekor dapat dilakukan bila diperlukan untuk kebersihan danmenghindari perkelahian.

Page 237: Kandang Babi Induk.doc

Kastrasi/kebiri sebaiknya dilakukan pada anak babi jantan sebelum berumur 10 hari kecuali pada anak yang akan dicalonkan pejantan, pisau diugunakan untuk memotong skrotum, dan tangan harus steril atau didesinfektan.

Reproduksi Jantan

Sedangkan jantan lebih lama 5 – 8 bulan dengan bobot badan 75 – 110 kg akan tetapi dikawinkan pada umur 12 bulan. Sebelum digunakan sebagai pejantan perlu di tes dulu dengan mengawinkan dengan 2 – 3  dara yang akan dipotong bila setelah  4 – 5 mg kebuntingan dipotong maka didapat 8 – 10 embrio maka jantan tersebut subur/fertil. Jantan yang berumur setahun dapat dikawinkan dengan induk 7 – 8 tiap minggunya, sedangkan

pejantan dewasa 12 induk/minggu.

TARGET PRODUKSI  BABI YANG HARUS DICAPAI

Parameter Angka

Rasio jantan : BetinaKelahiran induk/thn

Service Return Rate

Jumlah anak / kelahiran

Lahir anak hidup/kelahiran

Jumlah anak yang disapih /kelahiran

Umur sapih

Jumlah anak /Induk/Tahun

Kematian babi %

Pertambahan Badan (berat badan)

-    Preweaning (3 -10 kg)

-          Weaners (10-25 kg)

-          Growers (25-55 kg)

-          Finishers ( 55- 90 kg)

Konversi Ransum (Konsumsi/PBB)

-  Preweaning

-          Weaners

18.52,4 kali

12.3 %

11.33 ekor

10.44 ekor

9.2 ekor

25.8 hari

20.3 ekor

2.5 ekor

200 gram/hari

450 gram/hari

730 gram /hari

850 gram/hari

610 gram/hari

1.0

1.6

2.3

Page 238: Kandang Babi Induk.doc

-          Growers

-          Finishers

-          Overall

-          Rata peternakan

- Tebal lemak punggung (mm)

2.8

2.3

2.8

12 mm

Categories: Reproduksi Babi  |  No Comments

SELEKSI DAN REPRODUKSI BABI

February 17, 2010 | Posted by saulandsinaga

SeleksiSeleksi ialah: memili hewan-hewan ternak yang bernilai tinggi, oleh karena itu untuk mengadakan seleksi, haruslah memilih babi-babi yang menguntungkan. Dengan seleksi bisa diharapkan ada perbaikan karakter ekonomi tertentu, misalnya pertumbuhan, daya tahan, produksi.Pelaksanaan seleksi, memilih babi-babi dewasa yang hendak dipakai sebagai bibit dapat dilakukan cara:1. Pemilihan individu (induk dan pejantang yang bagus)2. Pemilihan menurut hasil produksi keturunan3. Pemilihan menurut silsilah

Reproduksi BabiYang dimaksud dengan perkembang biakan ialah mengusahakan hewan ternak, agar bisa memperoleh keturunan. Dengan demikian mengembang biakan babi pun mengusahakan agar babi-babi yang dipiara, bisa memperoleh keturunan pula. Seorang peternak yang terampil harus memperhatikan pemilihan bibit yang memenuhi persyaratan dalam penyeleksian dan perkawinan.Babi termasuk hewan yang subur untuk dipelihara kemudian dijual, karena jumlah perkelahiran (litter size) lebih dari satu (polytocous) dan jarak perkelahiran pendek. Seekor induk dalam satu tahun dapat menghasilkan dua kali melahirkan dan 20 ekor anak sama dengan 1800 kg daging sapi setahun.Untuk memperoleh hasil yang memuaskan dan menguntungkan maka seorang peternak yang ingi maju perlu mengetahui hal-hal yang menyangkut tentang perkembang biakan ternak (babi), berikut ini kita akan pelajari tentang:

a) Organ reproduksi jantan Organ Reproduksi Jantan fungsi umumnya adalah : Memproduksi sel jantan, disebut spermatozoa (sperma) Memasukkan sperma pada alat reproduksi betina pada saat bertepatan.Nama Letak/bentuk FungsiTestis 2 buah Berada diluar tubuh dan dibungkus scrotum memproduksi sperma, menghasilkan hormon testoteron (memelihara kedewasaan, memelihara organ reproduksi,

Page 239: Kandang Babi Induk.doc

menumbuhkan nafsu sexual sehingga menimbulkan keinginan untuk kawin.Seminiferous tubules Terdapat dalam testes bebentuk tabung yang bergulung-gulung sperma dihasilkan dalam tabung ini, terus menerus semenjak akil balik.Saluran efferen Terletak antara testes dan epididymus Saluran yang membawa sperma dari rate testes menuju epididymisEpididymis Tabung besar yang berkelok-kelok Sebagai jalan keluarnya sperma, menyimpan sperma, keluarnya cairan yang memberi makan sperma, tempat dimana sperma menjadi masak.Vas deferens Saluran yang bulat Membawa sperma kedalam urethra pada saat ejakulasi (penyemprotan)Kelenjar prostat Terletak dileher kandung air kencing (bladder). Membersikan urethra selama ejakulasi dan melebarkan sehingga sperma bisa keluar dengan lancar.Kelenjar Cowper’s Terletak diatas urethra, di daerah pervis Menghasilkan alkalin yang dapat membersihkan urethra pada saat semen terlepas.Urethra Suatu tabung panjang yang menghubungkan kandungan air kencing dengan glan penis Jalan sperma dan air kencingPenis Adalah alat kopulasi Untuk memasukkan seperma pada saat perkawinan.Sperma Sperma disebut juga semen, yang berarti benih (bahasa Yunani) diproduksi dalam testis oleh cellular dalam bentuk yang kental seperti agar-agar

b) Organ reproduksi betinaNama Letak/bentuk FungsiOvarium Babi mempunyai 2 ovarim yang berbentuk bulat kecil Menghasilkan ovum (telur) dan berbagai hormon yg membantu dalam reproduksi dan mempengaruhi pertumbuhanOviduct Bagian alat reproduksi yang menghubungkan ovarium dengan uterus Pada oviduc bagian atas telur dibiahiUterus Bagian reproduksi yang paling luas Mempersiapkan tempat bagi telur-telur yang telah dibuahi sampai berkembang menjadi janin (anak babi) + 114 hariCervix Merupakan bulatan yang kuat, yang menghubungkan vagina dan uterus Pada saat perkawinan terjadi, cervix ini mengunci ujung penis dengan lipatan urat itu sehingga mendorong pejantan berejakulatieVagina Saluran yang cukup lebar yang menghubungkan uterus dengan vulva. Pada saat perkawinan penis masuk vagina supaya bisa mengendapkan semen ke dalam uterus.Vulva Alat kelamin vagian luar yang terbuka, dan pada bagian bawah terdapat clitoris. Bila babi birahi, alat ini nampak merah.

c) Masa birahi (head period)Peristiwa Interval Rata-rataUmur saat pubertas (bln) 4-7 (bln) 6 (bln)Lama birahi (hari) 1-5 (hari) 2-3 (hari)Panjang siklus birahi 18-24 (hari) 21 (hari)Waktu ovulasi (jam setelah birahi) 12-48 (jam) 24-36 (jam)Saat yang baik untuk kawin Estrus hari keduaLama kebuntingan (hari) 111-115 114 (hari)3 bln, 3 mg, 3 hari

Hanya pada saat-saat birahi saja, babi mau menerima pejantan atau dapat dikawinkan. Tanpa timbul birahi, babi tidak dapat dipaksakan kawin. Oleh karena itu peternak secara cepat mengetahui masa birahinya.

Page 240: Kandang Babi Induk.doc

Tanda-tanda birahi : Babi nampak gelisah dan berteriak-teriak Kemaluan bengkak, pada vulva nampak merah, bagi babi induk yang sudah sering beranak biasanya tak begitu nampak merah Selalu mencoba menaiki temannya, atau ingin keluar dari kandang Bila punggung diberi beban atau diduduki diam saja. Dari kemaluan sering keluar lendir.

Faktor-faktor yang mempengaruhi cepat lambatnya birahi pertama: Faktor bibit Faktor lingkungan, seperti iklim, makan, stress akibat sakit Karena terganggu gemuk bisa terlambatd) Mengawinkan babiMenurut penelitian, ovulasi : terlepasnya sel telur dari indung telur 30-35 jam atau hari kedua setelah gejalah birahi terlihat. Sedang sel jantan (sperma) yang ada didalam vagina cervix akan saling bertemu pada saluran telur (oviduc) bagian atas dekat ovarium.Didalam alat reproduksi betina, sperma dapat hidup 24-48 jam. Dan untuk mencapai oviduc memerlukan waktu 4-6 jam. Akan tetapi perlu diketahui bahwa ada sperma yang hidupnya lebih pendek, kurang dari 24 jam setelah terjadi ovulasi dan tidak semua sel telur bisa dibuahi. Jumlah sel telur bisa 12-16, yang masak bersama-sama dan bisa dibuahi. Akan tetapi sering juga sampai 20 buah: sebaliknya, juga tidak jarang hanya 3 atau 4 buah.Kita mengawinkan babi harus betul-betul tepat pada waktunya, yakni babi dikawinkan pada hari kedua setelah nampak birahi. Terkecuali babi dara (gilt) bisa dikawinkan pada hari pertama dari masa birahi. Karena birahnya babi dara lebih pendek dibanding babi-babi yang pernah beranak. Apabila babi yang sedang birahi itu tidak dikawinkan, birahi akan terulang kembali pada 18 – 24 hari, atau rata-rata 3 minggu (21 hari)

e) Mengawinkan babi dara dan induk yang telah beranak Mengawinkan babi dara Babi mulai baliq pada umur 5-6 bulan, sudah birahi tapi sebaiknya jangan dikawinkan dulu, karena kedewasaan tubuh baru tercapai pada umur 8-10 bulan dengan berat badan + 100-120 kg. Untuk mencapai konsepsi (pembuahan) yang tinggi hendaknya, babi itu dikawinkan 2 kali selama masa birahi Babi yang baru dikawinkan hendaknya ditempatkan tepisah dari babi-babi lain, selama 2 hari, diberikan makanan yang baik dan ditempatkan dilingkungan tenang. Mengawinkan induk yang telah beranak Induk yang pernah beranank yang akan dikawinkan kembali sebelumnya dilakukan penyapian terlebih dahulu. Induk yang habis menyapih pada umumnya akan birahi lagi 3-10 hari Biasanya babi yang baru menyapi akan kurus, maka sebaiknya perkawinan ditunda dulu sampai babi gemuk dan sehat kembali.

f) Sistim Perkawinan: Untuk mengawinkan babi bisa dilakukan dua sistem yakni:1. Perkawinan Alam : Pada umumnya perkawinan bisa berlangsung selama 10 – 15 menit Babi betina yang birahi dimasukkan dalam kandang pejantan, bisa dikawinkan sampai dua kali untuk mendapatkan hasil yang optimal. Betina yang kecil dan jantan yang besar bisa dibantu dengan membuat kandang secara khusus

Page 241: Kandang Babi Induk.doc

Perbandingan jantan dan betina : jantan usia 1 tahun adalah 1jantan : 15-20 betina; umur jantan setahun keatas adalah 1 jantan : 30 betina.2. Perkawinan buatan = Artificial Insimination (AI) = Insiminasi buatan (IB)Perkawinan ini adalah memasukkan serma kedalam kelamin betina dengan tindakan manusia. Keuntungan AI atau IB antara lain: Manfaat seekor pejantan bisa diperbesar Perkawinan bisa dilakukan diantara hewan yang tempatnya berjauhan, misalnya babi Indenesia dengan Autralia atu Belanda. Dengan IB, tidaklah setiap peternak memelihara pejantan sendiri sehingga bisa hemat biaya. Pemacek yang karena sesuatu hal, misalnya pejantan terlalu besar, pincang, dst sulit dilakukan, dengan IB dapat dikerjakan. Kelemahan IB, antara lain: Tidak semua inseminator mempunyai pengalaman yang cukup, sehingga hasil kurang terjamin. Kemungkinan akan terbawanya bagian penyakit senantiasa ada, karena pelaksanaannya yang ceroboh. Menyebarkan keturunan yang jelek. Misalnya karena sperma diambil tanpa memilih pejantan yang bagus. Terlalu banya babi yang memiliki keturunan yang sama (inbreed)

g) KebuntinganSelama bunting babi tidak akan birahi. Lama bunting rata-rata 114 hari (3 bulan, 3 minggu, 3 hari), dan lama kebuntingan bisa dipengaruhi oleh : Faktor induk : induk muda yang pertama kali bunting, biasa waktunya lebih pendek. Jumlah anak: bila jumlah anak yang dikandung lebih banyak, bisa lamanya bunting lebih pendek Bangsa babi: akan mempengaruhi kebuntingan. Babi bunting harus mendapat makanan yang cukup baik, supaya badan kuat waktu melahirkan, dan bibit tumbuh sehat (akan dibahas secara khusus)

h) Kelahiran dan KeguguranPada sistem pemeliharaan manapun, babi-babi hendak beranak haruslah disendirikan seminggu sebelum beranak agar sang induk memperoleh ketenangan.Sebagai persiapan : Kandang harus bersih dan steril (dengan Lysol kreolin) Lantai ditaburi sekam atau jerami Kandang harus keringSebelum melakukan persiapan , terlebih dahulu harus melakukan suatu persiapan dan harus mengetahui tanda-tanda babi yang hendak beranak, proses kelahiran serta kesukaran-kesukaran yang dialami. Tanda-tanda babi yang akan melahirkan: Perut sangat turun kebawah Vulva kelihatan merah dan membesar (36 jam sebelum melahirkan) Putting keras berwana kebiru-biruan, karena berisi air susu apabila dipijat keluar susu. Nafsu makan berkurang, dan nampak sangat gelisah Sering mengumpulkan sarang Biasanya mengentak-entakkan kaki dan sebentar-bentar kencing.

Page 242: Kandang Babi Induk.doc

Proses kelahiran biasanya berlangsung 1 – 12 jam, akan tetapi perlu diketahui bahwa kelahiran normal terdiri dari 3 tingkat (stadium):1. Stadium persiapan : Ikatan rahim menjadi kendor dan turun letaknya Sisi badan menjadi cekung dan pinggangnya menjadi turun kebawah, karena jaringan pengikat menjadi elastis. Bibir kemaluan merah, membesar Ambing menjadi tegang, berisi air susu, dan putting menunjukkan warna kebiruan pertanda anak akan segera lahir. Induk siap-siap mengumpulkan sarang2. Stadium pembukaan: Pada saat ini rahim mulai berkontraksi (mengkerut), hal ini tak nampak dari luar, yang bisa diperhatikan adalah tingkahlakunya saja, dimana babi nampak gelisah, tidur berdiri berulang kali, memukul-mukul ekornya, mengentak-entak kaki sering kencing. Akibat kontraksi rahim, janin mencapai letak yang tepat yakni perut turun kebawah dan tubuh nampak memanjang. Pada saat ini cervix terbuka lebar, karena daging mulai mengendor. Cervix yang tak dapat terbuka menyulitkan kelahiran dan berbahaya.

3. Stadium Pelepasan:Setelah melewati stadium pembukaan karena bantuan dari kontraksi rahim beserta kejang daging perut, maka janin mulai keluar. Keguguran, hal ini terjadi karena berbagai sebab. Karena temperatur tubuh terlalu tinggi Ransum kekurangan zat-zat tertentu (mineral, protein, vitamin-vitamin) Akibat keracunan Induk menderita anemia Infeksi uterus yang mengakibatkan makanan untuk janin terputus Induk menderita Brucellosis (keguguran menular) Kesukaran dan keterlambatan pada waktu melahirkan : Cervix terlalu sempit, tak dapat terbuka secara wajar Kontraksi rahim lemah, akibat infeksi Anak yang keluar melintang Adanya dua ekor anak yang keluar bersama-sama Karena anak yang lahir kepala atau pantatnya terlampau besar.

Page 243: Kandang Babi Induk.doc

PENYEBAB ABORTION PADA BABI (IRA KHAIRANI)

March 25, 2010 | Posted by saulandsinaga

Abortus atau keluron adalah pengeluaran fetus sebelum akhir masa kebuntingan dengan fetus yang belum sanggup hidup, sedangkan kelahiran prematur adalah pengeluaran fetus sebelum masa akhir kebuntingan dengan fetus yang sanggup hidup sendiri di luar tubuh induk (Toelihere, 1985).

Abortus dapat terjadi pada berbagai umur kebuntingan dari 42 hari sampai saat akhir masa kebuntingan. Abortus dapat terjadi bila kematian fetus di dalam uterus disertai dengan adanya kontraksi dinding uterus sebagai akibat kerja secara bersama-sama dari hormon estrogen, oksitosin, dan prostaglandin F2? pada waktu terjadinya kematian fetus itu. Oleh karena itu fetus yang telah mati terdorong keluar dari saluran alat kelamin (Hardjopranjoto, 1995).

Penyebab abortus secara garis besar dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu abortus karena sebab-sebab infeksi dan, abortus karena sebab-sebab non infeksi.

1. Abortus karena infeksi :

Brucellosis

Sifat dan Kejadian

Page 244: Kandang Babi Induk.doc

Brucellosis adalah penyakit hewan menular yang secara primer menyerang sapi, kambing, babi dan sekunder beberapa jenis hewan lainnya dan manusia. Brucellosis disebabkan bakteri Brucella abortus (Anonim, 1978). Abortus karena Br. abortus umumnya terjadi dari bulan ke-6 sampai ke-9 periode kebuntingan. Kejadian abortus berkisar antara 5-90% di dalam suatu kelompok ternak tergantung pada berat ringan infeksi, daya tahan hewan bunting, virulensi organisme dan faktor-faktor lain (Toelihere, 1985).

Terjadinya keguguran setelah kebuntingan 5 bulan merupakan petunjuk kunci untuk menemukan penyakit ini. Seekor sapi betina setelah keguguran itu masih mungkin bunting lagi tetapi tingkat kelahiran akan rendah dan tidak teratur (Blakely & Bade, 1991). Sedangkan menurut Akoso (1990), terjadinya keguguran karena penyakit ini biasanya pada usia kebuntingan 7 bulan. Kemungkinan selaput janin akan tertinggal lama dan menyebabkan sapi menjadi mandula dalah merupakan gejala penyakit iniPenularan penyakit ini dapat terjadi melalui ingesti makanan dan air yang terkontaminasi oleh kotoran-kotoran dari alat kelamin hewan yang mengalami abortus. Disamping itu penularannya dapat juga terjadi melalui selaput lendir mata dan melalui IB dengan semen terinfeksi. Anak sapi yang menyusu dari induk yang tertular juga dapat tertulari (Toelihere, 1985).

Ä  Patogenesis 

Permulaan infeksi brucellosis terjadi pada kelenjar limfe supramamaria. Pada uterus, lesi pertama terlihat pada jaringan ikat antara kelenjar uterus mengarah terjadinya endometritis ulseratif, kotiledon kemudian terinfeksi disertai terbentuknya eksudat pada lapisan allantokhorion. Brucella banyak terdapat pada vili khorion, karena terjadi penghancuran jaringan, seluruh vili akan rusak menyebabkan kematian fetus dan abortus. Jadi kematian fetus adalah gangguan fungsi plasenta disamping adanya endotoksin. Fetus biasanya tetap tinggal di uterus selama 24-72 jam setelah kematian. Selaput fetus menderita oedematous dengan lesi dan nekrosa (Hardjopranjoto, 1995).

Pengendalian dan Pencegahan

Upaya yang dapat dilakukan terhadap pencegahan penyakit ini adalah memisahkan sapi yang menderita abortus pada tempat yang terisolasi, menghindari perkawinan antara pejantan dengan betina yang menderita abortus, jangan memberikan susu pada sapi dengan susu sapi yang menderita abortus, selalu memperhatikan kebersihan baik kandang maupun peralatan kandang dan peralatan pemerah yang digunakan, serta melaksanakan vaksinasi secara teratur (Siregar, 1982). Apabila terjadi abortus akibat Brucella abortus fetus dan placenta yang digugurkan harus dikubur atau dibakar dan tempat yang terkontaminasi harus didesinfeksi dengan 4% larutan kresol atau desinfektan sejenis (Toelihere, 1985).

Ä  Leptospirosis

Sifat dan Kejadian

nLeptospirosis pada sapi disebabkan oleh spirocheta yang kecil dan berbentuk filamen, yang terpenting diantaranya adalah Leptospira pamona, L. hardjo, L. grippotyphosa dan L. conicola. Organisme ini mudah dimusnahkan oleh panas, sinar matahari, pengeringan, asam, dan desinfektan. Leptospira dapat hidup selama beberapa hari atau minggu dalam lingkungan

Page 245: Kandang Babi Induk.doc

yang lembab pada suhu sedang seperti di tambak, aliran air yang macet atau di tanah basah (Toelihere, 1985).

Air merupakan media penyebaran utama untuk penyakit ini. Penularannya dapat pula melalui luka, semen, baik perkawinan alamiah maupun perkawinan dengan IB. selain dapat menular ke ternak lain penyakit ini juga dapat menular ke manusia (Blakely &Bade, 1991). Pembawa utama Leptospira adalah rodentia. Anjing dan babi dapat berfungsi sebagai pembawa potensial (Anonim, 1980).

Penyebaran Leptospirosis bergantung pada keadaan luar, yaitu penyebarannya terutama melalui air dan lumpur. Hewan biasanya mengeluarkan Leptospira melalui air kemih. Bila air kemih in tiba di dalam air atau lumpur yang sedikit alkali atau netral maka Leptospira itu dapat tinggal hidup berminggu-minggu. Bila hewan atau orang kontak langsung dengan air atau lumpur ini maka ia terinfeksi. Leptospira ini masuk ke dalam tubuh melalui selaput lendir konjungtiva, mulut, hidung dan luka kulit.

Ä  Patogenesis

Setelah infeksi terjadi pada sapi, Leptospira masuk dan berkembang di dalam aliran darah. Masa inkubasi terjadi 4-10 hari dengan fase bakteremia yang akan berakhir kira-kira 7 hari, diikuti pengeluaran Leptospira dalam air susu dan terjadi kerusakan fungsi ginjal. Dengan terbentuknya antibody dalam sirkulasi darah setelah 5-10 hari bakteremia berhenti, bakteri akan melokalisir dan menetap di sejumlah organ tubuh terutama tubulus renalis ginjal dan alat kelamin dewasa. Selanjutnya Leptospira dikeluarkan dalam urine selama 20 bulan atau lebih, tergantung pada serotype dan umur sapi. Pada induk sapi yang bunting maupun tidak bunting Leptospira akan menetap pada uterus pasca infeksi. Lokalisasi Leptospira pada uterus yang bunting dapat menulari fetus, diikuti dengan keluarnya kotoran yang mengandung Leptospira dari alat kelamin sampai 8 hari pasca lahir. Leptospira dapat juga menetap di tuba falopii 22 hari setelah melahirkan (Hardjopranjoto, 1995).

Pengendalian dan Pencegahan

Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan tindakan-tindakan higienik dan sanitasi, vaksinasi dan pengobatan antibiotika. Bakterin dapat memberi kekebalan yang baik selama 2 sampai 12 bulan. Oleh karena itu vaksinasi memakai bakterin sebaiknya dilakukan 2 kali dalam 1 tahun. Pengobatan terhadap leptospirosis akut meliputi penyuntikan antibiotika dalam dosis tinggi seperti 3 juta satuan penicillin dan 5 gram streptomycin 2 kali sehari atau 2,5-5 gram tetracycline per 500 kg berat badan setiap hari selama 5 hari (Toelihere, 1985). Sedangkan cara pengendalian yang ideal adalah dengan penyingkiran hewan pembawa (Anonim, 1980).

Ä  Camphylobacteriosis

Sifat dan Kejadian

Camphylobacteriosis yang disebabkan oleh Camphylobakter foetus veneralis (dahulu disebut Vibrio fetus veneralis) adalah salah satu penyakit penyebab utama kegagalan reproduksi pada sapi yang disebarkan melalui perkawinan. Umumnya ditemukan kematian embrio dini atau abortus pada bulan ke-4 sampai akhir kebuntingan (Toelihere, 1985).

Page 246: Kandang Babi Induk.doc

Penyebarannya lewat ingesti, masuk darah menyebabkan plasentitis dengan kotiledon hemoragik dan sekitar interkotiledonaria mengalami udema (Prihatno, 2006).

Ä  Patogenesis

Infeksi Camphylobacter fetus venerealis pada sapi betina akan diikuti oleh endometritis, ditandai dengan adanya kerusakan pada endometrium yang mencapai puncaknya pada 8-13 minggu setelah penularan, disertai keluarnya cairan keruh kemudian berubah menjadi mukopurulen yang kadang-kadang diikuti salphingitis. Eksudat ditemukan dalam kelenjar uterus disertai infiltrasi limfosit ke dalam rongga periglandular. Karena adanya endometritis, embrio akan memperoleh oksigen lebih sedikit, sehingga akan mati dalam waktu yang singkat tanpa gejala yang jelas. Abortus terjadi pada umur 2-3 bulan dengan selaput fetus yang utuh pada waktu diabortuskan (Hardjopranjoto, 1995).

Pengendalian dan Pencegahan

Pengendalian yaitu IB dengan semen sehat yang berasal dari pejantan yang sehat pula, hewan betina atau pejantan yang terkena harus istirahat kelamin selama 3 bulan dan vaksinasi dengan bakterin 30-90 hari sebelum dikawinkan atau setiap tahun (Prihatno, 2006). Sedangkan pengobatannya dapat dilakukan dengan pemberian antibiotic berspektrum luas baik pejantan maupun betina (Prihatno, 1994).

Ä  Infectious Bovine Rhinotracheitis dan Infectious Pustular Vulvovaginitis (IBR-IPV)

Sifat dan Kejadian

Penyakit ini baru dikenal sejak tahun 1950 di Amerika Serikat yang disebabkan oleh virus. Penyebaran virus ini adalah melalui udara yaitu pada saat banyak hewan berkumpul. Hingga sekarang hanya sapi yang diketahui peka terhadap penyakit ini. Infeksi buatan dapat dilakukan denan inhalasi larutan yang mengandung virus di dalam hidung atau dengan injeksi intra tracheal (Ressang, 1984). Kejadian abortus dapat setiap saat, tetapi umumnya mulai bulan ke-4 sampai akhir kebuntingan (Prihatno, 2006).

Penularan penyakit ini dapat secara vertikal maupun horizontal. Secara vertical dapat melalui infeksi intra uterine, sedangkan secara horizontal dapat melalui inhalasi dari cairan hidung dan melalui semen yang mengandung virus (Anonim, 1982).

Ä  Patogenesis

Masa inkubasi virus ini berkisar antara 4-6 hari. Infeksi virus ini menyebabkan lepuh-lepuh pada mukosa vulva dan vagina, yaitu dimulai dengan bintik-bintik merah sebesar jarum pentul yang dalam waktu 2-3 hari akan membesar. Lepuh-lepuh ini berdinding tipis dan berisi cairan. Sapi yang terinfeksi mengalami demam yang disertai radang vagina. Dari vulva akan keluar cairan yang mula-mula bening kemudian bersifat nanah. Infeksi virus ini juga menyebabkan lepuh-lepuh pada fetus.dan nekrosis pada bagian korteks ginjal fetus (Hardjopronjoto, 1995).

Pengendalian dan Pencegahan

Page 247: Kandang Babi Induk.doc

Vaksinasi terhadap sapi-sapi yang tidak bunting dengan kombinasi IBR-IPV dan BVD-MD pada usia 6-8 bulan dapat dilakukan untuk mencegah penyakit ini. Sapi yang terkena diisolasi dan diistirahatkan kelamin selama kurang lebih 1 bulan kemudian untuk mencegah infeksi sekunder dapat diberikan antibiotik (Prihatno, 1994).

Ä  Bovine Virus Diarrhea Mucosal Disease (BVD-MD)

Umumnya menyerang sapi dan menyebabkan infertilitas. Pada sapi bunting yang terinfeksi dapat menyebabkan abortus.abortus dapat terjadi pada usia kebuntingan 2-9 bulan dan sangat menular. Penularan dapat lewat oral atau parenteral, urin atau feses. Infeksi pada fetus antara hari ke 45 dan 125 kebuntingan dan mungkin menyebabkan kematian fetus, abortus, resorbsi, fetal immunotoleran, dan infeksi persisten. Gejala yang nampak adalah demam tinggi, depresi, anoreksia, diare, dan produksi susu turun.

Ä  Patogenesis

Masa inkubasi secara alami berlangsung selam 21 hari. Virus masuk ke dalam aliran darah setelah terjadinya penularan (viremia), kemudian diikuti dengan timbulnya kerusakan-kerusakan sel epitel pada mukosa saluran pencernaan. Pada hewan yang buting virus ini menyebabkan plasentitis yang diikuti oleh infeksi pada fetus, kemudian diikuti abortus atau kelahiran anak yang abnormal (Hardjopranjoto, 1995).

Pengendalian dan Pencegahan

Diagnosanya sulit karena tidak ada lesi spesifik pada fetus. Uji serologik untuk menentukan titer antibodi mungkin dapat membantu diagnosa. Pencegahan dengan mengeleminir sapi terinfeksi dan melakukan vaksinasi (Prihatno, 2006).

Ä  Epizootic Bovine Abortion (EBA)

Sifat dan Kejadian

Epizootic Bovine Abortion (EBA) disebabkan oleh Chlamydia psittasi dan vektornya adalah Ornithodoros coriaceus. Penyakit ini menyebabkan abortus yang tinggi (30-40%) pada tri semester akhir kebuntingan pada sapi dara (Prihatno, 2006).

Menurut McKercher (1969) yand disitasi oleh Toelihere (1985) penyakit ini terutama menyerang fetus dan menyebabkan abortus pada umur kebuntingan 7, 8, dan 9 bulan. Beberapa fetus dilahirkan mati atau anak sapi lahir hidup tetapi lemah dan mati beberapa waktu kemudian. Gejala penyakit ini dapat dilihat dengan adanya kerusakan menyolok pada fetus yang diabortuskan pada placenta ada bercak-bercak (Partodiharjo, 1987).

Ä  Patogenensis

Virus ini terutama menyerang fetus, ditandai adanya haemorrhagia petechial pada mukosa konjungtiva, mulut dan kulit fetus. Terdapat cairan berwarna jerami umumnya terdapat di dalam rongga tubuh. Infeksi virus ini pada fetus menyebabkan hati membengkak, berbungkul kasar dan berwarna kuning dan hampir semua kelenjar limfa membengkak dan oedematous (Toelihere, 1985).

Page 248: Kandang Babi Induk.doc

Pengendalian dan Pencegahan

Melihat ganasnya penyakit ini, maka diperkirakan penyebaran yang cepat dan antibodi yang terbentuk cukup kuat dalam tubuh sapi, dapat diperkirakan vaksin akan mudah didapat. Tetapi kenyataannya sampai sekarang belum ada vaksinnya (Partodiharjo, 1987). Pengendalian penyakit ini dilakukan dengan mengisolasi dan mengobati hewan yang terinfeksi disamping pemberian vaksinasi tetapi belum ada vaksinnya (Prihatno, 1994).

Ä  Aspergillosis

Sifat dan Kejadian

Aspergillosis adalah penyakit jamur pada unggas, burung liar termasuk penguin, dan mamalia yang sudah lama dikenal. Jenis Aspergillus yang dianggap patogen untuk hewan adalah Aspergillus flavus, A. candidus, A. niger, A. glaucus. Ummnya penyakit ini bersifat menahun, akan tetapi pada hewan muda dapat berjalan akut. Pada sapi jamur dapat menyebabkan abortus bila jamur berlokasi di selaput fetus (Ressang, 1984).

Hampir semua abortus pad sapi disebabkan oleh Aspergillus fumigatus dan Mucorales. Kebanyakan abortus terjadi pada bulan ke-5 sampai ke-7 masa kebuntingan, tetapi dapat berlangsung dari bulan ke-4 sampai waktu partus. Fetus umumnya dikeluarkan dalam keadaan mati, tetapi beberapa kasus terjadi kelahiran prematur (Toelihere, 1985). Organ reproduksi yang sering ditumbuhi jamur adalah uterus (Robert, 1986).

Ä  Patogenesis

Jamur masuk lewat inhalasi sampai ke paru-paru, spora akan mengikuti aliran darah menuju plasenta dan menyebabkan plasentitis diikuti oleh kematian fetus dan abortus. Jamur juga dapat masuk ke tubuh melalui makanan, lewat ingesti spora masuk rumen menyebabkan rumenitis kemudian masuk ke dalam darah menuju plasenta dan menyebabkan plasentitis yang diikuti oleh abortus (Prihatno, 2006).

Pengendalian dan Pencegahan

Pencegahan penyakit ini dapat dilakukan dengan cara antara lain : menyingkirkan hewan penderita, menghindari pemberian makanan bercendawan, memusnahkan sumber cendawan Aspergillus, memberikan perawatan dan makanan hewan untuk mempertinggi daya tahan tubuh, bekas tempat sapi yang terinfeksi didesinfeksi. Pengobatannya dengan griseofulvin untuk hewan besar memberikan hasil yang memuaskan tetapi biaya cukup mahal (Anonim, 1981).

Ä  Trichomoniasis

Sifat dan Kejadian

Trichomoniasis adalah penyakit venereal yang ditandai dengan sterilitas, abortus muda, dan pyometra, yang disebabkan oleh Trichomonas foetus. Abortus terjadi antara minggu pertama dan minggu ke-16 masa kebuntingan (Toelihere, 1985). Penularan dari sapi betina ke sapi yang lain terjadi melalui pejantan yang mengawininya. Penyakit ini pada tingkatan yang

Page 249: Kandang Babi Induk.doc

lanjut menunjukkan keadaan preputium penis sapi jantan yang mengalami peradangan, meskipun penyakit ini dapat pula ditularkan melalui IB (Blakely & Bade, 1991).

Gejala penyakit ini ditandai dengan siklus estrus yang pendek tidak teratur, dan pada umumnya menyebabkan infertilitas yang bersifat sementara. Sering sekali ditemui abortus muda (umur 4 bulan atau kurang) dan kejadian pyometra (Partodiharjo, 1987).

Ä  Patogenesis

Pada vagina trichomonisis menimbulkan vaginitis kataralis, yang mukosa vaginanya berwarna kemerahan dan basah. Pada infeksi yang kronis didapatkan udemaa pada vulva. Pada uterus infeksi T. fetus menyebabkan endometritis kataralis yang dapat berubah menjadi purulen. Apabila sapi bunting, keradangan pada kotiledon mengakibatkan kemtian dan maserasi fetus atau abortus, kemudian disusul terjadinya piometra. Pada kasus tersebut corpus luteum gravidatum tetap berkembang dan disebut corpus luteum persisten. Plasenta mengalami penebalan dilapisi sejumlah kecil gumpalan eksudat berwarna putih kekuningan. Pada kotiledon sedikit nekrosis (Hardjopranjoto, 1995).

Pengendalian dan Pencegahan

Penanggulangan penyakit ini dapat dilakukan dengan pengobatan antibiotik secara lokal pada betina terinfeksi. Sedangkan pada pejantan terinfeksi dilakukan pembilasan kantong penis dengan antibiotik atau antiseptika ringan cukup membinasakan T. fetus. Disamping itu pengolahan semen yang digunakan untuk IB dengan baik merupakan cara pemberantasan Trichomoniasis (Partodiharjo, 1987). Semen yang beredar secara komersial dapat diberi perlakuan khusus dengan pemberian antibiotik untuk menghindari ancaman infeksi sapi betina yang di IB. pengobatan terhadap Trichomonisis dapat berhasil secara efektif dengan menggunakan antibiotik spektrum luas baik untuk pejantan maupun betina. Usaha lain yang dapat dilakukan adalah isolasi dan memberikan waktu istirahat untuk kegiatan seksual (Blakely & Bade, 1991).

1. Abortus karena sebab-sebab non infeksi

Ä  Abortus karena faktor genetik

Inbreeding menyebabkan kematian embrio, abortus dan kelahiran anak yang mati karena konsentrasi gen-gen letal perzigot lebih tinggi dibandingkan dengan pada crossbreeding (Toelihere, 1985). Gen lethal yang diperoleh dari induk dan bapaknya, dapat menyebabkan abortus. Kelainan kromosom baik pada autosom maupun kromosom kelamin juga dapat menyebabkan abortus (Hardjopranjoto, 1995).

Sebelum implantasi, embrio lebih mudah terkena pengaruh mutasi genetic dan kelainan kromosom diikuti oleh kematian fetus. Kelainan kromososm dapat dibedakan atas kelainan jumlah kromosm dan struktur kromosom. Kejadian ini dapat berlangsung karena kegagalan penyebaran kromosom atau susunan kromatin dalan sel tubuh penderita, terjadi selama berlangsungnya proses meiosis dan mitosis dari sel ovum atau sel sperma yang dapat menghasilkan dua bentuk sel yang poliploid. Yang dimaksud dengan poliploid adalah penambahan jumlah kromosom yang normal (2n+1) (Hardjopranjoto, 1995).

Ä  Abortus karena sebab-sebab hormonal

Page 250: Kandang Babi Induk.doc

Senyawa estrogenik bila diberikan dalam dosis tinggi untuk periode yang lama dapat menyebabkan abortus pada sapi (Toelihere, 1985). Hormon estrogen dihasilkan oleh folikel ovarium dan mempunyai fungsi stimulasi kontraksi uterus, juga menyebabkan uterus lebih peka terhadap pengaruh oksitosin pada saat menjelang partus. Estrogen bekerjasama dengan relaksin dapat merelaksasi servik dan ligamentum pelvis. Pada periode kebuntingan gangguan ketidakseimbangan hormone dapat menyebabkan terjadinya abortus (Hardjopranjoto, 1995).

Ä  Abortus karena defisiensi makanan

Malnutrisi untuk waktu yang lama menyebabkan penghentian siklus birahi dan kegagalan konsepsi. Defisiensi makanan dan kelaparan yang parah dapat menyebabkan abortus (Toelihere, 1985).

Ä  Abortus karena keracunan (bahan toksik)

Keracunan nitrat yang banyak dikandung oleh rumput liar dirawa-rawa atau daun cemara (pinus ponderosa) bila termakan dalam jumlah besar pada induk yang sedang bunting, dapat menyebabkan abortus pada 21-142 hari kemudiansesudah ingesti. Abortus dapat terjadi pada umur kebuntingan 6-9 bulan. Anak sapi dapat lahir premature, lemah dan mati sesudah beberapa waktu, sering juga terjadi retensi secundae. Bahan toksik yang terkandung di dalam daun pinus mungkin adalah suatu zat anti estrogenic yang akan mempengaruhi metabolisme tubuh terutama menekan sekresi kelenjar kelamin. Daun lamtoro yang diberikan dalam jumlah besar dapat menyebabkan abortus karena racun mimosin yang dikandung. Racun mimosin bila termakan induk hewan yang bunting secara berlebihan dapat mempengaruhi metablisme hormonal, sehingga menyebabkan penurunan respon ovarium terhadap sekresi hormone gonadotropin (Hardjopranjoto, 1995).

Ä  Abortus karena gangguan dari luar tubuh induk

Stress karena panas dapat menyebabkan hipotensi fetus, hypoxia, dan asidosis (Prihatno, 2006). Suhu yang panas dapat menyebabkan penurunan kadar hormone reproduksi seperti FSH dan LH, selain itu juga dapat menyebabkan penurunan volume darah yang mengalir ke alat reproduksi, sehingga menyebabkan perubahan lingkungan uterus yang lebih panas dan menambah kemungkinan kematian fetus (Hardjopranjoto, 1995).

Ä  Abortus karena sebab-sebab fisik

Pemecahan kantong amnion dengan penekanan manual pada kantung amnion selama kebuntingan muda, 30-60 hari umur kebuntingan dapat menyebabkan abortus. Sebab utama kematian fetus adalah rupture jantung atau pecahnya pembuluh darah pada dasar jantung fetus yang menyebabkan perdarahan ke dalam kantung amnion. Pemecahan corpus luteum gravidatum/verum pada ovarium akan disusul abortus beberapa hari kemudian. Pada sapi corpus luteum diperlukan selama periode kebuntingan dan kelahiran normal. Corpus luteum menghasilkan hormone progesterone yang berfungsi untuk pertumbuhan kelenjar endometrium, sekresi susu uterus, pertumbuhan endometrium dan pertautan placenta untuk memberi makan kepada fetus yang berkembang, dan menghambat pergerakan uterus untuk membantu pertautan placenta. Sehingga penyingkiran corpus luteum kebuntingan pada sapi pasti menyebabkan abortus (Toelihere, 1985).

Page 251: Kandang Babi Induk.doc

Ä  Abortus karena sebab-sebab lain

Kembar pada sapi menyebabkan lebih banyak kelahiran prematur, abortus, distokia, dan kelahiran anak yang lemah atau mati dibandingkan fetus tunggal (Toelihere, 1985). Banyaknya fetus yang ditampung oleh kedua cornua uteri dari seekor induk sangat tergantung kepada sifat genetisnya. Makin bertambahnya jumlah fetus, makin bertambah pula jumlah plasentanya dan makin bertambah ruangan didalam uterus yang dibutuhkan, serta makin bertambah kebutuhan darah untuk fetusnya. Namun demikian, kemapuan rongga uterus untuk menampung fetus secara alamiah adalah terbatas. Dengan bertambahnya fetus di dalam uterus di luar kemampuannya, dapat mengurangi penyediaan darah pada tiap fetus. Kondisi sepetri ini cenderung menyebabkan kematian fetus, khususnya bila fetus berada dalam satu cornua (Hardjopranjoto, 1995).

Categories: Penyakit Babi, Tatalaksana Babi  |  No Comments

TATALAKSANA PEMELIHARAAN BABI SAPIHAN/PIG WEANING (Pfika Vistara Indraswari)

March 23, 2010 | Posted by saulandsinaga

Sesudah 6 minggu beranak, babi induk yang bersangkutan produksi air susunya berkurang, tetapi penurunan air susu dalam jumlah besar, baru dimulai minggu ke-8. Seekor induk yang normal masa laktasinya (produksi air susunya) akan berlangsung sampai 8 minggu. Maka penyapihan pada umumnya dilakukan pada saat anak babi sudah mencapai umur 8 minggu. Dan apabila pemeliharaannya baik, pada saat itu anak babi sudah mencapai berat 14 kg. berat hidup anak babi tersebut juga dipakai sebagai criteria di dalam seleksi. Untuk mencapai target agar induk babi bisa beranak dua kali dalam waktu 1 tahun, maka anak babi harus disapih pada umur 8 minggu. Tetapi di beberapa daerah atau Negara lain yang sudah maju, ada yang melakukan penyapihan anak babi pada saat mereka berumur 6 minggu, sehingga induk babi bisa beranak 3 kali setahun.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi awal atau lambatnya penyapihan.

1. Faktor induk

Anak babi umur 5 – 6 minggu bisa segera dipisahkan dari induk mereka, mengingat induk sudah sangat kurus akibat anak disusui terlalu banyak, 12 – 14 ekor misalnya.

1. Faktor anak

Perkembangan anak cukup bagus, misalnya umur 7 minggu mencapai berat 12 kg. Walaupun produksi air susu masih cukup, penyapihan bisa lebih dipercepat. Sebaliknya apabila pertumbuhan anak lambat, maka penyapihan bisa ditunda , lebih dari 8 minggu. Tetapi juga harus diingat bahwa sesudah 8 minggu, produksi air susu akan menurun.

1. Faktor peternak

Bagi para peternak yang sudah maju, di mana makanan, tatalaksana serba baik, maka penyapihan anak babi bisa dilaksanakan pada umur 6 minggu. Jadi dalam hal ini penyapihan

Page 252: Kandang Babi Induk.doc

tidak bisa dilakukan atau dipertimbangkan dari satu segi saja, misalnya umur 8 minggu. Tetapi yang harus dipertimbangkan adalah kaitanya denga faktor-faktor lain yang menjamin terhadap pertumbuhan dan kehidupan mereka lebih lanjut.

Penimbangan anak babi umur 3 minggu

Penimbangan anak babi sangat penting, sebab dengan cara ini pertumbuhan awal bisa diketahui.

Ada berbagai faktor yang mempengaruh berat badan anak babi :

Produksi air susu induk. Jumlah anak yang dilahirkan.

Pemeliharaan terhadap induk yang sedang menyusui, lebih-lebih mengenai kualitas makanan.

 Keturunan

 

Pemotongan gigi

Anak babi yang baru lahir giginya sudah tumbuh sempurna, dan tajam. Namun demikian gigi tersebut belum berfungsi, bahkan merugikan induk yang sedang menyusui, ataupun sesame anak babi, karena saling menggigit. Akibat gigitan tersebut puting terluka sehingga induk merasa kurang enak karena kesakitan saat menyusui. Untuk menghindari hal tersebutm perlu adanya pemotongan gigi anak babi. Pemotongan bisa dilakukan dengan menggunakan alat khusus yang berbentuk seperti tang. Apabila lat tersebut tidak ada, bisa menggunakan gunting kecil yang tajam.

Menambah zat besi pada anak babi

Anak babi sampai dengan umur 10 hari merupakan hari-hari yang kritis, terutama terhadap penyakit kekurangan zat besi (anemia). Ada beberapa penyebab anemia yaitu :

Karena anak babi kedinginan dan keadaan kandang lembab. Kekurangan mineral, khususnya zat besi, tembaga, dan colbalt.

Zat besi adalah unsur yang penting di dalam haemoglobin yang berfungsi untuk mengangkut oxygen ke seluruh tubuh. Kekurangan zat besi ini menyebabkan anemia. Dan hal ini sangat banyak dialami pada anak babi yang dipiara di dalam kandang terus-menerus, sedang air susu induk sendiri hanya mengandung zat besi yang jumlahnya sangat rendah. Untuk mengatasi supaya anak babi terhindar dari penyakit anemia, maka semua anak babi yang baru lahir harus ditambahkan zat besi dengan cara oral atau injeksi.

Cara-cara penambahan zat besi yang biasa dilakukan adalah :

Diberikan capsul zat besi atau pasta yang diberi lewat mulut pada saat anak babi itu berumur 3 hari, 7 hari dan 10 hari.

Page 253: Kandang Babi Induk.doc

Diinjeksi dengan sulpha ferros (preparat anti anemia),

Diberi mineral tablet yang berisikan zat besi, cobalt pada waktu anak babi berumur 24 jam dan kemudian diulangi pada hari ke-7 dan k3-10.

o Pengobatan cacing

Pada umumnya babi muda mudah kena infeksi cacing bulat. Untuk menghindari infeksi tersebut, semua babi sapihan harus diberi obat cacing, sebelum mereka dipindahkan ke kandang lain.

Kematian anak babi dan mengurangi jumlah kematian

Jumlah kematian anak babi sebelum dipisahkan dapat mencapai 30 – 50%. Sedangkan kematian sesudah disapih 5 – 10%. Hal ini terjadi pada peternakan babi yang pemeliharaannya kurang cermat.

Faktor-faktor yang menyebabkan kematian anak babi , antara lain :

1. Perhatian pemelihara terhadap babi yang melahirkan kurang, sehingga anak babi mati terimpit atau terinjak induknya.

2. Perlengkapan kandang kurang, misalnya tidak ada kotak, dinding penghalang, sehingga anak babi tidur bersama induknya terimpit badan induknya.

3. Air susu kurang, tidak keluar sama sekalo, atau jumlah anak yang lebih banyak dari putting induk.

4. Kekurangan zat-zat makanan, akibat ransum induk yang kurang baik.

5. Sifat buas induk (kanibalis), sehingga anaknya digigit dan dimakan induknya, induk tidak bisa mengasuh anaknya dengan baik.

Menguranig jumlah kematian :

1. Di dalam praktek usaha yang biasa dilakukan ialah pada waktu induknya tidur harus dipisahkan dengan pintu penghalang, atau anak-anaknya ditaruh di dalam kotak.

2. Bila udara dingin diusahakan pemanasan, atau bagi anak babi yang sudah agak besar pada lantai tempat mereka tidur bisa diberi alas dari brambut, serbuk gergaji, jerami kering.

3. Peternak harus memperhatikan induk-induk yang mempunyai sifat kanibalis, yang kemudian mengafkirnya.

4. Member makanan yang gizinya cukup.

5. Menjaga kebersihan kandang.

 DAFTAR PUSTAKA

http://blogs.unpad.ac.id/SaulandSinaga/?cat=1

Categories: Tatalaksana Babi  |  No Comments

Page 254: Kandang Babi Induk.doc

SELEKSI PADA INDUK BABI BAKALAN (AHMAD RADIK RAHARJA)

March 21, 2010 | Posted by saulandsinaga

Seleksi Memilih Babi Bakalan Induk

Dara pengganti induk harus di pilih dengan cermat dan sungguh – sungguh .babi dara ini paling sedikit harus sebaik induk yang di gantikannya dan di inginkan yang lebih syuperior dalam hal produktivitas dan kualitas dan performens yang potensial yang dapat diteruskan keturunanya.

Calon – calon induk harus :

1) subur  menghamil anaknya

2) sanggup mengasuh anak- anaknya

3) berasal dari yang berkualitas genetis yang baik.

Kriteria  seleksi yang di berlakukan  bagi babi dara termasuk perkembangan kelenjar susu ,bentuk fisik , dan performans harus baik.

Perkembangan kelenjar susu

 Babi dara perlu sekali memiliki minimum  12 putting normal yang berspasi dan berpasangan baik sepanjang garis bawah perut .jumlah putting yang seharusnya dimiliki babi dara dapat di periksa ulang sewaktu babi dara mencapai bobot babi potong .babi dara yang diduga memiliki putting buta ,putting terbalik atau ketidaknormalan yang lain yang di temukan sewaktu mencapai babi potong harus di afkir . putting yang tidak berfungsi  pada saat babi dara melahirkan, jelas akan mengurangi kesanggupan menyusukan anak yang banyak .Produktivitas babi dara akan sangat rendah karena jumlah anak yang akan di sapih akan rendah oleh putting yang tidak berfungsi .Oleh alasan ini maka perkembangan kelenjar susu harus diutamakan juga saat memlih babi  dara untuk bibit.segi pewarisan.

Kebaikan fisik

Kebaikan fisik harus di tinjau dari segi perwarisan genetis maupun kesaangupan bertahan terhadap stress lingkungan. Babi dara yang tidak normal fisiknya dapat meneruskannya kepada keturunanya. Terutama struktur kaki perlu mendapat perhatian karena hal ini langsung berpengaruh terhadap performans betina .Bagi babi dara terutama hal ini penting karena ia harus berdiri di lantai semen dan memikul berat pejantan saat kawin dan juga mengemban berat masa bunting ,Seseorang  dapat memperbaiki keadaan fisik ternaknya dengan mengafkir rernak yang lemah kakinya.

 Performans 

Kreteria  utama seleksi yang lain adalah perfprmans bagi dara ,yang meliputi khas seperti kualitas karkas dan laju pertumbuhan dan keefisienan menggunakan makanan .seekor babi

Page 255: Kandang Babi Induk.doc

dara pengganti harus memiliki kualitas karkas dan pertumbuhan yang lebih baik dari ternak biasa atau rata – rata ternak .

Tahap Seleksi Induk :

    1.     Seleksi dari babi siap jual  umur 5-7 bulan     

              ( kaki, perut, organ rep, temperamen,pertumbuhan, TLP, FCR)

    2.     Telah divaksin Erysipelas, Leptospirosis parvovirus.

    3.     Kawinkan pada estrus ke 2 dan 3. Lama  114 +/-  4 hari

Penanganan Induk Bunting :

1. Cek induk bunting atau tidak 21 hari kemudian2. Cek Ultrasonic 30 hari setelah kawin

3. Induk Bunting 2 – 3 kg/hari air adlibitum

4. Induk di vaksin E. Coli, Erysipelas, Leptospirosis, parvovirus.

 

Penanganan Induk Melahirkan

1. Induk melahirkan 2,5 – 3 jam/litter2. Induk tersebut lahir berbaring

3. Isolasi dari babi lain

4. Siapkan guard rail/ crate untuk anak tidak tertindih, cold, bedding, penghangat.

5. Selama melahirkan diawasi trus.

 

Ciri Induk Babi Mau dan telah Melahirkan

1. Gelisah, sering bangun tidur.2. Menggit pintu/batang

3. Mengorek-ngorek lantai

4. Membuat sarang bila bahan ada

5. Adanya colostrum pada puting

6. Vulva bengkak turun

7. Keluarnya cairan uterus ketika mau keluar anak pertama

8. Proses melahirkan 15 menit/anak

Page 256: Kandang Babi Induk.doc

9. Keluarnya plasenta jika anak semua keluar

10. Induk tidak langsung mau makan pada hari proses melahirkan.

 

Induk Babi Laktasi / Menyusui

1. Laktasi bisa lebih dari 8 bulan2. Usahakan  3 – 4 minggu

3. Keluar susu biasanya interval 45 menit

4. Induk total dapat mengontrol air susunya

5. Teat order biasanya 1 – 2 hari stlh lahir

6. Ikatan induk dengan anak dengan suara dan bau

7. Untuk fostering beda lahir ½ hari

8. Fostering untuk mengseragamkan berat anak

9. Produksi susu 10l/hari bantu dengan creep feeding untuk meningkatkan growth anak

10. Sediakan air minum induk 20 – 25 l/air  

 

Waning to Remating/ Culling

1. Untuk meningkatkan produktifitas induk2. 2 minggu tidak estrus induk di culling

3. Induk biasanya 6 kali melahirkan stlah itu culling

4. Kontak jantan dan pencahayaan sangat membantu estrus

5. Much Feed and Water during mating

 

 

Pelaksanaan seleksi, memilih babi-babi dewasa yang hendak dipakai sebagai bibit dapat dilakukan cara:

1. Pemilihan individu (induk dan pejantang yang bagus)

2. Pemilihan menurut hasil produksi keturunan

3. Pemilihan menurut silsilah Calon – calon induk harus subur  menghamil anaknya,

Page 257: Kandang Babi Induk.doc

sanggup mengasuh anak- anaknya dan  berasal dari yang berkualitas genetis yang baik.

Kriteria  seleksi yang di berlakukan  bagi babi dara termasuk perkembangan kelenjar susu ,bentuk fisik , dan performans harus baik

Tahap Seleksi Induk :

    1.     Seleksi dari babi siap jual  umur 5-7 bulan     

             ( kaki, perut, organ rep, temperamen,pertumbuhan, TLP, FCR)

    2.     Telah divaksin Erysipelas, Leptospirosis parvovirus.

    3.     Kawinkan pada estrus ke 2 dan 3. Lama  114 +/-  4 hari

DAFTAR PUSTAKA

Sihombing.2006.Ilmu Ternak Babi. Cetakan kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University.

http://animal-intelektual.blogspot.com/2009/07/seleksi-individu-ternak.html

Diakses tanggal : 5 Maret 2010, 11:00 WIB

http://blogs.unpad.ac.id/saulandsinaga/category/perkawinan-dan-reproduksi-babi/ diakses tanggal 10 Maret 2010, !0:00 WIB

http://matanews.com/2009/04/27/bali-deteksi-penumpang-ln-hindari-flu-babi/ diakses tanggal 11 Maret 2010, !2:10 WIB

http://blogs.unpad.ac.id/SaulandSinaga/wp-content/uploads/2009/04/pict0350.jpg diakses tanggal 11 Maret 2010, !2:10 WIB

Categories: Reproduksi Babi, Tatalaksana Babi  |  1 Comment

Tatalaksana Anak Babi Menyusui (Adhy W)

March 18, 2010 | Posted by saulandsinaga

A. Anak babi yang baru lahir

• Anak babi yang baru lahir harus segera dibebaskan dari selaput lender yang menutupi lobang mulut dan hidung. Sebab sesudah tali pusar putus mereka harus segera bisa bernafas lewat mulut dan hidung.

• Tali pusar dibiarkan putus dengan sendirinya. Setelah tali pusar ini putus barulah bisa dipotong sepanjang kurang lebih 2,5 cm dan didesinfektan dengan yodium tinctuur 7% atau obat merah, untuk menghindari infeksi. Sebenarnya lender yang menutupi tubuh itu akan menjadi kering sendirinya, demikian pula tali pusarnya pun akan putus dengan sendirinya. Tetapi bagi peternak yang baik, membiarkan keadaan semacam itu tanpa ada suatu pertolongan adalah kurang bijaksana.

Page 258: Kandang Babi Induk.doc

 • Anak babi yang baru lahir diusahakan segera bisa menyusu, sebab air susu pertama (colustrum) penuh dengan zat-zat dan antibiotic yang sangat diperlukan bagi kehidupan anak babi yang baru lahir. Biasanya anak babi yang kuat akan memperoleh puting yang air susunya lancer. Tetapi sebaliknya babi yang lemah akan terdesak dan akan memperoleh putting yang jelek, yang air susunya sedikit.

B. Pemeliharaan anak babi umur 3 – 10 hari

Anak babi umur 3 – 10 hari mengalami masa kritis. Pada saat itu mereka sangat sensitive dan tiada berdaya menghadapi lingkungan yang berat. Sehubungan dengan hal tersebut maka para pertenakan harus betul-betul memberikan perlakuan yang cermat.

 Kemungkinan-kemungkingan yang biasa dihadapi ialah :

 • Anak babi mudah kedinginanBeberapa hari sesudah lahir, anak babi keadaannya sangat berbahaya yaitu mudah menggigil kedinginan, karena kulitnya tidak memiliki perlindungan bulu seperti anak sapi atau domba, maupun kambing. Maka pada saat itu lampu di dalam indukan harus dinyalakan, agar ruangan menjadi hangat dan dengan adanya sinar lampu anak babi akan merasa senang, sebab mereka sangat tertarik terhadap sinar lampu.

 • Anak babi banyak mati tertindihSebab pada saat itu mereka sangat lemah, belum lincah bergerak menghindari kemungkinan-kemungkinan yang merugikan atau menimpa dirinya.

 • Anak babi mati lemasSering terjadi induk yang habis melahirkan kena infeksi agalactia atau konstipasi. Sehingga ambing mengeras dan tidak menghasilkan susu. Peristiwa atau kegagalan air susu induk ini bisa mengakibatkan anak babi mati lemas. Sebab satu-satunya sumber makanan tidak dapat dipenuhi.

 

 

 

 

C. Anak babi yang kehilangan induk

 

Sering terjadi induk jatuh sakit, atau mati pada waktu melahirkan. Sehingga anak-anaknya tidak bisa diasuh lagi. Apabila ada peristiwa semacam ini maka peternak harus segera bisa mengatasi atau memberikan pertolongan. Mereka bisa ditolong dengan berbagai cara :

 • Diberi air susu sapi Dengan cara ini biasanya anak babi banyak tidak bisa tertolong, sebab susunan air susu sapi berbeda.

Page 259: Kandang Babi Induk.doc

• Dititipkan atau diasuh oleh induk lainAnak babi bisa dititipkan kepada induk yang mempunyai anak yang umurnya sebaya dengan anak yang akan dititipkan. Cara ini biasanya juga mendapat kesulitan, sebab induk babi dengan mudah bisa membedakan anak sendiri dan anak titipan, sehingga anak babi yang berasal dari luar selalu dimusuhi habis-habisan.Hal ini bisa diatasi dengan cara, pertama anak-anak babi dari induk lain, sebelum dimasukkan ke dalam kandang induk baru, terlebih dulu harus dicampur dengan anak-anak sendiri dalam satu kotak, agar baunya menjadi sama. Kedua atau dengan cara lain, anak babi dari induk lain ataupun anaknya sendiri diberi bau-bauan yang sama, misalnya dengan memberikan minyak tanah atau minyak kayu putih. Yang dioleskan pada sekitar mukanya. Dengan cara demikian bisanya mereka dengan mudah bisa diterima oleh induk baru yangakan mengasuh.Untuk mempertimbangkan dalam memberikan pertolongan terhadap anak-anak babi yang tidak bisa diasuh oleh induknya sendiri, di bawah ini dikemukakan mengenai susunan colustrum, air susu sapid an air susu babi.

1) Susunan colustrum, air susu babi biasa dengan air susu sapi

Induk yang habis melahirkan susu pertama yang disebut colustrum. Kandungan zat-zat di dalam colustrum ini cukup tinggi, lebih-lebih protein yang di dalamnya terkandung unsure globulin (antibody yang terdapat pada darah). Globulin ini berisikan anti-bodi yang muntlak diperlukan anak babi yang baru lahir yang berguna untuk mempertahankan tubuh terhadap infeksi. Tetapi perlu diketahui bahwa dalam waktu yang singkat susunan zat makanan dan globulin dalam air susu tersebut cepat berubah dan menurun

2) Antibodi pada anak babi

Anak bai yang baru lahir, sirkulasi antibodi yang terdapat dalam tubuhnya (darah), yang berguna untuk menghadapi infeksi penyakit, tidak efektif. Hal ini sangat berbeda apabila dibandingkan dengan antibodi pada manusia. Pada manusia semenjak anak itu masih dalam kandungan telah memperoleh antibodi dari sang ibu.Tetapi keuntungan colustrum babi tersebut kaya akan munoglobulin (molekul antibodi), dan di samping itu alat pencernaan pada babi yang baru lagir, di dalam waktu yang singkat bisa mengabsorpsi molekul dalam jumlah yang sangat besar. Dan dalam keadaan yang normal molekul tersebut bisa diabsorpsi dalam waktu satu jam sesudah anak babi itu menyusu.Peristiwa ini akan menjadi lebih sempurna setelah berlangsung 6 jam. Kandungan immunoglobulin yang paling tinggi adalah colustrum. Itulah sebabnya anak-anak babi yang baru lahir harus segera mendapatkan air susu induk.

 3) Kekebalan anak babi

Anak babi yang baru lahir tidak memiliki kekebalan atau pertahanan tubuh terhadap infeksi penyakit. Dan kekebalan ini baru bisa terbentuk setelah anak babi mendapat colustrum. Karena colustrum banyak mengandung protein, dan di dalam protein itu terdapat immunoglobulin. Kekebalan (immunitas) yang diperoleh dari colustrum ini merupakan pertahanan tubuh pada kehidupan selama umur 10 – 14 hari. Setelah umur tersebut kekebalan yang berasal dari colustrum itu sangat menurun.Dan sesudah anak babi itu mencapai umur 3 minggu, di dalam tubuhnya terbentuk kekebalan yang diperoleh dari luar, yang dimulai dengan sangat lambat.

D. Menyusukan anak babi yang baru lahir

Page 260: Kandang Babi Induk.doc

Secara alamiah anak babi yang baru lahir akan berusaha mendapatkan air susu induk, karena air susu tersebut merupakan satu-satunya sumber makanan utama. Induk menyediakan zat-zat makanan dan antibodi yang terdapat dalam air susu dengan lengkap. Itulah sebabnya para peternak secara mutlak dituntut untuk bisa mengatur agar semua anak yang baru lahir itu bisa mendapatkan colustrum secara cepat.

E. Pemberian tanda anak babi

 

Anak babi sebaiknya diberi tanda pada daun telinganya, sebab tanda tersebut akan banyak manfaatnya bagi peternakan.Manfaatan tanda tersebut antara lain :

• Mempermudah untuk mengetahui pertumbuhan.• Mempermudah mengadakan seleksi.• Mempermudah melakukan pencatatan-pencatatan administratif.

Cara pemberian tandaAda berbagai cara untuk memberikan tanda pada anak babi, tetapi yang paling biasa ialah :

      1) Sistem kerat

Pemberian tanda dengan sistem kerat ini dilakukan dengan melobangi daun telinga. Hal ini dilakukan pada saat anak babi berumur 5 hari atau bersamaan dengan pemotongan gigi.

Pelaksanaan

• Sediakan gunting atau alat khusus, spiritus, kapas, dan obat merah (mercurocrom).• Daun telinga yang akan dilobangi dibersihkan dengan spiritus terlebih dahulu. Setelah daun telinga dilobangi, oleskan obat merah tersebut pada bagian yang luka.

     2) Sistem tatoo

Pemberian tanda dengan sistem tatoo ini dilakukan dengan menggunakan alat khusus (tatoo) yang sudah dilengkapi dengan alat atau tatoo yang berbentuk nomor-nomor. Sebelum telinga tadi dicap atau ditatoo, terlebih dahulu dibersihkan denga spiritus, kemudia baru ditatoo dengan nomor-nomor sesuai dengan yang dikehendaki.Cara ini dilakukan pada saat anak babi berumur sekitar tiga minggu.F. Jumlah air susu yang diperlukan anak babi

 

Anak babi yang baru lahir, rata-rata memerlukan air susu 0,5 liter per ekor/hari. Apabila induk itu memiliki 10 ekor anak, berarti induk tersebut harus bisa memproduksi air susu 5 liter pr hari. Prosduksi air susu ini akan meningkat pada 3 minggu sesudah melahirkan, tetapi selanjutnya berangsur-angsur menurun. Hal ini bisa diamati pada grafik, bahwa penurunan air susu terjadi mulai minggu ke-6. Tetapi penurunan air susu dalam jumlah yang besar, terjadi pada minggu ke-8. Sehubungan dengan penurunan produksi air susu ini, maka pada minggu k3-6 anak babi harus sudah mendapat tambahan makanan dari luar.

Page 261: Kandang Babi Induk.doc

Sering dialami bahwa produksi air susu sangat kurang atau gagal sama sekali. Sebab-sebab kegagalan produksi air susu antara lain :

1) Udara terlampau panas atau dingin.2) Diarhee atau konstipasi (tidak bisa buang kotoran) sama sekali.3) Pergantian tempat yang mendadak.4) Ransum yang tidak sempurna.5) Kepayahan di waktu melahirkan.6) Akibat penyakit alat kelamin atau penyakit mastitis, metritis.7) Keturunan dari induk yang selalu sedikit menghasilkan air susu.

G. Penimbangan anak babi umur 3 minggu

Penimbangan anak babi sangat penting, sebab dengan cara ini pertumbuhan awal bisa diketahui.

Ada berbagai faktor yang mempengaruh berat badan anak babi :

• Produksi air susu induk.• Jumlah anak yang dilahirkan.• Pemeliharaan terhadap induk yang sedang menyusui, lebih-lebih mengenai kualitas makanan.• Keturunan

H. Pemotongan gigi

 

Anak babi yang baru lahir giginya sudah tumbuh sempurna, dan tajam. Namun demikian gigi tersebut belum berfungsi, bahkan merugikan induk yang sedang menyusui, ataupun sesame anak babi, karena saling menggigit. Akibat gigitan tersebut puting terluka sehingga induk merasa kurang enak karena kesakitan saat menyusui. Untuk menghindari hal tersebutm perlu adanya pemotongan gigi anak babi. Pemotongan bisa dilakukan dengan menggunakan alat khusus yang berbentuk seperti tang. Apabila lat tersebut tidak ada, bisa menggunakan gunting kecil yang tajam.I. Menambah zat besi pada anak babi

 

Anak babi sampai dengan umur 10 hari merupakan hari-hari yang kritis, terutama terhadap penyakit kekurangan zat besi (anemia). Ada beberapa penyebab anemia yaitu :

• Karena anak babi kedinginan dan keadaan kandang lembab.• Kekurangan mineral, khususnya zat besi, tembaga, dan colbalt.

Zat besi adalah unsur yang penting di dalam haemoglobin yang berfungsi untuk mengangkut oxygen ke seluruh tubuh. Kekurangan zat besi ini menyebabkan anemia. Dan hal ini sangat banyak dialami pada anak babi yang dipiara di dalam kandang terus-menerus, sedang air susu induk sendiri hanya mengandung zat besi yang jumlahnya sangat rendah. Untuk mengatasi

Page 262: Kandang Babi Induk.doc

supaya anak babi terhindar dari penyakit anemia, maka semua anak babi yang baru lahir harus ditambahkan zat besi dengan cara oral atau injeksi.

Cara-cara penambahan zat besi yang biasa dilakukan adalah :

• Diberikan capsul zat besi atau pasta yang diberi lewat mulut pada saat anak babi itu berumur 3 hari, 7 hari dan 10 hari.• Diinjeksi dengan sulpha ferros (preparat anti anemia),• Diberi mineral tablet yang berisikan zat besi, cobalt pada waktu anak babi berumur 24 jam dan kemudian diulangi pada hari ke-7 dan k3-10.

 

 

 

 

J. Pengobatan cacing

 

Pada umumnya babi muda mudah kena infeksi cacing bulat. Untuk menghindari infeksi tersebut, semua babi sapihan harus diberi obat cacing, sebelum mereka dipindahkan ke kandang lain.

K. Kematian anak babi dan mengurangi jumlah kematian

Jumlah kematian anak babi sebelum dipisahkan dapat mencapai 30 – 50%. Sedangkan kematian sesudah disapih 5 – 10%. Hal ini terjadi pada peternakan babi yang pemeliharaannya kurang cermat.

Faktor-faktor yang menyebabkan kematian anak babi , antara lain :

1) Perhatian pemelihara terhadap babi yang melahirkan kurang, sehingga anak babi mati terimpit atau terinjak induknya.2) Perlengkapan kandang kurang, misalnya tidak ada kotak, dinding penghalang, sehingga anak babi tidur bersama induknya terimpit badan induknya.3) Air susu kurang, tidak keluar sama sekalo, atau jumlah anak yang lebih banyak dari putting induk.4) Kekurangan zat-zat makanan, akibat ransum induk yang kurang baik.5) Sifat buas induk (kanibalis), sehingga anaknya digigit dan dimakan induknya, induk tidak bisa mengasuh anaknya dengan baik.

Menguranig jumlah kematian :

1)      Di dalam praktek usaha yang biasa dilakukan ialah pada waktu induknya tidur harus dipisahkan dengan pintu penghalang, atau anak-anaknya ditaruh di dalam kotak.2) Bila udara dingin diusahakan pemanasan, atau bagi anak babi yang sudah agak besar pada

Page 263: Kandang Babi Induk.doc

lantai tempat mereka tidur bisa diberi alas dari brambut, serbuk gergaji, jerami kering.3) Peternak harus memperhatikan induk-induk yang mempunyai sifat kanibalis, yang kemudian mengafkirnya.4) Member makanan yang gizinya cukup.5) Menjaga kebersihan kandang.

L. Kastrasi (Pengebirian)

Untuk memperoleh pertumbuhan yang cepat dan kualitas daging yang baik, maka semua babi jantan harus dikstrasi. Biasanya kastrasi ini dilakukan pada saat babi berumur 4 minggu. Kastrasi yang dilakukan lebih awal akan lebih baik daripada babi yang besar, karena babi yang besar akan mengalami stress yang berat.

1) Tujuan kastrasi

• Untuk mempertahankan kualitas daging. Sebab babi yang dikastrasi dagingnya akan lebih bagus, dan penimbunan daging dan lemaknya lebih cepat.• Agar pejantan yang tidak dipergunakan lagi untuk bibit atau pemacek, dagingnya tidak berbau.• Untuk menghindari babi jantan yang berkualitas jelek mengawini calon-calon babi induk yang bagus.• Untuk menjinakkan babi jantan yang mempunyai sifat buas atau kanibalis.

2) Cara kastrasi

Dua macam kastrasi, yaitu tertutup dan terbuka.

      a) Cara tertutup

Yaitu pengebirian dengan cara mengikat (menutup) saluran yang menuju testes, sehingga sel-sel jantan mati, karena tidak memperoleh zat-zat makanan. Hal ini dapat pula dilakukan dengan jalan member zat kimia yang bisa mematikan sel jantan atau betina dengan jalan injeksi.

      b) Cara terbuka

Yaitu dengan jelas melakukan pembedahan, guna mengeluarkan testes atau ovary, yang kemudian dipotong.

3) Cara melakukan kastrasi pada anak babi jantan

PersiapanSebelum melakukan operasi, emua alat beserta obat-obatan harus disediakan.

• Alat-alat yang diperlukan :

- Pisau, scalpel atau silet, spiritus dan kapas.- Pincet dan gunting.- Benang dan jarum.

Page 264: Kandang Babi Induk.doc

• Obat-obatan

- Suntikan antibiotic seperti penstrep.- Sulfanilamide, yodium atau obat merah.- Alkohol untuk membersihkan alat-alat seperti scalpel, pisau, gunting.- Air sabun hangat dalam basi atau ember.

Pada saat dilakukan pengebirian babi kecil, maka untuk sementara induknya harus dipindahkan. Di dalam melakukan pengebirian ini harus ada seorang teman yang sekiranya bisa membantu memegang kedua kaki belakang dan depan yang dalam posisi menghadap ke atas.

Pelaksanaan

• Pertama : scrotum ditekan dengan ibu jari kiri ke atas dan telunjuk ke bawah dengan maksud supaya mudah dibedah dengan pisau tajam atau dengan silet.• Kedua : kantong (selaput) testes yang berwarna putih dipotong atau dibedah, guna mengeluarkan testesnya. Kemudian bila testes itu ditekan maka keluarlah testes tersebut.• Ketiga : testes yang sudah keluar dipotong pada saluran penggantungnya. Bagi babi dewasa, sebelum saluran testes dipotong, terlebih dahulu diikat dengan benang yang kuat supaya darah tidak mengalir ke luar.• Keempat : bekas luka harus diobati dengan yodium, atau sulfanilamide guna mencegah infeksi atau tetanus.

Untuk mencegah dan mempercepat sembuhnya luka akibat bekas potongan tersebut sebaiknya dijahit, terkecuali babi yang berumur 4 – 5 minggu tidak dijahit.

DAFTAR PUSTAKA

http://www.budidayaternak.comxa.com

Tanggal  17 Maret 2010, Pkl. 20.05 wib

Categories: Tatalaksana Babi  |  No Comments

Tatalaksana Babi Pre-Starter (P.Vistara Indraswari)

March 18, 2010 | Posted by saulandsinaga

Sesudah 6 minggu beranak, babi induk yang bersangkutan produksi air susunya berkurang, tetapi penurunan air susu dalam jumlah besar, baru dimulai minggu ke-8. Seekor induk yang normal masa laktasinya (produksi air susunya) akan berlangsung sampai 8 minggu. Maka penyapihan pada umumnya dilakukan pada saat anak babi sudah mencapai umur 8 minggu. Dan apabila pemeliharaannya baik, pada saat itu anak babi sudah mencapai berat 14 kg. berat hidup anak babi tersebut juga dipakai sebagai criteria di dalam seleksi. Untuk mencapai target agar induk babi bisa beranak dua kali dalam waktu 1 tahun, maka anak babi harus disapih pada umur 8 minggu. Tetapi di beberapa daerah atau Negara lain yang sudah maju, ada yang melakukan penyapihan anak babi pada saat mereka berumur 6 minggu, sehingga induk babi bisa beranak 3 kali setahun.

Page 265: Kandang Babi Induk.doc

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi awal atau lambatnya penyapihan.

1. Faktor induk

Anak babi umur 5 – 6 minggu bisa segera dipisahkan dari induk mereka, mengingat induk sudah sangat kurus akibat anak disusui terlalu banyak, 12 – 14 ekor misalnya.

1. Faktor anak

Perkembangan anak cukup bagus, misalnya umur 7 minggu mencapai berat 12 kg. Walaupun produksi air susu masih cukup, penyapihan bisa lebih dipercepat. Sebaliknya apabila pertumbuhan anak lambat, maka penyapihan bisa ditunda , lebih dari 8 minggu. Tetapi juga harus diingat bahwa sesudah 8 minggu, produksi air susu akan menurun.

1. Faktor peternak

Bagi para peternak yang sudah maju, di mana makanan, tatalaksana serba baik, maka penyapihan anak babi bisa dilaksanakan pada umur 6 minggu. Jadi dalam hal ini penyapihan tidak bisa dilakukan atau dipertimbangkan dari satu segi saja, misalnya umur 8 minggu. Tetapi yang harus dipertimbangkan adalah kaitanya denga faktor-faktor lain yang menjamin terhadap pertumbuhan dan kehidupan mereka lebih lanjut.

Penimbangan anak babi umur 3 minggu

Penimbangan anak babi sangat penting, sebab dengan cara ini pertumbuhan awal bisa diketahui.

Ada berbagai faktor yang mempengaruh berat badan anak babi :

Produksi air susu induk. Jumlah anak yang dilahirkan.

Pemeliharaan terhadap induk yang sedang menyusui, lebih-lebih mengenai kualitas makanan.

 Keturunan

 

Pemotongan gigi

Anak babi yang baru lahir giginya sudah tumbuh sempurna, dan tajam. Namun demikian gigi tersebut belum berfungsi, bahkan merugikan induk yang sedang menyusui, ataupun sesame anak babi, karena saling menggigit. Akibat gigitan tersebut puting terluka sehingga induk merasa kurang enak karena kesakitan saat menyusui. Untuk menghindari hal tersebutm perlu adanya pemotongan gigi anak babi. Pemotongan bisa dilakukan dengan menggunakan alat khusus yang berbentuk seperti tang. Apabila lat tersebut tidak ada, bisa menggunakan gunting kecil yang tajam.

Menambah zat besi pada anak babi

Page 266: Kandang Babi Induk.doc

Anak babi sampai dengan umur 10 hari merupakan hari-hari yang kritis, terutama terhadap penyakit kekurangan zat besi (anemia). Ada beberapa penyebab anemia yaitu :

Karena anak babi kedinginan dan keadaan kandang lembab. Kekurangan mineral, khususnya zat besi, tembaga, dan colbalt.

Zat besi adalah unsur yang penting di dalam haemoglobin yang berfungsi untuk mengangkut oxygen ke seluruh tubuh. Kekurangan zat besi ini menyebabkan anemia. Dan hal ini sangat banyak dialami pada anak babi yang dipiara di dalam kandang terus-menerus, sedang air susu induk sendiri hanya mengandung zat besi yang jumlahnya sangat rendah. Untuk mengatasi supaya anak babi terhindar dari penyakit anemia, maka semua anak babi yang baru lahir harus ditambahkan zat besi dengan cara oral atau injeksi.

Cara-cara penambahan zat besi yang biasa dilakukan adalah :

Diberikan capsul zat besi atau pasta yang diberi lewat mulut pada saat anak babi itu berumur 3 hari, 7 hari dan 10 hari.

Diinjeksi dengan sulpha ferros (preparat anti anemia),

Diberi mineral tablet yang berisikan zat besi, cobalt pada waktu anak babi berumur 24 jam dan kemudian diulangi pada hari ke-7 dan k3-10.

o Pengobatan cacing

Pada umumnya babi muda mudah kena infeksi cacing bulat. Untuk menghindari infeksi tersebut, semua babi sapihan harus diberi obat cacing, sebelum mereka dipindahkan ke kandang lain.

Kematian anak babi dan mengurangi jumlah kematian

Jumlah kematian anak babi sebelum dipisahkan dapat mencapai 30 – 50%. Sedangkan kematian sesudah disapih 5 – 10%. Hal ini terjadi pada peternakan babi yang pemeliharaannya kurang cermat.

Faktor-faktor yang menyebabkan kematian anak babi , antara lain :

1. Perhatian pemelihara terhadap babi yang melahirkan kurang, sehingga anak babi mati terimpit atau terinjak induknya.

2. Perlengkapan kandang kurang, misalnya tidak ada kotak, dinding penghalang, sehingga anak babi tidur bersama induknya terimpit badan induknya.

3. Air susu kurang, tidak keluar sama sekalo, atau jumlah anak yang lebih banyak dari putting induk.

4. Kekurangan zat-zat makanan, akibat ransum induk yang kurang baik.

5. Sifat buas induk (kanibalis), sehingga anaknya digigit dan dimakan induknya, induk tidak bisa mengasuh anaknya dengan baik.

Menguranig jumlah kematian :

Page 267: Kandang Babi Induk.doc

1. Di dalam praktek usaha yang biasa dilakukan ialah pada waktu induknya tidur harus dipisahkan dengan pintu penghalang, atau anak-anaknya ditaruh di dalam kotak.

2. Bila udara dingin diusahakan pemanasan, atau bagi anak babi yang sudah agak besar pada lantai tempat mereka tidur bisa diberi alas dari brambut, serbuk gergaji, jerami kering.

3. Peternak harus memperhatikan induk-induk yang mempunyai sifat kanibalis, yang kemudian mengafkirnya.

4. Member makanan yang gizinya cukup.

5. Menjaga kebersihan kandang.

Categories: Tatalaksana Babi  |  No Comments

The Success in Pig

March 6, 2010 | Posted by saulandsinaga

Families across the U.S. involve themselves with junior swine projects for many different reasons with varying goals in mind. For some, the experience of just having a pig to take care of on a daily basis provides a young person with a lot of responsibility. For others, placing well at the county level is a goal. Some have the goal of making the premium sale at a major livestock show; while others make the commitment to go “all out” in an effort to win a major livestock show. Some people believe that those who consistently place at the top are just lucky. I was taught that luck is a combination of hard work and determination. This article will focus on feeding techniques for those individuals who have the ultimate goal in mind of consistently performing well at state and national shows. Ultimately, the factors that distinguish one as an advanced exhibitor are the level of commitment to the show pig project and the ability to “read” show pigs. “Reading” show pigs is simply being able to analyze the structure, design, amount of body fat, and muscle score of pigs throughout the feeding process. Being skillful in evaluating these criteria enables one to make important decisions throughout the feeding process. Many factors will be discussed in this article; however, for one to be ultimately successful, determination and total commitment is needed by the young person as well as his/her parents. To be successful, it takes many long hours of hard work, practice, and preparation. Five major components of the champion show pig equation must be in place to achieve a high level of success in today’s show ring: • Genetics • Health • Nutrition • Management • Showmanship If just one of these components is missing or deficient, the chances of success are greatly diminished. Every day is critical in the life of a show pig. Showing hogs may be compared to playing the game of football. Football is said to be a game of inches. Those who perform to a high level in all areas of the game and pay attention to details make it to the play-offs. Many times the outcome of a game is decided literally by an inch here and an inch there. The same holds true in the show pig arena. Those who do the little things right every day and pay the closest attention to detail are those who consistently win. Genetics The first component of the equation for success is genetics. A show pig’s genetic potential is determined by its sire and dam. It is important to start with a pig that possesses the genetic potential to perform in the show ring. Only so much can be done with a pig possessing sub-par genetic potential. It is crucial that an exhibitor find out who will be judging the target show. Know the type of hog preferred by the judge and become familiar with that individual’s priorities and preferences. It is then important to seek

Page 268: Kandang Babi Induk.doc

a breeder that can supply the type of hog that fits the description of the ideal hog based on the judge’s preference. Attending local, regional, state, and national events will help an exhibitor become familiar with a judge’s preferences and the location of high-quality genetic breeders. This knowledge will be extremely valuable when seeking a show pig with the genetic potential to perform in the show ring. Health A sound, comprehensive health program, which should include routine vaccination and deworming schedules, should be developed with the assistance of a qualified veterinarian. When show pigs are purchased, the buyer should secure the previous health history from the buyer. Knowing previous treatments is valuable to continuation of a sound health program. Exhibitors should implement sanitation and biosecurity procedures to help prevent disease transmission. Nutrition/Management Without question, a sound nutrition program is crucial to determining the genetic potential of a show pig. The feeding phase of show pigs can be divided into three key periods: • Phase I — purchase to ~150 lb body weight. • Phase II — ~150 lb to 200 lb body weight. • Phase III — ~200 lb to desired weight at the time of the targeted show. Phase I The timing of purchasing and receiving show pigs is very critical. Young show pigs may endure and must overcome many challenges by the time they are ready to be sold and placed on feed. These challenges include — pre-weaning environment, weaning, and possibly clipped prior to hauling to a pig sale. Because of these stressors, it is critical that young show pigs be handled properly and fed a high-quality “receiving ration.” Frequently, pigs are purchased from many sources and co-mingled. These pigs have most likely had significant differences in disease exposure. The preferred receiving ration is ShowTec® Starter/Grower LN/FBZ (product no. 11148), which contains a combination of lincomycin and fenbendazole. Lincomycin provides a good level of protection against mycoplasmal pneumonia, and fenbendazole assures that newly purchased pigs are dewormed. This ration should be fed for 10-12 days. During Phase I, pigs should be allowed “free-choice” consumption of feed. Feeders should be cleaned daily. It is very important to avoid overcrowding newly purchased show pigs. Limit the number of pigs per pen to two or three, housed in a pen at least 8 ft. by 16 ft. By the time the pigs reach 150 lb going into Phase II, pigs should be in individual pens. Light-colored pigs should always be fed in locations that are totally shaded. These pigs should be housed in facilities where they will not receive direct sunlight. A sunburn during any phase will cost valuable development time. Following the 10-12 day feeding period for Starter/Grower LN/FBZ, pigs should be fed ShowTec Starter/Grower TY containing tylosin (product no. 11273). This ration maximizes the early development of show pigs. Tylosin is an excellent medication choice for developing show pigs, as it is “gut friendly,” helping minimize the chances of ileitis. During Phase I, it is important that the exhibitor get into the pigs’ pen on a daily basis. This allows the pigs to become familiar with the exhibitor. Thus, pigs will not perceive the exhibitor as a threat. This process takes time and patience on behalf of the exhibitor. Initially, sit in the pen for approximately 30 minutes daily, allowing pigs to approach. As pigs become gentle, begin to touch them. The importance of performing these tasks cannot be overemphasized and will go a long way toward helping exhibitors become successful in the show ring. An important management factor is to bed show pigs on high-quality bedding at all times. Fluffy, white pine wood shavings are preferred by many individuals. This bedding prevents staining of light-colored hogs, provided the area where the pigs defecate is cleaned on a daily basis. Phase II Phase II begins once the show pig reaches approximately 150 lb. Early in Phase II, it is critical to weigh show pigs weekly. One should determine the number of days to the target show and adjust the pig’s feed intake to allow an average daily gain for each individual pig to reach its target weight. Some important decisions will need to be made early in Phase II. Hand feeding or limit feeding is often initiated during this phase. Many pigs are initially placed on 5 lb of feed daily, with the feeding rate adjusted up or down to achieve the desired average daily gain. Show pigs should be analyzed for structural problems and muscle

Page 269: Kandang Babi Induk.doc

volume. Pigs that are becoming too heavily muscled should be placed on a lower protein ration, such as ShowTec Show Pig Formula CTC (product no. 261) or ShowTec Developer CTC (product no. 277). For added fat cover, feed ShowTec Eighteen (product no. 12118), an 18% crude protein complete feed with 5% fat. This product will produce a “bulkier” appearance when fed over time. When less muscle and more cover are desired, choose ShowTec Sixteen (product no. 12116), which provides 16% protein and 4% fat. If additional fat cover is desired, MoorFat™ (product no. 235; 2 to 4 oz per head daily) or Alliance 3-D™ (product no. 12079; 1 oz per 100 lb body weight daily) can be top-dressed. The inclusion of chromium picolinate and L-carnitine in show pig rations is believed to reduce deposition of fat, resulting in the maintenance of a more “athletic” appearance. During Phase II, the use of a top-dress product can be initiated. ShowTec Pig Navigator (product no. 10200) is often used at this time. It is preferred to top-dress ShowTec Pig Navigator at 4-6 oz per head daily. As show pigs approach maturity, many will begin to display signs of overconditioning. If this occurs, increase ShowTec Pig Navigator to 8 oz. daily (0.5 lb) until the desired “top shape” is achieved, at which point ShowTec Pig Navigator should be decreased to a maintenance level of 4 oz. daily. Training At 125-150 lb body weight, it is important to begin training show pigs. Pigs should be handled on a daily basis and become exposed to a show ring environment. Start by getting the pigs out of their pens for short periods of time. Gradually increase the show ring training to 20 minutes per head daily. Pigs should be taught to respond to a show quirt and “drive” in the show ring in a calm manner. Phase III Critical decisions need to be made during Phase III (200 lb to show weight). The use of Paylean® during the final feeding phase should be considered. The needed level of Paylean depends greatly on the individual pig. If a pig is deficient in muscle, 9 grams of Paylean/ton of feed should be considered for 21 to 25 days prior to the show. Average-muscled pigs may only need Paylean at 4.5 grams/ton from day 25 to 10 days prior to the target show, and then the level increased to 9 grams/ton for the last 10 days prior to the target show. Finally, pigs that are heavily muscled may not need Paylean or may only need supplementation at 4.5 grams/ton for 14 to 16 days prior to the target show. It is extremely important that each pig be analyzed individually to determine the appropriate Paylean usage rate. Paylean has been used to achieve the shape and volume of muscle desired for an individual pig, without making the pig look unnatural. After the show pig reaches 200 lb, exhibitors may choose to use MoorBody™ at 0.5-2 lb/head/day to sculpt pig appearance. For the last two meals prior to a show, ShowTec Show Prep (product Number 12303) may be fed to help keep pigs hydrated while enhancing fill and expression. Showmanship The final component in the equation for success is showmanship. The importance of presenting one’s show pig to its potential cannot be overemphasized. Many times a show pig is placed higher than it should, simply because the exhibitor had the ring awareness to “hide” the pig at the appropriate time. Exhibitors need to use showmanship techniques to accentuate the good qualities of their pigs. The combination of a “good” show pig and excellent showmanship ability are critical to success. The best way for young exhibitors to gain insight on how to become good at showmanship is to observe older exhibitors who have mastered showmanship. Adults should point out the positive qualities of these individuals and have the young exhibitor practice these techniques at home. Conclusion Total commitment to a show pig project is essential to become a feeder and exhibitor of champion show pigs. Genetics, management, nutrition, and showmanship are critical components in the equation for success. If any of these factors are deficient or missing, the chance of success is greatly diminished. For those who are willing to make the sacrifices, the show pig project can provide a great deal of enjoyment for young people and their parents. Paylean is a registered trademark of Eli Lilly and Company

Page 270: Kandang Babi Induk.doc

Categories: Tatalaksana Babi  |  No Comments

Dutch evaluate anaesthesised piglet castration 01 Mar 2010

March 2, 2010 | Posted by saulandsinaga The Dutch ministry of agriculture (LNV) considers the use of CO2 gas to anaesthesise male piglets before castration an adequate temporary solution until a full ban on castration is reached in 2015.With regards to technology and methods, practical improvements however can be made. All these evaluations have been made by Dutch agricultural minister Gerda Verburg and sent to Dutch Parliament.

Piglet castration is considered to be necessary as there is a chance that during cooking pork there may be a chance of boar taint. In the end of 2007, the Dutch retailers, processing industry and pig industry agreed to stop castrating in 2015 and until that date to castrate using anaesthetics. This method now has been evaluated by the Agricultural Economics Research Institute (LEI), part of Wageningen University and Research Centre (WUR).

Castrating using gas anaestheticsThe report evaluates the practice of the castration technique using gas anaesthetics, the way pig producers deal with it and his views on castrating using gas anaesthetics. Recommendations have been included to improve the method, like better technical support and a more active involvement of veterinarians.

The Dutch agri- and horticultural organisation (LTO) and the Dutch union for pig producers (NVV) have responded by creating an action plan around the theme of anaesthesised castration. The minister is said to be happy the pig sector has promptly reacted to the evaluation.

CooperationThe report shows that all parties involved, industry-wide, agree that cooperation is good in relation to the multistep castration ban. There is happiness related to the inclusion of anaesthesised castration on the way to a total ban – and that financial agreements have been made to pay for the process. Opinions vary as to e.g. compensation of cost price rises for sow breeders.

German researchThe minister also had a research carried out as to the 2009 German results indicating that CO2 anaesthesising would only have limited effects on animal welfare. Prof Frauke Ohl (Utrecht University) and Prof Ludo Hellebrekers (chairman, Royal Dutch Veterinary Society) took a close look at this report and concluded that CO2 anaesthetics does not create increased amounts of stress than castration without the use of CO2 anaesthetics.

The minister thus concludes that using gas anaesthetics is better than castration without anaesthetics, provided the practice is carried out properly. She also accepts the recommendation to better agree internationally as to how several methods could contribute to relieving pain and stress during castration

Page 271: Kandang Babi Induk.doc

Categories: Tatalaksana Babi  |  No Comments

PEMELIHARAAN BABI

February 18, 2010 | Posted by saulandsinaga

Setiap peternak pasti melakukan pemeliharaan terhadap hewan piaraanya semenjak masih kecil sampai dewasa. Pemeliharaan tersebut setiap tingkatan hidup tidak sama, dan bahkan pemeliharaan selalu disesuaikan dengan tujuan:

1. Waktu menyusuBabi segera menyusu setelah dilahirkan, anak yang kuat akan memperoleh putting yang paling bagus (banyak air susunya), setelah beberapa jam mereka memiliki putting sendiri-sendiri. Jadi babi tidak dipelihara dalam jumlah banyak melebihi putting induknya. Jika hal itu terjadi maka harus ada pengasuh khusus yang memberi susu.Sering dialami bahwa produksi air susu sangat berkurang atau gagal sama sekali karena disebabkan oleh: Udara terlampau panas atau dingin Ransum yang tak sempurna Diare konstipasi (tak bisa buang kotoran) sama sekali Pergantian tempat yang mendadak Kepayahan diwaktu melahirkan Akibat penyakit alat kelamin atau penyakit mastitis, metritis Keturunan dari induk yang hanya sedikit menghasilkan air susu

2. PenyapihanSesudah 6 minggu beranak, babi induk produksi susunya berkurang, induk normal biasanya masa laktasi (keluar air susu) akan berakhir sampai 12 minggu, maka penyapihan dilakukan pada anak berumur 8 minggu dan berat mencapai 13-15 kg.Faktor-faktor yang mempengaruhi cepat atau lambatnya penyapihan: Faktor induk Faktor anak Faktor peternak

3. Pemotongan GigiWalaupun anak babi baru saja lahir, akan tetapi giginya cukup tajam, sehingga bisa melukai putting induk ataupun sesama anak-anak babi. Apabila hal ini dibiarkan, mereka bisa saling melukai dan menimbulkan infeksi. Jadi babi yang baru lahir giginya perlu dipotong dengan menggunakan tang. (untuk lebih jelasnya liar lampiran tatacara pemotongan gigi babi)

4. Pengebirian (Kastrasi)Pengebirian ialah melakukan pemotongan teste dan mematikan sel jantan, atau ovum terhadap babi betina, yang dikebiri terutama babi jantan karena yang betina harus melalui proses operasi jadi agak sulit dilakukan sendiri.

Tujuan Kastrasi ialah: Untuk mempertahankan kwalitet daging Supaya jantan yang tidak digunakan lagi sebagai pejantan dagingnya tidak bau Untuk menjinakkan babi jantan yang sifatnya buas dan kanibalis

Page 272: Kandang Babi Induk.doc

Untuk menghindari babi-babi jantan yang berkualitet jelek agar tidak mengawini babi-babi induk yang bagus. Catatan: Kastrasi, vaksinasi dan penyapihan tidak boleh dilakukan secara bersama-sama.

Pelaksanaan Kastrasi babi Jantan Skrotum ditekan dengan ibu jari tangan kiri keatas dan jari telunjuk kebawah, dengan maksud supaya mudah dibedah dengan sebuah pisau tajam atau silet. Kantong (selaput) testes yang berwarna putih dipotong atau dibedah pula dengan mengeluarkan testesnya. Kemudian bila testes itu ditekan, maka keluar testes tersebut. Testes yang sudah keluar dipotong, pada saluran penggantungnya. Bagi babi dewasa sebelum testes dipotong, terlebih dahulu harus diikat dengan benang yang kuat supaya darah tidak mengalir keluar. Bekas luka harus diobati dengan yodium atau sulfanilamit guna mencegah infeksi atau tetanus. Untuk mempercepat sembuhnya luka akibat pemotongan, saluran terus dijahit, kecuali pada babi yang berumur 4-5 minggu tak perlu dijahit. Kecelasan pengebirian lihat lampiran gambar.

5. Pengobatan CacingAnak babi memerlukan perawatan baik-baik atau lebih diistimewakan, karena saat ini merupakan masa kritis, mudah terserang penyakit, mudah kedinginan hingga mati, dls. Dan pada umur 10 minggu anak babi mudah dijangkiti cacing, maka pada saat itu anak babi harus diberi obad cacing: Piperazine

6. Kematian Anak Babi dan Mengurangi Jumlah KematianJumlah kematian anak babi sebelum disapih 30-50%, sedang kematian sesudah disapih 5-10%. Faktor-faktor yang menyebabkan kematian anak babi antara lain:a) Perhatian terhadap babi yang melahirkan kurang, sehingga anak babi mati terhimpit/terinjak induknyab) Perlengkapan kandang kurang sehingga, misalnya tak ada kotak, dinding penghalang, dls, sehingga anak babi yang tidur bersama induknya terimpit badan induknya.c) Air susu kurang, tak keluar sama sekali, atau jumlah anak lebih banyak dari putting induk.d) Induk mempunyai faktor dalam (bakat) kurang baike) Kurang zat-zat makanan akibat ransum induk yang kurang baikf) Sifat buas induk (kanibalis) sehingga anak digigit dan dimakan.

7. Mengurangi jumlah kematiana) Pada waktu induk tidur anak dipisahkan seperti anak ditaruh dalam kotak atau pake sekat penghalang.b) Bila udara dingin usahakan pemanas, atau pake litterc) Peternak harus memperhatikan induk-induk yang kanibalisd) Memberi makan yang gizinya cukupe) Menjaga kebersihan kandang.

Page 273: Kandang Babi Induk.doc