Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi
-
Upload
kadek-indah-kusuma-dewi -
Category
Documents
-
view
1.506 -
download
2
description
Transcript of Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi
Taki - Takining Sewaka Guna Widya
ISSN: 09854-1678
Budaya:Bala Cinta Si Landung
Resensi film: Cinta dan Tahta di Akhir Era
Laporan Khusus:Fakultas Peternakan Terjebak di Tiga Tempat
Opini:Grasi
Essay Foto: Siapkah Bukit Menyatukan Seluruh Mahasiswa?
Jejak:Eksotisme Pura Gunung Kawi
Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi
Buletin AKADEMIKA Edisi 2 - April 2014
BULETIN AKADEMIKA edisi 2 - APRIL 20142
DAFTAR ISI
Editorial / 3
Laporan Utama / 4
Profil / 12
Essay Foto / 14
Resensi / 16
Laporan Khusus / 20
Jejak / 22
Budaya / 24
Opini / 26 Pelindung: Rektor Universitas Udayana.Penasihat: Pembantu Rektor III Universitas Udayana. Ketua Unit/Pemimpin Umum: Jaya Kusuma. Pemimpin Redaksi: Alit Purwaningsih. Redaktur Pelaksana: Nila Pertina Dewi, Dhar-ma Yanti, Resita Yuana, Indah Kusuma.Editor: Ary Pratiwi, Vera Aryantini, Diah Dhar-mapatni. Tim Redaksi: Sui, Sam, Ari, Ulul, Maya, Riz-ky, Dea, Sasmita, Dharma, Resita, Sueca, Eka Apsari, Jacklyn, Asykur.Layouter: Gamaliel Sangga Buana. Ilustrasi: Sangga, Adit.
Diterbitkan oleh: Pers Mahasiswa Akademika
Universitas Udayana.
Izin terbit: SK Rektor Unud 499/SK/PT/07/OM/LA/83.
Alamat Sekretariat:
Gedung Student Center Lantai 2,
Jalan Dr. R. Goris, Denpasar-Bali.
Email: [email protected]
Salam Persma!!! Buletin Edisi II - April 2014 akhirnya terbit. Buletin kali ini membahas mengenai sentralisasi pembelajaran mahasiswa Strata 1 di kampus Bukit Jimbaran. Isu yang masih simpang siur itu, membuat kami tertarik un-tuk mengulas lebih dalam tentang kebenaran-nya. Awalnya, pertanyaan yang ada di pikiran kami adalah seperti apa upaya sentralisasi yang merupakan cita-cita rektor Unud? Mampukah Unud menyentralisasikan kegiatan pembelaja-ran mahasiswa di Kampus Bukit Jimbaran un-tuk mahasiswa S1? Bagaimana pro dan kontra yang ada di dalamnya? Semua jawaban dari pertanyaan di atas akan terjawab saat membaca buletin ini. Di dalamnya juga mengulas Fakultas Pe-ternakan yang terjebak di tiga tempat. Disisipi pula berita ringan mengenai eksotisme Pura Gung Kawi dan sejarah Barong Landung. Itulah sekilas isi buletin ini. Lebih leng-kapnya pembaca bisa simak dengan seksama. Kami sangat berharap buletin ini bisa menjadi bacaan alternatif untuk kawan-kawan maha-siswa. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk kemajuan kita bersama.
Pemimpin Redaksi
www.persakademika.com/@persakademika 3
EDITORIAL
Ada hal menarik dari rektor Univer-
sitas Udayana (Unud) yang baru menjabat
tahun 2013 lalu. Prof. Suastika bercita-ci-
ta menyentralisasi kegiatan pembelajaran
Strata 1 (S1) di Kampus Bukit Jimbaran.
Saat blusukan pertama pasca terpilih pun,
Prof. Suastika semakin mantap menden-
gungkan rencana sentralisasi itu.
Alasan Prof. Suastika untuk melaku-
kan sentralisasi sangat jelas. Kondisi ge-
dung kampus terpecah-pecah dan kurang
nyaman untuk mahasiswa. Upaya sen-
tralisasi ini akan memfokuskan kegiatan
pembelajaran mahasiswa program S1 di
Kampus Bukit Jimbaran. Kampus di Den-
pasar pun akan difungsikan untuk kegia-
tan pembelajaran bagi program pasca sar-
jana (S2), vokasi (D3) dan ekstensi.
Kampus Denpasar memiliki tata ru-
ang yang terkesan sesak dan amburadul.
Keadaan Kampus Bukit Jimbaran juga
memiliki tata ruang yang amburadul, na-
mun lahannya masih cukup luas dan ada
gedung-gedung yang tak terpakai. Sehing-
ga, ada baiknya pembelajaran di Kampus
Sudirman difokuskan di Kampus Bukit
Jimbaran saja. Kemudian pertanyaannya,
mampukah Prof. Suastika menggapai ci-
ta-cita untuk menyentralisasikan kegiatan
pembelajaran di Kampus Bukit Jimbaran?
Sebelum menebak jawaban dari per-
tanyaan di atas, ada banyak hal yang patut
diperhitungkan. Hal yang paling mende-
sak saat ini yaitu permasalahan lahan dan
dana. Universitas Udayana di Kampus
Bukit Jimbaran berdiri di atas lahan selu-
as 175 hektar, namun 25 hektarnya adalah
milik masyarakat setempat. Sebagian be-
sar masyarakat setempat menutup telinga
bahkan ngotot tak mau pindah. Padahal,
keberadaan lahan ini sangat mempen-
garuhi tata letak pembangunan gedung
sebagai penunjang sentralisasi di Kampus
Bukit Jimbaran. Selain itu, pengucuran
dana untuk melengkapi sarana dan prasa-
rana di Kampus Bukit Jimbaran tentu tak
semudah membalikkan telapak tangan.
Sebenarnya upaya dalam sentralisa-
si ini akan berdampak baik. Dengan tata
letak yang terpusat, urusan birokrasi dan
interaksi antar mahasiswa menjadi lancar.
Oleh karena itu, hendaknya urusan aset
lahan dan sarana prasarana harus segera
terselesaikan, walaupun akan memakan
waktu lama. Jika cita-cita rektor terca-
pai, maka tak ada lagi perbedaan fasilitas
Kampus Bukit Jimbaran dan Denpasar
bagi mahasiswa program S1. (red)
Saatnya Menata Kampus Bukit
BULETIN AKADEMIKA edisi 2 - APRIL 20144
LAPUT 1
Satu-persatu daun telah berguguran
meninggalkan tangkainya. Berser-
akan dan menyatu dengan tanah.
Pemandangan inilah yang terlihat sepan-
jang kanan jalan menuju rektorat universi-
tas tertua di Bali ini. Luas namun gersang,
layaknya bukit kapur yang tak terurus
memang. Sebaliknya, sekelompok gedung
berdiri megah berdesakan di jantung kota
Denpasar, Jalan P.B Sudirman. Menjelang
siang, area ini berubah bagaikan show room.
Motor dan mobil segala merk berdesakan
memenuhi setiap ruang yang tadinya lapa-
ng. Belum lagi gedung yang bertetangga
dengan Rumah Sakit Sanglah. Sirine am-
bulans, keluarga tersesat dan macet ada-
lah menu biasa bagi mahasiswa.
Tahun ini, mahasiswa salah satu
program studi Fakultas Kedokteran akan
bermigrasi ke Kampus Bukit Jimbaran. Ya,
sentralisasi kegiatan pembelajaran S1 di
kampus Bukit Jimbaran memang bukan
hanya sekadar wacana lagi. Bahkan, Rek-
tor Universitas Udayana pun sudah ‘blu-
sukan’ ke masing-masing fakultas demi
mensosialisasikan kebijakan ini. Rencana
‘pemerkosaan’ gedung yang sudah diung-
kapkan oleh Rektor dalam debat Pil-rek
setahun silam itu, secara bertahap akan
mulai direalisasikan akhir tahun 2014 nan-
ti. Namun kemudian timbul sebuah tan-
da tanya besar, mampukah Prof. Suastika
mewujudkan sentralisasi ini?
Berani. Itulah kata yang tepat untuk
Kampus Disentralisasi, Mahasiswa Unud Harus Siap Migrasi
Gersang, megah namun krodit dan macet. Kontras. Pemandangan klasik di siang terik
manakala menilik tiga titik kampus Universitas Udayana yakni Kampus Bukit Jimbaran,
Kampus Sudirman Denpasar dan Kampus Pulau Nias.
www.persakademika.com/@persakademika 5
LAPUT 1
menggambarkan sikap orang nomor satu
di Universitas Udayana ini. Ditemui di
sela-sela kesibukannya pada Jumat (21/3)
lalu, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp. PD-
KEMD membenarkan adanya rencana
pemusatan kegiatan belajar di kampus
Bukit Jimbaran untuk program studi Stra-
ta 1 tahun ini. “Dilihat dari segi luas, kam-
pus di Denpasar dirasa sudah tidak bisa
dikembangkan lagi. Maka dari itu sebaikn-
ya kita kembangkan program studi S1 di
Bukit Jimbaran mengingat lahan yang ma-
sih luas,” ujar Suastika sambil tersenyum
ramah. Lebih lanjut mantan Dekan Fakul-
tas Kedokteran ini menyatakan bahwa ke-
beradaan Rumah Sakit Unud juga menja-
di salah satu alasan untuk memindahkan
Fakultas Kedokteran ke Bukit Jimbaran, di
samping pertambahan jumlah mahasiswa
tahun ajaran baru mendatang.
Kampus Universitas Udayana terb-
agi atas beberapa tempat, diantaranya
Kampus Bukit Jimbaran (Fakultas Teknik,
FMIPA, Fakultas Pertanian, Fakultas Pe-
ternakan, Fakultas Ilmu Kelautan dan
Perikanan, Fakultas Ekonomi), Kampus
Sudirman Denpasar (Fakultas Kedokter-
an, Fakultas Kedokteran Hewan, Fakultas
Pariwisata, Fakultas Ekonomi) dan Kam-
pus Pulau Nias Denpasar (Fakultas Sastra
dan Budaya serta Fakultas Hukum). Den-
gan tata kampus yang dianggap kurang
efisien, Suastika merencanakan sebuah
tata letak yang baru. Rencana sentralisasi
tersebut memfokuskan mahasiswa pro-
gram S1 dari semua fakultas melakukan
kegiatan pembelajaran di satu area seluas
150 hektar yakni Kampus Bukit Jimbaran.
Sementara itu, gedung-gedung kampus di
Denpasar akan difungsikan untuk proses
pembelajaran bagi program pasca sarjana
(S2), vokasi (D3) dan ekstensi. “Sentral-
isasi tahun ini akan dimulai dari fakultas
yang prodinya belum memiliki gedung
memadai seperti prodi Kedokteran Gigi
atau FISIP,” ujar Prof Suastika.
Dekan Fakultas Kedokteran, Prof.
Dr. dr. Putu Astawa, M.Kes, Sp.OT (K) me-
ngungkapkan sangat setuju dengan ren-
cana sentralisasi tersebut. “Kalau ditan-
ya setuju tidak setuju, maka saya sebagai
Dekan yang harus melakukan pendidikan
Sangga/Akademika
BULETIN AKADEMIKA edisi 2 - APRIL 20146
LAPUT 1
akademik dan profesi yang memerlukan
laboratorium serta rumah sakit sebagai
tempat belajar, maka saya setuju,” ujarn-
ya di sela-sela kesibukannya pada Senin
(14/4) lalu. Astawa menambahkan, pro-
gram sentralisasi ini penting untuk men-
gatasi berbagai tantangan di masa depan
misalnya lahan sempit sehingga pengem-
bangan parkir, bangunan ruang perkulia-
han kurang dan lain-lain. Namun menge-
nai kapan harus dilaksanakan atau harus
sudah tersentralisasi di bukit masih belum
merupakan keputusan pasti.
Ditemui di tempat berbeda, Pemban-
tu Dekan I Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam (FMIPA), Drs. I Made
Satriya Wibawa, M.Si. pun mengungkap-
kan hal senada. “Saya setuju, karena akan
lebih bagus apabila semua S1 berkumpul,”
ujarnya saat ditemui di Fakultas MIPA Se-
lasa (15/4) lalu. Sayangnya banyak hal yang
di-off the record-kan oleh Satriya Wibawa
mengingat masih simpang siurnya infor-
masi.
Namun demikian, hal tak senada
disuarakan oleh mahasiswa. Ni Nyoman
Clara Listyadewi misalnya. Mahasiswi
semester 4 Program Studi Hubungan In-
ternasional ini menyatakan lebih baik ge-
dung di FISIP yang ada sekarang diopti-
malkan lagi, misalnya seperti renovasi
gedung agar lebih layak. Lebih lanjut Clara
mengungkapkan jika secara pribadi, dir-
inya merasa tidak ada salahnya jika dip-
indahkan ke bukit asalkan gedung yang
disiapkan untuk FISIP memang benar-be-
nar capable. “Jangan sampai kalau kami
sudah pindah malah dikasi gedung yang
mangkrak. Apalagi jarak untuk menem-
puh bukit jauh. Ketika mahasiswa belajar
ke sana dan melihat gedungnya tidak me-
madai malah akan malas untuk kuliah,”
ujar mahasiswi yang kini menjabat sebagai
Menteri Pendidikan BEM PM Unud terse-
but.
Hal serupa diungkapkan Made
Laras Fatmala Eni, mahasiswi semester 2
Program Studi Kedokteran Gigi. Dirinya
menginginkan perkuliahan tetap diada-
kan di Kampus Sudirman. “Gosipnya sih
semester selanjutnya bakal ditempatkan
di bukit, setuju nggaknya ya jelas, nggak
setuju,” ujar mahasiswi yang mengaku
kuliahnya nomaden, tapi akhir-akhir ini
selalu di skill laboratorium. Lebih lanjut
Laras menyangsikan apakah Bapak/Ibu
dosen bersedia mengajar di kampus Bukit
dan Sudirman. “Kalau dosen sudah dipas-
tikan mau mengajar ya ga papa. Tapi kalau
bilang mau ujung-ujungnya malah kuliah
bolong-bolong gara-gara dosennya ada
mengajar di Sudirman sama aja bohong.
www.persakademika.com/@persakademika 7
Kuliah terganggu,” beber Laras pada hari
Minggu (20/4) via Short Message Service
(SMS).
Ditanya mengenai sosialisasi tentang
sentralisasi di Fakultas Kedokteran, Dekan
Fakultas Kedokteran, Putu Astawa men-
gatakan memang wacana tersebut belum
disosialisasikan secara terstruktur namun
telah disampaikan secara implisit dalam
sambutan rektor. “Wacana mengenai ke-
sulitan-kesulitan pengembangan kampus
Sudirman itu disampaikan secara tidak
langsung melalui sambutan-sambutan
Rektor pada pertemuan maupun event di
Kampus Sudirman,” ujar Dekan berwajah
ramah itu saat ditemui di kantornya pada
Senin lalu (14/4) seusai makan siang.
Lebih lanjut Dekan yang menggan-
tikan Prof Suastika sejak tahun 2013 terse-
but menyatakan bahwa dirinya menang-
gapi positif rencana Rektor, terlebih alasan
Rektor dalam pengembangan Kampus
Sudirman ke depannya. “Khusus untuk
FK karena pengembangan Rumah Sakit
Perguruan Tinggi ada di Kampus Bukit,
bukan tidak mungkin FK akan segera ke-
sana kalau semua sarana prasarana sudah
dapat direalisasikan.” ungkapnya.
Permasalahan Klasik Vs Rupiah
Mewujudkan sentralisasi memang
tidak semudah membalikkan telapak tan-
gan. Banyak hal yang perlu dibenahi ber-
kaitan dengan sarana prasarana, lalu pem-
benahan tersebut memerlukan waktu dan
biaya yang ekstra. “Ini memerlukan waktu
yang lama mulai dari penataan aset, mem-
buat masterplan baru kemudian memba-
ngun gedung. Tentu prodi yang pindah
dari Denpasar menuju Jimbaran membu-
tuhkan gedung untuk sarana kegiatan be-
lajar-mengajar,” ujar rektor yang hobi blu-
sukan ke fakultas-fakultas ini.
Universitas Udayana di Bukit Jimba-
ran berdiri di atas lahan seluas 175 hektar,
dimana 25 hektarnya adalah milik warga
setempat. Sayangnya, 25 hektar tanah war-
ga tersebut berada di antara lahan Univer-
sitas Udayana sehingga menyulitkan pem-
bangunan dan menghambat sentralisasi
kampus.
“Dari dulu sebelum saya menjadi
rektor tentu upaya untuk menukar aset
milik beberapa masyarakat yang berada
di tengah dengan yang berada pinggi-
ran tanah Unud sudah dilakukan, namun
masyarakat masih ngotot tanahnya tidak
bisa dipindah,” ujar rektor yang baru se-
tahun menjabat itu. Selanjutnya Suastika
menyatakan tidak akan menggunakan jal-
ur hukum terkait masalah lahan, melaink-
an dengan cara musyawarah dengan mas-
yarakat. “Namun masyarakat sering sekali
LAPUT 1
BULETIN AKADEMIKA edisi 2 - APRIL 20148
tidak menghiraukan apabila ada sosialisa-
si masalah lahan ini,” ujar Suastika seraya
menggelengkan kepala.
Ditanya mengenai keefektifan sen-
tralisasi terkait dengan pembenahan tata
letak di Universitas Udayana, Dekan
Fakultas Kedokteran pun angkat bicara.
“Kampus Sudirman memang sudah san-
gat sulit dikembangkan baik untuk parkir
maupun bangunan lain. Sebagai pengelola
pendidikan, sepanjang proses belajar men-
gajar berjalan dengan baik apalagi melebi-
hi dari Kampus Sudirman, ini sudah efek-
tif,” ungkapnya. Meskipun selalu berpikir
positif terhadap rencana tersebut, Astawa
menambahkan agar program studi Kedok-
teran Gigi, Rumah Sakit Gigi dan mulut
tidak dialokasikan di tempat yang bukan
perencanaan semula agar tidak bongkar
pasang dan pindah sana sini setelah di
Kampus Bukit mengingat hal ini memer-
lukan biaya tidak sedikit.
Berbicara masalah dana, Rektor pun
mengaku sentralisasi ini tentunya mem-
butuhkan biaya yang tidak sedikit. “Kalau
menunggu dana dari Dikti tentu keluarn-
ya tidak karuan, sehingga kami mengu-
sahakan upaya lain untuk mendapatkan
dana baik dari pembayaran UKT dan lain-
nya,” Ditemui di tempat berbeda, Dekan
Fakultas Kedokteran menyatakan bahwa
tidak ada itu pungutan ke Fakultas Kedok-
teran atau ke mahasiswa. “Yang ada ada-
lah FK bersama-sama Unud melengkapi
sarana prasarana pendidikan Kedokteran
termasuk operasional Rumah Sakit Pergu-
ruan Tinggi Negeri,” ungkap Astawa.
Lebih lanjut kesulitan terbesarnya
adalah mengubah mindset seluruh civi-
tas akademika untuk mempunyai niat
dan mau ke tempat yang lebih baik yak-
ni Kampus Bukit. Tidak menutup kemu-
ngkinan ada Clara dan Laras Laina yang
kompak belum ingin pindah ke bukit. Na-
mun Dekan Fakultas Kedokteran itu opti-
mis mahasiswa akan siap pindah kuliah ke
Bukit. “Saya kira kalau fasilitas yang telah
disediakan itu memadai dan sentralisasi
merupakan kebijakan ke arah yang lebih
baik pasti mereka manut-manut,” Asta-
wa berharap hendaknya sarana prasarana
dalam proses belajar mengajar tidak leb-
ih jelek dari Kampus Sudirman. Rektor
Universitas Udayana pun berharap semo-
ga program ini bisa direalisasikan dalam
beberapa tahun ke depan secara bertahap
setelah sarana dan infrastruktur bisa
dilengkapi. “Sentralisasi tentu akan mem-
permudah penyampaian informasi seh-
ingga komunikasi bisa berjalan lebih lan-
car,” pungkas Suastika sambil tersenyum
mantap. (Dea, Sam)
LAPUT 1
www.persakademika.com/@persakademika 9
LAPUT 2
Pro-Kontra Sentralisasi:
Iya atau Tidak?
“Saya nyaman berada di Kampus Sudirman. Lokasinya juga dekat den-
gan rumah.”Begitulah alasan salah seorang mahasiswa Unud yang me-
nolak rencana sentralisasi pembelajaran program S1 di kampus Bukit
Jimbaran Unud.
Rektor Universitas Udayana, Prof.
Dr. Ir Ketut Swastika, Sp. Pd-
KEMD berencana menyentral-
isasikan pembelajaran program S-1 Unud
di kampus Bukit Jimbaran. Menurut Swas-
tika Kampus Unud di Denpasar yang ter-
diri dari dua wilayah, yakni di Sudirman
dan Nias dilihat dari segi luas sudah tidak
efektif lagi. Sementara Kampus Unud di
Bukit Jimbaran sebaliknya, dari segi lahan
masih dapat dikembangkan.
”Kalau kita melihat dari segi luas
kampus, rasanya di Denpasar sudah tidak
bisa dikembangkan lagi dan rencana itu
saya kira sangat logis,”terang Rektor Unud
yang juga merupakan mantan Dekan FK
Unud ketika ditemui di Gedung Rektorat
Bukit Jimbaran.
Menurut Swastika, sebenarnya ren-
cana sentralisasi kegiatan pembelajaran di
Bukit Jimbaran telah diwacanakan sejak
masa kepemimpinan rektor sebelumnya.
Namun karena suatu proses yang panjang,
wacana ini belum dapat direalisasikan. Se-
hingga dalam kepemimpinannya Swastika
berniat fokus pada rencana ini, mengingat
Unud akan mengembangkan beberapa
prodi baru.
Namun, rencana ini sepertinya tidak
mendapat sambutan positif oleh seluruh
civitas akademika Unud, terutama maha-
siswanya. Selalu ada yang berada di pihak
oposisi atau memilih berada di grey area,
alias ragu-ragu. Hal ini terbukti dengan
hasil polling yang dilakukan Persma Aka-
demika kepada 100 responden di 13 fakul-
tas, diketahui 54 persen mahasiswa Unud
BULETIN AKADEMIKA edisi 2 - APRIL 201410
LAPUT 2
menyetujui sentralisasi pembelajaran di
Kampus Bukit Jimbaran, 37 persennya tak
merestui sentralisasi ini, dan sisanya se-
banyak 9 persen masih ragu-ragu.
Dari hasil kuesioner, sebagian besar
penolakan berasal dari mahasiswa Unud
yang berkuliah di Denpasar. Sementa-
ra “anak bukit” (mahasiswa yang kuliah
di Kampus Bukit Jimbaran) setuju-setuju
saja dengan rencana sentralisasi ini. Mas-
ing-masingnya pun punya pandangan,
serta alasan tersendiri, terhadap ke-pro-
an-nya dan ke-kontra-an-nya.
Salah satunya dari mahasiswa Fakul-
tas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universi-
tas Udayana, Yunda Ariesta(19). Terlepas
dari statusnya sebagai mahasiswa yang
berkuliah di kampus Denpasar, Yunda,
panggilan akrab gadis ini, setuju dengan
adanya sentralisasi. “Aku setuju, karena
hal itu akan memudahkan jalannya bi-
rokrasi di Unud”, ungkapnya.
Akan tetapi, apabila gadis berambut
panjang tersebut ikut terkena imbas kebi-
jakan tersebut, Yunda pribadi mengaku ti-
dak setuju terhadap kebijakan sentralisasi.
Adit/Akademika
www.persakademika.com/@persakademika 11
LAPUT 2
Ia beralasan, kalau dirinya terkena imbas,
dalam artian beberapa mendatang ia harus
pindah ke bukit, tentu ia harus beradap-
tasi lagi. “Kita kan perlu menyesuaikan
dengan lingkungan sekitar lagi, menurut-
ku itu akan menggangu konsentrasiku se-
bagai mahasiswa,” akunya.
Yunda juga sedikit berkomentar
mengenai kebanyakan “anak kamsud”
yang tidak pro terhadap sentralisasi ini.
Menurutnya, di mindset “anak kamsud”,
kampus bukit beserta lingkungannya ada-
lah tempat yang kurang cozy. “Di pikiran
orang-orang, selain letaknya yang jauh,
kampus Bukit adalah ‘negeri’ yang agak
terisolir dari jantung kota. Belum lagi,
banyak isu-isu angker yang bertebaran di
daerah bukit jimbaran,” kata Yunda.
Ditanya mengenai pendapatnya ten-
tang kemungkinan program ini berhasil,
Yunda berkata bahwa mungkin rencana
tersebut bisa berhasil, namun dalam jang-
ka waktu yang cukup lama. “Aku yakin
sih, tapi mungkin akan berlangsung alot,
kira-kira 10 tahunan lah. Soalnya, kan
lumayan banyak fakultas yang akan dipin-
dahkan,” tegas mahasiswa yang duduk di
semester 2 ini.
Program sentralisasi ini sangat dis-
ambut meriah oleh mahasiswa fakultas pe-
ternakan. Hal tersebut diakui oleh Kadek
Dwi Febri Dyantari, “kami mahasiswa pe-
ternakan memang dari dulu ingin kuliah
satu sentral. Sekarang kita kan pisah-pisah
ada yang di bukit ada yang di Denpasar”,
ungkap Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa
Fakultas Peternakan ini.
Febri yang sekarang duduk di se-
mester enam ini juga memaparkan bahwa
sebenarnya mahasiswa peternakan san-
gat setuju sekali dengan kebijakan rek-
tor untuk membangun kembali kampus
bukit. “Selain itu, kita sebagai mahasiswa
memang wajib untuk membuat Kampus
Bukit menjadi aktif,” terangnya.
Sementara itu, pendapat yang agak
berbeda datang dari seorang mahasiswi
Fakultas Teknik, Citra Arum Sari(18). Ci-
tra, sapaan akrabnya, mengakui bahwa ia
sangat setuju atas sentralisasi ini. Menurut-
nya, apabila semua mahasiswa S1 ngam-
pus di Bukit Jimbaran, hal itu akan terasa
adil. Sebab, ia merasa fasilitas di Kam-
pus Sudirman lebih terawat ketimbang di
Kampus Bukit Jimbaran. “Ya menurutku,
biar adil lah, dalam artian semua maha-
siswa merasakan kehidupan di Bukit,”
tutur gadis yang duduk di semester 2 ini.
(Ari, Sui)
BULETIN AKADEMIKA edisi 2 - APRIL 201412
PROFIL
Wanita pun Mampu Mengubah Dunia
Kesan pertama yang terpan-
car dari Made Nian Anggara
adalah cantik. Pantas ia berhasil
menyandang predikat Duta Endek
Denpasar 2013. Rupanya tak ha-
nya itu, mahasiswi kelahiran 11
Mei 1993 juga memiliki segudang
prestasi dari berbagai bidang.
Nian, begitulah sapaan
akrabnya. Sebagai duta, Nian tak
hanya wajib mempromosikan kain
endek kepada masyarakat. Bag-
inya, Duta Endek harus mampu
memotivasi dan menginspirasi
orang lain untuk melakukan hal
positif. Bukan berarti harus men-
jaga imege atau ‘on’ tiap saat. Pu-
tri dari pasangan Drs. I Nyoman
Aryana dan Putu Sugiasih, S.Pd.
ini selalu berusaha menjadi diri
sendiri dan lebih baik lagi.
“Duta yang mencontohkan
sesuatu atau menjadi role model
bagi orang lain,” ujar perempuan
yang bercita-cita menjadi direktur
rumah sakit.Foto: dok. pribadi
www.persakademika.com/@persakademika 13
PROFIL
Alumni SMA Negeri 1 Denpasar
ini bercerita tentang suka-dukanya men-
jadi seorang duta. Dengan menjadi duta,
ia mempunyai kesempatan menambah
wawasan dan relasi, menginspirasi dan
memotivasi orang-orang di sekitarnya,
serta membantu upaya perubahan positif.
Di samping itu, ia juga harus siap menja-
di sorotan publik, harus siap diwawancara
kapan dan dimana saja, serta tanggung
jawab kepada diri sendiri dan pemerintah
yang mesti dipenuhi. Untungnya, Nian
selalu mendapat dukungan dari keluarga
dan sahabat. Dukungan inilah yang mem-
buatnya bersemangat mengikuti berbagai
lomba. Hal ini semata-mata demi masa de-
pan yang baik, bukan untuk terkenal.
Putri bungsu dari 2 bersaudara ini
mempunyai segudang prestasi akademik
dan non akademik. Prestasi ini diraihn-
ya sejak SMA sampai kuliah, diantaran-
ya Juara 1 Lomba Design Kreasi Wastra
(Kategori Putri), Juara Umum 2 Olimpiade
Ilmu Sosial FISIP UI 2010 (Juara 1 dalam
kategori Analisis Masalah dan Circle of
Beat), Mahasiswa Berprestasi FKIK Unwar
2014 dan lain lain.
Nian beranggapan bahwa menye-
laraskan kegiatan akademis/non akademis
dengan tugas-tugasnya sebagai seorang
duta merupakan hal yang krusial. Kunci-
nya adalah mencintai kewajiban, time
management dengan membiasakan mem-
buat jadwal kegiatan dan menentukan
skala prioritas. “Yakin, deh, kalau kamu
udah cinta, kegiatan yang banyak itu pasti
terselesaikan dengan baik,” ucap Nian.
Kesetaraan gender dan emansipasi
wanita bukan dilihat dari jabatan, namun
bagaimana wanita mampu menempat-
kan dirinya dan bersikap teladan. “Wani-
ta yang berani maju dan siap mengambil
resiko untuk menjadi lebih baik, dialah
Kartini masa kini!” tegas mahasiswi Ke-
dokteran Umum Universitas Warmadewa
ini.
Nian menganalogikan era global-
isasi seperti pisau bermata dua yang ber-
dampak baik dan buruk. Oleh karena itu,
pemuda harus meningkatkan wawasan
agar mampu bersaing di dunia modern
yang global, apalagi dengan pemberlakuan
ASEAN Free Trade Area tahun 2015. Seka-
rang wanita tidak hanya menjadi ‘hiasan
rumah’ seperti zaman R.A Kartini remaja,
melainkan wanita yang mampu berpresta-
si dan menginspirasi.
“Kalau bukan kita sebagai seorang
wanita yang sadar terhadap hak dan ke-
wajiban sendiri, siapa lagi? A woman can
change the world,” tutupnya. (Maya)
BULETIN AKADEMIKA edisi 2 - APRIL 201414
ESAI FOTO
Tak terasa Universitas Udayana (Unud)
memasuki usia ke-53 tahun. Kondisi
perkuliahan terbagi menjadi dua, daerah
Bukit Jimbaran dan Denpasar. Isu pen-
yatuan tempat perkuliahan di Bukit pun
diusung agar birokrasi dapat terpusat di
Kampus Bukit Jimbaran. Namun, saat ini
sebagian tanah atas nama Unud digunakan
sebagai tempat tinggal, sekolah, bahkan
tempat untuk berjualan. Melihat kondisi
Bukit yang masih “berantakan” tersebut,
apakah layak untuk disatukan?
Siapkah BUKIT Menyatukan Seluruh Mahasiswa?
1
4
www.persakademika.com/@persakademika 15
ESAI FOTO
Dari pojok kiri atas, searah jarum jam: 1. Rumah Sakit Universitas Udayana tampak tak terawat sehingga tulisannya pun tak terbaca.2. Gedung pencucian mobil yang berdiri di atas tanah Unud.
3. Hotel baru yang masih dalam tahap pemban-gunan di atas tanah Unud.4. Stan tanaman yang berada tepat pada papan “Tanah Milik Universitas Udayana”.
Oleh: Rizky Anugerah
2
3
BULETIN AKADEMIKA edisi 2 - APRIL 201416
Ratusan dayang bangun dan
langsung mengenakan pakaian
serta saling membantu berias an-
tar dayang di Istana Terlarang. Adegan
selanjutnya muncul ratusan langkah kaki
kuda menuju suatu tempat di sebuah pe-
gunungan entah dimana. Kembali ke ista-
na, seorang wanita sedang berias dengan
sedikit terengah seperti sedang sakit. Wan-
ita itu adalah Sang Ratu, yang kemudian
kedatangan Sang Pangeran Bungsu yakni
Pangeran Yu.
Tak lama kemudian rombongan
Sang Pangeran dan Ratu pergi ke kedia-
man pangeran tertua, namun sempat ber-
henti saat Sang Ratu hampir terjatuh kare-
na merasakan pusing. Hendak ditolong,
sang Ratu menghentikah dayangnya. Sesa-
mpai di kamar pengeran tertua, Sang Ratu
masuk dan sedikit merayu pangeran, yak-
ni Pangeran Wan. Pangeran Wan berusa-
ha menolak, karena takut ketahuan. Sang
Pangeran berkelit, Sang Ratu adalah ibun-
ya dan hal ini tak pantas. Sang Ratu tegas
membela diri bahwa ia adalah bukan ibu
kandung sang pangeran, sehingga sang
pangeran tak usah takut seperti itu lagi,
namun yang terjadi mereka berdua sema-
kin berselisih paham dan diakhiri dengan
keluarnya sang ratu dari kamar.
Perselisihan selesai dan rombongan
hendak menyambut Kaisar Ping namun
ada kabar bahwa penyambutan dibatal-
kan. Sang Kaisar rupanya sedang bertemu
dengan pangeran kedua, yakni Pangeran
Jai. Sang Kaisar berkata kepada Jai, “Kau
hanya boleh mendapatkan apa yang aku
berikan.” Selanjutnya kaisar mengajak pu-
tra keduanya itu kembali ke istana. Sesa-
mpainya di istana, tabib kaisar memberi-
tahukan bahwa perintah kaisar mengenai
ramuan Sang Ratu sudah dijalankan. Kai-
Judul Film : Curse of The Goldern FlowerSutradara : Zhang YimouAktor Utama : Chow Yun Pat Jay Chou Liu Ye Aktris Utama : Gong Li Li Man
Curse of The Golden Flower,Cinta dan Tahta di Akhir Era
RESENSI FILM
Sumber: http://a2.mzstatic.com/us/r30/Video/f0/f3/44/mzi.mtuaogcr.jpg
www.persakademika.com/@persakademika 17
sar kemudian bertemu dengan ratu dan
semua putranya serta mengajak mereka
untuk memperlihatkan keharmonisan
pada festival bunga krisan nanti. Namun,
adegan keluarga tersebut tak terlihat lay-
aknya keluarga yang harmonis.
Sebenarnya, timbulnya ketidakhar-
monisan keluarga kekaisaran itu karena
Sang Ratu menjalin hubungan dengan
pangeran Wan dan Sang Kaisar menge-
tahuinya, tidak hanya itu timbul konflik
antara pejabat istana kepercayaan Kaisar
dengan Kaisar sendiri yakni tabib istana
yang memberikan ramuan untuk mem-
buat Sang Ratu semakin lemah.
Perselingkuhan Sang Ratu dengan
Pangeran Wan juga menimbulkan perse-
lingkuhan baru antara sang pangeran den-
gan anak tabib istana, dimana itu dilarang
dalam aturan istana. Jati diri ibu kandung
Pangeran Wan dan siapa sesungguhnya
Kaisar Ping sebelum menjadi Kaisar juga
akan ditampilkan. Terkahir, puncak keti-
dakharmonisan keluarga kekaisaran Tang
ini akan disuguhkan adegan hebat saat se-
belum Festival Bunga Krisan.
Film yang disutradarai Zhang Yimou
ini begitu mempesonakan penontonn-
ya dengan banyak memperlihatkan kea-
gungan dan kemasyhuran Dinasti Tang.
Keindahan istana, pakaian keluarga kera-
jaan, pasukan elit dan percakapan politik
yang penuh intrik membawa penonton ke
suasana istana Zaman Dinasti Tang yang
identik dengan pernis emasnya dan ista-
na yang megah dan luas, bahkan ada abdi
khusus yang bertugas untuk memberita-
hukan jam karena luasnya istana sehingga
matahari tak bisa masuk jauh ke dalam.
Alur cerita film ini sangat kuat. Hal
ini membuat penonton susah menebak
akhir dari film tersebut. Kualitas akting
pemainnya pun tak diragukan lagi; pen-
gendalian emosi dan penaikan nada suara
secara tiba-tiba begitu menyiratkan pe-
mainnya bisa mendalami karakter seorang
dari keluarga kerajaan.
Film yang rilis tahun 2007 dengan
durasi 114 menit ini terasa membosank-
an dengan kekolosalannya yang terlalu
terlihat, tetapi semua itu akan tertutupi
dengan kelebihan dimana cerita berpusat
pada kisah cinta Ratu dengan Pangeran
Wan dan perebutan tahta serta ramuan
Sang tabib akan membuat penonton ter-
cengang. Namun, ada sedikit terasa meng-
gantung pada akhir ceritanya. Penonton
menyaksikan adegan yang membuat pe-
nasaran bagaimana kelanjutan ceritan-
ya. Hal ini cukup megundang tanya dan
mungkin membuat penonon berkeinginan
mencari sejarah aslinya. (Sueca)
RESENSI FILM
BULETIN AKADEMIKA edisi 2 - APRIL 201418
RESENSI BUKU
Sayatan Nada-nada Kehidupan
Identitas BukuJudul Buku : “Kisah Lainnya : Catatan 2010-2012”Pengarang : Ariel dkk.Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) dan Musica Studio’sKota Terbit : JakartaTahun Terbit : 2012Cetakan : Pertama, Agustus 2012; Kedua, Agustus 2012; Ketiga, September 2012
“Jadi, hidup telah memilih,
menurunkan aku ke bumi”. Be-
gitulah kalimat pembuka dalam
buku ini, sederhana namun penuh mak-
na. “Yang Terucap Akan Lenyap, Yang
Tercatat Akan Teringat”. Kata-kata bijak
inilah yang menginspirasi Ariel, Uki, Luk-
man, Reza, dan David untuk mencatat se-
gala kejadian yang terjadi selama tahun
2010-2012.
Semua itu berawal pada suatu
malam di bulan Mei 2010, kehidupan
Ariel berubah seketika menjadi seorang
tahanan. Ariel menapaki hidupnya yang
baru dalam lingkungan yang asing dan
meninggalkan sejenak personil Peterpan
untuk kurun waktu yang tidak sebentar,
2 tahun. Tidak tinggal diam, dalam rutan
Sumber Foto: https://gramediaonline.com/images/prod_images/201800342_large.jpg
www.persakademika.com/@persakademika 19
RESENSI BUKU
Ia membuat ukiran pada piano tua, mem-
buat kaligrafi pada gypsum, dan mencoba
take vocal lagu yang Ia ciptakan sendiri
yaitu “Dara” dalam sebuah almari tanpa
ventilasi yang dibantu rekan Bimkernya.
Begitu kemelut kisah Ariel dan Peter-
pan, membawa banyak pro dan kontra di
masyarakat. Masalah internal juga terjadi,
sehingga membuat Peterpan memperkuat
formasinya dengan David sebagai pianis.
Satu persatu kisah mereka dibahas dalam
buku ini. Bagaimana perjuangan musik
mereka ketika ditentang oleh keluarga dan
lingkungan. Lalu pencapaian-pencapaian
yang akhirnya didapatkan oleh mereka,
penghargaan dari dalam dan luar negeri
untuk musikalitas mereka.
Buku ‘Kisah Lainnya’ ini merupa-
kan biografi dari Ariel dkk serta Peterpan
sendiri. Penyajiannya menyenangkan dan
bahasa yang digunakan juga ringan. Buku
ini memiliki alur maju mundur yang mem-
buat pembaca harus lebih jeli dan konsen-
trasi dalam menanggapi setiap kisah yang
dipaparkan secara tidak runtut tersebut.
Jika tidak, pembaca mungkin akan merasa
sedikit bingung dengan alur yang ada.
Namun demikian, judul yang diberi-
kan pada tiap kisah yang ditulisnya mem-
buat setiap pembaca penasaran dan ingin
segera mengetahuinya. Seperti pada judul
berikut: “Ketika Bintang Terang Menyinari
Peterpan” dan “Yang Lepas dan Yang Ter-
hempas”. Keindahan kata yang gunakan
dalam buku ini membuat kita semakin ter-
hanyut dalam kisahnya, serta ada banyak
foto dan gambar yang ditampilkan seh-
ingga membuat pembaca menikmati dan
tidak bosan-bosannya membalik lembar
demi lembar kisah yang tertulis didalam-
nya.
Buku ‘Kisah Lainnya’ memiliki sampul
gradasi warna merah gelap dan dan mer-
ah terang dengan simbol bulu warna pu-
tih menghadap kanan atas, ini merupa-
kan simbol dari band yang ariel gawangi
bersama dengan kawan-kawannya. Sam-
pul ini terlihat sederhana namun elegan,
memberikan kesan misterius dan menun-
tun setiap mata untuk mengetahui lebih
jauh apa yang tersimpan dibaliknya.
Banyak nilai positif yang dapat kita
ambil, Keberanian menghadapi persoalan
dengan kepala tetap tegak. Itulah kesat-
uan dari banyak kisah yang satu persatu
di uraikan oleh kelima personil tersebut.
Oleh karena itu, buku ini dapat dibaca
oleh semua orang, segala usia dan kalan-
gan. Sangat tepat untuk mereka yang in-
gin tahu lebih dalam kisah Ariel dkk serta
Peterpan khususnya. (Ulul)
BULETIN AKADEMIKA edisi 2 - APRIL 201420
LAPORAN KHUSUS
“Kuliah di Hardy’s itu
tidak efektif, karena di sana bukan
tempat kuliah. Di sana adalah tempat
berjualan. Saat belajar pukul 10.00 WITA,
sudah terdengar suara pramuniaga yang menawarkan
discount-discount,” ungkap Kadek Dwi Pebri Dyantari
(Dyan) Ketua BEM Fakultas Peternakan.
Jarum jam menunjukkan pukul 08.30
WITA. Seluruh mahasiswa program
S1 regular di Universitas Udayana
bergegas memasuki kelasnya masing –
masing. Tidak ketinggalan pula maha-
siswa Fakultas Peternakan (Fapet) yang
pagi itu berkuliah di Kampus Sesetan. Te-
patnya satu gedung dengan mall Hardy’s
Ramayana Sesetan.
Mungkin petugas penjaga parkir di
mall tersebut harus bekerja lebih ekstra
untuk menghafalkan wajah – wajah ma-
hasiswa yang berkuliah di sana. Pasalnya
setiap mahasiswa yang memasuki areal
tersebut telah terbebas dari biaya parkir.
Namun sayang areal tersebut kurang
aman. “Parkir mahasiswa dan pengunjung
sama, tapi mahasiswa gak bayar, banyak
yang kehilangan helm pula,” celetuk Dyan.
Awalnya ruang kuliah yang berada satu
bangunan dengan Hardy’s Ramayana
tersebut merupakan Pusat Pengembangan
Agribisnis dan Kewirausahaan (PPAK).
Pendirian gedung PPAK bertujuan untuk
melatih mahasiswa Fapet dan orang luar
Fapet yang mau belajar berwirausaha.
“Ada lima ruangan ditambah tiga ruangan
baru, terdiri dari kelas dan lab ekonomi
dan penyuluhan kewirausaan,” ungkap
Ir. Tjok Istri Putri, M.P, Pembantu Dekan
II Fapet Universitas Udayana. Ketika dis-
inggung masalah kepemilikan lahan, lebih
Fakultas Peternakan Terjebak di Tiga Tempat
Foto: Dharma/Akademika
www.persakademika.com/@persakademika 21
LAPORAN KHUSUS
lanjut Tjok Istri memaparkan bahwa lah-
an tersebut adalah milik Udayana yang
disewakan dan kemudian didirikan se-
buah mall. Namun dalam perjanjian sewa
lahan tersebut dinyatakan bahwa Fapet
akan dibuatkan sebuah gedung sebagai
pusat pengembangan Agribisnis.
“Karena tren mahasiswa kuliah di
Fapet semakin sedikit, makanya kita pa-
kai ruang pengembangan agribisnis un-
tuk berkuliah,” tambah Tjok Istri. Lantas
gedung yang dimiliki oleh Fapet yang
berada di Bukit dilirik oleh Program Stu-
di Farmasi Fakultas Mipa. Ketika Fapet
yang mulai jarang memfungsikan gedung
perkuliahan di Bukit, maka gedung terse-
but dipinjam secara lisan oleh Farmasi atas
keputusan dari rektor.
Kini mahasiswa Fapet sudah berjum-
lah 86 orang, lebih banyak dari tahun-ta-
hun sebelumnya. Rencana – rencana baru
pun mulai disusun oleh Dekan Fapet dan
jajarannya demi membenahi kampus. “Ta-
hun lalu sudah saya usulkan kepada Pak
Bakta (Rektor yang menjabat sebelumnya)
agar gedung AI diperbaiki dikarenakan
semua mahasiswa Fapet akan difokuskan
di Bukit,” tegas Tjok Istri.
Fapet memiliki tiga tempat perkuli-
ahan saat ini, diantaranya kampus Bukit
Jimbaran yang harus rela dibagi dengan
Program Studi Farmasi, Fakultas Mipa.
Kampus Sesetan yang memiliki konstruk-
si bangunan satu gedung dengan Mall dan
Kampus Sudirman yang merupakan Lab
Bersama dan dinaungi oleh empat Fakul-
tas. Keseluruhan proses belajar mengajar
mahasiswa Fapet berlangsung pada tiga
tempat tersebut. Untuk mahasiswa semes-
ter satu dan dua berkuliah di kampus Bukit,
Jimbaran. “Semester satu dan dua kuliah di
Bukit, ruang sidang di lantai tiga dekanat
dan ini merupakan kesalahan kami yang
menjadikan ruang sidang sebagai tempat
kuliah,” tegas Tjok Istri. Sementara semes-
ter tiga dan seterusnya berkuliah di kam-
pus Sesetan dan praktikum dilaksanakan
di Kampus Sudirman.
Menanggapi hal tersebut Rektor
Universitas Udayana menyatakan sudah
merencanakan penataan ulang tentang
keberadaan Fapet dan Program Studi Far-
masi. “Dirancang lagi, ditata lagi, ditata
ulang, apakah gedungnya akan ditambah
lagi untuk Farmasi, nanti akan ditinjau lagi
kebutuhannya nanti bagaimana, karena
dulu gedung tersebut tidak dipakai oleh
Fapet dan untuk tanah yang di Hardy’s
nanti jika sudah selesai, jangan dikontrak-
kan lagi,” ungkap Prof.Dr.dr Ketut Suasti-
ka SpPD KEMD saat diwawancarai disela
– sela kesibukannya. (Dharma, Sas, Jack)
Foto: Dharma/Akademika
BULETIN AKADEMIKA edisi 2 - APRIL 201422
JEJAK
Eksotisme Pura Gunung Kawi, Genah Penglukatan lan Wisata
Keindahan Pura Gunung Kawi terpancar ketika melihat pekarangan yang luas dan asri, lengkap dengan taman yang tertata rapi. Gerak ikan dalam kolam yang jernih menambah kesan keseimbangan alam di dalamnya.
Gemercik air kolam dan sejuknya
udara menyambut wisatawan
yang datang ketika pertama sam-
pai di Pura Gunung Kawi yang terletak di
Desa Sebatu, Tegallalang, Gianyar, Bali.
Kawasan pura dengan taman yang tertata
rapi, kolam ikan yang luas dan jernih yang
dipenuhi ratusan ikan menjadi pemandan-
gan indah yang tertangkap mata.
Berdasarkan cerita yang berkem-
bang di desa ini, konon pemerintahan Raja
Mayadenawa yang lalim tidak mampu
menyejahterakan masyarakatnya. Kemu-
dian, Dewa Wisnu memberikan sumber
air kehidupan dalam wujud air suci kepa-
da masyarakat setempat. Masyarakat men-
gungkapkan rasa syukurnya dengan mem-
bangun sebuah pura tempat pemujaan
Dewa Wisnu yang dikenal dengan nama
Pura Gunung Kawi. Pura tersebut dileng-
kapi dengan berbagai macam pancuran
air suci. Umat Hindu umumnya datang ke
pura ini untuk melakukan persembahyan-
gan dan pembersihan diri (penglukatan).
Masyarakat setempat percaya bahwa air
suci tersebut mampu memberikan kecan-
tikan alami. “Banyak pemain drama dan
penari kesini mencari kecantikan”, ujar
Genep (48), salah seorang penjaga pura.
Selain umat Hindu, pura ini juga
menarik para wisatawan, baik domestik
maupun wisatawan mancanegara. “This place is very beautiful. We still can feel the historical value. It’s amazing how Balinese people are still able to maintain the beau-ty of this place until now”, papar Kevin,
wisatawan asal Kanada yang datang ber-
sama istrinya, Marissa. Wisatawan juga
dapat merasakan sejuknya air suci di kol-
am pemandian yang telah disediakan.
www.persakademika.com/@persakademika 23
Eksotisme Pura Gunung Kawi, Genah Penglukatan lan WisataJEJAK
Biaya Rp. 10.000 bukanlah biaya yang
besar jika dibandingkan dengan pen-
galaman menakjubkan di pura yang
cukup keramat ini. Kain dan selendang
menjadi sarana yang wajib dikenakan
wisatawan selama berwisata di sekelil-
ing pura.
Beberapa toko kecil berderet rapi
di depan pura menjajakan souvenir
khas desa setempat. Pilihan menarik
sebagai buah tangan bagi wisatawan
sebelum meninggalkan pura ini. Pura
yang memiliki panorama indah ini ber-
jarak 38 km dari Kota Denpasar. Den-
gan iringan pemandangan hasil seni
pahat yang begitu indah dan berkuali-
tas, hamparan alam nan menawan serta
cuaca yang sejuk membuat perjalanan
menuju pura ini menjadi menyenang-
kan. Pura Gunung Kawi bisa menjadi
pilihan untuk kabur dari kepenatan
dan sesaknya suasana kota yang padat.
Such a sweet escape. (Resita)
Kolam terbesar di kawasan Pura Gunung Kawi sebagai habitat para ikan dan salah satu objek yang paling diminati.
Kolam suci di kawasan dalam Pura Gunung Jati.
BULETIN AKADEMIKA edisi 2 - APRIL 201424
BUDAYA
Bala Cinta Si Landung
Di Bali, kisah cinta tak selamanya berakhir bahagia. Bisa juga berujung petaka.
Tak hanya pemandangan alam, seni, bu-
daya, dan religi yang mampu menjadi
magnet pesona Bali, namun keromanti-
san dan cinta di setiap ujung lokasi di Bali
juga memberikan icipan cita rasa berbeda.
Tak jarang Bali menjadi incaran bagi mer-
eka yang ingin mempersatukan cinta da-
lam ikatan pernikahan. Bali bahkan lebih
sering menjadi destinasi tempat berbulan
madu. Film kisah cinta ala Hollywood
pun juga pernah singgah untuk shooting
di Bali.
Siapa kira, di balik romantisme yang
ditawarkan Bali ternyata ada kisah cinta
memilukan yang pernah terjadi di tanah
Dewata ini. Kisah yang terjadi sekitar
100 windu silam, yang telah menelurkan
peradaban kuno ditengah Agama Hindu,
seni, dan budaya di Bali yang terjaga hing-
ga saat ini.
Alkisah Barong Landung, inilah
awal mula perkenalan kisah cinta tragis
tersebut. Barong menurut asal katanya da-
lam bahasa sansekerta yaitu ‘B(h)arwang’
(Kardji, 1993) dan dalam bahasa Jawa
Kuno Barong juga disebut “Barwang”
(Zoetmulder,1995). Kedua asal kata Bar-
ong tersebut bermakna sama yaitu Beru-
ang. Tak salah jika pementasan Barong di
Bali identik dengan rupa binatang yang
besar. ‘Landung’ dalam bahasa Bali berar-
ti tinggi, sehingga Barong Landung berarti
Barong yang memiliki perawakan tinggi.
Jangan sangka Barong Landung be-
rupa hewan yang tinggi dan besar. Barong
Landung tak sama seperti Barong pada
umumnya di Bali. Barong ini unik dan ber-
ciri khas. Bagaimana tidak, rupa – rupanya
adalah manusia. Perawakannya pun ma-
nusia. Barong ini identik dengan sepasang
wanita lelaki. Wanita beparas gadis Cina,
lelakinya berwajah Bali Aga (kuno).
Sumber gambar: Lester Ledesma/Skylight Images
www.persakademika.com/@persakademika 25
BUDAYA
Letak kesamaan antara Barong Landung
dengan Barong pada umumnya pada
makna pementasannya untuk kegaiatan
keagamaan, yaitu sebagai penolak bala.
Meskipun memiliki makna sebagai peno-
lak bala, tapi bala yang mewarnai kisah
sejarah Barong Landung ini tak dapat di-
tolak. Bala cinta. Kisah bala cinta Barong
Landung inilah yang memberikan sentu-
han berbeda pada setiap kisah cinta yang
berujung di Bali.
Dalam kisahnya tersebutlah seorang
Raja Balingkang yang bertahta pada tahun
1181 – 1204 Masehi bernama Jaya Pangus.
Beliau memperistri seorang wanita Cina,
King Cing Wei. Balingkang merupakan
gabungan kata dari dua nama wilayah
yang berbeda, yaitu ‘Bali’ yang berarti Bali
dan ‘Khang’ yang berarti Cina. Raja Jaya
Pangus atau yang dikenal pula dengan
nama Dalem Balingkang konon sangat
mencintai sang istri, sayangnya mereka
tak kunjung diberikan putra.
Suatu hari Dalem Balingkang beren-
cana untuk bersemedi di Gunung Batur.
Namun celakanya, bukan wangsit yang
didapat, melainkan seorang wanita ber-
nama Dewi Danu. Tipu muslihat Dalem
Balingkang yang mengatakan dirinya per-
jaka berhasil menikahi Dewi Danu. Dari
hubungan itu lahir seorang putra bernama
sangat termashyur, Maya Denawa.
Gelisah suami tak kunjung kemba-
li, King Cing Wei menyusul ke Gunung
Batur. Didapatlah suaminya telah ber-
hati dua, maka murkalah King Cing Wei
dan menghardik Dewi Danu. Dewi Danu
merasa dibohongi. Dengan kesaktiannya
dibinasakanlah Dalem Balingkang dan
King Cing Wei.
Oleh rakyat yang mencintai Dalem
Balingkang dan King Cing Wei, setelah
mengetahui keduanya sudah binasa, dib-
uatkanlah patung yang disebut Stasu-
ra dan Bhati Mandul untuk mengenang
keduanya, yang akhirnya berkembang
menjadi Barong Landung. Hal ini tidak
diketahui pasti mengapa diwujudkan da-
lam perawakan yang ‘landung’.
Dalam perwujudan Barong Landung
yang ada sekarang, lelakinya berwujud
hitam, seram, dan gigi bertaring. Sedang-
kan wanitanya putih, cantik, dan bermata
sipit. Barong Landung biasa dipentaskan
saat Hari Raya Galungan dan Kuningan,
upacara keagamaan, dan terkadang juga
sebagai hiburan. Meskipun dalam konteks
pementasan maknanya berbeda, namun
kisah yang melekat pada Barong Landung
tak akan berbeda. Kisah cinta yang ber-
bumbu pengkhianatan, kebohongan, dan
petaka. (EkaApsari)
BULETIN AKADEMIKA edisi 2 - APRIL 201426
OPINI
GrasiPresiden punya hak untuk memberi grasi. Jadi, mintalah grasi, bagi tahanan yang mulai
frustasi, dengan rumitnya jalur hukum di republik ini. Contohnya Schapelle Leigh Corby yang pernah merasakan nikmatnya menerima grasi. Tapi kalau yang tak diberi, artinya harus
mendekam di bui lebih lama lagi.
Pertengahan tahun 2013 saya ber-
temu dengan Metta Dharmasaputra,
Pemimpin Redaksi Kata Data dan mantan
wartawan TEMPO. Saya pribadi memang-
gilnya mas Metta. Saya menjemputnya-
siang hari di Bandara Ngurah Rai, Bali.
Kami naik taxi dari bandara menuju tem-
pat pelatihan di daerah Kerobokan, Ba-
dung. Saya bertanya tentang Vincent ke-
pada Metta di dalam taxi. Vincent adalah
pembocor rahasia pajak Asian Agri Group
yang merupakan induk perusahaan Raja
Garuda Mas (RGM) milik Sukanto Tanoto.
Metta menjelaskan, kalau saat ini Vincent
telah bebas dan sedang membuka usaha
catering. "Tapi harus terus diawasi karena
bisa saja terjadi sesuatu yang tidak diing-
inkan menimpanya," kata Metta.
Vincent resmi masuk dan menghuni
rumah tahanan Kepolisian Daerah Metro
Jaya pada 11 Desember 2006. Dia dijeb-
loskan ke penjara karena terlibat kasus
pencurian uang perusahaan Asian Agri
senilai US$ 3,1 juta dan baru dicairkan Rp
200 juta. Sebelum menghuni rumah tahan-
an Kepolisian Daerah Metro Jaya, Vincent
sempat melarikan diri ke Singapura. Dia
melarikan diri karena mendapatkan an-
caman dari pihak Asian Agri. Dalam pelar-
ian itulah Vincent mengancam akan mem-
bocorkan skandal pajak Asian Agri Group
jika pihak Sukanto Tanoto terus mengan-
camnya. Metta mengeluarkan laporan in-
vestigasi skandal pajak ini dalam bentuk
buku berjudul "Saksi Kunci". Bagi saya
yang menarik dari laporan investigasi itu
adalah upaya pria bernama lengkap Vin-
centius Amin Sutanto atau Vincent dalam
mencari keringanan hukuman.
Laporan investigasi "Saksi Kunci"
sosok Vincent digambarkan sebagai seo-
rang whistle blower atau peniup peluit.
Istilah ini dipakai bagi para pelaku kejaha-
tan atau kriminal, namun pelaku kejahatan
tersebut bersedia untuk mengungkapkan
kejahatan lain yang lebih besar sehingga
merugikan negara. Bahkan di Amerika ada
undang-undang federal the False Claims
Act atau Lincoln Law yang sudah ada se-
jak 1863. Undang-undang ini menjelaskan
bagaimana seorang whistle blower bukan
hanya harus dilindungi keselamatannya,
Oleh: Asykur Anam
www.persakademika.com/@persakademika 27
OPINI
tapi juga bisa mendapatkan imbalan beru-
pa uang. Sayangnya meski sebagai whistle
blower, nasib Vincent benar-benar tak mu-
jur. Singkatnya, Vincent harus mendekam
di penjara selama 11 tahun setelah mele-
wati berbagai persidangan termasuk upa-
ya banding. Gagal dengan berbagai upaya
banding untuk meringankan hukumann-
ya, Vincent ajukan grasi kepada Presiden.
Tapi gagal juga. Susilo Bambang Yud-
hoyono lebih memilih mengampuni ban-
dar "mariyuana" daripada mengampuni
penyelamat uang negara triliunan rupiah.
Schapelle Leigh Corby yang kedapatan
membawa 4,2 kg ganja di Bandara Ngurah
Rai, Bali pada 8 Oktober 2004. Corby pun
divonis hukuman penjara 20 tahun pada
27 Mei 2005. Presiden memberikan gra-
si kepada Corby pada 15 Mei 2012. Grasi
itulah yang mengurangi hukuman Corby
dari 20 tahun menjadi 15 tahun.
Nasib Corby jelas lebih mujur dari
Vincent. Namun, tak semua tahanan suka
dengan pemberian grasi oleh presiden. Tak
semua tahanan di republik ini juga suka
dikasihani presiden. Contohnya tahanan
politik Filep Karma yang ditahan oleh pen-
gadilan negeri Abepura dan memperoleh
hukuman 15 tahun penjara pada 27 Okto-
ber 2005. Dia ditahan karena mengibarkan
bendera Bintang Kejora pada saat upaca-
ra memperingati ulang tahun kedaulatan
Papua tanggal 1 Desember 2004.
Karma menolak dengan alasan jika ia me-
nerima grasi tersebut berarti ia menga-
kui bahwa ia salah. Karma balik meminta
presiden untuk membebaskan papua dari
kolonialisme Indonesia. Elaine Pearson,
Wakil Direktur Asia dari Human Rights
Watch menjelaskan, “Memenjarakan pe-
sakitan politik merupakan hal memalu-
kan dan sangat jauh dari gambaran negara
demokrasi modern yang berusaha digagas
Indonesia”.
Memasuki tahun politik, April 2014.
Kita dihadapkan pada banyak persoalan
yang belum kelar di negara ini. Dari ma-
salah korupsi hingga pelanggaran HAM.
Dari Sabang sampai Merauke. Kita dituntut
untuk memilih pemimpin negeri ini selan-
jutnya. Pasca SBY turun dari kursi terhor-
matnya. Lagi dan lagi. Selain memilih kita
hanya bisa berharap. Semoga yang terpilih
kelak dapat memberikan haknya kepada
yang pantas mendapatkan hak. Grasi ha-
nya contoh mungil dari setumpuk perma-
salahan yang serius di negeri ratusan suku
ini. Dari negeri yang hanya mengakui lima
agama ini. Dari negeri yang pemimpinan-
ya pemurah ampun ini. Pemurah ampun
untuk pengedar ganja bukan penyelamat
uang negara.
Oleh: Asykur Anam
Redaksi menerima kiriman artikel, opini, masukkan, kritik, saran atau tanggapan tentangkehidupan civitas akademika Universitas Udayana. Tulisan bisa dialamatkan langsung ke Sek-
retariat Pers Mahasiswa Akademika Jl. Dr. R. Goris No. 7A, Denpasar atau dikirim lewat email [email protected]. redaksi berhak menyunting isi tulisan sepanjang tidak
menyimpang esensi tulisan.www.persakademika.com
@persakademika
Adit/Akademika