Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

28
Taki - Takining Sewaka Guna Widya ISSN: 09854-1678 Budaya: Bala Cinta Si Landung Resensi film: Cinta dan Tahta di Akhir Era Laporan Khusus: Fakultas Peternakan Terjebak di Tiga Tempat Opini: Grasi Essay Foto: Siapkah Bukit Menyatukan Seluruh Mahasiswa? Jejak: Eksotisme Pura Gunung Kawi Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi Buletin AKADEMIKA Edisi 2 - April 2014

description

Buletin Kedua Pers Mahasiswa Akademika Unud

Transcript of Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

Page 1: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

Taki - Takining Sewaka Guna Widya

ISSN: 09854-1678

Budaya:Bala Cinta Si Landung

Resensi film: Cinta dan Tahta di Akhir Era

Laporan Khusus:Fakultas Peternakan Terjebak di Tiga Tempat

Opini:Grasi

Essay Foto: Siapkah Bukit Menyatukan Seluruh Mahasiswa?

Jejak:Eksotisme Pura Gunung Kawi

Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

Buletin AKADEMIKA Edisi 2 - April 2014

Page 2: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

BULETIN AKADEMIKA edisi 2 - APRIL 20142

DAFTAR ISI

Editorial / 3

Laporan Utama / 4

Profil / 12

Essay Foto / 14

Resensi / 16

Laporan Khusus / 20

Jejak / 22

Budaya / 24

Opini / 26 Pelindung: Rektor Universitas Udayana.Penasihat: Pembantu Rektor III Universitas Udayana. Ketua Unit/Pemimpin Umum: Jaya Kusuma. Pemimpin Redaksi: Alit Purwaningsih. Redaktur Pelaksana: Nila Pertina Dewi, Dhar-ma Yanti, Resita Yuana, Indah Kusuma.Editor: Ary Pratiwi, Vera Aryantini, Diah Dhar-mapatni. Tim Redaksi: Sui, Sam, Ari, Ulul, Maya, Riz-ky, Dea, Sasmita, Dharma, Resita, Sueca, Eka Apsari, Jacklyn, Asykur.Layouter: Gamaliel Sangga Buana. Ilustrasi: Sangga, Adit.

Diterbitkan oleh: Pers Mahasiswa Akademika

Universitas Udayana.

Izin terbit: SK Rektor Unud 499/SK/PT/07/OM/LA/83.

Alamat Sekretariat:

Gedung Student Center Lantai 2,

Jalan Dr. R. Goris, Denpasar-Bali.

Email: [email protected]

Salam Persma!!! Buletin Edisi II - April 2014 akhirnya terbit. Buletin kali ini membahas mengenai sentralisasi pembelajaran mahasiswa Strata 1 di kampus Bukit Jimbaran. Isu yang masih simpang siur itu, membuat kami tertarik un-tuk mengulas lebih dalam tentang kebenaran-nya. Awalnya, pertanyaan yang ada di pikiran kami adalah seperti apa upaya sentralisasi yang merupakan cita-cita rektor Unud? Mampukah Unud menyentralisasikan kegiatan pembelaja-ran mahasiswa di Kampus Bukit Jimbaran un-tuk mahasiswa S1? Bagaimana pro dan kontra yang ada di dalamnya? Semua jawaban dari pertanyaan di atas akan terjawab saat membaca buletin ini. Di dalamnya juga mengulas Fakultas Pe-ternakan yang terjebak di tiga tempat. Disisipi pula berita ringan mengenai eksotisme Pura Gung Kawi dan sejarah Barong Landung. Itulah sekilas isi buletin ini. Lebih leng-kapnya pembaca bisa simak dengan seksama. Kami sangat berharap buletin ini bisa menjadi bacaan alternatif untuk kawan-kawan maha-siswa. Untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran untuk kemajuan kita bersama.

Pemimpin Redaksi

Page 3: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

www.persakademika.com/@persakademika 3

EDITORIAL

Ada hal menarik dari rektor Univer-

sitas Udayana (Unud) yang baru menjabat

tahun 2013 lalu. Prof. Suastika bercita-ci-

ta menyentralisasi kegiatan pembelajaran

Strata 1 (S1) di Kampus Bukit Jimbaran.

Saat blusukan pertama pasca terpilih pun,

Prof. Suastika semakin mantap menden-

gungkan rencana sentralisasi itu.

Alasan Prof. Suastika untuk melaku-

kan sentralisasi sangat jelas. Kondisi ge-

dung kampus terpecah-pecah dan kurang

nyaman untuk mahasiswa. Upaya sen-

tralisasi ini akan memfokuskan kegiatan

pembelajaran mahasiswa program S1 di

Kampus Bukit Jimbaran. Kampus di Den-

pasar pun akan difungsikan untuk kegia-

tan pembelajaran bagi program pasca sar-

jana (S2), vokasi (D3) dan ekstensi.

Kampus Denpasar memiliki tata ru-

ang yang terkesan sesak dan amburadul.

Keadaan Kampus Bukit Jimbaran juga

memiliki tata ruang yang amburadul, na-

mun lahannya masih cukup luas dan ada

gedung-gedung yang tak terpakai. Sehing-

ga, ada baiknya pembelajaran di Kampus

Sudirman difokuskan di Kampus Bukit

Jimbaran saja. Kemudian pertanyaannya,

mampukah Prof. Suastika menggapai ci-

ta-cita untuk menyentralisasikan kegiatan

pembelajaran di Kampus Bukit Jimbaran?

Sebelum menebak jawaban dari per-

tanyaan di atas, ada banyak hal yang patut

diperhitungkan. Hal yang paling mende-

sak saat ini yaitu permasalahan lahan dan

dana. Universitas Udayana di Kampus

Bukit Jimbaran berdiri di atas lahan selu-

as 175 hektar, namun 25 hektarnya adalah

milik masyarakat setempat. Sebagian be-

sar masyarakat setempat menutup telinga

bahkan ngotot tak mau pindah. Padahal,

keberadaan lahan ini sangat mempen-

garuhi tata letak pembangunan gedung

sebagai penunjang sentralisasi di Kampus

Bukit Jimbaran. Selain itu, pengucuran

dana untuk melengkapi sarana dan prasa-

rana di Kampus Bukit Jimbaran tentu tak

semudah membalikkan telapak tangan.

Sebenarnya upaya dalam sentralisa-

si ini akan berdampak baik. Dengan tata

letak yang terpusat, urusan birokrasi dan

interaksi antar mahasiswa menjadi lancar.

Oleh karena itu, hendaknya urusan aset

lahan dan sarana prasarana harus segera

terselesaikan, walaupun akan memakan

waktu lama. Jika cita-cita rektor terca-

pai, maka tak ada lagi perbedaan fasilitas

Kampus Bukit Jimbaran dan Denpasar

bagi mahasiswa program S1. (red)

Saatnya Menata Kampus Bukit

Page 4: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

BULETIN AKADEMIKA edisi 2 - APRIL 20144

LAPUT 1

Satu-persatu daun telah berguguran

meninggalkan tangkainya. Berser-

akan dan menyatu dengan tanah.

Pemandangan inilah yang terlihat sepan-

jang kanan jalan menuju rektorat universi-

tas tertua di Bali ini. Luas namun gersang,

layaknya bukit kapur yang tak terurus

memang. Sebaliknya, sekelompok gedung

berdiri megah berdesakan di jantung kota

Denpasar, Jalan P.B Sudirman. Menjelang

siang, area ini berubah bagaikan show room.

Motor dan mobil segala merk berdesakan

memenuhi setiap ruang yang tadinya lapa-

ng. Belum lagi gedung yang bertetangga

dengan Rumah Sakit Sanglah. Sirine am-

bulans, keluarga tersesat dan macet ada-

lah menu biasa bagi mahasiswa.

Tahun ini, mahasiswa salah satu

program studi Fakultas Kedokteran akan

bermigrasi ke Kampus Bukit Jimbaran. Ya,

sentralisasi kegiatan pembelajaran S1 di

kampus Bukit Jimbaran memang bukan

hanya sekadar wacana lagi. Bahkan, Rek-

tor Universitas Udayana pun sudah ‘blu-

sukan’ ke masing-masing fakultas demi

mensosialisasikan kebijakan ini. Rencana

‘pemerkosaan’ gedung yang sudah diung-

kapkan oleh Rektor dalam debat Pil-rek

setahun silam itu, secara bertahap akan

mulai direalisasikan akhir tahun 2014 nan-

ti. Namun kemudian timbul sebuah tan-

da tanya besar, mampukah Prof. Suastika

mewujudkan sentralisasi ini?

Berani. Itulah kata yang tepat untuk

Kampus Disentralisasi, Mahasiswa Unud Harus Siap Migrasi

Gersang, megah namun krodit dan macet. Kontras. Pemandangan klasik di siang terik

manakala menilik tiga titik kampus Universitas Udayana yakni Kampus Bukit Jimbaran,

Kampus Sudirman Denpasar dan Kampus Pulau Nias.

Page 5: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

www.persakademika.com/@persakademika 5

LAPUT 1

menggambarkan sikap orang nomor satu

di Universitas Udayana ini. Ditemui di

sela-sela kesibukannya pada Jumat (21/3)

lalu, Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp. PD-

KEMD membenarkan adanya rencana

pemusatan kegiatan belajar di kampus

Bukit Jimbaran untuk program studi Stra-

ta 1 tahun ini. “Dilihat dari segi luas, kam-

pus di Denpasar dirasa sudah tidak bisa

dikembangkan lagi. Maka dari itu sebaikn-

ya kita kembangkan program studi S1 di

Bukit Jimbaran mengingat lahan yang ma-

sih luas,” ujar Suastika sambil tersenyum

ramah. Lebih lanjut mantan Dekan Fakul-

tas Kedokteran ini menyatakan bahwa ke-

beradaan Rumah Sakit Unud juga menja-

di salah satu alasan untuk memindahkan

Fakultas Kedokteran ke Bukit Jimbaran, di

samping pertambahan jumlah mahasiswa

tahun ajaran baru mendatang.

Kampus Universitas Udayana terb-

agi atas beberapa tempat, diantaranya

Kampus Bukit Jimbaran (Fakultas Teknik,

FMIPA, Fakultas Pertanian, Fakultas Pe-

ternakan, Fakultas Ilmu Kelautan dan

Perikanan, Fakultas Ekonomi), Kampus

Sudirman Denpasar (Fakultas Kedokter-

an, Fakultas Kedokteran Hewan, Fakultas

Pariwisata, Fakultas Ekonomi) dan Kam-

pus Pulau Nias Denpasar (Fakultas Sastra

dan Budaya serta Fakultas Hukum). Den-

gan tata kampus yang dianggap kurang

efisien, Suastika merencanakan sebuah

tata letak yang baru. Rencana sentralisasi

tersebut memfokuskan mahasiswa pro-

gram S1 dari semua fakultas melakukan

kegiatan pembelajaran di satu area seluas

150 hektar yakni Kampus Bukit Jimbaran.

Sementara itu, gedung-gedung kampus di

Denpasar akan difungsikan untuk proses

pembelajaran bagi program pasca sarjana

(S2), vokasi (D3) dan ekstensi. “Sentral-

isasi tahun ini akan dimulai dari fakultas

yang prodinya belum memiliki gedung

memadai seperti prodi Kedokteran Gigi

atau FISIP,” ujar Prof Suastika.

Dekan Fakultas Kedokteran, Prof.

Dr. dr. Putu Astawa, M.Kes, Sp.OT (K) me-

ngungkapkan sangat setuju dengan ren-

cana sentralisasi tersebut. “Kalau ditan-

ya setuju tidak setuju, maka saya sebagai

Dekan yang harus melakukan pendidikan

Sangga/Akademika

Page 6: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

BULETIN AKADEMIKA edisi 2 - APRIL 20146

LAPUT 1

akademik dan profesi yang memerlukan

laboratorium serta rumah sakit sebagai

tempat belajar, maka saya setuju,” ujarn-

ya di sela-sela kesibukannya pada Senin

(14/4) lalu. Astawa menambahkan, pro-

gram sentralisasi ini penting untuk men-

gatasi berbagai tantangan di masa depan

misalnya lahan sempit sehingga pengem-

bangan parkir, bangunan ruang perkulia-

han kurang dan lain-lain. Namun menge-

nai kapan harus dilaksanakan atau harus

sudah tersentralisasi di bukit masih belum

merupakan keputusan pasti.

Ditemui di tempat berbeda, Pemban-

tu Dekan I Fakultas Matematika dan Ilmu

Pengetahuan Alam (FMIPA), Drs. I Made

Satriya Wibawa, M.Si. pun mengungkap-

kan hal senada. “Saya setuju, karena akan

lebih bagus apabila semua S1 berkumpul,”

ujarnya saat ditemui di Fakultas MIPA Se-

lasa (15/4) lalu. Sayangnya banyak hal yang

di-off the record-kan oleh Satriya Wibawa

mengingat masih simpang siurnya infor-

masi.

Namun demikian, hal tak senada

disuarakan oleh mahasiswa. Ni Nyoman

Clara Listyadewi misalnya. Mahasiswi

semester 4 Program Studi Hubungan In-

ternasional ini menyatakan lebih baik ge-

dung di FISIP yang ada sekarang diopti-

malkan lagi, misalnya seperti renovasi

gedung agar lebih layak. Lebih lanjut Clara

mengungkapkan jika secara pribadi, dir-

inya merasa tidak ada salahnya jika dip-

indahkan ke bukit asalkan gedung yang

disiapkan untuk FISIP memang benar-be-

nar capable. “Jangan sampai kalau kami

sudah pindah malah dikasi gedung yang

mangkrak. Apalagi jarak untuk menem-

puh bukit jauh. Ketika mahasiswa belajar

ke sana dan melihat gedungnya tidak me-

madai malah akan malas untuk kuliah,”

ujar mahasiswi yang kini menjabat sebagai

Menteri Pendidikan BEM PM Unud terse-

but.

Hal serupa diungkapkan Made

Laras Fatmala Eni, mahasiswi semester 2

Program Studi Kedokteran Gigi. Dirinya

menginginkan perkuliahan tetap diada-

kan di Kampus Sudirman. “Gosipnya sih

semester selanjutnya bakal ditempatkan

di bukit, setuju nggaknya ya jelas, nggak

setuju,” ujar mahasiswi yang mengaku

kuliahnya nomaden, tapi akhir-akhir ini

selalu di skill laboratorium. Lebih lanjut

Laras menyangsikan apakah Bapak/Ibu

dosen bersedia mengajar di kampus Bukit

dan Sudirman. “Kalau dosen sudah dipas-

tikan mau mengajar ya ga papa. Tapi kalau

bilang mau ujung-ujungnya malah kuliah

bolong-bolong gara-gara dosennya ada

mengajar di Sudirman sama aja bohong.

Page 7: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

www.persakademika.com/@persakademika 7

Kuliah terganggu,” beber Laras pada hari

Minggu (20/4) via Short Message Service

(SMS).

Ditanya mengenai sosialisasi tentang

sentralisasi di Fakultas Kedokteran, Dekan

Fakultas Kedokteran, Putu Astawa men-

gatakan memang wacana tersebut belum

disosialisasikan secara terstruktur namun

telah disampaikan secara implisit dalam

sambutan rektor. “Wacana mengenai ke-

sulitan-kesulitan pengembangan kampus

Sudirman itu disampaikan secara tidak

langsung melalui sambutan-sambutan

Rektor pada pertemuan maupun event di

Kampus Sudirman,” ujar Dekan berwajah

ramah itu saat ditemui di kantornya pada

Senin lalu (14/4) seusai makan siang.

Lebih lanjut Dekan yang menggan-

tikan Prof Suastika sejak tahun 2013 terse-

but menyatakan bahwa dirinya menang-

gapi positif rencana Rektor, terlebih alasan

Rektor dalam pengembangan Kampus

Sudirman ke depannya. “Khusus untuk

FK karena pengembangan Rumah Sakit

Perguruan Tinggi ada di Kampus Bukit,

bukan tidak mungkin FK akan segera ke-

sana kalau semua sarana prasarana sudah

dapat direalisasikan.” ungkapnya.

Permasalahan Klasik Vs Rupiah

Mewujudkan sentralisasi memang

tidak semudah membalikkan telapak tan-

gan. Banyak hal yang perlu dibenahi ber-

kaitan dengan sarana prasarana, lalu pem-

benahan tersebut memerlukan waktu dan

biaya yang ekstra. “Ini memerlukan waktu

yang lama mulai dari penataan aset, mem-

buat masterplan baru kemudian memba-

ngun gedung. Tentu prodi yang pindah

dari Denpasar menuju Jimbaran membu-

tuhkan gedung untuk sarana kegiatan be-

lajar-mengajar,” ujar rektor yang hobi blu-

sukan ke fakultas-fakultas ini.

Universitas Udayana di Bukit Jimba-

ran berdiri di atas lahan seluas 175 hektar,

dimana 25 hektarnya adalah milik warga

setempat. Sayangnya, 25 hektar tanah war-

ga tersebut berada di antara lahan Univer-

sitas Udayana sehingga menyulitkan pem-

bangunan dan menghambat sentralisasi

kampus.

“Dari dulu sebelum saya menjadi

rektor tentu upaya untuk menukar aset

milik beberapa masyarakat yang berada

di tengah dengan yang berada pinggi-

ran tanah Unud sudah dilakukan, namun

masyarakat masih ngotot tanahnya tidak

bisa dipindah,” ujar rektor yang baru se-

tahun menjabat itu. Selanjutnya Suastika

menyatakan tidak akan menggunakan jal-

ur hukum terkait masalah lahan, melaink-

an dengan cara musyawarah dengan mas-

yarakat. “Namun masyarakat sering sekali

LAPUT 1

Page 8: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

BULETIN AKADEMIKA edisi 2 - APRIL 20148

tidak menghiraukan apabila ada sosialisa-

si masalah lahan ini,” ujar Suastika seraya

menggelengkan kepala.

Ditanya mengenai keefektifan sen-

tralisasi terkait dengan pembenahan tata

letak di Universitas Udayana, Dekan

Fakultas Kedokteran pun angkat bicara.

“Kampus Sudirman memang sudah san-

gat sulit dikembangkan baik untuk parkir

maupun bangunan lain. Sebagai pengelola

pendidikan, sepanjang proses belajar men-

gajar berjalan dengan baik apalagi melebi-

hi dari Kampus Sudirman, ini sudah efek-

tif,” ungkapnya. Meskipun selalu berpikir

positif terhadap rencana tersebut, Astawa

menambahkan agar program studi Kedok-

teran Gigi, Rumah Sakit Gigi dan mulut

tidak dialokasikan di tempat yang bukan

perencanaan semula agar tidak bongkar

pasang dan pindah sana sini setelah di

Kampus Bukit mengingat hal ini memer-

lukan biaya tidak sedikit.

Berbicara masalah dana, Rektor pun

mengaku sentralisasi ini tentunya mem-

butuhkan biaya yang tidak sedikit. “Kalau

menunggu dana dari Dikti tentu keluarn-

ya tidak karuan, sehingga kami mengu-

sahakan upaya lain untuk mendapatkan

dana baik dari pembayaran UKT dan lain-

nya,” Ditemui di tempat berbeda, Dekan

Fakultas Kedokteran menyatakan bahwa

tidak ada itu pungutan ke Fakultas Kedok-

teran atau ke mahasiswa. “Yang ada ada-

lah FK bersama-sama Unud melengkapi

sarana prasarana pendidikan Kedokteran

termasuk operasional Rumah Sakit Pergu-

ruan Tinggi Negeri,” ungkap Astawa.

Lebih lanjut kesulitan terbesarnya

adalah mengubah mindset seluruh civi-

tas akademika untuk mempunyai niat

dan mau ke tempat yang lebih baik yak-

ni Kampus Bukit. Tidak menutup kemu-

ngkinan ada Clara dan Laras Laina yang

kompak belum ingin pindah ke bukit. Na-

mun Dekan Fakultas Kedokteran itu opti-

mis mahasiswa akan siap pindah kuliah ke

Bukit. “Saya kira kalau fasilitas yang telah

disediakan itu memadai dan sentralisasi

merupakan kebijakan ke arah yang lebih

baik pasti mereka manut-manut,” Asta-

wa berharap hendaknya sarana prasarana

dalam proses belajar mengajar tidak leb-

ih jelek dari Kampus Sudirman. Rektor

Universitas Udayana pun berharap semo-

ga program ini bisa direalisasikan dalam

beberapa tahun ke depan secara bertahap

setelah sarana dan infrastruktur bisa

dilengkapi. “Sentralisasi tentu akan mem-

permudah penyampaian informasi seh-

ingga komunikasi bisa berjalan lebih lan-

car,” pungkas Suastika sambil tersenyum

mantap. (Dea, Sam)

LAPUT 1

Page 9: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

www.persakademika.com/@persakademika 9

LAPUT 2

Pro-Kontra Sentralisasi:

Iya atau Tidak?

“Saya nyaman berada di Kampus Sudirman. Lokasinya juga dekat den-

gan rumah.”Begitulah alasan salah seorang mahasiswa Unud yang me-

nolak rencana sentralisasi pembelajaran program S1 di kampus Bukit

Jimbaran Unud.

Rektor Universitas Udayana, Prof.

Dr. Ir Ketut Swastika, Sp. Pd-

KEMD berencana menyentral-

isasikan pembelajaran program S-1 Unud

di kampus Bukit Jimbaran. Menurut Swas-

tika Kampus Unud di Denpasar yang ter-

diri dari dua wilayah, yakni di Sudirman

dan Nias dilihat dari segi luas sudah tidak

efektif lagi. Sementara Kampus Unud di

Bukit Jimbaran sebaliknya, dari segi lahan

masih dapat dikembangkan.

”Kalau kita melihat dari segi luas

kampus, rasanya di Denpasar sudah tidak

bisa dikembangkan lagi dan rencana itu

saya kira sangat logis,”terang Rektor Unud

yang juga merupakan mantan Dekan FK

Unud ketika ditemui di Gedung Rektorat

Bukit Jimbaran.

Menurut Swastika, sebenarnya ren-

cana sentralisasi kegiatan pembelajaran di

Bukit Jimbaran telah diwacanakan sejak

masa kepemimpinan rektor sebelumnya.

Namun karena suatu proses yang panjang,

wacana ini belum dapat direalisasikan. Se-

hingga dalam kepemimpinannya Swastika

berniat fokus pada rencana ini, mengingat

Unud akan mengembangkan beberapa

prodi baru.

Namun, rencana ini sepertinya tidak

mendapat sambutan positif oleh seluruh

civitas akademika Unud, terutama maha-

siswanya. Selalu ada yang berada di pihak

oposisi atau memilih berada di grey area,

alias ragu-ragu. Hal ini terbukti dengan

hasil polling yang dilakukan Persma Aka-

demika kepada 100 responden di 13 fakul-

tas, diketahui 54 persen mahasiswa Unud

Page 10: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

BULETIN AKADEMIKA edisi 2 - APRIL 201410

LAPUT 2

menyetujui sentralisasi pembelajaran di

Kampus Bukit Jimbaran, 37 persennya tak

merestui sentralisasi ini, dan sisanya se-

banyak 9 persen masih ragu-ragu.

Dari hasil kuesioner, sebagian besar

penolakan berasal dari mahasiswa Unud

yang berkuliah di Denpasar. Sementa-

ra “anak bukit” (mahasiswa yang kuliah

di Kampus Bukit Jimbaran) setuju-setuju

saja dengan rencana sentralisasi ini. Mas-

ing-masingnya pun punya pandangan,

serta alasan tersendiri, terhadap ke-pro-

an-nya dan ke-kontra-an-nya.

Salah satunya dari mahasiswa Fakul-

tas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universi-

tas Udayana, Yunda Ariesta(19). Terlepas

dari statusnya sebagai mahasiswa yang

berkuliah di kampus Denpasar, Yunda,

panggilan akrab gadis ini, setuju dengan

adanya sentralisasi. “Aku setuju, karena

hal itu akan memudahkan jalannya bi-

rokrasi di Unud”, ungkapnya.

Akan tetapi, apabila gadis berambut

panjang tersebut ikut terkena imbas kebi-

jakan tersebut, Yunda pribadi mengaku ti-

dak setuju terhadap kebijakan sentralisasi.

Adit/Akademika

Page 11: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

www.persakademika.com/@persakademika 11

LAPUT 2

Ia beralasan, kalau dirinya terkena imbas,

dalam artian beberapa mendatang ia harus

pindah ke bukit, tentu ia harus beradap-

tasi lagi. “Kita kan perlu menyesuaikan

dengan lingkungan sekitar lagi, menurut-

ku itu akan menggangu konsentrasiku se-

bagai mahasiswa,” akunya.

Yunda juga sedikit berkomentar

mengenai kebanyakan “anak kamsud”

yang tidak pro terhadap sentralisasi ini.

Menurutnya, di mindset “anak kamsud”,

kampus bukit beserta lingkungannya ada-

lah tempat yang kurang cozy. “Di pikiran

orang-orang, selain letaknya yang jauh,

kampus Bukit adalah ‘negeri’ yang agak

terisolir dari jantung kota. Belum lagi,

banyak isu-isu angker yang bertebaran di

daerah bukit jimbaran,” kata Yunda.

Ditanya mengenai pendapatnya ten-

tang kemungkinan program ini berhasil,

Yunda berkata bahwa mungkin rencana

tersebut bisa berhasil, namun dalam jang-

ka waktu yang cukup lama. “Aku yakin

sih, tapi mungkin akan berlangsung alot,

kira-kira 10 tahunan lah. Soalnya, kan

lumayan banyak fakultas yang akan dipin-

dahkan,” tegas mahasiswa yang duduk di

semester 2 ini.

Program sentralisasi ini sangat dis-

ambut meriah oleh mahasiswa fakultas pe-

ternakan. Hal tersebut diakui oleh Kadek

Dwi Febri Dyantari, “kami mahasiswa pe-

ternakan memang dari dulu ingin kuliah

satu sentral. Sekarang kita kan pisah-pisah

ada yang di bukit ada yang di Denpasar”,

ungkap Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa

Fakultas Peternakan ini.

Febri yang sekarang duduk di se-

mester enam ini juga memaparkan bahwa

sebenarnya mahasiswa peternakan san-

gat setuju sekali dengan kebijakan rek-

tor untuk membangun kembali kampus

bukit. “Selain itu, kita sebagai mahasiswa

memang wajib untuk membuat Kampus

Bukit menjadi aktif,” terangnya.

Sementara itu, pendapat yang agak

berbeda datang dari seorang mahasiswi

Fakultas Teknik, Citra Arum Sari(18). Ci-

tra, sapaan akrabnya, mengakui bahwa ia

sangat setuju atas sentralisasi ini. Menurut-

nya, apabila semua mahasiswa S1 ngam-

pus di Bukit Jimbaran, hal itu akan terasa

adil. Sebab, ia merasa fasilitas di Kam-

pus Sudirman lebih terawat ketimbang di

Kampus Bukit Jimbaran. “Ya menurutku,

biar adil lah, dalam artian semua maha-

siswa merasakan kehidupan di Bukit,”

tutur gadis yang duduk di semester 2 ini.

(Ari, Sui)

Page 12: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

BULETIN AKADEMIKA edisi 2 - APRIL 201412

PROFIL

Wanita pun Mampu Mengubah Dunia

Kesan pertama yang terpan-

car dari Made Nian Anggara

adalah cantik. Pantas ia berhasil

menyandang predikat Duta Endek

Denpasar 2013. Rupanya tak ha-

nya itu, mahasiswi kelahiran 11

Mei 1993 juga memiliki segudang

prestasi dari berbagai bidang.

Nian, begitulah sapaan

akrabnya. Sebagai duta, Nian tak

hanya wajib mempromosikan kain

endek kepada masyarakat. Bag-

inya, Duta Endek harus mampu

memotivasi dan menginspirasi

orang lain untuk melakukan hal

positif. Bukan berarti harus men-

jaga imege atau ‘on’ tiap saat. Pu-

tri dari pasangan Drs. I Nyoman

Aryana dan Putu Sugiasih, S.Pd.

ini selalu berusaha menjadi diri

sendiri dan lebih baik lagi.

“Duta yang mencontohkan

sesuatu atau menjadi role model

bagi orang lain,” ujar perempuan

yang bercita-cita menjadi direktur

rumah sakit.Foto: dok. pribadi

Page 13: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

www.persakademika.com/@persakademika 13

PROFIL

Alumni SMA Negeri 1 Denpasar

ini bercerita tentang suka-dukanya men-

jadi seorang duta. Dengan menjadi duta,

ia mempunyai kesempatan menambah

wawasan dan relasi, menginspirasi dan

memotivasi orang-orang di sekitarnya,

serta membantu upaya perubahan positif.

Di samping itu, ia juga harus siap menja-

di sorotan publik, harus siap diwawancara

kapan dan dimana saja, serta tanggung

jawab kepada diri sendiri dan pemerintah

yang mesti dipenuhi. Untungnya, Nian

selalu mendapat dukungan dari keluarga

dan sahabat. Dukungan inilah yang mem-

buatnya bersemangat mengikuti berbagai

lomba. Hal ini semata-mata demi masa de-

pan yang baik, bukan untuk terkenal.

Putri bungsu dari 2 bersaudara ini

mempunyai segudang prestasi akademik

dan non akademik. Prestasi ini diraihn-

ya sejak SMA sampai kuliah, diantaran-

ya Juara 1 Lomba Design Kreasi Wastra

(Kategori Putri), Juara Umum 2 Olimpiade

Ilmu Sosial FISIP UI 2010 (Juara 1 dalam

kategori Analisis Masalah dan Circle of

Beat), Mahasiswa Berprestasi FKIK Unwar

2014 dan lain lain.

Nian beranggapan bahwa menye-

laraskan kegiatan akademis/non akademis

dengan tugas-tugasnya sebagai seorang

duta merupakan hal yang krusial. Kunci-

nya adalah mencintai kewajiban, time

management dengan membiasakan mem-

buat jadwal kegiatan dan menentukan

skala prioritas. “Yakin, deh, kalau kamu

udah cinta, kegiatan yang banyak itu pasti

terselesaikan dengan baik,” ucap Nian.

Kesetaraan gender dan emansipasi

wanita bukan dilihat dari jabatan, namun

bagaimana wanita mampu menempat-

kan dirinya dan bersikap teladan. “Wani-

ta yang berani maju dan siap mengambil

resiko untuk menjadi lebih baik, dialah

Kartini masa kini!” tegas mahasiswi Ke-

dokteran Umum Universitas Warmadewa

ini.

Nian menganalogikan era global-

isasi seperti pisau bermata dua yang ber-

dampak baik dan buruk. Oleh karena itu,

pemuda harus meningkatkan wawasan

agar mampu bersaing di dunia modern

yang global, apalagi dengan pemberlakuan

ASEAN Free Trade Area tahun 2015. Seka-

rang wanita tidak hanya menjadi ‘hiasan

rumah’ seperti zaman R.A Kartini remaja,

melainkan wanita yang mampu berpresta-

si dan menginspirasi.

“Kalau bukan kita sebagai seorang

wanita yang sadar terhadap hak dan ke-

wajiban sendiri, siapa lagi? A woman can

change the world,” tutupnya. (Maya)

Page 14: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

BULETIN AKADEMIKA edisi 2 - APRIL 201414

ESAI FOTO

Tak terasa Universitas Udayana (Unud)

memasuki usia ke-53 tahun. Kondisi

perkuliahan terbagi menjadi dua, daerah

Bukit Jimbaran dan Denpasar. Isu pen-

yatuan tempat perkuliahan di Bukit pun

diusung agar birokrasi dapat terpusat di

Kampus Bukit Jimbaran. Namun, saat ini

sebagian tanah atas nama Unud digunakan

sebagai tempat tinggal, sekolah, bahkan

tempat untuk berjualan. Melihat kondisi

Bukit yang masih “berantakan” tersebut,

apakah layak untuk disatukan?

Siapkah BUKIT Menyatukan Seluruh Mahasiswa?

1

4

Page 15: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

www.persakademika.com/@persakademika 15

ESAI FOTO

Dari pojok kiri atas, searah jarum jam: 1. Rumah Sakit Universitas Udayana tampak tak terawat sehingga tulisannya pun tak terbaca.2. Gedung pencucian mobil yang berdiri di atas tanah Unud.

3. Hotel baru yang masih dalam tahap pemban-gunan di atas tanah Unud.4. Stan tanaman yang berada tepat pada papan “Tanah Milik Universitas Udayana”.

Oleh: Rizky Anugerah

2

3

Page 16: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

BULETIN AKADEMIKA edisi 2 - APRIL 201416

Ratusan dayang bangun dan

langsung mengenakan pakaian

serta saling membantu berias an-

tar dayang di Istana Terlarang. Adegan

selanjutnya muncul ratusan langkah kaki

kuda menuju suatu tempat di sebuah pe-

gunungan entah dimana. Kembali ke ista-

na, seorang wanita sedang berias dengan

sedikit terengah seperti sedang sakit. Wan-

ita itu adalah Sang Ratu, yang kemudian

kedatangan Sang Pangeran Bungsu yakni

Pangeran Yu.

Tak lama kemudian rombongan

Sang Pangeran dan Ratu pergi ke kedia-

man pangeran tertua, namun sempat ber-

henti saat Sang Ratu hampir terjatuh kare-

na merasakan pusing. Hendak ditolong,

sang Ratu menghentikah dayangnya. Sesa-

mpai di kamar pengeran tertua, Sang Ratu

masuk dan sedikit merayu pangeran, yak-

ni Pangeran Wan. Pangeran Wan berusa-

ha menolak, karena takut ketahuan. Sang

Pangeran berkelit, Sang Ratu adalah ibun-

ya dan hal ini tak pantas. Sang Ratu tegas

membela diri bahwa ia adalah bukan ibu

kandung sang pangeran, sehingga sang

pangeran tak usah takut seperti itu lagi,

namun yang terjadi mereka berdua sema-

kin berselisih paham dan diakhiri dengan

keluarnya sang ratu dari kamar.

Perselisihan selesai dan rombongan

hendak menyambut Kaisar Ping namun

ada kabar bahwa penyambutan dibatal-

kan. Sang Kaisar rupanya sedang bertemu

dengan pangeran kedua, yakni Pangeran

Jai. Sang Kaisar berkata kepada Jai, “Kau

hanya boleh mendapatkan apa yang aku

berikan.” Selanjutnya kaisar mengajak pu-

tra keduanya itu kembali ke istana. Sesa-

mpainya di istana, tabib kaisar memberi-

tahukan bahwa perintah kaisar mengenai

ramuan Sang Ratu sudah dijalankan. Kai-

Judul Film : Curse of The Goldern FlowerSutradara : Zhang YimouAktor Utama : Chow Yun Pat Jay Chou Liu Ye Aktris Utama : Gong Li Li Man

Curse of The Golden Flower,Cinta dan Tahta di Akhir Era

RESENSI FILM

Sumber: http://a2.mzstatic.com/us/r30/Video/f0/f3/44/mzi.mtuaogcr.jpg

Page 17: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

www.persakademika.com/@persakademika 17

sar kemudian bertemu dengan ratu dan

semua putranya serta mengajak mereka

untuk memperlihatkan keharmonisan

pada festival bunga krisan nanti. Namun,

adegan keluarga tersebut tak terlihat lay-

aknya keluarga yang harmonis.

Sebenarnya, timbulnya ketidakhar-

monisan keluarga kekaisaran itu karena

Sang Ratu menjalin hubungan dengan

pangeran Wan dan Sang Kaisar menge-

tahuinya, tidak hanya itu timbul konflik

antara pejabat istana kepercayaan Kaisar

dengan Kaisar sendiri yakni tabib istana

yang memberikan ramuan untuk mem-

buat Sang Ratu semakin lemah.

Perselingkuhan Sang Ratu dengan

Pangeran Wan juga menimbulkan perse-

lingkuhan baru antara sang pangeran den-

gan anak tabib istana, dimana itu dilarang

dalam aturan istana. Jati diri ibu kandung

Pangeran Wan dan siapa sesungguhnya

Kaisar Ping sebelum menjadi Kaisar juga

akan ditampilkan. Terkahir, puncak keti-

dakharmonisan keluarga kekaisaran Tang

ini akan disuguhkan adegan hebat saat se-

belum Festival Bunga Krisan.

Film yang disutradarai Zhang Yimou

ini begitu mempesonakan penontonn-

ya dengan banyak memperlihatkan kea-

gungan dan kemasyhuran Dinasti Tang.

Keindahan istana, pakaian keluarga kera-

jaan, pasukan elit dan percakapan politik

yang penuh intrik membawa penonton ke

suasana istana Zaman Dinasti Tang yang

identik dengan pernis emasnya dan ista-

na yang megah dan luas, bahkan ada abdi

khusus yang bertugas untuk memberita-

hukan jam karena luasnya istana sehingga

matahari tak bisa masuk jauh ke dalam.

Alur cerita film ini sangat kuat. Hal

ini membuat penonton susah menebak

akhir dari film tersebut. Kualitas akting

pemainnya pun tak diragukan lagi; pen-

gendalian emosi dan penaikan nada suara

secara tiba-tiba begitu menyiratkan pe-

mainnya bisa mendalami karakter seorang

dari keluarga kerajaan.

Film yang rilis tahun 2007 dengan

durasi 114 menit ini terasa membosank-

an dengan kekolosalannya yang terlalu

terlihat, tetapi semua itu akan tertutupi

dengan kelebihan dimana cerita berpusat

pada kisah cinta Ratu dengan Pangeran

Wan dan perebutan tahta serta ramuan

Sang tabib akan membuat penonton ter-

cengang. Namun, ada sedikit terasa meng-

gantung pada akhir ceritanya. Penonton

menyaksikan adegan yang membuat pe-

nasaran bagaimana kelanjutan ceritan-

ya. Hal ini cukup megundang tanya dan

mungkin membuat penonon berkeinginan

mencari sejarah aslinya. (Sueca)

RESENSI FILM

Page 18: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

BULETIN AKADEMIKA edisi 2 - APRIL 201418

RESENSI BUKU

Sayatan Nada-nada Kehidupan

Identitas BukuJudul Buku : “Kisah Lainnya : Catatan 2010-2012”Pengarang : Ariel dkk.Penerbit : KPG (Kepustakaan Populer Gramedia) dan Musica Studio’sKota Terbit : JakartaTahun Terbit : 2012Cetakan : Pertama, Agustus 2012; Kedua, Agustus 2012; Ketiga, September 2012

“Jadi, hidup telah memilih,

menurunkan aku ke bumi”. Be-

gitulah kalimat pembuka dalam

buku ini, sederhana namun penuh mak-

na. “Yang Terucap Akan Lenyap, Yang

Tercatat Akan Teringat”. Kata-kata bijak

inilah yang menginspirasi Ariel, Uki, Luk-

man, Reza, dan David untuk mencatat se-

gala kejadian yang terjadi selama tahun

2010-2012.

Semua itu berawal pada suatu

malam di bulan Mei 2010, kehidupan

Ariel berubah seketika menjadi seorang

tahanan. Ariel menapaki hidupnya yang

baru dalam lingkungan yang asing dan

meninggalkan sejenak personil Peterpan

untuk kurun waktu yang tidak sebentar,

2 tahun. Tidak tinggal diam, dalam rutan

Sumber Foto: https://gramediaonline.com/images/prod_images/201800342_large.jpg

Page 19: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

www.persakademika.com/@persakademika 19

RESENSI BUKU

Ia membuat ukiran pada piano tua, mem-

buat kaligrafi pada gypsum, dan mencoba

take vocal lagu yang Ia ciptakan sendiri

yaitu “Dara” dalam sebuah almari tanpa

ventilasi yang dibantu rekan Bimkernya.

Begitu kemelut kisah Ariel dan Peter-

pan, membawa banyak pro dan kontra di

masyarakat. Masalah internal juga terjadi,

sehingga membuat Peterpan memperkuat

formasinya dengan David sebagai pianis.

Satu persatu kisah mereka dibahas dalam

buku ini. Bagaimana perjuangan musik

mereka ketika ditentang oleh keluarga dan

lingkungan. Lalu pencapaian-pencapaian

yang akhirnya didapatkan oleh mereka,

penghargaan dari dalam dan luar negeri

untuk musikalitas mereka.

Buku ‘Kisah Lainnya’ ini merupa-

kan biografi dari Ariel dkk serta Peterpan

sendiri. Penyajiannya menyenangkan dan

bahasa yang digunakan juga ringan. Buku

ini memiliki alur maju mundur yang mem-

buat pembaca harus lebih jeli dan konsen-

trasi dalam menanggapi setiap kisah yang

dipaparkan secara tidak runtut tersebut.

Jika tidak, pembaca mungkin akan merasa

sedikit bingung dengan alur yang ada.

Namun demikian, judul yang diberi-

kan pada tiap kisah yang ditulisnya mem-

buat setiap pembaca penasaran dan ingin

segera mengetahuinya. Seperti pada judul

berikut: “Ketika Bintang Terang Menyinari

Peterpan” dan “Yang Lepas dan Yang Ter-

hempas”. Keindahan kata yang gunakan

dalam buku ini membuat kita semakin ter-

hanyut dalam kisahnya, serta ada banyak

foto dan gambar yang ditampilkan seh-

ingga membuat pembaca menikmati dan

tidak bosan-bosannya membalik lembar

demi lembar kisah yang tertulis didalam-

nya.

Buku ‘Kisah Lainnya’ memiliki sampul

gradasi warna merah gelap dan dan mer-

ah terang dengan simbol bulu warna pu-

tih menghadap kanan atas, ini merupa-

kan simbol dari band yang ariel gawangi

bersama dengan kawan-kawannya. Sam-

pul ini terlihat sederhana namun elegan,

memberikan kesan misterius dan menun-

tun setiap mata untuk mengetahui lebih

jauh apa yang tersimpan dibaliknya.

Banyak nilai positif yang dapat kita

ambil, Keberanian menghadapi persoalan

dengan kepala tetap tegak. Itulah kesat-

uan dari banyak kisah yang satu persatu

di uraikan oleh kelima personil tersebut.

Oleh karena itu, buku ini dapat dibaca

oleh semua orang, segala usia dan kalan-

gan. Sangat tepat untuk mereka yang in-

gin tahu lebih dalam kisah Ariel dkk serta

Peterpan khususnya. (Ulul)

Page 20: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

BULETIN AKADEMIKA edisi 2 - APRIL 201420

LAPORAN KHUSUS

“Kuliah di Hardy’s itu

tidak efektif, karena di sana bukan

tempat kuliah. Di sana adalah tempat

berjualan. Saat belajar pukul 10.00 WITA,

sudah terdengar suara pramuniaga yang menawarkan

discount-discount,” ungkap Kadek Dwi Pebri Dyantari

(Dyan) Ketua BEM Fakultas Peternakan.

Jarum jam menunjukkan pukul 08.30

WITA. Seluruh mahasiswa program

S1 regular di Universitas Udayana

bergegas memasuki kelasnya masing –

masing. Tidak ketinggalan pula maha-

siswa Fakultas Peternakan (Fapet) yang

pagi itu berkuliah di Kampus Sesetan. Te-

patnya satu gedung dengan mall Hardy’s

Ramayana Sesetan.

Mungkin petugas penjaga parkir di

mall tersebut harus bekerja lebih ekstra

untuk menghafalkan wajah – wajah ma-

hasiswa yang berkuliah di sana. Pasalnya

setiap mahasiswa yang memasuki areal

tersebut telah terbebas dari biaya parkir.

Namun sayang areal tersebut kurang

aman. “Parkir mahasiswa dan pengunjung

sama, tapi mahasiswa gak bayar, banyak

yang kehilangan helm pula,” celetuk Dyan.

Awalnya ruang kuliah yang berada satu

bangunan dengan Hardy’s Ramayana

tersebut merupakan Pusat Pengembangan

Agribisnis dan Kewirausahaan (PPAK).

Pendirian gedung PPAK bertujuan untuk

melatih mahasiswa Fapet dan orang luar

Fapet yang mau belajar berwirausaha.

“Ada lima ruangan ditambah tiga ruangan

baru, terdiri dari kelas dan lab ekonomi

dan penyuluhan kewirausaan,” ungkap

Ir. Tjok Istri Putri, M.P, Pembantu Dekan

II Fapet Universitas Udayana. Ketika dis-

inggung masalah kepemilikan lahan, lebih

Fakultas Peternakan Terjebak di Tiga Tempat

Foto: Dharma/Akademika

Page 21: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

www.persakademika.com/@persakademika 21

LAPORAN KHUSUS

lanjut Tjok Istri memaparkan bahwa lah-

an tersebut adalah milik Udayana yang

disewakan dan kemudian didirikan se-

buah mall. Namun dalam perjanjian sewa

lahan tersebut dinyatakan bahwa Fapet

akan dibuatkan sebuah gedung sebagai

pusat pengembangan Agribisnis.

“Karena tren mahasiswa kuliah di

Fapet semakin sedikit, makanya kita pa-

kai ruang pengembangan agribisnis un-

tuk berkuliah,” tambah Tjok Istri. Lantas

gedung yang dimiliki oleh Fapet yang

berada di Bukit dilirik oleh Program Stu-

di Farmasi Fakultas Mipa. Ketika Fapet

yang mulai jarang memfungsikan gedung

perkuliahan di Bukit, maka gedung terse-

but dipinjam secara lisan oleh Farmasi atas

keputusan dari rektor.

Kini mahasiswa Fapet sudah berjum-

lah 86 orang, lebih banyak dari tahun-ta-

hun sebelumnya. Rencana – rencana baru

pun mulai disusun oleh Dekan Fapet dan

jajarannya demi membenahi kampus. “Ta-

hun lalu sudah saya usulkan kepada Pak

Bakta (Rektor yang menjabat sebelumnya)

agar gedung AI diperbaiki dikarenakan

semua mahasiswa Fapet akan difokuskan

di Bukit,” tegas Tjok Istri.

Fapet memiliki tiga tempat perkuli-

ahan saat ini, diantaranya kampus Bukit

Jimbaran yang harus rela dibagi dengan

Program Studi Farmasi, Fakultas Mipa.

Kampus Sesetan yang memiliki konstruk-

si bangunan satu gedung dengan Mall dan

Kampus Sudirman yang merupakan Lab

Bersama dan dinaungi oleh empat Fakul-

tas. Keseluruhan proses belajar mengajar

mahasiswa Fapet berlangsung pada tiga

tempat tersebut. Untuk mahasiswa semes-

ter satu dan dua berkuliah di kampus Bukit,

Jimbaran. “Semester satu dan dua kuliah di

Bukit, ruang sidang di lantai tiga dekanat

dan ini merupakan kesalahan kami yang

menjadikan ruang sidang sebagai tempat

kuliah,” tegas Tjok Istri. Sementara semes-

ter tiga dan seterusnya berkuliah di kam-

pus Sesetan dan praktikum dilaksanakan

di Kampus Sudirman.

Menanggapi hal tersebut Rektor

Universitas Udayana menyatakan sudah

merencanakan penataan ulang tentang

keberadaan Fapet dan Program Studi Far-

masi. “Dirancang lagi, ditata lagi, ditata

ulang, apakah gedungnya akan ditambah

lagi untuk Farmasi, nanti akan ditinjau lagi

kebutuhannya nanti bagaimana, karena

dulu gedung tersebut tidak dipakai oleh

Fapet dan untuk tanah yang di Hardy’s

nanti jika sudah selesai, jangan dikontrak-

kan lagi,” ungkap Prof.Dr.dr Ketut Suasti-

ka SpPD KEMD saat diwawancarai disela

– sela kesibukannya. (Dharma, Sas, Jack)

Foto: Dharma/Akademika

Page 22: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

BULETIN AKADEMIKA edisi 2 - APRIL 201422

JEJAK

Eksotisme Pura Gunung Kawi, Genah Penglukatan lan Wisata

Keindahan Pura Gunung Kawi terpancar ketika melihat pekarangan yang luas dan asri, lengkap dengan taman yang tertata rapi. Gerak ikan dalam kolam yang jernih menambah kesan keseimbangan alam di dalamnya.

Gemercik air kolam dan sejuknya

udara menyambut wisatawan

yang datang ketika pertama sam-

pai di Pura Gunung Kawi yang terletak di

Desa Sebatu, Tegallalang, Gianyar, Bali.

Kawasan pura dengan taman yang tertata

rapi, kolam ikan yang luas dan jernih yang

dipenuhi ratusan ikan menjadi pemandan-

gan indah yang tertangkap mata.

Berdasarkan cerita yang berkem-

bang di desa ini, konon pemerintahan Raja

Mayadenawa yang lalim tidak mampu

menyejahterakan masyarakatnya. Kemu-

dian, Dewa Wisnu memberikan sumber

air kehidupan dalam wujud air suci kepa-

da masyarakat setempat. Masyarakat men-

gungkapkan rasa syukurnya dengan mem-

bangun sebuah pura tempat pemujaan

Dewa Wisnu yang dikenal dengan nama

Pura Gunung Kawi. Pura tersebut dileng-

kapi dengan berbagai macam pancuran

air suci. Umat Hindu umumnya datang ke

pura ini untuk melakukan persembahyan-

gan dan pembersihan diri (penglukatan).

Masyarakat setempat percaya bahwa air

suci tersebut mampu memberikan kecan-

tikan alami. “Banyak pemain drama dan

penari kesini mencari kecantikan”, ujar

Genep (48), salah seorang penjaga pura.

Selain umat Hindu, pura ini juga

menarik para wisatawan, baik domestik

maupun wisatawan mancanegara. “This place is very beautiful. We still can feel the historical value. It’s amazing how Balinese people are still able to maintain the beau-ty of this place until now”, papar Kevin,

wisatawan asal Kanada yang datang ber-

sama istrinya, Marissa. Wisatawan juga

dapat merasakan sejuknya air suci di kol-

am pemandian yang telah disediakan.

Page 23: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

www.persakademika.com/@persakademika 23

Eksotisme Pura Gunung Kawi, Genah Penglukatan lan WisataJEJAK

Biaya Rp. 10.000 bukanlah biaya yang

besar jika dibandingkan dengan pen-

galaman menakjubkan di pura yang

cukup keramat ini. Kain dan selendang

menjadi sarana yang wajib dikenakan

wisatawan selama berwisata di sekelil-

ing pura.

Beberapa toko kecil berderet rapi

di depan pura menjajakan souvenir

khas desa setempat. Pilihan menarik

sebagai buah tangan bagi wisatawan

sebelum meninggalkan pura ini. Pura

yang memiliki panorama indah ini ber-

jarak 38 km dari Kota Denpasar. Den-

gan iringan pemandangan hasil seni

pahat yang begitu indah dan berkuali-

tas, hamparan alam nan menawan serta

cuaca yang sejuk membuat perjalanan

menuju pura ini menjadi menyenang-

kan. Pura Gunung Kawi bisa menjadi

pilihan untuk kabur dari kepenatan

dan sesaknya suasana kota yang padat.

Such a sweet escape. (Resita)

Kolam terbesar di kawasan Pura Gunung Kawi sebagai habitat para ikan dan salah satu objek yang paling diminati.

Kolam suci di kawasan dalam Pura Gunung Jati.

Page 24: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

BULETIN AKADEMIKA edisi 2 - APRIL 201424

BUDAYA

Bala Cinta Si Landung

Di Bali, kisah cinta tak selamanya berakhir bahagia. Bisa juga berujung petaka.

Tak hanya pemandangan alam, seni, bu-

daya, dan religi yang mampu menjadi

magnet pesona Bali, namun keromanti-

san dan cinta di setiap ujung lokasi di Bali

juga memberikan icipan cita rasa berbeda.

Tak jarang Bali menjadi incaran bagi mer-

eka yang ingin mempersatukan cinta da-

lam ikatan pernikahan. Bali bahkan lebih

sering menjadi destinasi tempat berbulan

madu. Film kisah cinta ala Hollywood

pun juga pernah singgah untuk shooting

di Bali.

Siapa kira, di balik romantisme yang

ditawarkan Bali ternyata ada kisah cinta

memilukan yang pernah terjadi di tanah

Dewata ini. Kisah yang terjadi sekitar

100 windu silam, yang telah menelurkan

peradaban kuno ditengah Agama Hindu,

seni, dan budaya di Bali yang terjaga hing-

ga saat ini.

Alkisah Barong Landung, inilah

awal mula perkenalan kisah cinta tragis

tersebut. Barong menurut asal katanya da-

lam bahasa sansekerta yaitu ‘B(h)arwang’

(Kardji, 1993) dan dalam bahasa Jawa

Kuno Barong juga disebut “Barwang”

(Zoetmulder,1995). Kedua asal kata Bar-

ong tersebut bermakna sama yaitu Beru-

ang. Tak salah jika pementasan Barong di

Bali identik dengan rupa binatang yang

besar. ‘Landung’ dalam bahasa Bali berar-

ti tinggi, sehingga Barong Landung berarti

Barong yang memiliki perawakan tinggi.

Jangan sangka Barong Landung be-

rupa hewan yang tinggi dan besar. Barong

Landung tak sama seperti Barong pada

umumnya di Bali. Barong ini unik dan ber-

ciri khas. Bagaimana tidak, rupa – rupanya

adalah manusia. Perawakannya pun ma-

nusia. Barong ini identik dengan sepasang

wanita lelaki. Wanita beparas gadis Cina,

lelakinya berwajah Bali Aga (kuno).

Sumber gambar: Lester Ledesma/Skylight Images

Page 25: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

www.persakademika.com/@persakademika 25

BUDAYA

Letak kesamaan antara Barong Landung

dengan Barong pada umumnya pada

makna pementasannya untuk kegaiatan

keagamaan, yaitu sebagai penolak bala.

Meskipun memiliki makna sebagai peno-

lak bala, tapi bala yang mewarnai kisah

sejarah Barong Landung ini tak dapat di-

tolak. Bala cinta. Kisah bala cinta Barong

Landung inilah yang memberikan sentu-

han berbeda pada setiap kisah cinta yang

berujung di Bali.

Dalam kisahnya tersebutlah seorang

Raja Balingkang yang bertahta pada tahun

1181 – 1204 Masehi bernama Jaya Pangus.

Beliau memperistri seorang wanita Cina,

King Cing Wei. Balingkang merupakan

gabungan kata dari dua nama wilayah

yang berbeda, yaitu ‘Bali’ yang berarti Bali

dan ‘Khang’ yang berarti Cina. Raja Jaya

Pangus atau yang dikenal pula dengan

nama Dalem Balingkang konon sangat

mencintai sang istri, sayangnya mereka

tak kunjung diberikan putra.

Suatu hari Dalem Balingkang beren-

cana untuk bersemedi di Gunung Batur.

Namun celakanya, bukan wangsit yang

didapat, melainkan seorang wanita ber-

nama Dewi Danu. Tipu muslihat Dalem

Balingkang yang mengatakan dirinya per-

jaka berhasil menikahi Dewi Danu. Dari

hubungan itu lahir seorang putra bernama

sangat termashyur, Maya Denawa.

Gelisah suami tak kunjung kemba-

li, King Cing Wei menyusul ke Gunung

Batur. Didapatlah suaminya telah ber-

hati dua, maka murkalah King Cing Wei

dan menghardik Dewi Danu. Dewi Danu

merasa dibohongi. Dengan kesaktiannya

dibinasakanlah Dalem Balingkang dan

King Cing Wei.

Oleh rakyat yang mencintai Dalem

Balingkang dan King Cing Wei, setelah

mengetahui keduanya sudah binasa, dib-

uatkanlah patung yang disebut Stasu-

ra dan Bhati Mandul untuk mengenang

keduanya, yang akhirnya berkembang

menjadi Barong Landung. Hal ini tidak

diketahui pasti mengapa diwujudkan da-

lam perawakan yang ‘landung’.

Dalam perwujudan Barong Landung

yang ada sekarang, lelakinya berwujud

hitam, seram, dan gigi bertaring. Sedang-

kan wanitanya putih, cantik, dan bermata

sipit. Barong Landung biasa dipentaskan

saat Hari Raya Galungan dan Kuningan,

upacara keagamaan, dan terkadang juga

sebagai hiburan. Meskipun dalam konteks

pementasan maknanya berbeda, namun

kisah yang melekat pada Barong Landung

tak akan berbeda. Kisah cinta yang ber-

bumbu pengkhianatan, kebohongan, dan

petaka. (EkaApsari)

Page 26: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

BULETIN AKADEMIKA edisi 2 - APRIL 201426

OPINI

GrasiPresiden punya hak untuk memberi grasi. Jadi, mintalah grasi, bagi tahanan yang mulai

frustasi, dengan rumitnya jalur hukum di republik ini. Contohnya Schapelle Leigh Corby yang pernah merasakan nikmatnya menerima grasi. Tapi kalau yang tak diberi, artinya harus

mendekam di bui lebih lama lagi.

Pertengahan tahun 2013 saya ber-

temu dengan Metta Dharmasaputra,

Pemimpin Redaksi Kata Data dan mantan

wartawan TEMPO. Saya pribadi memang-

gilnya mas Metta. Saya menjemputnya-

siang hari di Bandara Ngurah Rai, Bali.

Kami naik taxi dari bandara menuju tem-

pat pelatihan di daerah Kerobokan, Ba-

dung. Saya bertanya tentang Vincent ke-

pada Metta di dalam taxi. Vincent adalah

pembocor rahasia pajak Asian Agri Group

yang merupakan induk perusahaan Raja

Garuda Mas (RGM) milik Sukanto Tanoto.

Metta menjelaskan, kalau saat ini Vincent

telah bebas dan sedang membuka usaha

catering. "Tapi harus terus diawasi karena

bisa saja terjadi sesuatu yang tidak diing-

inkan menimpanya," kata Metta.

Vincent resmi masuk dan menghuni

rumah tahanan Kepolisian Daerah Metro

Jaya pada 11 Desember 2006. Dia dijeb-

loskan ke penjara karena terlibat kasus

pencurian uang perusahaan Asian Agri

senilai US$ 3,1 juta dan baru dicairkan Rp

200 juta. Sebelum menghuni rumah tahan-

an Kepolisian Daerah Metro Jaya, Vincent

sempat melarikan diri ke Singapura. Dia

melarikan diri karena mendapatkan an-

caman dari pihak Asian Agri. Dalam pelar-

ian itulah Vincent mengancam akan mem-

bocorkan skandal pajak Asian Agri Group

jika pihak Sukanto Tanoto terus mengan-

camnya. Metta mengeluarkan laporan in-

vestigasi skandal pajak ini dalam bentuk

buku berjudul "Saksi Kunci". Bagi saya

yang menarik dari laporan investigasi itu

adalah upaya pria bernama lengkap Vin-

centius Amin Sutanto atau Vincent dalam

mencari keringanan hukuman.

Laporan investigasi "Saksi Kunci"

sosok Vincent digambarkan sebagai seo-

rang whistle blower atau peniup peluit.

Istilah ini dipakai bagi para pelaku kejaha-

tan atau kriminal, namun pelaku kejahatan

tersebut bersedia untuk mengungkapkan

kejahatan lain yang lebih besar sehingga

merugikan negara. Bahkan di Amerika ada

undang-undang federal the False Claims

Act atau Lincoln Law yang sudah ada se-

jak 1863. Undang-undang ini menjelaskan

bagaimana seorang whistle blower bukan

hanya harus dilindungi keselamatannya,

Oleh: Asykur Anam

Page 27: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

www.persakademika.com/@persakademika 27

OPINI

tapi juga bisa mendapatkan imbalan beru-

pa uang. Sayangnya meski sebagai whistle

blower, nasib Vincent benar-benar tak mu-

jur. Singkatnya, Vincent harus mendekam

di penjara selama 11 tahun setelah mele-

wati berbagai persidangan termasuk upa-

ya banding. Gagal dengan berbagai upaya

banding untuk meringankan hukumann-

ya, Vincent ajukan grasi kepada Presiden.

Tapi gagal juga. Susilo Bambang Yud-

hoyono lebih memilih mengampuni ban-

dar "mariyuana" daripada mengampuni

penyelamat uang negara triliunan rupiah.

Schapelle Leigh Corby yang kedapatan

membawa 4,2 kg ganja di Bandara Ngurah

Rai, Bali pada 8 Oktober 2004. Corby pun

divonis hukuman penjara 20 tahun pada

27 Mei 2005. Presiden memberikan gra-

si kepada Corby pada 15 Mei 2012. Grasi

itulah yang mengurangi hukuman Corby

dari 20 tahun menjadi 15 tahun.

Nasib Corby jelas lebih mujur dari

Vincent. Namun, tak semua tahanan suka

dengan pemberian grasi oleh presiden. Tak

semua tahanan di republik ini juga suka

dikasihani presiden. Contohnya tahanan

politik Filep Karma yang ditahan oleh pen-

gadilan negeri Abepura dan memperoleh

hukuman 15 tahun penjara pada 27 Okto-

ber 2005. Dia ditahan karena mengibarkan

bendera Bintang Kejora pada saat upaca-

ra memperingati ulang tahun kedaulatan

Papua tanggal 1 Desember 2004.

Karma menolak dengan alasan jika ia me-

nerima grasi tersebut berarti ia menga-

kui bahwa ia salah. Karma balik meminta

presiden untuk membebaskan papua dari

kolonialisme Indonesia. Elaine Pearson,

Wakil Direktur Asia dari Human Rights

Watch menjelaskan, “Memenjarakan pe-

sakitan politik merupakan hal memalu-

kan dan sangat jauh dari gambaran negara

demokrasi modern yang berusaha digagas

Indonesia”.

Memasuki tahun politik, April 2014.

Kita dihadapkan pada banyak persoalan

yang belum kelar di negara ini. Dari ma-

salah korupsi hingga pelanggaran HAM.

Dari Sabang sampai Merauke. Kita dituntut

untuk memilih pemimpin negeri ini selan-

jutnya. Pasca SBY turun dari kursi terhor-

matnya. Lagi dan lagi. Selain memilih kita

hanya bisa berharap. Semoga yang terpilih

kelak dapat memberikan haknya kepada

yang pantas mendapatkan hak. Grasi ha-

nya contoh mungil dari setumpuk perma-

salahan yang serius di negeri ratusan suku

ini. Dari negeri yang hanya mengakui lima

agama ini. Dari negeri yang pemimpinan-

ya pemurah ampun ini. Pemurah ampun

untuk pengedar ganja bukan penyelamat

uang negara.

Oleh: Asykur Anam

Page 28: Kampus Disentralisasi, Harus Siap Migrasi

Redaksi menerima kiriman artikel, opini, masukkan, kritik, saran atau tanggapan tentangkehidupan civitas akademika Universitas Udayana. Tulisan bisa dialamatkan langsung ke Sek-

retariat Pers Mahasiswa Akademika Jl. Dr. R. Goris No. 7A, Denpasar atau dikirim lewat email [email protected]. redaksi berhak menyunting isi tulisan sepanjang tidak

menyimpang esensi tulisan.www.persakademika.com

@persakademika

Adit/Akademika