KAJIAN TERHADAP PENANGANAN KORBAN NARKOBA DI …/Kajian...persetujuan pembimbing penulisan hukum...

95
KAJIAN TERHADAP PENANGANAN KORBAN NARKOBA DI YAYASAN REHABILITASI MENTAL SINAI SUKOHARJO DARI ASPEK VIKTIMOLOGI Penulisan Hukum (Skripsi) Disusun dan diajukan untuk Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Oleh Berlian Cristiani NIM. E1106014 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2010

Transcript of KAJIAN TERHADAP PENANGANAN KORBAN NARKOBA DI …/Kajian...persetujuan pembimbing penulisan hukum...

KAJIAN TERHADAP PENANGANAN KORBAN NARKOBA

DI YAYASAN REHABILITASI MENTAL SINAI SUKOHARJO

DARI ASPEK VIKTIMOLOGI

Penulisan Hukum

(Skripsi)

Disusun dan diajukan untuk

Melengkapi Sebagian Persyaratan guna Memperoleh Derajat Sarjana S1

dalam Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta

Oleh

Berlian Cristiani

NIM. E1106014

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

2010

PERSETUJUAN PEMBIMBING

Penulisan Hukum (Skripsi)

KAJIAN TERHADAP PENANGANAN KORBAN NARKOBA

DI YAYASAN REHABILITASI MENTAL SINAI SUKOHARJO

DARI ASPEK VIKTIMOLOGI

Oleh :

Berlian Cristiani

NIM. E1106014

Disetujui untuk dipertahankan di hadapan Dewan Penguji Penulisan Hukum

(Skripsi) Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Surakarta, Maret 2010

Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

ISMUNARNO, S.H, M.Hum SITI WARSINI, S.H., MH.

NIP. 196604281990031001 NIP. 194709111980032002

PENGESAHAN PENGUJI

Penulisan Hukum (Skripsi)

KAJIAN TERHADAP PENANGANAN KORBAN NARKOBA DI YAYASAN

REHABILITASI MENTAL SINAI SUKOHARJO DARI ASPEK

VIKTIMOLOGI

Oleh :

Berlian Cristiani

NIM. E1106014

Telah diterima dan dipertahankan dihadapan

Dewan Penguji Penulisan Hukum (Skripsi)

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Pada :

Hari :

Tanggal :

DEWAN PENGUJI

1. (Winarno Budyatmojo, SH, MS) : ............................................................. Ketua 2. (Siti Warsini, SH, MH) : ............................................................. Sekretaris 3. (Ismunarno, SH, M.Hum) : ............................................................. Anggota

Mengetahui,

Dekan,

MOH. JAMIN, S.H, M.Hum

NIP. 19610930 198601 1001

PERNYATAAN

Nama : Berlian Cristiani

NIM : E1006014

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul :

KAJIAN TERHADAP PENANGANAN KORBAN NARKOBA DI

YAYASAN REHABILITASI MENTAL SINAI SUKOHARJO DARI

ASPEK VIKTIMOLOGI adalah betul-betul karya sendiri hal-hal yang bukan

karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini diberi tanda citasi dan

ditunjukkan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari terbukti pernyataan

saya tidak benar, maka saya besedia menerima sanksi akademik pencabutan

penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya dari penulisan hukum atau skripsi

ini.

Surakarta, ..........Maret 2010

yang membuat pernyataan

Berlian Cristiani

NIM. E1106014

ABSTRAK

BERLIAN CRISTIANI, E 1106014. 2010. KAJIAN TERHADAP PENANGANAN KORBAN NARKOBA DI YAYASAN REHABILITASI MENTAL SINAI SUKOHARJO DARI ASPEK VIKTIMOLOGI. Fakultas Hukum UNS. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penanganan korban narkoba di yayasan rehabilitasi mental Sinai Sukoharjo selain itu juga untuk mengatahui kesesuaian penanganan di yayasan rehabilitasi mental Sinai Sukoharjo dari sudut pandang viktimologi. Penelitian ini merupakan penelitian hukum empiris yang bersifat deskriptif. Lokasi penelitian di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo. Jumlah responden 2 orang yaitu : 1) Bapak Titus Lado selaku pemilik yayasan dan 2) Sri Poni Wirasti selaku mantan pengguna narkoba. Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer merupakan data utama, sedangkan data sekunder digunakan untuk mendukung data primer. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui wawancara dan penelitian kepustakaan. Analisis data kualitatif dengan model interaktif data yang terdiri dari reduksi data, penyajian data, menarik kesimpulan.

Berdasarkan penelitian ini diperoleh hasil bahwa Di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo menggunakan metode utama dalam penanganan korban narkoba yaitu rehabilitasi dengan metode kerohanian dan sosial. Kemudian metode-metode penanganan yang digunakan juga tidak melanggar dan telah sesuai dengan aturan perundangan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dalam hal rehabilitasi korban narkoba. Meskipun dalam pelaksanaannya masih banyak kekurangan dalam penanganan korban narkoba namun metode-metode penanganan yang di gunakan sudah cukup efektif untuk menyembuhkan para korban narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo.

Bahwa dilihat dari sudut pandang viktimologi penanganan korban narkoba

di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo sudah sesuai. Dalam penanganan korban sangat mengedepankan hak-hak asasi korban untuk kembali hidup normal tanpa ketergantungan narkoba. Kemudian di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo sangat melindungi korban dari ketergantungan narkoba dengan melakukan bimbingan rohani dan sosial. Jadi dengan mengedepankan hak-hak asasi korban dan melakukan perlindungan terhadap korban maka telah sesuai dengan hal-hal yang dipelajari dalam viktimologi.

ABSTRACT

MOTTO

“Ora et Labora” Belajar dan Berdoa.

“Perbuatan paling baik adalah berbuat baik kepada diri sendiri dan orang lain, one

for all….all for one”.

(Mario Teguh)

“Masa lalu hanyalah pembelajaran, Jadilah manusia super dengan belajar dari

masa lalu dan berjuang sekuat tenaga untuk mencapai sesuatu”.

(Mario Teguh)

“Iman seperti juga cinta, teruji pada saat yang sulit. Semakin mahal harga yang

harus dibayar untuk iman kita, maka semakin cemerlanglah kilau yang

ditampakkanya”

(Penulis)

“Tangan yang lamban membuat miskin, tapi tangan orang orang rajin menjadikan

kaya”

(Amsal 10 : 4)

“Orang malas tidak akan menangkap buruannya, tetapi orang rajin akan akan

memperoleh harta yang berharga”

( Amsal 12 : 17)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan rahmat serta karunia dan hidanyah-Nya kepada penulis sehingga

penulis dapat menyelesaikan penulisan hukum ini dengan baik.

Penulisan hukum merupakan salah satu persyaratan yang harus ditempuh

dalam rangkaian kurikulum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta dan juga merupakan syarat utama yang harus dipenuhi oleh setiap

mahasiswa Fakultas Hukum dalam menempuh jenjang kesarjanaan S1.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penulisan hukum ini tidak luput dari

kekurangan, baik dari segi materi yang disajikan maupun dari segi analisisnya.

Namun penulis berharap bahwa penulisan hukum ini mampu memberikan

manfaat baik bagi penulis sendiri maupun bagi pembacanya.

Pada kesempatan ini tidak lupa penulis mengucapkan rasa terima kasih

yang tulus kepada :

1. Bapak Moh. Jamin, S.H., M.Hum selaku Dekan Fakultas Hukum UNS

yang telah memberi ijin dan kesempatan kepada penulis untuk

menyelesaikan skripsi ini.

2. Bapak Ismunarno, S.H., M.Hum selaku Ketua Bagian Hukum Pidana dan

selaku dosen pembimbing I skripsi yang telah memberikan kelancaran dan

bimbingan serta arahan kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.

3. Ibu Siti Warsini, S.H., M.H selaku pembimbing II yang penuh kesabaran

telah memberikan bimbingan dalam penulisan skripsi ini

4. Bapak Edy Herdyanto, SH, M.H, selaku pembimbing akademik penulis.

5. Bapak dan Ibu Dosen serta seluruh karyawan Fakultas Hukum UNS.

6. Bapak Titus Lado Selaku pemilik sekaligus pendiri Yayasan Rehabilitasi

Mental Sinai Sukoharjo dan Sri Poni Wirasti selaku mantan pengguna

narkoba.

7. Orang tuaku Ir. Djoko Parmono dan Erly Suwarni, terimakasih untuk doa

restunya, Cinta dan kasihnya serta dukungan dalam penulisan skripsi ini.

8. Mas Agung, mas Joko dan Mbak Novi, ponakan-ponakanku Dandy, Arya,

Tian, Rika, Aiztria serta terkhusus alm. Mbak Ria terima kasih atas segala

doanya.

9. Om Ruslan, terima kasih atas segala masukannya, dan motivasinya.

10. Saudara-saudara ku, Yuli, Bayu, Septian, Wulan terima kasih atas doa dan

Support nya untuk dapat menyelesaikan skripsi ini.

11. Sahabatku MeyMey, Ayu, Winda, Agung, Desthian Yoga, Yudi, Tika,

Deden, Wibisono Rachmat, S.H., Yudha, Tian yang selalu menemaniku,

memberikan doa dan dorongan serta tempat curahan hati.

12. Terima kasih untuk doa dan dukungannya yang disertai cintamu untuk

Verly Pradana.

13. Teman-teman FH UNS, Retno, S.H., Hermin, S.H., Yuke, Ronggo, S.H.,

Andika, Prima, Ajay, Jefri, Abi, Taufik, Anung, Rodi, Pras, , , . “VIVA

JUSTICIA, KAMI BANGGA ADA DI SINI”.

14. Teman-temanku semua yang tidak bisa penulis sebutkan satu persatu,

terimakasih buat dukungan kalian semua dan sukses selalu.

Penulis menyadari penulisan hukum ini masih jauh dari kesempurnaan,

mengingat keterbatasan dan kemampuan penulis. Dengan lapang dada penulis

mengharapkan segala saran dan kritik yang bersifat membangun dari semua pihak

untuk kesempurnaan penulisan hukum ini

Surakarta, Maret 2010

Penulis

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL …………….........………………………………………. i

HALAMAN PERSETUJUAN ……….........………………………………….. ii

HALAMAN PENGESAHAN …………….........………………...…………… iii

SURAT PERNYATAAN .................................................................................. iv

ABSTRAK …………………………………………….…..………………….. v

ABSTRACT ....................................................................................................... vi

HALAMAN MOTTO ……………………………….........……...………….... vii

KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... x

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ xii

BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1

A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1

B. Perumusan Masalah ....................................................................... 5

C. Tujuan Penelitian ........................................................................... 5

D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 6

E. Metode Penelitian ........................................................................... 6

F. Sistematika Skripsi ......................................................................... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA....................................................................... 15

A. Kerangka Teori............................................................................... 15

1. Tinjauan Umum Tentang Korban.............................................. 15

2. Tinjauan Umum Tentang Narkotika.......................................... 21

3. Tinjauan Umum Tentang Penyalahgunaan Narkotika............... 30

4. Tinjauan Umum Tentang Penanganan Korban.......................... 37

5. Tinjauan Umum Tentang Rehabilitasi Narkoba........................ 39

6. Tinjauan Umum Tentang Viktimologi...................................... 43

B. Kerangka Berpikir........................................................................ 48

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN................................. 50

A. Deskripsi Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo……..... 50

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian …...……………............. 50

2. Visi Misi Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo......... 52

3. Tujuan dan Kegiatan Yayasan Sinai Sukoharjo........……...... 53

4. Struktur Organisasi Yayasan Sinai Suoharjo ........................... 54

5. Uraian Tugas Jabatan Struktural Yayasan Rehabilitasi Mental

Sinai Sukoharjo ........................................................................ 56

B. Penanganan Korban Narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai

Sokoharjo..................................................................................... 57

1. Dasar Hukum Penanganan Narkoba....................................... 57

2. Penanganan Korban Narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental

Sinai Sukoharjo........................................................................ 61

3. Hambatan-hambatan yang di hadapi Yayasan ........................ 71

C. Kesesuaian Penanganan Korban di Yayasan Rehabilitasi Mental

Sinai Sukoharjo dari sudut pandang Viktimologi........................ 72

1. Metode Penanganan Korban Narkoba di Yayasan Sinai

Sukoharjo .............................................................................. 72

2. Perlakuan Korban Narkoba..................................................... 75

3. Korban Narkoba dalam Prespektif Viktimologi..................... 77

BAB IV PENUTUP... ……………...............................…………………...... 80

A. Simpulan ……………………………...…………………........... 80

B. Saran ………………………………………………………........ 81

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN-LAMPIRAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 : Bagan Model Analisis Interaktif ..................................................... 12

Gambar 2 : Bagan Kerangka Berpikir... ........................................................... 48

Gambar 3 : Bagan Struktur Organisasi Yayasan Sinai Sukoharjo .................... 55

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap negara tentu menghendaki rakyatnya untuk selalu hidup

sehat jasmani dan rohani, karena tidak seorang pun yang berpandangan

senang sakit dalam hidupnya. Hidup produktif artinya melakukan kegiatan

yang menghasilkan baik langsung maupun tidak langsung yang hasilnya

dapat dinikmati diri sendiri maupun oleh orang lain, kegiatan itu dilakukan

secara sosial dalam hubungannya seseorang hidup bermasyarakat, sedang

kegiatan yang dilakukan secara ekonomis adalah kegiatan yang ada

hubungannya dengan uang seperti bekerja. Negara tidak boleh bersikap

pasif terhadap kondisi rakyat yang hidup dengan kesehatan apa adanya

tetapi harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan kesehatan

rakyatnya.

Apabila setiap orang selalu dapat konsisten untuk hidup sehat

maka bangsa kita akan menjadi bangsa yang sehat, karena suatu bangsa

yang sehat secara otomatis negaranya menjadi kuat dan ini terkait dengan

ketahanan nasional. Tetapi pada kenyataannya saat ini Negara Indonesia

sedang dihadapkan pada suatu masalah berkaitan dengan kesehatan yang

serius dan perlu penanganan yang cepat yaitu penyalahgunaan narkoba.

Bahaya pemakaian narkotika sangat besar pengaruhnya terhadap

orang, masyarakat, dan negara, sebab kalau terjadi pemakaian narkotika

secara besar-besaran dimasyarakat, maka bangsa kita akan menjadi bangsa

yang rapuh. Penyalahgunaan narkotika sering dilakukan oleh anak muda

khususnya para remaja yang jiwanya masih labil dan lebih mudah untuk

terpengaruh dengan hal-hal buruk. Sikap labil anak muda atau para remaja

tersebut karena mereka masih dalam tahap pencarian jati diri, dalam hal ini

peran orang tua sangat dibutuhkan untuk memberikan bekal agama yang

kuat bagi anak-anak mereka agar supaya tidak terjerumus ke dalam

lembah hitam narkoba karena generasi muda seperti merekalah yang kelak

akan membangun negara dimasa yang akan datang.

Narkoba adalah kepanjangan dari Narkotika dan Obat berbahaya

lainnya. Selain narkotika yang digolongkan barang berbahaya adalah zat,

bahan kimia dan biologi, baik dalam bentuk tunggal maupun campuran

yang dapat membahayakan kesehatan dan lingkungan hidup secara

langsung atau tidak langsung yang mempunyai sifat, karsinogenik,

teratogenik, mutagenik, korosif dan iritasi. Narkotika dalam pengertian

opium telah dikenal dan dipergunakan masyarakat Indonesia khususnya

warga Tionghoa dan sejumlah besar orang Jawa sejak tahun 1617.

Selanjutnya diketahui bahwa mulai tahun 1960-an terdapat sejumlah kecil

kelompok penyalahguna heroin dan kokain. Pada awal 1970-an mulai

muncul penyalahgunaan narkotika dengan cara menyuntik. Orang yang

menyuntik disebut morfinis. Sepanjang tahun 1970-an sampai tahun 1990-

an sebagian besar penyalahguna kemungkinan memakai kombinasi

berbagai jenis narkoba (polydrug jser), dan pada tahun 1990-an heroin

sangat populer dikalangan penyalahguna narkotika. (Hari Sasangka,

2003:16)

Akibat penyalahgunaan narkotika terhadap masyarakat adalah

kenyataan bahwa orang-orang yang kecanduan narkotika akan melakukan

cara apa saja dalam memenuhi kebutuhannya mengkonsumsi narkotika

tersebut. Pelajar atau mahasiswa, pengangguran atau orang yang

berpenghasilan rendah yang menggunakan narkotika akan terpaksa

melakukan berbagai tindakan kriminal baik dalam lingkup kejahatan

narkotika maupun tindak kejahatan di luar narkotika. Semakin

meningkatnya kriminalitas (kuantitas kejahatan) yang berhubungan

dengan penggunaan dan perdagangan narkotika sudah barang tentu akan

mengganggu ketentraman dan kesejahteraan masyarakat, untuk itu

dibutuhkan sosialisasi tentang jenis-jenis narkotika serta bahaya narkotika

terhadap masyarakat. Upaya penyalahgunaan narkotika yang timbul

dalam masyarakat perlu adanya tindakan-tindakan seperti tindakan

preventif, represif maupun pengobatan dan rehabilitasi.

Dalam penelitian ini penulis hanya akan mengkaji salah satu dari

upaya penanggulangan narkotika yaitu rehabilitasi bagi korban

penyalahgunaan narkotika sesuai dengan sudut pandang viktimologi.

Seseorang yang sudah mengalami ketergantungan terhadap narkotika

harus cepat dilakukan pengobatan dan perawatan melalui fasilitas

rehabilitasi.

Tujuan dari rehabilitasi itu sendiri adalah untuk memulihkan dan

mengembangkan kemampuan fisik, mental, dan sosial dari orang-orang

yang kecanduan narkotika, sehingga dengan adanya tujuan

tersebut,diharapkan seorang pecandu narkotika yang masuk ketempat

rehabilitasi dalam keadaan ketergantungan narkotika selanjutnya didalam

rehabilitasi diberikan program-program pemulihan, sehingga setelah

keluar dari tempat rehabilitasi orang yang kecanduan narkotika tersebut

dapat sembuh dan kembali ditengah keluarganya serta dalam lingkungan

masyarakat. Keanekaragaman pengobatan tergantung dari

keanekaragaman jenis narkotika yang disalahgunakan.

Upaya penanggulangan yang bersifat pengobatan atau rehabilitasi

belum bersifat optimal, hal ini dapat dilihat oleh tingginya angka

kekambuhan bagi mereka yang sudah rehabilitasi. Hal tersebut terjadi

biasanya karena korban narkotika ketika berada dalam pengawasan

rehabilitasi, mereka tidak dapat menemukan bahkan memakai narkotika

dan ketika sudah keluar dari tempat rehabilitasi mereka akan sangat

dengan mudah mendapatkan dan menggunakannya kembali.

Berbicara mengenai viktimologi yang membahas kejahatan

terhadap korban, kriminolog sepakat bahwa kejahatan merupakan produk

dari masyarakat. Selama masyarakat masih mengadakan interaksi satu

dengan yang lain selama itupula kejahatan akan tetap muncul. Ada korban

ada kejahatan dan sebaliknya, ada kejahatan ada korban. Rangkaian kata

ini menyatakan, apabila terdapat korban kejahatan, jelas terjadi suatu

kejahatan. Kejahatan dalam arti luas tidak hanya yang di rumuskan dalam

Undang-Undang, tetapi juga tindakan yang menimbulkan penderitaan dan

tidak dapat dibenarkan serta dianggap jahat oleh masyarakat. Kejahatan

dalam arti sempit adalah crime yang merupakan bagian dari tindak pidana

atau delict. (Arif Gosita, 1993:28)

Kedudukan korban dalam kejahatan menurut pandangan hukum

positif tidaklah mutlak, dalam arti korban bukanlah unsur terpenuhinya

rumusan suatu kejahatan atau tindak pidana. Dalam pandangan sosiologis,

korban memiliki posisi yang cukup vital dalam hubunganya dengan

kejahatan. Suatu perbuatan dapat dikatakan sebagai kejahatan apabila ada

pihak yang dirugikan, dan pihak tersebut disebut dengan korban. Proses

berubahnya suatu perbuatan dari perbuatan biasa menjadi perbuatan

pidana disebut kriminalisasi, sedangkan proses berubahnya perbuatan

pidana menjadi perbuatan biasa disebut dekriminalisasi. Salah satu faktor

yang menyebabkan kriminalisasi atau dekriminalisasi adalah korban

kejahatan. Ketika tidak terdapat korban kejahatan, suatu perbuatan yang

awalnya merupakan tidak pidana bisa berubah menjadi tindak pidana,

begitu juga sebaliknya. Permasalahan kedua yang akan dibahas adalah

mengenai penanganan korban tindak pidana narkoba dalam perspektif

viktimologis. Walaupun dalam hukum positif dinyatakan secara tegas

kedudukan korban bukanlah hal mutlak dalam suatu tindak pidana, namun

dalam tindak pidana narkoba ini kedudukan korban tidak ditinjau dari segi

mutlak atau tidaknya, melainkan seseorang yang melakukan tindak pidana

tersebut.

Dengan demikian setelah mengetahui tentang viktimologi yang

mengkaji terhadap korban kejahatan baik dari dalam sudut pandang

hukum positif dan sosiologis, dalam proses penanganan korban kejahatan

narkoba dengan rehabilitasi apabila dikaitkan dengan aspek viktimologi

harus mengutamakan penanganan secara optimal terhadap korban, dalam

hal ini adalah korban narkoba. Agar setelah dilakukan rehabilitasi

diharapkan para korban narkoba dapat sembuh dari ketergantungan

narkoba dan dapat hidup secara normal dalam kehidupan bermasyarakat.

Selanjutnya, berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka

penulis akan mengadakan penulisan hukum dengan judul “KAJIAN

TERHADAP PENANGANAN KORBAN NARKOBA DI YAYASAN

REHABILITASI MENTAL SINAI SUKOHARJO DARI ASPEK

VIKTIMOLOGI”

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mencoba

merumusakan perumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimanakah penanganan korban narkoba di yayasan rehabilitasi

mental Sinai Sukoharjo ?

2. Apakah penanganan korban narkoba di yayasan rehabilitasi mental

Sinai Sukoharjo sudah sesuai dengan sudut pandang viktimologi ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui penanganan korban narkoba di yayasan

rehabilitasi mental Sinai Sukoharjo.

b. Untuk mengetahui kesesuaian penanganan di yayasan

rehabilitasi mental Sinai Sukoharjo dengan sudut pandang

viktimologi

2. Tujuan subyektif

a. Untuk memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan bagi

penyusunan skripsi sebagai syarat mencapai gelar sarjana di

bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas

Maret Surakarta.

b. Untuk menambah, memperluas, mengembangkan pengetahuan

dan pengalaman penulis serta pemahaman aspek hukum di dalam

teori dan praktek lapangan hukum yang sangat berarti bagi

penulis.

c. Untuk memberi pikiran dalam mengembangkan ilmu

pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Merupakan salah satu sarana bagi penulis untuk mengumpulkan

data sebagai bahan penyusunan skripsi guna melengkapi

persyaratan untuk mencapai gelar kesarjanaan di bidang ilmu

hukum pada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta.

b. Untuk sedikit memberi pikiran dalam mengembangkan ilmu

pengetahuan pada umumnya dan ilmu hukum pada khususnya.

2. Manfaat Praktis

a. Dengan penulisan skripsi ini diharapkan dapat meningkatkan dan

mengembangkan kemampuan penulis dalam bidang hukum

sebagai bekal untuk terjun ke dalam masyarakat nantinya.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu pihak-pihak

yang terkait dengan masalah yang diteliti.

E. Metode Penelitian

Dalam suatu penelitian diperlukan suatu data yang dapat

menunjang penyelesaian penelitian itu sendiri, sehingga dapat memperoleh

hasil penelitian yang dapat dipercaya dan dapat dipertanggungjawabkan,

oleh karena itu diperlukan suatu metode tertentu. Metode adalah pedoman

cara seseorang ilmuwan mempelajari dan memahami lingkungan-

lingkungan yang dihadapi. (Soerjono Soekanto, 2006 : 6).

Metode penelitian adalah cara yang teratur dan berpikir secara

runtut dan baik dengan menggunakan metode ilmiah yang bertujuan untuk

menemukan, mengembangkan dan guna menguji kebenaran maupun

ketidakbenaran dari suatu pengetahuan, gejala atau hipotesa. Adapun

metode penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini dapat dijelaskan

sebagai berikut :

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian empiris. Penelitian

empiris adalah penelitian yang menggunakan data primer sebagai data

utama, dimana penulis langsung terjun ke lokasi penelitian.

2. Sifat Penelitian

Penelitian yang penulis susun adalah termasuk penelitian

yang bersifat deskriptif. Penelitian deskriptif menurut Soerjono

Soekanto adalah suatu penelitian yang dimaksud untuk memberikan

data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala

lainnya. Maksudnya adalah terutama mempertegas hipotesa-hipotesa,

agar dapat membantu memperkuat teori-teori lama, atau di dalam

kerangka penyusunan kerangka baru. (Soerjono Soekanto, 2006 : 10).

Dalam pelaksanaan penelitian deskriptif ini tidak terbatas

hanya sampai pengumpulan dan penyusunan data saja, tetapi juga

meliputi analisa dan interpretasi data yang pada akhirnya dapat diambil

kesimpulan-kesimpulan yang dapat didasarkan penelitian data itu.

3. Pendekatan Penelitian

Penelitian ini menggunakan jenis pendekatan kualitatif, yaitu

pendekatan yang digunakan oleh peneliti dengan mendasarkan pada

data yang dinyatakan responden secara lisan atau tulisan, dan juga

perilaku yang nyata, diteliti dan dipelajari sebagai suatu yang utuh.

(Soerjono Soekanto, 2006 : 250).

4. Lokasi Penelitian

Untuk memperoleh data yang diperlukan, maka penulis

melakukan penelitian dengan mengambil lokasi di yayasan rehabilitasi

mental Sinai di Sukoharjo yang merupakan wadah bagi korban-korban

penyalahgunaan narkoba untuk diberikan pengobatan dalam bentuk

rehabilitasi.

5. Jenis dan Sumber Data

Secara umum, maka di dalam penelitian biasanya dibedakan

antara data yang diperoleh secara langsung dari masyarakat dan dari

bahan-bahan pustaka. Yang diperoleh dari masyarakat dinamakan data

primer, sedangkan yang diperoleh dari bahan-bahan pustaka lazimnya

dinamakan data sekunder. (Soerjono Soekanto, 2006 : 51).

Jenis data yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah

data primer dan data sekunder.

a. Data Primer

Adalah sejumlah keterangan atau fakta yang diperoleh

secara langsung melalui penelitian lapangan, baik dengan

wawancara dan observasi terhadap responden dalam penelitian.

b. Data Sekunder

Adalah sejumlah keterangan atau fakta yang diperoleh

secara tidak langsung, tetapi melalui penelitian kepustakaan.

Sumber data adalah tempat ditemukan data. Adapun data dari

penelitian ini diperoleh dari dua sumber, yaitu pertama sumber data

primer yaitu Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai di Sukoharjo, kedua

sumber data sekunder yang terdiri dari :

a. Bahan Hukum Primer

Yaitu norma atau kaidah dasar, peraturan perundang-

undangan. Dalam hal ini yang menjadi bahan hukum primer antara

lain :

1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika.

2) Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 pasal 1 ayat (3)

dan Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang tentang Komisi

Kebenaran dan Rekonsiliasi.

3) Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

996/MENKES/SK/VIII/2002 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Rehabilitasi

Penyalahgunaan dan Ketergantungan Narkotika, Psikotropika,

dan Zat Adiktif Lainnya (Napza)

4) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

b. Bahan Hukum Sekunder

Yaitu hasil karya dari kalangan hukum, hasil-hasil

penelitian, artikel koran dan internet serta bahan lain yang

berkaitan dengan pokok bahasan.

c. Bahan Hukum Tersier atau Penunjang

Yaitu bahan yang memberikan petunjuk maupun

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder, misalnya bahan dari media internet, kamus dan

sebagainya. (Soerjono Soekanto, 2006:52).

6. Teknik Pengumpulan Data

Pengumpulan data dalam suatu penelitian merupakan hal

yang sangat penting dalam penulisan. Dalam penelitian ini penulis

menggunakan teknik pengumpulan data sebagai berikut :

a. Data Primer

Untuk mendapatkan data primer, adalah dengan cara

wawancara. Dalam penelitian ini penulis akan secara langsung

mewawancarai pembina Yayasan Rehabiltasi mental Sinai

Sukoharjo. Wawancara yang dilakukan adalah wawancara yang

terpimpin, terarah, dan mendalam sesuai dengan pokok

permasalahan yang diteliti guna memperoleh hasil berupa data

dan informasi yang lengkap dan seteliti mungkin. Dalam

penelitian ini yang menjadi responden adalah Bapak dan Ibu

Titus Lado, selaku Pembina Yayasan Rehabilitasi Mental di

Sukoharjo.

b. Data Sekunder

Untuk memperoleh data sekunder adalah dengan penelitian

atau kepustakaan atau library research guna memperoleh bahan-

bahan hukum.

7. Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan proses pengorganisasian dan

pengurutan data dalam pola, kategori dan uraian dasar, sehingga

dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti

yang disarankan oleh data. (Lexy J Moleong, 2002: 103). Penulis

menggunakan model analisis interaktif (interaktif model of analysis),

yaitu data yang dikumpulkan akan dianalisa melalui 3 tahap, yaitu

mereduksi data, menyajikan data, dan menarik kesimpulan. Dalam

model ini dilakukan suatu proses siklus antar tahap-tahap, sehingga

data yang terkumpul dapat berhubungan dengan satu sama lain dan

benar-benar data yang mendukung penyusunan laporan penelitian.

(HB. Sutopo, 2002 :35). Tiga tahap tersebut adalah :

a. Reduksi Data

Kegiatan ini merupakan proses pemilihan, pemusatan

perhatian yang bertujuan untuk mempertegas, memperpendek,

membuat fokus, membuang hal-hal yang tidak penting yang

muncul dari catatan dan pengumpulan data. Proses ini

berlangsung terus-menerus sampai laporan akhir penelitian

selesai.

b. Penyajian Data

Sekumpulan informasi yang memungkinkan kesimpulan

riset dapat dilaksanakan.

c. Menarik Kesimpulan

Setelah memahami arti dari berbagai hal yang meliputi

berbagai hal yang ditemui dengan melakukan pencatatan-

pencacatan peraturan, pernyataan-pernyataan, konfigurasi-

konfigurasi yang mungkin, alur sebab-akibat, akhirnya peneliti

menarik kesimpulan. (HB. Sutopo, 2002:37).

Berikut ini penulis memberikan ilustrasi bagan dari tahap

analisis data :

Gambar 1 : Bagan Model Analisis Interaktif

Pengumpulan data

Reduksi data Penyajian data

Penarikan kesimpulan

F. Sistematika Skripsi

Untuk memberikan gambaran menyeluruh mengenai sistematika

penulisan karya ilmiah yang sesuai dengan aturan baru dalam penulisan

ilmiah, maka penulis menyiapkan suatu sistematika penulisan hukum.

Adapun sistematika penulisan hukum terbagi dalam 4 (empat) bab yang

saling berkaitan dan berhubungan. Sistematika dalam penulisan hukum ini

adalah sebagai berikut :

BAB 1 : PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis akan mengemukakan tentang latar

belakang masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian,

manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika

penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Dalam bab yang kedua memuat 2 (dua) sub bab, yaitu

kerangka teori dan kerangka pemikiran. Kerangka teori

ini terdiri dari :

a. Tinjauan Umum tentang Korban

b. Tinjauan Umum tentang Narkotika

c. Tinjauan Umum tentang Penyalahgunaan Narkotika

d. Tinjauan Umum tentang Penanganan Korban

e. Tinjauan Umum tentang Rehabilitasi Narkoba

f. Tinjauan Umum tentang Viktimologi

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab ini memuat deskripsi lokasi penelitian yaitu

Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai di Sukohoharjo hasil

penelitian, yaitu : penanganan korban narkoba di Yayasan

Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo dan kesesuaian

penanganan korban narkoba di Yayasan Rehabilitasi

Mental Sinai di Sukoharjo dari sudut pandang

viktimologi.

BAB IV : SIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi simpulan dan saran.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Umum Tentang Korban

a. Pengertian korban

Korban merupakan orang yang menderita (mati,dsb) akibat

suatu kejadian, perbuatan jahat, dsb (Kamus Besar Bahasa

Indonesia 2003 : 595). Korban adalah mereka yang menderita

jasmaniah dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang

mencari pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang

bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita.

Mereka disini yang dimaksud dapat berarti : individu, atau

kelompok baik swasta maupun pemerintah. (Arif Gosita, 1993 :

41)

Menurut Badar Nawawi, korban adalah orang-orang, baik

secara individual maupun kolektif, yang menderita kerugian akibat

perbuatan (tidak berbuat) yang melanggar hukum pidana yang

berlaku di suatu negara, termasuk peraturan-peraturan yang

melarang penyalahgunaan kekuasaan. Selain itu korban termasuk

juga orang-orang yang menjadi korban dari perbuatan-perbuatan

(tidak berbuat) yang walaupun belum merupakan pelanggaran

terhadap hukum pidana nasional yang berlaku, tetapi sudah

merupakan pelanggaran menurut norma-norma hak asasi manusia

yang diakui secara internasional. (Muhandar, 1997 : 51-52)

Korban adalah orang-orang yang baik secara individual

maupun kolektif telah menderita kerugian, termasuk kerugian fisik

atau mental, emosional, ekonomi atau ganguan substansial

terhadap hak-haknya yang fundamental, melalui suatu perbuatan

atau komisi yang melanggar hukum pidana di masing-masing

negara, termasuk penyalahgunaan kekuasaan. (Muladi, 2005: 108)

Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 pasal

1 ayat (3) dan Pasal 1 ayat (5) Undang-Undang Komisi Kebenaran

dan Rekonsiliasi, mendefinisikan korban: “orang perseorangan

atau kelompok orang yang mengalami penderitaan, baik fisik,

mental, maupun emosional, kerugian ekonomi atau mengalami

pengabaian, pengurangan, atau perampasan hak-hak dasarnya,

sebagai akibat pelanggaran hak asasi manusia yang berat, termasuk

ahli warisnya”.

Dalam perspektif viktimologi, pada fase new victimology

Waidner and wolfgang Werdenich dalam jurnal internasionalnya

yang berjudul “the victims” memberikan pengertian tentang korban

sebagai berikut:

...those person who are threatened, injured or destroyed by an act

or omission of another (man, structure, organization, or

institution) and consequently, a victim would be any one who has

suffered from or been threatened by punishable act (ot only

criminal act but also other punisable acts as misdemeanors,

economic offenses, non-fulfilment of work duties) or from an

accident (accident at work, at home, trafict accident, etc).

Suffering may be caused by another man (man made victim) or

another structure where people are also involved.(Waidner and

Wolfgang Werdenich, The Victim, The Victimization of dependent

drug user, vol 4, No. 10.1177/1477370807080719: 2007)

Artinya adalah orang yang diperlakuakn, terluka atau

menderita oleh perlakuan atau kelalaian dari orang lain, struktur,

organisasi atau institusi dan konsekuensinya korban akan menjadi

salah satu yang selalu menderita atau diperlakukan oleh sikap yang

menghakimi bukan hanya karena sikap kriminal tapi juga hukuman

lainnya sebagai pelanggaran hukum, serangan ekonomi, tidak

terpenuhinya pekerjaan (kecelakaan saat bekerja, dirumah,

kecelakaan dijalan, dll) menderita dikarenakan orang lain yang

membuat atau struktur lain dimana orang lain terlibat.

b. Pengertian Korban Secara Umum

Mengenai pengertian korban sangat sulit bagi kita untuk

menemukan atau memberikan pengertian secara khusus arti dari

korban, karena ada berbagai macam jenis korban yang terdapat di

dalam masyarakat sebagai suatu tindakan atau perbuatan seseorang

baik dilakukan dibawah pengendalian manusia seperti korban

kejahatan maupun di luar kendali manusia yang disebabkan oleh

gejala alam, maupun korban penyalahgunaan kekuasaan. Setiap

peristiwa atau kejadian yang menimbulkan korban baik karena

tindakan manusia maupun kejadian yang disebabkan oleh alam

sering kali menimbulkan permasalahan dan bencana yang dapat

memberikan dampak negatif terhadap masyarakat. Ilmu yang

mempelajari tentang masalah korban kejahatan yaitu victimology.

Pengertian korban tidak hanya dari kejahatan konvensional seperti

pembunuhan, pemerkosaan, penganiayaan dan pencurian tetapi

juga mencakup korban dari kejahatan non konvensional seperti

terorisme, pembajakan, perdagangan narkotika ilegal, meliputi pula

pelanggaran terhadap hak asasi manusia.

Korban adalah orang-orang yang secara individual atau

kolektif telah mengalami penderitaan fisik atau mental, penderitaan

emosi, kerugian ekonomi. Istilah korban disini juga meliputi

keluarga korban, orang-orang yang menderita akibat melakukan

intervensi atau campur tangan untuk membantu korban yang dalam

kesulitan atau mencegah victimisasi. (Arif Gosita, 1993:46)

Korban adalah mereka yang menderita jasmaninya dan

rohaninya sebagai akibat dari tindakan orang lain yang mencari

pemenuhan kepanetingan bagi diri sendiri atau orang lain yang

bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita,

mereka disini dapat berarti individu, kelompok atau badan hukum

swasta atau pemerintah. (Arif Gosita, 1993:63). Seperti yang

tercantum dalam jurnal internasional “persons who individually or

collectively, have surffered harm, including pysical or mental

injury, emotional suffering, economic loss or substantial

impairment or their fundamental rights, troughs actor omissions

that are in violation of criminal laws operative within member

States, including those laws proscribing criminal abuse power”

(Gila Chen, Journal of Offender Rehabilitation, Natural Recovery

from drug and alcohol of addiction among israeli prisoners, vol 43

(3) pp 1-17 : 2006)

Dari pengertian jurnal internasional diatas, jelas bahwa

korban adalah orang yang mengalami penderitaan karena sesuatu

hal. Yang dimaksud dengan sesuatu hal disini adalah meliputi

orang, institusi atau lembaga, struktur.

Korban pada dasarnya tidak hanya orang-perorangan atau

kelompok yang secara langsung menderita akibat dari perbuatan-

perbuatan yang menimbulkan kerugian/penderitaan bagi

diri/kelompoknya, bahkan lebih luas lagi termasuk di dalamnya

keluarga dekat atau tanggungan langsung dari korban dan orang-

orang yang mengalami kerugian ketika membantu korban

mengatasi penderitaannya atau untuk mencegah viktimisasi.

c. Pengertian korban secara khusus

Dalam tindak pidana narkotika, masalah korban perlu

dipahami secara cermat, hal ini disebabkan karena orang yang

melakukan penyalahgunaan narkotika merupakan korban sekaligus

pelaku penyalahgunaan narkotika. Sebagai korban penyalahgunaan

narkotika perlu mendapatkan pengobatan dan /atau perawatan

ditempat rehabilitasi sebagai upaya penanggulangan

penyalahgunaan narkotika melalui usaha rehabilitatif.

Korban dari penyalahgunaan narkotika yang perlu

dilakukan upaya rehabilitatif adalah secara umum orang-orang

yang mengalami masalah kejiwaan yang disebabkan karena

kecemasan, depresi dan ketidakmampuan menerima kenyataan

hidup yang dijalani sehingga dengan mengkonsumsi narkotika

diyakini dapat membuat terlepas dari masalah yang dihadapinya,

begitu juga terhadap para remaja yang masih labil dan mudah

terpengaruh dengan kondisi lingkungannya sebagai wujud untuk

mencari jati dirinya sehingga mulai terpengaruh untuk

mengkonsumsi narkotika. Orang-orang yang dalam kriteria ini

perlu dilakukan dengan terapi yang serius dan intensive.

Sedangkan orang-orang yang mempunyai sifar anti sosial yang

selalu menentang norma-norma masyarakat, mempunyai sifat

egosentris yang kental dalam dirinya akibatnya melakukan apapun

semaunya, orang yang ini dalam perilakunya disamping sebagai

pemakai juga sebagai pengedar sehingga orang-orang yang

termasuk dalam kriteria ini selain dilakukan terapi juga harus

menjalani pidana pidana penjara sesuai dengan besar kecilnya

tindak pidana yang dilakukannya.

d. Hak dan kewajiban Korban

Hak dan kewajiban yang dimiliki oleh korban adalah antara

lain sebagai berikut :

1) Hak :

a) Korban berhak mendapatkan kompensasi atas

penderitaannya, sesuai dengan kemampuan memberi

kompensasi si pembuat korban dan taraf keterlibatannya

/ atau peranan si korban dalam terjadinya kejahatan dan

berhak menolak kompensasi untuk kepentingan pembuat

korban (tidak mau diberi kompensasi karena tidak

memerlukannya) dan mendapatkan kompensasi untuk

ahli warisnya bila si korban meninggal dunia

b) Berhak mendapat pembinaan dan rehabilitasi serta

mendapat kembali hak miliknya dan berhak menolak

menjadi saksi bila hal ini akan membahayakan dirinya

c) Berhak mendapatkan perlindungan dari ancaman pihak

pembuat korban bila melapor dan menjadi saksi dan

berhak mendapatkan bantuan penasehat hukum dan

mempergunakan upaya hukum

2) Kewajiban :

a) Tidak sendiri membuat korban dengan mengadakan

pembalasan dan berpatisipasi dengan masyarakat

mencegah pembuatan korban lebih banyak lagi

b) Mencegah kehancuran si pembuat korban baik oleh diri

sendiri maupun oleh orang lain dan ikut serta membina

pembuat korban

c) Bersedia dibina atau membina diri sendiri maupun oleh

orang lain dan tidak menuntut kompensasi yang tidak

sesuai dengan kemampuan pembuat korban

d) Memberi kesempatan pada pembuat korban untuk

memberi kompensasi pada pihak korban sesuai dengan

kemampuannya dan menjadi saksi bila tidak

membahayakan diri sendiri dan ada jaminan. (Arif Gosita,

1993 : 52-53)

2. Tinjauan Umum Tentang Narkotika

a. Pengertian Narkotika

Secara umum yang dimaksud dengan narkotika adalah

sejenis zat yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu

bagi orang-orang yang menggunakannya, yaitu dengan cara

memasukkan ke dalam tubuh. Istilah narkotika yang

dipergunakan disini sama artinya dengan “drug”, yaitu sejenis zat

apabila dipergunakan akan membawa efek dan pengaruh-

pengaruh tertentu pada tubuh si pemakai, yaitu :

1) Mempengaruhi kesadaran

2) Memberikan yang dapat berpengaruh terhadap perilaku

manusia dapat berubah :

a) Penenang dan Perangsang (bukan rangsangan sex)

b) Menimbulkan halusinasi (pemakainya tidak mampu

membedakan antara khayalan dan kenyataan, kehilangan

kesadaran akan waktu dan tempat).

Menurut Sudarto dalam buku Kapita Selekta Hukum

Pidana mengatakan bahwa : perkataan narkotika berasal dari

perkataan yunani ”Narke” yang berarti terbius sehingga tidak

merasa apa-apa. (Hari Sasangka, 2003 : 33)

Menurut UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika Pasal 1 ayat 1

“Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau

bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat

menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya

rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan”

b. Pengolongan dan Jenis Narkotika

1) Penggolongan Narkotika

Penggolongan Narkotika dalam Undang-Undang No 22

Tahun 1997 tentang Narkotika terdapat dalam Pasal 2 ayat

(2) yang menyebutkan bahwa narkotika dapat digolongkan

menjadi :

a) Narkotika Golongan I

Yang dimaksud dengan narkotika golongan I

adalah narkotika yang hanya dapat digunakan untuk

tujuan pengembangan ilmu pengetahuan dan tidak

digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi sangat

tinggi mengakibatkan ketergantungan.

Beberapa contoh jenis narkotika yang termasuk

dalam golongan I antara lain :

(1) Tanaman Papaver Somniferum L dan semua bagian-

bagiannya termasuk buah dan jeraminya, kecuali

bijinya.

(2) Opium mentah yaitu getah yang membeku sendiri,

diperoleh dari buah tanaman Papaver Somniferum L

yang hanya mengalami pengilahan sekedar untuk

pembungkus dan pengangkutan tanpa

memperhatikan kadar morfinnya.

(3) Opium masak terdiri dari :

(a) Candu, hasil yang diperoleh dari opium

mentah melalui suatu rentetan pengolahan

khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan

peragian dengan atau tanpa penambahan

bahan-bahan lain, dengan maksud

mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang

cocok untuk pemadatan.

(b) Jicing, sisa dari candu setelah dihisap, tanpa

memperhatikan apakah candu itu dicampur

dengan daun atau bahan lain.

(c) Jicingko, hasil yang diperoleh dari

pengolahan jicing.

(4) Tanaman koka, tanaman dari semua genus

Erythoxylon dari keluarga Erythoxylaceae termasuk

nuah dan bijinya.

(5) Daun koka, daun yang belum atau sudah

dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua

tanaman genus Erythoxylon dari keluarga

Erythoxylaceae yang menghasilkan kokain secara

lansung atau melalui perubahan kimia.

(6) Kokain mentah, semua hasil yang diperoleh dari

daun koka yang dapat diolah secara langsung untuk

mendapatkan kokaina.

(7) Tanaman ganja, semua tanaman genus cannabis dan

semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah,

jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian

tanaman ganja termasuk damar ganja dan hasish.

(8) Heroin

b) Narkotika Golongan II

Narkotika golongan II adalah narkotika yang

berkhasiat untuk pengobatan yang digunakan sebagai

pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan /

atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta

mempunyai potensi tinggi mengakibatkan

ketergantungan.

Beberapa contoh jenis narkotika yang termasuk

dalam golongan II narkotika antara lain Alfasetilmetadol,

alfametadol, alfentanil, benzitidin, betametadol,

dihidromorfina, drotebanol, ekgonina (termasuk ester dan

derivatnay yang setara dengan ekgonina dan kokaina),

fentanil, metadona, metopon, morfina, petidina.

c) Narkotika Golongan III

Narkotika golongan III adalah narkotika yang

berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam

terapi dan / atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan

serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan

ketergantungan. Beberapa contoh jenis narkotika yang

termasuk dalam golongan III narkotika antara lain :

Asetildihidrokodein, Dihidrokodenia, Etimorfina,

Kodeina, Nikokodina, Norkodeina, Polkodina.

2) Jenis Narkotika

Ada beberapa jenis narkotika, baik yang alami

maupun narkotika olahan / sintetis, yaitu antara lain :

a) Candu

Candu atau disebut juga dengan opium merupakan

sumber utama dari narkotika alam yang berasal dari

sejenis tumbuh tumbuhan yang dinamakan Papaver

Somniferum. Narkotika jenis candu ini termasuk

depressants yang mempunyai pengaruh hypnotics dan

tranglizers. Depressants yaitu merangsang sistem saraf

parasimpatis, dalam dunia kedokteran dipakai sebagai

penghilang rasa sakit yang kuat.

Opinium dapat membuat euforia yang hebat,

perasaan nyaman yang meningkat, daya khayal dan

berbicara lebih tinggi. Apabila penggunaan candu ini

dalam waktu jangka panjang dapat mengakibatkan

penurunan dalam kemampuan mental dan fisik,

kehilangan nafsu makan dan berat badan.

b) Ganja

Berasal dari bunga dan daun-daun sejenis tumbuhan

rumput bernama cannabis sativa. Merupakan tanaman

yang tumbuh liar didaerah beriklim tropis. Sebutan lain

dari ganja oleh para junky yaitu cimeng, gelek, budha

stick, mary jane, mariyuana, hasish (minyak atau lemak

ganja) ganja bagi para junky sering dianggap sebagai

lambang pergaulan sebab di dalam pemakain ganja

hampir selalu beramai-ramai hal ini dikarenakan dari efek

yang ditimbulkan dari ganja yaitu kegembiraan.

Ganja terbagi 2 (dua) jenis yaitu : ganja jenis jantan,

ganja ini kurang bermanfaat, hanya diambil seratnya

untuk pembuatan tali. Ganja jenis betina, jenis ganja ini

dapat berbunga dan berbuah, biasanya digunakan untuk

pembuatan rokok ganja.

c) Morphine

Merupakan zat utama yang bekhasiat narkotika

yang terdapat pada candu mentah dengan jalan diolah

secara kimia melalui penyulingan. Efek dari morphine 10

kali lebih kuat dari opium atau candu, dimana seorang

pecandu untuk memperoleh rangsangan yang diingininya

selalu memperlukan penambahan dosis dari pemakaian

sebelumnya yang lambat laun dapat membahayakan jiwa.

Morphine pada umumnya digunakan sebagai obat

penghilang rasa sakit yang sangat kuat, biasa digunakan

pada waktu melakukan pembedahan atau pasien yang

menderita luka bakar, menolak, penyakit mejan (diare)

morphine juga dapat menimbulkan rasa nyaman

(euforia), menurunkan rasa kesadaran (hipnotis, sedasi)

atau sebagai obat tidur apabila rasa sakit menghalang-

menghalangi kemampuan untuk tidur.

d) Heroin

Heroin merupakan obat semi sintetik yang

dihasilkan dari reaksi kimia morphine yaitu dengan nama

kimia asetil-morin yang lebih efektif yang diduga tidak

mengandung sifat adiktif, tetapi pada kenyataannya

heroin memberikan efek ketergantungan lebih cepat,

membangkitkan rasa kantuk dan euforia serta

memberikan halusinasi yang lebih kuat dari morphine.

e) Cocaine

Berasal dari tumbuh-tumbuhan yang disebut

erythroxylon coca. Untuk memperoleh cocaine yaitu

dengan memetik daun coca lalu dekeringkan terlebih

dahulu sebelum diolah di pabrik dengan menggunakan

bahan kimia cocaine termasuk golongan tanaman perdu

atau belukar yang tingginya kira-kira sampai dua meter,

daunnya berwarna hijau kekuning-kuningan, tidak

berduri, tidak bertangkai, berhelai daun satu, tumbuh

satu-satu pada cabang atau tangkai, buahnya berbentuk

lonjong berwarna kuning-merah atau merah saja apabila

sudah masak.

f) Metadon

Metadon termasuk golongan narkotika olahan

seperti heroin dan morphine, tetapi tanpa adanya efek

sedative yang kuat. Metadon dapat digunakan sebagai

obat pengganti (substitusi) heroin dalam terapi

ketergantungan heroin.

g) Kodein

Kodein dapat terbuat secara alami dari ekstrak

opium (candu) juga dapat diperoleh dari hasil olahan dari

morphine tetapi tidak memiliki efek sekeras efek dari

morphine. Kodein biasa digunakan sebagai penghilang

rasa sakit sedang atau untuk mengobati batuk yang parah.

Kodein merupakan golongan opiat yang banyak

dijual bebas dan legal. Tetapi kodein dapat

disalahgunakan dengan cara mengkombinasikan antara

kodein dengan obat tidur yang efeknya menyerupai

heroin. Kodein juga banyak digunakan sebagai obat

pengganti heroin dalam proses terapi ketergantungan

heroin.

Dari berbagai jenis narkotika tersebut diatas, ada

beberapa jenis yang paling banyak disalahgunakan yaitu :

Heroin / Putauw, morphine, ganja, kokain.

3) Pengaturan Narkotika

Pengaturan mengenai narkotika di Indonesia

pertama terdapat dalam Undang-Undang No 9 Tahun 1976

yang dikeluarkan sebagai konsekuensi Negara Republik

Indonesia ikut menandatanagani drug convention tahun 1961

yang mewajibkan negara-negara penandatangan mengambil

langkah-langkah bersama dalam menanggulangi kejahatan

narkotika. Namun dalam perkembangannya karena kejahatan

narkotika itu semakin hari terus mengalami peningkatan baik

kuantitas maupun kualitasnya maka Undang-Undang No 9

Tahun 1976 dinilai tidak menjangkau secara baik tentang

maraknya penyalahgunaan narkotika baik menyangkut

substansinya maupun ancaman pidananya. Atas

pertimbangan hal tersebut maka pemerintah mengganti

Undang-Undang No 22 Tahun 1997.

Contoh yang sudah tidak relevan dalam Undang-

Undang No 9 Tahun 1976 dengan Undang-Undang No 22

Tahun 1997 yaitu :

a) Dalam Undang-Undang No 9 Tahun 1976 hanya

mengatur tentang jenis-jenis narkotika saja, tidak

mengatur mengenai penggolongan narkotika. Dalam UU

No 22 Tahun 1997 mengatur mengenai penggolongan

narkotika denga sanksi pidana yang berbeda dari setiap

golongan narkotika.

b) Mengenai ancaman pidana dalam UU No 9 Tahun 1976

masuh ringan sehingga tidak membuat para pelaku jera,

sedangkan UU No 22 Tahun 1997 ancaman pidananya

diperberat dan disertai dengan pidana denda.

Dalam UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika

menyebutkan bahwa dalam rangka mewujudkan

kesejahteraan rakyat perlu dilakukan upaya dibidang

pengobatan, pelayanan kesehatan, serta demi kemajuan ilmu

pengetahuan, sehingga diperlukan tindakan pengawasan dan

pengendalian sebagai upaya pencegahan terjadinya

penyalahgunaan narkotika dan memberantas peredaran gelap

narkotika.

UU No 22 Tahun 1997 memiliki cakupan lebih luas

baik dari segi norma, ruang lingkup materinya yang meliputi

penggolongan narkotika, pengadaan narkotika untuk

menjamin ketersediaan narkotika, produksi, label dan

publikasi, pengangkutan dan penyaluran narkotika, ekspor

dam impor narkotika, pengobatan dan rehabilitasi, pembinaan

dan pengawasan, serta peran serta masyarakat, pemusnahan

narkotika, penyidikan, penuntutan dan pemeriksaan di sidang

pengadilan, serta ancaman pidana yang diperberat unruk

masing-masing golongan narkotika.

Tindak pidana dibidang narkotika diatur dalam

pasal 78 sampai dengan Pasal 100 UU No 22 Tahun 1997

semua tindak pidana tersebut merupakan kejahatan karena

perbuatannya diluar kepentingan pengobatan, pelayanan

kesehatan dan ilmu pengetahuan.

3. Tinjauan Umum Tentang Penyalahgunaan Narkotika

a. Pengertian Penyalahgunaan Narkotika

Penyalahgunaan dalam bahasa Inggris disebut “Abuse”,

yang artinya pemakaian yang tidak semestinya. Sehingga

penyalahgunaan narkotika dalam bahasa Inggris disebut dengan

“Drug Abuse”. Yang dapat dikategorikan sebagai Drug Abuse

yaitu :

1) Misuse yaitu mempergunakan narkotika yang tidak sesuai

dengan fungsinya.

2) Overuse yaitu penggunaan narkotika yang tidak sesuai

dengan aturan berlebihan.

Penyalahgunaan narkotika dapat diartikan sebagai

tindakan atau perbuatan yang tidak sebagaimana mestinya

(menyimpang atau bertentangan dengan seharusnya) yaitu tidak

sesuai dengan ketentuan Undang-Undang No 22 Tahun 1997

tentang narkotika, seperti memproduksi, memiliki, menyimpan,

mengedarkan, mengangkut, memakai, dan memperdagangkan

narkotika. Pengertian penyalahgunaan narkotika diartikan

mempergunakan narkotika, yang tidak untuk tujuan pengobatan.

Akibat dari penyalahgunaan narkotika akan menimbulkan efek

yang berbahaya bagi sipemakai karena penggunaan yang

berlebihan, terus menerus atau kadang-kadang dari suatu

narkotika yang tidak sesuai atau tidak ada hubungannya dengan

pengobatan. (Naomi.2007. “Seluk Beluk Narkotika” www. soc.

Culture. Indonesia diakses tanggal 21 September 2009)

b. Sebab-sebab Penyalahgunaan Narkotika

Seseorang dapat terjerumus dalam penyalahgunaan

narkotika disebabkan oleh beberapa faktor yaitu :

1) Faktor individu

Penyalahgunaan narkotika kebanyakan dilakukan

oleh para remaja, karena pada usia tersebut sedang

mengalami perubahan biologik, psikologik maupun sosial

yang sangat rentan untuk melakukan penyalahgunaan

narkotika. Faktor individu ini terkait dengan masalah

kejiwaan seperti :

a) Adanya perasaan egois

Merupakan sifat yang dimiliki oleh masing-masing

individu, sifat ini selalu mendominasi perilaku seseorang

secara tanpa sadar dapat mendorong untuk memiliki dan

atau menikmati secara penuh dalam penggunaan

narkotika.

b) Adanya kehendak ingin bebas

Sifat ini juga merupakan sifat dasar yang dimiliki

oleh setiap manusia. Sifat ini diungkapkan dengan cara

memberontak atau menentang terhadap otoritas dari

orang tua, guru, dan perilaku menyimpang dari aturan

norma yang berlaku. Kehendak ingin bebas ini muncul

dan terwujud kedalam perilaku setiap dihimpit beban

pemikiran maupun perasaan sehingga apabila melakukan

interaksi dengan orang lain yang bekaitan dengan

narkotika maka akan dapat dengan mudah untuk

terjerumus dalam tindak pidan narkotika.

c) Perasaan keingintahuan

Rasa ingin tahu ini dimiliki oleh setiap manusia,

perasaan ini timbul disebabkan karena adanya hal baru

yang belum pernah dikenal dan ada perasaan ingin

mencoba atau memiliki, rasa keingintahuan tidak terbatas

pada hal yang positif saja tapi juga pada hal-hal yang

negatif, seperti rasa keingintahuan tentang narkotika. Ini

dapat mendorong seseorang untuk mencoba narkotika

sehingga dari pemakaian tersebut mereka memperoleh

pengalaman baru.

d) Kegoncangan jiwa

Hal ini pada umumnya terjadi karena salah satu

sebab yang secara kejiwaan hal tersebut tidak mampu

dihadapi seperti depresi, cemas, melarikan diri dari

kebosanan, kekecewaan, masalah pekerjaan sehingga

mereka bermaksud menjauhi atau mengelak dari realita

hidup yang dihadapi dengan menganggap bahwa keadaan

terbius sebagai tempat pelarian yang terindah dan

ternyaman.

2) Faktor eksternal pelaku

Merupakan faktor yang datang dari luar individu yang

dapat menyebabkan melakukan penyalahgunaan narkotika

yaitu :

a) Keadaan ekonomi

Keadaan ekonomi pada dasarnya dapat dibedakan

menjadi 2 (dua) yaitu keadaan ekonomi yang baik dan

keadaan ekonomi yang miskin. Pada keadaan ekonomi

yang baik maka dapat dengan mudah memperoleh untuk

memenuhi kebutuhan dalam penggunaan narkotika.

Demikian juga sebaliknya, apabila keadaan ekonomi

kurang baik maka pemenuhan kebutuhan sehari-hari

sangat sulit sehingga orang-orang itu akan berusaha untuk

dapat keluar dari himpitan ekonomi tersebut dengan cara

menjadi seorang pengedar narkotika dikarenakan hasil

dari penjualan narkotika untungnya sangat besar.

b) Faktor lingkungan

Faktor lingkungan meliputi faktor keluarga dan

lingkungan pergaulan sekitar rumah, sekolah, teman

sebaya maupun masyarakat. Faktor keluarga terutama

faktor orang tua bisa menjadi sebab seorang anak atau

remaja untuk melakukan penyalahgunaan narkotika. Hal

ini disebabkan kurangnya komunikasi antara orang tua

dan anak, hubungan dalam keluarga kurang harmonis,

orang tua bercerai, berselingkuh atau kawin lagi, orang

tua yang terlalu sibuk dengan pekerjaannya, orang tua

yang otoriter, orang tua ynag serba membolehkan, orang

tua yang kurang peduli dan tidak mengetahui dengan

masalah narkotika, orang tua atau anggota keluarga yang

menjadi penyalahgunaan narkotika.

Lingkungan sekolah juga merupakan penyebab

terjadinya penyalahgunaan narkotika karena sekolah

tersebut kurang disiplin dalam menerapkan peraturan

sekolah terhadap para muridnya, letak sekolah yang dekat

dengan tempat hiburan, sekolah yang kurang memneri

kesempatan kepada para siswa untuk mengembangkan

diri secara kreatif dan positif dalam suatu wadah kegiatan

sekolah seperti olahraga, kesenian.

Seseorang dapat diterima dalam lingkungan

pergaulan teman yang sebaya seiring terjadi

penyalahgunaan narkotika karena adanya tekanan atau

ancaman dari teman sekelompoknya apabila tidak

menggunakan narkotika maka akan dikucilkan dari

kelompok sehingga agar tetap diterima dalam

kelompoknya terpaksa menggunakan narkotika sebagai

lambang persahabatan bagi kelompok tersebut.

(1) Kemudahan memperoleh narkotika

Kemudahan untuk memperoleh narkotika

dikarenakan masih banyaknya peredaran jenis-jenis

nakotika dipasar gelap dengan harga terjangkau

sehingga pecandu dapat dengan mudah untuk

memperolehnya sehingga berpeluang terjadinya

tindak pidana narkotika.

(2) Kurangnya pengawasan

Pengawasan disini maksudnya adalah

mengenai pengendalian terhadap persediaan

narkotika, penggunaan dan peredarannya.

Pemerintah memegang peranan penting untuk

mengawasi dan membatasi mata rantai peredaran,

produksi dan pemakaian narkotika dalam dunia

kedokteran. Apabila kurangnya pengawasan yang

dilakukan oleh pemerintah maka akan terjadi

peredaran narkotika dalam pasar gelap dan produksi

narkotika secara ilegal menyebabkan jumlah

pecandu narkotika mengalami peningkat.

c. Akibat Penyalahgunaan Narkotika

1) Bagi Individu

Akibat penyalahgunaan narkotika bagi individu dapat

menyebabbkan perubahan kepribadian secara drastis dari

kepribadian semula, seperti menjadi pemarah, pendiam,

pemurung, melawan terhadap siapapun (orang tuanya, teman,

saudara, guru) bersikap masa bodoh terhadap dirinya sendiri,

malas sekolah, malas mengurus kegiatan sehari-harinya

sehingga menjadikan dirinya hidup santai tanpa ada beban

dan tanggung jawab. Semangat bekerja atau belajar menurun

dan suatu ketika bersikap seperti orang gila. Melakukan

tindakan penyiksaan diri untuk menghilangkan rasa nyeri

pada tubuh atau untuk menghilangkan sifat ketergantungan

narkotika.

2) Bagi masyarakat

Akibat-akibat penyalahgunaan narkotika terhadap

masyarakat luas antara lain :

a) Kemerosotan moral seperti, melakukan hubungan seks

bebas, tertutup terhadap lingkungan masyarakat atau

tidak bersosialisasi

b) Meningkatnya kecelakaan lalu lintas, disebabkan karena

pada saat berada dalam pengaruh narkotika, keadaan fisik

maupun mental menurun sehingga pada waktu

mengemudikan kendaraan tidak dapat berkonsentrasi

sehingga kehilangan kemampuan untuk mengontrol

jalannya kendaraan hal ini dapat menyebabkan

terganggunya ketertiban masyarakat.

c) Meningkatnya kriminalitas, seperti penodongan,

pencurian, perampokan, kejahatan ini dilakukan untuk

mendapatkan uang yang digunakan untuk membeli

narkotika.

d) Terjadinya perkelahian baik terhadap perorangan maupun

antar kelompok, karena tidak dapat mengontrol dirinya

sendiri dan cenderung cepat menjadi emosional dan

mudah tersinggung terhadap siapapun yang disangka

memusuhinya.

3) Bagi bangsa dan negara

a) Rusaknya generasi muda yang seharusnya menjadi

pewaris bangsa untuk menerima tongkat estafet

kepemimpinan dan generasi muda seharusnya menjadi

tulang punggung terhadap ketahanan nasional dan

keutuhan bangsa.

b) Hilangnya rasa nasionalisme terhadap bangsa dan negara

sehingga memudahkan negara lain mempengaruhinya

untuk menghancurkan negara.

4. Tinjauan Umum tentang Penanganan Korban

a. Pengertian

Penanganan korban adalah suatu tindakan dimana

melakukan tindakan optimal terhadap suatu korban baik secara

langsung maupun berkelanjutan. Diperlukan tindakan medis

maupun sosial untuk penanganan korban agar korban setelah

dilakukan tindakan tersebut dapat kembali normal seperti

sebelum ketergantungan narkoba. (Hari Sasangka, 2003 : 27).

b. Macam-macam penanganan korban narkoba

1) Pengobatan

Tidak dijelaskan secara terperinci mengenai pegertian

pengobatan, akan tetapi dapat diartikan sebagai suatu

tindakan medis dan non medis untuk menyembuhkan korban

penyalahgunaan narkoba. Garis besar pengobatan

ketergantungan narkoba terdiri atas 3 tahapan, yaitu :

a) Tahap detoksifikasi

Adalah merupakan tahapan untuk menghilangkan racun

akibat narkoba yang dikonsumsi pemakai narkoba (junky)

dari dalam tubuhnya.

b) Tahap rehabilitasi

Pada tahap ini dilakukan rehabilitasi pada pemakai

narkoba baik secara fisik dan mental. Dalam tahap ini

dokter, psychiater, psikolog, berusaha untuk merehabilitasi

seara intensif agar pemakai narkoba sehat seperti semula.

c) Tahap tindak lanjut

Tahap ini merupakan pembinaan khusus setelah

pemakai narkoba keluar dari panti rehabilitasi. Hal ini perlu

kerja sama antara orang tua, pekerja sosial, dan lingkungan

dimana pemakai narkoba tinggal.

2) Rehabilitasi

Menurut BAB I Pasal ayat 15 dan 16 Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1997, rehabilitasi meliputi 2 hal, yaitu :

a) Rehabilitasi medis adalah suatu proses kegiatan pengobatan

secara terpadu untuk membebaskan pecandu dari

ketergantungan narkotika.

b) Rehabiltasi sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan

secara terpadu fisik, mental, maupun sosial agar bekas

pecandu narkotika agar kembali dapat melaksanakan fungsi

sosial dalam kehidupan masyarakat.

5. Tinjauan Umum Tentang Rehabilitasi Narkoba

Rehabilitasi dilaksanakan oleh instansi diluar Polri khususnya

dilakukan oleh Departemen Sosial dengan Departemen Kesehatan

yang berupa adanya lembaga panti rehabilitasi baik medis maupun

sosial yang telah ditunjuk oleh instansi tersebut diatas maupun

tempat rehabilitasi yang diselenggarakan oleh masyarakat.

a. Pengertian rehabilitasi

Dalam Undang-Undang No 22 Tahun 1997 tentang

Narkotika tidak menegaskan adanya pengertian dari rehabilitasi,

tetapi didalam Pasal 1 ayat 15 UU No 22 Tahun 1997 tentang

Narkotika yang dimaksud dengan rehabilitasi medis adalah suatu

proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk membebaskan

pecandu dari ketergantungan narkotika. Dan didalam Pasal 1 ayat

16 juga dinyatakan bahwa yang dimaksud dengan rehabilitasi

sosial adalah suatu proses kegiatan pemulihan secara terpadu

fisik, mental maupun sosial agar bekas pecandu narkotika dapat

kembali melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan

masyarakat.

Rehabilitasi adalah pemulihan kepada kedudukan (keadaan)

yang dahulu (semula) atau perbaikan anggota tubuh yang cacat

dan sebagainya atas individu, misalnya pasien rumah sakit,

korban bencana, supaya menjadi manusia yang berguna dan

memiliki tempat dimasyarakat. (Kamus Besar Bahasa Indonesia

2003: 823 )

Seorang psikiater yang dimaksud dengan rehabilitasi adalah

upaya memulihkan dan mengembalikan para mantan

penyalahguna atau ketergantungan narkotika. Kembali sehat

dalam arti sehat secara fisik, psikologik, sosial dan agama

(keimanan). Dengan kondisi tersebut diharapkan mereka mampu

kembali berfungsi secara wajar dalam kehidupan sehari-hari baik

di rumah, sekolah, tempat kerja dan di lingkungan sosialnya

(Dadang Hawari, 2004 : 134)

b. Pengaturan Rehabilitasi

Keberadaan tempat rehabilitasi sebagai salah satu sarana

upaya pencegahan korban narkotika memiliki dasar hukum yang

diatur dalam Undang-Undang No 22 Tahun 1997 tentang

Narkotika, Pasal 45 yang menegaskan bahwa seorang pecandu

narkotika wajib menjalani pengobatan dan /atau perawatan. Pasal

48 ayat 1 dan 2 yang menegaskan bahwa pengobatan dan /atau

perawatan pecandu narkotika dilakukan melalui fasilitas

rehabilitasi yang meliputi rehabilitasi medis dan rehabilitasi

sosial. Pasal 49 ayat 1 menyatakan bahwa rehabilitasi medis

pecandu narkotika dilalukan di rumah sakit yang ditunjuk oleh

Menteri Kesehatan. Dalam Pasal 50 rehabilitasi sosial bekas

pecandu narkotika dilakukan pada lembaga rehabilitasi sosial

yang ditunjuk oleh Menteri Sosial.

c. Jenis Rehabilitasi

Rehabilitasi terhadap korban narkotika dibedakan dalam 2

(dua) jenis rehabilitasi, yang telah diatur dengan jelas dalam

Pasal 48 ayat 2 UU No 22 Tahun 1997 tentang Narkotika yang

berbunyi rehabilitasi meliputi rehabilitasi medis dan rehabilitasi

sosial.

1) Rehabilitasi Medis

Menurut Pasal 1 ayat 15 UU No 22 Tahun 1997 tentang

Narkotika yang dimaksud dengan rehabilitasi medis adalah

suatu proses kegiatan pengobatan secara terpadu untuk

membebaskan pecandu dari ketergantungan narkotika.

Pengobatan terhadap korban penyalahgunaan narkotika

tidak semudah mengobati penyakit medis pada umumnya

karena pengobatan terhadap korban penyalahgunaan

narkotika sangat kompleks sebab menyangkut berbagai aspek

seperti aspek psikologis maupun aspek sosio kultural yang

terdapat pada pribadi si pasien korban penyalahgunaan

narkotika. Namun, apapun permasalahan yang dihadapi oleh

pasien, pengobatan secara medis harus tetap dilakukan

dengan cepat dengan disertai pembinaan secara mental dan

fisik dan dengan bimbingan psikiatrik secara terus menerus

sebagai upaya agar tidak mengalami kekambuhan (relaps).

Pengobatan secara medis merupakan tugas dan

tanggung jawab profesi medis (dokter) yaitu pengobatan

untuk melepaskan ketergantungan terhadap narkotika yang

disebut sebagai proses detoksifikasi. Detoksifikasi dapat

dilakukan dengan cara cold turkey yaitu tanpa diberi obat

apapun. Si pasien dibiarkan merasakan betapa sakitnya

karena merasa putus zat sehingga dapat memberikan rasa

jera. Selain dengan cold turkey dapat juga dilakukan dengan

cara memberikan obat sesuai dengan gejala yang ada

(symtomatis) seperti untuk gejala mual diberi obat anti mual

(primeran), maupun dengan substitusi yait pengobatan

dengan obat pengganti yang sifatnya non opioida seperti

sakau akibat dari putauw diberikan obat pengganti seperti

codein, metadon. Akibat dari penyalahgunaan narkotika

sering terjadi komplikasi medis, sehingga apabila terjadi

komplikasi medis maka harus ditangani oleh ahli medis yang

bersangkutan seperti komplikasi paru-paru maka dirujuk

kebagian paru-paru, komplikasi jantung dirujuk kebagian

jantung. Detoksifikasi hanyalah merupakan langkah awal

dalam proses penyembuhan dari penyalahgunaan narkotika.

Psikoterapi biasa dilakukan setelah proses detoksifikasi

selesai. Psikoterapi dilakukan dengan maksud untuk

memperkuat kepribadian, kepercayaan diri dan dapat

mengetahui arti hidup yang sangat penting bagi si pasien

penyalahgunaan narkotika.

2) Rehabilitasi sosial

Menurut Pasal 1 ayat 16 UU No 22 Tahun 1997

menyebutkan bahwa rehabilitasi sosial adalah suatu proses

kegiatan pemulihan secara terpadu fisik, mental, maupun

sosial agar bekas pecandu narkotika dapat kembali

melaksanakan fungsi sosial dalam kehidupan masyarakat.

Dan menurut Pasal 50 UU No 22 Tahun 1997 menyebutkan

bahwa rehabilitasi sosial bekas pecandu narkotika dilakukan

pada lembaga rehabilitasi sosial yang ditunjuk oleh Menteri

Sosial.

Dalam program rehabilitasi yang diselenggarakan oleh

tempat-tempat rehabilitasi disesuaikan dengan kepribadian

dari korban penyalahgunaan narkotika sehingga program satu

dengan yang lain berbeda tetapi berdasarkan pada pelayanan

dan pengobatan secara terpadu yang diterapkannya.

Pelaksanaan program rehabilitasi dibutuhkan partisipasi dari

segala pihak seperti keluarga, masyarakat, konselor addict,

rohaniawan, psikiater, psikolog agar si pasien

penyalahgunaan narkotika dapat segera cepat pulih sehingga

dapat segera kembali ditengah-tengah masyarakat.

3) Tujuan Rehabilitasi

Rehabilitasi bertujuan untuk memulihkan kemampuan

fisik, mental dan emosional pecandu sehingga dapat hidup

dengan kemampuan penyesuaian diri yang cukup baik

terhadap lingkungan sosialnya, kuat menghadapi tantangan

hidup dan tidak tergoda untuk mencari jalan pintas dengan

menggunakan narkotika. Proses pembinaan mental

psikologik, sosial, dan spiritual membutuhkan waktu lama,

tergantung berat ringannya masalah, keinginan pecandu

untuk berubah, dukungan dari keluarga dan masyarakat, serta

program rehabilitasi yang dilakukan terhadap pasien.

Sehingga si pasien dapat bertahan untuk tidak menggunakan

narkotika kembali atau tidak kambuh lagi sepulang dari

tempat rehabilitasi tersebut.

6. Tinjauan Umum Tentang Viktimologi

a. Pengertian Viktimologi

Viktimology (istilah bahas Inggris) bersal dari kata-kata

latin Victima yang berarti korban, logos yang berarti Ilmu

Pengetahuan Ilmiah, Study. (Arif Gosita, 1993:43). Viktimologi

adalah lebih daripada departemen atau seksi, ia adalah suatu

pemikiran yang menempatan kriminologi dalam suatu kedudukan

penting yang baru, dan dengan demikian menaikkan dirinya dalam

taraf ilmiah yang tinggi lagi. (Arif Gosita, 1993 : 45).

Viktimologi di Indonesia merupakan barang baru, sehingga

perlu sekali pengenalannya serat pengertiannya. Pengertian yang

tepat seseorang mengenai suatu permasalahan dapat menyebabkan

yang bersangkutan bersikap dan bertindak tepat pula terhadap

permasalahan tersebut. (Arif Gosita, 1995 : 15). Kata viktimologi

berasal dari kata victim yang berarti korban, sehingga viktimologi

secara gampangnya diartikan sevagai ilmu yang mempelajari

tenatang korban kejahatan atau lebih jelasnya bagaimana

melindungi korban.

b. Viktimologi Sebagai Sumber Dasar Pemikiran Terhadap

Korban Kejahatan.

Viktimologi mencoba memberikan pemahaman,

mencerahkan permasalahan kejahatan dengan mempelajari para

korban kejahatan, proses viktimisasi dan akibat-akibatnya dalam

rangka menciptakan kebijaksanaan dan tindakan pencegahan dan

menekan kejahatan secara lebih bertanggung jawab. Viktimologi

memberikan pengertian yang lebih baik tentang korban kejahatan

sebagai hasil perbuatan manusia yang menimbulkan penderitaan-

penderitaan mental, fisik dan sosial, tujuannya adalah tidak untuk

menyanjung-nyanjung para korban, tetapi hanya untuk

memberikan penjelasan mengenai peranan sesungguhnya para

korban dan hubungan mereka dengan para korban.

c. Manfaat Viktimologi

Manfaat viktimologi adalah antar lain sebagai berikut :

1) viktimologi mempelajari hakekat siapa itu korban dan yang

menimbulkan korban, apa artinya viktimisasi dan proses

viktimisasi bagi mereka yang terlibat dalam suatu proses

viktimisasi.

2) viktimologi memberikan sumbangan dalam mengerti lebih baik

tentang korban akibat tindakan manusia yang menimbulkan

penderitaan mental, pisik, sosial. Tujuannya tidaklah untuk

menyanjung (eulogize) pihak korban, tetapi hanya untuk

memberikan beberapa penjelasan mengenai peran korban dan

hubungannya dengan pelaku.

3) permasalahan utama viktimologi antara lain adalah mencapai,

mengusahakan hasil-hasil praktis yang berarti menyelamatkan

orang dalam bahaya dan dari bahaya.

4) viktimologi memberikan dasar pemikiran untuk mengatasi

masalah konpensasi pada korban; pendapat-pendapat

viktimologis dipergunakan dalam keputusan-keputusan

peradilan kriminil dan reaksi pengadilan terhadap perilaku

kriminil. Mempelajari korban dari dan dan dalam proses

peradilan kriminil, merupakan juga suatu studi mengenai hak

dan kewajiban asasi manusia.

d. Fase Perkembangan Viktimologi

Dalam perkembangannya viktimologi mengalami

perubahan-perubahan, antara lain sebagai berikut :

1) Penal or special victimologi

Dalam fase ini perkembangan viktimologi difokuskan

untuk mempelajari korban kejahatan

2) General viktimologi

Dalam fase ini pembahasan viktimologi untuk mempelajari

korban kecelakaan lalu lintas dan korban kejahatan

3) New viktimologi

Dalam fase ini viktimologi sudah modern / maju.

Mempelajari dan memperhatikan korban kejahatan, kecelakaan,

penyalahgunaan kekuasaan, pelanggaran korban.

e. Pihak-Pihak dalam Viktimologi

Pihak-pihak yang terkait dengan viktimologi dan dipelajari

secara mendalam dalam viktimologi adalah sebagai berikut :

1) Korban

Dalam hal ini korban disebut sebagai obyek viktimologi

karena yang menjadi perhatian utama dalam viktimologi adalah

korban. Korban merupakan mereka yang menderita jasmaniah

dan rohaniah sebagai akibat tindakan orang lain yang mencari

pemenuhan kepentingan diri sendiri atau orang lain yang

bertentangan dengan kepentingan dan hak asasi yang menderita.

Mereka disini yang dimaksud dapat berarti : individu, atau

kelompok baik swasta maupun pemerintah. (Arif Gosita, 1993 :

41)

2) Penimbul korban

Dengan adanya korban pasti ada sebab mengapa dirinya

bisa dikategorikan menjadi korban. Korban dapat ditimbulkan

dengan sebab-sebab yang berasal dari diri sendiri maupun orang

lain serta pengaruh lingkungan sekitar dimana orang tersebut

tinggal.

3) Pihak terkait

Pihak-pihak yang terkait yang dipelajari dalam

viktimologi adalah pihak yang yang dapat membuat orang

tersebut menjadi korban atau pihak-pihak yang terkait dalam

proses kejahatan yang dilakukan korban. Kemudian pihak-pihak

yang tekait dalam penanganan koban secara khusus.

f. Tipologi korban menurut Sellin dan wollfgang

1) Primary victimization adalah korban individual, jadi korban

disini adalah korban perorangan bukan korban kolektiv atau

kelompok

2) Secondary victimization, maksud dari korban dengan bentuk

seperti ini adalah, korbannya badan hukum atau kelompok

3) Tertiary victimization yang menjadi korban adalah masyarakat

luas, boleh juga dikatakan, bahwa korbannya abstrak dan tidak

berhubungan langsung dengan kejahatan

4) Mutual victimization, yang menjadi korban adalah pelaku

sendiri, korban tidak menyadari bahwa dirinya adalah korban

dari kejahatan yang dilakukannya sendiri

5) No victimization, istilah no victimization bukan berarti tidak ada

korban. Korban tetap ada akan tetapi tidak dapat segera

diketahui keberadannya atau posisinya sebagai korban.

B. Kerangka Berpikir

Gambar 2 : Bagan Kerangka Berpikir

Penyalahgunaan Narkoba

Korban

Penanganan korban narkotika

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika

Rehabilitasi

Rehabilitasi mental Sinai Sukoharjo Aspek viktimologi

Penjelasan :

Dalam suatu penyalahgunaan narkoba secara tidak langsung menimbulkan

korban. Untuk mengatasi korban penyalahgunaan narkoba perlu dilakukan

tindakan-tindakan yang baik agar korban penyalahgunaan narkoba dapat segera

sembuh dari ketergantungan narkoba serta perlu adanya tindakan yang tegas dari

aparat pemerintah penegak hukum. Penanganan korban narkoba dapat dilakukan

dengan berbagai cara, salah satunya pemerintah mengeluarkan suatu produk

hukum yaitu dengan munculnya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang

Narkotika. Di dalam Undang-Undang tersebut terdapat upaya-upaya untuk

mengatasi korban narkoba yaitu dengan rehabilitasi. Rehabilitasi yang akan

digunakan adalah rehabilitasi medis dan sosial. Rehabilitasi medis dapat

dilakukan dengan pemakaian obat-obat tertentu untuk menyembuhkan koban

narkoba. Sedangkan rehabilitasi sosial dapat dilakukan salah satunya dengan

merawat korban narkoba di panti rehabilitasi mental. Dalam penulisan hukum ini

penulis akan memilih panti rehabilitasi Sinai Sukoharjo sebagai tempat penelitian.

Tentunya dalam proses penanganan terhadap korban di panti rehabilitasi tersebut

akan dikaitkan dengan aspek-aspek viktimologi.

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Diskripsi Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo

1. Gambaran Lokasi Penelitian

Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai terletak di Desa Kutu RT. 02

RW. 08 Kelurahan Telukan Kecamatan Grogol Kabupaten Sukoharjo.

Sebelah timur Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai merupakan sebuah

perkampungan di desa Kutu. Sebelah barat terdapat beberapa bangunan

pabrik dan sebagian lahan kosong. Sebelah utara dilewati sungai yang

terabadikan dalam salah satu lagu keroncong, yaitu lagu Bengawan Solo.

Sedangkan sebelah selatan juga terdapat perkampungan dan tempat

pendidikan. Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo ini berdiri pada

tahun 1992 yang didirikan oleh Bapak Titus Lado yang berasal dari Nusa

Tenggara Timur bersama istri yang bernama Ibu Artha yang berasal dari

Medan.

Pada tahun 1997 Yayasan tersebut didaftarkan secara resmi kepada

Pemerintah setempat yaitu Kabupaten Sukoharjo dan memperoleh status

sebagai yayasan rehabilitasi yang berbadan hukum melalui notaris. Serta

diresmikan oleh Bupati Sukoharjo pada tanggal 23 Mei 2002. Pada

awalnya panti rehabilitasi ini berdiri hanya menampung pasien yang

mengalami goncangan jiwa atau mental karena sakit jiwa yang dideritanya.

Pasien tersebut diantar langsung oleh pihak keluarga untuk dititipkan di

yayasan tersebut sampai pasien tersebut sembuh dari sakit jiwa yang

dideritanya. Selain itu yayasan ini juga menampung orang-orang sakit

jiwa yang ditelantarkan oleh keluarganya yang berada di jalanan.

Seiring berjalannya waktu yayasan ini juga menerima para korban

narkoba dengan asumsi bahwa menurut Bapak Titus Lado selaku pemilik

sekaligus pembina Yayasan menjelaskan korban narkoba juga termasuk

dalam kriteria gangguan mental karena penggunaan narkoba dapat

merusak mental dari diri korban narkoba tersebut. Jadi diperlukan

pembenahan dan rehabilitasi mental pada diri korban penyalahgunaan

narkoba. Pada puncaknya tahun 2006 Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai

mendapatkan sebuah penghargaan dari Badan Narkotika Propinsi Jawa

Tengah sebagai Yayasan yang berhasil dalam penanganan dan pembinaan

melalui rehabilitasi sosial dan rohani tanpa bantuan medis. Di dalam

yayasan ini terdapat kurang lebih 20 orang korban narkoba, gangguan jiwa

125 orang dan 20 anak asuh. Bangunan Yayasan terebut kurang lebih

berukuran 1817 m² terdiri dari 10 ruang yaitu sebagai berikut :

a. Aula

b. Kamar pasien 3 ruang yang masing-masing ruangan ditempati oleh 70

pasien, antara laki-laki dan perempuan dibedakan.

c. Rumah tinggal pemilik yayasan

d. Kamar Mandi 10 buah terdiri dari 1 tempat terbuka berukuran 6 x 6 m

berada di luar kamar dan 3 tempat tertutup di dalam masing-masing

kamar pasien.

e. Dapur umum berukuran 10 x 6 m

f. Kamar pekerja sebanyak 1 ruang.

g. Kamar khusus yang dipergunakan untuk pasangan yang sudah menikah

sebanyak 4 kamar.

h. Gudang.

i. Tempat cuci umum.

j. Kantor administrasi

k. Sarana ketrampilan listrik las dan asietelin, perbengkelan, komputer,

jahit menjahit, olah raga bulutangkis, tenis meja, dan catur.

2. Visi Misi Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo

Jika sebuah Yayasan ingin maju dan berkembang, tentu Yayasan

tersebut harus mempunyai cita-cita dan gagasan ideal mengenai

bagaimana Yayasan tersebut akan dibangun. Gambaran ideal itu yang

sering disebut sebagai sebuah visi. Jadi, Yayasan dibangun tanpa suatu

visi, maka sulit Yayasan tersebut akan dapat maju dan berkembang dengan

baik sesuai dengan yang diimpikan oleh pendirinya. Yayasan rehabilitasi

Mental Sinai Sukoharjo termasuk yayasan yang bergerak di bidang sosial

masyarakat. Oleh karena itu, yayasan ini dibangun untuk ikut serta

membantu pemerintah dalam rangka mewujudkan pembangunan nasional

dibidang sosial masyarakat dan kerohanian. Pihak Pemerintah Kabupaten

Sukoharjo menginginkan Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai mempunyai

visi dan misi yang jelas dan terarah. Visi dan misi itu digunakan sebagai

pedoman seluruh pelaksanaan maupun tujuan yayasan tersebut didalam

menjalankan program-program sosial kemasyarakatan yang ada di yayasan

tersebut.

Dalam merumuskan visi Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai

Sukoharjo, Pendiri Yayasan Bapak Titus Lado dengan istrinya Ibu Artha

Simatupang sudah menggunakan prinsip-prinsip yang sesuai dengan

prinsip kemanusiaan yang ada dalam kehidupan kemasyarakat, berbangsa,

dan bernegara yaitu menggunakan cara-cara yang bersifat sosial

kemasyarakatan dan kerohanian. Sesuai dengan Keputusan rapat badan

pendiri, pada tanggal 21 April 2003 menetapkan visi dan misi Yayasan

Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo. Adapun visi Yayasan Rehabilitasi

Mental Sinai Sukoharjo adalah mewujudkan sebagai lembaga sosial yang

benar-benar mumpuni dalam memberi pelayanan sosial bagi korban

narkoba, orang-orang yang terlantar dan orang-orang yang ditelantarkan.

Adapun misi Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo, antara lain

sebagai berikut :

a. Berperan aktif menjalin hubungan baik dengan pemerintah daerah

untuk melakukan kegiatan-kegiatan dibidang sosial kemasyarakatan

dan kerohanian.

b. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia untuk memberikan

pelayanan-pelayanan sosial bagi orang-orang yang tuna laras, anak

terlantar dan korban narkotika.

c. Melaksanakan kegiatan-kegiatan sosial yang berhubungan langsung

dengan penderita narkoba dan gangguan jiwa.

d. Melakukan rehabilitasi yang efektif dan profesional dalam rangka

membantu penyembuhan korban narkotika.

e. Membudayakan sikap saling tolong-menolong antar sesama manusia.

f. Menjunjung tinggti hak asasi manusia dalam pelaksanaan rehabilitasi

kepada korban narkoba dengan mengedepankan harkat dan martabat

manusia.

3. Tujuan dan Kegiatan Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo

a. Tujuan Yayasan

Ikut serta membantu pemerintah dalam rangka mewujudkan

pembangunan nasional di bidang sosial masyarakat dan bidang

kerohanian. Untuk mencapai tujuan tersebut yayasan melakukan upaya-

upaya kerjasama dengan lembaga-lembaga resmi maupun swasta, di

dalam ataupun di luar negeri yang tujuannya sama.

b. Kegiatan Yayasan

1) Menampung, merawat serta membina penyandang masalah cacat

mental, sakit jiwa, korban narkotika dan anak-anak bermasalah.

2) Melaksanakan pembinaan rohani dan keterampilan.

3) Melaksanakan kegiatan sosial lainnya yang dianggap perlu.

c. Sumber Dana

1) hasil pemisahan dari kekayaan pribadi pendiri

2) bantuan dari perorangan, lembaga resmi atau swasta dari dalam atau

luar negeri yang tidak mengikat

3) hibah wasiat dan warisan

4) hasil-hasil usaha yayasan sendiri

5) pendapatan lainnya yang sah

4. Struktur Organisasi Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo

Dari penelitian yang dilakukan penulis bahwa berdasarkan Surat

akta Notaris Nomor 8/20/XI/1997/SKH oleh Notaris Murtini, S.H.

berkedudukan di Kabupaten Sukoharjo. Susunan organisasi di Yayasan

Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo terdiri dari :

a. Kepala Yayasan

b. Sekretaris

c. Bendahara

d. Anggota, yang terdiri dari :

1) Bidang Perawatan

2) Pelayan Konseling

3) Bidang Rohani

4) Bidang Olahraga dan Seni

Berikut ini penulis sajikan bagan struktur organisasi Yayasan

Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo :

Gambar 3 : Bagan struktur organisasi Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai

Sukoharjo

BENDAHARA SEKRETARIS

1. Bidang Perawatan 2. Bidang Kerohanian 3. Bidang OR dan Seni 4. Pelayan Konseling 5. Bidang Ketrampilan

ANGGOTA

KEPALA YAYASAN

5. Uraian Tugas Jabatan Struktural Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai

Sukoharjo

Berdasarkan Keputusan Rapat Badan Pendiri, pada tangal 21 April

2003 memilih dan menetapkan pengurus yayasan Rehabilitasi Mental Sinai

Sukoharjo Tahun 2003 sampai sampai dengan 2010, sebagai berikut :

a. Kepala Yayasan

Seorang Ketua mewakili pengurus harian dan mewakili yayasan

baik di dalam maupun diluar pengadilan dan dapat melakukan segala

tindakan baik yang yang bersifat pengurusan maupun pemilikan,

mengikat yayasan pihak lain atau pihak lain kepada yayasan tetapi

dengan pembatasan bahwa untuk :

1) meminjam uang atau meminjamkan uang atas nama yayasan

2) mendapatkan, melepaskan atau membebani suatu hak atas harta

tetap milik yayasan

3) mengikat yayasan sebagai penjamin

4) menggadaikan atau mempertangungkan dengan cara apapun

kekayaan yayasan.

b. Anggota Pengurus Harian

Para anggota pengurus harian sebagai suatu kesatuan berusaha

mengusahakan terwujudkan maksud dan tujuan yayasan, dengan

menjalankan tindakan-tindakan yang dianggap berguna untuk mengurus

dan menguasai kekayaan yayasan dengan sebaik-baiknya termasuk :

1) menyusun anggaran rumah tangga, aturan-aturan dan rencana kerja

2) mengatur dan mengusahakan rencana keuangan yang ada

3) mengadakan rapat pengurus untuk membahas masalah

4) menentukan program untuk pemecahan masalah

5) melaksanakan program-program yang sudah direncanakan

6) melakukan evaluasi setiap 3 bulan sekali untuk menguji keberhasilan

program

7) melakukan tindakan-tindakan lain yang dianggap baik dan berguna

untuk pengembangan yayasan.

B. Penanganan Korban Narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai

Sukoharjo

1. Dasar Hukum Penanganan Korban Narkoba di Yayasan

Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo

Pendirian Yayasan Rahabilitasi Mental Sinai Sukoharjo ini

dari hasil wawancara dengan pendiri yayasan Bapak Titus Lado

berpedoman pada Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945.

Kemudian dalam pelaksanaannya mengacu pada Pasal-Pasal yang ada

dalam Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika

terutama Pasal 44 sampai dengan Pasal 51. Di dalam Pasal 45

dijelaskan bahwa seorang pecandu narkotika wajib menjalani

pengobatan dan perawatan. Penulis berpendapat bahwa hal-hal dan

segala bentuk kegiatan yang ada di yayasan Sinai tersebut telah

mengacu sesuai dengan Peraturan Perundang-Undang yang berlaku

karena dalam pelaksanaannya melakukan segala bentuk pengobatan

dan perawatan dengan metode utama adalah metode kerohanian.

Pasal 48 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997

tentang Narkotika dijelaskan bahwa pengobatan atau perawatan

pecandu narkotika dilakukan melalui fasilitas rehabilitasi. Di dalam

penanganan korban narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai

Sukoharjo dilakukan dengan fasilitas-fasilitas yang sesuai dengan

rehabilitasi untuk penyembuhan korban narkoba. Fasilitas-fasilitas

tersebut ruang khusus untuk korban narkoba. Kemudian ada ruang

ibadah agar hubungan kerohanian dengan Tuhan untuk penyembuhan

lebih optimal. Disediakan juga fasilitas konseling yang berguna bagi

korban narkoba apabila ingin meminta saran dan penyelesaian terkait

masalah kehidupan pribadinya.

Pasal 48 ayat (2) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997

tentang Narkotika dijelaskan bahwa rehabilitasi meliputi rehabilitasi

medis dan sosial. Dari hasil penelitian yang dilakukan oleh penulis

bahwa Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo menekankan

pada rehabilitasi sosial dan ditambah dengan rehabilitasi dengan

metode kerohanian, tidak menggunakan rehabilitasi medis. Hai ini

dikarenakan menurut Bapak Titus Lado bahwa dengan pemberian

medis melalui obat penahan sakau atau penenang justru korban akan

ketergantungan dengan pemberian obat tersebut dan akhirnya nanti

akan merusak syaraf korban dan dapat mengakibatkan gangguan jiwa.

Jadi, di Yayasan Rehabilitasi Sinai tidak menggunakan cara medis

dalam penanganan korban lebih diutamakan dengan menggunakan

rehabilitasi sosial dan kerohanian. Beliau berkeyakinan bahwa dengan

menggunakan metode tersebut lebih efektif karena kesembuhannya

didasarkan pada kemauan diri pibadinya. Hal tersebut dilakukan

berdasarkan pengalaman pribadi beliau yang merupakan mantan

pengguna narkoba.

Pasal 49 ayat (1) Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997

tentang Narkotika dijelaskan bahwa rehabilitasi medis pecandu

narkotika dapat dilakukan dirumah sakit ditunjuk oleh Menteri

Kesehatan. Sedangkan di ayat (2) Pasal 49 Undang-Undang Nomor 22

Tahun 2007 tentang Narkotika di bahas tentang persetujuan Menteri

Kesehatan lembaga rehabilitasi tertentu yang diselenggarakan oleh

masyarakat dapat melakukan rehabilitasi pecandu narkoba. Yayasan

Rehabilitasi Sinai telah mempunyai izin khusus terkait dengan

pendirian Yayasan tersebut dari Dinas Kesejahteraan Sosial

Pemerintah Provinsi Jawa Tengah dengan Nomor

396/ORSOS/2003/2007 tentang izin operasional organisasi

sosial/lembaga swadaya masyarakat penyelenggara kegiatan usaha

kesejahteraan sosial. Kemudian memperoleh status badan hukum

dengan Akta Notaris Nomor 8/20/XI/1997/SKH dan diresmikan

langsung oleh Bupati Sukoharjo Ir. H. Bambang Riyanto, M.H.

tanggal 23 Mei 2002. Kemudian ayat (3) Pasal 49 Undang-Undang

Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dijelaskan bahwa selain

pengobatan dan perawatan melalui rehabilitasi medis, proses

penyembuhan pecandu narkotika dapat diselenggarakan oleh

masyarakat melalui pendekatan keagamaan dan tradisional. Melihat

dari Pasal tersebut sangat sesuai sekali dengan yang dilakukan di

Yayasan Rehabilitasi Sinai Sukoharjo yang penekanannya pada

rehabilitasi kerohanian untuk penyembuhan korban narkotika.

Pasal 50 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang

Narkotika menjelaskan bahwa rehablitasi sosial bekas pecandu

narkotika dilakukan pada lembaga sosial yang ditunjuk oleh Menteri

Sosial. Menurut penulis dalam Pasal ini dilakukan setelah seorang

korban narkoba tersebut sembuh dari ketergantungan.

Pasal 2 ayat (1) Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia nomor 996/MENKES/SK/VIII/ 2002 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan

Ketergantungan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya

(NAPZA) dijelaskan bahwa dalam penyelenggaraan pelayanan

rehabilitasi penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA dapat

dilaksanakan pada sarana pelayanan kesehatan yang memperoleh izin.

Kemudian di Pasal 3 ayat (1) Keputusan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia nomor 996/MENKES/SK/VIII/ 2002 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan

Ketergantungan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya

(NAPZA) dijelaskan mengenai sarana pelayanan rehabilitasi dapat

juga dilaksanakan oleh sarana yang berbentuk antara lain panti, wisma

atau pondok yang dilakukan oleh perorangan atau lembaga yang

berbadan hukum dan panti, wisma, dan pondok tersebut harus

memenuhi persyaratan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.

Pasal 4 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

nomor 996/MENKES/SK/VIII/ 2002 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan

Ketergantungan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya

(NAPZA). Dalam penyelenggaraan pelayanan rehabilitasi

penyalahgunaan dan ketergantungan NAPZA harus tetap :

a. melaksanakan fungsi sosial dengan memperhatikan kemampuan

masyarakat.

b. melakukan pencatatan dan pelaporan dan membantu melaksanakan

program pemerintah dalam kebijakan penanggulangan NAPZA

c. melaksanakan fingsi rujukan

Pasal 5 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia

Nomor 996/MENKES/SK/VIII/ 2002 tentang Pedoman

Penyelenggaraan Sarana Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan

Ketergantungan Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya

(NAPZA) dijelaskan bahwa sarana pelayanan rehabilitasi dalam

melakukan upaya pemulihan kepada pasien penyalahgunaan dan

ketergantungan NAPZA, dilarang menggunakan metode dengan

kekerasan fisik dan kekerasan psikologik/mental. Kemudian Pasal 7

dijelaskan sarana pelayanan rehabilitasi wajib melaporkan kegiatannya

dan harus mendapat izin dari Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten atau

Kota setempat.

Dari Pasal-Pasal yang telah dijelaskan diatas, menurut

penulis Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo telah memenuhi

berbagai ketentuan-ketentuan yang ada dalam KEPMEN tersebut.

Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo sudah mendapat izin

penuh dari pemerintah Kabupaten Sukoharjo dan provinsi Jawa

Tengah.

2. Penanganan Korban Narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai

Sukoharjo

Penanganan korban adalah suatu tindakan dimana

melakukan tindakan optimal terhadap suatu korban baik secara

langsung maupun berkelanjutan. Dalam wawancara yang dilakukan

penulis kepada pendiri sekaligus pemilik Yayasan Rehabilitasi Mental

Sinai Sukoharjo, Bapak Titus Lado menjelaskan bahwa dalam

penanganan korban narkoba di Yayasan Sinai dengan metode

pendekatan kerohanian dan sosial. Dengan tindakan-tindakan pertama

sebagai berikut :

a. Bagi korban narkoba yang pertama kali datang ke Yayasan

Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo, pertama akan diadakan sesi

tanya jawab antara korban dengan staf atau petugas konseling untuk

mengetahui lebih dalam mengenai jati diri korban.

b. Pihak yayasan juga memintai keterangan mengenai korban dari

keluarga yang mengantar korban ke yayasan, yang bertujuan untuk

mengetahui lebih dalam mengenai penyalahgunaan narkoba yang

diderita korban.

c. Pihak yayasan kemudian memberikan pemahaman kepada keluarga

korban atau calon pasien mengenai berbagai aturan yang ada di

dalam yayasan, misalnya tidak boleh merokok karena menurut

kepala yayasan Bapak Titus Lado merokok merokok merupakan

pemicu utama untuk mencoba narkoba.

d. Setelah pihak keluarga korban memahami dan menyetujui segala

peraturan yang ada di yayasan dan menyelesaikan administrasi

kemudian pihak keluarga korban sesegera mungkin untuk

meninggalkan yayasan agar penanganan terhadap korban lebih

maksimal.

e. Tindakan berikutnya yang dilakukan adalah melakukan penggledahan

kepada korban atau calon pasien dengan cara mengecek semua

perlengkapan yang dibawa dan tidak terkecuali dilakukan

penggledahan pada seluruh badan korban. Hal ini bertujuan untuk

meminimalisir kemungkinan korban masih membawa narkoba di

dalam yayasan.

f. Pendekatan untuk memberi rasa aman dan nyaman sehingga korban

merasa seperti dirumah sendiri.

Menurut Bapak Titus Lado selaku pendiri sekaligus pemilik

yayasan menjelaskan bahwa tindakan-tindakan pertama yang dilakukan

tersebut merupakan bentuk pencegahan awal yang paling efektif, hal ini

disebabkan berdasarkan pengalaman pribadi beliau yang dahulunya

merupakan seorang pemakai, pengedar sekaligus agen narkoba.

Sehingga beliau paham betul cara-cara untuk menyembunyikan narkoba

yang dibawanya. Dengan demikian berdasarkan pengalaman itulah

tindakan pencegahan pertama di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai

Sukoharjo dilakukan.

Bapak Titus Lado menjelaskan bahwa dalam penanganan

rehabilitasi korban narkoba semua korban ditempatkan pada ruangan

yang sama baik itu korban narkoba yang baru datang maupun yang

sudah lama tinggal di yayasan tersebut. Hal tersebut dilakukan karena

untuk memberikan rangsangan kepada korban narkoba yang baru saja

datang agar bisa melihat dan instrospeksi diri dengan melihat korban

narkoba lain yang sudah mulai sembuh dari ketergantungan narkoba,

sedangkan teman lain yang berada dalam satu ruang dengan korban

yang baru saja masuk bisa saling memberikan motivasi dan kekuatan

untuk sembuh dari ketergantungan narkoba. Kekuatan untuk sembuh

dari ketergantungan narkoba itu sendiri tergantung pada kemauan

pribadi masing-masing korban narkoba.

Mengenai persoalan dana dalam pelaksanaan penanganan

rehabilitasi korban narkoba, Bapak Titus Lado menjelaskan bahwa

masalah dana bukan merupakan faktor utama bagi kesembuhan korban.

Beliau berprinsip bahwa dalam menjalani hidup ini harus saling tolong

menolong antar sesama umat manusia dan tidak mengharap imbalan

dalam arti pertolongan yang kita berikan adalah murni dari ketulusan

hati kita, beliau percaya bahwa dengan ketulusan akan diberikan

kemudahan oleh Tuhan Yang Maha Esa.

Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo telah tergabung

dengan forum perlindungan dan advokasi bagi korban narkotika Jawa

Tengah. Jadi secara tidak langsung dalam penanganan korban narkoba

di Yayasan Sinai mendapat dukungan dan pengawasan penuh dari forum

tersebut, sehingga hak-hak korban terlindungi. Metode utama yang

digunakan dalam penanganan korban narkoba di Yayasan Rehabilitasi

Mental Sinai Sukoharjo terdiri atas :

a. Rehabilitasi rohani

Merupakan suatu tindakan yang diberikan kepada korban

narkoba dari pihak yayasan yang bertujuan untuk mengingatkan

kembali korban kepada pencipta langit bumi dan seisinya yaitu

kepada Tuhan Yang Maha Esa. Metode ini merupakan pondasi

pertama yang harus dibangun pada diri korban karena dengan

tersadarnya korban akan kebesaran Tuhan dipercaya dapat menjadi

pegangan kuat bagi korban untuk keluar dari ketergantungan

narkoba. Rehabilitasi rohani diberikan dengan beberapa cara antara

lain sebagai berikut :

1) Memberikan pelayanan konseling

Suatu pendekatan kepada korban secara pribadi

untuk mengetahui lebih dalam kepribadian si korban sehingga

korban merasa nyaman dalam menceritakan kehidupan yang

telah dilaluinya hingga dia terjerumus kelembah hitam seperti

narkoba. Dalam pelayanan konseling pihak yayasan tidak

memaksa korban untuk bercerita, tetapi dengan pendekatan

yang benar yaitu dengan memposisikan diri sebagai teman,

memberikan kasih sayang, mendengarkan keluh kesahnya dan

memahaminya baru kemudian membantu membukakan

alternatif penyelesaian masalahnya yang tentunya bersumber

dari Tuhan dengan membangun kembali interaksi korban

dengan Tuhan penciptanya. Hal ini bertujuan agar dalam diri

korban timbul rasa bersalah karena sudah jauh dari Tuhan dan

menjalankan larangan-laranganNya. Sehingga dimaksudkan

setelah adanya pemberian pelayanan konseling korban dapat

kembali menjalin komunikasi dengan Tuhan sesuai dengan

keyakinannya yang mungkin selama masih mengkonsumsi

narkoba hubungannya dengan Tuhan sempat terputus. Setelah

mulai timbul kesadaran akan iman korban diberikan

pemahaman akan pentingnya memiliki dasar iman yang kuat

pada diri manusia untuk menghadapi kehidupan, yang

tentunya kesemuanya itu tidak hanya diberikan dalam satu kali

pelayanan melainkan melalui tahapan-tahapan sesuai dengan

perkembangan tingkat keimanan korban.

2) melakukan kegiatan ibadah secara khusus

Menurut penjelasan yang diberikan oleh pihak

yayasan, para korban narkoba diberikan pemahaman mengenai

arti beribadah yang tentunya sesuai dengan keyakinan yang

dianut. Bagi mereka yang beragama nasrani disana juga

diberikan pelayanan ibadah tiga kali seminggu, sedangkan

ibadah secara individu antara korban dengan Tuhan sudah

ditanamkan kepada mereka sejak awal masuk yayasan yaitu

untuk selalu berdoa misalnya ketika bangun tidur, sebelum dan

sesudah makan, sampai doa sebelum tidur yang bertujuan

untuk selalu mendekatkan korban dengan penciptanya

sehingga secara tidak langsung keintiman dengan Tuhan itu

tercipta yang diharapkan dapat menjadi kekuatan tersendiri

bagi korban untuk sembuh dari ketergantungan narkoba.

b. Rehabilitasi sosial

Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo merupakan

tempat rehabilitasi korban penyalahgunaan narkotika dibawah Dinas

Sosial Kabupaten Sukoharjo dan Provinsi Jawa Tengah berdasarkan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika pasal 50

bahwa rehabilitasi sosial bekas pecandu narkotika dilakukan oleh

lembaga rehabilitasi sosial yan ditunjuk oleh Menteri Sosial. Berdiri

tahun 1992 dan berbadan hukum tahun 1997 serta diresmikan oleh

Bupati Sukoharjo pada tanggal 23 Mei tahun 2002.

Pelaksanaan kegiatan pelayanan dan rehabilitasi sosial

secara terpadu (one stop center) di Yayasan Rehabilitasi Mental

Sinai Sukoharjo menggunakan metode therapeutic community

sebagai basic program. Program ini dirancang untuk waktu 17 (tujuh

belas) bulan tetapi dalam pelaksanaannya tergantung pada

perkembangan korban selama mengikuti program.

Yang dimaksud dengan therapeutic community (TC) adalah

suatu program berstruktur yang diikuti oleh mereka yang tinggal

dalam satu tempat yang dipimpin oleh bekas penyalahguna yang

dinyatakan telah memenuhi persyaratan sebagai konselor addict

setelah melalui pendidikan dan pelatihan. Disini korban narkoba

dilatih keterampilan, mengelola waktu dan perilakunya secara

efektif serta kehidupan sehari-hari yang teratur, sehingga dapat

mengatasi keinginan memakai narkotika atau sugesti dan mencegah

relaps, masing-masing anggota bebas menyatakan perasaan dan

perilaku sejauh tidak membayangkan orang lain, serta tiap anggota

bertanggung jawab terhadap perbuatannya. TC pada dasarnya

sebuah program yang mana seorang korban narkoba satu dengan

yang lainnya saling tolong menolong demi kesembuhan dirinya

sendiri dan memberikan semangat atau dorongan bagi korban

narkoba lain untuk sembuh.

Tahap-tahap pelayanan rehabilitasi sosial di Yayasan

Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo yaitu :

1) Proses Detoksifikasi

Proses ini bertujuan untuk membersihkan racun dalam

tubuh korban narkoba dan menghilangkan gejala putus zat akibat

penggunaan narkotika. Proses detoksifikasi biasanya

menggunakan model cold turkey, model detoksifikasi ini

memberikan rasa jera terhadap korban narkoba dengan tidak

memberi obat sama sekali namun selalu di pantau, model

konvensional diberikan obat penenang/obat anti muntah atau

obat anti nyeri.

2) Proses Entry Unit

Setelah proses detoksifikasi selesai maka proses selanjutnya

korban narkoba masuk dalam proses entry unit yang bertujuan

untuk mempersiapkan korban narkoba daru segi fisik dan mental

agar dapat menjalani rehabilitasi dengan baik. Proses ini juga

dilakukan untuk mengetahui latar belakang korban narkoba,

korban dikenalkan dan diajarkan cara mengatur hidup mereka

secara disiplin dan dan teratur dalam kehidupan sehari-harinya.

Seperti mandi, makan, tidur, berolahraga, menggunakan

peralatan rumah tangga dengan benar. Hal ini disebabkan karena

mereka telah melupakan cara hidup yang benar dikarenakan

pengaruh pemakaian narkotika yang membuat mereka malas dan

kehidupannya menjadi kacau.

3) Proses Primary Stage

Proses primary stage bertujuan untuk membina tingkah

laku, emosi, spiritual atau pengetahuan dan keahlian. Dalam

premary stage ada tingkatan-tingkatan perkembangan si korban

narkoba itu sendiri, yaitu fase induction kurang lebih dijalan 1

(satu) bulan, fase younger member dijalani kurang lebih dalam

waktu 2 (dua) bulan, fase middle peer dijalani kurang lebih 2

sampai 3 bulan, fase older member kurang lebih 2 sampai 3

bulan. Namun semua waktu tersebut tergantung kondisi korban

narkoba.

4) Proses Re-entry Stage

Proses ini bertujuan untuk mensosialisasikan kembali

korban narkoba kepada keluarga dan masyarakat sebagai

manusia yang positif dan produktif. Memberi kepercayaan untuk

dapat bertanggung jawab dengan diri sendiri, keluarga,

masyarakat dengan dibekali keahlian yang sesuai dengan bakat

dan minat. Sehingga korban narkoba dapat kembali

kemasyarakat untuk dapat berinteraksi dengan masyarakat,

bahwa dia dapat berguna menghilangkan stigma masyarakat

bahwa sekali pecandu tetap pecandu dan itu merupakan sampah

masyarakat. Hal ini bertujuan untuk menumbuhkan rasa

tanggung jawab sosial di dalam diri si korban. Seorang korban

narkoba dapat melakukan aktifitasnya kembali seperti sebelum

mereka melakukan penyalahgunaan narkotika seperti kembali

bersekolah, meneruskan kuliah yang sempat tertunda, pergi ke

kantor. Tetapi korban masih harus tetap berada dalam

pengawasan Yayasan Rehabilitasi Sinai Sukoharjo.

5) After Care Stage

Merupakan tahap terakhir dimana seorang korban narkoba

dinyatakan telah pulih dari pengaruh penyalahgunaan narkotika

dan diperbolehkan pulang ke orang tuanya. Tetapi Yayasan

Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo masih melakukan

pengawasan dan pemantauan guna mengetahui perkembangan

dari mantan pengguna narkoba yang pernah ditanganinya

tersebut telah benar-benar berhenti dan tidak lagi memakai

narkotika.

Penulis juga mewawancari salah satu korban narkoba yang

berada di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo dengan

identitas korban sebagai berikut :

Nama : Sri Poni Wirasti

Tempat, tanggal lahir : Subang, 26 Oktober 1975

Jenis kelamin : Perempuan

Alamat : Sumber RT 02 RW VIII

Agama : Kristen

Pekerjaan : Wiraswasta

Status : belum menikah

Korban tersebut telah menjadi penghuni di Yayasan

Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo selama 6 (enam) tahun. Korban

menceritakan awal mulanya mengenal narkoba dari teman, yang

pertama-tama sekedar mencoba hanya untuk coba-coba karena

timbul rasa keingintahuan dari dalam diri korban dan kebetulan

ditawari oleh teman dengan bujukan bahwa memakai narkoba dapat

melupakan semua permasalahan yang membelenggu diri kita.

Keberanian untuk mencoba narkoba dilatar belakangi oleh karena

meninggalnya kedua orang tua korban, sehingga narkoba menjadi

pelarian korban dari rasa kesepian karena kasih sayang dari orang

tua sudah tidak di dapatkannya lagi. Pertama hanya diberikan secara

cuma-cuma alias gratis yang pada akhirnya mengakibatkan

kecanduan terhadap barang haram tersebut. Dalam masa

ketergantungan korban akan menghalalkan segala cara untuk

mendapatkan narkotika. Sebab menurut pengakuan korban ketika

diwawancarai oleh penulis, korban menjelaskan bahwa apabila

keinginan untuk memakai narkoba tidak tersalurkan maka korban

akan mengalami sakau. Korban mengalami ketergantungan narkoba

selama kurang lebih 3 tahun dan kemudian korban di bawa ke

yayasan untuk proses reha bilitasi oleh kakaknya. Pada awal masuk

pertama di yayasan Sinai prosedurnya sesuai dengan yang dijelaskan

pemilik yayasan. Korban pernah mengalami sakau ketika pertama

kali datang di yayasan Sinai, korban merasa bingung dan takut

karena waktu sakau dibiarkan saja tidak ada penanganan medis.

Selama 3 (tiga) hari mengalami sakau yang cukup hebat, pihak

yayasan hanya memberikan bimbingan rohani dan penguatan mental

serta selalu menekankan bahwa untuk mencapai kesembuhan

sebenarnya berasal dari kemauan diri korban sendiri. Akhirnya

setelah seminggu korban bisa merasakan dampak dari metode

rehabilitasi tersebut.

Selama di yayasan Sinai kegiatan sehari-hari korban narkoba

banyak diisi untk melakukan kegiatan ibadah dan kegiatan sehari-

hari pada umumnya. Pada waktu khusus diberikan bentuk suatu

keterampilan sesuai dengan bakat dan minat korban. Korban juga

menjelaskan bahwa perlakuan yang diberikan oleh yayasan cukup

baik dan sesuai dengan ketentuan rehabilitasi di dalam Undang-

Undang. Korban merasakan adanya rasa kekeluargaan di dalam

yayasan Sinai, hal ini sangat dirasakan dapat membantu proses

rehabilitasi korban narkoba. Akan tetapi korban juga pernah

merasakan rasa bosan dan rasa ingin keluar karena korban merasa

bahwa keadaan di dalam yayasan terlalu tertutup atau kurang bebas

dan hiburan kurang. Ketika disinggung mengenai biaya rehabilitasi,

korban menjelaskan membayar sebesar Rp 800.000,00/bulan.

Penulis menanyakan mengenai masalah kesembuhan, korban

menjelaskan bahwa dirinya saat ini sudah sembuh total dari

ketergantungan narkoba pada tahun ketiga sebenarnya korban sudah

sembuh akan tetapi korban ingin tetap berada di yayasan karena

disamping sudah tidak memiliki orang tua, korban tidak ingin

merepotkan sodara-sodaranya yang sudah berkeluarga. Jadi selama

tinggal di yayasan Sinai korban menghabiskan waktu untuk

membantu pekerjaan di yayasan dan mengurus korban narkoba

lainnya. Kemudian penulis mewawancari terkait dengan penanganan

di yayasan Sinai menurut korban yang telah dilakukan oleh pemilik

maupun pegaawai-pegawai yang ada di yayasan sudah menerapkan

metode-metode rehabilitasi yang menjadi andalan Yayasan

Rehabilitai Mental Sinai Sukoharjo yaitu rehabilitasi rohani dan

rehabilitasi sosial.

3. Hambatan-hambatan yang dihadapi oleh Yayasan Rehabilitasi

Mental Sinai Sukoharjo

a. Sumber Daya Manusia

Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo memiliki

sumber daya manusia yang sangat terbatas, baik terbatas jumlah

maupun tingkat pendidikannya. Hal ini terlihat dari 9 tenaga

yang ada, hanya 3 orang yang berpendidikan sarjana. Dari

tenaga yang ada itu ternyata belum semuanya mempunyai

spesifikasi yang lengkap sesuai dengan kebutuhan rehabilitasi.

Padahal diperlukan waktu 24 jam untuk memberikan pelayanan

kepada korban narkoba.

b. Sarana dan prasarana

Sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Yayasan

Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo merupakan fasilitas yang

disediakan oleh yayasan dan berasal dari dana yayasan sendiri.

Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo belum mempunyai

lapangan olahraga, dan ruang khusus untuk hiburan seperti

ruang karaoke bersama seperti yang dimiliki Rumah Sakit Jiwa

Daerah Surakarta.

c. Keamanan

Penanganan di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai

Sukoharjo berkaitan dengan jumlah sumber daya manusia yang

masih terbatas, karena dengan jumlah 9 orang pegawai harus

melakukan pelayanan selama 24 jam secara bergiliran. Hal ini

tentu merupakan tugas yang sulit untuk mengawasi dan menjaga

keseluruhan korban narkoba, karena korban narkoba sewaktu-

waktu bisa melarikan diri.

C. Kesesuaian Penanganan Korban di Yayasan Rehabilitasi Mental

Sinai Sukoharjo dengan Sudut Pandang Viktimologi

Viktimologi merupakan ilmu yang mempelajari tentang korban

kejahatan atau lebih jelasnya mengenai bagaimana melindungi korban.

Viktimologi memberikan pengertian yang lebih baik tentang korban

kejahatan sebagai hasil perbuatan manusia yang menimbulkan

penderitaan-penderitaan mental, fisik dan sosial yang memiliki tujuan

tidak untuk menyanjung-nyanjung para korban, tetapi hanya untuk

memberikan penjelasan mengenai peranan sesungguhnya para korban

dan hubungan mereka dengan para korban.

Dalam viktimologi ada beberapa pihak-pihak yaitu korban,

penimbul korban, dan pihak terkait dalam penanganan. Korban

merupakan obyek utama dalam kajian viktimologi. Jadi penulis akan

menjelaskan mengenai penanganan korban di dalam yayasan dari sudut

pandang viktimologi. Penulis akan menjelaskan kesesuaian penanganan

korban dengan sudut pandang viktimologi dari beberapa aspek, antara

lain sebagai berikut:

1. Metode Penanganan Korban Narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental

Sinai Sukoharjo dilihat dari sudut pandang viktimologi

Dari hasil penelitian penulis, Yayasan Rehabilitasi Mental

Sinai Sukoharjo konsekuen dengan viktimologi karena yayasan

tersebut dalam memberikan rehabilitasi terhadap korban narkoba

dapat dikatakan adanya upaya untuk melindung korban. Yayasan

Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo memandang viktimologi

sebagai sarana untuk memperjuangkan hak asasi manusia dan

menjadi pedoman dalam menjalankan metode-metode untuk

menangani korban penyalahgunaan narkoba. Artinya bahwa para

korban narkoba tidak kehilangan hak-haknya tetapi juga dapat

menjalankan kewajibannya sebagai korban narkoba. Untuk itu

yayasan selalu mengedepankan kepentingan korban narkoba demi

kesembuhan korban itu sendiri. Keluarga terutama orang tua sangat

berperan penting dalam menangani korban penyalahgunaan narkoba

dengan cara memberikan kasih sayang dan tidak menganggap bahwa

korban narkoba sebagai pencemaran nama baik keluarga. Sehingga

korban narkoba mempunyai semangat juang untuk segera keluar dari

ketergantungan obat, tetapi menurut pihak yayasan yang paling

utama dapat menyembuhkan korban dari ketergantungan narkoba

pada prinsipnya adalah berasal dari diri korban sendiri. Viktimologi

sebagai acuan yayasan untuk memberikan pelayanan kepada korban

penyalahgunaan narkoba yang tidak mengabaikan hak-hak korban.

Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis dengan pihak

yayasan diperoleh hasil bahwa pemilik atau pendiri Yayasan

Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo sangat mengedepankan hak-hak

asasi korban narkoba, seharusnya korban narkoba dalam hal ini

pemakai tidak perlu dipenjara akan tetapi agar pihak yang

berwenang membuat aturan-aturan khusus mengenai pemakai

narkoba harus dimasukkan ke dalam panti atau yayasan rehabilitasi

mental atau narkoba. Hal ini akan lebih mudah untuk proses

penyembuhan korban narkoba karena di dalam yayasan penanganan

korban lebih intensif dibandingkan dengan apabila korban atau

pemakai narkoba dipenjara. Keadaaan korban di sel penjara akan

sulit sembuh dari ketergantungan narkoba hal ini dikarenakan dari

pihak berwajib antara koban narkoba baik itu pemakai dan pengedar

narkoba dijadikan satu. Hal ini sangat berbahaya karena apabila

korban apabila sedang sakau akan sedemikan rupa untuk mencari

narkoba. Dengan demikian apabila korban pemakai narkoba

disatukan dengan pengedar maupun agen narkoba akan lebih

berbahaya disatu sisi prmakai akan sulit sembuh, disisi lain

peredaran narkoba di dalam sel penjara ataupun diluar akan lebih

meningkat.

Kegiatan sehari-hari di yayasan dalam menangani korban

narkoba yang lebih menekankan pada rehabilitasi secara rohani dan

sosial seperti adanya bimbingan konseling secara khusus kepada

korban yang bertujuan untuk mengetahui permasalahan korban dan

cara untuk membantu mengatasinya akan lebih mempercepat

kesembuhan korban dari ketergantungan narkoba. Kemudian

kegiatan ibadah secara rutin bersama-sama dengan dibimbing secara

khusus oleh rohaniawan dari masing-masing agama. Kegiatan sosial

seperti pemberian ketrampilan-ketrampilan khusus kepada korban

narkoba sesuai dengan bakat masing-masing. Hal-hal semacam ini

apabila dilihat dari sudut pandang viktimologi sangat sesuai karena

fokus atau obyek utama dalam penanganan kesembuhan korban

narkoba ada pada diri korban dan melindungi korban narkoba secara

langsung. Jadi dengan demikian penanganan korban narkoba di

Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo sesuai dan konsekuen

dengan sudut pandang viktimologi.

2. Perlakuan terhadap korban narkoba dilihat dari sudut pandang

viktimologi

Dari hasil penelitian penulis di Yayasan Rehabilitasi

Mental Sinai Sukoharjo bahwa perlakuan pihak yayasan terhadap

korban dengan memperlakukan korban secara manusiawi. Antara

korban satu dengan korban yang lainnya tidak ada yang mendapat

perlakuan khusus dan memberikan perlakuan sama rata antar sesama

korban narkoba. Korban narkoba termasuk tipologi korban jenis

Primary victimization yaitu korban individual, jadi korban disini

adalah korban perorangan bukan korban kolektif atau kelompok.

Selain itu termasuk jenis Mutual victimization, yaitu yang menjadi

korban adalah pelaku sendiri, korban tidak menyadari bahwa dirinya

adalah korban dari kejahatan yang dilakukannya sendiri.

Dari hasil wawancara dengan pemilik Yayasan, dijelaskan

bahwa korban dalam hal ini berhak untuk mendapatkan pembinaan

dan rehabilitasi serta mendapat kembali hak miliknya dan

perlindungan. Dengan memperhatikan hak-hak yang harus dimiliki

oleh korban maka Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo

memperlakukan korban narkoba sesuai dengan aturan hukum yang

berlaku dan menjunjung tinggi hak-hak asasi korban secara utuh.

Tindakan–tindakan yang dilakukan Yayasan Rehabilitasi

Mental Sinai Sukoharjo seperti membiarkan korban saat sakau

dengan tidak memberikan bantuan obat penenang bukan tindakan

yang melanggar kode etik dalam upaya rehabilitasi narkoba.

Tindakan yang dilakukan oleh pihak yayasan memang sangat

berbeda dengan penanganan rehabilitasi korban narkoba yang

dilakukan oleh rumah sakit yang menggunakan metode rahabilitasi

medis dalam penyembuhannya. Pihak yayasan berpendapat bahwa

penanganan yang dilakukan dengan pemberian obat akan

memperlambat kesembuhan korban dan apabila kondisi korban yang

tidak kuat justru akan berpengaruh pada syaraf pada diri korban dan

kalau berlangsung lama korban akan mengalami gangguan mental.

Maka pihak yayasan menerapkan metode khusus dalam

penyembuhan korban narkoba dengan rehabilitasi rohani dan sosial.

Penulis berpendapat bahwa dengan tindakan-tindakan

rehabilitasi yang dilakukan oleh Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai

Sukoharjo sangat sesuai dengan hal-hal yang ada di dalam

viktimologi karena mengkaji secara mendalam terhadap korban

tentang cara penyembuhan korban narkoba dan cara melindungi

korban secara baik agar korban mendapatkan hak-hak asasinya

kembali. Dengan demikian bahwa tindakan-tindakan yang dilakukan

Yayasan sebagai bentuk perlakuan terhadap korban di Yayasan

Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo sesuai dengan yang ada dalam

kajian viktimologi.

Penulis berpendapat ada upaya-upaya untuk penanganan

penanggulangan narkotika secara umum sesuai dengan kajian

viktimologi. Upaya-upaya tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Tindakan preemtif

Upaya pre-emtif ini dilakukan berupa kegiatan-

kegiatan pembinaan dan pengembangan dalam lingkungan

masyarakat yang bebas narkotika dengan sasaran masyarakat

umum, pelajar, mahasiswa, organisasi masyarakat. Kegiatan

pengenalan melalui informasi dan edukasi dengan tujuan

peningkatan, pemahaman dan kesadaran masyarakat akan

bahaya akibat penyalahgunaan narkotika oleh masyarakat baik

individu, keluarga maupun masyarakat lingkungan dengan cara

sosialisasi, penyuluhan, menyebarkan poster, brosur, buletin dan

menyelenggarakan diskusi, membentuk kelompok-kelompok

anti narkotika baik dilingkungan kerja, sekolah maupun

lingkungan masyarakat.

b. Tindakan preventif

Tindakan preventif ini dilakukan sebagai upaya

mencegah terjadinya penyalahgunaan dan peredaran gelap

narkotika melalui pengendalian dan pengawasan langsung

terhadap jalur peredaran gelap dengan langkah-langkah

melakukan intelijen untuk memperoleh informasi tentang

pendistribusian narkotika, mengungkap jaringan peredaran,

melakukan razia ditempat-tempat umum, baik dijalan, tempat

hiburan malam, yang diperkirakan sebagai tempat peredaran

gelap narkotika, bekerjasama dengan masyarakat untuk

melakukan pengawasan diwilayahnya yang kemungkinan

adanya tempat-tempat yang mencurigakan yang dijadikan

sebagai tempat persembunyian, produksi maupun sasaran

peredaran narkotika.

3. Korban Narkoba dalam Perspektif Viktimologi

Dalam perspektif viktimologi terutama mengenai tipologi

korban, terdapat beberapa pendapat ahli hukum mengenai korban

penyalahgunaan narkotika dan psikotropika. Ditinjau dari perspektif

tingkat keterlibatan korban dalam terjadinya kejahatan, maka korban

penyalahgunaan narkotika dan psikotropika menurut Ezzat Abdul

Fateh, adalah dalam tipologi; “false victims yaitu mereka yang

menjadi korban karena dirinya sendiri’. (Muladi, 2005:45)

Dari perspektif tanggungjawab korban, menurut Stephen

Schafer menyatakan Self-victimizing victims adalah mereka yang

menjadi korban karena kejahatan yang dilakukannya sendiri. Beberapa

literatur menyatakan ini sebagai kejahatan tanpa korban. Akan tetapi,

pandangan ini menjadi dasar pemikiran bahwa tidak ada kejahatan

tanpa korban. Semua atau setiap kejahatan melibatkan 2 hal, yaitu

penjahat dan korban. Sebagai contoh dari self-victimizing victims

penulis berpendapat adalah: pecandu obat bius, alkoholisme,

homoseks, judi. Hal ini berarti pertanggungjawaban terletak penuh

pada si pelaku, yang juga sekaligus merupakan korban. (Muladi, 2005

: 46)

Menurut Sellin dan Wolfgang, korban penyalahgunaan

narkotika dan psikotropika adalah merupakan: “mutual victimization

yaitu yang menjadi korban adalah si pelaku sendiri. Penulis

berpendapat Misalnya: pelacuran, perzinahan, narkotika. Dari

beberapa pendapat yang dikemukakan oleh para ahli hukum mengenai

tipologi korban dalam perspektif viktimologi dapat dinyatakan, bahwa

pecandu narkotika dan psikotropika adalah merupakan self-victimizing

victims, yaitu seseorang yang menjadi korban karena perbuatannya

sendiri. Namun, ada juga yang mengelompokannya dalam victimless

crime atau kejahatan tanpa korban karena kejahatan ini biasanya tidak

ada sasaran korban, semua pihak terlibat. (Arif Gosita, 1993 : 57)

Dari hukum nasional yang mengatur mengenai tindak pidana

NAPZA, juga ada penegasan pecandu NAPZA selain adalah pelaku

kejahatan juga adalah sebagai korban. Dalam konteks Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan Undang-

Undang Nomor. 22 Tahun 1997 tentang Narkotika dinyatakan sebagai

berikut:

a. Pasal 37 ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997

menyatakan: “pengguna psikotropika yang menderita sindroma

ketergantungan berkewajiban ikut serta dalam pengobatan dan

atau perawatan”.

b. Pasal 44 ayat 1 Undang-Undang Nomor. 22 Tahun 1997

tentang Narkotika, intinya menegaskan bahwa untuk

kepentingan pengobatan dan atau perawatan pengguna

narkotika dapat memiliki, menyimpan dan membawa

narkotika, dengan syarat narkotika tersebut diperoleh secara

sah. Pada pasal 45 Undang-Undang tersebut dinyatakan bahwa

pecandu wajib menjalani perawatan dan pengobatan.

Memperhatikan ketentuan-ketentuan tersebut, maka secara

implisit dinyatakan bahwa pengguna NAPZA adalah korban yang

sepatutnya mendapatkan hak-haknya sebagai korban terutama hak

atas rehabilitasi. Korban juga berhak untuk mendapatkan nama

baiknya di dalam masyarakat.

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai Kajian Terhadap

Penanganan Korban Narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo

dari Aspek Viktimologi, dapat disimpulkan hal-hal sebagai berikut :

1. Penanganan korban narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo

berbeda dengan metode-metode penanganan yang digunakan pada

umumnya yaitu rehabilitasi medis dan sosial. Di Yayasan Rehabilitasi

Mental Sinai Sukoharjo menggunakan metode utama yaitu rehabilitasi

dengan metode kerohanian dan sosial. Kemudian metode-metode

penanganan yang digunakan juga tidak melanggar dan telah sesuai dengan

aturan perundangan yang berlaku yaitu Undang-Undang Nomor 22 Tahun

1997 tentang Narkotika dalam hal rehabilitasi korban narkoba yang pada

akhir tahun 2009 telah diperbarui menjadi Undang-Undang Nomor 35

Tahun 2009 tentang Narkotika. Meskipun dalam pelaksanaannya masih

banyak kekurangan dalam penanganan korban narkoba namun metode-

metode penanganan yang di gunakan sudah cukup efektif untuk

menyembuhkan para korban narkoba di Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai

Sukoharjo.

2. Dilihat dari sudut pandang viktimologi penanganan korban narkoba di

Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo sudah sesuai. Dalam

penanganan korban sangat mengedepankan hak-hak asasi korban untuk

kembali hidup normal tanpa ketergantungan narkoba. Kemudian di

Yayasan Rehabilitasi Mental Sinai Sukoharjo sangat melindungi korban dari

ketergantungan narkoba dengan melakukan bimbingan rohani dan sosial.

Jadi dengan mengedepankan hak-hak asasi korban dan melakukan

perlindungan terhadap korban maka telah sesuai dengan hal-hal yang dipelajari

dalam viktimologi.

B. Saran

1. Dalam pemberantasan narkoba seharusnya pengguna narkoba yang

termasuk dalam korban narkoba tidak diperlakukan sama dengan pelaku

kejahatan narkoba seperti pengedar atau bandar narkoba. Karena pengguna

narkoba adalah korban kejahatan narkoba jadi seharusnya tidak dipenjara

seperti hal nya pengedar akan tetapi dirujuk ke panti-panti atau yayasan-

yayasan rehabilitasi narkoba. Hal tersebut untuk menyembuhkan korban

narkoba dari ketergantungan.

2. Perlu adanya perubahan atas Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997

Tentang Narkotika dalam hal rehabilitasi korban narkoba. Supaya dalam

proses rehabilitasi korban ada aturan-aturan yang jelas terkait dengan

penaganan korban narkoba agar tidak disamakan dengan pengedar atau

bandar narkoba. Bisa mendapatkan perlakuan khusus untuk mempercepat

kesembuhan dari ketergantungan narkoba. Kemudian setelah adanya revisi

Undang-Undang yang baru yaitu Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009

tentang Narkotika masih terdapat kerancuan di dalam Pasal-Pasalnya.

Adanya dua ketentuan berbeda yang terdapat di dalam Pasal-Pasal tersebut.

Dengan demikian Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang

Narkotika masih perlu dilakukan revisi lagi.

DAFTAR PUSTAKA

Buku

Arif Gosita. 1993. Masalah Korban Kejahatan. Jakarta : akademika pressindo

Dadang Hawari. 2004. Terapi (detoksifikasi) dan rehabilitasi mutakhir (sistem

terpadu) pasien NAZA (narkotika, alkohol, dan zat adiktif lainnnya).

Jakarta : Universitas Indonesia Press

Gatot Supramono. 2007. Hukum Narkoba Indonesia. Bandung : Djambatan

Hari Sasangka. 2003. Narkotika dan Psikotropika dalam Hukum Pidana. Bandung

: Mandar Maju

HB Sutopo. 2002. Pengantar Penelitian Kualitatif (Dasar-Dasar Teoritis dan

Praktis). Pusat Penelitian Surakarta

Lexi J Moleong. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja

Rosdakarya

Muhandar. 2006. Viktimisasi Kejahatan Pertanahan dikutip dari Barda Nawawi

Arief. “Beberapa Aspek Kebijakan Penegakan dan Pengembangan

Hukum Pidana”. (Kumpulan Makalah), Kerjasama bidang Hukum

Indonesia Belanda. Yogyakarta : LaksBang Pressindo

Muladi. 2005. “HAM dalam Perspektif Sistem Peradilan Pidana”, dalam Muladi

Hak Asasi Manusia; Hakekat, Konsep dan Implikasinya Dalam

Perspektif Hukum dan Masyarakat. Bandung : Refika Aditama

Soerjono Soekanto. 2006. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta : Universitas

Indonesia UI-Pers

Jurnal

Gila Chen, Journal of Offender Rehabilitation, Natural Recovery from drug and

alcohol of addiction among israeli prisoners, vol 43 (3) pp 1-17 :

2006

Waidner and Wolfgang Werdenich, The Victim, The Victimization of dependent

drug user, vol 4, No. 10.1177/1477370807080719: 2007)

Peraturan Perundang-Undangan

Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang Narkotika Psikotropika dan Zat

adiktif lainnya.

Peraturan Pemerintah Nomor 3 Tahun 2002 pasal 1 ayat (3) dan Pasal 1 ayat (5)

Undang-Undang tentang Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor

996/MENKES/SK/VIII/2002 tentang Pedoman Penyelenggaraan

Sarana Pelayanan Rehabilitasi Penyalahgunaan dan Ketergantungan

Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya (Napza)

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)

Internet

Naomi.2007. “Seluk Beluk Narkotika” www. soc. Culture. Indonesia (diakses

tanggal 21 September 2009)

http://www. wikipedia. org/w/index.php.title=narkoba dan penanggulangan

(Diakses tanggal 8 September 2009)