KAJIAN TEORI Hakikat Mata Pelajaran IPS Di SMP/MTs 1.eprints.uny.ac.id/8780/3/BAB 2 -...

36
9 BAB II KAJIAN TEORI A. Hakikat Mata Pelajaran IPS Di SMP/MTs 1. Definisi Mata Pelajaran IPS Di SMP/MTs Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SMP dan MTs merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib ditempuh oleh siswa SMP dan MTs sebagaimana yang diungkapkan oleh Sapriya (2009: 12) bahwa IPS pada kurikulum sekolah (satuan pendidikan), pada hakikatnya merupakan mata pelajaran wajib sebagaimana dinyatakan dalam Undang- Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 37 yang berbunyi bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah wajib memuat ilmu pengetahuan sosial. Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), sebagai mata pelajaran yang wajib ditempuh oleh peserta didik, merupakan mata pelajaran yang disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu sebagaimana yang tertuang dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006. Pembelajaran IPS yang disusun secara terpadu, memiliki tujuan agar peserta didik dapat memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu yang berkaitan. Oleh sebab itu, pembelajaran IPS di tingkat SMP dan MTs di Indonesia seharusnya menerapkan pembelajaran IPS secara terpadu. 9

Transcript of KAJIAN TEORI Hakikat Mata Pelajaran IPS Di SMP/MTs 1.eprints.uny.ac.id/8780/3/BAB 2 -...

9

BAB II

KAJIAN TEORI

A. Hakikat Mata Pelajaran IPS Di SMP/MTs

1. Definisi Mata Pelajaran IPS Di SMP/MTs

Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SMP dan MTs

merupakan salah satu mata pelajaran yang wajib ditempuh oleh siswa SMP

dan MTs sebagaimana yang diungkapkan oleh Sapriya (2009: 12) bahwa

IPS pada kurikulum sekolah (satuan pendidikan), pada hakikatnya

merupakan mata pelajaran wajib sebagaimana dinyatakan dalam Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pada

pasal 37 yang berbunyi bahwa kurikulum pendidikan dasar dan menengah

wajib memuat ilmu pengetahuan sosial.

Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS), sebagai mata pelajaran

yang wajib ditempuh oleh peserta didik, merupakan mata pelajaran yang

disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu sebagaimana yang

tertuang dalam Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006. Pembelajaran IPS

yang disusun secara terpadu, memiliki tujuan agar peserta didik dapat

memperoleh pemahaman yang lebih luas dan mendalam pada bidang ilmu

yang berkaitan. Oleh sebab itu, pembelajaran IPS di tingkat SMP dan MTs

di Indonesia seharusnya menerapkan pembelajaran IPS secara terpadu.

9

10

Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di Indonesia banyak

dipengaruhi dari perkembangan Social Studies di negara barat. Social

Studies adalah sebutan mata pelajaran IPS yang ada di sekolah luar negeri

seperti di Amerika. Sapriya (2009: 34) menyatakan bahwa “sejumlah teori

dan gagasan Social Studies telah banyak mempengaruhi perkembangan

mata pelajaran IPS sebagai bagian dari sistem kurikulum di Indonesia”.

Salah satu lembaga di luar negeri yang berasal dari Amerika Serikat yang

terkenal dengan nama National Council for Social Studies (NCSS)

mendefinisikan dan merumuskan pengertian Social Studies sebagai

berikut:

Social Studies is the integrated study of the social sciences and humanities to promote civic competence. Within the school program, Social Studies provides coordinated, systematic study drawing upon such disciplines as anthropology, archaeology, economics, geography, history, law, philosophy, political science, psychology, religion, and sociology, as well as appropriated content from the humanities, mathematics, and natural sciences. (Savage, 1996: 9). Berdasarkan pendapat NCSS, maka Social Studies adalah integrasi

dari berbagai macam disiplin ilmu-ilmu sosial dan ilmu humaniora yang

dapat mengembangkan kemampuan dan kompetensi kewarganegaraan

yang dimiliki oleh peserta didik. Social Studies terdiri dari berbagai

macam displin ilmu sosial misalnya antropologi, ekonomi, geografi,

sejarah, hukum, politik, agama, sosiologi, bahkan tentang matematika dan

ilmu alam.

11

Pendapat senada dijelaskan oleh Ross (2006: 22) yang menjelaskan

beberapa pendekatan, isi, dan maksud tentang mata pelajaran IPS sebagai

kurikulum, yakni:

Subcjet-centered approaches argue that the Social Studies curriculum derives its content and purposes from disciplines taught in higher education. Some advocates would limit Social Studies curriculum ti the study of traditional history and geography while others would also include the traditional social sciences (e.g., anthropology, economics, political science, sociology, psychology). Still other would inter and multidisciplinary areas such as ethnic studies, law, women’s studies, cultural studies, and gay/lesbian studies. Berdasarkan pendapat Ross, maka mata pelajaran IPS atau yang

dikenal dengan Social Studies tidak hanya sebatas disiplin ilmu sosial yang

terdiri dari antropologi, ekonomi, geografi, sejarah, dan hukum namun

dapat dikaitkan dengan berbagai multidispliner keilmuan yang terdiri dari

suku, gender, budaya, dan penyimpangan sosial.

Begitu pula dengan mata pelajaran IPS yang ada di Indonesia.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sapriya (2009:7) bahwa “mata

pelajaran IPS merupakan sebuah nama mata pelajaran integrasi dari mata

pelajaran sejarah, geografi, dan ekonomi serta pelajaran ilmu sosial

lainnya”. Muhammad Numan Somantri (2001: 44) menjelaskan dan

merumuskan tentang IPS di tingkat sekolah adalah “suatu penyederhanaan

disiplin ilmu-ilmu sosial, psikologi, filsafat, ideologi negara, dan agama

yang diorganisasikan dan disajikan secara ilmiah dan psikologis untuk

tujuan pendidikan”. Dengan demikian, maka mata pelajaran IPS di

12

Indonesia ialah penyederhanaan ilmu-ilmu sosial yang disajikan secara

ilmiah dan psikologis yang memiliki tujuan untuk bidang pendidikan.

Dari berbagai macam pendekatan yang diungkapkan oleh para ahli,

maka pada hakikatnya mata pelajaran IPS untuk tingkat SMP dan MTs

adalah integrasi dan penyederhanaan dari berbagai macam displin ilmu-

ilmu sosial yang disusun secara sistematis, komprehensif, dan terpadu.

Dengan pendekatan tersebut, diharapkan peserta didik dapat memperoleh

pemahaman yang lebih luas dan mendalam.

2. Tujuan Mata Pelajaran IPS Di SMP/MTs

Mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) di SMP dan MTs di

Indonesia memiliki salah satu tujuan untuk mengembangkan kesadaran

dan kepedulian terhadap masyarakat dan lingkungan sebagaimana yang

tertuang dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 (Supardi, 2010: 185).

Hal ini sejalan dengan tujuan mata pelajaran IPS di negara barat yang

dikenal dengan Social Studies.

Ada beberapa tujuan social studies di Amerika sebagaimana yang

diungkapkan oleh Ross (2006: 18) yaitu “Social Studies in the broadest

sense, that is, the preparation of young people so that they possess the

knowledge, skills, and values neccessary for active participation in society,

has been a primary part of schooling in North America since colonial

times. Menurut Ross, Social Studies memiliki tujuan untuk mempersiapkan

kemampuan peserta didik untuk mendapatkan pengetahuan, keterampilan,

13

dan nilai agar siswa mampu berpatisipasi aktif dalam kehidupan sosial dan

masyarakat.

Menurut NCSS (Savage, 1996: 9) mata pelajaran IPS atau Social

Studies memiliki tujuan untuk “the primary purpose of Social Studies is to

help young people develop the ability to make informed and reasoned

decision for the public good as citizens of a culturally diverse democratic

society in an interdependent world”. Berdasarkan pendapat NCSS, maka

tujuan utama Social Studies ialah mengembangkan kemampuan peserta

didik dalam kehidupan bernegara dan menjadikan peserta didik sebagai

masyarakat yang demokratis dan mampu bekerja sama dengan masyarakat

dunia.

Begitu pula dengan tujuan mata pelajaran IPS di Indonesia tingkat

SMP dan MTs, sebagaimana yang diungkapkan oleh Arnie Fajar (2005:

114), yakni:

a. Mengembangkan kemampuan berpikir, inkuiri, pemecahan masalah, dan keterampilan sosial.

b. Membangun komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai kemanusiaan

c. Meningkatkan kemampuan berkompetisi dan bekerja sama dalam masyarakat yang majemuk, baik dalam skala nasional maupun internasional. Muhammad Numan Somantri (2001: 44) mendefinisikan dan

merumuskan tujuan IPS untuk tingkat sekolah sebagai mata pelajaran,

yaitu 1) menekankan pada tumbuhnya nilai-nilai kewarganegaraan, moral

ideologi negara, dan agama, 2) menekankan pada isi dan metode berpikir

14

ilmuan sosial, dan 3) menekankan pada reflective inquiry. Berdasarkan

pendapat Numan Somantri, maka mata pelajaran IPS di tingkat SMP,

menekankan kepada tumbuhnya nilai-nilai kewarganegaraan, moral,

ideologi, agama, metode berpikir sosial, dan inquiry.

Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka tujuan mata pelajaran

IPS di tingkat Sekolah Menengah Pertama di Indonesia, untuk

mengembangkan kemampuan berpikir, inkuiri, keterampilan sosial, dan

membangun nilai-nilai kemanusiaan yang majemuk baik skala lokal,

nasional, dan global.

3. Ruang Lingkup Mata Pelajaran IPS Di SMP/MTs

Berdasarkan tujuan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) yang telah

dijelaskan di atas, maka untuk mengembangkan tujuan tersebut diperlukan

suatu ruang lingkup keilmuan untuk mencapai tujuan pembelajaran IPS di

kelas. Arnie Fajar (2005: 114) menjelaskan beberapa ruang lingkup mata

pelajaran IPS di SMP dan MTs yang dapat dikaji oleh peserta didik, yaitu

sebagai berikut:

a. Sistem Sosial dan Budaya b. Manusia, Tempat, dan Lingkungan c. Perilaku Ekonomi dan Kesejahteraan d. Waktu, Keberlanjutan, dan Perubahan e. Sistem Berbangsa dan Bernegara

Supardi (2011: 186), menjelaskan dan merumuskan beberapa hal

tentang ruang lingkup IPS yang didasarkan kepada pengertian dan tujuan

dalam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 yakni:

15

a. Materi kajian IPS merupakan perpaduan atau integrasi dari berbagai cabang-cabang ilmu-ilmu sosial dan humaniora, sehingga akan lebih bermakna dan kontekstual apabila materi IPS didesain secara terpadu.

b. Materi IPS juga terkait dengan masalah-masalah sosial kemasyarakatan dan kebangsaan, seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan, dan teknologi, serta tuntutan dunia global.

c. Jenis materi IPS dapat berupa fakta, konsep, dan generalisasi, terkait juga dengan aspek kognitif, afektif, psikomotorik dan nilai-nilai spritual.

Dengan demikian ruang lingkup mata pelajaran IPS di SMP dan MTs,

merupakan perpaduan dari berbagai cabang ilmu-ilmu sosial, ilmu

humaniora, dan masalah-masalah sosial baik berupa fakta, konsep, dan

generalisasi untuk mengembangkan aspek kognitif, psikomotor, afektif,

dan nilai-nilai spiritual yang dimiliki oleh peserta didik.

B. Hakikat Pembelajaran Terpadu

1. Definisi Pembelajaran Terpadu

Pengembangan pembelajaran IPS di Indonesia dilakukan secara

sistematis, komprehensif, dan terpadu. Ada berbagai macam pendekatan

dalam pembelajaran terpadu di Indonesia salah satunya ialah pembelajaran

yang dikaitkan dalam suatu tema, sebagaimana yang diungkapkan oleh

Ujang Sukandi (Sugiyanto, 2010: 127) bahwa “pengajaran terpadu pada

dasarnya sebagai kegiatan mengajar dengan memadukan beberapa mata

pelajaran dalam suatu tema”.

Sedangkan Oemar Hamalik (2005: 133) menjelaskan dan

mendefinisikan pembelajaran terpadu sebagai berikut, yakni:

16

Suatu sistem pembelajaran yang bertitik tolak dari suatu masalah atau proyek yang dipelajari/dipecahkan oleh siswa baik secara individual maupun secara kelompok dengan metode yang bervariasi dan dengan bimbingan guru guna mengembangkan pribadi siswa secara utuh dan terintegrasi.

Berdasarkan pendapat dari Oemar Hamalik, maka pembelajaran IPS

secara terpadu dapat dikaitkan atau bertitik tolak dari suatu masalah, yang

mana pokok masalah dapat dijadikan suatu tema untuk dipecahkan oleh

peserta didik baik dilakukan secara individual maupun secara kelompok.

Pada hakikatnya, pembelajaran terpadu sebagai kegiatan mengajar

dengan memadukan atau mengkaitkan beberapa mata pelajaran dalam

suatu tema yang dapat dikaji oleh siswa baik secara individual maupun

kelompok. Dengan pembelajaran IPS yang diterapkan secara terpadu,

maka mata pelajaran tidak disajikan secara terpisah-pisah, akan tetapi

dapat dikaitkan dengan beberapa konsep atau materi pelajaran lainnya

melalui suatu tema.

2. Karakteristik Pembelajaran Terpadu

Berdasarkan pendapat di atas, maka pembelajaran terpadu sebagai

kegiatan mengajar dengan memadukan atau mengkaitkan beberapa mata

pelajaran dalam suatu tema, yang dapat dikaji oleh siswa baik secara

individual maupun kelompok. Hal ini berarti sesuai dengan karakteristik

pembelajaran terpadu yang dikembangkan dari Depdikbud (Trianto, 2010:

61) yaitu:

17

a. Holistik

Berbagai macam gejala dan fenomena dalam pembelajaran terpadu,

dapat diamati dan dikaji oleh siswa dari beberapa bidang kajian, tanpa

dari sudut pandang yang terkotak-kotak. Pembelajaran terpadu

memungkinkan siswa untuk memahami fenomena dari segala sisi.

b. Bermakna

Pengkajian secara holistik, memungkin terjadinya jalinan atar konsep

yang saling berhubungan. Belajar bermakna pada “dasarnya

merupakan proses dikaitkannya informasi baru pada konsep-konsep

relevan yang terdapat dalan struktur kognitif seseorang” (Rusman,

2010: 252). Dengan demikian pembelajaran bermakna adalah

pembelajaran yang lebih menekankan kepada siswa untuk

mengkaitkan beberapa konsep keilmuan lainnya yang terkait dengan

kemampuan yang dimiliki oleh siswa, sehingga siswa mampu

memecahkan suatu masalah dengan mengkaitkan beberapa konsep

keilmuan.

c. Otentik

Guru bersifat sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran, guru

hanya memberikan bimbingan dan arahan di kelas. Kegiatan siswa di

dalam kelas sebagai aktor pencari informasi dan pengetahuan.

Sehingga siswa mampu memahami pembelajaran secara langsung dari

18

hasil belajarnya sendiri, dan bukan sekedar pemberitahuan guru.

Informasi dan pengetahuan yang diperoleh menjadi lebih otentik.

d. Aktif

Pembelajaran terpadu menekankan keaktifan siswa dalam

pembelajaran, baik secara fisik, mental, intelektual, maupun

emosional guna tercapainya hasil belajar yang optimal.

Berdasarkan pendapat di atas, maka karakteristik pembelajaran

terpadu dalam penelitan ini terdiri dari 1) menjelaskan materi pelajaran

IPS dari beberapa bidang keilmuan/konsep (holistik), 2) menjelaskan

konsep dan informasi lainnya yang saling terkait (bermakna), dan 3) guru

bersifat sebagai fasilitator yaitu memberikan bimbingan dan arahan kepada

siswa.

3. Pembelajaran Terpadu Dalam IPS

Penerapan pembelajaran IPS secara terpadu di Indonesia terutama

untuk tingkat SMP dan MTs, didasarkan kepada pengembangan model

keterpaduan yang dikembangkan oleh Tim Pengembang Pembelaharan

IPS Direktorat Pendidikan Sekolah Menengah Pertama Kementerian

Pendidikan dan Kebudayaan (dalam Supardi 2011: 196) yang lebih

difokuskan kepada model keterpaduan integrated dan connected. Dalam

pengembangan organisasi kurikulum yang berorientasi pada disiplin ilmu,

model keterpaduan integrated dan connected masuk dalam kurikulum

correlated dan kurikulum integrated.

19

Ada berbagai macam karakteristik, kelebihan, dan kekurangan dalam

pembelajaran IPS secara terpadu baik keterpaduan tipe integrated dan

connected yaitu:

a. Pembelajaran Terpadu Tipe Connected (Correlated)

1) Karakteristik Pembelajaran Terpadu Tipe Connected

Menurut Hadisubroto (Trianto, 2010: 40) keterpaduan connected

ialah pembelajaran yang dilakukan dengan mengkaitkan satu pokok

bahasan dengan pokok bahasan berikutnya, mengkaitkan satu

konsep dengan konsep yang lain, mengkaitkan satu ketrampilan

dengan ketrampilan yang lain, dan dapat mengkaitkan pekerjaan

hari itu dengan hari yang lain atau hari berikutnya dalam suatu

bidang studi.

2) Keunggulan

a) Dengan adanya hubungan atau kaitan antara gagasan di dalam

satu bidang studi, siswa mempunyai gambaran yang lebih

komprehensif dari beberapa aspek tertentu dan mereka

mempelajari secara lebih mendalam.

b) Kaitan-kaitan dengan sejumlah gagasan di dalam satu bidang

studi memungkinkan siswa untuk dapat mengkonseptualisasi

kembali gagasan secara bertahap.

c) Pembelajaran terpadu model terhubung tidak menganggu

kurikulum yang sedang berlaku.

20

3) Kelemahan

Menurut Forgaty (Trianto, 2010: 41) ada beberapa kelemahan

dalam pembelajaran terpadu tipe connected antara lain:

a) Masih kelihatan interbidang studinya,

b) Tidak mendorong guru untuk bekerja secara tim sehingga isi

pelajaran tetap fokus tanpa merentangkan konsep serta ide-ide

antarbidang studi.

b. Pembelajaran Terpadu Tipe Integrated

1) Karakteristik Pembelajaran Terpadu Tipe Integrated

Pembelajaran terpadu tipe integrated menggunakan pendekatan

antarbidang keilmuan yang konsepnya saling tumpangtindih

(Supardi, 2011: 196). Menurut Wina Sanjaya (2005: 40), pada

pembelajaran terpadu tipe integrated, mata pelajaran tidak lagi

menampakkan nama-nama mata pelajaran atau bidang studi.

2) Keunggulan

a) Adanya kemungkinan pemahaman antar bidang studi karena

dapat mencakup banyak dimensi.

b) Memotivasi siswa dalam belajar.

c) Tipe ini memberikan perhartian pada berbagai bidang yang

penting, tipe ini tidak memerlukan penambahan waktu untuk

bekerja dengan guru lain.

21

3) Kelemahan

a) Guru harus mempunyai konsep, sikap, dan keterampilan yang

diperioritaskan.

b) Sulit menerapkan tipe ini secara penuh.

c) Pengintegrasian kurikulum dengan konsep-konsep dari bidang

studi menuntut adanya sumber belajar yang beraneka ragam.

(Trianto, 2010: 44)

Dari berbagai macam Pembelajaran terpadu yang dikembangkan di

Indonesia untuk tingkat SMP/MTs, maka peneliti memfokuskan kepada

Pembelajaran terpadu tipe connected. Pembelajaran terpadu tipe connected

selain mudah untuk dipadukan dan dikaitkan dengan berbagai macam

materi atau konsep keilmuan, pembelajaran IPS akan menjadi lebih luas

dan mendalam. Selain itu, pelajaran IPS di kelas tidak akan menganggu

kurikulum yang sedang berjalan, karena materi pelajaran dapat dikaitkan

dengan berbagai materi dalam SK dan KD yang sesuai.

4. Pembelajaran Terpadu Secara Connected

Pembelajaran terpadu secara connected biasa disebut juga dengan

correlated sebagaimana yang diungkapkan oleh Supardi (2011: 197).

Menurut Wina Sanjaya (2006: 40) pada organisasi kurikulum berdasarkan

pendekatan correlated, mata pelajaran tidak disajikan secara terpisah, akan

22

tetapi mata pelajaran yang memiliki kedekatan atau mata pelajaran sejenis

dikelompokkan sehingga menjadi suatu bidang studi.

Trianto (2010: 39) menjelaskan bahwa pembelajaran terpadu tipe

connected merupakan model yang mengorganisasikan atau

mengintegrasikan satu konsep, keterampilan, atau kemampuan yang

ditumbuhkembangkan dalam suatu pokok bahasan atau sub pokok bahasan

yang dikaitkan dengan konsep, keterampilan, kemampuan pada pokok

bahasan atau sub pokok bahasan lain dalam satu bidang studi. Berdasarkan

pendapat tersebut, maka pembelajaran terpadu tipe connected adalah

pembelajaran yang mengaitkan satu pokok bahasan, konsep, dan

keterampilan dengan pokok bahasan lainnya dalam suatu bidang studi.

Menurut Robin Forgaty (1991: 18) pembelajaran terpadu model

connected adalah “each disciplines connects particular topics, units, or

concept with connecting organizers”. Berdasarkan pendapat Forgaty,

pembelajaran terpadu secara connected, merupakan setiap disiplin ilmu

yang dapat dikaitkan dengan berbagai macam topic tertentu, suatu

masalah, dan suatu konsep yang saling menghubungkan. Sedangkan Wina

Sanjaya (2005: 40-41) menjelaskan beberapa tema dalam pendekatan

correlated, yaitu:

a. Pendekatan Struktural Dalam pendekatan ini, kajian suatu pokok bahasan ditinjau dari beberapa mata pelajaran sejenis, misalnya kajian suatu topik tentang geografi dapat ditinjau dari sejarah, ekonomi, atau budaya.

23

b. Pendekatan Fungsional Pendekatan ini didasarkan kepada pengkajian masalah yang berarti dalam kehidupan sehari-hari, selanjutnya topik dapat dikaji dari berbagai mata pelajaran yang memiliki keterkaitan, misalnya kemiskinan di tinjau dari sudut ekonomi, geografi, dan sejarah.

c. Pendekatan Daerah Pada pendekatan ini materi pelajaran ditentukan berdasarkan lokasi atau tempat, misalnya membahas daerah Ibu Kota ditinjau dari keadaan iklim, sejarah, sosial-budaya, ekonomi, dan lain sebagainya. Berdasarkan pendapat para ahli di atas, maka pembelajaran terpadu

secara connected, pembelajaran yang mengkaitkan satu pokok bahasan,

konsep, dan ketrampilan dengan pokok bahasan lainnya dalam suatu

topik/tema. Pendekatan ini, memungkinkan guru dalam mengajarkan IPS

dapat mengkaitkan dengan beberapa konsep dan materi pelajaran.

5. Langkah-langkah Menyusun Pembelajaran Terpadu Secara

Connected

Keterpaduan connected merupakan keterkaitan yang berangkat dari

satu SK/KD/materi kemudian dicari hubungan dengan SK/KD/materi yang

lain. Pembelajaran terpadu model ini dilakukan dengan mengkaitkan satu

SK/KD/materi dengan SK/KD/materi yang lain (Supardi, 2011: 197).

Menurut Ruminiati (2007: 18), Pembelajaran terpadu model connected,

hanya memadukan topik-topik yang hampir sama dalam satu mata

pelajaran saja, misalnya topik-topik yang terdapat di dalam beberapa

standar kompetensi. Trianto (2010: 39) menjelaskan bahwa model

pembelajaran connected dapat dikaitkan secara spontan atau direncanakan

terlebih dahulu. Berdasarkan pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa

24

pembelajaran IPS melalui pembelajaran terpadu secara connected, dapat

dilakukan dengan memadukan dan mengkaitkan SK/KD/materi dalam

suatu topik/tema baik dilakukan secara spontan atau direncanakan terlebih

dahulu. Menurut Ruminiati (2007: 19) langkah-langkah pelaksanaan

Pembelajaran terpadu secara connected terdiri dari:

a. Guru menentukan tema (SK/KD/Materi) yang akan dipilih.

b. Guru mencari tema (SK/KD/Materi) yang hampir sama.

c. Tema tersebut (SK/KD/Materi) diorganisasikan dalam tema induk.

d. Guru menjelaskan materi yang telah disusun.

e. Guru mengadakan tanya jawab tentang materi yang diajarkan.

f. Dengan bimbingan guru siswa membentuk kelompok kecil,

g. Dengan bimbingan guru, siswa diminta untuk mengerjakan pertanyaan

yang telah disiapkan dan mengerjakan tugas kelompok dari guru.

h. Guru memberikan kesimpulan, penegasan, evaluasi secara tertulis dan

tindak lanjut.

Menurut Prabowo (Sugiyanto, 2010: 139) pada dasarnya langkah-

langkah pembelajaran terpadu (sintaks) mengikuti tahap-tahap yang dilalui

setiap model pembelajaran yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan

evaluasi. Berdasarkan pendapat tersebut, langkah-langkah yang disusun

dalam pembelajaran terpadu dalam penelitian ini, yang didasarkan kepada

pengembangan keterpaduan connected maka terdiri dari beberapa langkah-

langkah yaitu:

25

a. Perencanaan

Berdasarkan pendapat di atas, maka perencanaan pembelajaran

terpadu tipe connected, yaitu dengan mengkaitkan SK, KD, materi,

atau suatu konsep dalam suatu tema induk. Langkah-langkah yang

digunakan untuk mempermudah dalam menyusun perencanaan

(Sugiyanto, 2010: 139) terdiri dari:

1) Pemetaan Kompetensi Dasar 2) Penentuan Topik/Tema 3) Penjabaran (perumusan) Kompetensi Dasar ke dalam indikator

sesuai topik/tema 4) Pengembangan Silabus 5) Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran

b. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan pembelajaran mengikuti skenario langkah-langkah

pembelajaran (Sugiyanto, 2010: 142). Langkah ini disesuaikan dengan

pembelajaran terpadu secara connected dan langkah-langkah

pembelajaran IPS secara terpadu pada umumya (Trianto, 2010 : 206)

yang terdiri dari:

1) Kegiatan Pendahuluan (Awal), terdiri dari menciptakan kondisi

awal pembelajaran yang kondusif (mengecek kesiapan belajar

siswa), melakukan apersepsi, penilaian awal (pre tes),

menyampaikan tujuan, dan menjelaskan kegiatan pembelajaran

yang harus ditempuh oleh siswa dalam mempelajari tema.

26

2) Inti Pembelajaran, melaksanakan pembelajaran terpadu secara

connected yang terdiri dari guru menjelaskan materi yang telah

disusun, guru mengadakan tanya jawab tentang materi yang

diajarkan, dengan bimbingan guru siswa membentuk kelompok

kecil, dengan bimbingan guru, siswa diminta untuk mengerjakan

pertanyaan yang telah disiapkan dan mengerjakan tugas kelompok

dari guru.

3) Kegiatan akhir dan tindak lanjut, yaitu melaksanakan dan mengkaji

penilaian akhir, melaksanakan tindak lanjut melalui kegiatan

pemberian tugas atau latihan di rumah, menjelaskan kembali bahan

pelajaran yang dianggap sulit, dan membaca materi pelajaran

tertentu.

c. Tahap Evaluasi

Tahap evaluasi dapat berupa evaluasi proses dan hasil pembelajaran.

Berdasarkan pendapat di atas, maka pembelajaran IPS yang disusun

secara terpadu dengan tipe connected dalam penelitian ini, dikembangkan

dengan mengkaitkan SK, KD, materi, atau suatu konsep dalam suatu tema

induk. Langkah-langkah yang diterapkan terdiri dari perencanaan meliputi

pemetaan kompetensi dasar, penentuan tema, penjabaran kompetensi ke

dalam indikator, pengembangan silabus, dan menyusun rencana

pelaksanaan pembelajaran. Langkah kedua adalah pelaksanaan

pembelajaran di kelas yang terdiri dari tiga kegiatan, kegiatan pertama

27

adalah kegiatan awal yaitu menciptakan kondisi awal pembelajaran yang

kondusif (mengecek kesiapan belajar siswa), melakukan apersepsi,

penilaian awal (pre tes), menyampaikan tujuan, dan menjelaskan kegiatan

pembelajaran yang harus ditempuh oleh siswa dalam mempelajari tema.

Kegiatan kedua adalah kegiatan inti meliputi guru menjelaskan materi

pelajaran yang telah disusun, guru mengadakan tanya jawab tentang materi

yang diajarkan, dengan bimbingan guru siswa membentuk kelompok kecil,

dengan bimbingan guru, siswa diminta untuk mengerjakan pertanyaan

yang telah disiapkan dan mengerjakan tugas kelompok dari guru, dan

kegiatan ketiga adalah kegiatan akhir dan tindak lanjut misalnya kegiatan

pemberian tugas atau latihan di rumah, menjelaskan kembali bahan

pelajaran yang dianggap sulit, dan membaca materi pelajaran tertentu.

Langkah terakhir dalam pembelajaran terpadu adalah melakukan evaluasi

pembelajaran.

C. Tinjauan Kualitas Pembelajaran

1. Definisi Belajar

Kunci keberhasilan dalam proses pembelajaran adalah keterlibatan

siswa secara aktif di dalam kelas (Mulyasa, 2007: 241). Adanya

keterlibatan siswa secara aktif di dalam proses pembelajaran di kelas,

menyebabkan adanya suatu kegiatan atau usaha secara sadar yang

28

dilakukan oleh siswa untuk aktif di dalam kelas dan di luar kelas atau biasa

yang disebut dengan belajar.

Belajar adalah proses perubahan melalui kegiatan atau prosedur

latihan baik latihan di dalam laboratorium maupun lingkungan alamiah

sebagaimana yang diungkapkan oleh Hilgard (Wina Sanjaya, 2006: 89).

Berdasarkan pendapat Hilgard, maka belajar adalah proses perubahan

melalui suatu kegiatan yang dilakukan oleh siswa baik yang berada di

dalam kelas maupun yang berada di lingkungan alamiah siswa.

Wina Sanjaya (2006: 89) menjelaskan bahwa belajar bukanlah sekedar

mengumpulkan pengetahuan. Belajar adalah proses mental yang terjadi

dalam diri seseorang, sehingga menyebabkan perubahan perilaku.

Aktivitas mental itu terjadi karena adanya interaksi dengan lingkungan

yang disadari. Berdasarkan pendapat dari Wina sanjaya, maka belajar

adalah proses mental atau aktivitas mental yang terjadi dalam diri

seseorang, sehingga menyebabkan suatu perubahan perilaku terhadap

siswa. Sugihartono (2007: 74) menjelaskan beberapa ciri-ciri perilaku

belajar:

a. Perubahan tingkah laku secara sadar. Suatu perilaku digolongkan sebagai aktivitas belajar apabila pelaku menyadari terjadi perubahan tersebut.

b. Perubahan bersifat positif dan aktif. Perubahan tingkah laku merupakan hasil dari proses belajar yang bersifat positif dan aktif. Dikatakan positif apabila perilaku senantiasa bertambah lebih baik. Dan bersifat aktif adalah perubahan tidak terjadi dengan sendirinya, melainkan karena usaha individu sendiri.

c. Perubahan dalam belajar bertujuan atau terarah.

29

Perubahan tingkah laku dalam belajar mensyaratkan adanya tujuan yang akan dicapai oleh pelaku belajar dan terarah kepada perubahan tingkah laku yang benar-benar disadari. Berdasarkan pendapat para ahli, maka belajar adalah suatu kegiatan

yang dilakukan oleh siswa secara sadar, baik yang dilakukan di dalam

kelas atau di luar kelas, agar siswa mengalami perubahan perilaku ke arah

yang lebih baik, bertujuan, bersifat positif, dan aktif.

2. Definisi Pembelajaran

Istilah belajar dan pembelajaran memiliki keterkaitan yang sangat erat,

sebagaimana yang tertuang dalam UU No. 20 Tahun 2003 bahwa

Pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan

sumber belajar pada suatu lingkungan belajar. Berdasarkan Undang-

Undang yang tertuang dalam Nomor 20 Tahun 2003, maka dapat

disimpulkan bahwa pembelajaran adalah proses interaksi atau hubungan

antara siswa dengan guru dan sumber belajar. Hubungan interaksi antara

siswa dengan guru dan sumber belajar, menyebabkan adanya berbagai

macam kegiatan yang dilakukan oleh siswa di dalam kelas.

Menurut Wina Sanjaya (2006: 81) pembelajaran (instruction) yaitu

menunjukkan pada usaha siswa mempelajari bahan pelajaran sebagai

perlakuan guru. Pendapat yang senada dijelaskan oleh Mulyasa (2007:

241) bahwa keterlibatan peserta didik merupakan hal yang sangat penting

dan menentukan keberhasilan suatu pembelajaran. Maka berdasarkan

pendapat tersebut, dapat disimpulkan bahwa pembelajaran adalah salah

30

satu bentuk usaha siswa untuk memperoleh dan mempelajari bahan

pelajaran yang berasal dari perlakuan guru. Kunci keberhasilan dalam

proses pembelajaran di kelas adalah keterlibatan siswa secara aktif di

dalam proses pembelajaran di kelas.

Mulyasa (2007: 28) menjelaskan bahwa dalam Proses pembelajaran

pada satuan pendidikan diselenggarakan secara interaktif, inspiratif,

menyenangkan, menantang, memotivasi peserta didik untuk berpatisipasi

aktif. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa

proses pembelajaran di kelas, memiliki tujuan agar peserta didik dapat

berpatispasi secara aktif dalam proses pembelajaran di kelas.

Berdasarkan pendapat para ahli, maka pembelajaran adalah suatu

kegiatan atau usaha peserta didik untuk memperoleh materi pelajaran yang

berasal dari interaksi antara guru dan sumber belajar. Keterlibatan peserta

didik di dalam kelas adalah kunci keberhasilan dalam proses pembelajaran

di kelas.

3. Prinsip-Prinsip Pembelajaran

Dalam proses pembelajaran di kelas, ada beberapa prinsip-prinsip

dalam pengelolaan proses pembelajaran di kelas sebagaimana yang

diungkapkan oleh Wina Sanjaya (2006: 30) yaitu:

a. Berpusat kepada siswa. Prinsip ini mengandung makna, bahwa dalam proses pembelajaran siswa menempati posisi sentral sebagai subyek belajar. Keberhasilan proses pembelajaran tidak diukur dari sejauh mana materi pelajaran telah disampaikan guru, akan tetapi sejauh mana siswa telah

31

beraktivitas mencari dan menemukan materi pelajaran sendiri. Inilah makna pembelajaran yang menekankan kepada proses (process oriented).

b. Belajar dengan melakukan. Prinsip ini mengandung makna, bahwa belajar bukan hanya sekedar mendengarkan, mencatat, sambil duduk di bangku, akan tetapi belajar adalah proses beraktivitas, belajar adalah berbuat (learning by doing). Dengan beraktivitas, siswa bukan hanya dituntut untuk menguasai sejumlah informasi dengan cara menghafal, akan tetapi bagaimana memperoleh informasi secara mandiri dan kreatif melaui aktivitas mencari dan menemukan.

c. Mengembangkan keingintahuan, imajinasi, dan fitrah. Proses pembelajaran harus mampu melatih kepekaan dan keingintahuan setiap individu terhadap segala sesuatu yang terjadi.

d. Mengembangkan ketrampilan pemecahan masalah. Pembelajaran adalah proses berpikir untuk memecahkan masalah. Sekecil apa pun kehidupan manusia tidak akan terlepas permasalahan yang harus diselesaikan. Dengan demikian proses pembelajaran mengharapkan siswa menjadi manusia kritis yang dapat memecahkan masalah yang dihadapinya. Berdasarkan pendapat Wina Sanjaya, maka prinsip-prinsip

pembelajaran yang baik dan berkualitas adalah pembelajaran yang lebih

menekankan kepada proses yaitu pembelajaran yang lebih difokuskan

kepada aktivitas siswa dalam mencari, menemukan, melakukan,

mengembangkan rasa keingintahuan, dan memecahkan suatu masalah.

Dengan proses pembelajaran yang diorientasikan kepada proses atau

beraktivitas, maka siswa tidak hanya dituntut untuk menguasai sejumlah

informasi dengan cara menghafal, akan tetapi bagaimana memperoleh

informasi secara mandiri dan kreatif melalui aktivitas mencari dan

menemukan.

32

4. Definisi Kualitas Pembelajaran

Hamzah B. Uno (2010: 153) mendefinisikan kualitas pembelajaran

memiliki arti tentang mempersoalkan bagaimana kegiatan pembelajaran

yang dilakukan selama ini berjalan dengan baik serta menghasilkan luaran

yang baik pula. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat disimpulkan

bahwa pembelajaran dikatakan berkualitas, apabila kegiatan pembelajaran

yang dilakukan selama ini berjalan dengan baik serta menghasilkan luaran

yang baik pula.

Pembelajaran yang baik menurut Nana Syaodih Sukmandiata (2006:

21) adalah pembelajaran yang menuntut pada keaktivan siswa. Dalam

pembelajaran demikian, siswa tidak lagi ditempatkan dalam posisi pasif

sebagai bahan penerima bahan ajaran yang diberikan oleh guru, tetapi

sebagai subyek aktif melakukan proses berpikir, mencari, mengolah,

mengurai, menyimpulkan, dan menyelesaikan masalah.

Pendapat yang senada dijelaskan oleh Mulyasa (2006: 209) bahwa

kualitas pembelajaran yang baik, dapat dilihat dari segi proses dan dari

segi hasil. Dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan

berkualitas, apabila seluruhnya atau setidak-tidaknya sebagaian besar 75%

peserta didik terlibat secara aktif, baik fisik, mental, maupun sosial dalam

proses pembelajaran.

Wina Sanjaya (2006: 30) menjelaskan hal yang sama, bahwa

keberhasilan proses pembelajaran tidak diukur dari sejauh mana materi

33

pelajaran telah disampaikan oleh guru, akan tetapi sejauh mana siswa telah

beraktivitas mencari dan menemukan materi pelajaran sendiri. Inilah

makna pembelajaran yang menekankan kepada proses (process oriented).

Menurut Johnson (Trianto, 2010: 55) pembelajaran harus dilihat dari

dua aspek, yaitu proses dan produk. Aspek proses mengacu apakah

pembelajaran mampu menciptakan situasi belajar yang menyenangkan

serta mendorong siswa untuk aktif belajar dan kreatif. Aspek produk

mengacu apakah pembelajaran mencapai tujuan, yaitu meningkatkan

kemampuan siswa sesuai dengan standar kemampuan atau kompetensi

yang ditentukan. Dalam hal ini sebelum melihat hasilnya, terlebih dahulu

aspek proses sudah dapat dipastikan berlangsung dengan baik.

Wina Sanjaya (2006: 29) menjelaskan bahwa proses pembelajaran

tidak semata-mata diarahkan agar siswa mampu mengusai sejumlah bahan

atau materi pembelajaran melalui metode penuturan, akan tetapi

pembelajaran sungguh-sungguh diarahkan agar siswa belajar secara aktif

untuk menguasai kompetensi tertentu sesuai dengan kurikulum. Dengan

demikian kualitas pembelajaran di kelas memiliki tujuan agar peserta didik

aktif belajar di dalam kelas.

Berdasarkan pendapat para ahli, maka pembelajaran dikatakan

berkualitas, apabila siswa terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran

di kelas. Keterlibatan siswa secara aktif di dalam kelas biasa disebut

dengan pembelajaran yang menekankan kepada proses. Aspek proses,

34

mengacu sejauh mana siswa telah beraktivitas untuk mencari dan

menemukan di dalam proses pembelajaran. Dengan beraktivitas, siswa

tidak hanya dituntut untuk menguasai sejumlah informasi dengan cara

menghafal, akan tetapi bagaimana siswa memperoleh informasi melalui

aktivitas mencari dan menemukan di dalam proses pembelajaran.

5. Ciri-Ciri Pembelajaran Berkualitas

a. Proses Pembelajaran

1) Siswa

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Wina Sanjaya (2006: 30)

keberhasilan proses pembelajaran tidak diukur dari sejauh mana materi

pelajaran telah disampaikan oleh guru, akan tetapi sejauh mana siswa

telah beraktivitas mencari dan menemukan materi pelajaran sendiri.

Inilah makna pembelajaran yang menekankan kepada proses (process

oriented). Berdasarkan pendapat dari Wina Sanjaya, maka

pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas, apabila siswa terlibat

secara aktif dalam proses pembelajaran di kelas atau biasa disebut

dengan pembelajaran yang menekankan kepada proses. Aspek proses

mengacu sejauh mana siswa telah beraktivitas untuk mencari dan

menemukan di dalam proses pembelajaran. Aktivitas siswa secara aktif

di dalam maupun di luar kelas merupakan kunci keberhasilan dalam

proses pembelajaran di kelas.

35

Arnie Fajar (2005: 13) menjelaskan beberapa bentuk aktivitas siswa

yang aktif di dalam kelas, yang dimaksud aktivitas atau kegiatan disini

adalah aktivitas jasmaniah maupun mental, yang dapat digolongkan

dalam 5 hal yaitu:

a) Aktivitas visual (visual activities) seperti membaca, menulis, melakukan eksperimen, dan demonstrasi.

b) Aktivitas lisan (oral activities) seperti bercerita, membaca sajak, tanya jawab, diskusi, menyanyi.

c) Aktivitas mendengarkan (listening activities) seperti mendengarkan penjelasan guru, ceramah, pengarahan.

d) Aktivitas gerak (motor activities) seperti senam, atletik, menari, menggambar, melukis.

e) Aktivitas menulis (writting activities) seperti mengarang, membuat makalah, membuat surat.

Apabila siswa terlibat secara aktif dalam kegiatan di dalam kelas,

yang terdiri dari aktivitas visual, lisan, mendengarkan, gerak, dan

menulis, maka dapat simpulkan beberapa aktivitas siswa yang aktif di

dalam kelas, yaitu:

a) Siswa melihat dan mendengarkan penjelasan dari guru (perhatian

siswa di kelas).

b) Siswa menulis penjelasan dari guru.

c) Siswa membentuk kegiatan kelompok.

d) Siswa aktif dalam kegiatan kelompok.

e) Siswa menyampaikan pendapat.

f) Siswa menyampaikan pertanyaan.

g) Siswa melakukan presentasi baik secara kelompok maupun individu.

36

h) Siswa mendengar dan melihat temannya saat melakukan presentasi.

i) Siswa membuat laporan diskusi.

j) Siswa mengerjakan tes.

Berdasarkan pendapat di atas, maka aktivitas pembelajaran siswa di

dalam kelas, terdiri dari mendengarkan penjelasan dari guru, melihat

penjelasan dari guru, menulis penjelasan dari guru, siswa terlibat secara

aktif baik secara kelompok dan individu, siswa melakukan presentasi,

siswa menyampaikan pendapat, dan menjawab pertanyaan baik secara

individu maupun kelompok.

Kegiatan pembelajaran di kelas yang dilakukan secara kelompok,

menyebabkan siswa harus berpatisipasi secara aktif dalam kelompok

yang terdiri dari:

a) Siswa aktif dalam kelompok,

b) Siswa atau kelompok aktif bertanya saat presentasi,

c) Siswa aktif menjawab pertanyaan dari guru atau temannya saat

presentasi,

d) Siswa atau kelompok membuat laporan sederhana,

e) Siswa atau kelompok melakukan presentasi.

Berdasarkan kajian di atas, maka pembelajaran dikatakan berhasil

dan berkualitas, apabila siswa terlibat secara aktif dalam proses

pembelajaran di kelas atau biasa disebut dengan pembelajaran yang

menekankan kepada proses. Aspek proses mengacu sejauh mana siswa

37

telah beraktivitas untuk mencari dan menemukan di dalam proses

pembelajaran. Keterlibatan siswa secara aktif di dalam proses

pembelajaran terdiri dari siswa memperhatikan guru di kelas, siswa

menulis penjelasan dari guru, adanya pembentukan kegiatan kelompok,

siswa aktif dalam kegiatan kelompok, siswa menyampaikan pendapat,

siswa menyampaikan pertanyaan, siswa melakukan presentasi baik

secara kelompok maupun individu, siswa mendengar dan melihat

temannya saat melakukan presentasi, siswa membuat laporan diskusi,

dan mengerjakan tes. Adapun aktivitas siswa secara kelompok, yang

terdiri dari siswa aktif dalam kelompok, siswa atau kelompok aktif

bertanya saat presentasi, siswa aktif menjawab pertanyaan dari guru

atau temannya saat presentasi, siswa atau kelompok membuat laporan

sederhana, siswa atau kelompok melakukan presentasi.

2) Guru

Sasaran utama dalam meningkatkan kualitas pembelajaran adalah

siswa sebagaimana yang diungkapkan oleh Wina Sanjaya (2006: 30)

bahwa dalam proses pembelajaran siswa menempati posisi sentral

sebagai subyek belajar. Pembelajaran berkualitas lebih ditekankan

kepada aktivitas siswa yang aktif di dalam kelas, namun ada berbagai

macam upaya yang dilakukan oleh guru untuk mengaktifkan siswa di

dalam proses pembelajaran sebagaimana yang diungkapkan oleh

Martinis Yamin (2009: 172), yaitu:

38

a) Penyediaan pertanyaan yang mendorong siswa berpikir

Dalam pengelolaan kegiatan pembelajaran, guru harus memiliki

kemampuan merancang pertanyaan dan mampu menyajikan

pertanyaan sehingga memungkinkan siswa terlibat baik secara

mental maupun fisik. Pertanyaan dapat merangsang siswa berpikir.

b) Penyediaan umpan balik yang bermakna

Umpan balik adalah respon atau reaksi pendidik terhadap perilaku

peserta didik. Yakni respon pendidik terhadap pertanyaan, pendapat,

hasil kerja, bahkan kesalahan peserta didik.

c) Belajar secara kelompok

Suatu cara mengaktifkan siswa adalah melalui belajar kelompok.

Jika siswa belum bisa bekerja efektif dalam kelompok, maka guru

boleh menetapkan tugas untuk masing-masing kelompok dengan

mempertimbangkan berapa hal seperti:

(1) Kelompok kecil (dua sampai tiga siswa) dan guru menetapkan

anggota kelompok.

(2) Tugas itu dapat dilaksanakan dalam waktu singkat

(3) Tugas itu sederhana

d) Penyediaan penilaian

Menilai adalah mengumpulkan informasi tentang kemajuan belajar

peserta didik, tentang apa yang sudah dikuasai dan belum dikuasai

peserta didik.

39

Berdasarkan pendapat di atas, maka upaya yang dilakukan oleh

pendidik untuk meningkatkan proses pembelajaran di kelas terdiri dari

menyediakan pertanyaan, memberikan umpan balik, belajar secara

kelompok, dan melakukan penilaian. Apabila langkah-langkah di atas

telah dikembangkan oleh pendidik dengan baik, maka proses

pembelajaran siswa di dalam kelas untuk meningkatkan proses

pembelajaran akan mengalami peningkatan. Makna pembelajaran yang

menekankan kepada proses adalah sejauh mana siswa telah beraktivitas

untuk mencari dan menemukan di dalam proses pembelajaran.

b. Dari Segi Hasil (Produk)

Menurut Johnson (Trianto 2009: 55) pembelajaran harus dilihat dari

dua asepek, yaitu aspek proses dan aspek produk. Aspek proses

mengacu sejauh mana siswa telah beraktivitas untuk mencari dan

menemukan di dalam proses pembelajaran (Wina Sanjaya, 2006: 30).

Sedangkan dari segi produk, mengacu apakah pembelajaran mencapai

tujuan, yaitu meningkatkan kemampuan siswa sesuai dengan standar

kemampuan atau kompetensi yang telah ditentukan sebagaimana yang

diungkapkan oleh Johnson (Trianto 2009: 55). Dengan demikian, dari

segi hasil (produk) pembelajaran dikatakan berkualitas, apabila

kemampuan siswa meningkat sesuai dengan standar yang telah

ditentukan.

40

Hal yang sama diungkapkan oleh Mulyasa (2006: 191) apabila siswa

terlibat secara aktif dalam proses pembelajaran, maka peserta didik

akan mendapatkan berbagai pengalaman yang dapat meningkatkan

pemahaman dan kompetensinya. Menurut Hisyam Zaini (2008: xiv)

dengan pembelajaran secara aktif maka peserta didik akan merasakan

suasana yang lebih menyenangkan sehingga hasil belajar dapat

dimaksimalkan.

Berdasarkan pendapat di atas, maka pembelajaran dari segi hasil

dikatakan berkualitas apabila pembelajaran telah mencapai tujuannya,

yaitu meningkatkan kemampuan siswa sesuai dengan standar

kemampuan atau kompetensi yang telah ditentukan. Dalam penelitian

ini, maka pembelajaran dari segi hasil dikatakan berkualitas, ditandai

dengan adanya peningkatan kemampuan atau kompetensi siswa dalam

memahami materi pelajaran.

D. Penelitian yang Relevan

Ada beberapa hasil penelitian yang terkait dengan pembelajaran terpadu

di kelas, baik penelitian yang beredar di internet atau berasal dari perguruan

tinggi seperti di UNY, misalnya:

1. Menurut salah satu jurnal yang diterbitkan oleh Cakrawala Pendidikan

Volume 2 No. 2 Tahun 2010 dengan penulis Alexon dan Nana Syaodih

Sukmadinata dengan judul “Pengembangan Model Pembelajaran

Terpadu Berbasis Budaya Untuk Meningkatkan Apresiasi Siswa

41

Terhadap Budaya Lokal”. Jurnal ini melakukan penelitian tentang model

pembelajaran terpadu berbasis budaya (MPTBB) yang dirancang agar

dapat memfasilitasi siswa menguasai materi pelajaran IPS sebagai upaya

meningkatkan apresiasi siswa terhadap budaya lokal. Dengan demikian,

penelitian ini membahas pembelajaran terpadu dengan tema berbasis

budaya. Hasil penelitianya, membuktikan bahwa penggunaan MPTBB

dalam mata pelajaran IPS SD, bukan hanya memiliki pengaruh positif

terhadap peningkatan apresiasi siswa terhadap budaya lokal, tetapi juga

berpengaruh positif terhadap peningkatan penguasaan siswa terhadap

materi IPS terutama yang berada di kelas eksperimen. Hasil pengujian

dalam penelitian ini, mencapai hasil yang signifikan.

2. Menurut salah satu jurnal pendidikan yang diterbitkan oleh Universitas

Terbuka (UT) Volume 6 No.1 pada bulan Maret Tahun 2005 yang ditulis

oleh Aini Indriasih dengan judul “Pembelajaran Terpadu Dalam

Pengajaran IPS Di Kelas III SD Garung Lor Kaliwungu Kabupaten

Kudus”. Jurnal ini melakukan penelitian tentang pembelajaran terpadu

dalam pembelajaran IPS. Hasil penelitianya menunjukan bahwa

pembelajaran terpadu lebih efektif dari pada pembelajaran konvensional

dalam hal perolehan hasil belajar. Hal ini dapat dilihat dari perolehan

mean antara Pembelajaran Terpadu (mean = 20,95) dan Pembelajaran

Konvensional (mean = 15,00), yang mana pembelajaran terpadu lebih

efektif dari pada pembelajaran konvensional terhadap perolehan hasil

42

belajar siswa di SD Garung Lor 01 dan SD Garung Lor 02 kecamatan

Kaliwungu Kabupaten Kudus.

Berdasarkan penelitian di atas, maka pembelajaran terpadu di dalam

proses belajar mengajar di kelas mengalami peningkatan yang cukup

signifikan, baik dari segi pemahaman materi pelajaran maupun dari segi hasil

peningkatan hasil belajar siswa.

E. Kerangka Berpikir

Sebagaimana yang telah diuraikan dalam kajian teori dan latar belakang

masalah, pada umumnya kualitas pembelajaran di kelas VII C masih belum

optimal. Kualitas pembelajaran yang masih kurang di dalam kelas, ditandai

dengan rendahnya aktivitas siswa di kelas, misalnya siswa belum aktif dalam

proses pembelajaran di kelas, tidak memperhatikan guru di kelas, siswa ramai

dalam proses pembelajaran di kelas, serta belum aktifnya siswa dalam

kegiatan kelompok. Kualitas pembelajaran yang masih kurang, selain ditandai

dengan aktivitas siswa yang rendah, ditandai pula dengan kemampuan siswa

dalam memahami pelajaran yang masih di bawah KKM yaitu dengan rata-

rata 63.

Melihat adanya berbagai macam masalah yang terjadi di dalam kelas,

maka diperlukan suatu rencana pembelajaran untuk meningkatkan kualitas

pembelajaran di kelas. Salah satu langkah yang dapat dilakukan untuk

meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas, dapat dilakukan dengan

menerapkan pembelajaran IPS melalui pembelajaran terpadu.

43

Pembelajaran IPS yang disusun secara terpadu, diupayakan agar peserta

didik dapat mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara

holistik, otentik, dan aktif. Dengan pembelajaran IPS yang disusun secara

terpadu, diharapkan kualitas pembelajaran di kelas yang ditandai dengan

peningkatan aktivitas siswa mengalami peningkatan. Pembelajaran terpadu

dalam penelitian ini dikembangkan dalam pembelajaran terpadu tipe

connected. Pembelajaran terpadu tipe connected, dilakukan dengan

mengkaitkan berbagai konsep, materi, SK, KD, dengan mengkaitkan dengan

berbagai SK, KD, atau materi dalam suatu pelajaran.

Ada beberapa langkah dalam mengembangkan pembelajaran terpadu

dalam pelajaran IPS, yang terdiri dari perencanaan, pelaksanaan, dan

evaluasi. Perencanaan terdiri dari pemetaan kompetensi dasar, penentuan

topik atau tema, penjabaran kompetensi dasar ke dalam indikator sesuai topik

atau tema, pengembangan silabus, dan penyusunan desain atau rencana

pelaksanaan pembelajaran (RPP). Langkah kedua adalah pelaksanaan yang

terdiri dari kegiatan awal, inti, dan penutup. Dan langkah terkhir dengan

melakukan evaluasi baik tentang hasil pembelajaran dan proses pembelajaran

di kelas.

Setelah langkah-langkah pembelajaran terpadu diterapkan, maka

pembelajaran terpadu yang didesain secara connected, diharapkan dapat

meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas yang ditandai dengan

peningkatan proses atau aktivitas siswa di dalam kelas serta pemahaman

44

siswa terhadap materi pelajaran IPS mengalami peningkatan. Di bawah ini,

alur kerangka berpikir dalam penelitian ini, yaitu:

Gambar 1. Kerangka Berpikir

F. Hipotesis Tindakan

Hipotesis dalam penelitian ini, berdasarkan kajian teori dan kerangka

berpikir dapat dirumuskan bahwa pembelajaran IPS melalui pembelajaran

terpadu dapat meningkatkan kualitas pembelajaran di kelas.

Penerapan Pembelajaran Terpadu

Kualitas Pembelajaran masih kurang

Aktivitas siswa masih rendah dan Pemahaman Siswa masih kurang.

Peningkatan Kualitas Pembelajaran

Peningkatan Aktivitas dan Pemahaman Siswa