KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK … · merupakan komunitas vegetasi pantai tropis,...
Transcript of KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK … · merupakan komunitas vegetasi pantai tropis,...
KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA
DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI
MURI MUHAERIN
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul : KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI Adalah benar merupakan hasil karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Semua sumber dan informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2008
Muri Muhaerin C24104030
RINGKASAN
Muri Muhaerin. Kajian Sumberdaya Ekosistem Mangrove untuk Pengelolaan Ekowisata di Estuari Perancak, Jembrana, Bali. Dibimbing oleh Fredinan Yulianda dan Achmad Fahrudin
Estuari Perancak, yang terletak di Kabupaten Jembrana Bali memiliki hutan mangrove dengan luas areal 177,09 ha (BROK, 2004). Beberapa pihak yang terlibat langsung dan terpengaruh oleh perubahan atau dinamika ekosistem mangrove Perancak diantaranya adalah petambak, pencari ikan, pencari kepiting, pencari udang, pencari kerang, pencari kayu bakar, peternak sampai dengan masyarakat secara umum. Agar kegiatan pemanfaatan yang dilakukan di ekosistem mangrove berlangsung secara optimal dan berkelanjutan maka diperlukan suatu perencanaan dan pengelolaan. Ekosistem mangrove dengan keunikan yang dimilikinya, merupakan sumberdaya alam yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai tempat kunjungan wisata. Konsep ekowisata merupakan salah satu alternatif untuk pengelolaan kawasan wisata dalam suatu wilayah yang tetap memperhatikan konservasi lingkungan dengan menggunakan potensi sumberdaya dan mengikut sertakan masyarakat lokal.
Penelitian dilaksanakan di Estuari Perancak, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali. Penelitian dilakukan dari 8 April sampai 28 Mei 2008. Analisis data yang digunakan adalah analisis potensi ekosistem mangrove, analisis kesesuaian ekologis, analisis daya dukung dan analisis SWOT.
Estuari Perancak didominasi oleh 6 jenis mangrove yaitu bakau (Rhizophora spp.), lindur (Bruguiera gymnorrhiza), api-api (Avicennia spp.), pedada (Sonneratia spp.), tingi (ceriops tagal), dan nipah (Nypa fruticants). Secara umum, nilai kerapatan spesies yang paling besar nilainya pada tingkat pohon dan semai adalah pada jenis Rhizophora spp. sedangkan pada fase anakan adalah jenis Nypa fruticants. Indeks kesesuaian ekosistem untuk kegiatan wisata mangrove di Estuari Perancak termasuk kedalam kategori sesuai (S) dan kategori sesuai bersyarat (SB). Didapatkan 2 usulan lokasi track wisata mangrove, yaitu track jalur perairan dan track jalur daratan. Nilai daya dukung kawasan jalur perairan adalah 165 dan jalur daratan adalah 172. Diperoleh tiga prioritas alternatif strategi untuk pengelolaan ekowisata di sekitar Estuari Perancak. Strategi-strategi tersebut adalah: Pertama, membuat dan mengaplikasikan sistem pemantauan dan evaluasi yang melibatkan para pemangku kepentingan dalam perlindungan ekosistem mangrove. Kedua, membangun komitmen dan kesadaran semua pihak dalam pengendalian pencemaran lingkungan. Ketiga, meningkatkan usaha pengelolaan ekosistem mangrove melalui kegiatan ekowisata.
KAJIAN SUMBERDAYA EKOSISTEM MANGROVE UNTUK PENGELOLAAN EKOWISATA
DI ESTUARI PERANCAK, JEMBRANA, BALI
MURI MUHAERIN
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
SKRIPSI
Judul : Kajian Sumberdaya Ekosistem Mangrove untuk
Pengelolaan Ekowisata di Estuari Perancak, Jembrana, Bali
Nama Mahasiswa : Muri Muhaerin Nomor Pokok : C24104030 Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan Perairan
Disetujui Komisi Pembimbing
Pembimbing I
Dr. Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc. NIP 131 788 596
Pembimbing II
Dr. Ir. Achmad Fahrudin, MS NIP 131 841 723
Diketahui Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Indra Jaya, M.Sc NIP.131 578 799
Tanggal Lulus: 22 September 2008
PRAKATA
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas
flora dan fauna daerah pantai. Ekosistem ini merupakan salah satu ekosistem
alamiah yang unik dan mempunyai nilai ekologis dan ekonomis yang tinggi.
Sehubungan dengan manfaatnya ini, ekosistem mangrove sebagai wilayah
produktif di pesisir dan lautan sudah selayaknya untuk dipertahankan
keberadaannya. Potensi sumberdaya mangrove yang tinggi telah sering
dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan dan peningkatan kesejahteraan
masyarakat. Namun dalam pelaksanaannya, pemanfaatan di ekosistem ini sering
dilakukan dengan tidak mengikuti kaidah-kaidah kelestarian dan keseimbangan.
Penelitian ini dilakukan untuk menjadikan ekowisata sebagai salah satu
alternatif pemanfaatan yang dapat dilakukan pada ekosistem mangrove,
khususnya di daerah Estuari Perancak. Dalam penelitian ini, penulis mengkaji
sumberdaya ekosistem mangrove, baik itu dari segi potensi dan kondisi
sumberdaya maupun kesesuaian lahan dan daya dukung kawasan untuk
pengelolaan ekowisata. Semoga karya kecil ini dapat bermanfaat bagi banyak
pihak.
Bogor, Oktober 2008
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Allah SWT atas anugerah dan
hikmat yang telah diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan
skripsi ini yang berjudul “Kajian Sumberdaya Ekosistem Mangrove Untuk
Pengelolaan Ekowisata di Estuari Perancak, Jembrana, Bali”. Pada
kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Dr. Ir. Fredinan Yulianda,M.Sc. dan Dr. Ir. Achmad Fahrudin,MS selaku
Pembimbing Skripsi.
2. Ir. I.N.N Suryadiputra selaku Pembimbing Akademik
3. Dr. Ir. Yunizar Ernawati, MS selaku Wakil Ketua Komisi Pendidikan
4. Ir. Santoso Rahardjo, M.Sc selaku Penguji Tamu
5. Frida Sidik, M.Sc dan Agung Yunanto, M.Si selaku Pembimbing Lapang.
6. Balai Riset dan Observasi Kelautan atas kesempatan yang di berikan
kepada penulis untuk melakukan penelitian.
7. Seluruh staf Balai Riset dan Observasi Kelautan yang telah banyak
membantu penulis selama penelitian.
8. Keluarga tercinta atas doa, semangat, dukungan, dan kasih sayang kepada
penulis.
9. Teman-teman yang telah membantu penulis baik di lapangan maupun saat
penyusunan laporan akhir ini.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ............................................................................... vi DAFTAR LAMPIRAN............................................................................ vii
I. PENDAHULUAN.............................................................................. 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1 B. Perumusan Masalah ....................................................................... 2 C. Tujuan ........................................................................................... 3 D. Kegunaan Penelitian ...................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 4
A. Mangrove ...................................................................................... 4 1. Pengertian Ekosistem Mangrove ............................................... 4 2. Jenis-Jenis Mangrove ................................................................ 5 3. Fauna di Habitat Mangrove ....................................................... 5 4. Karakteristik Ekosistem Mangrove ........................................... 6 5. Zonasi Penyebaran Mangrove.................................................... 6 6. Fungsi Ekosistem Mangrove ..................................................... 7 7. Kerusakan Ekosistem Mangrove ............................................... 8
B. Ekowisata ...................................................................................... 9 1. Pengertian Ekowisata ................................................................ 9 2. Potensi Ekowisata Mangrove..................................................... 11 3. Sifat Pengunjung Ekowisata ...................................................... 12 4. Partisipasi Masyarakat Lokal..................................................... 12
III. METODE PENELITIAN ................................................................... 14
A. Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................ 14 B. Alat dan Bahan .............................................................................. 14 C. Jenis data dan informasi yang diperlukan ....................................... 14
1. Data primer ............................................................................... 14 2. Data sekunder............................................................................ 18
D. Analisis Data ................................................................................. 18 1. Analisis Potensi Hutan Mangrove.............................................. 18 2. Analisis Kesesuian Ekologis...................................................... 19 3. Analisis Daya Dukung............................................................... 20 4. Analisis SWOT ......................................................................... 21
a. Cara penentuan faktor strategi internal ................................. 21 b. Cara penentuan faktor strategi eksternal ................................ 22 c. Pembuatan matriks SWOT.................................................... 23 d. Pembuatan Tabel Ranking Alternatif Strategi........................ 23
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................... 24
A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian ................................................. 24 1. Letak dan Luas .......................................................................... 24 2. Demografi ................................................................................ 25 3. Aksesbilitas .............................................................................. 26 4. Kondisi Fisik ............................................................................. 26 5. Pasang Surut.............................................................................. 28
B. Kondisi Ekonomi, Sosial dan Budaya ............................................ 28 1. Karakteristik Masyarakat Pemanfaat Ekosistem Mangrove........ 28 2. Kegiatan Pemanfaatan Kawasan Estuari Perancak oleh
Masyarakat................................................................................ 30 3. Pemahaman dan Persepsi Masyarakat........................................ 31 4. Keterlibatan Masyarakat............................................................ 33 5. Karakteristik Pengunjung .......................................................... 34 6. Pemahaman dan persepsi pengunjung ....................................... 36 7. Keinginan pengunjung berwisata mangrove............................... 38
C. Ekosistem Mangrove ..................................................................... 38 1. Potensi Sumberdaya Mangrove ................................................. 38 2. Keberadaan Fauna Ekosistem Mangrove di Estuari Perancak .... 41
D. Kesesuaian Ekologis untuk Kegiatan Ekowisata............................. 41 E. Daya Dukung Kawasan Untuk Kegiatan Ekowisata ....................... 44
1. Perairan..................................................................................... 44 2. Daratan...................................................................................... 45
F. Strategi Pengelolaan Kawasan untuk Ekowisata............................. 47 1. Faktor-Faktor Internal (IFAS).................................................... 47
a. Kekuatan (Strengths) ............................................................ 47 b. Kelemahan (Weakness) ......................................................... 49
2. Faktor-Faktor Eksternal (EFAS) ............................................... 50 a. Peluang (Opportunities) ........................................................ 50 b. Ancaman (Threats) ............................................................... 51
3. Penentuan Bobot dan Skor Setiap Faktor ................................... 52 4. Matriks SWOT.......................................................................... 52 5. Alternatif Strategi...................................................................... 52
V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 58
A. Kesimpulan .................................................................................. 58 B. Saran............................................................................................ 58
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................. 60 LAMPIRAN ............................................................................................ 62 RIWAYAT HDUP................................................................................... 81
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Komposisi dan jenis data ..................................................................... 16
2. Matriks kesesuaian lahan untuk wisata pantai kategori wisata mangrove 19
3. Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt) ............... 20
4. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk setiap kegiatan wisata mangrove 21
5. Faktor strategi internal.......................................................................... 22
6. Faktor strategi eksternal........................................................................ 22
7. Diagram Matrik SWOT ........................................................................ 23
8. Luas, jumlah penduduk dan kepadatan/luas pada setiap desa di Kecamatan Jembrana Tahun 2006 ........................................................ 25
9. Kelompok umur dan jenis kelamin Desa Perancak dan Desa Budeng Tahun 2006 .......................................................................................... 25
10. Komposisi jenis mangrove yang didapatkan ....................................... 39
11. Kisaran kerapatan jenis mangrove ........................................................ 40
12. Indeks Kesesuaian Ekosistem untuk wisata mangrove .......................... 42
13. Nilai Daya Dukung Kawasan................................................................ 44
14. Matriks faktor strategi internal (IFAS) .................................................. 53
15. Matriks fakor strategi eksternal (EFAS)................................................ 53
16. Matriks SWOT ..................................................................................... 54
17. Alternatif strategi.................................................................................. 55
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Zonasi penyebaran jenis pohon mangrove (Irwanto, 2006) ................... 7
2. Peta Lokasi Penelitian Estuari Perancak ...............................................
15
3. Prediksi pasang surut di estuari Perancak 1 – 7 April 2008 (BROK, 2008) .....................................................................................
28
4. Karakteristik usia masyarakat ............................................................... 29
5. Karakteristik pendidikan masyarakat .................................................... 29
6. Karakteristik pekerjaan masyarakat ...................................................... 30
7. Jenis kegiatan dan alasan pemanfaatan Estuari Perancak oleh Masyarakat........................................................................................... 31
8. Pemahaman masyarakat terhadap mangrove dan ekowisata .................. 31
9. Persepsi masyarakat terhadap kondisi mangrove................................... 32
10. Persepsi masyarakat terhadap sarana dan prasarana .............................. 33
11. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan ekowisata............................... 34
12. Karakteristik usia pengunjung .............................................................. 34
13. Karakteristik pendidikan pengunjung.................................................... 35
14. Karakteristik pendapatan pengunjung ................................................... 35
15. Karakteristik daerah asal pengunjung ................................................... 36
16. Pemahaman pengunjung terhadap ekowisata dan mangrove ................. 36
17. Persepsi pengunjung terhadap kondisi sumberdaya ............................... 37
18. Persepsi pengunjung terhadap sarana dan prasarana.............................. 37
19. Keinginan pengunjung untuk berwisata mangrove ................................ 38
20. Peta kesesuaian ekosistem mangrove untuk ekowisata.......................... 43
21. Peta usulan track wisata mangrove di Estuari Perancak......................... 46
22. Contoh-contoh boardwalk (Yulianda, 2006) ......................................... 47
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Gambaran umum hutan mangrove di Estuari Perancak ......................... 62
2. Tabel IKW setiap stasiun ..................................................................... 63
3. Tabel Hasil Pengamatan Potensi Mangrove .......................................... 67
4. Contoh perhitungan kerapatan spesies dan kerapatan total .................... 69
5. Contoh perhitungan Daya Dukung Kawasan (DDK)............................. 70
6. Hasil kuisioner karakteristik masyarakat............................................... 71
7. Hasil kuisioner pemanfaatan Estuari Perancak oleh masyarakat ............ 72
8. Hasil kuisioner pemahaman dan persepsi masyarakat ........................... 73
9. Hasil kuisioner karakteristik dan keinginan pengunjung ....................... 74
10. Hasil kuisioner pemahaman dan persepsi pengunjung........................... 75
11. Tingkat kepentingan faktor strategi internal dan eksternal..................... 76
12. Penilaian bobot faktor strategi internal dan eksternal ............................ 77
13. Contoh perhitungan penilaian skor faktor strategi internal dan eksternal
dan perhitungan rangking ..................................................................... 78
14. Dokumentasi Penelitian ........................................................................ 79
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Mangrove adalah tanaman pepohonan atau komunitas tanaman yang hidup
di antara laut dan daratan yang dipengaruhi oleh pasang surut. Hutan mangrove
merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, didominasi oleh beberapa spesies
pohon mangrove yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut
pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini umumnya tumbuh pada daerah intertidal
dan supratidal yang cukup mendapat aliran air, dan terlindung dari gelombang
besar dan arus pasang surut yang kuat. Ekosistem mangrove banyak ditemukan di
pantai-pantai teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung
(Bengen, 2001).
Ekosistem mangrove merupakan ekosistem yang kompleks terdiri atas
flora dan fauna daerah pantai. Selain menyediakan keanekaragaman hayati
(biodiversity), ekosistem mangrove juga sebagai plasma nutfah (genetic pool) dan
menunjang keseluruhan sistem kehidupan di sekitarnya. Habitat mangrove
merupakan tempat mencari makan (feeding ground), tempat mengasuh dan
membesarkan (nursery ground), tempat bertelur dan memijah (spawning ground)
dan tempat berlindung yang aman bagi berbagai juvenile dan larva ikan serta
kerang (shellfish) dari predator. Habitat mangrove juga merupakan tempat hidup
berbagai macam hewan buas/ predator.
Seiring dengan pertumbuhan penduduk yang semakin cepat, maka
kebutuhan hidup manusia akan semakin meningkat. Dengan meningkatnya
kebutuhan ini akan menimbulkan tekanan terhadap sumberdaya alam, dimana
pemanfaatan belum banyak memperhitungkan kerugian yang berdampak ekologis.
Demikian juga dengan pembangunan wilayah pesisir sekitar kawasan hutan
mangrove, pemanfaatan wilayahnya biasanya tidak dilakukan dengan bijaksana
dan berwawasan lingkungan.
Wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang
mengutamakan jasa alam untuk kepuasan manusia. Kegiatan manusia untuk
kepentingan wisata dikenal juga dengan pariwisata (Yulianda, 2007). Menurut
Eplerwood (1999) dalam Fandeli (2000) ekowisata adalah bentuk baru dari
perjalanan yang bertanggung jawab ke area alami dan berpetualang yang dapat
menciptakan industri pariwisata.
Estuari Perancak, yang terletak di Kabupaten Jembrana, Bali memiliki
hutan mangrove dengan luas areal 177,09 ha (BROK, 2004). Beberapa pihak yang
terlibat langsung dan terpengaruh oleh perubahan atau dinamika ekosistem
mangrove perancak diantaranya adalah petambak, pencari ikan, pencari kepiting,
pencari udang, pencari kerang, pencari kayu bakar, peternak sampai dengan
masyarakat secara umum.
Agar kegiatan pemanfaatan yang dilakukan di ekosistem mangrove
berlangsung secara optimal dan berkelanjutan maka diperlukan suatu perencanaan
dan pengelolaan. Ekosistem mangrove dengan keunikan yang dimilikinya,
merupakan sumberdaya alam yang sangat berpotensi untuk dijadikan sebagai
tempat kunjungan wisata. Penerapan sistem ekowisata di ekosistem ini merupakan
salah satu pendekatan dalam pemanfaatan ekosistem tersebut secara lestari.
Kegiatan ekowisata adalah alternatif yang efektif untuk menanggulangi
permasalahan lingkungan di ekosistem ini seperti tingkat eksploitasi yang
berlebihan oleh masyarakat dengan menciptakan alternatif ekonomi bagi
masyarakat.
B. Perumusan Masalah
Hutan mangrove dengan luas 177,09 ha di kawasan Estuari Perancak
merupakan luas hutan yang tersisa setelah terjadinya kegiatan konversi lahan
menjadi areal pertambakan pada sekitar tahun 1980 (BROK, 2004). Setelah
kegiatan konversi lahan sampai dengan saat ini, masih banyak kegiatan yang
dilakukan oleh masyarakat di dalam ekosistem ini.
Kegiatan pemanfaatan yang dilakukan oleh masyarakat di sekitar Estuari
Perancak khususnya di ekosistem mangrove ini dapat menimbulkan dampak
positif dan negatif. Dampak positif dari kegiatan pemanfaatan ini contohnya
adalah dapat menambah penghasilan bagi masyarakat yang memanfaatkan, seperti
hasil sumberdaya mangrove (berupa kayu, ikan, udang dan kepiting) yang dapat
dijual. Dampak negatif contohnya adalah kerusakan ekosistem mangrove itu
sendiri karena pemanfaatan yang tidak terkelola dengan baik, seperti pemanfaatan
sumberdaya yang over eksploitasi. Agar dampak pemanfaatan yang bersifat
positif dapat dioptimalkan dan berkelanjutan, serta dampak negatifnya dapat
diminimalkan maka perlu adanya suatu pengelolaan secara benar dengan
mengikuti kaidah-kaidah keseimbangan dan kelestarian.
Konsep ekowisata merupakan salah satu alternatif untuk pengelolaan
kawasan wisata dalam suatu wilayah yang tetap memperhatikan konservasi
lingkungan dengan menggunakan potensi sumberdaya dan mengikut sertakan
masyarakat lokal. Untuk mendukung konsep ekowisata maka perlu dikaji potensi
dan kondisi kawasan serta kesesuaian dan daya dukung ekosistem mangrove
terhadap kegiatan ekowisata ini. Berdasarkan hasil kajian yang diperoleh, maka
dapat disusun suatu strategi untuk pengelolaan ekowisata mangrove secara lestari.
C. Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengkaji potensi dan kondisi sumberdaya ekosistem mangrove di Estuari
Perancak, jembrana, Bali.
2. Mengkaji kesesuaian dan daya dukung ekosistem mangrove untuk
penyusunan arahan strategi pengelolaan ekowisata mangrove di Estuari
Perancak, Jembrana, Bali.
D. Kegunaan Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan
bagi pengambil keputusan dalam mengelola ekowisata mangrove dengan tetap
memperhatikan kondisi kelestarian ekologi dan sosial ekonomi masyarakat di
sekitar kawasan Estuari Perancak, Jembrana, Bali..
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Mangrove
1. Pengertian Ekositem Mangrove
Mangrove berasal dari kata mangal yang menunjukkan komunitas suatu
tumbuhan. MacNae (1968) dalam Santoso (2006), menggunakan kata mangrove
untuk individu tumbuhan dan mangal untuk komunitasnya. Menurut Snedaker
(1978) dalam Santoso (2006), hutan mangrove adalah kelompok jenis tumbuhan
yang tumbuh di sepanjang garis pantai tropis sampai sub-tropis yang memiliki
fungsi istimewa di suatu lingkungan yang mengandung garam dan bentuk lahan
berupa pantai dengan reaksi tanah anaerob. Hutan mangrove adalah tipe hutan
yang khas terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh
pasang surut (Nontji, 2005).
Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang
didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan
berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini
umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat
aliran air, dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat.
Ekosistem mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal,
estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung (Bengen, 2001).
Santoso (2006), menyatakan bahwa ruang lingkup mangrove secara
keseluruhan meliputi ekosistem mangrove yang terdiri atas:
1) Satu atau lebih spesies pohon dan semak belukar yang hidupnya terbatas
di habitat mangrove (exclusive mangrove).
2) Spesies tumbuhan yang hidupnya di habitat mangrove, namun juga dapat
hidup di habitat non-mangrove (non-exclusive mangrove).
3) Biota yang berasosiasi dengan mangrove (biota darat dan laut, lumut
kerak, cendawan, ganggang, bakteri dan lain-lain) baik yang hidupnya
menetap, sementara, sekali-sekali, biasa ditemukan, kebetulan maupun
khusus hidup di habitat mangrove.
4) Proses-proses dalam mempertahankan ekosistem ini, baik yang berada di
daerah bervegetasi maupun di luarnya.
5) Daratan terbuka atau hamparan lumpur yang berada antara batas hutan
sebenarnya dengan laut.
6) Masyarakat yang hidupnya bertempat tinggal dan tergantung pada
mangrove.
2. Jenis-Jenis Mangrove
Menurut Nontji (2005) mangrove di Indonesia dikenal mempunyai
keragaman jenis yang tinggi. Seluruhnya tercatat 89 jenis tumbuhan, 35 jenis
diantaranya berupa pohon dan selebihnya berupa terna (5 jenis), perdu (9 jenis),
liana (9 jenis), Epifit (29 jenis), dan parasit (2 jenis). Beberapa contoh mangrove
yang berupa pohon antara lain adalah bakau (Rhizophora), api-api (Avicenia),
pedada (Sonneratia), tanjang (Brugueira), nyirih (Xylocarpus), tengar (Ceriops),
buta-buta (Excocaria).
Dari sekian banyak jenis mangrove di Indonesia, jenis api-api (Avicennia
sp.), bakau (Rhizophora sp.), tancang (Bruguiera sp.), dan pedada (Sonneratia
sp.) merupakan tumbuhan mangrove utama yang paling banyak dijumpai (Nontji,
2005). Jenis-jenis mangrove tersebut adalah kelompok mangrove yang
menangkap, menahan endapan dan menstabilkan tanah habitatnya.
3. Fauna di Habitat Mangrove
Menurut Bengen (2001) komunitas fauna ekosistem mangrove membentuk
percampuran antara 2 (dua) kelompok:
1. Kelompok fauna daratan / terestrial yang umumnya menempati bagian atas
pohon mangrove, terdiri atas: insekta, ular, primata dan burung. Kelompok ini
tidak mempunyai sifat adaptasi khusus untuk hidup di dalam hutan mangrove,
karena mereka melewatkan sebagian besar hidupnya diluar jangkauan air laut
pada bagian pohon yang tinggi, meskipun mereka dapat mengumpulkan
makanannya berupa hewan laut pada saat air surut.
2. Kelompok fauna perairan / akuatik, terdiri atas dua tipe yaitu :
a. Yang hidup di kolom air, terutama berbagai jenis ikan dan udang;
b. Yang menempati substrat baik keras (akar dan batang mangrove) maupun
lunak (lumpur) terutama kepiting, kerang dan berbagai jenis invertebrata
lainnya.
4. Karakteritik Ekosistem Mangrove
Mangrove tumbuh pada pantai-pantai yang terlindung atau pantai-pantai
yang datar. Biasanya di tempat yang tidak ada muara sungainya ekosistem
mangrove terdapat agak tipis, namun pada tempat yang mempunyai muara sungai
besar atau delta yang alirannya banyak mengadung lumpur dan pasir, mangrove
biasanya tumbuh meluas. Mangrove tidak tumbuh di pantai terjal dan berombak
besar dengan arus pasang surut yang kuat karena hal ini tidak memungkinkan
terjadinya pengendapan lumpur dan pasir, substrat yang diperlukan untuk
pertumbuhannya (Nontji, 2005).
Karakteristik ekosistem mangrove, yaitu: (Bengen, 2002)
1. Umumnya tumbuh pada daerah intertidal yang jenis tanahnya berlumpur,
berlempung atau berpasir
2. Daerahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari maupun
tergenang hanya saat pasang purnama. Frekuensi genangan menentukan
komposisi vegetasi hutan mangrove
3. Menerima pasokan air tawar yang cukup dari darat
4. Terlindung dari gelombang dan arus pasang surut yang kuat. Air
bersalinitas payau (2-22 ‰) hingga asin (mencapai 38 ‰).
5. Banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal, estuari, delta dan
daerah pantai yang terlindung.
5. Zonasi Penyebaran Mangrove
Pertumbuhan komunitas vegetasi mangrove secara umum mengikuti suatu
pola zonasi. Pola zonasi berkaitan erat dengan faktor lingkungan seperti tipe tanah
(lumpur, pasir atau gambut), keterbukaan terhadap hempasan gelombang, salinitas
serta pengaruh pasang surut (Dahuri, 2003).
Menurut Bengen (2002), hutan mangrove terbagi atas beberapa zonasi
yang paling umum, yaitu:
a. Daerah yang paling dekat dengan laut dan substrat agak berpasir, sering
ditumbuhi oleh Avicennia spp.. Pada zona ini, Avicennia spp biasanya
berasosiasi dengan sonneratia spp. yang dominan tumbuh pada substrat
lumpur dalam yang kaya bahan organik.
b. Lebih ke arah darat, ekosistem mangrove umumnya didominasi oleh jenis
Rhizophora spp.. Pada zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan
Xylocarpus spp..
c. Zona berikutnya didominasi oleh Bruguiera spp.
d. Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah, biasa
ditumbuhi oleh Nypa fruticants dan beberapa jenis palem lainnya.
Gambar 1. Zonasi penyebaran jenis pohon mangrove (Irwanto, 2006)
6. Fungsi Ekosistem mangrove
Menurut Wibisono (2005), secara ekologis ekosistem mangrove
mempunyai beberapa fungsi penting bagi wilayah pesisir, di antaranya:
1. Sebagai tempat peralihan dan penghubung antara lingkungan darat dan
lingkungan laut.
2. Sebagai penahan erosi pantai karena hempasan ombak dan angin serta
sebagai pembentuk daratan baru.
3. Merupakan tempat ideal untuk berpijah (spawning ground) dari berbagai
jenis larva udang dan ikan.
4. Sebagai cadangan sumber alam (bahan mentah) untuk dapat diolah
menjadi komoditi perdagangan yang bisa menambah kesejahteraan
penduduk setempat.
Manfaat sosial ekonomis ekosistem mangrove bagi masyarakat sekitarnya
adalah sebagai sumber mata pencaharian dan produksi berbagai jenis hasil hutan
dan turunannya, antara lain kayu bakar, arang, bahan bangunan, obat-obatan,
minuman, peralatan rumah tangga, bahan baku tekstil dan kulit, madu, lilin dan
tempat rekreasi (Hamilton dan Snedaker, 1994 dalam Dahuri, 1996).
7. Kerusakan Ekosistem mangrove
Data sementara tingkat kerusakan hutan mangrove pada 15 propinsi di
Indonesia menunjukan bahwa: luas hutan mangrove yang tidak rusak (2.432.418
ha) yang terdapat pada kawasan hutan (2.268.033 ha) dan yang berada diluar
kawasan hutan (623.136 ha). Sedangkan luas hutan mangrove yang rusak
(5.901.975 ha) yang terdapat dalam kawasan hutan (1.712.462 ha) dan yang
berada di luar kawasan hutan (4.189.512 ha) (Ditjen RLPS Dephutbun, 1999
dalam Santoso, 2006).
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan kerusakan ekosistem mangrove
adalah (Annisa, 2004):
a. Gangguan fisik – mekanis
Abrasi pantai atau pinggir sungai
Sedimentasi dengan laju yang tidak terkendali
Banjir yang menyebabkan melimpahnya air tawar
Gempa bumi (tsunami)
Konversi mangrove untu kepentingan pemukiman, industri,
pertanian, pertambangan, sarana angkutan dan penggunaan lahan
non kehutanan.
b. Gangguan kimia
Pencemaran air, tanah dan udara
Hujan asam
c. Gangguan biologis
Invasi Acrostichum aureum (piay) dan jenis semak belukar lainnya
B. Ekowisata
1. Pengertian ekowisata
Wisata merupakan suatu bentuk pemanfaatan sumberdaya alam yang
mengandalkan jasa alam untuk kepuasan manusia. Kegiatan manusia untuk
kepentingan wisata dikenal juga dengan pariwisata (Yulianda, 2007).
Ekowisata lebih popular dan banyak dipergunakan dibandingkan dengan
terjemahan yang seharusnya dari istilah ecotourism. Pengertian tentang ekowisata
mengalami perkembangan dari waktu ke waktu. Namun, pada hakekatnya,
pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang bertanggung jawab
terhadap kelestarian area yang masih alami (natural area), memberikan manfaat
secara ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya pada masyarakat
setempat. Atas dasar pengertian ini, bentuk ekowisata pada dasarnya merupakan
bentuk gerakan konservasi yang dilakukan oleh penduduk dunia. Eco-traveler ini
pada hakekatnya konservasionis (Fandeli, 2000).
Sumberdaya ekowisata terdiri dari sumberdaya alam dan sumberdaya
manusia yang dapat diintegrasikan menjadi komponen terpadu bagi pemanfaatan
wisata. Berdasarkan konsep pemanfaatan, wisata dapat diklasifikasikan menjadi
(Fandeli, 2000; META, 2002 dalam Yulianda, 2007):
a. Wisata alam (nature tourism), merupakan aktivitas wisata yang ditujukan
pada pengalaman terhadap kondisi alam atau daya tarik panoramanya.
b. Wisata budaya (cultural tourism), merupakan wisata dengan kekayaan
budaya sebagai obyek wisata dengan penekanan pada aspek pendidikan.
c. Ekowisata (Ecotourism, green tourism atau alternative tourism),
merupakan wisata berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani
kepentingan perlindungan sumberdaya alam/lingkungan dan industri
kepariwisataan.
Honey’s dalam Bahar (2004), mengemukakan bahwa ada 7 butir prinsip-
prinsip ekowisata :
1. Perjalanan ke suatu tempat yang alami (involves travel to natural
destinations).
Sering tempat tersebut jauh, ada penduduk atau tak ada penduduk, dan
biasanya lingkungan tersebut dilindungi.
2. Meminimalkan dampak negatif (minimized impact)
Pariwisata menyebabkan kerusakan, tetapi ecoturisme berusaha untuk
meminimalkan dampak negatif yang bersumber dari hotel, jalan dan
infrastruktur lainnya. Meminimalkan dampak negatif dapat dilakukan melalui
pemanfaatan material/ sumberdaya setempat yang dapat di daur ulang, sumber
energi yang terbaharui, pembuangan dan pengolahan limbah dan sampah yang
aman, dan menggunakan arsitektur yang sesuai dengan lingkungan
(landscape) dan budaya setempat, serta memberikan batas/jumlah wisatawan
sesuai daya dukung obyek dan pengaturan prilaku.
3. Membangun kepedulian terhadap lingkungan (build environmental
awareness).
Unsur penting dalam ekoturisme adalah pendidikan, baik kepada wisatawan
maupun masyarakat penyangga obyek. Sebelumnya semua pihak yang
terintegrasi dalam perjalanan wisata alam harus dibekali informasi tentang
karakteristik obyek dan kode etik sehingga dampak negatif dapat
diminimalkan.
4. Memberikan beberapa manfaat finansial secara langsung kepada kegiatan
konservasi (Provides direct financial benefit for conservations).
Ekoturisme dapat membantu menigkatkan perlindungan lingkungan,
penelitian dan pendidikan melalui mekanisme penarikan biaya masuk dan
sebagainya.
5. Memberikan manfaat/keuntungan finansial dan pemberdayaan pada
masyarakat lokal (Provides financial benefit and enpowerment for local
people).
Masyarakat akan merasa memiliki dan peduli terhadap kawasan konservasi
apabila mereka mendapatkan manfaat yang menguntungkan, baik secara
langsung maupun tidak langsung. Keadaan ekoturisme di suatu kawasan harus
mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat (local community
walfare). Manfaat finansial dapat dimaksimalkan melalui pemberdayaan atau
peningkatan kapasitas masyarakat lokal, baik dalam pendidikan, wirausaha
permodalan dan manajemen.
6. Menghormati budaya setempat (Respect local culture).
Ekoturisme disamping ramah lingkungan, juga tidak bersifat destruktif,
intrusif, polutan dan eksploitatif terhadap budaya setempat, yang justru
merupakan salah satu “core” bagi pengembangan kawasan ekoturisme.
7. Mendukung gerakan hak azasi manusia dan demokrasi (Support human right
and democratic movement).
2. Potensi Ekowisata Mangrove
Menurut Dahuri (1996), alternative pemanfaatan ekosistem mangrove
yang paling memungkinkan tanpa merusak ekosistem ini meliputi: penelitian
ilmiah (scientific research), pendidikan (education), dan rekreasi terbatas/
ekoturisme (limited recreation/ecoturism).
Potensi rekreasi dalam ekosistem mangrove antara lain (Bahar, 2004):
a. Bentuk perakaran yang khas yang umum ditemukan pada beberapa jenis
vegetasi mangrove seperti akar tunjang (Rhizophora spp.), akar lutu
(Bruguiera spp.), akar pasak (Sonneratia spp., Avicenia spp.), akar papan
(Heritiera spp.).
b. Buah yang bersifat viviparious (buah berkecambah semasa masih
menempel pada pohon) yang terlihat oleh beberapa jenis vegetasi
mangrove seperti Rhizophora spp. dan Ceriops spp..
c. Adanya zonasi yang sering berbeda mulai dari pinggir pantai sampai
pedalaman (transisi zonasi).
d. Berbagai jenis fauna yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove seperti
beraneka ragam jenis burung, serangga dan primata yang hidup di tajuk
pohon serta berbagai jenis fauna yang hidup di dasar mangrove seperti
babi hutan, biawak, buaya, ular, udang, ikan, kerang-kerangan, keong,
kepiting dan sebagainya.
e. atraksi adat istiadat masyarakat setempat yang berkaitan dengan
sumberdaya mangrove.
f. Hutan-hutan mangrove yang dikelola secara rasional untuk pertambakan
tumpang sari dan pembuatan garam, bisa menarik wisatawan.
Potensi ini dapat dikembangkan untuk kegiatan lintas alam, memancing,
berlayar, berenang, pengamatan jenis burung dan atraksi satwa liar, fotografi,
pendidikan, piknik dan berkemah, serta adat istiadat penduduk lokal yang
hidupnya bergantung pada keberadaan hutan mangrove.
3. Sifat pengunjung Ekowisata
Sifat dan karakteristik dari ekowisatawan adalah mempunyai rasa
tanggung jawab sosial terhadap daerah wisata yang dikunjunginya. Kunjungan
yang terjadi dalam satu satuan tertentu yang mereka lakukan tidak hanya terbatas
pada sebuah kunjungan dan wisata saja. Wisatawan ekowisata biasanya lebih
menyukai perjalanan dalam kelompok-kelompok kecil sehingga tidak
mengganggu lingkungan disekitarnya. Daerah yang padat penduduknya atau
alternatif lingkungan yang serba buatan dan prasarana lengkap kurang disukai
karena dianggap merusak daya tarik alami.
Secara khusus, ekowisatawan mempunyai karakteristik sebagai berikut:
a. Menyukai lingkungan dengan daya tarik utama adalah alam dan budaya
masyarakat lokal, dan mereka juga biasanya mencari pemandu yang
berkualitas.
b. Kurang memerlukan tata krama formal (amenities) dan juga lebih siap
menghadapi ketidaknyamanan, meski mereka masih membutuhkan
pelayanan yang sopan dan wajar, sarana akomodasi dan makanan yang
bersih.
c. Sangat menghargai nilai-nilai (high value) dan berani membayar untuk
suatu daya tarik yang mempesona dan berkualitas.
d. Menyukai daya tarik wisata yang mudah dicapai dengan batasan waktu
tertentu dan mereka tahu bahwa daya tarik alami terletak didaerah
terpencil.
4. Partisipasi Masyarakat Lokal
Untuk meningkatkan pengelolaan ekosistem mangrove, perlu dilibatkan
masyarakat dalam menyusunan proses perencanaan dan pengelolaan ekosistem ini
secara lestari. Dalam pengelolaan secara lestari dapat dikembangkan metode-
metode sosial budaya masyarakat setempat yang bersahabat dengan ekosistem
mangrove, dalam bentuk penyuluhan, penerangan dan membangkitkan kepedulian
masyarkat dalam berperan serta mengelola ekosistem mangrove (Bengen dan
Adrianto, 1998).
Menurut Suratmo (1990), manfaat dari partisipasi masyarakat dalam
sebuah rencana pembangunan adalah sebagai berikut:
a. Masyarakat mendapat informasi mengenai rencana pembangunan di
daerahnya.
b. Masyarakat akan ditingkatkan pengetahuan mengenai masalah lingkungan,
pembangunan dan hubungannya.
c. Masyarakat dapat menyampaikan informasi dan pendapat atau persepsinya
terhadap pemerintahan terutama masyarakat di tempat pembangunan yang
terkena dampak langsung
d. Dapat menghindari konflik di antara pihak-pihak yang terkait.
e. Masyarakat akan dapat menyiapkan diri untuk menerima manfaat yang
akan dapat dinikmati dan menghindari dampak negatifnya.
f. Akan meningkatkan perhatian dari instansi pemerintah yang terkait pada
masyarakat setempat.
III. METODE PENELITIAN
A. Waktu dan Tempat Penelitian
Waktu penelitian dilaksanakan pada bulan 8 April – 28 Mei 2008.
Kegiatannya terdiri dari tiga tahap yaitu :
1. Penelitian pendahuluan untuk menentukan metode pengumpulan data (8-
11 April 2008).
2. Pengumpulan data, baik itu data sekunder maupun data primer (14 April –
9 Mei 2008).
3. Pengolahan data dan penyusunan laporan sementara (12 – 28 Mei 2008).
Lokasi penelitian berada di Estuari Perancak, yang secara administratif
berada di Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali. Batasan
wilayah penelitian berada pada dua desa, yaitu Desa Budeng dan Desa Perancak
(Gambar 2).
B. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah kamera, alat tulis, GPS
(Global Positioning System), meteran dan tali rapia. Bahan yang digunakan yaitu
peta kawasan Estuari Perancak serta formulir pertanyaan (kuisioner).
C. Jenis data dan informasi yang diperlukan
Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini dikelompokan menjadi empat
kelompok jenis data. Kelompok jenis data tersebut terdiri dari faktor fisik, faktor
sosial (masyarakat dan wisatawan), faktor biologi dan faktor-faktor lainnya (isu-
isu yang berkembang dan kebijakan pengelola di wilayah penelitian) (Tabel 1) .
Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data
sekunder.
1. Data primer
Pengumpulan data primer dilakukan melalui pengamatan langsung
(observasi) di lapangan, dengan melakukan pengukuran potensi hutan mangrove
dan melakukan wawancara langsung dengan pengunjung, masyarakat lokal dan
pihak-pihak terkait.
Gambar 2. Peta Lokasi Penelitian Estuari Perancak
Tabel 1. Komposisi dan jenis data
Jenis Data No. Kelompok Jenis Data Aspek-aspek Primer Sekunder
Geografi √
Topografi √
Demografi √ √
Aksesbilitas √ √
Kondisi fisik √ √
1 Faktor Fisik
Pasang Surut √ √ Identitas (Umur, Jenis kelamin, Pendidikan
dan Pekerjaan )
√
Masyarakat
Persepsi, Pemahaman dan Harapan
√
Identitas (Umur, Pendidikan
Penghasilan dan Daerah asal) √
2 Faktor Sosial
Wisatawan
Persepsi, Pemahaman dan Keinginan
√
Vegetasi mangrove
(Ketebalan dan Kerapatan) √ √
3 Faktor Biologi
Obyek biota mangrove √ √
Isu-isu yang berkembang √ 4 Faktor Lainnya
Kebijakan Pengelolaan √
a. Metode Pengamatan Ekosistem mangrove
Lokasi yang ditentukan untuk pengamatan vegetasi mangrove harus dapat
mewakili setiap zona mangrove yang terdapat di wilayah kajian (Bengen, 2001).
Data vegetasi mangrove yang diambil berupa data primer dan data sekunder.
Penentuan lokasi stasiun pengamatan di Estuari Perancak dilakukan dengan
menentukan perwakilan dari setiap zonasi yang bisa dilihat dari peta hasil
interpretasi citra SPOT tahun 2006. Selain dengan sistem perwakilan, penentuan
lokasi stasiun pengamatan juga mempertimbangkan apakah suatu lokasi
memungkinkan dilakukannya sampling atau tidak. Dari kedua pertimbangan
tersebut, didapatkan 4 stasiun dan 13 plot (Lampiran 3).
Pada setiap lokasi pengamatan, letakan petak-petak contoh (plot)
berbentuk bujur sangkar dengan ukuran 10 x 10 m untuk tingkat pohon (diameter
batang > 4 cm), 5 x 5 m untuk tingkat pancang (diameter batang < 4 cm dan tinggi
> 1 m), 1 x 1 m untuk semai dan tumbuhan bawah (tinggi < 1 m). Data yang
diambil pada pengamatan ekosistem mangrove adalah jenis mangrove yang
berada di dalam stasiun pengamatan serta jenis perakarannya, kemudian dilakukan
pengukuran diameter setiap pohon setinggi dada (1.3 meter) yang berada di dalam
stasiun serta pengamatan visual biota-biota yang berada di stasiun tersebut
(Bengen, 2001).
b. Metode Pengambilan Data Persepsi Masyarakat
Data dikumpulkan secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara
secara terstruktur dengan responden (pedoman dengan kuisioner) dengan jumlah
responden sebanyak 30 orang. Metode pengambilan sampel/responden yang
digunakan adalah purposive sampling, yaitu metode pengambilan sampel tidak
secara acak melainkan berdasarkan pertimbangan tertentu atau sengaja.
Pertimbangannya adalah bahwa sampel/responden tersebut bersifat spesifik,
sehingga penentuannya harus dilakukan secara sengaja (purposive). Dalam hal ini
yang menjadi pertimbangan adalah responden (masyarakat) yang memanfaatkan
ekosistem mangrove dan bersedia untuk diwawancarai. Data yang dikumpulkan
meliputi:
1. Data karakteristik responden (umur, pendidikan formal, pekerjaan)
2. Kegiatan Pemanfaatan Kawasan Estuari Perancak oleh Masyarakat
3. Pemahaman atau persepsi masyarakat tentang ekowisata mangrove
4. Keterlibatan Masyarakat
c. Metode Pengambilan Data Persepsi Pengunjung
Data dikumpulkan secara langsung di lokasi penelitian melalui wawancara
secara terstruktur dengan responden (pedoman dengan kuisioner) dengan jumlah
responden sebanyak 30 orang. Metode yang digunakan untuk pengambilan
sampel/responden adalah metode purposive sampling. Pertimbangan yang
digunakan adalah responden (pengunjung) yang berada di sekitar lokasi penelitian
dan bersedia diwawancarai. Data yang dikumpulkan meliputi:
1. Data karakter responden (umur, pendidikan, pendapatan, asal wisatawan)
2. Pemahaman atau persepsi wisatawan tentang ekowisata, mangrove,
kondisi mangrove serta sarana dan prasarana
3. Keinginan untuk berwisata mangrove
2. Data sekunder
Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan cara mengumpulkan
dokumen-dokumen hasil studi/penelitian, peraturan perundang-undangan dan data
pendukung lainnya. Sumber data berasal dari Pemerintahan Pusat atau
Pemerintahan Daerah dari Dinas/Instansi terkait dengan penelitian, yaitu : Balai
Riset dan Observasi Kelautan (BROK), Kantor Wilayah/Dinas Perikanan
Kehutanan dan Kelautan, Dinas Pariwisata Seni dan Budaya, Kantor Kepala Desa,
Perguruan Tinggi.
D. Analisis Data
1. Analisis Potensi Ekosistem Mangrove
Data yang dikumpulkan meliputi: data mengenai jenis spesies, jumlah
individu, dan diameter pohon. Data-data tersebut kemudian diolah untuk
mengetahui kerapatan setiap spesies dan kerapatan total semua spesies.
a. Kerapatan Spesies
Kerapatan spesies adalah jumlah individu spesies i dalam suatu unit area
yang dinyatakan sebagai berikut:
Kerapatan Spesies = ni / A
b. Kerapatan Total
Kerapatan Total adalah jumlah semua individu mangrove dalam suatu
unit area yang dinyatakan sebagai berikut:
Kerapatan Total = ∑n / A
Keterangan: ni : Jumlah total individu dari spesies i ∑n : Jumlah total individu seluruh spesies A : Luas area pengambilan contoh
2. Analisis Kesesuaian Ekologis
Kegiatan wisata yang akan dikembangkan hendaknya disesuaikan dengan
potensi sumberdaya dan peruntukannya. Setiap kegiatan wisata mempunyai
persyaratan sumberdaya dan lingkungan yang sesuai objek wisata yang akan
dikembangkan. Rumus yang digunakan untuk kesesuaian wisata pantai dan wisata
bahari adalah (Yulianda, 2007):
%100max
N
NiIKW
Keterangan: IKW = Indeks kesesuaian ekosistem untuk wisata mangrove (Sesuai: 83% -
100%, Sesuai Bersyarat: 50% - <83%, Tidak Sesuai: <50) Ni = Nilai parameter ke-i (Bobot x Skor). Nmaks = Nilai maksimum dari kategori wisata mangrove (39).
Penentuan kesesuaian berdasarkan perkalian skor dan bobot yang diperoleh
dari setiap parameter. Kesesuaian kawasan dilihat dari tingkat persentase
kesesuaian yang diperoleh penjumlah nilai dari seluruh parameter.
Kesesuaian wisata pantai kategori wisata mangrove mempertimbangkan 5
parameter dengan 4 klasifikasi penilaian. Parameter kesesuaian wisata pantai
kategori wisata mangrove antara lain: ketebalan mangrove, kerapatan mangrove,
jenis mangrove, pasang surut, dan obyek biota (Tabel 2).
Tabel 2. Matriks kesesuaian lahan untuk wisata pantai kategori wisata mangrove
No. Parameter Bobot Kategori Baik Skor Kategori
Cukup Baik Skor Kategori Cukup Buruk Skor Kategori
Buruk Skor
1. Ketebalan mangrove
(m) 5 >500 3 >200-500 2 50-200 1 >50 0
2. Kerapatan mangrove (100 m2)
3 >15-25 3 >10-15 2 5-10 1 <5 0
3. Jenis mangrove
3 >5 3 3-5 2 1-2 1 0 0
4. Pasang surut
(m) 1 0-1 3 >1-2 2 >2-5 1 >5 0
5. Obyek biota 1
Ikan, udang,
kepiting, moluska,
reptil, burung
3 Ikan, udang,
kepiting, moluska
2 Ikan, moluska 1 Salah satu biota air 0
Sumber: Revisi Yulianda, 2007
3. Analisis Daya Dukung
Analisa daya dukung ditujukan untuk pengembangan wisata bahari dengan
memanfaatkan potensi sumberdaya pesisir, pantai dan pulau-pulau kecil secara
lestari. Mengingat pengembangan wisata bahari tidak bersifat mass tourism,
mudah rusak dan ruang untuk pengunjung sangat terbatas, maka perlu penentuan
daya dukung kawasan. Metode yang diperkenalkan untuk menghitung daya
dukung pengembangan ekowisata alam adalah dengan menggunakan konsep Daya
Dukung Kawasan (DDK).
DDK adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat
ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan
gangguan pada alam dan manusia. Perhitungan DDK dalam bentuk rumus adalah
sebagai berikut (Yulianda, 2007):
= xLp WtDDK k xLt Wp
Keterangan: DDK = Daya Dukung Kawasan (orang/hari). K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area (orang). Lp = Panjang area yang dapat dimanfaatkan (m). Lt = Unit area untuk kategori tertentu (m). Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam
satu hari (jam/hari). Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan
tertentu (jam/hari).
Tabel 3. Potensi ekologis pengunjung (K) dan luas area kegiatan (Lt) Jenis
Kegiatan K (
Pengunjung)
Unit Area (Lt) Keterangan
Wisata Mangrove 1 50 m
Dihitung panjang track, setiap orang sepanjang 50 m
Sumber: Yulianda, 2007 Waktu kegiatan pengunjung (Wp) dihitung berdasarkan lamanya waktu
yang dihabiskan oleh pengunjung untuk melakukan kegiatan wisata. Waktu
pengunjung diperhitungkan dengan waktu yang disediakan untuk kawasan (Wt).
Waktu kawasan adalah lama waktu areal dibuka dalam satu hari, dan rata-rata
waktu kerja sekitar 8 jam (Tabel 4).
Tabel 4.. Prediksi waktu yang dibutuhkan untuk kegiatan wisata mangrove
No. Kegiatan Waktu yang
dibutuhkan (Wp) (jam/hari)
Total waktu 1 hari (Wt) (jam/hari)
1. Wisata mangrove 2 8 Sumber: Yulianda, 2007
4. Analisis SWOT
Analisis SWOT adalah identifikasi berbagai faktor secara sistematis untuk
merumuskan strategi pengelolaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat
memaksimalkan kekuatan (Strengths) dan peluang (Opportunities), namun secara
bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (Weaknesses) dan ancaman (Threats).
SWOT adalah singkatan dari lingkungan internal Strengths dan Weaknesses serta
lingkungan eksternal Opportunities dan Threats. Analisis SWOT membandingkan
antara faktor eksternal dan internal (Rangkuti, 2005).
Hal pertama yang dilakukan dalam menentukan matriks SWOT adalah
mengetahui faktor strategi internal (IFAS) dan faktor strategi eksternal (EFAS)
(Rangkuti, 2005). Penentuan berbagai faktor, bobot setiap faktor dan tingkat
kepentingan setiap faktor didapatkan dari hasil wawancara dengan orang-orang
yang berkompeten dibidangnya dan disesuaikan dengan kondisi di lapang. Hal ini
dilakukan agar sifat obyektif dari analisis ini dapat diminimalkan.
a. Cara penentuan faktor strategi internal:
1. Menentukan faktor-faktor yang menjadi kekuatan serta kelemahan dari
kegiatan pengelolaan.
2. Memberi bobot masing-masing faktor tersebut sesuai dengan tingkat
kepentingannya. Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,00.
3. Menghitung rating (kolom 3) untuk masing-masing faktor berdasarkan
pengaruh/respon faktor-faktor tersebut terhadap pengelolaan ekosistem
mangrove di Estuari Perancak (nilai : 4 = sangat penting, 3 = penting, 2 =
cukup penting, 1 = kurang penting).
4. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk
memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. Hasil dari perkalian ini
akan berupa skor pembobotan untuk masing-masing faktor.
Tabel 5. Faktor strategi internal
No. Faktor-faktor strategi Bobot Rating Skor
1 Kekuatan
2 Kelemahan b. Cara penentuan faktor strategi eksternal:
1. Menentukan faktor-faktor yang menjadi peluang serta ancaman dari
kegiatan pengelolaan.
2. Memberi bobot masing-masing faktor tersebut sesuai dengan tingkat
kepentingannya. Jumlah seluruh bobot harus sebesar 1,00.
3. Menghitung rating (kolom 3) untuk masing-masing faktor berdasarkan
pengaruh/respon faktor-faktor tersebut terhadap pengelolaan ekosistem
mangrove di Estuari Perancak (nilai : 4 = sangat penting, 3 = penting, 2 =
cukup penting, 1 = kurang penting).
4. Mengalikan bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3 untuk
memperoleh faktor pembobotan dalam kolom 4. hasilnya akan berupa skor
pembobotan untuk masing-masing faktor.
Tabel 6. Faktor strategi eksternal
No. Faktor-faktor strategi Bobot Rating Skor
1 Peluang
2 Ancaman
c. Pembuatan Matriks SWOT
Setelah matriks IFAS dan EFAS selesai, selanjutnya unsur-unsur tersebut
dihubungkan dalam matrik untuk memperoleh beberapa alternatif strategi. Matriks
ini memungkinkan empat kemungkinan stategi.
Tabel 7. Diagram Matriks SWOT IFAS EFAS
STRENGTHS (S) Tentukan Faktor
kekuatan internal
WEAKNESSES (W) Tentukan Faktor
kelemahan internal
OPPORTUNIES (O) Tentukan Faktor
peluang eksternal
Strategi S –O (Strategi menggunakan
kekuatan untuk memanfaatkan peluang)
Strategi W – O (Strategi meminimalkan
kelemahan untuk memanfaatkan peluang)
TREATHS (T) Tentukan Faktor
ancaman eksternal
Strategi S – T (Strategi menggunakan
kekuatan untuk mengatasi ancaman)
Strategi W – T (Strategi meminimalkan
kelemahan untuk menghindari ancaman)
d. Pembuatan Tabel Ranking Alternatif Strategi
Penentuan prioritas dari strategi yang dihasilkan dilakukan dengan
memperhatikan faktor-faktor yang saling terkait. Jumlah dari skor pembobotan
menentukan ranking prioritas strategi dalam pengelolaan ekosistem pesisir untuk
pengembangan kawasan ekowisata. Jumlah skor diperoleh dari penjumlahan
semua skor di setiap faktor-faktor strategis yang terkait. Ranking akan ditentukan
berdasarkan urutan jumlah skor terbesar sampai yang terkecil dari semua strategi
yang ada.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Keadaan Umum Lokasi Penelitian
1. Letak dan Luas
Berdasarkan pembagian administratif pemerintahan, kawasan Estuari
Perancak berada di dua Kecamatan yaitu Kecamatan Negara dan Kecamatan
Jembrana, Kabupaten Jembrana, Provinsi Bali. Kecamatan Negara terdiri dari 4
Kelurahan dan 8 Desa sedangkan Kecamatan Jembrana terdiri dari 4 Kelurahan
dan 6 Desa. Batasan wilayah penelitian ini hanya terbatas pada dua desa, yaitu
Desa Budeng dan Desa Perancak. Luas total Kecamatan Jembrana adalah 9.397 ha
(BPS Jembrana, 2007).
Estuari Perancak secara geografis terletak antara 8o 22’ 30” LS sampai 8o
24’ 18” LS dan 114o 36’ 18” BT sampai 114o 38’ 31,2” BT, dengan batas wilayah
sebagai berikut:
- Bagian Utara berbatasan dengan Desa Budeng, Loloan Timur dan
Lelateng
- Bagian Selatan berbatasan dengan Desa Perancak dan Selat Bali
- Bagian Barat berbatasan dengan Desa Pangambengan dan Lelateng
- Bagian Timur berbatasan dengan Desa Air Kuning dan Sangkar Agung
Kawasan Estuari Perancak memiliki luasan cukup besar yaitu 2.512,69 ha,
dengan penggunaan lahan berupa tambak dan hutan mangrove. Hutan mangrove
di estuari ini merupakan hutan alam yang ditumbuhi berbagai jenis mangrove
tersebar secara acak pada luasan 177,09 ha (Balai Riset dan Observasi Kelautan,
2004).
Secara umum keadaan topografi wilayah Kabupaten Jembrana bervariasi
dengan bentuk permukaan wilayah sebagai berikut :
Datar = 25,00 %
wilayah landai = 10,16 %
wilayah berbukit = 25,24 %
wilayah curam = 39,60 %
Estuari Perancak berada di wilayah selatan Kabupaten Jembrana yang memiliki
tofografi relatif datar hingga bergelombang.
2. Demografi
Jumlah penduduk Kecamatan Jembrana pada tahun 2006 mencapai sekitar
50.711 jiwa, dengan kepadatan penduduk sekitar 7.204 jiwa per km2. kepadatan
penduduk yang paling besar berada di Kelurahan Loloan Timur (1.532 jiwa/km2)
dan Desa Air Kuning (1.371 jiwa/km2). Desa Budeng memiliki jumlah penduduk
1.552 dan luas wilayah 5,96 km2 sedangkan Desa Perancak memiliki jumlah
penduduk 3.577 dan luas wilayah 3,74 km2.
Tabel 8.Luas, jumlah penduduk dan kepadatan/luas pada setiap desa di Kecamatan Jembrana Tahun 2006
Kelurahan/Desa Luas (km2) ∑ penduduk Kepadatan/km2 Dauhwaru 10,76 7.203 669 Sangkar agung 5,27 3.176 603 Loloan Timur 4,34 6.647 1.532 Pendem 19,72 9.455 479 Budeng 5,96 1.552 260 Dangintukadaya 18,48 4.491 243 Perancak 3,74 3.577 956 Air Kuning 2,71 3.715 1.371 Yeh Kuning 4,21 2.770 658 Batuagung 18,78 8.125 433 Jumlah Total 93,97 50.711 7.204
Sumber: BPS Jembrana, 2007
Tabel 9. Kelompok umur dan jenis kelamin Desa Perancak dan Desa Budeng Tahun 2006
Kisaran Usia Desa JK 0-9 10-19 20-29 30-39 40-49 50-59 60-69 >70
L 300 323 261 319 239 123 101 55 Perancak P 293 282 267 343 293 144 117 63 L 102 15 116 138 108 76 38 35 Budeng P 131 123 102 144 138 59 63 23
Sumber: BPS Jembrana, 2007
Penduduk Kecamatan Jembrana terdiri dari agama Islam, Hindu, Budha,
Protestan dan Katolik. Agama mayoritas di Kecamatan ini adalah Hindu (83,24%)
dan berikutnya adalah Islam (15,58%).
Mata pencaharian penduduk Desa Perancak, sekitar 55% (dari total jumlah
penduduk) adalah nelayan dan sekitar 24% adalah petani. Sebagian besar
penduduk Desa Budeng (35%) menggantungkan hidupnya sebagai petani (BROK,
2007).
3. Aksesbilitas
Aksesibilitas merupakan salah satu kunci utama yang akan mendukung
keberhasilan pengembangan pada suatu kawasan, karena akan menghubungkan
wilayah pengembangan dengan daerah luar. Sampai tahun 2005, jumlah terminal
penumpang yang ada di Kabupaten Jembrana sebanyak 2 buah, yaitu Terminal
Negara dan Terminal Gilimanuk, Pangkalan angkutan umum sebanya 13 buah dan
halte sebanyak 21 buah, terminal barang 1 buah dan sarana angkutan
penyebrangan di Gilimanuk. Sarana transportasi angkutan umum di Kabupaten
Jembrana terdiri dari Truk, Bus, Mini Bus serta Angkutan Desa/Kota
(http://www.jembranakab.go.id).
Sudah ada sarana jalan umum menuju kawasan Estuari Perancak, sehingga
akses menuju kawasan ini sudah mudah. Untuk mencapai ibu kota Kabupaten
Jembrana (Negara) dari Denpasar dapat ditempuh dengan menggunakan sarana
transportasi darat umum ataupun pribadi selama 2-3 jam (± 85 km) ke arah Barat
Bali. Dari Pelabuhan Gilimanuk menuju Negara (± 35 km) dapat ditempuh selama
30-40 menit ke arah timur. Dari kota Negara menuju kawasan Estuari Perancak
dapat di tempuh dengan waktu kurang lebih 5-10 menit (± 4 km) ke arah selatan.
4. Kondisi Fisik
Jumlah sarana pendidikan di Kecamatan Jembrana sampai tahun 2006
adalah sebanyak 63 unit, dengan rincian: 13 Taman Kanak-kanak (TK), 34
Sekolah Dasar (SD), 7 Sekolah Menengah Pertama (SMP), 8 Sekolah Menengah
Atas (SMA) dan 1 akademik/universitas. Sarana pendidikan di Desa Budeng
hanya terdapat 1 unit SD, sedangkan di Desa Perancak terdapat 1 unit TK dan 2
unit SD (BPS Jembrana, 2007).
Jumlah sarana kesehatan di Kecamatan Jembrana adalah sebanyak 72 unit,
dengan rincian: 10 Puskesmas, 3 Rumah Sakit Bersalin dan 54 Posyandu. Tidak di
temukan Poliklinik atau Polides di Kecamatan Jembrana. Sarana kesehatan di
Desa Budeng yaitu 2 unit Posyandu, sedangkan di Desa Perancak terdapat 1 unit
Puskesmas/Puskesmas Pembantu dan 5 Unit Posyandu (BPS Jembrana, 2007).
Sarana ibadah di Kecamatan Jembrana terdiri dari 52 unit, dengan rincian:
23 unit Masjid/Longgar/Musola, 1 unit Gereja, 27 unit Pura dan 1 unit
Klenteng/Wihara. Di Desa Budeng terdapat 2 Pura dan Desa Perancak terdapat 2
Masjid/Longgar/Musola dan 4 Pura (BPS Jembrana, 2007).
Sumber air bersih di Kecamatan Jembrana berasal dari PAM, sumur prigi,
dan mata air. Sumber yang paling banyak digunakan adalah dari PAM, sekitar
7.251 Rumah Tangga. Sedangkan untuk pengguna sumur prigi sebanyak 6.902
Rumah Tangga dan pengguna sumber mata air adalah 226 Rumah tangga. Khusus
Desa Budeng dan Desa Perancak sebagian besar penduduknya (65%)
menggunakan sumur prigi untuk sumber air bersihnya (BPS Jembrana, 2007).
Jaringan telepon kabel di Kabupaten Jembrana menggunakan 2 buah
Sentral Telepon Otomatis (STO) induk yaitu STO Negara dan STO Gilimanuk.
Selain STO juga terdapat terminal stasiun pedesaan (Rural Area) transmisi bukit
Rangda dan Klatakan yang salah satunya terletak di area Perancak. Selain
menggunakan jaringan telepon kabel, masyarakat Jembrana juga sudah banyak
menggunakan telepon seluler hal ini didukung oleh adanya beberapa buah stasiun
transmisi yang dibangun di Kabupaten Jembrana (www.jembranakab.go.id) .
Jaringan Listrik di Kabupaten Jembrana berasal dari: PLTG Pesanggaran =
191.112 MW, PLTG Gilimanuk = 145 MW dan Interkoneksi Jawa Bali = 200
MW. Selain itu, jaringan listrik di daerah ini juga berasal dari Gardu Induk = 25
Buah dan Gardu Distribusi = 248 Buah (www.Jembranakab.go.id).
Secara umum fasilitas MCK di Kecamatan Jembrana telah memadai.
Fasilitas MCK (mandi, cuci, kakus) yang digunakan masyarakat di Kecamatan
Jembrana adalah berupa jamban atau tangki yang dapat dipakai sendiri atau
bersama.
5. Pasang Surut
Pasang surut merupakan salah satu gejala alam yang tampak nyata di laut.
Menurut Wibisono (2005) pasang surut adalah suatu gerakan vertikal dari seluruh
partikel massa air laut dari permukaan sampai bagian terdalam dari dasar laut
yang disebabkan oleh pengaruh dari gaya tarik menarik antara bumi dan benda-
benda angkasa terutama matahari dan bulan.
Dari data yang diperoleh, diketahui bahwa kisaran pasang surut di sekitar
Estuari Perancak berkisar antara -72,9 cm sampai 117,2 cm dari batas normal air
(Gambar 3). Tipe pasang surut di daerah ini adalah tipe Semi diurnal, artinya
dalam sehari terjadi dua kali pasang surut (BROK, 2008).
Prediksi Pasang Surut
-80.0-60.0-40.0-20.0
0.020.040.060.080.0
100.0120.0
3/31/2008 0:00:00
4/1/2008 0:00:00
4/2/2008 0:00:00
4/3/2008 0:00:00
4/4/2008 0:00:00
4/5/2008 0:00:00
4/6/2008 0:00:00
4/7/2008 0:00:00
4/8/2008 0:00:00
4/9/2008 0:00:00
Waktu
Ket
ingg
ian
(cm
)
Gambar 3: Prediksi pasang surut di Estuari Perancak 1-7 April 2008
(BROK,2008)
B. Kondisi Ekonomi, Sosial dan Budaya
1. Karakteristik Masyarakat Pemanfaat Ekosistem Mangrove
Masyarakat yang diwawancarai adalah masyarakat yang bermukim di
sekitar Estuari Perancak dan memanfaatkan daerah estuari tersebut. Jumlah
respoden adalah 30 orang, terdiri dari 29 orang laki-laki dan 1 orang perempuan.
Sebagian besar usia masyarakat berkisar antara 20-29 tahun dengan
persentase 46%. Kisaran usia 30-39 adalah 37%, usia < 20 tahun dan 40-49 tahun
masing-masing adalah 7%, usia 50-59 tahun adalah 3% dan tidak ditemukan
masyarakat yang usianya > 59 tahun (Gambar 4).
37%
7%7% 3%
46%<2020-2930-3940-4950-59>59
Gambar 4 . Karakteristik usia masyarakat
Secara umum pendidikan masyarakat sudah cukup baik. Pendidikan SLTA
dan sederajat sebanyak 56%, SLTP sebanyak 20%, SD sebanyak 7%, S1 sebanyak
10% dan yang tidak pernah bersekolah sebanyak 3% (Gambar 5).
7%
56%
20%
7%10%
Tidak sekolah
SDSLTPSLTA
D1S1
Gambar 5. Karakteristik pendidikan masyarakat
Wajib Pendidikan di Jembrana yaitu wajib pendidikan 12 Tahun mulai
dari pendidikan Pra Sekolah yaitu Taman Kanak-kanak (TK), Sekolah Dasar
(SD/Mi), Sekolah menengah pertama (SMP), Sekolah Menegah Atas (SMA).
Untuk meningkatkan kualitas pendidikan masyarakatnya, Pemerintah Kabupaten
Jembrana melakukan berbagai inovasi di bidang pendidikan. Inovasi-inovasi
tersebut yaitu pembebasan biaya sekolah untuk semua siswa sekolah negeri,
memberikan beasiswa bagi siswa swasta, meningkatkan sarana dan prasarana
pendidikan, meningkatan sumber daya pendidik dan meningkatkan kualitas proses
belajar dan mengajar di sekolah.
Berdasarkan karakteristik pekerjaan, terdapat masyarakat wiraswasta
sebanyak 23%, swasta sebanyak 23%, Pegawai Negeri Sipil sebanyak 7%, lain-
lain (tenaga kontrak, mahasiswa, buruh dan nelayan) sebanyak 23% dan
masyarakat yang tidak bekerja sebanyak 24 % (Gambar 6). Masyarakat di
Kabupaten Jembrana sebagian besar memiliki mata pencaharian sebagai petani
dan nelayan. Sebagian besar masyarakat pemanfaat ekosistem mangrove di
Estuari Perancak tidak menjadikan pemanfaatannya sebagai pekerjaan utama,
tetapi sebagai pekerjaan tambahan.
24%23%
23%7%23%
Tidak bekerja
Wirasw asta
Buruh
PNS
Lain-lain
Gambar 6. Karakteristik pekerjaan masyarakat
2. Kegiatan Pemanfaatan Kawasan Estuari Perancak oleh Masyarakat
Masyarakat sebagian besar melakukan kegiatan pemanfaatan kawasan
Estuari Perancak berupa penangkapan ikan (91%), sisanya ada yang melakukan
penangkapan udang, kerang dan kepiting. Selain itu terdapat juga masyarakat
yang melakukan pemafaatan kayu mangrove (Gambar 7). Masyarakat pemanfaat
kayu yang terdata relatif sedikit, namun pada kenyataannya masih banyak
masyarakat yang melakukan kegiatan tersebut. Masyarakat pemanfaat kayu
cenderung takut untuk diwawancarai karena mereka mengetahui bahwa kegiatan
yang mereka lakukan itu sudah dilarang.
Alasan masyarakat melakukan kegiatan pemanfaatan kawasan ini sangat
beragam, baik itu untuk kepentingan komersial, untuk pemenuhan kebutuhan
sehari-hari dan juga untuk kegiatan wisata. Alasan masyarakat yang paling banyak
adalah untuk kegiatan wisata (44%) (Gambar 7).
Gambar 7. Jenis kegiatan dan alasan pemanfaatan Estuari Perancak oleh
masyarakat 3. Pemahaman dan Persepsi Masyarakat
Pemahaman masyarakat terhadap ekosistem mangrove cukup baik.
Sebagian besar masyarakat sudah mengetahui pengertian ekosistem mangrove
secara umum dan fungsinya, namun ada beberapa masyarakat yang sama sekali
belum mengetahui tentang ekosistem ini (Gambar 8). Lebih dari 50% masyarakat
sekitar Estuari Perancak belum mengenal istilah ekowisata (Gambar 8).
0
20
40
60
80
100
Mangrove Ekowisata
pers
enta
se ju
mla
h or
ang
(%)
RendahSedangtinggi
Gambar 8. Pemahaman masyarakat terhadap mangrove dan ekowisata
91%
3% 3% 3%
Menangkap ikanMenangkap ikan dan udangMencari kayuMencari kerang dan kepiting
3%
44%
10%
43%
0%
Komersial KebutuhanWisata Komersial dan WisataKebutuhan dan wisata
Apabila di sekitar Estuari Perancak akan dikembangkan menjadi kawasan
ekowisata, maka perlu adanya sosialisasi program atau penyuluh konservasi
secara kontinyu kepada masyarakat. Hal ini perlu dilakukan agar masyarakat
mengetahui dan dapat berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan yang
dilakukan. Selain itu, dengan adanya kegiatan sosialisasi ini dapat meningkatkan
pemahaman masyarakat mengenai konservasi.
Masyarakat sebagian besar mengatakan bahwa kondisi mangrove di
Estuari Perancak berada dalam keadaan baik. Adapun beberapa yang mengatakan
kondisi mangrove berada dalam keadaan buruk (Gambar 9). Persepsi masyarakat
terhadap kondisi mangrove yang berada dalam keadaan buruk ini disebabkan
karena masyarakat cenderung membandingkan keadaan mangrove pada saat ini
dengan keadaan mangrove sebelum tahun 1980 (sebelum adanya alih fungsi lahan
ekosistem mangrove menjadi pertambakan).
0
20
40
60
80
100
Mangrove
Pese
ntas
i jum
lah
oran
g (%
)
BaikSedangBuruk
Gambar 9. Persepsi masyarakat terhadap kondisi mangrove
Sarana dan prasarana adalah salah satu kunci utama yang akan mendukung
keberhasilan pengembangan di suatu kawasan. Lebih dari 50% masyarakat
mengungkapkan bahwa sarana dan prasarana yang mencakup listrik, air bersih,
kesehatan dan transportasi di sekitar kawasan Estuari Perancak sudah memadai
dengan kualitas sedang (Gambar 10).
0
20
40
60
80
100
Listrik Air Bersih Kesehatan Transportasi
pers
enta
si ju
mla
h or
ang
(%)
Baik Sedang Buruk
Gambar 10. Persepsi masyarakat terhadap sarana dan prasarana
Sumber listrik daerah Estuari Perancak berasal dari PLTG dan
interkoneksi Jawa dan Bali, yang beroperasi selama 24 jam dalam satu hari.
Masyarakat lokal sebagian besar menggunakan sumur prigi untuk sumber air
bersihnya. Lokasi yang sangat dekat dengan laut menyebabkan kualitas air tanah
yang dihasilkan di daerah ini masih kurang baik (payau). Selain dari sumur prigi,
ada juga beberapa masyarakat yang menggunakan sumber air bersihnya dari
PAM. Sarana kesehatan yang ada di kawasan ini adalah Pusat Kesehatan
Masyarakat (puskesmas). Tidak ada kendaraan umum yang beroperasi di daerah
ini, namun sudah ada fasilitas jalan umum yang bisa menghubungkan daerah ini
dengan daerah lainnya.
4. Keterlibatan Masyarakat
Salah satu tujuan dari kegiatan ekowisata adalah untuk mensejahterakan
masyarakat lokal. Keterlibatan masyarakat lokal dalam kegiatan ekowisata sangat
penting, karena merekalah yang akan menyediakan sebagian besar atraksi
sekaligus menentukan kualitas produk wisata. Dari hasil wawancara, sebagian
besar dari masyarakat (53%) berkeinginan untuk terlibat dalam kegiatan
ekowisata, 17 % tidak ingin terlibat, dan sekitar 30% mengatakan tidak tahu.
Masyarakat yang ingin terlibat dalam kegiatan ekowisata ini ada yang bersedia
menjadi pemandu, menyewakan rumahnya untuk penginapan ekowisatawan dan
ada juga yang berkeinginan untuk menjadi relawan (Gambar 11).
Gambar 11. Keterlibatan masyarakat dalam kegiatan ekowisata
5. Karakteristik Pengunjung
Sama halnya dengan masyarakat, responden untuk pengunjung yang
diwawancarai adalah sebanyak 30 orang. Pengunjung yang diwancarai adalah
pengunjung yang datang ke sekitar Estuari Perancak dan melakukan kegiatan
pemanfaatan seperti kegiatan wisata.
Usia pengunjung didominasi oleh kisaran usia 20-29 tahun sebanyak 33%,
kisaran usia 30-39 dan 40-49 sebanyak 27%, di bawah 20 tahun sebanyak 10%
dan usia yang di atas 59 tahun sebanyak 3%. Tidak ditemukan pengunjung yang
usianya 50-59 tahun (Gambar 12).
10%
33%
3%
27%
27%
<20
20-29
30-39
40-49
50-59
>59
Gambar 12 . Karakteristik usia pengunjung
Tingkat pendidikan pengunjung sangat bervariasi, mulai dari yang tidak
pernah sekolah (3%) sampai dengan tingkat S1 (7%). Tingkat pendidikan
pengunjung yang paling banyak adalah tingkat SMA sebanyak 64 % (Gambar 13).
53%
17%
30%
Terlibat Tidak Terlibat Tidak Tahu
14%
79%
7%
Pemandu Pemandu dan Rumah peninapan Relawan
3%10%
64%
3%7%
13%
Tidak sekolah
SD
SLTP
SLTA
D1
S1
Gambar 13 . Karakteristik pendidikan pengunjung
Rata-rata pendapatan pengunjung yang paling banyak didapatkan adalah
Rp. 500.000 – 1.000.000 per bulannya (40%). Yang mempunyai penghasilan
kurang dari Rp. 500.000 sebanyak 37 %, Rp. 1.000.000 – Rp. 2.000.000 sebanyak
18 % dan Rp. 3.000.000 – 4.000.000 sebanyak 10%. Tidak ada pengunjung
dengan tingkat penghasilan diatas Rp. 4.000.000 (Gambar 14).
37%
40%
13%10%
<500
500-1jt
1-2jt
3-4jt
4-5jt
>5jt
Gambar 14. Karakteristik pendapatan pengunjung
Pengunjung sebagian besar berasal dari dalam Kabupaten Jembrana (76
%). Pengunjung yang datang dari luar Kabupaten Jembrana tetapi masih berada di
dalam Provinsi Bali sebanyak 17% dan yang datang dari luar Provinsi Bali adalah
sebanyak 7% (Gambar 15).
76%
7%
17%
JembranaBaliLuar Bali
Gambar 15 . Karakteristik daerah asal pengunjung
Hasil wawancara mengenai karakteristik pengunjung ini dapat dijadikan
sebagai sumber informasi untuk pengelola dalam pembuatan paket-paket wisata.
Paket wisata yang bisa diterapkan di Estuari Perancak ini adalah paket wisata
yang digemari oleh kalangan dewasa yang memiliki penghasilan yang tidak begitu
tinggi.
6. Pemahaman dan Persepsi Pengunjung
Secara umum pemahaman pengunjung tentang ekosistem mangrove dan
ekowisata masih sangat rendah (Gambar 16). Kegiatan ekowisata dalam
pelaksanaannya diharapkan dapat meningkatkan pemahaman pengunjung tentang
ekosistem mangrove.
0
20
40
60
80
100
Mangrove Ekowisata
Pese
ntas
e ju
mla
h or
ang(
%)
RendahSedangtinggi
Gambar 16. Pemahaman pengunjung terhadap ekowisata dan mangrove
Pengunjung Estuari Perancak sebagian besar mengatakan kondisi
mangrove di Estuari ini masih dalam keadaan baik, beberapa mengatakan sedang
dan sama sekali tidak ada pengunjung yang mengatakan kondisi mangrove di
wilayah ini dalam keadaan buruk (Gambar 17).
0
20
40
60
80
100
Mangrove
Pers
enta
se ju
mla
h or
ang
(%)
BaiksedangBuruk
Gambar 17. Persepsi pengunjung terhadap kondisi sumberdaya
Pengunjung kawasan Estuari Perancak mengungkapkan bahwa sarana dan
prasarana seperti listrik, air bersih, kesehatan dan transportasi cukup memadai
(Gambar 18). Kegiatan wisata yang akan dikembangkan di suatu wilayah harus
didukung dengan adanya fasilitas umum penunjang kegiatan, seperti kamar mandi
umum, tempat sampah dan fasilitas lainnya. Pembangunan sarana dan prasarana
dapat meningkatkan daya dukung sehingga upaya pemanfaatan dapat dilakukan
secara optimal.
0
20
40
60
80
100
Listrik Air Bersih Kesehatan Transportasi
pers
enta
se ju
mla
h or
ang
(%)
Baik Sedang Buruk
Gambar 18. Persepsi pengunjung terhadap sarana dan prasarana
7. Keinginan Pengunjung Berwisata Mangrove
Sekitar 77 % pengunjung mengatakan bersedia datang untuk berwisata
mangrove dan sisanya sekitar 23 % mengatakan tidak tahu (Gambar 19). Selain
keadaan sumberdaya alam, jenis kegiatan wisata yang ditawarkan juga dapat
mempengaruhi tingkat keinginan pengunjung untuk datang ke suatu kawasan
wisata.
77%
23%
Mau
Tidak tahu
Gambar 19. Keinginan pengunjung untuk berwisata mangrove
C. Ekosistem Mangrove
1. Potensi Sumberdaya Mangrove
Ekosistem mangrove merupakan komunitas vegetasi pantai tropis, yang
didominasi oleh beberapa spesies pohon mangrove yang mampu tumbuh dan
berkembang pada daerah pasang-surut pantai berlumpur. Komunitas vegetasi ini
umumnya tumbuh pada daerah intertidal dan supratidal yang cukup mendapat
aliran air, dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat.
Ekosistem mangrove banyak ditemukan di pantai-pantai teluk yang dangkal,
estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindung (Bengen, 2001).
Dari hasil pengamatan mangrove di 4 stasiun diperoleh 6 jenis mangrove
dominan yang terdiri dari bakau (Rhizophora spp.), lindur (Bruguiera
gymnorrhiza), api-api (Avicennia spp.), pedada (Sonneratia spp.), tingi (ceriops
tagal), dan nipah (Nypa fruticants) (Tabel 10).
Tabel 10. Komposisi jenis mangrove yang didapatkan
No. Stasiun No. Nama Spesies 1 2 3 4
1 Rhizophora spp √ √ √ - 2 Bruguiera gymnorrhiza √ - √ - 3 Avicennia spp √ √ √ - 4 Sonneratia spp √ √ √ - 5 Ceriops tagal √ - √ - 6 Nypa Fruticants - - - √
Keterangan: √ = Ditemukan , = Tidak ditemukan (Data Primer diolah tahun 2008) Zonasi mangrove di Estuari Perancak dari perairan menuju ke arah daratan
adalah zona depan (dekat perairan) didominasi oleh Avicnenia spp. dan
Sonneratia spp.. Di zona tengah didapatkan campuran jenis Rhizophora spp,
ceriops tagal dan Bruguiera gymnorrhiza serta beberapa mangrove ikutan. Pada
zona akhir (dekat daratan) didominasi oleh jenis Nypa fruticants. Komposisi jenis
ini masih tetap sama dengan penelitian greenbelt yang dilakukan oleh Balai Riset
dan Observasi Kelautan pada tahun 2004.
Dari hasil pengamatan di lapang, diperoleh kisaran kerapatan jenis setiap
stasiunnya baik itu untuk tingkat pohon, anakan ataupun semai. Selain itu, kisaran
kerapatan total mangrove juga dapat diperoleh dengan cara menjumlahkan semua
jenis yang terdapat pada setiap plotnya (Tabel 11 dan Lampiran 3) .
Stasiun 1 terdiri dari 5 jenis mangrove, yaitu Rhizophora spp., Bruguiera
gymnorrhiza, Avicennia spp., Sonneratia spp. dan Ceriops tagal. Kerapatan jenis
yang paling besar pada stasiun ini adalah pada jenis Rhizophora spp.. Pada stasiun
ini, kisaran kerapatan total semua jenis mangrovenya adalah 13 - 46 ind/ 100 m2
untuk tingkat pohon, 2 – 18 ind/ 25 m2 untuk tingkat anakan dan 9 – 45 ind/ 1 m2
untuk tingkat semai.
Stasiun 2 terdiri dari 3 jenis mangrove, yaitu Rhizophora spp., Avicennia
spp. dan Sonneratia spp.. Pada stasiun ini, sonneratia spp. memiliki kisaran
kerapatan yang paling besar. Kisaran kerapatan total semua jenis mangrove pada
stasiun ini adalah 16 - 21 ind/ 100 m2 untuk tingkat pohon, ± 20 ind/ 25 m2 untuk
tingkat anakan dan 4 - 9 ind/ 1 m2 untuk tingkat semai.
Tabel 11. Kisaran kerapatan jenis mangrove Kisaran Kerapatan Jenis
Lokasi Jenis Mangrove Pohon (Ind/100 m2)
Anakan (Ind/25 m2)
Semai (Ind/1 m2)
Rhizophora spp 4 - 46 1 - 10 8 – 45 Bruguiera gymnorhizza 1 - 9 1 - 8 0 – 4 Avicennia spp 3 - 10 0 - 3 0 – 25 Sonneratia spp 0 - 5 - - Ceriops tagal - - 1 – 5
Stasiun 1
Total Jumlah Mangrove 13 - 46 2 - 18 9 – 45 Rhizophora spp 3 – 14 - 0 – 9 Sonneratia spp 7 - 9 5 - 20 0 – 4 Avicennia spp 0 – 4 0 - 15 -
Stasiun 2
Total Jumlah Mangrove 16 - 21 ± 20 4 – 9 Rhizophora spp 7 – 13 - 10 – 38 Bruguiera gymnorhizza 10 – 14 2 – 4 2 – 40 Avicennia spp 1 – 2 0 – 2 - Sonneratia spp 1 – 4 0 – 1 - Ceriops tagal 0 - 4 0 – 1 0 – 56
Stasiun 3
Total Jumlah Mangrove 8 - 32 2 - 7 16 – 77 Nypa Fruticants - ± 118 -
Stasiun 4 Total Jumlah Mangrove - ± 118 -
Sumber: Data Primer dan Sekunder diolah tahun 2008
Sama halnya dengan stasiun 1, pada stasiun 3 terdapat 5 jenis mangrove,
yaitu Rhizophora spp., Bruguiera gymnorrhiza, Avicennia spp., Sonneratia spp.
dan Ceriops tagal. Kerapatan jenis yang paling besar pada stasiun ini adalah pada
jenis Rhizophora spp.. Pada stasiun ini, kisaran kerapatan total semua jenis
mangrovenya adalah 8 - 32 ind/ 100 m2 untuk tingkat pohon, 2 - 7 ind/ 25 m2
untuk tingkat anakan dan 16 - 77 ind/ 1 m2 untuk tingkat semai.
Pada stasiun 4 hanya terdapat jenis Nypa Fruticants tingkat anakan dengan
kisaran kerapatannya adalah ± 118 ind/ 25 m2. Keberadaan jenis Nypa fruticants
pada stasiun 4 ini dikarenakan lokasi stasiun 4 ini terletak pada zona akhir (dekat
daratan).
2. Keberadaan Fauna Ekosistem Mangrove di Estuari Perancak
Mangrove memiliki fungsi ekologis sebagai habitat berbagai jenis satwa.
Komunitas fauna ekosistem mangrove di Estuari Perancak membentuk
percampuran antara dua kelompok, yaitu kelompok fauna daratan (terestrial) dan
kelompok fauna perairan (akuatik).
Kelompok fauna daratan (terestrial) di Estuari Perancak adalah jenis
burung seperti kuntul besar (Egretta alba), kuntul kecil (Egretta garzetta),
belekok/ kuntul sawah (Ardeola speciosa) dan jenis reptil seperti biawak (Varanus
salvator), ular air (Natrix sp.) dan kadal (Mabouia multifasciata). Sedangkan
kelompok fauna perairan (akuatik) di daerah adalah jenis ikan seperti ikan buntal
(Diodon sp), ikan putihan/bawal putih (Pampus argeteun), ikan sadar/ baronang
(Siganus sp.), ikan kerapu lumpur (Epinephelus coroides), ikan kerong
(Plectorhinchus lessoni), ikan blanak (Mugil sp.) dan ikan mujaer (Oreochromis
mossambicus); jenis moluska seperti teritip (Belanus spp.) dan kerang bakau
(Polymesoda bengalensis L.); jenis krustasea seperti udang dan kepiting (kepiting
bakau (Scylla serrata), Uca (Uca sp.)).
Keberadaan fauna-fauna ini dapat menjadi potensi pengembangan
alternatif wisata mangrove lainnya. Contoh alternatif–alternatif ini seperti
pengamatan jenis burung, memancing dan fotografi.
D. Kesesuaian Ekologis untuk Kegiatan Ekowisata
Kegiatan wisata yang akan dikembangkan hendaknya disesuaikan dengan
potensi sumberdaya dan peruntukannya. Indeks kesesuaian ekologis dapat
mengidentifikasikan apakah suatu ekosistem sesuai (S), sesuai bersyarat (SB),
atau tidak sesuai (N) untuk suatu kegiatan wisata. Kesesuaian wisata mangrove
mempertimbangkan 5 parameter dengan 4 klasifikasi penilaian. Parameter-
parameter tersebut adalah ketebalan mangrove, kerapatan mangrove, jenis
mangrove, pasang surut dan obyek biota.
Parameter ketebalan mangrove diperoleh dari hasil interpretasi citra.
Kerapatan mangrove diperoleh dari hasil interpretasi citra dengan koreksi lapang
pada beberapa titik pada saat pengamatan mangrove. Parameter jenis mangrove
diperoleh dari hasil pengamatan mangrove dan pengamatan di lapangan.
Parameter Pasang surut diperoleh dari prediksi pasang surut yang telah dikoreksi
dan Parameter Obyek biota diperoleh dari pengamatan di lapangan.
Analisis kesesuaian ekologis dilakukan di semua stasiun pengamatan dan
setiap stasiun tersebut dibagi menjadi beberapa plot. Penentuan plot lebih
didasarkan pada perbedaan ketebalan mangrove, karena parameter lainnya
mempunyai hasil yang hampir sama pada setiap stasiunnya. Untuk kerapatan
mangrove, walaupun terlihat dari citra ada lokasi yang memiliki kerapatan tinggi
atau kerapatan kurang tinggi, namun secara keseluruhan kerapatannya ≥15 ind/
100 m2 atau termasuk kategori baik untuk wisata mangrove (Yulianda, 2007).
Berdasarkan analisis kesesuaian ekologis di 10 lokasi, didapatkan 3 lokasi
yang termasuk kedalam kategori sesuai (S) yaitu stasiun 1 plot 3, stasiun 2 plot 2
dan stasiun 3 plot 3 dan 7 lokasi yang masuk ke dalam kategori sesuai bersyarat
(SB), yaitu stasiun 1 plot 2 dan 3, stasiun 2 plot 2, stasiun 3 plot 1 dan 2 dan
stasiun 4 plot 1 dan 2 (Tabel 12). Kategori sesuai menunjukan bahwa kondisi
ekosistem mangrove di Estuari Perancak ini sesuai untuk dijadikan atau
dikembangkan sebagai obyek wisata. Oleh karena itu perlu adanya pengelolaan
yang lebih lanjut agar potensi yang ada pada ekosistem mangrove di kawasan ini
dapat terus dikembangkan menjadi suatu kawasan wisata. Kategori sesuai
bersyarat menunjukan bahwa untuk menjadikan lokasi ini sebagai lokasi wisata,
maka lokasi ini perlu dikelola terlebih dahulu sebelum dijadikan sebagai tempat
wisata.
Tabel 12. Indeks Kesesuaian Ekosistem untuk wisata mangrove
Lokasi Indeks Kesesuaian Pengamatan Plot Total
Skor Ekosistem(%) Tingkat
Kesesuaian 1 23 58,97 SB 2 28 71,79 SB Stasiun 1 3 33 84,61 S 1 28 71,79 SB
Stasiun 2 2 33 84,61 S 1 23 58,97 SB 2 28 71,79 SB Stasiun 3 3 33 84,61 S 1 21 75 SB
Stasiun 4 2 26 75 SB
Keterangan: SB = Sesuai Bersyarat, S = Sesuai (Data Primer diolah tahun 2008)
Gambar 20. Peta kesesuaian ekosistem mangrove untuk ekowisata
Hasil analisis kesesuaian ekologis yang diperoleh kemudian ditampilkan
dalam bentuk peta kesesuaian ekosistem untuk kegiatan wisata. Dari peta tersebut
dapat diketahui lokasi yang sesuai maupun yang tidak sesuai untuk kegiatan
wisata (Gambar 20).
E. Daya Dukung Kawasan Untuk Kegiatan Ekowisata
Daya dukung kawasan adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara
fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa
menimbulkan gangguan pada alam dan manusia (Yulianda, 2007). Meskipun
mungkin permintaan sangat banyak, tetapi daya dukunglah yang membatasi
kegiatan yang dilakukan di lingkungan alam.
Ekosistem mangrove di sekitar kawasan Estuari Perancak memiliki
keunikan yang khas, selain jenis mangrove yang cukup banyak, kondisi
ekosistemnya pun sangat menarik dengan adanya sungai besar di antara hamparan
hutan mangrove. Keunikan ini dapat dimanfaatkan sebagai daya tarik
ekowisatawan untuk melakukan kegiatan ekowisata melalui perairan ataupun
daratan (Tabel 13).
Tabel 13. Nilai Daya Dukung Kawasan
No. Lokasi Usulan Track DDK (orang/hari)
Total (orang/hari)
1 Perairan 1 165 165 2 70 3 27 4 29 2 Daratan
5 46
172
Sumber: Data Primer diolah tahun 2008 1. Perairan
Kegiatan ekowisata mangrove di Estuari perancak dapat dilakukan dengan
menyusuri sungai di ekositem mangrove ini. Kegiatan yang dilakukan pada
kawasan ini dalam pelaksanaannya harus memperhatikan daya dukung kawasan.
Terdapat satu usulan track pada lokasi ini, dengan nilai daya dukung kawasan
sebanyak 165 (Tabel 13 dan Gambar 21). Nilai ini menunjukan bahwa, dalam satu
harinya maksimal ekowisatawan yang dapat melalui lokasi ini adalah 165 orang.
Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan ekowisata mangrove ini
adalah 4 jam dalam satu harinya, waktu ini disesuaikan dengan rata-rata lama
pasang air laut. Hal ini dikarenakan ada beberapa lokasi pada sungai yang tidak
bisa dilalui oleh alat transportasi pada saat air surut.
Track ini dapat dilalui dengan menggunakan alat transportasi seperti
perahu dayung, canno atau kapal kecil. Fasilitas lain yang diperlukan pada track
ini adalah fasilitas keamanan seperti pelampung. Selain itu juga perlu adanya
darmaga untuk bersendernya alat-alat transportasi yang akan digunakan pada track
ini. Kegiatan-kegiatan yang dapat dilakukan pada track ini selain menikmati
keindahan mangrove sambil menyusuri sungai, juga dapat dilakukan kegiatan
memancing, fotografi, olah raga air (dayung) dan pengamatan burung.
2. Daratan
Ekosistem mangrove merupakan salah satu potensi wisata di kawasan
Estuari Perancak. Salah satu cara untuk menikmatinya adalah dengan berjalan
menyusuri ekosistem mangrove. Kegiatan ini dapat memberikan pengalaman,
seperti pengalaman berjalan di tengah hutan mangrove, memberikan pengetahuan
mengenai jenis-jenis spesies mangrove dan ciri-ciri khasnya juga mengamati
jenis-jenis fauna yang terdapat di sekitar ekosistem mangrove seperti burung air.
Kegiatan ini diharapkan dapat menumbuhkan minat dan kesadaran akan
pentingnya ekosistem mangrove.
Sarana prasarana yang dibutuhkan dalam kegiatan ini adalah boardwalk
(Gambar 22). Track daratan dibuat dengan pertimbangan dibuat pada daerah yang
memenuhi kriteria sesuai pada indeks kesesuaian wisata atau kategori sesuai
bersyarat. Kegiatan yang dilakukan pada kawasan ini dalam pelaksanaannya harus
memperhatikan daya dukung kawasan.
Gambar 21. Peta usulan track wisata mangrove di Estuari Perancak
Track 1
Track 2
Track 5 Track 4
Track 3
Jumlah maksimal ekowisatawan yang dapat berkunjung ke track daratan
ini berjumlah 172 orang per harinya (Tabel 13 dan Gambar 21). Waktu yang
diberikan oleh kawasan pada kegiatan track daratan ini adalah sebanyak 8 jam,
sesuai dengan rata-rata lama jam kerja (Yulianda, 2007). Track-track ini tidak
begitu dipengaruhi oleh kondisi pasang surut, asalkan tinggi boardwalk yang
dibuat disesuaikan dengan kondisi pasang tertinggi.
Gambar 22. Contoh-contoh boardwalk (Yulianda, 2006) F. Strategi Pengelolaan Kawasan untuk Ekowisata
Analisis SWOT digunakan untuk mengidentifikasi relasi-relasi
sumberdaya ekowisata dengan sumberdaya yang lain. Oleh sebab itu, semua pihak
khususnya masyarakat lokal perlu mengetahui apa kekuatan dan kelemahan yang
dimiliki oleh kawasan dan obyek ekowisata tersebut (Damanik dan Weber, 2006).
1. Faktor-Faktor Internal (IFAS)
Identifikasi faktor-faktor strategis internal didapatkan dari hasil wawancara
dengan masyarakat, pengunjung dan pihak pengelola atau instansi yang berkaitan
serta pengamatan secara langsung di lapangan.
a. Kekuatan (Strengths)
1. Adanya Balai Riset dan Observasi Kelautan (BROK).
Balai Riset dan Obeservasi Kelautan merupakan Unit Pelaksanaan
Teknis (UPT) Departemen Kelautan dan Perikanan yang memiliki mandat
dalam pengembangan riset strategi dan aplikasi observasi kelautan
nasional untuk mendukung terciptanya pengelolaan sumberdaya kelautan
yang lestari. Ekosistem mangrove adalah salah satu sumberdaya bahari
yang sangat penting dan perlu dijaga kelestariannya. Oleh karena itu,
ekosistem mangrove di sekitar kawasan Estuari Perancak ini termasuk
kedalam daerah kajian BROK. Salah satu program BROK adalah
rehabilitasi hutan mangrove di kawasan Estuari Perancak. Program ini
diikuti oleh berbagai kalangan, mulai dari masyarakat setempat sampai
kalangan pelajar dari luar kawasan. Dalam pelaksanaannya, bukan hanya
kegiatan rehabilitasi mangrove saja yang dilakukan, tetapi juga dilakukan
sosialisasi tentang pentingnya ekosistem mangrove.
2. Ekosistem mangrove yang mendukung untuk dilakukannya kegiatan
ekowisata.
Kawasan Estuari Perancak memiliki hutan mangrove dengan luas
area 177,09 ha (BROK, 2004). Terdapat 6 jenis mangrove dominan pada
kawasan ini yang terdiri dari Bakau (Rhizophora spp.), Lindur (Bruguiera
gymnorrhiza), api-api (Avicennia spp.), Pedada (Sonneratia spp.), Tingi
(ceriops tagal), dan Nipah (Nypa fruticants) (Tabel 10). Berdasarkan
indeks kesesuaian ekosistem didapatkan 3 lokasi yang termasuk kedalam
kategori sesuai (S) untuk kegiatan wisata mangrove yaitu stasiun 1 plot 3,
stasiun 2 plot 2 dan stasiun 3 plot 3 (Tabel 12). Selain itu, ekosistem
mangrove di Estuari Perancak sangat unik serta kondisi geografisnya yang
terdiri dari daratan dan perairan memungkinkan untuk dilakukannya
berbagai kegiatan wisata lainnya. Kegiatan wisata tersebut antara lain
seperti lintas alam, memancing, canoing, pengamatan jenis burung,
fotografi, pendidikan, piknik dan berkemah.
3. Dukungan dari sebagian masyarakat setempat terhadap kegiatan
ekowisata.
Hasil wawancara menunjukan bahwa sebagian besar dari
masyarakat mendukung dan berkeinginan untuk terlibat dalam kegiatan
ekowisata. Masyarakat yang ingin terlibat dalam kegiatan ekowisata ini
ada yang bersedia menjadi pemandu, menyewakan rumahnya untuk
penginapan ekowisatawan dan ada juga yang berkeinginan untuk menjadi
relawan (Gambar 11).
b. Kelemahan (Weakness)
1. Belum adanya sarana umum penunjang ekowisata
Kawasan Estuari Perancak belum dijadikan sebagai daerah wisata
sehingga sarana dan prasarana penunjang kegiatan wisatapun belum ada.
Daya tarik atraksi alam harus didukung oleh faktor ketersediaan
infrastruktur pendukung agar wisatawan aman dan nyaman melakukan
kegiatannya di kawasan itu. Salah satu fasilitas yang harus ada dalam
kegiatan wisata mangrove adalah boardwalk. Sarana prasarana lainnya
yang tidak kalah penting adalah seperti tempat sampah dan fasilitas kamar
mandi umum.
2. Kesadaran sebagian masyarakat tentang pentingnya ekosistem mangrove
masih rendah.
Kegiatan sosialisasi tentang pentingnya ekosistem mangrove telah
sering dilakukan, namun dalam kenyataannya masih banyak kegiatan
penebangan liar vegetasi mangrove di wilayah Estuari perancak ini
(Gambar 7). Masyarakat memanfaatkan hasil tebangannya itu sebagai
pengganti bahan kayu bakar. Sampai saat ini, kegiatan penebangan liar ini
belum bisa dihentikan. Hal ini dikarena belum adanya peraturan tertulis
yang melarang kegiatan penebangan liar dan juga belum adanya aparat
yang secara khusus ditugaskan untuk mengawasi daerah hutan mangrove
ini. Jika kegiatan penebangan liar ini tidak di hentikan, maka akan
mengancam keberadaan ekosistem mangrove.
3. Banyaknya areal pertambakan di sekitar Estuari Perancak akibat konversi
lahan mangrove.
Sebagian besar luasan Estuari Perancak di dominasi oleh lahan
tambak, baik itu tambak yang masih dikelola ataupun yang tidak dikelola
lagi. Objek dari ekowisata mangrove adalah ekosistem mangrove yang
mempunyai daya tarik. Keberadaan tambak-tambak ini dapat mengurangi
nilai estetika dari objek ekowisata mangrove sendiri (Gambar 2).
4. Belum ada pengelolaan wisata
Kegiatan wisata di Estuari Perancak sudah ada, hal ini dapat dilihat
dari banyaknya pengunjung yang datang ke lokasi ini. Walaupun kegiatan
wisata sudah ada, namun belum ada pihak yang secara khusus mengelola
wisata di lokasi ini. Hal ini menyebabkan potensi wisata yang ada belum
dapat di manfaatkan secara optimal.
2. Faktor-Faktor Eksternal (EFAS)
Identifikasi faktor-faktor strategis eksternal didapatkan dari hasil wawancara
dengan masyarakat, pengunjung dan pihak pengelola atau instansi yang berkaitan
serta pengamatan secara langsung di lapangan.
a. Peluang (Opportunities)
1. Lokasi Estuari Perancak berada di Provinsi Bali yang merupakan pusat
pariwisata Indonesia.
Secara geografis Estuari Perancak terletak di Provinsi Bali, hal ini
merupakan suatu peluang yang sangat besar dikarenakan Provinsi Bali
adalah pusat pariwisata Indonesia. Jumlah total kunjungan wisatawan pada
obyek-obyek wisata di Bali pada tahun 2006 adalah sebanyak 3.502.026
orang dengan wisatawan nusantara sebanyak 1.854.237 orang dan
wisatawan mancanegara sebanyak 1.647.498 orang (Dinas Pariwisata
Provinsi Bali, 2007). Walaupun Jembrana bukan merupakan salah satu
kawasan utama pariwisata Bali namun citra positif Bali diharapkan dapat
mengangkat potensi wilayah Estuari Perancak dalam mengembangkan
kegiatan ekowisata mangrove ini.
2. Persepsi positif pengunjung terhadap ekosistem mangrove dan keinginan
untuk berwisata mangrove
Pengunjung Estuari Perancak sebagian besar mengatakan kondisi
mangrove di Estuari ini masih dalam keadaan baik dan sama sekali tidak
ada pengunjung yang mengatakan kondisi mangrove di wilayah ini dalam
keadaan buruk (Gambar 17). Selain persepsi terhadap ekosistem
mangrove, sekitar 77 % pengunjung mengatakan bersedia datang untuk
berwisata mangrove (Gambar 19). Kedua hal tersebut adalah sebuah
peluang yang sangat besar, karena di mata pengunjung yang datang ke
Estuari Perancak, ekosistem mangrove di daerah ini cukup menarik untuk
dikunjungi.
3. Adanya Rencana alokasi tata ruang kawasan Pariwisata Perancak
Pemerintah Kabupaten Jembrana telah menyusun Rencana Tata
Ruang Wilayah Kabupaten Jembrana Tahun 2000 sampai dengan Tahun
2010 dengan Peraturan Daerah Kabupaten Jembrana Nomor 7 Tahun 2002
tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Jembrana.
Rencana kawasan pariwisata di Kabupaten Jembrana terdiri dari 2
lokasi, yaitu: pertama, kawasan Pariwisata Candikusuma yang meliputi :
Desa Tuwed, Desa Tukadaya, Desa Banyubiru, dan Desa Baluk dengan
luas seluruhnya 4.930,00 Ha. Kedua, kawasan Pariwisata Perancak
meliputi Desa Perancak, Desa Air Kuning, Desa Yeh Kuning, Desa
Delodbrawah, Desa Penyaringan, Desa Yeh Embang, Desa Yeh Embang
Kangin, Desa Yeh Sumbul, Desa Medewi, dan Desa Pulukan dengan luas
seluruhnya 20.010,00 (www.jembranakab.go.id).
b. Ancaman (Threats)
1. Konflik kepentingan.
Konflik didefinisikan sebagai suatu “perwujudan perbedaan cara
pandang” antara berbagai pihak terhadap obyek yang sama. Jenis kegiatan
yang memicu terjadinya konflik di sekitar kawasan Estuari Perancak
contohnya adalah penebangan kayu secara ilegal yang dilakukan oleh
masyarakat sekitar kawasan Estuari Perancak (di lokasi yang bukan
miliknya), sehingga menimbulkan konflik dengan pihak lain yang merasa
dirugikan (pemilik lahan);
2. Sampah
Sampah adalah ancaman yang sering kali menjadi permasalah di
suatu lokasi wisata. Kurangnya pemahaman pengunjung ataupun
masyarakat terhadap fungsi ekosistem mangrove dapat menimbulkan
kerusakan terhadap ekosistem ini sendiri. Kegiatan yang mereka lakukan
yang dapat merusak ekosistem mangrove ini contohnya adalah membuang
sampah ke sungai (Lampiran 14).
3. Banjir akibat tanggul tambak yang jebol
Banjir akibat air pasang sering kali terjadi di sekitar kawasan
Estuari Perancak. Salah satu faktor yang menyebabkan banjir di kawasan
ini adalah karena tanggul tambak yang jebol akibat erosi (Lampiran 14).
Kawasan Estuari Perancak didominasi oleh areal pertambakan. Jadi, yang
menahan air sungai meluap ke daratan bukan hutan mangrove saja, di
beberapa lokasi luapan air ini ditahan oleh tanggul tambak. Jika tanggul ini
jebol maka air sungai tidak akan ada yang menahan lagi, hal ini lah yang
menyebabkan banjir di sekitar kawasan Estuari Perancak.
3. Penentuan Bobot dan Skor Setiap Faktor
Pemberian bobot masing-masing faktor harus sesuai dengan kriteria
penilaian obyek wisata hutan mangrove. Sedangkan hasil penilaian faktor-faktor
internal dan eksternal digunakan untuk menghitung rating atau tingkat
kepentingan suatu faktor terhadap suatu kegiatan (Tabel 14 dan Tabel 15).
4. Matriks SWOT
Setelah matriks IFAS dan EFAS selesai, selanjutnya unsur-unsur tersebut
dihubungkan dalam matriks untuk memperoleh beberapa alternative strategi.
Matriks ini menghubungkan empat kemungkinan strategi, yaitu menggunakan
kekuatan yang dimiliki untuk mengambil peluang yang ada (strategi S-O),
mengunakan peluang yang dimiliki untuk mengatasi ancama yang dihadapai
(Stategi S-T), mendapatkan keuntungan dari peluang dengan mengatasi
kelemahan (Stategi W-O), meminimalkan kemahan untuk menghindari ancama
(Stategi W-T) (Tabel 16).
5. Alternatif Strategi
Prioritas dari strategi yang dihasilkan dengan memperhatikan faktor-faktor
yang saling terkait. Rangking akan ditentukan berdasarkan urutan jumlah skor
terbesar sampai terkecil (Tabel 17).
Tabel 14. Matriks faktor strategi internal (IFAS) No. Faktor-faktor strategi internal Bobot Nilai Skor
1.
2.
3.
1.
2.
3.
4.
Strenghts (kekuatan) Adanya Balai Riset dan Observasi Kelautan (BROK). Ekosistem mangrove yang mendukung untuk dilakukannya kegiatan ekowisata. Dukungan dari sebagian masyarakat setempat terhadap kegiatan ekowisata.
Weaknesses (Kelemahan) Belum adanya sarana umum penunjang wisata Kesadaran sebagian masyarakat tentang pentingnya ekosistem mangrove masih rendah. Banyaknya areal pertambakan di sekitar Estuari Perancak akibat konversi lahan mangrove. Belum ada pengelolaan wisata
0,19
0,29
0,10
0,05
0,24
0,05
0,10
4
4
3
3
4
3
3
0,76
1,14
0,29
0,14
0,95
0,14
0,29 Sumber: Data Primer diolah tahun 2008 (lampiran 11 dan 12)
Tabel 15. Matriks fakor strategi eksternal (EFAS)
No. Faktor-faktor strategi eksternal Bobot Nilai Skor
1.
2.
3.
1. 2. 3.
Opportunities (Peluang) Lokasi Estuari Perancak berada di Provinsi Bali yang merupakan pusat pariwisata Indonesia. Persepsi positif pengunjung terhadap ekosistem mangrove dan keinginan untuk berwisata mangrove. Adanya Rencana alokasi tata ruang kawasan Pariwisata Perancak
Treaths (Ancaman) Konflik kepentingan Sampah Banjir akibat tanggul tambak yang jebol
0,07
0,13
0,20
0,27 0,27 0,07
3
4
3
4 3 2
0,20
0,53
0,60
1,07 0,80 0,13
Sumber: Data Primer diolah tahun 2008 (lampiran 11 dan 12)
Tabel 16. Matriks SWOT
IFAS
EFAS
STRENGTHS (S)
1. Adanya Balai Riset dan Observasi Kelautan (BROK).
2. Ekosistem mangrove yang mendukung untuk dilakukannya kegiatan ekowisata.
3. Dukungan dari sebagian masyarakat setempat terhadap kegiatan ekowisata.
WEAKNESSES (W)
1. Belum adanya sarana umum penunjang ekowisata
2. Kesadaran sebagian masyarakat tentang pentingnya ekosistem mangrove masih rendah.
3. Banyaknya areal pertambakan di sekitar Estuari Perancak akibat konversi lahan mangrove.
4. Belum ada pengelolaan wisata
Opportunities (O)
1. Lokasi Estuari Perancak berada di Provinsi Bali yang merupakan pusat pariwisata Indonesia.
2. Persepsi positif pengunjung terhadap ekosistem mangrove dan keinginan untuk berwisata mangrove.
3. Adanya Rencana alokasi tata ruang kawasan Pariwisata Perancak
Strategi S-O
1. Meningkatkan usaha pengelolaan ekosistem mangrove melalui kegiatan ekowisata.
2. Meningkatkan partisipasi masyarakat lokal dalam kegiatan ekowisata dan mengembangkan kemampuan mereka untuk mengelola usaha-usaha wisata dan menjadi pemandu wisata.
Strategi W-O
1. Meningkatkan peran Pemerintah Daerah dalam meningkatkan sarana dan prasarana umum penunjang kegiatan ekowisata.
2. Memanfaatkan areal pertambakan yang masih produktif untuk dijadikan sebagai salah satu obyek wisata mangrove dengan menerapkan system silvofishery.
Treaths (T)
1. Konflik kepentingan 2. Sampah 3. Banjir akibat tanggul
tambak yang jebol
Strategi S-T
1. Membuat dan mengaplikasikan sistem pemantauan dan evaluasi yang melibatkan para pemangku kepentingan dalam perlindungan ekosistem mangrove.
2. Membangun komitmen dan kesadaran semua pihak dalam pengendalian pencemaran lingkungan
Strategi W-T
1. Meningkatkan kesadaran masyarakat dan pengunjung tentang pentingnya ekosistem mangrove melalui pendidikan konservasi.
2. Meningkatkan upaya rehabilitasi pada ekosistem mangrove yang rusak dan kritis.
Sumber: Data Primer diolah tahun 2008
Tabel 17. Alternatif strategi No. Alternatif strategi Keterkaitan Jumlah Skor Rangking
1.
2.
Strategi S-O
Meningkatkan usaha pengelolaan ekosistem mangrove melalui kegiatan ekowisata. Meningkatkan partisipasi masyarakat lokal dalam kegiatan ekowisata dan mengembangkan kemampuan mereka untuk mengelola usaha-usaha wisata dan menjadi pemandu wisata.
S1, S2, S3, O1, O2, O3 S2, S3, O1, O2
3,52
2,16
III
IV
1.
2
Strategi W-O
Meningkatkan peran Pemerintah Daerah dalam meningkatkan sarana dan prasarana umum penunjang kegiatan ekowisata. Memanfaatkan areal pertambakan yang masih produktif untuk dijadikan sebagai salah satu obyek wisata mangrove dengan menerapkan system silvofishery.
W1, W4, O2, O3 W3, W4, O2, O3
1,56
1,56
VII
VI
1.
2.
Strategi S-T
Membuat dan mengaplikasikan sistem pemantauan dan evaluasi yang melibatkan para pemangku kepentingan dalam perlindungan ekosistem mangrove. Membangun komitmen dan kesadaran semua pihak dalam pengendalian pencemaran lingkungan.
S1, S2, S3, T1, T2, T3 S1, S2, S3, T1, T2
4,19
4,06
I
II
1.
2.
Strategi W-T
Meningkatkan kesadaran masyarakat dan pengunjung tentang pentingnya ekosistem mangrove melalui pendidikan konservasi. Meningkatkan upaya rehabilitasi pada ekosistem mangrove yang rusak dan kritis.
W2, W4, T2 W3, W4, T3
2,04
0,56
V
VIII
Sumber: Data Primer diolah tahun 2008
Berdasarkan analisis yang mempertimbangkan kepentingan faktor-faktor
eksternal dan internal serta keterkaitan antar faktor-faktornya (analisis SWOT)
maka diperoleh alternatif strategi kegiatan ekowisata mangrove di sekitar estuari
Perancak sebagai berikut:
1. Membuat dan mengaplikasikan sistem pemantauan dan evaluasi yang
melibatkan para pemangku kepentingan dalam perlindungan ekosistem
mangrove.
2. Membangun komitmen dan kesadaran semua pihak dalam pengendalian
pencemaran lingkungan
3. Meningkatkan usaha pengelolaan ekosistem mangrove melalui kegiatan
ekowisata.
4. Meningkatkan partisipasi masyarakat lokal dalam kegiatan ekowisata dan
mengembangkan kemampuan mereka untuk mengelola usaha-usaha wisata
dan menjadi pemandu wisata.
5. Meningkatkan kesadaran masyarakat dan pengunjung tentang pentingnya
ekosistem mangrove melalui pendidikan konservasi.
6. Memanfaatkan areal pertambakan yang masih produktif untuk dijadikan
sebagai salah satu obyek wisata mangrove dengan menerapkan system
silvofishery.
7. Meningkatkan peran Pemerintah Daerah dalam meningkatkan sarana dan
prasarana umum penunjang kegiatan ekowisata.
8. Meningkatkan upaya rehabilitasi pada ekosistem mangrove yang rusak dan
kritis.
Dari delapan alternatif strategi diperoleh tiga prioritas utama kegiatan untuk
pengelolaan ekowisata di sekitar Estuari Perancak. Strategi-strategi tersebut
adalah:
Pertama, Membuat dan mengaplikasikan sistem pemantauan dan evaluasi
yang melibatkan para pemangku kepentingan dalam perlindungan ekosistem
mangrove. Sistem pemantauan dapat dilakukan dengan pembuatan peraturan
daerah yang secara khusus membahas tentang perlindungan dan pemanfaatan
mangrove. Selain itu, perlu dibentuk suatu kelompok pengawasan hutan
mangrove di Estuari Perancak ini yang melibatkan semua pihak, seperti
pemerintahan, pemilik lahan dan masyarakat sekitar.
Kedua, membangun komitmen dan kesadaran semua pihak dalam
pengendalian pencemaran lingkungan. Pencemaran yang dapat terlihat jelas di
kawasan Estuari Perancak adalah sampah, baik itu yang berasal dari masyarakat
ataupun pengunjung (lampiran 14). Pencemaran lingkungan akan terus terjadi bila
tidak ada komitmen dan kesadaran. Komitmen dapat berupa peraturan tertulis dan
kesadaran dapat ditingkatkan dengan pendidikan lingkungan.
Ketiga, meningkatkan usaha pengelolaan ekosistem mangrove melalui
kegiatan ekowisata. Menurut Dahuri (1996), alternative pemanfaatan Hutan
mangrove yang paling memungkinkan tanpa merusak ekosistem mangrove
meliputi: penelitian ilmiah (scientific research), pendidikan (education), dan
rekreasi terbatas/ ekoturisme (limited recreation/ecoturism). Ekowisata
(Ecotourism, green tourism atau alternative tourism), merupakan wisata
berorientasi pada lingkungan untuk menjembatani kepentingan perlindungan
sumberdaya alam/lingkungan dan industri kepariwisataan (Fandeli, 2000; META,
2002 dalam Yulianda, 2007). Konsep ekowisata merupakan salah satu alternatif
untuk pengelolaan kawasan wisata dalam suatu wilayah yang tetap
memperhatikan konservasi lingkungan dengan menggunakan potensi sumberdaya
dan mengikut sertakan masyarakat lokal.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Estuari Perancak didominasi oleh 6 jenis mangrove yaitu bakau
(Rhizophora spp.), lindur (Bruguiera gymnorrhiza), api-api (Avicennia spp.),
pedada (Sonneratia spp.), tingi (ceriops tagal), dan nipah (Nypa fruticants).
Secara umum, nilai kerapatan spesies yang paling besar nilainya pada tingkat
pohon dan semai adalah pada jenis Rhizophora spp. sedangkan pada fase anakan
adalah jenis Nypa fruticants.
Indeks kesesuaian ekosistem untuk kegiatan wisata mangrove di Estuari
Perancak termasuk kedalam kategori sesuai (S) dan kategori sesuai bersyarat
(SB). Terdapat 2 usulan lokasi track, yaitu track perairan dan track daratan. Nilai
daya dukung kawasan track perairan adalah 165 dan track daratan adalah 172.
Nilai daya dukung kawasan ini masih dapat berubah, disesuaikan dengan track
yang akan dibuat oleh pihak pengelola.
Strategi alternatif pengelolaan ekowisata mangrove yang diprioritaskan di
kawasan Estuari Perancak adalah:
9. Membuat dan mengaplikasikan sistem pemantauan dan evaluasi yang
melibatkan para pemangku kepentingan dalam perlindungan ekosistem
mangrove.
10. Membangun komitmen dan kesadaran semua pihak dalam pengendalian
pencemaran lingkungan.
11. Meningkatkan usaha pengelolaan ekosistem mangrove melalui kegiatan
ekowisata.
B. Saran
1. Perlu adanya penelitian lanjutan tentang alternatif-alternatif ekowisata
mangrove lainnya, baik itu dari segi potensi, analisis kesesuaian lahan maupun
daya dukung sehingga akan didapatkan peta potensi kesesuaian lahan bagi
keseluruhan jenis kegiatan ekowisata mangrove.
2. Kegiatan rehabilitasi mangrove yang telah dilakukan di Estuari Perancak
diharapkan dalam pelaksanaan menggunakan metode penanaman yang benar
(menanam langsung dari buahnya dengan media khusus atau menanam dari
hasil bibit persemaian), sehingga kegiatan rehabilitasi yang dilakukan dapat
berjalan lebih efisien
DAFTAR PUSTAKA
Annisa. 2004. Identifikasi Kerusakan Mangrove dengan Citra Satelit Landsat-ETM dan Sistem Informasi Geografis di Persisir Selatan Provinsi Gorontalo [Skripsi]. Jurusan Ilmu dan Teknologi Kelautan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Bahar, A. 2004. Kajian Kesesuaian dan Daya Dukung Ekosistem Mangrove untuk
Pengembangan Ekowisata di Gugus Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan [Tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Bengen, G. dan L. Adrianto. 1998. Strategi Pemberdayaan Masyarakat dalam
Pelestarian Hutan Mangrove. Makalah Lokakarya Jaringan Kerja Pelestarian Mangrove. Bogor: PKSPL. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 21 hal.
Bengen, D. G. 2001. Ekosistem dan sumberdaya pesisir dan laut serta pengelolaan
secara terpadu dan berkelanjutan. Prosiding pelatihan pengelolaan wilayah pesisir terpadu. Bogor, 29 Oktober – 3 November 2001.
Bengen, D. G. 2002. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisir. Pusat Kajian
Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor
BPS (Badan Pusat Statistik) Jembrana. 2007. Statistik Kecamatan Negara 2007.
Jembrana: Badan Pusat Statistik Jembrana. BROK (Balai Riset dan Observasi Kelautan). 2004. Pengembangan Teknologi
Struktur Lunak (Greenbelt) untuk Perlindungan Pantai . Laporan Antara . Pusat Riset Teknologi Kelautan. Balai Riset dan Observasi Kelautan. DKP.
BROK (Balai Riset dan Observasi Kelautan). 2007. Format Laporan Profil Desa.
Pusat Riset Teknologi Kelautan. Balai Riset dan Observasi Kelautan. DKP. BROK (Balai Riset dan Observasi Kelautan). 2008. Prediksi Pasang Surut Estuari
Perancak 1 – 7 April 2008. Pusat Riset Teknologi Kelautan. Balai Riset dan Observasi Kelautan. DKP.
Dahuri, R. 1996. Pengembangan Rencana Pengelolaan Pemanfaatan Berganda
Hutan Manrove di Sumatera. PPLH. Institut Pertanian Bogor. Bogor Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama. Damanik, J dan H. Weber. 2006. Perencanaan Ekowisata. Yogyakarta:
Universitas Gadjah Mada dan C.V Andi Offset.
Fandeli, C. 2000. Pengusahaan Ekowisata. Yogyakarta: Fakultas kehutanan. Universitas Gadjah mada.
Irwanto. 2006. Keanekaragaman Fauna Pada Habitat Mangrove.
http:// www.irwantoshut.com Diakses 1 Februari 2008 11:25:00
Nontji, A. 2005. Laut Nusantara. Jakarta: Djambatan. Nybakken, J. W. 1992. Biologi Laut: Suatu Tinjauan Ekologis. Jakarta: PT.
Gramedia. Pemkab Jembrana. 2007. Jembrana Online.
http://www.jembranakab.go.id/m-listrik.php Diakses 1 Mei 2008 13:45:00
Pemkab Jembrana. 2007. Jembrana Online.
http://www.jembranakab.go.id/m-wilayah.php Diakses 1 Mei 2008 13:15:00
Rangkuti, F. 2003. Analisis SWOT: Teknik membedah kasus bisnis-reorientasi
konsep perencanaan strategis untuk menghadapi Abad 21. cetakan ke-10. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Santoso, N. 2006. Pengelolaan Ekosistem Mangrove Berkelanjutan di Indonesia.
Dalam bahan pelatihan. 2006. “Training Workshop on Developing The Capacity of Environmental NGOs in Indonesia to Effeticvely Implement Wetland Project According to the Ramsar Guidelines and Obyectives of the Convention on Biodiversity”. Bogor.
Suratmo, G. 1990. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Yogyakarta: Gajah
Mada University Press. Wibisono, M.S. 2005. Pengantar ilmu kelautan. Jakarta: PT Grasindo. Yulianda, F. 2007. Ekowisata bahari sebagai alternatif pemanfaatan sumberdaya
pesisir berbasis konservasi. Makalah Seminar Sains 21 Februari 2007. Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK. IPB.
Yulianda, F. 2006. Bahan Kuliah Pengelolaan Kawasan Wisata Air. Departemen
Manajemen Sumberdaya Perairan, FPIK. IPB.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Gambaran umum hutan mangrove di Estuari Perancak
Lampiran 2. Tabel IKW setiap stasiun
Stasiun 1. Plot 1 No Parameter Bobot hasil Skor Ni
1 Ketebalan mangrove (m) 5 <50, 0 0
2 Kerapatan mangrove (100 m2) 3 >15-25 3 9
Bruguiera gymnorhiza Avicennia spp., Rhizophora spp., 3 Jenis mangrove 3
Sonneratia spp.,dan ceriops tagal 3 9
4 Pasang surut (m) 1 1.9 2 2
Ikan, Udang, Kepiting, 5 Obyek biota 1
Moluska, Reptil, Burung 3 3
Total 23
Indeks Kesesuaian
Ekosistem (%) 58.97
Tingkat kesesuaian SB
Plot 2 No Parameter Bobot hasil Skor Ni
1 Ketebalan mangrove (m) 5 50-200 0 1 5
2 Kerapatan mangrove (100 m2) 3 >15-25 3 9
Bruguiera gymnorhiza Avicennia spp., Rhizophora spp., 3 Jenis mangrove 3
Sonneratia spp.,dan ceriops tagal 3 9
4 Pasang surut (m) 1 1.9 2 2
Ikan, Udang, Kepiting, 5 Obyek biota 1
Moluska, Reptil, Burung 3 3
Total 28
Indeks Kesesuaian
Ekosistem (%) 71.79
Tingkat kesesuaian SB
Plot 3 No Parameter Bobot hasil Skor Ni
1 Ketebalan mangrove (m) 5 200-500 2 10
2 Kerapatan mangrove (100 m2) 3 >15-25 3 9
Bruguiera gymnorhiza Avicennia spp., Rhizophora spp., 3 Jenis mangrove 3
Sonneratia spp.,dan ceriops tagal 3 9
4 Pasang surut (m) 1 1.9 2 2
Ikan, Udang, Kepiting, 5 Obyek biota 1
Moluska, Reptil, Burung 3 3
Total 33
Indeks Kesesuaian
Ekosistem (%) 84.61
Tingkat kesesuaian S
Stasiun 2 Plot 1 No Parameter Bobot hasil Skor Ni
1 Ketebalan mangrove (m) 5 50-200 1 5
2 Kerapatan mangrove (100 m2) 3 >15-25 3 9
Rhizophora spp., Avicenia spp. 3 Jenis mangrove 3
dan Soneratia spp. 3 9
4 Pasang surut (m) 1 1.9 2 2
Ikan, Udang, Kepiting, 5 Obyek biota 1
Moluska, Reptil, Burung 3 3
Total 28
Indeks Kesesuaian
Ekosistem (%) 71.79
Tingkat kesesuaian SB
Plot 2 No Parameter Bobot hasil Skor Ni
1 Ketebalan mangrove (m) 5 200-500 2 10
2 Kerapatan mangrove (100 m2) 3 >15-25 3 9
Rhizophora spp., Avicenia spp. 3 Jenis mangrove 3
dan Soneratia spp. 3 9
4 Pasang surut (m) 1 1.9 2 2
Ikan, Udang, Kepiting, 5 Obyek biota 1
Moluska, Reptil, Burung 3 3
Total 33
Indeks Kesesuaian
Ekosistem (%) 84.61
Tingkat kesesuaian S
Stasiun 3. Plot 1 No Parameter Bobot hasil Skor Ni
1 Ketebalan mangrove (m) 5 <50 0 0
2 Kerapatan mangrove (100 m2) 3 >15-25 3 9 Bruguiera gymnorhiza
Avicennia spp., Rhizophora spp., 3 Jenis mangrove 3
Sonneratia spp.,dan ceriops tagal 3 9
4 Pasang surut (m) 1 1.9 2 2
Ikan, Udang, Kepiting, 5 Obyek biota 1
Moluska, Reptil, Burung 3 3
Total 23
Indeks Kesesuaian
Ekosistem (%) 58.97
Tingkat kesesuaian SB
Plot 2 No Parameter Bobot hasil Skor Ni
1 Ketebalan mangrove (m) 5 50-200 1 5
2 Kerapatan mangrove (100 m2) 3 >15-25 3 9 Bruguiera gymnorhiza
Avicennia spp., Rhizophora spp., 3 Jenis mangrove 3
Sonneratia spp.,dan ceriops tagal 3 9
4 Pasang surut (m) 1 1.9 2 2
Ikan, Udang, Kepiting, 5 Obyek biota 1
Moluska, Reptil, Burung 3 3
Total 28
Indeks Kesesuaian
Ekosistem (%) 71.79
Tingkat kesesuaian SB
Plot 3 No Parameter Bobot hasil Skor Ni
1 Ketebalan mangrove (m) 5 200-500 2 10
2 Kerapatan mangrove (100 m2) 3 >15-25 3 9 Bruguiera gymnorhiza
Avicennia spp., Rhizophora spp., 3 Jenis mangrove 3
Sonneratia spp.,dan ceriops tagal 3 9
4 Pasang surut (m) 1 1.9 2 2
Ikan, Udang, Kepiting, 5 Obyek biota 1
Moluska, Reptil, Burung 3 3
Total 33
Indeks Kesesuaian
Ekosistem (%) 84.61
Tingkat kesesuaian S
Stasiun 4. Plot 1 No Parameter Bobot hasil Skor Ni
1 Ketebalan mangrove (m) 5 50-200 1 5
2 Kerapatan mangrove (100 m2) 3 >15-25 3 9
3 Jenis mangrove 3 Nypa fruticants 1 3
4 Pasang surut (m) 1 1.9 2 2 5 Obyek biota 1 Ikan, Udang, Kepiting dan Moluska 2 2
Total 21
Indeks Kesesuaian
Ekosistem (%) 53.85
Tingkat kesesuaian SB
Plot 2 No Parameter Bobot hasil Skor Ni
1 Ketebalan mangrove (m) 5 200-500 2 10
2 Kerapatan mangrove (100 m2) 3 >15-25 3 9
3 Jenis mangrove 3 Nypa fruticants 1 3
4 Pasang surut (m) 1 1.9 2 2 5 Obyek biota 1 Ikan, Udang, Kepiting dan Moluska 2 2
Total 26
Indeks Kesesuaian
Ekosistem (%) 66.67
Tingkat kesesuaian SB
Ket : SB = Sesuai Bersyarat, S = Sesuai spp ≥ 2 spesies
Contoh Perhitungan stasiun 4 plot 2.
Nmax = Nilai maksimum (39)
Ni = Bobot x Skor
Ketebalan Mangrove = Ni = 5 x 2 = 10
Indeks Kesesuaian lahan (IKW) = 67.66%10039
26%100
max
xx
NNi
Lampiran 3. Tabel Hasil Pengamatan Potensi Mangrove
Posisi Pohon Anakan Semai Stasiun No.Plot
Lintang Bujur SP IND DB (cm) SP IND DB SP IND DB Substrat
Rhizophora spp 13 13 sampai 21 Rhizophora spp 10 Bruguiera gymnorhiza 3 13 sampai 14 1* 08 23 44.3 114 37 40.1
Avicenia spp 3 15 sampai 22
Bruguiera gymnorhiza 8
Rhizophora spp 45 Lumpur
Rhizophora spp 4 12 sampai 17 Rhizophora spp 1 Bruguiera spp 4 Avicennia spp 3 2* 08 23 48.3 114 37 38.9 Bruguiera
gymnorhiza 9 12 sampai 24 Bruguiera gymnorhiza 1
Ceriops tagal 5 Lumpur
Rhizophora spp 10 16 sampai 30 Avicennia spp 3 Avicennia spp 10 16 sampai 91 3* 08 23 43.9 114 37 42.3 Sonneratia spp 5 34 sampai 72
Rhizophora spp 1 Avicennia spp 25
Lumpur
Rhizophora spp 8 4* 08 23 45.9 114 37 41.8 Rhizophora spp 46 12 sampai 24 Rhizophora spp 3 Ceriops tagal 1
Lumpur
Rhizophora spp 31 19 sampai 40
1
5* 08 23 46.3 114 37 43.9 Bruguiera gymnorhiza 1 15
Bruguiera gymnorhiza 2 Rhizophora spp 21 Lumpur
Rhizophora spp 14 30 sampai 40 1* 08 23 29.2 114 37 57.6 Sonneratia spp 7 9 sampai 12
Sonneratia spp 20 Rhizophora spp 9 Lumpur
Rhizophora spp 3 10 sampai 12 Sonneratia spp 9 18 sampai 50
Sonneratia spp 5 2
2** 08 23 35.9 114 37 56.9 Avicennia spp 4 13 sampai 15 Avicennia spp 15
Sonneratia spp 4 Lumpur
Rhizophora spp 13 20 sampai 15 Avicennia spp 1 12
Avicennia spp 2 Rhizophora spp 10
Bruguiera gymnorhiza 10 20 sampai 30
Bruguiera gymnorhiza 4
1** 08 23 35.6 114 37 30.2
Sonneratia spp 1 30 Sonneratia spp 1
Bruguiera gymnorhiza 40
Lumpur
Rhizophora spp 12 18 sampai 22
3
2** 08 23 36.0 114 37 32.2 Avicennia spp 2 35 dan 40
Rhizophora spp 35 Lumpur
Bruguiera gymnorhiza 14 20 sampai 30
Sonneratia spp 4 10 sampai 12 dan 55
Bruguiera gymnorhiza 40
Rhizophora spp 7 8 sampai 13 Rhizophora spp 19 Ceriops tagal 56 3** 08 23 31.0 114 37 35.8 Ceriops tagal 4 12 sampai 14
Bruguiera gymnorhiza
2 Bruguiera gymnorhiza 2
Lumpur
Ceriops tagal 1 Rhizophora spp 38 4** 08 23 31.0 114 37 36.3 Rhizophora spp 8 6 sampai 12 Bruguiera
gymnorhiza 3 Bruguiera gymnorhiza 5
Lumpur
Rhizophora spp 10 5** 08 23 30.9 114 37 36.7 Rhizophora spp 9 6 sampai 10
Bruguiera gymnorhiza 4 Bruguiera
gymnorhiza 6 Lumpur
4 1* 08 23 4.2 114 37 28.2 Nypa Fruticants 118 Lumpur Keterangan : * : Data primer ** : Data Sekunder (Balai Riset dan Observasi Kelautan 2007)
Lampiran 4. Contoh perhitungan kerapatan spesies dan kerapatan total
Kisaran kerapatan spesies dan kerapatan total stasiun 2 tingkat pohon
Jumlah individu/ 100 m2 Jenis Mangrove
Plot 1 Plot 2 Kisaran kerapatan
ind/ 100 m2
Rhizophora spp 14 3 3 – 14
Sonneratia spp 7 9 7 – 9 Avicennia spp 0 4 0 – 4
Total Jumlah Jenis 21 16 16 – 21
tingkat anakan Jumlah individu/ 50 m2
Jenis Mangrove Plot 1 Plot 2
Kisaran kerapatan ind/ 50 m2
Rhizophora spp - - -
Sonneratia spp 20 5 5 - 20 Avicennia spp 0 15 0 – 15
Total Jumlah Jenis 20 20 ± 20
tingkat semai Jumlah individu/ 1 m2
Jenis Mangrove Plot 1 Plot 2
Kisaran kerapatan ind/ 1 m2
Rhizophora spp 9 0 0 - 9
Sonneratia spp 0 4 0 - 4 Avicennia spp - - -
Total Jumlah Jenis 9 4 4 - 9
Lampiran 5. Contoh perhitungan Daya Dukung Kawasan (DDK) Track 1
1652
4
50
125.41 x
mmx
WpWtx
LtLpKxDDK
Track 2
702
8
50
8751 x
mmx
WpWtx
LtLpKxDDK
Track 3
272
8
50
5.3371 x
mmx
WpWtx
LtLpKxDDK
Track 4
292
8
50
5.3621 x
mmx
WpWtx
LtLpKxDDK
Track 5
462
8
50
5751 x
mmx
WpWtx
LtLpKxDDK
Keterangan:
DDK = Daya Dukung Kawasan (orang/hari) K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area (orang) Lp = Panjang area yang dapat dimanfaatkan (m) Lt = Unit area untuk kategori tertentu (m) Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam 1 hari (jam) Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu (jam)
Lampiran 6 . Hasil kuisioner karakteristik masyarakat
No. Nama JK Usia Agama Pendidikan Pekerjaan
1 I Nyoman surana L 37 Hindu SLTA PNS
2 Tut adi Suastika L 20 Hindu S1 Mahasiswa
3 Yudi L 23 Islam SLTA Tenaga Kontrak
4 I Made Ardika L 23 Hindu SLTA tenaga Kontrak
5 Made Budiane L 28 Hindu SLTA Wiraswasta
6 Wawan L 37 Hindu SLTA Wiraswasta
7 Azis L 26 Islam SLTP Tenaga Kontrak
8 Bambang L 21 Islam SLTP Wiraswasta
9 Zaenal L 28 Islam SLTA Swasta
10 Taufik soleh L 29 Islam SLTA PNS
11 Putu Libra L 30 Hindu S1 Swasta
12 Gusti L 40 Hindu SLTP Swasta
13 Heriadi L 26 Islam SLTA Wiraswasta
14 I gusti putu raih saputra L 23 Hindu SLTA Wiraswasta
15 I gusti putu Sudiarsana L 28 Hindu SLTP Swasta
16 Putu Adi wahyu Hendrawan L 21 Hindu SLTA Swasta
17 Achmad Halidin L 35 Islam SLTP Wiraswasta
18 Komang Suwerni P 35 Hindu SD Buruh
19 I Putu Hardiana L 40 Budha SLTA Karyawan
20 Agus Ray L 20 Hindu SLTA -
21 Gede Raditya L 22 Hindu SLTA -
22 Putu Catur L 32 Hindu SLTA -
23 Nyoman Andre L 55 Hindu - Nelayan
24 Putu Yartamo L 39 Hindu S1 -
25 Andre L 21 Hindu SLTA Swasta
26 Agus Suyase L 35 Hindu SLTA Swasta
27 Steve Wardana L 25 Hindu - Wiraswasta
28 Ngurah L 30 Hindu SLTA -
29 Gusti Kade Winaye L 34 Hindu SD -
30 Dewo Nyoman L 34 Hindu SLTP -
Lampiran 7. Hasil kuisioner pemanfaatan Estuari Perancak oleh masyarakat
Pemanfaatan Estuari Perancak
Kegiatan Frekuensi Alasan Keterlibatan
Menangkap ikan Sering Wisata Pemandu
Menangkap ikan Sering Kebutuhan, Wisata Pemandu, Rumah Penginapan
Menangkap ikan Sering Kebutuhan Pemandu
Menangkap ikan Sering Kebutuhan, Wisata Pemandu, Rumah Penginapan
Menangkap ikan Jarang Kebutuhan, Wisata -
Menangkap ikan Sering Kebutuhan, Wisata Pemandu, Rumah Penginapan
Pemanfataan kayu Jarang Komersial, Kebutuhan Pemandu, Rumah Penginapan
Menangkap ikan Jarang Kebutuhan, Wisata Pemandu, Rumah Penginapan
Menangkap ikan Jarang Wisata Pemandu, Rumah Penginapan
Menangkap ikan Jarang Wisata -
Menangkap ikan Sering Wisata Pemandu, Rumah Penginapan
Menangkap ikan Sering Kebutuhan, Wisata -
Menangkap ikan Sering Kebutuhan, Wisata Relawan
Menangkap ikan Sering Kebutuhan, Wisata -
Menangkap ikan Sering Kebutuhan, Wisata -
Menangkap ikan Sering Kebutuhan, Wisata Pemandu, Rumah Penginapan
Mncari kijing Sering Komersial, Kebutuhan -
Menangkap ikan Sering Kebutuhan, Wisata Pemandu, Rumah Penginapan
Menangkap ikan Sering Wisata -
Menangkap ikan Sering Kebutuhan, Wisata -
Menangkap ikan Sering Kebutuhan, Wisata -
Menangkap ikan Sering Wisata Pemandu, Rumah Penginapan
Menangkap ikan Sering Komersial, Kebutuhan -
Menangkap ikan Sering Wisata -
Menangkap ikan Jarang Wisata -
Menangkap ikan Sering Wisata -
Menangkap ikan Sering Wisata -
Menangkap ikan Jarang Wisata -
Menangkap ikan Sering Wisata -
Menangkap ikan Sering Wisata -
Lampiran 8. Hasil kuisioner pemahaman dan persepsi masyarakat
Pemahaman Persepsi No.
Ekowisata Mangrove Kondisi mangrove Listrik Air bersih Kesehatan Transportasi
1 Tinggi Tinggi Bagus Sedang Sedang Sedang Sedang
2 Tinggi Tinggi Bagus Sedang Sedang Sedang Sedang
3 Rendah Sedang Bagus Baik Sedang Baik Sedang
4 Rendah Tinggi Rusak Baik Sedang Sedang Sedang
5 Rendah Tinggi Bagus Baik Sedang Baik Sedang
6 Rendah Sedang Rusak Sedang Sedang Sedang Sedang
7 Rendah Tinggi Bagus Baik Sedang Sedang Sedang
8 Rendah Sedang Netral Sedang Buruk Sedang Sedang
9 Rendah Sedang Rusak Sedang Sedang Sedang Sedang
10 Sedang Sedang Bagus Baik Sedang Baik Buruk
11 Rendah Sedang Bagus Sedang Sedang Sedang Sedang
12 Rendah Sedang Rusak Sedang Sedang Sedang Buruk
13 Rendah Tinggi Netral Baik Buruk Baik Sedang
14 Rendah Sedang Netral Baik Sedang Sedang Sedang
15 Rendah Sedang Netral Baik Sedang Sedang Buruk
16 Rendah Sedang Bagus Sedang Sedang Sedang Sedang
17 Rendah Rendah Rusak Sedang Sedang Sedang Sedang
18 Rendah Rendah Bagus Baik Baik Sedang Sedang
19 Rendah Sedang Bagus Sedang Sedang Sedang Sedang
20 Rendah Sedang Netral Baik Sedang Sedang Sedang
21 Rendah Sedang Bagus Sedang Sedang Sedang Buruk
22 Rendah Sedang Bagus Sedang Sedang Sedang Sedang
23 Rendah Sedang Bagus Baik Baik Sedang Sedang
24 Rendah Rendah Bagus Baik Sedang Sedang Sedang
25 Rendah Rendah Netral Sedang Sedang Sedang Sedang
26 Rendah Rendah Bagus Baik Sedang Sedang Buruk
27 Rendah Rendah Bagus Sedang Sedang Sedang Sedang
28 Rendah Sedang Netral Baik Sedang Baik Sedang
29 Rendah Sedang Bagus Sedang Sedang Sedang Sedang
30 Rendah Sedang Netral Sedang Sedang Sedang Sedang
Lampiran 9 . Hasil kuisioner karakteristik dan keinginan pengunjung
No. Nama Daerah asal Usia Pendidikan Penghasilan Keinginan
1 Wirata Putra Deloud Berawah 43 S1 500-1 jt Mau
2 Ketut Kusparte Singaraja 69 SLTA 1-2jt Mau
3 Nyoman Negara 38 S1 3-4jt Tidak tau
4 Astama Ktuktug 21 SLTP <500 Mau
5 Kade Astawu Negara 22 SD 500-1jt Tidak tau
6 Putu Pance 40 - 500-1jt Mau
7 Suryadi Suprianto Negara 36 SLTA 1-2jt Tidak tau
8 Wayan Lateng 48 SLTA 500-1jt Mau
9 Wisnu Lateng 33 SLTP 500-1jt Tidak tau
10 Ide bagus Putrayase Negara 37 D1 1-2jt Mau
11 Komang Negara 20 SLTP 500-1jt Mau
12 Rudi Harianto Banyuwangi 25 SLTA 500-1jt Mau
13 Wagiono Banyuwangi 24 SLTA 500-1jt Mau
14 Wadiarta Tabanan 26 SLTA 500-1jt Mau
15 Bambang Lumajang 45 SLTA 3-4jt Mau
16 Komang Banjar Tengah 40 SLTA 1-2jt Mau
17 Sudi artane Negara 35 SLTA 500-1jt Mau
18 Dewa Ari Brambang 20 SLTA <500 Mau 19 Putra Negara 34 SLTA <500 Tidak tau
20 Komang Merte Pergung 18 SLTA <500 Mau
21 Dodi Pergung 19 SLTA <500 Mau
22 Edi Slamet Perumnas BBAgung 23 SLTP <500 Tidak tau
23 Roni Perumnas BBAgung 19 SLTA <500 Tidak tau
24 Ibe Antare Batu Agung 38 SLTA 500-1jt Mau
25 Kusma Batu Agung 40 SLTA 3-4jt Mau
26 Putu Eka Wahyudi Batu Agung 29 SLTA <500 Mau
27 Bagus Tut Batu Agung 40 SD <500 Mau
28 Nyoman Ridie Batu Agung 40 SLTA 500-1jt Mau
29 Kastiono Jawa Timur 35 SD <500 Mau
30 Arya Jawa Timur 25 SLTA <500 Mau
Lampiran 10 . Hasil kuisioner pemahaman dan presepsi pengunjung
Pemahaman Persepsi No.
Ekowisata Mangrove Kondisi mangrove Listrik Air bersih Kesehatan Transportasi
1 Tinggi Tinggi Baik Sedang Sedang Sedang Buruk
2 Rendah Rendah Baik Sedang Sedang Sedang Sedang
3 Rendah Rendah Baik Sedang Sedang Sedang Sedang
4 Rendah Rendah Baik Baik Sedang Sedang Sedang
5 Rendah Rendah Baik Baik Sedang Baik Sedang
6 Rendah Rendah Sedang Sedang Buruk Buruk Sedang
7 Rendah Sedang Baik Baik Sedang Sedang Sedang
8 Rendah Sedang Baik Sedang Buruk Sedang Sedang
9 Rendah Sedang Baik Sedang Sedang Sedang Sedang
10 Rendah Sedang Baik Sedang Sedang Sedang Buruk
11 Sedang Rendah Baik Baik Baik Sedang Sedang
12 Sedang Tinggi Baik Sedang Sedang Sedang Buruk
13 Rendah Rendah Baik Baik Buruk Baik Sedang
14 Rendah Rendah Baik Baik Sedang Sedang Sedang
15 Rendah Rendah Baik Baik Sedang Sedang Buruk
16 Rendah Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
17 Rendah Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
18 Rendah Sedang Baik Baik Baik Sedang Sedang
19 Rendah Rendah Baik Sedang Sedang Sedang Sedang
20 Rendah Rendah Baik Baik Sedang Sedang Sedang
21 Rendah Rendah Baik Sedang Sedang Sedang Buruk
22 Rendah Rendah Baik Baik Sedang Sedang Sedang
23 Rendah Rendah Baik Baik Baik Sedang Sedang
24 Rendah Rendah Baik Baik Sedang Sedang Sedang
25 Rendah Rendah Baik Sedang Sedang Sedang Sedang
26 Rendah Rendah Baik Baik Sedang Sedang Buruk
27 Rendah Rendah Baik Baik Baik Baik Baik
28 Rendah Rendah Baik Baik Sedang Baik Sedang
29 Rendah Rendah Baik Baik Sedang Baik Sedang
30 Rendah Rendah Sedang Sedang Sedang Sedang Sedang
Lampiran 11. Tingkat kepentingan faktor strategi internal dan eksternal
Strategi internal Simbol Strength (Kekuatan) Tingkat kepentingan
Adanya Balai Riset dan Observasi S1
Kelautan (BROK). Sangat Penting
Sumberdaya mangrove yang mendukung S2
untuk dilakukannya kegiatan ekowisata. Sangat Penting
Dukungan dari sebagian masyarakat S3
setempat terhadap kegiatan ekowisata. Penting
Weaknesses (Kelemahan) Belum adanya sarana umum
W1 penunjang ekowisata
Penting
Kesadaran masyarakat tentang pentingnya W2
ekosistem mangrove masih rendah. Sangat Penting
Banyaknya areal pertambakan di sekitar
Estuari Perancak di sekitar Estuari W3
Perancak akibat konversi lahan mangrove.
Penting
W4 Belum ada pengelolaan wisata Penting
Stategi eksternal Simbol Opportunities (Peluang) Tingkat kepentingan
Lokasi Estuari Perancak berada di Provinsi O1
Bali yang merupakan pusat pariwisata Indonesia. Penting
Persepsi positif pengunjung terhadap ekosistem O2 mangrove dan keinginan untuk berwisata
mangrove. Sangat Penting
Adanya Rencana alokasi tata ruang kawasan O3
Pariwisata Perancak Penting
Threats (Ancaman) T1 konflik kepentingan Sangat Penting
T2 Sampah Penting T3 Banjir akibat tanggul tambak yang jebol Cukup Penting
Lampiran 12. Penilaian bobot faktor strategis internal dan eksternal
Penentuan Bobot Faktor-Faktor Internal FAKTOR YANG LEBIH URGEN
Simbol Kekuatan S1 S2 S3 W1 W2 W3 W4 Jumlah Bobot
S1 - S2 S1 S1 W2 S1 S1 4 0.19
S2 S2 - S2 S2 S2 S2 S2 6 0.29
S3 S1 S2 - W1 W2 S3 S3 2 0.10
Simbol Kelemahan
W1 S1 S2 W1 - W2 W3 W4 1 0.05
W2 O2 S2 W2 W2 - W2 W2 5 0.24
W3 S1 S2 S3 W3 W2 - W4 1 0.05
W4 S1 S2 S3 W4 W2 W4 - 2 0.10
Jumlah total 21 1 Penentuan Bobot Faktor-Faktor Eksternal
FAKTOR YANG LEBIH URGEN Simbol Peluang O1 O2 O3 T1 T2 T3
Jumlah Bobot
O1 - O2 O3 T1 T2 O1 1 0.07
O2 O2 - O2 T1 T2 T3 2 0.13 O3 O3 O2 - O3 T2 O3 3 0.20
Simbol Ancaman T1 T1 T1 O3 - T1 T1 4 0.27
T2 T2 T2 T2 T1 - T2 4 0.27
T3 O1 T3 O3 T1 T2 - 1 0.07 Jumlah total 15 1.00
Contoh Perhitungan Bobot Eksternal O1:
07.015
1
TotalJumlahJumlahBobot
Lampiran 13. Contoh perhitungan penilaian skor faktor strategis internal dan eksternal dan perhitungan rangking. Contoh perhitungan penilaian skor No. Faktor-faktor strategi internal Bobot Nilai Skor
1.
2.
3.
Strenghts (kekuatan)
Adanya Balai Riset dan Observasi Kelautan (BROK). Ekosistem mangrove yang mendukung untuk dilakukannya kegiatan ekowisata. Dukungan dari sebagian masyarakat setempat terhadap kegiatan ekowisata.
0.19
0.29
0.10
4
4
3
0.76
1.14
0.29
Contoh Perhitungan :
Skor = Bobot x Nilai = 0.19 x 4 = 0.76
Contoh Perhitungan Penentuan Rangking Alternatif Strategi No. Alternatif strategi Keterkaitan Jumlah Skor Rangking
1. 2.
Strategi S-O
Meningkatkan usaha pengelolaan ekosistem mangrove melalui kegiatan ekowisata. Meningkatkan partisipasi masyarakat lokal dalam kegiatan ekowisata dan mengembangkan kemampuan mereka untuk mengelola usaha-usaha wisata dan menjadi pemandu wisata.
S1, S2, S3, O1, O2, O3 S2, S3, O1, O2
3.52
2.16
III
IV
Contoh Perhitungan :
Jumlah Skor rangking = ∑ Skor Keterkaitan
= S1 + S2 ++S3+ O1+O2+O3
= 0.76+1.14+0.29+0.20+0.53+0.60 = 3.52
Jembatan penghubung desa Perancak dan Budeng
Lampiran 14: Dokumentasi Penelitian
Ekosistem mangrove Sungai Estuari Perancak
Jalan Baru Perancak
Pantai Perancak
Muara Perancak
Penanaman mangrove oleh pelajar Penanaman mangrove oleh masyarakat
Sampah di sekitar sungai Tambak jebol
Persemaian mangrove Sosialisasi mangrove pada pelajar
Lampiran 14: Dokumentasi Penelitian (Lanjutan)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Sukabumi pada tanggal 5
November 1986, merupakan anak ke enam dari tujuh
bersaudara pasangan bapak Maman Suparman dan Irah
Mariah. Pendidikan formal pertama diawali dari TK Al-
Ikhlas (1991-1992), SD Negeri Sriwidari 1 Sukabumi (1992-
1998), SLTP Negeri 4 Sukabumi (1998-2001), SMA Negeri
2 Sukabumi (2001-2004).
Semasa menjadi mahasiswa, penulis pernah mengikuti pelatihan yang
diselenggarakan oleh Wetlands International-Indonesia Programme (2006),
menjadi asisten Mata Kuliah Limnologi (2007), melakukan kegiatan magang di
Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Tawar Sukabumi (2007) dan di Balai
Riset dan Obeservasi Kelautan Bali (2008).
Pada tahun 2004 penulis diterima di IPB melalui jalur USMI (Ujian
Seleksi Masuk IPB). Penulis memilih program studi Pengelolaan Sumberdaya dan
Lingkungan Perairan, Departemen Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana, penulis
menyusun skripsi dengan judul “Kajian Sumberdaya Ekosistem Mangrove
Untuk Pengelolaan Ekowisata di Estuari Perancak, Jembrana, Bali “.