Kajian Strategi Sosialisasi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Tata Ruang dan Pertanahan
-
Upload
pustaka-virtual-tata-ruang-dan-pertanahan-pusvir-trp -
Category
Documents
-
view
243 -
download
0
description
Transcript of Kajian Strategi Sosialisasi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah Tata Ruang dan Pertanahan
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 1
STRATEGI SOSIALISASI KEBIJAKAN
PEMBANGUNAN
JANGKA MENENGAH BIDANG TATA RUANG DAN
PERTANAHAN
Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Desember 2010
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 2
Ringkasan Eksekutif
Pendahuluan
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2010-2014 termasuk ke dalam informasi publik
yang bersifat terbuka. Sebagai dokumen publik, RPJMN
2010-2014 harus disampaikan kepada seluruh lapisan
masyarakat Indonesia. Penyediaan informasi publik ini
merupakan ekspresi dari upaya memenuhi hak atau
kemerdekaan masyarakat untuk memperoleh informasi
(public right to know). Sedangkan fungsi penyebaran
informasi merupakan ekspresi dari kewajiban
pemerintah dan negara untuk menyebarluaskan
informasi yang berkaitan dengan kehidupan
masyarakat (obligation to tell). Lebih lanjut, kebijakan
nasional seperti RPJMN yang mendasari kebijakan lokal
juga perlu dipahami secara umum oleh masyarakat
seperti target dan sasaran umum pembangunan untuk
setiap masa pemerintahan Presiden yang dipilih
langsung oleh masyarakat.
Sebagai salah satu upaya merumuskan strategi
sosialisasi RPJMN 2010-2014, khususnya bidang tata
ruang dan pertanahan, maka diselenggarakanlah
kegiatan Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Jangka
Menengah Bidang Tata Ruang Dan Pertanahan. Adapun
secara spesifik, tujuan kegiatan tersebut adalah untuk:
(1) mendapatkan gambaran yang lengkap mengenai
upaya-upaya sosialisasi yang dilakukan di dalam negeri
maupun di luar negeri; (2) merumuskan sistem
penyebaran informasi pada kelompok-kelompok
sasaran; dan (3) merumuskan jenis informasi RPJMN
2010-2014 bidang Tata Ruang dan Pertanahan yang
penting disosialisasikan pada pihak yang
berkepentingan.
Sasaran yang ingin dicapai dari kegiatan kajian ini
adalah: (1) terciptanya strategi dalam sosialisasi
kebijakan jangka menengah nasional yang tepat
sasaran; serta (2) untuk jangka waktu yang lebih
panjang, terciptanya pemahaman mengenai muatan
kebijakan jangka menengah nasional dalam
pembangunan.
Ruang lingkup kajian meliputi perumusan strategi
penyebaran informasi untuk sosialisasi RPJMN 2010-
2014 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan, termasuk di
dalamnya adalah inventarisasi pelaksanaan dan
dibeberapa negara lain beserta implementasinya.
Pengumpulan informasi dilaksanakan melalui
wawancara terstruktur dan focus group discussion (FGD)
dan rentang waktu pelaksanaan kajian dilakukan dari
bulan Januari 2010 hingga Desember 2010.
Laporan kajian ini disusun menjadi enam bab. Bab 1
adalah pendahuluan yang menjelaskan tentang latar
belakang, tujuan, sasaran dan ruang lingkup kajian. Bab
2 menjelaskan tentang teori komunikasi publik,
sosialisasi dan teori perubahan sebagai dasar
dilaksanakan kajian ini. Selain itu, di dalam bab ini dikaji
pula hasil dan konsep sosialisasi yang telah dilakukan di
dalam dan luar negeri. Untuk mencapai sasaran kajian,
dalam bab ini diidentifikasi berbagai metode penelitian
kualitatif yang dinilai cocok untuk diterapkan. Bab 3
fokus pada cara pelaksanaan kajian yang diawali
dengan pemaparan kerangka pemikiran dan
pelaksanaan kajian yang meliputi teknis pelaksanaan
mini wawancara dan FGD. Bab 4 adalah bagian yang
paling penting dari kajian ini karena bab ini
memaparkan rancangan strategi dan hasil pengujian
Strategi Sosialisasi
Bidang Tata Ruang dan Pertanahan
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 3
rancangan dalam FGD. Rancangan ini kemudian
difinalkan di Bab 5 yang berisi strategi sosialisasi
RPJMN 2010-2014 untuk Bidang Tata Ruang dan
Pertanahan yang telah diuji di dalam FGD yang
melibatkan ketiga objek sosialisasi yaitu perguruan
tinggi, masyarakat dan pemerintah daerah. Bab 6 yang
menjadi bab terakhir menyimpulkan kajian dan
memberikan rekomendasi untuk tindak lanjut kajian ini.
Materi Sosialisasi
Materi di dalam RPJMN 2010-2014 yang diujicobakan di
dalam studi ini adalah Bidang Tata Ruang dan
Pertanahan yang terdiri dari kondisi umum,
permasalahan dan sasaran, serta arah dan prioritas
kebijakan. Secara spesifik, materi untuk Bidang Tata
Ruang adalah: (1) rencana pembangunan (termasuk di
dalamnya penjelasan mengenai RPJPN Tahun 2005-
2025, RPJMN Tahun 2010-2014, RKP dan peran
masyarakat dalam penyusunan rencana pembangunan
nasional); (2) rencana tata ruang (termasuk di dalamnya
penjelasan mengenai RTRWN, RTR Pulau, RTRW
Provinsi, dan RTRW Kabupaten/Kota, pelibatan
masyarakat dalam penyusunan RTRW serta mekanisme
pengendalian terhadap pemanfaatan ruang); dan (3)
kesesuaian antara rencana pembangunan dengan
rencana tata ruang (termasuk di dalamnya penjelasan
mengenai keterkaitan antara dokumen rencana
pembangunan dengan rencana tata ruang dan
keterkaitan bidang dalam RPJMN dengan indikasi
program dalam RTRWN).
Untuk Bidang Pertanahan materi yang diujicobakan
adalah berdasarkan kriteria: (1) isu yang paling strategis
dan mendasar; (2) isu yang terkait pelayanan publik;
dan (3) isu yang menjadi penting bagi tiga pihak terkait:
pemerintah daerah, akademisi dan masyarakat. Dengan
mengikuti ketiga kriteria tersebut, maka materi yang
diujicobakan meliputi: (1) deskripsi mengenai rencana
pembangunan nasional, yaitu: RPJPN, RPJMN, RKP dan
peran masyarakat dalam penyusunan rencana
pembangunan nasional; (2) hak atas tanah target dan
Prosedur Sertifikasi Tanah.
Hasil
Wawancara terstruktur
Wawancara untuk kajian ini dilakukan untuk
mengungkap sejauh mana tingkat pengetahuan dan
pemahaman tiga objek sasaran sosialisasi, yaitu
pemerintah daerah, perguruan tinggi dan masyarakat,
terhadap RPJMN dan materi-materi mengenai tata
tuang dan pertanahan. Perancangannya didasarkan
pada pengetahuan mendasar tentang pembangunan
nasional, kebijakan pembangunan, sosialisasi,
kelembagaan dan organisasi, pengawasan,
pengetahuan tentang sistem informasi, serta
kebutuhan pelatihan. Hasil wawancara memperlihatkan
bahwa: (1) sebagian besar responden mengetahui
istilah RPJMN dan RPJPN (90 persen), namun hanya
setengahnya yang dapat menjelaskan kepanjangan dan
fungsi kedua rencana tersebut; (2) Bappenas sebagai
instansi yang menyusun RPJPN dan RPJMN tidak
banyak dikenal oleh masyarakat, kemungkinan karena
setelah otonomi daerah dilaksanakan, masyarakat lebih
mengenal badan perencanaan daerah dibandingkan
dengan badan perencanaan dengan lingkup nasional.
Hal ini konsisten dengan hasil wawancara yang
memperlihatkan bahwa hanya 30 persen dari
responden yang mengetahui Prioritas RPJMN; (3) istilah
tata ruang dikenali oleh seluruh responden sedangkan
istilah pertanahan dikenali oleh 80 persen responden,
namun hanya setengahnya yang dapat menjelaskan
arti penataan ruang dan pertahanan dan hanya 30
persen dari responden yang mengetahui permasalahan
di Bidang TRP; dan (4) tidak ada media yang dominan
yang menjadi sumber informasi mengenai tata ruang
dan pertanahan. Media cetak (30 persen), media
elektronik (40 persen) bukan media yang efektif untuk
sosialisasi. Internet dapat dijadikan media informasi
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 4
untuk Bidang TRP karena lebih dari 60 persen
responden mendapatkan informasi yang mereka
perlukan melalui media ini.
Focus Group Discussion
Strategi sosialisasi yang dipilih di dalam studi ini
kemudian diaplikasikan ke dalam beberapa keluaran
praktis yaitu berupa pengembangan sistem pemasaran
sosial untuk kebutuhan sosialisasi, antara lain identitas,
toolkit, perancangan pesan, skema penyebaran media-
media dan lain-lain. Proses-proses pengkajian strategi
sosialisasi dilakukan untuk menganalisis pengetahuan
dan pemahaman tentang keadaan, akses dan
kebutuhan terhadap informasi tentang RPJMN Bidang
TRP dan identitas RPJMN secara umum di tiga objek
kajian. Langkah berikutnya adalah memetakan dan
menganalisis strategi-strategi sosialisasi yang telah
dibuat dengan FGD terhadap tiga target di beberapa
daerah. Hasil FGD terhadap tiga target (masyarakat,
perguruan tinggi dan pemerintah daerah), memberikan
beberapa masukan yang bisa diangkat sebagai strategi.
Strategi baru yang berhasil dirumuskan adalah Konsep
Pemanfaatan Media Tradisional dan Karakterikstik
Lokal.
Pemanfaatan media tradisional dalam menunjang
penyebaran informasi publik dan kebijakan pemerintah
masih sangat dibutuhkan terutama untuk
menyebarkan informasi kepada masyarakat umum.
Sifat umum media tradisional yaitu mudah diterima,
relevan dengan budaya yang ada, menghibur,
menggunakan bahasa lokal, memiliki unsur legitimasi,
fleksibel, memiliki kemampuan untuk mengulangi
pesan-pesan yang dibawanya, komunikasi dua arah dan
sebagainya. Pengembangan konsep ini bisa
diaplikasikan dalam sebuah kolaborasi, seperti: (1)
kolaborasi media tradisional dengan media massa
modern; (2) kolaborasi media tradisional dengan
stasiun radio. Kolaborasi antara media tradisional
dengan media radio sudah lama. Media Radio dapat
menyajikan media tradisional untuk kepentingan
masyarakat pedesaan dan kepulauan, karena dapat
menjangkau khalayak lebih banyak, dan dapat
menembus batas geografis. Program penyajian RRI
pada umumnya mengalokasikan 10 persen waktu
siaran untuk informasi, 30 persen untuk pendidikan, 25
persen untuk budaya, 25 persen untuk hiburan dan 15
persen untuk iklan dan acara penunjang; dan (3)
kolaborasi media tradisional dengan stasiun televisi.
Strategi Sosialisasi
Strategi yang dibuat dan diujicobakan untuk sosialisasi
kebijakan pembangunan jangka menengah Bidang TRP
ini, antara lain adalah: (1) menciptakan identitas resmi
untuk RPJMN dan untuk kegiatan sosialisasi Bidang TRP
yang lebih komunikatif; (2) konsep perancangan pesan
yang sederhana, jelas, dan sistematis yang disajikan
lewat pesan visual dan pesan tekstual dengan tetap
memperhatikan kedalaman materi-materi kebijakan
pembangunan Bidang TRP yang akan disosialisasikan;
(3) konsep pemasaran sosial yang mengadopsi konsep
pemasaran umum dengan membuat toolkit untuk
kebutuhan sosialisasi; (4) konsep jaringan komunikasi
yaitu dengan melakukan penyebaran informasi melalui
Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) di tiap daerah; (5)
advokasi media, termasuk di dalamnya
pengorganisasian dan mobilisasi masyarakat, dan
penyertaan para pembuat kebijakan, antara lain melalui
pemberitaan media, penulisan artikel-artikel dan jurnal
tentang Tata Ruang dan Pertanahan; (6) menjalankan
mekanisme pusat-daerah untuk kebutuhan penyebaran
informasi dengan strategi tambahan melalui workshop
regional, pelatihan, interview, dan diskusi dengan
pemerintah daerah dan para perencana; (7) kerjasama
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 5
dengan kalangan akademis; dan (8) pemanfaatan
media tradisional dan karakterikstik lokal.
Pemanfaatan media tradisional dalam menunjang
penyebaran informasi publik dan kebijakan pemerintah
masih sangat dibutuhkan terutama untuk
menyebarkan informasi kepada masyarakat umum.
Sifat umum media tradisional yaitu mudah diterima,
relevan dengan budaya yang ada, menghibur,
menggunakan bahasa lokal, memiliki unsur legitimasi,
fleksibel, memiliki kemampuan untuk mengulangi
pesan-pesan yang dibawanya, komunikasi dua arah dan
sebagainya. Pengembangan konsep ini bisa
diaplikasikan dalam sebuah kolaborasi, seperti: (1)
kolaborasi media tradisional dengan media massa
modern; (2) kolaborasi media tradisional dengan
stasiun radio. Kolaborasi antara media tradisional
dengan media radio sudah lama. Media Radio dapat
menyajikan media tradisional untuk kepentingan
masyarakat pedesaan dan kepulauan, karena dapat
menjangkau khalayak lebih banyak, dan dapat
menembus batas geografis. Program penyajian RRI
pada umumnya mengalokasikan 10 persen waktu
siaran untuk informasi, 30 persen untuk pendidikan, 25
persen untuk budaya, 25 persen untuk hiburan dan 15
persen untuk iklan dan acara penunjang; dan (3)
kolaborasi media tradisional dengan stasiun televisi.
Kesimpulan dan Rekomendasi
Kesimpulan
Kesimpulan umum hasil kajian strategi sosialisasi
RPJMN 2010-2014 Bidang TRP adalah sebagai berikut:
(1) sebagai dokumen publik, Rencana Pembangunan
Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 perlu
disosialisasikan kepada semua pemangku kepentingan
terkait antara lain: pemerintah daerah, perguruan
tinggi, organisasi non pemerintah dan masyarakat; dan
(2) sosialisasi RPJMN 2010-2014 perlu dilakukan secara
efektif dengan memilih media dan substansi materi
sosialisasi yang tepat sesuai dengan kelompok sasaran
sosialisasi (pemerintah daerah, perguruan tinggi,
organisasi non pemerintah dan masyarakat).
Pemerintah Daerah
Media sosialisasi RPJMN 2010-2014 di kalangan Pemda
masih sangat terbatas, hanya instansi yang
membutuhkan RPJMN dalam melaksanakan tupoksinya
(Bappeda) yang mengetahui isi RPJMN 2010-2015.
Bahkan masih ada kanwil dan kantah BPN yang belum
mengetahui RPJMN. ketidak tahuan mengenai RPJMN
disebabkan karena minimnya sosialisasi RPJMN kepada
pemda. Untuk mengenalkan RPJMN 2010-2014 kepada
pemda sampai pada level bawah sadar diperlukan
sosialisasi RPJMN yang lebih intensif dan berkelanjutan
yang dilakukan secara formal (melalui instansi vertikal)
dan informal (toolkit dan media massa: koran, acara
televisi dan radio serta forum informal).
Subtansi RPJMN 2010-2014 yang diperlukan pemda
agar menjadi materi sosialisasi yang perlu ada dalam
toolkit yaitu RPJMN 2010-2014 Bidang TRP dan perlu
ditambah pengantar umum seperti yang telah
digunakan oleh Bappenas selama ini yang
memperlihatkan keterkaitan antara RPJPN dengan
RPJMN, antara Buku I, II dan III. Selain itu perlu
ditambahkan pula tabel prioritas nasional terkait tata
ruang dan pertanahan. Untuk sosialisasi di daerah,
dapat ditambahkan keterkaitan antara RPJMN dengan
RPJMD yang telah disusun oleh pemerintah masing-
masing daerah.
Kelompok Masyarakat
Media sosialisasi RPJMN 2010-2014 untuk masyarakat
perlu disesuaikan dengan budaya dan karakteristik
masyarakat lokal yang sudah umum dikenal masyarakat
lokal. Misalnya dengan menggunakan media yang
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 6
umum dilihat oleh masyarakat setempat seperti
majalah dinding di tempat umum dan tempat ibadah,
pengumuman melalui tempat-tempat ibadah seperti
pengeras suara masjid ataupun karikatur dengan
karakter yang sudah banyak dikenal. Selain itu dapat
pula dilakukan teknik sosialisasi yang mengadopsi
sistem kader yang infrastrukturnya sudah tersedia
sampai dengan tingkat Rukun Tetangga (RT).
Subtansi RPJMN 2010-2014 bidang pertanahan yang
diperlukan masyarakat agar menjadi materi sosialisasi
dalam toolkit yaitu mengenai hak atas tanah dan
prosedur sertifikasi tanah. Tambahan yang diperlukan
adalah mengenai layanan pertanahan untuk UMKM,
nelayan, petani (milik), peserta transmigran, dan
Masyarakat Bepenghasilan Rendah (MBR). Untuk tata
ruang, yang diperlukan adalah pengetahuan tentang
cara berpartisipasi dalam perencanaan dan
pengendalian pemanfaatan ruang. Yang paling utama
adalah proses pengajuan pendapat dan badan
pemerintah daerah mana yang harus dituju oleh
masyarakat yang ingin menyampaikan pendapatnya.
Perguruan Tinggi
Kelompok perguruan tinggi terdiri dari dua kelompok
yaitu kelompok yang bidang ajarnya berkaitan
langsung dengan RPJMN (planologi, geodesi,
pertanian, arsitektur, studi pembangunan dan
lingkungan) dan yang tidak berkaitan langsung dengan
RPJMN. Untuk yang tidak berkaitan langsung, materi
sosialisasi menggunakan materi yang sama dengan
masyarakat. Media sosialisasi RPJMN yang efektif untuk
perguruan tinggi adalah web site (khususnya
perguruan tinggi di Jawa) yang bisa diakses kapan saja
untuk bahan ajar perkuliahan.
Subtansi RPJMN 2010-2014 yang perlu ada di dalam
toolkit untuk perguruan tinggi yaitu permasalahan
terkini, data aktual pencapaian beserta target yang
ingin dicapai dalam periode waktu rencana tersebut.
Spektrum permasalahan yang dimunculkan dalam
toolkit perlu diperluas misalnya untuk pertanahan tidak
hanya mengenai permasalahan yang terkait dengan
BPN saja, melainkan juga permasalahan yang terkait
dengan perpajakan. Untuk bidang tata ruang, perlu
pula ditambahkan contoh integrasi antar rencana
melalui musyawarah perencanaan.
Dalam kegiatan kajian strategi sosialisasi RPJMN 2010-
2014, perguruan tinggi mempunyai peran sebagai
inovator untuk menemukan inovasi-inovasi dalam
penyelesaian permasalahan-permasalahan pertanahan.
Sebagai inovator, perguruan tinggi diperlukan untuk
mempertajam masalah, fakta, target dan stimulasi bagi
masyarakat maupun pemerintah daerah.
Beberapa kekurangan dan kelebihan sosialisasi RPJMN
saat ini yang dapat dicatat adalah: (1) media sosialisasi
RPJMN yang ada selama ini menggunakan template
yang terlalu formal, kaku dan digunakan dari tahun ke
tahun tidak ada inovasi (buku RPJMN dan internet); (2)
materi RPJMN yang disosialisasikan pada masyarakat
umum menggunakan bahasa yang sulit untuk
dimengerti, sehingga kurang menarik bagi masyarakat
umum untuk mengetahui RPJMN lebih jauh. Banyaknya
materi RPJMN yang harus diakomodasi menyebabkan
buku RPJMN yang dihasilkan sangat tebal dan
jumlahnya cukup banyak sehingga masyarakat umum
kurang tertarik untuk membaca.
Sedangkan kelebihan sosialisasi RPJMN saat ini adalah
sosialisasi RPJMN dilakukan pada Musrenbangnas dan
Musrenbangprov yang dilakukan di seluruh Indonesia.
Jaringan informasi formal tersebut dapat diperluas
sampai ke desa agar dapat menjadi media sosialisasi
RPJMN yang efektif.
Peran Bappenas dalam sosialisasi RPJMN
Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan mempunyai
kewajiban memberikan informasi atas permintaaan
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 7
masyarakat (public rights to know). Sejalan dengan
perubahan paradigma di bidang komunikasi,
komunikasi tidak lagi dapat dilakukan secara kasualitas
linier (satu arah), tetapi relasional dan transaksional
(dua arah). Peran Bappenas dalam sosialisasi RPJMN
diperlukan agar dokumen RPJMN dapat disampaikan
kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Selain
itu, Bappenas juga perlu berperan untuk mendorong
agar isi sosialisasi mengenai dokumen RPJMN
disesuaikan dengan target atau objek sosialisasi dan
menggunakan cara penyaluran informasi yang tepat
sehingga pesan yang penting dapat tersampaikan
dengan baik kepada kelompok sasaran (pemerintah
daerah, masyarakat dan perguruan tinggi).
Rekomendasi
Berdasarkan hasil kajian strategi-strategi sosialisasi
yang diajukan dapat dipahami bahwa tiap komponen
strategi saling berkaitan satu sama lain untuk mencapai
tujuan yang diinginkan. Prioritas strategi apa yang
harus dilaksanakan adalah tergantung pada tingkat
pencapaian tujuan sosialisasi itu sendiri. Kajian ini lebih
banyak menelaah pengembangan strategi untuk
meningkatkan awareness dan pemahaman kelompok-
kelompok sasaran terhadap RPJMN Bidang TRP.
Pencapaian tujuan seperti kajian ini bisa dikategorikan
sebagai pencapaian hasil awal yang memang harus
menjadi perhatian dan pertimbangan untuk
diimplementasikan. Ini dilakukan melalui rekomendasi
penting, yaitu antara lain: (1) pengembangan identitas
komunikator (identitas brand) yang baik, matang dan
konsisten untuk subyek kajian RPJMN tata ruang dan
pertanahan. Diharapkan pengembangan ini bisa
dilakukan tidak hanya di direktorat tata ruang dan
pertanahan, akan tetapi merupakan sistem identitas
yang bisa diterapkan di direktorat-direktorat lain di
Bappenas, terutama mengenai identitas RPJMN yang
krusial untuk segera mendapat perhatian; (2) advokasi
media adalah aspek penting yang terbukti efektif untuk
meningkatkan awareness. Rekomendasi ini bisa
melibatkan kelompok-kelompok sasaran dari kalangan
akademis, pemerintah daerah, dan masyarakat untuk
pelaksanaannya. Seperti disebutkan sebelumnya
advokasi media akan mempengaruhi kuantitas dan
kualitas pemberitaan tentang masalah-masalah RPJMN
Bidang TRP, serta mempengaruhi cara orang
mempersepsikannya; (3) pengembangan toolkit yang
lengkap, tidak hanya berupa buku informasi RPJMN
Bidang TRP, tapi juga material-material atau aplikasi-
aplikasi diseminasi lainnya. Beberapa sudah
dikembangkan selama kajian ini. Pengembangannya
akan bergantung pada pemilihan dan penyebaran
media terhadap tiap kelompok sasaran sosialisasi.
Catatan penting mengenai hal ini adalah mengenai
relevansi isi informasi yang harus disesuaikan untuk
tiap kelompok sasaran dan pembatasan terhadap
kelompok sasaran potensial, semisal untuk kalangan
akademis difokuskan kepada kalangan perencanaan,
ilmu-bumi, geo-informasi, dan studi pembangunan.
Rekomendasi tersebut akan cukup efektif untuk
pencapaian tujuan awal. Langkah berikutnya adalah
tindak lanjut untuk kegiatan-kegiatan sosialisasi yang
berbasis kemitraan dan kemasyarakatan. Tujuan dari
kegiatan-kegiatan ini adalah sebagai dukungan untuk
melibatkan strategi-strategi sebelumnya dalam konteks
sosial, sehingga keberadaanya dalam masyarakat lebih
baik lagi. Salah satu contoh nyata dari rekomendasi ini
adalah, usulan untuk memasukan materi-materi RPJMN
ke dalam kurikulum pendidikan adalah salah satu
bentuk sosialisasi yang sangat efektif untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman
masyarakat secara umum.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 8
Kata Pengantar
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 9
Daftar Singkatan
AKPPI …
BKM Badan Keswadayaan Masyarakat
BPN Badan Pertanahan Nasional
BUMN/BUMD Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik Daerah
K/L kementerian/lembaga
KIM Kelompok Informasi Masyarakat
Larasita Layanan rakyat untuk sertifikasi tanah
MBR masyarakat berpenghasilan rendah
P4T penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah
PNPM Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat
Prona …
PWK …
RAPBN Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Renstra Rencana Strategis
RKP Rencana Kerja Pemerintah
RPJMN Rencana Pembangunan Jangka Menengah
RPJP Rencana Pembangunan Jangka Panjang
SIG Sistem Informasi Geografis
Simtanas Sistem Informasi Manajemen Pertanahan Nasional
SOP Standar Operasi dan Prosedur
SPPN Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (UU 25/2004)
TOL Tanah Obyek Landreform
TPRK …
TRP Tata Ruang dan Pertanahan
UMKM Usaha mikro, kecil dan menengah
VOAP Voluntary Ozone Action Program
WP3WT Wilayah Pesisir, Pulau-Pulau Kecil, Perbatasan dan Wilayah Tertentu
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 10
Senarai
Agenda Setting informasi atau masalah yang muncul lebih sering di media lebih menonjol bagi publik dan menentukan prioritas politik dan sosial.
Bidang Wilayah dan Tata Ruang salah satu bidang di dalam RPJMN 2010-2014.
Health Belief Model model penyerapan informasi yang didasarkan pada perilaku masyarakat untuk menghindari kerugian karena sakit.
Konsep framing membingkai komunikasi berdasarkan konstruksi bahasa.
Money Sense bertujuan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan serta meningkatkan kesadaran mengenai pengelolaan keuangan kepada warga negaranya.
Pemasaran sosial aplikasi teknologi pemasaran yang dikembangkan di sektor komersial untuk pemecahan masalah sosial yang dapat mengubah perilaku
Priming proses media mengubah standar objek dalam mengevaluasi permasalahan
Prioritas Bidang kegiatan yang diprioritaskan untuk bidang tertentu.
Prioritas Nasional kegiatan yang diprioritaskan secara nasional.
QUALITY proyek penelitian yang inovatif yang bertujuan untuk mengkaji bagaimana warga Eropa yang tinggal di berbagai negara mengevaluasi kualitas hidup mereka.
Snowball sampling teknik sampling yang mengandalkan pendapat responden untuk pemilihan responden berikutnya.
Social Cognitive Theory sesorang akan melakukan sesuatu asalkan ada insentif untuk melakukannya.
Stages of Change Model lima tahap utama yang harus dilalui untuk perubahan perilaku.
Sub Bidang TRP salah satu sub bidang di dalam Bidang Wilayah dan Tata Ruang.
Theory of Change sebagai panduan untuk merancang strategi komunikasi publik untuk mendorong perubahan pada objek komunikasi, 17
Theory of Planned Behavior bagaimana untuk mempengaruhi perubahan perilaku individu dan variabel-variabel yang bisa memperkirakannya, 20
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 11
Daftar Isi
Ringkasan Eksekutif ......................................................................................................... 2 Kata Pengantar ................................................................................................................ 8 Daftar Singkatan .............................................................................................................. 9 Senarai 10 Daftar Isi ....................................................................................................................... 11 Daftar Tabel .................................................................................................................. 13 Daftar Gambar .............................................................................................................. 13 Bab 1 Pendahuluan ....................................................................................................... 14
1.1 Latar Belakang ............................................................................................. 14 1.2 Tujuan ......................................................................................................... 15 1.3 Sasaran ....................................................................................................... 17 1.4 Ruang Lingkup ............................................................................................. 17 1.5 Waktu Kajian ............................................................................................... 18 1.6 Sistematika Penulisan .................................................................................. 18
Bab 2 Teori Sosialisasi RPJMN 2010-2014 ..................................................................... 19
2.1 Konsep Dasar Komunikasi ............................................................................ 19 2.2 Sistem Komunikasi Massa ............................................................................ 21 2.3 Psikologi Pesan ............................................................................................ 22 2.4 Komunikasi Publik dan Kampanye Komunikasi Publik .................................... 24 2.5 Theory of Change (Teori Perubahan) .............................................................. 26
2.5.1 Theory of Reasoned Action (Ajzen & Fishbein, 1980) ............................. 27 2.5.2 Social Cognitive Theory (Bandura, 1992) .............................................. 28 2.5.3 Health Belief Model (Becker, 1974) ...................................................... 28 2.5.4 Stages of Change Model (Prochaska et al., 1992) ................................. 28 2.5.5 Agenda Setting (McCombs & Shaw, 1973) ............................................ 28 2.5.6 Framing (e.g. Tversky & Kahneman, 1981) ........................................... 28 2.5.7 Priming (Iyengar & Kinder, 1987) ......................................................... 29 2.5.8 Social Marketing.................................................................................. 29
2.6 Studi Kasus Program-Program Kampanye Komunikasi dan Sosialisasi ............ 29 2.6.1 Voluntary Ozone Action Program (Program Tindakan Sukarela Ozon) ...... 29 2.6.2 Community Trials Project (Projek Percobaan Masyarakat) ...................... 33 2.6.3 Quality ................................................................................................ 39 2.6.4 moneySENSE ...................................................................................... 41 2.6.5 From Saving to Investment ................................................................... 42
2.7 Materi kajian ................................................................................................ 44 2.7.1 Prioritas Nasional ................................................................................ 46 2.7.2 Tata Ruang.......................................................................................... 48 2.7.3 Pertanahan ......................................................................................... 50
2.8 Perumusan Alur Pendekatan Kajian .............................................................. 53 Bab 3 Kerangka pemikiran dan metodologi kajian .......................................................... 55
3.1 Kerangka pemikiran ..................................................................................... 55 3.2 Metodologi ................................................................................................... 55
3.2.1 Survey................................................................................................. 55 3.2.2 Focus group discussion ........................................................................ 58
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 12
Bab 4 Kajian Strategi Sosialisasi RPJMN 2010-2014 ...................................................... 63 4.1 Materi .......................................................................................................... 63
4.1.1 Bidang Tata Ruang .............................................................................. 63 4.1.2 Bidang Pertanahan .............................................................................. 64
4.2 Survey ......................................................................................................... 75 4.2.1 Masyarakat ......................................................................................... 75 4.2.2 Akademisi ........................................................................................... 77 4.2.3 Pemerintah Daerah.............................................................................. 78
4.3 Strategi Sosialisasi ....................................................................................... 79 4.3.1 Identitas.............................................................................................. 79 4.3.2 Konsep Perancangan Pesan ................................................................. 80 4.3.3 Konsep Pemasaran Sosial.................................................................... 80 4.3.4 Konsep Jaringan Komunikasi ............................................................... 80 4.3.5 Advokasi Media ................................................................................... 80 4.3.6 Mekanisme Pusat-Daerah .................................................................... 81 4.3.7 Kerjasama dengan kalangan akademis ................................................ 81 4.3.8 Ragam Kegiatan dengan Masyarakat dan berbagai Pihak ...................... 81 4.3.9 Ujicoba dan Hasil Strategi Melalui Focus Group Discussion .................. 84
4.4 Pengembangan Strategi Sosialisasi ............................................................... 85 4.5 Substansi .................................................................................................... 86
4.5.1 Kelompok pemerintah daerah. ............................................................. 86 4.5.2 Kelompok Masyarakat ......................................................................... 88 4.5.3 Kelompok Perguruan Tingi dan LSM. .................................................... 89
Bab 5 Strategi Sosialisasi RPJMN 2010-2014 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan ........... 92 Bab 6 Kesimpulan dan Rekomendasi ............................................................................. 95
6.1 Kesimpulan ................................................................................................. 95 6.1.1 Media dan substansi sosialisasi untuk pemda ...................................... 95 6.1.2 Media dan substansi sosialisasi untuk kelompok masyarakat ................ 96 6.1.3 Media dan substansi sosialisasi untuk kelompok perguruan tinggi ........ 96 6.1.4 Kekurangan dan kelebihan sosialisasi RPJMN saat ini ........................... 97 6.1.5 Peran Bappenas dalam sosialisasi RPJMN ............................................ 97
6.2 Rekomendasi ............................................................................................... 98 Daftar Pustaka ............................................................................................................ 100 Lampiran .................................................................................................................... 104
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 13
Daftar Tabel
Tabel 1 Tipe komunikasi publik berdasarkan tujuan .......................................... 26
Tabel 2 Model Kampanye VOA............................................................................. 30
Tabel 3 Model Kampanye Community Trial Project ............................................ 33
Tabel 4 Acara FGD ............................................................................................... 61
Tabel 5 Matriks Fokus RPJMN 2010-2014 Bidang Pertanahan dan tingkat partisipasi/berkepentingan langsung/tidak langsung terhadap materi toolkit Bidang Pertanahan .......................................................... 66
Daftar Gambar
Gambar 1 Unsur-unsur yang mempengaruhi pemahaman .................................. 23
Gambar 3 Theory of Change untuk Komunikasi Publik ........................................ 27
Gambar 4 Teori Perubahan VOAP ......................................................................... 31
Gambar 5 Teori Perubahan Community Trials Project ......................................... 37
Gambar 6 Pentahapan Pembangunan RPJPN 2005-2025 .................................. 46
Gambar 7 Penilaian responden untuk cara sosialisasi Bidang Tata Ruang dan Pertanahan ................................................................................... 77
Gambar 8 Media sosialisasi pilihan responden.................................................... 77
Gambar 9 Prioritas Nasional 2010-2014 ............................................................. 88
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 14
Bab 1 Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Undang-Undang (UU) Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN) menyatakan bahwa perencanaan pembangunan terdiri
dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJM), dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP). Dokumen rencana ini yang
kemudian menjadi pedoman bagi aktor pembangunan dalam melaksanakan
pembangunan. Pelaksanaan RPJP Nasional 2005-2025 terbagi dalam tahap-tahap
perencanaan pembangunan dalam periodesasi perencanaan pembangunan jangka
menengah nasional 5 tahunan, yang dituangkan dalam RPJMN I Tahun 2005-2009,
RPJMN II Tahun 2010-2014, RPJMN III Tahun 2015-2019, dan RPJMN IV Tahun 2020-
2025. RPJPN digunakan sebagai pedoman dalam menyusun RPJMN. Pentahapan
rencana pembangunan nasional disusun dalam masing-masing periode RPJMN sesuai
dengan visi, misi dan program presiden terpilih.
RPJMN memuat strategi pembangunan nasional, kebijakan umum, program
kementerian/lembaga (K/L) dan lintas K/L, kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta
kerangka ekonomi makro yang mencakup gambaran perekonomian secara menyeluruh
termasuk arah kebijakan fiskal dalam rencana kerja yang berupa kerangka regulasi
dan kerangka pendanaan yang bersifat inidikatif. RPJMN 2010-2014, yang telah
ditetapkan dengan Peraturan Presiden (Perpres) No. 5 Tahun 2010 tentang RPJMN
2010-2014, bertujuan untuk lebih memantapkan penataan kembali Indonesia di
segala bidang dengan menekankan upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia
termasuk pengembangan kemampuan ilmu dan teknologi serta penguatan daya saing
perekonomian. Dengan demikian, RPJMN 2010-2014 merupakan pedoman bagi
seluruh komponen bangsa baik itu pemerintah, masyarakat dan dunia usaha, dalam
mewujudkan cita-cita dan tujuan nasional secara sinergis, koordinatif dan saling
melengkapi dalam kurun waktu 2010-2014.
RPJMN 2010-2014 termasuk ke dalam informasi publik yang bersifat terbuka. Sebagai
dokumen publik, RPJMN harus disampaikan kepada seluruh lapisan masyarakat
Indonesia. Proses perumusan isi kebijakan publik umumnya tidak disesuaikan dengan
target atau objek sosialisasi sehingga pesan yang penting tidak dapat tersampaikan
dengan baik. Selain itu, cara penyaluran informasi sosialisasi yang tidak tepat
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 15
menyebabkan informasi tidak sampai kepada sasaran. Salah satu contoh buruknya
metode sosialsiasi kebijakan telah diteliti oleh Sutanta (2009) dengan 34 responden
yang berasal dari pemerintah kabupaten/kota. Hasil penelitian mengungkapkan bahwa
hanya 17 persen dari responden yang berasal dari lembaga perencanaan
kabupaten/kota yang mengerti tentang Perpres No. 85 Tahun 2007 tentang Jaringan
Data Spasial Nasional. Padahal perpres tersebut telah ditetapkan dua tahun
sebelumnya.
Setelah otonomi daerah dilaksanakan, pemerintah daerah diwajibkan untuk memiliki
rencana pembangunan yang disesuaikan dengan karakteristik daerah namun juga
mengacu kepada rencana yang telah ditetapkan secara nasional. Untuk itu pemerintah
kabupaten/kota serta perguruan tinggi yang umumnya dirujuk oleh pemerintah
kabupaten/kota sebagai ahli perlu mengetahui rencana pembangunan nasional yang
dijadikan acuan dalam penyusunan rencana pembangunan daerah. Selain pemerintah
dan perguruan tinggi yang perlu mengerti tentang dokumen perencanaan nasional,
masyarakat perlu mengetahui kebijakan lokal yang menyentuh langsung kehidupan
mereka. Namun demikian, selain kebijakan lokal kebijakan nasional seperti RPJMN
yang mendasari kebijakan lokal juga perlu dipahami secara umum oleh masyarakat
seperti target dan sasaran umum pembangunan untuk setiap masa pemerintahan
presiden yang dipilih langsung oleh masyarakat.
Penyediaan dan penyebaran informasi publik adalah upaya mendukung
terselenggaranya pemerintahan yang demokratis, transparan, dan akuntabel dalam
rangka mewujudkan pemerintahan yang baik (good governance). Dalam konteks fungsi
penyediaan informasi berorientasi pada informasi publik, maka yang dibutuhkan
adalah informasi untuk memenuhi kepentingan publik. Penyediaan informasi publik ini
merupakan ekspresi dari upaya memenuhi hak atau kemerdekaan masyarakat untuk
memperoleh informasi (public right to know). Sedangkan fungsi penyebaran informasi
merupakan ekspresi dari kewajiban pemerintah dan negara untuk menyebarluaskan
informasi yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat (obligation to tell).
1.2 Tujuan
RPJMN 2010-2014 termasuk ke dalam informasi publik yang bersifat terbuka. Dengan
demikian, dokumen ini harus disosialisasikan kepada para pihak termasuk di
dalamnya Sub Bidang Penataan Ruang dan Pertanahan yang termasuk ke dalam
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 16
tupoksi Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan (TRP). Materi yang perlu disosialisasikan
meliputi: kondisi umum, permasalahan dan sasaran serta yang terpenting adalah arah
kebijakan dan strategi pembangunan. Tujuan dilakukannya kajian strategi sosialisasi
kebijakan jangka menengah Bidang TRP adalah:
1. Mendapatkan gambaran yang lengkap mengenai upaya-upaya sosialisasi yang
dilakukan di dalam negeri maupun di luar negeri.
2. Merumuskan strategi dalam sosialisasi kebijakan jangka menengah nasional
dengan beberapa cara, yaitu:
a. Menetapkan mekanisme untuk mengidentifikasi tantangan, kekurangan dan
solusi.
b. Merumuskan sistem penyebaran informasi pada kelompok-kelompok sasaran.
c. Memastikan efektivitas sistem penyebaran informasi yang dirumuskan.
3. Memberikan pemahaman mengenai muatan yang terdapat di dalam RPJMN 2010-
2014 Bidang TRP pada pihak yang berkepentingan termasuk di dalamnya adalah
pemerintah daerah, perguruan tinggi dan masyarakat umum yang secara spesifik
bertujuan untuk:
a. Memberikan pengetahuan dan pemahaman yang relevan berupa pendidikan
publik kepada tiap kelompok sasaran secara komprehensif mengenai berbagai
hal yang berkaitan dengan RPJMN dan kebijakan-kebijakan Bidang TRP yang
termuat dalam RPJMN.
b. Meningkatnya kesadaran kognitif (awareness) tentang RPJMN dan kebijakan-
kebijakan Bidang TRP yang termuat dalam RPJMN.
c. Meningkatnya perubahan sikap/perilaku dalam menyikapi kebijakan-kebijakan
Bidang TRP yang termuat dalam RPJMN.
d. Memberikan referensi bagi pihak yang terkait dengan kebijakan-kebijakan
pembangunan Bidang TRP.
4. Memantapkan kebijakan penataan ruang dalam rangka implementasi pelaksanaan
kegiatan pembangunan dalam kurun waktu 2010-2014 dan untuk perencanaan di
masa yang akan datang seperti misalnya RPJMN 2014-2019.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 17
1.3 Sasaran
Sasaran yang ingin dicapai dari kajian strategi sosialisasi kebijakan jangka
menengah Bidang TRP adalah:
1. Terciptanya strategi dalam sosialisasi kebijakan jangka menengah nasional yang
tepat sasaran;
2. Untuk jangka waktu yang lebih panjang, terciptanya pemahaman mengenai muatan
kebijakan jangka menengah nasional dalam pembangunan.
1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup kajian meliputi perumusan strategi penyebaran informasi untuk
sosialisasi RPJMN 2010-2014 Bidang TRP, termasuk di dalamnya adalah inventarisasi
pelaksanaan dan dibeberapa negara lain beserta implementasinya. Pengumpulan
informasi dilaksanakan melalui survey dan focus group discussion (FGD). Secara detail
ruang lingkup dalam kajian adalah:
1. Perumusan kerangka kerja detail sebelum penunjukan tenaga ahli;
2. Perumusan spesifikasi pekerjaan tenaga ahli;
3. Tinjauan lapangan dan konsolidasi dengan pemerintah daerah untuk perencanaan
pelaksanaan FGD;
4. Pelaksanaan kajian oleh tenaga ahli yang meliputi:
a. pengkajian strategi sosialisasi kebijakan publik yang telah berhasil
dilaksanakan;
b. presentasi hasil listing pada TPRK;
c. penyusunan kuesioner untuk mengukur tingkat pengetahuan objek sosialisasi;
d. penyusunan konsep pertama strategi sosialisasi yang dapat dilaksanakan untuk
sub-Bidang Penataan Ruang dan Pertanahan;
e. FGD di beberapa kota untuk mendapatkan masukan dari objek sosialisasi;
f. presentasi hasil FGD pada TPRK;
g. perbaikan konsep pertama menjadi konsep kedua sesuai hasil FGD;
h. pemaparan konsep kedua pada TPRK;
i. perumusan konsep akhir sosialisasi;
5. Diseminasi pada para pihak oleh TRP.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 18
1.5 Waktu Kajian
Pelaksanaan kajian ini dilakukan dari bulan Januari 2010 hingga Desember 2010.
Tenaga ahli direkrut setelah proses kajian awal dilaksanakan. Tenaga ahli mulai aktif
bekerja sejak Juli 2010 sampai dengan Desember 2010.
1.6 Sistematika Penulisan
Laporan kajian ini disusun menjadi enam bab. Bab 1 adalah pendahuluan yang
menjelaskan tentang latar belakang, tujuan, sasaran dan ruang lingkup kajian. Bab 2
menjelaskan tentang teori komunikasi publik, sosialisasi dan teori perubahan sebagai
dasar dilaksanakan kajian ini. Selain itu, di dalam bab ini dikaji pula hasil dan konsep
sosialisasi yang telah dilakukan di dalam dan luar negeri. Untuk mencapai sasaran
kajian, dalam bab ini diidentifikasi berbagai metode penelitian kualitatif yang dinilai
cocok untuk diterapkan. Materi kajian dipaparkan secara singkat di akhir Bab 2. Bab 3
fokus pada cara pelaksanaan kajian yang diawali dengan pemaparan kerangka
pemikiran dan pelaksanaan kajian yang meliputi teknis pelaksanaan mini survey dan
FGD.
Bab 4 adalah bagian yang paling penting dari kajian ini karena bab ini memaparkan
rancangan strategi dan hasil pengujian rancangan dalam FGD. Rancangan ini
kemudian difinalkan di Bab 5 yang berisi strategi sosialisasi RPJMN 2010-2014 untuk
Bidang TRP yang telah diuji di dalam FGD yang melibatkan ketiga objek sosialisasi yaitu
perguruan tinggi, masyarakat dan pemerintah daerah. Bab 6 yang menjadi bab terakhir
menyimpulkan kajian dan memberikan rekomendasi untuk tindak lanjut kajian ini.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 19
Bab 2 Teori Sosialisasi RPJMN 2010-2014
2.1 Konsep Dasar Komunikasi
Pentingnya komunikasi bagi kehidupan sosial, budaya, pendidikan, dan politik sudah
disadari oleh para cendekiawan sejak masa Aristoteles yang hidup ratusan tahun
sebelum masehi. Akan tetapi, studi Aristoteles hanya berkisar pada retorika dalam
lingkungan kecil. Di antara para ahli sosiologi, ahli psikologi, dan ahli politik di Amerika
Serikat yang menaruh minat pada perkembangan komunikasi adalah Carl I. Hovland
yang mendefinisikan ilmu komunikasi sebagai ‘upaya yang sistematis untuk
merumuskan secara tegar asas-asas penyampaian informasi serta pembentukan
pendapat dan sikap’ (Hovland, 1953). Definisi Hovland di atas menunjukan bahwa
objek ilmu komunikasi bukan saja penyampaian informasi, melainkan juga
pembentukan pendapat umum (public opinion) dan sikap publik (public attitude) yang
dalam kehidupan sosial dan kehidupan politik memainkan peranan yang amat penting.
Dengan pemikiran tersebut maka Effendy (1997) mendefinisikan komunikasi sebagai
‘proses mengubah perilaku orang lain’.
Harold Laswell, dalam The Structure and Function of Communication in Society
mengatakan bahwa cara terbaik untuk menjelaskan komunikasi ialah menjawab
pertanyaan sebagai berikut: ‘who says what in which channel to whom with what
effect?’ Dengan demikian maka komunikasi meliputi lima unsur sebagai jawaban dari
pertanyaan yang diajukan itu, yakni: (a) komunikator (communicator, source, sender);
(b) pesan (message); (c) media (channel, media); (d) komunikan (communicant,
communicatee, receiver, recipient); dan (e) efek (effect, impact, influence). Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa komunikasi adalah proses penyampaian pesan
oleh komunikator kepada komunikan melalui media yang menimbulkan efek tertentu.
Laswell (1972) menghendaki agar komunikasi dijadikan objek studi ilmiah, bahkan
setiap unsur diteliti secara khusus. Laswell (1972) mendefinisikan jenis analisis yang
diperlukan untuk setiap unsur komunikasi: (a) studi mengenai komunikator dinamakan
control analysis; (b) penelitian mengenai pers, radio, dan televisi, film, dan media
lainnya disebut content anaysis; (c) audience analysis adalah studi khusus tentang
komunikan; dan (d) effect analysis merupakan penelitian mengenai efek atau dampak
yang ditimbulkan oleh komunikasi. Proses komunikasi dalam masyarakat memiliki tiga
fungsi (Laswell, …):
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 20
a. pengamatan terhadap lingkungan (the surveillance of the environment),
penyingkapan ancaman dan kesempetan yang mempengaruhi nilai masyarkat
dan bagian-bagian unsur di dalamnya;
b. korelasi unsur-unsur masyarakat ketika menanggapi lingkungan (correlation of
the components of society in making a response to the environment);
c. penyebaran warisan sosial (transmission of the social inheritance) yang sangat
bergantung pada kualitas para pendidik, baik dalam kehidupan rumah
tangganya maupun di sekolah yang meneruskan warisan sosial kepada
keturunan berikutnya.
Fungsi komunikasi yang terkenal lainnya disebutkan dalam Macbride Report
(MacBride, 1980) yang dipublikasikan oleh UNESCO dengan judul Many Voices One
World. Dalam laporan tersebut diuraikan bahwa dalam arti luas, komunikasi bukan
hanya pertukaran berita dan pesan, tetapi sebagai kegiatan individu dan kelompok
dalam tukar-menukar data, fakta, dan ide. Dengan demikian maka, fungsi komunikasi
dalam tiap sistem sosial adalah sebagai berikut (Effendy, 1997):
a. informasi: pengumpulan, penyimpanan, pemrosesan, penyebaran berita, data,
gambar, fakta, dan pesan, opini, dan komentar yang dibutuhkan agar orang dapat
mengerti dan bereaksi secara jelas terhadap kondisi internasional, lingkungan,
dan orang lain, dan agar dapat mengambil keputusan yang tepat;
b. sosialisasi (pemasyarakatan): penyediaan sumber ilmu pengetahuan yang
memungkinkan orang bersikap dan bertindak sebagai anggota masyarakat yang
efektif yang menyebabkan ia sadar akan fungsi sosialnya;
c. motivasi: menjelaskan tujuan setiap masyarakat jangka pendek maupun jangka
panjang, mendorong kegiatan individu dan kelompok berdasarkan tujuan
bersama;
d. perdebatan dan diskusi: menyediakan dan saling tukar menukar fakta yang
diperlukan untuk memungkinkan persetujuan atau menyelesaikan perbedaan
pendapat menggenai masalah publik, menyediakan bukti-bukti yang relevan yang
diperlukan untuk kepentingan umum dan agar masyarakat lebih melibatkan diri
dalam masalah yang menyangkut kegiatan bersama di tingkat internasional,
nasional dan lokal;
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 21
e. pendidikan: penggunaan ilmu pengetahuan sehingga mendorong perkembangan
intelektual, pembentukan watak, dan pendidikan keterampilan serta kemahiran
yang diperlukan pada semua bidang kehidupan;
f. memajukan kebudayaan: penyebarluasan hasil kebudayaan dan seni dengan
maksud melestarikan warisan masa lalu, perkembangan kebudayaan dengan
memperluas horizon seseorang, membangunkan imajinasi dan mendorong
kreativitas serta kebutuhan estetikanya;
g. hiburan: penyebarluasan sinyal, simbol, suara, dan citra (image) dari drama, tari,
kesenian, kesusastraan, musik, komedi, olah raga, permainan dan sebagainya
untuk rekreasi dan kesenangan kelompok dan individu;
h. integrasi: penyediaan kesempatan bagi bangsa, kelompok, dan individu untuk
memperoleh berbagai pesan yang diperlukan mereka agar mereka dapat saling
kenal dan mengerti dan menghargai kondisi, pandangan, dan keinginan orang lain.
2.2 Sistem Komunikasi Massa
Definisi yang paling sederhana tentang komunikasi massa dirumuskan Bittner (1980
dalam Rakhmat, 2000) adalah ‘mass communication is messages communicated
through a mass medium to a large number of people’. Severin dan Tankard (1979)
menyatakan bahwa komunikasi massa adalah keterampilan, seni, dan ilmu. Devito
(1978) menambahkan bahwa komunikasi massa ditujukan kepada massa melalui
media massa. Komunikasi massa mempunyai ciri-ciri khusus yang disebabkan sifat-
sifat komponennya yaitu: (a) komunikasi massa berlangsung satu arah, (b)
komunikator pada komunikasi massa melembaga; (c) pesan pada komunikasi massa
bersifat umum; (d) media komunikasi massa dilaksanakan secara serempak, dan (e)
komunikan bersifat heterogen.
Fungsi komunikasi massa menurut Dominick (…), yakni:
a. pengawasan, ini mengacu kepada yang kita kenal sebagai peranan berita dan
informasi dari media massa. Media mengambil tempat para pengawal yang
pekerjaannya mengadakan pengawasan. Orang-orang media itu, yakni para
wartawan surat kabar dan majalah, reporter radio dan televisi, koresponden kantor
berita, dan lain-lain berada di mana-mana di seluruh dunia, mengumpulkan
informasi buat kita yang tidak bisa kita peroleh. Fungsi ini dibagi menjadi dua yaitu
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 22
Pengawasan peringatan dan pengawasan instrumental, jenis kedua ini berkaitan
dengan penyebaran informasi yang berguna bagi kehidupan sehari-hari;
b. interpretasi (interpretation), erat sekali kaitannya dengan fungsi pengawasan yaitu
bahwa media massa tidak hanya menyajikan fakta dan data, tetapi juga informasi
serta interpretasi mengenai informasi tersebut;
c. hubungan (linkage), media massa mampu menghubungkan unsur-unsur yang
terdapat di dalam masyarakat yang tidak bisa dilakukan secara langsung oleh
saluran perseorangan;
d. sosialisasi merupakan transmisi nilai-nilai (transmission of values) yang mengacu
kepada cara-cara di mana seseorang mengadopsi perilaku dan berbagai nilai dari
suatu kelompok. Dengan membaca, mendengarkan, dan menonton maka
seseorang dapat mempelajari perilaku masyarakat di sekitarnya dan nilai yang
mereka anut;
e. hiburan yang menjadi salah satu fungsi utama media.
Dari paparan di atas, fungsi-fungsi komunikasi dan komunikasi massa dapat
disederhanakan menjadi empat fungsi saja, yakni: (1) menyampaikan informasi (to
inform); (2) mendidik (to educate); (3) menghibur (to entertain); dan (4) mempengaruhi
(to influence).
2.3 Psikologi Pesan
Manusia menyampaikan pesan dengan dua cara: (1) dengan bahasa atau
paralinguistik dan (2) dengan isyarat atau ekstralinguistik. Schramm (1971) melihat
pesan sebagai tanda esensial yang harus dikenal oleh komunikan. Semakin tumpang
tindih bidang pengalaman (field of experience) komunikator dengan bidang
pengalaman komunikan, akan semakin efektif pesan yang dikomunikasikan (Gambar
1). Komunikator harus memiliki empati yang tinggi agar perbedaan latar belakang
sosial tidak menjadi kendala dalam berkomunikasi. Organisasi pesan terbagi menjadi
enam jenis: deduktif, induktif, kronologis, logis, spasial dan topikal (Rakhmat, 2000).
Dewey (1967) dengan latar belakang Psikologi Komunikasi menambahkan satu jenis
organisasi pesan lain yaitu psikologi yang mengikuti sistem berpikir manusia.
Organisasi pesan yang paling banyak digunakan adalah sistem yang dibuat oleh
Monroe pada akhir tahun 1930-an yaitu motivated sequence, yang menyarankan lima
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 23
langkah penyusunan pesan: (1) attention (perhatian); (2) need (kebutuhan); (3)
satisfaction (pemuasan); (4) visualization (visualisasi); dan (5) action (tindakan).
Langkah yang dikembangkan oleh peneliti lainnya dapat dilihat pada Tabel 1.
Pesan yang dimaksudkan untuk mempengaruhi orang lain perlu mendorong perubahan
perilaku objek. Para peneliti psikologi komunikasi telah meneliti efektivitas imbauan
pesan: apakah objek akan lebih terpengaruh oleh imbauan emosional atau imbauan
rasional? Apakan objek lebih tergerak oleh imbauan ganjaran daripada imbauan takut?
Motif-motif apakah yang dapat kita sentuh dalam pesan kita supaya kita berhasil
mengubah sikap dan perilaku objek? (Rakhmat, 2000).
Gambar 1 Unsur-unsur yang mempengaruhi pemahaman
Sumber: …
Sender Signal
Field of Experience
Encoder Receiver Decoder
Field of Experience
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 24
Tabel 1 Sistem Penyusunan Pesan
Holingsworth Ross Hovland Miller &
Dollard Monroe
Introduction Attention Attention Attention Drive Attention
Body
Interest
Impression
Conviction
Need
Plan
Objection
Comprehension Stimulus
Response
Need
Satisfaction
Visualization
Conclusion Direction Reinforcement
Action Acceptance Reward Action
Sumber: Ross (1974)
2.4 Komunikasi Publik dan Kampanye Komunikasi Publik
Berdasarkan konteks dan tingkatannya, terdapat pengertian komunikasi sebagai
komunikasi publik, yaitu komunikasi antara seorang pembicara kepada grup objek,
yang tidak bisa dikenali satu persatu. Komunikasi demikian sering juga disebut pidato,
ceramah atau kuliah. Beberapa pakar komunikasi menggunakan istilah komunikasi
kelompok besar (large group communication) untuk komunikasi sejenis ini (Mulyana,
2005).
Kampanye pada prinsipnya merupakan suatu proses kegiatan komunikasi individu
atau kelompok yang dilakukan secara terlembaga dan bertujuan untuk menciptakan
suatu efek atau dampak tertentu. Rogers dan Storey (1987) mendefinisikan kampanye
sebagai ‘serangkaian tindakan komunikasi yang terencana dengan tujuan untuk
menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak yang dilakukan secara
berkelanjutan pada kurun waktu tertentu’ (Venus, 2004). Kampanye komunikasi
menurut Day dan Monroe (2000) dilakukan secara bervariasi, berlapis-lapis, terencana
dengan seksama, dan secara strategis merangkaikan rancangan media untuk
meningkatkan kesadaran, informasi atau merubah perilaku pada objek. Istilah
kampanye (Wilmshurst, 1993) digunakan untuk menunjukan bahwa proses periklanan
yang baik adalah serangkaian aktivitas terencana yang berkesinambungan dengan
tujuan yang pasti. Dominick (2002) menjelaskan secara ringkas enam fase tipikal
suatu kampanye periklanan: (1) memilih strategi pemasaran; (2) menentukan daya
tarik atau tema utama; (3) menerjemahkan tema ke dalam berbagai media; (4)
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 25
memproduksi iklan; (5) membeli ruang dan waktu dan (6) mengeksekusi dan
mengevaluasi hasil kampanye.
Di fase pertama, penelitian dilakukan untuk menentukan objek, tujuan pemasaran,
harga yang sesuai dengan produk atau jasa, dan biaya periklanan. Selama fase ini kata
positioning sering terdengar. Positioning memiliki banyak interpretasi, tetapi secara
umum berarti menyesuaikan produk atau jasa pada satu atau lebih segmen pasar yang
luas sebagai jalan untuk memisahkannya dari persaingan tanpa membuat perubahan
pada produk. Fletcher dan Bowers (1991) menganggap positioning produk adalah
bagian yang sangat penting dari proses pemasaran dan periklanan. Konsep positioning
sangat terkenal menyebar luas melalui tulisan Ries dan Trout (2001) yang menyatakan
bahwa positioning produk tidak secara nyata melibatkan apa yang dilakukan pabrik
terhadap produk. Tetapi lebih memperhatikan apa yang dilakukan pengiklan terhadap
pikiran konsumen melalui pengadaptasian sikap-sikap mereka serta untuk ‘menjalin
lagi hubungan’ antara konsumen dengan brand names.
Setelah produk atau jasa diposisikan, tema kampanye untuk keseluruhan
dikembangkan. Fase berikutnya adalah menerjemahkan tema tersebut ke dalam iklan
cetak dan iklan siaran. Pengiklan mencoba untuk membuat variasi dalam iklan mereka
tetapi dengan suatu konsistensi pendekatan yang akan menolong konsumen
mengingat dan mengenali produk mereka. Produksi iklan dikerjakan dalam cara yang
hampir sama dengan produksi isi media lainnya. Di saat departemen kreatif
menyatukan iklan cetak dan iklan siaran, departemen pemasaran membeli waktu di
media yang dinilai cocok untuk kampanye. Fase terakhir dari kampanye adalah
penayangan iklan. Pengujian dilakukan selama dan sesudah fase ini untuk melihat
apakah konsumen melihat dan mengingat iklan yang telah ditayangkan.
Day dan Monroe (2000) membagi kampanye dalam empat tahap. Pada tahap pertama
riset formatif dilakukan untuk menentukan tujuan dan objek. Di tahap kedua, strategi
kampanye dikembangkan, pesan dirancang dan diuji lagi. Ketiga, kampanye
dilaksanakan. Akhirnya, hasil dievaluasi dan digunakan untuk menajamkan kembali
strategi. Berikut adalah tahap kampanye menurut Day dan Monroe secara lengkap:
1. Tujuan, objek dan media. Riset formatif menetukan perilaku mana yang akan
dicoba diubah untuk mencapai tujuan utama. Untuk memilih perilaku-perilaku
yang paling penting maka perlu diselidiki apa yang diketahui, dipercayai, dan
disukai oleh objek. Keputusan dibuat sesuai dengan pemilihan pasar, media,
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 26
rangkaian event, frekuensi dan waktu. Faktor-faktor ini membentuk intisari
kampanye.
2. Pesan. Pesan utama kampanye bisa dibuat bersamaan dengan perancangan
pesan untuk berbagai jenis media. Tim kreatif harus bekerja dengan copywriter
dan menggunakan hasil riset formatif sebagai panduan.
3. Melaksanakan kampanye.
4. Monitoring dan evaluasi. Evaluasi harus dimulai selama pelaksanaan dan biasa
digunakan untuk melakukan koreksi di tengah kampanye.
2.5 Theory of Change (Teori Perubahan)
Banyak perencana komunikasi publik sekarang menganut gagasan untuk
menggunakan Theory of Change sebagai panduan untuk merancang strategi
komunikasi publik untuk mendorong perubahan pada objek komunikasi. Kata change
atau perubahan merujuk pada tujuan pokok dari komunikasi publik yakni merubah
perilaku individu atau kehendak masyarakat (public will). Theory of Change
mengidentifikasikan strategi-stategi kunci yang harus digunakan dan hasil yang harus
dicapai. Pada saat identifikasi perubahan yang akan diterapkan, teori ini berfungsi
sebagai panduan untuk memahami fokus evaluasi dan hasil-hasil yang harus dinilai.
Tabel 1 berikut menjelaskan dua tipe komunikasi publik berdasarkan tujuannya dan
Gambar 2 menjelaskan aplikasi Theory of Change dalam praktek komunikasi publik
untuk mencapai tujuan perubahan perilaku individu atau perubahan kebijakan dan
kehendak publik (public will).
Tabel 1 Tipe komunikasi publik berdasarkan tujuan
Aspek Komunikasi Perubahan Perilaku Kehendak Publik
Tujuan - Mempengaruhi kepercayaan dan sikap. - Mempengaruhi norma sosial. - Mempengaruhi tujuan bersikap. - Menghasilkan perubahan perilaku.
- Meningkatkan visibilitas masalah dan kepentingannya.
- Mempengaruhi persepsi masalah sosial. - Meningkatkan pengetahuan tentang solusi
dan pihak yang bertanggungjawab. - Mempengaruhi kriteria yang digunakan
untuk menilai kebijakan dan para pembuat kebijakan.
- Menentukan layanan masyarakat. - Mengerahkan konstituen untuk bertindak.
Kelompok sasaran
Bagian dari populasi yang memerlukan perubahan perilaku
Bagian dari khalayak umum dan para pembuat kebijakan
Strategi Pemasaran sosial Advokasi media, pengorganisasian dan mobilisasi komunitas/masyarakat setempat,
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 27
Aspek Komunikasi Perubahan Perilaku Kehendak Publik
penyertaan para pembuat kebijakan
Saluran/Media Layanan publik/kegiatan resmi; materi cetak, televisi, radio, advertising media elektronik
Media Berita : cetak, televisi, radio, elektronik.
Gambar 2 Theory of Change untuk Komunikasi Publik
Pemahaman terhadap teori-teori ilmu sosial yang berhubungan dengan komunikasi
dapat membantu pemahaman dalam kegiatan penyebaran informasi melalui kegiatan
sosialisasi, komunikasi publik, dan teori-teori tentang perubahan. Teori-teori dan
konsep-konsep dibagi berdasarkan kategori-kategori yang paling relevan, dalam hal ini
perubahan perilaku dan kehendak publik (public will). Berikut adalah teori dan konsep
yang relevan dengan Theory of Change.
2.5.1 Theory of Reasoned Action (Ajzen & Fishbein, 1980)
Teori ini menunjukkan kinerja dari suatu perilaku yang ditentukan oleh niat. Dua faktor
utama yang mempengaruhi niat seseorang adalah norma subyektif seseorang tentang
perilaku tersebut dan keyakinan. Sikap dan norma subyektif yang pada gilirannya
dipengaruhi oleh perilaku dan keyakinan normatif.
Penyebaran Informasi
(berdasar pada penelitan)
Advokasi Media
Pemberitaan Media
(dengan pemilihan issue, framing, dll)
Awareness/ Dukungan/ Public Will Komunitas (Grassroot)
Dukungan Pembuat
Kebijakan
Perubahan Kebijakan
Aktivitas
Hasil Jangka Pendek
Hasil Jangka Menengah
Hasil/Tujuan Pokok
Theory of Change untuk Komunikasi Publik
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 28
2.5.2 Social Cognitive Theory (Bandura, 1992)
Teori ini menunjukkan bahwa keyakinan seseorang untuk melakukan sesuatu,
kemampuan dan motivasi, diperlukan untuk perubahan perilaku. Dengan kata lain,
seseorang harus percaya ia dapat melakukan sesuatu dalam berbagai keadaan dan
memiliki insentif (positif atau negatif) untuk melakukannya.
2.5.3 Health Belief Model (Becker, 1974)
Model ini berasal dari bidang kesehatan masyarakat. Dua faktor yang mempengaruhi
perilaku kesehatan adalah: (1) perasaan terancam oleh penyakit, dan (2) keyakinan
bahwa manfaat mengadopsi perilaku kesehatan perlindungan itu akan lebih besar
daripada biaya yang dirasakan.
2.5.4 Stages of Change Model (Prochaska et al., 1992)
Model ini mengidentifikasi lima tahap utama yang harus dilalui untuk perubahan
perilaku. Model ini menyatakan bahwa untuk membuat orang untuk mengubah
seseorang, perlu ditentukan terlebih dahulu posisi mereka pada kontinum perubahan
perilaku untuk mempermudah intervensi. Jenis intervensi yang dibutuhkan berbeda
untuk setiap tahapan. Teori ini berguna untuk desain pemasaran sosial dan penelitian
(Andreasen, 1997).
2.5.5 Agenda Setting (McCombs & Shaw, 1973)
Teori ini menekankan bahwa media mempengaruhi materi yang dipikirkan oleh
objek. Media bertindak sebagai ‘penjaga pintu’ informasi dan menentukan isu
penting. Teori ini berpendapat bahwa informasi atau masalah yang muncul lebih sering
di media lebih menonjol bagi publik dan menentukan prioritas politik dan sosial.
2.5.6 Framing (e.g. Tversky & Kahneman, 1981)
Teori framing berkaitan dengan organisasi dan kemasan informasi serta
mempengaruhi persepsi informasi orang tersebut. Konsep framing ditemukan dalam
literatur disiplin ilmu di sosial dan ilmu kognitif. Secara sederhana, teori ini membingkai
komunikasi berdasarkan konstruksi bahasa, visual dan sinyal ke pendengar.
Kampanye yang dilakukan pada masyarakat umumnya didasarkan pada teori ini.
Caranya adalah dengan mempengaruhi cara masyarakat berpikir tentang sebuah isu
dengan cara mengubah frame media yang digunakan.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 29
2.5.7 Priming (Iyengar & Kinder, 1987)
Priming adalah proses di mana media mengubah standar objek dalam mengevaluasi
permasalahan. Sebagai contoh, bila media memperhatikan masalah penggunaan dana
kampanye dalam pemilihan umum, maka masyarakat akan menggunakan isu tersebut
untuk mengevaluasi kandidat. Teori ini didasarkan pada asumsi bahwa objek tidak
memiliki pengetahuan tentang berbagai hal dan tidak menggunakan pengetahuan
mereka ketika membuat keputusan. Sebaliknya mereka membuat keputusan
berdasarkan apa yang terlintas dalam pikiran pertama.
2.5.8 Social Marketing
Pemasaran sosial telah didefinisikan sebagai ‘aplikasi teknologi pemasaran yang
dikembangkan di sektor komersial untuk pemecahan masalah sosial yang dapat
mengubah perilaku’ (Andreasen, 1995). Pemasaran sosial adalah alat untuk
memobilisasi masyarakat Pemasaran sosial adalah pola pikir yang menekankan pada
kebutuhan konsumen. Pendekatan pemasaran sosial menawarkan konsep-konsep
yang berguna dan relevan serta proses yang jelas yang menekankan perencanaan
strategis dan penelitian.
2.6 Studi Kasus Program-Program Kampanye Komunikasi dan Sosialisasi
2.6.1 Voluntary Ozone Action Program (Program Tindakan Sukarela Ozon)
Setelah amademen Clean Air Act 1990 selesai dibuat, Badan Perlindungan Lingkungan
Amerika, EPA, berinisiatif melakukan penyebaran informasi mengenai standar kualitas
udara bagi enam polutan udara yang telah diketahui berbahaya bagi kesehatan
masyarakat, termasuk didalamnya adalah ground-level ozone. EPA membuat cara
untuk mengukur standar pemenuhan keberhasilan kualitas udara tersebut, dan
kemudian menemukan 31 wilayah di beberapa negara bagian ternyata tidak
memenuhi standar. Sebagian dari daerah yang ‘tidak memenuhi’ standar tersebut
adalah 13 kota metropolitan sekitar Atlanta. Merespon hal tersebut, di tahun 1997,
Divisi Perlindungan Lingkungan dari Departemen Sumber Daya Georgia membuat
program Voluntary Ozone Action Program (VOAP) yang bertujuan untuk mengurangi
polutan ground-level ozone di wilayah Atlanta. VOAP mempunyai dua komponen utama,
yakni: kampanye informasi pubik dan program sukarela pengurangan emisi.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 30
Tabel 2 Model Kampanye VOA
Tujuan Perubahan Perilaku Perubahan Kebijakan
Khalayak sasaran Masyarakat umum Masyarakat tertentu Pembuat Kebijakan
Evaluasi Eksperimental Kuasi-Eksperimental Non-Eksperimental
Tujuan dari kampanye informasi publik adalah untuk:
a. meningkatkan kesadaran (awareness) tentang dan pentingnya mengetahui
konsentrasi ground-level ozone;
b. menginformasikan kepada publik mengenai konsekuensi kesehatan akibat
ground-level ozone, dan mengurangi perilaku yang menyebabkan emisi-emisi
berbahaya, yang berkaitan dengan ground-level ozone;
c. kampanye terutama ditujukan pada perilaku untuk mengurangi frekuensi
berkendaraan, yang diperkirakan menghasilkan penambahan 50 persen
konsentrasi ground-level ozone di Atlanta.
Karena konsentrasi ozon tidak bisa dirasakan oleh indera manusia, maka sangat
diperlukan peningkatkan kesadaran masyarakat tentang waktu-waktu tertentu untuk
mengurangi berkendaraan. Maka dari itu, kampanye VOAP kemudian menggunakan
frase Siaga Ozon (Ozone Alert) untuk menginformasikan kepada masyarakat saat
konsentrasi ozon terdeteksi tinggi. Berbagai tanda Siaga Ozon didiseminasikan melalui
rambu-rambu lalu lintas elektronik, koran-koran setempat, laporan-laporan cuaca dan
lalu lintas di radio dan televisi. Kampanye ini juga membuat berbagai pengumuman
layananan masyarakat, artikel berita tentang ground-level ozone dan solusinya serta
membuat editorial penting tentang kualitas udara.
Selain kampanye informasi publik, VOAP berusaha untuk membuat konteks sosial
untuk membantu mengarahkan kepada hasil perubahan perilaku yang diharapkan. Ini
antara lain dilakukan dengan mendekati kalangan pengusaha untuk menyarankan
mereka melakukan tindakan pengurangan ozon pada saat terdeteksi konsentrasi ozon
sangat tinggi (Mei-Oktober dan pada siang hari). Hal ini termasuk mendorong
penggunaan alat transportasi alternatif untuk bepergian jauh, serta menjadwal ulang
pekerjaan agar dapat mengurangi jumlah berkendaraan terutama di jam-jam sibuk.
Sebagai contoh, Gubernur mengeluarkan perintah eksekutif pada tahun 1997 bagi
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 31
semua badan, departemen, dan lembaga pendidikan tinggi untuk mengurangi tingkat
pemakaian kendaraan pribadi hingga 20 persen. Badan-badan Federal di Atlanta
menyetujui untuk melaksanakan strategi yang serupa. Akhirnya EPA kemudian
mengembangkan kemitraan dengan perusahaan-perusahaan swasta dalam upaya
mendapatkan partisipasi sukarela dalam program ini.
Kampanye ini dititikberatkan perhatiannya pada pengembangan kampanye informasi
publik VOAP. Kampanye ini dimulai dengan teori ilmu sosial yang berhubungan satu
sama lain, yakni: the theory of reasoned action (Ajzen & Fishbein, 1980) serta Theory of
Planned Behavior (Ajzen, 1985), tentang bagaimana untuk mempengaruhi perubahan
perilaku individu dan variabel-variabel yang bisa memperkirakannya. Survey dilakukan
dengan menggunakan sampel acak terhadap penduduk di wilayah Atlanta untuk
melihat faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi perilaku mereka. Sebagai contoh,
penelitian mengungkap bahwa banyak penduduk Atlanta yang bersedia untuk
mengurangi berkendaraan, akan tetapi mereka menyebutkan sepertinya hanya
memiliki kendali yang kecil terhadap perilaku mereka. Temuan ini menjadi dorongan
bagi VOAP untuk mengembangkan konteks sosial diantara para pengusaha yang
mendukung program ini.
2.6.1.1 Penjelasan Teori Perubahan untuk Kampanye VOAP
Gambar di bawah ini mengilustrasikan Theory of Change dari VOAP secara umum.
Aktivitas-aktivitas melibatkan dua komponen program, yakni kampanye informasi
publik dan pengembangan kemitraan dengan masyarakat dan pengusaha swasta.
Gambar 3 Teori Perubahan VOAP
2.6.1.2 Temuan-temuan utama
Hasil pembelajaran dari kampanye VOAP adalah: (1) Siaga Ozon meningkatkan tingkat
kesadaran tentang ground-level ozone; (2) pemberitaan media banyak mempengaruhi
kesadaran masyarakat; (3) artikel di halaman depan koran-koran meningkatkan
kesadaran; dan (4) penduduk dengan tingkat pendapatan lebih tinggi, yang lebih tua,
dan berkulit putih lebih banyak mendengar tentang ground-level ozone.
Hasil perubahan perilaku berkendaraan:
a. jarak tempuh umum secara signifikan berkurang pada hari-hari siaga ozon (35.4 mil
di hari non-siaga berbanding 29,9 mil di hari siaga);
b. banyak prediksi mengenai perilaku berkendaraan yang terbukti benar dan sesuai
harapan, misalnya: pria dan individu berpenghasilan lebih besar, berkendaraan
lebih banyak dan sering melakukan perjalanan-perjalanan yang jauh;
c. kesadaran masyarakat tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap perilaku
berkendaraan, bukan berarti bahwa kampanye ini tidak diperlukan untuk
menunjang program;
Penurunan jumlah berkendaraan oleh pegawai-pegawai pemerintahan pada Hari Siaga
Ozon:
a. pengurangan jumlah berkendaraan sangat signifikan secara statistik hanya bagi
pegawai pemerintah;
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 33
b. perubahan perilaku berkendaraan hanya akan signifikan bila konteks sosial
memperkuat perubahan-perubahan itu.
2.6.2 Community Trials Project (Projek Percobaan Masyarakat)
Community Trials Project adalah program yang menguji potensi strategi preventif dalam
masyarakat secara komprehensif selama lima tahun (1992-1996) di tiga komunitas
(sekitar 100.000 penduduk yang berlokasi di California Utara, California Selatan, dan
Carolina Selatan). Tujuannya adalah untuk mengurangi kejadian-kejadian yang
diakibatkan oleh faktor-faktor dan akibat yang berhubungan dengan alkohol.
Proyek ini berbasis pada kemitraan masyarakat – kalangan ilmiah, di mana tim peneliti
mengidentifikasi unsur utama dari strategi pencegahan umum, melakukan pelatihan,
bantuan teknis dan sumber daya bagi elemen-elemen tersebut. Tim proyek komunitas
percobaan menghubungkan strategi dan elemen pencegahan dengan kebutuhan dan
keadaaan mereka sendiri.
Tabel 3 Model Kampanye Community Trial Project
Tujuan Perubahan Perilaku Perubahan Kebijakan
Khalayak sasaran Masyarakat umum Masyarakat tertentu Pembuat Kebijakan
Evaluasi Eksperimental Kuasi-Eksperimental Non-Eksperimental
Program mempunyai lima elemen yang saling berhubungan. Pada saat projek dimulai,
keberhasilan masing-masing elemen sudah dapat dibuktikan. Namun, kelima
komponen ini belum pernah digunakan secara bersama-sama untuk mengurangi
kejadian-kejadian yang berkaitan dengan alkohol. Kelima elemen tersebut adalah:
1. Pengetahuan masyarakat, nilai-nilai dan mobilisasi, komponen ini terpadu dalam
dua aspek utama, yakni pengorganisasian masyarakat, advokasi media,
pengembangan koalisi masyarakat, serta satuan tugas untuk melaksanakan
intervensi khusus serta untuk meningkatkan perhatian masyarakat mengenai
trauma yang berkaitan dengan alkohol. Koalisi melaksanakan aktivitas advokasi
media untuk membangun dukungan masyarakat bagi empat komponen
pencegahan lainnya untuk mendapatkan kebijakan-kebijakan.
2. Layanan minuman yang bertanggung jawab (responsible beverage service),
komponen ini dirancang untuk mengurangi kemungkinan minuman yang tidak
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 34
berlisensi yang dapat membahayakan penggunanya. Termasuk di dalamnya adalah
insentif untuk bar dan restoran untuk melakukan pelayanan dari staf terlatih untuk
menggenali pelanggan yang mabuk, di bawah umur, dan untuk untuk mempertegas
kebijakan pelayanan minuman bagi pelanggan, sehingga mencegah pelanggan
mabuk dan berkendaraan di bawah pengaruhnya (driving under influence/DUI).
3. Minum di bawah umur, komponen ini dirancang untuk mengurangi ketersediaan
alkohol secara sosial dan ritel untuk pengguna di bawah umur. Yang dilakukan
adalah program berbasis sekolah dan kemasyarakatan untuk orangtua dan anak-
anak mengenai penjualan dan akses alkohol melalui pelatihan. Program ini juga
mengajukan pengembangan dan pelaksanaan hukum penjualan alkohol di bawah
umur.
4. Minum dan mengemudi, ditujukan untuk meningkatkan awareness tentang resiko
sebenarnya dan larangan jika mengemudi di bawah penggaruh alkohol. Komponen
ini melibatkan advokasi media untuk meningkatkan dukungan dan awareness
masyarakat untuk dapat mengenali hal seperti ini. Program membuat checkpoint,
pelatihan pada petugas kepolisian mengenai teknik mengenali pengemudi yang
mabuk, serta penggunaan alat sensor alkohol pasif untuk meningkatkan
kemungkinan deteksi positif.
5. Akses terhadap alkohol, komponen ini menyertakan penggunaan kebijakan zoning
lokal sebagai upaya mengendalikan tingkat kepadatan outlet alkohol dan
mengurangi ketersediaannya secara ritel.
Fokus dari studi kasus ini adalah pada komponen pertama, yaitu mobilisasi
masyarakat, yang dinilai merupakan dukungan penting untuk implementasi keempat
komponen lainnya. Mobilisasi masyarakat didefinisikan sebagai organisasi yang
bertujuan dalam masyarakat untuk melaksanakan dan mendukung strategi kebijakan.
Dua komponen utama yang merupakan mobilisasi adalah pengorganisasian
masyarakat dan advokasi media. Tujuan mobilisasi disini adalah adalah pelaksanaan
kebijakan-kebijakan dalam masyarakat dengan menghubungkan semua komponen-
komponen preventif untuk mengurangi kecelakaan dan kematian berkaitan dengan
alkohol.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 35
2.6.2.1 Teori Perubahan untuk Community Trials Project
Gambar berikut menunjukan teori perubahan dibalik mobilisasi masyarakat dalam
Community Trials Project yang dikembangkan dari konsep model Treno et al., 1996;
Treno & Holder, 1997a; and Treno & Holder, 1997b)
Secara umum teori perubahan menunjukan penegasan proyek, yaitu bahwa mobilisasi
masyarakat saja (pengorganisasian masyarakat dan advokasi media) tidak berdampak
pada masalah yang berkaitan dengan alcohol secara langsung, akan tetapi harus
digunakan bersama-sama dengan komponen-komponen pencegahan lainnya (empat
strategi yang lain). Dengan cara ini mobilisasi dipandang sebagai perangkat pendukung
dari komponen pencegahan loka yang mengarahkan perubahan dan pelaksanaan
kebijakan. Pada gilirannya hal ini dapat menurunkan cedera dan kematian yang
disebabkan alkohol.
Hasil jangka pendek pertama dari pengorganisasian masyarakat adalah
pengembangan koalisi-koalisi local di tiga komunitas untuk bekerja pada masalah yang
berhubungan dengan alcohol. Koalisi-koalisi tersebut kemudian membentuk satuan
tugas untuk 4 strategi pencegahan lainnya. Koalisi ini diharapkan dapat meningkatkan
awareness masyarakat dan juga mampu menarik dukungan dari para tokoh kunci.
Advokasi media yang dilakukan baik oleh angota-anggotam koalisi-koalisi dan
masyarakat dirancang untuk mengunakan media lokal untuk kebutuhan pemberitaan
yang secara khusus dibentuk dan diarahkan untuk menyoroti solusi-solusi masalah
alcohol, dan menekankan pada para tokoh kunci untuk mengadopsi solusi-solusi bagi
kepentingan masyarakat.
Hubungan antara advokasi media dan perubahan kebijakan adalah berdasarkan pada
gagasan bahwa pemberitaan media akan menstimulus dan dukungan bagi adopsi
kebijakan mengenai alkohol yang relevan, dengan : 1) Secara langsung mengingkatkan
dukungan dari tokoh kunci untuk kegiatan intervensi lingkungan tertentu yang sedang
dipromosikan 2) meningkatkan awareness masyarakat dan mobilisasi tindakan publik
beserta dukungannya. Kemudian diharapkan akan memiliki pengaruh tokoh-tokoh
kunci untuk peubahan kebijakan dan pelaksanaannya.
Tujuan utama dari proyek ini adalah penelitian dan pembelajaran mengenai efektivitas
pendekatan preventif yang digunakan. Proyek ini dikenal juga sebagi Percobaan
preventif. Untuk itu, digunakan tiga komunitas “eksperimental” dimana intervensi
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 36
dilakukan, sehingga memungkinkan pengujian yang berbeda-beda terhadap komunitas
percobaan/eksperimental terhadap komunitas pembanding.
Gambar 4 Teori Perubahan Community Trials Project
Laporan proyek mingguan terstruktur, kegiatan, dan interview oleh koordinator proyek
lokal adalah sunber-sumber data primer, laporan dan lembaran ini mencakup:
a. aktivitas pengorganisasian masyarakat, misalnya rekruitmen, pelatihan staf dan
bantuan-bantuan teknis. Laporan dan lembaran ini mencakup advokasi media,
misalnya melalui konferensi, kegiatan-kegiatan yang yang mengundang media, dan
tulisan-tulisan editorial;
b. koalisi dan pembentukan satuan tugas, pembentukan anggota dan anggaran
rumah tangga koalisi, pelaksanaan pelatihan advokasi media;
c. dukungan tokoh kunci untuk strategi preventif dan perubahan kebijakan;
d. perencanaan lokal untuk pelaksanaan strategi-strategi preventif, dilengkapi alat DUI
untuk mendeteki minuman alkohol.
Temuan yang didapatkan dari teori ini terbagi menjadi 4 temuan utama:
a. advokasi media dapat meningkatkan pemberitaan cetak maupun televisi tentang
topik yang berhubungan dengan alkohol di komunitas percobaan, terlihat
perbedaan yang signifikan secara statistik di komunitas percobaan dan komunitas
pembanding.
b. hubungan pemberitaan media dengan perhatian tokoh kunci:
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 38
i. peningkatan pemberitaan media mengarahkan fokus perhatian tokoh kunci
terhadap permasalahan, kebijakan preventif dan solusi;
ii. advokasi media yang berhasil untuk mencapai perubahan kebijakan
membutuhkan tujuan kebijakan dan dukungan untuk tujuan-tujuan kebijakan
dari tokoh kunci dan pembuat keputusan. Perhatian berita saja tidak
mencukupi tanpa adanya tujuan kebijakan serta organisasi masyarakat yang
mendukungnya.
c. pengaruh komponen strategi pencegahan, perubahan kebijakan dan
pelaksanaannya:
i. mobilisasi masyarakat untuk mencapai hasil utamanya di tiga komunitas
percobaan.
ii. bukti perubahan kebijakan dan pelaksanaan yang berhubunganan dengan
komponen-komponen pencegahan adalah sebagai berikut:
a. kebijakan di bar dan restoran berubah, 409 manager dan pelayan
mendapatkan pelatihan;
b. pembelian alkohol di bawah umur berkurang dari 44 persen menjadi 17
persen;
c. 410 checkpoint didirikan;
d. syarat zoning diperketat di dua komunitas percobaan.
d. intervensi berbasis masyarakat yang komprehensif mengurangi komsumsi alkohol
yang beresiko tinggi dan cedera yang berkaitan dengan alkohol
2.6.2.2 Pelajaran studi kasus
Proyek ini menunjukan bagaimana kombinasi mobilisasi masyarakat dan advokasi
media serta kegiatan yang berbasis masyarakat dapat berpengaruh pada perubahan
kebijakan dan berdampak pada pencapaian pada tujuan kegiatan komunikasi.
Komunikasi dibuat berdasarkan komponen yang membentuk sistem komunikasi yang
terencana baik dan mampu melakukan intervensi pada tataran awareness dan
perubahan perilaku.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 39
2.6.3 Quality
QUALITY adalah sebuah proyek penelitian yang inovatif yang bertujuan untuk mengkaji
bagaimana warga Eropa yang tinggal di berbagai negara mengevaluasi kualitas hidup
mereka. Proyek ini menganalisis data perbandingan internasional mengenai
kesejahteraan sosial warga negara dan mengumpulkan data baru di delapan negara
mitra strategis: Belanda, Inggris, Jerman, Portugal, Finlandia, Hongaria, Bulgaria dan
Swedia. Proyek berjalan dari tanggal 1 Maret 2006 sampai tanggal 1 Maret 2009.
Tujuan proyek adalah untuk:
a. memberikan wawasan tentang kualitas hidup dan pekerjaan warga Eropa serta
dampak kebijakan Uni Eropa pada kesejahteraan warga negara Eropa;
b. meningkatkan pengetahuan tentang kondisi tempat kerja yang bisa berubah
menjadi organisasi yang sehat;
c. mengeksplorasi tren masa depan oleh konsultan kelompok nasional tingkat tinggi
dan dengan mengembangkan skenario perubahan kualitas hidup dan pekerjaan
warga negara;
d. menganalisis sejauh mana gender penting dalam hubungan antara kesejahteraan
dan kebijakan publik dan organisasi.
e. menyebarkan pengetahuan baru untuk pemangku kepentingan politik dan ekonomi
strategis, akademisi dan masyarakat.
2.6.3.1 Diseminasi QUALITY
Prosedur sosialisasi ini dijelaskan lebih jauh di dalam rencana, yakni menyajikan
ambisi konsorsium untuk menyebarkan pengetahuan baru yang efisien dan menantang
pada tiga tingkatan. Setiap tingkat memiliki beberapa saluran, spesifik untuk masing-
masing negara. Selain prosedur penyebaran informasi yang lebih umum, rencana ini
juga menyajikan strategi penyebaran informasi nasional yang berbeda. Selain
membuat laporan dari berbagai paket proyek pekerjaan yang tersedia, tim nasional
akan melakukan diseminasi secara spesifik pada tiap negara berbagai temuan dalam
berbagai cara selama beberapa tahun mendatang. Setiap tim negara telah
mengembangkan strategi penyebaran nasional yang mengatur bagaimana hasil
temuan harus disajikan:
a. Internasional - hampir semua Eropa dan komunitas global;
b. Nasional - masing-masing negara;
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 40
c. Lokal - dalam masyarakat dimana studi kasus kami sedang dilakukan tiga
kelompok yang ditargetkan untuk diseminasi dari temuan proyek:
i. Pembuat kebijakan - mereka yang terlibat dalam kebijakan sosial dan
keluarga, peraturan pasar tenaga kerja, tanpa diskriminasi dan kebijakan
kesetaraan gender;
ii. Masyarakat sipil – asosiasi pengusaha, serikat buruh, LSM pemuda,
perempuan dan orang tua organisasi, masyarakat umum;
iii. Komunitas Akademik - antara peneliti, dosen, mahasiswa, dan para pakar.
Strategi penyebaran berbeda sesuai dengan karakteristik kelompok yang dituju. Model
diseminasi yang komunikasi yang digunakan adalah melalui website, mailing list
strategis untuk stakeholder, komunikasi interaktif, publikasi, konferensi dan seminar.
2.6.3.2 Contoh Diseminasi QUALITY di Belanda
Untuk menyebarluaskan hasil-hasil dari proyek penelitian internasional Kualitas Hidup
di Perubahan Eropa, bentuk yang berbeda akan digunakan adalah:
1. pertemuan ahli dengan pembuat kebijakan di berbagai departemen dengan
topik utama: makna kualitas hidup dan kualitas kerja di Belanda dan
pengaruhnya terhadap kondisi sosial ekonomi dan demografi dan implikasi
kebijakan mereka;
2. seminar dengan sejumlah kecil pengusaha penting di Belanda, topik utama
diskusi berpusat pada peran pengusaha dan kemungkinan berubah menjadi
organisasi yang sehat dengan tingkat kualitas hidup yang tinggi serta kualitas
kerja dan keberlanjutan ekonomi;
3. penyajian makalah di berbagai konferensi, seminar, dan simposium yang
ditargetkan pada para pembuat kebijakan Belanda dan pengusaha;
4. terjemahan situs Quality ke dalam bahasa Belanda dengan link ke publikasi
lain dari proyek Quality dan website Quality kepada publikasi lain yang relevan
dan informasi yang aktual;
5. publikasi penelitian di majalah ilmiah dan populer;
6. memuat wawancara di media seperti surat kabar, majalah, radio.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 41
2.6.3.3 Pelajaran Studi Kasus
Proyek Quality direncanakan dan dikembangkan secara matang di berbagai negara
untuk menilai kesejahteraan hidup di masing-masing negara. Identitas Quality adalah
implementasi dari konsep projek yaitu ‘Kualitas Hidup dalam Perubahan Eropa’.
Identitas ini secara konsisten digunakan untuk berbagai kegiatan dan diseminasi
selama projek berlangsung. Jaringan Komunikasi di berbagai negara anggota Quality
terjalin dengan baik, begitu pula dengan organisasi-organisasi internasional. Setiap
implementasi projek di negara anggota Quality dilakukan secara spesifik sesuai dengan
karakter negara masing-masing. Penggunaan media massa untuk kegiatan diseminasi
projek dilakukan secara baik dan teratur selama masa projek.
2.6.4 moneySENSE
Pemerintah singapura melalui Monetary Authority of Singapore (MAS) dengan bekerja
sama dengan institusi terkait telah meluncurkan program ‘Money Sense’ yang
bertujuan untuk memberikan pendidikan dan pelatihan serta meningkatkan kesadaran
mengenai pengelolaan keuangan kepada warga negaranya. Program tersebut
diluncurkan pada tanggal 16 Oktober 2003 oleh deputi Perdana Menteri dan Ketua
MAS Lee Hsien Loong yang sekarang menjabat sebagai Perdana Menteri Singapura.
Program MoneySENSE mencakup tiga bahasan (tier) sehubungan dengan pendidikan
pengelolaan keuangan bagi masyarakat:
1. Basic Money Management yang mencakup keterampilan dalam pengelolaan
anggaran belanja dan tabungan, serta memberikan tips-tips penggunaan kredit
secara benar;
2. Financial Planning yang bertujuan untuk membekali masyarakat Singapura
dengan pengetahuan dan keterampilan untuk merencanakan kebutuhan
keuangan jangka panjang mereka;
3. Investment Know-How yang meliputi pengetahuan penting mengenai produk-
produk investasi dan keterampilan berinvestasi.
Asosiasi industri, organisasi masyarakat, dan lembaga konsumen dilibatkan dalam
mengembangkan program dan aktivitas untuk MoneySENSE dengan menggunakan
berbagai sarana yang ada untuk menjangkau berbagai segmen masyarakat. Sejak
diluncurkan, MoneySENSE telah menerbitkan lebih dari 100 artikel edukatif di media,
menyelenggarakan lebih dari 140 acara diskusi, seminar, dan workshop yang menarik
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 42
lebih dari 15.000 peserta, dan 16 consumer guides dengan total sirkulasi lebih dari
satu juta eksemplar. Berikut merupakan beberapa program yang telah diselenggarakan
oleh MoneySENSE:
1. program televisi dalam bentuk game show dengan topik berkaitan dengan
pengelolaan keuangan dan investasi;
2. program radio yang berisi informasi dan tips pengelolaan keuangan;
3. diskusi dan seminar dengan topik pengelolaan keuangan, diantaranya: (a)
perencanaan keuangan keluarga; (b) pengambilan keputusan pengelolaan
keuangan yang efektif; (c) pemahaman tentang asuransi kesehatan; dan (d)
pedoman investasi efek untuk pemula;
4. online guides dalam situs www.moneysense.gov.sg yang berkaitan dengan
pengelolaan keuangan dan investasi;
5. roadshow yang menitikberatkan pada pendidikan pengelolaan keuangan
dengan partisipasi aktif peserta dalam serangkaian kegiatan yang dapat diikuti
oleh seluruh anggota keluarga, seperti games, kontes, dan seminar.
2.6.5 From Saving to Investment
Program sosialisasi pasar modal di Jepang dimulai dengan dibentuknya Tokyo Stock
Exchange (TSE) Academy pada bulan April 2004 yang ditujukan bagi individual
termasuk para guru dan para pelajar. Pendirian TSE Academy dilatarbelakangi oleh
beberapa kondisi ekonomi yaitu: (1) perubahan pada sektor keuangan, perburuhan
dan welfare system; (2) jumlah akun pada kas dan deposito hanya sebesar 50 persen
dari jumlah penduduk dan hanya 14 persen pada sekuritas; (3) pengenalan pays-off
system dan 401-K Plan pada dana pensiun; (4) tingkat bunga mencapai 0 persen; dan
(5) rendahnya pengetahuan di bidang keuangan dan investasi.
Sedangkan dalam bidang pendidikan, pendirian TSE Academy dipicu dari beberapa
kondisi, yaitu: (1) di bidang ilmu-ilmu sosial, waktu pelajaran lebih banyak terfokus
pada pelajaran sejarah dan geografi dibandingkan pada ilmu ekonomi dan keuangan;
dan (2) rendahnya kemampuan para guru di bidang ilmu ekonomi dan keuangan.
Dari sisi kebijakan publik telah dikampanyekan program From savings to investment
yang dilakukan dengan kolaborasi antara departemen. Upaya ini mempunyai dua
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 43
tujuan utama, yaitu: (1) pengembangan dan penerapan program pendidikan ilmu
ekonomi dan keuangan yang sistematis; (2) pengembangan program training for
trainers. Perubahan yang terjadi pada sisi pemodal terdiri dari beberapa kondisi, yaitu:
(1) pengelolaan keuangan bagi individual; (2) meningkatnya pertumbuhan pemodal
ritel; (3) tumbuhnya kesadaran akan pentingnya pemahaman investasi. Pertumbuhan
partisipasi dalam TSE Academy tersebut sangat signifikan. Dari mulai dibuka pada April
2004 sampai dengan bulan September 2005, total peserta berjumlah 30.613 orang
dan terdapat peningkatan sebesar 61% (5.186 orang) dari April 2004 sampai dengan
September 2004. Program TSE Academy terdiri dari beberapa macam, yaitu: (1) basic
course dan (2) selective course, yang terdiri dari how to read financial statements,
stock trading and margin transaction, stock price indexes, bond trading, economic
events and fiancial/secuirites market, investment theory, how to manage company; (3)
special program seperti Commemorative Lectures.
Untuk program pengajaran di sekolah-sekolah, TSE telah menerapkan sejak tahun
2005 dengan beberapa jenis program, yaitu:
1. program dengan kelompok sasaran tertentu, seminar bagi para guru, kuliah
umum bagi mahasiswa, role playing bagi pelajar sekolah tingkat dasar dan
menegah;
2. program musiman seperti pengajaran bagi anak–anak dan orang tuanya serta
anjangsana pada lembaga-lembaga keuangan;
3. penyediaan bahan-bahan pengajaran;
4. kegiatan kolaborasi pada industri sekuritas; simulasi permainan perdagangan;
penyediaan buku-buku teks dan video serta pembuatan website.
Program penyebaran informasi kepada publik secara umum antara lain:
1. mengirimkan konselor untuk menerangkan tentang pasar modal dan bidang
keuangan lain kepada investor di Jepang;
2. seminar gratis tentang pasar modal kepada publik;
3. penyebaran brosur dengan memperhatikan target pembaca;
4. pengenalan investasi di website, termasuk juga informasi mengenai daftar
perusahaan efek maupun seminar mengenai investasi yang akan
diselenggarakan;
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 44
5. pengelolaan Securities Information Center;
6. memasukan mata kuliah dan penyelenggaraan kuliah lewat televisi.
Program penyebaran informasi kepada lembaga-lembaga pendidikan antara lain:
1. stock market game;
2. experienced-based learning materials dalam bentuk CD, videotapes, dan printed
materials;
3. seminar musim panas bagi mahasiswa;
4. internship system di bidang pasar modal;
5. dukungan bagi asosiasi mahasiswa untuk riset mengenai pasar modal;
6. e-learning material berjudul Securities Quest yang ditujukan bagi para guru
untuk bertukar pikiran di bidang pasar modal.
2.7 Materi kajian
Berbagai prioritas-prioritas kebijakan harus mampu tersampaikan kepada publik dalam
sebuah informasi publik. Informasi publik dalam hal ini adalah suatu informasi yang
dimiliki rakyat, dikelola oleh pemerintah dan sudah seharusnya tersedia bagi
kepentingan rakyat, terkecuali jika ditentukan lain oleh perundang-undangan (US
National commision Libraries and Information Services). Dengan kata lain rakyat
mempunyai hak atas informasi yang dihasilkan oleh instansi pemerintah dengan
persyaratan tertentu, terkecuali atas pengabaian hak rakyat itu hanya boleh dilakukan
berdasarkan ketentuan yang tertera dalam peraturan perundang-undangan.
Proses penentuan kebijakan publik tentunya harus dapat menyerap aspirasi
masyarakat. Karena itu kebijakan publik perlu dikomunikasikan kepada masyarakat
guna mendapat umpan balik dari masyarakat, dan kebijakan publik tersebut hanya
dapat diketahui secara luas oleh masyarat melalui kegiatan diseminasi (penyebaran
informasi).
Tujuan sosialisasi ini adalah untuk menyampaikan kebijakan-kebijakan secara relevan
kepada kelompok-kelompok sasaran, dengan maksud memperbaiki kesesuaian dari
kebijakan-kebijakan tersebut dalam sebuah kerangka komunikasi publik dengan para
stakeholder. Selain itu, sosialisasi ini bertujuan juga untuk memberikan pengetahuan
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 45
(public education), pemahaman dalam tataran peningkatan kesadaran kognitif publik
(awareness), perubahan sikap atau perilaku, atau dalam perspektif tujuan jangka
panjang adalah terbentuknya public will dari masyarakat dan para stakeholder dalam
menyikapi kebijakan-kebijakan tersebut, untuk sebuah perubahan yang lebih baik.
Sosialisasi akan dikembangkan berdasar pada permasalahan-permasalahan mendasar
dalam pembangunan Bidang Kewilayahan dan Tata Ruang, yaitu belum optimalnya
penyediaan basis analisis pembangunan wilayah, baik berupa data, informasi spasial,
maupun pemetaan, serta belum optimalnya penyelenggaraan dasar perencanaan
pembangunan wilayah, baik upaya-upaya dalam penataan ruang maupun pengelolaan
pertanahan yang menjadi acuan dalam pembangunan wilayah di daerah.
Pembangunan wilayah-wilayah tertinggal, perbatasan, kawasan strategis, kawasan
rawan bencana, kawasan perkotaaan, perdesaan, dan upaya-upaya pengembangan
ekonomi lokal, belum optimal dilaksanakan dan perlu dipercepat dan dikerjakan dalam
kerangka lintas sektor, lintas pelaku, dan lintas daerah. Berbagai upaya pemantapan
desentralisasi dan perbaikan tata kelola pemerintah daerah pun belum optimal
dilaksanakan untuk dapat mendukung proses pelaksanaan pembangunan wilayah di
daerah.
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2010-2014 merupakan
tahap kedua dari pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) 2005-2025 yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007.
RPJMN 2010-2014 ini selanjutnya menjadi pedoman bagi K/L dalam menyusun
Rencana Strategis K/L (Renstra-KL) dan menjadi bahan pertimbangan bagi pemerintah
daerah dalam menyusun/menyesuaikan rencana pembangunan daerahnya masing-
masing dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan nasional. Untuk pelaksanaan
lebih lanjut, RPJMN akan dijabarkan ke dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) yang
akan menjadi pedoman bagi penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (RAPBN). Sesuai amanat Pasal 4 Undang-Undang Nomor 25 Tahun
2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN),
Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) merupakan penjabaran
dari Visi, Misi, dan Program Presiden yang penyusunannya berpedoman pada Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN), yang memuat strategi pembangunan
nasional, kebijakan umum, program K/L dan lintas kementerian/ lembaga,
kewilayahan dan lintas kewilayahan, serta kerangka ekonomi makro yang mencakup
gambaran perekonomian secara menyeluruh termasuk arah kebijakan fiskal dalam
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 46
RPJM 4 (2020-
2024) Mewujudkan masya-
rakat Indonesia yang
mandiri, maju, adil dan
makmur melalui
percepatan pem-
bangunan di segala
bidang dengan struktur
perekonomian yang
RPJM 3
Memantapkan
pembangunan secara
menyeluruh dengan
menekankan
pembangunan
keunggulan kompetitif
perekonomian yang
berbasis SDA yang
RPJM 1
Menata kembali
NKRI, membangun
Indonesia yang
aman dan damai,
yang adil dan
demokratis, dengan
tingkat
RPJM 2
(2010-2014) Memantapkan
penataan kembali
NKRI, meningkatkan
kualitas SDM,
membangun
kemampuan iptek,
memperkuat daya
rencana kerja yang berupa kerangka regulasi dan kerangka pendanaan yang bersifat
indikatif.
Strategi untuk melaksanakan Visi dan Misi RPJPN 2005-2025 dijabarkan secara
bertahap dalam periode lima tahunan atau RPJM (Rencana Pembangunan Jangka
Menengah). Masing-masing tahap mempunyai skala prioritas dan strategi
pembangunan yang merupakan kesinambungan dari skala prioritas dan strategi
pembangunan pada periode-periode sebelumnya. Tahapan skala prioritas utama dan
strategi RPJM secara ringkas adalah sebagai berikut:
Gambar 5 Pentahapan Pembangunan RPJPN 2005-2025
2.7.1 Prioritas Nasional
Visi dan Misi pemerintah 2010-2014, perlu dirumuskan dan dijabarkan lebih
operasional ke dalam sejumlah program prioritas sehingga lebih mudah
diimplementasikan dan diukur tingkat keberhasilannya. Prioritas Nasional ini bertujuan
untuk menjawab berbagai tantangan yang dihadapi oleh bangsa dan negara di masa
mendatang. Sebagian besar sumber daya dan kebijakan akan diprioritaskan untuk
menjamin implementasi dari prioritas nasional. Sebagaimana tertera dalam Buku I
RPJMN 2010-2014, prioritas nasional yang terkait dengan Tata Ruang dan Pertanahan
adalah: prioritas 4 Penanggulangan kemiskinan; prioritas 5 Ketahanan pangan;
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 47
prioritas 6 Infrastruktur; prioritas 7 Iklim investasi dan usaha; prioritas 8 Energi; dan
prioritas 10 Daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan paskakonflik.
Prioritas 4: Penanggulangan Kemiskinan
Penurunan tingkat kemiskinan absolut dari 14,1% pada 2009 menjadi 8-10% pada
2014 dan perbaikan distribusi pendapatan dengan perlindungan sosial yang berbasis
keluarga, pemberdayaan masyarakat dan perluasan kesempatan ekonomi masyarakat
yang berpendapatan rendah.
Prioritas 5: Ketahanan Pangan
Peningkatan ketahanan pangan dan lanjutan revitalisasi pertanian untuk mewujudkan
kemandirian pangan, peningkatan daya saing produk pertanian, peningkatan
pendapatan petani, serta kelestarian lingkungan dan sumber daya alam. Peningkatan
pertumbuhan PDB sektor pertanian sebesar 3,7% per tahun dan Indeks Nilai Tukar
Petani sebesar 115-120 pada 2014.
Salah satu substansi inti program aksi ketahanan pangan adalah:
Lahan, pengembangan kawasan dan tata ruang pertanian: Penataan regulasi untuk
menjamin kepastian hukum atas lahan pertanian, pengembangan areal pertanian baru
seluas 2 juta hektar, penertiban serta optimalisasi penggunaan lahan terlantar.
Prioritas 6: Infrastruktur
Pembangunan infrastruktur nasional yang memiliki daya dukung dan daya gerak
terhadap pertumbuhan ekonomi dan sosial yang berkeadilan dan mengutamakan
kepentingan masyarakat umum di seluruh bagian negara kepulauan Republik
Indonesia dengan mendorong partisipasi masyarakat.
Salah satu substansi inti program aksi Bidang Infrastruktur adalah:
Tanah dan tata ruang: Konsolidasi kebijakan penanganan dan pemanfaatan tanah
untuk kepentingan umum secara menyeluruh di bawah satu atap dan pengelolaan tata
ruang secara terpadu.
Prioritas 7: Iklim Investasi dan Iklim Usaha
Peningkatan investasi melalui perbaikan kepastian hukum, penyederhanaan prosedur,
perbaikan sistem informasi, dan pengembangan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Salah satu substansi inti program aksi Bidang Iklim Investasi dan Iklim Usaha adalah:
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 48
Kepastian hukum: Reformasi regulasi secara bertahap di tingkat nasional dan daerah
sehingga terjadi harmonisasi peraturan perundang-undangan yang tidak menimbulkan
ketidakjelasan dan inkonsistensi dalam implementasinya.
Prioritas 8: Energi
Pencapaian ketahanan energi nasional yang menjamin kelangsungan pertumbuhan
nasional melalui restrukturisasi kelembagaan dan optimalisasi pemanfaatan energi
alternatif seluas-luasnya.
Salah satu substansi inti program aksi Bidang Energi adalah:
Energi alternatif: Peningkatan pemanfaatan energi terbarukan termasuk energi
alternatif geothermal sehingga mencapai 2.000 MW pada 2012 dan 5.000 MW pada
2014 dan dimulainya produksi coal bed methane untuk membangkitkan listrik pada
2011 disertai pemanfaatan potensi tenaga surya, microhydro, serta nuklir secara
bertahap.
Prioritas 10: Daerah Tertinggal, Terdepan, Terluar, dan Pasca-Konflik
Program aksi untuk daerah tertinggal, terdepan, terluar, dan pascakonflik ditujukan
untuk pengutamaan dan penjaminan pertumbuhan di daerah tertinggal, terdepan,
terluar serta keberlangsungan kehidupan damai di wilayah pascakonflik dengan
substansi inti sebagai berikut:
Keutuhan wilayah: Penyelesaian pemetaan wilayah perbatasan RI dengan Malaysia,
Papua Nugini, Timor Leste, dan Filipina pada 2010.
2.7.2 Tata Ruang
2.7.2.1 Permasalahan
Permasalahan yang dihadapi untuk penyelenggaraan penataan ruang adalah sebagai
berikut:
1. Pengaturan penataan ruang:
a. Belum selesainya penyusunan leuruh perautran perundangan yang
diamanatkan oleh UU No. 26 Tahun 2007;
b. Belum tersusunnya aturan dalam bentuk PP yang menyerasikan peraturan
epalsanaan UU No. 26 Tahun 2007 dengan UU sektoral;
2. Pembinaan penataan ruang:
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 49
a. Belum optimalnya kapasitas kelembagaan termasuk kualitas dan kuantitas
sumberdaya manusia serta masih terbatasanya penyediaan informasi;
b. Kurangnya pemahaman tentang UU 26 Tahun 2007 oleh pemangku
kepentingan yang disebabkan oleh kurangnya sosialisasi dan advokasi;
c. Lemahnya koordinasi penyelenggaraan penataan ruang antar sektor dan antar
wilayah;
3. Perencanaan tata ruang:
a. Lambatnya pengesahan Perda RTRWP dan RTRWK;
b. Kualitas dan kuantitas data yang belum memadai untuk penyusunan RTR;
c. Proses penyusunan RTR yang belum mengakomodasi proses politis dan belum
melibatkan masyarakat;
4. Pemanfaatan ruang:
a. Belum serasinya program pembangunan antar sektor dan antar wilayah;
b. Masih rendahnya tingkat kesesuaian penggunaan lahan dengan yang
direncanakan dalam RTR;
5. Pengendalian pemanfaatan ruang: belum tersedianya instrumen pengendalian yang
optimal dan mekanisme perizinan yang mengacu pada RTR dan sanksi atas
pelanggaran;
6. Pengawasan penataan ruang: belum terbentuknya penyidik pegawai negeri sipil
penataan ruang yang mencukupi untuk meningkatkan fungsi pengawasan.
2.7.2.2 Sasaran
1. Tersusunnya peraturan perundangan untuk mendukung implementasi UU
26/2007;
2. Terlaksananya pembinaan penataan ruang kepada pemangku kepentingan;
3. Terwujudnya peningkatan peran kelambagaan yang handal termasuk sumberdaya
manusia dan sistem informasi;
4. Terwujudnya peningkatan kualitas produk RTR yang disertai dengan penginkatan
layanan peta dasar dan tematik;
5. Terwujudnya sinkronisasi program pembangunan antarsektor dan antarwilayah
yang mengacu pada RTR;
6. Terwujudnya kesepakatan kerjasama pembangunan antarwilayah;
7. Terlaksananya pengendalian pemanfaatan ruang dan pengawasan teknis.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 50
2.7.2.3 Arah kebijakan dan strategi
Arah kebijakan dalam prioritas bidang penyelenggaraan penataan ruang adalah
mewujdukan penyelenggaraan pentaan ruang yang berkelanjutan dengan
meningkatkan kualitas rencana tata ruang, mengoptimalkan peran kelembagaan, dan
diacunya rencana tata ruang dalam pelaksanaan pembangunan.
Untuk mencapai arah kebijakan teresbut, dirumuskan strategi, yaitu:
1. Mempercepat penyusunan dan pengesahan RTR dan peratuan perudnangan
pelaksanaan sebagai amanat UU 26/2007;
2. Mewujudkan sinkronisasi program pembangunan sesuai dengan RTRW;
3. Meningkatkan sosialisasi dan advokasi perautran perundangan tata ruang dan
NSPK Penataan Ruang kepada pemangku kepentingan di tingkat pusat dan
daerah;
4. Mempercepat penyelesaian sistem informasi penataan ruang terpadu, peta
dasar dan tematik serta memanfaatkan pendekatatan KLHS sebagai salah satu
acuan dalam penyusunan rencana tata ruang dalam rangka peningkatan
kualitas penyelenggaraan peantaan ruang;
5. Meningkatkan kapasitas kelembagaan penataan ruang dengan menginkatkan
kualitas SDM dan koordinasi antar sektor dan wilayah, dan membangun
kerjasama dan kesepakatan antar wilayah;
6. Meningkatkan pengendalian pemanfaatan ruang;
7. Mengoptimalkan pengawasan penyelenggaraan pentaan ruang termasuk di
dalamnya melalui pengendalian pemanfaatan ruang dan terbentuknya PPNS;
2.7.3 Pertanahan
2.7.3.1 Permasalahan
Upaya pengembangan wilayah memerlukan dukungan penerapan sistem pengelolaan
pertanahan yang efisien, efektif, serta penegakan hukum terhadap hak atas tanah
dengan menerapkan prinsip-prinsip keadilan, transparansi, dan demokrasi. Beberapa
kondisi yang membutuhkan perhatian dan penanganan dalam upaya menjadikan
tanah sebagai salah satu sumber perbaikan kesejahteraan masyarakat adalah sebagai
berikut.
a. Belum Kuatnya Jaminan Kepastian Hukum Hak Masyarakat Atas Tanah
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 51
Keterbatasan ketersediaan peta dasar untuk pendaftaran tanah merupakan salah
satu kendala utama yang perlu diatasi. Data yang ada menunjukkan bahwa dari
39.681.839 bidang tanah yang telah terukur dan terdaftar, 10 persen yang sudah
dipetakan secara jelas koordinatnya. Disamping itu, dengan mencermati kian
tingginya tuntutan penggunaan teknologi informasi dalam pengelolaan pertanahan,
peta dasar yang merupakan infrastruktur utama pendaftaran tanah juga perlu
dituangkan dalam bentuk digital.
b. Masih Terjadinya Ketimpangan Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan
Pemanfaatan Tanah (P4T)
Meskipun telah dilakukan upaya penataan P4T, masih terindikasi tanah terlantar
seluas 7.300.000 hektar. Di sisi lain, rata-rata penguasaan tanah kurang dari 0,5
hektar per rumah tangga petani masih belum cukup memadai untuk mencapai
skala usaha pertanian. Dengan demikian, penataan P4T perlu ditingkatkan
efektivitasnya untuk memperkecil resiko sengketa tanah, mengurangi kesenjangan
penguasaan tanah serta menanggulangi kemiskinan, terutama di perdesaan.
Disamping itu, upaya redistribusi tanah perlu dilanjutkan dan diperbaiki dengan
memperhatikan bahwa legalisasi aset tanah tidak serta merta meningkatkan taraf
hidup penerima redistribusi tanah. Untuk itu, diperlukan penyiapan yang matang
sebelum tahap sertifikasi, serta adanya akses terhadap sumber daya produktif
setelah diperolehnya sertifikat tanah.
Selanjutnya berdasarkan Neraca Penatagunaan Tanah (PGT) di 93 kabupaten, yang
membandingkan penggunaan tanah dengan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW),
tercatat sekitar 31 persen luas tanah yang penggunaannya belum sesuai dengan
RTRW. Ketidaksesuaian dengan RTRW dapat berpotensi meningkatkan
ketidakpastian dalam penggunaan dan pemanfaatan tanah.
c. Kinerja Pelayanan Pertanahan Yang Belum Optimal
Peningkatan kinerja pelayanan pertanahan masih menghadapi kendala sistem
informasi pertanahan yang belum memadai kualitasnya, baik dari aspek keamanan
data yuridis maupun aspek kenyamanan pelayanan. Selain itu, masih diperlukan
penguatan kapasitas sumber daya manusia di Bidang Pertanahan, yang mencakup
kemampuan teknis, profesionalisme serta penerapan tata pemerintahan yang baik.
d. Penataan Dan Penegakan Hukum Dalam Pengelolaan Pertanahan Belum Memadai
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 52
Ketidaksesuaian antar peraturan perundangan yang terkait dengan tanah masih
menjadi kendala utama baik dalam mewujudkan kepastian hukum hak atas tanah
maupun dalam menyelesaikan serta mencegah kasus pertanahan. Ketetapan MPR
No. IX/MPR/2001 tentang Pembaruan Agraria dan Pengelolaan Sumber Daya Alam
juga telah mengamanatkan pengkajian peraturan dalam rangka sinkronisasi
kebijakan antarsektor. Oleh karena itu, penataan dan penegakan hukum dalam
pengelolaan pertanahan perlu dilakukan secara optimal.
2.7.3.2 Sasaran
Berdasarkan penjabaran permasalahan-permasalahan tersebut di atas, maka sasaran-
sasaran pokok pembangunan Bidang Pertanahan adalah sebagai berikut:
1. Bertambahnya cakupan wilayah yang memiliki peta pertanahan seluas
10.500.000 ha.
2. Bertambahnya luas tanah yang telah terdaftar.
3. Meningkatnya kepastian hukum hak atas tanah, termasuk di dalamnya bagi
masyarakat kurang mampu, untuk mengakses sumberdaya produktif.
4. Meningkatnya penerapan sistem informasi dan manajemen pertanahan.
5. Meningkatnya ketersediaan informasi mengenai kesesuaian pola tata guna
tanah dengan RTRW.
6. Terlaksananya pemberian aset tanah yang layak terutama bagi kalangan kurang
mampu sebanyak 1.050.000 bidang.
7. Meningkatnya pengendalian penguasaan tanah terlantar.
8. Terlaksananya penataan dan penegakan hukum pertanahan.
9. Meningkatnya kualitas SDM dalam pengelolaan pertanahan.
2.7.3.3 Arah Kebijakan dan Strategi
Arah kebijakan yang dirumuskan untuk mencapai sasaran pembangunan pertanahan
adalah “Melaksanakan pengelolaan pertanahan secara utuh dan terintegrasi melalui
Reforma Agraria, sehingga tanah dapat dimanfaatkan secara berkeadilan untuk
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 53
memperbaiki kesejahteraan masyarakat dan turut mendukung pembangunan
berkelanjutan”. Arah kebijakan tersebut ditempuh melalui strategi sebagai berikut.
1. Peningkatan penyediaan peta pertanahan dalam rangka legalisasi aset dan
kepastian hukum hak atas tanah;
2. Pengaturan penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah (P4T)
termasuk pengurangan tanah terlantar;
3. Peningkatan kinerja pelayanan pertanahan;
4. Penataan dan penegakan hukum pertanahan serta pengurangan potensi
sengketa.
2.8 Perumusan Alur Pendekatan Kajian
Dikaitkan dengan UU No. 14 Tahun … tentang ... dan Kepmen PPN/Ka Bappenas No. …
Pasal 438 tentang Fungsi dan Tugas Pokok Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan,
Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan mempunyai kewajiban memberikan informasi
atas permintaaan masyarakat (public rights to know). Sejalan dengan perubahan
paradigma di bidang komunikasi, komunikasi tidak lagi dapat dilakukan secara
kasualitas linier (satu arah), tetapi relasional dan transaksional (dua arah).
Pengaruhnya bersifat timbal balik, sehingga pihak-pihak yang berkomunikasi saling
bergantung, dan pesannya harus dirancang secara konvergen dan sirkular. Dalam
memberikan pelayanan informasi kepada publik, bisa didasarkan pada karakteristik
lembaga sesuai dengan landasan kebijakan institusi.
Sosialisasi mengacu pada suatu proses belajar seorang individu yang akan mengubah
dari seseorang yang tidak tahu menahu tentang diri dan lingkungannya menjadi lebih
tahu dan memahami. Sosialisasi merupakan suatu proses di mana seseorang
menghayati (mendarahdagingkan - internalize) norma-norma kelompok di mana ia
hidup sehingga timbullah identitas diri yang unik yang berbeda dengan individu yang
lain. Sosialisasi bisa juga dipandang sebagai sebuah proses pemasyarakatan program-
program yang dilakukan melalui melalui berbagai tingkatan komunikasi. Berangkat
dari pandangan ini, maka sebagai batasan konseptual, strategi sosialisasi ini akan
diarahkan kepada adaptasi dan pengunaan metode-metode dalam komunikasi publik,
khususnya penyebaran informasi melalui kampanye komunikasi publik.
Dari penjelasan-penjelasan di atas, maka sosialisasi dalam kajian ini diartikan sebagai
mekanisme penyampaian informasi tentang RPJMN 2010-2014 untuk Bidang TRP
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 54
melalui berbagai pola dan bentuk kegiatan baik secara langsung maupun tidak
langsung berhubungan dengan kelompok-kelompok sasaran dalam masyarakat.
Dengan mekanisme ini kelompok-kelompok dalam masyarakat menjadi tahu dan dapat
memahaminya. Pada hakekatnya kegiatan sosialisasi merupakan bagian dari proses
komunikasi dalam rangka meningkatkan kesadaran kognitif (awarenes).
Strategi sosialisasi yang dikembangkan dalam kajian ini dibuat dalam sebuah konteks
sistem stategi komunikasi yang berkaitan satu sama lain, dan dirancang untuk
mencapai tujuan yang telah ditentukan. Strategi yang dibangun merupakan paduan
perencanaan komunikasi dengan manajemen komunikasi untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkan. Dari kajian-kajian yang dilakukan di awal kegiatan ini, ada beberapa
identifikasi temuan yang menjadi komponen kunci untuk pengembangan-
pengembangan strategi sosialisasi RPJMN Bidang TRP. Komponen-komponen tersebut
adalah antara lain mengenai sistem komunikasi yang belum terbentuk optimal,
identitas komunikator dan program, pemilihan prioritas penyampaian informasi dan
perancangan pesan, serta mengenai kesinambungan sosialisasi.
Dalam hubungannya dengan landasan konsep yang telah diuraikan sebelumnya, maka
fokus strategi komunikasi untuk tahapan awal ini difokuskan pada pemetaan-
pemetaan strategi komunikasi yang menjadi prioritas dan dinilai penting untuk segera
dikembangkan. Jika kita menelaah tujuan sentral strategi komunikasi seperti yang
diutarakan oleh Pace, Peterson, dan Burnet (… dalam Effendy, 1997), maka strategi
komunikasi pada dasarnya terdiri atas tiga tujuan utama yaitu: (a) to secure
understanding; (b) to establish acceptance, dan (c) to motivate action. Kajian strategi
sosialisasi RPJMN ini kemudian difokuskan pencapaiannya pada tingkat kesadaran
(awareness), tingkat pengetahuan, dan tingkat pemahaman materi-materi RPJMN di
Bidang TRP secara merata. Meskipun demikian kajian ini juga menyajikan beberapa
model konsep yang dapat digunakan untuk pencapaian tujuan sosialisasi yang lebih
tinggi di tataran perubahan perilaku dan perubahan kebijakan yang akan mendukung
kegiatan sosialisasi RPJMN ke berbagai lapisan masyarakat.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 55
Bab 3 Kerangka pemikiran dan metodologi kajian
3.1 Kerangka pemikiran
Untuk mencapai sasaran (Bagian 1.3) dengan ruang lingkup yang telah ditentukan
dalam Bagian 1.4, maka dipilih dua metode penelitian utama yaitu suvey dan focus
group discussion. Survey ditujukan untuk mengetahui tingkat pengetahuan objek
sosialisasi agar strategi yang dirancang sesuai dengan sasaran. Focus group
discussion dilaksanakan untuk mempercepat pengujian atas rancangan strategi
komunikasi yang telah disusun. Selain dengan focus group discussion, pengujian dapat
dilakukan dengan menggunakan teknik wawancara. Bila dibandingkan dengan focus
group discussion, wawancara lebih banyak membutuhkan personel dan membutuhkan
waktu yang lebih lama. Kedua metode yang dipilih tersebut dijelaskan lebih lanjut
dalam Bagian 3.2.
3.2 Metodologi
3.2.1 Survey
Survey dilakukan terhadap tiga objek sasaran yaitu pemerintah daerah, perguruan
tinggi, dan masyarakat. Pengumpulan data ini merupakan upaya untuk
mengembangkan dan mengujicobakan serangkaian prediksi-prediksi yang ditemukan
dan disadari sebelumnya oleh tim kajian mengenai permasalahan pengetahuan,
pemahaman, serta sosialisasi Bidang TRP. Data ini berguna sekali untuk membantu
mengungkap berbagai fakta, pendapat, wacana, fenomena, hingga manfaatnya
sebagai sumber bagi pengembangan strategi-strategi komunikasi yang akan dibuat
kemudian.
Pemilihan responden dilakukan terhadap informan-informan kunci di tiga objek
sosialisasi berdasarkan pada penentuan lingkup keilmuan, profesi, dan pendidikan.
Untuk kalangan perguruan tinggi survey dilakukan terhadap kelompok akademis dari
jurusan perencanaan, ilmu bumi dan geo-informasi. Untuk pemerintah daerah survey
dilakukan terhadap Bappeda, dan untuk masyarakat umum berdasar pada jenjang
pendidikan dari SMA hingga S2.
Menurut Bungin (2008), prosedur sampling yang terpenting adalah bagaimana
menentukan informan kunci (key informan) atau situasi sosial tertentu yang sarat
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 56
informasi sesuai dengan fokus penelitian. Teknik pemilihan sampel secara acak
(seperti yang lazim digunakan dalam penelitian kuantitatif), dengan sendirinya tidak
relevan. Untuk memilih sampel (dalam hal ini informan kunci atau situasi sosial) lebih
tepat dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Selanjutnya bilamana dalam
proses proses pengumpulan data sudah tidak lagi ditemukan variasi informasi, maka
peneliti tidak perlu lagi untuk mencari informan baru, proses pengumpulan informasi
dianggap sudah selesai. Dengan demikian, penelitian kualitatif tidak dipersoalkan
jumlah sampel. Dalam hal ini, jumlah sampel (informan) bisa sedikit, tetapi bisa juga
banyak, terutama tergantung dari: a) tepat tidaknya pemilihan informan kunci, dan b)
kompleksitas dan keragaman fenomena sosial yang diteliti.
Spradley (1980) mengusulkan lima kriteria untuk pemilihan sampel informan awal,
sebagai berikut:
1. Subyek yang telah cukup lama dan intensif menyetu dengan kegiatan atau medan
aktivitas yang yang menjadi informasi, melainkan juga menghayati secara
sungguh-sungguh sebagai akibat dari keterlibatannya yang cukup lama dengan
lingkuangan atau kegiatan yang bersangkutan. Ini biasanya ditandai oleh
kemampuannya dalam memberikan informasi (hapal “di luar kepala”) tentang
sesuatu yang ditanyakan.
2. Subyek yang masih terlibat secara penuh/aktif pada lingkungan atau kegiatan
yang menjadi perhatian peneliti, mereka yang sudah tidak aktif, biasanya
informasinya terbatas dan kurang akurat, kecuali jika peneliti ingin menggali
informasi tentang pengalaman mereka.
3. Subyek yang mempunyai banyak waktu atau kesempatan untuk diwawancarai.
4. Subyek yang dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah atau
dipersiapkan terlebih dahulu. Mereka ini tergolong “lugu” (apa adanya) dalam
memberikan informasi. Persyaratan ini cukup penting, terutama bagi peneliti
pemula, dan berkaitan dengan upaya untuk memperoleh informasi yang lebih
faktual.
5. Subyek yang sebelumnya masih tergolong masih “asing” dengan penelitian,
sehingga peneliti merasa lebih tertantang untuk “belajar” sebanyak mungkin dari
subyek yang berfungsi sebagai “guru baru” bagi peneliti. Pengalaman menunjukan,
persyaratan ini terbukti merupakan salah satu faktor penting bagi produktivitas
perolehan informasi di lapangan.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 57
Survey yang dilakukan dalam kajian ini tidak bermaksud untuk menggambarkan
karakteristik populasi atau menarik generalisasi kesimpulan yang berlaku bagi suatu
populasi, melainkan lebih terfokus kepada representasi terhadap fenomena sosial.
Penelitian kualitatif bertolak dari asumsi tentang realitas atau fenomena sosial yang
bersifat unik dan kompleks. Padanya terdapat regularitas atau pola tertentu, namun
penuh dengan variasi (keragaman). Data atau informasi harus ditelusuri seluas-
luasnya (dan sedalam mungkin) sesuai dengan variasi yang ada. Hanya dengan cara
demikian, peneliti mampu mendeskripsikan fenomena yang diterliti secara utuh
(Bungin, 2008)
Sampai dengan berakhirnya pengumpulan informasi umumnya terdapat tiga tahap
pemilihan sampel dalam penelitian kualitatif , yakni: (a) pemilihan sampel awal, apakah
itu informan (untuk diwawancarai atau suatu situasi sosial (untuk diobservasi) yang
terkait dengan fokus penelitian; (b) pemilihan sampel lanjutan guna memperluas
deskripsi informasi dan melacak variasi informsi yang mungkin ada, dan (c)
menghentikan pemilihan sampel lanjutan bilamana dianggap sudah tidak ditemukan
lagi variasi informasi (sudah terjadi replikasi perolehan informasi). Dalam menempuh
tiga tahapan tersebut, prosedur pemilihan sample dalam penelitian kualitatif yang
lazim digunakan adalah melalui teknik snowball sampling.
Variasi sampel informan memang diperlukan agar tidak terbatas pada sekelompok
individu saja yang seringkali memiliki kepentingan tertentu, sehingga hasil penelitian
menjadi bias. Terlepas dari itu semua, subyek dalam penelitian kualitatif (baik yang
dipilih sebagai informan awal atau informan berikutnya), harus benar-benar memiliki
predikat sebagai key informan yang sarat dengan informasi yang diperlukan sesuai
dengan tujuan penelitian.
Fokus perancangan isi kuesioner ditekankan pada pertanyaan-pertanyaan
pengetahuan, pemahaman dan sosialisasi tentang pembangunan nasional, kebijakan
pembangunan Bidang TRP, perencanaan kebijakan tata ruang dan pertanahan,
pengawasan kebijakan tata ruang dan pertanahan, isu seputar tata ruang dan
pertanahan, aspek lembaga dan organisasi, pengetahuan dan pemahaman kebutuhan
sistem informasi, pengetahuan dan pemahaman fungsi sistem informasi, pelatihan.
Survey dilakukan terhadap 12 responden masyarakat, 12 responden Akademisi, dan 6
responden dari Pemda. Teknis penyebaran kuesioner dilakukan dalam dua cara yaitu
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 58
secara langsung, dengan menemui para responden dan juga secara tidak langsung
melalu sarana e-mail di kota Bandung dan Jakarta.
3.2.2 Focus group discussion
FGD adalah wawancara dalam kelompok tentang topik yang sangat spesifik (Bender &
Ewbank, 1994) yang harus dipandu oleh moderator. Teknik ini digunakan untuk
mendapatkan data primer dengan memanfaatkan interaksi antar partisipan di dalam
kelompok (Sim & Snell, 1996 dikutip dalam Sim, 1998; Folch-Lyon & Trost, 1981).
Satu kelompok idealnya terdiri dari enam sampai dengan dua belas partisipan (Folch-
Lyon & Trost, 1981).
Interaksi antar partisipan di dalam FGD dilakukan dengan mendorong partisipan untuk
memberikan komentar pada pendapat partisipan lain dan juga dengan menjawab
pertanyaan umum dari moderator (Folch-Lyon & Trost, 1981). Pertanyaan yang
diajukan untuk memperdalam diskusi atas satu topik spesifik (Folch-Lyon & Trost,
1981). Interaksi ini memungkinkan penggalian informasi yang lebih komprehensif
dibandingkan dengan metode lain (Barbour, 2005).
Kelebihan teknik adalah masukan komprehensif dari peserta diskusi dalam waktu yang
bersamaan yang berasal dari interaksi antar partisipan (Morgan, 1988). Kelebihan ini
yang adalah alasan utama menyebabkan teknik ini dapat digunakan untuk
mendapatkan data untuk masalah kompleks (Basch, 1987 cited in Twinn, 1998).
Keuntungan lain teknik ini adalah kecepatan pengumpulan data dibandingkan dengan
teknik wawancara (Barbour, 2005) dan dapat menurunkan tekanan untuk terpaksa
berbicara bagi partisipan (Twinn, 1998).
Kelemahan teknik adalah kadang-kadang peneliti sulit mengendalikan arah diskusi
dibandingkan dengan wawancara (Bender & Ewbank, 1994). Dengan
mempertimbangkan kekurangan dan kelebihan teknik ini maka teknik ini sebaiknya
digunakan sebagai komplemen bagi analisis kuantitatif lainnya (Folch-Lyon & Trost,
1981).
Moderator memiliki peran yang sangat penting untuk menentukan kualitas data yang
dikumpulkan selama FGD (Sim, 1998). Pengetahuan teknis at topik yang didiskusikan
sama pentingnya dengan kemampuan untuk mengendalikan diskusi (Sim, 1998)
begitu juga perilaku positif yang ditunjukan oleh moderator (Folch-Lyon & Trost, 1981).
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 59
Perilaku positif yang penting ditunjukan oleh moderator adalah indikasi bahwa
moderator adalah pihak yang belajar dari partisipan bukan sebaliknya (Milward, 1995
dikutip dalam Sim, 1998). Kontribusi moderator di dalam diskusi sebaiknya hanya
sekitar lima sampai dengan sepuluh persen dari diskusi (Hague, 1993 dikutip dalam
Sim, 1998).
Moderator memandu diskusi dengan memperkenalkan masalah, memandu dan pada
saat yang sama mendorong partisipasi yang setara antar seluruh partisipan (Folch-Lyon
& Trost, 1981; Carey, 1995 dikutip dalam Sim, 1998; Bender & Ewbank, 1994),
memfokuskan kembali dan menarik partisipan kembali aktif berdiskusi (Twinn, 1998;
Bender & Ewbank, 1994).
Jumlah partisipan dalam satu FGD biasanya antara enam sampai dengan dua belas
(Morgan, 1988 dikutip dalam Bender & Ewbank, 1994; Stewart & Shandasani, 1990
dikutip dalam Sim, 1998; Folch-Lyon & Trost, 1981). Jumlah peserta dapat lebih
banyak di daerah yang tidak terbiasa mengutarakan pendapat, misalnya sampai
dengan lima belas orang (Bender & Ewbank, 1994).
Selain jumlah partisipan, keseragaman antara anggota kelompok juga penting karena
dapat menciptakan lingkungan yang suportif sehingga topik dapat didiskusikan dengan
lebih baik, tanpa tekanan (Barbour, 2005). Bila kajian memerlukan masukan dari
kelompok dengan karakteristik yang berbeda maka diperlukan sesi diskusi yang lebih
banyak untuk meningkatkan keakuratan data (Krueger, 1994 dikutip dalam Sim,
1998) dan untuk mempelajari variasi pendapat dari berbagai kelompok dalam populasi
(Ward et al., 1991).
Keseragaman anggota dapat ditetapkan berdasarkan umur, jenis kelamin, golongan
sosial ekonomi atau latar belakang pendidikan (Folch-Lyon & Trost, 1981). Kriteria
untuk menentukan keseragaman karakteristik partisipan tergantung pada tujuan
kajian itu sendiri (Ward et al., 1991).
Analisis data FGD menggunakan cara yang biasa digunakan untuk menganalisis data
kualitatif seperti analisis induksi berdasarkan content analysis (Sim, 1998). Dengan
teknik ini, grup menjadi unit analisis, bukan individu (Knodel & Pramualratana 1987;
Morgan 1988 dikutip dalam Bender & Ewbank, 1994). Lima langkah yang diperlukan
adalah: (1) mendengarkan rekaman untuk mengenali iklim diskusi; (2) membuat
transkrip: (3) membuat daftar temuan; (4) mengelompokan temuan berdasarkan topik;
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 60
(5) analisis antar grup; dan (6) membuat laporan mendalam termasuk temuan untuk
setiap topik dan interpretasi hasil dari setiap sesi (Folch-Lyon & Trost, 1981).
Dalam kajian ini, FGD dilakukan untuk mendapatkan konfirmasi dan masukan dari
ketiga objek sosialisasi atas rancangan strategi dan materi yang akan disosialisasikan.
Untuk mempertahankan homogenitas di antara anggota kelompok, FGD dibagi menjadi
tiga kelompok sesuai dengan objek sosialisasi: perguruan tinggi, pemerintah daerah
dan masyarakat. Dengan pembagian ini diharapkan partisipan dapat berinteraksi
dengan baik di dalam grup dan dapat menghasilkan input bagi perbaikan rancangan
strategi sosialisasi yang sedang disusun. Jumlah peserta di tiap kelompok dibatasi
sebanyak delapan orang untuk memudahkan fasilitator dan juga agar setiap peserta
mendapatkan waktu yang cukup untuk memberikan masukan untuk materi yang
didiskusikan.
Lokasi FGD dipilih berdasarkan lokasi perguruan tinggi dan perbedaan karakteristik
masyarakat. Bandung dipilih karena banyaknya jumlah perguruan tinggi yang ada di
kota tersebut untuk menjamin terpenuhinya jumlah partisipan di kelompok perguruan
tinggi. Di Bandung, selain itu perguruan tinggi, FGD dilakukan juga untuk masyarakat
serta pemerintah provinsi dan kabupaten/kota. Berikut adalah daftar peserta yang
diundang dalam setiap kelompok objek untuk FGD yang dilaksanakan di Bandung:
1. Pemerintah daerah: Bappeda Provinsi Jawa Barat, Bappeda Kota Bandung,
Bappeda Kab Bandung, Bappeda Kab Bandung Barat, Kanwil BPN Prov Jabar,
Kantor Pertanahan Kota Bandung, Kantor Pertanahan Kab Bandung, Kantor
Pertanahan Kab Bandung Barat.
2. PT dan LSM: Jur Planologi ITB, Jur Planologi UNPAS, Jur Planologi UNISBA, Jur
Planologi ITENAS, Jur Geodesi ITB, Jur Geografi UPI, LSM AKATIGA, AKPPI (ASOSIASI
KONSULTAN PEMBANGUNAN PERMUKIMAN INDONESIA).
3. Masyarakat: Ibu rumah tangga (lulusan S1) [2 orang]; Tokoh masyarakat (minimal
lulusan SMA) [2 orang]; Relawan P2KP (minimal lulusan SMA) [2 orang]; petani
(minimal lulusan SMA) [1 orang]; wiraswasta (minimal lulusan SMA) (pemilik
warung/ toko) (minimal lulusan SMA) [1 orang]. Kelompok masyarakat diundang
dengan bantuan identifikasi oleh BKM Kota Bandung.
Batam dipilih karena terletak di kepulauan dan memiliki budaya yang berbeda
dibandingkan dengan Bandung. Selain FGD untuk masyarakat, FGD dilaksanakan juga
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 61
untuk kelompok pemerintah daerah. Di Batam, peserta yang diundang untuk setiap
kelompok objek adalah:
1. Pemerintah daerah: Bappeda Provinsi Kepulauan Riau, Bappeda Kota
Tanjungpinang, Bappeda Kota Batam, Bappeda Kabupaten Karimun, Kanwil BPN
Kepulauan Riau, Kantor Pertanahan Kota Tanjungpinang, Kantor Pertanahan Kota
Batam, Kantor Pertanahan Kabupaten Karimun.
2. Masyarakat dan Ornop: Ibu rumah tangga (lulusan S1) [2 orang]; Tokoh masyarakat
(minimal lulusan SMA) [2 orang]; Relawan P2KP (minimal lulusan SMA) [2 orang];
petani (minimal lulusan SMA) [1 orang]; wiraswasta (minimal lulusan SMA) (pemilik
warung/ toko) (minimal lulusan SMA) [1 orang].
Dalam setiap kelompok, partisipan mendapatkan penjelasan tentang rencana diskusi
dalam dua jam yang telah dialokasikan. Presentasi bahasan dilakukan sesuai dengan
rencana, namun demikian peserta bebas untuk mengutarakan pendapatnya di tengah-
tengah presentasi materi. Acara detail dapat dilihat pada Tabel 2 di bawah.
Tabel 4 Acara FGD
Materi yang disampaikan meliputi rancangan strategi sosialisasi RPJMN 2010-2014
untuk Bidang TRP, toolkit dan contoh aplikasi. Strategi sosialisasi terdiri atas 8 strategi
yang dirumuskan setelah dilakukan analisis terhadap hasil mini survey. Toolkit disusun
untuk satu sasaran per bidang sebagai contoh untuk kedalaman materi bagi setiap
objek. Contoh ini diperlukan untuk memudahkan penyusunan materi bagi setiap
sasaran. Toolkit yang dipaparkan terdiri atas rencana pembangunan, rencana tata
ruang, keserasian antar rencana pembangunan dengan rencana tata ruang dan materi
Waktu (menit)
Acara Penanggung jawab
15 Registrasi Panitia
15 Pembukaan Ir. Deddy Koespramoedyo, MSc (Direktur Tata
Ruang dan Pertanahan)
15 Perkenalan Ir. Dwi Hariyawan, MA (Kasubdit Tata Ruang)
60 Diskusi dan penyajian Materi Toolkit
Bidang Tata Ruang dan Pertanahan
Ir. Nana Apriyana, MT (Kasubdit Informasi dan Sosialisasi Tata Ruang dan Pertanahan) Ir. Rinella Tambunan, MPA (Kasubdit Pertanahan)
15 Penutupan
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 62
sertifikasi tanah. Contoh aplikasi dibuat secara spesifik untuk setiap kelompok objek
yang isinya disesuaikan dengan kedalaman materi yang telah disusun dalam toolkit.
Untuk pemerintah daerah, aplikasi berupa materi presentasi sedangkan untuk
perguruan tinggi berupa materi dalam website. Untuk masyarakat, aplikasi berupa
pamflet informasi yang lebih sederhana.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 63
Bab 4 Kajian Strategi Sosialisasi RPJMN 2010-2014
4.1 Materi
4.1.1 Bidang Tata Ruang
Ada 11 prioritas nasional yang menjadi fokus utama pembangunan tahun 2010-2014
yang tercantum dalam Buku I RPJMN Tahun 2010-2014 dan Bidang Tata Ruang
termasuk ke dalam Prioritas 6: Infrastruktur.
Dalam prioritas ini dinyatakan bahwa pembangunan infrastruktur nasional diarahkan
menuju daya dukung dan daya gerak terhadap pertumbuhan ekonomi dan sosial yang
berkeadilan dan mengutamakan kepentingan masyarakat umum di seluruh bagian
Negara Kepulauan Republik Indonesia dengan mendorong partisipasi masyarakat.
Lebih lanjut lagi, dalam Buku II RPJMN Tahun 2010-2014 Bab IX: Wilayah dan Tata
Ruang disebutkan bahwa kegiatan yang menjadi prioritas adalah Perencanaan,
Pemanfaatan, dan Pengendalian Pemanfaatan Ruang Wilayah Nasional termasuk
melakukan Koordinasi dan Fasilitasi Proses Penetapan Dokumen-dokumen yang
dihasilkan. Ini berarti penyelesaian rencana pembangunan dan rencana tata ruang
daerah menempati posisi yang cukup krusial karena dokumen-dokumen tersebut harus
segera ada sebagai arahan pelaksanaan pembangunan daerah. Agar dapat
dimanfaatkan secara utuh, sesuai amanat UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana
Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 dan UU No. 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang, kedua dokumen ini (di semua tingkat pemerintahan)
juga harus saling terintegrasi dan terpadu. Aspek spasial haruslah diintegrasikan ke
dalam kerangka perencanaan pembangunan dan lebih khususnya lagi,
penyelenggaraan penataan ruang.
Penyelenggaraan penataan ruang bertujuan untuk mewujudkan ruang wilayah nasional
yang aman, nyaman, produktif dan berkelanjutan berdasarkan wawasan nusantara dan
ketahanan nasional dengan: (i) terwujudnya keharmonisan antara lingkungan alam dan
lingkungan buatan, (ii) terwujudnya keterpaduan dalam penggunaan sumber daya alam
dan sumber daya buatan dengan memperhatikan sumber daya manusia, (iii)
terwujudnya perlindungan fungsi ruang dan pencegahan dampak negatif terhadap
lingkungan akibat pemanfaatan ruang. Dalam melaksanakan penyelenggaraan
penataan ruang yang meliputi kegiatan pengaturan, pembinaan, pelaksanaan dan
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 64
pengawasan penataan ruang perlu dilakukan penyusunan, sinkronisasi dan sosialisasi
peraturan perundang-undangan pelaksanaan serta berbagai pedoman teknisnya.
Berdasarkan hal-hal tersebut di atas, penurunan materi Bidang Tata Ruang dalam
toolkit RPJMN dilakukan dengan penekanan terhadap beberapa fokus, yaitu:
1. Rencana pembangunan (termasuk di dalamnya penjelasan mengenai RPJPN Tahun
2005-2025, RPJMN Tahun 2010-2014, RKP dan peran masyarakat dalam
penyusunan rencana pembangunan nasional);
2. Rencana tata ruang (termasuk di dalamnya penjelasan mengenai RTRWN, RTR
Pulau, RTRW Provinsi, dan RTRW Kabupaten/Kota, pelibatan masyarakat dalam
penyusunan RTRW serta mekanisme pengendalian terhadap pemanfaatan ruang);
dan
3. Kesesuaian antara rencana pembangunan dengan rencana tata ruang (termasuk di
dalamnya penjelasan mengenai keterkaitan antara dokumen rencana
pembangunan dengan rencana tata ruang dan keterkaitan bidang dalam RPJMN
dengan indikasi program dalam RTRWN).
4.1.2 Bidang Pertanahan
Berdasarkan konsep dan kerangka berpikir yang telah disajikan dalam bab
sebelumnya, dari berbagai isu dalam RPJMN 2010-2014 harus dipilih isu yang
dianggap strategis sebagai bahan uji coba, sehingga tidak semua isu yang tercantum
dalam RPJMN 2010-2014 dimasukan dalam kajian ini. Beberapa kriteria yang
digunakan untuk mengkristalisasi isu:
1. Isu yang paling strategis dan mendasar;
2. Isu yang terkait pelayanan publik;
3. Isu yang menjadi concern bagi tiga pihak terkait: pemerintah daerah, akademisi
dan masyarakat.
Untuk Bidang Pertanahan, bertolak dari isu yang menjadi kriteria di atas, maka materi
toolkit RPJMN yang dipilih antara lain meliputi:
1. Deskripsi mengenai Rencana Pembangunan Nasional, yaitu: RPJPN, RPJMN, RKP
dan Peran Masyarakat dalam Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional.
2. Hak Atas Tanah Target dan Prosedur Sertifikasi Tanah seperti:
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 65
i. Jenis-jenis Hak Atas Tanah: Hak Milik (HM); Hak Guna Usaha (HGU); Hak Guna
Bangunan (HGB); Hak Pakai (HP); dan Hak Pengelolaan Lahan (HPL)
ii. Manfaat Ketersediaan Sertipikat Tanah: Jaminan kepastian hukum hak atas
tanah; Mengurangi potensi sengketa pertanahan; Mengakses sumberdaya
produktif (permodalan baik dari bank dan non bank).
iii. Keterkaitan antara Rencana Tata Ruang wilayah dengan Kepastian Hukum
Atas Tanah: Pemberian hak atas tanah harus sesuai dengan rencana tata
ruang (PP No. 16/2004 tentang Penatagunaan Tanah).
iv. Prosedur Umum Pengurusan Sertipikat Pertama Kali.
v. Target Pencapaian Sertifikasi Tanah 2014.
vi. Target Pencapaian Peta Pertanahan 2014.
vii. Manfaat peta pertanahan.
viii. Implikasi jika tidak Tersedia Peta Pertanahan.
ix. Contoh Sinergi BPN dengan Pemda.
Berikut disajikan matriks tingkat partisipasi/berkepentingan langsung/tidak langsung
terhadap materi toolkit Bidang Pertanahan.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 66
Tabel 5 Matriks Fokus RPJMN 2010-2014 Bidang Pertanahan dan tingkat partisipasi/berkepentingan langsung/tidak langsung
terhadap materi toolkit Bidang Pertanahan
NO PROGRAM/ KEGIATAN
PRIORITAS SASARAN INDIKATOR PEMDA
PERGURUAN
TINGGI MASYARAKAT/ LSM BPN
I
Fokus 1: Peningkatan
Jaminan Kepastian
Hukum Hak Masyarakat
Atas Tanah
Meningkatnya jaminan kepastian hukum hak
atas tanah
Luas tanah yang memiliki
kepastian
hukum hak atas tanah
a Pengelolaan Pertanahan
Propinsi :
Terwujudnya pengembangan infrastruktur
pertanahan secara nasional, regional dan
sektoral, yang diperlukan di seluruh
Indonesia
Cakupan peta pertanahan
(Prioritas Nasional 7)
Terlaksananya percepatan legalisasi aset
pertanahan, ketertiban administrasi
pertanahan dan kelengkapan informasi
legalitas aset tanah
Jumlah bidang tanah yang
dilegalisasi (Prioritas
Nasional 7)
b Pengukuran Dasar
(Prioritas Bidang)
Bertambahnya luas wilayah yang telah diukur
di dalam sistem referensi sesuai standar
Luas wilayah Indonesia yang
telah terukur di dalam
sistem referensi sesuai
standar
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 67
NO PROGRAM/ KEGIATAN
PRIORITAS SASARAN INDIKATOR PEMDA
PERGURUAN
TINGGI MASYARAKAT/ LSM BPN
c Pemetaan Dasar
(Prioritas Bidang)
Terlaksananya survei dan pemetaan dasar
sesuai Standar Operasi dan Prosedur (SOP)
Jumlah peta dasar
pertanahan yang dibuat
sesuai standar
d Pengaturan dan
Penetapan Hak tanah
(Prioritas Bidang)
Tersedianya rumusan kebijakan teknis
dibidang pengaturan dan penetapan hak
tanah serta meningkatnya pelaksanaan
penetapan dan perizinan hak tanah.
Jumlah penetapan dan
perizinan hak atas tanah
(SK)
e Peningkatan Kualitas
Pengukuran, Pemetaan,
dan Informasi Bidang
Tanah, Ruang dan
Perairan (Prioritas
Bidang)
Terlaksananya pengukuran, pemetaan dan
informasi bidang tanah, ruang dan perairan
yang berkualitas.
Jumlah penetapan batas
dan pembangunan sistem
informasi atas HGU, HGB,
HPL dan HP
f Peningkatan
Pendaftaran Hak Tanah
dan Guna Ruang
(Prioritas Bidang)
Terwujudnya pembinaan dan pengelolaan
pendaftaran hak atas tanah, hak milik atas
satuan rumah susun, tanah wakaf, guna
ruang dan perairan, serta PPAT
Pembinaan dan pengelolaan
hak atas tanah dan guna
ruang
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 68
NO PROGRAM/ KEGIATAN
PRIORITAS SASARAN INDIKATOR PEMDA
PERGURUAN
TINGGI MASYARAKAT/ LSM BPN
II Fokus 2: Pengaturan
penguasaan, pemilikan,
penggunaan dan
pemanfaatan tanah
(P4T) termasuk
pengurangan tanah
terlantar
Berkurangnya konsentrasi penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan
tanah (P4T)
Terlaksananya redistribusi
tanah
a. Pengelolaan Pertanahan
Propinsi :
Terlaksananya pengaturan dan penataan
penguasaan dan pemilikan tanah, serta
pemanfaatan dan penggunaan tanah secara
optimal.
Neraca Penatagunaan
Tanah di daerah (Prioritas
Nasional 6)
Inventarisasi P4T (Prioritas
Nasional 6)
Terlaksananya redistribusi tanah Jumlah bidang tanah yang
diredistribusi (Prioritas
Nasional 4)
Terwujudnya pengendalian penguasaan,
pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan
tanah, dan pemberdayaan masyarakat dalam
rangka peningkatan akses terhadap sumber
ekonomi
Inventarisasi dan identifikasi
tanah terindikasi terlantar
(Prioritas Nasional 8)
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 69
NO PROGRAM/ KEGIATAN
PRIORITAS SASARAN INDIKATOR PEMDA
PERGURUAN
TINGGI MASYARAKAT/ LSM BPN
Data hasil inventarisasi Wilayah Pesisir,
Pulau-Pulau Kecil, Perbatasan dan Wilayah
Tertentu (WP3WT)
Inventarisasi Wilayah
Pesisir, Pulau-Pulau Kecil,
Perbatasan dan Wilayah
Tertentu (WP3WT) (Prioritas
Nasional 10)
b Pengelolaan Wilayah
Pesisir, Pulau-Pulau
Kecil, Perbatasan dan
Wilayah Tertentu
(WP3WT) (di pusat)
Data hasil inventarisasi Wilayah Pesisir,
Pulau-Pulau Kecil, Perbatasan dan Wilayah
Tertentu (WP3WT)
Inventarisasi Wilayah
Pesisir, Pulau-Pulau Kecil,
Perbatasan dan Wilayah
Tertentu (WP3WT) (Prioritas
Nasional 10)
c Pengelolaan Landreform
(Prioritas Bidang)
Meningkatnya jumlah tanah negara yang
ditegaskan menjadi Tanah Obyek Landreform
(TOL) dan atau yang dikeluarkan dari TOL
Jumlah tanah negara yang
ditegaskan menjadi Tanah
Obyek Landreform (TOL) dan
atau yang dikeluarkan dari
TOL
d Pengembangan
Kebijakan Teknis dan
Pelaksanaan
Penatagunaan Tanah
(Prioritas Bidang)
Bertambahnya jumlah kabupaten/kota yg
telah memiliki neraca penatagunaan tanah
dan mengidentifikasi ketersediaan tanah
untuk pembangunan
Jumlah kab/kota yang telah
menyusun neraca
penatagunaan tanah &
mengidentifikasi
ketersediaan tanah untuk
pembangunan
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 70
NO PROGRAM/ KEGIATAN
PRIORITAS SASARAN INDIKATOR PEMDA
PERGURUAN
TINGGI MASYARAKAT/ LSM BPN
e Pengelolaan Tanah
Negara, Tanah Terlantar
dan Tanah Kritis
(Prioritas Bidang)
Terselenggaranya pengelolaan tanah negara,
tanah terlantar dan kritis
Jumlah analisa ketersediaan
tanah untuk kepentingan
masyarakat, pemerintah,
dan badan usaha
f Pengelolaan Konsolidasi
Tanah (Prioritas Bidang)
Meningkatnya jumlah bidang tanah yang
dikonsolidasikan
Jumlah obyek potensi
konsolidasi tanah
g Pengendalian
Pertanahan (Prioritas
Bidang)
Menurunnya luas tanah yang terindikasi
terlantar
Luas tanah yang terindikasi
terlantar
h Pemberdayaan
Masyarakat Dan
Kelembagaan Dalam
Pengelolaan Pertanahan
(Prioritas Bidang)
Terselenggaranya akses masyarakat dan
lembaga terhadap penguatan hak atas
tanah, dan sumber permodalan dan produksi
Akses masyarakat dan
lembaga terhadap
penguatan hak atas tanah
III Fokus 3: Peningkatan
Kinerja Pelayanan
Pertanahan
Terselenggaranya pelayanan yang transparan
dan akuntabel
Tersedianya prosedur kerja
yang jelas, efektif, efisien
dan terukur (SPOPP)
a Pengelolaan Data dan
Informasi Pertanahan
(Prioritas Nasional 7)
Tersedianya data dan informasi pertanahan
yang terintegrasi secara nasional dalam
rangka pengembangan (Sistem Informasi
Manajemen Pertanahan Nasional /
SIMTANAS)
Peningkatan akses layanan
pertanahan melalui Larasita
(Prioritas Nasional 7)
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 71
NO PROGRAM/ KEGIATAN
PRIORITAS SASARAN INDIKATOR PEMDA
PERGURUAN
TINGGI MASYARAKAT/ LSM BPN
b Pembinaan Organisasi
Dan Pengelolaan
Kepegawaian BPN
(Prioritas Bidang)
Terlaksananya penataan organisasi dan
layanan kepegawaian
Tersedianya konsep
kelembagaan serta prosedur
kerja yang jelas, efektif,
efisien dan terukur (SPOPP)
c Dukungan Manajemen
dan Pelaksanaan Tugas
Pendidikan STPN
(Prioritas Bidang)
Tersedianya sumberdaya manusia lulusan
program Diploma, Pendidikan khusus,
spesialis, S1, S2
Jumlah lulusan program
Diploma, Pendidikan
khusus, spesialis, S1, S2
d Pendidikan dan
pelatihan bidang
pertanahan (Prioritas
Bidang)
Terselenggaranya layanan pertanahan yang
profesional
Jumlah SDM yang telah
mengikuti pelatihan dan
pendidikan
e Pengelolaan Sarana dan
Prasarana (pusat)
(Prioritas Bidang)
Meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana
dan prasarana BPN RI
Pengembangan sarana
prasarana pelayanan
pertanahan
f Pengelolaan Sarana dan
Prasarana (daerah)
(Prioritas Bidang)
Meningkatnya kualitas dan kuantitas sarana
dan prasarana Kanwil BPN Provinsi
Pengembangan sarana
prasarana pelayanan
pertanahan
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 72
NO PROGRAM/ KEGIATAN
PRIORITAS SASARAN INDIKATOR PEMDA
PERGURUAN
TINGGI MASYARAKAT/ LSM BPN
IV Fokus 4: Penataan dan
Penegakan Hukum
Pertanahan serta
Pengurangan Potensi
Sengketa Tanah
Tersedianya peraturan perundang-undangan
yang dibutuhkan untuk kepastian hukum
pertanahan
Jumlah rancangan
peraturan perundang-
undangan bidang
pertanahan yang selesai
disusun
a Pengembangan
Peraturan Perundang-
Undangan Bidang
Pertanahan dan
Hubungan Masyarakat
(Prioritas Nasional dan
Prioritas Bidang):
Terlaksananya pengembangan peraturan
perundangan Bidang Pertanahan dan
Hubungan Masyarakat
Jumlah paket rancangan
peraturan perundang-
undangan dan kebijakan di
bidang pertanahan dalam
rangka mendukung
pelaksanaan Undang-
undang Perlindungan Lahan
Pertanian Pangan
Berkelanjutan (Prioritas
Nasional 5)
Tersusunnya peraturan
perundang-undangan
pengadaan tanah untuk
kepentingan umum
(Prioritas Nasional 6)
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 73
NO PROGRAM/ KEGIATAN
PRIORITAS SASARAN INDIKATOR PEMDA
PERGURUAN
TINGGI MASYARAKAT/ LSM BPN
b Pengelolaan Pertanahan
Propinsi
Berkurangnya sengketa, konflik dan perkara
pertanahan serta mencegah timbulnya
sengketa, konflik dan perkara pertanahan
Penanganan Sengketa,
Konflik dan Perkara
Pertanahan (Prioritas
Nasional 7)
c Survey Potensi Tanah
(Prioritas Bidang)
Tersedianya Peta Nilai Potensi Tanah Sesuai
Standar Operasi dan Prosedur (SOP) sebagai
referensi dan indikator ekonomi tanah untuk
keadilan dan kesejahteraan rakyat
Peta dan informasi potensi
nilai tanah dan kawasan
d Pengaturan dan
pengadaan tanah dan
legalisasi tanah instansi
pemerintah, dan BUMN/
BUMD (Prioritas Bidang)
Terlaksananya pengaturan pengadaan tanah
pemerintah, penetapan hak atas tanah dan
hak pengelolaan instansi pemerintah &
BUMN/BUMD
Jumlah penetapan hak atas
tanah dan hak pengelolaan
e Pengkajian,
Penanganan dan
Penyelesaian Sengketa
Pertanahan (Prioritas
Bidang)
Berkurangnya jumlah sengketa pertanahan Jumlah penyelesaian
sengketa tanah
f Pengkajian dan
Penanganan Konflik
Pertanahan (Prioritas
Bidang)
Berkurangnya jumlah konflik pertanahan Jumlah penanganan konflik
tanah
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 74
NO PROGRAM/ KEGIATAN
PRIORITAS SASARAN INDIKATOR PEMDA
PERGURUAN
TINGGI MASYARAKAT/ LSM BPN
g Penanganan dan
Penyelesaian Perkara
Pertanahan (Prioritas
Bidang)
Terlaksananya penanganan dan
penyelesaian perkara pertanahan secara
berkualitas
Jumlah perkara yang
ditangani dan diselesaikan
oleh BPN RI
Keterangan:
Antar Fokus 1-4 terdapat keterkaitan, karena itu pihak-pihak terkait perlu mengetahui seluruh fokus tersebut namun dengan intensitas
keterlibatan yang berbeda-beda.
Pelaksana, Penanggung jawab, Pemrakarsa
Turut mendukung/mempengaruhi kelancaran pelaksanaan; terlibat langsung atau tidak langsung dalam pelaksanaan
Pemantau; pemberi ide-ide/ informasi; dapat diajak turut serta dalam pelaksanaan; perlu tahu
Tidak terkait
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 75
4.2 Survey
Hasil survey memperlihatkan kondisi yang tidak jauh berbeda dibandingkan dengan
hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Sutanta (2009).
Saat ini kesadaran dan pengetahuan masyarakat akan identitas dan keberadaan
RPJMN sebagai pedoman pembangunan dan berbagai kebijakan-kebijakan
pembangunannya di dalamnya masih sangat kurang sekali. Ini terjadi tidak hanya di
kalangan masyarakat awam atau kalangan akademis, tapi juga terjadi pada
stakeholder kunci, seperti pemerintah daerah. Kajian yang pernah dilakukan mengenai
kondisi ini menunjukan hal tersebut.
Demikian pula halnya dengan pengetahuan dan pemahaman soal regulasi dan
kebijakan-kebijakan pembangunan di Bidang Wilayah dan Tata Ruang. Banyak prioritas
kebijakan-kebijakan pembangunan Tata Ruang atau Pertanahan yang harus segera
tersampaikan dengan baik. Pemahaman aparatur pemerintah terhadap peraturan
perundangan tentang penyusunan tata ruang wilayah dinilai masih rendah, sehingga
kapasitas mereka perlu ditingkatkan guna kemajuan daerah.
Masyarakat umum, pada khususnya, memerlukan landasan pengetahuan dan
pemahaman terlebih dahulu tentang apa dan bagaimana itu RPJMN, apa itu Tata
Ruang, apa itu Pertanahan, ruang lingkup, dan apa saja manfaat dan kepentingan buat
mereka. Hal ini bertujuan agar mereka terbekali dengan landasan untuk mencerna
berbagai prioritas kebijakan-kebijakan pembangunan Bidang TRP yang akan
disosialisasikan secara lebih baik.
Survey untuk kajian ini dilakukan untuk mengungkap sejauh mana tingkat
pengetahuan dan pemahaman tiga objek sasaran sosialisasi terhadap RPJMN dan
materi-materi mengenai tata tuang dan pertanahan. Perancangannya didasarkan pada
pengetahuan mendasar tentang pembangunan nasional, kebijakan pembangunan,
sosialisasi, kelembagaan dan organisasi, pengawasan, pengetahuan tentang sistem
informasi, serta kebutuhan pelatihan. Survey dilakukan terhadap 12 responden
masyarakat, 12 responden Akademisi, dan 6 responden dari Pemda.
4.2.1 Masyarakat
Survey untuk masyarakat dan akademisi digabung menjadi satu karena akademisi
yang dipilih sebagai responden tidak hanya akademisi dengan latar belakang bidang
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 76
keahlian perencanaan. Jumlah responden adalah 12 orang yang terdiri dari masyarakat
umum, akademisi dan mahasiswa. Hasil survey memperlihatkan bahwa:
1. Sebagian besar responden mengetahui istilah RPJMN dan RPJPN (90 persen),
namun hanya setengahnya yang dapat menjelaskan kepanjangan dan fungsi kedua
rencana tersebut.
2. Bappenas sebagai instansi yang menyusun RPJPN dan RPJMN tidak banyak dikenal
oleh masyarakat, kemungkinan karena setelah otonomi daerah dilaksanakan,
masyarakat lebih mengenal badan perencanaan daerah dibandingkan dengan
badan perencanaan dengan lingkup nasional. Hal ini konsisten dengan hasil survey
yang memperlihatkan bahwa hanya 30 persen dari responden yang mengetahui
Prioritas RPJMN.
3. Istilah tata ruang dikenali oleh seluruh responden sedangkan istilah pertanahan
dikenali oleh 80 persen responden, namun hanya setengahnya yang dapat
menjelaskan arti penataan ruang dan pertahanan dan hanya 30 persen dari
responden yang mengetahui permasalahan di Bidang TRP.
4. Tidak ada media yang dominan yang menjadi sumber informasi mengenai tata
ruang dan pertanahan. Media cetak (30 persen), media elektronik (40 persen)
bukan media yang efektif untuk sosialisasi. Internet dapat dijadikan media
informasi untuk Bidang TRP karena lebih dari 60 persen responden mendapatkan
informasi yang mereka perlukan melalui media ini.
Kesimpulan yang dapat ditarik dari survey pada masyarakat ini adalah:
1. Bidang TRP merupakan topik yang menarik untuk dibahas karena menyangkut
kehidupan sehari-hari masyarakat, terutama masyarakat kota.
2. Diperlukan standardisasi sosialisasi Bidang TRP karena sosialisasi yang ada saat ini
masih belum memadai baik materi maupun perencanaan kegiatan sosialisasi. Cara
sosialisasi yang dilakukan saat ini masih dirasakan kurang baik menurut 60 persen
responden (Gambar 7).
3. Media yang paling baik untuk sosialisasi menurut responden adalah workshop
(Gambar 8). Workshop cukup diadakan 2 kali dalam setahun untuk menjaga
konsistensi dan alur informasi dari sumber informasi kepada objek.
Gambar 6 Penilaian responden untuk cara sosialisasi Bidang Tata Ruang dan Pertanahan
Gambar 7 Media sosialisasi pilihan responden
4.2.2 Akademisi
Khusus untuk akademisi yang bidang studinya berhubungan dengan Bidang TRP,
seluruh responden menyatakan ada mata kuliah yang berkaitan dengan Tata Ruang
dan Pertanahan dan ada dosen yang ahli dalam kebijakan Bidang TRP yang kompeten.
Akademisi di kedua bidang tersebut dapat menjadi nara sumber untuk FGD yang
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 78
dilaksanakan sebagai salah satu cara untuk mendapatkan informasi dari ahli untuk
memperkaya isi kajian ini.
4.2.3 Pemerintah Daerah
Pengetahuan pemerintah daerah tentang rencana pembangunan nasional belum
cukup karena tidak satupun responden yang mampu menjawab 8 pertanyaan tentang
rencana pembangunan nasional. Namun demikian, menurut responden, RPJMN dan
RPJPN adalah dokumen publik yang harus disosialisasikan (83 persen), demikian juga
dengan kebijakan spesifik untuk Bidang TRP.
Untuk menjamin pencapaian sasaran bidang, seluruh responden setuju bahwa
koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah perlu dilaksanakan baik antar tingkat
pemerintahan maupun juga antar bidang dan urusan yang menyangkut penggunaan
ruang. Termasuk di dalamnya adalah pembangunan data dan informasi spasial
dibutuhkan kerjasama antar instansi pembuat dan pengguna data dalam
pengumpulan, pengolahan, pemeliharaan, penyimpanan dan penyebarluasannya.
Menurut responden, masyarakat umum tidak perlu mendapatkan pengetahuan
mendasar tentang Sistem Informasi Geografis (SIG) karena menurut responden,
informasi tersebut tidak terlalu bermanfaat bagi masyarakat. Begitu pula halnya
dengan informasi mengenai pengendalian bencana. Responden dengan latar belakang
pemerintah daerah ini belum menyadari pentingnya pengetahuan tentang SIG dan
pengelolaan bencana bagi masyarakat. Masyarakat dapat menjadi mitra penting bagi
pemerintah daerah untuk mengatasi berbagai permasalahan dan melengkapi informasi
penting yang dibutuhkan oleh pemerintah daerah.
Tentang pengawasan pelaksanaan Bidang TRP di daerah, responden tidak setuju bila
pelaksanaan di daerah berada di bawah pengawasan pemerintah pusat. Selain karena
kabupaten/kota sudah otonom, responden juga berpendapat bahwa titik berat
penyelenggaraan penataan ruang dan pertanahan di tingkat pusat dan daerah sangat
berbeda. Yang penting bagi responden adalah kelengkapan peraturan dan
penyederhanaan proses dan prosedur pelayanan agar pemerintah daerah mudah
melaksanakan. Tanggapan dari responden ini memperlihatkan bahwa secara umum
responden belum menyadari pentingnya kesinambungan rencana dari tataran nasional
sampai dengan lokal.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 79
Untuk kelembagaan, masih diperlukan peningkatan kapasitas lembaga pemerintahan
terutama untuk Bidang TRP. Selain pendidikan formal bagi pemerintah daerah,
diperlukan juga diseminasi isu terkait kedua bidang itu baik dari tingkat internasional,
regional, nasional dan antisipasinya di tingkat lokal. Pemerintah daerah juga perlu
mendapatkan keahlian bernegosiasi yang sangat penting dalam pengendalian
pemanfaatan ruang. Hal penting lainnya adalah peningkatan kemitraan dengan
masyarakat yang dapat mendukung pencapaian rencana pembangunan dan juga untuk
mendukung keterbukaan informasi dan peningkatan peran masyarakat dalam
pengendalian pelaksanaan pembangunan.
4.3 Strategi Sosialisasi
Strategi dalam kajian ini dibuat berdasar pada prinsip-prinsip dasar yang teridentifikasi
selama proses kajian ini dilakukan yaitu pengembangan sistem, tingkat kebutuhan
informasi, prioritas, keberlanjutan, skalabilitas serta konsep efektivitas dalam hal
pembiayaan.
Sejalan dengan landasan teoritis yang digunakan, maka kemudian tujuan sosialisasi di
tahapan awal ini akan diarahkan kepada tingkat pencapaian kesadaran, pemahaman,
dan tindakan dari target-target potensial. Tindakan mengacu kepada perubahan
kebiasaan yang diakibatkan dari penerapan produk, materi, atau pendekatan-
pendekatan yang ditawarkan oleh kegiatan sosialisasi. Ini adalah target
kelompok/masyarakat yang perlu dilengkapi dengan keterampilan, pengetahuan dan
pemahaman yang tepat tentang kegiatan sosialisasi dalam rangka mencapai
perubahan yang nyata. Target kelompok/khalayak ini adalah mereka yang ada di posisi
untuk “mempengaruhi” dan “membawa perubahan” dalam lingkungan mereka.
Strategi yang dibuat ini membuka peluang besar untuk pengembangan rencana dan
implementasi di tahap-tahap berikutnya dengan berbagai pilihan skema strategi dan
rencana aksi dalam sebuah kerangka kampanye komunikasi publik yang
komprehensif, terintegrasi dan berkelanjutan.
Strategi yang dibuat dan diujicobakan untuk sosialisasi kebijakan pembangunan
jangka menengah Bidang TRP ini adalah :
4.3.1 Identitas
Menciptakan pengajuan identitas resmi untuk RPJMN dan untuk kegiatan sosialisasi
Bidang TRP yang lebih komunikatif, dirancang dengan baik dengan memperhatikan
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 80
faktor penamaaan (naming), filosofi dan estetika. Hal ini bertujuan agar keberadaannya
mudah diingat, jelas, dan mampu menarik perhatian dari semua kalangan masyarakat.
Penciptaan identitas yang dirancang dengan baik dari segi konsep, strategi dan
kreativitas akan menjadi aset penting untuk kebutuhan-kebutuhan penyampaian
informasi di masa-masa yang akan datang.
4.3.2 Konsep Perancangan Pesan
Konsep perancangan pesan yang sederhana, jelas, dan sistematis yang disajikan lewat
pesan visual dan pesan tekstual dengan tetap memperhatikan kedalaman materi-
materi kebijakan pembangunan Bidang TRP yang akan disosialisasikan.
4.3.3 Konsep Pemasaran Sosial
Konsep pemasaran sosial yang mengadopsi konsep pemasaran umum dengan
membuat Toolkit untuk kebutuhan sosialisasi yang disesuaikan dengan strategi
penyebaran informasi pada masing-masing kelompok sasaran, antara lain melalui
layanan publik/kegiatan resmi, dan melalui media cetak, televisi dan radio.
4.3.4 Konsep Jaringan Komunikasi
Konsep Jaringan Komunikasi, yaitu dengan melakukan penyebaran informasi dalam
rangka sosialisasi melalui Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) yang terdapat di
masyarakat di tiap daerah. Survey yang pernah dilakukan di Bandung, menunjukan
bahwa KIM cukup efektif dalam membantu penyebaran informasi kepada end-user.
Jejaring sosial pun dapat digunakan untuk mengakomodasi konsep jaringan
komunikasi ini. yaitu dengan mengembangkan sarana penyebaran informasi yang
handal dan menarik perhatian, dan yang terpenting mampu memberikan informasi-
informasi tentang isu-isu terbaru, peraturan, dan hal-hal yang berhubungan dengan
kepentingan masyarakat umum dan /atau stakeholder yang terkait dengan Bidang
TRP.
4.3.5 Advokasi Media
Advokasi media, termasuk di dalamnya pengorganisasian dan mobilisasi masyarakat,
dan penyertaan para pembuat kebijakan, antara lain melalui pemberitaan media,
penulisan artikel-artikel dan jurnal tentang Tata ruang dan Pertanahan. Hal ini
bertujuan untuk meningkatkan visibilitas isu/masalah Tata Ruang dan Pertanahan dan
kepentingannya, mempengaruhi persepsi dari isu sosial, meningkatkan pengetahuan
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 81
tentang solusi-solusi berdasarkan siapa yang dipandang bertanggung jawab,
mempengaruhi kriteria yang digunakan untuk menilai kebijakan-kebijakan dari para
pembuat kebijakan, membantu menentukan apa saja yang memungkinkan untuk
pengenalan layanan dan temuan masyarakat, mengikutsertakan dan menggerakan
masyarakat/konstituen untuk bertindak.
4.3.6 Mekanisme Pusat-Daerah
Menjalankan mekanisme pusat-daerah untuk kebutuhan penyebaran informasi dengan
strategi tambahan melalui workshop regional, pelatihan, interview, dan diskusi dengan
pemerintah daerah dan para perencana. Fasilitasi untuk meningkatkan keterlibatan
mereka bisa lebih ditingkatkan melalui kuesioner-kuesioner berbasis web dan forum
web. Material umum untuk penyebaran informasi bagi sasaran ini, seperti newsletter
atau website akan menjadi sumber penting untuk mereka. Sebagai tambahan,
dibutuhkan kerjasama dengan partner/tenaga-tenaga ahli untuk menerbitkan jurnal-
jurnal (perencanaan) profesional tentang Tata Ruang dan Pertanahan.
4.3.7 Kerjasama dengan kalangan akademis
Pengembangan jaringan komunikasi dengan kalangan akademis melalui bentuk-
bentuk kerjasama seperti pelatihan, kolaborasi proyek, penelitian dan lain sebagainya
perlu dilakukan.
4.3.8 Ragam Kegiatan dengan Masyarakat dan berbagai Pihak
Sosialisasi untuk masyarakat bisa dilakukan melalui penyelenggaraan kegiatan yang
secara langsung bisa menarik perhatian masyarakat, komunikasi audio-visual,
workshop, diskusi yang melibatkan partisipasi kalangan bisnis, komunitas lokal, dan
kelompok-kelompok informasi masyarakat lokal, yang merupakan bagian penting untuk
kegiatan sosialisasi Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas. Kegiatan-
kegiatan ini harus mampu menimbulkan ketertarikan para stakeholder dalam
masyarakat untuk menjadi mitra aktif untuk bertukar pendapat. Dari pandangan
strategis, kegiatan-kegiatan tersebut di atas akan meningkatkan awareness di daerah
dan memobilisasi para stakeholder yang memiliki kepedulian terhadap
keberlangsungan pembangunan di daerah mereka.
Selain strategi-strategi diatas berikut adalah aktivitas-aktivitas yang bisa dilakukan
untuk tiga kelompok sasaran, model penyajian yang akan dikembangkan
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 82
mengadaptasi kebutuhan dari masing-masing kelompok sasaran sosialisasi, yaitu
sebagai berikut:
4.3.8.1 Aktivitas yang ditujukan kepada pemerintah daerah selaku pembuat
kebijakan dan perencana.
Tujuan utama dari kegiatan ini adalah untuk menginformasikan dan mempengaruhi
kebijakan-kebijakan kepada pemerintah daerah di Bidang TRP di sejumlah prioritas
yang telah dirancang oleh Direktorat TRP bappenas.
Hal ini berarti menyampaikan informasi yang tepat kepada para pembuat kebijakan,
dengan didasarkan kepada kemungkinan-kemungkinan pencapaian yang bisa diraih
dalam kerangka penyesuaian kebijakan secara makro. Penyampaian informasi
tersebut diarahkan untuk menjadi panduan bagi kepentingan antisipasi, penyesuaian
dan perancangan kebijakan sesuai dengan tingkat kebutuhan di daerah.
Prioritas kebijakan dari Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan Bappenas harus
dijelaskan kepada para pembuat kebijakan di daerah dan pada khalayak umum
sesederhana mungkin, sehingga mereka dengan mudah dapat memahami dan
mengapresiasi implikasinya. Pada saat yang sama, para pembuat kebijakan pada
semua tingkatan bisa berkontribusi penting untuk memberikan identifikasi terhadap
isu-isu, perancangan dan implementasi di daerah.
Para pembuat kebijakan dan perencana di daerah adalah kelompok sasaran primer
dari kegiatan ini. aktivitas yang dilakukan diarahkan untuk memberikan panduan
kepada para pembuat kebijakan dan perencana ini dalam pembuatan keputusan
dalam Bidang TRP. Komunikasi dengan mereka bersifat intensif dan kolaboratif (misal:
panduan, arahan, atau kolaborasi dalam perancangan model-model kebijakan dan
kegiatan/proyek yang sesuai dengan prioritas pembangunan pusat, termasuk dalam
hal pembiayaan dan waktu).
Sosialisasi RPJMN di daerah dapat disampaikan melalui mekanisme komunikasi pusat-
daerah dengan strategi tambahan melalui workshop regional, interview, dan diskusi
dengan pemerintah daerah dan para perencana. Fasilitasi untuk meningkatkan
keterlibatan mereka bisa lebih ditingkatkan melalui kuesioner-kuesioner berbasis web
dan forum web. Material umum untuk penyebaran informasi bagi sasaran ini, seperti
newsletter atau website akan menjadi sumber penting untuk mereka. Sebagai
tambahan, dibutuhkan kerjasama dengan partner/tenaga-tenaga ahli untuk
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 83
menerbitkan jurnal-jurnal (perencanaan) profesional tentang TRP. Aktivitas yang
berhubungan dengan audio-visual perlu juga dikembangkan untuk mendukung
sosialisasi ini. misal merekam presentasi-presentasi pada saat konferensi atau
seminar. Rekaman ini akan jadi komponen penting untuk materi pelatihan yang akan
diselenggarakan kemudian.
4.3.8.2 Aktivitas yang ditujukan kepada kalangan akademis/ilmiah
Interaksi dengan kalangan akademis memiliki dua dimensi, yaitu konsultasi dan
penyebaran informasi. Di satu sisi diseminasi kebijakan-kebijakan ini dapat menjadi
acuan bagi para peneliti ilmiah dan kalangan akademis berupa informasi berharga
yang dapat digunakan untuk kepentingan penelitian mereka, untuk kemudian
mendapatkan feedback dari mereka tentang kebijakan-kebijakan yang dikembangkan.
Di sisi lain juga bermanfaat sebagai sarana dialog dengan semua kalangan akademis
guna mendapatkan pengetahuan yang lebih luas dari berbagai perkembangan terkini
yang relevan dengan kebutuhan Direktorat TRP Bappenas.
Kebijakan-kebijakan tentang Tata Ruang dan Pertanahan bisa diwacanakan dalam
jurnal-jurnal ilmiah, buku, laporan proyek, dan publikasi publikasi ilmiah lainnya. Dalam
perancangan publikasi ilmiah ini, harus diperhatikan standar penulisan dengan
kualitas yang baik agar sesuai dengan kebutuhan ilmiah. Materi-materi prioritas
kebijakan dapat dipresentasikan dalam konferensi nasional atau daerah.
Pengembangan jaringan komunikasi dengan kalangan akademis melalui bentuk-
bentuk kerjasama seperti pelatihan, kolaborasi proyek, dan lain sebagainya adalah hal
penting yang juga perlu dilakukan.
4.3.8.3 Aktivitas yang ditujukan kepada masyarakat umum
Untuk objek sasaran ini, selain berusaha untuk menginformasikan juga ditujukan untuk
mempengaruhi opini publik sesuai dengan prioritas kebijakan-kebijakan Direktorat TRP
Bappenas. Opini publik berperan untuk menentukan perluasan, implementasi, dan
kesinambungan kebijakan-kebijakan. Di saat yang sama, masyarakat sipil, institusi
seperti LSM, perkumpulan, asosiasi, dan pemuka pendapat dapat pula memberikan
perspektif bagi Direktorat TRP untuk mengidentifikasi isu-isu kebijakan yang penting,
perancangan dan strategi yang tepat sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Sosialisasi untuk kelompok sasaran ini bisa dilakukan melalui penyelenggaraan
kegiatan yang secara langsung bisa menarik perhatian masyarakat, komunikasi audio-
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 84
visual, workshop, diskusi yang melibatkan partisipasi kalangan bisnis, komunitas lokal,
dan kelompok-kelompok informasi masyarakat lokal, yang merupakan bagian penting
untuk kegiatan sosialisasi Direktorat TRP Bappenas. Kegiatan-kegiatan ini harus
mampu menimbulkan ketertarikan para stakeholder dalam masyarakat untuk menjadi
mitra aktif untuk bertukar pendapat. Stakeholder lokal distimulasi untuk
mengemukakan pandangan dan kebutuhan mereka akan informasi tentang kebijakan,
perencanaan dan pengembangan yang relevan dengan kebutuhan daerah mereka. Hal
ini akan memperkuat dan memantapkan kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh
bappenas, termasuk kegiatan sosialisasi ini. Dari pandangan strategis, kegiatan-
kegiatan tersebut di atas akan meningkatkan awareness di daerah dan memobilisasi
para stakeholder yang memiliki kepedulian terhadap keberlangsungan pembangunan
di daerah mereka.
Websites dan dan newsletter akan jadi instrumen penting untuk menginformasikan
kepada masyarakat umum. Perancangan pesan-pesan berita bisa disampaikan melalu
koran dan radio/televisi lokal.
4.3.9 Ujicoba dan Hasil Strategi Melalui Focus Group Discussion
Strategi ini kemudian diaplikasikan ke dalam beberapa keluaran praktis yaitu berupa
pengembangan sistem pemasaran sosial untuk kebutuhan sosialisasi, antara lain
identitas, toolkit, perancangan pesan, skema penyebaran media-media dan lain-lain.
Proses-proses pengkajian strategi sosialisasi dilakukan untuk menganalisis
pengetahuan dan pemahaman tentang keadaan, akses dan kebutuhan terhadap
informasi tentang RPJMN Bidang TRP dan identitas RPJMN secara umum di tiga objek
kajian. Langkah berikutnya adalah memetakan dan menganalisis strategi-strategi
sosialisasi yang telah dibuat dengan FGD terhadap tiga target di beberapa daerah.
Kebanyakan target sosialisasi tertarik untuk memahami bagaimana bagian-bagian
tertentu dari kegiatan sesuai dengan konteks tertentu dan sejauhmana penerapandari
pendekatan-pendekatan baru, metode, atau materi-materi memiliki implikasi lain pada
mereka, misalnya pada kebijakan-kebijakan yang akan datang, pendanaan dan
infrastruktur.
Pada saat kegiatan FGD terlihat bahwa latar belakang dan kecenderungan perlakuan
dan dan penyebaran informasi tiap target sosialisasi terutama masyarakat umum erat
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 85
sekali kaitannya dengan berbagai aspek historis, ekonomi, sosial, politik, dan pengaruh
dari program sosialisasi. Ada kro dan kontra dari mereka soal penerimaan terhadap
berbagai informasi, kebijakan dan strategi yang disampaikan, semisal masalah trauma
dan sikap apatis terhadap program-program pemerintah.
Dari dua sub pokok bahasan yang diujicobakan yaitu Bidang TRP, memang beberapa
kali terjadi tumpang tindih atau konflik, misal pada saat FGD peserta terjebak dalam
kebingungan di mana ada dua sub pokok bahasan dengan bermacam-macam materi.
Terlebih ada beberapa yang memang belum mengetahui sama sekali tentang salah
satu bidang ini. Diperlukan formulasi khusus terutama bagi masyarakat umum untuk
“meleburkan” tingkat kesadaran, pengetahuan, dan pemahaman terhadap Bidang TRP
dengan level yang setara.
Berdasar pada acuan pengembangan sistem, konsep mengenai perlunya identitas bagi
RPJMN, lembaga, kegiatan sosialisasi ini sendiri, maka dari hasil FGD di dua daerah
terjawab bahwa ini sangat diperlukan sekali. Tiap target menyatakan hal yang hampir
sama. Target Sosialisasi perlu mengetahui bahwa kebijakan, kegiatan dan projek ada.
Hal ini bertujuan agar keberadaannya mudah diingat, jelas, dan mampu menarik
perhatian dari semua kalangan masyarakat. Ini adalah titik acuan penting untuk
pengembangan, perencanaan, dan pelaksanaan sosialisasi di tahap berikutnya.
Hasil lengkap kegiatan FGD untuk konsep dan strategi sosialisasi RPJMN Bidang TRP
diuraikan pada Bagian 4.4 untuk strategi sosialisasi dan Bagian 4.5 untuk substansi
teknis terkait Bidang TRP.
4.4 Pengembangan Strategi Sosialisasi
Hasil FGD di dua daerah terhadap tiga target yaitu masyarakat, perguruan tinggi dan
pemerintah daerah, memberikan beberapa masukan yang bisa diangkat sebagai
strategi meskipun sebelumnya sudah disebutkan di rangkaian strategi pertama.
Strategi baru yang berhasil dirumuskan adalah Konsep Pemanfaatan Media Tradisional
dan Karakterikstik Lokal.
Pemanfaatan media tradisional dalam menunjang penyebaran informasi publik dan
kebijakan pemerintah masih sangat dibutuhkan terutama untuk menyebarkan
informasi kepada masyarakat umum. Sifat umum media tradisional yaitu mudah
diterima, relevan dengan budaya yang ada, menghibur, menggunakan bahasa lokal,
memiliki unsur legitimasi, fleksibel, memiliki kemampuan untuk mengulangi pesan-
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 86
pesan yang dibawanya, komunikasi dua arah dan sebagainya. Pengembangan konsep
ini bisa diaplikasikan dalam sebuah kolaborasi, seperti:
1. Kolaborasi media tradisional dengan media massa modern;
2. Kolaborasi media tradisional dengan stasiun radio. Kolaborasi antara media
tradisional dengan media radio sudah lama. Media Radio dapat menyajikan
media tradisional untuk kepentingan masyarakat pedesaan dan kepulauan,
karena dapat menjangkau khalayak lebih banyak, dan dapat menembus batas
geografis. Program penyajian RRI pada umumnya mengalokasikan 10 persen
waktu siaran untuk informasi, 30 persen untuk pendidikan, 25 persen untuk
budaya, 25 persen untuk hiburan dan 15 persen untuk iklan dan acara
penunjang.
3. Kolaborasi Media Tradisional dengan Stasiun Televisi.
4.5 Substansi
4.5.1 Kelompok pemerintah daerah.
FGD kajian sosialisasi RPJMN 2010-2014 untuk kelompok sasaran pemda telah
dilaksanakan di Bandung pada tanggal 6 Oktober 2010 dan di Batam pada tanggal 14
Oktober 2010. Kedua FGD ini dibuka oleh Direktur Tata Ruang dan Pertanahan
Bappenas, Bapak Ir. Deddy Koespramoedyo, MSc. FGD di Bandung dihadiri oleh
representasi dari: Bappeda Provinsi Jabar, Bappeda Kab Bandung Barat, Bappeda
Kota Bandung, Kanwil Pertanahan Provinsi Jawa Barat, Kantor Pertanahan Kabupaten
Bandung Barat, Kantor Pertanahan Kota Bandung, Kantor Pertanahan Kabupaten
Bandung. Sedangkan FGD di Batam dihadiri oleh representasi dari: Bappeda Provinsi
Kepulauan Riau, Kanwil Pertanahan Provinsi Kepulauan Riau, Kantor Pertanahan
Kabupaten Tanjung Balai-Karimun, Kantor Pertanahan Tanjung Pinang dan Kantor
Pertanahan Kota Batam.
Dalam toolkit untuk pemerintah daerah diperlukan pengantar gambaran umum dari
RPJPN, RPJMN, RKP. Contoh template yang digunakan oleh Direktorat Tata Ruang dan
Pertanahan, Bappenas cukup menarik bagi peserta misalnya tahapan-tahapan RPJPN,
prioritas nasional 2010-2014, tabel prioritas nasional terkait tata ruang dan
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 87
pertanahan. Contoh skema prioritas nasional yang perlu dimasukkan adalah seperti
yang tergambar dalam Gambar 14.
Terkait dengan prioritas nasional, sebaiknya tidak hanya yang ada di Kementerian/
Lembaga, tetapi apa yang perlu dilakukan oleh daerah. Materi/substansi yang perlu
ditambahkan juga yaitu: fungsi/kegunaan RPJMN, visi dan misi, target pembangunan
dan posisi RPJMN bagi daerah.
Materi sosialisasi toolkit khusus pertanahan berisi yang mengenai 9 topik (yaitu: jenis-
jenis hak atas tanah, manfaat ketersediaan sertifikat tanah, keterkaitan antara
Rencana Tata Ruang Wilayah dengan kepastian hukum atas tanah, prosedur umum
pengurusan sertipikat pertama kali, target pencapaian sertifikasi tanah 2014, target
pencapaian peta pertanahan 2014, manfaat peta pertanahan, implikasi jika tidak
tersedia peta pertanahan dan contoh sinergi BPN dengan Pemda), menurut pesera
FGD sudah cukup. Tetapi dari peserta Kantah Tanjung Pinang-Karimun mengemukakan
perlu penjelasan lebih rinci mengenai mekanisme sertifikasi lintas K/L khususnya
UKM.
Dalam materi toolkit perlu ditambahkan:
1. Tabel prioritas nasional terkait pertanahan keseluruhan seperti pada template
yang biasa digunakan oleh Bappenas.
2. Program Prona dan Larasita, karena ini merupakan kegiatan yang penting dan
cukup dikenal di daerah.
3. Skema izin pemanfaatan ruang, mulai dari RTRWN, RTRWP, RTRWK hingga
keperluan tanah untuk pembangunan.
4. Permasalahan yang masih ada antara kehutanan dengan Pemda terkait dengan
penataan ruang, dan langkah-langkah yang sudah dirumuskan untuk
penyelesaiannya.
Gambar 8 Prioritas Nasional 2010-2014
4.5.2 Kelompok Masyarakat
FGD untuk kelompok masyarakat dilaksanakan di Bandung pada tanggal 6 Oktober
2010. Peserta FGD kelompok masyarakat diikuti oleh perwakilan masyarakat dari
kelurahan-kelurahan yang sebagian besar aktif dalam program PNPM (Program
Nasional Pemberdayaan Masyarakat), yaitu BKM Kelurahan Ciseureuh, BKM di
Kelurahan Pungkur, BKM di Kelurahan Dago, Ketua HKTI Kota Bandung, Relawan dan
tokoh masyarakat dalam PNPM. FGD kelompok masyarakat di Batam diadakan
tanggal 14 Oktober 2010, diikuti oleh peserta yang terdiri dari ibu rumah tangga, tokoh
masyarakat, anggota BKM-PNPM dari Bintan, Tanjung Pinang-Karimun dan Batam.
Masukan yang diterima dari FGD Kelompok Masyarakat adalah:
1. Sosialisasi harus menggunakan bahasa yang sederhana yang mudah dipahami
oleh masyarakat (membumi) menyentuh pada persoalan sehari-hari
masyarakat. Tulisan harus jelas, singkatan dan gambar harus diberi keterangan
(misalnya Kementerian/Lembaga tidak hanya disingkat K/L).
2. Materi sosialisasi perlu menjelaskan hubungan musrenbang dengan RPJMN.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 89
3. Materi yang penting bagi masyarakat terkait dengan Bidang Pertanahan,
meliputi:
a. Hak atas tanah dan layanan pertanahan yang langsung terkait dengan
masyarakat.
b. Prosedur sertifikasi yang memuat waktu pelayanan dan peringatan
tentang penyimpangan di lapangan.
c. Penjelasan tentang prosedur Larasita, Prona dan program pembuatan
sertipikat bagi nelayan, petani, UMKM dan masyarakat berpenghasilan
rendah (MBR).
4. Materi yang penting bagi masyarakat terkait dengan Bidang Tata Ruang,
meliputi:
a. Hak masyarakat untuk mengetahui rencana tata ruang, terutama yang
menyangkut sarana/prasarana seperti jalan, daerah resapan.
b. Skema pengaduan masyarakat untuk pemanfaatan dan pengendalian
pemanfaatan ruang sehingga masyarakat tahu tempat untuk
menyalurkan pendapat dan menyampaikan masalahnya.
4.5.3 Kelompok Perguruan Tingi dan LSM.
FGD untuk perguruan tingi dan LSM hanya diadakan di Bandung dengan pertimbangan
banyaknya LSM ataupun perguruan tinggi yang mempunyai fakultas/jurusan yang
terkait dengan penggunaan RPJMN. Pemilihan Perguruan Tinggi ini diseleksi
beradasarkan jurusan/bidang ajar studi yang terkait langsung dengan penggunaan
referensi RPJMN. Demikian juga LSM yang dipilih adalah perwakilan LSM yang dalam
pekerjaannya berkaitan dengan penggunaan RPJMN. Peserta FGD kelompok
perguruan tinggi di Bandung diikuti oleh jurusan/fakultas: Perencanaan Wilayah dan
Kota (PWK) Unisba, Geodesi Itenas, Geodesi dan Geomatika ITB, Perencanaan
Wilayah dan Kota (PWK) ITB, Perencanaan Wilayah dan Kota (PWK) Unpas, sedangkan
LSM diwakili oleh Asosiasi Konsultan Pembangunan Permukiman Indonesia (AKPPI).
Rekomendasi yang dihasilkan dari FGD tersebut adalah:
1. Materi sosialisasi untuk jurusan yang tidak terkait dengan perencanaan sama
dengan materi untuk masyarakat.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 90
2. Pada bagian awal toolkit perlu dijelaskan dalam bentuk narasi ataupun skema
mengenai peranan perguruan tinggi dalam sosialisasi ataupun pelaksanaan
RPJMN, sehingga menggugah keingin tahuan untuk mendalaminya.
3. Materi yang perlu ditambahkan yaitu: permasalahan yang dihadapi, target yang
ingin dicapai, dan data yang dibutuhkan.
4. Isi peraturan ataupun penjelasan normatif tidak perlu dimasukkan, karena
dapat diunduh dari internet.
5. Untuk toolkit penataan ruang:
a. Perlu pengantar untuk memperlihatkan skema keterkaitan RPJPN,
RPJMN dengan Rencana Tata Ruang.
b. Penjelasan tentang keterkaitan rencana tata ruang dengan pertanahan.
c. Tambahan aspek pengendalian, karena aspek pengendalian masih jauh
dari yang diharapkan.
d. Perlu disiapkan materi sosialisasi kepada legislatif.
e. Ilustrasi peta sebaiknya dibuat lebih jelas dan dengan keterangan yang
mudah dibaca.
6. Untuk toolkit pertanahan
a. Spektrum permasalahan pertanahan masih perlu diperluas, tidak hanya
yang terkait dengan tupoksi (tugas, pokok dan fungsi) instansi Badan
Pertanahan Nasional (BPN) saja.
b. Permasalahan pertanahan banyak terkait dengan bidang-bidang lain
seperti dengan persoalan pajak dan properti sehingga bisa diketahui
masalah yang masih perlu dijawab seperti land tax sebagau pengendali
tata guna lahan
c. Persoalan-persoalan pertanahan yang terkait dengan proses sertifikasi
tanah juga masih perlu dielaborasi sehingga perguruan tinggi bisa
melakukan analisis lebih dalam dan menemukan inovasi dalam
percepatan proses sertifikasi pertanahan.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 91
d. Penjelasan tentang jenis hak atas tanah juga perlu dibuat lebih singkat.
Skema hak atas tanah perlu dicari yang lebih sesuai dengan kondisi
pertanahan di Indonesia, diusulkan skema dari Ian Williamson.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 92
Strategi Sosialisasi RPJMN 2010-2014 Bidang Tata Ruang dan Pertanahan
Strategi komunikasi yang dikembangkan dalam kajian ini merupakan gambaran makro dari pendekatan-pendekatan komuniksi yang dirancang untuk memberikan solusi dan alternatif pemecahan berbagai permasalahan sosialisasi (komunikasi dan informasi) RPJMN Bidang TRP. Kajian-kajian awal yang dilakukan di awal kegiatan, mengidentifikasi beberapa hal penting yang harus segera diberi perhatian. Fokus kajian kemudian berkembang tidak hanya pada bagaimana strategi untuk mensosialisasikan tata ruang dan pertanahan, tetapi juga bagaimana mengembangkan strategi komunikasi untuk RPJMN.
Berdasarkan hal tersebut, gagasan tentang sistem komunikasi yang menyeluruh mulai ditelaah. Gambaran sederhana tentang sistem komunikasi ini mungkin bisa dijelaskan melalui rumusan Laswell yang terkenal, ‘who says in which channel to whom with what effect’. Sistem komunikasi ini dibuat dengan memperhatikan komponen-komponen komunikator, pesan, medium, khalayak, dan efek yang berkaitan dengan RPJMN Bidang TRP secara optimal.
Merujuk pada sistem komunikasi di atas, maka korelasi antar komponen dalam sistem harus dioptimalkan, sehingga komunikasi-komunikasi yang cenderung bersifat parsial yang terjadi selama ini bisa mulai diperbaiki. Strategi komunikasi ini juga dikembangkan dengan menyertakan landasan konsep/model dari teori perubahan yang bisa diaplikasikan sebagai panduan untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan dalam berbagai tahapan-tahapan pencapaian jangka waktu tertentu, dan tahapan-tahapan lanjutan yang akan dilakukan, baik itu melalui kajian-kajian, berbagai perencanaan, pelaksanaan kegiatan, hingga evaluasi kegiatan sosialisasi ini.
Kajian strategi sosialisasi RPJMN Bidang TRP difokuskan tujuannya pada peningkatan pengetahuan dan pemahaman kelompok-kelompok sasaran sosialisasi. Strategi krusial pertama yang dibuat adalah penciptaan identitas resmi untuk RPJMN melalui pengembangan dan modifikasi pada penamaan (naming), filosofi dan estetika. Tujuan dari strategi ini adalah untuk memudahkan tingkat kesadaran (awareness) publik akan keberadaan RPJMN. Untuk kegiatan kajian, tim merancang dan mengembangkan identitas RPJMN sebagai sebagai sebuah brand dalam bentuk logo dengan muatan konsep yang disesuaikan dengan RPJMN. Tim kemudian membuat pemetaan identitas dalam konteks sistem komunikasi, melalui arsitektur brand yang jelas secara hierarki dari mulai Bappenas sebagai badan utama (corporate/umbrella brand), kementrian, lembaga, hingga ke program-program dan kegiatan-kegiatan yang dimiliki sebagai sebuah sub brand. Hal Ini berguna untuk memperlihatkan bagaimana tiap bagian saling berhubungan dan saling mendukung bagi kegiatan pembangunan nasional, serta bagaimana sub brand mampu mencerminkan dan menguatkan tujuan utama dari corporate brand untuk kepentingan pembangunan. Ini adalah sebuah proses yang terintegrasi untuk membangun hubungan antar bagian untuk menciptakan kredibilitas komunikator. Temuan-temuan yang didapat selama kajian baik dari survey maupun pada saat FGD, mengarahkan perlunya strategi ini menjadi bahan pertimbangan penting. Banyak yang mengeluhkan bahwa RPJMN susah dilafalkan hingga seringkali salah pengucapan. Beberapa mengusulkan untuk membuat penamaan dengan asosiasi yang mudah diingat seperti halnya pelita untuk pembangunan lima tahun. Pada saat mini survey dilakukan terhadap kelompok masyarakat, sebagian besar masih awam mengenai RPJMN dan RPJP. Tingkat awareness secara umum masih kurang mengenai hal ini.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 93
Perancangan pesan-pesan komunikasi menjadi bagian penting dalam kajian. Kombinasi pesan verbal dan non-verbal banyak dikaji dan diterapkan dibeberapa aplikasi kajian. Pesan linguistik/bahasa untuk menyampaikan gagasan, informasi, atau opini dikembangkan dengan tingkat relevansi tertentu sesuai kelompok sasaran. Pesan-pesan non-verbal juga dikembangkan cukup mendalam dan diujicobakan pada saat FGD di beberapa daerah. Pemilihan warna, perancangan simbol, dan kesatuannya dengan strategi pertama mengenai identitas komunikator dibuat dalam sebuah sistem untuk mampu memenuhi kriteria-kriteria perhatian (attention), kebutuhan (need), pemuasan (satisfaction), visualisasi (visualization), dan tindakan (action) untuk mempermudah pemahaman. Pada saat FGD, penerapan konsep perancangan pesan ini sangat membantu, salah satunya adalah untuk toolkit buku panduan tata ruang dan pertanahan. Pemilihan warna bagi masing-masing kelompok sasaran, perancangan icon sebagai pesan non-verbal untuk memberi perhatian dan penegasan pada materi-materi tata ruang dan pertanahan sangat memudahkan peserta FGD.
Konsep pemasaran sosial yang mengadopsi konsep pemasaran umum diwujudkan salah satunya adalah dengan membuat toolkit untuk kebutuhan sosialisasi. Dalam konteks perencanaan komunikasi, maka konsep ini merupakan upaya untuk memberikan informasi yang cukup, agar “konsumen” bisa mengambil keputusan dengan pilihan yang rasional. Mckee (1997) mengusulkan istilah baru “komunikasi program” sebagai pengganti pemasaran sosial yang berorientasi pada pemberdayaan, untuk menghindari konotasi manipulatif dan berorientasi profit. Toolkit dalam kajian ini menunjuk pada satu set material diseminasi yang akan dikembangkan untuk kegiatan sosialisasi. Beberapa aplikasi telah dibuat dan diujicobakan dengan selalu melibatkan konsep-konsep lainnya.
Salah satu bagian toolkit yang diujicobakan berbentuk buku yang berisi informasi prioritas pembangunan Bidang TRP yang dibuat secara khusus. Materi di dalamnya merupakan penyederhanaan dan representasi sementara dari beberapa prioritas pembangunan Bidang TRP dalam RPJMN. Meskipun demikian, pembahasannya diperdalam dan disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing kelompok sasaran. Selain materi umum seperti di RPJMN, ada tambahan-tambahan penting untuk memperjelas dan mempertegas isi. Ujicoba yang dilakukan dalam kajian mendapatkan banyak umpan balik, yang berguna untuk perbaikan dan pengembangan di tahapan-tahapan selanjutnya. Hal ini berhubungan dengan kebutuhan informasi yang diharapkan oleh tiap kelompok sasaran.
Penerapan konsep jaringan komunikasi, kegiatan berbasis kemasyarakatan dengan memberdayakan kelompok informasi masyarakat (KIM) untuk penyebaran informasi RPJMN Bidang TRP. Selain KIM jejaring sosial online dapat mengakomodasi konsep jaringan komunikasi ini. Jejaring sosia online membuka peluang untuk menghadirkan “conversation” atau komunikasi yang intens dengan masyarakat secara umum. Pengelolaan yang optimal akan menjadi nilai tersendiri bagi komunikator, dan membantu banyak untuk penyebaran informasi. Dalam kegiatan FGD ada beberapa kelompok kemasyarakatan yang aktif seperti badan keswadayaan masyarakat dan kelompok tani indonesia yang kooperatif dalam kegiatan-kegiatan diseminasi. Kebanyakan mereka sudah sangat aware tentang RPJMN, namun tingkat pemahaman mereka mengenai permasalahan-permasalahan, kebijakan, dan prioritas pembangunan masih rendah. Advokasi media adalah strategi yang juga diterapkan dalam kajian ini. Secara sederhana tuajuan dari strategi ini adalah untuk meningkatkan awareness publik
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 94
mengenai berbagai informasi tata ruang dan pertanahan. Advokasi media strategis dari media berita untuk mengangkat inisiatif kebijakan sosial atau kebijakan publik. Media advokasi dirancang untuk mempengaruhi baik kuantitas dan kualitas pemberitaan media tentang masalah tertentu, cara berita disajikan, dan mempengaruhi cara orang mempersepsikan masalah yang dibicarakan. Kolaborasi advokasi media dengan aktivitas-aktivitas berbasis kemasyarakatan akan sangat mendukung sosialisasi RPJMN Bidang TRP. Dari mini survey yang dilakukan dalam kajian ini, terungkap bahwa sebagian besar masyarakat, 60 sampai dengan 70 persen responden masyarakat jarang mendapatkan informasi tentang soal RPJMN Bidang TRP baik di media cetak maupun media elektronik. Advokasi media dalam kajian ini ditujukan juga untuk pengorganisasian dan mobilisasi masyarakat, dan penyertaan pembuat kebijakan, melalui pemberitaan media, penulisan artikel-artikel dan jurnal-jurnal tentang tata ruang dan pertanahan.
Kajian ini mengungkap hal-hal penting dalam mekanisme pusat-daerah., antara lain kurang memadainya komunikasi pusat dengan daerah berkenaan dengan kegiatan sosialisasi. Kegiatan musrenbang adalah salah satu sarana komunikasi antara pusat-daerah selama ini. Tapi ini disadari tidak mencukupi, dan dari hasil diskusi terungkap bahwa tingkat pengetahuan dan pemahaman terhadap RPJMN Bidang Tata Ruang belum merata di kalangan pemerintah daerah. Terutama dalam hal kebijakan-kebijakan dan payung hukum, dan prosedur-prosedur yang terdapat di dalam RPJMN Bidan TRP. kegiatan-kegiatan seperti dijelaskan di pembahasan sebelumnya perlu lebih ditingkatkan lagi, semisal workshop regional, pelatihan, interview dan diskusi dengan pemerintah dan para perencana. Mekanisme pengawasan oleh lembaga yang terkait pun harus menjadi perhatian penting, agar informasi ini tidak hanya sampai di pemerintah daerah saja, ketika ada informasi-informasi yang seharusnya sampai ke masyarakat.
Pengembangan jaringan komunikasi dengan kalangan akademis. Interaksi dengan kalangan akademis memiliki dua dimensi, yaitu konsultsi dan penyebaan informasi. Dalam diskusi terungkap bahwa keterlibatan dalam proses-proses formulasi dan perencanaan sangat diharapkan oleh mereka. Frekuensi komunikasi dengan kalangan ini hendaknya lebih ditingkatkan dalam berbagai bentuk kerjasama seperti pelatihan, kolaborasi proyek dan penelitian. Diskusi juga membahas agar materi informasi yang disampaikan kepada kalangan akademis adalah materi yang bisa menjadi stimulan untuk membantu pemecahan permasalahan RPJMN Bidang TRP.
Kegiatan berbasis kemasyarakatan adalah strategi yang diajukan dalam kajian ini. Tujuannya adalah untuk melibatkan partisipasi dan pemberdayaan masyarakat, serta satu hal penting yaitu untuk membuat konteks sosial mengenai RPJMN Bidang TRP. Kegiatan berbasis kemasyarakatan masih kurang. Kegiatan-kegiatan komunikasi audio-visual, workshop, diskusi yang melibatkan partisipasi kalangan bisnis, komunitas lokal dan kelompok-kelompok informsi masyarakat lokal sangat diperlukan. Pemilihan media untuk menyampaikan informasi ini beragam, mulai dari media yang bisa dijangkau hingga media-media kreatif semisal penyisipan melalui acara-acara tradisional atau acara hiburan saat ini. Diskusi ini banyak memberi masukan bagi perbaikan kajian strategi sosialisasi.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 95
Bab 5 Kesimpulan dan Rekomendasi
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan umum hasil kajian strategi sosialisasi RPJMN 2010-2014 Bidang TRP
adalah sebagai berikut:
1. Sebagai dokumen publik, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
(RPJMN) 2010-2014 perlu disosialisasikan kepada semua stakeholders terkait
antara lain: pemerintah daerah, perguruan tinggi, organisasi non pemerintah dan
masyarakat.
2. Sosialisasi RPJMN 2010-2014 perlu dilakukan secara efektif dengan memilih
media dan substansi materi sosialisasi yang tepat sesuai dengan kelompok sasaran
sosialisasi (pemerintah daerah, perguruan tinggi, organisasi non pemerintah dan
masyarakat).
5.1.1 Media dan substansi sosialisasi untuk pemda
Media sosialisasi RPJMN 2010-2014 di kalangan Pemda masih sangat terbatas, hanya
instansi yang membutuhkan RPJMN dalam melaksanakan tupoksinya (Bappeda) yang
mengetahui isi RPJMN 2010-2015. Bahkan masih ada kanwil dan kantah BPN yang
belum mengetahui RPJMN. ketidak tahuan mengenai RPJMN disebabkan karena
minimnya sosialisasi RPJMN kepada pemda. Untuk mengenalkan RPJMN 2010-2014
kepada pemda sampai pada level bawah sadar diperlukan sosialisasi RPJMN yang
lebih intensif dan berkelanjutan yang dilakukan secara formal (melalui instansi vertikal)
dan informal (toolkit dan media massa: koran, acara televisi dan radio serta forum
informal).
Subtansi RPJMN 2010-2014 yang diperlukan pemda agar menjadi materi sosialisasi
yang perlu ada dalam toolkit yaitu RPJMN 2010-2014 Bidang TRP dan perlu ditambah
pengantar umum seperti yang telah digunakan oleh Bappenas selama ini yang
memperlihatkan keterkaitan antara RPJPN dengan RPJMN, antara Buku I, II dan III.
Selain itu perlu ditambahkan pula tabel prioritas nasional terkait tata ruang dan
pertanahan. Untuk sosialisasi di daerah, dapat ditambahkan keterkaitan antara RPJMN
dengan RPJMD yang telah disusun oleh pemerintah masing-masing daerah.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 96
5.1.2 Media dan substansi sosialisasi untuk kelompok masyarakat
Media sosialisasi RPJMN 2010-2014 untuk masyarakat perlu disesuaikan dengan
budaya dan karakteristik masyarakat lokal yang sudah umum dikenal masyarakat
lokal. Misalnya dengan menggunakan media yang umum dilihat oleh masyarakat
setempat seperti majalah dinding di tempat umum dan tempat ibadah, pengumuman
melalui tempat-tempat ibadah seperti pengeras suara masjid ataupun karikatur
dengan karakter yang sudah banyak dikenal. Selain itu dapat pula dilakukan teknik
sosialisasi yang mengadopsi sistem kader yang infrastrukturnya sudah tersedia sampai
dengan tingkat Rukun Tetangga (RT).
Subtansi RPJMN 2010-2014 bidang pertanahan yang diperlukan masyarakat agar
menjadi materi sosialisasi dalam toolkit yaitu mengenai hak atas tanah dan prosedur
sertifikasi tanah. Tambahan yang diperlukan adalah mengenai layanan pertanahan
untuk UMKM, nelayan, petani (milik), peserta transmigran, dan Masyarakat
Bepenghasilan Rendah (MBR). Untuk tata ruang, yang diperlukan adalah pengetahuan
tentang cara berpartisipasi dalam perencanaan dan pengendalian pemanfaatan ruang.
Yang paling utama adalah proses pengajuan pendapat dan badan pemerintah daerah
mana yang harus dituju oleh masyarakat yang ingin menyampaikan pendapatnya.
5.1.3 Media dan substansi sosialisasi untuk kelompok perguruan tinggi
Kelompok perguruan tinggi terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok yang bidang
ajarnya berkaitan langsung dengan RPJMN (planologi, geodesi, pertanian, arsitektur,
studi pembangunan dan lingkungan) dan yang tidak berkaitan langsung dengan
RPJMN. Untuk yang tidak berkaitan langsung, materi sosialisasi menggunakan materi
yang sama dengan masyarakat. Media sosialisasi RPJMN yang efektif untuk perguruan
tinggi adalah web site (khususnya perguruan tinggi di Jawa) yang bisa diakses kapan
saja untuk bahan ajar perkuliahan.
Subtansi RPJMN 2010-2014 yang perlu ada di dalam toolkit untuk perguruan tinggi
yaitu permasalahan terkini, data aktual pencapaian beserta target yang ingin dicapai
dalam periode waktu rencana tersebut. Spektrum permasalahan yang dimunculkan
dalam toolkit perlu diperluas misalnya untuk pertanahan tidak hanya mengenai
permasalahan yang terkait dengan BPN saja, melainkan juga permasalahan yang
terkait dengan perpajakan. Untuk bidang tata ruang, perlu pula ditambahkan contoh
integrasi antar rencana melalui musyawarah perencanaan.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 97
Dalam kegiatan kajian strategi sosialisasi RPJMN 2010-2014, perguruan tinggi
mempunyai peran sebagai inovator untuk menemukan inovasi-inovasi dalam
penyelesaian permasalahan-permasalahan pertanahan. Sebagai inovator, perguruan
tinggi diperlukan untuk mempertajam masalah, fakta, target dan stimulasi bagi
masyarakat maupun pemerintah daerah.
5.1.4 Kekurangan dan kelebihan sosialisasi RPJMN saat ini
Kekurangan sosialisasi RPJMN saat ini adalah media sosialisasi yang digunakan dan
materi sosialisasi. Media sosialisasi RPJMN yang ada selama ini menggunakan
template yang terlalu formal, kaku dan digunakan dari tahun ke tahun tidak ada inovasi
(buku RPJMN dan internet). Materi RPJMN yang dosisialisasikan pada masyarakat
umum menggunakan bahasa yang sulit untuk dimengerti, sehingga kurang menarik
bagi masyarakat umum untuk mengetahui RPJMN lebih jauh. Banyaknya materi RPJMN
yang harus diakomodasi menyebabkan buku RPJMN yang dihasilkan sangat tebal dan
jumlahnya cukup banyak sehingga masyarakat umum kurang tertarik untuk membaca.
Sedangkan kelebihan sosialisasi RPJMN saat ini adalah sosialisasi RPJMN dilakukan
pada musrenbangnas dan musrenbangprov yang dilakukan di seluruh Indonesia.
Jaringan informasi formal tersebut dapat diperluas sampai ke desa agar dapat menjadi
media sosialisasi RPJMN yang efektif.
5.1.5 Peran Bappenas dalam sosialisasi RPJMN
Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan mempunyai kewajiban memberikan informasi
atas permintaaan masyarakat (public rights to know). Sejalan dengan perubahan
paradigma di bidang komunikasi, komunikasi tidak lagi dapat dilakukan secara
kasualitas linier (satu arah), tetapi relasional dan transaksional (dua arah). Peran
Bappenas dalam sosialisasi RPJMN diperlukan agar dokumen RPJMN dapat
disampaikan kepada seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Selain itu, Bappenas juga
perlu berperan untuk mendorong agar isi sosialisasi mengenai dokumen RPJMN
disesuaikan dengan target atau objek sosialisasi dan menggunakan cara penyaluran
informasi yang tepat sehingga pesan yang penting dapat tersampaikan dengan baik
kepada kelompok sasaran (pemerintah daerah, masyarakat dan perguruan tinggi).
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 98
5.2 Rekomendasi
Berdasarkan hasil kajian strategi-strategi sosialisasi yang diajukan dapat dipahami
bahwa tiap komponen strategi saling berkaitan satu sama lain untuk mencapai tujuan
yang diinginkan. Prioritas strategi apa yang harus dilaksanakan adalah tergantung
pada tingkat pencapaian tujuan sosialisasi itu sendiri. Kajian ini lebih banyak menelaah
pengembangan strategi untuk meningkatkan awareness dan pemahaman kelompok-
kelompok sasaran terhadap RPJMN Bidang TRP.
Pencapaian tujuan seperti kajian ini bisa dikategorikan sebagai pencapaian hasil awal
yang memang harus menjadi perhatian dan pertimbangan untuk diimplementasikan.
Ini dilakukan melalui rekomendasi penting, yaitu antara lain:
1. Pengembangan identitas komunikator (identitas brand) yang baik, matang dan
konsisten untuk subyek kajian RPJMN tata ruang dan pertanahan. Diharapkan
pengembangan ini bisa dilakukan tidak hanya di direktorat tata ruang dan
pertanahan, akan tetapi merupakan sistem identitas yang bisa diterapkan di
direktorat-direktorat lain di Bappenas, terutama mengenai identitas RPJMN yang
krusial untuk segera mendapat perhatian.
2. Advokasi media adalah aspek penting yang terbukti efektif untuk meningkatkan
awareness. Rekomendasi ini bisa melibatkan kelompok-kelompok sasaran dari
kalangan akademis, pemerintah daerah, dan masyarakat untuk pelaksanaannya.
Seperti disebutkan sebelumnya advokasi media akan mempengaruhi kuantitas dan
kualitas pemberitaan tentang masalah-masalah RPJMN Bidang TRP, serta
mempengaruhi cara orang mempersepsikannya.
3. Pengembangan toolkit yang lengkap, tidak hanya berupa buku informasi RPJMN
Bidang TRP, tapi juga material-material atau aplikasi-aplikasi diseminasi lainnya.
Beberapa sudah dikembangkan selama kajian ini. Pengembangannya akan
bergantung pada pemilihan dan penyebaran media terhadap tiap kelompok
sasaran sosialisasi. Catatan penting mengenai hal ini adalah mengenai relevansi isi
informasi yang harus disesuaikan untuk tiap kelompok sasaran dan pembatasan
terhadap kelompok sasaran potensial, semisal untuk kalangan akademis
difokuskan kepada kalangan perencanaan, ilmu-bumi, geo-informasi, dan studi
pembangunan.
Rekomendasi tersebut akan cukup efektif untuk pencapaian tujuan awal. Langkah
berikutnya adalah tindak lanjut untuk kegiatan-kegiatan sosialisasi yang berbasis
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 99
kemitraan dan kemasyarakatan. Tujuan dari kegiatan-kegiatan ini adalah sebagai
dukungan untuk melibatkan strategi-strategi sebelumnya dalam konteks sosial,
sehingga keberadaanya dalam masyarakat lebih baik lagi. Salah satu contoh nyata dari
rekomendasi ini adalah, usulan untuk memasukan materi-materi RPJMN ke dalam
kurikulum pendidikan adalah salah satu bentuk sosialisasi yang sangat efektif untuk
meningkatkan pengetahuan dan pemahaman masyarakat secara umum.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 100
Daftar Pustaka
Ajzen, I., & Fishbein, M. 1980, Understanding attitudes and predicting social behavior,
Upper Saddle River, New Jersey, Prentice Hall.
Andreasen, AR 1995, Marketing social change, San Francisco, Jossey-Bass.
Andreasen, AR 1997, Challenges for the science and practice of social marketing. In
M.E. Goldberg, M. Fishbein, & S.E. Middlestadt (Eds.), Social
marketing:Theoretical and practical perspectives. Mahwah, NJ: Lawrence
Erlbaum Associates.
Aziz, RG 2006, Analisa efektifitas penyebaran informasi dalam rangka sosialisasi pasar
modal, Jakarta.
Bandura, A 1992, Exercise of personal agency through the self-efficacy mechanism. In
R. Schwarzer (Ed.), Self-efficacy: Thought control of action. Washington, DC.
Hemisphere.
Barbour, RS 2005, ‘Making sense of focus groups’, Medical Education, vol.39, no.7,
pp.742-750.
Basch, CE 1987, ‘Focus group interview: an underutilized research technique for
improving theory and practice in health education’, Health Education Quarterly,
vol.14, no.4, pp.411-448.
Becker, 1974, The health belief model and personal health behavior, Health education
Monographs.
Bender, DE & Ewbank, D 1994, ‘The focus group as a tool for health research: issue in
design and analysis’, Health Transition Review, vol.4, no.1, pp.63-79.
Bernard, B & Morris, J, ed., Reader in public opinion and communication, The Press of
Glencoe, New York.
Bungin, B 2008, Analisis data penelitian kualitatif: pemahaman filosofis dan
metodologis ke arah penguasaan model aplikasi, PT RajaGrafindo Persada,
Jakarta.
Carey, MA 1995, ‘Comments: concerns in the analysis of focus group data’, Qualitative
Health Research, vol.5, pp.487-95.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 101
Coffman, J 2003, Lesson in evaluating communications campaigns, Communication
Consortium, Washington DC.
Day BA dan Monroe, MC 2000, Environmental Education & Communication for a
sustainable world, Academy For Educational Development.
Devito, JA 1978, Communicology: an introduction to the study of communication,
Harper & Row Publisher, New York-London.
Dewey, R dan Humber, WJ 1967, An Introduction to social psychology, London, Collier-
Macmillan.
Dominick, JR 2002, The dynamics of mass comunications, Media in the digital age, 7th
edn., University Of Georgia Athens, McGraw-Hill.
Effendy, OU 1997, Ilmu komunikasi teori dan praktek, PT Remaja Rosda Karya,
Bandung.
Fletcher AD dan Bowers TA 1991, Fundamental of advertising research, 4th edition,
Wadsworth, Inc., United States.
Folch-Lyon, E & Trost, JF 1981, ‘Conducting focus group sessions’, Studies in Family
Planning, vol.12, no.12, pp.443-449.
Hague, P 1993, Interviewing, Kogan Page, London.
Hovland, Carl I., 1953, Social Communication
Knodel, J & Pramualratana, A 1987, ‘Focus group research as a means of demographic
inquiry, Research Report, vol.87, no.106, pp.1-7.
Krueger, RA 1994, Focus groups: a practical guide for applied research, 2nd edn,
Thousand Oaks, California.
Lasswell, HD 1972, The structure and function of communication in society
Littlejohn, SW 1992, Theories of human comunications, 4th edn., Wadsworth
Publishing Company, Belmont California.
Lyengar, S & Kinder, DR 1987, News that matters, Chicago: University of Chicago Press.
Macbride, S 1980, Many voices one world, UNESCO, The Anchor Press Ltd.
McCombs, M & Shaw, DL 1973, The agenda-setting function of the mass media, Public
Opinion Quarterly, 37, 62-75.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 102
Milward, LJ 1995, ‘Focus group’, in GM Breakwell, S Hammind & C Fife-Schaw (ed.),
Research methods in psychology, pp.274-292, Sage, London.
MoneySENSE 2003-2010, http://www.moneysense.gov.sg
Morgan, DL1988, Focus group as qualitative research, Sage, London.
Mulyana, E 2005, Ilmu komunikasi suatu pengantar, PT Remaja Rosda Karya,
Bandung.
Pemerintah Republik Indonesia, Peraturan Presiden Nomor 5 Tahun 2010 tentang
Rencana Pembangunan Jangka Menengah.
Prochaska, JO., DiClemente, CC., & Norcross, JC 1992, In Search of how people
change: applications to addictive behaviors, American Psycologist, 47, 1102-
1114.
Quality 2006-2009, Quality of life in a changing europe, http://www.projectquality.org/
Rakhmat, J 2000, Psikologi komunikasi, PT Remaja Rosda Karya, Bandung.
Ries, Al dan Trout, Jack 2001, Positioning: the battle for your mind, The McGraw-Hill
Companies,Inc., New York.
Rogers, EM dan Storey, JD 1987, Communication campaigns. In CR Berger & SH Chaffe
(Eds.), Handbook of communication science, Newbury Park, Sage.
Ross, RS 1974, Persuasion: communication and interpersonal relations, Eaglewood
Clifs, Prentice-Hall Inc.
Ross, RS 1974, Persuasion: Communication and interpersonal relations, Eaglewood
Clifs, Prentice-Hall, Inc.
Ruditio, B dan Famiola, M 2008, Social mapping, metode pemetaan sosial, Rekayasa
Sains, Bandung.
Schramm, Wilbur dan Donald, F 1971, The process and effects of mass
communication, University of Illinois Press, Urbana Chicago-London.
Severin, WJ dan Tankard, JW Jr 1979, Communication theories, origins, methods, uses,
Hastings House Publisher, New York.
Sim, J & Snell, J 1996, ‘Focus group in physiotherapy evaluation and research’,
Physiotherapy, vol.82, pp.189-98.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 103
Sim, J 1998, ‘Collecting and analysing qualitative data: issues raised by the focus
group’, Journal of Advanced Nursing, vol.28, no.2, pp.345-52.
Spradley, JP 1980, Participant observer, Holt Rinehart and Winston.
Stewart, DW & Shandasani, PN 1990, Focus groups: theory and practice, Sage,
Newbury Park.
Treno, AJ dan Holder, HD 1997a, Community mobilization: evaluation of environmental
approach to local action, Addiction, 92, S173-S187.
Treno, AJ dan Holder, HD 1997b, Community mobilization, organizing, and media
advocacy: A discussion of methodological issues, Evaluation Review, 21(2), 166-
190.
Treno, AJ., Breed, L., Holder, H., Roeper, P., Thomas, B.A., & Gruenewald, PJ 1996,
Evaluation of media advocacy efforts within a community trial to reduce alcohol
involved injury, Evaluation Review, 20(4), 404-423.
Tversky, A & Kahneman, D 1981, The framing of decisions and psychology of choice.
Science, 211, 453-458.
Twinn, S 1998, ‘An analysis of the effectiveness of focus groups as a method of
qualitative data collection with Chinese population in nursing research’, Journal of
Advanced Nursing, vol.28, no.3, pp.654-61.
Venus, A 2004, Manajemen kampanye panduan teoritis dan praktis dalam
mengefektifkan kampanye komunikasi, Simbiosa Rekatama Media, Bandung.
Ward, VM, Bertrand, JT & Brown, LF 1991, `The comparability of focus group and
survey results: three case studies', Evaluation Review, vol.15, no.2, pp.266-83.
Wilbur Schramm, Mass communication, University of Illinois Press, Urbana-Chicago.
Wilmshurst, John 1993, The fundamental of advertising, Butterworth Heinemann Ltd.
Kajian Strategi Sosialisasi Kebijakan Pembangunan Jangka Menengah Bidang Tata Ruang dan Pertanahan 104
Lampiran
a. Survey
a. Kuesioner – Bappenas
b. Hasil survey – TA
b. FGD
a. Toolkit – TA
b. Presentasi – Bappenas
c. Notulensi FGD –Bappenas dan TA
d. Foto – Bappenas
e. Rekaman video dalam DVD – Bappenas
f. Undangan – Bappenas v
g. Daftar hadir – Bappenas v
c. Diseminasi
a. Presentasi – Bappenas
b. Notulensi diseminasi – Bappenas dan TA
c. Foto – Bappenas
d. Rekaman video dalam DVD – Bappenas
e. Undangan – Bappenas v
f. Daftar hadir – Bappenas v