kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

81
WORKING PAPER KAJIAN STRATEGI PENGUATAN KLASTER UNTUK MENDUKUNG PASOKAN KOMODITAS VOLATILE FOODS Yunita Resmi Sari Noviarsano Manullang Nurchair Farliani Melia Oktarina Fauzan Rahman Akhmad Jaeroni Chaikal Nuryakin Hamdan Bintara 2015 WP/8/2015 Kesimpulan, pendapat, dan pandangan yang disampaikan oleh penulis dalam paper ini merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan penulis dan bukan merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan resmi Bank Indonesia.

Transcript of kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

Page 1: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

WORKING PAPER

KAJIAN STRATEGI PENGUATAN KLASTER UNTUK MENDUKUNG PASOKAN KOMODITAS

VOLATILE FOODS

Yunita Resmi Sari Noviarsano Manullang

Nurchair Farliani Melia Oktarina

Fauzan Rahman Akhmad Jaeroni Chaikal Nuryakin Hamdan Bintara

2015

WP/8/2015

Kesimpulan, pendapat, dan pandangan yang disampaikan oleh penulis dalam paper ini merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan penulis

dan bukan merupakan kesimpulan, pendapat, dan pandangan resmi Bank

Indonesia.

Page 2: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

1

KAJIAN STRATEGI PENGUATAN KLASTER UNTUK MENDUKUNG PASOKAN KOMODITAS VOLATILE FOODS

Yunita Resmi Sari, Noviarsano Manullang, Nurchair Farliani, Melia Oktarina, Fauzan Rahman, Akhmad Jaeroni, Chaikal Nuryakin,

Hamdan Bintara

Abstrak

Penyumbang utama inflasi berasal dari komoditas volatile foods yang pergerakan harganya sangat dipengaruhi oleh faktor musim. Pasokan komoditas bahan pangan tersebut dipengaruhi oleh gangguan produksi, distribusi, atau kebijakan pemerintah. Gangguan pada produksi menyebabkan pasokan komoditas yang tidak mencukupi jumlah permintaan. Program pengembangan klaster menjadi bentuk keikutsertaan Bank Indonesia untuk menjaga sisi penawaran untuk menjaga pergerakan harga kelompok bahan makanan. Kehadiran klaster diharapkan dapat meningkatkan produktivitas dari komoditas dengan mengelola klaster menggunakan pendekatan rantai nilai (value chain). Kajian dilakukan untuk mengetahui

dan meningkatkan peran klaster dalam mendukung pasokan dan mengendalikan harga komoditas volatile foods. Kajian dilakukan di klaster

dua komoditas di enam daerah, yaitu tiga daerah untuk komoditi cabai (Kabupaten Jember-Jawa Timur, Kabupaten Minahasa-Sulawesi Utara, dan Kabupaten Tanah Datar-Sumatera Barat) dan tiga daerah untuk komoditi bawang merah (Kabupaten Majalengka-Jawa Barat, Kota Palangkaraya-Kalimantan Tengah, dan Kabupaten Simalungun-Sumatera Utara). Kajian ini menggunakan beberapa alat analisis, yaitu wawancara mendalam dengan stakeholders klaster, analytical hierarchy process (AHP), dan analisis SWOT. Secara nasional terjadi surplus produksi cabai terhadap konsumsi. Namun, sulit memanfaatkan kondisi surplus di tingkat nasional untuk stabilitas harga di daerah pusat konsumsi karena cabai bersifat perishable,

sedangkan preferensi konsumsi terhadap cabai dalam bentuk segar. Gejolak harga cabai lebih ditentukan oleh jauhnya lokasi produsen dan konsumen dan faktor musiman permintaan. Pembentukan harga rata-rata nasional cabai relatif didorong oleh fundamental current production dan consumption yang sifatnya mingguan bahkan harian. Untuk komoditas bawang merah, secara nasional mengalami surplus, tetapi masih terjadi lonjakan harga pada waktu tertentu. Hal itu disebabkan sentra produksi bawang merah relatif tidak merata dan hanya berpusat di Jawa dan NTB. Selain itu, permintaan bawang merah relatif tidak memiliki lonjakan musiman yang tinggi jika dibandingkan dengan cabai.

Key word : volatile foods, harga pangan

JEL Classification : Q00, Q11

Page 3: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

2

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bank Indonesia memiliki tugas untuk memenuhi target atau sasaran inflasi,

sebagaimana tertuang pada Pasal 7 Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang

Bank Indonesia sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang No. 3 Tahun

2004. Dalam melaksanaan tugas tersebut, Bank Indonesia berkoordinasi dengan

Pemerintah.

Berdasarkan data perbandingan target dan aktual inflasi tahun 2010 s.d. 2015

(Bank Indonesia, 2015), secara umum terdapat deviasi antara target inflasi yang

telah ditetapkan dan inflasi yang terjadi. Tabel 1 menunjukkan data inflasi yang

ditargetkan beserta inflasi aktual dari 2010 s.d. 2015.

Tabel 1. Perbandingan Target Inflasi dan Aktual Inflasi

Tahun Target Inflasi Inflasi Aktual

(%, yoy)

2010 5+1% 6,96

2011 5+1% 3,79

2012 4.5+1% 4,30

2013 4.5+1% 8,38

2014* 4.5+1% 8,36

2015* 4+1% 3,35

Sumber: Bank Indonesia, 2015

Keterangan: *) berdasarkan PMK No.66/PMK.011/2012

tanggal 30 April 2012

Adanya kesenjangan antara target dan inflasi aktual memicu Bank Indonesia

untuk terus menyempurnakan instrumen pengendalian inflasi. Formulasi kebijakan

moneter yang tepat dibutuhkan untuk mengendalikan inflasi ke level yang

diinginkan.

Secara historis, penyumbang utama inflasi berasal dari komoditas volatile

foods yang pergerakan harganya sangat dipengaruhi oleh faktor musim. Tekanan

pergerakan harga pada kelompok volatile foods lebih dipicu oleh supply shocks,

sedangkan permintaan komoditas cenderung stabil karena merupakan kebutuhan

pokok (Prastowo, Nugroho dkk., 2008).

Page 4: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

3

Sisi penawaran pada komoditas bahan pangan tersebut dipengaruhi, baik

oleh gangguan produksi, distribusi, maupun kebijakan pemerintah. Gangguan pada

produksi menyebabkan pasokan komoditas yang tidak mencukupi permintaan.

Produksi komoditas sangat tergantung pada cuaca. Komoditas bahan pangan juga

mempunyai sifat perishable (mudah rusak). Efisiensi kegiatan distribusi dipengaruhi

oleh panjang mata rantai distribusi dan margin keuntungan yang ditetapkan oleh

setiap mata rantai distribusi serta kondisi sektor transportasi. Gangguan terhadap

kegiatan distribusi dapat memicu kelangkaan komoditas. Sementara itu, kebijakan

pemerintah dalam hal penetapan harga (administered prices) untuk komoditas,

seperti BBM, tarif listrik, dan tarif angkutan dapat menggerakkan harga komoditas,

khususnya komoditas perishable serta dapat mempengaruhi ekspektasi inflasi

masyarakat.

Program pengembangan klaster menjadi bentuk keikutsertaan Bank

Indonesia dalam menjaga sisi penawaran. Pendekatan klaster merupakan suatu

kegiatan pengelompokan industri inti yang saling terkait, baik industri pendukung,

infrastruktur, jasa penunjang, insfrastruktur informasi dan teknologi, sumber daya

alam, maupun lembaga terkait (PRES, 2013). Kehadiran klaster diharapkan dapat

meningkatkan produktivitas dari komoditas dengan mengelola klaster dengan

pendekatan value chain (rantai nilai). Hasil penguatan peran klaster diharapkan

mampu mendukung peningkatan pasokan komoditas di daerah. Peningkatan

pasokan diharapkan menjaga kestabilan harga komoditas. Dalam jangka panjang,

diharapkan sumbangan inflasi dari komoditas volatile foods dapat lebih terkendali.

Program klaster diawali oleh Bank Indonesia sejak tahun 2007. Hingga akhir

2015 Bank Indonesia telah mengembangkan lebih dari 100 klaster di hampir semua

Kantor Perwakilan (KPw) Bank Indonesia. Komoditas yang didukung meliputi

komoditas di sektor pertanian, peternakan, kehutanan, perikanan, dan industri

pengolahan. Pengembangan klaster sejak tahun 2014 difokuskan pada klaster

komoditas yang mendukung ketahanan pangan yang berkontribusi dalam inflasi

atau produk unggulan yang memiliki kontribusi dalam perekonomian. Berdasarkan

data komoditas kelompok volatile foods, lima komoditas utama penyumbang

terbesar inflasi dalam lima tahun terakhir adalah beras, bawang merah, cabai

merah, daging sapi, dan bawang putih (DKEM BI, 2014).

Page 5: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

4

1.2 Identifikasi dan Perumusan Masalah

Dalam rangka meningkatkan peran klaster untuk mendukung pasokan dan

pengendalian harga komoditas volatile foods, dilakukan kajian mengenai strategi

guna menguatkan peran klaster dalam mendukung ketersediaan pasokan

komoditas dengan share tertinggi terhadap inflasi.

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan kajian ini adalah

(1) menganalisis kondisi dan peran klaster dalam mendukung pasokan komoditas

volatile foods sebagai upaya pengendalian harga; dan

(2) merekomendasi strategi penguatan klaster dalam rangka mendukung pasokan

komoditas volatile foods sebagai upaya pengendalian harga.

Page 6: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

5

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Inflasi

Terjadinya peningkatan tingkat harga pada level agregat dalam perekonomian

secara terus menerus merupakan definisi inflasi berdasarkan Blanchard (2004).

Dengan mengacu pada teori ekonomi Neo-Keynesian dalam Gordon (1997), salah

satu pendekatan determinan inflasi di Indonesia dapat dijelaskan melalui konsep

inflasi penawaran (cost-push inflation) atau lazim disebut supply-shock inflation,

yaitu inflasi yang disebabkan oleh kenaikan pada biaya produksi atau biaya

pengadaan barang dan jasa. Adanya guncangan pada penawaran (cost push shock)

akan bertransmisi melalui rantai produksi dan akan mempengaruhi harga jual

barang (Bloch, 2004).

BPS memublikasikan pengelompokan inflasi yang disebut disagregasi inflasi,

yang terdiri atas inflasi inti, inflasi administered price, dan inflasi volatile food. Inflasi

inti (core inflation) adalah inflasi barang atau jasa yang perkembangan harganya

dipengaruhi oleh perkembangan ekonomi secara umum (faktor-faktor fundamental

seperti ekspektasi inflasi, nilai tukar, dan keseimbangan permintaan dan penawaran

agregat) yang akan berdampak pada perubahan harga-harga secara umum dan lebih

bersifat permanen dan persistent. Inflasi administered (administered price) adalah

inflasi barang atau jasa yang perkembangan harganya secara umum diatur

pemerintah. Adapun inflasi volatile foods yaitu inflasi yang dominan dipengaruhi

oleh kejutan (shocks ) dalam kelompok bahan makanan seperti panen, gangguan

alam, faktor perkembangan harga komoditas pangan domestik, atau perkembangan

harga komoditas pangan internasional (BPS).

2.2 Permasalahan Komoditas Cabai dan Bawang Merah

Cabai dan bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran penting

dan bernilai ekonomis tinggi di Indonesia. Cabai memiliki sifat mudah rusak

(perishable) dan musiman (seasonal) yang bergantung pada iklim yang membuat

cabai tidak dapat ditanam dan dipanen sepanjang tahun. Sifat musiman inilah yang

menyebabkan komoditas ini berlimpah pada musim panen sehingga harga jualnya

merosot, sedangkan harga cabai melonjak ketika pasokannya terbatas.

Page 7: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

6

Bawang merah memiliki permasalahan pada sumber daya, teknologi

pemilihan lahan serta alih fungsi lahan. Beberapa lahan di sentra produksi di Jawa,

khususnya Cirebon, telah mengalami degradasi hara. Kurang optimalnya sarana

produksi yang mencakup varietas bibit, pupuk, serta penyiraman turut menambah

kurang optimalnya produksi bawang merah.

Permasalahan di off-farm yang sering terjadi adalah adanya hambatan

transportasi dan distribusi, seperti kerusakan jalan dan gangguan penyeberangan

antarpulau. Produk di sentra produksi tidak dapat segera dikirim ke daerah

pemasaran sehingga terjadi penumpukan hasil yang mengakibatkan turunnya

harga di tingkat produsen serta meningkatnya kerugian akibat sebagian komoditas

mengalami kerusakan. Selain itu, para petani merugi karena harga yang diterima

petani dikendalikan oleh para pedagang yang memiliki kekuatan besar.

Berdasarkan karakteristiknya, bawang merah dan cabai tergolong dalam

komoditas volatile foods yang sering menjadi kontributor utama penyebab inflasi

volatile foods.

2.3 Klaster

Klaster adalah beberapa perusahaan secara bersamaan bersaing dan

berkolaborasi untuk mendapatkan keuntungan ekonomi (Porter, 1990 dalam Boja,

2011). Keberadaan klaster akan membawa dampak dan hasil positif, seperti

mengurangi biaya, waktu, dan transportasi. Juga terdapat konsentrasi tenaga kerja

yang telah terspesialisasi dan kemudahan pertukaran informasi (Marshall 1890 dan

Krugman 1991 dalam Boja 2011).

Porter (1998) dalam Kuah (2002) menyebutkan bahwa klaster secara tidak

langsung mampu mempengaruhi kompetisi dan menciptakan keunggulan

kompetitif, melalui peningkatan produktivitas perusahaan yang berbasis klaster,

inovasi yang lebih terarah dan peningkatan kecepatan inovasi dalam mendukung

pertumbuhan produktivitas, serta dorongan terbentuknya bisnis baru yang

nantinya akan mengembangkan dan memperkuat klaster serta memberi umpan

balik yang positif. Selain itu, Kuah (2002) juga menyimpulkan bahwa klaster akan

membawa eksternalitas positif dari sisi konsumen. Dengan letak perusahaan yang

berdekatan satu sama lain, pelanggan potensial dapat mengurangi biaya pencarian

dalam rangka membandingkan harga dan kualitas. Dalam hal ini, reputasi dari

Page 8: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

7

klaster, baik dari segi kualitas maupun inovasi yang akan membuat konsumen

menjadi seorang pelanggan.

Tabel 2. Cost and Benefit Analysis of Locating in Cluster

SISI PERMINTAAN SISI PENAWARAN

MANFAAT 1. Kedekatan dengan konsumen 2. Mengurangi biaya pencarian

dari konsumen 3. Eksternalitas informasi 4. Reputasi

1. Efek spillover pengetahuan 2. Tenaga kerja yang

terspesialisasi 3. Keuntungan infrastruktur

4. Eksternalitas informasi

BIAYA Kompetisi di pasar output Kompetisi di pasar input (lahan dan tenaga kerja)

Sumber: Swann et al. (1998) dalam Kuah (2002)

Solvell (2008) dan Sovell et al. (2003) dalam Boja (2011) mencoba

mendefinisikan model klaster yang berbeda. Klaster di sini dibangun di sekitar para

pelaku yang keputusan dan tindakannya mempengaruhi perkembangan klaster.

Para pelaku klaster yang dimaksud adalah pemerintah (baik pusat maupun lokal),

sistem keuangan, sistem pendidikan dan penelitian, usaha kecil dan menengah

(baik publik maupun privat), lembaga nonpemerintah, serta saluran media.

Sumber: Solvell (2008) dalam Boja (2011)

Gambar 1. Model Klaster Faktor

Klaster juga merupakan bentuk jaringan yang terbentuk berdasarkan lokasi

geografis. Kedekatan antarperusahaan dan antarlembaga memastikan kesamaan

ClusterGovernment and Public Structure

Business Environment

MediaEducation and

Research

Organization for Promotion

and Collaboration

Financial System

Page 9: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

8

tertentu sehingga mampu meningkatkan frekuensi dan dampak positif dari

komunikasi dan interaksi. Di Indonesia klaster secara alamiah terbentuk dari

aktivitas tradisional dari komunitas lokal yang secara spesifik memproduksi

komoditas tertentu. Berdasarkan keuntungan komparatif dari produk yang dibuat,

pelaku usaha dapat memanfaatkan kelebihan barang mentah dan tenaga kerja lokal

yang tersedia untuk lebih berkembang, sebagai contoh beberapa pengusaha batik

yang bergabung dengan klaster-klaster di beberapa daerah di pulau Jawa

(Tambunan, 2006). Selain itu, pengelompokan produsen furnitur rotan di desa

Tegalwangi, Jawa Barat mempu menciptakan satelit-satelit kegiatan industri skala

kecil di desa tetangga (Smyth, 1992 dalam Tambunan, 2006). Produsen furnitur

kayu di Jepara, Jawa Tengah yang membentuk klaster furnitur telah tumbuh dari

tahun 1980 dan mampu mentransformasi kota tersebut menjadi pusat komersial

yang berkembang (Schiller dan Martin-Schiller, 1997 dalam Tambunan, 2006).

PRES (2013) menyebutkan bahwa permasalahan klaster, antara lain, adalah

keterbatasan modal, sumber daya manusia, pemanfaatan kredit yang tidak sesuai,

dan keterbatasan infrastruktur. Keberhasilan pengembangan ekonomi berdasarkan

klaster perlu didukung pihak pengambil kebijakan yang terkait. Pemerintah

bukanlah satu-satunya pemain kunci dalam pengembangan klaster, tetapi

pemerintah memiliki peran penting. Peran yang dimaksud dalam kesuksesan

pengembangan klaster, antara lain, adalah pengambilan kebijakan yang

mendukung kebijakan ekonomi (pendidikan, pasar tenaga kerja, dan peraturan

persaingan), menjadi fasilitator, serta kebijakan pengaturan subsidi (Ketels dan

Memedovic, 2008).

Page 10: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

9

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup

Penelitian ini mencakup hal-hal sebagai berikut.

1. Literature review tentang inflasi, terutama yang diakibatkan oleh volatile foods.

Faktor yang mempengaruhi harga volatile foods, antara lain ialah pola distribusi

dan struktur pasar dari komoditas volatile foods; kebijakan dan strategi

pemerintah terkait, terutama komoditas volatile foods; serta perkembangan impor

komoditas volatile foods.

2. Klaster yang akan dikaji adalah klaster ketahanan pangan untuk komoditas

volatile foods, yaitu komoditas cabai dan bawang merah.

3. Kajian akan difokuskan pada sampel klaster yang mewakili wilayah komoditi

cabai merah atau bawang merah. Wilayah yang dipilih juga mewakili daerah yang

merupakan sentra produksi ataupun bukan merupakan sentra produksi

komoditas cabai dan bawang merah.

4. Analisis strategi penguatan klaster mencakup antara lain:

(a) analisis karakter inflasi di daerah sampel, terutama komoditi cabai dan

bawang merah, antara lain pola dan penyebabnya yang dikaitkan dengan

pasokan komoditi tersebut di KPw BI sampel;

(b) analisis kondisi klaster di daerah sampel, antara lain, meliputi (i) aspek

produksi (jumlah produksi, ketersediaan bahan baku, dan teknologi yang

dipakai) dan aspek pasar (distribusi dalam/luar klaster, pemasaran produk,

persaingan, dan peluang pasar); (ii) pengaruh atau dampak klaster terhadap

harga komoditas; (iii) kebijakan dan program terkait di daerah KPw BI sampel;

dan (iv) aspek lingkungan eksternal meliputi sosial dan ekonomi, kebijakan

pemerintah, serta kondisi infrastruktur dan sarana transportasi; dan

(c) identifikasi kendala dan kondisi yang tidak mendukung yang dihadapi di tiap-

tiap KPw BI sampel, identifikasi kondisi yang mendukung peningkatan

pasokan komoditas di dalam klaster (FGD), identifikasi strategi dan upaya

penguatan yang dilakukan (SWOT), serta peran klaster dalam strategi

tersebut. Setelah itu, dilakukan pemilihan atau penyusunan prioritas

dilakukan dengan suatu prosedur yang logis dan terstruktur (AHP).

Page 11: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

10

Gambar 2. Diagram Alur Proses Strategi Penguatan Klaster

3.2 Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pengumpulan data

dilakukan dengan cara sebagai berikut.

a. Data primer diperoleh dari penyebaran kuesioner, wawancara mendalam, dan

pelaksanaan focus group discussion (FGD) dengan stakeholders, antara lain KPw

BI pelaksana program klaster, tenaga ahli klaster, pelaku klaster a.l. petani,

petugas pendamping/PPL, tokoh klaster terkait, dan akademisi. FGD bertujuan

untuk memperoleh masukan ataupun informasi mengenai aspek produksi

(jumlah produksi, ketersediaan bahan baku, dan teknologi yang dipakai) dan

aspek pasar (distribusi dalam/luar klaster, pemasaran produk, persaingan dan

peluang pasar), pengaruh atau dampak klaster terhadap harga komoditas, aspek

lingkungan eksternal meliputi sosial dan ekonomi, kebijakan pemerintah, serta

informasi-informasi lain yang mendukung tercapainya tujuan penelitian.

b. Data sekunder diperoleh dari studi literatur, data dan informasi dari data internal

Bank Indonesia, stakeholders pelaksana program klaster, kementerian/ dinas

terkait, pihak swasta, lembaga, dll.

Sementara, metode analisis antara lain terdiri atas

a. SWOT (strength-weakness–opportunity-threat) untuk mengidentifikasi berbagai

faktor secara sistematis guna merumuskan strategi penguatan klaster. Analisis

ini didasarkan pada hubungan atau interaksi antara unsur-unsur internal di

dalam kondisi klaster, yang meliputi kekuatan dan kelemahan, terhadap unsur-

unsur eksternal di luar kondisi klaster yaitu meliputi peluang dan ancaman.

b. Analisis strategi penguatan yang perlu dilakukan untuk tiap-tiap kondisi klaster

(sentra atau nonsentra). Hal itu dapat dilakukan berdasarkan rekomendasi para

ahli dengan menggunakan metode analytic hierarchy process (AHP) atau

menggunakan metode lain yang sesuai.

Page 12: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

11

3.3 Metode Sampling

Metode pengambilan daerah penelitian dilakukan secara sengaja (purposive

sampling) dengan mempertimbangkan kondisi setiap daerah yang berbeda

karakteristik inflasi dan klasternya. Wilayah klaster yang dipilih merupakan sentra

dan nonsentra yang mampu menjaga inflasi dengan cukup stabil. Wilayah sampel

meliputi klaster di enam daerah, yaitu sebagai berikut.

1. Kabupaten Jember, Jawa Timur, yaitu klaster cabai merah yang merupakan

daerah sentra produksi.

2. Kabupaten Majalengka, Jawa Barat, yaitu pengembangan klaster bawang merah

di Cirebon, Jawa Barat (daerah nonsentra).

3. Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara, yaitu klaster cabai rawit yang merupakan

daerah sentra produksi.

4. Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah, yaitu klaster bawang merah yang baru

dikembangkan (daerah non sentra).

5. Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara, yaitu klaster bawang merah yang

merupakan daerah sentra produksi.

6. Kabupaten Tanah Datar, Sumatera Barat, yaitu klaster cabai yang merupakan

daerah sentra produksi.

3.4 Analytic Hierarchy Process (AHP)

Analytic hierarchy process (AHP) adalah metode pengambilan keputusan

dengan cara memecah suatu masalah yang kompleks dan tidak terstruktur ke

dalam kelompok-kelompok dan mengaturnya ke dalam suatu hierarki. Metode AHP

dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan program urusan di pemerintahan.

Dalam mengisi matriks yang perlu dilakukan adalah membandingkan

pengaruh atau tingkat kepentingan elemen-elemen pada setiap level pertanyaan

dengan menggunakan nilai skala seperti yang dijelaskan dalam bagian selanjutnya.

AHP dilakukan dengan membandingkan satu variabel dengan variabel lain,

misalnya adalah sebagai berikut.

a. Penilaian terhadap elemen-elemen permasalahan setiap level yang sedang diteliti

prioritasnya dalam menganalisis kondisi dan peran klaster dalam mendukung

pasokan komoditas volatile foods sebagai upaya pengendalian harga dinyatakan

secara numerik dengan skala angka 1 sampai dengan 9.

Page 13: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

12

b. Angka-angka tersebut menunjukkan suatu perbandingan dari dua elemen

pernyataan dengan skala kuantitatif 1 sampai dengan 9. Untuk menilai

perbandingan tingkat intensitas kepentingan suatu elemen terhadap elemen yang

lain digunakan kriteria sebagai berikut.

Intensitas Kepentingan

Keterangan/Definisi Verbal

Penjelasan

1 Sama pentingnya (equal importance)

Dua elemen mempunyai pengaruh yang sama besar terhadap tujuan.

3 Sedikit lebih penting (moderate importance)

Pengalaman dan penilaian sedikit

menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya.

5 Lebih penting

(essential / strong importance)

Pengalaman dan penilaian sangat kuat menyokong satu elemen dibandingkan elemen lainnya.

7 Jelas lebih penting

(very strong importance) Satu elemen yang kuat disokong dan dominan terlihat dalam praktik.

9 Mutlak sangat penting (extreme importance)

Bukti yang mendukung elemen yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan.

2, 4, 6, 8 Nilai-nilai di antara dua nilai pertimbangan yang

berdekatan

Nilai ini diberikan bila ada dua kompromi di antara dua pilihan.

c. Dalam penilaian kepentingan relatif dua elemen, berlaku aksioma reciprocal.

Artinya adalah jika elemen i (kolom 1) diberi nilai 5 kali lebih penting dibanding

dengan elemen j, elemen j harus sama dengan 1/5 kali lebih penting dibanding

elemen i.

d. Jika elemen pada kolom 1 (sebelah kiri) lebih penting daripada elemen kolom 2

(sebelah kanan), nilai perbandingan itu diisikan pada kolom 1 dan jika sebaliknya

diisikan pada kolom 2.

Di dalam AHP dikenal sebuah istilah, yaitu inkonsistensi. Inkonsistensi

adalah nilai ketidakkonsistenan yang disebabkan oleh kesalahan perhitungan,

kurangnya informasi, kurangnya konsentrasi pada saat pengambilan data, dan

kemungkinan pada keadaan dunia nyata yang selalu berubah. AHP mengizinkan

terjadinya inkonsistensi dengan batas nilai maksimum sebesar 10%.

Page 14: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

13

3.5 SWOT

Secara umum SWOT adalah salah satu alat untuk menganalisis lingkungan

internal atau eksternal untuk merumuskan strategi apa yang akan digunakan oleh

suatu organisasi. Namun, untuk tujuan analisis, komponen SWOT tersebut dapat

diartikan sebagai berikut.

a. Faktor Internal

Faktor internal merupakan faktor-faktor yang berasal dari internal klaster atau

dapat dikontrol oleh klaster.

1) Strength (kekuatan) adalah sumber (resource), skill, dan faktor-faktor lain

yang secara relatif lebih unggul yang dimiliki oleh daerah survei. Contoh:

akses permodalan atau manajemen yang baik.

2) Weakness (kelemahan) adalah keterbatasan atau kekurangan dalam

sumber, skill, dan faktor-faktor lain yang secara serius menghambat

kinerja/produktivitas klaster. Contoh: penelitian pengembangan, budaya

wirausaha.

b. Faktor Eksternal

Faktor eksternal merupakan faktor-faktor yang berada di luar klaster yang tidak

dapat dikontrol secara langsung oleh klaster.

1) Opportunity (kesempatan) adalah situasi dominan yang menguntungkan

yang terdapat pada lingkungan klaster. Contoh: peraturan perundang-

undangaan, dan dukungan Pemda dalam pengembangan klaster.

2) Threat (hambatan) adalah situasi dominan pada klaster yang tidak

menguntungkan untuk mempengaruhi pasokan atau stabilitas harga.

Contoh: infrastruktur yang tidak memadai dan kompetisi dengan dengan

komoditas yang lain.

Analisis SWOT ini selanjutnya akan digunakan sebagai alat bantu untuk

merumuskan strategi yang tepat terhadap penguatan klaster dalam meningkatkan

pasokan yang berdampak pada stabilisasi harga di kabupaten tersebut. Dalam

penelitian ini kuesioner SWOT berisi dua tabel utama, yaitu penilaian tentang

kondisi saat ini dan urgensi pembangunan/penanganan ke depan berkaitan dengan

permasalahan subbidang/faktor dengan lebih spesifik. Untuk itu, setiap subbidang

Page 15: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

14

dibagi dalam dua katagori, yaitu internal (untuk mendapatkan strength dan

weakness) serta eksternal (untuk mendapatkan opportunity dan threat).

1. Penilaian skor, yaitu penilaian pada potensi maupun capaian hasil pada saat ini

serta capaian yang diharapkan pada lima tahun ke depan. Penilaian responden 1

sampai dengan 8 dengan penjelasan:

angka 1 = mutlak sangat kurang

angka 2 = amat sangat kurang

angka 3 = sangat kurang

angka 4 = kurang

angka 5 = baik

angka 6 = sangat baik

angka 7 = amat sangat baik

angka 8 = mutlak sangat baik

2. Penilaian urgensi, yaitu penilaian terhadap tingkat urgensi faktor tersebut untuk

ditangani. Penilaian ini berhubungan dengan skala prioritas di dalam

menyelesaikan persoalan-persoalan pembangunan yang tercermin melalui faktor-

faktor tersebut.

angka 1 = tidak urgen

angka 2 = agak urgen

angka 3 = urgen

angka 4 = sangat urgen

Hasil dari kuesioner tersebut adalah angka/kuantitatif. Setiap pertanyaan

yang dijawab oleh responden dalam bentuk skala akan dihitung sehingga diperoleh

klaster masing-masing. Tiap skala akan diformulasikan ke dalam sebuah strategi

penguatan klaster. Setelah itu, kita akan melihat kuadran hasil pengolahan dengan

menghitung jumlah setiap skor yang telah dikalikan dengan tingkat urgensinya.

Kuadran inilah yang berfungsi sebagai peta dari strategi penguatan klaster.

Selanjutnya dibuat matriks SWOT berdasarkan kekuatan dan kelemahan dengan

kesempatan dan hambatan. Berdasarkan kuadran dan matriks SWOT tersebut kita

dapat menentukan rumusan strategi penguatan klaster.

Page 16: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

15

3.6 Dekomposisi Time Series

Untuk melakukan estimasi terhadap kebutuhan pasokan dalam

mempertahankan kestabilan harga, digunakan metode dekomposisi time series.

Metode ini sangat cocok digunakan untuk variabel atau data dengan pola

pergerakan musim yang kuat seperti pola produksi pertanian atau perkebunan yang

memiliki musim panen.

Prinsip dasar metode dekomposisi deret waktu adalah mendekomposisi

(memecah) data deret waktu menjadi beberapa pola dan mengidentifikasi tiap-tiap

komponen dari deret waktu tersebut secara terpisah. Pemisahan ini dilakukan

untuk membantu meningkatkan ketepatan peramalan dan membantu pemahaman

atas perilaku data deret waktu secara lebih baik.

Metode dekomposisi dilandasi oleh asumsi bahwa data yang ada merupakan

gabungan dari beberapa komponen,

Data = pola + tidak berpola (irregularities)

= f (tren, siklus, musiman) + kesalahan

Dalam estimasi komponen tidak berpola atau komponen acak akan diwakili

oleh residual, yaitu perbedaan dari kombinasi estimasi komponen tren, siklus, dan

musiman dengan data sebenarnya. Asumsi di atas mengandung pengertian bahwa

terdapat empat komponen yang mempengaruhi suatu deret waktu, yaitu tiga

komponen yang dapat diidentifikasi karena memiliki pola tertentu, yaitu tren, siklus,

dan musiman, serta komponen acak yang tidak dapat diprediksi karena tidak

memiliki pola yang sistematis dan mempunyai gerakan yang tidak beraturan (Awat,

1990).

Komponen tren adalah kecenderungan gerak naik atau turun pada data yang

terjadi dalam jangka panjang. Variasi musim adalah gerak naik dan turun yang

terjadi secara periodik (berulang dalam selang waktu yang sama). Komponen siklus

adalah perubahan gelombang pasang surut yang berulang kembali dalam waktu

yang cukup lama, misalnya 10 tahun, kuartal ke-20, dan lain-lain. Komponen acak

(random) adalah gerakan yang tidak teratur, terjadi secara tiba-tiba, dan sulit untuk

diramalkan. Gerakan tersebut dapat timbul sebagai akibat adanya peperangan,

bencana alam, atau krisis moneter.

Dengan asumsi multiplikatif tersebut, komponen dekomposisi dapat

direpresentasikan dengan formula

Page 17: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

16

𝒚𝒕 = 𝑺𝒕𝒙 𝑴𝒕 𝒙 𝑻𝒕 𝒙 𝑰𝒕

Keterangan:

𝒚𝒕 : data aktual pada periode ke-t

𝑺𝒕 : komponen siklus pada periode ke-t

𝑴𝒕: komponen musiman pada periode ke-t

𝑻𝒕 : komponen tren pada periode ke-t

𝑰𝒕 : komponen acak pada periode ke-t

Estimasi berdasarkan dekomposisi akan menyisakan ketiga komponen

pertama dengan komponen acak diwakili oleh residual atau selisih antara estimasi

dengan data aktual:

𝒚𝒕 = 𝒚�̂� + 𝜺𝒕

𝒚�̂� = 𝑺𝒕 𝒙 𝑴𝒕 𝒙 𝑻𝒕

Keterangan:

𝒚𝒕 : data aktual pada periode ke-t

𝒚�̂�: data estimasi periode ke-t

𝜺𝒕: komponen eror pada periode ke-t

Page 18: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

17

IV. HASIL PENELITIAN

Bab ini akan memberikan gambaran umum produksi, konsumsi, dan tata

niaga komoditas cabai dan bawang merah pada tingkat nasional dan daerah wilayah

survei. Perlu diperhatikan bahwa komoditas terutama cabai memiliki varietas yang

berbeda-beda. Cabai, misalnya, dapat dikelompokkan menjadi cabai merah besar,

cabai merah keriting, cabai hijau, dan cabai rawit. Analisis cabai tanpa

memperhatikan jenisnya dapat memberikan simpulan yang kurang tepat. Oleh

sebab itu, dalam penelitian diusahakan sebisa mungkin mengelompokkan

komoditas cabai berdasarkan varietas yang dikembangkan di wilayah survei. Selain

itu, akan dipaparkan pula keragaan dan analisis pada tiap-tiap klaster responden.

4.1 Produksi, Konsumsi, dan Tata Niaga

Untuk mengetahui peran klaster Bank Indonesia (BI) dalam mendukung

pasokan komoditas sebagai upaya menambah pasokan dan mengendalikan harga

di daerah klaster, terlebih dahulu dibutuhkan gambaran umum tentang permintaan

(demand) dan produksi (supply) pada tingkat nasional dan provinsi tempat

kabupaten atau kota klaster BI berada.

Data agregat nasional dibutuhkan dalam analisis kestabilan harga karena

perdagangan antarprovinsi di Indonesia semakin besar. Kestabilan harga komoditas

di suatu wilayah tergantung, antara lain, dari keberhasilan produksi di wilayah

sumber komoditas. Jika secara nasional kebutuhan komoditas lebih besar daripada

produksi nasional, kecenderungan harga komoditas tersebut akan naik, demikian

juga sebaliknya. Kestabilan harga juga sangat tergantung dari stabilitas produksi

nasional setiap bulan. Dengan demikian, gambaran pola produksi komoditas

sepanjang tahun di wilayah klaster juga perlu dikaji untuk mengetahui penyebab

gejolak harga.

Data konsumsi dalam analisis ini diperoleh dengan mengestimasi data

konsumsi rumah tangga hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) BPS

tahun 2014, sedangkan data produksi diperoleh dari data Kementerian Pertanian,

Dinas Pertanian, dan BPS. Terdapat perbedaan data klasifikasi produksi dan

konsumsi BPS. Untuk data produksi cabai dibagi dalam dua kelompok, yaitu cabai

besar dan cabai rawit, sedangkan untuk data konsumsi terbagi menjadi tiga

Page 19: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

18

kelompok, yaitu cabai merah, cabai hijau, dan cabai rawit. Dengan ketersediaan

data seperti itu pembahasan tentang kondisi surplus atau defisit nasional dan

provinsi, terutama Sumatera Barat dan Jawa Timur digunakan data total varietas

cabai bukan hanya cabai merah, sedangkan untuk provinsi Sulawesi Utara dapat

dikhususkan pada komoditas cabai rawit.

Karena cabai dan bawang dikonsumsi secara harian, data dengan frekuensi

bulanan sangat penting untuk mengestimasi kebutuhan aktual. Data produksi

cabai dan bawang merah telah tersedia dalam bulanan, tetapi data konsumsi yang

merupakan estimasi dari konsumsi SUSENAS hanya tersedia dalam tahunan. Oleh

karena itu, data konsumsi hanya dapat digunakan untuk memprediksi rata-rata

kebutuhan per bulan atau per tahun, tanpa memperhitungkan faktor musiman,

seperti peningkatan konsumsi pada hari raya atau hari besar.. Demikian juga

dengan data kebutuhan untuk industri yang belum tersedia, padahal jumlahnya

cukup signifikan dalam mempengaruhi harga. Dengan keterbatasan itu, penelitian

berusaha melengkapi setiap analisis dengan memasukkan faktor musiman dan

estimasi kebutuhan industri yang diambil dari berbagai literatur.

4.1.1 Cabai

Grafik 1 menunjukkan bahwa produksi cabai secara nasional lebih besar jika

dibandingkan dengan konsumsi1 atau terjadi suplus produksi yang per tahunnya

mencapai 40%–60% dari konsumsi.2 Kondisi surplus ini tidak berarti bahwa terjadi

penurunan harga sepanjang tahun di seluruh wilayah Indonesia. Jika terjadi

oversupply, harga akan turun di tingkat petani, tetapi dampaknya terhadap

konsumen akhir dipengaruhi oleh banyak hal.

1 Data konsumsi telah dibobotkan dengan estimasi kebutuhan industri yang menurut berbagai sumber sekitar 25% dari total kebutuhan. Suplus yang lebih besar terjadi untuk

cabai rawit yang bisa mencapai 60%–80% per tahun 2Studi pendahuluan Renstra Kementan 2015–2019 menyatakan surplus sebesar 50%.

Page 20: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

19

Sumber: Kementan (diolah) dan BPS

Grafik 1. Produksi dan Konsumsi Cabai Nasional Per Tahun 2012–2014

Gejolak harga cabai masih terus terjadi yang didorong oleh beberapa hal

berikut.

1. Pola produksi nasional memiliki karakteristik musiman yang kuat dan siklus

yang panjang (hampir satu tahun). Produksi menurun pada musim hujan, sekitar

bulan November–Februari (Grafik 2). Karakteristik itu juga terdapat pada

permintaan cabai merah, pada bulan-bulan tertentu, seperti hari raya, konsumsi

dapat meningkat 10%–20% jika dibandingkan dengan konsumsi normal. Adanya

perbedaan faktor musiman pada permintaan dan produksi mendorong

ketidakstabilan harga, misalnya saat hari raya permintaan meningkat, tetapi

produksi menurun karena musim hujan. Dengan demikian, harga cabai

ditentukan oleh fundamental current production dan consumption yang bersifat

mingguan, bahkan harian.

2. Jarak produsen (sentra produksi) ke konsumen terutama ke kota-kota besar

sebagai sentra defisit (Gambar 3) terlalu jauh. Gangguan transportasi terjadi

ketika produksi menurun, terutama pada musim hujan, akan mendorong

kenaikan harga. Selain itu, cabai bersifat perishable sehingga penyimpanan

persediaan (stok) lebih sulit dilakukan untuk merespons kenaikan permintaan,

terutama permintaan cabai segar.

3. Permintaan industri yang cukup tinggi juga akan mengurangi kemampuan

produksi untuk menahan gejolak harga dari sisi konsumsi.

954,360

1,012,879

1,074,602

991,258.65

898,189.29

983,846.83

800,000

850,000

900,000

950,000

1,000,000

1,050,000

1,100,000

2012 2013 2014

Ton

Produksi Konsumsi

Page 21: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

20

Sumber: Kementan (diolah) dan BPS

Grafik 2. Produksi dan Rata-Rata Konsumsi3 Cabai Merah Nasional Per Bulan Tahun 2012–2014

Sumber: Kementan (diolah) dan BPS

Gambar 3. Peta Suplus dan Defisit Cabai Nasional Tahun 2014

3Rata-rata konsumsi per bulan diperoleh dari jumlah konsumsi per tahun dibagi 12. Hal itu menjadikan grafik rata-rata konsumsi mendatar dalam satu tahun. Kebutuhan akan data

konsumsi per bulan seperti yang telah disebutkan sebelumnya sangat penting untuk mampu

memprediksi lebih tepat kondisi surplus/defisit dalam satu bulan.

-

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

80,000

-

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

Jan

12

Apr

12

Ju

l 12

Okt

12

Jan

13

Apr

13

Ju

l 13

Okt

13

Jan

14

Apr

14

Ju

l 14

Okt

14

Rp

Ton

Cabai Merah

Produksi Konsumsi Harga

Page 22: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

21

Kondisi surplus cabai juga terjadi pada provinsi wilayah klaster yang disurvei

(Gambar 3). Namun, jika diperinci berdasarkan jenis cabai, Sulawesi Utara

mengalami defisit cabai rawit (Grafik 3). Dari sisi konsumsi, konsumsi cabai per

kapita di Sumatera Barat jauh lebih tinggi (9kg/tahun/kapita) jika dibandingkan

dengan Jawa Timur (3,5kg/tahun/kapita). Akibatnya, peningkatan kebutuhan

konsumsi cabai di Sumatera Barat jauh lebih tinggi daripada Jawa Timur ketika

terjadi dampak musiman hari raya. Selain itu, produksi cabai dari kedua sentra

tersebut terserap juga oleh industri pengolahan makanan, baik industri besar (Jawa

Timur) maupun industri rumah tangga (Sumatera Barat).

Sumber: BPS dan Kementan, *cabai rawit

Grafik 3. Produksi dan Konsumsi Cabai Sumatera Barat, Jawa Timur, dan

Sulawesi Utara* Tahun 2012-2014 (Ton)

Page 23: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

22

Sumber: BPS dan Kementan

Grafik 4. Produksi Cabai Rawit (CR) dan Cabai Besar (CB) per Bulan

Sumatera Barat dan Jawa Timur Tahun 2012-2014

Grafik 4 menggambarkan perbedaan produksi cabai di Sumatera Barat dan

Jawa Timur. Jawa Timur memproduksi cabai besar hampir dua kali lipat Sumatera

Barat dan sekitar 32 kali lipat untuk cabai rawit. Sumatera Barat memiliki pola

produksi relatif stabil sepanjang tahun, sedangkan Jawa Timur memiliki pola

musiman yang kuat. Selain itu, terdapat perbedaan biaya produksi, biaya produksi

Sumatera Barat mencapai dua hingga tiga kali lipat biaya produksi Jawa Timur.

Jumlah produksi cabai rawit Jawa Timur mencapai puncaknya pada April–

Juli dan mencapai titik terendah pada Desember–Februari, sedangkan produksi

terendah cabai besar Jawa Timur adalah pada bulan Juli–Januari dan meningkat

pada bulan Februari–Juni. Dengan pola seperti itu, Jawa Timur membutuhkan

program penanaman bulan Oktober–November untuk cabai rawit dan program

penanaman musim kemarau untuk cabai besar. Kedua program itu membutuhkan

program khusus/lanjutan berupa penanganan tanaman cabai merah dan rawit

dewasa pada bulan Desember dan Januari. Di lain pihak, Sumatera Barat lebih

fokus pada usaha intensifikasi dan ekstensifikasi.4

Terdapat perbedaan tata niaga cabai merah di Sumatera Barat dan Jawa

Timur. Dari penelusuran berbagai sumber diketahui bahwa 90% produksi cabai

merah Sumatera Barat dijual ke Riau, sedangkan pasokan untuk kebutuhan

4 Produktivitas cabai sering menurun pada musim hujan karena banyaknya cabai yang

membusuk dan rentan terhadap serangan penyakit/virus.

-

5,000

10,000

15,000

20,000

25,000

30,000

35,000

Jan

-12

Mar-

12

May-1

2

Ju

l-12

Sep-1

2

Nov-1

2

Jan

-13

Mar-

13

May-1

3

Ju

l-13

Sep-1

3

Nov-1

3

Jan

-14

Mar-

14

May-1

4

Ju

l-14

Sep-1

4

Nov-1

4

Ton

CR_Sumbar CR_Jatim CB_Sumbar CB_Jatim

Page 24: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

23

Sumatera Barat sendiri diperoleh dari Provinsi Bengkulu, Jawa, Lampung, dan

Sumatera Utara. Selain adanya permintaan industri rumah tangga, faktor tata niaga

ini merupakan salah satu sebab terjadinya gejolak harga cabai di Sumatera Barat

yang merupakan sentra produksi cabai merah. Di lain pihak, sentra cabai merah di

Jawa Timur lebih memiliki permasalahan rendahnya harga di tingkat petani jika

musim panen raya. Hal itu menegaskan pentingnya pemasaran cabai merah hasil

produksi sentra Jawa Timur.5

Dari ketiga wilayah survei hanya Sulawesi Utara yang bukan merupakan

sentra produksi karena budi daya cabai belum dilakukan secara masif dan

sistematis. Di daerah ini konsumsi cabai rawit merah jauh lebih tinggi dibandingkan

konsumsi cabai merah (18:1) sehingga budi daya difokuskan pada cabai rawit

merah. Konsumsi cabai rawit merah di Sulawesi Utara meningkat tajam pada bulan

pengucapan syukur atau paskah (Juli–Agustus) dan hari raya Natal. Dengan kondisi

defisit per tahun yang relatif stabil sebesar 3%–7% atau 300–600 ton dari konsumsi

pada tahun 2012–2014, Sulawesi Utara masih bergantung pada wilayah lain

(Gorontalo6 dan Jawa Timur) untuk pemenuhan kebutuhan cabai, terutama ketika

konsumsi melonjak tajam.

Produksi cabai rawit merah Sulawesi Utara stabil pada kisaran 9.000–9.500

ton pada tahun 2010–2013, tapi hanya mencapai 8.461 ton pada tahun 2013.

Penurunan itu terjadi akibat menurunnya luas tanam terutama di Kabupaten

Minahasa yang merupakan sentra produksi cabai rawit. Pada tahun 2014

pemerintah kabupaten Minahasa bersama BI menjalankan program Kabupaten Rica

atau Kabupaten Cabai yang berdampak pada meningkatnya luas tanam. Program

tersebut telah berhasil meningkatkan produksi cabai rawit merah Sulawesi Utara

sebesar 24,9 ton menjadi 8.486 ton pada tahun 2014. Kenaikan produksi tahun

2014 tersebut belum mampu mengantisipasi kenaikan kebutuhan konsumsi yang

mencapai 8.779 ton (10.974 ton dengan kebutuhan industri) atau naik 8,6% dari

tahun sebelumnya. Hal itu menyebabkan defisit sebesar 293 ton (2.488 ton dengan

kebutuhan industri) atau sebesar 22,7% dari kebutuhan konsumsi. Defisit tersebut

5 Sumatera Barat dan Jawa Timur sebagai sentra dan sumber cabai bagi daerah lain juga

memiliki permasalahan harga yang meningkat, terutama pada hari raya. Semakin banyak

terjadi arus informasi dan perdagangan antarwilayah akan mempengaruhi harga komoditas

di daerah sentra. 6 Beberapa sumber mengatakan bahwa cabai merah Gorontalo berasal dari Bolaang Mongondow Selatan (Bolsel) yang merupakan salah satu kabupaten di Sulawesi Utara.

Kedekatan geografis dengan Gorontalo menyebabkan tata niaga cabai kabupaten Bolsel lebih

terjalin dengan Gorontalo dibandingkan dengan kabupaten/kota di Sulawesi Utara.

Page 25: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

24

akan menjadi sangat besar jika terjadi kenaikan konsumsi pada bulan-bulan

tertentu. Gejolak harga semakin sulit dikontrol dengan kenyataan bahwa produksi

cabai rawit merah di provinsi ini menurun pada bulan Oktober–Desember saat

kebutuhan meningkat (Grafik 5).

Sumber: Kementan (diolah) dan BPS

Grafik 5. Produksi Cabai Rawit per Bulan Sulawesi Utara

Tahun 2012–2014 (ton)

Meskipun secara nasional surplus cabai rawit lebih besar dari surplus cabai

yang bisa mencapai 60%–80%, pola penurunan produksi pada bulan Desember

merupakan pola umum nasional produksi cabai rawit (Grafik 6). Penurunan

produksi nasional itulah yang menjadi salah satu penyebab kenaikan harga yang

sangat tinggi di Sulawesi Utara hingga mencapai Rp150.000,00/kg pada Desember

2014. Dengan demikian, program penanaman bulan September–November dan

program khusus berupa penanganan tanaman cabai dewasa pada bulan Desember

dan Januari sangat krusial untuk dilakukan.

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

1,800Jan

-12

Mar-

12

May-1

2

Ju

l-12

Sep-1

2

Nov-1

2

Jan

-13

Mar-

13

May-1

3

Ju

l-13

Sep-1

3

Nov-1

3

Jan

-14

Mar-

14

May-1

4

Ju

l-14

Sep-1

4

Nov-1

4

Ton

Produksi Konsumsi

Page 26: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

25

Sumber: Kementan (diolah)

Grafik 6. Produksi dan Rata-Rata Konsumsi Cabai Rawit Nasional

Per Bulan Tahun 2012–2014

4.1.2 Bawang Merah

Grafik 7 menunjukkan bahwa produksi bawang merah secara nasional setiap

tahun selalu mengalami surplus hingga mencapai 40% dari konsumsi pada tahun

20147. Keseimbangan itu tercermin juga dengan kestabilan harga bawang pada

tingkat nasional.

Sumber: Kementan (diolah) dan BPS

Grafik 7. Produksi dan Konsumsi Bawang Merah Nasional Tahun 2012–2014 (ton)

7Konsumsi belum memasukkan kebutuhan industri oleh sebab tidak ada sumber informasi yang valid mengenai berapa kebutuhan bawang untuk untuk industri.

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

80,000

90,000

Jan

-12

Mar-

12

May-1

2

Ju

l-12

Sep-1

2

Nov-1

2

Jan

-13

Mar-

13

May-1

3

Ju

l-13

Sep-1

3

Nov-1

3

Jan

-14

Mar-

14

May-1

4

Ju

l-14

Sep-1

4

Nov-1

4

Ton

Produksi Konsumsi

964,221 1,010,773

1,233,984

755,162

629,690 705,584

-

200,000

400,000

600,000

800,000

1,000,000

1,200,000

1,400,000

2012 2013 2014

Ton

Produksi Konsumsi

Page 27: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

26

Harga bawang relatif lebih stabil jika dibandingkan dengan harga cabai

karena beberapa faktor berikut.

1. Produksi bawang merah nasional memiliki karakteristik musiman yang kuat

(menurun pada Maret–April dan November–Desember dan meningkat pada

Januari dan Mei/Juli), tetapi memiliki periode siklus yang lebih pendek (5 dan 7

bulan) 8 . Dengan demikian, penanaman bulan September–Oktober sangat

krusial, tetapi terhambat oleh terlambatnya musim hujan. Adapun penurunan

produksi bulan Maret lebih disebabkan alih lahan untuk padi pada bulan

Januari.

2. Permintaan bawang merah relatif tidak memiliki lonjakan musiman yang tinggi

jika dibandingkan dengan cabai merah.

3. Dengan pola siklus yang lebih singkat serta daya tahan yang lebih lama (4–6

bulan), penyimpanan persediaan (stok) bawang merah lebih mudah dilakukan

untuk merespons kenaikan permintaan.

4. Pembentukan harga bawang dengan demikian relatif tidak ditentukan oleh

current production, tetapi juga oleh tata niaga dan struktur pasar.

Sumber: Kementan (diolah)

Grafik 8. Produksi, Rata-Rata Konsumsi Bawang Merah dan Harga

per Bulan Nasional Tahun 2012–2014

8 Dalam satu tahun terdapat dua siklus sedangkan cabai rawit hanya memiliki satu siklus

panjang dalam satu tahun.

-

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

60,000

70,000

-

20,000

40,000

60,000

80,000

100,000

120,000

140,000

160,000

Jan

12

Mar

12

Mei 12

Ju

l 12

Sep 1

2

Nov 1

2

Jan

13

Mar

13

Mei 13

Ju

l 13

Sep 1

3

Nov 1

3

Jan

14

Mar

14

Mei 14

Ju

l 14

Sep 1

4

Nov 1

4

Rp

Ton

Produksi Konsumsi Harga

Page 28: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

27

Sumber: Kementan (diolah) dan BPS

Gambar 4. Peta Surplus dan Defisit Bawang Merah Nasional Tahun 2014

Meskipun harga relatif lebih stabil, produksi bawang merah nasional

bergantung pada sentra bawang di Jawa dan NTB (Gambar 4). Terpusatnya sentra

produksi di Jawa dan NTB menimbulkan risiko apabila terjadi serangan hama atau

perubahan iklim yang dapat berdampak pada penurunan produksi. Hal itu terjadi

pada tahun 2013 saat sentra produksi bawang di Jawa mengalami penurunan

akibat cuaca ekstrim. Harga bawang merah secara nasional melonjak hingga

mencapai Rp60.000,00 yang dampak jangka panjangnya adalah naiknya harga rata-

rata tahunan dari Rp15.000,00 pada tahun 2013 menjadi di atas Rp20.000,00 pada

tahun 2014.

Dari ketiga wilayah survei (Sumatera Utara, Jawa Barat, dan Kalimantan

Tengah), hanya Jawa Barat yang mengalami surplus karena Kabupaten Cirebon

merupakan salah satu sentra produksi bawang merah nasional. Adapun Sumatera

Utara dan Kalimantan Tengah mengalami defisit yang menyebabkan harga relatif

tinggi. Misalnya, tahun 2014 produksi bawang merah Sumatera Utara dan

Kalimantan Tengah berturut-turut hanya 21% dan 1% dari kebutuhan konsumsi.

Dengan defisit produksi terhadap konsumsi yang mencapai hampir 80% dan 100%,

Page 29: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

28

inflasi bawang merah di Sumatera Utara dan Kalimantan Tengah teratasi oleh

meningkatnya produksi bawang merah nasional.

Sumber: Kementan (diolah) dan BPS

Grafik 9. Produksi dan Konsumsi Bawang Merah Sumatera Utara, Jawa Barat dan Kalimantan Tengah Tahun 2012–2014 (ton)

Efisiensi produksi juga ditentukan dari pengalaman produksi. Sumatera

Utara sudah terbiasa bertanam bawang merah, tetapi tidak dengan Kalimantan

Tengah. Di Kalimantan Tengah, selain kurangnya kemampuan bertani dan

kelengkapan kelembagaan pertanian, produktivitas dan efisiensi produksi bawang

merah juga rendah sehingga harga BEP bawang merah di wilayah ini tinggi. Selain

itu, bawang merah yang ada di pasar saat ini telah dikuasai oleh bawang merah dari

Probolinggo-Jawa Timur dan Bima-NTB sehingga usaha meningkatkan produksi

bawang merah di provinsi membutuhkan usaha on-farm dan off-farm yang besar.

Selain itu, upaya meningkatkan produksi bawang merah Sumatera Utara

lebih mudah dan murah karena didukung kondisi tanah yang cocok dan petani yang

memiliki pengalaman dalam budi daya bawang merah (terutama di daerah tempat

klaster BI berada, Kabupaten Simalungun). Salah satu faktor yang harus

Page 30: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

29

dipertimbangkan di wilayah itu adalah kompetisi penggunaan lahan produk

pertanian untuk bawang merah dan cabai merah.

4.2 Deskripsi Klaster di Wilayah Survei

4.2.1 Klaster Cabai Kabupaten Tanah Datar Provinsi Sumatera Barat

Kelompok Tani Guguak Lagundiah berdiri sejak tahun 1998. Kekompakan

dan kerja sama yang solid menyebabkan kelompok ini masih berdiri hingga

sekarang. Anggota kelompok memiliki aturan yang harus disepakati dan dipatuhi

bersama. Salah satu nilai yang disepakati adalah bahwa jika salah satu anggota

tidak hadir dalam kegiatan kelompok (mempersiapkan lahan untuk budi daya),

anggota tersebut akan dikenai denda sebesar Rp100.000,00.

Tabel 3. Klaster Cabai Kabupaten Tanah Datar

Keterangan Klaster

Nama Klaster

Klaster Cabai Kabupaten Tanah Datar, Kelompok Tani Guguak Lagundi di Jorong Tanjuang Nagari Pandai Sikek Kecamatan X Koto KabupatenTanah Datar, Sumatera Barat

Penanggung Jawab Klaster Bank Indonesia

Tahun Berdiri 18 Maret 1998

Tahun Mulai Klaster Desember 2014

Lokasi dan Alamat Klaster Jorong Tanjuang, Nagari Pandai Sikek , Kecamatan X Koto, Kabupaten Tanah Datar, Provinsi Sumatera Barat

Jumlah Anggota/Petani 11 (sebelas) orang

Nama GAPOKTAN/Asosiasi GAPOKTAN Pandai Sikek

Stakeholder yang Terlibat

Dinas Pertanian Kabupaten Tanah Datar, Dinas

Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Sumatera Barat, Balai Perlindungan Tanaman Pangan dan Hortikultura Provinsi Sumatera Barat

Asal Pemasok Nagari Pandai Sikek

Periode Tanam Sepanjang tahun, masa tanam 6 bulan, masa panen 20 minggu

Luas Lahan 2 hektare

Jumlah Produksi 100 kg–1.300 kg per minggu atau 5–20 ton per tahun

Pemasaran (Lokal, Antar Kabupaten-Provinsi, dll)

Dijual kepada pedagang lokal, oleh pedagang lokal dijual ke luar Provinsi Sumatera Barat.

Page 31: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

30

Tabel 3. (lanjutan)

Keterangan Klaster

Sumber Modal

Diawali oleh modal pribadi anggota kelompok, selanjutnya modal usaha kelompok diambil dari sisa kas yang diperuntukkan untuk modal usaha pada musim tanam/tahun berikutnya, fasilitasi kegiatan SLPHT dan demplot tanaman cabai berbentuk bantuan sarana produksi.

Status/Tanggal Akhir Program

Program sedang berjalan, berakhir Desember 2016

Kegiatan Pendampingan

Sekolah Lapang Pengendalian Hama Terpadu

Cabai, Pelatihan Penguatan Kelembagaan/Kelompok, Demonstrasi Plot (Demplot) Tanaman Cabai (0,5 – 1 ha), Kunjungan Belajar Ke Laboratorium Hama Penyakit dan Klinik PHT (BPTHP) di Bukittinggi.

Kecamatan Sepuluh Koto merupakan daerah yang subur dan cukup sumber

air. Hal itu menyebabkan klaster BI dapat melakukan penanaman sepanjang tahun

dengan masa tanam selama 6 bulan dan masa panen adalah 20 minggu atau 5

bulan. Kegiatan pada tahun pertama yang dilakukan adalah memberikan

pendampingan dan pengetahuan budi daya, seperti penggunaan teknologi dan

penggunaan yang tepat atas pestisida atau pupuk buatan. Saat ini sedang dibuat

demplot tambahan seluas 1 hektare dan sebelumnya sudah dilakukan SLPHT seluas

0,5 hektare.

Dengan produksi mencapai 20 ton per tahun, klaster ini hanya mampu

meningkatkan surplus sebesar 0,09%. Terdapat surplus sebesar 21.617 ton untuk

provinsi serta 8.769 ton untuk Kabupaten Tanah Datar. Pada tahun 2014

Kabupaten Tanah Datar telah berhasil meningkatkan produksi cabai sebesar 79 ton

atau meningkatkan surplus kabupaten sebesar 436 ton dari 8.333 ton menjadi

8.769 ton sehingga efektivitas Kabupaten Tanah Datar secara keseluruhan adalah

sebesar 0,09%.

Peran klaster BI dalam kestabilan harga belum signifikan mengingat masih

tingginya gejolak harga terutama saat bulan haji atau hari raya. Pasokan lokal

Sumatera Barat berasal dari luar daerah, yaitu Sumatera Utara, Lampung, dan

Jawa sehingga jika terjadi penurunan pasokan dari Jawa dan Lampung berdampak

terhadap kenaikan harga di Sumatera Barat.

Terdapat beberapa permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan klaster

BI, yaitu sebagai berikut.

Page 32: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

31

1. Belum terbentuknya kelembagaan seperti koperasi sehingga kelompok tani

hanya bertindak sebagai penerima harga/price taker dari pengepul.

2. Perubahan cara budi daya cabai dari nonorganik menjadi organik menjadi beban

anggota kelompok karena memerlukan usaha yang lebih besar. Saat ini masih

belum dapat diketahui hasil dari perubahan cara budi daya organik karena

belum diakukan pemanenan dari lahan demplot.

3. Peran pemerintah daerah khususnya kabupaten masih kurang sehingga

pengembangan klaster cabai masih belum berjalan secara optimal.

Hasil AHP dan SWOT

Dalam penelitian ini analisis pasokan dikelompokkan dalam tiga proses, yaitu

produksi, replikasi, dan sustainability, sedangkan stabilitas harga juga

dikelompokkan dalam tiga proses, yaitu permintaan antara, permintaan akhir, dan

konektivitas. Semua proses memiliki konsistensi yang tinggi sehingga hasil AHP dari

proses ini layak untuk diambil simpulan (Grafik 10).

Inconsistency : 0,03 Inconsistency : 0,08

Inconsistency : 0,06

Inconsistency : 0,05

0.085

0.088

0.179

0.323

0.324

Masa Tanam

Luas Lahan

Bibit

Teknologi

Skill

Produksi

0.122

0.175

0.179

0,250

0.275

Akses Pembiayaan

Dukungan Stakeholder

Organisasi Klaster

Modal Sosial

Entrepreneurship

Replikasi

0.102

0.131

0.205

0.211

0.351

Keberlangsungan Input

Akses Keuangan

Penanganan Pasca…

Modal Sosial dan…

Akses dan Perluasan…

Sustainability

0.203

0.365

0.432

Tengkulak/Juragan/Taoke

Pengepul/Pedagang

Pedagang Besar/PasarInduk

Permintaan Antara

Page 33: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

32

Inconsistency : 0,03

Inconsistency : 0,06

Grafik 10. Hasil AHP Klaster Cabai Tanah Datar

Hasil SWOT menyimpulkan bahwa modal sosial dan keterbukaan manajemen

klaster menjadi kekuatan klaster paling dominan, sedangkan kelemahan klaster

adalah pada akses terhadap jasa pendukung, input, dan evaluasi manajemen

klaster. Di lain pihak faktor geografis, kedekatan dengan pemasok serta dukungan

stakeholders menjadi peluang paling nyata bagi pengembangan klaster, sedangkan

demografi dan akses informasi masih menjadi ancaman.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa keberadaan tenaga kerja dan

perbaikan akses informasi terhadap harga serta kualitas sarana informasi menjadi

program yang selaras dalam meningkatkan pasokan. Lebih lanjut, akses pasar dan

jasa pendukungnya dapat menjadi solusi bagi kelemahan dan ancaman terhadap

pasokan dan stabilitas harga, baik untuk petani maupun masyarakat.

Tabel 4. Hasil SWOT Klaster Cabai Tanah Datar

STRENGTH WEAKNESS

Modal sosial Akses terhadap jasa pendukung

bisnis

Produksi/operasi Ketersediaan input

Manajemen klaster—Keterbukaan Manajemen klaster (evaluasi)

OPPORTUNITY THREAT

Penjualan Akses informasi

Faktor geografis Faktor demografis

Sistem informasi manajemen klaster Faktor ekonomi

0.124

0.198

0.207

0.472

Rumah Tangga danIndustri

Keberadaan Industri

Struktur Pasar

Akses Pasar

Permintaan Akhir

0.109

0.217

0.321

0.353

Jalur Distribusi

Relasi Pedagang danPetani

Kualitas & KetersediaanInfr.

Akses Informasi

Konektivitas

Page 34: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

33

4.2.2 Klaster Cabai Kabupaten Jember Provinsi Jawa Timur

Tabel 5. Klaster Cabai Jember

Keterangan Klaster

Nama Klaster Koperasi Holtikultura Lestari

Penanggung Jawab Klaster Bank Indonesia

Tahun Berdiri Agustus 2011

Tahun Mulai Klaster 2013

Lokasi dan Alamat Klaster Kec. Wuluhan, Kabupaten Jember

Jumlah Anggota/Petani Anggota koperasi 20 orang

Nama GAPOKTAN/Asosiasi AACI (Asosiasi Agribisnis Cabai Indonesia)

Stakeholder yang Terlibat Dinas Pertanian, Dinas Koperasi, Universitas Muhammadiyah

Asal Pemasok Lokal Jember

Periode Tanam Sepanjang tahun, paling banyak di bulan Mei–Juni

Luas Lahan Kemitraan 125 orang

Jumlah Produksi 1.500 ton

Pemasaran (Lokal, Antar Kabupaten-Provinsi, dll)

PT Heinz ABC, pernah dengan PT Indofood (blacklist)

Sumber Modal Koperasi Holtikultura Lestari

Kegiatan Pendampingan Pelatihan Sekolah Lapangan, bantuan krat plastik, GTCK

Melalui pendampingan yang dilakukan BI Jember, terjadi peningkatan

produksi. Produksi yang sebelumnya hanya menghasilkan 0,8 kg per batang

menjadi 1,5–2 kg per batang. Dengan produksi mencapai 1.795 ton per tahun dan

kondisi surplus sebesar 34.022 ton, klaster BI mampu meningkatkan surplus di

Kabupaten Jember sebesar 1,67%.

Setiap tahun Koperasi Lestari memasok 1.500 ton cabai ke PT Heinz ABC

yang dipasok oleh 125 mitra koperasi. Setiap petani akan memiliki kontrak dengan

jumlah dan masa tanam (bulan) yang berbeda serta harga yang sudah disepakati

dengan PT Heinz ABC. Beberapa keuntungan yang diperoleh petani melalui

kemitraan dengan Koperasi Lestari ialah (1) petani mitra akan mendapatkan

pinjaman dalam bentuk bibit dan saprodi yang dibayar pada saat panen; (2) harga

yang ditawarkan besarnya di atas biaya produksi (Rp8.000,00 per kg). Apabila

terjadi penurunan hargai cabai, PT Heinz ABC tetap akan membeli dengan harga

yang disepakati. Namun, jika harga pasar lebih tinggi dari harga kontrak, PT Heinz

ABC akan memberikan kenaikan harga sebesar 50% dari selisih harga pasar dan

harga kontrak.

Page 35: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

34

Pada tahun 2014 dilakukan operasi pasar cabai oleh Dinas Perdagangan

yaitu pada saat terjadi kenaikan harga cabai hingga Rp30.000,00. Koperasi Lestari

diminta untuk berperan serta dalam operasi pasar tersebut dengan memasok 2 truk

yang tiap-tiap truk berisi 5 ton (total 10 ton) dengan harga jual Rp10.000,00 per kg.

Dampak adanya cabai murah yang masuk pasar secara tidak langsung menurunkan

harga cabai di Pasar Tanjung Jember.

Pada bulan Agustus tahun 2015 dilakukan gerakan tanam cabai di musim

kemarau (GTCK) yang diinisiasi oleh Kementerian Pertanian dan didukung oleh BI.

Untuk gerakan ini KPw BI Jember memberikan bantuan lahan seluas 1 hektare,

tetapi karena ingin berdampak lebih besar, koperasi sebagai pengelola klaster BI

melakukan penambahan lahan sebanyak 14 hektare sehingga menjadi 15 hektare.

Kendala terbesar dalam pelaksanaan GTCK adalah ketersediaan sumber air. Untuk

mengatasi masalah tersebut, dilakukan dengan menggunakan pompa untuk

mengairi lahan cabai. Biaya yang dihabiskan hingga panen pertama sebesar

Rp5.900,00 per batang, sangat besar jika dibandingkan biaya produksi satu musim

tanam pada umumnya (musim normal) sebesar Rp6.000,00 per batang.

Beberapa permasalahan yang dijumpai dalam klaster Cabai Jember adalah

sebagai berikut.

1. Penurunan harga yang sangat signifikan terjadi pada saat pasokan cabai

melimpah.

2. Untuk melakukan penanaman cabai dibutuhkan modal yang cukup besar

sehingga membutuhkan sumber dana dari pihak luar. Sebagai ilustrasi

dibutuhkan biaya 100 juta rupiah untuk 1 hektare luas lahan tanam.

Hasil AHP dan SWOT

Berdasarkan hasil AHP pada klaster ini, faktor terpenting dalam proses

produksi adalah skill dan teknologi. Adapun kemampuan replikasi ditentukan oleh

organisasi klaster, modal sosial, dukungan stakeholders, entreprenuership, dan

akses pembiayaan. Kekuatan organisasi klaster di Jember menjadi faktor replikasi

yang utama karena jalinan dengan industri sudah cukup lama terjalin.

Di sisi lain, akses dan perluasan pasar serta modal sosial dan jaringan

menjadi faktor utama dalam keberlanjutan pertanian klaster. Untuk klaster ini,

permintaan akhir yang terpenting adalah keberadaan industri untuk jaminan pasar,

Page 36: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

35

sedangkan untuk konektivitas, akses informasi merupakan faktor terpenting untuk

memperoleh informasi harga ataupun hubungan dengan seluruh mitra koperasi.

Inconsistency : 0,03 Inconsistency : 0,20

Inconsistency : 0,02

Inconsistency : 0,08

Inconsistency : 0,05 Inconsistency : 0,02

Grafik 11. Hasil AHP Klaster Cabai Jember

Hasil SWOT menyimpulkan bahwa ketersediaan input dan manajemen klaster

menjadi kekuatan klaster paling dominan, sedangkan kelemahan klaster terletak

pada sistem informasi manajemen klaster serta administrasi klaster. Faktor

demografis (tenaga kerja), sistem informasi, dan kedekatan dengan pemasok

menjadi peluang paling nyata bagi pengembangan klaster. Di lain pihak, geografis

dan kompetisi penggunaan lahan serta akses pasar masih menjadi ancaman bagi

petani klaster.

0.068

0.083

0.171

0.204

0.474

Luas Lahan

Bibit

Masa Tanam

Teknologi

Skill

Produksi

0.089

0.155

0.177

0.261

0.371

Akses Pembiayaan

Entrepreneurship

Dukungan Stakeholder

Modal Sosial

Organisasi Klaster

Replikasi

0.069

0.087

0.152

0.258

0.434

Keberlangsungan Input

Akses Keuangan

Penanganan Pasca…

Modal Sosial dan…

Akses dan Perluasan…

Sustainability

0,220

0,390

0,390

Tengkulak/Juragan/Taoke

Pengepul/Pedagang

Pedagang Besar/PasarInduk

Permintaan Antara

0.068

0.142

0.219

0.572

Struktur Pasar

Rumah Tangga danIndustri

Akses Pasar

Keberadaan Industri

Permintaan Akhir

0.111

0.213

0,260

0.416

Jalur Distribusi

Relasi Pedagang danPetani

Kualitas & KetersediaanInfr.

Akses Informasi

Konektivitas

Page 37: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

36

Tabel 6.Hasil SWOT Klaster Cabai Jember

STRENGTH WEAKNESS

Ketersediaan input Sistem informasi manajemen klaster

Manajemen klaster Manajemen klaster

Pemasaran Modal sosial

OPPORTUNITY THREAT

Faktor demografis Faktor geografis

Sistem informasi manajemen klaster Faktor kompetitif

Kedekatan dengan pemasok Akses pasar

4.2.3 Klaster Cabai Rawit Kabupaten Minahasa Provinsi Sulawesi Utara

Pengembangan klaster cabai rawit BI di Kabupaten Minahasa dimulai pada

tahun 2014 yang bertepatan dengan penetapan Kabupaten tersebut sebagai

Kabupaten Cabai. Terdapat 5 klaster cabai rawit yang tersebar di 5 kecamatan, yaitu

Tombulu, Tombariri, Tondano Selatan, Tondano Utara, dan Tompaso Barat (Tabel

7).

Tabel 7. Klaster Cabai Rawit Kabupaten Minahasa

Keterangan Klaster

Nama Klaster Klaster Cabai Kabupaten Minahasa

Penanggung Jawab Klaster Bank Indonesia

Tahun Berdiri 2014

Tahun Mulai Klaster 2014

Lokasi dan Alamat Klaster Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara

Jumlah Anggota/Petani 85

Nama GAPOKTAN Dalam proses pembentukan

Stakeholder yang Terlibat Pemda Kabupaten Minahasa, PT. Gunung Mas Agro Lestari, serta BPN Provinsi Sulawesi Utara dan Kabupaten Minahasa

Asal Pemasok Input: lokal

Periode Tanam Agustus–Oktober dan Februari–Mei

Luas Lahan 5 hektare cabai rawit dan 5 hektare cabai merah

Jumlah Produksi 5–10 ton per tahun (cabai rawit dan merah)

Pemasaran (Lokal, Antar Kabupaten-Provinsi, dll)

Lokal dan antar provinsi

Sumber Modal Swadaya dan bantuan BI (Program Sosial Bank Indonesia)

Status/Tanggal Akhir Program On going, berakhir pada akhir tahun 2016

Kegiatan Pendampingan Pelatihan teknis budidaya bersama PT. GMAL, edukasi keuangan, fasilitasi Sertifikasi Hak Atas Tanah (SHAT) bersama BPN

Page 38: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

37

Bantuan BI kepada klaster berupa penyediaan saprodi dan permodalan,

bahkan pada awalnya BI menyediakan pembiayaan keseluruhan proses produksi.

Untuk penyediaan saprodi dilakukan oleh Pemda melalui PT Gunung Mas Agro

Lestari. Pengembangan klaster diawali dengan membuat demplot dengan luas 1

hektare yang dikerjakan oleh satu kelompok tani yang terdiri atas rata-rata 10

petani. Rata-rata produksi setiap demplot adalah 1 ton per tahun. Produksi cabai

rawit untuk keseluruhan demplot cabai rawit (termasuk 10 hektare demplot dari

Pemda) adalah sebanyak 15 ton.

Dengan produksi sebesar 15 ton per tahun dan defisit sebesar 2.488 ton per

tahun, klaster BI hanya menutup defisit sebesar 0,60%. Karena Kabupaten

Minahasa telah berhasil meningkatkan produksi cabai rawit sebesar 130 ton pada

tahun 2014 atau meningkatkan surplus kabupaten sebesar 319 ton dari 354 ton

menjadi 673 ton, program Kabupaten Cabai telah berhasil mengurangi defisit

produksi cabai rawit Kabupaten Minahasa sebesar 12,82%. Peran klaster BI dalam

kestabilan harga masih sangat minim karena masih tingginya gejolak harga

terutama pada bulan Desember tahun 2014. Kestabilan harga tidak hanya

dipengaruhi oleh peningkatan produksi, tetapi juga oleh penyelarasan antara pola

tanam dan faktor musiman konsumsi masyarakat.

Beberapa permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan klaster BI adalah

sebagai berikut.

1. Peran klaster BI dalam mendorong petani untuk budi daya cabai cenderung

disebabkan oleh adanya bantuan atau insentif BI dalam pembuatan demplot.

2. Jumlah anggota kelompok tani yang terlibat dalam demplot seluas 1 hektare

pada umumnya berjumlah 10 petani. Jumlah tersebut tidak efisien karena

mendorong terjadinya freerider sehingga pengembangan klaster menjadi tidak

optimal.

3. Upaya melakukan replikasi budi daya cabai masih kurang atau gagal terbentuk.

Hal itu disebabkan terlalu banyak petani yang terlibat dalam satu demplot (1

hektare) sehingga keuntungan atau hasil per petani sangat kecil. Hal tersebut

belum mendorong petani melakukan replikasi budi daya cabai.

4. Adanya indikasi kelompok tani yang tidak berada dalam satu kawasan

menyebabkan sulitnya koordinasi dalam pengembangan klaster/demplot.

Page 39: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

38

Hasil AHP dan SWOT

Hasil kajian AHP (Grafik 12) menunjukkan bahwa seluruh proses memiliki

konsistensi yang tinggi, kecuali permintaan akhir. Oleh karena itu, hasil AHP dari

proses ini tidak valid untuk diambil simpulan. Untuk proses produksi, faktor

terpenting adalah teknologi dan keahlian. Teknologi yang dibutuhkan adalah

handtractor dan pompa air/embung. Adapun kemampuan replikasi ditentukan oleh

modal sosial, organisasi klaster, dukungan stakeholders, dan akses pembiayaan. BI

sebaiknya mampu memanfaatkan modal sosial petani (mapalus), yaitu budaya

gotong royong masyarakat Minahasa untuk melakukan replikasi klaster. Di sisi lain,

akses dan perluasan pasar serta penanganan pascapanen menjadi faktor utama

dalam keberlanjutan klaster.

Inconsistency : 0,03 Inconsistency : 0,02

Inconsistency : 0,03 Inconsistency : 0,04

Inconsistency : 0,38 Inconsistency : 0,03

Grafik 12. Hasil AHP Klaster Cabai Kabupaten Minahasa

0.121

0.123

0.143

0.297

0.316

Bibit

Masa Tanam

Luas Lahan

Skill

Teknologi

Produksi

0.156

0.202

0.203

0.216

0.223

Entrepreneurship

Akses Pembiayaan

Dukungan Stakeholder

Organisasi Klaster

Modal Sosial

Replikasi

0,120

0.161

0.193

0.231

0.296

Keberlangsungan Input

Akses Keuangan

Modal Sosial dan…

Penanganan Pasca…

Akses dan Perluasan…

Sustainability

0.137

0.338

0.525

Tengkulak/Juragan/Taoke

Pedagang Besar/PasarInduk

Pengepul/Pedagang

Permintaan Antara

0.115

0.247

0.273

0.365

Struktur Pasar

Akses Pasar

Keberadaan Industri

Rumah Tangga danIndustri

Permintaan Akhir

0.168

0.252

0.274

0.305

Jalur Distribusi

Relasi Pedagang danPetani

Kualitas & KetersediaanInfr.

Akses Informasi

Konektivitas

Page 40: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

39

Tabel 8. Hasil SWOT Klaster Cabai Minahasa

STRENGTH WEAKNESS

Modal sosial Produksi/operasi

Ketersediaan input Penelitian dan pengembangan

Budaya kewirausahaan Keuangan/akuntansi

OPPORTUNITY THREAT

Kedekatan dengan pemasok Infrastruktur

Peran stakeholder Akses pasar

Akses informasi Faktor kompetitif

Hasil SWOT menyimpulkan bahwa modal sosial dan ketersediaan input

menjadi kekuatan klaster paling dominan. Di sisi lain, kelemahan klaster terletak

pada produksi, penelitian dan pengembangan, serta administrasi keuangan klaster.

Kedekatan dengan pemasok serta dukungan stakeholders menjadi peluang paling

nyata bagi pengembangan klaster. Di lain pihak, infrastruktur dan ketiadaan akses

pasar masih menjadi ancaman bagi petani klaster.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penyediaan teknologi dan

infrastruktur dari stakeholders, modal sosial, atau mapalus menjadi faktor yang

selaras dalam peningkatan pasokan. Lebih lanjut, akses pasar atau toko tani dapat

menjadi solusi bagi kelemahan dan ancaman terhadap pasokan dan stabilitas harga,

baik untuk petani maupun masyarakat umumnya.

4.2.4 Klaster Bawang Merah Kabupaten Simalungun Provinsi Sumatera Utara

Kabupaten Simalungun dipilih oleh Bank Indonesia sebagai daerah

pengembangan klaster bawang merah karena memiliki kondisi geografis yang cukup

baik. Struktur tanah lokasi ini sangat baik bagi tumbuhnya bawang merah karena

memiliki karakteristik berpasir dengan sumber air yang melimpah. Lokasi

pembinaan klaster bawang merah, yaitu Kecamatan Haranggaol Horisan, dahulunya

merupakan sentra penghasil bawang merah sejak tahun 1980. Pada masa itu

bawang merah dari daerah tersebut terkenal akan rasanya yang pedas sehingga

banyak permintaan dari konsumen di Sumatera Utara. Namun, pada awal tahun

1990-an, virus tanaman menyerang seluruh area pertanian bawang merah sehingga

petani lalu beralih pada budi daya tanaman lain seperti kopi.

Dengan motivasi mengembalikan pertanian bawang merah di Kecamatan

Haranggaol Horisan, pada tahun 2012 beberapa petani mencoba melakukan budi

daya bawang merah. Kemudian pada awal tahun 2013, KPw Bank Indonesia

Page 41: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

40

Pematang Siantar bekerja sama dengan BPTP Sumatera Utara melakukan studi

mengenai pendampingan petani bawang merah dengan membentuk klaster. Setelah

pengujian laboratorium terhadap beberapa jenis bibit bawang merah, diketahui jenis

bawang merah maja merupakan yang paling cocok untuk struktur tanah dari

kawasan ini.

Tabel 9. Klaster Bawang Merah Kabupaten Simalungun

Keterangan Klaster

Nama Klaster Klaster Bawang Merah

Penanggung Jawab Klaster Bank Indonesia

Tahun Berdiri 2012

Tahun Mulai Klaster 2013

Lokasi dan Alamat Klaster Kec. Haranggaol Horisan, Kabupaten Simalungun, Sumatera Utara

Jumlah Anggota/Petani 50

Nama GAPOKTAN Kelompok Tani Andalan

Stakeholder yang Terlibat BPTP Sumatera Utara

Asal Pemasok Input: Kabupaten Aipopo

Periode Tanam Juli–September dan Maret–Mei

Luas Lahan 13,9 hektare

Jumlah Produksi 20 ton

Pemasaran (Lokal, Antar Kabupaten-Provinsi, dll)

Antarkabupaten dalam provinsi

Sumber Modal Swadaya

Status/Tanggal Akhir Program On going, berakhir pada pertengahan tahun 2016

Kegiatan Pendampingan Pelatihan teknis budidaya dan pengadaan benih, penyuluhan pupuk organik

Bank Indonesia memberikan bantuan dalam bentuk sarana produksi

pertanian dengan ketentuan maksimal 5 rante (satuan luas wilayah, 1 rante = 400

m2). BPTP secara berkala memberikan hasil diseminasi dan pelatihan kepada

petugas penyuluh lapang (PPL) untuk memberikan penyuluhan teknis kepada para

petani seperti alokasi pupuk yang tepat, masa tanam yang disesuaikan dengan

cuaca dan budi daya bibit bawang. Pada awalnya petani hanya mampu

memproduksi rata-rata 8 ton. Setelah adanya pendampingan dari Bank Indonesia

dan BPTP, petani mampu menghasilkan rata-rata 20–25 ton (panen terakhir pada

awal September 2015).

Page 42: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

41

Meskipun mengalami peningkatan produksi, defisit bawang merah Sumatera

Utara sebesar 39.781 ton pada tahun 2014 menyebabkan produksi klaster hanya

menutupi defisit sebesar 0,06%. Selain itu, produksi bawang merah di Kabupaten

Simalungun sendiri juga mengalami defisit pada tahun tersebut.

Di sisi lain, keberadaan klaster bawang merah di Kecamatan Haranggaol

Horisan mampu menarik minat petani di luar klaster binaan Bank Indonesia untuk

ikut budi daya bawang merah. Pada awalnya Bank Indonesia hanya membina dua

kelompok tani klaster bawang merah itu. Sekarang kelompok tani sudah bertambah

menjadi delapan kelompok dan saat ini sedang proses untuk bertambah kembali

sebanyak dua kelompok baru.

Keberadaan klaster bawang merah di Kecamatan Haranggaol Horisan ini

mampu meningkatkan produksi bawang merah dari segi kuantitas dan terjadi efek

ganda (semakin banyak petani budi daya bawang merah). Namun, luas lahan tanam

semakin sempit akibat persaingan penggunaan lahan dengan komoditas pertanian

lainnya sehingga produksi bawang merah kurang maksimal. Penurunan produksi

disebabkan pula oleh faktor cuaca yang kerap berasap (pembakaran hutan) yang

berdampak pada kurangnya sinar matahari dan berkabut (terletak di dataran

tinggi).

Hasil AHP dan SWOT

Hasil perhitungan dari kuesioner AHP dan SWOT yang dilakukan di daerah

survei klaster bawang merah menunjukkan bahwa, dari sisi produksi, teknologi dan

skill merupakan hal paling penting bagi kelancaran proses produksi di klaster

bawang merah Kabupaten Simalungun. Oleh karena itu, dibutuhkan teknologi obat

tanaman yang secara berkala diberikan ke area pertanian. Kemampuan budi daya

tanaman juga merupakan hal yang penting bagi keberlangsungan produksi.

Inconsistency : 0,07 Inconsistency : 0,03

0.137

0.14

0.141

0.243

0.339

Bibit

Masa Tanam

Luas Lahan

Skill

Teknologi

Produksi

0.108

0,110

0.149

0.305

0.327

Akses Pembiayaan

Entrepreneurship

Modal Sosial

Dukungan Stakeholder

Organisasi Klaster

Replikasi

Page 43: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

42

Inconsistency : 0,06 Inconsistency : 0,003

Inconsistency : 0,08 Inconsistency : 0,05

Grafik 13. Hasil AHP Klaster Bawang Merah Kabupaten Simalungun

Dari segi pemasaran, untuk permintaan akhir, akses pasar menjadi penting

karena di Sumatera Utara terdapat sentra terminal agribisnis (STA) yang menjadi

tempat berkumpulnya semua hasil pertanian dari berbagai daerah. Dari STA ini

pedagang-pedagang kecil akan mengambil komoditas untuk dijual di pasar-pasar

konsumsi. Peran pedagang pengepul yang mengumpulkan hasil tanaman dari petani

untuk dibawa ke STA merupakan hal yang sangat penting dalam kelancaran

distribusi.

Untuk sarana dan prasarana infrastruktur yang menjadi indikator penting

dalam konektivitas, kondisi jalan dari dan menuju klaster di kecamatan Haranggaol

Horisan memang belum cukup baik. Kondisi jalan yang sempit, terjal, dan berbukit

menyebabkan lokasi ini sulit untuk diakses.

Masalah keterjangkauan pasar merupakan isu yang penting bagi klaster

bawang merah Kabupaten Simalungun. Hal itu disebabkan lokasi pasar yang dapat

dijangkau cukup jauh dengan akses jalan yang kurang baik. Pangsa pasar juga

merupakan isu penting dalam sustainability karena adanya kebutuhan pangsa

0.099

0.16

0.183

0.219

0.339

Keberlangsungan Input

Penanganan PascaPanen

Akses Keuangan

Modal Sosial danNetworking

Akses dan PerluasanPasar

Sustainability

0.196

0.318

0.487

Tengkulak/Juragan/Taoke

Pengepul/Pedagang

Pedagang Besar/PasarInduk

Permintaan Antara

0.162

0.215

0.293

0.329

Struktur Pasar

Keberadaan Industri

Rumah Tangga danIndustri

Akses Pasar

Permintaan Akhir

0.16

0.241

0.275

0.324

Relasi Pedagang danPetani

Jalur Distribusi

Akses Informasi

Kualitas & KetersediaanInfr.

Konektivitas

Page 44: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

43

pasar yang cukup besar di Sumatera Utara (dilihat dari konsumsinya). Hal tersebut

menjadi motivasi yang besar bagi petani untuk terus berproduksi.

Untuk indikator replikasi, organisasi klaster merupakan hal yang paling

utama yang mempengaruhi proses replikasi klaster. Organisasi klaster yang baik

dan didukung dengan modal sosial yang kuat di klaster bawang merah tersebut

mampu menarik perhatian petani lain untuk bergabung dalam kelompok-kelompok

tani baru. Selain itu, kemampuan klaster mengelola dana secara baik dari modal

yang ada mampu menjaga keberlangsungan budi daya untuk periode tanam

selanjutnya.

Dari analisis SWOT ditemukan bahwa yang menjadi kekuatan dari internal

klaster bawang merah Kabupaten Simalungun adalah modal sosial yang kuat, input,

dan kemampuan bertani dari anggota klaster. Semangat dan motivasi yang kuat dari

anggota klaster yang didukung dengan faktor historis dari Kecamatan Haranggaol

Horisan menjadi modal awal yang baik bagi berkembangnya klaster. Ketersediaan

input sangat baik dan berasal dari luar klaster, yaitu dari daerah Aipopo. Saat ini

klaster sedang mengembangkan benih bawang merah.

Kelemahan yang ada dalam klaster, antara lain, adalah (i) masih kurangnya

budaya kewirausahaan serta belum memiliki sistem informasi yang memadai; dan

(ii) belum adanya gudang yang layak untuk menyimpan dan mengeringkan bawang

merah sehingga bawang lebih cepat bertunas dan tidak dapat dijual untuk

konsumsi.

Tabel 10. Hasil SWOT Klaster Bawang Merah Kabupaten Simalungun

STRENGTH WEAKNESS

Ketersediaan input Budaya kewirausahaan

Modal sosial Sistem informasi

Kompetensi dan keahlian Sarana penyimpanan hasil produksi

OPPORTUNITY THREAT

Faktor geografis Akses pasar

Faktor ekonomi Akses informasi

Faktor kompetitif Peran stakeholder

Faktor geografis—terutama kondisi tanah yang baik dan ketersediaan sumber

air—menjadi faktor eksternal yang mendukung kemajuan klaster. Sumber air yang

memadai membuat klaster ini dapat melakukan penanaman sepanjang tahun (tidak

terpengaruh musim kemarau). Selain itu, bawang merah yang dihasilkan oleh

Page 45: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

44

klaster ini lebih kompetitif jika dibandingkan dengan tanaman lain di klaster yang

sama atau hasil bawang merah dari klaster lain.

4.2.5 Klaster Bawang Merah Kabupaten Majalengka Provinsi Jawa Barat

Program Klaster BI belum bersifat masif dan masih bersifat pilot project.

Kegiatan yang dilakukan BI KPw Cirebon, antara lain, adalah pengembangan

kapasitas dan peningkatan pendapatan dan petani. Pengembangan klaster bawang

merah oleh BI mendapat dukungan dari Pemerintah Kabupaten Majalengka. Saat

ini, selain pengembangan kawasan pertanian bawang merah, pemerintah

Kabupaten Majalengka ingin masuk ke pasar terstruktur, mengembangkan produk

turunan bawang merah, serta mengatur pola tanam yang lebih baik.

Petani di Kabupaten Majalengka sudah terbiasa menyisihkan hasil panen

bawang untuk bibit pada musim tanam berikutnya. Biasanya jumlah yang disimpan

berkisar 30% dari hasil panen sehingga ketika terjadi kenaikan harga, para petani

tidak mengalami kendala dalam pengadaan bibit. Beberapa petani bawang di

Kabupaten Majalengka mengkhususkan dirinya sebagai petani penangkar atau

penyedia bibit yang seluruh hasil produksinya akan disimpan untuk dijadikan bibit

dan dijual 3–4 bulan berikutnya.

Tabel 11. Profil Klaster Bawang Merah Kabupaten Majalengka

Keterangan Klaster

Nama Klaster Klaster Bawang Merah Kabupaten Majalengka

Penanggung Jawab

Klaster Bank Indonesia

Tahun Berdiri 2014

Tahun Mulai Klaster 2014 (secara produksi sudah dilaksanakan sejak 10 tahun silam, klaster BI baru masuk tahun 2014)

Lokasi dan Alamat Klaster

Kabupaten Majalengka (Kadipaten, Ligung, Dawuan, Cibunut, Cijurey)

Ketua Asosiasi Mudassir

Stakeholder yang Terlibat

Dinas Pertanian dan Perikanan Kabupaten Majalengka, Dinas Perdagangan dan UMKM Kabupaten Majalengka

Asal Pemasok

Sudah berproduksi sendiri. Terdapat pengusaha yang menjadi distributor bawang merah dari Probolinggo. Bawang tersebut dilakukan pembersihan dan penimbangan, lalu dikirim ke Sumatera Utara

Periode Tanam Sepanjang tahun

Page 46: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

45

Tabel 11. (lanjutan)

Keterangan Klaster

Luas Lahan Total: 30 hektare (dari 3 orang yang mengelola)

Produktivitas Dataran rendah: 12–15 ton/ha Dataran tinggi: 8–10 ton/ha

Pemasaran (Lokal, Antar Kabupaten-Provinsi, dll)

Lokal, antar kabupaten dan provinsi

Sumber Modal Swadaya dan bantuan saprodi dari stakeholder

Status/Tanggal Akhir Program

Program masih berjalan hingga saat ini, akan diadakan program Brigade

Kegiatan Pendampingan

Pelatihan budi daya, pelatihan pengembangan produk turunan

Produksi klaster BI di Kabupaten Majalengka tahun 2014 mencapai 795 ton.

Hal itu berarti telah berkontribusi sebesar 3% terhadap surplus bawang merah di

Jawa Barat sebesar 26.516 ton. Selain itu, Kabupaten Majalengka telah

meningkatkan surplus bawang merah sebesar 6.527 ton pada tahun 2014 sehingga

Kabupaten Majalengka telah menambah surplus produksi bawang merah sebesar

3%.

Lahan yang dikelola klaster bawang merah sebesar 30 hektare dan berasal

dari lahan 3 kelompok. Kegiatan klaster BI mampu meningkatkan produktivitas

atau sumber daya manusia sehingga menginspirasi Pemda Kabupaten Majalengka

melakukan kegiatan pengembangan klaster bawang merah. Untuk menunjang

kegiatan klaster bawang merah, petani klaster telah membentuk koperasi yang

dimanfaatkan untuk melakukan simpan pinjam dan memberikan fasilitas bibit jika

petani kesulitan mencari bibit. Namun, untuk kepentingan keamanan, saat ini

koperasi masih meminta jaminan untuk pinjaman.

Hasil AHP dan SWOT

Berdasarkan hasil analisis hierarki proses, tingkat kebutuhan klaster bawang

merah Kabupaten Majalengka terhadap proses replikasi, modal sosial, organisasi

klaster, dan dukungan stakeholder memiliki tingkatan yang hampir sama.

Pengelolaaan klaster bawang merah Kabupaten Majalengka sudah baik dengan

antusiasme petani yang cukup tinggi, tetapi masih perlu ditingkatkan agar klaster

memiliki nilai tambah yang lebih besar lagi bagi anggotanya.

Page 47: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

46

Untuk keberlangsungan usaha, perlu dikembangkan akses dan perluasan

pasar. Penanganan pascapanen lebih dibutuhkan oleh klaster bawang merah

Kabupaten Majalengka di dataran tinggi karena hanya kendaraan tertentu saja yang

dapat menjangkau klaster.

Dari sisi permintaan antara, pedagang besar sangat dibutuhkan. Majalengka

merupakan sentra bawang setelah Brebes yang berkaitan langsung dengan akses

pasar dalam segi permintaan akhir. Dua hal itu saling berkesinambungan. Akses

pasar harus lebih dimatangkan karena jika akses pasar (misalnya Pasar Kramat

Jati) telah diblok oleh pasokan dari Brebes, bawang merah Kabupaten Majalengka

akan sulit dipasarkan.

Akses informasi di Kabupaten Majalengka menjadi sangat penting, terlebih

sinyal di dataran tinggi tidak terlalu bagus sehingga menyebabkan koneksi telepon

seluler di daerah tersebut menjadi sulit. Selain harga, diperlukan informasi masa

tanam di daerah lain, khususnya di Brebes. Hal itu berguna untuk keseimbangan,

terutama pada saat tidak musim panen di Brebes karena Kabupaten Majalengka

dapat melakukan penanaman sepanjang tahun di dataran rendah atau di dataran

tinggi.

Inconsistency : 0,15 Inconsistency : 0,06

Inconsistency : 0,03 Inconsistency : 0,04

0.1

0.101

0.102

0.251

0.447

Luas Lahan

Masa Tanam

Bibit

Teknologi

Skill

Produksi

0.147

0.147

0.221

0.242

0.246

Akses Pembiayaan

Entrepreneurship

Dukungan Stakeholder

Organisasi Klaster

Modal Sosial

Replikasi

0.088

0.126

0.139

0.235

0.412

Keberlangsungan Input

Akses Keuangan

Modal Sosial dan…

Penanganan Pasca…

Akses dan Perluasan…

Sustainability

0.144

0.231

0.625

Tengkulak/Juragan/Taoke

Pengepul/Pedagang

Pedagang Besar/PasarInduk

Permintaan Antara

Page 48: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

47

Inconsistency : 0,09 Inconsistency : 0,05

Grafik 14. Hasil AHP Klaster Bawang Merah Kabupaten Majalengka

Berdasarkan hasil SWOT, faktor produksi, ketersediaan input, dan faktor lain

merupakan kekuatan klaster yang paling utama, sedangkan akses pasar,

manajemen klaster, dan sisi keuangan masih terbilang lemah sehingga kriteria itu

harus ditingkatkan kembali. Tantangan besar yang harus dihadapi adalah akses

informasi, pembelian, faktor kompetitif, dan sosial budaya. Keunggulan Kabupaten

Majalengka adalah memiliki faktor geografis yang terdiri atas dua dataran sehingga

penanaman dapat dilakukan sepanjang tahun bersamaan dengan faktor ekonomi

dan kedekatan dengan pemasok.

Tabel 12. Hasil SWOT Klaster Bawang Merah Kabupaten Majalengka

STRENGTH WEAKNESS

Produksi Manajemen klaster

Ketersediaan input Akses pasar

Penelitian dan pengembangan Keuangan/akuntansi

OPPORTUNITY THREAT

Faktor demografis Akses informasi

Faktor ekonomi Pembelian

Faktor geografis Faktor kompetitif

4.2.6 Klaster Bawang Merah Kota Palangkaraya Provinsi Kalimantan Tengah

Produksi bawang merah dari klaster di Kota Palangkaraya masih rendah

karena klaster relatif baru dan lahan yang digunakan masih terbatas (berbentuk

demplot). Produksi bawang merah yang ada saat ini masih terbatas untuk benih.

Hasil panen dari klaster bawang merah akan dijual kembali kepada dinas untuk

selanjutnya dikirim ke petani yang akan menanam bawang merah. Total produksi

bawang merah mencapai 30 ton per hektare per musim tanam dan produksinya

0.064

0.094

0.341

0.501

Keberadaan Industri

Rumah Tangga danIndustri

Struktur Pasar

Akses Pasar

Permintaan Akhir

0.186

0.205

0.298

0.311

Kualitas & KetersediaanInfr.

Jalur Distribusi

Relasi Pedagang danPetani

Akses Informasi

Konektivitas

Page 49: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

48

belum masuk ke pasar-pasar di Kota Palangkaraya dan Kalimantan Tengah. Selama

ini, Kalimantan Tengah mengalami defisit produksi bawang merah yang cukup

besar. Kebutuhan konsumsi akan bawang merah di Kalimantan Tengah dikirim dari

Bima (NTB), Brebes (Jawa Barat), dan Probolinggo (Jawa Timur).

Tabel 13. Klaster Bawang Merah Kota Palangkaraya

Keterangan Klaster

Nama Klaster Klaster Bawang Merah Palangkaraya

Penanggung Jawab Klaster Bank Indonesia

Tahun Berdiri 2013

Tahun Mulai Klaster 2013

Lokasi dan Alamat Klaster Kota Palangkaraya, Kalimantan Tengah

Jumlah Anggota/Petani 25

Nama GAPOKTAN/Asosiasi -

Stakeholder yang Terlibat

Dinas Pertanian dan Peternakan Provinsi Kalimantan Tengah, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Kalimantan Tengah, Dinas Pertanian Kota Palangkaraya

Asal Pemasok Benih: Brebes, Bima

Periode Tanam Sepanjang tahun

Luas Lahan 4–5 hektare

Jumlah Produksi 30 ton/musim tanam

Pemasaran (Lokal, Antar Kabupaten-Provinsi, dll)

Lokal

Sumber Modal Swadaya dan bantuan saprodi dari stakeholder

Status/Tanggal Akhir Program

Bantuan fisik diminimalkan, pembinaan teknis dan nonmaterial masih berlangsung

Kegiatan Pendampingan Pelatihan budi daya, pelatihan pengolahan pascapanen, pemurnian benih, pelatihan analisis usaha tani

Jumlah produksi bawang merah dari klaster BI di Kota Palangkaraya kurang

lebih sebesar 30 ton. Hal itu berarti telah berkontribusi sebesar 0,42% untuk

menutup defisit produksi bawang merah di Kalimantan Tengah yang besarnya

mencapai 7.187 ton per tahun. Jumlah produksi bawang merah di Palangkaraya

meningkat signifikan pada tahun 2014 (123%) dari total produksi sebesar 11,06 ton

tahun sebelumnya. Walaupun telah meningkat signifikan, Kalimantan Tengah tetap

belum dapat mengimbangi kenaikan konsumsi bawang merah yang meningkat

Page 50: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

49

11,1% pada tahun 2014. Dengan demikian, keberadaan klaster yang ada saat ini

belum mampu untuk menutup defisit produksi bawang merah.

Terdapat beberapa permasalahan/tantangan dalam upaya pengembangan

bawang merah di Kalimantan Tengah, antara lain, adalah sebagai berikut.

1. Masih terbatasnya jumlah petani yang mengembangkan bawang merah di

Kalimantan Tengah.

2. Masih terbatasnya jumlah petani di Kalimantan Tengah yang memahami teknis

budi daya bawang merah secara baik.

3. Lahan di Kalimantan Tengah merupakan lahan marginal, berpasir, dan gambut

sehingga diperlukan biaya input yang tinggi.

4. Terbatasnya aspek legalitas kepemilikan lahan oleh petani.

5. Kurangnya ketersediaan benih yang bermutu menjelang musim tanam.

6. Terbatasnya jumlah penyuluh, pengawas benih tanaman (PBT), dan petugas

pengendali organisme pengganggu tanaman (POPT) yang memahami teknis budi

daya bawang merah.

7. Belum optimalnya fungsi kelembagaan di tingkat petani.

8. Belum adanya lembaga independen atau sukarelawan yang mau mendampingi

program pengembangan bawang merah.

AHP dan SWOT

Hasil analisis hierarki proses (Grafik 15) sejalan dengan hasil wawancara

mendalam kepada masing-masing pihak. Pada proses produksi, klaster di Kota

Palangkaraya sangat membutuhkan keahlian dan kemampuan dalam budi daya

bawang merah, mulai dari penanaman hingga panen. Waktu dua tahun sejak

diperkenalkannya bawang merah kepada petani dirasakan masih belum cukup

untuk menguasai budi daya bawang merah sehingga belum mampu menangani

permasalahan secara cepat jika terjadi serangan hama dan penyakit. Teknologi

pengolahan lahan seperti penggemburan tanah masih menggunakan cangkul

sehingga hasilnya tidak optimal. Di samping itu, tidak adanya saluran irigasi

memaksa petani menggunakan sumur bor dan pompa sehingga membutuhkan

biaya lebih mahal.

Pada permintaan antara, petani lebih memilih untuk dapat langsung menjual

hasil panennya ke pedagang/pengepul daripada ke pedagang besar atau tengkulak.

Hal itu disebabkan petani belum memiliki akses ke pedagang besar. Sementara itu,

Page 51: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

50

jika dijual kepada tengkulak, harga bawang merah akan dipermainkan atau

ditentukan sepenuhnya oleh tengkulak.

Akses ke pasar sangat penting bagi petani dalam rangka pemenuhan

permintaan akhir karena bawang merah yang dihasilkan belum menembus pasar

yang ada di Kota Palangkaraya, tetapi disalurkan kembali kepada dinas sesuai

dengan jumlah pemberian dinas. Dari segi konektivitas, terlihat bahwa akses

informasi seperti informasi harga, informasi pola tanam, dan informasi lainnya

paling dibutuhkan oleh klaster di Kota Palangkaraya.

Inconsistency : 0,12 Inconsistency : 0,34

Inconsistency : 0,05 Inconsistency : 0,004

Inconsistency : 0,10 Inconsistency : 0,09

Grafik 15. Hasil AHP Klaster Bawang Merah Kota Palangkaraya

0.039

0.111

0.124

0.354

0.371

Luas Lahan

Masa Tanam

Bibit

Teknologi

Skill

Produksi

0.138

0.152

0.169

0,250

0.291

Organisasi Klaster

Akses Pembiayaan

Entrepreneurship

Modal Sosial

Dukungan Stakeholder

Replikasi

0.095

0.101

0.178

0.192

0.435

Keberlangsungan Input

Akses Keuangan

Akses dan PerluasanPasar

Modal Sosial danNetworking

Penanganan PascaPanen

Sustainability

0,110

0.384

0.506

Tengkulak/Juragan/Taoke

Pedagang Besar/PasarInduk

Pengepul/Pedagang

Permintaan Antara

0,140

0,230

0,280

0,350

Keberadaan Industri

Struktur Pasar

Rumah Tangga danIndustri

Akses Pasar

Permintaan Akhir

0.142

0.214

0.278

0.365

Jalur Distribusi

Kualitas & KetersediaanInfr.

Relasi Pedagang danPetani

Akses Informasi

Konektivitas

Page 52: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

51

Berdasarkan hasil analisis SWOT pada Tabel 14, terlihat masih banyak

kelemahan yang harus diperbaiki dalam kegiatan pengembangan klaster bawang

merah di Kota Palangkaraya, seperti manajemen klaster, modal sosial, dan

produksi/budi daya. Hal itu disebabkan usaha budi daya bawang merah merupakan

sesuatu yang baru dalam dunia pertanian Kalimantan Tengah sehingga harus

didukung dari segala arah untuk menunjang proses kegiatan produksi bawang

merah.

Tantangan atau ancaman besar yang dihadapi adalah akses pasar karena

bawang merah produksi Kalimantan Tengah belum banyak dikenal. Tantangan

lainnya ialah kurangnya akses informasi dan adanya faktor sosio-demo-geografis

yang belum mendukung. Peran stakeholder yang baik dari berbagai pihak di

Kalimantan Tengah diharapkan akan mampu mengatasi tantangan-tantangan yang

ada.

Tabel 14. Hasil SWOT Klaster Bawang Merah Kota Palangkaraya

STRENGTH WEAKNESS

Ketersediaan input Manajemen klaster

Penelitian dan pengembangan Modal sosial

Kompetensi dan keahlian Produksi/budidaya

OPPORTUNITY THREAT

Peran stakeholder Akses pasar

Faktor ekonomi Akses informasi

Faktor kompetitif Faktor demografi

4.3 Tata Niaga Cabai dan Bawang Merah

CABAI

Klaster Cabai Kabupaten Tanah Datar

Umumnya petani di Kabupaten Tanah Datar menjual kepada pengepul

karena sudah terjalin hubungan yang lama. Hasil panen langsung diambil oleh

pengepul di lokasi lahan mereka. Untuk petani klaster BI, pengepul akan menerima

seluruh hasil panennya meskipun stok di pengepul sudah banyak. Pengepul akan

menjual cabai dengan margin keuntungan Rp4.000,00–Rp5.000,00/kg. Pengepul

tidak melakukan penyimpanan/stok cabai dari petani, semua cabai yang tiba

langsung dibagi sesuai dengan pesanan dari Riau dan sisanya dijual di pasar lokal.

Page 53: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

52

Lokasi pengepul adalah di Pasar Padang Luar dengan jumlah pengepul yang

sejenis sebanyak delapan orang. Jumlah barang yang dikirim berkisar 2–5 ton per

hari. Setiap hari sebanyak 40–50 orang petani menjual cabai kepada pengepul,

tetapi saat sepi hanya sekitar 25 orang petani per hari. Untuk komoditas cabai,

setiap 50 kg cabai yang diterima akan mengalami susut 1–2 kg yang disebabkan

faktor fisik (cabai patah/jelek). Harga cabai yang diterima dari petani umumnya

bagus hingga panen ke-8, setelah itu pengepul akan memberikan harga lebih rendah

karena kualitas setelah panen ke-8 lebih rendah.

Klaster Cabai Kabupaten Jember

Pemasaran cabai di Kabupaten Jember tidak mengalami kendala karena

produksi klaster akan diserap oleh PT Heinz ABC berdasarkan kontrak yang telah

disepakati. Setiap tahun Koperasi Mitra Lestari sebagai pengelola klaster memasok

cabai sebanyak 1.500 ton.

Klaster Cabai Rawit Kabupaten Minahasa

Perdagangan cabai rawit di pasar kota Manado yang merupakan sentra

konsumsi cabai rawit di Sulawesi Utara dikuasai oleh satu pedagang besar. Bahkan,

pengepul yang berhubungan langsung dengan petani juga dianggap merupakan kaki

tangan dari pedagang besar tersebut. Pedagang besar ini menguasai pasokan

antarwilayah yang masuk ke Manado, terutama dari Gorontalo. Dengan menguasai

pasar dari petani sampai konsumen akhir serta menguasai perdagangan

antardaerah, pedagang besar tersebut memiliki kekuatan monopoli dalam

perdagangan cabai di Manado yang berimplikasi pada kemampuan mengatur harga

dengan mengatur pasokan.

Karena cabai bersifat perishable, kekuatan pedagang besar bergantung pada

tingkat kompetisi pelaku pasar. Untuk itu, pemerintah dan BI perlu mendorong

perbaikan tata niaga cabai rawit di tingkat petani, misalnya dengan mendirikan toko

tani dan koperasi.

Jalur Pemasaran/Penjualan Cabai:

1. Jalur Pemasaran di Klaster Cabai Tanah Datar

Petani Pengepul Riau/Pengecer

Page 54: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

53

2. Jalur Pemasaran di Klaster Cabai Kabupaten Jember

Petani Mitra Koperasi Industri (PT Heinz ABC)

3. Jalur Pemasaran di Klaster Cabai Rawit Kabupaten Minahasa

Petani Pengumpul/Pedagang Besar Pengecer Konsumen

BAWANG MERAH

Klaster Bawang Merah Kabupaten Simalungun

Kabupaten Simalungun dikenal luas dengan hasil pertanian, khususnya

produk hortikultura karena lokasinya yang berada di dataran tinggi. Salah satu

komoditas unggulan yang dihasilkan adalah bawang merah yang di antaranya

dihasilkan oleh para petani binaan KPw Bank Indonesia Pematangsiantar di

Kecamatan Haranggaol Horisan.

Bawang merah yang dihasilkan setiap panen akan dikumpulkan oleh

pengepul lokal untuk dibawa ke STA (sub-terminal agribisnis) Saribu Dolok yang

khusus buka pada hari pasar (pekan), yaitu hari Rabu. Pada hari pasar tersebut

banyak pedagang dan pengepul yang datang dari berbagai daerah yang menjual atau

membeli hasil pertanian, termasuk di antaranya bawang merah dari Kecamatan

Haranggaol Horisan. Sementara itu, di Pematangsiantar, STA serupa bernama STA

Parluasan, buka pada hari pasar (pekan), yaitu hari Senin dan Kamis. Pengepul

mendatangkan komoditas bawang merah dari daerah-daerah di Sumatera Utara

serta dari Jawa. Pedagang pengecer tidak hanya dari Pematangsiantar saja, tetapi

juga berasal dari Medan dan berbagai daerah di Sumatera Utara lainnya. Peran

penting pengepul yang mengumpulkan komoditas dari petani dan menjualnya di

STA akan lebih baik dan terorganisasi jika diwadahi dalam koperasi sehingga

mampu menaikkan nilai tukar petani di STA.

Klaster Bawang Merah Kabupaten Majalengka

Klaster bawang merah Kabupaten Majalengka menjual hasil panennya

kepada pengepul yang juga merupakan bagian dari klaster untuk selanjutnya

dibawa kepada pedagang besar di kabupaten yang sama. Pedagang besar akan

mendistribusikan cabai sesuai dengan wilayah yang menjadi pasarnya, seperti pasar

induk, pasar modern, atau eksportir sebagai berikut.

Page 55: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

54

1. PD Medal Rahayu

a. Pasar Induk Caringin dengan permintaan 10 ton/hari

b. Supermarket dengan permintaan 7 ton/minggu

2. MJ Sukasari Kaler

PT Alamanda Sejati (dijual ke Singapura) dengan permintaan 2 ton/minggu

Klaster Bawang Merah Palangkaraya

Bawang merah yang ada di Kota Palangkaraya berasal dari Bima, NTB, dan

Brebes. Bawang tersebut masuk melalui pelabuhan di Kalimantan Selatan (Trisakti),

lalu dikirim ke Palangkaraya melalui jalur darat dan langsung masuk ke pasar besar

di Palangkaraya. Pasar besar di Palangkaraya memiliki tiga orang pengepul besar

yang mendistribusikan bawang merah ke pedagang kecil untuk dijajakan kepada

konsumen. Pengepul memiliki koneksi dengan pengirim bawang merah, sebagian

merupakan keluarganya sendiri.

Beberapa pedagang yang tidak memiliki hubungan dengan pengepul akan

mendatangkan sendiri bawang merah dengan menggunakan truk dan menjualnya

langsung di tempat dengan harga yang lebih murah. Bawang merah yang dijual

merupakan hasil campuran bawang dari berbagai varietas serta belum disortir. Di

pasar Kota Palangkaraya belum ada bawang merah yang merupakan produksi lokal

Kota Palangkaraya sendiri karena petani klaster masih menjual bawang merah ke

dinas pertanian sebagai bibit.

Jalur Pemasaran/Penjualan Bawang Merah:

1. Jalur Pemasaran di Kabupaten Simalungun

Petani STA Simalungun Pengecer Konsumen

2. Jalur Pemasaran di Kabupaten Majalengka, alternatifnya adalah sebagai berikut.

a. Petani Konsumen

b. Petani Pengumpul Besar Pengecer Konsumen

c. Petani Pengumpul Kecil Pengumpul Besar Pengecer Konsumen

d. Petani Pengepul Pedagang Besar Kabupaten Pedagang Besar

provinsi/Antarpropinsi Pasar Induk Konsumen

e. Petani Pengepul Supermarket di Bandung

3. Jalur Pemasaran di Palangkaraya

Page 56: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

55

a. Petani Palangkaraya Dinas Pertanian

b. Petani Bima, Brebes Pengumpul Kecil Pengumpul Besar Pengepul

Palangkaraya Pengecer Konsumen

4.4 Estimasi Pasokan Klaster untuk Pengendalian Harga

Dekomposisi Pola Produksi

Data estimasi produksi komoditas cabai rawit, cabai besar, cabai total, dan

bawang merah berdasarkan metode dekomposisi dapat dilihat pada Grafik 16,

Grafik 17, dan Grafik 18. Kebutuhan klaster untuk menambah produksi ketika

produksi mengalami musim yang menurun atau di bawah trend.

Grafik 16. Peran Klaster Cabai Rawit untuk Mempengaruhi Pasokan

Pada tahun 2016 klaster harus menambah produksi cabai rawit sebanyak

70.816 ton yang tersebar pada bulan Januari–April dan September–Desember.

Kebutuhan terbesar adalah pada bulan Desember, Januari, dan Februari yang

masing-masing membutuhkan sekitar 15.000 ton (estimasi produksi di bawah garis

trend).

Tabel 15. Kebutuhan Pasokan Cabai Rawit Tahun 2016

100,000

110,000

120,000

130,000

140,000

150,000

160,000

Jan

-16

Feb-1

6

Mar-

16

Apr-

16

May-1

6

Ju

n-1

6

Ju

l-16

Au

g-1

6

Sep-1

6

Oct-

16

Nov-1

6

Dec-1

6

Ton

Cabai Rawit

Page 57: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

56

Bulan Tambahan Produksi (Ton)

Jan 14.789

Feb 14.907

Mar 9.958

Apr 2.473

Sep 1.788

Okt 5.844

Nov 6.005

Des 15.052

Total 70.816

Grafik 17. Peran Klaster Cabai Besar untuk Mempengaruhi Pasokan

Grafik 17 menunjukkan bahwa klaster harus menambah produksi cabai

besar sebanyak 96.816 ton pada tahun 2016 yang tersebar pada bulan Januari,

Agustus, dan Oktober–Desember. Kebutuhan terbesar cabai adalah pada bulan

November–Desember yang mencapai 25.000 ton lebih.

Tabel 16. Kebutuhan Pasokan Cabai Besar Tahun 2016

Bulan Tambahan Produksi (Ton)

Jan 8.676

Agus 9.540

Sep 7.759

Okt 17.981

Nov 25.543

Des 26.726

Total 96.225

Tabel 16 menampilkan estimasi kebutuhan cabai secara agregat yang

merupakan penjumlahan antara estimasi kebutuhan cabai rawit dan cabai besar

150,000

160,000

170,000

180,000

190,000

200,000

210,000

Ton

Cabai Besar

Page 58: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

57

tahun 2016. Secara total dibutuhkan pasokan cabai sebesar 167.041 ton, yaitu

70.816 ton untuk cabai rawit dan 96.225 ton untuk cabai besar. Estimasi

kebutuhan terbesar berada pada bulan Januari (23.465 ton), November (31.548 ton),

dan Desember (41.778 ton).

Tabel 17. Kebutuhan Pasokan Cabai Tahun 2016

Bulan Cabai Rawit Cabai Besar Cabai Total

Jan 8.676 14.789 23.465

Feb - 14.907 14.907

Mar - 9.958 9.958

Apr - 2.473 2.473

Agus 9.540 - 9.540

Sep 7.759 1.788 9.547

Okt 17.981 5.844 23.825

Nov 25.543 6.005 31.548

Des 26.726 15.052 41.778

Total 96.225 70.816 167.041

Grafik 18. Peran klaster Bawang Merah untuk mempengaruhi pasokan

Untuk komoditas bawang merah pada tahun 2016 klaster harus menambah

produksi bawang merah sebanyak 350.623 ton yang tersebar pada bulan Februari–

Mei dan September–Desember. Kebutuhan terbesar bawang merah adalah pada

bulan Februari–Maret dan November–Desember.

150,000

170,000

190,000

210,000

230,000

250,000

270,000

290,000

310,000

Jan

-16

Feb-1

6

Mar-

16

Apr-

16

May-1

6

Ju

n-1

6

Ju

l-16

Au

g-1

6

Sep-1

6

Oct-

16

Nov-1

6

Dec-1

6

Ton

Bawang Merah

Page 59: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

58

Tabel 18. Kebutuhan Pasokan Bawang Merah Tahun 2016

Bulan Tambahan Produksi (Ton)

Feb 40.047

Mar 51.240

Apr 24.597

Mei 22.603

Sep 4.029

Okt 110

Nov 61.622

Des 36.704

Total 350.842

4.5 Efektivitas Wilayah Klaster

Hasil survei menunjukkan bahwa klaster telah memberikan kontribusi

terhadap pasokan cabai dan bawang merah di tingkat Provinsi dan Kabupaten.

Namun, karena produksi klaster masih minim, efektivitas klaster untuk mendukung

pasokan komoditi cabai dan bawang merah dinilai masih rendah. Hal itu

ditunjukkan pada Tabel 18, yaitu bahwa nilai efektivitas klaster masih berada di

bawah 3%.

Tabel 19. Efektivitas Klaster

Wilayah Survei

Komoditas

Produksi Provinsi

Konsumsi Provinsi

Surplus/Defisit

Produksi Klaster

Peningkatan Surplus

Kabupaten/ Kota Klaster

Efektivitas Klaster

A B C = A-B D E (D/C) x 100

Klaster Cabai

Tanah Datar

Cabai

Keriting 66.797 45.180 21.617 20 436 0,09

Klaster Cabai Jember

Cabai Merah

238.820 131.634 107.186 1.795 34.022 1,67

Klaster Cabai Minahasa

Cabai Rawit

8.486 10.974 (2.488) 15 319 0,60

Klaster Bawang Merah Kabupaten Majalengka

Bawang Merah

130.082 103.566 26.516 795 6.527 3,00

Klaster Bawang Merah Kota Palangkaraya

Bawang Merah

125 7.312 (7.187) 30 -39 0,42

Secara umum klaster binaan Bank Indonesia mampu mendorong

peningkatan kapasitas dan produksi dari klaster masing-masing. Besarnya

Page 60: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

59

peningkatan produksi dapat mencapai 1,5 kali lipat dari produksi

normal. Berdasarkan tabel di atas, empat klaster memiliki nilai efektivitas positif

yang berarti memberikan kontribusi terhadap surplus dan mengurangi defisit, yaitu

(i) Klaster Cabai Tanah Datar, (ii) Klaster Cabai Jember, (iii) Klaster Cabai Minahasa,

dan (iv) Klaster Bawang Merah Majalengka. Sementara itu, dua klaster lainnya

masih bernilai negatif, yaitu klaster Bawang Merah Simalungun dan Klaster Bawang

Merah Palangkaraya. Penyebab nilai negatif tiap-tiap klaster tersebut adalah

berkurangnya produksi bawang merah di Kabupaten Simalungun dan peningkatan

konsumsi yang tinggi di Kota Palangkaraya.

Page 61: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

60

V. SIMPULAN DAN REKOMENDASI

5.1 Simpulan

Komoditas cabai terdiri atas berbagai varietas yang masing-masing memiliki

karakteristik pola produksi dan konsumsi sendiri. Setiap tahun surplus cabai besar

mencapai 40%–50% dan cabai rawit 60%–80% di tingkat nasional. Namun, kondisi

surplus tidak lantas berdampak pada penurunan harga karena pembentukan harga

cabai rata-rata nasional relatif didorong oleh fundamental current production dan

consumption yang bersifat mingguan bahkan harian.

Permintaan cabai memiliki karakteristik musiman yang kuat, dalam arti pada

bulan-bulan tertentu seperti hari raya, konsumsi dapat meningkat 10%–20% jika

dibandingkan dengan konsumsi normal. Pola produksi nasional juga memiliki

karakteristik musiman yang kuat dan siklus yang panjang (hampir satu tahun),

tetapi produksi menurun pada musim hujan, yaitu sekitar bulan November–

Februari. Perbedaan faktor musiman pada permintaan dan produksi semakin

mendorong ketidakstabilan harga. Gejolak harga juga dipengaruhi oleh distribusi

sentra produksi yang berbeda dengan distribusi pusat konsumsi, yaitu kota-kota

besar. Di sisi lain, sifat perishable cabai merah serta preferensi konsumsi terhadap

cabai segar menyebabkan sulit memanfaatkan kondisi surplus pada tingkat

nasional untuk stabilitas harga di daerah pusat konsumsi.

Produksi bawang merah nasional memiliki karakteristik musiman yang kuat

(menurun pada Februari–Maret dan November–Desember; meningkat pada Januari

dan Mei/Juli), tetapi memiliki periode siklus yang lebih pendek (5 dan 7 bulan).

Sementara itu, dari sisi permintaan, bawang merah relatif tidak memiliki lonjakan

musiman yang tinggi jika dibandingkan dengan cabai merah. Secara nasional

bawang merah memiliki surplus rata-rata mencapai di atas 40% setiap tahun.

Peran current supply-demand kurang fundamental dalam pembentukan

harga bawang merah nasional karena bawang merah relatif lebih tahan lama (4–6

bulan) dan dapat disimpan sehingga pembentukan harga bawang dengan demikian

relatif tidak ditentukan oleh current production, tetapi dipengaruhi oleh tata niaga

dan struktur pasar. Produksi bawang nasional bergantung pada sentra bawang

nasional, yaitu Jawa dan NTB. Hal itu menjadikan sangat pentingnya peningkatan

dan keberlanjutan produksi bawang pada sentra produksi tersebut.

Page 62: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

61

Dari hasil AHP dapat disimpulkan beberapa faktor yang menentukan

keberhasilan klaster dalam mempengaruhi pasokan, yaitu (1) produksi yang

ditunjang oleh skill yang baik dan penguasaan teknologi dalam pengolahan atau

budi daya; (2) replikasi yang dilakukan melalui organisasi klaster yang baik

(misalnya koperasi) serta modal sosial yang kuat di dalam klaster atau kelompok

(nilai-nilai gotong royong, rasa kebersamaan, dan kepemilikan bersama); (3)

sustainability dengan memfasilitasi akses dan perluasan pasar untuk menyerap

hasil produksi, modal sosial, serta networking yang dimiliki klaster; (4) permintaan

antara dengan menjalin kerja sama dengan pengepul lokal; (5) permintaan akhir

dapat dilakukan melalui kerja sama dengan industri berdasarkan kontrak untuk

menjamin harga dan kepastian pasar; dan (6) konektivitas melalui penyediaan

informasi terkait harga, akses permodalan, serta kualitas dan ketersediaan

infrastruktur (jalan, listrik, dan saluran irigasi).

Tabel 20. Rangkuman AHP

Produksi Replikasi Sustainability Permintaan

Antara Permintaan

Akhir Konektivitas

Skill

Teknologi

Organisasi Klaster

Modal Sosial

Akses dan Perluasan

Pasar

Modal Sosial dan Networking

Pedagang Besar/

Pasar Induk

Pengepul/ Pedagang

Akses Pasar

Keberadaan Industri

Akses Informasi

Kualitas dan Ketersediaan Infrastruktur

Hasil analisis SWOT menunjukkan bahwa secara umum kekuatan klaster

bersumber dari modal sosial yang kuat, manajemen klaster yang terbuka terhadap

informasi dan hal yang baru, serta ketersediaan input yang mencukupi. Sementara

itu, kelemahan klaster terletak pada aspek kelembagaan yang belum terbentuk

sehingga mempunyai posisi tawar yang rendah. Akibatnya, klaster berjalan

berdasarkan kebiasaan yang sudah ada tanpa adanya manajemen yang memadai.

Hal itu erat kaitannya dengan klaster yang belum mempunyai jiwa wirausaha dan

memiliki visi sama dengan pengelola klaster.

Kondisi geografis yang mendukung menjadi peluang sehingga budi daya

komoditas dapat dilakukan sepanjang tahun. Di sisi lain, sulitnya akses pasar

menjadi ancaman keberlangsungan klaster karena hasil panen lazimnya dijual

kepada pengepul sehingga harga ditentukan oleh pengepul.

Page 63: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

62

5.2 Rekomendasi

Peningkatan Pasokan dan Stabilitas Harga Cabai dan Bawang Merah

Untuk meningkatkan pasokan cabai merah, perlu dilakukan intensifikasi dan

ekstensifikasi melalui program pengembangan pertanian kawasan. Untuk itu,

updating terhadap data kelompok tani dan gabungan kelompok tani perlu dilakukan

yang dikelompokkan berdasarkan kawasan. Selain itu, untuk meningkatkan

kualitas, diperlukan pengembangan bibit tahan hama virus, terutama pada musim

hujan serta sarana penyimpanan cabai merah nasional.

Dalam rangka mendorong kestabilan harga, perlu antara lain dilakukan

beberapa hal berikut.

1. Menyelaraskan pola tanam sepanjang tahun untuk menjamin ketersediaan

pasokan, khususnya pada musim kemarau.

2. Memperbaiki tata niaga dan jalur distribusi agar lebih efisien dan terjaga.

3. Diversifikasi konsumsi kepada cabai bumbu kering dan cabai olahan.

4. Mendorong terjalinnya kerja sama antar provinsi sentra produksi dengan

provinsi sentra konsumsi yang bertujuan menyelaraskan pasokan dan

permintaan untuk kestabilan harga.

5. Menyediakan data kebutuhan komoditas rumah tangga nasional per bulan,

terutama bulan-bulan hari raya yang sangat krusial untuk dilakukan prakiraan

berapa peningkatan permintaan pada saat tersebut.

Sama halnya dengan cabai, untuk meningkatkan pasokan bawang merah

diperlukan intensifikasi dan ekstensifikasi melalui program pengembangan

pertanian kawasan. Pengembangan bibit yang tahan hama dan bebas penyakit juga

penting. Selain itu, untuk mengantisipasi ketidakpastian perubahan iklim di

sentra-sentra produksi bawang merah, dapat dilakukan penyediaan sarana dan

prasarana sumber air pada lahan tadah hujan di bulan September–Oktober atau

pengembangan teknologi rumah kaca untuk lahan tadah hujan pada penanaman

pada bulan Januari untuk kebutuhan Maret. Kontinuitas stok juga dapat dijaga

dengan menciptakan dan menyediakan teknologi penyimpanan bawang hingga

mencapai enam bulan menyimpan panen raya (bulan Juli–Agustus) sehingga dapat

memenuhi kebutuhan pada bulan November–Maret.

Page 64: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

63

Adapun rekomendasi untuk mendorong kestabilan harga bawang merah

antara lain adalah:

1. memperbaiki tata niaga dan jalur distribusi agar lebih efisien dan terjaga;

2. mendorong terjalinnya kerjasama antar provinsi sentra produksi dengan provinsi

sentra konsumsi yang bertujuan menyelaraskan pasokan dan permintaan untuk

kestabilan harga; dan

3. memasok dari daerah lain secara terkendali dan sesuai kebutuhan.

Rekomendasi Penguatan Klaster Secara Umum

Dalam melakukan penguatan peran klaster secara umum, upaya yang dapat

dilakukan antara lain adalah:

1. mengembangan dan meningkatan skill budi daya serta memanfaatkan teknologi

melalui pendampingan dan demplot;

2. meningkatan status dan menguatkan kelembagaan klaster sehingga klaster

memiliki daya tawar yang lebih tinggi;

3. menguatkan modal sosial klaster sehingga klaster memiliki kesamaan nilai, visi,

dan tujuan sehingga dapat dipahami dan diimplementasikan seluruh anggota;

4. memerlukan adanya akses pasar serta jejaring (networking) sehingga klaster

dapat menciptakan atau menghubungkannya dengan pasar baru agar produksi

dapat terserap oleh pasar, bahkan ke depannya diharapkan bermitra dengan

industri;

5. meningkatkan infrasruktur utama seperti akses jalan, irigasi, dan ketersediaan

informasi yang difasilitasi oleh stakeholders terkait antara lain Bank Indonesia,

Dinas Pertanian, Dinas PU, serta Dinas Perindustrian dan Perdagangan; dan

6. memberikan bantuan saprodi pada saat terjadi kondisi iklim ekstrim yang

memerlukan penanganan khusus sehingga dapat menjamin keberlanjutan

usaha petani.

Page 65: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

64

DAFTAR REFERENSI

Boja, Catlin. 2011. Clusters Models, Faktors, and Characteristics. International Journal of Economic Practices and Theories, Vol 1, No.1.

FMC working paper dalam buku Conference Theme Paper – Changing Paradigms of Cluster Development.

Kuah, Adrian TH. 2002. Cluster Theory and the Small Business. Journal of Research in Marketing and Entrepreneurship: Volume Four, Issue 3. UK.

Ketels, Christian HM dan Olga Memedovic. 2008. From Clusters to Cluster-Based

Economic Development. International Journal Technological Learning, Innovation and Development, Vol 1, No.3.

Tambunan, Tulus. 2006. Development of Small and Medium Scale Industry Clusters in Indonesia. Kadin Indonesia-Jetro.

PRES. 2013. Pemetaan dan Pendalaman Klaster Komoditas Unggulan Daerah dan Komoditas Penyumbang Inflasi.

Saptana, Nur Khoiriyah Agustin dan Ahmad Makky Ar-Rozi. Kinerja Produksi dan Harga Komoditas Cabai Merah.

Page 66: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

65

Lampiran 1

Klaster Komoditas Karakteristik Produksi Kebutuhan Vs. Produksi Pasokan: Prod - EX + IM Harga Konsumen

Kabupaten Jember

Cabai Merah Besar

Sentra Surplus Surplus Surplus Rp 10.000,-

Industri besar Ekpor ke Jakarta dan lainnya

Turun jika panen raya

Kabupaten Tanah Datar

Cabai Merah

Sentra Seimbang Defisit Seimbang Rp 25.000,-

Sudah biasa budi daya

Produksi cabai Padang

Vs. konsumsi cabai Jawa

Membeli/memasok cabai

Jawa dari Bengkulu dan Lampung

Naik jika terdapat

permasalahan produksi

90% dijual ke Riau

Kabupaten Minahasa

Cabai rawit merah

Non-Sentra Seimbang Seimbang Surplus Harga naik

Sudah biasa budidaya namun banyak tidak berupa pertanian sistematis dan masif

Defisit besar saat Natal bulan Desember

Membeli/memasok dari Gorontalo dan Surabaya

Harga normal Rp25.000,00.

Bulan Desember: Rp100.000,00 s.d.

Rp150.000,00

Tidak stabil sepanjang tahun terutama bulan kemarau

Kabupaten Majalengka

Bawang merah

Sentra Besar Suplus Harga stabil/turun

Sudah biasa budi daya Dijual ke Bandung Rp11.000,00 s.d. Rp16.000,00

Kota Palangkaraya

Bawang merah Non-Sentra Sangat kecil Defisit besar Seimbang Harga stabil

Pertanian bawang tidak ada sebelumnya

Mmbeli/memasok dari Brebes dan Bima

Rp20.000,00 s.d. Rp30.000,00

Kabupaten Simalungun

Bawang Merah Non-Sentra Kecil Defisit Seimbang Harga stabil

Sepuluh tahun berhenti budi

daya bawang

Membeli/memasok dari

Brebes Rp23.000,00 s.d.

Rp28.000,00

Turun ketika panen besar ditambah dengan

pasokan dari Jawa yang melimpah.

Page 67: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

66

Lampiran 2. Deskripsi Wilayah

1. Kabupaten Tanah Datar

Kecamatan Sepuluh Koto merupakan sentra pertanian cabai merah dengan luas

lahan 1.027 hektare dan produksi 6.054 ton (2013), setara dengan 55% produksi cabai

merah di Kabupaten Tanah Datar. Telah terjadi peningkatan produksi sebesar 4% atau

397 ton dibandingkan tahun sebelumnya. Kontribusi Kabupaten Tanah Datar terhadap

total produksi Sumatera Barat adalah sebesar 17%. Petani di wilayah itu telah turun-

temurun bertani cabai sehingga secara skill bertani sudah dianggap mumpuni.

Tabel 21. Produksi dan Konsumsi9 Kabupaten Tanah Datar dan

Provinsi Sumatera Barat 2012–2014 (ton)

Tahun Produksi Konsumsi

Sumatera Barat

Tanah Datar

Sumatera Barat

Tanah Datar

2012 65.104 7.842 44.286 2.758

2013 68.101 11.001 43.669 2.668

2014 66.797 11.398 45.181 2.629

2. Kabupaten Jember

Kabupaten Jember merupakan salah satu sentra cabai di Jawa Timur yang

menyumbang 13% dari total produksi seluruh Jawa Timur. Jawa Timur sendiri

berkontribusi terhadap produksi cabai nasional sebesar 18%. Pada tahun 2013 terjadi

penurunan produksi cabai di Jawa Timur sebesar 4% dan penurunan hingga 50% di

Jember yang diakibatkan faktor cuaca ekstrim yang berdampak terhadap gagal panen.

Pada tahun 2014 kondisi produksi kembali meningkat yang berdampak pada surplus

hingga 37.000 ton.

Klaster cabai di Jember dikelola oleh Koperasi Hortikultura Lestari yang berdiri

pada tahun 2011. Sebelum terbentuk menjadi koperasi, Koperasi Lestari masih

berbentuk kelompok usaha yang menjadi subpemasok ke PT Heinz ABC hingga tahun

9 Konsumsi di sini adalah konsumsi rumah tangga atau belum memasukkan kebutuhan

industri dan benih. Kebutuhan konsumsi di luar rumah tangga diestimasi sebesar 20 persen

dari kebutuhan rumah tangga sehingga estimasi kebutuhan total adalah 1,25 x konsumsi

rumah tangga.

Page 68: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

67

2011. Untuk bisa memasok secara langsung ke PT Heinz ABC, kelompok tersebut

harus berbentuk lembaga resmi.

Tabel 22. Produksi dan Konsumsi Kabupaten Jember dan

Provinsi Jawa Timur 2012–2014 (ton)

Tahun

Produksi Konsumsi

Jawa Timur

Jember Jawa Timur

Jember

2012 343.710 25.821 137.649 7.649

2013 329.177 10.553 119.033 6.757

2014 349.842 45.744 131.635 7.946

3. Kabupaten Minahasa

Kabupaten Minahasa menjadi sentra produksi cabai rawit bagi Provinsi Sulawesi

Utara dengan kontribusi mencapai 25% dari total produksi. Kabupaten Minahasa

mengalami surplus produksi cabai hampir mencapai 673 ton sehingga menjadikan

kabupaten tersebut strategis dalam pemenuhan kebutuhan cabai rawit di Sulawesi

Utara. Produksi cabai Kabupaten Minahasa pada tahun 2014 meningkat sebesar 130

ton atau sekitar 9,5% dari tahun sebelumnya. Hal itu mengindikasikan adanya

keberhasilan dengan ditetapkannya Kabupaten Minahasa sebagai Kabupaten Cabai

meskipun hasil produksi tersebut belum optimal. Pemilihan Kabupaten Minahasa

sebagai lokasi klaster Bank Indonesia sudah sangat tepat jika bertujuan untuk

meningkatkan produksi. Penanaman cabai rawit sudah biasa dilakukan masyarakat

Kabupaten Minahasa pada level rumah tangga, tetapi usaha bertani cabai hanya

dilakukan oleh sebagian masyarakat.

Tabel 23. Produksi dan Konsumsi Kabupaten Minahasa dan

Provinsi Sulawesi Utara 2012–2014 (Ton)

Tahun

Produksi Konsumsi

Minahasa Sulawesi

Utara Minahasa Manado

Sulawesi Utara

2012 1.455 9.656 1.479,43 1.912,49 9.031,56

2013 1.710 8.461 1.355,66 1.320,74 8.063,10

2014 2.156 8.486 1.482,91 1.400,50 8.779,12

Sumber: Susenas, BPS, dan Dinas Pertanian Kabupaten Minahasa

Page 69: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

68

4. Kabupaten Simalungun

Sejak tahun 2011 konsumsi bawang merah di Sumatera Utara cenderung

meningkat meskipun sempat turun pada tahun 2013. Produksi bawang merah

Sumatera Utara sempat menembus 14.156 ton per tahun pada tahun 2012, tetapi tidak

dapat memenuhi kebutuhan penduduk Sumatera Utara. Terdapat beberapa sentra

penghasil bawang merah di Sumatera Utara, seperti daerah Batubara, Aipopo,

Kabupaten Simalungun, dan Toba-Samosir. Kabupaten Simalungun merupakan salah

satu penghasil bawang merah terbesar di Sumatera Utara walaupun sejak tahun 2011

mengalami penurunan produksi. Penurunan paling tinggi terjadi pada tahun 2013,

yaitu terjadi penurunan produksi bawang merah sebesar hampir 40%.

Tabel 24. Konsumsi dan Produksi Bawang Merah Sumatera Utara

5. Kabupaten Majalengka

Kondisi geografis lahan di Kabupaten Majalengka terdiri dari dua wilayah, yakni

wilayah dataran rendah dan tinggi. Kondisi itu memungkinkan Kabupaten Majalengka

dapat melakukan budi daya bawang merah sepanjang tahun. Penanaman bawang

merah di dataran tinggi memerlukan biaya yang lebih besar jika dibandingkan dengan

penanaman di dataran rendah, mulai dari biaya input, perawatan, hingga pascapanen.

Sementara itu, dari sisi produktivitas, hasil panen yang telah dicapai dataran rendah

sebesar 12–15 ton/hektare dan dataran tinggi sebesar 8–10 ton/hektare.

Sebagian besar produksi bawang merah Kabupaten Majalengka dibawa ke luar

daerah untuk memasok pasar di Jawa Barat, Jakarta, dan daerah lainnya.

Berdasarkan Tabel 24 produksi bawang merah di Kabupaten Majalengka pada tahun

2013 mengalami penurunan jika dibandingkan dengan tahun 2012, kemudian

meningkat lagi pada tahun 2015. Harga bawang merah pada tahun 2013 bersifat

fluktuatif tinggi dan berimbas pada penurunan konsumsi bawang merah.

Tabel 25. Produksi dan Konsumsi Kabupaten Majalengka dan

Tahun

Konsumsi Produksi

Simalungun Pematang Siantar

Sumatera Utara

Simalungun Sumatera

Utara

2011 2.802 795 41.273 5.915 12.449

2012 2.818 684 42.088 5.750 14.156

2013 2.762 669 38.056 1.868 8.305

2014 2.952 648 41.383 1.602 7.810

Page 70: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

69

Provinsi Jawa Barat 2012–2014

Tahun Produksi (Ton) Konsumsi

Jawa Barat Majalengka Jawa Barat

2012 115.896 1.805 102.743

2013 115.585 1.467 76.875

2014 130.082 1.547 90.057

Sumber: Susenas, BPS, dan Pusat Data Pertanian Kementrian Pertanian

6. Kota Palangkaraya

Kalimantan Tengah berpenduduk 2.384.700 jiwa dengan luas wilayah mencapai

153.564 km2 yang sebagian di antaranya (30%) masuk dalam kategori lahan marginal

berpasir dan bergambut. Lahan gambut pada awalnya tidak dimungkinkan untuk

ditanami bawang merah. Akan tetapi, semenjak tahun 2012 Bank Indonesia KPw

Provinsi Kalimantan Tengah bersama dengan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian

Kalimantan Tengah melakukan uji coba penanaman bawang merah dan berhasil

dengan baik. Pada tahun 2013 hal tersebut ditindaklanjuti dengan upaya

pengembangannya ketika musim kemarau. Hasil panen menunjukkan produktivitas

sebesar 27,3 ton/hektare berat basah pada lahan pasir kuarsa dan sebesar 12,8

ton/hektare pada lahan gambut.

Pengembangan usaha tani bawang merah dilakukan dengan mengacu pada

roadmap yang yang telah dibuat atas kesepakatan bersama Bank Indonesia, Balai

Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP), serta dinas terkait mulai tahun 2016–2020.

Pengembangan tersebut lebih diarahkan pada upaya memproduksi bawang merah

untuk kebutuhan konsumsi yang dapat langsung diserap oleh pasar lokal atau

nasional. Ke depan diharapkan bahwa pengembangan bawang merah di Kalimantan

Tengah bisa memberi kontribusi pada penekanan laju inflasi serta pemenuhan

kebutuhan benih di wilayah sekitar.

Tabel 26. Produksi dan Konsumsi Kota Palangkaraya dan

Provinsi Kalimantan Tengah 2012–2014 (ton)

Tahun Produksi Konsumsi

Kalimantan Tengah Palangkaraya Kalimantan Tengah

2012 1,00 637,27 6.455,40

2013 56,00 476,66 5.632,84

2014 125,00 529,40 6.357,66

Sumber: Susenas, BPS, dan Pusat Data Pertanian Kementrian Pertanian

Lampiran 3. Simpulan dan Rekomendasi Berdasarkan Wilayah Klaster

Page 71: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

70

Simpulan

Klaster Cabai Kabupaten Tanah Datar

Berikut beberapa simpulan mengenai kondisi dan klaster cabai Kabupaten

Tanah Datar.

1. Dengan pendampingan BI terjadi perubahan dalam klaster, yaitu mengolah tanah

menjadi lebih baik karena tidak terlalu banyak menggunakan pupuk kimia dan

karena perbaikan teknik budi daya.

2. Peningkatan produksi dengan adanya pendampingan BI belum dapat terlihat

karena belum ada hasil panen dari lahan sekolah lapangan (SL). Produktivitas baru

dapat terlihat setelah 1 masa tanam dan panen. Jika produktivitas cabai meningkat

signifikan diharapkan petani sekitar akan turut mengubah cara budi daya.

3. Dari hasil wawancara, Pemda cenderung memberikan bantuan kepada kelompok

yang sudah bekerja sama dengan Dinas Pertanian. Kelompok tani tersebut

mendapatkan bantuan dari Dinas Pertanian karena memperoleh prestasi, yaitu

petani terbaik nomor 1 se-Kabupaten Tanah Datar dan nomor 3 terbaik se-

Sumatera Barat.

4. Bantuan sulit diberikan oleh Dinas Pertanian berupa alat yang permanen seperti

tandon air karena lahan kelompok merupakan lahan sewa.

5. Teknik bertani secara organik yang dikenalkan pada SL dirasakan cukup berat bagi

anggota kelompok karena waktu pengolahan lahan yang lebih lama.

6. Bibit yang digunakan adalah bibit lokal yang sudah ada secara turun-temurun.

Pernah dicoba menggunakan bibit baru, tetapi tidak bisa dipanen karena sampai

dengan umur hampir panen, tanaman tersebut tidak berbunga yang tentunya tidak

menghasilkan cabai.

7. Berdasarkan hasil AHP, skill dan teknologi merupakan faktor yang paling penting

jika akan meningkatkan produktivitas di klaster cabai Kabupaten Tanah Datar, di

samping kuatnya modal sosial yang menjadi faktor utama dalam melakukan

replikasi klaster. Selain itu, untuk konektivitas, faktor yang paling penting adalah

akses informasi.

8. Hasil SWOT menyimpulkan bahwa untuk klaster cabai Kabupaten Tanah Datar,

modal sosial dan ketersediaan input menjadi kekuatan klaster paling dominan,

sedangkan kelemahan klaster terletak pada akses terhadap jasa pendukung. Di sisi

lain, klaster ini memiliki peluang dari faktor geografis, sedangkan faktor demografi

dan akses informasi masih menjadi ancaman bagi petani klaster.

Page 72: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

71

Klaster Cabai Kabupaten Jember

Berikut beberapa simpulan mengenai kondisi dan klaster cabai Kabupaten

Jember.

1. Cara bertani di Kabupaten Jember sudah terstruktur dengan baik. Hal itu terlihat

dengan pemilik lahan/modal bertindak sebagai manajer dan menyerahkan semua

urusan teknis pekerjaan kepada tenaga kerja yang dibayar harian. Kepemimpinan

dan manajerial yang baik dan andal dibutuhkan untuk mengelola sistem seperti ini.

2. Pendampingan BI telah berdampak pada peningkatan produktivitas, yaitu dari 0,8

kg per batang menjadi 1,5–2 kg per batang. Dampak itu juga dirasakan para petani

nonklaster yang lahannya berdampingan dengan lahan petani klaster.

3. Pada tahun 2013 terjadi kemarau basah, yaitu hujan sepanjang tahun yang

berdampak pada anjloknya produksi cabai di Kabupaten Jember hingga 50%.

4. Klaster dapat mempengaruhi harga melalui operasi pasar dengan menjual cabai di

bawah harga pasaran yaitu sebesar Rp10.000,00 dari harga normal Rp28.000,00

s.d. Rp30.000,00.

5. Besarnya modal awal dalam bertani cabai memerlukan modal yang cukup besar.

Hal itu tentu diperlukan akses keuangan dengan bunga yang rendah.

6. Jika melihat produksi klaster Kabupaten Jember 13% dari total produksi Jawa

Timur, perubahan pasokan yang drastis cukup mempengaruhi produksi cabai di

Jawa Timur, bahkan hingga ke daerah lain.

7. Setiap tahunnya Koperasi Lestari melakukan kontrak kerja sama dengan PT Heinz

ABC sebanyak 1.500 ton yang dibagi dalam 12 bulan. Setiap bulan Koperasi Lestari

harus dapat memenuhi pasokan sesuai dengan jumlah yang sudah disepakati.

8. Harga kontrak antara Koperasi Lestari dan PT Heinz ABC selalu di atas harga

produksi.

9. Adanya anggota kelompok yang tidak berkomitmen menyebabkan koperasi pada

tahun 2015 tidak dapat lagi memasok cabai kepada PT Indofood. Anggota koperasi

yang bermitra memilih menjual hasil panennya di pasar yang memiliki harga lebih

tinggi.

10. Wadah koperasi diperlukan untuk mendapatkan akses kerja sama dengan

perusahaan. Organisasi koperasi yang terbentuk tidak murni karena yang bermitra

dengan koperasi tidak diwajibkan menjadi anggota.

Page 73: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

72

11. Dari analisis menggunakan AHP, kekuatan organisasi klaster di Kabupaten Jember

menjadi faktor replikasi yang utama karena kerja sama dengan industri yang sudah

cukup lama terjalin. Berbeda dengan klaster lainnya, permintaan akhir yang

terpenting dalam klaster ini adalah keberadaan industri karena seluruh hasil

produksi dijual ke industri.

12. Analisis SWOT menyimpulkan bahwa ketersediaan input menjadi kekuatan klaster

paling dominan, sedangkan kelemahan klaster adalah pada produksi. Di lain pihak

faktor demografis (tenaga kerja) menjadi peluang paling nyata bagi pengembangan

klaster. Faktor geografis dan kompetisi penggunaan lahan serta akses pasar masih

menjadi ancaman bagi petani klaster.

Klaster Cabai Rawit Kabupaten Minahasa

Berikut beberapa simpulan mengenai kondisi dan klaster BI di Kabupaten

Minahasa.

1. Jenis petani di Kabupaten Minahasa terdiri atas petani merpati (PSPB), petani

pedati, dan petani sejati.

2. Kabupaten Minahasa menjadi sentra produksi cabai rawit di Sulawesi Utara dan

telah ditetapkan menjadi Kabupaten Rica pada tahun 2014 yang telah berhasil

meningkatkan produksi cabai rawit meskipun belum optimal.

3. Kemampuan klaster BI dalam mendorong petani untuk budi daya cabai lebih

disebabkan oleh adanya insentif swadaya BI dalam pembuatan demplot.

4. Insentif replikasi berupa keuntungan budi daya cabai masih kurang atau gagal

terbentuk. Hal itu antara lain disebabkan terlalu banyak petani yang terlibat dalam

satu demplot (satu hektare) sehingga hasil/petani boleh dibilang sangat kecil.

5. Jumlah 10 petani per hektare per demplot sangat tidak efisien dan mendorong

terjadinya free rider. Hal itu disebabkan target kepada kelompok tani yang

umumnya beranggotakan 10 petani.

6. Adanya indikasi kelompok tani tidak berada dalam satu kawasan menyebabkan

sulitnya berkoordinasi dalam pengembangan klaster/demplot.

7. Terdapat indikasi petani PSPB dan/atau petani merpati dalam klaster BI dan

program pertanian lainnya.

8. Dari penelusuran hasil AHP, selain skill, teknologi adalah hal yang paling penting

dalam pengembangan produktivitas klaster ini, terutama hand tractor dan pompa

Page 74: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

73

air/embung. Dalam proses replikasi, modal sosial menjadi hal terpenting dari

klaster ini.

9. Setelah dilakukan analisis SWOT ditemukan bahwa modal sosial dan ketersediaan

input menjadi kekuatan klaster paling dominan, sedangkan kelemahan utama

klaster adalah pada produksi. Di lain pihak, kedekatan dengan pemasok menjadi

peluang paling nyata bagi pengembangan klaster. Sementara di sisi lain,

infrastruktur dan ketiadaan akses pasar masih menjadi ancaman bagi petani

klaster.

Klaster Bawang Merah Kabupaten Simalungun

Berikut beberapa simpulan mengenai kondisi dan klaster bawang merah

Kabupaten Simalungun.

1. Modal sosial dan kelembagaan di klaster Bank Indonesia Kabupaten Simalungun

sangat baik untuk modal awal pembentukan klaster.

2. Kemampuan petani sangat baik dalam budi daya karena sudah memiliki

pengetahuan budi daya bawang.

3. Kondisi geografis mendukung klaster untuk berkembang (kondisi air dan konstruksi

tanah).

4. Harga jual bawang merah yang dihasilkan berfluktuasi tergantung bagaimana

kondisi pasokan di pasar Sumatera Utara yang dipengaruhi pasokan dari Jawa dan

Bima.

5. Bawang merah yang dihasilkan di Kabupaten Simalungun sangat kompetitif karena

memiliki cita rasa yang berbeda dengan bawang merah yang dihasilkan di Jawa.

6. Peran stakeholders dan koordinasi antar-stakeholders masih sangat kurang di

Kabupaten Simalungun dalam rangka meningkatkan produksi bawang merah.

7. Teknologi dan skill merupakan hal paling penting bagi kelancaran proses produksi

di klaster bawang merah Kabupaten Simalungun berdasarkan analisis AHP.

Teknologi yang dibutuhkan terutama adalah obat untuk mencegah virus tanaman.

Untuk menunjang sustainability, dari segi pemasaran, akses pasar menjadi penting

karena di Sumatera Utara terdapat sentra terminal agribisnis yang menjadi tempat

berkumpulnya semua hasil pertanian dari berbagai daerah.

8. Hasil analisis SWOT terhadap klaster ini menunjukkan bahwa modal sosial menjadi

kekuatan. Kelemahannya terletak pada masalah penanganan pascapanen dan

sistem informasi klaster.

Page 75: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

74

Klaster Bawang Merah Kabupaten Majalengka

1. Klaster Kabupaten Majalengka merupakan replikasi dari Klaster BI di Brebes yang

produktivitasnya mulai agak menurun dan tanah yang mulai jenuh. Kabupaten

Majalengka dicanangkan akan menjadi sentra bawang selain Brebes.

2. Klaster sudah berjalan semenjak tahun 2014 dan bekerja sama dengan dinas

terkait.

3. Kondisi geografis lahan di Kabupaten Majalengka terdiri atas dua wilayah, yaitu

wilayah dataran rendah dengan produktivitas sebesar 12–15 ton/hektare dan

wilayah dataran tinggi (atas) dengan produktivitas sebesar 8–10 ton/hektare.

4. Kabupaten Majalengka selain memproduksi bawang merah sekaligus menjadi

penangkar bawang merah.

5. Benih-benih bawang merah Kabupaten Majalengka sudah bersertifikasi.

6. Faktor cuaca yang membuat bawang merah perlu banyak pengendalian pada saat

proses produksi.

7. Sudah ada program Brigade Olah Tanah untuk membantu petani, semua fasilitas

bantuan sosial akan dialihkan menjadi fasilitas barang, contohnya penyediaan

cultivator. Selain itu, terdapat juga Brigade Operasi Pengendalian Tanaman dan

Brigade Pengairan. Program ini dilakukan oleh Dinas Pertanian.

8. Kenaikan produksi disebabkan oleh upaya petani sendiri sehingga perlu dorongan

dari Pemda yang lebih besar.

9. Hasil analisis AHP menunjukkan bahwa skill merupakan faktor yang penting bagi

klaster ini karena kondisi geografis Kabupaten Majalengka membutuhkan

keterampilan khusus dari petani. Selain itu, akses dan perluasan pasar menjadi

hal yang harus dipikirkan bagi Kabupaten Majalengka dalam rangka

keberlangsungan petani bawang.

10. Berdasarkan hasil SWOT, produksi dan ketersediaan input merupakan kekuatan

klaster yang paling utama, sedangkan akses pasar masih terbilang lemah.

Tantangan besar yang harus dihadapi adalah akses informasi.

Page 76: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

75

Klaster Bawang Merah Kota Palangkaraya

1. Budi daya bawang dilakukan atas inisiatif Bank Indonesia dan BPTP sejak tahun

2012. Sebelum tahun 2012 produksi bawang merah di Kalimantan Tengah belum

ada.

2. Selama ini bawang merah yang ada di Kalimantan Tengah berasal dari Bima (NTB),

Brebes (Jawa Tengah), dan Probolinggo (Jawa Timur).

3. Di Kota Palangkaraya belum terbentuk klaster seperti yang ada di Kabupaten

Majalengka, yang ada masih berbentuk demplot-demplot.

4. Harga cenderung stabil pada kisaran Rp20.000,00 s.d. Rp30.000,00.

5. Produksi yang berjalan di Kota Palangkaraya masih berjalan dengan adanya

bantuan dari dinas, benih diberikan, dan hasilnya dijual kepada dinas.

6. Bawang merah untuk konsumsi belum masuk ke pasar-pasar tradisional di Kota

Palangkaraya.

7. Sudah ada roadmap pengembangan bawang merah 2016–2020 yang merupakan

hasil kesepakatan bersama antara Bank Indonesia dan dinas-dinas terkait.

8. Produksi bawang merah di Kota Palangkaraya belum mencukupi untuk konsumsi

(defisit). Hal itu disebabkan peningkatan produksi tidak dapat mengimbangi

peningkatan konsumsi bawang merah.

9. Skill dan teknologi merupakah hal yang penting terkait dengan produktivitas. Skill

petani di Palangkaraya masih tertinggal jauh daripada petani di Jawa dan

penggunaan teknologi pun masih sangat sederhana. Dalam hal replikasi, dukungan

stakeholders masih sangat diperlukan, terutama dalam proses kegiatan produksi

dalam demplot.

10. Banyak hal yang masih harus diperbaiki, seperti manajemen klaster karena bawang

merah memang menjadi sesuatu yang baru dalam dunia pertanian di Kalimantan

Tengah. Tantangan atau ancaman besar yang dihadapi petani bawang merah di

Palangkaraya adalah akses pasar.

Rekomendasi

Klaster Cabai Kabupaten Tanah Datar

Kabupaten Tanah Datar sebagai salah satu sentra cabai merah di Sumatera

Barat memiliki peranan yang sangat penting dalam menjaga kestabilan pasokan dan

harga. Berikut ini merupakan rekomendasi untuk klaster tersebut, yaitu

Page 77: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

76

(1) meningkatkan kualitas produksi dengan menggunakan pestisida yang tepat (jenis

dan dosis);

(2) meningkatkan kelembagaan klaster menjadi lembaga formal, seperti koperasi, agar

dapat mempermudah akses dengan stakeholders terkait;

(3) menggunakan teknik penanganan pascapanen dan diversifikasi produk olahan;.

(4) mengurangi ketergantungan kepada pihak pengepul dengan membuka akses

pasar ke pihak/daerah lain;

(5) memperluas akses informasi pasar, misalnya, dengan mendirikan stasiun

agribisnis;

(6) mengatur masa tanam dengan daerah lain agar tercipta stabilitas harga dan

pasokan;

(7) membentuk wadah untuk melakukan koordinasi antarpetani dalam satu provinsi;

(8) meningkatkan peran dan fungsi dari PPL;

(9) membuka akses keuangan dengan bunga yang rendah dan persyaratan yang

mudah, seperti KKPE yang sangat membantu petani dengan suku bunga rendah;

(10) meningkatkan kemampuan pengelolaan administrasi keuangan kelompok; dan

(11) mengembalikan kesuburan tanah yang mulai jenuh dengan menggunakan

teknologi yang tepat (organik).

Klaster Cabai Kabupaten Jember

Kabupaten Jember sebagai salah satu sentra cabai merah di Jatim memiliki

peranan strategis dalam menjaga kestabilan pasokan dan harga cabai di Jawa Timur,

bahkan hingga Jakarta dan Kalimantan. Berikut ini merupakan rekomendasi untuk

klaster tersebut, yaitu

(1) memerlukan perbaikan aspek administrasi keuangan klaster ke arah yang lebih

modern dengan menggunakan aplikasi/software akuntansi;

(2) memerlukan pendampingan secara berkelanjutan, antara lain, untuk mengatasi

permasalahan dan penerapan teknologi;

(3) memerlukan akses kredit/pembiayaan yang sesuai dengan pola/siklus budi daya

cabai, misalnya angsurannya dapat dibayar setelah panen;

(4) meningkatkan koordinasi antar-stakeholders guna terciptanya sinkronisasi dalam

pemberian bantuan;

(5) memerlukan akses informasi harga; dan

Page 78: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

77

(6) memerlukan teknologi modern untuk menghasilkan cabai yang lebih

menguntungkan dibandingkan hasil produksi komoditas lain.

Klaster Cabai Rawit Kabupaten Minahasa

Kabupaten Minahasa dapat dikatakan belum optimal dalam produksi cabai rawit

dan dalam mendorong kestabilan harga terutama pada bulan Desember. Rekomendasi

untuk optimalisasi klaster BI dan Kabupaten Minahasa sebagai Kabupaten Cabai

adalah sebagai berikut.

1. Perbaikan targeting petani klaster dan penerima bantuan pemerintah kepada petani

sejati atau minimal petani pedati.

2. Pre-program harus dimulai dengan membarui (updating) dan memverifikasi data:

membandingkan data BP4K dan sumber data lainnya, misal data swasta.

3. Jika updating data kelompok tani tidak dimungkinkan, program pertanian tidak

ditujukan kepada kelompok tani, tetapi kepada petani kawasan dengan jumlah 3

petani/hektare yang mencakup 10 hektare atau 30 petani.

4. Jika ingin mendorong pasokan dan kestabilan harga, yang lebih potensial dilakukan

BI adalah membantu ketersediaan pompa dan embung di kabupaten sentra

produksi kepada petani sejati.

5. Subsidi modal dan teknologi tetap dibutuhkan dan dengan konsep kawasan,

efisiensi dana klaster bisa ditingkatkan, misalnya untuk penyediaan satu hand

tractor untuk 10 hektare lahan atau 3 kelompok tani kawasan.

6. Kontrak secara profesional, terutama dengan pihak swasta untuk penyediaan

saprodi.

7. Bank Indonesia harus mendorong penyediaan data, terutama kebutuhan konsumsi

per bulan khususnya data kebutuhan konsumsi pada bulan Juli–Agustus dan

Desember. Dengan data ini dapat direncanakan program atau rencana antisipasi

sebelum terjadi gejolak harga.

8. Perlu dilakukan koordinasi dan kerja sama dengan sentra cabai rawit, terutama

Brebes dan sentra lainnya di Jawa Timur selain dengan Gorontalo.

9. Kesan sosial dalam program klaster harus diminimalkan oleh pimpinan Bank

Indonesia di daerah dan pusat sehingga tujuan klaster lebih tegas dan terstruktur,

yaitu untuk meningkatkan pasokan dan kestabilan harga.

Page 79: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

78

10. Kesejahteraan petani yang lebih besar harus diupayakan dengan jalan mendorong

akses petani ke pasar tradisional dan pasar lainnya, salah satunya dengan

membentuk toko tani.

11. Bank Indonesia sebaiknya mampu memanfaatkan mapalus sebagai modal sosial

petani Minahasa sebab mapalus merupakan bentuk budaya gotong royong

masyarakat Minahasa. Hal itu merupakan pemanfaatan jalur adat tradisional dalam

usaha mereplikasi klaster Bank Indonesia.

12. Akses pasar atau toko tani dapat menjadi solusi bagi kelemahan dan ancaman

terhadap pasokan dan stabilitas harga, baik untuk petani maupun untuk

masyarakat pada umumnya di Kabupaten Minahasa.

Klaster Bawang Merah Kabupaten Simalungun

1. Dukungan yang kuat dari segi infrastruktur, yaitu berupa jalan sangat dibutuhkan

karena berpengaruh pada konektivitas klaster dengan pasar (koordinasi pemerintah

daerah).

2. Klaster membutuhkan penanganan pascapanen yang baik agar dapat menyimpan

bawang merah yang dihasilkan sehingga tidak mudah busuk.

3. Informasi harga yang berkembang di pasar sangat dibutuhkan sehingga tidak

merugikan petani.

4. Modal sosial yang baik (kelembagaan yang kuat) sebaiknya diwadahi dengan

koperasi agar menguntungkan, baik dari segi pemasaran hasil maupun penyediaan

input.

5. Komunikasi intensif antar-stakeholder yang terlibat dalam pengembangan bawang

merah di Kabupaten Simalungun serta koordinasi agar program-program

pengembangannya lebih terarah dan tepat sasaran sangat dibutuhkan.

6. Klaster membutuhkan teknologi obat tanaman yang secara berkala diberikan ke

area pertanian, selain juga pengembangkan wawasan yang bersifat ilmiah seperti

alokasi pupuk.

7. Meskipun ketersediaan input di klaster ini di-supply dengan baik dari daerah lain,

untuk kemandirian ke depannya dibutuhkan pengembangan bibit. Selain itu,

diperlukan juga pengembangan sistem informasi untuk menunjang modal sosial

yang sudah baik.

Page 80: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

79

Klaster Bawang Merah Kabupaten Majalengka

1. Pola tanam bawang merah harus direncanakan lebih baik.

2. Tingkat promosi bawang merah Kabupaten Majalengka perlu ditingkatkan agar

masyarakat mengenal bahwa komoditas bawang merah merupakan produk

unggulan Kabupaten Majalengka.

3. Klaster harus disosialisaikan terlebih dahulu kepada petani, bagaimana fungsi dan

peran klaster. Sosialisasi itu diperlukan agar petani tidak hanya ikut perkumpulan

jika ada kegiatan klaster karena mereka beranggapan bahwa dengan adanya

klaster, bantuan akan datang.

4. Perlu dibuat akte kepemilikan lahan bagi para petani.

5. Perlu ada kerja sama antar daerah dalam bentuk berita acara dalam rangka

pemenuhan komoditas. Jika terjadi kelangkaan bawang merah di daerah lain,

Kabupaten Majalengka dapat membantu memberikan pasokan.

6. Perlu dilakukan penelitian mengenai jenis bawang apa saja yang cocok ditanam di

tiap-tiap wilayah di Kabupaten Majalengka.

7. Pedagang besar dan strategi pemasaran yang baik sangat dibutuhkan agar produksi

yang melimpah dapat dimanfaatkan dengan baik dan menguntungkan serta tidak

kalah bersaing dengan sentra bawang di Brebes.

Klaster Bawang Merah Kota Palangkaraya

1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai proses produksi bawang merah di

lahan berpasir dan gambut.

2. Pengenalan lebih luas kepada petani apakah itu klaster, bagaimana kegiatannya,

dan apa saja yang dilakukan.

3. Pemberian pemahaman untuk mengubah pola pikir para petani agar tidak bertani

pada saat ada bantuan saja. Penumbuhan kesadaran dan pembangunan modal

sosial yang tinggi agar mampu membuat bawang merah menjadi komoditas yang

utama serta meningkatkan nilai tambah dan kesejahteraan petani.

4. Perlu adanya bantuan dalam pengolahan lahan, seperti cultivator dan spryer karena

semua kegiatan pengolahan lahan masih dilakukan secara manual.

5. Pemaksimalan tugas dan fungsi PPL dalam memberikan penyuluhan.

6. Petani lebih menginginkan kegiatan pelatihan yang langsung di lapangan, tidak

hanya sekadar pelatihan dalam bentuk seminar atau lokakarya (workshop).

7. Roadmap yang telah dibuat harus dilaksanakan dengan baik.

Page 81: kajian strategi penguatan klaster untuk mendukung pasokan ...

80

8. Jika bawang merah sudah tumbuh pesat di Kalimantan Tengah, langkah

selanjutnya adalah perluasan ke pasar-pasar. Selama ini bawang merah yang

tersedia di pasar merupakan kiriman dari daerah lain dan strukturnya sudah

terbentuk sejak lama. Oleh karena itu, harus dipikirkan bagaimana bawang merah

yang diproduksi lokal dapat masuk ke pasar-pasar tanpa terjadi perselisihan antara

pemain besar pemasok bawang merah dari luar daerah.

9. Pendampingan yang intensif dari klaster ini sangat dibutuhkan karena masih

berupa klaster awal, terutama pendampingan dalam pengembangan teknologi.

10. Perluasan akses pasar karena selama ini klaster lebih banyak memenuhi

permintaan dari dinas saja.