KAJIAN STATUS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI · PDF file- Ubi kayu (%) Cassava (%) 55/4870 32...
Transcript of KAJIAN STATUS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI · PDF file- Ubi kayu (%) Cassava (%) 55/4870 32...
36 Winarti1 et al.,
KAJIAN STATUS PENGEMBANGAN AGROINDUSTRI MINYAK NILAM TERHADAP
TINGKAT KEPUASAN PETANI DI MAJALENGKA
Christina Winarti, M.P.Laksmanahardja dan Djajeng Sumangat
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian
Nilam (Pogostemon cablin Benth) merupakan salah satu komoditas ekspor yang penting bagi Indonesia karena 90%
minyak nilam dunia berasal dari Indonesia. Nilam merupakan salah satu komoditas unggulan tanaman perkebunan dalam
pengembangan agroindustri Majalengka. Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji pengaruh pengembangan agroindustri
nilam terhadap tingkat kepuasan petani nilam di kabupaten Majalengka. Penelitian dilakukan dengan cara survai dan
wawancara dengan pembagian kuesioner kepada petani nilam dan non nilam dari lima kecamatan di kabupaten Majalengka.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa ada berbagai faktor baik internal maupun eksternal yang mempengaruhi pengembangan
nilam di daerah tersebut. Persentase pendapatan yang diperoleh dari mengusahakan nilam hanya sekitar 22%. Luas lahan
yang dimiliki petani rata-rata adalah 0,5 ha, sedangkan lahan pertanaman nilam rata-rata 0,3 ha. Produktivitas terna (daun
dan ranting) nilam yang dihasilkan juga masih sangat rendah yaitu rata-rata 16.470 kg/ha/th. Tingkat kepuasan petani
terhadap beberapa parameter yang diuji terkait dengan pengembangan nilam sebagian besar adalah sedang (nilai sekitar 3)
sedangkan kepuasan terhadap produksi dan harga nilam adalah rendah (tidak puas). Pengusahaan agroindustri nilam secara
ekonomi sangat menguntungkan dengan NPV Rp. 48 juta, IRR 42%, BEP Rp. 19.826.700 dan masa pengembalian modal
2,64 tahun.
Kata kunci: Pogostemon cablin Benth, agroindustri, minyak nilam, sosial-ekonomi, Majalengka, Jawa Barat
ABSTRACT. Christina Winarti, M.P.Laksmanahardja dan Djajeng Sumangat. 2005. Study of status of patchoully
oil agroindustrial development on the satisfaction level of farmers in Majalengka. Patchoully is one of the most
important export commodities of Indonesia, because 90 % of the patchoully oil in the world market comes from Indonesia.
In the Majalengka regency, patchoully has become one of the main objectives of agro-industrial development. The aim of
the research was investigate the impact of developing patchoully oil agro-industry in district of Majalengka, West Java on
the satisfaction level of the farmer. The research was carried out based on the data collected from survey and interviews by
distributing questionnaires to farmers. The questionnaires were distributed to patchoully farmers and non-patchoully
farmers in the five districts of the case study area. The result showed that there were some internal and external factors
affecting the development of patchoully oil agroindustry in Majalengka. The contribution of patchoully cultivation on the
farmers’ total income was 22.25 percent on average. The yield and productivity of patchoully plantation in this region,
however, is very low with the average yearly productivity of patchoully crop is 16,470 kilogram per hectare per year. The
satisfaction level of the farmers on the studied parameters about patchoully development were mostly average level (about
scale 3), whereas the satisfaction on the yield and price of patchoully were low (scale 2). Developing of patchoully oil
agroindustry were very feasible financially with NPV Rp. 48 million, IRR 42%, BEP Rp. 19.826.700 and payback period
2.64 year.
Keywords: Pogostemon cablin Benth, agroindustry, patchoully oil, socio-economic, district of Majalengka, West Java
PENDAHULUAN
Nilam (Pogostemon cablin Benth.) merupakan salah satu
komoditas ekspor yang penting bagi Indonesia karena
90% minyak nilam dunia berasal dari Indonesia. Ekspor
tahun 2001 mencapai 1188,5 ton senilai US$ 20,57 juta
(Anonymous, 2002). Luas areal pertanaman nilam di
Indonesia pada tahun 2001 yaitu 13475 ha. Di wilayah
Jawa Barat luas areal pertanaman nilam pada tahun 2001
diperkirakan mencapai 229 ha, luas areal panen 194 ha
dengan produksi minyak nilam sekitar 12 ton. Menurut
Pujiharti et al. (2000) peningkatan produksi melalui teknik
budidaya yang tepat, perbaikan minyak nilam dan
pengembangan penanaman nilam ke daerah yang
mempunyai prospek cerah dilihat dari tingkat kesesuaian
lahan dan iklim serta pemasaran.
Budidaya nilam memiliki beberapa keunggulan antara
lain padat karya, hanya perlu pupuk kandang, tahan
naungan, tahan hama terutama binatang seperti tikus, babi
hutan dan kera (Ahmed, 2002). Lebih lanjut dikatakan
bahwa pengembangan usaha kecil dan menengah
agroindustri, khususnya minyak atsiri sangat penting dan
strategis ditinjau dari segi penyerapan tenaga kerja,
pemerataan sekaligus pertumbuhan ekonomi serta dalam
rangka pengentasan kemiskinan (Machfud, 2001).
Hal yang penting dalam menilai dampak
pengembangan agroindustri terhadap pembangunan
adalah melalui peranannya dalam penyebaran teknologi.
Dalam beberapa kasus, organisasi multinasional skala
besar hanya menyediakan sedikit kesempatan bagi
transfer teknologi di pedesaan (Goldsmith, 1985).
J.Pascapanen 2 (2) 2005 : 36-44
Kajian Status Pengembangan Agroindustri Minyak Nilam terhadap Tingkat Kepuasan Petani di Majalengka. 37
Agroindustri modern skala kecil yang berorientasi ekspor
merupakan cara yang terbaik untuk transfer pengetahuan
dan teknologi (Schejtman, 1994).
Salah satu kendala dalam peningkatan ekspor minyak
nilam adalah ketersediaan bahan baku. Oleh karena
sebagian besar tanaman nilam diproduksi oleh petani kecil
dan lokasinya tersebar, ketersediaan bahan baku
seringkali terbatas dan tidak kontinyu. Pengembangan
pertanaman nilam seharusnya diusahakan dalam skala
yang cukup luas dengan didukung oleh adanya unit
penyulingan. Dengan demikian petani di lokasi tersebut
dapat memperoleh untung yang lebih memadai
(Anonymous, 1995).
Tujuan penelitian adalah untuk mengkaji status
pengembangan agroindustri nilam dan pengaruhnya
terhadap tingkat kepuasan petani nilam di lima kecamatan
di kabupaten Majalengka.
METODE
Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Majalengka di lima
dari delapan kecamatan yang melakukan budidaya nilam,
yaitu Kecamatan Banjaran, Cingambul, Cikijing,
Bantarujeg dan Argapura pada bulan Maret dan September
2003. Pemilihan lokasi dilakukan berdasarkan jumlah petani
nilam di Majalengka yang mayoritas berada di Kecamatan
Argapura dan Cingambul yang diharapkan dapat mewakili
gambaran pengembangan nilam di Kabupaten tersebut.
Di kedua kecamatan tersebut diambil responden masing-
masing sebanyak 20 petani, sedangkan tiga kecamatan
lainnya yang mengusahakan nilam lebih belakangan secara
keseluruhan berjumlah 20 responden. Metode penelitian
yang digunakan adalah survai dan wawancara secara
mendalam dengan pengisian kuesioner oleh petani
responden. Kuesioner dibagikan kepada petani nilam dan
petani non-nilam sebagai kontrol masing-masing sebanyak
60 orang petani. Petani nilam yang dipilih adalah petani
yang memiliki lahan nilam dan pemilihan dilakukan secara
acak. Kuesioner untuk petani nilam secara umum terbagi
menjadi 3 bagian yaitu (1). Data demografi; (2). Status
introduksi tanaman nilam dan (3). Tingkat kepuasan dan
motivasi petani, yang dinilai menggunakan skor antara 1-
5 yaitu 1 = sangat tidak puas; 2 = tidak puas; 3 = sedang;
4 = puas; 5 = sangat puas. Tingkat kepuasan diukur
berdasarkan penilaian yang diberikan petani terhadap
sembilan pertanyaan yang diajukan berkaitan dengan
pengembangan nilam yaitu: (1) pendapatan; (2) tingkat
kehidupan; (3) ketrampilan budidaya nilam; (4) kesempatan
kerja; (5) dukungan pemerintah; (6) layanan koperasi; (7)
produksi; (8) harga; (9) pemasaran nilam.
Data sekunder diperoleh dari data statistik dari
instansi terkait yaitu Dinas Kehutanan dan Perkebunan,
Dinas Pertanian Kabupaten Majalengka, dan dari lima
Kecamatan yang disurvai. Data sekunder yang diambil
antara lain data demografi, luasan lahan pertanian, statistik
nilam. Analisis data secara statistik menggunakan
prosedur one way ANOVA untuk menguji beberapa
populasi yang independent, dilanjutkan dengan uji F,
sedangkan untuk mengetahui perbedaan antar sampel
dilakukan dengan menggunakan uji beda nyata terkecil
(LSD).
Tabel 1. Kondisi sosial ekonomi petani responden
Table 1. Socio economic condition of farmers’ respondents
No Kategori Category
Petani nilam Patchoully farmers
Petani non nilam Non patchoully farmers
1. Jenis pekerjaan/Type of jobs
- Petani/Farmers (%) - Petani + sampingan/Farmers + side jobs (%)
43,3 56,7
58,3 41,7
2. Tingkat pendidikan/Education level
- SD / SMP / Elementary & Junior High School (%) - SMA / Senior High School (%) - Sarjana / Graduate (%)
70/15 11,7 3,3
73/12 13,3 1,7
3. Umur rata-rata (th)/Average age (yr) 47,42 47,.93 4. Kepemilikan lahan rata-rata (ha)/Average land holding
- Sebagian besar petani/ Mostly farmers- Lahan nilam/non nilam/Patchoully/non patchoully
0,68 0,47
0,25/0,43
0,63 0,46
- 5. Jumlah anggota keluarga/ Number of family members 2,6 3,5 6. Jumlah ternak yang dimiliki/ Number of livestocks
- Kambing/domba/Sheep/goat (%/jmlh rata2) (%/Average)
- Ayam/Poultry (%/jmlh rata-rata) 42/4
75/10 41/3
68/10 7. Tanaman pokok/Main crops
- Padi (%/produktifitas)/ Rice(%/productivity)
- Ubi kayu (%) Cassava (%) 55/4870
32 48/6120
29 8. Jumlah responden (5 kecamatan)
Number of respondents (5 districts)
60 60
38 Winarti1 et al.,
HASIL DAN PEMBAHASAN
Dari Tabel 1 terlihat bahwa lebih dari 50 % petani responden
adalah petani yang mempunyai pekerjaan/pendapatan
sampingan. Berdasarkan alokasi waktu untuk bertani,
responden dapat dikategorikan petani fulltime, bukan
petani paruh waktu (Tabel 1). Umur rata-rata responden
adalah 47,4 tahun dengan tingkat pendidikan sebagian besar
(70%) adalah sekolah dasar. Keterlibatan petani dalam
berorganisasi cukup besar baik dalam kelompok tani,
koperasi atau organisasi petani lainnya seperti KPPA.
Hampir 70 % petani menjadi anggota kelompok tani nilam.
Berdasarkan kondisi sosial budaya masyarakat
Majalengka secara umum didapatkan gambaran bahwa
ada beberapa faktor baik internal maupun eksternal yang
mendukung terbentuknya masyarakat agroindustri
nilam. Di lain pihak terdapat juga sejumlah kendala yang
menghambat proses tersebut seperti terlihat pada tabel
2. Menurut Anonymous (1995) sebagian besar tanaman
nilam diproduksi oleh petani kecil dan lokasinya tersebar,
selain itu ketersediaan bahan baku seringkali terbatas
dan tidak kontinyu. Selain masalah bahan baku,
berbagai permasalahan yang muncul tersebut antara lain
disebabkan lokasi pertanaman yang terletak di dataran
tinggi, terjadinya kekeringan pada musim kemarau yang
Tabel 2. Faktor pendukung dan penghambat pengembangan nilam
Table 2. Supporting and constraining factors of patchoully development
Tabel 3. Alasan petani melakukan budidaya nilam
Table 3. Reasons of patchouli farmers respondent for patchoully cultivation
Keterangan: jawaban berganda
Remark: multiple answers
No Faktor pendukung/Supporting factors Faktor penghambat/Constraining factors
1 Internal a. Petani pioner/Pioneer farmersb. Kelompok tani dan koperasi nilam/
Farmers’groups and patchoully cooperatives
c. Petani cukup inovatif terhadap komoditas baru/Inovative farmers
d. Kesesuaian lahan/ Suitable land
e. Keterlibatan petani muda/ Youth farmer
engagements
f. Kualitas minyak nilam bagus/ High quality
of the oil
Internal a. Luasan lahan terbatas dan terpencar- pencar di dataran
tinggi/Limited and spreaded area of cultivations
b. Keterbatasan modal kerja/Limited of investment
c. Produktivitas rendah/Low productivity
d. Posisi tawar dalam pemasaran rendah/Low bargaining
position
e. Tidak seragam cara budidaya/Uniformity of
cultivation
f. Kualitas SDM/Quality of Human Resource
g. Hama dan penyakit/Pest and diseases
h. Komoditas yang baru dikenal/ Newly introduced crop
i. Keterbatasan bibit yang bermutu/Inferior seed
2 Eksternal/External
a. Kebijakan pemerintah/Government policies
b. Dukungan pemda dan instansi lain/ Supports from government and other institutions
c. Permintaan pasar tinggi/ High demand
Eksternal/External
a. Infrastruktur (jalan, transportasi, informasi pasar, teknologi)/Infrastructures (road, transportation, market information, technology)
b. Musim kemarau/ Drought
No Alasan Budidaya/Reason of cultivation
Jumlah petani/ Number of farmers
Persentase/ Percentage
1
2
3
4
5
Lebih menguntungkan/More profitable
Saran pemerintah daerah/Local Government advice
Mengikuti petani lain/Follow other farmers
Cara budidaya tidak sukar/Uncomplicated cultivation
Saran PPL/Extension worker advice
34
3
24
10
6
56,7
5,0
40,0
16,7
10,0
Kajian Status Pengembangan Agroindustri Minyak Nilam terhadap Tingkat Kepuasan Petani di Majalengka. 39
panjang juga menyebabkan kegagalan pertumbuhan
tanaman nilam. Disebutkan dalam Kabaki et al. (2002)
bahwa berbagai permasalahan budidaya di lahan
bergelombang di dataran tinggi di Timur laut Thailand
antara lain adalah kekeringan, erosi di musim hujan,
kemiringan lahan yang menyebabkan berat dan tidak
efisiennya pekerjaan pengolahan tanah, serangan hama,
penyakit, dan gulma, serta kondisi tanah berpasir yang
kurang subur.
Alasan petani untuk mengusahakan nilam bervariasi
seperti terlihat pada Tabel 3, dimana yang paling banyak
adalah karena nilam dianggap lebih menguntungkan.
Alasan kedua terbesar adalah karena mengikuti petani lain
yang sudah terlebih dulu menanam nilam.
Menurut Willock et al. dalam Ondersteijn et al. (2003)
keputusan yang diambil petani untuk mencoba sesuatu
yang baru tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi
tetapi juga faktor sosial ekonomi dan psikologis.
International Fund for Agriculture Development
menekankan bahwa teknologi baru yang akan
dikembangkan antara lain harus memenuhi beberapa syarat
yaitu produksi/unit input lebih tinggi, lebih padat karya
dan resisten terhadap perubahan iklim (Rahman dan
Westley, 2001). Sementara itu Herath (2004) menyatakan
bahwa dibandingkan dengan tanaman pokok, tanaman
komersial (cash crops) memberikan kontribusi yang lebih
tinggi terhadap pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan
sehingga dapat membantu mendobrak lingkaran
kemiskinan. Sedangkan menurut Kabaki et al., (2002),
introduksi jenis tanaman baru sangat penting untuk
peningkatan dan stabilisasi pendapatan petani.
Berdasarkan luas kepemilikan lahan per petani nilam
sekitar 50 % adalah dibawah 0,5 ha dan hanya 5% diatas 1
ha. Luas lahan pertanian yang digunakan untuk bertanam
nilam sebagian besar adalah kurang dari 0,3 ha.
Produktivitas rata-rata tanaman nilam di Majalengka
bervariasi antar lokasi/kecamatan yang disurvai dan jangka
waktu budidaya seperti terlihat di Tabel 5. Produktivitas
rata-rata tertinggi terdapat di kecamatan Argapura yaitu
19500 kg/ha sedangkan yang terendah adalah Bantarujeg
dan Cikijing yaitu 12120 dan 12200 kg/ha.
Hal itu kemungkinan disebabkan petani di kecamatan
Argapura (dan Cingambul) lebih berpengalaman dalam
budidaya nilam karena sudah mulai sejak tahun 1999,
sedangkan tiga kecamatan yang lainnya relatif lebih baru,
yaitu tahun 2000 (Cikijing), 2001 (Bantarujeg) dan 2002
(Banjaran).
Produktivitas tanaman nilam di Majalengka masih
jauh dari produktivitas optimal tanaman nilam jika aspek
budidaya nilam yang benar diikuti. Menurut Hobir (2002)
dengan menggunakan jarak tanam 90 cm x 30 cm pada
tahun pertama produksi terna nilam segar mencapai 27 –
30 ton/ha atau terna kering 7,6 – 7,9 ton/ha. Rendahnya
tingkat produkstivitas tersebut kemungkinan disebabkan
oleh beberapa faktor diantaranya adalah musim kemarau
panjang, rendahnya ketrampilan budidaya dan mutu bibit
yang kurang bagus.
Secara umum dapat dikatakan bahwa budidaya nilam
di Kabupaten Majalengka masih merupakan pekerjaan
sampingan dengan skala usaha termasuk usaha kecil. Hal
itu terlihat dari luasan lahan nilam yang sebagian besar
hanya sekitas 0,3 ha dari rata-rata luas lahan yang dimiliki
petani yaitu 0,68 ha. Dalam hal budidaya petani biasanya
melakukan tumpangsari nilam dengan tanaman lain seperti
Tabel 4. Kepemilikan lahan petani untuk budidaya nilam
Table 4. Land holding by farmers for patchoully plantation
Tabel 5. Produktivitas nilam berdasarkan tahun mulai budidaya
Table 5. Productivity of patchoully leaves based on the period of cultivation
Keterangan : Angka yang diikuti huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf 5 %
Remark : Numbers designated by same letters are not significantly different
K e c a m a tan /
D is tr ic t s
R a ta a n P r o d u k tiv i ta s /
A v e r a g e p r o d u c tiv i ty
(k g /h a / th ) / (k g /h a /y r )
P r o d u k t iv ita s /
P r o d u c t iv ity
1 9 9 9 /0 0
P r o d u k t iv ita s /
P r o d u c tiv ity
2 0 0 0 /0 1
P r o d u k t iv ita s /
P r o d u c t iv ity
2 0 0 1 /0 2
P r o d u k t iv ita s /
P ro d u c t iv ity
2 0 0 2 /0 3
B a n ja r a n 1 6 .3 3 0 c d 1 6 .3 3 0
C in g a m b u l 1 5 .6 6 5 c 1 4 .6 9 7 1 7 .4 5 8 1 5 .9 9 3 1 3 .8 0 9
B a n ta r u jeg 1 2 .1 2 0 a 1 3 .9 8 0 1 0 .4 4 0
C ik i jin g 1 2 .2 0 0 a b 1 4 .1 2 0 1 2 .8 0 0 9 .9 4 0
A r g a p u ra 1 9 .5 0 0 d 1 9 .0 4 0 2 0 .8 9 9 1 9 .6 5 0 1 8 .7 0 9
T o ta l 1 6 .4 7 0
Pertanaman nilam / Patchoully plantation
Luas lahan/ Land
area (ha)
Jumlah petani/ No of farmers
Persentase/ Percentage
� 0,199 23 38,3
0,20 – 0,299 19 31,7 0,30 – 0,399 7 11,5 0,40 – 0,499 1 1,6 0,50 – 0,599 5 8,2 0,70 – 0,799 2 3,3
� 1,00 3 5,0
40 Winarti1 et al.,
jagung, ketela pohon, sayuran dan kacang tanah. Petani
juga masih mengandalkan pendapatannya dari usaha tani
sebelumnya yang telah mereka geluti secara turun-temurun
yaitu padi atau sayuran. Dalam hal pemasaran terna nilam
hasil panen petani tidak mendapatkan kesulitan karena
sudah ditampung oleh pabrik pengolahan minyak nilam
yang cukup modern dengan kapasitas yang besar, yang
dimiliki koperasi nilam dimana para petani menjadi
anggotanya. Hal tersebut tidak jauh berbeda dengan hasil
penelitian yang dilakukan Rosmansyah (2002) di
Kabupaten Asahan (Sumatera Utara) dapat disimpulkan
bahwa profil agroindustri nilam di daerah tersebut adalah
skala usaha kecil, pemilik usaha petani, teknologi
pemrosesan sederhana, pola tanaman cenderung
tumpangsari dan pengusahaan nilam hanya merupakan
pendapatan sampingan.
PENGARUH BUDIDAYA NILAM TERHADAP
TINGKAT KEPUASAN PETANI
Tingkat kepuasan petani diukur berdasarkan puas
tidaknya petani terhadap beberapa 9 parameter dengan
memberikan nilai 1 – 5, dimana 1 = sangat tidak puas; 2 =
tidak puas; 3 = sedang; 4 = puas; 5 = sangat puas. Hasilnya
menunjukkan bahwa tingkat kepuasan petani nilam
terhadap produksi dan harga nilam serta layanan koperasi,
dukungan pemerintah, kesempatan kerja dan ketrampilan
tidak berbeda antar kecamatan. Sementara ada perbedaan
nyata tingkat kepuasan terhadap pendapatan,
kesejahteraan dan pemasaran. Tingkat kepuasan terhadap
produksi dan harga adalah nilai 2 (tidak puas), parameter
lain sekitar nilai 3 (sedang) (gambar 4). Hal itu dapat
dimengerti karena berdasarkan kondisi di lapang budidaya
nilam di daerah ini kurang begitu berhasil dimana
produktivitasnya jauh lebih rendah dibandingkan
produktivitas yang direkomendasikan. Rendahnya
produktivitas berakibat pada rendahnya pendapatan
petani dari nilam.
Dari gambar 4 juga terlihat bahwa dibandingkan empat
kecamatan lainnya, tingkat kepuasan petani di kecamatan
Argapura relatif lebih tinggi. Hal itu kemungkinan berkaitan
dengan produktivitas nilam di daerah ini jauh lebih baik
dibanding daerah lainnya, disamping petani sudah lebih
lama mengusahakan nilam sehingga mendapatkan nilai
tambah yang lebih. Dibandingkan dengan petani non
nilam, tidak ada perbedaan antar parameter kecuali untuk
pemasaran.
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kepuasan terhadap/Satisfaction on
Sko
r ke
puas
an/Satisfaction R
ank
B anjaran
C ingam bul
B antarujeg
C ikijing
A rgapura
Keterangan : (1)Kepuasan terhadap pendapatan; (2)tingkat
kehidupan; (3)ketrampilan; (4)kesempatan kerja;
(5)dukungan pemerintah; (6)layanan koperasi;
(7)produksi; (8)harga; (9)pemasaran nilam
Remarks: (1)Satisfaction of income; (2)level of life; (3)Skill;
(4)Job opportunity; (5)Government support;
(6)Cooperative service; (7)Yield; (8)Price;
(9)Marketing channel of patchoully
Gambar 4. Tingkat kepuasan petani nilam tiap kecamatan
Figure 4. Satisfaction level of patchoully farmers’ respondent
by district
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kepuasan terhadap/Satisfaction on
Skor kepuasan/Satisfactin Rank
Elem antary
Junior H S
B antarujeg
C ikijing
A rgapura
Gambar 5.Tingkat kepuasan petani non-nilam tiap kecamatan
Figure 5. Satisfaction level of non patchoully farmers
respondent by district
0
0.1
0.2
0.3
0.4
0.5
0.6
0.7
0.8
0.9
1
Lan
d holding (H
a)
B anjaran Cingam bul Bantarujeg Cikijing Argapura
District
patchouli nonpatchouli
Gambar 2. Luas total lahan pertanian yang dimiliki oleh petani
nilam dan non nilam
Figure 2. Total land holding by patchoully and non patchoully
farmers’ respondents
Keterangan : (1)Kepuasan terhadap pendapatan; (2)tingkat
kehidupan; (3)ketrampilan; (4)kesempatan kerja;
(5)dukungan pemerintah; (6)layanan koperasi;
(7)produksi; (8)harga; (9)pemasaran hasil
pertanian
Remarks: (1)Satisfaction of income; (2)level of life; (3)Skill;
(4)Job opportunity; (5)Government support;
(6)Cooperative’ service; (7)Yield; (8)Price;
(9)Marketing channel of agriculture product
Kajian Status Pengembangan Agroindustri Minyak Nilam terhadap Tingkat Kepuasan Petani di Majalengka. 41
Tingkat kepuasan berdasarkan tingkat pendidikan,
tidak ada perbedaan antar parameter, kecuali untuk
peningkatan ketrampilan/skil budidaya. Hal itu disebabkan
petani sering mendapat pelatihan-pelatihan mengenai
budidaya, proses pengolahan/penyulingan dan
manajemen/pemasaran. Hasil yang sama terlihat juga pada
petani non nilam seperti terlihat pada gambar 6 dan 7.
Tingkat motivasi petani untuk mengusahakan nilam
tidak berbeda nyata di tiap kecamatan maupun dari keempat
parameter yang dinilai. Motivasi petani dalam menanam
nilam cukup tinggi terutama karena alasan yang berkaitan
dengan kesesuaian lahan untuk budidaya nilam dan
prospek yang dinilai cukup cerah. Hasil dari kuesioner
menunjukkan bahwa minat petani untuk tetap melakukan
penanaman nilam masih cukup tinggi yaitu sekitar 55 %.
ANALISIS FINANSIAL AGROINDUSTRI NILAM
Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa pengusahaan
agroindustri nilam secara ekonomi sangat menguntungkan
seperti dikatakan oleh Muchlas (1999). Analisis nilam
finansial pengusahaan nilam di Majalengka memberikan
nilai NPV Rp. 48 juta, IRR 42%, BEP Rp. 19.826.700 dan
masa pengembalian modal 2.64 tahun (Lampiran 1).
Keuntungan akan lebih tinggi bila sehari dilakukan dua
kali penyulingan. Asumsi-asumsi yang digunakan adalah:
(1) kapasitas alat penyulingan 100 kg terna (daun dan
ranting) nilam kering, (2) Rendemen minyak 2,2 %, (3) umur
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kepuasan terhadap/Satisfaction on
Sko
r ke
puas
an/Satisfaction ran
k
Elem entary
Junior HS
Senior HS
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Kepuasan terhadap/Satisfaction on
Sko
r ke
puasan
/Satisfaction ran
k
Elem entary
Junior HS
Senior HS
Gambar 6. Tingkat kepuasan petani nilam berdasarkan tingkat
pendidikan
Figure 6. Satisfaction level of patchoully farmers’ respondent
by education level
Gambar 7. Tingkat kepuasan petani non-nilam berdasarkan
tingkat pendidikan
Figure 7. Satisfaction level of non patchoully farmers’
respondent by education level
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
0 1 2 3 4 5
M otivasi/M otivation
Sko
r motiva
si/Motiva
tion ran
k
B anjaran
Cingam bul
Bantarujeg
Cikijing
Argapura
Keterangan: (1)Meningkatkan kesejahteraan; (2)Memperoleh
pinjaman untuk budidaya; (3)Kesesuaian lahan;
(4)Prospek cerah/
Remarks: (1)Increase welfare; (2)Get credits for cultivation;
(3)Suitable land; (4)Good prospect
Keterangan : (1)Kepuasan terhadap pendapatan; (2)tingkat
kehidupan; (3)ketrampilan; (4)kesempatan kerja;
(5)dukungan pemerintah; (6)layanan koperasi;
(7)produksi; (8)harga; (9)pemasaran nilam
Remarks: (1)Satisfaction of income; (2)level of life; (3)Skill;
(4) Job opportunity; (5)Government support;
(6)Cooperative’ service; (7)Yield; (8)Price;
(9)Marketing channel of patchoully
Keterangan : (1)Kepuasan terhadap pendapatan; (2)tingkat
kehidupan; (3)ketrampilan; (4)kesempatan kerja;
(5)dukungan pemerintah; (6)layanan koperasi;
(7)produksi; (8)harga; (9)pemasaran hasil
pertanian
Remarks : (1)Satisfaction of income; (2)level of life; (3)Skill;
(4) Job opportunity; (5)Government support;
(6)Cooperative’ service; (7)Yield; (8)Price;
(9)Marketing channel of agriculture product
Gambar 8. Tingkat motivasi petani nilam tiap kecamatan
Figure 8. Motivation level of patchoully farmers’ respondent by
district
42 Winarti1 et al.,
ekonomis alat 10 tahun, (4) lama penyulingan 6-7 jam;
sehari 1 kali penyulingan; seminggu 6 hari kerja, (5) tingkat
bunga bank 30 %. Lampiran 1 menyajikan perhitungan
cash flow pembiayaan dan pendapatan dari pengusahaan
nilam dengan kapasitas alat penyuling 100 kg dan luas
lahan 10 ha.
Analisis finansial sistem usaha tani nilam
menunjukkan bahwa budidaya nilam akan memberikan
keuntungan yang cukup besar bagi petani, yaitu rata-rata
sebesar Rp. 5.129.800/ha/tahun (Lampiran 2). Hasil ini jauh
lebih tinggi dibanding keuntungan yang diperoleh dari
usaha budidaya sebelumnya seperti singkong. Selain dari
hasil budidaya petani sebgai anggota koperasi nilam juga
akan mendapat pembagian keuntungan dari penjualan
minyak nilam.
KESIMPULAN
1. Luas lahan yang dimiliki petani rata-rata adalah 0,5 ha,
sedangkan lahan pertanaman nilam rata-rata 0,3 ha.
Produktivitas terna (daun dan ranting) nilam yang
dihasilkan masih sangat rendah yaitu rata-rata 16.470
kg/ha/th. Dampak dari pengembangan nilam di
Majalengka secara sosial antara lain : (1). Terbukanya
lapangan kerja baru baik dalam hal budidaya maupun
pengolahan; (2). Peningkatan kualitas sumberdaya
petani; (3). Peningkatan pengetahuan dan ketrampilan
petani dalam budidaya dan pengolahan nilam; (4).
Kemampuan berorganisasi dengan terbentuknya
koperasi nilam di beberapa desa.
2. Dampak ekonomi pengembangan nilam di Majalengka
tidak/belum kelihatan menyolok disebabkan
produktivitasnya yang masih sangat rendah yang
berakibat pada rendahnya pendapatan yang diperoleh
dari pengusahaan nilam. Hal itu berakibat rendahnya
tingkat kepuasan petani terhadap beberapa parameter
yang diuji, yaitu sebagian besar adalah sedang (nilai
sekitar 3) sedangkan kepuasan terhadap produksi dan
harga nilam adalah rendah (tidak puas). Pengusahaan
agroindustri nilam secara ekonomi sangat
menguntungkan dengan NPV Rp. 48 juta, IRR 42%,
BEP Rp. 19.826.700 dan masa pengembalian modal 2,64
tahun.
3. Untuk perbaikan usaha tani nilam disarankan
menggunakan bibit yang bermutu dan mengikuti
pedoman budidaya nilam yang benar serta perlunya
dukungan dari pemerintah daerah setempat dan
kerjasama dengan pihak swasta untuk menjamin
pemasarannya.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmed, M. 2002. Patchoully. an option beside the traditional
crops. North Eastern Development Finance Corp. Ltd.
www.nedfi.com/patchoully.htm - 101k
Anonymous. 1995. Patchoully. Indonesia. Business Weekly. June,
19. 1995.
Anonymous. 2002. Ekspor menurut negara tujuan. BPS, Jakarta.
Goldsmith, A. The private sector and rural development: can
agribusiness help the small farmers? world development
13:1125-1138.
Herath, A. 2004. Pepper in rural poverty reduction in Srilangka.
Journal of pepper industry. Focus on Pepper (Piper nigrum
L.). Vol 10(1):1-35.
Hobir. 2002. Pengaruh selang panen terhadap pertumbuhan dan
produksi nilam. Jurnal Littri. 8(3):103-107.
Kabaki, N., H. Tamura., T. Komatsu., K. Miura., H. Morita., R.
Tabuchi., K. Kataoka., T. Wungkahart and P. Watanavitawas.
2002. Development of a comprehensive series of technologies
for upland cropping system in Northeast Thailand. JIRCAS
Journal No. 10:21-30.
Machfud. 2001. Rekayasa model penunjang keputusan kelompok
dengan fuzzy-logic untuk sistem pengembangan industri minyak
atsiri. Disertasi S3 IPB. Bogor
Muchlas. 1999. Analisis kelayakan finansial usaha tani nilam.
Jurnal Penelitian Pertanian Terapan (8):71-75.
Ondersteijn, C.J.M., G.W.J. Giesen and R.B.B. Huirne. 2003.
Identification of farmer characteristics and farm strategies
explaining changes in environmental management and
environmental and economic performance of dairy farms.
Agricultural Systems 78(2003):31-55.
Pujiharti, Y., D.R. Mustikawati., Hayani dan Hasanah. 2000.
Peningkatan produksi dan peluang pengembangan nilam di
Lampung. J.Litbang Pertanian 19(1):27-32.
Reandorn, T and C.B. Barret. 2000. Agroindustrialization,
globalization and internal development. An overview of issues,
pattern and determinants. Agricultural Economics 23:195-
205.
Rahman, A and J. Westley. 2001. The challenge of ending rural
poverty. Development Policy Review 19(4):553-562.
Rosmansyah. 2002. Studi pengembangan agroindustri minyak
nilam (patchoully oil) skala kecil di Kabupaten Asahan. Skripsi
Fateta IPB. 105 hal.
Schejtman, A. 1994. Agroindustry and changing production pattern
in small-scale agriculture. CEPAL Review 53:147-157.
Sharp, J.S. and M.B. Smith. 2003. Social capital and farming at
the rural-urban interface: the importance of non farmer and
farmer relations. Agricultural System 76:913-927.
Ka
jian
Sta
tus P
en
gem
ba
ng
an
Ag
roin
du
stri Min
ya
k N
ilam
terh
ad
ap
Tin
gka
t Kep
ua
san
Peta
ni d
i Ma
jale
ng
ka
.4
3
Lampiran 1: Cash Flow Biaya dan Revenue kapasitas 100 kg daun nilam kering (10 ha) (.000)
Attachement 1. Cashflow of cost and revenue of dry patchoully
44
1 et a
l.,
Lampiran 2. Cashflow biaya investasi tanaman nilam (1 ha)
Attachement 1. Cashflow of Investation cost of patchoully (1 ha)
Perkiraan hasil panen nilam/ha/tahun = 2,2 kg/rumpun x 10.000 pohon = 22.000 kg
Penjualan/ha/tahun = 22.000 kg x Rp. 500/kg = Rp. 11.000.000
Keuntungan = Rp. 11.000.000 - Rp. 17.610.600/3 = Rp. 11.000.000 - Rp. 5.870.200 = Rp. 5.129.800/ha/tahun