Kajian Sosiologis Terhadap Peran Pendamping Hidup Pendeta ... · menempuh pendidikan Sarjana Sains...
Transcript of Kajian Sosiologis Terhadap Peran Pendamping Hidup Pendeta ... · menempuh pendidikan Sarjana Sains...
i
Kajian Sosiologis Terhadap Peran Pendamping Hidup Pendeta di GMIT
Betlehem Oesapa Barat
Oleh,
Dembris Kristian Soeki
712015124
TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi: Teologi, Fakultas: Teologi
guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk gelar Sarjana Sains
Teologi
(S.Si-Teol)
Program Studi Teologi
FAKULTAS TEOLOGI
UNIVERSITAS KRISTEN SATYA WACANA
SALATIGA
2019
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas cinta kasih dan penyertaan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Tugas
Akhir ini dengan baik. Penulis bersyukur karena Tuhan selalu memberikan
hikmat, pengetahuan, dan tanggung jawab, serta kesehatan selama menempuh
pendidikan Strata Satu di Fakultas Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana.
Pencapaian penyelesaian Tugas Akhir ini adalah wujud campur tangan Tuhan
selama proses perkuliahan untuk mendapatkan gelar Sarjana Sains dalam bidang
Teologi (S.Si-Teol).
Tentu tidaklah mudah bagi penulis untuk sampai pada hasil akhir ini,
butuh kerja keras dan ketekunan dalam menyelesaikan proses yang panjang dalam
menempuh pendidikan Sarjana Sains Teologi. Keberhasilan yang penulis raih
dalam penyusunan tugas akhir tak lepas dari doa, perhatian, dukungan,
bimbingan, kasih sayang serta ilmu dari berbagai pihak yang sangat penulis cintai
dan yang juga mencintai penulis.
Penulis berharap bahwa Tugas Akhir ini dapat bermanfaat untuk
menambah wawasan dan pengetahuan bagai pembaca, untuk dapat memahami
peran pendamping hidup pendeta dalam kehidupan gereja, terkhususnya bagi
jemaat. Hal ini tentunya akan membangun gereja, terkhususnya bagi jemaat ke
arah yang lebih baik.
Penulis menyadari bahwa Tugas akhir ini tidak sempurna, untuk itu
penulis mengharapkan kritik dan saran dari berbagai pihak guna membantu
penulis dalam mengevaluasi ketidaksempurnaan tersebut. Terima kasih dan
Tuhan memberkati.
Penulis
Dembris K. Soeki
vii
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Tuhan Yesus yang adalah sumber hikmat dan pengetahuan yang telah
memampukan penulis selama proses perkuliahan di Fakultas Teologi,
Universitas Kristen Satya Wacana, hingga memperoleh gelar Sarjana
Sains Teologi (S.Si-Teol).
2. Keluarga tercinta, terkhususnya kedua orang tua, Anderias Soeki dan
Marselina Soeki-Wabang, yang selalu memberi dukungan doa, kasih
sayang, motivasi, semangat dan materi kepada penulis selama menempuh
hingga menyelesaikan pendidikan. Kepada ka Vivi, ka Erny, ka Ride, ka
Be’a, muda Bela, dan semua keluarga yang juga selalu memberikan
dukungan baik itu moral dan moril sehingga dapat menyelesaikan
pendidikan.
3. Seluruh angkatan, dosen, pegawai dan staff tata usaha serta cleaning
servise Fakultas Teologi, Universitas Kristen Satya Wacana atas seluruh
pelayanan, kerja sama, dan dukungan bagi kami, khususnya penulis selaku
mahasiswa/i Fakultas Teologi.
4. Pdt. Dr. Rama Tulus Pilakoannu dan Pdt. Merry Kristina Rungkat, M.Si
selaku dosen pembimbing yang selalu sabar dan penuh ketulusan serta
tanggung jawab untuk membimbing, menuntun, dan mengarahkan, serta
memberikan semangat dan motivasi sehingga penulis dapat menyelesaikan
Tugas Akhir ini.
5. Pdt. Prasetyawan Koesworo, M.Si selaku supervisor lapangan PPL I –
VIII, Bpk. Triyanto Jati Nugroho, S.Th selaku supervisor lapangan PPL
IX, dan Pdt. Benjamin Nara Lulu, M.Th selaku supervisor lapangan PPL
X atas seluruh dukungan dan bimbingan selama penulis melakukan proses
PPL, tidak hanya sebagai upaya memenuhi tuntutan pendidikan, tetapi
juga sebagai sumber pengalaman dan pengetahuan lapangan yang sangat
bermanfaat bagi penulis.
viii
6. Seluruh majelis dan jemaat GMIT Imanuel kesetnana yang menjadi tempat
bagi penulis mendapatkan berbagai pembelajaran untuk menjadi seorang
pendeta yang dapat melayani dengan baik.
7. GMIT Betlehem Oesapa Barat yang telah menjadi wadah bagi penulis
untuk mengembangkan iman dan yang telah menjadi tempat pengumpulan
data untuk penulisan Tugas Akhir.
8. Angkatan 2015 yang biasa disebut angkatan yang “gila” dengan
kebersamaan dan kekeluargaan mereka. Makasih banyak oh, selalu
mendukung dan memberikan motivasi yang sangat bermanfaat bagi
penulis.
9. Teman, sahabat, dan sodara dekat di Salatiga yang selalu nongkrong sama-
sama, jalan sama-sama, main PS, bulu tangkis, dan kartu 7 skop kalau ada
boring dengan perkuliahan. Makasih selalu kasih dukungan dan motivasi
yang sangat membangun untuk menyelesaikan Tugas Akhir.
10. Kekasih “Nathalia Debby Makaruku” atas segala dukungan yang
diberikan, baik itu doa, perhatian, waktu, dan kasih sayang serta moril bagi
penulis sehingga dapat menyelesaikan pendidikan ini dengan baik.
11. Sahabat-sahabat di Kupang, Van, Andy, Alva, Yandi, AP, Hendri, dan
semua orang-orang terdekat atau lembaga terdekat yang tidak dapat
disebutkan satu persatu, terima kasih atas seluruh dukungan dan doa yang
diberikan kepada penulis.
ix
MOTTO
“Segala perkara dapat
kutanggung di dalam Dia yang memberi kekuatan
kepadaku”
Filipi 4:13
MASALAH – “Masih Ada
Allah”
x
DAFTAR ISI
HALAMA JUDUL ........................................................................................................ i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................................... ii
PERNYATAAN TIDAK PLAGIAT ........................................................................... iii
PERNYATAAN PERSETUJUAN AKSES ................................................................. iv
PERNYATAAN BEBAS ROYALITI DAN PUBLIKASI ........................................... v
KATA PENGANTAR ................................................................................................. vi
UCAPAN TERIMA KASIH ....................................................................................... vii
MOTTO ....................................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ................................................................................................................. x
ABSTRAK ................................................................................................................... xi
1. Pendahuluan ....... .............................................................................................. 1
1.1. Latar belakang .......................................................................................... 1
1.2. Metode penelitian ..................................................................................... 4
2. Landasan teori .................................................................................................. 5
2.1. Masyarakat ............................................................................................... 5
2.2. Keluarga ................................................................................................... 7
2.3. Manusia sebagai individu secara sosiologis .............................................. 9
2.4. Hubungan individu dan masyarakat ........................................................ 11
2.5. Teori peran .............................................................................................. 12
3. Hasil penelitian .............................................................................................. 15
3.1. Sejarah jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat ....................................... 15
3.2. Posisi dan panggilan pendeta terhadap pendamping hidup
pendeta di jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat .................................. 18
3.3. Peran pendamping hidup pendeta di
jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat .................................................... 19
3.4. Tanggapan jemaat terhadap peran pendamping hidup pendeta
di jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat ................................................ 22
3.5. Perasaan menjadi pendamping hidup pendeta ......................................... 25
4. Analisa ........................................................................................................... 26
4.1. Peran pendamping hidup pendeta di
jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat .................................................... 26
5. Penutup .......................................................................................................... 31
5.1. Kesimpulan ............................................................................................. 31
5.2. Saran ....................................................................................................... 32
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 34
1
1. Pendahuluan
1.1. Latar belakang
Pendeta adalah seseorang yang melaksanakan pemeliharaan, perawatan,
dan perlindungan kepada jemaat dalam bentuk penggembalaan dengan tujuan
untuk menjaga keselamatan jemaat. Pendeta adalah setiap orang yang menerima
dengan tulus ikhlas panggilan dan tugas untuk menuntun, membimbing, dan
melindungi sebagai bagian dari usaha memelihara kehidupan iman warga jemaat.
Oleh karena itu, seorang pendeta sangat dihormati dan disegani oleh masyarakat,
terkhususnya jemaat.1 Menurut Max Weber, pendeta adalah ide tentang
fungsionaris-fungsionaris yang secara aktif dikaitkan dengan beberapa jenis
pengorganisasian sosial, yang bekerja atau beroperasi demi kepentingan anggota
jemaatnya.2 Pendeta juga seorang yang menyediakan diri untuk memberikan
penopangan, bimbingan, dan penguatan kepada mereka yang sedang mengalami
masalah, persoalan, dan kesulitan dalam kehidupan yang dijalani. Tujuannya
adalah untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan, dan
semuanya itu untuk menumbuhkan iman kepada Kristus.
Orang Indonesia menyebut "pendeta" sama dengan jabatan "pastor" dalam
bahasa Inggris. Bahasa Latin ialah "pastōr" yang berarti gembala. Orang Kristen di
Indonesia yang memakai "pendeta" yang berasal dari bahasa Sansekerta "pandita"
yang berarti brahmana atau guru agama dalam tradisi Hindu atau Buddha. Ucapan
pandita adalah suara kebenaran, atau darma. Karena itu, ada empat sifat pandita
yaitu, pertama ialah Sang Satya Wadi, artinya selalu membicarakan kebenaran.
Kedua ialah Sang Apta, artinya selalu dapat dipercaya. Ketiga ialah Sang
Patirthan, artinya tempat memohon kesucian. Keempat ialah Sang Penadahan
Upadesa, artinya pandita memiliki kewajiban memberi pendidikan moral kepada
masyarakat.3
1 Pra wawancara via telepon dengan Rebeka Dokon. Anggota komisi pemuda rayon 3 di GMIT
Betlehem Oesapa Barat. Salatiga, 22 Juli 2018. Pukul 10:13 WIB. 2 Max Weber, Sosiologi Agama, (Yogyakarta: IRCiSoD, 2012), 147.
3 Sarapan Pagi Biblika. Bible Study/Christian Library. 2009. “Sejarah Pemakaian Jabatan
Pendeta”. http://www.sarapanpagi.org/sejarah-pemakaian-jabatan-pendeta-vt6532.html.
(akses 23 Juli 2018. 15:24 WIB).
2
Pendeta adalah seorang pelayan Tuhan yang dihormati dan disegani oleh
jemaat. Demikian juga dalam kehidupan keluarga pendeta. Keluarga pendeta juga
dihormati dan disegani oleh jemaat. Keluarga adalah suatu pengelompokan sosial
unit terkecil dalam masyarakat. Setiap individu akan saling membutuhkan dalam
kehidupan sosial. Dari sikap saling membutuhkan inilah kemudian munculnya
keluarga. Keluarga yang menjadi unit sosial terkecil, memiliki pengaruh yang
begitu kuat terhadap perkembangan seorang individu, yang dapat menentukan
berhasil tidaknya kehidupan individu tersebut. Keluarga memiliki fungsi
memenuhi kebutuhan setiap individu yang ada dalam keluarga, dan memenuhi
kebutuhan masyarakat di mana keluarga menjadi bagian dari masyarakat.4
Pendeta dalam kehidupan keluarganya, tidak akan terlepas dari keberadaan
pendamping hidupnya. Dalam hal ini, keberadaan yang dimaksud ialah peran.
Menurut Biddle dan Thomas, teori peran adalah sebuah teori yang digunakan
dalam ilmu sosiologi, psikologi dan antropologi. Dalam ilmu sosiologi, peran
diartikan sebagai suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu
posisi dalam struktur sosial, dan prilaku seseorang yang diharapkan daripadanya
tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berada dalam kaitannya dengan adanya
orang lain, yang berhubungan dengan orang yang memegang peran.5
Manusia sebagai makhluk sosial memiliki kecenderungan untuk hidup
berkelompok. Dalam kehidupan berkelompok tersebut terjadi suatu interaksi antar
manusia. Munculnya interaksi diantara mereka menunjukkan bahwa mereka
memiliki sikap saling ketergantungan satu sama lain.6 Hubungan interaksi ini
bermula timbul dari pengaruh keluarga dan kondisi sosial keluarga, kemudian
membawa kesadaran bahwa dirinya berbeda dengan lingkungan sosial, sehingga
individu merasakan kekurangan masing-masing dan membutuhkan individu
lainnya untuk mencapai harapan hidupnya dengan sempurna.7 Pada kehidupan
suatu masyarakat yang saling membutuhkan satu sama lain, akan muncul adanya
4 Friedman Marilyn, Keperawatan Keluarga, Teori dan Praktik, (Jakarta: Buku Kedokteran EGC,
1998), 5. 5 Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Jakarta:Rajawali Pers, 2015), 215.
6 Soerjono Soekanto, Sosiologi Keluarga: Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja Dan Anak, (Jakarta:
Rineka Cipta, 2004) 7 Abdulsyani, SOSIOLOGI, Skematika, Teori, dan Terapan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 34.
3
peran, baik peran perorangan maupun peran kelompok. Apabila seseorang
melaksanakan hak dan kewajibannya sesuai dengan posisi atau kedudukannya,
maka hal ini berarti ia menjalankan suatu peran, karena tidak ada peran tanpa
adanya posisi atau kedudukan, dan begitupun juga tidak ada posisi atau
kedudukan yang tidak mempunyai peran di masyarakat secara langsung.8
Ketika seorang menerima tugas dan kewajibannya sebagai seorang
pendeta, ia harus menjadi Pelayan Tuhan bagi masyarakat, terkhususnya bagi
jemaat. Betapa pentingnya bahwa peran pendamping hidup pendeta dapat
mendukung, dan membantu pendeta dalam melakukan tugas dan tanggung
jawabnya. Pendamping hidup pendeta dapat menjadi berkat bagi jemaat, jika ia
memahami dan memaknai perannya sebagai pendamping hidup pendeta.
Bagi Jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat, pendeta dan pendamping
hidup pendeta memiliki posisi atau kedudukan yang sama. Posisi atau kedudukan
yang dimaksud bukan merupakan jabatan gerejawi, melainkan suatu struktur atau
stratifikasi sosial oleh jemaat. Pendamping hidup pendeta dipandang memiliki
nilai hidup, citra, kharisma, kepribadian, dan posisi atau kedudukan yang berbeda
dengan pendamping hidup yang lain. Karena hal inilah, pendamping hidup
pendeta dipanggil juga dengan sebutan pendeta, meskipun bukan seorang pendeta.
Dengan demikian, sama halnya seperti pendeta, pendamping hidup pendeta sangat
dihormati dan disegani oleh jemaat.9
Berdasarkan penjelasan di atas, posisi atau kedudukan memiliki hubungan
yang tidak dapat dipisahkan dengan peran. Namun dari realita yang ada di GMIT
Betlehem Oesapa Barat, hanya posisi atau kedudukan seorang pendamping hidup
pendeta yang lebih diutamakan. Pendamping hidup pendeta, mestinya memiliki
peran yang menggambarkan posisi atau kedudukannya dalam kehidupan keluarga,
gereja, dan masyarakat.10
Posisi dan peran yang di maksud tidak memandang istri
atau suami dari pendeta. Posisi dan peran itu disamakan karena sisi kependetaan
8 Ralph Linton, Sosiologi suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali, 1984), 268.
9 Pra wawancara via telepon dengan Marselina Wabang. Ketua Kerohanian GMIT Betlehem
Oesapa Barat. Salatiga, 23 Juli 2018. Pukul 15:23 WIB. 10
Evang Darmaputera dalam Ferdinand Suleeman, dkk, Bergumul Dalam Pengharapan: buku
penghargaan untuk Pdt. Dr. Eka Darmaputera, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 2004), 49.
4
yang melekat dengan pendamping hidup pendeta. Sesuai dengan penjelasan ini,
hal yang ingin ditekankan adalah peran pendamping hidup pendeta dalam
kehidupan gereja, terkhususnya bagi jemaat.
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, dapat dirumuskan pokok
permasalahan yaitu, bagaimana peran pendamping hidup pendeta di GMIT
Betlehem Oesapa Barat. Tujuan yang ingin dicapai adalah untuk menjelaskan
peran pendamping hidup pendeta di GMIT Betlehem Oesapa Barat. Penelitian ini
memberikan manfaat secara teoritis yaitu, untuk mengetahui dan memahami peran
pendamping hidup pendeta. Secara praktis,pertama diharapkan dapat memberikan
pengetahuan dan pemahaman bagi gereja, terkhususnya bagi jemaat terhadap
peran pendamping hidup pendeta. Kedua, diharapkan dapat memberikan
sumbangan pemikiran bagi akademisi dalam studi Teologi khususnya yang
berkaitan dengan peran pendamping hidup pendeta.
1.2. Metode penelitian
Dalam menentukan metode penelitian, maka peneliti menggunakan metode
penelitian kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Penelitian kualitatif adalah
penelitian yang dilakukan secara intensif, terperinci terhadap suatu organisme,
lembaga atau gejala tertentu melalui data yang berupa kata-kata tertulis ataupun
lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati.11
Pendekatan deskriptif adalah
pendekatan yang bertujuan untuk menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu
individu, gejala, ataupun kelompok tertentu untuk menentukan penyebab suatu
frekuensi adanya hubungan tertentu antara suatu gejala dengan gejala lainnya
dalam masyarakat.12
Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu metode observasi dan
wawancara. Metode observasi digunakan untuk mendapat hasil pengamatan.
Pengamatan bisa dilakukan terhadap suatu benda, keadaan, kondisi, situasi,
kegiatan, proses, atau penampilan tingkah laku seseorang.13
Metode wawancara
merupakan metode yang digunakan untuk mengumpulkan data atau keterangan
11
Lexy J. Moleong, Metedologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Remadja Karya, 1998), 30. 12
D. Engel, Metodologi Penelitian Sosial dan Teologi Kristen, (Salatiga: Widya Sari, 2005), 20-
21. 13
Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010), 135
5
lisan dari seseorang yang disebut responden melalui suatu wawancara yang
sistematis dan terorganisasi. Karena itu wawancara merupakan percakapan oleh
pewawancara (interviewer) dengan terwawancara (interviewee) yang berlangsung
secara sistematis dan terorganisasi untuk mendapatkan sejumlah informasi yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti. Hasil percakapan tersebut dicatat atau
direkam oleh pewawancara.14
Teknik wawancara yang digunakan adalah semi-
terstruktur dimana dalam pelaksanaannya peneliti tidak terpaku pada pedoman
wawancara, sehingga peneliti lebih leluasa menggali informasi secara lebih
terbuka dari informan.15
Penelitian ini dilakukan di Kota Kupang, NTT khususnya di jemaat GMIT
Betlehem Oesapa Barat. Subjek penelitian yang pertama yaitu, dua orang pendeta
dan dua orang pendamping hidup pendeta. Subjek penelitian yang dipilih
menggunakan teknik pengambilan sampel purposif (purposive sampling) yang
ditetapkan secara sengaja oleh peneliti berdasarkan kriteria atau pertimbangan
tertentu karena memiliki pengetahuan, pengalaman, dan informasi yang terkait
dengan peran pendamping hidup pendeta.16
Kedua dan ketiga yaitu majelis dan
jemaat. Subjek penelitian yang dipilih menggunakan teknik Snow Ball Sampling,
yaitu pengambilan sampel secara bola salju, semakin ke bawah semakin luas atau
besar. 17
2. Landasan teori
2.1. Masyarakat
Masyarakat dipelajari dalam ilmu pengetahuan yang dinamakan sosiologi.
Munculnya ilmu sosiologi dikarnakan meningkatnya perhatian terhadap
kesejahteraan masyarakat dan perubahan-perubahan yang terjadi di dalam
masyarakat. Sosiologi muncul pada abad ke-19 yaitu pada tahun 1839 oleh
seorang yang di sebut sebagai bapak sosiologi yaitu Auguste Comte (prancis).
Asal muasal kata sosiologi ialah Socius (Latin) yang berarti “kawan” dan Logos
14
Uber Silalahi, Metode Peneleitian Sosial, (Bandung: PT Refika Aditama, 2009), 312. 15
Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan, (Bandung: Alfabeta, 2008), 320. 16
Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, (Jakarta: Rajagrafindo Persada, 2010), 67. 17
Masyhuri dan Zainuddin, Metodologi Penelitian-Pendekatan Praktis dan Aplikatif, (Bandung:
Refika Aditama, 2011), 184.
6
(Yunani) yang berarti “kata” atau “berbicara”, sehingga sosiologi berarti ilmu
yang berbicara mengenai masyarakat.18
Dari pemahaman ini, muncullah tokoh-tokoh yang membahas tentang ilmu
sosiologi. Menurut Auguste Comte (1798-1853), sosiologi merupakan studi positif
mengenai hukum-hukum dasar dari gejala sosial. Kemudian dari pemahaman ini,
muncullah sosiologi statis yang memusatkan perhatian pada hukum-hukum statis,
aksi-aksi dan reaksi timbal-balik dari sistem-sistem sosial yang ada pada
masyarakat dan yang menjadi dasar dari masyarakat. Sosiologi dinamis yang
memusatkan perhatian pada teori tentang perkembangan dalam arti pembangunan.
Pitirim Sorokin berpendapat bahwa sosiologi adalah ilmu yang mempelajari
mengenai hubungan dan pengaruh timbal balik antara pelbagai macam gejala-
gejala sosial dan sosial, sosial dan nonsosial serta ciri-ciri umum semua gejala
sosial. Roucek dan Warren mengemukakan bahwa sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari hubungan antara manusia dan kelompok-kelompok. William F.
Ogburn dan Meyer F. Nimkoffberpendapat bahwa sosiologi adalah penelitian
secara ilmiah terhadapinteraksi sosial dan hasilnya yaitu organisasi sosial. J. A. A.
Van Doorn dan C. J. Lammers mengatakan bahwa sosiologi adalah ilmu
pengetahuan mengenai struktur dan proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.
Selo Soemardjan dan Soelaeman Soemardi sosiologi adalah ilmu yang
mempelajari struktur sosial (unsur, lembaga, norma, dan lapisan sosial ) dan
proses sosial dalam hal ini hubungan timbal balik anatara segi kehidupan bersama
sehingga terjadinya perubahan-perubahan sosial.19
Terdapat beberapa tokoh yang memberikan definisinya tentang
masyarakat. Maciver dan Page mengatakan bahwa, masyarakat ialah suatu sistem
dari kebiasaan dan tata cara, dari wewenang dan kerja sama anatara berbagai
kelompok dan penggolongan, dan pengawasan tingkah laku serta kebebasan-
kebebasan manusia. Masyarakat merupakan jalinan sosial yang selalu berubah.
Ralph Linton mengatakan masyarakat merupakan setiap kelompok manusia yang
telah hidup dan bekerja bersama cukup lama sehingga mereka dapat mengatur diri
18
Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2014), 4. 19
Soekanto dan Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar, 17.
7
mereka dan menganggap diri mereka sebagai suatu kesatuan sosial dengan batas-
batas yang dirumuskan dengan jelas. Selo Soemardjan menyatakan bahwa
masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama, yang menghasilkan
kebudayaan.20
Masyarakat secara umum mempunyai ciri-ciri pokok yaitu, manusia yang
hidup bersama, bercampur untuk waktu yang cukup lama, sadar bahwa mereka
merupakan suatu kesatuan, dan merupakan suatu sistem hidup bersama, serta
adanya aturan atau undang-undang yang mengatur mereka untuk menuju pada
kepentingan dan tujuan bersama. Oleh karena itu, masyarakat bukan hanya
sekadar sekumpulan manusia belaka, tetapi diantara mereka harus ditandai dengan
adanya hubungan atau pertalian satu sama lain. Masyarakat adalah mutlak bagi
manusia supaya ia dapat menjadi manusia dalam arti sesungguhnya, yakni sebagai
human being.21
2.2. Keluarga
Setiap individu akan saling membutuhkan dalam kehidupan sosial. Dari
sikap saling membutuhkan inilah kemudian muncullah keluarga. Keluarga yang
menjadi unit sosial terkecil, memiliki pengaruh yang begitu kuat terhadap
perkembangan seorang individu, yang dapat menentukan berhasil tidaknya
kehidupan individu tersebut.22
Keluarga tentunya memiliki suatu tujuan dalam
kehidupannya. Tujuan utama keluarga adalah sebagai perantara yang menanggung
semua harapan-harapan dan keawajiban-kewajiban masyarakat, serta membentuk
dan mengubahnya sampai taraf tertentu hingga dapat memenuhi kebutuhan dan
kepentingan setiap anggota individu dan keluarga. Keluarga juga memiliki fungsi
memenuhi kebutuhan setiap individu yang ada dalam keluarga, dan memenuhi
kebutuhan masyarakat di mana keluarga menjadi bagiannya. Fungsi ini
20
Soerjono Soekanto dan Budi Sulistyowati, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 2014),, 21. 21
Abdulsyani, SOSIOLOGI, Skematika, Teori, dan Terapan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 33. 22
Friedman Marilyn, Keperawatan Keluarga, Teori dan Praktik, (Jakarta: Buku Kedokteran EGC,
1998), 5.
8
merupakan fungsi yang tidak dapat dicapai secara terpisah dan harus digabungkan
dalam keluarga.23
Keluarga memiliki nilai-nilainya sendiri. Nilai adalah sebuah keyakinan
abadi yang adalah bentuk perilaku spesifik keberadaan tahap akhir yang lebih baik
terhadap lawan atau bentuk daripada cara berlawanan dari perlaku atau keadaan
akhir dari eksistensi. Nilai-nilai dipelajari dari keluarga karena keluarga adalah
sumber pendidikan utama, karena segala intelektual dan kecerdasan manusia
diperoleh pertama-tama dari anggota keluarga.24
Nilai-nilai keluarga didefinisikan
sebagai suatu sistem ide, sikap, dan kepercayaan tentang nilai suatu keseluruhan
atau konsep yang secara sadar maupun tidak sadar mengikat bersama-sama
seluruh anggota keluarga dalam satu budaya lazim. Nilai-nilai berfungsi sebagai
pedoman umum bagi perilaku dan dalam keluarga nilai-nilai tersebut
membimbing perkembangan aturan-aturan dan nilai-nilai dari keluarga. Nilai-nilai
bersifat dinamis dan berubah-ubah dari waktu ke waktu.25
Bukan saja nilai-nilai yang ada dalam keluarga, tetapi juga norma-norma.
Norma-norma merupakan perilaku yang dianggap menjadi hak dari sebuah
masyarakat tertentu, dan pola-pola perilaku semacam itu didasarkan pada sistem
nilai dari keluarga. Oleh karena itu, norma-norma menentukan perilaku peran
yang sesuai dengan setiap posisi dalam keluarga dan masyarakat dan
menerangkan bagaimana hubungan timbal balik harus dipelihara.26
Kehidupan keluarga tentunya juga tidak terlepas dari peran suami dan istri.
Suami dan istri memiliki perannya masing-masing. Suami adalah pasangan hidup
istri, dan ayah dari anak-anak. Suami mempunyai suatu tanggung jawab yang
penuh dalam suatu keluarga. Suami mempunyai peranan yang penting, di mana
suami dituntut bukan hanya sebagai pencari nafkah, tetapi suami sebagai
motivator dalam berbagai kebijakan yang akan diputuskan. Memberi nafkah
kepada keluarga agar terpenuhi kebutuhan sandang, pangan dan papan. Membantu
23
Friedman Marilyn, Keperawatan Keluarga, Teori dan Praktik, (Jakarta: Buku Kedokteran EGC,
1998), 4. 24
Gunarsa Singgih, Psikologi untuk Keluarga, (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1982), 9. 25
Marilyn, Keperawatan Keluarga, 326. 26
Marilyn, Keperawatan Keluarga, 328.
9
peran istri dalam mengurus anak, menjadi pemimpin, pembimbing, dan
memelihara keluarga dengan penuh tanggung jawab demi kelangsungan dan
kesejahteraan keluarga. Menyelesaikan masalah dengan bijaksana dan tidak
sewenang-wenang. Memberikan rasa aman dan nyaman, serta memenuhi semua
kebutuhan keluarganya. Oleh karena itu, peran sebagai kepala keluarga ini harus
dapat dijalankan secara maksimal oleh suami dan didukung secara penuh oleh
istrinya.27
Istri juga memiliki peran. Istri tidak hanya sebagai ibu rumah tangga tetapi
juga sebagai pendamping hidup suami, sehingga dalam rumah tangga atau
keluarga tetap terjalin ketentraman yang dilandasi kasihsayang yang sejati. Istri
dituntut untuk setia pada suami agar dapat menjadi motivator bagi suami. Istri
bertanggung jawab secara terus-menerus memperhatikan kesehatan rumah dan
tata laksana rumah tangga, mengatur segala sesuatu didalam rumah tangga untuk
meningkatkan mutu hidup. Keadaan rumah harus mencerminkan rasa nyaman,
aman, tentram, dan damai bagi seluruh anggota keluarga. Istri adalah pendidik
pertama dan utama dalam keluarga bagi putra-putrinya, serta sangat menentukan
perkembangan anak yang tumbuh menjadi orang dewasa yang berkualitas dan
pandai. Menanamkan rasa hormat, cinta kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa serta
kepada masyarakat dan orang tua adalah awal didikan yang sangat penting.28
2.3. Manusia sebagai Indivdu secara Sosiologis
Individu berasal dari bahasa latin yaitu Individum yang berarti satuan kecil
yang tidak dapat dibagi lagi. Individu sebagai makhluk hidup ciptaan Tuhan Yang
Maha Esa yang dalam dirinya dilengkapi oleh kelengkapan hidup yang meliputi
raga, ras, rasio, dan rukun. Raga merupakan bentuk jasad manusia yang khas,
yang dapat membedakan antara individu yang satu dengan individu yang lainnya.
Rasa memberikan rangsangan perasaan keindahan yang antara lain dapat
mendorong semangat atau juga menghibur kesedihan dengan apa yang ada di
dalam alam semesta. Rasio mengembangkan diri mengatasi segala sesuatu yang
diperlukan dalam diri tiap individu melalui penicptaan karya teknologi yang
27
Majid Sulaiman Daudin, Hanya untuk Suami, (Jakarta: Gema Insani, 1996), 276. 28
Supriyadi Agus, Peran istri yang bekerja sebagai pencari nafkah utama di dalam keluarga,
(Lampung: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas Lampung).
10
semakin maju. Rukun hidup bergaul secara harmonis, damai, dan saling
mlengkapi. Rukun ini juga dapat membentuk individu menjadi suatu kelompok
yang disebut masyarakat.29
Pada dasarnya manusia sebagai individu, serta hakekatnya merupakan
unsur-unsur inti terbentuknya masyarakat. Masyarakat adalah wadah hidup
bersama dari individu yang terjalin dan terikat dalam hubungan interaksi serta
interelasi sosial. Menurut George H. Mead, individu memiliki hakekat atau
identitas pribadi yang mempunyai ciri-ciri tetap yang bersifat stabil yang
diperoleh dari tanggapan pihak-pihak lain yang bersifat sinambung. Ciri-ciri
situsional yang mungkin ada karena peranan yang berbeda-beda dari pihak yang
lainnya yang tidak mustahil mengalami perubahan pada kedudukan maupun
peranan. Dengan kata lain, adanya pribadi-pribadi lain dalam proses interaksi
sosial, merupakan hal yang sangat penting dalam pemebentukan identitas pribadi
maupun perkembangannya. Individu dalam tindakannya banyak dipengaruhi oleh
besar kecilnya persamaan antara perasaan dan perilaku rasionalnya. Jadi, individu
adalah orang yang dalam konsep sosiologis dapat dirumuskan secara terbatas
sebagai jumlah keseluruhan pengalaman, pandangan atau pikiran, dan segenap
tindakan seseorang yang kemudian membentuk dan mewarnai ciri-ciri
pribadinya.30
Konsep tentang diri seseorang dalam kaitannya dengan sikap pribadi
dengan kehidupan bermasyarakat, adalah merupakan interpretasi orang lain yakni
anggota masyarakat terhadap diri sendiri. Hal ini berarti individu merupakan
konsep yang dipikirkan oleh seseorang tentang orang lain sebagaimana dirinya
sendiri. Dalam buku Pengantar Sosiologi (Huky;1982), Coolye mengemukakan
tiga fase dalam memunculkan konsep tentang diri sendiri, yaitu fase persepsi,
ialah apa yang dilihat orang lain dalam kepribadian dan tingkah laku. Fase
penafsiran, ialah bagaimana orang lain menilai apa yang mereka lihat di dalam
29
Abdulsyani, SOSIOLOGI, Skematika, Teori, dan Terapan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 25. 30
Abdulsyani, SOSIOLOGI, Skematika, 27.
11
diri seseorang. Fase terakhir ialah fase di mana seseorang menimbulkan sejumlah
perasaan dari fase persepsi dan penafsiran, dan kemudian mengembangkannya.31
2.4. Hubungan Individu dan Masyarakat
Individu dan masyarakat pada hakekatnya tidak terpisah, mereka adalah
suatu kesatuan yang utuh, individu berada dalam masyarakat dan begitupun
sebaliknya. Hubungan individu dan masyarakat pada hakekatnya merupakan
hubungan fungsional. Artinya hubungan antara individu dalam suatu kolektivita,
merupakan suatu kesatuan yang terbuka dan memiliki ketergantungan antara satu
dengan lain. Hubungan individu dengan masyarakat bermula timbul dari pengaruh
keluarga dan kondisi sosial keluarga, kemudian membawa kesadaran bahwa
dirinya berbeda dengan lingkungan sosial, sehingga individu merasakan
kekurangan masing-masing dan membutuhkan individu lainnya untuk mencapai
harapan hidupnya dengan sempurna.32
Hubungan individu dan masyarakat di pelajari dalam proses sosial. Ada
beberapa pemahaman para ahli sosiologi terhadap proses sosial yaitu, Adham
Nasution; proses sosial adalah proses kelompok dan individu saling berhubungan,
yang merupakan bentuk antara aksi sosial. Ditegaskan kembali, bahwa proses
sosial adalah rangkaian human action (sikap atau tindakan manusia) yang
merupakakn aksi dan reaksi di dalam hubungannya satu sama lain. Soerjono
Dirdjosisworo; proses sosial sebagai pengaruh timbal balik antara berbagai segi
kehidupan bersama. Proses sosial membutuhkan interaksi yang dinamis, yang
menyangkut hubungan orang perorangan, antara kelompok manusia, maupun
antra orang dengan kelompok manusia. Rouck dan Warren; proses sosial ialah
interaksi. Ia adalah suatu proses timbal balik, dengan mana satu kelompok
dipengaruhi tingkah laku reaktif pihak lain dengan berbuat demikian ia
mempengaruhi tindakan orang lain. Gillin dan Gillin; proses sosial adalah cara
berhubungan yang dapat dilihat apabila orang perorangan dan kelompok-
kelompok manusia saling bertemu dan menetapkan sistem serta bentuk-bentuk
hubungan tersebut atau apa yang akan terjadi apabila ada perubahan-perubahan
31
Abdulsyani, SOSIOLOGI, Skematika, Teori, dan Terapan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012),28. 32
Abdulsyani, SOSIOLOGI, Skematika, 34.
12
yang menyebabkan goyahnya cara-cara hidup yang telah ada. Robert M. Z; proses
sosial ialah perubahan sosial, yaitu proses di mana dalam suatu sistem sosial
terdapat perbedaan yang dapat diukur yang terjadi dalam suatu kurun waktu
tertentu.33
Proses sosial tidak terlepas dari interaksi sosial. Interaksi sosial ialah
proses di mana saling mengerti tentang maksud dan tujuan masing-masing pihak
dalam suatu hubungan sosial. Interaksi merupakan proses timbal balik yang akan
saling mempengaruhi tingkah laku aktif antara individu maupun kelompok
masyarakat. Interaksi sosial akan terjadi ketika adanya kontak sosial dan
komunikasi sosial. Kontak sosial adalah hubungan antara satu orang atau lebih,
melalui percakapan dengan saling mengerti tentang maksud dan tujuan dalam
kehidupan masyarakat. Kontak sosial dibagi menjadi dua yaitu, secara tidak
langsung yang menggunakan alat, misalnya telepon, dan kontak sosial secara
langsung yang merupakan suatu pertemuan tatap muka dan berdialog antara kedua
pihak. Kontak sosial akan berhasil jika adanya tanggapan dari pihak lain.
Komunikasi sosial ialah syarat pokok dari proses sosial. Komunikasi adalah
bahwa seorang memberikan tafsiran pada perikelakuan orang lain (pembicaraan,
gerak-gerak atau sikap), perasaan-perasaan apa yang ingin disampaikan oleh
orang tersebut. Dengan adanya komunikasi, maka sikap dan perasaan seseorang
atau sekelompok orang dapat diketahui dan dipahami oleh orang atau sekelompok
orang yang lain.34
2.5. Teori Peran
Teori peran adalah sebuah teori yang digunakan dalam dunia sosiologi,
psikologi dan antropologi yang merupakan perpaduan berbagai teori, orientasi
maupun disiplin ilmu. Menurut Biddle dan Thomas, teori peran berbicara tentang
istilah “peran” yang biasa digunakan dalam dunia teater, di mana seorang aktor
dalam teater harus bermain sebagai tokoh tertentu, dan dalam posisinya sebagai
tokoh itu ia diharapkan untuk berprilaku secara tertentu. Posisi seorang aktor
33
Abdulsyani, SOSIOLOGI, Skematika, Teori, dan Terapan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2012), 152-
153. 34
Abdulsyani, SOSIOLOGI, Skematika, 154.
13
dalam teater dinalogikan dengan posisi seseorang dalam masyarakat. Peran
diartikan pada karakterisasi yang disandang untuk dibawakan oleh seorang aktor
dalam pertunjukan teater. Dalam konteks sosial peran diartikan sebagai suatu
fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu posisi dalam struktur
sosial,35
dan karakteristik perilaku seseorang, norma atau konsep yang dimiliki
dalam suatu posisi sosial.36
Dari penjelasan ini, dapat disimpulkan bahwa teori peran adalah teori yang
berbicara tentang posisi dan perilaku seseorang yang diharapkan daripadanya
tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berada dalam kaitannya dengan adanya
orang lain yang berhubungan dengan orang atau aktor tersebut. Pelaku peran
menjadi sadar akan struktur sosial yang didudukinya, oleh karena itu seorang
aktor berusaha untuk selalu nampak “mumpuni” dan dipersepsi oleh aktor lainnya
sebagai “tak menyimpang“ dari sistem harapan yang ada dalam masyarakat.37
Gagasan umum dalam teori peran adalah posisi sosial. Posisi sosial adalah
identitas yang menunjuk pada seseorang atau sekelompok orang. Setiap posisi
sosial menunjukan perannya.38
Dari pemahaman ini, terdapat beberapa ahli yang menjelaskan tentang
peran. Suhardono menjelaskan bahwa peran dapat dijelaskan dengan beberapa
cara yaitu pertama, penjelasan historis ialah, konsep peran pada awalnya dipinjam
dari kalangan yang memiliki hubungan erat dengan drama dan teater yang hidup
subur pada zaman Yunani Kuno atau Romawi. Dalam hal ini, peran berarti
karakter yang disandang atau dibawakan oleh seorang aktor dalam sebuah pentas
dengan lakon tertentu. Kedua, pengertian peran menurut ilmu sosial ialah suatu
fungsi yang dibawakan seseorang ketika menduduki suatu posisi dalam struktrur
sosial tertentu. Dengan menduduki jabatan tertentu, seseorang dapat memainkan
fungsinya karena posisi yang didudukinya tersebut.39
35
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), 215. 36
Bruce J. Biddle, Role Theory: Expectations, Identities, and Behaviours , (New York: Academic
Press, 1982),, 9. 37
Edy Suhardono, Teori Peran (Konsep, Derivasi, dan Implikasinya), (Jakarta: PT Gramedia
Pustaka Utama, 1994), 3-4. 38
Biddle, Role Theory: Expectations, 5. 39
Ahmad Patoni, Peran Kiai Pesantren dalam Partai Politi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2007),
40.
14
Horton dan Hunt mengatakan peran adalah perilaku yang diharapkan dari
seseorang yang memiliki suatu status. Bila yang diartikan dengan peran adalah
perilaku yang diharapkan dari seseorang dalam status tertentu, maka perilaku
peran adalah perilaku yang sesungguhnya dari orang yang melakukan peran
tersebut. Teori peran memberikan dua harapan, pertama harapan dari masyarakat
terhadap pemegang peran. Kedua, harapan yang dimiliki oleh pemegang peran
terhadap orang lain yang mempunyai relasi dengannya dalam menjalankan
perannya.40
Ralph Linton mengatakan bahwa, peran ialah harapan-harapan sosial yang
terstruktur yang kepadanya individu mengorientasikan dirinya. Peran harus
mengubah dirinya dan terbuka bagi orang lian. Dalam teori sosial, peran
didefinisikan sebagai harapan-harapan yang diorganisasi terkait dengan konteks
interaksi tertentu yang membentuk orientasi motivasional individu terhadap orang
lain. Orang-orang yang memegang peran belajar mengenai siapa mereka di depan
orang lain, dan bagaimana bertindak terhadap orang lain. Peran dan harapan peran
ini diperoleh sebagai paduan longgar yang dengannya orang harus berimprovisasi
apabila mereka memerankannya.41
Secara sosiologis peran adalah aspek dinamis yang berupa tindakan atau
perilaku yang dilaksanakan oleh seseorang yang menempati atau menduduki suatu
posisi dan melaksanakan hak-hak dan kewajiban sesuai dengan kedudukannya.
Jika seseorang menjalankan peran tersebut dengan baik, dengan sendirinya akan
berharap bahwa apa yang dijalankan sesuai dengan keinginan diri lingkungannya.
Peran dimaknai sebagai tugas atau pemberian tugas kepada seseorang atau
sekumpulan orang. Peran memiliki tiga aspek yaitu pertama, peran meliputi
norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam
masyarakat. Peran dalam arti ini merupakan rangkaian peraturan yang
membimbing seseorang dalam kehidupan masyarakat. Kedua, peran adalah suatu
konsep perihal apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai
organisasi. Ketiga, peran juga dapat diartikan sebagai perilaku individu yang
penting bagi struktur sosial masyarakat.42
40
Davud Berry, Pokok-Pokok Pemikiran dalam Sosiologi, (Jakarta: Rajawali, 1981), 41. 41
Iman Santoso, Sosiologi The Key Concepts, (Jakarta: Rajawali Pers, 2011), 227-229. 42
Soerjono Soekanto, Sosiologi Suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali Press, 2002), 242
15
Terdapatlima istilah mengenai perilaku dan peran, pertama ialah harapan.
Harapan tentang peran adalah harapan-harapan orang lain tentang perilaku yang
pantas dan ditunjukkan oleh seorang yang mempunyai peran. Kedua yaitu norma
yang merupakan wujud dari harapan. Ketiga adalahwujud perilaku dalam peran
yang tidak hanya berupa harapan dan norma, tetapi wujud perilaku nyata.
Keempat ialah penilaian dan sanksi yang didasarkan pada harapan tentang norma
yang memberikan kesan positif atau negatif terhadap suatu perilaku.43
Peran diartikan sebagai perangkat perilaku yang diharapkan dimiliki oleh
orang yangberkedudukan di masyarakat. Kedudukan dalam hal ini diharapkan
sebagai posisitertentu di dalam masyarakat yang mungkin tinggi, sedang-sedang
saja atau rendah.44
Perbedaan antara kedudukan dengan peranan adalah hanya
sebatas kepentingan ilmu pengetahuan. Keduanya tidak bisa dipisahkan karena
keduanya memiliki kesamaan yang saling berkaitan. Tidak ada peran tanpa
adanya kedudukan dan begitu juga tidak ada kedudukan yang tidak mempunyai
peran di masyarakat secara langsung.45
Oleh karena itu, peran merupakan
keseluruhan dari peranan-peranan dan menentukan apa yang dilakukannya bagi
masyarakatnya dan apa yang dapat diharapkannya dari masyarakat itu.46
Tentu
saja peran terjadi dalam kehidupan sehari-hari, dan tidak saja menjadi perhatian
bagi orang yang melakukannya, tetapi juga bagi orang lain.47
3. Hasil penelitian
3.1. Sejarah Jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat
Jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat adalah salah satu Jemaat di
pinggiran kota Kupang yang hingga saat ini tetap konsisten dalam pelayanan dan
tetap bergabung dengan jemaat lain di Pelayanan Wilayah Klasis Kupang Tengah.
43
Sarlito Wirawan Sarwono, Teori-Teori Psikologi Sosial, (Jakarta: Rajawali Pers, 2015), 217-
220. 44
R. Suyoto Bakir, Kamus lengkap Bahasa Indonesia, (Tangerang: Karisma Publishing Group,
2009), 348. 45
Ralph Linton, Sosiologi suatu Pengantar, (Jakarta: Rajawali, 1984), 268. 46
Ralph Linton, Antropologi Suatu Peneylidikan Tentang Manusia, (Bandung: Jemmars, 1984),
149. 47
Bruce J. Biddle, Role Theory: Expectations, Identities, and Behaviours , (New York: Academic
Press, 1982), 57.
16
Ide awal untuk mendirikan sebuah gereja di Oesapa Kecil pertama kali
dicetuskan oleh Bapak Daniel Maakh (Alm) sekitar tahun 1967. Jemaat Betlehem
Oesapa Barat sebelumnya adalah bagian integral dari Jemaat Bet’el Oesapa
Tengah, namun dalam rangka mendekatkan pelayanan kepada jemaat di Oesapa
Kecil, maka pada tahun 1979 ada 63 Kepala Keluarga dan 112 anggota Sidi secara
bersama-sama menghendaki agar dapat mendirikan sebuah gereja di Oesapa
Kecil. Dengan niat atau tekat itu, maka ke-63 kepala keluarga mengajukan
permohonan kepada Ketua Majelis Jemaat Bet’el Oesapa Tengah untuk
mendirikan gedung gereja di Oesapa Kecil. Perjuangan demi perjuangan terus
dilakukan sehingga pada tahun yang sama permohonan dari ke-63 kepala keluarga
ini dikabulkan oleh Ketua Majelis Jemaat Bet’el Oesapa Tengah. Pada tahun 1979
inilah Jemaat Oesapa Kecil mulai dengan babak baru dalam menumbuh
kembangkan iman dengan mendirikan sebuah bangunan sederhana beratapkan
daun lontar dan berlantai tanah. Dengan semangat juang serta motivasi
membangun yang tinggi dan diprakarsai oleh Bapak Markus Long dan kawan-
kawannya sebanyak enam orang sebagai pelopor pembangunan gedung kebaktian
di Oesapa Kecil. Pada pertemuan-pertemuan kecil untuk mendirikan gedung
kebaktian, maka ke-7 pelopor pembangunan dan tokoh pemuda memilih nama
BETLEHEM.
Jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat dengan jumlah 63 Kepala Keluarga
mulai meletakkan dasar pertumbuhan iman jemaat. Sehingga pada tanggal 31
Oktober 1979 dilakukan peletakan batu pertama oleh Bapak Pdt. P.F. de Haan dan
peresmian oleh Camat Kupang Tengah, Bapak Ruben Taklal.Saat itulah
dimulainya pembangunan sebuah gedung kebaktian permanen di atas sebidang
tanah tepatnya di Jalan Pulau Indah, Oesapa Barat. Tanah dimaksud diberikan
oleh Bapak Markus Long.
Penyelesaian pembangunan gedung gereja dikerjakan secara gotong
royong oleh ke-63 Kepala Keluarga tersebut dan tepat pada tanggal 23 Desember
1979 gedung kebaktian yang berukuran 10 x 24 m ditabiskan. Setelah gedung
kebaktian ini berdiri, maka jumlah Jemaat yang mengikuti kebaktian setiap
minggu makin bertambah jumlahnya, seiring dengan perkembangan penduduk
17
dan perkembangan kota.Pertambahan jumlah jemaat makin pesat, saat berusia 25
tahun tepatnya pada tanggal 23 Desember 2004, tercatat jumlah kepala keluarga
menjadi 712 dan anggota sidi sebanyak 2.746 orang.48
Menyikapi jumlah jemaat yang terus bertambah, berdasarkan usul saran
dari majelis dan persetujuan tokoh-tokoh jemaat, maka mulai dibangunlah
bangunan gereja yang baru dengan ukuran lebih besar beralamat di Jalan Sumatiro
KM. 07 Oesapa Barat, di atas tanah milik keluarga Dalle. Gambar denah gedung
kebaktian yang baru disumbangkan oleh Ir. Abraham Paul Liyanto, sedangkan
peletakan batu pertama dilakukan oleh Bapak Paul Lawa Rihi pada tanggal 24
Mei 1994. Prosesi itu diawali dengan kebaktian singkat yang dipimpin oleh Pdt.
J.E.E. Inabuy, STM.
Pembangunan gedung gereja yang baru berlangsung di bawah kepanitiaan:
Bpk. David Detaq (ketua panitia), Bpk. Piet Djami Rebo, M.Si (ketua bidang
teknik/ konstruksi). Dalam pergumulan jemaat yang sedang dan terus
membangun, saat itu Ketua Majelis Jemaat Betlehem Oesapa Barat adalah Pdt. J.
Lay Kanny, S.Th, Wakil Ketua Pdt. Ny. A.M. Gaspers-Leba, S.Th. Dalam
berjalannya waktu, kedua pelayan tersebut kemudian digantikan oleh Pdt. Ny.
Intan Berliana Priyono Maroradja, S.Th dan Pdt. J.D. Kalelado, S.Th. Di tangan
kedua pelayan inilah pembangunan gedung kebaktian yang baru berhasil
dirampungkan sehingga terhitung tanggal 22 Desember 2002 seusai kebaktian
pagi yang dipimpin oleh Ketua Majelis Sinode Harian GMIT, Bpk. Pdt. Thobias
Messak, lalu dipindahkan dari gedung kebaktian yang lama di Jalan Pulau Indah
ke gedung kebaktian yang baru di Jalan Sumatiro. Pada tanggal 23 Desember
2004, bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke-25, gedung gereja Betlehem
Oesapa Barat yang baru di tabiskan.49
Berdasarkan data statistik Jemaat Betlehem
Oesapa Barat tahun 2014, jumlah jemaat 4.915 jiwa yang terdiri dari laki-laki
2.286 jiwa dan perempuan 2.629 jiwa yang tersebar dalam 21 Rayon. Jumlah
Kepala Keluarga (KK) sebanyak 964 KK.50
48
Arsip Jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat tahun 2014. 49
Hasil wawancara dengan Pnt. Karel S. Isliko. Sekretaris Jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat,
Kupang, 25 Maret 2019. Pukul 10:00 WITA 50
Arsip Jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat tahun 2014.
18
3.2. Posisi dan sebutan “pendeta” terhadap pendamping hidup pendeta
di Jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak bisa hidup sendiri, sehingga ia
akan saling membutuhkan dalam kehidupan sosialnya. Hal ini juga berlaku bagi
seorang pendeta. Secara harafiah, pendamping hidup pendeta adalah orang yang
menikah dengan pendeta, baik itu laki-laki atau perempuan. Sebagai pendamping
hidup pendeta, tentunya ia memiliki posisinya. Dari hasil penelitian, terdapat
pemahaman jemaat terhadap posisi dan sebutan pendeta terhadap pendamping
hidup pendeta:
1. Posisi pendamping hidup pendeta.
Pendeta adalah seorang gembala atau hamba Tuhan yang sangat
dihormati dan disegani oleh jemaat. Oleh karena itu, posisi pendamping
hidup pendeta juga dihormati dan disegani oleh jemaat. Pendamping hidup
pendeta memiliki posisi yang disamakan dengan pendeta.51
Namun dalam
struktur gerejawi tidak ada posisi tertentu terhadap pendamping hidup
pendeta yang di tetapkan oleh Majelis Sinode GMIT. Dalam tatanan
sosial, sangat terlihat posisi pendamping hidup pendeta sangat dihormati
dan disegani oleh jemaat.52
2. Sebutan “pendeta” terhadap pendamping hidup pendeta.
Sebutan pendeta terhadap pendamping hidup merupakan suatu
kebiasaan, tradisi atau stratifikasi sosial yang telah lama dipegang oleh
masyarakat GMIT, terkhsusnya jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat.53
Tidak hanya kebiasaan atau stratifikasi sosial saja, sebutan pendeta
51
Hasil wawancara dengan Ibu Filce Yohana Paa. Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat.
Kupang, 22 Maret 2019. Pukul 15:13 WITA, Pnt. Yuliana Foes Sudarsono. Anggota
jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 22 Maret 2019. Pukul 17:00 WITA, Ibu
Martha Metkono-Taopan. Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 23
Maret 2019. Pukul 15:21 WITA. 52
Hasil wawancara dengan Pdt. Mercy Kapioru-Patikawa, S.Th. Wakil ketua mejelis GMIT
Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 23 Maret 2019. Pukul 12:26 WITA, dan dilengkapi
dengan wawancara bersama Pdt. Drs. Hendrick Rio Fanggidae, M.Si. Ketua majelis
GMIT Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 26 Maret 2019. Pukul 15:00 WITA. 53
Hasil wawancara dengan mejelis pengajar Irony Saefatu. Anggota jemaat GMIT Betlehem
Oesapa barat. Kupang, 23 Maret 2019. Pukul 17:09 WITA dan dilengkapi dengan
wawancara bersama Bpk. Anton A. Leka. Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat.
Kupang, 24 Maret 2019. Pukul 11:20 WITA.
19
terhadap pendamping hidup pendeta juga merupakan bentuk
penghormatan atau penghargaan, karena ia dianggap memiliki kepribadian
yang melekat erat dengan pendeta.54
Menurut Pdt. Drs. Hendrick Rio Fanggidae, M.Si dan Pdt. Mercy
Kapioru-Patikawa, S.Th, selaku ketua dan wakil ketua majelis GMIT
Betlehem Oesapa Barat, sebutan pendeta terhadap pendamping hidup
pendeta adalah suatu stratifikasi sosial dan juga sebagai bentuk
penghormatan atau penghargaan yang telah membudaya atau menjadi
tradisi di masyarakat GMIT, khsusnya di GMIT Betlehem Oesapa Barat.
Sebutan pendeta terhadap pendampig hidup pendeta adalah hal yang wajar
dilakukan oleh jemaat, dan hal itu tidak dapat disalahkan. Menurut
mereka, pendamping hidup pendeta sudah dianggap telah menyatu dengan
pendeta, sehingga ada suatu ikatan yang membuat keduanya tidak dapat
dipisahkan.55
3.3. Peran pendamping hidup pendeta menurut jemaat GMIT Betlehem
Oesapa Barat
Pendeta dalam pelayanannya, tidak akan terlepas dari peran pendamping
hidupnya. Karena posisi pendamping hidup pendeta yang disamakan dengan
pendeta, serta dihormati dan disegani oleh jemaat, membuat pendamping hidup
pendeta memiliki peran didalam pelayanan pendeta ataupun dalam kehidupan
gereja, terkhususnya bagi jemaat. Berikut beberapa penjelasan tentang peran
pendamping hidup pendeta menurut jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat:
54
Hasil wawancara dengan Yohana N. Y. Paa. Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat.
Kupang, 25 Maret 2019. Pukul 17:00 WITA, dan dilengkapi dengan wawancara bersama
Mp. Yesi Lusi Maria Koanak. Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat. Kupang,
23 Maret 2019. Pukul 16:12 WITA. 55
Hasil wawancara dengan Pdt. Mercy Kapioru-Patikawa, S.Th. Wakil ketua mejelis GMIT
Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 23 Maret 2019. Pukul 12:26 WITA dan dilengkapi
dengan wawancara bersama Pdt. Drs. Hendrick Rio Fanggidae, M.Si. Ketua majelis
GMIT Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 26 Maret 2019. Pukul 15:00 WITA
20
1. Membantu dan mendukung dalam pelayanan.56
Pendamping hidup pendeta memiliki peran yaitu, dapat membantu
dan mendukung pendeta dalam melakukan tugas dan pelayanan dalam
kehidupan gereja, terkhususnya bagi jemaat. Bantuan dan dukungan yang
diberikan seperti, menemani, mengantar dan menjemput pendeta ketika
melakukan pelayanan. Bantuan dan dukungan lain yang diberikan juga
seperti, memberikan perhatian, motivasi, dukungan, arahan, dan saran
setiap selesai mempimpin pribadahan (evaluasi pelayanan). Karena itulah
pendamping hidup pendeta dan pendeta tidak dapat dipisahkan, keduanya
adalah satu. Berhasil tidaknya pendeta dalam pelayanan untuk
membangun jemaat ke arah yang lebih baik, tidak terlepas juga dari peran
pendamping hidupnya.
2. Aktif dalam berbagai peribadahan.57
Meski berada dalam berbagai kesibukan pekerjaan di luar rumah
atau di dalam rumah, pendamping hidup pendeta selalu menyempatkan
waktu untuk hadir dalam berbagai ibadah, baik itu ibadah kategorial atau
ibadah rayon. Ini merupakan peran yang sangat baik, karena lewat
keaktifan dalam peribadahan, pendamping hidup pendeta akan memiliki
hubungan atau relasi yang baik dengan jemaat. Hal ini akan membuat
jemaat merasakan kepedulian pendamping hidup pendeta terhadap jemaat.
56
Hasil wawancara dengan Ibu Filce Yohana Paa-Mone. Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa
Barat. Kupang, 22 Maret 2019. Pukul 15:13 WITA, Yohana N. Y. Paa. Anggota jemaat
GMIT Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 25 Maret 2019. Pukul 17:00 WITA, Ibu Paulina
Selan. Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 24 Maret 2019. Pukul
18:07 WITA, Pdt. Mercy Kapioru-Patikawa, S.Th. Wakil ketua mejelis GMIT Betlehem
Oesapa Barat. Kupang, 23 Maret 2019. Pukul 12:26 WITA, dan dilengkapi dengan
wawancara bersama Pdt. Drs. Hendrick Rio Fanggidae, M.Si. Ketua majelis GMIT
Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 26 Maret 2019. Pukul 15:00 WITA. 57
Hasil wawancara dengan Pnt. Yuliana Foes-Sudarsono. Anggota jemaat GMIT Betlehem
Oesapa Barat. Kupang, 22 Maret 2019. Pukul 18:20 WITA.
21
3. Terlibat dalam berbagai kepanitian gerejawi dan kepanitiaan pembangunan
gereja.58
Pendamping hidup pendeta juga sering kali terlibat atau tergabung
dalam kepanitiaan gerejawi dan dalam panitia pembangunan gereja. Hal
ini tentunya sangat berdampak baik bagi jemaat, karena mereka akan
termotifasi juga untuk bergabung dalam berbagai kegiataan gereja karena
aksi nyata dari pendamping hidup pendeta.
4. Memberikan ide-ide atau masukan-masukan kepada pendeta dan jemaat.59
Ketika mengikuti berbagai pertemuan atau ibadah rayon maupun
ibadah kategorial, dan kegiatan-kegiatan gerejawi lainnya, pendamping
hidup pendeta selalu memberikan pemikirannya untuk meningkatkan atau
memajukan berbagai kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh jemaat ke
arah yang lebih baik. Ide-ide atau masukan-masukan yang diberikan
pendamping hidup pendeta karena ia memahami bahwa jemaat
membutuhkan berbagai kritik, saran, dan motivasi yang akan membangun
jemaat. Tidak hanya kepada jemaat, ide-ide atau masukan-masukan yang
membangun ini juga diberikan kepada pendeta, agar pendeta dapat lebih
meningkatkan tugas dan pelayanannya untuk membawa jemaat ke arah
yang lebih baik.
Sebagai seorang pendamping hidup pendeta dengan posisi atau kedudukan
yang dihargai, dihormati, dan disegani, serta panggilan kependetaan yang
melekat, membuat pendamping hidup pendeta tentunya memiliki perbedaan
dengan pendamping hidup yang lain. Dari hasil penelitian, terdapat perbedaan
anatara pendamping hidup pendeta dengan pendamping hidup yang lain, yaitu
yang pertama, pendamping hidup pendeta memiliki sikap yang sopan, lemah
58
Hasil wawancara dengan Pnt. Jusuf Daniel Paa. Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat.
Kupang, 22 Maret 2019. Pukul 17:00 WITA, dan dilengkapi dengan wawancara bersama
Mp. Yesi Lusi Maria Koanak. Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat. Kupang,
23 Maret 2019. Pukul 16:12 WITA. 59
Hasil wawancara dengan Pnt. Lika Marambahau. Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa
Barat. Kupang, 24 Maret 2019. Pukul 15:38 WITA, Pnt. Christin Chornelia Frans.
Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 22 Maret 2019. Pukul 16:43
WITA. dan dilengkapi dengan wawancara bersama Bpk Moses Tefi. Anggota jemaat
GMIT Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 24 Maret 2019. Pukul 17:22 WITA.
22
lembut, dan berwibawa. Perbedaan antara pendamping hidup pendeta dengan
pendamping hidup yang lain terlihat dalam tingkah lagu. Pendamping hidup
pendeta memiliki tingkah laku sopan, baik, dan lemah lembut yang mencerminkan
nilai-nilai kasih.60
Kedua yaitu menjadi teladan atau panutan.Pendamping hidup
pendeta adalah seorang yang dihormati dan disegani sama seperti seorang
pendeta. Oleh sebab itu, pendamping hidup pendeta juga menjadi sosok
keteladanan dan panutan bagi jemaat.61
Ketiga, pendaping hidup pendeta
mencerminkan sifat kependetaan.Dalam kehidupan pendamping hidup pendeta,
tentunya ia akan mencerminkan atau menggambarkan sisi atau sifat kependetaan
yang ia terima.62
Perbedaan antara pendamping hidup pendeta dengan pendamping hidup
yang lain juga harus di lihat dari pribadi masing-masing, untuk lebih memahami
lagi bagaimana kepribadian mereka. Karena dalam kehidupan pendamping hidup
pendeta tentunya ada berbagai sikap yang tidak diketahui oleh jemaat.63
3.4. Tanggapan jemaat terhadap peran pendamping hidup pendeta
Berdasarkan penjelasan diatas tentang peran pendamping hidup pendeta
bagi jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat, terdapat juga tanggapan jemaat
terhadap peran pendamping hidup pendeta. Peran pendamping hidup pendeta
tentunya sangat penting bagi pendeta dan jemaat. Pendamping hidup pendeta
adalah sosok penyemangat bagi pendeta dan jemaat dalam melakukan berbagai
60
Hasil wawancara dengan Pnt. Christin Chornelia Frans. Anggota jemaat GMIT Betlehem
Oesapa Barat. Kupang, 22 Maret 2019. Pukul 16:43 WITA, Dkn. Marthina Dite-Amatae.
Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 24 Maret 2019. Pukul 19:00
WITA, dan dilengkapi dengan wawancara bersama Mp. Irony Damianus Saefatu.
Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 23 Maret 2019. Pukul 17:09
WITA. 61
Hasil wawancara dengan Pnt. Jusuf Daniel Paa. Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat.
Kupang, 22 Maret 2019. Pukul 17:00 WITA, Pnt. Lika Marambahau. Anggota jemaat
GMIT Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 24 Maret 2019. Pukul 15:38 WITA. dan
dilengkapi dengan wawancara bersama Mp. Yesi Lusi Maria Koanak. Anggota jemaat
GMIT Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 23 Maret 2019. Pukul 16:12 WITA. 62
Hasil wawancara dengan Pnt. Yuliana Foes-Sudarsono. Anggota jemaat GMIT Betlehem
Oesapa Barat. Kupang, 22 Maret 2019. Pukul 18:20 WITA, Ibu Paulina Selan. Anggota
jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 24 Maret 2019. Pukul 18:07 WITA. dan
dilengkapi dengan wawancara bersama Bpk. Defris Manafe. Anggota jemaat GMIT
Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 24 Maret 2019. Pukul 16:03 WITA. 63
Hasil wawancara dengan Yohana N. Y. Paa. Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat.
Kupang, 25 Maret 2019. Pukul 17:00 WITA.
23
pelayanan. Selama ini, pendamping hidup pendeta telah melakukan perannya
dengan baik. Pendamping hidup pendeta selalu mendukung dan membantu
pelayanan pendeta dan pelayanan yang dilakukan oleh jemaat, serta memberikan
kritik dan saran yang membangun.64
Perannya dalam memberikan bantuan dan
dukungan ini terlihat dalam keaktifan pendamping hidup pendeta dalam berbagai
peribadahan, terlibat dalam berbagai kepanitiaan gerejawi, dan memberikan
sumbangan pemikiran yang tentunya akan membangun pelayanan pendeta dan
jemaat ke arah yang lebih baik.65
Dari perannya pendamping hidup pendeta telah
mejadi teladan dan panutan bagi jemaat.66
Peran-peran ini membuat relasi yang baik antara pendamping hidup
pendeta dengan jemaat. Dari peran dan relasi yang biak ini, pendamping hidup
pendeta telah dianggap sebagai orangtua.67
Relasi ini sangat terlihat jelas dengan
jemaat sesama rayon atau wilayah saja, sedangkan di luar itu, relasi antara
pendamping hidup pendeta dengan jemaat hanya sebatas tegur sapa, tidak ada
hubungan yang begitu erat.68
Oleh karena itu, terdapat harapan-harapan jemaat
terhadap pendamping hidup pendeta, yaitu:
64
Hasil wawancara dengan Dkn. Marthina Dite-Amatae Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa
Barat. Kupang, 24 Maret 2019. Pukul 19:00 WITA, dan dilengkapi dengan wawancara
bersama Pdt. Mercy Kapioru-Patikawa, S.Th. Wakil ketua mejelis GMIT Betlehem
Oesapa Barat. Kupang, 23 Maret 2019. Pukul 12:26 WITA 65
Hasil wawancara dengan Pnt. Jusuf Daniel Paa. Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat.
Kupang, 22 Maret 2019. Pukul 17:00 WITA, dan dilengkapi dengan wawancara bersama
Dkn. Darmi Leka. Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 24 Maret
2019. Pukul 12:16 WITA. 66
Hasil wawancara dengan Bpk. Anton A. Leka. Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat.
Kupang, 24 Maret 2019. Pukul 11:20 WITA, dan dilengkapi dengan wawancara bersama
Ibu Martha Metkono-Taopan. Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat. Kupang,
23 Maret 2019. Pukul 15:21 WITA. 67
Hasil wawancara dengan Pnt. Yuliana Foes-Sudarsono. Anggota jemaat GMIT Betlehem
Oesapa Barat. Kupang, 22 Maret 2019. Pukul 18:20 WITA, dan dilengkapi dengan
wawancara bersama Mp. Yesi Lusi Maria Koanak. Anggota jemaat GMIT Betlehem
Oesapa Barat. Kupang, 23 Maret 2019. Pukul 16:12 WITA. 68
Hasil wawancara dengan Filce Yohana Paa-Mone. Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa
Barat. Kupang, 22 Maret 2019. Pukul 15:13 WITA, dan dilengkapi dengan wawancara
bersama Bpk. Moses Tefi. Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 24
Maret 2019. Pukul 17:22 WITA.
24
1. Perkunjungan jemaat.69
Pendaping hidiup pendeta sebaiknya juga melakukan perkunjungan
jemaat. Dilakukannya perkunjungan jemaat ini, membuat hubungan atau
relasi dengan jemaat yang bukan sesama rayon atau wilayah semakin baik.
Selain itu, perkunjungan jemaat ini juga akan membuat pendamping hidup
pendeta lebih mengenal dan memahami kehidupan jemaat.
2. Terlibat dalam berbagai pelayanan kegiatan gerejawi dan pembangunan
gereja.70
Harapan-harapan kepada pendamping hidup pendeta juga terlihat
dalam keinginan jemaat agar pendamping hidup pendeta dapat terlibat
dalam berbagai kepanitiaan gerejawi dan panitia pembangunan gereja.
Jemaat rindu akan kehadiran pendamping hidup pendeta dalam berbagai
kegiatan tersebut agar bisa memberikan berbagai pemikirannya untuk
membangun jemaat ke arah yang lebih baik.
3. Menjadi teladan atau panutan bagi jemaat.71
Menjadi pendamping hidup pendeta berarti dia membawa nama
pendeta. Pendeta adalah seorang yang sangat dihormati, disegani, dan
menjadi teladan atau panutan terhadap jemaat. Sangat diharpakan bahwa
pendamping hidup pendeta dalam kehidupannya juga menjadi teladan atau
panutan kepada jemaat.
69
Hasil wawancara dengan Bpk. Defris Manafe. Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat.
Kupang, 24 Maret 2019. Pukul 16:03 WITA. 70
Hasil wawancara dengan Bpk. Deni Kapioru. Suami dari Pdt. Mercy Patikawa-Kapioru.
Kupang, 23 Maret 2019. Pukul 11:00 WITA, dan dilengkapi dengan wawancara bersama
Mp. Yesi L. M. Koanak. Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 23
Maret 2019. Pukul 16:12 WITA. 71
Hasil wawancara dengan Ibu Filce Yohana Paa-Mone.Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa
Barat. Kupang, 22 Maret 2019. Pukul 15:013 WITA dan dilengkapi dengan wawancara
bersama Pdt. Mercy Kapioru-Patikawa, S.Th. Wakil ketua mejelis GMIT Betlehem
Oesapa Barat. Kupang, 23 Maret 2019. Pukul 12:26 WITA.
25
4. Mencerminkan sifat kependetaan.72
Pendamping hidup pendeta harus mencerminkan sifat atau
kepribadian pendeta. Mereka telah menjadi satu, sehingga pendamping
hidup pendeta juga harus memiliki sifat atau kepribadian yang
mencerinkan kependetaannya.
5. Membantu dan mendukung pendeta maupun jemaat.73
Jemaat mengharpkan bahwa pendamping hidup pendeta selalu
memberikan bantuan dan dukungan kepada pendeta maupun jemaat agar
membawa dampak positif bagi jemaat.
6. Memiliki jiwa melayani.74
Pendeta adalah hamba Tuhan atau pelayan Tuhan, karena itulah
pendamping hidup pendeta juga harus memiliki jiwa melayani. Harapan
jemaat kepada pendamping hidup pendeta untuk memiliki jiwa melayani
agardapat mengnganyomi jemaat ke arah yang lebih baik.
3.5. Perasaan menjadi pendamping hidup pendeta.75
Perasaan menjadi pendamping hidup pendeta membuat perubahan besar
dalam hidup. Perubahan ini merupakan perubahan yang baik, karena lebih
mengenal orang lain, mengambil makna dalam kehidupan orang lain, dan
72
Hasil wawancara dengan Yohana N. Y. Paa. Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat.
Kupang, 25 Maret 2019. Pukul 17:00 WITA, Mp. Irony Damianus Saefatu. Anggota
jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 23 Maret 2019. Pukul 17:09 WITA. dan
dilengkapi dengan wawancara bersama Bpk Moses Tefi. Anggota jemaat GMIT Betlehem
Oesapa Barat. Kupang, 24 Maret 2019. Pukul 17:22 WITA. 73
Hasil wawancara dengan Pnt. Lika Marambahau. Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa
Barat. Kupang, 24 Maret 2019. Pukul 15:36 WITA, Ibu Martha Metkono-Taopan.
Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 23 Maret 2019. Pukul 15:21
WITA. dan dilengkapi dengan wawancara bersama Pnt. Jusuf Daniel Paa. Anggota
jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 22 Maret 2019. Pukul 17:00 WITA. 74
Hasil wawancara dengan Bpk. Anton A. Leka. Anggota jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat.
Kupang, 24 Maret 2019. Pukul 11:20 WITA, Pnt. Christin Chornelia Frans. Anggota
jemaat GMIT Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 22 Maret 2019. Pukul 16:43 WITA. dan
dilengkapi dengan wawancara bersama Ibu Paulina Selan. Anggota jemaat GMIT
Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 24 Maret 2019. Pukul 18:07 WITA. 75
Hasil wawancara dengan Bpk. Deni Kapioru. Suami dari Pdt. Mercy Patikawa-Kapioru, S.Th.
Kupang, 23 Maret 2019. Pukul 11:00 WITA.
26
menerima semua keadaan yang akan membawa dampak yang baik dalam
pertumbuhan iman.
Menjadi pendamping hidup pendeta merupakan suatu hal yang tidak
mudah. Ada beberapa kesulitan menjadi pendamping hidup pendeta. Pertama,
yaitu berkaitan denganwaktu. Pendamping hidup pendeta harus bisa membagi
kesibukannya baik itu di dalam rumah ataupun di luar rumah untuk bisa
bergabung dalam kehidupan jemaat dan membantu pendeta dalam berbagai
pelayanan. Mengenai waktu, pendamping hidup pendeta juga harus belajar
menerima berbagai pelayanan di waktu yang kurang memungkinkan, misalnya
pelayanan duka yang mendadak. Kedua, yaitu mengurus anak.Ketika pendeta
dalam kesibukan pelayanannya yang sangat padat, pendamping hidup pendeta
harus bisa mengurus anak-anak. Pendamping hidup pendeta juga harus memiliki
kepandaian dalam mengurus anak-anak. Ketiga, Menerima berbagai kondisi
pelayanan. Dalam berbagai tugas pelayanan seorang pendeta yang harus
berpindah ke berbagai jemaat, tentunya ia akan berhadapan dengan berbagai
kondisi di jemaat, baik itu budaya maupun medan atau kondisi alam. Pendamping
hidup pendeta tentunya akan mengikuti pendeta karena itu juga merupakan sala
satu peran pendamping hidup pendeta. Oleh karena itu, pendamping hidup
pendeta harus dapat menerima berbagai budaya dan kondisi jemaat.
Dari berbagai kesulitan yang ada, harus ditekankan bahwa kesulitan ini
bukan memiliki dampak yang negatif, kesulitan ini akan memberikan dampak
positif kepada pendamping hidup pendeta. Pendamping hidup pendeta akan lebih
banyak belajar menghargai kehidupan karena mengalami sendiri berbagai
kenyataan yang ada.
4. Analisa
4.1. Peran pendamping hidup pendeta di GMIT Betlehem Oesapa Barat
Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri. Manusia
sebagai individu selalu membutuhkan individu lainnya dalam menjalankan
kehidupannya. Sikap saling membutuhkan ini pada hakeketnya merupakan
hubungan fungsional. Artinya ada hubungan antara individu dengan individu yang
27
lain, yang merupakan suatu kesatuan yang saling bergantung antara satu dengan
yang lain.Atas dasar inilah tebentuknya keluarga yang merupakan untit sosial
masyarakat yang terkecil. Individu dan masyarakat tidak dapat dipisahkan,
keduanya adalah satu. Individu berasal dari masyarakt, dan begipun
sebaliknya,karena masyarakat adalah orang-orang yang hidup bersama. Dari sikap
saling membutuhkan ini menunjukan bahwa setiap individu memiliki posisinya
masing-masing dalam kehidupan sosial.
Sesuai penjelasan di atas, posisi dari sikap saling membutuhkan ini juga
berada dalam kehidupan keluarga pendeta, terkhususnya pendamping hidup
pendeta. Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan di GMIT Betlehem
Oesapa Barat, pendamping hidup pendeta memiliki posisi yang sangat dihormati
dan disegani layaknya seorang pendeta. Posisi yang dimaksud merupakan struktur
sosial atau stratifikasi sosial dari masyarakat, yaitu jemaat. Pendeta adalah seorang
gembala atau hamba Tuhan yang sangat dihormati dan disegani oleh jemaat,
sehingga posisi pendamping hidup pendeta juga dihormati dan disegani oleh
jemaat, dan disamakan dengan pendeta, sehingga dipanggil juga dengan panggilan
pendeta.
Dengan adanya posisi yang dihormati dan disegani ini, tentunya membuat
pendamping hidup pendeta memiliki peran dalam kehidupan gereja, terkhususnya
bagi jemaat. Hal ini sesuai dengan teori dari Biddle dan Thomas yang mengatakan
bahwa peran diartikan sebagai suatu fungsi yang dibawakan seseorang ketika
menduduki suatu posisi dalam struktur sosial, dan perilaku seseorang yang
diharapkan daripadanya tidak berdiri sendiri, melainkan selalu berada dalam
kaitannya dengan adanya orang lain, yang berhubungan dengan orang yang
memegang peran. Gagasan umum peran adalah posisi sosial. Posisi sosial adalah
identitas yang menunjuk pada seseorang atau sekelompok orang yang dikenal
secara umum. Setiap posisi sosial menunjukan perannya.
Pengertian peran adalah bagian atau karakter yang dilakukan oleh aktor
dalam drama, atau fungsi yang diambil atau diasumsikan oleh orang atau struktur
apapun. Posisi seorang aktor dalam teater atau drama dianalogikan dengan posisi
seseorang dalam masyarakat. Dalam konteks sosial saat ini, istilah peran berarti
28
suatu karakteristik perilaku seseorang, norma atau konsep yang dimiliki dalam
suatu posisi sosial. Dari penjelasan ini, dapat disimpilkan bahwa, peran adalah
tindakan atau perilaku yang dilakukan oleh seseorang yang menempati atau
menduduki suatu posisi, dan melaksanakan hak-hak dan kewajibannya sesuai
dengan posisi atau kedudukan itu. Dengan kata lain, peran adalah fungsi yang
dibawakan seseorang ketika menduduki suatu posisi dalam struktur sosial. Jika
seseorang menjalankan peran tersebut dengan baik, dengan sendirinya akan ada
harapan bahwa apa yang dijalankan sesuai dengan keinginan diri lingkungannya.
Dari pemaparan teori ini, pendamping hidup pendeta tentunya memiliki
peran, dan peran ini sesuai dengan posisi atau kedudukan yang ia terima. Karena
pendeta adalah seorang gembala atau tokoh agama yang dihormati dan disegani
oleh jemaat, membuat pendamping hidupnya juga dihormati dan disegani oleh
jemaat. Atas dasar inilah pendamping hidup pendeta memiliki peran. Apabila
peran ini sesuai dengan posisi atau kedudukan yang ia terima, maka akan
membawa dampak atau manfaat yang positif bagi kehidupan jemaat. Tetapi jika
tidak, maka tidak ada peran yang sesuai dengan posisi atau kedudukan yang ada,
dan tidak memberikan dampak atau manfaat yang berarti bagi jemaat, dan tidak
sesuai dengan teori yang ada.
Berdasarkan hasil penelitian, pendamping hidup pendeta telah melakukan
perannya yaitu, mendukung dan membantu pelayanan yang dilakukan oleh
pendeta maupun jemaat. Hal ini terlihat dari berbagai perhatian, motivasi, arahan,
dan saran yang diberikan pendamping hidup pendeta kepada pendeta maupun
jemaat, yang akan membawa dampak yang baik bagi kehidupan jemaat.
Tidak hanya berperan dalam memberikan berbagai dukungan, motivasi,
dan ide-ide yang membangun, pendamping hidup pendeta juga berperan aktif
dalam berbagai peribadahan, dan sering kali juga menjadi pelayan firman baik itu
dalam ibadah kaum ibu, kaum bapak, dan ibadah kategorial lainnya. Pendamping
hidup pendeta selalu menyempatkan waktu untuk dapat begabung dalam berbagai
peribadahan. Dengan mengikuti berbagai peribadahan yang ada, pendamping
hidup pendeta telah melakukan perannya dari posisi atau kedudukan yang ada.
29
Selain memberikan dukungan berupa perhatian, motivasi, arahan, dan
saran, serta terlibat dalam berbagai peribadahan, pendamping hidup pendeta juga
berperan aktif dengan terlibat dalam berbagai kepanitiaan gerejawi dan
kepanitiaan pembangunan gereja. Dengan terlibat aktif dalam berbagai
kepanitiaan gerejawi dan pembangunan gereja, pendamping hidup pendeta telah
melaksanakan perannya. Pendamping hidup pendeta juga memberikan sumbangan
pemikirannya berupa ide-ide atau masukan-masukan yang bermanfaat, dan
berdampak positif untuk membangun jemaat ke arah yang lebih baik. Dari hal ini,
pendamping hidup pendeta telah memberikan dirinya untuk melayani, dan telah
melakukan perannya sesuai posisi atau kedudukan yang ia sandang. Ini merupkan
peran yang nyata, karena tidak hanya mendukung dan membantu dengan kata-kata
untuk memotivasi jemaat saja, melainkan secara aktif pendamping hidup pendeta
melaksanakan perannya.
Pendamping hidup pendeta telah menunjukkan peran dari posisinya yaitu,
sikap atau norma yang baik, sopan, dan berwibawa. Tidak hanya menunjukannya,
pendamping hidup pendeta jugatelah mewujudnyatakan sikap dan norma itu
dalam tindakan nyata. Tindakan ini terlihat dalam keaktifan mengikuti berbagi
ibadah dan berbagai panitian gerejawi. Semua ini membuktikan bahwa
pendamping hidup memiliki peran yang sangat kpenting bagi pendeta,
terkhususnya bagi jemaat. Hal ini sesuai dengan pendapat Soejono Soekanto yang
mengatakan bahwa peran memiliki tiga aspek yaitu pertama, peran meliputi
norma-norma yang dihubungkan dengan posisi atau tempat seseorang dalam
masyarakat. Kedua, peran adalah suatu konsep perihal apa yang dapat dilakukan
oleh individu dalam masyarakat sebagai organisasi. Ketiga, peran juga dapat
diartikan sebagai perilaku individu yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa,
pendamping hidup pendeta telah menjalankan atau melakukan perannya sesuai
dengan posisi yang ia terima, baik itu peran nyata dan peran berupa dukungan
atau motivasi. Dengan demikian, maka hasil penelitian ini bersesuaian dengan
teori Biddle dan Thomas, bahwa peran tidak akan terlepas dari posisi atau
30
kedudukan. Tidak ada peran tanpa adanya posisi atau kedudukan dalam
masyarakat, dan begitupun sebaliknya.
Berdasarkan peran-peran yang telah dilakukan oleh pendamping hidup
pendeta dan telah sesuai dengan teori yang ada, yang berkaitan dengan posisinya
di jemaat, jemaat juga memiliki harapan-harapan kepada pendamping hidup
pendeta dalam melakukan perannya. Hal ini sesuai dengan teori peran menurut
Horton dan Hunt yang mengatakan bahwa, peran adalah perilaku yang diharapkan
dari seseorang yang memiliki suatu status tertentu dalam kehidupan sosial. Peran
memberikan dua harapan, pertama harapan dari masyarakat terhadap pemegang
peran. Kedua, harapan yang dimiliki oleh pemegang peran terhadap orang lain
yang mempunyai relasi dengannya dalam menjalankan perannya. Jemaat memiliki
harapan kepada pendamping hidup pendeta untuk dapat melakukan perkunjungan
jemaat. Mengenal dan memehami kehidupan jemaat juga merupakan peran atau
tugas dari pendamping hidup pendeta, agar terjalinnya hubungan yang baik
dengan jemaat. Hal ini bukan hanya peran, tugas, dan tanggung jawab dari
pendeta, tetapi juga peran dari pendamping hidup pendeta, karena mereka adalah
satu, dan tidak dapat dipisahkan.
Pendamping hidup pendeta memiliki posisi yang disamakan dengan
pendeta, yang dihormati serta disegani, membuat jemaat juga mengharapkan
bahwa pendamping hidup pendeta menjadi sosok teladan atau panutan bagi
jemaat. Menjadi teladan atau panutan bagi jemaat membuat pendamping hidup
pendeta telah menjalankan perannya yang sesuai dengan teori berdasarkan posisi
atau kedudukan yang ia terima. Dalam melakukan segala perannya bagi jemaat,
pendamping hidup pendeta juga harus mencerminkan sifat atau hakekat
kependetaan yang melekat dengan dirinya.
Dari hasil penelitian mengenai peran yang telah dilakukan oleh
pendamping hidup pendeta dari posisi yang ia terima, tidak terlepas dari hubungan
atau relasinya dengan jemaat. Sebagai manusia yang adalah makhluk sosial,
pendamping hidup pendeta sadar bahwa ia tidak dapat hidup sendiri. Hal ini
sesuai dengan pendapat dari Abdulsyani yang mengatakan bahwa, hubungan
individu dengan masyarakat bermula timbul dari pengaruh kondisi sosial,
31
kemuadian membawa kesadaran bahwa dirinya berbeda dengan lingkungan sosial,
sehingga individu merasakan kekurangan masing-masing, dan membutuhkan
individu lainnya untuk mencapai harapan hidupnya.
Pendamping hidup pendeta memerlukan orang lain untuk dapat
menjalankan kehidupannya, yang berkaitan dengan perannya bagi jemaat. Pada
kehidupan suatu masyarakat yang saling membutuhkan satu sama lain inilah yang
membuat adanya peran. Hal ini bersesuaian dengan teori dari Biddle dan Thomas
yang mengatakan bahwa, peran yang dilakukan dari posisi atau kedudukan yang
ada tidak berjalan dengan sendirinya, tetapi berkaitan dan memerlukan orang lain.
Peran inilah yang harus dipegang oleh semua pendamping hidup pendeta,
terkhususnya di GMIT Betlehem Oesapa Barat, sehingga pendamping hidup
pendetadapat memahami keadaan dan harapan jemaat, agar dalam perannya,
pendamping hidup pendeta dapat melakukannya dengan baik.
5. Penutup
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan di atas, dapat disumpulkan
bahwa dalam kehidupan, manusia tentunya tidak dapat hidup sendiri. Manusia
akan saling membutuhkan dan akan menghasilkan suatu untit kecil yang
dinamakan keluarga. Keluarga sebagai unit sosial terkecil dari masyarakat tidak
akan terlepas dari pendamping hidupnya. Hal ini juga dialami oleh pendeta.
Pendeta pastinya juga akan membentuk suatu keluarga. Dalam kehidupan
keluarga pendeta, tidak akan terlepas dari keberadaan pendamping hidup pendeta.
Keberadaan yang dimaksud ialah posisi atau kedudukan dan menghasilkan peran.
Pendamping hidup pendeta memiliki posisi atau kedudukan yang
disamakan dengan pendeta yang dihormati dan disegani oleh jemaat, karena
mereka adalah satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan. Posisi atau kedudukan
ini adalah suatu tatanan sosial atau stratifikasi sosial yang diberikan jemaat
kepada pendamping hidup pendeta. Dari posisi atau kedudukan yang ada pada
pendamping hidup pendeta,membuat ia memiliki peran bagi jemaat. Peran
32
pendamping hidup pendeta sangat penting dan sangat bermanfaat bagi jemaat,
yang akan membawa jemaat ke arah yang lebih baik. Berhasil tidaknya pendeta
dan jemaat dalam membangun kehidupan jemaat, tidak terlepas juga dari peran
pendamping hidupnya.
Pendamping hidup pendeta di GMIT Betlehem Oesapa Barat telah
melakukan perannya dengan baik, dan sesuai dengan posisi atau kedudukannya.
Pendaping hidup pendeta telah membantu dan mendukung tugas dan pelayanan
pendeta dan jemaat, aktif dalam berbagai peribadahan, terlibat dalam berbagai
kepanitiaan gerejawi, dan memberikan sumbangan pemikiran yang membangun
jemaat.
Adanya peran dari suatu posisi atau kedudukan, pastinya terdapat juga
berbagai harapan dari peran itu. Pendamping hidup pendeta telah melakukan
perannya, baik kepada pendeta maupun kepada jemaat, tetapi terdapat juga
harapan-harapan dari jemaat kepada pendamping hidup pendeta. Pendamping
hidup pendeta diharpkan melakukan perkunjungan jemaat agar lebih mengenal
dan memahami jemaat, menjadi teladan dan penutan, dana mencerminkan posisi
dan kedudukannya sebagai pendamping hidup pendeta yang dihormati dan
disegani oleh jemaat.
5.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan teori yang telah dianalisa dan dijelaskan,
maka saran yang dapat disampaikan oleh peneliti ialah,
1. Gereja
Gereja harus mempertahankan atau meningkatkan
keterbukaannya kepada pendamping hidup pendeta. Gereja harus tetap
memberikan ruang bagi pendamping hidup pendeta agar dapat
menunjukan jiwa pelayanannya, sehingga dapat membantu pendeta
maupun jemaat dalam pelayanan untuk memajukan gereja ke arah yang
lebih baik.
33
2. Pendamping hidup pendeta
Pendamping hidup pendeta harus memahami dengan baik
bagaimana posisinnya dalam kehidupan jemaat dan bagaimana
sebenarnya perannya bagi kehidupan jemaat, agar pendamping hidup
pendeta tidak menyalahgunakan posisi dan peran itu secara sewenang-
wenang. Jika pendamping hidup pendeta memahami dengan baik posisi
dan perannya, maka pendamping hidup pendeta akan membawa
dampak atau manfaat yang baik bagi jemaat. Peran yang telah
dilakukan dengan baik ini, harus dipertahankan atau di tingkatkan lagi
untuk tetap menjaga pertumbuhan jemaat ke arah yang lebih baik.
Pendamping hidup pendeta juga harus mengenal dan memahami
kehidupan jemaat, agarperan dari pendamping hidup pendeta sesuai
dengan yang apa dibutuhkan atau apa yang diharapakan jemaat.
3. Fakultas Teologi
Tulisan ini dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi sivitas
akademika, Fakultas Teologi berkaitan dengan peran pendamping
hidup pendeta yang kurang mendapat perhatian dalam penelitian-
penelitian terdahulu. Fakultas Teologi sebaiknya harus meningkatkan
lagi penelitian terhadap pendamping hidup pendeta, karena pendeta
berkaitan erat dengan pendamping hidupnya yang tentunya memiliki
peran yang sangat penting juga bagi pendeta maupun bagi jemaat. Ini
juga berkaitan dengan mata kuliah gender. Mata kuliah gender juga
harus memasukan berbagai materi tentang peran pendamping hidup
pendeta, sehingga dapat melihat juga posisi dan peran dari pendamping
hidup pendeta.
34
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Abdulsyani. 2012. SOSIOLOGI, Skematika, Teori, dan Terapan. Jakarta: Bumi
Aksara.
Agus, Supriyadi. 2016. “Peran iistri yang bekerja sebagai pencari nafkah utama
di dalam keluarga”. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. Universitas
Lampung. Lampung.
Bakir, Suyoto, R. 2009. Kamus lengkap Bahasa Indonesia.Tangerang: Karisma
Publishing Group.
Biddle,J, Bruce. 1982.Role Theory: Expectations, Identities, and Behaviours. New
York: Academic Press.
Daudin, Sulaiman, Majid. 1996. Hanya untuk Suami. Jakarta: Gema Insani.
Davud, Berry. 1981. Pokok-Pokok Pemikiran dalam Sosiologi. Jakarta: Rajawali.
Engel, D. 2005. Metodologi Penelitian Sosial dan Teologi Kristen. Salatiga:
Widya Sari.
Faisal, Sanapiah. 2010. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: Rajagrafindo
Persada.
Hommes, Anne. 1995. Perubahan Peran Pria dan Wanita dalam Geraja dan
Masyarakat. Yogyakarta: Kanisius dan BPK Gunung Mulia.
Khairudin. 2002. Keluarga (Sosiologi). Yohyakarta: Liberty.
Linton, Ralph. 1984. Antropologi Suatu Peneylidikan Tentang Manusia. Bandung:
Jemmars.
Linton, Ralph. 1984. Sosiologi suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali.
Marilyn, Friedman. 1998. Keperawatan Keluarga, Teori dan Praktik. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC.
35
Moleong, J, Lexy. 1998. Metedologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remadja
Karya.
Nawawi. 2004. Metode Penelitian Bidang Sosial. Yogjakarta: Gajah Mada
University Press.
Patoni, Ahmad. 2007.Peran Kiai Pesantren dalam Partai Politi.Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sarwono, Wirawan, Sarlito. 2015. Teori-Teori Psikologi Sosial. Jakarta: Rajawali
Pers.
Santoso, Iman. 2011.Sosiologi The Key Concepts.Jakarta: Rajawali Pers.
Silalahi, Uber. 2009 . Metode Peneleitian Sosial. Bandung: PT Refika Aditama.
Singgih, Gunarsa. 1982. Psikologi untuk Keluarga. Jakarta: BPK Gunung Mulia.
Soekanto, Soerjono.2002. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.
Soekanto, Soerjono. 2004. Sosiologi Keluarga: Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja
Dan Anak. Jakarta: Rineka Cipta.
Soekanro, Soerjono dan Budi Sulistyowati. 2014. Sosiologi Suatu Pengantar.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Suhardono, Edy. 1994. Teori Peran (Konsep, Derivasi, dan Implikasinya). Jakarta:
Gramedia Pustaka Utama.
Suleeman Ferdinand, dkk. 2004. Bergumul Dalam Pengharapan: buku
penghargaan untuk Pdt. Dr. Eka Darmaputera. Jakarta: BPK Gunung
Mulia.
Weber, Max. 2012. Sosiologi Agama. Yogyakarta: IRCiSoD.
Zainuddin dan Masyhuri. 2011.Metodologi Penelitian-Pendekatan Praktis dan
Aplikatif. Bandung: Refika Aditama.
36
Internet
Sarapan Pagi Biblika. Bible Study/Christian Library. 2009. Sejarah Pemakaian
Jabatan Pendeta. http://www.sarapanpagi.org/sejarah-pemakaian-jabatan-
pendeta-vt6532.html. (akses 23 Juli 2018. 15:24 WIB).
Wawancara
Hasil wawancara dengan Bpk. Anton A. Leka. Anggota jemaat GMIT Betlehem
Oesapa Barat. Kupang, 24 Maret 2019. Pukul 11:20 WITA.
Hasil wawancara dengan Bpk. Defris Manafe. Anggota jemaat GMIT Betlehem
Oesapa Barat. Kupang, 24 Maret 2019. Pukul 16:03 WITA.
Hasil wawancara dengan Bpk. Deni Kapioru. Suami dari Pdt. Mercy Patikawa-
Kapioru. Kupang, 23 Maret 2019. Pukul 11:00 WITA.
Hasil wawancara dengan Bpk. Moses Tefi. Anggota jemaat GMIT Betlehem
Oesapa Barat. Kupang, 24 Maret 2019. Pukul 17:22 WITA.
Hasil wawancara dengan Dkn. Darmi Leka. Anggota jemaat GMIT Betlehem
Oesapa Barat. Kupang, 24 Maret 2019. Pukul 12:16 WITA.
Hasil wawancara dengan Dkn. Marthina Dite-Amatae. Anggota jemaat GMIT
Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 24 Maret 2019. Pukul 19:00 WITA.
Hasil wawancara dengan Ibu Filce Yohana Paa-Mone. Anggota jemaat GMIT
Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 22 Maret 2019. Pukul 15:13 WITA.
Hasil wawancara dengan Ibu Martha Metkono-Taopan. Anggota jemaat GMIT
Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 23 Maret 2019. Pukul 15:21 WITA.
Hasil wawancara dengan Ibu Paulina Selan. Anggota jemaat GMIT Betlehem
Oesapa Barat. Kupang, 24 Maret 2019. Pukul 18:07 WITA.
Hasil wawancara dengan Ibu Yohana N. Y. Paa. Anggota jemaat GMIT Betlehem
Oesapa Barat. Kupang, 25 Maret 2019. Pukul 17:00 WITA.
37
Hasil wawancara dengan mejelis pengajar Irony Saefatu, M.Si. Anggota jemaat
GMIT Betlehem Oesapa barat. Kupang, 23 Maret 2019. Pukul 17:09
WITA.
Hasil wawancara dengan majelis pengajar Yesi L. M. Koanak. Anggota jemaat
GMIT Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 23 Maret 2019. Pukul 16:12
WITA.
Hasil wawancara dengan Pdt. Hendrick Rio Fanggidae, M.Si. Ketua majelis
GMIT Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 26 Maret 2019. Pukul 15:00
WITA.
Hasil wawancara dengan Pdt. Mercy Kapioru-Patikawa, S.Th. Wakil ketua
mejelis GMIT Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 23 Maret 2019. Pukul
12:26 WITA.
Hasil wawancara dengan Pnt. Christin Chornelia Frans. Anggota jemaat GMIT
Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 22 Maret 2019. Pukul 16:43 WITA.
Hasil wawancara dengan Pnt. Jusuf Daniel Paa. Anggota jemaat GMIT Betlehem
Oesapa Barat. Kupang, 22 Maret 2019. Pukul 17:00 WITA.
Hasil wawancara dengan Pnt. Karel S. Isliko. Sekretaris Jemaat GMIT Betlehem
Oesapa Barat, Kupang, 25 Maret 2019. Pukul 10:00 WITA
Hasil wawancara dengan Pnt. Lika Marambahau. Anggota jemaat GMIT Betlehem
Oesapa Barat. Kupang, 24 Maret 2019. Pukul 15:38 WITA.
Hasil wawancara dengan Pnt. Yuliana Foes-Sudarsono. Anggota jemaat GMIT
Betlehem Oesapa Barat. Kupang, 22 Maret 2019. Pukul 18:20 WITA.
Pra wawancara via telepon. Ibu Marselina Wabang. Ketua Kerohanian jemaat
GMIT Betlehem Oesapa Barat. Salatiga, 23 Juli 2018. Pukul 15:23 WIB.
Pra waancara via telepon. Rebeka Dokon. Anggota jemaat GMIT Betlehem
Oesapa Barat. Salatiga. 22 Juli 2018. Pukul 10:13 WIB.