Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff...

44
PENGANTAR PENULIS Penulisan buku ini berawal dari rasa iseng penulis, ketika memeriksa berkas-berkas berserakan di ruang kerja. Berkas-berkas tersebut berisi kertas-kertas kerja yang sebagian sudah berwarna kecoklatan. Sepuluh tahun lalu selepas menimba ilmu di negeri Jerman dan penulis kembali ke tanah air tercinta, begitu banyak kesempatan yang diberikan pada penulis untuk menuangkan pemikiran mengenai sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang lahir dari pemikiran dalam berbagai kesempatan, suasana zaman (zeitgeist), kadang berupa ”pesanan” untuk berbicara mengenai suatu topik seakan mengajak bercengkerama. Dari cengkerama itulah, lahir ide untuk melakukan kompilasi naskah-naskah tercecer itu ke dalam sebuah buku mengenai Jakarta dan problematikanya. Kesulitan pertama menghadang realisasi penulisan buku ini, yaitu masalah etika untuk menulis ulang naskah-naskah yang pernah diterbitkan. Akhirnya, penulis mencoba menghubungi beberapa surat kabar yang pernah memuat beberapa naskah tulisan dan meminta ijin. Masalah kedua, lebih terkait dengan substansi dan akurasi data. Upaya ini relatif bisa diatasi dengan mencoba mengumpulkan data dari surat kabar, internet, data-data statistik mengenai Jakarta. Akhirnya, buku kecil ini hadir ke hadapan Anda. Semoga bisa memberi setetes air atas beragam problematika sosial yang menghadang kita semua. Begitu banyak pihak yang kepadanya penulis berhutang sangat besar. Prof. Hans Dieter Evers sebagai guru dan sekaligus teman yang tiada lelah membimbing penulis, khususnya ketika menjalani pendidikan di Universitas Bielefeld Jerman. Istri dan anak-anak yang merelakan sebagian waktunya dirampas untuk kesibukan dan kesendirian penulis di ruang kerja. Asisten mata kuliah Sosiologi Perkotaan serta kolega di Departemen Sosiologi FISIP-UI. 1

Transcript of Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff...

Page 1: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

PENGANTAR PENULIS

Penulisan buku ini berawal dari rasa iseng penulis, ketika memeriksa

berkas-berkas berserakan di ruang kerja. Berkas-berkas tersebut

berisi kertas-kertas kerja yang sebagian sudah berwarna kecoklatan.

Sepuluh tahun lalu selepas menimba ilmu di negeri Jerman dan

penulis kembali ke tanah air tercinta, begitu banyak kesempatan

yang diberikan pada penulis untuk menuangkan pemikiran mengenai

sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

lahir dari pemikiran dalam berbagai kesempatan, suasana zaman

(zeitgeist), kadang berupa ”pesanan” untuk berbicara mengenai suatu

topik seakan mengajak bercengkerama. Dari cengkerama itulah, lahir

ide untuk melakukan kompilasi naskah-naskah tercecer itu ke dalam

sebuah buku mengenai Jakarta dan problematikanya.

Kesulitan pertama menghadang realisasi penulisan buku ini, yaitu

masalah etika untuk menulis ulang naskah-naskah yang pernah

diterbitkan. Akhirnya, penulis mencoba menghubungi beberapa surat

kabar yang pernah memuat beberapa naskah tulisan dan meminta

ijin. Masalah kedua, lebih terkait dengan substansi dan akurasi data.

Upaya ini relatif bisa diatasi dengan mencoba mengumpulkan data

dari surat kabar, internet, data-data statistik mengenai Jakarta.

Akhirnya, buku kecil ini hadir ke hadapan Anda. Semoga bisa

memberi setetes air atas beragam problematika sosial yang

menghadang kita semua. Begitu banyak pihak yang kepadanya

penulis berhutang sangat besar. Prof. Hans Dieter Evers sebagai guru

dan sekaligus teman yang tiada lelah membimbing penulis,

khususnya ketika menjalani pendidikan di Universitas Bielefeld

Jerman. Istri dan anak-anak yang merelakan sebagian waktunya

dirampas untuk kesibukan dan kesendirian penulis di ruang kerja.

Asisten mata kuliah Sosiologi Perkotaan serta kolega di Departemen

Sosiologi FISIP-UI.

1

Page 2: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

Kajian Sosiologis Fenomena Mudik

Mudik merupakan fenomena sosial yang rutin setiap tahun

terjadi. Mudik di sini di fahami sebagai liburan massal warga kota-

kota besar di daerah asal mereka (desa atau kota-kota yang lebih

kecil). Kegiatan ini biasanya di lakukan menjelang hari raya Idul Fitri,

natal dan tahun baru. Jumlah warga kota yang mudik setiap tahun

diperkirakan berkisar sekitar sepuluh hingga enampuluh persen. Hal

ini dapat dilihat pada bukti empiris: saat liburan di atas jalan-jalan

dan pusat-pusat keramaian kota besar seperti Jakarta, Surabaya,

Bandung, Semarang dan sebagainya, menjadi relatif sepi. Hal ini

sejalan dengan pendapat yang mengatakan bahwa kota-kota besar

Indonesia dibangun oleh keberadaan para “pendatang” (Abeyasekere

1989; Jelinek 1991; Evers dan Korff 2000: Somantri 2001).

Fenomena mudik muncul dan menjadi trend menarik sejak

kota-kota di Indonesia berkembang pesat sebagai imbas integrasi

pada sistem ekonomi kapitalis di awal tahun 1970-an. Dinamika

sosial, politik, ekonomi dan kebudayaan di kota-kota besar menjadi

“enersi” pertambahan penduduk, terutama yang berasal dari migrasi.

Warga kota yang banyak diantaranya para pendatang melakukan

aktivitas mudik pada kesempatan-kesempatan tertentu, yaitu pada

hari libur kerja yang panjang dan bermakna kultural (lebaran, natal,

dan tahun baru).

Berbicara mengenai motif mudik warga kota besar, kita dapat

melihat melalui konteks rasionalisasi masyarakat. Di awal integrasi

masyarakat Indonesia pada sistem ekonomi kapitalis dunia, di mana

tingkat rasionalisasi relatif belum berkembang, mudik mempunyai

motif tradisionalistik. Yaitu, warga kota mengisi kembali “ruh” pola-

pola kehidupan tradisional yang terkikis dalam persentuhan dengan

modernisasi di kota-kota besar. Mudik dapat dipandang sebagai

penegasan rutin keanggotaan warga kota besar pada komunal daerah

asal di desa atau kota-kota yang lebih kecil. Mudik pun sarat simbol

2

Page 3: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

kultural mengenai cerita sukses warga desa berjuang di kerasnya

kehidupan kota-kota besar. Pada konteks ini, warga yang tidak mudik

biasanya diinterpretasikan berdasarkan alasan yang familiar seperti

berhalangan (positif) atau mulai “lupa” asal-usul (negatif).

Tampaknya kini, di awal abad ke-21, setelah masyarakat

Indonesia lebih dari tiga dasawarsa berkiprah dalam dunia ekonomi

berorientasi pasar, motif mudik telah bergeser ke arah yang lebih

rasional. Warga kota-kota besar mudik pada umumnya karena alasan

praktis sebagai berikut: 1) rekreasi keluarga dalam suasana

kekeluargaan; 2) pertemuan keluarga luas yang praktis, efisien, dan

pada saat yang tepat secara sosio-kultural. Bahkan, untuk beberapa

kasus, mudik dapat bertalian dengan lobi sosial dan ekonomi dalam

kerangka penguatan dan perluasan modal sosial. Warga yang tidak

mudik mulai mendapat ruang toleransi sosial. Mereka difahami dalam

penjelasan rasional seperti sibuk dengan pekerjaan, masalah

transportasi, keamanan rumah, dan sebagainya.

Akankah fenomena mudik di masa yang akan datang hilang?

Kota-kota besar Indonesia mempunyai konteksnya sendiri-sendiri

yang tipikal. Namun demikian, kenyataan bahwa secara umum kota-

kota besar berperan penting dalam dinamika sistem ekonomi

kapitalis secara umum, adalah sulit untuk dipungkiri (Smith dan

Feagin 1991; Sassen 1994). Dalam kaca mata ini, kota-kota besar

merupakan “locus” dari rasionalisasi. Dalam kaitan ini, tampaknya

kita dapat memprediksi beberapa hal sebagai berikut. Pertama, di

masa datang akan terjadi pengurangan jumlah warga yang mudik

sebagai konsekuensi dari efisiensi. Kedua, mudik akan menjadi

semacam gaya hidup yang bersifat rasional dan dilakukan tidak

hanya pada even hari raya namun pada saat cuti kerja. Ketiga, mudik

dapat bertalian dengan aspek pengembangan jaringan ekonomi.

Dengan kata lain, mudik akan tetap ada meskipun dalam format

berbeda, yaitu menjadi instrumen ekonomi.

Terlepas dari diskusi mudik di masa datang di atas, tampaknya

fenomena mudik yang terjadi kini secara sistemik mempunyai sisi

3

Page 4: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

untung dan rugi. Keuntungan pertama adalah ia merupakan moda

alternatif pemerataan sosial-ekonomi yang secara formal, melalui

peran negara dan swasta dirasakan banyak kekurangannya. Orang

mudik biasanya membawa cukup uang yang dibelanjakan dan

didistribusikan dikalangan keluarga dekat di daerah asal. Sehingga,

aktivitas ini mampu menyumbang pada bertambahnya jumlah

perputaran uang di daerah

Keuntungan kedua bertalian dengan reproduksi ekonomi warga

kota besar. Mudik juga dapat dilihat sebagai bagian dari proses untuk

memulihkan enersi produktif (lihat Saunders 1995). Keuntungan lain

diantaranya adalah modal sosial (jaringan ekonomi diantara anggota

keluarga luas dan kenalan) dapat terpupuk yang kemudian

diharapkan dapat menopang produktivitas ketika kembali lagi ke

kota.

Kerugian sistemik mudik pun dapat kita identifikasi. Ia terkait

dengan melonjaknya masalah transportasi, keamanan, lingkungan

(polusi), dan ekonomi rumah tangga. Namun demikian, masalah ini

dapat dilihat sebagai tantangan bagi negara untuk melakukan

fasilitasi: 1) pengembangan sistem transportasi cepat dan massal

yang bersifat luas dan lintas daeral/pulau; 2) keamanan berbasis

kesejahteraan warga; 3) pembangunan sistem keamanan sosial dan

kerja termasuk cuti. Melalui peran negara di atas, mudik akan

menjadi perilaku warga Jakarta yang nyaman dan berdimensi sosial-

ekonomi rasional-produktif.

4

Page 5: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

Ethnik dan Kelas Sosial di Jakarta

Jakarta adalah kota utama (major city) di Indonesia. Kota ini dihuni

oleh lebih dari 10 juta warga dan menempati areal seluas hampir 700

km2. Sebagai kota besar yang menjadi pusat berbagai kegiatan

penting, komposisi etnis warga Jakarta sangatlah heterogen. Menurut

hasil survey yang dilakukan oleh penulis di tahun 1990-an,

kebanyakan warga Jakarta berafiliasi secara berurutan terutama ke

etnis Jawa, Sunda, Betawi, Minang, Tionghoa, Tapanuli, dan kategori

lain-lain. Termasuk pada kategori yang disebutkan terakhir adalah

Bugis, Bali, Menado, Aceh, dan sebagainya. Tampaknya, fakta ini

tidak jauh berbeda dengan hasil kajian seorang ilmuwan sosial

Australia, Lance Castles, pada tahun 1960-an. Bahkan, komposisi

etnis dewasa ini diduga tidaklah jauh bergeser dari kedua data hasil

survey yang dirujuk di atas.

Warga Jakarta yang beraneka ragam ini kebanyakan tinggal di

kampung-kampung. Istilah kampung di sini mengacu pada

permukiman padat warga lapisan miskin di dalam kota Jakarta.

Jumlah warga kota Jakarta yang tinggal dipermukiman “struktur

tradisional” ini sangatlah besar, yaitu diperkirakan mencapai 70

persen. Selebihnya, tinggal di permukiman “struktur modern”. Dalam

kaitan ini, terdapat tiga kategori kampung. Pertama adalah kampung

lama terletak di pusat kota. Kedua adalah kampung transisi yang

berdekatan dengan kawasan pusat perdagangan (Central Business

District). Ketiga adalah kampung pinggiran kota yang berpenduduk

relatif jarang, masih hijau, dan corak kehidupan pertanian terutama

buah buahan masih nampak. Biasanya di kampung kategori pertama

5

Page 6: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

dan kedua mayoritas warga secara berurutan masuk pada etnis

Jawa, Sunda, Betawi, Minang, Tionghoa, dan lain-lain. Sedangkan

pada kampung kategori ketiga, kita akan mendapati penduduk

Betawi masih merupakan mayoritas (sekitar 40 persen).

Melihat fakta di atas, perbincangan mengenai kelompok etnis di

Jakarta secara sosiologis akan lebih bermakna jika merujuk pada

realitas kampung. Tampaknya untuk konteks kampung di Jakarta

adalah sulit untuk mengatakan terdapat pemisahan kelompok etnis.

Sebuah komunitas di kampung tersebut lebih mencerminkan

suasana multi ethnis dan budaya dalam kerangka kesamaan ciri

kelas sosial. Meskipun memang jaringan sosial-ekonomi berdasar

ikatan etnis seringkali dapat diamati dengan Jelas. Demikian pula

praktek-praktek tradisi dan kebudayaan yang bersifat ethnis tumbuh

dalam komunitas mereka. Akan tetapi tampaknya hal tersebut masih

jauh untuk dirujuk sebagai bukti adanya segregasi ethnis seperti

terjadi di masa kolonial Belanda dahulu ketika Jakarta masih

bernama Batavia-Weltevreden.

Pada masa kolonial tersebut di Jakarta dapat ditemukan permukiman

spesifik ethnis seperti Kampung Melayu, Kampung Bali, Kampung

Ambon, Kampung Jawa, dan sebagainya. Dengan berkembangnya

kota Jakarta, terutama tingginya migrasi penduduk yang masuk dari

berbagai kawasan dan kepulauan sejak awal kemerdekaan hingga

1970-an, wajah kampung di Jakarta berubah drastis. Ia tidak lagi

mewakili warna sfesifik ethnis, namun telah bergeser ke kesamaan

kelompok status sosial-ekonomi. Yaitu, kampung dihuni oleh

kumpulan orang-orang yang mempunyai penghasilan relatif rendah

dalam struktur ekonomi kota. Kampung-kampung di Jakarta

merupakan lokalitas lengkap dengan nilai-nilai dan idiologi setempat,

serta jaringan sosial yang fungsional bagi kehidupan sosial ekonomi

warga. Kasus-kasus tawuran antar kampung seperti terjadi di

kawasan Jakarta Timur, Selatan dan Utara baru-baru ini pada

6

Page 7: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

umumnya tidak berbasis ethnis, namun lebih mencerminkan kuatnya

ikatan sentimen kampung setempat yang dibarengi oleh rasa frustasi

pada ketidakberdayaan. Tentu saja kekuatan ikatan setempat

tersebut dapat menjadi hal positif apabila langkah pemberdayaan

dilakukan secara tepat.

Sebaliknya, apabila pemerintah kurang hirau dengan upaya

pembangunan sosial yang mampu melahirkan keberdayaan, rasa adil,

dan sejahtera; permasalah serius akan muncul di kota Jakarta ini.

Misalnya tawuran antar kampung akan semakin marak. Sementara

itu gerakan sosial berbasis komunitas dapat meledak setiap waktu

dan menjadikan negara sebagai sasaran nyata kemarahan dan rasa

frustasi mereka. Tidak mustahil, identifikasi atas dasar kelas sosial

dapat bercampur aduk dengan sentimen ethnis. Kasus penyerangan

ethnis Tionghoa oleh “warga kampung” sepanjang sejarah Jakarta,

bertalian dengan aneka motif yang berbaur menjadi satu seperti

ekonomi, ethnis dan politik.

Tata-Kelola Mutu TotalPada Pendidikan Tinggi

Globalisasi dunia pendidikan tinggi kini mulai deras merambah

Indonesia. Kota-kota besar di tanah air mulai menjadi pasar incaran

banyak universitas ternama manca nagara.

Hal ini ditandai dengan mulai beroperasinya perguruan tinggi asing di

Jakarta. Selain itu, kerjasama penyelenggaraan program pendidikan,

riset, dan sebagainya antara universitas manca-nagara dengan

lembaga pendidikan serupa di dalam negeri mulai bermunculan.

Masyarakat pengguna jasa pendidikan tinggi pun kini dilihat tidak

terbatas hanya di dalam negeri, namun menjangkau tataran regional

bahkan internasional. Tuntutan rasional masyarakat pengguna jasa

7

Page 8: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

pendidikan tinggi akan mutu layanan yang konsisten dan

memuaskan menjadi hal sangat penting yang tidak dapat diabaikan

lagi.

Banyak perguruan tinggi mulai menyadari tantangan di atas dan

mulai mencoba menerapkan penjaminan mutu dalam rangka

meningkatkan daya saing. Namun, pada umumnya lembaga

pendidikan tinggi tersebut menghadapi kesukaran mendasar dalam

proses “transformasi budaya” mutu berkesinambungan dan

berorientasi pada pelanggan.

Tulisan ini bermaksud memberikan sumbangsih pemikiran dan

pengalaman, bagaimana kita menjalankan transformasi tersebut.

**

Wacana mutu mulai menyeruak di dunia bisnis manufaktur

tahun 1950-an di Jepang. Pada saat awal kemajuan industri di negeri

Sakura, disadari bahwa mati-hidupnya perusahaan ditentukan oleh

penilaian pelanggan atas produk yang dihasilkan.

Dalam kaitan ini mutu difahami sebagai totalitas karakteristik

dan gambaran produk atau jasa yang muncul dari kemampuannya

untuk memuaskan kebutuhan yang ditentukan atau diakibatkan

(Hills dan Stewart-David, 2001).

Di era tahun 1970-an, ketika industri berkembang pesat di

negara-negara maju wacana penjaminan mutu mulai ramai

didiskusikan.

Perlu dibedakan di sini dua istilah yang sering campur-aduk,

yaitu kendali mutu dan penjaminan mutu. Kendali mutu (quality

control) biasanya bertalian dengan penggunaan tehnik dan kegiatan

operasional untuk memenuhi persyaratan-persyaratan dalam rangka

mencapai standar tertentu dari produk. Sedangkan penjaminan mutu

(quality assurance) adalah tindakan terencana dan sistematis yang

perlu dilakukan dalam rangka memberikan rasa percaya diri bahwa

8

Page 9: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

sebuah layanan akan memuaskan pada mutu yang ditentukan (Ho

dan Wearn, 1995).

Istilah pertama lebih konsen terhadap proses mutu dihasilkan,

sedangkan istilah kedua berbicara mengenai sistem dalam rangka

memastikan mutu. Menegaskan pengertian yang disebut terakhir,

penjaminan mutu tidak mungkin dilakukan tanpa adanya sistem

mutu (quality system).

Pada tahun 1980-an, kalangan dunia usaha mulai merasakan

adanya kebutuhan akan standardisasi dari sistem mutu yang handal.

Sebagai puncaknya, organisasi internasional untuk standardisasi,

yang berkedudukan di Jenewa, Swiss, memperkenalkan seri sistem

mutu ISO 9000 pada tahun 1987.

Sistem mutu di atas, selain memungkinkan pengguna

memperoleh sertifikasi, juga merupakan standar yang diterima secara

luas. Ia banyak dipergunakan oleh perusahaan-perusahaan ternama

di dunia.

Kritik terhadap sistem mutu ISO 9000 muncul dari perspektif

terbaru tata-kelola mutu. Menurut mereka, sistem mutu di atas

sangat mementingkan aspek keuntungan. Ia mengabaikan titik

pandang pengguna produk atau jasa, bahkan secara nyata

membatasi ruang gerak organisasi untuk secara kreatif

mengembangkan daya saing.

Bahkan sertifikasi dibuktikan secara empirik hanya fungsional dalam

rangka memenuhi persyaratan administratif bisnis (Santos dan

Escanciano, 2001). Ia tidak bertalian secara signifikan dengan

kewirausahaan dan upaya terus-menerus meningkatkan mutu

layanan dan kepuasan pelanggan.

Sebagai jalan keluar, perspektif yang banyak dikenal sebagai

“Tata-Kelola Mutu Total” (Total Quality Management/TQM) di atas

menawarkan konsep yang lebih menyentuh sisi budaya organisasi

untuk terus-menerus memperbaiki mutu dan berorientasi penuh

pada kepuasan pelanggan.

Perspektif ini banyak diadopsi oleh pendidikan tinggi pada

9

Page 10: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

tahun tahun 1990-an. Tata Kelola Mutu Total dalam pendidikan

tinggi difahami sebagai pilosofi tata-kelola yang meletakan sistem-

sistem dan proses-proses pada posisi untuk mencapai atau

melampaui harapan pelanggan (Spanbauer, 1995).

Sistem dan penjaminan mutu menurut perspektif ini

menjangkau setiap sisi kebudayaan organisasi, dari mulai aspek

administrasi dan penunjang, hingga proses belajar-mengajar di ruang

kelas.

Kami menyarankan perguruan tinggi di tanah air menentukan

lima prioritas mesin penggerak “budaya mutu”, yaitu aspek

administrasi akademik dan non akademik terutama keuangan, infra-

struktur, sumber daya-manusia, riset, serta proses belajar-mengajar

di kelas termasuk kurikulum yang berbasis kopetensi.

Penting dicatat, komitmen pimpinan pendidikan tinggi yang

kuat dan penuh dalam rangka merealisasikan transformasi budaya

organisasi yang sinambung menjadi prasyarat mutlak. Banyak ahli

berpendapat bahwa proses transformasi tersebut sangat tergantung

pada perspektif dan gaya kepemimpinan. Proses transformasi budaya

memang menjadi tugas eksekutif.

Dalam menjalankan tugasnya, eksekutif dapat ditopang oleh

kehadiran staf yang sangat ahli mengenai sistem mutu, yaitu orang

yang disebut oleh Karapetrovic dan Wilborn (1999) sebagai “quality

champion”. Staf inilah yang akan berperan sebagai ketua panitia dari

proyek pengembangan sistem mutu. Anggota dari tim biasanya terdiri

dari pimpinan, staf, dan dapat diperluas sesuai keperluan.

***

Studi kasus pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik,

Universitas Indonesia, peran quality champion dilakukan oleh Wakil

Dekan terkait. Ia menjadi panitia proyek dengan anggota termasuk

dekan, manajer, ketua program, beberapa staf, dan beberapa tenaga

bantuan profesional.

10

Page 11: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

Diantara kelima prioritas mesin penggerak transformasi mutu

yang disarankan di atas, yang teramat penting untuk didahulukan

adalah membangun sistem mutu di segmen administrasi, baik

keuangan maupun akademik. Transparansi dan akuntabilitas

keuangan menjadi fondasi pertama dari dibangunnya kredibilitas dan

kepercayaan di mata pelanggan dan stake-holders lainnya, termasuk

staf pengajar. Sementara itu, sistem administrasi akademik akan

menjadi tolok ukur pertama stake-holders, terutama mahasiswa,

untuk menilai apakah biaya yang dikeluarkan sebanding dengan

layanan yang diterima.

Fakultas tersebut melihat kepercayaan adalah kunci untuk

diperoleh terlebih dahulu. Oleh karena itu, ia memilih membangun

sistem mutu di segmen administrasi keuangan sebagai langkah

pertama membangun fondasi transformasi.

FISIP-UI merumuskan sistem dan prosedur administrasi

keuangan, dengan pendekatan dari “bawah” ke “atas”, yaitu dari

program studi sebagai front-liner, ditarik ke departemen, kemudian

dikonsolidasi di tingkat Fakultas.

Langkah yang dilakukan adalah, cara kerja pengelolaan dan

administrasi keuangan yang terdapat di salah satu program studi,

yaitu DIII Ilmu Administrasi; diidentifikasi, kemudian per komponen

dipetakan. Pemetaan dilakukan dengan menggambarkan cara kerja

dari semua komponen, dari awal (masuk) hingga akhir (file), dengan

menggunakan “bahasa” flow-chart.

Dengan melihat peta di atas, kita dapat mendiskusikan dan

mengevaluasi cara kerja yang selama ini dijalankan. Kita akan

terkejut, melihat bagaimana selama ini sumber-daya manusia, waktu,

dan sebagainya dihambur-hamburkan karena proses yang terlalu

panjang atau prosedur yang berbelit-belit.

Fakultas tersebut pada intinya merumuskan operation-line yang

ringkas dan akurat untuk setiap komponen yang terdapat di program

studi tersebut.

Agar operation-line dapat dijalankan secara manual, kita

11

Page 12: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

merumuskan sistem menu untuk setiap komponen dan langkah.

Dalam kaitan dengan pengembangan sistem akuntasi, FISIP-UI

merumuskan pula akun-akun yang merupakan rujukan dalam proses

penjurnalan. Akun tersebut sama dengan yang dipergunakan dalam

sistem oracle di tingkat universitas, namun dirumuskan sedemikian

rupa sehingga dapat diterjemahkan pada sistem MAK dalam

pelaporan keuangan formal Depdiknas.

Operation-line diuji-cobakan secara manual selama beberapa

bulan, hingga para staf familiar dengan hal tersebut. Pada bulan

ketiga baru kemudian dilakukan dijitalisasi. Proses tersebut

dilakukan dengan menterjemahkan operation-line pada bahasa

pemograman IT. Dengan kata lain, kita membangun sistem digital di

bidang administrasi keuangan secara taylor-made. Namun, ia dapat

dikoneksi ke modul-modul yang terdapat pada sistem oracle yang

dipergunakan pada tingkat universitas.

Setelah sistem di program studi tersebut berjalan dengan baik,

tim menduplikasikannya pada program S1 dan Pascasarjana di

Departemen Ilmu Administrasi. Selanjutnya Duplikasi dilakukan

pada program studi yang terdapat dilingkungan Departemen

Antropologi, Komunikasi, dan Kesejahteraan Sosial. Menyusul

penerapan pada empat Departemen lain seperti Sosiologi, Kriminologi,

Ilmu Politik dan Hubungan Internasional.

Hal yang sangat membanggakan adalah engagement penuh dari

para anggota panitia terutama yang berasal dari hampir empat puluh

program studi yang terdapat di FISIP-UI. Proses pembangunan sistem

administrasi non akademik tersebut diselesaikan dalam waktu

kurang lebih tujuh bulan, yaitu dari Maret hingga September 2003.

Kini tata-kelola keuangan pada FISIP-UI ditopang oleh sistem

akuntansi standar, yang memungkinkan kita melihat posisi keuangan

rekapitulatif secara akurat, dan real-time. Sistem ini memungkinkan

pula ia melihat daily-balance yang penting artinya bagi proses tata-

kelola.

Pada awal 2004, dengan metoda yang sama tim mulai

12

Page 13: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

mengembangkan sistem mutu di bidang layanan administrasi

akademik. Saat ini kami telah mencapai tahap uji-coba digital dan

registrasi mahasiswa pada bulan September 2004 akan dilakukan

melalui sistem ini.

Sistem mutu di bidang infra-struktur telah dirintis seperti

dibangunnya perpustakaan terbuka semi-digital Miriam Budiardjo

dan pusat riset Selo Sumardjan. Penataan sumber daya manusia dan

proses belajar-mengajar akan dilakukan pada tahun depan.

Singkatkata, fakultas yang kini mempunyai lebih dari 7000 mahasiwa

dan 500 dosen tetap dan tidak tetap ini tersebut, mengharapkan pada

tahun 2006 kerangka dasar transformasi budaya mutu secara

sistimatik mulai mewujud.

****

Sebagai penutup, pembangunan sistem mutu pada perguruan

tinggi seperti digambarkan pada studi kasus di atas secara embedded

memuat mekanisme dokumentasi dari sistem dan prosedur dan data.

Dokumentasi dan data yang baik akan sangat berguna untuk

aneka keperluan penting seperti audit, akreditasi dan sertifikasi. Ia

dapat menjadi dasar akurat dalam merancang rencana anggaran

berbasis aktivitas dan pembuatan laporan tahunan. Bahkan ia

merupakan modal untuk unggul dalam kompetisi pendanaan hibah

tingkat nasional maupun internasional.

Pada saat yang sama, sistem mutu jelas memberikan jaminan

kepada stake-holders untuk memperoleh layanan memuaskan.

Bahkan, ia menambah kepercayaan organisasi, terutama eksekutif,

dalam menjalankan strategi transformasi budaya mutu menyeluruh

yang saat ini masih merupakan PR pelik perguruan tinggi di Republik

ini.

Mudah-mudahan perguruan tinggi mampu menjadi inspirator

dan teladan bagi transformasi budaya mutu bangsa secara

keseluruhan termasuk mutu birokrasi negara kita yang dewasa ini

masih carut-marut dan memprihatinkan kondisinya.

13

Page 14: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

Sampah adalah Rahmat

Sampah Jakarta memusingkan Gubernur. Langkah pemecahan

diambil dari dahulu hingga kini tetap sama: konvensional, non-kreatif

dan non-produktif. Tampaknya kita perlu terobosan politik

penanganan sampah secara “maju”. Langkah ini hanya dapat

dilakukan oleh seorang Gubernur visioner dan kreatif.

Diperlukan beberapa prasyarat. Pertama cara pandang baru

mengenai sampah. Timbunan sampah rumah tangga, kantor, dan

lain-lain adalah rahmat: uang. Sampah dapat menjadi sumber

pemasukan di era otonomi daerah. Kedua regulasi yang konsisten

dengan program serta pelaksanaan mengenai penanganan sampah

secara “maju”. Ketiga, sosialisasi perlu dilakukan agar masyarakat

dan aparat birokratis dapat diarahkan untuk merubah perilaku agar

kondusif. Keempat, Pemda perlu menyulap dinas kebersihan “wajah

baru”: SDM, manajemen, teknologi dan kapital.

Secara konvensional, sampah rumah tangga dan lain-lain

dikumpulkan di tempat pembuangan sementara, kemudian diangkut

ke tempat pembuangan akhir. Sampah dibiarkan hancur, membusuk,

atau dimanfaatkan para pemulung sebagai ujung tombak industri

daur ulang selektif. Cara penanganan sampah secara tradisional ini

mudah, namun jelas tidak cerdas dan boros ruang. Pemda cukup

merasa telah bekerja keras mempunyai dinas yang mempunyai

otoritas mengangkut sampah.

Adalah memprihatinkan menyaksikan pemerintah daerah,

terutama Gubernur, panik menghadapi bertumpuknya sampah di

tempat pembuangan sementara, manakala tempat pembuangan akhir

di kawasan Bekasi ditutup Pemda setempat dengan alasan ekologis.

Sebagai solusi jangka pendek Gubernur mencari alternatif di

beberapa lokasi. Tentu saja protes dampak ekologis serupa hanya

14

Page 15: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

tinggal waktu.

Di masa datang tampaknya “pembuangan” sampah harus

bersifat kreatif-produktif dan menghilangkan ketergantungan pada

keberadaan tempat pembuangan akhir. Kalaupun tempat

pembuangan akhir harus ada, sifatnya hemat tempat, ramah

lingkungan, serta ditopang teknologi pemadatan atau pemusnahan

yang modern.

Sementara itu, penanganan sampah dimulai ditingkat rumah

tangga dan komunitas. Sampah telah dipilah-pilah berdasarkan

spesifikasi daur ulang (plastik, kertas, kaca, logam dan sebagainya).

Sampah yang tidak dapat didaur ulang dipisahkan menurut beberapa

kategori produktif: sampah biologis untuk produksi kompos, sampah

elektronik (radio, mesin cuci, kulkas, televisi dan lain-lain) dan

furniture untuk produksi kanibalisme kreatif, yaitu barang bekas

dengan fungsi baik.

Sampah dibawa tidak ke tempat pembuangan akhir, namun ke

bengkel-bengkel daur ulang dan produksi lainnya. Sisa dan bagian

sampah yang tidak dapat didaur ulang atau dimanfaatkan di bengkel-

bengkel di atas baru dibawa ke tempat pembuangan akhir untuk

dimusnahkan atau dipadatkan agar tidak membahayakan.

Jika kebijakan ini diambil, tampaknya lima lokasi alternatif

tempat pembuangan akhir sampah dapat dijadikan lokasi bengkel-

bengkel di atas. Sementara itu, dinas kebersihan akan naik derajat

dari tukang angkut sampah menjadi motor yang berperan di bengkel-

bengkel produktif dan kreatif. Dinas ini akan didominasi para teknisi

trampil berkualifikasi lulusan politeknik dan fakultas terkait. Bahkan

ia menjadi salah satu profit center yang paling maju dan makmur

serta di era otonomi mampu menyumbang pemasukan kas Pemda

secara signifikan dan sinambung.

Gubernur dan jajarannya tidak perlu cemas lagi akan menuai

protes ekologis warga. Jakarta akan lebih tertib, bersih, maju dan

makmur.

15

Page 16: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

Relevankah Memperingati Sumpah Pemuda?

Hampir delapan windu lalu, pada tanggal 28 Oktober 1928, para elit

pemuda dari berbagai daerah dan suku berikrar: berbangsa,

berbahasa, dan bernegara satu yaitu Indonesia. Sumpah Pemuda

merupakan komitmen moral yang secara cerdas mengakui bahwa

nationhood telah terbentuk. Ia pun dapat dipandang sebagai tekad

politik untuk dibangunnya statehood. Pada saat Sumpah Pemuda

didengungkan, “bangsa” Indonesia disatukan oleh identitas dan

sentimen yang sama. Yaitu, anti penjajahan dan imperialisme Barat.

Kemudian di era Soekarno, kita memasuki masyarakat pasca

penjajahan (post colonial society). Sumpah pemuda pada era ini setiap

tahun diperingati di tengah demokrasi dan masyarakat madani

lemah, serta ekonomi pasar yang tidak berkembang. Namun, warga

masyarakat masih dapat dengan jernih menghayati komitmen moral

dan tekad politik untuk maju bersama sebagai bangsa merdeka.

Pada era berikutnya, kita memasuki era peralihan di rejim Soeharto.

Pada masa ini Sumpah Pemuda diperingati dalam tatanan

masyarakat yang telah mengalami liberalisasi ekonomi. Namun,

demokrasi dan masyarakat madani terpasung dan tidak berdaya.

Sehingga, Sumpah Pemuda diperingati sebagai ritual yang

berlangsung ditengah sumpah serapah sementara daerah yang

terpinggirkan secara ekonomi, sosial dan politik. Mereka tidak

menangkap khidmat peringatan Sumpah Pemuda ditengah luka

pelanggaran hak asasi manusia yang telah membiasa, keadilan sosial

ekonomi dikesampingkan, politik bias kepentingan penguasa.

Bahkan, pada masa ini Sumpah Pemuda telah menjadi dogma

instrumentalis agar kawasan dan warga negara yang tertindas

bungkam atas nama ikrar para pemuda.

Pada awal abad 21 ini kita memasuki era yang dinamakan sebagai

16

Page 17: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

“the end of post colonial society”, akhir dari pasca penjajahan.

Sumpah Pemuda diperingati ditengah bangsa Indonesia berbenah

meletakan fondasi orientasi berbangsa dan berbegara yang “baru”.

Fondasi ini dibangun oleh tiga pilar yang diharapkan mampu

membawa bangsa pada kemakmuran di abad ke-21 ini. Pilar tersebut

adalah: (1) membangun demokrasi pada landasan nilai universal, (2)

pembangunan masyarakat madani, dan (3) partisipasi kreatif dalam

sistem ekonomi pasar.

Namun, secara empiris kita melihat banyak kenyataan yang belum

memuaskan. Upaya demokratisasi berlangsung masih pada struktur

dan sistem lama sehingga berlangsung secara perlahan. Masyarakat

madani pun belum berkembang sebagai dampak masih dipeliharanya

nilai-nilai feodalistik. Kiprah kita dalam arena luas ekonomi global

pun ditandai oleh ketidaksiapan yang merisaukan. Sementara itu

persoalan bangsa berupa ancaman disintegrasi belum juga kunjung

reda.

Dalam konteks di atas Sumpah Pemuda dapat diperingati dengan dua

kutub ekstrim penghayatan: pesimis dan optimis. Kalangan pertama

melihat Peringatan Sumpah Pemuda sebagai hal yang tidak bermakna

lagi. Mereka beranggapan Sumpah Pemuda sebagai peristiwa sejarah

yang mengikat kita semua sebagai suatu bangsa. Namun, ikatan

tersebut dipertanyakan manfaat, bahkan keabsahannya. Kalangan

kedua melihat peringatan hari Sumpah Pemuda dengan optimisme

dan rasionalitas. Mereka beranggapan peringatan hari Sumpah

Pemuda merupakan momentum yang tepat untuk melakukan

perenungan kembali atas hikmah peristiwa sejarah di atas dalam

konteks kekinian. Mereka dengan jernih berargumentasi bahwa

kemelut bangsa saat ini lahir bukan karena Sumpah Pemuda.

Justeru peristiwa sejarah itu merupakan guru bijak jaman, yang

penting untuk kita simak bersama dan dijadikan bekal memperbaiki

keadaan. Semoga sebagian besar bangsa Indonesia memperingati

17

Page 18: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

Sumpah Pemuda dengan optimisme.

Penjaminan MutuPada Pendidikan Tinggi

I

Pendidikan tinggi di Indonesia menghadapi tantangan luar

biasa untuk terus meningkatkan mutu kompetitif tingkat

internasional. Mereka dituntut dari waktu ke waktu untuk mengejar

standar mutu yang semakin tinggi karena inovasi teknologis,

dinamika sistemis, dan respon perilaku pasar pragmatis-rasional.

Banyak lembaga pendidikan tinggi mulai menjalankan

reformasi dalam rangka memperbaiki mutu yang secara komparasi

masih relatif memprihatinkan. Salah satu langkah yang ditempuh,

mereka mengembangkan sistem penjaminan mutu. Namun, pada

umumnya lembaga pendidikan tinggi terjebak oleh kekeliruan

mendasar dalam memahami, merumuskan dan menerapkan sistem

penjaminan mutu.

Tulisan ini bermaksud meluruskan kekeliruan tersebut agar

penjaminan mutu tidak menjadi kemewahan yang menambah parah

masalah, tetapi ia benar-benar tampil sebagai solusi.

II

Lembaga pendidikan tinggi di tanah air tumbuh bak jamur di

musim penghujan. Dewasa ini terdapat dua ribuan lembaga

pendidikan tinggi swasta dan 77 lembaga pendidikan tinggi negeri.

Lembaga pendidikan tinggi tersebut, terutama universitas dan

institut, dapat dibedakan pada beberapa kategori kasar seperti kecil,

menengah dan besar. Universitas besar, hampir semuanya berada di

18

Page 19: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

pulau Jawa dengan jumlah dapat dihitung oleh jari. Kebanyakan dari

universitas besar tersebut berstatus negeri.

Empat universitas dan institut negeri terkemuka, yaitu UI,

UGM, ITB, dan IPB sejak Desember tahun 2000 mulai memasuki era

tata-kelola yang lebih otonom. Semangat yang kental mewarnai era

baru tersebut adalah mendorong potensi keempat lembaga

pendidikan tingga menjadi motor penggerak reformasi pendidikan

tinggi di tanah air. Diharapkan keempat lembaga pendidikan tinggi di

atas dalam waktu yang tidak terlalu lama mampu menjadi unggulan

di tengah kancah percaturan internasional.

Keempat lembaga pendidikan tinggi tersebut bergiat melakukan

reformasi termasuk memelopori upaya penerapan sistem penjaminan

mutu. Gaung reformasi tersebut mulai dapat dirasakan hingga ke

seluruh pelosok tanah air.

Kini sistem penjaminan mutu menjadi wacana dan praktek

yang mulai ramai dilakukan oleh banyak lembaga pendidikan swasta

dan negeri, baik pada kategori kecil, sedang, maupun besar.

Jika kita cermati respons terhadap wacana dan praktek sistem

penjaminan mutu yang terjadi dewasa kini, kita akan mendapati tiga

corak ekstrim sebagai berikut.

Ekstrim pertama, mereka mencampur-adukan pemahaman

konsep dan praktek sistem penjaminan mutu dengan akreditasi.

Dengan mengikuti prosedur akreditasi, mereka beranggapan telah

menerapkan sistem penjaminan mutu. Nilai akreditasi memang dapat

mencerminkan potret mutu pada saat tertentu, menurut standar

yang telah ditentukan oleh badan terkait. Namun, ia sebenarnya

tidak langsung terkait dengan komitmen internal lembaga pendidikan

tinggi yang bersangkutan untuk menjalankan tata-kelola berdasarkan

sistem dan prosedur baku yang dirumuskan sendiri.

Singkat kata, akreditasi merupakan instrumen birokratis untuk

“kendali mutu”. Sedangkan sistem penjaminan mutu merupakan

mekanisme internal organisasi yang menjadi cetak-biru seperti apa

mutu prediktif dihasilkan dan dikembangkan.

19

Page 20: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

Ekstrim kedua, ditengah-tengah ketidakjelasan mengenai

kedua hal tersebut di atas, lembaga pendidikan tinggi tergoda untuk

mendirikan badan struktural penjaminan mutu. Namun, namun

secara konsep dan peran tidak lain dan tidak bukan lembaga ini

merupakan miniatur dari badan akreditasi yang terdapat di tingkat

supra-struktur.

Ekstrim ketiga, meskipun pemahaman mengenai penjaminan

mutu telah relatif jelas, namun mereka terperangkap pada perspektif

deduktif-generalistik serta salah kaprah di tataran operasional.

Setidak-tidaknya kita akan menemukan dua pola kekeliruan

dari kelompok ekstrim ketiga ini. Pola pertama, lembaga pendidikan

tinggi membentuk badan struktural tersendiri yang menjalankan

tugas penjaminan mutu. Biasanya tugas pertama yang mereka

jalankan adalah merumuskan sistem dan prosedur baku yang

bersifat general dan diberlakukan untuk semua unit.

Sistem dan prosedur generalistis memuat kelemahan fatal

dalam hal rigiditas dan akomodasi pola-pola unit yang bersifat tipikal,

namun produktif. Sementara itu, keterlibatan unit dalam perumusan

sistem dan prosedur biasa sangat terbatas dan bersifat tambahan.

Pola kedua adalah lembaga pendidikan tinggi mencari jalan

pintas dengan ”membeli” sistem dan prosedur untuk diterapkan.

Langkah seperti ini biasanya menjebak lembaga pendidikan tinggi

pada harapan berlebihan dan politis dari sertifikasi, yang tipis

batasnya dengan strategi semu mengelabui pasar. Lebih parah lagi,

kastemisasi menjadi suatu persoalan yang luar biasa sulit dilakukan,

ditengah sosok sistem yang kaku dan umum.

Singkat kata, ketiga ekstrim pemahaman dan praktek

penjaminan mutu pendidikan tinggi seperti diuraikan di atas

merepresentasikan kegagalan kita semua dalam mengambil solusi

masalah akut daya saing rendah.

20

Page 21: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

III

Istilah “mutu” pendidikan tinggi idealnya difahami pada mata

rantai proses produksi, konsumsi, dan reproduksi akademis. Sering

kita terjebak melihat mutu universitas hanya secara indikatif-

kuantitatif pada produk akademis semata seperti lulusan, hasil riset,

publikasi, serta “pelayanan” masyarakat.

Padahal, mutu produk akademis tersebut sangat ditentukan

oleh proses produksi dalam suatu kompleks struktur akademis dan

non-akademis. Proses produksi akademis tersebut melibatkan subjek

ajar, staf akademis, staf non-akademis; nilai bersama, kepemimpinan,

infrastruktur, kapital kebudayaan, kekuatan finasial, jejaring,

komunikasi, dan sebagainya.

Selain itu, mutu pendidikan tinggi dapat ditelusuri jauh pada

relevansi serta kepuasan pemakai; bahkan pada proses reproduksi

lembaga maupun aktor yang terkait di dalamnya. Proses reproduksi

difahami sebagai “pemulihan tenaga” dari lembaga dan aktor demi

kesinambungan proses produksi itu sendiri.

Memang dalam proses tata kelola mutu pendidikan tinggi

dilihat hanya pada dua hal: produk akademis dan proses produksi

yang merahiminya. Agar mutu produk akademis dapat diprediksi dan

dapat dikembangkan menurut penaraan tertentu, proses produksinya

perlu ditopang oleh sistem dan prosedur “baku” dari aspek akademik

maupun non-akademik.

Istilah baku merujuk pada sistem dan prosedur akademik atau

non akademik yang dirumuskan secara cermat dan ringkas atas

dasar cara kerja yang ada. Jadi, ia berbeda dengan generalisasi yang

umumnya menggunakan pendekatan dari atas kebawah, dan

menutup ruang tipikalitas.

Sistem dan prosedur baku tersebut menjamin terjadinya

efisiensi dan efektivitas tata-kelola akademis dan non akademis,

sekaligus menjamin konsistensi mutu proses dan produk dari

universitas. Penjaminan mutu pendidikan tinggi, dengan demikian,

21

Page 22: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

berjalan dengan sendirinya, melekat pada penerapan sistem dan

prosedur baku baik di bidang akademis maupun non-akademis.

Agar komitmen lembaga dan aktor yang terkait konsisten dalam

menjalankan sistem dan prosedur yang telah dirumuskan sendiri,

dapat menggunakan lembaga sertifikasi profesional untuk melakukan

evaluasi.

Esensi sertifikasi di sini tidak lain adalah “penegasan”

komitment dari lembaga pendidikan tinggi untuk menjalankan sistem

dan prosedur yang disepakati. Sekaligus, wujud pertanggungjawaban

lembaga pendidikan tinggi kepada publik berkepentingan untuk

memberikan layanan bermutu.

Sebenarnya, kita dengan menerapkan sistem dan prosedur

baku itu sendiri, tanpa sertifikasi, sudah lebih dari cukup. Publik

berkepentingan cukup cerdas untuk menilai mutu produk dan proses

dari suatu lembaga pendidikan tinggi.

IV

Sebaiknya penjaminan mutu dilakukan secara “total”, yaitu

menjangkau aspek akademik maupun non akademik, serta

mengintegrasikan keduanya. Perumusan sistem dan prosedur dapat

paralel atau salah satu didahulukan.

Menurut pengalaman, lebih besar manfaat membangun sistem

dan prosedur non akademik terlebih dahulu dari pada sebaliknya.

Hal ini terkait dengan logika mendasar strategi membangun

kepercayaan dan merangsang keterlibatan semua unit yang menjadi

ujung tombak operasional.

Sistem dan prosedur, baik akademik maupun non akademik,

perlu dirumuskan secara partisipatif dengan pendekatan dari

“bawah” ke “atas”. Artinya, cara kerja akademik dan non akademik

yang ada di unit terkecil universitas, yaitu program studi,

diidentifikasi per komponen dan dipetakan.

22

Page 23: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

Cara umum pemetaan adalah dengan menggambarkan cara

kerja dari semua komponen, dari awal (masuk) hingga akhir (file),

dengan menggunakan “bahasa” flow-chart. Dengan melihat peta di

atas, kita dapat mendiskusikan dan mengevaluasi cara kerja yang

selama ini dijalankan.

Biasanya kita akan terkejut, melihat bagaimana selama ini

sumber-daya manusia, waktu, dan sebagainya dihambur-hamburkan

karena proses terlalu panjang atau prosedur yang berbelit-belit. Kita,

melalui evaluasi cara kerja, intinya merumuskan operation-line yang

ringkas dan akurat untuk setiap komponen yang ada.

Agar operation-line dapat dijalankan secara manual, kita

pertama-tama perlu merumuskan sistem menu untuk setiap

komponen dan langkah. Sebaiknya, operation-line diuji-cobakan

secara manual, baru kemudian dilakukan dijitalisasi. Proses tersebut

dilakukan dengan menterjemahkan operation-line pada bahasa

pemograman IT.

Sistem dan prosedur yang dijalankan seperti diuraikan di atas,

baik digital maupun manual, pada dasarnya memuat secara

embedded mekanisme penjaminan mutu.

V

Sebagai penutup, lembaga pendidikan tinggi jika ingin benar-

benar keluar dari lingkaran setan masalah rendahnya mutu, perlu

melakukan penjaminan mutu total.

Kita sepakat di sini, istilah total lebih merujuk pada upaya yang

mendasar, integratif, dan menyeluruh; sebagai kebalikan dari upaya

permukaan, .tambal-sulam, dan parsial.

Langkah penjaminan mutu seperti dikemukakan di atas akan

berhasil dengan baik apabila ditopang oleh gaya kepemimpinan

tertentu dari semua level hierarkhi lembaga pendidikan.

Diperlukan kepemimpinan yang jeli melihat prioritas, disiplin

23

Page 24: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

dalam merajut sistem secara menyeluruh, fasilitatif, inspiratif,

pekerja keras, serta konsisten dalam menegakan berperspektif good-

governance.

PEMBERDAYAANMASYARAKAT JAKARTA

Jakarta merupakan “jantung” masyarakat Indonesia transisi

menuju era the end of post-colonial Asia Tenggara abad ke-21. Ciri

dari masyarakat masa datang di atas adalah: 1) demokrasi; 2)

ekonomi pasar; dan 3) civil society. Ketiga indikator ideal di atas

menyiratkan signifikansi paripurna peranan masyarakat di bidang

politik, ekonomi, maupun sosial. Tampaknya, pergeseran “besar” ini

bersifat “unavoidable”: sebagai ikutan globalisasi dan perubahan

konteks sosio-politik nasional. Dalam rangka menyongsong era di

atas, Jakarta perlu melakukan langkah pemberdayaan dengan

orientasi pada tiga agenda besar di atas.

Pemberdayaan masyarakat merupakan salah satu prioritas

utama. Masyarakat Jakarta perlu dipersiapkan agar mampu

menciptakan tata nilai, perilaku, dan arena demokrasi. Sementara

itu, secara ekonomi, masyarakat Jakarta dapat menikmati kiprah di

tataran rumah tangga, komunitas, maupun sistemik ditengah

beroperasinya mekanisme ekonomi pasar. Demikian pula, secara

sosial ia terhimpun dalam aneka ragam asosiasi lokal sebagai ujung

tombak kehidupan multi-kultur yang produktif.

Pemberdayaan masyarakat Jakarta banyak mengalami

kemajuan jika dilihat jauh ke belakang. Pada tahun awal 1980-an,

konsep pemberdayaan masyarakat diterima dengan syak wasangka

pemerintah pusat dan daerah. Ia dilihat sebagai “ancaman” terhadap

kemapanan pendekatan keamanan yang bersifat fisik, mudah, dan

kurang cerdas. Pada awal 1990-an, tekanan” dari lembaga-lembaga

24

Page 25: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

eksternal dan, untuk tingkatan tertentu, internal “mengarahkan

pemerintah untuk lebih serius mengadopsi konsep tersebut. Namun,

wujud konsep dan implementasi bersifat“hibrid”, distortif, serta tuna

“ruh”.

Memasuki abad ke-21, di awal tahun 2000-an ini, semangat

pemberdayaan masyarakat telah merasuki birokrasi, praktisi sosial,

bahkan kelompok masyarakat lokal itu sendiri. Hawa segar ini

dibarengi perkembangan metode yang kreatif, namun mandul di

tataran strategis. Hal ini tampaknya bertalian dengan “ketertinggalan”

horison filosofis dan teoritis.

Metode community development serta turunan inovatifnya yang

lebih menekankan fokus pada “orang”, partispatoris, serta nilai dan

teknologi lokal; kehilangan ketajaman dalam menciptakan

perubahan. Ia tenggelam dalam lautan ekonomi-politik yang secara

sistemik memandulkan setiap langkah stimulasi dan intervensi.

Kembali di tataran hasil pemberdayaan masyarakat, dilakukan oleh

siapa pun, menjadi asesoris sosial yang mahal dengan hasil minimal.

Perlu menggeser cara pandang konvensional ke arah yang

mengakar dengan perkembangan filosofis dan teoritis baru dalam

rangka pemberdayaan masyarakat Jakarta. Di tengah mobilitas global

yang semakin “diverse”, peranan negara sukar diletakan pada wujud

“gardening”, developmentalis, serta dominan. Ia perlu bergeser ke

arah “game-keeper”, fasilitatif, serta terbatas. Negara, termasuk di

tingkat lokal, berperan dalam pemberdayaan di tataran regulasi dan

atmosfir yang kondusif bagi masyarakat untuk bernafas menurut

ritmenya sendiri.

Namun terdapat transisi yang perlu diteratas. Pada era ini

pembangunan masyarakat Jakarta perlu diprioritaskan pada tiga

dimensi triangular: 1) pengakuan atas hak tanah dan tempat tinggal

warga; 2) pemberdayaan ekonomi rumah tangga dan komunitas; dan

3) kanalisasi politik warga. Jika sukses menjalankan tiga strategi di

atas, ritme nafas masyarakat akan produktif dalam ruang negara

yang nyaman.

25

Page 26: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

Otonomi Daerah dan Strategi Pemberdayaan Masyarakat di NTB

I

Sejak tahun 1970-an, masyarakat Indonesia telah terintegrasi pada

sistem ekonomi kapitalis dunia. Mulai dekade tersebut daerah-daerah

di Indonesia berkembang pesat. Kemudian stagnan dan lambat pada

krisis ini. Memang perkembangan di atas lebih dapat diamati dalam

konteks kota. Dalam hal ini pembangunan lebih bias kota dan

cenderung mengenyampingkan perdesaan. Tidaklah mengherankan

apabila kesenjangan kota dan desa muncul. Lebih dramatis lagi, kota-

kota berkembang secara tidak seimbang. Terdapat kota utama yang

berkembang pesat, namun kota-kota lain bersifat periferal dan

tumbuh lambat.

Sebagai contoh kota Jakarta muncul sebagai kota utma yang relatif

“maju”, “modern”, “makmur”. Penduduk kota Jakarta pada awal

tahun 1970 berjumlah sekitar 4 juta orang. Jumlah ini berlipat

menjadi sekitar 12 juta di tahun 2001 ini (estimasi konservatif).

Sedangkan luas wilayah kota dalam kurun waktu yang sama

bertambah dari sekitar 300 km2 menjadi sekitar 700 km2. Sementara

itu, kepadatan penduduk pun turut meningkat pesat. Catatan

statistik memperlihatkan bahwa kepadatan penduduk (population

density) Jakarta dewasa ini berada pada kisaran di atas 13 ribu orang

per km2. Pertumbuhan kota di atas di sumbang oleh tiga hal.

Pertama adalah jumlah migrasi masuk (net in migration). Kedua,

adalah kelahiran alamiah. Dan ketiga adalah aneksasi wilayah

perdesaan menjadi bagian dari administrasi-politik Jakarta.

Gambaran di atas sangat kontras dengan situasi kota Mataram yang

relatif kecil. Perubahan dari segi perkembangan kota dari tahun

26

Page 27: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

1970-an hingga kini memang ada. Namun, perubahan tidak terjadi

secara dramatis seperti dialami kota-kota metropolitan. Penduduk

kota ini bertambah memang hampir dua kali lipat selama tiga

dasawarsa terakhir. Demikian pula perluasan wilayah kota terjadi

secara signifikan. Namun kawasan-kawasan bisnis di kota ini relatif

lamban berkembang, meskipun untuk sektor industri parawisata

mengalami kemajuan besar.

Salah satu solusi untuk mengurangi kesenjangan antar daerah, kota,

bahkan kawasan adalah otonomi daerah. Otonomi daerah sebagai

konsep telah lama diwacanakan. Namun demikian, keputusan politik

berupa perumusan konsep dalam bentuk peraturan perundang-

undangan baru dilakukan beberapa tahun yang lalu. Implementasi

dari otonomi daerah ini kini masih tersendat-sendat dan terkantuk

beberapa hal seperti SDM yang belum memadai, budaya birokratis

serta masyarakat yang tidak kondusif, dan sebagainya. Sebagai

contoh, SDM terbaik daerah selama ini banyak terserap ke Jakarta.

Hal ini dimengerti karena pada sistem yang sentralistik, kesempatan

karier dan lain sebagainya lebih menjanjikan apabila mereka berada

di pusat. Budaya birokrasi pun tidak kalah penting untuk disimak.

Selama tiga dekade rekrutmen staf birokrasi bias kepentingan politik

partai pemerintah. Rekrutmen tidak didasarkan pada perhitungan

yang mengacu pada efisiensi dan profesionalitas, namun lebih

merujuk pada pertimbangan sosial politik. Birokrasi menjadi

“gemuk”, “idle” dan bersifat “high-cost”. Dalam situasi seperti korupsi

dapat meruyak dipelbagai lapisan, karena kontrol yang lemah dan

tingkat gaji yang rendah. Di tengah situasi tersebut, pemerintah

mengambil posisi sebagai aktor utama dari pembangunan dan tidak

memberi ruang untuk tumbuh subur partisipasi masyarakat. Aspek

budaya ini tampaknya hingga kini masih kental melekat di tingkat

birokrasi maupun masyarakat.

27

Page 28: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

II

Budaya korupsi merupakan penyakit yang harus dikikis di era

otonomi daerah. Upaya yang dilakukan tampaknya perlu bersifat

komprehensif. Pertama harus diciptakan suatu keteladanan dari para

pemimpin untuk bersikap jujur, bersih, dan mempunyai integritas.

Langkah kedua kedua diciptakan semacan “anti-corruption scheme”.

Hal tersebut merupakan langkah sistimatis dan strategis dalam

upaya membersihkan birokrasi dari korupsi. Skim ini mulai dengan

batasan dan pemahan yang jelas mengenai tindak korupsi,

perumusan dalam bentuk tata aturan hukum, pembenahan birokrasi

termasuk perbaikan kesejahteraan secara bertahap, penerapan

manajemen dan pengawasan terbuka, dan sebagainya. Hal ketiga

yang perlu dilakukan adalah law-enforcement. Penegakan hukum ini

dilakukan secara tegas, keras dan kosisten sehingga terdapat suatu

kepastian dikalangan anggota masyarakat mengenai implikasi

pelanggaran hukum.

III

Otonomi daerah mempunyai saudara kembar, yaitu partisipasi

masyarakat (citizen participation). Partisipasi masyarakat dengan

demikian identik dengan otonomi daerah. Dengan kata lain, otonomi

daerah sukar dibayangkan untuk sukses tanpa partisipasi dari warga

masyarakat. Hal ini terkait dengan bergesernya peranan pemerintah

dari “gardening” menuju “game-keeper”.

Masyarakat Indonesia kini tengah memasuki era kehidupan global.

Dalam kaitan ini globalisasi difahami sebagai proses yang ditandai

oleh adanya mobilitas yang semakin aneka ragam di atas muka bumi

ini. Mobilitas fisik, uang, imaji, barang, hingga sampah kini terjadi

secara lintas masyarakat. Mobilitas yang diverse di atas dapat bersifat

28

Page 29: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

hibrid (Urry, 1999). Perkembangan di atas secara nyata merubah

peran negara, termasuk pemerintah daerah (local state). Peran ini,

meminjam istilah Bauman (1997), berubah dari “gardening” menjadi

“gamekeeper”.

Peran pertama (gardening) merujuk pada peran pemerintah daerah

yang demikian “besar”. Peranan tersebut analog dengan seorang

pekebun/petani yang tengah melakukan kegiatan “bertani”. Dalam

kaitan ini, analogi menunjukan terdapat pembedaan yang tegas

antara “kebun” (garden) dan pekebun (gardener). Pekebun terlibat

dalam aspek detil kegiatan pengolahan kebun seperti menentukan

jenis tanaman, metoda dan praktek bercocok tanam, bahkan jenis

ternak yang terdapat di area pertanian tersebut.

Secara lebih kongkret peran pemerintah daerah di atas dicontohkan

oleh fenomena “developmentalist state” (negara/pembangun) dari

pemerintah daerah selama tiga dasa warsa silam. Pemerintah daerah

selain berperan di level regulasi juga menjadi aktor pembangunan

yang signifikan. Sementara itu para wakil rakyat berperan dalam

menentukan mana yang perlu dan tidak perlu untuk digarap. Dalam

posisi serupa, ilmuwan sosial dilibatkan dilibatkan dalam proses

“husbandry” sumber daya. Mereka memberikan sodoran model-model

intervensif serta masukan mengenai apa yang perlu dan tidak perlu

diprioritaskan.

Peranan pemerintah daerah seperti digambarkan di atas di era global

berubah pada bentuk fasilitatif (“gamekeeper”). Ia seyogyanya tidak

masuk ke area detail. Negara mempunyai peran regulatif, yaitu

mengatur lalu lintas “gembalaan” (modal, barang, informasi, dsb.) di

dalam arealnya, maupun secara lintas area (lintas batas masyarakat

baik secara nasional maupun internasional). Dengan kata lain, peran

pemerintah daerah melalui kebijakan dan regulasi diibaratkan

sebatas menjaga “jumlah khewan buruan” agar mencukupi bagi para

29

Page 30: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

“pemburu” yang akan melakukan kegiatan perburuan pada musim

tertentu. Para wakil rakyat, dalam konteks ini, layaknya lebih

disibukan dengan persoalan mendasar masyarakat yang lebih

eksistensial-universal. Dalam cara pandang yang sama, para ilmuwan

sosial, dengan orientasi pada pemeliharaan semangat keilmuan yang

otonom, hirau pada penciptaan iklim yang kondusif bagi

perkembangan civil society.

III

Jadi, “mitos” bahwa pemerintah daerah bersifat “superior” di atas kini

tidak relevan lagi dan perlu dirubah. Pemerintah daerah mempunyai

keterbatasan yang nyata dalam banyak hal termasuk sumber daya

manusia, finansial, dan informasi yang akurat mengenai mekanisme

kongkrit kehidupan dan kebutuhan warganya. Warga “miskin”, yang

merupakan bahagian terbesar penduduk tidaklah mungkin

dientaskan oleh program-program pemerintah yang berfokus pada

indikator output ekonomi dan pembagian sumber daya finansial.

Mereka membutuhkan sentuhan yang berbeda, yaitu yang

menempatkan mereka sebagai fokus utama. Langkah pembangunan

sosial pun dapat ditempuh dengan pendekatan empatis, people

centred social development, sehingga partisipasi dan sinergi daya

masyarakat dapat diciptakan.

30

Page 31: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

Perlu dicatat di sini, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan

sejalan dengan semangat di atas. Pertama, penggunaan kekuasaan

dalam setiap implementasi pembangunan sosial termasuk

perencanaan, sepatutnya disosialisasikan terlebih dahulu. Kedua,

pemunculan lembaga baru akan lebih bermanfaat (fungsional) jika

ditempuh melalui mekanisme “bottom up” yang demokratis. Ketiga,

proses belajar masyarakat dalam “lembaga baru” tersebut bersifat

kontekstual-alamiah. Selain ketiga hal di atas, kami mencatat

signifikansi pemanfaatan teknologi yang bersifat lokal serta

dipadukan dengan pengetahuan “akademis”. Proses pemaduan ini

sangat tergantung pada kepiawaian “manajer pembangunan”

bertindak fasilitatif.

IV

Contoh pendekatan yang keliru dapat disimak dalam praktek

program JPS di masa krisis sosial melanda NTB. Krisis (crisis)

dimengerti secara umum sebagai “an unstable or crucial time or state

of affairs” (Webster’s New Encyclopedic Dictionary 1994). Secara

sfesifik, krisis sosial mengacu pada kehidupan masyarakat yang

penuh ketidakpastian, rawan, mempunyai kohesi yang rapuh, serta

lemahnya peranan negara. Indikasi dari lahirnya krisis sosial dapat

disimak dewasa ini seperti semakin menyedihkannya kualitas anak

didik, maraknya fenomena anak jalanan, rawan pangan yang

merebak di perkotaan dan perdesaan, tingkat kriminalitas yang

meningkat secara dramatis, penafian hukum, pelanggaran hak asasi

kerap terjadi, lemahnya moral birokrasi, serta bangkitnya visi

komunalisme yang sempit dan destruktif.

Sebagaimana dikenal luas, salah satu langkah kongkrit yang diambil

31

Page 32: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

pemerintah, termasuk pemerintah NTB, untuk mengurangi intensitas

maupun dampak krisis sosial bagi kalangan miskin adalah program

Jaring Pengaman Sosial (social savety net program). Program ini telah

dilaksanakan dalam bentuk lain jauh sebelum krisis melanda.

Program pengentasan kemiskinan Orde Baru, lengkap dengan segala

kekuranganya, dapat dilihat sebagai bagian dari hal ini. Sedangkan

penerapan pada masa krisis semakin banyak di dukung oleh dana

pinjaman dari Bank Dunia. Distribusi dana telah banyak dilakukan

meskipun dinilai masih lambat. Kelambatan ini diakibatkan tidak

adanya infrastruktur sistem distribusi yang komunikatif terhadap

pola kehidupan sosial masyarakat sasaran program Selama

penerapan yang telah dilakukan terutama pada paruh terakhir 1998

dan awal tahun ini, evaluasi menunjukkan bahwa efektivitas program

ini sebagai salah satu langkah mengatasi krisis sosial adalah relatif

rendah.

Program ini secara idealistik sangat baik, yaitu menolong lapisan

masyarakat yang berada dalam kondisi “emergensi”, sehingga mereka

dapat bangkit dan pada gilirannya membawa dampak pada daya

tahan serta perbaikan ekonomi secara keseluruhan (lihat Gunawan

Sumodiningrat 1999). Namun sayangnya titik berat implementasi

program lebih bersifat jangka pendek, “delivery”, dan sekali beri.

Implementasi semacam ini terbukti merupakan salah satu major

culprits dari kegagalan JPS selama ini di tanah air kita. Program ini

akhirnya bersifat tidak mendidik, mengajarkan ketergantungan, dan

menebar bibit baru penyalahgunaan uang rakyat (lihat Rubin dan

Rubi 1987). Faktor kegagalan lain terletak pada pelaksanaan program

yang mengandalkan birokrasi yang ditandai struktur yang rentan

penyelewengan dan korupsi. Transparansi alokasi program dan

pertanggungjawaban sulit diharapkan dalam mekanisme kronis

seperti saat ini.

Bahkan secara politik, praktek program ini mengundang kecurigaan

32

Page 33: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

sementara masyarakat bahwa pemerintah mempergunakannya

sebagai instrumen “money politics”. Hal ini bertalian dengan waktu

pelaksanaan program, yang entah secara kebetulan, berdekatan

dengan penyelenggaraan Pemilu Juni 1999. Dana JPS diperoleh dari

pinjaman luar negeri, berarti uang rakyat yang diperoleh dari

berhutang. Jadi dana ini bukan milik pemerintah (rejim) atau partai

politik yang berkuasa, namun milik negara atau seluruh rakyat yang

harus dipergunakan secara bertanggung jawab.

Faktor lain yang melemahkan aksi JPS di lapangan selama ini, terkait

juga dengan aspek tidak jelasnya tataran intervensi. Pemerintah

hanya membagi sasaran berdasarkan sektor seperti pendidikan,

kesehatan, pertanian, ketenagakerjaan dan sebagainya. Padahal,

yang paling penting diperhatikan adalah tataran mikro intervensi

seperti dilakukan di tingkat komunitas.

Kalau pun ada disadari pentingnya tataran ini, pemahaman diwarnai

penyamarataan struktur sosial setempat seperti keberadaan elit lokal

yang potensial dalam rangka pemberdayaan masyarakat (Wirutomo

1997). Selanjutnya, pemahaman semacam ini menafikan pula

struktur dan organisasi sosial lokal yang sebenarnya merupakan

“entry point” yang efektif untuk mengatasi persoalan mikro secara

berkesinambungan seperti upaya mengatasi krisis sosial di atas.

Menilik beberapa kekeliruan seperti digambarkan di atas, program

JPS yang secara real ditopang dana pinjaman luar negeri yang cukup

besar, implementasinya harus mendapat koreksi total di tingkat

palsafah strategi maupun implementasi. Palsafah dari JPS adalah

pemberdayaan sosial (social empowerment). Jadi program ini

sebaiknya bersifat mendidik untuk mampu mengatasi permasalahan

dengan mengerahkan potensi sendiri. Jadi program bersifat

berkelanjutan, dana yang diberikan bernuansa dampingan, dan

ditumbuhkan perilaku kolektif ditingkat mikro yang mencerminkan

33

Page 34: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

nilai rukun, perduli, mandiri dan produktif dari ide dasar JPS yang

semestinya berorientasi pada agenda lebih luas seperti

pemberdayaan, demokratisasi, dan penegakkan hak asasi dalam

kerangka pembangunan civil society. Dalam konteks ini civil society

dipahami sebagai “a social sphere of freedom, voluntary association,

and plurality of human relationships, identities, differences, and values

as contrsted with the coercive political power of state and government

(Lihat Payne 1998).

VIBeberapa catatan penting yang perlu dikemukakan di sini adalah

peranan pemerintah daerah dalam pembangunan masyarakat. Ia

seyogyanya bergeser ke bentuk yang lebih fasilitatif. Namun demikian,

pergeseran ini masih memungkinkan pemerintah daerah untuk

mengembangkan secara optimal program pembangunan sosial.

Berbicara mengenai pembangunan sosial di perkotaan, salah satu hal

yang perlu ditempuh adalah memilih strategi pembangunan yang

melihat “masyarakat” sebagai fokus utama. Dengan demikian,

program pembangunan sosial akan dijalankan dalam pijakan potensi

lokal. Strategi ini mencakupi tehnik yang cermat dalam pemanfaatan

pengetahuan/teknologi lokal, organisasi akar rumput, dan sebagainya.

Referensi

Fischer, C (1984) The Urban Experience. Harcourt, New York.

Jarry, R and J. Jarry (1987) Dictionary of Sociology. Collins, London.

Krausse, G (1975) “Kampung of Jakarta”. Dissertation at Pitsburg

University.

Nakagawa, N (1998) The Crisis in Indonesia (unpublished paper).

PSJ-UI, Jakarta.

Payne, Michael (ed.) (1998) A dictionary of Cultural and Critical Theory.

34

Page 35: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

Blackwell, Cambridge.

Rubin, Herbert J and Irene Rubin (1992) Community Development and

Community Organization. Macmillan, New York.

Somantri, Gumilar (1995) Migration within Cities: A Study of

Socioeconomic Processes, Intra-City Migration, and Grassroots Politics

in Jakarta. UMI, Michigan.

Somantri, Gumilar (2000) Village in Motion. Time Publisher,

Singapore.

Urry, John (1999) Sociology beyond Societies. Routledge, London.

Webster New Encyclopedic Dictionary 1994. HR, New York.

Mudik Warga Jakarta

Menjelang hari raya Idul Fitri dan tahun baru banyak diantara

warga Jakarta mudik. Jumlah warga mudik setiap tahun

diperkirakan secara kasar mencapai lebih dari separuh warga kota.

Tidaklah mengherankan, apabila pada saat liburan di atas, lalu-lintas

dan pusat-pusat keramaian kota Jakarta menjadi lengang.

Tampaknya, hal ini sejalan dengan tesis yang mengatakan bahwa

kota Jakarta dibangun oleh keberadaan para “pendatang” (Jelinek

1991; Evers dan Korff 2000).

Pada masa awal integrasi masyarakat pada Indonesia sistem

ekonomi dunia, tingkat rasionalisasi masyarakat Jakarta relatif

belum berkembang (Somantri 2001). Fenomena mudik di masa

tersebut bertalian dengan motif pengisian kembali “enersi” sosio-

kultural tradisional warga kota terkikis dalam persentuhan dengan

pola-pola kehidupan modern-metropolitan. Jadi, mudik merupakan

penegasan rutin keanggotaan warga Jakarta pada komunal daerah

asal. Warga yang tidak mudik biasanya diinterpretasikan

berdasarkan alasan yang familiar: berhalangan atau mulai “lupa”

asal-usul.

Tampaknya globalisasi telah menggeser motif mudik ke arah

35

Page 36: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

yang lebih rasional. Warga Jakarta mudik karena alasan praktis: 1)

rekreasi keluarga dalam suasana kekeluargaan; 2) pertemuan

keluarga luas yang praktis, efisien, dan pada saat yang tepat. Warga

yang tidak mudik mulai mendapat ruang toleransi sosial. Mereka

difahami dalam penjelasan rasional seperti sibuk dengan pekerjaan,

masalah transportasi, keamanan rumah, dan sebagainya. Meskipun

demikian, pada kalangan tertentu, ketidakhadiran di hari raya masih

dapat menjadi pertanyaan penting.

Akankah fenomena mudik sirna? Warga Jakarta mempunyai

konteksnya sendiri yang tipikal. Namun demikian, kenyataan bahwa

Jakarta merupakan kota utama yang turut menyangga sistem

ekonomi kapitalis, adalah sulit untuk dipungkiri (Smith dan Feagin

1991; Sassen 1994). Dalam kaca mata ini, kota Jakarta merupakan

pintu arus rasionalisasi. Dalam kaitan ini, tampaknya kita dapat

memprediksi beberapa hal sebagai berikut. Pertama, di masa datang

akan terjadi pengurangan jumlah warga yang mudik sebagai

konsekuensi dari efisiensi. Kedua, mudik akan menjadi semacam

gaya hidup yang bersifat rasional dan dilakukan tidak hanya pada

even hari raya namun pada saat cuti kerja. Ketiga, mudik dapat

bertalian dengan aspek pengembangan jaringan ekonomi. Dengan

kata lain, mudik akan tetap ada meskipun dalam format berbeda.

Tampaknya fenomena mudik secara sistemik mempunyai sisi

untung dan rugi. Keuntungan yang jelas adalah mudik merupakan

moda sosial-alternatif pemerataan sosial-ekonomi yang secara formal

dirasakan buntu. Orang mudik biasanya membawa cukup uang yang

dibelanjakan dan didistribusikan dikalangan keluarga dekat di

daerah. Mudik juga dapat dilihat sebagai bagian dari proses

reproduksi ekonomi yang berguna bagi warga Jakarta untuk

memulihkan enersi produktif (lihat Saunders 1995). Melalui mudik

modal sosial (jaringan ekonomi diantara anggota keluarga luas dan

kenalan) warga Jakarta dapat dipupuk. Kerugian sistemik adalah

terkait dengan masalah transportasi, keamanan, lingkungan, dan

ekonomi rumah tangga. Namun demikian, masalah ini dapat dilihat

36

Page 37: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

sebagai tantangan bagi negara untuk fasilitasi: 1) pengembangan

sistem transportasi cepat dan massal; 2) keamanan berbasis

kesejahteraan warga; 3) sistem keamanan sosial dan kerja termasuk

cuti. Melalui peran negara di atas, mudik akan menjadi perilaku

warga Jakarta yang nyaman dan berdimensi sosial-ekonomi rasional-

produktif.

Benarkah PK-5 Biang Kemacetan?

Kemacetan lalu-lintas di Jakarta sering terjadi. Telah banyak

diskusi dan seminar dilakukan. Namun masalah ini tidak pernah

dapat terselesaikan. Hal yang menarik adalah, beberapa fihak

terutama pemerintah, menjadikan PK-5 sebagai biang kerok

kemacetan lalu lintas. Atas nama kemacetan razia dan penertiban

PK-5 dilakukan. Tampaknya terdapat beberapa persepsi yang harus

diluruskan mengenai penyebab kemacetan yang sebenarnya dan

peranan PK-5 bagi kehidupan ekonomi kota Jakarta.

Tidaklah meragukan lagi, dampak dari kemacetan lalu-lintas

sangat luas dan kompleks. Kemacetan lalu lintas diyakini berkorelasi

positif dengan tingkat polusi udara. Kemacetan lalu lintas pun

diketahui berkaitan dengan produktivitas kota. Dapat dibayangkan

orang-orang di kota Tokyo, Hongkong, atau Singapura mampu

menyelesaikan transaksi tiga hingga lima kali per hari. Di Jakarta,

kita paling-paling hanya mampu menyelesaikan satu transaksi

karena dihadang kemacetan. Dampak lain masih banyak, misalnya

stress warga, kriminalitas, pemborosan, dan sebagainya.

Untuk kasus Jakarta tampaknya terdapat beberapa penyebab

kemacetan. Pertama adalah tingkat kepadatan kendaraan yang

terlampau tinggi. Perbandingan panjang jalan (5000 km) dengan

jumlah kendaraan (3 juta buah) diwakili oleh angka sangat tidak

masuk akal (Dikun 1996). Kedua adalah sistem infrastruktur

37

Page 38: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

transportasi yang tidak terintegrasi. Arus keluar masuk jalan tol

sering kali menimbulkan kemacetan lalu-lintas di seksi arteri atau

jalan dalam kota lainnya. Sementara itu, sistem pengaturan limpahan

arus lalu lintas di bagian persimpangan jalan belum tertata dengan

baik. Ketiga, sistem terminal dan parkir yang kacau. Penyebab lain

adalah banjir, unjuk rasa, kerusakan mesin, dan kecelakaan lalu

lintas.

Adalah menyesatkan apabila kita memasukan PK-5 sebagai

biang kemacetan. Memang PK-5 sering tampak memperparah

kemacetan yang terjadi di dekat pusat-pusat keramaian. Namun,

penyebab utamanya adalah tingkat kepadatan kendaran tinggi, parkir

kendaraan pribadi, dan sistem pengaturan lalu lintas yang kacau di

kawasan tersebut (Somantri 1997). Di negara-negara maju, pusat

keramaian dibebaskan dari lalu-lalang kendaraan beroda empat. Ia

dibiarkan menjadi zona pejalan kaki. Bahkan, di Eropa, Jepang, dan

Australia, PK-5 dapat beroperasi di kawasan ini dan menyemarakan

suasana kota.

Bagi kota Jakarta, keberadaan shadow economy seperti PK-5

adalah penting. Ia bukan saja menyediakan lapangan kerja alternatif

di tengah-tengah krisis ekonomi yang menghimpit. Namun, bertalian

dengan mekanisme ekonomi dari rumah tangga ketika berhadapan

dengan derasnya ekspansi pasar (Portes 1994: Evers 1991). Karena

alasan serupa pemerintah Bangkok pada tahun 1980-an membangun

kawasan PK-5 yang sangat luas di tengah kota. Kawasan ini menjadi

objek wisata dan belanja turis. Tampaknya kebijakan di atas perlu

ditiru di Jakarta dan menjadi imbangan “mimpi” dikembangkannya

kawasan perbelanjaan modern. Bahkan

Sementara itu, kemacetan lalu lintas perlu diatasi secara

istematis dan terintegrasi, mulai dari memperpanjang ruas jalan,

memperbaiki sistem jalan dan rambu lalu-lintas, menata sistem

parkir (vertikal), serta pengembangan moda transfortasi alternatif

ramah lingkungan. Hal yang tampaknya penting adalah

mengembangkan sistem dan moda transportasi modern yang efisien

38

Page 39: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

dan ramah lingkungan semisal kereta bawah tanah (mass rapid

transit), jalan susun tiga light rapid transit, tol dan arteri serta KRL

untuk akses dari dan ke daerah penyangga.

Menggagas Kementrian Jabotabek

1. Kawasan Jabotabek secara sosio-ekonomis terintegrasi.

Kawasan ini mendekati gambaran sebuah “megapolitan”, yaitu

gabungan atas beberapa kota metropolitan. Secara umum

sebuah kota metropolitan mencakupi keberadaan sebuah kota

utama dan sekurang-kurangnya satu kota satelit.

2. Dahulu, kita dapat memahami terdapat satu kota metropolitan

di Jabotabek, yaitu Jakarta. Kota utama Jakarta dikelilingi oleh

tiga kota “satelit” Bogor, Tangerang, dan Bekasi. Ketiga kota

“satelit” tersebut kini telah berkembang pesat menjadi kota

utama yang masing-masing mempunyai satelitnya sendiri. Jadi,

terdapat empat kota metropolitan kini di kawasan Jabotabek

yang secara sosiologis dan ekonomis membentuk Megapolitan

Jabotabek dibentuk dari integrasi empat kota metropolitan

Jakarta, Bogor, Bekasi, dan Tangerang.

3. Fenomena integrasi di atas membawa implikasi pada semakin

kompleksnya dimensi masalah kota dan pelayanan publik.

Misalnya, masalah banjir, kemacetan lalulintas, sampah, dan

lain-lain. Hal tersebut tidaklah mungkin ditangani pada lingkup

kewenangan dan kebijakan spesifik kota tersebut.

4. Tidaklah mengherankan manajemen kota acap menjadikan

parsialitas penanganan masalah kota sebagai kambing hitam

dari kegagalan mereka langkah mereka dalam mengatasi banjir,

tidak lancarnya mobilitas warga, dan sebagainya.

5. Dalam konteks ini mengemuka suatu ide untuk menyatukan

Jabotabek sebagai suatu kesatuan administrative politik

dibawah suatu kementrian. Apakah ide ini suatu solusi? Atau

39

Page 40: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

hanya sebuah langkah yang akan menambah runyamnya

persoalan?

6. Tampaknya tampa konsep dan persiapan yang matang hampir

dipastikan realisasi gagasan kementrian yang baru akan

menjadi asesori politik yang kurang berguna dan mahal

harganya.

7. Terdapat sekurang-kurangnya tiga keuntungan sosio-ekonomis

yang dapat diraih apabila gagasan tersebut terealisir. Pertama,

manajemen Jabotabek akan mempunyai payung politis yang

relatif kuat. Dengan meletakan manajemen kota dibawah

sebuah kementrian khusus, Jabotabek, terutama Jakarta,

dapat melepaskan diri segala kegamangan dan tumpang tindih

kewenangan dengan pemerintah pusat. Kedua, penanganan

masalah kota tidak terkotak-kotak oleh sekat administrasi

politik kota-kota yang melibatkan keperluan koordinatif dari

tiga propinsi yang berbeda. Ketiga, akan lahir suatu kekuatan

social-ekonomi yang luar biasa baik dari segi skala, dinamika,

maupun potensi pengembangan sebagai kawasan unggulan di

samping kawasan-kawasan lain.

8. Namun demikian, terdapat prasyarat yang apabila tidak

dipenuhi, akan berakibat pada tidak tercapainya harapan di

atas. Pertama adalah kepemimpinan dari “top-manajer”

Kementrian yang ditandai oleh ciri: full commitment,

mempunyai kemampuan manajemen komunikasi prima, kreatif

dan mempunyai naluri bisnis tinggi, mempunyai visi jauh ke

depan dengan orientasi pada tataran pergaulan bangsa yang

lebih luas, serta mempunyai keberanian dalam mengambil

terobosan-terobosan strategis.

9. Kedua, dilakukan pembenahan terlebih dahulu pada system

birokrasi di keempat kota Jabotabek, terutama DKI Jakarta.

Pembenahan administrasi dimulai dengan penataan system

administrasi keuangan dan akuntasi mulai dari unit terkecil

ditarik hingga tingkat “pusat”. Perlu identifikasi dan perumusan

40

Page 41: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

kembali operation line, menu system sekaligus komponen yang

diperlukan dalam rangka digitalisasi. Dengan demikian,

keempat kota secara administrasi keuangan akan rapih dan

bersih. Akuntabilitas, transparan dan efisiensi ditopang oleh

tampilan data yang bersifat real-time, on-line, serta diketahui

neraca harian, mingguan, serta bulanannya.

10.Core business Dari keempat kotaadalah pelayanan publik.

Dalam konteks ini perlu pula dilakukan penataan dalam format

yang kurang lebih sama. Sehingga, pelayanan yang berkualitas

dapat dihasilkan.

11.Dalam kondisi DKI Jakarta dan kota-kota lainnya yang secara

manajemen kota rapih seperti dikemukakan di atas sangat

produktif apabila dipersatukan dalam koordinasi suatu

kementrian. Kawasan ini akan menjadi motor luar biasa dari

proses perubahan birokrasi, ekonomi, dan social dari bangsa

ini.

Memerangi Korupsi

1) Terdapat ironi yang melekat dalam kehidupan intelektual kita.

Persoalan-persoalan besar seperti korupsi dalam masyarakat

ini tenggelam dalam saputan “kanibalisme intelektual”. Yaitu,

suatu wacana “semu” yang bersifat dangkal, involutif, dan jauh

dari pemecahan persoalan secara mendasar.

2) Hal di atas salah satunya bertalian dengan mandegnya tradisi

riset yang “serius”. Riset seperti ini, selain dilakukan secara

ekstensif dan komprehensif, juga mempergunakan perspektif

teoritis dan metodologis yang tepat. Artinya, riset tanggap akan

konteks masyarakat yang diteliti dan perkembangan ilmu yang

terjadi.

3) Ditengah mandegnya tradisi riset, hasil karya PSPK ini

41

Page 42: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

merupakan langkah yang patut diberi penghargaan. Terutama,

studi ini berusaha mempergunakan perspektif mutakhir dalam

melihat kompleks persoalan yang terjadi. Yaitu, ia

menggabungkan perspektif ekonomi politik dan kajian budaya.

Meskipun, dari segi penggunaan metode, masih merujuk

tradisi kualitatif-positivistik.

4) Beberapa kritik yang merupakan tantangan kedepan bagi kita

semua untuk mengembangkan riset lebih lanjut adalah sebagai

berikut.

5) Perspektif ekonomi politik disadari sebagai bagian

perkembangan mutakhir tradisi konstruktivis. Ciri yang umum

adalah daya kritis terhadap realitas. Ia menerima kapitalisme

sebagai kerangka besar kehidupan masyarakat manusia, juga

menerima “pencerahan” sebagai ruh dari “kemajuan” dan

“perkembangan”. Ia mempunyai keberpihakan pada “rakyat”

yang tertindas, agar mereka dapat mempunyai posisi lebih baik

dalam struktur kapitalistik yang tak terhindarkan.

6) Kajian budaya pada umumnya melihat realitas dalam posisi

yang berbeda: sebagai konstruksi lingistik. Faktor bahasa,

terutama bahasa pakai, adalah sangat penting. Namun, perlu

difahami di sini bahwa kajian budaya pada umumnya bersifat

dekonstruktivis. Mereka menolak, jika tidak melarang, ide

“pencerahan”. Mereka melihat realitas modern penuh dengan

hirarki sehingga perlu diruntuhkan. Apa yang mereka

namakan sebagai realitas baru, masyarakat posmo, tidak

dilihat sebagai kelanjutan histories masyarakat tradisional dan

modern, namun sebagai realitas alternatif-dekonstruktivis.

7) Ditengah dua tradisi di atas, terdapat kalangan

“rekonstruktivis”. Habermas termasuk diantaranya. Ia

mengkritik “pencerahan” dan modernitas, seperti halnya tradisi

filsafat Kartesian. Ia menelanjangi positivisme dengan daya

kritis “scientism”. Namun ia merasa tidak perlu menolak

“pencerahan”. Ia lebih setuju dengan “redirection” dari

42

Page 43: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

“pencerahan”.

8) Ketiga tradisi di atas membawa implikasi metodologis. Sebagai

contoh tradisi dekonstruktivis sangat lekat dengan

perkembangan di bidang metoda kualitatif (misalnya

semiologi), yang tidak memisahkan antar teori dan metode.

Metode tidak semata-mata instrumen pengumpulan data,

namun juga pisau analisa.

9) Jadi studi korupsi di masa dating memang baik melakukan

semacam penggabungan perspektif. Namun perlu disadari

posisi teoritis dan implikasi metodologis. Tentu saja terdapat

implikasi serius pada formulasi pemecahan masalah. Sebagi

contoh jika kajian budaya dilihat tidak pada tataran

“konvensional” tentunya akan merujuk pada peran media.

Dalam kaitan ini, media dapat dijadikan “alat” untuk

penyebarluasan ide-ide dan ideologi-ideologi (difahami sebagai

distorted language) anti korupsi. Di sinilah kita berbicara

memerangi korupsi dalam arti tepat.

43

Page 44: Kajian Sosiologis Fenomena Mudik - Website Staff UIstaff.ui.ac.id/system/files/users/gumilar.r09/publication/... · sosiologi perkotaan khususnya tentang Jakarta. Kertas kerja yang

44