Kajian Sanitasi Edit
-
Upload
septivirginthi024 -
Category
Documents
-
view
272 -
download
17
Transcript of Kajian Sanitasi Edit
KAJIAN SANITASI DAN HIGIENE TEKNOLOGI PENGOLAHANHASIL PERIKANAN DI DESA TANJUNG AGAS
KECAMATAN TANJUNG RAJA KABUPATEN OGAN ILIRSUMATERA SELATAN
Oleh
SEPTIVIRGIN WULANSARI
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA2011
KAJIAN SANITASI DAN HIGIENE TEKNOLOGI PENGOLAHANHASIL PERIKANAN DI DESA TANJUNG AGAS
KECAMATAN TANJUNG RAJA KABUPATEN OGAN ILIRSUMATERA SELATAN
Oleh
SEPTIVIRGIN WULANSARI(05071010024)
LAPORAN PRAKTIK LAPANGAN
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Perikanan
Pada
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANANFAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA2011
Laporan Praktik Lapangan
KAJIAN SANITASI DAN HIGIENE TEKNOLOGI PENGOLAHANHASIL PERIKANAN DI DESA TANJUNG AGAS
KECAMATAN TANJUNG RAJA KABUPATEN OGAN ILIRSUMATERA SELATAN
Oleh
SEPTIVIRGIN WULANSARI(05071010024)
telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
Indralaya, Maret 2011
P.S. Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya
Pembimbing Ketua Program Studi,
Siti Hanggita R.J.,S.TP,M.Si Rinto, S.Pi., M.PNIP. 198311282009122005 NIP. 197606012001121001
RINGKASAN
SEPTIVIRGIN WULANSARI. Kajian Sanitasi dan Higiene Teknologi
Pengolahan Hasil Perikanan di Desa Tanjung Agas Kecamatan Tanjung Raja
Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan (Dibimbing oleh SITI HANGGITA
R.J.,S.TP,M.Si).
Praktik lapangan ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji penerapan
sanitasi dan higiene pada proses produksi di Sentra Industri Rumah Tangga di
Desa Tanjung Agas Kecamatan Tanjung Raja. Kegiatan Praktek Lapangan ini
dilakukan di rumah produksi pengusaha kerupuk di Desa Tanjung Agas
Kecamatan Tanjung Raja Ogan Ilir Sumatera Selatan, dimulai pada tanggal
1 November sampai 1 Desember 2010.
Metodelogi yang digunakan adalah dengan mengumpulkan data primer
dan survey di lapangan mulai dari penerimaan bahan baku, proses pengolahan
sampai pada proses pengemasan. Adapun proses pembuatan kerupuk ikan adalah
sebagai berikut; 1. Pembuatan adonan, 2. Pencetakan, 3. Pengukusan,
4. Penjemuran, 5. Penggorengan dan 6. Pengepakan yang masing-masing
dikerjakan dengan sanitasi dan higiene.
Pengambilan bahan baku ikan dilakukan setiap pagi dalam keadaan sudah
digiling dan telah dibungkus dengan plastik yang telah dilapisi es. Dalam tindakan
sanitasi dan higienenya, tidak ada perlakuan yang khusus karena tidak ada limbah
berbahaya yang dihasilkan sehingga bahan baku bisa langsung diolah.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 15 September 1989 di Palembang.
Merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Orang tua bernama Apriadi dan
Susilawati.
Pendidikan taman kanak-kanak diselesaikan pada tahun 1995 di Taman
Kanak Aisyah Baturaja. Sekolah Dasar pada tahun 1995-2001 di SD Negeri 2
Baturaja, sedangkan pada Sekolah Menengah Pertama penulis pernah bersekolah
di SMP Negeri 1 Baturaja selama 2 tahun pada tahun 2001-2003, menginjak tahun
ketiga penulis bersekolah di SMP Negeri 3 Prabumulih dan menyelesaikan
Sekolah Menengah Pertamanya pada tahun 2004. Pada tahun 2004-2007
bersekolah di SMA Negeri 2 Prabumulih. Penulis tercatat sebagai mahasiswa di
Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas
Sriwijaya sejak Agustus 2007 sampai sekarang. Penulis selama menjadi
mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan juga pernah di percayai menjadi asisten
praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan pada tahun 2010-2011,
Perencanaan Industri Hasil Perikanan pada tahun 2010-2011, Teknologi Industri
Tumbuhan Laut pada tahun 2010-2011, dan Penilaian Indrawi pada tahun 2011-
2012.
Penulis juga pernah menjadi peserta lomba Karya Tulis Ilmiah Berbasis
PKM di Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya pada tahun 2010. Tergabung
dalam ikatan mahasiswa THI pada tahun 2007-2011. Menjadi sekretaris
Kewirahusahaan THI pada tahun 2010-2011. Pernah mengikuti kegiatan EKSIS
(Ekspresikan Islam Mu) pada tahun 2008 dan seminar Ilmiah Nasional pada tahun
2011.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
laporan praktik lapangan yang berjudul “Kajian Sanitasi dan Higiene Teknologi
Pengolahan Hasil Perikanan di Desa Tanjung Agas Kecamatan Tanjung Raja
Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan “.
Laporan praktik lapangan ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi Hasil
Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.
Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Ir. Imron Zahri, M.S selaku Dekan Fakultas Pertanian
Universitas Sriwijaya.
2. Bapak Rinto, S.Pi. M.P sebagai Ketua Program Studi Teknologi Hasil
Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.
3. Bapak Agus Supriadi, S.Pt. M.Si selaku Pembimbing Akademik yang juga
telah banyak sekali memberikan arahan.
4. Ibu Siti Hanggita R.J.,S.TP,M.Si selaku dosen pembimbing, atas segala
bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis dalam penulisan
laporan praktik lapang ini.
5. Ibu Susi Lestari, S.Pi. M.Si, Ibu Dr. Ir Kiki Yulianti M.Sc, Ibu Indah
Widiastuti, S.Pi. M.Si, Bapak Herpandi, S.Pi. M.Si, Bapak Ace Baehaki,
S.Pi, M.Si, Ibu Rodiana Nopianti, S.Pi. M.Sc, Bapak Budi Purwanto, S.Pi,
Ibu Shanti Dwita Lestari, S.Pi, Ibu Dian Wulansari, S.TP. M.Si., yang telah
banyak memberikan pengarahan.
6. Bapak Parahidin selaku Kepala Desa yang telah memberikan kesempatan dan
bantuan kepada penulis selama melakukan praktik lapangan di Desa Tanjung
Agas Kecamatan Tanjung Raja.
7. Seluruh pengusaha kerupuk di Desa Tanjung Agas yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu. Terima kasih, atas semua bantuan dan waktu yang
telah diberikan kepada penulis.
8. Kedua orang tua dan saudara-saudaraku (kak yudi, d’lia, d’anis, dan d’putri)
yang telah banyak memberikan dukungan dan doa yang tiada henti-hentinya
agar selalu dalam perlindungan Tuhan Yang Maha Esa.
9. Teman-teman seperjuangan yang telah bersama-sama saling mendukung,
menjaga kekompakan dan bekerja sama selama dalam pelaksanaan praktik
lapangan sampai akhirnya laporan ini terselesaikan (YKDES). Semoga
kekompakan kita ini tidak hanya sampai disini saja kawan dan tetap akan
terus berlanjut sampai kapanpun. Amin.
10. Keluarga besar Teknologi Hasil Perikanan angkatan 2007, terimakasi yang
teramat dalam untuk kalian semua saudara-saudara ku Dini, Yaya, Yuni, Ayu,
Puput, Icha, Pipi, Yanti, Erma, Meka, Kiki, Yoedy, Damai, Eka, Awan,
Rosidin, Toni, Rio, Amri, Qodri, Anton, dan Agus yang telah bersama-sama
memberikan banyak dukungan, semangat dan masukkan. Semoga
kebersamaan ini akan tetap selalu terjalin walau dibatasi oleh waktu dan
ruang.
Penulis menyadari di dalam penulisan laporan praktik lapangan ini
masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis sangat mengharapkan saran
dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan praktik lapangan
ini. Pada akhirnya penulis berharap laporan praktik lapangan ini dapat bermanfaat
bagi semua pihak yang memerlukannya.
Indralaya, Maret 2011
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI.................................................................................................................x
DAFTAR GAMBAR..................................................................................................xii
DAFTAR TABEL.....................................................................................................xiii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...............................................................................................1
B. Tujuan.............................................................................................................2
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerupuk ..........................................................................................................3
B. Bahan Tambahan.............................................................................................5
C. Sanitasi dan Higiene........................................................................................8
1II. PELAKSANAAN PRAKTIK LAPANGAN
A. Tempat dan Waktu ......................................................................................15
B. Metodologi ..................................................................................................15
IV. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TANJUNG RAJA
A. Letak Geografis dan Luas Wilayah .............................................................16
B. Keadaan Alam .............................................................................................16
C. Keadaan Penduduk ......................................................................................17
D. Keadaan sosial .............................................................................................18
E. Keadaan Ekonomi .......................................................................................19
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Sanitasi dan Higiene Bahan Baku dan Bahan Pembantu..............................20
B. Sanitasi dan Higiene Proses Produksi Kerupuk............................................21
C. Sanitasi dan Higiene Peralatan......................................................................26
D. Sanitasi dan Higiene Pekerja.........................................................................27
E. Sanitasi dan Higiene Lingkungan..................................................................27
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan .................................................................................................29
B. Saran .............................................................................................................29
DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Pembuatan Adonan ...............................................................................................32
2. Mencetak Adonan .................................................................................................32
3. Pengukusan ...........................................................................................................33
4. Penjemuran Kerupuk Dibawah Sinar Matahari ....................................................33
5. Pengorengan Kerupuk............................................................................................34
6. Pengepakan ...........................................................................................................34
7. Kerupuk yang Telah Dikemas...............................................................................34
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Komposisi Kerupuk Ikan dan Udang........................................................................4
2. Komposisi Zat Gizi Tapioka ....................................................................................6
3. Syarat Mutu Garam Dapur Menurut SNI..................................................................7
.........................................................................................................................................
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ikan merupakan bahan makanan yang cepat mengalami proses
pembusukan karena kadar air yang tinggi menyebabkan bakteri berkembang biak
secara cepat. Setelah ikan mati, maka terjadi perubahan-perubahan yang
disebabkan adanya aktivitas enzim, kimiawi dan bakteri. Jika perubahan tidak
dikendalikan makan akan terjadi proses pembusukan. Proses pembusukan inilah
yang dapat menghambat usaha pemasaran hasil perikanan dan tidak jarang
menimbulkan kerugian besar, terutama pada saat produksi ikan melimpah. Karena
itulah sejak dahulu masyarakat telah berusaha melakukan berbagai cara
pengawetan ikan untuk mencegah pembusukan dan memperpanjang masa simpan
(Afrianto, 1989 dalam Sari, 2006).
Proses pengolahan dan pengawetan ikan merupakan bagian penting dari
mata rantai industri perikanan. Tanpa adanya proses tersebut, usaha peningkatan
produksi perikanan akan menjadi sia-sia karena tidak seluruh total produksi
perikanan dapat dimanfaatkan dengan baik. Secara tradisional pengawetan ikan
dilakukan dengan cara penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan,
peragian, dan pendinginan ikan. Usaha pengawetan ikan ini tidak hanya sebatas
pada pengolahan menjadi produk yang masih berbentuk ikan tetapi juga
pengolahan menjadi bentuk lain setelah dicampur dengan bahan-bahan lain
(Afrianto, 1989 dalam Sari, 2006).
Salah satu makanan hasil olahan dari ikan adalah kerupuk ikan. Produk
makanan kering dengan bahan baku ikan dicampur dengan tepung tapioka ini
sangat digemari masyarakat. Makanan ini sering digunakan sebagai pelengkap
ketika bersantap ataupun sebagai makanan ringan. Makanan ini menjadi
kegemaran masyarakat dikarenakan rasanya yang enak, gurih dan ringan. Selain
rasa yang enak tersebut, kerupuk ikan juga memiliki kandungan zat-zat kimia
yang diperlukan oleh tubuh manusia (Kangisa, 2010).
Untuk tetap menjaga agar kerupuk ikan tidak mengalami penurunan mutu,
hal yang perlu di perhatikan adalah aspek sanitasi dan higiene bahan baku selama
proses produksi. Pengertiannya sendiri menurut Pambayun et al (2001), sanitasi
adalah pencegahan penyakit dengan menghilangkan atau mengatur faktor
lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut.
Sedangkan, higiene adalah suatu keadaan dimana terbebas dari mikroorganisme.
Higiene harus selalu diperhatikan, mulai dari pemeliharaan peralatan, penerimaan
bahan baku, sampai kepada produk tersebut siap untuk dikonsumsi harus dalam
keadaan bersih. Pelaksanaan sanitasi dan higiene bertujuan untuk menghasilkan
produk akhir yang bermutu baik serta aman untuk dikonsumsi.
B. Tujuan
Praktik lapang ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji penerapan
sanitasi dan higiene pada proses produksi di Sentra Industri Rumah Tangga di
Desa Tanjung Agas Kecamatan Tanjung Raja, Kabupaten Ogan Ilir Sumatera
Selatan.
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Kerupuk
Kerupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan tepung tapioka
dicampur bahan perasa seperti udang atau ikan. Kerupuk dibuat dengan mengukus
adonan sebelum dipotong tipis-tipis, dikeringkan di bawah sinar matahari dan
digoreng dengan minyak goreng yang banyak. Kerupuk bertekstur garing dan
sering di jadikan pelengkap untuk berbagai makanan Indonesia seperti nasi goreng
dan gado-gado (Anonim, 2007).
Menurut Kangisa (2010), kerupuk biasanya dijual di dalam kemasan yang
belum digoreng, dengan beragam jenis. Kerupuk udang dan kerupuk ikan adalah
jenis kerupuk yang paling umum dijumpai di Indonesia. Kerupuk berharga murah
atau kerupuk aci atau kerupuk melarat hanya di buat dari adonan sagu di campur
garam, bahan pewarna makanan, dan penyedap. Kerupuk kulit atau kerupuk ikan
biasanya yang sulit mengembang ketika digoreng, perlu digoreng sebanyak
duakali.
Kerupuk perlu digoreng terlebih dahulu dengan minyak goreng bersuhu
rendah sebelum di pindahkan kedalam wajan berisi minyak goreng panas. Jenis
kerupuk yang lain seperti kerupuk kemplang, kerupuk gendar, kerupuk jengkol,
kerupuk sanjai, kerupuk bawang putih, kerupuk rengginang, dan kerupuk susu
yang bisa menjadi alternatif cemilan sehat (Ifah, 2006).
Usaha kerupuk ikan dapat dilakukan oleh industri besar-menengah bahkan
industri kecil rumah tangga karena proses pembuatannya yang sangat mudah.
Jenis usaha kerupuk dapat dibedakan menjadi dua yaitu usaha kerupuk dengan
bahan baku tepung tapioka dengan ikan/udang dan usaha kerupuk dengan bahan
baku utama tepung saja (baik tepung tapioka, tepung gaplek atau tepung lain tanpa
campuran ikan/udang). Jenis kerupuk dengan bahan baku tepung diantaranya
adalah kerupuk kasandra dengan bahan baku hanya tepung tapioka, kerupuk puli
dengan bahan baku tepung tapioka yang dicampur dengan tepung terigu dan
kerupuk impala dengan bahan baku tepung tapioka yang dicampur dengan tepung
gaplek (Hernanto, 1989).
Komposisi bahan sendiri beserta pengolahannya akan sangat
mempengaruhi kualitas kerupuk, di mana komposisi bahan ini juga
mempengaruhi pengembangan pada kerupuk tersebut. Secara umum bahan baku
yang digunakan adalah tepung tapioka, sedangkan bahan tambahannya dapat
berupa ikan atau udang, telur atau susu, garam, gula, air dan bumbu yang terdiri
dari bawang merah, bawang putih, ketumbar dan sebagainya. Jumlah dan jenis
bumbu yang digunakan tergantung pada selera masing-masing (Kangisa, 2010).
Komposisi zat-zat kimia dalam kerupuk disajikan dalam Tabel 1. berikut :
Tabel 1. Komposisi Kerupuk Ikan dan Udang (per 100 gram)
Komponen Kerupuk Ikan Kerupuk UdangKarbohidrat 65,6 % 68 %Air 16,6 % 12 %Protein 16 % 17,2 %Lemak 0,4 % 0,6 %Kalsium 2 % 332 %Fosfor 20 % 337 %Besi 0,1 % 1,7 %Vitamin A 0 % 50 %
Vitamin B - 0,04 %Sumber: www.ristek.go.id
Setiap pengusaha tidak hanya memproduksi satu jenis kerupuk saja.
Alasan dari memproduksi lebih dari jenis kerupuk ini adalah bahwa pada
prinsipnya proses pembuatan kerupuk hampir sama sehingga mesin-mesin yang
sama bisa digunakan juga untuk memproduksi jenis yang lain. Mesin yang perlu
ditambahkan adalah mesin pencetak yang sesuai dengan bentuk kerupuk yang
diproses. Usaha dengan jenis produksi lebih dari satu juga akan membantu
produsen dalam variasi produksi sehingga kerugian bisa diminimalisir
(Hernanto, 1989).
B. Bahan Tambahan
Menurut Winarno (1997) dalam Sari (2006), bahan tambahan adalah bahan
yang sengaja ditambahkan atau diberikan dengan maksud dan tujuan tertentu.
Misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, untuk
mengendalikan keasaman dan kebasaan serta kemantapan bentuk dan rupa.
Berikut bahan tambahan yang digunakan untuk membuat kerupuk ikan
antara lain tepung tapioka, garam, dan air.
1. Tepung Tapioka
Tapioka adalah salah satu hasil olahan dari singkong. Tapioka berbentuk
butiran pati yang banyak terdapat dalam sel umbi singkong. Pati didefinisikan
sebagai homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Butir yang disebut
glanula pati terdiri dari dua fraksi polimer, yaitu amilosa dan amilopektin.
Amilosa dan amilopektin didistribusikan kedalam butir pati dan berkaitan satu
sama lain dengan ikatan hidrogen. Amilosa berantai lurus dari unit–unit glukosa
dengan ikatan α-1,4 sedangkan amilopektin merupakan polimer bercabang dari
unit–unit glukosa dengan ikatan α-1,4 dan α-1,6. Selain amilosa dan amilopektin,
di dalam pati terdapat komponen intermediet seperti lipid dan protein
(Winarno, 1997 dalam Sari, 2006).
Penambahan bahan pengikat pada suatu produk emulsi bertujuan untuk
memperbaiki elastisitas dari produk akhir. Tapioka mempunyai kandungan pati
yang tinggi dan mempunyai sifat yang mudah mengembang dalam air panas
sehingga dapat menghasilkan kekentalan yang dikehendaki. Tapioka mengandung
17 % amilosa dan 80 % amilopektin, sisanya merupakan material lipid dan protein
(Winarno, 1997 dalam Sari, 2006).
Tapioka banyak dipergunakan sebagai bahan baku pengolahan pangan
karena mudah diperoleh dan tersedia dalam jumlah yang cukup. Menurut Biro
Pusat Statistik (1989) dalam Madhar et al. (1992), produk ubi kayu per tahun rata-
rata 16 juta ton tapioka.
Table 2. Komposisi zat gizi tapioka
Komposisi JumlahKalori (Kkal) 362 Protein (g) 0,7Lemak (g) 0,2Karbohidrat (g) 84,7Air (g)Kalsium (mg)Fosfor (mg)
141113
Besi (mg)Vitamin B1 (mg)
0,9 0,01
Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1996)
2. Garam
Garam berfungsi untuk memberikan flavor, mengawetkan dan terutama
untuk melarutkan protein yaitu protein miosin sebagai emulsifier utama dan
mempertinggi daya ikat air. Garam dapur dan garam alkali posfat secara bersama–
sama berpengaruh terhadap kenaikan pH, pengembangan volume, stabilitas dan
WHC (Water Holding Capacity) daging. Garam ini berperan dalam memisahkan
logam–logam berat dan ion–ion Ca dalam daging serat memecahkan aktomiosin
menjadi aktin dan miosin. Garam alkali posfat juga berfungsi sebagai penahan
warna, mengurangi penyusutan pemasakan, menstabilkan emulsi dan
mempengaruhi penyebaran lemak (Winarno, 1997 dalam Sari, 2006).
Menurut Winarno (1997) dalam Sari (2006), garam khususnya garam
dapur (NaCl) merupakan komponen bahan makanan yang penting. Makanan yang
kurang mengandung garam kurang dari 0,3% akan terasa hambar sehingga tidak
disenangi. Garam (NaCl) juga membantu mempertahankan tekanan osmotik, di
samping juga membantu keseimbangan asam dan basa. Natrium bersama kalsium,
magnesium serta kalium dalam cairan ekstraselluler mempunyai reaksi alkalis,
sedangkan klorida bersama phospat, karbonat, sulfat, asam-asam organik dan
proteinnya mempunyai reaksi asam.
Tabel 3. Syarat mutu garam dapur menurut SNIKomponen Jumlah
Kadar NaCl (%) 98-99Kadar air (%) maks 0,1Timbal (%) maks 0,05pH 5-8
Brom (%) maks 0,1Iodium (%) maks 0,05Magnesium (%) maks 0,01
Sumber : Departemen Perindustrian (1990)
3. Air
Air menurut Buckle et al. (1985), merupakan suatu kebutuhan yang tidak
dapat ditinggalkan untuk kehidupan manusia. Analisis kimia dalam pengujian
persediaan air sangat berguna dalam banyak hal. Air yang berhubungan dengan
hasil-hasil industri pengolahan pangan harus memenuhi standar mutu yang
diperlukan untuk minum atau air minum. Industri pengolahan pangan perlu
mengembangkan syarat-syarat mutu air khusus untuk mencapai hasil-hasil
pengolahan yang memuaskan.
Dalam pembuatan kerupuk kemplang ikan dibutuhkan air. Air yang
digunakan berfungsi sebagai bahan tambahan dalam proses pencampuran tapioka
dan garam. Air juga digunakan dalam pengukusan adonan yang sudah berbentuk
lenjeran pempek. Oleh karena itu, dibutuhkan air yang bersih sesuai dengan
standar mutu air untuk pengolahan pangan. Syarief dan Irawati (1988),
menyatakan bahwa syarat yang digunakan yaitu tidak berwarna, tidak berbau,
jerni, tidak mempunyai rasa, dan tidak mengganggu kesehatan.
D. Sanitasi dan Higiene
Higiene dalam industri pangan adalah subjek yang mempunyai cakupan
luas, bertujuan untuk mempelajari metode-metode untuk preparasi, produksi,
bahkan sampai pada perhidangan makanan diusahakan dalam keadaan bersih.
Implementasi dari makanan bersih, berarti aman dari berbagai kontaminasi
sehingga bahan pangan yang dihasilkan berkualitas baik. Untuk mencapai
keadaan ini, tidak hanya penanganan yang tepat dari setiap jenis bahan pangan
dan juga semua peralatan yang digunakan dalam preparasi, penyediaan dan
konsumsi tetapi juga perhatian dalam hal perlakuan-perlakuan dan
pengolahannya, mulai dari preparasi sampai pengemasan (Pambayun et al., 2001).
Sedangkan sanitasi adalah suatu tindak kegiatan atau kreasi yang
mengarah pada pemeliharaan kondisi sehat. Kondisi yang dimaksud, meliputi
kondisi bukan hanya bebas kontaminan yang dapat menyebabkan keadaan sehat,
tetapi juga bebas dari berbagai faktor yang mengacu keadaan tidak sehat, seperti
kondisi tempat kerja yang memacu terjadinya penyakit akibat kerja
(Pambayun et al., 2001).
Ada dua jenis pencemaran pada bahan pangan yang meliputi pencemaran
primer dan pencemaran skunder. Pencemaran primer terjadi sebelum pemanenan,
selama pengolahan, pemasaran atau persiapan oleh konsumen. Pencemaran
skunder terjadi karena kebiasaan pribadi pekerja dan konsumen dalam mengolah
bahan baku. Dalam suatu perusahaan perencanaan infrastruktur meliputi tata
ruang pengolahan, pembangunan, alat-alat pengolahan dan tata letak bangunan
harus memenuhi standar sanitasi yang berlaku agar dapat menjaga keamanan
bahan pangan dan meningkatkan efisiensi produktivitas serta menjaga
keselamatan kerja (Buckle et al., 1997).
Penerapan sanitasi dan higiene yang tepat sangat penting untuk
memelihara keamanan dan kualitas produk pangan. Kurangnya praktek-praktek
saniter dan higienis dalam industri pangan dapat menyebabkan terciptanya pangan
sumber penyakit yang membahayakan kesehatan konsumen, atau paling tidak
menfasilitasi terciptanya pangan yang menyebabkan nilai estetika konsumen
terlanggar (Pambayun et al., 2001). Begitu juga untuk para pengusaha kerupuk,
kedua akibat ini harus dihindari agar usaha yang telah dibanggun tetap terjaga.
Pencegahan kontaminasi, baik kontaminasi tanah, bahan sisa pungutan
hasil, benda-benda asing, bahan kimia, dan mikrobia, dapat dilakukan dengan
pengendalian terhadap beberapa hal. Aspek-aspek sanitasi dan higiene yang perlu
diperhatikan dalam industri kerupuk adalah sebagai berikut:
1. Sanitasi dan higiene bahan baku
Bahan dengan higienis dan saniter. Penanganan bahan, baik bahan baku,
bahan bantu, produk, maupun limbah, yang terjadi selama preparasi, pengolahan
dan penepakan harus dilakukan sesuai dengan norma-norma higiene dan sanitasi.
Contoh, hindari langsung kontak antara tangan atau anggota badan lainnya dengan
bahan.
Sanitasi dan higiene merupakan bagian dari proses pengurangan kerusakan
yang diakibatkan oleh mikrobia yang mungkin lebih berbahaya dampaknya
daripada kerusakan yang diakibatkan oleh kemunduran mutu saja. Dengan
demikian sanitasi merupakan bagian yang sangat penting dalam menentukan
kualitas produk yang akan dihasilkan (Pambayun et al., 2001).
Untuk mendapatkan bahan baku yang berkualitas tinggi perlu diketahui
syarat bahan baku yang baik. Menurut Departemen Perikanan dan Kelautan
(2003), syarat bahan baku yang baik adalah sebagai berikut :
a. Unit pengolahan dilarang mengolah produk perikanan yang berasal dari
tangkapan di wilayah perairan tercemar. Perairan yang tercemar adalah
perairan yang mengalami kontaminasi oleh bahan yang dapat menimbulkan
penyakit. Bahan-bahan tersebut meliputi kotoran, bibit penyakit dan mikroba.
b. Produk perikanan harus bersih, segar, bebas dari bau yang menandakan
kebusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan serta berbagai faktor
yang menandakan penurunan mutu.
2. Sanitasi alat dan lingkungan
Unit pengolahan dan semua peralatan serta perlengkapan pembantu yang
dipergunakan dalam operasi pengolahan juga harus selalu mendapatkan perhatian,
perawatan, dan perbaikan agar selalu bersih dan saniter. Dengan demikian, unit
pengolahan beserta peralatan dan perlengkapan yang dipergunakan bukanlah
merupakan sumber penularan bagi produk yang diolah. Peralatan dan
perlengkapan pembantu yang bersentuhan dengan bahan yang diolah, kecuali
terhadap produk akhir yang dikemas, harus selalu dibersihkan dan didesinfeksi
sekurang-sekurangnya satu kali dalam satu gilir kerja, kemudian dikeringkan dan
disimpan dengan cara saniter untuk digunakan keesokkan harinya.
Udara tidak memiliki flora mikroba alamiah, tetapi partikel-partikel debu
atau tetesan air yang terdapat dalam udara dapat membawa mikroba. Udara dapat
bertindak sebagai tempat persediaan kontaminan. Jenis dan jumlah mikroba yang
ada dalam udara sangat bervariasi tergantung lokasi dan musim hujan apat
menghilangkan organisme dalam udara (Jenie, 1988).
Kondisi udara di daerah persiapan makanan tergantung banyak faktor
adanya debu, tetesan air dan pergerakan udara yang terbawa oleh gerak angin dari
ventilasi atau manusia yang bergerak. Tetesan air dari orang-orang yang
berbicara, batuk atau bersin dapat memberi mikroba dalam udara. Penyakit khas
yang dipindahkan oleh udara adalah influenza dan penyakit pernapasan. Telah
diketahui bahwa bakteri dapat disebar malalui batuk dan bersin dalam jarak yang
cukup jauh yaitu hingga 4,5 meter (Jenie, 1988).
Halaman dan lantai yang mengelilingi dan yang berada di bawah
pengawasan unit pengolahan harus dipelihara kebersihannya. Lantai yang
digunakan untuk pekerjaan basah harus selalu bersih, dicuci, dan disemprot air
selama periode kerja serta didesinfeksi setiap hari pada saat mulai dan selesai satu
gilir kerja.
3. Kebersihan Para Pekerja
Pekerja harus selalu bekerja secara higiene dan saniter pada setiap lini
proses. Penyadaran dan pelatihan pekerja agar memahami arti penting higiene dan
sanitasi di setiap bidang pekerjaan.
Dalam upaya menciptakan kondisi sanitasi yang baik pada pengolahan
makanan diperlukan beberapa jenis bahan yang dapat digunakan sebagai alat
pembersih. Proses pembersihan dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa
makanan, sumber zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroorganisme.
Selain itu proses pembersihan juga dapat menghilangkan sebagian besar populasi
mkroorganisme, melalui kerja fisik dari pencucian dan pembilasan. Oleh karena
itu proses pembersihan harus dilakukan sedemikian rupa agar efektif dalam
mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme. Faktor-faktor yang sangat
berpengaruh dalam keberhasilan proses pembersihan adalah sifat permukaan yang
kontak dengan sisa makanan. Permukaan benda yang tidak dapat ditembus,
misalnya baja tahan karat (stainless steel) akan lebih mudah dibersihkan dari pada
permukaan benda berpori-pori, misalnya kayu (Relka, 2009).
Faktor lain yang berpengaruh terhadap proses dan prosedur pembersihan
adalah jenis sisa makanan yang harus dibersihkan. Sisa makanan yang banyak
mengandung lemak dapat dibersihkan dengan bantuan air panas dan sabun, atau
dengan menggunakan bahan pelarut lemak, misalnya alkohol dengan kadar 70%.
Bahan berprotein dapat dibersihkan melalui proses peptidasi menggunakan bahan
pengoksidasi seperti klorin. Pemahaman mengenai kesesuaian antara bahan
pembersih dengan materi yang akan dibersihkan akan sangat membantu upaya
meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pembersihan (Relka, 2009).
4. Sanitasi air
Air merupakan pembawa penyakit yang lebih banyak dibandingkan
makanan. Kebutuhan air umumnya diambil dari air permukaan. Air ini perlu
diberi perlakuan untuk menghilangkan bahan-bahan limbah serta menghilangkan
bahan-bahan limbah serta menghilangkan dan mengontrol kontaminasi.
Penanganan air seperti yang disebutkan di atas sudah cukup memuaskan
untuk tujuan umum seperti konsumsi, persiapan makanan dan proses-proses
pembersihan. Akan tetapi untuk pembersihan makanan yang terkontaminasi berat
dengan kotoran dan mikroba, pembersihan dengan air minum saja tidak cukup.
Misalnya kacang-kacang yang terkontaminasi berat dengan tanah, air minum
dapat menghilangkan tanah, tetapi sejumlah mikroba masih tetap tertinggal.
Untuk ini perlu konsentrasi klorin yang agak tinggi dalam air pencucian tersebut,
karena klorin langsung terserap oleh bahan-bahan organik dan menjadi tidak
efektif untuk membunuh sel-sel mikroba. Oleh karena itu konsentrasi klorin perlu
di tambah agar cukup bereaksi dengan tanah (Jenie, 1988).
Sanitasi air yang dilakukan harus memenuhi persyaratan yaitu kontaminasi
secukupnya dihilangkan dan bahan-bahan kimia secukupnya ditambahkan untuk
membuat air tidak berbahaya terhadap kesehatan manusia. Salah satu hal yang
menguntungkan adalah sifat air yang sedemikian rupa sehingga walaupun
terkontaminasi berat dengan kotoran. Air ini selalu dapat dibersihkan dan dibuang
aman untuk penggunaan manusia (Jenie, 1988).
III. PELAKSANAAN PRAKTIK LAPANGAN
A. Tempat dan Waktu
Kegiatan Prakteik Lapangan ini dilakukan di rumah produksi pengusaha
kerupuk di Desa Tanjung Agas Kecamatan Tanjung Raja Ogan Ilir Sumatera
Selatan, dimulai pada tanggal 1 November sampai 1 Desember 2010.
B. Metode Pelaksanaan
Metode yang digunakan dalam praktik lapangan ini adalah metode survey.
Dimana metode survey adalah metode yang menggambarkan secara langsung
keadaan suatu objek dan tidak dimaksudkan untuk mengambil dan menarik suatu
kesimpulan. Data yang diambil adalah data primer dan data sekunder.
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh dari sumbernya secara langsung
dengan melakukan pengamatan dan pencatatan hasil observasi, wawancara dan
partisifasi secara langsung.
2. Data Sekunder
Data sekunder dilakukan dengan melakukan studi literatur atau data yang
didapat secara tidak langsung oleh sumber. Dalam hal ini data di dapatkan dari
pustaka, laporan serta data dari informasi masyarakat dan instansi terkait.
IV. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TANJUNG RAJA
A. Letak Geografis dan Luas Wilayah
Secara geografis Kecamatan Tanjung Raja terletak 100o–106° Bujur
Timur dan 3° Lintang Selatan. Luas Wilayah Kecamatan Tanjung Raja secara
keseluruhan meliputi 7.941 ha atau 70,41 Km2. Batas-batas administratif
Kecamatan Tanjung Raja adalah sebagai berikut : Sebelah Utara berbatasan
dengan Kecamatan Rantau Panjang. Sebelah Selatan berbatasan dengan
Kecamatan Rantau Alai. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tanjung
Batu. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Sungai Pinang Kecamatan
Tanjung Raja terdiri dari 19 Desa, wilayah desa yang paling luas adalah Desa
Siring Alang 7,1 Km2 dan yang paling kecil adalah Desa Tanjung Raja 2,5 Km2.
dan wilayah adminitrasi Kecamatan Tanjung Raja terdiri dari 15 Desa dan 4
Kelurahan (Tanjung Raja, Tanjung Raja Barat, Tanjung Raja Timur, dan Tanjung
Raja Utara). Transportasi yang digunakan dari desa ke ibu kota kecamatan,
sebagian besar ditempun melalui jalan darat.
B. Keadaan Alam
Iklim dan Curah hujan Kecamatan Tanjung Raja merupakan daerah yang
mempunyai iklim tropis basah dengan musim kemarau berkisar antara bulan Mei
sampai dengan bulan Oktober, sedangkan musim hujan berkisar antara bulan
November sampai dengan bulan April, sedangkan musim kemarau berkisar antara
bulan Mei sampai bulan Oktober. Curah hujan disuatu wilayah dipengaruhi oleh
keadaan iklim, topografi dan perputaran/pertemuan arus udara. Hidrolog di
Kecamatan Tanjung Raja mengalir sungai besar yaitu Sungai Ogan yang mengalir
mulai dari Kecamatan Muara Kuang dan bermuara di Sungai Musi di Kecamatan
Kertapati–Palembang yang lebih dikenal dengan Muara Ogan. Adat istiadat
penduduk Kecamatan Tanjung Raja sebagian besar merupakan suku pegagan,
dimana bahasa sehari-hari yang digunakan umumnya adalah bahasa pegagan.
Sedangkan sebagian lainnya merupakan penduduk daerah lain yang telah lama
menetap di Kecamatan Tanjung Raja.
C. Keadaan Penduduk
Pola penyebaran penduduk ditunjukkan dengan banyaknya jumlah
penduduk per kelurahan dan besarnya angka kepadatan penduduk per kelurahan.
Terlihat bahwa pola penyebaran penduduk kurang merata. Distribusi penduduk
lebih cenderung mengarah ke arah pusat kota. Jumlah penduduk wilayah
Kecamatan Tanjung Raja pada tahun 2006 berjumlah 38.893 jiwa terdiri dari
19.205 jiwa laki-laki dan 19.688 jiwa perempuan, sedangkan pada tahun 2007
jumlah penduduknya 39.414 jiwa terdiri dari 19.222 jiwa laki-laki dan 20.192
jiwa perempuan. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kelurahan Tanjung Raja
yang berjumlah 5.200 jiwa dan jumlah penduduk terendah di desa Tanjung
Harapan sebanyak 889 jiwa.
D. Keadaan Sosial
Pada tahun 2006, untuk jenjang pendidikan dasar di Kecamatan Tanjung
Raja terdapat 28 SD Negeri yang tersebar hampir diseluruh desa/kelurahan,
dengan jumlah guru dan murid masing-masing sebanyak 285 dan 4.910 orang.
Untuk jenjang pendidikan menengah pertama, sudah tersedia 3 SMP Negeri dan
sekolah islam yang dikenal dengan Madrasyah Tsanawiyah (MTs) yang terdiri
dari 1 MTs Negeri dan 2 MTs Swasta. Sekolah Menengah Umum di Kecamatan
Tanjung Raja ada 6 sekolah, 2 diantaranya negeri dan sisanya swasta.
Faktor kesehatan penduduk juga salah satu modal penting bagi
pembangunan daerah, karena aspek kesehatan sangat berpengaruh terhadap
kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku pembangunan. Kesehatan juga
merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki
peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Hampir di setiap
desa/kelurahan di Kecamatan Tanjung Raja terdapat Tenaga dan Sarana
Kesehatan.
Penduduk di Kecamatan Tanjung Raja sebagian besar yaitu 99,8 persen
merupakan pemeluk agama Islam. Sebanyak 0,2 persen sisanya merupakan
pemeluk Protestan, Katholik dan Hindu. Jumlah tempat ibadah yang ada di
Kecamatan Tanjung Raja Tahun 2006 adalah sebanyak 91 tempat ibadah yang
terdiri dari 65 mesjid dan 26 sanggar atau surau yang tersebar di masing-masing
kelurahan.
E. Keadaan Ekonomi
Sebagian besar penduduk di Kelurahan Tanjung Raja berprofesi sebagai
Peternak, Perikanan dan pedagang. Tapi sebagian besar kebanyakan penduduk
bekerja sebagai pedangan dan membuka usaha sendiri di rumah. Sarana
perekonomian seperti pasar, rumah makan dan koperasi non KUD hanya
menyebar di empat desa/kelurahan yaitu desa Talang Balai Lama, desa Suka
Pindah, desa Ulak Kerbau Lama dan Keluarahn Tanjung Raja Timur.
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Setelah melakukan Praktik Lapang di Desa Tanjung Agas Kecamatan
Tanjung Raja, Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan, maka diperoleh informasi
tentang proses produksi kerupuk serta penerapan sanitasi dan higiene yang telah
dilakukan.
A. Sanitasi dan Higiene Bahan Baku dan Bahan Pembantu
Bahan baku diperoleh dari pasar Tanjung Raja berupa daging ikan yang
telah digiling dan diambil setiap harinya. Pengambilan bahan baku pada pukul
07.00 WIB pagi. Jarak pengambilan bahan baku bekisar 1 jam. Dengan keadaan,
bahan baku dibungkus dengan kantong plastik dan diberi es, hal ini dilakukan
untuk tetap menjaga bahan baku daging ikan tetap dalam keadaan segar. Setelah
bahan baku diterima proses selanjutnya adalah langsung mengolahnya tidak ada
perlakuan khusus dalam membersihkannya. Untuk limbahnya sendiri, tidak ada
limbah berbahaya yang dihasilkan karena bahan baku yang diperoleh dalam
bentuk telah digiling.
Menurut Moeljanto (1992), bahan baku setiap harinya diterima harus
dalam keadaan bersih, segar, diselimuti oleh es curai dan dengan kerusakan bahan
baku yang minimum. Penanganan dan pengolahan produk hasil perikanan dengan
menggunakan es dapat melindungi bahan baku dari pembusukan ataupun
kerusakan karena perubahan yang disebabkan oleh aktifitas mikroorganisme
(jasad renik) dan perubahan-perubahan lain yang merugikan baik oleh kegiatan
enzim (autolisis) ataupun oleh bakteri-bakteri pembusuk.
Begitu juga sama hal nya dengan bahan pembantu yang digunakan seperti
tepung tapioka, garam, MSG dan air. Bahan pembantu tersebut juga tidak luput
dari sumber kontaminasi oleh karena itu diperlukan juga penanganan sanitasi dan
higiene karena bahan tambahan ini juga sangat berpengaruh pada hasil kerupuk
yang dibuat. Dari segi peletakan bahan dan dari mana bahan tersebut didapat,
dikhawatirkan akan terkontaminasi oleh serangga atau hewan pengerat lainnya.
Kebanyakan para pengusaha kerupuk di Desa Tanjung Agas Kecamatan Tanjung
Raja, hanya meletakkan bahan tambahan tersebut di lantai berdekatan dengan alat-
alat yang dipakai selama produksi. Sedangkan air yang digunakan berasal dari
sungai yang berada di dekat desa tersebut yang dialirkan melalui saluran pipa dan
belum diketahui bagaimana keadaan air tersebut apakah telah memenuhi syarat
sanitasi dan higiene.
B. Sanitasi dan Higiene Proses Produksi Kerupuk
1. Pembuatan Adonan
Adonan kerupuk ini terbuat dari gandum yang dicampur dengan sagu dan
diberi air dingin hingga menjadi adonan yang kental, kemudian dicampurkan
dengan garam, MSG dan ikan giling yang telah direbus, diaduk hingga rata lalu di
dinginkan. Dalam penerapan sanitasi dan higienenya para karyawan sebelum
memegang seluruh bahan dan mengadonnya dilakukan tindakan dengan mencuci
tangan terlebih dahulu dengan menggunakan sabun batang biasa yang telah
disediakan. Setelah itu tidak ada lagi tindakan yang dilakukan.
2. Pencetakan
Pencetakan adonan dilakukan dengan mengunakan batok. Batok adalah
alat yang digunakan untuk membentuk kerupuk dan orang yang mengunakannya
telah ahli. Dengan bantuan alat cetak adonan ini dapat dibuat dalam bentuk
serupa. Selanjutnya adonan disusun di atas ancap yang terbuat dari bambu.
Namun sebelum adonan diletakkan di atas ancap, permukaan ancap terlebih
dahulu diolesi dengan minyak agar adonan yang dikukus tidak lengket pada
cetakan. Isi adonan kerupuk pada tiap ancap berjumlah 12-13 buah.
Dalam penerapan sanitasi dan higienenya, keseluruhan alat yang
digunakan dalam proses pencetakan dibersihkan telebih dahulu dengan cara di lap
dengan menggunakan kain lap sebelum kemudian dipergunakan. Begitu juga
setelah proses selesai, ada sebagian alat yang dicuci dengan menggunakan sabun
colet yaitu batok, sedangkan ancap hanya dilap saja.
3. Pengukusan
Adonan kemudian dikukus dalam dandang selama kurang lebih 5 menit.
Banyaknya ancap di dalam kukusan berjumlah 22 ancap. Untuk mengetahui
apakah adonan kerupuk telah masak atau belum adalah dengan cara menusukkan
lidi ke dalamnya. Bila adonan tidak melekat pada lidi berarti adonan telah masak.
Cara lain untuk menentukan masak atau tidaknya adonan kerupuk dapat di
lakukan dengan menekan adonan tersebut. Bila permukaan silinder kembali
seperti semula, artinya adonan telah masak. Setelah itu kerupuk ditiriskan.
Air yang digunakan dalam pengukusan berasal dari air yang dialirkan dari
sungai melalui pipa-pipa ke rumah penduduk. Setiap selesai pengukusan untuk
melanjutkan pengukusan berikutnya air selalu ditambahkan. Selama proses
pengukusan, hanya ada satu dandang yang digunakan dan setelah selesai
digunakan dandang dicuci dengan menggunakan sabun colet. Sedangkan untuk
ancap setelah digunakan pada pengukusan pertama selanjutnya dipergunakan
kembali pada pengukusan berikutnya tanpa ada tindakan pembersihan terlebih
dahulu sehingga pada permukaan ancap masih banyak sisa-sisa adonan yang
tertempel ikut dikukus kembali.
4. Penjemuran
Kerupuk yang telah dikukus disusun di atas tampah untuk kemudian
dijemur dibawah sinar matahari. Penempatan tampah-tampah ini sebagian besar
oleh para pengusaha diletakkan di depan teras atau di pinggir jalan dengan
beralaskan terpal atau diletakkan di atas kayu penyangga. Penjemuran yang
dilakukan di pinggir jalan jauh dari standar sanitasi dan higiene yang semestinya,
karena sebagian besar kontaminasi terjadi di alam terbuka. Kontaminasi tersebut
dapat berasal dari debu, asap kendaraan dan serangga yang melintas. Hal ini dapat
saja mengakibatkan orang yang mengkonsumsi kerupuk ini terserang penyakit.
Untuk menghindari hal tersebut hendaknya pada saat penjemuran kerupuk ditutup
dengan terpal transparan, agar cahaya dan panas sinar matahari masih mampu
menembusnya.
Penjemuran dilakukan kurang lebih selama 1-2 hari atau bisa memakan
waktu lebih dari tiga hari jika panas matahari tidak terlalu bagus. Untuk beberapa
pengrajin yang menjual kerupuk siap goreng, setelah proses penjemuran langsung
ke proses pengemasan. Sedangkan untuk pengrajin yang menjual produk kerupuk
langsung konsumsi, proses selanjutnya adalah pengorengan.
5. Penggorengan
Kerupuk yang sudah kering dari penjemuran kemudian dibawak masuk
kembali keruang proses untuk kemudia digoreng. Proses penggorengan ini terbagi
menjadi dua tahap. Tahap pertama, kerupuk dipanaskan terlebih dahulu di minyak
yang tidak terlalu panas, pada saat ini kerupuk tidak mengembang dan lamanya
penggorengan hanya cukup dilakukan selama satu menit. Tahap kedua adalah
penggorengan panas yaitu dimana kerupuk yang sudah dipanaskan dimasukkan di
tempat penggorengan akhir. Pada tahap ini, minyak sudah panas dan alhasil
kerupuk mengembang, setalah mengembang kerupuk diangkat dan didiamkan
terlebih dahulu. Setelah kira-kira minyak pada kerupuk sudah hilang, kerupuk siap
dimasukkan ke dalam plastik.
Minyak yang digunakan selama proses penggorengan ada dua macam
yaitu minyak yang masih fresh dan minyak jelantah. Minyak yang fresh di
pergunakan pada tahap penggorengan pertama karena pada tahap ini hanya sedikit
minyak yang digunakan sedangkan minyak jelantah dipergunakan pada tahap
penggorengan kedua.
Minyak jelantah adalah minyak limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis
minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan
sebagainya. Minyak jelantah merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan
rumah tangga. Yang pada umumnya, dapat digunakan kembali untuk keperluaran
kuliner. Dan jika ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung
senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses
penggorengan. Meskipun sebenarnya minyak jelantah sendiri dapat diolah melalui
proses filterisasi, sehingga warnanya kembali jernih dan seolah seperti minyak
goreng baru, namun kandungannya tetap mengalami kerusakan sehingga tidak
baik bagi tubuh. Ketika orang mengkonsumsi jenis minyak ini, maka dapat
berpengaruh pada munculnya asam lemak trans yang akan mempengaruhi HDL
kolesterol, LDL kolesterol serta total kolesterol yang merupakan sistem
metabolisme darah dan ini terjadi lewat sebuah proses tahapan berupa
penumpukan yakni penyumbatan pembuluh darah yang pada akhirnya berujung
pada penyakit jantung (Yulis, 2010).
Dari segi sanitasi dan higienenya, minyak jelantah tidak bagus buat
dipergunakan lagi untuk menggoreng. Jadi jelas bahwa pemakaian minyak
jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan
penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi
berikutnya.
6. Pengepakan
Pada proses pengepakan atau pengemasan semuanya dilakukan oleh para
pekerja wanita, yang berjumlah tiga orang. Bahan pengemas yang digunakan
untuk mengemas kerupuk di Desa Tanjung Agas hanya terdiri atas kemasan
plastik polyetilen yang lunak, transparan dan fleksibel, memilliki kekuatan
benturan dan sobek yang baik. Kerupuk yang telah jadi dan kering disusun
kedalam plastik. Dalam satu kantong plastik polyetilen ukuran besar dapat berisi
25 kerupuk. Didalam kemasan diberi merek sebagai ciri khas pemilik usaha.
Kemasan kerupuk lalu diikat menggunakan tali rafia. Proses pengemasan ini
dilakukan lebih kurang satu sampai dua jam, tergantung jumlah kerupuk yang
akan dikemas.
Menurut Padli (2009), jenis plastik polyetilen ini paling banyak digunakan
dalam industri, karena memiliki sifat mudah dibentuk, tahan bahan kimia, jernih
dan mudah dilaminasi. Dengan pemanasan akan menjadi lunak dan mencair pada
suhu 110 °C. Berdasarkan sifat permeabilitasnya yang rendah serta sifat-sifat
mekaniknya yang baik, polyetilen mempunyai ketebalan 0.001 sampai 0,01 inci,
yang banyak digunkam sebagai pengemas makanan, karena sifatnya yang
thermoplastik, polyetilen mudah dibuat kantung dengan derajat kerapat yang baik.
C. Sanitasi dan Higiene Peralatan
Peralatan memiliki peranan yang penting dalam proses pembuatan suatu
produk, akan tetapi peralatan juga merupakan salah satu sumber kontaminasi bagi
produk itu sendiri. Agar tidak menjadi sumber kontaminasi maka peralatan harus
dijaga kebersihan dan kondisinya.
Sanitasi dan higiene peralatan yang digunakan selama proses tidak
seluruhnya di bersihkan. Salah satunya ancap, saringan dan tampah tidak
dibersihkan lagi setelah dipakai, hanya cukup dilap saja dengan menggunakan
kain lap. Untuk peralatan yang lain di bersihkan dengan mengunakan sabun colet
lalu di tiriskan.
D. Sanitasi dan Higiene Pekerja
Manusia merupakan sumber kontaminasi karena pada tubuh manusia ada
bagian-bagian penting dalam hubungannya dengan sumber potensi
mikroorganisme yang dapat menyebabkan kontaminasi. Bagian-bagian yang
dimaksud adalah mulut, hidung, kulit, rambut, jari-jari, kuku, mata, dan saluran
pencernaan serta organ ekskresi yang banyak sekali terdapat mikroorganisme.
Untuk mencegah terjadinya kontaminasi, sebelum mengolah para pekerja mencuci
tangan terlebih dahulu, namun tidak dilengkapi dengan peralatan khusus seperti
sarung tangan, sepatu boot, pakaian khusus, penutup kepala, masker dan
karyawan bebas untuk merokok. Hal ini dapat mudah sekali mengkontaminasi
bahan baku. Hasilnya bisa saja orang yang mengkonsumsinya dapat terserang
penyakit.
E. Sanitasi dan Higiene Lingkungan
Lingkungan produksi yang bersih dan sehat menunjukan bahwa industri
itu telah menyadari betapa aspek sanitasi dan higiene penting untuk diterapkan.
Sebaliknya lingkungan sanitasi yang kotor menunjukan bahwa aspek sanitasi
higiene diabaikan. Secara tidak langsung kondisi lingkungan produksi ada
hubungannya dengan nilai estetika konsumen terhadap produk yang dihasilkan.
Lokasi tempat proses produksi dilakukan, terletak dibelakang rumah.
Kondisi setelah proses produksi selesai dilakukan, ruangan dalam keadaan bersih
dan tertata rapi. Lantai dibersihkan dengan mengunakan sapu lidi dan sapu ijuk.
Namun sayangnya ruang produksi berdekatan dengan kandang bebek dan ayam.
Oleh sebab itu kondisi sanitasi dan higienenya sangat memprihatinkan. Di tambah
lagi pada saat penjemuran kerupuk yang dijemur sering kali terinjak oleh ayam
ataupun bebek dan meninggalkan bekas jejak kaki pada kerupuk. Semua keadaan
ruang produksi di setiap rumah pengrajin kerupuk, di Desa Tanjung Agas adalah
sama. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan sanitasi dan higiene di setiap rumah
pengrajin tidak terlaksana dengan baik.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, maka diperoleh kesimpulan
sebagai berikut :
1. Usaha kerupuk ikan dilakukan oleh masyarakat di Tanjung Agas merupakan
usaha dengan skala kecil dan kegiatan usaha yang dilakukan menggunakan
peralatan dengan teknologi yang masih rendah.
2. Sanitasi dan higiene pada tiap rumah produksi dari awal penerimaan bahan
baku, tiap tahap proses produksi sampai pengepakan belum memenuhi standar
sanitasi dan higiene yang benar.
3. Bahan baku ikan yang diterima dalam bentuk daging yang telah digiling dan
langsung diolah, tanpa perlakuan khusus dalam membersihkannya.
4. Limbahnya sendiri, tidak ada limbah berbahaya yang dihasilkan karena bahan
baku yang diperoleh dalam bentuk telah digiling.
B. Saran
Setelah melaksanakan kegiatan praktik lapang di Desa Tanjung Raja
dengan memperhatikan aspek sanitasi dan higienenya maka saran yang dapat
diberikan adalah perlunya pemahaman mengenai pentingnya sanitasi dan higiene
pada tiap proses produksi untuk menjaga kualitas bahan baku dan kesehatan para
karyawan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim.2007. Kerupuk. Jakarta : Wikimedia Indonesia.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wootton. 1985. Food Science. Diterjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Departemen Perindustrian. 1990. Standar Industri Indonesia (SII) Syarat Mutu Garam Dapur. Dirjen Perikanan. Jakarta.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhrata Karya Aksara. Jakarta.
Ifah. 2006. Usaha Pertanian. Jakarta : PT. Dunia Pustaka.
Jenie B.S.L. 1988. Sanitasi Dalam Industri Pangan. Bogor : IPB.
Kangisa. 2010. Membuat Kerupuk Ikan.http:// www. kangisa.co.cc / [03 Desember 2010]
Madhar. 1992. Penelitian Pengganti Bahan Tambahan Makanan yang mengandung Boraks untuk Pembuatan Kerupuk dan Mie. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian. Proyek Penelitian dan Pengembangan Industri Hail Pertanian.
Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta : PT. Penebar Swadaya.
Sari, R.T. 2006. Pembuatan Kerupuk Kemplang Khas Palembang Dari Ikan Gabus (Ophiochephallus striatus) Dan Ikan Tenggiri (Scomberomorus commersoni) Satu Kali Goreng Dengan Aplikasi Pembekuan. Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya.
Syarief, R dan Irawati, A. 1988. Pengetahuan Bahan Untuk Industri Pertanian. Jakarta : Meltan Putra
Padli. 2009. Pengemasan.http://www.pengemasanhighdensity/polyethylene.htm [21 Oktober 2011]
Pembayun, R et al,. 2001 Sanitasi dan Higiene Industri. Palembang : Universitas Sriwijaya.
Yulis. 2010. Cara Menjernihkan Minyak Jelantah. http://www.yulissamoa.com/cara-menjernihkan-minyak-jelantah [10 November 2011]
LAMPIRAN GAMBAR
Gambar 1. Pembuatan Adonan
Gambar 2. Mencetak Adonan
Gambar 3. Pengukusan
Gambar 4. Penjemuran Kerupuk di bawah sinar matahari
Gambar 5. Pengorengan kerupuk
Gambar 6. Pengepakan
Gambar 7. Kerupuk yang telah dikemas