Kajian Sanitasi Edit

69
KAJIAN SANITASI DAN HIGIENE TEKNOLOGI PENGOLAHAN HASIL PERIKANAN DI DESA TANJUNG AGAS KECAMATAN TANJUNG RAJA KABUPATEN OGAN ILIR SUMATERA SELATAN Oleh SEPTIVIRGIN WULANSARI

Transcript of Kajian Sanitasi Edit

Page 1: Kajian Sanitasi Edit

KAJIAN SANITASI DAN HIGIENE TEKNOLOGI PENGOLAHANHASIL PERIKANAN DI DESA TANJUNG AGAS

KECAMATAN TANJUNG RAJA KABUPATEN OGAN ILIRSUMATERA SELATAN

Oleh

SEPTIVIRGIN WULANSARI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANANFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA2011

Page 2: Kajian Sanitasi Edit

KAJIAN SANITASI DAN HIGIENE TEKNOLOGI PENGOLAHANHASIL PERIKANAN DI DESA TANJUNG AGAS

KECAMATAN TANJUNG RAJA KABUPATEN OGAN ILIRSUMATERA SELATAN

Oleh

SEPTIVIRGIN WULANSARI(05071010024)

LAPORAN PRAKTIK LAPANGAN

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh Gelar Sarjana Perikanan

Pada

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL PERIKANANFAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS SRIWIJAYA

INDRALAYA2011

Page 3: Kajian Sanitasi Edit

Laporan Praktik Lapangan

KAJIAN SANITASI DAN HIGIENE TEKNOLOGI PENGOLAHANHASIL PERIKANAN DI DESA TANJUNG AGAS

KECAMATAN TANJUNG RAJA KABUPATEN OGAN ILIRSUMATERA SELATAN

Oleh

SEPTIVIRGIN WULANSARI(05071010024)

telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Perikanan

Indralaya, Maret 2011

P.S. Teknologi Hasil Perikanan Fakultas Pertanian

Universitas Sriwijaya

Pembimbing Ketua Program Studi,

Siti Hanggita R.J.,S.TP,M.Si Rinto, S.Pi., M.PNIP. 198311282009122005 NIP. 197606012001121001

Page 4: Kajian Sanitasi Edit

RINGKASAN

SEPTIVIRGIN WULANSARI. Kajian Sanitasi dan Higiene Teknologi

Pengolahan Hasil Perikanan di Desa Tanjung Agas Kecamatan Tanjung Raja

Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan (Dibimbing oleh SITI HANGGITA

R.J.,S.TP,M.Si).

Praktik lapangan ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji penerapan

sanitasi dan higiene pada proses produksi di Sentra Industri Rumah Tangga di

Desa Tanjung Agas Kecamatan Tanjung Raja. Kegiatan Praktek Lapangan ini

dilakukan di rumah produksi pengusaha kerupuk di Desa Tanjung Agas

Kecamatan Tanjung Raja Ogan Ilir Sumatera Selatan, dimulai pada tanggal

1 November sampai 1 Desember 2010.

Metodelogi yang digunakan adalah dengan mengumpulkan data primer

dan survey di lapangan mulai dari penerimaan bahan baku, proses pengolahan

sampai pada proses pengemasan. Adapun proses pembuatan kerupuk ikan adalah

sebagai berikut; 1. Pembuatan adonan, 2. Pencetakan, 3. Pengukusan,

4. Penjemuran, 5. Penggorengan dan 6. Pengepakan yang masing-masing

dikerjakan dengan sanitasi dan higiene.

Pengambilan bahan baku ikan dilakukan setiap pagi dalam keadaan sudah

digiling dan telah dibungkus dengan plastik yang telah dilapisi es. Dalam tindakan

sanitasi dan higienenya, tidak ada perlakuan yang khusus karena tidak ada limbah

berbahaya yang dihasilkan sehingga bahan baku bisa langsung diolah.

Page 5: Kajian Sanitasi Edit

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 15 September 1989 di Palembang.

Merupakan anak kedua dari lima bersaudara. Orang tua bernama Apriadi dan

Susilawati.

Pendidikan taman kanak-kanak diselesaikan pada tahun 1995 di Taman

Kanak Aisyah Baturaja. Sekolah Dasar pada tahun 1995-2001 di SD Negeri 2

Baturaja, sedangkan pada Sekolah Menengah Pertama penulis pernah bersekolah

di SMP Negeri 1 Baturaja selama 2 tahun pada tahun 2001-2003, menginjak tahun

ketiga penulis bersekolah di SMP Negeri 3 Prabumulih dan menyelesaikan

Sekolah Menengah Pertamanya pada tahun 2004. Pada tahun 2004-2007

bersekolah di SMA Negeri 2 Prabumulih. Penulis tercatat sebagai mahasiswa di

Program Studi Teknologi Hasil Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas

Sriwijaya sejak Agustus 2007 sampai sekarang. Penulis selama menjadi

mahasiswa Teknologi Hasil Perikanan juga pernah di percayai menjadi asisten

praktikum Teknologi Penanganan Hasil Perikanan pada tahun 2010-2011,

Perencanaan Industri Hasil Perikanan pada tahun 2010-2011, Teknologi Industri

Tumbuhan Laut pada tahun 2010-2011, dan Penilaian Indrawi pada tahun 2011-

2012.

Penulis juga pernah menjadi peserta lomba Karya Tulis Ilmiah Berbasis

PKM di Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya pada tahun 2010. Tergabung

dalam ikatan mahasiswa THI pada tahun 2007-2011. Menjadi sekretaris

Kewirahusahaan THI pada tahun 2010-2011. Pernah mengikuti kegiatan EKSIS

Page 6: Kajian Sanitasi Edit

(Ekspresikan Islam Mu) pada tahun 2008 dan seminar Ilmiah Nasional pada tahun

2011.

Page 7: Kajian Sanitasi Edit

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah

melimpahkan Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

laporan praktik lapangan yang berjudul “Kajian Sanitasi dan Higiene Teknologi

Pengolahan Hasil Perikanan di Desa Tanjung Agas Kecamatan Tanjung Raja

Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan “.

Laporan praktik lapangan ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk

memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Program Studi Teknologi Hasil

Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.

Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada :

1. Bapak Prof. Dr. Ir. Imron Zahri, M.S selaku Dekan Fakultas Pertanian

Universitas Sriwijaya.

2. Bapak Rinto, S.Pi. M.P sebagai Ketua Program Studi Teknologi Hasil

Perikanan, Fakultas Pertanian, Universitas Sriwijaya.

3. Bapak Agus Supriadi, S.Pt. M.Si selaku Pembimbing Akademik yang juga

telah banyak sekali memberikan arahan.

4. Ibu Siti Hanggita R.J.,S.TP,M.Si selaku dosen pembimbing, atas segala

bimbingan dan pengarahan yang diberikan kepada penulis dalam penulisan

laporan praktik lapang ini.

5. Ibu Susi Lestari, S.Pi. M.Si, Ibu Dr. Ir Kiki Yulianti M.Sc, Ibu Indah

Widiastuti, S.Pi. M.Si, Bapak Herpandi, S.Pi. M.Si, Bapak Ace Baehaki,

S.Pi, M.Si, Ibu Rodiana Nopianti, S.Pi. M.Sc, Bapak Budi Purwanto, S.Pi,

Page 8: Kajian Sanitasi Edit

Ibu Shanti Dwita Lestari, S.Pi, Ibu Dian Wulansari, S.TP. M.Si., yang telah

banyak memberikan pengarahan.

6. Bapak Parahidin selaku Kepala Desa yang telah memberikan kesempatan dan

bantuan kepada penulis selama melakukan praktik lapangan di Desa Tanjung

Agas Kecamatan Tanjung Raja.

7. Seluruh pengusaha kerupuk di Desa Tanjung Agas yang tidak dapat penulis

sebutkan satu persatu. Terima kasih, atas semua bantuan dan waktu yang

telah diberikan kepada penulis.

8. Kedua orang tua dan saudara-saudaraku (kak yudi, d’lia, d’anis, dan d’putri)

yang telah banyak memberikan dukungan dan doa yang tiada henti-hentinya

agar selalu dalam perlindungan Tuhan Yang Maha Esa.

9. Teman-teman seperjuangan yang telah bersama-sama saling mendukung,

menjaga kekompakan dan bekerja sama selama dalam pelaksanaan praktik

lapangan sampai akhirnya laporan ini terselesaikan (YKDES). Semoga

kekompakan kita ini tidak hanya sampai disini saja kawan dan tetap akan

terus berlanjut sampai kapanpun. Amin.

10. Keluarga besar Teknologi Hasil Perikanan angkatan 2007, terimakasi yang

teramat dalam untuk kalian semua saudara-saudara ku Dini, Yaya, Yuni, Ayu,

Puput, Icha, Pipi, Yanti, Erma, Meka, Kiki, Yoedy, Damai, Eka, Awan,

Rosidin, Toni, Rio, Amri, Qodri, Anton, dan Agus yang telah bersama-sama

memberikan banyak dukungan, semangat dan masukkan. Semoga

kebersamaan ini akan tetap selalu terjalin walau dibatasi oleh waktu dan

ruang.

Page 9: Kajian Sanitasi Edit

Penulis menyadari di dalam penulisan laporan praktik lapangan ini

masih jauh dari kesempurnaan, maka dari itu penulis sangat mengharapkan saran

dan kritik yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan praktik lapangan

ini. Pada akhirnya penulis berharap laporan praktik lapangan ini dapat bermanfaat

bagi semua pihak yang memerlukannya.

Indralaya, Maret 2011

Penulis

Page 10: Kajian Sanitasi Edit

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI.................................................................................................................x

DAFTAR GAMBAR..................................................................................................xii

DAFTAR TABEL.....................................................................................................xiii

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang...............................................................................................1

B. Tujuan.............................................................................................................2

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerupuk ..........................................................................................................3

B. Bahan Tambahan.............................................................................................5

C. Sanitasi dan Higiene........................................................................................8

1II. PELAKSANAAN PRAKTIK LAPANGAN

A. Tempat dan Waktu ......................................................................................15

B. Metodologi ..................................................................................................15

IV. GAMBARAN UMUM KECAMATAN TANJUNG RAJA

A. Letak Geografis dan Luas Wilayah .............................................................16

B. Keadaan Alam .............................................................................................16

C. Keadaan Penduduk ......................................................................................17

D. Keadaan sosial .............................................................................................18

E. Keadaan Ekonomi .......................................................................................19

Page 11: Kajian Sanitasi Edit

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Sanitasi dan Higiene Bahan Baku dan Bahan Pembantu..............................20

B. Sanitasi dan Higiene Proses Produksi Kerupuk............................................21

C. Sanitasi dan Higiene Peralatan......................................................................26

D. Sanitasi dan Higiene Pekerja.........................................................................27

E. Sanitasi dan Higiene Lingkungan..................................................................27

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan .................................................................................................29

B. Saran .............................................................................................................29

DAFTAR PUSTAKA

Page 12: Kajian Sanitasi Edit

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Pembuatan Adonan ...............................................................................................32

2. Mencetak Adonan .................................................................................................32

3. Pengukusan ...........................................................................................................33

4. Penjemuran Kerupuk Dibawah Sinar Matahari ....................................................33

5. Pengorengan Kerupuk............................................................................................34

6. Pengepakan ...........................................................................................................34

7. Kerupuk yang Telah Dikemas...............................................................................34

Page 13: Kajian Sanitasi Edit

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Komposisi Kerupuk Ikan dan Udang........................................................................4

2. Komposisi Zat Gizi Tapioka ....................................................................................6

3. Syarat Mutu Garam Dapur Menurut SNI..................................................................7

.........................................................................................................................................

Page 14: Kajian Sanitasi Edit

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ikan merupakan bahan makanan yang cepat mengalami proses

pembusukan karena kadar air yang tinggi menyebabkan bakteri berkembang biak

secara cepat. Setelah ikan mati, maka terjadi perubahan-perubahan yang

disebabkan adanya aktivitas enzim, kimiawi dan bakteri. Jika perubahan tidak

dikendalikan makan akan terjadi proses pembusukan. Proses pembusukan inilah

yang dapat menghambat usaha pemasaran hasil perikanan dan tidak jarang

menimbulkan kerugian besar, terutama pada saat produksi ikan melimpah. Karena

itulah sejak dahulu masyarakat telah berusaha melakukan berbagai cara

pengawetan ikan untuk mencegah pembusukan dan memperpanjang masa simpan

(Afrianto, 1989 dalam Sari, 2006).

Proses pengolahan dan pengawetan ikan merupakan bagian penting dari

mata rantai industri perikanan. Tanpa adanya proses tersebut, usaha peningkatan

produksi perikanan akan menjadi sia-sia karena tidak seluruh total produksi

perikanan dapat dimanfaatkan dengan baik. Secara tradisional pengawetan ikan

dilakukan dengan cara penggaraman, pengeringan, pemindangan, perasapan,

peragian, dan pendinginan ikan. Usaha pengawetan ikan ini tidak hanya sebatas

pada pengolahan menjadi produk yang masih berbentuk ikan tetapi juga

Page 15: Kajian Sanitasi Edit

pengolahan menjadi bentuk lain setelah dicampur dengan bahan-bahan lain

(Afrianto, 1989 dalam Sari, 2006).

Salah satu makanan hasil olahan dari ikan adalah kerupuk ikan. Produk

makanan kering dengan bahan baku ikan dicampur dengan tepung tapioka ini

sangat digemari masyarakat. Makanan ini sering digunakan sebagai pelengkap

ketika bersantap ataupun sebagai makanan ringan. Makanan ini menjadi

kegemaran masyarakat dikarenakan rasanya yang enak, gurih dan ringan. Selain

rasa yang enak tersebut, kerupuk ikan juga memiliki kandungan zat-zat kimia

yang diperlukan oleh tubuh manusia (Kangisa, 2010).

Untuk tetap menjaga agar kerupuk ikan tidak mengalami penurunan mutu,

hal yang perlu di perhatikan adalah aspek sanitasi dan higiene bahan baku selama

proses produksi. Pengertiannya sendiri menurut Pambayun et al (2001), sanitasi

adalah pencegahan penyakit dengan menghilangkan atau mengatur faktor

lingkungan yang berkaitan dengan rantai perpindahan penyakit tersebut.

Sedangkan, higiene adalah suatu keadaan dimana terbebas dari mikroorganisme.

Higiene harus selalu diperhatikan, mulai dari pemeliharaan peralatan, penerimaan

bahan baku, sampai kepada produk tersebut siap untuk dikonsumsi harus dalam

keadaan bersih. Pelaksanaan sanitasi dan higiene bertujuan untuk menghasilkan

produk akhir yang bermutu baik serta aman untuk dikonsumsi.

B. Tujuan

Praktik lapang ini bertujuan untuk mengetahui dan mengkaji penerapan

sanitasi dan higiene pada proses produksi di Sentra Industri Rumah Tangga di

Page 16: Kajian Sanitasi Edit

Desa Tanjung Agas Kecamatan Tanjung Raja, Kabupaten Ogan Ilir Sumatera

Selatan.

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerupuk

Kerupuk adalah makanan ringan yang dibuat dari adonan tepung tapioka

dicampur bahan perasa seperti udang atau ikan. Kerupuk dibuat dengan mengukus

adonan sebelum dipotong tipis-tipis, dikeringkan di bawah sinar matahari dan

digoreng dengan minyak goreng yang banyak. Kerupuk bertekstur garing dan

sering di jadikan pelengkap untuk berbagai makanan Indonesia seperti nasi goreng

dan gado-gado (Anonim, 2007).

Menurut Kangisa (2010), kerupuk biasanya dijual di dalam kemasan yang

belum digoreng, dengan beragam jenis. Kerupuk udang dan kerupuk ikan adalah

jenis kerupuk yang paling umum dijumpai di Indonesia. Kerupuk berharga murah

atau kerupuk aci atau kerupuk melarat hanya di buat dari adonan sagu di campur

garam, bahan pewarna makanan, dan penyedap. Kerupuk kulit atau kerupuk ikan

biasanya yang sulit mengembang ketika digoreng, perlu digoreng sebanyak

duakali.

Kerupuk perlu digoreng terlebih dahulu dengan minyak goreng bersuhu

rendah sebelum di pindahkan kedalam wajan berisi minyak goreng panas. Jenis

kerupuk yang lain seperti kerupuk kemplang, kerupuk gendar, kerupuk jengkol,

kerupuk sanjai, kerupuk bawang putih, kerupuk rengginang, dan kerupuk susu

yang bisa menjadi alternatif cemilan sehat (Ifah, 2006).

Page 17: Kajian Sanitasi Edit

Usaha kerupuk ikan dapat dilakukan oleh industri besar-menengah bahkan

industri kecil rumah tangga karena proses pembuatannya yang sangat mudah.

Jenis usaha kerupuk dapat dibedakan menjadi dua yaitu usaha kerupuk dengan

bahan baku tepung tapioka dengan ikan/udang dan usaha kerupuk dengan bahan

baku utama tepung saja (baik tepung tapioka, tepung gaplek atau tepung lain tanpa

campuran ikan/udang). Jenis kerupuk dengan bahan baku tepung diantaranya

adalah kerupuk kasandra dengan bahan baku hanya tepung tapioka, kerupuk puli

dengan bahan baku tepung tapioka yang dicampur dengan tepung terigu dan

kerupuk impala dengan bahan baku tepung tapioka yang dicampur dengan tepung

gaplek (Hernanto, 1989).

Komposisi bahan sendiri beserta pengolahannya akan sangat

mempengaruhi kualitas kerupuk, di mana komposisi bahan ini juga

mempengaruhi pengembangan pada kerupuk tersebut. Secara umum bahan baku

yang digunakan adalah tepung tapioka, sedangkan bahan tambahannya dapat

berupa ikan atau udang, telur atau susu, garam, gula, air dan bumbu yang terdiri

dari bawang merah, bawang putih, ketumbar dan sebagainya. Jumlah dan jenis

bumbu yang digunakan tergantung pada selera masing-masing (Kangisa, 2010).

Komposisi zat-zat kimia dalam kerupuk disajikan dalam Tabel 1. berikut :

Tabel 1. Komposisi Kerupuk Ikan dan Udang (per 100 gram)

Komponen Kerupuk Ikan Kerupuk UdangKarbohidrat 65,6 % 68 %Air 16,6 % 12 %Protein 16 % 17,2 %Lemak 0,4 % 0,6 %Kalsium 2 % 332 %Fosfor 20 % 337 %Besi 0,1 % 1,7 %Vitamin A 0 % 50 %

Page 18: Kajian Sanitasi Edit

Vitamin B - 0,04 %Sumber: www.ristek.go.id

Setiap pengusaha tidak hanya memproduksi satu jenis kerupuk saja.

Alasan dari memproduksi lebih dari jenis kerupuk ini adalah bahwa pada

prinsipnya proses pembuatan kerupuk hampir sama sehingga mesin-mesin yang

sama bisa digunakan juga untuk memproduksi jenis yang lain. Mesin yang perlu

ditambahkan adalah mesin pencetak yang sesuai dengan bentuk kerupuk yang

diproses. Usaha dengan jenis produksi lebih dari satu juga akan membantu

produsen dalam variasi produksi sehingga kerugian bisa diminimalisir

(Hernanto, 1989).

B. Bahan Tambahan

Menurut Winarno (1997) dalam Sari (2006), bahan tambahan adalah bahan

yang sengaja ditambahkan atau diberikan dengan maksud dan tujuan tertentu.

Misalnya untuk meningkatkan konsistensi, nilai gizi, cita rasa, untuk

mengendalikan keasaman dan kebasaan serta kemantapan bentuk dan rupa.

Berikut bahan tambahan yang digunakan untuk membuat kerupuk ikan

antara lain tepung tapioka, garam, dan air.

1. Tepung Tapioka

Tapioka adalah salah satu hasil olahan dari singkong. Tapioka berbentuk

butiran pati yang banyak terdapat dalam sel umbi singkong. Pati didefinisikan

sebagai homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Butir yang disebut

glanula pati terdiri dari dua fraksi polimer, yaitu amilosa dan amilopektin.

Page 19: Kajian Sanitasi Edit

Amilosa dan amilopektin didistribusikan kedalam butir pati dan berkaitan satu

sama lain dengan ikatan hidrogen. Amilosa berantai lurus dari unit–unit glukosa

dengan ikatan α-1,4 sedangkan amilopektin merupakan polimer bercabang dari

unit–unit glukosa dengan ikatan α-1,4 dan α-1,6. Selain amilosa dan amilopektin,

di dalam pati terdapat komponen intermediet seperti lipid dan protein

(Winarno, 1997 dalam Sari, 2006).

Penambahan bahan pengikat pada suatu produk emulsi bertujuan untuk

memperbaiki elastisitas dari produk akhir. Tapioka mempunyai kandungan pati

yang tinggi dan mempunyai sifat yang mudah mengembang dalam air panas

sehingga dapat menghasilkan kekentalan yang dikehendaki. Tapioka mengandung

17 % amilosa dan 80 % amilopektin, sisanya merupakan material lipid dan protein

(Winarno, 1997 dalam Sari, 2006).

Tapioka banyak dipergunakan sebagai bahan baku pengolahan pangan

karena mudah diperoleh dan tersedia dalam jumlah yang cukup. Menurut Biro

Pusat Statistik (1989) dalam Madhar et al. (1992), produk ubi kayu per tahun rata-

rata 16 juta ton tapioka.

Table 2. Komposisi zat gizi tapioka

Komposisi JumlahKalori (Kkal) 362 Protein (g) 0,7Lemak (g) 0,2Karbohidrat (g) 84,7Air (g)Kalsium (mg)Fosfor (mg)

141113

Besi (mg)Vitamin B1 (mg)

0,9 0,01

Sumber : Direktorat Gizi Depkes RI (1996)

Page 20: Kajian Sanitasi Edit

2. Garam

Garam berfungsi untuk memberikan flavor, mengawetkan dan terutama

untuk melarutkan protein yaitu protein miosin sebagai emulsifier utama dan

mempertinggi daya ikat air. Garam dapur dan garam alkali posfat secara bersama–

sama berpengaruh terhadap kenaikan pH, pengembangan volume, stabilitas dan

WHC (Water Holding Capacity) daging. Garam ini berperan dalam memisahkan

logam–logam berat dan ion–ion Ca dalam daging serat memecahkan aktomiosin

menjadi aktin dan miosin. Garam alkali posfat juga berfungsi sebagai penahan

warna, mengurangi penyusutan pemasakan, menstabilkan emulsi dan

mempengaruhi penyebaran lemak (Winarno, 1997 dalam Sari, 2006).

Menurut Winarno (1997) dalam Sari (2006), garam khususnya garam

dapur (NaCl) merupakan komponen bahan makanan yang penting. Makanan yang

kurang mengandung garam kurang dari 0,3% akan terasa hambar sehingga tidak

disenangi. Garam (NaCl) juga membantu mempertahankan tekanan osmotik, di

samping juga membantu keseimbangan asam dan basa. Natrium bersama kalsium,

magnesium serta kalium dalam cairan ekstraselluler mempunyai reaksi alkalis,

sedangkan klorida bersama phospat, karbonat, sulfat, asam-asam organik dan

proteinnya mempunyai reaksi asam.

Tabel 3. Syarat mutu garam dapur menurut SNIKomponen Jumlah

Kadar NaCl (%) 98-99Kadar air (%) maks 0,1Timbal (%) maks 0,05pH 5-8

Page 21: Kajian Sanitasi Edit

Brom (%) maks 0,1Iodium (%) maks 0,05Magnesium (%) maks 0,01

Sumber : Departemen Perindustrian (1990)

3. Air

Air menurut Buckle et al. (1985), merupakan suatu kebutuhan yang tidak

dapat ditinggalkan untuk kehidupan manusia. Analisis kimia dalam pengujian

persediaan air sangat berguna dalam banyak hal. Air yang berhubungan dengan

hasil-hasil industri pengolahan pangan harus memenuhi standar mutu yang

diperlukan untuk minum atau air minum. Industri pengolahan pangan perlu

mengembangkan syarat-syarat mutu air khusus untuk mencapai hasil-hasil

pengolahan yang memuaskan.

Dalam pembuatan kerupuk kemplang ikan dibutuhkan air. Air yang

digunakan berfungsi sebagai bahan tambahan dalam proses pencampuran tapioka

dan garam. Air juga digunakan dalam pengukusan adonan yang sudah berbentuk

lenjeran pempek. Oleh karena itu, dibutuhkan air yang bersih sesuai dengan

standar mutu air untuk pengolahan pangan. Syarief dan Irawati (1988),

menyatakan bahwa syarat yang digunakan yaitu tidak berwarna, tidak berbau,

jerni, tidak mempunyai rasa, dan tidak mengganggu kesehatan.

D. Sanitasi dan Higiene

Higiene dalam industri pangan adalah subjek yang mempunyai cakupan

luas, bertujuan untuk mempelajari metode-metode untuk preparasi, produksi,

bahkan sampai pada perhidangan makanan diusahakan dalam keadaan bersih.

Page 22: Kajian Sanitasi Edit

Implementasi dari makanan bersih, berarti aman dari berbagai kontaminasi

sehingga bahan pangan yang dihasilkan berkualitas baik. Untuk mencapai

keadaan ini, tidak hanya penanganan yang tepat dari setiap jenis bahan pangan

dan juga semua peralatan yang digunakan dalam preparasi, penyediaan dan

konsumsi tetapi juga perhatian dalam hal perlakuan-perlakuan dan

pengolahannya, mulai dari preparasi sampai pengemasan (Pambayun et al., 2001).

Sedangkan sanitasi adalah suatu tindak kegiatan atau kreasi yang

mengarah pada pemeliharaan kondisi sehat. Kondisi yang dimaksud, meliputi

kondisi bukan hanya bebas kontaminan yang dapat menyebabkan keadaan sehat,

tetapi juga bebas dari berbagai faktor yang mengacu keadaan tidak sehat, seperti

kondisi tempat kerja yang memacu terjadinya penyakit akibat kerja

(Pambayun et al., 2001).

Ada dua jenis pencemaran pada bahan pangan yang meliputi pencemaran

primer dan pencemaran skunder. Pencemaran primer terjadi sebelum pemanenan,

selama pengolahan, pemasaran atau persiapan oleh konsumen. Pencemaran

skunder terjadi karena kebiasaan pribadi pekerja dan konsumen dalam mengolah

bahan baku. Dalam suatu perusahaan perencanaan infrastruktur meliputi tata

ruang pengolahan, pembangunan, alat-alat pengolahan dan tata letak bangunan

harus memenuhi standar sanitasi yang berlaku agar dapat menjaga keamanan

bahan pangan dan meningkatkan efisiensi produktivitas serta menjaga

keselamatan kerja (Buckle et al., 1997).

Penerapan sanitasi dan higiene yang tepat sangat penting untuk

memelihara keamanan dan kualitas produk pangan. Kurangnya praktek-praktek

Page 23: Kajian Sanitasi Edit

saniter dan higienis dalam industri pangan dapat menyebabkan terciptanya pangan

sumber penyakit yang membahayakan kesehatan konsumen, atau paling tidak

menfasilitasi terciptanya pangan yang menyebabkan nilai estetika konsumen

terlanggar (Pambayun et al., 2001). Begitu juga untuk para pengusaha kerupuk,

kedua akibat ini harus dihindari agar usaha yang telah dibanggun tetap terjaga.

Pencegahan kontaminasi, baik kontaminasi tanah, bahan sisa pungutan

hasil, benda-benda asing, bahan kimia, dan mikrobia, dapat dilakukan dengan

pengendalian terhadap beberapa hal. Aspek-aspek sanitasi dan higiene yang perlu

diperhatikan dalam industri kerupuk adalah sebagai berikut:

1. Sanitasi dan higiene bahan baku

Bahan dengan higienis dan saniter. Penanganan bahan, baik bahan baku,

bahan bantu, produk, maupun limbah, yang terjadi selama preparasi, pengolahan

dan penepakan harus dilakukan sesuai dengan norma-norma higiene dan sanitasi.

Contoh, hindari langsung kontak antara tangan atau anggota badan lainnya dengan

bahan.

Sanitasi dan higiene merupakan bagian dari proses pengurangan kerusakan

yang diakibatkan oleh mikrobia yang mungkin lebih berbahaya dampaknya

daripada kerusakan yang diakibatkan oleh kemunduran mutu saja. Dengan

demikian sanitasi merupakan bagian yang sangat penting dalam menentukan

kualitas produk yang akan dihasilkan (Pambayun et al., 2001).

Untuk mendapatkan bahan baku yang berkualitas tinggi perlu diketahui

syarat bahan baku yang baik. Menurut Departemen Perikanan dan Kelautan

(2003), syarat bahan baku yang baik adalah sebagai berikut :

Page 24: Kajian Sanitasi Edit

a. Unit pengolahan dilarang mengolah produk perikanan yang berasal dari

tangkapan di wilayah perairan tercemar. Perairan yang tercemar adalah

perairan yang mengalami kontaminasi oleh bahan yang dapat menimbulkan

penyakit. Bahan-bahan tersebut meliputi kotoran, bibit penyakit dan mikroba.

b. Produk perikanan harus bersih, segar, bebas dari bau yang menandakan

kebusukan, bebas dari tanda dekomposisi dan pemalsuan serta berbagai faktor

yang menandakan penurunan mutu.

2. Sanitasi alat dan lingkungan

Unit pengolahan dan semua peralatan serta perlengkapan pembantu yang

dipergunakan dalam operasi pengolahan juga harus selalu mendapatkan perhatian,

perawatan, dan perbaikan agar selalu bersih dan saniter. Dengan demikian, unit

pengolahan beserta peralatan dan perlengkapan yang dipergunakan bukanlah

merupakan sumber penularan bagi produk yang diolah. Peralatan dan

perlengkapan pembantu yang bersentuhan dengan bahan yang diolah, kecuali

terhadap produk akhir yang dikemas, harus selalu dibersihkan dan didesinfeksi

sekurang-sekurangnya satu kali dalam satu gilir kerja, kemudian dikeringkan dan

disimpan dengan cara saniter untuk digunakan keesokkan harinya.

Udara tidak memiliki flora mikroba alamiah, tetapi partikel-partikel debu

atau tetesan air yang terdapat dalam udara dapat membawa mikroba. Udara dapat

bertindak sebagai tempat persediaan kontaminan. Jenis dan jumlah mikroba yang

ada dalam udara sangat bervariasi tergantung lokasi dan musim hujan apat

menghilangkan organisme dalam udara (Jenie, 1988).

Page 25: Kajian Sanitasi Edit

Kondisi udara di daerah persiapan makanan tergantung banyak faktor

adanya debu, tetesan air dan pergerakan udara yang terbawa oleh gerak angin dari

ventilasi atau manusia yang bergerak. Tetesan air dari orang-orang yang

berbicara, batuk atau bersin dapat memberi mikroba dalam udara. Penyakit khas

yang dipindahkan oleh udara adalah influenza dan penyakit pernapasan. Telah

diketahui bahwa bakteri dapat disebar malalui batuk dan bersin dalam jarak yang

cukup jauh yaitu hingga 4,5 meter (Jenie, 1988).

Halaman dan lantai yang mengelilingi dan yang berada di bawah

pengawasan unit pengolahan harus dipelihara kebersihannya. Lantai yang

digunakan untuk pekerjaan basah harus selalu bersih, dicuci, dan disemprot air

selama periode kerja serta didesinfeksi setiap hari pada saat mulai dan selesai satu

gilir kerja.

3. Kebersihan Para Pekerja

Pekerja harus selalu bekerja secara higiene dan saniter pada setiap lini

proses. Penyadaran dan pelatihan pekerja agar memahami arti penting higiene dan

sanitasi di setiap bidang pekerjaan.

Dalam upaya menciptakan kondisi sanitasi yang baik pada pengolahan

makanan diperlukan beberapa jenis bahan yang dapat digunakan sebagai alat

pembersih. Proses pembersihan dilakukan untuk menghilangkan sisa-sisa

makanan, sumber zat gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan mikroorganisme.

Selain itu proses pembersihan juga dapat menghilangkan sebagian besar populasi

mkroorganisme, melalui kerja fisik dari pencucian dan pembilasan. Oleh karena

itu proses pembersihan harus dilakukan sedemikian rupa agar efektif dalam

Page 26: Kajian Sanitasi Edit

mengendalikan pertumbuhan mikroorganisme. Faktor-faktor yang sangat

berpengaruh dalam keberhasilan proses pembersihan adalah sifat permukaan yang

kontak dengan sisa makanan. Permukaan benda yang tidak dapat ditembus,

misalnya baja tahan karat (stainless steel) akan lebih mudah dibersihkan dari pada

permukaan benda berpori-pori, misalnya kayu (Relka, 2009).

Faktor lain yang berpengaruh terhadap proses dan prosedur pembersihan

adalah jenis sisa makanan yang harus dibersihkan. Sisa makanan yang banyak

mengandung lemak dapat dibersihkan dengan bantuan air panas dan sabun, atau

dengan menggunakan bahan pelarut lemak, misalnya alkohol dengan kadar 70%.

Bahan berprotein dapat dibersihkan melalui proses peptidasi menggunakan bahan

pengoksidasi seperti klorin. Pemahaman mengenai kesesuaian antara bahan

pembersih dengan materi yang akan dibersihkan akan sangat membantu upaya

meningkatkan efisiensi dan efektivitas proses pembersihan (Relka, 2009).

4. Sanitasi air

Air merupakan pembawa penyakit yang lebih banyak dibandingkan

makanan. Kebutuhan air umumnya diambil dari air permukaan. Air ini perlu

diberi perlakuan untuk menghilangkan bahan-bahan limbah serta menghilangkan

bahan-bahan limbah serta menghilangkan dan mengontrol kontaminasi.

Penanganan air seperti yang disebutkan di atas sudah cukup memuaskan

untuk tujuan umum seperti konsumsi, persiapan makanan dan proses-proses

pembersihan. Akan tetapi untuk pembersihan makanan yang terkontaminasi berat

dengan kotoran dan mikroba, pembersihan dengan air minum saja tidak cukup.

Misalnya kacang-kacang yang terkontaminasi berat dengan tanah, air minum

Page 27: Kajian Sanitasi Edit

dapat menghilangkan tanah, tetapi sejumlah mikroba masih tetap tertinggal.

Untuk ini perlu konsentrasi klorin yang agak tinggi dalam air pencucian tersebut,

karena klorin langsung terserap oleh bahan-bahan organik dan menjadi tidak

efektif untuk membunuh sel-sel mikroba. Oleh karena itu konsentrasi klorin perlu

di tambah agar cukup bereaksi dengan tanah (Jenie, 1988).

Sanitasi air yang dilakukan harus memenuhi persyaratan yaitu kontaminasi

secukupnya dihilangkan dan bahan-bahan kimia secukupnya ditambahkan untuk

membuat air tidak berbahaya terhadap kesehatan manusia. Salah satu hal yang

menguntungkan adalah sifat air yang sedemikian rupa sehingga walaupun

terkontaminasi berat dengan kotoran. Air ini selalu dapat dibersihkan dan dibuang

aman untuk penggunaan manusia (Jenie, 1988).

Page 28: Kajian Sanitasi Edit

III. PELAKSANAAN PRAKTIK LAPANGAN

A. Tempat dan Waktu

Kegiatan Prakteik Lapangan ini dilakukan di rumah produksi pengusaha

kerupuk di Desa Tanjung Agas Kecamatan Tanjung Raja Ogan Ilir Sumatera

Selatan, dimulai pada tanggal 1 November sampai 1 Desember 2010.

B. Metode Pelaksanaan

Metode yang digunakan dalam praktik lapangan ini adalah metode survey.

Dimana metode survey adalah metode yang menggambarkan secara langsung

keadaan suatu objek dan tidak dimaksudkan untuk mengambil dan menarik suatu

kesimpulan. Data yang diambil adalah data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh dari sumbernya secara langsung

dengan melakukan pengamatan dan pencatatan hasil observasi, wawancara dan

partisifasi secara langsung.

2. Data Sekunder

Data sekunder dilakukan dengan melakukan studi literatur atau data yang

didapat secara tidak langsung oleh sumber. Dalam hal ini data di dapatkan dari

pustaka, laporan serta data dari informasi masyarakat dan instansi terkait.

Page 29: Kajian Sanitasi Edit

IV. GAMBARAN  UMUM  KECAMATAN  TANJUNG RAJA

A.   Letak Geografis dan Luas Wilayah 

Secara  geografis  Kecamatan Tanjung Raja  terletak 100o–106° Bujur

Timur dan 3° Lintang Selatan. Luas  Wilayah Kecamatan Tanjung Raja secara

keseluruhan meliputi 7.941 ha atau 70,41  Km2. Batas-batas administratif 

Kecamatan Tanjung Raja adalah sebagai berikut :  Sebelah Utara berbatasan

dengan Kecamatan Rantau Panjang. Sebelah Selatan berbatasan dengan

Kecamatan Rantau Alai. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Tanjung

Batu.  Sebelah Timur berbatasan dengan  Kecamatan Sungai Pinang Kecamatan

Tanjung Raja terdiri dari 19 Desa, wilayah desa yang paling luas adalah Desa

Siring Alang 7,1 Km2 dan yang paling kecil adalah Desa Tanjung Raja 2,5 Km2.

dan wilayah adminitrasi Kecamatan Tanjung Raja terdiri dari 15 Desa dan 4

Kelurahan (Tanjung Raja, Tanjung Raja Barat, Tanjung Raja Timur, dan Tanjung

Raja Utara). Transportasi yang digunakan dari desa ke ibu kota kecamatan,

sebagian besar ditempun melalui jalan darat.

B. Keadaan Alam

Iklim dan Curah hujan Kecamatan Tanjung Raja merupakan daerah yang

mempunyai iklim tropis basah dengan musim kemarau berkisar antara bulan Mei

Page 30: Kajian Sanitasi Edit

sampai dengan bulan Oktober, sedangkan musim hujan berkisar antara bulan

November sampai dengan bulan April, sedangkan musim kemarau berkisar antara

bulan Mei sampai bulan Oktober. Curah hujan disuatu wilayah dipengaruhi oleh

keadaan iklim, topografi dan perputaran/pertemuan arus udara.   Hidrolog di

Kecamatan Tanjung Raja mengalir sungai besar yaitu Sungai Ogan yang mengalir

mulai dari Kecamatan Muara Kuang dan bermuara di Sungai Musi di Kecamatan

Kertapati–Palembang yang lebih dikenal dengan Muara Ogan. Adat istiadat

penduduk Kecamatan Tanjung Raja sebagian besar merupakan suku pegagan,

dimana bahasa sehari-hari yang digunakan umumnya adalah bahasa pegagan.

Sedangkan sebagian lainnya merupakan penduduk daerah lain yang telah lama

menetap di Kecamatan Tanjung Raja.

C.      Keadaan Penduduk

Pola penyebaran penduduk ditunjukkan dengan  banyaknya jumlah 

penduduk  per kelurahan  dan  besarnya angka kepadatan penduduk per kelurahan.

Terlihat bahwa pola penyebaran penduduk kurang merata. Distribusi penduduk

lebih cenderung mengarah ke arah pusat kota. Jumlah penduduk wilayah

Kecamatan Tanjung Raja pada tahun 2006 berjumlah 38.893 jiwa terdiri dari

19.205 jiwa laki-laki dan 19.688 jiwa perempuan, sedangkan pada tahun 2007

jumlah penduduknya 39.414 jiwa terdiri dari 19.222 jiwa laki-laki dan 20.192

jiwa perempuan. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di  Kelurahan Tanjung Raja

yang berjumlah 5.200 jiwa dan jumlah penduduk terendah di desa Tanjung

Harapan sebanyak 889 jiwa.

Page 31: Kajian Sanitasi Edit

D.       Keadaan Sosial

Pada tahun 2006, untuk jenjang pendidikan dasar di Kecamatan Tanjung

Raja terdapat 28 SD Negeri yang tersebar hampir diseluruh desa/kelurahan,

dengan jumlah guru dan murid masing-masing sebanyak 285 dan 4.910 orang.

Untuk jenjang pendidikan menengah pertama, sudah tersedia 3 SMP Negeri dan

sekolah islam yang dikenal dengan Madrasyah Tsanawiyah (MTs) yang terdiri

dari 1 MTs Negeri dan 2 MTs Swasta. Sekolah Menengah Umum di Kecamatan

Tanjung Raja ada 6 sekolah, 2 diantaranya negeri dan sisanya swasta.

Faktor kesehatan penduduk juga salah satu modal penting bagi

pembangunan daerah, karena aspek kesehatan sangat berpengaruh terhadap

kualitas sumber daya manusia sebagai pelaku pembangunan. Kesehatan juga

merupakan investasi untuk mendukung pembangunan ekonomi serta memiliki

peran penting dalam upaya penanggulangan kemiskinan. Hampir di setiap

desa/kelurahan di Kecamatan Tanjung Raja terdapat Tenaga dan Sarana

Kesehatan.

Penduduk di Kecamatan Tanjung Raja sebagian besar yaitu 99,8 persen

merupakan pemeluk agama Islam. Sebanyak 0,2 persen sisanya merupakan

pemeluk Protestan, Katholik dan Hindu. Jumlah tempat ibadah yang ada di

Kecamatan Tanjung Raja Tahun 2006 adalah sebanyak 91 tempat ibadah yang

Page 32: Kajian Sanitasi Edit

terdiri dari 65 mesjid dan 26 sanggar atau surau yang tersebar di masing-masing

kelurahan.

E. Keadaan Ekonomi

Sebagian besar penduduk di Kelurahan Tanjung Raja berprofesi sebagai

Peternak, Perikanan dan pedagang. Tapi sebagian besar kebanyakan penduduk

bekerja sebagai pedangan dan membuka usaha sendiri di rumah. Sarana

perekonomian seperti pasar, rumah makan dan koperasi non KUD hanya

menyebar di empat desa/kelurahan yaitu desa Talang Balai Lama, desa Suka

Pindah, desa Ulak Kerbau Lama dan Keluarahn Tanjung Raja Timur.

Page 33: Kajian Sanitasi Edit

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

Setelah melakukan Praktik Lapang di Desa Tanjung Agas Kecamatan

Tanjung Raja, Kabupaten Ogan Ilir Sumatera Selatan, maka diperoleh informasi

tentang proses produksi kerupuk serta penerapan sanitasi dan higiene yang telah

dilakukan.

A. Sanitasi dan Higiene Bahan Baku dan Bahan Pembantu

Bahan baku diperoleh dari pasar Tanjung Raja berupa daging ikan yang

telah digiling dan diambil setiap harinya. Pengambilan bahan baku pada pukul

07.00 WIB pagi. Jarak pengambilan bahan baku bekisar 1 jam. Dengan keadaan,

bahan baku dibungkus dengan kantong plastik dan diberi es, hal ini dilakukan

untuk tetap menjaga bahan baku daging ikan tetap dalam keadaan segar. Setelah

bahan baku diterima proses selanjutnya adalah langsung mengolahnya tidak ada

perlakuan khusus dalam membersihkannya. Untuk limbahnya sendiri, tidak ada

limbah berbahaya yang dihasilkan karena bahan baku yang diperoleh dalam

bentuk telah digiling.

Menurut Moeljanto (1992), bahan baku setiap harinya diterima harus

dalam keadaan bersih, segar, diselimuti oleh es curai dan dengan kerusakan bahan

baku yang minimum. Penanganan dan pengolahan produk hasil perikanan dengan

Page 34: Kajian Sanitasi Edit

menggunakan es dapat melindungi bahan baku dari pembusukan ataupun

kerusakan karena perubahan yang disebabkan oleh aktifitas mikroorganisme

(jasad renik) dan perubahan-perubahan lain yang merugikan baik oleh kegiatan

enzim (autolisis) ataupun oleh bakteri-bakteri pembusuk.

Begitu juga sama hal nya dengan bahan pembantu yang digunakan seperti

tepung tapioka, garam, MSG dan air. Bahan pembantu tersebut juga tidak luput

dari sumber kontaminasi oleh karena itu diperlukan juga penanganan sanitasi dan

higiene karena bahan tambahan ini juga sangat berpengaruh pada hasil kerupuk

yang dibuat. Dari segi peletakan bahan dan dari mana bahan tersebut didapat,

dikhawatirkan akan terkontaminasi oleh serangga atau hewan pengerat lainnya.

Kebanyakan para pengusaha kerupuk di Desa Tanjung Agas Kecamatan Tanjung

Raja, hanya meletakkan bahan tambahan tersebut di lantai berdekatan dengan alat-

alat yang dipakai selama produksi. Sedangkan air yang digunakan berasal dari

sungai yang berada di dekat desa tersebut yang dialirkan melalui saluran pipa dan

belum diketahui bagaimana keadaan air tersebut apakah telah memenuhi syarat

sanitasi dan higiene.

B. Sanitasi dan Higiene Proses Produksi Kerupuk

1. Pembuatan Adonan

Adonan kerupuk ini terbuat dari gandum yang dicampur dengan sagu dan

diberi air dingin hingga menjadi adonan yang kental, kemudian dicampurkan

dengan garam, MSG dan ikan giling yang telah direbus, diaduk hingga rata lalu di

dinginkan. Dalam penerapan sanitasi dan higienenya para karyawan sebelum

Page 35: Kajian Sanitasi Edit

memegang seluruh bahan dan mengadonnya dilakukan tindakan dengan mencuci

tangan terlebih dahulu dengan menggunakan sabun batang biasa yang telah

disediakan. Setelah itu tidak ada lagi tindakan yang dilakukan.

2. Pencetakan

Pencetakan adonan dilakukan dengan mengunakan batok. Batok adalah

alat yang digunakan untuk membentuk kerupuk dan orang yang mengunakannya

telah ahli. Dengan bantuan alat cetak adonan ini dapat dibuat dalam bentuk

serupa. Selanjutnya adonan disusun di atas ancap yang terbuat dari bambu.

Namun sebelum adonan diletakkan di atas ancap, permukaan ancap terlebih

dahulu diolesi dengan minyak agar adonan yang dikukus tidak lengket pada

cetakan. Isi adonan kerupuk pada tiap ancap berjumlah 12-13 buah.

Dalam penerapan sanitasi dan higienenya, keseluruhan alat yang

digunakan dalam proses pencetakan dibersihkan telebih dahulu dengan cara di lap

dengan menggunakan kain lap sebelum kemudian dipergunakan. Begitu juga

setelah proses selesai, ada sebagian alat yang dicuci dengan menggunakan sabun

colet yaitu batok, sedangkan ancap hanya dilap saja.

3. Pengukusan

Adonan kemudian dikukus dalam dandang selama kurang lebih 5 menit.

Banyaknya ancap di dalam kukusan berjumlah 22 ancap. Untuk mengetahui

apakah adonan kerupuk telah masak atau belum adalah dengan cara menusukkan

lidi ke dalamnya. Bila adonan tidak melekat pada lidi berarti adonan telah masak.

Page 36: Kajian Sanitasi Edit

Cara lain untuk menentukan masak atau tidaknya adonan kerupuk dapat di

lakukan dengan menekan adonan tersebut. Bila permukaan silinder kembali

seperti semula, artinya adonan telah masak. Setelah itu kerupuk ditiriskan.

Air yang digunakan dalam pengukusan berasal dari air yang dialirkan dari

sungai melalui pipa-pipa ke rumah penduduk. Setiap selesai pengukusan untuk

melanjutkan pengukusan berikutnya air selalu ditambahkan. Selama proses

pengukusan, hanya ada satu dandang yang digunakan dan setelah selesai

digunakan dandang dicuci dengan menggunakan sabun colet. Sedangkan untuk

ancap setelah digunakan pada pengukusan pertama selanjutnya dipergunakan

kembali pada pengukusan berikutnya tanpa ada tindakan pembersihan terlebih

dahulu sehingga pada permukaan ancap masih banyak sisa-sisa adonan yang

tertempel ikut dikukus kembali.

4. Penjemuran

Kerupuk yang telah dikukus disusun di atas tampah untuk kemudian

dijemur dibawah sinar matahari. Penempatan tampah-tampah ini sebagian besar

oleh para pengusaha diletakkan di depan teras atau di pinggir jalan dengan

beralaskan terpal atau diletakkan di atas kayu penyangga. Penjemuran yang

dilakukan di pinggir jalan jauh dari standar sanitasi dan higiene yang semestinya,

karena sebagian besar kontaminasi terjadi di alam terbuka. Kontaminasi tersebut

dapat berasal dari debu, asap kendaraan dan serangga yang melintas. Hal ini dapat

saja mengakibatkan orang yang mengkonsumsi kerupuk ini terserang penyakit.

Untuk menghindari hal tersebut hendaknya pada saat penjemuran kerupuk ditutup

Page 37: Kajian Sanitasi Edit

dengan terpal transparan, agar cahaya dan panas sinar matahari masih mampu

menembusnya.

Penjemuran dilakukan kurang lebih selama 1-2 hari atau bisa memakan

waktu lebih dari tiga hari jika panas matahari tidak terlalu bagus. Untuk beberapa

pengrajin yang menjual kerupuk siap goreng, setelah proses penjemuran langsung

ke proses pengemasan. Sedangkan untuk pengrajin yang menjual produk kerupuk

langsung konsumsi, proses selanjutnya adalah pengorengan.

5. Penggorengan

Kerupuk yang sudah kering dari penjemuran kemudian dibawak masuk

kembali keruang proses untuk kemudia digoreng. Proses penggorengan ini terbagi

menjadi dua tahap. Tahap pertama, kerupuk dipanaskan terlebih dahulu di minyak

yang tidak terlalu panas, pada saat ini kerupuk tidak mengembang dan lamanya

penggorengan hanya cukup dilakukan selama satu menit. Tahap kedua adalah

penggorengan panas yaitu dimana kerupuk yang sudah dipanaskan dimasukkan di

tempat penggorengan akhir. Pada tahap ini, minyak sudah panas dan alhasil

kerupuk mengembang, setalah mengembang kerupuk diangkat dan didiamkan

terlebih dahulu. Setelah kira-kira minyak pada kerupuk sudah hilang, kerupuk siap

dimasukkan ke dalam plastik.

Minyak yang digunakan selama proses penggorengan ada dua macam

yaitu minyak yang masih fresh dan minyak jelantah. Minyak yang fresh di

pergunakan pada tahap penggorengan pertama karena pada tahap ini hanya sedikit

minyak yang digunakan sedangkan minyak jelantah dipergunakan pada tahap

penggorengan kedua.

Page 38: Kajian Sanitasi Edit

Minyak jelantah adalah minyak limbah yang bisa berasal dari jenis-jenis

minyak goreng seperti halnya minyak jagung, minyak sayur, minyak samin dan

sebagainya. Minyak jelantah merupakan minyak bekas pemakaian kebutuhan

rumah tangga. Yang pada umumnya, dapat digunakan kembali untuk keperluaran

kuliner. Dan jika ditinjau dari komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung

senyawa-senyawa yang bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses

penggorengan. Meskipun sebenarnya minyak jelantah sendiri dapat diolah melalui

proses filterisasi, sehingga warnanya kembali jernih dan seolah seperti minyak

goreng baru, namun kandungannya tetap mengalami kerusakan sehingga tidak

baik bagi tubuh. Ketika orang mengkonsumsi jenis minyak ini, maka dapat

berpengaruh pada munculnya asam lemak trans yang akan mempengaruhi HDL

kolesterol, LDL kolesterol serta total kolesterol yang merupakan sistem

metabolisme darah dan ini terjadi lewat sebuah proses tahapan berupa

penumpukan yakni penyumbatan pembuluh darah yang pada akhirnya berujung

pada penyakit jantung (Yulis, 2010).

Dari segi sanitasi dan higienenya, minyak jelantah tidak bagus buat

dipergunakan lagi untuk menggoreng. Jadi jelas bahwa pemakaian minyak

jelantah yang berkelanjutan dapat merusak kesehatan manusia, menimbulkan

penyakit kanker, dan akibat selanjutnya dapat mengurangi kecerdasan generasi

berikutnya.

6. Pengepakan

Pada proses pengepakan atau pengemasan semuanya dilakukan oleh para

pekerja wanita, yang berjumlah tiga orang. Bahan pengemas yang digunakan

Page 39: Kajian Sanitasi Edit

untuk mengemas kerupuk di Desa Tanjung Agas hanya terdiri atas kemasan

plastik polyetilen yang lunak, transparan dan fleksibel, memilliki kekuatan

benturan dan sobek yang baik. Kerupuk yang telah jadi dan kering disusun

kedalam plastik. Dalam satu kantong plastik polyetilen ukuran besar dapat berisi

25 kerupuk. Didalam kemasan diberi merek sebagai ciri khas pemilik usaha.

Kemasan kerupuk lalu diikat menggunakan tali rafia. Proses pengemasan ini

dilakukan lebih kurang satu sampai dua jam, tergantung jumlah kerupuk yang

akan dikemas.

Menurut Padli (2009), jenis plastik polyetilen ini paling banyak digunakan

dalam industri, karena memiliki sifat mudah dibentuk, tahan bahan kimia, jernih

dan mudah dilaminasi. Dengan pemanasan akan menjadi lunak dan mencair pada

suhu 110 °C. Berdasarkan sifat permeabilitasnya yang rendah serta sifat-sifat

mekaniknya yang baik, polyetilen mempunyai ketebalan 0.001 sampai 0,01 inci,

yang banyak digunkam sebagai pengemas makanan, karena sifatnya yang

thermoplastik, polyetilen mudah dibuat kantung dengan derajat kerapat yang baik.

C. Sanitasi dan Higiene Peralatan

Peralatan memiliki peranan yang penting dalam proses pembuatan suatu

produk, akan tetapi peralatan juga merupakan salah satu sumber kontaminasi bagi

produk itu sendiri. Agar tidak menjadi sumber kontaminasi maka peralatan harus

dijaga kebersihan dan kondisinya.

Sanitasi dan higiene peralatan yang digunakan selama proses tidak

seluruhnya di bersihkan. Salah satunya ancap, saringan dan tampah tidak

Page 40: Kajian Sanitasi Edit

dibersihkan lagi setelah dipakai, hanya cukup dilap saja dengan menggunakan

kain lap. Untuk peralatan yang lain di bersihkan dengan mengunakan sabun colet

lalu di tiriskan.

D. Sanitasi dan Higiene Pekerja

Manusia merupakan sumber kontaminasi karena pada tubuh manusia ada

bagian-bagian penting dalam hubungannya dengan sumber potensi

mikroorganisme yang dapat menyebabkan kontaminasi. Bagian-bagian yang

dimaksud adalah mulut, hidung, kulit, rambut, jari-jari, kuku, mata, dan saluran

pencernaan serta organ ekskresi yang banyak sekali terdapat mikroorganisme.

Untuk mencegah terjadinya kontaminasi, sebelum mengolah para pekerja mencuci

tangan terlebih dahulu, namun tidak dilengkapi dengan peralatan khusus seperti

sarung tangan, sepatu boot, pakaian khusus, penutup kepala, masker dan

karyawan bebas untuk merokok. Hal ini dapat mudah sekali mengkontaminasi

bahan baku. Hasilnya bisa saja orang yang mengkonsumsinya dapat terserang

penyakit.

E. Sanitasi dan Higiene Lingkungan

Lingkungan produksi yang bersih dan sehat menunjukan bahwa industri

itu telah menyadari betapa aspek sanitasi dan higiene penting untuk diterapkan.

Sebaliknya lingkungan sanitasi yang kotor menunjukan bahwa aspek sanitasi

higiene diabaikan. Secara tidak langsung kondisi lingkungan produksi ada

hubungannya dengan nilai estetika konsumen terhadap produk yang dihasilkan.

Page 41: Kajian Sanitasi Edit

Lokasi tempat proses produksi dilakukan, terletak dibelakang rumah.

Kondisi setelah proses produksi selesai dilakukan, ruangan dalam keadaan bersih

dan tertata rapi. Lantai dibersihkan dengan mengunakan sapu lidi dan sapu ijuk.

Namun sayangnya ruang produksi berdekatan dengan kandang bebek dan ayam.

Oleh sebab itu kondisi sanitasi dan higienenya sangat memprihatinkan. Di tambah

lagi pada saat penjemuran kerupuk yang dijemur sering kali terinjak oleh ayam

ataupun bebek dan meninggalkan bekas jejak kaki pada kerupuk. Semua keadaan

ruang produksi di setiap rumah pengrajin kerupuk, di Desa Tanjung Agas adalah

sama. Hal ini menunjukkan bahwa keadaan sanitasi dan higiene di setiap rumah

pengrajin tidak terlaksana dengan baik.

Page 42: Kajian Sanitasi Edit

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, maka diperoleh kesimpulan

sebagai berikut :

1. Usaha kerupuk ikan dilakukan oleh masyarakat di Tanjung Agas merupakan

usaha dengan skala kecil dan kegiatan usaha yang dilakukan menggunakan

peralatan dengan teknologi yang masih rendah.

2. Sanitasi dan higiene pada tiap rumah produksi dari awal penerimaan bahan

baku, tiap tahap proses produksi sampai pengepakan belum memenuhi standar

sanitasi dan higiene yang benar.

3. Bahan baku ikan yang diterima dalam bentuk daging yang telah digiling dan

langsung diolah, tanpa perlakuan khusus dalam membersihkannya.

4. Limbahnya sendiri, tidak ada limbah berbahaya yang dihasilkan karena bahan

baku yang diperoleh dalam bentuk telah digiling.

B. Saran

Setelah melaksanakan kegiatan praktik lapang di Desa Tanjung Raja

dengan memperhatikan aspek sanitasi dan higienenya maka saran yang dapat

diberikan adalah perlunya pemahaman mengenai pentingnya sanitasi dan higiene

pada tiap proses produksi untuk menjaga kualitas bahan baku dan kesehatan para

karyawan.

Page 43: Kajian Sanitasi Edit

DAFTAR PUSTAKA

Anonim.2007. Kerupuk. Jakarta : Wikimedia Indonesia.

Buckle, K.A., R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wootton. 1985. Food Science. Diterjemahkan oleh Hari Purnomo dan Adiono. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Departemen Perindustrian. 1990. Standar Industri Indonesia (SII) Syarat Mutu Garam Dapur. Dirjen Perikanan. Jakarta.

Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1996. Daftar Komposisi Bahan Makanan. Bhrata Karya Aksara. Jakarta.

Ifah. 2006. Usaha Pertanian. Jakarta : PT. Dunia Pustaka.

Jenie B.S.L. 1988. Sanitasi Dalam Industri Pangan. Bogor : IPB.

Kangisa. 2010. Membuat Kerupuk Ikan.http:// www. kangisa.co.cc / [03 Desember 2010]

Madhar. 1992. Penelitian Pengganti Bahan Tambahan Makanan yang mengandung Boraks untuk Pembuatan Kerupuk dan Mie. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Industri Hasil Pertanian. Proyek Penelitian dan Pengembangan Industri Hail Pertanian.

Moeljanto. 1992. Pengawetan dan Pengolahan Hasil Perikanan. Jakarta : PT. Penebar Swadaya.

Sari, R.T. 2006. Pembuatan Kerupuk Kemplang Khas Palembang Dari Ikan Gabus (Ophiochephallus striatus) Dan Ikan Tenggiri (Scomberomorus commersoni) Satu Kali Goreng Dengan Aplikasi Pembekuan. Skripsi Jurusan Teknologi Hasil Perikanan. Fakultas Pertanian. Universitas Sriwijaya.

Syarief, R dan Irawati, A. 1988. Pengetahuan Bahan Untuk Industri Pertanian. Jakarta : Meltan Putra

Padli. 2009. Pengemasan.http://www.pengemasanhighdensity/polyethylene.htm [21 Oktober 2011]

Pembayun, R et al,. 2001 Sanitasi dan Higiene Industri. Palembang : Universitas Sriwijaya.

Page 44: Kajian Sanitasi Edit

Yulis. 2010. Cara Menjernihkan Minyak Jelantah. http://www.yulissamoa.com/cara-menjernihkan-minyak-jelantah [10 November 2011]

Page 45: Kajian Sanitasi Edit

LAMPIRAN GAMBAR

Gambar 1. Pembuatan Adonan

Gambar 2. Mencetak Adonan

Page 46: Kajian Sanitasi Edit

Gambar 3. Pengukusan

Gambar 4. Penjemuran Kerupuk di bawah sinar matahari

Page 47: Kajian Sanitasi Edit

Gambar 5. Pengorengan kerupuk

Gambar 6. Pengepakan

Gambar 7. Kerupuk yang telah dikemas