kajian pustaka sempadan sungai

68
KAJIAN PUSTAKA Sungai dan Sempadan Sungai Menurut Maryono (2005), sungai adalah wadah dan jaringan pengaliran air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya sepanjang pengalirannya oleh sempadan. Suharti (2004) mendefinisikan bantaran sungai sebagai lahan pada kedua sisi di sepanjang palung sungai dihitung dari tepi sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam. Soeryono (1979) mendefinisikan alur sempadan sungai sebagai alur pinggir kanan dan kiri sungai yang terdiri dari bantaran banjir, bantaran longsor, bantaran ekologi, serta bantaran keamanan. Menurut Maryono (2003), sempadan sungai sering juga disebut bantaran sungai. Namun ada sedikit perbedaan, karena bantaran sungai adalah daerah pinggiran sungai yang tergenang air saat banjir (flood plain). Bantaran sungai dapat juga disebut bantaran banjir. Sedangkan sempadan sungai adalah daerah bantaran sungai ditambah lebar longsoran tebing sungai (sliding) yang mungkin terjadi, lebar bantaran ekologis dan

description

sempadan sungai adalah garis yang membatasi sungai dengan kawasan daratan sekitarnya yang lebarnya sesuai karakteristik sungai

Transcript of kajian pustaka sempadan sungai

Page 1: kajian pustaka sempadan sungai

KAJIAN PUSTAKA

Sungai dan Sempadan Sungai

Menurut Maryono (2005), sungai adalah wadah dan jaringan pengaliran air mulai dari

mata air sampai muara dengan dibatasi kanan dan kirinya sepanjang pengalirannya oleh

sempadan. Suharti (2004) mendefinisikan bantaran sungai sebagai lahan pada kedua sisi di

sepanjang palung sungai dihitung dari tepi sampai dengan kaki tanggul sebelah dalam.

Soeryono (1979) mendefinisikan alur sempadan sungai sebagai alur pinggir kanan dan kiri

sungai yang terdiri dari bantaran banjir, bantaran longsor, bantaran ekologi, serta bantaran

keamanan.

Menurut Maryono (2003), sempadan sungai sering juga disebut bantaran sungai.

Namun ada sedikit perbedaan, karena bantaran sungai adalah daerah pinggiran sungai yang

tergenang air saat banjir (flood plain). Bantaran sungai dapat juga disebut bantaran banjir.

Sedangkan sempadan sungai adalah daerah bantaran sungai ditambah lebar longsoran tebing

sungai (sliding) yang mungkin terjadi, lebar bantaran ekologis dan lebar bantaran keamanan

yang diperlukan, terkait dengan letak sungai (misal untuk kawasan pemukiman dan non-

pemukiman).

Sempadan sungai, terutama di daerah bantaran banjir, merupakan daerah ekologi dan

sekaligus hidrologis sungai yang sangat penting. Sempadan sungai tidak dapat dipisahkan

dengan badan sungainya yaitu alur sungai, karena secara ekologis dan hidrologis merupakan

satu kesatuan ekologi yaitu satu ekosistem sungai. Secara hidrologis sempadan sungai

merupakan daerah bantaran banjir yang berfungsi dalam memberikan luapan banjir ke

samping kanan dan kiri sungai. Dengan demikian, kecepatan air bisa dikurangi karena energi

air dapat diredam di sepanjang sungai. Selain itu erosi tebing dan erosi dasar sungai pun

Page 2: kajian pustaka sempadan sungai

dapat dikurangi secara simultan. Sempadan sungai merupakan daerah tata air sungai yang

memiliki mekanisme proses konservasi hidrolis sungai dan air tanah pada umumnya.

Sedangkan bila dilihat secara ekologis, sempadan sungai merupakan habitat di mana

komponen ekosistem sungai berkembang. Komponen vegetasi sungai secara alami akan

mendapatkan hara dari sedimentasi periodis dari hulu ke tebing,yang selanjutnya komponen

tersebut akan berfungsi sebagai pemasok nutrisi untuk komponen fauna sungai dan

sebaliknya. Proses ini merupakan pendukung keberlangsungan ekosistem sungai yang

memiliki sifat terbuka dari hulu ke hilir.

Memelihara ekosistem sempadan yang baik sudah dipastikan dapat menjaga

konservasi air dan tanah di sepanjang sungai. Komponen vegetasi sungai secara hidrologis

dapat berfungsi sebagai retensi alamiah sungai yang bisa menghambat laju air sungai ke hilir

secara proporsional yang dengan demikian dapat mengurangi frekuensi banjir dan erosi di

sepanjang sungai. Jika sistem ekologis dan hidrologis sempadan sungai ini terganggu, seperti

dengan adanya bangunan rumah di atas sempadan sungai, pelurusan dan sudetan yang

mengakibatkan berubahnya areal sempadan, hingga adanya penanggulan tebing sungai, maka

fungsi ekologis dan hidrologis sempadan sungai yang sangat vital itu akan menjadi rusak

total.

Konsep lebar sempadan sungai di Indonesia sudah diatur dalam Peraturan Pemerintah

Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai. Sempadan sungai (riparian zone) adalah zona

penyangga antara ekosistem perairan (sungai) dan daratan. Zona ini umumnya didominasi

oleh tetumbuhan dan/atau lahan basah. Tetumbuhan tersebut berupa rumput, semak ataupun

pepohonan sepanjang tepi kiri dan/atau kanan sungai. Sempadan sungai yang demikian itu

sesungguhnya secara alami akan terbentuk sendiri, sebagai zona transisi antara ekosistem

daratan dan ekosistem perairan (sungai). Namun karena ketidak pahaman tentang fungsinya

yang sangat penting, umumnya di perkotaan, sempadan tersebut menjadi hilang didesak oleh

Page 3: kajian pustaka sempadan sungai

peruntukan lain. Sempadan sungai yang cukup lebar dengan banyak kehidupan tetumbuhan

(flora) dan binatang (fauna) di dalamnya merupakan cerminan tata guna lahan yang sehat

pada suatu wilayah. Keberadaan banyak jenis spesies flora dan fauna merupakan aset

keanekaragaman hayati yang penting bagi keberlangsungan kehidupan manusia dan alam

dalam jangka panjang.

Tujuan penetapan sempadan sungai adalah sebagai upaya melindungi sungai agar

fungsi sungai dapat berlangsung secara berkelanjutan. Adapun fungsi sungai sebagaimana

diamanatkan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai meliputi 2

(dua) fungsi utama yaitu:

1. Bagi kehidupan manusia, berupa manfaat keberadaan sungai sebagai penyedia air dan

wadah air untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, sanitasi lingkungan, pertanian,

industri, pariwisata, olah raga, pertahanan, perikanan, pembangkit tenaga listrik,

transportasi, dan kebutuhan lainnya;

2. Bagi kehidupan alam, berupa manfaat keberadaan sungai sebagai pemulih kualitas air,

penyalur banjir, dan pembangkit utama ekosistem flora dan fauna.

Adapun manfaat Penetapan Sempadan Sungai ini adalah:

1. Sebagai pedoman bagi upaya pencegahan pelanggaran peruntukan sempadan sungai

bagi kawasan sempadan yang belum diganggu oleh peruntukan lain. Artinya di masa

yang akan datang pelanggaran peruntukan sempadan dapat dicegah dan tidak akan

terjadi lagi.

2. Sebagai pedoman bagi upaya penertiban pelanggaran peruntukan sempadan sungai

bagi kawasan sempadan yang telah diokupasi oleh peruntukan lain. Berdasarkan

penetapan sempadan sungai, pihak yang berwenang dapat melakukan penertiban

Page 4: kajian pustaka sempadan sungai

sempadan sungai. Penertiban dilakukan secara bertahap, konsisten dan disepakati

serta didukung oleh seluruh pemilik kepentingan.

Sempadan sungai mempunyai beberapa fungsi dan manfaat penting, antara lain:

a. Karena dekat dengan air, kawasan ini sangat kaya dengan keaneka-ragaman hayati

(flora dan fauna). Keaneka-ragaman hayati adalah aset lingkungan yang sangat

penting bagi keberlanjutan kehidupan manusia dan alam dalam jangka panjang.

b. Semak dan rerumputan yang tumbuh di sempadan sungai berfungsi sebagai filter yang

sangat efektif menangkap sedimen dan polutan sehingga kualitas air sungai terjaga

dari kekeruhan dan pencemaran. Air sungai kembali menjadi jernih dan sehat.

Manfaat utama sempadan sungai adalah melindungi sungai sehingga fungsinya dapat

berlangsung secara berkelanjutan. Salah satu yang terpenting adalah melindungi

sungai dari pencemaran ‘non-point source’, yang berasal dari sisa pupuk pertanian

dan perkotaan. Sempadan yang didominasi tetumbuhan berfungsi sebagai filter

menahan sedimen, nutrien dan zat pencemar lain agar tidak masuk mencemari sungai.

c. Tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di sempadan sungai dapat menahan erosi, karena

sistem perakarannya yang masuk ke dalam tanah memperkuat struktur tanah sehingga

tidak mudah tererosi dan tergerus aliran air. Dengan sempadan sungai yang berfungsi

baik palung sungai menjadi lebih stabil terhindar dari gerusan tebing yang

berkepanjangan.

d. Rimbunnya dedaunan menyediakan tempat berlindung dan berteduh, sementara sisa

tumbuh-tumbuhan yang mati merupakan sumber makanan bagi berbagai jenis spesies

binatang akuatik dan satwa liar lainnya. Dengan berfungsinya sempadan sungai maka

jumlah spesies flora dan fauna akan meningkat.

e. Kawasan tepi sungai yang sempadannya tertata asri menjadikan properti bernilai

tinggi karena terjalin keharmonisan hidup antara manusia dan alam. Lingkungan yang

Page 5: kajian pustaka sempadan sungai

teduh dengan tumbuh-tumbuhan, ada burung berkicau di dekat air jernih yang

mengalir menciptakan rasa nyaman dan tenteram tersendiri. Kawasan sempadan

sungai dapat dikembangkan menyatu dengan ruang terbuka hijau (ruang publik)

sebagai kawasan rekreasi (taman kota) dan olah raga bagi warga masyarakat.

Hilangnya sempadan sungai karena diokupasi peruntukan lain akan menyebabkan

turunnya kualitas air sungai karena hilangnya fungsi filter yang menahan pencemar non-point

source. Hilangnya sempadan sungai juga mengakibatkan terjadinya peningkatan gerusan

tebing sungai yang dapat mengancam bangunan atau fasilitas umum lain karena tergerus arus

sungai. Sehingga kita terjebak pada kegiatan pembangunan fisik perkuatan tebing sungai

yang tidak pernah ada habisnya. Karena gerusan tebing meningkat geometri tampang sungai

akan berubah menjadi lebih lebar, dangkal dan landai, kemampuan mengalirkan air juga

akan menurun. Sungai yang demikian sangat rentan terhadap luapan banjir. Lebih

menyedihkan lagi pada kondisi sungai yang demikian ini jumlah kehidupan akuatiknya juga

menurun drastis atau bahkan punah, karena hilangnya tetumbuhan di sempadan sungai. Hal

ini terjadi karena sempadan sungai lebih terekspose sinar matahari sehingga udara di sekitar

sungai menjadi lebih panas, temperatur air sungai meningkat yang mengakibatkan turunnya

oksigen terlarut, sehingga kurang memenuhi syarat untuk kehidupan biota air dan berakibat

turunnya jumlah keanekaragaman hayati baik di sungai maupun di sempadannya.

Memulihkan kembali kondisi sempadan sungai merupakan kegiatan kunci untuk

memperbaiki dan menjaga fungsi sungai. Banyak manfaat yang dapat dipetik dari

membaiknya kembali fungsi sempadan sungai. Palung sungai menjadi lebih stabil, kualitas

air menjadi lebih baik, kehidupan habitat flora fauna meningkat, estetika juga lebih menarik

karena ada kehidupan yang harmonis di antara unsur-unsur alam termasuk manusia di

dalamnya.

Page 6: kajian pustaka sempadan sungai

Langkah pertama untuk itu adalah penyediaan lahan di kiri dan kanan palung sungai

yang berfungsi sebagai sempadan sungai. Kemudian penanaman tetumbuhan asli setempat

meliputi rerumputan, semak dan pepohonan. Maksud dipilihnya tetumbuhan asli setempat

adalah agar tetumbuhan tersebut dapat tumbuh dengan baik karena cocok dengan kondisi

iklim dan tanah setempat tanpa memerlukan pemupukan. Pemupukan apalagi secara rutin

harus dihindari agar sisa-sisa pupuk tidak masuk ke dalam sungai dan mengakibatkan

pencemaran. Selain pemupukan di sempadan sungai juga harus dihindari kegiatan

penggembalaan ternak dan penggunaan alat berat, karena keduanya dapat membuat rusaknya

tetumbuhan di sempadan sungai.

Mengingat alur sungai dari hulu sampai ke muara yang sangat panjang dengan ciri

spesifik dan kondisi yang berbeda-beda pada tiap ruasnya, penetapan sempadan sungai tidak

dapat ditetapkan untuk seluruh panjang sungai pada saat yang bersamaan. Oleh karena itu

perlu ditentukan ruas-ruas sungai tertentu yang perlu diprioritaskan penetapan sempadannya.

Berikut ini adalah ruas sungai yang harus segera ditetapkan sempadannya:

1. Ruas sungai yang berdekatan dengan atau di dalam kawasan yang berkembang.

Sempadan sungai di kawasan yang berkembang menjadi kawasan perkotaan

(misalnya) akan mengalami tekanan besar dalam hal penggunaan lahan. Tekanan itu

berupa pemakaian lahan sempadan untuk peruntukan permukiman dan peruntukan

lain baik yang legal maupun yang illegal. Agar tidak timbul masalah di kemudian

hari, perlu segera ditetapkan batas sempadan sungainya.

2. Ruas sungai yang sesuai rencana akan mengalami perubahan dimensi.

Sempadan sungai di ruas ini perlu diprioritaskan segera penetapannya karena adanya

rencana perubahan dimensi palung sungai, khususnya untuk antisipasi debit banjir

Page 7: kajian pustaka sempadan sungai

rencana tertentu. Batas sempadan sungai harus ditetapkan berdasarkan dimensi

rencana sungai yang baru.

3. Revitalisasi bekas sungai (oxbows).

Bekas sungai yang palungnya tidak mengalirkan air lagi umumnya kurang mendapat

perhatian, padahal palung dan sempadannya masih perlu dijaga dan dipertahankan

agar masih berfungsi sebagai sumber air dan habitat kehidupan flora fauna yang sehat.

Karena kurang diperhatikan, bekas sungai umumnya menjadi obyek penyerobotan

lahan secara illegal. Bekas sungai perlu mendapat prioritas penetapan sempadannya

dan agar dikembangkan menjadi ruang terbuka hijau milik umum.

4. Ruas sungai yang tinggal menyisakan sedikit flora dan fauna spesifik.

Jika pada ruas sungai tertentu terdapat jenis flora atau fauna spesifik yang menurut

peraturan perundang-undangan atau menurut aspirasi masyarakat termasuk jenis yang

harus dilindungi, maka ruas sungai tersebut harus diprioritaskan penetapan

sempadannya. Hal ini untuk mencegah punahnya spesies flora atau fauna spesifik

(langka) yang sangat penting bagi keseimbangan ekosistem.

5. Ruas sungai yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi.

Keanekaragaman hayati adalah keanekaragaman makhluk hidup yang menunjukkan

keseluruhan variasi gen (keanekaragaman individu dalam satu jenis), variasi spesies

(keanekaragaman makhluk hidup antar jenis) dan variasi ekosistem (keanekaragaman

habitat komunitas biotik dan abiotik) di suatu daerah. Keanekaragaman hayati tidak

terdistribusi merata di bumi; wilayah tropis memiliki keanekaragaman hayati yang

lebih tinggi, jumlah keanekaragaman hayati makin menurun jika semakin jauh dari

Page 8: kajian pustaka sempadan sungai

ekuator. Ruas sungai yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi perlu dijaga dan

dilindungi agar jumlahnya tidak mengalami penurunan ataupun kepunahan.

Untuk tujuan ini sempadan sungai perlu lebih diprioritaskan penetapannya dengan

jarak sempadan yang lebih lebar, disesuaikan dengan keperluan ruang untuk perlindungan

keanekaragaman hayati tersebut.

Mengingat pentingnya sempadan bagi keberlanjutan fungsi sungai penetapan

sempadan sungai perlu memperhatikan ketentuan-ketentuan sebagai berikut:

1. Sempadan sungai merupakan kawasan lindung tepi sungai yang menjadi satu kesatuan

dengan sungai. Sempadan sungai melindungi sungai dari gerusan, erosi, dan

pencemaran, selain juga memiliki keanekaragaman hayati dan nilai

property/keindahan lanskap yang tinggi.

2. Ketentuan angka mengenai jarak garis sempadan dari tepi palung sungai sebagaimana

tercantum dalam pasal-pasal Peraturan Pemerintah tentang Sungai merupakan angka

minimum, sehingga tidak boleh diperkecil lagi. Perlu dipahami bahwa semakin lebar

sempadan sungai akan memberi manfaat yang semakin baik bagi keberlanjutan fungsi

sungai, yang akhirnya juga akan memberikan manfaat lebih besar bagi kehidupan

manusia secara jangka panjang.

3. Garis sempadan sungai hendaknya ditetapkan berbentuk kontinyu menerus

(streamline) tidak patah-patah mengikuti alur sungai dan berjarak aman dari tepi

palung sungai. Sempadan sungai di kawasan permukiman atau perkotaan dapat

diperluas fungsinya menjadi ruang terbuka hijau kota yang menyatu menjadi ruang

publik.

4. Dalam hal lahan sempadan sungai telah terlanjur digunakan untuk fasilitas kota,

bangunan gedung, jalan atau fasilitas umum lainnya, Menteri, Gubernur, Bupati

dan/atau Walikota sesuai kewenangannya dapat menetapkan peruntukan yang telah

Page 9: kajian pustaka sempadan sungai

ada tersebut sebagai tetap tak akan diubah. Artinya peruntukan yang telah ada saat ini

karena alasan historis atau alasan lain yang memberi manfaat lebih besar bagi

kepentingan umum tidak diubah, justru dipertahankan sepanjang tidak ditemukan

alasan yang lebih penting dari kemanfaatannya saat ini.

5. Dalam hal lahan sempadan terlanjur dimiliki oleh masyarakat, peruntukannya secara

bertahap harus dikembalikan sebagai sempadan sungai. Sepanjang hak milik atas

lahan tersebut sah kepemilikannya tetap diakui, namun pemilik lahan wajib mematuhi

peruntukan lahan tersebut sebagai sempadan sungai dan tidak dibenarkan

menggunakan untuk peruntukan lain. Bangunan-bangunan yang telah terlanjur berdiri

di sempadan sungai dinyatakan statusnya sebagai status quo, artinya tidak boleh

diubah, ditambah dan diperbaiki. Izin membangun yang baru tidak akan dikeluarkan

lagi.

6. Meskipun terjadi keadaan sebagaimana dimaksud pada butir 4 dan 5, yaitu sempadan

sungai telah berubah untuk peruntukan lain, namun mengingat tujuan penetapan

sempadan sungai adalah untuk melindungi fungsi sungai, maka terhadap kondisi

tersebut harus diupayakan dengan sungguh-sungguh agar fungsi sungai tetap dapat

dipulihkan dan dilindungi dengan upaya pencegahan pencemaran air sungai karena

limbah, sampah dan bahan pollutan yang lain.

7. Pada ruas sungai tertentu dapat timbul keraguan dalam menilai apakah ruas tersebut

termasuk di dalam kawasan perkotaan atau bukan perkotaan/perdesaan. Jika terjadi

situasi yang demikian, maka penentuan kawasan perkotaan dan perdesaan ditentukan

secara kesepakatan antar anggota tim kajian dengan mengacu pada beberapa hal

sebagai berikut:

a. Ciri-ciri perkotaan

(1) Ciri fisik perkotaan, terdapat:

Page 10: kajian pustaka sempadan sungai

gedung-gedung instansi dinas (pemerintahan),

pasar/super market,

lapangan parkir,

alun-alun,

gedung olah raga,

prasarana rekreasi.

(2) Ciri sosial perkotaan, terkait kondisi masyarakat:

masyarakatnya heterogen,

terdapat pembedaan dan spesialisasi berbagai jenis pekerjaan,

hubungan kekerabatan memudar,

masyarakatnya berfikir rasional cenderung individualistis,

kehidupannya non agraris,

mulai terjadi kesenjangan sosial (kaya dan miskin).

Apabila ciri-ciri tersebut di atas tidak terpenuhi, maka kawasan tersebut merupakan

kawasan bukan perkotaan atau merupakan kawasan perdesaan.

b. Untuk tujuan jangka panjang bagi perlindungan sungai adalah lebih baik memilih

suatu kawasan sebagai kawasan perdesaan dari pada kawasan perkotaan, karena

jarak sempadannya menjadi lebih lebar, jika kondisinya memungkinkan.

c. Letak kawasan tersebut terhadap pusat wilayah administrasi setempat (pusat

kabupaten, pusat kota, pusat kecamatan, kelurahan, desa) dapat pula dijadikan

pertimbangan dalam menentukan jenis kawasan tersebut termasuk perkotaan atau

perdesaan

8. Dalam penetapan garis sempadan sungai selain harus mempertimbangkan

karakteristik geomorfologi sungai, juga perlu memperhatikan kondisi sosial budaya

masyarakat setempat serta kelancaran bagi kegiatan operasi dan pemeliharaan sungai.

Page 11: kajian pustaka sempadan sungai

Khususnya di lokasi yang terdapat bangunan / prasarana sungai, perlu ada jalan akses

dan ruang untuk kegiatan operasi serta pemeliharaan prasarana tersebut.

Perlu keterlibatan peran serta masyarakat sejak awal proses penetapan sempadan

melalui sosialisasi dan konsultasi. Masyarakat perlu diberi penjelasan mengenai aspek hukum

sempadan sungai serta manfaat sempadan sungai bagi keberlanjutan fungsi sungai dalam

jangka panjang dalam mendukung kehidupan manusia dan alam.

Penentuan Tepi Palung Sungai

Pada beberapa jenis sungai dan/atau ruas sungai tertentu penentuan tepi palung sungai

perlu dilakukan secara hati-hati. Beberapa kondisi sungai tersebut antara lain:

a. Ruas sungai yang kurang jelas tepi palungnya

Pada beberapa ruas sungai tertentu seringkali tidak mudah menentukan tepi palung

sungai karena potongan melintangnya yang sangat landai atau membentuk

lengkungan cembung. Untuk menentukan tepi palung sungai pada ruas sungai ini

perlu dibuat bantuan bidang horizontal menyinggung atau memotong bidang

lengkung tebing sungai. Garis potong kedua bidang tersebut merupakan garis tepi

palung sungai.

b. Ruas sungai dengan kemiringan memanjang sangat landai

Pada beberapa ruas sungai alluvial di bagian hilir dengan kemiringan memanjang

yang sangat landai sering dijumpai palung sungai sangat lebar dengan banyak

Page 12: kajian pustaka sempadan sungai

palung kecil di dalamnya tanpa ada palung utama. Terhadap kondisi ruas sungai ini

penentuan tepi palung sungai dilakukan dengan membuat perkiraan elevasi muka air

pada debit dominan (Q2 - Q5) dan elevasi muka air banjir yang pernah terjadi.

Elevasi tepi palung sungai terletak di antara dua elevasi tersebut.

Selain itu rumpun tetumbuhan alami yang ada (existing vegetation) dapat digunakan

sebagai petunjuk awal posisi tepi palung sungai.

c. Ruas sungai bertanggul di dalam kawasan perkotaan atau di luar kawasan

perkotaan

Untuk ruas sungai bertangggul, perlu diperhatikan bahwa fungsi tanggul adalah

untuk membatasi aliran debit banjir tertentu sesuai dengan yang direncanakan pada

tahap desain.

Desain tanggul banjir disyaratkan mengikuti ketentuan bahwa dimensi bantaran dan

tanggul untuk kawasan:

1. Ibukota Kabupaten/Kota adalah untuk mengalirkan debit rencana (Q10);

2. Ibukota Provinsi adalah untuk mengalirkan debit rencana (Q20 – Q50); dan

3. Ibukota Negara/Metropolitan adalah untuk mengalirkan debit rencana (Q50 –

Q100).

Namun dalam kenyataannya belum semua tanggul di Indonesia mengikuti ketentuan

tersebut. Oleh karena itu dalam penentuan sempadan sungai perlu ditinjau terlebih

Page 13: kajian pustaka sempadan sungai

dahulu apakah tanggul yang ada telah sesuai dengan ketentuan di atas. Jika belum

sesuai maka perlu dipertimbangkan kemungkinan adanya peningkatan tanggul

dengan memperlebar bantaran sehingga tepi luar kaki tanggul juga ikut bergeser ke

luar.

Sempadan sungai harus ditentukan dari tepi luar kaki tanggul sesuai dengan

ketentuan debit rencana tanggul di atas.

Besaran debit rencana tersebut ditentukan dengan mempertimbangkan tingkat

kemajuan ekonomi kawasan yang akan dilindungi.

d. Ruas sungai dengan karakter spesifik (berbentuk delta, meander, braided,

agradasi, lahar dingin dll)

Beberapa sungai memiliki karakter yang spesifik misalnya palungnya mudah

berubah (di daerah delta), berkelok-kelok (meandering), berjalin (braided),

membawa pasir (agradasi), dan aliran lahar dingin dan lain-lain. Sungai jenis ini,

palung sungainya dapat berubah sangat dinamis. Oleh karena itu penentuan tepi

palung sungai perlu dilakukan secara lebih hati-hati dengan memperhatikan

kecenderungan arah dan kecepatan perubahan. Pada prinsipnya sempadan sungai

untuk ruas sungai yang berubah dinamis perlu diambil lebih lebar sesuai dengan

perkiraan antisipasi setempat.

Untuk daerah delta perlu dibatasi hanya pada bagian ruas sungai yang palungnya

telah stabil. Untuk sungai meander dan braided agar tepi palung ditentukan dari

lebar sungai

bantaran

tanggul tanggulGaris SempadanGaris Sempadan

dataran banjir dataran banjirbantaran

Page 14: kajian pustaka sempadan sungai

batas terluar perubahan alur. Untuk sungai yang mengalami agradasi dan membawa

aliran lahar dingin agar diambil jarak sempadan yang lebih lebar berdasarkan

pengalaman luapan yang pernah terjadi.

e. Ruas sungai di daerah rawan banjir dan daerah urban

Perlu diperhatikan bahwa ada kemungkinan suatu ruas sungai tertentu karena

keperluan pengendalian banjir telah diprogramkan akan diperbesar kapasitasnya

sesuai dengan peningkatan debit banjir rencana tertentu.

Selain itu juga ada kemungkinan karena adanya rencana perubahan tata ruang, suatu

daerah akan dikembangkan menjadi daerah pemukiman dan perkotaan, sehingga

debit banjir yang akan melewati sungai tersebut meningkat dan perlu kegiatan

peningkatan kapasitas alur sesuai debit banjir rencana. Untuk kedua hal ini

penentuan tepi palung sungai harus mempertimbangkan dimensi palung sungai

sesuai debit rencana pada waktu yang akan datang.

Page 15: kajian pustaka sempadan sungai

f. Ruas sungai dengan tebing mudah runtuh

Pada waktu tim kajian melakukan survey lapangan perlu diidentifikasi adanya ruas

palung sungai tertentu yang karena kondisi geologi, jenis dan sifat fisik tanah,

kemiringan dan tinggi tebing berpotensi besar terjadi / rawan longsor. Penentuan tepi

palung sungai untuk kondisi yang demikian ini harus memperhitungkan

kemungkinan terjadinya longsoran dengan mengambil tepi palung sungai berjarak

cukup aman dari tepi longsoran. Misalnya dengan menempatkan tepi palung sungai

membentuk kemiringan / tangent 1 : 2 (vertikal : horizontal) dari dasar sungai.

g. Ruas sungai dengan jalan raya di tepi palung sungai

Saat ini terdapat banyak ruas jalan bersebelahan dengan palung sungai dalam jarak

yang cukup dekat. Kondisi yang demikian tidak boleh terjadi di masa yang akan

Page 16: kajian pustaka sempadan sungai

datang. Jalan yang berdekatan dengan palung sungai selain melanggar ketentuan

sempadan sungai juga menyimpan potensi bahaya keruntuhan tebing sehingga

memerlukan biaya pemeliharaan yang tinggi. Terhadap kondisi yang telah terlanjur

tersebut ketentuan lebar sempadan tetap tidak berubah meskipun terpotong oleh

keberadaan jalan. Artinya sempadan sungai dilanjutkan ke sisi luar di seberang jalan.

Ketika suatu saat terjadi keruntuhan tebing sungai yang mengganggu atau merusak

kondisi jalan, maka pada kesempatan pertama harus ditinjau alternatif perbaikan

jalan dengan menggeser trase jalan menjauhi palung sungai sesuai ketentuan lebar

sempadan.

h. Ruas sungai dengan lahan basah (wetlands) di tepi palung sungai

Di daerah tertentu seringkali palung sungai menyatu dengan kawasan lahan basah

(wetlands) atau rawa. Mengingat fungsi lahan basah mirip dengan fungsi sempadan,

justru lebih lengkap lagi yaitu memiliki fungsi membersihkan / menetralkan bahan

pencemar, maka sempadan sungai dalam kondisi ini tidak perlu lagi ditetapkan.

Sebagai gantinya lahan basah yang ada di tepi sungai harus dijaga dan dilindungi

keberadaannya.

Page 17: kajian pustaka sempadan sungai

Namun ketika misalnya lahan basah ini diperkirakan dalam waktu yang tidak terlalu

lama akan mengalami penyusutan atau hilang, maka batas sempadan sungai harus

ditetapkan, yaitu pada tepi lahan basah dimaksud.

i. Ruas sungai dengan tebing tinggi dan palung sungai membentuk huruf V

Di bagian hulu atau perbukitan, palung sungai umumnya berbentuk huruf V. Untuk

sungai dengan bentuk palung V, tepi palung sungai adalah di ujung puncak

tebingnya.

Jika tebing terlalu tinggi dan agak landai, tepi palung sungai dapat ditentukan di

tempat perubahan kemiringan ketika kemiringan tebing sungai berubah menjadi

lebih landai.

Page 18: kajian pustaka sempadan sungai

Banjir dan Pengendalian Banjir Sungai Madiun

Banjir

Banjir merupakan salah satu bencana alam yang sering mengancam dataran rendah.

Banjir secara sederhana didefinisikan sebgai jumlah debit air yang melebihi kapasitas

pengairan air tertentu atau meluapnya aliran air pada palung sungai atau saluran, sehingga air

melimpah dari kiri kanan tanggul sungai atau saluran (Hasibuan, 2004 dalam Ritohardoyo

2014). Banjir menurut Wahyudi (2001) dalam Ritohardoyo (2014) dapat terjadi karena hujan

terus menerus dan saluran tidak dapat menampung air sehingga terjadilah banjir. Menurut

BNPB (2007) pengertian tentang banjir, yaitu aliran sungai yang tingginya melebihi muka air

normal sehingga melimpas dari palung sungai menyebabkan adanya genangan pada lahan

rendah disisi sungai. Aliran air limpasan tersebut yang semakin meninggi, mengalir dan

melimpasi muka tanah yang biasanya tidak dilewati aliran alir. Banjir yang dikategorikan

dalam pengertian ini yakni disebabkan oleh hujan lebat yang melebihi kapasitas penyaluran

sistem pengaliran air yang terdiri dari sistem sungai alamiah dan atau sistem drainase buatan

manusia.

Menurut jenisnya banjir dibagi kedalam tiga tipe yaitu : (1) banjir bandang (flash

flood), (2) banjir luapan sungai (river floods), (3) banjir pantai (coastal floods)

(UNDP/DHA,1995). Kodoatie dan Sugiyanto (2002) dalam Jaswadi (2010) menyebutkan

faktor penyebab timbulnya banjir adalah faktor alam dan faktor non alam. Pada faktor alam

misalnya faktor hujan, pengaruh fisiografi, erosi dan defosisi, kapasitas sungai, kapasitas

drainase yang tidak memadai dan pengaruh air pasang. Banjir yang disebabkan oleh faktor

non alam adalah adanya perubahan kondisi Daerah Pengaliran Sungai (DPS), kawasan

kumuh, sampah, drainase lahan, kerusakan bangunan pengendali banjir dan sistem

Page 19: kajian pustaka sempadan sungai

pengendalian banjir tidak tepat. Pelurusan, sudetan alur sungai (straightening) juga dapat

menyebabkan terjadinya banjir (Maryono, 2005).

Rossi et al. (1994) mendefinisikan banjir sebagai kecepatan arus air yang sangat

tinggi dimana air menggenangi kawasan yang lebih rendah. Bahaya banjir dapat diukur

dengan probabilitas kejadian dari nilai kerugian atau kerusakan, memperkirakan secara

umum risiko banjir, atau dampaknya terhadap sosial serta kehilangan nyawa dan kerugian

materi dari masyarakat. Banjir (USGS, 2008) merupakan proses meluap atau tergenangnya

air yang berasal dari sungai atau tubuh air sehingga dapat menyebabkan kerusakan.

Bencana banjir di Indonesia pada umumnya merupakan banjir yang disebabkan oleh

peristiwa meluapnya sungai hingga melebihi dari palung sungai dan menggenangi pada

kawasan dataran rendah dan datar di sekitarnya, selain itu banjir juga disebabkan oleh pola

atau musim penghujan disuatu daerah, frekuensi hujan, intensitas dan lamanya curah hujan

serta bencana banjir yang menimpa suatu kawasan permukiman juga dipengaruhi oleh

lemahnya dalam sistem penataan ruang yang menyangkut fungsi kawasan untuk daerah

resapan air dan sistem drainase yang baik.

Bahaya Banjir

Terdapat banyak definisi yang berbeda-beda dari bahaya. Blaikie, et al (1994)

mendefinisikan sebagai “kejadian alam luar biasa yang dapat berdampak pada satu tempat

yang berbeda atau keduanya pada waktu yang berbeda dengan periode ulang yang bervariasi”

Selain itu menurut Asian Disaster Preparedness Center (ADPC) (dikutip dari Kafle dan

Murshed, 2006), “ bahaya adalah keadaan atau kondisi yang memiliki potensi untuk

menyebabkan kehilangan nyawa, merusak harta benda dan lingkungan”. Selanjutnya hal yang

penting untuk diketahui di dalam definisi dari bahaya, UN-ISDR (2004) didalam Alkema et

al. (2009) mengajukan empat unsur yakni probabilitas, periode waktu tertentu, daerah

Page 20: kajian pustaka sempadan sungai

tertentu dan intensitasnya (Alkema, et al., 2009). Bahaya berhubungan dengan proses geologi

dan geomorfologi seperti gempa bumi, letusan gunung berapi tanah dan tanah longsor, yang

disebut sebagai bahaya geologi.

Banjir disebut sebagai bencana alam, ketika terjadi pada kawasan yang dihuni oleh

manusia dapat membawa kehilangan nyawa dan harta benda juga sebagai gangguan yang

serius bagi keberlangsungan akan kegiatan masyarakat baik pada daerah perkotaan ataupun

pedesaan. Bahaya menurut BNPB (2007) adalah suatu fenomena alam atau buatan yang yang

mempunya potensi mengancam kehidupan manusia, kerugian harta benda dan kerusakan

lingkungan. Sedangkan menurut UN/ISDR (2004) dalam Kerangka Kerja Hyogo 2005-2015

diartikan sebagai suatu peristiwa, fenomena atau aktifitas manusia secara fisik yang

mempunya potensi merusak yang bisa mengakibatkan hilangnya nyawa atau luka, kerusakan

harta benda hangguan sosial dan ekonomi atau kerusakan lingkungan. Bahaya dapat

mencakup kondisi laten yang dapat mewakili ancaman di masa depan yang disebabkan oleh

alam maupun proses-proses manusia, yang dapat dibedakan menjadi lima kelompok, yaitu:

1. bahaya beraspek geologi, antara lain gempa bumi, tsunami, gunungapi, gerakan tanah

(mass movement) sering dikenal sebagai tanah longsor.

2. bahaya beraspek hidrometeorologi, antara lain : banjir, kekeringan, angin topan,

gelombang pasang.

3. bahaya beraspek biologi, antara lain : wabah penyakit, hama dan penyakit tanaman

dan hewan/ternak.

4. bahaya beraspek teknologi, antara lain : kecelakaan transformasi, kecelakaan industri,

kegagalan teknologi.

5. bahaya beraspek lingkungan, antara lain : kebakaran hutan, kerusakan lingkungan,

pencemaran lingkungan. Banjir

Page 21: kajian pustaka sempadan sungai

Banjir menjadi bencana bila menimbulkan kerugian materi (seperti kerusakan pada

sarana dan prasarana, dll) dan kerugian non materi (seperti korban jiwa dan kekacauan

perekonomian). Menurut BNPB (2007) dalam upaya kajian masalah banjir yang telah terjadi

diperlukan data historis dan empiris yang dapat dipergunakan untuk menemukan tingkat

kerawanan dan upaya antisipasi banjir suatu daerah, kajian tersebut mencakup:

a. Rekaman atau catatan kejadian bencana yang telah terjadi memberikan indikasi awal

akan datangnya banjir dimasa yang akan datang atau dikenal dengan banjir periodik

(tahunan, lima tahunan, sepuluh tahunan, lima puluh tahunan atau seratus tahunan).

b. Pemetaan topografi yang menunjukkan kontur ketinggian sekitar daerah aliran /

sungai yang dilengkapi dengan estimasi kemampuan kapasitas sistem hidrologi dan

luas daerah tangkapan hujan (catchment area) serta “ploting” berbagai luas genangan

yang pernah terjadi.

c. Data curah hujan sangat diperlukan untuk menghitung kemungkinan kelebihan beban

atau terlampauinya kapasitas penyaluran sistem pengaliran air baik sistem sungai

maupun sistem drainase.

Pada umumnya banjir yang berupa genangan maupun banjir bandang bersifat

merusak. Aliran arus air yang cepat dan begejolak (turbulent) meskipun tidak teralalu dalam

dapat menghanyutkan manusia, hewan dan harta benda. Aliran air yang membawa material

tanah yang halus akan mampu menyeret material yang lebih berat sehingga daya rusaknya

akan semakin tinggi. Air banjir yang pekat ini akan mampu merusakkan pondasi bangunan,

pondasi jembatan dan lainnya yang dilewati sehingga menyebabkan kerusakan yang parah

pada bangunan-bangunan tersebut, bahkan mampu merobohkan bangunan dan

menghanyutkannya. Pada saat banjir telah surut, material yang terbawa oleh banjir

diendapkan sehingga dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman, perumahan serta

timbulnya wabah penyakit. Paramater atau tolok ukur ancaman / bahaya banjir dapat

Page 22: kajian pustaka sempadan sungai

menggunakan : (a). luas genangan (km2/hektar); (b). kedalaman atau ketinggian air banjir

(meter); (c). kecepatan aliran (meter/detik/km/jam); (d). material yang dihanyutkan aliran

banjir (batu, bongkahan, pohon dan benda keras lainnya); (e). Tingkat kepekatan air atau

tebal endapan lumpur (meter, centimeter); (f). Lamanya waktu genangan (jam, hari, bulan).

Karakteristik banjir berupa frekuensi, kedalaman banjir dan lamanya genangan pada

suatu daerah yang rawan terjadi banjir dapat diklasifikasikan klas kerawanan banjir sebagai

berikut (Tabel 2.1).

Tabel 2.1. Kriteria klas kerawanan banjir.

No Kelas KerawananKarakteristik

Frekuensi Lama Kedalaman (m)1 Tidak rawan Tidak pernah -2 Kerawanan rendah 1-2 tahun < 1 hari < 0.53 Kerawanan sedang 1-2 tahun 1-2 hari 0,5 – 1,04 Kerawanan tinggi Setiap tahun 2-15 hari 0,5 – 2,05 Kerawanan sangat tinggi Tergenang permanen 8-12 bulan 0,5 – 3,0

Sumber : PSBA (Munawar, 2008)

Klasifikasi banjir sangat diperlukan untuk mengetahui seberapa besar bahaya banjir

yang terjadi pada suatu daerah. Wood (2007) dalam Munawar (2008) menggunakan

karakteritik banjir berupa kedalaman banjir dan kecepatan aliran banjir. Kehilangan nyawa,

kerusakan property dan isinya serta keterisolasian korban banjir dimungkinkan bila

kedalaman banjir melebihi pundak orang dewasa dan kecepatan alirannya diluar kemampuan

manusia. Klasifikasi bahaya banjir berdasarkan kedalaman dan kecepatan aliran dapat dilihat

pada Tabel 2.2 dan Tabel 2.3.

Tabel .2.2. Kategori bahaya banjir.

No Kecepatan aliran Kedalaman Banjir< 0,5 m 0,5 – 1,0 1,0 – 1,5 m > 1,5 m

Page 23: kajian pustaka sempadan sungai

1 Kurang dari 0,5 m/s 1 2 3 42 0,5 m/s – 1,0 m/s 1 2 4 53 1,0 m/s – 2 m/s 2 3 5 54 Lebih dari 2 m/s 2 4 5 5

Sumber : Wood (Munawar, 2008)

Tabel 2.3 Definisi Kategori bahaya banjir.

Kategori kerusakan

Kategori bahaya

Resiko terhadap kehidupanResiko terhadap

properti1 Rendah Tidak berisiko secara signifikan Kerusakan ringan2 Sedang Kehilangan jiwa pada masyarakat

yang rentanKerusakan strukturpada properti

3 Tinggi Kehilangan jiwa yang lebih besarpada masyarakat yang rentan

Kerusakan yang signifikan pada properti

4 Sangat tinggi Kehilanagan jiwa pada sebagian besar masyarakat yang rentan

Kerusakan yang serius pada properti

5 Ekstrim Kehilangan jiwa seluruh masyarakat yang rentan

Kerusakan dan kehancuran properti secara keseluruhan

Sumber :Wood (Munawar, 2008)

Risiko banjir

Risiko adalah kemungkinan dari satu bencana yang muncul dan menyebabkan tingkat

kerugian yang khusus. Pengkajian risiko menetapkan besarnya kerugian yang sudah

diestimasikan yang dapat diantisipasi di daerah-daerah khusus selama periode waktu yang

khusus. Komponen-komponen yang dapat menentukan risiko antara lain probabilitas

munculnya bahaya, elemen-elemen yang berisiko, kerentanan elemen- elemen yang

berbahaya. BNPB (Munawar, 2008). BNPB (2007) mengemukakan bahwa risiko merupakan

interaksi antara tingkat kerentanan dengan ancaman bahaya (hazard) yang ada. Ancaman

bahaya, khususnya bahaya alam bersifat tetap karena merupakan bagian dari proses alam,

Page 24: kajian pustaka sempadan sungai

sedangkan tingkat kerentanan dapat dikurangi dengan meningkatkan kemampuan

menghadapi bencana. Secara sederhana risiko dapat dirumuskan sebagai berikut:

Resiko=Bahaya x KerentananKemampuan

Kerentanan (Vulnerability)

Kata kerentanan berasal dari kata vulnerability yang diterjemahkan kedalam bahasa

Indonesia kerentanan. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) dijelaskan bahwa

kerentanan berasal dari kata rentan yang artinya mudah terkena penyakit, peka atau mudah

merasa, sedangkan kerentanan (kata benda) diartikan menghasilkan akibat yang tidak dapat di

duga. Dalam konteks penanggulangan bencana, UN/ISDR (2005) mengartikan kerentanan

sebagai kondisi yang ditentukan oleh faktor fisik, sosial, ekonomi dan lingkungan yang bisa

meningkatkan rawannya sebuah komunitas terhadap dampak bahaya, hal ini juga selaras

dengan yang dijelaskan oleh UN/ISDR (2005), Bakornas (2007) bahwa kerentanan

merupakan suatu kondisi dari suatu komunitas atau masyarakat yang mengarah kepada

ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya, sehingga apabila terjadi bencana akan

memperburuk kondisi masyarakat.

ADPC (2006, dalam Jaswadi 2010) mengelompokkan kerentanan kedalam lima

kategori sebagai berikut:

1. Kerentanan fisik (physical vulnerability) yang meliputi: umur dan konstruksi

bangunan, materi penyusun bangunan, infrastruktur jalan, fasilitas umum;

2. Kerentanan sosial (social vulnerability) yang meliputi: persepsi tentang risiko dan

pandangan hidup masyarakat yang berkaitan dengan budaya, agama, etnik, interaksi

soasial, umur, jenis kelamin dan kemiskinan;

3. Kerentanan ekonomi (economic vulnerability) yang meliputi: pendapatan, investasi,

potensi kerugian barang/persediaan yang timbul;

Page 25: kajian pustaka sempadan sungai

4. Kerentanan lingkungan (environmental vulnerability) yang meliputi: air, udara, tanah,

flora dan fauna;

5. Kerentanan kelembagaan (institutional vulnerability) yang meliputi: tidak ada sistem

penanggulangan bencana, pemerintahan yang buruk dan tidak sinkronnya aturan yang

ada.

Kerentanan fisik dapat ditentukan oleh beberapa faktor (Jaswadi, 2010) seperti

kepadatan penduduk, keterpencilan permukiman, lokasi dan bahan konstruksi, serta cara

pembuatan bangunan. Kerentanan sosial dikaitkan dengan tingkat kesejahteraan individu,

jender, kesehatan, angka melek huruf, pendidikan, tingkat keamanan dan jaminan, akses

kepada HAM, keadilan sosial, nilai-nilai tradisional, nilai-nilai kepercayaan dan sistem

keorganisasian. Selanjutnya dalam penelitian Marschiavelli (2008) kondisi sosial ekonomi

mempengaruhi kerentanan misalnya umur, jender, tingkat pendapatan, status kepemilikan

rumah dan waktu domisili. Kondisi sosial ekonomi memiliki dua sisi, yaitu kondisi yang

dapat meningkatkan kerentanan atau dapat menurunkan kerentanan. Meningkatkan

kerentanan memiliki arti bahwa kemampuan individu/kelompok semakin rapuh dalam

menghadapi suatu bahaya sedangkan menurunkan memiliki arti kemampuan

individu/kelompok terhadap suatu bahaya semakin kuat (tidak rapuh). Penjelasan tentang hal

ini untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel 2.4.

Tabel 2.4. Indikator Kondisi Sosio-ekonomi yang berpengaruh terhadap Kerentanan Sosial Karakteristik

Karakteristik sosial-ekonomi

DeskripsiKerentanan sosialMeningkat (+) Menurun (-)

Umur Berkaitan dengan ketika evakuasi pada saat banjir, lansia dan anak-anak membutuhkan waktu lama karena berkurangnya kemampuan fisik dan pengetahuan tentang banjir itu sendiri.

Lansia (+) Anak-anak (+)

Jenis kelamin

a. Wanita pada umumnya memiliki kesulitan dibandingkan pria untuk pulih terhadap banjir dibandingkan pria, hal ini disebabkan wanita bertanggung jawab untuk mengurus anggota

Wanita (+)Pria (-)

Page 26: kajian pustaka sempadan sungai

keluarga.b. Ketika banjir terjadi, wanita lebih sering

membutuhkan bantuan dari pria untuk mengevakuasi diri sendiri ke tempat penampungan.

Pekerjaan a. Penduduk yang menggantunkan hidup dari perdagangan terutama yang tinggal di daerah rawan (pasar tradisional).

b. Pedagang asongan atau penduduk yang memiliki pekerjaan tidak tetap diindikasikan berpendapatan rendah sehingga membuat mereka rentan terhadap bencana banjir.

Pedagan asongan/keliling (+)pekerja tetap/karyawan (-)

Pendapatan a. Penduduk dengan pendapatan rendah lebih menderita dibandingkan penduduk berpendapatan tinggi sebab setelah banjir tidak memilki biaya ekstra untuk perbaikan, rekonstruksi atau relokasi.

b. Penduduk yang lebih kaya cepat pulih karena memilki sumber day keuangan dan jaminan (asuransi).

c. Meskipun demikian, orang yang kaya memiliki tingkat kerugian tinggi akibat banjir karena mereka memiliki harta lebih banyak sehingga nilai kerugiannya lebih besar.

Pendapatan rendah (+)Pendapatan tinggi (-)

Tingkat pendidikan

a. Pendidkan dihubungkan dengan status sosial ekonomi (pendapatan). Bidang pendidikan lebih tinggi mempengaruhi tingkat pendapatan.

b. Keterbatasan pendidikan menghambat kemampuan untuk memahami informasi peringatan dan akses untuk pemulihan.

Berpendidikan rendah (+)Berpendidikan tinggi(-)

Lama tinggal

a. Penduduk yang telah tinggal lebih dari 20 tahun memiliki jalinan kuat dengan tetangga dan juga memiliki jaringan sosial yang luas.

b. Penduduk yang telah lama tinggal dilokasi rawan banjir memiliki pengalaman lebih terhadap banjir sebelumnya dibandingkan dengan yang baru.

Penduduk yang telah lama tinggal (-)Pendatang baru (+)

Status rumah

a. Penyewa rumah tidak mempunyai tanggung jawab untuk membangun rumah lebih dari satu lantai untuk tujuan mengurangi dampak banjir.

b. Pemilik rumah mampu membangun rumah lebih dari satu lantai untuk menghadapi banjir dan menerima dukungan keuangan dari pemerintah untuk rekonstruksi.

Penyewa (+)Pemilik rumah (-)

Sumber : Marchiavelli, 2008 dan Cutter, et al., 2003

Dalam Blaikie, et al., (1996 dalam Villagrán, 2006) bahwa kerentanan terjadi melalui

suatu proses yang dinamis gabungan dari berbagai sebab yaitu fisik dan masyarakat yang

menyebutnya sebagai ‘the progress of vulnerability’. Disebutkan terdapat tiga faktor yaitu

Page 27: kajian pustaka sempadan sungai

sebab-dasar (root causes), tekanan dinamis Disebutkan terdapat tiga faktor yaitu sebab-dasar

(root causes), tekanan dinamis (dynamic pressure) dan kondisi tidak aman (unsafe

condition). Yang termasuk sebab- dasar (root causes) adalah keterbatasan akses terhadap

kekuasaan, struktur, sumber-sumber, sistem politik dan sistem ekonomi. Tekanan-dinamis

(dynamic pressure) adalah terdapat kesenjangan antara kondisi mikro dan tekanan makro

(macro force). Kondisi tidak aman menyangkut kondisi fisikal, ekonomi lokal, hubungan

sosial dan kelembagaan. Ketiga faktor tersebut apabila didorong oleh suatu bahaya (hazard)

akan menjadi risiko bencana. Proses ketiga faktor tersebut di atas diilustrasikan pada gambar

2.1.

Gambar 2.1. The Pressure and Release, Model Kerentanan oleh Blaikie, et al.,

Page 28: kajian pustaka sempadan sungai

(1996 dalam Villagrán, 2006)

Konsep kerentanan yang lebih luas telah diuraikan oleh Birkman (2006), berawal dari

definisinya sendiri berkaitan dengan kerentanan fisik sampai definisi yang lebih kompleks

yang dipengaruhi oleh fisik, ekonomi, sosial dan faktor lingkungan. Perbedaan konsep dari

kerentanan timbul dari maksud dan cara pandang yang berbeda dari berbagai disiplin ilmu,

seperti ilmu teknik sipil, geografi, ilmu sosial (Birkman 2000).

Model yang lebih komprehensip untuk memahami konsep kerentanan (vulnerability)

dikenal dengan model BBC yang merupakan model gabungan antara Birkman, Bogardi dan

Cardona (disingkat BBC) dalam Villagrán (2006) menjelaskan dalam model ini terdapat tiga

bidang (sphere) yaitu kelingkungan, ekonomi dan sosial yang masing-masing bidang tersebut

memiliki kerentanannya. Pada bidang kelingkungan akan menghasilkan risiko kelingkungan,

bidang ekonomi akan menghasilkan risiko ekonomi dan sosial akan menghasilkan risiko

sosial dan ketiga bidang tersebut saling berpengaruh secara simultan. Elemen risiko berada

pada kondisi yang rentan sedangkan kapasitas/kemampuan terbentuk atas kondisi yang rentan

dan rawan dan secara tidak terpisahkan, Gambar 2.2.

Page 29: kajian pustaka sempadan sungai

Gambar 2.2. Kerangka Konseptual BBC

Sumber Birkman dan Bogardi (2004 dalam Villagrán 2006)

Model BBC tersebut di atas memperkuat atas argumentasi yang disusun oleh

Anderson dan Woodrow (1989 dalam CordAid dan IIRR, 2007) yang diuraikan dalam

Jaswadi (2010). Anderson dan Woodrow (1989) mengelompokkan tiga kategori besar yang

saling berhubungan: fisik/material, sosial/organisasi dan motivasi/perilaku, seperti disajikan

dalam Tabel 2.5.

Tabel 2.5. Tiga Kategori Kerentanan yang saling berhubungan

Kategori Contoh

Kerentanan fisik/Material

a) Risiko dan ketidakmampuan sumber mata pencaharianb) Kurangnya akses dan control atas produksi (tanah, hasil

pertanian, hewan dan capital)c) Kekurangan pangan yang parahd) Kurangnya pelayanan sosial : pendidikaan, kesehatanan,

air minum, tempat tinggal, kebersihan, jalan, listrik, komunikasi

Page 30: kajian pustaka sempadan sungai

e) Tingkat kematian yang tinggi, kurang gizi dan penyakit

Kerentanan sosial

a) Lemahnya struktur keluarga/kekeluargaanb) Kurangnya kepemimpinan, inisiatif, struktur organisasi

untuk menyelesaikan masalah atau konflikc) Pengambilan keputusan yang tidak efektif,

orang/kelompok tidak ikut sertad) Partisipasi yang tidak seimbang dalam masalah-masalah

masyarakate) Isu, pembangian, konflik : etnis, tingkat sosial, agama,

kasta, ideologi

Kerentanan motivasi/perilaku

a) Perilaku yang negatif menghadapi perubahanb) Sifat fasif, ketidakpedulian, tidak punya harapan,

ketergantunganc) Kurangnya kesatuan, kerjasama dan solidaritasd) Ketidakpedulian akan ancaman dan konsekuensinyae) Ketergantungan pada bantuan eksternal/mengharapkan

bantuan

Sumber : (CordAid dan IIRR (2007 dalam Jaswadi, 2010)

Pelling (2003) telah memperkenalkan kerentanan sebagai terbukanya peluang risiko

dan ketidakmampuan untuk menghindar dari kerugian atau kerusakan. Tiga komponen dari

kerentanan menurut Pelling yakni kerentanan fisik sebagai kerentanan dari fisik lingkungan,

kerentanan sosial sebagai pengalaman manusia dengan lingkungan sosial mereka, ekonomi

dan sistem politik dan kerentanan manusia sebagai kombinasi dari kerentanan fisik dan

sosial.

Menurut UNDRO (Sagala, 2006) kerentanan dapat didefinisikan sebagai tingkat

kehilangan dari elemen risiko atau menempatkan elemen sebagai akibat dari besarnya

kejadian dari phenomena alam yang dinyatakan dalam skala mulai dari 0 (tidak ada

kerusakan) sampai dengan 1 (kehilangan total). Definisi ini sangat erat hubungannya sebagai

cara untuk menilai kerentanan fisik dan sosial karena dapat diukur dan bersifat kuantitatif.

Kingma dan Westen (2009) mengungkapkan kerentanan dalam empat tipe seperti

berikut ini :

1. Kerentanan fisik, potensial dampak pada fisik dalam lingkungan atau infrastruktur

daripada populasi;

Page 31: kajian pustaka sempadan sungai

2. Kerentanan ekonomi, potensi dampak dari bahaya terhadap nilai ekonomi pada harta

benda dan prosesnya;

3. Kerentanan sosial, potensi dampak dari sejumlah kejadian;

4. Kerentanan lingkungan, potensi dampak dari kejadian terhadap lingkungan.

Perbedaan tipe dari kerugian dapat dianalisa menggunakan kerugian langsung atau

kerugian tidak tidak langsung. Tipe dari kerugian dapat diistilahkan dalam sosial-manusia,

fisik, ekonomi dan cultural /lingkungannya. Seringkali evaluasi atau penilaian dalam studi

kebencanaan adalah kematian, cidera, kerusakan struktural atau runtuhnya gedung dan

kerusakan non struktural untuk isi didalamnya (Kingma dan Westen, 2009). Tipe-tipe

kerugian menurut Kingma dan Westen direkapitulasi pada Tabel 2.6.

KerugianSosial

masyarakat

Fisikal Ekonomi Budaya dan Lingkungan

Kerugian Langsung

• Kematian• Cidera• Hilang pendapatan atau pekerjaan• Tunawisma

Kerusakan struktural atau bangunan runtuh

Kerusakan Nonstruktural dan kerusakan isinya

Kerusakan struktural infrastruktur

Gangguan usaha akibat kerusakan bangunan dan infrastruktur

Hilangnya tenaga productive melalui kematian, cidera dan masa pemulihan

Biaya modal untuk tanggap darurat dan masa pemulihan

Sedimentasi Polusi Spesies langka Kerusakan

zona/kawasan ekologi

Musnahnya warisan budaya

Kerugian tidak langsung

Penyakit Cacat

permanen Dampak

psikologis Hilang

hubungan sosial oleh karena gangguan masyarakat

Ketidak stabilan politik

Meningkatnya kerusakan bangunan yang rusak dan infrastruktur yang tidak diperbaki

Kerugian ekonomi akibat adanya gangguan aktivitas dalam jangka pendek

Kerugian ekonomi jangka panjang

Kerugian asuransi akibat melemahnya pasar asuransi

Investasi menurun Biaya modal untuk

perbaikan Pariwisata menurun

Hilangnya keanekaragaman hayati

Hilangnya keanekaragaman budaya

Sumber: Kingma dan Westen (2009)

Page 32: kajian pustaka sempadan sungai

Sebagai petunjuk untuk menilai kerentanan, maka telah dikembangkan beberapa cara.

Polsky (2007) membagi delapan langkah pendekatan untuk menilai kerentanan sebagai

berikut ini:

1. mendefinisikan atau menjabarkan wilayah penelitian bersama pemangku kepentingan;

2. mengetahui wilayah penelitian sesuai dengan konteksnya;

3. menghipotesakan siapa rentan terhadap apa;

4. mengembangkan model klausal dari kerentanan;

5. menemukan indikator untuk komponen dari kerentanan;

6. pemberat dan mengkombinasi indikator;

7. proyeksikan kerentanan masa depan;

8. mengkomunikasikan kerentanan secara kreatif.

Kemampuan

Kemampuan (capacity) dapat merupakan kombinasi dari semua kekuatan dan sumber

daya yang tersedia didalam suatu komunitas, masyarakat atau organisasi, yang dapat

mengurangi tingkat risiko atau akibat dari bencana. Kapasitas dapat berupa fisik,

kelembagaan, sosial atau ekonomi maupun keahlian individu ataupun bersama seperti

kepemimpinan dan organisasi. Kapasitas juga dapat digambarkan sebagai kemampuan

(Thywissen, 2006). Menurut Bakornas PB (2007) kemampuan (capacity) merupakan

penguasaan sumber daya, cara dan kekuatan yang dimiliki masyarakat, yang memungkinkan

mereka untuk mempertahankan dan mempersiapkan diri mencegah, menanggulangi,

meredam serta dengan cepat memulihkan diri akibat bencana.

Kemampuan atau kapasitas merupakan modal sosial yang dimiliki oleh suatu

komunitas atau kelompok masyarakat dalam menghadapi bencana. Karena hal tersebut

merupakan suatu hasil proses belajar masyarakat dari waktu ke waktu terhadap alam

Page 33: kajian pustaka sempadan sungai

sekitarnya, sehingga terbentuk suatu harmonisasi hubungan timbal balik antara alam dan

manusia.

Pengendalian Banjir

Menurut Kodoatie (2013) disebutkan “dalam penggunaan daerah dataran banjir perlu

adanya pengendalian/ pengaturan”. Ada beberapa langkah yang dapat dilaksanakan untuk

pengendalian/pengaturan tersebut antara lain:

1. Penyesuaian dan penempatan suatu bangunan sesuai rencana land use, yang dapat

menurunkan potensi kerugian akibat banjir. Penyesuaian dan penempatan bangunan

disini dapat diartikan juga sebagai tindakan perubahan rencana penempatan bangunan,

penyesuaian penggunaan maupun pembebasan area.

2. Langkah berikutnya dapat berupa pemberlakuan undang-undang, peraturan ataupun

peraturan daerah, pengaturan tiap-tiap kawasan/zone, penyesuaian bangunan dan pajak,

pengosongan/pembaharuan pemukiman, tanda/ peringatan dll.

3. Mengoptimumkan pemanfaatan daerah dataran. Hal ini merupakan tantangan bagi

seorang manajer pengembangan wilayah sungai. Tiga prinsip utama dalam rangka usaha

diatas adalah: teknis, ekonomis dan yang bersifat institusi. Maka optimalisasi itu dapat

memperoleh keuntungan bersih maksimum dari pemanfaatan daerah terhadap biaya yang

dikeluarkan.

Dalam pemanfaatan di daerah bantaran sungai perlu adanya pengaturan yang baik dan

pengawasan secara terpadu. Hal ini untuk menghindari adanya permasalahan banjir dan

kerugian banjir yang lebih besar.

Daerah bantaran sungai yang ada di kanan kiri sungai sebelah dalam tanggul banjir,

sangat bermanfaat untuk mengalirkan banjir atau menambah kapasitas pengaliran banjir pada

waktu terjadinya banjir. Maka pemanfaatan bantaran sungai harus hati-hati dan bersifat

sementara, sehingga fungsi bantaran sungai tidak terganggu. Apabila bantaran dipakai

Page 34: kajian pustaka sempadan sungai

sebagai lahan pertanian, maka pada waktu musim hujan tanaman tersebut harus sudah

dipanen, sehingga tidak menghambat pengaliran sungai. Sehingga pada waktu musim hujan

tak ada aktivitas dan barang-barang atau bangunan tersebut dapat diambil dan tidak

mengganggu aliran sungai saat terjadi banjir.

Masalah yang timbul dari penggunaan lahan daerah genangan diantaranya adalah sebagai

berikut:

1. Masyarakat yang bermukim pada daerah-daerah genangan akan kehilangan

pencaharian yang ditimbulkan banjir.

2. Pemanfaatan intensif daerah-daerah genangan untuk mata pencaharian, industri dan

kegiatan lain akan meningkatkan potensi bagi kerusakan-kerusakan yang diakibatkan

banjir.

Kegiatan di atas yang berhubungan dengan pemanfaatan daerah genangan sering

mengurangi kapasitas alur sungai dan daerah genangan. Kelancaran aliran akan berkurang

karena bangunan rumah, gedung-gedung, jalan-jalan, jembatan dan pengusahaan tanaman

yang memiliki daya tahan besar merupakan penghambat aliran. Pengendalian pemanfaatan

daerah genangan termasuk peraturan-peraturan penetapan wilayah penggunaan lahan, dan

bangunan-bangunan. Maksud dari pengendalian daerah genangan adalah untuk membatasi

atau menentukan tipe pengembangan dengan mempertimbangkan resiko dan kerusakan yang

ditimbulkan oleh banjir. Faktor ekonomi, sosial dan lingkungan harus pula ikut

dipertimbangkan agar diperoleh suatu pengembangan yang bijaksana. Langkah pertama

dalam peningkatan pengendalian daerah genangan di daerah yang beresiko banjir dan daerah

kritis ditentukan diantaranya oleh faktor-faktor berikut:

Besarnya banjir yang terjadi

Lamanya banjir

Waktu peringatan efektif

Masalah-masalah pengungsian

Page 35: kajian pustaka sempadan sungai

Pengetahuan tentang banjir

Akses kemudahan

Tingkat luapan banjir

Potensi kerusakan banjir

Kedalaman dan kecepatan banjir

Dua tahapan yang perlu dilaksanakan, kaitannya dengan program pengendalian banjir

adalah sebagai berikut ini:

1. Tahap I: Melarang adanya pemanfaatan di daerah bantaran banjir, seperti pendirian

gedung, rumah ataupun pengusahaan tanaman.

2. Tahap II: Pengaturan pengendalian penggunaan lahan untuk mengurangi kerusakan-

kerusakan yang disebabkan banjir.

Adaptasi Masyarakat Terhadap Bencana

Menurut Ritohardoyo (2014) Bencana alam dapat dibedakan ke dalam dua kategori,

yakni bencana alam geologis dan bencana alam meteorologis. De Ville de Goyet, et al.

(2016), dalam Ritohardoyo (2014) menjelaskan bahwa bencana alam geologis adalah

bencana yang terjadi di permukaan bumi seperti gempabumi dan gunungberapi. Gempabumi

dan erupsi gunungberapi terjadi disepanjang beberapa jalur pertemuan lempeng tektonik baik

di darat maupun di dasar samudra. Erupsi gunung berapi diawali oleh suatu periode aktivitas

vulkanis, seperti hujan abu, semburan gas beracun, muntahan batu-batuan, dan aliran lahar.

Aliran lahar dapat berupa banjir lumpur atau kombinasi lumpur dan debu yang disebabkan

hujan lebat dan akumulasi material yang tidak stabil.

De Ville de Goyet, et al. (2016) dalam Ritohardoyo (2014) lebih lanjut menjelaskan

bahwa bencana alam meteorologis atau hidrometeorologis berkaitan dengan iklim. Bencana

ini pada umumnya tidak terjadi di suatu tempat yang khusus walupun terdapat beberapa

daerah yang terlanda kekeringan atau badai tropis (cyclones, hurricanes, atau typhoons).

Banjir musiman dikenal terjadi pada daerah-daerah tertentu. Bencana alam bersifat

Page 36: kajian pustaka sempadan sungai

meteorologis seperti kekeringan dan banjir merupakan bencana alam yang paling banyak

terjadi di seluruh dunia. Namun demikian, sering kali penduduk setempat tidak atau belum

mengetahui dan/atau memahami implikasi atau resiko bencana tersebut pada kehidupan

mereka. Lebih lanjur Ritohardoyo (2014) menyebutkan bahwa “kekhawatiran terbesar

terbesar pada abad ini adalah terjadinya bencana yang disebabkan oleh pemanasan global,

yang salah satu konsekuensinya adalah terjadinya banjir, baik secara aktual maupun potensial

pada masa lalu, sekarang dan yang akan datang”.

Menurut Soemarwoto (2001), adaptasi adalah upaya penyesuaian diri makhluk hidup

terhadap lingkungannya. Menurutnya kemampuan adaptasi mempunyai nilai untuk

kelangsungan hidup. Sedangkan menurut Mudiyarso (2001) menuliskan bahwa adaptasi

merupakan suatu cara yang digunakan untuk penyesuaiaan terhadap sesuatu dan dilakukan

secara spontan atau terencana. Proses adaptasi berlangsung ketika stimulus yang muncul

berkelanjutan semakin sering atau konstan. Adaptasi, menurut Wohlwill dalam Bell, dkk.

(2001), adalah pergeseran kuantitatif dalam memberikan distribusi penilaian atau respon

afeksi terhadap kesatuan stimulus sebagai fungsi dari stimulus yang terjadi terus-menerus.

Tingkat adaptasi seseorang terhadap rangsang dari lingkungan dipengaruhi oleh pengalaman

dan kualitas rangsang. Selanjutnya, menurut Sonenfeld dalam Bell (2001), adaptasi adalah

perubahan respon seseorang terhadap stimulus. Menurutnya adaptasi berbeda dengan

adjustment (penyesuaian), adjustment menunjuk pada perubahan atas rangsang bukan pada

responnya.

Adaptasi bencana adalah upaya penyesuaian terhadap perubahan akibat bencana.

Daya adaptasi terhadap perubahan bencana adalah kemampuan suatu sistem untuk

menyesuaikan diri dari perubahan bencana dengan cara mengurangi kerusakan yang

ditimbulkan, mengambil manfaat atau mengatasi perubahan dengan segala akibatnya. Dengan

demikian, adaptasi terhadap perubahan bencana merupakan strategi yang diperlukan pada

Page 37: kajian pustaka sempadan sungai

semua skala untuk meringankan usaha mitigasi dampak. Pengalaman menunjukan bahwa

banyak strategi adaptasi dapat memberikan manfaat baik dalam penyelesaian jangka pendek

dan maupun jangka panjang, namun masih ada keterbatasan dalam implementasi dan

keefektifannya. Hal ini disebabkan oleh daya adaptasi yang berbeda-beda berdasarkan

daerah, negara, maupun kelompok sosial-ekonomi.

Proses Adaptasi

Manusia dalam melakukan adaptasi membutuhkan suatu proses. Cepat lambatnya

proses yang dilalui tergantung, baik pada kekuatan stimulus yang ada maupun pada kesiapan

individu yang menerima stimulus tersebut. Menurut Soemarwoto (2001), adaptasi terjadi

melalui beberapa cara:

1. Adaptasi melalui melalui proses fisiologi. Misalnya, orang yang hidup di daerah yang

tercemar oleh limbah domestik dan mereka melakukan aktivitas, seperti mandi dan

kumur dengan air yang tercemar dan mereka tidak menjadi sakit. Tubuh orang yang

tinggal di daerah tercemar tersebut membentuk sistem kekebalan terhadap infeksi,

muntah, dan diare.

2. Adaptasi morfologi. Adaptasi yang terjadi dengan penyesuaian bentuk tubuh. Orang

yang tinggal di daerah dingin mempunyai bentuk tubuh yang pendek dan kekar,

berbeda dengan orang yang tinggal di daerah panas akan berbentuk tubuh tinggi dan

langsing.

3. Adaptasi kelakuan. Misalnya, adaptasi masyarakat primitif yang hidup di hutan dalam

pemenuhan kebutuhan pangan.

4. Adaptasi kultural. Misalnya, penggunaan baju tebal dan bentuk rumah yang khusus

bagi orang Eskimo.

Page 38: kajian pustaka sempadan sungai

Tingkat Adaptasi

Menurut Wohwill dalam Bell (2001), setiap orang mempunyai tingkat adaptasi

(adaptation level) tertentu terhadap stimulus atau terhadap kondisi lingkungan tertentu. Lebih

lanjut Wohwill mengatakan bahwa manusia tidak menginginkan adanya stimulus dari

lingkungan yang berlebihan atau kurang. Tingkat adaptasi akan berbeda dari satu orang

dengan orang lainnya berdasarkan pengalaman masing-masing individu. Adaptasi juga akan

berubah sesuai perbedaan tingkat stimulus yang terjadi dari suatu waktu ke waktu yang lain.

Persepsi dan Sikap Masyarakat terhadap Risiko

Menurut Ritohardoyo (2014) persepsi masyarakat secara teoritis dapat dibedakan

menjadi dua jenis, yakni persepsi personal dan persepsi sosial. Secord dan Backman (1964)

mengemukakan bahwa persepsi masyarakat (sosial) adalah suatu proses pembentukan kesan,

pendapat, ataupun perasaan terhadap sesuatu hal yang melibatkan penggunaan informasi

secara terarah. Dengan demikian, persepsi sifatnya sangat subjektif karena tergantung pada

orang yang melakukan persepsi (perseptor), dan sebagian besar proses dasar bentuk persepsi

merupakan pengenalan terhadap sesuatu dari luar. Dua pengertian penting tentang persepsi

seara garis besar dapat dibedakan sebagai berikut:

a) Persepsi merupakan suatu proses aktivitas seseorang dalam memberi kesan, penilaian,

pendapat, merasakan, memahami, menghayati, menginterpretasi, dan mengevaluasi

terhadap sesuatu hal berdasarkan informasi yang ditampilkan.

b) Persepsi merupakan reaksi timbal balik yang dipengaruhi oleh diri perseptor, suatu hal

yang dipersepsi dan situasi sosial yang melingkupinya, sehingga dapat memberikan

motivasi tatanan perilaku perseptor.

Persepsi sosial masyarakat adalah suatu tindakan berdasar pengamatan maupun

penalaran, baik melalui interaksi langsung, melalui media massa maupun melalui orang lain

Page 39: kajian pustaka sempadan sungai

terhadap suatu hal, sehingga membentuk suatu kesan tersendiri. Persepsi terjadi sebagai

akibat perilaku karena persepsi sifatnya subjektif (tergantung pada perseptornya), maka kesan

ataupun interpretasi yang terbentuk dapat negatif ataupun positif terhadap suatu objek yang

sama, misalnya persepsi seseorang terhadap pengelolaan lingkungan perumahan, persepsi

positif akan timbul pada seseorang jika orang tersebut mengintepretasi kegiatan program

secara positif, yakni akibat program tersebut harapannya akan tercipta lingkungan perumahan

yang nyaman. Jika orang tersebut menginterpretasikan program secara negatif, yakni muncul

anggapan bahwa kegiatan program tersebut hanya membuang-buang waktu, tenaga dan

biaya, maka persepsinya juga negatif (Rihardoyo, 2005).

Sikap seseorang terhadap tindakan yang terburuk merupakan refleksi dari persepsi

akibat tindakan yang ada. Bila interpretasi atau kesan yang terbentuk positif, maka akan

muncul pula sikap yang positif. Demikian pula sebaliknya, bila kesan yang terjadi adalah

negatif, maka akan terbentuk sikap yang negatif pula. Persepsi normatif akibat tindakan

berbeda dengan persepsi akibat perilaku yang sifatnya individual (Azwar, 2003). Dalam hal

ini persepsi normatif merupakan persepsi terhadap sesuatu dari orang lain yang dapat

mempengaruhi persepsi seseorang terhadap tindakan yang sama, misalnya adanya

penyuluhan dari petugas yang tepat, anjuran tokoh agama ataupun tokoh masyarakat mampu

mempengaruhi persepsi terhadap program-program tertentu.

Sikap individu merupakan suatu cara bereaksi terhadap suatu stimulan atau

rangsangan, atau suatu kecenderungan untuk melakukan reaksi dengan cara tertentu terhadap

suatu rangsangan ataupun situasi yang dihadapinya (Vayda, 1979). Dengan kata lain, dapat

dinyatakan bahwa sikap merupakan suatu reaksi ataupun tanggapan secara khusus (spesial

response) terhadap suatu rangsangan ataupun situasi (yang berasal dari persepsi seseorang

terhadap lingkungannya) disertai dengan pendirian dan/atau perasaan orang tesebut. Pada

dasarnyayang memegang peranan penting dalam sikap adalah perasaan atau emosi,

Page 40: kajian pustaka sempadan sungai

sedangkan respons merupakan kecenderungan untuk bereaksi. Dalam beberapa hal, sikap

memang merupakan penentu yang paling penting dalam perilaku manusia. Sebagai reaksi,

sikap dihadapkan pada suatu dikotomi, senang atau tidak senang, menolak atau

melaksanakan, serta menerjang atau menjauhi.

Sikap dan perilaku manusia saling berkaitan erat. Ketika seseorang atau sekelompok

orang berada dalam suatu kondisi dan situasi lingkungan tertentu, pada dasarnya sulit bahkan

tidak mungkin untuk merasa benar-benar netral atau merasa lepas sama sekali dari perasaan

suka atau tidak suka terhadap lingkungannya (Vayda, 1979). Dalam kondisi dan situasi

seperti itu, selalu terjadi mekanisme mental yang mengevaluasi, dalam bentuk pandangan,

dan mewarnai perasaan, yang masing-masing atau kesemuanya sangat menentukan (1)

kecenderungan untuk berperilaku dalam menanggapi lingkungan yang dihadapi maupun (2)

kecenderungan mereka untuk berperilaku. Artinya timbulnya perwujudan hubungna gejala

sikapdan perilaku, tidak hanya ditentukan oleh tantangan lingkungan yang dihadapi, tetapi

juga berkaitan erat dengan pengalaman, pengetahuan, dan harapan pada masa akan datang.

Sikap yang diambil masyarakat dalam menghadapi bencana secara umum merupakan

upaya menuju penyesuaian diri terhadap perubahan yang terjadi di lingkungannya

(Ritohardoyo, 2014). Sikap masyarakat berkaitan erat dengan persepsi masyarakat terhadap

kejadian bencana. Johson, et al., (2004 dalam Ritohardoyo, 2014) menunjukkan beberapa hal

yang perlu diidentifikasi dalam mengkaji persepsi dan sikap masyarakat terhadap kejadian

bencana yang mendorong untuk melakukan adaptasi, yaitu (1) persepsi masyarakat terhadap

bencana dan risikonya, (2) nilai-nilai yang mempengaruhi persepsi terhadap risiko bencana

dan sikap masyarakat, (3) alasan masyarakat tetap tinggal di kawasan rawan banjir, (4) sikap

masyarakat terhadap alam, dan (5) persepsi serta sikap yang mendorong adaptasi.

Page 41: kajian pustaka sempadan sungai

Dalam identifikasi persepsi khususnya terhadap risiko bencana, Messner dan meyer

(2005, dalam Ritohardoyo 2014) menyatakan bahwa persepsi akan dipengaruhi oleh

perbedaan informasi yang dimiliki tiap individu, perbedaan nilai dalam bersikap, dan

kepentingan tiap individu. Perbedaan di atas melahirkan perbedaan penilaian terhadap risiko

bencana. Rianto (2009, dalam febrianti, 2010) mengungkapkan bahwa subjektivitas persepsi

terhadap risiko bencana dipengaruhi oleh pengetahuan mengenai bencana, pengalaman dalam

menghadapi bencana, dan kemampuan individu untuk mengatasi dampak kejadian bencana.

Hal ini bermakna bahwa kajian strategi adaptasi terhadap bencana banjir di Sungai Madiun

perlu dianalissis bagaimana pengetahuan mengenai banjir, pengalaman dalam menghadapi

banjir, dan kemampuan dari individu untuk mengatasi dampak kejadian bencana dalam

wujud peran serta mereka dan siasatnya dalam mengatasi bencana banjir yang terjadi di

lingkungannya.

Strategi Adaptasi Masyarakat Terhadap Bencana

Konsep-konsep kunci dalam mengkaji perilaku dari individu adalah perilaku adaptif

dan tindakan strategis, dan sintesis dari dua konsep tersebut, yaitu strategi adaptif (Bennet,

1979). Perilaku adaptif merupakan istilah yang lebih umum karena mengacu pada setiap

bentuk perilaku mengatur cara-cara untuk memperoleh hasil akhir dengan menyesuaikan

tujuan, mencapai kepuasaan, memilih beberapa pilihan. Perilaku tersebut menghindari

kegiatan dan keterlibatan pelaku agar mampu menyesuaikan, baik secara aktif maupun pasif,

perilaku manusia secara sengaja ke dalam sistem-sistem. Perilaku strategis merupakan ilmiah

yang lebih spesifik yang meruapakan suatu perhatian secara khusus pada penerapan

pendekatannya, yakni ke suatu perilaku aktif yang bersifat ingin mencapai tujuan

mengerjakan sesuatu kegiatan khusus, yang direncanakan untuk mencapai tujuan mengatasi

kendala dalam pemanfaatan sumberdaya lingkungan.

Page 42: kajian pustaka sempadan sungai

Menurut Benner (1976) strategi adaptif adalah definisi yang paling baik sebagai

komponen dengan derajat keberhasilan yang dapat diramalkan, yang dipilih individu dalam

suatu proses pembuatan keputusan. Konsep tersebut di atas menunjukkan adanya kaitan

antara strategi yang bersifat adaptif dengan proses pembuatan keputusan seseorang. Strategi

adaptif didasarkan pada kecakapan dan kemampuan manusia menerima informasi,

menghayati, memberlakukan, dan untuk bertindak dalam mengatasi tantangan lingkungannya

dalam rangka memenuhi kebutuhan hidupnya. Artinya, perhatian pada proses pengambilan

keputusan individu tersebut memungkinkan untuk mengkaji tentang cara-cara bagaimana

tibdakan manusia mempengaruhi lingkungan dan bagaimana hambatan-hambatan lingkungan

mempengaruhi keputusan yang dibuat manusia.

Vayda dan McCay (1978) menerapkan konsepstrategi adaptif sebagai tindakan

perwujudan respon yang dilakukan oleh individu atau kelompok. Hal ini sangat tergantung

pada (a) pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki oleh yang bersangkutan, (b) ketersediaan

sumberdaya dalam lingkungannya, dan (c) waktu yang tersedia untuk memberikan

tanggapan. Mereka memiih kegiatan adaptif dalam rangka menghadapi masalah-masalah

lingkungan yang berubah dan ketidakpastian situasional. Oleh karena itu, dalam penelitian

perlu diperhatikan gejala-gejala keragaman kemampuan manusia maupun keragaman kondisi

lingkungan yang dihadapi setiap manusia.

Sunil (2011) mengungkapkan strategi adaptasi manusia dalam ketidakpastian

lingkungan dan bencana sebagai penanganan terhadap dampak yang tidak dapat dihindari

dalam perubahan lingkungan. Hal ini bermakna sama seperti yang diungkapkan oleh Vayda

dan McCay (1978) bahwa manusia memilih kegiatan adaptif dalam rangka menghadapi

masalah-masalah lingkungan yang berubah dan ketidakpastian situasional. Adaptasi

menyertakan penyesuaian diri dalam bersikap terhadap kondisi yang tidak menentu. Adaptasi

tersebut sangat dipengaruhi oleh kondisi sosial ekonomi dan ekologi tertentu.

Page 43: kajian pustaka sempadan sungai

Perilaku penyesuaian penghuni terhadap lingkungan merupakan upaya pengurangan

ketidaksesuaian atau ketidakcocokan dalam suatu sistem (lingkungan), menambah harmoni

atau mencapai kondisi homeostatis (Berry dalam Altman, dkk, 1980). Berry menyatakan

bahwa mekanisme/tindakan penyesuaian dapat dibedakan dalam tiga kategori strategi

adaptasi, yaitu:

1. Adaptasi dengan penyesuaian (Adaptation by adjusment), yakni tindakan

mengurangi konflik terhadap lingkungan dengan menyesuaikan diri atau mengubah

perilaku agar harmoni dengan lingkungan.

2. Adaptasi dengan reaksi (Adaptation by reaction), yakni tindakan menolak atau

melawan lingkungan dengan melakukan perubahan-perubahan fisik lingkungan guna

menambah kongruen antara individu dengan lingkungan fisiknya.

3. Adaptasi dengan meninggalkan (Adaptation by withdrawal), yakni tindakan

menghindari lingkungan dikarenakan ketidaksesuaian atau ketidakcocokan. Hal ini

dilakukan dengan cara membiarkan atau menggunakan setting pengganti atau pindah

ke tempat lain. Dalam konsep ketiga ini, Berry mencontohkan suatu tindakan

migrasi (pindah).

Manusia tidak akan pernah lepas dari lingkungannya. Ia terikat ruang dan waktu.

Ruang akan memberikan stimulus terhadap manusia. Waktu dengan segala perubahan yang

terjadi di dalamnya juga akan membuat manusia mengambil disposisi tertentu. Setiap

stimulus yang ada melahirkan persepsi yang berbeda sehingga menghasilan juga perasaan

dan respon serta strategi adaptasi yang berbeda. Perbedaan, baik dalam pengalaman, kultur,

jenjang pendidikan, maupun kepentingan akan menghasilkan perbedaan persepsi dan proses-

Page 44: kajian pustaka sempadan sungai

proses selanjutnya. Setiap stimulus yang berhasil direspon secara baik dan tidak melebihi

tingkat kemampuan individu tidak akan menghasilkan stres.