Kajian Pustaka, Kerangka Berfikir, Konsep, Landasan Teori ...
Transcript of Kajian Pustaka, Kerangka Berfikir, Konsep, Landasan Teori ...
12
BAB II
Kajian Pustaka, Kerangka Berfikir, Konsep,
Landasan Teori dan Model Penelitian
Pada Bab II akan memaparkan mengenai kajian pustaka permukiman
kumuh yang diperoleh dari beberapa hasil penelitian sebelumnya baik berupa
thesis maupun jurnal ilmiah, konsep yang memberikan batasan terhadap
terminologis teknis yang merupakan komponen dari kerangka teori, landasan teori
yang digunakan sebagai dasar dalam menganalisis data dalam penelitian serta
model penelitian yang digunakan untuk menggambarkan seluruh kegiatan
penelitian.
2.1 Kajian Pustaka
Kajian pustaka yang digunakan merupakan referensi dari beberapa
penelitian sebelumnya yang terkait dengan penelitian yang akan dilakukan.
Adapun beberapa kajian pustaka yang dapat dihimpun adalah sebagai berikut:
Kajian pustaka yang pertama merupakan penelitian yang dilaksanakan
oleh Ayu Wadhanti (2013), mahasiswi Program Magister Arsitektur, Universitas
Udayana Bali yang berjudul Karakter Tapak Permukiman Kumuh di Kota
Denpasar (Studi Kasus: Kota Denpasar Bali). Latar belakang dilakukannya
penelitian ini adalah perkembangan permukiman kumuh yang tidak terkendali
yang menjadi tantangan berat bagi masyarakat maupun pemerintah dalam
penanganannya. Keberadaan permukiman kumuh umumnya juga memunculkan
13
berbagai dampak negatif, baik bagi penghuni maupun masyarakat dan lingkungan
sekitar. Diharapkan dengan dilakukannya penelitian ini dapat memberikan solusi
yang lebih bermanfaat dalam penanganan permukiman kumuh khususnya yang
terdapat di Kota Denpasar. Dalam penelitian ini ditelusuri lebih mendalam
mengenai karakter tapak yang menjadi tempat berkembangnya permukiman
kumuh sehingga nantinya dapat membantu dalam menemukan solusi dalam
mengantisipasi pertumbuhan permukiman kumuh yang baru di Kota Denpasar.
Penelitian dilakukan dengan melihat proses terbentuk dan berkembangnya
permukiman kumuh di Kota Denpasar dimana sebagian besar permukiman kumuh
di Kota Denpasar berada pada lahan sewa dengan status kepemilikan
perseorangan. Lahan sewa tersebut sebagian besar merupakan lahan-lahan yang
berada di sekitar aliran sungai, di dalam kawasan perumahan, pada lingkungan
perkebunan maupun persawahan yang tidak produktif. Setelah melihat proses
terbentuk dan berkembangnya permukiman kumuh tersebut maka dilakukan
penelitian lebih mendalam mengenai faktor- faktor yang mempengaruhi
terbentuknya permukiman kumuh serta kondisi tapak yang cenderung untuk
berkembang menjadi permukiman kumuh. Penelitian dilakukan dengan metode
kualitatif deskriptif dan dengan pendekatan fenomenologi yang dilakukan berawal
dari melihat kondisi nyata di lapangan selanjutnya dilakukan penjabaran ataupun
deskripsi terhadap fenomena-fenomena yang terjadi di lapangan.
Persamaan antara penelitian yang dilaksanakan Ayu Wadhanti dengan
penelitian yang dilaksanakan adalah terletak pada lahan atau tapak yang
cenderung merupakan lokasi berkembangnya permukiman kumuh. Dimana tapak
14
yang dimaksud merupakan tapak yang tidak produktif dan sebagian besar
merupakan lahan yang terletak pada daerah pinggiran sungai. Perbedaannya
adalah penelitian yang dilaksanakan oleh Ayu Wadhanti lebih terfokus kepada
karakteristik tapak yang cenderung merupakan tempat berkembangnya
permukiman kumuh dan penelitian yang dilaksanakan terfokus kepada
perkembangan demografi serta pemanfaatan ruang yang terjadi pada permukiman
kumuh tersebut.
Kajian pustaka yang kedua merupakan penelitian yang dilaksanakan oleh
Gede Eka Putra Aryana (2012), mahasiswa Magister Arsitektur dalam Program
Studi Perencanaan Manajemen Pembangunan Desa Kota pada Program
Pascasarjana Universitas Udayana. Penelitian yang dilaksanakan berjudul Upaya
Perbaikan Lingkungan Permukiman Kumuh terhadap Kondisi Fisik Lingkungan
Permukiman di Banjar Sari, Kelurahan Ubung, Kecamatan Denpasar Utara. Latar
belakang dilakukannya penelitian ini adalah tingginya angka migrasi penduduk
pada suatu kota akibat dari perkembangan dan pertumbuhan kota yang sering
menimbulkan masalah negatif di bidang kependudukan dan menjadi persoalan
mendasar yang dihadapi anggota masyarakat terutama didaerah perkotaan. Selain
itu tingginya angka migrasi juga berdampak negatif pada pemanfaatan lahan
terbangun yang semakin bertambah dan berkurangnya lahan terbuka hijau kota.
Penelitian dilaksanakan dengan beberapa tahapan yang diawali dengan
koleksi data yaitu menentukan permasalahan yang terdapat di lapangan,
menentukan metode dan instrumen penelitian. Tahap selanjutnya yang
dilaksanakan adalah menganalisis data yaitu melakukan pengolahan data yang
15
sudah terkumpul dari hasil penyebaran kuesioner dan melakukan pengamatan
secara langsung dilapangan kemudian dirangkum dan diolah. Berdasarkan hasil
analisis ini diambil simpulan yang dapat menjawab rumusan permasalahan
penelitian dan memberikan saran atau masukan terkait dengan permasalahan
dalam penelitian ini. Penelitian dilakukan dengan penelitian dilakukan dengan
menggunakan metode kuantitatif deskriptif dan kuantitatif korelasi. Penggunaan
metode kuantitatif deskriptif untuk memaparkan kajian mengenai karakteristik
penghuni, upaya perbaikan lingkungan permukiman yang telah dilakukan dan
kondisi fisik lingkungan permukiman. Selain itu penggunaan metode kuantitatif
korelasi untuk mengidentifikasi hubungan antara upaya perbaikan lingkungan
permukiman kumuh dengan kondisi fisik lingkungan permukiman.
Persamaan antara penelitian yang dilaksanakan Gede Eka Putra Aryana
dengan penelitian yang dilaksanakan adalah sama- sama melihat korelasi/
hubungan antara dua koefisien atau permasalahan dimana permasalahan yang satu
akan mempengaruhi permasalahan lainnya. Perbedaannya dimana penelitian yang
dilaksanakan Gede Eka Putra Aryana melihat keadaan lingkungan sebelum dan
sesudah adanya upaya perbaikan lingkungan permukiman kumuh terhadap kondisi
fisik lingkungan dan penelitian yang dilaksanakan melihat hubungan/ korelasi
antara Perkembangan Demografi dengan Pemanfaatan Ruang yang saling
mempengaruhi pada permukiman Jalan Karya Makmur dan Gang Kelapa Muda.
Kajian pustaka yang ketiga merupakan penelitian yang dilaksanakan oleh
Yunandar (2007), mahasiswa Program Studi Magister Manajemen Sumberdaya
16
Pantai Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang. Judul dari penelitian yang
dilaksanakan adalah Analisis Pemanfaatan Ruang di Kawasan Pembangunan
Perikanan Pesisir Muara Kintap Kabupaten Tanah Laut Propinsi Kalimantan
Selatan. Latar belakang dilakukannya penelitian ini adalah adanya pembangunan
sarana dan prasarana penunjang sektor perikanan pesisir di kawasan perikanan
Muara Kintap yang berdampak pada pembukaan tambak- tambak udang baru.
Dengan adanya pembangunan tersebut maka berdampak pada terbatasnya ruang
sebagai daerah lindung lokal yang berfungsi sebagai buffer zone atau buffer
ekosistem antar kawasan. Data menyebutkan bahwa kondisi mangrove yang
tersisa sebagai zona konservasi sempadan pantai dan sungai mengalami degradasi
dari kondisi awal yang seluas 500 hektar menjadi hanya seperlima atau sekitar
100 hektar dari luas wilayah Muara Kintap sekitar 49 km².
Penelitian dilaksanakan dengan melihat kesenjangan perencanaan dalam
alokasi penetapan skala prioritas dalam pembangunan di pesisir Muara Kintap.
Selanjutnya dilihat akibat dari perencanaan dan pembangunan sarana dan
prasarana penunjang sektor perikanan pesisir di kawasan perikanan Muara Kintap
yang mengakibatkan perubahan pola pemanfaatan ruang. Dampak dari ketidak
disiplinan pemanfaatan ruang pada kawasan pesisir Muara Kintap berakibat pada
penyimpangan tata ruang. Penelitian ini dilaksanakan dengan memadukan citra
satelit dengan pengukuran langsung parameter fisik dan kimia perairan,
pencemaran dan karakteristik pemanfaatan ruang serta komponen biofisik
(vegetasi) menggunakan metode survei.
17
Lingkup kajian dalam pelaksanaan penelitian adalah mengidentifikasi
keruangan eksisting penggunaan lahan di kawasan pesisir Muara Kintap.
Selanjutnya dilakukan analisis kesesuaian pemanfaatan ruang di kawasan pesisir
Muara Kintap secara spasial dengan atribut/ parameter biofisik yang telah
ditetapkan serta kesesuaian terhadap Rencana Tata Ruang Kabupaten Tanah Laut.
Alternatif pengelolaan zona pemanfaatan ruang (prioritas) pada kawasan
perikanan pesisir Muara Kintap yang terdiri dari zona lindung dan penyangga,
zona pemanfaatan dan zona khusus. Penentuan sampel dilakukan dengan
purposive random sampling yang diproporsikan dengan jumlah sampling 10%
kawasan lindung, 60% kawasan pemanfaatan dan 30% di kawasan pelabuhan
khusus di daerah Muara Kintap.
Persamaan antara penelitian yang dilaksanakan Yunandar dengan
penelitian yang sedang dilaksanakan adalah sama melihat perubahan pemanfaatan
ruang akibat adanya pembangunan pada suatu kawasan. Perubahan pemanfaatan
ruang akan berdampak pada perubahan kondisi fisik kawasan tersebut. Perbedaan
antara penelitian yang dilaksanakan Yunandar dengan penelitian yang sedang
dilaksanakan adalah penelitian yang dilaksanakan Yunandar melihat kasus
penelitian pada kawasan pesisir yang merupakan permukiman nelayan di Muara
Kintap Kabupaten Tanah Laut Provinsi Kalimantan Selatan dan penelitian yang
sedang dilaksanakan melihat permasalahan pemanfaatan ruang pada kawasan
permukiman kumuh yang diakibatkan adanya perkembangan demografi pada
kawasan tersebut.
18
Kajian pustaka yang keempat merupakan penelitian disertasi yang
dilaksanakan oleh Ngakan Made Anom Wiryasa (2014), mahasiswa Program
Pascasarjana Universitas Udayana Denpasar. Judul penelitian disertasi yang
dilaksanakan adalah Analisis Kelembagaan dalam Pelaksanaan Penataan Ruang
Wilayah Provinsi Bali. Latar belakang dilakukannya penelitian ini karena
peningkatan jumlah penduduk akan memicu perubahan pemanfaatan ruang dalam
pemenuhan kebutuhan akan sarana dan prasarana pembangunan. Penyimpangan
terhadap pemanfaatan ruang dapat terjadi karena produk tata ruang kurang
memperhatikan aspek pelaksanaan atau sebaliknya pemanfaatan ruang kurang
memperhatikan rencana tata ruang yang telah disusun dan ditetapkan. Diperlukan
adanya strategi dan arahan kebijakan dalam pengembangan lingkungan kehidupan
masyarakat, utamanya yang berkaitan dengan penataan ruang dalam pelaksanaan
pembangunan. Untuk mengatur pemanfaatan ruang dalam pembangunan wajib
adanya peran kelembagaan, baik sebagai aturan main maupun kelembagaan
sebagai organisasi yang berfungsi mengambil keputusan.
Penelitian ini dirancang dengan desain kualitatif verifikatif, yang
merupakan upaya pendekatan induktif terhadap seluruh proses penelitian yang
akan dilakukan. Format desain kualitatif verifikatif mengkonstruksi format
penelitian dan strategi dalam memperoleh data di lapangan, namun dalam hal
memperlakukan teori, format kualitatif verifikatif lebih longgar dalam arti tetap
terbuka pada teori. Keunggulan penelitian kualitatif adalah berupaya
mengungkapkan apa yang ada dibalik data yang tampak, hal- hal yang tidak
nampak menjadi sasaran metode kualitatif.
19
Penelitian ini memandang masalah sosial memang ada sesuai dengan
hukum alam, tetapi sesuatu yang mustahil apabila suatu masalah sosial dapat
dilihat secara benar oleh manusia. Secara metodologis pendekatan eksperimental
melalui observasi tidaklah cukup untuk menemukan kebenaran data, tetapi harus
menggunakan metode triangulasi yaitu penggunaan beberapa metode, sumber
data dan teori. Secara epistemologis hubungan antara pengamat/ peneliti dengan
objek atau masalah sosial yang diteliti tidaklah bisa dipisahkan, oleh karena itu
hubungan antara peneliti dengan objek bersifat interaktif dengan catatan peneliti
harus bersifat senetral mungkin sehingga tingkat subjektifitas dapat dikurangi
dengan seminimal mungkin.
Persamaan antara penelitian yang dilaksanakan Ngakan Made Anom
Wiryasa dengan penelitian yang dilaksanakan adalah sama- sama melihat
perubahan pemanfaatan ruang akibat dari pembangunan yang terjadi di perkotaan.
Sedangkan perbedaan antara penelitian yang dilaksanakan Ngakan Made Anom
Wiryasa dengan penelitian yang dilaksanakan adalah dimana penelitian yang
dilaksanakan Ngakan Made Anom Wiryasa melihat perlunya suatu kelembagaan
untuk mengendalikan perubahan pemanfaatan ruang yang terkadang berlangsung
secara tidak beraturan dan penelitian yang dilaksanakan melihat perubahan
pemanfaatan ruang akibat dari perkembangan demografi penduduk dan hubungan
diantara dua variabel tersebut.
20
Tabel 2.1 Kajian pustaka
Nama Peneliti danTahun
Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian dan Relevansi
Ayu Wadhanti (2013),Program MagisterArsitektur, UniversitasUdayana Bali
Karakter Tapak PermukimanKumuh di Kota Denpasar(Studi Kasus : Kota DenpasarBali)
Metode kualitatif deskriptifDengan pendekatanfenomenologi
Permukiman kumuh di Kota Denpasar umumnya tumbuh dan berkembang padatapak yang tidak produktif dan disewakan oleh para pemiliknya dengan hargamurah kepada pendatang
Relevansi: Mengetahui kondisi lahan yang rentan menjadi tempatperkembangan permukiman kumuh
Gd Eka Putra Aryana(2012), ProgramMagister ArsitekturPascasarjanaUniversitas Udayana
Upaya Perbaikan LingkunganPermukiman Kumuh terhadapKondisi Fisik LingkunganPermukiman di Banjar SariKelurahan Ubung Denpasar
Metode kuantitatif deskriptifdan kuantitatif korelasi
Terdapat hubungan yang signifikan antara upaya perbaikan lingkunganpermukiman dengan kondisi fisik lingkungan pada permukiman Banjar SariKelurahan Ubung
Relevansi: Mengetahui korelasi/ hubungan antara dua faktor yang salingmempengaruhi
Yunandar (2007),Program MagisterManajemenSumberdaya PantaiUniversitas DiponegoroSemarang
Analisis Pemanfaatan Ruang diKawasan PembangunanPerikanan Pesisir Muara KintapKabupaten Tanah Laut PropinsiKalimantan Selatan
Metode analisis citra satelit,pengukuran langsungparameter fisik, denganpendekatan deskriptif
Adanya perubahan pemanfaatan ruang akibat dari pembangunan saranaprasarana perikanan yang membawa dampak munculnya permukiman barudengan mengkonversi hutan rawa dan lindung lokal
Relevansi: Mengetahui pengaruh pembangunan terhadap perubahanpemanfaatan ruang pada kawasan
Ngakan Made AnomWiryasa (2014),Program PascasarjanaUniversitas UdayanaDenpasar
Analisis Kelembagaan DalamPelaksanaan Penataan RuangWilayah Provinsi Bali
Pendekatan yang digunakankualitatif verifikatif
Untuk mengendalikan pemanfaatan ruang dalam pembangunan diperlukanadanya suatu kelembagaan, baik sebagai aturan maupun kelembagaan yangberfungsi mengambil keputusan
Relevansi: Mengetahui aspek- aspek yang menyebabkan perubahanpemanfaatan ruang akibat dari pembangunan
21
2.2 Kerangka Berfikir dan Konsep
Kerangka berfikir digunakan untuk menggambarkan proses penelitian dari
awal menentukan topik yang akan diangkat menjadi pembahasan dalam penelitian
yang dikaitkan dengan kajian pustaka/ teori- teori yang terkait sehingga diperoleh
hasil penelitian yang dimaksud. Konsep merupakan acuan yang digunakan untuk
memberikan penjelasan batasan pola pemikiran dalam penelitian yang dilaksanakan
sehingga terbentuk kesatuan dalam pemikiran pembaca.
2.2.1 Kerangka berfikir
Kerangka berfikir yang akan digunakan adalah proses bagaimana
memperoleh suatu hasil dari penelitian tentang judul “Korelasi Antara
Perkembangan Demografi dengan Pemanfaatan Ruang pada Permukiman Kumuh di
Jalan Karya Makmur dan Gang Kelapa Muda Kecamatan Denpasar Utara” yang
dirangkum dalam suatu kerangka yang terdapat dalam diagram berikut.
22
Diagram 2.1 Kerangka Berfikir
Observasi Awal (Grand Tour)
Konteks studi :1. Tingginya migrasi penduduk ke perkotaan2. Tingkat kepadatan dan laju pertumbuhan penduduk yang tinggi3. Angka perkembangan demografi pada permukiman kumuh yang tidak terkendali4. Ketersediaan lahan dan daya tampung wilayah yang sudah melampaui batas
pemanfaatan ruang yang ada
Perkembangan Demografi dan Pemanfaatan Ruang pada Permukiman Kumuh di JalanKarya Makmur dan Gang Kelapa Muda Denpasar Utara
Rumusan Masalah 1 :Bagaimana perkembangandemografi yang terjadi padapermukiman kumuh di JalanKarya Makmur dan GangKelapa Muda KecamatanDenpasar Utara?
Rumusan Masalah 3 :Bagaimana hubunganperkembangan demografidan pemanfaatan ruang padapermukiman kumuh di JalanKarya Makmur dan GangKelapa Muda KecamatanDenpasar Utara?
Landasan Teori Penelitian Metodologi Penelitian
Hasil, kesimpulan dan saran
Rumusan Masalah 2 :Bagaimana perkembanganpemanfaatan ruang padapermukiman kumuh di JalanKarya Makmur dan GangKelapa Muda KecamatanDenpasar Utara?
23
2.2.2 Konsep
Konsep adalah suatu medium yang menghubungkan subjek dan objek yang
diketahui, pikiran, dan kenyataan. Konsep juga memberikan batasan terhadap
pengertian demografi dan permukiman kumuh yang dimaksud dalam proses
penelitian (Sudarminta.J, 2002).
1. Demografi
Dalam UU RI No.10 tahun 1992 tentang perkembangan kependudukan dan
pembangunan keluarga sejahtera, definisi kependudukan adalah hal ihwal yang
berkaitan dengan jumlah, ciri utama, pertumbuhan, persebaran, mobilitas,
penyebaran, kualitas, kondisi, kesejahteraan yang menyangkut politik, ekonomi,
sosial, budaya, agama, serta lingkungan penduduk tersebut.
Menurut Risqi Dwi Alfiyanto dalam rakyat-sejahtera.html (Sabtu, 29 Juni
2013) demografi secara etimology (kebahasaan) berasal Bahasa Latin, kata
“demograhie” terdiri dari dua kata yaitu demos dan graphien, demos artinya
penduduk dan graphien berarti catatan, bahasan tentang sesuatu.
Secara etimology makna demografi adalah catatan atau bahasan mengenai
penduduk suatu daerah pada waktu tertentu. Secara epistemology (berdasarkan ilmu
pengetahuan), pengertian demografi tidak sesederhana seperti dalam
perspektif etimology, kata demografi diberi makna lebih spesifik tentang penduduk.
Menurut Philip M Hauser dan Dudley Duncan (1959) demografi
didefinisikan adalah sebagai berikut:
24
“Demographic is the study of the size, territorial distribution andcomposition of population, changes there in and the components of such cangeswhich maybe indentified as natality, territorial movement (migration) and socialmobility “(change of states)”.
“Terjemahan dari definisi tersebut kurang lebih adalah sebagai berikut:Demografi mempelajari jumlah, persebaran wilayah dan komposisi penduduk,perubahan dan sebab perubahan itu yang biasanya timbul karena kelahiran,perpindahan penduduk dan mobilitas sosial”.
Berdasarkan Multilingual Demographic Dictionary (IUSSP, 1982) definisi
demografi adalah sebagai berikut:
“Demography is the scientific study of human populations in primarily withthe respect to their size, their structure (composition) and their development(change)”.
“Terjemahan dari definisi IUSSP tersebut adalah sebagai berikut: Demografiadalah ilmu yang mempelajari tentang penduduk terutama yang terkait denganjumlah, struktur, (komposisi) dan perkembangan (perubahan) penduduk”.
Menurut D.V. Glass (1957) pengertian demografi adalah sebagai berikut:
“Demography is generally limited to study of human population asinfluenced by demographic process: fertility, mortality and migration”(Ida BagoesMantra, 2000).
Dua definisi tersebut menunjukkan demografi sebagai sebuah ilmu yang
mempelajari penduduk yang berkenaan dengan struktur penduduk dan
prosesnya. Struktur penduduk meliputi: jumlah, persebaran, dan komposisi
penduduk. Struktur penduduk di suatu wilayah selalu berubah- ubah dan perubahan
tersebut disebabkan oleh karena adanya proses demografi yaitu kelahiran
(natalitas= natality), kematian (mortalitas = morality) dan perpindahan penduduk
(migrasi= migration). Demografi sering diidentifikasi menjadi beberapa bagian
misalnya demografi formal, demografi dengan analisis matematis tentu dengan
pendekatan kuantitatif atau orang menyebut statistik penduduk. Analisis demografi
ini dapat dengan mudah melakukan peramalan variabel- variabel demografi
25
berdasarkan data sensus penduduk. Demografi sosial, analisisnya berdasarkan
kualitatif.
Demografi dan kependudukan sama-sama mempelajari penduduk sebagai
suatu kumpulan (agregates atau collection), bukan mempelajari penduduk sebagai
individu. Dengan demikian yang dimaksud dengan penduduk adalah sekelompok
orang yang bertempat tinggal di suatu wilayah, seperti yang tercantum dalam
Undang-undang RI No. 10 tahun 1992 yaitu penduduk adalah orang dalam
matranya sebagai diri pribadi, anggota keluarga, anggota masyarakat, warga negara
dan himpunan kuantitas yang bertempat tinggal di suatu tempat dalam batas wilayah
negara pada waktu tertentu.
Menurut Ananta (1993:22) pengertian demografi adalah sebagai berikut:
kependudukan merupakan studi yang mempelajari variabel- variabel demografi,
juga memperhatikan hubungan (asosiasi) antara perubahan penduduk dengan
berbagai variabel sosial, ekonomi, politik, biologi, genetika, geografi, lingkungan
dan lain sebagainya. Definisi kependudukan menurut Ananta (1993:22) tersebut
menunjukkan setidaknya terdapat dua variabel yang terkait dengan kependudukan
adalah sebagai berikut: pertama variabel demografi yaitu mortalitas (mortality),
fertilitas (fertility) dan migrasi (migration) yang saling mempengaruhi terhadap
jumlah, komposisi, persebaran penduduk, kedua variabel non demografi yang
dimaksud misalnya pendidikan, pendapatan penduduk, pekerjaan, kesehatan dll.
Kesimpulan dari konsep demografi dari beberapa referensi adalah demografi
merupakan ilmu yang mempelajari mengenai struktur penduduk yaitu terkait dengan
kelahiran, kematian dan migrasi (perpindahan penduduk). Perkembangan demografi
26
dapat terjadi dipengaruhi dua hal yaitu variabel (kelahiran, kematian dan migrasi)
dan non variabel (pendidikan, pendapatan penduduk, pekerjaan dan kesehatan.
2. Pemanfaatan Ruang
Sesuai dengan UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang
pengertian dari pemanfaatan ruang adalah upaya untuk mewujudkan struktur ruang
dan pola ruang sesuai dengan rencana tata ruang melalui penyusunan dan
pelaksanaan program beserta pembiayaannya. Sedangkan menurut Undang- Undang
No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang, pengertian dari pemanfaatan ruang
adalah merupakan proses yang terpadu tercakup tiga kegiatan utama yaitu
perencanaan, pelaksanaan rencana dan pengendalian rencana tata ruang.
Perencanaan tata ruang adalah proses penyusunan rencana tata ruang untuk
meningkatkan kualitas lingkungan hidup dan kualitas manusianya dengan
pemanfaatan ruang yang secara struktur menggambarkan ikatan fungsi lokasi yang
terpadu bagi berbagai kegiatan.
Perencanaan tata ruang pada dasarnya mencakup kegiatan penyusunan dan
peninjauan kembali rencana tata ruang. Pelaksanaan atau pemanfaatan rencana tata
ruang adalah suatu proses usaha agar rencana tata ruang yang telah ditetapkan dapat
terwujud sesuai dengan rencana.
Dalam hal ini pelaksanaan atau pemanfaatan rencana tata ruang terutama
dalam bentuk penyusunan program pembangunan kota dan pemanfaatan ruang kota
yang sesuai dengan rencana.
27
Pengendalian pelaksanaan/ pemanfaatan rencana tata ruang yang harus
terkait satu sama lainnya. Pengendalian pelaksanaan adalah merupakan suatu proses
usaha agar pelaksanaan rencana pemanfaatan ruang oleh instansi sektoral,
pemerintah daerah, swasta ataupun masyarakat sesuai dengan rencana tata ruang
yang telah ditetapkan.
Pemanfaatan ruang pada kawasan sesuai dengan arahan RTRW Kota
Denpasar dan menunjuk pada ketentuan Perda Kota Denpasar Nomor 27 Tahun
2011 tentang penataan ruang. Pengendalian pembangunan kawasan permukiman
dilakukan melalui pengembangan ketentuan peraturan zonasi untuk kawasan
permukiman terdiri atas:
a. Ketentuan umum peraturan zonasi kawasan perumahan dan permukiman,dibagi menjadi beberapa hirarki zona mencakup zona perumahan campuran,zona perumahan skala besar, zona perumahan skala menengah, zona perumahankecil, zona perumahan kampung, zona perumahan khusus yang berbeda- bedapengaturan pemanfaatan ruangnya, selanjutnya diatur dalam peraturan daerahtentang peraturan zonasi.b. Bangunan yang diperbolehkan dalam zona perumahan, mencakup:
1) Bangunan perniagaan yang boleh dibangun adalah warung, tokokecil, kantor kecil, industri rumah tangga dan sebagainya yang tidakmencemari lingkungan baik berupa pencemaran air, pencemaranudara, pencemaran suara maupun pencemaran estetika/ pandangan/visual dan tidak menimbulkan gangguan terhadap kenyamanan dankeamanan lingkungan.
2) Bangunan perniagaan jika berkelompok tidak boleh lebih dari 4 unitbangunan dan tidak dilengkapi dengan gudang.
3) Bangunan umum meliputi bangunan pelayanan umum danpemerintahan (setingkat desa/ kelurahan kebawah), pendidikan(setingkat SD ke bawah), kesehatan (setingkat apotek, praktekdokter), peribadatan, taman lingkungan dan pertamanan
c. Pengharusan penyediaan kelengkapan, keselamatan bangunan danlingkungan.
d. Pemerintah kota menetapkan bangunan- bangunan perumahan yang memilikinilai warisan budaya dan pengaturannya akan diatur dalam peraturanwalikota tentang peraturan zonasi.
28
e. Tampilan bangunan harus mencerminkan karakter arsitektur tradisional Balidan penerapan gaya arsitektur modern harus dikombinasikan dengan konseparsitektur tradisional Bali.
f. Ketentuan tata lingkungan untuk zona perumahan massal oleh pengembangatau pengkaplingan oleh masyarakat harus memenuhi syarat:
1) Memiliki jalan akses (penghubung), kawasan perumahan yangdikembangkan dengan sistem jaringan jalan kota.
2) Memiliki prasarana lingkungan (keberadaan jalur/ ruang untukpenempatan tiang listrik, pipa air minum, saluran pembuang dan jalurjalan lingkungan) dengan sistem jaringan utilitas bawah tanah.
3) Memiliki sistem pengelolaan dan pembuangan limbah rumah tanggakomunal atau terintegrasi dengan jaringan limbah kota (DSDP).
4) Memiliki fasilitas penunjang lingkungan yang memadai sesuaistandar yang berlaku, baik fasilitas umum/ social, maupunperniagaan.
5) Type perumahan yang dikembangkan mengikuti ketentuan yang telahada serta disesuaikan dengan kebijaksanaan pembangunanperumahan.
6) Memenuhi ketentuan penyediaan fasilitas umum dan fasilitas socialserta ruang RTH publik minimal 20% dan RTH private dalam bentuktaman dan telajakan minimal 10% dari luas kawasan.
7) Mewujudkan pertamanan/ penghijauan pada lokasi jalur hijau sesuaidengan rencana tapak/ site plan yang telah disahkan pejabat pemberiizin.
8) Memiliki fasilitas pengumpulan dan pemilahan sampah (Pendataandan Pemetaan Perumahan di Denpasar Tahun 2011: II-26).
Kesimpulan dari konsep pemanfaatan ruang dari beberapa referensi dimana
pemanfaatan ruang mencakup tiga kegiatan pokok yaitu perencanaan, pelaksanaan
rencana dan pengendalian pelaksanaan tata ruang. Tahap perencanaan dimaksudkan
untuk memberikan kualitas lingkungan hidup yang lebih baik, tertata dengan sarana
dan prasarana yang memadai sedangkan tahan pengendalian dimaksudkan untuk
meminimalisasi penyimpangan yang terjadi terkait dengan perencanaan
pemanfaatan ruang yang telah ditetapkan.
29
3. Permukiman Kumuh
Dalam UU No.4 pasal 22 tahun 1992 tentang perumahan dan permukiman,
dimana permukiman kumuh adalah permukiman yang tidak layak huni antara lain
karena berada pada lahan yang tidak sesuai dengan peruntukkan atau tata ruang,
kepadatan bangunan yang sangat tinggi dalam luasan yang sangat terbatas, rawan
penyakit sosial dan penyakit lingkungan, kualitas umum bangunan rendah, tidak
terlayani prasarana lingkungan yang memadai, membahayakan keberlangsungan
kehidupan dan penghuninya.
Pengertian permukiman kumuh menurut Khomarudin (1997:83) lingkungan
permukiman kumuh dapat didefinisikan adalah sebagai berikut:
a. Lingkungan permukiman dengan kepadatan penduduk cukup tinggimelebihi 500 orang per Ha.
b. Jumlah bangunan yang padat dengan luasan masing-masing bangunandibawah standar.
c. Lingkungan dihuni oleh masyarakat dengan golongan sosial maupunekonomi rendah.
d. Sarana dan prasarana infrastruktur tidak memadai dan umumnya tidakmemenuhi syarat teknis maupun standar kesehatan.
e. Bangunan yang dihuni dibangun diatas tanah milik negara atau oranglain, sehingga terkadang tidak sesuai dengan perundang-undangan yangberlaku.
Berdasarkan Keputusan Walikota Denpasar tanggal 23 Juli 2012 No.
188.45/509/HK/2012 tentang Penetapan Lokasi Lingkungan Perumahan dan
Permukiman Kumuh di Kota Denpasar, terdapat 35 titik permukiman kumuh yang
ada di Kota Denpasar. Warga permukiman kumuh mayoritas dihuni oleh warga
pendatang yang berasal dari luar Denpasar maupun Bali. Semakin banyaknya
permukiman kumuh di Kota Denpasar, sangat berdampak buruk bagi kota dan
kualitas lingkungan yang terdapat di kota tersebut.
30
Menurut Budiharjo (1997) dalam Heryati (2008:3) permukiman kumuh
merupakan lingkaran dengan hunian yang tidak layak huni. Permukiman kumuh
merupakan permukiman yang terdiri dari hunian-hunian dengan kondisi yang tidak
layak, dengan kualitas sarana dan prasarana penunjang baik fisik maupun non fisik
berada dibawah standar yang ditetapkan oleh pemerintah.
Permukiman adalah, bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih
dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta
mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau kawasan
perdesaan. Sedangkan permukiman kumuh adalah, permukiman yang tidak layak
huni karena ketidakteraturan bangunan, tingkat kepadatan bangunan yang tinggi,
dan kualitas bangunan serta sarana dan prasarana yang tidak memenuhi syarat.
(Salain, 2013: 3).
Berdasarkan pengertian permukiman kumuh yang telah dibahas di atas,
konsep tinjauan terhadap permukiman kumuh adalah kawasan permukiman yang
memiliki kepadatan cukup tinggi dengan kualitas lingkungan yang rendah serta
memiliki lingkungan yang tidak tertata baik.
a. Ciri- ciri permukiman kumuh
Menurut Sinulingga (2005:15) keberadaan permukiman kumuh dapat
dibedakan dengan permukiman lain yang memiliki kualitas di atas standar. Ciri- ciri
lingkungan dari permukiman kumuh adalah sebagai berikut:
1) Penduduk sangat padat antara 250-400 jiwa/Ha. Termasuk ke dalamkepadatan penduduk yang padat sehingga memungkinkan timbulnyapermasalahan akibat kepadatan ini, antara lain perumahan tidak lagi memilikipersyaratan fisiologis, psikologis dan perlindungan terhadap penyakit.
31
2) Letak rumah yang bersinggungan sehingga terkadang jalan- jalan yangtersedia juga tersembunyi oleh atap rumah. Selain itu jalan yang sempitterkadang sangat sulit untuk dilalui kendaraan roda empat.
3) Drainase jalan yang sangat minim dan tidak memadai sehingga terkadangtidak jarang jalan maupun lingkungan tergenang air. Terkadang terdapatjalan lingkungan yang tidak memiliki drainase.
4) Fasilitas pembuangan air kotor/tinja sangat minim sekali. Ada diantaranyayang langsung membuang tinjanya ke saluran yang dekat dengan rumah.
5) Fasilitas penyediaan air bersih sangat minim, memanfaatkan air sumurdangkal, air hujan atau membeli secara kalengan.
6) Tata bangunan sangat tidak teratur dan bangunan-bangunan pada umumnyatidak permanen dan malahan banyak sangat darurat.
7) Hak kepemilikan atas lahan bukan kepemilikan pribadi, artinya statustanahnya masih merupakan tanah negara dan para pemilik tidak memilikistatus apa-apa.
b. Faktor penyebab munculnya permukiman kumuh
Khomarudin (1997:24) menjelaskan faktor yang menyebabkan munculnya
permukiman kumuh adalah sebagai berikut:
1) Angka urbanisasi dan migrasi yang tinggi terutama masyarakatberpenghasilan rendah.
2) Jumlah lapangan pekerjaan yang masih minim sehingga masyarakatkesusahan mencari pekerjaan terutama masyarakat yang bermukim di daerahterpencil.
3) Masyarakat kesulitan untuk mencicil dan menyewa rumah.4) Penegakan aturan atau undang- undang yang masih kurang tegas.5) Berkurangnya lahan permukiman dan tingginya harga lahan.
Menurut Arawinda dan Viking (2003:3) faktor yang menyebabkan timbulnya
permukiman kumuh adalah sebagai berikut:
1) Umur bangunan yang sudah terlalu tua, tidak terorganisasi dan sanitasi yangtidak memenuhi syarat.
2) Karakter lingkungan dimana tidak terdapat open space (ruang terbuka hijau)dan kepadatan penduduk yang tinggi, sarana prasarana yang tidak terencanadengan baik.
Kesimpulan dari konsep permukiman kumuh dari beberapa referensi dimana
permukiman kumuh merupakan hunian yang tidak layak huni dengan sarana dan
32
prasarana yang tidak memadai serta umumnya berada pada lahan yang tidak
diperuntukkan untuk permukiman/ tidak sesuai dengan tata ruang. Perkembangan
permukiman kumuh disebabkan oleh beberapa faktor antara lain tingginya angka
migrasi penduduk, berkurangnya lahan untuk permukiman dan harga lahan yang
tinggi dan kepadatan penduduk yang tinggi.
2.3 Landasan Teori
Landasan teori merupakan suatu teori yang digunakan sebagai dasar ataupun
batasan dalam melakukan suatu penelitian. Dalam penelitian ini, landasan teori yang
digunakan merupakan teori yang dapat menerangkan fenomena sosial atau
fenomena alami yang menjadi pusat perhatian dalam penelitian. Adapun landasan
teori yang digunakan adalah sebagai berikut:
2.3.1 Teori Kependudukan
Teori kependudukan terdiri dari dua faktor yang sangat dominan yaitu, yang
pertama adalah meningkatnya pertumbuhan penduduk terutama di negara- negara
yang sedang berkembang dan hal ini menyebabkan agar para ahli memahami faktor-
faktor yang dapat mempengaruhi penduduk. Sedangkan faktor yang kedua adalah
adanya masalah yang bersifat universal yang menyebabkan para ahli harus banyak
mengembangkan dan menguasai kerangka teori untuk mengkaji lebih lanjut sejauh
mana telah terjalin suatu hubungan antara penduduk dengan perkembangan ekonomi
dan sosial. Teori penduduk dibagi menjadi dua teori adalah sebagai berikut:
33
1. Teori pertumbuhan penduduk yang dikemukakan oleh Marxist bahwa
semakin banyak jumlah manusia semakin tinggi produksi yang dihasilkan dalam
Mantra, 2000:67. Dalam sumber yang sama selanjutnya Paul Edric (Mantra,
2000:71) mengemukakan dalam bukunya yang berjudul (The Population Bomb)
bahwa penduduk dan lingkungan yang ada didunia ini sebagai berikut: Pertama,
dunia ini sudah terlalu banyak manusia; Kedua, Keadaan bahan makanan sudah
terbatas; Ketiga, Karena terlalu banyak manusia di dunia ini lingkungan sudah
banyak yang rusak dan tercemar. Pada tahun 1990 Edric merevisi bukunya dengan
judul baru (The Population Explotion), yang isinya adalah Bom penduduk yang
dikhawatirkan pada tahun 1968, kini sewaktu- waktu akan dapat meletus. Kerusakan
dan pencemaran lingkungan yang parah karena sudah terlalu banyaknya penduduk
yang sangat merisaukan (Mantra, 2000:71).
Pendapat dari peneliti lainnya adalah Robert Thomas Malthus (1766-1834).
Menurut Robert Thomas Malthus (1766-1834) yang terkenal sebagai pelopor ilmu
kependudukan yang lebih populer disebut dengan Prinsip Kependudukan (The
Prinsiple of Population) yang menyatakan bahwa penduduk apabila tidak ada
pembatasan akan berkembang biak dengan cepat dan memenuhi dengan cepat
beberapa bagian dari permukaan bumi ini. Robert Thomas Malthus pula menyatakan
manusia untuk hidup memerlukan bahan makanan sedangkan laju pertumbuhan
bahan makanan jauh lebih lambat dibandingkan dengan laju pertumbuhan penduduk
dan apabila tidak ada pembatasan terhadap pertumbuhan penduduk maka manusia
akan mengalami kekurangan bahan makanan sehingga inilah yang menjadi sumber
kemelaratan dan kemiskinan manusia (Mantra, 2000:62).
34
2. Teori sosial ekonomi yang dikemukakan oleh Emile Durkheim dalam
Mantra (2000:75). Emile Durkheim adalah seorang ahli Sosiologi Perancis, ia
menekankan perhatiannya pada keadaan akibat dari adanya pertumbuhan penduduk
yang tinggi. Ia mengatakan pada suatu wilayah dimana angka kepadatan
penduduknya tinggi akibat dari tingginya laju pertumbuhan penduduk, akan timbul
persaingan antara penduduk untuk dapat mempertahankan hidup. Dalam usaha
memenangkan persaingan tiap- tiap orang berusaha untuk meningkatkan pendidikan
dan ketrampilan serta mengambil spesialisasi tertentu. Keadaan seperti ini jelas
terlihat pada masyarakat perkotaan dengan kehidupan yang kompleks. Apabila
dibandingkan dengan masyarakat tradisional dan masyarakat industri akan terlihat
bahwa pada masyarakat tradisonal tidak terjadi persaingan yang ketat dalam
memperoleh pekerjaan, tetapi pada masyarakat industri akan terjadi sebaliknya. Hal
ini disebabkan karena pada masyarakat industri tingkat pertumbuhan dan kepadatan
penduduknya tinggi (Mantra, 2000:75).
Arsene Dumont adalah seorang ahli Demografi dari Perancis. Tahun 1890
dia menulis sebuah artikel yang berjudul “Depopulation et Civilization”. Ia
melancarkan teori penduduk baru yang disebut dengan Teori Kapilaritas Sosial.
Teori Kapilaritas Sosial mengacu kepada keinginan seseorang untuk mencapai
kedudukan yang tinggi di masyarakat. Untuk dapat mencapai kedudukan yang tinggi
dalam masyarakat keluarga yang besar merupakan beban yang berat dan perintang.
Teori ini dapat berkembang dengan baik di negara-negara demokrasi, dimana tiap-
tiap individu mempunyai kebebasan untuk mencapai tujuan yang tinggi di
masyarakat (Mantra, 2000:74).
35
Laju pertumbuhan penduduk dengan kepadatan tinggi dan sumber daya
manusia yang rendah akan menimbulkan kemiskinan, menurut Quraish Shihab
(1996:410) kemiskinan terjadi akibat adanya ketidak seimbangan dengan perolehan
atau penggunaan sumber daya alam. Umumnya kemiskinan terjadi karena dua
faktor yaitu pertama populasi penduduk sangat padat tidak seimbang dengan sumber
daya alam yang tersedia, kedua rendahnya sumber daya manusia. Menurut John P.
Haldren (1986:91) bahwa kemiskinan yang sekarang merajalela dapat ditekan
dengan latar belakang persediaan sumber-sumber daya alam yang dikandung oleh
lingkungan, segala kegiatan manusia untuk mempertahankan hidup ternyata lebih
mengurus ke tindakan eksploitasi lingkungan.
Menurut Duljoeni (1986:92), semakin padat penduduk dan terjadi kelebihan
penduduk semakin pula terjadi over eksploitasi terhadap lingkungan alam pula
terjadi dengan akibat sumber daya alam menipis dan penduduk semakin miskin.
Kepadatan dan pertumbuhan penduduk tidak dibarengi dengan pemerataan
penduduk dan peningkatan sumber daya manusia. Tentu akan menimbulkan dampak
negatif terhadap lingkungan, dan pada akhirnya sumber daya alam akan sebagai
beban dan akan terkuras habis. Dengan kepadatan penduduk yang sangat tinggi,
kebutuhan akan sumber daya alam akan semakin besar, misalnya keperluan akan air
untuk irigasi dan air minum semakin meningkat sedangkan debit air dan
kemampuan alam menahan air semakin kurang.
Akibatnya menurut Gatot P. Soemartono (1996:91) masalah yang timbul
adalah bahwa kemiskinan dan keterbelakangan penghayatan lingkungan hidup
36
mendesak keperluan untuk mengelola sumber daya alam secara tepat dan efektif
sehingga kurang mengindahkan faktor lingkungan hidup.
Kesimpulan dari teori menurut beberapa ahli kependudukan adalah daya
tampung sebuah wilayah terhadap kependudukan sangat terbatas sesuai dengan luas
wilayahnya dan apabila jumlah penduduk melebihi daya tampung wilayah tersebut
maka akan timbul kemiskinan dan pencemaran/ kerusakan lingkungan. Di samping
itu pertumbuhan penduduk yang tinggi akan mengakibatkan persaingan antara
penduduk untuk mencapai kedudukan tertinggi dalam masyarakat sehingga
masyarakat akan lebih memilih pekerjaan yang dianggap layak/ sesuai keahliannya.
2.3.2 Teori Permukiman
Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011 tentang Perumahan
dan Kawasan Permukiman, mendefinisikan perumahan adalah kumpulan rumah
sebagai bagian dari permukiman, baik perkotaan maupun perdesaan yang dilengkapi
prasarana, sarana dan utilitas umum sebagai upaya pemenuhan rumah yang layak
huni. Permukiman sebagai bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas lebih dari
satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas umum, serta
mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain dari kawasan perkotaan atau kawasan
perdesaan. Kawasan permukiman sebagai bagian dari lingkungan hidup di luar
kawasan lindung, baik berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan yang berfungsi
sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang
mendukung perikehidupan dan penghidupan.
37
Permukiman apabila dikaji dari konteks perumahan dan permukiman, maka
permukiman dapat diimplementasikan sebagai tempat bermukim manusia yang
menunjukkan suatu tujuan tertentu. Dengan kata lain bahwa permukiman
memberikan kenyamanan kepada penghuninya (Suparno dan Marlina, 2006: 37).
Elemen dari permukiman dimana permukiman terbentuk dari kesatuan isi
dan wadahnya. Kesatuan antara manusia sebagai penghuni atau isi dengan
lingkungan hunian sebagai wadahnya akan membentuk suatu permukiman yang
mempunyai dimensi yang sangat luas, dimana batas dari permukiman biasanya
berupa batasan geografis yang ada di permukaan bumi. Menurut Doxiadis dalam
Suparno dan Marlina, 2006: 39, elemen- elemen permukiman yaitu isi dan
wadahnya terdiri dari beberapa unsur antara lain:
a. Alam (Nature), unsur alam terdiri dari geologi, topografi, tanah, air,tumbuh- tumbuhan, hewan dan iklim. Unsur geologi merupakan kondisibatuan dimana permukiman tersebut berada dengan permukiman yanglainnya. Perbedaan antara tiap permukiman disebabkan adanya kondisidan letak geografis yang berbeda. Unsur topografi merupakan kemiringansuatu wilayah yang juga ditentukan oleh letak dan kondisi geografis suatuwilayah. Kemiringan dari permukaan wilayah suatu permukimancenderung berbeda dengan permukiman lainnya. Unsur tanah merupakanmedia untuk meletakkan bangunan dan menanam tanaman yang dapatdigunakan untuk menopang kehidupan. Unsur air merupakan sumberkehidupan dari mahluk hidup dan merupakan sumber kehidupan pokokdan vital sepanjang kehidupan masih berlangsung. Unsur tumbuh-tumbuhan merupakan salah satu elemen yang dapat dijadikan sebagaibahan makanan. Unsur hewan merupakan mahluk hidup lain yang dapatmendukung dan menguntungkan kehidupan manusia. Sedangkan unsuriklim merupakan kondisi alami pada suatu wilayah permukiman , dimanatiap permukiman umumnya memiliki kondisi iklim yang berbeda.
b. Manusia (Human) merupakan pelaku utama kehidupan dalampermukiman, disamping mahluk hidup lain seperti hewan dan tumbuhan.Manusia membutuhkan berbagai hal yang dapat menunjang kelangsunganhidupnya, baik kebutuhan biologis, perasaan, persepsi, kebutuhanemosional dan nilai- nilai moral.
c. Masyarakat (Society) merupakan kesatuan sekelompok orang dalampermukiman yang membentuk sebuah komunitas. Beberapa permasalahan
38
yang terjadi dimasyarakat yang mendiami suatu wilayah seperti kepadatandan komposisi penduduk, kelompok sosial, adat dan kebudayaan,pengembangan ekonomi, pendidikan, kesehatan serta hukum danadministrasi.
d. Bangunan atau rumah (Shell) merupakan wadah bagi manusia (keluarga).Dalam perencanaan dan pengembangan bangunan perlu mendapatkanperhatian khusus agar sesuai dengan rencana kegiatan yang berlangsung.Bangunan yang dapat digunakan dalam kehidupan manusia dalamoperasionalnya dapat dikategorikan sesuai fungsi bangunan tersebutmasing- masing.
e. Jaringan (Network) merupakan sistem buatan maupun alam yangmenyediakan fasilitas untuk operasional suatu wilayah permukiman.Sistem buatan, tingkat pemenuhannya bersifat relatif dan antarapermukiman yang satu dengan permukiman yang lainnya tidak harussama. Sistem buatan yang umum terdapat dalam permukiman sepertisistem jaringan air bersih, sistem jaringan listrik, sistem transportasi dansistem komunikasi (Suparno dan Marlina, 2006: 39).
Dalam esensi permukiman terdapat manusia sebagai pelaku utama dan
wadahnya, maka perlu juga dipahami hubungan antara elemen- elemen permukiman
dengan manusia yang saling mempengaruhi keberadaannya. Untuk merencanakan
pengembangan permukiman diperlukan pemahaman terhadap elemen pendukung
permukiman dalam Suparno dan Marlina, 2006: 43, antara lain:
a. Pemahaman atas hubungan antara alam sebagai media untukberlangsungnya operasional permukiman, manusia sebagai pelaku utamadan masyarakat sebagai sekumpulan komunitas keluarga serta rumahsebagai wadah tempat tinggal maupun networks sebagai sistem yangmenunjang kehidupan.
b. Realitas hubungan diantara elemen permukiman dimana alam merupakanwadah kegiatan yang difungsikan oleh manusia yang kemudianmembentuk kelompok sosial yang membutuhkan tempat berlindung.Kelompok sosial merencanakan sebuah bangunan untuk berlindung daribeberapa kelompok sosial terbentuk lingkungan besar dan kompleks yangmemiliki beberapa bangunan didalamnya. Berdasarkan lingkungan besardan kompleks inilah terbentuk networks yang dapat menunjang kegiatankeseharian masyarakat (Suparno dan Marlina, 2006: 43).
Permukiman mengalami perkembangan dari waktu ke waktu akibat dari
adanya demografi penduduk yang menyangkut mengenai pertumbuhan penduduk
39
(angka kelahiran dan kematian) dan mobilitas penduduk atau perpindahan penduduk
dari suatu daerah ke daerah lainnya. Yunus (2001:107) berpendapat bahwa
perkembangan kota yang berarti perkembangan permukiman melibatkan berbagai
aspek seperti aspek non fisik (aspek politik, sosial, budaya, teknologi dan ekonomi)
dan aspek fisik, perkembangan kota tersebut berubah dari waktu ke waktu.
Menurut Kuswartojo (2005:75) perumahan dan perkembangan permukiman
sangat berkaitan dengan dinamika kependudukan yang mencakup pertumbuhan,
persebaran, mobilitas penduduk dan perkembangan rumah tangga. Soemarwoto
(2001:67) berpendapat bahwa untuk dapat melihat dan menjelaskan suatu dampak
atau perubahan yang telah terjadi pada suatu kawasan, maka harus mempunyai
bahan perbandingan sebagai acuan. Salah satunya adalah mengenai keadaan
sebelum terjadi perubahan, merembetnya lahan kekotaan kearah daerah pertanian di
sekitarnya telah menimbulkan beberapa dampak terhadap kehidupan petani atau
pemilik lahan yang ada.
Petani berada pada kondisi antara mempertahankan lahan pertanian dan
mengubah lahan pertanian menjadi non pertanian atau menjual lahannya karena
terdapat gangguan terhadap usaha pertaniannya, terdapat development pressure
terhadap lahan pertaniannya dan terdapat teror harga dalam urban land value
assessment yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan agricultural land value
assessment (Yunus, 2012:86). Dampak pengelompokan kegiatan di suatu kota besar
akan menyebabkan terpusatnya berbagai pusat kegiatan seperti pusat perkantoran,
pusat perdagangan, kampus dan lain sebagainya. Hal itu menyebabkan terjadinya
gejala persaingan untuk memperebutkan lokasi strategis di sekitar pusat kegiatan/
40
paling dekat dengan pusat-pusat kegiatan tersebut, sehingga mempengaruhi
kenaikan nilai tanah di wilayah tersebut (Budihardjo, 1997:36).
Kesimpulan dari teori menurut beberapa ahli permukiman adalah
permukiman terdiri dari beberapa elemen pembentuknya adalah alam, manusia,
masyarakat, bangunan dan network. Elemen pembentuk permukiman merupakan hal
yang sangat mempengaruhi perkembangan yang terjadi pada permukiman. Elemen
manusia dan masyarakat akan menciptakan demografi penduduk sedangkan elemen
alam dan bangunan akan membentuk pemanfaatan ruang. Untuk melihat
perkembangan permukiman maka dibandingkan antara pertumbuhan demografi
(angka kelahiran, kematian, mobilitas penduduk) dengan perkembangan
pemanfaatan ruang terjadi pada permukiman.
2.3.3 Teori Ruang
Ruang merupakan sumber daya yang sangat penting bagi kehidupan
manusia. Dikatakan merupakan sumber daya yang sangat penting karena ruang
merupakan tempat manusia melakukan segala aktifitasnya. Pengertian ruang sering
dikaitkan dengan pengertian lahan yang dapat ditinjau dari beberapa segi. Ditinjau
dari segi fisik geografi, lahan adalah tempat dimana sebuah hunian mempunyai
kualitas fisik yang penting dalam penggunaannya. Sementara ditinjau dari segi
ekonomi lahan adalah suatu sumber daya alam yang mempunyai peranan penting
dalam produksi (Lichrield dan Drabkin,1980:2).
Walter Isard (1952) sebagai pelopor Ilmu Wilayah yang mengkaji terjadinya
hubungan sebab-akibat dari faktor-faktor utama pembentuk ruang wilayah, yakni
41
faktor fisik, sosial-ekonomi, dan budaya. Hirschmann (era 1950-an) yang
memunculkan teori polarization effect dan trickling-down effect dengan argumen
bahwa perkembangan suatu wilayah tidak terjadi secara bersamaan (unbalanced
development). Myrdal (era 1950-an) dengan teori yang menjelaskan hubungan
antara wilayah maju dan wilayah belakangnya dengan menggunakan istilah
backwash and spread effect. Friedmann (era 1960-an) yang lebih menekankan pada
pembentukan hirarki guna mempermudah pengembangan sistem pembangunan yang
kemudian dikenal dengan teori pusat pertumbuhan. Douglass (era 70-an) yang
memperkenalkan lahirnya model keterkaitan desa – kota (rural – urban linkages)
dalam pengembangan wilayah. Sutami (era 1970-an) dengan gagasan bahwa
pembangunan infrastruktur yang intensif untuk mendukung pemanfaatan potensi
sumberdaya alam akan mampu mempercepat pengembangan wilayah
(Sjarifuddin,2003: 2).
Ruang merupakan hal yang sangat penting dalam pembangunan wilayah.
Ruang mempunyai beberapa unsur, yaitu jarak, lokasi, bentuk dan ukuran. Ruang
sangat berkaitan erat dengan waktu, karena pemanfaatan bumi dan segala
kekayaannya membutuhkan organisasi atau pengaturan ruang dan waktu. Unsur-
unsur ruang tersebut secara bersama- sama menyusun unit tata ruang yang disebut
wilayah. Whittlessey (1954) memformulasikan pengertian tata ruang berdasarkan
beberapa hal, yaitu unit areal konkret, fungsionalitas di antara fenomena dan
subyektifitas dalam penentuan kriteria. Kemudian Hartchorne (1960)
mengintroduksikan unsur hubungan fungsional diantara fenomena, yang melahirkan
konsep struktur fungsional tata ruang. Struktur fungsional tata ruang bersifat
42
subyektif, karena dapat menentukan fungsionalitas berdasarkan kriteria subyektif
(Budiharsono, 2001: 13).
Optimalisasi ruang merupakan suatu proses yang dilakukan terhadap ruang
dengan cara pemanfaatan ruang secara efektif dan efisien sesuai dengan kebutuhan
pelaku sehingga menjadikan kondisi yang lebih baik dan lebih sempurna. Luasan
ruang yang memadai untuk memenuhi kebutuhan luasan ruang minimal sesuai
dengan pedoman rumah sehat. Ketentuan layak tidaknya suatu rumah untuk
dioptimalisasi dari segi luasan ruang adalah jika suatu rumah memiliki luasan per
orangnya ± 20% dari 9 m² atau minimal 7,15 m² (Keputusan Menteri Nomor:
403/KPTS/M/2002).
Batasan rumah sederhana sehat (RS sehat) yang dipakai merujuk pada Kep
Men. Permukiman dan Prasarana Wilayah Nomor: 403/KPTS/M/2002 tentang
Pedoman Teknis Pembangunan Rumah Sederhana Sehat. Dalam keputusan menteri
tersebut RS sehat adalah rumah yang dibangun dengan menggunakan bahan
bangunan dan konstruksi sederhana tetapi masih memenuhi standar kebutuhan
minimal dari aspek kesehatan, keamanan dan kenyamanan, dengan
mempertimbangkan dan memanfaatkan potensial lokal yang meliputi potensi fisik
seperti bahan bangunan, geologis dan iklim setempat serta potensi sosial budaya
seperti arsitektur lokal dan cara hidup
Dalam perancangan rumah sederhana sehat, harus memenuhi tuntutan
kebutuhan ruang mendasar bagi penghuni dalam upaya peningkatan kualitas
kenyamanan dan kesehatan. Untuk itu ruang yang perlu disediakan sekurang-
kurangnya adalah sebagai berikut:
43
1. Sebuah ruang tidur, yang memenuhi persyaratan keamanan dengan bagian-
bagian tertutup oleh dinding dan atap serta memiliki pencahayaan yang
cukup dan terlindungi dari cuaca. Ruang tidur merupakan ruang yang utuh
sesuai dengan fungsi utamanya.
2. Sebuah ruang serbaguna, yang didalamnya dilakukan kegiatan interaksi
antara anggota keluarga.
3. Sebuah kamar mandi yang digunakan sebagai ruang servis, khususnya untuk
kegiatan mandi, cuci dan kakus.
Ketiga ruang tersebut diatas merupakan ruang- ruang minimal yang harus
dipenuhi sebagai standar minimal dalam pemenuhan kebutuhan ruang yang
mendasar guna memenuhi standar kenyamanan, keamanan dan kesehatan penghuni
sehingga menjadi rumah sehat sederhana. Dengan demikian maka dapat diketahui
bahwa rumah tinggal merupakan kebutuhan mendasar bagi manusia karena didalam
rumah inilah tempat manusia tinggal, tempat pembinaan keluarga, tempat bekerja
dan menentukan produktivitas keluarga (Keputusan Menteri Permukiman dan
Prasarana Wilayah, 2002).
Perubahan pemanfaatan ruang dapat terjadi dimana salah satunya
dikarenakan adanya alih fungsi lahan pertanian. Perembetan lahan kekotaan ke arah
daerah pertanian sekitar menimbulkan kebimbangan bagi para petani untuk
mempertahankan lahan pertanian atau menjualnya (Yunus, 2012:86). Menurut
Sargent (1976) hal tersebut disebabkan adanya gangguan terhadap usaha-usaha
pertanian yang antara lain adalah terjadinya polusi air dan tanah dari kegiatan-
kegiatan industri yang mencemari lahan pertanian, gangguan terhadap orang yang
44
membangun permukiman di sekitar lahan pertanian, terjadinya gangguan terhadap
saluran irigasi akibat pembangunan perumahan dan bangunan lain yang
mengganggu kegiatan pertanian, adanya kecenderungan meningkatnya pajak karena
nilai lahannya meningkat, adanya desakan dari anak-anak petani yang tidak suka
meneruskan kegiatan bertani (Yunus, 2012:87).
Perubahan yang terjadi pada lingkungan sosial budaya masyarakat akan
menimbulkan tekanan penduduk terhadap kebutuhan akan lahan. Tekanan penduduk
yang besar terhadap lahan ini diperbesar oleh bertambahnya luas lahan pertanian
yang digunakan untuk keperluan lain, misalnya permukiman, jalan dan pabrik
(Soemarwoto, 1994:188).
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan pemanfaatan ruang meliputi
faktor alamiah berupa kondisi iklim, tanah, topografi dan morfologi wilayah. Faktor
sosial meliputi tingkat pendidikan, keterampilan/ keahlian, mata pencaharian,
penggunaan teknologi dan adat istiadat yang berlaku di wilayah tersebut (Yuniarto
dan Woro, 1991:35). Perubahan pemanfaatan ruang dipengaruhi oleh 6 faktor
penting yaitu karakteristik fisikal dari lahan, peraturan-peraturan mengenai
pemanfaatan lahan, karakteristik personal pemilik lahan, banyak sedikitnya utilitas
umum, derajat aksesibilitas lahan dan inisiatif para pembangun (Yuliawati,
2003:22).
Perubahan pemanfaatan ruang dapat mengacu pada dua hal yang berbeda,
yaitu pemanfaatan ruang sebelumnya dan pemanfaatan ruang berdasarkan rencana
tata ruang. Perubahan yang mengacu pada pemanfaatan lahan sebelumnya adalah
suatu pemanfaatan baru atas lahan yang berbeda dengan pemanfaatan lahan
45
sebelumnya. Perubahan yang mengacu pada rencana tata ruang adalah pemanfaatan
baru atas lahan yang tidak sesuai dengan yang ditentukan dalam rencana tata ruang
wilayah yang telah disahkan. Jenis perubahan pemanfaatan ruang dapat dibagi
menjadi tiga cakupan antara lain perubahan fungsi merupakan perubahan jenis
kegiatan, perubahan intensitas mencakup perubahan KDB, KLB, kepadatan
bangunan dan perubahan teknis bangunan mencakup antara lain perubahan GSB,
tinggi bangunan dan perubahan minor lainnya tanpa mengubah fungsi dan
intensitasnya (Sedyohutomo, 2008:49).
Kesimpulan dari teori menurut beberapa ahli ruang adalah ruang merupakan
bagian penting dalam kehidupan manusia karena ruang merupakan wadah manusia
melakukan segala aktifitasnya. Kebutuhan minimal ruang dalam lingkup satu
keluarga setidaknya terdapat ruang tidur, ruang serbaguna dan ruang kamar mandi/
WC. Perubahan pemanfaatan ruang dapat terjadi dikarenakan berbagai faktor, salah
satunya adalah perubahan alih fungsi lahan pertanian yang diakibatkan oleh
terganggunya saluran irigasi akibat dari pembangunan permukiman dikawasan hulu
sungai dan meningkatnya nilai pajak tanah akibat dari nilai lahan yang terus
meningkat.
2.4 Model Penelitian
Model penelitian menguraikan secara keseluruhan kegiatan penelitian yang
akan dilakukan. Penggambaran model penelitian dilakukan kedalam sebuah
diagram. Model penelitian dimaksudkan untuk lebih memperjelas kegiatan
penelitian yang dilakukan. Tidak terkendalinya pertumbuhan penduduk pada
46
permukiman kumuh di Kota Denpasar menjadi latar belakang dilakukannya
penelitian ini. Berdasarkan latar belakang tersebut selanjutnya dilakukan
pengumpulan data mengenai perkembangan permukiman kumuh di Denpasar Utara
dan faktor yang menyebabkan tidak terkendalinya demografi penduduk di
permukiman kumuh. Berdasarkan analisis data tersebut akan dirumuskan model
penelitian adalah sebagai berikut:
Diagram 2.2 Model penelitian
Permukiman Kumuh di Kota Denpasar
Kasus- kasus (daerah penelitian)
Hasil
Kependudukan Pemanfaatan Ruang
Landasan teori:1. Teori Kependudukan2. Teori Permukiman3. Teori Ruang
Rumusan Masalah 2 :Bagaimana perkembanganpemanfaatan ruang padapermukiman kumuh di JalanKarya Makmur dan GangKelapa Muda KecamatanDenpasar Utara?
Rumusan Masalah 1 :Bagaimana perkembangandemografi yang terjadi padapermukiman kumuh di JalanKarya Makmur dan GangKelapa Muda KecamatanDenpasar Utara?
Rumusan Masalah 3 :Bagaimana hubunganperkembangan demografidan pemanfaatan ruang padapermukiman kumuh di JalanKarya Makmur dan GangKelapa Muda KecamatanDenpasar Utara?
Perkembangan Demografi dan Pemanfaatan Ruang padaPermukiman Kumuh di Jalan Karya Makmur dan Gang KelapaMuda di Kecamatan Denpasar Utara