KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN II.pdfmempunyai pendapat bahwa kepemelikan emas dan perak...

23
15 BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Teori Perdagangan Internasional Perdagangan atau pertukaran mempunyai arti khusus dalam ilmu ekonomi. Perdagangan diartikan sebagai proses tukar menukar yang di dasarkan atas kahendak sukarela dari masing-masing pihak. Pertukaran yang terjadi karena paksaan, ancaman perang dan sebagainya tidak termaasuk dalam arti perdagangan yang dimaksud. Perdagangan selalu menguntungkan masing-masing pihak atau setidak-tidaknya salah satu pihak tidak ada yang dirugikan. Perdagangan timbul karena salah satu atau kedua pihak melihat adanya manfaat / keuntungan tambahan yang bisa diperoleh dari pertukaran tersebut dari pertukaran tersebut (Boediono, 2000 : 10). Menurut Nugroho (2003;2) Perdagangan Internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dmaksud dapat berupa antar perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.Bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, maka perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Menurut Tambunan (2000:1), perdagangan internasional adalah perdagangan antar atau lintas negara yang meliputi kegiatan ekspor dan impor.

Transcript of KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN II.pdfmempunyai pendapat bahwa kepemelikan emas dan perak...

15

BAB II

KAJIAN PUSTAKA DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1 Landasan Teori

2.1.1 Teori Perdagangan Internasional

Perdagangan atau pertukaran mempunyai arti khusus dalam ilmu ekonomi.

Perdagangan diartikan sebagai proses tukar menukar yang di dasarkan atas

kahendak sukarela dari masing-masing pihak. Pertukaran yang terjadi karena

paksaan, ancaman perang dan sebagainya tidak termaasuk dalam arti perdagangan

yang dimaksud. Perdagangan selalu menguntungkan masing-masing pihak atau

setidak-tidaknya salah satu pihak tidak ada yang dirugikan. Perdagangan timbul

karena salah satu atau kedua pihak melihat adanya manfaat / keuntungan

tambahan yang bisa diperoleh dari pertukaran tersebut dari pertukaran tersebut

(Boediono, 2000 : 10).

Menurut Nugroho (2003;2) Perdagangan Internasional adalah perdagangan

yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas

dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dmaksud dapat berupa antar

perorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu

negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain.Bila

dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, maka

perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks.

Menurut Tambunan (2000:1), perdagangan internasional adalah

perdagangan antar atau lintas negara yang meliputi kegiatan ekspor dan impor.

16

Perdagangan internasional dibagi menjadi 2 kategori, yakni perdagangan barang

(fisik) dan perdagangan jasa. Perdagangan jasa antara lain, terdiri dari biaya

transportasi, perjalanan (travel), asuransi, pembayaran bunga, dan remmitance

seperti gaji tenaga kerja Indonesia serta fee atau royalty teknologi (lisensi).

Teori perdagangan internasional adalah teori yang mencoba

mengungkapkan mengapa sebuah negara melakukan kerjasama perdagangan

internasional dengan negara lain. Teori tersebut makin disempurnakan oleh Adam

Smith, David Ricardo dan Heckser Ohlin.

1) Teori Pra Klasik (Merkantilisme)

Merkantilisme merupakan filosofi ekonomi pada abad ke enam belas yang

mempunyai pendapat bahwa kepemelikan emas dan perak menjadi tolak ukur

untuk menentukan kekayaan yang dimiliki oleh suatu negara. Bagi kaum

merkantilisme perdagangan internasional merupakan sesuatu hal yang sangat

penting bagi perekonomian suatu negara. Tujuan dari penganut merkantilisme

dalam suatu negara adalah dengan meningkatkan ekspor sebesar-besarnya dan

mencegah adanya impor.

2) Teori Klasik

Menurut Adam Smith, suatu Negara akan mengekspor barang tertentu

karena Negara tersebut bisa menghasilkan barang dengan biaya yang secara

mutlak lebih murah daripada negara lain, karena memiliki keunggulan mutlak

dalam produksi barang tersebut. Keunggulan mutlak oleh Adam Smith merupakan

kemampuan suatu negara untuk menghasilkan suatu barang dan jasa per unit

17

dengan menggunakan sumber daya yang lebih sedikit disbanding kemampuan

negara lain ( Deliarnov, 1995 : 198).

Suatu negara yang memiliki keunggulan mutlak tidak selalu akan

mengekspor semua barang yang di produksinya. Menurut David Ricardo salah

seorang ekonom klasik, yang berlaku dalam keadaan seperti ini adalah teori

keunggulan komparatif dimana suatu negara hanya akan mengekspor barang yang

memiliki keunggulan komparatif tinggi dan mengimpor barang yang memiliki

keunggulan komparati rendah, yaitu barang yang jika dihasilkan sendiri

memerlukan biaya yang lebih besar (Boediono, 2000 : 21).

3) Teori Modern

Perkembangan teori perdagangan internasional selanjutnya dikembangkan

oleh ahli ekonomi Swedia yaitu Eli Hecksher dan Berti Ohlin, dimana kedua ahli

ekonomi ini terkenal dengan teori Hecksher – Ohlin yaitu teori faktor proporsi.

Teori yang lebih modern yang menyatakan bahwa terjadinya perdagangan

internasional disebabkan karena adanya perbedaan relatif faktor – faktor

pemberian dan intensitas penggunaan faktor produksi (Lindert, 1994 : 35).

Heckser Ohlin yang menyatakan bahwa setiap negara akan mengekspor barang

yang diproduksinya menggunakan faktor produksi yang perseduaanynya

melimpah dan murah serta menyimpan barang yang produksinya menggunakan

sektor produksi yang persediaannya langka dan mahal secara intensif.

Suatu negara akan menghasilkan barang-barang yang menggunakan faktor

produksi yang lebih banyak (harga relative faktor produksi renda). Atau

sebaliknya teori ini menganggap bahwa tiap-tiap negara akan mengekspor

18

komoditi yang relative murah dan melimpah di negara itu dan mengimpor

komoditi yang relative langka dan mahal. (Boediono, 2000 : 52).

4) Teori Permintaan dan Penawaran

Pada prinsipnya perdagangan dua negara itu timbul karena adanya

permintaan dan penawaran. Dalam analisis ekonomi dianggap bahwa permintaan

suatu barang dan penawaran suatu barang terutama dipengaruhi oleh tingkat harga

(sukirno, 2006:76).

2.1.2 Teori Ekspor

Pengertian ekspor di Indonesia tertuang dalam pasal 1 UU No.10 tahun

2000 tentang ekspor, yaitu kegiatan mengeluarkan barang dari daerah pabean.

Perkembangan ekspor akan menciptakan permintaan atas produksi industri lokal,

yaitu industri-industri di negara tersebut yang produksinya terutama digunakan

untuk memenuhi kebutuhan pasar di negara tersebut. Sehingga ekspor merupakan

kelebihan produksi dalam negeri dimana kemudian kelebihan dari produksi

tersebut dipasarkan keluar negeri sehingga terjadi ekspor.

Pada hakekatnya perdagangan internasional timbul karena tidak adanya

suatu negara pun yang mampu memenuhi seluruh kebutuhannya sendiri baik

berupa barang maupun jasa (Deliarnov, 1995:195). Jadi dapat disimpulkan bahwa

ekspor adalah arus keluar sejumlah barang dan jasa dari suatu negara ke pasar

internasional. Sedangkan eksportir adalah pedagang besar yang telah diakui oleh

Departemen Perindustrian dan Perdagangan untuk mengeluarkan barang atau jasa

yang diproduksi di dalam negeri keluar wilayah Indonesia.

19

Suatu negara yang memproduksi lebih dari kebutuhan dalam negeri dapat

mengekspor kelebihan produksi tersebut ke luar negeri., sedangkan yang tidak

mampu memproduksi sendiri dapat mengimpornya dari negara lain. Untuk dapat

mengekspor suatu negara harus mampu menghasilkan barang dan jasa yang

memiliki standar tinggi di pasaran internasional.Pada perekonomian terbuka selain

sektor rumah tangga, sektor perusahaan dan sektor pemerintah juga ada sektor

luar negeri karena penduduk di negara yang bersangkutan telah melakukan

perdagangan dengan negara lain.Kemampuan suatu negara untuk bersaing

ditentukan oleh banyak faktor antara lain sumber daya alam, sumber daya

manusia, teknologi, manajemen, dan sosial budaya. Semua faktor tersebut pada

akhirnya akan menentukan kualitas dan harga harga barang yang akan dihasilkan.

Menurut Sukirno (2004 : 109) faktor-faktor yang menentukan ekspor

adalah :

1. Daya saing dan keadaan ekonomi negara lain

Suatu sistem perdagangan internasional yang bebas, kemampuan suatu

negara untuk menjual komoditi ke luar negeri tergantung pada kemampuannya

menyaingi barang-barang sejenis di pasar internasional. Besarnya pasaran barang

di luar negeri sangat ditentukan oleh pendapatan penduduk di negara lain.

Kemajuan yang pesat di berbagainegara akan meningkatkan ekspor suatu negara.

2. Proteksi di negara-negara lain.

Proteksi di negara-negara lain akan mengurangi tingkat ekspor suatu

negara. Contohnya kebijakan proteksi di negara-negara maju dapat menghambat

perkembangan ekspor di negara berkembang.

20

3. Kurs Valuta Asing.

Peningkatan kurs mata uang negara pengimpor terhadap mata uang negara

pengekspor dapat meningkatkan daya beli negara pengimpor yang mengakibatkan

nilai ekspor negara pengekspor menjadi meningkat.

2.1.2.1 Fungsi Ekspor

Ekspor suatu negara adalah impor negara lain. Dengan harga dianggap

tetap, ekspor tergantung dari pendapatan luar negeri bukan pendapatan nasional

negara tersebut. Oleh karena itu dalam diagram ekspor – pendaptan nasional,

fungsi ekspor digambarkan sebagai garis lurus horizontal. Artinya, ekspor tidak

tergantung pada pendapatan nasional.

Berapapun besarnya pendapatan nasional maka ekspor pun akan tetap. Ini

berarti pendapatan nasional tidak mempengaruhi ekspor. Tetapi sebaliknya,

seperti halnya investasi, ekspor mempengaruhi pendapatan nasional ( Nopirin

2000 :242).

Secara grafik dapat digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1 Fungsi Ekspor

X

Xo x (fungsi ekspor)

Sumber : Nopirin (2000 : 242)0 Y

21

2.1.2.2Proses Ekspor

1. Menyampaikan pesanan (order) pada eksportir.

2. Meminta bank membuka L/C untuk eksportir (opening bank), yang dapat

bertindak sebagai paying bank.

3. Menyelesaikan persyaratan-persyaratan pembukaan L/C pada opening bank.

4. Menerima pemberitahuan tibanya dokumen-dokumen pengapalan dari

opening bank yangndikirim oleh advising atau negotiating bank.

5. Menyelesaikan formulir-formulir impor dan perhitungan-perhitungan

asuransi, bea masuk dan pajak.

6. Melakukan penyetoran pajak, bea masuk, dan lain-lain .

7. Menebus dokumen-dokumen pengapalan dengan melakukan pembayaran,

akseptasi wesel kepada opening bank sesuai syarat L/C.

8. Menyerahkan bukti penyelesaian formulir impor dan pelunasan pajak atau

bea masuk yang telah disahkan oleh bank kepada bea cukai untuk

memperoleh delivery order (DO)

9. Menyerahkan DO dan B/L kepada maskapai pelayaran untuk pengeluaran

barang-barang dengan atau tanpa perusahaan ekspedisi (freight forwarder

atau EMKL).

10. Mengajjukan klaim ganti rugi kepada eksportir atau kepada maskapai

asuransi, adlam hal terdapat kehilangan atau kerusakan barang.

11. Melunasi wesel pada tanggal jatuh tempo, jika belum diselesaikan dengan

bank.

22

2.1.2.3 Fungsi Impor

Impor merupakan kebocoran dari pendapatan, karena menimbulkan aliran

keluar modal luar negeri. Oleh karena itu pendapatan yang ditimbulkan karena

proses produksi dapat di gunakan untuk membeli barang dan jasa dalam negeri

(C), atau keluar dari aliran pendapatan sebagai tabungan (S) atau pembelian

barang dari luar negeri (M).

Dengan anggapan bahwa harga dan tingkat bunga tetap, maka impor

seperti halnya tabungan tergantung (secara positif) pada pendapatan. Makin tinggi

pendapatan, maka makin tinggi impor. Tabel 2.1 berikut menunjukan hubungan

tersebut :

Dua konsep penting yang berhubungan dengan fungsi impor ini adalah

average propensity to import (APM) dan marginal propensity to import (MPM).

APM adalah proporsi pendapatan yang digunakan untuk membeli barang impor =

M/Y, sedangkan MPM adalah proporsi dari kenaikan (penurunan) pendapatan

yang digunakan untuk menambah (mengurangi) impor = ΔMΔY.

Secara grafik MPM ditunjukan dengan sudut arah dari funsi impor. Karena

fungsi impor merupakan garis lurus, maka ΔM/ΔY konstan. Dalam ekonomi

terbuka pendapatan digunakan untuk konsumsi barang dalam negeri(C), impor

(M) atau ditabung (S), konsekuensinya :APC + APS + APM = 1. Karena setiap

pendapatan juga digunakan untuk menambah C,S atau M, maka MPC + MPS +

MPM = 1.

Impor tidak hanya tergantung pada pendapatan. Faktor lain juga

mempengaruhi, seperti; daya saing produksi dalam negeri, selera dan sebagainya.

23

A

BC

D

M (fungsi Impor)

ΔαMPM

Perubahan faktor ini akan menggeser fungsi impor. Seperti misalnya karena

inflasi terjadi di dalam negeri sehingga daya saing menurun, maka impor

cenderung naik dan kurva impor bergeser ke atas (Nopirin, 2000 : 241).

Tabel 2.1 Skedul Impor

GNP (Y) Impor(M)

APM(M/Y)

Δ Y Δ M MPM(ΔM/ΔY)

A 90 0 0 50 5 0,1B 140 5 0,03 50 5 0,1C 190 10 0,05 50 5 0,1D 240 15 0,06 50 5 0,1

Sumber : Nopirin (2000:240)

Keterangan :

GNP : Gross National ProductΔY : Total PendapatanΔM : Total ImporAPM : Average Propensity to ImportMPM : Marginal Propensity to Import

Secara Grafik dapat ditunjukan sebagai berikut :

Gambar 2.2 Fungsi Impor

Impor (M)

20

10

“ P (Y)

0 100 150 200 250 300

Sumber : Nopirin (2000 : 241)

24

Dua konsep penting yang berhubungan dengan fungsi impor ini adalah

average propensity to import (APM) dan marginal propensity to import (MPM).

APM adalah proporsi pendapatan yang digunakan untuk membeli barang impor =

M/Y, sedangkan MPM adalah proporsi dari kenaikan (penurunan) pendapatan

yang digunakan untuk menambah (mengurangi) impor = ΔMΔY.

Secara grafik MPM ditunjukan dengan sudut arah dari funsi impor. Karena

fungsi impor merupakan garis lurus, maka ΔM/ΔY konstan. Dalam ekonomi

terbuka pendapatan digunakan untuk konsumsi barang dalam negeri(C), impor

(M) atau ditabung (S), konsekuensinya :APC + APS + APM = 1. Karena setiap

pendapatan juga digunakan untuk menambah C,S atau M, maka MPC + MPS +

MPM = 1.

Impor tidak hanya tergantung pada pendapatan. Faktor lain juga

mempengaruhi, seperti; daya saing produksi dalam negeri, selera dan sebagainya.

Perubahan faktor ini akan menggeser fungsi impor. Seperti misalnya karena

inflasi terjadi di dalam negeri sehingga daya saing menurun, maka impor

cenderung naik dan kurva impor bergeser ke atas (Nopirin, 2000 : 241).

2.1.3 Pengertian Kerajinan

Menurut Soeroto (1983 : 25) kerajinan adalah suatu usaha produktif di

sektor nonpertanian baik berupa mata pencaharian utama maupun mata

pencaharian sampingan. Usaha kerajinan sebagai kegiatan produktif non pertanian

tumbuh atas dasar dorongan naluri manusia untuk memiliki barang dan alat yang

diperlukan untuk mempertahankan kehidupannya.

25

Hasil usaha kerajinan menurut S.K Menteri Perindustrian No

261/M/SK1989 tanggal 20 September 1989 tentang ketentuan dan tata cara

penerbitan Surat Keterangan Asal (SKA) barang kerajinan (Kanwil Dep.

Perindustrian Bali 1989) disebutkan bahwa suatu barang dapat dikatakan sebagai

hasil kerajinan apabila cara pengerjaannya :

1. Dibuat sepenuhnya dengan tangan.

2. Dikerjakan dengan alat yang dipegang dengan tangan seperti pahat dan paku.

3. Dikerjakan dengan mesin yang digerakkan dengan kaki/tangan seperti mesin

jahit yang digerakkan dengan pedal, papan putar tembikar yang digerakkan

dengan kaki.

4. Dikerjakan dengan alat penggerak mesin tetapi cara kerjanya masih dipegang

dengan tangan seperti bor listrik.

5. Digerakkan dengan salah satu atau beberapa kombinasi dari proses tersebut

diatas.

Penduduk pulau Bali terkenal sangat kreatif, apapun yang dihasilkan

sebagai kerajinan tangan dapat dijual dan laku. Darah seni yang dimiliki

masyarakat Bali mengalir pada hasil kerajinan tangannya. Kerajinan tangan yang

terkenal antara lain :

1. Seni ukir kayu-kayuan dalam berbagai bentuk dan warna

2. Seni ukir batu padas dan batu-batuan lainnya

3. Alat-alat perhiasan dari ukiran kayu

4. Hiasan-hiasan dinding

5. Lukisan dalam segala jenis dan alirannya

26

6. Baju-baju Bali termasuk perhiasan-perhiasan penari Bali

7. Perhiasan emas dan perak dengan desain Bali

8. Pernak-pernik, dan lain-lain (Bappeda Kota Denpasar, 2001).

2.1.4 Konsep Suku Bunga Kredit

Pengertian dasar tingkat suku bunga sebagai harga dari uang untuk jangka

waktu tertentu. Pengertian tingkat bunga sebagai “harga” ini bisa dinyatakan

sebagai harga yang harus dibayar apabila terjadi “pertukaran” antara satu rupiah

sekarang dengan satu rupiah nanti, misalnya setahun (Boediono, 1993:75).

Menurut Kasmir (2003), terdapat dua macam bunga dalam kegiatan

sehari-hari, yaitu:

1. Binga simpanan, yaitu bunga yang diberikan sebagai rangsangan atau balas

jasa bagi nasabah yang menyimpan uang dibank. Bunga simpanan merupakan

harga yang harus dibayar bank kepada masyarakatnya Sebagai contoh : jasa

giro/tabungan, dan bunga deposito.

2. Bunga pinjaman, yaitu bunga yang diberikan kepada peminjam atau harga

yang harus dibayarkan oleh nasabah peminjam kepada bank. Sebagai contoh

bunga kredit.

Menurut Bank Indonesia (2005) bunga kredit adalah sejumlah ganti rugi

atau balas jasa atas penggunaan uang oleh nasabah. Bagi peminjam, bunga kredit

dipandang sebagai suatu biaya atau ongkos yang dikeluarkan olehnya sedangkan

bagi bank kredit dipandang sebagai pendapat bank yang menguntungkan.

Berdasarkan tujuannya, bunga kredit timbul karena pemakaian uang untuk :

27

1) Kredit Modal Kerja, yaitu kredit jangka pendek yang diberikan oleh bank

untuk keperluan modal kerja debitur yang bersangkutan.

2) Kredit investasi, yaitu kredit jangka menengah atau panjang untuk pembelian

barang-barang modal dan jasa yang diperlukan oleh peminja untuk

diinvestasikan berupa rehabilitas, modernisasi, ekspansi, relokasi usaha, dan

atau pendirian usaha baru. Jadi kredit ini untuk keperluan menanam modal

(bukan untuk modal kerja), sehingga kredit ini bersifat produktif dimana

perusahaan yang diberikan kredit mempunyai perencanaan yang terarah.

3) Kredit untuk konsumsi, yaitu pemberian kredit untuk keperluan komsumsi

dengan cara membeli, menyewa, ataupun dengan cara yang lainnya.

2.1.4.1 Hubungan Suku Bunga Kredit Dengan Ekspor.

Kredit kegiatan produksi dapat menjadi modal kerja yang dapat

mendorong kelancaran produksi, tidak terkecuali komoditas yang berorientasi

ekspor. Namun adanya kredit tidak terlepas dari adanya tingkat bunga yang

merupakan aspek biaya yang perlu dipertimbangkan dalam kegiatan produksi.

Tingkat suku bunga yang turun akan menyebabkan masyarakat meminjam kredit

di Bank dan mempergunakan kredit tersebut untuk modal kerja dan berproduksi

sehingga produksi akan meningkat dan ekspor juga akan meningkat (Nanga,

2001:124). Terjadinya peningkatan bunga kredit menyebabkan modal kerja

menjadi lebih sedikit,karena adanya penambahan biaya pengembalian hutang,

sehingga eksportir enggan untuk mendapatkan dana lebih besar.Jadi, antara

tingkat suku bunga kredit dengan ekspor memiliki hubungan yang negatif.

28

2.1.5Pengertian Inflasi

Pengertian inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga-harga secara

umum dan terus menerus (Boediono, 2000:97). Kenaikan harga dari satu atau dua

barang saja tidak disebut inflasi, kecuali bila kenaikan tersebut meluas pada

sebagian besar dari harga-harga barang lain. Kenaikan harga karena musiman,

menjelang hari raya atau hari besar dan terjadi sekali saja, pada saat itu tidak dapat

disebut sebagai inflasi. Demikian juga menurut Nopirin (2000:25), inflasi adalah

proses kenaikan harga-harga umum barang-barang secara terus menerus. Ini tidak

berarti bahwa kenaikan harga-harga berbagai macam barang itu naik dengan

persentase yang sama. Mungkin dapat terjadi kenaikan secara tidak bersamaan,

yang penting terdapat kenaikan harga umum barang secara terus menerus selama

periode tertentu.

Menurut Boediono (1993:98) inflasi berdasarkan berat ringannya dapat

digolongkan menjadi 4 (empat) macam tingkatan yaitu :

1. Inflasi ringan (kurang dari 10% pertahun)

2. Inflasi sedang (berkisar antara 10% - 30% pertahun)

3. Inflasi berat (berkisar antara 30% - 100% pertahun)

4. Hiper Inflasi (lebih besar dari 100% pertahun)

Sedangkan Nopirin (1997:35) mengelompokkan inflasi berdasarkan tinggi

rendahnya inflasi yang terjadi, maka inflasi dibagi menjadi 3 (tiga) jenis yaitu :

1. Inflasi rendah (kurang dari 10% pertahun)

2. Inflasi menengah (berkisar antara dua digit)

3. Inflasi berat (berkisar antara dua digit atau lebih)

29

Pendapat Nopirin tersebut dapat diartikan, bahwa laju inflasi yang rendah

biasanya diikuti oleh kenaikan harga secara lambat dengan persentase yang kecil

serta dalam jangka waktu yang relatif lama. Inflasi menengah ditandai dengan

kenaikkan harga yang cukup besar dan kadang kala bersifat relatif pendek jangka

panjang waktunya serta bersifat serasi artinya harga pada minggu atau bulan ini

lebih tinggi dari harga-harga pada minggu atau bulan lalu. Inflasi tinggi

merupakan inflasi yang paling parah akibatnya harga-harga naik sampai 5 atau 6

kali. Masyarakat tidak lagi berkeinginan untuk mempunyai uang. Nilai uang yang

merosot tajam menyebabkan masyarakat lebih suka berinvestasi dalam bentuk

barang. Inflasi ini biasanya terjadi disebabkan pemerintah mengalami defisit

anggaran belanja yang disertai dengan mencetak uang.

Selain itu inflasi dapat dikelompokkan atas dasar penyebab awal terjadinya

inflasi. Atas dasar hal ini maka inflasi dapat dibedakan menjadi 4 (empat), yaitu :

1. Inflasi karena dorongan permintaan (Excess Demand Inflation)

Inflasi yang terjadi sebagai akibat permintaan total terhadap barang dan jasa

naik lebih cepat dibandingkan dengan tingkat output full employment.

2. Inflasi karena perubahan struktur permintaan (Bottleneck Inflation)

Inflasi yang terjadi karena berubahnya struktur permintaan yang lebih cepat

dibandingkan dengan peredaran barang-barang. Faktor yang mempengaruhi

inflasi jenis ini misalnya, perang, bencana alam dan sebagainya.

3. Inflasi karena dorongan biaya (Cost Push Inflation)

Inflasi yang diakibatkan karena adanya banyak golongan dalam masyarakat

yang mempunyai kekuatan untuk memaksakan kenaikan upah atau gaji serta

harga.

30

4. Inflasi karena pengeluaran pemerintah

Yaitu inflasi yang terjadi jika pemerintah melakukan lebih banyak

pengeluarannya untuk pembelian barang-barang daripada apa yang bisa dicapai

dari pungutan pajak.

Berdasarkan dari mana inflasi berasal, maka inflasi dapat digolongkan

menjadi 2 (dua), yaitu :

1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri ( Domestic Inflation )

Yaitu inflasi yang disebabkan karena defisit anggaran yang dibiayai dengan

jalan percetakan uang baru maupun akibat panen gagal yang berlangsung terus-

menerus.

2. Inflasi yang berasal dari luar negeri ( Imported Inflation )

Inflasi yang terjadi karena kenaikan harga-harga barang di suatu negara yang

dapat berupa kenaikan harga barang impor yang dapat menyebabkan kenaikkan

indeks biaya hidup.

Tingkat pendapatan yang semakin tinggi akan berdampak pada makin

naiknya permintaan barang-barang impor. Hal ini secara otomatis akan menaikkan

permintaan valuta asing. Kurs valuta asing cenderung naik. Demikian juga adanya

inflasi menyebabkan impor naik dan ekspor turun (Nopirin, 1997 : 148) sehingga

hubungan tingkat inflasi dan nilai ekspor adalah berbanding terbalik. Artinya jika

terjadi inflasi yang semakin tinggi maka nilai ekspor akan semakin turun,

sebaliknya jika inflasi semakin rendah maka nilai ekspor akan cenderung

meningkat.

31

2.1.5.1 Cara menghitung Inflasi

Inflasi (rate of inflation) sebagai salah satu indikator ekonomi berguna

untuk formulasi kebijakan ekonomi dalam hal menjaga stabilitas harga/upah,

evaluasi pajak, menyesuaikan perhitungan pendapatan nasional (deflator) dan

sebagai tolok ukur penyesuaian upah dan gaji serta pensiun agar selalu bisa

mengikuti harga.

Perhitungan inflasi dapat dilakukan secara bulanan dan tahunan dengan

rumus (Paulus dan Kembar, 2015) :

1. Perhitungan inflasi secara bulanan

100%x100%IHKIHK

IR1n

nn

Dimana:IRn = angka inflasi (%) bulan nIHKn = Indeks Harga Konsumen Gabungan bulan nIHKn-1 = Indeks Harga Konsumen Gabungan bulan sebelumnya (n-1)

2. Perhitungan inflasi secara tahunan

a) Point to point method, yaitu menghitung inflasi setiap bulan Desember

(disebut juga December to December method)

100%x100%IHKIHK

IRDec97

98Dec98

b) Average to average method, yaitu menghitung inflasi dengan

caramembandingkan IHK rata-rata selama setahun dengan rata-rata IHK

tahun sebelumnya

32

100%x100%IHKIHK

IR1-t

tt

Dimana:IHKt = Indeks Harga Konsumen Gabungan satu tahun dibagi 12IHKt -1 = Indeks Harga Konsumen Gabungan tahun sebelumnya dibagi 12

c) Cummulative method, cara ini yang dipakai pemerintah dimana inflasi setiap

bulan dalam tahun anggaran (April-Maret) dijumlahkan.

Dimana:IHKt = Indeks Harga Konsumen dalam satu tahun anggaranIHKt -1 = Indeks Harga Konsumen tahun anggaran sebelumnya

2.1.5.2Hubungan Antara Tingkat Inflasi dengan Nilai Ekspor

Kenaikan harga-harga menimbulkan akibat yang buruk terhadap

perdagangan luar negeri dari negara yang mengalami inflasi (Sukirno,1994:308).

Kenaikan harga-harga menyebabkan barang yang di produksi di negara itu tidak

dapat bersaing dipasaran internasional. Akibatnya, nilai ekspor negara akan turun.

Sebaliknya kenaikan harga-harga dalam negeri menyebabkan barang-barang dari

negara lain menjadi relatif lebih murah, dan ini akan mempercepat pertumbuhan

impor. Impor yang lebih besar dari ekspor akan menyebabkan cadangan devisa

negara tergerogoti. Hal ini tentunya tidak diinginkan oleh negara manapun. Untuk

mencegah semakin menipisnya cadangan devisa ini tentunya hal yang dilakukan

negara adalah dengan jalan menekan impor. Salah satu alat yang dipakai untuk

menekan impor adalah dengan menaikkan pajak impor. Tindakan ini akan

menimbulkan kenaikkan harga-harga lebih lanjut. Jadi antara laju inflasi dan nilai

33

ekspor mempunyai hubungan yang negatif. Artinya bahwa laju inflasi yang tinggi

akan menyebabkan nilai ekspor yang semakin rendah.

2.1.6 Konsep Kurs Valuta Asing

Kegiatan transaksi perdagangan yang terjadi antarnegara yang terdiri dari

kegiatan ekspor dan impor akan melibatkan perbandingan nilai tukar mata uang

kedua negara yang bersangkutan. Apabila suatu barang ditukar dengan barang

lain, tentu di dalamnya terdapat perbandingan nilai tukar antara keduanya. Nilai

tukar ini merupakan semacam harga di dalam pertukaran tersebut. Demikian pula

pertukaran antara dua mata uang yang berbeda, maka akan terdapat perbandingan

nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut. Perbandingan nilai inilah yang

sering disebut dengan kurs (exchange rate) (Nopirin, 1999:163).

Menurut Hamdy (2001:24) valas (foreign currency) diartikan sebagai mata

uang dan alat pembayaran lainnya yang digunakan untuk melakukan atau

membiayai transaksi ekonomi dan keuangan internasional atau luar negeri dan

biasanya mempunyai catatan kurs resmi pada Bank Sentral (Bank Indonesia).

Mata uang yang sering digunakan sebagai alat pembayaran dan kesatuan hitung

dalam transaksi ekonomi dan keuangan internasional disebut sebagai hard

currency, yaitu mata uang yang nilainya relative stabil dan kadang-kadang

mengalami apresiasi atau kenaikan nilai terhadap mata uang lainnya. Sedangkan

soft currency adalah mata uang lemah yang jarang digunakan sebagai alat

pembayaran dan kesatuan hitung karena nilainya relatif tidak stabil dan sering

mengalami depresiasi atau penurunan nilai terhadap mata uang lainnya.

34

Nilai tukar mata uang asing suatu negara bisa terjadi dalam keseimbangan

dan ketidakseimbangan yang dipengaruhi oleh keadaan neraca pembayaran suatu

negara. Jika mengalami defisit pada neraca pembayarannya berarti permintaan

valas akan meningkat. Apabila cadangan devisa yang dimiliki terbatas, maka nilai

tukar mata uang negara tersebut akan terus merosot terhadap mata uang asing.

Begitu juga sebaliknya jika dalam neraca pembayaran suatu negara terjadi

surplus, maka nilai tukar mata uang dalam negeri akan meningkat. Mengetahui

akan hal itu, maka kestabilan nilai tukar mata uang perlu dijaga agar kegiatan

ekonomi dapat berjalan dengan lebih mantap.

Untuk dapat mencapai kestabilan nilai tukar mata uang dalam negeri dan

mata uang asing, maka ditetapkan beberapa sistem nilai tukar. Menurut Bank

Indonesia (2004:69) ada 3 (tiga) sistem nilai tukar, yaitu:

1) Sistem kurs mengambang terkendali (Managed Floating Exchange Rate)

Dalam sistem nilai tukar ini, Bank Sentral menetapkan batasan suatu kisaran

tertentu dari pergerakan nilai tukar yang disebut intervention band (batas pita

intervensi). Nilai tukar akan ditentukan sesuai mekanisme pasar sepanjang

berada di dalam batas kisaran pita intervensi tersebut. Apabila nilai tukar

tersebut menembus batas atas/batas bawah dari kisaran tersebut, Bank Sentral

akan secara otomatis melakukan intervensi di pasar valas sehingga nilai tukar

bergerak kembali ke pita intervensi.

2) Sistem kurs tetap (Fixed Exchange Rate)

Sistem kurs tetap adalah suatu sistem nilai tukar dimana Bank Sentral tingkat

nilai tukar/kurs mata uang terhadap mata uang negara lain pada nilai tertentu.

35

Bank Sentral siap membeli/menjual valas pada tingkat kurs yang ditetapkan.

Jika kurs valas turun, maka pemerintah akan menjual valas di pasar sehingga

penawaran valas bertambah dan kenaikan dapat dicegah.

3) Sistem Nilai Tukar Mengambang (Floating Exchange Rate)

Pada sistem nilai tukar mengambang, nilai tukar dibiarkan bergerak sesuai

dengan kekuatan permintaan dan penawaran yang terjadi di pasar. Dengan

demikian, nilai tukar akan menguat apabila terjadi kelebihan penawaran diatas

permintaan dan sebaliknya nilai tukar akan melemah apabila terjadi kelebihan

permintaan atas penawaran yang ada di pasar valuta asing.

Perkembangan sistem kurs valuta asing di Indonesia telah mengalami 3

(tiga) periode sebagai berikut:

1) Tahun 1970-1978 Indonesia menganut sistem kurs tetap (fixed exchange

ratesystem). Pada sistem nilai tukar tetap, nilai tukar rupiah terhadap mata uang

lain ditentukan pada nilai tertentu.

2) Tahun 1978-Juli 1997 Indonesia menganut sistem kurs mengambang terkendali

(managed floating exchange rate system). Sistem kurs ini digunakan untuk

mencipatakan kurs rupiah yang realistis dan meningkatkan kepercayaan

masyarakat terhadap rupiah, sehingga dapat menciptakan kestabilan moneter.

3) Tahun 1997-sekarang. Indonesia menganut sistem nilai tukar mengambang

bebas (free floating exchange rate system). Sistem ini digunakan untuk

menstabilkan nilai tukar rupiah dan menyelamatkan cadangan devisa yang

tersedia.

36

2.1.6.1 Hubungan Kurs Valuta Asing dengan Ekspor

Dalam sistem kurs mengambang, depresiasi maupun apresiasi nilai mata

uang akan mengakibatkan perubahan ke atas ekspor maupun impor. Jika kurs

mengalami depresiasi yaitu nilai mata uang dalam negeri menurun dan berarti

mata uang asing bertambah tinggi kursnya (harganya), akan menyebabkan ekspor

meningkat dan impor cenderung menurun.Hubungan kurs valuta asing dengan

nilai ekspor dapat dijelaskan dengan konsep teori penawaran dimana penawaran

adalah ekspor dari negara yang bersangkutan sedangkan harga yang dimaksud

dalam hal ini adalah kurs valuta asing. Jadi kurs valuta asing mempunyai

hubungan yang searah dengan volume ekspor. Apabila nilai kurs (dollar Amerika

Serikat) meningkat, maka volume ekspor juga akan meningkat (Sukirno,

2000:319).

2.2 Rumusan Hipotesis

Berdasarkan pokok permasalahan dengan didukung teori-teori yang

relevan, maka penulis mencoba mengemukakan hipotesis yang akan dijadikan

acuan dalam memecahkan pokok permasalahan penelitian ini dapat di rumuskan

sebagai berikut:

1. Diduga bahwa tingkat suku bunga kredit, kurs valuta asing, dan tingkat inflasi

secara serempak berpengaruh signifikan terhadap nilai ekspor kerajinan

kerang Provinsi Bali periode 1996-2014.

37

2. Diduga bahwa tingkat suku bunga kredit berpengaruh negatif terhadap

volume ekspor kerajinan kerang Provinsi Bali periode 1996-2014,diduga

bahwa kurs valuta asing dan tingkat inflasi berpengaruh positifsignifikan

terhadap nilai ekspor kerajinan kerang Provinsi Bali periode 1996-2014.