KAJIAN PENGEMBANGAN TATA GUNA LAHAN PERMUKIMAN ...

14
Jurnal Teknik Sipil ISSN 2302-0253 Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 14 Pages pp. 31- 44 31 - Volume 4, No. 3, Agustus 2015 KAJIAN PENGEMBANGAN TATA GUNA LAHAN PERMUKIMAN KAWASAN PESISIR KOTA BANDA ACEH (Studi Kasus: Kecamatan Meuraxa) Agus Fitriani 1 , Mirza Irwansyah 2 , Sugianto 3 1) Mahasiswa Magister Teknik SipilUniversitas Syiah Kuala Banda Aceh 2,3) Prodi Magister Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh 23111, Indonesia Abstrak: The coastal area is a unique region with diverse socio-economic and environmental conditions. Most of the coastal region of Aceh have experienced the impact of disasters resulting in damaged and changing coastlines and coastal areas surrounding land. This study was conducted to determine how the Spatial Plan (RTRW) Banda Aceh2009-2029 can accommodate change and development of the coastal areas in particular the existing settlements whether it has been noticed by both the needs and the suitability of planning for coastal areas and recommendations that can be applied to the related future spatial planning Banda Aceh. The method used in this research is descriptive qualitative. To processing quantitative data, and to know the connection of responden is using the Likert scale. In the search for significant relationships and test each of respondents used the validity and reliability. The results of the study came to the conclusion that there is still a lot of land use that is incompatible with existing land use in the city of Banda Aceh Spatial. Heritage area is the area around the Mosque Baiturrahim still in use as settlements. In addition to land use, the form of the mass in the coastal area is not friendly disasters and mitigation system still has not been implemented well. In this analysis is recommended for the development of coastal areas and the local government is expected to related parties do demolition and relocation of settlements when violate the rules that have been outlined in Banda Aceh Spatial. Keywords: Land Use, Housing and Coastal Regions. Abstrak: Wilayah pesisir merupakan wilayah yang unik dengan keragaman kondisi lingkungan maupun sosial ekonomi. Sebagian kawasan pesisir Aceh pernah mengalami dampak bencana yang mengakibatkan rusak dan berubahnya garis pantai serta lahan di kawasan sekitar pantai. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Banda Aceh 2009-2029 dapat mengakomodir perubahan dan perkembangan wilayah pesisir tersebut khususnya kawasan permukiman yang ada, apakah sudah memperhatikan dengan baik kebutuhan dan kesesuaian perencanaan untuk wilayah pesisir serta rekomendasi yang dapat diterapkan ke depannya terkait penataan ruang Kota Banda Aceh. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif. Untuk pengolahan data dan untuk mengetahui hubungan responden digunakan skala Likert dan sekaligus dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Hasil penelitian mendapatkan kesimpulan bahwa masih banyak pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan lahan yang ada pada RTRW Kota Banda Aceh. Kawasan cagar budaya yaitu kawasan sekitar Mesjid Baiturrahim masih di gunakan sebagai kawasan permukiman. Selain pemanfaatan lahan, bentuk massa yang ada di kawasan pesisir ini tidak ramah bencana dan masih ada sistem mitigasi yang belum diterapkan dengan baik. Dengan analisa tersebut direkomendasikan untuk pengembangan kawasan pesisir diharapkan pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait melakukan penertiban dan relokasi permukiman apabila menyalahi peraturan yang sudah digariskan dalam RTRW Kota Banda Aceh. Kata Kunci : Tata guna Lahan, Permukiman dan Kawasan Pesisir.

Transcript of KAJIAN PENGEMBANGAN TATA GUNA LAHAN PERMUKIMAN ...

Page 1: KAJIAN PENGEMBANGAN TATA GUNA LAHAN PERMUKIMAN ...

Jurnal Teknik Sipil ISSN 2302-0253

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala 14 Pages pp. 31- 44

31 - Volume 4, No. 3, Agustus 2015

KAJIAN PENGEMBANGAN TATA GUNA LAHAN

PERMUKIMAN KAWASAN PESISIR KOTA BANDA ACEH

(Studi Kasus: Kecamatan Meuraxa)

Agus Fitriani1, Mirza Irwansyah

2, Sugianto

3

1)Mahasiswa Magister Teknik SipilUniversitas Syiah Kuala Banda Aceh

2,3) Prodi Magister Teknik Sipil Universitas Syiah Kuala, Darussalam, Banda Aceh 23111, Indonesia

Abstrak: The coastal area is a unique region with diverse socio-economic and environmental

conditions. Most of the coastal region of Aceh have experienced the impact of disasters

resulting in damaged and changing coastlines and coastal areas surrounding land. This study

was conducted to determine how the Spatial Plan (RTRW) Banda Aceh2009-2029 can

accommodate change and development of the coastal areas in particular the existing

settlements whether it has been noticed by both the needs and the suitability of planning for

coastal areas and recommendations that can be applied to the related future spatial planning

Banda Aceh. The method used in this research is descriptive qualitative. To processing

quantitative data, and to know the connection of responden is using the Likert scale. In the

search for significant relationships and test each of respondents used the validity and

reliability. The results of the study came to the conclusion that there is still a lot of land use that

is incompatible with existing land use in the city of Banda Aceh Spatial. Heritage area is the

area around the Mosque Baiturrahim still in use as settlements. In addition to land use, the

form of the mass in the coastal area is not friendly disasters and mitigation system still has not

been implemented well. In this analysis is recommended for the development of coastal areas

and the local government is expected to related parties do demolition and relocation of

settlements when violate the rules that have been outlined in Banda Aceh Spatial.

Keywords: Land Use, Housing and Coastal Regions.

Abstrak: Wilayah pesisir merupakan wilayah yang unik dengan keragaman kondisi

lingkungan maupun sosial ekonomi. Sebagian kawasan pesisir Aceh pernah mengalami

dampak bencana yang mengakibatkan rusak dan berubahnya garis pantai serta lahan di

kawasan sekitar pantai. Penelitian ini dilakukan bertujuan untuk mengetahui bagaimana

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kota Banda Aceh 2009-2029 dapat mengakomodir

perubahan dan perkembangan wilayah pesisir tersebut khususnya kawasan permukiman yang

ada, apakah sudah memperhatikan dengan baik kebutuhan dan kesesuaian perencanaan untuk

wilayah pesisir serta rekomendasi yang dapat diterapkan ke depannya terkait penataan ruang

Kota Banda Aceh. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif deskriptif.

Untuk pengolahan data dan untuk mengetahui hubungan responden digunakan skala Likert dan

sekaligus dilakukan uji validitas dan reliabilitas. Hasil penelitian mendapatkan kesimpulan

bahwa masih banyak pemanfaatan lahan yang tidak sesuai dengan peruntukan lahan yang ada

pada RTRW Kota Banda Aceh. Kawasan cagar budaya yaitu kawasan sekitar Mesjid

Baiturrahim masih di gunakan sebagai kawasan permukiman. Selain pemanfaatan lahan,

bentuk massa yang ada di kawasan pesisir ini tidak ramah bencana dan masih ada sistem

mitigasi yang belum diterapkan dengan baik. Dengan analisa tersebut direkomendasikan untuk

pengembangan kawasan pesisir diharapkan pemerintah daerah dan pihak-pihak terkait

melakukan penertiban dan relokasi permukiman apabila menyalahi peraturan yang sudah

digariskan dalam RTRW Kota Banda Aceh.

Kata Kunci : Tata guna Lahan, Permukiman dan Kawasan Pesisir.

Page 2: KAJIAN PENGEMBANGAN TATA GUNA LAHAN PERMUKIMAN ...

Jurnal Teknik Sipil

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 4, No. 3,Agustus 2015 - 32

PENDAHULUAN

Wilayah pesisir adalah daerah pertemuan

antara darat dan laut, dengan batas ke arah darat

meliputi bagian daratan, baik kering maupun

terendam air yang masih mendapat pengaruh

sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut

dan perembesan air laut (intrusi). Sedangkan ke

arah laut wilayah pesisir mencakup bagian laut

yang masih dipengaruhi oleh proses alami yang

terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air

tawar, maupun yang disebabkan karena kegiatan

manusia di darat seperti penggundulan hutan

(Supriharyono, 2009). Pengembangan wilayah

pesisir dan pulau – pulau kecil merupakan arah

kebijakan baru di bidang kelautan. Berawal dari

lahirnya UU No. 01 tahun 2014 tentang

pengelolaan wilayah pesisir dan pulau – pulau

kecil menunjukkan betapa pentingnya wilayah

pesisir dan keberadaan pulau – pulau kecil yang

perlu dijaga kelestariannya dan dimanfaatkan

secara berkelanjutan (Ambo, 2011).

Penataan ruang kembali wilayah Aceh

pasca bencana Tsunami yang mengakibatkan

kerusakan parah pada wilayah Kota Banda

Aceh khususnya pada kawasan pesisir,

mengharuskan penggunaan prinsip mitigasi

bencana yang di tujukan untuk mengantisipasi

dampak bencana yang mungkin datang, serta

mewujudkan tata ruang kawasan yang lebih

baik dari keadaan sebelum bencana. Pada

dasarnya peruntukan lahan ditetapkan melalui

beberapa kajian, baik kajian dari kondisi fisik

lahan, kondisi sosial dan ekonomi

masyarakatnya serta ditetapkan melalui proses

politik dalam suatu keputusan pemerintah.

Kecamatan Meuraxa berada 4,0 meter

diatas permukaan laut dan merupakan kawasan

pesisir. Memiliki luas 7,26 km2, yaitu sekitar

11,83% dari luas keseluruhan Kota Banda

Aceh. Memiliki 16 (enam belas) Gampong dan

64 (enam puluh empat) dusun. Dilihat dari segi

konstelasi jalur pergerakan, Kecamatan

Meuraxa mempunyai posisi yang strategis

karena sebagai kawasan pesisir wilayah ini

dilengkapi dengan prasarana pelabuhan

penyeberangan yang menghubungkan Kota

Banda Aceh dengan Pulau Weh dan pulau-pulau

kecil di sekitarnya. Dari segi pergerakan darat

Kecamatan Meuraxa dilewati oleh jalur

perencanaan jalan arteri primer yang melewati

daerah Simpang Lamteumen – Lamjame - Ulee

Pata - Ulee Lheue - Gampong Jawa - Deah

Raya – Tibang - Krueng Cut tembus ke Krueng

Raya.

Berdasarkan hal di atas, maka perlu

dilakukan penelitian bagaimana kondisi

eksisting kawasan permukiman di pesisir

wilayah Kecamatan Meuraxa dan dan

bagaimana membuat perencanaan yang sesuai

dengan kondisi yang ada agar kebutuhan

berkehidupan di wilayah pesisir menjadi lebih

baik dari sebelumnya.

TINJAUANKEPUSTAKAAN

Tata Guna Lahan

Tata guna lahan disebut juga dengan

penataan ruang adalah suatu sistem proses

perencanaan tata ruang, pemanfaatan ruang, dan

pengendalian pemanfaatan ruang.

SedangkanPenyelenggaraan penataan ruang

Page 3: KAJIAN PENGEMBANGAN TATA GUNA LAHAN PERMUKIMAN ...

Jurnal Teknik Sipil

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

33 - Volume 4, No. 3, Agustus 2015

adalah kegiatan yang meliputi pengaturan,

pembinaan, pelaksanaan, dan pengawasan

penataan ruang (UU No. 26/2007).

Secara garis besar tujuan dari penataan

ruang adalah terselenggaranya pengaturan

pemanfaatan ruang kawasan lindung dan

budidaya yang diantara sasarannya adalah

untuk mewujudkan keseimbangan kepentingan

antara kesejahteraan dan keamanan, serta

mewujudkan perlindungan fungsi ruang dan

mencegah atau menanggulangi dampak negatif

terhadap lingkungan. Untuk itu di buat suatu

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) yang

berfungsi sebagai dasar kebijakan pokok

pemanfaatan ruang di suatu wilayah

kabupaten/kota, sebagai pedoman penyusudan

rencana rinci tata ruang kawasan, sebagai dasar

pengendalian pemanfaatan ruang, dan sebagai

dasar pemberian izin lokasi pembangunan skala

besar.

Permukiman

Dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun

2011 dinyatakan bahwa Kawasan permukiman

adalah bagian dari lingkungan hidup di luar

kawasan lindung, baik berupa kawasan

perkotaan maupun perdesaan, yang berfungsi

sebagai lingkungan tempat tinggal atau

lingkungan hunian dan tempat kegiatan yang

mendukung perikehidupan dan penghidupan.

Perencanaan kawasan permukiman harus

mencakup:

a. Peningkatan sumber daya perkotaan atau

perdesaan;

b. Mitigasi bencana; dan

c. Penyediaan atau peningkatan prasarana,

sarana, dan utilitas umum.

Menurut Suparti (1997), konsep

permukiman adalah bagian dari lingkungan

hidup diluar kawasan lindung, dapat merupakan

kawasan perkotaan dan perdesaan, berfungsi

sebagai lingkungan tempat tinggal/hunian dan

tempat kegiatan yang mendukung

perikehidupan dan penghidupan. Sedangkan

perumahan adalah kelompok rumah, yang

berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal

atau hunian plus prasarana dan sarana

lingkungan.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi

pembentukan pola permukiman, yakni :

1. Geografi dan alam ;

Topografi, iklim, dan ketersediaan bahan

bangunan.

2. Buatan manusia ;

Kekuatan utama yang mempengaruhi bentuk

kota (kegiatan perdagangan, kekuatan sosial

politik dan keagamaan) ; berbagai faktor

yang terkait dengan perkembangan

masyarakat dan teknologi; dan faktor yang

besar pengaruhnya (antara lain infrastruktur

kota, pola jaringan jalan, peraturan dan

perundangundangan).

3. Faktor lokasi ;

a. Permukiman yang timbul secara organik

- Ketersediaan sumber daya alam

- Permukiman yang potensial untuk

petahanan.

- Faktor lokasi pasar (lokasi strategis

dekat persimpangan jalan, dekat

Page 4: KAJIAN PENGEMBANGAN TATA GUNA LAHAN PERMUKIMAN ...

Jurnal Teknik Sipil

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 4, No. 3, Agustus 2015 - 34

sarana transportasi pelabuhan,

terminal, bandara dan muara sungai).

b. Permukiman yang terencana

- Kriteria-kriteria yang digunakan

untuk menentukan lokasi yang akan

direncanakan utuk mengembangkan

permukiman sama dengan faktor-

faktor yang menentukan pertumbuhan

permukiman secara organik.

- Faktor-faktor lain (sosial, politik,

religi) antara lain strategi, peluang

pengembangan ekonomi dan

pertanian, keberadaaan sumber daya

mineral dan alasan-alasannya.

c. Kesesuaian dengan fungsi kota sebagai

pusat pemerintahan, perdagangan,

kebudayaan, agama, pertahanan,

produksi, kesehatan, rekreasi dan

campuran. Untuk mencapai kehidupan

yang lebih baik bagi manusia dalam

wadahnya, maka permukiman

berkembang menjadi permukiman yang

direncanakan dengan berbagai konsep.

Konsep-konsep pola permukiman yang

dikembangkan sejak dikenalnya

perencanaan permukiman hampir selalu

didasarkan pada kaidah :

- Kedekatan (proximity)

- Kemudahan (accessibility)

- Ketersediaan (availability)

- Kenyamanan (amenity)

Kawasan Pesisir

Penjelasan umum mengenai kawasan

pesisir yang meliputi definisi dan karakteristik

wilayah merupakan hal yang sangat penting, hal

ini bertujuan agar pemahaman mengenai

wilayah pesisir dapat dimengerti dan

merupakan awal pemahaman dari studi ini.

Pengertian tentang pesisir masih menjadi suatu

pembicaraan, terutama penjelasan tentang ruang

lingkup wilayah pesisir yang secara batasan

wilayah masih belum jelas. Berikut ini adalah

definisi dari beberapa sumber mengenai

wilayah pesisir.

Undang-undang Republik Indonesia

nomor 01 tahun 2014 tentang pengelolaan

wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

menyebutkan bahwa kawasan pesisir adalah

bagian wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil

yang memiliki fungsi tertentu yang ditetapkan

berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi,

sosial, dan ekonomi untuk dipertahankan

keberadaannya. Dalam undang-undang ini

disebutkan batasan wilayah pesisir yaitu kearah

daratan mencakup wilayah administrasi daratan

dan kearah perairan laut sejauh 12 (dua belas)

mil laut diukur dari garis pantai ke arah laut

lepas dan/atau kearah perairan kepulauan.

Menurut Suprihayono (2007) wilayah

pesisir adalah wilayah pertemuan antara daratan

dan laut kearah darat wilayah pesisir meliputi

bagian daratan, baik kering maupun terendam

air, yang masih dipengaruhi oleh sifat-sifat laut

seperti pasang surut, angin laut, dan

perembesan air asin. Sedangkan ke arah laut

wilayah pesisir mencakup bagian laut yang

masih dipengaruhi oleh proses alami yang

terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air

tawar, maupun yang disebabkan karena

Page 5: KAJIAN PENGEMBANGAN TATA GUNA LAHAN PERMUKIMAN ...

Jurnal Teknik Sipil

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

35 - Volume 4, No. 3, Agustus 2015

kegiatan manusia di darat seperti penggundulan

hutan dan pencemaran.

Qanun Kota Banda Aceh nomor 4 tahun

2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW) tahun 2009-2029 secara detil

menjelaskan bahwa wilayah

pesisirmerupakankawasanyangdibatasipengemb

angannya sehinggaizin prinsip dan izinlokasi

merupakanbentuk disinsentifterhadap kawasan

pesisir.

Deskriptif Mix Method

Jenis penelitian yang dilakukan oleh

penulis adalah penelitian lapangan (field

research) penulis menggunakan jenis penelitian

campuran (mixed methodology). Mixed method

menghasilkan fakta yang lebih komprehensif

dalam meneliti masalah penelitian, karena

penelitian ini memiliki kebebasan untuk

menggunakan semua alat pengumpul data

sesuai dengan jenis data yang dibutuhkan.

Sedangkan kuantitatif atau kualitatif hanya

terbatas pada jenis alat pengumpul data tertentu

saja. Mixed Method adalah metode yang

memadukan pendekatan kualitatif dan

kuantitatif dalam hal metodologi (seperti dalam

tahap pengumpulan data), dan kajian model

campuran memadukan dua pendekatan dalam

semua tahapan proses penelitian.

Menurut Wardiyanta (2006) Penelitian

kualitatif deskrptif adalah penelitian yang

bertujuan membuat deskripsi atas suatu

fenomena sosial/alam secara sistematis, faktual,

dan akurat. Sementara menurut Nazir (2003),

metode deskriptif adalah suatu metode dalam

meneliti status sekelompok manusia, suatu

objek, suatu set kondisi, suatu sistem pemikiran

ataupun suatu kelas peristiwa pada masa

sekarang dengan tujuan untuk membuat

gambaran secara sistematis, faktual dan akurat

mengenai fakta-fakta, sifat serta hubungan

antara fenomena yang diselidiki.

Metode deskriptif menurut Arikuntoro

(2009) adalah suatu metode dalam penelitian

sekelompok manusia, suatu objek, suatu

kondisi, suatu system pemikiran, ataupun suatu

peristiwa pada masa sekarang. Tujuan dari

penelitian deskriptif ini adalah untuk membuat

gambaran atau lukisan secara sistematis, faktal

dan akurat mengenai fakta, sifat dan hubungan

antar fenomena yang diselidiki. Selain itu

metode ini adalah pencari fakta dengan

interpretasi yang tepat. Penelitian dengan

metode ini mempelajari masalah-masalah dalam

masyarakat serta tata cara yang berlaku dalam

masyarakat serta situasi-situasi tertentu,

termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan,

sikap-sikap, pandangan-pandangan, seta proses-

proses yang berlangsung dan pengaruh-

pengaruh dari suatu fenomena.

Populasi dan Sampel

Populasi merupakan keseluruhan objek

penelitian sebagai sumber data yang

mewakilikarakteristik tertentu di dalam suatu

penelitian, dan sampel merupakan himpunan

bagian dari populasi yang menjadi objek

sesungguhnya. Sampel diambil dari sejumlah

populai. Teknik sampling secara random yaitu

pengambilan sampel yang tanpa dipilih-pilih

Page 6: KAJIAN PENGEMBANGAN TATA GUNA LAHAN PERMUKIMAN ...

Jurnal Teknik Sipil

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 4, No. 3, Agustus 2015 - 36

dan didasarkan atas prinsip-prinsip matematis

yang telah diuji dalam praktek. Jadi, sampel

diambil tanpa melihat tingkatan pada populasi.

METODE PENELITIAN

Lokasi penelitian berada di Kawasan

Kecamatan Meuraxa. Secara Regional

Kecamatan Meuraxa terletak di Pantai Utara

Pulau Sumatera yang berbatasan dengan Selat

Malaka dan berseberangan tidak jauh dengan

negara tetangga Malaysia. Wilayah Kecamatan

Meuraxa terletak pada 5°32’30” - 5°34’40” LU

dan 95°16’15” -95°18’20” BT. Penelitian

dilakukan selama kurun waktu dari bulan

Desember tahun 2012 sampai dengan bulan

Maret tahun 2013. Hal ini dikarenakan banyak

hal yang terus berkembang dalam proses

penelitian, baik dari segi studi literatur sampai

dengan penelitian survei lapangan.

Tahapan Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian

“Kajian tata guna lahan permukiman kawasan

pesisir Kota Banda Aceh” jika ditinjau dari

klasifikasi penelitian berdasarkan tujuannya

termasuk ke dalam penelitian deskriptif.

Apabila ditinjau dari klasifikasi penelitian

berdasarkan teknik pengumpulan data termasuk

ke dalam penelitian survei dan penelitian

lapangan. Langkah-langkah yang dilakukan

dalam penelitian ini berupa :

1. Mempelajari dan mencari referensi

mengenai kawasan pesisir dan permukiman

pesisir.

2. Mengadakan survei langsung terhadap

lokasi yang diteliti untuk melihat kondisi

saat ini (eksisting).

3. Mengkaji lebih jauh hubungan kondisi

eksisting kawasan terhadap kondisi yang

tertuang dalam Rencana Tata Ruang

Wilayah (RTRW) Kota Banda Aceh Tahun

2009 – 2029.

Metode Penelitian

1. Teknik Pengumpulan Data

Sumber data dalam penelitian ini adalah

data primer dan data sekunder. Data primer

diperoleh melalui survei (observasi), sedangkan

data sekunder diperoleh dari literatur terkait

Teknik pengumpulan data ditujukan untuk

mendapatkan data yang dibutuhkan sebagai

bahan masukan untuk setiap tahap analisis

berikutnya. Data yang dibutuhkan berupa data

primer dan sekunder dengan cara pengumpulan

sebagai berikut:

1) Pengumpulan data primer

Data primer berkaitan dengan kondisi

lingkungan dan peran serta Pemerintah Daerah

dalam proses penataan kembali lahan pasca

bencana tsunami. Teknik pengumpulan data ini

dilakukan dengan cara :

(1) Observasi; merupakan pengamatan

langsung ke lokasi untuk membuktikan

situasi nyata dengan data sekunder yang

diperoleh.;

(2) Kuesioner; merupakan teknik

pengumpulan data dengan menggunakan

daftar pertanyaan yang sifatnya tertutup

dan terbuka, sedangkan;

Page 7: KAJIAN PENGEMBANGAN TATA GUNA LAHAN PERMUKIMAN ...

Jurnal Teknik Sipil

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

37 - Volume 4, No. 3, Agustus 2015

(3) Wawancara; merupakan cara memperoleh

data atau informasi secara langsung

dengan tatap muka melalui komunikasi

verbal.

2) Pengumpulan data sekunder

Data sekunder merupakan data primer

yang telah diolah lebih lanjut dan disajikan oleh

pihak pengumpul data primer atau boleh pihak

lain. Data ini dapat berbentuk tabel-tabel atau

diagram-diagram. Data ini diperoleh dari hasil

penelitian, artikel, penelusuran pustaka dan

dokumen resmi dari instansi terkait.

2. Proses Pengolahan Data

Kondisi Eksisting Kawasan

Penelitian dilakukan pada kondisi

eksisting Kawasan Kecamatan Meuraxa

sebelum tsunami yaitu tahun 2004 dan sesudah

tsunami yaitu sekitar tahun 2005 sampai dengan

tahun 2011, untuk melihat perkembangan yang

terjadi di kawasan tersebut khususnya untuk

kawasan permukiman yang secara bertahap

mengalami proses perkembangan yang sangat

banyak di akibatkan dari berubahnya tata guna

lahan di lokasi ini.

Pertumbuhan ruang pusat kota Banda

Aceh memiliki kecenderungan pola

linier(lineargrowthmodel

)yangberkembangmengikutijaringanjalan.Pada

kawasannonurbanyangterdapatdisepanjang

pantai(coastalzone)dirancang sebagai eco-zone

yang di dalamnya terdapat fasilitas mitigasi

tsunami seperti fasilitas peringatan dini, escape

hill (bukit penyelamatan) , fasilitas pemecah

gelombang , hutan kota, kegiatan perikanan,

pelabuhan ikan dan ferry , dan jalur lingkar

bagian utara yang secara keseluruhan ber fungsi

sebagai kawasan penyangga ( buffer zone)

kawasan urban yang berada 3-4 km dari garis

pantai. Kecenderungan pertumbuhan kota

Banda Aceh kemudian di arahkan ke selatan

melalui penciptaan new town.

Gambar 1 : Kecamatan Meuraxa sebelum dan sesudah

Tsunami 2004 – 2011.

Sumber : Google Earth dan Hasil Analisa

Penentuan Sampel dan Responden

Populasi adalah masyarakat yang tinggal

di Kemukiman Meuraxa yang terdiri dari 8

(delapan) desa di Kelurahan Punge Juroeng.

Penelitian ini metitik beratkan pada desa-desa

yang berada dipesisir atau lebih dekat ke laut,

seperti Desa Gampong Pie, Ulee Lheue, Deah

Glumpang, Deah Baro, Alue Deah Tengoh dan

Desa Lampaseh Aceh.

3. Analisis Data

Setelah data primer dan sekunder

diperoleh, maka data tersebut dianalisis

Page 8: KAJIAN PENGEMBANGAN TATA GUNA LAHAN PERMUKIMAN ...

Jurnal Teknik Sipil

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 4, No. 3, Agustus 2015 - 38

menggunakan metode deskriptif sebagai upaya

untuk menjawab permasalahan yang diangkat

dalam penelitian ini pada BAB I antara lain

sebagai berikut:

1. Mengindentifikasikan perkembangan

permukiman di kawasan pesisir Kecamatan

Meuraxa. Proses analisis dilakukan dengan

mengidentifikasi perubahan penggunaan

lahan dilokasi penelitian pada peta

pemanfaatan lahan pesisir sebelum dan

sesudah tsunami.

2. Mengkaji rencana tata ruang yang tertuang

pada RTRW Kota Banda Aceh tahun 2009 -

2029 untuk mengetahui kebijakan yang

sudah ditentukan pemerintah untuk kawasan

pesisir di Kecamatan Meuraxa.

3. Menganalisis kuesioner melalui analisis

persentasi deskriptif. Hasil analisis akan

mempresentasekan tentang kondisi

masyarakat pasca tsunami, sarana dan

prasarana di permukiman dan perkembangan

kawasan pesisir dalam bentuk table

frekuensi.

4. Memberikan arahan terhadap pola dan

struktur kawasan pesisir (costal zone) di

Kecamatan Meuraxa Kota Banda Aceh

melalui hasil identifikasi arah perkembangan

kawasan, kebijakan pemerintah dan hasil

survei lapangan.

HASIL PEMBAHASAN

Identifikasi Kondisi Kawasan Berdasarkan

RTRW Kota Banda Aceh.

Secara geografis kawasan Kecamatan

Meuraxa berada di muara sungai Krueng Aceh,

tepatnya dalam kawasan pesisir pantai bagian

utara kota Banda Aceh dimana permukiman

warganya dibangun tidak jauh dari garis pantai ,

yaitu kurang lebih 800 m – 1 km dari garis

pantai. Kawasan pemukimannya berada tidak

jauh dari kawasanperdagangan dan jasa.

Pola dan Struktur Ruang

Dilihat dari segi konstelasi jalur

pergerakan, Kecamatan Meuraxa mempunyai

posisi yang strategis karena sebagai kawasan

pesisir wilayah ini dilengkapi dengan prasarana

pelabuhan penyeberangan yang

menghubungkan Kota Banda Aceh dengan

Pulau Weh dan pulau-pulau kecil di sekitarnya.

Dari segi pergerakan darat Kecamatan Meuraxa

dilewati oleh jalur perencanaan jalan arteri

primer yang melewati daerah Simpang

Lamteumen – Lamjame - Ulee Pata - Ulee

Lheue - Gampong Jawa - Deah Raya – Tibang -

Krueng Cut tembus ke Krueng Raya.

Gambar 2 :Lokasi Penelitian, Kecamatan Meuraxa

Kecamatan Meuraxa diklasifikasikan

sebagai kawasan penghijauan atau eco zone

serta kawasan penyelamatan. Terlihat dalam

arahan penatagunaan lahannya, Meuraxa lebih

di dominasi oleh peruntukan hutan bakau dan

kawasan pariwisata, dengan meminimalkan

Page 9: KAJIAN PENGEMBANGAN TATA GUNA LAHAN PERMUKIMAN ...

Jurnal Teknik Sipil

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

39 - Volume 4, No. 3, Agustus 2015

peruntukan untuk kawasan permukiman.

Perubahan tata guna lahan atau pemanfaatan

lahan yang terjadi pada kawasan adalah hal

yang akan menjadi titik berat perhatian yang

ingin dibahas.

Struktur ruang kota memberikan

gambaran sistem kegiatan kota yang

ditunjukkan dengan sebaran fungsi-fungsi dan

sistem interaksi diantaranya dengan

memanfaatkan jalur-jalur penghubung.

Kecamatan Meuraxa merupakan daerah pinggir

dari pusat kota (core peri-peri) Kota Banda

Aceh, dengan pusat aktivitas dan pusat

pemerintahan ada di kawasan Ulee Lheue.

Secara struktur keruangan wilayah ini

dipengaruhi oleh keberadaan JL. Sultan

Iskandar Muda sebagai jalan yang

menghubungkan Pusat Kota Banda Aceh dan

Kawasan Pelabuhan Ulee Lheue sebagai

pelabuhan barang dan penyeberangan ke Pulau

Weh dan pulau-pulau lain di sekitarnya. Hal ini

memberikan pengaruh terhadap perkembangan

kota yang cenderung berkembang linear di

sekitar area sepanjang jalan tersebut.

Zonasi Kawasan Meuraxa

Dari 4 (empat) pembagian Zona atau

kawasan yang ditentukan dalam RTRW Kota

Banda Aceh, Kecamatan Meuraxa hanya terbagi

dalam 3 (tiga) zona atau pembagian yaitu :

Zone I : Zona Pesisir (Coastal Zone)

Zone II : Zona Penghijauan (Eco Zone)

Zone III : Zona Kota Lama (Traditional City

Zone)

Pemanfaatan Ruang

Hal utama yang saat ini menjadi

perhatian serius oleh berbagai pihak terkait

dengan area terbangun pasca Tsunami di

Kecamatan Meuraxa saat ini adalah

pembangunan rumah yang tanpa melalui

perencanaan yang jelas (perencanaan di susun

setelah pembangunan dilaksanakan). Kondisi

ini berdampak pada ketidakteraturan pola

permukiman yang berada di Kecamatan

Meuraxa sehingga menimbulkan kesan yang

tidak tertata.

Untuk kawasan area tak terbangun di

Kecamatan Meuraxa, bentuk-bentuk

pemanfaatannya adalah berupa kawasan-

kawasan ruang terbuka yang digunakan sebagai

fasilitas umum misalnya lapangan olah raga,

kawasan badan air seperti pesisir pantai,

tambak, sungai dan genangan-genangan.Selain

itu saat ini juga sedang dilakukan upaya

pemulihan kawasan pesisir Kecamatan Meuraxa

sebagai kawasan hutan bakau/mangrove.

Kawasan pesisir pantai yang rentan

terhadap gelombang pasang air laut dan

bencana tsunami ditetapkan oleh RTRW Kota

Banda Aceh sebagai kawasan rawan bencana.

Oleh karena itu, pada kawasan ini

pengembangan ruang dibatasi dan lebih

mengutamakan pengembangan ruang untuk

hutan bakau. Apabila akan dikembangkan,

maka pengembangan harus memperhatikan

ketentuan-ketentuan mitigasi bencana.

Page 10: KAJIAN PENGEMBANGAN TATA GUNA LAHAN PERMUKIMAN ...

Jurnal Teknik Sipil

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 4, No. 3, Agustus 2015 - 40

Identifikasi Kondisi Eksisting Kawasan

Pesisir di Kecamatan Meuraxa.

Secara Regional Kecamatan Meuraxa

terletak di Pantai Utara Pulau Sumatera yang

berbatasan dengan Selat Malaka dan

berseberangan tidak jauh dengan negara

tetangga Malaysia. Selat Malaka yang

merupakan Zona Ekonomi Ekslusif juga

merupakan Jalur Pelayaran International yang

setiap harinya dilewati oleh kapal-kapal dengan

rute pelayaran international.

Dilihat dari jumlah penduduk pasca

tsunami, pertumbuhan penduduk di Kecamatan

Meuraxa semakin meningkat. Hal ini akan

berpengaruh terhadap kebutuhan akan tempat

tinggal yang juga akan meningkat. Untuk itu

kebutuhan akan lahan permukiman di kawasan

Kecamatan Meuraxa ini harus dapat

mengakomodir seluruh kebutuhan masyarakat

namun tetap memperhatikan peraturan akan

permukiman yang telah ditentukan oleh

pemerintah Kota Banda Aceh.

Gambar 3 : Pekerjaan Responden

Gambar 4 : Tingkat Pendidikan

Gambar 5 : Status Kepemilikan Rumah

Gambar 6 : Pengetahuan tentang

peruntukan lahan

Gambar 7 : Tingkat Perbedaan Kondisi Sebelum

dan Sesudah Tsunami

Sumber : Hasil Kuesioner

Pemanfaatan lahan di kawasan pesisir di

Kecamatan Meuraxa ini pada observasi

lapangan ditemukan bahwa terdapat indikasi

perubahan fungsi lahan dari kawasan cagar

budaya menjadi permukiman, dari kawasan

pariwisata dan hiburan menjadi permukiman.

Dari hasil wawancara di Dinas Pekerjaan

15%

16%

28%

28%

6% 4% 3%

Pekerjaan Responden

Pegawai Negeri

72%

11% 17%

Tingkat Pendidikan Responden

SD - SMU

62%

38%

Status Kepemilikan Rumah

pribadi

63%

32%

5%

Pengetahuan tentang Peruntukan Lahan

Mengerti ttp tdk tahu

0% 5%

10% 15% 20% 25% 30% 35%

Sebelum Tsunami

Page 11: KAJIAN PENGEMBANGAN TATA GUNA LAHAN PERMUKIMAN ...

Jurnal Teknik Sipil

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

41 - Volume 4, No. 3, Agustus 2015

Umum dalam hal ini diwakili oleh Kepala Seksi

Perencanaan Bidang Tata Ruang Dinas Cipta

Karya Aceh Ibu Winarti Adi, BE diketahui

bahwa pembangunan khususnya untuk

perumahan yang terjadi di kawasan pesisir

Kecamatan Meuraxa memang sedikit diluar

kendali, hal ini dikarenakan banyaknya warga

yang membangun tanpa ijin tetapi tidak diikuti

dengan adanya sanksi-sanksi yang diberikan.

Sehingga pertumbuhan perumahan yang ada

saat ini banyak yang tidak sesuai dengan RTRW

Kota Banda Aceh.

Hasil Kajian Kawasan Pesisir

RTRW Kota Banda Aceh 2009 – 2029

tidak banyak membahas tentang kawasan

pesisir. Namun secara garis besar kota banda

Aceh di bagi dalam empat zona kawasan yaitu

Zona Pesisir, Zona Penghijauan, Zona Kota

Lama dan zona Kota Baru. Dari ke empat zona

tersebut, Kecamatan Meuraxa termasuk

kedalam zona pesisir. Dalam Peraturan Zonasi

tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR)

Kecamatan Meuraxa 2013 – 2032 juga sudah di

tentukan pembagian zona yaitu, Zona Lindung,

Zona Perumahan, Zona Perdagangan dan Jasa,

Zona Perkantoran, Zona Sarana Pelayanan

Umum dan Zona Peruntukan Lainnya. Hanya

saja masih bersifat umum dan tidah mengarah

untuk kawasan khusus pesisir.

Hal pertama yang harus dilakukan supaya

pembangunan kawasan pesisir di Kecamatan

Meuraxa bisa langgeng berkelanjutan, perlu

adanya pembagian zonasi yang tepat dalam

mengalokasikan ruang, memilah kegiatan

sinergis, dan pengendaliannya. Dengan

penerapan zonasi, berarti wilayah pesisir

menjadi zona sesuai peruntukannya. Kegiatan

yang saling mendukung memisahkannya dari

kegiatan yang saling bertentangan. Untuk itu,

penerapan zonasi harus memperhatikan

kebijakan pemerintah pusat/daerah dan

kepentingan masyarakat.

Selain pembagian zonasi diatas, hal

penting lain yang harus diperhatikan adalah

ketegasan pemerintah. Meskipun banyak

masyarakat yang usahanya bergantung pada

kawasan pesisir, pemerintah harus tetap tegas

pada komitmennya bahwa kawasan pesisir tidak

untuk daerah padat aktivitas. Jika dilihat dari

sisi ekonomi tentu hal tersebut cukup

merugikan, akan tetapi hal tersebut dilakukan

demi keselamatan masyarakat dari ancaman

tsunami. Pemerintah juga harus tegas dalam

menegakkan hokum untuk menghindari

perusakan sumber daa alam dan pencemaran

lingkungan pesisir di kawasan Kecamatan

Meuraxa.

Keterlibatan masyarakat juga menjadi hal

penting dalam pembangunan kawasan pesisir.

Karena masyarakat merupakan penentu dalam

berhasil tidaknya pembangunan sebuah daerah

atau kawasan. Terbukti karena kurang diikut

sertakan dalam proses pembangunan,

permukiman di kawasan pesisir ini masih

belum menemukan arah yang jelas. Karena

tidak adanya persamaan antara keinginan

pemerintah dengan masyarakat pesisir.

Sehingga kesannya pembangunan yang ada saat

ini adalah pembangunan yang tidak teratur dan

Page 12: KAJIAN PENGEMBANGAN TATA GUNA LAHAN PERMUKIMAN ...

Jurnal Teknik Sipil

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 4, No. 3, Agustus 2015 - 42

tidak ikut aturan.

Dan akhirnya, sebuah permukiman di

kawasan pesisir dengan sarana dan prasarana

serta utilitas yang memadai belum lengkap

tanpa adanya fasilitas yang menjamin

keamanan dan kenyamanannya. Oleh karena

itu, kedepannya diharapkan pemerintah

menerapkan kebijakan untuk merencanakan

sistem mitigasi di setiap lingkungan

permukiman yang ada di kawasan rawan

bencana seperti pada kawasan pesisir

Kecamatan Meuraxa ini.

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

1. Kecamatan Meuraxa adalah suatu kawasan

pesisir yang memiliki banyak potensi untuk

dikembangkan. Sumber daya alam dan

lingkungan yang kaya belum sepenuhnya

dipahami dan dimanfaatkan. Kebijakan

pemerintah yang masih berorientasi ke darat

akhirnya menjadikan wilayah perairan

disekitarnya menjadi kawasan kumuh yang

belum teratur.

2. Pemerintah mempunyai porsi yang cukup

besar dalam membantu pengelolaan

lingkungan pesisir di setiap kawasan di Kota

Banda Aceh khususnya di Kecamatan

Meuraxa. Beberapa hal yang dapat

dilakukan pemerintah adalah dengan

memberikan pengarahan tentang pentingnya

menjaga lingkungan hidup, memberi

penyuluhan dan pengetahuan lebih lanjut

akan fungsi serta manfaat hutan mangrove,

memberikan sikap, aturan dan peringatan

yang keras terhadap siapa saja ang

memanfaatkan alam secara tidak tepat,

membantu pengadaan bibit mangrove dan

membimbing masyarakat pesisir yang ada

secara aktif dalam mengolah lingkungannya

dengan baik. Bimbingan dari pemerintah

harus diupayakan secara intensif dan berkala

agar proses yang berjalan dapat memberikan

hasil yang optimal.

3. Kondisi eksisting kawasan permukiman,

perkembangan struktur ruang dan pola ruang

Kota Banda Aceh masih belum sesuai

dengan RTRW Kota Banda Aceh. Akibat

dari kebijakan dalam pemanfaatan lahan

(land use) yang lebih mengikuti kondisi

yang telah ada dan menyebabkan

pertumbuhan struktur ruang kota masih

belum baik termasuk Kondisi Permukiman

Masyarakat yang ada.

4. Untuk menyikapi perubahan fisik dan non-

fisik Kecamatan Meuraxa akibat bencana

gempa dan Tsunami, maka pola dan struktur

tata ruang yang ada sekarang menjadi

pertimbangan penting dalam menyusun

kembali rencana tata ruang Kecamatan

Meuraxa dimasa mendatang.

5. Kebijakan yang harus diambil untuk

perencanaan kawasan pesisir adalah adanya

pendekatan terhadap perencanaan mitigasi

bencana gempa dan Tsunami.

Saran

1. Kawasan permukiman yang berada di

kawasan pesisir pantai harus dibatasi atau

diawasi pengembangannya dan lebih

memprioritaskan untuk permukiman para

Page 13: KAJIAN PENGEMBANGAN TATA GUNA LAHAN PERMUKIMAN ...

Jurnal Teknik Sipil

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

43 - Volume 4, No. 3, Agustus 2015

nelayan. Terbatas disini adalah perumahan

yang dibangun dengan persyaratan teknis

tahan gempa, banjir/air pasang, dilengkapi

jalur-jalur penyelamatan dan gempa bumi

dan tsunami.

2. Peraturan zonasi (zoning regulation) yang

sudah ada diterapkan dengan baik sehingga

tercipta keteraturan dalam kawasan.

3. Pengembangan permukiman baru lebih

diarahkan ke arah Selatan dan Timur yang

menjauhi kawasan pesisir, sedangkan kearah

Barat dikembangkan sebagai buffer zone

(hutan bakau), pelabuhan, ekowisata dan

tambak.

4. Melakukan upaya-upaya melindungi

kawasan pesisir, dengan semakin

membudidayakan tanaman Bakau sebagai

vegetasi alami yang melindungi pesisir

pantai dari abrasi gelombang air laut, selain

dengan membangun tanggul pemecah

gelombang/ombak dan penahan pasang air

laut.

5. Mengoptimalkan fasilitas-fasilitas mitigasi

yang sudah ada dengan meningkatkan

pemeliharaannya, karena banyak dari

fasilitas tersebut tidak ada yang

menjaga/mengawasi salah satunya

dikarenakan tidak adanya Sumber Daya

Manusia.

6. Menerapkan peraturan untuk kawasan yang

mematuhi atau tidak mematuhi peraturan

rencana tata ruang yang ada dengan

memberikan insentif (penghargaan) atau

disinsentif (peringatan) atau bahkan sanksi

pada pihak-pihak tertentu, sehingga tercipta

suasana saling disiplin dan teratur dalam

menjalankan kepemerintahan.

7. Perlu adanya penelitian lebih lanjut untuk

pemanfaatan lahan serta pola dan struktur

permukiman di kawasan pesisir Kota Banda

Aceh.

DAFTAR PUSTAKA

Budiharjo, 2004, Permukiman, Penerbit Ghalia

Indonesia.

Badan Pusat Statistik Kota Banda Aceh, 2012,

Banda Aceh Dalam Angka.

Bungin, M, Burhan, 2004, Metodologi

Penelitian Kuantitatif, Kencana Predana

Media Group, Jakarta.

Doxiadis, A, Constantinos, 1974, Ekistics : An

Introduction to the Science of Human

Settlements, Oxford University Press,

New York.

Dahuri,Rokhmin, 2004, Pembangunan Wilayah

: Perspektif Ekonomi, Sosial dan

Lingkungan, LP3ES, Jakarta.

Hendra, L, 2001, Sistem Informasi Geografis,

Penerbit Ghalia Indonesia.

Hadi Sabari Yunus, 2005, Manajemen Kota

Perspektif Spasial. Yogyakarta: Pustaka

Pelajar.

Kementerian Pekerjaan Umum, 2005, Peraturan

Menteri Pekerjaan Umum Nomor

494/PRT/M/2007 tentang Kebijakan dan

Strategi Nasional Pengembangan

Perkotaan (KSNP Kota), Jakarta.

Kementerian Pekerjaan Umum, 2007, Peraturan

Menteri Pekerjaan Umum Nomor

40/PRT/M/2007 tentang Kawasan

Page 14: KAJIAN PENGEMBANGAN TATA GUNA LAHAN PERMUKIMAN ...

Jurnal Teknik Sipil

Pascasarjana Universitas Syiah Kuala

Volume 4, No. 3, Agustus 2015 - 44

Reklamasi Pantai, Jakarta.

Nazir, M, 2003, Metode Penelitian, Penerbit

Ghalia Indonesia.

Novita, D, 2010, Faktor Dominan Yang

Mempengaruhi Masyarakat Miskin

Terhadap Perumahan di Kota Kuala

Simpang, Tesis, Universitas Syiah Kuala,

Banda Aceh.

P. Bambang dan L.M. Jannah, 2008, Metode

Penelitian Kualitatif Teori dan Aplikasi,

PT. Rajagrafindo Persada,Jakarta.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No.

64 Tahun 2010 Tentang Mitigasi Bencana

di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau

Kecil, Jakarta.

Pemerintah Kota Banda Aceh, 2009, Buku

Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW)

Kota Banda Aceh 2009 – 2029, Banda

Aceh.

Qanun Kota Banda Aceh Nomor 4 Tahun 2009,

Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

(RTRW) 2009-2029, Pemerintah Kota

Banda Aceh.

Rangkuti, F., 1997. Analisis SWOT Teknik

Membedah Kasus Bisnis, Penerbit PT.

Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Reksoputranto, 1992,Manajemen Proyek

Pembangunan, Jakarta.

Riduwan & Sunarto, 2009, Pengantar Statistika

Untuk Penelitian Pendidikan, Sosial,

Ekonomi, Komunikasi dan Bisnis,

Alfabeta.

Snyder, C, 1998, SIG, Penerbit Ghalia

Indonesia.

Suprihayono, 2007, Metode Penelitian

Kombinasi (Mixed Methods), Alfabeta.

Tarigan, 2004, Perencanaan Tata Ruang

Wilayah, Tesis, Universitas Diponegoro,

Semarang.

Undang-Undang Nomer 24 Tahun 1992

Tentang Penataan Ruang

Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007

Tentang Penataan Ruang.

Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2011

TentangPerumahan dan Kawasan

Permukiman.