KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat...

108
KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK GARAM RAKYAT DI KAWASAN PESISIR SELATAN KABUPATEN SAMPANG PROVINSI JAWA TIMUR DIDI ACHMADI SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013

Transcript of KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat...

Page 1: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK GARAM RAKYAT DI KAWASAN PESISIR SELATAN KABUPATEN SAMPANG PROVINSI JAWA TIMUR

DIDI ACHMADI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2013

Page 2: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh
Page 3: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2013

Didi Achmadi NRP A156110194

Page 4: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

RINGKASAN

DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh SANTUN R. P. SITORUS dan DYAH RETNO PANUJU.

Garam merupakan komoditas vital yang memainkan peranan penting untuk

memenuhi kebutuhan konsumsi maupun berbagai kegiatan industri. Kebutuhan garam secara nasional selalu meningkat setiap tahunnya dan tidak dapat dipenuhi dari produksi garam dalam negeri. Sampang merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Timur yang memiliki comparative adventages berupa tambak garam rakyat terluas di Pulau Madura. Pengembangan Sentra Tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang merupakan salah satu upaya untuk mengatasi kekurangan kebutuhan garam nasional sekaligus untuk meningkatkan perekonomian daerah. Tujuan penelitian ini adalah (1) menganalisis lahan potensial untuk ekstensifikasi tambak garam, (2) menganalisis land rent berbagai tipe penggunaan lahan serta membandingkannya dengan tambak garam, (3) menganalisis dan membandingkan keuntungan finansial antar metode pemanenan dalam pengusahaan garam, (4) merumuskan arahan strategi untuk pengembangan Sentra Tambak garam rakyat di lokasi penelitian.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa lahan yang memiliki potensi untuk ekstensifikasi tambak garam seluas 2 398.55 ha meliputi 2 142.45 ha tutupan lahan eksisting berupa sawah, 152.38 ha berupa tambak budidaya, 54.91 ha ladang/tegalan, 42.36 ha rawa, 5.72 ha semak belukar, dan 0.74 ha berupa kebun campuran. Land rent tipe penggunaan lahan berupa aktivitas perdagangan, jasa, rumah huni, kebun jambu air, kebun jati, sawah irigasi, sawah tadah hujan, kebun pisang, dan kebun mangga lebih tinggi dibandingkan land rent tambak garam yang berkisar antara Rp1 675 dan Rp2 954 per m2/tahun. Sementara ladang, kebun bambu, dan tambak budidaya land rent-nya di bawah tambak garam. Kaitannya dengan arahan pengembangan tambak garam dilihat dari kesesuaian lahan, land rent dan penggunaan lahan eksisting maka lahan yang memungkinkan adalah yang memiliki kelas sesuai untuk tambak garam dengan tipe penggunaan berupa tambak budidaya, sawah tadah hujan, rawa, semak belukar, ladang, kebun pisang, kebun mangga, dan kebun bambu.

Semua metode pemanenan garam secara finansial layak untuk dilanjutkan (NPV > 0, IRR > discount rate). Berdasarkan kriteria Net BCR dan payback period metode geomembrane lebih menguntungkan dan lebih cepat terjadinya BEP dibandingkan dengan metode maduris dan portugis. Kombinasi strategi yang dipilih sebagai strategi prioritas untuk pengembangan Sentra Tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang adalah: (1) memperkuat kelembagaan petani garam untuk mengawal pemerintah dalam rangka penegakan regulasi, (2) meningkatkan volume produksi serta mengupayakan peningkatan kualitas garam, dan (3) memperluas dan mengefektifkan jaringan distribusi, disertai intervensi dari pemerintah.

Kata kunci: tambak garam, land rent, analisis finansial, A’WOT, Kabupaten Sampang

Page 5: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

SUMMARY

DIDI ACHMADI. Study for Development of Conventional Salt Pond Center in the South Coast Region of Sampang Regency, East Java Province. Under direction of SANTUN R. P. SITORUS and DYAH RETNO PANUJU.

Salt is a vital commodity that has an important role either for consumption

or for various industrial activities. Salt demand has been increasing annually and apparently domestic production has not fulfilled the demand. Sampang is one of regency in Jawa Timur Province which has comparative advantages because of its widest conventional salt pond in Madura island. Development of conventional salt pond center in the south coast region of Sampang Regency is an attempt to address the national shortage of salt and also to increase regional economic. This research aims: (1) to identify potential land for extension of the salt ponds, (2) to analyze land rent of various land use types and compare it with salt ponds, (3) to determine and to compare the financial benefits among harvesting methods in the salt production, and (4) to formulate the strategic direction for development of conventional salt pond center at the study sites.

The results show that there were 2 398.55 hectares of potential land for extending salt ponds consisting of 2 142.45 ha of paddy fields, 152.38 ha of aquaculture ponds, 54.91 ha of field/moor, 42.36 ha of swamp, 5.72 ha of scrub and 0.74 ha of mixed gardens. Land rent of trade and service activity, residential, ”jambu air” orchard, teak garden, irrigated field, rainfed, banana plantation and mango orchard were higher than land rent of salt pond which was ranging from 1 675 to Rp2 954 IDR per m2 per year. While paddy field, bamboo gardens, and fish ponds were underneath salt pond. Salt ponds regarding its suitability, land rent and type of land use could be extended in these type of land use respectively, i.e: aquaculture ponds, rainfed cropland, swamp, shrub, paddy fields, banana plantation, mango orchards, and bamboo gardens.

All of harvesting methods in salt production are financially feasible to continue (NPV > 0; IRR > discount rate). Payback period and Net BCR show that the geomembrane method was more profitable than the “maduris” and the “portugis” method. Combination of strategic alternatives selected by A’WOT as the primary strategy to develop conventional salt pond center in the south coast region of Sampang Regency are: (1) strengthening the institutions of salt farmers to assist regulations enforcement, (2) increasing volume of production and increasing salt quality, and (3) expanding and streamlining the distribution network by government intervention.

Keywords: salt pond, land rent, financial analysis, A’WOT, Sampang Regency

Page 6: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013 Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

Page 7: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK GARAM RAKYAT DI KAWASAN PESISIR SELATAN KABUPATEN SAMPANG PROVINSI JAWA TIMUR

DIDI ACHMADI

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIANBOGOR BOGOR

2013

Page 8: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh
Page 9: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

Judul Tesis : Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat

di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur

Nama : Didi Achmadi NRP : A156110194

Disetujui oleh

Komisi Pembimbing

Prof. Dr. Ir. Santun R. P. Sitorus Dyah Retno Panuju, SP, M.Si. Ketua Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah Prof. Dr. Ir. Santun R. P. Sitorus

Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr.

Tanggal Ujian : 28 Januari 2013 Tanggal Lulus :

Page 10: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr. Ir. Widiatmaka, DAA.

Page 11: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

PRAKATA

Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan karunia-Nya sehingga karya ilmiah dengan judul Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur dapat diselesaikan.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada: 1. Prof. Dr. Ir. Santun R. P. Sitorus dan Dyah Retno Panuju, SP, M.Si selaku

ketua dan anggota komisi pembimbing atas segala motivasi, arahan, dan bimbingan yang diberikan mulai dari tahap awal hinga penyelesaian tesis ini.

2. Segenap dosen pengajar, asisten dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB.

3. Kepala Pusbindiklatren Bappenas beserta jajarannya atas kesempatan beasiswa yang diberikan kepada penulis.

4. Pemerintah Kabupaten Sampang yang telah memberikan izin kepada penulis untuk mengikuti program tugas belajar ini.

5. Rekan-rekan PWL kelas Bappenas maupun kelas reguler angkatan 2011 dan semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

Terima kasih yang istimewa disampaikan kepada isteriku tercinta drh. Ratih Dwi Astuti dan anakku tersayang Muhammad Revah al-Banna beserta seluruh keluarga atas segala doa dan dukungan yang diberikan selama ini.

Penulis menyadari adanya keterbatasan ilmu dan kemampuan, sehingga dalam penelitian ini mungkin masih terdapat banyak kekurangan. Akhirnya, semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Februari 2013

Didi Achmadi

Page 12: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh
Page 13: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

i

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL iii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR LAMPIRAN v

1 PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Perumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Penelitian 4

1.4 Manfaat Penelitian 4

1.5 Kerangka Pemikiran 5

2 TINJAUAN PUSTAKA 7

2.1 Pengusahaan Garam di Indonesia 7

2.2 Kesesuaian Lahan Tambak 9

3 METODE 12

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian 12

3.2 Jenis Data dan Alat 12

3.3 Metode Pengumpulan Data 13

3.4 Teknik Analisis Data 14

3.4.1 Operasi Tumpang Susun (Overlay Operation) 16

3.4.2 Penghitungan Land Rent 20

3.4.3 Analisis Finansial 21

3.4.4 Analisis A’WOT 22

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN SAMPANG 28

4.1 Kondisi Geografis dan Administratif 28

4.2 Kondisi Demografi 28

4.3 Kondisi Perekonomian 30

4.4 Kondisi Fisik Lokasi Penelitian 31

4.4.1 Topografi 31

4.4.2 Jenis dan Kedalaman Efektif Tanah 31

4.4.3 Iklim 33

4.4.4 Oseanografi 33

5 HASIL DAN PEMBAHASAN 35

5.1 Identifikasi Areal untuk Ekstensifikasi Tambak Garam 35

5.1.1 Penilaian Kelas Kesesuaian Lahan Tambak Garam 37

5.1.2 Potensi Ekstensifikasi Tambak Garam 40

5.2 Land Rent Berbagai Tipe Penggunaan Lahan dan Tambak Garam 43

Page 14: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

ii

5.3 Analisis Finansial Pengusahaan Garam 45

5.4 Arahan Pengembangan Tambak Garam 48

5.5 Strategi Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat 52

5.5.1 Faktor Strategi Internal dan Eksternal 52

5.5.2 Analisis Matriks Internal-Eksternal (Matriks IE) 55

5.5.3 Analisis Matriks Space 57

5.5.4 Analisis SWOT 58

5.5.5 Strategi Pengembangan Tambak Garam 59

6 SIMPULAN DAN SARAN 62

6.1 Simpulan 62

6.2 Saran 62

DAFTAR PUSTAKA 64

LAMPIRAN 68

Page 15: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

iii

DAFTAR TABEL

1 Penetapan harga garam oleh pemerintah (2004-2011) 9

2 Jumlah sampel land rent tipe penggunaan lahan 14

3 Jenis dan sumber data, teknik analisis dan keluaran tahapan penelitian 15

4 Kriteria kesesuaian lahan tambak garam 18

5 Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS) 23

6 External Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) 24

7 Luas wilayah administrasi Kabupaten Sampang 28

8 Jumlah dan kepadatan penduduk tahun 2010 29

9 Jenis tanah lokasi penelitian 32

10 Kondisi iklim di Kabupaten Sampang 33

11 Luas tutupan lahan 36

12 Hasil analisis kesesuaian lahan tambak garam 39

13 Hasil identifikasi potensi ekstensifikasi lahan tambak garam 42

14 Nilai land rent tiap tipe penggunaan lahan dan perbandingannya dengan land rent tambak garam 44

15 Perbedaan metode maduris, portugis, dan geomembrane 46

16 Hasil analisis finansial pengusahaan garam 47

17 IFAS pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang 54

18 EFAS pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang 55

Page 16: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

iv

DAFTAR GAMBAR

1 Kerangka pemikiran penelitian 6

2 Distribusi lahan produksi garam nasional tahun 2009 8

3 Lokasi penelitian 12

4 Bagan alir tahapan penelitian 16

5 Matriks internal-eksternal 25

6 Matriks space 26

7 Matriks SWOT 27

8 Jenis tanah lokasi penelitian 32

9 Tutupan lahan 35

10 Skema proses identifikasi ekstensifikasi lahan tambak garam 37

11 Kesesuaian lahan tambak garam 38

12 Potensi untuk ekstensifikasi lahan tambak garam 42

13 Kisaran land rent tiap tipe penggunaan lahan 45

14 Produksi dan nilai produksi garam metode pemanenan maduris, portugis, dan geomembrane 47

15 Hasil analisis matriks internal-eksternal (Matriks IE) 56

16 Posisi sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang pada matriks space 57

17 Hasil analisis matriks SWOT pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang 59

Page 17: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

v

DAFTAR LAMPIRAN

1 Zonasi karakteristik lokasi penelitian 69

2 Lahan sesuai untuk tambak garam yang masuk dalam kawasan lindung dan ruang milik jalan (rumija) dan ruang pengawasan jalan (ruwasja) 70

3 Penyusun land rent tambak garam 70

4 Hasil uji t berpasangan land rent tipe penggunaan lahan dibandingkan dengan land rent tambak garam 71

5 Cash flow analysis untuk analisis finansial metode pemanenan pada pengusahaan garam 77

6 Kuesioner untuk analisis A’WOT 80

7 Penilaian tingkat konsistensi pembobotan faktor SWOT pada analisis A'WOT 81

Page 18: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh
Page 19: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Garam merupakan komoditas vital yang berperan penting dalam kehidupan sehari-hari untuk dikonsumsi maupun untuk kegiatan industri. Permintaan garam terus meningkat seiring pertambahan penduduk dan perkembangan industri di seluruh dunia. Untuk memenuhi permintaan tersebut, tercatat tidak kurang dari 108 negara mengusahakan produksi garam dengan memanfaatkan berbagai sumber dan berbagai cara. Dari jumlah produksi garam dunia sebanyak sekitar 266 juta ton pada tahun 2010, Indonesia hanya mampu menghasilkan sekitar 720 ribu ton. Produsen terbesar garam di dunia adalah China dengan produksi 62.7 juta ton, diikuti Amerika Serikat (45 juta ton), India (18.6 juta ton), Jerman (16.6 juta ton), dan Australia (12 juta ton) (Brown et al. 2012).

Produksi garam di Indonesia pada umumnya dilakukan secara tradisional yaitu dengan memanfaatkan sinar matahari untuk menguapkan air laut di atas tambak garam di wilayah pesisir. Sentra produksi garam di Indonesia tersebar di 9 (sembilan) provinsi dengan jumlah luas lahan tambak produktif 20 089 ha dengan produktivitas rata-rata 60-70 ton/ha/tahun. Lahan tambak produktif tersebut lebih dari 60% atau seluas 12 278 ha berada di Jawa Timur. Di antara seluruh tambak garam produktif di Jawa Timur tersebut 11 551 ha atau 94% berada di Pulau Madura yang tersebar di Kabupaten Sumenep, Pamekasan dan Sampang. Pulau ini menyumbang hampir 60% produksi garam nasional setiap tahunnya (KKP 2010).

Kabupaten Sampang memiliki luas tambak garam rakyat terbesar di Madura. Data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2010) menunjukkan bahwa dari keseluruhan tambak garam produktif di Madura, 6 435 ha merupakan tambak garam rakyat. Di antara seluruh luas tambak garam rakyat tersebut, 4 246 ha atau hampir 66% berada di Kabupaten Sampang terutama di bagian pesisir selatan. Hal ini merupakan comparative advantage yang dapat dimanfaatkan untuk mendongkrak perekonomian Kabupaten Sampang. Berdasarkan potensi tersebut, RTRW Kabupaten Sampang 2011-2031 mengarahkan pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang yang tersebar di 6 (enam) kecamatan: Kecamatan Sampang, Camplong, Torjun, Pangarengan, Jrengik dan Sreseh (Bappeda Sampang, 2010).

Besarnya potensi tersebut tidak diikuti dengan baiknya hasil pembangunan di Kabupaten Sampang. Tingkat kemiskinan Kabupaten Sampang tahun 2009 sebesar 31.94%, tergolong tertinggi di Provinsi Jawa Timur yang tingkat kemiskinannya 16.68% (Bappeprov Jatim 2011). Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Kabupaten Sampang Tahun 2010 terendah (59.58) dan menjadi beban bagi Provinsi Jawa Timur yang sudah mencapai IPM 71.55 (BPS dan Bappeda Sampang 2011; Bappeprov Jatim 2011). Pemprov Jatim (2011) juga menunjukkan bahwa Kabupaten Sampang masuk dalam kelompok daerah dengan pertumbuhan ekonomi dan PDRB perkapita rendah di Jawa Timur.

Pengembangan wilayah Kabupaten Sampang seharusnya tidak dipisahkan dari konsep pembangunan berimbang (balanced development). Pembangunan daerah yang berimbang menurut Murty (2000) dalam Rustiadi et al. (2009) adalah terpenuhinya potensi-potensi pembangunan sesuai dengan kapasitas pembangunan

Page 20: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

2 setiap daerah yang jelas-jelas beragam. Potensi Kabupaten Sampang berupa lahan tambak garam rakyat yang luas itu sudah selayaknya dioptimalkan untuk meningkatkan perekonomian daerah. Apalagi belakangan ini pemerintah memberikan perhatian serius untuk pengembangan sentra tambak garam rakyat dalam rangka program swasembada garam nasional (KKP 2010a).

Pemerintah mengupayakan pengaturan tata niaga garam melalui kebijakan impor garam dengan menerbitkan Peraturan Menteri Perdagangan No.20/M-DAG/PER/9/2005 tentang Ketentuan Impor Garam yang diperbaharui dengan Peraturan Menteri Perdagangan No. 44/M-DAG/PER/10/2007. Dengan ketentuan tersebut importir garam iodisasi dilarang mengimpor garam dalam masa 1 (satu) bulan sebelum dan 2 (dua) bulan setelah panen raya garam rakyat. Jumlah garam yang dapat diimpor juga diatur secara proporsional berdasarkan jumlah garam rakyat yang dibeli dari petani. Peraturan ini diikuti dengan ketentuan perubahan harga garam rakyat dari harga 145 ribu rupiah per ton garam KP1 (kualitas 1) dan 100 ribu rupiah per ton garam KP2 pada tahun 2004 naik secara bertahap hingga menjadi 750 ribu per ton (KP1) dan 550 ribu per ton (KP2) pada tahun 2011. Dengan peraturan-peraturan tersebut diharapkan dapat memberikan perlindungan yang wajar bagi petani garam sehingga dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraannya

Garam merupakan salah satu komoditi unggulan bagi Kabupaten Sampang (Bappeda Sampang 2011a). Adanya perhatian pemerintah dan mulai membaiknya harga dan tata niaga garam merupakan kesempatan bagi kabupaten ini untuk meningkatkan pendapatan wilayah sekaligus mengejar ketertinggalannya dari daerah lainnya di Jawa Timur. Untuk itulah, dengan tetap memperhatikan kearifan lokal yang ada, diperlukan upaya mengoptimalkan pengusahaan garam sebagai salah satu potensi pembangunan. Kajian pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang ini diharapkan bisa memberikan arahan dan bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan dalam rangka meningkatkan kondisi ekonomi masyarakat dan pendapatan wilayah sekaligus mendukung mewujudkan Provinisi Jawa Timur dan Pulau Madura khususnya sebagai salah satu daerah tumpuan utama keberhasilan pencanangan swasembada garam nasional.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan (2009), sampai dengan tahun 1997 produksi garam Indonesia selalu mampu untuk memenuhi kebutuhan garam konsumsi nasional. Namun, sejak tahun 1998 sampai 2001 produksi garam lokal menurun tajam sebagai akibat musim kering yang sangat pendek karena terjadinya badai la nina yang membawa banyak hujan di Indonesia. Untuk menutupi kekurangan, kebutuhan garam konsumsi nasional dipasok melalui impor dari negara lain, terutama Australia dan India.

Sementara itu, kebutuhan garam nasional terus meningkat dari tahun ke tahun seiring pertambahan penduduk dan perkembangan industri di Indonesia. Data Kementerian Perindustrian menunjukkan peningkatan kebutuhan garam dari tahun 2007 sebesar 2 619 500 ton terus bertambah hingga 2 985 000 ton pada tahun 2010 (Kemenperin 2010). Kebutuhan garam nasional ini terus meningkat

Page 21: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

3

sampai 3.4 juta pada tahun 2011 (KKP 2011). Padahal produksi garam nasional dalam kondisi normal hanya sekitar 1.2 juta ton setiap tahunnya (KKP 2009, 2010). Dengan demikian, hampir satu setengah dekade sejak tahun 1998 hingga sekarang produksi garam dalam negeri tidak dapat memenuhi kebutuhan garam nasional.

Kekurangan pemenuhan garam untuk konsumsi beberapa tahun terakhir sekitar 200 ribu ton (KKP 2009, 2010a, 2011), sedangkan untuk kebutuhan industri jumlahnya terus meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2011 misalnya, produksi garam dalam negeri sedang tinggi yaitu sekitar 1.4 juta ton. Untuk memenuhi kebutuhan 3.4 juta ton garam yang meliputi garam konsumsi sebesar 1.6 juta ton dan garam industri sebesar 1.8 juta ton harus mengimpor garam sebanyak 2 juta ton meliputi garam konsumsi sebesar 200 ribu ton dan garam industri sebesar 1.8 juta ton (KKP 2011).

Langkah yang paling memungkinkan dilakukan dalam waktu dekat adalah upaya pemenuhan kebutuhan garam konsumsi sebanyak 200 ribu ton tersebut. Pemerintah melalui Kementerian Kelautan dan Perikanan pada dasarnya sudah banyak memberikan intervensi berupa program/kegiatan dan anggaran guna menuju pemenuhan kebutuhan garam nasional. Dalam upaya ini, Madura dengan potensi tambak garam yang besar mendapat perhatian untuk mengoptimalkan potensi lahan tambak yang dimiliki.

Upaya peningkatan produksi garam untuk memenuhi kebutuhan garam tersebut di atas dapat dilakukan secara ekstensifikasi maupun intensifikasi. Upaya untuk mengidentifikasi kemungkinan ekstensifikasi lahan tambak diperlukan untuk perencanaan jangka panjang dengan memperhatikan ketersediaan dan kesesuaian lahan. Upaya ekstensifikasi ini harus terkendali dan terencana karena perluasan tambak yang tidak terkendali dan terencana akan menimbulkan kerusakan lingkungan terutama ekosistem mangrove (Saru 2007). Ekstensifikasi lahan tambak juga harus memperhatikan land rent dari tipe penggunaan lahan yang akan dikonversi karena dalam mekanisme pasar kegiatan yang mempunyai nilai land rent yang lebih tinggi mampu menggeser kegiatan dengan land rent yang lebih rendah (Rustiadi et al. 2009). Hasil perhitungan land rent ini akan menjadi salah satu pertimbangan dalam memberikan arahan konversi lahan.

Upaya intensifikasi untuk peningkatan produktivitas pada dasarnya sudah dilakukan para petani garam dibantu dengan program pemerintah pusat dan pemerintah setempat melalui kegiatan normalisasi saluran air sekunder, perbaikan tambak, dan penggunaan ramsol (garam solusi). Upaya intensifikasi ini secara umum menghasilkan jumlah produksi garam yang lebih baik. Terkait dengan hal ini perlu dicermati dua metode pemanenan garam di Madura yaitu metode maduris dan metode portugis dengan ciri pembedanya terletak pada perlakuan pada tambak/petak kristalisasi (Syafii 2006). Metode portugis melengkapi petak kristalisasi dengan pembuatan lantai dari garam sedangkan pada metode maduris hanya menggunakan tanah tambak yang dikeraskan.

Dengan metode portugis dihasilkan garam berkualitas baik (KP1) tetapi dalam jumlah yang lebih sedikit, sedangkan dengan metode maduris dihasilkan garam kualitas di bawahnya (KP2) tetapi dengan jumlah yang lebih banyak. Penelitian Amalia (2007) di Desa Pinggir Papas Kabupaten Sumenep menunjukkan metode Portugis lebih layak dan menguntungkan dibandingkan dengan metode maduris. Hasil penelitian tersebut saat ini tidak bisa langsung

Page 22: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

4 digunakan sebagai pertimbangan preferensi petani garam di Kabupaten Sampang karena biaya faktor produksi belum tentu sama, disamping adanya perubahan harga pada tiap-tiap kualitas garam pada tahun 2011. Selain dengan kedua metode tersebut, pada tahun 2011 berkembang penggunaan geomembrane dalam pengusahaan garam. Penggunaan geomembrane di lokasi penelitian sebagai alas petak kristalisasi garam baru diterapkan oleh PT. Garam. Penggunaan metode geomembrane ini dapat dijadikan pertimbangan untuk digunakan juga oleh petani garam rakyat. Oleh karena itu, performa penggunaan geomembrane dan kedua metode sebelumnya perlu untuk diketahui serta dianalisis secara finansial sehingga dapat diketahui metode yang dapat memberikan keuntungan lebih baik.

Untuk mengembangkan sentra tambak garam rakyat ini pemerintah perlu merumuskan strategi pembangunan yang tepat. Agar lebih tepat, strategi ini perlu memperhatikan masukan dari stakeholders dalam pengusahaan garam. Strategi ini diperlukan dalam kerangka pengembangan wilayah sekaligus membantu pencapaian swasembada garam nasional. Memperhatikan beberapa hal di atas, maka empat pertanyaan penelitian yang dikaji adalah: 1. Berapa luasan lahan yang potensial untuk ekstensifikasi tambak? 2. Bagaimana land rent berbagai tipe penggunaan lahan dibandingkan tambak

garam? 3. Diantara metode pemanenan maduris, portugis, dan geomembrane dalam

pengusahaan garam, metode apa yang paling menguntungkan secara finansial bagi petani garam?

4. Bagaimana arahan dan strategi pengembangan pengusahaan garam rakyat di lokasi penelitian?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Menganalisis lahan potensial untuk ekstensifikasi tambak garam. 2. Menganalisis land rent berbagai tipe penggunaan lahan serta

membandingkannya dengan tambak garam. 3. Menganalisis dan membandingkan keuntungan finansial antar metode

pemanenan dalam pengusahaan garam. 4. Merumuskan arahan dan strategi pengembangan sentra tambak garam rakyat

di lokasi penelitian.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk: 1. Memberikan sumbangan pemikiran bagi pengambil kebijakan terkait

pengembangan sentra tambak garam rakyat di lokasi penelitian. 2. Menambah khazanah keilmuan bagi para peneliti yang berminat untuk

melakukan kajian lebih mendalam.

Page 23: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

5

1.5 Kerangka Pemikiran

Sebagai bagian dari pengembangan wilayah Gerbang Kertosusila Plus sebagaimana ditetapkan dalam RTRW Jawa Timur, Madura diharapkan menjadi salah satu pusat pertumbuhan ekonomi di Provinsi Jawa Timur yang berperan penting dalam mendukung perkembangan kawasan pertanian tanaman pangan, perkebunan, hortikultura, kehutanan, perikanan, peternakan, pertambangan, perdagangan, jasa, pendidikan, kesehatan, pariwisata, transportasi, dan industri (Bappeprov Jatim 2010). Pertumbuhan ekonomi di Madura perlu diusahakan untuk meningkatkan pendapatan daerah dengan memanfaatkan sumber daya alam berbasis lokal serta memperhatikan nilai sosial-budaya dan lingkungan masyarakat setempat.

Kabupaten Sampang dengan sumber daya alam berupa lahan tambak terluas di antara seluruh kabupaten di Madura serta didukung oleh arahan rencana pola ruang RTRW Kabupaten Sampang Tahun 2011-2031 melalui penetapan sentra tambak garam rakyat di 6 (enam) kecamatan pesisir selatan diharapkan bisa menjadi produsen garam yang bisa diandalkan. Pengembangan tambak garam rakyat di kabupaten ini diharapkan memberikan kontribusi yang besar bagi pertumbuhan ekonomi daerah sekaligus mendukung Pulau Madura sebagai salah satu daerah tumpuan utama keberhasilan pencanangan swasembada garam nasional.

Pengembangan tambak di Kabupaten Sampang pada dasarnya merupakan penerapan konsep pembangunan berimbang (balanced development). Konsep pembangunan berimbang ditandai oleh Murty (2000) dalam Rustiadi et al. (2009) dengan terpenuhinya potensi-potensi pembangunan sesuai dengan kapasitas pembangunan setiap daerah yang jelas-jelas beragam. Potensi Kabupaten Sampang yang berupa lahan tambak garam rakyat yang luas itu sudah selayaknya dioptimalkan untuk meningkatkan perekonomian daerah.

Kekurangan pemenuhan garam untuk konsumsi secara nasional beberapa tahun terakhir sekitar 200 ribu ton (KKP 2009, 2010a, 2011). Peningkatan produksi garam di sentra tambak garam rakyat merupakan salah satu upaya untuk menjawab kekurangan pemenuhan garam konsumsi nasional sekaligus meningkatkan perekonomian Kabupaten Sampang, baik melalui ekstensifikasi maupun evaluasi metode pengusahaannya. Identifikasi potensi ekstensifikasi lahan perlu memperhatikan kelas kesesuaian lahan, penggunaan lahan eksisting, perijinan/hak pengelolaan lahan, dan berbagai regulasi. Metode pengusahaan garam yang dipilih sebaiknya yang menunjukkan performa terbaik. Selain itu, diperlukan perumusan strategi yang tepat untuk pengembangan sentra tambak garam rakyat di Kabupaten Sampang.

Kajian pengembangan sentra tambak garam rakyat tersebut perlu memperhatikan sumber daya yang dimiliki disamping tetap memanfaatkan isu-isu strategis yang berkembang baik di tingkat lokal maupun nasional. Aspek formal dan teoritis juga perlu menjadi pertimbangan agar pengembangan bisa berjalan lebih baik. Sementara itu, penyerapan pendapat dari pihak-pihak terkait (stakeholders) akan sangat membantu guna mempertajam penyusunan rumusan strategi. Adapun kerangka pemikiran penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 1.

Page 24: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

6

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

Kajian pengusahaan garam rakyat:

Isu Lokal:

Isu strategis:

- Meningkatnya kebutuhan garam nasional & rendahnya produksi garam dalam negeri

- Swasembada garam nasional

- Perbaikan harga garam tahun 2011

1) Tambak: comparative

advantage Kabupaten Sampang

2) Berkembangnya tiga metode

pemanenan garam: maduris, portugis, dan

geomembrane

1) Analisis lahan potensi untuk ekstensifikasi

2) Analisis land rent penggunaan lahan

tambak garam

3) Penilaian secara finansial metode

pemanenan garam

Aspek formal - teoritis:

- Peraturan perundangan - RTRW Provinsi Jawa

Timur - RTRW Kabupaten

Sampang - Konsep pembangunan

berimbang

Potensi tambak garam di Kabupaten Sampang

Arahan pengembangan sentra tambak garam

rakyat

Strategi pengembangan sentra tambak garam rakyat

Penyerapan informasi dari stakeholders

Page 25: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengusahaan Garam di Indonesia

Menurut Raharjo (1984), secara prinsip garam diproduksi dengan tiga cara. Cara pertama yaitu menambang batu garam (shaft mining). Cara ini hampir sama dengan pola yang dipakai untuk menambang batu bara yang dilanjutkan dengan menggiling dan mengayaknya sesuai dengan ukuran kristal garam yang dikehendaki. Cara kedua yaitu membor sumur garam (drilling well). Dengan cara ini garam dalam tanah dieksploitasi dengan membuat sumur bor yang dilanjutkan dengan mengalirkan air ke dalamnya sehingga endapan garam terlarut. Larutan garam ini dipompa keluar untuk diproses lebih lanjut. Cara ketiga yaitu penguapan air laut atau air asin (brine) danau garam dengan bantuan sinar matahari (solar evaporation).

Produksi garam di Indonesia dilakukan melalui proses penguapan air laut menggunakan sinar matahari (solar evaporation). Selama ini garam di Indonesia diproduksi oleh Badan Milik Negara (BUMN) dalam hal ini PT. Garam dan petani-petani garam atau yang dikenal sebagai pegaraman rakyat (Hernanto dan Kwartatmono 2001). Pengusahaan garam dengan solar evaporation dimulai dengan memasukkan air laut ke dalam tambak ketika air laut pasang. Air ini kemudian dialirkan secara bertahap ke dalam beberapa tambak pemekatan dan akhirnya dialirkan ke petak kristalisasi. Prinsipnya, pembuatan garam dari laut terdiri atas langkah proses pemekatan (dengan menguapkan airnya) dan pemisahan garamnya (dengan kristalisasi). Kristal garam yang terbentuk dipisahkan dari air induk dengan jalan dikeruk. Garam yang dihasilkan dari cara ini tidak hanya mengandung NaCl tetapi masih terkontaminasi oleh garam-garam lainnya seperti MgCl2, CaCl2, CaSO4 dan lain-lain. Proses kristalisasi yang demikian disebut “kristalisasi total” (Purbani 2001).

Dengan solar evaporation, produksi garam sangat tergantung pada iklim. Hernanto dan Kwartatmono (2001) menggambarkan beberapa faktor iklim di Indonesia dibandingkan dengan di Australia. Secara umum, musim kemarau di Indonesia relatif pendek yaitu hanya 4−6 bulan, sedangkan di Australia sekitar 9−10 bulan kemarau per tahun. Curah hujan daerah pembuatan garam di Indonesia cukup besar yaitu 100−300 mm/musim, sedangkan di Australia 10−100 mm/musim. Total hujan daerah garam di Indonesia (khususnya Madura) yaitu berkisar 1 200−1 400 mm/tahun, sedangkan curah hujan di daerah ladang garam di Australia 200−250 mm/tahun. Kelembaban di Indonesia 60%−80% sedangkan di Australia 30%−40%, berarti kecepatan penguapan air laut di Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan di Australia. Perbedaan faktor iklim tersebut menghasilkan produktifitas yang sangat berbeda yaitu sekitar 60-70 ton/ha/tahun di Indonesia, sedangkan di Australia sangat tinggi yaitu berkisar 200-300 ton/ha/tahun. Sumber daya alam yang sangat mendukung di Australia menghasilkan garam yang sangat melimpah sehingga melampaui kebutuhan dalam negerinya. Dari gambaran sederhana ini maka tidak heran kalau Indonesia menutupi kekurangan pemenuhan garam nasional melalui impor garam dari Australia.

Page 26: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

8

Pengusahaan garam di Indonesia dilakukan di 9 (sembilan) provinsi (Gambar 2). Pusat pembuatan garam di Indonesia terkonsentrasi di Jawa dan Madura. Beberapa sentra andalan produksi garam nasional yaitu Kabupaten Indramayu, Cirebon, Pati, Rembang, Sumenep, Pamekasan, dan Sampang. Usaha tani garam masih merupakan usaha rakyat dengan sistem penggaraman kristalisasi total yaitu seluruh zat yang terkandung diendapkan tidak hanya natrium klorida tetapi juga beberapa mineral pengotor sehingga produktivitas dan kualitasnya masih rendah.

Gambar 2 Distribusi lahan produksi garam nasional tahun 2009 (Diolah dari KKP 2010)

Sebelum tahun 2011, di Madura dikenal dua metode pemanenan garam yaitu metode maduris dan metode portugis (Syafii 2006). Metode maduris biasa digunakan oleh masyarakat petani garam karena metode ini lebih mudah diterapkan. Dengan metode maduris, proses pemanenan garam sudah dapat dilakukan di awal musim sehingga lebih cepat menghasilkan uang. Berbeda halnya dengan metode maduris, metode portugis biasa digunakan oleh PT Garam. Pada metode portugis pemanenan garam tidak dapat dilakukan di awal musim karena didahului dengan pembuatan lantai garam pada petak kristalisasi. Lantai garam ini merupakan garam hasil penguapan air laut pada petak kristalisasi yang tidak dipanen dalam kurun waktu kurang lebih 30 hari.

Hasil penelitian Amalia (2007) di Desa Pinggir Papas (Sumenep) menunjukkan bahwa dibandingkan dengan metode maduris, metode portugis lebih layak dan menguntungkan untuk dijalankan pada usaha tambak garam pada luas lahan satu hektar. Kualitas garam hasil metode portugis secara umum juga lebih bagus daripada garam hasil metode maduris. Tata niaga garam yang buruk di daerah setempat maupun di Madura secara umum dan terbatasnya musim kemarau menyebabkan petani setempat masih menggunakan metode

Page 27: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

9

maduris disamping karena sudah dilakukan secara turun temurun, dan caranya lebih mudah.

Produksi garam rakyat tersedia dalam bentuk KP1 (kualitas 1), KP2 (kualitas 2), maupun garam dengan kualitas di bawahnya (KP3) (Disperindagtam Sampang 2010). Pemerintah beberapa kali melakukan upaya pengaturan tata niaga garam untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani garam. Selama Periode 2004-2011 sudah digulirkan Harga Penetapan Pemerintah (HPP) sebanyak 5 (lima) kali (Tabel 1). Untuk garam KP1 dan KP2 ditetapkan selalu meningkat setiap kali terbit ketentuan, terakhir masing-masing ditetapkan seharga 750 ribu dan 550 ribu per ton pada tahun 2011, sedangkan untuk KP3 sejak tahun 2007 tidak diatur lagi karena diharapkan agar petani tidak memproduksinya lagi.

Tabel 1 Penetapan harga garam oleh pemerintah (2004-2011)

Jenis garam Harga pada tahun (Rp/ton)

2004a 2005b 2007c 2008d 2011e

KP1 (Nacl > 94.7% 145 000 200 000 250 000 325 000 750 000

KP2 (85% < NaCl < 94.7%) 100 000 150 000 190 000 250 000 550 000 KP3 (NaCl < 85%) 70 000 80 000 - - -

aKepmenperindag No. 376/MPP/Kep/6/2004; bPermendag No.20/M-DAG/PER/9/2005; cPerdirjen Perdagangan Luar Negeri No.8/DAGLU/TER/10/2007; dKepdirjen Perdagangan Luar Negeri No:07/DAGLU/PER/7/2008; ePerdirjen Perdagangan Luar Negeri No:02/DAGLU/ PER/5/2011.

2.2 Kesesuaian Lahan Tambak

Evaluasi kesesuaian lahan sangat penting untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang mempunyai potensi untuk penggunaan tertentu sehingga dapat dikembangkan secara intensif. Dalam penentuan kesesuaian lahan diperlukan kriteria untuk tujuan penggunaan lahan tertentu. Persyaratan tersebut dapat berhubungan dengan penggunaan lahan itu sendiri (biofisik), kondisi sosial ekonomi, budaya dan lingkungan kelembagaan (Conant et al. 1983). Menurut Poernomo (1988), identifikasi kelayakan sumberdaya lahan untuk pengembangan budidaya penting artinya dalam rangka penataan ruang daerah yang sesuai dengan peruntukannya. Hal ini untuk menghindari konflik kepentingan baik antar sektor kelautan/perikanan maupun dengan sektor lain. Pemilihan lokasi untuk budidaya laut/pantai yang tepat dapat digunakan sebagai indikator awal keberhasilan budidaya sesuai dengan jenis komoditas dan teknologi budidaya yang akan diterapkan.

Budidaya tambak di Indonesia sudah mulai dikembangkan semenjak ratusan tahun yang lalu. Sstudi tentang kesesuaian lahan untuk tambak telah banyak dilakukan diantaranya oleh Jamil (2005), Alaudin (2004) dan Mustafa et al. (2008) di Sulawesi Selatan; Pantjara et al. (2008) di Sulawesi Tenggara; Rudiastuti (2011) di Indramayu; dan Yulianto (2011) di Kalimantan Selatan. Studi ini untuk pengembangan budidaya perikanan tambak, tetapi beberapa karakteristik fisiknya masih relevan digunakan untuk evaluasi kesesuaian lahan tambak garam. Pengembangan lahan untuk tambak harus memperhatikan beberapa faktor fisik utama, yaitu: topografi, hidrologi, kondisi tanah, kualitas air, dan iklim (Poernomo 1992; Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007; Mustafa et al. 2008).

Page 28: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

10 Selain kelima faktor fisik tersebut, Tarunamulia et al. (2008) dan Pantjara et al. (2008) mempertimbangkan tipe penutup dan penggunaan lahan sehubungan dengan status kesesuaian pengembangan pertambakan.

Kaitannya dengan topografi, kemiringan lereng dapat mempengaruhi kemampuan suatu lahan dalam pengisian air tambak, terutama tambak yang dikelola secara tradisional. Chanratchakool et al. (1995) menyarankan kemiringan lereng lahan yang baik untuk pertambakan adalah yang relatif datar. Tanah yang relatif datar akan mempermudah pengaturan tata aliran air sekaligus meminimalkan biaya konstruksi (Soegianto dan Suwatmono 2002). Menurut Pantjara et al. (2008) lahan dengan kemiringan lereng di atas 4% sudah tidak sesuai dikembangkan untuk aktivitas pertambakan.

Sehubungan dengan aspek hidrologi, jarak dari sumber air berpengaruh terhadap jumlah air yang bisa dikelola. Jarak tambak dari sungai dan/atau laut sebagai sumber air mempengaruhi tingkat kesesuaian lahan untuk budidaya tambak (Poernomo 1992; Rudiastuti 2011). Hidrologi juga berkenaan dengan amplitudo pasang surut yang dikaitkan dengan elevasi lahan. Kisaran pasang surut perlu diketahui lebih dulu untuk menetapkan apakah suatu daerah berada dalam batas air pasang surut sehingga bisa ditentukan kelayakannya. Menurut Poernomo (1992), pada pertambakan semi intensif dan terutama ekstensif, elevasi lahan harus berada di antara atau sedikit lebih tinggi dari rataan surut rendah/mean low water level (MLWL) dan lebih rendah dari rataan pasang tinggi/mean high water level (MHWL). Rentang amplitudo pasang surut yang sesuai untuk pengembangan lahan tambak tambak berkisar 0.5–3.5 (Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007).

Kondisi tanah yang perlu dievaluasi dalam penentuan kesesuaian untuk aktivitas pertambakan meliputi kedalaman tanah, tekstur tanah, ketebalan gambut, kedalaman pirit serta kualitas tanah (Mustafa et al. 2008). Menurut Purbani (2011) kaitannya dengan karakteristik tanah, dalam pengusahaan tambak garam porositas merupakan faktor penting yang mempengaruhi keberhasilan produksi garam. Karena itu dalam memilih lahan untuk tambak, tekstur tanah sangat penting untuk diperhatikan. Makin kasar tanah berarti porositas semakin tinggi sehingga kurang cocok untuk tambak (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007). Menurut Pantjara et al. (2008) tekstur tanah berupa lempung liat berpasir (sandy clay loam) sangat cocok untuk aktivitas pertambakan. Selain kedap (tidak bocor), tanah bertekstur lempung liat berpasir dapat mendukung konstruksi tambak yang kokoh (Taslihan et al. 2003).

Kualitas air juga menentukan keberhasilan aktivitas pertambakan. Dalam pengusahaan garam faktor penting yang mempengaruhi produksi garam adalah mutu air laut. (Purbani 2001). Menurut Hernanto dan Kwartatmono (2001) air laut yang baik adalah yang memiliki kandungan garam relatif tinggi dan tidak tercampur aliran muara sungai tawar. Akan lebih baik jika air laut jernih, tidak tercampur dengan lumpur dan limbah buangan. Air laut juga harus diwaspadai dari pencemaran logam berat seperti timbal (Pb), tembaga (Cu), dan raksa (Hg), serta cemaran arsen (As) (DIKA Deperindag 2001). Aspek kualitas air ini harus diketahui kelayakannya sebelum mengarahkan pengembangan pertambakan di suatu kawasan.

Faktor iklim merupakan aspek yang sangat berpengaruh dalam keberhasilan pengusahaan garam. Kondisi cuaca ideal yang diharapkan di wilayah ladang

Page 29: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

11

garam adalah kecepatan angin lebih dari 5 m/detik dan arah angin tidak berubah-ubah, suhu udara lebih dari 32 °C, kelembaban udara kurang dari 50%, curah hujan rendah, hari hujan rendah, serta penyinaran matahari 100% yang memungkinkan untuk tingginya proses evaporasi. Panjang musim kemarau juga berpengaruh langsung kepada kesempatan yang diberikan untuk membuat garam dengan bantuan sinar matahari. Kecepatan angin, kelembaban udara dan suhu udara mempengaruhi kecepatan penguapan air, makin besar penguapan maka makin besar jumlah kristal garam yang mengendap. Curah hujan (intensitas) dan pola hujan distribusinya dalam setahun rata-rata merupakan indikator yang berkaitan erat dengan panjang kemarau yang kesemuanya mempengaruhi daya penguapan air laut (Purbani 2001).

Mengingat kondisi tambak garam yang dilakukan di sentra-sentra garam yang masih bersifat tradisional, maka menurut BRKP dan BMG (2005) berbagai parameter iklim berikut ini sangat menentukan keberhasilan produksi garam. Secara garis besar kondisi iklim yang menjadi persyaratan agar suatu wilayah dapat dikembangkan menjadi tambak garam adalah: 1. Curah hujan tahunan yang kecil, curah hujan tahunan daerah garam dibawah

1300 mm/tahun. 2. Mempunyai sifat kemarau panjang yang kering yaitu selama musim kemarau

tidak pernah terjadi hujan. Lama kemarau kering ini minimal 4 bulan (120 hari).

3. Mempunyai suhu atau penyinaran matahari yang cukup. Makin panas suatu daerah, penguapan air laut akan semakin cepat.

4. Mempunyai kelembaban rendah/kering. Makin kering udara di daerah tersebut, peguapan akan makin cepat.

Berkaitan dengan tutupan lahan yang juga menjadi pertimbangan dalam kriteria kesesuaian lahan, Giap et al. (2005) menjelaskan bahwa perbedaan tingkat kesesuaian lahan untuk suatu kategori tutupan lahan menunjukkan besarnya waktu dan investasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan sistem tambak pada wilayah yang ditempati tutupan lahan tersebut serta pertimbangan untung rugi dalam dimensi ekonomi atau lingkungan. Tarunamulia et al. (2008) dan Pantjara et al. (2008) membagi beberapa jenis penutup lahan menurut tingkat kesesuaiannya. Berbagai jenis penutupan lahan dikategorikan ke dalam kelas sesuai, dari kesesuaian rendah/sesuai marjinal hingga kesesuaian tinggi/sangat sesuai. Beberapa jenis penutupan lahan lainnya dikategorikan tidak sesuai seperti mangrove (primer), permukiman, hutan, dan fasilitas umum.

Page 30: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

3 METODE

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang meliputi 6 (enam) kecamatan yang daerahnya terdapat area tambak yaitu Kecamatan Sreseh, Jrengik, Torjun, Pangarengan, Sampang, dan Camplong. Waktu yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah selama 8 bulan, yaitu dari bulan April sampai dengan bulan November 2012. Peta lokasi penelitian ditunjukkan pada Gambar 3.

Gambar 3 Lokasi penelitian

3.2 Jenis Data dan Alat

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer berupa data langsung dari responden yang ditentukan berdasarkan keterwakilannya, diperoleh melalui metode wawancara dan kuesioner. Data sekunder berupa peta-peta tematik (kelerengan, tekstur tanah, curah hujan, dan rencana kawasan lindung), peta RBI skala 1:25 000 sebagai peta dasar, citra satelit (Ikonos 2010 dan GDEM 30 m), dokumen perencanaan, dan berbagai peraturan perundangan. Alat-alat yang digunakan antara lain receiver GPS, digital camera, dan beberapa perangkat lunak seperti ArcGIS 9.3, Expert Choice 11, SPSS Statistic 17, dan Microsoft Office.

Page 31: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

13

3.3 Metode Pengumpulan Data

Sumber data sekunder yang diperlukan dalam penelitian ini didapatkan dengan cara menginventarisasi dan menelusuri data melalui buku, internet, peta, paraturan-perundangan, penelitian terdahulu maupun beberapa instansi terkait atau lembaga independen lainnya. Data primer dikumpulkan dengan metode wawancara dan kuesioner.

Data untuk menganalisis luasan lahan yang memungkinkan untuk ekstensifikasi tambak diperoleh melalui pengumpulan data sekunder berupa peta-peta tematik, citra satelit, peraturan perundangan, dan dokumen perencanaan yang diperoleh dari instansi pemerintah maupun instansi independen. Beberapa peta tematik ada yang dibuat sendiri seperti peta kelerengan, peta jarak dari pantai, peta jarak dari sungai, dan peta tutupan lahan. Beberapa peta tematik lainnya diperoleh dengan memanfaatkan peta yang sudah tersedia seperti peta tekstur tanah, peta curah hujan, dan peta rencana kawasan lindung.

Data untuk penghitungan land rent dikumpulkan dengan metode purposive sampling. Unit sampel yang digunakan adalah pemilik, pengelola, dan/atau pihak yang bisa memberi informasi terkait obyek sebagai responden. Data yang dikumpulkan adalah input dan output penggunaan lahan yang diatasnya dilakukan aktivitas ekonomi yang menghasilkan manfaat serta dapat dihitung atau dinilai dengan uang (tangible benefit). Komoditi yang dinilai hanya tradeable comodity. Tipe penggunaan lahan ini diturunkan dari kelas penutupan lahan hasil digitasi citra. Jumlah sampel ditentukan sebanyak 124 responden yang diperoleh secara proporsional berdasarkan wilayah sebaran tiap tipe penggunaan lahan di lokasi penelitian. Tipe penggunaan lahan yang memiliki wilayah sebaran tinggi diambil sampel lebih banyak dibandingkan dengan tipe penggunaan lahan yang memiliki wilayah sebaran rendah sebagaimana ditunjukkan Tabel 2. Khusus untuk sampling tipe penggunaan lahan berupa tambak garam, sampel yang diambil merupakan lahan garam rakyat yang menggunakan metode maduris. Metode maduris ini biasa diterapkan di pegaraman rakyat yang ada di seluruh kecamatan lokasi penelitian.

Untuk analisis finansial dari ketiga metode pemanenan garam, data diambil dari tambak PT. Garam yang berada di Desa Pangarengan, Kecamatan Pangarengan. Hal ini dilakukan untuk memudahkan dalam memperoleh sampel yang memiliki karakteristik edafik dan klimat yang sama atau mendekati sama karena lokasinya yang berdekatan. Tambak yang dijadikan sampel merupakan petak kristalisasi dengan jumlah luasan seragam (7 200 m2). Data dikumpulkan melalui purposive sampling berupa data produksi dari ketiga metode pemanenan garam selama satu musim pada tahun 2011. Jumlah sampel masing-masing sebanyak 4 (empat) unit petak kristalisasi mewakili metode portugis dan geomembrane, sedangkan untuk metode maduris hanya terdapat 2 (dua) unit sampel, sehingga jumlah keseluruhan adalah 10 unit sampel. Hasil yang diperoleh dijadikan dasar penghitungan manfaat (benefit) pada analisis finansial tiap-tiap metode pemanenan garam.

Perumusan strategi pengembangan sentra tambak garam rakyat di pesisir selatan Kabupaten Sampang ini menggunakan teknik analisis A’WOT. A’WOT merupakan metode hybrid antara AHP (Analytical Hierarcy Process) dan SWOT (Strengths, Weaknesses, Opportunities, Threats) (Kangas et al. 2001). Dengan teknik analisis ini, data dikumpulkan dalam dua tahap. Tahap pertama dengan

Page 32: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

14 mengumpulkan faktor SWOT yang meliputi faktor internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor eksternal (peluang dan tantangan). Data tahap pertama ini diperoleh dari studi literatur dan wawancara dengan stakeholder. Tahap kedua ditujukan untuk memperoleh bobot dan rating dari tiap-tiap faktor internal dan eksternal seperti metode AHP. Responden dipilih sebanyak 8 (delapan) orang yang merupakan tokoh-tokoh kunci (key informan) meliputi petani garam, asosiasi petani garam, instansi pemerintah setempat (Bappeda, Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan, Dinas Perindustrian Perdagangan dan Pertambangan), PT Garam, anggota legislatif, dan akademisi.

Tabel 2 Jumlah sampel land rent tipe penggunaan lahan

Kelas penutupan lahan

Tipe penggunaan lahan Wilayah sebaran

(kecamatan)

Jumlah sampel

(responden)

Tambak garam 1. Tambak garam 6 12 Tambak budidaya 2. Tambak budidaya (udang, bandeng) 1 2 Sawah 3. Sawah irigasi (padi - padi - tembakau) 3 6

4. Sawah tadah hujan (padi - jagung - tembakau)

6 12

Ladang/ tegalan 5. Ladang (jagung - tembakau) 6 12 Kebun campuran 6. Pisang 6 12

7. Mangga 6 12 8. Jambu air 2 4 9. Bambu 6 12

10. Kebun Jati 2 4 Permukiman 11. Rumah huni (sewa) 6 12

12. Perdagangan (toko sembako) 6 12 13. Jasa (bengkel motor) 6 12

Hutan Hutan

Tidak dianalisis

Mangrove Mangrove Rawa Rawa Semak belukar Semak belukar Sungai Sungai Lainnya -

Jumlah

124

3.4 Teknik Analisis Data

Penelitian ini menggunakan empat teknik analisis yaitu: operasi tumpang susun (overlay operation), penghitungan land rent, analisis finansial, dan analisis A’WOT. Operasi tumpang susun (overlay operation) digunakan untuk menganalisis lahan potensial untuk ekstensifikasi tambak garam. Penghitungan land rent digunakan untuk menganalisis land rent berbagai tipe penggunaan lahan serta membandingkannya dengan land rent tambak garam. Analisis finansial dengan kriteria yang dievaluasi meliputi Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit Cost Ratio (Net BCR), dan payback period digunakan untuk menganalisis dan membandingkan keuntungan finansial antar metode pemanenan dalam pengusahaan garam. Analisis A’WOT digunakan untuk merumuskan strategi pengembangan sentra tambak garam rakyat di lokasi penelitian. Secara lebih rinci keempat teknik analisis ini ditunjukkan pada Tabel 3. Adapun bagan alir tahapan penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

Page 33: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

15

Tabel 3 Jenis dan sumber data, teknik analisis dan keluaran tahapan penelitian

Tujuan Jenis data Sumber data Teknik analisis Keluaran

1. Menganalisis lahan potensial untuk ekstensifikasi tambak garam

- Peta kelerengan (1:100 000)

- Diekstrak dari Global DEM v2 (USGS)

Operasi tumpang susun (overlay operation)

- Peta potensi untuk ekstensifikasi lahan tambak garam

- Peta tekstur tanah (1:250 000)

- Peta land system skala 1:250 000 (BBSDLP)

- Peta curah hujan (1:200 000)

- RTRW

- Peta jarak dari pantai (1:25 000)

- Buffering garis pantai

- Peta jarak dari sungai (1:25 000)

Buffering sungai

- Peta tutupan lahan (1:10 000)

- Citra ikonos 2010 (PT. Aerovisi Utama)

- Peta rencana kawasan lindung (1:200 000) dan regulasi terkait

- RTRW, Regulasi terkait

- Peta RBI Tahun 1999 (1:25 000)

- Bakosurtanal

2. Menganalisis land rent berbagai tipe penggunaan lahan serta membanding-kannya dengan tambak garam.

- Harga dan volume input produksi

- Harga dan volume output produksi

- Harga sewa rumah

- Responden (unit rensponden: pemilik, pengelola, dan/ atau pihak yang bisa memberi informasi terkait obyek)

- Penghitungan land rent tiap penggunaan lahan

- Land rent peng-gunaan lahan rumah tinggal menggunakan sewa per tahun

- Uji nilai t

Informasi perban-dingan land rent tambak dengan bentuk pengguna-an lainnya

3. Menganalisis dan memban-dingkan keuntungan finansial antar metode pemanenan dalam pengusahaan garam

- Data volume produksi dan biaya operasional tiap bulan selama satu musim (tahun 2011)

- Data primer (purposive sampling)

- NPV - IRR - Net BCR - Payback

period

Informasi hasil analisis finansial

- Harga pasaran setempat tiap kualitas garam (tahun 2011)

4. Merumuskan arahan dan strategi pengembangan sentra tambak garam rakyat di lokasi penelitian

Wawancara dengan kuesioner

- Petani garam - Asosiasi Petani

garam - Bappeda - DKPP - Disperindagtam - PT. Garam - Anggota

legislatif - Akademisi

Analisis A’WOT Rumusan strategi

Page 34: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

16

Overlay operation:

Gambar 4 Bagan alir tahapan penelitian

3.4.1 Operasi Tumpang Susun (Overlay Operation) Proses identifikasi areal untuk ekstensifikasi tambak garam didahului

dengan analisis kesesuaian lahan. Pada analisis ini salah satu peubah yang digunakan adalah tutupan lahan yang dibuat dari hasil interpretasi citra ikonos tahun 2010. Citra yang digunakan merupakan citra yang sudah melalui proses koreksi geometrik dan koreksi radiometrik. Dengan kedua proses koreksi tersebut,

Analisis land rent tipe penggunaan

lahan

1. Arahan ekstensifikasi 2. Arahan metode

pengusahaan garam yang dianjurkan

3. Rumusan strategi

Interpretasi citra ikonos tahun

2010

Peta tutupan lahan

Tipe penggunaan lahan

Penyusunan kriteria kesesuaian lahan tambak

Area of interest

Groundchek

Analisis finansial pengusahaan

garam (maduris, portugis,

geomembrane): NPV, IRR, Net BCR,

payback period

Analisis A’WOT

Survei responden/

data lapangan

Peta potensi untuk

ekstensifikasi tambak garam

- Kelerengan - Tekstur - Curah hujan - Buffer dari

garis pantai - Buffer dari

sungai - Tutupan

lahan

Pertimbangan Regulasi:

- Rencana kawasan lindung - Buffer dari garis pantai (100 m) - Buffer dari sungai besar 100 m,

50 m dari sungai kecil di luar pemukiman/perkotaan)

- Buffer 200 m dari mata air - Suaka alam (mangrove) - Buffer jalan (arteri primer 20.5

m, kolektor primer 12.5 m, lokal primer (11 m)

Identifikasi lahan sesuai untuk ekstensifikasi tambak garam

Peta kesesuaian

lahan tambak garam

Page 35: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

17

citra berada pada sistem koordinat yang benar dan memiliki nilai piksel yang sesuai dengan yang sebenarnya (Barus dan Wiradisastra 2000). Pada proses interpretasi, citra didigitasi secara manual dengan skala tampilan 1:10 000 pada peta dasar berupa peta RBI tahun 1999 skala 1:25 000. Proses digitasi ini menghasilkan peta tutupan lahan yang selanjutnya digunakan pada operasi tumpang susun dalam pembuatan peta kesesuaian lahan tambak garam.

Kesesuaian lahan merupakan penggambaran tingkat kecocokan sebidang lahan untuk suatu penggunaan tertentu (Sitorus 2004). Untuk menilai tingkat kesesuaian lahan dalam rangka ekstensifikasi tambak digunakan teknik operasi tumpang susun (overlay operation) melalui sistem informasi geografis (SIG). Klasifikasi kesesuaian lahan dalam penelitian ini menggunakan kategori tingkat kelas. Kelas yang digunakan terdiri dari 3 (tiga) kelas dalam ordo S (sesuai) dan 1 (satu) kelas dalam ordo N (tidak sesuai). Menurut Sitorus (2004) dan Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007), sistem FAO menjabarkan kelas kesesuaian lahan sebagai berikut:

Kelas S1 : sangat sesuai (highly suitable). Lahan ini tidak mempunyai pembatas yang besar untuk pengelolaan yang diberikan, atau hanya mempunyai pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap produksi dan tidak akan menaikkan masukan yang telah biasa diberikan.

Kelas S2 : cukup sesuai (moderately suitable) Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas agak berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan meningkatkan masukan (input) yang diperlukan.

Kelas S3 : sesuai marjinal (marginally suitable) Lahan yang mempunyai pembatas-pembatas sangat berat untuk suatu penggunaan yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan perlu menaikkan input yang diperlukan.

Kelas N : tidak sesuai (not suitable) Lahan ini mempunyai pembatas sedemikian rupa sehingga mencegah suatu penggunaan secara lestari.

Faktor pembatas dari tiap kelas kesesuaian dalam penelitian ini diulas secara deskriptif untuk menunjukkan sub-kelas kesesuaiannya. Sub-kelas lahan menunjukkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan di dalam tiap kelas kesesuaian (Sitorus 2004; Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007)

3.4.1.1 Penyusunan Kriteria Kesesuaian Lahan Tambak Garam

Sebelum dimulai operasi tumpang susun, terlebih dahulu dilakukan pembuatan kriteria kesesuaian lahan tambak garam sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 4. Kriteria kesesuaian tambak garam dalam penelitian ini menggunakan 6 (enam) peubah relevan yang diadaptasi dari kriteria kesesuaian lahan tambak budidaya udang yang disusun Pantjara et al. (2008). Peubah-peubah tersebut yaitu: kelerengan lahan (t), tekstur tanah (s), curah hujan (e), jarak dari garis pantai (p), jarak dari sungai (r), dan tutupan lahan (c). Penggunaan kriteria tambak budidaya ini dipandang masih koheren dengan kriteria tambak garam. Di pesisir selatan Kabupaten Sampang, tambak yang digunakan untuk memproduksi garam pada musim kemarau juga dimanfaatkan sebagai untuk budidaya udang/bandeng

Page 36: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

18 pada musim penghujan. Namun demikian, penggunaan peubah pada kriteria kesesuaian lahan tambak garam perlu dilakukan penyesuaian sesuai dengan pertimbangan-pertimbangan teknis maupun yuridis.

Tabel 4 Kriteria kesesuaian lahan tambak garam

Peubah Kelas Kesesuaian Lahan

S1 S2 S3 N

Kelerengan lahan (t) (%)a 0 – 2 > 2 – 3 > 3 – 4 > 4

Tekstur tanah (s)a lempung liat berpasir

(sandy clay loam)

liat berpasir (sandy clay)

liat berdebu (silty clay)

debu, pasir (silt, sand)

Curah hujan (e) (mm/thn)b < 1 300 < 1 300 < 1 300 > 1 300

Jarak dari garis pantai (p) (m)a > 100 – 1 000 > 1 000 – 2 000

> 2 000 – 4 000

0 − 100c, > 4 000

Jarak dari sungai (r) (m)a 0 − 500 > 500 – 1 000

> 1 000 – 2 000

> 2 000

Tutupan lahan (c)a tambak garam, tegalan, belukar

sawah, kebun

rawa, tambak

budidaya

permukiman, hutan,

mangroved

Sumber: aPantjara et al. (2008). bBRKP dan BMG (2005). cKeputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung yang menetapkan sempadan pantai 100 m dari titik pasang tertinggi ke arah darat sebagai kawasan lindung. dTarunamulia et al. (2008).

Peubah curah hujan disesuaikan kembali mengacu pada BRKP dan BMG

(2005) yang menyebutkan bahwa curah hujan tahunan yang sesuai untuk tambak garam di bawah 1 300 mm/tahun. Penyesuaian ini perlu dilakukan karena curah hujan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan feseabiltas suatu kawasan untuk pengusahaan garam dengan solar evaporation. Peubah jarak dari garis pantai 0−100 meter dan kelas tutupan lahan berupa mangrove juga disesuaikan berkaitan dengan pengelolaan kawasan lindung sesuai Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990.

Menurut Poernomo (1992), dua faktor yang juga mempengaruhi pemasokan air dalam mengoperasikan tambak adalah elevasi lahan dan sifat pasang surut. Kedua faktor tersebut menjadi tolok ukur daya dukung lahan pantai untuk pertambakan yang penilaiannya dilakukan terlebih dahulu untuk menetapkan apakah suatu daerah layak untuk dikembangkan usaha pertambakan. Dalam penelitian ini, kedua faktor tersebut tidak dimasukkan sebagai peubah dalam kriteria kesesuaian lahan tambak garam karena kondisi eksisting sudah menunjukkan bahwa di lokasi penelitian sudah banyak aktivitas pertambakan yang dikelola secara tradisional-ekstensif. Di lokasi penelitian, air laut bisa masuk ke areal pertambakan pada saat pasang tanpa bantuan pompa air. Hal ini menunjukkan bahwa daya dukung lahan pantai memungkinkan untuk dikembangkan usaha pertambakan. Dengan demikian kaitannya dengan aspek topografi, penggunaan peubah kelerengan saja sudah bisa digunakan untuk mengidentifikasi potensi ekstensifikasi tambak garam di lokasi penelitian.

Page 37: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

19

3.4.1.2 Penggunaan Peubah Kriteria dan Pertimbangan Regulasi Terkait Operasi tumpang susun dilakukan pada peta tematik seluruh peubah kriteria

kesesuaian lahan tambak garam dengan memperhatikan karakteristik yang ada di lokasi penelitian. Di pesisir selatan Kabupaten Sampang, tambak garam eksisting tersebar pada dua jenis zona yang memiliki karakteristik berbeda seperti ditunjukkan pada Lampiran 1. Pada zona I terdapat sungai besar yang lebarnya mencapai 300 meter. Didukung dengan tingkat kelerengan yang sangat rendah, air laut dapat masuk ke daratan pada saat pasang melalui sungai besar tersebut sehingga memungkinkan dikembangkan tambak garam pada jarak jauh melebihi 4 000 meter dari garis pantai. Untuk itu berkaitan dengan ketersediaan dan aksesibilitas air laut pada zona I ini tidak menggunakan peubah jarak dari garis pantai (p), melainkan hanya menggunakan peubah jarak dari sungai (r). Hal ini diperlukan agar dapat melakukan proses identifikasi ekstensifikasi lahan tambak garam walaupun berada di luar jarak 4 000 meter dari garis pantai. Sebaliknya, pada zona II tidak terdapat sungai besar. Seluruh tambak garam eksisting pada zona ini hanya berada dalam jarak 4 000 meter dari garis pantai. Pada zona II ini keberadaan tambak garam sangat bergantung dengan dekatnya jarak dari pantai. Akses air dari laut ke darat pada saat pasang dapat melalui sungai-sungai kecil atau kanal-kanal yang dibuat masyarakat setempat. Untuk itu, berkaitan dengan ketersediaan dan aksesibilitas air laut pada zona II ini hanya menggunakan peubah jarak dari garis pantai (p).

Kelas kesesuaian lahan hasil operasi tumpang susun tersebut ditentukan berdasarkan kelas kesesuaian terjelek dari tiap-tiap faktor sehingga akan diperoleh kesesuaian lahan aktual. Kesesuaian lahan aktual menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) merupakan kelas kesesuaian lahan dalam keadaan alami, belum mempertimbangkan usaha perbaikan dan tingkat pengelolaan yang dapat dilakukan untuk mengatasi kendala atau faktor-faktor pembatas yang ada di setiap satuan peta. Faktor pembatas dari tiap kelas kesesuaian dalam penelitian ini akan dibahas secara deskriptif sehingga diketahui macam perbaikan yang diperlukan dalam kelas tersebut.

Selain penetapan kriteria tersebut, juga mempertimbangkan berbagai regulasi terkait agar lokasi yang teridentifikasi memiliki kesesuaian untuk ekstensifikasi tambak garam berada dalam area yang memungkinkan dilakukan aktivitas pertambakan. Berbagai regulasi tersebut antara lain terkait dengan pengelolaan kawasan lindung serta pengamanan ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan umum primer (arteri, kolektor, lokal). Regulasi yang dipertimbangkan terkait pengelolaan kawasan lindung yaitu Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung yang diperkuat dengan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai. Regulasi yang dipertimbangkan terkait pengamanan ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan umum primer yaitu Undang-undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan.

Undang-undang Pengelolaan Kawasan Lindung melindungi kawasan sekitar mata air sekurang-kurangnya dalam radius 200 meter di sekitar mata air, sempadan sungai sekurang-kurangnya 100 meter dari kiri kanan sungai besar dan 50 meter di kiri kanan anak sungai yang berada diluar pemukiman, dan kawasan

Page 38: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

20 pantai berhutan bakau sebagai kawasan suaka alam. Undang-undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil melindungi sempadan pantai yaitu daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Undang-undang tentang Jalan mengatur tentang perlunya ruang pengawasan jalan (ruwasja) di samping kanan kiri ruang milik jalan (rumija) yang dalam hal ini diperlukan untuk pengamanan konstruksi serta pengamanan fungsi jalan. Dalam penelitian ini konsep pengamanan ruwasja dan rumija mengacu pada Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Kabupaten Sampang yaitu ditetapkan selebar 41 meter (buffer 20.5 m) untuk jalan arteri primer, 25 meter (buffer 12.5 m) untuk jalan kolektor primer, dan 22 meter (buffer 11 m) untuk jalan lokal primer (Bappeda Sampang 2011b).

3.4.2 Penghitungan Land Rent

Menurut Barlowe (1978) land rent dianggap sebagai suatu surplus yang merupakan bagian dari jumlah nilai produk atau total pendapatan dari sisa setelah pembayaran yang didasarkan pada jumlah faktor biaya atau total biaya. Manfaat ekonomi suatu lahan umumnya dapat dinilai dari pendapatan bersih per m2 lahan pertanian untuk penggunaan tertentu. Land rent diartikan juga sebagai surplus pendapatan di atas biaya produksi atau harga input tanah yang memungkinkan faktor produksi tanah dapat dimanfaatkan dalam proses produksi. Land rent secara operasional dapat diukur sebagai pendapatan bersih yang diterima suatu bidang lahan tiap meter persegi per tahun akibat dilakukannya suatu kegiatan pada bidang lahan tersebut. Secara matematis, land rent dapat dirumuskan sebagai berikut (Sitorus et al. 2007):

�������� =∑ ����

�� − ∑ ����

��

��

Dimana :

Pi : volume output produksi ke-i Hi : harga output ke-i Bj : input produksi ke-j Cj : harga/biaya input ke-j

Biaya yang diperhitungkan meliputi biaya total terdiri dari biaya tunai

(explisit cost) dan biaya tidak tunai (implisit cost). Biaya tidak tunai misalkan biaya tenaga kerja dalam keluarga. Penghitungan land rent dilakukan terhadap manfaat ekonomi dari tipe penggunaan lahan pada tahun 2011. Dalam analisis ini, khusus untuk Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) tidak diperhitungkan.

Khusus penghitungan land rent tipe penggunaan lahan berupa rumah tinggal dihitung dari hasil menyewakan atau mengontrakan rumahnya dikurangi biaya total pemeliharaan selama satu tahun dibagi luas bangunan (m2). Biaya total dalam hal ini meliputi seluruh biaya yang dikeluarkan untuk perawatan rumah yang disewakan atau dikontrakan selama satu tahun seperti pengecatan ulang dan perbaikan.

Untuk penghitungan land rent tipe penggunaan lahan yang membutuhkan waktu panen bertahun-tahun seperti kebun jati dihitung dari hasil panen dikurangi

Page 39: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

21

seluruh biaya produksi dibagi luasan lahan yang digunakan (m2) dan umur tanaman (tahun). Biaya faktor produksi yang dihitung disesuaikan dengan nilai sekarang (present value) tahun 2011.

3.4.3 Analisis Finansial

Analisis finansial dilakukan terhadap metode pemanenan garam di lokasi penelitian yaitu metode maduris, portugis, dan geomembrane melalui cash flow analysis. Pada penyusunan cash flow, depresiasi (penyusutan) marupakan salah satu aspek yang dihitung sebagai biaya dengan cara dikurangkan dari angka pendapatan sebelum pajak. Depresiasi tersebut kemudian ditambahkan kembali untuk menghitung jumlah total arus kas pada periode operasi karena pada kenyataannya tidak ada pergerakan arus kas (Soeharto 1995). Pengusahaan garam di lokasi penelitian merupakan aktivitas ekonomi sektor primer yang tidak dikenakan pajak sehingga pada penelitian ini depresiasi tidak dimunculkan pada penyusunan cash flow-nya. Kriteria yang dilihat dalam analisis cash flow pada penelitian ini yaitu NPV, IRR, Net BCR, dan payback period.

NPV merupakan selisih antara benefit (penerimaan) dengan cost (pengeluaran) yang telah di-present-value-kan. Kriteria ini mengatakan bahwa suatu usaha akan dipilih apabila NPV > 0. Apabila NPV kurang dari nol, maka usaha tersebut merugikan sehingga lebih baik tidak dilaksanakan. Secara umum rumus matematisnya dituliskan sebgai berikut (Rustiadi et al. 2009):

��� = �(�� − ��)

(1 + �)�

���

Dimana: Bt : manfaat yang diperoleh sehubungan dengan suatu usaha atau proyek

pada time series (tahun, bulan, dan sebagainya) ke-t (Rp) Ct : biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan proyek pada time series

ke-t tidak dilihat apakah biaya tersebut dianggap bersifat modal (pembelian peralatan, tanah, konstruksi dan sebagainya) (Rp)

i : merupakan tingkat suku bunga yang relevan t : periode ( 1, 2, 3…, n) IRR adalah nilai diskonto yang membuat NPV dari kegiatan usaha sama

dengan nol. IRR merupakan tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh kegiatan usaha tersebut untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu usaha akan diterima bila IRR-nya lebih besar dari opportunity cost of capital atau lebih besar dari suku bunga yang didiskonto yang telah ditetapkan, dan pada kondisi sebaliknya maka industri akan ditolak. Secara matematis IRR ditulis sebagai berikut (Rustiadi et al. 2009):

��� = �� + (��� −��)����

����������

Dimana:

i’ : tingkat discount rate pada saat NPV positif ; i” : tingkat discount rate pada saat NPV negatif ; NPV’ : nilai NPV positif NPV” : nilai NPV negatif

Page 40: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

22

Net BCR merupakan angka perbandingan antara jumlah present value yang positif (sebagai pembanding) dengan jumlah present value yang negatif (sebagai penyebut). Net BCR menunjukkan gambaran berapa kali lipat benefit akan diperoleh dari cost yang dikeluarkan. Jika Net BCR > 1 berarti NPV > 0 dan memberikan tanda suatu proyek layak. Jika Net BCR < 1 berarti NPV < 0 dan memberikan tanda suatu proyek tidak layak. Net BCR = 1 berarti NPV = 0, maka usaha tersebut tidak untung dan tidak rugi (marjinal), sehingga terserah kepada penilaian pengambil keputusan. Net BCR secara matematis dituliskan sebagai berikut (Soekartawi 1995):

������ = ∑ (�� − ��) (1 + �)�; �����(�� − ��) > 0⁄�

���

∑ (�� − ��) (1 + �)�⁄���� ; �����(�� − ��) > 0

Dimana: Bt : benefit kotor yang disebabkan adanya investasi pada periode ke-t Ct : biaya kotor yang disebabkan adanya investasi pada periode ke-t n : umur ekonomis usaha i : tingkat suku bunga bank Payback period (periode pengembalian) merupakan jangka waktu yang

diperlukan untuk mengembalikan modal suatu investasi, dihitung dari aliran kas bersih. Aliran kas bersih adalah selisih pendapatan/manfaat (benefit) terhadap biaya (cost). Payback period tidak memperhitungkan nilai waktu dari uang sehingga tidak memperhitungkan discount factor. Semakin cepat periode pengembalian suatu proyek maka akan lebih disukai. Dalam pengusahaan garam, aliran kas tiap periode (bulan) berubah-ubah maka garis kumulatif cashflow tidak lurus. Dalam hal ini digunakan rumus (Soeharto 1995):

������������� = (� − 1) +��� −���

���

� �1

���

Dimana: Cf : biaya pertama An : aliran kas pada tahun n n : tahun pengembalian ditambah 1

3.4.4 Analisis A’WOT

A’WOT merupakan metode yang menunjukkan bagaimana AHP dan SWOT dapat digunakan dalam proses penentuan suatu strategi (Kangas et al. 2001). Osuna dan Aranda (2007) melakukan kombinasi antara SWOT dan AHP untuk perencanaan strategi dalam pengembangan sebuah perusahaan yang bergerak di bidang pelayanan kesehatan. Tujuan metode A’WOT adalah untuk mengurangi subyektifitas penilaian terhadap faktor-faktor internal dan eksternal, baik menyangkut kekuatan, kelemahan, peluang, maupun ancaman.

Metode A’WOT yang diterapkan dalam penelitian ini menggunakan AHP untuk menentukan pembobotan dalam analisis SWOT. Tujuannya adalah untuk mengurangi subyektifitas penilaian terhadap faktor-faktor internal dan eksternal baik menyangkut kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman (SWOT) dalam

Page 41: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

23

pengambilan suatu keputusan strategi. A’WOT dalam menentukan prioritas Strategi dilakukan secara rasional berdasarkan fakta dan persepsi responden (expert).

Analisis A’WOT melalui beberapa tahapan, diawali dengan pengumpulan data kuesioner melalui survei dan wawancara. Data yang diperoleh berupa faktor internal (kekuatan dan kelemahan) maupun faktor eksternal (peluang dan ancaman) dikerucutkan dan dijadikan bahan untuk mendapatkan bobot dan rating masing-masing faktor SWOT, dimana bobot didapat dari AHP. Selanjutnya dilakukan analisis faktor strategi internal (IFAS) dan faktor strategi eksternal (EFAS), analisis matriks internal-eksternal (IE), analisis matriks space dan tahap pengambilan keputusan dengan SWOT.

3.4.4.1 Analisis Faktor Strategi Internal Eksternal

Analisis faktor strategi internal dan eksternal dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman dalam merumuskan Strategi pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang.

1. Analisis Faktor Strategi Internal Analisis ini dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor kekuatan dan

kelemahan yang menentukan strategi. Bagian dari analisis ini adalah membuat matriks Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS) yang ditunjukkan pada Tabel 5. Langkah-langkah pembuatannya sebagai berikut: a. Menyusun sebanyak 5 sampai dengan 10 faktor-faktor kekuatan dan

kelemahan pada kolom 1. b. Memasukkan bobot masing-masing faktor kekuatan dan kelemahan pada

kolom 2 dari hasil AHP gabungan semua responden setelah dikalikan setengah, sehingga nilai jumlah bobot sama dengan satu.

c. Pada kolom 3 dimasukkan rating (pengaruh) masing-masing faktor kekuatan dan kelemahan dengan memberi skala dari 4 (sangat kuat) sampai dengan 1 (sangat lemah). Nilai rating ini merupakan hasil pembulatan dari nilai rata-rata rating dari semua responden. Untuk desimal dibawah 0.5 dibulatkan ke bawah, sedangkan 0.5 ke atas dibulatkan ke atas.

d. Kolom 4 diisi hasil kali bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3. Hasilnya berupa skor yang nilainya bervariasi dari 4 sampai dengan 1.

e. Menjumlahkan skor pada kolom 4 untuk memperoleh nilai jumlah skor faktor internal. Nilai jumlah skor digunakan dalam analisis matriks internal-eksternal (IE).

Tabel 5 Internal Strategic Factor Analysis Summary (IFAS)

Faktor-faktor strategi internal Bobot Rating Skor Kekuatan: 1. ……………. 2. ……………. dst.

Kelemahan: 1. ……………. 2. ……………. dst.

Jumlah 1.000

Sumber: Diadaptasi dari Rangkuti (2009)

Page 42: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

24 2. Analisis Faktor Strategi Eksternal

Analisis faktor strategi eksternal dilakukan untuk mengetahui faktor peluang dan ancaman yang menentukan strategi. Analisis ini diawali dengan membuat matriks External Strategic Factor Analysis Summary (EFAS) yang ditunjukkan pada Tabel 6. Langkah-langkah pembuatannya sebagai berikut: a. Memasukkan sebanyak 5 sampai dengan 10 faktor-faktor peluang dan

ancaman pada kolom 1. b. Memberikan bobot masing-masing faktor peluang dan ancaman pada kolom 2

dari hasil AHP gabungan semua responden setelah dikalikan setengah, sehingga nilai jumlah bobot sama dengan satu.

c. Pada kolom 3 dimasukkan rating (pengaruh) masing-masing faktor peluang dan ancaman dengan memberi skala dari 4 (sangat kuat) sampai dengan 1 (sangat lemah). Nilai rating ini merupakan hasil pembulatan dari nilai rata-rata dari semua responden. Untuk desimal dibawah 0.5 dibulatkan ke bawah, sedangkan 0.5 ke atas dibulatkan ke atas.

d. Kolom 4 diisi hasil kali bobot pada kolom 2 dengan rating pada kolom 3. Hasilnya berupa skor yang nilainya bervariasi dari 4 sampai dengan 1.

e. Menjumlahkan skor pada kolom 4 untuk memperoleh nilai jumlah skor faktor eksternal. Nilai jumlah skor digunakan dalam analisis matriks internal-eksternal (IE).

Tabel 6 External Strategic Factor Analysis Summary (EFAS)

Faktor-faktor strategi eksternal Bobot Rating Skor Peluang: 1. ……………. 2. ……………. dst.

Ancaman: 1. ……………. 2. ……………. dst.

Jumlah 1.000

Sumber: Diadaptasi dari Rangkuti (2009)

3.4.4.2 Analisis Matriks Internal-Eksternal (IE) Model matriks internal-eksternal (IE) digunakan untuk memposisikan

strategi sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabuaten Sampang. Data yang digunakan adalah jumlah skor faktor internal dan jumlah skor faktor eksternal. Matriks internal eksternal ditunjukkan pada Gambar 5.

Menurut Rangkuti (2009), matriks internal-eksternal dapat mengidentifikasi suatu strategi yang relevan berdasarkan sembilan sel matriks IE. Kesembilan sel tersebut secara garis besar dapat dikelompokkan kedalam tiga strategi utama yaitu: 1. Growth strategy, adalah strategi yang didesain untuk pertumbuhan sendiri (sel

1, 2, dan 5) atau melalui diversifikasi (sel 7 dan 8). 2. Stability strategy, merupakan penerapan strategi yang dilakukan tanpa

mengubah arah strategi yang telah ditetapkan (sel 4). 3. Retrenchment strategy, adalah strategi dengan memperkecil atau mengurangi

usaha yang dilakukan.

Page 43: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

25

Nilai jumlah skor faktor strategi internal

Nil

ai j

umla

h sk

or f

akto

r st

rate

gi e

kst

erna

l

Tinggi Rata-rata Lemah

4 3 2 1

Tinggi

3

1

GROWTH

Konsentrasi melalui integrasi vertikal

2

GROWTH

Konsentrasi melalui integrasi horizontal

3

RETRENCHMENT

Turnaround

Sedang

2

4

STABILITY

Hati-hati

5

GROWTH

Konsentrasi melalui integrasi horizontal

STABILITY

Tidak ada perubahan profit strategi

6

RETRENCHMENT

Captive company atau

Disinvestment

Rendah

1

7

GROWTH

Diversifikasi konsentrik

8

GROWTH

Diversifikasi konglomerat

9

RETRENCHMENT

Bangkrut atau

likuidasi

Sumber: Rangkuti (2009)

Gambar 5 Matriks internal-eksternal

3.4.4.3 Analisis Matriks Space Matriks space berfungsi untuk mempertajam strategi yang akan diambil

dalam pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabuaten Sampang. Menurut Rangkuti (2009), matriks space digunakan untuk mengetahui posisi dan arah perkembangan selanjutnya suatu perusahaan. Data yang digunakan merupakan selisih dari jumlah skor faktor internal (kekuatan − kelemahan) dan selisish dari jumlah skor faktor eksternal (peluang − ancaman). Marimin (2008) menjelaskan bahwa posisi perusahaan dapat dikelompokkan kedalam empat kuadran seperti ditunjukkan pada Gambar 6, dimana: 1. Kuadran I, menandakan posisi sangat menguntungkan, dimana perusahaan

memiliki kekuatan dan peluang sehingga dapat memanfaatkan peluang yang ada dengan menerapkan strategi pertumbuhan yang agresif.

2. Kuadran II, menunjukkan perusahaan menghadapi berbagai ancaman, namun masih mempunyai kekuatan sehingga strategi yang diterapkan adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang dengan strategi diversifikasi.

Page 44: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

26 3. Kuadran III, pada kuadran ini perusahaan mempunyai peluang yang sangat

besar, disisi lain memiliki kelemahan internal. Menghadapi situasi ini perusahaan harus berusaha meminimalkan masalah-masalah internal untuk dapat merebut peluang pasar.

4. Kuadran IV, menunjukkan perusahaan berada pada situasi yang tidak menguntungkan, karena disamping menghadapi ancaman juga menghadapi kelemahan internal.

Gambar 6 Matriks space

3.4.4.4 Analisis SWOT Analisis SWOT digunakan untuk menentukan rencana dan strategi

pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang dalam kerangka pengembangan wilayah. Rangkuti (2009) menjelaskan bahwa analisis SWOT dapat menunjukkan indikasi berbagai faktor secara sistematis untuk merumuskan strategi perusahaan. Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan kekuatan (strenghts) dan peluang (opportunities), namun secara bersamaan dapat meminimalkan kelemahan (weaknesses) dan ancaman (threats). Proses pengambilan keputusan strategis selalu berkaitan dengan pengembangan misi, tujuan, dan kebijakan perusahaan. Dengan demikian perencanaan strategis (strategic planner) harus menganalisis faktor-faktor strategis perusahaan (kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman) sebagai analisis situasi dalam kondisi yang ada.

Analisis SWOT membandingkan antara faktor internal dengan faktor eksternal sehingga dari analisis tersebut dapat diambil suatu keputusan strategi. Dalam pengambilan keputusan, matriks SWOT ini perlu merujuk kembali matriks IE dan hasil analisis matriks space sehingga dapat diketahui kombinasi strategi yang paling tepat (Marimin 2008). Untuk memperoleh gambaran secara jelas, disusun matriks SWOT seperti disajikan pada Gambar 7.

Kuadran I

Strategi agresif

Kuadran II

Strategi kompetitif

Kuadran IV

Strategi defensif

Kuadran III

Strategi konservatif

Kekuatan internal

Kelemahan internal

Berbagai peluang

Berbagai ancaman

Page 45: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

27

Faktor internal

Faktor eksternal

Strengths (S)

Menentukan 5-10 faktor-faktor kekuatan internal

Waknesses (W)

Menentukan 5-10 faktor-faktor kelemahan internal

Opportunities (O)

Menentukan 5-10 faktor-faktor peluang eksternal

Strategi SO

Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang. Digunakan jika perusahaan berada pada kuadran I

Strategi WO

Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan untuk memanfaatkan peluang. Digunakan jika perusahaan berada pada kuadran III

Threats (T)

Menentukan 5-10 faktor-faktor ancaman eksternal

Strategi ST

Menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman. Digunakan jika perusahaan berada pada kuadran II

Strategi WT

Menciptakan strategi yang meminimalkan kelemahan dan menghindari ancaman. Digunakan jika perusahaan berada pada kuadran IV

Sumber: Marimin (2008) dan Rangkuti (2009)

Gambar 7 Matriks SWOT

Page 46: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

4 GAMBARAN UMUM KABUPATEN SAMPANG

4.1 Kondisi Geografis dan Administratif

Luas wilayah Kabupaten Sampang 1 233.30 km2. Kabupaten Sampang terdiri 14 kecamatan, 6 kelurahan dan 180 Desa. Batas administrasi wilayah kabupaten Sampang adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah selatan dengan Selat Madura. Pada sisi barat dan timur masing-masing berbatasan dengan Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Pamekasan. Kabupaten Sampang terletak 100 km dari Surabaya, yang dapat ditempuh melalui Jembatan Suramadu kurang lebih 5 menit dan dilanjutkan dengan perjalanan darat 1.5 jam. Gambaran kecamatan dan luas wilayahnya di Kabupaten Sampang ditunjukkan pada Tabel 7.

Tabel 7 Luas wilayah administrasi Kabupaten Sampang

No Kecamatan Luas (km2) Persentase

(%)

1. Sreseh 71.95 5.83 2. Torjun 44.20 3.58

3. Pangarengan 42.69 3.46

4. Sampang 70.01 5.68

5. Camplong 69.93 5.67

6. Omben 116.31 9.43

7. Kedungdung 123.08 9.98

8. Jrengik 65.35 5.30

9. Tambelangan 89.97 7.30

10. Banyuates 141.23 11.45

11. Robatal 80.54 6.53

12. Karang Penang 84.25 6.83

13. Ketapang 125.28 10.16

14. Sokobanah 108.51 8.80

Jumlah 1 233.30 100.00

Sumber: BPS (2011)

4.2 Kondisi Demografi

Persebaran penduduk di wilayah Kabupaten Sampang secara keseluruhan tidak merata. Persebaran penduduk cenderung berorientasi ke wilayah pusat pemerintahan atau pusat perekonomian daerah seperti kawasan pertanian, perikanan, peternakan, industri, pertambangan, perdagangan dan jasa. Kecamatan Sampang merupakan wilayah dengan kepadatan penduduk tertinggi, mencapai 1 642.4 jiwa/km2. Hal ini wajar mengingat Kecamatan Sampang merupakan wilayah pusat pemerintahan dan ibu kota kabupaten Sampang. Wilayah lain yang tingkat kepadatan penduduk tinggi adalah Kecamatan Camplong.

Page 47: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

29

Jumlah penduduk Kabupaten Sampang pada tahun 2010 sebanyak 877 772 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 711.7 jiwa/km2. Jumlah ini mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan kondisi pada tahun 2009 yaitu sebesar 864 013 jiwa dengan kepadatan penduduk 700.57 jiwa/km2. Jumlah penduduk di tiap kecamatan dan tingkat kepadatan penduduknya terlihat pada Tabel 8.

Tabel 8 Jumlah dan kepadatan penduduk tahun 2010

Kecamatan Laki-laki Perempuan Jumlah (jiwa)

Luas area (km2 )

Kepadatan penduduk (jiwa/km2)

Sreseh 13 429 15 184 28 613 71.95 397.7

Torjun 17 877 18 405 36 282 44.20 820.9

Pangarengan 10 364 10 756 21 120 42.69 494.7

Sampang 57 378 57 605 114 983 70.01 1 642.4

Camplong 42 570 43 810 86 380 69.93 1 235.2

Omben 37 227 39 977 77 204 116.31 663.8

Kedungdung 42 121 44 501 86 622 123.08 703.8

Jrengik 15 472 16 185 31 657 65.35 484.4

Tambelangan 23 914 24 481 48 395 89.97 537.9

Banyuates 35 840 38 442 74 282 141.23 526.0

Robatal 26 349 26 702 53 051 80.54 658.7

Karangpenang 32 764 33 875 66 639 84.25 791.0

Ketapang 42 732 45 520 88 252 125.28 704.4

Sokobanah 29 859 34 433 64 292 108.51 592.5

Jumlah 427 896 449 876 877 772 1 233.3 711.7

Sumber : BPS (2011)

Tabel 8 memperlihatkan komposisi penduduk laki-laki dan perempuan di

Kabupaten Sampang terlihat seimbang meskipun secara kuantitatif lebih banyak penduduk perempuan. Di antara penduduk 877 772 jiwa, 51.25% penduduk perempuan dan 48.75% penduduk laki-laki. Di seluruh kecamatan di Kabupaten Sampang jumlah penduduk perempuan lebih besar dibandingkan penduduk laki-laki.

Berdasarkan hasil Susenas 2009, penyebaran penduduk yang bekerja menurut lapangan usaha di Kabupaten Sampang, terutama pada sektor pertanian yang%tasenya mencapai 69.94%, kemudian sektor perdagangan, rumah makan dan akomodasi yaitu 10.67%, kemudian sektor jasa kemasyarakatan, sosial dan perorangan 6.57%, kemudian sektor industri pengolahan yaitu 4.23% dan sektor angkutan, pergudangan dan komunikasi sebesar 3.71%. Sektor pertanian merupakan lapangan usaha utama bagi sebagian besar penduduk di Kabupaten Sampang, mengingat pada sektor ini tidak menuntut kualifikasi pendidikan formal tertentu (BPS 2010a).

Page 48: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

30

4.3 Kondisi Perekonomian

Tiga sektor ekonomi utama Kabupaten Sampang adalah sektor pertanian, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor-sektor jasa. Sektor pertanian merupakan roda utama yang menggerakkan perekonomian daerah ini. Subsektor pertanian yang dikembangkan meliputi pertanian tanaman pangan, tanaman perkebunan, peternakan dan perikanan.

Bidang usaha pertanian tanaman pangan potensial mengembangkan beberapa komoditi andalan di antaranya padi sawah dan ladang, jagung, ubi kayu, dan keledai. Pola sebaran daerah produksinya sebagai berikut: produksi padi sawah terkosentrasi di tiga kecamatan yaitu Jrengik, Sampang, dan Torjun. Komoditi padi ladang banyak dihasilkan di Kecamatan Omben dan Kedungdung. Tanaman jagung banyak terdapat di Kecamatan Ketapang dan Sokobanah. Ubi kayu paling banyak berada di Kecamatan Omben dan Banyuates. Sentra produksi kedelai ada di Kecamatan Karangpenang. Tanaman sayur-sayuran yang potensial menjadi komoditi unggulan adalah cabe dan bawang merah. Jambu air yang ada di Kecamatan Camplong dan Sampang berpeluang menjadi komoditi buah unggulan.

Bidang usaha perkebunan, tanaman tembakau merupakan sumber penghasilan utama masyarakat sampang, meskipun belakangan ini mengalami penurunan luas lahan dan produktifitas. Ada tiga kecamatan yang dominan menghasilkan tembakau yaitu Ketapang, Camplong, dan Karang Penang. Komoditi lain di bidang perkebunan adalah jambu mente. Produksi jambu mente terkosentrasi di tiga kecamatan yaitu Sokobanah, Ketapang, dan Banyuates.

Bidang usaha peternakan, hewan ternak yang banyak dibudidayakan adalah sapi, kambing, domba, itik, ayam buras, ayam ras, dan ayam broiler. Populasi ternak sapi banyak terdapat di Kecamatan Ketapang, Sokobanah, dan Sampang. Ternak kambing banyak dikembangkan di Kecamatan Sampang dan Sokobanah. Peternakan unggas jenis ayam buras banyak terdapat di Kecamatan Banyuates dan Ketapang, ternak ayam pedaging terpusat di Kecamatan Banyuates, dan itik banyak terdapat di Kecamatan Camplong dan Sampang.

Di sektor perdagangan, komoditas andalan ekspor adalah batik tulis, kulit sapi dan udang. Data hasil Sensus Ekonomi 2006 dalam KKP (2010b) menunjukkan bahwa sektor perdagangan dan peyediaan makanan dan minuman cukup dominan dalam kegiatan perekonomian Kabupaten Sampang.

Pengusahaan garam merupakan salah satu sektor strategis bagi Kabupaten Sampang. Walaupun garam merupakan komoditas andalan di wilayah Kabupaten Sampang, sumbangannya tidak begitu besar terhadap sektor pertambangan dan penggalian (BPS 2010b). Ini terjadi karena pengusahaan garam di Kabupaten Sampang sebagian besar dilakukan secara tradisional dan diusahakan oleh rakyat dengan kepemilikan lahan yang relatif sempit dan tersebar sehingga secara keseluruhan nilai tambah ekonominya rendah, disamping terbatasnya masa produksi garam yang hanya bisa dilakukan pada musim kemarau. Tercatat terdapat 6 kecamatan yang dapat mengusahakan garam, yaitu Kecamatan Sreseh, Jrengik, Pangarengan, Torjun, Sampang, dan Camplong. Kedepan pengusahaan garam sangat potensial untuk dikembangkan jika dikelola serius mengingat Kabupaten Sampang merupakan sentra garam terbesar nasional.

Page 49: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

31

4.4 Kondisi Fisik Lokasi Penelitian

4.4.1 Topografi Secara topografis, wilayah kabupaten Sampang terdiri dari berbagai jenis

kelerengan, yaitu 0 sampai 2%, diatas 2 sampai 15%, diatas 15 sampai 25%, diatas 25 sampai 40% dan diatas 40% dengan rincian sebagai berikut (Bappeda Sampang 2010): - Kelerengan 0−2% meliputi luas 17 130.26 ha atau 54.70% dari luas wilayah

lokasi penelitian kecuali daerah genangan air, pada wilayah ini sangat baik untuk pertanian tanaman semusim.

- Kelerengan 2−15% meliputi luas 12 965.62 ha atau 41.41% dari luas wilayah lokasi penelitian, baik sekali untuk usaha pertanian dengan tetap mempertahankan usaha pengawetan tanah dan air. Selain itu pada kemiringan ini cocok juga untuk konstruksi/permukiman.

- Kelerengan 15−25% dan 25−40% meliputi luas 765.12 ha atau 2.44% dari luas wilayah lokasi penelitian. Daerah tersebut baik untuk pertanian tanaman keras/tahunan, karena daerah tersebut mudah terkena erosi dan kapasitas penahan air yang rendah. Karenanya lahan ini pun tidak cocok untuk konstruksi.

- Kelerengan > 40% meliputi luas 453.00 ha atau 1,45% dari luas wilayah lokasi penelitian. Daerah ini termasuk kedalam kategori kemiringan yang sangat terjal (curam) dimana lahan pada kemiringan ini termasuk lahan konservasi karena sangat peka terhadap erosi, biasanya berbatu diatas permukaannya, memiliki run off yang tinggi serta kapasitas penahan air yang rendah. Karenanya lahan ini tidak cocok untuk konstruksi.

Pada daerah tropis seperti di Kabupaten Sampang, ketinggian wilayah merupakan unsur penting yang menentukan persediaan fisik tanah. Dengan adanya perbedaan tinggi akan menentukan perbedaan suhu yang berperan dalam menentukan jenis tanaman yang cocok untuk diusahakan. Disamping itu ketinggian juga erat hubungannya dengan unsur kemampuan tanah yang lain, misalnya lereng dan drainase.

4.4.2 Jenis dan Kedalaman Efektif Tanah Dilihat dari jenis tanah di lokasi penelitian (Tabel 9 dan Gambar 8), bagian

yang terluas adalah tanah dari jenis aluvial hidromorf yakni seluas 298.32 ha atau meliputi 25.07%, tersebar di seluruh kecamatan di lokasi penelitian. Diikuti oleh jenis tanah Kompleks grumusol kelabu dan litosol dengan luas sekitar 8 832.38 ha atau 23.82% yang mendominasi jenis tanah di Kecamatan Camplong. Pada kedua jenis tanah ini terdapat tambak yang diusahakan untuk produksi garam rakyat. Sementara untuk proporsi jenis tanah terendah adalah jenis kompleks mediteran, grumusol, regosol dan litosol seluas 177.92 ha (0.48%) yang terdapat di bagian utara Kecamatan Sampang dan Torjun.

Kedalaman efektif tanah sangat penting bagi pertumbuhan tanaman. Kedalaman efektif adalah tebalnya lapisan tanah dari permukaan sampai kelapisan bahan induk atau tebalnya lapisan tanah yang dapat ditembus perakaran tanaman. Makin dalam lapisan tanah, maka kualitas tanah makin baik untuk usaha pertanian.

Page 50: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

32

Tabel 9 Jenis tanah lokasi penelitian

No Jenis tanah Luas (ha) Proporsi (%)

1. Aluvial hidromorf 9 298.32 25.07

2. Aluvial kelabu kekuningan 4 811.88 12.98

3. Asosiasi hidromorf kelabu dan planosol coklat keke 5 747.60 15.50

4. Asosiasi litosol dan mediteran coklat kemerahan 2 078.66 5.61

5. Grumusol kelabu 985.07 2.66

6. Kompleks grumusol kelabu dan litosol 8 832.37 23.82

7. Kompleks mediteran merah dan litosol 1 714.86 4.62

8. Kompleks mediteran, grumusol, regosol dan litosol 177.92 0.48

9. Litosol 3 437.82 9.27

Jumlah 37 084.49 100.00

Sumber: Diadaptasi dari Bappeda (2010)

Kedalaman efektif tanah di lokasi penelitian dapat diklasifikasikan dalam 5

(lima) kategori, yaitu < 30 cm, 30−60 cm, 60−90 cm, 90−120 cm dan > 120 cm. Kedalaman efektif tanah di lokasi penelitian didominasi oleh tanah yang mempunyai kedalaman efektif tanah diatas 120 cm, yakni seluas 29 335 ha atau 79.10%. Tanah dengan kedalaman efektif tanah terendah adalah sebanyak 899 ha atau sekitar 2.42% dari seluruh luas lokasi penelitian.

Gambar 8 Jenis tanah lokasi penelitian

Page 51: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

33

4.4.3 Iklim Seperti daerah di Indonesia pada umumnya Kabupaten Sampang

mempunyai iklim tropis yang ditandai dengan adanya 2 (dua) musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Musim hujan berlangsung antara bulan Oktober sampai dengan bulan April dan musim kemarau berlangsung antara bulan April sampai bulan Oktober.

Rata-rata curah hujan di Kabupaten Sampang adalah sekitar 917.8 mm/tahun, sedangkan rata-rata jumlah hari-hari hujan mencapai 6.47 hh/tahun. Berdasarkan data yang ada, curah hujan tertinggi terdapat di Kecamatan Kedungdung yakni 1 735.8 mm/tahun, sedangkan curah hujan terendah terdapat di Kecamatan Sreseh yakni 554.2 mm/tahun. Profil klimatologi Kabupaten Sampang ditunjukkan pada Tabel 10.

Curah hujan merupakan variabel penting dalam kesesuaian pengusahaan tambak garam. Di antara rata-rata curah hujan keenam kecamatan di lokasi penelitian, semua kecamatan memungkinkan untuk pengembangan tambak garam secara tradisional yang memanfaatkan sinar matahari karena curah hujan dibawah 1300 mm/tahun (BRKP dan BMG 2005). Semakin rendah curah hujan, maka semakin baik untuk pengusahaan garam.

Tabel 10 Kondisi iklim di Kabupaten Sampang

Kecamatan

Klimatologi (Rata-rata)

Curah hujan (mm/th)

Hari-hari hujan (hh/th)

Suhu (oC)

Kelembaban udara (%)

Kecepatan angin (km/jam)

Sreseh 554.2 3.25 - - -

Jrengik 1 079.2 5.42 - - -

Pangarengan 497.5 3.83 - - -

Torjun 689.2 4.42 - - -

Sampang 870.8 5.08 - - -

Camplong 607.5 5.25 - - -

Omben 1 045.0 8.19 - - -

Kedungdung 1 735.8 7.58 - - -

Jrengik 1 079.2 5.42 - - -

Tambelangan 1 015.8 7.58 - - -

Banyuates 1 050.0 6.67 - - -

Robatal 1 113.3 10.83 - - -

Karangpenang 85.42 9.58 - - -

Ketapang 89.00 6.75 - - -

Sokobanah 846.7 6.17 - - -

Rata-rata 917.6 6.47 - - -

Sumber : Bappeda Sampang (2010). Keterangan (-) tidak ada data.

4.4.4 Oseanografi Salah satu aspek oseanografi yang menjadi faktor yang perlu mendapat

perhatian untuk pengembangan lahan untuk tambak adalah amplitudo pasang surut. Pasang surut adalah proses naik turunnya muka air laut yang teratur, disebabkan terutama oleh gaya tarik bulan dan matahari serta benda-benda angkasa lainnya. Rentang amplitudo pasang surut yang sesuai untuk

Page 52: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

34 pengembangan lahan tambak tambak berkisar 0.5–3.5 (Hardjowigeno dan Widiatmaka 2007).

Di lokasi penelitian, air tambak yang diusahakan masyarakat berasal dari Selat Madura. KKP (2010c) menunjukkan bahwa pasang surut di perairan Selat Madura adalah tipe pasang surut campuran dengan dominasi harian ganda (mixed semi-diurnal). Tipe pasang surut ini diketahui dari komponen utama pasang surut. Amplitudo komponen pasang surut utama di perairan Selat Madura sebagai berikut: - AM2 (amplitudo dari anak gelombang pasang surut harian ganda rata-rata yang

dipengaruhi oleh bulan) = 34 - AS2 (amplitudo dari anak gelombang pasang surut harian ganda rata-rata yang

dipengaruhi matahari) = 14 - AK1 (amplitudo dari anak gelombang pasang surut harian tunggal rata-rata

yang dipengaruhi oleh deklinasi bulan dan matahari) = 32 - O1 (amplitudo dari anak gelombang pasang surut harian tunggal yang

dipengaruhi oleh deklinasi matahari) = 11 Dari nilai komponen pasang surut utama tersebut diperoleh nilai F (Form-

Zahl) atau konstanta pasang surut (tidal constant) sebesar 0.89 atau berada dalam kisaran 0.25 < F < 1.50 yang berarti tipe pasang surut campuran (mixed type) yang dominan ke harian ganda (mixed semi-diurnal). Dalam sehari semalam terjadi dua kali pasang. Dari konstanta harmonik pasang surut tersebut diperoleh nilai - Highest high water level (HHWL) = 91 cm - Mean high water level (MHWL) = 43 cm - Mean sea level (MSL) = 0 cm - Mean low water level (MLWL) = −43 cm - Lowest low water level (MLWL) = −91 cm

Menurut KKP (2010c), dengan kemiringan lahan 0 sampai 4% memungkinkan air laut dapat masuk ke lahan pegaraman pada saat pasang, namun pada saat surut air laut tidak dapat memasuki lahan pegaraman. Untuk itu di lokasi dilakukan pembuatan tanggul lahan pegaraman di titik terluar yang lebih tinggi (HHWL) dari kondisi pasang tertinggi dan pembuatan pintu air dari saluran primer atau sekunder agar air laut tidak kembali lagi ke laut.

Page 53: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

35

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Identifikasi Areal untuk Ekstensifikasi Tambak Garam

Proses identifikasi areal untuk ekstensifikasi tambak garam didahului dengan analisis kesesuaian lahan. Pada analisis ini salah satu peubah yang digunakan adalah tutupan lahan yang dibuat dari hasil interpretasi citra ikonos tahun 2010 seperti ditunjukkan pada Gambar 9. Hasil analisis menunjukkan bahwa hampir setengah tutupan lahan di lokasi penelitian berupa sawah (Tabel 11). Tambak garam merupakan tutupan lahan dengan luas areal terbesar kedua yaitu 6 191.76 ha atau 16.70% dari luas keseluruhan lokasi penelitian (37 084.49 ha). Diketahui pula terdapat tambak yang hanya digunakan untuk budidaya ikan (bandeng dan udang) seluas 181.03 ha (0.49%). Selebihnya tutupan lahan berupa ladang/tegalan (13.36%), kebun campuran (2.91%), permukiman (15.35%), hutan (2.70%), mangrove (0.74%), rawa (0.59%), semak belukar (0.23%), sungai (1.66%), dan lainnya (0.05%).

Pada kriteria kesesuaian lahan tambak garam, tutupan lahan berupa tambak garam, tegalan dan semak belukar masuk dalam kelas sangat sesuai (S1). Sawah dan kebun campuran masuk dalam kelas cukup sesuai (S2). Tutupan lahan berupa rawa dan tambak budidaya masuk dalam kelas sesuai marjinal (S3). Permukiman, hutan, dan mangrove masuk dalam kelas tidak sesuai (N). Kelas tutupan lahan lainnya hasil ground chek berupa alun-alun kabupaten dan pasir pantai sehingga juga dimasukkan dalam kelas tidak sesuai (N).

Gambar 9 Tutupan lahan

Page 54: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

36

Tabel 11 Luas tutupan lahan

No. Tutupan lahan Luas (ha) Persentase (%)

1. Tambak garam 6 191.76 16.70

2. Tambak budidaya 181.03 0.49

3. Sawah 16 770.75 45.22

4. Ladang/tegalan 4 956.01 13.36

5. Kebun campuran 1 079.65 2.91

6. Permukiman 5 691.08 15.35

7. Hutan 1 000.97 2.70

8. Mangrove 273.74 0.74

9. Rawa 219.12 0.59

10. Semak belukar 85.93 0.23

11. Sungai 616.01 1.66

12. Lainnya 18.46 0.05

Jumlah 37 084.49 100.00

Perbedaan tingkat kesesuaian lahan untuk suatu kategori tutupan lahan

menunjukkan besarnya waktu dan investasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan sistem tambak pada wilayah yang ditempati jenis dan tutupan lahan tersebut serta pertimbangan untung rugi dalam dimensi ekonomi atau lingkungan (Giap et al. 2005). Kategori kesesuaian lahan tinggi menunjukkan waktu dan biaya investasi yang dibutuhkan minimum untuk mengembangkan sistem pertambakan tersebut dan menguntungkan secara berkelanjutan. Sebaliknya untuk kesesuaian lahan rendah menunjukkan investasi atau waktu yang tinggi untuk mengkonversi lahan eksisting tersebut.

Tambak garam di pesisir selatan Kabupaten Sampang dimanfaatkan untuk pengusahaan garam pada musim kemarau sedangkan pada musim penghujan dimanfaatkan untuk budidaya ikan. Berbeda dengan tambak garam, tambak budidaya diusahakan sepanjang tahun untuk budidaya ikan dan/atau udang. Konstruksinya berbeda dan memiliki dasar lebih dalam (1.2−1.5 m) dibandingkan dengan tambak garam yang hanya dibutuhkan kedalaman 5−15 cm untuk meja kristalisasi pada tambak garam. Meskipun secara teknis memungkinkan namun demikian dibutuhkan biaya yang tinggi untuk pengurugan tanah dalam mengkonversi lahan ini menjadi tambak garam sehingga dalam penelitian ini ditetapkan masuk dalam kelas sesuai marjinal (S3).

Menurut Panjara et al. (2008) mangrove merupakan salah satu tutupan lahan yang sesuai (S3) untuk tambak, akan tetapi dalam penelitian ini mangrove ditetapkan tidak sesuai (N) mengingat kelas tutupan lahan tersebut masuk dalam kawasan suaka alam yang dilindungi sesuai Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung. Perlindungan terhadap mangrove ini bertujuan untuk melestarian hutan bakau sebagai pembentuk ekosistem hutan bakau dan tempat berkembangnya berbagai biota laut disamping sebagai pelindung pantai dan pengikisan air laut serta pelindung usaha budidaya di belakangnya. Laporan Tarunamulia et al. (2008) juga menunjukkan bahwa mangrove lebih menguntungkan jika dibiarkan sesuai dengan peruntukan yang sekarang atau sebagai lahan konservasi.

Page 55: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

37

Proses identifikasi ekstensifikasi lahan tambak garam secara sederhana dapat dilihat pada Gambar 10. Dalam proses identifikasi tersebut, beberapa hal yang menjadi pertimbangan adalah: kesesuiaan lahan, penggunaan lahan eksisting, perijinan/hak pengelolaan lahan, dan berbagai regulasi agar lokasi yang teridentifikasi berada dalam area yang memungkinkan untuk dilakukan aktivitas pertambakan. Namun demikian, pada tahap ini pertimbangan perijinan/hak pengelolaan lahan tidak dilakukan karena keterbatasan data.

Gambar 10 Skema proses identifikasi ekstensifikasi lahan tambak garam

5.1.1 Penilaian Kelas Kesesuaian Lahan Tambak Garam

Operasi tumpang susun untuk memperoleh kelas kesesuaian lahan tambak garam diadaptasi dari Pantjara et al. (2008) yang menggunakan peubah kelerengan lahan (t), tekstur tanah (s), curah hujan (e), jarak dari garis pantai (p), jarak dari sungai (r), dan tutupan lahan (c). Kelerengan lahan berkaitan dengan kemudahan pengelolaan tata aliran air dan minimalisasi biaya konstruksi. Tekstur tanah berkaitan dengan porositas tanah agar air tidak merembes. Curah hujan berkaitan dengan kemampuan dan kesempatan faktor klimat dalam menguapkan air laut di atas tambak dalam proses kristalisasi garam. Jarak dari garis pantai dan jarak dari sungai berkaitan dengan ketersediaan dan aksesibilitas air laut sebagai bahan baku dalam pengusahaan garam. Tutupan lahan berkaitan dengan waktu dan investasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan sistem tambak pada wilayah yang ditempati serta pertimbangan untung rugi dalam dimensi ekonomi atau lingkungan.

Peubah curah hujan diadaptasi dari BRKP dan BMG (2005) yang mensyaratkan curah hujan tahunan yang rendah yaitu dibawah 1300 mm/tahun agar suatu wilayah dapat dikembangkan menjadi tambak garam. Penentuan kelas kesesuaian lahan juga mempertimbangkan perlindungan atas sempadan pantai sebagaimana diamanatkan Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007. Oleh karena itu, sebelum dilakukan analisis spasial lebih lanjut telah dilakukan proses buffer sepanjang garis pantai dengan lebar 100 meter ke arah darat yang bertujuan untuk memberi ruang (space) yang akan berfungsi sebagai jalur hijau (green belt).

Sehubungan dengan penggunaan peubah jarak dari garis pantai atau jarak dari sungai dalam kaitan pertimbangan jarak dari sumber air, pelaksanaan operasi tumpang susun disesuaikan dengan karakteristik jenis zona seperti ditunjukkan pada Lampiran 1. Pada zona I terdapat sungai besar yang lebarnya mencapai 300 meter dan didukung dengan tingkat kelerengan yang sangat rendah. Pada zona I ini air laut dapat masuk ke daratan pada saat pasang hingga melebihi jarak 4 000 meter dari garis pantai. Untuk itu berkaitan dengan ketersediaan dan aksesibilitas

Operasi Tumpang

Susun

Peta Kesesuaian

Lahan Tambak garam

Penggunaan Lahan Eksisting

- Berbagai Regulasi - Perijinan/hak

Pengelolaan Lahan Potensi

Ekstensifikasi Lahan Tambak

Garam

Page 56: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

38 air laut pada zona I ini tidak menggunakan peubah jarak dari garis pantai (p), melainkan hanya menggunakan peubah jarak dari sungai (r). Sebaliknya pada zona II tidak terdapat sungai besar. Seluruh tambak garam eksisting pada zona ini hanya berada dalam jarak 4 000 meter dari garis pantai. Pada zona II ini keberadaan tambak garam sangat bergantung dengan dekatnya jarak dari pantai. Akses air dari laut ke darat pada saat pasang dapat melalui sungai-sungai kecil atau kanal-kanal yang dibuat masyarakat setempat. Untuk itu, berkaitan dengan ketersediaan dan aksesibilitas air laut pada zona II ini hanya menggunakan peubah jarak dari garis pantai (p).

Hasil analisis spasial terhadap kesesuaian lahan tambak garam diperlihatkan pada Gambar 11. Diketahui terdapat 8 949.91 ha lahan sesuai untuk dikembangkan menjadi lahan tambak garam, meliputi 4 826.95 ha sangat sesuai (S1), 3 293.45 ha cukup sesuai (S2) dan 829.52 ha sesuai marjinal (S3) yang tersebar pada enam kelas tutupan lahan berupa tambak garam, tambak budidaya, sawah, ladang/tegalan, kebun campuran, semak belukar, dan rawa (Tabel 12).

Pada zona I, kelas kesesuaian lahan S1 lebih banyak berada pada lahan yang relatif dekat dengan sungai. Ini menunjukkan bahwa lahan kelas S1 relatif akan lebih mudah dalam pengelolaan pemanfaatan air laut sebagai bahan baku pembuatan garam. Keadaan ini juga didukung dengan kelas lereng yang datar (≤ 2%) sehingga memudahkan air laut bisa masuk ke daratan pada saat air pasang. Kemudahan dalam memperoleh air laut ini menjadi faktor yang sangat penting guna meminimalkan biaya karena pengusahaan garam membutuhkan pasokan air laut dalam jumlah yang sangat besar. Keadaan ini harus didukung juga dengan tekstur tanah yang tidak porous sehingga air laut yang ditampung di atas tambak garam tidak mudah merembes ke dalam tanah.

Gambar 11 Kesesuaian lahan tambak garam

Page 57: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

39

Tabel 12 Hasil analisis kesesuaian lahan tambak garam

Tutupan lahan (eksisting) Kelas kesesuaian lahan (ha) Persentase

(%) S1 S2 S3 Jumlah

Tambak garam 4 798.41 1 185.40 161.46 6 145.28 68.66

Tambak budidaya - - 181.03 181.03 2.02

Sawah - 2 069.17 266.26 2 335.43 26.09

Ladang/tegalan 28.54 31.09 0.00 59.63 0.67

Kebun campuran - 0.74 - 0.74 0.01

Semak belukar - 7.05 - 7.05 0.08

Rawa - - 220.76 220.76 2.47

Jumlah 4 826.95 3 293.45 829.52 8 949.91 100.00

Lahan kelas S2 dan S3 berada lebih jauh dari sungai yang dapat

mengakibatkan produktivitasnya akan cenderung lebih rendah dibandingkan dengan lahan kelas S1. Dalam hal ini, lahan kelas S2 dan S3 pada zona I ini tergolong ke dalam sub-kelas S2r dan S3r yang artinya lahan tersebut masuk ke dalam kelas cukup sesuai dan sesuai marjinal dengan faktor pembatas jarak dari sungai (r). Dengan mengetahui faktor pembatas tersebut, maka selanjutnya dapat diantisipasi dengan upaya perbaikan seperti pembuatan kanal baru atau revitalisasi kanal yang sudah ada sebagai akses masuknya air laut yang melalui sungai ke areal pegaraman. Penggunaan kincir angin yang dioperasikan pada saat air pasang sebagaimana banyak ditemui di pesisir selatan Kabupaten Sampang juga dapat melengkapi upaya perbaikan tersebut guna mempercepat pemindahan air laut di kanal menuju tambak garam sehingga kanal bisa segera diisi dengan air laut yang baru. Upaya ini juga harus didukung dengan pembuatan tambak reservoir yang memadai untuk menampung air laut sebanyak-banyaknya mengingat pengusahaan garam membutuhkan bahan baku berupa air laut dalam jumlah besar.

Pada zona II, lahan kelas S1 berada dekat dengan pantai sedangkan lahan kelas S2 dan S3 berada lebih jauh ke arah darat. Dalam hal ini, lahan kelas S2 dan S3 pada zona II ini tergolong ke dalam sub-kelas S2p dan S3p yang artinya lahan tersebut masuk ke dalam kelas cukup sesuai dan sesuai marjinal dengan faktor pembatas jarak dari garis pantai (p). Upaya perbaikan yang perlu dilakukan pada tiap-tiap kelas di zona II ini kurang lebih sama dengan upaya perbaikan dalam kelas S2r dan S3r pada zona I yaitu secara prinsip mengusahakan agar air laut bisa masuk sebanyak-banyaknya ke arah lahan kelas S2 dan S3 baik melalui sungai-sungai kecil maupun kanal-kanal buatan. Hal ini diperlukan karena pemanfaatan air laut pada saat pasang oleh lahan kelas S2 dan S3 akan berkompetisi dengan lahan kelas S1 yang notabene berada lebih dekat dengan pantai.

Lahan kelas N pada zona II ini pada umumnya disebabkan oleh kelerengan (t) lahan yang lebih besar dari 4% sehingga digolongkan sebagai sub-kelas Nt. Selama peubah kriteria lainnya memenuhi dan secara teknis memungkinkan maka upaya perbaikan dapat dilakukan asalkan tingkat kemiringannya masih landai (≤ 8%) sehingga lahan bisa masuk ke dalam kelas sesuai. Upaya perbaikan yang dapat dilakukan berupa pekerjaan pemapasan dan pengurugan tanah. Namun demikian, pertimbangan ekonomi dalam hal ini harus menjadi perhatian utama karena upaya perbaikan tersebut memerlukan biaya yang tidak sedikit disamping harus berhadapan dengan faktor pembatas yang akan dijumpai selanjutnya. Untuk lahan kelas N pada kelerengan bergelombang atau berbukit (kelerengan > 8%)

Page 58: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

40 menurut Poernomo (1992) sebaiknya dihindari untuk lokasi pertambakan mengingat akan banyak memerlukan pekerjaan memapas dan mengurug dalam merubah morfologi tanah dan ini akan memakan biaya yang sangat besar. Selain itu dikhawatirkan air laut tidak bisa masuk ke areal tersebut secara optimal pada saat pasang.

Lahan kelas N di lokasi penelitian tidak ada yang memiliki faktor pembatas berupa curah hujan. Hal ini karena unsur klimat tersebut di seluruh pesisir selatan Kabupaten Sampang memenuhi syarat untuk pengusahaan garam. Untuk lahan kelas N di semua zona, yang memiliki faktor pembatas berupa tekstur tanah (sub-kelas Ns), tutupan lahan (sub-kelas Nc), jarak dari garis pantai (sub-kelas Np), maupun jarak dari sungai (sub-kelas Nr) sebaiknya tidak perlu dilakukan upaya perbaikan karena diyakini pengusahaan garam di areal tersebut tidak akan bisa berlangsung secara lestari.

5.1.2 Potensi Ekstensifikasi Tambak Garam

Setelah diketahui tingkat kesesuaian lahan, maka dalam proses identifikasi potensi ekstensifikasi untuk tambak garam rakyat ini harus dipilah antara tutupan lahan berupa tambak garam eksisting dan tutupan lahan non-tambak garam. Tutupan lahan berupa tambak garam eksisting teridentifikasi seluas 6 145.28 ha. Luasan areal ini lebih kecil dibandingkan dengan areal tambak garam pada peta tutupan lahan yang diketahui memiliki luas 6 191.76 ha (Tabel 11). Hal ini karena terdapat tambak garam eksisting yang berada pada areal sempadan pantai, yaitu 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat, yang dinyatakan memiliki kelas tidak sesuai (N) sebagai akibat regulasi pengelolaan kawasan lindung.

Pada tutupan lahan non-tambak garam yang memiliki kesesuaian untuk pengusahaan tambak ini selanjutnya perlu mempertimbangkan berbagai regulasi terkait agar lokasi tersebut berada dalam area yang memungkinkan dilakukan aktivitas pertambakan. Berbagai regulasi tersebut antara lain berkaitan dengan pengelolaan kawasan lindung serta pengamanan ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan umum primer yang dalam penelitian ini hanya meliputi jalan arteri primer, kolektor primer, dan lokal primer.

Dalam kaitan pengelolaan kawasan lindung, regulasi yang dipertimbangkan yaitu Keputusan Presiden Nomor 32 Tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan Lindung, Undang-undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, dan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2011 tentang Sungai. Keputusan Presiden tentang Pengelolaan Kawasan Lindung beserta Undang-undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil melindungi kawasan pantai berhutan bakau sebagai kawasan suaka alam dan melindungi sempadan pantai yaitu daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat. Keputusan Presiden tentang Pengelolaan Kawasan Lindung beserta Peraturan Pemerintah tentang Sungai melindungi kawasan sekitar mata air sekurang-kurangnya dengan jari-jari 200 meter di sekitar mata air dan sempadan sungai. Sungai di sekitar tambak garam dan di sekitar potensi ekstensifikasi tambak garam di lokasi penelitian merupakan sungai tidak bertanggul yang berada di luar kawasan perkotaan sehingga sempadan sungai ditetapkan sekurang-kurangnya 100 meter dari kiri kanan sungai besar dan 50

Page 59: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

41

meter di kiri kanan sungai kecil. Selain regulasi ini juga mempertimbangkan Rencana Kawasan Lindung dalam RTRW Kabupaten Sampang Tahun 2011-2031.

Dalam kaitan pengamanan ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan, regulasi yang dipertimbangkan yakni Undang-undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 2006 tentang Jalan. Undang-undang tentang Jalan mengatur tentang perlunya ruang pengawasan jalan di samping kanan kiri ruang milik jalan. Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar ruang milik jalan yang penggunaannya ada dibawah pengawasan penyelenggara jalan yang berfungsi untuk pengamanan konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan. Dalam penelitian ini konsep ruang pengawasan jalan dan ruang milik jalan mengacu pada Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Kabupaten Sampang yaitu ditetapkan selebar 41 m untuk jalan arteri primer, 25 meter untuk jalan kolektor primer, dan 22 meter untuk jalan lokal primer (Bappeda Sampang 2011b).

Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat lahan sesuai untuk dikembangkan menjadi tambak garam yang masuk dalam kawasan lindung seluas 387.66 ha dan masuk dalam ruang milik jalan serta ruang pengawasan jalan seluas 17.61 ha (Lampiran 2). Areal yang masuk dalam kawasan lindung tidak dimasukkan sebagai lahan potensi untuk ekstensifikasi tambak garam untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup. Begitu pula areal yang masuk ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan juga tidak dimasukkan dalam lahan potensi ekstensifikasi tambak garam untuk pengamanan konstruksi serta pengamanan fungsi jalan. Perlunya pertimbangan regulasi pengamanan ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan ini karena aktivitas pertambakan dipandang dapat menurunkan kekuatan konstruksi jalan.

Setelah mempertimbangkan kesesuaian lahan dan regulasi terkait maka diketahui potensi untuk ekstensifikasi lahan tambak garam seperti ditunjukkan pada Gambar 12. Hasil identifikasi potensi ekstensifikasi lahan untuk tambak garam diketahui seluas 2 398.55 ha (Tabel 13). Sebagian besar lahan potensi tersebut masuk ke dalam kelas S2 yaitu seluas 1 940.79 ha. Lahan dengan kelas S1 hanya teridentifikasi seluas 26.27 ha, selebihnya kelas S3 diketahui seluas 431.49 ha. Lahan eksisting yang teridentifikasi memiliki potensi untuk ekstensifikasi lahan tambak garam tersebut didominasi tutupan lahan berupa sawah yaitu seluas 2 142.45 ha (89.32%). Selanjutnya menyusul tutupan lahan berupa tambak budidaya 152.38 ha (6.35%), ladang/tegalan 54.91 ha (2.29%), rawa 42.36 ha (1.77%), semak belukar 5.72 ha (0.24%), dan kebun campuran 0.74 ha (0.03%).

Areal yang teridentifikasi memiliki potensi untuk ekstensifikasi tambak garam ini pada dasarnya bisa direalisasikan untuk dikelola oleh petani garam rakyat maupun oleh PT. Garam, tergantung status kepemilikan lahan. Jika lahan teridentifikasi merupakan lahan milik rakyat maka tentu bisa dikembangkan menjadi tambak garam untuk dikelola oleh rakyat. Apabila lahan yang teridentifikasi potensi merupakan lahan milik PT. Garam maka tentu bisa dikembangkan menjadi tambak garam untuk dikelola oleh PT. Garam. Namun jika lahan teridentifikasi merupakan lahan milik pemerintah maka pengelolaannya bisa dilakukan oleh rakyat atau PT. Garam. Dalam hal ini, keputusan untuk pengembangan tambak garam dan kebijakan mengenai pihak yang akan mengelolanya dikembalikan kepada pemilik lahan.

Page 60: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

42

Gambar 12 Potensi untuk ekstensifikasi lahan tambak garam

Tabel 13 Hasil identifikasi potensi ekstensifikasi lahan tambak garam

Tutupan lahan (eksisting) Potensi ekstensifikasi (ha) Persentase

(%) S1 S2 S3 Jumlah

Tambak garam - - - - 0.00

Tambak budidaya - - 152.38 152.38 6.35

Sawah - 1 905.69 236.76 2 142.45 89.32

Ladang/tegalan 26.27 28.64 - 54.91 2.29

Kebun campuran - 0.74 - 0.74 0.03

Semak belukar - 5.72 - 5.72 0.24

Rawa - - 42.36 42.36 1.77

Jumlah 26.27 1 940.79 431.49 2 398.55 100.00

Data panen garam kabupaten sampang tahun 2011 menunjukkan total

produksi dari lokasi penelitian sebesar 282.760 ton dengan produktivitas tambak garam optimal mencapai 133 ton/ha/musim (DKPP Sampang 2011). Upaya ekstensifikasi lahan tambak garam bisa meningkatkan produksi garam sesuai dengan kelas kesesuaian lahannya. Jika diasumsikan lahan potensi ekstensifikasi dengan kelas S1 bisa memproduksi garam dengan produktivitas 80% dari produktivitas optimal (106 ton/ha/musim), kelas S2 memiliki produktivitas 60% (80 ton/ha/musim), dan kelas S3 memiliki produktivitas 40% (53 ton/ha/musim) maka dapat diestimasi potensi tambahan produksi garam dari pesisir selatan

Page 61: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

43

Kabupaten Sampang. Dengan memperhatikan luasan areal lahan potensi ekstensifikasi pada tiap-tiap kelas kesesuaiannya maka potensi tambahan produksi garam setiap musimnya yaitu dari lahan kelas S1 sebesar 2 792 ton, dari lahan kelas S2 sebesar 154 720 ton dan dari lahan kelas S3 sebesar 22 932 ton. Dengan demikian, jika seluruh lahan potensi ekstensifikasi direalisasikan maka potensi penambahan produksi garam secara keseluruhan yaitu sebanayak 180 445 ton/musim.

Dalam kaitan swasembada garam nasional, jika memperhatikan kekurangan garam konsumsi beberapa tahun terakhir secara nasional yaitu sebesar 200 ribu ton/tahun sebagaimana disebutkan KKP (2009, 2010a, 2011) maka tidak cukup teratasi kalau hanya mengandalkan upaya ekstensifikasi lahan tambak garam di pesisir selatan Kabupaten Sampang. Perlu upaya ekstensifikasi dari lokasi lainnya, disamping tetap mengupayakan langkah optimalisasi produksi garam. Namun demikian, upaya ekstensifikasi lahan tambak garam di pesisir selatan Kabupaten Sampang ini memiliki potensi untuk bisa menutupi 90% kekurangan garam konsumsi nasional.

5.2 Land Rent Berbagai Tipe Penggunaan Lahan dan Tambak Garam

Menurut Barlowe (1978) land rent dianggap sebagai suatu surplus nilai produk atau total pendapatan setelah dikurangi total biaya. Nilai land rent dalam penelitian ini dimaknai sebagai pendapatan bersih yang diterima suatu bidang lahan tiap meter persegi per tahun akibat dilakukannya suatu kegiatan pada bidang lahan tersebut (Rustiadi et al. 2009).

Tambak garam di pesisir selatan Kabupaten Sampang diusahakan untuk produksi garam pada musim kemarau dan untuk budidaya ikan (bandeng dan/atau udang) pada musim penghujan. Penghitungan land rent tambak garam dan tipe penggunaan lahan lainnya dimaksudkan agar diketahui perbandingan gambaran surplus ekonomi dari tiap tipe penggunaan lahan tersebut. Dengan memperhatikan land rent tambak garam dibandingkan tipe penggunaan lahan lainnya akan diketahui secara logis menurut hukum ekonomi pasar tipe penggunaan lahan apa yang memungkinkan beralih fungsi menjadi tambak garam, sejauh memenuhi kriteria kesesuaiannya.

Tipe penggunaan lahan yang dianalisis adalah berkaitan dengan bentuk kegiatan ekonomi yang dilakukan di atas lahan tersebut selama satu tahun. Tambak milik rakyat di pesisir selatan Kabupaten Sampang diusahakan dalam bentuk tambak garam dan beberapa diusahakan sebagai tambak budidaya. Tambak budidaya sepanjang tahun diusahakan untuk budidaya ikan yang pada umumnya polikultur bandeng-udang. Berbeda dengan tambak budidaya, tambak garam diusahakan untuk produksi garam pada musim kemarau dan untuk budidaya ikan (bandeng dan/atau udang) pada musim penghujan. Penghitungan land rent tambak garam hanya dilakukan pada pengusahaan garam rakyat yang menggunakan metode maduris. Dari penghitungan yang dilakukan, hasil produksi garam pada musim kemarau tersebut memberikan kontribusi yang sangat dominan (96.4%) dibandingkan dengan budidaya ikan (3.6%) seperti ditunjukkan pada Lampiran 3.

Page 62: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

44

Hasil penghitungan land rent berbagai tipe penggunaan lahan dan perbandingannya dengan land rent tambak garam disajikan pada Tabel 14. Hasil uji-t (α = 0.05) menunjukkan bahwa land rent semua tipe penggunaan lahan berbeda nyata dengan land rent tambak garam kecuali tipe penggunaan kebun mangga dan kebun pisang. Aktivitas perdagangan dan jasa mempunyai nilai land rent paling besar disusul rumah huni dengan nilai kali lipat berturut-turut 143.63, 39.23 dan 9.81 terhadap tambak garam. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Sitorus et al. (2007) dan Rustiadi et al. (2009) yang menyatakan bahwa penggunaan lahan untuk villa, aktivitas perdagangan/jasa dan permukiman secara umum memiliki land rent lebih besar dibandingkan dengan penggunaan lahan untuk aktivitas pertanian.

Land rent kebun jambu air (Syzgium aquem) juga relatif tinggi, masih di atas kebun jati, dengan nilai 4.63 kali lipat land rent tambak garam. Hal ini tidak mengherankan karena komoditas yang dikenal dengan nama pasar “jambu air camplong” tersebut merupakan buah khas Sampang-Madura yang merupakan varietas unggul serta mendapat apresiasi pasar lokal dan regional yang cukup tinggi (Pubiati dan Suryadi 2005).

Tipe penggunaan lahan sawah irigasi dengan kisaran land rent Rp3 651− Rp4 742 per m2/tahun dengan pola tanam padi-padi-tembakau, sawah tadah hujan dengan pola tanam padi-jagung-tembakau, kebun pisang, dan kebun mangga memiliki nilai tengah land rent di atas tambak garam yang berkisar Rp1 675− Rp2 954 per m2/tahun. Ladang dengan pola tanam jagung-tembakau, kebun bambu, dan terendah tambak budidaya polikultur bandeng-udang memiliki nilai tengah land rent di bawah tambak garam.

Tabel 14 Nilai land rent tiap tipe penggunaan lahan dan perbandingannya dengan land rent tambak garam

Tipe penggunaan lahan

Kisaran nilai land rent

(rupiah/m2/tahun)

Nilai tengah

(rupiah/ m2/ tahun)

Nilai kali lipat

terhadap tambak garam

Nilai t hitung

Signifikansi uji t

berpasangan terhadap tambak

garam (α = 0.05)

Tambak budidaya 252− 317 285 0.13 −6.843 0.000

Kebun bambu 133− 889 291 0.13 −14.953 0.000

Ladang 715− 2 022 854 0.39 −7.318 0.000

Tambak garam 1 675− 2 954 2 176 1.00 - -

Kebun mangga 741− 2 917 2 200 1.01 −0.826 0.417

Kebun pisang 1 286− 4 060 2 751 1.26 1.646 0.114

Sawah tadah hujan 1 765− 3 395 2 766 1.27 2.89 0.008

Sawah irigasi 3 651− 4 742 4 120 1.89 9.941 0.000

Kebun jati 7 913− 9 375 8 238 3.79 23.498 0.000

Kebun jambu air 7 500− 11 767 10 083 4.63 14.871 0.000

Rumah huni 11 979− 45 918 21 354 9.81 6.496 0.000

Jasa (bengkel) 22 500− 315 000 85 357 39.23 4.245 0.000

Perdagangan 75 000− 580 000 312 500 143.63 6.726 0.000

Page 63: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

45

Dalam kaitan upaya ekstensifikasi tambak garam, land rent akan menjadi salah satu pertimbangan karena dalam mekanisme pasar kegiatan yang mempunyai nilai land rent yang lebih tinggi akan mampu menggeser kegiatan dengan land rent yang lebih rendah (Rustiadi et al. 2009). Lahan eksisting dengan land rent lebih tinggi dibandingkan dengan tambak garam cenderung tidak akan dialihfungsikan tipe penggunaannya menjadi lahan pegaraman. Gambar 13 menunjukkan bahwa jika sekalipun lahannya potensial untuk ekstensifikasi tambak garam, maka sawah irigasi (padi-padi-tembakau), kebun jati, dan kebun jambu air cenderung tidak akan dikonversi menjadi tambak garam karena lebih menguntungkan jika tipe penggunaannya tetap seperti kondisi eksisting. Namun tipe penggunaan tambak budidaya, kebun bambu, ladang (jagung-tembakau), kebun mangga, kebun pisang, dan sawah tadah hujan (padi-jagung-tembakau) selama memiliki potensi untuk ekstensifikasi tambak garam bisa mempengaruhi pemilik lahan untuk dikonversi menjadi tambak garam. Preferensi untuk konversi lahan ini tentu dengan mempertimbangkan secara lebih mendalam manfaat ekonomi yang dihasilkan masing-masing lahan pada tiap-tiap tipe penggunaannya.

Gambar 13 Kisaran land rent tiap tipe penggunaan lahan

5.3 Analisis Finansial Pengusahaan Garam

Di pesisir selatan Kabupaten Sampang, garam diusahakan dengan tiga macam metode pemanenan yaitu metode maduris. portugis dan geomembrane. Perbedaan prinsip pada ketiga metode tersebut berkaitan dengan penggunaan alas pada petak kristalisasi. Metode maduris hanya menggunakan tanah tambak yang dikeraskan menggunakan alat yang dalam bahasa setempat disebut glidik. Metode portugis menggunakan lantai garam yang diperoleh dari produksi garam yang tidak dipanen selama kurang lebih 30 hari di awal musim. Metode geomembrane menggunakan alas membran berbahan polimer yang terbuat dari high-density polyethylene (HDPE). Metode maduris biasa digunakan dalam pegaraman rakyat karena metode ini lebih mudah diterapkan, sedangkan metode portugis dan geomembrane biasa digunakan oleh PT. Garam. Namun demikian, sejak beberapa

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

Lan

d re

nt(r

upia

h/m

2 /ta

hun)

Tipe penggunaan lahan

Keterangan:

1. Tambak ikan budidaya (udang, bandeng)

2. Kebun bambu 3. Ladang (jagung - tembakau) 4. Tambak garam 5. Kebun mangga 6. Kebun pisang 7. Sawah tadah hujan (padi -

jagung - tembakau) 8. Sawah irigasi (padi - padi -

tembakau) 9. Kebun jati 10. Kebun jambu air

Page 64: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

46 tahun terakhir ada sebagian petani garam rakyat di sekitar lahan pegaraman PT. Garam di Desa Pangarengan Kecamatan Pangarengan yang juga mulai mencoba menggunakan metode portugis. Secara lebih lengkap, perbedaan dari ketiga metode tersebut ditunjukkan pada Tabel 15.

Analisis finansial pengusahaan garam diawali dengan pengumpulan data hasil produksi garam pada metode pemanenan maduris. portugis maupun geomembrane. Di lokasi pengambilan sampel, pengusahaan garam dengan metode maduris menggunakan interval pemanenan setiap 7 hari (satu pekan) sehingga satu bulan bisa empat kali panen. Metode portugis dan geomembrane menggunakan interval 10 harian (dasarian) sehingga dalam satu bulan bisa tiga kali panen. Analisis finansial yang dilakukan menggunakan harga garam yang berlaku setempat di tempat panen (tambak) pada tahun 2011. Metode maduris menghasilkan garam kualitas sedang (KP2) dengan harga Rp384 615 per ton. Metode portugis dan geomembrane menghasilkan garam kualitas tinggi (KP1) dengan harga Rp583 333 per ton. Lantai garam pada metode portugis pada akhir musim juga dipungut dan dihargai sebagai garam kualitas rendah (KP3) Rp250 000 per ton. Rekapitulasi jumlah dan nilai produksi tiap-tiap metode pemanenan garam per unit produksi per bulannya ditunjukkan pada Gambar 14.

Tabel 15 Perbedaan metode maduris, portugis, dan geomembrane

Uraian

Metode pemanenan garam

Maduris Portugis Geomembrane

Lantai petak kristalisasi

Berupa tanah yang dikeraskan

Dibuat dari garam 1 bulan pertama yang tidak dipanen

Berupa polimer HDPE (geomembrane)

Pembuatan pematang

Dibuat dari tanah yang dibentuk menjadi gundukan pematang

Tanah yang dibuat gundukan dan dikokohkan dengan susunan batu bata putih (optional)

Dibuat dari tanah yang dibentuk menjadi gundukan pematang

Pemanenan - Dapat dilakukan di awal musim

- Baru dapat dilakukan 1 bulan setelah awal musim

- Dapat dilakukan di awal musim

- Memerlukan alat pencacah untuk memecahkan dan memisahkan garam dari tanah

- Memerlukan alat pencacah untuk memecahkan dan memisahkan garam lantai garam

- Tidak memerlukan alat pencacah karena garam dapat dipisahkan dengan mudah dari geomembrane

Kualitas garam KP2 (sebagian besar)

- KP1 (panen reguler) KP1 (seluruhnya)

- KP3 (merupakan lantai garam yang juga dipungut di akhir musim)

Satu unit produksi garam meliputi tambak bouzem (reservoir) untuk

penampungan air laut, tambak peminihan sebagai areal penguapan, dan petak kristalisasi sebagai tempat pembentukan kristal garam. Di lokasi penelitian luasan petak kristalisasi kurang lebih seperempat dari jumlah luas keseluruhan satu unit produksi. Dengan unit sampel petak kristalisasi masing-masing seluas 7 200 m2 berarti dibutuhkan luas keseluruhan kurang lebih 28 800 m2 atau sekitar 3 ha.

Pemanenan garam pada metode maduris dan geomembrane sudah dapat dilakukan pada awal-awal musim produksi (akhir Juni), sedangkan pada metode

Page 65: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

47

portugis baru bisa memulai pemanenan satu bulan setelahnya. Ini disebabkan karena pada metode portugis ada masa pembuatan lantai garam yang diperoleh dari produksi garam yang tidak dipanen selama satu bulan pertama. Hasil panen garam dari tiap-tiap metode pemanenan tersebut kemudian dijadikan dasar penghitungan manfaat (benefit) pada analisis finansial tiap-tiap metode pemanenan garam yang hasilnya ditunjukkan pada Tabel 16.

Gambar 14 Produksi dan nilai produksi garam metode pemanenan maduris, portugis, dan geomembrane

Hasil analisis finansial menunjukkan ketiga metode pemanenan pada

pengusahaan garam tersebut layak untuk dilanjutkan. Terlihat dari Net Present Value yang positif (NPV > 0), Internal Rate of Return diatas tingkat suku bunga yang berlaku di daerah penelitian (IRR > discount rate), dan Net Benefit Cost Ratio lebih besar dari satu (Net BCR > 1).

Tabel 16 Hasil analisis finansial pengusahaan garam

Kriteria Metode pemanenan garam

Maduris Portugis Geomembrane

NPV (Rp) 54 705 739 115 415 674 214 379 826 IRR (%) (discount rate 12.86%) 30.43 37.69 69.14

Net BCR 2.55 3.83 5.90

Payback period 3.92 4.11 2.93

Net BCR merupakan tingkat besarnya tambahan manfaat setiap penambahan

satu satuan rupiah yang digunakan (Rustiadi et al. 2009). Dengan demikian, dari Tabel 16 dapat diketahui bahwa metode geomembrane merupakan metode yang paling menguntungkan dibandingkan dengan kedua metode lainnya karena

91.9

9.4

50.056.7

65.158.9

53.7

9.1

62.9

81.1

67.5

57.2

16.6

72.6

106.4

118.2

106.9

86.4

0

20

40

60

80

100

120

140

Pro

dukt

ivit

as (

ton/

720

0m2 )

Portugis (KP3) Maduris (KP2) Portugis (KP1) Geomembrane (KP1)

23.0

3.6

19.2 21.8

25.0 22.7

20.7

5.3

36.7

47.3

39.4

33.4

9.7

42.4

62.0

69.0

62.3

50.4

0

10

20

30

40

50

60

70

80

Nil

ai P

rodu

ksi (

juta

rup

iah

/720

0m2 )

Page 66: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

48 memiliki nilai net BCR paling tinggi (5.90). Metode portugis (net BCR = 3.83) lebih menguntungkan dibandingkan metode maduris (net BCR = 2.55). Hal ini sejalan dengan laporan Amaliya (2007) yang menunjukkan keunggulan metode portugis dibandingkan dengan metode maduris pada pengusahaan garam di Desa Pinggir Papas, Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep.

Payback period menunjukkan jangka waktu yang diperlukan untuk mengembalikan modal suatu investasi. Semakin cepat periode pengembalian suatu proyek atau terjadinya break event point (BEP) maka akan lebih disukai (Soeharto 1995). Metode geomembrane selain paling menguntungkan juga memiliki payback period paling pendek (2.93 bulan), akan tetapi petani garam rakyat belum bisa menerapkannya karena geomembrane tidak tersedia di pasar retail dalam negeri. Metode maduris menunjukkan payback period lebih singkat (3.92 bulan) dibandingkan dengan metode portugis (4.11 bulan) sehingga banyak diminati petani garam rakyat sekalipun memiliki Net BCR lebih rendah. Preferensi petani garam rakyat menggunakan metode maduris juga disebabkan oleh tidak jauh berbedanya harga garam KP1 dan garam KP2 pada tahun-tahun sebelumnya, disamping proses pengusahaannya yang lebih mudah diterapkan.

Memperhatikan keragaan produksi maupun hasil analisis finansial tersebut diatas, maka untuk pengembangan jangka pendek, petani garam sebaiknya mulai mengalihkan penggunaan metode maduris ke metode portugis. Dengan metode portugis kuantitas maupun kualitas hasil produksi lebih baik daripada metode maduris yang umum digunakan petani garam rakyat saat ini. Investasi yang dibutuhkan pada kedua metode ini relatif tidak jauh berbeda serta peralatan yang dibutuhkan sama-sama tersedia di pasar setempat. Arahan ini akan lebih feasible jika mendapat dukungan pasar maupun dari pemerintah selaku regulator penentu harga garam untuk mendeterminasikan harga yang jelas pada tiap-tiap kualitas garam. Sementara itu, penggunaan metode geomembrane bisa mulai dipersiapkan untuk pengembangan jangka menengah dan jangka panjang disamping tetap melakukan pengembangan teknologi lainnya.

Diseminasi pemanfaatan metode pengusahaan garam dengan keragaan produksi yang baik secara akumulatif akan mampu meningkatkan produksi garam dalam negeri. Jika apresiasi pasar terhadap garam kondusif, penggunaan metode pemanenan garam dengan keragaan yang baik akan meningkatkan pendapatan petani garam. Keadaan ini secara makro akan meningkatkan ekonomi daerah.

5.4 Arahan Pengembangan Tambak Garam

Pengembangan tambak garam dalam penelitian ini secara fisik dimaknai sebagai upaya mencari potensi untuk ekstensifikasi lahan yang bisa dikembangkan menjadi tambak garam. Konsekuensi logis dari upaya ini adalah konversi tipe penggunaan lahan eksisting yang memiliki kesesuaian menjadi tambak garam. Menurut Sitorus (2004), tipe penggunaan lahan yang sesuai dengan tujuan peruntukan dipakai sebagai titik awal proses, diperoleh dari kondisi-kondisi sosial, ekonomi dan politik (termasuk penggunaan lahan saat ini) dan kondisi ekologis umum. Selain itu, dampak yang diperkirakan terhadap lingkungan juga menjadi faktor penting bagi keputusan tentang tipe penggunaan lahan yang sesuai dengan keadaan suatu daerah.

Page 67: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

49

Secara umum, menurut Hardjowigeno dan Widiatmaka (2007) kebijakan penggunaan lahan didasarkan pada 6 (enam) aspek, yaitu: (1) aspek teknis menyangkut potensi sumberdaya lahan yang dapat diperoleh dengan cara melakukan evaluasi kesesuaian lahan; (2) aspek lingkungan yaitu berkaitan dengan dampaknya terhadap lingkungan; (3) aspek hukum, yaitu harus sesuai dengan peraturan dan undang-undang yang berlaku; (4) aspek politik atau kebijakan pemerintah; (5) aspek sosial menyangkut penggunaan lahan untuk kepentingan sosial, penggunaan lahan tidak boleh hanya menguntungkan seseorang, melainkan juga harus bermanfaat bagi seluruh masyarakat yang tinggal di daerah tersebut dan sekitarnya; dan (6) aspek ekonomi, yaitu penggunaan lahan yang optimal yang memberi keuntungan setinggi-tingginya tanpa merusak lahannya sendiri serta lingkungannya.

Terkait aspek teknis, dalam penelitian ini sudah dilakukan evaluasi kesesuaian lahan tambak garam sebagaimana sudah dibahas pada Subbab 5.1. Hasil analisis menunjukkan bahwa terdapat 8 949.91 ha lahan sesuai untuk dikembangkan menjadi lahan tambak garam yang terdiri atas lahan kelas sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2) dan sesuai marjinal (S3). Lahan kelas S1 artinya tidak mempunyai pembatas yang besar untuk dikembangkan sebagai tambak garam, atau hanya mempunyai pembatas yang tidak secara nyata berpengaruh terhadap produksi garam dan tidak akan menaikkan masukan (input) yang telah biasa diberikan. Lahan kelas S2 artinya lahan yang mempunyai pembatas-pembatas agak berat untuk penggunaan tambak garam yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan serta meningkatkan input yang diperlukan. Lahan kelas S3 menunjukkan bahwa lahan mempunyai pembatas-pembatas sangat berat untuk penggunaan tambak garam yang lestari. Pembatas akan mengurangi produktivitas atau keuntungan dan perlu menaikkan input yang diperlukan. Selain dari tiga kelas tersebut masuk ke dalam kelas tidak sesuai (N), yang menunjukkan bahwa lahan tersebut mempunyai pembatas sedemikian rupa sehingga mencegah untuk digunakan sebagai tambak garam secara lestari.

Sehubungan dengan aspek lingkungan dan aspek hukum, proses identifikasi potensi ekstensifikasi tambak garam dalam penelitian ini juga sudah mempertimbangkan regulasi terkait agar lokasi tersebut berada dalam area yang memungkinkan dilakukan aktivitas pertambakan. Kaitannya dengan aspek lingkungan, penelitian ini sudah mempertimbangkan pengelolaan kawasan lindung. Areal yang masuk dalam kawasan lindung tidak dimasukkan dalam lahan potensi untuk ekstensifikasi tambak garam untuk mencegah timbulnya kerusakan fungsi lingkungan hidup. Namun demikian, upaya ekstensifikasi tambak garam ini masih perlu didahului dengan kajian eksternalitas/ dampak yang akan ditimbulkan serta dilengkapi dengan data status lahan atau perijinan mengenai penggunaan lahan tertentu.

Identifikasi ekstensifikasi tambak garam dalam penelitian ini juga mempertimbangkan regulasi tentang pengamanan ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan primer sebagaimana diuraikan pada subbab sebelumnya. Undang-undang nomor 38 tahun 2008 tentang Jalan mengatur tentang perlunya ruang pengawasan jalan di samping kanan kiri ruang milik jalan yang berfungsi untuk pengamanan konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalan. Undang-undang tersebut mengatur tentang larangan (berikut sanksinya) aktivitas yang mengakibatkan terganggunya fungsi jalan di dalam ruang milik jalan maupun di

Page 68: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

50 ruang pengawasan jalan. Perlunya pertimbangan regulasi pengamanan ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan ini karena aktivitas pertambakan dipandang dapat menurunkan kekuatan konstruksi jalan. Areal yang masuk ruang milik jalan dan ruang pengawasan jalan tidak dimasukkan dalam lahan potensi ekstensifikasi tambak garam untuk pengamanan konstruksi serta pengamanan fungsi jalan.

Mengingat hasil identifikasi potensi ekstensifikasi tambak garam di lokasi penelitian sebagian besar lahan eksisting berupa sawah dengan luasan areal 2 142.45 ha (89.32%), maka berkaitan dengan aspek hukum, regulasi yang juga perlu diperhatikan kedepannya adalah Undang-undang nomor 41 tahun 2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B). Regulasi ini salah satunya bertujuan untuk melindungi dan menjamin tersedianya kawasan dan lahan pertanian pangan secara berkelanjutan. Regulasi mengenai LP2B ini belum dimasukkan dalam pertimbangan pada penelitian ini karena dokumen perencanaan dan penetapan serta pemetaan zonasi lahan pertanian pangan berkelanjutan maupun lahan cadangan pertanian pangan berkelanjutan belum tersedia di instansi pemerintah daerah Kabupaten Sampang.

Mengenai aspek politik atau kebijakan pemerintah pada dasarnya sudah jelas. Pemerintah setempat melalui RTRW Kabupaten Sampang 2011-2031 mengarahkan pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang yang tersebar di 6 (enam) kecamatan: Kecamatan Sampang, Camplong, Torjun, Pangarengan, Jrengik dan Sreseh (Bappeda Sampang, 2010). Di enam kecamatan inilah dilakukan identifikasi potensi ekstensifikasi dalam penelitian ini. Selain itu, pemerintah Kabupaten Sampang menyatakan bahwa garam merupakan salah satu komoditi unggulan bagi Kabupaten Sampang (Bappeda Sampang 2011a). Dua hal tersebut sudah menunjukkan selarasnya upaya pengembangan tambak garam di lokasi penelitian dengan aspek kebijakan pemerintah. Kajian pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang ini merupakan salah satu manifestasi berpadunya pendekatan regional dan pendekatan sektoral/komoditas dalam upaya pengembangan wilayah.

Berkenaan dengan aspek sosial, dalam penelitian ini tidak dibahas. Namun demikian diyakini bahwa pengembangan (ekstensifikasi) tambak garam tidak akan hanya menguntungkan seseorang, melainkan juga akan bermanfaat bagi masyarakat lainnya. Aktivitas pengusahaan garam di lokasi penelitian membutuhkan (1) tenaga penggarap yang bertanggung jawab dalam produksi garam, yang dalam bahasa setempat dikenal dengan sebutan manthong, (2) tenaga-tenaga pungut yang dibutuhkan dalam proses pemanenen, (3) tenaga-tenaga angkut yang dibutuhkan untuk mengangkut garam hasil panen ke collecting point, dan (4) buruh-buruh kasar yang dibutuhkan dalam menaikkan garam di collecting point ke atas kendaraan pengangkut. Selain itu, penyedia jasa angkutan (truk) juga akan merasakan manfaat dengan bertambahnya hasil produksi garam sebagai konsekuensi logis akibat pengembangan tambak rakyat. Pengembangan tambak garam yang dilakukan secara terencana dan melalui pertimbangan komprehensif akan mampu membuka lapangan kerja baru yang akan menyerap tenaga kerja tambahan yang secara makro pada akhirnya dapat meningkatkan perekonomian wilayah.

Terakhir berkaitan dengan aspek ekonomi, pada penelitian ini dilakukan pendekatan analisis land rent, yang dimaknai sebagai pendapatan bersih yang

Page 69: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

51

diterima suatu bidang lahan tiap meter persegi per tahun akibat dilakukannya suatu kegiatan pada bidang lahan tersebut. Land rent berbagai tipe penggunaan lahan dianalisis kemudian dibandingkan dengan land rent tambak garam. Dengan demikian diketahui tipe penggunaan lahan apa saja yang setara, lebih menguntungkan, atau kurang menguntungkan dibandingkan dengan tambak garam yang mempunyai kisaran land rent Rp1 675−Rp2 954 per m2/tahun. Kisaran land rent ini hanya diambil dari sampel pengusahaan garam rakyat yang menggunakan metode maduris.

Selain metode maduris yang biasa diterapkan di pegaraman rakyat, di pesisir selatan Kabupaten Sampang juga terdapat metode portugis dan geomembrane yang umum digunakan di lahan pegaraman milik PT. Garam. Hasil analisis finansial menunjukkan bahwa metode geomembrane dan portugis memberikan keuntungan finansial yang lebih baik dibandingkan dengan metode maduris. Untuk itulah, selain arahan pengembangan secara fisik (ekstensifikasi), maka arahan pengembangan secara teknik pengusahaan garam perlu juga diberikan untuk mengoptimalkan produktivitas. Pengalihan penggunaan metode maduris ke metode portugis maupun geomembrane diyakini akan meningkatkan land rent tambak garam sehingga akan mampu memberikan manfaat ekonomi yang lebih tinggi lagi. Namun demikian, khusus arahan pengalihan metode pemanenan garam maduris ke geomembrane harus mempertimbangkan kondisi aktual petani garam rakyat setempat terutama berkaitan dengan daya belinya. Hal ini karena harga geomembrane tidak murah yaitu sekitar 22 juta rupiah per meter persegi sebagaimana ditunjukkan dalam cash flow analysis (Lampiran 5).

Dalam kaitan arahan pengembangan tambak garam melalui ekstensifikasi, maka secara operasional setidaknya ada tiga hal yang perlu diperhatikan yaitu kesesuaian lahan, land rent dan penggunaan lahan eksisting. Dalam analisis, arahan pengembangan tambak garam ini juga sudah mempertimbangkan aspek regulasi agar areal yang dinyatakan sebagai potensi ekstensifikasi tambak garam berada pada lokasi yang memungkinkan untuk dilaksanakan aktivitas pertambakan.

Lahan yang bisa dialihfungsikan penggunaannya menjadi tambak garam harus memiliki kelas sesuai (S1−S3) agar pengusahaan garam bisa lestari/berkelanjutan. Lahan yang diarahkan untuk dikonversi yaitu lahan yang memiliki land rent lebih rendah dari tambak garam. Pelaksanaan konversinya sebaiknya dimulai dari penggunaan lahan yang land rent-nya rendah. Dalam hasil analisis, diketahui terdapat tutupan lahan yang teridentifikasi memiliki kesesuaian namun tidak dilakukan penghitungan land rent karena pertimbangan teknis yaitu rawa dan semak belukar. Akan tetapi kedua tutupan lahan tersebut diyakini memiliki land rent jauh lebih rendah dibandingan dengan land rent tambak garam sehingga dimasukkan ke dalam arahan ekstensifikasi selama memiliki kelas sesuai untuk tambak garam.

Penggunaan lahan eksisting juga perlu diperhatikan karena berkaitan dengan tingkat kesulitan dalam upaya pengalihfungsiannya. Tipe penggunaan kebun mangga dan kebun bambu misalnya, sekalipun menurut pertimbangan kelas kesesuaian dan land rent memungkinkan untuk dikonversi, namun karena upaya konversinya diyakini memiliki tingkat kesulitan yang tinggi, maka disarankan untuk dijadikan prioritas terakhir dalam upaya ekstensifikasi ini. Berbeda dengan tambak budidaya, sekalipun memiliki kelas S3, namun karena secara teknis

Page 70: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

52 diyakini mudah direvitalisasi menjadi tambak garam maka diarahkan sebagai prioritas utama untuk dikonversi menjadi tambak garam.

Dengan demikian, berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tersebut di atas serta memperhatikan analisis-analisis sebelumnya maka lahan yang memungkinkan untuk ekstensifikasi tambak garam adalah yang memiliki kelas sesuai untuk tambak garam dengan tipe penggunaan berturut-turut dari prioritas utama hingga terakhir yaitu berupa tambak budidaya, sawah tadah hujan, rawa, semak belukar, ladang, kebun pisang, kebun mangga, dan kebun bambu.

5.5 Strategi Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat

Perumusan arahan strategi pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang dalam kerangka pengembangan wilayah sekaligus membantu pencapaian swasembada garam nasional diperoleh melalui analisis A’WOT. Untuk mencapai rumusan tersebut dilakukan beberapa tahapan analisis antara lain dengan mengidentifikasi dan menganalisis faktor strategi internal dan eksternal.

5.5.1 Faktor Strategi Internal dan Eksternal

Proses perumusan strategi melalui tiga tahap analisis yaitu tahap pengumpulan atau identifikasi data, tahap analisis, dan tahap pengambilan keputusan (Rangkuti 2009). Penelitian ini mengidentifikasi dan menganalisis data yang diperoleh untuk menyusun rumusan strategi pengembangan sentra tambak garam rakyat di lokasi penelitian.

5.5.1.1 Identifikasi Faktor Strategi Internal dan Eksternal

Pada tahap ini pada dasarnya tidak hanya sekadar kegiatan pengumpulan data, tetapi juga merupakan kegiatan pengklasifikasian dan pra-analisis. Pada tahap ini data dibedakan menjadi faktor strategi internal dan faktor strategi eksternal. Hasil identifikasi faktor strategi tersebut diuraikan sebagai berikut:

A. Faktor Strategi Internal a. Kekuatan

1. Potensi SDA (ketersediaan lahan tambak yang luas dan air laut, didukung iklim yang sesuai)

2. Teknik pengusahaan garam yang dikenal secara turun temurun 3. Peralatan sederhana dan mudah diperoleh 4. Tenaga kerja yang selalu tersedia 5. Sudah ada jaringan pemasaran 6. Ketersediaan koperasi petani garam 7. Sudah ada kelompok/organisasi petani garam

b. Kelemahan

1. Infatruktur yang kurang menunjang kawasan 2. Pengusahaan tambak garam yang tergantung cuaca 3. Rendahnya kualitas SDM dan kelembagaan, posisi tawar petambak garam

lemah

Page 71: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

53

4. Kurangnya akses sumber permodalan, banyak petambak garam terjerat tengkulak

5. Masih rendahnya kualitas garam rakyat 6. Minimnya sentuhan teknologi

B. Faktor Strategi Eksternal a. Peluang

1. Tingginya permintaan akan garam dan terus meningkat 2. Mulai ada perhatian serius dari pemerintah, misal melalui pemberdayaan

usaha garam rakyat (PUGAR) dan berbagai upaya mengatasi permasalahan garam

3. Regulasi penetapan harga garam rakyat yang semakin baik 4. Kebijakan pemerintah pusat memproteksi garam rakyat dari garam impor 5. Dukungan RTRW untuk Pengusahaan garam 6. Introduksi pemanfaatan teknologi geomembrane

b. Ancaman

1. Masuknya garam impor (garam konsumsi) pada masa larangan impor garam (antara 1 bulan sebelum panen raya dan 2 bulan sesudah panen raya garam rakyat)

2. Tidak berfungsinya Harga Penetapan Pemerintah (HPP) secara efektif, harga di pasaran selalu bergejolak.

3. Pasar yang hegemonik dan monopolistik, penentuan harga dikuasai pabrik/pedagang besar.

4. Adanya praktik kartel perdagangan garam di tingkat lokal dan regional 5. Banyak munculnya asosiasi terkait di bidang garam, mengaburkan

keberpihakannya pada petambak garam rakyat. 6. Konversi lahan tambak menjadi area terbangun.

5.5.1.2 Analisis Faktor Strategi Internal dan Eksternal

Setelah dilakukan identifikasi terhadap faktor-faktor strategi internal (kekuatan dan kelemahan) dan eksternal (peluang dan ancaman) selanjutnya dilakukan penyusunan matriks Internal Strategic Factors Analysis Summary (IFAS) dan External Strategic Factors Analysis Summary (EFAS). Penyusunan matriks ini untuk mengetahui tingkat kepentingan yang ditunjukkan dengan bobot dan tingkat pengaruh yang ditunjukkan dengan rating faktor-faktor tersebut dalam penentuan strategi pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang.

Penilaian tingkat konsistensi pembobotan faktor SWOT dari seluruh responden dilakukan dengan melihat nilai consistency ratio (CR). Nilai ini menunjukkan baik atau tidaknya consistency index (CI) yang berpengaruh pada kesahihan hasil. Menurut Marimin (2008), rasio dianggap baik apabila CR ≤ 0.1. Hasil analisis menunjukkan bahwa CR pembobotan faktor kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yaitu berturut-turut sebesar 0.023, 0.008, 0.013, 0.004 (Lampiran 7). Ini menunjukkan bahwa pembobotan pada seluruh faktor tersebut dapat dikatakan baik/konsisten sehingga perumusan strategi dapat dilanjutkan tanpa perlu revisi pembobotan.

Page 72: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

54 A. Analisis Faktor Strategi Internal

Melalui analisis faktor internal dengan matriks IFAS, diperoleh kekuatan yang dapat dikembangkan dan kelemahan yang harus diminimalkan pada pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang (Tabel 17). Dari seluruh faktor kekuatan, yang dipandang memiliki tingkat kepentingan paling tinggi adalah potensi sumber daya alam (SDA) (bobot 0.192) sedangkan keberadaan kelompok petani garam dinilai memiliki tingkat kepentingan paling rendah (bobot 0.021). Dilihat dari tingkat pengaruhnya, faktor sumberdaya alam dipandang memiliki tingkat pengaruh sangat kuat (rating 4) menyusul dibawahnya faktor teknik pengusahaan garam, peralatan, tenaga kerja, dan jaringan pemasaran. Faktor kelompok petani garam dan koperasi petani garam dipandang memiliki tingkat pengaruh paling lemah dibandingkan dengan faktor lainnya (rating 2).

Pada seluruh faktor kelemahan, faktor yang dinilai paling penting adalah kualitas SDM dan kelembagaan (bobot 0.115) menyusul kemudian faktor ketergantungan cuaca (0.111). Faktor kualitas garam sebagai ukuran penentu harga per-tonnya ternyata tidak dipandang sebagai faktor yang penting, dapat diketahui dengan bobotnya yang paling rendah (0.036). Dari tingkat pengaruhnya, faktor infrastruktur, teknik pengusahaan garam, peralatan, tenaga kerja, dan jaringan pemasaran dipandang memiliki pengaruh agak kuat (rating 3), sedangkan faktor kualitas garam dan sentuhan teknologi dipandang memiliki pengaruh paling lemah (rating 2). Tabel 17 IFAS pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir

selatan Kabupaten Sampang

Faktor-faktor strategi internal Bobot Rating Skor

Kekuatan: A Potensi SDA 0.192 4 0.767

B Teknik pengusahaan garam 0.095 3 0.285

C Peralatan 0.053 3 0.285

D Tenaga kerja 0.051 3 0.152

E Jaringan pemasaran 0.065 3 0.194

F Koperasi petani garam 0.024 2 0.048

G Kelompok petani garam 0.021 2 0.042

Kelemahan:

A Infrastruktur 0.081 3 0.242

B Ketergantungan cuaca 0.111 3 0.333

C Kualitas SDM dan kelembagaan 0.115 3 0.345

D Akses modal 0.065 3 0.195

E Kualitas garam 0.036 2 0.072

F Sentuhan teknologi 0.092 2 0.184

Jumlah 1.000 3.019

B. Analisis Faktor Strategi Eksternal

Matriks EFAS digunakan untuk melakukan analisis terhadap faktor strategi eksternal, baik menyangkut peluang maupun ancaman dalam pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang

Page 73: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

55

(Tabel 18). Di antara seluruh faktor peluang, tingginya permintaan dan perhatian serius pemerintah dipandang memiliki tingkat kepentingan tertinggi (bobot 0.176 dan 0.119) sedangkan faktor dukungan RTRW ternyata dipandang memiliki tingkat kepentingan paling rendah (bobot 0.020). Dilihat dari tingkat pengaruhnya, faktor tingginya permintaan dinilai memiliki pengaruh sangat kuat (rating 4). Faktor perhatian serius pemerintah, proteksi garam rakyat, dan teknologi geomembrane memiliki tingkat pengaruh di bawahnya (rating 3). Faktor yang dinilai memberikan pengaruh paling lemah diantara faktor lainnya (rating 2) adalah faktor regulasi penetapan harga dan dukungan RTRW.

Mengenai faktor ancaman, tidak berfungsinya HPP (Harga Penetapan Pemerintah) dan adanya garam impor dipandang memiliki tingkat kepentingan paling tinggi (bobot 0.146 dan 0.122) sedangkan konversi lahan tambak menjadi area terbangun ternyata memiliki tingkat kepentingan paling rendah. Dilihat dari tingkat pengaruhnya, tidak berfungsinya HPP dipandang memiliki pengaruh sangat kuat (rating 4) sedangkan faktor tingginya permintaan, pasar yang hegemonistik dan monopolistik, banyak munculnya asosiasi petani garam yang mengaburkan keberpihakannya pada petambak garam rakyat, serta adanya kartel dagang dinilai memiliki tingkat pengaruh di bawahnya (rating 3). Sementara itu, faktor konversi lahan dipandang memiliki tingkat pengaruh paling lemah sebagai faktor ancaman (rating 2). Tabel 18 EFAS pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir

selatan Kabupaten Sampang

Faktor-faktor strategi eksternal Bobot Rating Skor

Peluang: A Tingginya permintaan 0.176 4 0.705

B Perhatian serius pemerintah 0.119 3 0.356

C Regulasi penetapan harga 0.084 2 0.169

D Proteksi garam rakyat 0.066 2 0.132

E Dukungan RTRW 0.020 2 0.040

F Teknologi geomembrane 0.035 3 0.105

Ancaman: A Garam impor 0.122 3 0.367

B Tidak berfungsinya HPP 0.146 4 0.584

C Pasar yang hegemonistik dan monopolistik 0.092 3 0.276

D Kartel dagang 0.084 3 0.252

E Asosiasi garam 0.030 3 0.091

F Konversi lahan 0.025 2 0.051

Jumlah 1.000 3.127

5.5.2 Analisis Matriks Internal-Eksternal (Matriks IE)

Analisis matriks internal-eksternal (IE) digunakan untuk memperoleh strategi yang lebih detail. Berdasarkan hasil analisis faktor strategi internal dan eksternal, diperoleh nilai jumlah skor faktor internal sebesar 3.019 dan nilai jumlah skor faktor eksternal sebesar 3.127. Hal ini menunjukkan bahwa pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang memiliki faktor internal dan faktor eksternal yang tergolong kuat

Page 74: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

56 (tinggi). Apabila masing-masing parameter ini dipetakan ke dalam matriks IE, dapat dilihat bahwa pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang berada pada sel 1 (Gambar 15). Artinya, strategi yang diperlukan yaitu melalui strategi pertumbuhan (growth) dengan lebih berkonsentrasi pada integrasi vertikal.

Menurut Rangkuti (2009), strategi pertumbuhan dengan integrasi vertikal dilakukan dengan memanfaatkan sumberdaya internal maupun eksternal. Hal ini disebabkan oleh tingginya tingkat kepentingan dan/atau kuatnya tingkat pengaruh, baik dari faktor internal maupun faktor eksternal. Implementasinya dapat dilakukan melalui backward integration (mengambil alih fungsi supplier) atau dengan cara forward integration (mengambil alih fungsi distributor). Bagi pemerintah selaku pembuat strategi dan kebijakan, kaitannya dengan pengembangan sentra tambak garam rakyat, strategi dengan mengambil alih secara penuh fungsi supplier tentu tidak mungkin karena pengusahaan garam di lokasi dijalankan oleh masyarakat. Akan tetapi melakukan intervensi dalam bentuk kegiatan/proyek guna penguatan kapasitas petani garam akan sangat membantu untuk meningkatkan kemampuan produksinya. Sementara itu, terkait pengambilalihan fungsi distributor sangat mungkin dilakukan pemerintah dalam hal ini diwakili BUMN yang bergerak di bidangnya, misalnya memaksimalkan peran PT. Garam dalam rangka penyerapan dan pendistribusian garam rakyat.

Nilai jumlah skor faktor strategi internal

Nil

ai J

umla

h sk

or f

akto

r st

rate

gi e

kst

erna

l

Tinggi Rata-rata Lemah

4 3 2 1

Tinggi

3

1

GROWTH

Konsentrasi melalui integrasi vertikal

2

GROWTH

Konsentrasi melalui integrasi horizontal

3

RETRENCHMENT

Turnaround

Sedang

2

4

STABILITY

Hati-hati

5

GROWTH

Konsentrasi melalui integrasi horizontal

STABILITY

Tidak ada perubahan profit strategi

6

RETRENCHMENT

Captive company atau

disinvestment

Rendah

1

7

GROWTH

Diversifikasi konsentrik

8

GROWTH

Diversifikasi konglomerat

9

RETRENCHMENT

Bangkrut atau

likuidasi

Gambar 15 Hasil analisis matriks internal-eksternal (Matriks IE)

(3.019, 3.127)

Page 75: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

57

5.5.3 Analisis Matriks Space Matriks space digunakan untuk mempertajam strategi hasil analisis matriks

IE (Gambar 16). Tujuannya adalah untuk melihat posisi sentra tambak garam rakyat serta melihat arah perkembangan selanjutnya. Parameter yang digunakan diambil dari matriks IFAS dan EFAS, yaitu selisih skor faktor strategi internal (kekuatan – kelemahan) dan selisih skor faktor eksternal (peluang – ancaman) dengan perhitungan sebagai berikut:

Kekuatan – Kelemahan = 1.647 – 1.372 = 0.275 Peluang – Ancaman = 1.506 – 1.621 = −0.115

Gambar 16 menunjukkan bahwa posisi sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang berada pada kuadran II. Ini merupakan situasi dimana sentra tambak garam rakyat tersebut menghadapi berbagai ancaman, namun masih memiliki kekuatan internal. Menurut Marimin (2008), strategi yang harus dilakukan perusahaan yang berada pada kuadran II adalah menggunakan kekuatan untuk memanfaatkan peluang jangka panjang guna menghadapi ancaman.

Gambar 16 Posisi sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan

Kabupaten Sampang pada matriks space

Seluruh peluang yang teridentifikasi pada analisis sebelumnya pada dasarnya harus bisa dimanfaatkan untuk pengembangan sentra tambak garam rakyat pada masa mendatang. Peluang ini dibutuhkan untuk menghadapi kuatnya faktor ancaman dari luar terutama berkaitan dengan tata niaga garam antara lain: 1. Pelanggaran importasi garam padahal sudah diatur dalam Peraturan Menteri

Perdagangan nomor 44 Tahun 2007 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 20/M-DAG/PER/9/2005 tentang Ketentuan Impor Garam. Bentuk pelanggaran dapat berupa overquote maupun terkait waktu pelaksanaan impor. Laporan DIKA Deperindag (2001) menunjukkan bahwa sebagian importir garam melakukan impor melebihi kebutuhan produksi dan sisanya dijual ke pasar bebas, sehingga peredaran garam rakyat menjadi terganggu.

2. Tidak berfungsinya Harga Penetapan Pemerintah (HPP) padahal sudah diatur dalam Peraturan Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri nomor 2

0.275, −0.115

Kuadran I

Strategi agresif

Kuadran II

Strategi kompetitif

Kuadran IV

Strategi defensif

Kuadran III

Strategi konservatif

Kekuatan internal

Kelemahan internal

Berbagai peluang

Berbagai ancaman

Page 76: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

58

Tahun 2011 tentang Penetapan Harga Penjualan Garam di Tingkat Petani Garam.

3. Pasar yang hegemonik dan monopolistik yang menyebabkan penentuan harga dikuasai pabrik/pedagang besar. Bentuk pasar yang oligopsoni menyebabkan timpangnya posisi tawar antara pembeli yang jumlahnya sedikit namun kuat dengan petani garam rakyat selaku penjual yang jumlahnya banyak namun lemah dalam berbagai hal.

4. Adanya praktik kartel dalam perdagangan garam di tingkat lokal dan regional. Kartel adalah persetujuan sekelompok perusahaan dengan maksud mengendalikan harga komoditi tertentu. Keadaan ini memperparah bentuk pasar yang hegemonik monopolistik sehingga harga garam lebih mudah dikendalikan pabrik/pedagang besar.

5. Banyak munculnya asosiasi terkait di bidang garam. Asosiasi ini pada mulanya dibutuhkan untuk membela kepentingan petani garam rakyat, misalnya dalam hal pemberian tanda sah surat pernyataan importir produsen (IP) garam iodisasi terkait perolehan garam dari petani garam rakyat sebagaimana diatur dalam Ketentuan Impor Garam. Jumlah garam rakyat yang diserap akan menentukan jumlah garam impor yang bisa didatangkan oleh IP garam iodisasi dari luar negeri. Dengan demikian keberadaan asosiasi ini secara tidak langsung menentukan jumlah garam (iodisasi) yang bisa diimpor. Akan tetapi karena jumlahnya yang banyak menyebabkan pengendalian dan pengawasannya sulit dilakukan oleh instansi yang membidangi garam.

Aspek tata niaga sangat menentukan keberlanjutan pengusahaan suatu

komoditas. Tata niaga garam yang baik, yang menguntungkan semua pihak, dapat menjamin tetap berlangsungnya aktivitas pengusahaan garam selama masih didukung sumber daya yang ada. Kuatnya faktor ancaman dalam pengusahaan garam seperti ditunjukkan pada Gambar 16 tidak bisa diatasi dengan hanya mengandalkan faktor kekuatan internal. Kekuatan yang dimiliki haruslah bisa memanfaatkan faktor peluang yang ada. Faktor peluang yang bisa diharapkan untuk mengatasi permasalahan tata niaga garam ini adalah perhatian serius dari pemerintah. Dengan fungsi regulator dan kewenangan yang dimiliki, pemerintah diharapkan bisa lebih tegas dalam penegakan regulasi yang sudah ditetapkan. Intervensi pemerintah dalam tata niaga garam merupakan langkah mutlak yang harus diambil untuk memperbaiki pengusahaan garam dalam negeri.

5.5.4 Analisis SWOT

Penentuan alternatif strategi yang sesuai untuk pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang dalam kerangka pengembangan wilayah, dilakukan dengan membuat matriks SWOT (Gambar 17). Memperhatikan hasil dari kedua analaisis matriks IE dan matriks space, maka posisi pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang berada pada kuadran II. Oleh karena itu, kombinasi strategi alternatif yang dipilih adalah strategi ST (Strenghts-Threats) sebagai strategi utama, yaitu menciptakan strategi yang menggunakan kekuatan untuk mengatasi ancaman, disamping tetap memanfaatkan peluang (opportunity) jangka panjang.

Page 77: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

59

Dengan analisis SWOT yang dilakukan, dirumuskan 9 (sembilan) rumusan strategi yang dapat dikembangkan. Berdasarkan posisi sentra tambak garam rakyat yang ada di kuadran II, maka ditetapkan 3 (tiga) rumusan strategi prioritas, yaitu: (1) Memperkuat kelembagaan petani garam untuk mengawal pemerintah dalam rangka penegakan regulasi; (2) Meningkatkan volume produksi serta mengupayakan peningkatan kualitas garam, baik melalui produksi maupun pemrosesan pasca panen, guna mengimbangi garam impor; dan (3) memperluas dan mengefektifkan jaringan distribusi, disertai intervensi dari pemerintah mengingat bentuk pasar garam yang hegemonistik-monopolistik serta terjadi kartel dagang di tingkat lokal dan regional.

Faktor Internal

Faktor Eksternal

Strengths (S) 1. Potensi SDA 2. Teknik pengusahaan garam 3. Peralatan 4. Tenaga kerja 5. Jaringan pemasaran 6. Koperasi petani garam 7. Kelompok petani garam

Weaknesses (W) 1. Infrastruktur 2. Ketergantungan cuaca 3. Kualitas SDM dan

kelembagaan 4. Akses modal 5. Kualitas garam 6. Sentuhan teknologi

Opportunities (O) 1. Tingginya permintaan 2. Perhatian serius pemerintah 3. Regulasi penetapan harga 4. Proteksi garam rakyat 5. Dukungan RTRW 6. Teknologi geomembrane

Strategi SO 1. Optimalisasi pemanfaatan

sumber daya dalam rangka meningkatkan produksi (S1-5 & O1-6).

2. Perencanaan yang matang terkait introduksi teknologi (S1-4 & O6).

Strategi WO 1. Membenahi keterbatasan SDM,

infrastruktur dan teknologi (W1-6 & O1-6).

2. Membuka dan/atau memudahkan akses permodalan bagi petani garam (W5 & O2-6).

Threats (T) 1. Garam impor 2. Tidak berfungsinya HPP 3. Pasar yang hegemonistik

dan monopolistik 4. Kartel dagang 5. Asosiasi garam 6. Konversi lahan

Strategi ST 1. Memperkuat kelembagaan

petani garam guna mengawal pemerintah dalam penegakan regulasi (S6-7 & T1-6)

2. Meningkatkan volume produksi serta mengupayakan peningkatan kualitas garam (S1-4 & T1).

3. Memperluas dan mengefektifkan jaringan distribusi, disertai intervensi pemerintah (S5-7 & T3-4).

Strategi WT 1. Meningkatkan kualitas SDM

dan memperkuat kelembagaan petani garam (W3 & O1-6).

2. Meningkatkan koordinasi antar stakeholder (pemerintah, petani, pabrik/pedagang) (W1-6 & O1-6)

Gambar 17 Hasil analisis matriks SWOT pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang

5.5.5 Strategi Pengembangan Tambak Garam

Berdasarkan rangkaian hasil teknik analisis A’WOT di atas, maka ditetapkan 3 (tiga) rumusan strategi prioritas untuk pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang. Pertama, memperkuat kelembagaan petani garam untuk mengawal pemerintah dalam rangka penegakan regulasi. Organisasi-organisasi petani garam di lokasi penelitian berupa kelompok petani garam dan asosiasi petani garam. Pada tahun 2011 tercatat terdapat 237 kelompok petani garam Pengembangan Usaha Garam

Page 78: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

60 Rakyat (PUGAR) dan 9 asosiasi petani garam rakyat (DKPP Sampang 2011; DISPERINDAGTAM Sampang 2010). Organisasi-organisasi ini harus dikuatkan sumber daya manusia maupun sistem kelembagaannya. Upaya peningkatan sumber daya manusia dan kelembagaan ini dapat dilaksanakan melalui kegiatan berupa penyuluhan dan pelatihan, baik yang bersifat teknis pengusahaan garam maupun berkaitan dengan kemampuan manajerial. Keberadaan koperasi garam juga harus diberdayakan misalnya dibantu dengan pelatihan manajemen organisasi dan pemberian bantuan dana bergulir. Semua upaya memperkuat kelembagaan petani garam rakyat yang dilakukan terutama dalam rangka meningkatkan posisi tawar petani garam rakyat di hadapan pabrik/pedagang besar yang secara hegemoni menguasai pasar garam. Kuatnya kelembagaan petani juga diharapkan juga bisa mengawal pemerintah dalam penegakan regulasi yang sudah ada.

Kedua, meningkatkan volume produksi serta mengupayakan peningkatan kualitas garam, baik melalui produksi maupun pemrosesan pasca panen, guna mengimbangi garam impor. Pada tahun 2011, rata-rata produktivitas pegaraman rakyat tiap desa di pesisir selatan Kabupaten Sampang bervariasi berkisar 57.81−92.17 ton/ha/tahun (DKPP Sampang 2011). Penyebab rendahnya produksi garam di lahan-lahan garam yang memiliki produktivitas harus diketahui terlebih dahulu untuk selanjutnya bisa diberikan stimulan solusi penyelesaiannya. Lahan garam yang sudah berproduksi dengan baik juga perlu dipertahankan atau bahkan kalau masih bisa ditingkatkan lagi. Garam rakyat yang sebagian besar masuk dalam kategori KP2, bahkan ada beberapa yang masih masuk dalam kategori KP3 perlu ditingkatkan kualitasnya sehingga sebagian besar garam rakyat masuk ke dalam kategori KP1. Peningkatan kualitas garam rakyat ini dapat dilakukan melalui perbaikan selama proses produksi maupun melalui proses tambahan pasca panen. Berdasarkan hasil analisis pada subbab sebelumnya, maka pengalihan metode pengusahaan garam rakyat dari maduris ke portugis atau bahkan geomembrane diyakini akan sangat membantu dalam peningkatan kuantitas maupun kualitas garam rakyat. Semua upaya tersebut di atas perlu dilakukan agar garam rakyat mampu mengimbangi garam impor, setidaknya bisa mengurangi ketergantungan kebutuhan garam nasional terhadap garam impor.

Peningkatan volume produksi dan kualitas garam rakyat ini harus dilakukan secara komprehensif. Air laut sebagai bahan baku yang terbebas dari cemaran berbahaya dan memenuhi syarat harus dipastikan tersedia melimpah dan dapat diakses dengan mudah. Infrastruktur pendukung seperti jalan akses di areal pegaraman, kanal-kanal untuk masuknya air laut, dan/atau dermaga untuk pengangkutan garam via kapal (jika dibutuhkan) harus memadai. Penyediaan fasilitas produksi yang memadai dan revitalisasi lahan tambak garam yang kurang produktif juga perlu dilaksanakan. Upaya penelitian dan introduksi teknologi tepat guna untuk peningkatan produksi dan kualitas garam juga perlu dikembangkan, disamping tetap memperhatikan potensi ekstensifikasi lahan tambak garam sebagaimana telah dilakukan dalam penelitian ini.

Ketiga, memperluas dan mengefektifkan jaringan distribusi, disertai intervensi dari pemerintah mengingat bentuk pasar garam yang hegemonistik-monopolistik serta terjadi kartel dagang di tingkat lokal dan regional. Petani garam rakyat melalui kelembagaan yang ada harus mampu mengembangkan sistem jalur distribusi dan jaringan pemasaran garam yang efisien dan

Page 79: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

61

menguntungkan semua pelaku usaha penggaraman. Namun demikian, mengingat dominannya faktor ancaman dalam pengusahaan garam di pesisir selatan Kabupaten Sampang sebagaimana diuraikan dalam sub-bab sebelumnya, maka intervensi pemerintah dalam tata niaga garam mutlak diperlukan. Pemerintah juga perlu mendorong terciptanya stabilitas harga yang menguntungkan petani garam, tentu juga tanpa merugikan pabrik/pedagang besar selaku pembeli. Kedepannya, juga perlu dibangun kemitraan terpadu antara petani garam, pengusaha/pedagang dan pemerintah.

Keberhasilan strategi pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang dalam kerangka pengembangan wilayah ini sangat bergantung pada komitmen para stakeholder yang didukung dengan monitoring dan evaluasi secara berkala. Pemerintah perlu mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam usaha garam dan sampingannya baik dari sektor hulu sampai hilir sehingga pada akhirnya mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani garam dan secara makro akan mampu memperbaiki ekonomi daerah dalam kerangka pengembangan wilayah sekaligus membantu pencapaian swasembada garam nasional.

Page 80: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

6 SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis dan pembahasan yang dilakukan kaitannya dengan tujuan penelitian maka dapat disimpulan beberapa hal sebagai berikut: 1. Lahan yang memiliki potensi untuk ekstensifikasi tambak garam seluas

2 398.55 ha meliputi 2 142.45 ha tutupan lahan eksisting berupa sawah, 152.38 ha berupa tambak budidaya, 54.91 ha ladang/tegalan, 42.36 ha rawa, 5.72 ha semak belukar, dan 0.74 ha berupa kebun campuran.

2. Land rent tipe penggunaan lahan yang berada di atas land rent tambak garam dari yang tertinggi hingga terendah yaitu perdagangan, jasa, rumah huni, kebun jambu air, kebun jati, sawah irigasi, sawah tadah hujan, kebun pisang, dan kebun mangga. Land rent penggunaan lahan yang berada di bawah land rent tambak garam adalah ladang, kebun bambu, dan tambak budidaya.

3. Semua metode pemanenan garam secara finansial layak untuk dilanjutkan (NPV > 0, IRR > discount rate). Berdasarkan kriteria Net BCR dan payback period metode geomembrane lebih menguntungkan dan lebih cepat terjadinya BEP dibandingkan dengan metode maduris dan portugis.

4. Arahan pengembangan tambak garam dilihat dari kesesuaian lahan, land rent dan penggunaan lahan eksisting adalah pada lahan yang memiliki kelas sesuai untuk tambak garam dengan tipe penggunaan berupa tambak budidaya, sawah tadah hujan, rawa, semak belukar, ladang, kebun pisang, kebun mangga, dan kebun bambu.

5. Strategi prioritas untuk pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang adalah: (1) memperkuat kelembagaan petani garam untuk mengawal pemerintah dalam rangka penegakan regulasi, (2) meningkatkan volume produksi serta mengupayakan peningkatan kualitas garam, dan (3) memperluas dan mengefektifkan jaringan distribusi, disertai intervensi dari pemerintah.

6.2 Saran

Saran dari hasil penelitian ini adalah: 1. Dalam melakukan ekstensifikasi, pemerintah dan masyarakat Kabupaten

Sampang disarankan untuk diarahkan ke lahan-lahan yang sesuai dan berpotensi untuk tambak garam dimulai dari tutupan lahan yang land rent-nya rendah yaitu berupa tambak budidaya, ladang/tegalan, kebun campur, dan sawah (tadah hujan).

2. Upaya ekstensifikasi tambak garam disarankan perlu didahului dengan kajian eksternalitas/dampak yang akan ditimbulkan serta dilengkapi dengan data status lahan atau perijinan mengenai penggunaan lahan tertentu. Selain itu juga perlu mempertimbangkan dokumen perencanaan dan penetapan serta pemetaan zonasi lahan pertanian pangan berkelanjutan (LP2B) apabila sudah tersedia.

Page 81: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

63

3. Untuk pengembangan jangka pendek, petani garam sebaiknya mulai beralih dari penggunaan metode maduris ke metode portugis. Penggunaan metode geomembrane bisa mulai dipersiapkan untuk pengembangan jangka menengah dan jangka panjang.

4. Kriteria kesesuaian lahan tambak garam perlu disempurnakan lagi dengan turut mempertimbangkan hasil penelitian ini serta dilengkapi dengan beberapa peubah yang belum digunakan seperti amplitudo pasang surut yang dikaitkan dengan elevasi lahan, kedalaman tanah, kualitas air laut terutama berkaitan dengan kandungan garam dan tingkat ketercemarannya, beberapa unsur iklim yang dianggap signifikan, dan peubah-peubah relevan lainnya yang dipandang memberikan pengaruh dalam pengusahaan garam.

Page 82: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

64

DAFTAR PUSTAKA

Alaudin MHR. 2004. Analisis Kesesuaian Lahan dan Daya Dukung Lingkungan Pesisir untuk Perencanaan Strategis Pengembangan Tambak Udang Semi Intensif di Wilayah Pesisir Teluk Awarange Kabupaten Barru, Provinsi Sulawesi Selatan [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Amaliya RW. 2007. Analisis Finansial Usaha Tambak Garam di Desa Pinggirpapas, Kecamatan Kalianget, Kabupaten Sumenep, Provinsi Jawa Timur [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

[BAPPEDA Sampang] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sampang. 2010. Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Sampang Tahun 2011−2031. Sampang (ID): Bappeda Kabupaten Sampang.

[BAPPEDA Sampang] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sampang. 2011a. Rencana Pengembangan Produk Unggulan Kabupaten Sampang 2012−2014. Sampang (ID): Bappeda Kabupaten Sampang.

[BAPPEDA Sampang] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sampang. 2011b. Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan Kabupaten Sampang. Sampang (ID): Bappeda Kabupaten Sampang.

[BAPPEPROV Jatim] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur. 2010. Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Timur Tahun 2011−2031. Surabaya (ID): Bappeda Provinsi Jawa Timur.

[BAPPEPROV Jatim] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Provinsi Jawa Timur. 2011. Target dan Upaya Percepatan Penanggulangan Kemiskinan Jawa Timur. Makalah disampaikan pada Semiloka Review Peran Tim Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (TPKD) dan Rapat Koordinai Penyusunan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD); Surabaya, 9 Juni 2011. Surabaya (ID): Bappeda Provinsi Jawa Timur.

Barlowe R. 1978. Land Resource Economy. 3rd Edition. New Jersey (US): Prentice Hall Inc.

Barus B, Wiradisastra US. 2000. Sistem Informasi Geografi, Sarana Manajemen Sumberdaya. Bogor (ID): Laboratorium Penginderaan Jauh dan Kartografi. Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian IPB.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010a. Laporan Eksekutif Hasil Susenas 2009 Kabupaten Sampang. Sampang (ID): BPS Kabupaten Sampang.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010b. Produk Domestik Regional Bruto 2009 Kabupaten Sampang. Sampang (ID): BPS Kabupaten Sampang.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Sampang Dalam Angka 2011. Sampang (ID): BPS Kabupaten Sampang.

[BPS] Badan Pusat Statistik dan [BAPPEDA Sampang] Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Sampang. 2011. Indeks Pembangunan Manusia Kabupaten Sampang. Sampang (ID): BPS dan Bappeda Kabupaten Sampang.

Page 83: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

65

[BRKP] Badan Riset Kelautan dan Perikanan, [BMG] Badan Meteorologi dan Geofisika. 2005. Prototip Informasi Iklim dan Cuaca untuk Tambak Garam. Jakarta (ID): Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati BRKP dan Puslitbang BMG.

Brown TJ, Walters AS, Idoine NE, Shaw RA, Wrighton CE, Bide T. 2012. World Mineral Production. Nottingham (GB): British Geological Survey. Natural Environment Research Council. pp. 60−62.

Chanratchakool P, Turnbull JF, Funge-Smith SJ, Limsuwan C. 1995. Health Management in Shrimp Ponds. Second edition. Bangkok (TH): Aquatic Animal Health Research Institute, Department of Fisheries, Kasetsart University Campus.

Conant F, Rogers P, Baumgarder M, Mc Kell C, Dasman R, Reining P. 1983. Resource Inventory and Baseline Study Methods for Developing Countries Washington DC (US): American Association for the Advancement of Science Publication.

[DIKA Deperindag] Direktorat Industri Kimia Anorganik Departemen Perindustrian dan Perdagangan. 2001. Pertumbuhan Permintaan dan Penyediaan Garam serta Kebijaksanaan Penanganan Garam di Indonesia. Dalam: Burhanuddin S, editor. Forum Pasar Garam Indonesia. Prosiding Peluang Pasar Garam di Indonesia; 2001 Juli 24; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID): Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati, BRKP, Departemen Kelautan dan Perikanan. hlm 1−11.

[DISPERINDAGTAM Sampang] Dinas Perindustrian Perdagangan dan Pertambangan Kabupaten Sampang. 2010. Profil Garam Rakyat. Makalah disampaikan pada Kunjungan Kerja Menteri PDT di Kabupaten Sampang; Sampang, 17 November 2010. Sampang (ID): Dinas Perindustrian Perdagangan dan Pertambangan Kabupaten Sampang.

[DKPP Sampang] Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Sampang. 2010. Permasalahan Pergaraman Rakyat di Kabupaten Sampang. Makalah disampaikan pada Kunjungan Kerja Menteri PDT di Kabupaten Sampang; Sampang, 17 November 2010. Sampang (ID): Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan Kabupaten Sampang.

[DKPP Sampang] Dinas Kelautan Perikanan dan Peternakan Kabupaten Sampang. 2011. Data Panen Garam Kelompok PUGAR Kabupaten Sampang Tahun 2011. Sampang (ID): Dinas Kelautan, Perikanan, dan Peternakan Kabupaten Sampang.

Giap DH, Yi Y, Yakupitiyage A. 2005. GIS for land evaluation for shrimp farming in Haiphong of Vietnam. Ocean and Coastal Management. 48(1):51−63.

Hardjowigeno S, Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Lahan. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada University Press.

Hernanto B, Kwartatmono DN. 2011. Teknologi Pembuatan dan Kendala Produksi Garam di Indonesia. Di dalam: Burhanuddin S, editor. Forum Pasar Garam Indonesia. Prosiding Peluang Pasar Garam di Indonesia; 2001 Juli 24; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID): Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati, BRKP, Departemen Kelautan dan Perikanan. hlm 15−36.

Page 84: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

66

Jamil K. 2005. Kajian Kesesuian Lahan dan Kelayakan Ekonomis Pengembangan Budidaya Perikanan Pesisir di Pulau Tanakeke Kabupaten Takalar Provinsi Sulawesi Selatan [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Kangas J, Pesinen M, Kurttila M, Kajanus M. 2001. A’WOT: Integrating the AHP with SWOT Analysis. Proceedings 6th ISAHP; August 2−4, 2001; Berne, Switzerland. Berne (CH): ISAHP. pp. 189−198.

[Kemenperin] Kementerian Perindustrian. 2010. Kemenperin Genjot Produksi Garam Nasional. [Internet]. [diunduh 2012 Mei 6]. Tersedia pada: http://www.kemenperin.go.id/artikel/433/Kenenperin-Genjot-produksi-Garam-Nasional-Cheetam-Salt-Ltd-kabupaten-Nagekeo-Tandatangani-Mou.

[KKP] Kementerian Perikanan dan Kelautan. 2009. Menuju Swasembada Garam. Jakarta (ID): Pusat Data, Statistik dan Informasi, Kementerian Kelautan dan Perikanan.

[KKP] Kementerian Perikanan dan Kelautan. 2010a. Program Swasembada Garam Nasional. Makalah disampaikan pada Seminar Sehari Kebijakan Pergaraman Menuju Swasembada Garam Konsumsi Tahun 2012; Jakarta, 18 Mei 2012. Jakarta (ID): Dirjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil, KKP.

[KKP] Kementerian Perikanan dan Kelautan. 2010b. Masterplan Kawasan Minapolitan Garam Pulau Madura. Jakarta (ID): Dirjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil, KKP.

[KKP] Kementerian Perikanan dan Kelautan. 2010c. Buku Atlas Pesisir dan Pulau-pulau Kecil: Bantuan Teknis Penyusunan Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil Kabupaten Sampang. Jakarta (ID): Dirjen Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil, KKP.

[KKP] Kementerian Perikanan dan Kelautan. 2011. Perbedaan Data Bukan Alasan Impor. [Internet]. [diunduh 2012 April 6]. Tersedia pada: http://www.kkp.go.id/index.php/arsip/c/6097.

Marimin. 2008. Teknik dan Aplikasi Pengambilan Keputusan Kriteria Majemuk. Jakarta (ID): Grasindo, PT Gramedia Widiasarana Indonesia.

Mustafa A, Hasnawi, Paena M, Rachmansyah, Sammut J. 2008. Evaluasi Kesesuaian Lahan untuk Budidaya Tambak di Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan. Jurnal Riset Akuakultur. 3(2): 241−261.

Osuna E, Aranda A. 2007. Combinating SWOT and AHP Techniques For Strategic Planning. Vina del Mar (CL): ISAHP. pp. 2−6.

Pantjara B, Utojo, Aliman, Mangampa M. 2008. Kesesuaian Lahan Budidaya Tambak di Kecamatan Watubangga Kabupaten Kolaka, Sulawesi Tenggara. Jurnal Riset Akuakultur. 3(1): 123−135.

Parwati E, Carolita I, Effendy I. 2004. Aplikasi Data Landsat dan SIG untuk Potensi Lahan Tambak di Kabupaten Banyuwangi. Jurnal Penginderaan Jauh dan Pengolahan Data Citra Digital. 1:76−86.

[PEMPROV JATIM] Pemerintah Provinsi Jawa Timur. 2011. Strategi Percepatan Pencapaian Target Indikator Kinerja Utama Jawa Timur Tahun 2011 Makalah disampaikan pada Rapat Evaluasi Kinerja Kabupaten/Kota Provinsi Jawa Timur; Surabaya, 23 Maret 2011. Surabaya (ID): Bappeda Provinsi Jawa Timur.

Page 85: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

67

Poernomo A. 1988. Pembuatan Tambak Udang di Indonesia Seri Pengembangan No. 7. Maros (ID): Departemen Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Balai Penelitian Perikanan Budidaya Pantai. 30 hal.

Poernomo A. 1992. Pemilihan Lokasi Tambak Udang Berwawasan Lingkungan. Jakarta (ID): Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian.

Pubiati T, Suryadi A. 2005. Jambu Air Camplong Buah Unggulan Sampang Madura. Warta Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 27(5):16−17.

Rahardjo S. 1984. Oceanografi. Bogor (ID): Laboratorium Oceanografi, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian Bogor.

Rangkuti F. 2009. Analisis SWOT Teknik Membedah Kasus Bisnis. Jakarta (ID): PT Gramedia Pustaka Utama.

Rudiastuti AW. 2011. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan Pengembangan Sistem Informasi Budidaya Tambak Udang PT. Indonusa Yudha Perwita [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Rustiadi E, Saefulhakim S, Panuju DR. 2009. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Jakarta (ID): Crestpent Press dan Yayasan Obor Indonesia.

Saru A. 2007. Kebijakan Pemanfaatan Ekosistem Mangrove Terpadu Berkelanjutan di Kabupaten Barru Sulawesi Selatan [disertasi]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sitorus SRP.2004. Evaluasi Sumberdaya Lahan. Bandung (ID): Tarsito. Sitorus SRP, Sehani, Panuju DR. 2007. Analisis Hirarki Desa serta Land Rent

Tipe Penggunaan Lahan pada Suatu Toposekuens di Kabupaten Karang Anyar. Dalam: Solusi Miskelola Tanah dan Air untuk Memaksimalkan Kesejahteraan Rakyat. Prosiding Seminar dan Kongres Nasional IX HITI;, 2007 Desember 5−6; Yogyakarta, Indonesia. Yogyakarta (ID): Himpunan Ilmu Tanah Indonesia. hlm 992−1003.

Soegianto B, Suwatmono B. 2002. Pembuatan dan Iodisasi Garam. Dalam: Prosiding Makalah Pelaksanaan Forum/Workshop Hasil Penelitia (Buku II Sumberdaya Nonhayati Laut); 2002 Desember; Jakarta, Indonesia. Jakarta (ID): Pusat Riset Wilayah Laut dan Sumberdaya Non Hayati, BRKP, Departemen Kelautan dan Perikanan. hlm 52−56.

Soeharto I. 2005. Manajemen Proyek, Dari Konseptual sampai Operasional. Sumiharti Y, editor. Jakarta (ID): Erlangga.

Soekartawi. 1995. Analisis Usaha Tani. Jakarta (ID): UI Press. Syafii A. 2006. Potret Pemberdayaan Petani Garam. Surabaya (ID): Untag

Press. Tarunamulia, Mustafa A, Sammut J. 2008. Model Analisis Spasial Kesesuaian

Lahan Tambak Skala Semi-detail Berdasarkan Peubah Kunci Tambak Sistem Ekstensif dan Semi-intensif. Jurnal Riset Akuakultur. 3(3):449−461.

Taslihan A, Supito, Sutikno E, Callinan RB. 2003. Teknik Budidaya Udang secara Benar. Jakarta (ID): Balai Besar Pengembangan Budidaya Air Payau, Dirjen Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan.

Yulianto. 2011 Studi Kesesuaian Lahan Tambak Udang di Kawasan Eks Pelabuhan Batubara di Kecamatan Satui Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan dengan Sistem Informasi Geografi [tesis]. Bogor (ID): Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Page 86: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

68

LAMPIRAN

LAMPIRAN

Page 87: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

69

Lam

pir

an 1

Z

ona

si k

arak

teri

stik

lo

kasi

pen

elit

ian

Page 88: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

70

Lampiran 2 Lahan sesuai untuk tambak garam yang masuk dalam kawasan lindung dan ruang milik jalan (rumija) dan ruang pengawasan jalan (ruwasja)

Uraian Kelas kesesuaian (ha)

Jumlah S1 S2 S3

Kawasan lindung 0.00 152.12 235.54 387.66

Rumija dan ruwasja arteri primer 1.60 1.16 - 2.76

Rumija dan ruwasja kolektor primer 0.01 7.39 0.75 8.15

Rumija dan ruwasja lokal primer 0.66 5.80 0.25 6.70

Jumlah 2.27 166.47 236.54 405.28

Lampiran 3 Penyusun land rent tambak garam

Kecamatan Sampel

ke-

Land rent pemanfaatan lahan (rupiah/m2/tahun) Produksi garam

(musim kemarau) Budidaya ikan

(musim penghujan)

Sreseh 1 39 425 385 800 000

2 63 825 385 1 700 000

Jrengik 1 59 940 385 2 630 000

2 40 898 462 2 450 000

Pangarengan 1 17 435 385 475 000

2 86 892 692 1 725 000

Torjun 1 53 879 231 2 000 000

2 43 265 769 1 760 000

Sampang 1 85 899 615 1 700 000

2 46 517 692 410 000

Camplong 1 13 356 154 3 390 000

2 39 425 385 2 870 000

Jumlah 590 761 538 21 910 000

Persentase 96.4% 3.6%

Page 89: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

71

Lampiran 4 Hasil uji t berpasangan land rent tipe penggunaan lahan dibandingkan dengan land rent tambak garam

Page 90: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

72

Page 91: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

73

Page 92: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

74

Page 93: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

75

Page 94: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

76

Page 95: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

77

L

amp

iran

5

Ca

sh f

low

ana

lysi

s un

tuk

anal

isis

fin

ansi

al m

eto

de

pem

anen

an p

ada

peng

usa

haa

n ga

ram

Ca

sh F

low

Pen

gusa

haa

n G

aram

Met

od

e M

ad

uri

s

Den

gan

Dis

cou

nt

Ra

te 1

2,86

% p

erta

hun

(1,0

7% p

erbu

lan)

Sum

ber:

Suk

u B

unga

Das

ar K

redi

t (S

BD

K)

BR

I B

ulan

Mei

201

1M

eiJu

ni

Juli

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Okt

ob

erN

ov

emb

er

Bu

lan

Bu

lan

Bu

lan

Bu

lan

Bu

lan

Bu

lan

Bu

lan

01

23

45

6

1D

isco

un

t R

ate

(%

) d

an D

isco

un

t F

act

or

1.07

1.00

00

0.

9894

0.97

89

0.

9685

0.95

83

0.

9481

0.93

80

I.B

iaya

1S

ewa

lah

an t

amb

ak 3

ha

Rp

.18

,000

,000

2P

ersi

apan

lah

anR

p.

6,00

0,00

0

3P

eral

atan

Rp

.

Lel

et (

1 u

nit

)R

p.

90,0

00

Pen

caca

h (

4 u

nit

)R

p.

200,

000

Pen

gai

s (3

bu

ah)

Rp

.45

0,00

0

Glid

ik (

1 b

uah

)R

p.

300,

000

So

rko

t (2

bu

ah)

Rp

.20

0,00

0

Kin

cir

(5 b

uah

)R

p.

3,00

0,00

0

Mes

in p

om

pa

air

(2 b

uah

)R

p.

7,00

0,00

0

HR

dan

inse

nti

f p

eng

gar

apR

p.

748,

000

1,

632,

000

1,59

2,00

0

1,

592,

000

1,63

2,00

0

1,

592,

000

Bia

ya

pem

un

gu

tan

gar

amR

p.

282,

000

1,

500,

000

1,70

1,00

0

1,

951,

500

1,76

7,00

0

1,

611,

000

Bah

an B

akar

mes

in p

om

pa

air

Rp

.10

0,00

0

200,

000

20

0,00

0

200,

000

20

0,00

0

200,

000

Per

awat

an m

esin

(te

rmas

uk

oli)

Rp

.40

,000

40,0

00

40

,000

40,0

00

40

,000

PB

BR

p.

270,

000

Tot

al B

iaya

Rp

.35

,240

,000

1,13

0,00

0

3,

372,

000

3,53

3,00

0

4,

053,

500

3,63

9,00

0

3,

443,

000

Pre

sen

t V

alu

e T

otal

Bia

yaR

p.

35

,24

0,0

00

1

,11

8,0

19

3

,30

0,8

72

3

,42

1,8

06

3

,88

4,2

97

3

,45

0,1

26

3

,22

9,6

87

II.

Man

faat

1

Pen

jual

an h

asil

pu

ng

uta

n g

aram

K2

(Rp

. 384

.615

,-/t

on

)R

p.

-

3,61

5,38

1

19

,230

,750

21,8

07,6

71

25

,019

,206

22,6

53,8

24

20

,653

,826

Tot

al M

anfa

at-

3,

615,

381

19,2

30,7

50

21

,807

,671

25,0

19,2

06

22

,653

,824

20,6

53,8

26

Pre

sen

t V

alu

e T

otal

Man

faat

Rp

.-

3

,57

7,0

47

1

8,8

25

,10

3

21

,12

1,3

17

2

3,9

74

,84

5

21

,47

8,0

27

1

9,3

74

,20

7

III.

Tot

al M

anfa

at B

ersi

hR

p.

(35,

240,

000)

2,

485,

381

15,8

58,7

50

18

,274

,671

20,9

65,7

06

19

,014

,824

17,2

10,8

26

Aku

mu

lasi

To

tal M

anfa

at B

ersi

h(3

5,24

0,00

0)

(32,

754,

619)

(1

6,89

5,86

9)

1,37

8,80

2

22

,344

,507

41,3

59,3

31

58

,570

,156

IV.

Pre

sen

t V

alu

e T

otal

Man

faat

Ber

sih

`(3

5,24

0,00

0)

2,45

9,02

8

15

,524

,231

17,6

99,5

11

20

,090

,548

18,0

27,9

01

16

,144

,520

V.

Ak

um

ula

si P

rese

nt

Va

lue

Tot

al M

anfa

at B

ersi

hR

p.

(35,

240,

000)

(3

2,78

0,97

2)

(17,

256,

741)

44

2,77

1

20,5

33,3

18

38

,561

,219

54,7

05,7

39

VI

Net

Pre

sen

t V

alu

e (

NP

V)

Rp

.5

4,7

05

,73

9

> 0

→ la

yak

VII

.In

tern

al

Ra

te o

f R

etu

rn (

IRR

)%

30

.43

%L

ebih

bes

ar d

ari t

ing

kat

suku

bu

ng

a b

ank

(12,

86%

) →

lay

ak

VII

I.N

et B

CR

-2

.55

> 1

→ la

yak

IX.

Pa

yba

ck P

erio

db

ula

n3

.92

No.

Ura

ian

Sat

uan

Page 96: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

78

Ca

s h F

low

Pen

gu

sah

aan

Gar

am M

eto

de

Por

tugi

sD

enga

n D

isco

un

t R

ate

12,

86%

per

tahu

n (1

,07%

per

bula

n)

Sum

ber:

Suk

u B

unga

Das

ar K

redi

t (S

BD

K)

BR

I B

ulan

Mei

201

1M

eiJu

ni

Juli

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Okt

ob

erN

ov

emb

er

Bu

lan

Bu

lan

Bu

lan

Bu

lan

Bu

lan

Bu

lan

Bu

lan

01

23

45

6

1D

isco

un

t R

ate

(%

) d

an D

isco

un

t F

act

or

1.07

1.00

00

0.

9894

0.97

89

0.

9685

0.95

83

0.

9481

0.93

80

I.B

iaya

1S

ewa

lah

an t

amb

ak 3

ha

Rp

.18

,000

,000

2P

ersi

apan

lah

an d

an P

emas

ang

an b

ata

pem

atan

gR

p.

6,80

0,00

0

3P

eral

atan

Rp

.

Lel

et (

1 u

nit

)R

p.

90,0

00

Pen

caca

h (

4 u

nit

)R

p.

200,

000

Pen

gai

s (3

bu

ah)

Rp

.45

0,00

0

Glid

ik (

1 b

uah

)R

p.

300,

000

So

rko

t (2

bu

ah)

Rp

.20

0,00

0

Kin

cir

(5 b

uah

)R

p.

3,00

0,00

0

Mes

in p

om

pa

air

(2 b

uah

)R

p.

7,00

0,00

0

Bat

a p

uti

h (

Rp

.700

.000

/1.0

00 b

uah

)R

p.

3,92

0,00

0

HR

dan

inse

nti

f p

eng

gar

apR

p.

748,

000

1,

632,

000

1,59

2,00

0

1,

592,

000

1,63

2,00

0

1,

592,

000

Bia

ya

pem

un

gu

tan

gar

amR

p.

-

273,

000

1,

886,

250

2,43

1,50

0

2,

025,

000

4,47

1,50

0

Bah

an B

akar

mes

in p

om

pa

air

Rp

.12

6,00

0

252,

000

25

2,00

0

252,

000

25

2,00

0

252,

000

Per

awat

an m

esin

(te

rmas

uk

oli)

Rp

.51

,000

51,0

00

51

,000

51,0

00

51

,000

PB

BR

p.

270,

000

Tot

al B

iaya

Rp

.39

,960

,000

87

4,00

0

2,20

8,00

0

3,

781,

250

4,59

6,50

0

3,

960,

000

6,36

6,50

0

Pre

sen

t V

alu

e T

otal

Bia

yaR

p.

39

,96

0,0

00

8

64

,73

3

2

,16

1,4

25

3

,66

2,2

43

4

,40

4,6

31

3

,75

4,4

65

5

,97

2,0

60

II.

Man

faat

1

Pen

jual

an h

asil

pu

ng

uta

n g

aram

K1

(Rp

.583

.333

,-/t

on

)R

p.

-

-

5,30

8,33

0

36

,677

,062

47

,279

,140

39

,374

,978

33

,366

,648

Pen

jual

an h

asil

pu

ng

uta

n g

aram

K3

(Rp

. 214

.286

,-/t

on

)22

,962

,500

Tot

al M

anfa

at-

-

5,

308,

330

36,6

77,0

62

47,2

79,1

40

39,3

74,9

78

56,3

29,1

48

Pre

sen

t V

alu

e T

otal

Man

faat

Rp

.-

-

5

,19

6,3

58

3

5,5

22

,72

4

45

,30

5,5

97

3

7,3

31

,30

6

52

,83

9,2

46

III.

Tot

al M

anfa

at B

ersi

hR

p.

(39,

960,

000)

(8

74,0

00)

3,

100,

330

32,8

95,8

12

42,6

82,6

40

35,4

14,9

78

49,9

62,6

48

Aku

mu

lasi

To

tal M

anfa

at B

ersi

h(3

9,96

0,00

0)

(40,

834,

000)

(3

7,73

3,67

0)

(4,8

37,8

57)

37,8

44,7

82

73,2

59,7

60

123,

222,

407

IV.

Pre

sen

t V

alu

e T

otal

Man

faat

Ber

sih

`(3

9,96

0,00

0)

(864

,733

)

3,03

4,93

3

31

,860

,481

40

,900

,966

33

,576

,841

46

,867

,186

V.

Ak

um

ula

si P

rese

nt

Va

lue

Tot

al M

anfa

at B

ersi

hR

p.

(39,

960,

000)

(4

0,82

4,73

3)

(37,

789,

800)

(5

,929

,318

)

34

,971

,647

68

,548

,488

11

5,41

5,67

4

VI

Net

Pre

sen

t V

alu

e (

NP

V)

Rp

.1

15

,41

5,6

74

> 0

→ la

yak

VII

.In

tern

al

Ra

te o

f R

etu

rn (

IRR

)%

37

.69

%L

ebih

bes

ar d

ari t

ing

kat

suku

bu

ng

a b

ank

(12,

86%

) →

lay

ak

VII

I.N

et B

CR

-3

.83

> 1

→ la

yak

IX.

Pa

yba

ck P

erio

db

ula

n4

.11

No.

Ura

ian

Sat

uan

Page 97: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

79

Ca

s h F

low

Pen

gu

sah

aan

Gar

am M

eto

de

Geo

mem

bra

ne

Den

gan

Dis

cou

nt R

ate

12,

86%

per

tahu

n (1

,07%

per

bula

n)

Sum

ber:

Suk

u B

unga

Das

ar K

redi

t (S

BD

K)

BR

I B

ulan

Mei

201

1M

eiJu

ni

Juli

Ag

ust

us

Sep

tem

ber

Okt

ob

erN

ov

emb

er

Bu

lan

Bu

lan

Bu

lan

Bu

lan

Bu

lan

Bu

lan

Bu

lan

01

23

45

6

1D

isco

un

t R

ate

(%

) da

n D

isco

un

t F

act

or

1.07

1.00

00

0.

9894

0.97

89

0.

9685

0.95

83

0.

9481

0.93

80

I.B

iaya

1S

ewa

lah

an t

am

bak

3 h

aR

p.

18,0

00,0

00

2P

ersi

apan

lah

an d

an p

emas

ang

an g

eom

emb

ran

Rp

.6,

800,

000

3P

eral

atan

Rp

.

Lel

et (

1 u

nit

)R

p.

90,0

00

Pen

caca

h (

4 u

nit

)R

p.

-

Pen

gai

s (3

bu

ah)

Rp

.45

0,00

0

Glid

ik (

1 b

uah

)R

p.

300,

000

So

rko

t (2

bu

ah)

Rp

.20

0,00

0

Kin

cir

(5 b

uah

)R

p.

3,00

0,00

0

Mes

in p

om

pa

air

(2 b

uah

)R

p.

7,00

0,00

0

Geo

mem

bra

n (

Rp

. 22

juta

/10.

000

m2)

, bu

tuh

360

0 m

2R

p.

7,92

0,00

0

HR

dan

inse

nti

f p

eng

gar

apR

p.

748,

000

1,63

2,00

0

1,59

2,00

0

1,59

2,00

0

1,63

2,00

0

1,59

2,00

0

Bia

ya

pem

un

gu

tan

gar

amR

p.

-

49

8,75

0

2,

178,

000

3,

190,

500

3,

546,

000

3,

205,

500

2,

592,

750

Bah

an B

akar

mes

in p

om

pa

air

Rp

.17

3,00

0

34

6,00

0

34

6,00

0

34

6,00

0

34

6,00

0

34

6,00

0

Per

awat

an

mes

in (

term

asu

k o

li)R

p.

70,0

00

70

,000

70,0

00

70

,000

70,0

00

PB

BR

p.

270,

000

Tot

al B

iaya

Rp

.43

,760

,000

1,41

9,75

0

4,22

6,00

0

5,19

8,50

0

5,82

4,00

0

5,25

3,50

0

4,60

0,75

0

Pre

sen

t V

alu

e T

otal

Bia

yaR

p.

43

,76

0,0

00

1

,40

4,6

96

4,1

36

,85

8

5

,03

4,8

87

5,5

80

,89

3

4

,98

0,8

29

4,3

15

,70

8

II.

Man

faat

1

Pen

jual

an h

asil

pu

ng

uta

n g

aram

K1

(Rp

. 583

.333

,-/t

on

)R

p.

-

9,

697,

911

42

,349

,976

62,0

37,4

65

68

,949

,961

62,3

29,1

31

50

,414

,555

Tot

al M

anfa

at-

9,69

7,91

1

42,3

49,9

76

62

,037

,465

68,9

49,9

61

62

,329

,131

50,4

14,5

55

Pre

sen

t V

alu

e T

otal

Man

faat

Rp

.-

9,5

95

,08

4

4

1,4

56

,66

0

60

,08

4,9

57

6

6,0

71

,82

7

59

,09

4,0

75

4

7,2

91

,09

5

III.

Tot

al M

anfa

at B

ersi

hR

p.

(43,

760,

000)

8,27

8,16

1

38,1

23,9

76

56

,838

,965

63,1

25,9

61

57

,075

,631

45,8

13,8

05

Aku

mu

lasi

To

tal M

anfa

at B

ersi

h(4

3,76

0,00

0)

(3

5,48

1,83

9)

2,

642,

137

59

,481

,101

122,

607,

062

17

9,68

2,69

3

225,

496,

498

IV.

Pre

sen

t V

alu

e T

otal

Man

faat

Ber

sih

`(4

3,76

0,00

0)

8,

190,

387

37

,319

,802

55,0

50,0

70

60

,490

,934

54,1

13,2

46

42

,975

,387

V.

Ak

um

ula

si P

rese

nt

Va

lue

Tot

al M

anfa

at B

ersi

hR

p.

(43,

760,

000)

(35,

569,

613)

1,75

0,18

9

56,8

00,2

59

11

7,29

1,19

4

171,

404,

440

21

4,37

9,82

6

VI

Net

Pre

sen

t V

alu

e (

NP

V)

Rp

.2

14

,37

9,8

26

> 0

→ la

yak

VII

.In

tern

al

Ra

te o

f R

etu

rn (

IRR

)%

69

.14

%(l

ebih

bes

ar d

ari t

ing

kat

suku

bu

ng

a b

ank

(12,

86%

), m

eng

un

tun

gka

n

VII

I.N

et B

CR

-5

.90

> 1

→ la

yak

IX.

Pa

yba

ck P

erio

db

ula

n2

.93

No.

Ura

ian

Sat

uan

Page 98: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

80

Lampiran 6 Kuesioner untuk analisis A’WOT

KUESIONER ANALISIS A’WOT (AHP-SWOT) UNTUK PENYUSUNAN ARAHAN STRATEGI

PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK GARAM RAKYAT DI KAWASAN PESISIR SELATAN KABUPATEN SAMPANG

PROVINSI JAWA TIMUR

DIDI ACHMADI A156110194

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2012

Page 99: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

81

PENGANTAR

Dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PS PWL), Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, dengan ini saya :

Nama : Didi Achmadi NRP : A156110194 Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah

melakukan penelitian tugas akhir (tesis) dengan judul: Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur.

Berkenaan dengan tugas akhir tersebut, saya menyusun kuesioner untuk perumusan arahan strategi kebijakan pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang. Untuk itu saya mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk menjawab pertanyaan yang ada dalam kuesioner ini dengan jawaban yang akurat agar data tersebut dapat dianalisis dan menghasilkan informasi yang dapat dipertanggungjawabkan secara ilmiah.

Atas perhatian dan bantuan Bapak/Ibu serta kesediaan dalam meluangkan waktu untuk mengisi kuesioner ini saya ucapkan terima kasih. Interviewer/Pemohon,

Didi Achmadi

Page 100: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

82

BAGIAN I IDENTITAS RESPONDEN

1. Nama : ….…………………………………………. 2. Alamat : …….………………………………………. 3. Pekerjaan/Jabatan : ……….……………………………………. 4. Pendidikan Terakhir : ……….……………………………………. 5. No. Telp/HP : ……….…………………………………….

BAGIAN II PEMBOBOTAN

Cara Menjawab Kuesioner : Responden hanya menentukan nilai antara 1 – 9 dengan memberi tanda silang (X) pada nilai yang dipilih. Ketentuan pembobotan masing-masing nilai seperti pada tabel di bawah ini:

Nilai Penjelasan

1 Kedua elemen sama pentingnya 3 Elemen yang satu sedikit lebih penting dari elemen yang lain 5 Elemen yang satu lebih penting dari elemen yang lain 7 Elemen yang satu jelas lebih penting dari elemen yang lain 9 Elemen yang satu mutlak lebih penting dari elemen yang lain

2,4,6,8 Nilai-nilai antara dua nilai pertimbangan yang berdekatan dengan nilai sebelum dan setelahnya

Contoh Pemberian Pembobotan: Jika Faktor A mutlak lebih penting dari Faktor B, maka diisi

Faktor A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Faktor B

atau, Jika Faktor B lebih penting dari Faktor A, maka diisi \:

Faktor A 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Faktor B

Sebelum melakukan pembobotan, Responden akan diminta mengurutkan tiap-tiap faktor berdasarkan tingkat kepentingannya. Semakin kecil nomor urutan, semakin besar tingkat kepentingan faktor tersebut. Sebagaimana contoh berikut:

Faktor Urutan A 2 B 3 C 1 ... ... n n

Responden,

____________________ ...............

Page 101: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

83

DAFTAR PERTANYAAN

1. Beberapa faktor internal berupa KEKUATAN (STRENGTH) yang dapat mempengaruhi pengembangan sentra tambak garam rakyat di Kabupaten Sampang antara lain sebagaimana tersebut di bawah. Menurut Bapak/Ibu, berdasarkan pertimbangan dan pemahaman selama ini, bila ditinjau dari tingkat kepentingannya maka urutannya adalah:

Faktor Urutan A. Potensi SDA (ketersediaan lahan tambak yang luas dan air laut,

didukung iklim yang sesuai)

B. Teknik pengusahaan garam yang dikenal secara turun temurun C. Peralatan sederhana dan mudah diperoleh D. Tenaga kerja yang selalu tersedia E. Sudah ada jaringan pemasaran F. Ketersediaan koperasi petani garam G. Sudah ada kelompok/organisasi petani garam

Selanjutnya bagaimana pembobotan perbandingan berpasangan dari masing masing faktor tersebut?

Potensi SDA 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Teknik pengusahaan garam

Potensi SDA 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Peralatan Potensi SDA 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tenaga kerja Potensi SDA 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jaringan pemasaran

Potensi SDA 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Koperasi petani garam

Potensi SDA 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kelompok/ organisasi petani garam

Teknik pengusahaan garam

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Peralatan

Teknik pengusahaan garam

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tenaga kerja

Teknik pengusahaan garam

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jaringan pemasaran

Teknik pengusahaan garam

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Koperasi petani garam

Teknik pengusahaan garam

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kelompok/ organisasi petani garam

Peralatan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Tenaga kerja Peralatan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jaringan pemasaran Peralatan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Koperasi petani garam

Peralatan 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kelompok/ organisasi petani garam

Tenaga kerja 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Jaringan pemasaran Tenaga kerja 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Koperasi petani garam

Tenaga kerja 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kelompok/ organisasi petani garam

Jaringan pemasaran 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Koperasi petani garam

Jaringan pemasaran 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kelompok/ organisasi petani garam

Koperasi petani garam 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kelompok/ organisasi petani garam

2. Beberapa faktor internal berupa KELEMAHAN (WEAKNESS) yang dapat mempengaruhi pengembangan sentra tambak garam rakyat di Kabupaten Sampang antara lain sebagaimana tersebut di bawah. Menurut Bapak/Ibu, berdasarkan pertimbangan dan pemahaman selama ini, bila ditinjau dari tingkat kepentingannya maka urutannya adalah:

Page 102: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

84

Faktor Urutan A. Infatruktur yang kurang menunjang kawasan B. Pengusahaan tambak garam yang tergantung cuaca C. Rendahnya kualitas SDM dan kelembagaan, posisi tawar petambak

garam lemah

D. Kurangnya akses sumber permodalan, banyak petambak garam terjerat tengkulak

E. Masih rendahnya kualitas garam rakyat F. Minimnya sentuhan teknologi

Selanjutnya bagaimana pembobotan perbandingan berpasangan dari masing masing faktor tersebut?

Infrastruktur 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Ketergantungan cuaca

Infrastruktur 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kualitas SDM dan kelembagaan

Infrastruktur 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Akses modal

Infrastruktur 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kualitas garam Infrastruktur 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sentuhan teknologi Ketergantungan cuaca

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kualitas SDM dan kelembagaan

Ketergantungan cuaca

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Akses modal

Ketergantungan cuaca

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kualitas garam

Ketergantungan cuaca

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sentuhan teknologi

Kualitas SDM dan kelembagaan

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Akses modal

Kualitas SDM dan kelembagaan

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kualitas garam

Kualitas SDM dan kelembagaan

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sentuhan teknologi

Akses modal 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Kualitas garam Akses modal 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sentuhan teknologi Kualitas garam 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Sentuhan teknologi

3. Beberapa faktor eksternal berupa PELUANG (OPPORTUNITY) yang dapat

mempengaruhi pengembangan sentra tambak garam rakyat di Kabupaten Sampang antara lain sebagaimana tersebut di bawah. Menurut Bapak/Ibu, berdasarkan pertimbangan dan pemahaman selama ini, bila ditinjau dari tingkat kepentingannya maka urutannya adalah:

Faktor Urutan

A. Tingginya permintaan akan garam dan terus meningkat B. Mulai ada perhatian serius dari pemerintah, misal melalui

pemberdayaan usaha garam rakyat (PUGAR) dan berbagai upaya mengatasi permasalahan garam

C. Regulasi penetapan harga garam rakyat yang semakin baik D. Kebijakan pemerintah pusat memproteksi garam rakyat dari garam

impor

E. Dukungan RTRW untuk Pengusahaan garam F. Introduksi pemanfaatan teknologi geomembrane

Selanjutnya bagaimana pembobotan perbandingan berpasangan dari masing masing faktor tersebut?

Page 103: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

85

Tingginya permintaan

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Perhatian serius pemerintah

Tingginya permintaan

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Regulasi penetapan harga

Tingginya permintaan

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Proteksi garam rakyat

Tingginya permintaan

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Dukungan RTRW

Tingginya permintaan

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Teknologi geomembrane

Perhatian serius pemerintah

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Regulasi penetapan harga

Perhatian serius pemerintah

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Proteksi garam rakyat

Perhatian serius pemerintah

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Dukungan RTRW

Perhatian serius pemerintah

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Teknologi geomembrane

Regulasi penetapan harga

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Proteksi garam rakyat

Regulasi penetapan harga

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Dukungan RTRW

Regulasi penetapan harga

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Teknologi geomembrane

Proteksi garam rakyat

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Dukungan RTRW

Proteksi garam rakyat

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Teknologi geomembrane

Dukungan RTRW 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Teknologi geomembrane

4. Beberapa faktor eksternal berupa ANCAMAN (THREAT) yang dapat mempengaruhi

pengembangan sentra tambak garam rakyat di Kabupaten Sampang antara lain sebagaimana tersebut di bawah. Menurut Bapak/Ibu, berdasarkan pertimbangan dan pemahaman selama ini, bila ditinjau dari tingkat kepentingannya maka urutannya adalah:

Faktor Urutan

A. Masuknya garam impor (garam konsumsi) pada masa larangan impor garam (antara 1 bulan sebelum panen raya dan 2 bulan sesudah panen raya garam rakyat)

B. Tidak berfungsinya Harga Penetapan Pemerintah (HPP) secara efektif, harga di pasaran selalu bergejolak.

C. Pasar yang hegemonik dan monopolistik, penentuan harga dikuasai pabrik/pedagang besar

D. Adanya praktik kartel perdagangan garam di tingkat lokal dan regional (kartel adalah persetujuan sekelompok perusahaan dengan maksud mengendalikan harga komoditi tertentu)

E. Banyak munculnya asosiasi terkait di bidang garam, mengaburkan keberpihakannya pada petambak garam rakyat

F. Konversi lahan tambak menjadi area terbangun

Selanjutnya bagaimana pembobotan perbandingan berpasangan dari masing masing faktor tersebut?

Page 104: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

86

garam impor 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 tidak berfungsinya HPP

garam impor 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 pasar yang hegemonistik dan monopolistik

garam impor 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 kartel dagang

garam impor 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 asosiasi garam garam impor 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 konversi lahan

tak berfungsinya HPP

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 pasar yang hegemonistik dan monopolistik

tidak berfungsinya HPP

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 kartel dagang

tidak berfungsinya HPP

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 asosiasi garam

tidak berfungsinya HPP

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 konversi lahan

pasar yang hegemonistik dan monopolistik

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 kartel dagang

pasar yang hegemonistik dan monopolistik

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 asosiasi garam

pasar yang hegemonistik dan monopolistik

9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 konversi lahan

kartel dagang 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 asosiasi garam kartel dagang 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 konversi lahan

asosiasi garam 9 8 7 6 5 4 3 2 1 2 3 4 5 6 7 8 9 konversi lahan

BAGIAN III PENENTUAN RATING

Rating ditentukan terhadap faktor-faktor strategis internal (kekuatan dan kelemahan) dan faktor-faktor strategis eksternal (peluang dan ancaman) berdasarkan pengaruhnya terhadap pengembangan sentra tambak garam rakyat di kawasan pesisir selatan Kabupaten Sampang.

Dalam menentukan rating, dilakukan dengan cara memberikan tanda “V” pada kolom “Nilai Rating” pada tabel yang telah disediakan pada angka yang dianggap paling sesuai dengan kondisi saat ini. Ketentuan penilaian dalam penentuan rating ini mengacu pada skala rating sebagai berikut:

Nilai rating 4 : sangat kuat Nilai rating 2 : agak lemah Nilai rating 3 : agak kuat Nilai rating 1 : sangat lemah

1. Faktor Strategi Internal

Kekuatan Nilai Rating

4 3 2 1 A. Potensi SDA (ketersediaan lahan tambak yang luas

dan air laut, didukung iklim yang sesuai)

B. Teknik pengusahaan garam yang dikenal secara turun temurun

C. Peralatan sederhana dan mudah diperoleh D. Tenaga kerja yang selalu tersedia E. Sudah ada jaringan pemasaran F. Ketersediaan koperasi petani garam G. Sudah ada kelompok/organisasi petani garam

Page 105: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

87

Kelemahan Nilai Rating

4 3 2 1 A. Infatruktur yang kurang menunjang kawasan B. Pengusahaan tambak garam yang tergantung cuaca C. Rendahnya kualitas SDM dan kelembagaan, posisi

tawar petambak garam lemah

D. Kurangnya akses sumber permodalan, banyak petambak garam terjerat tengkulak

E. Masih rendahnya kualitas garam rakyat F. Minimnya sentuhan teknologi

2. Faktor Strategi Eksternal

Peluang Nilai Rating

4 3 2 1 A. Tingginya permintaan akan garam dan terus

meningkat

B. Mulai ada perhatian serius dari pemerintah, misal melalui pemberdayaan usaha garam rakyat (PUGAR) dan berbagai upaya mengatasi permasalahan garam

C. Regulasi penetapan harga garam rakyat yang semakin baik

D. Kebijakan pemerintah pusat memproteksi garam rakyat dari garam impor

E. Dukungan RTRW untuk Pengusahaan garam F. Introduksi pemanfaatan teknologi geomembrane

Ancaman Nilai Rating

4 3 2 1 A. Masuknya garam impor (garam konsumsi) pada

masa larangan impor garam (antara 1 bulan sebelum panen raya dan 2 bulan sesudah panen raya garam rakyat)

B. Tidak berfungsinya Harga Penetapan Pemerintah (HPP) secara efektif, harga di pasaran selalu bergejolak.

C. Pasar yang hegemonik dan monopolistik, penentuan harga dikuasai pabrik/pedagang besar

D. Adanya praktik kartel perdagangan garam di tingkat lokal dan regional

E. Banyak munculnya asosiasi terkait di bidang garam, mengaburkan keberpihakannya pada petambak garam rakyat

F. Konversi lahan tambak menjadi area terbangun

“Terima Kasih atas Kerjasamanya”

Page 106: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

88

Lam

pir

an 7

P

enil

aian

tin

gka

t ko

nsis

tens

i p

emb

obo

tan

fakt

or

SW

OT

pad

a an

alis

is A

'WO

T

RA

TA

AN

GE

OM

ET

RIK

PE

MB

OB

OT

AN

FA

KT

OR

KE

KU

AT

AN

(S

TR

EN

GT

HS

)D

INO

RM

AL

KA

N

AB

CD

EF

GA

BC

DE

FG

Po

tens

i

SD

A

Tek

nik

pen

gusa

-

haan

gara

m

Per

alat

an

Ten

aga

kerj

a

Jarin

gan

pem

a-

sara

n

Kop

eras

i

peta

ni

gara

m

Kel

omp

ok

peta

ni

gara

m

Pot

ensi

SD

A

Tek

nik

peng

usah

aan

gara

m

Per

alat

an

Ten

aga

kerj

a

Jari

ngan

pem

a-sa

ran

Kop

eras

i

peta

ni

gara

m

Kel

omp

ok

peta

ni

gara

m

AP

oten

si

SD

A

1.00

02.

956

3.98

03.

922

3.51

56.

328

6.51

0A

Pot

ensi

SD

A0.

410

0.5

020.

389

0.3

460.

420

0.32

90.

289

0.38

42.

795

7.28

6

BT

ekni

k

peng

usah

aa

n ga

ram

0.33

81.

000

2.49

72.

462

1.70

73.

482

3.96

0B

Tek

nik

peng

usah

aan

gara

m

0.13

90.

170

0.2

440.

217

0.20

40.

181

0.17

60.

190

1.38

77.

297

CP

eral

atan

0.

251

0.40

01.

000

0.98

70.

985

2.34

53.

272

CP

eral

atan

0.

103

0.0

680.

098

0.0

870.

118

0.12

20.

145

0.10

60.

755

7.13

4

DT

enag

a

kerj

a

0.25

50.

406

1.01

31.

000

0.43

12.

662

3.58

0D

Ten

aga

kerj

a0.

104

0.0

690.

099

0.0

880.

052

0.13

80.

159

0.10

10.

716

7.06

8

EJa

ring

an

pem

asar

an

0.28

40.

586

1.01

52.

319

1.00

02.

495

3.1

13E

Jarin

gan

pem

asar

an

0.11

70.

100

0.0

990.

204

0.12

00.

130

0.13

80.

130

0.94

27.

268

FK

oper

asi

peta

ni

gara

m

0.15

80.

287

0.42

60.

376

0.40

11.

000

1.05

7F

Ko

pera

si

peta

ni g

aram

0.06

50.

049

0.0

420.

033

0.04

80.

052

0.04

70.

048

0.34

27.

150

GK

elo

mpo

k

peta

ni

gara

m

0.15

40.

253

0.30

60.

279

0.32

10.

946

1.00

0G

Kel

ompo

k

peta

ni g

aram

0.06

30.

043

0.0

300.

025

0.03

80.

049

0.04

40.

042

0.29

67.

094

2.44

15.

888

10.2

3811

.345

8.36

119

.258

22.4

921.

000

1.0

001.

000

1.0

001.

000

1.00

01.

000

1.00

0R

ata

an7.

185

Ban

yakn

ya K

riter

ia n

=

7R

ataa

n C

onsi

sten

cy V

ecto

r (p

) =

7.

185

Com

cist

ency

Rat

io (

CR

) =

CI/

RI

=0.

023

(CR

< 0

.1 →

kon

sist

en)

Ra

ndom

Ind

eks

(R

I)*

=1.

32C

onsi

sten

cy I

ndex

(C

I) =

(p

−n)/

(n−

1) =

0.03

1

Jum

lah

Jum

lah

Fak

tor

Fak

tor

Ave

rage

(W')

A*W

'

Con

site

ncy

vect

or=

A*W

'/ W

'

RA

TA

AN

GE

OM

ET

RIK

PE

MB

OB

OT

AN

FA

KT

OR

KE

LE

MA

HA

N (

WE

AK

NE

SS

ES

)D

INO

RM

AL

KA

N

AB

CD

EF

AB

CD

EF

Infr

a-st

rukt

urK

eter

gan-

tung

an c

uaca

Kua

litas

SD

M

dan

kele

m-

baga

an

Aks

es

mod

al

Kua

litas

gara

m

Sen

tuha

n

tekn

olog

i

Infr

a-st

rukt

urK

eter

gan-

tung

an

cuac

a

Kua

litas

SD

M

dan

kel

em-

baga

an

Aks

es

mod

al

Kua

litas

gara

m

Sen

tuha

n

tekn

olog

i

AIn

fras

truk

tur

1.0

00

0.5

950.

853

1.35

62.

282

0.79

2A

Infr

astr

uktu

r0.

159

0.13

00.

197

0.17

20.

167

0.1

440.

162

0.97

76.

045

BK

eter

gant

unga

n

cuac

a

1.68

21.

000

0.9

302.

013

2.7

200.

972

BK

eter

gant

unga

n

cuac

a

0.2

670.

219

0.2

150.

256

0.19

90.

176

0.22

21.

345

6.05

5

CK

ualit

as S

DM

dan

kele

mba

gaan

1.17

21.

075

1.0

001.

879

2.9

911.

481

CK

ualit

as S

DM

dan

kele

mba

gaan

0.1

860.

236

0.2

310

.238

0.21

90.

269

0.23

01.

391

6.05

1

DA

kses

mod

al0.

737

0.4

970.

532

1.00

01.

914

0.90

2D

Aks

es m

odal

0.1

170.

109

0.1

230.

127

0.14

00.

164

0.13

00.

786

6.04

8

EK

ualit

as g

aram

0.43

80.

368

0.3

340.

523

1.0

000.

365

EK

ualit

as g

aram

0.0

700.

081

0.0

770.

066

0.07

30.

066

0.07

20.

437

6.04

7

FS

entu

han

tekn

olog

i1.

263

1.0

280.

675

1.10

92.

742

1.00

0F

Sen

tuha

n te

knol

ogi

0.2

010.

225

0.1

560.

141

0.20

10.

181

0.18

41.

114

6.04

8

6.29

24.

562

4.3

257.

880

13.6

495.

512

1.0

001.

000

1.0

001.

000

1.00

01.

000

1.00

0R

ata

an6.

049

Ban

yakn

ya K

rite

ria n

=

6R

ataa

n C

onsi

sten

cy V

ecto

r (p

) =

6.

049

Com

cist

ency

Rat

io (

CR

) =

CI/

RI

=0.

008

(CR

< 0

.1 →

kon

sist

en)

Ra

ndom

Ind

eks

(R

I)*

=1.

24C

onsi

sten

cy I

ndex

(C

I) =

(p −

n)/(

n−1)

=0.

010

*Sum

ber:

Tab

el O

arkr

ide

dala

m M

arim

in (

200

8)

Jum

lah

Jum

lah

Fak

tor

Fak

tor

Ave

rage

(W')

A*W

'

Con

site

ncy

vect

or=

A*W

'/ W

'

Page 107: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

89

RA

TA

AN

GE

OM

ET

RIK

PE

MB

OB

OT

AN

FA

KT

OR

PE

LU

AN

G (

OP

PO

RT

UN

ITIE

S)

DIN

OR

MA

LK

AN

AB

CD

EF

AB

CD

EF

Tin

ggin

ya

perm

inta

an

Per

hatia

n

seriu

s pe

me-

rint

ah

Reg

ulas

i

pene

tapa

n ha

rga

Pro

teks

i

gara

m

raky

at

Duk

unga

n

RT

RW

Tek

nolo

gi

geom

em-

bran

e

Tin

ggin

ya

perm

inta

an

Per

hatia

n

seriu

s pe

me-

rint

ah

Reg

ulas

i

pene

tapa

n ha

rga

Pro

teks

i

gara

m

raky

at

Duk

unga

n

RT

RW

Tek

nolo

gi

geom

em-

bran

e

AT

ingg

inya

per

min

taan

1.00

01.

596

2.44

12.

952

6.31

85.

378

AT

ingg

inya

per

min

taan

0.36

80.

384

0.37

20.

366

0.27

00.

358

0.35

32.

160

6.12

5

BP

erha

tian

seriu

s

pem

erin

tah

0.62

71.

000

1.84

62.

087

5.23

52.

837

BP

erha

tian

seriu

s

pem

erin

tah

0.23

00.

240

0.28

10.

258

0.22

30.

189

0.23

71.

452

6.12

6

CR

egul

asi p

enet

apan

harg

a

0.41

00.

542

1.00

01.

316

4.75

83.

219

CR

egul

asi p

enet

apan

harg

a

0.15

10.

130

0.15

20.

163

0.20

30.

214

0.16

91.

030

6.10

0

DP

rote

ksi g

aram

raky

at

0.33

90.

479

0.76

01.

000

3.92

82.

146

DP

rote

ksi g

aram

raky

at

0.12

50.

115

0.11

60.

124

0.16

80.

143

0.13

20.

800

6.08

0

ED

ukun

gan

RT

RW

0.15

80.

191

0.21

00.

255

1.00

00.

455

ED

ukun

gan

RT

RW

0.05

80.

046

0.03

20.

032

0.04

30.

030

0.04

00.

242

6.03

3

FT

ekno

logi

geo

mem

-

bran

e

0.18

60.

352

0.31

10.

466

2.19

61.

000

FT

ekno

logi

geo

mem

-

bran

e

0.06

80.

085

0.04

70.

058

0.09

40.

067

0.07

00.

421

6.03

4

2.71

94.

160

6.56

88.

075

23.4

3515

.036

1.00

01.

000

1.00

01.

000

1.00

01.

000

Ra

taan

6.08

3

Ban

yakn

ya K

rite

ria n

=

6R

ataa

n C

onsi

sten

cy V

ecto

r (p

) =

6.

083

Com

cist

ency

Rat

io (

CR

) =

CI/

RI

=0.

013

(CR

< 0

.1 →

kon

sist

en)

Ran

dom

Ind

eks

(R

I)*

=1.

24C

onsi

sten

cy I

ndex

(C

I) =

(p

−n)

/(n−

1) =

0.01

7

RA

TA

AN

GE

OM

ET

RIK

PE

MB

OB

OT

AN

FA

KT

OR

AN

CA

MA

N (

TH

RE

AT

S)

DIN

OR

MA

LK

AN

AB

CD

EF

AB

CD

EF

Gar

am im

por

Tid

ak

berf

ungs

inya

HP

P

Pas

ar y

ang

hege

mon

istik

dan

mon

opol

istik

Kar

tel

daga

ng

Aso

sias

i

gara

m

Ko

nver

si

laha

n

gara

m im

por

tidak

berf

ungs

inya

HP

P

pasa

r ya

ng

hege

mon

istik

dan

mon

opol

istik

kart

el

daga

ng

asos

iasi

gara

m

kon

vers

i

laha

n

AG

aram

impo

r1.

000

0.87

21.

364

1.66

83.

784

4.22

1A

Gar

am im

por

0.25

10.

258

0.24

00.

270

0.23

10.

217

0.24

51.

475

6.03

2

BT

idak

ber

fung

siny

a

HP

P

1.14

71.

000

1.87

11.

749

4.95

74.

919

BT

idak

ber

fung

siny

a

HP

P

0.28

80.

296

0.33

00.

283

0.30

20.

253

0.29

21.

762

6.03

5

CP

asar

yan

g

hege

mon

istik

dan

mon

opol

istik

0.73

30.

535

1.00

01.

147

2.99

54.

232

CP

asar

yan

g

hege

mon

istik

dan

mon

opol

istik

0.18

40.

158

0.17

60.

186

0.18

30.

218

0.18

41.

109

6.02

7

DK

arte

l dag

ang

0.59

90.

572

0.87

21.

000

2.83

73.

873

DK

arte

l dag

ang

0.15

10.

169

0.15

40.

162

0.17

30.

199

0.16

81.

011

6.02

4

EA

sosi

asi g

aram

0.26

40.

202

0.33

40.

352

1.00

01.

207

EA

sosi

asi g

aram

0.06

60.

060

0.05

90.

057

0.06

10.

062

0.06

10.

366

6.02

2

FK

onv

ersi

laha

n0.

237

0.20

30.

236

0.25

80.

829

1.00

0F

Kon

vers

i lah

an0.

060

0.06

00.

042

0.04

20.

051

0.05

10.

051

0.30

56.

007

3.98

13.

383

5.67

76.

175

16.4

0219

.452

1.00

01.

000

1.00

01.

000

1.00

01.

000

Ra

taan

6.02

4

Ban

yakn

ya K

rite

ria n

=

6R

ataa

n C

onsi

sten

cy V

ecto

r (p

) =

6.

024

Com

cist

ency

Rat

io (

CR

) =

CI/

RI

=0.

004

(CR

< 0

.1 →

kon

sist

en)

Ran

dom

Ind

eks

(R

I)*

=1.

24C

onsi

sten

cy I

ndex

(C

I) =

(p

−n)

/(n−

1) =

0.00

5

*Sum

ber:

Tab

el O

arkr

ide

dala

m M

arim

in (

2008

)

Jum

lah

Jum

lah

Fak

tor

Fak

tor

Fak

tor

Fak

tor

Jum

lah

Jum

lah

Ave

rage

(W')

A*W

'

Con

site

ncy

vec

tor

=

A*W

'/ W

'

Ave

rage

(W')

A*W

'

Con

site

ncy

vec

tor

=

A*W

'/ W

'

Lam

pir

an 7

(L

anju

tan)

Page 108: KAJIAN PENGEMBANGAN SENTRA TAMBAK … DIDI ACHMADI. Kajian Pengembangan Sentra Tambak Garam Rakyat di Kawasan Pesisir Selatan Kabupaten Sampang Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh

90

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sampang, Madura, Jawa Timur, pada tanggal 10 Desember 1981 dari pasangan H. Ach. Mahmudi dan Hj. Siti Robi’ah sebagai anak ketiga dari empat bersaudara. Telah menikah dengan drh. Ratih Dwi Astuti dan dikaruniai satu orang putera: Muhammad Revah al-Banna.

Tahun 2000 penulis lulus dari SMU Negeri 3 Pamekasan dan diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Departemen Teknologi Hasil Perikanan dan lulus pada tahun 2005.

Pada tahun 2006, penulis diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di lingkungan Pemerintah Kabupaten Sampang ditempatkan pada Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda). Penulis mendapat kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke sekolah pascasarjana pada tahun 2011 dan diterima pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah (PWL) IPB dengan bantuan pembiayaan dari Pusat Pembinaan, Pendidikan, dan Pelatihan Perencana Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Pusbindiklatren Bappenas).