KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC...

107
KAJIAN PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Transcript of KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC...

Page 1: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

KAJIAN PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI

KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR

SKRIPSI

MARIA ANGELINA PUSPITASARI

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Page 2: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

RINGKASAN

MARIA ANGELINA PUSPITASARI. D14204058. 2008. Kajian Penerapan Good Farming Practices dan Good Hygienic Practices pada KSU Jaya Abadi Kabupaten Blitar Jawa Timur. Skripsi. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA Pembimbing Anggota : Epi Taufik, S.Pt., MVPH

Susu merupakan salah satu produk primer ternak perah yang merupakan sumber protein berkualitas tinggi. Susu memiliki nilai gizi yang hampir sempurna dan sangat peka terhadap pengaruh fisik maupun mikrobiologis, sehingga sangat penting untuk menghasilkan susu yang Halal, Aman, Utuh, dan Sehat (HAUS). Kerusakan susu dapat disebabkan oleh faktor kebersihan, suhu dan kecepatan dan ketepatan dalam penanganannya, sehingga dalam proses produksinya, penting untuk diterapkan Good Farming Practices (GFP) dan Good Hygienic Practices (GHP) dengan baik dan benar pada peternakan dan koperasi produsen susu.

Penelitian ini dilaksanakan selama 4 bulan, dimulai dari bulan Juli sampai Agustus 2007 dan dilanjutkan pada bulan Maret sampai April 2008 dengan melakukan kajian penerapan GFP dan GHP pada beberapa sampel peternakan anggota Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi (KSUJA). Pengambilan data dengan wawancara dan observasi dilakukan dengan alat bantu kuisioner yang berpedoman pada Guide to good farming practices for animal production food safety (Office International des Epizooties, 2006) dan Guide to good dairy farming practice (International Dairy Federation Food– Agriculture Organization of the United Nations, 2004). Kajian ini dibagi dalam lima aspek yang mempunyai porsi yang sama penting yaitu (a) bangunan dan fasilitas peternakan, (b) manajemen pakan, (c) sumberdaya manusia (SDM), (d) proses pemerahan, dan (e) manajemen peternakan. Kegiatan magang di lokasi penelitian juga dilaksanakan dengan metode kerja partisipatif. Magang penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penerapan GFP yang terkait dengan GHP pada KSUJA Desa Bendosari, Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar, Jawa Timur sebagai salah satu koperasi pemasok susu segar bagi PT Nestlé Indonesia.

Hasil kajian penerapan GFP dan GHP pada peternakan KSUJA yaitu bahwa aspek bangunan dan fasilitas peternakan dalam GFP dan GHP masih sangat kurang diterapkan oleh sebagian besar (37,93%) peternak. Terdapat 55,17% peternak kurang menerapkan GFP dan GHP pada manajemen pakan. Sebanyak 51,72% peternak kurang menerapkan GFP dan GHP pada aspek SDM. Hampir setengah dari jumlah peternak kurang menerapkan GFP dan GHP pada proses pemerahan. Manajemen peternakan yang dilaksanakan oleh 44,83% peternak masih sangat kurang sesuai dengan syarat GFP dan GHP.

Sebanyak 13,79% peternak KSUJA cukup menerapkan kelima aspek penting GFP dan GHP, sedangkan sebanyak 82,76% dan 3,45% peternak masing-masing masih kurang dan sangat kurang menerapkan GFP dan GHP di peternakannya. Penerapan GFP dan GHP pada suatu peternakan dapat mempengaruhi susu secara langsung pada kualitas mikrobiologisnya. Berdasarkan hasil uji TPC dari PT Nestlé Indonesia, kualitas mikrobiologis susu dari peternak KSUJA masih melampaui batas jumlah total kuman maksimal dari SNI 01-3141, bersesuaian dengan mayoritas peternak (82,76%) yang kurang menerapkan GFP dan GHP di peternakannya.

Kata-kata kunci : Good Farming Practices (GFP), Good Hygienic Practices (GHP), kualitas susu, KSU Jaya Abadi, PT Nestlé Indonesia

Page 3: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

ABSTRACT

Evaluation of Implementation of Good Farming Practices (GFP) and Good Hygienic Practices (GHP) in KSU Jaya Abadi Blitar East Java

Puspitasari, M. A. , R. R. A. Maheswari, E. Taufik

Milk is one of the primary animal products that contain very high quality of nutrients. Perishability of raw milk should encourage farmers as producers to apply Good Farming Practices (GFP) and Good Hygienic Practices (GHP) in their dairy farms. Interview and observation have been done to 29 sample farmers in KSU Jaya Abadi (KSUJA) in Blitar East Java. KSUJA is one of raw milk suppliers for PT Nestlé Indonesia in Kejayan, Pasuruan East Java. The questionnaire was used as tool for observation and interview process. The construction of questionnaire was based on Guide to good farming practices for animal production food safety (Office International des Epizooties, 2006) and Guide to good dairy farming practice (International Dairy Federation Food-Agriculture Organization of the United Nations, 2004). Five important aspects of GFP and GHP have been evaluated i.e. (a) farm building and facilities, (b) feed management, (c) human resources, (d) milking management, and (e) farm management. The results showed that the majority of the farmers (82.76%) had less implemented of GFP and GHP aspects in their dairy farming practices. This condition associated with low microbiological quality of the milk based on Total Plate Count (TPC) test results from PT Nestlé Indonesia. Keywords: Good Farming Practices (GFP), Good Hygienic Practices (GHP), milk

quality, KSU Jaya Abadi, PT Nestlé Indonesia

Page 4: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

KAJIAN PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI

KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR

MARIA ANGELINA PUSPITASARI

D14204058

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008

Page 5: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

KAJIAN PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI

KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR

Oleh

MARIA ANGELINA PUSPITASARI D14204058

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan Komisi Ujian Lisan pada tanggal 31 Juli 2008

Pembimbing Utama Dr. Ir. Rarah R. A. Maheswari, DEA NIP. 131 671 595

Pembimbing Anggota Epi Taufik, S.Pt., MVPH NIP. 132 258 289

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc.Agr NIP. 131 955 531

Page 6: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 16 Mei 1986 di Banyuwangi. Penulis

merupakan anak kedua dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Albertus Djoko

Triastadi, B.Sc. dan Ibu Johanna Peni Prijanti, S.Ag.

Penulis menyelesaikan pendidikan taman kanak-kanak di TKK Santa Maria

Banyuwangi pada tahun 1992. Tahun pertama penulis di sekolah dasar dilalui penulis

di SDK Santa Maria Banyuwangi. Tahun kedua sampai tahun keenam dilalui penulis

di SDK Santa Maria Kediri. Pendidikan menengah pertama diselesaikan penulis pada

tahun 2001 di SLTP Katolik Putri Kediri dan dilanjutkan ke pendidikan menengah

atas di SMU Negeri I Kediri yang diselesaikan pada tahun 2004. Penulis diterima di

program studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor

pada tahun yang sama melalui jalur USMI.

Selama mengikuti pendidikan, penulis aktif menjadi anggota Keluarga

Mahasiswa Katolik IPB (KEMAKI), pengurus Himpunan Profesi Produksi Ternak

(HIMAPROTER) pada tahun 2005–2006. Penulis juga menjadi anggota aktif

organisasi ekstra kampus yaitu PMKRI Cabang Bogor Santo Joseph a Cupertino.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, penulis menyelesaikan skripsi dengan

judul Kajian Penerapan Good Farming Practices dan Good Hygienic Practices pada

KSU Jaya Abadi Kabupaten Blitar, Jawa Timur.

Page 7: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus yang

senantiasa melimpahkan kasihNYA, serta penyertaan Bunda Maria sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Kajian Penerapan Good Farming

Practices (GFP) dan Good Hygienic Practices (GHP) pada KSU Jaya Abadi

Kabupaten Blitar Jawa Timur” sebagai salah satu syarat kelulusan untuk

mendapatkan gelar Sarjana Peternakan dari Fakultas Peternakan, Institut Pertanian

Bogor.

Penelitian ini berupa kajian penerapan GFP dan GHP pada peternakan di

Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi Desa Bendosari, Kecamatan Sanankulon,

Kabupaten Blitar Jawa Timur. Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi (KSUJA)

merupakan salah satu pemasok susu segar bagi Industri Pengolahan Susu (IPS) PT

Nestlé Indonesia. Susu memiliki nilai gizi yang hampir sempurna dan sangat peka

terhadap pengaruh fisik maupun mikrobiologis, sehingga sangat penting untuk

menghasilkan susu yang Halal, Aman, Utuh, dan Sehat (HAUS). Penerapan GFP dan

GHP pada suatu peternakan dapat mempengaruhi susu secara langsung pada kualitas

mikrobiologisnya. Kajian ini dibagi dalam lima aspek yang mempunyai porsi yang

sama penting yaitu (a) bangunan dan fasilitas peternakan, (b) manajemen pakan, (c)

sumberdaya manusia (SDM), (d) proses pemerahan, dan (e) manajemen peternakan.

Penerapan GFP dan GHP diperlukan agar mutu susu terjaga baik sehingga dapat

tercapai keamanan pangan bagi konsumen.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang terlibat dalam

penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak

kekurangan dan jauh dari kesempurnaan. Penulis mengharapkan adanya saran dan

kritik yang membangun untuk memperbaiki skripsi ini, dan semoga skripsi ini dapat

bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Agustus 2008

Penulis

Page 8: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

DAFTAR ISI

Halaman

RINGKASAN …….....……………………………………………………… i

ABSTRACT……...……………….....……………………………………… ii

RIWAYAT HIDUP……………....…………………………………………. iii

KATA PENGANTAR………………………………………………………. iv

DAFTAR ISI…………………………………...…………………………… v

DAFTAR TABEL........................................................................................... vii

DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... viii

DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... ix

PENDAHULUAN........................................................................................... 1

Latar Belakang .................................................................................... 1 Tujuan ................................................................................................. 3

TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................. 4

Susu Segar........................................................................................... 4 Kualitas Susu....................................................................................... 4 Komponen Susu …………………………………………………… 6 Good Farming Practices (GFP)…………………………………...... 7 Good Hygienic Practices (GHP)……………………………………. 7 Bangunan dan Fasilitas Peternakan .................................................... 10 Manajemen Pakan............................................................................... 11 Sumberdaya Manusia (SDM).............................................................. 12 Manajemen Kesehatan Pemerahan ..................................................... 13 Manajemen Peternakan....................................................................... 15 Keamanan Pangan............................................................................... 16

METODE........................................................................................................ 17

Lokasi dan Waktu ............................................................................... 17 Materi.................................................................................................. 17 Prosedur............................................................................................... 17

Strategi Pengambilan Sampel ................................................. 25 Penentuan Jumlah Sampel ...................................................... 25

KEADAAN UMUM KOPERASI SERBA USAHA JAYA ABADI............. 26

Sejarah Perkembangan KSU Jaya Abadi ............................................ 26 Letak dan Kondisi Geografis KSU Jaya Abadi .................................. 26 Kepengurusan KSU Jaya Abadi.......................................................... 27 Penerimaan Susu Segar di KSU Jaya Abadi....................................... 28 Pengiriman Susu Segar ke Industri Pengolahan Susu PT Nestlé Indonesia ............................................................................ 28

Page 9: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

HASIL DAN PEMBAHASAN....................................................................... 29

Bangunan dan Fasilitas Peternakan .................................................... 30 Manajemen Pakan............................................................................... 36 Sumberdaya Manusia (SDM)……………………………………….. 40 Proses Pemerahan ……………………………………....................... 44 Manajemen Peternakan....................................................................... 49 Karakteristik Peternak KSUJA............................................................ 52 Penanganan dan Pendinginan Susu..................................................... 55 Mutu Susu Sapi Asal Peternak KSUJA .............................................. 56

KESIMPULAN............................................................................................... 63

Kesimpulan ......................................................................................... 63 Saran.................................................................................................... 63

UCAPAN TERIMA KASIH........................................................................... 65

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 66

LAMPIRAN.................................................................................................... 68

Page 10: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Karakteristik dan Syarat Mutu Susu Segar ...................................... 5

2. Proporsi Komposisi Utama Susu………………………………….. 6

3. Pembobotan Kuisioner dan Checklist Kesesuaian Kondisi Peternakan dengan Good Farming Practices dan Good Hygienic Practices …………………………………………. 18

4. Hasil Kajian Penerapan GFP dan GHP pada Aspek Bangunan dan Fasilitas Peternakan kepada 29 Peternak Sampel ...................... 31

5. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Bangunan dan Fasilitas Peternakan .................................................. 36

6. Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Manajemen Pakan kepada 29 Peternak Sampel.............................................................. 36

7. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Manajemen Pakan ................................................................. 40

8. Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Sumberdaya Manusia (SDM) kepada 29 Peternak Sampel.............................................................. 40

9. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Sumber Daya Manusia .......................................................... 43

10. Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Proses Pemerahan kepada 29 Peternak Sampel.............................................................. 43

11. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Proses Pemerahan ................................................................. 47

12. Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Manajemen Peternakan kepada 29 Peternak Sampel ............................................................. 49

13. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Manajemen Peternakan ......................................................... 51

14. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP dalam Seluruh Aspek yang Dikaji ................................................... 51

15. Pengalaman Peternak KSUJA dalam Beternak Sapi Perah ............. 52

16. Tingkat Pendidikan Peternak KSUJA .............................................. 52

17. Pekerjaan Peternak KSUJA Selain Beternak Sapi Perah ................. 53

18. Alasan Peternak untuk Memelihara Sapi Perah ............................... 54

19. Kendala yang Sering Dirasakan oleh Peternak KSUJA ................... 55

Page 11: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Peta Wilayah Kecamatan Sanankulon……...................................... 26

2. Struktur Organisasi KSU Jaya Abadi …………………………….. 27

3. Contoh Kandang Milik Peternak KSUJA dengan Sirkulasi Udara yang Baik ............................................................................... 30

4. Sisa Pakan dalam Palungan yang Sulit Dibersihkan ........................ 32

5. Gambar Alat-Alat yang Digunakan Peternak KSUJA untuk Pemerahan.............................................................................. 33

6. Bangunan Kandang Milik Peternak KSUJA .................................... 34

7. Penumpukan Limbah di Sekitar Kandang........................................ 35

8. Tempat Penyimpanan Pakan Milik Peternak KSUJA...................... 38

9. Grafik Produksi Susu yang Dikirim ke PT Nestlé Indonesia ........... 56

10. Grafik Frekuensi Pengiriman Susu Tiap Bulan ke PT Nestlé Indonesia.......................................................................... 57

11. Kandungan Protein Susu yang Dikirim ke PT Nestlé Indonesia...... 57

12. Kandungan Lemak Susu yang Dikirim ke PT Nestlé Indonesia ...... 58

13. Kandungan Bahan kering Tanpa Lemak (SNF) Susu yang Dikirim ke PT Nestlé Indonesia....................................................... 59

14. Kandungan Total Solid Susu yang Dikirim ke PT Nestlé Indonesia......................................................................... 59

15. Jumlah Total Bakteri /ml Susu yang Dikirim ke PT Nestlé Indonesia……………………………………………….. 60

Page 12: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Kuisioner Peternak............................................................................ 69

2. Hasil Analisa Komposisi Bahan Pakan Ternak (Analisa Proximate) Konsentrat Sinar Jaya Merah oleh Tim Pakan Ternak Sapi Perah Jawa Timur.............................. 76

3. Definisi Operasional Checklist Kesesuaian Kondisi Peternakan dengan Good Farming Practices dan Good Hygienic Practices….. 77

4. Standar Operational Procedures (SOP) Pemerahan dan Penanganan Susu di Peternakan KSUJA……………………... 93

Page 13: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Susu merupakan salah satu produk primer ternak perah yang merupakan

sumber protein berkualitas sangat baik dan merupakan potensi pangan yang dapat

menjadi faktor penentu kualitas sumberdaya manusia (SDM) nasional yang

kompetitif. Susu sebagai bahan pangan hasil ternak di era pasar bebas, dituntut dalam

jaminan keamanan dan kualitasnya agar dapat bersaing di pasar global. Susu

memiliki nilai gizi yang hampir sempurna dan sangat peka terhadap pengaruh fisik

maupun mikrobiologis, sehingga sangat penting untuk menghasilkan susu yang

Halal, Aman, Utuh, dan Sehat (HAUS). Kerusakan susu banyak disebabkan oleh

faktor kebersihan, suhu, kecepatan dan ketepatan dalam penanganannya, sehingga

dalam proses produksinya, penting untuk diterapkan Good Farming Practices dan

Good Hygienic Practices dengan baik dan benar pada peternakan dan koperasi

produsen susu.

Good Farming Practices (GFP) merupakan pedoman tata cara beternak yang

baik dan benar. Aplikasi GFP pada peternakan sapi perah dikenal dengan Good

Dairy Farming Practices (GDFP), untuk kepentingan studi ini istilah GFP

dimaksudkan sebagai tata cara beternak sapi perah yang baik dan benar. Penerapan

GFP penting dilakukan bersama dengan Good Hygienic Practices (GHP) yang

merupakan tata cara sanitasi yang baik untuk menghasilkan susu, yang menuntut

suatu peternakan menerapkan syarat-syarat cara beternak yang baik untuk

menghasilkan kualitas bahan baku hasil ternak yang higiene, kaya nutrisi, dan aman

untuk dikonsumsi. Good Hygienic Practices yang diterapkan pada peternakan sapi

perah di dalamnya mencakup Good Milking Practices, Good Handling Practices,

serta Good Transportation Practices.

Good Milking Practices merupakan prosedur yang mengatur pemerahan

untuk menghindarkan semaksimal mungkin kontaminasi yang dapat menurunkan

kualitas air susu yang dihasilkan, karena proses pemerahan adalah salah satu tahap

yang memungkinkan susu dapat dengan mudah tercemar jika tidak dilakukan dengan

baik dan benar. Selain itu proses pemerahan yang sesuai dengan GMP akan menjaga

bahaya timbulnya penyakit mastitis pada ternak. Langkah berikutnya setelah

pemerahan adalah penanganan produk pasca panen yaitu susu. Good Handling

Page 14: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Practices penting dilaksanakan agar penanganan susu dilakukan secara tepat dan

dapat mempertahankan mutu susu terutama secara fisik dan mikrobiologis sebelum

diolah lebih lanjut. Prinsip utama dari penerapan Good Handling Practices adalah

menghindarkan semaksimal mungkin kontaminasi air susu atau bahan pangan

dengan lingkungan terutama dari pengaruh suhu yang tinggi dan segera

menempatkan susu dalam ruang berpendingin untuk menjaga kualitasnya.

Susu yang segera didinginkan lalu dikirim ke koperasi atau ke industri

pengolahan susu dengan menerapkan Good Transportation Practices. Good

Transportation Practices penting diterapkan untuk mempertahankan kualitas susu.

Susu panas harus segera didinginkan atau disetorkan kepada unit pendingin di

koperasi. Susu yang telah didinginkan dikirim kepada industri pengolahan susu

dengan menggunakan peralatan transportasi yang khusus yaitu berpendingin untuk

mempertahankan suhu susu agar tidak meningkat selama perjalanan. Penerapan

sistem rantai dingin dalam penanganan pasca panen susu sangat penting karena sifat

produk yang amat mudah rusak oleh pengaruh suhu lingkungan yang tinggi,

sehingga sebaiknya susu tidak diekspos terlalu lama pada suhu ruang.

Hasil kajian dari BSN yang bekerja sama dengan Departemen Pertanian

tentang penerapan SNI Susu Segar nomer 01-3141 tahun 1998 di Jawa Timur (BSN,

2007) yaitu hasil uji laboratorium menunjukkan bahwa mutu susu dari peternak

masih cukup baik, tetapi berangsur-angsur menurun setelah penanganan dari

peternak sampai IPS, dapat terlihat bahwa ada permasalahan dari penanganan susu

pasca panen yang dilakukan peternak selama ini. Pengetahuan peternak terhadap

sanitasi dan hygiene sebenarnya sudah cukup baik, tetapi kesadaran untuk

menerapkan dalam praktek masih sangat rendah. Peralatan penanganan dan

pengangkutan yang tidak dijaga kebersihannya, memicu tingginya kontaminasi

kuman dan bakteri pada susu.

Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi (KSUJA) memiliki sektor usaha utama

salah satunya adalah produksi susu segar. Sektor utama ini memiliki beberapa unit

pendingin atau cooling unit untuk mendinginkan susu segar yang ditampung dari

peternak sapi perah di sekitar daerah tersebut sebelum disetorkan kepada industri

pengolahan susu (IPS) yaitu PT Nestlé Indonesia yang terletak di Kejayan, Pasuruan,

Jawa Timur.

Page 15: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Kantor pusat Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi terletak di desa Bendosari,

Kecamatan Sanankulon, Kabupaten Blitar, Jawa Timur merupakan salah satu

koperasi penyetor susu segar bagi PT Nestlé Indonesia. Oleh sebab itu penerapan

GFP dan GHP menjadi hal yang sangat penting bagi KSUJA.

Penerapan GFP bersama dengan GHP pada peternakan sapi perah sangat

penting untuk dilaksanakan karena merupakan suatu tindakan untuk meningkatkan

jaminan mutu susu segar yang dihasilkan. Selanjutnya, sebagai wujud nyata dari

adanya penerapan ini adalah terbentuknya suatu manual mutu, yaitu semacam

pedoman Standard Operational Procedure (SOP) untuk melaksanakan peternakan

sapi perah yang baik, baik dalam skala rakyat maupun industri.

Tujuan

Umum

Tujuan umum dari magang penelitian ini untuk memperoleh pengalaman

bekerja di lapangan dengan berinteraksi langsung dengan masyarakat dan pegawai

koperasi yang berada dalam sektor penghasil susu segar, mengetahui keadaan

lapangan dalam dunia kerja secara nyata, meningkatkan wawasan dan ketrampilan,

serta mengaplikasikan materi yang didapat untuk melakukan observasi, analisa, dan

pemecahan masalah yang terdapat dalam suatu bidang usaha peternakan, khususnya

peternakan sapi perah.

Khusus

Magang penelitian ini memiliki tujuan secara khusus yaitu untuk mengkaji

penerapan Good Farming Practices (GFP) yang terkait dengan Good Hygienic

Practices (GHP) pada KSUJA terutama pada aspek (a) bangunan dan fasilitas

peternakan, (b) manajemen pakan, (c) sumberdaya manusia (SDM), (d) proses

pemerahan, dan (e) manajemen peternakan.

Page 16: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

TINJAUAN PUSTAKA

Susu Segar Badan Standarisasi Nasional (1998) dalam ketentuannya yang tercantum dalam

SNI 01-3141 menerangkan bahwa susu segar adalah susu murni yang belum mendapat

perlakuan apapun kecuali proses pendinginan tanpa mempengaruhi kemurniannya. Susu

murni adalah cairan yang berasal dari ambing sapi sehat dan bersih, yang diperoleh

dengan cara pemerahan yang benar, yang kandungan alaminya tidak dikurangi atau

ditambah sesuatu apapun.

Rahman et al. (1992) menjelaskan bahwa susu dapat berasal dari berbagai jenis

dan spesies hewan mamalia. Susu tersebut meskipun pada umumnya mengandung

unsur-unsur atau komponen yang sama, namun bervariasi dalam komposisi dan sifat-

sifat fisiknya. Buckle et al. (1987) menjelaskan bahwa jumlah setiap komponen susu

bergantung pada spesies, waktu pemerahan, umur sapi, kesehatan ternak, pakan, dan

kondisi lingkungan seperti iklim dan masa laktasi.

Pertumbuhan mikroba pada susu dapat mempengaruhi karakteristik susu,

misalnya pembentukan asam, pembentukan gas, proteolisis, pelendiran, perubahan

lemak, produksi alkali serta perubahan cita rasa dan warna (Rahman et al. 1992). Susu

merupakan hasil utama pada usaha sapi perah rakyat. Susu yang dihasilkan harus

memenuhi syarat HAUS yaitu Halal, Aman, Utuh, dan Sehat. Susu sapi yang HAUS

dapat dihasilkan jika manajemen kesehatan pemerahan diterapkan. Usaha yang harus

dilakukan dalam manajemen kesehatan pemerahan meliputi tindakan sebelum dan

sesudah pemerahan, serta pada saat pemerahan, yang memiliki tujuan untuk

mendapatkan susu yang HAUS, memelihara kesehatan ambing, serta meningkatkan

produksi susu secara optimal (Hidayat et al., 2002)

Kualitas Susu Kualitas susu merupakan nilai penting dalam peternakan modern penghasil susu,

karena sistem pemberian harga susu berdasarkan pada kualitas susu, dan konsumen

menginginkan kualitas yang tinggi dan keamanan susu yang dipasarkan. Kualitas susu

merupakan faktor penentukan harga produk dalam pengolahan susu. Faktor resiko yang

mungkin terkait dengan susu merupakan beberapa karakteristik peternakan, yaitu

kesehatan ternak, sistem pemerahan yang otomatis, kebersihan dan pendinginan,

bangunan, manajemen, dari peternakan dan kehigienisan dari peternakan (Meijering et

al., 2004). Karakteristik dan syarat mutu susu segar dapat dilihat pada Tabel 1.

Page 17: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Tabel 1. Karateristik dan Syarat Mutu Susu Segar

No. Karakteristik Syarat

1. Berat jenis (pada suhu 27,50C) minimal

1,0280

2. Kadar lemak minimal

3,0%

3. Kadar bahan kering tanpa lemak minimal

8,0%

4. Kadar protein minimal

2,7%

5. Warna, rasa, bau dan kekentalan

Tidak ada perubahan

6. Derajat asam

6-7 °SH

7. Uji alkohol (70%)

Negatif

8. Uji katalase minimal

3 cc

9. Angka refraksi

36-38

10. Angka reduktase

2-5 jam

11. Cemaran mikroba maksimal: • Total kuman • Salmonella • E. coli (patogen) • Coliform • Streptococcus group B • Staphylococcus aureus

1 x 106 CFU/ml

Negatif Negatif 20/ml

Negatif 1 x 102/ml

12. Jumlah sel radang maksimal

4 x 105/ml

13. Cemaran logam berbahaya maksimal: • Timbal (Pb) • Seng (Zn) • Merkuri (Hg) • Arsen (As)

0,3 ppm 0,5 ppm 0,5 ppm 0,5 ppm

14. Residu: • Antibiotika • Pestisida/ insektisida

Sesuai dengan aturan yang

berlaku

15. Kotoran dan benda asing

Negatif

16. Uji pemalsuan

Negatif

17. Titik beku

-0,520°C s/d –5,60°C

18. Uji peroxidase Positif Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1998)

Kualitas susu yang baik dapat memuaskan konsumen, sebaliknya kualitas susu

yang buruk bahkan dapat menghilangkan nyawa konsumennya. Kualitas susu yang baik

hanya dapat diperoleh produsen susu (peternak) dengan memberikan perhatian secara

khusus pada beberapa faktor yaitu kesehatan ternak, kebersihan ternak, kebersihan

Page 18: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

peralatan, pendinginan dan penyimpanan susu yang tepat, menjaga kebersihan kandang

dan rumah susu, dan kontrol terhadap serangga. Masalah kesehatan ternak yang paling

mempengaruhi kualitas susu dan rasa susu adalah mastitis. Kebersihan fasilitas dan

ternak, tempat dilaksanakan pemerahan yang kompak dan kokoh, serta pendinginan

dengan cepat merupakan elemen yang mendasar untuk memperoleh kualitas susu yang

baik (Ensminger dan Tyler, 2006).

Komponen Susu

Alfa-Laval (1990) menjelaskan bahwa kuantitas komposisi utama susu dapat

sangat bervariasi berdasarkan jenis dan individu dalam jenis yang sama. Variasi

kandungan nutrisi tersebut dapat dinyatakan dalam Tabel 2.

Tabel 2. Proporsi Komposisi Utama Susu

Komposisi Utama Susu Keragaman (%) Nilai Rata-Rata (%)

Air

85,5 – 89,5

87,5

Total Bahan Kering 10,5 – 14,5 13,0 Lemak 2,5 – 6,0 3,9 Protein 2,9 – 5,0 3,4 Laktosa 3,6 – 5,5 4,8 Mineral 0,6 – 0,9 0,8 Sumber : Alfa-Laval (1990)

Bath et al. (1985) menyatakan bahwa lemak susu dan protein adalah kandungan

dalam susu yang sering berubah-ubah kadarnya. Kadar laktosa relatif konstan yaitu

berkisar 5% dan mineral berkisar 0,7%. Harga susu lebih dari 80 tahun ditentukan

berdasarkan kadar lemak yang sering bervariasi dalam susu.

Ondarza (2001) menjelaskan bahwa banyak produk olahan susu yang dibuat dari

susu yang memiliki kandungan komposisi susu yang tinggi, sehingga industri

pengolahan susu membeli dengan harga yang lebih tinggi. Setiap pembeli (IPS) berbeda

dalam menentukan harga berdasarkan kadar lemak dan protein dari susu. Seringkali

perubahan nutrisi akan meningkatkan produksi susu, lemak susu dan proteinnya, tetapi

persentase protein dan lemak susu akan relatif tetap atau bahkan turun. Sebanyak 50%

lemak susu dibuat dari asam lemak rantai pendek, khususnya asetat dan butirat.

Keduanya diproduksi di rumen saat fermentasi serat. Fermentasi serat yang baik

diperoleh dari pakan yang kecernaannya tinggi, kontrol pH rumen, mengontrol kadar

lemak yang ada di dalam rumen (<5%) dan menyediakan jumlah nitrogen dan asam

Page 19: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

amino dalam rumen. Sebanyak 50% lemak susu dibuat dari asam lemak rantai panjang

yang berasal dari lemak punggung, lemak dari pakan, dan mikroba.

Good Farming Practices (GFP)

Good Farming Practices (GFP) menurut Department of Agriculture, Food and

Rural Development Irlandia (2001) merupakan cara beternak yang baik dan benar, yang

memperhatikan lingkungan dan memenuhi standar minimal sanitasi dan kesejahteraan

ternak. Good Farming Practices (GFP) juga termasuk di dalamnya aturan yang berlaku

di lingkungan, hygiene atau sanitasi, kesejahteraan ternak, identifikasi dan registrasi

ternak serta kesehatan ternak. Aspek-aspek utama dalam GFP yaitu manajemen nutrisi,

manajemen lahan rumput, perlindungan sungai dan sumber air, pemeliharaan habitat

liar, pemeliharaan batas peternakan, penggunaan pestisida dan bahan kimia yang

berhati-hati, perlindungan situs-situs bersejarah, pemeliharaan penampakan visual

peternakan dan lingkungannya, pemeliharaan catatan peternakan, kesejahteraan ternak,

hygiene atau sanitasi, tidak menggunakan bahan yang dilarang dan penggunaan obat

hewan yang bertanggung jawab, dan pengetahuan peternak tentang GFP.

Menurut Office International des Epizooties (OIE) (2006) terdapat enam aspek

penting dalam peternakan sapi perah yang harus dilaksanakan yaitu memperhatikan

bangunan dan fasilitas lain, daerah sekitar dan kontrol terhadap lingkungan, kondisi

kesehatan ternak, pakan ternak, air untuk ternak, obat-obat hewan, dan manajemen

peternakan.

International Dairy Federation Food dan Agriculture Organization of The

United Nations (IDF/FAO) (2004) menyatakan bahwa untuk memperoleh susu yang

aman dari suatu peternakan sapi perah, maka ada lima bagian besar yang perlu

diperhatikan dan dipenuhi yaitu kesehatan ternak, pemerahan yang higienis, pakan

ternak, kesejahteraan ternak, dan lingkungan peternakan.

Good Hygienic Practices (GHP)

Menurut IDF/FAO (2004) susu harus diperah dan disimpan dalam kondisi yang

higienis. Peralatan yang digunakan untuk memerah susu harus tersedia dan dirawat

dengan baik. Pemerahan adalah aktivitas yang terpenting dalam peternakan sapi perah.

Konsumen menuntut standar kualitas yang tinggi, sehingga tujuan manajemen

pemerahan adalah untuk meminimalisasi kontaminasi fisik, kimia dan mikrobiologi.

Manajemen pemerahan hendaknya meliputi semua aspek dari proses pemerahan secara

Page 20: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

cepat dan efektif sekaligus memastikan kesehatan sapi dan kualitas dari susunya.

Konsistensi pelaksanaan prosedur pemerahan yang baik adalah bagian yang penting

dalam pelaksanaan Good Agricultural Practices (GAP) untuk pemerahan. Good

Agricultural Practices merupakan petunjuk penting beserta deskripsinya untuk

memastikan pemerahan dan penyimpanan susu dilakukan dalam kondisi yang higienis,

dan peralatan yang digunakan dalam pemerahan dan penyimpanan susu harus dalam

kondisi yang terawat baik.

International Dairy Federation Food dan Agriculture Organization of The

United Nations (IDF/FAO) (2004) juga menjelaskan bahwa tujuan GAP untuk

pemerahan yaitu (a) memastikan pemerahan yang rutin dan tidak menyebabkan cedera

pada sapi atau menambah kontaminasi pada susu, (b) memastikan pemerahan dalam

kondisi yang higienis, dan (c) memastikan susu ditangani dengan seperlunya setelah

pemerahan. Pemerahan harus dilaksanakan secara rutin dengan metode yang tidak

menyebabkan cedera pada sapi. Hal ini dapat dilakukan dengan mengenali sapi secara

individual (dengan menggunakan tanda pengenal pada sapi), menyiapkan kondisi dan

peralatan yang diperlukan untuk pemerahan, memastikan teknik pemerahan yang

konsisten, memisahkan susu dari sapi yang sehat dengan susu dari sapi yang sakit atau

dalam masa perawatan, menggunakan dan merawat peralatan pemerahan dengan tepat

dan baik, serta memastikan adanya suplai air bersih yang cukup. Pemerahan harus

dipastikan dilaksanakan dalam kondisi yang higienis, yaitu dengan menjaga kandang

dan lingkungannya selalu bersih setiap saat, memastikan terjaganya kebersihan di area

pemerahan dan memastikan pemerah mengikuti aturan dasar sanitasi. Penanganan susu

hasil pemerahan yang higienis harus dilakukan dengan tepat. Tindakan-tindakan yang

harus dilakukan yaitu dengan mendinginkan susu dengan cepat, dan dilakukan di area

yang bersih. Peralatan yang digunakan untuk mendinginkan susu harus memadai. SOP

pemerahan yang telah disusun oleh Hidayat et al., (2002) dapat dijadikan acuan bagi

peternak sapi perah di Indonesia dalam melaksanakan GMP (Lampiran 5).

Lind (2003) menyatakan bahwa mendapatkan standar kebersihan yang tinggi

adalah tujuan terpenting dalam produksi susu, maka saat ini konsumen memberlakukan

diferensiasi harga beli berdasarkan kualitasnya. Kualitas susu dipengaruhi oleh seluruh

proses produksi, sesuai dengan moto ”Safe from Farm to Table”. Kebersihan pakan dan

air minum untuk ternak dapat dengan mudah mempengaruhi kualitas susu. Jika ternak

mengkonsumsi pakan yang tidak bersih, sehingga dapat mengakibatkan gangguan

Page 21: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

pencernaan, menyebabkan lingkungan sekitar ternak yang tidak higienis, sehingga dapat

mengakibatkan sanitasi yang rendah saat pemerahan dan kondisi yang ternak yang

kurang sehat.

Edmonson (2003) menjelaskan bahwa pencelupan puting setelah pemerahan

penting untuk mencegah penyebaran organisme penyebab mastitis selama pemerahan.

Seluruh permukaan puting harus dilapisi oleh cairan desinfektan sesuai dengan yang

diijinkan pemerintah. Aplikasi yang ideal yaitu dengan pencelupan dibandingkan

dengan penyemprotan karena dengan pencelupan, maka puting akan terlapisi dengan

sempurna dan lebih menghemat cairan desinfektan yang digunakan.

Maskur (1999) menyatakan bahwa peralatan penanganan susu di KSU Jaya

Abadi sudah berbahan dasar stainless steel, tidak bersudut, memiliki permukaan yang

halus, tidak mudah berkarat, dan mudah dibersihkan. Peralatan penanganan susu

dibersihkan dengan manual cleaning. Deterjen yang digunakan oleh KSU Jaya Abadi

adalah teepol. Hal ini sesuai dengan persyaratan Dairy Hygiene Inspectorate (DHI)

(2006) bahwa untuk mencapai keamanan pangan, peralatan yang digunakan untuk

pemerahan dan penanganan susu harus selalu dibersihkan setelah digunakan. Pencucian

peralatan pemerahan dan penanganan susu harus dengan menggunakan larutan

pembersih.

Menurut Direktorat Penanganan Pasca Panen Direktorat Jenderal Pengolahan

dan Pemasaran Hasil Pertanian (2006), penanganan pasca panen pada produk susu perlu

mendapatkan perhatian yang lebih serius karena susu mudah terkontaminasi oleh bau

dan bakteri yang dapat menurunkan kualitasnya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan

untuk menghasilkan susu yang berkualitas baik diantaranya:

1) pemeliharaan kesehatan ternak agar selalu sehat dengan memberikan pakan

yang bergizi dan sesuai dengan kebutuhan ternak, serta melakukan

pemeriksaan kesehatan ternak secara rutin;

2) pekerja yang menangani ternak dan pemerahan harus dalam kondisi yang

sehat, menjaga diri agar tidak melakukan kebiasaan menggaruk, batuk-

batuk, merokok ataupun bersin untuk menghindarkan kontaminasi pada

susu;

3) upaya menjaga lingkungan lingkungan agar selalu bersih sangat dianjurkan

agar dapat mencegah bahaya pencemaran susu pada saat pemerahan;

Page 22: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

4) pemerahan dilakukan di tempat yang bersih, peralatan yang higienis dan

kebersihan ternak, serta dengan metode yang tepat;

5) penyimpanan susu pada suhu dibawah 3-4 °C dilakukan secepat mungkin

agar bakteri tidak berkembang biak;

6) pengujian kualitas susu dengan parameter yang sesuai dengan parameter

yang dipersyaratkan IPS agar diketahui tingkat kualitas susu yang diterima

oleh IPS tersebut; dan

7) pencucian serta sanitasi semua peralatan untuk penanganan susu setelah

digunakan.

Bangunan dan Fasilitas Peternakan

Office International des Epizooties (OIE) (2006) menjelaskan bahwa bangunan

dan fasilitas peternakan harus dikontrol agar tidak membahayakan ternak karena di

dalamnya dapat merupakan sumber penyebab kontaminasi bagi ternak seperti mikroba

patogen, bahan kimia dan fisik yang dapat membahayakan ternak secara langsung dan

tidak langsung. Beberapa hal yang harus dilakukan untuk meminimalisasi bahaya yang

datang dari lingkungan terdekat ternak yaitu (a) menghindarkan setiap kegiatan beternak

dekat dengan pabrik industri yang dapat menjadi sumber polusi (i) pembakaran sampah

lokal yang melepaskan banyak senyawa dioksida, pabrik pengolahan yang melepaskan

senyawa pelarut dan logam berat, atau (ii) dalam suatu lingkungan yang mudah terkena

polusi udara (dekat dengan jalan raya yang padat banyak pelepasan timah dan

hidrokarbon), (iii) polusi tanah (industri pertanian atau tempat pembuangan bahan

beracun), atau (iv) tempat perkembangbiakan hama seperti tempat pembuangan sampah

akhir, dan (b) menempatkan bangunan atau fasilitas lain sehingga tersendiri dalam suatu

bangunan khusus yang cukup jauh dari tempat penyimpanan limbah. Tata letak

bangunan diatur dengan berdasarkan fungsinya dan jarak antar bangunan dalam

peternakan yang berdekatan juga diatur agar tidak menambah resiko terjadinya

perpindahan penyakit antar peternakan, membuat kandang dengan luas yang layak

sesuai jumlah ternak dan ventilasi yang baik, membuat kandang isolasi bagi ternak yang

sakit dan kandang karantina bagi ternak yang baru, mengisolasi kandang dari gangguan

hama dan serangga, merancang kandang agar mudah dibersihkan, dan menggunakan

bahan bangunan yang aman. Selain itu akses keluar masuk peternakan dirancang agar

orang yang tidak berkepentingan tidak sembarangan masuk ke area peternakan.

Page 23: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Ensminger dan Tyler (2006) menjelaskan bahwa bangunan peternakan harus

dirancang untuk memfasilitasi kenyamanan, kesehatan dan produktifitas ternak.

Ventilasi yang baik, tersedianya pakan dan air dengan kualitas yang baik, penerangan

dan kenyamanan ternak harus diperhatikan untuk meningkatkan performa ternak.

Milking parlors atau tempat pemerahan disediakan untuk meningkatkan efisiensi tenaga

kerja, kondisi pekerjaan, dan sanitasi selama pemerahan.

Palmer (2005) menegaskan bahwa area yang terpisah diperlukan untuk

mengisolasi ternak dan untuk perawatan ternak. Area ini harus dibuat agar nyaman bagi

ternak dan memiliki suplai obat-obatan serta memiliki penerangan yang cukup. Area

perawatan ini biasanya dibuat dekat dengan kandang khusus untuk melahirkan dan

untuk mengisolasi ternak yang sakit. Hal ini dilakukan untuk efisiesi pekerja dan sering

disebut dengan kandang untuk kebutuhan khusus.

Manajemen Pakan

Office International des Epizooties (OIE) (2006) menjelaskan bahwa pemberian

pakan untuk ternak menghadapi bahaya biologis, kimia dan fisik yang mungkin dapat

berada dalam pakan dan akhirnya dapat mengakibatkan residu dalam hasil ternak.

Contoh bahaya yang mungkin muncul diantaranya bakteri, virus, jamur dan kapang,

parasit, antibiotik, dan pestisida. Resiko residu juga mungkin berasal dari dosis yang

terlalu tinggi dari obat-obatan pada pakan. Bahaya yang muncul dapat berasal dari

padang rumput atau asal rumput yang digunakan sebagai pakan. Rumput yang diberikan

pada ternak beresiko mengandung chron (dekat jalan utama yang padat, atau dekat

dengan pembakaran limbah pabrik setempat). Lahan tersebut juga tidak tercemar oleh

residu bahan kimia (pestisida, dioksida, atau logam berat) pada level yang tidak

ditoleransi, dan lahan tersebut diketahui bukan tempat bersembunyi bakteri patogen

(spora anthrax) atau parasit (cacing pita). Lahan tersebut juga tidak boleh ada tanaman

beracun yang tumbuh.

Office International des Epizooties (OIE) (2006) menjelaskan bahwa pakan

komersial juga harus dipastikan bebas dari residu bahan kimia. Label pada pakan

komersial penting diantaranya untuk mengetahui cara pemakaian dengan benar, tanggal

kadaluarsa, dan identitas perusahaan. Kemasan pakan komersial tersebut harus utuh

tanpa cacat yang dapat mempengaruhi isi. Pencatatan atau recording kualitas bahan

pakan yang diterima juga sangat penting dan isinya harus sesuai dengan label, serta

tidak mengandung hasil ikutan ternak yang tidak diperbolehkan. Pakan yang dicampur

Page 24: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

atau diproduksi sendiri mengandung resiko terdapat bahaya residu bahan kimia,

tumbuhnya jamur dan kapang. Proses pencampuran bahan-bahan mentah harus

dipastikan tepat komposisinya dan tercampur dengan sempurna. Sampel pakan, baik

pakan komersial maupun pakan yang dicampur peternak sendiri harus disimpan untuk

pemeriksaan lebih lanjut jika ada residu yang terkandung pada susu.

Sudono et al. (2003) menjelaskan bahwa pakan diperlukan oleh sapi laktasi

untuk kebutuhan hidup pokok dan produksi susu. Jika jumlah dan mutu pakan yang

diberikan kurang, hasil susunya tidak akan maksimal. Agar lebih praktis, pemberian

konsentrat adalah 50% dari jumlah susu yang dihasilkan (rasio 1: 2). Konsentrat lebih

berpengaruh terhadap kadar berat jenis susu dan produksi, sehingga semakin tinggi nilai

gizi konsentrat, berat jenis susu akan tinggi. Pemberian rumput tetap berpatokan 10%

dari bobot hidup. Kualitas rumput atau hijauan akan mempengaruhi kualitas susu yang

dihasilkan, terutama kadar lemaknya. Hijauan yang biasa diberikan kepada sapi perah

diantaranya adalah (a) limbah pertanian, seperti daun jagung, daun kacang tanah, jerami

padi, daun ubi jalar, (b) rumput alam atau rumput lapangan, dan (c) rumput hasil budi

daya, seperti rumput gajah dan sulanjana. Hijauan yang mengandung nilai gizi tinggi

biasanya berasal dari limbah tanaman kacang-kacangan atau legumiosa. Produksi susu

akan meningkat sampai dengan bulan kedua masa laktasi, maka pemberian pakan pada

masa awal laktasi harus benar-benar sesuai kebutuhan sapi agar puncak produksi dapat

dipertahankan. Selanjutnya jika produksi susu mulai turun seiring dengan bertambahnya

masa laktasi, pemberian pakannya juga harus disesuaikan dengan jumlah produksi. Jika

sapi sudah mengalami penurunan masa produksi, penambahan pakan tidak akan dapat

meningkatkan masa produksinya sehingga tidak ekonomis.

Sumberdaya Manusia (SDM)

Office International des Epizooties (OIE) (2006) menganjurkan bahwa

sumberdaya manusia, baik itu peternak atau pekerja kandang harus memiliki

kemampuan yang cukup dengan mengikuti pelatihan tentang pemerliharaan sapi perah

yang baik. Pengetahuan tentang penyakit sapi perah dan cara penanggulangannya

seharusnya dimiliki oleh peternak sapi perah, sehingga peternak mampu mengambil

keputusan yang benar jika ternaknya sakit.

Sudono et al. (2003) menyatakan beberapa persyaratan untuk menjadi peternak

sapi perah. Persyaratan ini sangat menentukan kelangsungan dan keberhasilan usaha

peternakan. Peternak sapi perah yang baik harus memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

Page 25: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

1) mempunyai rasa sayang pada hewan agar memudahkan peternak dalam

melakukan pemeliharaan, perawatan dan penyembuhan pada ternaknya;

2) mempunyai ketekunan dalam bekerja untuk waktu yang lama karena

pekerjaan dalam beternak sapi perah merupakan pekerjaan yang

membutuhkan perhatian yang intensif;

3) mempunyai pengetahuan dasar-dasar pemuliaan sapi perah, yakni sistem

perkawinan dan seleksi, pemberian pakan dan tata laksana perkandangan

sapi perah yang baik;

4) mengetahui masalah rumput atau hijauan sebagai pakan dan cara-cara

menanam rumput atau hijauan tersebut;

5) mempunyai jiwa, semangat kerja sama, dan hubungan yang baik dengan

peternak-peternak sapi perah lainnya;

6) dapat mengatasi kekecewaan jika terjadi kegagalan dalam usaha; dan

7) dapat mengambil keputusan-keputusan yang baik dan tepat.

Cunningham et al. (2005) menjelaskan bahwa bisnis persusuan membutuhkan

manager dan pekerja yang terlatih dengan baik dan berpengalaman. Pemerahan

membutuhkan lebih banyak perhatian dan waktu daripada aktivitas yang lain. Sapi

diperah dua sampai tiga kali sehari. Pekerja yang dapat diandalkan harus tersedia setiap

tahun. Peternak yang modern dapat dengan mudah mengadopsi teknologi mutahir untuk

efisiensi produksi, lagipula kemampuan yang tinggi untuk pemeliharaan, reproduksi,

nutrisi, kandang dan manajemen limbah adalah sangat penting untuk meraih untung

dalam perusahaan sapi perah. Upah pekerja merupakan proporsi yang tinggi dalam

biaya produksi, oleh sebab itu penting untuk mengatur SDM dengan efisiensi yang

tinggi. Sumberdaya manusia (SDM) di peternakan sapi perah harus sadar pentingnya

sanitasi seperti menjaga agar ternak harus selalu bersih. Infeksi ambing harus terdeteksi

dini, dan jika sudah terjadi maka SDM harus mampu mencegah penularan antar ternak.

Sanitasi adalah perhatian utama dalam fasilitas peternakan sapi perah karena penjualan

susu berdasarkan pada syarat kebersihan (Tabel 1).

Manajemen Kesehatan Pemerahan

Manajemen kesehatan pemerahan meliputi (a) manajemen sebelum pemerahan,

(b) manajemen saat pemerahan, dan (c) manajemen setelah pemerahan. Manajemen

sebelum pemerahan meliputi menyediakan sarana pemerahan, membersihkan kandang,

memandikan sapi, persiapan pemerah, membersihkan ambing, dan pemerahan awal.

Page 26: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Manajemen pada saat pemerahan meliputi cara pemerahan yang dianjurkan dan yang

tidak dianjurkan serta jarak dan waktu pemerahan. Manajemen setelah pemerahan

meliputi suci hama puting, mencatat produksi susu, menyaring susu, dan

mengumpulkan susu ke TPS (Hidayat et al., 2002)

Waktu pemerahan dalam sehari umumnya dilakukan dua kali, yaitu pagi dan

sore. Namun pemerahan sebaiknya dilakukan 3 kali jika produksi lebih dari 25 liter per

hari. Jarak pemerahan dapat menentukan jumlah susu yang dihasilkan. Jika jaraknya

adalah 12 jam, maka jumlah susu yang dihasilkan pada waktu pagi dan sore akan sama.

Jarak pemerahan yang tidak sama akan menyebabkan jumlah susu yang dihasilkan pada

sore hari akan lebih sedikit daripada susu yang dihasilkan pada pagi hari (Sudono et al.,

2003).

Pemerahan yang dilakukan pada interval atau jarak pemerahan 10-14 jam akan

menghasilkan susu yang lebih banyak setelah 14 jam. Volume susu yang dihasilkan

setelah 14 jam akan mempunyai jumlah yang lebih banyak dibanding volume susu

setelah 10 jam, namun bila dibagi dengan 14, maka produksi susu setiap jam akan lebih

sedikit bila dibandingkan dengan produksi susu tiap jam setelah 10 jam. Hal ini

menjelaskan bahwa pemerahan dalam jarak atau interval yang pendek akan

meningkatkan produksi susu hingga mencapai tingkat produksi tertingginya. Peternak

akan mendapatkan hasil harian yang tinggi dan tercapainya efisiensi kemampuan

ambing dalam memproduksi susu (Turner, 1962).

Sapi perah yang sehat dengan ambing yang sehat akan memproduksi susu

dengan kandungan bakteri yang relatif sedikit. Pada waktu pemerahan susu, dua atau

tiga aliran susu susu pertama dari puting susu mengandung lebih banyak bakteri

daripada aliran susu yang belakangan, karena alasan ini ketiga aliran susu pertama ini

dibuang. Sapi perah atau ambingnya yang sakit mungkin mengakibatkan susu

mengandung mikroorganisme dalam jumlah yang lebih besar. Mikroorganisme tersebut

bersifat patogen terhadap sapi perah dan manusia. Oleh karena itu harus diambil

tindakan-tindakan pencegahan yang menjamin susu aman sebagai makanan manusia

(Williamson dan Payne, 1993).

Persiapan untuk pemerahan yang cukup akan menghasilkan keluaran susu yang

sempurna. Kurangnya persiapan pemerahan akan menghambat keluarnya susu secara

sempurna, sehingga akan meningkatkan susu yang tersisa dan menurunkan jumlah susu

yang dikeluarkan, demikian berlanjut pada pemerahan berikutnya. Stimulasi sebelum

Page 27: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

pemerahan menyebabkan pelepasan lebih awal yang menyebabkan semakin singkatnya

waktu yang diperlukan untuk pemerahan (Campbell et al., 2003).

Persiapan sebelum pemerahan, termasuk pemerahan awal, dan pembersihan

puting, memiliki efek langsung terhadap pengendalian mastitis. Pemeriksaan susu yang

dilakukan saat pemerahan awal dapat mengantisipasi tercampurnya susu yang normal

dan susu yang tidak wajar dengan menggunakan milk cup. Selanjutnya setelah

pemerahan harus dilakukan desinfeksi dengan desinfektan yang dicelup atau

disemprotkan, hal ini dapat membantu mencegah mastitis sub klinis. Monitoring dalam

peternakan sangat penting dilakukan. Pencatatan produksi harian per ekor memudahkan

peternak dalam melaksanakan tindakan yang diperlukan (Lind, 2003).

Manajemen Peternakan

Office International des Epizooties (OIE) (2006) menyebutkan beberapa

rekomendasi untuk mencegah timbulnya bahaya mikroba patogen yang dapat masuk

dalam peternakan, yang di dalamnya juga dapat menyebabkan kontaminasi bahan kimia.

Keduanya dapat mempengaruhi resiko terjadi kontaminasi pada ternak dan produknya.

Manajemen peternakan yang dimaksud diantaranya:

1) pelatihan, tingkah laku dan status kesehatan pekerja untuk memperoleh

pekerja yang memiliki pengetahuan yang cukup dalam memelihara sapi

perah, mengetahui tanda-tanda penyakit pada sapi perah, dan mengerti

tentang sanitasi standar dalam melakukan pekerjaan kandang;

2) perawatan, pembersihan dan desinfeksi peralatan, tempat dan lingkungan

sekitar;

3) pengendalian hama dan serangga atau hewan pengganggu dan mencegah

masuknya hewan selain ternak atau orang yang tidak berkepentingan agar

ternak tidak terjangkit penyakit dari peternakan lain atau dari lingkungan;

4) manajemen persediaan pakan dan obat-obatan;

5) manajemen limbah dan bahan yang sudah lewat masa berlakunya agar

limbah dan kotoran dari peternakan tidak menyebabkan pencemaran

lingkungan;

6) penyimpanan bahan kimia;

7) monitoring produksi ternak;

8) monitoring kesehatan ternak dan program pencegahan penyakit atau wabah;

Page 28: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

9) manajemen keluar-masuknya ternak agar dengan membawa masuk ternak

baru, bukan berarti membawa bibit penyakit masuk ke dalam peternakan

atau sebaliknya;

10) isolasi hewan yang sakit dan produknya agar tidak digunakan untuk manusia

dan ternak; dan

11) pengeluaran atau pemusnahan ternak yang mati agar tidak menjadi sumber

kontaminasi dalam peternakan tersebut.

Keamanan Pangan

World Health Organization (WHO) dan Food and Agriculture Organization

(FAO) sangat memperhatikan masalah keamanan pangan dan memberikan penekanan

bagi seluruh negara agar memperkuat sistem keamanan pangan. Negara-negara juga

diminta agar meningkatkan kewaspadaan terhadap para produsen dan penjual yang

terlibat dalam industri pangan. Permasalahan terkait keamanan pangan sering

disebabkan tidak adanya pengetahuan produsen makanan tentang persyaratan keamanan

pangan dan implikasinya serta penggunaan resep yang ilegal dan curang, antara lain

penyedap masakan maupun obat-obatan hewan yang tidak terdaftar (Depkes RI, 2007).

Food and Agriculture Organization (FAO) (1992) mendeklarasikan dalam

Rahman (2007) bahwa memperoleh pangan yang cukup, bergizi, dan aman dikonsumsi

adalah hak setiap orang. Metode pencegahan atau preventive control dianggap sangat

efektif untuk menjamin bahwa pangan yang diperoleh dari setiap sub sistem mata rantai

penanganan pangan adalah bermutu dan aman untuk dikonsumsi. Preventive control

yang dimaksud adalah penerapan cara-cara proses yang benar dan baik yang terdiri dari

beberapa tahap, mulai dari produksi sampai ke konsumsi (Rahman, 2007).

Page 29: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

METODE

Lokasi dan Waktu Kegiatan magang ini telah dilaksanakan di KSU Jaya Abadi Desa Bendosari

Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar Jawa Timur selama 4 bulan, dimulai dari

bulan Juli 2007 sampai dengan Agustus 2007 dan dilanjutkan pada bulan Maret

sampai April 2008.

Materi Bahan

Bahan yang digunakan dalam pengambilan data yaitu rol film, sampel susu

dari peternak Desa Bendosari, methylene blue, alkohol 70%, uji antibiotik Beta Star,

dan air.

Alat

Alat yang digunakan adalah alat tulis, kuisioner (Lampiran 1), kamera,

timbangan meja, timba pengukur atau balance tank, lactodensimeter, tabung reaksi,

botol sampel, lactoscan SA, dan Dairyscan model JET 2.

Prosedur

Evaluasi pelaksanaan aspek-aspek GFP dan GHP oleh peternak dilakukan

melalui observasi dan wawancara langsung dengan peternak di lapangan. Observasi

dan wawancara berpedoman pada kuisioner yang telah disiapkan. Kuisioner untuk

peternak dibuat dengan berpedoman pada jurnal Guide to good farming practices for

animal production food safety (OIE, 2006) dan Guide to good dairy farming practice

(IDF/FAO, 2004). Pembobotan poin-poin checklist kesesuaian kondisi peternakan

dengan Good Farming Practices (GFP) dan Good Hygienic Practices (GHP)

diberikan berdasarkan (a) tingkat kepentingan, dan (b) keharusan kesesuaian dengan

standar GFP dan GHP. Kriteria dan pembobotan kuisioner adalah:

- nilai 5 untuk sangat penting dan harus dipenuhi;

- nilai 4 untuk penting dan harus dipenuhi;

- nilai 3 untuk cukup penting dan harus dipenuhi;

- nilai 2 untuk kurang penting dan jika dipenuhi lebih baik; dan

- nilai 1 untuk sangat kurang penting dan boleh dipenuhi, boleh tidak

Page 30: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Pembobotan poin-poin checklist kesesuaian kondisi peternakan dengan GFP

dan GHP dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Pembobotan Kuisioner dan Checklist Kesesuaian Kondisi Peternakan dengan GFP dan GHP (n = 29 responden)

Jawaban No. Perihal

Ya Tidak

Bobot Nilai

A. BANGUNAN DAN FASILITAS PETERNAKAN

1. Lokasi peternakan jauh dari pemukiman dan kegiatan industri, lingkungan yang mudah terkena polusi udara, polusi tanah serta tempat perkembangbiakan hama

5

2. Bangunan peternakan atau fasilitas lain terpisah dari tempat pembuangan dan pengolahan limbah, letaknya juga cukup jauh dari peternakan tetangga agar mengurangi resiko penyebaran penyakit

5

3. Kandang mempunyai luas yang layak sesuai jumlah ternak dan ventilasi yang baik

5

4. Alas kandang bersih dan tidak licin

5

5. Bentuk tempat pakan (palungan) tidak membentuk sudut

3

6. Terdapat kandang isolasi dan atau kandang karantina

5

7. Terdapat kandang khusus untuk proses pemerahan atau tersedia sistem pemerahan yang higienis dalam kandang

5

8. Kandang mudah dibersihkan dan didesinfeksi secara keseluruhan

4

9. Adanya pembatas area peternakan dapat menjamin keamanan area peternakan dari hewan non ternak dan pengganggu

3

10. Kandang memiliki desain saluran pembuangan yang mempermudah pengeluaran kotoran serta limbah lainnya

5

11. Lingkungan peternakan selalu bersih dan bebas dari genangan air serta menyediakan area desinfeksi bagi pengunjung

4

12. Memperhitungkan adanya resiko bencana alam

2

13. Menggunakan bahan bangunan yang tidak menjadi sumber kontaminasi baik kimia atau biologis

4

Page 31: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Tabel 3. Lanjutan

Jawaban No. Perihal

Ya Tidak

Bobot Nilai

14. Semua peralatan yang digunakan merupakan milik peternakan itu sendiri dan selalu dijaga dalam keadaan bersih

3

15. Memiliki tempat pembuangan dan pengolahan limbah

5

TOTAL BANGUNAN DAN FASILITAS PETERNAKAN

63

B. MANAJEMEN PAKAN

1. Hijauan 1.1. Hijauan yang diberikan tidak berasal dari lahan

yang tercemar dari limbah industri

5

1.2. Pastikan ladang rumput tidak disemprot atau dipupuk dengan bahan yang dapat menimbulkan bahaya dan penyakit pada ternak

5

1.3. Hijauan yang diberikan jumlahnya cukup sesuai dengan kondisi dan kebutuhan ternak

4

2. Konsentrat 2.1. Semua bahan pakan yang dibeli bebas dari

residu kimiawi dan bahan pencemar lainnya seperti hasil ikutan ternak yang dilarang

5

2.2. Memeriksa label pada semua bahan pakan yang dibeli dan hasil pengamatan visualnya serta catat semua bahan pakan yang masuk

5

2.3. Menolak dan membuang bahan pakan yang berjamur

4

2.4. Menyimpan sampel bahan pakan untuk uji lanjut ketika residu teridentifikasi pada susu

3

2.5. Menyimpan bahan pakan dalam tempat yang bersih dan kering

5

2.6. Menyimpan bahan pakan dalam jumlah yang sesuai kebutuhan

3

2.7. Jika peternak mencampur konsentrat sendiri, maka campuran berbagai komponen konsentrat harus merata

2

2.8. Hindari pengisian tempat pakan yang terlalu penuh

2

Page 32: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Tabel 3. Lanjutan

Jawaban No. Perihal

Ya Tidak

Bobot Nilai

2.9. Tempat pakan dibersihkan dari sisa pakan sebelum diisi ulang

4

2.10. Konsentrat yang diberikan jumlahnya cukup sesuai dengan kondisi dan kebutuhan ternak

4

2.11. Semua bahan pakan yang dibeli berasal dari produsen yang memiliki sertifikat jaminan mutu

3

2.12. Memiliki catatan semua bahan pakan yang diterima peternakan (nota pemesanan)

2

TOTAL MANAJEMEN PAKAN 56 C. SUMBERDAYA MANUSIA

1. Mengetahui penyakit sapi perah secara umum dan cara pencegahan maupun penanggulangannya

4

2. Mengembangkan program manajemen kesehatan ternak yang efektif

5

3. Mencatat semua perlakuan pada ternaknya

5

4. Selalu memelihara sanitasi dan hygiene personal

4

5. Memastikan pemerah mengikuti aturan dasar sanitasi yang baik

4

6. Menggunakan bahan kimia dan obat hewan sesuai anjuran, menghitung dosis dengan tepat dan cermat, dengan memperhatikan tanggal kadaluarsa

5

7. Menyimpan bahan kimia dan obat hewan dengan aman dan gunakan secara bertanggung jawab

5

8. Mampu mengambil keputusan bila ada penyakit ternak yang dapat mempengaruhi kesehatan publik (zoonosis)

4

9. Memastikan kondisi lingkungan secara umum khususnya di area pemerahan selalu bersih

5

TOTAL SUMBERDAYA MANUSIA 41

D PROSES PEMERAHAN

1. Peralatan pemerahan yang digunakan dalam kondisi bersih dan kering serta terawat baik

5

2. Ambing sapi dibersihkan dengan air hangat

5

3. Dilakukan pre-dipping 5

Page 33: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Tabel 3. Lanjutan

Jawaban No. Perihal

Ya Tidak

Bobot Nilai

4. Dilakukan fore milking (pemerahan awal)

5

5. Pemerahan dilakukan dengan teknik atau cara pemerahan yang benar dan menghindarkan cedera pada ambing

5

6. Pemerahan susu dilakukan dengan tuntas

5

7. Dilakukan post-dipping

5

8. Susu disaring sebelum dimasukkan ke dalam milk can

4

9. Menutup rapat milk can dengan tutupnya

5

10. Susu segera disetor pada koperasi dan tidak terlalu lama berada di suhu ruang

5

11. Susu yang berasal dari ternak yang sakit atau dalam masa perawatan harus dipisahkan dari susu lainnya dan tidak boleh digunakan untuk konsumsi manusia dan ternak

5

TOTAL PROSES PEMERAHAN 54 E. MANAJEMEN PETERNAKAN

1. Mengikuti pelatihan sesuai dengan yang dibutuhkan, terkait dengan manajemen pelaksanaan peternakan sapi perah yang baik untuk menjamin mutu bahan pangan asal ternak

5

2. Pemeriksaan kesehatan pekerja dilakukan secara rutin

4

3. Pekerja yang sakit dilarang untuk melaksanakan pekerjaannya

5

4. Mengembangkan dan menerapkan secara konsisten prosedur pemeliharaan, pembersihan dan sanitasi peralatan, kandang dan lingkungan

5

5. Pengendalian hama dan serangga

5

6. Pengendalian terhadap akses keluar masuk peternakan 5

7. Memastikan pemindahan bangkai hewan dan pemusnahannya dilakukan dengan cepat agar tidak menjadi sumber bakteri pathogen dalam kandang dan lingkungannya

5

8. Sapi yang dibeli mempunyai status kesehatan yang jelas dan berasal dari peternakan yang bebas dari penyakit

5

Page 34: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Tabel 3. Lanjutan

Jawaban No. Perihal

Ya Tidak

Bobot Nilai

9. Setiap ternak memiliki tanda pengenal

4

10. Mencatat semua data tentang ternak termasuk produksi dan kondisi kesehatannya

4

11. Ternak yang baru dibeli dikarantina dalam kandang khusus

5

12. Kesehatan setiap sapi perah harus selalu berada dalam pengawasan dokter hewan atau petugas yang berwenang

4

13. Ternak yang sakit segera diisolasi dari ternak lainnya dan diberi perawatan yang sesuai

5

14. Bulu ambing yang panjang dicukur

5

TOTAL MANAJEMEN PETERNAKAN 66

Kriteria dan pembobotan kuisioner : 5 : Sangat penting dan harus dipenuhi 4 : Penting dan harus dipenuhi 3 : Cukup penting dan harus dipenuhi 2 : Kurang penting dan jika dipenuhi lebih baik 1 : Sangat kurang penting dan boleh dipenuhi, boleh tidak Kegiatan magang di KSU Jaya Abadi Kabupaten Blitar, Jawa Timur

dilaksanakan dengan metode kerja partisipatif. Peserta magang terlibat langsung

dalam kegiatan perusahaan yang meliputi kegiatan produksi, umum dan personalia.

Kegiatan dimulai dengan mempelajari keadaan umum perusahaan meliputi sejarah,

lokasi dan tata letak, struktur organisasi, ketenagakerjaan dan produk yang dihasilkan

terutama pada sektor susu segar.

Selama kegiatan magang berlangsung, dilakukan pengumpulan data primer

yang diperoleh dari hasil wawancara, praktek kerja, konsultasi, diskusi, mengikuti

kegiatan operasional serta melakukan observasi terhadap seluruh kegiatan di KSUJA.

Data sekunder dikumpulkan sebagai pelengkap diperoleh dari laporan tertulis

perusahaan bersangkutan, lembaga atau instansi terkait, literatur ilmiah serta hasil

penelitian yang relevan dengan topik magang.

Kegiatan magang yang dilakukan secara khusus melakukan kajian terhadap

penerapan GFP dan GHP pada lokasi magang tugas akhir. Kajian ini berhubungan

Page 35: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

dengan pengendalian standar mutu yang lebih terfokus terhadap tata laksana

peternakan sapi perah. Prinsip pengendalian mutu yang dikaji terkait dengan aspek-

aspek prosedural. Good Farming Practices (GFP) dalam studi ini merupakan

prosedur baku yang menyangkut tata laksana beternak yang baik dan benar untuk

menghasilkan kualitas produk yang tinggi dari peternakan tersebut. Good Hygienic

Practices (GHP) yang dikaji dalam magang tugas akhir ini meliputi Good Milking

Practices (GMP) dan Good Handling Practices. Good Milking Practices berkaitan

dengan tata cara pemerahan yang baik dan benar, sedangkan Good Handling

Practices berkaitan dengan proses penanganan air susu pasca pemerahan dan

sebelum diolah lebih lanjut serta didistribusikan pada Industri Pengolahan Susu.

Wawancara dan pengamatan di lapangan pada setiap peternakan responden

dilakukan dalam rangka mengevaluasi aspek-aspek GFP dan GHP. Pengambilan data

dengan wawancara dan observasi sebagian besar dilakukan saat dilaksanakan

pekerjaan kandang, sehingga penulis dapat mengamati sendiri segala sesuatunya

secara langsung sesuai dengan kondisi di lapangan dengan alat bantu kuisioner.

Data yang diperoleh dengan kuisioner disimpulkan sesuai poin-poin yang

telah disusun dan diberi skor 1 jika dipenuhi (ya), dan 0 jika tidak dipenuhi (tidak),

lalu dikalikan dengan bobot yang dimiliki oleh tiap poin. Hasil perkalian tersebut

dijumlahkan untuk mendapatkan nilai setiap aspek. Lima aspek yang diamati

mempunyai bobot yang sama, sehingga kelimanya memiliki nilai sebanyak 20% dari

nilai total. Perhitungannya adalah nilai total masing-masing aspek dibagi dengan

nilai sempurna masing-masing aspek lalu dikalikan 20%, sehingga akan didapatkan

skor setiap responden. Rumus yang digunakan untuk mendapatkan nilai performa

kinerja responden yaitu

Y = (A + B + C + D + E) x 100% Keterangan :

Y = Nilai total performa kinerja responden (peternak) A = nilai performa kinerja responden pada aspek bangunan dan fasilitas

peternakan B = nilai performa kinerja responden pada aspek manajemen pakan C = nilai performa kinerja responden pada aspek sumberdaya manusia D = nilai performa kinerja responden pada aspek proses pemerahan E = nilai performa kinerja responden pada aspek manajemen peternakan

Page 36: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Nilai A, B, C, D, dan E diperoleh dari perhitungan sebagai berikut :

Nilai total aspek bangunan dan fasilitas peternakan A = Nilai sempurna aspek bangunan dan fasilitas peternakan

x 20%

Nilai total aspek manajemen pakan B = Nilai sempurna aspek manajemen pakan

x 20%

Nilai total aspek sumberdaya manusia C = Nilai sempurna aspek sumberdaya manusia

x 20%

Nilai total aspek proses pemerahan D = Nilai sempurna aspek proses pemerahan

x 20%

Nilai total aspek manajemen peternakan E = Nilai sempurna aspek manajemen peternakan

x 20%

Keterangan :

Nilai sempurna aspek bangunan dan fasilitas peternakan = 63

Nilai sempurna aspek manajemen pakan = 56

Nilai sempurna aspek sumberdaya manusia = 41

Nilai sempurna aspek proses pemerahan = 54

Nilai sempurna aspek manajemen peternakan = 66

Klasifikasi performa peternak secara umum dilihat dari skor performa

responden yang dihasilkan. Berdasarkan nilai yang diperoleh, maka performa

peternak dikelompokkan sebagai berikut :

1) jika nilai total performa kinerja peternak <25%, maka penerapan GFP dan

GHP di peternakan tersebut sangat kurang;

2) jika nilai total performa kinerja peternak ≥25-50 %, maka GFP dan GHP

kurang diterapkan di peternakan tersebut;

3) jika nilai total performa kinerja peternak ≥50-75 %, maka GFP dan GHP

cukup diterapkan di peternakan tersebut; dan

4) jika nilai total performa kinerja peternak tersebut ≥75-100 %, maka

peternakan tersebut telah menerapkan GFP dan GHP dengan baik.

Page 37: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Penentuan Jumlah Sampel

Levy dan Lemeshow (1999) menyatakan bahwa untuk menghitung jumlah

sampel yang diperlukan dalam penarikan sampel secara acak sederhana untuk data

yang bersifat proporsi, dihitung dengan menggunakan rumus:

Keterangan :

N

n

ε

z

Py

=

=

=

=

=

jumlah populasi yaitu sebesar 86 orang peternak

jumlah sampel yang diperlukan

nilai error sebesar 30% atau 0,3

1,96 dengan α = 0,05 (SK = 95%)

peluang jawaban 50% (0,5) karena ada 2 pilihan jawaban, yaitu ya (1) atau tidak (0)

Jumlah sampel yang diperoleh setelah perhitungan sebesar 29 responden. Nilai error

yang diambil sebesar 30% dengan harapan perbedaan yang terjadi antara nilai

parameter dugaan dengan parameter sebenarnya hanya sebesar 0,3 (θ – θ = 0,3).

Strategi Pengambilan Sampel

Pengambilan data dilakukan dengan pengambilan sampel secara acak

sederhana dari total 86 orang peternak. Sampel yang diambil merupakan peternak

sapi perah yang menyetorkan susu pada penampungan susu sebelah selatan (TPS

PMT) KSU Jaya Abadi. Peneliti mengambil nomer urut peternak secara acak satu-

persatu dengan pengembalian nomer yang telah diambil sehingga peluang tiap

responden adalah sama.

^

z² N Py (1 – Py) n ≥ (N – 1) ε² Py² + z² Py (1 – Py)

Page 38: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

KEADAAN UMUM KOPERASI SERBA USAHA (KSU) JAYA ABADI

Sejarah Perkembangan KSU Jaya Abadi

Keberadaan KSU Jaya Abadi dirintis pertama kali oleh Drh. Triwiyono pada

tahun 1987. Beliau mempelopori usaha peternakan sapi perah dan kemudian

ditularkan dan dikembangkan bersama masyarakat sekitar. Perkembangan lebih

lanjut terjadi hingga pada tahun 1990 terbentuk suatu kelompok peternakan sapi

perah “Jaya Abadi” dibawah pimpinannya. Perkembangan yang pesat terjadi pada

bulan Juni tahun 1996 dengan didirikan beberapa pengumpul susu dari Sumberingin,

Rejotangan, Ngemplak dan Karanggayam yang dilengkapi dengan 6 buah cooling

unit sehingga memungkinkan KSU Jaya Abadi untuk dapat memasok susu secara

langsung ke PT Netslé Indonesia yang berada di Kejayan, Pasuruan. KSU Jaya

Abadi resmi menjadi anggota GKSI (Gabungan Koperasi Seluruh Indonesia) pada

tanggal 10 Oktober 1996.

Letak dan Kondisi Geografis KSU Jaya Abadi

Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi terletak di desa Bendosari Kecamatan

Sanankulon Kabupaten Blitar Jawa Timur. Peta wilayah Kecamatan Sanankulon

dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Peta Wilayah Kecamatan Sanankulon

Sumber : Pemerintah Kabupaten Blitar (2008)

Kecamatan Sanankulon

Sungai Brantas

Kotamadya Blitar

Page 39: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Perbatasan wilayah Sanankulon yaitu Kecamatan Ponggok, Kabupaten Kediri

di sebelah utara, Kecamatan Srengat, Kabupaten Blitar di sebelah barat, Kecamatan

Pademangan, Kabupaten Tulungagung di sebelah selatan, dan Kecamatan Sukorejo,

Kotamadya Blitar di sebelah timur. Perbatasan desa Bendosari di sebelah utara yaitu

Desa Kali Pucung, Kecamatan Sanankulon, di sebelah barat Desa Ngaglik,

Kecamatan Sanankulon, di sebelah selatan dibatasi oleh Sungai Brantas, dan di

sebelah timur Desa Purworejo, Kecamatan Sanankulon.

Daerah tersebut merupakan dataran tinggi dengan ketinggian ± 212 m diatas

permukaan laut (dpl) berupa tanah datar dan subur, dengan suhu udara berkisar 26-27

°C pada malam hari dan 32-33 °C pada siang hari, dengan rata-rata curah hujan 2735

mm/tahun. Koperasi ini berjarak ± 5-6 km sebelah barat kota Blitar, dan berada ± 1

km dari jalan raya yang menghubungkan kota Blitar dengan kota Kediri. Kondisi

yang demikian memudahkan transportasi peternak dan KSU Jaya Abadi untuk

menyetorkan susu, baik ke koperasi maupun ke Industri Pengolahan Susu (IPS) PT

Nestlé Indonesia di Kejayan, Pasuruan.

Kepengurusan KSU Jaya Abadi

Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi (KSUJA) memiliki struktur organisasi

yang ditampilkan dalam Gambar 2.

Gambar 2. Struktur Organisasi KSU Jaya Abadi

Sumber : Lubis (2001)

RAT Pengawas Pengurus: - Antar Pengurus - Karyawan - Anggota

Bagian Cooling Unit, laboratorium dan Transportasi

Manajer

Pengurus KSUJA

Bagian Administrasi

dan Keuangan

Bagian Simpan Pinjam

Bagian Kesehatan Hewan dan Obat-obatan

Bagian Makanan Ternak

Bagian Pengembangan

Sapi Perah

Ketua Sekretaris Bendahara Pembantu Umum I Pembantu Umum II

Page 40: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Kekuasaan tertinggi dalam kepengurusan KSUJA yaitu Rapat Anggota

Tahunan (RAT) yang diadakan setiap tahun. Hasil RAT dilaksanakan oleh seluruh

anggota, difasilitasi oleh pengurus yang bertugas untuk mengatur pelaksanaannya.

Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi memiliki enam sektor usaha yang meliputi bagian

administrasi dan keuangan, bagian cooling unit, laboratorium dan transportasi,

bagian simpan pinjam, bagian kesehatan hewan dan obat-obatan, bagian makanan

ternak, serta bagian pengembangan sapi perah.

Unit kesehatan hewan dan obat-obatan sudah ada sejak KSUJA berdiri.

Fungsi utama ketersediaan unit ini adalah untuk melayani peternak anggota koperasi

yang mengalami kesulitan dalam hal kesehatan ternak dan pengobatannya serta

melayani kebutuhan peternak terhadap inseminasi buatan (IB). Saat ini terdapat tiga

mantri hewan yang melayani kebutuhan peternak anggota koperasi. Semen beku

yang digunakan dalam pelayanan IB berasal dari GKSI.

Penerimaan Susu Segar di KSU Jaya Abadi

Pemeriksaan volume dan berat jenis susu segar yang diterima KSU Jaya

Abadi dari peternak dilaksanakan setiap hari, namun untuk pemeriksaan mutu susu

secara lengkap untuk kadar lemak, sampel susu dari setiap peternak diambil dengan

waktu yang tidak ditentukan sebelumnya sehingga peternak terdorong untuk selalu

menjaga kualitas susunya. Setiap penerimaan susu selalu diukur berat jenisnya.

Setelah diukur juga volumenya, susu disaring lalu dimasukkan ke dalam cooling unit

untuk didinginkan pada suhu 4°C yang dicapai setelah ± 2,5-3 jam dimasukkan

dalam cooling unit.

Pengiriman Susu Segar ke Industri Pengolahan Susu PT Nestlé Indonesia

Susu segar yang telah bersuhu 0°C dipompa ke dalam tangki susu yang

berkapasitas 5000 liter. Tangki susu yang telah penuh diambil sampelnya untuk diuji

residu antibiotik dengan Beta Star. Sampel juga diuji nilai reduktasenya untuk

memprediksi jumlah mikroba yang terdapat dalam susu. Susu dikirim ke PT Nestlé

Indonesia yang berada di Kejayan, Pasuruan, Jawa Timur. Jarak dari desa Bendosari

ke pabrik PT Nestlé Indonesia tersebut sejauh 125 km yang ditempuh selama ± 3,5

jam. Pengiriman tersebut dalam sehari dilakukan sebanyak 2 kali yaitu pada pagi dan

sore hari.

Page 41: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

HASIL DAN PEMBAHASAN

Good Farming Practices (GFP) yang dimaksud untuk dipelajari pada magang

tugas akhir ini merupakan tata cara beternak sapi perah yang baik, diterapkan pada

peternakan sapi perah di lokasi penelitian yaitu Desa Bendosari, Kecamatan

Sanankulon, Kabupaten Blitar, Jawa Timur, tepatnya pada Koperasi Serba Usaha

Jaya Abadi (KSUJA). Desa ini mempunyai dua tempat penampungan yaitu tempat

penampungan susu di sebelah selatan dan sebelah utara. Tempat penampungan susu

utara digunakan sebagai penampungan susu dari pengepul-pengepul besar,

sedangkan tempat penampungan susu sebelah selatan digunakan sebagai

penampungan susu dari peternak-peternak sapi perah yang berada di sekitar koperasi

tersebut. Tempat penampungan susu sebelah selatan sering dikenal dengan tempat

penampungan susu selatan atau tempat penampungan susu Pabrik Makanan Ternak

(TPS PMT) karena berdekatan dengan pabrik makanan ternak milik KSUJA.

Ruang lingkup penelitian ini yaitu hanya dibatasi pada peternak yang

menyetor susu ke TPS PMT. Terdapat 86 peternak yang aktif menyetorkan susu dari

peternakannya ke TPS PMT. Good Hygienic Practices (GHP) yang dikaji dibatasi

pada tata cara sanitasi yang baik oleh peternak dalam menghasilkan bahan pangan

berupa susu segar yang mudah rusak oleh kontaminasi fisik, kimia dan biologis. Susu

yang terkumpul di TPS PMT didinginkan dalam cooling unit sampai bersuhu 0°C.

Susu yang telah didinginkan lalu dipompa ke dalam milk tank untuk disetorkan ke PT

Nestlé Indonesia yang berada di Kejayan, Pasuruan.

PT Nestlé Indonesia memberlakukan diferensiasi harga berdasarkan mutu

susu, baik dari kandungan komponennya maupun mutu mikrobiologisnya. Semakin

tinggi kandungan gizinya maka semakin tinggi pula harga belinya. Semakin rendah

jumlah total kuman yang terdapat dalam susu, maka semakin tinggi pula harga

belinya. Oleh karena itu penting untuk menjaga kualitas susu terutama kualitas

mikrobiologisnya dengan penerapan GFP yang berkaitan dengan GHP pada

peternakan sapi perah asal susu dihasilkan untuk meningkatkan mutu susu terutama

untuk kandungan total kuman per liter susu dalam rangka menjamin keamanan mutu

pangan bagi konsumen.

Good Farming Practices yang berkaitan dengan Good Hygienic Practices

dibagi dalam lima aspek dengan porsi yang sama penting dalam penerapannya.

Page 42: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Kelima aspek tersebut yaitu bangunan dan fasilitas peternakan, manajemen pakan,

sumberdaya manusia (SDM), proses pemerahan, manajemen peternakan.

Bangunan dan Fasilitas Peternakan

Kegiatan industri dapat menimbulkan polusi bagi lingkungan sekitar. Polusi

yang ditimbulkan dapat berupa polusi udara dan suara. Polusi udara dari gas

pembuangan kegiatan industri dapat membahayakan lingkungan sekitar daerah

industri. Peternakan di dalam lingkup penelitian berada di dekat jalan pedesaan yang

sering dilewati oleh sepeda motor, mobil, sampai truk sehingga letak bangunan dan

fasilitas peternakan yang ideal menurut OIE (2006) tidak terpenuhi. Peternakan yang

berada di daerah industri, atau jalan raya yang sering dilewati oleh kendaraan, ada

kemungkinan cemaran oleh gas buangan tersebut yang mengandung logam berat.

Sebanyak 10,34 % (Tabel 4) peternakan sudah memiliki bangunan peternakan atau

fasilitas lain terpisah dari tempat pembuangan dan pengolahan limbah, letaknya juga

cukup jauh dari peternakan tetangga agar mengurangi resiko penyebaran penyakit.

Luas kandang yang sesuai dengan jumlah ternak dan ventilasi yang cukup

dapat menimbulkan kenyamanan bagi ternak (Ensminger dan Tyler, 2006). Data

pada Tabel 4 menunjukkan bahwa kandang yang memfasilitasi kenyamanan bagi

ternak dimiliki oleh 82,76% peternak sampel. Kenyamanan ternak dapat

meminimalkan terjadinya stress pada ternak yang dapat menimbulkan berbagai

masalah kesehatan pada ternak. Contoh gambar kandang milik peternak KSUJA

dengan sirkulasi udara yang baik dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Contoh Kandang Milik Peternak KSUJA dengan Sirkulasi Udara yang Baik

Page 43: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Data rangkuman hasil kajian terhadap penerapan GFP dan GHP pada aspek

bangunan dan fasilitas peternakan milik 29 sampel peternakan di KSUJA dapat

dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Hasil Kajian Penerapan GFP dan GHP pada Aspek Bangunan dan Fasilitas Peternakan kepada 29 Peternakan Sampel

Jawaban (%) No. Perihal

Ya Tidak

Total

(%)

1. Lokasi peternakan jauh dari pemukiman dan kegiatan industri, lingkungan yang mudah terkena polusi udara, polusi tanah serta tempat perkembangbiakan hama

0

100

100

2. Bangunan peternakan atau fasilitas lain terpisah dari tempat pembuangan dan pengolahan limbah, letaknya juga cukup jauh dari peternakan tetangga agar mengurangi resiko penyebaran penyakit

10,34

89,66

100

3. Kandang mempunyai luas yang layak sesuai jumlah ternak dan ventilasi yang baik

82,76

17,24

100

4. Alas kandang bersih dan tidak licin

20,69 79,31 100

5. Bentuk tempat pakan (palungan) tidak membentuk sudut

48,28 51,72 100

6. Terdapat kandang isolasi dan atau kandang karantina

17,24 82,76 100

7. Terdapat kandang khusus untuk proses pemerahan atau tersedia sistem pemerahan yang higienis dalam kandang

3,45

96,55

100

8. Kandang mudah dibersihkan dan didesinfeksi secara keseluruhan

24,14

75,86

100

9. Adanya pembatas area peternakan dapat menjamin keamanan area peternakan dari hewan non ternak dan pengganggu

0

100

10010. Kandang memiliki desain saluran pembuangan yang

mempermudah pengeluaran kotoran serta limbah lainnya

68,97

31,03

100

11. Lingkungan peternakan selalu bersih dan bebas dari genangan air serta menyediakan area desinfeksi bagi pengunjung

0

100

10012. Memperhitungkan adanya resiko bencana alam

44,83 55,17 100

13. Menggunakan bahan bangunan yang tidak menjadi sumber kontaminasi baik kimia atau biologis

100

0

100

14. Semua peralatan yang digunakan merupakan milik peternakan itu sendiri dan selalu dijaga dalam keadaan bersih

89,66

10,34

100

15. Memiliki tempat pembuangan dan pengolahan limbah 37,93 62,07 100

Page 44: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Alas kandang sebaiknya selalu kering dan bersih agar tidak licin. Jika lantai

kandang licin, maka akan menyebabkan sapi tergelincir, dan jika lantai basah maka

akan tumbuh banyak mikroba. Peternak dan pekerja harus selalu membersihkan

kandang untuk menjaga agar kandang tetap bersih dan kering. Peternak yang

menyadari pentingnya kebersihan dan mengusahakan agar kandangnya tetap bersih

dan kering hanya berkisar 20,69% dengan membersihkan kandang sesering mungkin.

Sebanyak 79,31% peternak hanya membersihkan kandangnya dua kali sehari saat

akan melakukan pemerahan karena bekerja di luar kandang.

Bentuk palungan atau tempat pakan dan minum bagi ternak sebaiknya

didesain agar mudah dibersihkan. Palungan yang mudah dibersihkan akan

mengurangi resiko tertimbunnya sisa-sisa pakan yang membusuk atau air yang kotor.

Sisa pakan dan air yang tidak mengalir menjadi tempat perkembangbiakan hama

serta bibit penyakit yang dapat merugikan kesehatan ternak (Gambar 4). Bentuk

palungan yang dimiliki oleh 51,72% peternak masih membentuk sudut atau memiliki

permukaan yang tidak halus sehingga sulit dibersihkan secara rutin dan tuntas,

memiliki permukaan yang tidak rata dan tidak memiliki saluran pembuangan.

Gambar 4. Sisa Pakan dalam Palungan yang Sulit Dibersihkan

Kandang isolasi diperlukan untuk mengisolasi ternak yang sakit dan dalam

perawatan agar tidak menularkan penyakit tersebut pada ternak yang sehat lainnya

dalam kandang. Kandang ini berfungsi untuk mengkarantina ternak baru dari luar

wilayah yang akan dimasukkan dalam kandang untuk observasi lebih lanjut dan

berfungsi pula agar ternak dapat beradaptasi dengan kandang yang baru. Peternak

yang memiliki kandang isolasi dan karantina hanya berjumlah 17,2% dikarenakan

alasan biaya pembuatan kandang yang mahal dan tidak memiliki lahan.

Page 45: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Tempat pemerahan secara khusus atau sistem untuk memfasilitasi pemerahan

yang higienis tidak dimiliki oleh 96,55% peternak. Peternak umumnya melakukan

pemerahan di kandang dengan membersihkan atau tanpa membersihkan kandang

terlebih dahulu. Peternak menggunakan ember dan air serta milk can yang sudah

dibersihkan dan dikeringkan sebelumnya (Gambar 5).

Gambar 5. Gambar Alat-Alat yang Digunakan Peternak KSUJA untuk Pemerahan

Desain kandang yang mudah dibersihkan dan didesinfeksi secara keseluruhan

harus dimiliki peternak untuk mengupayakan kebersihan dan kesucian hama

kandang. Kandang yang memudahkan peternak untuk membersihkan kandang

dengan seksama hanya terdapat 75,86%. Kandang yang tidak mudah dibersihkan

memperbesar resiko kontaminasi pada susu saat dilaksanakan pemerahan karena

pemerahan dilakukan tidak di tempat khusus.

Pembatas peternakan yang diperlukan adalah pembatas peternakan yang

dapat mencegah masuknya hewan pengganggu selain ternak terutama hewan liar

serta mencegah masuknya orang yang tidak berkepentingan. Pembatas peternakan

juga dimaksudkan untuk membatasi ternak agar tidak keluar dari peternakan (OIE,

2006). Pembatas peternakan yang berfungsi sesuai dengan benar tidak dimiliki oleh

peternak sampel di KSUJA. Pembatas peternakan atau pagar yang dimiliki oleh

peternak di KSUJA secara umum tidak dapat membatasi hewan liar selain ternak

untuk masuk ke dalam kandang.

Bangunan kandang hendaknya dirancang agar memiliki sistem pembuangan

limbah yang dapat memudahkan peternak dan pekerja menjaga kebersihan kandang.

Sebanyak 68,97% peternak telah memiliki kandang dengan desain yang

memudahkan pembuangan feces, sisa pakan, air kotor serta limbah lainnya dari

Page 46: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

peternakan. Parit-parit atau saluran air dan kotoran berfungsi dengan baik dan

dirawat dan dibersihkan oleh peternak dengan baik sehingga tidak terjadi

penyumbatan.

Kandang secara keseluruhan dan lingkungannya sebaiknya terbebas dari

genangan air, sehingga selalu kering dan bersih. Lingkungan kandang yang terbebas

dari genangan air dapat meminimalisasi kemungkinan mikroba tumbuh dan

berkembang biak dalam lingkungan peternakan. Sumber penyakit tidak hanya

tumbuh dari lingkungan peternakan saja, namun juga berasal dari luar peternakan.

Pengunjung peternakan seperti petugas kesehatan, pekerja atau pengantar pakan

ternak berpotensi membawa bibit penyakit ke dalam peternakan, oleh sebab itu perlu

diadakan area desinfeksi bagi pengunjung, namun kondisi peternakan seperti ini

tidak didapati diterapkan pada peternakan di KSUJA.

Pembangunan kandang dan fasilitas peternakan sebaiknya memperhitungkan

adanya bencana alam yang dapat terjadi (OIE, 2006). Resiko bencana alam dapat

terjadi dimana-mana, namun menurut hasil wawancara, bencana alam sangat jarang

terjadi di lokasi penelitian. Peternak yang memperhitungkan resiko terjadinya

bencana alam hanya berkisar 44,83% dengan menggunakan bahan bangunan yang

tahan digunakan untuk beberapa tahun.

Bahan bangunan untuk kandang dan peternakan yang umum digunakan oleh

peternak sampel yaitu semen, batu bata, atap genting dan baja tahan karat masif.

Bahan-bahan bangunan tersebut yang diperoleh dari observasi lapangan yang

digunakan untuk bangunan kandang, sehingga dinilai aman untuk ternak dan tidak

menimbulkan bahaya fisik, kimia dan biologis bagi ternak (Gambar 6).

Gambar 6. Bangunan Kandang Milik Peternak KSUJA

Page 47: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Selain bahan bangunan yang harus aman dan menghindarkan ternak dari

bahaya, peralatan peternakan yang digunakan juga harus aman. Aman dari

penyebaran bibit penyakit yang dapat terjadi jika peralatan digunakan bersama-sama

dengan peternakan tetangga karena keterbatasan peternak. Sebanyak 10,34%

peternak masih belum menyadari bahwa penggunaan peralatan peternakan secara

bersama-sama tanpa pencucian sebelum dan setelah pemakaian berpotensi

menimbulkan resiko penyebaran penyakit dari peternakan yang satu ke peternakan

yang lain.

Limbah peternakan berupa feces, sisa pakan, air kotor dan limbah lainnya

dapat menjadi suatu permasalahan yang cukup penting dalam peternakan.

Manajemen pembuangan atau pengolahan limbah peternakan yang baik dapat

menghindarkan pencemaran pada lingkungan sekitar peternakan. Limbah peternakan

dari 62,07% peternakan masih belum memiliki tempat pembuangan atau pengolahan

limbah yang memadai. Limbah dari peternakan sering dibuang ke sungai atau

langsung dibawa ke sawah untuk pupuk tanpa melalui proses apapun. Pengolahan

limbah yang telah diterapkan oleh 37,93% peternak adalah proses penumpukan untuk

dikeringkan, atau dikubur dalam tanah pertanian (Gambar 7).

Gambar 7. Penumpukan Limbah di Sekitar Kandang

Nilai peternak anggota KSUJA yang menunjukkan penerapan GFP dan GHP

dalam aspek bangunan dan fasilitas peternakan dapat dilihat pada Tabel 5.

Page 48: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Tabel 5. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP pada Aspek Bangunan dan Fasilitas Peternakan

Nilai Peternak Jumlah Peternak (%) Kategori Penerapan GFP dan GHP

0 – 25

≥ 25 – 50

≥ 50 – 75

≥ 75 – 100

37,93

34,48

27,59

0

Sangat kurang

Kurang

Cukup

Baik

Data pada Tabel 5 di atas menunjukkan bahwa aspek bangunan dan fasilitas

peternakan dalam GFP dan GHP masih sangat kurang diterapkan oleh 37,93%

peternak. Sebanyak 34,48% peternak kurang menerapkan GFP dan GHP pada

bangunan dan fasilitas peternakan. Peternak yang sudah cukup menerapkan GFP dan

GHP pada bangunan dan fasilitas peternakan hanya sebanyak 27,59%.

Manajemen Pakan

Data rangkuman hasil kajian terhadap penerapan GFP dan GHP pada aspek

manajemen pakan di 29 sampel peternakan di KSUJA dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Manajemen Pakan kepada 29 Peternakan Sampel

Jawaban (%) No. Perihal

Ya Tidak

Total

(%)

1. Hijauan 1.1. Hijauan yang diberikan tidak berasal dari lahan

yang tercemar dari limbah industri

68,97 31,03 100

1.2. Pastikan ladang rumput tidak disemprot atau dipupuk dengan bahan yang dapat menimbulkan bahaya dan penyakit pada ternak

31,03 68,97 100

1.3. Hijauan yang diberikan jumlahnya cukup sesuai dengan kondisi dan kebutuhan ternak

72,41 27,59 100

2. Konsentrat 2.1. Semua bahan pakan yang dibeli bebas dari

residu kimiawi dan bahan pencemar lainnya seperti hasil ikutan ternak yang dilarang

34,48

65,52

100

2.2. Memeriksa label pada semua bahan pakan yang dibeli dan hasil pengamatan visualnya serta catat semua bahan pakan yang masuk

6,90

93,10

100

2.3. Menolak dan membuang bahan pakan yang berjamur

44,83

55,17

100

Page 49: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Tabel 6. Lanjutan

Jawaban (%) No. Perihal

Ya Tidak

Total

(%)

2.4. Menolak dan membuang bahan pakan yang berjamur

44,83

55,17

100

2.5. Menyimpan sampel bahan pakan untuk uji lanjut ketika residu teridentifikasi pada susu

0

100

100

2.6. Menyimpan bahan pakan dalam tempat yang bersih dan kering

0

100

100

2.7. Menyimpan bahan pakan dalam jumlah yang sesuai kebutuhan

24,14

75,86

100

2.8. Jika peternak mencampur konsentrat sendiri, maka campuran berbagai komponen konsentrat harus merata

89,66

10,34

100

2.9. Hindari pengisian tempat pakan yang terlalu penuh

100

0

100

2.10. Tempat pakan dibersihkan dari sisa pakan sebelum diisi ulang

65,52

34,48

100

2.11. Konsentrat yang diberikan jumlahnya cukup sesuai dengan kondisi dan kebutuhan ternak

100

0

100

2.12. Semua bahan pakan yang dibeli berasal dari produsen yang memiliki sertifikat jaminan mutu

0

100

100

2.13. Memiliki catatan semua bahan pakan yang diterima peternakan (nota pemesanan)

0

100

100

Pakan dapat menjadi salah satu sumber adanya residu antibiotik atau residu

bahan kimia pada susu yang dihasilkan. Contoh bahaya yang mungkin muncul dari

pakan, diantaranya yaitu bakteri, virus, jamur dan kapang, parasit, antibiotik, dan

pestisida. Resiko residu juga mungkin berasal dari dosis yang terlalu tinggi dari obat-

obatan pada pakan akibat penggunaan bahan kimia yang berlebihan (OIE, 2006).

Bahaya yang muncul dapat juga berasal dari padang rumput atau asal rumput

yang digunakan sebagai pakan. Rumput yang diberikan pada ternak beresiko

mengandung karbon karena dekat jalan utama yang padat, atau dekat dengan

pembakaran limbah pabrik setempat. Lahan tersebut juga bisa tercemar oleh residu

bahan kimia (pestisida, dioksida, atau logam berat) pada level yang tidak bisa

diterima dan lahan tersebut diketahui bukan tempat bersembunyi bakteri patogen

(spora anthrax) atau parasit (cacing pita) (OIE, 2006). Sebanyak 68,97% peternak

Page 50: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

telah memberikan rumput atau hijauan yang berasal dari lahan yang tidak tercemar

oleh limbah industri. Daerah sekitar lokasi penelitian jauh dari pabrik atau industri.

Namun hanya 31,03% peternak yang yakin bahwa rumput untuk ternaknya berasal

dari lahan yang tidak disemprot atau dipupuk dengan bahan yang dapat menimbulkan

bahaya dan penyakit pada ternak.

Bobot badan sapi perah rata-rata di lokasi penelitian dari hasil wawancara

adalah 450 kg, sehingga bahan kering pakan rata-rata yang diperlukan sapi adalah

3% dari bobot badan yaitu 13,5 kg. Terdapat sebanyak 72,41% peternak yang

menyediakan hijauan lebih dari 13,5 kg BK per hari untuk ternaknya.

Pakan utama sapi perah adalah rumput, namun untuk memenuhi kebutuhan

proteinnya peternak memberikan pakan tambahan berupa sumber protein dan sumber

karbohidrat. Bahan pakan yang digunakan untuk ternak harus terbebas dari residu

kimiawi dan bahan ikutan ternak yang dilarang. Bahan pakan beresiko tinggi

mengandung residu bahan kimia yang berasal dari pupuk atau pestisida. Peternak

yang memastikan bahwa semua bahan pakan yang dibeli bebas dari residu kimiawi

dan bahan pencemar lainnya seperti hasil ikutan ternak yang dilarang hanya berkisar

34,48%. Peternak tersebut hanya menggunakan bahan pakan yang mereka yakini

tidak mengandung residu kimiawi namun tanpa ada sertifikat tertentu yang

mendukung keyakinan mereka.

Terdapat 6,90% peternak yang membeli bahan pakan dengan memeriksa

label pada semua bahan pakan. Peternak tersebut memeriksa label yang meliputi

nama produsen, komposisi, tanggal diproduksi, tanggal kadaluarsa, petunjuk

penggunaan dengan mengikuti dosis yang dianjurkan, kode produksi dan

kemasannya dipastikan utuh tanpa cacat yang dapat mempengaruhi isi.

Sebanyak 44,83% peternak menolak dan membuang bahan pakan yang

berjamur. Umumnya pakan yang dibeli peternak selalu habis sebelum sempat

membusuk atau berjamur, dan bahan pakan yang diterima selalu baru. Tidak ada

peternak yang menyimpan sampel bahan pakan untuk uji lanjut ketika residu

teridentifikasi pada susu.

Bahan pakan yang diterima peternak disimpan untuk persediaan hingga

beberapa hari berikutnya sesuai kebutuhan agar tidak terlalu lama berada di tempat

penyimpanan pakan di peternakan, di dekat kandang untuk memudahkan pemberian

Page 51: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

pakan. Namun sayangnya tempat penyimpanan pakan untuk ternak tidak terhindar

dari hujan, yaitu berupa tempat terbuka dan tidak aman dari gangguan hewan lain

(Gambar 8).

Gambar 8. Tempat Penyimpanan Pakan Milik Peternak KSUJA

Konsentrat yang digunakan peternak umumnya berasal dari KSUJA dengan

merk Konsentrat Sinar Jaya Merah. Hasil analisis komposisi konsentrat dari KSUJA

yang dilakukan oleh Tim Pakan Ternak Sapi Perah Jawa Timur di Pasuruan

mengandung 16,32% protein kasar berdasarkan bahan kering (Lampiran 2).

Sebanyak 10,3% peternak mencampur sendiri konsentrat yang digunakan untuk

pakan ternaknya, namun peternak-peternak tersebut tidak mencampur bahan pakan

tersebut dengan sempurna sampai homogen dan tidak melakukan kalibrasi alat ukur,

sehingga komposisinya tidak dijamin selalu tepat.

Hampir 100% peternak selalu mengisi palungan atau tempat pakan sebanyak

dua kali sehari dengan jumlah secukupnya agar tidak bersisa dan membusuk.

Terdapat hanya sebanyak 65,52% peternak yang membersihkan palungan sebelum

diisi kembali. Tempat pakan yang selalu dibersihkan sebelum diisi kembali dengan

desain yang mudah dibersihkan akan dapat menghindarkan menumpuknya pakan

yang membusuk. Pakan yang membusuk karena tersisa namun tidak dibersihkan

sebelum diisi kembali, memicu resiko tumbuhnya mikroba yang dapat

mengkontaminasi pakan. Sisa pakan yang tersisa dalam palungan dapat menjadi

busuk atau berjamur dan beresiko menyebabkan penyakit jika tertelan oleh ternak

(OIE, 2006) seperti keracunan.

Konsentrat atau pakan tambahan disamping hijauan menjadi sumber protein

dan gizi lain bagi ternak untuk mencukupi kebutuhannya. Konsentrat Sinar Jaya

Merah dianjurkan untuk diberikan sebanyak 6 kg per hari per ekor. Walaupun

Page 52: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

peternak ada yang tidak memberikan sesuai anjuran karena alasan biaya, namun

hampir seluruh peternak memberikan sumber protein lain berupa ampas tahu

sehingga kebutuhan protein ternak dapat dipenuhi oleh peternak KSUJA.

Peternak membeli bahan pakan yang dianggapnya aman untuk ternaknya

serta harganya sesuai dengan kemampuan peternak tersebut. Konsentrat Sinar Jaya

Merah dianjurkan untuk digunakan peternak anggota dengan menawarkan sistem

memotong uang hasil penjualan susu ke KSUJA. Bahan pakan tambahan yang dibeli

peternak tidak memiliki sertifikat jaminan mutu. Peternak tidak memiliki catatan

semua bahan pakan yang diterima peternakan (nota pemesanan) pakan yang

digunakan (konsentrat) sehingga jika ada pakan yang rusak dapat cepat

dikembalikan. Peternak mengambil sendiri pakan yang diperlukan untuk membatasi

masuknya orang luar peternakan yang dapat membawa bibit penyakit sehingga besar

terjadinya resiko penyebaran penyakit.

Nilai peternak anggota KSUJA yang menunjukkan penerapan GFP dan GHP

dalam aspek manajemen pakan dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Manajemen Pakan

Nilai Peternak Jumlah Peternak (%) Kategori Penerapan GFP dan GHP

0 – 25

≥ 25 – 50

≥ 50 – 75

≥ 75 – 100

10,34

55,17

34,48

0

Sangat kurang

Kurang

Cukup

Baik

Data pada Tabel 7 di atas menunjukkan bahwa terdapat 10,34% peternak

yang masih sangat kurang menerapkan GFP dan GHP pada manajemen pakan.

Sebanyak 55,17% peternak kurang menerapkan GFP dan GHP pada manajemen

pakan. Peternak yang sudah cukup menerapkan GFP dan GHP pada manajemen

pakan hanya sebesar 34,48% dari sampel.

Sumberdaya Manusia (SDM)

Data rangkuman hasil kajian terhadap penerapan GFP dan GHP pada aspek

SDM di 29 sampel peternakan di KSUJA dapat dilihat pada Tabel 8.

Page 53: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Tabel 8. Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Sumberdaya Manusia (SDM) kepada 29 Peternak Sampel

Jawaban (%) No. Perihal

Ya Tidak

Total

(%)

1. Mengetahui penyakit sapi perah secara umum dan cara pencegahan maupun penanggulangannya

13,79

86,21

100

2. Mengembangkan program manajemen kesehatan ternak yang efektif

17,24

82,76

100

3. Mencatat semua perlakuan pada ternaknya

3,45 96,55 100

4. Selalu memelihara sanitasi dan hygiene personal

68,97 31,03 100

5. Memastikan pemerah mengikuti aturan dasar sanitasi yang baik

82,76

17,24

100

6. Menggunakan bahan kimia dan obat hewan sesuai anjuran, menghitung dosis dengan tepat dan cermat, dengan memperhatikan tanggal kadaluarsa

93,10

6,90

100

7. Menyimpan bahan kimia dan obat hewan dengan aman dan gunakan secara bertanggung jawab

86,21

13,79

100

8. Mampu mengambil keputusan bila ada penyakit ternak yang dapat mempengaruhi kesehatan publik (zoonosis)

0

100

100

9. Memastikan kondisi lingkungan secara umum khususnya di area pemerahan selalu bersih

55,17

44,83

100

Kelangsungan suatu peternakan bergantung pada kualitas sumberdaya

manusia (SDM) di dalamnya. Peternak yang mengetahui tata cara beternak sapi

perah yang baik dan benar, serta dapat menerapkan sanitasi di dalamnya akan

memperoleh hasil yang maksimal. Menurut data pada Tabel 8 di atas terdapat

sebanyak 13,79% dari populasi peternak yang mengetahui tentang penyakit yang

sering terjadi pada sapi perah dan cara menanggulanginya. Peternak tersebut juga

berprofesi sebagai mantri hewan, petugas IB dan dokter hewan. Tidak menutup

kemungkinan adanya peternak lain yang mengetahui secara umum karena

pengalaman selama beternak sapi perah.

Kesehatan ternak merupakan salah satu titik fokus dalam melaksanakan tata

cara beternak yang baik dalam memproduksi susu yang bermutu tinggi.

Mengembangkan program manajemen kesehatan ternak dengan melakukan

pemeriksaan setiap hari, mendeteksi tanda-tanda penyakit dan memantau kesehatan

Page 54: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

ternaknya yang menitikberatkan pada pencegahan penyakit pada ternak, hanya

dilaksanakan oleh 17,24% peternak.

Pencatatan setiap perawatan yang dilakukan pada ternak sebaiknya dicatat

sebagai acuan peternak untuk dapat mengembangkan peternakannya. Pencatatan

yang dilakukan oleh 3,45% peternak di KSUJA hanya terbatas pada waktu kawin

suntik secara individual.

Sanitasi dan hygiene personal harus dilakukan oleh setiap pekerja (OIE,

2006). Standar sanitasi yang harus dilakukan setiap pekerja yaitu dengan memakai

pakaian yang bersih, memakai sepatu boot yang dibersihkan secara teratur, tidak

memiliki luka di tempat terbuka dan selalu mencuci tangan sebelum bekerja sudah

dilaksanakan oleh 68,97% peternak.

Pemerah harus mengikuti aturan standar sanitasi pemerahan sesuai OIE

(2006). Aturan standar sanitasi yaitu menyiapkan dan membersihkan peralatan

pemerahan, membersihkan sapi dan tempat pemerahan, serta mencuci tangan

sebelum memerah. Pemerah dalam keadaan sehat, kuku harus pendek karena kuku

yang panjang dapat melukai ambing atau puting, pakaian harus bersih, mencuci

tangan sebelum memerah atau sebelum memerah sapi berikutnya, tangan dalam

keadaan kering dan bersih pada saat akan memerah. Aturan ini sudah diterapkan oleh

sebagian besar peternak yaitu sebanyak 82,76% peternak.

Peternak yang menggunakan bahan kimia dan obat hewan sesuai anjuran,

menghitung dosis dengan tepat dan cermat, dengan memperhatikan tanggal

kadaluarsa terdapat sebanyak 93,10%. Peternak dapat memenuhi persyaratan

penggunaan bahan kimia dan obat hewan sesuai anjuran karena peternak selalu

berkonsultasi dengan petugas kesehatan.

Sebanyak 86,21% peternak menyimpan bahan kimia dan obat hewan secara

berhati-hati, mengawasi penggunaannya secara tepat dan bertanggung jawab.

Penggunaan obat hewan tersebut diawasi oleh peternak dengan hati-hati agar tidak

menimbulkan kerugian berupa kehilangan ternak atau kehilangan susu karena

mengandung residu. Peternak telah menggunakan obat sesuai dosis yang dianjurkan

karena obat yang dibeli sendiri oleh peternak dan diberikan pada ternaknya telah

dikemas dalam sekali pemberian saja, sehingga mempermudah peternak untuk

mengobati ternaknya. Pengobatan yang dilakukan sendiri oleh peternak dengan

Page 55: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

anjuran dari petugas. Obat yang digunakan diberikan oleh mantri selalu dibawa oleh

mantri, sehingga peternak tidak menyimpan obat sendiri kecuali obat-obat untuk

mastitis atau obat yang bisa diberikan oleh peternak sendiri. Obat yang diberikan

peternak sendiri hanya berupa obat yang disuntikkan melalui puting dan hanya untuk

sekali pemakaian.

Kemampuan untuk mengambil keputusan yaitu mengeluarkan ternak yang

menderita penyakit dari kandang karena dapat menular kepada manusia adalah

hampir tidak dimiliki oleh peternak. Peternak selalu menjual ternak yang terlihat

sakit dan yang sulit untuk disembuhkan ke tukang jagal untuk dipotong tanpa

memperhatikan penyakit tersebut akan menular ke manusia atau tidak. Ternak yang

mati di tempat selalu dikubur oleh peternak di lahan kosong.

Pemerahan merupakan proses terpenting dalam produksi susu di peternakan.

Pemerahan seharusnya dilakukan di tempat yang terjaga kebersihannya dengan

menerapkan manajemen kesehatan pemerahan menurut Hidayat et al., (2002).

Sebanyak 55,17% peternak dijumpai telah memperhatikan kondisi sanitasi area

pemerahan dengan baik.

Nilai peternak anggota KSUJA yang menunjukkan penerapan GFP dan GHP

dalam aspek Sumberdaya Manusia (SDM) dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Sumberdaya Manusia (SDM)

Nilai Peternak Jumlah Peternak (%) Kategori Penerapan GFP dan GHP

0 – 25

≥ 25 – 50

≥ 50 – 75

≥ 75 – 100

10,34

51,72

34,48

3,45

Sangat kurang

Kurang

Cukup

Baik

Berdasarkan Tabel 9 di atas, terdapat 10,34% dan 51,72% peternak yang

masing-masing sangat kurang dan kurang menerapkan GFP dan GHP pada aspek

SDM. Lebih dari 34,48% peternak yang cukup menerapkan GFP dan GHP pada

aspek SDM. Hanya 3,45% peternak yang sudah menerapkan GFP dan GHP pada

aspek SDM dengan baik.

Page 56: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Proses Pemerahan

Data rangkuman hasil kajian terhadap penerapan GFP dan GHP pada aspek

proses pemerahan pada 29 sampel peternakan di KSUJA dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Proses Pemerahan kepada 29 Peternak Sampel

Jawaban (%) No. Perihal

Ya Tidak

Total

(%)

1. Peralatan pemerahan yang digunakan dalam kondisi bersih dan kering serta terawat baik

0

100

100

2. Ambing sapi dibersihkan dengan air hangat

0 100 100

3. Dilakukan pre-dipping

6,90 93,10 100

4. Dilakukan pemerahan awal

96,55 3,45 100

5. Pemerahan dilakukan dengan teknik atau cara pemerahan yang benar dan menghindarkan cedera pada ambing

0

100

100

6. Pemerahan susu dilakukan dengan tuntas

100 0 100

7. Dilakukan post-dipping

20,69 79,31 100

8. Susu disaring sebelum dimasukkan ke dalam milk can

58,62 41,38 100

9. Menutup rapat milk can dengan tutupnya

79,31 20,69 100

10. Susu segera disetor pada koperasi dan tidak terlalu lama berada di suhu ruang

93,10

6,90

100

11. Susu yang berasal dari ternak yang sakit atau dalam masa perawatan harus dipisahkan dari susu lainnya dan tidak boleh digunakan untuk konsumsi manusia dan ternak

100

0

100

Pemerahan adalah aktivitas yang terpenting dalam peternakan sapi perah.

Konsumen menuntut standar kualitas yang tinggi, sehingga tujuan manajemen

pemerahan adalah untuk meminimalisasi kontaminasi fisik, kimia dan mikrobiologi

(IDF/FAO, 2004). Untuk memperolah kualitas mikrobiologis yang tinggi, maka

kesehatan sapi, cara pemerahan, peralatan yang digunakan, kecepatan pengiriman ke

penampungan dan kecepatan pendinginan harus diperhatikan dengan seksama.

Tantangan bagi peternak adalah untuk memproduksi susu sebersih mungkin,

lalu mengirimkannya ke penampungan susu secepatnya. Kondisi kesehatan ternak

yang baik akan menunjang tingkat kebersihan susu. Peralatan pemerahan yang

digunakan juga harus dalam kondisi bersih dan kering serta terawat baik.

Page 57: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Peralatan pemerahan terutama ember dan milk can yang akan digunakan

untuk pemerahan harus sudah dalam keadaan bersih dan kering. Kondisi peralatan

juga harus terawat baik. Peralatan yang digunakan untuk pemerahan harus memiliki

permukaan yang halus dan tidak mudah tergores dan terkelupas. Dianjurkan untuk

menggunakan ember dan milk can yang terbuat dari stainless steel agar tidak berkarat

dan mudah dibersihkan serta tahan lama. Ember plastik mudah tergores dan

terkelupas sehingga akan terbentuk tempat-tempat yang sulit dibersihkan dan susu

akan tersisa di sana dan menjadi tempat mikroba berkembang biak. Namun

demikian, kesadaran peternak untuk menggunakan ember yang berbahan stainless

steel masih rendah dengan alasan bahwa harganya mahal atau tidak tersedianya

barang sehingga hampir semua peternak masih menggunakan ember plastik untuk

menampung susu hasil pemerahan. Peternak yang menyetorkan susunya pada

penampungan selatan atau TPS PMT wajib menggunakan milk can sesuai

kesepakatan antara pihak koperasi dan PT Nestlé Indonesia.

Umumnya peternak telah membersihkan peralatan pemerahan setelah

melakukan pemerahan, sehingga saat akan melakukan pemerahan berikutnya

peralatan tersebut telah bersih dan kering. Milk can milik peternak dibersihkan

dengan deterjen dan air panas yang telah disediakan petugas TPS PMT lalu dibilas

dengan air bersih di lokasi penampungan susu setelah susu dimasukkan dalam

cooling unit. Milk can lalu dibawa pulang oleh peternak lalu diletakkan terbalik

untuk mengeringkannya.

Ember juga merupakan peralatan pemerahan yang penting. Tidak seperti

membersihkan milk can, peternak bahkan menggunakan ember plastik yang hanya

dibilas dengan air bersih dan kadang-kadang dicuci dengan sabun. Ember yang telah

digunakan dan dibilas atau dicuci pun terkadang dipakai sebagai tempat bangku kecil

dan mentega untuk digantung, sehingga permukaan ember tidak hanya kontak

dengan susu, namun juga dengan bangku yang digunakan saat memerah sapi.

Puting dan ambing perlu dibersihkan dengan air hangat. Membersihkan

ambing dan puting dengan air hangat bertujuan untuk membersihkan ambing dan

merangsang hormon pengeluaran susu, karena usapan yang hangat pada ambing

merangsang otak untuk mengeluarkan hormon oksitosin, namun selama pengamatan

Page 58: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

berlangsung peternak tidak pernah menggunakan air hangat untuk membersihkan

ambing, dan hanya cukup dengan air dingin saja.

Pemerahan awal untuk melihat kondisi susu dilakukan oleh 96,55% peternak.

Masih ada peternak yang langsung melakukan pemerahan dengan langsung

menampung susu di ember. Pancaran susu pertama yang mengandung banyak kuman

karena susu membilas saluran puting ditampung, mengakibatkan tingginya jumlah

bakteri yang ada dalam susu. Pencelupan atau penyemprotan puting dengan

desinfektan sebelum pemerahan dilakukan oleh 6,90% peternak.

Metode pemerahan yang digunakan oleh peternak adalah metode yang

bergantian antara metode gengggam atau full hand dan metode dua jari atau

stripping. Peternak memerah sapi menggunakan metode yang kurang tepat yaitu

dengan menarik-narik puting dengan menggunakan pelicin mentega. Mentega juga

dapat mencemari susu. Walaupun juga terbuat dari susu, namun mentega

mengandung lemak yang tinggi dan dapat mempercepat ketengikan susu. Akibat dari

penggunaan mentega sebagai pelicin pada puting jika tidak dilakukan post-dipping

yaitu akan meningkatkan resiko terjadinya mastitis karena mentega yang tetap

menempel pada bagian puting sapi akan menjadi tempat berkembangbiaknya bakteri,

sehingga bakteri akan mudah masuk ke dalam saluran puting saat pemerahan.

Peternak memerah susu sapi dengan tuntas dan sampai habis, namun peternak

umumnya menggunakan metode menarik-narik bagian puting sapi. Metode yang

digunakan dapat menyebabkan puting semakin panjang dan dapat menyebabkan

cedera pada sapi. Pencelupan atau penyemprotan puting dengan desinfektan setelah

pemerahan hanya dilakukan oleh 20,69% peternak. Kebanyakan peternak hanya

membilas dengan air, padahal penyemprotan atau pencelupan puting dalam larutan

desinfektan dapat mencegah mastitis (Edmonson, 2003).

Susu yang didapat dari pemerahan sebaiknya disaring sebelum dimasukkan

ke dalam milk can. Semua kotoran yang masuk ke dalam susu saat pemerahan akan

tersaring, sehingga susu akan lebih bersih. Sebanyak 58,62% peternak telah

melakukan penyaringan susu ke dalam milk can sebelum disetorkan. Namun

sayangnya tidak semua saringan yang digunakan peternak tidak terbuat dari kain

blacu atau kain popok, tetapi peternak umumnya menggunakan saringan santan

sehingga kotoran yang ukurannya lebih kecil masih bisa lolos dari saringan. Susu

Page 59: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

yang kotor akan lebih mudah cepat basi dari pada susu yang bersih karena kotoran

yang ada di dalamnya.

Peternak adalah mata rantai pertama dalam proses produksi susu. Maka selain

peternak dituntut untuk memproduksi susu sebersih mungkin, peternak juga dituntut

untuk menyetorkan susu secapat mungkin ke TPS agar bakteri dalam susu tidak

berkembang biak. Bakteri susu pada suhu sekitar 25°C akan berkembang biak setiap

20-30 menit, sehingga susu menjadi cepat rusak. Susu tidak boleh diekspos terlalu

lama dalam suhu ruang, namun masih ada 6,90% peternak yang belum menyadarinya

dengan melakukan kegiatan dulu sebelum menyetorkan susu ke TPS.

Susu wajib disetor dengan menggunakan milk can, jika peternak melanggar,

maka peternak akan mendapat peringatan dari petugas TPS. Jika peternak tersebut

tetap melanggar, maka yang bersangkutan akan dilarang untuk menyetorkan susunya

ke TPS. Syarat lainnya untuk menyetorkan susu dalam milk can yaitu peternak hanya

boleh menutup milk can miliknya dengan tutupnya, jika ditutup dengan plastik,

peternak juga akan dapat peringatan. Meskipun demikian masih terdapat 20,69%

peternak yang menggunakan plastik untuk melapisi tutup milk can dengan alasan

bahwa tutupnya tidak rapat sehingga susunya bocor saat dibawa ke TPS, dan mereka

melepas tutupnya saat petugas TPS tidak melihatnya. Peternak tersebut berdalih

menggunakan plastik atau kresek hitam yang baru, sehingga merasa bahwa plastik

tersebut bersih.

Susu yang berasal dari sapi yang sakit atau dalam masa perawatan dipisahkan

oleh peternak. Susu yang beresiko mengandung antibiotik tersebut dipisahkan dan

tidak disetorkan ke TPS PMT karena akan mengkontaminasi seluruh susu dalam unit

pendingin. PT Nestlé Indonesia tidak menerima susu sapi yang mengandung

antibiotik, sehingga koperasi selalu memeriksa ada tidaknya residu antibiotik dalam

susu sebelum dikirimkan ke Kejayan dengan menggunakan uji antibiotik Beta Star

sesuai persyaratan dari PT Nestlé Indonesia.

Nilai peternak anggota KSUJA yang menunjukkan penerapan GFP dan GHP

dalam aspek proses pemerahan dapat dilihat pada Tabel 11.

Page 60: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Tabel 11. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Proses Pemerahan

Nilai Peternak Jumlah Peternak (%) Kategori Penerapan GFP dan GHP

0 – 25

≥ 25 – 50

≥ 50 – 75

≥ 75 – 100

0

44,83

55,17

0

Sangat kurang

Kurang

Cukup

Baik

Terdapat 44,83% peternak masih kurang menerapkan GFP dan GHP pada

proses pemerahan. Peternak yang sudah cukup menerapkan GFP dan GHP pada

proses pemerahan sebanyak 55,17% (Tabel 11).

Manajemen Peternakan

Terdapat bahaya mikroba patogen yang dapat masuk dalam peternakan, yang

di dalamnya juga dapat menyebabkan kontaminasi bahan kimia yang keduanya dapat

mempengaruhi resiko terjadi kontaminasi pada ternak dan produknya (OIE, 2006).

Manajeman peternakan semua proses yang menyangkut peternakan tersebut, baik

dalam bangunan dan fasilitas peternakan, proses produksi, pakan, kesehatan ternak

dan SDM.

Peternak secara umum, sebanyak 93,10% mengikuti pelatihan tentang

pemeliharaan sapi perah yang baik. Dari hasil wawancara diketahui bahwa materi

pelatihan yang diberikan berupa tata cara beternak sapi perah yang baik sampai cara

penyetoran yang diharuskan. Penyuluhan peternak oleh dinas peternakan tidak

diberikan pada kelompok peternak, tetapi ketika penyuluhan diadakan di kelompok

petani, materi tentang peternakan seringkali disisipkan. Hal ini dilakukan karena

peternak pada umumnya adalah petani (Tabel 17).

Selain kesehatan ternak, kesehatan pekerja juga perlu diperhatikan. Jika

pekerja sakit, dikhawatirkan pekerjaan di kandang tidak dilaksanakan dengan benar,

selain itu resiko untuk menularkan penyakit pada ternak dan kontaminasi pada susu.

Perlu diadakan pemeriksaan rutin terhadap kesehatan pekerja, namun hal tersebut

tidak pernah dilakukan oleh peternak. Namun demikian, sebanyak 10,34% peternak

melarang pekerjanya bekerja saat mereka sakit. Selebihnya peternak tidak melarang,

tetapi biasanya pekerja tersebut meminta ijin untuk tidak bekerja jika sedang sakit.

Page 61: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Data rangkuman hasil kajian terhadap penerapan GFP dan GHP pada aspek

manajemen peternakan di 29 sampel peternakan sampel dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Manajemen Peternakan kepada 29 Peternak Sampel

Jawaban (%) No. Perihal

Ya Tidak

Total

(%)

1. Mengikuti pelatihan sesuai dengan yang dibutuhkan, terkait dengan manajemen pelaksanaan peternakan sapi perah yang baik untuk menjamin mutu bahan pangan asal ternak

93,10 6,90 100

2. Pemeriksaan kesehatan pekerja dilakukan secara rutin

0 100 100

3. Pekerja yang sakit dilarang untuk melaksanakan pekerjaannya

10,34 89,66 100

4. Mengembangkan dan menerapkan secara konsisten prosedur pemeliharaan, pembersihan dan sanitasi peralatan, kandang dan lingkungan

10,34 89,66 100

5. Pengendalian hama dan serangga

0 100 100

6. Pengendalian terhadap akses keluar masuk peternakan

100 0 100

7. Memastikan pemindahan bangkai hewan dan pemusnahannya dilakukan dengan cepat agar tidak menjadi sumber bakteri pathogen dalam kandang dan lingkungannya

27,59 72,41 100

8. Sapi yang dibeli mempunyai status kesehatan yang jelas dan berasal dari peternakan yang bebas dari penyakit

20,69 79,31 100

9. Setiap ternak memiliki tanda pengenal

0 100 100

10. Mencatat semua data tentang ternak termasuk produksi dan kondisi kesehatannya

0 100 100

11. Ternak yang baru dibeli dikarantina dalam kandang khusus

3,45 96,55 100

12. Kesehatan setiap sapi perah harus selalu berada dalam pengawasan dokter hewan atau petugas yang berwenang

100 0 100

13. Ternak yang sakit segera diisolasi dari ternak lainnya dan diberi perawatan yang sesuai

17,24 82,76 100

14. Bulu ambing yang panjang dicukur 10,34 89,66 100

Page 62: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Peternak yang mengembangkan dan menerapkan prosedur untuk

pemeliharaan, membersihkan dan sanitasi peralatan, kandang dan lingkungan dengan

memperhatikan cara penggunaan deterjen dan desinfektan hanya sebanyak 10,34%,

tanpa memastikan pelaksaan prosedur yang efektif, dengan analisis mikrobiologi dan

tindakan koreksi karena tidak terjangkau oleh sebagian besar peternak.

Manajemen peternakan juga mencakup pembatasan akses keluar masuk

kandang untuk menghindari penyebaran penyakit. pagar pembatas peternakan

hendaknya bisa membatasi masuknya orang dan kendaraaan yang tidak

berkepentingan. Hama, serangga dan hewan pengganggu atau hewan selain ternak

juga sebaiknya jangan sampai bisa masuk untuk mencegah masuknya penyakit dalam

peternakan (OIE, 2006). Namun semua peternak tidak dapat memenuhi hal ini.

Peternak harus mampu mengambil keputusan yang tepat untuk segera

mengeluarkan dan memusnahkan ternak yang mati dengan cepat agar tidak menjadi

sumber mikroba patogen dalam peternakan. Peternak juga harus mampu mengambil

keputusan yang tepat jika terjadi penyakit menular yang menyerang ternaknya

sebelum menjadi wabah (Sudono et al., 2003). Namun peternak yang memastikan

bangkai hewan dikeluarkan secara cepat hanya terdapat 27,59% peternak (Tabel 12).

Peternak yang ingin membeli sapi baru sebanyak 20,69% memilih berdasar

kesehatannya. Selebihnya peternak memilih dari penampilan ternak secara fisik. Hal

ini membuktikan bahwa peternak tidak membeli ternak yang berasal dari peternakan

yang telah mengaplikasikan GFP, dan ternak yang akan dibeli harus memiliki status

kesehatan yang jelas (berhubungan dengan tuberculosis, brucellosis, leptospirosis,

vibriosis, salmonelosis, dan cryptosporidiosis) dari petugas kesehatan ternak dinas

setempat. Peternak juga tidak mendapat detail tentang riwayat ternak, mulai dari

kandang asal hingga tujuan akhir (peternakan tujuan) dari penjual ternak beserta

keterangan adanya kemungkinan residu bahan kimia yang berasal dari perawatan

ternak sebelumnya karena belum dilaksanakan sistem recording. Sistem recording

dan pemberian tanda pada setiap ternak sangat diperlukan saat terjadinya animal

movement atau perpindahan ternak dari satu peternakan ke peternakan lain agar

status kesehatan dan performa ternak tersebut terlihat jelas.

Ternak yang baru dibeli sebaiknya dikarantina dalam kandang karantina

sekurangnya selama dua minggu. Peternak yang memiliki kandang karantina hanya

Page 63: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

sebanyak 17,2% dan karantina ternak baru umumnya dilakukan paling lama hanya

satu minggu.

Manajemen kesehatan hewan di lokasi penelitian yaitu bahwa kesehatan

ternak diserahkan kepada mantri hewan yang bertugas di KSUJA. Bila ternak

mengalami sakit atau menunjukkan tanda-tanda kurang sehat, maka peternak akan

memanggil petugas kesehatan hewan koperasi untuk memeriksa kondisi ternaknya

dan memberikan obat yang tepat dengan dosis yang tepat. Petugas kesehatan akan

memeriksa kondisi ternak, jika ternak masih bisa diobati dengan obat tradisional,

maka petugas akan merekomendasikan ramuan tradisional seperti parutan kunyit

ditambah madu, dan sebagainya.

Ternak yang sakit harusnya diisolasi agar tidak menularkan penyakit pada

ternak yang lain dalam kandang (OIE, 2006). Selain untuk mencegah penularan

penyakit, pengawasan, pengobatan dan pemeliharaan ternak yang sakit akan lebih

mudah. Ternak yang sakit diisolasi dalam kandang isolasi yang hanya dimiliki

17,24% peternak (Tabel 12).

Bulu ambing yang terlalu panjang menyebabkan ambing menjadi susah

kering dan menjadi lembab. Kondisi ambing dengan bulu yang terlalu panjang

menjadi tempat kuman untuk berkembang biak. Bulu ambing yang terlalu panjang

juga menyulitkan pemerahan sehingga sebaiknya peternak mencukur bulu ambing

tersebut. Pencukuran bulu ambing yang terlalu panjang dilakukan oleh 10,34%

peternak.

Nilai peternak anggota KSUJA yang menunjukkan penerapan GFP dan GHP

dalam aspek manajemen peternakan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 13. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP Aspek Manajemen Peternakan

Nilai Peternak Jumlah Peternak (%) Kategori Penerapan GFP dan GHP

0 – 25

≥ 25 – 50

≥ 50 – 75

≥ 75 – 100

44,83

55,17

0

0

Sangat kurang

Kurang

Cukup

Baik

Page 64: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Manajemen peternakan yang dilaksanakan oleh 44,83 % peternak (Tabel 13)

sangat kurang sesuai dengan syarat GFP dan GHP. Sebanyak 55,17% peternak yang

melakukan manajemen peternakan yang masih kurang sesuai dengan GFP dan GHP.

Nilai peternak anggota KSUJA yang menunjukkan penerapan GFP dan GHP

dalam lima aspek penting penerapan GFP dan GHP dapat dilihat pada Tabel 14.

Tabel 14. Nilai Performa Peternak Hasil Kajian GFP dan GHP dalam Seluruh Aspek yang Dikaji

Nilai Peternak Jumlah Peternak (%) Kategori Penerapan GFP dan GHP

0 – 25

≥ 25 – 50

≥ 50 – 75

≥ 75 – 100

3,45

82,76

13,79

0

Sangat kurang

Kurang

Cukup

Baik

Secara umum peternak yang sudah cukup menerapkan GFP dan GHP di

peternakan miliknya sebanyak 13,79%. Sedangkan sebanyak 82,76% dan 3,45%

peternak masing-masing masih kurang dan sangat kurang menerapkan GFP dan GHP

di peternakan miliknya (Tabel 14). Aspek manajemen peternakan merupakan aspek

yang paling kritis karena secara umum peternak tergolong sangat kurang dan kurang

menerapkan GFP dan GHP (Tabel 13).

Panduan dari OIE (2006) dan IDF/FAO (2004) tentang GFP dan GHP secara

umum dapat diterapkan pada semua negara di seluruh dunia. Penerapan tiap aspek

GFP dan GHP disesuaikan dengan kondisi negara tersebut secara umum dengan

mengutamakan penerapan esensi tiap aspek pada GFP dan GHP. Esensi tiap aspek

GFP dan GHP harus diterapkan agar tujuan yang ditetapkan dapat tercapai.

Karakteristik Peternak KSUJA

Pengalaman peternak KSUJA yang menyetor pada TPS PMT dapat dilihat

pada Tabel 15.

Tabel 15. Pengalaman Peternak KSUJA dalam Beternak Sapi Perah Pengalaman Beternak Sapi Perah Jumlah Peternak

< 5 tahun

≥ 5 – 10 tahun

≥ 10 – 20 tahun

≥ 20 tahun

6,90%

17,24%

65,52%

10,34%

Page 65: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Data pada Tabel 15 di atas menunjukkan bahwa sebagian besar peternak yaitu

sebanyak 65,52% telah menekuni beternak sapi perah selama lebih dari 10 tahun dan

sebanyak 10,34% bahkan >20 tahun. Namun demikian, secara keseluruhan masih

banyak peternak yang belum mampu mengelola peternakannya dengan baik seperti

terlihat pada penerapan GFP dan GHP pada semua aspek (Tabel 14).

Tingkat pendidikan yang dicapai peternak KSUJA mulai dari tidak tamat SD

sampai menyelesaikan pendidikan di perguruan tinggi ditunjukkan pada Tabel 16.

Tabel 16. Tingkat Pendidikan Peternak KSUJA Tingkat Pendidikan Petenak KSUJA Jumlah Peternak

Tidak tamat SD

Tamat SD

Tamat SMP

Tamat SMA

Tamat Perguruan Tinggi

3,45%

20,69%

20,69%

41,38%

13,79%

Tingkat pendidikan peternak KSUJA yang menyetorkan susu pada TPS PMT

dari Tabel 16 di atas menunjukkan bahwa mayoritas peternak tersebut adalah lulusan

SMA. Masih terdapat lebih dari 20% peternak yang hanya lulusan sekolah dasar

(SD). Sebanyak 13,79% peternak merupakan lulusan perguruan tinggi. Tingkat

pendidikan peternak dan pengalaman peternak dalam beternak sapi perah dapat

mempengaruhi perilaku dan pola pikir peternak dalam mengelola peternakan sapi

perahnya, terutama dalam memproduksi susu yang HAUS, yaitu pada penerapan

GFP dan GHP di tingkat peternak (Tabel 14).

Peternak KSUJA sebagian besar memiliki pekerjaan selain beternak sapi

perah, untuk lebih jelas pekerjaan lain peternak KSUJA dapat dilihat pada Tabel 17.

Tabel 17. Pekerjaan Peternak KSUJA Selain Beternak Sapi Perah

Pekerjaan Petenak KSUJA Selain Beternak Sapi Perah Jumlah Peternak

Petani

Wiraswasta

Petani dan wiraswasta

Karyawan

Paramedis

Pegawai negeri

34,48%

27,59%

6,90%

6,90%

6,90%

3,45%

Page 66: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Peternak sapi perah di KSUJA yang menyetorkan susunya ke TPS PMT yang

hanya bekerja sebagai peternak sapi perah hanya berkisar 13,79%. Mayoritas

peternak memiliki pekerjaan sebagai petani dan wiraswasta (Tabel 17), sehingga

peternak tidak hanya berkonsentrasi pada usaha peternakan sapi perah miliknya

sehingga pengelolaan peternakan tidak dapat optimal.

Terdapat berbagai macam alasan untuk memilih menjadi peternak sapi perah

atau memiliki peternakan sapi perah. Alasan peternak untuk memelihara sapi perah

dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Alasan Peternak untuk Memelihara Sapi Perah

Alasan Peternak untuk Memelihara Sapi Perah Jumlah Peternak

Ikut lingkungan

Tambahan pendapatan

Dijual

Hobi

Tabungan

Lain-lain

20,69%

34,48%

13,79%

10,34%

6,90%

13,79%

Data pada Tabel 18 di atas menunjukkan alasan peternak untuk memelihara

sapi perah. Perintis awal KSUJA memberikan penyuluhan-penyuluhan dan contoh

nyata bagi warga sekitar untuk memelihara sapi perah dengan baik, sehingga

sebanyak 20,69% peternak pada awalnya memulai usahanya tersebut karena ikut

dengan lingkungan. Alasan terbanyak yang disebutkan oleh peternak KSUJA yaitu

untuk memperoleh tambahan pendapatan (34,48%). Sapi perah juga dapat dijual dan

dijadikan tabungan yang dapat sewaktu-waktu dijual untuk memenuhi kebutuhan

hidup peternak dan keluarganya. Alasan lain-lain seperti tidak adanya pekerjaan lain,

hasil usaha yang paling terasa, atau hasilnya rutin dan usaha yang menjanjikan

dilontarkan oleh 13,79% peternak (Tabel 18).

Pemeliharaan sapi perah yang dilakukan oleh peternak seringkali menghadpi

berbagai macam kendala. Kendala-kendala yang sering dirasakan oleh peternak

ditunjukkan pada Tabel 19.

Page 67: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Tabel 19. Kendala yang Sering Dirasakan oleh Peternak KSUJA

Kendala yang Sering Dirasakan oleh Peternak KSUJA Jumlah Peternak

Kekurangan modal usaha

Mahalnya harga pakan sapi perah

Penyakit ganas yang menyerang sapi perah

Lain-lain

31,03%

27,59%

13,79%

13,79%

Tabel 19 di atas menunjukkan bahwa kendala yang paling dirasakan oleh

sebagian besar peternak KSUJA adalah modal usaha yang kurang dan harga pakan

sapi perah yang mahal. Kendala berupa penyakit ganas terutama dirasakan oleh

13,79% peternak, sedangkan kendala lain-lain berupa kekurangan lahan, hasil yang

tidak tentu dan tidak adanya pemasukan jika sapi dalam masa kering dirasakan oleh

13,79% peternak. Kendala berupa kekurangan modal dirasakan oleh peternak dapat

diringankan oleh pemerintah dengan adanya kredit jangka panjang dengan bunga

ringan dari pemerintah atau dari lembaga keuangan seperti bank.

Penanganan dan Pendinginan Susu

Susu yang diterima dari peternak ditampung dalam cooling unit setelah

dilakukan penyaringan. Mesin pendingin dan pengaduk dinyalakan selama

penampungan susu dari peternak. Peternak menyetorkan susu dengan menggunakan

milk can yang disyaratkan. Petugas penampungan memeriksa berat jenis susu setiap

peternak dengan menggunakan lactodensimeter. Jumlah susu dan berat jenisnya

dicatat oleh petugas khusus.

Pemeriksaan kandungan lemak, protein dan unsur lain yang menentukan

harga susu dilakukan peternak diambil dengan waktu yang tidak ditentukan

sebelumnya, sehingga peternak cenderung untuk tidak berbuat curang. Pemeriksaan

kandungan susu tiap peternak dilakukan dengan mengambil sample susu dari tiap

peternak, lalu diperiksa dengan menggunakan lactoscan atau dairyscan. Alat ini

digunakan untuk memeriksa kandungan lemak, protein, TS, dan sebagainya. Alat

tersebut selalu dikalibrasi dengan lactoscan atau dairyscan konsumen, dalam hal ini

adalah IPS, agar tidak terjadi selisih nilai yang dapat merugikan salah satu pihak.

Page 68: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Mutu Susu Sapi Asal Peternak KSUJA

Kuantitas dan kualitas susu yang dikirimkan KSUJA ke PT Nestlé Indonesia

pada bulan Januari sampai Juli 2007 dan dari bulan Oktober 2007 sampai Maret 2008

dapat dilihat pada Gambar 9–15.

-50,000.00

100,000.00150,000.00200,000.00250,000.00300,000.00350,000.00400,000.00

Janu

ari (20

07)

Februa

ri (200

7)

Maret (2

007)

April (2

007)

Mei (20

07)

Juni

(2007)

Juli (

2007)

Oktobe

r (200

7)

Novembe

r (200

7)

Desembe

r (200

7)

Janu

ari (20

08)

Februa

ri (200

8)

Maret (2

008)

BULAN

PRO

DUK

SI S

USU

(kg)

Gambar 9. Produksi Susu yang Dikirim ke PT Nestlé Indonesia

Mutu susu dari peternak yang menyetorkan susunya pada TPS PMT KSU

Jaya Abadi terlihat pada hasil analisa oleh konsumen yaitu PT. Nestlé Indonesia.

Data yang didapatkan hanya pada bulan Januari sampai bulan Juli 2007, dan pada

bulan Oktober 2007 sampai bulan Maret 2008. Pada saat dilakukan penelitian bulan

Maret sampai April 2008 dari wawancara diketahui bahwa saat itu adalah saat musim

sapi kering, sehingga jumlah susu menurun.

Jumlah produksi susu yang dikirimkan oleh KSUJA ke PT Nestlé Indonesia

cenderung mengalami penurunan. Gambar 9 menunjukkan bahwa pada bulan Juni

2007 dan Februari 2008, susu yang dikirimkan berjumlah <80.000 liter. Berdasarkan

wawancara musim sapi kering terjadi pada Bulan Juni 2007 dan Februari 2008,

sehingga kuantitas susu KSUJA menurun.

Pengiriman susu ke IPS dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari, yaitu pagi

dan sore hari. Frekuensi pengiriman susu oleh KSUJA per bulan dapat dilihat pada

Gambar 10.

Page 69: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

0102030405060

Janu

ari (20

07)

Febru

ari (2

007)

Maret (2

007)

April (2

007)

Mei (20

07)

Juni

(2007)

Juli (

2007)

Oktobe

r (200

7)

Novembe

r (20

07)

Desembe

r (20

07)

Janu

ari (20

08)

Febru

ari (2

008)

Maret (2

008)

BULAN

FRE

KUE

NS

I PE

NG

IRIM

AN

PE

RBU

LAN

(kal

i)

Gambar 10. Frekuensi Pengiriman Susu per Bulan ke PT Nestlé Indonesia

Pengiriman susu dari KSUJA ke PT Nestlé Indonesia setiap bulan cenderung

fluktuatif. KSUJA mengirimkan susu sebanyak lebih dari 40 kali pada bulan Januari,

Maret, Oktober, dan Desember 2007, sedangkan pada bulan Februari 2007, Mei

2007, Juni 2007, Juli 2007, November 2007, Januari 2008, Februari 2008, dan Maret

2008 KSUJA mengirimkan susu sebanyak ≤40 kali (Gambar 10). Saat KSUJA

kurang mengirimkan susu disebabkan oleh kurangnya jumlah susu yang dapat

dikirimkan ke PT Nestlé Indonesia. Ada beberapa faktor yang menjadi bahan

pertimbangan pengurus KSUJA untuk tidak mengirimkan susu ke Kejayan seperti

pertimbangan biaya dan kualitas susu yang terkumpul. Jumlah hari dalam bulan juga

mempengaruhi jumlah pengiriman susu ke IPS karena frekuensi pengiriman susu

sesuai dengan jumlah hari dalam satu bulan.

Protein merupakan komposisi utama dalam susu (Alfa-Laval, 1990).

Kandungan protein susu asal peternak KSUJA dapat dilihat pada Gambar 11.

2.98 2.972.95

2.93 2.92

2.98 2.98

2.94 2.94 2.942.97

3.08

2.93

2.80

2.85

2.90

2.95

3.00

3.05

3.10

Janu

ari (20

07)

Februa

ri (200

7)

Maret (2

007)

April (2

007)

Mei (20

07)

Juni

(2007)

Juli (

2007)

Oktobe

r (200

7)

Novembe

r (200

7)

Desembe

r (200

7)

Janu

ari (20

08)

Februa

ri (200

8)

Maret (2

008)

BULAN

PRO

TEIN

(%)

Gambar 11. Kandungan Protein Susu yang Dikirim ke PT Nestlé Indonesia

Page 70: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Kandungan protein susu yang dikirim KSUJA ke PT Nestlé Indonesia sudah

sangat baik (2,92-3,08 %). Kadar protein susu dari KSUJA selalu berada di atas

kadar protein minimum menurut BSN (1998) yaitu 2,7%, bahkan pada bulan

Februari 2008 kadar protein meningkat sampai 3,08%. Tingginya kandungan protein

diduga disebabkan oleh tingginya kadar protein pakan yang diberikan peternak.

Peternak menggunakan ampas tahu atau kedelai untuk menambah kandungan protein

pakan disamping protein dari konsentrat yang umum digunakan. Kadar protein pakan

dalam persen bahan kering yaitu sebesar 16,32%.

Lemak dalam susu telah digunakan sebagai penentu harga susu lebih dari 80

tahun (Bath et al., 1985). Kadar lemak dalam susu asal peternak KSUJA dapat dilihat

pada Gambar 12.

3.96 3.95

3.86

3.803.83

3.63

3.733.70

3.733.77 3.78

3.92

3.97

3.603.653.703.753.803.853.903.954.00

Janu

ari (20

07)

Februa

ri (200

7)

Maret (2

007)

April (2

007)

Mei (20

07)

Juni

(2007)

Juli (2

007)

Oktobe

r (200

7)

Novembe

r (200

7)

Desembe

r (200

7)

Janu

ari (20

08)

Februa

ri (200

8)

Maret (2

008)

BULAN

LEM

AK (%

)

Gambar 12. Kandungan Lemak Susu yang Dikirim ke PT Nestlé Indonesia

Kandungan lemak susu yang dikirim KSUJA ke PT Nestlé Indonesia sudah

sangat baik. Kadar lemak susu dari KSUJA selalu berada di atas kadar lemak

minimum menurut BSN (1998) yaitu 3,0%. Tingginya kandungan lemak susu

disebabkan oleh tingginya serat kasar yang diberikan peternak. Peternak

menggunakan rumput gajah. Dari hasil wawancara, bobot badan rata-rata sapi perah

di lokasi penelitian adalah 450 kg. Seekor sapi dapat mengkonsumsi hijauan

sebanyak 3% bahan kering dari bobot badannya, yaitu berkisar 13,5 kg bahan kering.

Sebanyak 72,4% peternak telah mampu menyediakan cukup hijauan bagi ternaknya.

Page 71: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Kandungan SNF dan TS susu yang dikirim ke PT Nestlé Indonesia dapat

dilihat pada Gambar 13-14.

8.027.95

7.88 7.887.99

8.178.23

8.178.11 8.06 8.06

8.16 8.12

7.60

7.80

8.00

8.20

8.40

Janu

ari (20

07)

Februa

ri (200

7)

Maret (2

007)

April (2

007)

Mei (20

07)

Juni

(2007)

Juli (2

007)

Oktobe

r (200

7)

Novembe

r (200

7)

Desembe

r (200

7)

Janu

ari (20

08)

Februa

ri (200

8)

Maret (2

008)

BULAN

SNF

(%)

Gambar 13. Kandungan Bahan kering Tanpa Lemak (SNF) Susu yang

Dikirim ke PT Nestlé Indonesia

Kandungan Solid Non Fat atau bahan kering tanpa lemak susu yang dikirim

dari KSUJA tidak selalu berada di atas batas minimum yang dipersyaratkan BSN

(1998) yaitu 8,0%. Kadar SNF susu segar dari KSUJA pada Bulan Februari sampai

Mei 2007 mengalami penurunan. Kadar SNF bukan suatu parameter yang digunakan

KSUJA untuk menentukan harga susu peternak, namun Kadar Total Solid (hasil

penjumlahan SNF dan lemak) pada Gambar 14 yang digunakan untuk menentukan

harga.

11.9811.90

11.7411.68

11.82 11.80

11.9611.86 11.83 11.84

12.08 12.0911.84

11.4011.5011.6011.7011.8011.9012.0012.1012.20

Januari (2007)

Februari (2007)

Mare t (2007)

April (2007)

Mei (2007)

Juni (2007)

Juli (2007)

Oktober (2007)

November (2007)

Desember (2007)

Janua ri (2008)

Februar i (2008)

Mare t (2008)

BULAN

TS (%

)

Gambar 14. Kandungan Total Solid Susu yang Dikirim KSUJA ke PT Nestlé

Indonesia

Page 72: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Tingginya kandungan lemak susu menyebabkan kandungan bahan kering

susu selalu berada di atas 11,0% (penjumlahan dari kadar lemak SNI dan kadar SNF

SNI) walaupun kadar SNF susu dari KSUJA pada Bulan Februari–Mei 2007

mengalami penurunan. PT Nestlé Indonesia menetapkan standar yang tinggi pada

kandungan bahan kering susu, yaitu batas minimumnya 12,0%, sehingga peternak di

KSUJA diharapkan dapat meningkatkan kandungan bahan kering tanpa lemak dalam

susu. Harga beli susu dari peternak oleh KSUJA sampai saat ini masih berdasarkan

pada kandungan TS susu masing-masing peternak.

Kualitas susu merupakan nilai penting dalam peternakan modern penghasil

susu, karena sistem pemberian harga susu berdasarkan pada kualitas susu, dan

konsumen menginginkan kualitas yang tinggi dan keamanan susu yang dipasarkan

(Meijering et al., 2004). Kualitas mikrobiologi susu yang dikirim ke PT Nestlé

Indonesia dapat dilihat pada Gambar 15.

0.46 0.420.51 0.56

0.46 0.48 0.54

0.77

0.99 1.030.89

0.95

0.98

-0.100.200.300.400.500.600.700.800.901.001.10

Janu

ari (2

007)

Febr

uari (

2007

)

Maret (2

007)

April (2

007)

Mei (20

07)

Juni

(2007

)

Juli (

2007

)

Oktobe

r (20

07)

Novem

ber (

2007

)

Desem

ber (

2007

)

Janu

ari (2

008)

Febr

uari (

2008

)

Maret (2

008)

BULAN

TPC

(juta

)

Gambar 15. Jumlah Total Bakteri /ml Susu yang Dikirim ke PT Nestlé

Indonesia

Jumlah bakteri menunjukkan tingkat kebersihan susu yang dikirim KSUJA

ke PT Nestlé Indonesia yang berada di Kejayan, Pasuruan, Jawa Timur. Semakin

rendah jumlah bakteri dalam susu, berarti semakin tinggi tingkat kebersihan susu.

Dapat dilihat pada grafik bahwa mulai pada bulan Oktober 2007 terjadi penurunan

kualitas mikrobiologis susu. Secara umum total kuman/ml susu segar dari KSUJA

masih berada di bawah standar SNI namun cenderung meningkat setelah Bulan

Oktober 2007 hingga melebihi jumlah maksimal bakteri dari BSN (maksimal 1 juta

koloni/ml susu segar). Hal ini dapat terjadi karena peternak yang melaksanakan

pemerahan secara higienis hanya berkisar 55,17% (Tabel 11) dan masih banyak

peternak yang melaksanakan pemerahan tanpa menyadari sanitasi yang diperlukan..

Page 73: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Jumlah bakteri/ml susu segar dari KSUJA tidak menunjukkan nilai yang baik karena

sebagian besar peternak tergolong kurang menerapkan GFP dan GHP di semua aspek

(Tabel 14) khususnya pada aspek proses pemerahan (Tabel 11). Mayoritas peternak

yaitu sebanyak 82,76% merupakan prosentase umum dari semua aspek GFP dan

GHP, bukan berarti semua aspek pasti jelek, namun ada aspek GFP dan GHP yang

langsung terkait dengan mutu mikrobiologis susu segar yaitu aspek proses

pemerahan, dan ada yang tidak.

Standar TPC dari BSN dalam SNI Susu Segar nomer 01-3141 (1998) yaitu

sebanyak 1 juta koloni/ml susu segar, namun standar yang digunakan oleh IPS yaitu

PT Nestlé Indonesia sebanyak 500.000 koloni/ml susu segar untuk susu grade satu.

PT Nestlé Indonesia memberlakukan diferensiasi harga untuk grade susu yang

berbeda. Grade satu artinya bahwa susu dengan kandungan Total Solid (TS) 12,0%,

jumlah bakteri/ml susu ≤0,5 juta koloni. Susu grade dua adalah susu yang memiliki

TS 12,0% dengan jumlah bakteri/ml >0,5 juta sampai ≤1 juta koloni. Susu grade tiga

adalah susu yang memiliki TS 12,0% dengan jumlah bakteri/ml >1 juta sampai ≤2

juta koloni. Susu grade empat adalah susu yang memiliki TS 12,0% dengan jumlah

bakteri/ml >2 juta sampai ≤3 juta koloni. Susu grade lima adalah susu yang memiliki

TS 12,0% dengan jumlah bakteri/ml >3 juta sampai ≤5 juta koloni. Susu grade enam

adalah susu yang memiliki TS 12,0% dengan jumlah bakteri >5 juta koloni/ml. Mutu

mikrobiologis susu dari KSUJA termasuk dalam grade 2–3 dari PT Nestlé Indonesia

jika mengabaikan kandungan TS susu KSUJA yang masih berada di bawah standar

yang ditetapkan PT Nestlé Indonesia yaitu 12%.

IPS memantau koperasi yang menjadi pemasok bahan bakunya, salah satunya

KSUJA. KSU Jaya Abadi menyetorkan susu ke PT Nestlé Indonesia dengan

berpatokan pada Standar Operational Procedure (SOP) dari PT Nestlé Indonesia.

Susu yang dikirimkan pada PT Nestlé Indonesia sebelumnya harus didinginkan. KSU

Jaya Abadi mendinginkan susunya mencapai suhu 0°C. Susu yang telah mencapai

suhu yang ditetapkan, dipompa dan dialirkan ke dalam tangki susu untuk kemudian

diperiksa keberadaan antibiotik di dalamnya dan uji reduktase untuk memperkirakan

jumlah bakteri dalam susu secara kualitatif. Waktu reduktase yang baik adalah

minimal dua jam.

Page 74: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Susu yang diberangkat harus disegel terlebih dahulu. Segel yang digunakan

berasal dari PT Nestlé Indonesia. Segel harus terpasang pada manhole dan pipa yang

merupakan jalan keluar atau masuk tangki susu. Segel dipasang di koperasi dan akan

dibuka di pabrik PT Nestlé Indonesia yang berada di Kejayan, Pasuruan. Hal ini

dimaksudkan untuk mencegah pemalsuan susu atau tindakan curang lainnya selama

di perjalanan.

Kantor pusat KSUJA dan pabrik PT Nestlé Indonesia yang berada di Kejayan

berjarak 125 km dan ditempuh dalam waktu ± 3,5 jam. Tangki susu yang digunakan

berkapasitas 5000 liter tanpa fasilitas pendingin. Hal ini sangat beresiko jika

perjalanan dilakukan di siang hari atau ada kemacetan. Suhu dalam tangki susu akan

naik dan menyebabkan suhu susu juga naik. Jika suhu susu naik, maka susu akan

menjadi cepat basi atau rusak karena mikroba akan berkembang biak pada suhu di

atas 4°C (Direktorat Penanganan Pasca Panen Direktorat Jenderal Pengolahan dan

Pemasaran Hasil Pertanian, 2006).

Kualitas susu yang baik akan semakin meningkatkan harga jual. Harga jual

tertinggi dapat diperoleh jika peternak dapat memproduksi susu yang bersih, metode

pemerahan yang benar, peralatan pemerahan yang higienis, ternak yang sehat, dan

penanganan yang tepat dan cepat. Penyuluhan-penyuluhan yang dilaksanakan dari

pihak koperasi memberikan pengertian kepada peternak untuk menerapkan tata cara

beternak sapi perah yang baik dan benar. Pemberian kredit peralatan pemerahan

seperti milk can dan ember stainless steel pada peternak dapat meningkatkan

komitmen peternak dalam menerapkan GHP dalam proses produksi susu segar.

Semakin tinggi mutu susu, maka akan semakin tinggi harga beli dari IPS.

Kendala yang muncul dalam memproduksi susu yang HAUS terutama berkaitan

dengan keamanan pangan. Susu yang terjamin aman masih belum dapat dihasilkan

oleh peternak. Susu yang aman berarti susu tersebut terjaga dari kontaminasi kimia,

fisik dan biologis (termasuk di dalamnya kontaminasi mikrobiologis) yang dapat

membahayakan konsumen. Mutu susu yang tinggi akan mendatangkan pendapatan

peternak lebih besar, dan yang paling penting bahwa keamanan pangan hasil ternak

dapat tercapai. Keamanan pangan harus tercapai bagi seluruh konsumen secara

umum, bahkan untuk konsumen dengan spesifikasi khusus yaitu Young, Old,

Pregnant dan Immune comprimized (YOPI).

Page 75: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan

Mutu susu yang tinggi dapat diperoleh dengan penerapan Good Farming

Practices (GFP) dan Good Hygienic Practices (GHP) yang baik dan konsisten dalam

suatu peternakan. Penerapan GFP dan GHP dilaksanakan oleh seluruh pekerja dalam

peternakan untuk memperoleh susu yang Halal, Aman, Utuh, dan Sehat (HAUS).

Penerapan GFP dan GHP di tingkat peternak dan KSUJA menentukan kualitas susu

yang dikirim ke IPS PT Nestlé Indonesia.

Sebanyak 13,79% peternak KSUJA tergolong telah cukup menerapkan GFP

dan GHP di peternakan miliknya. Terdapat sebanyak 82,76% dan 3,45% peternak

masing-masing tergolong masih kurang dan sangat kurang menerapkan GFP dan

GHP di peternakan miliknya. Jumlah TPC susu KSUJA, rataannya masih berada

pada kisaran yang ditentukan oleh SNI, yaitu <1 juta koloni/ml susu, namun masih

berada di atas standar garade tertinggi PT Nestlé Indonesia yaitu <500 ribu koloni/ml

susu segar.

Peternak bisa menerapkan GFP dan GHP dengan mengikuti tata cara

beternak sapi perah yang baik dengan berpatokan pada penyuluhan atau pelatihan

yang ada, ataupun dengan mengikuti manual mutu tentang penerapan GFP dan GHP.

Keamanan pangan diusahakan mulai dari mata rantai awal produksi susu.

Susu diproduksi di kandang, sehingga peternak harus memproduksi susu sebersih

mungkin dengan metode yang benar serta mengirimkan susu ke tempat

penampungan susu untuk didinginkan dengan segera.

Saran

Diharapkan terbentuk suatu manual mutu atau suatu panduan tentang

penerapan GFP dan GHP sehingga peternak dapat menerapkan pada peternakannya

dengan benar. Sebaiknya diadakan secara rutin penyuluhan dan pelatihan baik dari

KSUJA maupun dari IPS dengan materi yang menyangkut tentang GFP dan GHP

agar peternak mengerti dan menerapkan dengan benar. Jika mutu susu dari peternak

dapat ditingkatkan, maka keamanan pangan dapat tercapai.

Penelitian lebih lanjut diperlukan untuk mengkaji penerapan Good

Transporting Practices (GTP) dari KSUJA ke IPS agar mutu susu dari peternak tidak

diperburuk oleh transportasi susu. Pembuatan SOP GTP dari peternak ke TPS, dan

Page 76: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

dari koperasi ke IPS perlu dilaksanakan. Pengiriman susu sebaiknya menggunakan

pendingin untuk meminimalisasi resiko naiknya suhu susu akibat lingkungan selama

dalam perjalanan yang dapat berakibat pada peningkatan jumlah TPC untuk

mempertahankan kualitas dan keamanan. Selain itu perlu dibentuk juga sub sektor

usaha jaminan mutu susu pada kepengurusan KSUJA untuk meningkatkan mutu susu

asal peternak KSUJA.

Page 77: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

UCAPAN TERIMAKASIH

Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah Bapa dan YESUS atas

berkat, rahmat dan cintaNYA, serta perantaraan Bunda Maria sehingga penulis dapat

menyelesaikan skripsi dengan judul “Kajian Penerapan Good Farming Practices

(GFP) dan Good Hygienic Practices (GHP) pada KSU Jaya Abadi Kabupaten Blitar

Jawa Timur”

Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Rarah R. A.

Maheswari, DEA, dan Bapak Epi Taufik, S.Pt., MVPH yang telah membimbing,

mengarahkan dan membantu penyusunan usulan proposal hingga tahap akhir dalam

penyelesaian tugas akhir ini, Ibu Tuti Suryati, S.Pt., MSi. sebagai dosen pembimbing

akademik yang telah memberikan bimbingan selama masa perkuliahan, dan juga

kepada Drh. H. Triwiyono beserta keluarga yang telah memberikan ijin, bimbingan

dan banyak nasehat selama di lapangan. Ucapan terima kasih juga disampaikan

kepada Bapak Ir. Afton Atabany, MSi dan Bapak Dr. Ir. H. Suryahadi, DEA sebagai

dosen penguji dalam ujian sidang yang telah memberikan masukan dan sumbangan

pemikiran untuk penyempurnaan skripsi ini. Ucapan terima kasih penuh syukur pada

Allah terutama untuk Bapak Albertus Djoko Triastadi, B.Sc. dan Ibu Johanna Peni

Prijanti, S.Ag. orangtua tercinta yang selalu setia, menyayangi, memberikan

motivasi, banyak materi, kasih sayang, dan doa tiada henti. Terima kasih juga kepada

Rm V. Harjanto Prajitno, Pr., F. X. Erry S., kakak penulis Sr. Maria Ludovika, SPM.,

adik penulis Thomas Aquino Agung Wibisono, serta semua saudara penulis yang

telah mendorong semangat dengan kasih sayang dan doa.

Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada para peternak dan staf

KSU Jaya Abadi yang telah banyak membantu penulis selama pengumpulan data di

lapangan. Terima kasih pada teman-teman THT 41, teman-teman, senior dan alumni

PMKRI Cabang Bogor St. Joseph a Cupertino, KEMAKI, khususnya Maria

Rosdalima Panggur (KSH 41) atas dukungan, bantuan, penghiburan dan kritik, serta

semua pihak yang belum bisa penulis sebutkan satu-persatu. Penulis juga memohon

maaf atas segala kekurangan yang dimiliki. Semoga semua pihak yang telah

membantu penulis, selalu diberkati Tuhan. Tuhan memberkati.

Bogor, Agustus 2008

Penulis

Page 78: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

DAFTAR PUSTAKA

Alfa-Laval. 1990. Dairy Handbook. Alfa-Laval Food Engineering AB, Swedia.

Badan Standarisasi Nasional. 1998. SNI 01-3141. Susu Segar. Badan Standarisasi Nasional Indonesia, Jakarta.

Badan Standarisasi Nasional. 2007. www.bsn.or.id/NEWS/detail_news.cfm?News_ id=7 -20k [28 April 2007]

Bath, D. L., F. N. Dickinson, H. A. Tucker dan R. D. Appleman. 1985. Dairy Cattle: Principles, Practices, Problems, Profits. Third Edition. Lea and Febiger, Philadelphia.

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.

Campbell, J. R., M. D. Kenealy dan K. L. Campbell. 2003. Animal Sciences: The Biology, Care and Production of Domestic Animals. 4th Edition. Mc Graw Hill Co., New York.

Cunningham, M., M. A. Latour dan D. Acker. 2005. Animal Science and Industry. 7th Edition. Pearson Education Inc., New Jersey.

Department of Agriculture, Food and Rural Development. 2001. Good Farming Practices. Department of Agriculture, Food and Rural Development, Irlandia.

[Depkes RI] Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2007. Peningkatan kewaspadaan terhadap keamanan pangan. http://www.depkes.go.id/index.php [8 Juli 2008]

[DHI] Dairy Hygiene Inspectorate. 2006. Milk hygiene on the dairy farm: a practical guide for milk producers to the food hygiene regulation 2006. Food Standards Agency, England.

Direktorat Penanganan Pasca Panen Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian. 2006. Pedoman Umum Penanganan Pasca Panen Produk Peternakan. Departemen Pertanian, Jakarta.

Edmonson, P. 2003. Teat dipping trouble. http://www.milkproduction.com/About_ Us/TermOfUse.htm?wbc_purpose=basicabout_deLaval [30 Januari 2008]

Ensminger, M. E. dan H. D. Tyler. 2006. Dairy Cattle Science. 4th Edition. Pearson Education Inc., New Jersey.

[FAO] Food dan Agriculture Organization. 1992. Dalam: Rahman, S. 2007. Mencermati maraknya bahan pangan mengandung zat berbahaya. http://www.fajar.co.id /index.php [8 Juli 2008]

Hidayat, A., P. Effendi, A. A. Fuad, Y. Patyadi, K. Taguchi dan T. Sugiwaka. 2002. Buku Petunjuk Teknologi Sapi Perah di Indonesia untuk Peternak: Kesehatan Pemerahan. PT Sonysugema Pressindo, Bandung.

Page 79: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

[IDF/FAO] International Dairy Federation Food-Agriculture Organization of the United Nations. 2004. Guide to good dairy farming practice. IDF and FAO Task Force on Good Dairy Farming Practices, Roma, Italia.

Lind, O. 2003. Hygiene in milk production. http://www.milkproduction.com/About_ Us/TermOfUse.htm?wbc_purpose=basicabout_deLaval [30 Januari 2008]

Levy, P.S. dan S. Lemeshow. 1999. Sampling of Population. 3rd Edition. John Wiley and Sons. Inc., Kanada.

Lubis, I. R. 2001. Sistem pengadaan pakan konsentrat pada Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi di Desa Bendosari, Sanankulon, Blitar, Jawa Timur. Laporan Gladikarya. Jurusan Sosial Ekonomi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Maskur. 1999. Manajemen pelaksanaan sanitasi alat-alat penanganan susu di Koperasi Serba Usaha Jaya Abadi, di Desa Bendosari Kecamatan Sanankulon Kabupaten Blitar. Laporan Pelaksanaan Praktek Kerja Lapang. Universitas Brawijaya, Malang.

Meijering, A., H. Hogeveen dan C. J. A. M. De Koning. 2004. Automatic Milking. Wagening Academic Publisher, Netherlands.

[OIE] Office International des Epizooties. 2006. Guide to good farming practices for animal production food safety. Animal Production Food Safety Working Group. World Organization for Animal Health (OIE), Paris.

Ondarza, M. B. 2001. Milk components. http://www.milkproduction.com/About_Us/ TermOfUse.htm?wbc_purpose=basicabout_deLaval [30 Januari 2008]

Palmer, R. W. 2005. Dairy Modernization. Thomson Delmar Learning, Canada.

Pemerintah Kabupaten Blitar. 2008. Situs Resmi Pemerintah Kabupan Blitar. http://www.kabblitar.go.id/ [17 Juni 2008]

Rahman A., S. Fardiaz, W. P. Rahayu, Suliantari dan C. C. Nurwitri. 1992. Teknologi Fermentasi Susu. Pusat Antar Universitas Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rahman, S. 2007. Mencermati maraknya bahan pangan mengandung zat berbahaya. http://www.fajar.co.id/index.php [8 Juli 2008]

Sudono, A., R. F. Rosdiana, dan B. S. Setiawan. 2003. Beternak Sapi Perah Secara Intensif. Agromedia Pustaka, Jakarta.

Turner, C. W. 1962. Harvesting Your Milk Crop. Babson Bros. Co., Chicago, USA.

Williamson, G. dan W. J. A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah Tropis. Terjemahan: D. Darmadja. Edisi Ketiga. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Page 80: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

LAMPIRAN

Page 81: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Lampiran 1. Kuisioner untuk Peternak Sampel Kajian Penerapan GFP dan GHP pada KSUJA Bendosari, Blitar, Jawa Timur

KARAKTERISTIK PETERNAK

1. Nama : 2. Alamat : 3. Umur : 4. Lama beternak sapi perah : 5. Tingkat pendidikan formal :

tidak tamat SD tamat SD tamat SMP

tamat SMU tamat Perguruan Tinggi

6. Pendidikan informal yang pernah diikuti : Pelatihan IB Pembuatan pakan alternatif Penanggulangan penyakit

Pengawinan sapi perah Pengolahan pakan ternak Pemerahan sapi

Penyuluhan lainnya 7. Pekerjaan selain beternak sapi perah : 8. Alasan beternak sapi perah :

Dikonsumsi sendiri Hobi Tabungan

Dijual Tambahan pendapatan Ikut dengan lingkungan

Lain-lain 9. Kendala beternak sapi perah :

Pakan mahal Modal usaha kurang

Penyakit ganas Vaksin /obat sulit didapat

Lain-lain 10. Jumlah sapi perah yang dimiliki saat ini :

Sapi laktasi ekor Sapi dara ekor Pedet ekor Sapi jantan ekor Sapi kering ekor

11. Jumlah susu tiap hari yang dijual : Liter / hari

A. PERKANDANGAN

A.1. Dimanakah anda membangun kandang sapi perah? Jadi satu dengan rumah Di dekat rumah atau dekat dengan pemukiman Berjarak >10 meter dari rumah dan pemukiman

A.2. Apakah bangunan peternakan atau fasilitas lain milik anda terpisah dari tempat pembuangan dan pengolahan limbah, serta letaknya juga cukup jauh dari peternakan tetangga agar mengurangi resiko penyebaran penyakit?

Ya Tidak A.3. Apakah anda merasa terlalu sempit ketika bekerja di dalam kandang?

Ya Tidak A.4. Apakah anda merasa kandang anda terlalu panas dan lembab?

Ya Tidak A.5. Apakah alas kandang anda selalu bersih dan tidak licin?

Ya Tidak A.6. Alas apa yang anda gunakan untuk kandang sapi perah?

Karet Kayu

Semen Tanah padat

Bahan yang lain, sebutkan

Page 82: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

A.7. Apakah anda memiliki kandang khusus untuk mengisolasi ternak anda yang sakit? Ya Tidak

A.8. Apakah anda memiliki kandang khusus untuk mengkarantina sapi yang baru anda beli? Ya Tidak

A.9. Apakah anda memiliki kandang khusus untuk pemerahan? Ya Tidak

A.10. Apakah di dalam kandang tersedia fasilitas atau sistem untuk pemerahan secara khusus? Ya Tidak

A.11. Apakah anda juga menyediakan tempat minum dan pakan khusus? Tidak Ya, yang terdiri dari:

Ο Tempat hijauan Ο Tempat pakan tambahan + konsentrat Ο Tempat minum

A.12. Apakah anda rutin membersihkan tempat pakan dan tempat air minum tersebut? Tidak pernah dibersihkan Sesekali jika kotor Rutin dibersihkan

A.13. Apakah anda mudah membersihkan tempat pakan di kandang anda? Ya Tidak

A.14. Sesering apa anda membersihkan kandang anda? Setiap kandang terlihat kotor atau lebih dari 2 kali sehari 2 kali sehari <2 kali sehari

A.15. Apakah anda menyemprot kandang dengan desinfektan secara teratur? Tidak pernah Ya, Sekali / Sebulan sekali / 2 bulan sekali

A.16. Apakah anda membangun kandang pembatas peternakan? Tidak Ya, dari bahan:

Ο Tembok beton atau bata Ο Pagar bambu atau kayu dan terawat dengan baik Ο Pagar seadanya

A.17. Apakah anda yakin tidak ada hewan pengganggu dan hewan selain ternak yang dapat masuk ke dalam area kandang anda?

Ya Tidak A.18. Apakah anda membuat saluran pembuangan air atau kotoran?

Tidak Ya, berfungsi baik sehingga tidak ada genangan air dan kandang selalu kering Ya, namun kurang berfungsi dengan baik, sering masih ada genangan air di

kandang A.19. Apakah anda memiliki semua peralatan kandang yang anda butuhkan untuk memelihara

sapi dan kandang tanpa harus meminjam tetangga? Ya Tidak, harus meminjam

A.20. Jika anda meminjam peralatan peternakan lain, apa yang anda lakukan? Selalu mencuci peralatan sebelum dan setelahnya Meminjam tanpa membersihkan sebelum dan setelah pemakaian

A.21. Peralatan pemerahan susu apa saja yang anda miliki? Ember stainless steel Mesin pemerah (milking machine) Milk can sesuai standar Kain saring Handuk untuk tiap ekor sapi Cairan desinfektan untuk dipping Pelicin berupa mentega / Vaseline / ……………

Page 83: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

A.22. Dimanakah anda meletakkan kotoran ternak dan pengolahan limbah seperti apa yang anda terapkan?

Di kandang atau disekitarnya Dibuang saja ke sungai Ditumpuk untuk dijadikan pupuk Langsung dialirkan ke sawah atau kebun Lainnya

A.23. Bagaimana anda menempatkan sapi dalam kandang? Berhadapan kepala dengan kepala (head to head) Berhadapan ekor dengan ekor (tail to tail) Jadi satu baris berjajar

A.24. Apakah anda menyediakan area desinfeksi bagi pengunjung? Ya, ada berupa Tidak

A.25. Apakah anda memperhitungkan akan terjadinya bencana alam dalam mendesain bangunan kandang?

Ya Tidak A.26. Bahan bangunan apa saja yang anda gunakan untuk pembuatan kandang sapi perah?

B. PAKAN

B.1. Hijauan B.1.1. Apakah anda yakin bahwa hijauan yang diberikan tidak berasal dari lahan yang

tercemar dari limbah industri? Ya Tidak

B.1.2. Apakah anda memastikan ladang rumput tidak disemprot atau dipupuk dengan bahan yang dapat menimbulkan bahaya dan penyakit pada ternak?

Ya Tidak B.1.3. Berapa jumlah hijauan yang anda berikan per ekor sapi per hari?

Adlibitum kg/ekor B.1.4. Berapa kali anda memberikan hijauan?

1 kali/hari 2 kali/hari

Tidak teratur

B.1.5. Kapan anda memberikan hijauan? Pagi Siang

Sore Malam

B.1.6. Hijauan apa yang anda berikan pada sapi perah anda? Rumput + legum Rumput gajah Rumput lapang

B.2. Konsentrat

B.2.1. Apakah anda memastikan bahwa semua bahan pakan yang dibeli bebas dari residu kimiawi dan bahan pencemar lainnya seperti hasil ikutan ternak yang dilarang?

Ya Tidak B.2.2. Apakah anda memeriksa label pada semua bahan pakan dan hasil pengamatan

visualnya serta mencatat semua bahan pakan yang dibeli? Ya Tidak

B.2.3. Apakah anda menolak dan membuang bahan pakan yang berjamur? Ya Tidak

B.2.4. Apakah anda menyimpan sampel bahan pakan untuk uji lanjut ketika ada residu bahan kimia pada susu?

Ya Tidak

Page 84: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

B.2.5. Jika anda mencampur konsentrat sendiri, apakah anda memastikan bahwa konsentrat tersebut benar-benar merata dan komponennya tepat?

Ya Tidak B.2.6. Dari mana anda memperoleh konsentrat?

Koperasi Toko bahan pakan Lainnya

B.2.7. Apakah anda memiliki catatan semua bahan pakan yang diterima peternakan (nota pemesanan)?

Ya Tidak B.2.8. Berapa jumlah konsentrat yang anda berikan per ekor sapi per hari?

Kg/ekor/hari B.2.9. Berapa kali anda memberikan konsentrat?

1 kali/hari 2 kali/hari

Tidak teratur

B.2.10. Kapan anda memberikan konsentrat? Pagi Siang

Sore Malam

B.2.11. Pakan tambahan apa saja yang anda berikan? Dan sebanyak apa?

B.3. Apakah anda memberikan air minum yang jumlahnya cukup? Air yang anda gunakan bersumber dari mana?

Ya, dari air tanah / TidakB.4. Apakah yang anda lakukan jika anda menemukan bahan pakan yang baru anda beli

terlihat rusak? Menerima saja Menolaknya atau mengembalikannya

B.5. Apakah anda mengambil sendiri bahan pakan tersebut? Ya Tidak

B.6. Bagaimana cara anda memberi pakan ? 1 kali sehari dalam jumlah banyak untuk keperluan sehari itu 2 kali sehari namun dengan jumlah yang cukup

B.7. Apakah anda membersihkan dahulu sisa pakan sebelum mengisinya kembali? Ya Tidak

C. SUMBER DAYA MANUSIA (PETERNAK DAN PEKERJA)

C.1. Apakah anda pernah menempuh pendidikan tentang penyakit sapi perah dan cara pencegahan dan penanggulangannya?

Ya Tidak C.2. Apakah anda memiliki program pencegahan terjadinya penyakit pada ternak seperti

vaksinasi? Ya Tidak

C.3. Apakah anda selalu mencatat semua perawatan yang anda lakukan pada ternak anda secara individual?

Ya Tidak C.4. Apakah setiap pekerja memakai pakaian yang bersih, sepatu boot yang teratur

dibersihkan, tidak memiliki luka di tempat terbuka, serta selalu mencuci tangan sebelum bekerja?

Ya Tidak C.5. Apakah pemerah menyiapkan dan membersihkan peralatan pemerahan, membersihkan

sapi dan tempat pemerahan, serta mencuci tangan sebelum memerah? Ya Tidak

Page 85: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

C.6. Apakah pemerah dalam keadaan sehat, kuku pendek, pakaian bersih, mencuci tangan sebelum memerah atau sebelum memerah sapi berikutnya, serta tangan dalam keadaan kering dan bersih pada saat akan memerah?

Ya Tidak C.7. Apakah anda hanya menggunakan bahan kimia dan obat hewan sesuai anjuran,

menghitung dosis dengan tepat dan cermat, dan memperhatikan tanggal kadaluarsanya? Ya Tidak

C.8. Apakah yang akan anda lakukan jika sapi anda mengalami penyakit yang dapat menular pada manusia?

Diam saja, menunggu keadaan sapi Memotong lalu mengubur atau membakarnya Lainnya

C.9. Apakah anda memastikan kondisi lingkungan secara umum khususnya di area pemerahan selalu bersih?

Ya Tidak D. PROSES PEMERAHAN

D.1. Apa saja yang anda miliki untuk perlengkapan anda memerah? Strip cup Ember stainless steel Ember plastik Milk can

Kain blacu Dipping Sprayer Kain lap untuk 1 ekor sapi

D.2. Apakah anda menggunakan desinfektan tertentu untuk sanitasi alat?

Ya, sebutkan Tidak

D.3. Apakah anda selalu membilas peralatan dengan air panas? Ya Tidak

D.4. Apakah anda membersihkan ambing sapi anda dengan air hangat? Ya Tidak

D.5. Apakah anda melakukan pencelupan puting ke dalam desinfektan sebelum melakukan pemerahan?

Ya Tidak D.6. Apakah anda melakukan pemerahan awal?

Ya Tidak D.7. Metoda apa yang anda gunakan untuk memerah sapi anda?

Metode full hand Metode hand stand Bergantian dengan dua metode di atas

D.8. Apakah anda selalu memerah sapi hingga anda yakin bahwa susu dalam ambing telah habis?

Ya Tidak D.9. Apakah anda melakukan pencelupan puting ke dalam desinfektan setelah melakukan

pemerahan? Ya Tidak

D.10. Apakah anda menyaring susu sebelum memasukkan dalam milk can? Ya Tidak

D.11. Apakah anda menutup rapat milk can dengan bantuan plastik tambahan agar rapat? Ya Tidak

D.12. Apa yang anda lakukan setelah memerah susu? Segera menyetor Mandi atau sarapan dulu sebelum menyetor

D.13. Berapa kali anda menyetor susu pada koperasi? 1 kali/hari 2 kali/hari

D.14. Jika anda menyetor susu pada koperasi hanya 1 kali/hari, apakah anda segera mendinginkan susu yang tidak disetorkan?

Ya Tidak

Page 86: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

D.15. Setiap pukul berapa anda memerah sapi setiap hari? Pagi, pukul Sore, pukul

D.16. Apakah anda memisahkan susu yang diambil dari sapi yang sakit atau yang sedang diobati dari susu yang berasal dari sapi yang sehat?

Ya Tidak D.17. Apakah anda selalu membersihkan area pemerahan?

Ya Tidak D.18. Apakah anda selalu menjaga kebersihan sapi, baju anda, tangan anda dan lingkungan

pemerahan? Ya Tidak

D.19. Apakah anda menyaring susu sebelum memasukkan susu dalam milk can? Ya Tidak

E. MANAJEMEN PETERNAKAN

E.1. Apakah anda atau pekerja mengikuti pelatihan tentang pelaksanaan peternakan sapi yang baik?

Ya Tidak E.2. Apakah anda memastikan pekerja memakai pakaian yang bersih dan sepatu boot yang

teratur dibersihkan serta mencuci tangan sebelum bekerja? Ya Tidak

E.3. Apakah anda melakukan pemeriksaan kesehatan pekerja secara teratur agar dapat mendeteksi penyakit yang dapat menular?

Ya Tidak E.4. Apakah anda melarang pekerja anda yang sakit untuk melaksanakan pekerjaannya?

Ya Tidak E.5. Apakah anda mengembangkan dan menerapkan prosedur untuk pemeliharaan,

membersihkan dan sanitasi peralatan, kandang dan lingkungan dengan memperhatikan cara penggunaan deterjen dan desinfektan?

Ya Tidak E.6. Apakah anda membatasi orang yang keluar dan masuk peternakan anda?

Ya Tidak E.7. Apakah anda memastikan cukupnya persediaan dan jika bahan sudah rusak, dapat

dikembalikan, serta membuang bahan pakan yang sudah lewat masa simpannya? Ya Tidak

E.8. Apakah anda menggunakan pestisida dan pupuk sesuai anjuaran? Ya Tidak

E.9. Apakah anda menyimpan bahan pakan yang berbeda secara terpisah? Ya Tidak

E.10. Apakah tempat penyimpanan anda tertutup, terlindung dari hujan dan terik matahari namun tidak lembab serta aman dari hewan pengganggu?

Ya Tidak E.11. Apakah anda memastikan semua bahan yang anda terima masih tersegel rapi?

Ya Tidak E.12. Apakah anda menyimpan semua bahan pada tempat yang sesuai anjuran penggunaan?

Ya Tidak E.13. Apakah anda memastikan limbah selalu dipindahkan atau ditimbun agar tidak

menimbulkan pencemaran lingkungan? Ya Tidak

E.14. Apakah anda memastikan bahwa bahan pakan sisa atau bahan kimia yang lewat kadaluarsa tidak menjadi pencemar bagi lingkungan ataupun ternak?

Ya Tidak E.15. Apakah anda menyimpan bahan kimia dengan aman dan tidak terjangkau oleh ternak?

Ya Tidak E.16. Apakah anda mencatat produksi ternak anda per hari per ekor?

Ya Tidak

Page 87: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

E.17. Apakah anda memiliki catatan tentang kesehatan ternak anda? Ya Tidak

E.18. Apakah anda meminta anjuran dari petugas kesehatan seperti dokter hewan atau mantri hewan untuk mengawasi kesehatan ternak dan penyebaran penyakit?

Ya Tidak E.19. Apakah anda selalu mempercayakan kesehatan ternak anda di bawah pengawasan petugas

kesehatan? Ya Tidak

E.20. Apakah anda memisahkan ternak yang sakit ataupun yang berpotensi sakit? Ya Tidak

E.21. Apakah anda mengisolasi ternak yang mati dan memusnahkan ternak yang mati secara aman, tidak kontak dengan ternak yang lain?

Ya Tidak E.22. Apakah anda memastikan pemindahan bangkai hewan dan pemusnahannya dilakukan

dengan cepat agar tidak menjadi sumber bakteri pathogen dalam kandang dan lingkungannya?

Ya Tidak E.23. Apakah anda selalu memeriksa peternakan asal sapi anda yang baru anda beli dan

membeli sapi hanya dari peternakan yang telah menerapkan cara beternak yang baik? Ya Tidak

E.24. Apakah yang anda lakukan jika sapi perah anda sakit? Menghubungi petugas kesehatan dan melakukan pengobatan sesuai yang

dianjurkan Mengobati sendiri

E.25. Apakah anda mengetahui dengan jelas status kesehatan sapi perah dari petugas kesehatan atau dari catatan ketika akan membelinya?

Ya Tidak E.26. Apakah yang 1 kali anda lihat sebelum memutuskan untuk membeli sapi yang baru?

Kesehatannya Penampilannya Lainnya

E.27. Apakah anda tahu bahwa keluar masuknya ternak baru dan ternak yang sudah ada dapat mengakibatkan penyebaran penyakit?

Ya Tidak E.28. Apakah anda mengkarantina ternak yang baru anda beli?

Ya, selama minimal selama 2 minggu Ya, kurang dari 2 minggu Tidak

E.29. Apakah anda menandai sapi anda dengan nomer telinga atau cap bakar? Ya Tidak

E.30. Apakah anda memiliki catatan khusus tiap ternak mengenai deskripsi, identifikasi, jenis kelamin, umur, status kesehatan, tanggal pengenalan, nama dan alamat penjual dan tentang riwayat peternakan, dan lain-lain?

Ya Tidak E.31. Apakah anda memiliki catatan tentang perlakuan yang pernah dilakukan pada sapi anda?

Ya Tidak E.32. Apakah setiap hari anda memeriksa kondisi tubuh, feces dan sisa pakan yang tertinggal?

Ya Tidak E.33. Apakah anda memakai bahan kimia sesuai dengan petunjuk dari kemasan dengan

memperhatikan tanggal kadaluarsanya? Ya Tidak

E.34. Apakah anda hanya menggunakan obat yang sudah dianjurkan dengan memperhatikan masa kadaluarsanya?

Ya Tidak E.35. Apakah anda mencukur bulu ambing yang terlalu panjang?

Ya Tidak

Page 88: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Lampiran 2. Hasil Analisa Komposisi Bahan Pakan Ternak (Analisa Proximate) Konsentrat Sinar Jaya Merah oleh Tim Pakan Ternak Sapi Perah Jawa Timur

KADAR ABU PROTEIN

KASAR

LEMAK KASAR SERAT KASAR JENIS KONSENTRAT KA BK

ASFED *BK ASFED *BK ASFED *BK ASFED *BK

BETN

(%)

%*TDN

Sinar Jaya Merah 10,31 89,69 12,18 13,58 14,64 16,32 1,53 1,70 13,91 15,51 52,89 55,37

Keterangan :

* = Perhitungan berdasarkan bahan kering

Asfed = Hasil analisis berdasarkan bahan yang dikirim dengan kemasan kantong plastik

BETN = Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen

TDN = Total Digestibel Nutrients/ Total Nutrisi Tercerna

Page 89: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Lampiran 3. Definisi Operasional Checklist Kesesuaian Kondisi Peternakan dengan GFP dan GHP No. Perihal Definisi Operasional Alat

Bantu Cara Ukur Skala

A. BANGUNAN DAN FASILITAS PETERNAKAN 1. Lokasi peternakan jauh dari

pemukiman dan kegiatan industri, lingkungan yang mudah terkena polusi udara, polusi tanah serta tempat perkembangbiakan hama

Menghindarkan setiap kegiatan beternak dekat dengan pabrik industri yang dapat menjadi sumber polusi (pembakaran sampah lokal yang melepaskan banyak senyawa dioksida, pabrik pengolahan yang melepaskan senyawa pelarut atau logam berat, dll, atau dalam suatu lingkungan yang mudah terkena polusi udara (dekat dengan jalan raya yang padat banyak pelepasan timah dan hidrokarbon), polusi tanah (industri pertanian atau tempat pembuangan bahan beracun) atau tempat perkembangbiakan hama (tempat pembuangan sampah akhir).

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

2. Bangunan peternakan atau fasilitas lain terpisah dari tempat pembuangan dan pengolahan limbah, letaknya juga cukup jauh dari peternakan tetangga agar mengurangi resiko penyebaran penyakit

Tempatkan bangunan atau fasilitas lain sehingga tersendiri dalam suatu bangunan khusus (tempat penyimpanan) yang cukup jauh dari tempat penyimpanan limbah. Tata letak bangunan diatur dengan berdasarkan fungsinya dan jarak antar bangunan dalam peternakan yang berdekatan juga diatur agar tidak menambah resiko terjadinya perpindahan penyakit antar peternakan.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

3. Kandang mempunyai luas yang layak sesuai jumlah ternak dan ventilasi yang baik

Kandang mempunyai luas yang layak sesuai jumlah ternak dan ventilasi yang baik akan menimbulkan kondisi yang nyaman bagi ternak.

Kuisioner Observasi Ordinal 1 = ya 0 = tidak

4. Alas kandang bersih dan tidak licin Alas kandang harus selalu dijaga kondisinya agar bersih dan tidak licin.

Kuisioner Observasi Ordinal 1 = ya 0 = tidak

70

Page 90: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Lampiran 3. Lanjutan

No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu

Cara Ukur Skala

5. Bentuk tempat pakan tidak membentuk sudut

Bentuk tempat alas pakan tidak membentuk sudut sehingga mudah dibersihkan dan mengurangi resiko tertimbunnya sisa pakan di tempat yang sulit dibersihkan yang dapat menumbuhkan jamur.

Kuisioner Observasi Ordinal 1 = ya 0 = tidak

6. Terdapat kandang isolasi dan kandang karantina

Peternak harus memiliki kandang isolasi bagi hewan yang sakit dan kandang karantina bagi hewan baru yang akan dimasukkan dalam peternakan.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

7. Terdapat kandang khusus untuk proses pemerahan atau tersedia sistem pemerahan yang higienis dalam kandang

Adanya kandang khusus untuk pemerahan atau tersedia sistem pemerahan dalam kandang yang dapat meningkatkan mutu susu secara mikrobiologis karena resiko susu tercemar oleh materi kandang diperkecil.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

8. Kandang mudah dibersihkan dan didesinfeksi secara keseluruhan

Desain bangunan kandang harus dapat mempermudah kandang dibersihkan dan didesinfeksi

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

9. Adanya pembatas area peternakan dapat menjamin keamanan area peternakan dari hewan non ternak dan pengganggu

Area peternakan terisolasi dari hama atau hewan penganggu dan dari hewan liar yang banyak terdapat di daerah peternakan tersebut dengan memiliki pembatas yang dapat menjamin keamanan area peternakan.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

10. Kandang memiliki desain saluran pembuangan yang mempermudah pengeluaran kotoran serta limbah lainnya

Bangunan kandang dirancang agar feces, sisa pakan, air kotor serta limbah lainnya dapat dibuang dengan mudah

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

Page 91: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Lampiran 3. Lanjutan

No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu

Cara Ukur Skala

11. Lingkungan peternakan selalu bersih dan bebas dari genangan air, dan menyediakan area desinfeksi bagi pengunjung

Lingkungan peternakan harus selalu dijaga bersih dan terbebas dari genangan air yang dapat menjadi tempat persembunyian hama, serta adanya tempat desinfeksi bagi petugas kesehatan atau pengantar pakan atau karyawan.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

12. Memperhitungkan adanya resiko bencana alam

Resiko terjadinya bencana alam harus diperhitungkan. Adanya usaha penanggulangan banjir, tanah longsor, hujan badai, gelombang panas, atau gempa bumi, dsb.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

13. Menggunakan bahan bangunan yang tidak menjadi sumber kontaminasi baik kimia atau biologis

Bahan bangunan harus menggunakan bahan yang tidak mudah berkarat atau bereaksi yang dapat menjadi sumber kontaminasi dan berbahaya bagi ternak.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

14. Semua peralatan yang digunakan merupakan milik peternakan itu sendiri dan selalu dijaga dalam keadaan bersih

Peternak hanya menggunakan peralatan kandang miliknya sendiri, tidak meminjamkan atau meminjam peralatan milik orang lain. Jika terpaksa meminjam atau meminjamkan, peralatan harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum dan sesudah peminjaman agar tidak terjadi penyebaran penyakit. Peralatan dijaga kebersihannya dengan teratur dibersihkan. Untuk peralatan pemerahan peternak harus menggunakan ember dan milk can yang terbuat stainless steel dan bersifat: kedap air, terbuat dari bahan yang tidak berkarat, tidak mengelupas bagian-bagiannya (bukan drum plastik), tidak bereaksi dengan susu, tidak merubah warna, bau dan rasa susu, serta mudah dibersihkan dan disucihamakan, sudut-sudut bagian dalamnya melengkung dan tidak berulir (mulut jerigen) sehingga mudah dibersihkan

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

Page 92: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Lampiran 3. Lanjutan

No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu

Cara Ukur Skala

15. Memiliki tempat pembuangan dan pengolahan limbah

Limbah dibuang dan diolah di tempat yang tidak menjadi sumber kontaminasi bagi lingkungan.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

B. MANAJEMEN PAKAN 1. Hijauan 1.1. Hijauan yang diberikan tidak

berasal dari lahan yang tercemar dari limbah industri

Khususnya memastikan bahwa hijauan yang diberikan tidak berasal dari lahan yang tercemar dari limbah industri, yaitu tidak beresiko menjadi sumber kontaminasi karbon (dekat jalan utama yang padat, atau dekat dengan pembakaran limbah pabrik setempat). Lahan tersebut juga tidak tercemar oleh residu bahan kimia (pestisida, dioksida, atau logam berat) pada level yang tidak ditoleransi dan lahan tersebut diketahui bukan tempat bakteri patogen (spora anthrax) atau parasit (cacing pita)

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

1.2. Pastikan ladang rumput tidak disemprot atau dipupuk dengan bahan yang dapat menimbulkan bahaya dan penyakit pada ternak

Peternak hanya menggunakan bahan kimia yang diperbolehkan untuk pakan ternak atau komponennya dengan memperhatikan masa kadaluarsanya pada ladang di sekitar padang rumput dan ternak tidak mempunyai kesempatan untuk memasuki area material yang berbahaya di sekeliling padang rumput (tempat pembuangan, tempat penyimpanan herbisida, tempat yang dicat dengan cat aluminium). Lahan tersebut juga tidak boleh ada tanaman beracun yang tumbuh.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

1.3. Hijauan yang diberikan jumlahnya cukup sesuai dengan kondisi dan kebutuhan ternak

Untuk praktisnya pengamatan di lapangan, jumlah hijauan yang diberikan merupakan 10% bobot badan sapi.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

Page 93: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Lampiran 3. Lanjutan

No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu

Cara Ukur Skala

2. Konsentrat 2.1. Semua bahan pakan yang

dibeli bebas dari residu kimiawi dan bahan pencemar lainnya seperti hasil ikutan ternak yang dilarang

Jika tidak disebutkan dalam label, harus terdapat sertifikat yang menjamin bahwa semua komponen di dalamnya sesuai peraturan. Bahan pakan tidak boleh mengandung bahan ikutan ternak dan bahan lain yang tidak boleh digunakan sebagai pakan oleh aturan yang berlaku

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

2.2. Memeriksa label pada semua bahan pakan yang dibeli dan hasil pengamatan visualnya serta catat semua bahan pakan yang masuk

Pemeriksaan pada label meliputi nama produsen, komposisi, tanggal diproduksi, tanggal kadaluarsa, petunjuk penggunaan dengan mengikuti dosis yang dianjurkan, kode produksi, dsb dan kemasannya utuh tanpa cacat yang dapat mempengaruhi isi. Catat pula hasil pengamatan secara visual saat bahan pakan diterima dengan kode produksi bahan pakan tersebut.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

2.3. Menolak dan membuang bahan pakan yang berjamur

Jika terdapat jamur pada bahan pakan, maka bahan pakan tersebut tidak dapat digunakan sebagai pakan ternak yang aman, sehingga bahan pakan tersebut sebaiknya ditolak dan tidak digunakan.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

2.4. Menyimpan sampel bahan pakan untuk uji lanjut ketika residu teridentifikasi pada susu

Bahan pakan yang mengandung residu antibiotik atau bahan kimia yang lain dapat mempengaruhi mutu susu, susu akan mengandung residu bahan kimia juga.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

2.5. Menyimpan bahan pakan dalam tempat yang bersih dan kering

Bahan pakan harus disimpan dalam kondisi yang kering, terlindung dari panas dan kelembaban serta dari binatang pangganggu seperti serangga dan binatang pengerat.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

Page 94: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Lampiran 3. Lanjutan

No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu

Cara Ukur Skala

2.6. Menyimpan bahan pakan dalam jumlah yang sesuai kebutuhan

Lebih baik menyimpan bahan pakan dalam jumlah yang kecil dengan seringnya pengiriman, daripada penyimpanan pakan dalam jumlah banyak bila kondisi penyimpanan tidak optimal.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

2.7. Jika peternak mencampur konsentrat sendiri, maka campuran berbagai komponen konsentrat harus merata

Peternak yang membuat konsentrat sendiri harus memastikan pencampuran berbagai bahan yang berbeda harus benar-benar tercampur dan tidak lupa melakukan kalibrasi timbangan atau alat ukur supaya komposisinya tepat.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

2.8. Hindari pengisian tempat pakan yang terlalu penuh

Peternak sebaiknya mengisi tempat pakan dua kali dalam sehari daripada satu kali dengan jumlah yang terlalu banyak.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

2.9. Tempat pakan dibersihkan dari sisa pakan sebelum diisi ulang

Sisa pakan yang tidak dibersihkan dapat mengkontaminasi pakan baru yang diberikan pada ternak, sehingga pakan yang baru diberikan akan cepat busuk.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

2.10. Konsentrat yang diberikan jumlahnya cukup sesuai dengan kondisi dan kebutuhan ternak

Untuk praktisnya pengamatan di lapangan, konsentrat yang diberikan harus ½ dari produksi harian susu.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

2.11. Semua bahan pakan yang dibeli berasal dari produsen yang memiliki sertifikat jaminan mutu

Konsentrat yang digunakan peternak berasal dari produsen yang memiliki sertifikat jaminan mutu

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

Page 95: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Lampiran 3. Lanjutan

No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu

Cara Ukur Skala

2.12. Memiliki catatan semua bahan pakan yang diterima peternakan (nota pemesanan)

Peternak harus memiliki catatan semua bahan pakan yang diterima peternakan (nota pemesanan) pakan yang digunakan (konsentrat) sehingga jika ada pakan yang rusak dapat cepat dikembalikan. Peternak juga sebaiknya mengambil sendiri pakan yang diperlukan agar membatasi masuknya orang luar peternakan yang dapat membawa bibit penyakit sehingga besar resiko penyebaran penyakit

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

C. SUMBER DAYA MANUSIA 1. Mengetahui penyakit sapi perah secara

umum dan cara pencegahan maupun penanggulangannya

Peternak mengetahui penyakit yang banyak terjadi pada sapi perah, sehingga peternak akan mengusahakan cara pencegahan penyakit tersebut.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

2. Mengembangkan program manajemen kesehatan ternak yang efektif

Mengembangkan program manajemen kesehatan ternak yang efektif yang menitikberatkan pada pencegahan yang sesuai dengan kebutuhan peternak.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

3. Mencatat semua perlakuan pada ternaknya

Peternak mencatat riwayat hidup ternaknya secara individual. Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

4. Selalu memelihara sanitasi dan hygiene personal

Sanitasi dan hygiene personal harus dilaksanakan oleh setiap pekerja seperti memakai pakaian yang bersih, sepatu boot yang teratur dibersihkan, tidak memiliki luka di tempat terbuka, serta selalu mencuci tangan sebelum bekerja.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

Page 96: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Lampiran 3. Lanjutan

No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu

Cara Ukur Skala

5. Memastikan pemerah mengikuti aturan dasar sanitasi yang baik

Aturan dasar sanitasi dalam melakukan pemerahan yaitu menyiapkan dan membersihkan peralatan pemerahan, membersihkan sapi dan tempat pemerahan, serta mencuci tangan sebelum memerah. Pemerah dalam keadaan sehat, kuku harus pendek karena kuku yang panjang dapat melukai ambing atau puting, pakaian harus bersih, mencuci tangan sebelum memerah atau sebelum memerah sapi berikutnya, tangan dalam keadaan kering dan bersih pada saat akan memerah.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

6. Menggunakan bahan kimia dan obat hewan sesuai anjuran, menghitung dosis dengan tepat dan cermat, dengan memperhatikan tanggal kadaluarsa

Peternak hanya menggunakan bahan kimia dan obat hewan sesuai anjuran, menghitung dosis dengan tepat dan cermat, dengan memperhatikan tanggal kadaluarsa. Peternak melakukan indakan pengobatan atau pemeriksaan ternak yang selalu dilakukan, dalam hal ini peternak selalu menghubungi petugas kesehatan

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

7. Menyimpan bahan kimia dan obat hewan dengan aman dan gunakan secara bertanggung jawab

Peternak menyimpan bahan kimia dan obat hewan secara berhati-hati, mengawasi penggunaanya secara tepat dan bertanggung jawab

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

8. Mampu mengambil keputusan bila ada penyakit ternak yang dapat mempengaruhi kesehatan publik (zoonosis)

Peternak mampu mengambil keputusan untuk mengeluarkan ternak yang menderita penyakit yang dapat menular kepada manusia, yaitu penyakit dapat mempengaruhi kesehatan publik (zoonosis)

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

Page 97: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Lampiran 3. Lanjutan

No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu

Cara Ukur Skala

9. Memastikan kondisi lingkungan secara umum khususnya di area pemerahan selalu bersih

Kebersihan kandang harus selalu dijaga, yaitu dengan cara senantiasa membersihkan tempat makan dan minum, lantai kandang, memiliki tempat khusus untuk menyimpan atau membuang kotoran kandang. Namun sebelum, selama dan setelah pemerahan, tidak boleh ada pekerjaan yang menimbulkan debu. Pemerahan harus dilakukan di area yang bersih dan kering agar susu tidak tercemar mikroba atau kotoran dari lingkungan pemerahan

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

Page 98: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Lampiran 3. Lanjutan

No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu

Cara Ukur Skala

D. PROSES PEMERAHAN 1. Peralatan pemerahan yang digunakan

dalam kondisi bersih dan kering serta terawat baik

Peralatan susu (gelas pemerahan/strip cup, ember dan milk can

Kain lap untuk pemerahan. Sehelai kain lap untuk 1 ekor sapi

Kain blacu, kain tetra, atau kain popok berwarna putih berukuran 60 x 60 cm2 untuk menyaring susu

Sikat, keranjang, dan ember untuk kain lap yang kotor Bahan kimia:

o Sabun untuk mencuci peralatan o Desinfektan untuk suci hama peralatan susu, kain lap

dan kain saring. Menyiapkan peralatan susu dengan urutan langkah sebagai berikut: 1) membersihkan peralatan susu:

membersihkan dengan sikat dan sabun membilas dengan air bersih membilas dengan air panas 40°C atau larutan desinfektan.

Contoh desinfektan: kaporit dosis 200 ppm. Jika lebih dari 200 ppm, susu akan berbau kaporit.

2) mengeringkan peralatan susu: peralatan susu diletakkan terbalik pada rak

peralatan susu dibiarkan sampai kering (diangin-anginkan)

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

Page 99: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Lampiran 3. Lanjutan

No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu

Cara Ukur Skala

2. Ambing sapi dibersihkan dengan air hangat

Membersihkan ambing dilakukan sesaat sebelum memerah. Membersihkan ambing dan puting dengan air hangat bertujuan untuk membersihkan ambing dan merangsang hormon pengeluaran susu, karena usapan yang hangat pada ambing merangsang otak untuk mengeluarkan hormon oksitosin. Alat dan bahan yang perlu disiapkan untuk membersihkan ambing:

ember berisi air hangat atau larutan desinfektan kain lap bersih, misalnya handuk berukuran 50 x 30 cm2.

Sehelai kain lap untuk 1 ekor sapi. ember untuk menyimpan kain lap yang kotor

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

3. Dilakukan pre-dipping Pencelupan puting dalam larutan desinfektan agar kuman dalam saluran puting mati yang lalu akan terbilas oleh pemerahan awal

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

Page 100: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Lampiran 3. Lanjutan

No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu

Cara Ukur Skala

4. Dilakukan pemerahan awal (fore milk) Pemerahan awal yaitu mengeluarkan 3 – 4 pancaran susu dari masing-masing puting dengan tujuan mengeluarkan susu yang kotor karena mikroba berkumpul pada susu yang pertama kali diperah dan sisa cairan desinfektan pre-dipping, mengetahui keadaan susu dan merangsang pengeluaran susu. Strip cup berupa mangkok atau gelas yang dasarnya berwarna hitam merupakan alat untuk melaksanakan pemerahan awal. Pemerahan awal dilaksanakan dengan cara: 1) memasukkan 3 – 4 pancaran susu dari masing-masing puting

ke dalam strip cup; 2) memperhatikan keadaan susu, apakah ada perubahan warna,

terbentuk butiran-butiran halus atau penggumpalan (susu pecah). Susu yang pecah menandakan bahwa sapi tersebut terkena mastitis. Susu yang berasal dari sapi penderita mastitis harus dibuang;

3) membersihkan strip cup dan pakai kembali untuk memeriksa sapi yang lain.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

5. Pemerahan dilakukan dengan teknik atau cara pemerahan yang benar dan menghindarkan cedera pada ambing

Cara pemerahan yang dianjurkan yaitu dengan metoda full hand atau metoda genggam yaitu sebagai berikut: 1) memerah dengan cara menekan jari satu persatu secara

berurutan 2) tiap kali tangan terbuka, rongga puting kembali terisi susu 3) tangan kiri dan kanan memerah susu secara bergantian 4) kuartir depan diperah terlebih dahulu Jarak dan waktu pemerahan sapi di Indonesia berdasarkan produksi susunya diperah 2 kali sehari, yaitu pagi dan sore. Jarak pemerahan pagi dan sore: ideal: 12 jam (jarak waktunya sama) atau dengan cara lain: 13 dan 11 jam atau 9 dan 15 jam.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

Page 101: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Lampiran 3. Lanjutan

No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu

Cara Ukur Skala

6. Pemerahan susu dilakukan dengan tuntas

Menekan ambing menggunakan siku membuat sisa-sisa susu masuk ke dalam puting, lalu puting diperah dengan menggunakan ibu jari dan jari telunjuk

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

7. Dilakukan post-dipping Suci hama puting dilakukan setelah memerah keempat ambing pada satu ekor sapi. Puting harus langsung didesinfeksi dengan menggunakan larutan desinfektan, yaitu pada saat lubang puting masih membuka dengan cara:

puting direndam (dipping) di dalam larutan desinfektan dalam beberapa detik, atau

puting disemprot larutan desinfektan dengan alat semprot (sprayer)

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

8. Susu disaring sebelum dimasukkan ke dalam milk can

Menyaring susu dilaksanakan pada saat memindahkan susu dari ember perah ke milk can. Kain blacu, kain tetra atau kain popok yang berukuran 60 x 60 cm2 dapat digunakan sebagai alat penyaring dan kotoran akan tertahan pada kain saring tersebut.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

9. Menutup rapat milk can dengan tutupnya

Milk can ditutup rapat dengan tutupnya saja, tidak perlu dilapisi dengan plastik agar tutupnya rapat

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

10. Susu segera disetor pada koperasi dan tidak terlalu lama berada di suhu ruang

Mengumpulkan susu ke TPS atau ke tangki pendingin di KUD atau Koperasi Susu dilakukan segera setelah selesai pemerahan atau segera mendinginkan susu hingga mencapai suhu 4°C. Penundaan proses ini akan menyebabkan susu menjadi cepat rusak. Susu segar harus dibawa dengan menggunakan milk can atau ember yang bertutup

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

Page 102: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Lampiran 3. Lanjutan

No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu

Cara Ukur Skala

11. Susu yang berasal dari ternak yang sakit atau dalam masa perawatan harus dipisahkan dari susu lainnya dan tidak boleh digunakan untuk konsumsi manusia dan ternak

Susu yang berasal dari ternak yang sakit atau dalam masa perawatan harus dipisahkan dari susu lainnya dan tidak boleh digunakan untuk konsumsi manusia dan ternak. Memastikan produk dari ternak yang sakit tidak digunakan untuk konsumsi manusia dan untuk pakan ternak

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

E. MANAJEMEN PETERNAKAN 1. Mengikuti pelatihan sesuai dengan

yang dibutuhkan, terkait dengan manajemen pelaksanaan peternakan sapi perah yang baik untuk menjamin mutu bahan pangan asal ternak

Mengikuti pelatihan sesuai dengan yang dibutuhkan pekerja untuk penanganan bahan kimia dalam peternakan, pembuatan pakan dalam peternakan, membersihkan dan sanitasi peralatan dan perawatan ternak. Pelatihan yang cukup akan memberikan pengetahuan yang baik tentang adanya bahaya dalam peternakan dan metode manajemen resiko dalam menjamin mutu bahan pangan asal ternak. Mengikuti pelatihan tentang prinsip dan praktek biosekuriti untuk mencegah penyebaran bakteri patogen.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

2. Pemeriksaan kesehatan pekerja dilakukan secara rutin

Pemeriksaan kesehatan pekerja dilakukan secara teratur agar dapat mendeteksi penyakit yang dapat menular.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

3. Pekerja yang sakit dilarang untuk melaksanakan pekerjaannya

Pekerja yang sedang sakit tidak diperbolehkan untuk melaksanakan pekerjaannya agar tidak menularkan penyakitnya pada ternak.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

4. Mengembangkan dan menerapkan secara konsisten prosedur pemeliharaan, pembersihan dan sanitasi peralatan, kandang dan lingkungan

Mengembangkan dan menerapkan prosedur untuk pemeliharaan, membersihkan dan sanitasi peralatan, kandang dan lingkungan dengan memperhatikan cara penggunaan deterjen dan desinfektan. Memastikan pelaksaan prosedur yang efektif, dengan analisis mikrobiologi dan tindakan koreksi.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

Page 103: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Lampiran 3. Lanjutan

No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu

Cara Ukur Skala

5. Pengendalian hama dan serangga Melindungi ternak dari hewan pengganggu dan hewan liar non ternak yang berpotensi membawa bibit penyakit pada ternak.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

6. Pengendalian terhadap akses keluar masuk peternakan

Membatasi akses keluar masuknya orang yang tidak berkepentingan sehingga tidak sembarang orang dapat masuk ke dalam peternakan.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

7. Memastikan pemindahan bangkai hewan dan pemusnahannya dilakukan dengan cepat agar tidak menjadi sumber bakteri pathogen dalam kandang dan lingkungannya

Bangkai hewan dapat menjadi sumber bakteri patogen dan sumber penyakit lainnya sehingga harus segera disingkirkan keluar dari peternakan.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

8. Sapi yang dibeli mempunyai status kesehatan yang jelas dan berasal dari peternakan yang bebas dari penyakit

Peternak hanya membeli ternak yang berasal dari peternakan yang telah mengaplikasikan GFP, dan sapi yang akan dibeli harus memiliki status kesehatan yang jelas (berhubungan dengan tuberculosis, brucellosis, leptospirosis, vibriosis, salmonelosis, dan cryptosporidiosis) dari petugas kesehatan ternak dinas setempat. Peternak juga harus mendapat detail tentang riwayat ternak, mulai dari kandang asal hingga tujuan akhir (peternakan tujuan) dari penjual ternak beserta keterangan adanya kemungkinan residu bahan kimia yang berasal dari perawatan ternak sebelumnya.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

9. Setiap ternak memiliki tanda pengenal Tanda pengenal (ear tag atau cap) yang digunakan pada setiap ternak termasuk ternak yang baru dibeli harus disertai dengan dokumen yang diperlukan untuk mengetahui kesehatan ternak.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

Page 104: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Lampiran 3. Lanjutan

No. Perihal Definisi Operasional Alat Bantu

Cara Ukur Skala

10. Mencatat semua data tentang ternak termasuk produksi dan kondisi kesehatannya

Identifikasi ternak secara individual harus meliputi deskripsi, identifikasi, jenis kelamin, umur, status kesehatan, tanggal pengenalan, nama dan alamat penjual dan tentang riwayat peternakan, dan lain-lain. Peternak mencatat produksi susu harian, karena dengan catatan tersebut dapat diketahui kemampuan ternak sapi perah dalam menghasilkan susu dan analisa usaha sapi perah.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

11. Ternak yang baru dibeli dikarantina dalam kandang khusus

Karantina ternak yang baru dibeli perlu dilakukan untuk memantau kondisi ternak tersebut, juga untuk ternak baru tersebut memiliki kesempatan untuk beradaptasi dengan situasi kandang yang baru. Jika perlu, minta petugas kesehatan memeriksa kesehatan ternak baru tersebut dan tidak menyatukan dengan ternak yang lain sebelum ada hasil pemeriksaan.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

12. Kesehatan setiap sapi perah harus selalu berada dalam pengawasan dokter hewan atau petugas yang berwenang

Kesehatan sapi harus diperhatikan dan dipantau setiap hari oleh peternak, namun juga diperlukan adanya cek kesehatan oleh petugas kesehatan secara rutin.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

13. Ternak yang sakit segera diisolasi dari ternak lainnya dan diberi perawatan yang sesuai

Isolasi ternak yang sakit dari ternak lainnya sangat penting dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit pada ternak yang sehat dalam peternakan. Perawatan yang sesuai sangat diperlukan oleh ternak yang sakit.

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

14. Bulu ambing yang panjang dicukur Bulu ambing yang panjang menyebabkan ambing mudah kotor dan penuh dengan mikroba, selain itu ambing menjadi sulit atau lama kering, oleh karena itu sebaiknya dicukur

Kuisioner Wawancara dan observasi

Ordinal 1 = ya 0 = tidak

Page 105: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

Lampiran 4. Standar Operational Procedures (SOP) Pemerahan dan Penanganan susu di peternakan

Menyediakan dan mempersiapkan sarana pemerahan1)

Membersihkan kandang2)

Memandikan ternak3)

Mempersiapkan kebersihan diri pemerah4)

Membersihkan ambing5)

Melakukan pemerahan awal6)

Melaksanakan pemerahan dengan menggunakan cara pemerahan yang dianjurkan7)

Melakukan post-dipping (suci hama puting) 8)

Mencatat produksi susu9)

Menyaring susu ke dalam milk can dan menutup rapat milk can dengan tutupnya10)

Mengumpulkan susu ke TPS secepat mungkin11)

Keterangan:

1) Menyediakan dan membersihkan sarana pemerahan

a) Menyediakan sarana pemerahan yang terdiri dari:

i) peralatan susu misalnya gelas pemerahan (strip cup), ember dan milk can dengan ketentuan kedap air, terbuat dari bahan yang tidak berkarat, tidak mengelupas bagian-bagiannya, tidak bereaksi dengan susu, tidak merubah warna, bau, dan rasa susu, dan mudah dibersihkan dan disucihamakan.

ii) kain lap untuk pemerahan, sehelai kain untuk satu ekor sapi;

iii) kain blacu, kain tetra, atau kain popok berwarna putih berukuran 60 x 60 cm untuk menyaring susu;

iv) sikat dan keranjang;

v) ember untuk kain lap yang kotor; dan

vi) bahan kimia berupa sabun untuk mencuci peralatan, dan desinfektan untuk suci hama peralatan susu, kain lap dan kain saring.

Page 106: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

b) Menyiapkan peralatan susu

i) membersihkan peralatan susu dengan langkah sebagai berikut:

Membersihkan dengan sikat dan sabun

Membilas dengan air bersih

Membilas dengan air panas 40°C atau larutan desinfektan (contoh larutan desinfektan : kaporit dosis 200 ppm

ii) mengeringkan peralatan susu dengan cara meletakkan peralatan susu dengan posisi terbalik pada rak dan dibiarkan kering (diangin-angikan)

2) Membersihkan kandang

Kebersihan kandang harus dijaga dengan selalu membersihkan palungan berupa tempat pakan dan tempat minum, lantai kandang, dan di peternakan tersedia tempat khusus untuk menyimpan atau membuang kotoran kandang.

3) Memandikan ternak sebaiknya dilakukan setelah pemerahan. Jika ternak hendak diperah dan kondisinya kotor, maka hanya bagian tubuh ternak yang kotor disiram dengan air lalu disikat dari punggung sampai ke perut untuk menjatuhkan bulu-bulu yang lepas.

4) Pemerah harus mempersiapkan diri sebelum memerah. Persiapan yang diperlukan yaitu bahwa pemerah dalam keadaan sehat, memiliki kuku yang pendek, memakai baju dan sepatu boot yang bersih, mencuci tangan sebelum atau memerah sapi berikutnya agar tangan selalu kering dan bersih.

5) Membersihkan ambing dilaksanakan sesaat sebelum memerah. Dianjurkan untuk membersihkan ambing dengan air hangat agar ambing dan puting menjadi bersih serta untuk merangsang pengeluaran susu. Sehelai kain lap untuk seekor sapi. Bulu ambing yang terlalu panjang harus dicukur agar tidak mengganggu pemerahan.

6) Pemerahan awal adalah mengeluarkan 3-4 pancaran susu awal dari masing-masing puting dengan tujuan:

a) mengeluarkan susu yang kotor dan banyak mengandung mikroba; b) mengetahui keadaan susu; dan c) merangsang pengeluaran susu.

7) Cara pemerahan yang dianjurkan yaitu dengan menggunakan metode genggam atau full hand dan dilaksanakan sampai menghabiskan susu dalam ambing. Keuntungan metode genggam yaitu

a) puting tidak menjadi panjang dan tidak mudah lecet; b) merangsang ambing untuk memproduksi susu lebih banyak; dan c) tidak memerlukan pelicin sehingga puting lebih mudah disucihamakan.

8) Puting harus segera disucihamakan setelah pemerahan selesai dengan menggunakan larutan desinfektan. Ada dua cara yang umum digunakan untuk desinfeksi puting yaitu perendaman dan penyemprotan puting.

Page 107: KAJIAN PENERAPAN GFP DAN GHP PADA KSU … PENERAPAN GOOD FARMING PRACTICES DAN GOOD HYGIENIC PRACTICES PADA KSU JAYA ABADI KABUPATEN BLITAR JAWA TIMUR SKRIPSI MARIA ANGELINA PUSPITASARI

9) Mencatat produksi susu harian (pemerahan pagi dan sore) merupakan pekerjaan penting untuk mengetahui kemampuan produksi ternak dan peternak dapat menganalisis usaha peternakan sapi perah miliknya.

10) Menyaring susu dilakukan pada saat memindahkan susu dari ember perah ke dalam milk can. Kain blacu, kain tetra atau kain pook yang berwarna putih, bersih dan minimal berukuran 60 x 60 cm2 dapat digunakan sebagai alat penyaring kotoran. Milk can yang telah penuh diisi ditutup rapat tanpa diberi lapisan lain-lain seperti plastik.

11) Susu hangat tidak boleh dibiarkan terlalu lama dalam suhu ruang. Bakteri dapat berkembang biak sebanyak dua kali lipat dalam 20 menit, sehingga jika susu tidak segera dikumpulkan ke TPS untuk didinginkan, maka bakteri akan berkembang biak dan susu akan menjadi rusak.

Sumber : Hidayat, A., P. Effendi, A. A. Fuad, Y. Patyadi, K. Taguchi dan T. Sugiwaka. 2002. Buku

Petunjuk Teknologi Sapi Perah di Indonesia untuk Peternak: Kesehatan Pemerahan. PT Sonysugema Pressindo, Bandung.