KAJIAN ORGANOLOGIS ALAT MUSIK SARUNAI TANDUAK · Sarunai Tanduak adalah salah satu alat musik...
Transcript of KAJIAN ORGANOLOGIS ALAT MUSIK SARUNAI TANDUAK · Sarunai Tanduak adalah salah satu alat musik...
KAJIAN ORGANOLOGIS ALAT MUSIK SARUNAI TANDUAK
MINANGKABAU BUATAN BAPAK AZIS MANDRI CHANIAGO DI
KELURAHAN MABAR, KECAMATAN MEDAN DELI, MEDAN
SKRIPSI SARJANA
DIKERJAKAN
O
L
E
H
NAMA : GOHANNA SIAGIAN
NIM : 100707054
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2016
KAJIAN ORGANOLOGIS ALAT MUSIK SARUNAI TANDUAK
MINANGKABAU BUATAN BAPAK AZIS MANDRI CHANIAGO DI
KELURAHAN MABAR, KECAMATAN MEDAN DELI, MEDAN
SKRIPSI SARJANA
NAMA : GOHANNA SIAGIAN
NIM : 100707054
Disetujui Oleh
Pembimbing I, Pembimbing II,
Dra. Heristina Dewi, M.Pd. Drs. Torang Naiborhu, M.Hum.
NIP 196605271994032001 NIP 196308141990031004
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
MEDAN
2016
PENGESAHAN
DITERIMA OLEH :
Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara untuk
melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana Seni dalam bidang disiplin
Etnomusikologi pada Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara, Medan
Hari :
Pada Tanggal :
Fakultas Ilmu Budaya USU,
Dekan,
Dr. Syahron Lubis, M.A.
NIP 195110131976031001
PANITIA UJIAN : Tanda Tangan
1. Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. ( )
2. Dra. Heristina Dewi, M.Pd. ( )
3. Drs. Torang Naiborhu, M.Hum. ( )
4. Drs. Bebas Sembiring, M.Si. ( )
5. Drs. Fadlin, M.A. ( )
DISETUJUI OLEH
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
DEPARTEMEN ETNOMUSIKOLOGI
KETUA,
Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D.
NIP 196512211991031001
i
ABSTRAKSI
Tulisan ini berjudul “Kajian Organologis Alat Musik Sarunai Tanduak Minangkabau Buatan Bapak Azis Mandri Chaniago di Mabar, Medan.” Sarunai Tanduak adalah salah satu alat musik tradisional Minangkabau yang masuk dalam klasifikasi aerofon, yaitu alat musik yang sumber bunyinya dihasilkan oleh udara. Alat musik ini terdiri dari dua potong bambu yang tidak sama besarnya, sepotong bambu yang kecil dapat disambungkan ke potongan bambu yang lebih besar dengan fungsi sebagai penghasil nada. Alat musik ini memiliki empat lubang nada yang menghasilkan bunyi melodis dan dimainkan pada lagu-lagu dengan tempo cepat. Di jaman sekarang ini, Sarunai Tanduak sudah terbilang jarang dijumpai karena proses pembuatannya yang terbilang cukup sulit. Oleh karena itu, penulis ingin meneliti dan mengkaji alat musik Sarunai Tanduak Minang dengan bantuan narasumber yang bernama Bapak Azis Mandri Chaniago yang ada di kelurahan Pajak Sore Mabar, kecamatan Medan Deli, Medan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan struktur, proses, teknik pembuatan, fungsi dari Sarunai Tanduak, serta menjadi karya tulis bagi Etnomusikologi. Teori yang digunakan penulis adalah teori struktural dan fungsional oleh Susumu Khasima, kemudian menggunakan teori oleh Curt Sachs dan Hornbostel mengenai sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar bunyi. Metode yang digunakan adalah dengan melakukan penelitian langsung ke lapangan dan terlibat dalam pembuatan Sarunai Tanduak. Penulis juga melakukan wawancara kepada narasumber yang dianggap paham oleh masyarakat pendukung kebudayaan tersebut, juga melakukan rekaman yang dianggap penting untuk mempermudah mengingat hasil wawancara tersebut kedalam tulisan. Dari penelitian ini, diperoleh informasi mengenai proses pembuatan Sarunai Tanduak Minang secara terperinci dan menjadi suatu sumber informasi yang penting bagi masyarakat. Serta mengetahui proses pembuatan Sarunai Tanduak Minang buatan Bapak Azis Mandri Chaniago.
ii
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yesus Kristus, atas
berkat dan penyertaan-Nya yang telah memberikan kekuatan juga kemampuan
kepada penulis, sehingga tugas akhir (skripsi) ini dapat diselesaikan sebagai salah
satu syarat untuk mencapai gelar sarjana pada program studi Etnomusikologi di
Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam skripsi ini yang berjudul Kajian
Organologis Alat Musik Sarunai Tanduak Minangkabau Buatan Bapak Azis
Mandri Chaniago di Mabar, Medan, tidak terlepas dari berbagai kendala
ataupun masalah yang penulis hadapi selama proses pengerjaan skripsi ini. Namun
berkat doa, motivasi, dan kerjasama dari semua pihak yang terlibat, dengan
kerendahan hati penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada
seluruh pihak yang terlibat.
Terimakasih banyak penulis sampaikan kepada kedua orangtua penulis P.
Siagian dan A. Tampubolon atas kasih, pengorbanan, dan memberikan dorongan
dalam bentuk doa, moril maupun materi, mulai dari masa pendidikan penulis
hingga penulis menyelesaikan skripsi ini.
Penulis juga mengucapkan terimakasih banyak yang sebesar-besarnya kepada
pihak-pihak yang terkait dalam penulisan skripsi ini, antara lain :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung, SH, M.Hum selaku rektor di Universitas Sumatera
Utara dan kepada Bapak Dr. Syahron Lubis, M.A selaku dekan di Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum, Ph.D, selaku ketua program studi di
departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
3. Kepada Ibu Dra. Heristina Dewi, M.Pd dan Bapak Drs. Torang Naiborhu, M.Hum
selaku pembimbing penulis selama pengerjaan skripsi ini.
4. Seluruh dosen dan staf administrasi Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Sumatera Utara.
5. Kepada informan penulis, Bapak Azis Mandri Chaniago beserta keluarga yang
telah memberikan informasi selama penulis melakukan penelitian, kepada Bapak
iii
Zul Alinur, Rony Sinaga, Jasrel Harianja, dan Khairil yang telah mengenalkan
penulis kepada informan.
6. Kepada sahabat yang setia membantu, Blessta C Hutagaol, S.Sn, Sity Aisyah
Saragih, S.Sn, Verawaty Simbolon, S.Sn, Catherine Samosir, S.S, Roy Hutabarat,
David Siregar.
7. Kepada sahabat penulis di UKM Paduan Suara Mahasiswa USU.
8. Kepada Etnomusikologi 2010, selaku sahabat penulis selama mengikuti
perkuliahan.
9. Kepada Pemuda/i GKPI Pamen, Ondy Yohan Tambunan, Pebrina Siburian,
Jhohannes Purba yang telah mendukung penulis selama penyelesaian skripsi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki banyak kekurangan
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman penulis. Oleh karena itu,
penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun untuk skripsi ini
dan semoga penelitian ini bermanfaat bagi pembaca dan penelitian selanjutnya.
Terimakasih.
Medan, Februari 2016
Penulis
Gohanna Siagian
iv
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ........................................................................................... . i
KATA PENGANTAR ............................................................................. ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………… iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................ . vii
DAFTAR TABEL ................................................................................. viii
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ....................................................... ...... 1 1.2 Pokok Permasalahan ............................................................... 6 1.3 Tujuan dan Manfaat penelitian .................... ............................ 6 1.3.1 Tujuan penelitian.............................................................. 6
1.3.2 Manfaat penelitian ........................................................... 7 1.4 Konsep dan Teori.................................................................... 7
1.4.1 Konsep .......................................................................... 7 1.4.2 Teori ............................................................................. 9
1.5 Metode Penelitian ................................................................... 11 1.5.1 Studi kepustakaan .......................................................... 13 1.5.2 Kerja lapangan ............................................................... 13 1.5.3 Wawancara .................................................................... 14 1.5.4 Kerja laboratorium ......................................................... 14
BAB II TINJAUAN UMUM MASYARAKAT MINANGKABAU DAN SEJARAH SARUNAI TANDUAK MINANGKABAU
2.1 Asal-usul Masyarakat Minangkabau .......................................... 16 2.2 Masuknya Masyarakat Minangkabau di kota Medan ................. 19 2.3 Agama dan Kepercayaan ................................................ ............ 23 2.4 Sistem Kesenian ............................................. ............................ 24 2.4.1 Seni musik ....................................................................... 24 2.4.2 Seni tari ......................................... ................................... 25
2.4.3 Seni rupa ....................................................................... 25 2.4.4 Seni bangunan ................................................................. 25 2.5 Sistem Kekerabatan ................................................................... 26 2.5.1 Suku-suku Minangkabau ............................................ 29
2.6 Sarunai Tanduak Minangkabau ................................................ 30 BAB III KAJIAN STRUKTURAL SARUNAI TANDUAK MINANGKABAU
3.1 Klasifikasi Sarunai tanduak..................................................... 32
v
3.2 Konstruksi Sarunai tanduak .................................................... 33 3.3 Ukuran Bagian-bagian sarunai tanduak ................................... 34 3.3.1 Bagian anak sarunai tanduak ......................................... 34 3.3.2 Bagian induk sarunai tanduak........................................ 35
3.3.3 Lubang nada ............................................................... 36 3.3.4 Bagian corong/tanduak ................................................... 36 3.4 Teknik pembuatan sarunai tanduak Minangkabau ................... 37 3.4.1 Bahan baku yang digunakan ........................................... 37
3.4.1.1 Talang ............................................................ 37 3.4.1.2 Tanduk kerbau .................................................... 38 3.4.2 Peralatan yang digunakan ............................................... 39 3.4.2.1 Kertas pasir ......................................................... 39 3.4.2.2 Gabus .................................................................. 39 3.4.2.3 Penggaris ............................................................ 40 3.4.2.4 Pensil .................................................................. 40 3.4.2.5 Pisau ................................................................... 40 3.4.2.6 Gergaji ................................................................ 41 3.4.2.7 Solder ................................................................. 41 3.5 Proses pembuatan .................................................................... 41 3.5.1 Tahap pertama ................................................................ 43 3.5.1.1 Pemilihan talang ................................................. 43 3.5.1.2 Pembentukan dan pemotongan pola .................... 43 3.5.1.3 Tahap akhir pembuatan induk sarunai ................. 45 3.5.2 Tahap kedua ................................................................... 46 3.5.2.1 Pemilihan tanduk kerbau ..................................... 46 3.5.2.2 Pembentukan dan pemotongan pola .................... 46 3.5.2.3 Pengikisan tanduk ............................................... 47 3.5.2.4 Tahap akhir pembuatan tanduk kerbau ................ 48 3.5.3 Tahap ketiga ................................................................... 48 3.5.3.1 Pemilihan talang lidah (reed) .............................. 48 3.5.3.2 Pembentukan dan pemotongan pola lidah (reed) . 49 3.5.3.3 Tahap akhir pembuatan anak sarunai tanduak ..... 51
3.5.4 Ukiran ......................................................................... 51
BAB IV KAJIAN FUNGSIONAL SARUNAI TANDUAK MINANGKABAU
4.1 Kajian Fungsional .................................................................... 52 4.1.1 Proses belajar................................................................... 52 4.1.2 Sistem pelarasan .............................................................. 53
4.1.3 Cara memainkan sarunai tanduak ............................... 54 4.1.4 Teknik memainkan ........................................................ 54 4.1.5 Nada yang dihasilkan sarunai tanduak ............................. 55 4.1.6 Sampel lagu ..................................................................... 57 4.2 Fungsi dan penggunaan sarunai tanduak .................................. 59 4.2.1 Fungsi .............................................................................. 60 4.2.1.1 Fungsi pengungkapan emosional .......................... 61
vi
4.2.1.2 Fungsi hiburan ..................................................... 61 4.2.1.3 Fungsi komunikasi ............................................... 62 4.2.1.4 Fungsi perlambangan ........................................... 63 4.2.1.5 Fungsi reaksi jasmani ........................................... 63 4.2.2 Penggunaan ..................................................................... 63
4.2.2.1 Estetika ............................................................... 63 4.2.3 Nilai ekonomi sarunai tanduak ........................................ 64 4.2.4 Fungsi sarunai tanduak pada ensambel ............................ 65
BAB V PENUTUP 5.1 Kesimpulan .............................................................................. 66
5.2 Saran ..................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................. 68
DAFTAR INFORMAN ......................................................................... 70
vii
DAFTAR GAMBAR
Halaman Gambar 1 Konstruksi Sarunai Tanduak ………………………........ 33 Gambar 2 Ukuran Sarunai Tanduak ................................................. 34 Gambar 3 Ukuran bagian anak ........................................................ 34 Gambar 4 Ukuran bagian induk ................... .................................... 35 Gambar 5 Ukuran lubang nada .......................................................... 36 Gambar 6 Ukuran bagian corong/tanduak ........................................ 36 Gambar 7 Talang ................................................................. ............. 38 Gambar 8 Tanduk kerbau .................................................................. 38 Gambar 9 Kertas pasir .................. ................................................... 39 Gambar 10 Gabus ........................................................................ ........ 40 Gambar 11 Pisau........................................................... ....................... 41 Gambar 12 Gergaji....................................... ....................................... 41 Gambar 13 Menetukan titik lubang nada 1 ......................................... 44 Gambar 14 Menentukan titik lubang nada 2 ....................................... 44 Gambar 15 Menentukan titik lubang nada 3 ...................................... 45 Gambar 16 Menentukan titik lubang nada 4 ................... ................... 45 Gambar 17 Membuat lubang nada dengan pisau runcing ................... 46 Gambar 18 Pemotongan pangkal tanduk ............................................ 47 Gambar 19 Pengikisan bagian luar tanduk ......................................... 47 Gambar 20 Pengikisan bagian dalam tanduk....................................... 48 Gambar 21 Perataan sisi luar tanduk .................................................. 48 Gambar 22 Menyesuaikan ujung anak sarunai dengan ujung badan sarunai ............................................................................. 49 Gambar 23 Pemotongan ujung anak sarunai ..................................... 50 Gambar 24 Penipisan talang sebagai lidah (reed) ............................... 50 Gambar 25 Pembentukan lidah (reed) ................... ............................. 50 Gambar 26 Penutupan lubang atas anak sarunai ................................. 51 Gambar 27 Pengukuran tepi lubang nada ........................................... 51 Gambar 28 Tabulasi lubang nada Sarunai Tanduak .......................... 56 Gambar 29 Transkrip lagu 1 ................................................................ 58 Gambar 30 Transkrip lagu 2 ................................................................ 58
viii
DAFTAR TABEL
No. Tabel Halaman Tabel 2.1 Jumlah penduduk kota Medan berdasarkan suku dari
hasil sensus penduduk tahun 2000 ................................ 22 Tabel 3.1 Tahap pengerjaan dalam pembuatan sarunai tanduak ... 42
1
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Minangkabau atau yang biasa disingkat Minang adalah kelompok etnis
Nusantara yang berbahasa dan menjunjung adat Minangkabau. Wilayah penganut
kebudayaannya meliputi Sumatera Barat, separuh daratan Riau, bagian utara
Bengkulu, bagian barat Jambi, pantai barat Sumatera Utara, barat daya Aceh, dan
juga Negeri Sembilan di Malaysia. Dalam percakapan awam, orang Minangkabau
seringkali disamakan sebagai orang Padang, merujuk kepada nama ibu kota
provinsi Sumatera Barat yaitu kota Padang. Namun, masyarakat ini biasanya akan
menyebut kelompoknya dengan sebutan urang awak, yang bermaksud sama
dengan orang Minangkabau itu sendiri.
Masyarakat Minangkabau memiliki berbagai macam kesenian, seperti seni
tari, seni musik, seni pantun, dan seni bela diri yang biasa ditampilkan dalam
pesta adat maupun perkawinan. Di antara tari-tarian tersebut misalnya tari
pasambahan merupakan tarian yang dimainkan bermaksud sebagai ucapan
selamat datang ataupun ungkapan rasa hormat kepada tamu istimewa yang baru
saja sampai, selanjutnya tari piriang merupakan bentuk tarian dengan gerak cepat
dari para penarinya sambil memegang piring pada telapak tangan masing-masing
yang diiringi oleh alat musik. Alat musik Minangkabau dibagi menjadi 4 bagian
dalam memainkannya, yaitu alat musik pukul, alat musik gesek, alat musik petik,
dan alat musik tiup. Alat musik pukul terdiri dari Talempong, Canang, Tambur,
Rabano, Gandang, dan Adok. Alat musik gesek terdiri dari Rabab, Rabab Pasisia,
2
dan Rabab Darek. Alat musik petik satu-satunya yaitu genggong. Sedangkan alat
musik tiup terdiri dari Bansi, Pupuik Batang Padi, Saluang, Pupuik Tanduak, dan
Sarunai Minang. Sarunai Minang terbagi menjadi beberapa bagian menurut cara
pembuatannya, yakni ada yang hanya terbuat dari bambu saja (Sarunai Darek),
ada yang terbuat dari bambu dengan lilitan daun kelapa dan batang padi (Sarunai
Batang Padi), ada yang terbuat dari bambu dengan batang cempedak (Sarunai
Sungai Pagu), ada yang terbuat dari bambu dengan batang padi dan kayu
cempedak (Sarunai Pasisia), dan ada juga yang terbuat dari bambu dengan tanduk
kerbau (Sarunai Tanduak). Dalam tulisan ini penulis berfokus pada alat musik
tiup yaitu Sarunai Minang yang menggunakan bambu dan tanduk, yang pada
dasarnya disebut sebagai Sarunai Tanduak Minang atau ada juga yang
menyebutnya sebagai Pupuik Tanduak.
Sarunai Tanduak adalah alat musik yang tergolong dalam klasifikasi
aerofon yang artinya alat musik yang sumber bunyi dihasilkan oleh udara. Secara
spesifik, alat musik ini termasuk pula kedalam kelompok single reed aerophone
(aerophone berlidah tunggal) karena alat ini memiliki reed tunggal.
Sarunai Tanduak itu sendiri berasal dari 2 kata yakni, Sarunai yaitu alat
musik yang terbuat dari talang dan tanduak yaitu tanduk kerbau yang dijadikan
sebagai alat pembesar suara pada alat musik. Sarunai terbuat dari talang1 yang
ukurannya relatif kecil dan berasal dari talang untuk jemuran kain, kemudian
ujung talang terbuat dari tanduak, yaitu tanduk kerbau yang layak potong dan
1Talang adalah sejenis bambu (Schizostachyum brachycladum Kurz) yang mempunyai ruas
yang panjang dan tipis. (www.budayaindonesia.net)
3
memiliki ruas yang panjang untuk diambil ujung tanduknya, yang secara alamiah
telah berbentuk lancip mengembang.
Sarunai Tanduak memiliki 2 ruas bambu yang terdiri dari badan, anak, dan
corong. Kedua ruas ini disambung secara berurutan sebagai pangkal sarunai
tersebut, kemudian dibagian corong sarunai disambung dengan tanduak untuk
memperbesar volume suara.
Menurut Bapak Azis Mandri Chaniago, salah seorang budayawan Minang
di kota Medan, Sarunai Tanduak merupakan perkembangan dari Pupuik Tanduak
dan masih menamai alat ini dengan sebutan Pupuik Tanduak ditinjau dari
perbedaan daerah dan bahasa.
Menurut hasil wawancara dengan Bapak Drs. Hajizar, ada pemahaman yang
berbeda mengenai alat musik Sarunai Tanduak. Beberapa orang ada yang
menyebutkan alat ini yaitu Pupuik Tanduak mengingat pengertian Pupuik adalah
Sarunai. Bapak Drs. Hajizar sendiri menamai alat ini sebagai Sarunai Tanduak
dan mengatakan bahwa Sarunai Tanduak merupakan hasil kreasi dari alat musik
Sarunai Darek.
Dari hasil kedua wawancara kepada Bapak Azis Mandri Chaniago dan
Bapak Drs. Hajizar, penulis dapat menyimpulkan bahwa nama Sarunai Tanduak
merupakan nama yang lebih dikenal dan diterima oleh masyarakat karna
merupakan hasil kreasi dari alat musik Sarunai Darek. Penulis juga berpendapat
bahwa Sarunai Tanduak bukan hasil kreasi Pupuik Tanduak ditinjau dari
fungsinya yang berbeda.
4
Ditinjau dari segi kegunaan, Sarunai Tanduak di dalam masyarakat
Minangkabau berfungsi sebagai hiburan, iringan pengantin dalam acara baralek
(pesta), dan mengiringi pertunjukan pencak silat Minang. Sedangkan Pupuik
Tanduak yaitu sebagai pemberi tanda bahaya seperti kebakaran, kemalingan,
pengumuman untuk gotong royong, dan pemberitahuan ada yang kemalangan.
Pada saat awal melihat dan mendengarkan alat musik Sarunai Tanduak ini
dimainkan oleh dosen praktek Minangkabau di Universitas Sumatera Utara yaitu
Bapak Zul Alinur (bang Koboy) saat kelas praktek musik Minangkabau
Etnomusikologi USU, penulis merasa tertarik baik dari sisi ilmu maupun konteks
budaya.
Dalam hal ini, disiplin ilmu Etnomusikologi mempelajari bagaimana
konteks dan aspek-aspek musikal Sarunai Tanduak dalam peradaban masyarakat
Minangkabau. Dari sisi konteks budaya, digunakan untuk apa saja alat musik ini,
seterusnya bagaimana fungsinya. Tetapi penulis lebih tertarik untuk mengkaji
aspek organologis alat musik Sarunai Tanduak, untuk itu penulis harus mencari
siapa pembuat Sarunai Tanduak Minangkabau ini.
Bapak Azis Mandri Chaniago selain mahir memainkan Sarunai Tanduak,
Saluang, Bansi,serta tari pencak silat, beliau juga bisa membuat alat musik
Sarunai Tanduak, Saluang, dan Bansi Minangkabau. Ketertarikan beliau pada alat
musik Sarunai Tanduak ini adalah karena beliau ingin melestarikan budayanya
serta kecintaannya terhadap budayanya. Hingga saat ini Bapak Azis Mandri
Chaniago masih aktif di dalam dunia kesenian Minangkabau. Salah satunya ia
menjadi seniman Taman Budaya Medan yang berlokasi di jalan Perintis
5
Kemerdekaan, Medan dan gedung BM3 (Badan Musyawarah Masyarakat
Minangkabau) di jalan Adinegoro, Medan.Beliau juga mempunyai grup yang
dinamakan Pitunang Rantau. Pitunang Rantau pernah tampil pada acara
penyambutan Gubernur Sumatera Utara pada tahun 2013.
Terdapat ukiran di badan Sarunai Tanduak yang biasa di buat oleh Bapak
Azis Mandri Chaniago yang merupakan hasil idenya sendiri dan mempunyai
makna dalam budaya Minangkabau. Seperti ukiran yang terinspirasi dari bunga
atau tumbuhan, hewan, dan benda. Ukiran ini pada umumnya terdapat di dinding
Rumah Adat Minangkabau yang disebut dengan nama Rumah Gadang. Makna
dari ukiran tersebut yaitu menggambarkan keselarasan dalam kehidupan
masyarakat Minangkabau dengan alamnya, dan lingkungan pergaulan antar
masyarakat.
Bapak Azis Mandri Chaniago sudah banyak membuat Sarunai Tanduak
hingga saat ini dengan berdasarkan kebutuhan, permintaan atau pemesanan, baik
dari daerah Medan, maupun luar Medan.
Dalam proses pembuatannya, Bapak Azis Mandri Chaniago masih tetap
menggunakan alat-alat yang masih tergolong sederhana, yaitu berupa pisau,
gergaji, dan solder. Bahan-bahan yang digunakan, yaitu berupa talang, tanduk
kerbau, kertas pasir, gabus, kertas yang sudah diukur, dan pensil. Secara
keseluruhan hanya menggunakan tenaga manusia, tanpa bantuan mesin.
Menurut bapak Azis Mandri Chaniago, ada kesulitan dalam pembuatan
Sarunai Tanduak, yaitu pada proses pembuatan lidah (reed). Untuk itu harus terus
mencoba hingga mendapatkan lidah yang menghasilkan suara yang tidak
6
berbayang dan tidak putus-putus. Hal ini diakui pula oleh para pemusik tradisional
Minang seperti Bapak Zul Alinur dan Bapak Drs. Hajizar.
Dari uraian latar belakang masalah diatas, maka penulis tertarik untuk
meneliti, serta menuliskannya dalam sebuah tulisan ilmiah dengan judul :
“Kajian Organologis Alat Musik Sarunai Tanduak Minangkabau Buatan
Bapak Azis Mandri Chaniago Di Kelurahan Mabar, Kecamatan Medan Deli,
Medan.”
1.2 Pokok Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah penulis kemukakan
sebelumnya, maka pokok permasalahan yang menjadi topik bahasan dalam tulisan
ini adalah :
1. Bagaimana struktur organologis Sarunai Tanduak Minangkabau buatan
Bapak Azis Mandri Chaniago dari segi struktural maupun fungsional?
2. Bagaimana proses dan teknik pembuatan Sarunai Tanduak buatan Bapak
Azis Mandri Chaniago?
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian terhadap Sarunai Tanduak Minangkabau adalah :
1. Untuk mendeskripsikan bagaimana struktur organologis Sarunai Tanduak
Minangkabau buatan Bapak Azis Mandri Chaniago baik dari segi struktur
maupun fungsi.
7
2. Untuk mendeskripsikan proses dan teknik pembuatan Sarunai Tanduak
Minangkabau buatan Bapak Azis Mandri Chaniago.
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai bahan dokumentasi untuk menambah referensi mengenai Sarunai
Tanduak Minangkabau di Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu
Budaya, Universitas Sumatera Utara.
2. Sebagai bahan masukan dan perbandingan bagi penelitian selanjutnya yang
berkaitan dengan Sarunai Tanduak Minangkabau.
3. Sebagai suatu proses pengaplikasian ilmu yang diperoleh penulis selama
perkuliahan di Departemen Etnomusikologi.
4. Sebagai suatu upaya untuk memelihara dan melestarikan musik tradisional
daerah sebagai bagian dari budaya Nasional.
5. Untuk memenuhi syarat dalam menyelesaikan studi program S-1 di
Departemen Etnomusikologi Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera
Utara.
1.4 Konsep dan Teori
1.4.1 Konsep
Konsep merupakan rangkaian ide atau pengertian yang diabstrakkan dari
peristiwa kongkrit (Kamus besar bahasa indonesia, Balai Pustaka, 1991:431).
Studi disebut juga dengan kajian (menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia).
8
Kajian merupakan kata jadian dari kata “kaji” yang berarti mengkaji,
mempelajari, memeriksa, mempertimbangkan secara matang, dan mendalami.Dari
keterangan di atas dapat diketahui bahwa pengertian kata “kajian” dalam hal ini
adalah suatu penelitian atas pemeriksaaan yang dilakukan dengan teliti (Badudu.
1982:132).
Sedangkan ‘organologi’ merupakan bagian dari etnomusikologi yang
meliputi semua aspek diantaranya adalah ukuran dan bentuk fisiknya termasuk
hiasannya, bahan dan prinsip pembuatannya, metode dan teknik memainkan,
bunyi dan wilayah nada yang dihasilkan, serta aspek sosial budaya yang berkaitan
dengan alat musik tersebut.
Seperti yang dikemukakan oleh Mantle Hood (1982:124) bahwa organologi
yang digunakan adalah berhubungan dengan alat musik itu sendiri.Istilah tersebut
mempunyai tendensi untuk dijadikan batasan dalam mendeskripsikan penampilan
fisik, properti akustik, dan sejarah alat musik. Menurut beliau organologi adalah
ilmu pengetahuan alat musik, yang tidak hanya meliputi sejarah dan deskripsi alat
musik, akan tetapi sama pentingnya dengan ilmu pengetahuan dari alat musik itu
sendiri, antara lain : teknik pertunjukan, fungsi musikal, dekoratif, dan variasi
sosial budaya.
Dari konsep diatas, dapat disimpulkan bahwa studi organologis Sarunai
Tanduak Minangkabau buatan Bapak Azis Mandri Chaniago adalah penelitian
secara mendalam mengenai sejarah dan deskripsi instrumen, juga mengenai
teknik-teknik pembuatan, cara memainkan, dan fungsi dari alat musik Sarunai
Tanduak tersebut.
9
Selanjutnya, istilah aerofon adalah klasifikasi alat musik yang ditinjau
berdasarkan penggetar utamanya sebagai penghasil bunyi, yaitu berasal dari udara
(klasifikasi alat musik oleh Curt Sach, 1961). Berdasarkan konsep diatas, maka
dalam tulisan ini penulis mengkaji mengenai proses pembuatan instrumen Sarunai
Tanduak Minangkabau buatan Bapak Azis Mandri Chaniago, termasuk juga
teknik pembuatan, proses pembuatan, juga mengenai teknik-teknik dalam
memainkan, fungsi musik, ornamentasi, dan beberapa pendekatan sosial
budayanya.
1.4.2 Teori
Teori merupakan pendapat yang dikemukakan mengenai suatu peristiwa
(Kamus Besar Bahasa Indonesia, 2005). Sebagai acuan berpikir dalam penelitian
ini penulis mempergunakan teori-teori yang relevan, yang sesuai untuk
permasalahan penelitian penulis.
Teori mempunyai hubungan yang erat dengan penelitian dan dapat
meningkatkan arti dari penemuan penelitian. Tanpa teori, penemuan tersebut akan
menjadi keterangan-keterangan empiris yang berpencar (Moh. Nazir, 1983:22-
25).
Dalam tulisan ini, penulis membahas tentang pendeskripsian alat musik
Sarunai Tanduak Minangkabau yang mengacu pada teori yang dikemukakan oleh
Susumu Khasima di dalam APTA (Asia Performing Traditional Art,1978:74),
yaitu dua pendekatan yang dapat dilakukan untuk membahas alat musik, yakni
teori struktural dan fungsional. Secara struktural yaitu: aspek fisik instrumen
10
musik, pengamatan, mengukur, merekam, serta menggambar bentuk instrumen,
ukurannya, konstruksinya, dan bahan yang dipakai. Di sisi lain, secara fungsional,
yaitu fungsi instrumen sebagai alat untuk memproduksi suara, meneliti,
melakukan pengukuran dan mencatat metode, memainkan instrumen, penggunaan
bunyi yang diproduksi (dalam kaitannya dengan komposisi musik) dan kekuatan
suara.
Menurut teori yang dikemukakan oleh Curt Sachs dan Hornbostel (1961)
yaitu sistem pengklasifikasian alat musik berdasarkan sumber penggetar utama
bunyinya. Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat, yaitu :
1. Idiofon, penggetar utama bunyinya adalah badan dari alat musik itu sendiri,
2. Aerofon, penggetar utama bunyinya adalah udara,
3. Membranofon, penggetar utama bunyinya adalah membran atau kulit,
4. Kordofon, penggetar utama bunyinya adalah senar atau dawai.
Mengacu pada teori tersebut, maka Sarunai Tanduak Minangkabau adalah
instrumen musik aerofon, dimana penggetar utama bunyinya melalui udara.
Berkenaan dengan penggunaan dari fungsi Sarunai Tanduak dalam
Masyarakat Minangkabau, penulis melihatnya berdasarkan teori yang ditawarkan
oleh Alan P. Merriam (1964 : 223- 226) dalam bukunya The Antropology Of
Music sebagai berikut: penggunan (use) dan fungsi (function) merupakan salah
satu masalah yang terpenting dalam Etnomusikologi. Penggunaan musik meliputi
bagaimana musik itu digunakan. Sedangkan fungsi musik berkaitan dengan tujuan
musik tersebut. Secara umum terdapat sepuluh fungsi musik, yaitu: 1. fungsi
pengungkapan emosional (the function of emotional), 2. fungsi penghayatan
11
estetis (the function of aesthetic enjoyment), 3. fungsi hiburan (the function of
entertainment), 4. fungsi komunikasi (the function of communication), 5. fungsi
perlambangan (the function of symbolic representation), 6. fungsi reaksi jasmani
(the function of physical response), 7. fungsi yang berkaitan dengan norma-norma
sosial (the function of enforcing coformity to social norms), 8. fungsi pengesahan
lembaga sosial dan upacara agama (the function of validation of social institution
and religious rituals), 9. fungsi kesinambungan budaya (the function of
contribution to the continuity and stability of culture), 10. fungsi pengintegrasian
masyarakat (the function of contribution the integration of society).
Berkaitan dengan Sarunai Tanduak, penulis mengemukakan beberapa
fungsi saja dari teori di atas, yaitu: fungsi pengungkapan emosional, fungsi
hiburan, fungsi komunikasi, fungsi perlambangan, dan fungsi reaksi jasmani.
1.5 Metode Penelitian
Metode adalah cara yang digunakan dalam melaksanakan suatu pekerjaan
agar hasil dari pekerjaan tersebut sesuai dengan yang diharapkan dan dikehendaki
melalui cara kerja yang bersistem untuk memudahkan pelaksaan suatu kegiatan
guna mencapai tujuan yang telah ditentukan (Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Balai Pustaka: 2005). Sementara penelitian merupakan kegiatan dalam
mengumpulkan, mengolah, menganalisis serta menyajikan data yang dilakukan
secara sistematis dan objektif untuk memecahkan suatu persoalan atau menguji
suatu hipotesis untuk mengembangkan prinsip-prinsip umum (Kamus Besar
Bahasa Indonesia, Balai Pustaka: 2005).
12
Metode adalah cara kerja untuk dapat memahami objek yang menjadi
sasaran ilmu yang bersangkutan (Koentjaraningrat, 1997:16). Dalam penelitian ini
penulis menggunakan metode penelitian kualitatif (Kirk dan Miller dalam
Moleong, 1990:3) yang mengatakan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi
tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
pengamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-
orang dalam bahasanya dan dalam peristilahannya. Untuk memahami
permasalahan yang terdapat dalam pembuatan alat musik Sarunai Tanduak
Minang, diperlukan tahap-tahap, yaitu tahap sebelum kelapangan (pra lapangan),
tahap kerja lapangan, analisis data, dan penulisan laporan (Moleong, 2002:109).Di
samping itu, untuk mendukung metode penelitian yang dikemukakan oleh
Moleong, penulis juga menggunakan metode penelitian lainnya, yaitu kerja
lapangan (field work) dan kerja laboratorium (laboratory work). Hasil dari kedua
disiplin ini kemudian digabungkan menjadi satu hasil akhir (a final study),
(Meriam, 1964:37).
Untuk memperoleh data dan keterangan yang dibutuhkan dalam penulisan
ini, penulis menggunakan metode pengumpulan data yang umumnya ada dua
macam, yakni: menggunakan daftar pertanyaan (questionnaires) dan
menggunakan wawancara (interview). Untuk melengkapi pengumpulan data
dengan daftar pertanyaan maupun wawancara tersebut dapat pula digunakan
pengamatan (observation) dan penggunaan cacatan harian (Djarwanto, 1984:25).
Dalam melakukan penelitian, penulis menggunakan tiga tahap, yaitu : (1)
studi kepustakaan; (2) kerja lapangan; dan (3) kerja laboratorium.
13
1.5.1 Studi kepustakaan
Pada tahap sebelum kelapangan (pra lapangan) dan sebelum mengerjakan
penelitian, penulis terlebih dahulu mencari dan membaca serta mempelajari buku-
buku, tulisan-tulisan ilmiah, literatur, majalah, situs internet, dan catatan-catatan
yang berkaitan dengan objek penelitian. Studi pustaka ini diperlukan untuk
mendapatkan konsep-konsep dan teori, juga informasi yang dapat digunakan
sebagai pendukung penelitian pada saat melakukan penelitian dan penulisan
skripsi ini.
1.5.2 Kerja lapangan
Dalam hal ini, penulis langsung ke lokasi penelitian untuk melakukan tiga
hal yang telah diketahui sebelumnya, yaitu observasi, wawancara, pemotretan
(pengambilan gambar), dan langsung melakukan wawancara bebas dan
wawancara mendalam antara penulis dengan informan, yaitu dengan mengajukan
pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya, walaupun saat melakukan
penelitian terdapat juga hal-hal baru yang menjadi bahan pertanyaan yang
dianggap mendukung dalam proses penelitian ini. Semua ini dilakukan untuk
tetap memperoleh keterangan-keterangan dan data-data yang dibutuhkan dan juga
data yang benar untuk mendukung proses penelitian.
14
1.5.3 Wawancara
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pengertian wawancara adalah
proses tanya-jawab dengan seseorang yang diperlukan untuk dimintai keterangan
atau pendapatnya mengenai suatu hal.
Dalam proses melakukan wawancara, penulis beracuan pada metode
wawancara yang dikemukakan oleh Koenjaraningrat (1985:139), yaitu wawancara
berfokus (focused interview), wawancara bebas (free interview), dan wawancara
sambil lalu (casual interview). Dalam hal ini penulis terlebih dahulu menyiapkan
daftar pertanyaan yang akan ditanyakan saat wawancara. Pertanyaan yang penulis
ajukan bisa beralih dari satu topik ke topik lain secara bebas. Sedangkan data yang
terkumpul dalam suatu wawancara bebas sangat beraneka ragam, tetapi tetap
materinya berkaitan dengan topik penelitian.
Menurut Harja W. Bachtiar (1985:155), wawancara adalah untuk mencatat
keterangan-keterangan yang dibutuhkan dengan maksud agar data atau keterangan
tidak ada yang hilang. Untuk pemotretan dan perekaman wawancara, penulis
menggunakan kamera dan handphone sebagai alat rekam. Sedangkan untuk
pengambilan gambar (foto), digunakan handphone bermerek Sony, disamping
tulisan atas setiap keterangan yang diberikan oleh informan.
1.5.4 Kerja laboratorium
Keseluruhan data yang telah terkumpul dari lapangan, selanjutnya diproses
dalam kerja laboratorium. Data-data yang bersifat analisis disusun dengan
sistematika penulisan ilmiah. Data-data berupa gambar dan rekaman diteliti
15
kembali sesuai ukuran yang telah ditentukan kemudian dianalisis seperlunya.
Semua hasil pengolahan data tersebut disusun dalam satu laporan hasil penelitian
berbentuk skripsi (Merriam, 1995:85).
16
BAB II
TINJAUAN UMUM MASYARAKAT MINANGKABAU DAN SEJARAH
SARUNAI TANDUAK MINANGKABAU
2.1 Asal-Usul Masyarakat Minangkabau
Berdasarkan asal-usul suku kata, Minangkabau berasal dari dua kata, yaitu
minang dan kabau. Nama tersebut dikaitkan dengan suatu legenda yang dikenal di
dalam tambo 2 . Dari tambo tersebut, konon pada suatu masa ada peristiwa
perselisihan antara kerajaan Minangkabau dengan seorang putera dari Jawa yang
meminta pengakuan kekuasaan di Melayu. Untuk mengelakkan diri mereka dari
berperang, rakyat Minangkabau mengusulkan untuk mengadakan pertandingan
adu kerbau di antara kedua pihak. Putera tersebut setuju dan mengadukan seekor
kerbau yang besar badannya dan ganas. Sedangkan rakyat setempat hanya
mengandalkan seekor anak kerbau yang lapar tetapi dengan memberikan pisau
pada tanduknya. Sewaktu peraduan, si anak kerbau yang kelaparan dengan tidak
sengaja menyerudukkan tanduknya diperut kerbau besar itu karena ingin mencari
puting susu untuk menghilangkan lapar dan dahaganya. Kerbau yang ganas itu
mati, dan rakyat setempat berhasil menyelesaikan pergelutan tersebut dengan cara
yang aman (http://ms.wikipedia.org/wiki/Minangkabau).
Keterkaitan masyarakat Minangkabau dengan hewan kerbau ini dapat
dilihat dari berbagai identitas budaya orang Minangkabau, seperti atap rumah adat
mereka yang berbentuk seperti tanduk kerbau. Begitu juga dengan pakaian adat
2Tambo artinya sebuah cerita yang dipercayai oleh rakyat (www.kamus daerah.com)
17
perempuan Minangkabau yang disebut dengan baju tanduak kabau.
Namun beberapa sumber lain menyebutkan bahwa nama Minangkabau
sudah ada jauh sebelum peristiwa adu kerbau itu terjadi, dimana istilah yang lebih
tepat sebelumnya adalah “Minangkabwa,” “Minangakamwa,” “Minangatamwan,”
dan “Phinangkabhu.” Istilah Minangakamwa atau Minangkamba berarti Minang
(sungai) Kembar yang merujuk pada dua Sungai Kampar yaitu Kampar Kiri dan
Sungai Kampar Kanan. Sedangkan istilah Minangatamwan yang merujuk kepada
Sungai Kampar memang disebutkan dalam prasasti Kedukan Bukit, dimana
disebutkan bahwa pendiri Kerajaan Sriwijaya yang bernama Dapunta Hyang
melakukan migrasi massal dari hulu Sungai Kampar (Minangatamwan) yang
terletak di sekitar daerah Lima Puluh Kota, Sumatera Barat
(http://roezyhamdani.blogspot.com/p/suku-minangkabau.html).
Menurut para ahli kebudayaan, suku bangsa Minangkabau ini merupakan
bagian dari bangsa Deutro Melayu (Melayu Muda). Mereka melakukan migrasi
dari dataran China Selatan ke pulau Sumatera sekitar 2500-2000 tahun yang lalu.
Diperkirakan bahwa kelompok masyarakat Minangkabau ini masuk dari arah
timur pulau Sumatera, menyusuri aliran sungai Kampar sampai ke daratan tinggi
yang disebut dengan darek (kampung halaman orang Minangkabau). Kemudian
suku Minang menyebar ke daerah pesisir di pantai barat pulau Sumatera, yang
terbentang dari Barus bagian utara hingga Kerinci bagian selatan. Migrasi tersebut
terjadi ketika pantai barat Sumatera menjadi pelabuhan alternatif perdagangan
selain Malaka, saat jatuh ke tangan Portugis.
Dalam buku Dasar-dasar adat Minangkabau (Idrus Hakimi, 1980),
18
disebutkan bahwa nenek moyang masyarakat Minangkabau berasal dari keturunan
Raja Iskandar Zulkarnain. Keturunannya menyebar kemana-mana mencari tanah-
tanah baru untuk dibuka. Beberapa kawasan yang menjadi Darek 3 tersebut
membentuk semacam konfederasi yang disebut mereka dengan nama Luhak.
Sesuai dengan pembagian kawasannya, Luhak tersebut disebut mereka menjadi
Luhak Nan Tigo.
Luhak Nan Tigo ada tiga bagian di daerah Minangkabau yang membawahi
daerah rantau, yaitu: (1) Luhak Agam berpusat di Bukit Tinggi dengan Rantau
Pasaman, (2) Luhak Tanah Data berpusat di Batusangkar dengan Rantau Solok,
dan (3) Luhak Lima Puluah Koto berpusat di Paya Kumbuh dengan Rantau
Kampar.
Daerah rantau terbagi atas, ke utara Luhak Agam; Pasaman, Lubuk
Sikaping, dan Rao. Ke selatan dan tenggara Luhak Tanah Data; ada Solok, Silayo,
Muaro Paneh, Alahan Panjang, Muaro Labuah, Alam Surambi Sungai Pagu,
Sawah Lunto Sijunjung, sampai keperbatasan Riau dan Jambi. Selanjutnya rantau
sepanjang hiliran sungai besar; Rokan, Siak, Tapung, Kampar, Kuantan/Indragiri,
dan Batang Hari. Sedangkan daerah pesisir terbagi atas, dari utara ke selatan;
Meulaboh, Tapak Tuan, Singkil, Sibolga, Sikilang, Aie Bangih, Tiku, Pariaman,
Padang, Bandar Sapuluh, Air Haji, Balai Salasa, Sungai Tunu, Punggasan,
Lakitan, Kambang, Ampiang Parak, Surantiah, Batang Kapeh, Painan (Bungo
Pasang), dan seterusnya Bayang nan Tujuah, Indrapura, Kerinci, Muko-muko, dan
Bengkulu.
3Darek (bahasa Indonesia : darat)
19
Tiap-tiap luhak dibentuk dari beberapa kelarasan, dan pada kelarasan
dibentuk suku, dimana setiap suku Minangkabau diatur menurut garis keturunan
ibu (matrilineal). Untuk mengesahkan suku, ada harta pusaka dari nenek
diwariskan kepada ibu, dan dari ibu diwariskan kepada anak perempuan.
Dalam etnik Minangkabau terdapat banyak klan4, dimana mereka sendiri
yang menyebutnya dengan istilah suku. Awalnya suku mereka ada empat suku,
yaitu suku Bodi, Caniago, Koto, dan Piliang. Sekarang seiring jalannya waktu,
berkembang sampai sudah mencapai ratusan suku, diantaranya suku Gudam,
Pinawan, Padang Laweh, Salo, Tanjung, Sikumbang, Panai, dan lain-lain.
2.2 Masuknya Masyarakat Minangkabau di Kota Medan
Merantau merupakan kegiatan yang tidak terpisahkan dari kehidupan orang
Minangkabau sejak lama. Pada awalnya merantau didorong oleh kebutuhan
perluasan wilayah karena tempat asal pedalaman Sumatera Barat tidak lagi
memadai luasnya untuk menunjang kehidupan mereka. Kegiatan merantau etnis
Minangkabau ini terus berlanjut bukan hanya ke wilayah Sumatera Barat tetapi
menuju ke kota-kota besarterutama Batavia dan Sumatera, khususnya Jambi,
Pekanbaru, Palembang, dan Medan (Niam, 1982 dalam Nasution, 2002).
Medan merupakan salah satu kota di Indonesia yang menjadi tujuan
perantau beberapa suku di Indonesia. Pada tahun 1909, Medan menjadi kota yang
penting diluar Jawa. Terutama setelah pemerintah kolonial membuka perusahaan
perkebunan secara besar-besaran. Di akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20
4Klan merupakan kesatuan geneologis (kesatuan keturunan) atau suku.
20
terdapat dua gelombang migrasi besar ke kota Medan. Gelombang pertama
kedatangan dari orang Tionghoa dan Jawa sebagai kuli kontrak perkebunan.
Gelombang kedua ialah kedatangan orang Minangkabau, Mandailing, dan Aceh.
Kedatangan mereka ke kota Medan dan sekitarnya bukan untuk bekerja sebagai
buruh perkebunan, tetapi umumnya untuk berdagang, menjadi guru dan alim
ulama (https://id.wikipedia.org/wiki/Kota Medan).
Etnis Minangkabau datang ke kota Medan bertujuan untuk meningkatkan
keadaan kehidupan mereka agar lebih baik dari yang sebelumnya dan keinginan
untuk merantau sangatlah tinggi, hal ini dilihat dari hasil studi yang pernah
dilakukan pada tahun 1973 lalu. Pada tahun 1961 terdapat sekitar 32% orang
Minang yang berdomisili di luar Sumatera Barat, tetapi pada tahun 1971,
jumlahnya semakin meningkat menjadi 44% yang berdomisili di luar Sumatera
Barat. Dalam hal ini berarti lebih dari separuh orang Minang berada diluar
Sumatera Barat. Berdasarkan data tersebut dapat dilihat bahwa keinginan
merantau orang Minangkabau begitu besar dibanding dengan suku lainnya yang
ada di Indonesia, keinginan merantau orang Minangkabau cukup besar, sebab
menurut sensus pada tahun 1930, suku perantau tertinggi di Indonesia adalah suku
Bawean (35,9%). kemudian suku Batak (14,3%), selanjutnya suku Banjar
(14,2%), setelah itu suku Minang sebesar (10,5%) (Ahmad Yunus, 1985:4).
Ada beberapa faktor yang menjadi alasan masyarakat Minangkabau
merantau, baik itu faktor budaya maupun ekonomi. Salah satu penyebab terhadap
fenomena budaya adalah sistem kekerabatan matrilineal mereka. Dengan sistem
tersebut, penguasaan harta dipegang oleh kaum wanita, sedangkan kaum lelaki
21
cukup kecil. Selain itu, setelah masa akil baligh5, lelaki tidak lagi dapat tidur
dirumah orangtuanya, karna rumah hanya ditujukan untuk kaum wanita beserta
suaminya dan anak-anaknya. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan banyaknya
kaum lelaki semangat untuk mengubah nasib dengan merantau untuk mencari
kekayaan dengan berdagang dan meniti karir, serta melanjutkan pendidikan.
Begitu juga penjelasan pada faktor ekonomi, dimana pertumbuhan penduduk yang
tidak sesuai dengan pertambahan sumber daya alam yang dapat diolah, yang
akibatnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bersama. Faktor-faktor inilah
yang mendorong orang Minang pergi merantau.
Masyarakat Minang mendorong para pemuda dan anak-anak mereka untuk
merantau dan membawa hasil sebagai tanda bahwa mereka telah mengadu nasib
di negeri orang. Semua itu akan digunakan untuk membangun dan memperbaiki
rumah mereka masing-masing dikampung halamannya. Selain itu, mereka
membeli tanah ataupun memberikan contoh atau pemikiran mereka demi
kemajuan daerah mereka.
Kota Medan sendiri memiliki penduduk yang heterogen, baik itu dari segi
budaya, agama, profesi, dan lain-lain. Masuknya berbagai suku masyarakat
membawa budaya tradisi mereka masing-masing. Begitu juga masyarakat
Minangkabau yang merupakan salah satu suku yang merantau ke kota Medan ini
memberikan keberagaman seni dan budaya yang ada di kota Medan dari tradisi
budaya mereka sendiri.
5Akil baligh merupakan istilah yang menunjukkan seseorang telah mencapai kedewasaan.
22
Di kota Medan itu sendiri, kelompok masyarakat Minangkabau ini hampir
menempati seluruh kawasan kota Medan. Tercatat masyarakat Minang paling
banyak bermukim di daerah Medan Denai dan Sukaramai. Lokasi-lokasi ini juga
merupakan daerah yang strategis dalam melakukan perdagangan. Namun,
informan penulis dalam hal ini tidak tinggal dilokasi-lokasi tersebut, melainkan
tinggal didaerah yang bukan kawasan umumnya orang Minang dikota Medan.
Menurut data statistik kota Medan tahun 2000, suku Minangkabau di
Sumatera Utara berjumlah 306.550 jiwa. Meskipun suku Minangkabau berada
pada urutan ke-9, akan tetapi suku Minangkabau dan kebudayaannya cukup
umum dikenal karena kemampuan mereka memperkenalkan diri dari segi
perdagangan, seperti banyaknya usaha rumah makan Minang, pedagang sate
Padang, dan lainnya.
Tabel 2.1:
Jumlah Penduduk Kota Medan Berdasarkan Suku
Hasil Sensus Penduduk Tahun 2000
Suku Persentase Jumlah Penduduk
Melayu 5,89% 674.112 jiwa
Karo 5,09% 585,173 jiwa
Simalungun 2,04% 234.515 jiwa
Toba 25,62% 2.948.264 jiwa
Mandailing 11,27% 1.296.518 jiwa
Pakpak 0,73% 83,866 jiwa
23
Nias 6,36% 731.620 jiwa
Jawa 33,40% 3.843.602 jiwa
Minang 2,66% 306.550 jiwa
Cina 2,71% 311.779 jiwa
Aceh 0,97% 111.686 jiwa
Lainnya 3,29% 379.113 jiwa
Sumber : Badan Pendataan Statistik Provinsi Sumatera Utara
2.3 Agama dan Kepercayaan
Awal sebelum agama Islam masuk di Minangkabau, agama Hindu dan
Budha telah muncul di Minangkabau. Tetapi kedua agama ini hanya berkembang
di sekitar istana saja. Diperkirakan sekitar pertengahan abad ke-7 agama Islam
masuk dibawa oleh para pedagang, akan tetapi mulai berkembang sekitar abad ke
tiga belas.
Hingga saat ini agama Islam satu-satunya agama yang berkembang di
Minangkabau dan telah menjadi bagian yang tidak dapat dipisahkan dari identitas
masyarakat Minangkabau. Pengaruh agama Islam kuat di dalam adat
Minangkabau, seperti yang tercatat di dalam pepatah mereka, adat basandi
syara’, syara’ basandi Kitabullah, yang artinya, adat (Minangkabau) bersendi
hukum Islam dan hukum Islam bersendi Al Qur’an. Sehingga nyata bahwa adat
Minangkabau dengan agama Islam memiliki suatu kesatuan yang saling
menunjang dalam membina masyarakatnya.
24
Setiap orang yang menjalankan adat Minangkabau haruslah beragama Islam
karena adat mereka sejalan dengan agama Islam. Terdapat banyak persamaan di
antara paham Islam dengan paham orang Minangkabau. Ciri-ciri Islam begitu
mendalam dalam adat Minangkabau, sehingga mereka yang tidak mengamalkan
agama Islam dianggap telah terkeluar dari masyarakat Minangkabau.
2.4 Sistem Kesenian
Kesenian merupakan ekspresi manusia terhadap keindahan, dalam
kebudayaan suku-suku bangsa yang pada mulanya bersifat deskriptif
(Koenjaraningrat, 1982:395-397). Kesenian Minangkabau pada mulanya
merupakan permainan rakyat yang bersifat terbuka dari rakyat untuk rakyat. Oleh
karena sifatnya yang terbuka maka menjadi milik suatu komunitas yang mudah
berubah. Pengertian berubah dalam hal ini yakni dalam konteks sosiobudaya
masyarakat Minangkabau yang dapat diartikan sebagai berkembang, memperkaya,
dan memperbanyak aspek-aspeknya (Nerosti Adnan, 2008). Masyarakat
Minangkabau memiliki berbagai macam bentuk kesenian, yakni seni musik, seni
tari, seni rupa, dan seni bangunan.
2.4.1 Seni musik
Seni musik merupakan suatu bentuk karya seni yang dapat dinikmati
manusia melalui pendengaran, seperti seni instrumental, seni vokal, dan seni
sastra. Dimana seni instrumental terdiri dari Sarunai Tanduak, Saluang, Bansi,
Talempong, Gandang, Pupuik Tanduak, dan lainnya. Seni vokal yang
25
berkembang pada masyarakat Minangkabau, yaitu berupa dendang (nyanyian),
indang, dan dikie (zikir). Seni sastra terutama sastra lisan, yaitu berupa pantun
yang berupa nasihat dan syair yang paling banyak dikuasai oleh masyarakat
Minangkabau.
2.4.2 Seni tari
Seni tari merupakan gabungan antara seni rupa dan seni suara yang dapat
dinikmati oleh manusia melalui penglihatan dan pendengaran. Seni tari memiliki
gerakan aktif dinamis, namun tetap berada di alur dan tatanan yang khas.
Kekhasan ini terletak pada prinsip tari Minang yang belajar dari alam, oleh karna
itu dinamisme gerakan tari tradisi Minang merupakan lambang dari unsur alam.
Seni tari yang berkembang pada masyarakat Minangkabau, yaitu berupa silat,
randai, tari piring, tari payung, tari pasambahan, dan banyak lagi.
2.4.3 Seni rupa
Seni rupa adalah bentuk kesenian yang dapat dinikmati melalui penglihatan.
Pada masyarakat Minangkabau, hal ini dapat dilihat dari ukiran-ukiran berupa
rumah gadang yang bermotif tumbuh-tumbuhan dan binatang yang menghiasi
tiang dan dinding rumah gadang.
2.4.4 Seni bangunan
Seni bangunan yaitu dapat dilihat dari rumah adat Minangkabau yang
disebut dengan rumah gadang. Yang mana rumah gadang ini terdiri atas biliek
26
sebagai ruang tidur, dan didieh sebagai ruang tamu. Ciri utama rumah gadang
yaitu bentuk lengkung pada atap yang disebut dengan gonjong yang bermakna
tanduk kerbau.
2.5 Sistem Kekerabatan
Masyarakat Minangkabau menggunakan sistem matrilineal, baik itu di
Medan, daerah perantauan mereka yang lainnya, maupun di kampung halaman
mereka sendiri di Sumatera Barat. Artinya, keluarga yang menganut prinsip
silsilah keturunan yang diperhitungkan melalui garis ibu. Dalam sistem
kekerabatan matrilineal terdapat 3 unsur yang paling dominan, yaitu : Pertama,
garis keturunan “menurut garis ibu.” Kedua, perkawinan harus dengan kelompok
lain, di luar kelompok sendiri, yang sekarang dikenal dengan istilah eksogami
matrilineal. Ketiga, ibu memegang peran sentral dalam pendidikan, pengamanan
kekayaan, dan kesejahteraan keluarga.
Di samping menganut sistem eksogami, yang artinya adalah sistem
perkawinan di luar batas suatu lingkungan tertentu atau dengan kata lainnya
perkawinan di luar kelompoknya, adat Minang juga menganut sistem matrilokal,
yang mana suami tinggal di sekitar rumah kerabat isterinya atau di dalam
lingkungan kekerabatan isterinya. Semua harta dan tanah yang dimiliki
diwariskan kepada anak perempuan.
Masyarakat Minangkabau memiliki kelompok kekerabatan, dimana ikatan
kekerabatan tersebut terbentuk berdasarkan paruik, kampuing, dan suku. Paruik
adalah kelompok kerabat seketurunan menurut garis keturunan ibu yang
27
merupakan kelompok keluarga terkecil yang terdiri dari ibu, anak laki-laki dan
perempuan, saudara laki-laki ibu, saudara perempuan ibu, serta anak-anaknya dan
cucu-cucu dari anak perempuannya. Dimana dulunya mereka tinggal dirumah
yang disebut dengan rumah gadang (rumah besar). Kumpulan dari paruik
membentuk klan besar, yaitu kampueng yang dipimpin oleh seorang penghulu
andiko atau datuek kampueng. Kemudian gabungan kampueng membentuk suku
yang merupakan satu kesatuan yang sama berdasarkan prinsip matrilineal dan
dipimpin oleh seorang penghulu suku.
Dalam keluarga Minangkabau, ayah tidak termasuk dalam anggota keluarga
istri dan anaknya, akan tetapi ia tetap menjadi anggota kaum warganya masing-
masing, yaitu ibunya. Ayah dipandang sebagai pemberi keturunan. Dimana ayah
atau laki-laki yang menikahi seorang perempuan dari satu paruik atau kampueng
lain disebut dengan urang sumando (orang pendatang). Ada pula keluarga batih
dalam sistem kekeluargaan Minangkabau yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak-
anak meskipun tidak begitu dikenal, mengingat ibu dan ayah akan tetap menjadi
anggota dan terlibat dalam keluarga asalnya, yaitu ibunya.
Pada dasarnya anak laki-laki di Minangkabau telah diajarkan untuk hidup
berpisah dengan orangtua dan saudara-saudara perempuannya. Mereka tidak lagi
tinggal dirumah gadang dengan ibunya, melainkan hidup berkelompok di surau-
surau (mushola atau mesjid). Disana mereka belajar mengaji, silat, dan bergaul
dengan kelompok pria dengan segala tingkat usia.
Dalam masyarakat Minangkabau, di beberapa daerah terdapat sebutan atau
nama panggilan yang digunakan keluarga. Panggilan itu juga berlaku pada
28
sebagian besar masyarakat Minangkabau di kota Medan, seperti seorang adik
memanggil saudara perempuannya (kakak) dengan panggilan uni, dan panggilan
uda untuk saudara laki-laki (abang). Panggilan mande untuk ibu, panggilan
mamak untuk paman, dan buyuang untuk anak laki-laki. Anak memanggil mak
adang kepada saudara perempuan ibu yang lebih tua, dan mak etek kepada
saudara perempuan ibu yang lebih muda. Semua laki-laki dalam pesukuan dan
dalam suku yang serumpun, yang menjadi kakak atau adik dari ibu kita disebut
juga dengan mamak. Jadi mamak tidak hanya sebatas saudara kandung ibu, tapi
kepada semua laki-laki yang segenerasi dengan ibu dalam suku yang serumpun.
Dalam keluarga Minangkabau, mamak memiliki peranan dan tanggung
jawab yang penting. Mamak yang merupakan saudara laki-laki dari ibu
berkewajiban membimbing keponakan, mengatur, dan mengawasi penggunaan
harta pusaka. Untuk itulah mamak dapat dikatakan memiliki kedudukan yang
sejajar dengan ibu. Dalam ikatan perkawinan, mamak memiliki tanggung jawab
dalam kesepakatan yang dilakukan. Jika terjadi ingkar janji, maka mamak lah
yang harus membayar semua hutang tersebut, bukan keponakan yang harus
dikawinkan.
Dalam setiap kelompok orang saparuik (seperut) yang disebut satu suku
dalam sistem kekerabatan Minangkabau mempunyai gelar pusaka kaum sendiri
yang diturunkan dari ninik kepada mamak, dan dari mamak kepada keponakan
laki-lakinya. Gelar ini yang nantinya diberikan turun-temurun kepada para laki-
laki yang akan berumah tangga. Mereka akan lebih dihargai dan dihormati dengan
pemberian gelar tersebut. Gelar yang diberikan kepada laki-laki yang akan
29
menikah di Minangkabau dapat diberikan kepada siapa saja tanpa suatu acara
khusus. Lain hal nya dengan gelar yang harus disandang oleh seorang penghulu
yang merupakan warisan adat yang hanya bisa diturunkan kepada keponakannya
dalam upacara adat dengan kesepakatan kaum setelah penghulu meninggal dunia.
Perkawinan yang dilakukan menimbulkan tali kekerabatan yang baru, yaitu
kerabat perempuan dari pihak laki-laki disebut pasumandan. Saudara perempuan
dari ayah bagi anak-anaknya disebut bako, sedangkan anak-anak dari saudara laki-
laki bagi saudara perempuannya disebut disebut anak pisang.
Di kota Medan sendiri, sistem kekerabatan ini masih digunakan oleh
masyarakat Minangkabau yang merantau ke kota Medan ini. Akan tetapi peranan
datuek kampueng dan penghulu suku tidak ditemukan disini.
2.5.1 Suku-suku Minangkabau
Dalam etnis Minangkabau terdapat banyak klan, yang oleh orang Minang
sendiri disebut dengan istilah suku. Beberapa suku besar mereka adalah suku
Piliang, Bodi, Caniago, dan Koto, selain itu terdapat pula suku pecahan dari suku-
suku utama tersebut. Sekarang suku-suku dalam Minangkabau berkembang terus
dan telah mencapai ratusan suku, yang terkadang sulit mencari persamaannya
dengan suku induk. Semakin banyak anak perempuan dilahirkan dalam satu suku,
semakin cepat suku itu berkembang dan menjadi besar. Hal ini dikarenakan
ketentuan adat Minangkabau yang menetapkan garis keturunan menurut garis ibu.
(Amir, M.S, 2003:65). Diantara suku-suku tersebut adalah Suku Tanjung, Suku
Sikumbang, Suku Sipisang, Suku Bendang, Suku Guci, Suku Panai, dan lain-lain.
30
2.6 Sejarah Sarunai Tanduak Minangkabau
Asal mula Sarunai Tanduak ini diperkirakan datang dari nama Shehnai,
yaitu alat musik yang berasal dari Lembah Kashmir di dataran India Utara.
Setelah menyebar dan dikenal luas di Minangkabau, Sarunai Tanduak
menjadi populer sebagai alat musik tiup tradisional Minangkabau. Alat musik
Sarunai Tanduak ini telah dikenal merata di Sumatera Barat, terutama di bagian
dataran tinggi seperti di daerah Agam, Tanah Datar dan Lima Puluh Koto, dan
juga di sepanjang pesisir pantai Sumatera Barat. Alat musik ini sejak lama telah
dipopulerkan ke seluruh Indonesia oleh para imigran dari Minang dan juga telah
dikenal sebagai alat musik tradisional di Malaysia dan masyarakat Banjar di
Kalimantan dengan nama yang sama.
Bahan untuk membuat sebuah alat musik tradisional Minang adalah terdiri
dari talang dan tanduk kerbau. Bagian penata bunyi Sarunai Tanduak terbuat dari
talang yang ukurannya relatif kecil. Talang tersebut diberi 4 lubang nada yang
berselisih jarak berbeda-beda ini berfungsi untuk menjadi pembatas antara tinggi
dan rendahnya nada. Nada yang lazim pada alat musik tradisional Sarunai
Tanduak ini adalah nada pentatonis "do-re-mi-fa-sol".
Puput adalah bagian anak pada alat musik Sarunai Tanduak yang terbuat
dari talang yang kecil (lebih kecil dari talang untuk induk). Bagian pangkat puput
tersebut disambungkan ke pangkal induk sarunai dan diberi lidah (reed). Pada
bagian belakang, terdapat resonator yang berbentuk corong. Fungsi bagian ini
adalah untuk memperkeras atau memperbesar volume suara (resonator). Bagian
31
ini terbuat dari tanduk kerbau yang secara alamiah telah berbentuk lancip
mengembang.
Sarunai Tanduak adalah kreasi dari alat musik sarunai. Awalnya
merupakan alat musik hiburan pribadi bagi masyarakat Minang diwaktu senggang
ketika sedang berladang menggembalakan kerbaunya sehingga tidak difungsikan
sebagai alat musik gabungan. Namun karena alunan dari Sarunai Tanduak
memberikan semangat dan kegembiraan jiwa, maka Sarunai Tanduak
berkembang dan di mainkandalam acara-acara adat yang ramai, seperti upacara
perkawinan, penghulu, pengiringan pertunjukan pencak silat Minang dan
sebagainya. Maka dalam sebuah penampilan Sarunai Tanduak dimainkan secara
gabungan dengan alat musik tradisional lainnya seperti talempong, tambur,
gendang, guna lebih menghasilkan perpaduan bunyi dan irama khas tradisional
Minang.(http://alampedia.blogspot.co.id/2014/09/serunai-alat-musik-tradisional-
minang.html)
32
BAB III
KAJIAN STRUKTURAL SARUNAI TANDUAK MINANGKABAU
3.1 Klasifikasi Sarunai Tanduak
Dalam mengklasifikasikan Sarunai Tanduak, penulis mengacu kepada teori
yang dikemukakan oleh Curt Sachs dan Erich Von Hornbostel (1914). Sistem
pengklasifikasian alat musik ini berdasarkan sumber penggetar utama bunyi.
Sistem klasifikasi ini terbagi menjadi empat bagian yang terdiri dari :
a. Idiofon, sumber penggetar utama bunyi adalah badan dari alat itu sendiri.
b. Aerofon, sumber penggetar bunyi adalah udara.
c. Membranofon, sumber penggetar utama bunyi adalah kulit.
d. Kordofon, sumber penggetar bunyi adalah senar atau dawai.
Sesuai dengan tinjauan penelitian mengenai organologis alat musik Sarunai
Tanduak, alat musik ini memiliki prinsip kerja hembusan udara yang di golongkan
kepada klasifikasi aerofone, yaitu sumber utama bunyinya berasal dari udara.
Selanjutnya Sachs dan Hornbostel menggolongkan lagi alat musik aerofon
berdasarkan karakteristik bentuknya, yakni: Blown Flute, End Blown Flute, Side
Blown Flute, Rim Blown Flute, Whistle Flute, dan Nose Flute. Dengan mengacu
pada teori diatas, maka Sarunai Tanduak Minangkabau tergolong kedalam
“Whistle Flute”.
Berdasarkan jenis karakteristik yang terdapat pada Sarunai Tanduak, maka
alat musik tersebut di golongkan kedalam single reed, yaitu aerofon yang
33
memiliki lidah (reed) tunggal. Reed berfungsi sebagai penghasil suara dengan
cara di tiup.
3.2 Konstruksi Sarunai Tanduak
Konstruksi Sarunai Tanduak adalah bagian-bagian yang terdapat pada alat
musik Sarunai Tanduak yang mempunyai fungsi masing-masing.
Gambar 1: Konstruksi Sarunai Tanduak
Keterangan :
1. Anak Sarunai sebagai lidah (reed) yang digunakan sebagai penghasil
suara
2. Induk sarunai adalah bagian yang berfungsi sebagai lubang nada
3. Lubang nada, Sarunai Tanduak memiliki 4 lubang nada
4. Corong atau tanduk kerbau adalah bagian yang berfungsi sebagai
resonator.
1
2
3
4
34
3.3 Ukuran Bagian-bagian Sarunai Tanduak
Gambar 2: Ukuran Sarunai Tanduak
Menurut Bapak Azis Mandri Chaniago, Sarunai Tanduak Minang pada
umumnya tidak memiliki standar ukuran yang tetap. Ukuran Sarunai Tanduak
tergantung pada pembuatnya, namun tetap relatif kecil. Selain itu faktor utama
penentu ukuran alat musik ini adalah diameter dan panjang talang yang tersedia.
Ukuran dan bagian-bagian alat musik Sarunai Tanduak yang penulis paparkan
berikut adalah sesuai dengan ukuran Sarunai Tanduak buatan Bapak Azis Mandri
Chaniago.
3.3.1 Bagian Anak Sarunai Tanduak
Gambar 3: Ukuran Bagian Anak
25 cm
6 cm
2 cm 0,8 cm
35
Bagian anak yaitu bagian tempat tiupan yang menghasilkan bunyi. Terbuat
dari talang kecil, setengah lingkaran besar talang untuk induk dengan ukuran :
Panjang anak sarunai secara keseluruhan = 6 cm
Penyambung anak sarunai ke induk sarunai = 0.8 cm
Panjang lidah (reed) = 2 cm
3.3.2 Bagian Induk Sarunai Tanduak
Gambar 4: Ukuran Bagian Induk
Bagian induk berada di posisi tengah antara anak dan corong pada Sarunai
Tanduak. Bagian ini juga terbuat dari talang kecil dan tipis, namun lebih besar
dari ukuran anak.
Panjang induk sarunai secara keseluruhan = 10 cm
Penyambung induk sarunai ke corong = 1.3 cm
10 cm
1,3 cm
36
3.3.3 Lubang nada
Gambar 5: Ukuran lubang nada
Ukuran besar lubang nada berbeda-beda. Lubang nada 1 dan 2 memiliki
ukuran yang lebih kecil dari lubang nada lainnya. Sedangkan lubang nada 3 dan 4
memiliki ukuran yang sama besar. Jarak lubang nada pada sampel yaitu :
Jarak lubang nada 1 dari ujung sambungan pada anak sarunai = 1.5cm
Jarak lubang nada 1 ke lubang nada 2 = 1.4 cm
Jarak lubang nada 2 ke lubang nada 3 = 1.2 cm
Jarak lubang nada 3 ke lubang nada 4 = 1.6 cm
Jarak lubang nada 4 ke batas sambungan dengan corong = 1 cm
3.3.4 Bagian corong/tanduak
Gambar 6 :Ukuran bagian corong/tanduak
1 cm 1,5 cm
1,4 cm1.2 cm 1.6 cm
11 cm
3.5 cm
37
Bagian corong yaitu bagian pangkal Sarunai Tanduak yang berfungsi untuk
memperbesar volume suara disamping memperindah bentuk. Corong terbuat dari
tanduk kerbau yang sudah di bersihkan, dikeringkan, dan dibentuk. Ukuran
tanduk kerbau buatan beliau yaitu dapat dilihat dari gambar berikut :
Panjang corong = 11 cm
Diameter = 3.5 cm
3.4 Teknik Pembuatan Sarunai Tanduak Minangkabau
Dalam proses pembuatan Sarunai Tanduak ini, penulis lebih spesifik kepada
teknik pembuatan oleh informan kunci penulis yaitu Bapak Azis Mandri Chaniago
yang pembuatannya sederhana tanpa bantuan mesin dan tanpa adanya ritual
tertentu. Berikut akan dijelaskan mengenai bahan-bahan, peralatan, dan teknik
pembuatan Sarunai Tanduak tersebut.
3.4.1 Bahan baku yang digunakan
Bahan baku yang digunakan dalam pembuatan Sarunai Tanduak ini tidak
hanya menggunakan seruas talang (bambu tipis) saja, tetapi juga menggunakan
tanduk kerbau.
3.4.1.1 Talang
Talang adalah sejenis bambu kecil. Tanaman ini dapat tumbuh di daerah
iklim basah sampai iklim kering (Departemen Kehutanan dan Perkebunan,
1999:78).
38
Talang digunakan sebagai bahan dasar membuat anak dan induk Sarunai
Tanduak.
Gambar 7: Talang
3.4.1.2 Tanduk kerbau
Bahan dasar selanjutnya adalah tanduk kerbau. Menurut Bapak Azis Mandri
Chaniago, tanduk kerbau yang bagus digunakan untuk Sarunai Tanduak tersebut
adalah tanduk kerbau betina karena memiliki tanduk yang lebih melengkung
dibanding tanduk kerbau jantan.
Gambar 8: Tanduk Kerbau
39
3.4.2 Peralatan yang digunakan
Merupakan bahan-bahan atau alat-alat yang dipakai untuk proses pembuatan
Sarunai Tanduak. Peralatan yang digunakan untuk pembuatan Sarunai Tanduak
masih sangat sederhana, yaitu hanya menggunakan kertas pasir, gabus, kertas
yang sudah diukur, pensil, pisau, gergaji, dan solder.
3.4.2.1 Kertas pasir
Kertas pasir adalah kertas yang digunakan untuk menghaluskan permukaan
batang talang, terutama pada bagian lubang nada. Selain itu, kertas pasir
digunakan pula untuk mengasah pisau.
Gambar 9 : Kertas Pasir
3.4.2.2 Gabus
Gabus digunakan sebagai penutup atau penyumbat lubang yang berada
diatas atau diujung anak dari Sarunai Tanduak agar udara yang dihembuskan
sepenuhnya keluar melalui lidah. Alasan beliau menggunakan gabus adalah
karena gabus mudah dibentuk dan jika gabus dibakar akan mengeras.
40
Gambar 10 : Gabus
3.4.2.3 Penggaris
Penggaris digunakan untuk mengukur bagian-bagian yang ada pada Sarunai
Tanduak seperti panjang anak, jarak lubang nada, panjang corong tanduk, dan lain
sebagainya.
3.4.2.4 Pensil
Pensil digunakan untuk memberi tanda jarak lubang nada dan memberi garis
pada saat pengukuran pembuatan lubang nada.
3.4.2.5 Pisau
Pisau digunakan untuk memotong talang, membuat lubang nada, dan
membuat lubang lidah (reed). Pisau yang digunakan harus memiliki ujung yang
runcing dan sangat tajam agar lebih mudah untuk pembuatan lubang nada dan
pembuatan lidah (reed).
41
Gambar 11 : Pisau
3.4.2.6 Gergaji
Gergaji digunakan untuk memotong bagian ujung tanduk untuk dibentuk
dan disesuaikan dengan induk sarunai.
Gambar 12 :Gergaji
3.4.2.7 Solder
Solder digunakan untuk mengukir badan Sarunai Tanduak dengan berbagai
motif yang disesuaikan.
3.5 Proses Pembuatan
Pada proses pembuatan Sarunai Tanduak, setelah bahan-bahan dan
peralatan sudah tersedia, maka selanjutnya adalah proses pembentukan dan
42
pengukuran bahan. Pada tahap ini, semua cara dipaparkan agar mencapai hasil
yang maksimal.
Tabel 3.1:
Tahap Pengerjaan Dalam Pembuatan Sarunai Tanduak
No. TAHAPAN PENGERJAAN BAGIAN PENGERJAAN
1. Tahap I
Induk Sarunai dan lubang nada
Pemilihan talang
Pembentukan dan
pemotongan pola
Tahapakhir pembuatan
induk Sarunai Tanduak
2. Tahap II
Tanduk kerbau
Pemilihan tanduk kerbau
Pembentukan dan
pemotongan pola
Pengikisan tanduk kerbau
Tahap akhir pembuatan
tanduk kerbau
3. Tahap III
Anak Sarunai Tanduak
Pemilihan talang
Pembentukan dan
pemotongan pola
Tahap akhir pembuatan
anak sarunai
43
3.5.1 Tahap Pertama
3.5.1.1 Pemilihan talang
Talang merupakan bahan dasar dari alat musik Sarunai Tanduak. Talang
yang digunakan adalah talang yang memiliki ruas yang panjang dan tipis.
Menurut Bapak Azis Mandri Chaniago, pembuatan Sarunai Tanduak yang
baik adalah dengan memilih talang yang kering, yaitu dilihat dari warna talang
yang berwarna kekuning-kuningan. Pemilihan talang yang berkualitas akan
sangat berpengaruh terhadap daya tahan atau kekuatan talang tersebut dan
menghasilkan kualitas suara yang bagus pula. Hal ini dimaksudkan agar talang
tersebut tidak mengalami perubahan fisik. Disamping itu juga menghasilkan alat
musik dengan bobot yang kuat, ringan, dan tidak mudah retak.
Selanjutnya talang dipotong sesuai kebutuhan, dalam hal ini Bapak Azis
Mandri Chaniago memotong talang sepanjang 10 cm untuk induk sarunai.
3.5.1.2 Pembentukan dan pemotongan pola
Tahap ini merupakan tahap menentukan titik lubang nada. Hal yang pertama
harus dilakukan adalah menentukan posisi bagian ujung tempat anak sarunai dan
bagian ujung tempat corong tanduk kerbau. Setelah menentukan kedua bagian
tersebut, selanjutnya menentukan posisi lubang nada pertama. Dilakukan dengan
cara mengukurnya yaitu mulai dari bagian ujung tempat anak Sarunai Tanduak
(tempat sambungan antara anak sarunai ke induk sarunai) ke lubang nada
pertama berukuran satu lingkaran besar talang. Setelah itu diberi tanda pada posisi
lubang nada pertama tersebut.
44
Gambar 13 :Menentukan titik lubang nada pertama
Setelah menentukan posisi lubang nada pertama, tahap selanjutnya yaitu
menentukan lubang nada kedua, ketiga, dan keempat dengan menggunakan cara,
yaitu dengan mengukur jarak dari lubang yang satu dengan yang lainnya, dari satu
sampai empat adalah setengah diameter dengan jarak yang biasa dibuat oleh
beliau.
Gambar 14 :Menentukan titik lubang nada kedua
45
Gambar 15 : Menentukan titik lubang nada ketiga
Gambar 16 :Menentukan titik lubang keempat
Setelah menentukan posisi lubang nada pertama hingga keempat, tahap
selanjutnya adalah menentukan jarak dari lubang nada keempat ke ujung tempat
corong tanduk (tempat sambungan antara induk sarunai ke corong tanduk) dengan
ukuran satu lingkaran talang.
3.5.1.3 Tahap akhir pembuatan induk sarunai
Setelah membentuk pola pada lubang nada, selanjutnya adalah proses
pembuatan lubang nada dengan cara melubangi pola yang sudah ditandai tersebut
46
dengan perlahan-lahan, dengan menggunakan pisau yang tajam dan ujung pisau
yang runcing agar lebih mudah untuk pembuatan lubang.
Gambar 17 : Membuat lubang nada dengan pisau runcing
3.5.2 Tahap kedua
3.5.2.1 Pemilihan tanduk kerbau
Tanduk yang menjadi pilihan informan adalah tanduk kerbau betina yang
usianya layak potong. Seperti yang sudah dijelaskan pada sub bab sebelumnya
bahwa tanduk kerbau betina memiliki ujung yang runcing dibanding tanduk
kerbau jantan.
Mengenai tanduk kerbau, informan memesan langsung ke rumah
pemotongan hewan. Dalam hal ini, informan mendapatkan tanduk kerbau yang
sudah terlebih dahulu dibersihkan, direndam, dan dikeringkan oleh pihak
pemotongan rumah hewan yang bertujuan untuk menghilangkan bau busuk.
3.5.2.2 Pembentukan dan pemotongan pola
Langkah selanjutnya yaitu membentuk kerangka dengan memotong bagian
ujung tanduk dengan menggunakan pisau tajam. Bagian ujung tanduk dipotong
47
yaitu pada bagian pangkal tanduk yang memiliki lubang yang besar dan
mengambil bagian tanduk yang melengkung.
Gambar 18 : Pemotongan pangkal tanduk
3.5.2.3 Pengikisan tanduk
Berhubung tanduk tersebut masih memiliki kulit yang tebal dan keras, maka
langkah selanjutnya yaitu mengikis tanduk kerbau yang sudah dibentuk hingga
tipis dan ringan. Tujuan pengikisan tersebut yaitu agar suara yang dihasilkan oleh
corong semakin jernih dan berat corong tanduk juga seimbang dengan sarunai.
Gambar 19 :Pengikisan bagian luar tanduk
48
Gambar 20 :Pengikisan bagian dalam tanduk
3.5.2.4 Tahap akhir pembuatan tanduk kerbau
Pada tahap ini, corong tanduk tersebut kemudian dikikis hingga
permukaannya rata saat di pilox.
Gambar 21 :Perataan sisi luar tanduk
3.5.3 Tahap ketiga
3.5.3.1 Pemilihan talang lidah (reed)
Talang yang dipilih oleh informan merupakan talang yang tidak terlalu
kering dan tidak terlalu basah. Hal ini supaya talang yang akan dijadikan sebagai
49
anak sarunai tersebut akan mudah untuk dikikis. Talang yang digunakan harus
disesuaikan dengan besar talang induk sarunai, dalam artian apabila anak sarunai
dimasukkan ke dalam bagian ujung penyambung pada induk sarunai adalah
cocok.
Gambar 22 :Menyesuaikan ujung anak sarunai dengan ujung badan sarunai
3.5.3.2 Pembentukan dan pemotongan pola lidah (reed)
Langkah selanjutnya yaitu memotong talang sesuai ukuran, dalam hal ini
informan memotong talang sebagai anak sarunai yaitu dengan ukuran 5 cm.
Sebelum mengikis lidah, terlebih dahulu memotong ujung anak sarunai.
Kemudian menipiskan sisi tempat yang akan dijadikan lidah (reed) agar ukuran
lidah yang akan dikikis tidak membesar. Selanjutnya membuat lidah dengan
ukuran 2 cm.
50
Gambar 23 : Pemotongan ujung anak Sarunai
Gambar 24 : Penipisan bambu sebagai lidah (reed)
Gambar 25 : Pembentukan lidah (reed)
51
3.5.3.3 Tahap akhir pembuatan anak sarunai tanduak
Setelah lidah terbentuk, maka tahap akhir yang dilakukan yaitu dengan
menutup lubang pada bagian ujung atas anak sarunai tanduak dengan cara
menyumbat lubang tersebut dengan gabus yang telah disesuaikan ukurannya.
Setelah gabus menyumbat lubang bagian atas anak sarunai, selanjutnya
dipanaskan dengan api agar gabus menjadi kering, keras, dan padat.
Gambar 26 : Penutupan lubang atas anak sarunai
3.5.4 Ukiran
Tahap selanjutnya yaitu tahap pengukiran dibadan induk Sarunai Tanduak.
Dalam tahap ini digunakan solder sebagai alat ukir.
Gambar 27 : Proses pengukiran sarunai
52
BAB IV
KAJIAN FUNGSIONAL SARUNAI TANDUAK MINANGKABAU
4.1 Kajian Fungsional
Studi fungsional memperhatikan fungsi dari alat dan komponen yang
menghasilkan suara, antara lain membuat pengukuran dan pencatatan terhadap
metode memainkan alat musik tersebut, metode pelarasan dan keras lembutnya
bunyi, nada, warna nada, dan kualitas suara yang dihasilkan oleh alat musik
tersebut (Susumu, 1978:174).
Dalam tulisan ini, penulis akan mengkaji tentang kajian fungsional terhadap
proses belajar, sistem pelarasan, cara memainkan, nada yang dihasilkan, dan
teknik memainkan Sarunai Tanduak.
4.1.1 Proses belajar
Menurut wawancara penulis dengan Bapak Azis Mandri Chaniago, proses
yang harus dilakukan sebelum memainkan alat musik Sarunai Tanduak adalah
dengan terlebih dahulu memperhatikan seorang pemain Sarunai Tanduak
memainkan alat musik tersebut, mendengarkan permainannya, menghafal bunyi
instrumennya, kemudian meniru atau mempraktekkan apa yang dilihat, didengar,
dan dihafal.
Menurut beliau, proses belajar alat musik Sarunai Tanduak beliau pelajari
ketika beliau masih duduk di kelas 4 (empat) Sekolah Dasar.
53
4.1.2 Sistem pelarasan bunyi
Sistem pelarasaan nada sarunai tanduak tidak terlepas dari peran nada-nada
standart yang ada pada piano maupun alat musik lain yang memiliki nilai
standartisasi bunyi atau nada. Jarak antara lubang-lubang nada yang ada pada
talang (induk sarunai) sangat berpengaruh terhadap nada yng dihasilkan. Wilayah
nada (range) yang terdapat pada sarunai tanduak juga dibedakan menurut besar
kecilnya diameter dan panjang talang. Apabila diameter talang memiliki ukuran
yang besar, maka akan menghasilkan bunyi dengan jangkauan nada yang rendah.
Sebaliknya, apabila diameter talang memiliki ukuran yang kecil, maka otomatis
akan menghasilkan bunyi dengan jangkauan nada yang tinggi. Selain ukuran
diameter dan ukuran talang, faktor lain yang menentukan tinggi rendahnya nada
sarunai tanduak adalah besar kecilnya lubang nada pada induk sarunai dan lidah
pada anak sarunai.
Mengenai pelarasaan nada pada sarunai tanduak, belum ada ilmu atau
metode tertentu yang dapat menjamin secara pasti penentuan kunci atau nada
dasar dari sarunai tanduak yang akan dihasilkan. Sebab sarunai tanduak termasuk
alat musik yang bersifat alami yang secara teknis tidak sama dengan alat musik
tiup barat yang ada pada umumnya.
Dalam melaraskan nada dasar, Bapak Azis Mandri Chaniago tidak
menggunakan alat yang bisa mengetahui atau mendeteksi setiap nada yang
dikeluarkan sarunai tanduak, beliau hanya mengandalkan feeling untuk
mengetahui nada-nada dari alat musik yang dibuatnya telah harmonis. Untuk
menentukan nada dasar sarunai tanduak yang telah dibentuknya, maka yang
54
harus dilakukan adalah menyelaraskan nada piano dengan sarunai tanduak.
Caranya adalah dengan menekan atau memilih salah satu dari nada pada tuts
piano, kemudian sesuaikan nada yang dihasilkan tersebut pada sarunai tanduak
hingga menghasilkan nada yang selaras. Apabila nada yang dihasilkan adalah
nada C pada tuts piano, maka nada dasar sarunai tanduak tersebut adalah C = do.
4.1.3 Cara memainkan Sarunai Tanduak
Sarunai Tanduak dimainkan dengan cara menghembuskan udara melalui
mulut. Posisi memainkannya dapat dilakukan dengan cara berikut:
1. Posisi memainkannya dapat dilakukan dengan cara duduk, berdiri, maupun
sambil berjalan.
2. Di mainkan dengan kedua tangan. Jari telunjuk kiri pada lubang nada 1 dan jari
tengah kiri pada lubang nada 2. Sedangkan jari telunjuk kanan pada lubang
nada 3 dan jari tengah kanan pada lubang nada 4.
3. Posisi lidah (reed) berada sepenuhnya didalam mulut.
4.1.4 Teknik Memainkan
Teknik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai cara
membuat sesuatu, cara yang terkait dalam sebuah karya seni. Menurut Banoe
(2003:409) teknik permainan merupakan cara atau teknik sentuhan pada alat
musik atas nada tertentu sesuai petunjuk atau notasinya. Teknik permainan yang
dimaksud dalam tulisan ini adalah teknik yang terdapat pada permainan Sarunai
Tanduak.
55
Menurut Bapak Azis Mandri Chaniago dan Bapak Drs. Hajizar, ada
beberapa teknik memainkan Sarunai Tanduak, yaitu:
1. Gerenek
Yaitu teknik improvisasi yang khas pada musik Minang. Teknik ini
memperhatikan teknik penjarian, yaitu dengan cara membuka dan menutup
lubang nada dengan cepat pada alat musik yang dimainkan. Teknik ini digunakan
untuk memperindah melodi atau alunan musik yang dimainkan.
2. Saik
Sama hal nya seperti gerenek, saik merupakan teknik improvisasi, yaitu
dilakukan dengan cara menutup setengah lubang nada dengan menggeser jari
dengan cepat dan dilakukan berulang sehingga menghasilkan nada dendang.
3. Kalorok
Yaitu sebuah teknik keras atau lembutnya tiupan nada yang dimainkan.
Biasanya dimainkan secara spontanitas oleh pemusik yang sudah mahir.
4.1.5 Nada yang dihasilkan alat musik Sarunai Tanduak
Nada yang terdapat pada Sarunai Tanduak buatan Bapak Azis Mandri
Chaniago menghasilkan nada tonal yaitu nada C. Alat musik ini merupakan alat
musik melodis yang menghasilkan lima nada (pentatonis), yaitu nada : do-re-mi-
fa-sol. Maka nada berikutnya mengikuti teori tangga nada barat, yaitu jarak nada I
ke nada II berjarak 1 laras, nada II ke nada III berjarak 1 laras, nada III ke nada IV
berjarak ½ laras, dan nada IV ke nada V berjarak 1 laras. Dengan mengikuti pola
jarak tersebut, maka nada kedua pada Sarunai Tanduak adalah nada D, nada
56
ketiga adalah nada E, nada keempat adalah nada F, dan nada kelima adalah nada
G.
Semua lubang nada Sarunai Tanduak jika ditutup akan menghasilkan nada
C yang menjadi nada tonal, kemudian jika lubang nada ke 4 dibuka akan
menghasilkan nada D, jika lubang nada ke 3 dibuka akan menghasilkan nada E,
selanjutnya jika lubang nada ke 2 dibuka akan menghasilkan nada F, dan jika
semua lubang nada dibuka akan menghasilkan nada G.
C D E F G
Gambar 28 : Tabulasi lubang nada Sarunai Tanduak
Lubang nada terbuka :
Lubang nada tertutup :
57
4.1.6 Sampel lagu
Disini penulis menyertakan materi lagu yang hasilnya dapat dilihat dalam
bentuk visual. Lagu yang dimaksud adalah repertoar lagu Tak Tong-tong dan
Laruik Sanjo. Alasan penulis memilih lagu ini adalah karena kedua lagu ini
merupakan lagu yang sangat populer di Minangkabau. Disamping itu, lagu ini
merupakan salah satu lagu yang memiliki karakter yang cocok untuk dimainkan
pada Sarunai Tanduak, yaitu memiliki tempo cepat. Berikut adalah hasil
transkripsi lagu Tak Tong-tong dan Laruik Sanjo yang ditranskrip oleh Blessta C
Hutagaol. S.Sn dan penulis. Lagu ini dimainkan pada Sarunai Tanduak oleh
Bapak Azis Mandri Chaniago menggunakan Sarunai Tanduak buatannya sendiri.
58
TAK TONG-TONG
Gambar 29 : Transkripsi Lagu 1
LARUIK SANJO
Gambar 30 : Transkripsi Lagu 2
59
4.2 Fungsi dan Penggunaan Sarunai Tanduak di Tengah Masyarakat
Minangkabau
Musik dan manusia adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan. Keduanya
saling melengkapi. Manusia membutuhkan musik sebagai media hiburan dan
pengungkapan perasaan. Sementara itu, musik ada karna kehadiran manusia.
Musik adalah sarana manusia untuk mencurahkan perasaannya melalui
suara. Musik mengungkapkan apa yang manusia rasakan yang tidak dapat di
ungkapkan melalui perkataan dan perbuatan. Oleh karena itu, musik adalah
kesenian yang mempergunakan suara sebagai media ekspresi, baik suara manusia
maupun instrumen. Di dalam suara tersebut terkandung melodi, birama, harmoni,
dan warna suara.
Dalam kehidupan masyarakat Minangkabau, musik memiliki peranan yang
sangat penting. Adapun penggunaan dan fungsi seperti yang dikemukakan oleh
Merriam (1964 : 210) yaitu:
“Use then, refers to the situation on in which music is employed in human action;
“Function” concerns the reson for it employment and particularly the broader
purpose which it serves”.
(Penggunaan, berkenaan terhadap suatu keadaan bagaimana musik tersebut
dipakai dalam kegiatan manusia; Fungsi, meliputi alasan pemakaian dan terutama
dalam lingkup yang luas, sejauh mana musik itu dapat memenuhi kebutuhan
manusia tersebut.)
Penggunaan dan fungsi di dalam musik merupakan suatu pembahasan yang
sangat penting. Hal tersebut dikarenakan musik memiliki aspek-aspek di dalam
60
kehidupan manusia dan efeknya terhadap suatu masyarakat. Dengan kata lain,
penggunaan menyangkut konteks permainan musik, sementara fungsi menyangkut
kepada bagaimana dan untuk apa musik tersebut disajikan. Dalam hal ini penulis
akan melihat penggunaan dan fungsi dari hasil kultur kesenian masyarakat
Minangkabau dengan fokus objek penelitian penulis Sarunai Tanduak
Minangkabau.
4.2.1 Fungsi
Menurut Alan P. Merriam (1964:219-226) fungsi dapat dibagi dalam 10
kategori, yaitu:
1. Fungsi pengungkapan emosional
2. Fungsi penghayatan estetis
3. Fungsi hiburan
4. Fungsi komunikasi
5. Fungsi perlambangan
6. Fungsi reaksi jasmani
7. Fungsi yang berkaitan dengan norma sosial
8. Fungsi pengesahan lembaga sosial dan upacara keagamaan
9. Fungsi kesinambungan budaya
10. Fungsi pengintegrasian masyarakat
Dalam penyajian Sarunai Tanduak Minangkabau, penulis hanya
menggunakan beberapa fungsi di atas yaitu, fungsi pengungkapan emosional,
61
fungsi hiburan, fungsi komunikasi, fungsi perlambangan, dan fungsi reaksi
jasmani.
4.2.1.1 Fungsi pengungkapan emosional
Musik mempunyai daya yang besar sebagai sarana untuk mengungkapkan
rasa atau emosi (misalnya rasa sedih, rindu, bangga, tenang, dan rasa kagum pada
dunia hasil ciptaan Tuhan) bagi para pendengarnya (Merriam, 1964:223). Reaksi
tersebut bisa berupa ekspresi langsung seperti menyanyi mengikuti lagu yang
dimainkan atau mendengarkan secara tenang dan seksama tanpa banyak
pengungkapan suasana hati yang terlihat secara langsung.
Dalam pengungkapan emosional, pemain Sarunai Tanduak dapat merasakan
sesuatu di dalam dirinya, sebab pemain Sarunai Tanduak seolah-seolah ikut
masuk ke dalam melodi yang dimainkannya tersebut. Sehingga dalam hal ini
musik dapat ditunjukkan untuk mewujudkan kehidupan emosional.
4.2.1.2 Fungsi hiburan
Pada setiap masyarakat di dunia, musik berfungsi sebagai alat hiburan
karena musik dapat memberikan ketenangan, kebahagiaan dan kepuasan tertentu
kepada yang mendengar (Merriam 1964 : 224).
Hiburan adalah suatu kegiatan yang menyenangkan bagi seseorang maupun
publik. Dalam hal ini, musik merupakan media yang memiliki fungsi
menyenangkan hati. Pendengar bisa saja tidak memahami teks musik, tetapi ia
62
cukup merasa puas atau terhibur hatinya dengan pola-pola melodi atau pola-pola
ritme dalam irama musik tertentu.
Sarunai Tanduak awalnya dimainkan untuk menghibur diri sendiri maupun
orang lain diwaktu senggang saat pergi menggembala kerbau atau berladang
didaerah Minangkabau. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan rasa bosan
maupun lelah. Namun sekarang berkembang menjadi hiburan dalam mengiringi
acara pernikahan maupun mengiringi pertunjukan pencak silat.
4.2.1.3 Fungsi komunikasi
Musik mampu menyampaikan suatu pesan kepada siapa yang akan dituju
yang dilatarbelakangi oleh kebudayaan yag membentuk musik tersebut (Merriam,
1964:224). Merriam berpendapat bahwa kemungkinan yang paling jelas ialah
komunikasi dihadirkan dengan cara menanamkan makna-makna simbolis ke
dalam musik yang secara tidak disadari diakui oleh para warga komunitas
tersebut. Penanaman makna-makna simbolis dapat terjadi dalam salah satu dari
kedua macam cara berikut: secara sadar atau secara bawah sadar.
Berdasarkan wawancara dengan Bapak Drs. Hajizar, apabila Sarunai
Tanduak dipadukan dengan ensambel gabungan, maka yang mendengar akan
diberi tanda atau makna sedang ada acara kegembiraan.
63
4.2.1.4 Fungsi perlambangan
Sarunai Tanduak merupakan alat musik Minangkabau yang
menggambarkan kegembiraan jiwa, ditinjau dari karakter melodi yang dihasilkan
yaitu melodi gembira atau dinamis.
4.2.1.5 Fungsi reaksi jasmani
Fungsi Sarunai Tanduak sebagai reaksi jasmani sejalan dengan fungsinya
sebagai pengungkapan emosional. Sebab reaksi jasmani muncul ketika adanya
penghayatan yang menghasilkan emosional. Emosional tersebut kemudian
diungkapkan melalui reaksi jasmani. Yang mana pada saat Sarunai Tanduak
dimainkan, semua penonton atau penikmat tari akan terlibat dengan ikut menari
mengikuti lagu.
4.2.2 Penggunaan
Menurut Herkovits (1964: 217-218) dalam Merriam, penggunaan musik
dapat dibagi menjadi lima kategori unsur-unsur budaya yaitu : Kebudayaan
Material, Kelembagaan Sosial, Hubungan Manusia dengan Alam, Estetika, dan
Bahasa. Berdasarkan kelima kategori tersebut, penggunaan Sarunai Tanduak
dalam konteks unsur-unsur budaya dapat diuraikan kedalam kategori estetika.
4.2.2.1 Estetika
Estetika mengacu pada nilai keindahan yang berasal dari ekspresi hasrat
manusia akan keindahan yang dinikmati melalui mata dan telinga. Musik
64
merupakan suatu karya seni yang menjadi media pengungkapan perasaan
seseorang yang di ungkapkan melalui alunan nada atau melodi, baik dalam bentuk
vokal maupun instrumental.
Melalui musik dapat terlaksana dengan baik, ketika seseorang ingin
menyampaikan gagasan atau ide tanpa mengharapkan respon secara langsung.
Pesan-pesan yang ingin disampaikan dituangkan kedalam sebuah lagu ataupun
kedalam alunan musik yang kemudian dapat dinikmati diri sendiri maupun orang
lain. Berdasarkan hal tersebut maka alat musik Sarunai Tanduak termasuk
kedalam penggunaan estetika dikarenakan Sarunai Tanduak dipakai sebagai
penyalur perasaan gembira sipemain.
4.2.3 Nilai ekonomi pada alat musikSarunai Tanduak
Seperti yang dikemukakan oleh Merriam (1964) kebudayaan material musik
dalam etnomusikologi, nilai ekonomi alat musik juga penting yang berkaitan
dengan distribusi penjualannya.
Selain Sarunai Tanduak tersebut dapat digunakan dalam kebudayaannya,
ternyata Sarunai Tanduak tersebut dibutuhkan dimasyarakat pendukungnya.
Sarunai Tanduak juga memiliki nilai jual yang dapat membantu memperoleh
penghasilan kepada pengrajinnya. Dengan adanya bahan baku, alat-alat maupun
hasil dari kreativitas yang dihasilkan oleh beliau, Sarunai Tanduak buatan beliau
mempunyai nilai jual yang cukup untuk dipasarkan kebeberapa daerah sekitarnya
seperti daerah Sumatera Utara, Aceh, Minangkabau. Untuk menjual sebuah alat
musik Sarunai Tanduak yang sudah jadi dan siap pakai, biasanya Bapak Azis
65
Mandri Chaniago menjual dengan harga sekitar Rp. 100.000,- sampai Rp.
150.000,-.
Sistem penjualan yang dilakukan beliau adalah dengan cara bertemu
langsung dengan pembeli. Beliau hanya akan membuat alat musik Sarunai
Tanduak apabila melalui pemesanan.
4.2.4 Fungsi Sarunai Tanduak pada ensambel
Masyarakat Minangkabau mempunya jenis ensambel yang merupakan
gabungan dari berbagai jenis alat-alat musik Minang. Jenis ensambel tersebut
adalah ensambel talempong. Ensambel talempong terdiri dari alat musik
talempong (talempong khusus atau disebut sebagai talempong melodi, talempong
dasar, dan talempong tinggi), Sarunai Tanduak, tambua (gendang), dan gendang
rapa’i (gendang katindik).
Sarunai Tanduak dan talempong melodi merupakan kedua alat musik yang
fungsinya sebagai pembawa melodi secara bergantian.
66
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan pada pembahasaan,
peneliti dapat menarik kesimpulan dari hasil kajian organologi sarunai tanduak.
Pembuatan sarunai tanduak dilakukan oleh seseorang yang ahli, yaitu dari seruas
talang sebagi bahan utama. Sesuai tinjauan penelitian mengenai organologis alat
musik Sarunai Tanduak. Klasifikasi alat musik ini termasuk kedalam kelompok
aerofone. Aerofone ada beberapa jenis yaitu, blown flute, end blown flute, side
blown flute, rim blown flute, whistle flute, nose flute. Alat musik sarunai tanduak
tergolong kedalam klasifikasi whistle flute. Sarunai tanduak dengan panjang 25
cm dan diameter 3,5 cm menghasilkan nada tonal C.
Pada dasarnya untuk kegiatan aktivitas budaya, instrumen Sarunai Tanduak
ini memiliki fungsi yang minim untuk mendukungnya. Tapi alat musik Sarunai
Tanduak ini memiliki peran tersendiri dalam penggunaannya yaitu dimainkan
secara improvisasi (dendang). Dari hal ini maka kita dapat memperhatikan
sesungguhnya peran suatu kesenian berasal dari manusia dan karyanya. Demikian
juga dengan Sarunai Tanduak ini akan setiap upacara minangkabau.
Demikian bagaimana keberadaan alat musik Sarunai Tanduak ini yang
terdapat dalam kebudayaan masyarakat minangkabau selalu terkait dengan
penggunannya secara fungsional dan kebutuhan masyarakat tersebut dengan
67
memperhatikan kesenian manusia yang turut mendukung terciptanya alat musik
Sarunai Tanduak tersebut.
5.2 Saran
Penelitian yang penulis lakukan masih dalam tahap kecil namun bermanfaat
bagi masyarakat pendukung kebudayaan serta pihak departemen pemerintah yang
mengemban tugas menjaga dan melestarikan Budaya Nusantara. Kiranya
penelitian ini dapat membuka jalan untuk penelitian berikutnya. Adapun saran
yang penulis kemukan adalah : sebagai pemuda-pemudi haruslah melestarikan
alat-alat musik tradisional, mulai mencintai kebudayaan sendiri agar alat-alat
musik dan kebudayaan kita tidak terkikis oleh perkembangan teknologi yang
semakin pesat dan bagi peneliti berikutnya, peneliti berharap agar skripsi ini
dijadikan acuan untuk penelitian selanjutnya agar penelitian ini tidak sampai
disini saja. Hal ini bertujuan agar alat-alat musik kebudayaan tersebut dapat
terlindungi.
68
DAFTAR PUSTAKA
Adam, Boestanoel Arifin, 1986/1987.Talempong Musik Tradisi Minang
Depdikbud, 2005.Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka: Jakarta.
Erizal, 1990.Instrument Tiup Karawitan Minangkabau. Padang Panjang: Aski Padang Panjang.
Hood, Mantle, 1982. The Ethnomusicologist, New Edition Kent.The Kent State, University Press.
Hornbostel, Erich M. Von dan Curt Sach, 1961.Classification of Musical Instrument.Translate From Original Jerman by Anthoni Brims and Klons P. Wachman 1961.
Khasima, Susumu, 1978. Asia Performing Traditional Art.(Terjemahan Rizaldi Siagian, 1986).
Koentjaraningrat, 1985.Metode-metode Penelitian Masyarakat.Jakarta: Gramedia.
Koentjaraningrat, 1997.Pengantar Ilmu Antropologi, Jakarta, Akasara Baru.
Lumbantoruan Yulyati, Reny. Hubungan Struktur Tari, Musik Iringan, dan Fungsi Tari Galombang Yang Dipertunjukkan Sanggar Tigo Sapilin Pada Upacara Adat Perkawinan Masyarakat Minangkabau di Kota Medan, Skripsi Sarjana S-1, Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Merriam, Alan P, 1995. Antropology of Music.Bloomington, Indiana: University Press.
Merriam, Alan P, 1964. The Antropology of Music.North Western: University Press.
Moleong, 1990.Penelitian Metodologi Kualitatif, Jakarta, Rosda Karya.
Navis, A.A. 1986. Alam Terkembang Jadi Guru: Adat dan Kebudayaan Minangkabau. Jakarta: PT.Temprint.
Nettle, Bruno, 1964.Theory and Method in Ethnomusicology.New York: The Free Press of Glenco.
Purba Syahputra, Tribudi. Studi Organologis Saligung Simalungun Buatan Bapak Ja Huat Purba di Desa Tengkoh Kecamatan Panombean Pane, Kabupaten
69
Simalungun, Skripsi Sarjana S-1, Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
Manurung, Ardy. Kajian Organologis Sarune Mandailing Buatan Bapak Ridwan Aman Nasution di Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang.
Pusat Pembinaan Bahasa, 1991. Kamus Besar Bahasa Indonesia.Jakarta, Penerbit Balai Pustaka.
Tobing Oktora, Jackry. Kajian Organologis Alat Musik Gambus Buatan Bapak Syahrial Felani, Skripsi Sarjana S-1, Departemen Etnomusikologi, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara.
(http://alampedia.blogspot.co.id/2014/09/serunai-alat-musik-tradisional-minang.html)
WWW.BUDAYAINDONESIA.NET
70
DAFTAR INFORMAN
1. Nama : Azis Mandri Chaniago
Alamat : Jalan Rumah Pemotongan Hewan, Kelurahan
Pajak Sore Mabar, Kecamatan Medan Deli, Medan
Umur : 43 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pengalaman seni : Seniman, Budayawan Minang
2. Nama : Zul Alinur
Alamat : Jalan Merpati II No. 9 Perumnas Mandala, Medan
Umur : 49 tahun
Pekerjaan : Dosen praktek musik Minangkabau di fakultas
Ilmu Budaya, Universitas Sumatera Utara
Pengalaman Seni : Seniman
3. Nama : Drs. Hajizar Koto
Alamat : Jalan Rumah Potong Hewan No. 23 Rt. 09
Kelurahan Silaiking Bawah, Padang Panjang
Usia : 60 tahun
Pekerjaan : Dosen ISI Padang Panjang
Pengalaman Seni : Seniman
71
4. Nama : Arifni Netrirosa
Alamat : Kompleks UNIMED Lau Dendang No. 33,
Kecamatan Percut Sei Tuan, Deli Serdang
Umur : 50 tahun
Pekerjaan : Dosen Etnomusikologi USU
Pengalaman Seni : Dosen Etnomusikologi USU