Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

64
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan limpahan rahmat- Nyalah maka kami boleh menyelesaikan tugas terstruktur ini dengan tepat waktu. Tugas terstruktur ini merupakan sebuah laporan berdasarkan Praktik Kerja Lapangan yang dilakukan pada hari Jumat tanggal 9 Mei 2014 di PT. Sri Rejeki Isman Textil (Sritex). Laporan yang berjudul “Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment V PT. Sri Rejeki Isman Textil (Sritex) Sukoharjo” dibuat untuk memenuhi kewajiban pembelajaran pada mata kuliah Higiene Industri di Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman. Melalui kata pengantar ini, kami mengucapkan terimakasih kepada semua pihak terkait yang telah membantu kami dalam menghadapi berbagai kesulitan dalam penyusunan makalah ini, khususnya kepada Bapak Suryanto yang telah membimbing kami baik pada saat Praktik Kerja Lapangan berlangsung hingga pengarahan dalam penyusunan i

description

kajian lingkungan fisik

Transcript of Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

Page 1: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena

atas berkat dan limpahan rahmat-Nyalah maka kami boleh menyelesaikan tugas

terstruktur ini dengan tepat waktu. Tugas terstruktur ini merupakan sebuah laporan

berdasarkan Praktik Kerja Lapangan yang dilakukan pada hari Jumat tanggal 9 Mei

2014 di PT. Sri Rejeki Isman Textil (Sritex). Laporan yang berjudul “Kajian

Lingkungan Fisik Pada Departement Garment V PT. Sri Rejeki Isman Textil (Sritex)

Sukoharjo” dibuat untuk memenuhi kewajiban pembelajaran pada mata kuliah

Higiene Industri di Jurusan Kesehatan Masyarakat Universitas Jenderal Soedirman.

Melalui kata pengantar ini, kami mengucapkan terimakasih kepada semua

pihak terkait yang telah membantu kami dalam menghadapi berbagai kesulitan dalam

penyusunan makalah ini, khususnya kepada Bapak Suryanto yang telah membimbing

kami baik pada saat Praktik Kerja Lapangan berlangsung hingga pengarahan dalam

penyusunan laporan ini. Makalah ini disusun berdasarkan sistematika sedemikian

rupa yang berisi mengenai gambaran lingkungan fisik pada departemen garmen di

PT. Sritex .

Kami menyadari bahwa masih sangat banyak kekurangan yang mendasar pada

makalah ini. Oleh karna itu kami mengundang pembaca untuk memberikan kritik dan

saran yang bersifat membangun untuk kemajuan ilmu pengetahuan ini.Dengan ini

kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga

Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat bagi kita

semua.

i

Page 2: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... i

DAFTAR ISI................................................................................................. ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.................................................................................. 1

B. Tujuan Penulisan............................................................................... 2

C. Manfaat Penulisan............................................................................. 3

BAB II TINJAUAN TEORI

A. Pengertian lingkungan kerja fisik...................................................... 4

B. Faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja fisik................ 5

C. Pemantauan lingkungan kerja.......................................................... 23

D. Upaya perbaikan lingkungan kerja.................................................. 26

BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil PKL........................................................................................ 29

B. Pembahasan .................................................................................... 29

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan...................................................................................... 34

B. Saran ............................................................................................... 34

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 35 LAMPIRAN................................................................................................ 36

ii

Page 3: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang

Menurut UU No. 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian, Industri merupakan

kegiatan ekonomi yang mengolah bahan mentah, bahan baku, barang setengah jadi,

dan/ atau barang jadi menjadi barang dengan nilai yang lebih tinggi untuk

penggunaannya, termasuk kegiatan rancang bangun dan perekayasaan industri.

Era globalisasi saat ini banyak kasus-kasus yang terjadi di sebuah perusahaan

tentang lalainya perusahaan tersebut akan kesehatan dan keselamatan para pekerja-

pekerjanya. Padahal dalam pelaksanaan pekerjaan sehari-harinya karyawan/pekerja di

sektor industri maupun perkantoran akan memiliki resiko bahaya di tempat kerjanya

(Suardi,2007).

Setiap hari manusia terlibat pada suatu kondisi lingkungan kerja yang

berbeda-beda, dimana perbedaan kondisi tersebut sangat mempengaruhi terhadap

kemampuan manusia. Manusia akan mampu melaksanakan kegiatannya dengan baik

dan mencapai hasilnya yang optimal apabila lingkungan kerjanya mendukung.

Lingkungan kerja yang nyaman sangat dibutuhkan oleh pekerja untuk dapat bekerja

secara optimal dan produktif, oleh karena itu lingkungan kerja harus ditangani dan

atau di desain sedemikian sehingga menjadi kondusif terhadap pekerja untuk

melaksanakan kegiatan dalam suasana yang aman dan nyaman (Suardi, 2007).

Salah satu faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan adalah kesehatan

kerja yang meliputi faktor fisik (Kebisingan, getaran, listrik, udara, radiasi), faktor

Page 4: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

kimia (Cairan, asap, debu, gas, uap), faktor biologi (Jamur, bakteri, virus), faktor

mekanik dan ergonomi (Pencahayaan dan penglihatan), faktor psikososial (Tekanan

kerja, kebosanan, bekerja pada hari libur) (Harrington, 2005).

PT. Sri Rejeki Isman Textil (Sritex) Sukoharjo merupakan salah satu

industri/pabrik yang bergerak dalam bidang sandang. Sritex merupakan salah satu

pabrik tekstil terbesar di Asia Tenggara yang tentunya telah menerapkan standar

manajemen keselamatan dan kesehatan kerja secara internasional. PT.Sritex

bertanggung jawab untuk menyediakan lingkungan kerja yang aman dan nyaman bagi

peningkatan kinerja para pekerja/karyawan. Hal tersebut dapat dilakukan melalui

pengembangan diri karyawan, baik di bidang keterampilan teknis, kinerja,

kemampuan dan rasa percaya diri sehingga dapat menjamin pertumbuhan perusahaan.

Penerapan higiene industri sangat diperlukan untuk meningkatkan keselamatan dan

kesehatan kerja karyawan, oleh karena itu, kami ingin melaporkan bagaimana situasi

dan kondisi lingkungan kerja di PT. Sri Rejeki Isman Textil (Sritex) Sukoharjo.

B. Tujuan penulisan

Penulisan ini bertujuan untuk memberi gambaran lingkungan kerja fisik di PT.

Sri Rejeki Isman Textil (Sritex) Sukoharjo berdasarkan Praktik Kunjungan Lapangan

yang sudah dilakukan.

2

Page 5: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

C. Manfaat penulisan

1) Bagi Mahasiswa

Menambah pengetahuan mahasiswa tentang standar operasional

(K3,Higiene,dan sanitasi) termasuk lingkungan kerja di PT. Sri Rejeki Isman

Textil (Sritex) Sukoharjo.

Menambah pengalaman mahasiswa tentang proses produksi tekstil di PT. Sri

Rejeki Isman Textil (Sritex) Sukoharjo.

2) Bagi PT. Sri Rejeki Isman Textil (Sritex) Sukoharjo

Membantu dalam memberikan informasi mengenai faktor-faktor kepuasan

kerja karyawan (khususnya pada aspek lingkungan kerja fisik) yang dapat

mempengaruhi kinerja karyawan.

Membantu para pimpinan dalam mengambil kebijakan agar selalu berusaha

memenuhi standar operasional agar dalam rangka peningkatan produktifitas

karyawan.

3

Page 6: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

4

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Lingkungan Kerja Fisik

Menurut Nitisemito (2002:183) mengemukakan “Lingkungan kerja adalah

segala yang ada di sekitar para pekerja yang dapat mempengaruhi dirinya dalam

menjalankan tugas yang dibebankan”. Sedangkan Sedarmayanti (2009:2)

mengungkapkan bahwa “Lingkungan kerja adalah keseluruhan alat perkakas dan

bahan yang dihadapi, lingkungan sekitarnya dimana seseorang bekerja, metode

kerjanya, serta pengaturan kerjanya baik sebagai perseorangan maupun sebagai

kelompok”. Dari beberapa pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa

lingkungan kerja merupakan semua keadaan disekitar tempat kerja, baik yang

menyangkut aspek fisik maupun non fisik dan dapat membuat para karyawan merasa

nyaman dan melakukan pekerjaannya dengan baik (Mangkunegara, 2007).

Sedarmayanti (2009:26) mengemukakan bahwa lingkungan kerja dibagi

kedalam dua bagian, yaitu lingkungan kerja fisik dan lingkungan kerja non fisik.

Lingkungan kerja fisik adalah semua keadaan berbentuk fisik yang terdapat di sekitar

tempat kerja yang dapat mempengaruhi karyawan baik secara langsung maupun tidak

langsung. Yang termasuk kedalam lingkungan kerja fisik adalah:

1. Lingkungan yang langsung berhubungan dengan pegawai (seperti: pusat kerja,

kursi, meja dan sebagainya)

2. Lingkungan perantara atau lingkungan umum dapat juga disebut lingkungan kerja

yang mempengaruhi kondisi manusia.

Page 7: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

Sementara lingkungan kerja non fisik menurut Sedarmayanti (2001:31) adalah semua

keadaan yang berkaitan dengan hubungan kerja, baik hubungan dengan atasan

maupun hubungan sesama rekan kerja, ataupun hubungan dengan bawahan

(Mangkunegara, 2007).

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Lingkungan Kerja Fisik

Faktor-faktor yang mempengaruhi lingkungan kerja fisik dijelaskan sebagai berikut:

1. Kebisingan

Bunyi atau suara didengar sebagai rangsangan pada sel syaraf pendengaran

dalam telinga oleh gelombang longitudinal yang ditimbulkan oleh getaran dari

sumber bunyi atau suara dan gelombang tersebut merambat melalui media udara

atau peghantar lainnya, dan manakala bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki

oleh karena mengganggu atau timbul di luar kemauan orang yang bersangkutan,

maka bunyi-bunyian atau suara demikian dinyatakan sebagai kebisingan

(Suma’mur, 2009).

a. Pengertian kebisingan

Kebisingan (Noise) adalah suara yang tidak dikehendaki. Menurut Wall

(1997), kebisingan adalah suara yang mengganggu. Sedangkan menurut

Kep.Men-48/MEN.LH/11/1996, kebisingan adalah bunyi yang tidak diinginkan

dari suatu usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat

menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan,

termasuk ternak, satwa, dan sistem alam (Subaris dkk, 2007).

5

Page 8: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

Dalam rangka perlindungan kesehatan tenaga kerja kebisingan diartikan

sebagai semua suara/ bunyi yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-

alat produksi dan atau alat-alat kerja yang pada tingkat tertentu dapat

menimbulkan gangguan pendengaran (Suma’mur, 2009).

b. Jenis kebisingan

Steady State Noise adalah kebisingan dimana fruktuasidari intensitasnya

tidak lebih dari 6 dB. Sebagai contoh, suara yang ditimbulkan oleh komposer,

kippas angin, dapur pijar (Steady State wide Band Noise); suara mesin gergaji

sirkuler (Circular Chain Saw), dan suara yang ditimbulkan oleh katup (Steady

State Narrow Band Noise).

Impact/Impulse Noise, adalah kebisingan yang ditimbulkan oleh sumber

tunggal atau bunyi yang pada saat tertentu terdengar secara tiba-tiba, misalnya

kebisingan yang ditimbulkan oleh ledakanbom atau meriam, sedangkan

impulsive berulang terjadi pada mesin produksi di industri.

Intermitten/interuted Noise adalah kebisingan dimana suara mengeras

dan kemudian melemah secara perlahan-lahan. Sebagai contoh, kebisingan yag

ditimbulkan oleh kendaraan lalu lintas atau pesawat udara yang tinggal landas

(Subaris dkk, 2007).

c. Sumber kebisingan

Menurut Dirjen PPM dan PL, DEPKES & KESSOS RI Tahun 2000,

sumber kebisingan dibedakan menjadi :

6

Page 9: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

1. Bising Industri

Industri besar termasuk didalamnya pabrik, bengkel dan sejenisnya. Bising

Industri dapat dirasakan karyawan maupun masyarakat disekitar industri.

2. Bising rumah tangga

Umumnya disebabkan oleh alat-alat rumah tangga dan tidak terlalu tinggi

tingkat kebisingannya.

3. Bising spesifik

Bising yang disebabkan oleh kegiatan-kegiatan khusus, misalnya

pemasangan tiang pancang tol atau bangunan.

Bila sumber kebisingan dilihat dari sifatnya dibagi menjadi dua yaitu

(Wisnu, 1996):

1. Sumber kebisingan statis: pabrik, mesin, tape, dan lainnya.

2. Sumber kebisingan dinamis: mobil, pesawat terbang, kapal laut, dan lainnya.

Sedangkan sumber bising yang dilihat dari bentuk sumber suara yag

dikeluarkannya ada dua, yaitu (Men. KLH, 1989):

1. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu titik/bola/lingkaran. Contoh:

sumber bising dari mesin-mesin industri/mesin yang tak bergerak.

2. Sumber bising yang berbentuk sebagai suatu garis, misalnya kebisingan

yang timbul karena kendaraan-kendaraan yang bergerak di jalan (Subaris

dkk, 2007).

d. Dampak kebisingan

1. Pada indera pendengaran (Audiotory Effect)

7

Page 10: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

a. Trauma akustik, gangguan pendengaran yang disebabkan oleh pemaparan

tunggal terhadap intensitas kebisingan yang sangat tinggi dan terjadi

secara tiba-tiba. Sebagai contoh ketulian yang disebabkan oleh suara

ledakan bom.

b. Ketulian sementara (Temporary Threshold Shift/TTS), gangguan

pendengaran yang dialami seseorang yang sifatnya sementara. Daya

dengarnya sedikit demi sedikit pulih kembali, waktu untuk pemulihan

kembali adalah berkisar dari beberapa menit sampai beberapa hari (3-7

hari), namun yang paling lama tidak lebih dari sepuluh hari.

c. Ketulian permanen (Permanent Threshold Shift/PTS), Bilamana

seseorang pekerja mengalami TTS dan kemudian terpajan bising kembali

sebelum pemulihan secara lengkap terjadi, maka akan terjadi “akumulasi”

sisa ketulian (TTS), dan bila hal ini berlangsung secara berulang dan

menahun, sifat ketuliannya akan berubah menjadi menetap (Permanen).

PTS sering juga disebut NIHL (Noise Induced Hearing Loss) dan NIHL

terjadi umumnya setelah terpajan 10 tahun atau lebih.

2. Effek kebisingan bukan pada indera pendengaran (Non Audiotory Effect).

a. Gangguan komunikasi, oleh kebisingan telah terjadi, apabilla komunikasi

pembicaraan dalam pekerjaan harus dijalankan dengan suara yang

kekuatannya tinggi dan lebih nyata lagi apabila dilakukan dengan cara

berteriak. Gangguan komunikasi seperti itu menyebabkan terganggunya

pekerjaan, bahkan mungkin mengakibatkan kesalahan atau kecelakaan,

8

Page 11: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

terutama pada pengguna tenaga kerja baru oleh karena timbulnya salah

faham dan salah pengertian (Suma’mur, 2009).

b. Gangguan tidur (Sleep interference), menurut EPA (1974), manusia dapat

terganggu tidurnya pada intensitas suara 33-38 dBA dan keluhan ini akan

semakin banyak ditemukan bila tingkat intensitas suara di ruang tidur

mencapai 48 dBA.

c. Gangguan pelaksanaan tugas (Task Interference), terutama pada tugas-

tugas yang menumbuhkan ketelitian atau pekerjaan yang rumit dan

pekerjaan yang membutuhkan konsentrasi tinggi.

d. Perasaan tidak senang/ mudah marah (Annoyance).

e. Stress, pengalaman pada pemeriksaan di perusahaan menunjukkan

beberapa tahapan akibat stress kebisingan, yaitu menurunnya daya

konsentrasi, cenderung cepat lelah, gangguan komunikasi, gangguan

fungsi pendengaran secara bertahap, ketulian/penurunan daya dengar

yang menetap (Subaris dkk, 2007).

e. Pengukuran kebisingan

Pengukuran kebisingan bertujuan untuk membandingkan hasil

pengukuran pada suatu saat dengan standar stau Nilai Ambang Batas (NAB)

yang telah ditetapkan.

Pengukuran yang ditunjukan hanya sekedar untuk mengendalikan

terhadap lingkungan kerja dilaksanakan di tempat di mana pekerja

menghabiskan waktu kerjanya serta dilaksanakan pada waktu pagi, siang, dan

sore hari.

9

Page 12: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

Pengukuran yang bertujuan untuk mengetahui efek kebisingan terhadap

pendengaran perlu dilaksanakan secara intensif selama jam keja. Bila pekerja

selalu berpindah tempat maka disamping dilaksanakan pengukuran tingkat

tekanan suara juga dicatat waktu selama pekerja berada di tempat-tempat

tersebut agar dapat diketahui apakah pekerja sudah terpajan melampaui NAB.

Alat yang digunakan untuk pegukuran intensitas kebisingan adalah

Sound Level Meter (SLM) yang mempunyai beberapa jenis antara lain:

1. Precision Sound Level Meter

2. General Purpose Sound Level Meter

3. Survey Sound Level Meter

4. Special Purpose Sound Level Meter (Subaris dkk, 2007).

f. Program pengendalian bising

Berdasarkan teknik pelaksanaannya, pengendalian bising dibedakan dalam tiga

cara:

1. Pengendalian pada sumber

Beberapa teknik yang dapat dilakukan dalam cara ini adalah sebagi berikut:

a. Meredam bising/getaran yang ada

b. Mengurangi luas permukaan yang bergetar

c. Mengatur kembali tempat sumber

d. Mengatur waktu operasi mesin

e. Pengecualian atau pengurangan volume.

f. Pembatasan jenis dan jumlah lalu lintas dan lainnya.

10

Page 13: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

2. Pengendalian pada media bising

Langkah-langkah yang bisa dilakukan dengan cara ini adalah sebagai

berikut:

a. Memperbesar jarak sumber bising dengan pekerjaan atau pemukiman.

b. Memasang peredam suara pada dinding dan langit-langit.

c. Membuat ruang kontrol agar dapat dipergunakan mengontrol pekerjaan

dari ruang terpisah.

d. Bila sumber bising adalah lalulintas, bisa dilakukan pembatasan jalan

dengan rumah/gedung/rumah sakit, dan lain-lain. Dengan penanaman

pohon, pembuatan gundukan tanah, pembuatan tembok/pagar, pembuatan

jalur hijau dan daerah penyangga dan lainnya.

3. Pengendalian pada penerima

Pengendalian dengan cara ini dapat dilakukan dengan beberapa cara, antara

lain:

a. Memberi alat pelindung diri seperti ear plug, ear muff, helmet.

b. Memberi latihan dan pendidikan kesehatan dan keselamatan kerja,

khususnya tentang kebisingan dan pengaruhnya.

c. Tindakan pengamanan juga dapat dilakukan dengan cara memindahkan

tenaga kerja terkena bising (Subaris dkk, 2007).

11

Page 14: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

2. Penerangan atau pencahayaan

Penerangan atau pencahayaan merupakan salah satu komponen agar

pekerja dapat bekerja/ mengamati benda yang sedang dikerjakan secara jelas,

cepat, nyaman, dan aman. Lebih dari itu penerangan yang memadai akan

memberikan kesan pemandangan yang lebih baik dan keadaan lingkungan yang

menyegarkan. Pencahayaan dalam lingkungan kerja adalah agar benda terlihat

jelas. Pencahayaan dapat diatur sedemikian rupa yang disesuaikan dengan

kecermatan atau jenis pekerjaan sehingga memelihara kesehatan mata dan

gairahan kerja. (Subaris dkk, 2007).

Penerangan yang baik adalah penerangan yang memungkinkan tenaga

kerja dapat melihat obyek pekerjaannya dengan teliti, cepat dan tanpa upaya yang

tidak perlu, serta membantu menciptakan lingkungan kerja yang nyaman dan

menyenangkan. Penerangan yang baik ditentukan oleh faktor-faktor berikut :

1. Pembagian luminensi dalam lapangan penglihatan

2. Pencegahan terhadap kesilauan

3. Pengaturan arah sinar

4. Penggunaan warna yang dipakai untuk penerangan

5. Pemakaian sumber cahaya yang tidak atau minim menimbulkan panas terhadap

lingkungan. (Suma’mur, 2009).

a. Faktor yang mempengaruhi intensitas pencahayaan

1. Sumber cahaya : berbagai jenis sumber cahaya yang dapat dipakai dan

pada saat ini dipergunakan antara lain ; lampu pijar/bolam, lampu TL

(lampu pelepasan listrik/fluorescent lamp), dan sumber cahaya alami.

12

Page 15: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

2. Daya pantul (Reflektivitas): bila cahay mengenai suatu permukaan yang

kasar dan hitam maka sumua cahaya akan diserap, tetapi bila permukaan

halus dan mengkilap maka cahaya akan dipantulkan sejajar, sedangkan

bila permukaan tidak rata maka pantulan cahaya akan diffus.

3. Ketajaman penglihatan: kemampuan mata untuk melihat sesuatu benda

dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu:

a. Ukuran obyek/benda : besar kecilnya obyek

b. Luminensi “Brightness”: tingkat terangnya lapangan penglihatan yang

tergantung dari penerangan dan pemantulan obyek/permukaan

c. Waktu pengamatan, lamanya melihat

d. Derajat kontras; perbedaan derajat terang antara obyek dan

sekitarnya/antara 2 permukaan. (Subaris dkk, 2007).

b. Pengaruh pencahayaan

Pengllihatan yang jelas maka tenaga kerja akan melaksanakan

pekerjaannya lebih mudah dan cepat sehingga produktivitas diharapkan naik,

sedangkan penerangan buruk akan berakibat:

1. Kelelahan mata dan berkurangnya daya dan efisiensi kerja

2. Kelelahan mental

3. Keluhan pegal/sakit di sekitar mata

4. Kerusakan indera mata

5. Meningkatnya kecelakaan kerja

Gejala-gejala kelelahan mental meliputi:

1. Sakit kepala

13

Page 16: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

2. Penurunan kemampuan intelektual

3. Penurunan daya konsentrasi

4. Penurunan kecepatan berpikir (Subaris dkk, 2007).

c. Pemeliharaan

Penerangan yang baik perlu pemeliharaan yang baik pula. Hal ini

dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:

1. Pembersihan lampu secara teratur

2. Pengecatan kembali permukaan-permukaan dalam ruangan

3. Penggantian lampu-lampu yang kurang atau tidak berfungsi (Subaris dkk,

2007).

d. Pengukuran pencahayaan

Pengukuran intensitas cahaya : Luxmeter

Pengukuran Luminensi : Brightnessmeter

Pengukuran kekuatan sumber cahaya : Fotometer (Subaris dkk, 2007).

3. Iklim / cuaca lingkungan kerja

Iklim kerja adalah suatu kombinasi dari suhu kerja, kelembaban udara,

kecepatan gerakan udara dan suhu radiasi pada suatu tempat kerja. Cuaca kerja

yang tidak nyaman, tidak sesuai dengan syarat yang ditentukan dapat menurunnya

efisiensi dan produktivitas tenaga kerja. (Subaris dkk, 2007).

14

Page 17: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

a. Proses pertukaran panas

Di daerah tropis masalah pemaparan panas menjadi faktor penting yang

harus diperhatikan. Disamping cuaca kerja, sebetulnya tubuh sendiri ketika

melakukan aktifitas juga memerlukan panas (Subaris dkk, 2007).

Proses pertukaran panas antara tubuh dan lingkungan terjadi melalui

mekanisme konveksi, radiasi, evaporasi, dan konduksi. Bila seseorang sedang

bekerja, tubuh pekerja tersebut akan mengadakan interaksi dengan keadaan

lingkungan yang terdiri dari suhu udara, kelembaban dan gerakan atau aliran

udara. Proses metabolisme tubuh yang berinteraksi dengan panas di

lingkungannya akan mengakibatkan pekerja mengalami tekanan panas.

Tekanan panas ini dapat disebabkan karena adanya sumber panas maupun

karena ventilasi yang tidak baik (Subaris dkk, 2007).

b. Pekerjaan yang berpotensi menjadi sumber pemaparan panas

1. Jenis pekerjaan di luar ruangan/udara terbuka (outdoor)

a. Pertanian, perkebunan, kehutanan

b. Kontruksi terutama jalan raya, jembatan, lapangan golf, renovasi rel

kereta api

c. Pengeboran, pertambangan terbuka

d. Memancing, rekreasi dengan perahu boat

e. Aktivitas latihan militer.

2. Jenis pekerjaan di dalam ruangan/udar (indoor)

a. Pabrik pengolahan makanan

b. Proses pencelupan batik

15

Page 18: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

c. Laundry

d. Dapur di rumah sakit

e. Ruang mesin, proses pengecoran logam

f. Ventilasi ruang kerja sangat kurang untu ruang di daerah tropis (Subaris

dkk, 2007).

c. Pengaruh pemaparan panas terhadap kesehatan

1. Dehidrasi : tubuh letih, lesu, lemas, kantuk, muntah

2. Heat Cramps : kejang otot karena kehilangan cairan dan garam akibat

keringat berlebihan yang menyebabkan kecenderungan sirkulasi jantung

kurang adequate.

3. Heat exhaustion (Heat perforation) : perubahan aliran darah kulit menjadi

lebih rendah dari suhu tubuh sehingga membutuhkan volume darah lebih

banyak. Kejadian ini biasanya terjadi bersamaan dengan kehilangan cairan

akibat keringat berlebihan dan cenderung menyebabkan kolapsnya sirkulasi

darah.

4. Heat Stroke : temperatur tubuh 40-41˚C yang mengakibatkan kerusakan

jaringan-jaringan, seperti liver, ginjal, dan otak. Korban merasa; sakit

kepala, fatigue, pening, denyut nadi cepat, disorientasi, dan cepat tidak

sadarkan diri. (Subaris dkk, 2007).

d. Pengukuran suhu lingkungan dan kelembaban

Untuk mengetahui tingkat tekanan panas harus diukur faktor-faktor

yang mempengaruhi sehingga diperlukan unit peralatan, yaitu:

16

Page 19: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

1. Psycrometer, alat untuk mengukur suhu udara dan kelembaban nisbi

2. Termometer Globe, alat untuk mengukur tingkat radiasi

3. Termometer kata, alat untuk mengukur kecepatan gerakan udara

4. Termometer basah alami, alat untuk mengukur suhu basah alamiah.

5. Anemometer/velometer, alat untuk mengukur kecepatan gerakan udara

(Subaris dkk, 2007).

e. Suhu dingin

Respon tubuh bila suhu lingkungan turun; metabolisme meningkat,

sehingga produksi panas naik, vasikontriksi perifer, menyebabkan kehilangan

panas. Vasikontriksi berlebihan akan terjadi gangguan perfusi jaringan.

Akibat suhu dingin terhadap kesehatan pekerja:

1. Chilblain: suhu cukup dingin dan lama, gejala; kulit merah, bengkak, panas,

diperberat oleh anemi

2. Trencfoot, terjadi kerusakan anggota badan terutama kaki, pucat, iskemis,

kadang nadi tidak teraba, rasa kesemutan, kaku, berat, bila lanjut terjadi

gangren.

3. Froshbite: terjadi pada suhu 0˚C, terjadi gangrene

4. Kadang sebagai pencetus ”trigger” asma. Rhinitis alergi, sakit fifi,

dermatitis alergi, nyeri tulang dll. (Subaris dkk, 2007).

4. Ventilasi Tempat Kerja

Ventilasi adalah cara mengontrol bahaya dengan penggantian/pertukaran

udara segar menggantikan udara kotor. Tenaga kerja yang bekerja pada

17

Page 20: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

lingkungan yang kotor dan tekanan suhu yang ekstrim akan mengalami

kecenderungan kecelakaan, gangguan kapasitas kerja dan kapasitas mental,

kepuasan kerja rendah, dan produktivitas yang tidak maksimal. Tujuan dari

pemasangan sistem ventilasi adalah mengontrol bahaya lingkungan kerja pada

sumbernya demi keselamatan, kesehatan, dan kenyamanan tenaga kerja. Tetapi

ventilasi juga sering menimbulkan permasalahan yaitu: kebisingan yang

ditimbulkan oleh sistem peralatan tersebut, berkurangannya kelembaban sehingga

udara terasa kering serta energi yang merupakan biaya rutin untuk mengoperasikan

sistem ventilasi tersebut. (Subaris dkk, 2007).

5. Getaran di tempat kerja

Berdasarkan dampaknya pada tubuh getaran diklasifikasikan sebagai berikut :

1. Getaran seluruh tubuh (1 - 80 Hz) dihasilkan karena seluruh masa tubuh

berhadapan dengan getaran mekanis, contoh: getaran permukaan enyangga

mesin traktor.

2. Getaran pada sebagian alat tubuh, misalnya pada tangan/lengan dari 8 – 1 kHz,

ini ditentukan sebagi getaran yang terjadi pada alat tubuh yang bersentuhan

dengan media getaran dan bagian tubuh yang lain berada pada posisi diam.

Getaran ini bukan berarti bahwa bagian tubuh yang tidak bersentuhan langsung

dengan media getaran tidak terpengaruh. (Subaris dkk, 2007).

a. Pengaruh getaran terhadap kesehatan

Terdapat sejumlah pengaruh fisiologis dan psikologis yang nyata

karena adanya getaran pada seluruh tubuh. Hal ini berkisar dari perubahan-

18

Page 21: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

perubahan morfologis pada tulang belakang, masalah sistem pencernaan,

kerusakan alat-alat reproduksi pada wanita, gangguan pada alat penglihatan

dan kesalahan pada sistem vestibular di dalam telinga. (Subaris dkk, 2007).

b. Sumber getaran

1. Alam

Merupakan fenomena geologi yang mengakibatkan gelombang (gerakan

bumi) sehingga menimbulkan masalah pencemaran getaran. Yang

bersumber dari getaran tektonik dan getaran vulkanik.

2. Aktivitas manusia

Getaran berasal dari gerakan/gesekan mesin dan alat-alat kerja lain yang

menimbulkan getaran. Contoh sumbernya adalah mesin-mesin produksi,

mesin bor pneumatik, pahat, gerenda, gergaji serta aktivitas mesin yang

menimbulkan gesekan dan getaran. (Subaris dkk, 2007).

c. Penanggulangan getaran

1. Penanggulangan pada sumber

a. Gunakan penggantung elastis pada mesin yang menyebabkan gerakan-

gerakan tersebut (karet peredam getaran, per-per logam, per-per angin,

pangkalan terapung, pangkalan tergantung dll)

b. Tambahlah pada pangkalan mesin yang menyebabkan getaran-getaran

atau tambahkan beban di bawah pangkalan

c. Seimbangkan bagian-bagian yang berputar dari mesin yang

menyebabkan getaran-getaran

19

Page 22: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

d. Kurangi energi pemicu dengan melakukan pemeliharaan atau

memperbaiki mesin yang menimbulkan getaran-getaran

2. Langkah penanggulangan sepanjang rute propagasi

a. Ambilah manfaat dari pengecilan dengan jarak, dengan menjauhkan

titik penerima dan sumber agar semakin jauh.

b. Galilah parit peredam getaran atau buat suara penyekat

3. Langkah penanggulangan pada titik penerima

Cegahlah bagian-bagian gedung (prabotan) agar jangan bergetar. (Subaris

dkk, 2007).

6. Radiasi di tempat kerja

Radiasi adalah emisi energi yang dilepas dari bahan atau alat radiasi. Jenis

radiasi secara rinci meliputi:

1. Radiasi pengion:

a. Partikel : à, ă Neutron dan Proton

b. Foton (gelombang elektromagnetik tertentu misalnya sinar X, sinar Y)

c. Radiasi alam yang berasal dari kerak bumi, seperti uranium, thomrium, dan

carbon 14.

2. Radiasi Non Pengion

a. Radiasi medin listrik dan magnet listrik seperti alat rumah tangga elektronik,

pemanas di pengecoran, pengecoran logam, jaringan tenaga listrik (SUTET

& SUTT), dan monitor.

20

Page 23: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

b. Gelombang radio seperti pemancar UHF, pemancar HF, menara VHF,

menara antena TV, stasiun utama, stasiun satelit bumi, telekomunikasi

gelombang mikro, oven, gelombang mikro, telepon seluler, mesin pengelas

PVC.

c. Radiasi optik meliputi Ultra Violet dan Infra merah misalnya alat pengering,

matahari, lampu halogen tungsiram, industri kaca, sinar matahari, laser

pengelasan. (Subaris dkk, 2007).

Dampak radiasi terhadap kesehatan manusian dapat bersifat somatik dan

degeneratif baik oleh radiasi pengion maupun non pengion.

1. Dampak radiasi pengion

a. Radiasi sinar rontgen dan gamma menimbulkan : luka bakar, impotensi,

kerusakan sistem haemolitik dan leukemia

b. Radiasi sinar-sinar radioaktif menimbulkan : kelainan-kelainan sistemik

pada faal tubuh (kanker).

2. Dampak radiasi non pengion

a. Dampak radiasi sinar laser terhadap tubuh manusia adalah gangguan pada

mata (kerusakan retina dan kebutaan) dan kulit. Radiasi sinar inframerah

juga menyebabkan gangguan lensa mata (katarak). Radiasi sinar ultra violet

(pengelasan suhu tinggi, lampu pijar dan sinar matahari) menyebabkan

konjungtivitis foto elektrika.

b. Pengaruh langsung gelombang radio terhadap kesehatan tubuh manusia

adalah kerusakan jaringan setempat dan luka bakar. Sedangkan arus

21

Page 24: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

gelombang terhadap frekuensi yang rendah berpengaruh terhadap sistem

saraf. Pengaruh tidak langsung apabila manusia menyentuh obyek logam

yang berdekatan dengan pemancar berdaya tinggi akan mengakibatkan luka

bakar (Subaris dkk, 2007).

7. Bau-bauan di tempat kerja

Bau-bauan adalah suatu jenis pencemaran udara, yang tidak hanya penting

ditinjau dari aspek penciuman terhadapnya, tetapi juga dari sudut pandang higiene

pada umumnya. Bau yang tidak disukai atau tidak enak sekurang-kurangnya

mengganggu perasaan orang yang tidak menyukainnya, mengurangi kenyamanan,

memeri kesan tidak sehat, mencerminkan keadaaan kotor atau kurangnya

kebersihan, sedangkan bau-bau tertentu dapat menjadi petunjuk bagi adanya

pencemaran udara oleh bahan berbahaya atau beracun.

Pengendalian bau-bauan di tempat kerja dilakukan dengan:

1. Pembakaran udarayang berbau, untuk merubah molekul zat yang memiliki bau

menjadi molekul yang tidak berbau.

2. Penambahan bau-bauan baru kepada udara yang berbau dan merangsang untuk

menrubah zat berbau menjadi zat lain yang kurang merangsang

3. Proses menutupi (masking process) yang didasarkan atas kerja antagonitis

antara dua zat berbau

4. Adsorpsi, absopsi, kondensasi dan proses-proses lainnya

5. Pengubahan kimiawi dari bau-bauan meliputi penggunaan zat oksidator seperti

klor dan persenyawaannya serta ozon

6. Air conditioning dan ventilasi umum (general ventilation) (Suma’mur, 2009).

22

Page 25: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

C. Pemantauan Lingkungan Kerja

Lingkungan kerja yang manusiawi dan lestari akan menjadi pendorong bagi

kegairahan dan efisiensi kerja. Sedangkan lingkungan kerja yang melebihi toleransi

kemampuan manusia tidak saja merugikan produktivitas kerjanya, tetapi juga menjadi

sebab terjadinya penyakit atau kecelakaan kerja. Hanya lingkungan kerja yang aman,

selamat, dan nyaman merupakan prasyarat penting untuk terciptanya kondisi

kesehatan prima bagi karyawan yang bekerja di dalamnya. Untuk menjamin kearah

tersebut diperlukan pemantauan lingkungan kerja terhadap semua unit dalam suatu

perusaah yang bertujuan :

1. Memastikan apakah lingkungan kerja tersebut telah memenuhi syarat K3

2. Pedoman bahan perencanaan dan pengendalian terhadap bahaya-bahaya yang

timbul oleh faktor-faktor yang ada di setiap tempat kerja

3. Sebagai data pembantu untuk mengkorelasikan hubungan sebab akibat terjadinya

suatu penyakit akibat kerja maupun kecelakaan

4. Bahan dokumen untuk mengembangkan program-program K3 selanjutnya (Ichsan,

2001).

Pemantauan lingkungan kerja tidak hanya dilakukan secara kualitatif tetapi

harus dilakukan melalui pengukuran secara kuantitatif dengan menggunakan

peralatan lapangan atau analisis laboratorium agar diperoleh data objektif. Meskipun

belum ada norma dan kajian yang baku, seyogyanya pemantauan lingkungan kerja

dilakukan sekerap mungkin untuk mendapatkan data dan akurasi yang tepat (Ichsan,

2001).

23

Page 26: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

Unit K3 atau P2K3 yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan K3 harus

menyusun perencanaan dan pelaksanaan terhadap pemantauan lingkungan kerja.

Dalam pelaksanaan di lapangan pemantauan lingkungan kerja harus dilakukan

melalui langkah-langkah :

1. Pengenalan lingkungan kerja

Pengenalan lingkungan kerja adalah suatu tindakan yang dilakukan oleh

seseorang untuk mengamati dan mengenali lingkungan kerja untuk mengetahui secara

kualitatif faktor bahaya yang mungkin timbul di tempat kerja. Pengenalan lingkungan

kerja sifatnya subjektif, dipengaruhi oleh faktor individu yang melakukan kegiatan

ini. Dari tahapaan ini kita dapat mencurigai potenssi bahaya yang mungkin timbul

dari setiap unit dan faktor penyebabnya. Tahapan ini bermanfaat untuk :

a) Bahwa sejumlah faktor tertentu di salah satu unit dapat membahayakan dan perlu

diwaspadai

b) Dengan cepat, tepat, dan benar dapat diketahui unit mana yang diperkirakan

timbulnya gangguan tersebut dan langkah pengendalian apa yang harus dilakukan

c) Dapat memperkirakan jumlah karyawan tertentu dalam suatu unit yang terkena

gangguan tersebut.

Karena sifatnya masih subjektif maka perlu dipastikan hasil tersebut dengan

melakukan penilaian lingkungan kerja dengan menggunakan peralatan.

24

Page 27: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

2. Penilaian lingkungan kerja

Penilaian lingkungan kerja adalah kegiatan pengukuran, pemeriksaan, dan

pengujian dengan menggunakan alat untuk mengetahui kadar kuantitatif suatu

faktor bahan di suatu tempat kerja. Peralatan yang digunakan tergantung jenis

parameter yang akan diukur.

Lingkungan Kerja (Parameter) Peralatan

Kebisingan SLM

Getaran Vibrasimeter

Debu Personal Dust Sampler

Air Water checker

Hasil pengukuran tersebut dibandingankan dengan standar atau ketentuan

Nilai Ambang Batas (NAB), apakah sama, lebih besar, atau lebih kecil. Bila

ditemukan angka lebih besar dari NAB harus dilakukan upaya pengendalian.

3. Pengendalian lingkungan kerja

Pengendalian terhadap bahaya di setiap unit harus diawali melalui

pendekatan manajemen (administrative), dan diikuti dengan pengendalian teknis

dan medis. Kepala bagian, supervisor harus memiliki pengetahuan tentang K3 agar

program pengendalian dapat dilakukan secara efektif. Langkah ini dapat dilakukan

sendiri atau bersama-sama sesuai kemampuan dan kondisi lapangan. Upaya ini

harus terintegrasi bersama-sama melalui engineering control, pendidikan kepada

karyawan (education), dan pengawasan ketat (enforcement). Sedapat mungkin

langkah yang ditempuh harus maksimal untuk mengurangi atau meniadakan risiko

25

Page 28: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

bagi karyawan, sehingga mereka merasa aman, tenang bekerja serta meningkatkan

moral kerja dan motivasi (Ichsan, 2001).

D. Upaya Perbaikan Lingkungan Kerja

Perbaikan lingkungan kerja diterapkan sebagai salah satu upaya pencegahan

penyakit akibat kerja, yaitu untuk mengendalikan hazard atau bahaya lingkungan di

tempat kerja yang bersifat fisik, kimia, dan biologi, seperti bising, pencahayaan,

temperature, kelembapan, getaran, logam berat, pelarut, bahan karsinogenik, virus flu

burung, atau hiv, dan sebagainya. Ilmu yang mempelajari bagaimana memperbaiki

lingkungan kerja yaitu hygiene industri (Kurniawidjaja, 2010).

Konsep dasar hygiene industri adalah manajemen risiko, merupakan siklus

terdiri dari 4 tahapan yang harus dilaksanakan secara urut dan berkesinambungan,

yaitu :

a) Antisipasi, merupakan kegiatan yang dilakukan untuk memprediksi hazard

lingkungan atau bahaya yang ada atau yang mungkin timbul di lingkungan tempat

kerja sebelum munculnya gangguan kesehatan pada pekerja.

b) Rekognisi, merupakan kegiatan pengenalan lebih lanjut (identifikasi) bahaya dan

efek kesehatan yang ada ditempat kerja. Rekognisi dapat dilakukan dengan

beberapa cara seperti survey jalan selintas, observasi, wawancara, penggunaan

data dari ahli hygiene industry, atau penggunaan data rekam medis.

c) Evaluasi, merupakan kegiatan pengukuran terhadap hazard secara lebih spesifik

dan sistematis menggunakan metode-metode tertentu. Hasil dari pengukuran

tersebut dibandingkan dengan standar yang berlaku.

26

Page 29: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

d) Pengendalian, merupakan langkah penting dalam ilmu hygiene industry. Langkah

ini dilakukan untuk dapat mengendalikan bahawa yang ada di tempat kerja

sehingga tidak menimbulkan dampah kesehatan baik bagi pekerja maupun

masyarakat di sekitar tempat kerja (Kurniawidjaja, 2010).

Lingkungan kerja yang tidak baik, dalam hal ini mengandung hazard

lingkungan yang dapat memajani pekerja, bila kadarnya melebihi nilai ambang batas.

Penyakit yang ditimbulkan oleh pajanan hazard di lingkungan kerja merupakan salah

satu bentuk penyakit akibat kerja. Berikut tabel hazard lingkungan kerja pada faktor

fisik dan jenis penyakit yang diakibatkan.

Hazard Lingkungan Kerja Penyakit Akibat Kerja

Bising Vibrasi Penurunan pendengaran (NIHL)

Suhu Ekstrem White finger, haemolisis, gangguan

lokomotor

Hiperbarik Penyakit coissons

Sinar Ultra Violet Katarak, Kanker kulit

Radiasi Mengion Leukimia, anemia aplastik,

kelainan genetik

(Kurniawidjaja, 2010).

Upaya perbaikan lingkungan kerja untuk pencegahan penyakit dilaksanakan

dengan program hygiene industry yang bertujuan memberikan lingkungan sehat,

selamat, dan nyaman bagi semua pekerja, dengan cara menjaga pajanan hazard tetap

27

Page 30: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

aman di bawah nilai ambang batas yang telah ditetapkan. Berikut beberapa aktivitas

yang dilakukan yaitu :

a) Survey area kerja untuk identifikasi hazard dan melakukan tindakan perbaikan

b) Evaluasi bahaya potensial di tempat kerja serta melaksanakan pengendalian yang

memadai, sebelum risiko menjadi kenyataan

c) Implementasi pengendalian teknik bila memungkinkan

d) Implementasi pengendalian adminstratif bila pengendalian teknik tidak

memungkinkan

e) Melaksanakan komunikasi hazard kepada pimpinan dan pekerja, serta melatih

pekerja agar dapat mengenali hazard serta mampu melaksanakan tindakan

pengendalian bila bekerja di tempat yang mengandung hazard

f) Memilih alat pelindung diri yang sesuai

g) Menetapkan individu atau kelompok pekerja berisiko yang harus dipantau

kesehatannya

h) Menetapkan area kerja yang harus dipantau hazard kesehatannya

i) Melaksanakan surveilans kesehatan kerja

j) Menilai keberhasilan program perbaikan lingkungan dengan menganalisis hasil

pemantauan hazard dan efek kesehatan (Kurniawidjaja, 2010).

28

Page 31: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

29

BAB III

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil PKL

Berdasarkan kunjungan lapangan yang kami lakukan pada hari Jumat, tanggal

9 Mei 2014 di PT. Sri Rejeki Isman Tbk Sukoharjo (PT. SRITEX) khuusnya di

Garmen V, diperoleh hasil pengamatan sebagai berikut,

FAKTOR LINGKUNGAN

FISIK

HASIL PENGAMATANKETERANGANKURAN

GCUKU

PBAIK

Kebisingan √ suara mesin jahitPenerangan/pencahayaan

√disetiap meja pekerja disediakan

lampu peneranganIklim / cuaca

lingkungan kerja√

panas timbul dari mesin kerja yang sedang beroperasi

Ventilasi Tempat Kerja √disetiap sisi ruangan terdapat

banyak ventilasiGetaran di tempat kerja √ timbul dari mesin jahit

Radiasi di tempat kerja √radiasi berasal dari alat

pendeteksi logamBau-bauan di tempat

kerja√

tercium bau yang berasal dari kain

B. Pembahasan masalah

1. Profil Perusahaan

SRITEX merupakan perusahaan textile dengan konsep manufakturing yang

terintegrasi dalam satu kawasan serta terbesar di kawasan Asia Tenggara. SRITEX

lahir dari dedikasi seorang HM Lukminto dan keluarga yang membangun dengan

kerja keras, ketekunan, track record management yang sangat excellent serta dari

awal di’visi’kan menjadi perusahaan besar.

Page 32: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

Didukung divisi Penelitian dan Pengembangan, Sritex memenuhi setiap

kebutuhan spesifik pelanggan dengan kemampuannya untuk menciptakan beragam

jenis dan spesifikasi kain dari berbagai bahan dan model rajutan. Contoh kecil dari

kesuksesan Divisi Penelitian dan Pengembangan Sritex diantaranya adalah

diciptakanya beragam aplikasi tambahan untuk kain yang berupa anti air, anti

serangga, tahan api, bebas noda, anti infra-red, bobot ringan, dan berpori-pori yang

bisa digunakan untuk berbagai tipe bahan.

SRITEX merupakan perusahaan textile dengan konsep manufakturing yang

terintegrasi dalam satu kawasan serta terbesar di kawasan Asia Tenggara. SRITEX

lahir dari dedikasi seorang HM Lukminto dan keluarga yang membangun dengan

kerja keras, ketekunan, track record management yang sangat excellent serta dari

awal di’visi’kan menjadi perusahaan besar.

Untuk menjaga kualitas produk, Sritex menerapkan sistem kontrol kualitas

AQL 2,5 yang dengan ketat memonitor semua aktifitas produksi dari proses

inspeksi kain sampai penjahitan garmen. Hal ini terus ditingkatkan dengan sistem

kontrol kualitas mandiri yang dilakukan sebelum inspeksi final yang dilakukan

oleh pelanggan. Produk-produk berkualitas tinggi dan pengiriman tepat waktu

telah melampaui ekspetasi dari berbagai klien yang terus bertambah. Pembuktian

Sritex memiliki tradisi kualitas yang kuat dengan diakuinya kualitas Sritex secara

dunia dengan Sertifikat Registered Supplier Bundeswehr (Angkatan darat Jerman)

dan Sertifikat NATO dimana keduanya standar kualitas tertinggi untuk

30

Page 33: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

manufacturing garmen untuk militer. Dalam skala nasional Sritex mendapatkan

beberapa perhargaan salah satunya Rekor Muri.

2. Lingkungan Kerja Fisik PT. SRITEX

Sistem manajemen K3 diterapkan dengan baik oleh PT. Sritex Grup

sehingga perusahaan ini berhasil meraih sistem manajemen mutu ISO 9001:2008.

Sertifikat tersebut diterima Presiden Direktur Iwan Setiawan Lukminto pada tahun

2011. Faktor lingkungan kerja meliputi faktor fisik, kimia, biologi dan psikososial,

laporan ini khusus membahas mengenai lingkungan kerja fisik di PT. Sritex

Sukoharjo. Lingkungan kerja fisik tersebut meliputi,

1. Kebisingan

Kebisingan dapat mengganggu ketenangan kerja dan konsentrasi dalam bekerja,

serta dapat mengurangi kesehatan, sehingga berdampak pada timbulnya

kesalahan kerja. Kami menyimpulkan tingkat kebisingan di bagian Garmen V

termasuk ke dalam kriteria baik sebab kami tidak merasa terganggu oleh suara-

suara mesin yang bekerja. Selain itu, kami juga mendengar lagu-lagu yang

mengiringi karyawan bekerja. Kami menilai hal tersebut baik karena suara lagu

yang diperdengarkan dapat mengurangi stress dan kejenuhan dalam bekerja.

2. Pencahayaan

Pencahayaan yang tidak sesuai dapat mengganggu konsentrasi dalam bekerja.

Hal tersebut dapat menimbulkan kelelahan dan gangguan pada mata,sehingga

produktivitas kerja bisa menurun. Kami menyimpulkan tingkat pencahayaan di

bagian Garmen V termasuk ke dalam kriteria baik, sebab di masing-masing

31

Page 34: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

meja kerja disediakan lampu yang menurut kami pencahayaannya sudah sesuai

(tidak terlalu terang dan tidak terlalu gelap).

3. Iklim

Iklim kerja berhubungan dengan suhu ruangan. Iklim kerja yang terlalu panas

atau terlalu dingin menimbulkan ketidaknyamanan dalam bekerja. Iklim yang

tidak sesuai dengan syarat yang ditentukan dapat menurunnya efisiensi dan

produktivitas tenaga kerja. Kami menyimpulkan suhu ruangan di Garmen V

termasuk dalam kriteria cukup, karena suhu di ruangan tersebut relatif panas.

Ditambah karena observasi dilakukan di siang hari.

4. Ventilasi

Ventilasi adalah cara mengontrol bahaya dengan penggantian/pertukaran udara

segar menggantikan udara kotor. Ventilasi yang terdapat di Garmen V

merupakan ventilasi alami yang terdapat di setiap sisi ruangan sehingga

memungkinkan terjadinya sirkulasi udara yang sehat. Sehingga kami

menyimpulkan ventilasi yang terdapat di Garmen V termasuk ke dalam kriteria

baik.

5. Getaran

Getaran di Garmen V ditimbulkan dari mesin jahit yang digunakan oleh

masing-masing pekerja sehingga dampak getaran tersebut hanya dirasakan oleh

pekerja yang menggunakan mesin jahit tersebut dan tidak mengganggu pihak

lain yang berada di Garmen V. Sehingga kami menyimpulkan getaran yang

terdapat di Garmen V termasuk ke dalam kriteria baik.

32

Page 35: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

6. Radiasi

Radiasi adalah emisi energi yang dilepas dari bahan atau alat radiasi. Radiasi

yang ditimbulkan di Garmen V berasal dari alat pendeteksi logam pada pakaian

yang telah jadi dan siap untuk dikemas, sehingga yang kemungkinan terpapar

radiasi hanya para pekerja yang bertugas di bagian tersebut dan jarak

penempatan alat tersebut jauh dari lokasi pekerja lainnya. Sehingga kami

menyimpulkan Radiasi yang terdapat di Garmen V termasuk ke dalam kriteria

baik.

7. Bau-bauan

Bau-bauan adalah suatu jenis pencemaran udara, yang tidak hanya penting

ditinjau dari aspek penciuman terhadapnya, tetapi juga dari sudut pandang

higiene pada umumnya. Bau yang tidak disukai atau tidak enak dapat

mengganggu konsentrasi pekerja. Bau yang ditimbulkan berasal dari kain hasil

produksi dan pakaian yang sedang di setrika. Bau-bauan tersebut masih dalam

batas normal sehingga tidak mengganggu aktivitas pekerja lainnya. Sehingga

kami menyimpulkan Bau-bauan yang terdapat di Garmen V termasuk ke dalam

kriteria baik.

33

Page 36: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

34

BAB III

PENUTUP

A. Simpulan

Lingkungan kerja fisik di PT. Sri Rejeki Isman Textil (Sritex) Sukoharjo

berdasarkan Praktik Kunjungan Lapangan yang sudah dilakukan dikategorikan

kedalam kriteria baik, karena dari faktor-faktor lingkungan fisik yang telah

disebutkan yaitu kebisingan, pencahayaan atau penerangan, iklim, ventilasi, getaran,

radiasi, dan bau-bauan di tempat kerja masih sesuai dengan standar dan tidak

menimbulkan gangguan pada pekerja. Selain itu PT. Sri Rejeki Isman Textil (Sritex)

Sukoharjo sudah mendapatkan sertifikat ISO 9001:2008 pada tahun 2011.

B. Saran

1. Bagi perusahaan

Perusahaan sebaiknya tetap mempertahankan sistem manajemen K3 agar dapat

meningkatkan produktivitas pekerja dalam menghasilkan produk yang berkualitas.

2. Bagi pekerja

Mematuhi tata tertib yang ditetapkan perusahaan dan senantiasa menerapkan

prinsip K3 di tempat kerja.

3. Bagi mahasiswa

Dapat menerapkan prinsip-prinsip K3 baik pada saat sekarang sebagai mahasiswa

jurusan kesehatan masyarakat maupun nanti ketika terjun langsung ke lapangan.

Page 37: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

DAFTAR PUSTAKA

Ichsan, Slamet. 2001. Kesehatan dan Keselamatan Kerja. Jakarta: Penerbit

Universitas Indonesia

Kurniawidjaja, L. Meily. 2010. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta: Penerbit

Indonesia

Mangkunegara, A. A. Anwar Prabu. 2007. Manajemen Sumber Daya Manusia

Perusahaan. Cetakan Ketujuh. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Subaris, Bayu dkk. 2007. Hygiene Lingkungan Fisik. Jogjakarta: Mitra Cendekia

Suma’mur, DR. 2009. Higiene Perusahaan Dan Keselamatan Kerja (Hiperkes).

Jakarta: Sagung Seto

35

Page 38: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

LAMPIRAN

36

1.1 Tampak depan perusahan

1.2 Suasana salam penyambutan oleh tenaga kerja pada garment V

Page 39: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

37

1.3 Proses pembuatan pola pada kain

1.4 bagian pemotongan pola

Page 40: Kajian Lingkungan Fisik Pada Departement Garment Fix

38

1.5 Proses menjahit

1.6 Mesin pendeteksi logam