Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

128
KAJIAN KERUSAKAN LAHAN AKIBAT PENAMBANGAN PASIR DI KELURAHAN KALAMPANGAN KECAMATAN SABANGAU KOTA PALANGKA RAYA Oleh : ARIANDO NIM. CFA. 208 006 TESIS Untuk memperoleh gelar Magister Sains Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan Bidang Konsentrasi Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Tanaman PROGRAM PASCA SARJANA UNIVERSITAS PALANGKA RAYA PALANGKA RAYA 2011

Transcript of Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Page 1: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

KAJIAN KERUSAKAN LAHAN

AKIBAT PENAMBANGAN PASIR

DI KELURAHAN KALAMPANGAN

KECAMATAN SABANGAU

KOTA PALANGKA RAYA

Oleh :

ARIANDO

NIM. CFA. 208 006

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Sains

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Bidang Konsentrasi Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Tanaman

PROGRAM PASCA SARJANA

UNIVERSITAS PALANGKA RAYA

PALANGKA RAYA

2011

Page 2: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

KAJIAN KERUSAKAN LAHAN

AKIBAT PENAMBANGAN PASIR

DI KELURAHAN KALAMPANGAN

KECAMATAN SABANGAU KOTA PALANGKA RAYA

Oleh :

ARIANDO

NIM. CFA. 208 006

TESIS

Untuk memperoleh gelar Magister Sains

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Bidang Konsentrasi Pengelolaan Sumberdaya Lahan dan Tanaman

Palangka Raya, Juni 2011.

PEMBIMBING I

Prof. Ir. Y.SULISTIYANTO, MP, Ph.D.

NIP. 19610921 198810 1 001

PEMBIMBING II

Dr. Ir. MOFIT SAPTONO, MP.

NIP. 19651113 199103 1 002

Mengetahui :

Program Pascasarjana

Universitas Palangka Raya

Direktur,

Prof. Drs. FERDINAND, MS.

NIP.19580111 198701 1 001

Program Magister

Pengelolaan Sumberdaya Alam

dan Lingkungan

Ketua,

Dr. Ir. URAS TANTULO, M.Sc. NIP. 19670228 199203 1 002

Page 3: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

LEMBAR PENGESAHAN

KAJIAN KERUSAKAN LAHAN

AKIBAT PENAMBANGAN PASIR

DI KELURAHAN KALAMPANGAN

KECAMATAN SABANGAU

KOTA PALANGKA RAYA

ARIANDO

NIM. CFA. 208 006

Dipertahankan di depan Tim Penguji Tesis

Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

Program Pascasarjana Universitas Palangka Raya

Tanggal 21 Juni 2011.

TIM PENGUJI

1.

2.

3.

4.

5.

Prof. Ir. Y.Sulistiyanto, MP, Ph.D.

Ketua

Dr. Ir. Mofit Saptono, MP.

Anggota

Dr. Ir. Akhmad Sajarwan, MP.

Anggota

Ir. Vera Amelia, MP.

Anggota

Ir. Yulian Taruna, M.Si.

Anggota

.........................................

.........................................

.........................................

.........................................

..........................................

Page 4: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan :

1. Karya tulis saya, tesis ini, adalah asli dan belum pernah diajukan untuk

mendapatkan gelar akademik, baik di Universitas Palangka Raya maupun

perguruan tinggi lainnya.

2. Karya tulis ini murni gagasan, rumusan dan penilaian sendiri, tanpa

bantuan pihak lain, kecuali arahan Tim Pembimbing.

3. Dalam karya tulis ini tidak terdapat karya atau pendapat telah ditulis atau

dipublikasikan orang lain, kecuali secara tertulis dengan jelas dicantumkan

dalam daftar pustaka.

4. Pernyataan ini saya buat dengan sesungguhnya dan apabila dikemudian

hari terdapat penyimpangan dan ketidakbenaran dalam pernyataan ini,

maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan gelar

yang telah diperoleh karena karya tulis ini, serta sanksi lainnya sesuai

norma yang berlaku di perguruan tinggi ini.

Palangka Raya, Juni 2011.

Yang membuat pernyataan.

ARIANDO

NIM. CFA. 208 006

Page 5: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

ABSTRAK

Ariando, 2011, Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir di

Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau Kota Palangka Raya.

Tesis Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan, Program

Pascasarjana Universitas Palangka Raya. Di bawah bimbingan Prof. Ir.

Y. Sulistiyanto, MP, Ph.D. dan Dr. Ir. Mofit Saptono, MP.

Penelitian ini mengkaji tingkat kerusakan lahan yang terjadi di lokasi

penambangan berdasarkan kondisi fisik lahan, kualitas tanah dan kualitas air di

lokasi penambangan serta pengamatan benthos pada lubang bekas galian tambang,

dengan tujuan untuk mengetahui seberapa besar dampak yang terjadi akibat

kegiatan penambangan, sehingga pengendalian pada kegiatan penambangan pasir

akan mengurangi kerusakan pada lahan.

Metode penelitian dilakukan dengan cara membandingkan kondisi fisik

lahan, kualitas tanah dan kualitas air serta analisis benthos pada lahan yang

ditambang dengan lahan yang belum ditambang. Penelitian ini dilaksanakan

pada bulan September hingga Nopember 2010. Variabel yang diamati dalam

penelitian ini meliputi : (1). Batas tepi galian; (2). Tinggi dinding dan batas

kedalaman galian dari permukaan tanah awal; (3).Pengangkutan bahan galian; (4).

Kondisi jalan umum; (5). Luas reklamasi; (6). Pengembalian tanah pucuk untuk

vegetasi. Kemudian untuk melengkapi data dari pengamatan fisik lahan tersebut

dilakukan analisis laboratorium yang meliputi : (1).Analisis tanah; (2).Analisis

kualitas air; dan (3).Analisis benthos.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi kerusakan lahan akibat

kegiatan penambangan pasir. Kerusakan lahan yang terjadi seperti rusaknya

tanah pucuk (top soil), terjadi lubang bukaan yang besar, tinggi dinding galian

sangat dalam. Akibat dari kerusakan lahan tersebut juga mempengaruhi

lingkungan yang lain seperti terjadinya perubahan bentuk lahan, berubahnya

fungsi lahan, vegetasi penutup hilang, terjadinya pencemaran debu, bekas lahan

tambang menjadi gersang karena tidak ada revegetasi, sehingga terjadi perubahan

suhu disekitar lokasi tambang. Pada masing – masing lokasi tambang juga tidak

dilakukannya reklamasi, dimana tanah pucuk (top soil) tidak diolah untuk

menutupi kembali lahan yang sudah di tambang. Tanah di lokasi penelitian secara

umum dikategorikan mempunyai tingkat kesuburan yang tergolong rendah, baik

di lokasi penambangan (tanah terusik) maupun di luar lokasi penambangan (tanah

alami). Secara umum kualitas air yang berada di luar lokasi penambangan berada

pada skala 4 dengan kategori baik, sedangkan kualitas air di lokasi penambangan

di ketegorikan buruk dan berada pada skala 2 dengan status mutu air cemar berat.

Selanjutnya berdasarkan analisis benthos menyatakan bahwa kualitas lingkungan

pada lubang bekas galian berada pada skala yang sangat buruk, sedangkan lahan

yang di luar lokasi penambangan yang merupakan lahan yang belum berusik

memperlihatkan tingkat kelimpahan benthos yang sangat baik, namun pada indeks

keragaman menunjukkan skala sangat buruk, hal ini karena di dominasi oleh 1

(satu) spesies benthos saja.

Page 6: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

ABSTRACT

Ariando, 2011. Analysis of Land Damage Caused by Sand Mining

in Kalampangan, Sabangau, Palangka Raya. Magister Thesis of

Environment and Natural Resources Management, Post-Graduate Program

of Palangka Raya University. Advisors Prof. Ir. Y. Sulistiyanto, MP, Ph.D. and

Dr. Ir. Mofit Saptono, MP.

This research analyzed the level of land damage which occured in mining

location based on land physical condition, water and land quality in the mining

location and benthos analysis in former mining quarry pit for the purpose to find

out how big the impact of mining activities, so the control of sand mining

activities can decrease the land damage.

The research method was done with comparing land physical condition,

land and water condition and benthos analysis in land that had been mined and

land that had not been mined. This research was done in September until

November 2010. The observed variables were : (1) the excavation edge boundary;

(2) the wall height and the depth boundary of excavation from the surface; (3) the

transportation of mining materials; (4) the condition of public road; (5) the width

of reclamation area; (6) the top soil conservation for vegetation. To complete the

data from land physical condition, laboratorium analysis was done which

consisted of : (1) soil analysis; (2) water quality analysis; (3) benthos analysis.

The result indicated that the land damage had occured because of the sand

mining activities. The land damage such as the damage of top soil, wide and deep

quarry pit. The impact of the land damage also influenced the other environment

aspects such as changes in landform, land function, dissapearance of top

vegetation, dust pollution, former mining land became barren because of no

revegetation so temperature changes occured in mining location. In each of

mining location, reclamation was not done, in where the top soil was not

processed to cover the land that had been mined. In general, soil in the location

was categorized as low fertility level, inside and outside mining location. In

general, the water quality outside mining location was on scale 4 which was

categorized in well condition, while inside mining location was on scale 2 with

heavy polluted water quality. Furthermore, according to benthos analysis, it

stated that environment quality on former mining quarry pit had bad scale,

meanwhile the outside land which was not disturbed land indicated benthos

abudantly in very well level, but the variety index showed bad scale, this was

because it was dominated only by one benthos species.

Page 7: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

RIWAYAT HIDUP PENULIS

ARIANDO, dilahirkan di Mandumai, pada tanggal 26

September 1970, sebagai anak sulung dari enam

bersaudara, dengan nama Ayah Eduard Songkay

Mering (Almarhum) dan Ibu Yance Frans Ikat.

Menamatkan sekolah dasar pada Sekolah Dasar

Katholik Yos Sudarso Sampit pada tahun 1983. Setelah

lulus dari Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1

Palangka Raya tahun 1986, kemudian melanjutkan ke

Sekolah Menegah Atas (SMA) Negeri 2 Palangka Raya dan lulus pada tahun

1989. Selanjutnya pada tahun yang sama masuk Akademi Teknik Pembangunan

Nasional (ATPN) Banjarbaru, Jurusan Teknik Pertambangan, lulus pada tahun

1995 dan memperoleh gelar Ahli Madya (A.Md). Pada tahun 2002 mendapatkan

ijin belajar dari Walikota Palangka Raya untuk melanjutkan studi pada Fakultas

Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Kristen Palangkaraya

(UNKRIP), jurusan Ilmu Pemerintahan dan lulus pada tahun 2005 serta mendapat

gelar Sarjana Sosial (S.Sos). Kemudian pada tahun 2008 memperoleh

kesempatan ijin belajar dari Walikota Palangka Raya untuk melanjutkan studi

pada Program Magister (S2) Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

(PSAL), Program Pascasarjana (PPs) Universitas Palangka Raya (UNPAR).

Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil pada bulan Juni tahun 1996 di

Sekretariat Daerah Kotamadya Dati II Palangka Raya, dan sejak tahun 2001

sampai dengan sekarang penulis ditempatkan pada Dinas Pertambangan dan

Energi Kota Palangka Raya.

Palangka Raya, Juni 2011.

Penulis.

Page 8: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis haturkan Kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa,

karena atas berkat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan

tesis ini dengan judul ”KAJIAN KERUSAKAN LAHAN AKIBAT

PENAMBANGAN PASIR DI KELURAHAN KALAMPANGAN

KECAMATAN SABANGAU KOTA PALANGKA RAYA”.

Tesis ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister

Sains (M.Si) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

(PSAL), Program Pascasarjana (PPs) Universitas Palangka Raya (UNPAR).

Dengan selesainya penulisan tesis ini, penulis ingin menyampaikan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada :

1. Direktur Program Pascasarjana (PPs) Universitas Palangka Raya (UNPAR),

Prof. Drs. Ferdinand, MS, atas kesempatan yang diberikan kepada saya

menjadi mahasiswa pada Program Pascasarjana UNPAR.

2. Bapak Dr. Ir. Uras Tantulo, M.Sc, selaku Ketua Program Magister

Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSAL), Program

Pascasarjana (PPs) UNPAR.

3. Bapak Prof. Ir. Y. Sulistiyanto, MP, Ph.D, selaku Pembimbing Utama, yang

dengan tulus dan penuh perhatian membimbing penulis sehingga penelitian

dan penulisan tesis ini dapat terselesaikan.

Page 9: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

4. Bapak Dr. Ir. Mofit Saptono, MP, selaku pembimbing II yang telah banyak

memberikan dorongan, bimbingan dan arahan, selama proses penulisan tesis

ini.

5. Bapak Dr. Ir. Akhmad Sajarwan, MP, sebagai penguji yang telah banyak

memberikan arahan dan masukan dalam penyelesaian tesis ini.

6. Ibu Ir. Vera Amelia, MP, sebagai penguji yang telah banyak memberikan

arahan dan masukan dalam penyelesaian tesis ini.

7. Bapak Ir. Yulian Taruna, M.Si, sebagai penguji yang telah banyak

memberikan arahan dan masukan dalam penyelesaian tesis ini.

8. Walikota Palangka Raya, H.M. Riban Satia, S.Sos, M.Si., yang telah

memberikan kesempatan dan dukungan kepada penulis untuk melanjutkan

studi pada Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lingkungan.

9. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar di Program Magister Pengelolaan

Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSAL) Universitas Palangka Raya

(UNPAR) yang telah banyak membekali penulis dengan berbagai disiplin

ilmu.

10. Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Kota Palangka Raya dan seluruh Staf

pegawai yang telah memberikan dukungan sepenuhnya kepada penulis

selama mengikuti studi pada Program Pascasarjana.

11. Rekan-rekan sesama angkatan 2008, atas solidaritas dan kekompakkannya

selama menempuh pendidikan Program Pascasarjana UNPAR.

Page 10: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

12. Staf Program Magister Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

(PSAL) - UNPAR : Bu Titin, Bu Eti, Sri, Febri dan lainnya yang tidak dapat

disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.

13. Kepada semua pihak yang telah membantu penulis selama penulisan tesis ini.

THE LAST BUT NOT LEAST, kepada isteriku terkasih Nensianie,

yang telah memberikan dukungan sepenuhnya serta pengertian yang dalam dan

penuh kesabaran selama penulis mengikuti studi sampai terselesaikan, juga

anandaku tersayang Vinky Maharani Gabriella Paramitha dan Vanessa

Nethania Gracia Putri, penulis mengucapkan terima kasih yang sangat dalam

atas pengertian dan dukungannya, kiranya kasih setia Allah Bapa menyertai kita.

Penulis menyadari bahwa penulisan tesis ini masih banyak kekurangan

yang berkaitan dengan keterbatasan waktu, dana dan kemampuan sehingga

penulis sangat mengharapkan segala saran dan kritik yang membangun demi

perbaikan dan penyempurnaan tesis ini.

Akhirnya penulis berharap semoga penelitian ini dapat bermanfaat dan

memberikan tambahan pengetahuan khususnya dalam pengelolaan tambang bahan

galian golongan C.

Palangka Raya, Juni 2011.

Penulis.

Page 11: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK. ...................................................................................................... v

ABSTRACT ....................................................................................................... vi

RIWAYAT HIDUP PENULIS ........................................................................ vii

KATA PENGANTAR. .................................................................................... viii

DAFTAR ISI .................................................................................................... xi

DAFTAR TABEL. ........................................................................................... xiii

DAFTAR GAMBAR. ...................................................................................... xv

DAFTAR LAMPIRAN. ................................................................................... xviii

I. PENDAHULUAN. ................................................................................... 1

1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1

1.2. Perumusan Masalah ........................................................................... 3

1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................... 4

1.4. Manfaat Penelitian ............................................................................. 5

II. TINJAUAN PUSTAKA. .......................................................................... 6

2.1. Lahan, Daya Dukung Lahan dan Kerusakan Lahan .......................... 6

2.2. Pengelolaan dan Penentuan Kelayakan Penambangan ...................... 11

2.3. Pemanfaatan Lahan Untuk Penambangan Pasir................................. 21

2.4. Kerusakan Lingkungan Akibat Penambangan Pasir. ......................... 22

2.5. Kerangka Pemikiran........................................................................... 27

2.7. Hipotesis ............................................................................................ 29

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN. ................................................ 30

3.1. Tempat dan Waktu ............................................................................. 30

3.2. Bahan dan Alat ................................................................................... 31

3.3. Desain Penelitian ............................................................................... 32

3.4. Variabel Penelitian ............................................................................. 32

3.5. Metode Penarikan Sampel ................................................................. 33

3.6. Prosedur Pengumpulan Data .............................................................. 34

3.7. Metode Analisis Data ......................................................................... 34

3.8. Definisi Operasional. ......................................................................... 37

IV. KEADAAN UMUM LOKASI. ................................................................ 40

4.1. Lokasi dan Luas Wilayah................................................................... 40

4.2. Keadaan Iklim. ................................................................................... 42

4.3. Jumlah Penduduk. .............................................................................. 43

4.4. Mata Pencaharian Penduduk. ............................................................. 44

4.5. Jenis dan Penggunaan Lahan. ............................................................ 46

4.6. Topografi............................................................................................ 47

4.7. Geologi Regional. .............................................................................. 47

4.8. Morfologi. .......................................................................................... 49

Page 12: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

V. HASIL DAN PEMBAHASAN. ................................................................ 51

5.1. Kondisi Fisik Lahan. .......................................................................... 51

5.1.1. Batas Tepi Galian. .................................................................. 51

5.1.2. Tinggi Dinding/Batas Kedalaman Galian dari Pemukaan

Tanah Awal. ........................................................................... 52

5.1.3. Pengangkutan Bahan Galian (truck pengangkut). .................. 53

5.1.4. Kondisi Jalan. ......................................................................... 56

5.1.5. Luas Reklamasi. ..................................................................... 58

5.1.6. Pengembalian Tanah Pucuk Untuk Vegetasi. ........................ 59

5.2. Analisis Tanah Pada Lokasi Penambangan. ...................................... 60

5.3. Analisis Kualitas Air di Lubang Bekas Galian. ................................. 62

5.4. Analisis Benthos Yang Berada di Lubang Bekas Galian Pasir. ......... 73

5.5. Tingkat Kerusakan Lahan. ................................................................. 75

5.6. Dampak Kegiatan Penambangan Pasir. ............................................. 77

5.7. Pengelolaan Lahan Bekas Tambang. ................................................. 77

5.8. Uji Hipotesis. ..................................................................................... 86

VI. KESIMPULAN DAN SARAN. ................................................................ 88

6.1. Kesimpulan. ....................................................................................... 88

6.2. Saran. ................................................................................................. 89

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 13: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel. 1. Jenis dan Perkiraan Cadangan Bahan Galian di Setiap

Kecamatan Di Kota Palangka Raya .................................... 2

Tabel. 2. Bentuk Kerusakan Lahan Akibat Panambangan Bahan

Galian Pasir. ........................................................................ 26

Tabel. 3. Tingkat Resiko Gangguan Akibat Kerusakan Lahan. ......... 26

Tabel. 4. Bahan dan Alat Yang Digunakan. ....................................... 31

Tabel. 5. Luas Wilayah Kecamatan Sabangau Kota Palangka Raya

menurut Kelurahan, Tahun 2009......................................... 42

Tabel. 6. Jumlah Penduduk dan Kepala Keluarga di Kecamatan

Sabangau Kota Palangka Raya, Tahun 2009. ..................... 44

Tabel. 7. Jenis mata Pencaharian Penduduk di Kecamatan

Sabangau menurut Kelurahan, Tahun 2009. ....................... 45

Tabel. 8. Luas Lahan Menurut Penggunaannya di Kecamatan

Sabangau Kota Palangka Raya, Tahun 2009. ..................... 46

Tabel. 9. Batas Tepi Galian di Tiap Lokasi........................................ 51

Tabel. 10. Tinggi Dinding/Batas Kedalaman Galian dari Permukaan

Tanah Awal. ........................................................................ 53

Tabel. 11. Jumlah Truck Pengangkut Pasir dalam 7 (tujuh) Hari

Secara Kontinyu. ................................................................. 55

Tabel. 12. Data Hasil Analisis Tanah. .................................................. 62

Tabel. 13. Kriteria Penilaian Sifat Kimia Tanah. ................................. 63

Tabel. 14. Skala Penilaian Kualitas Air Permukaan. ........................... 67

Tabel. 15. Data Hasil Analisis Kualitas Air di Lokasi Penelitian. ....... 67

Tabel. 16. Penentuan Indeks Pencemaran (IP) untuk Baku Mutu Air

Kelas II dengan Kode Sampel (Alami-1). ........................... 68

Page 14: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Tabel. 17. Penentuan Indeks Pencemaran (IP) untuk Baku Mutu Air

Kelas II dengan Kode Sampel (Alami-2). ........................... 70

Tabel. 18. Penentuan Indeks Pencemaran (IP) untuk Baku Mutu Air

Kelas II dengan Kode Sampel (Rusak-1). ........................... 72

Tabel. 19. Penentuan Indeks Pencemaran (IP) untuk Baku Mutu Air

Kelas II dengan Kode Sampel (Rusak-2). ........................... 74

Tabel. 20. Skala Penilaian Kualitas Lingkungan Biota Perairan. ........ 76

Tabel. 21. Hasil Analisa Benthos. ........................................................ 77

Tabel. 22. Klasifikasi Kerusakan Lahan Pada Masing-Masing

Lokasi Penambangan. ......................................................... 79

Page 15: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar. 1. Kegiatan Land Clearing Yang Dilanjutkan Dengan

Pengupasan Tanah Pucuk / Top Soil Pada Lokasi

“Tambang-3 (HS)” .............................................................. 23

Gambar. 2. Bekas Galian Penambangan Pasir Pada Lokasi

“Tambang-4 (ZB)” .............................................................. 24

Gambar. 3. Bekas Penambangan Pada Lokasi “Tambang-1 (YS)”

yang tidak direklamasi. ....................................................... 25

Gambar. 4. Kerangka Pemikiran Penelitian ........................................... 28

Gambar. 5. Peta Lokasi Penambangan................................................... 30

Gambar. 6. Peta Administrasi Kecamatan Sabangau. ............................ 41

Gambar. 7. Pengukuran Batas Tepi Galian Pada Lokasi “Tambang-6

(ALT). ................................................................................. 52

Gambar. 8. Truck Pengangkut Bahan Galian Pasir Di Lokasi

“Tambang-7 (BAD)” ........................................................... 54

Gambar. 9. Kondisi Jalan Mahir Mahar Pada Jalan Masuk Menuju

Lokasi “Tambang-6 (ALT)” ............................................... 56

Gambar. 10. Kondisi Jalan Tambang Pada Lokasi “Tambang-6

(ALT)”................................................................................. 57

Gambar. 11. Kondisi Jalan Tambang Pada Lokasi “Tambang-7

(BAD)”. ............................................................................... 57

Gambar. 12. Lahan Bekas Tambang Di Lokasi “Tambang-1 (YS)”

yang tidak direklamasi. ....................................................... 58

Gambar. 13. Lapisan Gambut Yang Tidak Dikembalikan Di Lokasi

“Tambang-5 (HS)”. ............................................................. 59

Gambar. 14. Pengukuran Ketebalan Gambut Pada Lokasi „Tambang-3

(HS). .................................................................................... 60

Page 16: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Gambar. 15. Pengukuran Ketebalan Gambut Pada Lokasi „Tambang-3

(HS). .................................................................................... 60

Gambar. 16. Pengambilan Sampel Tanah pada Lokasi di Luar

Kegiatan Penambangan. ...................................................... 61

Gambar. 17. Pengambilan Sampel Tanah pada Lahan Kegiatan

Penambangan. ..................................................................... 62

Gambar. 18. Pengambilan Sampel Air di Luar Kegiatan Penambangan

(kondisi Belum Terusik). .................................................... 66

Gambar. 19. Pengambilan Sampel Air pada Lubang Bekas Galian

Tambang. ............................................................................. 66

Gambar. 20. Bekas galian yang menjadi danau / kolam di lokasi

“Tambang-6 (ALT)”. .......................................................... 81

Gambar. 21. Model Reklamasi Yang Dijadikan Kolam Persediaan Air. 84

Gambar. 22. Papan Reklame Kegiatan Pemanfaatan Lahan Bekas

Tambang. ............................................................................. 85

Gambar. 23. Pengembangan Peternakan Itik Petelor dan Itik Pedaging

pada Lubang Bekas Galian Pasir......................................... 85

Gambar. 24. Keramba Jaring Apung pada Lubang Bekas Galian Pasir. . 86

Gambar. 25. Bekas Lubang Galian Pasir yang Dijadikan Obyek

Wisata atau Taman Wisata. ................................................. 87

Gambar. 26. Bekas Lubang Galian Pasir yang Dijadikan Obyek

Wisata atau Taman Wisata. ................................................. 87

Gambar. 27. Penampang Lahan Sebelum Direklamasi ........................... 88

Gambar. 28. Penampang Lahan yang Ditimbun Sampah Organik .......... 89

Gambar. 29. Penampang Lahan yang Dilapisi Timbunan Tanah Urug

dan atau Gambut. ................................................................ 89

Gambar. 30. Penampang Lahan yang Telah Dilapisi Tanah Subur. ........ 90

Gambar. 31. Penampang Lahan Bekas Tambang yang Telah

Direklamasi. ........................................................................ 90

Page 17: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Gambar. 32. Penampang Lahan Bekas Tambang yang Telah

Direklamasi. ........................................................................ 91

Page 18: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran. 1. Bobot Penilaian (skor) Untuk Beberapa Variabel ............... 100

Lampiran. 2. Hasil Perhitungan dan Pengukuran Variabel di Lokasi

Tambang 1 (YS). ................................................................. 105

Lampiran. 3. Hasil Perhitungan dan Pengukuran Variabel di Lokasi

Tambang 2 (CV.DG).. ......................................................... 106

Lampiran. 4. Hasil Perhitungan dan Pengukuran Variabel di Lokasi

Tambang 3 (AS) .................................................................. 107

Lampiran. 5. Hasil Perhitungan dan Pengukuran Variabel di Lokasi

Tambang 4 (ZB) .................................................................. 108

Lampiran. 6. Hasil Perhitungan dan Pengukuran Variabel di Lokasi

Tambang 5 (HS) ................................................................. 109

Lampiran. 7. Hasil Perhitungan dan Pengukuran Variabel di Lokasi

Tambang 6 (ALT) .............................................................. 110

Lampiran. 8. Hasil Perhitungan dan Pengukuran Variabel di Lokasi

Tambang 7 (BAD)............................................................... 111

Lampiran. 9. Data Hasil Analisis Tanah. .................................................. 112

Lampiran. 10. Data Hasil Analisis Kualitas Air. ........................................ 113

Lampiran. 11. Hasil Analisa Benthos. ........................................................ 114

Lampiran. 12. Peta Sebaran Bahan Galian. ................................................ 115

Lampiran. 13. Peta Sebaran Bahan Tambang di Kecamatan Sabangau. .... 116

Lampiran. 14. Peta Perijinan Tambang di Kecamatan Sabangau ............... 117

Lampiran. 15. Peta Geologi Kota Palangka Raya. ..................................... 118

Lampiran. 16. Peta Formasi Geologi. ......................................................... 119

Lampiran. 17. Peta Sebaran Kelas Lereng.................................................. 120

Page 19: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Lampiran. 18. Peta Jenis Tanah. ................................................................. 121

Lampiran. 19. Peta Penutupan Lahan Berdasarkan Data DEPHUT

Wilayah Kecamatan Sabangau. ........................................... 122

Lampiran. 20. Peta Fungsi Kawasan Berdasarkan TGHK Wilayah

Kecamatan Sabangau. ......................................................... 123

Lampiran. 21. Peta Fungsi Kawasan Berdasarkan Tata Ruang Wilayah

Kecamatan Sabangau. ......................................................... 124

Lampiran. 22. Peta Tata Ruang Wilayah Kota Palangka Raya Tahun

2009 - 2029. ........................................................................ 125

Lampiran. 23. Peta Kawasan Lindung. ....................................................... 126

Lampiran. 24. Peta Kawasan Budidaya. ..................................................... 127

Lampiran. 25. Peta Kawasan Pemukiman dan Penggunaan Lainnya. ........ 128

Page 20: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sumberdaya tambang merupakan salah satu modal dasar pembangunan

yang memiliki sifat khusus dibandingkan dengan sumberdaya alam yang lain,

di mana sumberdaya tambang ini tidak dapat diperbaharui kembali, dengan kata

lain industri pertambangan merupakan industri tanpa daur ulang. Pengusahaan

pertambangan selalu berhadapan dengan berbagai permasalahan yang harus dapat

diatasi seperti kesehatan dan keselamatan kerja serta lingkungan, sehingga

diperlukan penerapan sistem penambangan yang sesuai, baik ditinjau dari segi

teknis maupun ekonomis (Ambyo,1995 dalam Distamben Kota Palangka Raya,

2005).

Sumberdaya tambang di Kota Palangka Raya cukup bervariasi dan

melimpah, meliputi batubara, emas, zirkon, serta bahan galian golongan C.

Sumberdaya bahan galian golongan C seperti pasir kuarsa, kaolin, pasir urug,

tanah urug, kerikil dan batuan granit dimanfaatkan sebagai bahan bangunan

(Distamben Kota Palangka Raya, 2005). Adapun jenis dan perkiraan cadangan

bahan galian yang terdapat di Kota Palangka Raya dapat dilihat pada tabel 1.

Seiring dengan pesatnya pembangunan fisik di Kota Palangka Raya, maka

kebutuhan akan bahan baku yang berasal dari bahan galian golongan C semakin

banyak. Bahan ini antara lain dimanfaatkan untuk bahan urugan, bahan material

bangunan, bahan baku industri dan bahan untuk hiasan. Pemenuhan akan

kebutuhan bahan baku ini semakin meningkatkan aktivitas penambangan bahan

Page 21: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

galian tersebut. Di dalam melakukan aktivitas penambangan, pada saat ini

masyarakat penambang sudah menggunakan alat-alat mekanik seperti excavator

(back hoe) dan bulldozer. Namun demikian dalam pelaksanaan kegiatan

penambangan, masyarakat belum membuat perencanaan yang baik dari

persiapan, pelaksanaan penambangan sampai dengan pengelolaan lahan pasca

penambangan. Kondisi ini akan berpotensi mengakibatkan terjadinya kerusakan

lahan akibat penambangan tersebut (Najib, 2006).

Tabel 1. Jenis dan perkiraan cadangan bahan galian di setiap Kecamatan di Kota

Palangka Raya.

No. Jenis

Bahan

Galian

K e c a m a t a n

Pahandut

(m3)

Jekan Raya

(m3)

Sabangau

(m3)

Bukit Batu

(m3)

Rakumpit

(m3)

1. Pasir

Kuarsa

Tidak Ada Data 75.371.886,18 42.180.728,43 1.556.763 365.780.400

2. Kaolin -------------- ---------- 13.900.000 ton ----------- 142.483.200

3. Lempung

17.252.409,81 10.309.535,33 30.822.349,45 166.500.000 Tidak Ada

Data

4. Granit /

Grano

diorit

-------------- --------- 258.210 950.000.000 -------------

5. Gambut Tidak Ada Data 12.126.388,9 21.955.516,3 455.500.000 Tidak Ada

Data

6. Zirkon Tidak Ada Data Tidak Ada

Data

--------------- 78.382.000 156.764.000

7. Emas

Plaser

-------------- Tidak Ada

Data

--------------- Tidak Ada

Data

Tidak Ada

Data

Sumber : Dinas Pertambangan dan Energi Kota Palangka Raya, Laporan Inventarisasi, Penelitian dan

Pengembangan Sumberdaya Mineral, Tahun 2005.

Kebijakan pembangunan perekonomian Kota Palangka Raya cenderung

belum menempatkan sumberdaya tambang sebagai bagian penting dalam

mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Artinya Kota Palangka Raya belum

secara optimal memanfaatkan sumberdaya tambang bagi sebesar-besarnya

kemakmuran masyarakat. Sementara itu terangkatnya isu kerusakan lingkungan

di Kota Palangka Raya pada saat ini justru di bidang pertambangan. Kondisi

tersebut menuntut Pemerintah Kota Palangka Raya perlu menentukan arah dan

Page 22: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

sikap dalam menetapkan kebijakan pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya

tambang (Distamben Kota Palangka Raya, 2005).

Kegiatan penambangan bahan galian pasir di Kota Palangka Raya banyak

diusahakan oleh perorangan maupun perusahaan-perusahaan kecil yang biasanya

terbatas pada material untuk memenuhi permintaan dari pembangunan fisik, yang

merupakan kegiatan pembangunan pekerjaan umum dengan jenis bahan tambang

terdiri dari pasir, batu dan tanah urug (Distamben Kota Palangka Raya, 2005).

1.2. Perumusan Masalah

Kelurahan Kalampangan yang jaraknya ± 18 km dari Kota Palangka Raya

merupakan daerah eks transmigrasi yang berhasil di lahan gambut. Petani di

Kelurahan Kalampangan mampu mengolah lahan gambut marjinal menjadi lahan

pertanian produktif. Pola tanam yang dikembang petani di Kelurahan

Kalampangan yakni pola tanam rotasi dengan berbagai komoditas sayur-sayuran

sehingga memberikan hasil pendapatan yang berkesinambungan (Firmansyah,

2008). Sementara itu, isu kerusakan lahan akibat kegiatan penambangan pasir

justru terjadi di Kelurahan Kalampangan.

Kegiatan panambangan pasir di Kelurahan Kalampangan, Kecamatan

Sabangau, Kota Palangka Raya dengan sistem tambang terbuka menggunakan alat

mekanik seperti excavator (back hoe) mempunyai pengaruh terhadap kerusakan

lahan. Dengan kondisi tersebut, maka timbul beberapa permasalahan yang ada

pada kegiatan penambangan pasir tersebut :

Page 23: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

a. Bagaimana tingkat kerusakan lahan yang terjadi pada lokasi penambangan

pasir di Kelurahan Kalampangan ?.

b. Apa dampak yang terjadi akibat penambangan pasir di Kelurahan

Kalampangan ?.

c. Bagaimana pengelolaan lingkungan pada lokasi penambangan pasir di

Kelurahan Kalampangan ?.

Bertitik tolak dari latar belakang tersebut, maka penulis menduga adanya

suatu perubahan lahan dalam wilayah administratif Kelurahan Kalampangan,

Kecamatan Sabangau, Kota Palangka Raya sebagai akibat dari kegiatan

penambangan pasir.

Dalam hal ini penulis ingin mengetahui tingkat kerusakan lahan dan

dampak lingkungan sebagai akibat dari kegiatan penambangan pasir serta

pengelolaan lingkungan di lokasi penambangan pasir. Untuk itu judul penelitian

ini adalah Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Di Kelurahan

Kalampangan Kecamatan Sabangau Kota Palangka Raya.

1.3. Tujuan Penelitian

Sejalan dengan orientasi latar belakang dan rumusan masalah yang ada,

maka penelitian ini bertujuan untuk :

a. Mendapatkan deskripsi tingkat kerusakan lahan yang terjadi pada lokasi

penambangan pasir di Kelurahan Kalampangan;

b. Teridentifikasinya dampak lingkungan yang terjadi akibat kegiatan

penambangan pasir di Kelurahan Kalampangan;

Page 24: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

c. Mengajukan usulan pengelolaan lingkungan pada lokasi penambangan

pasir dalam rangka pengendalian kegiatan penambangan pasir di

Kelurahan Kalampangan.

1.4. Manfaat Penelitian

Secara teoritis hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan

masukan dan saran kepada Pemerintah Kota Palangka Raya dalam upaya

pembinaan dan pengawasan di bidang pertambangan umum khususnya

pertambangan bahan galian golongan C (penambangan pasir) di Kota Palangka

Raya. Selain dari pada itu, diharapkan juga dapat menambah wawasan dan

pengetahuan tentang konsep pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam

secara berkelanjutan.

Secara praktis hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dalam

penyusunan kebijakan penataan dan pengaturan usaha serta pengendalian kegiatan

penambangan pasir.

Page 25: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Lahan, Daya Dukung Lahan dan Kerusakan Lahan

Lahan adalah hamparan di muka bumi berupa bagian (segment) sistem

terestrik yang merupakan suatu perpaduan sejumlah sumberdaya alam dan binaan.

Lahan juga merupakan wahana sejumlah ekosistem. Lahan merupakan suatu

wilayah (region), yaitu suatu satuan ruang berupa suatu lingkungan hunian

masyarakat manusia dan masyarakat hayati yang lain. Sebagai suatu lingkungan

hunian masyarakat hayati, lahan memberikan gambaran tentang keseluruhan

keadaan luar tempat suatu organisme, masyarakat organisme atau obyek berada,

yang melingkupi dan mempengaruhi keberadaan (existence) organisme,

masyarakat organisme atau obyek dimaksud. Lahan merupakan penjelmaan

keseluruhan faktor atau kekuatan (force) di suatu tapak (site) yang mempengaruhi

atau berperan dalam hidup dan kehidupan suatu makhluk atau masyarakat

makhluk (Notohadiprawiro, 2006).

Sedangkan menurut Purwowidodo (1991), lahan mempunyai pengertian

yakni suatu lingkungan fisik yang mencakup iklim, relief tanah, hidrologi, dan

tumbuhan yang sampai pada batas tertentu akan mempengaruhi kemampuan

penggunaan lahan.

Lahan berkonsep holistik, dinamik dan geografik. Konsepnya bersifat

holistik karena berpangkal pada kebulatan ujud dan fungsi komponen-

komponennya. Konsepnya bersifat dinamik karena nasabah struktural dan

fungsional antar komponennya dapat berganti menurut tempat dan waktu.

Page 26: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Konsepnya bersifat geografik karena lahan digambarkan sebagai suatu hamparan

yang dicirikan oleh berbagai tampakan muka daratan dan pola agihannya

(distribution pattern) (Notohadiprawiro, 2006).

Lahan (land) diartikan sebagai lingkungan fisik yang terdiri atas, iklim,

relief, tanah, air dan vegetasi serta benda yang ada di atasnya sepanjang ada

pengaruhnya terhadap potensi penggunaan lahan. termasuk di dalamnya juga

hasil kegiatan manusia di masa lalu dan sekarang seperti hasil reklamasi laut,

pembersihan vegetasi dan juga hasil yang merugikan seperti tersalinisasi. Dalam

hal ini, lahan juga mengandung makna pengertian ruang dan tempat. Dengan

demikian maka lahan mengandung makna yang lebih luas dari tanah atau

topografi (FAO, 1976, dalam Arsyad, 2006),

Selain itu pengertian lahan adalah suatu daerah di permukaan bumi dengan

sifat-sifat tertentu yang meliputi biosfer, atmosfer, tanah, lapisan geologi,

hidrologi, populasi tanaman dan hewan serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan

sekarang, sampai pada tingkat tertentu dengan sifat-sifat tersebut mempunyai

pengaruh yang berarti terhadap fungsi lahan oleh manusia pada masa sekarang

dan masa yang akan datang (FAO, 1976, dalam Sitorus, 2003).

Berdasarkan pengertian di atas, maka tanah merupakan salah satu

komponen lahan. Dalam hal ini tanah merupakan suatu tampakan berupa

hamparan yang dinamakan pedosfer (Notohadiprawiro., 1999).

Semua sumberdaya alam menjadi komponen lahan, yaitu atmosfer (udara,

iklim, musim), pedosfer (tanah), bentuk muka bumi, geologi (batuan, mineral,

bahan tambang), hidrologi (air), dan biosfer (flora, fauna). Sumberdaya binaan

Page 27: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

adalah hasil rekayasa manusia pada masa lampau atau pada masa kini.

Sumberdaya binaan menjadi komponen lahan apabila kehadirannya berpengaruhi

penting atas penggunaan lahan pada masa kini dan pada masa mendatang, seperti

waduk, hamparan sawah, kawasan industri, jaringan jalan besar, kota. Jadi,

komponen lahan ialah segala tampakan dan gejala baik yang bersifat tetap (contoh

tanah) maupun yang bersifat mendaur (contoh musim), yang menentukan nilai

guna lahan untuk manusia (Notohadiprawiro, 2006).

Batasan pengertian daya dukung lahan yaitu kemampuan sebidang lahan

dalam mendukung kehidupan manusia (Soemarwoto, 2000 dalam Inkantriani,

2008).

Daya dukung lahan (land carrying capacity) dinilai menurut ambang batas

kesanggupan lahan sebagai suatu ekosistem menahan keruntuhan akibat dampak

penggunaan. Konsep daya dukung merujuk pada, yakni : (1) tingkat penggunaan

lahan; (2) pemeliharaan secara berkesinambungan terhadap mutu lingkungan; (3)

tujuan pengelolaan; (4) biaya pemeliharaan; (5) penggunaan sumberdaya (George

Payot dalam Schwarz, dkk., 1976, dalam Notohadiprawiro, 1999).

Sedangkan menurut Hadi, 2005, dalam Inkantriani, 2008, Approprieated

carrying capacity adalah lahan yang dibutuhkan untuk dapat menyediakan

sumberdaya alam dan mengabsorbsi limbah yang dibuang. Konsep daya dukung

lahan ini menjadi alat untuk menguji lahan yang dibutuhkan untuk mendukung

aktivitas ekonomi kita.

Konsep daya dukung lahan akan membawa pengaruh dalam perencanaan,

diantaranya :

Page 28: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

a. Penerapan tata ruang perencanaan yang tepat, dalam arti bahwa

pengembangan sumber daya alam harus memperhitungkan daya dukungnya.

b. Penempatan berbagai macam aktivitas yang mendayagunakan sumberdaya

alam harus memperhatikan kapasitasnya dalam mengabsorbsi perubahan yang

diakibatkan oleh aktivitas tersebut.

c. Sumberdaya alam di suatu wilayah hendaknya dialokasikan ke dalam

beberapa zona diantaranya hutan lindung, wilayah industri, perkebunan,

daerah aliran sungai.

d. Perlunya standar kualitas lingkungan seperti standar ambient untuk air

permukaan, air tanah dan air laut dan kualitas udara (Inkantriani, 2008).

Makna daya dukung bermacam-macam tergantung pada kepuasan yang

ingin diperoleh pengguna lahan. Ada daya dukung menurut ukuran estetika,

rekreasi, hayati, ekologi, ekonomi, fasilitas, sosial, psikologi, dan kehidupan

margasatwa. Daya dukung lahan berkenaan dengan kekayaan lahan

(Notohadiprawiro, 1999).

Kerusakan lahan (land degradation) merujuk kepada penurunan kapasitas

lahan bagi produksi atau penurunan potensi bagi pengelolaan lingkungan yang

dengan kata lain ialah penurunan mutu lahan (Pieri, dkk., 1995, dalam

Notohadiprawiro, 1999).

Menurut Arsyad, 1989, dalam Anto, 2008, Kerusakan lahan dapat

disebabkan oleh satu atau beberapa faktor apakah karena iklim, keadaan tanah,

keadaan air atau gabungan diantaranya.

Page 29: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Kerusakan lahan dapat terjadi secara alami atau akibat aktivitas manusia.

Secara alami sebagian besar disebabkan bencana alam, sedangkan akibat

aktivitas manusia adalah pembukaan lahan hutan menjadi pemukiman atau

tegalan tanpa memperhatikan kaidah konservasi, penebangan liar, penambangan

liar (tanpa izin) dan ladang berpindah, akan menyebabkan berkurangnya

kemampuan tanah. Tekanan penggunaan lahan melebihi daya dukung lahan

akan menyebabkan terjadinya kerusakan lahan (Anto, 2008).

Akibat kerusakan tidak terbatas pada lahan tempat kerusakan itu terjadi,

akan tetapi dapat menyebar mengenai tapak-tapak yang berada di luarnya,

misalnya, erosi di lahan hulu menimbulkan sedimentasi di lahan hilir atau

mengotori air sungai dengan bahan tersuspensi yang berasal dari bahan erosi

(Notohadiprawiro, 1999).

Secara umum pengertian kerusakan lahan dapat dibagi 2 (dua) kategori,

yaitu : 1). Kerusakan lahan secara kualitas, artinya sifat-sifat fisik dan kimiawi

lahan sudah rusak sehingga tidak berfungsi lagi sesuai potensinya. Hal ini

disebabkan karena adanya pencemaran, baik yang sengaja maupun tidak, seperti

pemakaian pupuk yang tidak terkontrol dengan baik, pemakaian pestisida dan

zat-zat kimia lain yang berfungsi untuk mengontrol pengganggu tanaman, dan

pola tanam yang tidak beraturan bisa menyebabkan lahan menjadi rusak dan

tidak produktif, 2). Kerusakan lahan secara kuantitas, artinya secara luasan lahan

sudah berkurang karena beralih fungsi dari lahan pertanian menjadi non

pertanian (Budi, 2004, dalam Vandalisna, 2008).

Page 30: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Dalam Undang Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 1992

tentang penataan ruang, perusakan lahan adalah tindakan yang menimbulkan

perubahan langsung atau tidak langsung terhadap sifat-sifat fisik dan / atau

hayati lahan yang mengakibatkan lahan tersebut kurang atau tidak dimanfaatkan

lagi sesuai dengan fungsinya dalam menunjang pembangunan yang

berkelanjutan (UU RI Nomor 24 Tahun 1992).

Kerusakan lahan dapat terjadi karena peristiwa alam, seperti gempa bumi,

longsoran, perubahan iklim. Sedangkan akibat perbuatan manusia (penggundulan

vegetasi penutup hulu yang menimbulkan erosi tanah dan / atau banjir, kegiatan

penambangan) atau gabungan peristiwa alam dengan perbuatan manusia misalnya

kebakaran lahan karena kekeringan (Notohadiprawiro, 1999).

2.2. Pengelolaan dan Penentuan Kelayakan Penambangan

Kegiatan pertambangan diartikan sebagai rangkaian kegiatan yang

meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan, konstruksi,

penambangan (termasuk pengolahan dan pemurnian), pengangkutan / penjualan

dan rehabilitasi lahan pasca tambang. Pengelolaan pertambangan adalah suatu

upaya yang dilakukan baik secara teknis maupun non teknis agar kegiatan

pertambangan tersebut tidak menimbulkan permasalahan, baik terhadap kegiatan

pertambangan itu sendiri maupun terhadap lingkungan. Pengelolaan

pertambangan sering hanya dilakukan pada saat penambangan saja. Hal ini dapat

dimengerti, karena pada tahap inilah dinilai paling banyak atau sering

menimbulkan permasalahan apabila tidak dikelola dengan baik dan benar.

Page 31: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Sebelum suatu deposit bahan tambang ditambang, perlu dilakukan kajian

terlebih dahulu apakah deposit tersebut layak untuk ditambang ditinjau dari

berbagai aspek. Dengan demikian pengelolaan pertambangan secara garis besar

perlu dilakukan pada 3 (tiga) jenis tahapan kegiatan, yaitu 1). tahap persiapan atau

kegiatan awal berupa penentuan kelayakan penambangan, kemudian 2). tahap

eksploitasi yakni kegiatan pada saat penambangan, dan selanjutnya 3). kegiatan

reklamasi lahan pasca penambangan (Kusuma, 2008).

Deposit bahan tambang yang terdapat pada suatu daerah harus dikaji

terlebih dahulu, apakah deposit tersebut layak untuk ditambang. Hal ini bertujuan

untuk menghindari timbulnya dampak negatif terhadap lingkungan yang tidak

diharapkan dan terjadinya konflik kepentingan penggunaan lahan (Kusuma,

2008).

Sedangkan aspek-aspek yang perlu dikaji adalah sebagai berikut (Badan

Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2007 dalam Kusuma,

2008) :

a). Aspek penggunaan lahan pada dan di suatu lokasi deposit bahan

tambang : dalam rangka harmonisasi pemanfaatan ruang, sebelum bahan

tambang diusulkan untuk ditambang, maka perlu diperhatikan terlebih

dahulu peruntukan lahan dimana bahan tambang tersebut berada. Apabila

terletak pada peruntukan lahan yang berdasarkan peraturan perundang-

undangan ataupun fungsinya tidak boleh untuk kawasan budidaya, maka

bahan tambang tersebut tidak boleh / tidak layak untuk ditambang.

Page 32: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

b). Aspek geologi : kajian aspek geologi dilakukan setelah selesai kegiatan

eksplorasi bahan tambang dimana jenis, sebaran, kuantitas dan kualitasnya

sudah diketahui. Adapun yang menjadi kajian dalam aspek geologi yakni :

Topografi

Kajian ini untuk mendapatkan gambaran mengenai letak atau lokasi

deposit bahan tambang. Apakah terdapat di daerah pedataran,

perbukitan bergelombang atau landai (kemiringan lereng antara 0o dan

17o), terjal (kemiringan lereng antara 17

o dan 36

o) atau sangat terjal

(kemiringan lereng >36o). Lereng yang sangat terjal dan curam akan

mempersulit teknik penambangannya, terutama untuk sistem tambang

terbuka (open-pit mining).

Tanah penutup

Ketebalan tanah yang menutupi deposit bahan tambang sangat

bervariasi, tipis (beberapa cm), sedang (beberapa cm hingga 1 m),

dan tebal (lebih dari 1 m). Mengetahui ketebalan tanah penutup ini

penting karena menyangkut masalah teknik penambangannya,

terutama mengenai penempatan tanah penutup tersebut.

Sifat fisik dan keteknikan tanah / batuan

Kajian sifat fisik tanah / batuan antara lain meliputi warna, tekstur,

dan kondisi batuan apakah padat, berongga, keras atau bercelah. Sifat

keteknikan meliputi kuat tekan / daya dukung batuan, ketahanan

lapuk, daya kohesi, dan besaran sudut geser tanah. Sifat keteknikan

tanah / batuan dapat dipergunakan untuk menganalisis desain

Page 33: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

tambang, terutama besaran sudut lereng tambang dalam kaitannya

dengan kestabilan lereng.

Hidrogeologi

Hal penting dari kajian hidrogeologi adalah apakah deposit bahan

tambang terletak di daerah imbuhan air tanah atau dekat dengan mata

air yang penting. Juga perlu diperhatikan kondisi air tanah di

sekitarnya apakah bahan tambang tersebut terdapat pada alur sungai

yang merupakan salah satu sumberdaya alam yang berfungsi

serbaguna.

Kebencanaan geologi

Kajian ini untuk mengetahui apakah lokasi bahan tambang tersebut

terletak pada atau di dekat daerah rawan gerakan tanah, jalur gempa

bumi, daerah bahaya gunung api, daerah rawan banjir, daerah mudah

tererosi.

Kawasan lindung geologi

Kajian ini untuk melihat apakah lokasi bahan tambang tersebut

terletak pada Kawasan Lindung Geologi atau tidak. Kawasan

Lindung Geologi adalah suatu daerah yang memiliki ciri / fenomena

ke-geologi-an yang unik, langka dan khas sebagai akibat dari hasil

proses geologi masa lalu dan atau yang sedang berjalan yang tidak

boleh dirusak dan atau diganggu, sehingga perlu dilestarikan, terutama

untuk kepentingan ilmu pengetahuan dan pariwisata. Fenomena ke-

geologi-an tersebut antara lain berupa keunikan batuan dan fosil,

Page 34: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

keunikan bentang alam (misalnya kaldera, kawah, gumuk vulkanik,

gumuk pasir, kubah, dan bentang alam karst), dan keunikan proses

geologi (misalnya mud-volcano dan sumber api alami).

c). Aspek Sosial ekonomi dan budaya ; kajian ini antara lain meliputi

jumlah dan letak pemukiman penduduk di sekitar lokasi penambangan,

adat-istiadat dan cagar / situs budaya (termasuk daerah yang

dikeramatkan).

Selain itu, untuk menghindari atau menekan sekecil mungkin dampak

negatif terhadap lingkungan akibat kegiatan penambangan, maka hal-hal yang

perlu diperhatikan lebih lanjut adalah : (1). lokasi penambangan sedapat mungkin

tidak terletak pada daerah resapan atau pada akuifer sehingga tidak akan

mengganggu kelestarian air tanah di daerah sekitarnya; (2). lokasi penambangan

sebaiknya terletak agak jauh dari pemukiman penduduk sehingga suara bising

ataupun debu yang timbul akibat kegiatan penambangan tidak akan mengganggu

penduduk; (3). lokasi penambangan tidak berdekatan dengan mata air penting

sehingga tidak akan mengganggu kualitas maupun kuantitas air dari mata air

tersebut, juga untuk menghindari hilangnya mata air; (4). lokasi penambangan

sedapat mungkin tidak terletak pada daerah aliran sungai bagian hulu (terutama

tambang batuan) untuk menghindari terjadinya pelumpuran sungai yang

dampaknya bisa sampai ke daerah hilir yang akhirnya dapat menyebabkan banjir

akibat pendangkalan sungai. Hal ini harus lebih diperhatikan terutama di kota-

kota besar dimana banyak sungai yang mengalir dan bermuara di wilayah kota

besar tersebut; (5). lokasi penambangan tidak terletak di kawasan lindung (cagar

Page 35: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

alam, taman nasional); (6). lokasi penambangan hendaknya dekat dengan

konsumen untuk menghindari biaya transportasi yang tinggi sehingga harga jual

material tidak menjadi mahal; (7). lokasi penambangan tidak terletak dekat

dengan bangunan infrastruktur penting, misalnya jembatan dan menara listrik

tegangan tinggi. Juga sedapat mungkin letaknya tidak dekat dengan gedung

sekolah sehingga tidak akan mengganggu proses belajar dan mengajar.

Hasil kajian dari berbagai aspek tersebut, digabung dengan aspek

peraturan perundang-undangan, kemudian dianalisis untuk menentukan

kelayakan penambangan suatu deposit bahan tambang. Hasil analisis kelayakan

menghasilkan 2 (dua) kategori, yaitu layak tambang dan tidak layak tambang.

Layak tambang bukan berarti kegiatan penambangan tanpa aturan, melainkan

harus mengikuti kaidah-kaidah penambangan yang berlaku agar dampak negatif

terhadap lingkungan akibat adanya kegiatan penambangan dapat dihindari atau

ditekan sekecil mungkin. Selain itu, konflik / tumpang tindih kepentingan

penggunaan lahan juga dapat dihindari.

Setelah suatu deposit bahan tambang dinyatakan layak untuk ditambang,

maka selanjutnya bahan tambang tersebut akan ditambang (dieksploitasi). Dalam

eksploitasi ini juga diperlukan suatu pengelolaan yang berwawasan lingkungan.

Hal ini berkaitan erat dengan teknik penambangan yang akan dipergunakan,

termasuk pembuatan dan penempatan infrastruktur tambang.

Dalam suatu kegiatan penambangan biasanya terdiri dari beberapa tahapan

yaitu (Badan Geologi, Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral, 2007 dalam

Kusuma, 2008) :

Page 36: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

a). Tahap Persiapan ; pada tahapan persiapan ini biasanya didahului dengan

kegiatan pengangkutan berbagai jenis peralatan tambang, termasuk bahan-

bahan bangunan untuk pembuatan perkantoran, gudang, perumahan (jika

ada) dan fasilitas-fasilitas tambang yang lain, pembukaan lahan (land-

clearing), dan selanjutnya adalah pembuatan / pembukaan jalan tambang.

Dalam hal pengangkutan peralatan tambang dan bahan-bahan bangunan,

yang perlu diperhatikan adalah jalan yang akan dilalui. Perlu

diperhitungkan lebar jalan, apakah dijalan tersebut terdapat jembatan

(bagaimana kondisinya), apakah melewati pemukiman penduduk, berapa

kali kendaraan melintasi jalan tersebut dan jenis maupun kapasitas truck

pengangkut. Hal-hal tersebut perlu diperhitungkan secara matang agar

tidak terjadi dampak negatif terhadap lingkungan di sepanjang jalan yang

akan dilalui, baik terhadap manusia maupun fisik alam itu sendiri.

Beberapa contoh dampak negatif yang dapat ditimbulkan oleh adanya

kegiatan pengangkutan ini apabila tidak dikelola dengan baik, antara lain

jalan menjadi rusak (banyak lubang, becek di musim hujan), kecelakaan

lalu-lintas (karena jalan terlalu sempit, atau kondisi jembatan kurang

memenuhi syarat), debu bertebaran yang dapat menimbulkan gangguan

kesehatan (karena jalan berupa tanah dan dilalui kendaraan pada musim

kemarau), dan gangguan kebisingan. Pada kegiatan pembukaan lahan

perlu diperhatikan kemiringan dan kestabilan lereng, bahaya erosi dan

sedimentasi (karena penebangan pepohonan, terutama saat musim hujan),

serta hindari penempatan hasil pembukaan lahan terhadap sistem drainase

Page 37: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

alam yang ada. Demikian pula pada saat pembuatan jalan tambang.

Lokasi pembuatan fasilitas tambang, seperti perkantoran, gudang, dan

perumahan perlu memperhatikan kondisi tanah / batuan dan kemiringan

lerengnya. Sedapat mungkin hindari lokasi yang berlereng terjal dan

kemungkinan rawan longsor. Jika diperlukan pembuatan kolam

pengendapan, letakkan pada lokasi yang sifat batuannya kedap air,

misalnya batu lempung, dan tidak pada batuan yang banyak kekar-

kekarnya. Hal ini untuk menghindari terjadinya kebocoran. Bila kondisi

batuan tidak memungkinkan, maka kolam pengendapan bisa dibuat dari

beton, walaupun memerlukan tambahan biaya.

b). Tahap Eksploitasi ; kegiatan yang dilakukan pada tahap ini utamanya

berupa penambangan / penggalian bahan tambang dengan jenis dan

keterdapatan bahan tambang yang berbeda-beda. Dengan demikian teknik

/ tata cara penambangannya berbeda-beda pula. Bahan tambang yang

terdapat di daerah perbukitan, walaupun jenisnya sama, misalnya pasir,

teknik penambangannya akan berbeda dengan deposit pasir yang terdapat

di daerah dataran, apalagi yang terdapat di dalam alur sungai.

Hal-hal yang perlu diperhatikan antara lain sebagai berikut :

Jenis, sebaran dan susunan perlapisan batuan yang terdapat di sekitar

deposit bahan tambang, termasuk ketebalan lapisan tanah penutup;

Sifat fisik dan keteknikan tanah / batuan;

Kondisi hidrogeologi (kedalaman muka air tanah dangkal dan / dalam,

pola aliran air tanah, sifat fisika dan kimia air tanah dan air

Page 38: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

permukaan, letak mata air dan besaran debitnya, letak dan pola aliran

sungai berikut peruntukannya, sistem drainase alam);

Topografi / kemiringan lereng;

Kebencanaan geologi (kerawanan gerakan tanah, bahaya letusan

gunung api, banjir, kegempaan);

Kandungan unsur-unsur mineral yang terdapat dalam batuan yang

terdapat di sekitar deposit bahan tambang, misalnya pirit

Dengan mengetahui dan kemudian memperhitungkan seluruh data-data

tersebut, maka dapat ditentukan teknik penambangan yang sesuai,

sehingga dampak negatif terhadap lingkungan akibat kegiatan

penambangan dapat dihindari atau ditekan sekecil mungkin.

c). Tahap Reklamasi ; kegiatan reklamasi tidak harus menunggu sampai

seluruh kegiatan penambangan berakhir, terutama pada lahan

penambangan yang luas. Reklamasi sebaiknya dilakukan secepat mungkin

pada lahan bekas penambangan yang telah selesai dieksploitasi, walaupun

kegiatan penambangan tersebut secara keseluruhan belum selesai karena

masih terdapat deposit bahan tambang yang belum ditambang. Sasaran

akhir dari reklamasi adalah untuk memperbaiki lahan bekas tambang agar

kondisinya aman, stabil dan tidak mudah tererosi sehingga dapat

dimanfaatkan kembali.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengelolaan lingkungan pada tahap

reklamasi adalah sebagai berikut:

Page 39: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Rencana reklamasi sebaiknya dipersiapkan sebelum pelaksanaan

penambangan;

Luas areal yang direklamasi sama dengan luas areal penambangan;

Memindahkan dan menempatkan tanah pucuk pada tempat tertentu

dan mengatur sedemikian rupa untuk keperluan revegetasi;

Mengembalikan / memperbaiki pola drainase alam yang rusak;

Menghilangkan / memperkecil kandungan (kadar) bahan beracun (jika

ada) sampai ke tingkat yang aman sebelum dibuang ke suatu tempat

pembuangan;

Mengembalikan lahan seperti semula atau sesuai dengan tujuan

penggunaan;

Memperkecil erosi selama dan setelah proses reklamasi;

Memindahkan seluruh peralatan yang sudah tidak digunakan lagi ke

tempat yang dianggap aman;

Permukaan tanah yang padat harus digemburkan, atau ditanami

dengan tanaman pionir yang akarnya mampu menembus tanah yang

keras;

Jenis tanaman yang akan dipergunakan untuk revegetasi harus sesuai

dengan rencana rehabilitasi (dapat berkonsultasi dahulu dengan dinas

terkait);

Mencegah masuknya hama dan gulma yang berbahaya;

Memantau dan mengelola areal reklamasi sesuai dengan kondisi yang

diharapkan.

Page 40: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Dalam beberapa kasus, lahan bekas penambangan tidak harus seluruhnya

direvegetasi, namun dapat dimanfaatkan untuk tujuan lain, misalnya

menjadi kolam persediaan air, padang golf, perumahan, dan sebagainya

apabila dinilai lebih bermanfaat atau sesuai dengan rencana tata ruang.

Oleh karena itu, sebelum merencanakan reklamasi, sebaiknya

berkonsultasi dahulu dengan pemerintah daerah setempat, pemilik lahan

atau instansi terkait lainnya (Kusuma, 2008).

2.3. Pemanfaatan Lahan Untuk Penambangan Pasir

Pemanfaatan lahan atau penggunaan lahan (land use) adalah setiap bentuk

campur tangan (intervensi) manusia terhadap lahan dalam rangka memenuhi

kebutuhan hidupnya baik material maupun spiritual. Penggunaan lahan dapat

dikelompokkan ke dalam dua golongan besar yaitu penggunaan lahan pertanian

dan penggunaan lahan bukan pertanian. Penggunaan lahan pertanian

dibedakan berdasarkan atas penyediaan air dan komoditi yang diusahakan atau

yang dimanfaatkan, jenis tumbuhan atau tanaman yang terdapat di atas lahan

tersebut. Berdasarkan hal ini dikenal macam-macam penggunaan lahan seperti

tegalan, sawah, kebun, hutan produksi dan hutan lindung. Sedangkan

penggunaan lahan bukan pertanian meliputi pemukiman, industri, rekreasi dan

pertambangan (Dit. Land Use, 1967, dalam Arsyad, 2006).

Dengan adanya program pembangunan fisik, maka kebutuhan akan bahan

baku yang berasal dari bahan galian golongan C semakin banyak terutama pasir.

Pemenuhan kebutuhan bahan baku ini menyebabkan semakin meningkatnya

Page 41: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

aktivitas penambangan bahan galian tersebut, yang mengakibatkan terjadinya

pergeseran penggunaan lahan pertanian menjadi lahan pertambangan.

Di dalam melakukan aktivitas penambangan, masyarakat penambang

sudah menggunakan alat-alat mekanik seperti excavator. Namun demikian dalam

pelaksanaan kegiatan penambangan, masyarakat belum membuat perencanaan

yang matang, baik dari segi persiapan, pelaksanaan penambangan sampai dengan

pengelolaan lahan pasca penambangan. Kondisi ini akan berpotensi

mengakibatkan terjadinya kerusakan lahan akibat penambangan tersebut (Najib,

2006).

2.4. Kerusakan Lingkungan Akibat Penambangan Pasir

Kriteria kerusakan lingkungan bagi usaha atau kegiatan penambangan

bahan galian golongan C berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan

Hidup Nomor 43 Tahun 1996 tentang Kriteria Kerusakan Lingkungan Bagi

Usaha Atau Kegiatan Penambangan Bahan Galian Golongan C Jenis Lepas di

Daratan pasal 1 butir (5) menyebutkan bahwa Kriteria Kerusakan Lingkungan

Penambangan adalah batas kondisi penambangan yang menunjukkan indikator-

indikator terjadinya kerusakan lingkungan. Kerusakan lingkungan adalah

perubahan yang terjadi akibat tindakan manusia yang langsung maupun tidak

langsung terhadap sifat fisik dan lingkungan hayati, yang mengakibatkan

lingkungan tidak berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan yang

berkesinambungan (Syah, 1987).

Page 42: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Penambangan bahan galian pasir diawali dengan pembersihan vegetasi

permukaan. Kemudian dilanjutkan dengan pengupasan tanah pucuk (top soil),

setelah itu dilakukan penggalian atau eksploitasi dengan alat mekanik seperti yang

terlihat pada gambar 1.

Gambar 1. Kegiatan pembersihan vegetasi, yang

dilanjutkan dengan pengupasan tanah pucuk /

top soil pada lokasi “Tambang-3 (HS)” (photo

diambil tanggal 09 Juni 2009, Dokumentasi

Seksi Geologi Tata Lingkungan Distamben

Kota Palangka Raya).

Pada saat kegiatan penambangan ini berjalan, terjadi perubahan

karakteristik lahan baik fisik - kimia dan biotik lahan yang ditandai dengan

terjadinya proses erosi, terganggunya tatanan air, hilangnya lapisan tanah atau

berubahnya sifat-sifat fisik, dan biologi tanah. Lubang bekas galian menyebabkan

rusaknya lahan atau bentang alam setempat seperti terlihat pada gambar 2 di

bawah ini.

Page 43: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Gambar 2. Lubang bekas galian penambangan pada lokasi

“Tambang-4 (ZB)” (photo diambil tanggal 14

Pebruari 2010).

Sedangkan reklamasi yang tidak terencana atau bahkan tidak

dilaksanakannya reklamasi lahan, menyebabkan proses perusakan lahan ini terus

berlanjut hinga berakhir masa penambangan (Najib, 2006) dapat dilihat pada

gambar 3.

Gambar 3. Lubang bekas galian penambangan pada lokasi

“Tambang-1 (YS)” yang tidak direklamasi (photo

diambil tanggal 14 Pebruari 2010).

Page 44: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Kegiatan manusia yang dapat menyebabkan kerusakan lingkungan atau

kelangkaan sumberdaya alam berlangsung dalam tiga cara: (1). jika sumberdaya

di-eksploitasi dengan tingkat kecepatan yang melebihi daya pulihnya; (2).

kelangkaan sumberdaya disebabkan oleh pertumbuhan penduduk, dan (3). akses

terhadap lingkungan dan sumberdaya alam yang tidak seimbang (Mitchell, dkk,

2007).

Kerusakan lingkungan akibat usaha pertambangan antara lain disebabkan

oleh berbagai bentuk gangguan atau kerusakan lahan akibat penambangan bahan

galian pasir.

Adapun kerusakan lahan akibat penambangan bahan galian pasir dapat di

lihat pada tabel 2.

Tabel. 2. Bentuk kerusakan lahan akibat penambangan bahan galian pasir.

No Aspek lahan yang rusak /

terganggu

Bentuk kerusakan

1 Bentang alam Terbentuknya lubang galian yang

dalam, memiliki relief dasar lubang

yang tidak beraturan

2 Vegetasi / penutup lahan Hilang atau berubahnya struktur

vegetasi / penutup lahan

3 Tanah Hilangnya tanah pucuk (top soil), tanah

tertutup oleh kerikil atau batuan, serta

berubahnya sifat fisik, kimia dan

biologis tanah (aerasi, drainase).

4 Hidrologi Berubahnya muka air tanah, munculnya

genangan, menurunnya kualitas air.

Sumber : Kep.Men.LH No. 43/MENLH/10/1996.

Page 45: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Sedangkan tingkat risiko gangguan akibat kerusakan lahan seperti pada

tabel 3. di bawah ini :

Tabel. 3. Tingkat risiko gangguan akibat kerusakan lahan

Nilai Tata Guna Lahan dan Fungsi Kawasan Resiko Gangguan

1 Tanaman kering, tegalan, semak-semak Resiko gangguan rendah

2 Sawah, kebun, dan ladang Resiko gangguan sedang

3 Pemukiman, resapan air dan kawasan

lindung

Resiko gangguan tinggi

Sumber : Najib, 2006.

Pembukaan hutan untuk jalur transportasi hasil tambang dapat merusak

ekosistem hutan dan potensi hidrologi. Perubahan lingkungan yang berlangsung

secara alami bercirikan keseimbangan dan keselarasan, sedangkan manusia

sesungguhnya mempunyai potensi dan kemampuan untuk merubahnya secara

berbeda, karena perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang dikuasainya

serta perkembangan kebudayaan pada umumnya. Bahkan seringkali perubahan

itu secara sadar ditimbulkan, walau tahu hal tersebut akan menimbulkan kerugian

pada orang lain serta mahluk hidup lainnya, atau kerusakan lingkungan pada

umumnya (Darsono, 1995).

Variabel dalam penelitian ini meliputi batas tepi galian dari luas ijin

pertambangan, tinggi dinding / batas kedalaman galian dari permukaan tanah

awal, pengangkutan bahan galian, kondisi jalan, luas reklamasi, pengembalian

tanah pucuk. Kemudian untuk melengkapi data dari pengamatan fisik lahan

tersebut dilakukan analisis laboratorium yang meliputi : analisis tanah pada lokasi

penambangan pasir, analisis kualitas air yang berada di lubang bekas galian pasir

dan analisis benthos yang berada di lubang bekas galian pasir.

Page 46: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

2.5. Kerangka Pemikiran

Pembangunan menuntut adanya dinamika kemajuan dan seringkali

dimensi lingkungan kurang dapat mengimbangi perkembangan ini. Sementara

itu terjadi pula pengelolaan sumberdaya alam yang terlalu boros, tidak sesuai

dengan tingkat perkembangan pembangunan yang ada. Kegiatan dalam suatu

usaha untuk mengelola sumberdaya alam merupakan suatu kegiatan yang harus

memperhatikan kelestarian lingkungan. Perubahan pada bentang lahan

merupakan awal dari suatu kerusakan dalam mengelola sumberdaya alam baik

secara langsung maupun tidak langsung. Pengelolaan sumberdaya alam yang

dimaksud adalah pada pelaksanaan teknologi pertambangan mulai dari eksplorasi

sampai dengan pengolahan. Pertambangan merupakan suatu kegiatan yang

memberi kesan bahwa kegiatan ini sebagai kegiatan yang memberikan gangguan

terhadap lingkungan, baik lingkungan fisik, biotik maupun sosial (Ambyo, 1995).

Adapun kerangka pemikiran dari penelitian ini dapat dilihat dari gambar 4.

di bawah ini :

Page 47: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Sumberdaya Pasir

Potensi Wilayah

Variabel yang diamati dalam

Penelitian

Rusak Ringan

Rusak Berat Rusak Sedang

Kegiatan Penambangan Pasir

Proses Penambangan Pasir

Kerusakan Lahan

Pengendalian Kegiatan

Penambangan Pasir

Meningkatnya permintaan

pasir

Gambar 4. Kerangka pemikiran penelitian.

Pengembangan Wilayah

Page 48: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

2.6. Hipotesis

Berdasarkan uraian landasan teori dan tujuan penelitian, maka dapat

dirumuskan hipotesis sebagai berikut:

a. Perbedaan tingkat kerusakan lahan dipengaruhi oleh banyaknya kegiatan

penambangan pasir.

b. Pengendalian kegiatan penambangan pasir akan mengurangi kerusakan

pada lahan

.

Page 49: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

III. BAHAN DAN METODE PENELITIAN

3.1. Tempat dan Waktu

Tempat penelitian / observasi ini dilakukan pada 7 (tujuh) lokasi

penambangan di Kelurahan Kalampangan, Kecamatan Sabangau, Kota Palangka

Raya seperti pada gambar 5, dan waktu penelitian di mulai bulan September

s/d Nopember 2010.

Gambar 5. Peta lokasi penambangan

Page 50: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

3.2. Bahan dan Alat

Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini seperti pada tabel 4,

sedangkan sumber data didapat dengan melakukan pengamatan dan pengukuran

langsung di lokasi penambangan yaitu dengan pengamatan dan pengukuran pada

masing-masing sampel penelitian yang merupakan data primer. Disamping data

primer juga data sekunder yang diperoleh dari instansi terkait yang berhubungan

dengan penelitian ini.

Tabel 4. Bahan dan alat yang digunakan

No. Bahan dan Alat Fungsi

1. GPS (Global Position System) Untuk menentukan lokasi / posisi

geografis dan ketinggian dengan bantuan

satelit.

2. Kompas Navigasi (Suunto) Untuk menentukan arah.

3. Kompas Geologi (Bruunton) Untuk menentukan arah dan mengukur

kemiringan lereng penambangan.

4. Kamera Digital Untuk mengambil gambar di lapangan

(dokumentasi)

5. Meteran (50 meter) Untuk mengukur jarak dan tinggi atau

kedalaman penambangan.

6. Peta Fungsi Kawasan

Berdasarkan Tata Ruang

Tahun 2003

Skala 1 : 200.000

Untuk mengetahui fungsi kawasan di

wilayah Kecamatan Sabangau

berdasarkan tata ruang Provinsi

Kalimantan Tengah

7. Peta Fungsi Kawasan

Berdasarkan TGHK

Tahun 1982

Skala 1 : 200.000

Untuk mengetahui fungsi kawasan di

wilayah Kecamatan sabangau

berdasarkan Tata Guna Hutan

Kesepakatan (TGHK).

8. Peta Penutupan Lahan

Berdasarkan Data Dephut

Tahun 2009

Skala 1 : 200.000

Untuk mengetahui tutupan lahan (land

cover) di wilayah Kecamatan Sabangau

berdasarkan data dari Kementerian

Kehutanan.

Page 51: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

3.3. Desain Penelitian

Desain penelitian dalam kajian kerusakan lahan ini menggunakan 2 (dua)

pendekatan yakni pendekatan kualitatif verifikatif dan grounded research.

Menurut Bungin (2007), pendekatan kualitatif verifikatif pada umumnya

dilakukan dalam penelitian studi kasus yang merupakan sebuah upaya pendekatan

induktif terhadap seluruh proses penelitian sehingga akan berupaya

mengungkapkan makna yang ada dibalik data yang tampak. Pendekatan

kualitatif memusatkan diri pada suatu unit tertentu dari berbagai fenomena,

sedangkan pendekatan grounded research yang diperkenalkan oleh Glaser dan

Straus, 1967, dalam Bungin, 2007, merupakan kegiatan penelitian yang langsung

ke lapangan, semua kegiatan dilaksanakan di lapangan.

3.4. Variabel Penelitian

Sumber data yang didapat dengan pengamatan dan pengukuran langsung

di lokasi penambangan merupakan variabel fisik lahan berdasarkan kondisi non

alamiah meliputi :

(1). Batas tepi galian dari luas ijin pertambangan (SIPD/SIPRD);

(2). Tinggi dinding / batas kedalaman galian dari permukaan tanah awal;

(3). Pengangkutan bahan galian (truck angkutan);

(4). Kondisi jalan umum yang dilewati truck angkutan bahan galian;

(5). Luas reklamasi;

(6). Pengembalian tanah pucuk untuk vegetasi.

Page 52: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Variabel fisik lahan berdasarkan kondisi non alamiah tersebut di atas yang dipilih

untuk memberikan gambaran dalam menentukan tingkat kerusakan lahan.

Kemudian untuk melengkapi data dari pengamatan fisik lahan tersebut

dilakukan analisis laboratorium yang meliputi :

(1). Analisis tanah pada lokasi penambangan pasir,

(2). Analisis kualitas air yang berada di lubang bekas galian pasir

(3). Analisis benthos yang berada di lubang bekas galian pasir.

3.5. Metode Penarikan Sampel

Metode penelitian dilakukan dengan cara observasi atau pengamatan

langsung di lapangan (grounded research) untuk mendapatkan data primer di

lokasi tambang dengan melakukan pengukuran dan pengamatan. Pengambilan

sampel ditentukan pada 7 (tujuh) lokasi penambangan baik yang sudah tidak aktif

(tidak beroperasi) maupun yang masih aktif (beroperasi). Data sekunder yang

dikumpulkan berupa hasil-hasil penelitian terdahulu dikumpulkan dari hasil studi

perpustakaan, lembaga atau instansi-instansi terkait tingkat Kabupaten / Kota

maupun Propinsi, sedangkan pelaksanaan kegiatan penelitian meliputi :

a. Melakukan pengukuran dan pengamatan pada 7 (tujuh) lokasi

penambangan yang terdapat di Kelurahan Kalampangan, Kecamatan

Sabangau, Kota Palangka Raya.

b. Pengambilan sampel.

c. Pengumpulan dokumen.

Page 53: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

3.6. Prosedur Pengumpulan data

Tahap observasi dan analisis kegiatan penambangan pasir dilakukan

dengan beberapa tahapan : (1) persiapan bahan dan alat, (2) pelaksanaan, (3)

pengamatan dan pengambilan sampel.

3.7. Metode Analisis Data

Dalam penelitian ini, analisis data yang dipakai untuk mengetahui

kerusakan lahan akibat kegiatan penambangan pasir di Kelurahan Kalampangan,

Kecamatan Sabangau, Kota Palangka Raya meliputi analisis deksriptif dari data

fisik lahan yang mengacu pada kerusakan lahan akibat penambangan terhadap

kondisi non alamiah. Kondisi non alamiah tersebut meliputi batas tepi galian dari

luas ijin pertambangan (SIPD/SIPRD), tinggi dinding / batas kedalaman galian

dari permukaan tanah awal, pengangkutan bahan galian (truck angkutan), kondisi

jalan umum yang dilewati oleh truck angkutan bahan galian, luas reklamasi,

pengambilan tanah pucuk untuk vegetasi.

Kemudian untuk melengkapi data fisik lahan yang berdasarkan kondisi

non alamiah dilakukan analisis laboratorium yang meliputi analisis tanah pada

lokasi penambangan dengan memperhatikan kriteria penilaian sifat kimia tanah

dari Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor (1983). Analisis kualitas air

yang berada di lubang bekas galian mengacu pada lampiran Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air, yang selanjutnya hasil dari pengujian kualitas air

tersebut dikonversikan ke dalam skala kualitas lingkungan dalam bentuk indeks

Page 54: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

pencemaran (IP) yang prosedur perhitungannya berpedoman pada lampiran II

Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang

Pedoman Penentuan Status Mutu Air. Sedangkan analisis benthos di lubang

bekas galian pasir dilakukan dengan metode analogi, yaitu membandingkan hasil

laboratorium dengan skala penilaian kualitas lingkungan biota perairan.

Untuk penentuan tingkat kerusakan lahan disetiap lokasi sampel yang

terdapat di Kelurahan Kalampangan digunakan tahapan sebagai berikut :

(a) Pemilihan variabel

Untuk setiap kategori data perlu dipilih variabel yang dapat mewakili

kehadiran komponen lingkungan dalam analisis. Variabel yang dipilih

adalah yang dipandang penting dan dapat memberikan gambaran yang

kuat dari kategori data dalam analisis data.

(b) Pengharkatan

Satuan yang berbeda dari setiap tolok ukur perlu diberikan harkat / skoring

relatif yang mewakili keadaan berjenjang.

(c) Menentukan skala / tingkat pengukuran

Untuk mendapatkan gambaran komponen utama perlu menjumlahkan nilai

skala berbagai variabel di setiap analisis, sehingga diperoleh skala untuk

setiap analisis. Skala pengukuran adalah peraturan penggunaan notasi

bilangan dalam pengukuran (Hasan, 2004).

Page 55: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

(d) Klasifikasi

Hasil pengukuran (skala) disederhanakan untuk membuat perbedaan antar

lokasi sampel melalui skala setiap variabel terpilih pada setiap satuan ukur

ke beberapa klas.

Dalam menentukan tingkat kerusakan lahan, satuan ukur yang digunakan

mempunyai satuan yang berbeda, sehingga perlu diadakan standarisasi. Cara

pembakuan yang digunakan adalah dengan scaling yaitu dilakukan dengan

memberikan nilai pada setiap satuan ukur yang dikaji.

Formulasi yang digunakan adalah :

Dimana :

Bobot penilaian (skor) : 1 = baik; 2 = sedang; 3 = rusak;

Jumlah variabel dalam pengamatan : 6 variabel

Kelas kerusakan : ringan; sedang; berat = 3 klas

maka,

∑ skor tertinggi = bobot tertinggi x jumlah variabel

= 3 x 6

= 18

∑ skor terendah = bobot terendah x jumlah variabel

= 1 x 6

= 6

dan

∑ klas = 3

sehingga,

Page 56: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Interval klas adalah :

Dalam penentuan klasifikasi tingkat kerusakan lahan perlu dirumuskan

metode klasifikasi. Adapun metode klasifikasi yang digunakan adalah sebagai

berikut:

a. Klas I dengan skor 6 - 9, menunjukkan bahwa kriteria kerusakan lahan

adalah ringan;

b. Klas II dengan skor 10 - 13, menunjukan bahwa kriteria kerusakan lahan

adalah sedang;

c. Klas III dengan skor 14 - 18, menunjukan bahwa kriteria kerusakan lahan

adalah berat.

Penilaian tingkat kerusakan lahan akibat kegiatan penambangan

dilakukan dengan menggunakan metode analisis tingkat kerusakan, yaitu dengan

cara mengamati penentu kerusakan yang ada di lapangan. Parameter / variabel

inilah yang disebut sebagai indikator kerusakan lahan. Hasil pengamatan yang

didapat di lapangan kemudian diolah dan diberi bobot penilaian.

3.8. Definisi Operasional

Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Dampak lingkungan hidup adalah pengaruh perubahan pada lingkungan

hidup yang diakibatkan oleh suatu usaha dan / atau kegiatan.

Page 57: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya,

keadaan, dan makhluk hidup, termasuk manusia dan perilakunya, yang

mempengaruhi alam itu sendiri, kelangsungan perikehidupan, dan

kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain.

Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup adalah ukuran batas

perubahan sifat fisik, kimia, dan / atau hayati lingkungan hidup yang dapat

ditenggang oleh lingkungan hidup untuk dapat tetap melestarikan

fungsinya.

Kerusakan lingkungan hidup adalah perubahan langsung dan / atau tidak

langsung terhadap sifat fisik, kimia, dan / atau hayati lingkungan hidup

yang melampaui kriteria baku kerusakan lingkungan hidup.

Kriteria Kerusakan Lingkungan Penambangan adalah batas kondisi

penambangan yang menunjukkan indikator-indikator terjadinya kerusakan

lingkungan.

Pengelolaan pertambangan adalah suatu upaya yang dilakukan baik

secara teknis maupun non teknis agar kegiatan pertambangan tersebut

tidak menimbulkan permasalahan, baik terhadap kegiatan pertambangan

itu sendiri maupun terhadap lingkungan.

Usaha pertambangan bahan galian adalah usaha pertambangan yang

kegiatannya melalui beberapa tahap terdiri dari prospekting (penyelidikan

umum), eksplorasi, eksploitasi, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan

dan penjualan serta pemanfaatan bahan galian.

Page 58: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Lahan adalah hamparan di muka bumi berupa temberengan (segment)

sistem terestrik yang merupakan suatu perpaduan sejumlah sumberdaya

alam dan binaan.

Perusakan lahan adalah tindakan yang menimbulkan perubahan langsung

atau tidak langsung terhadap sifat-sifat fisik dan / atau hayati lahan yang

mengakibatkan lahan tersebut kurang atau tidak dimanfaatkan lagi sesuai

dengan fungsinya dalam menunjang pembangunan yang berkelanjutan.

Page 59: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

IV. KEADAAN UMUM LOKASI

4.1. Lokasi dan Luas Wilayah

Kecamatan Sabangau merupakan salah satu kecamatan di wilayah

administrasi Kota Palangka Raya. Kecamatan Sabangau berada di bagian barat

Kota Palangka Raya, dengan posisi geografis pada 113o58‟‟20,00‟‟ hingga

114o03‟20,00‟‟ Bujur Timur dan 2

o16‟‟00,00‟‟ hingga 2

o19‟20,00‟‟ Lintang

Selatan. Wilayah administrasi Kecamatan Sabangau sebagaimana terlihat pada

gambar 6, mempunyai batas-batas wilayah sebagai berikut :

a. Sebelah Utara, berbatasan dengan Kecamatan Jekan Raya, Kecamatan

Pahandut dan Kabupaten Pulang Pisau.

b. Sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Pulang Pisau.

c. Sebelah Barat, berbatasan dengan Kabupaten Katingan.

d. Sebelah Selatan, berbatasan dengan Kabupaten Pulang Pisau

Kecamatan Sabangau memiliki luas wilayah 58.350 Ha atau sekitar

21,79% dari luas wilayah Kota Palangka Raya yang mencapai 267.851 Ha (Profil

Kecamatan Sabangau, 2010). Berdasarkan luas wilayah tersebut, maka

Kecamatan Sabangau merupakan wilayah kecamatan terluas ke 2 di Kota

Palangka Raya setelah Kecamatan Rakumpit (105.314 Ha).

Page 60: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Kab. Pulang Pisau

Kecamatan Pahandut

Kecamatan Jekan Raya

Kabupaten Pulang Pisau

Kabupaten

Katingan

Kabupaten Pulang Pisau

Gambar 6. Peta administrasi Kecamatan Sabangau.

Page 61: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Wilayah administratif Kecamatan Sabangau melingkupi 6 wilayah

kelurahan, yakni Kereng Bangkirai, Sabaru, Kalampangan, Kameloh Baru,

Bereng Bengkel, dan Danau Tundai. Ke – 6 wilayah kelurahan tersebut

mempunyai luas wilayah berkisar 0,69% - 10,10% dari luas wilayah Kota

Palangka Raya. Kelurahan yang paling luas wilayahnya adalah Kelurahan

Kereng Bangkirai (27.050 Ha), dan kelurahan paling kecil luas wilayahnya adalah

Kelurahan Bereng Bengkel (1.850 Ha). Sementara itu, Kelurahan Kalampangan

yang berjarak 18 km dari Kota Palangka Raya memiliki luas wilayah 4.625 Ha

atau sekitar 1,73% dari luas wilayah Kota Palangka Raya. Secara terinci,

keadaan luas wilayah masing-masing kelurahan di Kecamatan Sabangau tersebut,

sebagaimana terlihat pada tabel 5.

Tabel 5. Luas wilayah Kecamatan Sabangau Kota Palangka Raya menurut

Kelurahan, Tahun 2009.

No. Kelurahan Luas

(Ha)

% Terhadap

Luas

Kecamatan

Sabangau

% Terhadap

Luas Kota

Palangka Raya

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Kereng Bangkirai

Sabaru

Kalampangan

Kameloh Baru

Bereng Bengkel

Danau Tundai

27.050

15.225

4.625

5.350

1.850

4.250

46,36

26,09

7,93

9,17

3,17

7,28

10,10

5,68

1,73

2,00

0,69

1,59

Jumlah 58.350 100,00 21,79 Sumber : Profil Kecamatan Sabangau Kota Palangka Raya, 2010.

4.2. Keadaan Iklim

Keadaan iklim Kecamatan Sabangau tidak jauh berbeda dengan keadaan

iklim wilayah Kota Palangka Raya pada umumnya. Wilayah Kota Palangka

Raya merupakan daerah yang beriklim tropis, dengan rata-rata mendapat

Page 62: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

penyinaran matahari di atas 50 %. Berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman, tipe

iklim Kota Palangka Raya termasuk tipe iklim B1 (iklim bulan basah), yaitu

wilayah bulan basah (curah hujan > 200 mm / bulan) terjadi antara 7 - 9 bulan dan

bulan kering (curah hujan < 100 mm / bulan) kurang dari 2 (dua) bulan (Bappeda

Kota Palangka Raya, 2007).

Curah hujan tahunan untuk wilayah Kota Palangka Raya sepanjang tahun

2008 berkisar 93,4 – 212,4 mm, dengan rata-rata curah hujan mencapai 301,3 mm.

Suhu udara rata-rata berkisar 23,5 – 32,6 OC, dengan suhu maksimum rata-rata

33,5 OC. Sementara itu kelembaban nisbi udara relatif tinggi, dengan rata-rata

tahunan di atas 80 % (BPS Kota Palangka Raya, 2009).

4.3. Jumlah Penduduk

Penduduk Kecamatan Sabangau sampai akhir tahun 2009 mencapai 11.382

jiwa, dan jumlah Kepala Keluarga (KK) sebanyak 3.545 KK. Dari jumlah

penduduk tersebut, sebagian besar yaitu 5.992 jiwa (62,64 %) merupakan

penduduk laki-laki dan selebihnya 5.390 jiwa (47,36 %) penduduk wanita (Profil

Kecamatan Sabangau, 2010).

Dilihat dari jumlah penduduk pada setiap kelurahan, penduduk Kecamatan

Sabangau tersebut sebagian besar terdapat di Kelurahan Kereng Bangkirai (5.627

jiwa atau 49,44 %) dan yang paling sedikit terdapat di Kelurahan Danau Tundai

(221 jiwa atau 1,94 %). Khususnya pada Kelurahan Kalampangan, jumlah

penduduk akhir tahun 2009 mencapai 3.010 jiwa atau 26,45 %. Secara terinci

Page 63: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

keadaan jumlah penduduk dan Kepala Keluarga (KK) di Kecamatan Sabangau

tersebut sebagaimana tabel 6.

Tabel 6. Jumlah penduduk dan kepala keluarga di Kecamatan Sabangau Kota

Palangka Raya, Tahun 2009.

No. Kelurahan Laki-laki

(Jiwa)

Wanita

(Jiwa)

Jumlah

Jiwa KK

1.

2.

3.

4.

5.

6.

Kereng Bangkirai

Sabaru

Kalampangan

Kameloh Baru

Bereng Bengkel

Danau Tundai

3.032

474

1.515

338

514

119

2.595

393

1.495

326

479

102

5.627

867

3.010

664

993

221

1.516

676

855

172

265

61

Jumlah 5.992 5.390 11.382 3.545 Sumber : Profil Kecamatan Sabangau Kota Palangka Raya, 2010.

Kepadatan penduduk di Kecamatan Sabangau yang merupakan

perbandingan antara jumlah penduduk dengan luas wilayah, rata-rata mencapai 19

Jiwa / km2. Meskipun demikian, tingkat penyebaran penduduk tersebut masih

belum merata. Dari 6 (enam) kelurahan di wilayah Kecamatan Sabangau,

Kelurahan Kalampangan mempunyai kepadatan penduduk paling tinggi (65 Jiwa /

km2) dan diikuti oleh Kelurahan Bereng Bengkel (54 Jiwa / km

2). Pada

kelurahan yang lainnya, kepadatan penduduk relatif masih jarang yaitu berkisar 5

– 21 Jiwa / km2.

4.4. Mata Pencaharian Penduduk

Penduduk di Kecamatan Sabangau hingga akhir tahun 2009 yang telah

mempunyai mata pencaharian tetap sebanyak 4.535 orang atau sekitar 39,84 %

dari jumlah penduduk. Berdasarkan data Kecamatan Sabangau (2010), paling

tidak terdapat 9 (Sembilan ) jenis mata pencaharian penduduk, yaitu swasta,

Page 64: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

pegawai negeri, TNI/POLRI, pedagang, penjahit, tukang kayu/batu, montir, petani

dan jasa angkutan. Secara terinci jumlah penduduk yang bekerja menurut

berbagai jenis mata pencaharian tersebut sebagaimana pada tabel 7.

Tabel 7. Jenis mata pencaharian penduduk di Kecamatan Sabangau Menurut

Kelurahan , Tahun 2009.

No. Mata Pencaharian

Penduduk Bekerja Menurut Kelurahan

(Orang)

Kereng

Bangkirai Sabaru

Kalampa

ngan

Kameloh

Baru

Bereng

Bengkel

Danau

Tundai

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Swasta

Pegawai negeri

TNI/POLRI

Pedagang

Penjahit

Tukang Kayu/batu

Montir

Petani

Jasa Angkutan

196

320

31

270

8

141

4

677

8

79

63

4

9

1

12

1

295

6

252

43

15

64

3

27

5

1.333

11

30

2

-

15

-

4

-

220

2

37

24

-

12

1

12

2

189

4

-

3

-

5

-

-

-

95

-

Jumlah 1.655 470 1.753 273 281 103 Sumber : Profil Kecamatan Sabangau Kota Palangka Raya, 2010.

Sebagaimana data tabel 7, bekerja sebagai petani merupakan pekerjaan

sebagian besar penduduk di Kecamatan Sabangau. Pada tahun 2009, penduduk

yang menjadi petani mencapai 2.809 orang atau rata-rata 61,94 % dari jumlah

penduduk yang bekerja, sedangkan jenis pekerjaan lain rata-rata berkisar 0,26 –

13,10 %. Penyebaran penduduk yang bekerja sebagi petani menurut kelurahan

berkisar 40,91 – 92,23 %, dengan jumlah terbesar terdapat di Kelurahan Danau

Tundai (92,23 %) dan terkecil di Kelurahan Kereng Bangkirai (40,91 %).

Khususnya pada Kelurahan Kalampangan, jumlah penduduk yang bekerja sebagai

petani mencapai 1.333 orang atau 76,04 % dari jumlah penduduknya yang

mempunyai pekerjaan.

Page 65: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

4.5. Jenis dan Penggunaan Lahan

Tipologi lahan yang terdapat hampir merata di semua wilayah Kecamatan

Sabangau adalah lahan basah / rawa. Sedangkan jenis tanah yang dapat dijumpai

adalah tanah organosol, podzol, regosol, dan alluvial. Dari beberapa jenis tanah

tersebut, jenis tanah yang paling luas penyebarannya adalah tanah gambut

(organosol) hingga mencapai 83,17 % atau 48,529 Ha (BPP Kalampangan, 2010).

Penggunaan lahan oleh sebagian masyarakat terutama untuk kegiatan

pertanian masih relatif kecil. Berdasarkan data BPP Kalampangan (2010), luas

lahan yang dimanfaatkan untuk kegiatan pertanian (tegalan/ladang/kebun,

tambak/kolam/empang, perkebunan) di wilayah Kecamatan Sabangau hanya

berkisar 2,73 – 44,4 %. Dari 4 (empat) kelurahan yang tersedia datanya

mengenai penggunaan lahan, hanya Kelurahan Kalampangan yang mempunyai

areal untuk kegiatan pertanian yang relatif besar yaitu mencapai 2.005 Ha atau

44,43 % dari luas wilayahnya. Adapun jenis penggunaan lahan di wilayah

Kecamatan Sabangau tersebut secara terinci sebagaimana pada tabel 8.

Tabel 8. Luas lahan menurut penggunaannya di Kecamatan Sabangau Kota

Palangka Raya, Tahun 2009.

No. Penggunaan Lahan

Luas Penggunaan Lahan Menurut Kelurahan (Ha)

Kereng

Bangkirai Sabaru

Kalampa

ngan

Kameloh

Baru

Bereng

Bengkel

Danau

Tundai

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

Permukiman

Tegalan/Ladang/Kebun

Tambak/Kolam/Empang

Sawah

Perkebunan

Tanaman Kayu-kayuan

Padang Rumput

Tanah Belum diusahakan

Lainnya

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

-

157

2.35

5

-

15

1.766

15

232

400

58

216

-

-

10

850

10

270

3.936

61

184

-

-

-

200

8

608

789

62

116

2

-

-

623

2

216

3.231

Jumlah Tidak ada

data

Tidak

ada

data

4.625 5.350 1.850 4.250

Sumber : Profil Kecamatan Sabangau Kota Palangka Raya, 2010.

Page 66: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

4.6. Topografi

Keadaan topografi wilayah Kecamatan Sabangau merupakan daerah

dataran rendah dan rawa, dengan kemiringan 0 – 8 %. Sebagian besar wilayah

Kecamatan Sabangau berada di bantaran Sungai Kahayan dan Sabangau kecuali

Kelurahan Sabaru, Kelurahan Kalampangan dan sebagian kecil wilayah

Kelurahan Kereng Bangkirai. Ketinggian tempat wilayah Kecamatan Sabangau

berkisar 16 – 19 meter di atas permukaan laut (BPS Kota Palangka Raya, 2009).

4.7. Geologi Regional

Geologi regional daerah penelitian termasuk dalam peta geologi lembar

Palangka Raya dan lembar Tewah, sekala 1 : 250.000, dari Pusat Penelitian dan

Pengembangan Geologi (P3G) Bandung, yang berumur Pra-Tersier hingga

Tersier, yaitu :

a). Batuan Metamorfik Tak Terurai

Batuan ini diduga berumur Perm-Trias, terdiri dari phylit, gneiss, skeiss

dan kuarsit. Satuan batuan ini singkapannya menyebar ke arah utara

hingga sekitar daerah Gunung Mas dan tidak tersingkap di daerah Kota

Palangka Raya.

b). Batuan Granitan

Batuan ini merupakan tubuh batolit berumur Kapur Atas yang menerobos

batuan metamorfik, terdiri dari granit, diorit, granodiorit dan tonalit.

Sebaran batuan ini sangat luas ke arah utara, sedangkan di bagian selatan

tersingkap di daerah Bukit Batu wilayah Kasongan, Tangkiling Kecamatan

Page 67: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Bukit Batu wilayah Kota Palangka Raya dan di hulu sungai Sabangau dan

sungai Bakung di sebelah baratdaya Kota Palangka Raya.

c). Formasi Warukin

Formasi ini berumur Tersier, terdiri dari batupasir hingga konglomeratan,

setempat terdapat lensa batugamping. sisipan batulanau dan lempung

dengan sisipan batubara. Satuan ini sebagai hasil endapan pada transisi

antara darat dan laut dangkal. Di Kecamatan Rakumpit diperkirakan

muncul formasi ini di Kelurahan Mungku Baru dan Gaung Baru yang

dicirikan oleh sisipan batubara.

d). Formasi Dahor

Secara umum formasi ini terdiri dari konglomerat mengandung fragmen

kuarsit dan basal, berselingan dengan batupasir berbutir sedang – sangat

kasar, setempat berstruktur silang siur, sisipan batulempung setempat

karbonan hingga gambut. Ketebalan formasi ini ada yang mencapai 300 m

dan berumur Miosen Tengah – Pleistosen. Formasi Dahor terdapat meluas

di daerah penelitian yang dikuasai oleh batupasir kuarsa dengan sisipan

batulempung.

e). Alluvium

Endapan ini merupakan satuan paling muda berumur Kuarter, umumnya

terdapat di daerah sekitar aliran sungai dan rawa. Satuan alluvium ini

biasanya belum padat atau lunak terdiri dari pasir dan lempung atau

lumpur. Sebaran utamanya terdapat di daerah lembah aliran sungai

Rungan dan sungai Kahayan.

Page 68: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

4.8. Morfologi

Morfologi secara umum di daerah penelitian merupakan morfologi dataran

rendah, dengan pembagian morfologi berdasarkan pada bentukan lahan

yaitu :

a). Satuan Morfologi Dataran Bentukan Limpasan Banjir

Morfologi ini merupakan dataran yang berkembang di sisi aliran sungai

utama seperti sungai Sabangau dan sungai Kahayan. Di dalam satuan

morfologi ini berkembang endapan sedimen berbutir halus berupa

lempung dan lumpur, sebagai hasil endapan yang terjadi pada masa air

banjir hingga melimpas di bagian sisi sungai yang membentuk endapan

alluvium. Sebaran morfologi ini terdapat disekitar aliran sungai utama

berbentuk memanjang searah dengan aliran sungai itu sendiri.

b). Satuan Morfologi Dataran Bentukan Lahan Gambut

Satuan morfologi ini dibentuk oleh hamparan endapan gambut dengan

ketebalan bervariasi. Umumnya berupa daerah datar dengan setempat

berawa-rawa dan ketinggian bervariasi antara 12 m hingga sekitar 19 m

dari muka air laut. Morfologi endapan gambut punya penyebaran cukup

luas di daerah penelitian sebagian besar di sisi barat hingga sangat luas ke

arah selatan.

c). Satuan Morfologi Dataran Bentukan Batupasir dan Formasi Dahor

Morfologi dataran ini disusun oleh satuan batuan yang umumnya berupa

pasir kuarsa dan kaolin dengan ketinggian rata-rata antara 15 m hingga 18

m di atas muka air laut. Satuan ini berbentuk memanjang terutama di

Page 69: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

sepanjang areal jalan Tjilik Riwut dan melebar di sekitar wilayah Kota

Palangka Raya, secara umum berarah baratlaut – tenggara hingga wilayah

Kalampangan.

d). Morfologi Bentukan Batuan Beku / Terobosan

Batuan beku yang terdiri dari variasi batuan granitan, mempunyai daya

tahan terhadap erosi yang lebih tinggi di daerah ini, sehingga bentuk

satuan ini lebih menonjol dari daerah sekitarnya. Morfologi ini hanya

terdapat setempat di bagian hulu sungai Sabangau merupakan bentuk

tonjolan yang terisolir di 2 (dua) tempat yang dipisahkan oleh aliran

sungai, dengan ketinggian maksimal 10 m dan mempunyai bentuk lonjong.

Page 70: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1. Kondisi Fisik Lahan

5.1.1. Batas tepi galian

Batas tepi galian adalah jarak antara titik terluar lubang dengan titik

terdekat dari batas Surat Ijin Pertambangan Daerah (SIPD). Jarak lubang galian

dari batas SIPD merupakan zona penyangga agar lahan di luar batas SIPD tidak

terganggu oleh kegiatan penambangan.

Hasil pengukuran dan pengamatan batas tepi galian di setiap lokasi

penelitian dapat lihat pada tabel 9. di bawah ini :

Tabel 9. Batas tepi galian di setiap lokasi

No. Lokasi Batas Tepi Galian

(meter)

Bobot Penilaian

(skor) Kategori

1. Tambang 1

(YS)

0,00 3 Rusak

2. Tambang 2

(CV.DG)

0,00 3 Rusak

3. Tambang 3

(AS)

0,00 3 Rusak

4. Tambang 4

(ZB)

0,00 3 Rusak

5. Tambang 5

(HS)

0,00 3 Rusak

6. Tambang 6

(ALT)

1,00 3 Rusak

7. Tambang 7

(BAD)

0,00 3 Rusak

Sumber : Analisis data primer, 2010.

Dari hasil pengukuran dan pengamatan batas galian terhadap batas

kepemilikan/perijinan (SIPD) pada tiap lokasi penambangan dan bekas kegiatan

Page 71: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

penambangan mempunyai tepi batas galian yang berkisar antara 0,00 – 1,00 meter

dari tepi kepemilikan perijinan, sehingga dikategorikan RUSAK.

Gambar 7. Pengukuran batas tepi galian pada lokasi

“Tambang-6 (ALT)” (photo di ambil tanggal 19

Oktober 2010).

5.1.2. Tinggi Dinding/Batas Kedalaman Galian dari Pemukaan Tanah Awal

Dinding galian adalah pinggiran lubang secara menyeluruh dari

permukaan sampai dasar lubang. Kedalaman lubang galian adalah jarak vertikal

dari pemukaan lahan hingga ke dasar lubang galian. Permukaan disini adalah

permukaan awal pada tepi lubang atau garis lurus yang menghubungkan tepi

galian sebelum ada galian, sedangkan dasar galian adalah lubang galian yang

terdalam. Pengukuran kedalaman lubang galian dilakukan dengan mengukur

jarak dari permukaan awal dengan dasar lubang terdalam.

Page 72: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Hasil dari pengukuran dan pengamatan tinggi dinding/batas kedalaman

galian dari permukaan tanah awal didapat seperti pada tabel 10 di bawah ini :

Tabel 10. Tinggi dinding/batas kedalaman galian dari permukaan tanah awal

No. Lokasi

Tinggi Dinding/Batas

Kedalaman

(meter)

Bobot Penilaian

(skor) Kategori

1. Tambang 1

(YS)

6,15 3 Rusak

2. Tambang 2

(CV.DG)

6,12 3 Rusak

3. Tambang 3

(AS)

6,75 3 Rusak

4. Tambang 4

(ZB)

6,10 3 Rusak

5. Tambang 5

(HS)

6,00 3 Rusak

6. Tambang 6

(ALT)

6,32 3 Rusak

7. Tambang 7

(BAD)

6,00 3 Rusak

Sumber : Analisis data primer, 2010.

Dari hasil pengukuran dan pengamatan tinggi dinding/batas kedalaman

galian dari permukaan tanah awal pada tiap lokasi penambangan dan bekas

kegiatan penambangan berkisar antara 6,00 – 6,75 meter dari permukaan tanah

awal, sehingga dikategorikan RUSAK.

5.1.3. Pengangkutan Bahan Galian (truck pengangkut)

Sarana transportasi utama dalam pengangkutan pasir adalah truck yang

merupakan alat transportasi untuk mengangkut bahan galian pasir ke tempat

pembeli seperti terlihat pada gambar 8.

Page 73: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Gambar. 8. Truck pengangkut bahan galian pasir di lokasi

“Tambang-7 (BAD)” (photo diambil pada

tanggal 19 Oktober 2010).

Hasil dari pengamatan pengangkutan bahan galian pasir (truck

pengangkut) di setiap lokasi penambangan dapat dilihat pada tabel 11 di bawah

ini :

Tabel 11. Jumlah truck pengangkut pasir dalam 7 (tujuh) hari secara kontinyu

No

Hari /

tanggal

Pengamatan

Jumlah truck pengangkut pasir pada masing-masing lokasi

Tambang

1

(YS)

Tambang

2

(CV.DG)

Tambang

3

(AS)

Tambang

4

(ZB)

Tambang

5

(HS)

Tambang

6

(ALT)

Tambang

7

(BAD)

1. Senin

18/04/2011

- - - - 20 25 20

2. Selasa

19/04/2011

- - - 25 23 27 23

3. Rabu

20/04/2011

- - - 20 25 30 22

4. Kamis

21/04/2011

- - - 20 22 25 25

5. Jum‟at

22/04/2011

- - - - 20 25 -

6. Sabtu

23/04/2011

- - - 20 23 27 25

7. Minggu

24/04/2011

- - - 21 20 21 20

Sumber : Analisis data primer, 2011

Page 74: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Berdasarkan tabel 11 di atas, bahwa di setiap lokasi penambangan, dalam

1 (satu) hari didapat berkisar antara 20 – 30 truck keluar masuk lokasi tambang

untuk mengangkut bahan galian pasir secara kontinyu. Kapasitas muatan truck

pengangkut yaitu 6 m3 dan bahan galian pasir yang diangkut per trip = 1 ret = 4

m3, maka muatan tidak melebihi dari kapasitas truck, maka dengan demikian

untuk pengangkutan bahan galian dinyatakan BAIK.

5.1.4. Kondisi Jalan

Berdasarkan hasil pengamatan pada kondisi Jalan Mahir Mahar yang

merupakan jalan trans Kalimantan (lintas propinsi) yang merupakan jalan kelas I

dengan beban maksimum 8 Ton, yang dilalui oleh truck pengangkut bahan galian

pasir dalam keadaan tidak berlubang dan bergelombang, sehingga dikategorikan

BAIK seperti terlihat pada gambar 9.

Gambar 9. Kondisi Jalan Mahir Mahar pada jalan masuk

menuju lokasi “Tambang-6 (ALT)” (photo

diambil pada tanggal 20 Maret 2011)

Page 75: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Gambar 10. Kondisi jalan tambang pada lokasi

“Tambang-6 (ALT)” (photo diambil pada

tanggal 19 Oktober 2010)

Gambar 11. Kondisi jalan tambang pada lokasi

“Tambang-7 (BAD)” (photo diambil pada

tanggal 09 Juni 2009, Dokumentasi Seksi

Geologi Tata Lingkungan, Distamben Kota

Palangka Raya)

Page 76: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

5.1.5. Luas Reklamasi

Kegiatan reklamasi selalu terkait dengan luas lahan yang akan direklamasi,

ini menyangkut luas kepemilikan atau luas perijinan yang diberikan. Luas lahan

yang akan ditambang tidak perlu harus dibuka vegetasi penutup lahan secara

keseluruhan. Dari hasil pengamatan, bahwa semua lokasi penambangan yang

diteliti umumnya tidak melaksanakan reklamasi, karena lahan yang dibuka seluas

dengan lahan yang ditambang, bahkan kegiatan penambangan sampai keluar dari

lokasi perijinan yang diberikan atau yang ditetapkan sesuai dengan Surat

Keputusan Walikota Palangka Raya. Kondisi demikian mengakibatkan lahan

bekas galian menjadi gersang tanpa vegetasi dan terdapat banyak lubang bekas

galian.

Melihat kondisi secara keselurahan di setiap lokasi yang tidak

melaksanakan reklamasi, maka lokasi tambang tersebut di kategorikan RUSAK

seperti pada gambar 12.

Gambar 12. Lahan bekas tambang di lokasi “Tambang-

1(YS)” yang tidak direklamasi.(photo

diambil pada tanggal 19 Oktober 2010)

Page 77: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

5.1.6. Pengembalian Tanah Pucuk Untuk Vegetasi

Tanah pucuk (top soil) merupakan tanah penutup sebelum pengupasan

lahan dilakukan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang, Bab II Pasal 2

Ayat (1), (2), (3) dan (4), bahwa pemegang izin usaha pertambangan wajib

melaksanakan reklamasi terhadap lahan terganggu pada kegiatan pertambangan

dengan sistem penambangan terbuka maupun penambangan bawah tanah.

Setelah selesai kegiatan penambangan, maka tanah pucuk tersebut harus

dikembalikan seperti kondisi awal sebelum kegiatan penambangan. Hasil

pengamatan di lokasi penambangan, tanah pucuk tersebut tidak kembali lagi

untuk menutup lahan yang telah selesai ditambang. Melihat kondisi tersebut

diatas maka aspek pengembalian tanah pucuk untuk vegetasi yang tidak

dilaksanakan dinyatakan RUSAK seperti terlihat pada gambar 13.

Gambar 13. Lapisan gambut yang tidak dikembalikan di

lokasi “Tambang-3(HS)” (photo diambil

pada tanggal 19 Oktober 2010).

Page 78: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Pada lokasi penambangan pasir di Kelurahan, sebagian besar gambut

merupakan tanah penutup di atas pasir. Ketebalan gambut di lokasi

penambangan pasir berkisar antara 0,5 meter hingga 2,5 meter (gambar 14 dan

15).

Gambar 14. Pengukuran ketebalan gambut pada lokasi

“Tambang-3 (HS)” (photo diambil pada

tanggal 01 Nopember 2010).

Gambar 15. Pengukuran ketebalan gambut pada lokasi

“Tambang-3 (HS)” (photo diambil pada

tanggal 01 Nopember 2010).

Page 79: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

5.2. Analisis Tanah Pada Lokasi Penambangan

Tanah merupakan badan bumi pertama yang terkena dampak kegiatan

pertambangan. Parameter yang dianalisis dalam analisis tanah ini meliputi pH

H2O (1:2,5), N-total (%), K-dd (me/100g), Ca-dd (me/100g), Mg-dd (me/100g),

Na-dd (me/100g), serta berat isi tanah atau BV (g/cm3).

Pengambilan sampel tanah dilakukan pada lokasi tanah alami (di luar

lokasi kegiatan penambangan) dan di lokasi kegiatan penambangan (tanah terusik)

seperti terlihat pada gambar 16 dan 17.

Gambar 16. Pengambilan sampel tanah yang dilakukan

oleh pembimbing dan penulis pada lokasi di

luar kegiatan penambangan (tanah alami)

(photo diambil pada tanggal 01 Nopember

2010).

Page 80: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Gambar 17. Pengambilan sampel tanah pada lahan

kegiatan penambangan di lokasi “Tambang-3

(HS)‟ (tanah terusik) (photo diambil pada

tanggal 01 Nopember 2010)

Hasil analisis sampel tanah yang diambil dari lokasi penambangan,

selengkapnya dapat dilihat pada tabel 12.

Tabel 12. Data hasil analisis tanah

No. Parameter

Yang

Dianalisis

Kode Sampel

Tanah

Alami -

1

Tanah

Alami -

2

Rerata

Tanah

Terusik

- 1

Tanah

Terusik -

2

Rerata

1. pH H20

(1:2,5)

3,71 3,59 3,65 3,65 3,69 3,67

2. N-Total

(%)

0,74 0,71 0,725 0,88 0,88 0,88

3. K-dd

(me/100g)

0,53 0,52 0,525 0,13 0,13 0,13

4. Ca-dd

(me/100g)

0,59 0,82 0,705 1,09 1,09 1,09

5. Mg-dd

(me/100g)

0,92 0,93 0,925 0,91 0,91 0,91

6. Na-dd

(me/100g)

0,10 0,11 0,105 0,08 0,08 0,08

7. BV

(g/cm3)

0,27 0,27 0,27 0,23 0,23 0,23

Sumber : Hasil analisis Lab. Dasar dan Analitik Universitas Palangka Raya, 2010.

Page 81: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Hasil analisis tanah kemudian dikonversi dalam bentuk skala

penilaian sifat kimia tanah. Skala dibuat berdasarkan kriteria dari Pusat

Penelitian Tanah dan Agroklimat, Departemen Pertanian (1983). Kriteria

penilaian sifat kimia tanah disajikan pada Tabel 13.

Tabel. 13. Kriteria penilaian sifat kimia tanah

Parameter Sifat

Tanah

Kriteria Penilaian

1

(Sangat

Rendah)

2

(Rendah)

3

(Sedang)

4

(Tinggi)

5

(Sangat

Tinggi)

C (%). < 1,00 1,00-2,00 2,01-3,00 3,01-5,00 > 5,00

N (%) < 0,10 0,10-0,20 0,21-0,50 0,51-0,75 > 0,75

C/N < 5 5 - 10 11 - 15 16 - 25 > 25

P2O5HC

(mh/100g)

< 10 10 - 20 21 - 40 41 - 60 > 60

P2O5 Bray 1

(ppm)

< 10 10 - 15 16 - 25 26 - 35 > 35

P2O5 Olsen < 10 10 -25 26 - 45 46 - 60 > 60

K2OHCL. 25 %

(mg/100g)

< 10 10 - 20 21 - 40 41 - 60 > 60

KTK

(me/100g)

< 5 5 - 16 17 - 24 25 - 40 > 40

Susunan Kation :

K

(me/100g)

< 0,1 0,1 – 0,2 0,3 – 0,5 0,6 – 1,0 > 1,0

Na

(me/100g)

< 0,1 0,1 – 0,3 0,4 – 0,7 0,8 – 1,0 > 1,0

Mg

(me/100g)

< 0,4 0,4 – 1,0 1,1 – 2,0 2,1 – 8,0 > 8,0

Ca

(me/100g)

< 2 2 - 5 6 - 10 11 - 20 > 20

Kejenuhan Basa

(%)

<20 20 - 35 36 - 50 51 - 70 > 70

Kejenuhan

Alluminium

(%)

< 10 10 – 20 21 - 30 31 - 60 > 60

pH H20 Sangat

Masam

Masam Agak

Masam

Netral Agak

Alkali

Alkalis

< 4,5 4,5 –

5,5

5,6 – 6,5 6,6 – 7,5 7,6 – 8,5 > 8,5

Sumber : Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor (1983)

Dari hasil analisis tanah (tabel 12) yang kemudian dikonversikan dalam

kriteria penilaian sifat kimia tanah (tabel 13), menunjukkan bahwa rerata pH H2O

Page 82: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

(1:2,5) pada tanah alami 3,65 dan rerata pH H2O (1:2,5) pada tanah terusik 3,67,

maka dikategorikan Sangat Masam karena < 4,5, rerata N-total pada tanah

alami yakni 0,725 dengan kategori Tinggi, sedangkan rerata N-total pada tanah

terusik adalah 0,88 dengan ketegori Sangat Tinggi. Kemudian rerata kandungan

K pada tanah alami berkisar antara 0,525 me/100g dengan kategori Sedang,

sedangkan pada tanah yang terusik 0,13 me/100g dengan kategori Rendah.

Selanjutnya rerata kandungan Ca pada tanah alami yakni 0,705 me/100g, dan pada

tanah terusik adalah 1,09 me/100g dengan kategori Sangat Rendah. Rerata

kandungan Na pada tanah alami yaitu 0,105 me/100g dengan kategori Rendah dan

pada tanah terusik dalam kriteria penilaian dikategorikan Sangat Rendah, yakni

0,08 me/100g. Sedangkan rerata kandungan Mg pada tanah alami adalah 0,925

me/100g dan pada tanah terusik yakni 0,91 dengan kategori Sangat Tinggi.

Dengan memperhatikan kriteria penilaian sifat kimia tanah dari Pusat

Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor (1983) terhadap parameter yang

dianalisis, maka tanah di lokasi penelitian secara umum dikategorikan mempunyai

tingkat kesuburan yang tergolong rendah, baik di lokasi penambangan (tanah

terusik) maupun di luar lokasi penambangan (tanah alami).

5.3. Analisis Kualitas Air di Lubang Bekas Galian

Air merupakan media bagi kehidupan dan jasad perairan. Oleh karena itu

kualitas air ini akan berpengaruh terhadap kondisi kesehatan manusia yang

mengkonsumsi air tersebut, terutama untuk keperluan air minum.

Page 83: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Kekeruhan air adalah sifat optik yang berhubungan dengan pembiasan dan

penyerapan cahaya oleh bahan-bahan yang mengapung dan melayang dalam air.

Dengan demikian kekeruhan, warna dan kejernihan serta padatan tersuspensi

suatu badan perairan dengan nilai kekeruhan tinggi akan menyebabkan penetrasi

cahaya terhalang sehingga aktivitas fotosintesa di perairan tersebut rendah dan

sebagai akibatnya produktivitasnya rendah pula. Parameter yang dianalisis

dalam analisis kualitas air terdiri dari : pH, NO2 (mg/l), NO3 (mg/l), K (mg/l), Ca

(mg/l), Na (mg/l), padatan terlarut / TDS (mg/l), serta padatan tersuspensi / TSS

(mg/l) yang mengacu pada Lampiran Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian

Pencemaran Air.

Data hasil pengujian laboratorium kemudian dibandingkan dengan baku

mutu air kelas II sebagaimana yang tercantum pada lampiran II Peraturan

Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air. Untuk mengkonversi hasil pengujian kualitas air

kedalam skala kualitas lingkungan, maka hasil pengujian kualitas air akan

dikonversi dalam bentuk Indeks Pencemaran (IP). Tujuan perhitungan indeks

pencemaran adalah untuk menggambarkan secara utuh kualitas air yang ada di

lokasi penelitian. Prosedur perhitungan berpedoman pada Keputusan Menteri

Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang Pedoman Penentuan

Status Mutu Air.

Page 84: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Pengambilan sampel air dilakukan pada lokasi di luar lokasi kegiatan

penambangan (kondisi perairan yang belum terusik) dan di lokasi kegiatan

penambangan (air di lubang bekas galian) seperti terlihat pada gambar 18 dan 19.

Gambar 18. Pengambilan sampel air yang dilakukan oleh

penulis pada lokasi di luar kegiatan

penambangan (kondisi belum terusik) (photo

diambil pada tanggal 01 Nopember 2010).

Gambar 19. Pengambilan sampel air pada lubang bekas

galian tambang di lokasi “Tambang-3 (HS)”

(photo diambil pada tanggal 01 Nopember

2010).

Page 85: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Hasil perhitungan status mutu air kemudian dikonversi ke dalam skala

kualitas lingkungan dengan skala sebagaimana disajikan pada tabel 14.

Tabel 14. Skala penilaian kualitas air permukaan

Nilai Indeks Pencemaran

(Pollutant Index)

Status Mutu Air Skala Penilaian

0 ≤ PIj ≤ 1,0 Memenuhi baku mutu Sangat baik (skala 5)

1,0 < PIj ≤ 5,0 Cemar Ringan Baik (skala 4)

5,0 < PIj ≤ 10 Cemar Sedang Sedang (skala 3)

10 < PIj ≤ 15 Cemar Berat Buruk (skala 2)

PIj > 15 Cemar Sangat Berat Sangat Buruk (skala 1) Sumber : Lampiran II Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003.

Sedangkan hasil analisis kualitas air di lokasi penelitian di sajikan dalam

tabel 15.

Tabel 15. Data hasil analisis kualitas air di lokasi penelitian

No.

Parameter

Yang

Dianalisis

Satuan

Kode Sampel

Alami -

1

Alami -

2 Rerata

Rusak -

1

Rusak -

2 Rerata

1. pH 4,05 3,98 4,015 3,87 3,81 3,840

2. NO2 mg/l 0,04 0,03 0,035 0,06 0,07 0,065

3. NO3 mg/l 0,21 0,32 0,265 1,50 1,82 1,660

4. K mg/l 1,36 1,37 1,365 1,57 1,67 1,620

5. Cu mg/l 1,08 0,90 0,990 2,60 4,08 3,340

6. Mn mg/l 0,14 0,13 0,135 0,31 0,34 0,325

7. Na mg/l 0,24 0,21 0,225 0,97 1,02 0,995

8. TDS mg/l 68,00 104,00 86,000

126,00 168,00 147,00

0

9 TSS mg/l 132,00 126,00 129,00

0

710,00 704,00 707,00

0 Sumber : Hasil analisis Lab. Dasar dan Analitik Universitas Palangka Raya, 2010.

Gambaran tentang kualitas air pada lokasi penelitian yang diperoleh dari

hasil analisis laboratorium terhadap sampel air yang diambil dari luar lokasi

penambangan (kanal) dapat dilihat pada tabel 16 berikut ini.

Page 86: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Tabel 16. Penentuan indeks pencemaran (IP) untuk baku mutu air kelas II

dengan kode sampel (Alami-1)

No. Parameter

Yang

Dianalisis

Hasil

Analisis

Laboratorium

( C )

Baku

Mutu

Kelas

II ( L

)

Indeks

Pencemaran

Sampel

IP = C / L

Status

Mutu Air

Skala

Penilaian

1. pH 4,05 6 - 9 0,697 Cemar

Ringan

Baik

(skala 4)

2.

NO2 (mg/l)

0,04

0,06

0,667

Memenuhi

Baku

Mutu

Sangat

Baik

(skala 5)

3.

NO3 (mg/l)

0,21

10

0,021

Memenuhi

Baku

Mutu

Sangat

Baik

(skala 5)

4.

K (mg/l)

1,36

(-)

5.

Ca (mg/l)

1,08

(-)

6.

Mg (mg/l)

0,14

(-)

7.

Na (mg/l)

0,24

(-)

8.

TDS

(mg/l)

68,00

1000

0,068

Memenuhi

Baku

Mutu

Sangat

baik

(skala 5)

9.

TSS (mg/l)

132,00

50

2,640

Cemar

Ringan

Baik

(skala 4)

IPparameter = C/Lrata-rata

0,819

IPparameter = C/Lmaksimum 2,640 Sumber : Hasil analisis Lab. Dasar dan Analitik UNPAR, 2010.

Keterangan : (-) parameter tersebut tidak dipersyaratkan.

Karena harga baku mutu pH memilki rentang, maka penentuan IP = C/L

dilakukan dengan cara :

Lrata-rata = 6 + 9 = 7,5 maka, IP = C/L untuk pH kode sampel (Alami-1)

2

= (4,05 - 7,5) = 0,696

( 9 - 4,05)

Page 87: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Dari data tabel 16 di atas maka nilai Indeks Pencemaran (IP) untuk Baku Mutu

Kelas II dapat ditentukan dengan persamaan :

IPsampel = √ (C/L)2

maksimum + (C/L)2

rata-rata

2

= √ (2,640)2 + (0,819)

2

2

= √ 6,969 + 0,670

2

= √ 7,639 / 2

= √ 3,8195

= 1,954

Maka sampel air dengan kode sampel (Alami-1), dinyatakan Tidak Memenuhi

Baku Mutu untuk Baku Mutu Air Kelas II, dan status mutu air dikategorikan

Cemar Ringan dengan skala penilaian Baik (Skala 4).

Selanjutnya untuk penentuan Indeks Pencemaran (IP) sampel air dengan

Kode Sampel (Alami-2) dapat dilihat pada tabel 17 di bawah ini :

Page 88: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Tabel 17. Penentuan indeks pencemaran (IP) untuk baku mutu air kelas II

dengan kode sampel (Alami-2)

No. Parameter

Yang

Dianalisis

Hasil

Analisis

Laboratorium

( C )

Baku

Mutu

Kelas

II ( L

)

Indeks

Pencemaran

Sampel

IP = C / L

Status

Mutu Air

Skala

Penilaian

1. pH 3,98 6 - 9 0,701 Cemar

Ringan

Baik

(skala 4)

2.

NO2 (mg/l)

0,03

0,06

0,500

Memenuhi

Baku

Mutu

Sangat

Baik

(skala 5)

3.

NO3 (mg/l)

0,32

10

0,032

Memenuhi

Baku

Mutu

Sangat

Baik

(skala 5)

4.

K (mg/l)

1,37

(-)

5.

Ca (mg/l)

1,90

(-)

6.

Mg (mg/l)

0,13

(-)

7.

Na (mg/l)

0,21

(-)

8.

TDS

(mg/l)

104,00

1000

0,104

Memenuhi

Baku

Mutu

Sangat

baik

(skala 5)

9.

TSS (mg/l)

126,00

50

2,520

Cemar

Ringan

Baik

(skala 4)

IPparameter = C/Lrata-rata 0,771

IPparameter = C/Lmaksimum 2,520 Sumber : Hasil analisis Lab. Dasar dan Analitik UNPAR, 2010.

Keterangan : (-) parameter tersebut tidak dipersyaratkan.

Karena harga baku mutu pH memilki rentang, maka penentuan IP = C/L

dilakukan dengan cara :

Lrata-rata = 6 + 9 = 7,5 maka, IP = C/L untuk pH kode sampel (Alami-2)

2

= (3,98 - 7,5) = 0,701

( 9 - 3,98)

Page 89: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Dari dari tabel 17 di atas maka nilai Indeks Pencemaran (IP) untuk Baku Mutu

Kelas II dapat ditentukan dengan persamaan :

IPsampel = √ (C/L)2

maksimum + (C/L)2

rata-rata

2

= √ (2,520)2 + (0,771)

2

2

= √ 6,350 + 0,544

2

= √ 6,944 / 2

= √ 3,472

= 1,863

Maka sampel air dengan kode sampel (Alami-2), dinyatakan Tidak Memenuhi

Baku Mutu untuk Baku Mutu Air Kelas II, dan status mutu air dikategorikan

Cemar Ringan dengan skala penilaian Baik (Skala 4).

Sedangkan untuk penentuan Indeks Pencemaran (IP) sampel air dengan

Kode Sampel (Rusak-1) dapat disajikan pada tabel 18 di bawah ini :

Page 90: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Tabel 18. Penentuan indeks pencemaran (IP) untuk baku mutu air kelas II

dengan kode sampel (Rusak-1)

No. Parameter

Yang

Dianalisis

Hasil

Analisis

Laboratorium

( C )

Baku

Mutu

Kelas

II ( L

)

Indeks

Pencemaran

Sampel

IP = C / L

Status

Mutu Air

Skala

Penilaian

1. pH 3,87 6 - 9 0,708 Cemar

Ringan

Baik

(skala 4)

2.

NO2 (mg/l)

0,06

0,06

1,000

Cemar

Ringan

Baik

(skala 4)

3.

NO3 (mg/l)

1,50

10

0,150

Memenuhi

Baku

Mutu

Sangat

Baik

(skala 5)

4.

K (mg/l)

1,37

(-)

5.

Ca (mg/l)

0,90

(-)

6.

Mg (mg/l)

0,13

(-)

7.

Na (mg/l)

0,21

(-)

8.

TDS

(mg/l)

126,00

1000

0,126

Memenuhi

Baku

Mutu

Sangat

baik

(skala 5)

9.

TSS (mg/l)

710,00

50

14,200

Cemar

Berat

Buruk

(skala 2)

IPparameter = C/Lrata-rata 3,237

IPparameter = C/Lmaksimum 14,200 Sumber : Hasil analisis Lab. Dasar dan Analitik UNPAR, 2010.

Keterangan : (-) parameter tersebut tidak dipersyaratkan.

Karena harga baku mutu pH memilki rentang, maka penentuan IP = C/L

dilakukan dengan cara :

Lrata-rata = 6 + 9 = 7,5 maka, IP = C/L untuk pH kode sampel (Rusak-1)

2

= (3,87 - 7,5) = 0,708

( 9 - 3,87)

Page 91: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Berdasarkan data tabel 18 di atas maka nilai Indeks Pencemaran (IP) untuk Baku

Mutu Kelas II dapat ditentukan dengan persamaan :

IPsampel = √ (C/L)2

maksimum + (C/L)2

rata-rata

2

= √ (14,200)2 + (3,237)

2

2

= √ 201,640 + 11,069

2

= √ 212,709 / 2

= √ 106,355

= 10,313

Maka sampel air dengan kode sampel (Rusak-1), dinyatakan Tidak Memenuhi

Baku Mutu untuk Baku Mutu Air Kelas II, dan status mutu air dikategorikan

Cemar Berat dengan skala penilaian Buruk (Skala 2).

Kemudian dalam menentukan Indeks Pencemaran (IP) sampel air dengan

Kode Sampel (Rusak-2) dapat dilihat pada tabel 19 di bawah ini :

Page 92: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Tabel 19. Penentuan indeks pencemaran (IP) untuk baku mutu air kelas II

dengan kode sampel (Rusak-2)

No. Parameter

Yang

Dianalisis

Hasil

Analisis

Laboratorium

( C )

Baku

Mutu

Kelas

II ( L

)

Indeks

Pencemaran

Sampel

IP = C / L

Status

Mutu Air

Skala

Penilaian

1. pH 3,81 6 - 9 0,711 Cemar

Ringan

Baik

(skala 4)

2.

NO2 (mg/l)

0,07

0,06

1,167

Cemar

Ringan

Sangat

Baik

(skala 5)

3.

NO3 (mg/l)

1,82

10

0,182

Memenuhi

Baku

Mutu

Sangat

Baik

(skala 5)

4.

K (mg/l)

1,67

(-)

5.

Ca (mg/l)

4,08

(-)

6.

Mg (mg/l)

0,34

(-)

7.

Na (mg/l)

1,02

(-)

8.

TDS

(mg/l)

168,00

1000

0,168

Memenuhi

Baku

mutu

Sangat

baik

(skala 5)

9.

TSS (mg/l)

704,00

50

14,080

Cemar

Berat

Baik

(skala 4)

IPparameter = C/Lrata-rata 3,262

IPparameter = C/Lmaksimum 14,080 Sumber : Hasil analisis Lab. Dasar dan Analitik UNPAR, 2010.

Keterangan : (-) parameter tersebut tidak dipersyaratkan.

Karena harga baku mutu pH memilki rentang, maka penentuan IP = C/L

dilakukan dengan cara :

Lrata-rata = 6 + 9 = 7,5 maka, IP = C/L untuk pH kode sampel (Rusak-2)

2

= (3,81 - 7,5) = 0,711

( 9 - 3,81)

Page 93: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Dari data tabel 19 di atas maka nilai Indeks Pencemaran (IP) untuk Baku Mutu

Kelas II dapat ditentukan dengan persamaan :

IPsampel = √ (C/L)2

maksimum + (C/L)2

rata-rata

2

= √ (14,080)2 + (3,262)

2

2

= √ 198,246 + 10,641

2

= √ 208,887 / 2

= √ 104,444

= 10,220

Maka sampel air dengan kode sampel (Rusak-2), dinyatakan Tidak Memenuhi

Baku Mutu untuk Baku Mutu Air Kelas II, dan status mutu air dikategorikan

Cemar Berat dengan skala penilaian Buruk (Skala 2).

Berdasarkan dari data tabel 16 dan tabel 17 dapat dilihat secara umum

bahwa kualitas air yang berada di luar lokasi penambangan berada pada skala 4

dengan kategori Baik, sedangkan kualitas air di lokasi penambangan (data tabel

18 dan tabel 19) dikategorikan Buruk dan berada pada skala 2 dengan status mutu

air Cemar Berat.

Page 94: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

5.4. Analisis Benthos Yang Berada di Lubang Bekas Galian Pasir

Benthos merupakan biota perairan yang sebagian besar hidup di dasar

perairan sehingga apabila keadaan substratnya baik, maka benthos dapat hidup

dan berkembang biak dengan baik. Perkiraan dampak terhadap biota akibat

kegiatan penambangan pasir, dilakukan dengan metode analogi, yaitu dengan

membandingkan hasil laboratorium dengan skala penilaian kualitas lingkungan

biota perairan.

Sedangkan skala penilaian kualitas lingkungan biota perairan dapat dilihat

pada tabel 20.

Tabel 20. Skala penilaian kualitas lingkungan biota perairan

No. Parameter

Skala Penilaian

1 (Sangat

Buruk)

2 (buruk) 3 (Sedang) 4 (Baik) 5 (Sangat

Baik)

1. Indeks

Keanekaragaman

(H)

< 0,5 0,5 - 1,4 1,5 - 1,9 2,0 - 3,0 > 3,0

2. Indeks

Keseragaman

(E)

0,0 - 2,0 0,3 - 0,4 0,5 - 0,6 0,7 - 0,8 0,9 - 1,0

3. Indeks Dominasi

(D)

0,9 - 1,0 0,7 - 0,8 0,5 - 0,6 0,3 - 0,4 0,0 - 0,2

4. Komposisi Jenis < 2 jenis 2 - 3 jenis 3 - 4 jenis 5 - 6 jenis > 6 jenis

5. Kelimpahan

Phytoplankton

< 8,5

individu/l

8,51 - 17

individu/l

17,1 - 25,5

individu/l

25,51 - 34

individu/l

> 34

individu/l

6. Kelimpahan

Zooplankton

< 179

individu/l

180 - 362

individu/l

363 - 542

individu/l

543 - 722

individu/l

> 723

individu/l

7. Kelimpahan

Benthos

< 50

individu/m2

51 - 74

individu/m2

75 - 99

individu/m2

100 - 124

individu/m2

> 124

indivudi/m2

Sumber : Fandelli, 1992.

Benthos yang terdapat di luar lokasi penambangan hanya terdapat satu

Genera dengan Phyllum insecta yakni (Chironomus) yang terdapat di ST.III dan

Page 95: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

ST.IV yang merupakan lokasi yang belum terusik oleh kegiatan penambangan

atau yang masih alami, sedangkan pada lubang bekas galian tidak terdapat

adanya benthos. Hasil analisa benthos, dapat dilihat pada tabel 21.

Tabel 21. Hasil analisa benthos

No. Phyllum Genera Kode Sampel

ST. I ST. II ST. III ST. IV

1. Insecta Chironomus - - 704 1804

Kelimpahan (individu/m2) 0 0 704 1804

Indeks Keanekaragaman (Shanon -

Wiener) 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

Indeks Keseragaman 0,0000 0,0000 0,0000 0,0000

Indeks Dominasi 0,0000 0,0000 1,0000 1,0000

Jumlah Taksa 0 0 1 1 Sumber : Laboratorium Kualitas Air, Fakultas Perikanan Unlam, Banjarbaru, 2010.

Keterangan : ST. I dan ST. II merupakan lubang bekas galian tambang.

ST. III dan ST. IV merupakan lokasi perairan di sekitar lokasi penambangan

yang belum terusik.

Dari hasil analisa benthos (tabel 21) dapat diketahui bahwa untuk indeks

kelimpahan, keanekaragaman, keseragaman dan indeks dominasi benthos pada

lubang bekas galian tambang dinyatakan SANGAT BURUK, hal ini karenakan

tidak terdapatnya benthos. Sedangkan pada lokasi di sekitar lokasi penambangan

yang belum terusik dapat diketahui bahwa indeks kelimpahan (individu/m2)

dikategorikan SANGAT BAIK berkisar antara 704 - 1804, kemudian pada indeks

keanekaragaman (shanon-wiener) dengan nilai 0,000 dinyatakan SANGAT

BURUK karena < 0,5. Selanjutnya pada indeks Keseragaman dengan nilai 0,000

dinyatakan SANGAT BURUK, sedangkan pada indeks dominasi dengan nilai

1,0000 dinyatakan SANGAT BURUK.

Berdasarkan data tersebut di atas, bahwa kualitas lingkungan pada lubang

bekas galian berada pada skala yang sangat buruk. Sedangkan pada lahan di luar

Page 96: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

lokasi penambangan yang merupakan lahan belum terusik memperlihatkan tingkat

kelimpahan yang sangat baik, namun pada indeks keseragaman menunjukkan

skala sangat buruk, hal ini karena di dominasi oleh 1 (satu) genera benthos saja

yakni chironomus.

5.5. Tingkat Kerusakan Lahan

Dengan pengharkatan tingkat kerusakan lahan di masing-masing lokasi

penambangan dapat diketahui interaksi dari komponen lingkungan fisik terhadap

kerusakan lahan di Kelurahan Kalampangan. Variabel yang diukur dan diteliti,

pada tiap lokasi diketahui klas, skor dan kriteria tingkat kerusakan lahan akibat

penambangan pasir dapat dilihat pada tabel 22.

Tabel 22. Klasifikasi kerusakan lahan pada masing-masing lokasi penambangan

No. Variabel

Bobot Penilaian (skor) masing-masing lokasi tambang

Tambang

1

(YS)

Tambang

2

(CV.DG)

Tambang

3

(AS)

Tambang

4

(ZB)

Tambang

5

(HS)

Tambang

6

(ALT)

Tambang

7

(BAD)

1. Batas tepi

galian

3 3 3 3 3 3 3

2. Tinggi dinding

/ batas

kedalam

3 3 3 3 3 3 3

3. Pengangkutan

bahan galian

- - - 1 1 1 1

4. Kondisi jalan 1 1 1 1 1 1 1

5. Luas

reklamasi

3 3 3 3 3 3 3

6. Pengembalian

tanah pucuk

3 3 3 3 3 3 3

Jumlah Skor 13 13 13 14 14 14 14

Klas / Kriteria

Kerusakan

II

SEDANG

II

SEDANG

II

SEDANG

III

BERAT

III

BERAT

III

BERAT

III

BERAT Sumber : Analisis data primer, 2010.

Page 97: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Dari data tabel 22. secara umum tingkat kerusakan lahan akibat kegiatan

penambangan berdasarkan Variabel yang diukur dan diteliti, pada tiap lokasi

diketahui klas, skor dan kriteria tingkat kerusakan lahan akibat penambangan pasir

dikategorikan dalam Klas / Kriteria Rusak Sedang - Berat.

5.6. Dampak Kegiatan Penambangan Pasir

Hasil penelitian lapangan menujukkan bahwa dampak dari kegiatan

penambangan pasir dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu : dampak secara

langsung dan dampak tidak langsung. Dampak langsung berupa hilangnya tanah

penutup, dan rusaknya vegetasi. Dampak secara tidak langsung yaitu adanya

pencemaran debu, gas buang, ceceran oli dan pasir di sepanjang jalan umum, dan

berubahnya suhu udara disekitar lokasi penambangan.

Disisi lain dampak positif tidak dirasakan oleh warga masyarakat

Kelurahan Kalampangan, karena berdasarkan data dari kantor Kecamatan

Sabangau tidak ada penduduk Kecamatan Sabangau yang bekerja sebagai

penambang. Hal ini menunjukkan bahwa tenaga kerja yang terserap pada

kegiatan pertambangan bukanlah warga masyarakat atau penduduk di sekitar

lokasi penambangan

5.7. Pengelolaan Lahan Bekas Tambang

Penggalian lahan untuk pengambilan pasir menyisakan lubang-lubang

bekas galian dengan kedalaman 5 – 6 meter dan luas yang beragam. Lubang

bekas galian tersebut akan terisi oleh air tanah dan hujan sehingga tampak seperti

Page 98: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

sebuah danau seperti terlihat pada gambar 14, atau jika tidak terisi air maka

tampak seperti sebuah jurang atau lembah. Pengelolaan lahan bekas

penambangan adalah upaya pengembalian atau perbaikan lahan yang rusak

menjadi keadaan yang lebih baik dan lebih berdaya guna untuk pertanian maupun

non pertanian.

Gambar 20. Bekas Galian Yang Menjadi Danau /

Kolam di lokasi “Tambang-6(ALT)” (photo

diambil pada tanggal 19 Oktober 2010).

Terjadinya kerusakan pada lahan bekas lokasi penambangan perlu

mendapat perhatian dari pemerintah daerah, terutama bagi yang melakukan

kegiatan penambangan. Merupakan kewajiban bagi penambang untuk

melakukan reklamasi lahan pasca tambang sesuai dengan Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 78 Tahun 2011 tentang Reklamasi dan Pasca

Tambang.

Page 99: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Reklamasi adalah kegiatan yang bertujuan memperbaiki atau menata

kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar

dapat berfungsi dan berdayaguna sesuai peruntukannya. Reklamasi tidak berarti

akan mengembalikan seratus persen sama dengan kondisi rona awal (Suprapto,

2008).

Kegiatan reklamasi tidak harus menunggu sampai seluruh kegiatan

penambangan berakhir, terutama pada lahan penambangan yang luas. Reklamasi

sebaiknya dilakukan secepat mungkin pada lahan bekas penambangan yang telah

selesai dieksploitasi, walaupun kegiatan penambangan tersebut secara keseluruhan

belum selesai karena masih terdapat deposit bahan tambang yang belum

ditambang. Sasaran akhir dari reklamasi adalah untuk memperbaiki lahan bekas

tambang agar kondisinya aman, stabil dan tidak mudah tererosi sehingga dapat

dimanfaatkan kembali. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam

pengelolaan lingkungan pada tahap reklamasi adalah sebagai berikut :

Rencana atau model reklamasi disesuaikan dengan kondisi lahan;

Luas areal yang direklamasi sama dengan luas areal penambangan;

Memindahkan dan menempatkan tanah pucuk pada tempat tertentu dan

mengatur sedemikian rupa untuk keperluan revegetasi;

Mengembalikan / memperbaiki pola drainase alam yang rusak;

Menghilangkan / memperkecil kandungan (kadar) bahan beracun (jika

ada) sampai ke tingkat yang aman sebelum dibuang ke suatu tempat

pembuangan;

Page 100: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Mengembalikan lahan seperti semula atau sesuai dengan tujuan

penggunaan;

Memperkecil erosi selama dan setelah proses reklamasi;

Memindahkan seluruh peralatan yang sudah tidak digunakan lagi ke

tempat yang dianggap aman;

Permukaan tanah yang padat harus digemburkan, atau ditanami dengan

tanaman pionir yang akarnya mampu menembus tanah yang keras;

Jenis tanaman yang akan dipergunakan untuk revegetasi harus sesuai

dengan rencana rehabilitasi (dapat berkonsultasi dahulu dengan dinas

terkait);

Mencegah masuknya hama dan gulma yang berbahaya;

Memantau dan mengelola areal reklamasi sesuai dengan kondisi yang

diharapkan (Kusuma, 2008).

Dalam beberapa kasus, lahan bekas penambangan tidak harus seluruhnya

direvegetasi, namun dapat dimanfaatkan untuk tujuan lain, misalnya menjadi

kolam persediaan air, padang golf, perumahan, kolam perikanan terpadu, tempat

rekreasi / wisata apabila dinilai lebih bermanfaat atau sesuai dengan rencana tata

ruang. Oleh karena itu, sebelum merencanakan reklamasi, sebaiknya

berkonsultasi dahulu dengan pemerintah daerah setempat, pemilik lahan atau

instansi terkait lainnya.

Berdasarkan kerusakan lahan akibat penambangan pasir di Kelurahan

Kalampangan, ada beberapa model reklamasi pada lahan bekas penambangan

yakni sebagai berikut :

Page 101: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

1. Pemanfaatan lahan bekas penambangan untuk dijadikan kolam persediaan

air (reservoir). Model atau sistem reklamasi ini dilakukan dengan cara

menata kembali lubang-lubang bekas galian tambang, kemudian pada area

antar lubang ditanami dengan tanaman keras dengan jenis akasia (seperti

pada gambar 21.).

Gambar 21. Model reklamasi yang dijadikan kolam persediaan air

: Kolam Bekas Tambang

: Jalan masuk tambang / area penyangga

: Basecamp pekerja

: Tanaman Reklamasi

Page 102: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

2. Pengelolaan lahan bekas galian pasir dapat dikembangkan untuk budidaya

itik petelor dan itik pedaging serta perikanan terpadu seperti gambar 22, 23

dan 24 di bawah ini.

Gambar 22. Papan reklame kegiatan pemanfaatan lahan

bekas tambang pada lokasi “Tambang-7

(BAD)” (photo diambil pada tanggal 10

April 2011).

Gambar 23.Pengembangan peternakan itik pada lubang

bekas galian pasir di lokasi “Tambang-7

(BAD)” (photo diambil pada tanggal 10

April 2011)

Page 103: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Gambar 24. Karamba jaring apung pada lubang bekas

galian pasir pada lokasi “Tambang-7

(BAD)” (photo diambil pada tanggal 10

April 2011)

3. Model reklamasi yang lain yakni berupa pemanfaatan lubang bekas

penambangan menjadi sesuatu yang baru seperti dijadikannya tempat

rekreasi atau obyek wisata seperti pada gambar 25 dan 26. Model / sistem

reklamasi seperti ini memerlukan penanganan yang lebih serius, apabila

dalam perencanaan pengembangan suatu tempat wisata / rekreasi yakni

dengan dibangunnya berbagai fasilitas hiburan. Penambahan fasilitas

hiburan dengan melalukan penggalian lahan lagi, maka top soil harus

dikembalikan sebagai bahan penutup pada penanaman ganti lokasi yang

digali. Penambahan fasilitas hiburan juga hendaknya diarahkan untuk

pembelajaran bagi pengunjung untuk memelihara alam, misalnya dengan

memberi kesempatan kepada pengunjung untuk melakukan penanaman

pada lokasi yang ditetapkan dengan membeli bibit yang disediakan oleh

Page 104: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

pengelola sehingga kunjungan ke obyek wisata juga merupakan

kesempatan untuk peduli lingkungan.

Gambar 25. Bekas lubang galian pasir yang dijadikan

obyek wisata atau taman wisata (photo

diambil tanggal 01 Mei 2011, lokasi

Taman Gaul km. 21 Jalan Tjilik Riwut)

Gambar 26. Bekas lubang galian pasir yang dijadikan

obyek wisata atau taman wisata (photo

diambil tanggal 01 Mei 2011, lokasi

Taman Gaul km. 21 Jalan Tjilik Riwut)

Page 105: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

4. Selain itu sistem atau model reklamasi dapat dilakukan dengan cara

meratakan dan menimbun permukaan tanah. Penimbunan dengan

menggunakan tanah urug atau gambut yang tidak diambil selama

penambangan dan kemudian ditutupi dengan menggunakan tanah subur.

Bekas tambang dapat kembali menjadi lahan tegalan, atau kebun campuran

setelah proses perataan. Kebun campuran ini dapat ditanami dengan

kacang tanah, jagung, ubi kayu atau juga dengan jenis tanaman keras yakni

dari jenis buah-buahan.

Gambar 27. Penampang lahan sebelum direklamasi.

Dalam rangka reklamasi lahan bekas penambangan, ada 4 (empat) tahap

pekerjaan yang perlu dilakukan yaitu :

a). Lubang-lubang galian ditimbun dengan sampah organik (sampah yang

mudah membusuk, terdiri dari sisa sayuran dan atau makanan, serta

sampah daun-daun kering) seperti pada gambar 28.

Page 106: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Gambar 28. Penampang lahan yang ditimbun sampah organik.

b). Di atas timbunan sampah organik tersebut kemudian dilapisi dengan

timbunan tanah urug atau gambut (gambar 29).

Gambar 29. Penampang lahan yang dilapisi timbunan

tanah urug dan atau gambut.

c). Di atas timbunan tanah urug atau gambut, kemudian diberi lapisan

tanah subur sebagai pengganti lapisan tanah pucuk (top soil). Lapisan

tanah subur ini disebar secara merata di atas lapisan tanah urug atau

gambut (gambar 30).

Page 107: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Gambar 30. Penampang lahan yang telah dilapisi tanah

subur.

d). Pada tahap ini, dilakukan penanaman kembali dengan jenis tanaman

keras yaitu dari jenis buah-buahan (gambar 31 dan 32).

Gambar 31. Penampang lahan bekas tambang yang telah

direklamasi.

Page 108: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Gambar 32. Penampang lahan bekas tambang yang telah

direklamasi.

5.8. Uji Hipotesis

a). Hipotesis I

Perbedaan tingkat kerusakan lahan dipengaruhi oleh banyaknya kegiatan

penambangan pasir. Timbulnya kerusakan lahan seringkali terjadi pada

usaha pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang tidak didasari

pada prinsip-prinsip pelestarian, semakin banyak usaha / kegiatan

penambangan yang dilakukan maka lahan akan rusak dan berubah bentuk

atau kondisinya.

b). Hipotesis II

Pengendalian kegiatan penambangan pasir akan mengurangi kerusakan

pada lahan. Kegiatan penambangan terutama yang menggunakan

tambang terbuka, sudah tentu akan merubah bentuk bentang lahan.

Namun hal itu tidak berarti merusak lingkungan, karena sifatnya hanya

sementara dan pada akhir kegiatan penambangan lahan tersebut akan

Page 109: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

direhabilitasi kembali. Hal ini bisa terjadi apabila kegiatan penambangan

tersebut dirancang dan dikelola dengan baik. Kegiatan penambangan

yang sering menimbulkan kesan selalu merusak lingkungan, ini

disebabkan karena kegiatan penambangan tersebut tidak dikelola dengan

baik dan tidak memperhatikan keseimbangan dan daya dukung

lingkungannya. Suatu kegiatan penambangan yang dikelola dengan baik

atau yang berwawasan lingkungan menghasilkan manfaat yang besar dan

tidak merusak lingkungan fisik. Bahkan tidak mustahil bahwa suatu lahan

bekas tambang yang direklamasi dengan benar akan menjadikan lahan

tersebut lebih bermanfaat dibandingkan sebelum adanya kegiatan

penambangan.

Page 110: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan tujuan dari penelitian tentang kajian kerusakan lahan akibat

penambangan pasir di Kelurahan Kalampangan, Kecamatan Sabangau, Kota

Palangka Raya, dapat disimpulkan bahwa kerusakan lahan diakibatkan

penambangan pasir tidak menerapkan sistem penambangan yang benar.

Pengaruh langsung dari sistem penambangan pasir yang tidak benar tersebut,

yakni rusaknya bentang lahan, terbentuk lubang bukaan yang luas dan dalam,

sedangkan pengaruh tidak langsung, dengan adanya perubahan suhu di lokasi

bekas penambangan yang tidak direklamasi, pencemaran debu dan gas buang.

Akibat tidak direklamasinya bekas galian tersebut, sehingga pada musim

penghujan akan terbentuk danau atau kolam yang luas dan dalam. Dengan

kedalaman lubang galian disetiap lokasi penambangan pasir berkisar antara 6 m -

6,75 m dari permukaan lubang. Adapun tingkat kerusakan lahan akibat

penambangan pasir berada pada kriteria rusak sedang - berat.

Tanah di lokasi penelitian secara umum dikategorikan mempunyai tingkat

kesuburan yang tergolong rendah, baik dilokasi penambangan (tanah terusik)

maupun di luar lokasi penambangan (tanah alami). Secara umum bahwa kualitas

air yang berada di luar lokasi penambangan berada pada skala 4 dengan kategori

baik, sedangkan kualitas air dilokasi penambangan dikategorikan buruk dan

berada pada skala 2 dengan status mutu air cemar berat. Kemudian berdasarkan

data analisa benthos, bahwa kualitas lingkungan pada lubang bekas galian berada

Page 111: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

pada skala yang sangat buruk karena tidak terdapatnya atau tidak

teridentifikasinya benthos, sedangkan pada lokasi di luar penambangan yang

belum terusik memperlihatkan tingkat kelimpahan yang sangat baik, namun pada

indeks keseragaman menunjukkan skala sangat buruk, hal ini karena didominasi

oleh 1 (satu) genera benthos saja.

6.2. Saran

Berdasarkan hasil dari penelitian dan bertitik tolak pada kesimpulan, maka

saran yang berkaitan dengan kerusakan lahan akibat penambangan pasir sebagai

berikut : 1) melakukan pendataan kegiatan penambangan di Kelurahan

Kalampangan, baik yang illegal (tidak memiliki ijin) maupun yang memiliki ijin;

2). untuk mengantisipasi meluasnya kerusakan lahan, akibat dari kegiatan

penambangan pasir yang terus berlangsung perlu dilakukan penghentian

sementara (moratorium) terhadap semua kegiatan penambangan di Kelurahan

Kalampangan; 3). segera dilakukan inventarisasi lahan bekas tambang, untuk

dilakukan reklamasi yang benar sesuai dengan peruntukkan dan penggunaannya;

4). segera melakukan zonasi kawasan pertambangan yang ditetapkan dengan

peraturan.

Berdasarkan kerusakan lahan akibat penambangan pasir, ada beberapa

model / sistem reklamasi pada lahan bekas penambangan yakni : 1). lahan bekas

penambangan tersebut dijadikan kolam persediaan air; 2). juga dapat dijadikan

kawasan rekreasi atau wisata;

Page 112: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

3). pemanfaatan lahan bekas galian pasir dapat dikembangkan untuk

budidaya itik petelor dan itik pedaging serta perikanan terpadu (dengan

pembuatan karamba jaring apung); 4). sistem reklamasi dengan cara menimbun

dan meratakan lubang-lubang bekas galian, kemudian ditanami dengan tanaman

keras penghasil kayu maupun tanaman perkebunan.

Sesuai dengan Rencana Pembangunan Investasi Jangka Menengah Kota

Palangka Raya Tahun 2009 – 2029 (peta terlampir), bahwa kawasan tersebut

merupakan kawasan pemukiman dan penggunaan lainnya yang dapat dijadikan

kawasan budidaya, sehingga diperlukan sosialisasi dari instansi terkait tentang

pentingnya pelestarian lingkungan serta ditingkatkannya pengawasan dan

penertiban terhadap penambangan yang tidak memiliki perijinan, kemudian

dilakukan pengendalian dalam periijanan.

Page 113: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

DAFTAR PUSTAKA

Anto. 2008. Pengaruh Penambangan Pasir Terhadap Kualitas Lahan Di

Kecamatan Cimalaka Kabupaten Sumedang, Skripsi, S.Pd, Jurusan

Pendidikan Geografi, Fakultas Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial,

Universitas Pendidikan Indonesia, Bandung.

Ambyo, S.M. 1995. Teknologi Pertambangan yang Berwawasan Lingkungan,

Temu Profesi Tahunan IV, Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia,

Bandung.

Arsyad, Sitanala. 2006. Konservasi Tanah dan Air, Edisi Kedua, Institut Pertanian

Bogor Press, Bogor

Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) Kota Palangka Raya.

2007. Selayang Pandang Kota Palangka Raya, Palangka Raya.

Bungin, H.M.B. 2007. Penelitian Kualitatif : Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan

Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya, Kencana Prenada Media Group, Jakarta.

BPP Kalampangan. 2010. Rencana Kerja Penyuluhan Pertanian Tahun 2009,

Kalampangan.

Dinas Pertambangan dan Energi Kota Palangka Raya. 2002. Analisis Dampak

Lingkungan dan Rencana Reklamasi Bekas Penambangan Galian

Golongan C di Wilayah Kecamatan Pahandut dan Bukit Batu, Laporan

Hasil Studi, Palangka Raya.

Dinas Pertambangan dan Energi Kota Palangka Raya. 2005. Laporan

Inventarisasi, Penelitian Dan Pengembangan Potensi Sumberdaya Mineral

Wilayah Kota Palangka Raya Di Kecamatan Pahandut, Jekan Raya,

Sabangau, Palangka Raya.

Dinas Pertambangan dan Energi Kota Palangka Raya. 2009. Pengkajian Geologi

Tata Lingkungan di Kecamatan Sabangau, Laporan Akhir, Palangka Raya.

Darsono, V. 1995. Pengantar Ilmu Lingkungan, Universitas Atmajaya,

Yogyakarta.

Dyahwanti, Inarni Nur. 2008. Kajian Dampak Lingkungan Kegiatan

Penambangan Pasir pada Daerah Sabuk Hijau Gunung Sumbing di

Kabupaten Temanggung, Tesis, M.Si, Program Magister Ilmu

Lingkungan, Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro, Semarang.

Page 114: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Effendi, Hefni. 2003. Telaah Kualitas Air, Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan

Lingkungan Perairan, Kanisius, Yogyakarta.

Fandeli, Ch. 1992. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Prinsip Dasar dan

Pemapanannya Dalam Pembangunan, Liberty, Yogyakarta.

Firmansyah, Anang. 2008. Kalampangan Profil Desa Sukses Di Pertanian

Gambut Kalteng, Tabloid Sinar Tani, 30 Juli 2008,

Foth, Henry D. 1988. Dasar - Dasar Ilmu Tanah, edisi ketujuh, Terjemahan : Ir.

Endang Dwi Purbayanti,MS, Ir. Dwi Retno Lukiwati, MS, Ir. Rahayuning

Trimulatsih, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hasan, Iqbal. 2004. Analisis Data Penelitian Dengan Statistik, PT. Bumi Aksara,

Jakarta.

Heryanto, R, Nila, E.S, dan Rustandi, E. 1995. Peta Geologi Lembar

Palangkaraya, Skala 1 : 250.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan

Geologi (P3G), Bandung.

Inkantriani, Betha Patria. 2008. Evaluasi Daya Dukung Lingkungan Zona

Industri Genuk Semarang. Tesis, M.Si, Program Magister Ilmu

Lingkungan, Program Pasca Sarjana, Universitas Diponegoro, Semarang.

Kecamatan Sabangau Kota Palangka Raya. 2010. Profil Kecamatan Sabangau,

Kalampangan.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 1996. Keputusan

Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 43 Tahun 1996 tentang Kriteria

Kerusakan Lingkungan Bagi Usaha atau Kegiatan Penambangan bahan

Galian Golongan C Jenis Lepas di Daratan, Jakarta.

Kementerian Negara Lingkungan Hidup Republik Indonesia. 2003. Keputusan

Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 115 Tahun 2003 tentang

Pedoman Penentuan Status Mutu Air, Jakarta.

Kusuma, Adang P. 2008. Menambang Tanpa Merusak Lingkungan,

(http://bulletin.penataanruang.net/edisi_juli-agustus_2008 / upload / data_artikel /

menambang-tanpa-merusak-lingkungan.pdf), Badan Geologi, Departemen

Energi dan Sumber Daya Mineral, Bandung, di download pada hari Sabtu,

24 April 2011.

Margono, U, dan Sumartadipura, A.S. 1996. Peta Geologi Lembar Tewah (Kuala

Kurun), Skala 1 : 250.000, Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi

(P3G), Bandung.

Page 115: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Mitchel, B., B. Setiawan dan D.H. Rahmi. 2007. Pengelolaan Sumberdaya Dan

Lingkungan, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Najib. 2006. Kajian Geologi Lingkungan Dalam Evaluasi Tingkat Kerusakan

Lahan Akibat Pertambangan Bahan Galian Golongan C, Teknik – Vo. 28

No. 3 Tahun 2006, ISSN 0852-1697.

Notohadiprawiro, Tejoyuwono. 2006. Pengelolaan Lahan dan Lingkungan Pasca

Penambangan, Repro : Ilmu Tanah Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Notohadiprawiro, Tejoyuwono. 1999. Diagnosis Fisik, Kimia dan Hayati Tanah

Kerusakan Lahan, disampaikan pada Seminar Penyusunan Kriteria

Kerusakan Tanah / Lahan, Asmendep I LH / Bapedal Yogyakarta, 1- 3 Juli

1999.

Purwowidodo. 1991. Ganesa Tanah, Proses Ganesa dan Morfologi, Rajawali

Press, Jakarta.

Program Pasca Sarjana, Fakultas Pertanian Universitas Palangka Raya. 2009.

Panduan Penulisan Usulan Penelitian Dan Tesis, Palangka Raya.

Sekretariat Negara Republik Indonesia. 2001. Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan

Pengendalian Pencemaran Air, Jakarta.

Sekretariat Negara Republik Indonesia. 2010. Peraturan Pemerintah Republik

Indonesia Nomor 78 Tahun 2010 tentang Reklamasi dan Pasca Tambang,

Jakarta.

Syah, Soerjani. 1987. Lingkungan Sumber Alam dan Kependudukan dalam

Pembangunan, Universitas Indonesia, Jakarta.

Sitorus, S.R.P. 2003. Pengembangan Sumberdaya Lahan Berkelanjutan, Jurusan

Tanah, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor.

Suharto, Totok. 2010. Kajian Kualitas Lingkungan Akibat Penambangan Pasir

dan Batu, (http://totoksuharto.blogspot.com/2010/07/kajian-kualitas-

lingkungan-akibat.html). di download pada hari Sabtu 2 April 2011.

Suprapto, Sabtanto Joko. 2008, Tinjauan Reklamasi Lahan Bekas Tambang dan

Aspek Konservasi Bahan Galian. (http://psdg.bgl.esdm.go.id/buletin-

2008/tanto/makalah/reklamasi-lahan-bekas-tambang.pdf), Kelompok

Program Penelitian Konservasi, Pusat Sumber Daya Geologi, di download

pada hari Sabtu 2 April 2011.

Page 116: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Vandalisna. 2008. Konservasi Lahan Padi Sawah (Oryza Sativa, L) Dengan

Sistem Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Di Desa Aman Damai

Kecamatan Kuala Kabupaten Langkat, Tesis, M.Si, Sekolah Pasca Sarjana,

Universitas Sumatera Utara, Medan.

Yudhistira. 2008. Kajian Dampak Kerusakan Lingkungan Akibat Kegiatan

Penambangan Pasir di Daerah Kawasan Gunung Merapi (Studi Kasus di

Desa Keningar Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang, Propinsi Jawa

Tengah), Tesis, M.Si, Program Magister Ilmu Lingkungan, Program Pasca

Sarjana, Universitas Diponegoro, Semarang.

Page 117: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Lampiran 1. Bobot Penilaian (Skor) Untuk Beberapa Variabel

Variabel – variabel yang diamati dalam penelitian ini meliputi :

(1). Batas tepi galian;

a. Baik, bila batas tepi galian > 5 m dari tepi kepemilikan (ijin yang

diberikan), diberi bobot penilaian (skor) = 1;

b. Sedang, bila batas tepi galian 3 – 4 m dari tepi kepemilikan, diberi

bobot penilaian (skor) = 2;

c. Rusak, bila batas tepi galian < 3 m dari tepi kepemilikan, diberi bobot

penilaian (skor) = 3;

Yang dimaksud dengan batas tepi galian adalah jarak antara titik terluar

lubang dengan titik terdekat dari batas SIPD. Jarak lubang galian dari batas SIPD

merupakan zona penyangga agar lahan di luar batas SIPD tidak terganggu oleh

kegiatan penambangan.

Gambar. 1. Jarak Galian dengan Batas Lahan Penambangan (sumber : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 43 Tahun 1996)

Page 118: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Jika ada dua atau lebih SIPD yang berdampingan maka jarak lubang galian

masing-masing SIPD dapat mencapai batas SIPD yang berdampingan /

bersinggungan, sedangkan jarak lubang galian pada batas SIPD yang tidak

berdampingan / bersinggungan minimal 5 (lima) meter dari batas SIPD.

Gambar. 2. Jarak Galian dengan Batas Lahan Penambangan Yang

Bersinggungan (sumber : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 43 Tahun 1996)

(2). Tinggi dinding / batas kedalaman galian dari permukaan tanah awal;

a. Baik, bila tinggi dinding galian < 2 m, diberi bobot penilaian

(skor) = 1;

b. Sedang, bila tinggi dinding galian 2 -3 m, diberi bobot penilaian

(skor) = 2;

c. Rusak, bila tinggi dinding galian > 3 m, diberi bobot penilaian

(skor) = 3;

Dinding galian adalah pinggiran lubang secara menyeluruh dari

permukaan sampai dasar lubang. Untuk menjaga stabilitas dinding galian,

Page 119: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

kemiringan lereng dinding galian secara umum dibatasi maksimum 50% dan

harus dibuat berteras-teras. Setiap teras terdiri dari tebing teras dan dasar teras

sebagai parameter yang diamati. Tinggi tebing teras dibatasi, maksimum 3

meter sehingga batas toleransi bagi keamanan lingkungan disekitarnya.

Sedangkan lebar dasar teras minimum 6 m untuk mempertahankan agar

kemiringan dinding galian tidak lebih curam dari 50 %.

Gambar. 3. Relief Dinding Galian yang Disyaratkan untuk Semua Peruntukkan. (sumber : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 43 Tahun 1996)

Kedalaman lubang galian adalah jarak vertikal dari pemukaan lahan

hingga ke dasar lubang galian. Permukaan disini adalah permukaan awal pada

tepi lubang atau garis lurus yang menghubungkan tepi galian sebelum ada galian,

sedangkan dasar galian adalah lubang galian yang terdalam. Pengukuran

kedalaman lubang galian dilakukan dengan mengukur jarak dari permukaan awal

dengan dasar lubang terdalam.

Page 120: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Gambar. 4. Kedalaman Lubang Galian. (sumber : Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 43 Tahun 1996)

(3). Pengangkutan bahan galian (Truck pengangkut)

a. Baik, bila muatan < 10 % dari kapasitas truck (6 m3), diberi bobot

penilaian (skor) = 1;

b. Sedang, bila muatan kelebihan 10 – 20 % dari kapasitas truck (6 m3),

diberi bobot penilaian (skor) = 2;

c. Rusak, bila muatan kelebihan > 20 % dari kapasitas truck (6 m3), diberi

bobot penilaian (skor) = 3;

(4). Kondisi jalan umum yang dilewati truck angkutan bahan galian;

a. Baik, bila jalan umum tidak berlubang dan bergelombang, diberi

bobot penilaian (skor) = 1;

Page 121: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

b. Sedang, bila jalan umum sudah ada lubang dengan luas sebaran lubang

< 30 % dari sebelum ada penambangan, diberi bobot penilaian

(skor) = 2;

c. Rusak, bila jalan berlubang dengan sebaran lubang > 30 % dari sebelum

ada penambangan, diberi bobot penilaian (skor) = 3;

(5). Luas reklamasi

a. Baik, bila lahan yang direklamasi + luas lahan yang masih tertutup > 75

% dari luas kepemilikan / ijin, diberi bobot penilaian (skor) = 1;

b. Sedang, bila lahan yang direklamasi + luas lahan yang tertutup 50 – 75

% dari luas kepemilikan / ijin, diberi bobot penilaian (skor) = 2;

c. Rusak, bila lahan yang direklamasi + luas lahan yang tertutup < 50 %

dari luas kepemilikan / ijin, diberi bobot penilaian (skor) = 3;

(6). Pengembalian tanah pucuk untuk vegetasi.

a. Baik, bila tanah pucuk yang telah diambil dimanfaatkan > 90 %, diberi

bobot penilaian (skor) = 1;

b. Sedang, bila tanah pucuk yang telah diambil dimanfaatkan 50 – 90 %,

diberi bobot penilaian (skor) = 2;

c. Rusak, bila tanah pucuk yang telah diambil dimanfaatkan < 50 %,

diberi bobot penilaian (skor) = 3;

Page 122: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Lampiran 2. Hasil Perhitungan Dan Pengukuran Variabel di Lokasi Tambang-

1 (YS).

Luas : 5,00 Ha

No SK. : 298 Tahun 2007, tanggal 20 Nopember 2007

No. Variabel

Hasil Pengukuran

/ Pengamatan

Bobot

Penilaian

(Skor)

Kategori

1.

Batas tepi galian 0,00 meter 3 Rusak

2.

Tinggi dinding / batas

kedalaman galian dari

permukaan tanah awal

6,15 meter 3 Rusak

3. Pengangkutan bahan

galian (truck pengangkut) Tidak beroperasi - -

4.

Kondisi jalan umum yang

dilewati truck angkutan

bahan galian

tidak berlubang

dan

bergelombang

1 Baik

5.

Luas reklamasi tidak

dilaksanakan 3 Rusak

6. Pengembalian tanah pucuk

untuk vegetasi

tidak

dikembalikan 3 Rusak

Page 123: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Lampiran 3. Hasil Perhitungan Dan Pengukuran Variabel di Lokasi Tambang-

2 (CV.DG).

Luas : 20,20 Ha

No SK. : 122 Tahun 2007, tanggal 16 April 2007

No. Variabel

Hasil Pengukuran

/ Pengamatan

Bobot

Penilaian

(Skor)

Kategori

1.

Batas tepi galian 0,00 meter 3 Rusak

2.

Tinggi dinding / batas

kedalaman galian dari

permukaan tanah awal

6,12 meter 3 Rusak

3. Pengangkutan bahan

galian (truck pengangkut) tidak beroperasi - -

4.

Kondisi jalan umum yang

dilewati truck angkutan

bahan galian

tidak berlubang

dan

bergelombang

1 Baik

5.

Luas reklamasi tidak

dilaksanakan 3 Rusak

6. Pengembalian tanah pucuk

untuk vegetasi

tidak

dikembalikan 3 Rusak

Page 124: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Lampiran 4. Hasil Perhitungan Dan Pengukuran Variabel di Lokasi Tambang-

3 (AS).

Luas : 2,235 Ha

No SK. : 155 Tahun 2007, tanggal 23 Mei 2007

No. Variabel

Hasil Pengukuran

/ Pengamatan

Bobot

Penilaian

(Skor)

Kategori

1.

Batas tepi galian 0,00 meter 3 Rusak

2.

Tinggi dinding / batas

kedalaman galian dari

permukaan tanah awal

6,75 meter 3 Rusak

3. Pengangkutan bahan

galian (truck pengangkut) tidak beroperasi - -

4.

Kondisi jalan umum yang

dilewati truck angkutan

bahan galian

tidak berlubang

dan

bergelombang

1 Baik

5.

Luas reklamasi tidak

dilaksanakan 3 Rusak

6. Pengembalian tanah pucuk

untuk vegetasi

tidak

dikembalikan 3 Rusak

Page 125: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Lampiran 5. Hasil Perhitungan Dan Pengukuran Variabel di Lokasi Tambang-

4 (ZB).

Luas : 3,00 Ha

No SK. : 45 Tahun 2008, tanggal 28 Pebruari 2008

No. Variabel

Hasil Pengukuran

/ Pengamatan

Bobot

Penilaian

(Skor)

Kategori

1.

Batas tepi galian 0,00 meter 3 Rusak

2.

Tinggi dinding / batas

kedalaman galian dari

permukaan tanah awal

6,10 meter 3 Rusak

3. Pengangkutan bahan

galian (truck pengangkut) 4 m

3 1 Baik

4.

Kondisi jalan umum yang

dilewati truck angkutan

bahan galian

tidak berlubang

dan

bergelombang

1 Baik

5.

Luas reklamasi tidak

dilaksanakan 3 Rusak

6. Pengembalian tanah pucuk

untuk vegetasi

tidak

dikembalikan 3 Rusak

Page 126: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Lampiran 6. Hasil Perhitungan Dan Pengukuran Variabel di Lokasi Tambang-

5 (HS).

Luas : 4,194 Ha

No SK. : 153 Tahun 2008, tanggal 26 Juli 2008

No. Variabel

Hasil Pengukuran

/ Pengamatan

Bobot

Penilaian

(Skor)

Kategori

1.

Batas tepi galian 0,00 meter 3 Rusak

2.

Tinggi dinding / batas

kedalaman galian dari

permukaan tanah awal

6,00 meter 3 Rusak

3. Pengangkutan bahan

galian (truck pengangkut) 4 m

3 1 Baik

4.

Kondisi jalan umum yang

dilewati truck angkutan

bahan galian

tidak berlubang

dan

bergelombang

1 Baik

5.

Luas reklamasi tidak

dilaksanakan 3 Rusak

6. Pengembalian tanah pucuk

untuk vegetasi

tidak

dikembalikan 3 Rusak

Page 127: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Lampiran 7. Hasil Perhitungan Dan Pengukuran Variabel di Lokasi Tambang-

6 (ALT).

Luas : 4,956 Ha

No SK. : 60 Tahun 2008, tanggal 15 Maret 2008

No. Variabel

Hasil Pengukuran

/ Pengamatan

Bobot

Penilaian

(Skor)

Kategori

1.

Batas tepi galian 0,00 meter 3 Rusak

2.

Tinggi dinding / batas

kedalaman galian dari

permukaan tanah awal

6,32 meter 3 Rusak

3. Pengangkutan bahan

galian (truck pengangkut) 4 m

3 1 Baik

4.

Kondisi jalan umum yang

dilewati truck angkutan

bahan galian

tidak berlubang

dan

bergelombang

1 Baik

5.

Luas reklamasi tidak

dilaksanakan 3 Rusak

6. Pengembalian tanah pucuk

untuk vegetasi

tidak

dikembalikan 3 Rusak

Page 128: Kajian Kerusakan Lahan Akibat Penambangan Pasir Kelurahan Kalampangan Kecamatan Sabangau

Lampiran 8. Hasil Perhitungan Dan Pengukuran Variabel di Lokasi Tambang-

7 (BAD).

Lokasi : BAD

Luas : 1,93 Ha

No SK. : 72 Tahun 2008, tanggal 19 April 2008

No. Variabel

Hasil Pengukuran

/ Pengamatan

Bobot

Penilaian

(Skor)

Kategori

1.

Batas tepi galian 0,00 meter 3 Rusak

2.

Tinggi dinding / batas

kedalaman galian dari

permukaan tanah awal

6,15 meter 3 Rusak

3. Pengangkutan bahan

galian (truck pengangkut) 4 m

3 1 Baik

4.

Kondisi jalan umum yang

dilewati truck angkutan

bahan galian

tidak berlubang

dan

bergelombang

1 Baik

5.

Luas reklamasi tidak

dilaksanakan 3 Rusak

6. Pengembalian tanah pucuk

untuk vegetasi

tidak

dikembalikan 3 Rusak