KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK...

79
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user i KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS DALAM NOMOR PERKARA: 276/PID.B/2011/PN.SKA) Disusun dan Diajukan untuk Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu Hukumpada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta Disusunoleh : Prasetyo Adi Nugroho NIM. E0008205 FAKULTAS HUKUM UNIVERSITAS SEBELAS MARETSURAKARTA 2012

Transcript of KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK...

Page 1: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

i

KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN

DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN

(STUDI KASUS DALAM NOMOR PERKARA: 276/PID.B/2011/PN.SKA)

Disusun dan Diajukan untuk

Melengkapi Persyaratan Guna Meraih Derajat Sarjana S1 dalam Ilmu

Hukumpada Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta

Disusunoleh :

Prasetyo Adi Nugroho

NIM. E0008205

FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS SEBELAS MARETSURAKARTA

2012

Page 2: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ii

Page 3: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iii

Page 4: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

iv

PERNYATAAN

Nama : Prasetyo Adi Nugroho

NIM : E0008205

Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa penulisan hukum (skripsi) berjudul:

KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN

DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN

(STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

karya sendiri. Hal-hal yang bukan karya saya dalam penulisan hukum (skripsi) ini

diberi tanda citasi dan ditunjukan dalam daftar pustaka. Apabila dikemudian hari

terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi berupa

pencabutan penulisan hukum (skripsi) dan gelar yang saya peroleh dari penulisan

hukum (skripsi) ini.

Surakarta, 10 Juli 2012

yang membuat pernyataan

Prasetyo Adi Nugroho

NIM. E0008205

Page 5: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

v

ABSTRAK

Prasetyo Adi Nugroho, E 0008205. 2008. KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAAN (STUDI KASUS DALAM NOMOR PERKARA: 276/Pid.B/2011/PN.Ska). Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah alat bukti yang diajukan oleh penuntut umum dalam kasus nomor 276?Pid.B/2011/PN.Ska sudah memenuhi syarat sah dan bagaimana nilai dari kekuatan pembuktiannya.

Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif bersifat preskriptif dengan pendekatan kasus. Penelitian ini menggunakan jenis dan sumber penelitian sekunder yang terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder. Teknik pengumpulan sumber penelitian dilakukan dengan teknik riset kepustakaan dan cyber media. Teknik analisis sumber penelitian yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah teknik berfikir deduksi dan interpretasi.

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dihasilkan simpulan, pada kasus nomor 276/ Pid.B/ 2011/PN. Ska terdapat 3 (tiga) alat bukti yaitu alat bukti saksi, alat bukti surat, dan alat bukti keterangan terdakwa. Alat bukti yang diajukan penuntut umum tersebut dapat dikatakan alat bukti yang sah. Nilai kekuatan pembuktian dari 3 (tiga) alat bukti tersebut adalah bebas dan tergantung dari penilaiaan hakim.

Kata Kunci: alat bukti, sah, kekuatan pembuktian

Page 6: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vi

ABSTRACT

Prasetyo Adi Nugroho, E 0008205. 2008. THE STUDY OF EVIDANCE LEGALITY AND THE POWER OF PROVE IN THE REVEALING OF OPPRESSION CASE (CASE STUDY WITH THE NUMBER: 276/Pid.B/2011/PN.Ska). Law Faculty of Sebelas Maret University of Surakarta.

This research is aimed to know whether evidences which giving by the prosecutor on the case no 276/pid.B/2011/PN.Ska has been fulfill the legal condition and how the power of it’s prove.

This research is prescriptive norm research with the case approach. This research use secondary source n type research which include of prime n secondary law material. The source collecting data techniques used in this research are bibliography research and the using of cyber media. The analytic research source used in this research is interoperating and deductive analytic.

Based on the research result and the discussion, this research can be summarized that in the case with the number 276/ Pid.B/ 2011/PN.Ska there are 3(three) evidences, which are witnesses evidences, letter evidences, and defendant statement evidences. Those evidences can be said as legal evidences. The power of those 3 (three) evidences are free and depend on the judge appraisal.

Key words: evidences, legal, the power of prove

Page 7: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

vii

MOTTO

Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Maka, apabila kamu selesai

(dari suatu urusan), kerjakanlah urusan (yang lain) dengan sungguh-sungguh.

(Q.S. Al Insyirah: 6-7).

Cogito ergo sum (aku berfikir maka aku ada) (Rene Descrates).

Barang siapa menuntut ilmu, maka Allah akan memudahkan baginya jalan

menuju surga (H.R Muslim dalam Shahih-nya).

Pendidikan merupakan perlengkapan paling baik untuk hari tua (Aristoteles).

Hanya kebodohan meremehkan pendidikan ( P.Syrus ).

Page 8: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

viii

PERSEMBAHAN

Dengan segala kerendahan dan kebanggaan hati, saya persembahkan skripsi ini

kepada:

v Orangtuaku

v Para pembimbing skripsiku yang telah membimbing

v Sahabat serta Almamaterku

v Pihak yang telah membantu penulisan penelitian ini

Page 9: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

ix

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur Penulis panjatkankepada Tuhan Yang Maha Esa

yang telah memberikan kasih, kekuatan, dan jalan kemudahan sehingga Penulis

dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “KAJIAN KEABSAHAN ALAT

BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM PENGUNGKAPAN

TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS DALAM NOMOR

PERKARA: 276/Pid.B/2011/PN.Ska)”.

Dalam masa penulisan skripsi ini Penulis banyak sekali menerima bantuan

dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini Penulis ingin

menyampaikan ucapan terima kasih yang kepada:

1. Allah SWT, atas segala rahmat, karunia dan hidayah-Nya;

2. Nabi Muhammad SAW, semoga penulis dapat istiqomah dijalannya;

3. Bapak Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S., selaku Rektor Universitas Sebelas

Maret Surakarta beserta seluruh pembantu rektor;

4. Ibu Prof. Dr. Hartiwiningsih, S.H.,M.Hum., selaku Dekan Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta;

5. Bapak Edy Herdyanto, S.H.,M.H., selaku ketua Bagian Hukum Acara

Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta.

6. Bapak KristiyadiS.H., M.Hum,selaku Dosen Pembimbing I yang telah

bersedia dengan teliti memberikan bimbingan dan pengarahan dalam

penyusunan skripsi ini, sehingga Penulis dapat menyelesaikan penulisan

skripsi ini;

7. Bapak Muhammad Rustamaji, S.H.,M.H., selaku Pembimbing II yang telah

memberikan segala ilmu dan dengan penuh kesabaran membimbing serta

memberikan arahan kepada penulis dalam menyelesaikan Penulisan Hukum

(Skripsi) ini dengan baik.

8. Bapak Bambang Santoso, S.H.,M.Hum., selaku Ketua Laboratorium Ilmu

Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta;

9. Ibu Sri Lestari Rahayu, S.H, M.Hum,selaku Pembimbing Akademik;

Page 10: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

x

10. Seluruh Dosen Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret Surakarta atas

semua ilmu pengetahuan yang telah diberikan kepada penulis sehingga dapat

dijadikan bekal dalam kehidupan penulis saat ini dan masa yang akan datang.

11. Seluruh Pimpinan dan Staff Administrasi Fakultas Hukum Universitas

Sebelas Maret Surakarta atas semua kemudahan, fasilitas serta kesempatan-

kesempatan yang telah diberikan;

12. Pengelola Penulisan Hukum Fakultas Hukum Universitas Sebelas Maret

Surakarta atas kemudahan yang diberikan;

13. Kedua orang tua Drs. H. Prodjo Suminto, S.H, MM dan Sundari yang penuh

kasih sayang merawat dan membesarkan penulis, yang selalu memberikan

dukungan moril dan materiil serta tanpa henti selalu mendoakan penulis

sehingga penulisan hukum ini dapat terselesaikan;

14. Sahabatku “Yusuf Akbar Amin, Imas Anggun Cahaya, Putri Ardiningtyas,

Putut Eko Cahyono, Erwan adi Priyono.” yang selama ini telah memberikan

semangat, dukungan dan membantu Penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Akhirnya sembari mengucapkan puji syukur kepada Tuhan Yang Maha

Esa, Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat baik bagi Penulis sendiri

maupun bagi para pembaca yang budiman.

Surakarta, 10 Juli 2012

Prasetyo Adi Nugroho

E0008205

Page 11: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xi

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL ........................................................................................... i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................................. ii

HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................................... iii

HALAMAN PERNYATAAN ............................................................................. iv

ABSTRAK ............................................................................................... v

ABSTRACT ............................................................................................... vi

MOTO DAN PERSEMBAHAN ......................................................................... vii

KATA PENGANTAR ......................................................................................... viii

DAFTAR ISI .................................................................... xi

DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... xiii

BAB I. PENDAHULUAN ............................................................................ 1

A. Latar Belakang Masalah ........................................................... 1

B. Rumusan Masalah ....................................................................... 4

C. Tujuan Penelitian ........................................................................ 4

D. Manfaat Penelitian ....................................................................... 5

E. Metode Penelitian......................................................................... 6

F. Sistematika Penulisan Hukum ..................................................... 11

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori ............................................................................ 13

1. Tinjauan Umum Tindak Pidana .............................................. 13

2. Tinjauan Umum tentang Tindak Pidana Penganiayaan ............. 16

3. Tinjauan tentang Pembuktian, Sistem Pembuktian dan

Alat Bukti ..................................................................................... 18

B. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 29

Page 12: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xii

BAB III HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 31

A. Keabsahan Alat Bukti Dalam Kasus Nomor

276/Pid.B/2011/PN.Ska .............................................................. 36

B. Kekuatan Pembuktian Dalam Kasus Nomor

276/Pid.B/2011/PN.Ska ............................................................ 53

BAB IV PENUTUP

A. Kesimpulan ................................................................................... 64

B. Saran .............................................................................................. 64

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 65

LAMPIRAN-LAMPIRAN ..................................................................................

Page 13: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

xiii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. KerangkaBerfikir..............................................................................29

Gambar 2. Skematika Alat Bukti.........................................................................45

Gambar 3. Skematika Nilai Kekuatan Pembuktian.............................................53

Page 14: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kekerasan di dalam masyarakat selalu saja terjadi dalam kehidupan,

meskipun sudah ada berbagai norma yang mengatur tata kehidupan masyarakat.

Ekses dari kekerasan beruntun semacam itu adalah trauma yang membekas dan

menorehkan luka di dalam mental serta kesadaran korban dan rakyat sebagai

keseluruhan. Menapaki fenomena horor dan kekerasan semacam itu, apa

sebenarnya yang terjadi di tengah bangsa ini, terutama ketika kita menyoroti

fenomena negatif itu di dalam tingkat individu dan masyarakat, perubahan

kesadaran individual ataupun kultural, sosial apa yang sedang terjadi, sehingga

nilai-nilai individual, kultural, sosial, moral, dan spiritual seakan terkikis habis

dalam arus kekerasan, brutal dan sadis dan bagaimana peristiwa kekerasan

tersebut dapat dimengerti sebagai suatu peristiwa psikologis, sosial, dan kultural.

Kejahatan sebagai salah satu bentuk tindak pidana merupakan bentuk

dariperilaku menyimpang, perilaku tersebut bukan merupakan sikap bawaan sejak

lahir atau karena warisan biologis seseorang, tetapi kejahatan dapat timbul dari

banyak sebab. Tindak pidana sendiri mempunyai pengertian yang semuanya telah

diatur dalam undang-undang begitu pula KUHP. Bentuk kejahatan yang banyak

terjadi dewasa ini salah satunya adalah kejahatan dengan kekerasan (violence)

atau penganiayaan. Kejahatan dengan kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat

mengesankan bahwa tidak ada lagi aturan atau perbuatan kejahatan kekerasan

yang dilakukan oleh masyarakat tersebut, dapat terjadi dalam beberapa contoh

kasus di mana kejahatan kekerasan yang dilakukan oleh masyarakat.

Kasus penganiayaan dengan “pembacokan” terhadap jaksa Sistoyo yang

terjadi setelah menjalani sidang eksepsi di ruang sidang 1 Pengadilan Tipikor

Bandung. Selain itu, kasus Julia Perez dan Dewi Persik yang terlibat pertengkaran

sengit sewaktu shooting film Hantu Goyang Kerawang dengan melakukan cakar-

cakaran. Akhirnya baik Julia Perez maupun Dewi Persik ditetapkan menjadi

tersangka. Penulis akan menyinggung mengenai kasus yang diteliti, berawal dari

1

Page 15: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

2

Daniel Eko Hendarto dan Agus yang menagih janji penyerahan sepeda motor

kredit yang telat membayar angsuran selama 5 bulan terhadap Haryadi, pada saat

penagihan Daniel Eko Hendarto memaki-maki istri Haryadi yang bernama

Sumarni karena pada saat penagihan Haryadi tidak ada di rumah. Sumarni

bercerita dengan Joko Nugroho sebagai teman Haryadi kejadian yang dialaminya,

setelah mendengar cerita Sumarni, Joko Nugroho tidak terima dan atas inisiatif

sendiri langsung meminta nomor telepon Daniel Eko Hendarto untuk mengajak

bertemu. Setelah bertemu, Joko Nugroho langsung menyerang Daniel Eko

Hendarto yang pada waktu bertemu mengajak istrinya dengan senjata tajam.

Selang beberapa waktu Joko Nugroho ditangkap aparat Kepolisian dan ditetapkan

menjadi tersangka kasus penganiayaan terhadap Daniel Eko Hendarto. Peristiwa

kekerasan seperti di atas masih sering terjadi di dalam masyarakat.

Penegakan hukum menjadi kunci agar terjaganya norma-norma yang ada

di masyarakat.Dengan penegakan hukum yang profesional dan proporsional akan

dapat menciptakan rasa kepercayaan masyarakat terhadap aparat hukumnya

sendiri sehingga kepatuhan masyarakat terhadap hukum akan terwujud. Bila hal

ini dapat dilakukan oleh semua warga masyarakat maka tidak akan pernah terjadi

penyelesaian masalah yang terjadi di masyarakat diselesaikan dengan cara-cara

yang melanggar hukum.

Perjuangan dalam menegakan keadilan hukum dapat tercermin dari proses

penegakan hukum (Lilik Mulyadi, 2007:1). Dimulai tahap penyelidikan perkara

pidana, ketika penyelidik mencari dan menemukan peristiwa yang diduga sebagai

tindak pidana guna dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan. Pada tahap ini

sudah terjadi pembuktian, dengan tindakan penyidik mencari barang bukti apa

saja yang digunakan oleh pelaku untuk melakukan penganiayaan, seperti benda

keras, benda tumpul atau benda tajam. Maksudnya guna membuat terang suatu

tindak pidana serta menentukan atau menemukan tersangkanya. Sehingga

konkritnya pembuktian berasal dari penyelidikan dan berakhir pada penjatuhan

vonis oleh hakim di depan persidangan.

Pemeriksaan perkara pidana di dalam suatu proses peradilan merupakan

salah satu diantara pilar-pilar yang mempertahankan tegaknya hukum dan

Page 16: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

3

keadilan dalam suatu negara (Abdurrahman, 1980: 37). Pada hakikatnya bertujuan

untuk mencaridan mendapatkan atausetidak-tidaknya mendekati kebenaran

materiil, ialah kebenaran yang selengkap-lengkapnya dari suatu perkara pidana

dengan menerapkan ketentuan hukum acara pidana secara jujur dan tepat (Moch.

Faisal Salam, 2001: 1). Hal ini dapat dilihat dari usaha yang dilakukan oleh aparat

penegak hukum dalam memperoleh bukti-bukti yang dibutuhkan untuk

mengungkap suatu perkara. Usaha-usaha yang dilakukan oleh para penegak

hukum untuk mencari kebenaran materiil suatu perkara pidana dimaksudkan

untuk menghindari adanya kekeliruan dalam penjatuhan pidana terhadap diri

seseorang. Adapun dalam proses penyelesaian perkara pidana penegak hukum

wajib mengusahakan pengumpulan bukti maupun fakta mengenai perkara pidana

yang ditangani dengan selengkap mungkin.

Pembuktian merupakan masalah yang memegang peran dalam proses

pemeriksaan sidang pengadilan. Pembuktian mengandung arti bahwa benar suatu

peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah melakukannya,

sehingga harus mempertanggungjawabkannya. Apabila hasil pembuktian dengan

alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang “tidak cukup” membuktikan

kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa “dibebaskan” dari

hukuman. Sebaliknya kalau kesalahan terdakwa dapat dibuktikan dengan alat-alat

bukti yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP, terdakwa dinyatakan “bersalah”.

Kepadanya akan dijatuhkan hukuman. Oleh karena itu hakim harus hati-hati,

cermat, dan matang menilai dan mempertimbangkan nilai pembuktian. Meneliti

sampai di mana batas minimum “kekuatan pembuktian” atau bewijs kracht dari

setiap alat bukti yang disebut dalam Pasal 184 KUHAP (Yahya Harahap, 2009:

273).

Dari uraian penulis di atas, pembuktian merupakan titik sentral pemeriksaan

perkara dalam sidang pengadilan. Pembuktian adalah ketentuan-ketentuan yang

berisi penggarisan dan pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-

undang untuk membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa.

Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang

dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan

Page 17: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

4

kesalahan yang didakwakan. Menurut Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum

Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP), alat-alat bukti ialah: Keterangan

saksi, Keterangan ahli, Surat, Petunjuk, Keterangan terdakwa ( Hari Sasangka dan

Lily Rosita, 2003: 223).

Berdasarkan uraian di atas, maka penulis hendak mengkaji lebih dalam

tentang kebasahan alat bukti dan nilai kekuatan pembuktian untuk mengungkap

tindak pidana penganiayaan dalam sebuah penulisan hukum yang berjudul :

KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN

DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENAGANIAYAAN

(STUDI KASUS DALAM NOMOR PERKARA: 276/ Pid B/ 2011/ PN SKA).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas, Penulis

merumuskan masalah untuk mengetahui dan menegaskan masalah-masalah apa

yang hendak diteliti sehingga dapat memudahkan penulis dalam mengumpulkan,

menyusun, menganalisa, dan mengkaji data secara lebih rinci. Adapun

permasalahan yang akan dikaji penelitian ini adalah:

1. Bagaimana keabsahan alat bukti yang diajukan dalam pengungkapan

tindak pidana penganiayaan (studi kasus perkara nomor 276/ Pid B/

2011/ PN Ska) ?

2. Bagaimana nilai kekuatan pembuktian alat bukti yang diajukan dalam

pengungkapan tindak pidana penganiayaan (studi kasus perkara nomor

276/ Pid B/ 2011/ PN Ska) ?

C. Tujuan Penelitian

Suatu kegiatan penelitian harus mempunyai tujuan yang hendak dicapai

dengan jelas. Tujuan penelitian diperlukan untuk memberikan arah dalam

melangkah dengan maksud penelitian. Adapun tujuan yang hendak dicapai dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

Page 18: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

5

1. Tujuan Obyektif

a. Untuk mengetahui keabsahan alat bukti yang diajukan dalam

pengungkapan tindak pidana penganiayaan, utamanya pada kasus

nomor 276/ Pid B/ 2011/ PN Ska) ?

b. Untuk mengetahui nilai kekuatan pembuktian alat bukti yang

diajukan dalam pengungkapan tindak pidana penganiayaan,

utamanya pada kasus nomor 276/ Pid B/ 2011/ PN Ska) ?

2. Tujuan Subyektif

a. Untuk menambah wawasan, pengetahuan, dan kemampuan penulis

dibidang ilmu hukum pada umumnya dan Hukum Acara Pidana

pada khususnya.

b. Untuk menambah pengetahuan penulis dalam hal mengetahui

kebasahan dan nilai kekuatan pembuktian dalam pengungkapan

tindak pidana penganiayaan.

c. Untuk melatih kemampuan penulis dalam mempraktekan teori

ilmu hukum, mengembangkan dan memperluas wacana pemikiran

serta pengetahuan yang didapat selama masa perkuliahan guna

mengkaji keabsahan dan kekuatan pembuktian dalam

pengungkapan tindak pidana penganiayaan.

d. Untuk melengkapi syarat-syarat guna memperoleh gelar akademik

sarjana dalam bidang Ilmu Hukum pada Fakultas Hukum

Universitas Sebelas Maret Surakarta.

D. Manfaat Penelitian

Salah satu pemilihan masalah dalam penelitian ini dapat memberikan

manfaat bagi sebanyak mungkin pihak yang terkait dengan penulisan hukum ini,

yaitu bagi penulis maupun bagi pembaca dan pihak-pihak lain. Karena nilai dari

sebuah penelitian ditentukan oleh besarnya manfaat yang dapat diambil dari

adanya penelitian tersebut. Adapun manfaat yang penulis harapkan dari penelitian

ini antara lain:

Page 19: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

6

1. Manfaat Teoritis

a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat dan memberikan

sumbangan bagi pengembangan ilmu pengetahuan di bidang ilmu

hukum pada umumnya dan Hukum Acara Pidana pada khususnya.

b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya referensi dan

literatur kepustakaan tentang kebasahan dan kekuatan pembuktian

dalam pengungkapan tindak pidana penganiayaan.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat mengembangkan penalaran,

membentuk pola pikir dinamis, sekaligus untuk mengembangkan

kemampuan penulis dalam menerapkan ilmu hukum yang

diperoleh selama dibangku kuliah.

b. Memberikan jawaban atas permasalahan yang diteliti.

c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu memberikan

pemahaman, memberikan tambahan masukan dan pengetahuan

kepada pihak-pihak terkait dengan masalah yang diteliti, dan juga

kepada berbagai pihak yang berminat pada permasalahan yang

sama.

E. Metode Penelitian

Penelitian hukum adalah suatu proses untuk menentukan aturan hukum,

prinsip-prinsip hukum, maupun doktrin-doktrin hukum guna menjawab isu hukum

yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:35). Penelitian hukum dilakukan

untuk mencari pemecahan atas isu hukum yang timbul. Oleh karena itu, penelitian

hukum merupakan suatu penelitian didalam kerangka know-how di dalam hukum.

Hasil yang dicapai adalah untuk memberikan preskripsi dalam menyelesaikan

masalah yang dihadapi (Peter Mahmud Marzuki, 2005:41). Penelitian hukum

dilakukan untuk menghasilkan argumentasi, teori ataupun konsep baru sebagai

perskripsi dalam menyelesaikan masalah yang dihadapi.

Page 20: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

7

Dalam penelitian ini penulis menggunakan metode penelitian sebagai berikut:

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan penulis dalam menyusun

penelitian ini adalah penelitian hukum normatif atau penelitian hukum

kepustakaan. Penelitian hukum normatif adalah penelitian hukum yang

dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka, atau data sekunder,

yang terdiri dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan

bahan non hukum. Bahan-bahan tersebut kemudian disusun secara

sistematis, dikaji, dan ditarik kesimpulan dalam hubungannya dengan

masalah yang diteliti yaitu dalam hal keabsahan dan kekuatan

pembuktian dalam pengungkapan tindak pidana penganiayaan.

Penelitian inimerupakan penelitian hukum yang berfokus pada usaha

untuk menentukan keabsahan dan kekuatan pembuktiannya untuk

mengungkap bahwa telah terjadi tindak pidana penganiayaan (Peter

Mahmud Marzuki, 2005:29).

2. Sifat Penelitian

Ilmu hukum mempunyai karakteristik sebagai ilmu yang

bersifat prespektif, ilmu hukum mempelajari tujuan hukum, nilai-nilai

keadilan, validitas aturan hukum, konsep-konsep hukum, dan norma-

norma hukum, sebagai ilmu terapan, ilmu hukum menetapkan standar

prosedur, ketentuan-ketentuan, rambu-rambu dalam melaksanakan

aktivitas hukum (Peter Mahmud Marzuki, 2005:22).

Penelitian ini bersifat preskriptif, yaitu dimaksudkan untuk

memberikan argumentasi atas hasil penelitian yang telah dilakukan.

Argumentasi disini dilakukan untuk memberikan perpektif atau

penelitian mengenai benar atau salah menurut hukum terhadap fakta-

fakta atau peristiwa hukum dari hasil penelitian.

3. Pendekatan Penelitian

Di dalam penelitian hukum terdapat beberapa pendekatan.

Dengan pendekatan tersebut, maka peneliti akan mendapatkan

Page 21: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

8

informasi dari berbagai aspek mengenai isu yang sedang dicoba untuk

dicari jawabnya. Pendekatan-pendekatan yang digunakan dalam

penelitian hukum adalah pendekatan Undang-Undang (stante

approach), pendekatan kasus (case approach), pendekatan historis

(historical approach), pendekatan komparatif (comparative approach),

dan pendekatan konseptual (conceptual approach) (Peter Mahmud

Marzuki, 2005:93).

Adapun pendekatan yang penulis gunakan dalam penelitian ini

adalah pendekatan kasus (case approach).Pendekatan kasus (case

approach)dilakukan dengan mempelajari penerapan dan norma-norma

kaidah hukum yang dilakukan dalam praktek hukum. Misalnya

mengenai kasus-kasus yang telah diputus dan putusan tersebut telah

memiliki kekuatan hukum tetap sebagaimana yang dilihat dalam

yurispudensi terhadap perkara-perkara yang menjadi fokus penelitian.

Jelas kasus-kasus yang terjadi bermakna empiris, namun dalam suatu

penelitian normatif, kasus-kasus tersebut dipelajari untuk memperoleh

gambaran terhadap dampak dimensi penormaan dalam suatu aturan

hukum dalam praktik hukum, serta menggunakan hasil analisisnya

untuk bahan masukan (input) dalam eksplanasi hukum (Johny Ibrahim,

2006: 321).

4. Jenis dan Sumber Bahan Hukum

Dalam buku penelitian Hukum karangan Peter Mahmud

Marzuki, mengatakan bahwa dasarnya penelitian hukum tidak

mengenal adanya data, sehingga digunakan adalah bahan hukum yang

bersifat autoritatif artinya mempunyai otoritas sedangkan bahan

hukum sekunder berupa semua bahan hukum yang bukan merupakan

dokumen-dokumen resmi ( Peter Mahmud Marzuki, 2005:141)

a. Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer terdiri dari peraturan perundang-undangan

yang menunjan dalam penulisan ini. Bahan hukum primer

penulisan ini adalah:

Page 22: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

9

1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara

Pidana.

2. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Indonesiaam hal ini

bahan hukum primer dan sekunder. Bahan hukum primer

merupakan.

b. Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder sebagai pendukung dari data yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu buku-buku teks yang ditulis

para ahli hukum, artikel, internet dan sumber lainnya yang

memiliki korelasi untuk mendukung penelitian ini.

c. Bahan Non Hukum

Bahan hukum tersier yakni bahan yang memberikan petunjuk

maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan sekunder

yaitu kamus hukum.

5. Teknik Pengumpulan Bahan Hukum

Teknik pengumpulan bahan hukum dimaksudkan untuk

memperoleh bahan hukum dalam penelitian. Prosedur pengumpulan

bahan hukum yang digunakan dalam penelitian ini dilakukan dengan

cara studi kepustakaan (Library Research), yaitu suatu bentuk

pengumpulan bahan hukum melalui membaca, mengkaji, dan

mempelajari buku literatur, hasil penelitian terdahulu, dan membaca

dokumen yang berhubungan dengan penelitian yang erat kaitannya

dengan permaslahan yang dibahas kemudian dikategorisasi menurut

jenisnya.

6. Teknik Analisis Bahan Hukum

Teknik analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah

dengan metode silogisme dan inteprestasi dengan menggunakan pola

berfikir deduktif. Pola berfikir deduktif yang berpangkal dari prinsip-

prinsip dasar, kemudian peneliti tersebut menghadirkan objek yang

hendak diteliti. Sedangkan metode silogisme yang menggunakan

pendekatan deduktif menurut yang diajarkan Aristoteles yaitu

Page 23: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

10

berpangkal dari pengajuan premis mayor. Kemudian diajukan premis

minor, dari kedua premis ini kemudian ditarik suatu kesimpulan atau

conclusion (Peter Mahmud Marzuki, 2005:46).

Mengutip pendapat Von Savigny, inteprestasi merupakan suatu

konstruksi buah pikiran yang tidak terungkap di dalam undang-

undang. Untuk kajian akademis, seorang peneliti hukum juga dapat

melakukan interprestasi. Bukan tidak mungkin hasil penelitian ini akan

digunakan oleh praktisi hukum dalam praktek mungkin. Dalam hal

demikian, penelitian tersebut telah memberikan sumbangan bagi

pengembangan ilmu dan praktek hukum. Interprestasi dibedakan

menjadi interprestasi berdasarkan kata undang-undang, interprestasi

berdasarkan kehendak pembentuk undang-undang, interprestasi

sistematis, interprestasi historis, interprestasi teleteologis, interprestasi

antisipatoris, dan interprestasi modern (Peter Mahmud Marzuki: 2005:

106-107).

Adapun metode interprestasi yang penulis gunakan dalam penelitian

ini adalah:

a. Interprestasi berdasarkan kata Undang-Undang

Interprestasi ini beranjak dari makna kata-kata yang tertuang

didalam Undang-Undang. Interprestasi ini akan dapat dilakukan

apabila kata-kata yang digunakan dalam Undang-Undang itu

singkat artinya tidak bertele-tele, tajam artinya akurat tidak

mengenai apa yang dimaksud dan tidak mengandung sesuatu yang

bersifat dubious atau makna ganda. Hal itu sesuai dengan karakter

Undang-Undang sebagai perintah atau aturan ataupun larangan.

b. Interprestasi Sistematis

Menurut Pendapat P.W.C Akkerman, interprestasi sistematis

adalah interprestasi dengan melihat hubungan diantara aturan-

aturan dalam suatu Undang-Undang yang saling bergantungan.

Disamping itu juga harus dilihat bahwa hubungan itu tidak bersifat

teknis, melainkan juga harus dilihat asas yang melandasinya.

Page 24: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

11

Landasan pemikiran interprestasi sistematis adalah Undang-

Undang merupakan suatu kesatuandan tidak satu pun ketentuan

didalam Undang-Undang merupakan aturan yang berdiri sendiri

(Peter Mahmud Marzuki: 2005: 111-112).

F. Sistematika Penulisan Hukum

Untuk memberikan gambaran secara menyeluruh mengenai sistematika

penulisan hukum yang sesuai dengan aturan dalam penulisan hukum serta untuk

mempermudah pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum ini, maka

peneliti menjabarkan dalam bentuk sistematika penulisan hukum yang terdiri dari

4 (empat) bab dimana tiap-tiap bab terbagi kedalam sub-sub bagian yang

dimaksud untuk memudahkan pemahaman mengenai seluruh isi penulisan hukum

ini. Sistematika penulisan hukum ini terdiri dari pendahuluan, tinjauan pustaka,

pembahasan, dan penutup. Adapun sistematika penulisan hukum ini adalah

sebagai berikut:

BAB I : PENDAHULUAN

Pada bab I penulis mengemukakan mengenai latar

belakang masalah, tujuan penelitian, manfaat

penelitian, metode penelitian, dan sistematika

penulisan hukum.

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA

Pada bab II penulis memaparkan sejumlah

landasan teori dari para pakar dan doktrin hukum

berdasarkan literature-literatur yang berhubungan

permasalahan penelitian yang diangkat. Tinjauan

pustaka dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:

1. Kerangka Teori, yang berisikan tinjauan

mengenai keabsahan dan kekuatan

pembuktian dalam pengungkapan tindak

pidana penganiayaan.

Page 25: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

12

2. Kerangka pemikiran, yang berisikan gambaran

alur berfikir dari penulis berupa konsep yang

akan dijabarkan dalam penelitian ini.

BAB III : HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Pada bab III penulis hendak menguraikan

pembahasan dan hasil perolehan dari penelitian

yang dilakukan. Berpijak dari rumusan masalah

yang ada, maka ada dalam bab ini penulis akan

membahas 2 (dua) pokok permasalahan yaitu

membahas bagaimana keabsahan alat bukti yang

dihadirkan dan bagaimana nilai kekuatan

pembuktian dalam pengungkapan tindak pidana

penganiayaan..

BAB IV : PENUTUP

Pada bab IV penulis mengemukakan kesimpulan

dari hasil penelitian serta memberikan saran yang

relevan dengan penelitian terhadap pihak-pihak

yang terkait dengan penelitian tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Page 26: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

13

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kerangka Teori

1. Tinjauan Tentang Tindak Pidana

a. Pengertian Tindak Pidana

Dalam ilmu hukum pidana dikenal istilah strafbaarfeit atau

yang dalam ilmu pengetahuan hukum disebut delik. Sedangkan

banyak diterjemahkan dalam berbagai istilah seperti peristiwa pidana,

perbuatan pidana atau tindak pidana. Strafbaarfeit sendiri berarti suatu

kelakuan manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang-

undangan, jadi di sini yang diancam pidana adlah manusia. Sehingga

banyak ahli hukum yang mengartikan strafbaarfeit sebagai tindak

pidana.

b. Unsur-Unsur Dalam Tindak Pidana

Suatu perbuatan untuk dapat dikatakan sebagai perbuatan pidana

atau tindak pidana, maka perbuatan tersebut harus memenuhi unsur tindak

pidana, yaitu:

1) Subyek Tindak Pidana

Siapa yang menjadi subyek tindak pidana sebagaimana

tercantum dalam KUHP yaitu seorang manusia sebagai pelaku, hal ini

terdapat dalam perumusan tindak pidana KUHP, sebagaimana

dikemukakan oleh Muljatno dalam bukunya, yaitu:

“Yang dapat menjadi subyek tindak pidana tercantum dalam KUHP

yaitu seseorang manusia sebagai pelaku, hal ini terdapat di dalam

perumusan tindak pidana KUHP. Daya pikir merupakan syarat bagi

subyek tindak pidana, juga pada wujudnya hukum yang tercantum

dalam Pasal KUHP yaitu hukuman penjara dan hukman denda”.

KUHP dalam perumusannya menggunakan kata “barang siapa”,

hal itu menunjukan yang menjadi subyek tindak pidana adalah

manusia. Namun dalam perkembangan selanjutnya, dalam pergaulan

13

Page 27: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

14

hidup kemasyarakatan bukan hanya manusi saja yang terlibat, seperti

contohnya badan hukum, sehingga yang dapat memungkinkan

melakukan tindak pidana bukan hanya manusia akan tetapi badan

hukum juga bias melakukan perbuatan atau tindakan yang dilakukan

oleh manusia sehingga bias termasuk dalam perumusan tindak pidana.

Kemungkinan badan hukum dikenai hukuman pidana apabila

melanggar hukum atau perundang-undangan yang berlaku, hukuman

yang dikenakan dapat berupa denda yang harus dibayar oleh badan

hukum yang bersangkutan (Moeljatno, 1995:39).

2) Harus Ada Perbuatan

Dengan perkembangan di dalam masyarakat maka untuk

menguraikan perbuatan manusia dalam perkembangannya dapat dilihat

dari aktivitasnya. Biasanya perbuatan yang dilakukan bersifat positif

atau aktif tetapi ada pula perbuatan yang negatif atau pasif yang dapat

dikatakan sebagai perbuatan pidana, yaitu:

a) Mengetahui adanya permufakatan jahat tetapi tidak dilaporkan

walaupun ada kesempatan untuk melapor pada yang berwajib.

b) Tidak bersedia menjadi saksi dimuka pengadilan.

c) Bersifat melawan hukum

Mengenai sifat melawan hukum, merupakan sesuatu hal yang

sangat penting, karena dalam tindak pidana hal-hal yang bersifat

tidak melawan hukum seudah tidak lagi menjadi persoalan hukum

pidana. Pengertian melawan hukum itu sendiri ada dua yaitu

melawan hukum formil dan melawan hukum materiil, seperti yang

dikemukakan oleh Moeljatno, yaitu:

(1) Melawan hukum formil, yaitu:

Apabila perbuatan telah sesuai dengan larangan undang-

undang, maka disitu ada kekeliruan letak melawan hukumnya

perbuatan sudah nyata dan sifatnya melanggar ketentuan

undang-undang kecuali jika termasuk perkecualian yang telah

ditentukan oleh undang-undang.

Page 28: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

15

(2) Melawan hukum materiil, yaitu:

Ada yang berpendapat, bahwa belum tentu kalau semua

perbuatan yang sesuai dengan larangan undang-undang itu

berrsifat melawan hukum. Bagi mereka yang dinamakan

hukum bukanlah undang-undang saja tetapi disamping undang-

undang (hukum tertulis) ada juga hukum yang tidak tertulis,

yaitu norma-norma atau kebiasaan-kebiasaan yang berlaku

didalam masyarakat (Moeljatno: 1995:130)

c. Macam-Macam Tindak Pidana

1) Materiil dan Formil

a) Materiil

Suatu tindak pidana yang dilarang oleh undang-undang ialah

akibatnya atau tindak pidana yang menitikberatkan pada terjadinya

akibat.

b) Formil

Perbuatan pidana yang dilarang adalah perbuatannya.

Perbuatannya disebut pidana apabila telah selesai.

2) Sederhana dan berkualifikasi

a) Sederhana

Tindak pidana tanpa pemberatan

b) Berkualifikasi

Tindak pidana disertai dengan pemberatan.

3) Umum dan Khusus

a) Umum

Kejahatan yang dilakukan setiap orang.

b) Khusus

Kejahatan yang hanya dapat dilakukan oleh orang tertentu dengan

jabatan tertentu.

Page 29: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

16

4) Kejahatan dan Pelanggaran

Pembagian tindak pidana menjadi kejahatan dan pelanggaran terdapat

dalam KUHP yaitu Buku II KUHP yang mengatur kejahatan dan Buku

III KUHP mengatur mengenai pelanggaran. Dalam KUHP tidak

dijelaskan secara rinci mengenai pembeda tersebut. Konsuekuensi dari

pembedaan tersebut adalah “kejahatan diancam pidana lebih berat”.

Dan dibedakan antara kesengajaan dengan kealpaan serta percobaan

dan penyertaan dalam kejahatan dapat dikenai pidana, tidak perbedaan

antara sengaja maupun alpa serta dalam pelanggaran percobaan dan

penyertaan tidak dapat dipidana (Kansil, 1986:289).

2. Tinjauan Tentang Tindak Pidana Penganiayaan

a. Pengertian Tindak Pidana Penganiayaan

Penganiayaan adalah istilah yang digunakan KUHP untuk tindak

pidana terhadap tubuh. Namun KUHP sendiri tidak memuat arti

penganiayaan tersebut. Dalam kamus besar Bahasa Indonesia arti

penganiayaan adalah: “perlakuan yang sewenang-wenang”. Pengertian

yang dimuat dalam kamus besar Bahasa Indonesia adalah pengertian

dalam arti luas, yakni yang menyangkut termasuk “perasaan” atau

“bathiniah”. Sedangkan yang dimaksud penganiayaan dalam hukum

pidana adalah menyangkut tubuh manusia. Menurut ilmu pengetahuan

(doktrin) pengertian penganiayaan adalah sebagai berikut : “Setiap

perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk menimbulkan rasa sakit

atau luka pada orang lain”.

Berdasarkan uraian diatas bahwa setiap perbuatan dengan sengaja

menimbulkan rasa sakit atau luka pada tubuh merupakan penganiayaan

yang terhadap pelakunya diancam pidana. Padahal dalam kehidupan

sehari-hari cukup banyak perbuatan yang dengan sengaja menimbulkan

rasa sakit atau luka pada tubuh yang terhadap pelakunya tidak semestinya

diancam dengan pidana (Lahut.Net: Tindak Pidana Penganiayaan.html >(

22 Maret pukul 17.00 wib).

Page 30: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

17

Menurut penjelasan menteri kehakiman pada waktu pembentukan

Pasal 351 KUHP dirumuskan, antara lain :

1) Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk

memberikan penderitaan badan kepada orang lain.

2) Setiap perbuatan yang dilakukan dengan sengaja untuk

merugikan kesehatan pada orang lain.

b. Unsur-Unsur Tindak Pidana Penganiayaan:

1) Unsur kesengajaan.

2) Unsur perbuatan.

3) Unsur akibat perbuatan (yang dituju) yaitu :

a) Rasa sakit, tidak enak pada tubuh;

b) Luka Tubuh

c) Akibat mana menjadi satu-satunya tujuan si pelaku.

Tindak pidana penganiayaan mempunyai unsur kesengajaan harus

diartikan secara luas yaitu meliputi kesengajaan sebagai maksud,

kesengajaan sebagai kepastian dan kesengajaan sebagai

kemungkinan.Dengan penafsiran bahwa unsur kesengajaan dalam tindak

pidana penganiayaan ditafsir sebagai kesengajaan sebagai maksud (opzet

alsa olmergk), maka seorang baru dikatakan melakukan tindak pidana

penganiayaan, apabila orang itu mempunyai maksud menimbulkan akibat

berupa rasa sakit atau luka pada tubuh. Jadi, dalam hal ini maksud orang

itu haruslah ditujukan pada perbuatan dan rasa sakit atau luka pada tubuh.

Secara prinsip kesengajaan dalam tindak pidana penganiayaan harus

ditafsirkan sebagai kesengajaan sebagai maksud, namun dalam hal-hal

tertentu kesengajaan dalam penganiayaan juga dapat ditafsirkan sebagai

kesengajaan sebagai kemungkinan. Penganiayaan dapat ditafsirkan sebagai

kesengajaan dalam sadar akan kemungkinan, tetapi penafsiran tersebut

juga terbatas pada adanya kesengajaan sebagai kemungkinan terhadap

akibat. Artinya dimungkinkan penafsiran secara luas unsur kesengajaan itu

yaitu kesengajaan sebagai maksud, kesengajaan sebagai kemungkinan

Page 31: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

18

bahkan kesengajaan sebagai kepastian, hanya dimungkinkan terhadap

akibatnya. Sementara terhadap perbuatan itu haruslah pada tujuan pelaku.

c. Macam-MacamTindak Pidana Penganiayaan:

1) Penganiayaan biasa sebagaimana diatur dalam Pasal 351 KUHP

2) Penganiayaan ringan sebagaimana diatur dalam Pasal 352 KUHP

3) Penganiayaan berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 353 KUHP

4) Penganiayaan berat sebagaimana diatur dalam Pasal 354 KUHP

5) Penganiayaan berat berencana sebagaimana diatur dalam Pasal 355

KUHP

6) Penganiayaan terhadap orang yang berkualitas tertentu sebagaimana

diatur dalam Pasal 356 KUHP

3. Tinjauan Tentang Pembuktian, Sistem Pembuktian, dan Alat Bukti

a. Pengertian Pembuktian

KUHAP (Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana), sebagai

pedoman beracara di muka Pengadilan secara Pidana tidak memberikan

pengertian tentang pembuktian, sehingga pengertian pembuktian

diserahakan para ahli. Menurut Yahya Harahap dalam bukunya

Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP, pengertian

Pembuktian adalah ketentuan ketentuan yang berisi penggarisan dan

pedoman tentang cara-cara yang dibenarkan undang-undang untuk

membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Pembuktian

juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan

undang-undang dan yang boleh dipergunakan hakim membuktikan

kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa (M. Yahya Harahap, 2009:

273-274 ).

b. Sistem Pembuktian

1) Beberapa Teori Sistem Pembuktian

Sebelum meninjau system pembuktian yang dianut oleh KUHAP, ada

baiknya ditinjau dari beberapa ajaran yang berhubungan dengan

Page 32: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

19

sistem pembuktian. Gunanya sebagai perbandingan dalam memahami

sistem pembuktian yang diatur dalam KUHAP.

a) Conviction-in Time

Pada conviction in Time pembuktiannya semata-mata

didasarkan pada keyakinan hakim saja. Meskipun di dalam

memeriksa perkara terdapat alat-alat pembuktian, namun jika

hakim tidak yakin, maka hakim harus membebaskan terdakwa.

Sebaliknya jika hakim yakin kesalahan terdakwa, maka terdakwa

harus dijatuhi hukuman (Jurnal Hukum Respublica, 2007: 9). Dari

mana hakim menarik dan menyimpulkan keyakinannya, tidak

menjadi masalah dalam sistem ini. Keyakinan boleh diambil dan

disimpulkan hakim dari alat-alat bukti yang diperiksanya dalam

sidang pengadilan. Bisa juga hasil dari pemeriksaan akat-alat bukti

itu diabaikan oleh hakim dan langsung menarik keyakinan dari

keterangan atau pengakuan terdakwa.

b) Conviction-Raisonee

Sistem pembuktian Conviction In Raisone masih juga

mengutamakan penilaian keyakinan hakim sebagai dasar satu-

satunya untuk menghukum terdakwa, akan tetapi keyakinan hakim

disini harus disertai pertimbangan hakim yang nyata dan logis,

diterima oleh akal pikiran yang sehat. Keyakinan hakim tidak

perlu didukung alat bukti sah karena memang tidak diisyaratkan,

Meskipun alat-alat bukti telah ditetapkan oleh undang-undang

tetapi hakim bisa menggunakan alat-alat bukti di luar ketentuan

undang-undang. Yang perlu mendapat penjelasan adalah bahwa

keyakinan hakim tersebut harus dapat dijelaskan dengan alasan

yang logis. Keyakinan hakim dalam sistem pembuktian conviction

in raisone harus dilandasi oleh "reasoning" atau alasan-alasan dan

alasan itu sendiri harus “reasonable" yakni berdasarkan alasan-

alasan yang dapat diterima oleh akal dan nalar, tidak semata-mata

berdasarkan keyakinan (Munir Fuady, 2006: 56).

Page 33: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

20

c) Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Positif

Teori ini adalah teori pembuktian berdasarkan alat bukti

menurut undang-undang secara pisitif. Pembuktian menurut teori

ini dilakukan dengan menggunakan alat-alat bukti yang

sebelumnya telah ditentukan oleh undang-undang. Untuk

menentukan ada atau tidaknya kesalahan seseorang, hakim harus

mendasarkan pada alat-alat bukti yang tersebut di dalam undang-

undang. Jika akat-alat bukti tersebut telah terpenuhi, hakim sudah

cukup beralasan untuk menjatuhkan putusan tanpa harus timbul

keyakinan telebih dahulu atas kebenaran alat-alat bukti yang ada

(Rusli Muhammad, 2007:188).

Pembuktian berdasarkan undang-undang secara positif ini

mempunyai keuntungan untuk mempercepat penyelesaiaan

perkara dan bagi perkara pidana yang ringan dapat memudahkan

hakim mengambil keputusan karena resiko kekeliruan

kemungkinan kecil sekali. Dalam peradilan pidana, terutama pada

waktu mengadili perkara yang tidak ringan sudah banyak

keberatannya untuk menggunakan teori pembuktian positif karena

ada kecenderungan dengan mutlak memperlakukan pemeriksaan

perkara secara inquisitoir dan apabila sudah terdapat pengakuan

terdakwa dan atau/ keterangan saksi-saksi, wajib diputus terbukti

dan dipidana oleh hakim sekalipun dapat dirasakan pengakuan

atau keterangan itu bohong sebagai perkara versi buatan.

d) Pembuktian Menurut Undang-Undang Secara Negatif (Negatief

Watelijk Stelsel)

Sistem pembuktian menurut undang-undang secara negative

merupakan teori antara system pembuktian menurut undang-

undang positif dengan system pembuktian conviction-in time.

System pembuktian pembuktian menurut undang-undang secara

negative merupakan keseimbangan antara kedua system yang

saling bertolak belakang secara ekstrem. Rumusannya

Page 34: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

21

berbunyi:salah tidaknya seorang terdakwa ditentukan oleh

keyakinan hakim yang didasarkan kepada cara dan dengan alat-

alat bukti yang sah menurut undang-undang (M.Yahya Harahap:

2009:277-279).

Berdasarkan rumusan diatas, untuk menyatakan salah atau

tidaknya terdakwa, tidak cukup berdasarkan keyakinan hakim

semata-mata. Atau hanya semata-mata didasarkan atas

keterbuktian menurut ketentuan dan cara pembuktian dengan alat-

alat bukti yang ditentukan undang-undang. Seorang terdakwa baru

dinyatakan bersalah apabila kesalahan yang didakwakan

kepadanya dapt dibuktikan dengan cara dan dengan alat-alat bukti

yang sah menurut undang-undang serta sekaligus keterbuktian

kesalahan itu “dibarengi” dengan keyakinan hakim. Bertitik tolak

dari uraian diatas, untuk menentukan salah atau tidaknya terdakwa

menurut system pembuktian menurut undang-undang secara

negative, terdapat dua komponen:

(1) Pembuktian harus dilakukan menurut cara dan dengan alat-

alat bukti yang sah menurut undang-undang.

(2) Dan keyakinan hakim yang juga harus didasarkan atas cara

dan dengan alat-alat bukti yang sah menurut undang-undang.

c. Sistem Pembuktian Yang Dianut KUHAP

Setelah dijelaskan beberapa sistem pembuktian sebagai bahan

perbandingan, tiba saatnya mengkaji system pembuktian mana diantara

salah satu system tersebut yang iatur dalam KUHAP? Mari kita lihat

Pasal 183 KUHAP, yang berbunyi: “Hakim tidak boleh menjatuhkan

pidana kepada seseorang kecuali apabila dengan sekurang-kurangnya dua

alat bukti yang sah ia memperoleh keyakinan bahwa suatu tindak pidana

benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah

melakukannya”.

Page 35: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

22

Bila dibandingkan bunyi Pasal 183 KUHAP dengan Pasal 294

HIR, hampir bersamaan bunyi dan maksud yang terkandung didalamnya.

Mari baca bunyi Pasal 294 HIR: “Tidak akan dijatuhkan hukuman kepada

seorang pun jika hakim tidak yakin kesalahan terdakwa dengan upaya

bukti menurut undang-undang bahwa benar telah terjadi perbuatan pidana

dan bahwa tertuduhlah yang telah melakukan perbuatan itu”.

Berdasarkan ketentuan pasal tersebut, baik yang termuat dalam

Pasal 183 KUHAP dengan Pasal 294 HIR, sama-sama menganut system

“pembuktian menurut undang-undang secara negative”. Perbedaan antara

keduanya, hanya terletak pada penekannya saja. Pada Pasal 183 KUHAP,

syarat “pembuktian menurut cara dan alat bukti yang sah”, lebih

ditekankan dalam perumusannya. Hal ini dapat dibaca dalam kalimat:

ketentuan pembuktian yang memadai untuk menjatuhkan pidana kepada

seorang terdakwa “sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah”. Dengan

demikian Pasal 183 KUHAP mengatur, untuk menentukan sah atau

tidaknya terdakwa dan untuk menjatuhkan pidana kepada terdakwa,

harus:

1) Kesalahannya terbukti sekurang-kurangnya “dua alat bukti

yang sah”.

2) Dan atas keterbuktian sekurang-kurangnya dua alat bukti yang

sah, hakim “memperoleh keyakinan” bahwa tindak pidana telah

benar-benar terjadi dan bahwa terdakwalah yang bersalah

melakukannya.

Untuk menajajaki alasan pembuat undang-undang merumusakan

Pasal 183 KUHAP, barang kali ditujukan untuk mewujudkan suatu

ketentuan yang seminimal mungkin dapa menjamin “tegaknya kebenaran

sejati” serta “tegaknya keadilan dan kepastian hukum”. Pendapat ini

dapat diambil dari makna penjelasan Pasal 183 KUHAP. Dari penjelasan

tersebut pembuat undang-undang telah menentukan pilihan bahwa sistem

pembuktian yang tepat dalam penegakan hukum Indonesia ialah sistem

pembuktian menurut undang-undang secara negative, demi tegaknya

Page 36: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

23

keadilan, kepastian, dan kebenaran. Karena dalam sistem pembuktian ini,

terpadu kesatuan penggabungan antara sistem conviction-in time dengan

sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif (M.Yahya

Harahap: 2009:280-281).

d. Alat Bukti dan Kekuatan Pembuktiannya

Yang dimaksud dengan Alat Bukti adalah segala sesuatu yang ada

hubungannya dengan suatu perbuatan, dimana alat-alat tersebut, dapat

digunakan sebagai bahan pembuktian guna menimbulkan keyakinan

hakim atas kebenaran adanya suatu tindak pidana yang telah dilakukan

olehterdakwa. Di dalam Pasal 184 ayat 1 KUHAP menjelaskan tentang

apa sajakah menjadi bukti yang sah menurut Hukum Formil ini.

Ditegaskan bahwa Alat bukti yang sah ialah :

1) keterangan saksi;

2) keterangan ahli;

3) surat,

4) petunjuk;

5) keterangan terdakwa.

Untuk lebih jelasnya dapat dijelaskan satu persatu berdasarkan teori

hukum yang Penulis pelajari:

1) Keterangan saksi

Saksi adalah setiap orang yang mendengar sendiri, melihat

sendiri, dan mengalami sendiri tentang suatu tindak

pidana.David A. Lagnado and Nigel Harvey membuat suatu

pendapat mengenai saksi yaitupeople construct stories to make

senseof the evidence presented in court, and these

narrativesdetermine their predeliberation verdicts. Stories

typicallyinvolve networks of causal relations between events;

theyon the evidence presented in the case, as well as on prior

assumptions and common sense knowledge(David A. Lagnado

and Nigel Harvey, 2008: 1167). Agar suatu keterangan saksi

Page 37: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

24

atau kesaksian dapat dianggap sah dan memilki kekuatan

pembuktian, maka harus dipenuhi ketentuan sebagai berikut:

a) Merupakan keterangan atas suatu peristiwa pidana yang

telah saksi lihat, dengar atau alami sendiri, dengan

menyebut alasan dari pengetahuannya tersebut

(pengertian “‘keterangan saksi” berdasarkan Pasal 1

butir 27 KUHAP).

b) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup tanpa

disertai oleh alat bukti yang sah lainnya.

c) Bukan merupakan pendapat atau rekaan yang diperoleh

sebagai hasil dari pemikiran.

d) Harus diberikan oleh saksi yang telah mengucapkan

sumpah.

e) Harus diberikan di muka sidang pengadilan

f) Keterangan saksi-saksi yang berdiri sendiri dapat

digunakan sebagai alat bukti bila keterangan tersebut

bersesuaian satu sama lain sehingga dapat

menggambarkan suatu kejadian tertentu.

Dalam menilai kebenaran atas keterangan beberapa saksi sebagai

alat bukti, maka hakim harus dengan sungguh-sungguh memperhatikan

dan mempertimbangkan hal-hal berikut (Pasal 185 ayat 6 KUHAP):

a) Kesesuaian antara keterangan saksi satu dengan yang lainnya

b) Kesesuaian antara keterangan saksi dengan alat bukti lain.

c) Alasan saksi dalam memberikan keterangan tertentu.

d) Cara hidup dan kesusilaan serta hal-hal lain yang pada

umumnya mempengaruhi dapat tidaknya keterangan tersebut

dipercaya.

Keterangan Saksi mempunyai nilai kekuatan pembuktian :

a) Mempunyai kekuatan pembuktian bebas

Alat bukti kesaksian sebagai alat bukti yang sah, tidak

mempunyai kekuatan pembuktian yang sempurna dan tidak

Page 38: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

25

memiliki kekuatan pembuktian yang menentukan. Atau

dengan singkat dapat dikatakan alat bukti kesaksian sebagai

alat bukti yang sah adalah bersifat bebas dan tidak sempurna

dan tidak menentukan dan mengikat.

b) Nilai kekuatan pembuktian bergantung pada penilaian

hakimHakim bebas memberikan penilaian atas kesempurnaan

dan kebenaran keterangan saksi, tidak ada keharusan bagi

hakim untuk menerima kebenaran setiap keterangan saksi,

karena hakim bebas menilai kekuatan atau kebenaran yang

melekat pada keterangan itu, untuk dapat diterima atau tidak.

2) Keterangan ahli

Keterangan ahli merupakan keterangan yang diberikan oleh

seseorang yang memilki keahlian khusus mengenai suatu hal yang

diperlukan guna membuat terang suatu perkara pidana demi

kepentingan pemeriksaan. Keterangan ahli harus dinyatakan dalam

sidang pengadilan dan diberikan dibawah sumpah (Pasal 186

KUHAP). Selain itu, keterangan ahli dapat juga diberikan pada waktu

pemeriksaan oleh penyidik atau penuntut umum dan dituangkan

dalam suatu bentuk laporan (Pasal 133 jo penjelasan Pasal 186

KUHAP).

Visum et repertum merupakan alat bukti yang dikatakan

memiliki dualisme sebagai alat bukti dimana visum menyentuh dua

sisi alat bukti yang sah menurut undang-undang; yaitu keterangan ahli

dan surat. Visum sebagai alat bukti keterangan ahli merupakan bentuk

dari keterangan ahli yang diberikan pada waktu penyidikan dan

dituangkan dalam bentuk laporan (sebagaimana ditegaskan dalam

penjelasan pasal 186 KUHAP). Kekuatan pembuktian keterangan ahli

mempunyai nilai kekuatan pembuktian bebas, karena dalamnya tidak

melekat nilai pembuktian yang sempurna dan menentukan. Hakim

bebas menilai dan tidak ada ikatan untuk menerima keterangan ahli

Page 39: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

26

3) Surat

Surat sebagai alat bukti yang sah harus dibuat atas sumpah

jabatan dan dikuatkan dengan sumpah. Dalam Pasal 187 KUHAP

disebutkan secara luas bentuk-bentuk surat yang bernilai sebagai alat

bukti yaitu:

a) Berita acara atau surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat

oleh atau dihadapan pejabat yang berwenang mengenai suatu

kejadian yang didengar/dilihat/dialami sendiri disertai alasan

yang jelas mengenai keterangan tersebut.

b) Surat yang dibuat menurut ketentuan peraturan perundangan

atau yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang termasuk

dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya.

c) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat keterangan

berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal yang dimintakan

secara resmi kepadanya.

d) Surat lain yang berhubungan dengan alat bukti yang lain (Rusli

Muhammad, 2007: 196).

Alat bukti surat dinilai sebagai alat bukti yang sempurna dan

memiliki kekuatan mengikat bagi hakim (volledig en beslissende

bewijskracht). Namun demikian, kesempurnaan dan kekuatan

mengikat tersebut hanyalah secara formal. Pada akhirnya, keyakinan

hakimlah yang menentukankekuatan pembuktiannya. Berdasarkan

keterangan tersebut, visum et repertum juga dapat digolongkan

sebagai alat bukti surat yaitu surat keterangan seorang ahli atas suatu

hal yang dibuat berdasarkan keahliannya, dan dimintakan secararesmi

kepadanya oleh penyidik.

Ditinjau dari segi teori serta menghubungkannya dengan

beberapa prinsip pembuktian yang diatur dalam KUHAP, dapat

ditemukan kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti surat.

Page 40: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

27

a) Ditinjau dari segi formal

Ditinjau dari segi formal, alat bukti yang disebut pada Pasal

187 huruf a, b, dan c KUHAP adalah alat bukti yang

sempurna. Sebab bentuk surat-surat yang disebutkan

didalamnya dibuat secara resmi menurut formalitasnya yang

ditentukan peraturan perundang-undangan, oleh karena itu

alat bukti surat resmi mempunyai nilai pembuktian formal

yang sempurna.

b) Ditinjau dari segi materiil

Dilihat dari sudut materiil, alat bukti surat yang disebutkan

dalam Pasal 187 KUHAP bukan alat bukti yang mempunyai

kekuatan mengikat, nilai kekuatan pembuktian alat bukti

surat bersifat bebas, hakim bebas untuk menilai kekuatan

pembuktiannya.

4) Petunjuk

Petunjuk disebut oleh Pasal 184 KUHAP sebagai alat bukti yang

keempat. Di dalam Pasal 188 ayat (1) KUHAP memberi definisi

petunjuk yaitu perbuatan, kejadian atau keadaan, yang karena

persesuaiannya, baik antara yang satu dengan yang lain, maupun

dengan tindak pidana itu sendiri, menandakan bahwa telah terjadi

suatu tindak pidana dan siapa pelakunya. Lebih-lebih kalau

diperhatikan bunyi Pasal 188 ayat (3) KUHAP yang mengatakan

bahwa penilaian atas kekuatan pembuktian dari suatu petunjuk dalam

setiap keadaan tertentu dilakukan oleh hakim dengan arif lagi

bijaksana, setelah ia mengadakan pemeriksaan dengan penuh

kecermatan dan keseksamaan berdasarkan hati nurani.

Di sini tercermin bahwa pada akhirnya persoalannya diserahkan

kepada hakim. Dengan demikian, menjadi sama dengan pengamatan

hakim sebagai alat bukti. Apa yang disebut pengamatan oleh hakim

Page 41: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

28

(eigen warrneming van de rechter) harus dilakukan selama sidang,

apa yang telah dialami atau diketahui oleh hakim sebelumnya tidak

dapat dijadikan dasar pembuktian, kecuali kalau perbuatan atau

peristiwa itu telah diketahui umum ( Andi Hamzah, 2011: 278).

5) Keterangan Terdakwa

Keterangan Terdakwa dapat diberikan di dalam dan diluar

sidang. Yang dapat dijadikan sebagai alat bukti yang sah menurut

undang-undang adalah keterangan Terdakwa di hadapan sidang.

Keterangan yang diberikan diluar sidang dapat digunakan untuk

membantu menemukan bukti di sidang; selama didukung oleh suatu

alat bukti yang sah lainnya. Adapun keterangan Terdakwa sebagai alat

bukti, tanpa disertai oleh alat bukti lainnya, tidak cukup untuk

membuktikan kesalahan Terdakwa. Hal ini merupakan ketentuan

beban minimum pembuktian sebagaimana diatur dalam Pasal 183

KUHAP, yaitu dua alat bukti yang sah menurut undangundang.

Nilai pembuktian keterangan terdakwa mempunyai kekuatan

pembuktian yang bebas, sehingga tidak mengikat hakim. Keterangan

terdakwa tidak dapat berdiri sendiri, ia harus diperkuat dengan alat

bukti yang sah lainnya, sehingga meskipun terdakwa mengakui

kesalahannya tetap diperlukan minimal satu alat bukti yang sah untuk

mencapai batas minimum pembuktian. Setelah adanya minimum dua

alat bukti yang sah, masih diperlukan lagi keyakinan hakim tentang

telah terbuktinya tindak pidana dan terbukti pula bahwa terdakwa

bersalah melakukan tindak pidana tersebut (M.Yahya Harahap: 2009:

333).

Page 42: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

29

B. Kerangka Pemikiran

Gambar1. Skematika Kerangka Pemikiran

Keterangan:

Kerangka Pemikiran dalam bentuk skema di atas mencoba memberikan

gambaran yang disusun secara sistematis terkait alur berfikir dalam menjawab

permasalahan dalam penelitian ini. Kerangka pemikiran merupakan jawaban atas

permasalahan yaitu dalam hal keabsahan dan kekuatan pembuktian dalam tindak

pidana penganiayaan (Studi Kasus Dalam Nomor Perkara:

276/Pid.B/2011/PN.Ska).

Pembuktian merupakan hal yang penting dalam proses peradilan. Untuk

menetukan benar atau salah tidaknya seorang terdakwa. Pembuktian juga

merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang dibenarkan undang-

undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan kesalahan yang

Kasus Tindak Pidana Penganiayaan Dalam Nomor

Perkara : 276/Pid.B/2011/Pn.Ska

Alat Bukti

Keabsahan Pembuktian Alat Bukti Kekuatan Pembuktian Alat Bukti

KUHAP

Page 43: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

30

didakwakan. Menurut Pasal 184 Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana

(KUHAP), alat-alat bukti itu antara laian ialah keterangan saksi, keterangan ahli,

surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.

Dari alur diatas dapat Penulis jabarkan dari sebuah kasus tindak pidana

penganiayaan, kemudian hakim menilai alat bukti yang sah yang diajukan oleh

Jaksa Penuntut Umum, untuk menetukan apakah terdakwa terbukti telah

melakukan tindak pidana penganiayaan atau tidak. Menurut Pasal 183 KUHAP,

asas minimum pembuktian, minimal dua alat bukti yang sah disertai dengan

keyakinan hakim dan berakhir pada penjatuhan vonis di persidangan.Penulis

mengkaji apakah alat bukti yang diajukan untuk pengungkapan alat bukti dalam

tindak pidana penganiayaaan itu sah serta bagaimana kekuatan pembuktiannya.

Page 44: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

31

BAB III

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Berdasarkan penelitian yang Penulis lakukan tentang kebasahan alat bukti

dan kekuatan pembuktian dalam kasus nomor: 276/Pid.B/ 2011/ PN Ska, maka

Penulis sajikan hasil penelitiannya sebagai berikut:

1. Identitas Terdakwa

Nama Lengkap : Joko Nugroho

Tempat Lahir : Surakarta

Tanggal Lahir : 26 Juni 1979

Jenis Kelamin : Laki-Laki

Kebangsaan : Indonesia

Tempat Tinggal : Kampung Nawut Kesongo, Sukoharjo

Agama : Islam

Pekerjaan : Swasta

2. Kasus Posisi

Bahwa berawal dari Daniel Eko Hendarto yang menagih janji penyerahan

sepeda motor kredit yang telat membayar angsuran selama 5 bulan

terhadap Haryadi. Pada saat penagihan Daniel Eko Hendarto memaki-

maki istri Haryadi yang bernama Sumarni karena pada saat penagihan

Haryadi tidak ada di rumah. Kemudian Joko Nugroho yang merupakan

sahabat dari Sumarni datang, lalu Sumarni menceritakan kejadian yang

baru dialaminya kepada Joko Nugroho. Setelah mendengar cerita

Sumarni, Joko Nugroho tidak terima dan atas inisiatif sendiri langsung

meminta nomor telepon Daniel Eko Hendarto untuk mengajak bertemu.

Joko Nugroho menelpon Daniel Eko Hendarto dengan mengaku bernama

Haryadi untuk bertemu. Setelah bertemu, Joko Nugroho yang saat itu

bersama temannya Agus menanyakan mengenai Surat Kuasa Penarikan

31

Page 45: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

32

saksi korban dan pada saat saksi korban akan mengambil Surat Kuasa

Penarikan dari dalam tas, tiba-tiba terdakwa diserang oleh terdakwa

bersama-sama dengan temannya yang bernama Agus dengan

menggunakan senjata tajam, dengan cara membacok menggunakan celurit

dan bendo sehingga mengenai bagian kepala bagian belakang sebelah kiri

(dekat dengan telinga) saksi korban dan mengalami luka sobek keluar

darah sekitar 7 (tujuh) cm serta pangkal jari telunjuk dan pangkal jari

tengah pada tangan kiri saksi mengalami luka sobek. Selang beberapa

waktu Joko Nugroho ditangkap aparat Kepolisian di sebelah timur makam

Sangkrah, Kampung Sangkrah, Kec. Pasar Kliwon, Kota Surakarta dan

ditetapkan menjadi tersangka kasus penganiayaan terhadap Daniel Eko

Hendarto.

3. Dakwaan

Terdakwa diajukan ke persidangan oleh Penuntut Umum dengan surat

dakwaan No. Reg. Perk : PDM-195/SKRTA/Ep.2/09/2011 tertanggal 12

Oktober 2011 dengan dakwaan sebagai berikut:

KESATU:

Bahwa terdakwa JOKO NUGROHO alias KAMPRET Bin SUPARDI

bersama-sama dengan AGUS (belum tertangkap) pada hari sabtu tanggal

02 Juli 2011 sekitar pukul 18.30 WIB atau pada sekitar waktu itu, setidak-

tidaknya masih dalam tahun 2011, di sebelah timur makam Sangkrah,

Kampung Sangkrah, Kec. Pasar Kliwon, Kota Surakarta atau setidak-

tidaknya pada suatu tempat yang masih termasuk dalam daerah hukum

Pengadilan Negeri Surakarta “dengan terang-terangan dan dengan tenaga

bersama menggunakan kekerasan terhadap orang atau barang, jika dengan

sengaja menghancurkan barang atau jika kekerasan yang digunakan

mengakibatkan luka-luka” perbuatan mana dilakukan terdakwa sebagai

berikut:

Bahwa pada hari sabtu tanggal 02 Juli 2011sekitar pukul 15.00 WIB,

saksi korban Daniel Eko Hendarto bersama dengan temannya yang

bernama Agus alias Pesek pergi ke rumah saksi Haryadi yang berada di

Page 46: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

33

Kp. Nawut Kesongo, Mojolaban, Sukoharjo untuk menagih janji

penyerahan sepeda motor kredit merk Shogun 125 yang terlambat

membayar angsuran melalui PT. WOM Finance dan macet sampai 5

(lima) bulan tetapi ketika saksi korban Daniel Eko Hendarto tiba dirumah

saksi Haryadi ternyata saksi Haryadi tidak ada di rumah sehingga saksi

korban segera kembali ke rumah, saksi mendapat telpon dari seseorang

yang mengaku bernama Haryadi untuk datang dan minta bertemu tetapi

tidak di rumah kemudian sekira pukul 17.30 WIB, saksi korban

berboncengan dengan istrinya yang bernama Ny. Sunarni tetapi dalam

perjalanan saksi korban mendapat telepon lagi yang mengatakan untuk

bertemu di daerah Sangkrah tepatnya di sebelah timur makam Sangkrah.

Sekitar pukul 18.00 WIB, saksi korban tiba di Kp. Sangkrah dan bertemu

dengan 2 (dua) orang yang tidak dikenal yaitu terdakwa bersama dengan

temannya Agus yang menanyakan mengenai Surat Kuasa Penarikan saksi

korban dan pada saat saksi korban akan mengambil Surat Kuasa

Penarikan dari dalam tas, tiba-tiba saksi korban diserang oleh terdakwa

bersama-sama dengan temannya yang bernama Agus dengan

menggunakan senjata tajam. Terdakwa bersama dengan temannya

bernama Agus menyerang saksi korban dengan cara membacok

menggunakan celurit dan bendo sehingga mengenai bagian kepala bagian

belakang sebelah kiri (dekat dengan telinga) saksi korban dan mengalami

luka sobek keluar darah sekitar 7 (tujuh) cm serta pangkal jari telunjuk

dan pangkal jari tengah pada tangan kiri saksi mengalami luka sobek.

Bahwa terdakwa melakukan perbuatan tersebut dikarenakan terdakwa

mendengar cerita ketika saksi korban melakukan penagihan angsuran

sepeda motor di rumah saksi Haryadi, saksi korban marah-marah,

mengeluarkan kata-kata kotor dan sempat menantang warga setempat.

Bahwa akibat perbuatan terdakwa JOKO NUGROHO alias KAMPRET

Bin SUPARDI bersama-sama dengan AGUS, saksi korban DANIEL

EKO HENDARTO mengalami luka robek dibagian kepala bagian

samping kurang lebih 7 (tujuh) cm akibat benturan benda tajam seperti

Page 47: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

34

tertuang di Visum Et Repertum Nomor : 36/RSIK-RM-KM/VII/11

tertanggal 11 Juli 2011 yang ditandatangani oleh dr. Endang Sri Untari

dan saksi korban tidak dapat menjalani aktifitasnya selama beberapa hari.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana 170 ayat (2)

ke-1 KUHP.

ATAU

KEDUA:

Bahwa Terdakwa JOKO NUGROHO alias KAMPRET Bin SUPARDI

bersama-sama dengan AGUS alias PESEK 9belum tertangkap) pada

waktu dan tempat seperti tersebut dalam dakwaan kesatu “mereka yang

melakukan, yang menyuruh melakukan, dan turut serta nelakukan

penganiayaan” perbuatan mana dilakukan terdakwa sebagai berikut:

Bahwa pada hari sabtu tanggal 02 Juli 2011sekitar pukul 15.00 WIB,

saksi korban Daniel Eko Hendarto bersama dengan temannya yang

bernama Agus alias Pesek pergi ke rumah saksi Haryadi yang berada di

Kp. Nawut Kesongo, Mojolaban, Sukoharjo untuk menagih janji

penyerahan sepeda motor kredit merk Shogun 125 yang terlambat

membayar angsuran melalui PT. WOM Finance dan macet sampai 5

(lima) bulan tetapi ketika saksi korban Daniel Eko Hendarto tiba dirumah

saksi Haryadi ternyata saksi Haryadi tidak ada di rumah sehingga saksi

korban segera kembali ke rumah, saksi mendapat telpon dari seseorang

yang mengaku bernama Haryadi untuk datang dan minta bertemu tetapi

tidak di rumah kemudian sekira pukul 17.30 WIB, saksi korban

berboncengan dengan istrinya yang bernama Ny. Sunarni tetapi dalam

perjalanan saksi korban mendapat telepon lagi yang mengatakan untuk

bertemu di daerah Sangkrah tepatnya di sebelah timur makam Sangkrah.

Sekitar pukul 18.00 WIB, saksi korban tiba di Kp. Sangkrah dan bertemu

dengan 2 (dua) orang yang tidak dikenal yaitu terdakwa bersama dengan

temannya Agus yang menanyakan mengenai Surat Kuasa Penarikan saksi

korban dan pada saat saksi korban akan mengambil Surat Kuasa

Penarikan dari dalam tas, tiba-tiba saksi korban diserang oleh terdakwa

Page 48: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

35

bersama-sama dengan temannya yang bernama Agus dengan

menggunakan senjata tajam. Terdakwa bersama dengan temannya

bernama Agus menyerang saksi korban dengan cara membacok

menggunakan celurit dan bendo sehingga mengenai bagian kepala bagian

belakang sebelah kiri (dekat dengan telinga) saksi korban dan mengalami

luka sobek keluar darah sekitar 7 (tujuh) cm serta pangkal jari telunjuk

dan pangkal jari tengah pada tangan kiri saksi mengalami luka sobek.

Bahwa akibat perbuatan terdakwa JOKO NUGROHO alias KAMPRET

Bin SUPARDI bersama-sama dengan AGUS, saksi korban DANIEL

EKO HENDARTO mengalami luka robek dibagian kepala bagian

samping kurang lebih 7 (tujuh) cm akibat benturan benda tajam seperti

tertuang di Visum EtRepertum Nomor : 36/RSIK-RM-KM/VII/11

tertanggal 11 Juli 2011 yang ditandatangani oleh dr. Endang Sri Untari

dan saksi korban tidak dapat menjalani aktifitasnya selama beberapa hari.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana 170 ayat (2)

ke-1 KUHP.

Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana Pasal 351

Ayat (1) KUHP jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.

4. Putusan

1) Menyatakan Terdakwa JOKO NUGROHO Alias KAMPRET, telah

terbukti secara sah dan menyakinkan bersalah melakukan tindak

pidana “PENGANIAYAAN”;

2) Menjatuhkan pidana terhadap TERDAKWA JOKO NUGROHO Alias

KAMPRET dengan pidana penjara 9 (sembilan) bulan;

3) Menetapkan masa penahanan yang telah dijalani oleh Terdakwa

dikurangkan seluruhnya dari pidana yang dijatuhkan;

4) Menetapkan Terdakwa tetap berada dalam penahanan;

5) Menetapkan barang bukti berupa:

a) 1 (satu) buah senjata tajam berupa bendo, dirampas untuk

dimusnahkan.

Page 49: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

36

b) 2 (dua) potong baju kaos warna biru dan kaos warna lurik.

c) 1 (satu) jaket warna hitam.

Dikembalikan kepada saksi korban yaitu DANIEL EKO

HENDARTO;

6) Membebani Terdakwa untuk membayar biaya perkara sebesar Rp.

1000,- (seribu rupiah).

B. Pembahasan

1. Analisis KeabsahanAlat BuktiYang DiajukanDalam Kasus Nomor 276/

Pid.B/ 2011/PN. Ska.

Pembuktian merupakan masalah yang memegang peran dalam proses

pemeriksaan sidang pengadilan. Pembuktian mengandung arti bahwa benar

suatu peristiwa pidana telah terjadi dan terdakwalah yang bersalah

melakukannya, sehingga harus mempertanggungjawabkannya. Apabila hasil

pembuktian dengan alat-alat bukti yang ditentukan undang-undang “tidak

cukup” membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa, terdakwa

“dibebaskan” dari hukuman. Sebaliknya apabila kesalahan terdakwa dapat

dibuktikan dengan alat-alat bukti, terdakwa dinyatakan “bersalah”.

Kepadanya akan dijatuhkan hukuman. Oleh karena itu hakim harus hati-hati,

cermat, dan matang menilai dan mempertimbangkan nilai pembuktian.

Pembuktian juga merupakan ketentuan yang mengatur alat-alat bukti yang

dibenarkan undang-undang yang boleh dipergunakan hakim membuktikan

kesalahan yang didakwakan. Menurut Pasal 184 Kitab Undang-undang

Hukum Acara Pidana (selanjutnya disebut KUHAP), alat-alat bukti ialah:

Keterangan saksi, Keterangan ahli, Surat, Petunjuk, Keterangan

terdakwa.Guna membahas keabsahan alat bukti dalam kasus nomor 276/

Pid.B/ 2011/PN. Ska berikut Penulis jabarkan alur pembahasan sebagai

berikut:

Page 50: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

37

Gambar 2. Skematika Alat Bukti

Berdasarkan skematika diatas, dapat dilihat bahwa suatu alat bukti dapat

dikatakan sebagai alat bukti yang sah harus memenuhi syarat-syarat tertentu.

Berikut ini syarat-syarat agar menjadi alat bukti yang sah menurut KUHAP:

a. Keabasahan Alat Bukti Saksi

Alat bukti tersebut merupakan alat bukti utama, hampir semua perkara

pidana bersandar pada pemeriksaan seorang saksi. Dengan diperiksanya

saksi dapat ditemukan kebenaran materiil siapa yang melakukan tindak

pidana dan bagaimana cara melakukannya. Keterangan saksi dapat

dianggap sah sebagai alat bukti, harus memenuhi ketentuan sebagai

berikut:

1) Harus mengucapkan sumpah atau janji

Menurut ketentuan Pasal 160 ayat (3) KUHAP, sebelum saksi

memberikan keterangan “wajib mengucapkan” sumpah atau janji.

Ketentuan KUHAP Kasus Nomor

276/ Pid.B/ 2011/PN. Ska

Tidak sah Sah

Keabsahan Alat Bukti

1. Saksi

2. Surat

3. Keterangan Terdakwa

1. Alat Bukti Saksi

a. Daniel Eko Hendarto

b. Ny. Sunarni

c. Eko Triyanto

d. Ny. Sumarni

2. Alat Bukti Surat

Visum Et Repertum

3. Alat Bukti Keterangan

Terdakwa

Joko Nugroho

Page 51: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

38

Adapun sumpah atau janji:

a) Dilakukan menurut agamanya masing-masing,

b) Lafal sumpah atau janji berisi bahwa saksi akan memberikan

keterangan yang sebenar-benarnya dan tiada lain dari yang

sebenarnya.

Sumpah itu diucapakan pada prinsipnya sebelum memberikan

keterangan. Akan tetapai menurut Pasal 160 ayat (4) KUHAP

memberikan kemungkinan untuk mengucapakan sumpah atau janji

setelah saksi memberikan keterangan. Dengan demikian, saat

pengucapan sumpah atau janji:

a) Pada prinsipnya wajib diucapkan sebelum memberikan

keterangan,

b) Tanpa dalam hal yang dianggap perlu oleh pengadilan, sumpah

atau janji dapat diucapkan sesudah saksi memberikan

keterangan.

Mengenai saksi yang menolak untuk mengucapkan sumpah atau

janji tanpa alasan yang sah:

a) Dapat dikenakan sandera,

b) Penyanderaan dilakukan berdasar penetapan hakim ketua sidang,

c) Penyanderaan dalam hal seperti ini paling lama empat belas hari

(Pasal 161 KUHAP).

2) Keterangan saksi yang bernilai sebagai bukti

Tidak semua keterangan saksi dapat mempunyai nilai sebagai alat

bukti. Menurut Pasal 1 angka 27 KUHAP:

a) Yang saksi lihat sendiri

b) Yang saksi alami sendiri

c) Yang saksi dengar sendiri,

d) Serta menyebut alasan dari pengetahuannya itu.

Page 52: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

39

Bila Penulis hubungkan dengan Pasal 185 ayat (1) KUHAP, dapat

ditarik kesimpulan:

a) Setiap keterangan saksi di luar apa yang didengarnya sendiri

dalam peristiwa pidana yang terjadi atau di luar yang dilihat dan

dialaminya dalam peristiwa pidana yang terjadi di luar yang

dilihat atau dialaminya dalam peristiwa pidana yang terjadi,

keterangan yang diberikan di luar pendengaran, penglihatan atau

pengalaman sendiri mengenai suatu peristiwa pidana yang

terjadi, tidak dapat dijadikan sebagai alat bukti.

b) Testimonium de auditu atau keterangan saksi yang diperoleh

sebagai hasil dari pendengaran orang lain. Penulis berpendapat

keterangan saksi di sidang pengadilan berupa keterangan ulangan

dari apa yang didengarnya dari orang lain tidak dapat dianggap

sebagai alat bukti.

c) Pendapat atau rekaan yang saksi peroleh dari hasil pemikiran,

bukan merupakan keterangan saksi. Penegasan ini diatur dalam

Pasal 185 ayat (5) KUHAP. Oleh karena itu, setiap keterangan

saksi yang bersifat pendapat atau hasil pemikiran saksi, harus

dikesampingkan dari pembuktian dalam membuktikan kesalahan

terdakwa. Keterangan yang bersifat dan berwarna pendapat dan

pemikiran pribadi saksi, tidak dapat dinilai sebagai alat bukti.

3) Keterangan saksi harus diberikan di sidang pengadilan.

Keterangan saksi agar dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah,

maka keterangan itu harus “dinyatakan” di sidang pengadilan. Hal

ini sesuai dengan penegasan Pasal 185 ayat (1) KUHAP. Dengan

begitu Penulis beranggapan keterangan saksi yang berisi penjelasan

tentang apa yang didengarnya sendiri, dilihatnya sendiri, atau

dialaminya sendiri mengenai suatu peristiwa pidana, baru dapat

dinilai sebagai alat bukti, apabila keterangan saksi dinyatakan di

sidang pengadilan.

Page 53: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

40

Keterangan yang dinyatakan di luar persidangan (outside the court)

bukan alat bukti sah, tidak dapat dipergunakan untuk membuktikan

kesalahan terdakwa. Meskipun hakim, penuntut umum, terdakwa

atau penasihat hukum mendengar keterangan seorang yang

berhubungan dengan perisiwa pidana yang sedang diperiksa, dan

keterangan mereka dengan diluar sidang pengadilan tidak dapat

dinilai sebagai alat bukti.

4) Keterangan seorang saksi saja tidak cukup.

Penulis mengingatkan kembali tentang asas minimum

pembuktian yang diatur dalam Pasal 183 KUHAP. Supaya

keterangan saksi dapat dianggap untuk membuktikan kesalahan

Terdakwa harus dipenuhi paling sedikit atau sekurang-kurangnya

dengan dua alat bukti. Dengan begitu keterangan seorang saksi saja,

baru bernilai satu alat bukti saja yang harus ditambah dengan alat

bukti lainnya. Bertitik tolak dari penjelasan Pasal 185 ayat (2)

KUHAP keterangan seorang saksi belum dapat dianggap sebagai

alat bukti yang cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa atau

unus testis nullus testis. Ini berarti bila alat bukti yang diajukan

Penuntut Umum hanya terdiri dari seorang saksi saja tanpa ditambah

dengan alat bukti yang lain atau keterangan saksi yang lain maka

tidak dapat dinilai sebagai alat bukti yang sah untuk membuktikan

kesalahan terdakwa sehubungan dengan tindak pidana yang

didakwakan kepadanya. Memperhatikan uraian diatas, bahwa syarat

yang dikehendaki Pasal 185 ayat (2) KUHAP:

a) Untuk dapat membuktikan kesalahan terdakwa paling sedikit

harus didukung dua orang saksi,

b) Atau kalau saksi hanya terdiri dari seorang saja maka kesaksian

tunggal itu harus dicukupi atau ditambah dengan salah satu alat

bukti yang lain.

Page 54: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

41

Penulis sedikit menjelaskan ketentuan seperti ini hanya berlaku

dalam proses pemeriksaan acara biasa. Apabila dalam pemeriksaan

acara cepat, keyakinan hakim cukup didukung oleh satu alat bukti

yang sah, seperti yang ditegaskan dalam penjelasan Pasal 184

KUHAP. Maka dalam pemeriksaan acara cepat seorang saksi saja

cukup mempunyai nilai pembuktian.

5) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri.

Penulis banyak melihat pendapat orang yang beranggapan

dengan adanya keterangan saksi yang banyak telah dapat untuk

membuktikan kesalahan yang didakwakan kepada terdakwa. Tetapi

pendapat itu salah, kesaksian yang dihadirkan dan didengar

keterangannya di persidangan secara kuantitatif telah melampui

batas minimum pembuktian, belum tentu keterangan mereka secara

kualitatif atau apa yang diberikan di persidangan itu memadai

sebagai alat bukti yang sah membuktikan kesalahan terdakwa. Tidak

ada gunanya mengahadirkan saksi yang banyak, jika secara kualitatif

keterangan mereka saling berdiri sendiri tanpa adanya saling

hubungan antara yang satu dengan yang lain yang dapat

mewujudkan kebenaran akan adanya kejadian atau keadaan tertentu.

Banyaknya saksi yang dihadirkan tapi keterangannya berdiri

sendiri menurut Penulis hanya memboroskan waktu. Bukan hanya

mengumpulkan saksi yang banyak, tapi hanya menyajikan

keterangan yang berdiri sendiri. Hal seperti ini sudah ditegaskan

dalam Pasal 184 ayat (4) KUHAP:

a) Keterangan beberapa saksi yang berdiri sendiri tentang suatu

kejadian atau keadaan dapat digunakan sebagai alat bukti yang

sah, dengan syarat,

b) Apabila keterangan saksi itu ada hubungannya satu dengan yang

lain sedemikian rupa, sehingga dapat membenarkan adanya suatu

kejadian atau keadaan tertentu.

Page 55: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

42

Para saksi yang dihadirkan oleh Penuntut Umum pada pokoknya

menerangkan sebagai berikut:

a) Saksi Daniel Eko Hendarto (saksi korban)

(1) Bahwa terdakwa Joko Nugroho alias Kampret pada hari

sabtu 02 Juli 2011 bertempat di Sangkrah di sebelah timur

makam Sankrah Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta

telah membacok saksi dengan sebilah celurit yang dibawa

sebelumnya, ke bagian belakang sebelah kiri dekat telinga

sebanyak satu kali.

(2) Bahwa saat itu terdakwa bersama temannya Agus

mendatangi korban.

(3) Bahwa terdakwa melakukan hal itu karena tersinggung

perkataan saksi korban saat menagih angsuran di rumah saksi

Ny. Sumarni, yang masih saudara dengan terdakwa.

(4) Bahwa barang bukti berupa 1 (satu) buah senjata tajam

berupa bendo miliknya siapa, saksi tidak tahu, sedangkan 2

(dua) potong baju kaos warna biru, kaos warna lurik dan 1

(satu) jaket warna hitam adalah milik saksi.

b) Saksi Ny. Sunarni:

(1) Bahwa terdakwa Joko Nugroho alias Kampret pada hari

sabtu 02 Juli 2011 bertempat di Sangkrah di sebelah timur

makam Sangkrah Kecamatan Pasar Kliwon Kota Surakarta

telah membacok saksi dengan sebilah celurit yang dibawa

sebelumnya, ke bagian belakang sebelah kiri dekat telinga

sebanyak satu kali.

(2) Bahwa benar terdakwa melakukan hal itu karena tersinggung

perkataan saksi korban saat menagih angsuran di rumah saksi

Ny. Sumarni, yang masih saudara dengan terdakwa.

(3) Bahwa barang bukti berupa 1 (satu) buah senjata tajam

berupa bendo miliknya siapa, saksi tidak tahu, sedangkan 2

Page 56: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

43

(dua) potong baju kaos warna biru, kaos warna lurik dan 1

(satu) jaket warna hitam adalah milik suami saksi yaitu

Daniel Eko Hendarto.

c) Saksi Eko Triyanto:

(1) Bahwa saksi telah melakukan penangkapan terhadap

terdakwa bersama dengan Brigadir M. Alwan Zaenuri pada

hari kamis tanggal 28 Juli 2011 sekitar jam 16.30 WIB di

kampung Jogobayan, Banjarsari, Surakarta.

(2) Bahwa saksi mengatakan yang menjadi korban tindak pidana

penganiayaan atau pengeroyokan bernama: Sdr. Daniel Eko

Hendarto dengan alamat: Kp. Prawit Rt 003 Rw 003 Kel.

Nusukan, Kec. Nusukan, Kec. Banjarsari, Kota Surakarta.

(3) Bahwa Saksi mengatakan pelaku pengeroyokan atau

penganiayaan terhadap korban tersebut, saksi belum

mengetahui, namun hasil pemeriksaan korban menyebutkan

ciri-ciri pelaku pengeroyokan atau penganiayaan tersebut

dilakukan oleh 2 (dua) orang laki-laki masing-masing pelaku

dengan ciri-ciri salah satu berbadan gemuk dan yang satunya

berbadan kecil (kurus) yang tidak dikenal oleh korban.

(4) Bahwa saksi bersama M. Alwan Zaenuri telah melakukan

penangkapan terhadap Joko Nugroho alias Kampret pada saat

sedang nongkrong di pinggir jalan Kampung Jogobayan,

Banjarsari, Surakarta.

(5) Bahwa saksi mengatakan bahwa Joko Nugroho alias

Kampret pada saat dimintai keterangan telah mengaku

melakukan pengeroyokan atau penganiayaan terhadap korban

bersama dengan temannya Agus, sampai sekarang masih

dalam pencarian petugas Polsek Pasar Kliwon.

(6) Bahwa barang bukti berupa 1 (satu) buah senjata tajam

berupa bendo miliknya Agus, sedangkan 2 (dua) potong baju

Page 57: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

44

kaos warna biru, kaos warna lurik dan 1 (satu) jaket warna

hitam adalah milik terdakwa

d) Ny. Sumarni

(1) Bahwa saksi mengatakan pelaku pengeroyokan dan atau

penganiayaan adalah bernama Sdr. Joko Nugroho alias

Kampret dengan alamat: Kp. Semanggi Mojo Rt 02 Rw 04

Kel. Semanggi, Kec. Pasar Kliwon, Kota Surakarta.

(2) Bahwa saksi telah mengatakan yang menjadi korban

pengeroyokan atau penganiayaan adalah Daniel Eko

Hendarto yang mengaku sebagai karyawan dari PT. WOM.

(3) Bahwa saksi mengenal dengan Daniel Eko Hendarto adalah

karyawan PT. WOM saat menagih uang angsuran sepeda

motor kredit yang terlambat di rumah saksi yang beralamat di

Kp. Nawut Rt 02 Rw 03 Kel. Tegalmade, Kec. Mojolaban,

Kab. Sukoharjo.

(4) Bahwa saksi mengatakan Daniel telah datang ke rumah saksi

3 (tiga) kali untuk menagih uang angsuran sepeda motor dan

saksi telat membayar angsuran sepeda motor tersebut

sebanyak 5 kali angsuran.

(5) Bahwa saksi menerangkan pada saat Daniel menagih uang

angsuran sepeda motor di rumah saksi tersebut sambil

marah-marah.

(6) Bahwa saksi mengatakan kejadian tersebut kepada Joko

Nugroho alias Kampret, kemudian setelah mendengar cerita

Joko Nugroho alias Kampret meminta nomor telephone

karyawan PT.WOM lalu bergegas pergi meninggalkan rumah

saksi.

(7) Bahwa saksi mengatakan tidak mengetahui sama sekali

kejadian pengeroyokan atau penganiayaan tersebut.

(8) Bahwa saksi sama sekali tidak menyuruh kepada Joko

Nugroho alias Kampret untuk mencari Sdr. Daniel.

Page 58: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

45

Berdasarkan uraian diatas Penulis mengkaji mengenai kasus

tindak pidana penganiayaan dalam nomor perkara 276/ Pid.

B/2011/PN.Ska dengan terdakwa Joko Nugroho alias Kampret,

apakah alat bukti saksi yang diajukan penuntut umum dapat menjadi

alat bukti yang sah atau tidak. Pembahasannya adalah sebagai

berikut:

Syarat pertama agar saksi menjadi alat bukti yang sah menurut

ketentuan Pasal 160 ayat (3) KUHAP yaitu sebelum saksi

memberikan keterangan “wajib mengucapkan” sumpah atau janji.

Dari kajian yang Penulis lakukan, semua saksi yang dihadirkan oleh

penuntut umum telah disumpah sebelum memberikan keterangan di

persidangan. Saksi yang diajukan oleh penuntut umum telah sesuai

dengan Pasal 160 ayat (3) KUHAP sehingga dapat dijadikan sebagai

alat bukti yang sah yang dapat menentukan salah atau tidaknya

terdakwa.

Syarat kedua agar saksi menjadi alat bukti yang sah enurut

Pasal 1 angka 27 KUHAP yang dihubungkan dengan Pasal 185 ayat

(1) KUHAP yaitu yang saksi lihat, alami, dengar sendiri serta

menyebut alasan mengapa saksi mengutarakan itu. Dari semua

kesaksian yang diberikan di persidangan yang sudah Penulis uraikan

di atas, saksi yang dihadirkan oleh penuntut umum sudah sesuai

dengan Pasal 1 angka 27 KUHAP yang dihubungkan dengan Pasal

185 ayat (1) KUHAP yaitu yang saksi lihat, alami, dengar sendiri

serta menyebut alasan mengapa saksi mengutarakan itu. Sehingga

dapat menjadi alat bukti yang sah dan dapat menentukan salah atau

tidaknya terdakwa.

Syarat yang ketiga agar saksi menjadi alat bukti yang sah maka

keterangan itu harus “dinyatakan” di sidang pengadilan. Hal ini

sesuai dengan penegasan Pasal 185 ayat (1) KUHAP. Semua saksi

yang dihadirkan oleh penuntut umum sudah sesuai dengan Pasal 185

ayat (1) KUHAP sehingga dapat dijadikan sebagai alat bukti yang

Page 59: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

46

sah dan dapat digunakan oleh hakim untuk menentukan salah atau

tidaknya terdakwa.

Syarat keeempat agar saksi menjadi alat bukti yang sah harus

sesuai dengan Pasal 183 KUHAP yaitu asas minimum pembuktian.

Apabila bertitik tolak dari penjelasan Pasal 185 ayat (2) KUHAP

maka keterangan seorang saksi belum dapat dianggap sebagai alat

bukti yang cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa atau unus

testis nullus testis. Saksi-saksi dalam kasus Joko Nugroho telah

cukup untuk memenuhi persyaratan minimum yang diatur dalam

Pasal 183 KUHAP. Selain keterangan saksi ada pula Visum Et

Repertum dan juga keterangan terdakwa. Semisal seorang saksi

sudah cukup untuk membuktikan kesalahan terdakwa ditambah

dengan keterangan/pengakuan terdakwa maka sudah terpenuhi batas

minimum pembuktian. Dalam kasus yang Penulis bahas, apabilah

Penuntut Umum hanya menghadirkan saksi tunggal saja tidak apa-

apa dikarenakan terdakwa Joko Nugroho telah mengakui

perbuatannya melakukan tindak pidana penganiayaan terhadap

Daniel Eko Hendarto, pengakuan tersebut sudah cukup untuk

memenuhi asas minimum pembuktian seperti yang sudah Penulis

jelaskan diatas. Memperhatikan uraian diatas, bahwa syarat yang

dikehendaki Pasal 185 ayat (2) KUHAP:

a) Untuk dapat membuktikan kesalahan terdakwa paling sedikit

harus didukung dua orang saksi, dalam hal ini saksi yang

diajukan penuntut umum telah lebih dari dua orang saksi.

b) Atau kalau saksi hanya terdiri dari seorang saja maka kesaksian

tunggal itu harus dicukupi atau ditambah dengan salah satu alat

bukti yang lain. Dalam hal ini saksi yang diajukan penuntut

umum tidak ada saksi yang hanya terdiri dari seorang saksi, saksi

yang diajukan dalam kasus ini terdiri dari empat orang saksi.

Page 60: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

47

Syarat yang kelima agar saksi menjadi alat bukti yang sah ialah

keterangan saksi tidak boleh berdiri sendiri. Dalam KUHAP

keterangan saksi boleh berdiri sendiri tapi harus memenuhi asas

menurut Pasal 184 ayat (4) KUHAP yang sudah Penulis jelaskan di

atas. Saksi yang diajukan oleh penuntut umum hampir sudah saling

berkaitan antara satu dengan yang lain, tetapi ada keterangan yang

beridiri sendiri yaitu kesaksian yang diberikan oleh saudara Eko

Triyanto yang menyebut bahwa barang bukti berupa 1 (satu) buah

senjata tajam berupa bendo miliknya Agus, sedangkan 2 (dua)

potong baju kaos warna biru, kaos warna lurik dan 1 (satu) jaket

warna hitam adalah milik terdakwa sedangkan saksi yang lain yang

sudah Penulis uraikan di atas bahwa 2 (dua) potong baju kaos warna

biru, kaos warna lurik dan 1 (satu) jaket warna hitam adalah milik

saksi korban. Tetapi semua saksi yang diajukan oleh penuntut umum

telah memenuhi syarat sesuai dengan Pasal 184 ayat (4) KUHAP

yang intinya keterangan saksi yang diajukan penuntut umum itu ada

hubungannya satu dengan yang lain sedemikian rupa, sehingga dapat

membenarkan adanya suatu kejadian atau keadaan tertentu.

b. Keabsahan Alat Bukti Visum Et Repertumsebagai Alat Bukti Surat.

Seperti alat bukti keterangan saksi dan keterangan ahli, alat bukti

surat pun, hanya diatur dalam satu pasal saja yakni Pasal 187 KUHAP.

Menurut ketentuan itu, surat yang dapat bernilai sebagai alat bukti yang

sah menurut undang-undang adalah

1) Surat yang dibuat atas sumpah jabatan,

2) Atau surat yang dikuatkan dengan sumpah.

Surat yang penulis kaji yaitu visum et repertum atau laporan yang

memuat pendapat berdasarkan keahliannya mengenai suatu hal atau suatu

keadaan yang dimnta daripadanya. Pada Pasal 187 KUHAP dijelaskan

mengenai bentuk-bentuk surat, antara lain:

Page 61: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

48

1) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat pejabat

umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya, yang

memuat keterangan tentang kejaduan atau keadaan yang didengar,

dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan alasan yang jelas

dan tegas tentang keterangannya itu.

2) Surat yang berbentuk menurut ketentuan peraturan perundang-

undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang

termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya, dan

yang diperuntukan bagi pembuktian sesuatu hal atau suatu keadaan.

3) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasar

keahliannya mengenai suatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta

secara resmi daripadanya.

4) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya dengan

isi dari alat pembuktian lain.

Di sini Penulis lebih membahas secara khusus mengenai ketentuan

Pasal 187 angka 3 karena berhubungan dengan laporan atau visum et

repertum yang sedang Penulis kaji. Sisi lain dari alat bukti keterangan ahli

yang sudah Penulis jelaskan diatas yang berbentuk laporan juga

menyentuh alat bukti surat. Alasannya, karena dalam ketentuan Pasal 187

angka 3 KUHAP telah menentukan salah satu diantara alat bukti surat

yakni: "Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat berdasar

keahliannya mengenai suatu hal atau sesuatu keadaan yang diminta secara

resmi daripadanya”. Memperhatikan ketentuan tersebut, salah satu bentuk

alat bukti surat yang dimaksud oleh Pasal 187 angka 3 KUHAP, termasuk

kedalam bentuk “surat keterangan ahli”. Selain itu visum et repertum yang

penulis bahas juga sudah juga berupa surat yang dibuat di atas sumpah

jabatan.

Dari uraian Penulis di atas, visum et repertum yang penulis bahas

juga sudah berupa surat yang dibuat di atas sumpah jabatan. Visum et

repertum dari Daniel Eko Hendarto sesuai Pasal 187 angka 3 KUHAP

yaitu termasuk kedalam bentuk “surat keterangan ahli”. Sehingga dapat

Page 62: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

49

menjadi alat bukti yang sah dan dapat digunakan untuk menetukan salah

atau tidaknya terdakwa.

c. Keabsahan Alat Bukti Keterangan Terdakwa

Sudah tentu tidak semua keterangan terdakwa dapat dinilai sebagai

alat bukti yang sah. Untuk menentukan agar keterangan terdakwa

memenuhi syarat alat bukti yang sah, maka diperlukan beberapa asas

sebagai landasan pijak, anatara lain:

1) Keterangan itu dinyatakan di sidang pengadilan

Supaya keterangan terdakwa dapat di nilai sebagai alat bukti yang sah,

keterangan itu harus dinyatakan di sidang pengadilan, baik pernyataan

berupa penjelasan yang diutarakan sendiri oleh terdakwa maupun

pernyataan yang berupa penjelasan atau jawaban terdakwa atas

pertanyaan yang diajukan kepadanya oleh ketua sidang, penuntut

umum atau penasihat hukum.

2) Tentang perbuatan yang dilakukan terdakwa.

Dari ketentuan ini hakim jangan sampai keliru memasukan keterangan

terdakwa yang berupa pernyataan mengenai perbuatan yang dilakukan

oleh orang lain.

3) Tentang apa yang diketahui sendiri oleh terdakwa.

Di sini undang-undang mebuat garis pembatasan antara yang diketahui

terdakwa sehubungan dengan peristiwa pidana dengan pengetahuan

yang bersifat pendapat sendiri bukan dari hasil pemikiran. Arti yang

terdakwa ketahui sendiri tiada lain daripada pengetahuan sehubungan

dengan peristiwa pidana yang didakwakan kepadanya.

4) Apa yang dialami sendiri oleh terdakwa.

Pernyataan terdakwa tentang apa yang dialami, baru dianggap

mempunyai nilai sebagai alat bukti jika pernyataan pengalaman itu

mengenai “pengalamannya sendiri” berupa pengalaman yang langsung

berhubungan dengan peristiwa pidana yang bersangkutan.

Page 63: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

50

5) Keterangan terdakwa hanya merupakan alat bukti terhadap dirinya

sendiri.

Menurut syarat ini yang diterangkan seseorang dalam persidangan

dalam kedudukannya sebagai terdakwa, hanya dapat digunakan

sebagai alat bukti terhadap dirinya sendiri.

Keterangan terdakwa pada pokoknya menerangkan sebagai berikut:

1) Bahwa terdakwa mengatakan telah ditangkap oleh anggota Polsek

Pasar Kliwon yang berpakaian preman tersebut pada hari Kamis

tanggal 28 Juli 2011 sekitar Jam 16.30 WIB di kampung Jogobayan,

Banjarsari, Kota Surakarta.

2) Bahwa terdakwa mengerti apa sebabnya ditangkap karena terdakwa

telah melakukan pengeroyokan atau penganiayaan terhadap seorang

laki-laki yang tidak dikenal yang mengaku dari PT. WOM.

3) Bahwa terdakwa mengatakan telah melakukan tindak pidana

penganiayaan tersebut pada hari Sabtu tanggal 2 juli 2011 sekitar Jam

18.30 WIB di sebelah timur makam sangkrah, Kampung Sangkrah,

Kel. Sangkrah, Kec. Pasar Kliwon, Surakarta.

4) Bahwa terdakwa melakukan tindak pidana pengeroyokan atau

penganiayaan terhadap diri korban tersebut bersama teman Terdakwa

yang bernama Sdr. Agus yang bertempat tinggal di Sangkrah, Kec.

Pasar Kliwon, Kota Surakarta.

5) Bahwa terdakwa yang menjadi penyebab sehingga tersangka

melakukan tindak pidana penegeroyokan atau penganiayaan terhadap

diri korban disebabkan karena korban sebelumnya telah marah-marah

di tempatnya mas Dodo di Mojolaban, Sukoharjo sewaktu menagih

sepeda motor merek Shogun 125 yang dibeli secara kredit dan

terlambat membayar angsuran dan sewaktu korban telah marah-marah

tersebut mas Dodo tidak ada di rumah dan sepeda motor yang akan

ditarik tersebut juga tidak ada yang ada saat itu Cuma istri mas Dodo

yang bernama Ny. Sumarni, selanjutnya korban marah-marah

Page 64: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

51

menendang pagar rumah mas Dodo serta menantang orang yang

berada di daerah Mojolaban dan korban bilang kepada istri mas Dodo

kalau tidak terima ini nomor telephone milik korban, selanjutnya istri

mas Dodo bercerita kepada terdakwa mengenai seorang laki-laki tang

mengaku dari WOM yang telah marah-marah dirumahnya di

Mojolaban Sukoharjo.

6) Bahwa terdakwa mengatakan perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa

terhadap korban adalah kemauannya sendiri dan tidak ada yang

menyuruh.

7) Bahwa barang bukti 1 (satu) buah senjata tajam berupa bendo adalah

milik Sdr. Agus, sedangkan 2 (dua) potong baju kaos warna biri, kaos

warna lurik dan 1 (satu) jaket warna hitam adalah miliknya siapa,

terdakwa tidak tahu.

Dari uraian diatas Penulis akan mengkaji mengenai kasus tindak

pidana penganiayaan dalam nomor perkara 276/ Pid. B/2011/PN.Ska

dengan terdakwa Joko Nugroho alias Kampret, apakah alat bukti

keterangan terdakwa yang diajukan penuntut umum dapat menjadi alat

bukti yang sah atau tidak. Pembahasannya adalah sebagai berikut:

Syarat pertama agar keterangan terdakwa menjadi alat bukti

yang sah adalah keterangan itu harus dinyatakan di sidang pengadilan.

Keterangan dari terdakwa Joko Nugroho dalam perkara

penganiayaannya dinyatakan dalam persidangan, sehingga memenuhi

asas yang pertama untuk memenuhi nilai sebagai alat bukti yang sah.

Syarat kedua agar keterangan terdakwa menjadi alat bukti yang

sah adalah penjelasan tentang perbuatan yang dilakukan terdakwa

sendiri. Pernyataan yang diberikan terdakwa Joko Nugroho yang telah

Penulis uraikan di atas telah sesuai dengan penjelasan tentang

perbuatan yang dilakukan oleh terdakwa sendiri, sehingga dapat dinilai

sebagai alat bukti yang sah.

Page 65: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

52

Syarat ketiga agar keterangan terdakwa menjadi alat bukti yang

sah adalah ada pembatasan antara yang diketahui terdakwa

sehubungan dengan peristiwa pidana dengan pengetahuan yang

bersifat pendapat sendiri bukan dari hasil pemikiran. Dari keterangan

yang diberikan oleh terdakwa yang sudah Penulis uraikan di atas Joko

Nugroho alias Kampret telah memberikan keterangan yang terdakwa

ketahui sehubungan dengan peristiwa pidana yang dialaminya bersifat

pendapat sendiri. Tetapi yang dimaksud pendapat sendiri disini,

terdakwa Joko Nugroho alias Kampret memberikan pengetahuannya

sesuai dengan peristiwa pidana yang didakwakan kepadanya sehingga

dapat menjadi alat bukti yang sah.

Syarat keempat agar keterangan terdakwa menjadi alat bukti

yang sah adalah pernyataan terdakwa tentang apa yang dialami sendiri

berupa pengalaman yang langsung berhubungan dengan peristiwa

pidana yang bersangkutan. Dari keterangan yang diberikan oleh

terdakwa Joko Nugroho alias Kampret yang telah Penulis uraikan di

atas menurut Penulis telah sesuai dengan apa yang dialaminya dan

mempunyai nilai sebagai alat bukti yang sah. Pengalaman yang

dialami sendiri oleh terdakwa berupa pengalaman yang langsung

berhubungan dengan peristiwa pidana yang dilakukan oleh terdakwa.

Syarat kelima agar keterangan terdakwa menjadi alat bukti yang

sah adalah keterangan terdakwa hanya merupakan alat bukti terhadap

dirinya sendiri. Terdakwa Joko Nugroho alias Kampret pada saat

melakukan tindak pidana penganiayaan bersama temannya bernama

Agus. Maka keterangan dari Joko Nugroho tidak dapat digunakan

terhadap Agus saat di persidangan. Tapi saat ini Agus masih dalam

pencarian polisi.

Page 66: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

53

2. Analisis Kekuatan PembuktianAlat Bukti Dalam Kasus Nomor 276/

Pid.B/ 2011/PN. Ska

Sebagaimana diuraikan Pasal 184 ayat (1) KUHAP telah menentukan

secara limitatif alat bukti yang sah menurut undang-undang. Di luar alat bukti

itu tidak dibenarkan untuk membuktikan kesalahan terdakwa. Di samping

bernilai sebagai alat bukti juga mempunyai “kekuatan pembuktian” hanya

pada alat bukti yang sah menurut KUHAP. Pembuktian dengan alat bukti di

luar jenis alat bukti yang disebutkan Pasal 184 ayat (1) KUHAP, tidak

mempunyai nilai serta kekuatan pembuktian yang mengikat.Guna membahas

nilai kekuatan pembuktian alat bukti dalam kasus nomor 276/ Pid.B/

2011/PN. Ska berikut Penulis jabarkan alur pembahasan sebagai berikut:

Gambar3. Skematika Nilai Kekuatan Pembuktian

Berikut adalah analisis kekuatan pembuktian dari alat bukti yang diajukan oleh

penuntut umum dalam Kasus Nomor 276/ Pid.B/ 2011/PN. Ska sebagai berikut:

a. Nilai Kekuatan Pembuktian Keterangan Saksi

Semua saksi yang diajukan oleh Penuntut Umum dalam perkara

penganiayaan Joko Nugroho diberikan di sidang pengadilan dengan

disumpah. Tetapi tidak hanya disumpah agar keterangan saksi dapat

mempunyai nilai kekuatan pembuktian, tetapi juga ada syarat lain yang

Alat Bukti

Dalam Kasus Nomor:

276/ Pid.B/ 2011/PN. Ska Nilai Kekuatan Pembuktian

1. Saksi

2. Surat

3. Keterangan

Terdakwa

1. Bebas

2. Keyakinan Hakim

Page 67: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

54

sudah Penulis jelaskan di atas dimana saksi yang diajukan oleh Penuntut

Umum dalam perkara penganiayaan Joko Nugroho sudah memenuhi

semua persyaratan keterangan saksi sebagai alat bukti yang sah. Penulis

akan mengulanginya secara singkat, antara lain:

1) Saksi harus mengucapkan sumpah atau janji bahwa ia akan

menerangkan yang sebenarnya dan tiada lain dari yang sebenarnya.

2) Keterangan yang diberikan harus mengenai peristiwa pidana yang

saksi dengar, lihat sendiri atau alami sendiri dengan menyevut secara

jelas sumber pengetahuannya.

3) Keterangan saksi harus dinyatakan di dalam persidangan. Pernyataan

saksi di luar persidangan tidak mempunyai nilai sebagai alat bukti

yang sah.

4) Keterangan seorang saksi bukan merupakan alat bukti yang sah.

Karena itu harus dipenuhi batas minimum pembuktian yang diatur

dalam Pasal 183 KUHAP.

Semua syarat yang Penulis uraikan, maka dapat dilihat bukan

hanya unsur sumpah atau janji saja yang menentukan sah atau tidaknya

keterangan saksi sebagai alat bukti. Ada beberapa syarat yang harus

dipenuhi agar saksi itu menjadi alat bukti yang sah. Dengan sendirinya

keterangan saksi tersebut melekat kekuatan pembuktian. Kekuatan

pembuktian saksi dapat Penulis jelaskan :

1) Mempunyai kekuatan pembuktian bebas

Alat bukti kesaksian tidak melekat sifat pembuktian yang

sempurna (volledig bewijskracht) dan tidak melekat di dalamnya

kekuatan pembuktian yang mengikat dan menentukan (beslissende

bewijskracht). Maka dari itu, alat bukti kesaksian sebagai alat bukti

yang sah mempunyai nilai kekuatan pembuktian “bebas”. Alat bukti

kesaksian sebagai alat bukti yang sah, tidak mempunyai kekuatan

pembuktian yang sempurna dan juga tidak memiliki kekuatan

pembuktian yang menentukan. Kesimpulannya alat bukti kesaksian

Page 68: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

55

sebagai alat bukti yang sah adalah bersifat bebas dan “tidak

sempurna” dan tidak “menentukan” atau tidak “mengikat”.

2) Nilai kekuatan pembuktian tergantung pada penilaiaan hakim.

Alat bukti keterangan saksi sebagai alat bukti yang bebas yang

tidak mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang sempurna dan

tidak menentukan, sama sekali tidak mengikat hakim. Hakim bebas

untuk menilai kesempurnaan dan kebenarannya. Tidak ada

keharusan bagi hakim untuk menerima kebenaran setiap keterangan

saksi. Hakim bebas menilai kekuatan atau kebenaran yang melekat

pada keterangan itu dan dapat menrima atau

menyingkirkannya.Jangan sampai terjadi satu hipotesis dari Kevin T.

McGuire and James A. Stimson yang menyatakan one highly

plausible hypothesis is that public opinion determines Supreme

Court policy indirectly(Kevin T. McGuire and James A. Stimson,

2004: 1020).

Lain halnya bila undang-undang sendiri telah menentukan

bahwa alat bukti kesaksian mempunyai sifat kekuatan pembuktian

yang sempurna dan meenetukan. Jika undang-undang menetukan

demikian maka hakim tidak boleh menilai kekuatan pembuktiannya,

hakim harus secar bulat terikat untuk mempergunakannya dalam

putusan, tidak lagi berwenang untuk menialainya secara bebas.

Hakim dalam mempergunakan kebebasan menilai kekuatan

pembuktian kesaksian harus benar-benar bertanggung jawab. Jangan

sampai kebebasan penilaian itu menjurus kepada kesewenang-

wenangan tanpa moralitas dan kejujuran yang tinggi. Kebebasan

yang tidak diertai rasa tanggung jawab, kebebasan itu akan berbalik

menjadi ironi dan bersifat tragis. Selain itu bisa menguntungkan

orang yang jahat. Orang yang tidak bersalah akan sengsara sebagai

akibat kesewenangan dan kecongkakan dalam mempergunakan

kebebasan tersebut.oleh karena itu pada umumnya kasus-kasus yang

lain dan pada khususnya kasus yang sedang Penulis kaji telah benar-

Page 69: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

56

benar cukup bukti berdasar keterangan saksi, kebebasan hakim

menilai kebenaran dan keterangan saksi-saksi, harus berpedoman

pada tujuan mewujudkan “kebenaran sejati”. Kesimpulan dari uraian

kekuatan pembuktian keterangan saksi dalam kasus tindak pidana

penganiayaan dengan terdakwa Joko Nugroho, dapat ditarik

kesimpulan:

a) Saksi-saksi yang diajukan Penuntut Umum dalam perkara

penganiayaan dengan terdakwa Joko Nugroho tidak mempunyai

kekuatan pembuktian yang sempurna dan mengikat, hakim

mempunyai kebebasan untuk menilainya.

b) Alat bukti keterangan saksi yang diajukan Penuntut Umum

dalam perkara penganiayaan dengan terdakwa Joko Nugroho

sebagai alat bukti yang mempunyai kekuatan pembuktian bebas,

dapat dilumpuhkan terdakwa dengan alat bukti lain berupa saksi

a decharge maupun dengan keterangan ahli atu alibi.

b. Nilai Kekuatan Pembuktian Visum Et Repertum Sebagai Alat Bukti

Surat.

Sebelum membahas kekuatan pembuktian alat bukti surat,

sekedar perbandingan mari kita menengok hukum acara perdata. Dalam

pembuktian yang diatur dalam hukum acara perdata, surat autentik atau

surat resmi seperti bentuk-bentuk surat resmi yang diatur dalam Pasal

187 angka 1 dan 2 KUHAP, dinilai sebagai alat bukti yang sempurna

dan mengikat bagi hakim, sepanjang hal itu tidak dilumpuhkan dengan

“bukti lawan” atau tegen bewijs. Oleh karena itu alat bukti surat resmi

atau autentik merupakan alat bukti yang sempurna dan mengikat

(volledig en beslissende bewijskracht), hakim tidak bebas lagi

menilainya dan terikat kepada pembuktian surat tersebut dalam

mengambil putusan perkara perdata yang bersangkutan.

Demikian secara ringkas gambaran kekuatan pembuktian surat

resmi atau autentik yang diatur dalam hukum acara perdata. Dalam hal

Page 70: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

57

hukum acara pidana sebagaimana yang diatur dalam KUHAP, sama

sekali tidak mengatur ketentuan khusus tentang nilai kekuatan

pembuktian surat. Penulis akan menjelaskan lagi bentuk-bentuk surat

menurut Pasal 187 KUHAP,antara lain:

1) Berita acara dan surat lain dalam bentuk resmi yang dibuat

pejabat umum yang berwenang atau yang dibuat dihadapannya,

yang memuat keterangan tentang kejaduan atau keadaan yang

didengar, dilihat atau dialaminya sendiri, disertai dengan alasan

yang jelas dan tegas tentang keterangannya itu.

2) Surat yang berbentuk menurut ketentuan peraturan perundang-

undangan atau surat yang dibuat oleh pejabat mengenai hal yang

termasuk dalam tata laksana yang menjadi tanggung jawabnya,

dan yang diperuntukan bagi pembuktian sesuatu hal atau suatu

keadaan.

3) Surat keterangan dari seorang ahli yang memuat pendapat

berdasar keahliannya mengenai suatu hal atau sesuatu keadaan

yang diminta secara resmi daripadanya.

4) Surat lain yang hanya dapat berlaku jika ada hubungannya

dengan isi dari alat pembuktian lain.

Apabila KUHAP tidak mengatur secara khusus, maka menilai

kekuatan pembuktian yang melekat pada alat bukti surat, dapat ditinjau

dari segi teori serta menghubungkannya dengan beberapa prinsip

pembuktian yang diatur di dalam KUHAP.

1. Ditinjau dari segi formal

Ditinjau dari segi formal, alat bukti yang disebut pada Pasal 187

angka 1, 2 dan 3 KUHAP adalah alat bukti yang sempurna.

Sebab bentuk surat-surat yang disebut didalamnya dibuat secara

resmi menurut formalitas yang ditentukan peraturan perundang-

undangan. Dengan dipenuhi ketentuan formal dalam

pembuatannya serta dibuat dan berisi keterangan resmi dari

seorang pejabat yang berwenang dan pembuatan serta keterangan

Page 71: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

58

yang terkandung dalam surat dibuat atas sumpah jabatan maka

ditinjau dari segi formal alat bukti surat seperti ini yang disebut

Pasal 187 angka 1, 2 dan 3KUHAP adalah alat bukti yang

bernilai sempurna. Begitulah nilai kesempurnaan alat bukti surat

yang disebut dalam Pasal 187 angka 1, 2 dan 3KUHAPditinjau

dari segi formal. Dan harap jangan lupa, meninjau dari segi

formal ini menitikberatkan dari sudut teoritis. Belum tentu

sesuatu yang dapat dibenarkan dari segi teori dapat dibenarkan

praktek, sebab kenyataan, apa yang dibenarkan dari sudut teori

dikesampingkan oleh beberapa asas dan ketentuan dalam

KUHAP.

2. Ditinjau dari segi materiil

Dari sudut materiil, semua bentuk alat bukti surat yang disebut

dalam Pasal 187 KUHAP, bukan alat bukti yang mempunyai

kekuatan mengikat. Pada diri alat bukti surat itu tidak melekat

kekuatan pembuktian yang mengikat. Nilai kekuatan alat bukti

surat , sama halnya dengan nilai kekuatan pembuktian

keterangan saksi maupun keterangan ahli, sama-sama

mempunyai nilai kekuatan pembuktian yang “bersifat bebas”.

Tanpa mengurangi sifat kesempurnaan formal alat bukti surat

yang disebut pada Pasal 187 angka 1, 2 dan 3KUHAP sifat

kesempurnaan formal tersebut tidak dengan sendirinya

mengandung nilai kekuatan pembuktian yang mengikat. Hakim

bebas untuk menilai kekuatan pembuktiannya. Hakim dapat

mempergunakannya atau menyingkirkannya. Dasar alasan

ketidakterikatan hakim atas alat bukti surat tersebut didasarkan

pada beberapa asas, antara lain:

a) Asas proses pemeriksaan perkara pidana ialah untuk mencari

kebenaran materiil atau kebenaran sejati (material waarheid),

bukan mencari kebenaran formal. Dengan asas ini, hakim

bebas menilai kebenaran yang terkandung pada alat bukti

Page 72: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

59

surat. Walupun dari segi formal, alat bukti surat telah benar

dan sempurna, namun kesempurnaan dan kebenaram formal

itu dapat disingkirkan demi untuk mencapai dan mewujudkan

kebenaran materiil.kebenaran dan kesempurnaan formal

harus mengalah berhadapan dengan kebenaran sejati. Lain

halnya dalam proses pemeriksaan perdata. Kebenaran yang

hendak dicari dan diwujudkan, sedapat mungkin mencapai

kebenaran sejati, tetapi jika seandainya kebenaran sejati tidak

dapat diwujudkan oleh hakim, dapat diperkenankan

mewujudkan kebenaran formal. Jelas dilihat, baik ditinjau

dari segi teori apalagi jika dihubungkan dengan asas

kebenaran sejati yang digariskan oleh penjelasan Pasal 183

KUHAP, yang memikulkan kewajiban hakim, untuk

menjamin tegaknya kebenaran, keadilan, dan kepastian

hukum bagi seseorang maka kebenaran formal harus

dianggap tidak memadai mendukung terwujudnya kebenaran

sejati. Oleh karena itu, hakim bebas menilai kebenaran

formal dalam rangka menjunjung tinggi kebenaran sejati.

b) Asas keyakinan hakim

Asas keyakinan hakim terdapat dalam Pasal 183 KUHAP

berhubungan erat dengan sistem pembuktian yang dianut

KUHAP. Berdasar Pasal 183 KUHAP menganut ajaran sitem

pembuktian menurut undang-undang secara negatif.

Berdasar sitem pembuktian menurut undang-undang secara

negatif, hakim baru boleh menjatuhkan pidana kepada

seorang terdakwa apabila kesalahan terdakwa telah terbukti

dengan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang sah, dan atas

keterbuktian itu hakim “yakin”, terdakwalah yang bersalah

melakukannya. Asas keyakinan hakim itu sendiri dapat

melumpuhkan semua kekuatan pembuktian yang diperoleh

disidang pengadilan. Walupun telah terkumpul bukti sebesar

Page 73: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

60

gunung, hakim harus lagi menanya dan menguji kekuatan

pembuktiannya itu dengan hati nuraninya. Kalau hatinya

tidak yakin atas kesalahan terdakwa, hakim bebas dan

berwenang melumpuhkan kekuatan pembuktian tersebut

dengan “keyakinannya”. Akan tetapi seperti Penulis

peringatkan berulang-ulang, dalam mempergunakan

kebebasan dan asas keyakinan, hakim harus benar-benar

bertanggung jawab “demi mewujudkan kebenaran sejati”.

c) Asas batas minimum pembuktian

Seperti Penulis jelaskan sebelumnya, bahwa asas minimum

pembuktian telah ditentukan dalam Pasal 183 KUHAP.

Prinsip dari asas batas minimum pembuktian: “sekurang-

kurangnya dengan dua alat bukti yang sah”. Bertitik tolak

dari prinsip atau asas minimum pembuktian, bagaimanapun

sempurnya alat bukti surat, kesempurnaanya itu tidak dapat

berdiri sendiri, harus dibantu lagi dengan palin sedikit satu

alat bukti yang lain guna memenuhi apa yang telah

ditentukan dalam Pasal 183 KUHAP.

Dengan alasan dan penjelasan yang diuraikan, dapat

diambil kesimpulan. Bagaimanapun sempurnanya nilai

pembuktian alat bukti surat, kesempurnaan itu tidak merubah

sifatnya menjadi alat bukti yang mempunyai nilai kekuatan

pembuktian yang mengikat. Nilai yang melekat pada

kesempurnaanya tetap bersifat kekuatan pembuktian “yang

bebas”. Hakim bebas untuk menilai kekuatannya dan

kebenarannya. Visum et repertum yang penulis bahas juga sudah

juga berupa surat yang dibuat di atas sumpah jabatan. Visum et

repertum dari Daniel Eko Hendarto sesuai Pasal 187 angka 3

KUHAP yaitu termasuk kedalam bentuk “surat keterangan ahli”.

Sehingga dapat menjadi alat bukti yang sah dan mempunyai

Page 74: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

61

kekuatan pembuktian dari segi materiil seperti Penulis jelaskan

di atas.

Kebenaran penilaian itu dapat ditinjau dari beberapa

alasan. Boleh dari segi asas kebenaran sejati, atas keyakinan

hakim, maupun dari sudut batas minimum pembuktian. Dan

memang pada prinsipnya, ajaran pembuktian yang dianut hukum

acara pidana pada dasarnya tidak mengenal alat bukti yang

sempurna dan mengikat, kecuali bagi negara yang menganut

sistem pembuktian menurut undang-undang secara positif.

c. Nilai Kekuatan Pembuktian Keterangan Terdakwa.

Sebelum Penulis mengkaji mengenai kekuatan pembuktian

keterangan terdakwa, Penulis akan mengingatkan bahwa seribu kali pun

terdakwa memberikan pernyataan pengakuan sebagai pelaku dan yang

bersalah mealakukan tindak pidana yang didakwakan kepadanya,

pengakuan itu tidak boleh dianggap dan dinilai sebagai alat bukti yang

sempurna, menetukan dan mengikat. Seandainya pembuat undang-

undang menetapkan nilai pengakuan sebagai alat bukti yang sempurna,

menentukan dan mengikat, ketentuan yang seperti itu memaksa hakim

untuk tidak boleh beranjak dari alat bukti pengakuan tersebut. Hakim

secara mutlak harus memutuskan perkara atas alasan pembuktian

pengakuan.

Ketentuan seperti ini sangat berbahaya, karena akan banyak

orang jahat yang berkeliaran di belakang pengakuan orang yang diupah.

Akibatnya orang kaya yang mampu dan jahat akan semakin merajalela.

Mereka akan tetap bebas berkeliaran ditengah-tengah masyarakat

dengan jalan membeli orang miskin yang mau mengaku sebagai orang

yang bertanggung jawab atas tindak pidana yang terjadi. Akibat buruk

yang paling jauh, penegakan hukum dapat diperjualbelikan oleh mereka

yang punya uang. Untunglah pembuat undang-undang tidak menetapkan

Page 75: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

62

ketentuan seperti itu, sehingga kecil kemungkinan terdapat orang jahat

yang berlindung di balik pengakuan seorang terdakwa bayaran.

Sekedar perbandingan dengan hukum acara perdata, pengakuan

yang bulat dan murni adalah merupakan alat bukti yang sempurna dan

menetukan (volledig en belisende bewijs-krachts). Menurut hukum acara

perdata, pada suatu pengakuan yang bulat dan murni, melekat nilai

kekuatan pembuktian yang sempurna, mengikat, dan menentukan. Hal

ini sejalan dengan tujuan kebenaran yang hendak diwujudkan dalam

proses pemeriksaan perkara perdata. Hakim tidak dituntut untuk mencari

dan mewujudkan kebenaran sejati.

Tidak demikian haknya dengan perkara pidana khususnya perkara

pidana yang sedang Penulis bahas, di dalamnya tersangkut kepentingan

individu pada satu pihak dan kepentingan masyarakat pada lain pihak.

Individu dan masyarakat atau negara sama-sama mempunyai

kepentingan yang seimbang dalam menegakan dan terciptanya tertib

hukum. Oleh karena itu kebenaran yang ditegakan adalah kbenatran

yang “sejati”. Bertitik tolak dari tujuan mewujudkan kebenaran sejati,

undang-undang tidak dapat menilai keterangan atau pengakuan terdakwa

sebagai alat bukti yang memiliki nilai pembuktian yang sempurna,

mengikat dan menentukan. Mengkaji sedikit mengenai keterangan

terdakwa Joko Nugroho pada kasus tindak pidana penganiayaan telah

mengakui seluruh perbuatannya. Terdakwa mengaku telah melakukan

tindak pidana penganiayaan terhadap Daniel Eko Hendarto dengan jalan

membacok menggunakan celurit dan bendo hingga bagian kepala bagian

belakang sebelah kiri (dekat dengan telinga) saksi korban dan

mengalami luka sobek keluar darah sekitar 7 (tujuh) cm serta pangkal

jari telunjuk dan pangkal jari tengah pada tangan kiri saksi mengalami

luka sobek.Dengan demikian keterangan Joko Nugroho dapat menjadi

alat bukti yang sah, sehingga mempunyai nilai kekuatan pembuktian

sebagai berikut:

1) Sifat nilai kekuatan pembuktiannya adalah bebas.

Page 76: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

63

Hakim tidak terikat pada nilai kekuatan yang terdapat pada alat bukti

keterangan terdakwa. Dia bebas untuk menilai kebenaran yang

terkandung di dalamnya. Hakim dapat menerima atau

menyingkirkannya sebagai alat bukti dengan jalan mengemukakan

alsan-alasannya. Jangan hendaknya penolakan akan kebenaran

keterangan terdakwa tanpa alasan yang diidukung oleh argumentasi

yang tidak proposional dan akomodatif. Dengan demikian

sebaliknya, seandainya hakim hendak menjadikan alat bukti

keterangan terdakwa sebagai salah satu landasan pembuktian

kesalahan terdakwa, harus dilengkapi alasan yang argumentatif

dengan menghubungkan alat bukti yang lain.

2) Harus memenuhi batas minimum pembuktian.

Sebagaimana telah dijelaskan pada asas-asas penilaiaan keterangan

terdakwa, salah satu asas yang harus diperhatikan oleh hakim adalah

ketentuan yang dirumuskan pada Pasal 189 ayat (4) yang

menentukan: “keterangan terdakwa saja tidak cukup untuk

membuktikan bahwa ia bersalah melakukan perbuatan yang

didakwakan kepadanya, melainkan harus disertai alat bukti yang

lain”. Dari ketentuan tersebut jelas, keharusan mencukupkan alat

bukti keterangan terdakwa dengan sekurang-kurangnya satu lagi alat

bukti yang lain, baru mempunyai nilai pembuktian yang cukup.

Penegasan Pasal 189 ayat (4) sejalan dengan dan mempertegas asas

batas minimum pembuktian yang diatur dalam Pasal 183.

3) Harus memenuhi asas keyakinan hakim.

Sekalipun kesalahan terdakwa telah terbukti sesuai dengan asas

batas minimum pembuktian, masih harus di ikuti dengan “keyakinan

hakim”, bahwa memang terdakwa yang bersalah melakukan tidak

pidana yang didakwakan kepadanya. Artinya adalah disamping

memenuhi batas minimum pembuktian dengan alat bukti yang sah

maka dalam pembuktian yang cukup tersebut harus diikuti dengan

Page 77: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

64

keyakinan hakim bahwa terdakwalah yang bersalah melakukan

tindak pidana yang didakwakan kepadanya.

BAB IV

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang Penulis lakukan, dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Mengenai keabsahan suatu alat bukti, harus terdapat syarat tertentu. Pada

kasus nomor 276/ Pid.B/ 2011/PN. Ska terdapat 3 (tiga) alat bukti yaitu

alat bukti saksi, alat bukti surat, dan alat bukti keterangan terdakwa.

Berdasarkan penjelasan Penulis di atas alat bukti tersebut dapat dikatakan

alat bukti yang sah.

2. Mengenai nilai pembuktian alat bukti harus berdasarkan dengan keyakinan

hakim. Pada kasus nomor 276/ Pid.B/ 2011/PN. Ska terdapat 3 (tiga) alat

bukti yaitu alat bukti saksi, alat bukti surat, dan alat bukti keterangan

terdakwa. Semua alat bukti yang diajukan penuntut umum dalam kasus

tersebut dapat diterima menjadi alat bukti yang sah. Sehingga alat bukti

tersebut dalam pembuktian pidana mempunyai nilai kekuatan pembuktian

bebas dan tergantung pada penilaian hakim.

B. Saran

Berdasarkan penelitian di atas Penulis memberi saran sebagai berikut:

1. Hakim sebagai wakil Tuhan dalam memeriksa perkara khususnya dalam

hal pembuktian harus benar-benar lebih cermat dan teliti sehingga dalam

menjatuhkan putusan dapat dilakukan dengan seadil-adilnya.

2. Penuntut umum dalam menghadirkan alat bukti harus benar-benar kuat,

agar dapat menyakinkan hakim bahwa terdakwalah yang melakukan

tindak pidana.

Page 78: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

65

DAFTAR PUSTAKA

Buku: Abdurrahman. 1980. Pembaharuan Hukum Acara Pidana dan Hukum Acara

Pidana Baru di Indonesia. Bandung: Penerbit Alumni. Andi Hamzah. 2011. Hukum Acara PidanaIndonesia. Jakarta: Sinar Garfika. C.S.T Kansil. 1986. Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Indonesia. Jakarta.

Balai Pustaka. Hari Sasangka dan Lily Rosita. 2003. Komentar Kitab Undang-Undang Hukum

Acara Pidana (KUHAP). Bandung: Mandar Maju. Johny Ibrahim. 2006. Teori dan Metodologi Penelitian Hukum Normatif. Jawa

Timur: Banyu Media Publishing. Lilik Mulyadi. 2007. Hukum Acara Pidana. Bandung: PT Citra Aditya Bakti. Moch. Faisal Salam. 2001.Hukum Acara Pidana dalam Teori dan Praktek.

Bandung: CV Mandar Maju. Moeljatno.1979. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (Terjemahan). Cetakan XI. Munir Fuady. 2006. Teori Hukum Pembuktian: Pidana dan Perdata. Bandung:

Citra Aditya. M. Yahya Harahap. 2009. Pembahasan Permasalahan Dan Penerapan KUHAP.

Edisi Kedua. Jakarta: Sinar Grafika. Peter Mahmud Marzuki. 2005. Penelitian Hukum. Cetakan pertama. Jakarta:

Kencana Prenada Media Group. Rusli Muhammad. 2007. Hukum Acara Pidan Kontemporer. Bandung: PT Citra

Aditya Bakti. Soedarto. 1997. Hukum dan Hukum Pidana. Bandung: Alumni. Syaiful Bakhri. 2009. Hukum Pembuktian. Cetakan pertama. Yogyakarta : Total Media.

64

Page 79: KAJIAN KEABSAHAN ALAT BUKTI DAN KEKUATAN PEMBUKTIAN DALAM .../Kajian...DALAM PENGUNGKAPAN TINDAK PIDANA PENGANIAYAAN (STUDI KASUS NOMOR: 276/ Pid. B/ 2011/ PN.SKA) adalah betul-betul

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

66

Peraturan Perundang-undangan: Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Jurnal Jurnal Hukum Respublica. 2007. Pemahaman Hukum Pembuktian dan Alat Bukti

Sebagai Upaya Meningkatkan Pembangunan Bangsa. Vol 6. David A. Lagnado and Nigel Harvey. 2008. The impact of discredited evidence.

Psychonomic Bulletin & Review. Vol 15 (6), 1166-1173.

Kevin T. McGuire and James A. Stimson. 2004. The Least Dangerous Branch Revisited: New Evidence on Supreme Court Responsiveness to Public Preferences. The Journal of Politics. Vol 66, No 4, 1018-1035.

Internet: Lahut.Net: Tindak Pidana Penganiayaan.html >[ 22 Maret pukul 17.00 wib]