Kajian Invasi Tumbuhan

16
1 Kajian Invasi Tumbuhan pada Lahan Basah Taman Nasional Wasur, Merauke (Study of plant invasion on wetlands of Wasur National Park, Merauke) 1 Sarah Yuliana, Krisma Lekitoo & Junus Tambing 2 Abstrak Lahan basah adalah salah satu tipe ekosistem dalam kawasan Taman Nasional (TN) Wasur yang sedang menghadapi masalah penurunan fungsi dan manfaat kawasan akibat masalah invasi tumbuhan pengganggu. Tulisan ini disusun untuk mengkaji jenis-jenis flora invasif dalam rawa-rawa kawasan TN Wasur. Metode yang digunakan dalam penulisan ini merupakan perpaduan antara wawancara dengan pengelola kawasan, pengamatan dalam petak-petak 2 m x 2 m di lapangan dan tinjauan dari sumber-sumber pustaka terkait. Jumlah jenis invasif yang dijumpai di Rawa Biru mencapai 25 jenis, di daerah Rawa Donggamit 7 jenis dan di Rawa Ukra mencapai 29 jenis. Jenis-jenis invasif yang dijumpai meliputi jenis rumput, teki, herba, semak, liana, paku-pakuan, tumbuhan air, sampai dengan pohon. Jenis-jenis invasif utama rawa yang perlu mendapat perhatian lebih lanjut adalah Carex sp., Hanguana malayana, Thoracostachium sumatranum, Elaeocharis indica, Ludwigia oktovalvis, dan Stachytarpeta jamaicensis. Jenis lainnya yang perlu diwaspadai adalah Mimosa pigra yang dapat menjadi ancaman terhadap keberadaan lahan-lahan basah dan sabana dalam kawasan. Proses invasi jenis-jenis tersebut diperkirakan merupakan perpaduan beberapa karakter seperti akibat tiadanya musuh alami, toleransi jenis invasif yang luas, kemampuan jenis tersebut untuk memanfaatkan sumberdaya dan adanya sifat alelopatik pada jenis-jenis tertentu, selain didukung dengan kondisi lahan basah dalam kawasan yang secara alami menjadi penampung segala material yang masuk di dalamnya. Kata kunci : flora invasif, rawa, TN Wasur, Merauke I. PENDAHULUAN A. Latar Belakang Taman Nasional Wasur (TN Wasur) sebagai salah satu kawasan konservasi penting di Papua merupakan kawasan yang unik dan sangat penting secara ekologis dan ekonomis. Pada tahun 1978, kawasan hutan Wasur dan daerah Rawa Biru ditetapkan menjadi Suaka Margasatwa (SM) Wasur dan Cagar Alam (CA) Rawa Biru dengan luasan masing-masing sekitar 206.000 ha dan 4.000 ha. Luasan SM Wasur selanjutnya bertambah menjadi 98.000 ha pada tahun 1982, 1 Makalah disampaikan pada Seminar Hasil-hasil Penelitian BPK Manado BPK Manokwari di Manado, 23-24 Oktober 2012 2 Balai Penelitian Manokwari, Jl. Inamberi Pasir Putih Susweni, Manokwari , Papua Barat 98312. No. telp. (0986) 213437, faks (0986) 213441, Email : [email protected] .

Transcript of Kajian Invasi Tumbuhan

1

Kajian Invasi Tumbuhan pada Lahan Basah Taman Nasional Wasur, Merauke

(Study of plant invasion on wetlands of Wasur National Park, Merauke) 1

Sarah Yuliana, Krisma Lekitoo & Junus Tambing2

Abstrak

Lahan basah adalah salah satu tipe ekosistem dalam kawasan Taman Nasional (TN) Wasur yang sedang

menghadapi masalah penurunan fungsi dan manfaat kawasan akibat masalah invasi tumbuhan pengganggu.

Tulisan ini disusun untuk mengkaji jenis-jenis flora invasif dalam rawa-rawa kawasan TN Wasur. Metode yang

digunakan dalam penulisan ini merupakan perpaduan antara wawancara dengan pengelola kawasan, pengamatan

dalam petak-petak 2 m x 2 m di lapangan dan tinjauan dari sumber-sumber pustaka terkait.

Jumlah jenis invasif yang dijumpai di Rawa Biru mencapai 25 jenis, di daerah Rawa Donggamit 7 jenis

dan di Rawa Ukra mencapai 29 jenis. Jenis-jenis invasif yang dijumpai meliputi jenis rumput, teki, herba,

semak, liana, paku-pakuan, tumbuhan air, sampai dengan pohon. Jenis-jenis invasif utama rawa yang perlu

mendapat perhatian lebih lanjut adalah Carex sp., Hanguana malayana, Thoracostachium sumatranum,

Elaeocharis indica, Ludwigia oktovalvis, dan Stachytarpeta jamaicensis. Jenis lainnya yang perlu diwaspadai

adalah Mimosa pigra yang dapat menjadi ancaman terhadap keberadaan lahan-lahan basah dan sabana dalam

kawasan. Proses invasi jenis-jenis tersebut diperkirakan merupakan perpaduan beberapa karakter seperti akibat

tiadanya musuh alami, toleransi jenis invasif yang luas, kemampuan jenis tersebut untuk memanfaatkan

sumberdaya dan adanya sifat alelopatik pada jenis-jenis tertentu, selain didukung dengan kondisi lahan basah

dalam kawasan yang secara alami menjadi penampung segala material yang masuk di dalamnya.

Kata kunci : flora invasif, rawa, TN Wasur, Merauke

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Taman Nasional Wasur (TN Wasur) sebagai salah satu kawasan konservasi

penting di Papua merupakan kawasan yang unik dan sangat penting secara

ekologis dan ekonomis. Pada tahun 1978, kawasan hutan Wasur dan daerah

Rawa Biru ditetapkan menjadi Suaka Margasatwa (SM) Wasur dan Cagar Alam

(CA) Rawa Biru dengan luasan masing-masing sekitar 206.000 ha dan 4.000 ha.

Luasan SM Wasur selanjutnya bertambah menjadi 98.000 ha pada tahun 1982,

1 Makalah disampaikan pada Seminar Hasil-hasil Penelitian BPK Manado – BPK Manokwari di Manado, 23-24

Oktober 2012 2 Balai Penelitian Manokwari, Jl. Inamberi Pasir Putih Susweni, Manokwari , Papua Barat 98312. No. telp.

(0986) 213437, faks (0986) 213441, Email : [email protected] .

2

hingga 304.000 ha melalui Keputusan Menteri Pertanian Nomor

15/Kpts/Um/1/82. Kedua kawasan tersebut (SM Wasur dan CA Rawa biru0 pada

akhirnya dikukuhkan menjadi TN Wasur melalui Keputusan Menteri Kehutanan

Nomor 448/Kpts-II/1990 tanggal 24 Maret 1990 dengan luas keseluruhan

308.000 hektar. Keputusan ini selanjutnya diperkuat dengan Keputusan Menteri

Kehutanan Nomor 282/Kpts-IV/1997 tanggal 23 Mei 1997 yang menetapkan TN

Wasur dengan luasan 413.810 hektar.

Kondisi fisik kawasan TN Wasur sedikitnya terdiri dari 10 (sepuluh)

formasi vegetasi, yang sebagian besar meliputi daerah lahan basah. Berdasarkan

formasi tersebut, tampak bahwa TN Wasur memiliki potensi air permukaan yang

cukup besar , salah satunya adalah kawasan Danau Rawa Biru dengan luas 12.570

Ha dan beberapa sungai antara lain Sungai Maro, Sungai Yauram, Maar dan

Torasi (Balai TN Wasur, 1999). Rawa Biru merupakan salah satu sumber air

yang pokok bagi kebutuhan air bersih kota Merauke, yang dimanfaatkan sejak

jaman Belanda sampai saat ini (Purba, 1999). Kawasan ini juga didiami oleh

beberapa fauna khas seperti Kanguru Pohon (Dendrolagus spadix), Walabi

(Macropus agilis), Rusa Timor (Cervus timorensis), Buaya Air Tawar

(Crocodylus novaeguineae), Buaya Muara (C. porosus), Kasuari (Casuarius

casuarius sclateri), Mambruk (Goura sp), Cenderawasih Kuning Besar

(Paradisaea apoda novaeguineae), Cenderawasih Raja (Cicinnurus regius rex),

dan beberapa jenis kura-kura air tawar. Selain itu, kawasan ini juga ditetapkan

menjadi kawasan konservasi milik dunia sebagai salah satu habitat burung migran

dari Australia (Balai TN Wasur, 1999; Prasetyo dan Hartana, 2011).

Sebagai kawasan konservasi dengan lahan basah terluas di Papua dan

potensi keanekaragaman hayati yang tinggi, TN Wasur juga menghadapi

permasalahan yang berpotensi menurunkan keanekaragaman hayati baik flora,

fauna maupun ekosistem kawasan secara keseluruhan. Permasalahan tersebut

meliputi tingginya aktivitas masyarakat di dalam kawasan yang berupa perburuan

liar, penebangan liar, pembukaan lahan untuk pertanian dan perladangan,

penjualan tanah di dalam kawasan, penggembalaan dan kebakaran lahan yang

tidak terkendali, serta yang saat ini terlihat sangat mendesak fungsi ekosistem

yaitu berupa invasi jenis tumbuhan dan satwa eksotik sehingga mengganggu

3

keberadaan jenis-jenis asli beserta habitatnya. Sebagai akibatnya, kota Merauke

saat ini menghadapi masalah terancamnya ketersediaan sumber air bersih akibat

terinvasinya daerah Rawa Biru oleh tumbuhan air (Hartono dkk, 2006; Prasetyo,

2011). Masalah invasi tumbuhan ini menjadi penting untuk dikaji, terutama

berkaitan dengan karakteristik lahan basah dan jenis-jenis yang menginvasi,

sebagai bahan informasi awal untuk langkah penanganan selanjutnya.

B. Tujuan dan Metode

Tulisan ini disusun untuk mengkaji kerentanan lahan basah dalam kawasan

TN Wasur terhadap penyebaran tumbuhan invasif. Metode yang digunakan

dalam penulisan ini merupakan perpaduan antara penelitian dan pengamatan di

lapangan, wawancara dengan pengelola kawasan, dan tinjauan dari sumber-

sumber pustaka terkait. Kegiatan pengamatan di lapangan meliputi penyusunan

daftar jenis-jenis invasif dan pengamatan pada petak-petak pengukuran berukuran

2 m x 2 m yang diletakkan pada masing-masing lokasi pengamatan.

II. KONDISI BIOFISIK KAWASAN TN WASUR

A. Penelitian-penelitian sebelumnya

Penelitian di TN Wasur yang dilakukan oleh BPK Manokwari menyangkut

peran dan fungsi kawasan diawali pada tahun 2006, yang saat itu secara khusus

mengkaji perihal sistem kelembagaan yang berlaku di dalam pengelolaan TN

Wasur. Aspek lain yang dikaji pada tahun tersebut adalah kondisi sosial ekonomi

masyarakat di dalam kawasan. Pada tahun selanjutnya tidak ada penelitian yang

berlokasi di TN Wasur, karena yang menjadi fokus adalah kawasan konservasi

lainnya yaitu TN Teluk Cenderawasih.

Setelah menimbang kegiatan pada tahun 2006 tersebut, pihak Kementerian

Kehutanan kembali menjadikan TN Wasur lokus penelitian sejak tahun 2008.

Kegiatan pada tahun 2008 dan 2009 dilakukan untuk mengumpulkan informasi

biofisik kawasan dengan pertimbangan masih diperlukannya informasi terkini

menyangkut kondisi dan situasi kawasan, terutama di daerah-daerah yang

disurvei. Dalam dua tahun belakangan ini kegiatan penelitian di lokasi TN Wasur

dititikberatkan pada kegiatan penilaian atau valuasi potensi dan manfaat kawasan.

Gambaran lokasi TN Wasur ditampilkan dalam peta pada Lampiran 1, dengan

4

yaitu : 1) Hutan Dominan Melaleuca sp. (Dominan melaleuca forest); 2) Hutan

Co-Dominan Melaleuca sp-Eucalypthus sp, (Codominant Melaleuca-Eucalypthus

forest); 3) Hutan jarang (Woodland forest); 4) Hutan pantai (Coastal forest); 5)

Hutan Musim (Monsoon forest); 6) Hutan Pinggir Sungai (Rivarian Forest); 7)

Hutan bakau (Mangrove Forest); 8) Sabana (Savannah); 9) Padang Rumput

(Grassland); 10) Padang Rumput Rawa (Grass Swamp) (Balai TN Wasur, 2011).

B. Permasalahan dan Kebutuhan

Salah satu perubahan yang dialami kawasan yang ikut teramati selama

rangkaian kegiatan penelitian dilaksanakan adalah menyebarnya jenis-jenis

tumbuhan tertentu, yang mengubah kondisi lahan dalam kawasan, sekaligus

mempengaruhi fungsi dan manfaat kawasan tersebut. Penyebaran jenis-jenis

tumbuhan ini diketahui telah mengganggu fungsi kawasan sebagai penampung

dan penyedia air permukaan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber air bersih

bagi masyarakat.

Pengendalian jenis-jenis tumbuhan invasif ini menjadi mendesak untuk

dilakukan. Beberapa langkah awal yang diperlukan untuk kegiatan ini adalah

pengumpulan informasi menyangkut jenis-jenis tumbuhan pengganggu ini, yang

berkaitan dengan karakter biologis, penyebarannya dikaitkan dengan ekosistem

lahan basah yang dirugikannya, sekaligus memperkirakan kemungkinan

menghambat dan membatasi penyebarannya.

III. TUMBUHAN INVASIF DALAM KAWASAN TN WASUR

A. Pengertian dan Batasan

Ada beberapa istilah yang sering digunakan dalam tulisan ini. Istilah-istilah

tersebut adalah invasi tumbuhan, lahan basah, dan jenis invasif.

Invasi tumbuhan adalah pergerakan satu atau lebih jenis tumbuhan dari satu

daerah ke daerah lainnya sehingga akhirnya jenis-jenis itu menetap di daerah

tersebut. Proses ini merupakan suatu rangkaian dari proses-proses migrasi,

eksistensi, dan kompetisi, yang seluruhnya terkait dengan aspek waktu dan ruang.

Proses invasi seringkali terjadi di daerah yang gundul, namun dapat juga terjadi di

kawasan dengan tumbuhan. Dalam dunia ekologi, invasi merupakan bentuk

permulaan suksesi yang pada akhirnya secara terus menerus akan menghasilkan

5

tahapan suksesi hingga terbentuk klimaks (Wittenberg & Cock, 2001; Zedler &

Kercher, 2004; Zimdahl, 2007).

Lahan basah dalam tulisan ini dibatasi pada daerah rawa-rawa air tawar

yang berada dalam kawasan TN Wasur. Selain rawa, pada dasarnya setiap tipe

lahan basah seperti danau, sungai, dan rawa air asin juga mempunyai potensi

untuk terkena invasi oleh tumbuhan pengganggu.

Tumbuhan invasif adalah jenis-jenis tumbuhan yang mampu berkembang

sangat cepat pada suatu lingkungan sehingga dapat merugikan secara ekonomis

maupun ekologis (Wittenberg & Cock, 2001; Zedler & Kercher, 2004; Zimdahl,

2007). Ciri-ciri tumbuhan invasif antara lain mampu tumbuh dengan cepat,

reproduksinya cepat seringkali mampu bereproduksi secara vegetatif, memiliki

kemampuan menyebar tinggi, toleransi yang besar terhadap kondisi lingkungan,

dan umumnya berasosiasi dengan manusia.

Tumbuhan invasif dapat merupakan jenis asli dan juga jenis asing (eksotik).

Penyebaran jenis asli yang menyebar secara meluas di habitatnya seringkali

dianggap tidak terlalu membahayakan dibanding dengan keberadaan jenis asing

yang invasif. Jenis asing dapat masuk secara sengaja, misalnya melalui

introduksi untuk keperluan tertentu, atau secara tidak sengaja akibat terbawa oleh

manusia ke dalam suatu kawasan.

Jenis asing selanjutnya dapat menjadi invasif apabila mampu

menyingkirkan jenis asli dari kompetisi memperebutkan sumber daya seperti zat

hara, cahaya, air dan ruang tumbuh. Jenis invasif asing mungkin saja mampu

mengandalkan sumber daya yang sebelumnya tidak mampu dijangkau jenis asli

dan menyesuaikan diri dengan kondisi lingkungan hidupnya yang baru.

B. Jenis-jenis Invasif pada Rawa-rawa TN Wasur

TN Wasur mencakup beberapa daerah lahan basah yang penting untuk

sistem tata air kawasan dan habitat satwa seperti burung air dan kangguru. Rawa-

rawa tersebut antara lain adalah Rawa Biru, Rawa Donggamit dan Rawa Ukra.

Dari pengamatan di lapangan, rawa-rawa tersebut sudah mengalami proses invasi

dari beragam jenis tumbuhan.

6

Daerah Rawa Biru sebagai rawa air tawar terbesar dalam kawasan, yang

sangat penting sebagai penyedia air bersih untuk kota Merauke, telah mengalami

invasi oleh sedikitnya 25 jenis tumbuhan invasif dari berbagai habitus, mulai dari

semak, teki, rumput, herba, liana, paku-pakuan, sampai dengan pohon (Tabel 1).

Jenis-jenis tersebut dijumpai menginvasi rawa pada urutan yang bervariasi juga.

Tabel 1. Jenis-jenis invasif yang dijumpai di daerah Rawa Biru

No. Species Habitus

1. Alstonia sphatulata Pohon

2. Carex sp.** Rumput

3. Cassytha filliciformis Liana

4. Cida rhombifolia Semak

5. Blechnum orientalis Paku-pakuan

6. Eleocharis indica Rumput

7. Eleusina indica Rumput

8. Eriochaulon longifolium Herba

9. Fymbristilis sp. Rumput

10. Hanguana malayana** Herba

11. Imperata cylindrica Rumput

12. Ischaemum timoriense Rumput

13. Ludwigia oktovalvifolia Semak

14. Lygodium sp. Paku-pakuan

15. Macropthylium sp. Teki

16. Melaleuca cajuputi Pohon

17. Melaleuca leucadendron Pohon

18. Nephentes gracilis Liana

19. Paspalum conjugatum Rumput

20. Passiflora foetida Liana

21. Scyrpus glossus Teki

22. Stenochlaena palustris Paku-pakuan

23. Thoracostachium sumatranum** Herba

24. Uncaria indica Liana

25. Vigna angulata Liana

Sumber : Hasil pengamatan dan pengukuran

Rawa Biru mengalami tekanan akibat penutupan oleh pertumbuhan jenis-

jenis invasif yang cukup pesat. Dalam pengamatan di lapangan jenis-jenis

rerumputan (famili Poaceae) tampak sangat dominan dan menutupi sebagian

besar badan air dan hanya menyisakan jalur yang tidak terlalu lebar di bagian

tengah rawa, yang masih dapat dilalui oleh perahu-perahu masyarakat. Kondisi

di beberapa tempat bahkan dapat berupa lapisan yang cukup kuat untuk dipijak.

Jenis Hanguana malayana menginvasi bagian terluar dari badan air,

kemudian disusul dengan jenis-jenis lainnya. Jenis Carex sp. dijumpai

mendominasi hampir seluruh badan air, dan saat ini sudah menjadi ancaman

serius pada daerah Rawa Biru. Jenis lainnya yang menjadi masalah adalah

7

Thoracostachium sumatranum, yang bersama-sama dengan jenis-jenis lainnya

membentuk lapisan yang sangat rapat pada badan air Rawa Biru (Gambar 1.).

Gambar 1. Bentuk invasi tumbuhan dalam Rawa Biru dengan Carex sp. sebagai

tumbuhan dominan.

Rawa lainnya yang berada dalam kawasan TN Wasur adalah Rawa

Donggamit. Rawa ini merupakan rawa air payau yang mendapat pengaruh

pasang surut air laut di dekat daerah Ndalir, Merauke. Rawa ini merupakan rawa

yang sangat penting bagi populasi burung-burung air dan burung-burung migran

yang kerap mengunjungi wilayah Wasur setiap tahunnya.

Sedikitnya ada 7 (tujuh) jenis tumbuhan yang dijumpai menginvasi badan

air dan bantaran rawa (Tabel 2). Jenis-jenis yang teramati ini merupakan jenis-

jenis yang tampak pada musim kering. Kondisi ini diketahui agak berbeda saat

musim hujan, yang menyebabkan rawa ini meluas akibat tingkat ketergenangan

yang cukup tinggi.

Tabel 2. Jenis-jenis invasif yang dijumpai di daerah Rawa Donggamit

No. Species Habitus

1. Aschynomene americana Semak

2. Elaeocharis indica** Rumput

3. Eragrostris tenuifolia Rumput

4. Iscaemum timoriense Rumput

5. Portulaca grandiflora Semak

6. Sphaeranthus africanus Herba

7. Scyrpus glossus Teki

Sumber : Hasil pengamatan dan pengukuran

8

Jenis dominan yang dijumpai saat pengukuran di lapangan adalah

Eleaeocharis indica. Jenis ini mampu menutupi lebih dari 50% dari badan air

rawa, mempercepat pengendapan lumpur dan mengurangi luasan badan air

terbuka yang dapat dimanfaatkan burung-burung air. Hamparan jenis rumput ini

bersama-sama dengan jenis-jenis invasif lainnya sudah menjadi masalah utama di

dalam Rawa Donggamit (Gambar 2).

Gambar 2. Bentuk invasi Eleocharis indica pada badan air Rawa Donggamit

Salah satu rawa penting lain dalam kawasan TN Wasur adalah Rawa Ukra.

Rawa ini termasuk daerah habitat kangguru dan tikus tanah yang berbatasan

dengan formasi sabana. Daerah rawa dan sabana di sekitarnya juga telah

mengalami efek invasi dari sedikitnya 29 (dua puluh sembilan) jenis semak,

rumput, teki, herba, liana, paku-pakuan, sampai dengan tumbuhan air (Tabel 3).

Invasi tumbuhan pada badan air rawa umumnya didominasi oleh jenis

Ludwigia oktovalvifolia, Oryza sp. dan Imperata cylindrica. Sementara jenis

Stachytarpeta jamaicensis dijumpai dominan di daerah sabana tepi Rawa Ukra.

Kondisi badan air pada bagian pinggiran Rawa Ukra mengalami penutupan yang

rapat oleh jenis-jenis tumbuhan tersebut, sehingga dapat dilalui dengan berjalan

kaki di atasnya, meskipun masih cukup goyah dan berair pada bagian bawahnya.

Sementara di daerah sabana, sebaran kelompok-kelompok Stachytarpeta

jamaicensis dan Imperata cylindrica tampaknya tidak mengalami tekanan berarti

akibat kebakaran, kedua jenis ini tetap tumbuh dan menjadi invasif (Gambar 3).

9

Tabel 3. Jenis-jenis invasif yang dijumpai di daerah Rawa Ukra

No. Species Habitus

1. Ageratum conyzoides Semak

2. Androphogon asicullaris Rumput

3. Cassia tora Semak

4. Centrosema pubescens Liana

5. Cida acuta Semak

6. Cida cordifolia Semak

7. Crotalaria indica Semak

8. Cyperus rotundus Teki

9. Digitarium insularis Rumput

10. Fymbristilis sp. Rumput

11. Glochidion sp. Semak

12. Helminthostachys zeylanica Paku-pakuan

13. Imperata cylindrica Rumput

14. Ipomoea reptansi Liana

15. Ischaemum timoriense Rumput

16. Ludwigia oktovalvifolia** Semak

17. Lygodium scandens Paku-pakuan

18. Melastoma malabathricum Semak

19. Mimosa pudica Semak

20. Nymphoides sp. Teratai kecil

21. Oryza sp. Rumput

22. Ossimum basilicum Semak

23. Passiflora foetida Liana

24. Physalis angulata Semak

25. Scyrpus glossus Teki

26. Senna alata Semak

27. Stachytarpeta jamaicensis** Semak

28. Stenochlaena palustris Paku-pakuan

29. Vigna angulata Liana

Sumber : Hasil pengamatan dan pengukuran

Gambar 3. Bentuk invasi pada Rawa Ukra dan sabana tepi Rawa Ukra

10

Berdasarkan daftar jenis dari ketiga tabel sebelumnya, sedikitnya terdapat 6

(enam) jenis invasif yang perlu mendapat perhatian lebih.

1. Carex sp.

Jenis-jenis Carex spp. sering dikenal dengan nama rumput pisau, termasuk

dalam famili teki-tekian (Cyperaceae) dengan pembeda ciri dengan rumput

umumnya (famili Poaceae) terletak pada bagian batangnya yang solid,

menyudut dan membentuk segitiga. Seperti jenis-jenis rumput lainnya,

Carex sangat mudah untuk menyebar di suatu lokasi dengan bantuan

rhizom dan bijinya.

2. Hanguana malayana

Jenis ini dikenal masyarakat dengan nama tebu rawa, meskipun jenis

H. malayana sebenarnya tidak tergolong dalam kelompok tebu-tebuan

(famili rumput-rumputan, Poaceae), melainkan termasuk dalam famili

Hanguanaceae. Jenis ini diketahui merupakan tanaman hias yang berasal

dari Semenanjung Malaya. Jenis ini tumbuh dan menyebar dengan mudah

pada daerah yang tergenang air.

3. Thoracostachium sumatranum

Anggota teki-tekian ini dijumpai menginvasi daerah Rawa Biru bersama-

sama dengan rumput Carex sp. Di beberapa lokasi juga membentuk

asosiasi dengan jenis-jenis lainnya.

4. Elaeocharis indica

Dijumpai dominan pada badan air Rawa Donggamit, jenis ini diketahui

tahan terhadap kedua kondisi musim yang berbeda di kawasan. Pada

musim penghujan jenis ini mampu bertahan dalam penggenangan yang

cukup tinggi, sementara pada musim kering jenis ini ikut membantu

perkembangan jenis-jenis invasif lainnya yang menyebar di di sekitar

perakarannya, pada permukaan tanah rawa yang mengering.

5. Ludwigia oktovalvifolia

Herba berbunga kuning ini dijumpai tumbuh sangat rapat dan sering

dijumpai bersama-sama dengan jenis-rerumputan lainnya menginvasi

11

daerah rawa-rawa dalam kawasan sehingga menyebabkan pendangkalan

dan berkurangnya permukaan air yang terbuka.

6. Stachytarpheta jamaicensis

Jenis ini diketahui merupakan jenis asing yang sangat mudah menempati

daerah-daerah terbuka dan terganggu. Tumbuhan ini cukup sulit diawasi

penyebarannya karena biji yang dihasilkannya mampu bertahan terhadap

kebakaran, dan sangat mudah tumbuh kembali setelah tergenang air pada

musim penghujan.

(1) (2) (3)

(4) (5) (6)

Gambar 4. Jenis-jenis invasif penting pada beberapa rawa dalam TN Wasur : 1.

Carex sp.. 2. H. malayana, 3. E. indica, 4. T. sumatranum 5. L.

oktovalvifolia, 6. S. jamaicensis

C. Dugaan Penyebab dan Dampak Invasi Tumbuhan dalam Rawa-rawa TN

Wasur

Penyebaran jenis invasif dalam suatu ekosistem dapat terjadi karena

berbagai sebab. Beberapa kasus dan pustaka menyebutkan sedikitnya ada 4

(empat) dugaan atau hipotesis penyebab terjadinya invasi tumbuhan pada suatu

daerah. Keempat hipotesis tersebut adalah sebagai berikut:

12

1. Hipotesis ketiadaan musuh alami (the enemy release hypothesis)

Suatu jenis tumbuhan dapat berkembang menjadi tumbuhan invasif di

suatu ekosistem disebabkan oleh tidak adanya musuh alami berupa

pemangsa alami dan patogen atau penyakit yang bisa menghambat

pertumbuhan dan penyebaran jenis tumbuhan tersebut di ekosistem yang

bersangkutan (Fine, 2002; Zedler & Kercher, 2004)

2. Hipotesis toleransi yang luas (the broader tolerance hypothesis)

Hipotesis ini memperkirakan bahwa pada dasarnya jenis tumbuhan

invasif secara alami memiliki toleransi yang luas terhadap batas-batas

kondisi lingkungan yang lebih luas dan beragam (Zedler & Kercher, 2004;

Zimdahl, 2007). Tumbuhan invasif diduga lebih mampu mentoleransi

kondisi-kondisi lingkungan yang lebih ekstrim jika dibanding dengan jenis-

jenis non invasif.

3. Hipotesis efisiensi pemanfaatan sumberdaya (the efficient use hypothesis)

Hipotesis ini menyatakan bahwa jenis-jenis tumbuhan invasif

umumnya merupakan jenis-jenis yang mampu memanfaatkan sumberdaya

di habitatnya secara lebih efisien dibandingkan dengan jenis-jenis non

invasif (Westcott & Dennis, 2003; Zedler & Kercher, 2004; Zimdahl,

2007). Sumberdaya yang dimaksud dapat meliputi cahaya, zat hara, dan

air. Tumbuhan invasif bisa saja berasal dari jenis yang memiliki musim

tumbuh yang lebih panjang, tingkat fotosintesis yang lebih tinggi, ciri

morfologis yang lebih efektif dalam pemanfaatan sumberdaya, dan lain-

lain.

4. Hipotesis alelopati (the allelophaty hypothesis)

Tumbuhan invasif seringkali merupakan jenis-jenis yang mampu

mengeluarkan zat-zat kimia yang bersifat alelopatik. Zat-zat alelopatik ini

dapat menghambat perkecambahan dan pertumbuhan anakan, atau

mematikan jenis tumbuhan lainnya tanpa mempengaruhi pertumbuhan

semai jenis tumbuhan invasif itu sendiri (Putnam, 1994; Zedler & Kercher,

2004; Zimdahl, 2007). Zat alelophatik ini dapat berasal dari bagian-bagian

yang hidup, misalnya zat yang bisa menguap dari daun, pencucian dari daun

dan eksudat akar, atau dari bagian tumbuhan yang membusuk. Keberadaan

13

zat alelopatik inilah yang diperkirakan menjadi salah satu pendukung

penyebaran tumbuhan invasif secara meluas.

IV. KESIMPULAN

Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian ini adalah :

1. Jumlah jenis invasif yang dijumpai di Rawa Biru mencapai 25 jenis, di daerah

Rawa Donggamit 7 jenis dan di Rawa Ukra mencapai 29 jenis. Jenis-jenis invasif

yang dijumpai meliputi jenis rumput, teki, herba, semak, liana, paku-pakuan,

tumbuhan air, sampai dengan pohon.

2. Jenis-jenis invasif utama rawa yang perlu mendapat perhatian lebih lanjut adalah

Carex sp., Hanguana malayana, Thoracostachium sumatranum, Elaeocharis

indica, Ludwigia oktovalvis, dan Stachytarpeta jamaicensis. Jenis lainnya yang

perlu diwaspadai adalah Mimosa pigra yang dapat menjadi ancaman terhadap

keberadaan lahan-lahan basah dan sabana dalam kawasan.

3. Proses invasi jenis-jenis tersebut diperkirakan merupakan perpaduan beberapa

karakter seperti akibat tiadanya musuh alami, toleransi jenis invasif yang luas,

kemampuan jenis tersebut untuk memanfaatkan sumberdaya dan adanya sifat

alelopatik pada jenis-jenis tertentu, selain didukung dengan kondisi lahan basah

dalam kawasan yang secara alami menjadi penampung segala material yang

masuk di dalamnya.

UCAPAN TERIMA KASIH

Penelitian ini didukung dengan dana APBN tahun 2012 pada Badan Litbang Kehutanan/FORDA

(DIPA BPK Manokwari). Terima kasih disampaikan kepada Kepala Balai TN Wasur, staf SPTN

Wasur Wilayah II (Wasur) dan SPTN Wasur Wilayah III (Ndalir), terutama Bapak Glen

Kangiras, Rafik K., Mesakh Iwanggin, Ayub Awarawi, dan La Hisa, Bapak Marwan Maywa –

Kepala Kampung Rawa Biru, dan Bapak Nataniel Ndimar –Kepala Kampung Tomerau, Merauke

atas seluruh dukungan, bantuan dan fasilitasinya di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Balai Taman Nasional Wasur. 1993. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Wasur. Balai

Taman Nasional Wasur – WWF. Merauke.tidak dipublikasikan.

Balai Taman Nasional Wasur. 1999. Rencana Pengelolaan Taman Nasional Wasur. Buku II.

Balai Taman Nasional Wasur – WWF. Merauke. Tidak dipublikasikan.

14

Balai Taman Nasional Wasur. 2011. Review Zonasi Taman Nasional Wasur Merauke,

Provinsi Papua. Balai Taman Nasional Wasur – Pemda Kabupaten Merauke – WWF

– Malind Anim Ha – FKPTNW. Tidak dipublikasikan

Djufri. 2004. Review: Invasi Spesies Eksotik Akasia Berduri (Acacia nilotica (L.) Willd ex

Del). di Taman Nasional Baluran Jawa Timur: Ancaman Terhadap Eksistensi Savana.

ENVIRO 4 (2): 88-99, September 2004. PPLH-LPPM UNS Surakarta.

Fine P. V. A. (2002) The invasibility of tropical forests by exotic plants. Journal of Tropical

Ecology 18, 687-705.

Hartono, Meteray, T. B. S., Farda, N. M. dan Kamal, M. 2006. Kajian ekosistem air

permukaan Rawa Biru – Torasi Merauke Papua menggunakan Citra Penginderaan

Jauh dan SIG. Forum Geografi, Vol. 20, No. 1, Juli 2006: 1-12.

Prasetyo, E.E. 2011. Air Bersih Merauke Terancam. Artikel. Harian Kompas-online Senin, 8

Agustus 2011. Diunduh dari http://www1.kompas.com/read/xml/2011/08/08/

21451346/ Sumber.Air.Bersih.Merauke. Terancam.

-------------- & T. Hartana. 2011. TN Wasur, Plasma Nutfah Lintas Benua. Artikel.Harian

Kompas-online Selasa, 26 Juli 2011. Diunduh dari http://www1.kompas.com/read/

xml/2011/07/26/03503692/ TN.Wasur.Plasma.Nutfah.Lintas.Benua.

Putnam, A. R. 1994. Phytotoxicity of plant residues. In Managing agricultural residues

(ed. Unger, P. W). pp 285-314. Lewis Pubs. (CSC Press). Boca Raton.

Winara, A. & K. Lekitoo 2006. Kajian Kelembagaan Taman Nasional di Papua: Taman

Nasional Wasur. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian dan Pengembangan

Kehutanan Papua dan Maluku. BPPKPM Manokwari. Tidak diterbitkan.

--------------, K. Lekitoo & H. Warsito. 2008. Kajian Biofisik Taman Nasional di Papua (I):

Taman Nasional Wasur. Laporan Hasil Penelitian Balai Penelitian Kehutanan

Manokwari. BPK Manokwari. Tidak diterbitkan.

--------------, K. Lekitoo, R. G. N. Triantoro & L. Mandibodibo 2009. Kajian Kelembagaan

Taman Nasional di Papua (II): Taman Nasional Wasur. Laporan Hasil Penelitian

Balai Penelitian Kehutanan Manokwari. BPK Manokwari. Tidak diterbitkan.

--------------. 2010. Kajian Kelembagaan Taman Nasional Wasur. Laporan Hasil Penelitian

Balai Penelitian Kehutanan Manokwari. BPK Manokwari. Tidak diterbitkan.

Westcott D. A. & Dennis A. J. 2003. The ecology of seed dispersal in rainforests:

implications for weed spread and a framework for weed management. In: Weeds of

Rainforests and Associated Ecosystems (eds A. C. Grice and M. J. Setter) pp. 19-23.

CRC for Tropical Rainforest Ecology and Management, Cairns, Australia.

Wittenberg, R., dan Cock, M.J.W. (Eds.). 2001. Invasive Alien Species: A Toolkit of Best

Prevention and Management Practices. CAB International, Wallingford, Oxon, UK

Zedler, J. B. & S. Kercher. 2004. Causes and Consequences of Invasive Plants in Wetlands:

Opportunities, Opportunists, and Outcomes. Critical Review in Plant Sciences, 23(5):

431-452. Taylor & Francis Inc.

Zimdahl R. L. 2007. Fundamentals of Weed Science. Academic Press Elsevier, London.

15

Lampiran 1. Peta Kawasan TN Wasur (atas : Peta Kawasan, bawah : Peta Penutupan Lahan

sumber : Balai TN Wasur, 2011)

16