Kajian Heritage
description
Transcript of Kajian Heritage
A. Definisi Heritage
Heritage yaitu sejarah, tradisi, dan nilai-nilai yang dimiliki suatu bangsa atau
Negara selama bertahun-tahun dan dianggap sebagai bagian penting dari karakter
bangsa tersebut. (Sumber : Kamus Oxford hal:202). UNESCO memberikan definisi
“heritage’’ sebagai warisan (budaya) masa lalu, yang seharusnya dilestarikan dari
generasi ke generasi karena memiliki nilai-nilai luhur. Dalam buku Heritege
Management Interpretation Idewntity, karya Peter Howord memberikan makna
heritage sebagai segala sesuatu yang ingin diselamatkan orang, termasuk budaya
material maupun alam. Sedangkan menurut Hall & McArther (1996:5) dalam
bukunya heritage Management memberikan definisi heritage sebagai warisan
budaya dapat berupa kebendaan (tangible) seperti monument, arsitektur
bangunan, tempat peribadatan, peralatan, kerajinan tangan, dan warisan budaya
yang tidak berwujud kebendaan (intangible) berupa berbagi atribut kelompok atau
masyarakat, seperti cara hidup, folklore, norma dan tata nilai.
Dari beberapa pemaparan di atas dapat disimpulkan bahwa heritage adalah
peninggalan warisan budaya berupa benda atau tidak berwujud benda dan
memiliki nilai luhur, ada hingga saat ini yang keberadaannya tetap dijaga dan
dilestarikan dari generasi ke generasi.
B. Penggolongan Heritage
Dalam piagam pelestarian pusaka Indonesia dideklarasikan di Ciloto 13
Desember 2003, heritage disepakati sebagai pusaka. Pusaka (Heritage) Indonesia
meliputi :
1 Pusaka Alam
Pusaka alam adalah bentukan alam yang istimewa, misalnya, Taman Nasional
Komodo, Taman Nasional Ujunng Kulon, Taman Nasional Lorentz, dan Cluster
Tropikal Heritage of Sumatra.
Taman Nasinal Ujung Kulon
http://rri.co.id/mobile/index.php/detailberita/detail/67657
2 Pusaka Budaya
Pusaka Budaya, dan pusaka Saujana. Pusaka Alam adalah pusaka alam yang
istimewa. Pusaka Budaya adalah hasil cipta, rasa, karsa, dan karya yang istimewa
dari lebih 500 suku bangsa di tanah air Indonesia Pusaka Budaya mencakup
pusaka berwujud (tangible) dan pusaka tidak berwujud (itangible). Pusaka budaya
yang berwujud (tangible) misalnya bangunan kuno dan rumah adat. Pusaka
budaya yang tidak berwujud (itangible) meliputi flokore dalam bentuk cerita
rakyat, tarian, kulinari, dan musil tradisional.
BAB II -1
http://spotavelista.blogspot.com/2012/09/benteng-fort-rotterdam-saksi-bisu.html
3 Pusaka Saujana
Pusaka saujana adalah gabungan pusaka alam dan Pusaka Budaya dalam
kesatuan ruang dan waktu. Pusaka saujana dikenal dengan pemahaman baru
yaitu cultural landscape (Saujana Budaya), yakni menitik beratkan pada
keterkaitannya budaya dan alam. Dan ini merupakan fenomena kompleks dengan
identitas yang berwujud dan tidak berwujud.
Berpegang pada pemahaman di atas , flokor dalam bentuk cerita rakyat, tarian,
kulinari, music tradisional, dan lainnya masuk dalam pusaka budaya yang disebut
Heritage. Misalnya menyimpan dan memelihara kenangan yang ditinggalkan
orang tersebut. Baik dalam bentuk petuah, buku harian, koleksi buku, etos kerja,
mobil tua, album foto, dan lain-lain. Khusus untuk gedung dan bangunan tua, yang
bisa dikatagorikan sebagai pusaka kota.
Salah satu contoh implementasi heritage adalah menggunakan benteng
vendebrug yang merupakan heritage berupa banguna kuno yang dipakai sebagai
sumber ide yang diterapkan dalam bentuk atau siluet busana pesta.
Benteng vendebrug di Yogyakarta
http://sunudotcom.blogspot.com/2010/11/benteng-vredeburg-jogja.html
C. Kriteria Heritage
Setiap heritage memiliki sejarahnya masing-masing. Heritage tidak selalu
berupa benda mati, namun dapat berupa makhluk hidup ataupun yang sejenis.
Heritage dapat digunakan sebagai icon suatu daerah tertentu yang melambangkan
peristiwa besar ataupun peninggalan yang ada pada suatu daerah tersebut.
Heritage merupakan bukti/ tanda petunjuk aktivitas yang dimiliki dan masih terus
mempunyai nilai sejarah yang penting.
Heritage merupakan bagian dari nilai sosial catatan kehidupan keseharian
masyarakat. Disamping itu, nilai-nilai yang dimiliki heritage juga merupakan
catatan yang mengisi kenangan dan adat-istiadat masyarakat. Menurut Synder dan
Catanse dalam Budiharjo (1997), terdapat enam cirri-ciri heritage, antara lain :
Kelangkaan , karya merupakan sesuatu yang langka.
Kesejarahan, yaitu memuat lokasi peristiwa bersejarah yang penting.
Estetika, yaitu mempunyai keindahan bentuk struktur atau ornament.
Superlativitas, yaitu tertua, tertinggi, atau terpanjang.
BAB II -2
Kejamakan, yaitu karya yang mewakili suatu jenis atau ragam bangunan
tertentu.
Pengaruh, yaitu keberadaanya akan meningkatkan citra lingkungan
sekitarnya.
Selain keenam cirri-ciri diatas, Kerr (1983) menambahkan tiga cirri-ciri heritage,
yaitu :
Nilai Sosial, yaitu mempunyai makna bagi masyarakat.
Nilai Komersial, yaitu berpeluang untuk dimanfaatkan sebagai kegiatan
ekonomis.
Nilai Ilmiah, yaitu berperan dalam bidang pendidikan dan pengembangan
ilmu pengetahuan.
Berdasarkan penuturan para ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa
kriteria dari heritage adalah yang memiliki nilai sejarah, sosial, arsitektur,
ilmu/ilmiah dan dapat dirincikan sebagai berikut:
1. Nilai sejarah
a. Tempat berlangsungnya peristiwa bersejarah, seperti: perundingan dg
penjajah, lokasi pertempuran, dicanangkannya perubahan besar, dsb.,
dan/atau
b. Keterkaitan dengan/bagian dari perubahan atau capaian dalam sejarah
(bangunan itu sendiri membuat sejarah), seperti setasiun pertama, kantor
layanan pos yang pertama, bangunan PDAM, gas, dsb, dan/atau
c. Keterkaitan dg kehidupan orang/tokoh dalam sejarah, seperti Istana Oei
Tiong Ham, rumah Tasripien dan Kampung Kulitannya, dan/atau
d. Keterkaitan dg pembangun/arsitek, seperti Pasar Jatingaleh dengan ir. H.
Thomas Karsten, Apotik Sputnik dg Arsitek Oei Tjong An, Auditorium Undip,
Gedung Administrasi, dan kompleks FISIP dengan Prof. ir. Sidharta, dan
Rajawali Nusindo dengan Liem Bwan Tjie.
e. Keterkaitan dengan proses produksi pada masanya
2. Nilai sosial
a. Seberapa jauh bangunan tersebut dimaknai sebagai tempat kegiatan
tertentu yang melibatkan masyarakat atau sekelompok orang. Contoh: Pasar
Ya’ik sebagai tempat orang dulu nongkrong di malam hari.
b. Peran sebagai unsur pembentuk citra kota/kawasan. Seberapa jauh
bangunan berperan sebagai acuan arah masyarakat dan/atau peran dalam
ruang kota (pembentuk, pengisi, penanda, dsb).
3. Nilai Arsitektur
a. Perpaduan bentuk, struktur, dan bahan. Bagaimana unsur-unsur tersebut
dipadukan dengan prinsip-prinsip desain arsitektur, seperti skala, proporsi,
harmoni, dsb, yang sebagian ditentukan oleh langgam/semangat zamannya.
.
b. Perpaduan bangunan dengan tapaknya. Seberapa tinggi kualitas perpaduan
bangunan dan tapaknya.
c. Kekriyaan. Seberapa tinggi kualitas kekriyaan dan pertukangan bangunan
tersebut.
d. Kelangkaan dan/atau keterwakilan dalam hal tipologi bangunan, langgam,
dll., dan/atau
4. Nilai ilmu
a. Kandungan benda arkeologis, yaitu keberadaan dan/atau diduga keberadaan
tinggalan arkeologis pada lokasi.
BAB II -3
b. Capaian teknologi setelah proses pencarian yang berlangsung panjang dalam
sejarah perkembangan arsitektur/enjinering. Contoh: Pasar Johar
merupakan puncak pencarian bangunan yang menyelesaikan masalah
penghawaan, penerangan, dan perancangan ruang kegiatan, dan/atau
c. Nilai kepeloporan dan/atau kebaruan. Seberapa jauh bangunan/karya
arsitektur memperlihatkan kebaruan pada masanya dan/atau menjadi
pelopor yang diikuti oleh arsitek/karya arsitektur lain sesudahnya.
D. Peraturan Pemerintah Mengenai Heritage
1 Undang – Undang No 26 Tahun 2007
Undang-undang No 26 Tahun 2007 ini berisikan tentang penataan ruang
yang dimaksudkan sebagai landasan hukum dalam perencanaan, pelaksanaan
serta pengendalian dalam tata ruang wilayah. Adapun pasal-pasal yang dominan
membahas tentang cagar budaya dalam undang-undang ini adalah:
Pasal 5 Ayat 2
Pasal ini menyatakan “Penataan ruang berdasarkan fungsi utama kawasan terdiri atas
kawasan lindung dan kawasan budi daya”. Hal ini menyatakan bahwa yang termasuk
kawasan lindung adalah kawasan suaka alam dan cagar budaya, antara lain, kawasan suaka
alam, kawasan suaka alam laut dan perairan lainnya, kawasan pantai berhutan bakau, taman
nasional, taman hutan raya, taman wisata alam, cagar alam, suaka margasatwa, serta
kawasan cagar budaya dan ilmu pengetahuan;
Pasal 6 ayat 1 point b
Pasal ini menyatakan bahwa Penataan ruang diselenggarakan dengan
memperhatikan potensi sumber daya alam maupun buatan. Dimana
sumberdaya yang dimaksud, salah satu kompoennya adalah kebudayaan.
Pasal 17 Ayat 4
Pasal ini menyatakan bahwa Peruntukan kawasan lindung dan kawasan budi daya
meliputi peruntukan ruang untuk kegiatan pelestarian lingkungan, sosial, budaya, ekonomi,
pertahanan, dan keamanan.
2 Undang – Undang No 26 Tahun 2010
Di dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 Tentang
Cagar Budaya Pasal 1 mengatakan bahwa :
Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda
Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar
Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan atau di air yang perlu
dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, dan kebudayaan melalui proses
penetapan.
Benda Cagar Budaya adalah benda alam atau benda buatan manusia, baik
bergerak maupun tidak bergerak, berupa kesatuan atau kelompok dan
bagian-bagiannya, atau sisa-sisanya yang memiliki hubungan erat dengan
kebudayaan dan sejarah perkembangan manusia.
Bangunan Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda
alam atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang
berdinding atau tidak berdinding dan beratap.
Struktur Cagar Budaya adalah susunan binaan yang terbuat dari benda alam
BAB II -4
atau benda buatan manusia untuk memenuhi kebutuhan ruang kegiatan
yang menyatu dengan alam, sarana, dan prasarana untuk menampung
kebutuhan manusia.
Situs Cagar Budaya adalah lokasi yang berada di darat atau di air yang
mengandung Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya atau Struktur
Cagar Budaya sebagai hasil kegiatan manusia atau bukti kejadian pada masa
lalu.
Kawasan Cagar Budaya adalah satuan ruang geografis yang memiliki dua
Situs Cagar Budaya atau lebih yang letaknya berdekatan dan
memperlihatkan ciri tata ruang yang khas.
Kepemilikan adalah hak terkuat dan terpenuh terhadap Cagar Budaya
dengan tetap memperhatikan fungsi sosial dan kewajiban untuk
melestarikannya.
Penguasaan adalah pemberian wewenang dari pemilik kepada Pemerintah, Pemerintah
Daerah, atau setiap orang untuk mengelola Cagar Budaya dengan tetap memperhatikan
fungsi sosial dan kewajiban untuk melestarikannya.
Dikuasai oleh Negara adalah kewenangan tertinggi yang dimiliki oleh negara dalam
menyelenggarakan pengaturan perbuatan hukum berkenaan dengan pelestarian Cagar
Budaya.
Pengalihan adalah proses pemindahan hak kepemilikan atau penguasaan Cagar Budaya
dari setiap orang kepada setiap orang lain atau kepada negara.
Kompensasi adalah imbalan berupa uang atau bukan uang dari Pemerintah atau
Pemerintah Daerah.
Insentif adalah dukungan berupa advokasi, perbantuan, atau bentuk lain bersifat nondana
untuk mendorong pelestarian Cagar Budaya dari Pemerintah atau Pemerintah Daerah.
Tim Ahli Cagar Budaya adalah kelompok ahli pelestarian dari berbagai bidang ilmu yang
memiliki sertifikat kompetensi untuk memberikan rekomendasi penetapan, pemeringkatan,
dan penghapusan Cagar Budaya.
Tenaga Ahli Pelestarian adalah orang yang karena kompetensi keahlian khususnya atau
memiliki sertifikat di bidang Pelindungan, Pengembangan, atau Pemanfaatan Cagar
Budaya.
Kurator adalah orang yang karena kompetensi keahliannya bertanggung
jawab dalam pengelolaan koleksi museum.
Pendaftaran adalah upaya pencatatan benda, bangunan, struktur, lokasi, dan
satuan ruang geografis untuk diusulkan sebagai Cagar Budaya kepada
pemerintah kabupaten/kota atau perwakilan Indonesia di luar negeri dan
selanjutnya dimasukkan dalam Register Nasional Cagar Budaya.
Penetapan adalah pemberian status Cagar Budaya terhadap benda,
bangunan, struktur, lokasi, atau satuan ruang geografis yang dilakukan oleh
pemerintah kabupaten/kota berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar
Budaya.
Register Nasional Cagar Budaya adalah daftar resmi kekayaan budaya
bangsa berupa Cagar Budaya yang berada di dalam dan di luar negeri.
Penghapusan adalah tindakan menghapus status Cagar Budaya dari Register
Nasional Cagar Budaya.
Cagar Budaya Nasional adalah Cagar Budaya peringkat nasional yang
ditetapkan Menteri sebagai prioritas nasional.
Pengelolaan adalah upaya terpadu untuk melindungi, mengembangkan, dan
memanfaatkan Cagar Budaya melalui kebijakan pengaturan perencanaan,
pelaksanaan, dan pengawasan untuk sebesar-besarnya kesejahteraan
BAB II -5
rakyat.
Pelestarian adalah upaya dinamis untuk mempertahankan keberadaan Cagar
Budaya dan nilainya dengan cara melindungi, mengembangkan, dan
memanfaatkannya.
Pelindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan,
kehancuran, atau kemusnahan dengan cara Penyelamatan, Pengamanan,
Zonasi, Pemeliharaan, dan Pemugaran Cagar Budaya.
Penyelamatan adalah upaya menghindarkan dan menanggulangi Cagar
Budaya dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan.
Pengamanan adalah upaya menjaga dan mencegah Cagar Budaya dari
ancaman dan gangguan.
Zonasi adalah penentuan batas-batas keruangan Situs Cagar Budaya dan
Kawasan Cagar Budaya sesuai dengan kebutuhan.
Pemeliharaan adalah upaya menjaga dan merawat agar kondisi fisik Cagar
Budaya tetap lestari.
Pemugaran adalah upaya pengembalian kondisi fisik Benda Cagar Budaya,
Bangunan Cagar Budaya, dan Struktur Cagar Budaya yang rusak sesuai
dengan keaslian bahan, bentuk, tata letak, dan teknik pengerjaan untuk
memperpanjang usianya.
Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi
Cagar Budaya serta pemanfaatannya melalui Penelitian, Revitalisasi, dan
Adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan
Pelestarian.
Penelitian adalah kegiatan ilmiah yang dilakukan menurut kaidah dan
metode yang sistematis untuk memperoleh informasi, data, dan keterangan
bagi kepentingan Pelestarian Cagar Budaya, ilmu pengetahuan, dan
pengembangan kebudayaan.
Revitalisasi adalah kegiatan pengembangan yang ditujukan untuk
menumbuhkan kembali nilai-nilai penting Cagar Budaya dengan penyesuaian
fungsi ruang baru yang tidak bertentangan dengan prinsip pelestarian dan
nilai budaya masyarakat.
Adaptasi adalah upaya pengembangan Cagar Budaya untuk kegiatan yang
lebih sesuai dengan kebutuhan masa kini dengan melakukan perubahan
terbatas yang tidak akan mengakibatkan kemerosotan nilai pentingnya atau
kerusakan pada bagian yang mempunyai nilai penting.
Pemanfaatan adalah pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan
sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan
kelestariannya.
Perbanyakan adalah kegiatan duplikasi langsung terhadap Benda Cagar,
Budaya, Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya, baik seluruh
maupun bagian-bagiannya.
Setiap orang adalah perseorangan, kelompok orang, masyarakat, badan
usaha berbadan hukum atau badan usaha bukan berbadan hukum.
Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau wali kota, dan perangkat
daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di
BAB II -6
bidang kebudayaan.
Di dalam Pasal 5 mengatakan bahwa :
Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai Benda Cagar Budaya,
Bangunan Cagar Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria:
Berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih.
Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun.
Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan
kebudayaan.
Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Di dalam Pasal 7 mengatakan bahwa Bangunan Cagar Budaya dapat :
Berunsur tunggal atau banyak.
Berdiri bebas atau menyatu dengan formasi alam.
Pasal 53-55 mengenai pelestarian bangunan bersejarah sebagai salah satu cagar
budaya yaitu:
Pelestarian Cagar Budaya dilakukan berdasarkan hasil studi kelayakan yang
dapat dipertanggungjawabkan secara akademis, teknis, dan administratif.
Kegiatan Pelestarian Cagar Budaya harus dilaksanakan atau dikoordinasikan
oleh Tenaga Ahli Pelestarian dengan memperhatikan etika pelestarian.
Tata cara Pelestarian Cagar Budaya harus mempertimbangkan kemungkinan
dilakukannya pengembalian kondisi awal seperti sebelum kegiatan
pelestarian.
Pelestarian Cagar Budaya harus didukung oleh kegiatan pendokumentasian
sebelum dilakukan kegiatan yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan
keasliannya.
Setiap orang berhak memperoleh dukungan teknis atau kepakaran dari
Pemerintah atau Pemerintah Daerah atas upaya Pelestarian Cagar Budaya
yang dimiliki atau yang dikuasai.
Setiap orang dilarang dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi, atau
menggagalkan upaya Pelestarian Cagar Budaya.
BAB II -7