Kajian Harmonisasi Pengelolaan Tujuh Taman Nasional Laut
-
Upload
t-jack-rimbawan -
Category
Documents
-
view
23 -
download
4
description
Transcript of Kajian Harmonisasi Pengelolaan Tujuh Taman Nasional Laut
-
i
Laporan Konsultansi
2014
L
KAJIAN
HARMONISASI PENGELOLAAN
TUJUH TAMAN NASIONAL LAUT
Oleh: Dr. Ir. Matheus H. Halim
Laporan konsultansi ini disusun oleh Dr. Ir. Matheus H. Halim didanai oleh United States Agency for International Development
(USAID) melalui Marine Protected Areas Governance (MPAG)
-
ii
Foto sampul muka: Petugas Taman Nasional Wakatobi sedang memantau aktivitas nelayan di perairan
Tomia, Wakatobi.
Juergen Freund / Nikon D700
-
iii
KAJIAN
HARMONISASI PENGELOLAAN
TUJUH TAMAN NASIONAL LAUT
Oleh: Dr. Ir. Matheus H. Halim
USAID Proyek Nomor : AID-497-LA-12-00001
Disunting oleh : Dr. Pahala Nainggolan
Dicetak di : Indonesia
Dana untuk melakukan kajian dan penulisan laporan ini disediakan oleh USAID melalui Marine Protected Areas Governance
(MPAG). MPAG merupakan sebuah konsorsium beranggotakan Conservation International (CI), Coral Triangle Center (CTC),
The Nature Conservancy (TNC), Wildlife Conservation Society (WCS), dan WWF Indonesia.
@2014 Marine Protected Areas Governance. Cetak ulang atau diseminasi laporan ini untuk tujuan pendidikan atau tujuan lain
yang tidak bersifat komersil tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta selama sumber-sumbernya disebutkan diperbolehkan.
Penggandaan materi atau laporan ini untuk diperjual-belikan atau untuk tujuan-tujuan komersil tanpa persetujuan tertulis
pemegang hak cipta tidak diperbolehkan. Izin tertulis dapat ditujukan ke:
Pahala Nainggolan
Chief of Party, Marine Protected Areas Governance
(MPAG)
Jl. Ciragil 2 no. 8
Kebayoran Baru
Jakarta Selatan 12180
Phone: 62 21 2932 9420
Email: [email protected]
-
iv
RINGKASAN EKSEKUTIF
Kajian Harmonisasi Pengelolaan Tujuh Taman Nasional Laut ini merupakan upaya MPAG-CTSP (Marine
Protected Area Governance Coral Triangle Support Partnership) untuk membantu Kementerian Kelautan
dan Perikanan (Kemen KP) dalam bentuk masukan strategis terkait dengan upaya persiapan harmonisasi
pengelolaan tujuh Taman Nasional Laut yang saat ini dikelola oleh Kementerian Kehutanan (Kemenhut).
Pelaksanaan kajian ini berawal dari adanya komitmen pemerintah untuk memiliki 20 (dua puluh juta)
hektare Kawasan Konservasi Perairan (KKP) pada tahun 2020 dan mengelolanya secara efektif.
Disamping itu secara spesifik, kajian ini diminta oleh KKP pada pertemuan koordinasi antara Marine
Resource Program-USAID dimana MPAG termasuk didalamnya dengan KKP pada Juni 2012.
Meskipun memakan waktu panjang untuk finalisasinya, namun kajian ini kini mendapatkan relevansinya
dengan pengesahan UU no. 1 Tahun 2014 tentang perubahan UU no.27 tahun 2007. Pada regulasi
terbaru ini diindikasikan adanya peralihan pengelolaan kawasan konservasi ke KKP. Dengan demikian,
kajian ini memberikan gambaran teknis awal mengenai kawasan yang dikelola oleh Kemenhut dan
diharapkan dapat membantu pembuatan peta jalan (road map) bagi pembangunan strategi pengalihan
kedepan.
Kajian dilakukan selama tiga bulan (15 September 15 Desember 2012) termasuk pengumpulan data
sekunder dari laporan-laporan dan publikasi yang terkait, wawancara dengan pihak yang relevan serta
kunjungan ke lapangan. Kajian dilakukan dengan pemetaan dan identifikasi aspek-aspek pengelolaan pada
tujuh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Taman Nasional Laut di bawah Kementerian Kehutanan (Taman
Nasional (TN) Kepulauan Seribu, TN Wakatobi, TN Takabonerate, TN Karimun Jawa, TN Bunaken, TN
Togian, dan TN Teluk Cendrawasih).
Selanjutnya, dilakukan perbandingan dengan pengelolaan pada (10) sepuluh Kawasan Konservasi Perairan
(KKPN) di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan yang terdiri dari 8 (delapan) kawasan yang
diserahterimakan dari Kementerian Kehutanan (Pulau Pieh, Aru Tenggara, Raja Ampat, Waigeo Barat,
Kapoposang, Gili Matra, Biak-Padaido, Laut Banda) dan 2 (dua) kawasan yang dibentuk oleh Kemen KP
yaitu: Anambas dan Laut Sawu.
Untuk memudahkan analisa, perbandingan aspek pengelolaan ini dilakukan terhadap enam aspek
pengelolaan, yaitu:
Aspek regulasi dan kebijakan yang mencakup ketersediaan peraturan yang mendukung
pengelolaan kawasan;
Aspek kelembagaan yang mencakup bentuk serta struktur lembaga pengelola kawasan
Aspek sumberdaya manusia yang mencakup jumlah pegawai, keberadaan jabatan fungsional
serta struktural pengelola kawasan.
Aspek sarana dan prasarana termasuk ketersediaan sarana dan sarana penunjang pengelolaan
di masing masing kawasan
Aspek pendanaan, mencakup besaran anggaran pengelolaan yang dialokasikan setiap tahun dan
penerimaan pendapatan negara bukan pajak dari kawasan.
Aspek operasional pengelolaan.
-
v
Beberapa perbedaan penting atas pengelolaan kedua kelompok kawasan ini dapat disarikan sebagai
berikut:
Aspek regulasi dan kebijakan
Kementerian Kehutanan relatif sudah memiliki regulasi dan kebijakan yang mendukung pengelolaan.
Misalnya pengaturan kawasan, struktur organisasi, jabatan fungsional, sarana dan prasarana, pengawasan
dan penegakan hukum, pungutan pemanfaatan wisata serta dukungan pendanaan konservasi. Sementara
itu, pada kawasan Kemen KP masih terbatas pada pengaturan kawasan dalam bentuk rencana
pengelolaan kawasan serta zonasi. Regulasi teknis lain seperti SOP pengelolaan sedang dibangun.
Aspek kelembagaan
Terdapat perbedaan struktur eselon lembaga pengelola dan pola pengelolaan. Kemenhut memiliki enam
UPT Balai setingkat eselon IIIa dan satu UPT Balai Besar setingkat eselon IIb. Sedangkan pada kawasan
dibawah Kemen KP pengelola kawasan adalah non-eselon yang berada di bawah unit kerja eselon 3 (Balai
KKPN Kupang) dan eselon 4 (Loka KKPN Pekanbaru). UPT Balai Taman Nasional Laut berkedudukan di
lokasi kawasan. UPT pengelola kawasan Kementerian KP berkedudukan di Kupang (membawahi 8
kawasan di Indonesia Timur dan NTB) serta di Pekan Baru (membawahi kawasan di Anambas dan Pulau
Pieh).
Aspek SDM
Terdapat perbedaan yang signifikan menyangkut jumlah dan sistem jabatan fungsional pengelola kawasan
dari kedua kelompok kawasan. Kelompok Taman Nasional Laut dikelola oleh 550 orang PNS dengan
rincian 3 orang golongan I, 260 orang golongan II, 277 orang golongan III, dan 10 orang golongan IV.
Sementara itu, KKPN dikelola oleh 58 orang PNS (38 orang PNS Balai KKPN Kupang dan 20 orang PNS
Loka KKPN Pekanbaru). Dibandingkan dengan luasan yang dikelola, pada 7 taman nasional Kemenhut,
satu orang PNS bertanggung jawab terhadap 7.350 ha Taman Nasional Laut sedangkan di Kemen KP,
satu orang PNS bertanggung jawab terhadap 94.962 ha KKP Nasional.
Selanjutnya, terdapat 3 (tiga) jabatan fungsional di Kementerian Kehutanan yang berkaitan dengan
pengelolaan kawasan, yaitu Pengendali Ekosistem Hutan (83 orang), Penyuluh Kehutanan (6 orang), dan
Polisi Kehutanan (219 orang). Adapun KKPN belum memiliki skema jabatan fungsional yang terkait
dengan pengelolaan kawasan konservasi. Implikasinya adalah kebutuhan sumberdaya manusia pengelola
kawasan dengan kompetensi khusus belum dapat dipenuhi.
Sarana dan prasarana
Terdapat perbedaan yang signifikan, baik jumlah maupun jenis sarana antara kedua kelompok kawasan ini.
Kelompok kawasan yang dikelola oleh Kemenhut sudah berdiri relatif lebih lama dibandingkan KKPN.
Dengan demikian, sarana prasarana yang dimiliki relatif lebih lengkap karena didukung oleh anggaran
pemerintah pada tahun tahun sebelumnya. Sementara KKPN belum mencapai usia 5 tahun sejak dibentuk
atau diterima dari Kemenhut sebelumnya. Sehingga ketersediaan sarana dan prasarana masih jauh dari
cukup dan sedang dalam proses untuk melengkapi. Implementasi program Coremap-CTI direncanakan
akan melengkapi sebagian dari kebutuhan sarana dan prasarana pada KKPN.
-
vi
Pendanaan dan Anggaran
Dalam aspek pendanaan untuk pengelolaan sepuluh KKPN pada tahun 2012, anggaran pengelolaan sekitar
Rp20,4 miliar atau setara dengan Rp3.700,-/ha kawasan. Anggaran untuk 7 (tujuh) taman nasional
berkisar di angka Rp 77,9 miliar per tahun atau rata rata Rp19.500,-/ha. Dalam hal pengusahaan
pariwisata alam, Kemenhut telah mempunyai kewenangan untuk menarik pungutan tarif masuk kawasan
dan Iuran Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).
Kemen KP sedang membangun dasar hukum PNBP yang terkait dengan pemanfaatan kawasan konservasi
beserta Peraturan Menteri untuk pemanfaatan kawasan.
Operasional Pengelolaan
Kementerian Kehutanan mengadopsi pola kewilayahan atau teritorial dimana UPT Balai TN bertanggung
jawab atas semua fungsi dalam kawasan. Kemen KP mengadopsi pola fungsional dimana fungsi fungsi
tertentu dikelola oleh unit organisasi lain dalam lingkup KKP. Misalnya fungsi program dibawahi oleh
Direktorat KKJI sedangkan anggaran dan SDM oleh Sekretariat Ditjen KP3K dan fungsi pengawasan oleh
Dirjen PSDKP.
Dalam aspek operasional pengelolaan, terdapat perbedaan penugasan Polisi Khusus (Polsus) Perikanan
pada Kemen KP dan Polisi Hutan (Polhut) pada Kemenhut dalam hal pengamanan kawasan. Polsus
Perikanan bidang konservasi perairan belum ada sehingga pengawasan dan pengamanan KKPN belum
dapat dilaksanakan dengan baik. Pengamanan dan penegakan hukum kawasan di TNL Kemenhut
dilaksanakan oleh Polhut yang diatur dan bertanggung jawab kepada Kepala UPT TN yang bersangkutan.
Adapun pengamanan kawasan KKPN Kemen KP dapat dilakukan oleh Polsus Perikanan dan Pengawas
Perikanan bidang non-konservasi. Namun demikian, Polsus Perikanan dan Pengawas Perikanan ini diatur
dan bertanggung jawab kepada Ditjen PSDKP; bukan kepada Kepala UPT KKPN yang berada di bawah
Ditjen KP3K. Implikasinya, Kemen KP kesulitan melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap
pelanggaran di dalam wilayah. Dengan demikian, pengawasan dan penegakan hukum di KKPN sebaiknya
ditekankan pada upaya bersama masyarakat dan keterlibatan aktif Kelompok Masyarakat Pengawas
(Pokmaswas) serta penegak hukum setempat.
-
vii
KATA PENGANTAR
Pemerintah Indonesia melalui pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di depan sidang Pertemuan
Para Pihak dalam Convention on Bio-diversity (CBD), Maret 2006, di Brasil mencanangkan komitmen
Indonesia untuk memiliki setidaknya 10(sepuluh juta) hektare Kawasan Konservasi Perairan (KKP) pada
2010. Komitmen tersebut kemudian diperbarui pada Coral Triangle Initiative (CTI) Summit pada bulan Mei
2009 di Manado, menjadi 20 Juta hektar KKP yang terkelola secara efektif pada tahun 2020 .
MPAG yang merupakan program kerjasama pemerintah Indonesia dan USAID sejak pendiriannya di
tahun 2012 berupaya membantu Kemen KP dalam mewujudkan komitmen pemerintah diatas. Kajian yang
merupakan pemetaan dan perbandingan kondisi pengelolaan antara kawasan yang dikelola oleh
Kementerian Kehutanan dan kawasan dibawah pengelolaan Kemen KP.
Pemetaan dan perbandingan ini dilakukan untuk memberikan masukan yang lebih akurat dan terkini
kepada Kemen KP dalam kerangka harmonisasi pengelolaan kawasan konservasi perairan. Dengan
disahkannya UU no. 1 tahun 2014 tentang perubahan UU no. 27 Tahun 2007, maka informasi yang
disajikan pada laporan konsultansi ini diharapkan dapat membantu proses pengambilan keputusan untuk
pengelolaan kawasan konservasi oleh Kemen KP.
Pemetaan yang dilakukan pada enam aspek pengelolaan yang penting yaitu : regulasi dan kebijakan,
kelembagaan, sumberdaya manusia, sarana dan prasarana, pendanaan, dan operasional pengelolaan
diharapkan dapat memberikan dukungan yang konstruktif bagi upaya peningkatan pengelolaan kawasan
konservasi.
Dalam proses penyusunannya, penulis merasa perlu berterima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu, baik berupa informasi, data-data maupun bantuan lain sejak dimulainya proses ini hingga
finalisasinya. Semoga kajian ini dapat diambil manfaatnya dalam pencapaian target konservasi dan
terwujudnya pengelolaan kawasan konservasi yang efektif dan pada akhirnya, bermanfaat bagi masyarakat
sekitar.
Jakarta, Mei 2014
Penulis,
-
viii
DAFTAR ISI
RINGKASAN EKSEKUTIF .............................................................................................................................................. iv
KATA PENGANTAR...................................................................................................................................................... vii
DAFTAR ISTILAH ............................................................................................................................................................ ix
DAFTAR TABEL .............................................................................................................................................................. xii
BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................................................................................... 1
1.2 Tujuan ....................................................................................................................................................................... 3
1.3 Ruang Lingkup ......................................................................................................................................................... 3
1.4 Metode Kajian ......................................................................................................................................................... 3
1.5 Sejarah Konservasi Perairan di Indonesia ......................................................................................................... 3
BAB II. PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL (LAUT) ......................................................................................... 5
2.1 Aspek Regulasi dan Kebijakan ............................................................................................................................. 5
2.2 Aspek Kelembagaan ............................................................................................................................................... 9
2.3 Aspek Sumberdaya Manusia ............................................................................................................................... 10
2.4 Aspek Sarana dan Prasarana .............................................................................................................................. 15
2.5 Aspek Pendanaan .................................................................................................................................................. 16
2.6 Aspek Operasional Pengelolaan ........................................................................................................................ 17
BAB III. PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DI KEMEN KP ........................................ 25
3.1 Aspek Regulasi ...................................................................................................................................................... 25
3.2 Aspek Kelembagaan ............................................................................................................................................. 27
3.3 Aspek Sumberdaya Manusia ............................................................................................................................... 29
3.4 Aspek Sarana dan Prasarana .............................................................................................................................. 30
3.5 Aspek Pendanaan .................................................................................................................................................. 30
3.6 Aspek Operasional Pengelolaan ........................................................................................................................ 31
BAB IV. ANALISIS KONDISI PENGELOLAAN ....................................................................................................... 34
4.1 Aspek Regulasi ...................................................................................................................................................... 34
4.2 Aspek Kelembagaan ............................................................................................................................................. 34
4.3 Aspek Sumberdaya Manusia ............................................................................................................................... 35
4.4 Aspek Sarana dan Prasarana .............................................................................................................................. 36
4.5 Aspek Pendanaan .................................................................................................................................................. 36
4.6 Aspek Operasional Pengelolaan ........................................................................................................................ 37
BAB V. REKOMENDASI ................................................................................................................................................ 39
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................................... 40
LAMPIRAN ........................................................................................................................................................................ 42
-
ix
DAFTAR ISTILAH
ABRI = Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
APBN = Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara
Bakorstranas = Badan Koordinasi Strategis Nasional
BBTN = Balai Besar Taman Nasional
BKKPN = Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional
BKSDA = Balai Konservasi Sumber Daya Alam
BTN = Balai Taman Nasional
CA = Cagar Alam
CAL = Cagar Alam Laut
CBD = Convention on Bio-diversity
CTI = Coral Triangle Initiative
CTSP = Coral Triangle Support Program
Diklat = Pendidikan dan Pelatihan
DIPA = Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran
Dit = Direktorat
Ditjen = Direktorat Jenderal
Dirjen = Direktur Jenderal
DR = Dana Reboisasi
FAO = Food and Agriculture Organization
GPS = Geographical Positioning System
HP = hand phone
IHH = Iuran Hasil Hutan
jo. = juncto
Juklak = Petunjuk Pelaksanaan
Juknis = Petunjuk Teknis
Kabag = Kepala Bagian
Kapolri = Kepala Kepolisian Republik Indonesia
Kasi = Kepala Seksi
Kasubag = Kepala Sub-bagian
Kasubdit = Kepala Sub-direktorat
Kemenhut = Kementerian Kehutanan
Kemen KP = Kementerian Kelautan dan Perikanan
Kepmen = Keputusan Menteri
Kepmenhut = Keputusan Menteri Kehutanan
Kepmenhutbun = Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan
Kepmen KP = Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan
Kepmen PAN = Keputusan Menteri Penertiban Aparatur Negara
Keppres = Keputusan Presiden
-
x
KKJI = Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan
KKL = Kawasan Konservasi Laut
KKM = Kawasan Konservasi Maritim
KKP = Kawasan Konservasi Perairan
KKPD = Kawasan Konservasi Perairan Daerah
KKP3K = Kawasan Konservasi Perairan dan Pulau-pulau Kecil
KKPN = Kawasan Konservasi Perairan Nasional
KPA = Kawasan Pelestarian Alam
KP3K = Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil
KSA = Kawasan Suaka Alam
KSBTU = Kepala Sub-bagian Tata Usaha
KTNL = Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut
LKKPN = Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional
LSM = Lembaga Swadaya Masyarakat
MPAG = Marine Protected Areas Governance
NOAA = National Oceanic and Atmospheric Administration
PEH = Pengendali Ekosistem Hutan
Permen = Peraturan Menteri
Permenhut = Peraturan Menteri Kehutanan
Perpres = Peraturan Presiden
PHKA = Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam
PHP = Pungutan Hasil Perikanan
PHPA = Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam
Pindad = Pusat Industri Angkatan Darat
PNBP = Penerimanaan Negara Bukan Pajak
PNS = Pegawai Negeri Sipil
Polhut = Polisi Hutan
Polsus = Polisi Khusus
Polri = Kepolisian Republik Indonesia
PP = Peraturan Pemerintah
PPA = Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam; Perusahaan Perikanan Asing
PPNS = Penyidik Pegawai Negeri Sipil
PPP = Pungutan Pengusahaan Perikanan
PSDH = Pemanfaatan Sumber Daya Hayati
PSDKP = Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan
PuslatBPSDM = Pusat Pelatihan, Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia
RM = Rupiah Murni
Satker = Satuan Kerja
SAP = Suaka Alam Perairan
SAR = Search and Rescue
Sesditjen = Sekretaris Direktorat Jenderal
Setditjen = Sekretariat Direktorat Jenderal
SDI = Sumber Daya Ikan
SDM = Sumber Daya Manusia
-
xi
SK = Surat Keputusan
SKB = Surat Keputusan Bersama
SKRT = Sarana Komunikasi Radio Terpadu
SM = Suaka Margasatwa
SML = Suaka Margasatwa Laut
SOP = Prosedur Operasional Standar
SPORC = Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat
SSB = Single-Side Band
TKP = Tempat Kejadian Perkara
TL = Taman Laut
TN = Taman Nasional
TNI = Tentara Nasional Indonesia
TNL = Taman Nasional Laut
TNP = Taman Nasional Perairan
TU = Tata Usaha
TWA = Taman Wisata Alam
TWAL = Taman Wisata Alam Laut
TWP = Taman Wisata Perairan
UNDP = United Nation Development Program
UPT = Unit Pelaksana Teknis
UU = Undang-Undang
WOC = World Ocean Conference
WWF = World Wildlife Fund
-
xii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1 Status Kawasan Konservasi Perairan sampai dengan Juli 2012 . 1
Tabel 2 Jumlah Pejabat Eselon Masing-masing Balai dan Balai Besar Taman Nasional . 10
Tabel 3 Jumlah PNS dan golongannya pada Balai dan Balai Besar Taman Nasional 11
Tabel 4 Sebaran Pengendali Ekosistem Hutan pada Balai dan Balai Besar Taman
Nasional.........................................................................................................................
12
Tabel 5 Sebaran Penyuluh Kehutanan pada Balai dan Balai Besar Taman Nasional 13
Tabel 6 Sebaran Polisi Kehutanan pada Balai dan Balai Besar Taman Nasional 14
Tabel 7 Sebaran SPORC pada Balai dan Balai Besar Taman Nasional 14
Tabel 8 Sebaran PPNS Kemenhut pada Balai dan Balai Besar Taman Nasional menurut
Provinsi..
15
Tabel 9 Data Sarana dan Prasarana pada Tujuh UPT Taman Nasional 16
Tabel 10 Pendanaan Pengelolaan Tujuh UPT Taman Nasional, 20092012................. 17
Tabel 11 Proyeksi Jumlah Peserta menurut Jenis Pelatihan Konservasi... 29
Tabel 12 Pendanaan Pengelolaan Sepuluh KKPN, 2011-2013..... 31
-
1
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan komitmen Indonesia untuk pengembangan Kawasan
Konservasi Perairan (KKP) seluas dua puluh juta hektar yang dikelola secara efektif selambatnya tahun
2020 pada saat Coral Triangle Initiative (CTI) Summit di Manado, bersamaan dengan pelaksanaan World
Ocean Conference (WOC) pada tahun 2009. Komitmen ini merupakan target yang diperbaharui dimana
sebelumnya Pemerintah Indonesia mentargetkan membangun sepuluh juta hektare kawasan konservasi
hingga tahun 2010, sebagaimana diutarakan oleh Presiden RI dalam pidatonya pada Pertemuan Para Pihak
dalam Convention on Bio-diversity (CBD), Maret 2006, di Brasil.
Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kemen KP), sebagai kementerian teknis yang bertanggung jawab
atas KKP tersebut, telah menyusun Rencana Strategis yang diikuti dengan penetapan target setiap tahun
untuk penjabarannya. Sampai dengan Juli 2012, luas KKP sudah mencapai 15,78 juta hektare di bawah
pengelolaan tiga lembaga, yaitu Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Kemen KP, dan Pemerintah
Daerah. Perincian pengelolaan KKP dari setiap lembaga dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1. Status Kawasan Konservasi Perairan sampai dengan Juli 2012
No Jenis Kawasan Konservasi Jumlah Luas (ha)
A Pengelolaan Kementerian Kehutanan 32 4.694.947,55
Taman Nasional Laut (TNL) 7 4.043.541,30
Taman Wisata Alam Laut (TWAL) 14 491.248,00
Suaka Margasatwa Laut (SML) 5 5.678,25
Cagar Alam Laut (CAL) 6 154.480,00
B Pengelolaan Kementerian Kelautan dan Perikanan 10 5.507.800,21
Taman Nasional Perairan (TNP) 1 3.521.130,01
Suaka Alam Perairan (SAP) 3 445.630,00
Taman Wisata Perairan (TWP) 6 1.541.040,20
C Pengelolaan Pemerintah Daerah 66 5.581.381,76
Jumlah 108 15.784.129,52
Sumber: Direktorat KKJI, 2012
-
2
Pengelolaan KKP oleh Kemenhut dilakukan melalui Balai Taman Nasional (BTN) dan Balai Konservasi
Sumberdaya Alam (BKSDA). BTN adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) pengelola Taman Nasional (TN),
termasuk Taman Nasional Laut (TNL), sedangkan kawasan konservasi lainnya dikelola melalui BKSDA
berdasarkan wilayah kerjanya. Terdapat tujuh BTN yang mengelola sekitar empat juta hektare TNL, yaitu
BTN Kepulauan Seribu, BTN Wakatobi, BTN Takabonerate, BTN Karimun Jawa, BTN Bunaken, BTN
Togian, dan Balai Besar TN Teluk Cendrawasih. Kebijakan pengelolaan ketujuh Taman Nasional yang
berada di perairan ini mengikuti kebijakan nasional pengelolaan kawasan konservasi yang ditetapkan oleh
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Kemenhut. Pengelolaan Taman
Nasional tersebut mengacu pada Undang-Undang (UU) No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No.
5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Peraturan Pemerintah
(PP) No. 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.
Sementara itu, Kemen KP mengelola sepuluh KKPN, yang delapan KKP di antaranya merupakan hasil
kesepakatan pengalihan kewenangan pengelolaan dari Kemenhut, yaitu Suaka Alam Perairan (SAP)
Kepulauan Aru Tenggara, SAP Raja Ampat, SAP Kepulauan Waigeo sebelah Barat, Taman Wisata
Perairan (TWP) Kepulauan Kapoposang, TWP Pulau Gili Air-Gili Meno-Gili Terawangan, TWP
Kepulauan Padaido, TWP Laut Banda, dan TWP Pulau Pieh1. Adapun dua KKPN lainnya merupakan hasil
initiatif Kemen KP, yaitu Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu (3,52 juta ha) dan TWP Kepulauan
Anambas (1,26 juta ha). Pengelolaan sepuluh KKPN oleh Kemen KP dilaksanakan melalui dua UPT, yaitu
Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional Kupang (BKKPN Kupang) dan Loka Kawasan Konservasi
Perairan Nasional Pekanbaru (LKKPN Pekanbaru), dengan mengacu pada UU No. 31 Tahun 2004 jo. UU
No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil, dan PP No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan.
Penyerahan kewenangan pengelolaan delapan kawasan konservasi di atas merupakan hasil kerja Tim
Penyelarasan Urusan Departemen Kelautan dan Perikanan dan Departemen Kehutanan, yang dibentuk
pada tahun 2006 berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Kelautan dan Perikanan
dan Menteri Kehutanan. SKB tersebut masih berlaku sampai sekarang karena tidak disebutkan jangka
waktunya (Wahyu Rudianto, komunikasi pribadi). Lebih lanjut, sudah ada kesepakatan antara Menteri
Kelautan dan Perikanan Sarwono dan Menteri Kehutanan Nur Mahmudi pada rapat dengar-pendapat
Komisi VIII DPR RI, 13 Maret 2001, bahwa enam TNL (Kepulauan Seribu, Karimun Jawa, Taka Bonerate,
Wakatobi, Bunaken, dan Teluk Cendrawasih) segera dilimpahkan kewenangan pengelolaannya kepada
Kemen KP. Namun telah lebih dari sepuluh tahun sejak rapat dengar-pendapat dengan Komisi VIII,
kesepakatan tersebut belum ditindaklanjuti.
Salah satu tindak lanjut penyerahan kewenangan pengelolaan KKP adalah rencana upaya harmonisasi
tujuh Taman Nasional Laut yang sekarang masih dikelola oleh Kemenhut. Upaya harmonisasi ini semata-
1 Penyesuaian nama dari Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang dilimpahkan dari
Kementerian Kehutanan, yaitu Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Kapoposang, TWAL Padaido, TWAL Gili Air - Gili Meno - Gili Terawangan, TWAL Pulau Pieh, Cagar Alam Laut (CAL) Aru Tenggara, Suaka Margasatwa (SM) Raja Ampat, SM Pulau Panjang, dan CAL Taman Laut Banda. Pelimpahan tersebut tertuang dalam hasil kesepakatan pada tanggal 4 Maret 2009 antara Kemen KP dengan Kemenhut melalui Berita Acara Serah Terima KSA dan KPA No. BA.01/Menhut-IV/2009 BA.108/MEN/KP/III/2009.
-
3
mata untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan semua KKP yang ada di Indonesia sehingga menghindari
tumpang-tindih kewenangan, ketidakefisienan pengalokasian sumberdaya, pengaturan berstandar ganda,
dan benturan kepentingan. Dalam rangka mendukung proses harmonisasi tersebut, maka kajian ini
dilakukan.
1.2 TUJUAN
Kajian ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi strategis kepada Kementerian Kelautan dan
Perikanan dalam rangka upaya harmonisasi pengelolaan tujuh Taman Nasional Laut yang sekarang
kewenangan pengelolaannya berada di bawah Kementerian Kehutanan.
1.3 RUANG LINGKUP
Kajian ini secara garis besar meliputi:
a. Mendeskripsikan gambaran terperinci pengelolaan tujuh Taman Nasional Laut dari aspek
regulasi dan kebijakan, kelembagaan, sumberdaya manusia, pendanaan, sarana dan prasarana,
dan aspek operasional pengelolaan.
b. Mendeskripsikan gambaran terperinci pengelolaan sepuluh KKPN yang merupakan
kewenangan Kemen KP dari aspek yang sama, untuk kemudian dibuat perbandingan.
c. Analisis dan rekomendasi terkait dengan fakta dan data yang diperoleh dalam rangka persiapan
harmonisasi tersebut.
1.4 METODE KAJIAN
Kajian dilakukan dengan analisis deskripsi dan komparasi tentang kondisi pengelolaan tujuh Taman
Nasional Laut dan sepuluh KKPN. Data diperoleh melalui:
1) Kajian pustaka dari berbagai laporan, tulisan, buku, Surat Keputusan, pedoman, petunjuk teknis,
kunjungan lapangan, wawancara, dan pengamatan langsung.
2) Kunjungan ke lokasi Taman Nasional Komodo dan Kepulauan Seribu untuk mendapatkan data
terperinci dan wawancara dengan pengelola.
3) Wawancara dengan pihak terkait di Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan
Perikanan, para pakar konservasi kawasan (termasuk mantan Kepala Balai Taman Nasional).
4) Menganalisis data dan merancang opsi strategi dan draf rekomendasi.
5) Pemaparan kepada pejabat terkait di Kemen KP untuk mendapatkan masukan
6) Penulisan laporan akhir Kajian Harmonisasi Pengelolan Tujuh Taman Nasional Laut
1.5 SEJARAH KONSERVASI PERAIRAN DI INDONESIA
Dalam sub-bab ini, dijelaskan secara singkat tentang sejarah konservasi perairan yang pada waktu itu
diprakarsai oleh Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian.
-
4
Konservasi Perairan di Indonesia dimulai dengan Lokakarya Taman Laut yang dilaksanakan pada tanggal
1114 Januari 1978 di Bogor. Lokakarya tersebut diselenggarakan oleh Direktorat Perlindungan dan
Pengawetan Alam (PPA), Ditjen Kehutanan, Departemen Pertanian bekerjasama dengan beberapa
lembaga konservasi internasional. Melalui lokakarya tersebut, pengembangan perlindungan dan
pelestarian alam di wilayah perairan laut diterima sebagai konsep baru dan dibahas pada tingkat nasional
secara lintas sektoral.
Salah satu rekomendasi lokakarya tersebut adalah menentukan pola perlindungan dan pelestarian
sumberdaya alam laut berupa Taman Laut (TL), Cagar Alam Laut (CAL), dan Taman Wisata Laut (TWL)
serta perlindungan jenis-jenis biota laut khusus. Selanjutnya direkomendasikan juga pembentukan Panitia
Pengarah di bawah naungan Direktorat PPA untuk membuat kegiatan lintas sektoral dalam menyusun
rencana terpadu konservasi sumberdaya alam laut, termasuk studi khusus dari lokasi-lokasi yang
diusulkan menjadi kawasan konservasi laut/perairan. Lokasi yang direkomendasikan terdapat pada
Lampiran 1 (Anonim, 1978).
Untuk merealisasikan rekomendasi lokakarya tersebut di atas, pada tahun yang sama Direktorat
Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA) dibantu dan difasilitasi oleh FAO, UNDP, dan Program WWF-
Indonesia menerbitkan buku rencana konservasi laut Indonesia atau yang lebih dikenal dengan Marine
Conservation Data Atlas (Salm and Halim, 1984). Buku tersebut kemudian dijadikan dasar pemilihan lokasi
kawasan konservasi laut di Indonesia, yang dibagi dalam empat tahap prioritas dari 179 calon lokasi. Buku
tersebut sampai sekarang masih digunakan oleh Kemenhut dalam mencari lokasi laut yang berpotensi
untuk dijadikan kawasan konservasi laut/perairan.
Selanjutnya, Departemen Kehutanan berdiri pada tahun 1982 dan penanganan konservasi laut berada di
bawah kewenangan eselon I Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA)
sebagai peningkatan status dari Direktorat PPA (eselon II). Sejak tahun 1982, program konservasi laut
dilembagakan dalam struktur organisasi Departemen Kehutanan dan dilanjutkan dengan penetapan target
kawasan konservasi laut seluas sepuluh juta hektar dalam Pelita III (1985-1989). Sementara itu, Unit
Pelaksana Teknis (UPT) yang menangani taman nasional pertama kali dibentuk pada tahun 2002 dan
menjadi satuan kerja setingkat eselon IIIa, yaitu UPT Taman Nasional Kepulauan Seribu. Hal ini berarti
bahwa sejak munculnya Program Konservasi Laut pada Direktorat PPA pada tahun 1978 hingga
dibentuknya UPT Balai Taman Nasional (Laut) Kepulauan Seribu pada tahun 2002, dibutuhkan waktu 24
tahun dari setingkat program menjadi satuan kerja setingkat eselon IIIa tersebut.
-
5
BAB II. PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL (LAUT)2
Dalam bab ini, akan dijelaskan tentang kondisi pengelolaan tujuh Taman Nasional Laut yang berada dalam
kewenangan Kementerian Kehutanan. Pengelolaan Taman Nasional Laut ditelaah dari enam aspek
penting, yaitu 1) regulasi dan kebijakan; 2) kelembagaan; 3) sumberdaya manusia; 4) sarana dan prasarana;
5) pendanaan; dan 6) operasional pengelolaan.
2.1 ASPEK REGULASI DAN KEBIJAKAN
Aspek regulasi dan kebijakan mencakup serangkaian Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP),
Peraturan Menteri (Permen), Keputusan Menteri (Kepmen), Prosedur Operasional Standar (SOP),
panduan dan petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan, dan peraturan dan kebijakan lainnya yang terkait
dengan pengelolaan kawasan.
a. Lingkup kelembagaan meliputi peraturan sebagai berikut;
- UU No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan, yang mengatur
perencanaan tata kelola hutan dan upaya konservasi hutan dan hasil hutan beserta aturan sanksi
hukum bagi pelanggar.
- UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang
mengatur upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya melalui kegiatan: a)
perlindungan sistem penyangga kehidupan, b) pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan
satwa beserta ekosistemnya (melalui KSA), c) pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati
dan ekosistemnya (melalui KPA) beserta aturan sanksi hukum bagi pelanggar.
- UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagai penyempurnaan dari UU No. 5 Tahun 1967,
yang mengatur perencanaan hutan dan upaya konservasi hutan dan hasil hutan dan sanksi hukum
bagi pelanggar, antara lain menetapkan luas hutan setiap provinsi minimal 30% dari total luas
wilayahnya.
- PP No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan, yang menjelaskan tujuan dan prinsip-prinsip
perlindungan hutan, penyelenggaraaan perlindungan hutan, perlindungan hutan dari kebakaran,
termasuk keberadaan Polisi Hutan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan Satuan Pengaman Hutan
dalam pengamanan hutan, pengendalian dan pengawasan, dan penegakan hukum.
- PP No. 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru, yang menjelaskan ketentuan berburu dan
menetapkan antara lain jenis satwa buru, waktu/saat musim berburu, lokasi berburu, izin berburu,
alat berburu, akta buru, dan kewajiban-kewajiban lain bagi pemburu.
- PP No. 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman
Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, yang mengatur penyelenggaran
pengusahaan pariwisata alam dalam wilayah kawasan konservasi tersebut, termasuk proses
perizinan serta hak dan kewajiban pengusaha serta kerjasama pengusahaan pariwisata alam.
- PP No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, yang
menjelaskan penggolongan kawasan, tata kelola, penyelenggaraan, dan ciri-ciri Kawasan Suaka Alam
2 Istilah Kemenhut tidak menggunakan kata Laut.
-
6
dan Kawasan Pelestarian Alam. Kawasan Suaka Alam terdiri dari Cagar Alam dan Suaka
Margasatwa sedangkan Kawasan Pelestarian Alam terdiri dari Taman Nasional, Taman Hutan Raya,
dan Taman Wisata Alam.
- PP No. 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian alam,
sebagai pengganti PP No. 68 Tahun 1998, yang mengatur tata kelola penyelenggaraan KSA (Cagar
Alam dan Suaka Margasatwa) dan KPA (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata
Alam), termasuk kriteria penunjukan dan penetapan kawasan, ciri-ciri kawasan, penyelenggara
pengelolaan, kerjasama penyelenggaraan, peran serta masyarakat, dan pendanaan konservasi.
- Permenhut No. P.19/Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam, yang menjelaskan pengertian kolaborasi di Kawasan Suaka Alam dan
Kawasan Pelestarian Alam serta pelaksanaan kolaborasi pengelolaan, pembinaan kolaborasi,
pemantauan dan pengendalian serta pelaporan.
- Permenhut No. P.03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis
Taman Nasional, yang menjelaskan bentuk UPT Balai Besar Taman Nasional setingkat eselon IIb
(tipe A dan tipe B) dan UPT Balai Taman Nasional setingkat IIIa (tipe A dan tipe B). Kepala Balai
Besar TN dibantu oleh Kepala Bagian dan Kepala Bidang setingkat eselon IIIb sedangkan Kepala
Balai TN dibantu oleh para Kepala Seksi Wilayah dan Kepala Sub-bagian Tata Usaha setingkat
eselon IVa. Baik Kepala Balai Besar TN maupun Kepala Balai TN dibantu oleh para pejabat
fungsional.
b. Lingkup Sumberdaya Manusia
b.1 Jabatan fungsional Pengendali Ekosistem Hutan meliputi peraturan:
- Kepmen PAN No. 54/KEP/M.PAN/2003 tentang Jabatan Fungsional Pengendali Ekosistem
Hutan (PEH) dan Angka Kreditnya. Keputusan menteri ini berisi ketentuan-ketentuan jabatan
fungsional PEH dan sistem angka kreditnya yang digunakan untuk kenaikan pangkat.
- Juklak Kepala Badan Kepegawaian Negara SK No. 10 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan
Jabatan Fungsional PEH dan Angka Kreditnya. Juklak ini berisi petunjuk pelaksanaan
pengumpulan angka kredit untuk kenaikan pangkat bagi jabatan fungsional PEH.
- Kepmenhut No. SK.86/Menhut-II/2004 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional PEH dan
Angka Kreditnya, Kepmen ini berisi tata cara teknis pengumpulan dan penilaian angka kredit
bagi jabatan fungsional PEH untuk kenaikan pangkat beserta pemberhentiannya.
b.2 Jabatan fungsional Penyuluh Kehutanan meliputi peraturan:
- Kepmen PAN No. 130/KEP/M.PAN/12/2002 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan
dan Angka Kreditnya. Kepmen ini berisi ketentuan-ketentuan jabatan fungsional Penyuluh
Kehutanan beserta sistem angka kreditnya untuk kenaikan pangkat.
- Kepmenhut No. 272/Kpts-II/2003 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Penyuluh
Kehutanan dan Angka Kreditnya. Juknis ini berisi tata cara teknis pengumpulan dan penilaian
angka kredit bagi jabatan fungsional Penyuluh Kehutanan untuk kenaikan pangkat, termasuk
pengangkatan dan pemberhentiannya.
b.3 Jabatan fungsional Polisi Kehutanan meliputi peraturan:
- Peraturan Presiden RI No. 42 Tahun 2006 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Polisi
Kehutanan. Perpres ini mengatur tunjangan bagi jabatan fungsional Polisi Kehutanan (Polhut)
pada Departemen Kehutanan.
-
7
- Kepmen PAN No. 55/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Jabatan Fungsional Polhut dan Angka
Kreditnya. Kepmen berisi ketentuan-ketentuan jabatan fungsional Polhut pada Departemen
Kehutanan dan sistem angka kreditnya.
- Kepmen PAN dan Reformasi Birokrasi No. 17 Tahun 2011 tentang Jabatan Fungsional Polhut
dan Angka Kreditnya. Kepmen ini merupakan penyempurnaan dari Kepmen PAN No.
55/KEP/M.PAN/7/2003 mengenai ketentuan-ketentuan jabatan fungsional Polhut dan sistem
angka kreditnya, termasuk pengangkatan dan pemberhentiannya.
- Permenhut No. P.71/Menhut-II/2008 tentang Pakaian, Atribut, dan Kelengkapan Seragam Polisi
Kehutanan. Permen ini mengatur desain dan jenis-jenis pakaian, bentuk dan jenis-jenis atribut
beserta kelengkapan seragam lainnya yang digunakan oleh Polhut Laki-laki dan Polhut
Perempuan pada Departemen Kehutanan.
- Permenhut No. P.05/Menhut-II/2008 tentang Standar Peralatan dan Sarana Polisi Kehutanan.
Peraturan ini berisi ketentuan-ketentuan yang harus diikuti dalam penggunaan jenis-jenis
peralatan dan sarana Polhut pada Departemen Kehutanan.
- Juklak Keputusan Badan Kepegawaian Negara No. 41 Tahun 2003 tentang Petunjuk
Pelaksanaan Jabatan Fungsional Polhut dan Angka Kreditnya. Juklak ini berisi petunjuk
pelaksanaan pengumpulan angka kredit untuk kenaikan pangkat bagi jabatan fungsional Polhut
pada Departemen Kehutanan.
- Juknis Kepmenhut No. 347/Kpts-II/2003 tentang Jabatan Fungsional Polhut dan Angka
Kreditnya. Juknis ini berisi tata cara teknis pengumpulan dan penilaian angka kredit bagi jabatan
fungsional Polhut untuk kenaikan pangkat beserta pemberhentiannya.
- Kepmenhut No. 476/Menhut-II/2006 tentang Pembentukan Satuan Polisi Kehutanan Reaksi
Cepat (SPORC) di setiap provinsi seluruh Indonesia. Keputusan ini berisi visi dan misi SPORC
serta tata cara dan ketentuan perekrutan dan pengelolaannya.
c. Lingkup Sarana dan Prasarana, termasuk kepemilikan senjata api meliputi peraturan sebagai berikut:
- Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan, yang berisi kewenangan
Polhut dalam penggunaan senjata api dalam operasi pengamanan hutan dan hasil hutan.
- Keputusan Presiden No. 372 Tahun 1962 tentang Koordinasi dan Pengawasan Alat-alat Kepolisian
Khusus. Keppres ini berisi penjelasan umum jalur koordinasi Polsus Kehutanan, yang pada
umumnya ditempatkan pada instansi non-Polri serta pembinaan dan pengawasan yang dilakukan
oleh Polri.
- Kepmenhutbun No. 597/Kpts-II/1998 tentang Satuan Tugas Operasional Jagawana. Kepmen ini
berisi tata kerja operasional Polisi Kehutanan (Jagawana), yang meliputi tugas dan kewajiban Polisi
Kehutanan.
- Permenhut No. P.04/Menhut-II/2008 tentang Pengurusan Barang Bukti Tindak Pidana Kehutanan,
berisi tata cara, perlakuan, dan penanganan barang bukti tindak pidana kehutanan seperti
pengangkutan, penyimpanan, dan penggunaan barang bukti perkara.
- Keputusan Bersama Menteri Kehutanan dan Kapolri No. 10/Kpts-II/1993 dan Skep/07/1993
tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Jagawana. Surat keputusan bersama ini menegaskan
bahwa pembina dan pengawas Polhut adalah Polri melalui organisasi dan tata kerja yang telah
ditetapkan.
- Keputusan Kapolri No. Skep/244/XI/1981 tentang Senjata Api Alat-alat Kepolisian Khusus. Isinya
menegaskan bahwa senjata api yang digunakan oleh Polhut/Polsus adalah senjata non-standar ABRI.
-
8
- Surat Panglima ABRI No. R/60-01/29/02/Set tanggal 31 Januari 1994 tentang Izin Penggunaan
Senjata Api Produk Pindad untuk Jagawana pada Departemen Kehutanan. Surat terbut berisi
penegasan bahwa senjata api yang digunakan oleh Polhut/Jagawana wajib menggunakan produk
Pindad.
- Surat Panglima ABRI No. B/1764 01/26/02/Set tanggal 9 Juni 1994 tentang Rekomendasi Pengadaan
Senjata Api untuk Jagawana, berisi persetujuan Panglima ABRI atas pengadaan senjata api bagi
kelengkapan tugas Jagawana pada Departemen Kehutanan.
- Surat Ketua Bakorstranas No. K/52/Stanas/I/1995 tanggal 25 Januari 1995 tentang Penggunaan
Senjata Api untuk Kelengkapan Tugas bagi Jagawana Departemen Kehutanan. Surat ini berisi
persetujuan Bakorstranas atas penggunaan senjata api untuk kelengkapan tugas bagi Jagawana pada
Departemen Kehutanan.
- Surat Badan Intelijen ABRI No. R/1087/IV/1995/A tanggal 6 April 1995 tentang Rekomendasi Izin
Pengadaan Senjata Api untuk Jagawana Departemen Kehutanan. Isinya ialah persetujuan Badan
Intelijen ABRI atas pengadaan senjata api bagi kelengkapan tugas Jagawana pada Departemen
Kehutanan.
- Surat Kapolri No. SI/548/IV/1995 tanggal 13 April 1995 tentang Izin Pembelian Senjata Api dan
Amunisi untuk Keperluan Departemen Kehutanan. Isinya ialah persetujuan Kapolri atas pembelian
senjata api dan amunisinya oleh Departemen Kehutanan pada Pindad.
- Keputusan Dirjen PHPA No. 50/Kpts/Dj-VI/1996 tentang Prosedur Tetap Penggunaan dan
Pengamanan Senjata Api. Keputusan ini berisi penjelasan tentang ketentuan-ketentuan mengenai
penyimpanan, pemeliharaan, penggunaan, pengawasan, pengendalian, administrasi, dan pelaporan.
1.4. Lingkup Pendanaan, termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak, meliputi peraturan sebagai berikut;
- UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, yang berisi ketentuan-ketentuan
umum yang berlaku bagi semua lembaga negara, antara lain mengenai ketentuan umum, jenis dan
tarif PNBP, pengelolaan PNBP, pemeriksaan PNBP, keberatan, dan ketentuan pidana.
- PP No. 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran PNBP. PP ini berisi tata cara penerimaan,
jenis-jenis penerimaan, penyetoran, dan penggunaan PNBP oleh masing-masing Departemen dan
Lembaga non-Departemen.
- PP No. 59 Tahun 1998 tentang Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Departemen Kehutanan
dan Perkebunan. PP ini berisi ketentuan-ketentuan dan daftar tarif jenis PNBP per satuan atau tarif
per satuan. Contohnya antara lain daftar jenis PNBP dari penerimaan Pengusahaan Pariwisata Alam,
yaitu berupa: 1) Pungutan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam, 2) Iuran Hasil Usaha Pariwisata Alam,
3) Iuran Hasil Usaha Perburuan pada Departemen tersebut.
- PP No. 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan PNBP yang bersumber dari kegiatan
tertentu, yang berisi ketentuan-ketentuan penerimaan dan penggunaan PNBP dari jenis sumber-
sumber yang ditentukan.
- PP No. 22 Tahun 2005 tentang Pemeriksaan PNBP. PP ini berisi tata cara pemeriksaan terhadap
penerimaan, penggunaan, penyimpanan, dan penyetoran PNBP.
- PP No. 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di SM, TN, THR, dan TWA. Isinya
mengatur ketentuan-ketentuan penyelenggaraan pengusahaan pariwisata alam dalam Suaka
Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, termasuk proses
perizinan, hak dan kewajiban pengusaha serta kerjasama pengusahaan pariwisata alam.
-
9
- Kepmenkeu No. 656/KMK.06/2001 tanggal 27 Desember 2001 tentang Tata Cara Pengenaan,
Pemungutan, Penyetoran Pungutan dan Iuran Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.
Kepmen ini berisi petunjuk pelaksanaan pengenaan, pemungutan, penyetoran pungutan dan iuran
Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam pada Departemen Kehutanan.
- Kepmenhut No. 28/Kpts-II/2003 jo. Kepmenhut No. SK. 223/Menhut-II/2004 tentang Pembagian
Rayon di TN, THR, TWA, dan TB dalam rangka Pengenaan PNBP. Keputusan ini berisi pembagian
kawasan konservasi di Indonesia menjadi tiga rayon untuk keperluan tarif pungutan dan jenis PNBP.
- Permenhut No. 48 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di SM, TN, THR, dan TWA.
Peraturan menteri ini merupakan penjabaran teknis dari PP No. 36 Tahun 2010 tentang
Pengusahaan Pariwisata Alam di SM, TN, THR, dan TWA.
- Peraturan Dirjen PHKA No. P.7/IV-SET/2011 tanggal 9 Desember 2011 tentang Tata Cara masuk
Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, dan Taman Buru. Peraturan ini berisi ketentuan-
ketentuan masuk KSA dan KPA untuk kegiatan wisata, pendidikan, dan penelitian, yang dibedakan
untuk orang asing dan dalam negeri.
- SK Kepala Balai di masing-masing UPT tentang Standar Prosedur Operasional Penatausahaan
Penerimaan Negara Bukan Pajak Fungsional di setiap Balai. Ini merupakan petunjuk operasional di
masing-masing UPT Taman Nasional, yang berlaku hanya bagi staf TN dan diterbitkan oleh Kepala
UPT Taman Nasional setempat.
2.2 ASPEK KELEMBAGAAN
Dalam hal aspek kelembagaan, akan diuraikan mengenai struktur organisasi pengelola, termasuk eselon
yang terkait. Struktur organisasi pengelola kawasan konservasi dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar1. Struktur Organisasi Pengelola Taman Nasional Kemenhut
-
10
Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT Taman
Nasional menjelaskan bahwa pengelolaan Taman Nasional Laut dikelola oleh UPT Ditjen PHKA dan
dipimpin oleh enam orang pejabat eselon IIIa sebagai Kepala Balai Taman Nasional dan satu orang pejabat
eselon IIb sebagai Kepala Balai Besar TN Teluk Cendrawasih. Masing-masing Kepala Balai TN dibantu
oleh tiga atau empat orang pejabat eselon IV, yang terdiri dari satu orang Kepala Sub-bagian Tata Usaha
dan dua atau tiga orang Kepala Seksi Konservasi Wilayah. Selain dibantu oleh pejabat struktural dalam
organisasi balai, Kepala Balai TN dibantu juga oleh pejabat fungsional, yang terdiri dari pejabat fungsional
Pengendali Ekosistem Hutan (PEH), Penyuluh Kehutanan, dan Polhut yang bertanggung jawab langsung
kepada Kepala Balai Taman Nasional. Selanjutnya, Kepala Balai Taman Nasional ini bertanggung jawab
langsung kepada Direktur Jenderal PHKA.
Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih dipimpin oleh seorang Kepala Balai Besar setingkat
eselon IIb atau setingkat dengan Direktur dalam struktur di Kementerian sedangkan kelompok
fungsionalnya sama seperti pada UPT Balai TN. Demikian juga, Kepala Balai Besar TN bertanggung jawab
langsung kepada Direktur Jenderal PHKA. Sebaran pejabat eselon pada 7 UPT TN dapat dilihat pada
Tabel 2 di bawah ini.
Penetapan Taman Nasional yang berada di laut menjadi UPT tersendiri pertama kalinya sejak Menteri
Kehutanan menetapkan Proyek Taman Nasional Kepulauan Seribu menjadi UPT Balai Taman Nasional
Kepulauan Seribu pada tahun 2002 melalui Kepmenhut No. 6310/KPTS-II/2002 tentang Penetapan
sebagai Taman Nasional. UPT selanjutnya dibentuk di setiap TN lainnya, yang dilengkapi dengan pejabat
struktural dan fungsional sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.
Tabel 2. Jumlah Pejabat Eselon Masing-masing Balai dan Balai Besar Taman Nasional
No. Balai
Taman Nasional
Pejabat eselon (orang)
I II III IV
1. BTN Kepulauan Seribu 0 0 1 4
2. BTN Karimun Jawa 0 0 1 3
3. BTN Takabonerate 0 0 1 3
4. BTN Wakatobi 0 0 1 4
5. BTN Bunaken 0 0 1 3
6. BTN Togian 0 0 1 4
7. BBTN Teluk Cendrawasih 0 1 4 8
Jumlah 0 1 10 29
Sumber: Bagian Kepegawaian, Setditjen PHKA, Kemenhut, 2012.
2.3 ASPEK SUMBERDAYA MANUSIA
Berdasarkan data tahun 2012, Balai dan Balai Besar Taman Nasional (Laut) memiliki jumlah sumberdaya
manusia yang bervariasi antara 43 sampai dengan 141 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Jumlah PNS pada
-
11
tujuh TNL tersebut 550 orang (467 orang laki-laki dan 83 orang perempuan), yang terdiri dari golongan 1
(3 orang), golongan II (260 orang), golongan III (277 orang), dan golongan IV (10 orang). BTN Togian
mempunyai jumlah PNS paling sedikit sedangkan Balai Besar Taman Nasional Teluk Cendrawasih
memiliki jumlah PNS paling banyak. Perincian dapat dilihat pada Tabel 3.
Selain PNS, terdapat juga pegawai honorer atau tenaga upah yang jumlahnya berubah setiap tahun karena
penggunaannya bersifat insidental dan tergantung kebutuhan di lapangan. Tenaga upah atau pegawai
honorer tersebut diangkat berdasarkan Surat Keputusan Kepala Balai dan Kepala Balai Besar TN di lokasi
masing-masing untuk jangka waktu tertentu. Balai TN dan Balai Besar TN mempekerjakan tenaga upah
atau pegawai honorer, terutama untuk mengatasi kekurangan tenaga di lapangan dalam pengawasan dan
pengamanan kawasan TN. Sebagian besar di antara mereka ditempatkan di pos-pos jaga yang letaknya
tersebar di dalam kawasan. Tugas dan penempatan mereka diatur melalui Surat Keputusan Kepala Balai
TN dan Kepala Balai Besar TN masing-masing dimana tenaga upah tersebut bernaung.
Tabel 3. Jumlah PNS dan Golongannya pada Balai dan Balai Besar Taman Nasional
No. Balai
Taman Nasional
Golongan Pegawai Negeri Sipil (orang)
I II III IV Jumlah
1. Kepulauan Seribu 1 44 44 1 89
2. Karimun Jawa 0 26 56 1 83
3. Takabonerate 1 30 33 2 66
4. Wakatobi 0 32 35 0 67
5. Bunaken 1 24 34 2 61
6. Togian 0 23 19 1 43
7. Teluk Cendrawasih 0 81 56 4 141
Jumlah 3 260 277 10 550
Sumber: Bagian Kepegawaian, Setditjen PHKA, Kemenhut, 2012
Dalam pengelolaan kawasan Taman Nasional Laut, terdapat tiga jabatan fungsional, yaitu 1) Pengendali
Ekosistem Hutan (PEH); 2) Penyuluh Kehutanan; dan 3) Polisi Kehutanan (Polhut). Semua jabatan
fungsional sudah memiliki mekanisme perekrutan, jejang jabatan, dan mekanisme kerja, termasuk
perhitungan angka kredit bagi setiap kegiatan yang diatur melalui peraturan perundang-undangan.
1). Sistem jabatan fungsional Pengendali Ekosistem Hutan (PEH)
Jabatan fungsional PEH diatur dalam Kepmen PAN No. 54/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Jabatan
Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan dan Angka Kreditnya; SK Kepala Badan Kepegawaian Negara
No.10 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan dan
Angka Kreditnya; dan SK Kemenhut No. SK68/Menhut-II/2004 tentang Petunjuk Teknis Jabatan
Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan dan Angka Kreditnya.
PEH dibagi dalam dua kategori yaitu PEH tingkat Terampil dan PEH tingkat Ahli. PEH tingkat Terampil
terdiri dari: a) PEH Pelaksana Pemula, b) PEH Pelaksana, c) PEH Pelaksana Lanjutan, dan d) PEH penyelia,
-
12
sedangkan untuk PEH tingkat Ahli dibagi dalam jenjang jabatan a) PEH Pertama, b) PEH Muda dan c) PEH
Madya. Jumlah pejabat fungsional PEH di tujuh Taman Nasional dijelaskan pada Tabel 4 berikut.
Tabel 4.Sebaran Pengendali Ekosistem Hutan pada Balai dan Balai Besar Taman Nasional
No. Balai
Taman Nasional
Golongan Pengendali Ekosistem Hutan (orang)
I II III IV Jumlah
1. Kepulauan Seribu 0 3 7 0 10
2. Karimun Jawa 0 6 14 0 20
3. Takabonerate 0 6 5 0 11
4. Wakatobi 0 2 5 0 7
5. Bunaken 0 0 6 0 6
6. Togian 0 0 7 0 7
7. Teluk Cendrawasih 0 18 5 0 23
Jumlah 0 35 49 0 84
Sumber: Bagian Kepegawaian, Setditjen PHKA, Kemenhut, 2012
Jumlah PEH pada ketujuh TNL tersebut 84 orang, yang terdiri dari 35 orang golongan II dan 49 orang
golongan III, yang meliputi 66 orang laki-laki dan 18 orangperempuan. Setiap TNL memiliki 6 sampai 23
orang PEH; yang paling sedikit adalah BTN Togian sedangkan yang paling banyak adalah BBTN Teluk
Cendrawasih, yang memang memiliki cakupan wilayah kerja yang paling luas.
2). Sistem jabatan fungsional Penyuluh Kehutanan
Jabatan fungsional Penyuluh Kehutanan diatur melalui Kepmen PAN No. 130/KEP/M.PAN/12/2002
tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan dan Angka Kreditnya; dan Kepmenhut No. 272/Kpts-
II/2003 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan dan Angka Kreditnya.
Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan dibagi dalam dua kategori, yaitu Penyuluh Kehutanan Terampil
dan Penyuluh Kehutanan Ahli. Penyuluh Kehutanan tingkat Terampil terdiri dari: a) Penyuluh Kehutanan
Pelaksana, b) Penyuluh Kehutanan Pelaksana Lanjutan, dan c) Penyuluh Kehutanan Penyelia; sedangkan
Penyuluh Kehutanan Ahli mempunyai 3 jenjang juga, yaitu; a) Penyuluh Kehutanan Ahli Pertama, b)
Penyuluh Kehutanan Ahli Muda, dan 3) Penyuluh Kehutanan Ahli Madya.
Jumlah seluruh Penyuluh Kehutanan di tujuh Balai dan Balai Besar Taman Nasional enam orang (lima
orang laki-laki dan satu orang perempuan) dimana BTN Wakatobi dan BTN Kepulauan Seribu tidak
mempunyai pejabat fungsional Penyuluh Kehutanan (Tabel 5).
-
13
Tabel 5. Sebaran Penyuluh Kehutanan pada Balai dan Balai BesarTaman Nasional
No. Balai
Taman Nasional
Golongan Penyuluh Kehutanan (orang)
I II III IV Jumlah
1. Kepulauan Seribu 0 0 0 0 0
2. Karimun Jawa 0 0 2 0 2
3. Takabonerate 0 0 1 0 1
4. Wakatobi 0 0 0 0 0
5. Bunaken 0 0 1 0 1
6. Togian 0 0 1 0 1
7. Teluk Cendrawasih 0 0 1 0 1
Jumlah 0 0 6 0 6
Sumber: Bagian Kepegawaian, Setditjen PHKA, Kemenhut, 2012
3). Sistem jabatan fungsional Polisi Kehutanan
Polisi Kehutanan atau Polhut merupakan PNS di Kementerian Kehutanan yang memiliki wewenang
kepolisian terbatas dalam bidangnya untuk melakukan perlindungan dan pengamanan hutan serta
peredaran hasil hutan. Ketentuan tentang Polhut diatur melalui UU No. 5 Tahun 1967 tentang
Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan jo. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; PP No. 28 Tahun
1985 tentang Perlindungan Hutan, yang mengatur kewenangan Polhut; Kepmen PAN No.
55/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Jabatan fungsional Polhut dan angka kreditnya. Pasal 2 Kepmen PAN ini
menjelaskan bahwa Jabatan fungsional Polhut, termasuk dalam rumpun penyidik dan detektif dengan
instansi pembina adalah Kementerian Kehutanan.
Polhut direkrut dari pegawai yang sudah berstatus PNS minimal gol IIa dan lulus pelatihan. Jenjang jabatan
Polhut dibagi dalam empat tingkat jabatan, yaitu: a) Polhut Pelaksana Pemula, b) Polhut Pelaksana, c)
Polhut Pelaksana Lanjutan, dan d) Polhut Penyelia.
Jumlah Polhut pada tujuh Balai dan Balai Besar Taman Nasional tersebut 227 orang, yang diantaranya 6
orang Polhut perempuan. Komposisi Polhut terdiri dari 130 orang golongan II dan 97 orang selebihnya
golongan III. Setiap BTN mempunyai 11 sampai 61 orang Polhut sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 6.
Tabel 6. Sebaran Polisi Kehutanan pada Balai dan Balai Besar Taman Nasional
No. Balai
Taman Nasional
Golongan Polisi Kehutanan (orang)
I II III IV Jumlah
1. BTN Kepulauan Seribu 0 26 13 0 39
2. BTN Karimun Jawa 0 9 24 0 33
3. BTN Takabonerate 0 11 17 0 28
4. BTN Wakatobi 0 17 16 0 33
-
14
5. BTN Bunaken 0 12 10 0 22
6. BTN Togian 0 11 0 0 11
7. BBTN Teluk Cendrawasih 0 44 17 0 61
Jumlah 0 130 97 0 227
Sumber: Bagian Kepegawaian, Setditjen PHKA, Kemenhut, 2012
Selain tiga jabatan fungsional di atas, terdapat juga Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC), PPNS
Kehutanan, dan Masyarakat Mitra Polhut, yang mempunyai fungsi utama dalam pengawasan dan
penegakan hukum dalam kawasan. SPORC adalah Polhut regular yang merupakan pejabat tertentu dalam
lingkup Kemenhut yang mengemban tugas, fungsi, dan wewenang khusus sesuai peraturan perundang-
undangan. Wilayah kerja SPORC meliputi wilayah provinsi di tempat SPORC berada, termasuk kawasan
Taman Nasional. Sekarang, sudah terbentuk 11 brigade di 11 provinsi, yaitu Sumatera Utara, Riau, Jambi,
Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Papua,
Papua Barat, dan DKI Jakarta. Pembentukan SPORC oleh Kemenhut merupakan upaya untuk
memperkuat Polhut dalam penjagaan dan perlindungan kawasan hutan (termasuk Taman Nasional) serta
pengamanan peredaran hasil hutan Indonesia. Sebaran SPORC di tujuh Balai dan Balai Besar TN dapat
dilihat pada Tabel 7 berikut ini.
Tabel 7. Sebaran SPORC pada Balai dan Balai Besar Taman Nasional (orang)
No. Taman Nasional Laut Brigade Provinsi Jumlah
1. BTN Kepulauan Seribu Elang DKI Jakarta 21
2. BTN Karimun Jawa Elang DKI Jakarta 8
3. BTN Takabonerate Anoa Sulsel 14
4. BTN Wakatobi Anoa Sulsel 10
5. BTN Bunaken Anoa Sulsel 7
6. BTN Togian Anoa Sulsel 2
7. BBTN Teluk Cendrawasih Kasuari Papua Barat 28
Jumlah 90
Sumber: Dit. Penyidikan dan Pengamanan Hutan, 2011
PPNS Kehutanan adalah penyidik Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai kualifikasi Polhut dan non-Polhut.
Terdapat 497 orang PPNS Kehutanan yang menjadi tulang punggung penanganan perkara pelanggaran
dalam Taman Nasional di tujuh provinsi terkait, dimana 223 orang berkualifikasi Polhut dan sisanya 274
orang direkrut dari PNS non-Polhut. Sementara itu, Masyarakat Mitra Polhut adalah masyarakat yang
dipekerjakan di pos-pos Polhut yang berdampingan dengan tempat permukiman untuk membantu tugas
dan fungsi Polhut. Masyarakat Mitra Polhut ini diangkat dan diberhentikan melalui SK Kepala Balai TN
setempat yang diperbarui setiap tahunnya. Sebagai contoh di Pos Polhut Kampung Rinca, Balai Taman
Nasional Komodo, terdapat 5 orang Masyarakat Mitra Polhut yang direkrut dari penduduk kampung
setempat. Tabel 8 memperlihatkan sebaran PPNS yang terdapat di tujuh provinsi tempat Taman Nasional
berada.
-
15
Tabel 8. Sebaran PPNS Kemenhut pada Balai dan Balai Besar Taman Nasional menurut Provinsi
(orang)
No. Balai Taman Nasional Provinsi PPNS +
Polhut
PPNS
non-
Polhut
Jumlah
PPNS
1. BTN Kepulauan Seribu DKI Jakarta 94 49 143
2. BTN Karimun Jawa Jateng 68 23 91
3. BTN Takabonerate Sulsel 7 43 50
4. BTN Wakatobi Sultra 17 39 56
5. BTN Bunaken Sulut 17 50 67
6. BTN Togian Sulteng 19 59 78
7. BBTN Teluk Cendrawasih Papua Barat 1 11 12
Jumlah 223 274 497
2.4 ASPEK SARANA DAN PRASARANA
Secara umum, tujuh Taman Nasional yang dikelola oleh Kementerian Kehutanan tersebut telah memiliki
sarana dan prasarana pengelolaan yang cukup memadai, yaitu antara lain 33 kantor (kantor Balai TN,
kantor wilayah, dan kantor resor); 22 rumah dinas, 22 mes karyawan, 57 pos jaga, 31 pondok kerja, 6
menara pengintai, 7 barak Polhut, 22 wisma tamu,1 gedung laboratorium, teropong, GPS, kompas, 16
kapal patroli, 52 speedboat, 6 dermaga, 19 mobil dinas, 111 sepeda motor dinas, 33 mobil patroli, 20
sepeda motor patroli, 106 peralatan selam dan SAR, 46 papan petunjuk & pengumuman, 132 peralatan
komunikasi handy talky/2 meter band, 25 SSB, 29 radio multiband, 3 marine band, 120 senjata api laras
panjang, 3 pistol, dan lain-lain sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 9.
-
16
Tabel 9. Data Sarana dan Prasarana pada Tujuh UPT Taman Nasional Laut Kemenhut
2.5 ASPEK PENDANAAN
Pendanaan masing-masing kawasan Taman Nasional berasal dari sumber dana Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara (APBN) rupiah murni (RM), Iuran Hasil Hutan (IHH), Pungutan Sumberdaya Alam Hayati
(PSDH), dan Dana Reboisasi (DR). Dengan sumber pendanaan seperti itu, kegiatan yang tidak dapat
ditampung oleh Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) APBN dapat diusulkan pada DIPA lainnya.
Secara garis besar, anggaran pembangunan bervariasi antara Rp6-18 miliar lebih dalam setahunnya per
lokasi. Pendanaan pengelolaan kawasan pada umumnya cenderung meningkat setiap tahun yang
disesuaikan berdasarkan kebutuhan pengelolaan kawasan. Misalnya pada tahun 2009, jumlah anggaran
yang dialokasikan untuk BTN Kepulauan Seribu sebesar Rp9.061.081.000,- dan pada tahun 2012 jumlah
anggaran yang dialokasikan mencapai Rp11,9 miliar. Jumlah biaya operasional ketujuh Balai dan Balai
No. Sarana dan prasarana BTN Kep. Seribu
BTN
Kr. Jawa BTN
Bunaken BTN
Togian BTN
Wakatobi
BTN Takaboner
ate
BBTN
Tel. Cendrawasih
Jumlah
A Sarana Penunjang Kantor 2 5 7 4 5 8 2 33 Rumah Dinas 6 1 5 5 5 22 Mes, wisma,bungalow 4 5 2 4 7 22 Mobil dinas 2 3 1 1 5 2 5 19 Sepeda motor dinas 27 9 27 10 38 111 Kapal motor 1 1 3 5 Perahu & perahu karet 9 1 4 3 14 31 Dermaga 1 1 1 1 1 1 6 Papan pengumuman 24 1 21 46 Peralatan selam 23 10 7 3 42 16 5 106 Teropong 20 6 13 4 14 20 15 92 Kamera bawah-air 1 2 12 8 8 31 Bak penampung air 3 11 5 19 GPS 11 4 2 12 22 5 20 76 Tanda batas 13 1 4 18 Kompas 13 5 3 3 24
B Sarana Pengamanan Kantor resor Pos Jaga 8 9 9 7 8 16 57 Pondok kerja 14 5 2 4 5 1 31 Kapal patroli 6 2 3 1 4 16 Mobil patroli 5 3 6 3 7 2 7 33 Motor patroli 20 20 Speedboat 3 12 3 4 9 21 52 Barak polhut/asrama 1 5 1 7 Menara pengintai 5 1 6 Gedung laboratorium 1 1
C Sarana Komunikasi/ SKRT Kehutanan Handy talky 4 14 13 30 44 27 132 Radio multiband & lainnya 2 5 21 1 29 Marine band 1 2 3 SSB 6 1 5 5 1 7 25 Telepon (telepon + HP + faks) 1 3 3 2 2 2 17 30
-
17
Besar Taman Nasional pada tahun 2012 Rp77,9 miliar (di luar gaji PNS). Tabel 10 menunjukkan anggaran
yang disediakan untuk tujuh Taman Nasional antara tahun 2009 sampai dengan 2012.
Tabel 10. Pendanaan Pengelolaan Tujuh UPT Taman Nasional, 2009-2012
No BalaiTaman
Nasional
Anggaran (Rp juta) Jumlah
(Rp juta) 2009 2010 2011 2012
1. Kepulauan Seribu 9.061 13.353 10.290 11.890 44.594
2. Karimun Jawa 8.950 11.242 10.243 10.884 41.319
3. Wakatobi 8.022 10.114 8.982 10.832 37.950
4. Takabonerate 6.316 8.267 7.947 9.012 31.542
5. Bunaken 6.098 6.987 8.022 9.170 30.277
6. Togian 3.094 4.994 5.918 8.018 22.024
7. Teluk Cendrawasih 11.392 13.822 16.206 18.151 59.571
Jumlah 52.933 68.779 67.608 77.957 267.277
Sumber: Bagian Program & Anggaran, Setditjen PHKA. 2012
Pemanfaatan pariwisata alam di Taman Nasional Laut telah berjalan cukup lama. Jumlah pungutan PNBP
sangat bervariasi dari satu TN ke TN lainnya dan telah diatur melalui PP No. 59 Tahun 1998. Dalam PP
tersebut dijelaskan bahwa Kementerian Kehutanan (pada waktu itu Departemen Kehutanan dan
Perkebunan) dapat melakukan dua jenis pungutan dalam kawasan Taman Nasional dari sebelas jenis yang
ada. Kedua jenis pungutan tersebut adalah: 1) Penerimaan dari pengusahaan pariwisata alam dalam Taman
Nasional dan 2) Penerimaan dari pungutan masuk ke Taman Nasional.
Salah satu TN yang banyak mendapatkan PNBP adalah Balai TN Komodo, yang pada tahun 2012
mencapai Rp3 miliar. Pengenaan tarif pungutan masuk ke wilayah Taman Nasional didasarkan pada
Keputusan Menteri Kehutanan No. 878/Kpts-II/92. Objek pengenaan tarif masuk dilakukan terhadap
pengunjung dan kendaraan yang digunakan, apakah kendaraan air atau kendaraan darat, yang besarnya
dibedakan di ketiga rayon. Perincian tentang PNBP disajikan pada Lampiran 2 dan 3.
2.6 ASPEK OPERASIONAL PENGELOLAAN
1) Pengelolaan wilayah kerja
Pengelolaan ketujuh Taman Nasional (Laut) tersebut dilaksanakan oleh UPT masing-masing, yaitu UPT
Balai TN (BTN) dan Balai Besar Taman Nasional (BBTN). Masing-masing Taman Nasional dipimpin oleh
seorang Kepala Balai dan Balai Besar Taman Nasional setingkat eselon III dan II yang berkedudukan di
masing-masing lokasi. Kepala Balai TN ini bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) yang berkedudukan di Jakarta.
-
18
Dalam operasionalnya sehari-hari, pengelolaan kawasan Taman Nasional ini dibagi dalam beberapa
wilayah kerja setingkat eselon IV sehingga beberapa kantor wilayah dibangun di wilayah masing-masing di
dalam kawasan Taman Nasional tersebut. Sebuah Taman Nasional memiliki dua atau tiga kantor seksi
wilayah, yang masing-masing dipimpin oleh Kepala Seksi Konservasi Wilayah setingkat eselon IV.
Selanjutnya, setiap kantor seksi wilayah dibagi dalam dua atau tiga resor, yang masing-masing resor
mempunyai beberapa Pos Jaga yang letaknya menyebar secara strategis di dalam wilayah kerja resor.
2). Pengamanan kawasan Balai Taman Nasional
PP No. 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan memberi kewenangan kepada Polisi Kehutanan untuk
melakukan patroli, memeriksa surat-surat atau dokumen, mencari keterangan dan barang bukti, dan
dapat menangkap tersangka apabila tertangkap tangan. Dalam melakukan patroli, setiap Polhut dilengkapi
dengan senjata laras panjang jenis/tipe PM 1A1 kaliber 9 x 21 mm serta pistol tipe Revolver (S&W 32)
dan pistol Ceska Zbrojovka kaliber 32. Pengaturan penempatan Polhut dan kegiatan patroli dikendalikan
langsung di bawah komando Kepala Balai Taman Nasional. Operasi pengamanan kawasan dibedakan atas
patroli rutin oleh Polhut sendiri dan operasi gabungan yang melibatkan Polhut, aparat kepolisian, dan
aparat penegak hukum lainnya. Untuk menunjang operasional pengamanan kawasan agar berhasil guna
dan tepat guna, Kepala Balai Taman Nasional mengeluarkan Pedoman Teknis Patroli Pengamanan
Kawasan Taman Nasional.
Untuk menangani pelanggaran berat yang memerlukan penanganan cepat dan lintas sektor, Kemenhut
merekrut Polhut yang terlatih dalam reaksi cepat atau satuan Brigade SPORC yang sekarang tersebar di
sebelas provinsi. Selain itu, untuk mempercepat penanganan kasus-kasus pelanggaran, Kepala Balai Taman
Nasional mempunyai kualifikasi sebagai PPNS sehingga dapat langsung melakukan pemeriksaan dan
pemberkasan perkara yang dibantu oleh Polhut setempat. Setiap Taman Nasional biasanya mempunyai
beberapa orang PPNS yang direkrut dari Polhut setempat. Biasanya, setiap tahun Polhut mendapatkan
program Pelatihan Penyegaran di Taman Nasional masing-masing, termasuk di antaranya latihan
menembak, pemberkasan perkara, dan simulasi penegakan hukum.
-
25
BAB III. PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI
PERAIRAN DI KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN
3.1 ASPEK REGULASI
Pengembangan kawasan konservasi perairan di Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat karena
didukung dengan sejumlah undang-undang dan peraturan perundang-undangan turunannya, yang meliputi
enam aspek pengelolaan, yaitu:
3.1.1. Lingkup Kelembagaan
- UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Isinya
menjelaskan tentang asas dan tujuan pengelolaan, proses pengelolaan, perencanaan pengelolaan,
pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, pengawasan dan pengendalian, penelitian dan
pengembangan, pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan, kewenangan pengelolaan wilayah pesisir,
mitigasi bencana, hak, kewajiban, dan peran serta masyarakat, pemberdayaan masyarakat,
penyelesaian sengketa, gugatan perwakilan, penyidikan, sanksi administratif, ketentuan pidana, dan
ketentuan peralihan.
- UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Isinya menjelaskan tentang asas dan tujuan
pengelolaan perikanan, ruang lingkup pengelolaan perikanan, wilayah pengelolaan, pengelolaan
perikanan, usaha perikanan, sistem informasi dan data statistik perikanan, pungutan perikanan,
penelitian dan pengembangan perikanan, pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan perikanan,
pemberdayaan nelayan dan pembudidaya ikan skala kecil, penyerahan urusan dan tugas
pembantuan, pengawas perikanan, pengadilan perikanan, penyidikan, penuntutan, dan
pemeriksaan di sidang pengadilan perikanan, ketentuan pidana, dan ketentuan peralihan.
- PP No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan. PP ini merupakan turunan dari UU
Perikanan dan isinya menjelaskan tentang ketentuan umum, konservasi sumberdaya ikan,
pemanfaatan sumberdaya ikan, pendidikan dan pelatihan konservasi sumberdaya ikan, pembinaan
masyarakat, pengawasan konservasi sumberdaya ikan, sanksi, dan ketentuan lain (menyangkut
kewenangan pengelolaan dan kewenangan ilmiah sumberdaya ikan).
- Kepmen KP No. 41 Tahun 2000 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Pulau-pulau Kecil
yang Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat. Isinya menjelaskan tentang pendahuluan (dasar
pemikiran, tujuan, dan sasaran), batasan peristilahan, batasan karakteristik pulau-pulau kecil,
pedoman kebijakan pengelolaan pulau-pulau kecil, mekanisme pengelolaan pulau-pulau kecil,
penegakan dan penaatan hukum.
- Kepmen KP No. 63/Men/2009 tentang Penetapan Perairan Aru Bagian Tenggara sebagai KKPN
SAP Kepulauan Aru Bagian Tenggara.
- Kepmen KP No. 64/Men/2009 tentang Penetapan Perairan Kepulauan Raja Ampat sebagai
KKPN SAP Kepulauan Raja Ampat.
- Kepmen KP No. 65/Men/2009 tentang Penetapan Perairan Waigeo Sebelah Barat sebagai
KKPN SAP Kepulauan Waigeo Sebelah Barat.
-
26
- Kepmen KP No. 66/Men/2009 tentang Penetapan Perairan Kapoposang dan sekitarnya
sebagai KKPN TWP Kepulauan Kapoposang.
- Kepmen KP No. 67/Men/2009 tentang Penetapan Perairan Pulau Gili Air, Gili Meno, dan Gili
Terawangan sebagai KKPN TWP Pulau Gili Air, Gili Meno dan Gili Terawangan (Gili Matra).
- Kepmen KP No. 68/Men/2009 tentang Penetapan Perairan Kepulauan Padaido sebagai KKPN
TWP Pulau Padaido.
- Kepmen KP No. 69/Men/2009 tentang Penetapan Perairan Laut Banda sebagai KKPN TWP
Laut Banda.
- Kepmen KP No. 70/Men/2009 tentang Penetapan Perairan Pulau Pieh sebagai KKPN TWP
Pulau Pieh.
- Kepmen KP No. 35/Men/2011 tentang Penetapan Perairan Kepulauan Anambas sebagai KKPN
TWP Kepulauan Anambas.
- Kepmen KP No. 38/Men/2009 tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan
Nasional Laut Sawu sebagai KKPN TNP Laut Sawu.
3.1.2. Lingkup Sumberdaya Manusia
Dalam aspek sumberdaya manusia, Kemen KP belum mempunyai peraturan perundang-undangan yang
terkait dengan perencanaan dan pengelolaan KKP. Dalam lingkup kementerian pada waktu ini, jabatan
fungsional penyuluh perikanan mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam bidang perikanan secara umum.
3.1.3. Lingkup Sarana dan Prasarana
Kemen KP masih belum mempunyai peraturan perundang-undangan mengenai sarana dan prasarana
operasional pengelolaan KKP sebagaimana sudah dimiliki oleh Kementerian Kehutanan.
3.1.4. Lingkup Pendanaan
Sampai sekarang, Kemen KP belum mempunyai aturan hukum mengenai pemanfaatan kawasan konservasi.
PNBP untuk pemanfaatan kawasan konservasi perairan masih dalam tahap usulan untuk disahkan menjadi
PP. Yang ada sekarang adalah PP No. 62 Tahun 2002 dan Kepmen KP No. Kep.22/Men/2004, yang
mengatur pungutan perikanan secara umum di luar kerangka perencanaan dan pengelolaan KKP. PP No.
62 Tahun 2002 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian
Kelautan dan Perikanan mengatur jenis PNBP yang berlaku pada Kemen KP adalah penerimaan dari:
a. Pungutan perikanan;
b. Jasa pelabuhan perikanan;
c. Jasa pengujian mutu hasil perikanan;
d. Jasa pengembangan penangkapan ikan;
e. Jasa balai dan loka budidaya perikanan;
f. Jasa karantina ikan;
g. Jasa pendidikan dan latihan; dan
h. Jasa penyewaan fasilitas.
Adapun Kepmen KP No. Kep.22/Men/2004 tentang Tata Cara Pemungutan PNBP pada Kementerian
Kelautan dan Perikanan yang Berasal dari Pungutan Perikanan. Isinya menjelaskan tentang ketentuan
pungutan perikanan terhadap perusahaan perikanan Indonesia (PHP dan PPP) dan perusahaan perikanan
asing (PPA).
-
27
3.1.5. Lingkup Operasional Pengelolaan
- PP No. 30 Tahun 2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi
Perairan. Isinya menjelaskan tentang ketentuan umum, ruang lingkup, rencana pengelolaan
KKP, zonasi KKP, tata cara penyusunan rencana pengelolaan dan zonasi.
- Permen KP No. 16 Tahun 2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil. Isinya menjelaskan ketentuan umum, ruang lingkup, tata cara penyusunan
rencana, pengendalian dan evaluasi, ketentuan peralihan, dan penutup.
- Permen KP No. 17 Tahun 2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-
pulau Kecil. Isinya menjelaskan tentang ketentuan umum, kategori kawasan konservasi,
penetapan KKP3K dan KKM, kewenangan pengelolaan KKP3K dan KKM, pola dan tata cara
pengelolaan, perizinan dan pembiayaan, ketentuan peralihan, dan ketentuan lain.
- Permen KP No. Per.23/MEN/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT KKPN. Isinya
menjelaskan tentang kedudukan, tugas, dan fungsi, klasifikasi organisasi, struktur organisasi,
kelompok jabatan fungsional, satuan kerja, tata kerja, eselonisasi, lokasi dan wilayah kerja,
dan ketentuan lain.
- Permen KP No. Per.02/Men/2009 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi
Perairan. Isinya menjelaskan tentang ketentuan umum, kriteria dan jenis kawasan konservasi
perairan, usulan inisiatif calon KKP, identifikasi dan inventarisasi calon KKP, pencadangan
KKP, penetapan KKP, penataan batas KKP, dan ketentuan peralihan.
- Permen KP No. Per.03/Men/2010 tentang Tata Cara Penetapan Perlindungan Jenis Ikan,
isinya menjelaskan tentang ketentuan umum, kriteria status perlindungan jenis ikan, tipe
status perlindungan jenis ikan, prosedur penetapan status perlindungan jenis ikan,
perubahan status perlindungan jenis ikan, dan ketentuan peralihan.
- Permen KP No. Per.04/Men/2010 tentang Pemanfaatan Jenis dan Genetika Ikan. Isinya
menjelaskan ketentuan umum, pemanfaatan jenis ikan dan genetik ikan, penetapan kuota,
perizinan pemanfaatan jenis ikan dan genetik ikan, peredaran jenis ikan dan genetik ikan,
pungutan perikanan, pengawasan dan pengendalian, sanksi, ketentuan lain, ketentuan
peralihan, dan penutup.
3.2 ASPEK KELEMBAGAAN
Sejak berdirinya Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan tahun 1999, telah ditetapkan Direktorat
Konservasi dan Taman Nasional Laut (Dit KTNL), yang selanjutnya berubah nama menjadi Direktorat
Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan (Dit KKJI). Namun demikian, setelah sepuluh tahun berjalan,
organisasi pengelola Kawasan Konservasi Perairan belum memadai. Permen KP No. Per.23/MEN/2008
tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksanaan Teknis Kawasan Konservasi Perairan Nasional
menetapkan adanya dua unit kerja pengeloa KKPN, yaitu Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional
(BKKPN) Kupang berkedudukan di Kupang setingkat eselon III dan Loka KKPN (LKKPN) Pekanbaru
berkedudukan di Pekanbaru. BKKPN Kupang bertanggung jawab atas delapan KKPN yang berada di
wilayah timur Indonesia sedangkan LKKPN Pekanbaru menangani dua KKPN di wilayah barat Indonesia.
Wilayah kerja BKKPN Kupang meliputi Provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah,
Sulawesi Selatan, Gorontalo, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua,
dan Papua Barat. Wilayah kerja LKKPN Kupang meliputi 22 provinsi, yaitu: Nangroe Aceh Darusalam,
-
28
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka-
Belitung, Lampung, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa
Timur, Bali, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Untuk
mengelola masing-masing kawasan, BKKPN dan LKKPN mempunyai satuan kerja (Satker) setingkat gugus
tugas non-eselon yang mempunyai jumlah staf tiga sampai sepuluh orang.
Untuk mengelola KKP Nasional, LKKPN Pekanbaru mempunyai dua Satker, yaitu Satker TWP Anambas
yang berkedudukan di Tarempa dan Satker TWP Pulau Pieh yang berkedudukan di Padang. Sementara
itu, BKKPN Kupang mempunyai tujuh Satker di tiap lokasi, yaitu:
1. Satker Dobo untuk mengelola SAP Kepulauan Aru Bagian Tenggara,
2. Satker Raja Ampat untuk mengelola SAP Kepulauan Raja Ampat dan SAP Kepulauan Waigeo
sebelah Barat,
3. Satker Kapoposang untuk mengelola TWP Kepulauan Kapoposang,
4. Satker Gili Matra untuk mengelola TWP Gili Air, Gili Meno, dan Gili Trawangan,
5. Satker Biak untuk mengelola TWP Kepulauan Padaido,
6. Satker Banda untuk mengelola TWP Laut Banda, dan
7. Satker Kupang untuk mengelola TNP Laut Sawu.
Gambar.2. Struktur Pengelolaan Sepuluh KKPN Kementerian Kelautan dan Perikanan
-
29
3.3 ASPEK SUMBERDAYA MANUSIA
Balai KPPN Kupang yang mengelola delapan KKPN mempunyai 58 orang PNS sedangkan Loka KPPN
Pekanbaru mempunyai 20 orang PNS yang mengelola dua KPPN. Adapun jumlah pegawai Direktorat
KKJI berjumlah 57 orang, yang tugas utamanya ialah mengelola KKPN dan sebagai instansi teknis yang
bertanggung jawab atas program-program konservasi di Indonesia. Menyadari akan belum memadainya
jumlah tenaga yang mempunyai kompetensi dalam bidang pengelolaan konservasi perairan , Kemen KP
telah merancang program pelatihan berbasis kompetensi. Penyelenggaraan pelatihan bidang konservasi
untuk aparatur dilakukan oleh Puslat BPSDM, yang meliputi 14 jenis kompetensi dengan 3 jenjang
pelatihan seperti tertera pada Tabel 11.
Jumlah peserta yang tercancum pada tabel tersebut adalah prakiraan kebutuhan tenaga berkompeten
sampai tahun 2020. Rancangan pelatihan ini tertuang dalam Renstra Pelatihan bidang Konservasi Puslat
BPSDM tahun 2011. Sejak tahun 2010, Kemen KP bekerjasama dengan LSM internasional yang tergabung
dalam CTSP (Coral Triangle Support Partnership) dan MPAG (Marine Protected Areas Governance) maupun
badan resmi pemerintah AS, yaitu NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) telah melatih
lebih dari 900 orang, diantaranya pelatihan tentang dasar-dasar pengelolaan KKP, perencanaan
pengelolaan KKP, perikanan berkelanjutan dalam KKP, dan pariwisata berkelanjutan dalam KKP.
Polsus Perikanan didasarkan pada UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-
pulau Kecil yang berada di bawah kendali Dit PSDKP, Kemen KP. Sampai sekarang, telah dilaksanakan
dua kali angkatan pendidikan Polsus Perikanan yang menghasilkan 30 orang, yang dan oleh Ditjen PSDKP,
Kemen KP akan ditempatkan di Dinas Kelautan dan Perikanan daerah (Dermawan A., 2012, komunikasi
pribadi).
Tabel 11. Prakiraan Jumlah Peserta menurut Jenis Pelatihan Konservasi
Nomor Jenis Pelatihan Kompetensi Pelatihan
Dasar A
(orang)
Pelatihan
Lanjutan B
(orang)
Pelatihan
Menengah
(orang)
1. Perencanaan Pengelolaan 660 484 396
2. Ilmu Kelautan 660 220 176
3. Pelibatan Masyarakat 704 440 132
4. Penyadaran Masyarakat dan Komunikasi 660 220 132
5. Hukum dan Kebijakan Pengelolaan KKP 660 484 0
6. Monitoring, Control and Surveilance
(Pengawasan)
572 484 88
7. Operasional Pengelolaan 616 484 0
8. Teknologi Informasi 484 88 88
-
30
9. Pengelolaan Sumberdaya Manusia 176 0 0
10. Monitoring dan Penilaian Efektivitas
Pengelolaan
572 264 132
11. Co-management 308 220 132
12. Administrasi dan Pengelolaan Keuangan 308 176 176
13. Teknik-teknik Pemanfaatan Sumberdaya
yang Berkelanjutan
440 296 296
14. Kelembagaan 792 176 132
Keterangan:
A: Peserta pelatihan dasar mencakup pegawai yang dirancang akan mengikuti pelatihan lanjutan dan pelatihan
menengah
B: Peserta pelatihan lanjutan mencakup pegawai yang dirancang akan mengikuti pelatihan menengah
Pengawas Perikanan bidang konservasi di Kemen KP pada waktu ini sedang dalam tahap pengusulan.
Pengawasan Perikanan diatur berdasarkan pasal 66, ayat 2 dan 3, UU No. 31 Tahun 2004 jo. UU No. 45
Tahun 2009 tentang Perikanan yang menyatakan bahwa pengawas perikanan bertugas untuk mengawasi
tertib pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam bidang perikanan, yang meliputi
penangkapan ikan, pembudidaya ikan dan pembenihan, pengolahan dan distribusi keluar-masuk ikan, mutu
hasil perikanan, distribusi keluar-masuk obat ikan, konservasi, pencemaran akibat perbuatan manusia,
plasma nutfah, penelitian dan pengembangan perikanan, dan ikan hasil rekayasa genetik.
Pengawas Perikanan yang ada sekarang adalah: 1) Pengawas Perikanan bidang Penangkapan ikan, 2)
Pengawas Perikanan bidang Mutu Ikan dan 3) Pengawas Perikanan bidang Budidaya Ikan. Pengawas
Perikanan bidang Penangkapan Ikan mengikuti pedoman Kepmen KP No. KEP.02/MEN/2002 tentang
Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Penangkapan Ikan.
3.4 ASPEK SARANA DAN PRASARANA
Sepuluh KKP Nasional di bawah Kemen KP masih memiliki sarana dan prasarana yang terbatas. Namun
demikian, pengelola KKP di setiap lokasi sudah memiliki kantor dan perabotan, kendaraan roda dua dan
roda empat, alat selam, dan speedboat untuk menunjang operasional pengelolaan.
3.5 ASPEK PENDANAAN
Pembiayaan sepuluh KPPN lingkup Kemen KP disalurkan melalui dua UPT, yaitu Loka KPPN Pekanbaru
yang membiayai TWP Pieh dan TWP Anambas sedangkan Balai KPPN Kupang membiayai delapan KPPN
lainnya, yaitu TNP Laut Sawu, SAP Kep. Aru bagian Ten