Kajian Harmonisasi Pengelolaan Tujuh Taman Nasional Laut

53
Laporan Konsultansi 2014 L KAJIAN HARMONISASI PENGELOLAAN TUJUH TAMAN NASIONAL LAUT Oleh: Dr. Ir. Matheus H. Halim Laporan konsultansi ini disusun oleh Dr. Ir. Matheus H. Halim didanai oleh United States Agency for International Development (USAID) melalui Marine Protected Areas Governance (MPAG)

description

WISATA

Transcript of Kajian Harmonisasi Pengelolaan Tujuh Taman Nasional Laut

  • i

    Laporan Konsultansi

    2014

    L

    KAJIAN

    HARMONISASI PENGELOLAAN

    TUJUH TAMAN NASIONAL LAUT

    Oleh: Dr. Ir. Matheus H. Halim

    Laporan konsultansi ini disusun oleh Dr. Ir. Matheus H. Halim didanai oleh United States Agency for International Development

    (USAID) melalui Marine Protected Areas Governance (MPAG)

  • ii

    Foto sampul muka: Petugas Taman Nasional Wakatobi sedang memantau aktivitas nelayan di perairan

    Tomia, Wakatobi.

    Juergen Freund / Nikon D700

  • iii

    KAJIAN

    HARMONISASI PENGELOLAAN

    TUJUH TAMAN NASIONAL LAUT

    Oleh: Dr. Ir. Matheus H. Halim

    USAID Proyek Nomor : AID-497-LA-12-00001

    Disunting oleh : Dr. Pahala Nainggolan

    Dicetak di : Indonesia

    Dana untuk melakukan kajian dan penulisan laporan ini disediakan oleh USAID melalui Marine Protected Areas Governance

    (MPAG). MPAG merupakan sebuah konsorsium beranggotakan Conservation International (CI), Coral Triangle Center (CTC),

    The Nature Conservancy (TNC), Wildlife Conservation Society (WCS), dan WWF Indonesia.

    @2014 Marine Protected Areas Governance. Cetak ulang atau diseminasi laporan ini untuk tujuan pendidikan atau tujuan lain

    yang tidak bersifat komersil tanpa izin tertulis dari pemegang hak cipta selama sumber-sumbernya disebutkan diperbolehkan.

    Penggandaan materi atau laporan ini untuk diperjual-belikan atau untuk tujuan-tujuan komersil tanpa persetujuan tertulis

    pemegang hak cipta tidak diperbolehkan. Izin tertulis dapat ditujukan ke:

    Pahala Nainggolan

    Chief of Party, Marine Protected Areas Governance

    (MPAG)

    Jl. Ciragil 2 no. 8

    Kebayoran Baru

    Jakarta Selatan 12180

    Phone: 62 21 2932 9420

    Email: [email protected]

  • iv

    RINGKASAN EKSEKUTIF

    Kajian Harmonisasi Pengelolaan Tujuh Taman Nasional Laut ini merupakan upaya MPAG-CTSP (Marine

    Protected Area Governance Coral Triangle Support Partnership) untuk membantu Kementerian Kelautan

    dan Perikanan (Kemen KP) dalam bentuk masukan strategis terkait dengan upaya persiapan harmonisasi

    pengelolaan tujuh Taman Nasional Laut yang saat ini dikelola oleh Kementerian Kehutanan (Kemenhut).

    Pelaksanaan kajian ini berawal dari adanya komitmen pemerintah untuk memiliki 20 (dua puluh juta)

    hektare Kawasan Konservasi Perairan (KKP) pada tahun 2020 dan mengelolanya secara efektif.

    Disamping itu secara spesifik, kajian ini diminta oleh KKP pada pertemuan koordinasi antara Marine

    Resource Program-USAID dimana MPAG termasuk didalamnya dengan KKP pada Juni 2012.

    Meskipun memakan waktu panjang untuk finalisasinya, namun kajian ini kini mendapatkan relevansinya

    dengan pengesahan UU no. 1 Tahun 2014 tentang perubahan UU no.27 tahun 2007. Pada regulasi

    terbaru ini diindikasikan adanya peralihan pengelolaan kawasan konservasi ke KKP. Dengan demikian,

    kajian ini memberikan gambaran teknis awal mengenai kawasan yang dikelola oleh Kemenhut dan

    diharapkan dapat membantu pembuatan peta jalan (road map) bagi pembangunan strategi pengalihan

    kedepan.

    Kajian dilakukan selama tiga bulan (15 September 15 Desember 2012) termasuk pengumpulan data

    sekunder dari laporan-laporan dan publikasi yang terkait, wawancara dengan pihak yang relevan serta

    kunjungan ke lapangan. Kajian dilakukan dengan pemetaan dan identifikasi aspek-aspek pengelolaan pada

    tujuh Unit Pelaksana Teknis (UPT) Taman Nasional Laut di bawah Kementerian Kehutanan (Taman

    Nasional (TN) Kepulauan Seribu, TN Wakatobi, TN Takabonerate, TN Karimun Jawa, TN Bunaken, TN

    Togian, dan TN Teluk Cendrawasih).

    Selanjutnya, dilakukan perbandingan dengan pengelolaan pada (10) sepuluh Kawasan Konservasi Perairan

    (KKPN) di bawah Kementerian Kelautan dan Perikanan yang terdiri dari 8 (delapan) kawasan yang

    diserahterimakan dari Kementerian Kehutanan (Pulau Pieh, Aru Tenggara, Raja Ampat, Waigeo Barat,

    Kapoposang, Gili Matra, Biak-Padaido, Laut Banda) dan 2 (dua) kawasan yang dibentuk oleh Kemen KP

    yaitu: Anambas dan Laut Sawu.

    Untuk memudahkan analisa, perbandingan aspek pengelolaan ini dilakukan terhadap enam aspek

    pengelolaan, yaitu:

    Aspek regulasi dan kebijakan yang mencakup ketersediaan peraturan yang mendukung

    pengelolaan kawasan;

    Aspek kelembagaan yang mencakup bentuk serta struktur lembaga pengelola kawasan

    Aspek sumberdaya manusia yang mencakup jumlah pegawai, keberadaan jabatan fungsional

    serta struktural pengelola kawasan.

    Aspek sarana dan prasarana termasuk ketersediaan sarana dan sarana penunjang pengelolaan

    di masing masing kawasan

    Aspek pendanaan, mencakup besaran anggaran pengelolaan yang dialokasikan setiap tahun dan

    penerimaan pendapatan negara bukan pajak dari kawasan.

    Aspek operasional pengelolaan.

  • v

    Beberapa perbedaan penting atas pengelolaan kedua kelompok kawasan ini dapat disarikan sebagai

    berikut:

    Aspek regulasi dan kebijakan

    Kementerian Kehutanan relatif sudah memiliki regulasi dan kebijakan yang mendukung pengelolaan.

    Misalnya pengaturan kawasan, struktur organisasi, jabatan fungsional, sarana dan prasarana, pengawasan

    dan penegakan hukum, pungutan pemanfaatan wisata serta dukungan pendanaan konservasi. Sementara

    itu, pada kawasan Kemen KP masih terbatas pada pengaturan kawasan dalam bentuk rencana

    pengelolaan kawasan serta zonasi. Regulasi teknis lain seperti SOP pengelolaan sedang dibangun.

    Aspek kelembagaan

    Terdapat perbedaan struktur eselon lembaga pengelola dan pola pengelolaan. Kemenhut memiliki enam

    UPT Balai setingkat eselon IIIa dan satu UPT Balai Besar setingkat eselon IIb. Sedangkan pada kawasan

    dibawah Kemen KP pengelola kawasan adalah non-eselon yang berada di bawah unit kerja eselon 3 (Balai

    KKPN Kupang) dan eselon 4 (Loka KKPN Pekanbaru). UPT Balai Taman Nasional Laut berkedudukan di

    lokasi kawasan. UPT pengelola kawasan Kementerian KP berkedudukan di Kupang (membawahi 8

    kawasan di Indonesia Timur dan NTB) serta di Pekan Baru (membawahi kawasan di Anambas dan Pulau

    Pieh).

    Aspek SDM

    Terdapat perbedaan yang signifikan menyangkut jumlah dan sistem jabatan fungsional pengelola kawasan

    dari kedua kelompok kawasan. Kelompok Taman Nasional Laut dikelola oleh 550 orang PNS dengan

    rincian 3 orang golongan I, 260 orang golongan II, 277 orang golongan III, dan 10 orang golongan IV.

    Sementara itu, KKPN dikelola oleh 58 orang PNS (38 orang PNS Balai KKPN Kupang dan 20 orang PNS

    Loka KKPN Pekanbaru). Dibandingkan dengan luasan yang dikelola, pada 7 taman nasional Kemenhut,

    satu orang PNS bertanggung jawab terhadap 7.350 ha Taman Nasional Laut sedangkan di Kemen KP,

    satu orang PNS bertanggung jawab terhadap 94.962 ha KKP Nasional.

    Selanjutnya, terdapat 3 (tiga) jabatan fungsional di Kementerian Kehutanan yang berkaitan dengan

    pengelolaan kawasan, yaitu Pengendali Ekosistem Hutan (83 orang), Penyuluh Kehutanan (6 orang), dan

    Polisi Kehutanan (219 orang). Adapun KKPN belum memiliki skema jabatan fungsional yang terkait

    dengan pengelolaan kawasan konservasi. Implikasinya adalah kebutuhan sumberdaya manusia pengelola

    kawasan dengan kompetensi khusus belum dapat dipenuhi.

    Sarana dan prasarana

    Terdapat perbedaan yang signifikan, baik jumlah maupun jenis sarana antara kedua kelompok kawasan ini.

    Kelompok kawasan yang dikelola oleh Kemenhut sudah berdiri relatif lebih lama dibandingkan KKPN.

    Dengan demikian, sarana prasarana yang dimiliki relatif lebih lengkap karena didukung oleh anggaran

    pemerintah pada tahun tahun sebelumnya. Sementara KKPN belum mencapai usia 5 tahun sejak dibentuk

    atau diterima dari Kemenhut sebelumnya. Sehingga ketersediaan sarana dan prasarana masih jauh dari

    cukup dan sedang dalam proses untuk melengkapi. Implementasi program Coremap-CTI direncanakan

    akan melengkapi sebagian dari kebutuhan sarana dan prasarana pada KKPN.

  • vi

    Pendanaan dan Anggaran

    Dalam aspek pendanaan untuk pengelolaan sepuluh KKPN pada tahun 2012, anggaran pengelolaan sekitar

    Rp20,4 miliar atau setara dengan Rp3.700,-/ha kawasan. Anggaran untuk 7 (tujuh) taman nasional

    berkisar di angka Rp 77,9 miliar per tahun atau rata rata Rp19.500,-/ha. Dalam hal pengusahaan

    pariwisata alam, Kemenhut telah mempunyai kewenangan untuk menarik pungutan tarif masuk kawasan

    dan Iuran Pengusahaan Pariwisata Alam (IPPA) dalam bentuk Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP).

    Kemen KP sedang membangun dasar hukum PNBP yang terkait dengan pemanfaatan kawasan konservasi

    beserta Peraturan Menteri untuk pemanfaatan kawasan.

    Operasional Pengelolaan

    Kementerian Kehutanan mengadopsi pola kewilayahan atau teritorial dimana UPT Balai TN bertanggung

    jawab atas semua fungsi dalam kawasan. Kemen KP mengadopsi pola fungsional dimana fungsi fungsi

    tertentu dikelola oleh unit organisasi lain dalam lingkup KKP. Misalnya fungsi program dibawahi oleh

    Direktorat KKJI sedangkan anggaran dan SDM oleh Sekretariat Ditjen KP3K dan fungsi pengawasan oleh

    Dirjen PSDKP.

    Dalam aspek operasional pengelolaan, terdapat perbedaan penugasan Polisi Khusus (Polsus) Perikanan

    pada Kemen KP dan Polisi Hutan (Polhut) pada Kemenhut dalam hal pengamanan kawasan. Polsus

    Perikanan bidang konservasi perairan belum ada sehingga pengawasan dan pengamanan KKPN belum

    dapat dilaksanakan dengan baik. Pengamanan dan penegakan hukum kawasan di TNL Kemenhut

    dilaksanakan oleh Polhut yang diatur dan bertanggung jawab kepada Kepala UPT TN yang bersangkutan.

    Adapun pengamanan kawasan KKPN Kemen KP dapat dilakukan oleh Polsus Perikanan dan Pengawas

    Perikanan bidang non-konservasi. Namun demikian, Polsus Perikanan dan Pengawas Perikanan ini diatur

    dan bertanggung jawab kepada Ditjen PSDKP; bukan kepada Kepala UPT KKPN yang berada di bawah

    Ditjen KP3K. Implikasinya, Kemen KP kesulitan melakukan pengawasan dan penegakan hukum terhadap

    pelanggaran di dalam wilayah. Dengan demikian, pengawasan dan penegakan hukum di KKPN sebaiknya

    ditekankan pada upaya bersama masyarakat dan keterlibatan aktif Kelompok Masyarakat Pengawas

    (Pokmaswas) serta penegak hukum setempat.

  • vii

    KATA PENGANTAR

    Pemerintah Indonesia melalui pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di depan sidang Pertemuan

    Para Pihak dalam Convention on Bio-diversity (CBD), Maret 2006, di Brasil mencanangkan komitmen

    Indonesia untuk memiliki setidaknya 10(sepuluh juta) hektare Kawasan Konservasi Perairan (KKP) pada

    2010. Komitmen tersebut kemudian diperbarui pada Coral Triangle Initiative (CTI) Summit pada bulan Mei

    2009 di Manado, menjadi 20 Juta hektar KKP yang terkelola secara efektif pada tahun 2020 .

    MPAG yang merupakan program kerjasama pemerintah Indonesia dan USAID sejak pendiriannya di

    tahun 2012 berupaya membantu Kemen KP dalam mewujudkan komitmen pemerintah diatas. Kajian yang

    merupakan pemetaan dan perbandingan kondisi pengelolaan antara kawasan yang dikelola oleh

    Kementerian Kehutanan dan kawasan dibawah pengelolaan Kemen KP.

    Pemetaan dan perbandingan ini dilakukan untuk memberikan masukan yang lebih akurat dan terkini

    kepada Kemen KP dalam kerangka harmonisasi pengelolaan kawasan konservasi perairan. Dengan

    disahkannya UU no. 1 tahun 2014 tentang perubahan UU no. 27 Tahun 2007, maka informasi yang

    disajikan pada laporan konsultansi ini diharapkan dapat membantu proses pengambilan keputusan untuk

    pengelolaan kawasan konservasi oleh Kemen KP.

    Pemetaan yang dilakukan pada enam aspek pengelolaan yang penting yaitu : regulasi dan kebijakan,

    kelembagaan, sumberdaya manusia, sarana dan prasarana, pendanaan, dan operasional pengelolaan

    diharapkan dapat memberikan dukungan yang konstruktif bagi upaya peningkatan pengelolaan kawasan

    konservasi.

    Dalam proses penyusunannya, penulis merasa perlu berterima kasih kepada semua pihak yang telah

    membantu, baik berupa informasi, data-data maupun bantuan lain sejak dimulainya proses ini hingga

    finalisasinya. Semoga kajian ini dapat diambil manfaatnya dalam pencapaian target konservasi dan

    terwujudnya pengelolaan kawasan konservasi yang efektif dan pada akhirnya, bermanfaat bagi masyarakat

    sekitar.

    Jakarta, Mei 2014

    Penulis,

  • viii

    DAFTAR ISI

    RINGKASAN EKSEKUTIF .............................................................................................................................................. iv

    KATA PENGANTAR...................................................................................................................................................... vii

    DAFTAR ISTILAH ............................................................................................................................................................ ix

    DAFTAR TABEL .............................................................................................................................................................. xii

    BAB I. PENDAHULUAN ................................................................................................................................................ 1

    1.1 Latar Belakang ......................................................................................................................................................... 1

    1.2 Tujuan ....................................................................................................................................................................... 3

    1.3 Ruang Lingkup ......................................................................................................................................................... 3

    1.4 Metode Kajian ......................................................................................................................................................... 3

    1.5 Sejarah Konservasi Perairan di Indonesia ......................................................................................................... 3

    BAB II. PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL (LAUT) ......................................................................................... 5

    2.1 Aspek Regulasi dan Kebijakan ............................................................................................................................. 5

    2.2 Aspek Kelembagaan ............................................................................................................................................... 9

    2.3 Aspek Sumberdaya Manusia ............................................................................................................................... 10

    2.4 Aspek Sarana dan Prasarana .............................................................................................................................. 15

    2.5 Aspek Pendanaan .................................................................................................................................................. 16

    2.6 Aspek Operasional Pengelolaan ........................................................................................................................ 17

    BAB III. PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DI KEMEN KP ........................................ 25

    3.1 Aspek Regulasi ...................................................................................................................................................... 25

    3.2 Aspek Kelembagaan ............................................................................................................................................. 27

    3.3 Aspek Sumberdaya Manusia ............................................................................................................................... 29

    3.4 Aspek Sarana dan Prasarana .............................................................................................................................. 30

    3.5 Aspek Pendanaan .................................................................................................................................................. 30

    3.6 Aspek Operasional Pengelolaan ........................................................................................................................ 31

    BAB IV. ANALISIS KONDISI PENGELOLAAN ....................................................................................................... 34

    4.1 Aspek Regulasi ...................................................................................................................................................... 34

    4.2 Aspek Kelembagaan ............................................................................................................................................. 34

    4.3 Aspek Sumberdaya Manusia ............................................................................................................................... 35

    4.4 Aspek Sarana dan Prasarana .............................................................................................................................. 36

    4.5 Aspek Pendanaan .................................................................................................................................................. 36

    4.6 Aspek Operasional Pengelolaan ........................................................................................................................ 37

    BAB V. REKOMENDASI ................................................................................................................................................ 39

    DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................................................................... 40

    LAMPIRAN ........................................................................................................................................................................ 42

  • ix

    DAFTAR ISTILAH

    ABRI = Angkatan Bersenjata Republik Indonesia

    APBN = Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara

    Bakorstranas = Badan Koordinasi Strategis Nasional

    BBTN = Balai Besar Taman Nasional

    BKKPN = Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional

    BKSDA = Balai Konservasi Sumber Daya Alam

    BTN = Balai Taman Nasional

    CA = Cagar Alam

    CAL = Cagar Alam Laut

    CBD = Convention on Bio-diversity

    CTI = Coral Triangle Initiative

    CTSP = Coral Triangle Support Program

    Diklat = Pendidikan dan Pelatihan

    DIPA = Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran

    Dit = Direktorat

    Ditjen = Direktorat Jenderal

    Dirjen = Direktur Jenderal

    DR = Dana Reboisasi

    FAO = Food and Agriculture Organization

    GPS = Geographical Positioning System

    HP = hand phone

    IHH = Iuran Hasil Hutan

    jo. = juncto

    Juklak = Petunjuk Pelaksanaan

    Juknis = Petunjuk Teknis

    Kabag = Kepala Bagian

    Kapolri = Kepala Kepolisian Republik Indonesia

    Kasi = Kepala Seksi

    Kasubag = Kepala Sub-bagian

    Kasubdit = Kepala Sub-direktorat

    Kemenhut = Kementerian Kehutanan

    Kemen KP = Kementerian Kelautan dan Perikanan

    Kepmen = Keputusan Menteri

    Kepmenhut = Keputusan Menteri Kehutanan

    Kepmenhutbun = Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan

    Kepmen KP = Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan

    Kepmen PAN = Keputusan Menteri Penertiban Aparatur Negara

    Keppres = Keputusan Presiden

  • x

    KKJI = Direktorat Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan

    KKL = Kawasan Konservasi Laut

    KKM = Kawasan Konservasi Maritim

    KKP = Kawasan Konservasi Perairan

    KKPD = Kawasan Konservasi Perairan Daerah

    KKP3K = Kawasan Konservasi Perairan dan Pulau-pulau Kecil

    KKPN = Kawasan Konservasi Perairan Nasional

    KPA = Kawasan Pelestarian Alam

    KP3K = Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil

    KSA = Kawasan Suaka Alam

    KSBTU = Kepala Sub-bagian Tata Usaha

    KTNL = Direktorat Konservasi dan Taman Nasional Laut

    LKKPN = Loka Kawasan Konservasi Perairan Nasional

    LSM = Lembaga Swadaya Masyarakat

    MPAG = Marine Protected Areas Governance

    NOAA = National Oceanic and Atmospheric Administration

    PEH = Pengendali Ekosistem Hutan

    Permen = Peraturan Menteri

    Permenhut = Peraturan Menteri Kehutanan

    Perpres = Peraturan Presiden

    PHKA = Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam

    PHP = Pungutan Hasil Perikanan

    PHPA = Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam

    Pindad = Pusat Industri Angkatan Darat

    PNBP = Penerimanaan Negara Bukan Pajak

    PNS = Pegawai Negeri Sipil

    Polhut = Polisi Hutan

    Polsus = Polisi Khusus

    Polri = Kepolisian Republik Indonesia

    PP = Peraturan Pemerintah

    PPA = Direktorat Perlindungan dan Pengawetan Alam; Perusahaan Perikanan Asing

    PPNS = Penyidik Pegawai Negeri Sipil

    PPP = Pungutan Pengusahaan Perikanan

    PSDH = Pemanfaatan Sumber Daya Hayati

    PSDKP = Direktorat Jenderal Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan

    PuslatBPSDM = Pusat Pelatihan, Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia

    RM = Rupiah Murni

    Satker = Satuan Kerja

    SAP = Suaka Alam Perairan

    SAR = Search and Rescue

    Sesditjen = Sekretaris Direktorat Jenderal

    Setditjen = Sekretariat Direktorat Jenderal

    SDI = Sumber Daya Ikan

    SDM = Sumber Daya Manusia

  • xi

    SK = Surat Keputusan

    SKB = Surat Keputusan Bersama

    SKRT = Sarana Komunikasi Radio Terpadu

    SM = Suaka Margasatwa

    SML = Suaka Margasatwa Laut

    SOP = Prosedur Operasional Standar

    SPORC = Satuan Polisi Kehutanan Reaksi Cepat

    SSB = Single-Side Band

    TKP = Tempat Kejadian Perkara

    TL = Taman Laut

    TN = Taman Nasional

    TNI = Tentara Nasional Indonesia

    TNL = Taman Nasional Laut

    TNP = Taman Nasional Perairan

    TU = Tata Usaha

    TWA = Taman Wisata Alam

    TWAL = Taman Wisata Alam Laut

    TWP = Taman Wisata Perairan

    UNDP = United Nation Development Program

    UPT = Unit Pelaksana Teknis

    UU = Undang-Undang

    WOC = World Ocean Conference

    WWF = World Wildlife Fund

  • xii

    DAFTAR TABEL

    Halaman

    Tabel 1 Status Kawasan Konservasi Perairan sampai dengan Juli 2012 . 1

    Tabel 2 Jumlah Pejabat Eselon Masing-masing Balai dan Balai Besar Taman Nasional . 10

    Tabel 3 Jumlah PNS dan golongannya pada Balai dan Balai Besar Taman Nasional 11

    Tabel 4 Sebaran Pengendali Ekosistem Hutan pada Balai dan Balai Besar Taman

    Nasional.........................................................................................................................

    12

    Tabel 5 Sebaran Penyuluh Kehutanan pada Balai dan Balai Besar Taman Nasional 13

    Tabel 6 Sebaran Polisi Kehutanan pada Balai dan Balai Besar Taman Nasional 14

    Tabel 7 Sebaran SPORC pada Balai dan Balai Besar Taman Nasional 14

    Tabel 8 Sebaran PPNS Kemenhut pada Balai dan Balai Besar Taman Nasional menurut

    Provinsi..

    15

    Tabel 9 Data Sarana dan Prasarana pada Tujuh UPT Taman Nasional 16

    Tabel 10 Pendanaan Pengelolaan Tujuh UPT Taman Nasional, 20092012................. 17

    Tabel 11 Proyeksi Jumlah Peserta menurut Jenis Pelatihan Konservasi... 29

    Tabel 12 Pendanaan Pengelolaan Sepuluh KKPN, 2011-2013..... 31

  • 1

    BAB I. PENDAHULUAN

    1.1 LATAR BELAKANG

    Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono menyatakan komitmen Indonesia untuk pengembangan Kawasan

    Konservasi Perairan (KKP) seluas dua puluh juta hektar yang dikelola secara efektif selambatnya tahun

    2020 pada saat Coral Triangle Initiative (CTI) Summit di Manado, bersamaan dengan pelaksanaan World

    Ocean Conference (WOC) pada tahun 2009. Komitmen ini merupakan target yang diperbaharui dimana

    sebelumnya Pemerintah Indonesia mentargetkan membangun sepuluh juta hektare kawasan konservasi

    hingga tahun 2010, sebagaimana diutarakan oleh Presiden RI dalam pidatonya pada Pertemuan Para Pihak

    dalam Convention on Bio-diversity (CBD), Maret 2006, di Brasil.

    Kementerian Kelautan dan Perikanan (Kemen KP), sebagai kementerian teknis yang bertanggung jawab

    atas KKP tersebut, telah menyusun Rencana Strategis yang diikuti dengan penetapan target setiap tahun

    untuk penjabarannya. Sampai dengan Juli 2012, luas KKP sudah mencapai 15,78 juta hektare di bawah

    pengelolaan tiga lembaga, yaitu Kementerian Kehutanan (Kemenhut), Kemen KP, dan Pemerintah

    Daerah. Perincian pengelolaan KKP dari setiap lembaga dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.

    Tabel 1. Status Kawasan Konservasi Perairan sampai dengan Juli 2012

    No Jenis Kawasan Konservasi Jumlah Luas (ha)

    A Pengelolaan Kementerian Kehutanan 32 4.694.947,55

    Taman Nasional Laut (TNL) 7 4.043.541,30

    Taman Wisata Alam Laut (TWAL) 14 491.248,00

    Suaka Margasatwa Laut (SML) 5 5.678,25

    Cagar Alam Laut (CAL) 6 154.480,00

    B Pengelolaan Kementerian Kelautan dan Perikanan 10 5.507.800,21

    Taman Nasional Perairan (TNP) 1 3.521.130,01

    Suaka Alam Perairan (SAP) 3 445.630,00

    Taman Wisata Perairan (TWP) 6 1.541.040,20

    C Pengelolaan Pemerintah Daerah 66 5.581.381,76

    Jumlah 108 15.784.129,52

    Sumber: Direktorat KKJI, 2012

  • 2

    Pengelolaan KKP oleh Kemenhut dilakukan melalui Balai Taman Nasional (BTN) dan Balai Konservasi

    Sumberdaya Alam (BKSDA). BTN adalah Unit Pelaksana Teknis (UPT) pengelola Taman Nasional (TN),

    termasuk Taman Nasional Laut (TNL), sedangkan kawasan konservasi lainnya dikelola melalui BKSDA

    berdasarkan wilayah kerjanya. Terdapat tujuh BTN yang mengelola sekitar empat juta hektare TNL, yaitu

    BTN Kepulauan Seribu, BTN Wakatobi, BTN Takabonerate, BTN Karimun Jawa, BTN Bunaken, BTN

    Togian, dan Balai Besar TN Teluk Cendrawasih. Kebijakan pengelolaan ketujuh Taman Nasional yang

    berada di perairan ini mengikuti kebijakan nasional pengelolaan kawasan konservasi yang ditetapkan oleh

    Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA), Kemenhut. Pengelolaan Taman

    Nasional tersebut mengacu pada Undang-Undang (UU) No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, UU No.

    5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Peraturan Pemerintah

    (PP) No. 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam.

    Sementara itu, Kemen KP mengelola sepuluh KKPN, yang delapan KKP di antaranya merupakan hasil

    kesepakatan pengalihan kewenangan pengelolaan dari Kemenhut, yaitu Suaka Alam Perairan (SAP)

    Kepulauan Aru Tenggara, SAP Raja Ampat, SAP Kepulauan Waigeo sebelah Barat, Taman Wisata

    Perairan (TWP) Kepulauan Kapoposang, TWP Pulau Gili Air-Gili Meno-Gili Terawangan, TWP

    Kepulauan Padaido, TWP Laut Banda, dan TWP Pulau Pieh1. Adapun dua KKPN lainnya merupakan hasil

    initiatif Kemen KP, yaitu Taman Nasional Perairan (TNP) Laut Sawu (3,52 juta ha) dan TWP Kepulauan

    Anambas (1,26 juta ha). Pengelolaan sepuluh KKPN oleh Kemen KP dilaksanakan melalui dua UPT, yaitu

    Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional Kupang (BKKPN Kupang) dan Loka Kawasan Konservasi

    Perairan Nasional Pekanbaru (LKKPN Pekanbaru), dengan mengacu pada UU No. 31 Tahun 2004 jo. UU

    No. 45 Tahun 2009 tentang Perikanan, UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

    Pulau-pulau Kecil, dan PP No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan.

    Penyerahan kewenangan pengelolaan delapan kawasan konservasi di atas merupakan hasil kerja Tim

    Penyelarasan Urusan Departemen Kelautan dan Perikanan dan Departemen Kehutanan, yang dibentuk

    pada tahun 2006 berdasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) antara Menteri Kelautan dan Perikanan

    dan Menteri Kehutanan. SKB tersebut masih berlaku sampai sekarang karena tidak disebutkan jangka

    waktunya (Wahyu Rudianto, komunikasi pribadi). Lebih lanjut, sudah ada kesepakatan antara Menteri

    Kelautan dan Perikanan Sarwono dan Menteri Kehutanan Nur Mahmudi pada rapat dengar-pendapat

    Komisi VIII DPR RI, 13 Maret 2001, bahwa enam TNL (Kepulauan Seribu, Karimun Jawa, Taka Bonerate,

    Wakatobi, Bunaken, dan Teluk Cendrawasih) segera dilimpahkan kewenangan pengelolaannya kepada

    Kemen KP. Namun telah lebih dari sepuluh tahun sejak rapat dengar-pendapat dengan Komisi VIII,

    kesepakatan tersebut belum ditindaklanjuti.

    Salah satu tindak lanjut penyerahan kewenangan pengelolaan KKP adalah rencana upaya harmonisasi

    tujuh Taman Nasional Laut yang sekarang masih dikelola oleh Kemenhut. Upaya harmonisasi ini semata-

    1 Penyesuaian nama dari Kawasan Suaka Alam (KSA) dan Kawasan Pelestarian Alam (KPA) yang dilimpahkan dari

    Kementerian Kehutanan, yaitu Taman Wisata Alam Laut (TWAL) Kapoposang, TWAL Padaido, TWAL Gili Air - Gili Meno - Gili Terawangan, TWAL Pulau Pieh, Cagar Alam Laut (CAL) Aru Tenggara, Suaka Margasatwa (SM) Raja Ampat, SM Pulau Panjang, dan CAL Taman Laut Banda. Pelimpahan tersebut tertuang dalam hasil kesepakatan pada tanggal 4 Maret 2009 antara Kemen KP dengan Kemenhut melalui Berita Acara Serah Terima KSA dan KPA No. BA.01/Menhut-IV/2009 BA.108/MEN/KP/III/2009.

  • 3

    mata untuk meningkatkan efektivitas pengelolaan semua KKP yang ada di Indonesia sehingga menghindari

    tumpang-tindih kewenangan, ketidakefisienan pengalokasian sumberdaya, pengaturan berstandar ganda,

    dan benturan kepentingan. Dalam rangka mendukung proses harmonisasi tersebut, maka kajian ini

    dilakukan.

    1.2 TUJUAN

    Kajian ini bertujuan untuk memberikan rekomendasi strategis kepada Kementerian Kelautan dan

    Perikanan dalam rangka upaya harmonisasi pengelolaan tujuh Taman Nasional Laut yang sekarang

    kewenangan pengelolaannya berada di bawah Kementerian Kehutanan.

    1.3 RUANG LINGKUP

    Kajian ini secara garis besar meliputi:

    a. Mendeskripsikan gambaran terperinci pengelolaan tujuh Taman Nasional Laut dari aspek

    regulasi dan kebijakan, kelembagaan, sumberdaya manusia, pendanaan, sarana dan prasarana,

    dan aspek operasional pengelolaan.

    b. Mendeskripsikan gambaran terperinci pengelolaan sepuluh KKPN yang merupakan

    kewenangan Kemen KP dari aspek yang sama, untuk kemudian dibuat perbandingan.

    c. Analisis dan rekomendasi terkait dengan fakta dan data yang diperoleh dalam rangka persiapan

    harmonisasi tersebut.

    1.4 METODE KAJIAN

    Kajian dilakukan dengan analisis deskripsi dan komparasi tentang kondisi pengelolaan tujuh Taman

    Nasional Laut dan sepuluh KKPN. Data diperoleh melalui:

    1) Kajian pustaka dari berbagai laporan, tulisan, buku, Surat Keputusan, pedoman, petunjuk teknis,

    kunjungan lapangan, wawancara, dan pengamatan langsung.

    2) Kunjungan ke lokasi Taman Nasional Komodo dan Kepulauan Seribu untuk mendapatkan data

    terperinci dan wawancara dengan pengelola.

    3) Wawancara dengan pihak terkait di Kementerian Kehutanan, Kementerian Kelautan dan

    Perikanan, para pakar konservasi kawasan (termasuk mantan Kepala Balai Taman Nasional).

    4) Menganalisis data dan merancang opsi strategi dan draf rekomendasi.

    5) Pemaparan kepada pejabat terkait di Kemen KP untuk mendapatkan masukan

    6) Penulisan laporan akhir Kajian Harmonisasi Pengelolan Tujuh Taman Nasional Laut

    1.5 SEJARAH KONSERVASI PERAIRAN DI INDONESIA

    Dalam sub-bab ini, dijelaskan secara singkat tentang sejarah konservasi perairan yang pada waktu itu

    diprakarsai oleh Direktorat Jenderal Kehutanan, Departemen Pertanian.

  • 4

    Konservasi Perairan di Indonesia dimulai dengan Lokakarya Taman Laut yang dilaksanakan pada tanggal

    1114 Januari 1978 di Bogor. Lokakarya tersebut diselenggarakan oleh Direktorat Perlindungan dan

    Pengawetan Alam (PPA), Ditjen Kehutanan, Departemen Pertanian bekerjasama dengan beberapa

    lembaga konservasi internasional. Melalui lokakarya tersebut, pengembangan perlindungan dan

    pelestarian alam di wilayah perairan laut diterima sebagai konsep baru dan dibahas pada tingkat nasional

    secara lintas sektoral.

    Salah satu rekomendasi lokakarya tersebut adalah menentukan pola perlindungan dan pelestarian

    sumberdaya alam laut berupa Taman Laut (TL), Cagar Alam Laut (CAL), dan Taman Wisata Laut (TWL)

    serta perlindungan jenis-jenis biota laut khusus. Selanjutnya direkomendasikan juga pembentukan Panitia

    Pengarah di bawah naungan Direktorat PPA untuk membuat kegiatan lintas sektoral dalam menyusun

    rencana terpadu konservasi sumberdaya alam laut, termasuk studi khusus dari lokasi-lokasi yang

    diusulkan menjadi kawasan konservasi laut/perairan. Lokasi yang direkomendasikan terdapat pada

    Lampiran 1 (Anonim, 1978).

    Untuk merealisasikan rekomendasi lokakarya tersebut di atas, pada tahun yang sama Direktorat

    Perlindungan dan Pelestarian Alam (PPA) dibantu dan difasilitasi oleh FAO, UNDP, dan Program WWF-

    Indonesia menerbitkan buku rencana konservasi laut Indonesia atau yang lebih dikenal dengan Marine

    Conservation Data Atlas (Salm and Halim, 1984). Buku tersebut kemudian dijadikan dasar pemilihan lokasi

    kawasan konservasi laut di Indonesia, yang dibagi dalam empat tahap prioritas dari 179 calon lokasi. Buku

    tersebut sampai sekarang masih digunakan oleh Kemenhut dalam mencari lokasi laut yang berpotensi

    untuk dijadikan kawasan konservasi laut/perairan.

    Selanjutnya, Departemen Kehutanan berdiri pada tahun 1982 dan penanganan konservasi laut berada di

    bawah kewenangan eselon I Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA)

    sebagai peningkatan status dari Direktorat PPA (eselon II). Sejak tahun 1982, program konservasi laut

    dilembagakan dalam struktur organisasi Departemen Kehutanan dan dilanjutkan dengan penetapan target

    kawasan konservasi laut seluas sepuluh juta hektar dalam Pelita III (1985-1989). Sementara itu, Unit

    Pelaksana Teknis (UPT) yang menangani taman nasional pertama kali dibentuk pada tahun 2002 dan

    menjadi satuan kerja setingkat eselon IIIa, yaitu UPT Taman Nasional Kepulauan Seribu. Hal ini berarti

    bahwa sejak munculnya Program Konservasi Laut pada Direktorat PPA pada tahun 1978 hingga

    dibentuknya UPT Balai Taman Nasional (Laut) Kepulauan Seribu pada tahun 2002, dibutuhkan waktu 24

    tahun dari setingkat program menjadi satuan kerja setingkat eselon IIIa tersebut.

  • 5

    BAB II. PENGELOLAAN TAMAN NASIONAL (LAUT)2

    Dalam bab ini, akan dijelaskan tentang kondisi pengelolaan tujuh Taman Nasional Laut yang berada dalam

    kewenangan Kementerian Kehutanan. Pengelolaan Taman Nasional Laut ditelaah dari enam aspek

    penting, yaitu 1) regulasi dan kebijakan; 2) kelembagaan; 3) sumberdaya manusia; 4) sarana dan prasarana;

    5) pendanaan; dan 6) operasional pengelolaan.

    2.1 ASPEK REGULASI DAN KEBIJAKAN

    Aspek regulasi dan kebijakan mencakup serangkaian Undang-Undang (UU), Peraturan Pemerintah (PP),

    Peraturan Menteri (Permen), Keputusan Menteri (Kepmen), Prosedur Operasional Standar (SOP),

    panduan dan petunjuk teknis, petunjuk pelaksanaan, dan peraturan dan kebijakan lainnya yang terkait

    dengan pengelolaan kawasan.

    a. Lingkup kelembagaan meliputi peraturan sebagai berikut;

    - UU No. 5 Tahun 1967 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan, yang mengatur

    perencanaan tata kelola hutan dan upaya konservasi hutan dan hasil hutan beserta aturan sanksi

    hukum bagi pelanggar.

    - UU No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya, yang

    mengatur upaya konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya melalui kegiatan: a)

    perlindungan sistem penyangga kehidupan, b) pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan

    satwa beserta ekosistemnya (melalui KSA), c) pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati

    dan ekosistemnya (melalui KPA) beserta aturan sanksi hukum bagi pelanggar.

    - UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, sebagai penyempurnaan dari UU No. 5 Tahun 1967,

    yang mengatur perencanaan hutan dan upaya konservasi hutan dan hasil hutan dan sanksi hukum

    bagi pelanggar, antara lain menetapkan luas hutan setiap provinsi minimal 30% dari total luas

    wilayahnya.

    - PP No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan, yang menjelaskan tujuan dan prinsip-prinsip

    perlindungan hutan, penyelenggaraaan perlindungan hutan, perlindungan hutan dari kebakaran,

    termasuk keberadaan Polisi Hutan, Penyidik Pegawai Negeri Sipil, dan Satuan Pengaman Hutan

    dalam pengamanan hutan, pengendalian dan pengawasan, dan penegakan hukum.

    - PP No. 13 Tahun 1994 tentang Perburuan Satwa Buru, yang menjelaskan ketentuan berburu dan

    menetapkan antara lain jenis satwa buru, waktu/saat musim berburu, lokasi berburu, izin berburu,

    alat berburu, akta buru, dan kewajiban-kewajiban lain bagi pemburu.

    - PP No. 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di Suaka Margasatwa, Taman

    Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, yang mengatur penyelenggaran

    pengusahaan pariwisata alam dalam wilayah kawasan konservasi tersebut, termasuk proses

    perizinan serta hak dan kewajiban pengusaha serta kerjasama pengusahaan pariwisata alam.

    - PP No. 68 Tahun 1998 tentang Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam, yang

    menjelaskan penggolongan kawasan, tata kelola, penyelenggaraan, dan ciri-ciri Kawasan Suaka Alam

    2 Istilah Kemenhut tidak menggunakan kata Laut.

  • 6

    dan Kawasan Pelestarian Alam. Kawasan Suaka Alam terdiri dari Cagar Alam dan Suaka

    Margasatwa sedangkan Kawasan Pelestarian Alam terdiri dari Taman Nasional, Taman Hutan Raya,

    dan Taman Wisata Alam.

    - PP No. 28 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian alam,

    sebagai pengganti PP No. 68 Tahun 1998, yang mengatur tata kelola penyelenggaraan KSA (Cagar

    Alam dan Suaka Margasatwa) dan KPA (Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata

    Alam), termasuk kriteria penunjukan dan penetapan kawasan, ciri-ciri kawasan, penyelenggara

    pengelolaan, kerjasama penyelenggaraan, peran serta masyarakat, dan pendanaan konservasi.

    - Permenhut No. P.19/Menhut-II/2004 tentang Kolaborasi Pengelolaan Kawasan Suaka Alam dan

    Kawasan Pelestarian Alam, yang menjelaskan pengertian kolaborasi di Kawasan Suaka Alam dan

    Kawasan Pelestarian Alam serta pelaksanaan kolaborasi pengelolaan, pembinaan kolaborasi,

    pemantauan dan pengendalian serta pelaporan.

    - Permenhut No. P.03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis

    Taman Nasional, yang menjelaskan bentuk UPT Balai Besar Taman Nasional setingkat eselon IIb

    (tipe A dan tipe B) dan UPT Balai Taman Nasional setingkat IIIa (tipe A dan tipe B). Kepala Balai

    Besar TN dibantu oleh Kepala Bagian dan Kepala Bidang setingkat eselon IIIb sedangkan Kepala

    Balai TN dibantu oleh para Kepala Seksi Wilayah dan Kepala Sub-bagian Tata Usaha setingkat

    eselon IVa. Baik Kepala Balai Besar TN maupun Kepala Balai TN dibantu oleh para pejabat

    fungsional.

    b. Lingkup Sumberdaya Manusia

    b.1 Jabatan fungsional Pengendali Ekosistem Hutan meliputi peraturan:

    - Kepmen PAN No. 54/KEP/M.PAN/2003 tentang Jabatan Fungsional Pengendali Ekosistem

    Hutan (PEH) dan Angka Kreditnya. Keputusan menteri ini berisi ketentuan-ketentuan jabatan

    fungsional PEH dan sistem angka kreditnya yang digunakan untuk kenaikan pangkat.

    - Juklak Kepala Badan Kepegawaian Negara SK No. 10 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan

    Jabatan Fungsional PEH dan Angka Kreditnya. Juklak ini berisi petunjuk pelaksanaan

    pengumpulan angka kredit untuk kenaikan pangkat bagi jabatan fungsional PEH.

    - Kepmenhut No. SK.86/Menhut-II/2004 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional PEH dan

    Angka Kreditnya, Kepmen ini berisi tata cara teknis pengumpulan dan penilaian angka kredit

    bagi jabatan fungsional PEH untuk kenaikan pangkat beserta pemberhentiannya.

    b.2 Jabatan fungsional Penyuluh Kehutanan meliputi peraturan:

    - Kepmen PAN No. 130/KEP/M.PAN/12/2002 tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan

    dan Angka Kreditnya. Kepmen ini berisi ketentuan-ketentuan jabatan fungsional Penyuluh

    Kehutanan beserta sistem angka kreditnya untuk kenaikan pangkat.

    - Kepmenhut No. 272/Kpts-II/2003 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Penyuluh

    Kehutanan dan Angka Kreditnya. Juknis ini berisi tata cara teknis pengumpulan dan penilaian

    angka kredit bagi jabatan fungsional Penyuluh Kehutanan untuk kenaikan pangkat, termasuk

    pengangkatan dan pemberhentiannya.

    b.3 Jabatan fungsional Polisi Kehutanan meliputi peraturan:

    - Peraturan Presiden RI No. 42 Tahun 2006 tentang Tunjangan Jabatan Fungsional Polisi

    Kehutanan. Perpres ini mengatur tunjangan bagi jabatan fungsional Polisi Kehutanan (Polhut)

    pada Departemen Kehutanan.

  • 7

    - Kepmen PAN No. 55/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Jabatan Fungsional Polhut dan Angka

    Kreditnya. Kepmen berisi ketentuan-ketentuan jabatan fungsional Polhut pada Departemen

    Kehutanan dan sistem angka kreditnya.

    - Kepmen PAN dan Reformasi Birokrasi No. 17 Tahun 2011 tentang Jabatan Fungsional Polhut

    dan Angka Kreditnya. Kepmen ini merupakan penyempurnaan dari Kepmen PAN No.

    55/KEP/M.PAN/7/2003 mengenai ketentuan-ketentuan jabatan fungsional Polhut dan sistem

    angka kreditnya, termasuk pengangkatan dan pemberhentiannya.

    - Permenhut No. P.71/Menhut-II/2008 tentang Pakaian, Atribut, dan Kelengkapan Seragam Polisi

    Kehutanan. Permen ini mengatur desain dan jenis-jenis pakaian, bentuk dan jenis-jenis atribut

    beserta kelengkapan seragam lainnya yang digunakan oleh Polhut Laki-laki dan Polhut

    Perempuan pada Departemen Kehutanan.

    - Permenhut No. P.05/Menhut-II/2008 tentang Standar Peralatan dan Sarana Polisi Kehutanan.

    Peraturan ini berisi ketentuan-ketentuan yang harus diikuti dalam penggunaan jenis-jenis

    peralatan dan sarana Polhut pada Departemen Kehutanan.

    - Juklak Keputusan Badan Kepegawaian Negara No. 41 Tahun 2003 tentang Petunjuk

    Pelaksanaan Jabatan Fungsional Polhut dan Angka Kreditnya. Juklak ini berisi petunjuk

    pelaksanaan pengumpulan angka kredit untuk kenaikan pangkat bagi jabatan fungsional Polhut

    pada Departemen Kehutanan.

    - Juknis Kepmenhut No. 347/Kpts-II/2003 tentang Jabatan Fungsional Polhut dan Angka

    Kreditnya. Juknis ini berisi tata cara teknis pengumpulan dan penilaian angka kredit bagi jabatan

    fungsional Polhut untuk kenaikan pangkat beserta pemberhentiannya.

    - Kepmenhut No. 476/Menhut-II/2006 tentang Pembentukan Satuan Polisi Kehutanan Reaksi

    Cepat (SPORC) di setiap provinsi seluruh Indonesia. Keputusan ini berisi visi dan misi SPORC

    serta tata cara dan ketentuan perekrutan dan pengelolaannya.

    c. Lingkup Sarana dan Prasarana, termasuk kepemilikan senjata api meliputi peraturan sebagai berikut:

    - Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2004 tentang Perlindungan Hutan, yang berisi kewenangan

    Polhut dalam penggunaan senjata api dalam operasi pengamanan hutan dan hasil hutan.

    - Keputusan Presiden No. 372 Tahun 1962 tentang Koordinasi dan Pengawasan Alat-alat Kepolisian

    Khusus. Keppres ini berisi penjelasan umum jalur koordinasi Polsus Kehutanan, yang pada

    umumnya ditempatkan pada instansi non-Polri serta pembinaan dan pengawasan yang dilakukan

    oleh Polri.

    - Kepmenhutbun No. 597/Kpts-II/1998 tentang Satuan Tugas Operasional Jagawana. Kepmen ini

    berisi tata kerja operasional Polisi Kehutanan (Jagawana), yang meliputi tugas dan kewajiban Polisi

    Kehutanan.

    - Permenhut No. P.04/Menhut-II/2008 tentang Pengurusan Barang Bukti Tindak Pidana Kehutanan,

    berisi tata cara, perlakuan, dan penanganan barang bukti tindak pidana kehutanan seperti

    pengangkutan, penyimpanan, dan penggunaan barang bukti perkara.

    - Keputusan Bersama Menteri Kehutanan dan Kapolri No. 10/Kpts-II/1993 dan Skep/07/1993

    tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Jagawana. Surat keputusan bersama ini menegaskan

    bahwa pembina dan pengawas Polhut adalah Polri melalui organisasi dan tata kerja yang telah

    ditetapkan.

    - Keputusan Kapolri No. Skep/244/XI/1981 tentang Senjata Api Alat-alat Kepolisian Khusus. Isinya

    menegaskan bahwa senjata api yang digunakan oleh Polhut/Polsus adalah senjata non-standar ABRI.

  • 8

    - Surat Panglima ABRI No. R/60-01/29/02/Set tanggal 31 Januari 1994 tentang Izin Penggunaan

    Senjata Api Produk Pindad untuk Jagawana pada Departemen Kehutanan. Surat terbut berisi

    penegasan bahwa senjata api yang digunakan oleh Polhut/Jagawana wajib menggunakan produk

    Pindad.

    - Surat Panglima ABRI No. B/1764 01/26/02/Set tanggal 9 Juni 1994 tentang Rekomendasi Pengadaan

    Senjata Api untuk Jagawana, berisi persetujuan Panglima ABRI atas pengadaan senjata api bagi

    kelengkapan tugas Jagawana pada Departemen Kehutanan.

    - Surat Ketua Bakorstranas No. K/52/Stanas/I/1995 tanggal 25 Januari 1995 tentang Penggunaan

    Senjata Api untuk Kelengkapan Tugas bagi Jagawana Departemen Kehutanan. Surat ini berisi

    persetujuan Bakorstranas atas penggunaan senjata api untuk kelengkapan tugas bagi Jagawana pada

    Departemen Kehutanan.

    - Surat Badan Intelijen ABRI No. R/1087/IV/1995/A tanggal 6 April 1995 tentang Rekomendasi Izin

    Pengadaan Senjata Api untuk Jagawana Departemen Kehutanan. Isinya ialah persetujuan Badan

    Intelijen ABRI atas pengadaan senjata api bagi kelengkapan tugas Jagawana pada Departemen

    Kehutanan.

    - Surat Kapolri No. SI/548/IV/1995 tanggal 13 April 1995 tentang Izin Pembelian Senjata Api dan

    Amunisi untuk Keperluan Departemen Kehutanan. Isinya ialah persetujuan Kapolri atas pembelian

    senjata api dan amunisinya oleh Departemen Kehutanan pada Pindad.

    - Keputusan Dirjen PHPA No. 50/Kpts/Dj-VI/1996 tentang Prosedur Tetap Penggunaan dan

    Pengamanan Senjata Api. Keputusan ini berisi penjelasan tentang ketentuan-ketentuan mengenai

    penyimpanan, pemeliharaan, penggunaan, pengawasan, pengendalian, administrasi, dan pelaporan.

    1.4. Lingkup Pendanaan, termasuk Penerimaan Negara Bukan Pajak, meliputi peraturan sebagai berikut;

    - UU No. 20 Tahun 1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak, yang berisi ketentuan-ketentuan

    umum yang berlaku bagi semua lembaga negara, antara lain mengenai ketentuan umum, jenis dan

    tarif PNBP, pengelolaan PNBP, pemeriksaan PNBP, keberatan, dan ketentuan pidana.

    - PP No. 22 Tahun 1997 tentang Jenis dan Penyetoran PNBP. PP ini berisi tata cara penerimaan,

    jenis-jenis penerimaan, penyetoran, dan penggunaan PNBP oleh masing-masing Departemen dan

    Lembaga non-Departemen.

    - PP No. 59 Tahun 1998 tentang Tarif atas Jenis PNBP yang berlaku pada Departemen Kehutanan

    dan Perkebunan. PP ini berisi ketentuan-ketentuan dan daftar tarif jenis PNBP per satuan atau tarif

    per satuan. Contohnya antara lain daftar jenis PNBP dari penerimaan Pengusahaan Pariwisata Alam,

    yaitu berupa: 1) Pungutan Izin Pengusahaan Pariwisata Alam, 2) Iuran Hasil Usaha Pariwisata Alam,

    3) Iuran Hasil Usaha Perburuan pada Departemen tersebut.

    - PP No. 73 Tahun 1999 tentang Tata Cara Penggunaan PNBP yang bersumber dari kegiatan

    tertentu, yang berisi ketentuan-ketentuan penerimaan dan penggunaan PNBP dari jenis sumber-

    sumber yang ditentukan.

    - PP No. 22 Tahun 2005 tentang Pemeriksaan PNBP. PP ini berisi tata cara pemeriksaan terhadap

    penerimaan, penggunaan, penyimpanan, dan penyetoran PNBP.

    - PP No. 36 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di SM, TN, THR, dan TWA. Isinya

    mengatur ketentuan-ketentuan penyelenggaraan pengusahaan pariwisata alam dalam Suaka

    Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam, termasuk proses

    perizinan, hak dan kewajiban pengusaha serta kerjasama pengusahaan pariwisata alam.

  • 9

    - Kepmenkeu No. 656/KMK.06/2001 tanggal 27 Desember 2001 tentang Tata Cara Pengenaan,

    Pemungutan, Penyetoran Pungutan dan Iuran Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam.

    Kepmen ini berisi petunjuk pelaksanaan pengenaan, pemungutan, penyetoran pungutan dan iuran

    Bidang Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam pada Departemen Kehutanan.

    - Kepmenhut No. 28/Kpts-II/2003 jo. Kepmenhut No. SK. 223/Menhut-II/2004 tentang Pembagian

    Rayon di TN, THR, TWA, dan TB dalam rangka Pengenaan PNBP. Keputusan ini berisi pembagian

    kawasan konservasi di Indonesia menjadi tiga rayon untuk keperluan tarif pungutan dan jenis PNBP.

    - Permenhut No. 48 Tahun 2010 tentang Pengusahaan Pariwisata Alam di SM, TN, THR, dan TWA.

    Peraturan menteri ini merupakan penjabaran teknis dari PP No. 36 Tahun 2010 tentang

    Pengusahaan Pariwisata Alam di SM, TN, THR, dan TWA.

    - Peraturan Dirjen PHKA No. P.7/IV-SET/2011 tanggal 9 Desember 2011 tentang Tata Cara masuk

    Kawasan Suaka Alam, Kawasan Pelestarian Alam, dan Taman Buru. Peraturan ini berisi ketentuan-

    ketentuan masuk KSA dan KPA untuk kegiatan wisata, pendidikan, dan penelitian, yang dibedakan

    untuk orang asing dan dalam negeri.

    - SK Kepala Balai di masing-masing UPT tentang Standar Prosedur Operasional Penatausahaan

    Penerimaan Negara Bukan Pajak Fungsional di setiap Balai. Ini merupakan petunjuk operasional di

    masing-masing UPT Taman Nasional, yang berlaku hanya bagi staf TN dan diterbitkan oleh Kepala

    UPT Taman Nasional setempat.

    2.2 ASPEK KELEMBAGAAN

    Dalam hal aspek kelembagaan, akan diuraikan mengenai struktur organisasi pengelola, termasuk eselon

    yang terkait. Struktur organisasi pengelola kawasan konservasi dapat digambarkan sebagai berikut:

    Gambar1. Struktur Organisasi Pengelola Taman Nasional Kemenhut

  • 10

    Peraturan Menteri Kehutanan No. P.03/Menhut-II/2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT Taman

    Nasional menjelaskan bahwa pengelolaan Taman Nasional Laut dikelola oleh UPT Ditjen PHKA dan

    dipimpin oleh enam orang pejabat eselon IIIa sebagai Kepala Balai Taman Nasional dan satu orang pejabat

    eselon IIb sebagai Kepala Balai Besar TN Teluk Cendrawasih. Masing-masing Kepala Balai TN dibantu

    oleh tiga atau empat orang pejabat eselon IV, yang terdiri dari satu orang Kepala Sub-bagian Tata Usaha

    dan dua atau tiga orang Kepala Seksi Konservasi Wilayah. Selain dibantu oleh pejabat struktural dalam

    organisasi balai, Kepala Balai TN dibantu juga oleh pejabat fungsional, yang terdiri dari pejabat fungsional

    Pengendali Ekosistem Hutan (PEH), Penyuluh Kehutanan, dan Polhut yang bertanggung jawab langsung

    kepada Kepala Balai Taman Nasional. Selanjutnya, Kepala Balai Taman Nasional ini bertanggung jawab

    langsung kepada Direktur Jenderal PHKA.

    Balai Besar Taman Nasional Teluk Cenderawasih dipimpin oleh seorang Kepala Balai Besar setingkat

    eselon IIb atau setingkat dengan Direktur dalam struktur di Kementerian sedangkan kelompok

    fungsionalnya sama seperti pada UPT Balai TN. Demikian juga, Kepala Balai Besar TN bertanggung jawab

    langsung kepada Direktur Jenderal PHKA. Sebaran pejabat eselon pada 7 UPT TN dapat dilihat pada

    Tabel 2 di bawah ini.

    Penetapan Taman Nasional yang berada di laut menjadi UPT tersendiri pertama kalinya sejak Menteri

    Kehutanan menetapkan Proyek Taman Nasional Kepulauan Seribu menjadi UPT Balai Taman Nasional

    Kepulauan Seribu pada tahun 2002 melalui Kepmenhut No. 6310/KPTS-II/2002 tentang Penetapan

    sebagai Taman Nasional. UPT selanjutnya dibentuk di setiap TN lainnya, yang dilengkapi dengan pejabat

    struktural dan fungsional sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya.

    Tabel 2. Jumlah Pejabat Eselon Masing-masing Balai dan Balai Besar Taman Nasional

    No. Balai

    Taman Nasional

    Pejabat eselon (orang)

    I II III IV

    1. BTN Kepulauan Seribu 0 0 1 4

    2. BTN Karimun Jawa 0 0 1 3

    3. BTN Takabonerate 0 0 1 3

    4. BTN Wakatobi 0 0 1 4

    5. BTN Bunaken 0 0 1 3

    6. BTN Togian 0 0 1 4

    7. BBTN Teluk Cendrawasih 0 1 4 8

    Jumlah 0 1 10 29

    Sumber: Bagian Kepegawaian, Setditjen PHKA, Kemenhut, 2012.

    2.3 ASPEK SUMBERDAYA MANUSIA

    Berdasarkan data tahun 2012, Balai dan Balai Besar Taman Nasional (Laut) memiliki jumlah sumberdaya

    manusia yang bervariasi antara 43 sampai dengan 141 orang Pegawai Negeri Sipil (PNS). Jumlah PNS pada

  • 11

    tujuh TNL tersebut 550 orang (467 orang laki-laki dan 83 orang perempuan), yang terdiri dari golongan 1

    (3 orang), golongan II (260 orang), golongan III (277 orang), dan golongan IV (10 orang). BTN Togian

    mempunyai jumlah PNS paling sedikit sedangkan Balai Besar Taman Nasional Teluk Cendrawasih

    memiliki jumlah PNS paling banyak. Perincian dapat dilihat pada Tabel 3.

    Selain PNS, terdapat juga pegawai honorer atau tenaga upah yang jumlahnya berubah setiap tahun karena

    penggunaannya bersifat insidental dan tergantung kebutuhan di lapangan. Tenaga upah atau pegawai

    honorer tersebut diangkat berdasarkan Surat Keputusan Kepala Balai dan Kepala Balai Besar TN di lokasi

    masing-masing untuk jangka waktu tertentu. Balai TN dan Balai Besar TN mempekerjakan tenaga upah

    atau pegawai honorer, terutama untuk mengatasi kekurangan tenaga di lapangan dalam pengawasan dan

    pengamanan kawasan TN. Sebagian besar di antara mereka ditempatkan di pos-pos jaga yang letaknya

    tersebar di dalam kawasan. Tugas dan penempatan mereka diatur melalui Surat Keputusan Kepala Balai

    TN dan Kepala Balai Besar TN masing-masing dimana tenaga upah tersebut bernaung.

    Tabel 3. Jumlah PNS dan Golongannya pada Balai dan Balai Besar Taman Nasional

    No. Balai

    Taman Nasional

    Golongan Pegawai Negeri Sipil (orang)

    I II III IV Jumlah

    1. Kepulauan Seribu 1 44 44 1 89

    2. Karimun Jawa 0 26 56 1 83

    3. Takabonerate 1 30 33 2 66

    4. Wakatobi 0 32 35 0 67

    5. Bunaken 1 24 34 2 61

    6. Togian 0 23 19 1 43

    7. Teluk Cendrawasih 0 81 56 4 141

    Jumlah 3 260 277 10 550

    Sumber: Bagian Kepegawaian, Setditjen PHKA, Kemenhut, 2012

    Dalam pengelolaan kawasan Taman Nasional Laut, terdapat tiga jabatan fungsional, yaitu 1) Pengendali

    Ekosistem Hutan (PEH); 2) Penyuluh Kehutanan; dan 3) Polisi Kehutanan (Polhut). Semua jabatan

    fungsional sudah memiliki mekanisme perekrutan, jejang jabatan, dan mekanisme kerja, termasuk

    perhitungan angka kredit bagi setiap kegiatan yang diatur melalui peraturan perundang-undangan.

    1). Sistem jabatan fungsional Pengendali Ekosistem Hutan (PEH)

    Jabatan fungsional PEH diatur dalam Kepmen PAN No. 54/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Jabatan

    Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan dan Angka Kreditnya; SK Kepala Badan Kepegawaian Negara

    No.10 Tahun 2004 tentang Petunjuk Pelaksanaan Jabatan Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan dan

    Angka Kreditnya; dan SK Kemenhut No. SK68/Menhut-II/2004 tentang Petunjuk Teknis Jabatan

    Fungsional Pengendali Ekosistem Hutan dan Angka Kreditnya.

    PEH dibagi dalam dua kategori yaitu PEH tingkat Terampil dan PEH tingkat Ahli. PEH tingkat Terampil

    terdiri dari: a) PEH Pelaksana Pemula, b) PEH Pelaksana, c) PEH Pelaksana Lanjutan, dan d) PEH penyelia,

  • 12

    sedangkan untuk PEH tingkat Ahli dibagi dalam jenjang jabatan a) PEH Pertama, b) PEH Muda dan c) PEH

    Madya. Jumlah pejabat fungsional PEH di tujuh Taman Nasional dijelaskan pada Tabel 4 berikut.

    Tabel 4.Sebaran Pengendali Ekosistem Hutan pada Balai dan Balai Besar Taman Nasional

    No. Balai

    Taman Nasional

    Golongan Pengendali Ekosistem Hutan (orang)

    I II III IV Jumlah

    1. Kepulauan Seribu 0 3 7 0 10

    2. Karimun Jawa 0 6 14 0 20

    3. Takabonerate 0 6 5 0 11

    4. Wakatobi 0 2 5 0 7

    5. Bunaken 0 0 6 0 6

    6. Togian 0 0 7 0 7

    7. Teluk Cendrawasih 0 18 5 0 23

    Jumlah 0 35 49 0 84

    Sumber: Bagian Kepegawaian, Setditjen PHKA, Kemenhut, 2012

    Jumlah PEH pada ketujuh TNL tersebut 84 orang, yang terdiri dari 35 orang golongan II dan 49 orang

    golongan III, yang meliputi 66 orang laki-laki dan 18 orangperempuan. Setiap TNL memiliki 6 sampai 23

    orang PEH; yang paling sedikit adalah BTN Togian sedangkan yang paling banyak adalah BBTN Teluk

    Cendrawasih, yang memang memiliki cakupan wilayah kerja yang paling luas.

    2). Sistem jabatan fungsional Penyuluh Kehutanan

    Jabatan fungsional Penyuluh Kehutanan diatur melalui Kepmen PAN No. 130/KEP/M.PAN/12/2002

    tentang Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan dan Angka Kreditnya; dan Kepmenhut No. 272/Kpts-

    II/2003 tentang Petunjuk Teknis Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan dan Angka Kreditnya.

    Jabatan Fungsional Penyuluh Kehutanan dibagi dalam dua kategori, yaitu Penyuluh Kehutanan Terampil

    dan Penyuluh Kehutanan Ahli. Penyuluh Kehutanan tingkat Terampil terdiri dari: a) Penyuluh Kehutanan

    Pelaksana, b) Penyuluh Kehutanan Pelaksana Lanjutan, dan c) Penyuluh Kehutanan Penyelia; sedangkan

    Penyuluh Kehutanan Ahli mempunyai 3 jenjang juga, yaitu; a) Penyuluh Kehutanan Ahli Pertama, b)

    Penyuluh Kehutanan Ahli Muda, dan 3) Penyuluh Kehutanan Ahli Madya.

    Jumlah seluruh Penyuluh Kehutanan di tujuh Balai dan Balai Besar Taman Nasional enam orang (lima

    orang laki-laki dan satu orang perempuan) dimana BTN Wakatobi dan BTN Kepulauan Seribu tidak

    mempunyai pejabat fungsional Penyuluh Kehutanan (Tabel 5).

  • 13

    Tabel 5. Sebaran Penyuluh Kehutanan pada Balai dan Balai BesarTaman Nasional

    No. Balai

    Taman Nasional

    Golongan Penyuluh Kehutanan (orang)

    I II III IV Jumlah

    1. Kepulauan Seribu 0 0 0 0 0

    2. Karimun Jawa 0 0 2 0 2

    3. Takabonerate 0 0 1 0 1

    4. Wakatobi 0 0 0 0 0

    5. Bunaken 0 0 1 0 1

    6. Togian 0 0 1 0 1

    7. Teluk Cendrawasih 0 0 1 0 1

    Jumlah 0 0 6 0 6

    Sumber: Bagian Kepegawaian, Setditjen PHKA, Kemenhut, 2012

    3). Sistem jabatan fungsional Polisi Kehutanan

    Polisi Kehutanan atau Polhut merupakan PNS di Kementerian Kehutanan yang memiliki wewenang

    kepolisian terbatas dalam bidangnya untuk melakukan perlindungan dan pengamanan hutan serta

    peredaran hasil hutan. Ketentuan tentang Polhut diatur melalui UU No. 5 Tahun 1967 tentang

    Ketentuan-ketentuan Pokok Kehutanan jo. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan; PP No. 28 Tahun

    1985 tentang Perlindungan Hutan, yang mengatur kewenangan Polhut; Kepmen PAN No.

    55/KEP/M.PAN/7/2003 tentang Jabatan fungsional Polhut dan angka kreditnya. Pasal 2 Kepmen PAN ini

    menjelaskan bahwa Jabatan fungsional Polhut, termasuk dalam rumpun penyidik dan detektif dengan

    instansi pembina adalah Kementerian Kehutanan.

    Polhut direkrut dari pegawai yang sudah berstatus PNS minimal gol IIa dan lulus pelatihan. Jenjang jabatan

    Polhut dibagi dalam empat tingkat jabatan, yaitu: a) Polhut Pelaksana Pemula, b) Polhut Pelaksana, c)

    Polhut Pelaksana Lanjutan, dan d) Polhut Penyelia.

    Jumlah Polhut pada tujuh Balai dan Balai Besar Taman Nasional tersebut 227 orang, yang diantaranya 6

    orang Polhut perempuan. Komposisi Polhut terdiri dari 130 orang golongan II dan 97 orang selebihnya

    golongan III. Setiap BTN mempunyai 11 sampai 61 orang Polhut sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 6.

    Tabel 6. Sebaran Polisi Kehutanan pada Balai dan Balai Besar Taman Nasional

    No. Balai

    Taman Nasional

    Golongan Polisi Kehutanan (orang)

    I II III IV Jumlah

    1. BTN Kepulauan Seribu 0 26 13 0 39

    2. BTN Karimun Jawa 0 9 24 0 33

    3. BTN Takabonerate 0 11 17 0 28

    4. BTN Wakatobi 0 17 16 0 33

  • 14

    5. BTN Bunaken 0 12 10 0 22

    6. BTN Togian 0 11 0 0 11

    7. BBTN Teluk Cendrawasih 0 44 17 0 61

    Jumlah 0 130 97 0 227

    Sumber: Bagian Kepegawaian, Setditjen PHKA, Kemenhut, 2012

    Selain tiga jabatan fungsional di atas, terdapat juga Satuan Polhut Reaksi Cepat (SPORC), PPNS

    Kehutanan, dan Masyarakat Mitra Polhut, yang mempunyai fungsi utama dalam pengawasan dan

    penegakan hukum dalam kawasan. SPORC adalah Polhut regular yang merupakan pejabat tertentu dalam

    lingkup Kemenhut yang mengemban tugas, fungsi, dan wewenang khusus sesuai peraturan perundang-

    undangan. Wilayah kerja SPORC meliputi wilayah provinsi di tempat SPORC berada, termasuk kawasan

    Taman Nasional. Sekarang, sudah terbentuk 11 brigade di 11 provinsi, yaitu Sumatera Utara, Riau, Jambi,

    Sumatera Selatan, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur, Sulawesi Selatan, Papua,

    Papua Barat, dan DKI Jakarta. Pembentukan SPORC oleh Kemenhut merupakan upaya untuk

    memperkuat Polhut dalam penjagaan dan perlindungan kawasan hutan (termasuk Taman Nasional) serta

    pengamanan peredaran hasil hutan Indonesia. Sebaran SPORC di tujuh Balai dan Balai Besar TN dapat

    dilihat pada Tabel 7 berikut ini.

    Tabel 7. Sebaran SPORC pada Balai dan Balai Besar Taman Nasional (orang)

    No. Taman Nasional Laut Brigade Provinsi Jumlah

    1. BTN Kepulauan Seribu Elang DKI Jakarta 21

    2. BTN Karimun Jawa Elang DKI Jakarta 8

    3. BTN Takabonerate Anoa Sulsel 14

    4. BTN Wakatobi Anoa Sulsel 10

    5. BTN Bunaken Anoa Sulsel 7

    6. BTN Togian Anoa Sulsel 2

    7. BBTN Teluk Cendrawasih Kasuari Papua Barat 28

    Jumlah 90

    Sumber: Dit. Penyidikan dan Pengamanan Hutan, 2011

    PPNS Kehutanan adalah penyidik Pegawai Negeri Sipil yang mempunyai kualifikasi Polhut dan non-Polhut.

    Terdapat 497 orang PPNS Kehutanan yang menjadi tulang punggung penanganan perkara pelanggaran

    dalam Taman Nasional di tujuh provinsi terkait, dimana 223 orang berkualifikasi Polhut dan sisanya 274

    orang direkrut dari PNS non-Polhut. Sementara itu, Masyarakat Mitra Polhut adalah masyarakat yang

    dipekerjakan di pos-pos Polhut yang berdampingan dengan tempat permukiman untuk membantu tugas

    dan fungsi Polhut. Masyarakat Mitra Polhut ini diangkat dan diberhentikan melalui SK Kepala Balai TN

    setempat yang diperbarui setiap tahunnya. Sebagai contoh di Pos Polhut Kampung Rinca, Balai Taman

    Nasional Komodo, terdapat 5 orang Masyarakat Mitra Polhut yang direkrut dari penduduk kampung

    setempat. Tabel 8 memperlihatkan sebaran PPNS yang terdapat di tujuh provinsi tempat Taman Nasional

    berada.

  • 15

    Tabel 8. Sebaran PPNS Kemenhut pada Balai dan Balai Besar Taman Nasional menurut Provinsi

    (orang)

    No. Balai Taman Nasional Provinsi PPNS +

    Polhut

    PPNS

    non-

    Polhut

    Jumlah

    PPNS

    1. BTN Kepulauan Seribu DKI Jakarta 94 49 143

    2. BTN Karimun Jawa Jateng 68 23 91

    3. BTN Takabonerate Sulsel 7 43 50

    4. BTN Wakatobi Sultra 17 39 56

    5. BTN Bunaken Sulut 17 50 67

    6. BTN Togian Sulteng 19 59 78

    7. BBTN Teluk Cendrawasih Papua Barat 1 11 12

    Jumlah 223 274 497

    2.4 ASPEK SARANA DAN PRASARANA

    Secara umum, tujuh Taman Nasional yang dikelola oleh Kementerian Kehutanan tersebut telah memiliki

    sarana dan prasarana pengelolaan yang cukup memadai, yaitu antara lain 33 kantor (kantor Balai TN,

    kantor wilayah, dan kantor resor); 22 rumah dinas, 22 mes karyawan, 57 pos jaga, 31 pondok kerja, 6

    menara pengintai, 7 barak Polhut, 22 wisma tamu,1 gedung laboratorium, teropong, GPS, kompas, 16

    kapal patroli, 52 speedboat, 6 dermaga, 19 mobil dinas, 111 sepeda motor dinas, 33 mobil patroli, 20

    sepeda motor patroli, 106 peralatan selam dan SAR, 46 papan petunjuk & pengumuman, 132 peralatan

    komunikasi handy talky/2 meter band, 25 SSB, 29 radio multiband, 3 marine band, 120 senjata api laras

    panjang, 3 pistol, dan lain-lain sebagaimana dapat dilihat dalam Tabel 9.

  • 16

    Tabel 9. Data Sarana dan Prasarana pada Tujuh UPT Taman Nasional Laut Kemenhut

    2.5 ASPEK PENDANAAN

    Pendanaan masing-masing kawasan Taman Nasional berasal dari sumber dana Anggaran Pendapatan dan

    Belanja Negara (APBN) rupiah murni (RM), Iuran Hasil Hutan (IHH), Pungutan Sumberdaya Alam Hayati

    (PSDH), dan Dana Reboisasi (DR). Dengan sumber pendanaan seperti itu, kegiatan yang tidak dapat

    ditampung oleh Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) APBN dapat diusulkan pada DIPA lainnya.

    Secara garis besar, anggaran pembangunan bervariasi antara Rp6-18 miliar lebih dalam setahunnya per

    lokasi. Pendanaan pengelolaan kawasan pada umumnya cenderung meningkat setiap tahun yang

    disesuaikan berdasarkan kebutuhan pengelolaan kawasan. Misalnya pada tahun 2009, jumlah anggaran

    yang dialokasikan untuk BTN Kepulauan Seribu sebesar Rp9.061.081.000,- dan pada tahun 2012 jumlah

    anggaran yang dialokasikan mencapai Rp11,9 miliar. Jumlah biaya operasional ketujuh Balai dan Balai

    No. Sarana dan prasarana BTN Kep. Seribu

    BTN

    Kr. Jawa BTN

    Bunaken BTN

    Togian BTN

    Wakatobi

    BTN Takaboner

    ate

    BBTN

    Tel. Cendrawasih

    Jumlah

    A Sarana Penunjang Kantor 2 5 7 4 5 8 2 33 Rumah Dinas 6 1 5 5 5 22 Mes, wisma,bungalow 4 5 2 4 7 22 Mobil dinas 2 3 1 1 5 2 5 19 Sepeda motor dinas 27 9 27 10 38 111 Kapal motor 1 1 3 5 Perahu & perahu karet 9 1 4 3 14 31 Dermaga 1 1 1 1 1 1 6 Papan pengumuman 24 1 21 46 Peralatan selam 23 10 7 3 42 16 5 106 Teropong 20 6 13 4 14 20 15 92 Kamera bawah-air 1 2 12 8 8 31 Bak penampung air 3 11 5 19 GPS 11 4 2 12 22 5 20 76 Tanda batas 13 1 4 18 Kompas 13 5 3 3 24

    B Sarana Pengamanan Kantor resor Pos Jaga 8 9 9 7 8 16 57 Pondok kerja 14 5 2 4 5 1 31 Kapal patroli 6 2 3 1 4 16 Mobil patroli 5 3 6 3 7 2 7 33 Motor patroli 20 20 Speedboat 3 12 3 4 9 21 52 Barak polhut/asrama 1 5 1 7 Menara pengintai 5 1 6 Gedung laboratorium 1 1

    C Sarana Komunikasi/ SKRT Kehutanan Handy talky 4 14 13 30 44 27 132 Radio multiband & lainnya 2 5 21 1 29 Marine band 1 2 3 SSB 6 1 5 5 1 7 25 Telepon (telepon + HP + faks) 1 3 3 2 2 2 17 30

  • 17

    Besar Taman Nasional pada tahun 2012 Rp77,9 miliar (di luar gaji PNS). Tabel 10 menunjukkan anggaran

    yang disediakan untuk tujuh Taman Nasional antara tahun 2009 sampai dengan 2012.

    Tabel 10. Pendanaan Pengelolaan Tujuh UPT Taman Nasional, 2009-2012

    No BalaiTaman

    Nasional

    Anggaran (Rp juta) Jumlah

    (Rp juta) 2009 2010 2011 2012

    1. Kepulauan Seribu 9.061 13.353 10.290 11.890 44.594

    2. Karimun Jawa 8.950 11.242 10.243 10.884 41.319

    3. Wakatobi 8.022 10.114 8.982 10.832 37.950

    4. Takabonerate 6.316 8.267 7.947 9.012 31.542

    5. Bunaken 6.098 6.987 8.022 9.170 30.277

    6. Togian 3.094 4.994 5.918 8.018 22.024

    7. Teluk Cendrawasih 11.392 13.822 16.206 18.151 59.571

    Jumlah 52.933 68.779 67.608 77.957 267.277

    Sumber: Bagian Program & Anggaran, Setditjen PHKA. 2012

    Pemanfaatan pariwisata alam di Taman Nasional Laut telah berjalan cukup lama. Jumlah pungutan PNBP

    sangat bervariasi dari satu TN ke TN lainnya dan telah diatur melalui PP No. 59 Tahun 1998. Dalam PP

    tersebut dijelaskan bahwa Kementerian Kehutanan (pada waktu itu Departemen Kehutanan dan

    Perkebunan) dapat melakukan dua jenis pungutan dalam kawasan Taman Nasional dari sebelas jenis yang

    ada. Kedua jenis pungutan tersebut adalah: 1) Penerimaan dari pengusahaan pariwisata alam dalam Taman

    Nasional dan 2) Penerimaan dari pungutan masuk ke Taman Nasional.

    Salah satu TN yang banyak mendapatkan PNBP adalah Balai TN Komodo, yang pada tahun 2012

    mencapai Rp3 miliar. Pengenaan tarif pungutan masuk ke wilayah Taman Nasional didasarkan pada

    Keputusan Menteri Kehutanan No. 878/Kpts-II/92. Objek pengenaan tarif masuk dilakukan terhadap

    pengunjung dan kendaraan yang digunakan, apakah kendaraan air atau kendaraan darat, yang besarnya

    dibedakan di ketiga rayon. Perincian tentang PNBP disajikan pada Lampiran 2 dan 3.

    2.6 ASPEK OPERASIONAL PENGELOLAAN

    1) Pengelolaan wilayah kerja

    Pengelolaan ketujuh Taman Nasional (Laut) tersebut dilaksanakan oleh UPT masing-masing, yaitu UPT

    Balai TN (BTN) dan Balai Besar Taman Nasional (BBTN). Masing-masing Taman Nasional dipimpin oleh

    seorang Kepala Balai dan Balai Besar Taman Nasional setingkat eselon III dan II yang berkedudukan di

    masing-masing lokasi. Kepala Balai TN ini bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal

    Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) yang berkedudukan di Jakarta.

  • 18

    Dalam operasionalnya sehari-hari, pengelolaan kawasan Taman Nasional ini dibagi dalam beberapa

    wilayah kerja setingkat eselon IV sehingga beberapa kantor wilayah dibangun di wilayah masing-masing di

    dalam kawasan Taman Nasional tersebut. Sebuah Taman Nasional memiliki dua atau tiga kantor seksi

    wilayah, yang masing-masing dipimpin oleh Kepala Seksi Konservasi Wilayah setingkat eselon IV.

    Selanjutnya, setiap kantor seksi wilayah dibagi dalam dua atau tiga resor, yang masing-masing resor

    mempunyai beberapa Pos Jaga yang letaknya menyebar secara strategis di dalam wilayah kerja resor.

    2). Pengamanan kawasan Balai Taman Nasional

    PP No. 28 Tahun 1985 tentang Perlindungan Hutan memberi kewenangan kepada Polisi Kehutanan untuk

    melakukan patroli, memeriksa surat-surat atau dokumen, mencari keterangan dan barang bukti, dan

    dapat menangkap tersangka apabila tertangkap tangan. Dalam melakukan patroli, setiap Polhut dilengkapi

    dengan senjata laras panjang jenis/tipe PM 1A1 kaliber 9 x 21 mm serta pistol tipe Revolver (S&W 32)

    dan pistol Ceska Zbrojovka kaliber 32. Pengaturan penempatan Polhut dan kegiatan patroli dikendalikan

    langsung di bawah komando Kepala Balai Taman Nasional. Operasi pengamanan kawasan dibedakan atas

    patroli rutin oleh Polhut sendiri dan operasi gabungan yang melibatkan Polhut, aparat kepolisian, dan

    aparat penegak hukum lainnya. Untuk menunjang operasional pengamanan kawasan agar berhasil guna

    dan tepat guna, Kepala Balai Taman Nasional mengeluarkan Pedoman Teknis Patroli Pengamanan

    Kawasan Taman Nasional.

    Untuk menangani pelanggaran berat yang memerlukan penanganan cepat dan lintas sektor, Kemenhut

    merekrut Polhut yang terlatih dalam reaksi cepat atau satuan Brigade SPORC yang sekarang tersebar di

    sebelas provinsi. Selain itu, untuk mempercepat penanganan kasus-kasus pelanggaran, Kepala Balai Taman

    Nasional mempunyai kualifikasi sebagai PPNS sehingga dapat langsung melakukan pemeriksaan dan

    pemberkasan perkara yang dibantu oleh Polhut setempat. Setiap Taman Nasional biasanya mempunyai

    beberapa orang PPNS yang direkrut dari Polhut setempat. Biasanya, setiap tahun Polhut mendapatkan

    program Pelatihan Penyegaran di Taman Nasional masing-masing, termasuk di antaranya latihan

    menembak, pemberkasan perkara, dan simulasi penegakan hukum.

  • 25

    BAB III. PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI

    PERAIRAN DI KEMENTERIAN KELAUTAN DAN PERIKANAN

    3.1 ASPEK REGULASI

    Pengembangan kawasan konservasi perairan di Indonesia memiliki dasar hukum yang kuat karena

    didukung dengan sejumlah undang-undang dan peraturan perundang-undangan turunannya, yang meliputi

    enam aspek pengelolaan, yaitu:

    3.1.1. Lingkup Kelembagaan

    - UU No. 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Isinya

    menjelaskan tentang asas dan tujuan pengelolaan, proses pengelolaan, perencanaan pengelolaan,

    pemanfaatan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil, pengawasan dan pengendalian, penelitian dan

    pengembangan, pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan, kewenangan pengelolaan wilayah pesisir,

    mitigasi bencana, hak, kewajiban, dan peran serta masyarakat, pemberdayaan masyarakat,

    penyelesaian sengketa, gugatan perwakilan, penyidikan, sanksi administratif, ketentuan pidana, dan

    ketentuan peralihan.

    - UU No. 31 Tahun 2004 tentang Perikanan. Isinya menjelaskan tentang asas dan tujuan

    pengelolaan perikanan, ruang lingkup pengelolaan perikanan, wilayah pengelolaan, pengelolaan

    perikanan, usaha perikanan, sistem informasi dan data statistik perikanan, pungutan perikanan,

    penelitian dan pengembangan perikanan, pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan perikanan,

    pemberdayaan nelayan dan pembudidaya ikan skala kecil, penyerahan urusan dan tugas

    pembantuan, pengawas perikanan, pengadilan perikanan, penyidikan, penuntutan, dan

    pemeriksaan di sidang pengadilan perikanan, ketentuan pidana, dan ketentuan peralihan.

    - PP No. 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumberdaya Ikan. PP ini merupakan turunan dari UU

    Perikanan dan isinya menjelaskan tentang ketentuan umum, konservasi sumberdaya ikan,

    pemanfaatan sumberdaya ikan, pendidikan dan pelatihan konservasi sumberdaya ikan, pembinaan

    masyarakat, pengawasan konservasi sumberdaya ikan, sanksi, dan ketentuan lain (menyangkut

    kewenangan pengelolaan dan kewenangan ilmiah sumberdaya ikan).

    - Kepmen KP No. 41 Tahun 2000 tentang Pedoman Umum Pengelolaan Pulau-pulau Kecil

    yang Berkelanjutan dan Berbasis Masyarakat. Isinya menjelaskan tentang pendahuluan (dasar

    pemikiran, tujuan, dan sasaran), batasan peristilahan, batasan karakteristik pulau-pulau kecil,

    pedoman kebijakan pengelolaan pulau-pulau kecil, mekanisme pengelolaan pulau-pulau kecil,

    penegakan dan penaatan hukum.

    - Kepmen KP No. 63/Men/2009 tentang Penetapan Perairan Aru Bagian Tenggara sebagai KKPN

    SAP Kepulauan Aru Bagian Tenggara.

    - Kepmen KP No. 64/Men/2009 tentang Penetapan Perairan Kepulauan Raja Ampat sebagai

    KKPN SAP Kepulauan Raja Ampat.

    - Kepmen KP No. 65/Men/2009 tentang Penetapan Perairan Waigeo Sebelah Barat sebagai

    KKPN SAP Kepulauan Waigeo Sebelah Barat.

  • 26

    - Kepmen KP No. 66/Men/2009 tentang Penetapan Perairan Kapoposang dan sekitarnya

    sebagai KKPN TWP Kepulauan Kapoposang.

    - Kepmen KP No. 67/Men/2009 tentang Penetapan Perairan Pulau Gili Air, Gili Meno, dan Gili

    Terawangan sebagai KKPN TWP Pulau Gili Air, Gili Meno dan Gili Terawangan (Gili Matra).

    - Kepmen KP No. 68/Men/2009 tentang Penetapan Perairan Kepulauan Padaido sebagai KKPN

    TWP Pulau Padaido.

    - Kepmen KP No. 69/Men/2009 tentang Penetapan Perairan Laut Banda sebagai KKPN TWP

    Laut Banda.

    - Kepmen KP No. 70/Men/2009 tentang Penetapan Perairan Pulau Pieh sebagai KKPN TWP

    Pulau Pieh.

    - Kepmen KP No. 35/Men/2011 tentang Penetapan Perairan Kepulauan Anambas sebagai KKPN

    TWP Kepulauan Anambas.

    - Kepmen KP No. 38/Men/2009 tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Perairan

    Nasional Laut Sawu sebagai KKPN TNP Laut Sawu.

    3.1.2. Lingkup Sumberdaya Manusia

    Dalam aspek sumberdaya manusia, Kemen KP belum mempunyai peraturan perundang-undangan yang

    terkait dengan perencanaan dan pengelolaan KKP. Dalam lingkup kementerian pada waktu ini, jabatan

    fungsional penyuluh perikanan mempunyai tugas pokok dan fungsi dalam bidang perikanan secara umum.

    3.1.3. Lingkup Sarana dan Prasarana

    Kemen KP masih belum mempunyai peraturan perundang-undangan mengenai sarana dan prasarana

    operasional pengelolaan KKP sebagaimana sudah dimiliki oleh Kementerian Kehutanan.

    3.1.4. Lingkup Pendanaan

    Sampai sekarang, Kemen KP belum mempunyai aturan hukum mengenai pemanfaatan kawasan konservasi.

    PNBP untuk pemanfaatan kawasan konservasi perairan masih dalam tahap usulan untuk disahkan menjadi

    PP. Yang ada sekarang adalah PP No. 62 Tahun 2002 dan Kepmen KP No. Kep.22/Men/2004, yang

    mengatur pungutan perikanan secara umum di luar kerangka perencanaan dan pengelolaan KKP. PP No.

    62 Tahun 2002 tentang Tarif atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak yang berlaku pada Kementerian

    Kelautan dan Perikanan mengatur jenis PNBP yang berlaku pada Kemen KP adalah penerimaan dari:

    a. Pungutan perikanan;

    b. Jasa pelabuhan perikanan;

    c. Jasa pengujian mutu hasil perikanan;

    d. Jasa pengembangan penangkapan ikan;

    e. Jasa balai dan loka budidaya perikanan;

    f. Jasa karantina ikan;

    g. Jasa pendidikan dan latihan; dan

    h. Jasa penyewaan fasilitas.

    Adapun Kepmen KP No. Kep.22/Men/2004 tentang Tata Cara Pemungutan PNBP pada Kementerian

    Kelautan dan Perikanan yang Berasal dari Pungutan Perikanan. Isinya menjelaskan tentang ketentuan

    pungutan perikanan terhadap perusahaan perikanan Indonesia (PHP dan PPP) dan perusahaan perikanan

    asing (PPA).

  • 27

    3.1.5. Lingkup Operasional Pengelolaan

    - PP No. 30 Tahun 2010 tentang Rencana Pengelolaan dan Zonasi Kawasan Konservasi

    Perairan. Isinya menjelaskan tentang ketentuan umum, ruang lingkup, rencana pengelolaan

    KKP, zonasi KKP, tata cara penyusunan rencana pengelolaan dan zonasi.

    - Permen KP No. 16 Tahun 2008 tentang Perencanaan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan

    Pulau-pulau Kecil. Isinya menjelaskan ketentuan umum, ruang lingkup, tata cara penyusunan

    rencana, pengendalian dan evaluasi, ketentuan peralihan, dan penutup.

    - Permen KP No. 17 Tahun 2008 tentang Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-

    pulau Kecil. Isinya menjelaskan tentang ketentuan umum, kategori kawasan konservasi,

    penetapan KKP3K dan KKM, kewenangan pengelolaan KKP3K dan KKM, pola dan tata cara

    pengelolaan, perizinan dan pembiayaan, ketentuan peralihan, dan ketentuan lain.

    - Permen KP No. Per.23/MEN/2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja UPT KKPN. Isinya

    menjelaskan tentang kedudukan, tugas, dan fungsi, klasifikasi organisasi, struktur organisasi,

    kelompok jabatan fungsional, satuan kerja, tata kerja, eselonisasi, lokasi dan wilayah kerja,

    dan ketentuan lain.

    - Permen KP No. Per.02/Men/2009 tentang Tata Cara Penetapan Kawasan Konservasi

    Perairan. Isinya menjelaskan tentang ketentuan umum, kriteria dan jenis kawasan konservasi

    perairan, usulan inisiatif calon KKP, identifikasi dan inventarisasi calon KKP, pencadangan

    KKP, penetapan KKP, penataan batas KKP, dan ketentuan peralihan.

    - Permen KP No. Per.03/Men/2010 tentang Tata Cara Penetapan Perlindungan Jenis Ikan,

    isinya menjelaskan tentang ketentuan umum, kriteria status perlindungan jenis ikan, tipe

    status perlindungan jenis ikan, prosedur penetapan status perlindungan jenis ikan,

    perubahan status perlindungan jenis ikan, dan ketentuan peralihan.

    - Permen KP No. Per.04/Men/2010 tentang Pemanfaatan Jenis dan Genetika Ikan. Isinya

    menjelaskan ketentuan umum, pemanfaatan jenis ikan dan genetik ikan, penetapan kuota,

    perizinan pemanfaatan jenis ikan dan genetik ikan, peredaran jenis ikan dan genetik ikan,

    pungutan perikanan, pengawasan dan pengendalian, sanksi, ketentuan lain, ketentuan

    peralihan, dan penutup.

    3.2 ASPEK KELEMBAGAAN

    Sejak berdirinya Departemen Eksplorasi Laut dan Perikanan tahun 1999, telah ditetapkan Direktorat

    Konservasi dan Taman Nasional Laut (Dit KTNL), yang selanjutnya berubah nama menjadi Direktorat

    Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan (Dit KKJI). Namun demikian, setelah sepuluh tahun berjalan,

    organisasi pengelola Kawasan Konservasi Perairan belum memadai. Permen KP No. Per.23/MEN/2008

    tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksanaan Teknis Kawasan Konservasi Perairan Nasional

    menetapkan adanya dua unit kerja pengeloa KKPN, yaitu Balai Kawasan Konservasi Perairan Nasional

    (BKKPN) Kupang berkedudukan di Kupang setingkat eselon III dan Loka KKPN (LKKPN) Pekanbaru

    berkedudukan di Pekanbaru. BKKPN Kupang bertanggung jawab atas delapan KKPN yang berada di

    wilayah timur Indonesia sedangkan LKKPN Pekanbaru menangani dua KKPN di wilayah barat Indonesia.

    Wilayah kerja BKKPN Kupang meliputi Provinsi Sulawesi Tenggara, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah,

    Sulawesi Selatan, Gorontalo, Nusa Tenggara Timur, Nusa Tenggara Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua,

    dan Papua Barat. Wilayah kerja LKKPN Kupang meliputi 22 provinsi, yaitu: Nangroe Aceh Darusalam,

  • 28

    Sumatera Utara, Sumatera Barat, Riau, Kepulauan Riau, Jambi, Sumatera Selatan, Bengkulu, Bangka-

    Belitung, Lampung, DKI Jakarta, Banten, Jawa Barat, Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa

    Timur, Bali, Kalimantan Timur, Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Selatan. Untuk

    mengelola masing-masing kawasan, BKKPN dan LKKPN mempunyai satuan kerja (Satker) setingkat gugus

    tugas non-eselon yang mempunyai jumlah staf tiga sampai sepuluh orang.

    Untuk mengelola KKP Nasional, LKKPN Pekanbaru mempunyai dua Satker, yaitu Satker TWP Anambas

    yang berkedudukan di Tarempa dan Satker TWP Pulau Pieh yang berkedudukan di Padang. Sementara

    itu, BKKPN Kupang mempunyai tujuh Satker di tiap lokasi, yaitu:

    1. Satker Dobo untuk mengelola SAP Kepulauan Aru Bagian Tenggara,

    2. Satker Raja Ampat untuk mengelola SAP Kepulauan Raja Ampat dan SAP Kepulauan Waigeo

    sebelah Barat,

    3. Satker Kapoposang untuk mengelola TWP Kepulauan Kapoposang,

    4. Satker Gili Matra untuk mengelola TWP Gili Air, Gili Meno, dan Gili Trawangan,

    5. Satker Biak untuk mengelola TWP Kepulauan Padaido,

    6. Satker Banda untuk mengelola TWP Laut Banda, dan

    7. Satker Kupang untuk mengelola TNP Laut Sawu.

    Gambar.2. Struktur Pengelolaan Sepuluh KKPN Kementerian Kelautan dan Perikanan

  • 29

    3.3 ASPEK SUMBERDAYA MANUSIA

    Balai KPPN Kupang yang mengelola delapan KKPN mempunyai 58 orang PNS sedangkan Loka KPPN

    Pekanbaru mempunyai 20 orang PNS yang mengelola dua KPPN. Adapun jumlah pegawai Direktorat

    KKJI berjumlah 57 orang, yang tugas utamanya ialah mengelola KKPN dan sebagai instansi teknis yang

    bertanggung jawab atas program-program konservasi di Indonesia. Menyadari akan belum memadainya

    jumlah tenaga yang mempunyai kompetensi dalam bidang pengelolaan konservasi perairan , Kemen KP

    telah merancang program pelatihan berbasis kompetensi. Penyelenggaraan pelatihan bidang konservasi

    untuk aparatur dilakukan oleh Puslat BPSDM, yang meliputi 14 jenis kompetensi dengan 3 jenjang

    pelatihan seperti tertera pada Tabel 11.

    Jumlah peserta yang tercancum pada tabel tersebut adalah prakiraan kebutuhan tenaga berkompeten

    sampai tahun 2020. Rancangan pelatihan ini tertuang dalam Renstra Pelatihan bidang Konservasi Puslat

    BPSDM tahun 2011. Sejak tahun 2010, Kemen KP bekerjasama dengan LSM internasional yang tergabung

    dalam CTSP (Coral Triangle Support Partnership) dan MPAG (Marine Protected Areas Governance) maupun

    badan resmi pemerintah AS, yaitu NOAA (National Oceanic and Atmospheric Administration) telah melatih

    lebih dari 900 orang, diantaranya pelatihan tentang dasar-dasar pengelolaan KKP, perencanaan

    pengelolaan KKP, perikanan berkelanjutan dalam KKP, dan pariwisata berkelanjutan dalam KKP.

    Polsus Perikanan didasarkan pada UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-

    pulau Kecil yang berada di bawah kendali Dit PSDKP, Kemen KP. Sampai sekarang, telah dilaksanakan

    dua kali angkatan pendidikan Polsus Perikanan yang menghasilkan 30 orang, yang dan oleh Ditjen PSDKP,

    Kemen KP akan ditempatkan di Dinas Kelautan dan Perikanan daerah (Dermawan A., 2012, komunikasi

    pribadi).

    Tabel 11. Prakiraan Jumlah Peserta menurut Jenis Pelatihan Konservasi

    Nomor Jenis Pelatihan Kompetensi Pelatihan

    Dasar A

    (orang)

    Pelatihan

    Lanjutan B

    (orang)

    Pelatihan

    Menengah

    (orang)

    1. Perencanaan Pengelolaan 660 484 396

    2. Ilmu Kelautan 660 220 176

    3. Pelibatan Masyarakat 704 440 132

    4. Penyadaran Masyarakat dan Komunikasi 660 220 132

    5. Hukum dan Kebijakan Pengelolaan KKP 660 484 0

    6. Monitoring, Control and Surveilance

    (Pengawasan)

    572 484 88

    7. Operasional Pengelolaan 616 484 0

    8. Teknologi Informasi 484 88 88

  • 30

    9. Pengelolaan Sumberdaya Manusia 176 0 0

    10. Monitoring dan Penilaian Efektivitas

    Pengelolaan

    572 264 132

    11. Co-management 308 220 132

    12. Administrasi dan Pengelolaan Keuangan 308 176 176

    13. Teknik-teknik Pemanfaatan Sumberdaya

    yang Berkelanjutan

    440 296 296

    14. Kelembagaan 792 176 132

    Keterangan:

    A: Peserta pelatihan dasar mencakup pegawai yang dirancang akan mengikuti pelatihan lanjutan dan pelatihan

    menengah

    B: Peserta pelatihan lanjutan mencakup pegawai yang dirancang akan mengikuti pelatihan menengah

    Pengawas Perikanan bidang konservasi di Kemen KP pada waktu ini sedang dalam tahap pengusulan.

    Pengawasan Perikanan diatur berdasarkan pasal 66, ayat 2 dan 3, UU No. 31 Tahun 2004 jo. UU No. 45

    Tahun 2009 tentang Perikanan yang menyatakan bahwa pengawas perikanan bertugas untuk mengawasi

    tertib pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan dalam bidang perikanan, yang meliputi

    penangkapan ikan, pembudidaya ikan dan pembenihan, pengolahan dan distribusi keluar-masuk ikan, mutu

    hasil perikanan, distribusi keluar-masuk obat ikan, konservasi, pencemaran akibat perbuatan manusia,

    plasma nutfah, penelitian dan pengembangan perikanan, dan ikan hasil rekayasa genetik.

    Pengawas Perikanan yang ada sekarang adalah: 1) Pengawas Perikanan bidang Penangkapan ikan, 2)

    Pengawas Perikanan bidang Mutu Ikan dan 3) Pengawas Perikanan bidang Budidaya Ikan. Pengawas

    Perikanan bidang Penangkapan Ikan mengikuti pedoman Kepmen KP No. KEP.02/MEN/2002 tentang

    Pedoman Pelaksanaan Pengawasan Penangkapan Ikan.

    3.4 ASPEK SARANA DAN PRASARANA

    Sepuluh KKP Nasional di bawah Kemen KP masih memiliki sarana dan prasarana yang terbatas. Namun

    demikian, pengelola KKP di setiap lokasi sudah memiliki kantor dan perabotan, kendaraan roda dua dan

    roda empat, alat selam, dan speedboat untuk menunjang operasional pengelolaan.

    3.5 ASPEK PENDANAAN

    Pembiayaan sepuluh KPPN lingkup Kemen KP disalurkan melalui dua UPT, yaitu Loka KPPN Pekanbaru

    yang membiayai TWP Pieh dan TWP Anambas sedangkan Balai KPPN Kupang membiayai delapan KPPN

    lainnya, yaitu TNP Laut Sawu, SAP Kep. Aru bagian Ten