KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI … · xi BAB I. PEREKONOMIAN GLOBAL DAN NASIONAL...

146
KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI Jakarta Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta Agustus 2017

Transcript of KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL Provinsi DKI … · xi BAB I. PEREKONOMIAN GLOBAL DAN NASIONAL...

KAJIAN EKONOMI DAN KEUANGAN REGIONAL

Provinsi DKI Jakarta

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

Agustus 2017

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

i

Visi Bank Indonesia

Menjadi lembaga bank sentral yang kredibel dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar yang stabil.

Misi Bank Indonesia

1. Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas.

2. Mendorong sistem keuangan nasional bekerja secara efektif dan efisien serta mampu bertahan terhadap gejolak internal dan eksternal untuk mendukung alokasi sumber pendanaan/pembiayaan dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan stabilitas perekonomian nasional.

3. Mewujudkan sistem pembayaran yang aman, efisien, dan lancar yang berkontribusi terhadap perekonomian, stabilitas moneter dan stabilitas sistem keuangan dengan memperhatikan aspek perluasan akses dan kepentingan nasional.

4. Meningkatkan dan memelihara organisasi dan SDM Bank Indonesia yang menjunjung tinggi nilai-nilai strategis dan berbasis kinerja, serta melaksanakan tata kelola (governance) yang berkualitas dalam rangka melaksanakan tugas yang diamanatkan UU.

Nilai-Nilai Strategis Bank Indonesia

Nilai-nilai yang menjadi dasar organisasi, manajemen dan pegawai untuk bertindak atau berperilaku yaitu Trust and Integrity, Professionalism, Excellence, Public Interest, Coordination and Teamwork.

Visi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

Menjadi kantor perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.

Misi Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai rupiah, stabilitas sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang inklusif dan berkesinambungan.

Halaman ini sengaja dikosongkan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

iii

Kata Pengantar

Kami memanjatkan puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas

berkat rahmat dan hidayah-Nya buku Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

(KEKR) Provinsi DKI Jakarta edisi Agustus 2017 ini dapat diselesaikan dengan baik.

Buku ini merupakan terbitan rutin triwulanan, yang pada edisi ini menganalisis

dan mengevaluasi kondisi perekonomian DKI Jakarta khususnya pada triwulan II

2017 serta asesmen prospek ekonomi untuk triwulan berjalan serta keseluruhan

tahun 2017, berdasarkan realisasi data hingga bulan Agustus 2017.

Secara ringkas, perkembangan ekonomi DKI Jakarta hingga triwulan II 2017

mengindikasikan berlanjutnya fase peningkatan pertumbuhan ekonomi ke depan,

yang terlihat pada terus meningkatnya pertumbuhan investasi dan tetap tingginya

pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Namun, adanya pergeseran belanja

pemerintah dan berkurangnya aktivitas ekspor impor barang terkait libur panjang

menyebabkan ekonomi pada triwulan II 2017 melambat dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Inflasi DKI Jakarta pada triwulan II 2017 masih tetap

terkendali, yang didukung oleh terjaganya pasokan pangan, khususnya pada

bulan Ramadhan dan Idul Fitri.

Kami menyampaikan penghargaan dan terima kasih kepada berbagai pihak,

seperti BPS DKI Jakarta, SKPD Provinsi DKI Jakarta, narasumber yang kami undang

dalam Focus Group Discussion serta pihak-pihak lainnya, atas perolehan data dan

informasi yang digunakan dalam penyusunan buku ini. Harapan kami, kajian ini

dapat menjadi sumber referensi bagi para pemangku kepentingan dan pemerhati

ekonomi Jakarta serta dapat memberikan manfaat bagi pembangunan ekonomi

Provinsi DKI Jakarta. Masukan dan saran dari berbagai pihak juga kami harapkan

untuk dapat meningkatkan kualitas kajian buku KEKR ini.

Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa melimpahkan ridha-Nya

dan melindungi kita dalam berkarya.

Jakarta, Agustus 2017

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI DKI JAKARTA

ttd.

Doni P. Joewono Kepala Perwakilan

Halaman ini sengaja dikosongkan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

v

Daftar Isi

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

RINGKASAN UMUM

TABEL INDIKATOR EKONOMI TERPILIH

halaman

halaman

halaman

halaman

iii

v

vii

xi

BAB I. PEREKONOMIAN GLOBAL DAN NASIONAL halaman 1 A. Perekonomian Global halaman 1

B. Perekonomian Nasional halaman 3 C. Bauran Kebijakan halaman 11

BAB II. EKONOMI MAKRO REGIONAL halaman 13

A. Komponen Permintaan halaman 14 B. Komponen Penawaran (Lapangan Usaha) halaman 26

Boks 1 Melambatnya Konsumsi dan Perdagangan Ritel di Jakarta halaman 35

BAB III. KEUANGAN PEMERINTAH halaman 41

A. Pendapatan Daerah halaman 41 B. Belanja Daerah halaman 45

C. Pembiayaan halaman 47

BAB IV. INFLASI halaman 51 A. Perkembangan dan Program Pengendalian Inflasi

Triwulan I 2017 halaman 51 B. Perkembangan Disagregasi Inflasi Triwulan I 2017 halaman 55

C. Tracking Inflasi Triwulan II 2017 halaman 60 D. Program Pengendalian Inflasi Triwulan II 2017 halaman 63

Boks 2 Pemanfaatan Teknologi Controlled Atmosphere Storage (CAS) dalam Pengendalian Inflasi DKI Jakarta halaman 67

BAB V. STABILITAS KEUANGAN DAERAH SERTA

PENGEMBANGAN KEUANGAN DAN UMKM halaman 71 A. Perkembangan Kinerja Perbankan halaman 72

B. Stabilitas Keuangan Daerah halaman 79 C. Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM halaman 96

BAB VI. SISTEM PEMBAYARAN halaman 103

A. Pengelolaan Uang halaman 103 B. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran halaman 106

BAB VII. KESEJAHTERAAN halaman 109

A. Tingkat Kemiskinan halaman 109 B. Perkembangan Indeks Rasio Gini halaman 115

BAB VIII. PROSPEK PEREKONOMIAN

A. Prospek Perekonomian Global dan Nasional B. Prospek Perekonomian DKI Jakarta

halaman halaman halaman

121 121 124

Halaman ini sengaja dikosongkan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

vii

Ringkasan Umum

Memasuki pertengahan tahun 2017, perkembangan ekonomi DKI Jakarta

mengindikasikan berlanjutnya fase peningkatan pertumbuhan ekonomi ke depan.

Indikasi berlanjutnya fase peningkatan pertumbuhan ekonomi terlihat pada terus

meningkatnya pertumbuhan investasi dan tetap tingginya pertumbuhan konsumsi

rumah tangga, yang didukung dengan tetap terjaganya tingkat keyakinan masyarakat.

Perkembangan ekonomi yang juga diiringi dengan terkendalinya inflasi di ibukota

diharapkan dapat terus mendukung momentum pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta.

Untuk turut mendukung momentum pemulihan ekonomi tersebut secara nasional, dan

dengan tetap mengutamakan kestabilan makroekonomi dan sistem keuangan, Bank

Indonesia pada Agustus 2017 menurunkan tingkat suku bunga BI 7-day Reverse Repo

Rate. Kebijakan tersebut konsisten dengan adanya ruang pelonggaran kebijakan

moneter dengan rendahnya realisasi dan prakiraan inflasi tahun 2017 dan 2018 di

dalam kisaran sasaran, sehingga dapat terus mendukung momentum pertumbuhan

ekonomi. Berbagai hal ini diharapkan dapat semakin mendorong optimisme

masyarakat sehingga perekonomian nasional, khususnya DKI Jakarta, dapat terus

menguat dan semakin berkualitas.

Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada triwulan II 2017 tetap tumbuh positif, sebesar

5,96% (yoy). Realisasi pertumbuhan tersebut relatif melambat dibandingkan dengan

pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 6,45% (yoy), yang lebih disebabkan oleh

adanya pergeseran belanja pemerintah dan berkurangnya aktivitas ekspor impor

barang terkait libur panjang, di samping masih terbatasnya dampak peningkatan

perdagangan dunia pada ekspor Indonesia. Pergeseran belanja pemerintah, terutama

Kementerian/Lembaga yang berkantor di ibukota, pada pembayaran gaji dan

tunjangan ke-13 Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari sebelumnya pada bulan Juni menjadi

bulan Juli 2017 merupakan faktor utama turunnya kinerja belanja pemerintah pada

triwulan II 2017. Sementara pada sisi perdagangan luar negeri, pelarangan kendaraan

angkutan barang untuk melintas selama masa libur Lebaran 2017 berkontribusi pada

rendahnya aktivitas ekspor dan impor Jakarta. Namun demikian, investasi tetap

tumbuh solid, yang didorong oleh berbagai pembangunan konstruksi di DKI Jakarta.

Pada perkembangan harga, tekanan inflasi di ibukota pada triwulan II 2017 tetap

terkendali, di tengah siklus musiman bulan Ramadhan dan hari Idul Fitri. Hal tersebut

ditunjukkan dengan capaian inflasi sebesar 3,94% (yoy), yang lebih rendah

dibandingkan inflasi rata-rata tiga tahun sebelumnya di kisaran 6,11% (yoy).

Terjaganya inflasi di DKI Jakarta dipengaruhi oleh harga pangan yang secara umum

terkendali, di tengah meningkatnya permintaan pada masa Ramadhan dan hari Idul

Fitri. Semakin efektifnya program pengendalian harga oleh Tim Pengendalian Inflasi

Daerah (TPID) DKI Jakarta, berbagai kebijakan pemerintah yang tidak mendorong

inflasi, serta komunikasi yang baik dan masif kepada masyarakat untuk menjaga

ekspektasi inflasi menjadi faktor utama yang mendukung terkendalinya tingkat harga

di DKI Jakarta pada triwulan II 2017.

Dari sisi kesejahteraan, pertumbuhan positif ekonomi DKI Jakarta belum berdampak

pada tingkat kemiskinan, yang tercatat kembali meningkat pada Maret 2017. Hal

tersebut karena pertumbuhan ekonomi Jakarta lebih didorong oleh golongan

menengah atas, sehingga kemiskinan tetap meningkat di tengah tren perbaikan

pertumbuhan ekonomi. Kondisi ini tercermin pula pada semakin melebarnya

ketimpangan pendapatan, melalui rasio gini yang meningkat, setelah beberapa periode

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

viii

menunjukkan tren yang menurun. Lebih lanjut, meningkatnya kemiskinan juga

disebabkan oleh terbatasnya kemampuan sektor formal dalam menyerap tenaga kerja,

yang tercermin pada penyerapan tenaga kerja sektor informal yang lebih tinggi

dibandingkan penyerapan pada sektor formal. Namun, kompensasi yang diberikan oleh

sektor informal tidak sebanding dengan meningkatnya harga-harga komoditas pokok

yang dikonsumsi masyarakat kelas bawah, sehingga berdampak pada bertambahnya

tingkat kemiskinan.

Mengiringi perkembangan perekonomian Jakarta tersebut, kondisi stabilitas sistem

keuangan DKI Jakarta pada triwulan II 2017 masih terjaga, yang didukung oleh kinerja

positif pada sektor perbankan. Kinerja sektor korporasi dan sektor rumah tangga juga

relatif cukup baik. Kinerja korporasi menunjukkan peningkatan yang didukung oleh

pertumbuhan sektor-sektor utama Jakarta, dan terindikasi dari membaiknya indikator

rasio keuangan utama. Di sisi lain, resiliensi sektor rumah tangga juga masih relatif

cukup baik yang tercermin melalui membaiknya tingkat ekspektasi dan keyakinan

rumah tangga terhadap kondisi perekonomian.

Pada sisi sistem pembayaran, efek musiman bulan puasa dan Idul Fitri pada triwulan II

2017 berdampak pada aktivitas transaksi keuangan masyarakat, terutama transaksi

secara tunai. Respons yang searah dari transaksi tunai terhadap kondisi tersebut

tercermin pada net outflow aliran uang tunai pada triwulan laporan yang lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya. Sementara itu, melambatnya konsumsi rumah

tangga secara keseluruhan terindikasi pada perkembangan transaksi nontunai, melalui

perlambatan pada transaksi yang menggunakan sistem kliring nasional (SKN-BI).

Untuk prospek ekonomi, pantauan terhadap berbagai faktor baik kondisi ekonomi

global maupun nasional mengindikasikan bahwa pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta

pada tahun 2017 akan meningkat dibandingkan dengan tahun 2016, meskipun sedikit

lebih rendah dari proyeksi pada triwulan sebelumnya. Faktor pendorong pertumbuhan

masih akan bersumber dari konsumsi masyarakat, seiring dengan membaiknya

investasi, khususnya melalui pembangunan infrastruktur oleh pemerintah. Harga

komoditas global yang diperkirakan tetap stabil akan turut memberikan kontribusi

positif melalui peningkatan perdagangan antardaerah neto dari Jakarta kepada daerah-

daerah penghasil komoditas.

Di sisi harga, tekanan inflasi pada tahun 2017 diperkirakan tetap terkendali dan

mendukung pencapaian sasaran inflasi nasional tahun 2017. Dampak kebijakan

penyesuaian subsidi listrik untuk golongan 900 VA tidak setinggi perkiraan semula,

karena jumlah kelompok pelanggan tersebut tidak terlalu banyak di Jakarta. Kendati

demikian, penguatan koordinasi Bank Indonesia dan Pemerintah Provinsi DKI dalam

menentukan langkah-langkah strategis pengendalian inflasi, antara lain melalui

pengendalian harga pangan di Ibukota akan terus ditingkatkan, sehingga sasaran

inflasi nasional tahun 2017 sebesar 4% ± 1% akan dapat dicapai.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

ix

Halaman ini sengaja dikosongkan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

x

Halaman ini sengaja dikosongkan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

xi

Tabel Indikator Terpilih

Total Total I II III IV Total I II

Ekonomi Makro Regional

Produk Domestik Regional Bruto (%, yoy)* 5.9 5.9 5.7 6.0 6.1 5.5 5.8 6.4 6.0

Berdasarkan Lapangan Usaha:

1 Pertanian, Kehutanan dan Perikanan 0.5 1.1 1.8 1.6 0.4 -0.1 0.9 0.2 0.1

2 Pertambangan dan Penggalian -0.9 -0.7 0.3 -1.9 -2.2 -2.2 -1.5 -3.4 0.4

3 Industri Pengolahan 5.5 5.0 3.8 3.8 3.6 3.3 3.6 6.3 5.9

4 Pengadaan Listrik dan Gas 2.4 4.5 2.7 5.1 -1.5 -7.9 -0.5 -2.9 -10.4

5 Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah dan Daur Ulang 3.9 3.2 4.3 3.4 1.5 -0.2 2.2 2.5 1.2

6 Konstruksi 5.0 4.0 0.5 0.8 2.1 2.0 1.4 3.6 4.1

7 Perdagangan Besar dan Eceran; Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 5.0 2.7 5.2 5.0 3.4 5.0 4.7 5.1 3.7

8 Transportasi dan Pergudangan 13.8 9.0 10.1 10.0 12.2 12.5 11.2 10.4 9.1

9 Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5.5 5.4 5.7 4.5 5.8 7.3 5.8 7.1 7.0

10 Informasi dan Komunikasi 11.1 10.1 10.2 10.4 11.2 11.3 10.8 10.5 11.8

11 Jasa keuangan dan Asuransi 4.0 10.7 11.2 13.3 9.9 0.5 8.5 9.1 7.1

12 Real Estate 5.0 4.7 4.5 4.6 4.8 4.8 4.7 4.4 4.0

13 Jasa Perusahaan 9.0 7.8 7.5 7.8 8.3 10.0 8.4 8.7 8.9

14 Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, Jaminan Sosial Wajib 1.2 1.2 1.7 2.3 6.8 2.4 3.3 -1.8 -0.5

15 Jasa Pendidikan 3.7 6.6 5.3 6.4 6.5 9.5 7.0 6.3 3.0

16 Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6.9 7.6 7.1 7.1 7.1 9.9 7.8 8.2 7.1

17 Jasa Lainnya 8.3 8.0 7.8 7.9 8.5 9.6 8.5 9.0 9.1

Berdasarkan Permintaan:

1 Konsumsi 5.2 4.8 6.8 7.1 4.7 2.4 5.1 5.2 4.2

a. Pengeluran Konsumsi Rumah Tangga 5.5 5.3 5.4 5.6 5.0 5.9 5.5 6.0 5.9

b. Pengeluaran Konsumsi LNPRT 16.8 -4.7 5.8 6.0 14.7 19.6 11.7 21.3 18.1

c. Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 2.0 3.8 17.4 15.1 1.9 -11.8 2.4 -3.8 -5.1

3 PMTB 3.1 2.6 0.8 0.4 1.4 3.6 1.6 4.0 4.1

4 Perubahan Inventori 76.4 -2.6 51.0 66.4 42.5 106.9 65.1 62.4 50.9

5 Ekspor Barang dan Jasa 0.7 -1.0 -3.2 0.0 0.0 1.5 -0.4 -5.8 -13.7

6 Impor Barang dan Jasa -0.4 -11.3 -6.6 -2.7 -3.8 10.2 -0.7 2.9 -2.6

7 Net Ekspor Antar Daerah 0.2 -24.8 -10.6 -5.4 0.7 59.4 5.8 16.1 10.9

Ekspor

- Nilai Ekspor Non Migas (USD Juta) 11,529 11,454 2,550 3,050 2,786 4,138 12,524 2,207 2,142

- Volume Ekspor Non Migas (ribu ton) 2,950 3,133 752 784 688 786 3,010 666 623

Impor

- Nilai Impor Non Migas (USD Juta) 56,039 46,350 11,245 11,948 11,212 12,597 47,002 12,724 12,692

- Volume Impor Non Migas (ribu ton) 22,514 26,289 7,574 7,563 6,540 7,666 29,343 7,123 7,378

Indeks Harga Konsumen 118.77 123.35 123.80 124.29 125.32 126.27 126.27 128.05 129.19

Laju Inflasi Tahunan (%, yoy) 8.95 3.30 3.62 3.08 2.40 2.37 2.37 3.43 3.94

Dana Pihak Ketiga (Rp Triliun) 2,067 2,179 2,258 2,282 2,302 2,473 2,473 2,504 2,538

Kredit (Rp Triliun) 1,206 1,338 1,295 1,358 1,356 1,439 1,439 1,429 1,472

- Modal Kerja 691 747 707 764 758 800 800 797 839

- Investasi 337 400 397 404 409 444 444 434 431

- Konsumsi 178 190 191 190 189 194 194 198 203

Kredit UMKM (Rp Triliun) 119 126 121 123 122 125 125 126 128

Loan to Deposit Ratio (%) 57.39 60.26 57.35 59.49 58.88 58.19 58.19 57.08 57.99

NPL Gross (%) 1.60 2.11 2.57 2.68 2.76 2.90 2.90 2.87 2.61

Sistem Pembayaran

Transaksi Kliring (Rp Triliun)

- Rata-rata Harian Nominal Transaksi (Rp Triliun) 2.6 2.4 2.2 2.3 2.0 2.1 2.2 2.0 1.9

- Rata-rata Harian Volume Transaksi (ribu) 54.3 45.7 44.0 44.0 37.7 39.4 41.3 38.1 39.3

Sumber: BPS, BI

2017

Perbankan

Indikator201620152014

Halaman ini sengaja dikosongkan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 1

PEREKONOMIAN

GLOBAL & NASIONAL

Perekonomian global pada awal tahun 2017 terus bergerak menuju arah

perbaikan, disertai dengan terjadinya pergeseran sumber-sumber

pertumbuhan. Perbaikan ekonomi dunia antara lain ditopang oleh

membaiknya ekonomi Tiongkok dan Eropa. Sementara itu, perekonomian AS

diperkirakan tumbuh lebih rendah sejalan dengan konsumsi yang melemah

dan investasi yang tertahan oleh prospek penurunan harga minyak. Di sisi lain,

harga komoditas global masih tetap tinggi, berpotensi bias ke bawah.

Pada perkembangan nasional, perekonomian Indonesia tumbuh stabil pada

triwulan II 2017, yang didukung oleh meningkatnya kinerja investasi. Di sisi

harga, inflasi pada triwulan II 2017 terkendali di tengah meningkatnya

permintaan seiring masuknya periode Hari Besar Keagamaan Nasional (HBKN),

dengan kisaran angka yang tetap mendukung pencapaian sasaran inflasi

2017. Kondisi ini mencerminkan kondisi stabilitas makroekonomi yang tetap

terjaga, yang juga didukung oleh defisit transaksi berjalan yang menurun, dan

nilai tukar rupiah yang bergerak menguat. Di sisi lain, stabilitas sistem

keuangan tetap solid, yang ditopang oleh ketahanan sistem perbankan dan

terjaganya kinerja pasar keuangan.

A. Perekonomian Global

Ekspansi perekonomian dunia terus berlanjut disertai dengan terjadinya

pergeseran sumber-sumber pertumbuhan. Di satu sisi, perekonomian

Tiongkok tumbuh lebih baik ditopang oleh konsumsi yang solid dan ekspor

yang meningkat. Di Eropa, pertumbuhan ekonomi juga diperkirakan lebih

baik seiring dengan peningkatan aktivitas konsumsi dan kinerja ekspor yang

meningkat. Di sisi lain, perekonomian AS diperkirakan tumbuh lebih rendah

sejalan dengan konsumsi yang melemah dan investasi yang tertahan oleh

prospek penurunan harga minyak. Perkembangan ekonomi global tersebut

berpotensi mendorong peningkatan volume perdagangan dunia dan masih

tetap tingginya harga komoditas global. Sementara itu, kenaikan FFR

diperkirakan akan terjadi satu kali pada akhir tahun 2017 dan normalisasi

Bab 1

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

2

neraca bank sentral AS diperkirakan akan diumumkan pada September

2017.

Perekonomian Tiongkok diperkirakan tumbuh lebih baik ditopang oleh

konsumsi yang solid dan ekspor yang meningkat. Sumber penopang

konsumsi di antaranya adalah pertumbuhan kredit rumah tangga yang

masih meningkat, peningkatan upah riil yang positif, dan tren penguatan

pada indikator dini (employment PMI dan tingkat keyakinan konsumen).

Selain itu, ekspor pada triwulan II tumbuh lebih tinggi dibandingkan

triwulan sebelumnya, yang didorong oleh permintaan global khususnya AS,

Eropa, dan Jepang. Ekspor yang tumbuh lebih tinggi sementara impor

melambat menyebabkan surplus neraca perdagangan masih tinggi,

meskipun pada triwulan II 2017 sedikit mengalami penurunan.

Di Eropa, pertumbuhan ekonomi diperkirakan lebih baik seiring dnegan

peningkatan aktivitas konsumsi dan kinerja ekspor. Peningkatan aktivitas

konsumsi tercermin dari penjualan ritel dan kredit rumah tangga (RT) yang

membaik meski terbatas. Peningkatan aktivitas konsumsi diperkirakan

berlanjut paling tidak hingga awal triwulan III 2017. Hal ini terindikasi dari

market retail PMI yang kembali bertahan pada level ekspansi dalam 3 bulan

terakhir. Lebih baiknya pertumbuhan ekonomi Eropa juga didukung oleh

meningkatnya kinerja ekspor seiring dengan berlanjutnya pemulihan

ekonomi global.

Di sisi lain, perekonomian AS diperkiakan tumbuh lebih rendah sejalan

dengan konsumsi yang melemah dan investasi yang tertahan oleh prospek

penurunan harga minyak. Melemahnya konsumsi tercermin dari

pertumbuhan pengeluaran konsumsi personal yang menurun menjadi 2,6%

(yoy) pada triwulan II 2017, dari 2,9% (yoy) pada triwulan sebelumnya.

sementara itu, investasi AS pada triwulan II 2017 tertahan, yang

dicerminkan oleh pertumbuhan sebesar 3,4% (yoy) atau hanya sedikit

meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 3,2% (yoy).

Tertahannya pertumbuhan investasi tersebut terutama disebabkan moderasi

investasi nonresidensial seiring dengan harga minyak yang diperkirakan

menurun. Ke depan, pertumbuhan investasi (terutama nonresidensial)

diperkirakan terbatas sejalan dengan prospek harga minyak.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 3

Sementara itu, harga komoditas global diperkirakan juga masih tetap tinggi,

meskipun berpotensi bias ke bawah. Perkiraan harga komoditas global yang

masih tetap tinggi ditopang oleh tingginya harga batubara hingga triwulan

III 2017. Tingginya harga batubara tersebut didorong oleh permintaan

Tiongkok yang bersifat siklikal seiring dengan musim panas dan kebutuhan

untuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) akibat gangguan Pembangkit

Listrik Tenaga Air (PLTA). Ke depan, permintaan batubara diperkirakan

menurun seiring hilangnya faktor siklikal dan pergeseran ke sumber energi

lain. Selain itu, harga minyak sawit diperkirakan menurun seiring

meningkatnya produksi di tengah melambatnya permintaan.

B. Perekonomian Nasional

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II 2017 tercatat 5,01%

(yoy), sama dengan triwulan I 2017, namun lebih rendah dari periode yang

sama pada 2016 sebesar 5,18% (yoy). Pertumbuhan ekonomi tersebut

didukung oleh meningkatnya kinerja investasi, khususnya investasi

bangunan sejalan dengan akselerasi belanja infrastruktur pemerintah (Tabel

1.1). Di sisi lain, pertumbuhan konsumsi rumah tangga tetap solid meskipun

sedikit termoderasi, sementara konsumsi Pemerintah mengalami kontraksi

seiring dengan adanya pergeseran pengeluaran. Dari sisi eksternal, kinerja

ekspor melambat terutama dipengaruhi penurunan pertumbuhan volume

ekspor produk manufaktur sejalan dengan belum kuatnya pemulihan

ekonomi dunia.

Tabel 1.1 Tabel Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran (% yoy)

Konsumsi Rumah Tangga 5.01 4.97 4.95 4.93 4.96 4.97 5.07 5.01 4.99 5.01 4.94 4.95

Konsumsi LNPRT -8.06 -7.98 6.57 8.33 -0.62 6.40 6.71 6.64 6.72 6.62 8.05 8.49

Konsumsi Pemerintah 2.91 2.61 7.09 7.12 5.32 3.43 6.23 -2.95 -4.05 -0.15 2.68 -1.93

Investasi 4.60 4.01 4.93 6.43 5.01 4.67 4.18 4.24 4.80 4.48 4.78 5.35

Investasi Bangunan 5.71 4.72 6.11 7.78 6.11 6.78 5.07 4.96 4.07 5.18 5.87 6.07

Investasi Nonbangunan 1.62 2.05 1.65 2.47 1.95 -1.20 1.70 2.16 7.07 2.45 1.49 3.27

Ekspor -0.68 -0.26 -0.95 -6.38 -2.12 -3.29 -2.18 -5.65 4.24 -1.74 8.21 3.36

Impor -2.63 -7.37 -6.65 -8.75 -6.41 -5.14 -3.20 -3.67 2.82 -2.27 5.12 0.55

Pertumbuhan Domestik Bruto 4.82 4.74 4.77 5.17 4.88 4.92 5.18 5.01 4.94 5.02 5.01 5.01

Sumber: Badan Pusat Statistik

2016

KomponenII

20172015

I II III IV Total I II III IV Total I

Kinerja investasi bangunan yang cukup kuat menopang peningkatan

investasi pada triwulan II 2017. Pertumbuhan investasi pada triwulan II 2017

tercatat sebesar 5,35% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya sebesar 4,78% (yoy). Perbaikan kinerja investasi utamanya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

4

bersumber dari investasi bangunan yang tumbuh 6,07% (yoy) lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 5,87% (yoy), sejalan dengan

berlanjutnya proyek infrastruktur yang dikerjakan oleh Pemerintah dan

pihak swasta, termasuk BUMN. Di sisi lain, investasi nonbangunan

menunjukkan kinerja yang membaik didorong oleh pertumbuhan dari

Cultivated Biological Resources (CBR) dan Hak atas Kekayaan Intelektual

(HAKI). Namun, pertumbuhan investasi nonbangunan tanpa CBR dan HAKI

cenderung melemah sejalan dengan kontraksi pertumbuhan mesin dan

perlengkapan yang tercermin pada turunnya impor mesin dan peralatan

serta impor barang modal bukan kendaraan. Sementara itu, kinerja investasi

nonbangunan berupa kendaraan masih tumbuh tinggi meskipun sedikit

termoderasi. Selain itu, impor alat angkut dan perlengkapan meningkat.

Konsumsi rumah tangga (RT) tumbuh lebih stabil dengan dukungan faktor

lebaran dan inflasi yang terjaga, namun sedikit lebih rendah dari proyeksi

semula. Konsumsi RT pada triwulan II 2017 tumbuh 4,95% (yoy) relatif

stabil dibandingkan dengan triwulan sebelumnya ditopang pengeluaran

terkait makanan & minuman, transportasi & komunikasi, serta restoran dan

hotel. Sementara itu, realisasi inflasi yang terendah dalam periode Lebaran 3

tahun terakhir turut mendukung terjaganya konsumsi. Selain itu, kinerja

konsumsi rumah tangga yang terjaga sejalan dengan keyakinan konsumen

yang tetap positif. Meskipun konsumsi tetap kuat, RT terindikasi menahan

pembelian barang-barang durable yang lebih merupakan kebutuhan tersier.

Sementara itu, konsumsi Pemerintah pada triwulan II 2017 terkontraksi

terkait dengan adanya pergeseran pengeluaran. Konsumsi pemerintah

tercatat turun (-1,93% yoy) pada triwulan II 2017, setelah tumbuh cukup

kuat pada triwulan sebelumnya (2,68% yoy). Terbatasnya konsumsi

pemerintah tersebut terutama bersumber dari realisasi pengeluaran

pemerintah pusat yang tumbuh 1,3% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya maupun periode yang sama pada tahun 2016.

Realisasi belanja pegawai dan barang mengalami kontraksi pertumbuhan

terkait pergeseran pengeluaran ke triwulan III 2017. Demikian pula, transfer

ke daerah tercatat rendah disebabkan oleh realisasi DAK Fisik yang turun.

Dari sisi eksternal, pertumbuhan ekspor melambat sejalan dengan ekspor

manufaktur yang mengalami tekanan dipengaruhi oleh belum kuatnya

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 5

pemulihan ekonomi negara maju. Pertumbuhan ekspor pada triwulan II

2017 sebesar 3,36% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya

yang tercatat 8,21% (yoy). Kinerja ekspor terutama ditopang oleh tetap

positifnya pertumbuhan ekspor nonmigas, di tengah kontraksi ekspor

migas. Namun, ekspor nonmigas mengalami penurunan disebabkan oleh

pelemahan ekspor manufaktur di tengah masih positifnya kinerja ekspor

pertanian. Ekspor manufaktur kembali terkontraksi sejalan dengan belum

kuatnya pemulihan ekonomi negara maju khususnya AS. Sementara itu,

harga komoditas primer tercatat tetap tinggi, antara lain harga komoditas

batubara yang didorong oleh peningkatan permintaan dari Tiongkok. Selain

itu, kinerja komoditas primer juga didukung oleh minyak nabati (CPO)

meskipun sempat mengalami koreksi harga yang bersifat temporer terkait

pasokan yang berlimpah dari Malaysia.

Sebagai respons dari pelemahan ekspor dan permintaan domestik, impor

juga tumbuh melambat. Pertumbuhan impor pada triwulan II 2017 hanya

sebesar 0,55% (yoy) setelah tumbuh 5,12% (yoy) pada triwulan

sebelumnya. Pelemahan tersebut terutama didorong oleh penurunan impor

migas. Sementara itu, perlambatan impor nonmigas terutama didorong oleh

koreksi pertumbuhan impor bahan baku dan barang modal.

Dari sisi sektoral, kinerja Lapangan Usaha (LU) transportasi dan komunikasi

dan konstruksi yang membaik menopang pertumbuhan ekonomi pada

triwulan II 2017. LU transportasi dan komunikasi tumbuh meningkat

didorong oleh tingginya permintaan terkait faktor musiman Lebaran dan

hari libur (Tabel 1.2). Aktifitas Lebaran dan hari libur juga mendorong

kinerja LU Perdagangan dan Penyediaan Akomodasi dan Mamin, khususnya

untuk Hotel dan Restoran. Namun, moderasi konsumsi rumah tangga

berpengaruh terhadap terbatasnya pertumbuhan sublapangan usaha

perdagangan. Sementara itu, LU konstruksi terus melanjutkan tren

peningkatan pertumbuhan sejalan dengan kuatnya investasi bangunan oleh

Pemerintah dan swasta. Kinerja LU manufaktur terbatas sejalan dengan

pelemahan ekspor barang manufaktur. Sebaliknya, harga komoditas yang

tetap tinggi menopang kinerja LU pertambangan yang kembali tumbuh

positif setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

6

Tabel 1.2 Tabel Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha (% yoy)

Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 3.76 6.54 2.88 1.64 3.77 1.47 3.44 3.03 5.31 3.25 7.12 3.34

Pertambangan dan Penggalian 0.58 -3.59 -4.41 -6.03 -3.42 1.20 1.15 0.29 1.60 1.06 -0.49 2.24

Industri Pengolahan 4.07 4.20 4.60 4.43 4.33 4.68 4.63 4.52 3.36 4.29 4.21 3.54

Listrik, Gas, Air Bersih, dan Pengadaan Air* 1.97 1.22 1.12 1.02 1.32 7.35 6.09 4.69 3.11 5.26 1.80 -2.09

Konstruksi 6.03 5.35 6.82 7.13 6.36 6.76 5.12 4.95 4.21 5.22 6.26 6.96

Perdagangan dan Penyediaan Akomodasi dan Mamin** 3.70 1.95 1.97 4.03 2.90 4.43 4.25 3.79 4.01 4.11 4.76 4.01

Transportasi, Pergudangan, Informasi dan Komunikasi*** 7.88 7.72 9.08 8.51 8.31 7.73 8.24 8.64 8.79 8.36 8.45 9.76

Jasa Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan**** 6.88 4.19 7.57 8.56 6.81 7.52 9.25 6.87 4.51 6.99 5.23 5.66

Jasa-jasa Lainnya***** 5.79 8.60 5.03 6.14 6.37 5.67 5.35 3.94 2.92 4.42 3.87 2.60

Pertumbuhan Domestik Bruto 4.82 4.74 4.77 5.17 4.88 4.92 5.18 5.01 4.94 5.02 5.01 5.01

*) Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Pengadaan Listrik dan Gas dan (ii) Pengadaan Air

**) Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Motor serta (ii) Penyediaan Akomodasi dan Mamin

***) Penggabungan 2 lap. usaha: (i) Transportasi dan Pergudangan serta (ii) Informasi dan Komunikasi

****) Penggabungan 3 lap. usaha: (i) Jasa Keuangan, (ii) Real Estate dan (iii) Jasa Perusahaan

*****) Penggabungan 4 lap. usaha: (i) Adm. Pemerintahan, Pertahanan, Jaminan Sosial Wajib, (ii) Jasa Pendidikan, (iii) Jasa Kesehatan dan (iv) Jasa Lainnya

Sumber: Badan Pusat Statistik

I

2017

I II III IV Total IIKomponen

2015 2016

I II III IV Total

Secara spasial, berbagai daerah di Indonesia mencatatkan arah

pertumbuhan yang beragam pada triwulan II 2017. Perekonomian

Sumatera, Bali, Nusa Tenggara, Maluku dan Papua berhasil tumbuh stabil

dan lebih baik dibandingkan triwulan I 2017. Sementara perekonomian

Jawa, Sulawesi, dan Kalimantan justru tumbuh melambat (Gambar 1.1).

Ekonomi Jawa tumbuh melambat 5,41% lebih rendah dibanding triwulan

sebelumnya yang tumbuh 5,68% disebabkan penurunan kinerja ekspor dan

konsumsi pemerintah ditengah konsumsi RT yang tetap solid. Perekonomian

Kalimantan dan Sulawesi masing-masing tumbuh melambat 4,44% (yoy)

dan 6,49% (yoy) pada triwulan II 2017 dari triwulan sebelumnya 4,94%

(yoy) dan 6,84% (yoy). Selain konsumsi pemerintah yang terbatas di kedua

wilayah tersebut, kinerja ekspor juga tumbuh melambat seiring melemahnya

harga komoditas seperti batubara (Kalimantan) dan CNO (Sulawesi).

Sementara itu, ekonomi Sumatera tumbuh stabil 4,09% (yoy) ditopang oleh

konsumsi RT yang tetap kuat. Di sisi lain, kinerja ekspor mineral dan jasa di

wilayah Balinusra dan ekspor Nikel di wilayah Maluku Papua (Mapua) yang

meningkat menopang pertumbuhan ekonomi.

PDRB ≥ 7,0% 5,0% ≤ PDRB < 6,0% 4,0% ≤ PDRB < 5,0% PDRB < 0%6,0% ≤ PDRB < 7,0% 0% ≤ PDRB < 4,0%

KALTARA6,17

Sumber BPS (diolah)

ACEH4,01

SUMUT5,09

RIAU2,41

SUMBAR5,32

JAMBI4,29

BENGKULU5,04

SUMSEL5,24

LAMPUNG5,03

KEP. RIAU1,04

KEP. BABEL5,36

KALBAR4,92

KALTENG6,12

KALSEL5,15

BANTEN5,52 JABAR

5,29

DKI5,96

JATENG5,18 JATIM

5,03

BALI5,87

NTB-1,96

NTT5,01

SULUT5,80

GORONTALO6,64

SULTENG6,61

SULBAR4,78

SULSEL6,63

SULTRA7,03

MALUKU5,68

MALUT6,96

PAPBAR2,01

PAPUA4,91

KALTIM3,58

DIY5,17

KALTARA6,44

4,60 3,53

4,29 4,09 4,09

2014 2015 2016 I'17 II'17

Sumatera (22%)

5,57 5,47 5,59 5,68

5,41

5,00

5,50

6,00

2014 2015 2016 I'17 II'17

Jawa (58,5%)

3,37 1,37 2,01

4,94 4,44

2014 2015 2016 I'17 II'17

Kalimantan (7,9%) 6,87

8,19 7,42 6,84 6,49

2014 2015 2016 I'17 II'17

Sulawesi (6%)

5,90

10,45

5,89 2,49 3,14

2014 2015 2016 I'17 II'17

Bali Nusra (3,1%)

4,54 6,35 7,45 4,04 4,52

2014 2015 2016 I'17 II'17

Mapua (2,5%)

5,01

4,88

5,02 5,01 5,01

2014 2015 2016 I'17 II'17

NASIONAL

Gambar 1.1 Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah Triwulan II-2017 (% yoy)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 7

Dari sisi harga, inflasi pada triwulan II 2017 terkendali di tengah

meningkatnya permintaan seiring masuknya periode Hari Besar Keagamaan

Nasional (HBKN). Sepanjang periode triwulan II 2017, kenaikan tekanan

inflasi terutama terjadi pada bulan Juni 2017 yakni sebesar 0,69% (mtm).

Meski demikian, tekanan inflasi di bulan Juni tersebut lebih rendah

dibandingkan dengan rata-rata inflasi periode puasa dan lebaran dalam tiga

tahun terakhir yakni sebesar 0,85% (mtm). Perkembangan inflasi yang

terkendali ini tidak terlepas dari kontribusi positif berbagai kebijakan yang

ditempuh Pemerintah dan koordinasi yang kuat dengan Bank Indonesia

dalam menghadapi lebaran. Dengan perkembangan tersebut, inflasi IHK

hingga Juni 2017 secara kumulatif tercatat 2,38% (ytd) atau secara tahunan

mencapai 4,37% (yoy).

Memasuki awal triwulan III 2017, inflasi IHK tetap terkendali dan berada

pada level yang lebih rendah dari perkiraan semula. Pada Juli 2017, inflasi

IHK tercatat 0,22% (mtm) dibawah rata-rata realisasi inflasi pascalebaran

dalam tiga tahun terakhir yang sebesar 0,28% (mtm). Realisasi inflasi IHK

pada Juli 2017 dipengaruhi oleh terkendalinya inflasi pada kelompok

administered prices (AP) dan inflasi kelompok volatile foods dan inflasi inti

yang tercatat lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata inflasi pada

periode pascalebaran tiga tahun terakhir. Dengan perkembangan ini, inflasi

IHK sampai dengan bulan Juli secara kumulatif tercatat 2,60% (ytd) atau

secara tahunan tercatat 3,88% (yoy)

Inflasi inti pada bulan Juni 2017 masih tercatat cukup rendah meskipun

mengalami sedikit kenaikan dibandingkan dengan periode bulan

sebelumnya. inflasi inti pada bulan Juni 2017 tercatat sebesar 0,26% (mtm),

sedikit meningkat dari bulan sebelumnya sebesar 0,16% (mtm), namun

lebih rendah dari historis inflasi inti periode lebaran tiga tahun terakhir yang

sebesar 0,40% (mtm), sehingga secara tahunan inflasi inti pada triwulan II

2017 tercatat sebesar 3,13% (yoy). Realisasi inflasi inti Juni 2017 yang

mengalami peningkatan dipengaruhi oleh meningkatnya permintaan terkait

pola musiman Ramadhan, sebagaimana tercermin dari komponen inti

traded yang meningkat. Demikian halnya dengan komponen inti nontraded

yang juga mengalami peningkatan dibandingkan dengan bulan sebelumnya

terutama pada beberapa komoditas makanan seperti nasi dengan lauk, mie,

dan kopi manis. Sementara itu, Inflasi inti pada Juli 2017 tercatat 0,26%

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

8

(mtm) lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata inflasi inti pada periode

pascalebaran tiga tahun terakhir, yaitu 0,45% (mtm). Inflasi kelompok inti

pada bulan Juli 2017 lebih dipengaruhi oleh tekanan pada komponen inti

nontraded terutama pada biaya sekolah SMA dan SD seiring masuknya

tahun ajaran baru. Di sisi lain, komponen inti traded mengalami

perlambatan karena deflasi pada komoditas emas perhiasan. Secara

tahunan, inflasi inti pada Juli 2017 tercatat 3,05% (yoy), lebih rendah

dibanding realisasi inflasi inti di bulan sebelumnya yang sebesar 3,13%

(yoy).

Inflasi kelompok volatile food (VF) pada bulan Juni 2017 tercatat lebih

rendah dari bulan sebelumnya. inflasi kelompok VF pada Juni 2017 tercatat

sebesar 0,65% (mtm), lebih rendah dari bulan sebelumnya sebesar 0,91%

(mtm) dan lebih rendah secara historis pada periode lebaran dalam tiga

tahun terakhir dengan rata-rata 1,78% (mtm). Dengan demikian, secara

tahunan inflasi VF pada triwulan II 2017 tercatat 2,17% (yoy). Relatif

rendahnya inflasi VF Juni 2017 ditopang oleh kebijakan pengendalian inflasi

komoditas VF selama bulan puasa yang dilakukan oleh Pemerintah untuk

memastikan ketersediaan pasokan pangan bagi masyarakat, antara lain

melalui operasi pasar, pasar murah, serta kebijakan pemenuhan pasokan

pangan dari berbagai sumber. Lebih lanjut, Inflasi kelompok volatile food

pada Juli 2017 juga tercatat lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya,

yakni menjadi 0,17% (mtm). Rendahnya inflasi volatile food terutama

bersumber dari koreksi harga beberapa komoditas pangan paska Idul Fitri

seperti bawang putih, daging ayam ras, beras, dan cabai merah. Penurunan

inflasi VF lebih lanjut tertahan oleh kenaikan telur ayam ras, tomat sayur dan

bawang merah. Secara tahunan, inflasi volatile food tercatat rendah yaitu

sebesar 1,13% (yoy).

Sementara itu, inflasi Administered Prices (AP) pada Juni 2017 tercatat

masih berada pada level yang cukup tinggi. Inflasi kelompok AP pada Juni

2017 tercatat sebesar 2,10% (mtm) atau lebih tinggi dibandingkan dengan

bulan sebelumnya sebesar 0,69% (mtm). Dengan demikian, secara tahunan

inflasi AP pada triwulan II 2017 masih tetap berada pada level yang cukup

tinggi yakni mencapai 10,64% (yoy). Inflasi AP pada bulan Juni 2017

terutama disebabkan adanya penyesuaian tarif listrik untuk pelanggan

pascabayar daya 900 VA nonsubsidi. Beberapa kenaikan tarif angkutan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 9

sepanjang periode Ramadhan seperti tarif angkutan udara, tarif angkutan

antarkota, dan tarif kereta api juga turut mendorong kenaikan inflasi AP.

Inflasi kelompok administered prices pada Juli 2017 tercatat 0,07% (mtm),

lebih rendah dibanding bulan sebelumnya. Realisasi inflasi AP yang lebih

rendah tersebut dipengaruhi oleh deflasi pada komponen tarif angkutan

antar kota dan kereta api. Penurunan inflasi administered prices yang lebih

dalam tertahan oleh kenaikan tarif angkutan udara seiring meningkatnya

permintaan selama periode liburan sekolah dan adanya kenaikan cukai

rokok. Secara tahunan, inflasi administered prices pada Juli 2017 tercatat

menurun dibanding bulan sebelumnya yakni menjadi 9,27% (yoy) dari

sebelumnya 10,64% (yoy).

Secara spasial, sebagian besar wilayah mencatat inflasi yang rendah pada

bulan Juli 2017 (Gambar 1.2). Secara berurutan, inflasi terendah tercatat di

Jawa dan Sumatera yang masing masing tercatat 0,19% (mtm), diikuti

Kawasan Timur Indonesia (KTI) sebesar 0,35% (mtm). Rendahnya inflasi di

Jawa dan Sumatera disumbang inflasi seluruh provinsi di kedua wilayah

tersebut, bahkan beberapa daerah tercatat mengalami deflasi seperti di

Kepulauan Bangka Belitung (-0,25%; mtm), Lampung (-0,09%; mtm), dan

Kepulauan Riau (-0,04%; mtm). Inflasi KTI tercatat lebih tinggi dibanding

wilayah lainnya akibat relatif tingginya inflasi berbagai provinsi di wilayah

Sulampua, seperti di Gorontalo (1,03%; mtm), Sulawesi Tenggara (0,99%;

mtm), dan Maluku (0,99%; mtm). Meski demikian, kenaikan lebih lanjut

tertahan oleh deflasi di sejumlah provinsi antara lain Papua (-1,23%; mtm),

Kalimantan Utara (-0,27%; mtm), Kalimantan Barat (-0,18%; mtm),

Kalimantan Tengah (-0,05%; mtm), dan Nusa Tenggara Timur (-0,16%;

mtm).

Gambar 1.2 Peta Inflasi Daerah Bulan Juli 2017 (% mtm)

Inflasi Nasional: 0,22%, mtm

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

10

Nilai tukar rupiah bergerak cukup stabil ditopang oleh tetap tingginya

kepercayaan terhadap stabilitas makroekonomi Indonesia. Pada triwulan II

2017, secara rata-rata rupiah menguat sebesar 0,30% dari Rp13.348

menjadi Rp13.309 per dolar AS. Penguatan rupiah pada triwulan II 2017

didukung oleh kondisi domestik yang cukup solid di tengah perkembangan

eksternal yang cenderung dinamis. Stabilnya nilai tukar rupiah berlanjut

pada Juli 2017. Hingga akhir Juli 2017, secara point-to-point nilai tukar

rupiah sedikit menguat sebesar 0,02% (ptp) dari Rp13.328 menjadi

Rp13.325 per dolar AS, meski secara rata-rata nilai tukar rupiah melemah

sebesar 0,37% dari Rp13.298 menjadi Rp13.346. Stabilnya nilai tukar

rupiah ditopang oleh aliran dana masuk yang tetap kuat seiring dengan

prospek imbal hasil yang positif dan diikuti oleh tetap tingginya pasokan

valas korporasi di pasar valas domestik. Nilai tukar rupiah ke depan

diperkirakan tetap stabil didukung oleh keseimbangan neraca pembayaran

yang terjaga dan pasar valas domestik yang semakin dalam.

Stabilitas sistem keuangan tetap kuat, didukung oleh ketahanan industri

perbankan yang tetap kuat yang bersumber dari tingginya rasio kecukupan

modal. Permodalan industri perbankan masih berada pada level yang cukup

kuat dan jauh di atas threshold-nya seiring dengan terjaganya profitabilitas

perbankan. Tingkat kecukupan modal perbankan atau Capital Adequacy

Ratio (CAR) mencapai 22,5% pada akhir triwulan II 2017. Tingkat

kecukupan modal perbankan ini masih lebih tinggi dibandingkan tahun-

tahun sebelumnya dan diperkirakan mampu untuk memitigasi risiko kredit

dan mengantisipasi kebutuhan pemenuhan Capital Surcharge serta

Countercyclical Capital Buffer. Sementara itu, risiko kredit yang tercermin

dari rasio Non Performing Loan (NPL) masih terjaga dan bahkan mengalami

sedikit penurunan. NPL tercatat sebesar 3,02% pada akhir triwulan II 2017,

turun 5 bps dari 3,07% pada akhir triwulan I 2017.

Pertumbuhan kredit pada triwulan II 2017 melambat. Kredit tumbuh 7,8%

(yoy) pada akhir triwulan II 2017, lebih rendah dibanding triwulan

sebelumnya yang tumbuh sebesar 9,2% (yoy). Namun, pertumbuhan kredit

sejak awal tahun masih positif dan tumbuh 2,6% (ytd) pada Juni 2017.

Perlambatan pertumbuhan kredit utamanya bersumber dari melambatnya

pertumbuhan kredit modal kerja (KMK) dan kredit investasi (KI). KMK

tumbuh melambat menjadi 7,2% (yoy) dari 8,6% (yoy) pada triwulan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 11

sebelumnya, sementara pertumbuhan KI melambat menjadi 6,5% (yoy) dari

10,3% pada triwulan sebelumnya. Di sisi lain, kredit konsumsi mampu

tumbuh lebih baik menjadi 9,9% (yoy) dari 9,3% (yoy) pada triwulan

sebelumnya.

Pertumbuhan DPK meningkat terutama bersumber dari giro dan deposito.

Dana Pihak Ketiga (DPK) pada triwulan II 2017 tumbuh sebesar 10,3% (yoy),

lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 10,0% (yoy).

Berdasarkan jenisnya, peningkatan pertumbuhan DPK triwulan II 2017

terutama bersumber dari giro dan deposito, sementara pertumbuhan

tabungan menurun.

C. Bauran Kebijakan

Dengan mempertimbangkan kondisi terkini, serta prospek dan risiko

perekonomian ke depan, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia

pada 21-22 Agustus 2017 memutuskan untuk menurunkan BI 7-day

Reverse Repo Rate sebesar 25 bps dari 4,75% menjadi 4,50%, dengan suku

bunga Deposit Facility turun 25 bps menjadi 3,75% dan Lending Facility

turun 25 bps menjadi 5,25%, berlaku efektif sejak 23 Agustus 2017.

Keputusan tersebut konsisten dengan adanya ruang pelonggaran kebijakan

moneter dengan rendahnya realisasi dan prakiraan inflasi tahun 2017 dan

2018 di dalam kisaran sasaran yang ditetapkan, serta terkendalinya defisit

transaksi berjalan dalam batas yang aman. Risiko eksternal terkait dengan

rencana kenaikan Fed Funds Rate (FFR) dan normalisasi neraca bank sentral

AS mereda sehingga perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri

Indonesia tetap menarik. Penurunan suku bunga kebijakan diharapkan

dapat memperkuat intermediasi perbankan sehingga memperkokoh

stabilitas sistem keuangan serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang

lebih tinggi. Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter,

makroprudensial, dan sistem pembayaran guna menjaga stabilitas

makroekonomi dan sistem keuangan. Bank Indonesia juga akan terus

memperkuat koordinasi dengan Pemerintah dan otoritas lainnya untuk

memastikan pengendalian inflasi, penguatan stimulus pertumbuhan, dan

reformasi struktural berjalan dengan baik sehingga mampu menopang

pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

12

Halaman ini sengaja dikosongkan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 13

EKONOMI MAKRO

REGIONAL

Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II 2017 melambat dibandingkan

dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya, dan lebih rendah dari perkiraan

Bank Indonesia. Perlambatan yang terutama disebabkan oleh pelemahan

kinerja ekspor dan impor, serta belanja pemerintah ini mengakibatkan

pertumbuhan ekonomi Jakarta pada triwulan ini turun menjadi 5,96% (yoy)

dari 6,45% (yoy) pada triwulan sebelumnya.

Pelemahan kinerja ekspor DKI Jakarta tidak terlepas dari perkembangan pasar

luar negeri untuk produk ekspor utama Jakarta seperti kendaraan bermotor

dan perhiasan yang belum sejalan dengan perbaikan kondisi ekonomi global

secara umum. Selain itu, pelarangan kendaraan angkutan barang untuk

melintas selama masa libur Lebaran 2017 juga turut berkontribusi pada

rendahnya aktivitas ekspor dan impor Jakarta.

Pelemahan ekonomi juga dikontribusi oleh melemahnya kinerja belanja

pemerintah, terutama pada belanja Kementerian dan Lembaga (K/L) yang

berkantor di Ibukota. Bergesernya pembayaran gaji dan tunjangan ke-13

Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari sebelumnya pada bulan Juni menjadi bulan Juli

2017 merupakan faktor utama turunnya kinerja belanja pemerintah pada

triwulan II 2017

Sementara itu, komponen pengeluaran yang menjadi sumber pertumbuhan

ekonomi Jakarta pada triwulan II 2017 adalah konsumsi rumah tangga,

konsumsi lembaga non-profit yang melayani rumah tangga (LNPRT) dan

ekspor neto antardaerah yang masih tumbuh cukup tinggi, meskipun

mengalami perlambatan. Laju perlambatan pada konsumsi rumah tangga

dapat tertahan dengan adanya faktor puasa dan Idul Fitri, sedangkan pada

konsumsi LNPRT terbantu dengan adanya Pilkada DKI Jakarta putaran kedua

dan kegiatan lembaga keagamaan sepanjang bulan Ramadhan dan Idul Fitri.

Sebaliknya, investasi (PMTB) tumbuh meningkat sejalan dengan realisasi

berbagai proyek infrastruktur di DKI Jakarta.

Bab 2

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

14

Sejalan dengan pelemahan kinerja ekspor dan impor, dua lapangan usaha

(LU) utama dalam PDRB DKI Jakarta, yaitu LU perdagangan dan industri

pengolahan mengalami perlambatan pertumbuhan. Perlambatan pada LU

perdagangan disebabkan oleh melambatnya pertumbuhan intermediate

demand dari kegiatan industri pengolahan yang pada periode laporan

menunjukkan perlambatan. Sementara itu, LU utama lainnya yaitu konstruksi

mengalami peningkatan sejalan dengan pertumbuhan PMTB yang juga

meningkat, demikian juga LU informasi dan komunikasi yang memberi

kontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi Jakarta.

A. Komponen Permintaan

Perekonomian DKI Jakarta pada triwulan II 2017 melambat dibandingkan

dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya. Kinerja pertumbuhan ekonomi

pada triwulan laporan tercatat sebesar 5,96% (yoy), melambat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh sebesar

6,45% (yoy)1 , dan juga lebih rendah dari capaian pertumbuhan pada

triwulan II tahun sebelumnya yang sebesar 6,04% (yoy) (Grafik 2.1).

Melambatnya pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta juga sejalan dengan

pertumbuhan ekonomi kawasan Jawa pada triwulan II 2017 yang tercatat

5,41% (yoy), lebih rendah daripada triwulan sebelumnya (5,66%; yoy)

(Grafik 2.2).

Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah

Grafik 2.1 Pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta

Grafik 2.2 Pertumbuhan Ekonomi Nasional, Kawasan Jawa, dan Jakarta

Meskipun masih tercatat mengalami pertumbuhan yang cukup tinggi,

konsumsi rumah tangga (RT) sebagai komponen yang memiliki kontribusi

terbesar dan menopang pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta mengalami

perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II 2017,

pertumbuhan konsumsi rumah tangga tercatat sebesar 5,86% (yoy),

1 Berdasarkan rilis data pertumbuhan ekonomi triwulan II 2017 oleh BPS Provinsi DKI Jakarta, terdapat koreksi angka

pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta triwulan I 2017, dari sebelumnya 6,48% (yoy) menjadi 6,45% (yoy).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 15

sedangkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya tercatat sebesar 5,97%

(yoy). Relatif rendahnya kegiatan belanja masyarakat merupakan faktor

terbesar yang menahan pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Hal tersebut

antara lain disebabkan karena masyarakat, khususnya masyarakat kelas

menengah pada triwulan laporan cenderung menahan belanja, untuk

mengantisipasi pengeluaran yang lebih besar pada triwulan III 2017, antara

lain tahun ajaran baru. Namun demikian, laju perlambatan pada konsumsi

rumah tangga dapat tertahan dengan adanya faktor bulan puasa dan Idul

Fitri, yang secara umum mendorong belanja masyarakat. Di sisi lain, kondisi

keyakinan konsumen yang secara umum masih berada pada level positif

juga turut menopang pertumbuhan positif konsumsi rumah tangga.

Masih terjaganya kondisi keyakinan konsumen pada level positif tercermin

pada hasil survei konsumen Bank Indonesia. Dari hasil survei, terlihat

keseluruhan komponen, antara lain Indeks Keyakinan Konsumen (IKK),

Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK), dan Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE)

mengalami pertumbuhan serta berada pada level positif pada pertengahan

tahun 2017 (Grafik 2.3). Hal tersebut menggambarkan persepsi masyarakat

terhadap perekonomian domestik pada tahun 2017 yang stabil dan terjaga.

Selain itu, hasil survei menunjukkan bahwa penghasilan masyarakat

meningkat pada triwulan II 2017, yang sejalan dengan pemberian

Tunjangan Hari Raya (THR) dalam menyambut datangnya hari raya Idul Fitri.

Meningkatnya penghasilan masyarakat tersebut tercermin dari Indeks

Penghasilan Konsumen yang meningkat cukup tinggi pada triwulan II 2017

(Grafik 2.4).

Sumber: Survei Konsumen BI, diolah Sumber: Survei Konsumen BI, diolah

Grafik 2.3 Indeks Survei Konsumen Grafik 2.4 Indeks Penghasilan Konsumen dan Ketersediaan Kerja

Indeks Ketersediaan Lapangan Kerja masih berada pada level pesimis,

meskipun tumbuh membaik. Hal ini tidak terlepas dari persepsi masyarakat

terhadap lapangan kerja formal yang relatif masih sulit diperoleh, yang

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

16

tercermin dari pertumbuhan lapangan kerja formal yang lebih rendah dari

pertumbuhan lapangan kerja informal (Grafik 2.5). Beberapa hal yang

menyebabkan pertumbuhan lapangan kerja informal lebih tinggi dari

lapangan kerja formal antara lain semakin maraknya masyarakat yang

memilih berprofesi sebagai pengemudi transportasi umum berbasis on-line,

serta pemberdayaan peran serta masyarakat dalam membangun dan

merawat kota Jakarta sebagai Pekerja Penanganan Sarana dan Prasarana

Umum (PPSU) yang memiliki penghasilan setara Upah Minimum Provinsi.

Sumber: BPS, diolah

Grafik 2.5 Pertumbuhan Lapangan Kerja Formal dan Informal

Melambatnya konsumsi juga terkonfirmasi melalui penjualan kendaraan

bermotor yang mengalami kontraksi. Pada triwulan II 2017, penjualan

kendaraan bermotor khususnya mobil di DKI Jakarta berkurang 5,69% (yoy)

dari jumlah penjualan pada triwulan yang sama tahun 2016, sedangkan

penjualan pada triwulan sebelumnya masih mengalami pertumbuhan positif

6,18% (yoy) (Grafik 2.6). Jika ditelusuri lebih dalam, penjualan mobil low

cost green car (LCGC) yang terjangkau oleh kelas menengah di Jakarta serta

selalu mencatat pertumbuhan yang tinggi, pada triwulan II 2017 mencatat

perlambatan yang cukup dalam, yaitu dengan realisasi pertumbuhan

15,93% (yoy), dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya

yang mencapai 55,5% (yoy) (Grafik 2.7).

Sumber: Gaikindo Sumber: Gaikindo

Grafik 2.6 Penjualan Mobil di Jakarta Grafik 2.7 Penjualan Mobil LCGC di Jakarta

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 17

Namun, laju perlambatan pada konsumsi rumah tangga dapat tertahan

dengan adanya faktor bulan puasa dan hari raya Idul Fitri, sejalan dengan

tren peningkatan belanja masyarakat untuk memenuhi kebutuhan pada

kedua momen tersebut, seperti kebutuhan makanan dan pakaian muslim.

Hal tersebut tercermin pada impor barang konsumsi yang membaik pada

triwulan II 2017, meskipun masih tumbuh negatif (Grafik 2.8). Dari sisi

pembiayaan, datangnya momen bulan puasa dan hari raya Idul Fitri dalam

mendorong belanja tercermin dari kredit konsumsi pada triwulan II 2017

yang meningkat (Grafik 2.9). Pada triwulan laporan, penyaluran kredit

konsumsi di DKI Jakarta tumbuh 6,53% (yoy), lebih tinggi dibandingkan

dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya dengan realisasi sebesar 5,20%

(yoy), dimana pada periode tersebut tidak terdapat momen bulan puasa dan

Idul Fitri. Jika dilihat secara nominal, penyaluran kredit konsumsi pada

triwulan II 2017 sebesar Rp202,6 triliun, sedangkan penyaluran pada

triwulan sebelumnya tercatat sebesar Rp198,7 triliun.

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 2.8 Impor Barang Konsumsi Grafik 2.9 Penyaluran Kredit Konsumsi di Jakarta

Peningkatan belanja masyarakat pada momen bulan puasa dan hari raya

Idul Fitri juga terkonfirmasi melalui hasil liaison 2 terhadap beberapa

perusahaan di DKI Jakarta pada periode triwulan II 2017. Hasil liaison

menunjukkan bahwa dorongan momen bulan puasa dan Idul Fitri terhadap

tingkat belanja tercermin pada meningkatnya penjualan domestik

perusahaan, seperti terlihat pada skala likert penjualan domestik beberapa

perusahaan yang lebih tinggi pada triwulan II 2017 dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya (Grafik 2.10). Namun, melambatnya konsumsi

tercermin pada tingkat persediaan beberapa perusahaan tersebut yang

sedikit meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Grafik 2.11).

2 Kegiatan Liaison adalah kegiatan pengumpulan data/statistik dan informasi yang dilakukan secara periodik melalui

wawancara langsung/tidak langsung kepada pelaku usaha/institusi lainnya mengenai perkembangan dan arah kegiatan usaha dengan cara yang sistematis dan didokumentasikan dalam bentuk laporan dan likert scale.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

18

Hal tersebut mengindikasikan bahwa tingkat persediaan atau inventory

barang perusahaan yang terjual kepada masyarakat pada triwulan laporan

yang tidak lebih banyak dari triwulan sebelumnya.

Sumber: Liaison Bank Indonesia, diolah Sumber: Liaison Bank Indonesia, diolah

Grafik 2.10 Skala Likert Penjualan Domestik

Grafik 2.11 Skala Likert Persediaan

Sementara itu, pelaksanaan Pilkada DKI Jakarta putaran kedua yang

dilaksanakan pada tanggal 19 April 2017 dan kegiatan lembaga sosial

masyarakat terkait bulan Ramadhan dan persiapan Lebaran memberikan

dorongan yang cukup kuat terhadap pertumbuhan konsumsi di DKI Jakarta,

khususnya konsumsi lembaga non-publik yang melayani rumah tangga

(LNPRT). Pada triwulan II 2017, konsumsi LNPRT tumbuh sebesar 18,09%

(yoy), cukup tinggi meskipun sudah mulai melambat dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh 21,29% (yoy). Dengan

memasuki Pilkada DKI Jakarta putaran kedua, partai-partai politik lebih

mengintensifkan kegiatan rapat konsolidasi untuk meraih hasil maksimal

pada Pilkada. Begitu juga dengan pelaksanaan Pilkada di daerah dan

provinsi lain yang berkontribusi terhadap pertumbuhan konsumsi LNPRT DKI

Jakarta, yang disebabkan oleh sebagian besar partai politik memiliki kantor

pusat di Jakarta dan memusatkan kegiatan konsolidasi di Ibukota. Namun,

jumlah daerah yang melaksanakan Pilkada putaran kedua hanya satu

dibandingkan dengan Pilkada putaran pertama, maka berdampak pada

melambatnya pertumbuhan konsumsi LNPRT pada triwulan laporan. Lebih

lanjut, konsumsi LNPRT juga ditopang oleh kegiatan yayasan dan lembaga

keagamaan sepanjang bulan Ramadhan dan Idul Fitri.

Memasuki triwulan III 2017, konsumsi rumah tangga diperkirakan

meningkat dibandingkan triwulan II 2017, sejalan dengan ekspektasi positif

masyarakat yang terindikasi dari indeks Survei Konsumen Bank Indonesia

yang terus tumbuh positif dan berada pada level optimis (Grafik 2.12). Di sisi

lain, konfirmasi yang diperoleh dari kalangan usaha melalui kegiatan liaison

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 19

menyebutkan, kondisi penjualan pada satu triwulan ke depan diperkirakan

akan tetap membaik, yang didorong oleh beberapa penyelenggaraan

festival belanja pada triwulan berjalan (Grafik 2.13). Festival belanja tersebut

antara lain Hari Belanja Diskon Indonesia yang digelar oleh Himpunan

Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (HIPPINDO) dalam rangka

menyambut dan memeriahkan perayaan HUT Republik Indonesia ke-72.

Pesta belanja diskon tersebut akan diikuti oleh mal-mal modern dan

berbagai pusat perbelanjaan pada tanggal 17-20 Agustus 2017 dengan

menawarkan berbagai barang dengan harga yang lebih terjangkau, seperti

produk busana, elektronik, makanan dan minuman, hingga hiburan.

Kemudian festival belanja berikutnya adalah Happy Birthday Indonesia yang

akan diselenggarakan di Jakarta International Expo Kemayoran pada tanggal

15-27 Agustus 2017 yang akan diikuti oleh lebih dari 200 perusahaan yang

mengelola 500 merk lokal dan internasional. Festival-festival belanja

tersebut diharapkan dapat menstimulasi belanja masyarakat dan menjadi

pendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan berjalan.

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia Sumber: Liaison Bank Indonesia, diolah

Grafik 2.12 Perkembangan Terkini Survei Konsumen Bank Indonesia

Grafik 2.13 Perkiraan Penjualan

Konsumsi pemerintah pada triwulan II 2017 kembali terkontraksi lebih

dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan,

konsumsi pemerintah tumbuh -5,15% (yoy), lebih rendah dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang juga mengalami kontraksi dengan

pertumbuhan sebesar -3,83% (yoy). Melemahnya kinerja belanja

pemerintah tersebut terutama disumbang oleh pelemahan belanja

Kementerian dan Lembaga (K/L) yang berkantor di ibukota. Turunnya kinerja

belanja K/L tersebut disebabkan oleh bergesernya pembayaran gaji dan

tunjangan ke-13 Pegawai Negeri Sipil (PNS) dari triwulan II ke triwulan III

2017. Pada tahun lalu, gaji dan tunjangan ke-13 serta gaji ke-14 (Tunjangan

Hari Raya) dibayarkan pada bulan Juni, atau masih berada pada triwulan II,

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

20

sedangkan pada tahun 2017 gaji dan tunjangan tersebut baru dibayarkan

pada bulan Juli 2017 (triwulan III). Porsi belanja K/L tersebut cukup dominan

terhadap pembentukan komponen konsumsi pemerintah di DKI Jakarta,

karena mayoritas K/L berkantor di Ibukota, sehingga penundaan belanja

berdampak pada kontraksi konsumsi pemerintah DKI Jakarta.

Belum optimalnya belanja Kementerian/Lembaga tersebut tercermin dari

serapan anggaran sampai dengan pertengahan tahun 2017 yang belum

mencapai separuh dari pagu anggaran, meskipun serapan tersebut lebih

baik dari tahun-tahun sebelumnya (Grafik 2.14). Pada bulan Juni 2017,

serapan belanja kumulatif APBN untuk Kementerian/Lembaga baru

mencapai 32% dari pagu anggaran. Lebih lanjut, penyerapan belanja

kumulatif pada APBD DKI Jakarta juga turut berkontribusi pada kontraksi

konsumsi pemerintah. Sampai dengan pertengahan tahun 2017, serapan

belanja kumulatif APBD DKI Jakarta tercatat sebesar 25,3%, lebih rendah

dibandingkan dengan serapan belanja kumulatif pada pertengahan tahun

2016, yang mencapai 27,4% (Grafik 2.15). Realisasi belanja APBD sampai

dengan pertengahan tahun 2017 yang lebih rendah dibandingkan

penyerapan tahun sebelumnya, disebabkan oleh persentase realisasi belanja

pegawai yang lebih rendah dibandingkan dengan tahun lalu, yang

disebabkan oleh pergeseran waktu pencairan gaji serta tunjangan kepada

PNS.

Konsumsi pemerintah pada triwulan III 2017 diperkirakan kembali tumbuh

positif. Pertumbuhan tersebut salah satunya akan didorong oleh belanja

pegawai melalui pencairan tunjangan dan gaji ke-13 untuk Pegawai Negeri

Sipil pada bulan Juli. Di samping itu, memasuki semester II tahun 2017,

penyerapan belanja akan lebih dioptimalkan untuk memenuhi target

realisasi anggaran pada akhir tahun.

Sumber: Ditjen Perbendaharaan Negara Jkt Sumber: BPKD DKI Jakarta

Grafik 2.14 Realisasi Belanja Kementerian/Lembaga di Jakarta

Grafik 2.15 Perkembangan Realisasi Belanja APBD DKI Jakarta

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 21

Di tengah kontraksi pertumbuhan konsumsi pemerintah, kinerja investasi

DKI Jakarta tetap tumbuh positif, meskipun relatif terbatas dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II 2017, komponen investasi

DKI Jakarta tercatat mengalami pertumbuhan 4,12% (yoy), lebih baik

dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tumbuh

4,00% (yoy)3. Pertumbuhan pada triwulan laporan tersebut masih ditopang

oleh investasi yang dilakukan oleh pemerintah, khususnya investasi

bangunan dalam bentuk pembangunan infrastruktur di ibukota. Investasi

bangunan tersebut masih mendominasi pangsa komponen Pembentukan

Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi secara keseluruhan di Jakarta pada

triwulan laporan, dengan realisasi pertumbuhan pada triwulan II 2017

sebesar 5,75% (yoy) (Grafik 2.16 dan 2.17).

Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta

Grafik 2.16 Nominal Komponen PMTB Grafik 2.17 Pertumbuhan Investasi Bangunan

Akselerasi investasi bangunan di DKI Jakarta didorong oleh pembangunan

infrastruktur yang menyebar di berbagai wilayah di Jakarta. Proyek-proyek

tersebut antara lain kelanjutan pembangunan Mass Rapid Transit (MRT)

dengan keseluruhan progres pekerjaan sampai dengan akhir triwulan II

2017 telah mencapai 75%, dengan rincian 87,5% untuk konstruksi bawah

tanah dan 56,86% untuk konstruksi layang4; pembangunan LRT Jabodebek

dengan progres pekerjaan sampai dengan triwulan I 2017 sebesar 15,5%5,

dengan rincian ruas Cawang-Cibubur telah terbangun 31,4%, ruas

Cawang-Kuningan-Dukuh Atas baru terbangun 2,7%, serta ruas Cawang-

Bekasi Timur yang telah terbangun 15,1%; pembangunan LRT dalam kota

Jakarta yang menghubungkan rute Kelapa Gading-Velodrome dengan

progres pekerjaan sampai bulan Juni 2017 mencapai 26,35%, atau lebih

3 Berdasarkan rilis data pertumbuhan ekonomi triwulan II 2017 oleh BPS Provinsi DKI Jakarta, terdapat koreksi angka

pertumbuhan investasi DKI Jakarta triwulan I 2017, dari sebelumnya 6,30% (yoy) menjadi 4,00% (yoy). 4 Sumber: laman PT MRT Jakarta (jakartamrt.co.id) 5 Sumber: Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

22

cepat dari target progres tengah tahun sebesar 25%6. Lebih lanjut, pada

awal tahun 2017, DKI Jakarta memulai pembangunan tiga underpass dan

tiga flyover secara bersamaan dengan total anggaran mencapai Rp 700

miliar yang bersumber dari belanja modal APBD DKI Jakarta. Pembangunan

tersebut antara lain flyover Cipinang Lontar, Pancoran, dan Bintaro, serta

underpass Kartini, mampang-Kuningan, dan Matraman, dimana sampai

dengan posisi akhir bulan Juni 2017, progres total pekerjaan untuk keenam

konstruksi tersebut telah mencapai 40%.

Sementara itu, peran swasta dalam kegiatan investasi masih terbatas. Masih

rendahnya kegiatan investasi swasta terindikasi dari penyaluran kredit

investasi yang melanjutkan tren perlambatan. Pada triwulan II 2017

penyaluran kredit investasi tumbuh 6,64% (yoy), lebih rendah dibandingkan

dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 9,33%

(yoy). (Grafik 2.18). Masih rendahnya investasi swasta tersebut tidak terlepas

dari perilaku investor swasta yang masih melanjutkan perilaku wait-and-see

terhadap kondisi ekonomi saat ini yang telah dimulai sejak awal tahun

2016, yang juga tercermin dari penyaluran kredit korporasi yang melambat

pada triwulan laporan (Grafik 2.19).

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 2.19 Penyaluran Kredit Investasi Grafik 2.20 Penyaluran Kredit Rumah Tangga untuk Perumahan

Investasi bangunan yang dilakukan oleh pemerintah melalui pembangunan

konstruksi dan infrastruktur masih akan menjadi penopang utama

pertumbuhan investasi pada triwulan berjalan, antara lain pembangunan

MRT, pembangunan LRT di dalam kota Jakarta dan lintas Jabodebek, serta

pembangunan flyover dan underpass. Pada pembangunan MRT sampai

dengan perkembangan terkini7, konstruksi layang telah mencapai 64,10%

dan konstruksi bawah tanah telah mencapai 88,26%. Pembangunan LRT

6 Sumber: PT Jakarta Propertindo 7 Per tanggal 31 Juli 2017, data diperoleh dari laman www.jakartamrt.co.id

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 23

Jakarta yang menghubungkan rute Kelapa Gading Velodrome telah

mencapai 29,8% progres fisik, dan diakui oleh PT Jakarta Propertindo selaku

pihak pelaksana pembangunan proyek lebih tinggi dari target yang

dicanangkan8. Sementara itu, pembangunan LRT Jabotabek yang meliputi

tiga rute, yaitu rute Cibubur Cawang sepanjang 14,5 km telah mencapai

37%, rute Bekasi Timur Cawang sepanjang 17,1 km telah mencapai 17%,

dan rute Cawang Dukuh Atas sepanjang 10,5 km baru mencapai 3%.

Lebih lanjut, pembangunan flyover dan underpass, antara lain flyover

Cipinang Lontar, Pancoran, dan Bintaro, serta underpass Kartini, mampang-

Kuningan, dan Matraman, ditargetkan untuk selesai pada akhir tahun 2017,

sehingga pada semester II ini, pekerjaan konstruksi akan semakin dipercepat

untuk memenuhi target. Di sisi lain, investasi swasta diperkirakan masih

belum meningkat signifikan, yang terindikasi dari penyaluran kredit investasi

dan kredit korporasi terkini yang masih tumbuh melambat (Grafik 2.20 dan

2.21). Namun, berlalunya Pilkada diperkirakan dapat mengurangi efek

psikologis negatif dan perilaku wait-and-see investor swasta, sehingga

dalam waktu ke depan kontribusi investasi dari sektor swasta diharapkan

membaik.

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 2.20 Perkembangan Terkini Penyaluran Kredit Investasi

Grafik 2.21 Perkembangan Terkini Penyaluran Kredit Korporasi

Dari sisi eksternal, kinerja ekspor luar negeri kembali mengalami kontraksi

yang lebih dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Ekspor DKI

Jakarta pada triwulan II 2017 tumbuh -13,69% (yoy), terkontraksi cukup

dalam dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang juga mengalami

kontraksi dengan realisasi pertumbuhan -5,84% (yoy). Kontraksi terutama

disebabkan oleh ekspor barang yang mengalami kontraksi cukup dalam,

serta ekspor jasa yang juga tumbuh negatif. Ekspor barang pada triwulan

8 Sumber: http://megapolitan.kompas.com/read/2017/08/12/18420971/ini-progres-pembangunan-lrt-jakarta-koridor-

kelapa-gading-velodrome tanggal 12 Agustus 2017

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

24

laporan mengalami kontraksi 25,27% (yoy), sedangkan ekspor jasa

mengalami kontraksi 1,99% (yoy) (Grafik 2.22 dan 2.23).

Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta

Grafik 2.22 Pertumbuhan Ekspor DKI Jakarta per Komponen

Grafik 2.23 Pertumbuhan Ekspor Barang DKI Jakarta

Kontraksi yang cukup dalam pada ekspor barang salah satunya disebabkan

oleh kebijakan pemerintah melalui Peraturan Dirjen Perhubungan Darat

No.SK2717/Aj.201/DRJD tentang Pengaturan Lalu Lintas dan Pengaturan

Kendaraan Angkutan Barang pada Masa Angkutan Lebaran Tahun 2017,

yang turut berkontribusi dalam rendahnya aktivitas ekspor Jakarta.

Berdasarkan peraturan tersebut, angkutan barang ekspor dan impor pada

masa libur lebaran tahun 2017, pada tanggal 21 Juni 29 Juni 2017 tidak

boleh beroperasi melalui jalan nasional dan jalan tol. Kebijakan tersebut

menyebabkan menurunnya aktivitas arus barang dari dan menuju

pelabuhan, termasuk yang terkait dengan kegiatan tersebut. Sejalan dengan

hal tersebut, nilai ekspor DKI Jakarta pada triwulan II 2017 berkurang

29,77% (yoy) dibandingkan nilai ekspor pada triwulan II tahun lalu (Grafik

2.24). Lebih lanjut, perkembangan pasar luar negeri untuk produk ekspor

utama Jakarta seperti kendaraan bermotor, perhiasan, dan peralatan

mekanik9 belum sejalan dengan perbaikan kondisi ekonomi global secara

umum, sehingga berdampak pada angka pertumbuhan yang terus bergerak

negatif, dan turut berkontribusi terhadap kontraksi pertumbuhan ekspor

DKI Jakarta (Grafik 2.25).

9 Berdasarkan Berita Resmi Statistik BPS Provinsi DKI Jakarta No. 38/08/31/Th. XIX tanggal 1 Agustus 2017 perihal Ekspor

dan Impor DKI Jakarta. Tiga besar nilai ekspor produk DKI Jakarta menurut golongan barang HS 2 digit adalah kendaraan dan bagiannya, perhiasan/permata, dan mesin-mesin/pesawat mekanik.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 25

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 2.24 Pertumbuhan Nilai Ekspor DKI Jakarta

Grafik 2.25 Ekspor Produk Unggulan DKI Jakarta

Ekspor jasa pada triwulan laporan masih memiliki pangsa dominan terhadap

keseluruhan ekspor luar negeri DKI Jakarta, melalui kunjungan wisatawan

mancanegara (wisman) ke ibukota (Grafik 2.26). Sejalan dengan ekspor

barang yang menurun, jumlah wisman yang berkunjung ke Ibukota pada

triwulan laporan terus menurun dengan tingkat pertumbuhan yang terus

melambat (Grafik 2.27), sehingga hal tersebut turut berkontribusi terhadap

kontraksi ekspor DKI Jakarta secara keseluruhan.

Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta

Grafik 2.26 Pangsa Ekspor DKI Jakarta Grafik 2.27 Kunjungan Wisatawan Mancanegara ke DKI Jakarta

Setelah mengalami pertumbuhan positif pada triwulan sebelumnya, kinerja

impor DKI Jakarta kembali mengalami kontraksi pada triwulan II 2017. Pada

triwulan laporan, kinerja impor terkontraksi 2,58% (yoy), sedangkan pada

triwulan sebelumnya tumbuh positif 2,95% (yoy). Kontraksi pada impor DKI

Jakarta tersebut dikontribusi oleh perlambatan pada pertumbuhan impor

barang modal dan bahan baku (Grafik 2.28), sejalan dengan melambatnya

pertumbuhan intermediate demand dari kegiatan industri pengolahan yang

pada periode laporan menunjukkan perlambatan, yang juga sebagai

dampak dari terbatasnya pertumbuhan konsumsi. Di sisi lain, impor barang

konsumsi mengalami perbaikan, meski masih mengalami pertumbuhan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

26

negatif, yang terbantu oleh faktor musiman bulan puasa dan hari raya Idul

Fitri, melalui impor makanan kemasan dan barang tekstil atau pakaian

muslim. Kontraksi kinerja impor DKI Jakarta tersebut juga sejalan dengan

perlambatan pertumbuhan nilai barang-barang impor yang masuk ke DKI

Jakarta (Grafik 2.29).

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bea Cukai, diolah

Grafik 2.28 Impor Barang Konsumsi, Bahan Baku, dan Barang Modal

Grafik 2.29 Pertumbuhan Nilai Impor DKI Jakarta

B. Komponen Penawaran (Lapangan Usaha)

Lapangan usaha utama di DKI Jakarta juga secara umum mengalami

pertumbuhan yang sejalan dengan komponen permintaannya. Struktur

perekonomian Jakarta menurut Lapangan Usaha (LU) pada triwulan II 2017

didominasi oleh tiga lapangan usaha utama, yaitu perdagangan besar dan

eceran, reparasi mobil dan sepeda motor, industri pengolahan, dan

konstruksi10.

Lapangan Usaha Konstruksi

Kinerja LU konstruksi Jakarta tumbuh lebih baik dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya. Pertumbuhan LU kontruksi di DKI Jakarta pada

triwulan II 2017 tercatat sebesar 4,11% (yoy), terakselerasi dibandingkan

dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 3,56%

(yoy). Pertumbuhan LU konstruksi tersebut tidak terlepas dari masifnya

pembangunan infrastruktur di DKI Jakarta, seperti infrastruktur

transportasi serta infrastruktur jalan dan jembatan. Pada perkembangan

terkini, pembangunan Mass Rapid Transit (MRT) sampai dengan akhir

triwulan II 2017 telah mencapai 75%, dengan rincian 87,5% untuk

konstruksi bawah tanah dan 62% untuk konstruksi layang 11 ,

10 Berdasarkan Berita Resmi Statistik BPS DKI Jakarta No. 41/08/31/Th.XIX tanggal 7 Agustus 2017 perihal Pertumbuhan

Ekonomi DKI Jakarta Triwulan II 2017 11 Sumber: laman PT MRT Jakarta (jakartamrt.co.id)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 27

pembangunan LRT Jabodebek telah mencapai progres pekerjaan 15,5%12

sampai dengan tengah tahun 2017, dengan rincian ruas Cawang-Cibubur

telah terbangun 31,4%, ruas Cawang-Bekasi Timur yang telah terbangun

15,1%, serta ruas Cawang-Kuningan-Dukuh Atas yang baru terbangun

2,7%, pembangunan LRT dalam kota Jakarta yang menghubungkan rute

Kelapa Gading-Velodrome dengan progres pekerjaan sampai bulan Juni

2017 mencapai 26,35%, atau lebih cepat dari target progres tengah

tahun sebesar 25%13. Lebih lanjut, pada awal tahun 2017, DKI Jakarta

memulai pembangunan 3 underpass dan 3 flyover secara bersamaan

dengan total anggaran mencapai Rp 700 miliar yang bersumber dari

belanja modal APBD DKI Jakarta. Pembangunan tersebut antara lain

flyover Cipinang Lontar, Pancoran, dan Bintaro, serta underpass Kartini,

Mampang-Kuningan, dan Matraman. Sampai dengan posisi akhir bulan

Juni 2017, progres total pekerjaan untuk keenam konstruksi tersebut telah

mencapai 40%.

Namun, kegiatan konstruksi di sektor swasta masih belum menunjukkan

peningkatan yang signifikan. Hal tersebut disebabkan oleh belum terlalu

bergairahnya kondisi pasar properti residensial di DKI Jakarta. Belum

bergairahnya kegiatan konstruksi sektor swasta tersebut juga terindikasi

pada pertumbuhan penyaluran kredit ke sektor konstruksi yang melambat

dan konsumsi semen yang mengalami kontraksi pada triwulan II 2017

(Grafik 2.30 dan 2.31).

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 2.30 Konsumsi Semen di Jakarta Grafik 2.31 Penyaluran Kredit Sektor Konstruksi

Kinerja lapangan usaha konstruksi pada triwulan berjalan diperkirakan

melanjutkan pertumbuhan positif. Pertumbuhan tersebut masih akan

ditopang oleh konstruksi infrastruktur yang dikerjakan oleh pemerintah

12 Sumber: Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP) 13 Sumber: PT Jakarta Propertindo

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

28

seperti infrastruktur moda transportasi umum kereta massal cepat, serta

infrastruktur jalan dan jembatan. Pada pembangunan MRT sampai dengan

perkembangan terkini14, konstruksi layang telah mencapai 64,10% dan

konstruksi bawah tanah telah mencapai 88,26%. Pembangunan LRT

Jakarta yang menghubungkan rute Kelapa Gading Velodrome telah

mencapai 29,8% progress fisik, dan diakui oleh PT Jakarta Propertindo

selaku pihak pelaksana pembangunan proyek lebih tinggi dari target yang

dicanangkan15. Sementara itu, pembangunan LRT Jabotabek yang meliputi

tiga rute, yaitu rute Cibubur Cawang sepanjang 14,5 km telah mencapai

37%, rute Bekasi Timur Cawang sepanjang 17,1 km telah mencapai

17%, dan rute Cawang Dukuh Atas sepanjang 10,5 km baru mencapai

3%. Lebih lanjut, pembangunan flyover dan underpass, antara lain flyover

Cipinang Lontar, Pancoran, dan Bintaro, serta underpass Kartini,

mampang-Kuningan, dan Matraman, ditargetkan untuk selesai pada akhir

tahun 2017, sehingga pada semester II ini, pekerjaan konstruksi akan

semakin dipercepat untuk memenuhi target. Di samping itu,

pembangunan infrastruktur tata ruang di DKI Jakarta juga akan menjadi

pendorong pertumbuhan lapangan usaha konstruksi, antara lain

pembangunan dan pemeliharaan sarana pedestrian, di antaranya Kawasan

Tanah Abang, Kawasan Istiqlal, penghubung Kota Tua-Museum Bahari,

dan kawasan Stasiun Palmerah. Pertumbuhan konsumsi semen di Jakarta

yang meningkat menjadi indikasi berlanjutnya pertumbuhan positif

lapangan usaha konstruksi pada triwulan berjalan (Grafik 2.32).

Sumber: Asosiasi Semen Indonesia

Grafik 2.32 Perkembangan Terkini Konsumsi Semen di Jakarta

Lapangan Usaha Industri Pengolahan

Pada triwulan II 2017, lapangan industri pengolahan tumbuh 5,92% (yoy),

melambat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang

14 Per tanggal 31 Juli 2017, data diperoleh dari laman www.jakartamrt.co.id 15 Sumber: http://megapolitan.kompas.com/read/2017/08/12/18420971/ini-progres-pembangunan-lrt-jakarta-koridor-

kelapa-gading-velodrome tanggal 12 Agustus 2017

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 29

tercatat sebesar 6,27% (yoy)16. Perlambatan industri pengolahan di DKI

Jakarta yang secara umum masih didominasi oleh output produksi industri

skala besar dan sedang mengalami perlambatan pada triwulan II 2017.

Indeks industri Besar dan Sedang di DKI Jakarta pada triwulan II 2017

tercatat tumbuh 11,29% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan

indeks pada triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 12,47% (yoy)

(Grafik 2.33).

Melambatnya industri pengolahan di DKI Jakarta salah satunya disebabkan

oleh turunnya output industri alat angkut yang memiliki pangsa dominan

terhadap industri pengolahan DKI Jakarta, sejalan dengan kontraksi

pertumbuhan produksi mobil pada triwulan II 2017 (Grafik 2.34). Di

samping itu, cukup panjangnya masa cuti bersama dalam rangka hari raya

Idul Fitri tahun pada penghujung triwulan II 2017 juga berkontribusi

terhadap melambatnya LU industri pengolahan, seiring dengan berhentinya

kegiatan operasi dan produksi selama kurang lebih 6 hari kerja.

Sumber: BPS Provinsi DKI Jakarta Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 2.33 Pertumbuhan Indeks Industri Besar dan Sedang di Jakarta

Grafik 2.34 Pertumbuhan Produksi Mobil

Lapangan usaha industri pengolahan pada triwulan berjalan diperkirakan

tumbuh sedikit melambat dibandingkan dengan triwulan II 2017. Relatif

terbatasnya perkiraan pertumbuhan permintaan dan konsumsi rumah

tangga, belum dapat mendongkrak pertumbuhan lapangan usaha industri

pengolahan untuk dapat tumbuh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya.

Aktivitas produksi yang masih di bawah kapasitas terpasang, menyebabkan

pertumbuhan permintaan belum direspons oleh pelaku usaha melalui

investasi untuk meningkatkan kapasitas produksinya. Di samping itu,

beberapa pabrikan mobil yang merilis model baru pada semester II 2017

16 Berdasarkan rilis data pertumbuhan ekonomi triwulan II 2017 oleh BPS Provinsi DKI Jakarta, terdapat koreksi angka

pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan DKI Jakarta triwulan I 2017, dari sebelumnya 5,84% (yoy) menjadi 6,27% (yoy).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

30

diperkirakan dapat meningkatkan pertumbuhan industri kendaraan

bermotor melalui produksi mobil terbaru.

Lapangan Usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan

Sepeda Motor

Perlambatan konsumsi rumah tangga berdampak pada kinerja lapangan

usaha Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor.

Pada triwulan II 2017, pertumbuhan lapangan usaha perdagangan tercatat

tumbuh sebesar 3,69% (yoy), melambat dibandingkan dengan

pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 5,07% (yoy).

Faktor musiman bulan puasa dan hari raya Idul Fitri yang jatuh pada

triwulan laporan tidak memiliki dampak positif yang signifikan terhadap

pertumbuhan lapangan usaha perdagangan.

Relatif rendahnya kegiatan belanja masyarakat merupakan faktor terbesar

yang menahan pertumbuhan lapangan usaha perdagangan besar dan

eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Hal tersebut antara lain

disebabkan karena masyarakat, khususnya masyarakat kelas menengah

pada triwulan laporan cenderung menahan konsumsi, untuk mengantisipasi

pengeluaran yang lebih besar setelah Idul Fitri, antara lain tahun ajaran

baru.

Melambatnya pertumbuhan lapangan usaha perdagangan terkomfirmasi

melalui hasil Survei Pedagang Eceran (SPE) Bank Indonesia yang

menunjukkan perlambatan, antara lain pada penjualan makanan minuman

serta penjualan barang rumah tangga (Grafik 2.35). Perlambatan juga

tercermin pada pembiayaan perbankan pada lapangan usaha perdagangan

besar dan eceran, reparasi mobil dan sepeda motor. Hal tersebut terlihat

dari penyaluran kredit pada sektor perdagangan besar dan eceran pada

triwulan laporan yang tumbuh sebesar 1,66% (yoy), lebih rendah

dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya (4,77%; yoy)

(Grafik 2.36).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 31

Sumber: SPE Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 2.35 Indeks Penjualan Eceran di Jakarta

Grafik 2.36 Kredit Sektor Perdagangan Besar dan Eceran di Jakarta

Pertumbuhan lapangan usaha perdagangan pada triwulan III 2017

diperkirakan tumbuh lebih baik dibandingkan dengan triwulan laporan.

Pertumbuhan positif tersebut salah satunya akan didorong melalui konsumsi

masyarakat dalam menyambut tahun ajaran baru yang jatuh pada triwulan

berjalan, melalui belanja pakaian seragam, buku pelajaran, serta

perlengkapan sekolah lainnya. Lebih lanjut, pada triwulan berjalan juga akan

diselenggarakan berbagai festival belanja, antara lain Hari Belanja Diskon

Indonesia yang digelar oleh Himpunan Penyewa Pusat Perbelanjaan

Indonesia (HIPPINDO) dalam rangka menyambut dan memeriahkan

perayaan HUT Republik Indonesia ke-72 dan festival belanja Happy Birthday

Indonesia yang akan diselenggarakan di Jakarta International Expo

Kemayoran pada tanggal 15-27 Agustus 2017 yang akan diikuti oleh lebih

dari 200 perusahaan yang mengelola 500 merk lokal dan internasional.

Festival-festival belanja tersebut diharapkan dapat menstimulasi belanja

masyarakat dan menjadi faktor pendorong pertumbuhan lapangan usaha

pada triwulan berjalan.

Lapangan Usaha Lainnya

Lapangan usaha lainnya yang memiliki pangsa cukup dominan terhadap

pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta, seperti LU Informasi dan

Komunikasi dan LU Jasa Keuangan dan Asuransi juga menjadi sektor yang

berkontribusi terhadap akselerasi pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada

triwulan laporan.

Lapangan usaha informasi dan komunikasi kembali tumbuh positif, sejalan

dengan meningkatnya kebutuhan informasi masyarakat dan perubahan pola

komunikasi seluler masyarakat, yaitu dari pemakai telepon (voice) dan short

message services (SMS) menjadi pemakai data. Selain itu, penetrasi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

32

penggunaan sosial media yang semakin tinggi turut berdampak pada

pertumbuhan pembelian dan pemakaian data selular. Lebih lanjut, momen

hari raya idul Fitri juga berdampak pada peningkatan aktivitas seluler,

khususnya dalam rangka pengiriman ucapan hari raya, sehingga hal

tersebut mendorong masyarakat dalam melakukan belanja data seluler lebih

banyak daripada biasanya. Hal tersebut tercermin pada meningkatnya

indeks penjualan peralatan komunikasi pada triwulan II 2017 yang

dihasilkan melalui Survei Pedagang Eceran (SPE) Bank Indonesia (Grafik

2.37). Dengan perkembangan demikian, lapangan usaha informasi dan

komunikasi pada triwulan II 2017 mencatat pertumbuhan 11,81% (yoy),

lebih baik dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang

tercatat 10,47% (yoy).

Sumber: SPE Bank Indonesia, diolah

Grafik 2.37 Indeks Penjualan Peralatan Komunikasi

Namun, lapangan usaha jasa keuangan dan asuransi menunjukkan

perlambatan. Pada triwulan II 2017, lapangan usaha tersebut tercatat

tumbuh 7,08% (yoy), lebih rendah daripada pertumbuhan pada triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar 9,15% (yoy) 18 . Melambatnya

pertumbuhan lapangan jasa keuangan tersebut sejalan dengan penyaluran

kredit pada triwulan laporan yang melambat dibandingkan dengan

pertumbuhan triwulan sebelumnya. Di satu sisi, penyaluran kredit pada

triwulan II 2017 tumbuh sebesar 8,41% (yoy), lebih rendah dibandingkan

dengan penyaluran kredit pada triwulan sebelumnya yang tercatat tumbuh

10,37% (yoy) (Grafik 2.38). Di sisi lain, pertumbuhan dana pihak ketiga

(DPK) masyarakat Jakarta relatif stabil, dengan penghimpunan yang tumbuh

10,99% (yoy) pada triwulan II 2017 dan tumbuh 10,82% pada triwulan

sebelumnya (Grafik 2.39). Melambatnya penyaluran kredit serta stabilnya

pertumbuhan penghimpunan DPK pada tingkat yang cukup baik tersebut

18 Berdasarkan rilis data pertumbuhan ekonomi triwulan II 2017 oleh BPS Provinsi DKI Jakarta, terdapat koreksi angka

pertumbuhan lapangan usaha jasa keuangan dan asuransi DKI Jakarta triwulan I 2017, dari sebelumnya 9,53% (yoy) menjadi 9,15% (yoy).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 33

sejalan dengan kondisi konsumsi masyarakat saat ini, yang lebih menahan

belanja dan lebih memilih untuk menyimpan dan menabung

pendapatannya.

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 2.38 Penyaluran Kredit di Jakarta Grafik 2.39 Penghimpunan DPK

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

34

Halaman ini sengaja dikosongkan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 35

BOKS 1

Melambatnya Konsumsi dan Perdagangan Ritel di Jakarta

Pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta triwulan II 2017 yang melambat, salah

satunya disebabkan oleh melemahnya konsumsi rumah tangga (RT).

Konsumsi RT yang melemah tersebut menjadi sorotan berbagai kalangan,

karena terjadi di tengah momen bulan puasa dan Lebaran yang jatuh

pada triwulan laporan. Kondisi demikian yang juga didukung oleh

pemberitaan mengenai penurunan pada transaksi ritel, juga menjadi

anomali, karena terjadi di tengah kondisi makroekonomi yang relatif

stabil. Apakah daya beli masyarakat DKI Jakarta mengalami penurunan?

Atau apakah terdapat penyebab yang lain sehingga konsumsi rumah

tangga melambat?

Profil Konsumsi DKI Jakarta

Sebagai ibukota negara, perekonomian DKI Jakarta memiliki pangsa

terbesar terhadap PDB Nasional, begitu juga dengan pangsa konsumsi

rumah tangganya. Konsumsi RT DKI Jakarta memiliki pangsa 18%

terhadap nasional, kemudian diikuti Jawa Timur (17%), Jawa Barat

(16%), dan Jawa Tengah (10%). Pada PDRB DKI Jakarta, konsumsi RT

juga memiliki porsi yang terbesar, dengan kisaran 60%, dan menjadi

penopang utama pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta (Grafik B.1.1). Jika

dilihat lebih dalam, subkelompok yang mendominasi konsumsi rumah

tangga di DKI Jakarta secara umum adalah kebutuhan-kebutuhan primer

yang dibutuhkan untuk aktivitas dan kegiatan rumah tangga sehari-hari

(Grafik B.1.2).

Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah

Grafik B.1.1 Porsi Konsumsi RT pada PDRB DKI Jakarta

Grafik B.1.2 Subkelompok pada Konsumsi RT DKI Jakarta

Indikasi Perlambatan Konsumsi Rumah Tangga

Momen bulan puasa dan hari raya Idul Fitri secara umum disambut

gembira oleh kalangan ritel dan perdagangan, karena kedua momen

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

36

tersebut menstimulasi perilaku belanja masyarakat yang lebih banyak dan

lebih tinggi dibandingkan dengan biasanya. Namun, momen bulan puasa

dan Idul Fitri pada tahun 2017 tidak seperti tahun-tahun sebelumnya.

Sampai dengan pertengahan tahun 2017, kondisi penjualan secara umum

menurun, bahkan pada saat momen bulan puasa dan Idul Fitri. Berbagai

kalangan mengeluhkan hal tersebut, seperti Asosiasi Pengusaha Indonesia

(APINDO) yang mengatakan bahwa hampir semua perusahaan ritel

mengeluhkan penjualan berbagai produk yang jauh menurun

dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya1. Sementara itu, lesunya

belanja masyarakat juga tercermin pada kondisi pusat perdagangan,

seperti di kawasan Glodok yang dikenal sebagai pusat belanja barang

kebutuhan elektronik. Kios-kios di kawasan Glodok kini dilaporkan mulai

banyak ditinggalkan pemiliknya, karena lebih banyak mendatangkan

kerugian2.

Jika dilihat dari kelas masyarakat, pelemahan belanja cenderung lebih

banyak terjadi pada segmen menengah ke bawah. Hal ini terindikasi pada

pertumbuhan penjualan pada retailer dengan pangsa pasar menengah ke

bawah pada triwulan II 2017 yang lebih rendah dibandingkan triwulan II

pada tahun lalu (Grafik B.1.3 dan B.1.4). Di sisi lain, konsumsi masyarakat

kelas menengah relatif masih kuat di DKI Jakarta, yang tercermin dari

pertumbuhan penjualan beberapa retailer dengan pangsa pasar

masyarakat kelas menengah yang meningkat (Grafik B.1.5 dan B.1.6).

Sumber: FGD dengan Retailer Sumber: FGD dengan Retailer

Grafik B.1.3 Growth Penjualan Retail A dengan Segmen Menengah Ke Bawah

Grafik B.1.4 Growth Penjualan Retail B dengan Segmen Menengah Ke Bawah

1 tanggal 26 Juni 2017 2 Bisnis Retail Lesu, Omzet Pedagang di Glodok Tergerus 18 Juli

2017

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 37

Sumber: FGD dengan Retailer Sumber: FGD dengan Retailer

Grafik B.1.5 Pertumbuhan Penjualan Retail C dengan Segmen Menengah

Grafik B.1.6 Pertumbuhan Penjualan Retail D dengan Segmen Menengah

Perlambatan konsumsi rumah tangga yang dituding sebagai penyebab

turunnya penjualan ritel semakin terkonfirmasi dari angka pertumbuhan

ekonomi DKI Jakarta terkini yang dirilis pada bulan Agustus 2017. Data

tersebut menunjukkan bahwa konsumsi rumah tangga pada triwulan II

2017 tumbuh 5,86% (yoy), melambat dibandingkan pertumbuhan

triwulan sebelumnya (5,97%; yoy). Sejalan dengan konsumsi rumah

tangga, lapangan usaha (LU) perdagangan besar dan eceran, reparasi

mobil dan sepeda motor juga melambat, dengan pertumbuhan pada

triwulan II 2017 sebesar 3,69% (yoy) yang lebih rendah dibandingkan

pertumbuhan triwulan sebelumnya (5,07%; yoy). Pertumbuhan pada

triwulan II 2017 yang terdapat momen bulan puasa dan Idul Fitri ini

berbeda dengan pola historis pada tahun-tahun sebelumnya.

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga dan LU perdagangan pada momen

puasa dan Idul Fitri yang secara umum lebih tinggi dibandingkan dengan

waktu normal (Grafik B.1.7 dan B.1.8)

Sumber: BPS Prov. DKI Jakarta Sumber: BPS Prov. DKI Jakarta

Grafik B.1.7 Pertumbuhan Konsumsi RT DKI Jakarta

Grafik B.1.8 Pertumbuhan LU Perdagangan DKI Jakarta

Namun, perlambatan konsumsi rumah tangga dan lapangan usaha

perdagangan pada triwulan II 2017 cukup mengundang berbagai

pertanyaan dari sejumlah kalangan, karena terjadi di tengah stabilitas

ekonomi nasional yang kondusif. Sejalan dengan hal tersebut, kondisi

perekonomian DKI Jakarta juga relatif stabil dan kondusif, yang tercermin

pada indikator makroekonomi yang relatif baik, khususnya tingkat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

38

keyakinan masyarakat yang masih terjaga di level positif (Grafik B.1.9).

Indikator pada sisi intermediasi perbankan juga menunjukkan

peningkatan, yaitu pada penyaluran kredit konsumsi (Grafik B.1.10). Hal

tersebut menunjukkan bahwa daya beli masih ada, namun terdapat

beberapa hal yang membuat masyarakat Jakarta memutuskan untuk tidak

melakukan belanja.

Penyebab Perlambatan Konsumsi Rumah Tangga dan Perdagangan

Retail

Melambatnya konsumsi dan perdagangan retail di tengah momen bulan

puasa dan Idul Fitri serta stabilitas ekonomi menjadi sebuah kondisi yang

perlu dicari penyebabnya. Secara umum, hal-hal yang menyebabkan

terjadinya perlambatan adalah sebagai berikut:

1. Perubahan Perilaku (Behavior Changing)

Masyarakat dewasa ini cenderung lebih selektif untuk melakukan

belanja, antara lain dengan memprioritaskan pembelian kebutuhan-

kebutuhan primer, sedangkan untuk kebutuhan sekunder atau

komplementer masih dapat ditunda kebutuhannya, atau cukup

dengan menggunakan barang yang telah dimiliki sebelumnya karena

sifatnya yang tidak mendesak. Hal tersebut tercermin pada hasil Survei

Pedagan Eceran (SPE) Bank Indonesia, yang menunjukkan bahwa

terdapat kecenderungan perubahan pola belanja, yaitu peningkatan

belanja pada kebutuhan makanan dan minuman (kebutuhan primer

dan bersifat mendesak), serta penurunan pada belanja pakaian

(kebutuhan primer namun sifatnya tidak mendesak) dan belanja

barang rumah tangga (barang sekunder dan sifatnya tidak mendesak)

(Grafik B.1.9, B.1.10, dan B.1.11).

Sumber: Survei Pedagang Eceran (SPE) BI Sumber: Survei Pedagang Eceran (SPE) BI

Grafik B.1.9 Belanja Makanan dan Minuman

Grafik B.1.10 Belanja Pakaian

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 39

Sumber: Survei Pedagang Eceran (SPE) BI

Grafik B.1.11 Belanja Barang Pribadi dan Rumah Tangga

2. Penggunaan E-Commerce

Penggunaan e-commerce ini lebih kepada penyebab turunnya

pembelanjaan di toko-toko ritel dan toko fisik. Kemudahan akses

internet yang dinikmati oleh warga ibukota serta kemudahan

transaksi berpengaruh terhadap pergeseran pola belanja, dari

sebelumnya mendatangi pusat perbelanjaan, kini cukup mengunakan

gawai. Berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet

Indonesia (APJII), sebanyak 51,8% penduduk Indonesia telah memiliki

akses dan menggunakan internet, dengan pengguna terbesar ada di

Pulau Jawa. Pengguna internet tersebut paling banyak mengakses

toko online, sehingga hal ini ditengarai menjadi pemicu berkurangnya

transaksi di lokasi belanja ritel. Namun, data pasti mengenai jumlah

transkasi belanja melalui media e-commerce belum terdokumentasi

secara lengkap, sehingga belum bisa diperoleh gambaran menyeluruh

mengenai kegiatan jual-beli melalui internet.

3. Kondisi Lapangan Kerja.

Pada kondisi lapangan kerja, pertumbuhan lapangan kerja informal di

DKI Jakarta lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan

kerja formal. Hal tersebut menyebabkan terbatasnya perbaikan daya

beli masyarakat, karena lapangan kerja informal tidak dapat

menyediakan job security sebaik lapangan kerja formal, sehingga

masyarakat yang bekerja di sektor informal cenderung

membelanjakan pendapatannya untuk kebutuhan yang penting saja.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

40

Halaman ini sengaja dikosongkan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 41

KEUANGAN

PEMERINTAH

Perekonomian DKI Jakarta yang tumbuh melambat pada triwulan II 2017

mengakibatkan kinerja pendapatan daerah turut melambat. Pertumbuhan

PAD mengalami kontraksi akibat menurunnya penerimaan dari empat pajak

utama, yaitu pajak kendaraan bermotor (PKB), bea balik nama kendaraan

bermotor (BBNKB), bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BPHTB) serta

pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan (PBB-P2). Sebaliknya,

kinerja realisasi belanja daerah pada triwulan II 2017 mengalami peningkatan

melalui realisasi belanja bantuan sosial untuk siswa miskin dan realisasi belanja

modal. Kinerja investasi pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada triwulan ini

sangat baik dengan adanya realisasi pembangunan rusun, pembangunan

jalan, dan pembelian alat berat untuk mendukung pembangunan di Jakarta.

Dari sisi pembiayaan, realisasi pada triwulan II 2017 cukup signifikan yaitu

berupa peningkatan pembiayaan kepada PT. MRT dan PT. Jakpro, khususnya

dalam rangka pembangunan infrastruktur untuk mendukung Asian Games

2018.

A. Pendapatan Daerah

Melambatnya pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada triwulan II 2017

turut berdampak terhadap kinerja pendapatan daerah. Penerimaan

pendapatan daerah tercatat sebesar Rp13,96 triliun atau tumbuh 4,23%

(yoy) dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya (Tabel

3.1). Angka pertumbuhan ini lebih rendah dibandingkan dengan

pertumbuhan pada triwulan I 2017 yang mencapai 30,08% (yoy), atau

terhadap pertumbuhan triwulan II 2016 yang sebesar 12,87% (yoy). Secara

kumulatif, pendapatan daerah meningkat yaitu dari Rp23,60 triliun pada

semester pertama 2016 menjadi Rp27,24 triliun pada semester pertama

2017 atau tumbuh sebesar 15,41% (ctc).

Bab 3

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

42

Tabel 3.1 Realisasi Pendapatan Daerah DKI Jakarta

Rp Miliar % Rp Miliar % Rp Miliar % yoy (%)

PENDAPATAN 23,604.02 41.29% 27,240.70 43.61% 13,964.60 22.36% 4.23%

PAD 15,115.51 39.26% 15,583.27 37.56% 8,515.36 20.52% -2.64%

Pajak Daerah 13,016.26 39.32% 13,137.37 37.29% 6,907.32 19.61% -9.92%

Retribusi Daerah 291.02 44.83% 269.37 39.74% 138.42 20.42% -13.30%

106.79 32.88% 295.77 65.24% 272.88 60.19% 156.70%

Lain-Lain PAD 1,701.44 38.43% 1,880.76 36.68% 1,196.74 23.34% 47.29%

DANA PERIMBANGAN 6,969.42 43.59% 10,832.57 57.71% 4,624.39 24.64% 12.04%

1,519.10 56.91% 824.85 37.36% 824.85 37.36% 57.48%

Realisasi Tw II 2017Kumulatif Tw II 2017Kumulatif Tw II 2016U R A I A N

Hasil Pengelolaan Kekayaan

Daerah yang Dipisahkan

LAIN-LAIN PENDAPATAN DAERAH

YANG SAH

Sumber: BPKD DKI Jakarta

Sumber pendapatan utama DKI Jakarta, yaitu pendapatan asli daerah (PAD)

mengalami kontraksi pertumbuhan sebesar 2,64% (yoy) yang disebabkan

karena turunnya penerimaan pajak daerah. Penerimaan pajak pada triwulan

II 2017 terkontraksi hingga 9,92% (yoy), jauh menurun dibandingkan

dengan kinerja triwulan sebelumnya yang tumbuh 16,49% (yoy), maupun

terhadap periode yang sama tahun sebelumnya yang tercatat tumbuh

17,34% (yoy). Sejalan dengan hal tersebut, retribusi daerah juga mengalami

kontraksi pertumbuhan hingga 13,30% (yoy), lebih dalam dibandingkan

dengan kontraksi triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 0,32% (yoy).

Meskipun kinerja retribusi termasuk rendah, sesungguhnya fungsi utama

retribusi bukanlah sebagai instrumen penerimaan pendapatan, melainkan

sebagai instrumen pengendalian perizinan oleh Pemerintah DKI Jakarta.

-100

-50

0

50

100

150

200

250

-40

-20

0

20

40

60

80

100

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

gBPHTB (LHS) gPBB (RHS)

-40

-30

-20

-10

0

10

20

30

40

50

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

g_PKB g_BBN-KB g_Penjualan Mobil

Sumber: BPKD DKI Jakarta, diolah

Grafik 3.1 Perkembangan Sumber Pajak Utama DKI Jakarta

Penurunan kinerja penerimaan pajak tidak terlepas dari melemahnya kinerja

empat sumber pajak utama, yaitu pajak kendaraan bermotor (PKB), bea

balik nama kendaraan bermotor (BBNKB), bea perolehan hak atas tanah dan

bangunan (BPHTB) serta pajak bumi dan bangunan perdesaan dan

perkotaan (PBB-P2).

% %

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 43

Sejalan dengan melemahnya penjualan kendaraan bermotor, pertumbuhan

BBNKB terkontraksi hingga 13,51% (yoy), jauh menurun dibandingkan

dengan kinerja triwulan sebelumnya yang tumbuh 9,69% (yoy), maupun

terhadap periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 10,83% (yoy).

Pertumbuhan PKB juga terkontraksi sebesar 3,56% (yoy), menurun

dibandingkan dengan kinerja triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh

sebesar 8,72% (yoy), maupun terhadap triwulan II 2016 yang tumbuh

sebesar 29,99% (yoy).

Untuk meningkatkan penerimaan pajak kendaraan, Pemerintah Provinsi DKI

Jakarta menerapkan kebijakan penghapusan denda PKB dan BBNKB bagi

wajib pajak yang memiliki tunggakan. Kebijakan tersebut diterapkan mulai

19 Juli 2017 hingga 31 Agustus 2017 berdasarkan Keputusan Kepala Badan

Pajak dan Retribusi Daerah DKI Jakarta Nomor 1594 tahun 2017. Kebijakan

sejenis juga pernah diterapkan pada tahun 2016 dan Pemerintah Provinsi

DKI Jakarta mampu memperoleh pendapatan lebih dari Rp1 triliun rupiah.

Realisasi penerimaan BPHTB pada triwulan II 2017 terkontraksi sebesar

7,54% (yoy), setelah pada triwulan sebelumnya mampu tumbuh hingga

84,70% (yoy). Kinerja ini juga lebih rendah dibandingkan dengan triwulan II

2016 yang tercatat mengalami pertumbuhan 22,31%. Selain karena masih

belum kuatnya penjualan properti di Jakarta, rendahnya penerimaan BPHTB

juga disebabkan karena telah diterapkannya kebijakan pembebasan BPHTB

untuk transaksi dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) sampai dengan Rp2

miliar. Selain itu, penjualan apartemen untuk segmen high end juga

terkendala pajak yang cukup tinggi, karena dikenakan PPNBM 20%, PPh

barang sangat mewah 5% dan PPN 10% sehingga turut menghambat

penjualan.

Sejalan dengan penurunan kinerja BPHTB, penerimaan dari PBB-P2 juga

mengalami kontraksi hingga 20,93% (yoy). Pada triwulan sebelumnya

penerimaan dari PBB-P2 tumbuh sebesar 32,97% (yoy), sedangkan pada

triwulan II 2016 pertumbuhannya 14,96% (yoy). Penurunan ini turut

dipengaruhi oleh penerapan kebijakan penghapusan penerimaan PBB-P2

dengan NJOP sampai dengan Rp1 miliar sebanyak 1,1 juta SPPT,

pengurangan PBB kepada Wajib Pajak karena kondisi tertentu atau terkena

bencana alam, Rumah Sakit swasta dan Sekolah Swasta juga bagi Veteran,

Purnawirawan dan Pensiunan PNS. Penerimaan PBB-P2 diperkirakan

meningkat pada triwulan III 2017 karena batas akhir pembayaran yang jatuh

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

44

pada 31 Agustus 2017. Selain itu, sebagai upaya meningkatkan penerimaan

PBB-P2 dan memberikan kemudahan bagi masyarakat dalam melakukan

pembayaran, Pemerintah DKI Jakarta pada tanggal 10 Agustus 2017 telah

meluncurkan layanan pembayaran PBB-P2 melalui Indomaret.

Tabel 3.2 Realisasi Penerimaan Pajak

Rp Miliar % Rp Miliar % Rp Miliar % (yoy)

Pajak Kendaraan Bermotor 3,615.49 51.28% 3,696.16 46.79% 1,842.49 23.32% -3.56%

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor 2,495.03 51.98% 2,420.65 48.41% 1,178.45 23.57% -13.51%

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor 556.09 52.96% 575.64 52.33% 280.42 25.49% 3.34%

Pajak Hotel 724.32 45.27% 656.95 40.30% 326.94 20.06% -15.78%

Pajak Restoran 1,156.94 44.50% 1,180.35 42.16% 537.71 19.20% -8.95%

Pajak Hiburan 355.57 50.80% 342.03 45.60% 155.73 20.76% -14.37%

Pajak Reklame 386.68 33.62% 416.72 49.03% 216.55 25.48% 2.43%

Pajak Penerangan Jalan 360.23 46.48% 366.14 40.68% 182.58 20.29% -21.54%

Pajak Air Tanah 50.76 50.76% 40.58 40.58% 19.61 19.61% -26.97%

Pajak Parkir 234.13 46.83% 212.37 35.39% 91.89 15.31% -20.91%

Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan 1,472.16 28.59% 1,748.48 32.99% 972.96 18.36% -7.54%

Pajak Bumi dan Bangunan Pedesaan dan Perkotaan 1,437.44 20.25% 1,290.31 16.76% 911.02 11.83% -20.93%

Pajak Rokok 171.43 32.65% 190.97 31.83% 190.97 31.83% 11.40%

Total 13,016.26 39.32% 13,137.37 37.29% 6,907.32 19.61% -9.92%

Sumber: BPKD DKI Jakarta

Realisasi Tw II 2017Kumulatif Tw II 2017Jenis Pajak Daerah

Kumulatif Tw II 2016

Perlambatan pertumbuhan yang terjadi pada pendapatan daerah dapat

tertahan dengan adanya dorongan dari dana perimbangan dan lain-lain

pendapatan daerah yang sah. Dana perimbangan mampu tumbuh sebesar

12,04% (yoy) karena adanya realisasi penerimaan dana alokasi khusus

(DAK) non-fisik. Pada tahun 2017, Provinsi DKI Jakarta dianggarkan

menerima DAK non-fisik sebesar Rp3,15 triliun yang mayoritas alokasinya

untuk bantuan operasional sekolah dan tunjangan profesi guru (Tabel 3.3).

Pada triwulan II 2017 penerimaan DAK non-fisik terealisasi sebesar

Rp719,06, sedangkan secara kumulatif realisasinya mencapai Rp1,48 triliun.

Hal ini berbeda dengan kondisi tahun sebelumnya, karena realisasi DAK

nonfisik baru terealisasi pada triwulan IV 2016.

Sementara itu, lain-lain pendapatan daerah yang sah tumbuh 57,48% (yoy)

pada triwulan laporan. Tingginya pertumbuhan disebabkan karena pada

tahun 2016 pendapatan hibah lebih banyak direalisasikan pada triwulan III.

Selain itu, berbeda dengan komposisi tahun sebelumnya, pada tahun 2017

kelompok pendapatan ini hanya terdiri dari dari pendapatan hibah,

terutama hibah untuk MRT. Sedangkan pada tahun sebelumnya terdapat

juga komponen dana penyesuaian dan otonomi khusus. Pada tahun 2017,

komponen tersebut tergabung dalam DAK.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 45

Tabel 3.3 Rincian DAK Non Fisik di DKI Jakarta

Komponen DAK Non Fisik Alokasi (Rp Ribu)

Bantuan Operasional Sekolah Rp 1,617,317,600

Bantuan Operasional Penyelenggaraan PAUD Rp 80,812,800

Tunjangan Profesi Guru Rp 1,385,462,880

Tambahan Penghasilan Guru Rp 14,298,000

Tunjangan Khusus Guru Rp -

Bantuan Operasional Kesehatan dan KB

Bantuan Operasional Kesehatan Rp 17,000,000

Akreditasi Rumah Sakit Rp -

Akreditasi Puskesmas Rp 17,000,140

Jaminan Persalinan Rp -

Bantuan Operasional KB Rp -

Dana Peningkatan Kapasitas Koperasi dan UKM Rp 1,000,000

Dana Pelayanan Administrasi Kependudukan Rp 16,080,458

Total Rp 3,148,971,878

Sumber: Kementerian Keuangan

B. Belanja Daerah

Berbeda dengan realisasi pendapatan yang mengalami perlambatan, kinerja

realisasi belanja daerah pada triwulan II 2017 lebih baik dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya (Tabel 3.4). Realisasi belanja daerah tumbuh

10,44% (yoy), sedangkan pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi

sebesar 22,03% (yoy). Namun, angka pertumbuhan tersebut masih lebih

rendah jika dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan II 2016 yang

mencapai 27,35% (yoy).

Tabel 3.4 Rincian Belanja DKI Jakarta

Rp Miliar % Rp Miliar % Rp Miliar % yoy

BELANJA 16,433.42 28.65% 16,102.40 25.31% 11,187.79 17.59% 10.44%

BELANJA TIDAK LANGSUNG 10,014.85 38.04% 9,254.04 32.98% 6,408.81 22.84% 19.03%

Belanja Pegawai 7,577.78 38.04% 7,201.67 35.76% 4,501.09 22.35% -0.18%

Belanja Bunga 4.38 14.61% 13.78 27.99% - - -

Belanja Subsidi - - 28.80 0.89% 9.80 0.30% -

Belanja Hibah 1,369.22 61.35% 400.15 27.44% 288.27 19.77% -66.97%

Belanja Bantuan Sosial 1,062.90 42.46% 1,594.00 63.78% 1,594.00 63.78% 82107.21%

Belanja Bagi Hasil - - - - - - -

Belanja Bantuan Keuangan 0.57 0.26% 0.65 0.19% 0.65 0.19% 14.72%

Belanja Tidak Terduga - - 15.00 4.61% 15.00 4.61% -

BELANJA LANGSUNG 6,418.57 20.68% 6,848.35 19.26% 4,778.98 13.44% 0.69%

Belanja Pegawai 465.62 29.74% 1,039.24 33.89% 666.42 21.73% 117.21%

Belanja Barang dan Jasa 4,979.63 29.56% 4,447.02 26.78% 2,954.05 17.79% -18.48%

Belanja Modal 973.32 7.71% 1,362.10 8.58% 1,158.51 7.29% 42.09%

Kumulatif Tw II 2016 Tw II 2017U R A I A N

Kumulatif Tw II 2017

Sumber: BPKD DKI Jakarta

Pertumbuhan realisasi belanja masih terjaga karena didorong oleh realisasi

belanja tidak langsung yang mampu tumbuh hingga 19,03% (yoy), setelah

pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi hingga 38,55% (yoy).

Dorongan realisasi belanja tidak langsung terutama bersumber dari realisasi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

46

belanja bantuan sosial kepada siswa miskin. Pada tahun 2016, realisasi

belanja bantuan ini banyak dilakukan pada triwulan I dan IV, sehingga

menimbulkan base effect karena pada tahun 2017 realisasinya baru

dilakukan pada triwulan II.

Di samping itu, pertumbuhan belanja pegawai mengalami kontraksi sebesar

0,18% (yoy), karena adanya pergeseran pembayaran tunjangan PNS dari

bulan Juni ke Juli. Pertumbuhan belanja hibah juga terkontraksi 66,97%

(yoy), sedangkan pada triwulan sebelumnya kontraksi yang terjadi adalah

77,47% (yoy). Pada tahun 2017, anggaran hibah kepada organisasi

masyarakat (ormas) berkurang secara drastis dibandingkan dengan APBD

2016, sehingga total anggaran belanja hibah pada tahun 2017 lebih

rendah. Pada akhirnya, hal tersebut berdampak pada rendahnya

pertumbuhan realisasi belanja hibah tahun 2017, dibandingkan dengan

tahun 2016.

Sementara itu, belanja langsung mengalami perlambatan pertumbuhan,

yaitu dari 23,72% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 0,69% (yoy) pada

triwulan II 2017. Angka pertumbuhan tersebut juga jauh lebih rendah

dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan II 2016 yang mencapai

119,27% (yoy).

Melambatnya pertumbuhan belanja langsung disebabkan karena

menurunnya pertumbuhan belanja barang dan jasa hingga terkontraksi

sebesar 18,48% (yoy), sedangkan pada triwulan sebelumnya pertumbuhan

belanja barang dan jasa mencapai 10,12% (yoy). Hal ini disebabkan karena

adanya keterlambatan dalam pengadaan barang dan jasa, maupun sebagai

akibat dari adanya efisiensi anggaran dengan pelaksanaan lelang

konsolidasi.

Sebaliknya belanja modal mengalami peningkatan pertumbuhan, yaitu dari

28,86% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 42,09% (yoy) pada triwulan II

2017. Namun, pertumbuhan ini masih lebih rendah dibandingkan dengan

pertumbuhan pada triwulan II 2016 yang mencapai 243,26% (yoy).

Pertumbuhan belanja modal pada triwulan laporan terutama didorong

untuk realisasi pembangunan rusun, pembangunan jalan, dan pembelian

alat berat untuk mendukung pembangunan di Jakarta.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 47

3.1

3

12

.60

12

.40

33

.80

0.8

5 13

.33

15

.53

42

.39

10

.99 17

.66

17

.03

36

.47

7.73

17.59

0

10

20

30

40

50

Tw I Tw II Tw III Tw IV

2014 2015 2016 2017%

Sumber: BPKD DKI Jakarta

3.07

15.43

27.59

59.40

0.8514.18

29.70

72.10

10.99

28.65

45.68

82.15

7.73

25.31

0

20

40

60

80

100

0

10,000

20,000

30,000

40,000

50,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

%Rp Miliar Total Realisasi Belanja Daerah (LHS)

Persentase Realisasi Total Belanja (RHS)

Sumber : Badan Pengelola Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) Pemprov. DKI Jakarta

Grafik 3.2 Penyerapan Belanja

Triwulanan DKI Jakarta Grafik 3.3 Realisasi dan Penyerapan

Belanja Kumulatif DKI Jakarta

C. Pembiayaan

Pada triwulan II 2017, realiasi penerimaan pembiayaan tercatat sebesar

99,75%, belum mengalami perubahan signifikan dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya (Tabel III.7). Secara nominal terdapat peningkatan

penerimaan dari SiLPA sebesar Rp8,7 miliar, namun jumlah ini belum

mampu mendorong pertumbuhan yang lebih tinggi. Penerimaan

pembiayaan bahkan mengalami pertumbuhan negatif jika dibandingkan

dengan pertumbuhan triwulan yang sama tahun lalu. Hal ini disebabkan

karena sumber penerimaan pembiayaan lainnya, yaitu pinjaman daerah

yang bersumber dari Bank Dunia untuk program Jakarta Emergency

Dredging Initiative (JEDI), atau yang dikenal juga dengan Proyek Darurat

Penanggulangan Banjir Jakarta, masih belum terdapat realisasi karena belum

berjalannya program pengerukan/normalisasi sungai di DKI Jakarta. Hal ini

berbeda dengan kondisi tahun 2016, karena pinjaman JEDI telah

direalisasikan sejak triwulan II.

Sementara itu realisasi pengeluaran pembiayaan pada triwulan laporan

tumbuh hingga mendekati 13 kali lipat dibandingkan dengan periode yang

sama tahun sebelumnya. Hal ini disebabkan karena pada triwulan laporan

terjadi peningkatan yang signifikan pada penyertaan modal (investasi)

pemerintah daerah kepada PT. Mass Rapit Transit (MRT), ditambah dengan

penyertaan modal kepada PT Jakarta Propertindo (JAKPRO). Terus

berjalannya pembangunan MRT, LRT Jakarta, ditambah dengan

pembangunan infrastruktur lainnya untuk mendukung Asian Games 2018

mengakibatkan pembiayaan untuk kedua BUMD Jakarta ini mengalami

peningkatan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

48

Tabel 3.5 Pembiayaan DKI Jakarta Triwulan II 2017

Rp Miliar % Rp Miliar % Rp Miliar % yoy

PENERIMAAN PEMBIAYAAN 5,007.96 87.11% 7,706.29 99.75% 0.01 0.0001% -100.00%

Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Tahun

Anggaran Sebelumnya

4,933.52 100.00% 7,706.29 135.20% 0.01 0.0002% -100.00%

Penerimaan Pinjaman Daerah 74.44 19.59% - - - - -

Penerimaan Kembali Pemberian

Pinjaman

- - - - - - -

PENGELUARAN PEMBIAYAAN 156.70 2.83% 2,020.00 30.70% 2,020.00 30.70% 1189.06%

Pembentukan Dana Cadangan 39.96 - - - - - -100.00%

Penyertaan Modal (Investasi) Pemerintah

Daerah

116.74 2.11% 2,020.00 30.78% 2,020.00 30.78% 1630.32%

Pembayaran Pokok Utang - - - - - -

URAIAN

Realisasi Kumulatif

Tw II 2016

Realisasi Kumulatif

Tw II 2017Tw II 2017

Sumber: BPKD DKI Jakarta

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 49

Halaman ini sengaja dikosongkan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

50

Halaman ini sengaja dikosongkan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 51

INFLASI

Sampai dengan pertengahan tahun 2017, inflasi DKI Jakarta tetap terkendali

pada level yang lebih rendah dibandingkan perkembangan beberapa tahun

terakhir. Kondisi permintaan yang belum memberikan tekanan, terjaganya

pasokan pangan, dan semakin solidnya program pengendalian inflasi yang

dilakukan oleh TPID DKI Jakarta, berkontribusi terhadap terjaganya

perkembangan inflasi di paruh pertama tahun 2017 ini. Hal ini juga didukung

oleh terbatasnya dampak penyesuaian subsidi listrik 900VA di DKI Jakarta.

Memasuki triwulan III 2017, inflasi Ibukota masih terjaga. Berkurangnya

tekanan permintaan barang dan jasa secara umum, berkontribusi terhadap

inflasi Juli 2017. Selain itu, penundaan kebijakan pemerintah menaikkan

harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, diikuti dengan pergerakan harga

pangan yang masih terkendali, mendukung terjaganya inflasi DKI Jakarta.

Berbagai kebijakan Bank Indonesia maupun stakeholder terkait lainnya, akan

diupayakan untuk tetap mengawal pencapaian target inflasi 4% ± 1%.

A. Perkembangan dan Program Pengendalian Inflasi Triwulan II 2017

Pada triwulan II 2017, inflasi DKI Jakarta tercatat sebesar 3,94% (yoy), lebih

rendah dari inflasi nasional (4,37% yoy) maupun dari rata-rata inflasi

ibukota tiga tahun sebelumnya (6,11% yoy). Perayaan Idul Fitri 2017 yang

jatuh bertepatan pada bulan Juni, tidak mendorong inflasi terlalu keatas.

Permintaan masyarakat akan barang dan jasa yang belum terlalu solid

sepanjang triwulan II 2017, serta didukung oleh terkendalinya harga

pangan, mampu menahan gejolak inflasi yang berlebih. Terkendalinya harga

pangan terutama didorong oleh semakin efektifnya program pengendalian

harga oleh Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) DKI Jakarta, berbagai

kebijakan pemerintah yang tidak memberikan dorongan inflasi yang besar,

serta komunikasi yang baik dan masif untuk menjaga ekspektasi inflasi

masyarakat.

Bab 4 INFLASI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

52

Sumber: BPS Sumber: BPS

Grafik 4.1 Inflasi Jakarta dan Nasional Grafik 4.2 Inflasi Jakarta dan Nasional Triwulanan

Jika dilihat dari sisi kelompok pengeluaran, inflasi hampir seluruh kelompok

pengeluaran lebih rendah dibandingkan dengan pencapaian tahun-tahun

sebelumnya. Kelompok pengeluaran bahan makanan pada triwulan II 2017

yang tercatat sebesar 2,43% (yoy), jauh lebih terkendali jika dibandingkan

dengan rata-rata tiga tahun sebelumnya sebesar 8,46% (yoy).

TPID DKI Jakarta, melalui BUMD pangannya, melakukan berbagai terobosan

program dalam pengendalian harga pangan. Di sisi hulu, kerjasama

antardaerah maupun antarinstansi dalam pemenuhan pasokan masyarakat

Ibukota terus diperkuat. Hal ini juga didukung oleh koordinasi yang baik

dengan stakeholder terkait di sisi hilir, antara lain dengan Kementerian dan

pihak Swasta. Hal ini ditujukan agar masyarakat DKI Jakarta dapat selalu

menikmati pangan dengan harga yang stabil dan terjangkau.

Kelompok pengeluaran lainnya yang harganya terpantau terkendali adalah

makanan jadi, minuman, rokok dan tembakau, yang tercatat mengalami

inflasi sebesar 4,50% (yoy) pada triwulan II 2017. Berdasarkan pola

historisnya, kelompok pengeluaran ini selalu naik cukup tinggi, terutama

pada bulan Ramadhan. Walau demikian, pencapaian saat ini lebih rendah

dari rata-rata tiga tahun sebelumnya sebesar 9,05% (yoy). Hal ini

mengindikasikan bahwa pada triwulan II 2017, tingkat permintaan

masyarakat tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. Belum solidnya

perbaikan permintaan masyarakat terutama didorong oleh perilaku untuk

menahan konsumsi.

Belum kuatnya tekanan permintaan masyarakat juga terlihat dari inflasi

kelompok pengeluaran sandang yang tercatat sebesar 3,80% (yoy) pada

triwulan II 2017, lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata tiga tahun

sebelumnya sebesar 6,35% (yoy). Berdasarkan pola konsumsinya,

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 53

kebutuhan sandang masyarakat cenderung meningkat untuk keperluan

Ramadhan dan Idul Fitri. Namun, hal ini tidak terlalu terlihat pada tahun

2017. Walau bertepatan dengan perayaan Idul Fitri pada Juni 2017, harga

sandang di DKI Jakarta tidak mengalami kenaikan yang berarti. Berdasarkan

informasi pelaku usaha di sektor riil, penjualan baju lebaran saat Idul Fitri

tahun 2017 tidak setinggi tahun-tahun sebelumnya. Selain itu, pergerakan

harga emas perhiasan di Ibukota juga relatif terjaga, mengingat harga emas

internasional yang tidak berfluktuatif. Berbagai faktor tersebut berkontribusi

terhadap inflasi kelompok pengeluaran sandang yang rendah.

Walau bertepatan dengan libur panjang saat Idul Fitri 2017, inflasi

kelompok pengeluaran transpor, komunikasi dan jasa keuangan pada

triwulan II 2017 tetap terkendali. Di tengah kenaikan permintaan jasa

transportasi untuk keperluan mudik, kelompok ini tercatat mengalami inflasi

sebesar 4,21% (yoy), masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata

tiga tahun sebelumnya segesar 6,23% (yoy). Hal tersebut disebabkan oleh

pergerakan tarif transportasi, seperti angkutan antarkota dan angkutan

udara yang naik relatif tidak terlalu tinggi. Pembangunan infrastruktur

pendukung oleh pemerintah, antara lain tol lintas daerah, yang mendorong

sebagian masyarakat melakukan mudik dengan kendaraan pribadi. Hal ini

menyebabkan permintaan jasa transportasi lainnya cenderung tidak setinggi

tahun-tahun sebelumnya.

Tekanan harga dari kelompok pendidikan, rekreasi dan olah raga juga

bergerak terbatas. Di tengah libur panjang yang banyak dimanfaatkan

untuk berlibur, kelompok pengeluaran ini justru hanya mengalami inflasi

sebesar 0,81% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan rata-rata tiga

tahun sebelumnya 2,85% (yoy). Banyaknya warga DKI Jakarta yang

berpergian keluar kota, menyebabkan sepinya beberapa destinasi wisata di

Ibukota, sehingga permintaan akan jasa rekreasi cenderung berkurang.

Belum masuknya tahun ajaran baru sekolah juga turut berkontribusi

terhadap rendahnya inflasi kelompok pengeluaran ini.

Adapun kelompok pengeluaran yang tercatat lebih tinggi dari rata-ratanya

hanya kelompok pengeluaran perumahan, air, listrik, gas dan bahan bakar.

Kelompok pengeluaran ini tercatat mengalami inflasi sebesar 5,63% (yoy),

lebih tinggi dari rata-rata tiga tahun sebelumnya (4,82% yoy). Kebijakan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

54

pemerintah melakukan penyesuaian subsidi listrik 900VA secara berkala

mulai Januari 2017 (Januari-Maret-Mei) menjadi faktor utama yang

mendorong inflasi lebih ke atas. Namun, jumlah penggunanya yang tidak

terlalu banyak di DKI Jakarta, menyebabkan dampak kebijakan tersebut

menjadi lebih terbatas dibandingkan dengan daerah-daerah lain.

Sumber: BPS (diolah)

Grafik 4.3 Inflasi berdasarkan kelompok barang

Program Pengendalian Inflasi Triwulan II 2017

Program pengendalian inflasi yang dilakukan TPID DKI Jakarta tetap

mengacu pada prinsip 4K (Ketersediaan Pasokan, Kelancaran Distribusi,

Komunikasi dan Keterjangkauan Harga) dan roadmap pengendalian inflasi.

Pada triwulan II 2017, program yang dilakukan lebih berfokus pada

persiapan menghadapi Ramadhan dan Idul Fitri yang jatuh pada Juni 2017,

dan tetap melanjutkan program-program yang telah dilakukan sebelumnya.

Persiapan menghadapi Ramadhan dan Idul Fitri diawali dengan High Level

Meeting (HLM) TPID DKI Jakarta. Dari kegiatan HLM tersebut dihasilkan

berbagai program pengendalian harga untuk menghadapi dinamika

permintaan masyarakat dalam menghadapi bulan Ramadhan dan Idul Fitri

yang akan memengaruhi pergerakan harga. Berbagai program yang

dilakukan dan disepakati TPID DKI Jakarta, dikomunikasi melalui berbagai

media tingkat daerah (Jakarta) dan nasional dalam wadah media gathering

untuk membentuk ekspektasi harga yang positif baik bagi masyarakat,

antara lain tentang kecukupan pasokan dan operasi pasar selama

Ramadhan.

Selain itu, TPID DKI Jakarta juga telah meresmikan tiga unit mesin

Controlled Atmosphere Storage (CAS) sebagai media buffer stock untuk

komoditas hortikultura. Kegiatan ini juga diikuti dengan penandatanganan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 55

Memorandum of Understanding (MoU) kerjasama pasokan bawang merah

dengan kelompok tani di Brebes sebagai penyuplai DKI Jakarta.

TPID DKI Jakarta juga turut aktif dalam mendukung kegiatan berskala

nasional, antara lain adalah dukungan terhadap gerakan stabilisasi pangan

yang diadakan oleh Bulog dan Menteri Perdagangan, sidak pasokan dan

harga di berbagai pasar, termasuk pasar induk beras cipinang dan pasar

induk Kramat Jati bersama Menteri Perdagangan RI dan Menteri Pertanian

RI.

Sama seperti tahun sebelumnya, TPID DKI Jakarta kembali mengadakan

Festival Jakarta Great Sale (FJGS) di 40 pasar tradisional di Ibukota. FJGS

menjual berbagai bahan pangan dengan harga yang terjangkau. TPID DKI

Jakarta, bekerjasama dengan PT Transjakarta, juga telah membuka outlet

pangan di 53 Halte Busway, yang memudahkan masyarakat untuk

mengakses bahan pangan dengan harga yang terjangkau.

Adapun beberapa program pendukung lainnya yang dijalankan TPID DKI

Jakarta, bekerjasama dengan mitra strategis seperti BPOM adalah

pengawasan pangan. Pengawasan dilakukan untuk memeriksa kualitas dan

kesehatan pangan yang beredar di Ibukota. Pengawasan dilakukan di pasar-

pasar serta di industri rumah tangga. Selain itu, TPID DKI Jakarta juga

menjamin kelancaran distribusi pangan itu sendiri, antara lain melalui

pengaturan lalu lintas yang masuk/keluar dari DKI Jakarta.

Berbagai langkah yang ditempuh TPID DKI Jakarta, berkontribusi terhadap

terjaganya harga pangan sepanjang triwulan II 2017. Potensi kenaikan

harga pangan yang tinggi pada Ramadhan dan Idul Fitri, mampu dijaga

dengan baik, sehingga harga pangan tidaklah berfluktuasi.

B. Perkembangan Disagregasi Inflasi Triwulan II 2017

Terjaganya seluruh disagregasi pembentuk inflasi (inflasi inti, volatile food

dan administered price) berkontribusi terhadap terkendalinya inflasi triwulan

II 2017 di Ibukota. (Grafik 4.4).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

56

Sumber: BPS, Bank Indonesia (diolah)

Grafik 4.4 Pergerakan disagregasi inflasi DKI Jakarta

Inflasi Inti

Inflasi inti sampai dengan triwulan II 2017 bergerak cukup stabil. Masuknya

bulan Ramadhan dan Idul Fitri yang jatuh pada Juni 2017, tidak serta merta

mendorong inflasi inti lebih keatas. Faktor terjaganya inflasi inti datang dari

sisi eksternal dan internal, antara lain dari perkembangan nilai tukar yang

tidak fluktuatif, harga komoditas internasional yang terjaga, serta

permintaan masyarakat yang belum terlalu kuat. Nilai tukar rupiah

cenderung bergerak stabil sampai dengan pertengahan tahun 2017. Hal

tersebut menjadikan harga-harga barang impor juga stabil, baik bahan baku

maupun barang konsumsi (imported inflation terbatas).

Sementara itu, permintaan masyarakat yang belum terlalu solid, terindikasi

dari relatif rendahnya kegiatan belanja masyarakat yang menahan

pertumbuhan konsumsi rumah tangga. Hal tersebut disebabkan oleh

masyarakat, khususnya kelas menengah, yang cenderung menahan belanja,

untuk mengantisipasi pengeluaran yang lebih besar pada triwulan III 2017,

antara lain tahun ajaran baru.

Sumber: BPS, Bank Indonesia (diolah) Sumber: BI, Bloomberg, BPS (diolah)

Grafik 4.5 Pergerakan inflasi inti dan nilai tukar

Grafik 4.6 Harga Minyak Dunia

Jika dilihat dari subkelompok pengeluaran yang memiliki bobot cukup besar

pada inflasi inti, yaitu subkelompok pengeluaran makanan jadi, cenderung

bergerak stabil rendah. Subkelompok ini mengalami inflasi sebesar 4,35%

(yoy) pada triwulan II 2017. Walau bertepatan dengan Ramadhan dan Idul

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 57

Fitri 2017, pencapaian ini masih lebih rendah dibandingkan dengan rata-

rata tiga tahun sebelumnya (10,51% yoy). Permintaan masyarakat yang

belum terlalu tinggi, serta biaya produksi perusahaan yang terjaga,

menyebabkan harga-harga makanan jadi tidak bergejolak.

Inflasi kelompok pengeluaran sandang turut berkontribusi terhadap

terjaganya inflasi inti. Pola masyarakat yang cenderung berbelanja banyak

keperluan sandang untuk keperluan Ramadhan dan Idul Fitri, tidak terjadi

pada tahun 2017. Berdasarkan pengakuan pedagang-pedagang di Pasar

Tanah Abang, penjualan sandang tahun ini lebih rendah dibandingkan

dengan bulan Ramadhan dan Idul Fitri tahun-tahun sebelumnya. Hal ini

tercermin dari inflasi kelompok pengeluaran sandang yang sebesar 3,80%

(yoy), lebih rendah dari rata-rata tiga tahun sebelumnya (6,35% yoy). Lebih

rendahnya inflasi sandang, juga dikontribusikan oleh tren penurunan harga

emas perhiasan. Pergerakan harga emas perhiasan di Jakarta yang

cenderung turun tidak terlepas dari tren penurunan harga emas

internasional. Pada triwulan II 2017, harga emas perhiasan mengalami

kenaikan harga sebesar 5,05% (yoy), lebih rendah dibandingkan rata-rata

tiga tahun sebelumnya (12,84% yoy).

Sumber: Bloomberg Sumber: BI, Bloomberg, BPS (diolah)

Grafik 4.6 Pergerakan Inflasi Sandang dan Makanan Jadi

Grafik 4.7 Pertumbuhan emas internasional, NT& emas perhiasan

Tabel 4.1 Komoditas Penyumbang Inflasi Inti Triwulan II 2017

Komoditas Bobot Kontribusi (yoy) Inflasi (yoy) Komoditas Bobot Kontribusi (yoy) Inflasi (yoy)

TARIP PULSA PONSEL 1.81% 0.32% 17.85% IKAN KERANJANG 0.09% 0.05% 71.73%

SEWA RUMAH 4.32% 0.29% 6.67% TARIP GUNTING RAMBUT ANAK 0.03% 0.01% 37.25%

KONTRAK RUMAH 4.93% 0.17% 3.35% SARUNG KATUN 0.09% 0.03% 32.38%

NASI DENGAN LAUK 2.52% 0.13% 5.16% TARIP LABORATORIUM 0.02% 0.01% 29.67%

EMAS PERHIASAN 2.16% 0.11% 5.05% GELAS MINUM 0.07% 0.01% 19.39%

Komoditas Inflasi Inti Utama Penyumbang Tertinggi Komoditas Inflasi Inti Dengan Inflasi Tertinggi

Sumber: BPS

Volatile Food

Inflasi volatile food yang terjaga hingga pertengahan tahun, berkontribusi

terhadap terkendalinya inflasi triwulan II 2017. Walau bersamaan dengan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

58

bulan Ramadhan dan Idul Fitri 2017, tidak serta merta diikuti gejolak harga

pangan yang berarti. Inflasi kelompok bahan makanan pada triwulan II 2017

tercatat sebesar 2,43% (yoy), jauh lebih terkendali dibandingkan dengan

rata-rata triwulan II tiga tahun sebelumnya (8,46% yoy).

Terkendalinya inflasi volatile food, terutama disumbangkan oleh

subkelompok pengeluaran padi-padian, umbi-umbian dan hasilnya yang

terjaga (1,31% yoy). Secara rata-rata dalam tiga tahun sebelumnya,

subkelompok tersebut mengalami inflasi sebesar 9,14% (yoy).

Melalui BUMD pangan, TPID DKI Jakarta terus menjaga kesinambungan

pasokan pangan strategis yang masuk ke Ibukota, maupun harga yang

tercatat di tingkat konsumen. Khusus untuk beras, selain kerjasama

antardaerah yang selalu digalakkan baik melalui mekanisme perdagangan

maupun pengelolaan Sistem Resi Gudang (SRG), kerjasama juga dilakukan

dengan Bulog dengan mekanisme standby stock beras. Beras dari Bulog

akan dikeluarkan apabila beras yang masuk ke Ibukota berada pada titik

yang rendah. Distribusi beras dengan harga yang lebih murah ke

masyarakat, baik dengan bekerjasama dengan pasar tradisional, pasar

modern, e-commerce, maupun outlet BUMD, juga turut menjaga harga

beras di tingkat ritel. Dengan berbagai upaya tersebut inflasi beras mencapai

0,65% (yoy), jauh lebih rendah dari rata-rata tiga tahun sebelumnya (9,08%

yoy).

Terkendalinya inflasi volatile food juga didukung oleh subkelompok

pengeluaran bumbu-bumbuan. Subkelompok ini tercatat mengalami inflasi

sebesar 6,15% (yoy), yang juga lebih rendah dari rata-ratanya (8,07% yoy).

Langkah TPID DKI Jakarta melalui pembelian mesin Controlled Atmosphere

Storage (CAS) yang berfungsi sebagai media penyimpanan buffer stock

komoditas hortikultura, berhasil menahan gejolak harga yang lebih tinggi.

Pemanfaatan mesin ini juga didukung oleh kerjasama pasokan bawang

merah dari kelompok tani di Brebes. Program ini turut berkontribusi

terhadap terkendalinya gejolak harga yang lebih tinggi di Ibukota, di tengah

masuknya musim tanam di beberapa daerah sentra produksi utama. TPID

DKI Jakarta merupakan TPID pertama yang memiliki teknologi CAS.

Kinerja inflasi kelompok volatile food pada pertengahan tahun 2017 juga

didukung oleh terjaganya inflasi subkelompok pengeluaran daging dan

hasil-hasilnya (5,32% yoy). Pemenuhan pasokan sapi dan daging sapi di

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 59

Ibukota selalu dilakukan baik melalui perdangan dengan peternak di Nusa

Tenggara Timur (NTT), maupun impor dari New Zealand dan Australia.

Pasokan ayam ras yang masuk ke Ibukota pun tetap terjaga, di tengah

kenaikan permintaan pangan masyarakat. Selain itu, penerapan HET (harga

eceran tertinggi) oleh pemerintah pada beberapa komoditas, seperti daging

beku, gula dan minyak goreng, turut memiliki peran dalam terkendalinya

harga pangan di DKI Jakarta.

Tabel 4.2 Komoditas Volatile Food Penyumbang Inflasi Triwulan II 2017

Komoditas Bobot Kontribusi (yoy) Inflasi (yoy) Komoditas Bobot Kontribusi (yoy) Inflasi (yoy)

DAGING AYAM RAS 1.21% 0.10% 8.50% CABAI RAWIT 0.11% 0.08% 68.46%

CABAI RAWIT 0.11% 0.08% 68.46% AYAM HIDUP 0.07% 0.02% 29.25%

TELUR AYAM RAS 0.57% 0.03% 4.56% CUMI-CUMI 0.05% 0.01% 17.79%

TAHU MENTAH 0.29% 0.02% 8.83% DAUN SINGKONG 0.05% 0.01% 14.79%

AYAM HIDUP 0.07% 0.02% 29.25% KACANG PANJANG 0.10% 0.01% 14.72%

Komoditas Volatile Food Utama Penyumbang Tertinggi Komoditas Volatile Food Dengan Inflasi Tertinggi

Sumber: BPS

Administered Prices

Idul Fitri yang jatuh pada Juni 2017, juga tidak serta merta mendorong

inflasi kelompok administered prices terlalu tinggi. Relatif terkendalinya

inflasi administered price pada pertengahan tahun 2017 terutama

disumbangkan oleh kenaikan tarif transportasi yang tidak setinggi tahun-

tahun sebelumnya.

Kenaikan tarif transportasi yang banyak digunakan untuk melakukan

aktivitas mudik dari Ibukota, terutama antarkota dan udara, tercatat cukup

terkendali. Pada triwulan II 2017, subkelompok pengeluaran transpor

tercatat mengalami inflasi sebesar 2,80% (yoy), lebih rendah dari rata-rata

tiga tahun sebelumnya (9,35% yoy). Di dalamnya, inflasi angkutan

antarkota dan angkutan udara juga tercatat relatif terkendali, masing-

masing sebesar sebesar 4,58% (yoy) dan 5,92% (yoy). Padahal pada tiga

tahun terakhir, angkutan udara bisa mengalami inflasi dengan rata-rata

27,66% (yoy), sedangkan angkutan antarkota mencapai sebesar 8,91%

(yoy). Lebih terkendalinya inflasi transpor tahun ini disebabkan oleh

masifnya pembangunan infrastruktur jalan tol oleh pemerintah, sehingga

masyarakat cenderung melakukan kegiatan mudik dengan kendaraan

pribadi.

Adapun kebijakan penyesuaian subsidi listrik 900VA yang dilakukan secara

bertahap (Januari-Maret-Mei 2017) menjadi pendorong inflasi utama dari

administered price. Kebijakan tersebut menyebabkan tarif listrik mengalami

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

60

kenaikan sebesar 17,81% (yoy) dan mendorong inflasi subkelompok bahan

bakar, penerangan dan air sebesar 12,04% (yoy). Namun, jumlah pengguna

listrik 900VA yang relatif sedikit di Ibukota, menyebabkan dampak yang

lebih terbatas dibandingkan dengan daerah-daerah lainnya pada kelompok

administered price.

Sumber: BPS, diolah

Grafik 4.8 Pergerakan Inflasi Transportasi

Tabel 4.3 Komoditas-komoditas Penyumbang Inflasi Administered Price Triwulan II 2017

Komoditas Bobot Kontribusi (yoy) Inflasi (yoy) Komoditas Bobot Sumbangan (yoy) Inflasi (yoy)

TARIP LISTRIK 4.12% 0.73% 17.81% BIAYA PERPANJANGAN STNK 0.52% 0.56% 107.38%

BIAYA PERPANJANGAN STNK 0.52% 0.56% 107.38% TARIP LISTRIK 4.12% 0.73% 17.81%

BENSIN 3.11% 0.19% 6.06% TARIP KERETA API 0.22% 0.02% 7.75%

ROKOK KRETEK FILTER 1.41% 0.10% 7.11% ROKOK KRETEK FILTER 1.41% 0.10% 7.11%

ROKOK KRETEK 0.78% 0.08% 10.01% BENSIN 3.11% 0.19% 6.06%

Komoditas Administered Price Utama Penyumbang Tertinggi Komoditas Administered Price Dengan Inflasi Tertinggi

Sumber: BPS

C. Tracking Inflasi Triwulan III 2017

Inflasi DKI Jakarta pada triwulan III 2017 diprakirakan lebih rendah dari

triwulan II 2017. Secara umum, permintaan akan barang dan jasa menurun

seiring berakhirnya Idul Fitri dan libur panjang. Beberapa harga pangan

terpantau mengalami penurunan, seiring stabilnya pasokan di Ibukota. Dari

sisi administered price, beberapa harga transportasi juga akan mengalami

penurunan, terutama angkutan udara dan angkutan antar kota. Berakhirnya

musim liburan menyebabkan turunnya permintaan akan jasa transportasi.

Ditundanya kebijakan pemerintah dalam menaikkan harga BBM bersubsidi,

turut menjaga inflasi administered price.

Memasuki bulan ke tujuh pasca-Ramadhan dan Idul Fitri, tekanan inflasi DKI

Jakarta pada bulan Juli 2017 mengalami penurunan. Inflasi bulan Juli 2017

tercatat sebesar 0,40% (mtm) atau 3,69% (yoy). Terkendalinya inflasi

terutama disebabkan oleh semakin rendahnya tekanan pada inflasi volatile

food dan administered price.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 61

Seiring berakhirnya Ramadhan dan Idul Fitri 2017, tekanan permintaan akan

komoditas pangan pun berkurang. Hal ini terlihat dari inflasi bahan

makanan yang tercatat sebesar 1,46% (yoy), lebih rendah dari bulan

sebelumnya 2,43% (yoy), maupun dengan rata-rata tiga tahun sebelumnya

(6,20% yoy).

Jika dilihat dari komoditasnya, beberapa komoditas pangan strategis

mengalami deflasi. Beras, yang merupakan komoditas pangan dengan

bobot terbesar, kembali menjadi kontributor utama terkendalinya harga

bahan makanan, karena mengalami deflasi sebesar 0,37% (yoy). Komoditas

lainnya yang tercatat mengalami deflasi adalah daging sapi, bawang merah

dan cabai merah, masing-masing sebesar 1,55% (yoy), 9,98% (yoy) dan

7,17% (yoy).

Sumber: BPS, diolah

Grafik 4.9 Pergerakan inflasi kelompok bahan makanan

Jika dilihat dari perkembangan stoknya, stok pangan Ibukota hingga akhir

Juli 2017 tetap stabil. Volume beras yang masuk ke Pasar Induk Beras

Cipinang (PIBC) pada akhir Juli 2017 masih terkendali. BUMD pangan

Jakarta masih mampu menjaga pasokan yang berkesinambungan, sehingga

harga beras tetap stabil. Penambahan stok juga diperkuat dengan perluasan

kerjasama antardaerah. Demikian pula dengan pasokan daging sapi yang

juga masih stabil, karena pengiriman sapi dari Nusa Tenggara Timur (NTT)

dan realisasi impor daging sapi juga tetap terjaga. Pasokan bumbu-

bumbuan yang utamanya masuk melalui Pasar Induk Kramat Jati juga tetap

terjaga.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

62

Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta

Grafik 4.10 Pasokan dan harga cabai di Pasar Induk Kramat jati

Grafik 4.11 Perkembangan harga daging ayam dan sapi, dan telur ayam

Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta Sumber: Biro Perekonomian DKI Jakarta

Grafik IV.12 Pasokan dan harga beras di Pasar Induk Cipinang

Grafik IV.13 Pasokan dan harga bawang merah di Ps. Induk Kramat Jati

Sumber: BMKG Sumber: BMKG

Gambar 4.12 Prakiraan Curah Hujan Terkini

Gambar 4.13 Prakiraan Sifat Hujan Terkini

Pada triwulan III 2017, inflasi volatile food diprakirakan tetap terjaga.

Gejolak harga pangan yang disebabkan oleh faktor musiman diperkirakan

sangat minim. Hari Raya Idul Adha yang jatuh pada 31 Agustus diperkirakan

tidak terlalu berpengaruh pada pergerakan harga pangan secara umum.

TPID DKI Jakarta, melalui BUMD pangan akan terus melakukan perluasan

kerjasama antardaerah, agar pasokan yang masuk ke Ibukota tetap terjaga

sepanjang waktu. Dalam menjalankan program tersebut, TPID DKI Jakarta

melakukan koordinasi yang intensif dengan BUMD pangan, Bulog,

Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan, serta dengan pihak

terkait lainnya. Berbagai program pengendalian harga ini akan membantu

tercapainya inflasi triwulan III 2017 yang tetap terkendali.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 63

Dari sisi inflasi inti, pergerakan berbagai harga komoditas yang tergabung

dalam inflasi inti masih relatif terbatas. Dampak dari penyesuaian subsidi

listrik pada beberapa komoditas yang terkait, antara lain sewa rumah dan

kontrak rumah, belum terlihat signifikan memengaruhi perkembangan

inflasi inti. Masuknya tahun ajaran baru pendidikan juga tidak terlalu

mendorong inflasi lebih keatas. Permintaan masyarakat yang masih terbatas,

diikuti oleh kecenderungan masyarakat untuk menabung, terkendalinya

ekspektasi inflasi, serta nilai tukar yang cukup stabil, turut mendukung

stabilnya inflasi inti secara keseluruhan

Di samping itu, kebijakan pemerintah untuk menunda kenaikan harga BBM

bersubsidi pada Juli 2017, berkontribusi terhadap terkendalinya inflasi

administered price triwulan III 2017. Kebijakan ini akan dikaji setiap tiga

bulan. Selain itu, tiadanya libur panjang selama triwulan III 2017, juga

berkontribusi terhadap rendahnya tekanan inflasi dari komoditas

transportasi. Berbagai faktor tersebut, menjaga inflasi administered price

dari gejolak yang berlebih.

Perkembangan harga-harga akan terus dicermati untuk mendukung

pencapaian sasaran inflasi nasional. Kebijakan Bank Indonesia akan

diupayakan untuk tetap mengawal pencapaian target inflasi nasional tahun

2017 yaitu 4% ± 1%. Selain itu, penguatan koordinasi Bank Indonesia,

Pemerintah Provinsi DKI dan Pemerintah Pusat melalui TPID sangat

diperlukan untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi tahun 2017,

terutama dari administered price dan volatile food. Koordinasi kebijakan

administered price, terutama terkait dengan waktu penetapan kebijakan

tersebut, agar tidak bersamaan dengan munculnya tekanan inflasi yang

bersifat musiman.

D. Program Pengendalian Inflasi Triwulan III 2017

Pada triwulan III 2017, program-program yang telah dijalankan pada waktu-

waktu sebelumnya, tetap dilakukan. Adapun beberapa kegiatan yang baru

dilakukan adalah kerjasama pasokan beras dengan Usaha Daerah di Sidrap,

Sulawesi Tengah. Selain itu, TPID DKI Jakarta juga menjajaki kerjasama

corporate farming dengan TPID Jogjakarta.

Dari sisi distribusi, TPID DKI Jakarta akan segera meresmikan JakGrosir.

JakGrosir merupakan pusat perkulakan, yang hadir dengan maksud

memotong rantai distribusi agar rantai distribusi menjadi lebih efisien. Jak

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

64

Grosir mendapatkan barang-barang yang dijualnya langsung dari produser

penghasil barang-barang tersebut. Dengan rantai distribusi yang lebih

pendek, Jak Grosir dapat menawarkan produk-produk dengan harga yang

lebih murah, khusus kepada pedagang-pedagang pasar tradisional di

Ibukota. Dengan demikian barang-barang dapat sampai ke konsumen akhir

dengan harga yang lebih murah pula.

TPID DKI Jakarta juga mengedepankan peran komunikasi yang masif dan

efektif kepada masyarakat dalam menjangkar ekspektasi harga. Ekspektasi

yang baik, turut berkontribusi terhadap terkendalinya harga barang dan jasa

secara keseluruhan. Info Pangan Jakarta (IPJ), yang merupakan salah satu

media komunikasi perkembangan harga di DKI Jakarta, akan terus

dikembangkan, dan akan segera dilengkapi dengan fitur market place, yang

mengakomodir masyarakat untuk berbelanja bahan pangan secara online.

Penguatan peran dan perluasan kerjasama di bidang pangan dan komoditas

pendukung lainnya perlu terus didorong oleh Pemerintah Provinsi DKI

Jakarta melalui berbagai program yang tidak hanya semata-mata

mengendalikan harga-harga di DKI Jakarta, namun juga dapat

meningkatkan perekonomian bagi daerah pemasoknya. Terkendalinya inflasi

DKI Jakarta akan menjadi barometer pergerakan harga pangan nasional

pada umumnya.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 65

Halaman ini sengaja dikosongkan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

66

Halaman ini sengaja dikosongkan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 67

BOKS 2

PEMANFAATAN TEKNOLOGI CONTROLLED ATMOSPHERE STORAGE

(CAS) DALAM PENGENDALIAN INFLASI DKI JAKARTA

Saat ini, anggota TPID DKI Jakarta, yaitu BUMD pangan DKI Jakarta

seperti PD Pasar Jaya, PT Food Station Tjipinang Jaya dan PD Dharma Jaya,

diberi mandat untuk dapat menstabilkan beberapa komoditas pangan

strategis di ibukota. Pembelian mesin CAS, yang akan dikelola oleh PD

Pasar Jaya, merupakan bagian dari langkah TPID DKI Jakarta dalam

rangka pengendalian pasokan untuk menjaga kestabilan harga pangan,

khususnya produk hortikultura.

Secara umum, CAS mampu menahan laju pematangan / pembusukan

sebuah produk. Secara teknis, CAS dapat digunakan untuk menyimpan

berbagai jenis produk hortikultura dengan pengaturan yang berbeda-

beda. Terdapat beberapa keunggulan menggunakan CAS dalam

menyimpan produk hortikultura, terutama bawang merah. Dengan CAS,

masa simpan bawang merah bisa mencapai 3-6 bulan, dengan susut

bobot ± 8%. Hal ini berbeda dengan metode konvensional yang susutnya

mencapai 35% dan masa simpan yang lebih cepat.

Menyertai pembelian mesin CAS, pasokan bawang diperoleh melalui

MoU kerjasama antardaerah, yaitu antara PD Pasar Jaya dengan

pemimpin kelompok petani bawang merah asal Brebes. Konsep

optimalisasi peran BUMD melalui kerjasama antardaerah yang didukung

dengan alat CAS ini diharapkan dapat menjadi pilot project yang

kemudian dapat diterapkan di seluruh daerah.

Gambar B.2.1 Konsep Buffer Stock dengan Alat Controlled Atmosphere Storage

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

68

Dengan adanya mesin CAS, manajemen stok produk-produk hortikultura,

terutama bawang merah akan menjadi lebih baik dan sekaligus menjaga

kestabilan harga. Hasil panen petani dapat disimpan dan dikeluarkan lagi

dari mesin CAS, sesuai dengan kebutuhan. Dalam hal ini mesin CAS

digunakan sebagai media buffer stock komoditas hortikultura.

Kedepannya TPID DKI Jakarta akan menambah jumlah CAS, dengan

target pembelian mesin barunya mencapai 10 unit per tahun. Jenis

komoditas yang disimpan juga akan ditambah, seperti cabai merah dan

buah-buahan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 69

Halaman ini sengaja dikosongkan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

70

Halaman ini sengaja dikosongkan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

STABILITAS KEUANGAN DAERAH

SERTA PENGEMBANGAN

KEUANGAN DAN UMKM

Secara umum, kondisi stabilitas keuangan di DKI Jakarta masih terjaga di

tingkat yang aman. Aset perbankan di DKI Jakarta tumbuh sebesar 10,78%

terutama didorong oleh peningkatan dana pihak ketiga yang mencapai

11,22%. Sementara itu, pertumbuhan kredit hanya sebesar 8,41% atau

cenderung tertahan dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar

10,37%. Proses pemulihan ekonomi Indonesia yang tidak sekuat perkiran

semula turut memberikan keyakinan perbankan untuk tetap selektif dalam

menyalurkan kreditnya.

Rasio kredit bermasalah (non performing loan) pada triwulan II 2017 terlihat

dalam kondisi aman dan menunjukkan perbaikan yaitu tercatat sebesar

2,61%. Perbaikan tersebut antara lain didorong oleh meningkatnya

restrukturisasi kredit yang dilakukan oleh beberapa bank sehingga secara

keseluruhan rasio loan at risk juga ikut terdorong meningkat selama beberapa

tahun terakhir.

Kinerja korporasi pada triwulan II 2017 masih dibayangi oleh kondisi

eksternal, yaitu melambatnya kinerja ekspor komoditas unggulan ke negara

mitra dagang utama DKI Jakarta, di tengah membaiknya indikator

perekonomian global. Hal tersebut berdampak pula pada terbatasnya investasi

oleh pihak swasta.

Tingkat ketahanan sektor rumah tangga masih relatif cukup baik. Hal ini

tergambar dari meningkatnya angka indeks keyakinan konsumen (IKK) dan

indeks kondisi ekonomi (IKE) saat ini. Meskipun terdapat peningkatan dalam

permintaan kredit, konsumsi rumah tangga cenderung masih tertahan

sehubungan dengan antisipasi masyarakat terhadap kebutuhan pasca-hari

raya dan tahun ajaran baru. Kredit bermasalah sektor rumah tangga masih

berada pada batas aman dengan rasio NPL berada pada angka 1,96%

Sementara itu, penyaluran kredit di sektor UMKM menunjukkan perbaikan.

Kredit UMKM tumbuh 4,25% (yoy), lebih tinggi dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya, dengan mayoritas penyaluran kepada kredit modal

Bab 5

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 72

kerja. Kontribusi jumlah kredit UMKM terhadap total kredit perbankan di

Provinsi DKI Jakarta masih tergolong sangat kecil yaitu hanya sebesar 8,74%

dari total keseluruhan kredit. Hal itu lebih disebabkan karena pelaku UMKM

sebagian besar berada di luar wilayah DKI Jakarta (Bogor, Depok, Tangerang

dan Bekasi). Di samping itu, meskipun rasio kredit bermasalah di sektor

UMKM membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya, rasio tersebut

sudah melebhi batas aman 5% sehingga perlu diwaspadai.

A. Perkembangan Kinerja Perbankan

Asesmen Kinerja Perbankan

Total aset bank umum di Provinsi DKI Jakarta pada triwulan II 2017 tercatat

sebesar Rp4.278 triliun atau tumbuh 10,78% (yoy) dibandingkan dengan

posisi yang sama pada tahun sebelumnya. Pertumbuhan tersebut

disebabkan meningkatnya dana pihak ketiga (DPK) yang mencapai 11,22%.

Penambahan DPK terutama dipicu oleh pertumbuhan deposito di sektor

korporasi yang mencapai 17,09% (yoy).

Walaupun demikian, pertumbuhan aset tersebut tercatat melambat

dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan I 2017 yang sebesar

11,81% (tabel 5.1). Perlambatan tersebut antara lain dikarenakan ekspansi

kredit yang cenderung tertahan atau hanya tumbuh sebesar 8,41% (yoy),

lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I 2017 yang tumbuh sebesar

10,37% (yoy). Perlambatan pertumbuhan kredit tersebut terutama terjadi

pada kredit modal kerja dan kredit investasi sektor-sektor utama di DKI

Jakarta, yaitu kredit kepada perdagangan besar dan eceran; industri

pengolahan; perantara keuangan; dan transportasi, pergudangan dan

komunikasi.

Belum membaiknya perkembangan pasar luar negeri untuk produk ekspor

utama Jakarta seperti kendaraan bermotor, perhiasan, dan peralatan

mekanik, terkontraksinya produksi mobil, serta belum kuatnya kegiatan

belanja masyarakat, turut memberikan andil yang cukup besar dalam

perlambatan pertumbuhan kredit tersebut. Hal tersebut menggambarkan

masih tingginya risiko, yang mendorong bank cenderung berhati-hati dalam

memberikan pembiayaan kegiatan ekonomi. Sebagai dampaknya

pertumbuhan kredit modal kerja dan kredit investasi melambat pada

triwulan II 2017 dibandingkan dengan periode sebelumnya, yaitu dari

12,66% (yoy) dan 9,33% (yoy) menjadi 9,82% (yoy) dan 6,64% (yoy).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

Sementara itu, dilihat dari rasio kredit bermasalah, pada triwulan II 2017

terlihat menunjukkan perbaikan. Kredit bermasalah tercatat sebesar 2,61%,

membaik dibandingkan periode sebelumnya yang sebesar 2,87%. Perbaikan

tersebut terutama disebabkan restrukturisasi kredit yang dilakukan oleh

beberapa bank, terutama kredit investasi. Dari total kredit restrukturisasi

pada triwulan laporan yaitu sebesar Rp80 triliun, kredit investasi memiliki

pangsa sebesar 54,69% atau sebesar Rp42,8 triliun. Selain itu, perbaikan

NPL juga disebabkan adanya hapus buku kredit bermasalah yang tercermin

dari meningkatnya jumlah hapus buku. Pada triwulan II 2017 jumlah hapus

buku tercatat sebesar Rp122 triliun atau tumbuh 23,89% (yoy), melambat

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya 24,13% (yoy).

Dari 106 bank umum yang beroperasi di wilayah DKI Jakarta, kelompok aset

terbesar dimiliki oleh bank swasta nasional yang mencapai 51%, diikuti oleh

bank milik pemerintah dan bank asing masing-masing sebesar 33% dan

15% (Grafik 5.1), dengan kantor Pusat Bank sebagaian besar berada di

wilayah Jakarta Pusat.

Tabel 5.1 Perkembangan Kinerja Bank Umum di Provinsi DKI Jakarta triliun Rp

I II III IV I II III IV I II III IV I II

1 Total Asset 3,003 3,143 3,321 3,463 3,579 3,625 3,778 3,778 3,775 3,862 3,953 4,162 4,220 4,278

2 Dana Pihak Ketiga (DPK) 1,820 1,913 2,000 2,100 2,153 2,183 2,251 2,220 2,258 2,282 2,302 2,473 2,504 2,538

3 Kredit

- Lokasi Bank (LB) 1,623 1,706 1,759 1,803 1,806 1,887 1,960 2,004 1,942 2,024 2,036 2,140 2,131 2,177

- Lokasi Proyek (LP) 1,109 1,160 1,186 1,206 1,202 1,263 1,305 1,338 1,295 1,358 1,355 1,439 1,429 1,472

4 Pertumbuhan (growth )

- g_Asset (%, yoy) 13.43 17.08 15.81 14.50 18.39 15.33 13.77 9.09 6.18 6.53 4.64 10.17 11.81 10.78

- g_DPK (%, yoy) 11.25 12.01 12.37 12.90 18.30 14.10 12.54 5.69 4.86 4.54 2.25 11.39 10.89 11.22

- g_Kredit Lokasi Bank (%, yoy) 20.43 18.45 13.26 11.13 11.24 10.60 11.39 11.18 7.55 7.26 3.90 6.79 9.68 7.58

- g_Kredit Lokasi Proyek (%, yoy) 21.84 17.51 11.97 9.39 8.36 8.90 9.99 10.96 7.74 7.51 3.88 7.57 10.37 8.41

4 LDR

LDR-Lokasi Bank 89.20 89.18 87.96 85.83 83.87 86.44 87.06 90.29 86.03 88.69 88.46 86.56 85.09 85.79

LDR-Lokasi Proyek 60.93 60.61 59.30 57.39 55.81 57.85 57.96 60.26 57.35 59.49 58.88 58.19 57.08 57.99

5 Non performing loan (NPL)

- Lokasi Bank 1.56 1.68 1.91 1.90 2.05 2.22 2.45 2.33 2.73 2.96 3.01 2.96 2.95 2.70

- Lokasi Proyek 1.44 1.47 1.63 1.60 1.81 1.79 2.02 2.11 2.57 2.68 2.76 2.90 2.87 2.61

2014 2015 2016 2017No Keterangan

Sumber: Bank Indonesia

33%

51%

15%

1%

Bank Persero Bank Swasta Nasional

Bank Asing & Campuran Bank Pemerintah Daerah

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.1 Komposisi Aset Berdasarkan Kelompok Bank

Dana Pihak Ketiga (DPK)

Penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) pada triwulan II 2017 menunjukkan

peningkatan. DPK tercatat tumbuh sebesar 11,22% (yoy), lebih tinggi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 74

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang tumbuh 10,89% (yoy).

Peningkatan DPK terutama didorong oleh DPK pemerintah dan korporasi,

yang masing-masing tumbuh 17,20% dan 13,81%, lebih baik

dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar

13,11% dan 9,13%. Faktor utama peningkatan DPK tersebut berasal dari

peningkatan giro dan deposito yang mencapai 12,23% dan 10,86% (yoy),

lebih baik dari triwulan sebelumnya yang sebesar 10,39% dan 7,79%.

Sementara itu, penghimpunan dana tabungan menunjukkan perlambatan

pertumbuhan. Pada triwulan II 2017 dana tabungan tercatat tumbuh

sebesar 10,72% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang sebesar 13,90% (yoy) (Grafik 5.2). Perlambatan tersebut

terutama berasal dari sektor rumah tangga, seiring dengan meningkatnya

kebutuhan menjelang hari raya idul fitri dan jelang tahun ajaran baru.

Daerah bisnis dan pusat perdagangan seperti Jakarta Pusat dan Jakarta

Selatan masih menjadi primadona bagi DKI Jakarta dalam melakukan

penghimpunan dana. Penghimpunan dana di Jakarta Pusat dan Jakarta

Selatan masing-masing tumbuh sebesar 11,19% (yoy) dan 16,25% (yoy)

terutama didominasi oleh pertumbuhan deposito.

0

1

1

2

2

3

3

0

0

0

0

0

0

0

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

da

lam

tri

liu

n

Total DPK g_DPK Jakarta g_Tabungan Jakarta g_Deposito Jakarta

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

Jan Feb I II III IV I II

2016 2016 2017

dala

m tr

iliun

Jakarta Barat Jakarta Timur Jakarta Utara Jakarta Selatan Jakarta Pusat Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia

Grafik 5.2 Pertumbuhan DPK DKI Jakarta

Grafik 5.3 Sebaran DPK per wilayah

Bila dibandingkan dengan pertumbuhan DPK nasional dan Jawa,

pertumbuhan DPK Provinsi DKI Jakarta relatif lebih tinggi. Pertumbuhan DPK

nasional tercatat sebesar 10,32% (yoy), sementara pertumbuhan DPK di

Jawa sebesar 11,03%, (yoy) (Grafik 5.4). Selain itu, berdasarkan jumlah

nominal dana yang dihimpun, Provinsi DKI Jakarta masih menjadi tumpuan

perbankan nasional dalam hal penghimpunan dana pihak ketiga. Hal

tersebut tercermin dari proporsi penghimpunan DPK di DKI Jakarta

(berdasarkan lokasi bank) terhadap DPK Perbankan nasional mencapai 51%.

Sedangkan bila dibandingkan dengan perbankan di Jawa, proporsi DPK DKI

Jakarta mencapai 64% (Grafik 5.5).

%, yoy

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

0.00

4.00

8.00

12.00

16.00

20.00

24.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

g_DPK Perbankan Nasional g_DPK Perbankan di P. Jawa

g_DPK di Provinsi Jakarta

(%, yoy)

20.00

30.00

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

90.00

100.00

-

500

1,000

1,500

2,000

2,500

3,000

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

da

lam

tri

liun

Giro Tabungan

Deposito % DPK Jakarta thd Nasional (skala kanan)

% DPK Jakarta thd Jawa (skala kanan)

Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia

Grafik 5.4 Pertumbuhan DPK DKI Jakarta, Jawa dan Nasional

Grafik 5.5 Share DPK Jakarta terhadap Jawa dan Nasional

Komposisi dana pihak ketiga DKI Jakarta pada triwulan II 2017 masih

didominasi oleh deposito, dengan proporsi sebesar 54%. Kemudian diikuti

oleh giro dan tabungan dengan proporsi masing-masing sebesar 28% dan

18% (Grafik 5.6). Komposisi tersebut relatif tidak berubah dalam kurun

waktu empat tahun terakhir. Tingginya komposisi deposito tersebut

berdampak pada biaya dana yang ditanggung oleh bank menjadi lebih

mahal. Namun, hal tersebut masih dapat diatasi dengan mengalokasikan

kelebihan dana terebut dalam bentuk kredit di luar wilayah Jakarta ataupun

melakukan penempatan pada instrumen lain yang lebih menguntungkan.

28%

18%

54%

Giro Tabungan Deposito

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.6 Komposisi DPK di Jakarta

Penyaluran Kredit

Pertumbuhan ekonomi global yang berangsur membaik terutama di

beberapa negara tujuan ekspor belum berdampak langsung terhadap

kinerja ekspor Indonesia. Ekspor masih mengalami kontraksi sehingga

pertumbuhan kredit, terutama kredit modal kerja dan kredit investasi, ikut

mengalami perlambatan. Selain itu, proses pemulihan ekonomi Indonesia,

yang tidak sekuat perkiran semula, turut memberikan keyakinan terhadap

perbankan untuk tetap selektif dalam menyalurkan kreditnya. Hal tersebut

tercermin pada penyaluran kredit pada triwulan II 2017 yang cenderung

melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pertumbuhan kredit

berdasarkan lokasi proyek tumbuh melambat menjadi 8,41% (yoy) dari

triwulan sebelumnya yang sebesar 10,37% (yoy) (Grafik 5.7). Perlambatan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 76

tersebut terutama terjadi pada kredit modal kerja (dari 12,7% menjadi

9,3% (yoy)) dan kredit investasi (dari 9,3% menjadi 6,6% (yoy)). Sementara

itu, kredit konsumsi tumbuh sebesar 6,5% (yoy), meningkat dari triwulan

sebelumnya yang sebesar 4,04% (yoy) (Grafik 5.8). Berdasarkan jenis

penggunaannya, kredit di DKI Jakarta didominasi oleh kredit modal kerja

yang memiliki pangsa sebesar 57%, diikuti oleh kredit investasi (29%), dan

kredit konsumsi (14%) (Grafik 5.9).

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

0

500

1,000

1,500

2,000

2,500

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

Kredit (LB) Kredit (LP) - g_Kredit (LB) - g_Kredit (LP)

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

16%

18%

20%

0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

Trill

ion

s

Kredit Modal Kerja Kredit Investasi

Kredit Konsumsi g_Kredit Modal Kerja (skala kanan)

g_Kredit Investasi (skala kanan) g_Kredit Konsumsi (skala kanan) Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia

Grafik 5.7 Pertumbuhan Kredit di Jakarta

Grafik 5.8 Pangsa Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan

57%29%

14%

Kredit Modal Kerja Kredit Investasi Kredit Konsumsi

40.00

50.00

60.00

70.00

80.00

90.00

100.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

LDR-Lokasi Bank LDR-Lokasi Proyek

Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia

Grafik 5.9 Pangsa Kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan

Grafik 5.10 rasio LDR berdasarkan lokasi proyek dan lokasi bank

Dengan posisinya sebagai ibukota negara dan pusat kegiatan ekonomi

Indonesia, DKI Jakarta memiliki karakteristik sebagai daerah penghimpun

dana. Hal tersebut dikarenakan porsi belanja Kementerian dan Lembaga

(K/L) Pemerintah Pusat yang sebagian besar (50%) dikelola di DKI Jakarta

dan banyaknya korporasi yang berkantor pusat di DKI Jakarta, sehingga

dana korporasi yang mengalir ke kantor pusat menjadi sumber

penghimpunan dana bagi perbankan di Jakarta.

Besarnya penghimpunan dana tersebut tidak diimbangi dengan besarnya

permintaan kredit di Jakarta sehingga mendorong perbankan untuk

menyalurkan kreditnya ke daerah lainnya di luar Jakarta. Kondisi tersebut

tercermin dari LDR Lokasi proyek yang hanya sebesar 57,09%, jauh lebih

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

rendah dibandingkan dengan LDR Lokasi Bank yang sebesar 85,79% (Grafik

5.10). Dengan kata lain terdapat 27,80% kredit disalurkan di luar DKI

Jakarta.

Dari sisi risiko kredit, pada triwulan II 2017, tingkat kualitas kredit

perbankan di Provinsi DKI Jakarta membaik dibandingkan dengan triwulan I

2017, yaitu dari 2,87% menjadi 2,61% (Lokasi Proyek). Demikian pula

halnya dengan NPL berdasarkan lokasi bank yang tercatat membaik dari

2,95% menjadi 2.70% (Grafik 5.11).

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

NPL Lokasi Bank NPL Lokasi Proyek

0.00%

0.50%

1.00%

1.50%

2.00%

2.50%

3.00%

3.50%

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

NPL (LP) Modal Kerja Investasi Konsumsi

Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia

Grafik 5.11 Perkembangan NPL DKI Jakarta

Grafik 5.12 Perkembangan NPL (LP) Berdasarkan Jenis Penggunaan

Berdasarkan jenis penggunaan, NPL gross untuk seluruh jenis kredit tercatat

membaik dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. NPL gross kredit

modal kerja, kredit investasi, dan kredit konsumsi pada triwulan II 2017

masing-masing sebesar 2,66%, 2,82%, dan 1,93%, membaik dari triwulan

sebelumnya yang masing-masing sebesar 3,09%, 2,85%, dan 2,01%

(Grafik 5.12). Membaiknya risiko kredit tersebut disebabkan oleh

restrukturisasi kredit yang dilakukan oleh beberapa bank, terutama kredit

investasi. Dari total kredit restrukturisasi pada triwulan laporan yaitu Rp80

triliun, kredit investasi memiliki pangsa sebesar 54,69% atau sebesar Rp42,8

triliun. Selain itu, perbaikan NPL juga disebabkan adanya hapus buku kredit

bermasalah yang tercermin dari meningkatnya jumlah hapus buku. Pada

triwulan II 2017 jumlah hapus buku sebesar Rp122 triliun atau tumbuh

23,89% (yoy), melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

tumbuh sebesar 24,13% (yoy).

Secara keseluruhan, NPL di DKI Jakarta berdasarkan lokasi proyek masih

lebih rendah jika dibandingkan dengan NPL di Pulau Jawa maupun nasional

yang masing-masing tercatat sebesar 2,99% dan 3,02% (Grafik 5.13).

Namun, perbaikan NPL tersebut dibayangi oleh meningkatnya kredit

restrukturisasi sehingga secara keseluruhan rasio loan at risk juga ikut

terdorong meningkat selama beberapa tahun terakhir (grafik 5.14).

%

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 78

1.00

1.50

2.00

2.50

3.00

3.50

4.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

NPL Perbankan Nasional NPL Perbankan di P. Jawa

NPL Perbankan Jakarta

(%)

0.00%

5.00%

10.00%

15.00%

0

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

2011 2012 2013 2014 2015 2016 Jun-17

da

lam

tri

liun

Total Kredit LAR % LAR tdhp Total Kredit

Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia

Grafik 5.13 Pebandingan NPL DKI Jakarta, Jawa dan Nasional

Grafik 5.14 Loan at Risk DKI Jakarta

Dari total kredit yang telah diberikan, kredit kepada sektor swasta masih

mendominasi pemberian kredit, dengan porsi pada triwulan II 2017

mencapai 85,20%, sedangkan kepada sektor pemerintah sebanyak 13,47%

(Grafik 5.15). Hal tersebut tidak terlepas dari peran DKI Jakarta sebagai

pusat bisnis dan barometer ekonomi Indonesia. Namun, pada triwulan II

2017, pertumbuhan kredit kepada kedua sektor tersebut terlihat melambat.

Pertumbuhan kredit sektor swasta melambat dari 7,08% (yoy) menjadi

6,77% (yoy) dan sektor pemerintah melambat dari 35,08% (yoy) menjadi

22,85% (yoy) (Grafik 5.16).

13.47%

85.20%

1.33%

Sektor Pemerintah Sektor Swasta Lainnya

-20.00%

-10.00%

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

g_Sektor Pemerintah g_Sektor Swasta

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 5.15 Komposisi Kredit Berdasarkan Golongan Debitur

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 5.16 Pertumbuhan Kredit Berdasarkan Golongan Debitur

Banyaknya perkantoran dan pusat perbelanjaan yang terletak di Jakarta

Pusat dan Jakarta Selatan, maupun pusat grosir dan perdagangan seperti di

Mangga Dua, Tanah abang dan Glodok, serta tempat-tempat hiburan dan

restoran, membuat wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Selatan menjadi

dominan dalam hal penyaluran kredit. Pada triwulan II 2017, total kredit

yang disalurkan di dua daerah tersebut masing-masing sebesar 35,36% dan

35,14% dari total kredit di DKI Jakarta (Grafik 5.17).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

35.36%

10.15%11.00%

35.14%

8.26%

0.09%

Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat

Jakarta Selatan Jakarta Timur Kepulauan Seribu

0

100

200

300

400

500

600

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

dal

am t

riliu

n

Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat

Jakarta Selatan Jakarta Timur Kepulauan Seribu

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 5.17 Sebaran Kredit di Provinsi DKI Jakarta

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 5.18 Perkembangan Sebaran Kredit DKI Jakarta

B. Stabilitas Keuangan Daerah

Asesmen Sektor Korporasi

Sumber Kerentanan Sektor Korporasi

Kinerja korporasi DKI Jakarta pada triwulan II 2017 dipengaruhi

perkembangan sektor eksternal maupun internal. Dari sisi eksternal,

ketidakpastian kondisi geopolitik memberikan risiko bagi kinerja ekspor

unggulan DKI Jakarta seperti kendaraan bermotor, perhiasan, dan peralatan

mekanik. Sedangkan dari sisi internal pelarangan kendaraan angkutan

barang pada masa libur idul fitri, tingginya ketergantungan akan barang

impor, melemahnya kinerja belanja pemerintah, terutama pada belanja

Kementerian dan Lembaga (K/L), serta relatif tertahannya kegiatan belanja

masyarakat untuk mengantisipasi pengeluaran pasca idul fitri, turut

memberikan andil yang cukup besar dalam menahan laju perekonomian DKI

Jakarta. Walaupun di sisi lain kegiatan investasi, terutama infrastruktur terus

meningkat sejalan dengan realisasi berbagai proyek infrastruktur di DKI

Jakarta.

Beberapa faktor yang memberikan tekanan pada kinerja Korporasi DKI

Jakarta, antara lain :

1. Perlambatan permintaan negara mitra dagang utama DKI Jakarta

Selain memenuhi permintaan dan konsumsi domestik, korporasi di DKI

Jakarta juga melakukan ekspor untuk memenuhi permintaan dari pihak

eksternal. Adapun negara mitra dagang utama DKI Jakarta yaitu

Singapura, Amerika Serikat, Filipina, Tiongkok dan Thailand. Di tengah

perbaikan ekonomi dunia yang ditopang oleh pertumbuhan ekonomi

AS, Tiongkok dan Eropa, pertumbuhan ekonomi di beberapa negara

mitra dagang DKI Jakarta tersebut pada triwulan II juga menunjukkan

perbaikan. Perekonomian di Amerika Serikat tumbuh sedikit membaik,

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 80

yaitu 2.1%, dibandingkan triwulan sebelumnya tumbuh sebesar 2,0%.

Ekonomi Filipina juga tumbuh membaik yaitu 6,5%, sedikit lebih tinggi

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (6,4%). Mengikuti dua

negara sebelumnya, pertumbuhan ekonomi Thailand juga meningkat

menjadi 3,7% dari triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 3,3%

(Grafik 5.19). Namun hal tersebut belum dapat mendorong

pertumbuhan ekspor DKI Jakarta ke negara-negara mitra dagang

tersebut. Ekspor DKI Jakarta masih terkontraksi pada triwulan II 2017.

(2.00)

(1.00)

-

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Singapura Amerika Thailand Tiongkok Filipina

Bahan baku baja20%

Makanan minuman

16%

Kendaraan Bermotor13%

Produk Kimia11%

Perhiasan dan pakaian

7%

Lainnya33%

Sumber: Trading Economics Grafik 5.19 Pertumbuhan Ekonomi

Mitra Dagang Utama

Sumber: Bank Indonesia Grafik 5. 20 Share ekspor

komoditas DKI Jakarta

2. Perlambatan kinerja ekspor komoditas unggulan DKI Jakarta

Komposisi ekspor DKI Jakarta didominasi oleh ekspor bahan baku baja

(20,01%), makanan minuman (15,44%), kendaraan bermotor

(13,20%), produk kimia (10,68%), dan perhiasan (7,41%) (grafik 5.18).

Pada triwulan II 2017, seluruh komoditas unggulan tersebut mengalami

kontraksi (grafik 5.20), bahkan beberapa di antaranya terkontraksi

cukup dalam. Bahan baku baja terkontraksi 3,67% setelah pada

triwulan sebelumnya tercatat tumbuh 6,73%, demikian pula dengan

produk makanan dan minuman yang terkontraksi 11.74% dimana pada

triwulan sebelumnya juga terkontraksi 8,13%. Kontraksi yang cukup

dalam juga dialami oleh kendaraan bermotor sebesar 72,85% (triwulan

sebelumnya tercatat 59,18%), diikuti oleh perhiasan yang terkontraksi

39,19% (triwulan sebelumnya 10, 34%), dan produk kimia (terkontraksi

37,74% setelah pada triwulan sebelumnya tercatat tumbuh 11,38%).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

-80.00

-60.00

-40.00

-20.00

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

Basic Metals Food products and Beverages

Motor vehicles, trailers Chemicals and chemical products

Wearing Apparel, Dressing and dyeing -80.00

-60.00

-40.00

-20.00

0.00

20.00

40.00

60.00

80.00

100.00

120.00

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Singapura Amerika Filipina Tiongkok Thailand

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.21 Pertumbuhan Ekspor Komoditas Unggulan DKI Jakarta

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.22 Pertumbuhan Ekspor ke negara tujuan utama DKI

Jakarta

Ekspor komoditas bahan baku baja melambat terutama karena banyak

negara yang menerapkan bea masuk tinggi untuk melindungi industri

baja di dalam negeri masing-masing. Sebagai akibatnya produk baja dari

Indonesia menjadi tidak dapat bersaing, bahkan tidak bisa masuk ke

pasar ekspor. Beberapa negara yang menerapkan kebijakan tersebut

yaitu Amerika Serikat, Kanada, dan Australia. Untuk perhiasan,

penurunan ekspor lebih disebabkan karena menurunnya permintaan

akibat melambatnya ekonomi di beberapa negara tujuan ekspor yaitu

Tiongkok, Dubai dan India. Demikian pula halnya untuk perkembangan

pasar luar negeri kendaraan bermotor dan peralatan mekanik yang juga

belum sejalan dengan perbaikan kondisi ekonomi global secara umum,

sehingga berdampak pada angka pertumbuhan yang terus bergerak

negatif.

Selain hal di atas, adanya kebijakan pemerintah melalui Peraturan Dirjen

Perhubungan Darat No. SK2717/Aj.201/DRJD tentang Pengaturan Lalu

Lintas dan Pengaturan Kendaraan Angkutan Barang pada Masa

Angkutan Lebaran Tahun 2017 juga turut berkontribusi terhadap

terkontraksinya ekspor DKI Jakarta di triwulan II 2017. Berdasarkan

peraturan tersebut, angkutan barang ekspor dan impor pada masa libur

lebaran tahun 2017, pada tanggal 21 Juni s.d 29 Juni 2017 tidak boleh

beroperasi melalui jalan nasional dan jalan tol sehingga aktivitas arus

barang dari dan menuju pelabuhan mengalami penurunan.

3. Terbatasnya Investasi oleh pihak Swasta

Peran swasta dalam kegiatan investasi masih terbatas. Masih rendahnya

kegiatan investasi swasta terindikasi dari penyaluran kredit investasi

yang melanjutkan tren perlambatan. Pada triwulan II 2017 penyaluran

kredit investasi tumbuh 6,64% (yoy), lebih rendah dibandingkan dengan

pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 9,33% (yoy).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 82

Masih rendahnya investasi swasta tersebut tidak terlepas dari perilaku

investor swasta yang masih melanjutkan perilaku wait-and-see terhadap

kondisi ekonomi saat ini yang telah dimulai sejak awal tahun 2016. Hal

tersebut tercermin dari penyaluran kredit korporasi yang melambat pada

triwulan laporan. Dengan berlalunya Pilkada di DKI Jakarta diperkirakan

dapat mengurangi efek psikologis negatif dan perilaku wait-and-see

investor swasta, sehingga dalam ke depan kontribusi investasi dari

sektor swasta diharapkan membaik.

Percepatan beberapa proyek infrastruktur oleh Pemerintah Pusat dan

Daerah di DKI Jakarta diharapkan akan dapat menstimulus swasta untuk

meningkatkan perannya dalam pembangunan ekonomi DKI Jakarta.

Adapun proyek yang sedang dikerjakan yaitu kelanjutan pembangunan

Mass Rapid Transportation (MRT) dengan keseluruhan progres pekerjaan

sampai dengan akhir triwulan II 2017 telah mencapai 75%,

pembangunan LRT Jabodebek ruas Cawang-Cibubur (31,4%), ruas

Cawang-Kuningan-Dukuh Atas (2,7%), serta ruas Cawang-Bekasi Timur

(15,1%), pembangunan LRT rute Kelapa Gading-Velodrome (26,35%)

serta 3 underpass (Kartini, mampang-Kuningan, dan Matraman) dan 3

flyover (Cipinang Lontar, Pancoran, dan Bintaro) dengan progress

pekerjaan untuk mencapai 40%.

Kinerja dan risiko Sektor Korporasi

Kinerja Korporasi Umum

Sejalan dengan perlambatan kondisi ekonomi, kinerja korporasi pada

periode laporan diperkirakan sedikit melambat dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya, khususnya pada sektor industri pengolahan;

perdagangan besar dan eceran; dan kendaraan bermotor terutama karena

menghadapi berbagai tantangan, seperti belum adanya perbaikan yang

signifikan dari konsumsi masyarakat, serta penurunan kinerja ekspor.

Perlambatan kinerja korporasi tersebut antara lain tercermin pada :

- Kinerja lapangan usaha utama perdagangan besar dan eceran dan

reparasi kendaraan bermotor pada PDRB DKI Jakarta yang mengalami

perlambatan pertumbuhan dari 5,07% pada triwulan I 2017 menjadi

3,69% pada triwulan II 2017, yang dipicu oleh kinerja ekspor yang

melambat. Kinerja lapangan usaha real estate juga melambat dari

4,43% menjadi 4,05%, serta lapangan usaha jasa keuangan dan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

asuransi yang turun dari 9,15% menjadi 7.08%. Pertumbuhan ketiga

lapangan usaha tersebut masih berada di bawah pertumbuhan periode

yang sama tahun 2016 yaitu perdagangan 5,05%, real estate 4,58%

dan jasa keuangan 13,33% (yoy)

- Perlambatan juga terjadi pada industri pengolahan PDRB DKI Jakarta

yang tumbuh melambat dari 6,27% pada triwulan I 2017 menjadi

5,92%. Walaupun demikian pertumbuhan tersebut jauh lebih baik

dibandingkan dengan pertumbuhan pada periode yang sama tahun

2016 yang sebesar 3,82%.

- Dilihat dari sisi kredit, terjadi penurunan di sektor perdagangan besar

dan eceran dari sebelumnya 4,77% pada triwulan I 2017 menjadi

1,66% pada triwulan II 2017, demikian pula penyaluran kredit kepada

real estate, usaha persewaan dan jasa perusahaan yang turun cukup

signifikan dari 19,62% pada triwulan I 2017 menjadi 10,52% pada

triwulan II 2017.

Berdasarkan hasil liason kepada beberapa perusahaan besar di DKI Jakarta,

beberapa industri yang menghadapi tantangan dan risiko perlambatan

antara lain :

- Industri logam dasar dan besi baja

Beberapa negara tujuan ekspor utama menerapkan peraturan anti

dumping, dengan menerapkan bea masuk tinggi untuk melindungi

industri baja di dalam negeri masing-masing. Hal tersebut menyebabkan

produk baja dari Indonesia menjadi tidak dapat bersaing, bahkan tidak

bisa masuk ke pasar ekspor seperti Amerika Serikat yang menerapkan

bea masuk sebesar 51%, Kanada sebesar 49%, dan Australia sebesar

19%. Selain itu membanjirnya produk impor dari Tiongkok dan

menurunnya harga baja dunia ikut memengaruhi menurunnya kinerja

ekspor dan produksi industri logam dasar dan besi baja tersebut.

- Industri Kendaraan Bermotor

Pada triwulan II 2017, ekspor kendaraan bermotor, baik CBU maupun

CKD, terkontraksi cukup dalam sebesar 21,55% (yoy). Sedangkan pada

triwulan sebelumnya ekspor masih tercatat tumbuh sebesar 20,18%

(yoy). Penyebab turunnya ekspor tersebut terutama karena ekspor

kendaraan CKD yang terkontraksi mencapai 53,94% (yoy), lebih dalam

daripada triwulan I 2017 yang terkontraksi 23,50% (yoy). Selain itu,

penjualan kendaraan bermotor, khususnya mobil di DKI Jakarta,

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 84

berkurang 5,69% (yoy) dari jumlah penjualan pada triwulan yang sama

tahun 2016. Penjualan pada triwulan sebelumnya masih mengalami

pertumbuhan positif sebesar 6,18% (yoy). Jika ditelusuri lebih dalam,

penjualan mobil low cost green car (LCGC) menjadi penyebab

perlambatan tersebut. LCGC yang harganya cukup terjangkau oleh

masyarakat kelas menengah di DKI Jakarta, mencatat perlambatan yang

cukup dalam pada triwulan II 2017 dengan realisasi pertumbuhan

15,93% (yoy), jauh dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan

sebelumnya yang tercatat 55,5%.

- Industri Jasa Keuangan dan Asuransi

Perlambatan di sektor jasa keuangan dan asuransi antara lain tercermin

dari melambatnya pertumbuhan kredit pada periode laporan

dibandingkan dengan periode triwulan sebelumnya. Perlambatan

pertumbuhan kredit terutama terjadi pada kredit investasi korporasi,

yang melambat dari 8.7% pada triwulan I 2017 menjadi 5,9% pada

triwulan II 2017. Sementara itu, pertumbuhan kredit modal kerja hanya

mengalami sedikit perlambatan, yaitu dari 8,2% menjadi 8,1%.

Perlambatan pada kredit investasi tersebut terutama dialami oleh

korporasi yang bergerak di bidang perdagangan besar dan eceran, yang

turun cukup signifikan dari 13,9% menjadi 7,6%, diikuti oleh sektor real

estate dari 19,9% menjadi 14,7%. Dilihat dari kredit modal kerja

perlambatan yang cukup dalam dialami oleh sektor real estate, yang

turun signifikan dari 11,6% menjadi terkontraksi 1,6%.

- Industri kertas

Semakin tingginya kesadaran masyarakat terutama di negara-negara

maju terkait penggunaan kertas membuat permintaan akan kertas putih

dunia mengalami penurunan, selain juga menghadapi tekanan

menurunnya harga kertas dunia. Hal tersebut sejalan dengan penurunan

kapasitas produksi berdasarkan SKDU yaitu dari 68,67% pada triwulan

sebelumnya menjadi 56,25% pada triwulan laporan. Angka tersebut

terendah sejak tahun 2014 dengan kapasitas produksi terpakai pada

triwulan yang sama tahun sebelumnya mencapai 74%.

Adanya kebijakan pemerintah melalui Peraturan Dirjen Perhubungan

Darat No. SK2717/Aj.201/DRJD tentang Pengaturan Lalu Lintas dan

Pengaturan Kendaraan Angkutan Barang pada Masa Angkutan Lebaran

Tahun 2017 juga turut berkontribusi terhadap kinerja ekspor dan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

perdagangan DKI Jakarta. Berdasarkan peraturan tersebut, angkutan

barang ekspor dan impor pada masa libur lebaran tahun 2017, pada

tanggal 21 Juni s.d 29 Juni 2017 tidak boleh beroperasi melalui jalan

nasional dan jalan tol sehingga aktivitas arus barang dari dan menuju

pelabuhan mengalami penurunan.

0.00

5.00

10.00

15.00

20.00

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

Industri PengolahanKonstruksiPerdagangan Besar & Eceran dan Reparasi Mobil & Sepeda MotorJasa Keuangan dan Asuransi

-0.05

28.00

0.07

39.25

48.76

-0.50

1.11

0.38

-0.74-1.0

-0.5

0.0

0.5

1.0

1.5

2.0

2.5

3.0

-10.0

0.0

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0

60.0

I II III IV I II III IV I II III IV I II III

2014 2015 2016 2017

Realisasi SKDU g_PDRB

% qtq% SBT

*) perkiraan

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.23 Pertumbuhan PDRB Lapangan Usaha Unggulan DKI

Jakarta

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.24 Perkembangan Realisasi SKDU dan pertumbuhan

PDRB

Di tengah melambatnya kinerja beberapa industri di atas, optimisme dunia

usaha terhadap sektor-sektor unggulan terlihat masih cukup baik. Hal

tersebut tercermin dari :

- Meningkatnya pertumbuhan lapangan usaha konstruksi pada PDRB DKI

Jakarta dari sebelumnya 3,56% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi

4,11% (yoy) pada triwulan laporan (grafik 5.23). Pertumbuhan tersebut

masih jauh lebih baik dibandingkan periode yang sama pada tahun

2016 yang sebesar 0.82% terutama dipicu oleh maraknya

pembangunan infrastruktur oleh Pemerintah DKI Jakarta. Sektor swasta

diperkirakan juga akan mulai ambil bagian dalam aktivitas

pembangunan ekonomi. Hal itu terlihat dari hasil survei SKDU yang

menunjukkan perbaikan, sebagaimana terlihat dari meningkatnya nilai

saldo bersih tertimbang (SBT) Industri bangunan dari -4,34 SBT menjadi

13,49 SBT.

- Meningkatnya nilai Saldo Bersih Tertimbang (SBT) Survey Kegiatan Dunia

Usaha (SKDU) Bank Indonesia pada triwulan II 2017 menjadi sebesar

39,25 SBT (grafik 5.22), jauh lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan

I 2017 yang hanya sebesar 0.07 SBT. Membaiknya nilai SBT tersebut

antara lain disebabkan optimisme dunia usaha di sektor perdagangan,

restoran dan hotel, yang menunjukkan peningkatan yang signifikan,

yaitu dari -4,73 SBT menjadi 13,49 SBT. Demikian pula halnya dengan

Industri Keuangan Persewaan dan Jasa Perusahaan yang meningkat dari

4,30 SBT menjadi10,48 SBT (grafik 5.25).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 86

- Membaiknya Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) menjadi 136,7 dari

sebelumnya sebesar 130,6. Perbaikan keyakinan konsumen didorong

oleh ekspektasi kondisi kegiatan usaha 6 bulan ke depan yang membaik

(dari 146,9 menjadi 154,6) dan ekspektasi ketersediaan lapangan

pekerjaan 6 bulan ke depan (meningkat dari 97,21 menjadi 121,7).

Selain itu juga meningkatnya Indeks Ekonomi saat Ini (IKE) dari 100,7

menjadi 118,7 poin, dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) dari 141,8

menjadi 142,6 juga mencerminkan optimisme masyarakat akan

perbaikan ekonomi pada masa mendatang di DKI Jakarta (Grafik 5.26).

-0.1

-0.05

0

0.05

0.1

0.15

0.2

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

Industri Pengolahan BangunanPerdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & KomunikasiKeuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan

50.0

75.0

100.0

125.0

150.0

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

Indeks Ekonomi Saat Ini (IKE) Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK)

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.25 Perkembangan Realisasi SKDU sektor Unggulan DKI

Jakarta

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.26 Perkembangan Indeks IEK, IKK dan IKE DKI Jakarta

- Meningkatnya kapasitas produksi pada Industri pengolahan

sebagaimana hasil SKDU dari 70,18% pada triwulan sebelumnya

menjadi 75,13% pada triwulan II 2017 (grafik 5.27), yang terutama

dipicu oleh peningkatan kapasitas produksi di industri kimia (dari

74,71% menjadi 84%), industri alat angkut, mesin dan peralatannya

(dari 65,75% menjadi 80,0%), industri logam dasar, besi dan baja (dari

72,0% menjadi 80,0% dan industri tekstil, barang kulit dan alas kaki

(dari 57,0% menjadi 59,88%).

55.00%

60.00%

65.00%

70.00%

75.00%

80.00%

85.00%

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

Rata-rata Industri Kapasitas Produksi Industri Pengolahan

Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.27 Kapasitas Produksi Industri Pengolahan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

Kinerja Korporasi - Keuangan

Pada triwulan I 2017, kinerja korporasi DKI Jakarta menunjukkan perbaikan,

seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi makro DKI Jakarta. Hal

tersebut tercermin dari meningkatnya indikator profitabilitas, solvabilitas dan

likuditas. Namun, produktivitas terlihat sedikit menurun dibandingkan

dengan triwulan IV 2016. Pada triwulan II 2017, korporasi DKI Jakarta masih

menghadapi tantangan berupa menurunnya permintaan ekspor terutama

dari negara-negara tujuan utama, walaupun secara keseluruhan indikator

perekonomian di negara-negara tersebut menunjukkan perbaikan.

Tabel 5.2 Tabel Rasio Keuangan Korporasi Nonkeuangan

2016 TW I 2017 2016 TW I 2017 2016 TW I 2017 2016 TW I 2017

1 Pertanian 1.71 0.78 4.59 2.62 4.22 4.21 16.89 16.44

2 Industri Dasar dan Kimia 2.34 1.84 4.32 3.66 0.39 0.44 3.04 3.44

3 Industri Barang Konsumsi 3.26 3.43 5.87 6.14 0.63 0.59 2.01 2.16

4 Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi 1.16 1.21 2.94 3.17 1.30 1.11 0.99 1.26

5 Aneka Industri 1.15 1.25 2.52 2.69 0.88 0.97 1.28 1.21

6 Pertambangan 0.56 1.06 0.95 1.78 0.69 0.68 2.40 2.29

7 Properti dan Real Estate 1.03 1.08 2.34 2.61 1.40 1.51 1.69 1.68

8 Perdagangan, Jasa dan Investasi 1.10 1.46 2.48 3.29 0.98 0.88 1.44 1.55

1.42 1.54 3.10 3.44 1.02 0.96 1.50 1.61

2016 TW I 2017 2016 TW I 2017 2016 TW I 2017 2016 TW I 2017

1 Pertanian 1.84 1.85 25.40 24.32 4.72 3.32 1.64 2.13

2 Industri Dasar dan Kimia 6.66 5.44 21.19 19.33 0.71 0.85 7.57 7.28

3 Industri Barang Konsumsi 2.59 2.70 39.42 37.84 0.68 0.51 15.58 18.42

4 Infrastruktur, Utilitas dan Transportasi 1.77 1.90 14.78 16.34 0.54 0.55 4.62 5.58

5 Aneka Industri 2.13 2.03 23.06 22.12 1.50 1.40 15.89 19.08

6 Pertambangan 2.49 2.47 11.76 10.92 0.44 0.40 23.16 24.33

7 Properti dan Real Estate 1.72 1.66 14.57 9.95 1.00 1.09 5.93 6.26

8 Perdagangan, Jasa dan Investasi 2.02 2.14 59.91 42.10 0.99 0.95 9.31 9.84

2.04 2.11 24.26 22.96 0.82 0.78 7.75 8.93

Arah

Arah

ArahCurrent RatioDERROE

Agregat

Sektor

Sektor

ArahArah

Arah

No

No

Agregat

ArahSovability Ratio DSR

ArahICR

ROA

Asset Turnover

Sumber : Reuters, diolah

A. Produktivitas

Dibandingkan dengan triwulan IV 2016, produktivitas korporasi, yang

tercermin dari indikator asset turnover, turun dari 24,26 menjadi 22,96.

Namun, indikator inventory turnover sedikit meningkat, yaitu dari 10,45

menjadi 10,54. Kemampuan korporasi DKI Jakarta untuk mengoptimalkan

penggunaan asetnya lebih rendah dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Kondisi ini sesuai dengan perilaku historis, yaitu cenderung

melambatnya permintaan pada awal tahun, baik domestik maupun

eksternal, dibandingkan dengan saat pergantian tahun.

B. Profitabilitas

Pada triwulan I 2017 rasio ROA dan ROE meningkat, masing-masing dari

1,42% dan 3,10% pada triwulan sebelumnya menjadi sebesar 1,54% dan

3,44% (Tabel 5.2). Kenaikan ROA dan ROE tersebut terutama disebabkan

oleh kenaikan net income karena korporasi melakukan upaya-upaya

efisiensi, baik berupa penurunan biaya maupun utang. Hal ini terlihat dari

lebih rendahnya proporsi utang korporasi pada triwulan laporan menjadi

96% dari triwulan sebelumnya sebesar 102%. Penurunan tertinggi terjadi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 88

pada sektor infrastruktur, utilitas dan komunikasi. Namun, dari sisi

produktivitas terlihat ada penurunan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Kondisi tersebut tercermin dari rasio perputaran aset yang

lebih rendah, terutama di sektor korporasi nonkeuangan.

C. Solvabilitas

Tingkat ketahanan korporasi DKI Jakarta secara keseluruhan cenderung

lebih baik dibandingkan dengan kondisi triwulan IV 2016. Kondisi ini

dipengaruhi oleh rasio penurunan komposisi utang, yang tercermin dari

penurunan indikator debt to equity ratio (DER) dari 102% (triwulan IV 2016)

menjadi 96% (triwulan I 2017). Penurunan DER tersebut mendorong

naiknya indikator solvabilitas korporasi (Total Aset/Total Liabilitas) dari 204%

menjadi 211% dan likuiditas (current ratio) dari 150% menjadi 161%.

D. Likuiditas

Likuiditas korporasi juga terlihat membaik tercermin melalui peningkatan

current ratio dari 150% menjadi 161% yang didorong oleh peningkatan

likuiditas di industri kimia, industri barang konsumsi, transportasi dan

pedagangan.

Membaiknya profitabilitas korporasi DKI Jakarta secara langsung menambah

kemampuan korporasi tersebut dalam membayar utang sehingga Debt

Service Ratio (DSR) mengalami perbaikan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. DSR pada triwulan I 2017 tercatat sebesar 77,7%% atau

membaik dibandingkan dengan posisi triwulan sebelumnya sebesar 81,7%.

Selain itu, kemampuan korporasi dalam membayar bunga juga mengalami

peningkatan, tercermin dari nilai Interest Coverage Ratio (ICR) yang sebesar

8,93, membaik dibandingkan dengan triwulan IV 2016 sebesar 7,75. Hal ini

mengindikasikan semakin kecilnya utang korporasi yang berisiko. Namun,

beberapa sektor masih menunjukkan DSR yang cukup tinggi. Sektor-sektor

tersebut antara lain pertanian, aneka industri dan sektor properti dan real

estate dengan DSR masing-masing sebesar 332%, 140%, dan 109%. Hal

itu menunjukkan bahwa kemampuan industri dalam menghasilkan profit

belum dapat mengimbangi utang yang menjadi kewajibannya. Artinya,

terdapat risiko berkurangnya repayment capacity utang korporasi pada

sektor tersebut, yang dapat menjadi sumber kerentanan sistem keuangan,

yang perlu terus diperhatikan. Namun, dengan ICR yang masih >1,5 maka

kemampuan korporasi dalam membayar bunga tergolong masih cukup baik.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

Berdasarkan asesmen kinerja korporasi di atas, secara keseluruhan korporasi

DKI Jakarta mengalami perbaikan jika dibandingkan tahun 2016, namun

masih terdapat beberapa sektor yang profitabilitasnya menurun yaitu sektor

industri dasar dan kimia serta industri pertanian. Walaupun demikian

penurunan di sektor-sektor tersebut diprediksi tidak akan berdampak secara

luas.

Pada triwulan II 2017 koporasi DKI Jakarta masih menghadapi kendala

berkaitan dengan permintaan ekspor yang terbatas terutama di beberapa

negara tujuan utama. Namun, optimisme dunia usaha terhadap sektor-

sektor unggulan terlihat masih cukup baik sejalan dengan membaiknya

perekonomian dunia dan perekonomian negara-negara tujuan ekspor.

Eksposur Perbankan pada Sektor Korporasi

Perkreditan

Secara umum, porsi kredit perbankan yang disalurkan pada triwulan II 2017

ke sektor korporasi meningkat dari 61,69% pada triwulan sebelumnya

menjadi 64,51% pada triwulan II 2017. Namun, pertumbuhan penyaluran

kredit pada triwulan laporan melambat dari 8,09% (yoy) pada triwulan

sebelumnya menjadi sebesar 7,1% (yoy) (Grafik 5.29). Meskipun melambat,

penyaluran kredit pada tiga sektor utama di Provinsi DKI Jakarta tumbuh

lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Ketiga sektor

tersebut adalah sektor perdagangan besar dan eceran; sektor perantara

keuangan, dan sektor industri pengolahan yang masing masing tumbuh

6,03%, 22,23%, dan 3,36% (yoy) (Grafik 5.30). Sektor konstruksi menjadi

salah satu sektor yang menahan pertumbuhan kredit kepada sektor

korporasi. Pada triwulan II 2017 sektor ini tumbuh melambat dari 27,22%

(yoy) menjadi 19,54% (yoy).

13%

65%

21%

1%

Pemerintah Korporasi Rumah Tangga Lainnya

0%

2%

4%

6%

8%

10%

12%

14%

0

100

200

300

400

500

600

700

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

Tri

llio

ns

Modal Kerja Investasi g_kredit Korporasi

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 5.28 Pangsa kredit korporasi Sumber: Bank Indonesia

Grafik 5.29 Pertumbuhan kredit Koprorasi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 90

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

700

750

800

850

900

950

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

Tri

llio

ns

Kredit Korporasi (skala kiri) g_Industri Pengolahan g_Konstruksi

g_Perdagangan Besar dan Eceran g_Perantara Keuangan

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

NPL Korporasi Industri Pengolahan Konstruksi Perdagangan Besar dan Eceran Perantara Keuangan

Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.30 Penyaluran Kredit pada

Sektor Utama Korporasi

Sumber: Bank Indonesia Grafik 5.31 NPL pada Sektor Utama

Korporasi

Dari sisi kualitas kredit secara umum, non-performing loan (NPL) kredit

korporasi membaik yaitu dari 3,67% menjadi 3,18% pada triwulan II 2017 .

Perbaikan kualitas kredit tersebut didukung oleh perbaikan pada beberapa

sektor ekonomi di antaranya tiga sektor utama di Provinsi DKI Jakarta yaitu

sektor Perdagangan Besar dan Eceran, sektor industri pengolahan, dan

sektor perantara keuangan yang pada triwulan laporan tercatat membaik

menjadi 4,47%, 3,45%, dan 0,81% (yoy).

Tabel 5.3 Kredit Korporasi menurut sektor ekonomi

Baki

Debet

(Rp T)

Pangsa

(%)

Pertumb.

Kredit

NPL

Gross

Baki

Debet

(Rp T)

Pangsa

(%)

Pertumb.

Kredit

NPL

Gross

Baki

Debet

(Rp T)

Pangsa

(%)

Pertumb.

Kredit

NPL

Gross

Baki

Debet

(Rp T)

Pangsa

(%)

Pertumb.

KreditNPL Gross

1 Perdagangan Besar Dan Eceran 157,92 18,80% -0,29% 5,79% 165,47 17,88% 1,89% 5,50% 165,51 18,23% 4,81% 5,14% 175,03 18,44% 6,03% 4,47%

2 Industri Pengolahan 164,26 19,56% 5,27% 3,69% 174,68 18,88% -0,27% 4,52% 165,14 18,19% 0,54% 4,23% 176,34 18,57% 3,36% 3,45%

3 Perantara Keuangan 119,81 14,26% 4,55% 0,40% 141,45 15,29% 20,99% 1,20% 142,90 15,74% 19,27% 1,50% 155,50 16,38% 22,23% 0,81%

4 Real Estate, Usaha Persewaan, Dan Jasa Perusahaan 89,18 10,62% 18,74% 3,54% 104,74 11,32% 16,84% 2,31% 103,66 11,42% 16,23% 1,80% 107,92 11,37% 7,23% 1,92%

5 Transportasi, Pergudangan Dan Komunikasi 86,97 10,35% 6,81% 4,51% 80,84 8,74% -10,24% 5,80% 81,81 9,01% -5,93% 6,33% 78,78 8,30% -9,57% 4,73%

6 Konstruksi 51,91 6,18% 21,85% 4,51% 65,77 7,11% 28,56% 3,22% 66,04 7,27% 4,81% 2,92% 68,65 7,23% 19,54% 3,64%

7 Pertanian, Perburuan Dan Kehutanan 56,36 6,71% 17,19% 3,21% 67,98 7,35% 10,79% 3,67% 62,70 6,91% 11,24% 3,67% 65,90 6,94% 8,21% 1,96%

8 Pertambangan Dan Penggalian 52,00 6,19% 4,04% 3,67% 55,95 6,05% 0,19% 6,11% 53,46 5,89% 2,80% 6,39% 54,31 5,72% 6,14% 6,41%

9 Penyediaan Akomodasi Dan Penyediaan Makan Minum 22,29 2,65% 18,59% 0,50% 23,54 2,54% 7,83% 0,71% 23,48 2,59% 5,33% 2,18% 24,17 2,55% 5,49% 2,17%

10 Listrik, Gas Dan Air 13,31 1,58% -6,99% 2,22% 16,11 1,74% 4,09% 3,05% 16,39 1,80% 23,10% 4,77% 15,85 1,67% 2,27% 4,06%

11 Lain-lain 25,93 3,09% 0,04% 2,31% 28,73 3,11% -1,32% 1,26% 26,76 2,95% 3,20% 2,35% 26,94 2,84% 2,20% 2,78%

Total 839,95 100% 6,97% 3,21% 925,27 100% 6,48% 3,67% 907,86 100% 8,09% 3,67% 949,38 100,00% 7,15% 3,18%

Jun-17

Sektor EkonomiNo

Mar-17Des-16Mar-16

Sumber: Bank Indonesia

Dana Pihak Ketiga

Dari sisi pendanaan, pada triwulan II 2017, pertumbuhan dana pihak ketiga

(DPK) korporasi meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu

dari 9,12% menjadi 13,91% (yoy) (Grafik 5.32). Peningkatan DPK pada

triwulan laporan dipicu oleh meningkatnya tabungan maupun deposito

(Grafik 5.31). Komposisi DPK korporasi lebih didominasi oleh deposito yang

memiliki pangsa sebesar 53% dari total DPK (Grafik 5.34).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

900

950

1000

1050

1100

1150

1200

1250

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

Tri

llio

ns

DPK Korporasi g_DPK Korporasi

-10.00%

0.00%

10.00%

20.00%

30.00%

40.00%

50.00%

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

g_DPK Korporasi g_giro g_tabungan g_deposito

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.32 Perkembangan DPK Korporasi Grafik 5.33 Pertumbuhan komponen DPK

42%

5%

53%

giro tabungan deposito

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.34 Komposisi DPK Korporasi

Asesmen Sektor Rumah Tangga

Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga

Pada triwulan II 2017 kinerja perekonomian Jakarta tercatat tumbuh

melambat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yaitu dari 6,45%

(yoy) menjadi 5,96% (yoy) yang disebabkan oleh pelemahan kinerja ekspor

dan impor, serta belanja pemerintah. Sementara itu, kendati melambat,

konsumsi rumah tangga, konsumsi lembaga non-profit yang melayani

rumah tangga (LNPRT) dan ekspor neto antardaerah masih tumbuh cukup

tinggi. Masa puasa dan Idul Fitri, serta kegiatan Pilkada DKI Jakarta putaran

kedua dan berbagai kegiatan lembaga keagamaan yang menyertai aktivitas

sepanjang bulan puasa menjadi faktor penahan laju perlambatan

pertumbuhan konsumsi (Grafik 5.35).

Pada triwulan II 2017 pertumbuhan konsumsi rumah tangga mengalami

perlambatan, yaitu dari 5,97% (yoy) menjadi 5,86% (yoy). Sekalipun

melambat, pencapaian pertumbuhan konsumsi rumah tangga tersebut

terbilang cukup tinggi. Aktivitas belanja masyarakat yang dipengaruhi

momen hari besar keagamaan telah menopang konsumsi rumah tangga

sehingga menahan perlambatan yang tidak terlalu dalam. Hal tersebut

diperkuat dengan lebih tingginya pertumbuhan kredit konsumsi rumah

tangga dari triwulan sebelumnya dan meningkatnya ekspektasi dan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

92

optimisme masyarakat sebagaimana terindikasi pada peningkatan

komponen indeks Survei Konsumen (SK).

-

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

56%

57%

58%

59%

60%

61%

62%

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Proporsi Konsumsi RT thd PDRB Proporsi Konsumsi Non RT thd PDRB

Pertumbuhan Konsumsi RT (RHS) Pertumbuhan PDRB (RHS)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolah

Grafik 5.35 Kontribusi Konsumsi Rumah Tanggal Terhadap PDRB

Meskipun perekonomian melambat, Indeks Keyakinan Konsumen (IKK)

menunjukkan tren yang membaik. Hasil survei ini mengonfirmasi adanya

optimisme masyarakat akan kondisi perekonomian yang dirasakannya saat

ini. Optimisme masyarakat tercermin dari angka Indeks Keyakinan

Konsumen (IKK), yang lebih besar dari 100. IKK tercatat meningkat, yaitu

dari 121,1 pada triwulan sebelumnya menjadi 130,6 pada triwulan laporan.

Peningkatan IKK didorong oleh peningkatan dua komponen pembentuknya

yaitu Indeks Kondisi Ekonomi (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK).

IKE, yang menggambarkan persepsi konsumen mengenai kondisi ekonomi

saat ini menunjukkan peningkatan menjadi 118,7 dibandingkan dengan

triwulan sebelumnya sebesar 100,6, menunjukkan optimisme yang

menguat. Sementara itu, IEK, yang menggambarkan persepsi masyarakat

akan prospek ekonomi Jakarta ke depan, juga menunjukkan optimisme

yang semakin kuat. Hal tersebut tercermin dari peningkatan indeks, yaitu

dari 141,6 pada triwulan sebelumnya, menjadi 142,6 (Grafik 5.36). Persepsi

positif masyarakat tersebut dibangun oleh adanya optimisme perbaikan

kondisi lapangan usaha, yang berdampak pada lebih terbukanya lapangan

pekerjaan, dan perbaikan penghasilan.

70

80

90

100

110

120

130

140

150

I II III IV I II III IV I II

2015 2016 2017

Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Indeks Kondisi Ekonomi Saat Ini (IKE)

Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Threshold

Optim

isPesi

mis

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Grafik 5.36 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 93

Kinerja Keuangan Rumah Tangga

Kondisi keuangan rumah tangga pada triwulan laporan masih menunjukkan

ketahanan yang cukup baik. Hal tersebut didukung dari hasil survei

konsumen Bank Indonesia yang menunjukkan optimisme adanya

peningkatan pendapatan rumah tangga. Meskipun pertumbuhan DPK

rumah tangga mengalami perlambatan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya, yaitu dari 8,57% (yoy) menjadi 6,04% (yoy) (Grafik 5.37),

berdasarkan hasil survei konsumen Bank Indonesia proporsi penghasilan

yang digunakan untuk menabung dan pembayaran cicilan meningkat dari

triwulan sebelumnya. Sedangkan porsi untuk konsumsi mengalami

penurunan pada triwulan II 2017 (Grafik 5.38). Berdasarkan data tersebut,

dapat diindikasikan bahwa perilaku rumah tangga pada triwulan laporan

cenderung untuk menahan konsumsinya dengan mengalokasikan

penghasilan untuk membayar cicilan dan menabung.

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

g_Total DPK g_DPK RT

56.5

66.6 66.9 64.8

56.3 61.0

16.8 17.7 15.7 16.0 20.5

16.4

26.7

15.7 17.4 19.2 23.2 22.6

-

10.0

20.0

30.0

40.0

50.0

60.0

70.0

80.0

Jan Feb Mar Apr Mei Jun

2017

Konsumsi Pembayaran cicilan/pinjaman Tabungan

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 5.37 Pertumbuhan Total DPK dan DPK Rumah Tangga

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Grafik 5.38 Pertumbuhan Total DPK dan DPK Rumah Tangga

Dana Pihak Ketiga Rumah Tangga di Perbankan

Pada triwulan laporan, Dana Pihak Ketiga (DPK) rumah tangga tumbuh

sebesar 6,04% (yoy), atau lebih rendah dibandingkan dengan triwulan I

2017 yang sebesar 8,57% (yoy). Penurunan terutama disebabkan turunnya

tabungan dan deposito, yaitu dari sebelumnya tumbuh 12,09% dan 6,3%

menjadi 7,02% dan 3,61%. Hal tersebut ikut menarik pertumbuhan DPK

rumah tangga ke bawah walaupun pertumbuhan giro meningkat dari

6,26% menjadi 19,63% (yoy) (Grafik 5.39). Pangsa DPK rumah tangga

terhadap total DPK perbankan di Provinsi DKI Jakarta sendiri hanya sebesar

37,84%, menurun dari triwulan sebelumnya 37,65% (Grafik 5.40).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

94

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

g_Giro RT g_Tabungan RT g_Deposito RT g_Total DPK RT

41

.64

%

41

.47

%

41

.44

%

42

.30

%

41

.83

%

41

.95

%

37

.03

%

40

.52

%

37

.97

%

39

.69

%

40

.23

%

39

.71

%

37

.65

%

37

.84

%

58

.36

%

58

.53

%

58

.56

%

57

.70

%

58

.17

%

58

.05

%

62

.97

%

59

.48

%

62

.03

%

60

.31

%

59

.77

%

60

.29

%

62

.35

%

62

.16

%

0%10%20%30%40%50%60%70%80%90%

100%

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

DPK RT DPK Non RT

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.39 Perkembangan DPK Grafik 5.40 Komposisi DPK

Penurunan DPK rumah tangga yang signifikan terjadi pada dana yang

bersifat jangka pendek, yaitu tabungan (Grafik 5.39). Pertumbuhan tersebut

mengindikasikan bahwa masyarakat menggunakan dana tersebut untuk

memenuhi kebutuhan konsumsi jangka pendeknya, seperti konsumsi

pangan dan nonpangan, cicilan utang, dan lain sebagainya. Dengan laju

perubahan masing-masing DPK tersebut, maka porsi deposito terhadap total

DPK rumah tangga menjadi yang tertinggi, yaitu sebesar 19,79%, diikuti

dengan porsi tabungan (15,19%), dan giro (2,86%) (Grafik 5.41).

3.26% 3.33% 3.09% 3.33% 3.33% 3.58% 2.46% 3.03% 2.68% 2.66% 3.74% 3.94% 2.60% 2.86%

16

.85

%

16

.29

%

15

.88

%

15

.45

%

14

.65

%

14

.60

%

14

.65

%

15

.35

%

14

.87

%

15

.79

%

15

.74

%

15

.53

%

15

.22

%

15

.19

%

21

.53

%

21

.85

%

22

.47

%

23

.52

%

23

.85

%

23

.78

%

19

.92

%

22

.13

%

20

.42

%

21

.24

%

20

.75

%

20

.25

%

19

.83

%

19

.79

%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Giro RT Tabungan RT Deposito RT

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 5.41 Komposisi DPK Rumah Tangga

Kredit Perbankan pada Sektor Rumah Tangga

Berbeda dengan pertumbuhan total kredit di Provinsi DKI Jakarta yang

tumbuh melambat, pertumbuhan kredit rumah tangga pada triwulan

laporan meningkat. Kredit rumah tangga tumbuh 4,98% (yoy) atau

meningkat dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 2,37%

(yoy) (Grafik 5.42). Sedangkan komposisi kredit rumah tangga terhadap

total kredit perbankan di Provinsi DKI Jakarta pada triwulan II 2017 hanya

sebesar 20,74% atau lebih rendah dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya yang sebesar 21,13% (Grafik 5.43). Berdasarkan jenis

penggunaannya, kredit kepada sektor rumah tangga sebagian besar

digunakan untuk konsumsi (64,56%), diikuti kredit modal kerja (22,51%),

dan kredit investasi (12,93%) (Tabel 5.4).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 95

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

g_Kredit (LP) g_Kredit Non RT g_Kredit RT

75.01%

75.66%

76.15%

74.75%

75.00%

75.31%

76.03%

76.07%

75.88%

77.16%

77.47%

77.56%

77.65%

77.98%

23

.52

%

23

.05

%

22

.28

%

23

.63

%

23

.20

%

23

.11

%

22

.37

%

22

.31

%

22

.78

%

21

.42

%

21

.21

%

21

.03

%

21

.13

%

20

.74

%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Kredit Non RT Kredit RT Lainnya

Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia

Grafik 5.42 Perkembangan Kredit Grafik 5.43 Komposisi Kredit

Tabel 5.4 Kredit Sektor Rumah Tangga Berdasarkan Jenis Penggunaan

triliun Rp

Jumlah

Kredit NPL (%)

Jumlah

Kredit NPL (%)

Jumlah

Kredit NPL (%)

Jumlah

Kredit NPL (%)

Jumlah

Kredit NPL (%)

Jumlah

Kredit

Pangsa

(%)NPL (%)

RT-Modal Kerja 63.91 2.56 63.36 2.80 65.90 2.94 68.53 3.17 68.17 3.32 68.73 22.51 4.11

RT-Investasi 47.39 2.91 43.75 3.30 39.38 5.30 46.45 4.63 41.08 3.76 39.47 12.93 3.67

RT-Konsumsi 183.64 1.76 183.69 1.82 182.21 2.01 187.56 1.87 192.67 1.97 197.07 64.56 1.96

Total Kredit RT 294.94 2.12 290.80 2.26 287.49 2.67 302.54 2.59 301.92 2.52 305.27 100.00 2.66

Jenis

Penggunaan

II

2016

I II III IV

2017

I

Sumber: Bank Indonesia

Kredit konsumsi rumah tangga meningkat cukup signifikan, yaitu dari

4,91% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 7,28% (yoy) pada triwulan

laporan. Peningkatan kredit konsumsi ini dikarenakan adanya peningkatan

dari seluruh jenis penggunaan kredit. Pada triwulan II 2017 tercatat kredit

pemilikan rumah tumbuh dari -0,34% (yoy) menjadi 1,47% (yoy), kredit

kendaraan bermotor dari -4,67% (yoy) menjadi 2,80% (yoy), dan kredit

multiguna dari 10,23% (yoy) menjadi 11,77% (yoy) (Grafik 5.44).

-15%

-10%

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

g_Kredit RT g_Kredit Perumahan

g_Kredit Kendaraan g_Kredit Multiguna

Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 5.44 Perkembangan Kredit Rumah Tangga

Berdasarkan komposisinya, kredit multiguna memiliki porsi terbesar dalam

kredit konsumsi rumah tangga yaitu mencapai 57,43%, diikuti oleh kredit

perumahan dan kredit kendaraan bermotor masing-masing sebesar 32,59%

dan 9,98% (Grafik 5.45). Pertumbuhan kredit multiguna yang terus

meningkat dan pangsa yang lebih besar dibandingkan dengan jenis kredit

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

96

konsumsi rumah tangga lainnnya, tidak terlepas dari semakin giatnya

penawaran-penawaran perbankan kepada debitur yang disertai dengan

prosedur pengajuan kredit multiguna yang cenderung mudah, dan

fleksibilitas dalam penggunaan dana menyebabkan kredit jenis ini banyak

diminati oleh masyarakat walaupun dengan konsekuensi suku bunga yang

lebih tinggi.

49

.44

%

48

.28

%

48

.39

%

49

.74

%

50

.96

%

52

.69

%

52

.00

%

53

.58

%

54

.03

%

55

.13

%

55

.08

%

55

.49

%

56

.77

%

57

.43

%

38

.08

%

39

.27

%

39

.14

%

38

.66

%

37

.90

%

36

.81

%

36

.69

%

35

.63

%

35

.36

%

34

.46

%

34

.38

%

34

.32

%

33

.59

%

32

.59

%

0%

20%

40%

60%

80%

100%

120%

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Kendaraan Multiguna Perumahan

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 5.45 Komposisi Kredit Konsumsi Rumah Tangga

Dari sisi risiko kredit, NPL Konsumsi rumah tangga di DKI Jakarta masih

berada di bawah batas aman meskipun memiliki kecenderungan untuk

meningkat. Pada posisi triwulan laporan NPL tercatat sebesar 1,96%, atau

sedikit lebih rendah dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang

sebesar 1,97% (Grafik 5.46). Penurunan NPL tersebut didorong oleh

membaiknya NPL pada kredit pemilikan rumah yaitu dari 2,58% menjadi

2,38%.

0.00%

0.50%

1.00%

1.50%

2.00%

2.50%

3.00%

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

NPL Kredit Konsumsi RT NPL Krd Perumahan

NPL Krd Kendaraan NPL Krd Multiguna

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 5.46 Perkembangan NPL Kredit Konsumsi Rumah Tangga

C. Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM Akses Keuangan kepada UMKM Berbeda dengan pertumbuhan kredit yang disalurkan di Provinsi DKI Jakarta,

kinerja kredit UMKM pada triwulan laporan tumbuh lebih baik

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Pada triwulan II 2017 kredit

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 97

UMKM tumbuh sebesar 4,25% (yoy), lebih baik dari triwulan sebelumnya

sebesar 4,08% (yoy) (Grafik 5.47). Berdasarkan jenis penggunaannya, kredit

UMKM terutama diberikan untuk kredit modal kerja, yaitu sebesar 71%,

dan sisanya diberikan untuk kredit investasi sebesar 29% (Grafik 5.48).

-5%

0%

5%

10%

15%

20%

25%

-

200

400

600

800

1,000

1,200

1,400

1,600

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Total Kredit (LP) Total Kredit UMKM (LP)g_Total Kredit (Skala Kanan) g_kredit UMKM (Skala Kanan)

71%

29%

0%

UMKM - Modal Kerja UMKM - Investasi UMKM - Konsumsi

Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia

Grafik 5.47 Pertumbuhan Kredit UMKM

Grafik 5.48 Porsi Kredit UMKM Berdasarkan Jenis Penggunaan

Berdasarkan skala usahanya, kredit UMKM di Provinsi DKI Jakarta masih

didominasi oleh kredit kepada skala usaha menengah. Pada triwulan II

2017, pertumbuhan kredit kepada skala usaha menengah sebesar 8,02%

(yoy) atau melambat dari triwulan sebelumnya yang sebesar 8,66% (yoy).

Untuk kredit kepada skala usaha mikro masih mengalami kontraksi, namun

tidak sedalam triwulan sebelumnya yaitu dari -28,15% (yoy) menjadi -

21,39% (yoy) (Grafik 5.49).

Terbatasnya akses pelaku UMKM terhadap fasilitas pembiayaan dari

perbankan, di satu sisi, antara lain disebabkan kurangnya keahlian sumber

daya manusia (SDM) perbankan yang memahami mengenai UMKM. Di sisi

lain, kondisi pelaku UMKM sendiri yang belum memenuhi persyaratan juga

menjadi tantangan di dalam mendapatkan pendanaan dari sektor

perbankan. Banyaknya usaha mikro, kecil dan menengah yang tidak dapat

memenuhi persyaratan kredit, antara lain tidak adanya jaminan yang

mencukupi dan tidak terdeteksinya cash flow ataupun keuangan dari calon

debitur menyebabkan bank kesulitan dalam menghitung kemampuan

keuangan debitur.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

98

-40%

-30%

-20%

-10%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

0

20

40

60

80

100

120

I II III IV I II III IV I II III IV I

2014 2015 2016 2017

dal

am t

riliu

n

Mikro Kecil Menengah

g_Mikro(Skala Kanan) g_Kecil (Skala Kanan) g_Menengah (Skala Kanan)

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 5.49 UMKM Berdasarkan Skala Usaha

Berdasarkan lapangan usaha, penyebaran kredit UMKM lebih diarahkan

kepada sektor-sektor ekonomi utama Jakarta. Sektor-sektor ekonomi yang

banyak menerima dana pembiayaan yaitu sektor perdagangan besar dan

eceran, dengan pangsa 39,48%, sektor industri pengolahan engan pangsa

13,08%, sektor konstruksi dengan pangsa 8,17%, dan sektor perantara

keuangan dengan pangsa 4,16% (Grafik 5.50). Pertumbuhan kredit UMKM

terhadap sektor utama dimaksud secara umum meningkat. Hal tersebut

tercermin dari peningkatan kredit UMKM pada sektor industri pengolahan,

sektor konstruksi, dan sektor perantara keuangan yang masing-masing

tumbuh menjadi 10,78% (yoy), 11,01% (yoy), dan 3,59% (yoy) lebih baik

dari triwulan sebelumnya. Sebaliknya, terjadi perlambatan pada kredit

UMKM sektor usaha perdagangan besar dan eceran dari 9% (yoy) pada

triwulan sebelumnya menjadi 6,77% (yoy) (Grafik 5.51).

13.08%

39.48%4.16%

8.17%

35.11%

Industri Pengolahan Perdagangan Besar dan EceranPerantara Keuangan KonstruksiSektor Lain

-50%

0%

50%

100%

150%

200%

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

Industri Pengolahan Perdagangan Besar dan Eceran

Perantara Keuangan Konstruksi Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia

Grafik 5.50 Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Ekonomi

Grafik 5.51 Perkembangan Kredit UMKM Berdasarkan Sektor Utama

Meskipun secara kuantitas porsi kredit UMKM jauh lebih kecil dibandingkan

total keseluruhan kredit di Provinsi DKI Jakarta, yaitu hanya sebesar 8,74%

dari total kredit, dalam satu tahun terakhir tingkat non-performing loan

(NPL) kredit UMKM cenderung mengalami peningkatan. Tren peningkatan

NPL ini perlu diwaspadai dan menjadi perhatian perbankan, meskipun pada

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 99

triwulan II 2017 NPL UMKM menurun dari 5,72% menjadi 5,47%.

Membaiknya angka NPL tersebut didorong dari membaiknya NPL pada

kredit investasi dan modal kerja, yang masing-masing tercatat sebesar

6,49% dan 5,07% dari sebelumnya sebesar 6,73% dan 5,29% (Grafik

5.52). Sedangkan berdasarkan skala usaha, membaiknya NPL terutama

berasal dari kredit skala mikro dan menengah (Grafik 5.53).

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

8%

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

NPL UMKM Modal Kerja Investasi Konsumsi

0%

1%

2%

3%

4%

5%

6%

7%

I II III IV I II III IV I II III IV I II

2014 2015 2016 2017

NPL UMKM Mikro Kecil Menengah

Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia

Grafik 5.52 Perkembangan NPL Kredit UMKM berdasarkan Jenis Penggunaan

Grafik 5.53 Perkembangan NPL Kredit UMKM Berdasarkan Skala Usaha

Jika dilihat dari jumlah rekening debitur UMKM berdasarkan lokasi proyek,

sampai dengan triwulan II 2017 tercatat sebanyak 654.006 rekening. Dari

jumlah tersebut, terdapat 519.968 rekening UMKM skala mikro, sebanyak

80.227 rekening UMKM skala kecil, dan sebanyak 53.811 rekening UMKM

berskala menengah. Meskipun pelaku usahanya lebih sedikit, kredit UMKM

terbesar tersalur kepada UMKM berskala menengah

Pengembangan UMKM

Pemerintah daerah telah melakukan berbagai upaya untuk mendorong

peningkatan penyaluran kredit bagi UMKM. Salah satunya yaitu menjadikan

pelaku UMKM untuk lebih bankable dengan tujuan agar pelaku-pelaku

UMKM ini dapat mengakses pembiayaan dari lembaga keuangan. Upaya

yang telah dilakukan tersebut antara lain melalui (1) penyediaan lokasi

binaan (lokbin) dan lokasi sementara (loksem) bagi UMKM; (2) pendataan

dan pemberian surat izin usaha; (3) sertifikasi BPOM bagi UMKM kuliner;

dan (4) pemberian bantuan untuk peningkatan usaha. Pemerintah Daerah

juga mendorong sinergi antar-BUMD yang dimilikinya untuk meningkatkan

kapasitas dan penyaluran kredit UMKM. Salah satu contoh sinergi tersebut

adalah kerjasama antara Bank DKI dengan PD Pasar Jaya dalam

menyalurkan kredit kepada para pedagang di lingkungan PD Pasar Jaya. Di

samping itu, Pemerintah Daerah juga memberikan bantuan modal usaha

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

100

dan gerobak untuk membantu usaha kecil menengah di kawasan

Perkampungan Industri Kecil (PIK) serta di rumah susun.

Dalam rangka mendukung peningkatan akses keuangan UMKM, Kantor

Perwakilan Bank Indonesia DKI Jakarta juga melakukan berbagai upaya

antara lain dalam bentuk program pengendalian inflasi, Pengembangan

klaster perikanan berbasis wisata di Kepulauan Seribu, dan Pengembangan

Ekonomi Lokal (PEL). Program tersebut dijalankan untuk meningkatkan

kapasitas UMKM dan memfasilitasi akses terhadap input, produksi, pasar

dan keuangan. Selain itu, Bank Indonesia juga memberikan bantuan teknis

kepada UMKM, Business Development Services (BDS), pendamping UMKM,

Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB) dan lembaga atau institusi terkait

lainnya melalui penyediaan informasi maupun capacity building tentang

pencatatan transaksi keuangan, manajemen keuangan, penguatan

kelembagaan, business coaching dan kegiatan lainnya.

Selain itu, dalam rangka meningkatkan akses pembiayaan terhadap UMKM,

Kantor Perwakilan Bank Indonesia DKI Jakarta saat ini sedang melakukan

kajian pola pembiayaan terhadap usaha budidaya perikanan di Pulau Seribu

dengan sasarannya adalah perbankan dan pembiayaan melalui Financial

Technology.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 101

Halaman ini sengaja dikosongkan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

102

Halaman ini sengaja dikosongkan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 103

SISTEM

PEMBAYARAN

Aktivitas transaksi keuangan di DKI Jakarta pada triwulan II 2017 dipengaruhi

baik oleh aktivitas ekonomi maupun aktivitas sosial masyarakat pada triwulan

tersebut. Untuk transaksi secara tunai, pengaruh musiman bulan puasa dan

Idul Fitri berdampak pada net outflow aliran uang tunai pada triwulan laporan

yang lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Sementara itu,

melambatnya konsumsi rumah tangga pada triwulan II 2017 berdampak pada

melambatnya perkembangan transaksi nontunai, terutama pada transaksi

yang menggunakan sistem kliring nasional (SKN-BI).

A. Pengelolaan Uang

Pada triwulan II 2017, Provinsi DKI Jakarta mengalami net outflow yang

cukup tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya (Tabel 6.1). Hal

tersebut mengindikasikan jumlah penarikan uang dari kas Bank Indonesia

(outflow) lebih banyak dibandingkan dengan uang yang disetorkan kembali

(inflow). Kebutuhan dan penarikan uang kartal yang meningkat pada

triwulan II 2017 tidak terlepas dari berbagai aktivitas konsumsi yang

mengalami peningkatan, terutama terkait dengan momen bulan puasa,

serta hari raya idul Fitri. Pada kedua momen tersebut, belanja masyarakat

cenderung lebih tinggi dibandingkan dengan bulan-bulan lainnya, antara

lain untuk kebutuhan makanan, minuman, maupun kebutuhan sandang.

Tabel 6.1 Perkembangan Transaksi Uang Kartal

Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2 Q3 Q4 Q1 Q2

26,396.33 44,171.17 44,973.29 48,208.63 29,969.98 66,491.08 31,224.42 42,928.23 33,303.96 64,470.31

25,727.43 22,697.61 33,748.41 18,251.38 31,644.33 22,837.69 39,713.81 21,488.62 26,856.95 19,083.24

668.89 21,473.56 11,224.88 29,957.25 (1,674.35) 43,653.39 (8,489.40) 21,439.62 6,447.01 45,387.07

2016

Penyetoran / Inflow

Net Flow

2015

Penarikan / Outflow

Indikator

(Rp Miliar)

2017

Sumber: Bank Indonesia

Bab 6

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

104

Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia

Grafik 6.1 Perkembangan Inflow Outflow Uang Kartal

Grafik 6.2 Pergerakan Pertumbuhan Ekonomi, Inflasi dan Net Flow

Peningkatan perputaran uang kartal tersebut dapat terlihat dari tingkat

penarikan (outflow) uang kartal yang tercatat sebesar Rp64,47 triliun atau

meningkat sebesar 93,58% (qtq) dari triwulan sebelumnya. Sementara itu,

tingkat penyetoran (inflow) tercatat sebesar Rp19,08 triliun atau turun

28,95% (qtq) dari triwulan sebelumnya. dengan demikian, posisi aliran uang

kartal pada triwulan II 2017 tercatat sebesar Rp45,39 triliun (net outflow),

jauh lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mengalami net outflow

sebesar Rp6,45 triliun.

Selain pengelolaan aliran uang kartal dari dan ke Bank Indonesia, salah satu

tugas Bank Indonesia dalam pengelolaan uang rupiah adalah memelihara

kualitas uang kartal yang diedarkan kepada masyarakat (Clean Money

Policy), di antaranya melalui pemusnahan uang tidak layak edar secara rutin.

Pada periode triwulan II 2017, nilai nominal pemusnahan UTLE tercatat

sebesar Rp10,30 triliun atau sebesar 54% dari jumlah uang kartal yang

masuk ke kas Bank Indonesia (Grafik 6.3). Relatif tingginya pemusnahan

UTLE tersebut disebabkan karena masih tingginya animo masyarakat

terhadap uang rupiah Tahun Emisi 2016 (T.E. 2016) yang dikeluarkan pada

akhir tahun 2016 lalu. Hal tersebut mendorong penukaran uang emisi lama

dalam jumlah besar, yang sebagian memiliki kondisi tidak layak edar,

dengan uang T.E. 2016.

Dalam rangka mengendalikan jumlah uang kartal yang dianggap tidak layak

edar dan harus dimusnahkan, Bank Indonesia terus melakukan upaya

sosialisasi kepada masyarakat mengenai pentingnya perlakuan yang tepat

terhadap uang kartal. Dengan demikian diharapkan usia edar uang kartal

dapat lebih panjang, sehingga mengurangi besarnya volume UTLE dan

menurunkan biaya pencetakan uang baru. Selain itu, Bank Indonesia juga

secara rutin menyelenggarakan kegiatan kas keliling ke daerah-daerah yang

relatif terpencil dan terluar, dan memiliki volume UTLE yang cukup banyak,

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 105

seperti pada Kepulauan Seribu. Pada bulan Juni 2017 lalu atau bertepatan

dengan Ramadhan, Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

bekerjasama dengan Polisi Perairan Polda Metro Jaya melaksanakan

kegiatan kas keliling ke Kepulauan Seribu, antara lain Pulau Pramuka, Pulau

Panggang, Pulau Untung Jawa, Pulau Tidung, dan Pulau Harapan. Lebih

lanjut, Bank Indonesia ke depan juga akan turut aktif dan rutin untuk

melaksanakan kegiatan kas keliling di Kepulauan Seribu, bekerja sama

dengan Bank DKI dan Bank Rakyat Indonesia (melalui Kapal Bahtera Seva)

yang memiliki layanan perbankan di Kepulauan Seribu. Dengan demikian,

diharapkan volume uang layak edar di Kepulauan Seribu akan senantiasa

terjaga.

Sementara itu, selama triwulan II 2017, penemuan uang palsu di DKI Jakarta

yang masuk melalui laporan serta setoran perbankan ke Bank Indonesia

tercatat mengalami peningkatan dibandingkan dengan triwulan

sebelumnya. Jumlah temuan uang palsu pada triwulan laporan tercatat

sebesar 5.062 lembar, atau meningkat sebesar 22,30% (qtq) dibandingkan

dengan triwulan sebelumnya yang sebanyak 4.139 lembar (Grafik 6.4).

Bertambah banyaknya peredaran uang palsu pada triwulan laporan

dibandingkan dengan triwulan sebelumnya tersebut disebabkan karena

adanya momen bulan puasa dan idul Fitri yang biasanya dimanfaatkan oleh

pelaku kejahatan untuk mengambil kesempatan, yang dipicu oleh tingginya

kebutuhan masyarakat akan uang kartal, khususnya uang pecahan kecil

yang akan digunakan pada saat Idul Fitri.

Sumber: Bank Indonesia, diolah Sumber: Bank Indonesia, diolah

Grafik 6.3 Pemusnahan Uang Tidak Layak Edar

Grafik 6.4 Temuan Uang Palsu

Untuk terus meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat, Bank

Indonesia senantiasa melakukan penanggulangan yang bersifat preventif

maupun represif. Tindakan preventif dilaksanakan antara lain melalui

program edukasi dan sosialisasi keaslian uang rupiah secara berkala. Kantor

Perwakilan Bank Indonesia senantiasa menggalakkan kegiatan edukasi dan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

106

sosialisasi uang rupiah, baik melalui koran, radio, videotron, maupun poster,

kepada audiens yang beragam, antara lain kalangan perbankan, TNI,

penegak hukum, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dunia usaha, organisasi

keagamaan dan kemasyarakatan, jajaran manajemen Badan Usaha Milik

Daerah (BUMD), serta kalangan nelayan. Edukasi dan sosialisasi tersebut

dilakukan untuk meningkatkan kesadaran masyarakat agar senantiasa

memperlakukan uangnya dengan lebih baik, serta agar masyarakat semakin

mengenali ciri-ciri keaslian uang rupiah. Sementara itu, upaya

penanggulangan secara represif dilaksanakan oleh Kepolisian dengan

menangkap dan menghukum pembuat maupun pengedar uang palsu

sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.

B. Penyelenggaraan Sistem Pembayaran

Meskipun transaksi tunai masyarakat mengalami peningkatan pada momen

ramadhan dan Idul Fitri, konsumsi rumah tangga yang secara keseluruhan

mengalami perlambatan terindikasi dari aktivitas nontunai yang melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya. Selama triwulan II 2017, penyelesaian

transaksi ritel melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKN-BI), baik

yang berbasis kredit maupun debet, tercatat sebesar Rp435,09 triliun

dengan 20,8 juta transaksi (Grafik 6.5). Nominal transaksi ritel tersebut

turun 6,32% (qtq) dibandingkan dengan nominal transaksi pada triwulan

sebelumnya yang tercatat sebesar Rp464,48 triliun, meskipun dengan

jumlah transaksi yang lebih rendah yaitu 20,2 juta transaksi.

Berdasarkan jenisnya, Sistem Kliring Nasional (SKN) dibagi menjadi SKN

berbasis Data Keuangan Elektronik (DKE) dan SKN berbasis warkat (kliring

debet). SKN berbasis DKE atau yang biasa disebut kliring kredit, tercatat

juga mengalami penurunan. Kegiatan transaksi menggunakan SKN berbasis

DKE tersebut tercatat sebanyak 19,1 juta transaksi dengan nilai nominal

sebesar Rp350,53 triliun. Transaksi menggunakan SKN berbasis DKE

tersebut meningkat 9,49% dibandingkan dengan transaksi pada periode

triwulan sebelumnya. Sementara itu, jika dilihat secara nominal transaksi

tersebut mengalami kontraksi sebesar 31,15% dibandingkan dengan

nominal triwulan sebelumnya.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 107

Sumber: Bank Indonesia

Grafik 6.5 Pertumbuhan Transaksi SKN-BI (Kredit dan Debet)

Penggunaan SKN berbasis warkat (kliring debet) pada triwulan II 2017 juga

menunjukkan perlambatan. Pada triwulan II 2017 terdapat 1,8 juta transaksi

dengan nilai nominal Rp84,6 triliun. Jumlah transaksi tersebut lebih rendah

35,13% dibandingkan dengan jumlah transaksi triwulan sebelumnya,

sedangkan dari nominalnya juga mengalami kontraksi sebesar 31,15%

dibandingkan dengan periode triwulan sebelumnya (Grafik 6.6 dan 6.7)

Sumber: Bank Indonesia Sumber: Bank Indonesia

Grafik 6.6 Pertumbuhan Nominal SKN Grafik 6.7 Pertumbuhan Volume SKN

Kondisi yang sama juga terjadi pada transaksi dengan sistem Real Time

Gross Settlement (RTGS), yang pada triwulan laporan mengalami kontraksi

5,78% (qtq) secara nominal, dari Rp2.910,8 triliun pada triwulan

sebelumnya menjadi 2.742,4 triliun pada triwulan laporan, dengan jumlah

transaksi sebanyak 748 ribu transaksi.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

108

Halaman ini sengaja dikosongkan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 109

KESEJAHTERAAN

Tingkat kemiskinan Jakarta kembali meningkat pada Maret 2017. Terbatasnya

peran golongan miskin pada aktivitas ekonomi menyebabkan rendahnya

dampak pertumbuhan ekonomi terhadap kondisi ekonomi mereka.

Pertumbuhan ekonomi Jakarta lebih digerakkan oleh golongan ekonomi kelas

menengah-atas. Golongan masyarakat tersebut banyak bergerak di sektor-

sektor ekonomi yang memberikan nilai tambah besar pada perekonomian.

Sehingga ketika ekonomi tumbuh pesat, golongan menengah-atas yang lebih

menikmati buah pertumbuhan ekonomi, sementara tingkat kemiskinan belum

tentu turun, karena rendahnya peran golongan miskin dalam perekonomian.

Faktor penyebab lain adalah terbatasnya kemampuan sektor formal dalam

menyerap tenaga kerja. Belum solidnya perbaikan ekonomi menyebabkan

aktivitas dunia usaha masih terbatas, sehingga kebutuhan tenaga kerja pun

terbatas. Penyerapan tenaga kerja yang cukup tinggi terjadi di sektor informal.

Namun kompensasi yang diberikan oleh sektor informal tidak sebanding

dengan meningkatnya harga-harga komoditas pokok yang dikonsumsi

masyarakat miskin. Sebagai akibatnya kemiskinan meningkat.

Selain diwarnai oleh meningkatnya kemiskinan, kondisi ekonomi sosial Jakarta

juga diwarnai oleh kembali meningkatnya ketimpangan pendapatan. Indeks

rasio gini meningkat, setelah beberapa periode menunjukkan tren yang

menurun. Indeks rasio gini Jakarta kini berada di level 0,410, yang artinya

A. Tingkat Kemiskinan

Kondisi kemiskinan pada Maret 2017 kembali menunjukkan peningkatan.

Sejak tahun 2016, pertumbuhan ekonomi Provinsi DKI Jakarta relatif

terbatas dalam memperbaiki kondisi kemiskinan di Jakarta. Kegiatan

ekonomi Jakarta, yang relatif masih tinggi dibandingkan dengan daerah-

daerah lain, belum dapat dinikmati secara merata oleh masyarakat Jakarta.

Geliat ekonomi Jakarta lebih didorong oleh golongan ekonomi menengah-

atas. Sehingga ketika pertumbuhan ekonomi melaju cukup kencang,

sebagaimana yang terjadi pada triwulan I 2017, yang mencapat 6,48%

Bab 7

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

110

(yoy), tingkat kemiskinan justru meningkat. Buah pembangunan tidak

banyak memberikan perubahan pada kondisi kemiskinan Jakarta. Jumlah

penduduk miskin di Jakarta pada Maret 2017 meningkat 1,4% (yoy)

menjadi 389,69 ribu orang. Dengan demikian persentasi (porsi) penduduk

miskin Jakarta pada periode tersebut menjadi 3,77%, lebih tinggi dari

kondisi Maret dan September 2016. Pada Maret dan September 2016

persentase orang miskin masing-masing sebesar 3,75%.

394.0

412.8

398.9 368.7

384.3385.8

389.7

11.2

11.1

1.3

-10.7

-3.7

4.71.4

(15)

(10)

(5)

-

5

10

15

340

350

360

370

380

390

400

410

420

Maret September Maret September Maret September Maret

2014 2015 2016 2017

% (yoy)Ribu orang

Jumlah orang miskin g orang miskin (skala kanan)

Sumber: BPS, diolah

3.40

3.50

3.60

3.70

3.80

3.90

4.00

4.10

4.20

4.00

4.50

5.00

5.50

6.00

6.50

7.00

Ma

ret

Sep

tem

be

r

Ma

ret

Sep

tem

be

r

Ma

ret

Sep

tem

be

r

Ma

ret

Sep

tem

be

r

Ma

ret

Sep

tem

be

r

Ma

ret

2012 2013 2014 2015 2016 2017

%%, yoy

g.PDRB Prosentase Penduduk Miskin (skala kanan)

Sumber: BPS, diolah Grafik 7.1 Perkembangan Orang Miskin

Jakarta Grafik 7.2 Pertumbuhan Ekonomi dan Persentase Penduduk Miskin

Penambahan kesempatan kerja di Jakarta tidak serta merta menurunkan

tingkat kemiskinan. Hal tersebut dapat terjadi karena penyerapan tenaga kerja

cenderung mengarah ke sektor informal. Kondisi tersebut telah terjadi sejak

tahun 2016. Meningkatnya peran sektor informal di pasar tenaga kerja

Jakarta, sejalan dengan tingginya pertumbuhan tenaga kerja pada level

pendidikan yang relatif rendah, yaitu pendidikan SMP ke bawah. Pada level

pendidikan tersebut pertumbuhan penyerapan tenaga kerja mencapai

20,72% (yoy), tertinggi di antara level pendidikan lainnya. Pertumbuhan

tenaga kerja tertinggi kedua terjadi pada pekerja dengan latar belakang

pendidikan sekolah menengah atas kejuruan (SMAK), yaitu sebesar 10,29%

(yoy). Sementara itu, pekerja dengan level pendidikan SMA umum dan

sekolah tinggi justru berkurang (terkontraksi). Masing-masing tumbuh sebesar

-14,22% dan -7,87% (yoy).

1.18

7.98

(20)

(15)

(10)

(5)

-

5

10

15

20

25

Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb Agu Feb

2012 2013 2014 2015 2016 2017

%, yoy

g.Formal g. Informal

Sumber: BPS, diolah

Sumber: BPS, diolah

Grafik 7.3 Perkembangan Lapangan Pekerjaan Sektor Formal-Informal

Grafik 7.4 Pertumbuhan Tenaga Kerja Berdasarkan Pendidikan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 111

Tingginya penyerapan tenaga kerja di sektor informal cukup mampu

menurunkan tingkat pengangguran terbuka (TPT), Namun tidak

memperbaiki kondisi kemiskinan di Jakarta. Upah pekerja di sektor informal

umumnya berada di bawah upah minimum provinsi (UMP). Kendati UMP

secara nominal terus meningkat, secara riil pertumbuhan UMP tahun 2017

melambat, bahkan diperkirakan lebih rendah dari inflasi hingga akhir tahun

2017. Artinya, kenaikan UMP tidak dapat mendongkrak daya beli. Dengan

upah di bawah UMP, kemampuan pekerja informal dalam memenuhi

kebutuhan hidup layak sangat terbatas. Oleh karena itu kelompok ini rentan

jatuh miskin manakala aktivitas ekonomi tempat mereka bekerja mengalami

penurunan.

Guna menahan penurunan daya beli masyarakat miskin lebih lanjut,

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan berbagai program sosial bagi

masyarakatnya. Sepanjang masyarakat miskin terdaftar sebagai penduduk

Jakarta, mereka akan memperolah berbagai fasilitas publik yang disediakan

Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, seperti Kartu Jakarta Pintar (KJP), Kartu

Jakarta Sehat (KJS). Selain itu, mereka juga dibebaskan dari biaya transpor

bila menggunakan jasa Trans Jakarta, serta mendapatkan akses terhadap

beberapa komoditas pangan seperti beras dan daging yang dapat diperoleh

dengan harga murah, karena terdapat subsidi Pemerintah Provinsi DKI

Jakarta. Namun, bila masyarakat miskin tersebut bukan warga/penduduk

Jakarta (tidak memiliki KTP Jakarta), maka berbagai fasilitas bagi orang

miskin tersebut tidak dapat diperoleh.

Masih terbatasnya kegiatan ekonomi swasta menyebabkan rendahnya

penyerapan tenaga kerja di sektor formal. Hal tersebut tercermin dari

meningkatnya tingkat pengangguran terbuka (TPT) dengan level pendidikan

tinggi (diploma dan universitas). Pada Februari 2016 TPT dengan jenjang

pendidikan tinggi tercatat sebesar 3,75%. Level tersebut kemudian

meningkat menjadi 5,35% pada Februari 2017.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

112

3.2

6.8

10.1

3.4

8.95

3.30 2.37

3.5-4.0

0

2

4

6

8

10

12

2014 2015 2016 2017

%, yoy

g UMP Real inflasi Jakarta

Sumber: BPS, diolah

Sumber: BPS, diolah Grafik 7.5 UMP Riil dan Inflasi Jakarta Grafik 7.6 Tingkat Pengangguran

Terbuka Jakarta

Meningkatnya angka garis kemiskinan (GK), menjadi salah satu faktor

penyebab bertambahnya jumlah penduduk miskin. Artinya, harga

komoditas-komoditas yang dikonsumsi oleh golongan miskin mengalami

kenaikan. Pada Maret 2017 garis kemiskinan Jakarta tercatat sebesar Rp

536.546, atau meningkat 5,13% dibandingkan dengan periode yang sama

tahun sebelumnya. Dilihat dari komposisi komoditas pembentuknya,

kenaikan lebih tinggi terjadi pada kelompok komoditas pangan (garis

kemiskinan makanan/GKM). Dengan kondisi tersebut, maka porsi komoditas

pangan dalam komposisi garis kemiskinan kembali meningkat, setelah

beberapa periode sebelumnya porsinya menurun. Sebaliknya, garis

kemiskinan nonmakanan (GKNM), pangsanya kembali turun, seiring dengan

pertumbuhannya yang melambat.

3.51

2.22

5.93

-

2

4

6

8

10

12

14

16

Ma

ret

Se

pte

mb

er

Ma

ret

Se

pte

mb

er

Ma

ret

Se

pte

mb

er

Ma

ret

Se

pte

mb

er

Ma

ret

2013 2014 2015 2016 2017

%, yoy

GK GKM GKNM

Sumber: BPS, diolah

65.57 65.14 64.59 64.33 64.74

34.43 34.86 35.41 35.67 35.26

-

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100

Maret September Maret September Maret

2015 2016 2017

%

GKM GKNM

Sumber: BPS, diolah Grafik 7.7 Perkembangan Garis

Kemiskinan Grafik 7.8 Komposisi Garis

Kemiskinan

Kenaikan harga-harga pada komoditas yang memiliki pangsa cukup besar

dalam keranjang komoditas kebutuhan minimum yang dikonsumsi oleh

masyarakat (garis kemiskinan) sedikit saja, dapat memicu meningkatnya

jumlah orang miskin. Kelompok makanan menempati porsi terbesar dalam

pembentukan garis kemiskinan. Kendati inflasi kolompok makanan dalam

tren yang menurun, garis kemiskinan makanan (GKM) pada periode Maret

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 113

2017 menunjukkan peningkatan. Pada Maret 2017 GKM tumbuh sebesar

5,38% (yoy), lebih tinggi dari kenaikan GKM periode yang sama tahun

sebelumnya yang hanya sebesar 3,14% (yoy). Komoditas-komoditas yang

memberi andil cukup besar terhadap peningkatan GKM, yaitu rokok kretek

filter, daging ayam ras, telur ayam ras, cabai merah, kopi bubuk (sachet).

Kenaikan yang tertinggi berasal dari komoditas rokok kretek filter.

Komoditas tersebut menempati porsi terbesar kedua setelah beras dalam

keranjang komoditas yang membentuk GKM. Kenaikan harga rokok kretek

filter disebabkan oleh penyesuaian harga bertahap yang dilakukan pelaku

usaha, sebagai respons dari kenaikan cukai rokok pada awal tahun 2017.

Akibat dari kenaikan harga ini, kontribusi komoditas rokok kretek filter

terhadap pembentukan GKM meningkat cukup signifikan, yaitu dari 14,2%

pada Maret 2016 menjadi 17,26% pada Maret 2017. Besarnya peningkatan

kontribusi rokok kretek filter menahan tren penurunan pertumbuhan GKM.

-

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

14.00

Ma

ret

Se

pte

mb

er

Ma

ret

Se

pte

mb

er

Ma

ret

Se

pte

mb

er

Ma

ret

Se

pte

mb

er

Ma

ret

2013 2014 2015 2016 2017

%, yoy

GKM Inflasi Makanan

Sumber : BPS, diolah

-

5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

- 2.00 4.00 6.00 8.00

10.00 12.00 14.00 16.00 18.00 20.00

Sep Mar Sep Mar Sept Mar

2014 2015 2016 2017

%%

Rokok Kretek (Filter) Telur Ayam Ras Daging Ayam Ras

Mie Instan Beras (rhs)

Sumber: BPS, diolah Grafik 7.9 GKM dan Inflasi Makanan Grafik 7.10 Kontribusi Komoditas

Utama dalam GKM

Sementara itu, garis kemiskinan nonmakanan (GKNM) tumbuh melambat

dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya. Pada Maret

2017 GKNM tumbuh sebesar 4,67 (yoy), lebih rendah dari peningkatan

periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 7,70% (yoy). Perlambatan

terutama didorong oleh turunnya kontribusi perumahan dalam

pembentukan GKNM, yaitu dari 39% pada Maret 2016 menjadi 36,46%

pada Maret 2017. Hal ini sejalan dengan tertahannya laju kenaikan harga

kontrak rumah. Pangsa perumahan merupakan yang terbesar dalam

keranjang konsumsi nonmakanan masyarakat miskin.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

114

-

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7

2016 2017

%, yoy

Kontrak Rumah

Sumber: BPS, diolah

- 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00 35.00 40.00 45.00

-

2.00

4.00

6.00

8.00

10.00

12.00

Sep Mar Sep Mar Sept

2014 2015 2016

%%

Perumahan (rhs) Listrik

Angkutan Bensin

Pendidikan Perlengkapan Mandi

Sumber: BPS, diolah

Grafik 7.11 Perkembangan Kenaikan Harga Kontrak Rumah

Grafik 7.12 Kontribusi Komoditas Utama dalam GKNM

Sedangkan faktor penyebab naiknya GKNM adalah meningkatnya

sumbangan komoditas-komoditas energi. Kenaikan harga tersebut, tidak

terlepas dari berbagai kebijakan penyesuaian harga energi yang dilakukan

pemerintah, terutama terhadap komoditas bensin dan listrik. Sumbangan

kedua komoditas tersebut dalam pembentukan GKNM meningkat, yaitu

masing-masing dari 11,10% dan 7,56% pada Maret 2016 menjadi 12,63%

dan 11,92% pada Maret 2017.

Meningkatnya jumlah penduduk miskin diikuti dengan meningkatnya indeks

kedalaman dan keparahan kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi yang relatif

tinggi pada triwulan I 2017, tidak mampu menjaga masyarakat yang berada

di sekitar garis kemiskinan agar tidak kian terperosok miskin. Hal ini terlihat

dari semakin meningkatnya indeks kedalaman kemiskinan. Dengan

penghasilan yang relatif stagnan, bahkan secara riil cenderung turun, dan

naiknya harga komoditas dalam keranjang garis kemiskinan, menyebabkan

semakin rendahnya kemampuan masyarakat berpenghasilan kecil atau

masyarakat miskin memenuhi kebutuhan pokok minimum (setara dengan

garis kemiskinan). Hal ini kemudian menyebabkan terjadinya pelebaran gap

antara kemampuan konsumsi masyarakat miskin dengan garis kemiskinan,

atau sering dikatakan indeks kedalaman kemiskinan meningkat.

Meningkatnya indeks kedalaman kemiskinan diikuti oleh meningkatnya

indeks keparahan kemiskinan. Hal ini menunjukkan bahwa selain semakin

jauh kemampuan orang miskin dalam memenuhi kebutuhan minimumnya,

ketimpangan daya beli di antara masyarakat miskin itu pun juga meningkat.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 115

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

Ma

ret

Se

pte

mb

er

Ma

ret

Se

pte

mb

er

Ma

ret

Se

pte

mb

er

Ma

ret

Se

pte

mb

er

Ma

ret

Se

pte

mb

er

Ma

ret

2012 2013 2014 2015 2016 2017

Indeks

Indeks Kedalaman Kemiskinan Poly. (Indeks Kedalaman Kemiskinan)

Sumber: BPS, diolah

-

0.04

0.08

0.12

0.16

0.20

Ma

ret

Se

pte

mb

er

Ma

ret

Se

pte

mb

er

Ma

ret

Se

pte

mb

er

Ma

ret

Se

pte

mb

er

Ma

ret

Se

pte

mb

er

Ma

ret

2012 2013 2014 2015 2016 2017

Indeks

Indeks Keparahan Kemiskinan Poly. (Indeks Keparahan Kemiskinan)

Sumber: BPS, diolah

Grafik 7.13 Indeks Kedalaman Kemiskinan

Grafik 7.14 Indeks Keparahan Kemiskinan

B. Perkembangan Indeks Rasio Gini

Setelah sempat bergerak turun dalam beberapa periode, indeks rasio gini

Provinsi DKI Jakarta pada Maret 2017 kembali meningkat. Indeks rasio gini

Jakarta saat ini sebesar 0,410. Dengan kata lain ketimpangan di Jakarta

masuk dalam kategori

0,40. Dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya, yang

tercatat berada pada level 0,411, indeks rasio gini Jakarta saat ini

menunjukkan perbaikan. Namun, bila dibandingkan dengan satu periode

pengukuran sebelumnya, yaitu September 2016 (0,397), indeks rasio gini

Jakarta menunjukkan pemburukan. Pada periode tersebut kondisi

ketim

Dari sisi distribusi pendapatan, penguasaan ekonomi masih didominasi oleh

20% kelompok masyarakat dengan pendapatan tertinggi. Kelompok

masyarakat tersebut mampu menguasai kue perekonomian hingga 48,2%,

mendekati separuh dari total perekonomian. Dengan kata lain ekonomi

terkonsentrasi pada kelompok masyarakat berpenghasilan tertinggi.

Idealnya 20% kelompok masyarakat dengan pendapatan tertinggi

menguasai kue ekonomi kurang lebih 20%.

Sementara itu, 40% kelompok masyarakat berpendapatan menengah

menguasai kue ekonomi sebesar 35,7%. Porsi tersebut lebih rendah dari

kondisi periode yang sama tahun sebelumnya yang mampu menguasai

perekonomian sebesar 36,3%. Dilihat dari porsi penguasaan kue

ekonominya, 40% kelompok masyarakat ini cukup dekat dengan kondisi

ideal (40%).

Namun, untuk 40% kelompok masyarakat berpendapatan terendah masih

jauh dari ideal. Kelompok ini hanya mampu menguasai 16,1% kue

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

116

perekonomian. Kondisi tersebut nyaris tidak berubah sejak tahun 2015.

Keadaan ini melengkapi indikator ketimpangan pendapatan di Jakarta.

0.431

0.421

0.411

0.397

0.410

0.380

0.390

0.400

0.410

0.420

0.430

0.440

Mar Sep Mar Sep Mar

2015 2016 2017

Indeks

16.0 16.6 16.0 16.5 16.1

33.6 33.5 36.3 37.3 35.7

50.4 50.0 47.7 46.2 48.2

0102030405060708090

100

Mar Sep Mar Sep Mar

2015 2016 2017

%

40% PendapatanTerendah 40% Pendapatan Sedang20% Pendapatan Tinggi

Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS diolah

Grafik 7.15 Perkembangan Rasio Gini Grafik 7.16 Distribusi Pendapatan

Berdasarkan data terkini, jumlah masyarakat Jakarta yang hanya menikmati

16% kue pembangunan ekonomi sebanyak kurang lebih 4,15 juta orang.

Dari kelompok masyarakat tersebut, sebanyak 389,7 ribu orang atau sekitar

9% di antaranya merupakan masyarakat miskin. Kemampuan penguasaan

ekonomi dari 40% masyarakat berpendapatan terendah relatif tidak banyak

perubahan dari waktu ke waktu (persisten).

Besarnya ketimpangan pendapatan perkapita Jakarta, juga terlihat dari

perkembangan pendapatan perkapita Jakarta. Pendapatan perkapita Jakarta

berada jauh di atas garis kemiskinan. Pendapatan perkapita Jakarta pada

akhir tahun 2016 tercatat sebesar Rp 207,99 juta per tahun. Sementara itu,

garis kemiskinan dalam satu tahun tercatat hanya sebesar Rp 6,44 juta per

kapita. Mencermati data tersebut dapat dikatakan bahwa secara rata-rata

pendapatan perkapita masyarakat Jakarta jauh dari kategori miskin. Namun

pada kenyataannya terdapat 3,77% masyarakat yang tinggal di Jakarta

masuk dalam kategori miskin.

-

50,000,000

100,000,000

150,000,000

200,000,000

250,000,000

Mar

et

Sep

tem

be

r

Mar

et

Sep

tem

be

r

Mar

et

Sep

tem

be

r

Mar

et

Sep

tem

be

r

Mar

et

Sep

tem

be

r

Mar

et

2012 2013 2014 2015 2016 2017

Rupiah

Garis Kemiskinan Pendapatan perkapita

Sumber BPS diolah.

Grafik 7.17 Garis Kemiskinan dan Pendapatan perkapita.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 117

Dengan kenyataan ini perhatian sebaiknya lebih dicurahkan pada

penurunan kemiskinan dibandingkan dengan penurunan ketimpangan

pendapatan. Konsentrasi penguasaan kue ekonomi oleh kelompok

masyarakat berpendapatan tertinggi (20% penduduk), dan menengah

(40% penduduk) merupakan kondisi struktural yang sudah lama terjadi dan

akan terus berlangsung. Beberapa faktor menyebabkan kelompok atas

mampu mempertahankan dominasi di dalam perekonomian, yaitu: (1)

besarnya akses kelompok tersebut terhadap pendidikan dan peningkatan

kemampuan atau keahliannya, sehingga lebih mudah untuk mendapatkan

pekerjaan dengan penghasilan yang layak; (2) besarnya akses terhadap

aktivitas ekonomi, yang umumnya bergerak di sektor formal dengan jam

kerja penuh. (3) sektor ekonomi yang digeluti masyarakat berpenghasilan

tinggi umumnya sektor yang memberikan nilai tambah tinggi terhadap

perekonomian. Sehingga bila kondisi ekonomi sedang menggeliat,

kelompok masyarakat ini umumnya yang dapat menikmati hasilnya lebih

banyak, dan pada akhirnya semakin meningkatkan kondisi ketimpangan.

Sementara itu, kemiskinan terjadi di antaranya disebabkan oleh

pengangguran dan rendahnya kemampuan untuk menghasilkan

pendapatan yang lebih. Faktor lemahnya pendidikan dan minimnya keahlian

menyebabkan terbatasnya kesempatan kerja, terutama di sektor formal,

yang dapat menyediakan upah setidaknya sama dengan upah minimum

yang telah ditentukan pemerintah (UMP). Kalaupun terserap kerja, sektor

yang dimasuki umumnya sektor informal, dengan kompensasi yang tidak

cukup untuk memenuhi kebutuhan minimumnya. Dengan demikian

kelompok masyarakat berpenghasilan rendah sangat sensitif terhadap

perubahan harga barang-barang yang menjadi kebutuhan pokoknya dan

perubahan kondisi ekonomi.

Perhatian Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terhadap pendidikan cukup besar,

tercermin dari alokasi pendidikan dalam APBD sebesar 20%. Selain

pendidikan formal, Pemerintah DKI Jakarta juga memberikan berbagai

kursus/ pelatihan untuk meningkatkan keterampilan masyarakat Jakarta

secara gratis. Hal ini merupakan upaya positif untuk menyiapkan sumber

daya manusia pada masa mendatang (jangka menengah-panjang) agar

dapat lebih diterima oleh dunia kerja formal.

Selain pendidikan, dukungan terhadap lingkungan usaha yang kondusif

juga diperlukan. Dukungan pemerintah diharapkan melalui kebijakan-

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

118

kebijakan yang dapat mendorong geliat dunia swasta. Semangat untuk

memperbaiki doing of business di Jakarta merupakan hal yang positif untuk

meningkatkan peran swasta dalam perekonomian. Bila sektor swasta

bergairah, kesempatan kerja akan semakin terbuka, terutama di sektor

formal, yang diharapkan dapat memberikan kompensasi yang baik bagi

pekerja, dan kemiskinan bisa berkurang.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 119

Halaman ini sengaja dikosongkan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

120

Halaman ini sengaja dikosongkan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 121

PROSPEK PEREKONOMIAN

Dengan memerhatikan kondisi terkini, baik ekonomi global maupun nasional,

pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta pada tahun 2017 diprakirakan lebih tinggi

dibandingkan dengan tahun 2016, namun lebih rendah dari proyeksi

sebelumnya. Pada triwulan IV 2017 pertumbuhan ekonomi diprakirakan

mengalami akselerasi dan mencapai kisaran 5,9%-6,3% yoy. Pertumbuhan

terutama akan ditopang oleh konsumsi masyarakat, seiring dengan kuatnya

pertumbuhan investasi bangunan oleh pemerintah pusat, maupun oleh

pemerintah DKI Jakarta khususnya dalam mempersiapkan Asian Games 2018.

Perdagangan antardaerah neto akan turut memberikan kontribusi positif, di

tengah kinerja ekspor yang masih lemah. Dengan demikian pertumbuhan

ekonomi keseluruhan tahun 2017 diprakirakan berada pada kisaran 6,0%-

6,4%.

Di sisi lain, tingkat inflasi Jakarta pada tahun 2017 diperkirakan lebih rendah

dari proyeksi sebelumnya. Tekanan dari inflasi inti yang tidak terlalu kuat,

ditambah dengan terjaganya volatile food dan administered prices, akan

membawa inflasi pada kisaran 4±1%, namun dengan kecenderungan bias ke

bawah.

Sementara itu, beberapa risiko masih membayangi dinamika perekonomian

DKI Jakarta ke depan. Dari sisi global, masih terdapat risiko tekanan tehadap

nilai tukar terkait rencana kenaikan Fed Fund Rate. Dari sisi domestik, masih

terdapat risiko pemotongan belanja pemerintah akibat peningkatan defisit

fiskal, dan risiko akibat review kebijakan bahan bakar minyak (BBM).

A. Prospek Perekonomian Global dan Nasional

Prospek Perekonomian Global

Perbaikan ekonomi global pada tahun 2017 diprakirakan masih sejalan

dengan proyeksi semula. Namun, dengan memerhatikan perkembangan

terkini, terdapat perubahan prakiraan angka pertumbuhan pada beberapa

negara. Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat dan India diprakirakan

menjadi lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, sedangkan pertumbuhan

Tiongkok dan Uni Eropa diprakirakan meningkat (Tabel 8.1).

Bab 8

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

122

Tabel 8.1 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Dunia

2016 2017 2018 2017 2018 2017 2018 2017 2018

Dunia 3,1 3.8 3.9 3,5 3,6 3.5 3.6 3.5 3.6

Negara Maju 1,7 2.0 2.0 2,0 2,0 1.9 1.9 1.9 1.9

Amerika Serikat 1,6 2.2 2.3 2,3 2,4 2.2 2.1 2.2 2.1

Kawasan Eropa 1,7 1.9 1.7 1,7 1,6 1.8 1.7 1.8 1.7

Jepang 1,0 1.4 1.1 1,2 0,6 1.2 0.6 1.2 0.6

Negara Berkembang 4,1 5.4 5.5 4,5 4,8 4.6 4.8 4.6 4.8

Negara Berkembang Asia 6,4

Tiongkok 6,7 6.6 6.3 6,6 6,5 6.7 6.5 6.7 6.5

India 7,5 7.3 7.6 7,4 7,5 7.1 7.2 7.1 7.2

Volume Perdagangan Dunia (barang dan jasa) 1,2 1,7 1,8 2.4 2.5 2.4 2.5

Minyak (USD per barel) 41,0 52 55 50 52 50 52

Bank Indonesia

Mei 2017 Jul 2017Jul-17

CFRealisasi

Agst 2017

Pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat pada tahun 2017 diprakirakan

sebesar 2,2%, lebih rendah dibandingkan dengan proyeksi pada periode

triwulan sebelumnya (Mei) yang sebesar 2,3%. Hal ini disebabkan karena

akselerasi fixed investment yang tertahan, seiring rendahnya harga minyak.

Selain itu risiko tertahannya konsumsi, seiring dengan tertahannya

pertumbuhan penjualan retail dan melemahnya pembiayaan konsumsi,

semakin memperkuat downside risk pertumbuhan ekonomi Amerika.

Sementara itu FFR diprakirakan naik pada bulan Desember dengan impiled

probability sebesar 38% (Grafik 8.1).

94.

40%

89.

70%

58.

20%

57.

80%

39.

10%

38.

80%

6% 10

%

38

%

38

% 45%

45%

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

Sep 17 Nov 17 Des 17 Jan 18 Mar 18 Mei 18

1-1.25 1.25-1.5

Sumber: Bloomberg

Grafik 8.1 FFR Implied Probability

Pertumbuhan ekonomi India diprakirakan lebih rendah karena indikator

ekonomi yang belum menunjukkan perbaikan yang signifikan. Konsumsi

swasta masih terbatas yang diantaranya dipengaruhi ketidakpastian sistem

pajak baru yang diimplementasikan pada I Juli 2017. Investasi juga tertahan

karena adanya overlevereged dengan NPL yang tinggi. Tekanan inflasi juga

melemah sehingga Bank Sentral India (RBI) menurunkan suku bunga

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 123

acuannya sebesar 25 bps menjadi 6%, atau yang terendah sejak tahun

2010.

Sebaliknya, pertumbuhan ekonomi Tiongkok diprakirakan lebih baik karena

realisasi pertumbuhan ekonomi semester pertama yang solid dengan

ditopang oleh perbaikan ekspor dan konsumsi. Pertumbuhan ekonomi yang

cukup kuat juga ditunjukkan dengan pertumbuhan penjualan retail yang

mencapai 10,9% pada triwulan I, dan 10,8% pada triwulan II. Selain itu

ekspor dapat tumbuh cukup tinggi karena adanya dorongan permintaan

global, khususnya Amerika Serikat, Eropa dan Jepang.

Sejalan dengan ini, perekonomian Eropa diprakirakan lebih baik karena

menurunnya risiko geopolitik dan ketidakpastian keuangan. Risiko menurun

pasca-bailout terhadap utang Yunani pada 15 Juni 2017 dan pelaksanaan

pemilu di Jerman yang berlangsung kondusif. Pada triwulan II 2017,

perekonomian Eropa tumbuh 2,1% (yoy), meningkat dibandingkan dengan

pertumbuhan triwulan sebelumnya yang sebesar 1,9% (yoy), karena

didukung oleh perbaikan ekonomi di Perancis dan Spanyol. Perkembangan

positif ekonomi Eropa juga tercermin dari purchasing managers index (PMI)

komposit yang mencapai 55,8, melebihi batas ekspansi sebesar 50.

Dari sisi harga komoditas, indeks harga komoditas ekspor Indonesia (IHKEI)

diprakirakan meningkat karena tingginya harga batubara, meskipun bersifat

temporer. Harga batubara yang tinggi disebabkan oleh meningkatnya

permintaan dari Tiongkok untuk kebutuhan PLTU, karena terjadi gangguan

pada PLTA serta adanya faktor iklim. Permintaan diprakirakan kembali

normal seiring hilangnya faktor siklikal dan pergeseran ke energi lain. Harga

logam juga diprakirakan meningkat karena didukung oleh kuatnya

permintaan dari Tiongkok. Sebaliknya harga crude palm oil (CPO) berada

dalam tren menurun karena produksi yang meningkat, di tengah

melambatnya permintaan karena adanya substitusi oleh kedelai dan resolusi

Uni Eropa yang akan menurunkan impor CPO pada tahun 2020. Sementara

itu, harga minyak diprakirakan lebih rendah karena tingginya produksi

Amerika Serikat. Produksi minyak AS tumbuh tinggi, seiring breakeven cost

yang terus turun akibat tingginya produktivitas.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

124

Prospek Perekonomian Nasional

Pertumbuhan ekonomi nasional pada tahun 2017 diprakirakan masih

berada pada kisaran 5,0%-5,4%, sejalan dengan proyeksi sebelumnya.

Prospek perbaikan ekonomi domestik bersumber dari beberapa faktor, yaitu

meningkatnya investasi khususnya investasi bangunan, perbaikan sektor

eksternal seiring masih tingginya harga komoditas, dan relatif terjaganya

konsumsi rumah tangga. Investasi diprakirakan meningkat karena didorong

oleh sektor swasta dan realisasi proyek pemerintah. Aktivitas ekspor

diprakirakan tumbuh, sejalan dengan harga komoditas yang masih tinggi

serta berlanjutnya perbaikan pertumbuhan ekonomi global. Sementara itu,

peran konsumsi rumah tangga tetap besar didukung oleh inflasi yang

rendah di tengah kenaikan pendapatan masyarakat yang terbatas, terutama

di kelompok menengah ke bawah.

Bank Indonesia terus mencermati risiko perekonomian yang berasal dari

eksternal maupun domestik. Dari sisi global, risiko eksternal terkait dengan

rencana kenaikan Fed Funds Rate (FFR) dan normalisasi neraca bank sentral

AS mereda sehingga perbedaan suku bunga dalam dan luar negeri

Indonesia akan tetap menarik. Kenaikan FFR diperkirakan akan terjadi satu

kali pada akhir tahun 2017 dan normalisasi neraca bank sentral AS

diperkirakan akan diumumkan pada September 2017. Dari sisi domestik,

risiko yang tetap perlu diwaspadai terutama terkait dengan masih

berlangsungnya konsolidasi korporasi dan perbankan.

Untuk itu, Bank Indonesia terus memperkuat bauran kebijakan moneter,

makroprudensial, dan sistem pembayaran guna menjaga stabilitas

makroekonomi dan sistem keuangan. Bank Indonesia juga terus

mempererat koordinasi bersama Pemerintah dalam rangka pengendalian

inflasi agar tetap berada pada kisaran sasaran dan mendorong kelanjutan

reformasi struktural agar dapat mendukung pertumbuhan ekonomi yang

berkesinambungan.

B. Prospek Perekonomian DKI Jakarta

Prospek Pertumbuhan Ekonomi

Meskipun realisasi pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta hingga semester

pertama lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, pertumbuhan ekonomi DKI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 125

Jakarta pada tahun 2017 diprakirakan masih akan lebih baik dibandingkan

dengan tahun 2016, namun lebih rendah dari proyeksi sebelumnya. Masih

kuatnya pertumbuhan konsumsi masyarakat, dengan ditopang oleh

investasi yang terus meningkat, diprakirakan dapat membawa

perekonomian DKI Jakarta tumbuh pada kisaran 6,0%-6,4%, lebih tinggi

dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2016 yang tercatat sebesar

5,8% (Tabel 8.2).

Tabel 8.2 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jakarta Sisi Permintaan (% yoy)

PDRB (%,yoy) 5.9 5.8 5.9 - 6.3 5.9 - 6.3 6.0 - 6.4

Sisi Permintaan

Konsumsi Rumah Tangga 5.3 5.5 5.7 - 6.1 5.7 - 6.1 5.7 - 6.1

Konsumsi LNPRT (4.7) 11.7 (6.7) - (6.3) (11.5) - (11.1) 4.2 - 4.6

Konsumsi Pemerintah 3.8 2.4 3.1 - 3.5 4.2 - 4.6 (0.0) - 0.4

Pembentukan Modal Tetap Bruto 2.6 1.6 4.3 - 4.7 4.4 - 4.8 4.1 - 4.5

Ekspor Luar Negeri (1.0) (0.4) (11.0) - (10.6) (10.0) - (9.6) (10.3) - (9.9)

Net Ekspor Antar Daerah (24.8) 5.8 5.9 - 6.3 2.3 - 2.7 9.1 - 9.5

Impor Luar Negeri (11.3) (0.7) (2.5) - (2.1) (2.7) - (2.3) (1.4) - (1.0)

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolahp proyeksi Bank Indonesia

2017

IIIp IVp Total-p

2016

Total

2015

Total

Investasi diprakirakan tumbuh pada kisaran 4,1%-4,5%, lebih tinggi

dibandingkan dengan pertumbuhan tahun 2016 yang sebesar 1,6%.

Pertumbuhan investasi masih akan ditopang oleh berbagai proyek

infrastruktur pemerintah pusat, maupun pemerintah DKI Jakarta, khususnya

dalam rangka persiapan venue Asian Games 2018 yang ditargetkan selesai

pada Desember 2017. Dengan prospek global dan nasional yang positif,

dorongan dari sektor swasta juga diharapkan dapat kembali pulih.

Sementara itu terus melemahnya kinerja ekspor pada semester pertama

tahun 2017, diprakirakan membawa ekspor pada akhir tahun 2017 menjadi

lebih rendah dari proyeksi sebelumnya, maupun terhadap kinerja tahun

2016. Ekspor diprakirakan mengalami kontraksi 10,3%-9,9%, atau lebih

tinggi dari kontraksi tahun sebelumnya yang sebesar 0,4%. Pelemahan

ekspor komoditas utama, yaitu kendaraan bermotor dan emas perhiasan

diprakirakan masih akan berlanjut, yang disebabkan belum kuatnya

permintaan dari mitra dagang utama seperti Philipina, Saudi Arabia, dan

Thailand. Sejalan dengan melemahnya ekspor, kinerja impor juga

diprakirakan masih lemah. Jika pada tahun 2016 impor mengalami kontraksi

sebesar 0,7%, maka pada tahun 2017 kontraksinya diprakirakan berkisar

pada 1,4%-1,0%.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

126

Di sisi lain, ekspor neto perdagangan antardaerah diprakirakan meningkat

karena adanya pergeseran tren penjualan kendaraan bermotor ke provinsi

yang masih berkembang, khususnya di kawasan timur seperti Sulawesi,

Nusa Tenggara, dan Papua. Jika pada tahun 2016 pertumbuhan ekspor neto

antardaerah sebesar 5,8%, maka pada tahun 2017 pertumbuhannya

diprakirakan dapat mencapai 9.1%-9.5%.

Sejalan dengan meningkatnya investasi, yang disertai dengan prospek

pertumbuhan ekonomi yang baik, konsumsi masyarakat diperkirakan

tumbuh lebih tinggi dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Pada tahun

2016 pertumbuhan konsumsi rumah tangga tercatat sebesar 5,5%,

sedangkan pada tahun 2017 diprakirakan pertumbuhannya dapat mencapai

5,7%-6,1%. Optimisme terhadap prospek ekonomi juga tercermin dari

indeks ekspektasi konsumen (IEK) yang masih terjaga pada area optimis dan

masih pada tren meningkat (Grafik 8.3).

75

85

95

105

115

125

135

145

155

165

175

1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7

2014 2015 2016 2017

Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK) Ekspektasi Penghasilan 6 bln yad

Ekspektasi Ketersediaan Lap. Kerja 6 bln yad Ekspektasi Kegiatan Usaha 6 bln yad

Optimis

Pesimis

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Grafik 8.3 Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen dan Komponennya

Rendahnya kinerja konsumsi pemerintah hingga semester pertama,

mengakibatkan prakiraan untuk keseluruhan tahun 2017 menjadi lebih

rendah dibandingkan sebelumnya. Konsumsi pemerintah diprakirakan

tumbuh di bawah 0,4%, sedangkan pada tahun 2016 pertumbuhannya

tercatat sebesar 2,4%.

Setelah adanya dorongan pertumbuhan yang relatif kuat pada tahun 2016,

khususnya karena faktor pilkada, pertumbuhan konsumsi lembaga nonprofit

yang melayani rumah tangga (LNPRT) diprakirakan menurun pada tahun

2017. Konsumsi LNPRT diprakirakan tumbuh pada kisaran 4,2%-4,6%,

setelah pada tahun 2016 mampu tumbuh hingga 11,7%.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 127

Pada triwulan IV 2017, pertumbuhan ekonomi diprakirakan berkisar pada

5,9%-6,3% yoy. Investasi diprakirakan akan mengalami akselerasi

pertumbuhan, kususnya untuk pemerintah DKI Jakarta, yang pada tahun

2017 tidak dimungkinkan untuk memiliki proyek yang bersifat multi years

karena adanya pergantian kepala daerah. Ekspor diprakirakan membaik

meskipun masih tumbuh dalam teritori negatif, sedangkan kontraksi impor

diprakirakan masih akan meningkat. Ekspor neto antardaerah akan tumbuh

meskipun tidak setinggi triwulan sebelumnya. Dengan adanya peningkatan

investasi, konsumsi masyarakat diprakirakan dapat tumbuh lebih tinggi.

Konsumsi pemerintah juga diprakirakan dapat tumbuh lebih tinggi,

sedangkan LNPRT akan terkontraksi karena tidak adanya faktor pendorong

seperti pada tahun 2016 yaitu momen Pilkada serentak.

Tabel 8.3 Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Jakarta Sisi Penawaran (% yoy)

PDRB (%,yoy) 5.9 5.8 5.9 - 6.3 5.9 - 6.3 6.0 - 6.4

Sisi Produksi

Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 1.1 0.9 -0.1 - 0.3 -0.1 - 0.4 -0.1 - 0.3

Pertambangan dan Penggalian -0.7 -1.5 -0.3 - 0.1 -0.4 - 0.0 -1.0 - -0.6

Industri Pengolahan 5.1 3.6 5.6 - 6.0 5.5 - 5.9 5.7 - 6.1

Pengadaan Listrik, Gas 2.6 -0.5 -1.5 - -1.1 0.5 - 0.9 -3.8 - -3.4

Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah & Limbah 3.4 2.2 2.1 - 2.5 2.3 - 2.7 1.9 - 2.3

Konstruksi 4.0 1.4 3.9 - 4.3 4.2 - 4.6 3.9 - 4.3

Perdagangan Besar & Eceran, Rep. Kendaraan 2.7 4.7 3.6 - 4.0 3.6 - 4.0 3.9 - 4.3

Transportasi dan Pergudangan 9.0 11.2 7.8 - 8.2 6.9 - 7.3 8.4 - 8.8

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 5.4 5.8 6.5 - 6.9 6.0 - 6.4 6.5 - 6.9

Informasi dan Komunikasi 10.1 10.8 10.9 - 11.3 11.1 - 11.5 11.0 - 11.4

Jasa Keuangan 10.7 8.5 6.1 - 6.5 7.2 - 7.6 7.3 - 7.7

Real Estate 4.7 4.7 3.8 - 4.2 4.4 - 4.8 4.1 - 4.5

Jasa Perusahaan 7.8 8.4 8.9 - 9.3 8.4 - 8.8 8.6 - 9.0

Adm Pemerintahan, Pertahanan & Jaminan Sos. 1.2 3.3 -0.1 - 0.3 1.0 - 1.4 -0.4 - 0.0

Jasa Pendidikan 6.5 7.0 6.9 - 7.3 5.8 - 6.2 5.4 - 5.8

Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 7.6 7.8 7.7 - 8.1 6.8 - 7.2 7.3 - 7.7

Jasa lainnya 8.0 8.5 8.7 - 9.1 8.4 - 8.8 8.7 - 9.1

Sumber: Badan Pusat Statistik, diolahp proyeksi Bank Indonesia

IIIp

IVp Total-p

20172015

Total

2016

Total

Dari sisi lapangan usaha (LU), perkembangan sektor-sektor utama di DKI

Jakarta pada tahun 2017 diprakirakan meningkat, khususnya pada LU

industri pengolahan dan LU konstruksi (Tabel 8.3). Industri pengolahan

diprakirakan dapat tumbuh pada kisaran 5,7%-6,1%, sedangkan

pertumbuhan tahun 2016 adalah 5,1%. Meningkatnya permintaan

kendaraan bermotor dari pasar domestik, khususnya pada provinsi di

Kawasan Timur Indonesia, diharapkan dapat memacu kinerja industri

pengolahan, di tengah perlambatan ekspor.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

128

Sementara itu, sejalan dengan meningkatnya investasi, sektor konstruksi

diprakirakan dapat tumbuh pada kisaran 3,9%-4,3%, meningkat

dibandingkan dengan pertumbuhan tahun sebelumnya yang sebesar 1,4%.

Dukungan pembangunan oleh Kementerian/Lembaga yang berada di DKI

Jakarta dengan dana APBN, ditambah dengan realisasi proyek milik

Pemerintah DKI Jakarta akan menjadi penopang sektor konstruksi, karena

masih terbatasnya geliat sektor swasta.

Di samping itu, sejalan dengan meningkatnya konsumsi masyarakat, kinerja

sektor perdagangan besar dan eceran, dan reparasi kendaraan diprakirakan

terjaga pada kisaran 3,9%-4,3%. Adanya kecenderungan peningkatan

belanja masyarakat untuk kebutuhan tersier, seperti rekreasi atau kegiatan

leisure, juga berdampak pada meningkatnya kinerja LU penyediaan

akomodasi dan makan minum. LU tersebut diprakirakan dapat tumbuh

pada kisaran 6,5%-6,9%, meningkat dibandingkan pertumbuhan tahun

sebelumnya yang sebesar 5,8%.

Pada triwulan IV 2017 industri pengolahan diprakirakan tumbuh pada

kisaran 5,5%-5,9% yoy, atau melambat dibandingkan dengan

pertumbuhan triwulan sebelumnya yang diprakirakan berkisar pada 5,6%-

6,0% yoy. Sektor konstruksi diperkirakan masih akan menjaga akselerasi

pertumbuhan untuk menjaga realisasi proyek di akhir tahun, sehingga

diprakirakan tumbuh pada kisaran 4,2%-4,6% yoy, lebih tinggi

dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang diprakirakan

sebesar 3,9%-4,3%. Sejalan dengan tingkat konsumsi yang diprakirakan

meningkat, sektor perdagangan diprakirakan tumbuh pada kisaran 3,6%-

4,0% yoy, meningkat dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan

sebelumnya yang diprakirakan sebesar 3,6%-4,0%.

Prospek Inflasi

Pada akhir 2017, inflasi diprediksi bias ke bawah dari prakiraan semula 4,0%

- 5,0% (yoy), yang disebabkan oleh tekanan inflasi inti yang diprakirakan

akan lebih rendah, di samping terjaganya inflasi administered prices dan

volatile food. Pada semester I 2017, meskipun terdapat momen puasa dan

lebaran, realisasi inflasi inti tidak setinggi prakiraan sebelumnya. Pada

semester II, dengan tidak adanya faktor pendorong yang kuat, maka realisasi

inflasi inti berpotensi lebih rendah, sehingga tingkat inflasi secara umum

juga lebih rendah. Selain itu, harga emas perhiasan yang juga termasuk

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 129

dalam komponen inflasi ini diprakirakan juga tidak akan terlalu bergejolak,

seiring masih lesunya pasar emas internasional.

Dari sisi administered prices, tiadanya libur panjang sepanjang semester II

2017, menyebabkan terbatasnya tekanan terhadap tarif transportasi. Selain

itu, belum adanya kepastian kenaikan harga energi dari pemerintah,

semakin mendukung inflasi administered prices yang terjaga.

Dari sisi volatile food, semakin solidnya kinerja TPID Jakarta dalam

mengedalikan pergerakan harga pangan strategis melalui BUMD,

Kementerian dan Swasta, serta pemanfaatan teknologi controlled

atmosphere storage (CAS), akan mampu menjadi faktor penahan berbagai

gejolak harga pangan secara keseluruhan.

Sumber: Survei Konsumen Bank Indonesia

Grafik 8.4 Ekspektasi Inflasi Konsumen

Pada triwulan IV 2017, inflasi diprakirakan tetap terkendali. Faktor

pendorong inflasi pada akhir tahun yaitu perayaan hari natal dan tahun baru

2018, diprakirakan hanya akan meningkatkan permintaan masyarakat secara

terbatas, sehingga dorongan terhadap inflasi triwulan IV 2017 tidak kuat.

Hal tersebut turut tercermin dari ekspektasi inflasi yang relatif tidak

menunjukkan banyak perubahan (Grafik IV.1). Inflasi dalam jangka 3 bulan

dan 6 bulan kedepan diperkirakan tetap terkendali, seiring berakhirnya Idul

Fitri 2017.

Faktor Risiko Pertumbuhan Ekonomi dan Inflasi

Perekonomian DKI Jakarta pada tahun 2017 dihadapkan pada beberapa

risiko yang dapat menyebabkan pertumbuhan ekonomi bias ke bawah dari

kisaran proyeksi 5,95%-6,35%. Beberapa faktor risiko tersebut telah

diidentifikasi pada triwulan sebelumnya, baik yang bersumber dari sisi global

maupun domestik. Dari sisi global, risiko kenaikan FFR masih mengemuka

dan dapat mengakibatkan ketidakpastian di pasar keuangan, sehingga

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

130

berdampak negatif terhadap perekonomian DKI Jakarta, mengingat pangsa

sektor keuangan pada perekonomian Jakarta cukup besar. Dari sisi

domestik, masih adanya risiko shortfall pajak berpotensi menurunkan

pertumbuhan ekonomi DKI Jakarta, melalui penurunan belanja K/L yang

mayoritas berada di DKI Jakarta.

Dari sisi inflasi, potensi risiko kenaikan harga BBM bersubsidi dan LPG 3 kg

perlu terus diwaspadai. Review kebijakan harga BBM bersubsidi dilakukan

tiga bulan sekali. Pada April dan Juli 2017, pemerintah memutuskan untuk

tidak menaikkan harga BBM bersubsidi dan LPG 3 kg. Walau demikian,

masih terdapat potensi kenaikan pada bulan Oktober 2017. Kebijakan ini

berpotensi mendorong inflasi ibukota lebih tinggi, dan melebihi batas atas

sasaran inflasi 2017 4% ± 1%.

Pemerintah perlu terus mengkaji rencana ini, agar pencapaian inflasi DKI

Jakarta dan nasional selalu berada dalam sasaran yang telah ditetapkan

pemerintah. Walau demikian, harga minyak dunia yang bergerak stabil,

diprakirakan memengaruhi penundaan kebijakan tersebut.

Menghadapi berbagai tantangan dan peluang yang ada, dukungan dari

seluruh stakeholder terkait sangat dibutuhkan untuk mencapai target inflasi

jangka pendek maupun jangka panjang. Pemerintah perlu mengambil

langkah antisipatif apabila harga energi mengalami rebound, yang dapat

memengaruhi pergerakan harga berbagai komoditas terkait energi di dalam

negeri, termasuk didalamnya langkah untuk meredam potensi risiko

kenaikan harga BBM subsidi dan nonsubsidi. Pemerintah daerah perlu

mengimbangi dengan menjaga kelompok inflasi lainnya, yaitu volatile food.

Koordinasi yang intensif antara Bank Indonesia, Pemerintah Provinsi DKI

serta BUMD yang bergerak di bidang pangan melalui TPID sangat diperlukan

untuk memastikan tetap terkendalinya inflasi tahun 2017 secara

keseluruhan, dan untuk tahun-tahun kedepan. Kerjasama dalam

pemenuhan stok pangan DKI perlu terus dilakukan untuk memenuhi

kebutuhan masyarakat yang terus meningkat. Implementasi Roadmap

Pengendalian Inflasi DKI yang telah disepakati perlu terus dilakukan dengan

konsisten, agar arah inflasi sejalan dengan target inflasi nasional. Berbagai

program yang ada harus didukung dengan komitmen yang kuat dari

berbagai pihak agar tercapai kestabilan harga yang sangat dibutuhkan

untuk mendorong pembangunan ekonomi Jakarta secara keseluruhan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta 131

Tabel 8.4 Faktor Risiko Perekonomian DKI Jakarta

Jenis Risiko Jalur

Transmisi Probabilitas Keterangan

Kenaikan FFR

yang lebih tinggi

Pertumbuhan

ekonomi Moderat

Meningkatkan

ketidakpastian bagi

pelaku usaha

Inflasi Moderat Mendorong kenaikan

harga barang impor

Review

Kebijakan BBM Inflasi Tinggi

Mendorong kenaikan

harga BBM dan LPG

Meningkatnya

defisit APBN

Pertumbuhan

ekonomi Moderat

Mengurangi belanja

kementerian dan

lembaga di DKI Jakarta

serta penundaan dana

bagi hasil pajak (DBH)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Provinsi DKI Jakarta | Agustus 2017 Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi DKI Jakarta

132

Halaman ini sengaja dikosongkan

TIM PENYUSUN

PENANGGUNG JAWAB

Doni P. Joewono, Fadjar Majardi

KOORDINATOR PENYUSUN

M. Cahyaningtyas

TIM PENULIS

Fungsi Asesmen Ekonomi dan Surveilans (Dwi Putra Indrawan, Supriyadi Ramdan Winata, Yunie Wijayanti, Febrian Alfetty, dan Widyastanto Nugroho)

KONTRIBUTOR

Fungsi Data dan Statistik Ekonomi dan Keuangan (Dian Wening Tiastuti, Haris Prabowo, Agneis Murdianti, dan Rezky Widiyawati)

Tim Pengembangan Ekonomi (Ambawani Restu Widi, Eka Vitaloka, Tia Fitri Hariyani, Wahyu Ega Nugraha, Yoga Munajat, dan Rizky Utama)

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA PROVINSI DKI JAKARTA

Divisi Advisory, Pengembangan Ekonomi, Layanan dan Administrasi

Tim Advisory Ekonomi dan Keuangan

Jl. Ir. H. Juanda No. 28, Jakarta Pusat 10120

No. Telp. (021) 3514070, Fax No.(021) 3514061

Softcopy dapat diunduh di

http://bi.go.id/web/id/Publikasi/Ekonomi_Regional/KER/DKIJakarta