Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan...

111
I 42 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017 KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Transcript of Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan...

Page 1: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

I

42

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional

Daerah Istimewa Yogyakarta

Triwulan II 2017

KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIADAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Page 2: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

II

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

VISI BANK INDONESIA

“Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar stabil”

MISI BANK INDONESIA

“Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas”

NILAI STRATEGIS BANK INDONESIA

“Kepercayaan dan Integritas – Profesionalisme – Keunggulan – Kepentingan Publik – Koordinasi dan Kerjasama Tim”

VISI KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

“Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.”

MISI KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

“Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai rupiah, stabilitas sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang inklusif dan berkesinambungan.”

Page 3: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

III

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

VISI BANK INDONESIA

“Menjadi lembaga bank sentral yang dapat dipercaya (kredibel) dan terbaik di regional melalui penguatan nilai-nilai strategis yang dimiliki serta pencapaian inflasi yang rendah dan nilai tukar stabil”

MISI BANK INDONESIA

“Mencapai stabilitas nilai rupiah dan menjaga efektivitas transmisi kebijakan moneter untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkualitas”

NILAI STRATEGIS BANK INDONESIA

“Kepercayaan dan Integritas – Profesionalisme – Keunggulan – Kepentingan Publik – Koordinasi dan Kerjasama Tim”

VISI KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

“Menjadi Kantor Perwakilan yang kredibel dalam pelaksanaan tugas Bank Indonesia dan kontributif bagi pembangunan ekonomi daerah maupun nasional.”

MISI KANTOR PERWAKILAN BANK INDONESIA

“Menjalankan kebijakan Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai rupiah, stabilitas sistem keuangan, efektivitas pengelolaan uang rupiah dan kehandalan sistem pembayaran untuk mendukung pembangunan ekonomi daerah maupun nasional jangka panjang yang inklusif dan berkesinambungan.”

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

...Memberikan saran kepada pemerintah daerah mengenai kebijakan ekonomi daerah, yang didukung dengan penyediaan informasi berdasarkan hasil kajian yang akurat...

(Salah satu dari lima tugas pokok Kantor Perwakilan Bank Indonesia)

Page 4: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

IV

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

Untuk informasi lebih lanjut hubungi:

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta

Tim Advisory Ekonomi dan KeuanganJl. P. Senopati No.4-6, YogyakartaTelp.0274-377755 Fax.0274-371707

Softcopy laporan ini dapat diunduh pada website Bank Indonesia: http://www.bi.go.id

Page 5: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

V

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

Untuk informasi lebih lanjut hubungi:

Kantor Perwakilan Bank Indonesia Daerah Istimewa Yogyakarta

Tim Advisory Ekonomi dan KeuanganJl. P. Senopati No.4-6, YogyakartaTelp.0274-377755 Fax.0274-371707

Softcopy laporan ini dapat diunduh pada website Bank Indonesia: http://www.bi.go.id

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa atas rahmat dan karunia-Nya, Buku “Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)” Edisi Agustus 2017 dapat hadir di tangan pembaca. Buku ini merupakan terbitan berkala triwulanan, yang pada edisi ini menganalisis dan mengevaluasi kondisi perekonomian DIY pada Triwulan II 2017, serta asesmen prospek ekonomi pada triwulan berjalan serta keseluruhan tahun 2017.

Pertumbuhan ekonomi DIY Triwulan II 2017 meningkat, didorong oleh tren konsumsi yang semakin membaik sejak pertengahan 2016. Momentum Hari Raya Idul Fitri dan liburan sekolah menopang pertumbuhan konsumsi Rumah Tangga (RT), khusus konsumsi makanan & minuman DIY yang merupakan porsi terbesar konsumsi RT. Selain itu, pelaksanaan PILKADA yang berlangsung pada triwulan sebelumnya masih memberikan dampak pada peningkatan konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT). Di sisi lain, perkembangan inflasi DIY relatif terkendali ditengah siklus Ramadhan dan Lebaran. Inflasi Triwulan II 2017 tercatat sebesar 4,29% (yoy), lebih rendah dibandingkan pencapaian nasional sebesar 4,37% (yoy). Terkendalinya inflasi triwulan laporan dipengaruhi oleh rendahnya inflasi volatile food dan terjaganya inflasi inti.

Diperkirakan pertumbuhan ekonomi DIY pada Triwulan III 2017 tetap tumbuh, walaupun sedikit melambat daripada triwulan sebelumnya. Pertumbuhan sektor perdagangan, penyediaan akomodasi makan minum dan konstruksi ditengarai mampu mendorong pertumbuhan ekonomi triwulan mendatang. Sementara perkembangan inflasi Triwulan III 2017 diperkirakan akan relatif lebih rendah dibandingkan triwulan laporan, dipengaruhi oleh berakhirnya musim libur sekolah dan Lebaran yang mendorong kembali normalnya konsumsi masyarakat.

Kami menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyediaan data dan informasi yang diperlukan. Kami juga mengharapkan kerjasama dari berbagai stakeholders yang sudah baik agar dapat terus ditingkatkan di masa mendatang, sehingga tersedianya informasi dan data terkini perekonomian DIY. Selain itu, kami juga mengharapkan masukan dari berbagai pihak untuk lebih meningkatkan kualitas kajian ini, sehingga dapat memberikan manfaat yang lebih besar. Semoga Tuhan Yang Maha Pemurah senantiasa melimpahkan ridho-Nya dan memberikan kemudahan kepada kita semua dalam mengupayakan hasil kerja yang lebih baik.

Yogyakarta, Agustus 2017KEPALA PERWAKILAN BANK INDONESIA

DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

Budi HanotoDirektur

Page 6: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

VI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

Page 7: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

VII

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017 Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

DAFTAR ISIKATA PENGANTAR viDAFTAR ISI viiDAFTAR TABEL xDAFTAR GRAFIK xiINDIKATOR TERPILIH 13RINGKASAN EKSEKUTIF 13BAB 1 17PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL 17

1.1 Pertumbuhan Ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017 201.2 Pertumbuhan Ekonomi DIY Triwulan II 2017 Sisi Permintaan 211.2.1 Konsumsi 221.2.2 Investasi 251.3 Perkembangan Ekspor – Impor 26 Ekspor-Impor Antardaerah 26 Ekspor-Impor Luar Negeri 271.3 Pertumbuhan Ekonomi DIY Triwulan II 2017 Sisi Penawaran 301.4.1 Lapangan Usaha Pertanian, Perkebunan dan Perikanan 311.4.2 Lapangan Usaha Perdagangan 321.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 331.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan 341.4.5 Lapangan Usaha Lainnya 36

BOKS I 39POTENSI KOMODITAS GULA SEMUT MENUJU AGROINDUSTRI DI DIY 39

BAB 2 42KEUANGAN DAERAH 42

2.1 Pendapatan Daerah 442.2 Belanja Daerah 462.3 Pembiayaan Daerah 482.4 Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten/Kota di DIY 48

BAB 3 50PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH 50

3.1 Inflasi Bulanan 523.2 Inflasi Triwulanan 553.3 Inflasi Tahunan 563.4 Disagregasi Inflasi 573.4.1 Inflasi Volatile Food 583.4.2 Inflasi Administered Prices 593.4.3 Inflasi Inti 603.4 Program Pengendalian Inflasi 61

BOKS II 63MENDORONG HILIRISASI PANGAN DI DIY MELALUI PENGUATAN KELEMBAGAAN KOPERASIPEDAGANG PASAR 63

Page 8: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

VIII

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

BAB 4 65STABILITAS KEUANGAN DAERAH 65

4.1 Ketahanan Sektor Korporasi 674.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga 24.3 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga 24.4 Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan 34.5 Kredit Perseorangan di Perbankan 44.6 Perkembangan Perbankan di DIY 64.7 Perkembangan Bank Umum 64.8 Perkembangan Penghimpunan Dana 74.9 Perkembangan Penyaluran Kredit 14.10 Penyaluran Kredit ke Sektor Utama 14.11 Perkembangan Suku Bunga Bank Umum 3

BAB 5 2PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 2

5.1 Perkembangan Transaksi SKNBI 45.2 Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah 45.3 Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing (Bukan Bank) di DIY 75.4 Perkembangan Transaksi Layanan Keuangan Digital di DIY 8

BAB 6 11KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 11

6.1. Ketenagakerjaan 136.1.1 Partisipasi Kerja 136.1.2 Pengangguran 146.1.3 Indikator Ketenagakerjaan dari Survei Kegiatan Dunia Usaha 166.1.4 Kesejahteraan Masyarakat Pedesaan 166.1.5 Kemiskinan 17

BOKS III 21MERAIH ASA MELALUI BUDIDAYA BAWANG MERAH DI LAHAN PASIR 21

BAB 7 25OUTLOOK KONDISI EKONOMI DAN INFLASI 25

7.1 Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IV 2017 277.1.1 Sisi Permintaan 277.1.2 Sisi Penawaran 287.2 Perkiraan Inflasi 307.3 Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi 2017 317.3.1 Sisi Permintaan 317.3.2 Sisi Penawaran 337.4 Perkiraan Inflasi Tahun 2017 34

Page 9: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

IX

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

BAB 4 65STABILITAS KEUANGAN DAERAH 65

4.1 Ketahanan Sektor Korporasi 674.2 Ketahanan Sektor Rumah Tangga 24.3 Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga 24.4 Dana Pihak Ketiga Perseorangan di Perbankan 34.5 Kredit Perseorangan di Perbankan 44.6 Perkembangan Perbankan di DIY 64.7 Perkembangan Bank Umum 64.8 Perkembangan Penghimpunan Dana 74.9 Perkembangan Penyaluran Kredit 14.10 Penyaluran Kredit ke Sektor Utama 14.11 Perkembangan Suku Bunga Bank Umum 3

BAB 5 2PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH 2

5.1 Perkembangan Transaksi SKNBI 45.2 Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah 45.3 Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing (Bukan Bank) di DIY 75.4 Perkembangan Transaksi Layanan Keuangan Digital di DIY 8

BAB 6 11KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN MASYARAKAT 11

6.1. Ketenagakerjaan 136.1.1 Partisipasi Kerja 136.1.2 Pengangguran 146.1.3 Indikator Ketenagakerjaan dari Survei Kegiatan Dunia Usaha 166.1.4 Kesejahteraan Masyarakat Pedesaan 166.1.5 Kemiskinan 17

BOKS III 21MERAIH ASA MELALUI BUDIDAYA BAWANG MERAH DI LAHAN PASIR 21

BAB 7 25OUTLOOK KONDISI EKONOMI DAN INFLASI 25

7.1 Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi Triwulan IV 2017 277.1.1 Sisi Permintaan 277.1.2 Sisi Penawaran 287.2 Perkiraan Inflasi 307.3 Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi 2017 317.3.1 Sisi Permintaan 317.3.2 Sisi Penawaran 337.4 Perkiraan Inflasi Tahun 2017 34

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

DAFTAR TABELTabel 1.1 Pertumbuhan PDRB Sisi Permintaan 21Tabel 1.2 Pertumbuhan PDRB Sisi Permintaan 21Tabel 1.1 Pertumbuhan PDRB Sisi Permintaan 21Tabel 1.3 Perkembangan Ekspor Negara Tujuan Utama 28Tabel 1.4 Perkembangan Ekspor Komoditas Utama 28Tabel 1.5 Perkembangan Impor Komoditas Utama 29Tabel 1.6 Pertumbuhan Tahunan PDRB Sisi Penawaran 30Tabel 1.7 Sumber Pertumbuhan Ekonomi dari Sisi Penawaran 31Tabel 1.8 Luas Tanam, Luas Panen dan Produksi Tanaman Perkebunan di Kabupaten Kulonprogo 39Tabel 1.9 Kelompok Usaha Gula Semut Kabupaten Kulon Progo 39Tabel 2.1 Postur APBD DIY 2017 *) 44Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan APBD DIY 2017 45Tabel 2.3 Postur Belanja APBD DIY 2017 47Tabel 2.4 Postur APBD DIY 2017 47Tabel 3.1 Perkembangan Inflasi dan Andil Inflasi Bulanan (Berdasarkan Kelompok Barang) KotaYogyakarta (% mtm) 52Tabel 3.2 Perkembangan Inflasi dan Andil Inflasi Bulanan (Berdasarkan Komoditas) Kota Yogyakarta (% mtm) 54Tabel 3.3 Inflasi Triwulanan Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%qtq) 55Tabel 3.4 Perkembangan Inflasi dan Andil Inflasi Bulanan (Berdasarkan Kelompok Barang) Kota Yogyakarta (% yoy) 56Tabel 3.5 Disagregasi Inflasi Tahunan 58Tabel 3.6 Komoditas Penyumbang Inflasi Volatile Food 58Tabel 3.7 Komoditas Penyumbang Inflasi Administered Price 59Tabel 3.8 Komoditas Penyumbang Inflasi Inti 60Tabel 5.1 Transaksi SKNBI di DIY 6Tabel 5.2 Jumlah Agen LKD DIY 14Tabel 6.1 Indikator Status Ketenagakerjaan 14Tabel 6.2 Perkembangan Penggunaan Tenaga Kerja SKDU DIY 15Tabel 6.3 Perbandingan NTP Antar provinsi di Jawa 17Tabel 6.4 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di DIY 18Tabel 6.5 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di DIY 18Tabel 6.11 9 Provinsi dengan Gini Ratio Tertinggi 19Tabel 7.1 Risiko Pendorong dan Penghambat Pertumbuhan Ekonomi DIY Sisi Permintaan Triwulan IV 2017 28Tabel 7.2 Risiko Pendorong dan Penghambat Pertumbuhan Ekonomi DIY Sisi Lapangan Usaha Triwulan IV 2017 29Tabel 7.3 Risiko Pendorong dan Penghambat Inflasi Triwulan IV 2017 31Tabel 7.4 Risiko Pendorong dan Penghambat Pertumbuhan Ekonomi DIY Sisi Permintaan Tahun 2017 33Tabel 7.5 Risiko Pendorong dan Penghambat Pertumbuhan Ekonomi DIY Sisi Penawaran Tahun 2017 34Tabel 7.6 Upside dan Downside Risk Inflasi 2017 35

Page 10: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

X

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi DIY dan Nasional 21Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Jawa 21Grafik 1.3 Perbandingan Pangsa Konsumsi RT Terhadap PDRB di Jawa 22Grafik 1.4 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen 23Grafik 1.5 Perkembangan Indeks Penghasilan dan Konsumsi Barang Tahan Lama 23Grafik 1.6 Perkembangan Kredit Konsumsi 24Grafik 1.7 Perkembangan Kredit Konsumsi 24Grafik 1.8 Realisasi Belanja Daerah 24Grafik 1.9 Realisasi Belanja Modal Pemda DIY 26Grafik 1.10 Perkembangan Kredit Investasi 26Grafik 1.11 Perkembangan Impor Barang Modal 26Grafik 1.12 Perkembangan Realisasi Investasi - SKDU 26Grafik 1.13 Ekspor Produk Manufaktur 27Grafik 1.14 Ekspor Tekstil 27Grafik 1.15 Ekspor Meubel 28Grafik 1.16 Ekspor Produk Kulit 28Grafik 1.17 Perkembangan Impor Barang Konsumsi 29Grafik 1.18 Perkembangan Investasi 30Grafik 1.19 Perkembangan NTP 32Grafik 1.15 Ekspor Produk Kulit 32Grafik 1.20 Realisasi Kegiatan Usaha Sektor Pertanian (SKDU) 32Grafik 1.21 Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran 33Grafik 1.22 Realisasi Kegiatan Usaha Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 33Grafik 1.23 Perkembangan Jumlah Wisatawan 33Grafik 1.24 Perkembangan Jumlah Wisatawan Domestik 34Grafik 1.25 Perkembangan Jumlah Wisatawan Mancanegara 34Grafik 1.26 Perkembangan Tingkat Hunian Hotel 34Grafik 1.27 Perkembangan Industri Kecil dan Menengah 36Grafik 1.28 Perkembangan Industri Besar dan Sedang 36Grafik 1.29 Perkembangan Kredit Industri 36Grafik 1.30 Realisasi Kegiatan Usaha Sektor Industri (SKDU) 36Grafik 1.31 Konsumsi Semen 37Grafik 1.32 Kredit Konstruksi 37Grafik 1.33 Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) 38Grafik 1.34 Kredit Properti 38Grafik 1.35 Perkembangan Jumlah Penumpang Pesawat (Kedatangan) 38Grafik 1.34 Kredit Properti 38Grafik 1.36 Perkembangan Produksi Kelapa di Kulon Progo 39Grafik 2.1 Postur Pendapatan APBD DIY (Provinsi/Kab/Kota) 46Grafik 2.2 Pertumbuhan Belanja Pegawai 47Grafik 2.3 Pertumbuhan Belanja Barang Modal 47Grafik 2.4 Postur Belanja APBD DIY (Provinsi/Kab/Kota) 47Grafik 2.5 Pembiayaan Daerah 48Grafik 3.1 Pola Inflasi Bulanan DIY (mtm) 53Grafik 3.2 Pola Inflasi Bawang Merah 54Grafik 3.3 Pola Inflasi Daging Ayam Ras 54

Page 11: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

XI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

DAFTAR GRAFIK

Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi DIY dan Nasional 21Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Jawa 21Grafik 1.3 Perbandingan Pangsa Konsumsi RT Terhadap PDRB di Jawa 22Grafik 1.4 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen 23Grafik 1.5 Perkembangan Indeks Penghasilan dan Konsumsi Barang Tahan Lama 23Grafik 1.6 Perkembangan Kredit Konsumsi 24Grafik 1.7 Perkembangan Kredit Konsumsi 24Grafik 1.8 Realisasi Belanja Daerah 24Grafik 1.9 Realisasi Belanja Modal Pemda DIY 26Grafik 1.10 Perkembangan Kredit Investasi 26Grafik 1.11 Perkembangan Impor Barang Modal 26Grafik 1.12 Perkembangan Realisasi Investasi - SKDU 26Grafik 1.13 Ekspor Produk Manufaktur 27Grafik 1.14 Ekspor Tekstil 27Grafik 1.15 Ekspor Meubel 28Grafik 1.16 Ekspor Produk Kulit 28Grafik 1.17 Perkembangan Impor Barang Konsumsi 29Grafik 1.18 Perkembangan Investasi 30Grafik 1.19 Perkembangan NTP 32Grafik 1.15 Ekspor Produk Kulit 32Grafik 1.20 Realisasi Kegiatan Usaha Sektor Pertanian (SKDU) 32Grafik 1.21 Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran 33Grafik 1.22 Realisasi Kegiatan Usaha Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 33Grafik 1.23 Perkembangan Jumlah Wisatawan 33Grafik 1.24 Perkembangan Jumlah Wisatawan Domestik 34Grafik 1.25 Perkembangan Jumlah Wisatawan Mancanegara 34Grafik 1.26 Perkembangan Tingkat Hunian Hotel 34Grafik 1.27 Perkembangan Industri Kecil dan Menengah 36Grafik 1.28 Perkembangan Industri Besar dan Sedang 36Grafik 1.29 Perkembangan Kredit Industri 36Grafik 1.30 Realisasi Kegiatan Usaha Sektor Industri (SKDU) 36Grafik 1.31 Konsumsi Semen 37Grafik 1.32 Kredit Konstruksi 37Grafik 1.33 Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) 38Grafik 1.34 Kredit Properti 38Grafik 1.35 Perkembangan Jumlah Penumpang Pesawat (Kedatangan) 38Grafik 1.34 Kredit Properti 38Grafik 1.36 Perkembangan Produksi Kelapa di Kulon Progo 39Grafik 2.1 Postur Pendapatan APBD DIY (Provinsi/Kab/Kota) 46Grafik 2.2 Pertumbuhan Belanja Pegawai 47Grafik 2.3 Pertumbuhan Belanja Barang Modal 47Grafik 2.4 Postur Belanja APBD DIY (Provinsi/Kab/Kota) 47Grafik 2.5 Pembiayaan Daerah 48Grafik 3.1 Pola Inflasi Bulanan DIY (mtm) 53Grafik 3.2 Pola Inflasi Bawang Merah 54Grafik 3.3 Pola Inflasi Daging Ayam Ras 54

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

Grafik 3.4 Pola Inflasi Telur Ayam Ras 54Grafik 3.5 Pola Inflasi Beras 54Grafik 3.6 Pola Inflasi Cabe Merah 54Grafik 3.7 Pola Inflasi Cabe Rawit 54Grafik 3.8 Pola Inflasi Triwulanan (qtq) 55Grafik 3.9 Pola Inflasi Tahunan DIY (yoy) 57Grafik 3.10 DIY VS Nasional (yoy) 57Grafik 3.11 Pola Disagregasi Inflasi (% mtm) 58Grafik 3.12 Inflasi Inti Traded vs Non Traded 61Grafik 3.13 Ekspektasi Harga Konsumen 61Grafik 3.14 Jalur Distribusi Koppasindo Nusantara 64Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi SKNBI 4Grafik 5.2 Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di DIY 6Grafik 5.3 Perkembangan Pemusnahan Uang di DIY 6Grafik 5.4 Perkembangan Temuan Uang Palsu di DIY 6Grafik 5.5 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Jenis Pecahan di DIY per Triwulan I 2017 6Grafik 5.6 Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing di DIY 8Grafik 5.7 Pangsa Valuta Asing yang Ditukarkan di DIY Triwulan I 2017 8Grafik 5.8 Transaksi Layanan Keuangan Digital di DIY 9Grafik. 5.9 Perkembangan Jumlah Agen LKD di DIY 9Grafik 5.10 Penyaluran Bantuan Sosial Triwulan.I 2017 9Grafik 6.1 Perkembangan TPAK di DIY 13Grafik 6.2 Penduduk Bekerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan 2016 14Grafik 6.3 Penduduk Bekerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan 2017 14Grafik 6.4 Perkembangan Tingkat Pengangguran di DIY 15Grafik 6.5 Perkembangan Tingkat Pengangguran Menurut Wilayah dan Jenis Kelamin 15Grafik 6.6 Perkembangan Nilai Tukar Petani di DIY 17Grafik 6.7 NTP Berdasarkan Sub Sektor 17Grafik 6.8 Angka Kemiskinan di DIY 17Grafik 6.10 Perkembangan Gini Ratio di DIY 19Grafik 7.1 Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen dan Komponennya 27Grafik 7.2 Ekspektasi Harga 30Grafik 7.3 Perkiraan Inflasi 30Grafik 7.4 Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi DIY 31Grafik 7.5 Realisasi Kegiatan Usaha 31

Page 12: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

XII

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

INDIKATOR TERPILIH

Page 13: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

XIII

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

INDIKATOR TERPILIH

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

Page 14: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

XIV

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

RINGKASAN EKSEKUTIF

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Pada Triwulan II 2017, pertumbuhan ekonomi DIY meningkat dan lebih tinggi dibandingkan

perekonomian nasional. Perekonomian DIY Triwulan II 2017 tumbuh 5,17% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat 5,12% (yoy) maupun nasional yang tercatat 5,01% (yoy). Dari sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan DIY tersebut didorong oleh semakin solidnya tren konsumsi, yang semakin membaik sejak pertengahan 2016. Kondisi ekonomi domestik dan penguatan daya beli masyarakat menyelang Hari Raya Idul Fitri menopang pertumbuhan konsumsi. Selain itu, pelaksanaan PILKADA yang berlangsung pada triwulan sebelumnya masih memberikan dampak pada peningkatan konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT). Namun, investasi dan kinerja ekspor mengalami perlambatan. Masih berlangsungnya proses pengadaan untuk proyek-proyek infrastruktur pemerintah berdampak pada melambatnya investasi pemerintah. Kinerja ekspor melambat, sebagai dampak dari belum kuatnya pemulihan ekonomi di negara-negara maju mitra dagang.

Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi DIY ditopang oleh peningkatan industri pengolahan, konstruksi, serta pertanian. Peningkatan konsumsi saat Ramadhan dan Idul Fitri, serta liburan mendorong pertumbuhan industri pengolahan yang memberikan andil terbesar bagi pertumbuhan ekonomi triwulan laporan. Ditengah perlambatan investasi, konstruksi mampu terus tumbuh yang ditopang oleh peningkatan pertumbuhan kredit konstruksi. Kondisi cuaca yang mendukung panen produk-produk pertanian, kehutanan dan perikanan.

Diperkirakan perekonomian akan tetap tumbuh pada Triwulan III 2017, meskipun sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini ditengarai sebagai implikasi kembali normalnya konsumsi paska berakhirnya perayaan Idul Fitri. Sementara investasi mampu tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang terutama didorong oleh percepatan pembangunan infrastruktur. Kinerja ekspor mulai mengalami perbaikan seiring dengan perekonomian global yang semakin solid dan tumbuhnya perekonomian negara mitra dagang. Di sisi penawaran, lapangan-lapangan usaha utama DIY seperti industri pengolahan, perdagangan, serta hotel dan restoran diperkirakan tetap tumbuh meskipun cenderung melambat seiring dengan berakhirnya momentum Idul Fitri.

Keuangan Pemerintah Daerah

Belanja pemerintah pada Triwulan II 2017 mencapai Rp5.002,79 miliar. Realisasi belanja tersebut

tumbuh 2,78% (yoy), melambat daripada periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 18,58%

(yoy). Penurunan realisasi belanja tersebut terutama didorong oleh menurunnya belanja modal, serta barang jasa seiring dengan masih berlangsungnya proses pengaadaan proyek-proyek infrastruktur. Namun belanja tidak langsung meningkat 15,99% (yoy), didorong oleh peningkatan belanja pegawai seiring dengan pembayaran tunjangan hari raya. Sementara, realisasi pendapatan Pemerintah Daerah se-DIY pada Triwulan II 2017 tercatat Rp7.369,2 miliar, meningkat 14,25% (yoy). Peningkatan pendapatan daerah berasal dari transfer pemerintah pusat berupa dana perimbangan yang tumbuh 16,04%, lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya tumbuh 3,95%. Dana perimbangan merupakan komponen utama pendapatan daerah dengan porsi 60% dari total pendapatan daerah.

Inflasi Daerah

Ditengah Ramadhan dan Lebaran, perkembangan inflasi Triwulan II 2017 terkendali dan tercatat

4,29% (yoy). Pencapaian inflasi tersebut lebih rendah dari inflasi nasional yang mencapai 4,3% (yoy). Pencapaian inflasi tersebut lebih rendah dari inflasi nasional yang mencapai 4,37% (yoy). Terkendalinya inflasi triwulan laporan dipengaruhi oleh rendahnya inflasi volatile food yang tercatat 0,69% dan terjaganya inflasi inti yang tercatat 2,96% (yoy). Namun, inflasi administered price meningkat tajam, didorong oleh peningkatan tarif transportasi selama Lebaran dan liburan akhir tahun. Walaupun demikian, perkembangan inflasi ke depan perlu diwaspadai mengingat

Page 15: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

XV

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

RINGKASAN EKSEKUTIF

Pertumbuhan Ekonomi Daerah

Pada Triwulan II 2017, pertumbuhan ekonomi DIY meningkat dan lebih tinggi dibandingkan

perekonomian nasional. Perekonomian DIY Triwulan II 2017 tumbuh 5,17% (yoy), lebih tinggi dari pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat 5,12% (yoy) maupun nasional yang tercatat 5,01% (yoy). Dari sisi permintaan, peningkatan pertumbuhan DIY tersebut didorong oleh semakin solidnya tren konsumsi, yang semakin membaik sejak pertengahan 2016. Kondisi ekonomi domestik dan penguatan daya beli masyarakat menyelang Hari Raya Idul Fitri menopang pertumbuhan konsumsi. Selain itu, pelaksanaan PILKADA yang berlangsung pada triwulan sebelumnya masih memberikan dampak pada peningkatan konsumsi Lembaga Non Profit Rumah Tangga (LNPRT). Namun, investasi dan kinerja ekspor mengalami perlambatan. Masih berlangsungnya proses pengadaan untuk proyek-proyek infrastruktur pemerintah berdampak pada melambatnya investasi pemerintah. Kinerja ekspor melambat, sebagai dampak dari belum kuatnya pemulihan ekonomi di negara-negara maju mitra dagang.

Dari sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi DIY ditopang oleh peningkatan industri pengolahan, konstruksi, serta pertanian. Peningkatan konsumsi saat Ramadhan dan Idul Fitri, serta liburan mendorong pertumbuhan industri pengolahan yang memberikan andil terbesar bagi pertumbuhan ekonomi triwulan laporan. Ditengah perlambatan investasi, konstruksi mampu terus tumbuh yang ditopang oleh peningkatan pertumbuhan kredit konstruksi. Kondisi cuaca yang mendukung panen produk-produk pertanian, kehutanan dan perikanan.

Diperkirakan perekonomian akan tetap tumbuh pada Triwulan III 2017, meskipun sedikit melambat dibandingkan triwulan sebelumnya. Hal ini ditengarai sebagai implikasi kembali normalnya konsumsi paska berakhirnya perayaan Idul Fitri. Sementara investasi mampu tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang terutama didorong oleh percepatan pembangunan infrastruktur. Kinerja ekspor mulai mengalami perbaikan seiring dengan perekonomian global yang semakin solid dan tumbuhnya perekonomian negara mitra dagang. Di sisi penawaran, lapangan-lapangan usaha utama DIY seperti industri pengolahan, perdagangan, serta hotel dan restoran diperkirakan tetap tumbuh meskipun cenderung melambat seiring dengan berakhirnya momentum Idul Fitri.

Keuangan Pemerintah Daerah

Belanja pemerintah pada Triwulan II 2017 mencapai Rp5.002,79 miliar. Realisasi belanja tersebut

tumbuh 2,78% (yoy), melambat daripada periode yang sama tahun sebelumnya yang tumbuh 18,58%

(yoy). Penurunan realisasi belanja tersebut terutama didorong oleh menurunnya belanja modal, serta barang jasa seiring dengan masih berlangsungnya proses pengaadaan proyek-proyek infrastruktur. Namun belanja tidak langsung meningkat 15,99% (yoy), didorong oleh peningkatan belanja pegawai seiring dengan pembayaran tunjangan hari raya. Sementara, realisasi pendapatan Pemerintah Daerah se-DIY pada Triwulan II 2017 tercatat Rp7.369,2 miliar, meningkat 14,25% (yoy). Peningkatan pendapatan daerah berasal dari transfer pemerintah pusat berupa dana perimbangan yang tumbuh 16,04%, lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya tumbuh 3,95%. Dana perimbangan merupakan komponen utama pendapatan daerah dengan porsi 60% dari total pendapatan daerah.

Inflasi Daerah

Ditengah Ramadhan dan Lebaran, perkembangan inflasi Triwulan II 2017 terkendali dan tercatat

4,29% (yoy). Pencapaian inflasi tersebut lebih rendah dari inflasi nasional yang mencapai 4,3% (yoy). Pencapaian inflasi tersebut lebih rendah dari inflasi nasional yang mencapai 4,37% (yoy). Terkendalinya inflasi triwulan laporan dipengaruhi oleh rendahnya inflasi volatile food yang tercatat 0,69% dan terjaganya inflasi inti yang tercatat 2,96% (yoy). Namun, inflasi administered price meningkat tajam, didorong oleh peningkatan tarif transportasi selama Lebaran dan liburan akhir tahun. Walaupun demikian, perkembangan inflasi ke depan perlu diwaspadai mengingat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

inflasi tahun kalender telah mencapai 2,78% (ytd), sebagai dampak peningkatan tarif listrik pada semester pertama 2017, dan terdapat potensi risiko peningkatan harga energi dunia.

Ke depan, inflasi Triwulan III 2017 diperkirakan akan relatif lebih rendah dibandingkan triwulan laporan. Hal ini dipengaruhi oleh berakhirnya musim libur sekolah dan Lebaran yang mendorong turunnya konsumsi masyarakat. Selain itu, panen komoditas padi, cabai serta bawang merah yang diperkirakan akan terjadi pada triwulan mendatang diharapkan dapat menekan tingginya risiko inflasi.

Stabilitas Keuangan Daerah dan Pengembangan UMKM

Stabilitas Keuangan Daerah di DIY relatif terjaga. Hal ini tercermin dari indikator ketahanan sektor korporasi, rumah tangga, maupun kinerja perbankan. Penyaluran kredit korporasi tumbuh 16,28% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya, dengan NPL masih terkendali di bawah ambang batas 5%. Di sektor rumah tangga, pertumbuhan kredit meningkat dan tercatat 8,13% (yoy). Namun demikian, pertumbuhan sektor korporasi dan rumah tangga tersebut belum mampu mendorong pertumbuhan sektor perbankan. Kinerja perbankan di DIY pada Triwulan II 2017 melambat dibandingkan Triwulan I 2017, namun masih lebih tinggi daripada tren perlambatan kinerja perbankan tiga tahun sebelumnya. Aset tumbuh melambat dari 13,38% (yoy) menjadi 12,50% (yoy). Penyaluran kredit juga tercatat tumbuh melambat dari 13,81% pada Triwulan I 2017 menjadi 11,20% pada Triwulan II 2017. Demikian juga dengan penghimpunan DPK mengalami perlambatan menjadi 13,77% (yoy) pada bulan laporan dari Triwulan sebelumnya 14,12%.

Assemen Penyelenggaran Sistem Pembayaran

Transaksi sistem pembayaran non tunai melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI)

di DIY pada Triwulan II 2017 mengalami penurunan baik dari sisi nominal maupun volume dibandingkan

triwulan sebelumnya. Rata-rata nominal transaksi SKNBI per hari pada Triwulan II 2017 mencapai Rp33,1 miliar, menurun 13,6% dibandingkan Triwulan I 2017 yang mencapai Rp38,31 miliar. Dari sisi volume, rata-rata warkat per hari menjadi 1.149 lembar pada Triwulan II 2017, menurun 9,22 % dari 1.266 lembar warkat pada Triwulan I 2017.

Secara umum pada Triwulan II 2017, DIY mengalami net inflow sebesar Rp3.615 miliar. Dalam mengantisipasi kebutuhan uang tunai masyarakat dengan jumlah, nominal dan kualitas yang sesuai, Bank Indonesia DIY melakukan kegiatan kas keliling dan kerjasama penukaran dengan perbankan. Kegiatan kas keliling dilakukan di dalam dan luar kota. Selama Triwulan II 2017 Bank Indonesia DIY telah melakukan layanan penukaran uang melalui kas keliling sebanyak 24 kali. Lokasi kas keliling terdiri atas pusat-pusat keramaian seperti pasar dan kantor pemerintahan. Selain itu, Bank Indonesia DIY juga telah melakukan koordinasi dan kerjasama dengan lima bank besar yang ada di DIY terkait layanan penukaran uang kepada masyarakat. Hal ini bertujuan agar masyarakat dapat memperoleh layanan penukaran uang secara lebih luas tidak hanya melalui Bank Indonesia, tetapi juga bank umum, meliputi BPD DIY, BRI, Mandiri, BNI, dan BCA.

Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat

Kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat DIY masih relatif terjaga. Pada Februari 2017, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) sedikit menurun dan tercatat sebesar 72,00%. Angka TPAK tersebut masih lebih tinggi dari rata-rata TPAK selama 4 tahun terakhir (2013 – 2016), yang tercatat 70,98%. Sementara itu, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) sedikit meningkat dan tercatat sebesar 2,84%, tetapi dibawah TPT nasional yang mencapai 5,33%. Penyerapan tenaga kerja yang mengalami ekspansi tertinggi terjadi pada sektor jasa-jasa. Peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor tersebut diprediksi sejalan dengan makin maraknya industri kreatif di Yogyakarta, khususnya terkait dengan digitalisasi.

Sejalan dengan sektor ketenagakerjaan, kesejahteraan masyarakat juga masih terjaga, yang tercermin dari penurunan Garis Kemiskinan. Tingkat kemiskinan di DIY pada Maret 2017 tercatat sebesar 13,02%, menurun dibandingkan pada Maret 2016 yang tercatat sebesar 13,34%. Tren penurunan angka kemiskinan diikuti oleh tren

Page 16: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

XVI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

penurunan ketimpangan antar penduduk miskin. Indeks Kedalaman Kemiskinan tercatat sebesar 2,19, lebih rendah dibandingkan Maret 2016, yang tercatat 2,30. Namun demikian, Gini Ratio Daerah Istimewa Yogyakarta pada Maret 2017 tercatat sebesar 0,432, lebih tinggi dari posisi Maret 2016 dan September 2016 yang tercatat masing-masing sebesar 0,420 dan 0,425.

Prospek Ekonomi dan Inflasi 2017

Pertumbuhan ekonomi DIY Triwulan IV 2017 diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi DIY Triwulan IV 2017 ditopang oleh peningkatan konsumsi rumah tangga, peningkatan kinerja investasi dan peningkatan permintaan ekspor luar negeri. Sementara dari sisi penawaran, peningkatan penyelenggaran MICE serta kenaikan jumlah wisatawan yang diperkirakan mencapai puncaknya pada liburan Natal dan Tahun Baru mendorong akselerasi pertumbuhan kinerja sektor penyediaan akomodasi dan makan minum serta sektor perdagangan.

Inflasi keseluruhan tahun 2017 diperkirakan masih berada dalam kisaran target inflasi 4±1% (yoy), walaupun lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Meningkatnya tekanan inflasi pada 2017, terutama disebabkan oleh tingginya tekanan administered prices. Penyesuaian tarif listrik 900 VA yang terjadi secara bertahap pada tahun ini mendorong tekanan inflasi yang cukup dalam. Selain itu, tingginya kunjungan wisatawan ke DIY turut mendorong peningkatan tarif angkutan, baik angkutan udara dan kereta api.

Page 17: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

17

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

penurunan ketimpangan antar penduduk miskin. Indeks Kedalaman Kemiskinan tercatat sebesar 2,19, lebih rendah dibandingkan Maret 2016, yang tercatat 2,30. Namun demikian, Gini Ratio Daerah Istimewa Yogyakarta pada Maret 2017 tercatat sebesar 0,432, lebih tinggi dari posisi Maret 2016 dan September 2016 yang tercatat masing-masing sebesar 0,420 dan 0,425.

Prospek Ekonomi dan Inflasi 2017

Pertumbuhan ekonomi DIY Triwulan IV 2017 diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi DIY Triwulan IV 2017 ditopang oleh peningkatan konsumsi rumah tangga, peningkatan kinerja investasi dan peningkatan permintaan ekspor luar negeri. Sementara dari sisi penawaran, peningkatan penyelenggaran MICE serta kenaikan jumlah wisatawan yang diperkirakan mencapai puncaknya pada liburan Natal dan Tahun Baru mendorong akselerasi pertumbuhan kinerja sektor penyediaan akomodasi dan makan minum serta sektor perdagangan.

Inflasi keseluruhan tahun 2017 diperkirakan masih berada dalam kisaran target inflasi 4±1% (yoy), walaupun lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya. Meningkatnya tekanan inflasi pada 2017, terutama disebabkan oleh tingginya tekanan administered prices. Penyesuaian tarif listrik 900 VA yang terjadi secara bertahap pada tahun ini mendorong tekanan inflasi yang cukup dalam. Selain itu, tingginya kunjungan wisatawan ke DIY turut mendorong peningkatan tarif angkutan, baik angkutan udara dan kereta api.

PERKEMBANGAN EKONOMI MAKRO REGIONAL

BAB I

Ekonomi DIY pada Triwulan II 2017 tumbuh meningkat 5,17%, lebih tinggi dibanding pertumbuhan ekonomi nasional

Page 18: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

18

Page 19: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

19

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY)

pada Triwulan II 2017 tumbuh sebesar 5,17% (yoy),

meningkat dibandingkan Triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 5,12% (yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan didorong oleh semakin solidnya konsumsi, terutama konsumsi rumah tangga. Sementara dari sisi lapangan usaha pertumbuhan didorong oleh industri pengolahan, konstruksi serta pertanian, kehutanan dan perikanan.

Pertumbuhan ekonomi DIY pada Triwulan

II 2017 tercatat lebih tinggi dibandingkan Nasional

maupun Jawa secara umum. Perekonomian Indonesia relatif stabil yaitu tumbuh sebesar 5,01% pada Triwulan II 2017 (Grafik 1.1). Sementara laju pertumbuhan ekonomi Jawa secara umum di triwulan laporan mengalami perlambatan 5,41% (yoy) dibanding Triwulan I 2017 yang tercatat tumbuh sebesar 5,68% (Grafik 1.2). Perlambatan tersebut antara lain disebabkan oleh penurunan kinerja investasi, konsumsi pemerintah dan ekspor manufaktur (kendaraan). Di sisi lain, konsumsi masyarakat Jawa menjadi faktor penahan perlambatan ekonomi, sebagaimana tercermin dari kenaikan penjualan ritel dan kredit konsumsi. Dari sisi penawaran, perlambatan bersumber dari sektor pertanian seiring dengan tibanya musim tanam serta tertahannya kinerja perdagangan akibat penurunan ekspor luar negeri.

Ditengah perlambatan ekonomi Jawa,

perekonomian DIY mampu melanjutkan

pertumbuhan positif. Sumber pertumbuhan tertinggi berasal dari konsumsi rumah tangga yang memiliki pangsa mencapai 69,42% terhadap PDRB, tertinggi dibanding Jawa secara umum maupun provinsi-provinsi lain di Jawa (Grafik 1.3). Konsumsi RT mampu tumbuh meningkat dari 5,04% (yoy) pada Triwulan I 2017 menjadi 5,47% (yoy) pada Triwulan II 2017 ditengah tren perlambatan konsumsi nasional (Tabel 1.1) dengan andil pertumbuhan sebesar 3,34% (yoy) (Tabel 1.2).

Pada Triwulan III 2017, perekonomian DIY

diperkirakan tetap tumbuh meskipun tidak setinggi

triwulan sebelumnya. Hal ini ditengarai sebagai implikasi kembali normalnya konsumsi paska berakhirnya perayaan Idul Fitri. Sementara investasi mampu tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yang terutama didorong oleh percepatan pembangunan infrastruktur. Kinerja ekspor mulai mengalami perbaikan seiring dengan perekonomian global yang semakin solid dan tumbuhnya perekonomian negara mitra dagang. Di sisi penawaran, lapangan-lapangan usaha utama DIY seperti industri pengolahan, perdagangan, serta hotel dan restoran diperkirakan tetap tumbuh meskipun cenderung melambat seiring dengan berakhirnya momentum Idul Fitri.

Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) pada Triwulan II 2017 tumbuh sebesar 5,17% (yoy), meningkat

dibandingkan Triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 5,12% (yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan didorong oleh

tetap terjaganya konsumsi, terutama konsumsi rumah tangga. Sementara dari sisi lapangan usaha pertumbuhan

didorong oleh industri pengolahan, konstruksi serta pertanian, kehutanan dan perikanan. Pada Triwulan III 2017,

perekonomian DIY diperkirakan tetap tumbuh meskipun tidak setinggi triwulan sebelumnya.

1.1. Pertumbuhan Ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta Triwulan II 2017

Grafik 1.1 Pertumbuhan Ekonomi DIY dan Nasional

Grafik 1.2 Pertumbuhan Ekonomi Kawasan Jawa

Page 20: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

20

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

1.2. Pertumbuhan Ekonomi DIY Triwulan II 2017 Sisi Permintaan

Pada Triwulan II 2017, perekonomian DIY

tumbuh 5,17% (yoy) seiring dengan tetap terjaganya

konsumsi rumah tangga. Tren meningkat yang dialami

oleh konsumsi rumah tangga sejak pertengahan tahun

2016 terus berlanjut hingga mencapai 5,47% (yoy) pada

triwulan laporan, tumbuh meningkat dibandingkan

Triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 5,04% (yoy) (Tabel

1.1). Kondisi ekonomi domestik yang stabil disertai dengan

penguatan daya beli masyarakat menjelang momentum

Hari Raya Idul Fitri menopang pertumbuhan konsumsi

rumah tangga. Di samping itu, efek pelaksanaan PILKADA

yang berlangsung pada triwulan sebelumnya juga masih

berdampak terhadap peningkatan konsumsi Lembaga

Non Profit Rumah Tangga (LNPRT). Sementara itu, kinerja

ekspor mengalami perlambatan pada triwulan laporan

seiring dengan masih rendahnya permintaan pasar global

terhadap komoditas-komoditas unggulan DIY seperti

tekstil, meubel dan kulit. Di sisi lain, impor menunjukan

peningkatan yang cukup signifikan terutama berasal dari

peningkatan impor bahan baku kulit dan alat-alat listrik.

1.2.1. Konsumsi

a. Rumah Tangga

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga DIY pada Triwulan II 2017 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya didorong oleh penguatan daya beli masyarakat bertepatan dengan momentum Hari Raya Idul Fitri, liburan sekolah serta frekuensi libur panjang (long weekend) yang cukup banyak. Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh meningkat dari 5,04% (yoy) pada Triwulan I 2017 menjadi 5,47% (yoy) pada Triwulan II 2017. Kenaikan konsumsi didorong oleh membaiknya ekspektasi masyarakat yang disertai peningkatan penghasilan berupa Tunjangan Hari Raya (THR) yang diperoleh menjelang Idul Fitri.

Tabel 1.1 Pertumbuhan PDRB Sisi Permintaan

Tabel 1.2 Pertumbuhan PDRB Sisi Permintaan

Grafik 1.3 Perbandingan Pangsa Konsumsi RT Terhadap PDRB di Jawa

Page 21: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

21

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

1.2. Pertumbuhan Ekonomi DIY Triwulan II 2017 Sisi Permintaan

Pada Triwulan II 2017, perekonomian DIY

tumbuh 5,17% (yoy) seiring dengan tetap terjaganya

konsumsi rumah tangga. Tren meningkat yang dialami

oleh konsumsi rumah tangga sejak pertengahan tahun

2016 terus berlanjut hingga mencapai 5,47% (yoy) pada

triwulan laporan, tumbuh meningkat dibandingkan

Triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 5,04% (yoy) (Tabel

1.1). Kondisi ekonomi domestik yang stabil disertai dengan

penguatan daya beli masyarakat menjelang momentum

Hari Raya Idul Fitri menopang pertumbuhan konsumsi

rumah tangga. Di samping itu, efek pelaksanaan PILKADA

yang berlangsung pada triwulan sebelumnya juga masih

berdampak terhadap peningkatan konsumsi Lembaga

Non Profit Rumah Tangga (LNPRT). Sementara itu, kinerja

ekspor mengalami perlambatan pada triwulan laporan

seiring dengan masih rendahnya permintaan pasar global

terhadap komoditas-komoditas unggulan DIY seperti

tekstil, meubel dan kulit. Di sisi lain, impor menunjukan

peningkatan yang cukup signifikan terutama berasal dari

peningkatan impor bahan baku kulit dan alat-alat listrik.

1.2.1. Konsumsi

a. Rumah Tangga

Pertumbuhan konsumsi rumah tangga DIY pada Triwulan II 2017 meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya didorong oleh penguatan daya beli masyarakat bertepatan dengan momentum Hari Raya Idul Fitri, liburan sekolah serta frekuensi libur panjang (long weekend) yang cukup banyak. Konsumsi rumah tangga tercatat tumbuh meningkat dari 5,04% (yoy) pada Triwulan I 2017 menjadi 5,47% (yoy) pada Triwulan II 2017. Kenaikan konsumsi didorong oleh membaiknya ekspektasi masyarakat yang disertai peningkatan penghasilan berupa Tunjangan Hari Raya (THR) yang diperoleh menjelang Idul Fitri.

Tabel 1.1 Pertumbuhan PDRB Sisi Permintaan

Tabel 1.2 Pertumbuhan PDRB Sisi Permintaan

Grafik 1.3 Perbandingan Pangsa Konsumsi RT Terhadap PDRB di Jawa

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Membaiknya ekspektasi masyarakat dalam

mendorong pertumbuhan konsumsi rumah tangga

tercermin pada hasil Survei Konsumen Bank

Indonesia. Berdasarkan hasil survei tersebut, terlihat keseluruhan komponen, antara lain Indeks Keyakinan Konsumen (IKK), Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK), dan Indeks Kondisi Ekonomi saat ini (IKE) yang menunjukan peningkatan (Grafik 1.4). Hasil survei tersebut juga menunjukan bahwa penghasilan masyarakat mulai membaik yang ditunjukkan oleh peningkatan indeks penghasilan (Grafik 1.5). Selain itu, efek pelaksanaan PILKADA di Kabupaten Kulonprogo dan Kota Yogyakarta pada triwulan sebelumnya masih mendorong peningkatan konsumsi rumah tangga maupun lembaga non profit (yayasan dan partai politik) yang tercermin dari konsumsi lembaga non profit yang tumbuh meningkat dari 11,45% (yoy) menjadi 13,28% (yoy) pada triwulan laporan (Tabel 1.1)

Arah pertumbuhan konsumsi rumah tangga

yang positif sejalan dengan tren peningkatan kredit

konsumsi. Pertumbuhan kredit konsumsi terakselerasi dari 9,47% (yoy) hingga mencapai 11,23% (yoy) pada triwulan laporan yang tercatat sebagai pertumbuhan tertinggi selama 3 tahun terakhir (Grafik 1.6). Dilihat dari jenis kreditnya, peningkatan pertumbuhan kredit konsumsi terutama didorong oleh peningkatan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) yang tumbuh meningkat dari 6,41% (yoy) menjadi 9,18% (yoy), Kredit Kendaraan Bermotor (KKB) yang terakselerasi dari 3,90% (yoy) hingga mencapai 8,45% (yoy) pada triwulan laporan, serta kredit multiguna naik yang dari 8,10% (yoy) ke 8,81% (yoy) (Grafik 1.7).

Peningkatan kebutuhan hunian sejalan

dengan pertumbuhan sektor pariwisata dan

ekonomi. Industri properti DIY terus berada dalam fase ekspansi, terutama didorong oleh pembangunan rumah kos harian (homestay) untuk dapat menampung wisatawan yang datang berkunjung seiring dengan bermunculannya destinasi-destinasi wisata baru serta berlanjutnya moratorium pembangunan hotel di DIY.

Sementara maraknya tren penggunaan

taksi online selama 3 tahun terakhir mendorong

akselerasi pertumbuhan KKB. Peningkatan terutama terjadi pada kredit kendaraan roda empat (mobil) yang

tumbuh meningkat dari 10,62% (yoy) menjadi 12,69% (yoy). Selain itu, peningkatan permintaan kendaraan roda empat melonjak tajam yang diindikasikan oleh peningkatan pertumbuhan penjualan mobil yang signifikan sejak akhir tahun 2016 hingga mencapai 46,51% (yoy) pada Triwulan II 2017.

Pada Triwulan III 2017, kinerja konsumsi

rumah tangga diperkirakan melambat dibanding

triwulan sebelumnya, namun masih lebih tinggi

dari Triwulan III 2016. Dimulainya tahun ajaran baru serta perayaan Idul Adha pada bulan September 2017 berpotensi meningkatkan pengeluaran masyarakat yang pada akhirnya mendorong tumbuhnya konsumsi meskipun tidak setinggi pada Triwulan II 2017.

Grafik 1.4 Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen

Grafik 1.5 Perkembangan Indeks Penghasilan dan Konsumsi Barang Tahan Lama

Page 22: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

22

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

pejabat daerah, termasuk kepala dan pejabat daerah di DIY untuk merealisasikan program-program yang tertuang dalam APBD DIY juga akan menjadi faktor pendorong optimalisasi konsumsi pemerintah.

b. Konsumsi Pemerintah

Konsumsi Pemerintah pada Triwulan II

2017 terkontraksi sebesar 1,99% (yoy) melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh

sebesar 1,57% (yoy). Perlambatan konsumsi pemerintah tersebut tercermin dari perlambatan belanja dalam komponen APBD Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota se-DIY. Belanja Pemda pada Triwulan II 2017 tercatat tumbuh 2,78% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 8,39% (yoy) (Grafik 1.8). Pembayaran THR dan realisasi penyaluran dana desa serta bantuan sosial (bansos) pada triwulan laporan belum mampu mendorong kenaikan konsumsi pemerintah. Perlambatan belanja APBD menjadi faktor penghambat peningkatan pertumbuhan konsumsi pemerintah, yang bersumber dari perlambatan komponen belanja APBD, baik belanja langsung maupun belanja tidak langsung.

Dari komponen belanja langsung, belanja

pegawai yang memiliki pangsa mencapai 36,44%

dari anggaran belanja APBD tahun 2017, mengalami

perlambatan dari 24,42% (yoy) pada Triwulan I

2017 menjadi 21,60% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara dari sisi komponen tidak langsung, belanja modal dan belanja barang jasa mengalami perlambatan yang cukup dalam dibanding triwulan sebelumnya.

Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada

Triwulan III 2017 diperkirakan dapat kembali

tumbuh positif. Hal ini utamanya didorong oleh belanja pegawai seperti pembayaran gaji ke-14 dan realisasi penyaluran dana desa tahap II yang akan dicairkan pada bulan Agustus 2017. Di samping itu, instruksi yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri kepada semua

Grafik 1.6 Perkembangan Kredit Konsumsi

Grafik 1.7 Perkembangan Kredit Konsumsi

Grafik 1.8 Realisasi Belanja Daerah

1.2.2. Investasi

Kinerja investasi yang tercermin dari

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada

Triwulan II 2017 tumbuh melambat sejalan dengan

kontraksi pertumbuhan konsumsi pemerintah.

Investasi tercatat tumbuh sebesar 4,56% (yoy) pada triwulan laporan, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 6,35% (yoy).

Perlambatan tersebut antara lain bersumber

dari penurunan investasi pemerintah yang masih

menjadi penopang pertumbuhan investasi di DIY. Investasi pemerintah yang tercermin dari indikator belanja modal APBD mengalami perlambatan yang cukup

Page 23: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

23

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

pejabat daerah, termasuk kepala dan pejabat daerah di DIY untuk merealisasikan program-program yang tertuang dalam APBD DIY juga akan menjadi faktor pendorong optimalisasi konsumsi pemerintah.

b. Konsumsi Pemerintah

Konsumsi Pemerintah pada Triwulan II

2017 terkontraksi sebesar 1,99% (yoy) melambat

dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh

sebesar 1,57% (yoy). Perlambatan konsumsi pemerintah tersebut tercermin dari perlambatan belanja dalam komponen APBD Pemerintah provinsi dan kabupaten/kota se-DIY. Belanja Pemda pada Triwulan II 2017 tercatat tumbuh 2,78% (yoy) melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 8,39% (yoy) (Grafik 1.8). Pembayaran THR dan realisasi penyaluran dana desa serta bantuan sosial (bansos) pada triwulan laporan belum mampu mendorong kenaikan konsumsi pemerintah. Perlambatan belanja APBD menjadi faktor penghambat peningkatan pertumbuhan konsumsi pemerintah, yang bersumber dari perlambatan komponen belanja APBD, baik belanja langsung maupun belanja tidak langsung.

Dari komponen belanja langsung, belanja

pegawai yang memiliki pangsa mencapai 36,44%

dari anggaran belanja APBD tahun 2017, mengalami

perlambatan dari 24,42% (yoy) pada Triwulan I

2017 menjadi 21,60% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara dari sisi komponen tidak langsung, belanja modal dan belanja barang jasa mengalami perlambatan yang cukup dalam dibanding triwulan sebelumnya.

Pertumbuhan konsumsi pemerintah pada

Triwulan III 2017 diperkirakan dapat kembali

tumbuh positif. Hal ini utamanya didorong oleh belanja pegawai seperti pembayaran gaji ke-14 dan realisasi penyaluran dana desa tahap II yang akan dicairkan pada bulan Agustus 2017. Di samping itu, instruksi yang dikeluarkan oleh Menteri Dalam Negeri kepada semua

Grafik 1.6 Perkembangan Kredit Konsumsi

Grafik 1.7 Perkembangan Kredit Konsumsi

Grafik 1.8 Realisasi Belanja Daerah

1.2.2. Investasi

Kinerja investasi yang tercermin dari

Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) pada

Triwulan II 2017 tumbuh melambat sejalan dengan

kontraksi pertumbuhan konsumsi pemerintah.

Investasi tercatat tumbuh sebesar 4,56% (yoy) pada triwulan laporan, lebih rendah dibandingkan dengan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang mampu tumbuh sebesar 6,35% (yoy).

Perlambatan tersebut antara lain bersumber

dari penurunan investasi pemerintah yang masih

menjadi penopang pertumbuhan investasi di DIY. Investasi pemerintah yang tercermin dari indikator belanja modal APBD mengalami perlambatan yang cukup

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

dalam pada triwulan laporan yaitu sebesar 11,03% (yoy), jauh lebih rendah dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya yang mencapai 97,10% (yoy) serta pertumbuhan pada Triwulan II 2016 yang mampu tumbuh sebesar 18,20% (yoy) (Grafik 1.9).

Sementara itu, peran swasta dalam

kegiatan investasi di DIY masih belum optimal. Masih rendahnya kegiatan investasi swasta terindikasi dari penyaluran kredit investasi yang melambat dan cenderung berada dalam tren yang menurun sejak tahun 2014. Pada Triwulan II 2017, penyaluran kredit investasi tumbuh 12,37% (yoy), sedangkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya mencapai 19,14% (yoy) (Grafik 1.10). Selain itu, perlambatan investasi swasta juga tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU), dimana Saldo Bersih Tertimbang (SBT) Investasi pada triwulan laporan cenderung menurun dari 13,14% menjadi 10,38% (Grafik 1.11). Berdasarkan hasil liaison, diperoleh informasi bahwa hal tersebut disebabkan oleh pola siklikal investasi swasta dimana investasi produksi dilakukan pada awal tahun untuk peningkatan kapasitas produksi sepanjang tahun dan menghadapi permintaan Lebaran.

Dilihat dari jenisnya, perlambatan investasi

terutama bersumber dari investasi bangunan. Masih tertundanya pembangunan fisik sejumlah infrastruktur vital di DIY terkait kendala pembebasan lahan serta moratorium pembangunan hotel baru di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman ditengarai menjadi faktor penghambat pertumbuhan investasi bangunan yang lebih lanjut berdampak terhadap pertumbuhan kegiatan investasi. Sementara investasi non bangunan tumbuh meningkat yang didorong oleh peningkatan impor barang modal yang tumbuh sebesar 72,57% (yoy), meningkat tajam dari -4,95% (yoy) pada triwulan sebelumnya (Grafik 1.12).

Pada Triwulan III 2017, kinerja investasi

diperkirakan dapat kembali tumbuh meningkat.

Berdasarkan SKDU, aktivitas investasi terindikasi mengalami peningkatan tajam yang tercermin dari kenaikan SBT hingga mencapai 19,95%, yang merupakan capaian tertinggi selama 3 tahun terakhir. Selain itu, pembangunan fisik bandara Kulonprogo yang akan dimulai pada bulan Agustus 2017 berpotensi mendorong pertumbuhan kinerja investasi yang ditopang oleh peningkatan belanja modal pemerintah.

Grafik 1.9 Realisasi Belanja Modal Pemda DIY Grafik 1.10 Perkembangan Kredit Investasi

Page 24: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

24

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

1.3. Perkembangan Ekspor – Impor

a. Ekspor-Impor Antardaerah

Momentum Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri

dan liburan sekolah belum mampu mendorong

secara optimal pertumbuhan net ekspor antardaerah

DIY pada Triwulan II 2017. Net ekspor antardaerah terkontraksi cukup dalam yaitu sebesar 14,87% (yoy) pada triwulan laporan, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya (6,10%) maupun Triwulan II 2016 (-1,79%). Meskipun demikian, secara triwulanan net ekspor antardaerah mampu tumbuh hingga mencapai 265,31% (qtq) akibat peningkatan volume perdagangan antardaerah seiring dengan momentum Ramadhan, Idul Fitri dan liburan akhir pekan.

Kinerja ekspor antardaerah pada triwulan

laporan mampu tumbuh sebesar 7,01% (yoy), lebih

tinggi dibandingkan periode sebelumnya maupun

Triwulan II 2016 yang tumbuh sebesar 5,01% (yoy)

dan 4,03% (yoy). Kinerja ekspor meningkat seiring

Grafik 1.11 Perkembangan Impor Barang Modal

Grafik 1.12 Perkembangan Realisasi Investasi - SKDU

Grafik 1.13 Ekspor Produk Manufaktur

Grafik 1.14 Ekspor Tekstil

dengan produktivitas panen DIY yang tercatat meningkat didukung faktor cuaca dan penerapan pola tanam yang baik pada triwulan laporan. Di sisi lain, peningkatan produktivitas panen tersebut juga berdampak terhadap melambatnya pertumbuhan kinerja impor antardaerah karena hasil panen dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan pokok. Impor antardaerah tercatat mengalami perlambatan dibanding periode sebelumnya, yaitu turun dari 5,04% (yoy) ke 4,00% (yoy) pada triwulan laporan namun masih lebih tinggi dibanding Triwulan II 2016 (3,19%). Sementara itu, kinerja ekspor dan impor antardaerah pada Triwulan III 2017 diperkirakan melambat seiring dengan kembali normalnya pola konsumsi paska Idul Fitri. Paska berakhirnya Idul Fitri dan penurunan jumlah wisatawan akan mempengaruhi penurunan permintaan masyarakat terutama untuk komoditas bahan pangan.

Page 25: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

25

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

1.3. Perkembangan Ekspor – Impor

a. Ekspor-Impor Antardaerah

Momentum Ramadhan, Hari Raya Idul Fitri

dan liburan sekolah belum mampu mendorong

secara optimal pertumbuhan net ekspor antardaerah

DIY pada Triwulan II 2017. Net ekspor antardaerah terkontraksi cukup dalam yaitu sebesar 14,87% (yoy) pada triwulan laporan, menurun dibandingkan triwulan sebelumnya (6,10%) maupun Triwulan II 2016 (-1,79%). Meskipun demikian, secara triwulanan net ekspor antardaerah mampu tumbuh hingga mencapai 265,31% (qtq) akibat peningkatan volume perdagangan antardaerah seiring dengan momentum Ramadhan, Idul Fitri dan liburan akhir pekan.

Kinerja ekspor antardaerah pada triwulan

laporan mampu tumbuh sebesar 7,01% (yoy), lebih

tinggi dibandingkan periode sebelumnya maupun

Triwulan II 2016 yang tumbuh sebesar 5,01% (yoy)

dan 4,03% (yoy). Kinerja ekspor meningkat seiring

Grafik 1.11 Perkembangan Impor Barang Modal

Grafik 1.12 Perkembangan Realisasi Investasi - SKDU

Grafik 1.13 Ekspor Produk Manufaktur

Grafik 1.14 Ekspor Tekstil

dengan produktivitas panen DIY yang tercatat meningkat didukung faktor cuaca dan penerapan pola tanam yang baik pada triwulan laporan. Di sisi lain, peningkatan produktivitas panen tersebut juga berdampak terhadap melambatnya pertumbuhan kinerja impor antardaerah karena hasil panen dapat digunakan untuk pemenuhan kebutuhan pokok. Impor antardaerah tercatat mengalami perlambatan dibanding periode sebelumnya, yaitu turun dari 5,04% (yoy) ke 4,00% (yoy) pada triwulan laporan namun masih lebih tinggi dibanding Triwulan II 2016 (3,19%). Sementara itu, kinerja ekspor dan impor antardaerah pada Triwulan III 2017 diperkirakan melambat seiring dengan kembali normalnya pola konsumsi paska Idul Fitri. Paska berakhirnya Idul Fitri dan penurunan jumlah wisatawan akan mempengaruhi penurunan permintaan masyarakat terutama untuk komoditas bahan pangan.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

(yoy) pada Triwulan I 2017 menjadi 26,08% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 1.15). Perlambatan juga terjadi pada ekspor kulit yang terkontraksi makin dalam sebesar 13,23% (yoy) (Grafik 1.16).

Berkurangnya jam kerja selama bulan

Ramadhan serta panjangnya hari libur pada bulan

Juni 2017 ditengarai menjadi faktor penghambat pertumbuhan ekspor yang berdampak terhadap penurunan tajam aktivitas ekspor pada Triwulan II 2017. Kondisi ini tercermin dari pola kegiatan ekspor yang cenderung mengalami penurunan bertepatan dengan momentum Idul Fitri. Selain itu, faktor cuaca ditengarai menjadi penyebab belum optimalnya produksi kulit untuk ekspor mengingat sulitnya memperoleh bahan baku kulit yang memenuhi standar kualitas ekspor di Indonesia. Keadaan cuaca yang tidak mendukung akibat kemarau basah berdampak terhadap pengeringan bahan baku sehingga produksi menjadi tidak optimal.

b. Ekspor-Impor Luar Negeri

Dari sisi eksternal, kinerja ekspor luar negeri kembali mengalami kontraksi setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh positif. Ekspor DIY pada Triwulan II 2017 tumbuh -0,77% yoy), terkontraksi dibandingkan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya maupun Triwulan II 2016 yang tercatat tumbuh sebesar 9,10% (yoy) dan 11,62% (yoy). Perlambatan tersebut terutama disebabkan oleh perlambatan ekspor sejumlah komoditas utama seperti tekstil, meubel dan kulit seiring dengan masih rendahnya permintaan dari pasar global untuk komoditas-komoditas tersebut, khususnya Amerika Serikat (AS), Eropa dan Jepang yang menjadi mitra dagang utama DIY selama ini.

Ditengah perbaikan perekonomian global,

terutama pada negara-negara yang menjadi tujuan

utama ekspor DIY, ekspor Indonesia pada umumnya

dan DIY pada khususnya sedang dihadapkan

pada permasalahan daya saing produk ekspor. Isu ini berkembang seiring dengan bermunculannya produk-produk serupa dari Vietnam dan Tiongkok yang dipasarkan dengan harga yang jauh lebih murah. Dengan demikian, eksportir lokal diharapkan dapat menyikapi permasalahan tersebut dengan meningkatkan kualitas dan keunikan produk serta menerapkan strategi pemasaran yang lebih agresif.

Pada Triwulan II 2017, ekspor luar negeri DIY

ke mitra-mitra dagang utama seperti AS, Eropa dan

Jepang mengalami perlambatan yang berdampak pada perlambatan ekspor DIY secara keseluruhan (Tabel 1.3). Ekspor ke AS tercatat tumbuh melambat dari 14,74% (yoy) pada triwulan lalu terkontraksi sebesar 5,88% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara perlambatan juga terjadi pada ekspor ke Eropa yang turun dari 24,63% (yoy) ke 14,06% (yoy) dan Jepang yang terkontraksi sebesar 13,99% (yoy) dari 6,05% (yoy) pada triwulan lalu.

Dilihat dari jenis komoditasnya, perlambatan ekspor terjadi pada seluruh komoditas utama DIY, yaitu tekstil, meubel dan kulit yang memiliki pangsa mencapai 66,35% dari total ekspor (Grafik 1.13). Ekspor tekstil tercatat terkontraksi sebesar 7,59% (yoy) pada Triwulan II 2017, setelah pada triwulan sebelumnya tumbuh positif sebesar 10,58% (yoy) (Grafik 1.14). Sementara ekspor meubel juga melambat dari 82,32%

Grafik 1.15 Ekspor Meubel

Grafik 1.16 Ekspor Produk Kulit

Page 26: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

26

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Di sisi lain, kinerja impor luar negeri DIY pada Triwulan II 2017 mengalami pertumbuhan meningkat yang ditopang oleh akselerasi pada impor barang modal. Pertumbuhan impor DIY pada Triwulan II 2017 tercatat tumbuh meningkat sebesar 10,23% (yoy) dibandingkan pertumbuhan pada Triwulan I 2017 yang tumbuh sebesar 5,27% (yoy) (Tabel 1.5). Sementara impor barang modal tercatat tumbuh sebesar 72,57% (yoy), meningkat tajam setelah terkontraksi sebesar 4,95% (yoy) pada triwulan lalu (Grafik 1.12). Di sisi lain, impor untuk barang konsumsi terkontraksi makin dalam dengan pertumbuhan pada Triwulan II 2017 tercatat sebesar -7,31% (yoy) (Grafik 1.17). Peningkatan impor yang didominasi oleh impor barang modal tersebut mengindikasikan potensi akselerasi pembangunan di DIY, yang dapat menjadi energi baru untuk mendorong pertumbuhan ekonomi DIY ke depan.

Dilihat dari jenis komoditas, peningkatan impor terjadi untuk bahan baku industri terutama berupa bahan baku kulit dan alat listrik (Tabel 1.5). Kondisi ini terjadi seiring dengan permasalahan produksi karet yang terkendala faktor cuaca sehingga untuk pemenuhan bahan baku diperoleh dari impor. Pada Triwulan II 2017 ekspor DIY tercatat sebesar 91,1 Juta USD sementara impor sebesar 24,5 Juta USD sehingga DIY tercatat mengalami net ekspor sebesar 66,6 Juta USD (Tabel 1.5).

Tabel 1.3 Perkembangan Ekspor Negara Tujuan Utama

Tabel 1.4 Perkembangan Ekspor Komoditas Utama

Pada Triwulan III 2017, kinerja ekspor

diperkirakan kembali membaik seiring dengan

kondisi ekonomi global yang semakin solid.

Perbaikan ekonomi global diprakirakan masih akan berlanjut terutama untuk AS, Eropa dan Tiongkok yang merupakan negara mitra dagang utama DIY. Hal tersebut mendorong tumbuhnya ekspor terutama untuk tekstil dan kerajinan yang mulai berproduksi secara normal paska liburan Idul Fitri. Sejalan dengan perbaikan kinerja ekspor, tren peningkatan impor diperkirakan masih akan berlanjut. Impor bahan baku diperkirakan akan meningkatpada Triwulan III 2017 terutama untuk tekstil.

Grafik 1.17 Perkembangan Impor Barang Konsumsi

Page 27: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

27

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Di sisi lain, kinerja impor luar negeri DIY pada Triwulan II 2017 mengalami pertumbuhan meningkat yang ditopang oleh akselerasi pada impor barang modal. Pertumbuhan impor DIY pada Triwulan II 2017 tercatat tumbuh meningkat sebesar 10,23% (yoy) dibandingkan pertumbuhan pada Triwulan I 2017 yang tumbuh sebesar 5,27% (yoy) (Tabel 1.5). Sementara impor barang modal tercatat tumbuh sebesar 72,57% (yoy), meningkat tajam setelah terkontraksi sebesar 4,95% (yoy) pada triwulan lalu (Grafik 1.12). Di sisi lain, impor untuk barang konsumsi terkontraksi makin dalam dengan pertumbuhan pada Triwulan II 2017 tercatat sebesar -7,31% (yoy) (Grafik 1.17). Peningkatan impor yang didominasi oleh impor barang modal tersebut mengindikasikan potensi akselerasi pembangunan di DIY, yang dapat menjadi energi baru untuk mendorong pertumbuhan ekonomi DIY ke depan.

Dilihat dari jenis komoditas, peningkatan impor terjadi untuk bahan baku industri terutama berupa bahan baku kulit dan alat listrik (Tabel 1.5). Kondisi ini terjadi seiring dengan permasalahan produksi karet yang terkendala faktor cuaca sehingga untuk pemenuhan bahan baku diperoleh dari impor. Pada Triwulan II 2017 ekspor DIY tercatat sebesar 91,1 Juta USD sementara impor sebesar 24,5 Juta USD sehingga DIY tercatat mengalami net ekspor sebesar 66,6 Juta USD (Tabel 1.5).

Tabel 1.3 Perkembangan Ekspor Negara Tujuan Utama

Tabel 1.4 Perkembangan Ekspor Komoditas Utama

Pada Triwulan III 2017, kinerja ekspor

diperkirakan kembali membaik seiring dengan

kondisi ekonomi global yang semakin solid.

Perbaikan ekonomi global diprakirakan masih akan berlanjut terutama untuk AS, Eropa dan Tiongkok yang merupakan negara mitra dagang utama DIY. Hal tersebut mendorong tumbuhnya ekspor terutama untuk tekstil dan kerajinan yang mulai berproduksi secara normal paska liburan Idul Fitri. Sejalan dengan perbaikan kinerja ekspor, tren peningkatan impor diperkirakan masih akan berlanjut. Impor bahan baku diperkirakan akan meningkatpada Triwulan III 2017 terutama untuk tekstil.

Grafik 1.17 Perkembangan Impor Barang Konsumsi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Sebagai respons pertumbuhan pada sisi

permintaan, lapangan usaha utama di DIY secara

umum juga mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan

ekonomi DIY pada Triwulan II 2017 dari sisi penawaran

ditopang oleh peningkatan pada lapangan usaha industri

pengolahan, konstruksi serta pertanian, kehutanan dan

perikanan (Tabel 1.6). Penguatan ekonomi domestik

serta peningkatan konsumsi saat Ramadhan, Idul Fitri,

libur panjang (long weekend) mampu meningkatkan

pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan yang

memberikan andil terbesar bagi pertumbuhan ekonomi

pada triwulan laporan (Tabel 1.7).

Lapangan usaha konstruksi terus melanjutkan

tren positif sejak tahun 2016 seiring dengan berbagai

pembangunan infrastruktur yang diinisiasi pemerintah.

Ditengah perlambatan investasi bangunan (Grafik 1.18),

konstruksi mampu terus tumbuh yang ditopang oleh

peningkatan pertumbuhan kredit konstruksi. Seiring

dengan faktor cuaca yang mendukung serta keberhasilan

penggunaan teknologi pertanian, lapangan usaha

Tabel 1.5 Perkembangan Impor Komoditas Utama

1.4. Pertumbuhan Ekonomi DIY Triwulan II 2017 Sisi Penawaran

Grafik 1.18 Perkembangan Investasi

pertanian, kehutanan dan perikanan mampu tumbuh

meningkat pada Triwulan II 2017. Dukungan teknologi

yang disertai pengaturan pola tanam dan sistem irigasi

pertanian yang tepat mampu mendorong produktivitas

pertanian yang berdampak terhadap peningkatan

pertumbuhan lapangan usaha pertanian. Selain itu,

perubahan cuaca ke musim kemarau yang merupakan

masa panen ikan laut turut menopang peningkatan

pertumbuhan lapangan usaha pertanian, perkebunan

dan pertanian.

Tabel 1.6 Pertumbuhan Tahunan PDRB Sisi Penawaran

Page 28: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

28

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Lapangan usaha pertanian, perkebunan dan

perikanan pada Triwulan II 2017 mampu tumbuh

sebesar 5,59% (yoy), meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar 3,16% (yoy)

(Tabel 1.6). Peningkatan lapangan usaha tersebut ditopang oleh peningkatan produktivitas hasil panen karena faktor cuaca yang mendukung serta penerapan pola tanam yang baik yakni melalui sistem jajar legowo. Selain karena penerapan pola tanam yang baik, peningkatan produktivitas juga terjadi karena adanya perluasan lahan tanam padi dan dengan berhasilnya pengentasan serangan hama. Kondisi ini terkonfirmasi dari hasil liaison yang dilakukan ke sejumlah Gapoktan di DIY. Hasil liaison yang diterjemahkan ke dalam bentuk likert scale pada Triwulan II 2017 sebesar 0,60, meningkat dibandingkan triwulan lalu yang sebesar -0,20, maupun posisi Triwulan II 2016 yang berada di level -0,60.

Peningkatan output (nilai tambah) pada

lapangan usaha pertanian juga disebabkan oleh

peningkatan harga jual di tingkat petani. Kondisi ini tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang meningkat terbatas, dari rata-rata di level 101,77 pada Triwulan I 2017 menjadi 101,88 pada Triwulan II 2017. Kenaikan NTP mengindikasikan peningkatan daya beli petani yang disebabkan oleh peningkatan pendapatan yang diperoleh petani.

Berbeda halnya dengan tanaman pangan, petani tanaman hortikultura yakni bawang merah justru mengalami kerugian akibat pengaruh musim kemarau basah dan infrastruktur pengairan yang rusak sehingga mengakibatkan lahan tergenang. Curah hujan yang tinggi dan drainase yang rusak menyebabkan bawang

merah yang belum berkembang menjadi busuk dan harus dipanen lebih awal. Selain itu, beberapa petani juga mengalami gagal panen akibat lahannya yang tergenang air hujan.

Komoditas gula kelapa merupakan produk perkebunan unggulan di Kabupaten Kulonprogo yang dihasilkan dari tanaman kelapa. Produk unggulan tersebut berpotensi menjadi salah satu agroindustri yang dapat menggerakkan perekonomian DIY ke depan. Selama 4 tahun terakhir, gula kelapa menyumbangkan pendapatan ekspor komoditas industri terbesar ketiga. Lebih lanjut, pembahasan terkait komoditas gula kelapa dapat ditemui pada Boks 1.

Masa panen ikan laut yang bersamaan dengan masuknya musim kemarau turut menopang peningkatan pertumbuhan lapangan usaha sektor pertanian. Seiring dengan momentum Idul Fitri dan libur panjang, ikan hasil tangkapan laut yang melimpah langsung dijual oleh nelayan kepada wisatawan sehingga diperoleh harga jual yang lebih tinggi dibandingkan melalui Tempat Pelelangan Ikan (TPI).

Tabel 1.7 Sumber Pertumbuhan Ekonomi dari Sisi Penawaran

1.4.1. Lapangan Usaha Pertanian, Perkebunan dan Perikanan

Grafik 1.19 Perkembangan NTP

Page 29: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

29

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Lapangan usaha pertanian, perkebunan dan

perikanan pada Triwulan II 2017 mampu tumbuh

sebesar 5,59% (yoy), meningkat dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar 3,16% (yoy)

(Tabel 1.6). Peningkatan lapangan usaha tersebut ditopang oleh peningkatan produktivitas hasil panen karena faktor cuaca yang mendukung serta penerapan pola tanam yang baik yakni melalui sistem jajar legowo. Selain karena penerapan pola tanam yang baik, peningkatan produktivitas juga terjadi karena adanya perluasan lahan tanam padi dan dengan berhasilnya pengentasan serangan hama. Kondisi ini terkonfirmasi dari hasil liaison yang dilakukan ke sejumlah Gapoktan di DIY. Hasil liaison yang diterjemahkan ke dalam bentuk likert scale pada Triwulan II 2017 sebesar 0,60, meningkat dibandingkan triwulan lalu yang sebesar -0,20, maupun posisi Triwulan II 2016 yang berada di level -0,60.

Peningkatan output (nilai tambah) pada

lapangan usaha pertanian juga disebabkan oleh

peningkatan harga jual di tingkat petani. Kondisi ini tercermin dari Nilai Tukar Petani (NTP) yang meningkat terbatas, dari rata-rata di level 101,77 pada Triwulan I 2017 menjadi 101,88 pada Triwulan II 2017. Kenaikan NTP mengindikasikan peningkatan daya beli petani yang disebabkan oleh peningkatan pendapatan yang diperoleh petani.

Berbeda halnya dengan tanaman pangan, petani tanaman hortikultura yakni bawang merah justru mengalami kerugian akibat pengaruh musim kemarau basah dan infrastruktur pengairan yang rusak sehingga mengakibatkan lahan tergenang. Curah hujan yang tinggi dan drainase yang rusak menyebabkan bawang

merah yang belum berkembang menjadi busuk dan harus dipanen lebih awal. Selain itu, beberapa petani juga mengalami gagal panen akibat lahannya yang tergenang air hujan.

Komoditas gula kelapa merupakan produk perkebunan unggulan di Kabupaten Kulonprogo yang dihasilkan dari tanaman kelapa. Produk unggulan tersebut berpotensi menjadi salah satu agroindustri yang dapat menggerakkan perekonomian DIY ke depan. Selama 4 tahun terakhir, gula kelapa menyumbangkan pendapatan ekspor komoditas industri terbesar ketiga. Lebih lanjut, pembahasan terkait komoditas gula kelapa dapat ditemui pada Boks 1.

Masa panen ikan laut yang bersamaan dengan masuknya musim kemarau turut menopang peningkatan pertumbuhan lapangan usaha sektor pertanian. Seiring dengan momentum Idul Fitri dan libur panjang, ikan hasil tangkapan laut yang melimpah langsung dijual oleh nelayan kepada wisatawan sehingga diperoleh harga jual yang lebih tinggi dibandingkan melalui Tempat Pelelangan Ikan (TPI).

Tabel 1.7 Sumber Pertumbuhan Ekonomi dari Sisi Penawaran

1.4.1. Lapangan Usaha Pertanian, Perkebunan dan Perikanan

Grafik 1.19 Perkembangan NTP

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Pada Triwulan II 2017, lapangan usaha

perdagangan tumbuh relatif stabil dibanding

triwulan sebelumnya. Pertumbuhan lapangan usaha perdagangan tercatat sebesar 5,44% (yoy) pada Triwulan II 2017. Maraknya perdagangan e-commerce mempengaruhi laju pertumbuhan lapangan usaha perdagangan mengingat tren aktivitas perdagangan online yang terus meningkat. Kondisi ini tercermin dari pusat-pusat perbelanjaan yang makin sepi pengunjung sementara konsumsi RT cenderung meningkat.

Dari sisi pembiayaan, perlambatan

lapangan usaha perdagangan terkonfirmasi dari

perlambatan kredit sektor perdagangan. Kredit perdagangan tercatat tumbuh melambat sebesar 8,76% (yoy) pada Triwulan II 2017, lebih rendah dibandingkan pertumbuhan Triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 11,97% (yoy) (Grafik 1.21).

Pada Triwulan III 2017, kinerja lapangan

usaha pertanian diperkirakan tumbuh melambat

dibanding triwulan sebelumnya seiring dengan

berakhirnya musim panen dan masuknya musim

tanam tahap II. Selain itu, indikasi perlambatan juga tercermin dari hasil Survei Kegiatan Dunia Usaha (SKDU). Berdasarkan SKDU, Saldo Bersih Tertimbang (SBT) lapangan usaha pertanian pada Triwulan III 2017 diperkirakan sebesar 3,03% atau melambat dibandingkan Triwulan I 2017 yang sebesar 4,38% (Grafik 1.20).

Pada Triwulan III 2017, kinerja lapangan

usaha perdagangan diperkirakan meningkat

seiring dengan peningkatan konsumsi memasuki

tahun ajaran baru dan momentum Idul Adha.

Faktor pendorong akselerasi pertumbuhan lapangan usaha perdagangan adalah pencairan gaji ke-14 pada bulan Juli yang akan meningkatkan kemampuan belanja masyarakat dan berdampak langsung pada meningkatnya volume perdagangan. Hal ini tercermin pada hasil SKDU dimana SBT lapangan usaha perdagangan diperkirakan mengalami akselerasi sebesar 6,44% dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 1,83% (Grafik 1.22).

1.4.2. Lapangan Usaha Perdagangan Grafik 1.20 Realisasi Kegiatan Usaha Sektor Pertanian (SKDU)

Grafik 1.21 Perkembangan Kredit Perdagangan Besar dan Eceran

Grafik 1.22 Realisasi Kegiatan Usaha Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran

Page 30: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

30

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Momentum Ramadhan pada Triwulan II 2016 menjadi faktor penghambat pertumbuhan lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum seiring dengan berkurangnya frekuensi penyelenggaraan rapat di hotel saat bulan puasa. Kinerja lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tercatat mengalami perlambatan pada triwulan laporan dibanding triwulan sebelumnya namun masih lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu. Lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh sebesar 4,72% (yoy) pada Triwulan II 2017 melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,33% (yoy), namun masih lebih tinggi dari Triwulan II 2016 yang tercatat sebesar 4,21% (yoy).

Meskipun pertumbuhan jumlah wisatawan secara umum mengalami peningkatan, kinerja lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum cenderung mengalami penurunan yang ditengarai akibat wisatawan domestik yang datang ke DIY didominasi oleh penduduk yang mudik ke DIY maupun penduduk sekitar yang berbatasan dengan DIY. Hal ini tercermin dari indikator tingkat hunian hotel yang justru mengalami perlambatan ditengah peningkatan pertumbuhan wisatawan. Penurunan tingkat hunian hotel terutama terjadi pada hotel berbintang yang turun dari 56,15% pada Triwulan I 2017 menjadi 55,47% pada triwulan laporan (Grafik 1.26). Penurunan tersebut juga mengindikasikan sepinya penyelenggaran Meeting,

Incentive, Convention and Exhibition (MICE) saat bulan Ramadhan di hotel yang pangsanya mencapai 40% dari total pendapatan hotel, yang lebih lanjut berdampak terhadap penurunan performa sektor perhotelan dan makan minum.

Pada Triwulan III 2017, kinerja lapangan

usaha penyediaan akomodasi dan makan minum

diperkirakan mengalami peningkatan seiring

dengan tren peningkatan kunjungan wisatawan.

Industri MICE diperkirakan semakin bergeliat yang tercermin dari peningkatan optimisme pelaku usaha di sektor tersebut yang dapat menjadi faktor pendorong pertumbuhan lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum. Hal ini tercermin dari survei SKDU, dimana SBT ekspektasi kegiatan usaha sektor PHR meningkat dari sebelumnya 1,31% menjadi 6,24% pada Triwulan II 2017 (Grafik 1.22).

1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran)

Grafik 1.23 Perkembangan Jumlah Wisatawan

Grafik 1.24 Perkembangan Jumlah Wisatawan Domestik

Peningkatan pertumbuhan jumlah

wisatawan ke DIY yang didominasi oleh wisatawan

domestik belum mampu secara optimal mendorong

pertumbuhan lapangan usaha penyediaan

akomodasi makan dan minum. Pertumbuhan jumlah wisatawan DIY tercatat sebesar 16,99% (yoy), meningkat dibanding triwulan lalu yang tumbuh sebesar 12,94% (yoy) (Grafik 1.23). Pertumbuhan tersebut ditopang oleh akselerasi pertumbuhan jumlah wisatawan domestik (Grafik 1.24), sedangkan pertumbuhan jumlah wisatawan mancanegara cenderung melambat untuk menghindari keramaian saat momentum Idul Fitri (Grafik 1.25).

Page 31: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

31

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Momentum Ramadhan pada Triwulan II 2016 menjadi faktor penghambat pertumbuhan lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum seiring dengan berkurangnya frekuensi penyelenggaraan rapat di hotel saat bulan puasa. Kinerja lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tercatat mengalami perlambatan pada triwulan laporan dibanding triwulan sebelumnya namun masih lebih tinggi dibanding periode yang sama tahun lalu. Lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum tumbuh sebesar 4,72% (yoy) pada Triwulan II 2017 melambat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 7,33% (yoy), namun masih lebih tinggi dari Triwulan II 2016 yang tercatat sebesar 4,21% (yoy).

Meskipun pertumbuhan jumlah wisatawan secara umum mengalami peningkatan, kinerja lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum cenderung mengalami penurunan yang ditengarai akibat wisatawan domestik yang datang ke DIY didominasi oleh penduduk yang mudik ke DIY maupun penduduk sekitar yang berbatasan dengan DIY. Hal ini tercermin dari indikator tingkat hunian hotel yang justru mengalami perlambatan ditengah peningkatan pertumbuhan wisatawan. Penurunan tingkat hunian hotel terutama terjadi pada hotel berbintang yang turun dari 56,15% pada Triwulan I 2017 menjadi 55,47% pada triwulan laporan (Grafik 1.26). Penurunan tersebut juga mengindikasikan sepinya penyelenggaran Meeting,

Incentive, Convention and Exhibition (MICE) saat bulan Ramadhan di hotel yang pangsanya mencapai 40% dari total pendapatan hotel, yang lebih lanjut berdampak terhadap penurunan performa sektor perhotelan dan makan minum.

Pada Triwulan III 2017, kinerja lapangan

usaha penyediaan akomodasi dan makan minum

diperkirakan mengalami peningkatan seiring

dengan tren peningkatan kunjungan wisatawan.

Industri MICE diperkirakan semakin bergeliat yang tercermin dari peningkatan optimisme pelaku usaha di sektor tersebut yang dapat menjadi faktor pendorong pertumbuhan lapangan usaha penyediaan akomodasi dan makan minum. Hal ini tercermin dari survei SKDU, dimana SBT ekspektasi kegiatan usaha sektor PHR meningkat dari sebelumnya 1,31% menjadi 6,24% pada Triwulan II 2017 (Grafik 1.22).

1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran)

Grafik 1.23 Perkembangan Jumlah Wisatawan

Grafik 1.24 Perkembangan Jumlah Wisatawan Domestik

Peningkatan pertumbuhan jumlah

wisatawan ke DIY yang didominasi oleh wisatawan

domestik belum mampu secara optimal mendorong

pertumbuhan lapangan usaha penyediaan

akomodasi makan dan minum. Pertumbuhan jumlah wisatawan DIY tercatat sebesar 16,99% (yoy), meningkat dibanding triwulan lalu yang tumbuh sebesar 12,94% (yoy) (Grafik 1.23). Pertumbuhan tersebut ditopang oleh akselerasi pertumbuhan jumlah wisatawan domestik (Grafik 1.24), sedangkan pertumbuhan jumlah wisatawan mancanegara cenderung melambat untuk menghindari keramaian saat momentum Idul Fitri (Grafik 1.25).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Positifnya pertumbuhan konsumsi rumah

tangga memberikan dampak positif terhadap

pertumbuhan lapangan usaha industri pengolahan.

Pada Triwulan II 2017, industri pengolahan tumbuh meningkat sebesar 7,00% (yoy), lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 6,18% (yoy). Peningkatan pertumbuhan industri pengolahan didorong oleh kuatnya permintaan akan sejumlah produk sehubungan dengan bertepatannya momentum Idul Fitri dan liburan sekolah pada Triwulan II 2017.

Pertumbuhan lapangan usaha industri pada Triwulan II 2017 terutama ditopang oleh Industri Kecil dan Menengah (IKM). IKM tercatat tumbuh sebesar 13,78% (yoy) terakselerasi dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 7,08% (yoy). Pertumbuhan IKM didorong oleh pertumbuhan hampir seluruh jenis industri dengan pertumbuhan tertinggi pada industri bahan kimia dan barang dari bahan kimia, kertas dan barang dari kertas serta pakaian jadi yang rata-rata kenaikan produksinya di atas 30% (Grafik 1.27). Sementara Industri Besar dan Sedang (IBS) meskipun cenderung melambat dibanding triwulan sebelumnya, kinerja produksi IBS Triwulan II 2017 lebih baik dibandingkan Triwulan II 2016 yaitu tumbuh sebesar 8,25% (yoy). Pertumbuhan IBS ditopang oleh industri furnitur, industri pengolahan lainnya, makanan dan tembakau (Grafik 1.28).

Dari segi pembiayaan, pertumbuhan

positif lapangan usaha industri pengolahan juga

tercermin dari pertumbuhan kredit pada sektor

industri pengolahan setelah sempat melambat

pada triwulan sebelumnya. Kredit industri tumbuh meningkat sebesar 21,67% (yoy), terakselerasi dibanding triwulan lalu yang sebesar 9,79% (yoy) maupun Triwulan II 2016 sebesar 5,97% (yoy) (Grafik 1.29).

Pada Triwulan III 2017, industri pengolahan

diperkirakan masih tumbuh meski mengalami

perlambatan dibanding triwulan sebelumnya

seiring kembali normalnya konsumsi setelah Idul

Fitri. Berakhirnya Ramadhan dan Hari Raya Idul Fitri mendorong peningkatan kinerja industri pengolahan. Pelaku usaha akan kembali melakukan optimalisasi tenaga kerja dalam mengakomodir perbaikan permintaan ekspor utama yaitu tekstil, meubel dan kulit. Hal ini juga didukung oleh peningkatan optimisme pelaku usaha dengan peningkatan daya beli yang tercermin dari survei SKDU, dimana SBT ekspektasi kegiatan usaha sektor industri pengolahan meningkat menjadi 2,73% pada Triwulan III 2017 (Grafik 1.30).

Lapangan usaha lainnya seperti lapangan usaha konstruksi, transportasi dan pergudangan serta jasa keuangan juga menjadi sektor yang berkontribusi terhadap peningkatan pertumbuhan ekonomi DIY pada triwulan laporan.

1.4.4. Lapangan Usaha Industri Pengolahan

Grafik 1.25 Perkembangan Jumlah Wisatawan Mancanegara

Grafik 1.26 Perkembangan Tingkat Hunian Hotel

Page 32: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

32

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Pertumbuhan lapangan usaha konstruksi

pada Triwulan II 2017 tercatat tumbuh meningkat

dari 6,11% (yoy) pada Triwulan I 2017 menjadi

6,63% (yoy). Pertumbuhan lapangan usaha konstruksi terkonfirmasi dari peningkatan konsumsi semen, dimana konsumsi semen tumbuh meningkat dari 11,68% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 34,22% (yoy) pada Triwulan II 2017 (Grafik 1.31). Dari segi pembiayaan, pertumbuhan positif lapangan usaha konstruksi juga tercermin dari pertumbuhan kredit pada sektor konstruksi yang terakselerasi mencapai 17,38% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 1.32).

Grafik 1.28 Perkembangan Industri Besar dan Sedang

Grafik 1.27 Perkembangan Industri Kecil dan Menengah

Grafik 1.29 Perkembangan Kredit Industri Grafik 1.30 Realisasi Kegiatan Usaha Sektor Industri (SKDU)

1.4.5. Lapangan Usaha Lainnya

Peningkatan pertumbuhan lapangan

usaha konstruksi antara lain ditopang oleh mulai

bergairahnya pasar properti residensial di DIY untuk memenuhi kebutuhan hunian wisatawan seiring dengan moratorium pembangunan hotel baru di DIY. Peningkatan pasar properti tersebut tercermin dari peningkatan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) (Grafik 1.33) serta peningkatan kredit untuk pembiayaan properti (Grafik 1.34).

Page 33: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

33

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Pertumbuhan lapangan usaha konstruksi

pada Triwulan II 2017 tercatat tumbuh meningkat

dari 6,11% (yoy) pada Triwulan I 2017 menjadi

6,63% (yoy). Pertumbuhan lapangan usaha konstruksi terkonfirmasi dari peningkatan konsumsi semen, dimana konsumsi semen tumbuh meningkat dari 11,68% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 34,22% (yoy) pada Triwulan II 2017 (Grafik 1.31). Dari segi pembiayaan, pertumbuhan positif lapangan usaha konstruksi juga tercermin dari pertumbuhan kredit pada sektor konstruksi yang terakselerasi mencapai 17,38% (yoy) pada triwulan laporan (Grafik 1.32).

Grafik 1.28 Perkembangan Industri Besar dan Sedang

Grafik 1.27 Perkembangan Industri Kecil dan Menengah

Grafik 1.29 Perkembangan Kredit Industri Grafik 1.30 Realisasi Kegiatan Usaha Sektor Industri (SKDU)

1.4.5. Lapangan Usaha Lainnya

Peningkatan pertumbuhan lapangan

usaha konstruksi antara lain ditopang oleh mulai

bergairahnya pasar properti residensial di DIY untuk memenuhi kebutuhan hunian wisatawan seiring dengan moratorium pembangunan hotel baru di DIY. Peningkatan pasar properti tersebut tercermin dari peningkatan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR) (Grafik 1.33) serta peningkatan kredit untuk pembiayaan properti (Grafik 1.34).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Kinerja lapangan usaha transportasi dan

pergudangan pada Triwulan II 2017 terakselerasi

seiring dengan peningkatan penggunaan moda

transportasi untuk mudik Lebaran. Penggunaan berbagai moda transportasi untuk mudik lebaran serta penambahan kapasitas baik untuk transportasi darat dan udara menopang tumbuhnya lapangan usaha transportasi. Untuk transportasi udara, penambahan kapasitas dilakukan melalui penambahan jam operasional Bandara Adisutjipto. Dengan penambahan 4 jam operasional bandara, maka terdapat tambahan 54 slot penerbangan. Hal ini turut mendorong peningkatan pertumbuhan jumlah penumpang pesawat yang datang ke DIY (Grafik 1.35). Senada dengan Angkasa Pura, PT. KAI DAOP 6 juga telah menyediakan 12 perjalanan (4.916 kursi) kereta tambahan dari/ke Yogyakarta setiap harinya. Hal ini juga diikuti oleh penambahan sarana transportasi berupa bus antarkota untuk menunjang kebutuhan pemudik. Sedangkan lapangan usaha jasa yang menunjukkan peningkatan pertumbuhan antara lain jasa keuangan, jasa perusahaan, jasa kesehatan dan kegiatan sosial serta jasa lainnya.

Kinerja lapangan usaha jasa keuangan pada Triwulan II 2017 tercatat tumbuh meningkat dari 2,43% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 3,81% (yoy). Jasa perusahaan terakselerasi dari 2,78% (yoy) pada Triwulan I 2017 menjadi 8,54% (yoy) pada Triwulan II 2017. Sementara jasa kesehatan dan kegiatan sosial tumbuh sebesar 7,15% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh sebesar 5,21% (yoy).

Grafik 1.31 Konsumsi Semen Grafik 1.32 Kredit Konstruksi

Page 34: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

34

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Pada Triwulan III 2017, kinerja lapangan

usaha konstruksi diperkirakan tumbuh meningkat.

Dimulainya pembangunan fisik proyek Bandara

Kulonprogo pada Agustus 2017 serta pembangunan

JJLS dan infrastruktur penunjang lain dapat mendorong

tumbuhnya lapangan usaha konstruksi. Sementara

kinerja lapangan usaha transportasi dan pergudangan

diperkirakan kembali meningkat pada Triwulan III 2017

seiring tren peningkatan kunjungan wisatawan, terutama

terkait MICE.

Grafik 1.33 Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR)

Grafik 1.34 Kredit Properti

Grafik 1.35 Perkembangan Jumlah Penumpang Pesawat (Kedatangan)

Page 35: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

35

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Ekonomi Makro Regional

Pada Triwulan III 2017, kinerja lapangan

usaha konstruksi diperkirakan tumbuh meningkat.

Dimulainya pembangunan fisik proyek Bandara

Kulonprogo pada Agustus 2017 serta pembangunan

JJLS dan infrastruktur penunjang lain dapat mendorong

tumbuhnya lapangan usaha konstruksi. Sementara

kinerja lapangan usaha transportasi dan pergudangan

diperkirakan kembali meningkat pada Triwulan III 2017

seiring tren peningkatan kunjungan wisatawan, terutama

terkait MICE.

Grafik 1.33 Perkembangan Indeks Harga Properti Residensial (IHPR)

Grafik 1.34 Kredit Properti

Grafik 1.35 Perkembangan Jumlah Penumpang Pesawat (Kedatangan)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi Regional

Produk unggulan perkebunan di DIY berpotensi menjadi salah satu agroindustri yang dapat menggerakkan

PDRB. Saat ini, kontribusi subsektor kehutanan dan perkebunan pada PDRB DIY tahun 2016 hanya mencapai

3%, sedangkan nilai ekspornya hanya mencapai 1% dari total ekspor DIY. Namun demikian, secara umum,

dalam 3 tahun terakhir ekspor produk pertanian mengalami tren peningkatan. Pada Juni 2017, ekspor produk

berbasis pertanian di DIY pada bulan Juni 2017 mencapai US$1,28 juta, naik 121,84 % dari periode yang sama

tahun lalu (yoy). Sebagai salah satu produk unggulan, gula kelapa menyumbangkan pendapatan ekspor komoditi

industri terbesar ketiga selama 4 tahun terakhir.

Komoditas gula kelapa merupakan produk perkebunan unggulan di Kabupaten Kulon Progo yang

dihasilkan dari tanaman kelapa. Pada tahun 2015, luas tanam tanaman kelapa di daerah tersebut tercatat

18.211,07 Ha dan menghasilkan produksi 31.355,25 ton. Dalam kurun waktu 5 tahun (2011 s.d 2015), jumlah

produksi tanaman kelapa di Kabupaten Kulon Progo cenderung meningkat, meskipun pada tahun 2013 jumlah

produksinya menurun jika dibandingkan dengan tahun 2012 karena pengaruh kondisi cuaca. Produksi kelapa di

Kabupaten Kulon Progo yang melimpah menunjukkan bahwa Kabupaten Kulon Progo cocok dijadikan sebagai

sentra produksi kelapa, baik buahnya maupun produk olahan lainnya seperti gula cetak dan gula semut.

BOKS I

POTENSI KOMODITAS GULA SEMUT MENUJU AGROINDUSTRI DI DIY

Grafik 1.36 Perkembangan Produksi Kelapa di Kulon Progo

Tabel 1.8 Luas Tanam, Luas Panen dan Produksi Tanaman Perkebunan di Kabupaten Kulonprogo

Tabel 1.9 Kelompok Usaha Gula Semut Kabupaten Kulon Progo

Page 36: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

36

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi Regional

Jumlah unit usaha pengolahan hasil tanaman kelapa yang paling banyak di Kabupaten Kulon Progo adalah

industri pengolahan gula kelapa. Gula kelapa yang berkembang di kalangan masyarakat pada awalnya merupakan

gula kelapa yang berbentuk padat yang dicetak menggunakan tempurung kelapa atau bambu, masyarakat

sering menyebutnya gula jawa atau gula merah. Seiring dengan perkembangan teknologi diciptakanlah gula

merah serbuk atau yang sering disebut gula semut atau palm sugar. Jika dibandingkan dengan gula kelapa biasa,

gula semut memiliki bentuk yang praktis dan lebih tahan lama. Para petani di Kabupaten Kulon Progo tergabung

dalam kelompok-kelompok usaha bersama (KUBE/KUB) untuk mengumpulkan hasil produksi dari industri rumah

tangga petani, sehingga produk gula semut dapat di standarisasi oleh kelompok yang memiliki rumah produksi.

Kelompok juga berfungsi sebagai penghubung antara rumah tangga petani dengan buyer yang berada di luar

wilayah Kulon Progo maupun Purworejo. Pada tahun 2015, di Kabupaten Kulon Progo terdapat 7 kelompok

usaha gula semut yang tercatat di Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kabupaten

Kulon Progo.

KSU Jatirogo (Jaringan Petani Kulon Progo) menjadi salah satu kelompok usaha gula semut yang dominan

dengan wilayah operasional meliputi 6 desa di 3 kecamatan (Kec. Kokap. Kec. Girimulyo, dan Kec. Samigaluh).

KSU Jatirogo ini pernah mejadi klaster binaan KPwBI DIY 2013-2015 untuk mengembangkan aspek produksi,

pemasaran, kelembagaan, dan sarana prasarana fisik. KSU Jatirogo mengelola 6 CPU (Control Processing Unit),

dengan beranggotakan 2024 petani dan memiliki luas lahan 606,34 Ha. Pencapaian usaha koperasi Jatirogo tiap

tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan, pada tahun 2014 pencapaian jumlah rupiah penjualan

sebesar Rp12.325.060.000,00 sehingga terjadi peningkatan penjualan dari sebesar 556,615kg pada tahun 2013

menjadi 592,551kg pada tahun 2014. Hal ini didukung oleh pemasaran produk gula semut yang ditujukan

diberbagai daerah di Indonesia dan juga ke beberapa negara lain seperti Amerika, Belgia, Jerman, Inggris, Italian

dan Australia.

Permasalahan

1. Ketergantungan yang tinggi terhadap ekspor.

Ketika ada kendala ekspor terkait persyaratan sertifikasi atau permasalahan dari buyer, maka hasil produksi tidak dapat disalurkan sepenuhnya. Seperti yang terjadi pada tahun 2015 dimana sertifikat organik sebagai salah satu syarat ekspor jatuh tempo dan belum bisa diperpanjang, produk gula semut yang sudah dihasilkan oleh petani tertimbun lama di gudang dan tidak bisa dipasarkan.

2. Penjualan masih terbatas dalam bentuk curah.

Dalam bentuk curah, nilai ekonomi gula semut relatif masih rendah, meskipun sudah lebih baik dari gula jawa/gula merah. Hal ini membuat kesejahteraan petani gula kelapa belum banyak terangkat. Apabila penjualan bisa dilakukan dalam bentuk sachet, khususnya untuk pasar domestik, maka akan meningkatkan nilai ekonomi gula semut dan mengurangi ketergantungan pada pasar ekspor.

3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tinggi.

PPN sebesar 10% dinilai oleh koperasi sangat memberatkan.

4. Kesadaran masyarakat dalam mempertahankan keorganikan tanaman kelapa.

Rata-rata tanaman kelapa di Kulon Progo ditanam secara tumpang sari, terkadang masyarakat secara tidak sadar melakukan pemupukan pohon pendamping yang ternyata mempengaruhi tingkat keorganikan tanaman kelapa itu sendiri.

Page 37: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

37

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi Regional

Jumlah unit usaha pengolahan hasil tanaman kelapa yang paling banyak di Kabupaten Kulon Progo adalah

industri pengolahan gula kelapa. Gula kelapa yang berkembang di kalangan masyarakat pada awalnya merupakan

gula kelapa yang berbentuk padat yang dicetak menggunakan tempurung kelapa atau bambu, masyarakat

sering menyebutnya gula jawa atau gula merah. Seiring dengan perkembangan teknologi diciptakanlah gula

merah serbuk atau yang sering disebut gula semut atau palm sugar. Jika dibandingkan dengan gula kelapa biasa,

gula semut memiliki bentuk yang praktis dan lebih tahan lama. Para petani di Kabupaten Kulon Progo tergabung

dalam kelompok-kelompok usaha bersama (KUBE/KUB) untuk mengumpulkan hasil produksi dari industri rumah

tangga petani, sehingga produk gula semut dapat di standarisasi oleh kelompok yang memiliki rumah produksi.

Kelompok juga berfungsi sebagai penghubung antara rumah tangga petani dengan buyer yang berada di luar

wilayah Kulon Progo maupun Purworejo. Pada tahun 2015, di Kabupaten Kulon Progo terdapat 7 kelompok

usaha gula semut yang tercatat di Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) Kabupaten

Kulon Progo.

KSU Jatirogo (Jaringan Petani Kulon Progo) menjadi salah satu kelompok usaha gula semut yang dominan

dengan wilayah operasional meliputi 6 desa di 3 kecamatan (Kec. Kokap. Kec. Girimulyo, dan Kec. Samigaluh).

KSU Jatirogo ini pernah mejadi klaster binaan KPwBI DIY 2013-2015 untuk mengembangkan aspek produksi,

pemasaran, kelembagaan, dan sarana prasarana fisik. KSU Jatirogo mengelola 6 CPU (Control Processing Unit),

dengan beranggotakan 2024 petani dan memiliki luas lahan 606,34 Ha. Pencapaian usaha koperasi Jatirogo tiap

tahun mengalami peningkatan yang cukup signifikan, pada tahun 2014 pencapaian jumlah rupiah penjualan

sebesar Rp12.325.060.000,00 sehingga terjadi peningkatan penjualan dari sebesar 556,615kg pada tahun 2013

menjadi 592,551kg pada tahun 2014. Hal ini didukung oleh pemasaran produk gula semut yang ditujukan

diberbagai daerah di Indonesia dan juga ke beberapa negara lain seperti Amerika, Belgia, Jerman, Inggris, Italian

dan Australia.

Permasalahan

1. Ketergantungan yang tinggi terhadap ekspor.

Ketika ada kendala ekspor terkait persyaratan sertifikasi atau permasalahan dari buyer, maka hasil produksi tidak dapat disalurkan sepenuhnya. Seperti yang terjadi pada tahun 2015 dimana sertifikat organik sebagai salah satu syarat ekspor jatuh tempo dan belum bisa diperpanjang, produk gula semut yang sudah dihasilkan oleh petani tertimbun lama di gudang dan tidak bisa dipasarkan.

2. Penjualan masih terbatas dalam bentuk curah.

Dalam bentuk curah, nilai ekonomi gula semut relatif masih rendah, meskipun sudah lebih baik dari gula jawa/gula merah. Hal ini membuat kesejahteraan petani gula kelapa belum banyak terangkat. Apabila penjualan bisa dilakukan dalam bentuk sachet, khususnya untuk pasar domestik, maka akan meningkatkan nilai ekonomi gula semut dan mengurangi ketergantungan pada pasar ekspor.

3. Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang tinggi.

PPN sebesar 10% dinilai oleh koperasi sangat memberatkan.

4. Kesadaran masyarakat dalam mempertahankan keorganikan tanaman kelapa.

Rata-rata tanaman kelapa di Kulon Progo ditanam secara tumpang sari, terkadang masyarakat secara tidak sadar melakukan pemupukan pohon pendamping yang ternyata mempengaruhi tingkat keorganikan tanaman kelapa itu sendiri.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 1 - Perkembangan Makro Ekonomi Regional

5. Belum dilakukan peremajaan pohon kelapa secara kontinyu

Pohon kelapa yang sudah tua tidak secara kontinyu diremajakan sehingga mempengaruhi jumlah dan kualitas produksi nira.

Peluang

1. Pasar produk organik untuk berbagai komoditas masih terbuka luas.

2. Kesadaran konsumen akan produk sehat semakin meningkat.

3. Luasan lahan tanaman kelapa yang luas.

4. Program diversifikasi industri gula nasional yang berbasis palmae, seperti gula kelapa atau gula semut, untuk mengurangi ketergantungan pemerintah dan masyarakat terhadap gula pasir (tebu) dan gula sintetis yang sebagian besar masih impor.

5. Besarnya pasar lokal seperti hotel dan restoran yang belum tergarap.

Tantangan

1. Keberlanjutan proses regenerasi petani gula kelapa.

Generasi muda belum tertarik secara penuh pada profesi petani gula kelapa dengan alasan tingkat resiko penderes yang tinggi dan penghasilan yang masih kurang menarik

2. Kondisi iklim yang tidak bisa diperkirakan.

Kondisi iklim sangat berpengaruh pada produksi nira kelapa. Saat musim kemarau yang sangat panjang jumlah nira yang bisa dipanen menjadi sedikit, sehingga berdampak pada menurunnya produksi gula kelapa.

3. Regenerasi tanaman kelapa dengan varietas yang lebih unggul.

Kondisi saat ini, tanaman kelapa yang dominan ada di Indonesia adalah jenis kelapa lokal dengan tinggi 10 – 20 m dan umur panen awal 7 – 10 tahun. Tingginya pohon berdampak pada tingginya risiko kecelakaan petani penderes. Rata-rata per tahun ada 4 orang yang jatuh dengan risiko cacat atau meninggal. Apabila bisa dikembangkan varietas kelapa unggul dengan tinggi 4 – 5 meter dan umur panen awal 4 – 5 tahun, maka kedepan penderes tidak hanya bisa dilakukan oleh kaum laki-laki, tetapi perempuan juga bisa menyadap nira kelapa.

4. Tuntutan kualitas produk yang tinggi.

Ketatnya persyaratan kualitas dan higienisitas menuntut penyempurnaan sarana dan prasarana yang digunakan dalam proses produksi, seperti unit tungku sehat, unit dapur sehat, sarana unit processing, alat metal detektor, dan lain-lain.

5. Membangun pemasaran yang berkelanjutan.

Pemasaran yang berkelanjutan dimulai dari pengorganisasian petani dan produk petani yang kuat dengan penerapan manajemen kelembagaan yang benar. Selanjutnya kerjasama yang baik dari petani, organisasi tani, pedagang lokal, pengusaha, perusahaan, dan swasta lainnya untuk mengembangkan pasar lokal dan ekspor.

Page 38: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

38

KEUANGAN DAERAH

BAB II

Realisasi pendapatan Triwulan II 2017 Pemerintah Daerah se-DIY meningkat 14,25% (yoy) didorong oleh transfer dana perimbangan, namun realisasi

belanja melambat 2,78% (yoy), seiring masih berlangsungnya proses pengadaan proyek-proyek infrastruktur.

Page 39: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

39

KEUANGAN DAERAH

BAB II

Realisasi pendapatan Triwulan II 2017 Pemerintah Daerah se-DIY meningkat 14,25% (yoy) didorong oleh transfer dana perimbangan, namun realisasi

belanja melambat 2,78% (yoy), seiring masih berlangsungnya proses pengadaan proyek-proyek infrastruktur.

Page 40: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

40

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 2 - Keuangan Daerah

Realisasi pendapatan Pemerintah Daerah se-DIY pada Triwulan II 2017 tercatat Rp7.369,2 miliar, meningkat

14,25% (yoy). Peningkatan pendapatan daerah berasal dari transfer pemerintah pusat berupa dana perimbangan

yang tumbuh 16,04%, lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya tumbuh 3,95%. Dana

perimbangan merupakan komponen utama pendapatan daerah dengan porsi 60% dari total pendapatan daerah.

Sementara itu, realisasi belanja daerah triwulan laporan melambat, tumbuh 2,78%, lebih rendah dari periode yang

sama tahun sebelumnya yang tumbuh 18,58% (yoy). Belanja pemerintah pada Triwulan II 2017 mencapai Rp5.002,79

miliar. Penurunan realisasi belanja tersebut terutama didorong oleh menurunnya belanja modal, serta barang jasa

seiring dengan masih berlangsungnya proses pengaadaan proyek-proyek infrastruktur. Namun belanja tidak langsung

meningkat 15,99% (yoy), didorong oleh peningkatan belanja pegawai seiring dengan pembayaran tujangan hari raya.

2.1. Pendapatan Daerah

Dibandingkan dengan Triwulan II 2016,

realisasi pendapatan Pemerintah Daerah se-DIY1

sampai pada Triwulan II 2017 meningkat 14,25%

(yoy) dan tercatat Rp7.369,24 miliar. Peningkatan tersebut terutama berasal dari transfer dari Pemerintah Pusat, yaitu Dana Alokasi Umum, serta Dana Penyesuaian & Otsus. Sementara itu, pendapatan asli daerah tumbuh melambat, 8,46% (yoy), lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada 2016 yang tercatar tumbuh 11,77% (yoy).

1 Dalam Bab ini APBD DIY merupakan gabungan dari APBD Provinsi dan APBD Kota/Kabupaten

Dana Alokasi Umum yang merupakan

komponen terbesar pendapatan DIY (60%)

tumbuh 13,10% (yoy), meningkat dari 2,83% (yoy)

pada Triwulan II 2016. Semakin membaiknya proses penyesuaian nomenklatur dan administrasi keuangan pemerintah, berdampak pada realisasi dana alokasi umum yang tercatat Rp3.307.56 miliar. Hal ini juga meningkatkan realisasi dana penyesuaian dan Otsus yang tercatat Rp816,95 miliar atau meningkat 21,02% (yoy). Dana tersebut memberikan kontribusi sebesar 11% dari total pendapatan.

Tabel 2.1 Postur APBD DIY 2017 *)

Page 41: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

41

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 2 - Keuangan Daerah

Realisasi pendapatan Pemerintah Daerah se-DIY pada Triwulan II 2017 tercatat Rp7.369,2 miliar, meningkat

14,25% (yoy). Peningkatan pendapatan daerah berasal dari transfer pemerintah pusat berupa dana perimbangan

yang tumbuh 16,04%, lebih tinggi dari periode yang sama tahun sebelumnya yang hanya tumbuh 3,95%. Dana

perimbangan merupakan komponen utama pendapatan daerah dengan porsi 60% dari total pendapatan daerah.

Sementara itu, realisasi belanja daerah triwulan laporan melambat, tumbuh 2,78%, lebih rendah dari periode yang

sama tahun sebelumnya yang tumbuh 18,58% (yoy). Belanja pemerintah pada Triwulan II 2017 mencapai Rp5.002,79

miliar. Penurunan realisasi belanja tersebut terutama didorong oleh menurunnya belanja modal, serta barang jasa

seiring dengan masih berlangsungnya proses pengaadaan proyek-proyek infrastruktur. Namun belanja tidak langsung

meningkat 15,99% (yoy), didorong oleh peningkatan belanja pegawai seiring dengan pembayaran tujangan hari raya.

2.1. Pendapatan Daerah

Dibandingkan dengan Triwulan II 2016,

realisasi pendapatan Pemerintah Daerah se-DIY1

sampai pada Triwulan II 2017 meningkat 14,25%

(yoy) dan tercatat Rp7.369,24 miliar. Peningkatan tersebut terutama berasal dari transfer dari Pemerintah Pusat, yaitu Dana Alokasi Umum, serta Dana Penyesuaian & Otsus. Sementara itu, pendapatan asli daerah tumbuh melambat, 8,46% (yoy), lebih rendah dibandingkan periode yang sama pada 2016 yang tercatar tumbuh 11,77% (yoy).

1 Dalam Bab ini APBD DIY merupakan gabungan dari APBD Provinsi dan APBD Kota/Kabupaten

Dana Alokasi Umum yang merupakan

komponen terbesar pendapatan DIY (60%)

tumbuh 13,10% (yoy), meningkat dari 2,83% (yoy)

pada Triwulan II 2016. Semakin membaiknya proses penyesuaian nomenklatur dan administrasi keuangan pemerintah, berdampak pada realisasi dana alokasi umum yang tercatat Rp3.307.56 miliar. Hal ini juga meningkatkan realisasi dana penyesuaian dan Otsus yang tercatat Rp816,95 miliar atau meningkat 21,02% (yoy). Dana tersebut memberikan kontribusi sebesar 11% dari total pendapatan.

Tabel 2.1 Postur APBD DIY 2017 *)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 2 - Keuangan Daerah

Realisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) tercatat Rp1.941.39 miliar, melambat 8,46% (yoy) pada triwulan laporan. Semua komponen PAD mengalami perlambatan. Pajak daerah yang merupakan komponen terbesar PAD (62%) atau 16% dari total pendapatan tercatat Rp1.209,49 miliar atau tumbuh 8,06% (yoy), melambat dibandingkan periode yang sama 2016 yang tumbuh 10,37 (yoy). Tren melambat pertumbuhan PAD perlu diimbangi dengan menggali sumber-sumber pendapatan selain pajak daerah, baik ditingkat provinsi maupun kabupaten/kota. Hal ini dapat dilkukan melalui peningkatan pendayagunaan kekayaan daerah sebagai sumber pendapatan daerah, serta sarana dan prasarana yang mendukung peningkatan pendapatan daerah, dan koordinasi dalam pengelolaan pendapatan daerah.

Postur pendapatan APBD kabupaten/kota

di DIY, memiliki ketergantungan yang tinggi pada

dana perimbangan, terutama di Gunungkidul

dan Kulon Progo. Dikedua kabupaten tersebut dana perimbangan mencapai 70% dan 75% dari total pendapatan di Kulon Progo dan Gunungkidul. Sementara itu, kabupaten/kota yang memiliki PAD tertinggi, yaitu lebih dari 30% adalah Kota Yogyakarta dan Provinsi DIY.

Pada Triwulan II 2017, realisasi PAD

tertinggi dicapai oleh Kabupaten Sleman dan

Kota Yogyakarta, masing-masing sebesar 55.67% dan 55,29%. Proporsi terbesar realisasi PAD tersebut berasal dari penerimaan pajak daerah dengan kontribusi terhadap total penerimaan pajak DIY adalah Kabupaten Sleman sebesar 19% atau Rp230,17 miliar, diikuti Kota Yogyakarta dengan kontribusi 13,41% atau Rp162,02 miliar.

Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan APBD DIY 2017

Grafik 2.1 Postur Pendapatan APBD DIY (Provinsi/Kab/Kota)

Page 42: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

42

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 2 - Keuangan Daerah

2.2. Belanja Daerah Walaupun belanja pegawai meningkat,

realisasi total belanja pemerintah daerah se-DIY

sampai dengan Triwulan II 2017 tumbuh 2,78%,

(yoy) melambat dibandingkan periode yang sama

2016 yang tercatat 29,7% (yoy). Realisasi belanja pada triwulan laporan mencapai Rp5.002,79 miliar atau 33,3% dari total anggaran 2017-P (Tabel 2.3). Masih berlangsungnya proses pengadaan proyek-proyek infrastruktur di DIY mempengaruhi realisasi belanja pemerintah. Penurunan realisasi terjadi terutama terjadi pada belanja barang jasa dan belanja modal, yang masing-masing melambat 6.31% (yoy) dan 11.03% (yoy) (Gambar 2.3).

Pada Triwulan II 2017, belanja tidak langsung yang pangsanya 62,49% dari total belanja tumbuh melambat, walaupun komponen belanja pegawai meningkat. Peningkatan terjadi seiring dengan pembayaran THR untuk kebutuhan Hari Raya Idul Fitri pada Juni 2017. Belanja pegawai tumbuh lebih tinggi dibandingkan belanja tidak langsung, masing-masing tumbuh 18,08% yoy dan 15.99% yoy (Gambar 2.2). Tingginya pertumbuhan biaya pegawai dari biaya langsung sudah mulai terlihat pada Triwulan I 2017. Ditengah moratorium penerimaan pegawai, tren tingginya pertumbuhan biaya pegawai didorong oleh penerimaan pegawai kontrak untuk mengisi kekosongan dampak pensiun maupun kebutuhan organisasi yang semakin tinggi.

Grafik 2.2 Pertumbuhan Belanja Pegawai

Grafik 2.3 Pertumbuhan Belanja Barang Modal

Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan APBD DIY 2017

Postur belanja daerah se-DIY menunjukkan alokasi yang lebih besar pada belanja pegawai. Porsi belanja pegawai terbesar terjadi pada Kabupaten Gunung Kidul yang mencapai 48,15%, dan terendah di provinsi yang mencapai 25,35%. Sementara porsi biaya modal terbesar terdapat di tingkat provinsi dan kabupaten Kulon Progo,

yang masing-masing mencapai 20,70% dan 20,46%.

Page 43: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

43

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 2 - Keuangan Daerah

2.2. Belanja Daerah Walaupun belanja pegawai meningkat,

realisasi total belanja pemerintah daerah se-DIY

sampai dengan Triwulan II 2017 tumbuh 2,78%,

(yoy) melambat dibandingkan periode yang sama

2016 yang tercatat 29,7% (yoy). Realisasi belanja pada triwulan laporan mencapai Rp5.002,79 miliar atau 33,3% dari total anggaran 2017-P (Tabel 2.3). Masih berlangsungnya proses pengadaan proyek-proyek infrastruktur di DIY mempengaruhi realisasi belanja pemerintah. Penurunan realisasi terjadi terutama terjadi pada belanja barang jasa dan belanja modal, yang masing-masing melambat 6.31% (yoy) dan 11.03% (yoy) (Gambar 2.3).

Pada Triwulan II 2017, belanja tidak langsung yang pangsanya 62,49% dari total belanja tumbuh melambat, walaupun komponen belanja pegawai meningkat. Peningkatan terjadi seiring dengan pembayaran THR untuk kebutuhan Hari Raya Idul Fitri pada Juni 2017. Belanja pegawai tumbuh lebih tinggi dibandingkan belanja tidak langsung, masing-masing tumbuh 18,08% yoy dan 15.99% yoy (Gambar 2.2). Tingginya pertumbuhan biaya pegawai dari biaya langsung sudah mulai terlihat pada Triwulan I 2017. Ditengah moratorium penerimaan pegawai, tren tingginya pertumbuhan biaya pegawai didorong oleh penerimaan pegawai kontrak untuk mengisi kekosongan dampak pensiun maupun kebutuhan organisasi yang semakin tinggi.

Grafik 2.2 Pertumbuhan Belanja Pegawai

Grafik 2.3 Pertumbuhan Belanja Barang Modal

Tabel 2.2 Realisasi Pendapatan APBD DIY 2017

Postur belanja daerah se-DIY menunjukkan alokasi yang lebih besar pada belanja pegawai. Porsi belanja pegawai terbesar terjadi pada Kabupaten Gunung Kidul yang mencapai 48,15%, dan terendah di provinsi yang mencapai 25,35%. Sementara porsi biaya modal terbesar terdapat di tingkat provinsi dan kabupaten Kulon Progo,

yang masing-masing mencapai 20,70% dan 20,46%.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 2 - Keuangan Daerah

2.3. Pembiayaan Daerah Realisasi penerimaan pembiayaan

meningkat pada Triwulan II 2017 dan tercatat

sebesar Rp195,3 miliar. Dibandingkan dengan plafon

anggaran, realisasi pada triwulan laporan mencapai

27,6%, lebih tinggi dibandingkan periode yang sama

2016 yang terealisasi 1%. Sumber utama penerimaan

pembiayaan berasal dari SILPA tahun sebelumnya

yang mencapai porsi 98,49% dari total penerimaan

pembiayaan.

Realisasi pengeluaran pembiayaan sampai

dengan Triwulan II 2017 sebesar Rp47,13 miliar

atau 57,9% dari pengeluaran pembiayaan yang

dianggarkan sebesar Rp81,36 miliar. Porsi pengeluaran

pembiayaan terbesar untuk penyertaan modal sebagai

bentuk investasi pemerintah daerah sebesar Rp42,2

miliar atau 89,49% dari total pengeluaran pembiayaan.

Grafik 2.4 Postur Belanja APBD DIY (Provinsi/Kab/Kota)

Tabel 2.4 Postur APBD DIY 2017

Grafik 2.5 Pembiayaan Daerah

Page 44: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

44

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 2 - Keuangan Daerah

2.4. Anggaran Pendapatan dan Belanja

Kabupaten/Kota di DIY

Berdasarkan kemampuan daerah untuk

memperoleh pendapatan yang bersumber dari

sumber daya daerah yang dimiliki, Kota Yogyakarta

menjadi daerah yang paling mandiri diantara

kabupaten/kota lain di DIY. Hal ini ditunjukkan oleh Rasio Kemandirian Kota Yogyakarta yang paling tinggi dibandingkan kabupate/kota lain di DIY, dengan Rasio Kemandirian 42,9%, sedangkan Kabupaten Kulon Progo memiliki Rasio Kemandirian paling kecil sebesar 5,2%. Rasio Kemandirian merupakan rasio antara Pendapatan Asli Daerah dibandingkan dengan total pendapatan.

Seluruh Kabupaten/Kota di wilayah DIY memiliki potensi untuk meningkatkan PAD, sehingga tingkat kemandirian masing-masing kabupaten/kota meningkat dan pemerintah daerah dapat memanfaatkan peningkatan pendapatan daerah untuk perluasan cakupan pelayanan kepada masyarakat.

Hal yang dapat dilakukan oleh masing-masing pemerintah daerah kabupaten/kota untuk meningkatkan PAD antara lain mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan yang ada di DIY saat ini melalui intensifikasi dan ekstensifikasi subyek dan obyek pendapatan, pemberdayaan SDM serta peningkatan sarana dan prasarana kinerja.

Realisasi pendapatan Kabupaten/Kota di DIY paling besar dicapai oleh Sleman sebesar 55,67% dari rencana pendapatan 2017 atau Rp698,75 miliar. Kabupaten Kulon Progo menjadi kabupaten dengan realisasi pendapatan paling kecil di DIY dengan realisasi sebesar Rp101,96 miliar atau 46,09% dari rencana pendapatan tahun 2017.

Berdasarkan pos belanja Kabupaten/Kota di DIY, realisasi belanja tertinggi Triwulan II 2017 dicapai oleh Kabupaten Kulon Progo dengan realisasi 38,87% dari anggaran belanja 2017 atau sebesar Rp1.440,26 miliar. Belanja pegawai (belanja tidak langsung) dan belanja barang jasa telah terealisasi masing-masing sebesar Rp289,23 miliar atau 46.97% dari plafon dan Rp129,11 miliar atau 46.03% dari plafon yang dianggarkan.

Kota Yogyakarta menjadi kota dengan realisasi belanja paling rendah, yaitu 30,54% dari rencana belanja 2017. Belanja tidak langsung memberikan kontribusi terhadap pengeluaran belanja sebesar 50,89% dari total belanja Kota atau sebesar Rp502,17miliar, dengan pos belanja paling besar untuk belanja pegawai sebesar Rp241,05 miliar atau 94,33% dari total belanja tidak langsung.

Page 45: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

45

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 2 - Keuangan Daerah

2.4. Anggaran Pendapatan dan Belanja

Kabupaten/Kota di DIY

Berdasarkan kemampuan daerah untuk

memperoleh pendapatan yang bersumber dari

sumber daya daerah yang dimiliki, Kota Yogyakarta

menjadi daerah yang paling mandiri diantara

kabupaten/kota lain di DIY. Hal ini ditunjukkan oleh Rasio Kemandirian Kota Yogyakarta yang paling tinggi dibandingkan kabupate/kota lain di DIY, dengan Rasio Kemandirian 42,9%, sedangkan Kabupaten Kulon Progo memiliki Rasio Kemandirian paling kecil sebesar 5,2%. Rasio Kemandirian merupakan rasio antara Pendapatan Asli Daerah dibandingkan dengan total pendapatan.

Seluruh Kabupaten/Kota di wilayah DIY memiliki potensi untuk meningkatkan PAD, sehingga tingkat kemandirian masing-masing kabupaten/kota meningkat dan pemerintah daerah dapat memanfaatkan peningkatan pendapatan daerah untuk perluasan cakupan pelayanan kepada masyarakat.

Hal yang dapat dilakukan oleh masing-masing pemerintah daerah kabupaten/kota untuk meningkatkan PAD antara lain mengoptimalkan sumber-sumber pendapatan yang ada di DIY saat ini melalui intensifikasi dan ekstensifikasi subyek dan obyek pendapatan, pemberdayaan SDM serta peningkatan sarana dan prasarana kinerja.

Realisasi pendapatan Kabupaten/Kota di DIY paling besar dicapai oleh Sleman sebesar 55,67% dari rencana pendapatan 2017 atau Rp698,75 miliar. Kabupaten Kulon Progo menjadi kabupaten dengan realisasi pendapatan paling kecil di DIY dengan realisasi sebesar Rp101,96 miliar atau 46,09% dari rencana pendapatan tahun 2017.

Berdasarkan pos belanja Kabupaten/Kota di DIY, realisasi belanja tertinggi Triwulan II 2017 dicapai oleh Kabupaten Kulon Progo dengan realisasi 38,87% dari anggaran belanja 2017 atau sebesar Rp1.440,26 miliar. Belanja pegawai (belanja tidak langsung) dan belanja barang jasa telah terealisasi masing-masing sebesar Rp289,23 miliar atau 46.97% dari plafon dan Rp129,11 miliar atau 46.03% dari plafon yang dianggarkan.

Kota Yogyakarta menjadi kota dengan realisasi belanja paling rendah, yaitu 30,54% dari rencana belanja 2017. Belanja tidak langsung memberikan kontribusi terhadap pengeluaran belanja sebesar 50,89% dari total belanja Kota atau sebesar Rp502,17miliar, dengan pos belanja paling besar untuk belanja pegawai sebesar Rp241,05 miliar atau 94,33% dari total belanja tidak langsung.

Page 46: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

46

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

BAB III

Inflasi Triwulan II 2017 terkendali, namun perlu diwaspadai peningkatan tekanan inflasi yang lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya

Page 47: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

47

PERKEMBANGAN INFLASI DAERAH

BAB III

Inflasi Triwulan II 2017 terkendali, namun perlu diwaspadai peningkatan tekanan inflasi yang lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya

Page 48: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

48

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 3 - Perkembangan Inflasi Daerah

3.1. Inflasi Bulanan

Perkembangan inflasi DIY relatif terkendali hingga Triwulan II 2017, ditengah siklus Ramadhan dan Lebaran. Inflasi Triwulan II 2017 tercatat sebesar 4,29% (yoy), lebih rendah dibandingkan pencapaian nasional sebesar 4,37% (yoy). Terkendalinya inflasi triwulan laporan dipengaruhi oleh rendahnya inflasi volatile food dan terjaganya inflasi inti. Di sisi lain, tekanan inflasi administered prices meningkat tajam, sejalan dengan pola siklikalnya saat Lebaran. Walaupun tingkat inflasi relatif terkendali, namun diperlukan kewaspadaan dalam menghadapi tingginya peningkatan inflasi pada 2017. Hal tersebut telah tercermin dalam inflasi tahun kalender (year to date) yang sudah mencapai 2,78% (yoy) pada periode pertengahan tahun.Terjaganya stabilitas harga selama Ramadhan dan Lebaran tidak terlepas dari sinergi Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah DIY melalui program pengendalian inflasi Lebaran seperti koordinasi dengan penyedia layanan transportasi baik udara maupun darat, menjaga ketersediaan pasokan pangan, peningkatan kapasitas distribution channel, ker-jasama dengan aparat penegak hukum dalam penindakan perilaku penimbunan, kegiatan operasi pasar dan pasar murah serta pengelolaan ekspektasi masyarakat.Ke depan, inflasi Triwulan III 2017 diperkirakan akan relatif lebih rendah dibandingkan triwulan laporan. Hal ini dipen-garuhi oleh berakhirnya musim libur sekolah dan Lebaran yang mendorong turunnya konsumsi masyarakat. Selain itu, panen komoditas padi, cabai serta bawang merah yang diperkirakan akan terjadi pada triwulan mendatang diharap-kan dapat menekan tingginya risiko inflasi.

Secara bulanan, tekanan inflasi DIY berada

dalam tren meningkat sejak awal tahun 2017 hingga

triwulan laporan. Hal ini tercermin dari inflasi April, Mei dan Juni 2017 yang masing-masing mengalami inflasi sebesar 0,28% (mtm), 0,33% (mtm) dan 0,61% (mtm) (Grafik 3.1).

Inflasi April 2017 terutama bersumber dari peningkatan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar yang tercatat sebesar 1,39% (mtm), atau meningkat dibandingkan 0,17% (mtm) pada Maret 2017. Penyesuaian tarif listrik tahap kedua bagi pelanggan daya 900 VA non subsidi yang terjadi pada Maret 2017, memberikan andil terhadap tekanan inflasi April 2017, akibat banyaknya pelanggan yang merupakan pelanggan

paskabayar. Besarnya penyesuaian tarif bagi pelanggan

daya 900 VA non subsidi adalah sebesar Rp1.034/kwh

pada periode Maret 2017, dari semula hanya Rp 605/kwh

pada 2016. Selain itu, kelompok Transpor, Komunikasi

dan Jasa Keuangan juga memberikan tekanan inflasi

yang tercermin sebesar 0,59% (mtm), atau meningkat

dibandingkan Maret 2017 yang deflasi 0,05% (mtm).

Banyaknya liburan longweekend pada April 2017

mendorong peningkatan tarif angkutan udara sejalan

dengan karakteristik Yogyakarta sebagai destinasi

favorit wisata khususnya wisatawan domestik. Di sisi

lain, rendahnya inflasi kelompok Bahan Makanan yang

tercatat deflasi 1,27% (mtm) menahan tekanan inflasi

yang lebih tinggi. Masih berlangsungnya panen sejumlah

Sumber : BPS DIY

Tabel 3.1 Perkembangan Inflasi dan Andil Inflasi Bulanan (Berdasarkan Kelompok Barang) Kota Yogyakarta (% mtm)

Page 49: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

49

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 3 - Perkembangan Inflasi Daerah

3.1. Inflasi Bulanan

Perkembangan inflasi DIY relatif terkendali hingga Triwulan II 2017, ditengah siklus Ramadhan dan Lebaran. Inflasi Triwulan II 2017 tercatat sebesar 4,29% (yoy), lebih rendah dibandingkan pencapaian nasional sebesar 4,37% (yoy). Terkendalinya inflasi triwulan laporan dipengaruhi oleh rendahnya inflasi volatile food dan terjaganya inflasi inti. Di sisi lain, tekanan inflasi administered prices meningkat tajam, sejalan dengan pola siklikalnya saat Lebaran. Walaupun tingkat inflasi relatif terkendali, namun diperlukan kewaspadaan dalam menghadapi tingginya peningkatan inflasi pada 2017. Hal tersebut telah tercermin dalam inflasi tahun kalender (year to date) yang sudah mencapai 2,78% (yoy) pada periode pertengahan tahun.Terjaganya stabilitas harga selama Ramadhan dan Lebaran tidak terlepas dari sinergi Bank Indonesia dan Pemerintah Daerah DIY melalui program pengendalian inflasi Lebaran seperti koordinasi dengan penyedia layanan transportasi baik udara maupun darat, menjaga ketersediaan pasokan pangan, peningkatan kapasitas distribution channel, ker-jasama dengan aparat penegak hukum dalam penindakan perilaku penimbunan, kegiatan operasi pasar dan pasar murah serta pengelolaan ekspektasi masyarakat.Ke depan, inflasi Triwulan III 2017 diperkirakan akan relatif lebih rendah dibandingkan triwulan laporan. Hal ini dipen-garuhi oleh berakhirnya musim libur sekolah dan Lebaran yang mendorong turunnya konsumsi masyarakat. Selain itu, panen komoditas padi, cabai serta bawang merah yang diperkirakan akan terjadi pada triwulan mendatang diharap-kan dapat menekan tingginya risiko inflasi.

Secara bulanan, tekanan inflasi DIY berada

dalam tren meningkat sejak awal tahun 2017 hingga

triwulan laporan. Hal ini tercermin dari inflasi April, Mei dan Juni 2017 yang masing-masing mengalami inflasi sebesar 0,28% (mtm), 0,33% (mtm) dan 0,61% (mtm) (Grafik 3.1).

Inflasi April 2017 terutama bersumber dari peningkatan Kelompok Perumahan, Air, Listrik, Gas dan Bahan Bakar yang tercatat sebesar 1,39% (mtm), atau meningkat dibandingkan 0,17% (mtm) pada Maret 2017. Penyesuaian tarif listrik tahap kedua bagi pelanggan daya 900 VA non subsidi yang terjadi pada Maret 2017, memberikan andil terhadap tekanan inflasi April 2017, akibat banyaknya pelanggan yang merupakan pelanggan

paskabayar. Besarnya penyesuaian tarif bagi pelanggan

daya 900 VA non subsidi adalah sebesar Rp1.034/kwh

pada periode Maret 2017, dari semula hanya Rp 605/kwh

pada 2016. Selain itu, kelompok Transpor, Komunikasi

dan Jasa Keuangan juga memberikan tekanan inflasi

yang tercermin sebesar 0,59% (mtm), atau meningkat

dibandingkan Maret 2017 yang deflasi 0,05% (mtm).

Banyaknya liburan longweekend pada April 2017

mendorong peningkatan tarif angkutan udara sejalan

dengan karakteristik Yogyakarta sebagai destinasi

favorit wisata khususnya wisatawan domestik. Di sisi

lain, rendahnya inflasi kelompok Bahan Makanan yang

tercatat deflasi 1,27% (mtm) menahan tekanan inflasi

yang lebih tinggi. Masih berlangsungnya panen sejumlah

Sumber : BPS DIY

Tabel 3.1 Perkembangan Inflasi dan Andil Inflasi Bulanan (Berdasarkan Kelompok Barang) Kota Yogyakarta (% mtm)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 3 - Perkembangan Inflasi Daerah

komoditas bahan pokok seperti bawang merah, cabai merah, cabai rawit serta beras berdampak terhadap

penurunan harga bahan makanan.

Walaupun mengalami peningkatan, tekanan inflasi Mei 2017 relatif terkendali dibandingkan April 2017. Tekanan inflasi terutama dipengaruhi oleh peningkatan inflasi kelompok Bahan Makanan yang tercermin sebesar 1,43% (mtm), atau meningkat dibandingkan bulan sebelumnya yang deflasi 1,27% (mtm). Komoditas yang memberikan sumbangan inflasi pada Mei 2017 yaitu bawang putih, telur ayam ras dan daging ayam ras. Tingginya harga bawang putih disebabkan berkurangnya pasokan impor China akibat turunnya hasil produksi. Sebagai contoh, pasokan normal bawang putih untuk Pasar Beringharjo adalah sebesar 2,5 ton/hari, namun periode Mei hanya tersupply sebesar 500 kg/hari sehingga menyebabkan harga bawang putih di Pasar Beringharjo menyentuh level Rp 65.000,-/kg dari normalnya sebesar Rp 40.000,-/kg. Sementara itu, peningkatan telur ayam ras dan daging ayam ras sejalan dengan peningkatan permintaan masyarakat menjelang Ramadhan yang tidak diimbangi dengan peningkatan produksi dari peternak, sehingga harga telur ayam ras dan daging ayam ras masing-masing menyentuh level Rp 21.000,-/kg dan Rp 29.000,-/kg dari harga normal sebesar Rp 17.000,-/kg dan Rp 24.000,-/kg.

Tren peningkatan inflasi terjadi hingga Juni 2017, sejalan dengan berlangsungnya Ramadhan dan Lebaran. Walaupun demikian, inflasi Juni yang tercatat 0,63% (mtm) merupakan yang terendah dalam historis inflasi Lebaran 4 tahun terakhir maupun rata-rata inflasi Lebaran 5 tahun terakhir sebesar 0,74% (mtm).

Rendahnya inflasi kelompok Bahan Makanan yang didorong deflasi bawang putih, cabai rawit dan telur ayam ras menahan tekanan inflasi kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan. Tingginya inflasi kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan tercermin dari tingkat inflasi sebesar 1,59% (mtm), atau meningkat dibandingkan Mei yang deflasi 0,33% (mtm). Hal ini dipengaruhi oleh berlangsungnya momentum mudik Lebaran, yang menyebabkan tarif angkutan udara dan antar kota meningkat tajam. Sebagai contoh, harga tiket kereta api Jakarta-Yogyakarta pada hari normal sebesar Rp 250.000,-/pax, pada saat lebaran dijual seharga Rp 500.000,-/pax (berdasarkan hasil Survei Pemantauan Harga BI).

Dilihat secara triwulanan, inflasi DIY meningkat pada triwulan laporan dengan pencapaian sebesar 2,78% (qtq) atau lebih tinggi dibandingkan 1,54% (qtq) pada triwulan lalu. Pencapaian tersebut tercatat lebih tinggi dibandingkan tingkat inflasi triwulanan pada Triwulan II sejak 2013. Kondisi ini disebabkan berlangsungnya Lebaran pada Triwulan II 2017, sementara pada periode 2013-2016 Lebaran terjadi pada Triwulan III.

Grafik 3.1 Pola Inflasi Bulanan DIY (mtm)

Tabel 3.2 Perkembangan Inflasi dan Andil Inflasi Bulanan (Berdasarkan Komoditas) Kota Yogyakarta (% mtm)

Sumber : BPS, diolah

Page 50: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

50

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 3 - Perkembangan Inflasi Daerah

Grafik 3.2 Pola Inflasi Bawang Merah

Grafik 3.4 Pola Inflasi Telur Ayam Ras

Grafik 3.6 Pola Inflasi Cabe Merah

Grafik 3.5 Pola Inflasi Beras

Grafik 3.7 Pola Inflasi Cabe Rawit

Grafik 3.3 Pola Inflasi Daging Ayam Ras

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

Page 51: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

51

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 3 - Perkembangan Inflasi Daerah

Grafik 3.2 Pola Inflasi Bawang Merah

Grafik 3.4 Pola Inflasi Telur Ayam Ras

Grafik 3.6 Pola Inflasi Cabe Merah

Grafik 3.5 Pola Inflasi Beras

Grafik 3.7 Pola Inflasi Cabe Rawit

Grafik 3.3 Pola Inflasi Daging Ayam Ras

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

Sumber : BPS, diolah

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 3 - Perkembangan Inflasi Daerah

Tekanan inflasi pada triwulan laporan

terutama terjadi pada kelompok Perumahan, Air,

Listrik, Gas dan Bahan Bahan Bakar yang tercatat

sebesar 4,32% (qtq) dibandingkan 1,61% (qtq)

pada triwulan lalu. Dalamnya tekanan inflasi kelompok tersebut disebabkan oleh peningkatan penggunaan daya listrik selama Ramadhan, terutama setelah pukul 17.00 WIB. Rata-rata penggunaan daya di seluruh DIY mencapai 379,4 MW pada siang hari dan menyentuh 383,18 MW pada malam hari, atau meningkat sebesar 10%. Meningkatnya penggunaan daya listrik disebabkan banyaknya masyarakat yang beribadah serta melakukan kegiatan pada malam hari selama Ramadhan.

Selain itu, kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan turut mendorong tingginya tekanan pada triwulan laporan, dengan inflasi sebesar 6,37% (qtq) dibandingkan 4,49% (qtq) pada triwulan sebelumnya. Hal ini dipengaruhi oleh peningkatan tarif transportasi, dan pulsa telepon seluler. Meningkatnya sejumlah tarif moda transportasi seperti angkutan udara, angkutan antar kota dan kereta api terjadi seiring tingginya minat masyarakat untuk melakukan perjalanan wisata maupun mudik Lebaran ke Yogyakarta. Sementara peningkatan tarif pulsa dipengaruhi oleh meningkatnya penggunaan pulsa oleh masyarakat selama periode Ramadhan dan Lebaran.

Tabel 3.3 Inflasi Triwulanan Menurut Kelompok Barang dan Jasa (%qtq)

3.2 Inflasi Triwulanan

(1.00)

-

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Juli Agst Sept Okt Nov Des

% (qtq)Sumber: BPS (diolah)

rata-rata 2014-2016 2013 2014 2015 2016 2017

Grafik 3.8 Pola Inflasi Triwulanan (qtq)

Risiko inflasi pada triwulan mendatang

diperkirakan akan mereda. Potensi penurunan inflasi seiring dengan kembali normalnya konsumsi masyarakat setelah libur sekolah dan Lebaran. Perkiraan musim panen bagi sejumlah komoditas pangan seperti beras, aneka cabai dan bawang pada Triwulan III 2017 diharapkan mampu menahan tekanan inflasi mendatang. Selain itu, masih rendahnya harga komoditas minyak dunia menurunkan risiko terjadinya peningkatan BBM pada triwulan mendatang.

Page 52: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

52

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 3 - Perkembangan Inflasi Daerah

Berdasarkan pola inflasinya, perkembangan

inflasi pada Triwulan II 2017 cenderung meningkat

sejak awal tahun. Pencapaian inflasi hingga semester awal 2017 tercatat lebih tinggi dibandingkan pencapaian 2016, walaupun masih lebih rendah dibandingkan tahun 2014 dan 2015 (Grafik 3.9). Kondisi ini juga tercermin dari inflasi triwulan laporan sebesar 4,29% (yoy), meningkat dibandingkan 2,94% (yoy) triwulan yang sama tahun sebelumnya. Perlunya mewaspadai peningkatan inflasi pada 2017 disebabkan inflasi tahun kalender (year

to date) yang sudah mencapai 2,78% pada periode pertengahan tahun. Oleh karenanya, diperlukan kehati-hatian dalam menyusun dan melaksanakan program pengendalian inflasi yang tepat sasaran.

Apabila dibandingkan dengan nasional, inflasi DIY masih berada dalam sasaran target inflasi 4±1% (yoy) dan lebih rendah dibandingkan pencapaian nasional dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir (Grafik 3.10). Namun demikian, inflasi DIY masih relatif lebih tinggi dibandingkan DKI Jakarta yang tercatat inflasi 3,94% (yoy) (Grafik 3.11). Tingginya tekanan inflasi kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan tertahan oleh rendahnya inflasi kelompok Bahan Makanan yang diikuti dengan penurunan tekanan kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau. Penetapan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan Kementerian Perdagangan bagi sejumlah komoditas pangan pokok sejak 10 April 2017 mendorong rendah dan stabilnya harga ditengah siklus Lebaran.

Ke depan, potensi risiko inflasi 2017 akan

cenderung lebih tinggi dibandingkan 2016. Hal ini dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dalam melakukan penyesuaian harga energi listrik bagi pelanggan 900 VA non subsidi yang menyebabkan tingginya tekanan infasi tarif listrik. Meningkatnya tekanan inflasi tarif listrik mempengaruhi peningkatan tarif sewa rumah dan kontrak rumah yang menjadi komoditas utama penyumbang inflasi inti di DIY, sejalan dengan besarnya jumlah mahasiswa di DIY yang mengontrak rumah ataupun menghuni kos-kosan.

Selain itu, risiko peningkatan tarif angkutan udara sejalan dengan banyaknya libur longweekend

yang dapat mendorong tingginya inflasi administered

prices. Namun demikian, diharapkan kelompok volatile

food mampu menahan tekanan inflasi yang lebih dalam

3.3. Inflasi Tahunan

Tabel 3.4 Perkembangan Inflasi dan Andil Inflasi Bulanan (Berdasarkan Kelompok Barang) Kota Yogyakarta (% yoy)

Grafik 3.9 Pola Inflasi Tahunan DIY (yoy)

Page 53: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

53

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 3 - Perkembangan Inflasi Daerah

Berdasarkan pola inflasinya, perkembangan

inflasi pada Triwulan II 2017 cenderung meningkat

sejak awal tahun. Pencapaian inflasi hingga semester awal 2017 tercatat lebih tinggi dibandingkan pencapaian 2016, walaupun masih lebih rendah dibandingkan tahun 2014 dan 2015 (Grafik 3.9). Kondisi ini juga tercermin dari inflasi triwulan laporan sebesar 4,29% (yoy), meningkat dibandingkan 2,94% (yoy) triwulan yang sama tahun sebelumnya. Perlunya mewaspadai peningkatan inflasi pada 2017 disebabkan inflasi tahun kalender (year

to date) yang sudah mencapai 2,78% pada periode pertengahan tahun. Oleh karenanya, diperlukan kehati-hatian dalam menyusun dan melaksanakan program pengendalian inflasi yang tepat sasaran.

Apabila dibandingkan dengan nasional, inflasi DIY masih berada dalam sasaran target inflasi 4±1% (yoy) dan lebih rendah dibandingkan pencapaian nasional dalam kurun waktu beberapa tahun terakhir (Grafik 3.10). Namun demikian, inflasi DIY masih relatif lebih tinggi dibandingkan DKI Jakarta yang tercatat inflasi 3,94% (yoy) (Grafik 3.11). Tingginya tekanan inflasi kelompok Transpor, Komunikasi dan Jasa Keuangan tertahan oleh rendahnya inflasi kelompok Bahan Makanan yang diikuti dengan penurunan tekanan kelompok Makanan Jadi, Minuman, Rokok dan Tembakau. Penetapan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan Kementerian Perdagangan bagi sejumlah komoditas pangan pokok sejak 10 April 2017 mendorong rendah dan stabilnya harga ditengah siklus Lebaran.

Ke depan, potensi risiko inflasi 2017 akan

cenderung lebih tinggi dibandingkan 2016. Hal ini dipengaruhi oleh kebijakan pemerintah dalam melakukan penyesuaian harga energi listrik bagi pelanggan 900 VA non subsidi yang menyebabkan tingginya tekanan infasi tarif listrik. Meningkatnya tekanan inflasi tarif listrik mempengaruhi peningkatan tarif sewa rumah dan kontrak rumah yang menjadi komoditas utama penyumbang inflasi inti di DIY, sejalan dengan besarnya jumlah mahasiswa di DIY yang mengontrak rumah ataupun menghuni kos-kosan.

Selain itu, risiko peningkatan tarif angkutan udara sejalan dengan banyaknya libur longweekend

yang dapat mendorong tingginya inflasi administered

prices. Namun demikian, diharapkan kelompok volatile

food mampu menahan tekanan inflasi yang lebih dalam

3.3. Inflasi Tahunan

Tabel 3.4 Perkembangan Inflasi dan Andil Inflasi Bulanan (Berdasarkan Kelompok Barang) Kota Yogyakarta (% yoy)

Grafik 3.9 Pola Inflasi Tahunan DIY (yoy)

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 3 - Perkembangan Inflasi Daerah

seiring dengan terkendalinya pasokan dan kelancaran distribusi bahan makanan di DIY melalui efektivitas distribution channel berupa Kios Segoro Amarto, Rumah Pangan Kita dan Toko Tani Indonesia.

Dilihat dari polanya, pergerakan inflasi inti dan volatile food cenderung lebih rendah dibandingkan beberapa tahun terakhir. Walaupun inflasi administered

prices mengalami tekanan inflasi yang cukup dalam dibandingkan beberapa tahun terakhir (Grafik 3.14).

3.4.1 Inflasi Volatile Food

Inflasi volatile food berada dalam tren

menurun. Kondisi ini tercermin dalam tingkat inflasi volatile food Triwulan II 2017 sebesar 0,69% (yoy), terendah pada periode Triwulan II sejak 2013. Rendahnya inflasi volatile food didorong oleh berkurangnya tekanan sub kelompok sayur-sayuran, lemak dan minyak serta buah-buahan yang masing-masing sebesar -4,35% (yoy), 6,85% (yoy), dan -6,38% (yoy)

Diperkirakan, pada Triwulan II 2017 inflasi

administered prices akan meningkat tajam. Hal ini

dipengaruhi oleh adanya momentum Ramadhan dan

Lebaran yang bersamaan dengan libur anak sekolah.

Kondisi tersebut dapat menyebabkan peningkatan pada

tarif angkutan udara, angkutan kereta api, dan angkutan

antarkota. Selain itu, peningkatan tarif listrik tahap ketiga

bagi pelanggan 900 VA non subsidi disinyalir dapat turut

memberikan tekanan inflasi yang cukup tinggi pada

triwulan mendatang.

3.4. Disagregasi inflasi

Tingginya peningkatan inflasi administered

prices pada semester awal 2017 tertahan oleh

rendahnya inflasi volatile food dan terjaganya

core inflation atau inflasi inti. Hal ini tercermin dari inflasi administered prices yang tercatat sebesar 12,41% (yoy) sementara volatile food dan inti masing-masing mencatatkan sebesar 0,69% (yoy) dan 2,96% (yoy) (Tabel 3.5).

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5

2014 2015 2016 2017

Nasional DIY

DIY 4,29% (yoy)

NAS 4,37% (yoy)

Grafik 3.10 DIY VS Nasional (yoy)

0.00

0.10

0.20

0.30

0.40

0.50

0.60

0.70

0.80

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

% m

tm

Sumber : BPS (diolah)

POLA INFLASI INTI (% mtm)2016 2011-2013 2014 2015 2017

-3.00

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

% m

tm

Sumber : BPS (diolah)

POLA INFLASI VOLATILE FOOD (% mtm)2016 2011-2013 2014 2015 2017

-4.00

-3.00

-2.00

-1.00

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

% m

tm

Sumber : BPS (diolah)

POLA INFLASI ADM PRICE (% mtm)2016 2011-2013 2014 2015 2017

Grafik 3.11 Pola Disagregasi Inflasi (% mtm)

Tabel 3.5 Disagregasi Inflasi Tahunan

I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II

Umum/Total 6.36 5.67 7.60 7.32 6.18 6.35 4.54 6.59 5.13 5.68 5.23 3.09 3.69 2.94 2.68 2.29 3.40 4.29 Inti/core 3.83 3.51 4.81 4.70 4.30 4.56 3.94 3.45 3.63 3.86 4.19 3.80 3.79 3.36 3.14 3.02 3.14 2.96 Harga Diatur Pemerintah (Administered Prices) 2.90 5.35 10.93 12.18 17.19 13.40 9.69 17.28 9.84 12.34 8.22 (0.39) 0.18 (3.74) (2.02) (2.44) 5.60 12.41 Komoditas Pangan Fluktuatif (Volatile Food) 19.60 14.01 14.20 11.64 2.66 5.58 (0.59) 7.58 5.93 5.55 6.08 4.66 7.60 9.71 6.43 4.96 1.97 0.69

Umum/Total 6.36 5.67 7.60 7.32 6.18 6.35 4.54 6.59 5.13 5.68 5.23 3.09 3.69 2.94 2.68 2.29 3.40 4.29 Inti/core 2.40 2.21 2.99 2.93 2.92 3.02 2.68 2.20 2.48 2.59 2.72 2.53 0.99 1.98 1.68 1.77 1.69 1.59 Harga Diatur Pemerintah (Administered Prices) 0.52 0.99 2.08 2.34 3.44 2.51 1.79 3.34 1.82 2.53 1.57 (0.07) (3.47) (0.84) (0.45) (0.47) 1.06 2.40 Komoditas Pangan Fluktuatif (Volatile Food) 3.78 2.61 2.66 2.16 0.42 0.83 (0.08) 1.15 0.84 0.87 1.17 0.71 3.03 1.84 1.37 1.09 0.55 0.25

KELOMPOK BARANG 2013

Inflasi Tahunan (% yoy)

Andil Inflasi Tahunan (% yoy)

20172014 2015 2016

Sumber : BPS, DIY

Page 54: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

54

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 3 - Perkembangan Inflasi Daerah

No Komoditas (%mtm)Kontribusi

(%mtm)Komoditas (%mtm)

Kontribusi (%mtm)

Komoditas (%mtm)Kontribusi

(%mtm)1 Bawang Putih 16.28 0.08 Bawang Putih 27.14 0.16 Daging Ayam Ras 8.93 0.08 2 Daging Ayam Ras 1.94 0.02 Telur Ayam Ras 15.58 0.08 Bawang Merah 9.14 0.04 3 Tomat Sayur 5.98 0.01 Daging Ayam Ras 4.71 0.04 Daging Sapi 2.42 0.02 4 - - - Kelapa 2.54 0.01 Beras 0.60 0.02 5 - - - Apel 2.65 0.01 Pepaya 6.33 0.02

No Komoditas (%mtm)Kontribusi

(%mtm)Komoditas (%mtm)

Kontribusi (%mtm)

Komoditas (%mtm)Kontribusi

(%mtm)1 Bawang Merah (22.12) (0.14) Bawang Merah (3.85) (0.02) Bawang Putih (13.68) (0.10) 2 Cabai Rawit (34.93) (0.09) Cabai Rawit (10.21) (0.02) Cabai Rawit (27.96) (0.04) 3 Cabai Merah (33.62) (0.07) Beras (0.35) (0.01) Telur Ayam Ras (5.00) (0.03) 4 Beras (0.51) (0.02) Jeruk (4.03) (0.01) Cabai Merah (8.51) (0.01) 5 Bayam 8.83 (0.01) Daging Kambing 2.54 (0.01) Jagung Manis (8.51) (0.01)

KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI VOLATILE FOODAPRIL MEI JUNI

KOMODITAS PENYUMBANG DEFLASI VOLATILE FOODAPRIL MEI JUNI

Rendahnya harga wortel pada level Rp 12.000,-/kg pada triwulan laporan turut mendorong deflasi pada sub kelompok sayur-sayuran. Penurunan tekanan inflasi sub kelompok lemak dan minyak terutama dipengaruhi oleh turunnya harga minyak goreng, seiring dengan penetapan harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp 11.000,-/kg oleh Pemerintah mulai April 2017. Sementara deflasi sub kelompok buah-buahan terjadi pada beberapa komoditas antara lain apel, pir dan pisang seiring dengan melimpahnya pasokan.

Diperkirakan pada Triwulan III 2017, inflasi

volatile food masih cenderung menurun. Kondisi ini dipengaruhi oleh prediksi terjadinya panen sejumlah tanaman hortikultura dan padi pada triwulan mendatang yang dapat mendorong penurunan harga volatile food. Selain itu, kembali normalnya demand masyarakat setelah periode libur sekolah dan Lebaran diharapkan

mampu menahan tekanan inflasi yang lebih dalam.

3.4.2 . Inflasi Administered Prices

Sejak awal 2017, inflasi administered prices

berada dalam tren meningkat. Hal ini tercermin dari tingkat inflasi sebesar 12,41% (yoy), meningkat tajam dibandingkan 5,60% (yoy) pada triwulan lalu maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya dengan deflasi 3,74% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air serta sub kelompok transpor mendorong peningkatan inflasi yang cukup tajam pada triwulan laporan, dengan inflasi masing-masing sebesar 15,65% (yoy) dan 5,00% (yoy).

Tingginya inflasi sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air utamanya dipengaruhi oleh meningkatnya tarif listrik. Meskipun harga energi secara global masih berada pada tren yang rendah, kebijakan Pemerintah Pusat dalam melakukan realokasi subdisi listrik guna meningkatkan pendapatan fiskal, mendorong peningkatan inflasi ke level yang cukup tinggi.

Tabel 3.7 Komoditas Penyumbang Inflasi Administered Price

Tabel 3.6 Komoditas Penyumbang Inflasi Volatile Food

No Komoditas (%mtm)Kontribusi

(%mtm)Komoditas (%mtm)

Kontribusi (%mtm)

Komoditas (%mtm)Kontribusi

(%mtm)1 Tarif Listrik 6.47 0.31 Tarif Listrik 0.98 0.05 Tarif Listrik 5.49 0.28 2 Angkutan Udara 5.53 0.08 Bensin 0.27 0.01 Angkutan Udara 11.96 0.17 3 Bensin 0.29 0.01 - - - Angkutan Antar Kota 1.14 0.04 4 Rokok Kretek Filter 0.36 0.01 - - - Tarif Kereta Api 5.87 0.02 5 - - - - - - Rokok Kretek Filter 0.63 0.01

No Komoditas (%mtm)Kontribusi

(%mtm)Komoditas (%mtm)

Kontribusi (%mtm)

Komoditas (%mtm)Kontribusi

(%mtm)1 - - - Angkutan Udara (3.56) (0.05) Bahan Bakar Rumah Tangga (0.37) (0.01)

KOMODITAS PENYUMBANG DEFLASI ADMINISTERED PRICESAPRIL MEI JUNI

KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI ADMINISTERED PRICESAPRIL MEI JUNI

Page 55: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

55

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 3 - Perkembangan Inflasi Daerah

No Komoditas (%mtm)Kontribusi

(%mtm)Komoditas (%mtm)

Kontribusi (%mtm)

Komoditas (%mtm)Kontribusi

(%mtm)1 Bawang Putih 16.28 0.08 Bawang Putih 27.14 0.16 Daging Ayam Ras 8.93 0.08 2 Daging Ayam Ras 1.94 0.02 Telur Ayam Ras 15.58 0.08 Bawang Merah 9.14 0.04 3 Tomat Sayur 5.98 0.01 Daging Ayam Ras 4.71 0.04 Daging Sapi 2.42 0.02 4 - - - Kelapa 2.54 0.01 Beras 0.60 0.02 5 - - - Apel 2.65 0.01 Pepaya 6.33 0.02

No Komoditas (%mtm)Kontribusi

(%mtm)Komoditas (%mtm)

Kontribusi (%mtm)

Komoditas (%mtm)Kontribusi

(%mtm)1 Bawang Merah (22.12) (0.14) Bawang Merah (3.85) (0.02) Bawang Putih (13.68) (0.10) 2 Cabai Rawit (34.93) (0.09) Cabai Rawit (10.21) (0.02) Cabai Rawit (27.96) (0.04) 3 Cabai Merah (33.62) (0.07) Beras (0.35) (0.01) Telur Ayam Ras (5.00) (0.03) 4 Beras (0.51) (0.02) Jeruk (4.03) (0.01) Cabai Merah (8.51) (0.01) 5 Bayam 8.83 (0.01) Daging Kambing 2.54 (0.01) Jagung Manis (8.51) (0.01)

KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI VOLATILE FOODAPRIL MEI JUNI

KOMODITAS PENYUMBANG DEFLASI VOLATILE FOODAPRIL MEI JUNI

Rendahnya harga wortel pada level Rp 12.000,-/kg pada triwulan laporan turut mendorong deflasi pada sub kelompok sayur-sayuran. Penurunan tekanan inflasi sub kelompok lemak dan minyak terutama dipengaruhi oleh turunnya harga minyak goreng, seiring dengan penetapan harga eceran tertinggi (HET) sebesar Rp 11.000,-/kg oleh Pemerintah mulai April 2017. Sementara deflasi sub kelompok buah-buahan terjadi pada beberapa komoditas antara lain apel, pir dan pisang seiring dengan melimpahnya pasokan.

Diperkirakan pada Triwulan III 2017, inflasi

volatile food masih cenderung menurun. Kondisi ini dipengaruhi oleh prediksi terjadinya panen sejumlah tanaman hortikultura dan padi pada triwulan mendatang yang dapat mendorong penurunan harga volatile food. Selain itu, kembali normalnya demand masyarakat setelah periode libur sekolah dan Lebaran diharapkan

mampu menahan tekanan inflasi yang lebih dalam.

3.4.2 . Inflasi Administered Prices

Sejak awal 2017, inflasi administered prices

berada dalam tren meningkat. Hal ini tercermin dari tingkat inflasi sebesar 12,41% (yoy), meningkat tajam dibandingkan 5,60% (yoy) pada triwulan lalu maupun triwulan yang sama tahun sebelumnya dengan deflasi 3,74% (yoy). Peningkatan tekanan inflasi sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air serta sub kelompok transpor mendorong peningkatan inflasi yang cukup tajam pada triwulan laporan, dengan inflasi masing-masing sebesar 15,65% (yoy) dan 5,00% (yoy).

Tingginya inflasi sub kelompok bahan bakar, penerangan dan air utamanya dipengaruhi oleh meningkatnya tarif listrik. Meskipun harga energi secara global masih berada pada tren yang rendah, kebijakan Pemerintah Pusat dalam melakukan realokasi subdisi listrik guna meningkatkan pendapatan fiskal, mendorong peningkatan inflasi ke level yang cukup tinggi.

Tabel 3.7 Komoditas Penyumbang Inflasi Administered Price

Tabel 3.6 Komoditas Penyumbang Inflasi Volatile Food

No Komoditas (%mtm)Kontribusi

(%mtm)Komoditas (%mtm)

Kontribusi (%mtm)

Komoditas (%mtm)Kontribusi

(%mtm)1 Tarif Listrik 6.47 0.31 Tarif Listrik 0.98 0.05 Tarif Listrik 5.49 0.28 2 Angkutan Udara 5.53 0.08 Bensin 0.27 0.01 Angkutan Udara 11.96 0.17 3 Bensin 0.29 0.01 - - - Angkutan Antar Kota 1.14 0.04 4 Rokok Kretek Filter 0.36 0.01 - - - Tarif Kereta Api 5.87 0.02 5 - - - - - - Rokok Kretek Filter 0.63 0.01

No Komoditas (%mtm)Kontribusi

(%mtm)Komoditas (%mtm)

Kontribusi (%mtm)

Komoditas (%mtm)Kontribusi

(%mtm)1 - - - Angkutan Udara (3.56) (0.05) Bahan Bakar Rumah Tangga (0.37) (0.01)

KOMODITAS PENYUMBANG DEFLASI ADMINISTERED PRICESAPRIL MEI JUNI

KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI ADMINISTERED PRICESAPRIL MEI JUNI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 3 - Perkembangan Inflasi Daerah

Sementara peningkatan sub kelompok transpor didominasi oleh peningkatan tarif angkutan udara, sejalan dengan berlangsungnya libur sekolah dan Lebaran.

Pada Triwulan III 2017, diperkirakan inflasi

administered prices akan mereda. Berakhirnya tiga tahap penyesuaian tarif yang terjadi pada Januari, Maret dan Mei 2017 menahan tekanan inflasi administered

prices di triwulan mendatang. Selain itu, tingginya tarif transportasi umum pada triwulan laporan diperkirakan akan menurun di triwulan mendatang, seiring dengan berakhirnya musim liburan sekolah dan Lebaran

3.4.3 . Inflasi Inti

Inflasi inti Triwulan II 2017 tercatat relatif

terjaga pada level 2,96% (yoy) dibandingkan 3,14%

(yoy) pada triwulan sebelumnya. Terjaganya inflasi inti didorong oleh tren penurunan kelompok traded akibat koreksi harga bahan baku bangunan, seperti semen, besi beton dan kayu lapis. Sementara kelompok non traded mengalami tren peningkatan sejak akhir

tahun yang utamanya dipengaruhi oleh peningkatan tarif pulsa ponsel, rekreasi, akademi/perguruan tinggi dan upah rumah tangga.

Kelompok inti traded tercatat sebesar

2,40% (yoy), menurun dibandingkan 3,04% (yoy)

pada triwulan sebelumnya. Kondisi ini dipengaruhi oleh penurunan harga sejumlah bahan bangunan pada triwulan laporan seperti semen, besi beton dan kayu lapis yang masing-masing mengalami deflasi 21,87% (yoy), 7,35% (yoy) dan 8,77% (yoy). Tren penurunan harga sejumlah bahan bangunan telah terjadi sejak setahun terakhir. Kondisi ini tercermin dari harga semen yang pada akhir 2016 mencapai Rp 70.000/sak menjadi Rp 65.000/sak pada 2017, ditengah belum membaiknya demand masyarakat.

Kelompok inti non traded tercatat mengalami inflasi sebesar 3,95% (yoy), relatif terjaga dibandingkan 3,98% (yoy) pada triwulan sebelumnya namun meningkat tajam dibandingkan 2,99% (yoy) pada triwulan yang sama tahun sebelumnya.

No Komoditas (%mtm)Kontribusi

(%mtm)Komoditas (%mtm)

Kontribusi (%mtm)

Komoditas (%mtm)Kontribusi

(%mtm)1 Tukang Bukan Mandor 1.55 0.03 Obat dengan Resep 1.64 0.01 Tarif Pulsa Ponsel 1.14 0.02 2 Air Kemasan 5.56 0.01 Mie 0.93 0.01 Pemeliharaan/Service Kendaraan Bermotor 2.80 0.01 3 Emas Perhiasan 1.98 0.01 Seragam Sekolah Anak 4.50 0.01 Gudeg 1.41 0.01 4 Bubur 3.41 0.01 Sepatu 4.23 0.01 Kendaraan Carter 3.24 0.01 5 Tarip Pulsa Ponsel 0.45 0.01 Gudeg 0.71 0.01 Emas Perhiasan 1.07 0.01

No Komoditas (%mtm)Kontribusi

(%mtm)Komoditas (%mtm)

Kontribusi (%mtm)

Komoditas (%mtm)Kontribusi

(%mtm)1 Gula Pasir (5.80) (0.03) Gula Pasir (3.51) (0.02) Celana Panjang Katun (1.67) (0.00) 2 - - - Tarip pulsa ponsel (0.45) (0.01) Kemeja Panjang Batik (0.54) (0.00) 3 - - - Telepon Selular (1.52) (0.01) Kemeja Panjang Katun (0.07) (0.00) 4 - - - Emas Perhiasan (0.46) (0.00) Sandal Kulit (0.18) (0.00) 5 - - - - - - Tas (0.92) (0.00)

APRIL MEI JUNI

KOMODITAS PENYUMBANG INFLASI INTIAPRIL MEI JUNI

KOMODITAS PENYUMBANG DEFLASI INTI

Tabel 3.8 Komoditas Penyumbang Inflasi Inti

Grafik 3.12 Inflasi Inti Traded vs Non Traded Grafik 3.13 Ekspektasi Harga Konsumen

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

12014

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 12015

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 12016

2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 12017

2 3 4 5 6

% (yoy) Core Inti Traded Inti Non Traded

100

110

120

130

140

150

160

170

180

190

200

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11

2014 2015 2016 2017

Indeks% ( yoy)

Sumber: Survei Konsumen (BI)

Inflasi IHK (% yoy) Indeks Ekspektasi Konsumen 3 bln

Indeks Ekspektasi Konsumen 6 bln

Page 56: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

56

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 3 - Perkembangan Inflasi Daerah

Meningkatnya tarif pulsa ponsel dan rekreasi sejalan dengan berlangsungnya periode Lebaran yang mendorong peningkatan demand masyarakat. Demikian pula halnya, upah rumah tangga mengalami peningkatan sebagai implikasi dari pemberian tunjangan hari raya (THR). Sementara, peningkatan biaya akademi/perguruan tinggi sejalan dengan penyesuaian tarif yang dilakukan universitas untuk meningkatkan kualitas pelayanan akademis setiap tahunnya.

Ekspektasi Inflasi

• Sejalan dengan adanya momentum

Lebaran, ekspektasi masyarakat pada

triwulan cenderung meningkat. Namun

demikian, ekspektasi inflasi akan relatif terjaga

pada periode Triwulan III 2017 yang ditunjukkan

dengan Indeks Ekspektasi Harga Konsumen

sebesar 167,50 atau meningkat terbatas

dibandingkan 167,00 pada triwulan laporan.

Kembali normalnya konsumsi masyarakat paska

Lebaran diharapkan mampu menjaga ekspektasi

inflasi masyarakat dalam level yang rendah dan

stabil. Sementara ekspektasi harga masyarakat

pada akhir tahun 2017 diprediksi akan

mencapai level 183,00 atau meningkat tajam

dibandingkan triwulan laporan. Peak season

liburan Natal yang berlanjut hingga libur awal

tahun akan mendorong konsumsi masyarakat

dan mempengaruhi tekanan dari berbagai

komponen inflasi. Memperkuat kelembagaan

TPI melalui program capacity building dan Rapat

Koordinasi Provinsi dan Antar Kabupaten.

3.4 Program Pengendalian Inflasi

Terjaganya inflasi DIY pada periode Lebaran

2017 didorong oleh dukungan program dan sinergi

antara Pemerintah Daerah serta Bank Indonesia

dalam Tim Pengendalian Inflasi Daerah DIY. Adapun

beberapa program pengendalian inflasi Lebaran yang

telah dilakukan antara lain sebagai berikut :

a. Pengendalian inflasi administered prices

• Pengelolaan ekspektasi inflasi masyarakat melalui

edukasi di media massa.

•Himbauan untuk melakukan hal-hal sebagai

berikut :

➣ Peningkatan AP tidak cepat langsung

ditransmisikan ke harga jual oleh produsen.

Margin keuntungan diharapkan mampu

menyerap peningkatan harga tersebut.

Hal ini dilakukan untuk menjaga daya beli

masyarakat.

Contoh : Berdasarkan hasil FGD, maskapai

penerbangan ternama Indonesia akan

menerapkan batas atas dan batas bawah

tarif pesawat sesuai dengan instruksi Menteri

Perhubungan dan permintaan konsumen.

➣ Himbauan kepada pemerintah pusat dan

daerah untuk mengatasi second round

effect dampak peningkatan AP. Sebagai

contoh, himbauan agar jasa angkutan

(pesawat, kereta api dan bus kota) dapat

meningkatkan jasa pelayanannya sehingga

tidak menerapkan harga maksimum.

➣ Himbauan kepada pemerintah pusat untuk

melakukan rencana tahapan peningkatan

tariff adjusment AP (TDL dan BBM) pada

2017.

•Menambah pasokan/produksi dan menjaga

kelancaran distribusi apabila ada indikasi

kelangkaan dan/atau lonjakan permintaan HBKN

terhadap barang-barang (VF) dan jasa (angkutan)

yang terkena dampak peningkatan AP, serta stok

barang energi.Contoh :

Berdasarkan hasil FGD, maskapai

penerbangan ternama Indonesia menambah

frekuensi flight.

PT. Angkasa Pura menambah jam operasional

bandara menjadi pukul 05.00 s.d 24.00 WIB

sejak 15 Juni 2017.

PT. Pertamina menambah stok LPG dan BBM

sebanyak 6-10% dan dalam waktu dekat

tidak terdapat kenaikan harga LPG maupun

BBM.

Page 57: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

57

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 3 - Perkembangan Inflasi Daerah

Meningkatnya tarif pulsa ponsel dan rekreasi sejalan dengan berlangsungnya periode Lebaran yang mendorong peningkatan demand masyarakat. Demikian pula halnya, upah rumah tangga mengalami peningkatan sebagai implikasi dari pemberian tunjangan hari raya (THR). Sementara, peningkatan biaya akademi/perguruan tinggi sejalan dengan penyesuaian tarif yang dilakukan universitas untuk meningkatkan kualitas pelayanan akademis setiap tahunnya.

Ekspektasi Inflasi

• Sejalan dengan adanya momentum

Lebaran, ekspektasi masyarakat pada

triwulan cenderung meningkat. Namun

demikian, ekspektasi inflasi akan relatif terjaga

pada periode Triwulan III 2017 yang ditunjukkan

dengan Indeks Ekspektasi Harga Konsumen

sebesar 167,50 atau meningkat terbatas

dibandingkan 167,00 pada triwulan laporan.

Kembali normalnya konsumsi masyarakat paska

Lebaran diharapkan mampu menjaga ekspektasi

inflasi masyarakat dalam level yang rendah dan

stabil. Sementara ekspektasi harga masyarakat

pada akhir tahun 2017 diprediksi akan

mencapai level 183,00 atau meningkat tajam

dibandingkan triwulan laporan. Peak season

liburan Natal yang berlanjut hingga libur awal

tahun akan mendorong konsumsi masyarakat

dan mempengaruhi tekanan dari berbagai

komponen inflasi. Memperkuat kelembagaan

TPI melalui program capacity building dan Rapat

Koordinasi Provinsi dan Antar Kabupaten.

3.4 Program Pengendalian Inflasi

Terjaganya inflasi DIY pada periode Lebaran

2017 didorong oleh dukungan program dan sinergi

antara Pemerintah Daerah serta Bank Indonesia

dalam Tim Pengendalian Inflasi Daerah DIY. Adapun

beberapa program pengendalian inflasi Lebaran yang

telah dilakukan antara lain sebagai berikut :

a. Pengendalian inflasi administered prices

• Pengelolaan ekspektasi inflasi masyarakat melalui

edukasi di media massa.

•Himbauan untuk melakukan hal-hal sebagai

berikut :

➣ Peningkatan AP tidak cepat langsung

ditransmisikan ke harga jual oleh produsen.

Margin keuntungan diharapkan mampu

menyerap peningkatan harga tersebut.

Hal ini dilakukan untuk menjaga daya beli

masyarakat.

Contoh : Berdasarkan hasil FGD, maskapai

penerbangan ternama Indonesia akan

menerapkan batas atas dan batas bawah

tarif pesawat sesuai dengan instruksi Menteri

Perhubungan dan permintaan konsumen.

➣ Himbauan kepada pemerintah pusat dan

daerah untuk mengatasi second round

effect dampak peningkatan AP. Sebagai

contoh, himbauan agar jasa angkutan

(pesawat, kereta api dan bus kota) dapat

meningkatkan jasa pelayanannya sehingga

tidak menerapkan harga maksimum.

➣ Himbauan kepada pemerintah pusat untuk

melakukan rencana tahapan peningkatan

tariff adjusment AP (TDL dan BBM) pada

2017.

•Menambah pasokan/produksi dan menjaga

kelancaran distribusi apabila ada indikasi

kelangkaan dan/atau lonjakan permintaan HBKN

terhadap barang-barang (VF) dan jasa (angkutan)

yang terkena dampak peningkatan AP, serta stok

barang energi.Contoh :

Berdasarkan hasil FGD, maskapai

penerbangan ternama Indonesia menambah

frekuensi flight.

PT. Angkasa Pura menambah jam operasional

bandara menjadi pukul 05.00 s.d 24.00 WIB

sejak 15 Juni 2017.

PT. Pertamina menambah stok LPG dan BBM

sebanyak 6-10% dan dalam waktu dekat

tidak terdapat kenaikan harga LPG maupun

BBM.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 3 - Perkembangan Inflasi Daerah

•Melakukan penelitian dampak second round

effect lebih lanjut.

b. Pengendalian inflasi volatile food

•Menyelenggarakan operasi pasar untuk barang-

barang kebutuhan pokok yang diperkirakan

naik, termasuk bawang putih di Kulon Progo

dan Gunungkidul, serta di Kota Yogyakarta

yang dikoordinasikan dalam Posko Pemantauan

& Pengendalian oleh Dinas Perindustrian dan

Perdagangan DIY, TPID DIY & Kementerian

Perdagangan, pada 17 – 22 Juni 2017.

• Kegiatan pasar murah yang dilaksanakan

Dinas Perindustrian dan Perdagangan, Bank

Indonesia dan BMPD DIY melalui penyaluran

paket sembako murah termasuk bawang putih

di Kabupaten Bantul, Kota Yogyakarta dan

Kabupaten Gunungkidul.

•Meningkatkan kapasitas kios referensi harga

“Kios Segoro Amarto” di Pasar Beringharjo

dan Pasar Kranggan dengan menambah stok

harian untuk komoditas beras, bawang putih,

minyak goreng, tepung terigu, gula pasir, daging

beku dan telur ayam ras. Selain itu, dilakukan

penambahan jam operasional menjadi 7 hari

dalam seminggu mulai pukul 08.00 s.d 16.00

WIB.

•Melaksanakan operasi pasar bawang putih yang

dilakukan Dinas Perindustrian dan Perdagangan

DIY bersama Bulog DIY dan anggota TPID DIY

melalui penambahan stok sebesar 5 ton yang

disalurkan lewat Kios Segoro Amarto.

• Kontinyuitas pelaksanaan gerakan stabilisasi

pangan di seluruh Kabupaten/Kota di DIY dan

penyaluran bahan pangan pokok dengan harga

terjangkau hingga level rumah tangga (RT)

melalui Rumah Pangan Kita yang dimotori oleh

Bulog DIY.

• Kerjasama antar TPID Kabupaten/Kota di DIY

dengan mengintensifkan pemantauan stok

dan harga pangan strategis untuk mengurangi

disparitas harga.

• Koordinasi yang lebih erat dalam pemantauan

stok dan harga, terutama di distributor dan

agen dengan melibatkan aparat penegak hukum

(Satgas Pangan Polda DIY).

• Pengelolaan ekspektasi inflasi masyarakat

dengan menghimbau agar “berbelanja bijak”

melalui iklan layanan masyarakat di media cetak

dan media elektronik.

Page 58: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

58

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 3 - Perkembangan Inflasi Daerah

BOKS II

MENDORONG HILIRISASI PANGAN DI DIY MELALUI PENGUATAN

KELEMBAGAAN KOPERASI PEDAGANG PASAR

Pembenahan distribution channel diharapkan menjadi solusi dari kestabilan harga pangan pokok di daerah, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jalur distribusi pangan yang cenderung panjang dan didominasi oleh peran middle man tercatat sangat tidak efektif dan menimbulkan tingginya spekulasi serta fluktuasi harga. Oleh karenanya, tidak hanya melalui penguatan kelembagaan petani, namun penguatan kelembagaan pedagang juga perlu untuk dilakukan sebagai sarana memperat bounding antar pedagang yang berperan dalam jalur distribusi pangan sekaligus sebagai upaya menjaga stabilitas harga pangan, salah satunya melalui pembentukan koperasi pedagang pasar.

Beberapa manfaat pembentukan koperasi pasar antara lain meliputi :a. Meningkatkan bargaining power pedagang pasar.

b. Memberikan value added bagi produk pertanian.

c. Kepastian dalam akses pasar dan keuangan.

d. Peningkatan efisiensi jalur distribusi pangan.

e. Mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan pedagang pasar.

f. Terjaganya stabilitas harga pangan.

Perlunya mendorong pembentukan kelembagaan pedagang pasar juga menjadi program dari Kementerian Perdagangan untuk membenahi koperasi di pasar rakyat. Hal ini lantaran kontribusi koperasi di Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2014 yang hanya sebesar 2 persen dari total PDB. Minimnya peran koperasi pasar yang ada saat ini hanya terbatas pada bidang pelayanan simpan pinjam.

Melihat kondisi koperasi pasar yang seperti mati suri ditengah era digitalisasi, diperlukan beberapa gebrakan baru untuk mendorong peran koperasi pasar ke level yang lebih tinggi. Penggunaan teknologi digital dan dukungan tenaga pengelola profesional menjadi vital untuk diadaptasi dalam waktu yang relatif cepat. Dengan menggunakan teknologi digital, data harga maupun pasokan yang tersedia menjadi sangat real time dan meningkatkan bargaining

power bagi pedagang pasar untuk bersaing secara sehat. Selain itu, tersedianya real time data turut membantu Pemerintah dalam monitoring harga dan penentuan kebijakan yang tepat sasaran.

Dalam menghadapi era perubahan menuju digitalisasi, Koperasi Pedagang Pasar Indonesia (Koppasindo) Nusantara menyampaikan paparan mengenai visi dan misinya untuk mengelola koperasi pedagang pasar berbasis teknologi digital dalam kegiatan Rapat Koordinasi Daerah TPID DIY pada 3 Agustus 2017. Potensi 13.500 pasar dan 12,9 juta pedagang pasar di seluruh nusantara merupakan sasaran Koppasindo Nusantara dalam mengurangi berbagai permasalahan ekonomi di Indonesia, yaitu pemerataan kesejahteraan, memperpendek jalur distribusi pangan dan pengendalian inflasi.

Gambar 3.1 Rakorda TPID DIY, 3 Agustus 2017

Page 59: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

59

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 3 - Perkembangan Inflasi Daerah

BOKS II

MENDORONG HILIRISASI PANGAN DI DIY MELALUI PENGUATAN

KELEMBAGAAN KOPERASI PEDAGANG PASAR

Pembenahan distribution channel diharapkan menjadi solusi dari kestabilan harga pangan pokok di daerah, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta. Jalur distribusi pangan yang cenderung panjang dan didominasi oleh peran middle man tercatat sangat tidak efektif dan menimbulkan tingginya spekulasi serta fluktuasi harga. Oleh karenanya, tidak hanya melalui penguatan kelembagaan petani, namun penguatan kelembagaan pedagang juga perlu untuk dilakukan sebagai sarana memperat bounding antar pedagang yang berperan dalam jalur distribusi pangan sekaligus sebagai upaya menjaga stabilitas harga pangan, salah satunya melalui pembentukan koperasi pedagang pasar.

Beberapa manfaat pembentukan koperasi pasar antara lain meliputi :a. Meningkatkan bargaining power pedagang pasar.

b. Memberikan value added bagi produk pertanian.

c. Kepastian dalam akses pasar dan keuangan.

d. Peningkatan efisiensi jalur distribusi pangan.

e. Mendorong pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan pedagang pasar.

f. Terjaganya stabilitas harga pangan.

Perlunya mendorong pembentukan kelembagaan pedagang pasar juga menjadi program dari Kementerian Perdagangan untuk membenahi koperasi di pasar rakyat. Hal ini lantaran kontribusi koperasi di Indonesia terhadap produk domestik bruto (PDB) pada 2014 yang hanya sebesar 2 persen dari total PDB. Minimnya peran koperasi pasar yang ada saat ini hanya terbatas pada bidang pelayanan simpan pinjam.

Melihat kondisi koperasi pasar yang seperti mati suri ditengah era digitalisasi, diperlukan beberapa gebrakan baru untuk mendorong peran koperasi pasar ke level yang lebih tinggi. Penggunaan teknologi digital dan dukungan tenaga pengelola profesional menjadi vital untuk diadaptasi dalam waktu yang relatif cepat. Dengan menggunakan teknologi digital, data harga maupun pasokan yang tersedia menjadi sangat real time dan meningkatkan bargaining

power bagi pedagang pasar untuk bersaing secara sehat. Selain itu, tersedianya real time data turut membantu Pemerintah dalam monitoring harga dan penentuan kebijakan yang tepat sasaran.

Dalam menghadapi era perubahan menuju digitalisasi, Koperasi Pedagang Pasar Indonesia (Koppasindo) Nusantara menyampaikan paparan mengenai visi dan misinya untuk mengelola koperasi pedagang pasar berbasis teknologi digital dalam kegiatan Rapat Koordinasi Daerah TPID DIY pada 3 Agustus 2017. Potensi 13.500 pasar dan 12,9 juta pedagang pasar di seluruh nusantara merupakan sasaran Koppasindo Nusantara dalam mengurangi berbagai permasalahan ekonomi di Indonesia, yaitu pemerataan kesejahteraan, memperpendek jalur distribusi pangan dan pengendalian inflasi.

Gambar 3.1 Rakorda TPID DIY, 3 Agustus 2017

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 3 - Perkembangan Inflasi Daerah

Terdapat beberapa manfaat keanggotaan yang ditawarkan Koppasindo Nusantara antara lain :

a. Maximizing kesejahteraan sosial bagi para anggota melalui adanya kepastian pasar.b. Sisa Hasil Usaha (SHU) bagi anggota koperasi.c. Memberikan ketersediaan barang dengan harga kompetitif dan efisien.d. Memberikan fasilitas simpan pinjam kepada anggota untuk keperluan peningkatan skala usaha.e. Memperoleh bekal pendidikan dan pengetahuan, khususnya mengenai manajemen dan entrepreneurship melalui capacity building bagi pedagang.f. Fasilitas asuransi kredit dan santunan duka yang diberikan kepada anggota.

Berdasarkan hal-hal diatas, upaya meningkatkan koperasi menjadi pilar ekonomi sebagaimana konstitusi Undang-Undang Dasar 1945 dan cita-cita prioritas pemerintahan dalam memajukan kedaulatan pangan perlu mendapatkan dukungan berbagai pihak, khususnya pemerintah daerah dalam mendorong kesiapan penguatan kelembagaan baik di hulu maupun di sisi hilir. Inisiasi gebrakan baru dalam bidang perkoperasian yang ditawarkan oleh Koppasindo Nusantara patut dipertimbangkan, mengingat pentingnya menjaga ketersediaan pasokan dan kestabilan inflasi daerah guna mendorong perkembangan ekonomi dan peningkatan kesejahteraan masyarakat ditengah potensi digitalisasi ekonomi yang tinggi ke depannya.

Grafik 3.14 Jalur Distribusi Koppasindo Nusantara

Page 60: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

60

STABILITAS KEUANGAN DAERAH

BAB IV

Stabilitas Keuangan Daerah DIY Triwulan II 2017 relatif terjaga

Page 61: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

61

STABILITAS KEUANGAN DAERAH

BAB IV

Stabilitas Keuangan Daerah DIY Triwulan II 2017 relatif terjaga

Page 62: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

62

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 4 - Stabilitas Keuangan Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah di DIY relatif terjaga. Hal ini tercermin dari indikator ketahanan sektor korporasi,

rumah tangga, maupun kinerja perbankan. Penyaluran kredit korporasi tumbuh meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya, dengan NPL masih terkendali di bawah ambang batas 5%. Di sektor rumah tangga, beberapa indikator

yang menggambarkan kondisi stabilitas keuangan daerah menunjukkan arah yang positif, antara lain pertumbuhan

kredit konsumsi dan kredit sektor rumah tangga yang meningkat. Namun demikian, pertumbuhan sektor korporasi

dan rumah tangga tersebut belum mampu mendorong pertumbuhan sektor perbankan sehingga terjadi perlambatan

pada kinerja perbankan di DIY. Meskipun secara umum stabilitas keuangan daerah di DIY terjaga, terjadinya

perlambatan di sektor perbankan perlu diperhatikan.

4.1. Ketahanan Sektor Korporasi

Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi DIY

yang meningkat dari 5,12% (yoy) Triwulan I 2017

menjadi 5,17% (yoy) Triwulan II 2017, penyaluran

kredit korporasi juga tumbuh dari 11,97% (yoy)

triwulan sebelumnya menjadi 16,28% (yoy)

triwulan ini. Pertumbuhan tersebut didorong oleh ekspansi kredit korporasi perbankan ke beberapa sektor seperti perdagangan, hotel dan restoran, serta industri pengolahan. Penyaluran kredit pada sektor perdagangan tumbuh sebesar 27,61% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan Triwulan I 2017 dengan pertumbuhan 25,87% (yoy). Kredit ke sektor hotel dan restoran bahkan mampu tumbuh lebih tinggi, yaitu dari 1,12% (yoy) Triwulan I 2017 menjadi 10,81% di Triwulan II 2017. Dengan demikian sektor tersebut memiliki kontribusi terbesar pada pertumbuhan kredit korporasi mengingat penyaluran kredit pada sektor hotel dan restoran memiliki pangsa terbesar dibandingkan sektor usaha lain di DIY. Selain itu, penyaluran kredit ke sektor industri juga mengalami pertumbuhan signifikan yaitu mencapai 25,95% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami perlambatan 0,26%. Pertumbuhan beberapa sektor usaha yang kemudian berdampak pada peningkatan penyaluran kredit korporasi disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan likuiditas sektor-sektor dimaksud menghadapi momen ramadhan, lebaran, dan liburan sekolah. Sementara itu, kredit sektor real estate yang pada Triwulan I 2017 tumbuh 39,13% (yoy) kini melambat menjadi 1,97% (yoy). Hal ini disebabkan oleh tren menurunnya pertumbuhan penyaluran kredit ke sektor real estate pada tahun 2017 dibandingkan tahun 2016 yang terus bertumbuh sejak awal tahun hingga Triwulan III.

Grafik 4.1 Proporsi Kredit Sektor Korporasi

Grafik 4.2 Proporsi Kredit Sektor Korporasi per jenis Penggunaan

Berdasarkan jenis penggunaannya,

pertumbuhan kredit korporasi didorong oleh kredit

modal kerja dan kredit investasi yang keduanya

memiliki pangsa terbesar dalam penyaluran kredit

korporasi. Pertumbuhan kredit modal kerja meningkat dari 3,88% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 18,98% (yoy) pada triwulan laporan, sementara kredit investasi tumbuh lebih lambat dari 20,15% (yoy) menjadi 14,24%

Page 63: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

63

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 4 - Stabilitas Keuangan Daerah

Stabilitas Keuangan Daerah di DIY relatif terjaga. Hal ini tercermin dari indikator ketahanan sektor korporasi,

rumah tangga, maupun kinerja perbankan. Penyaluran kredit korporasi tumbuh meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya, dengan NPL masih terkendali di bawah ambang batas 5%. Di sektor rumah tangga, beberapa indikator

yang menggambarkan kondisi stabilitas keuangan daerah menunjukkan arah yang positif, antara lain pertumbuhan

kredit konsumsi dan kredit sektor rumah tangga yang meningkat. Namun demikian, pertumbuhan sektor korporasi

dan rumah tangga tersebut belum mampu mendorong pertumbuhan sektor perbankan sehingga terjadi perlambatan

pada kinerja perbankan di DIY. Meskipun secara umum stabilitas keuangan daerah di DIY terjaga, terjadinya

perlambatan di sektor perbankan perlu diperhatikan.

4.1. Ketahanan Sektor Korporasi

Sejalan dengan pertumbuhan ekonomi DIY

yang meningkat dari 5,12% (yoy) Triwulan I 2017

menjadi 5,17% (yoy) Triwulan II 2017, penyaluran

kredit korporasi juga tumbuh dari 11,97% (yoy)

triwulan sebelumnya menjadi 16,28% (yoy)

triwulan ini. Pertumbuhan tersebut didorong oleh ekspansi kredit korporasi perbankan ke beberapa sektor seperti perdagangan, hotel dan restoran, serta industri pengolahan. Penyaluran kredit pada sektor perdagangan tumbuh sebesar 27,61% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan Triwulan I 2017 dengan pertumbuhan 25,87% (yoy). Kredit ke sektor hotel dan restoran bahkan mampu tumbuh lebih tinggi, yaitu dari 1,12% (yoy) Triwulan I 2017 menjadi 10,81% di Triwulan II 2017. Dengan demikian sektor tersebut memiliki kontribusi terbesar pada pertumbuhan kredit korporasi mengingat penyaluran kredit pada sektor hotel dan restoran memiliki pangsa terbesar dibandingkan sektor usaha lain di DIY. Selain itu, penyaluran kredit ke sektor industri juga mengalami pertumbuhan signifikan yaitu mencapai 25,95% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang mengalami perlambatan 0,26%. Pertumbuhan beberapa sektor usaha yang kemudian berdampak pada peningkatan penyaluran kredit korporasi disebabkan oleh meningkatnya kebutuhan likuiditas sektor-sektor dimaksud menghadapi momen ramadhan, lebaran, dan liburan sekolah. Sementara itu, kredit sektor real estate yang pada Triwulan I 2017 tumbuh 39,13% (yoy) kini melambat menjadi 1,97% (yoy). Hal ini disebabkan oleh tren menurunnya pertumbuhan penyaluran kredit ke sektor real estate pada tahun 2017 dibandingkan tahun 2016 yang terus bertumbuh sejak awal tahun hingga Triwulan III.

Grafik 4.1 Proporsi Kredit Sektor Korporasi

Grafik 4.2 Proporsi Kredit Sektor Korporasi per jenis Penggunaan

Berdasarkan jenis penggunaannya,

pertumbuhan kredit korporasi didorong oleh kredit

modal kerja dan kredit investasi yang keduanya

memiliki pangsa terbesar dalam penyaluran kredit

korporasi. Pertumbuhan kredit modal kerja meningkat dari 3,88% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 18,98% (yoy) pada triwulan laporan, sementara kredit investasi tumbuh lebih lambat dari 20,15% (yoy) menjadi 14,24%

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 4 - Stabilitas Keuangan Daerah

4.2. Ketahanan Sektor Rumah Tangga

(yoy). Namun demikian, karena pangsa kredit modal kerja dan kredit investasi yang tidak jauh berbeda yaitu masing-masing 47,2% dan 52,7% serta kenaikan pertumbuhan kredit modal kerja yang jauh lebih tinggi dibandingkan perlambatan kredit investasi, maka kredit yang disalurkan ke sektor korporasi di DIY secara keseluruhan tumbuh. Dibandingkan Triwulan I 2017, pada triwulan laporan terjadi pergeseran pangsa kredit investasi dan modal kerja di sektor korporasi, kredit modal kerja yang semula tercatat sebesar 45,8% kini meningkat menjadi 47,2%, sedangkan pangsa kredit investasi turun dari 54,1% menjadi 52,7%. Pergeseran tersebut dipengaruhi oleh momentum lebaran dan liburan di mana beberapa sektor lapangan usaha seperti perdagangan serta hotel dan restoran memerlukan modal kerja lebih tinggi.

Grafik 4.3 Perkembangan Kredit Korporasi Sektor Utama DIY

Pertumbuhan penyaluran kredit sektor

korporasi diikuti oleh membaiknya kualitas kredit

yang tercermin dari penurunan NPL dari 2,66% pada

Triwulan I 2017 menjadi 2,56% pada Triwulan II

2017. Penurunan NPL tersebut dipengaruhi oleh turunnya NPL pada sektor hotel dan restoran dari 4,97% menjadi 4,94%, industri pengolahan dari 0,90% menjadi 0,88%, dan konstruksi dari 1,07% menjadi 0,89%; sedangkan NPL kredit korporasi ke sektor perdagangan mengalami peningkatan dari 3,08% menjadi 3,22%. Sementara itu, rasio NPL sektor pertanian bertahan di angka 0% pada triwulan laporan.

Grafik 4.4 Perkembangan NPL Kredit Korporasi Sektor Utama DIY

4.3. Sumber Kerentanan dan Kondisi Sektor Rumah Tangga

Struktur PDRB DIY Triwulan II 2017

menunjukkan bahwa 69,4% dipengaruhi oleh

konsumsi rumah tangga, sedangkan pertumbuhan

ekonomi DIY sebesar 5,17% (yoy) didorong oleh

pertumbuhan pengeluaran konsumsi didorong

oleh konsumsi rumah tangga, yaitu sebesar 5,47%.

Sejalan dengan hal tersebut, penyaluran kredit

konsumsi oleh perbankan1 di DIY juga meningkat

dari 7,44% (yoy) pada Triwulan I 2017 menjadi

8,13% (yoy) pada triwulan laporan. Hal tersebut sejalan dengan survei konsumen yang dilakukan oleh Bank Indonesia yang menunjukkan bahwa Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) mengalami peningkatan. Peningkatan IKK menunjukkan peningkatan dalam kemampuan konsumsi masyarakat secara umum dan dapat menjadi indikator pulihnya daya beli masyarakat sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi DIY lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Rata-rata IKK pada Triwulan II 2017 tercatat sebesar 135,89% atau meningkat dibandingkan Triwulan I 2017 dengan indeks 134,39%. Meningkatnya optimisme konsumen pada Triwulan II 2017 tersebut disebabkan oleh kenaikan Indeks Ekonomi Saaat Ini (IKE) dan Indeks Ekspektasi Konsumen (IEK), terutama peningkatan ketersediaan 1 Bank Umum dan BPR konvensional

Page 64: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

64

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 4 - Stabilitas Keuangan Daerah

lapangan kerja saat ini dan ekspektasi ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yang akan datang. Peningkatan ketersediaan lapangan kerja pada akhirnya berdampak pada peningkatan penghasilan konsumen dan ketepatan waktu pembelian barang tahan lama.

4.4. Dana Pihak Ketiga Perseorangan di

Perbankan

Berbanding terbalik dengan pertumbuhan

pengeluaran konsumsi rumah tangga yang

mengalami peningkatan pertumbuhan dari

5,04% pada Triwulan sebelumnya menjadi 5,47%

pada Triwulan laporan, DPK Rumah Tangga atau

perseorangan justru mengalami perlambatan.

DPK RT tercatat melambat dari 14,98% menjadi 12,40%. Kondisi ini ditengarai masih berkaitan dengan momentum ramadhan dan lebaran sehingga kebutuhan konsumsi menjadi prioritas masyarakat dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut terjadi kecenderungan untuk menarik simpanan di bank. Sejalan dengan pola historisnya, sektor RT masih mendominasi pangsa DPK

Grafik 4.5 Perkembangan Dana Pihak Ketiga Perseorangan

Grafik 4.6 Komposisi Dana Pihak Ketiga Perseorangan

perbankan yaitu mencapai 73,71% pada Triwulan II 2017 atau sedikit lebih rendah dibandingkan Triwulan sebelumnya sebesar 74,19%. Hal tersebut menunjukkan besarnya ketergantungan sektor perbankan di DIY pada sektor rumah tangga. Berdasarkan jenisnya, preferensi simpanan Rumah Tangga masih didominasi oleh tabungan yaitu mencapai 66,07%, sedangkan deposito dan giro masing-masing sebesar 31,26% dan 2,67%. Kecenderungan tersebut terjadi dari waktu ke waktu yang menunjukkan bahwa tujuan menabung mayoritas masyarakat adalah untuk tujuan berjaga-jaga. Tabungan RT Triwulan I 2017 melambat dari 15,07% (yoy) menjadi 11,04% (yoy) pada Triwulan II 2017 atau sejalan dengan Giro RT yang melambat dari 9,41% (yoy) menjadi 5,70%.

Sementara itu, Deposito RT tumbuh meningkat dari 15,31% pada triwulan sebelumnya menjadi 16,02% (yoy) pada triwulan laporan. Terjadinya peningkatan pertumbuhan penempatan pada simpanan deposito merupakan salah satu indikator meningkatnya kemampuan keuangan sektor rumah tangga mengingat jenis simpanan ini memiliki jangka waktu yang lebih panjang. Dengan mempertimbangkan beberapa faktor di atas, meskipun DPK RT mengalami perlambatan secara keseluruhan kondisi keuangan rumah tangga DIY masih terjaga.

4.5. Kredit Perseorangan di Perbankan

Sejalan dengan pertumbuhan kredit

konsumsi, kredit sektor RT tumbuh meningkat

menjadi 9,27% (yoy) pada Triwulan II 2017

dibandingkan 8,15% pada triwulan sebelumnya.

Dilihat dari jenis penggunaannya, peningkatan pertumbuhan kredit RT terjadi pada kredit kepemilikan rumah (KPR), kredit kepemilikan ruko/rukan (KPR Ruko), kredit multiguna, dan kredit lainnya. Sementara kredit kendaraan bermotor (KKB) dan kredit kepemilikan apartemen (KPA) mengalami perlambatan yang lebih besar dibandingkan posisi Triwulan I 2017. Berdasarkan data triwulanan selama satu tahun terakhir, komposisi kredit RT didominasi oleh kredit multiguna dan kredit KPR masing-masing sebesar 49,98% dan 33,53% posisi Triwulan II 2017.

Page 65: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

65

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 4 - Stabilitas Keuangan Daerah

lapangan kerja saat ini dan ekspektasi ketersediaan lapangan kerja 6 bulan yang akan datang. Peningkatan ketersediaan lapangan kerja pada akhirnya berdampak pada peningkatan penghasilan konsumen dan ketepatan waktu pembelian barang tahan lama.

4.4. Dana Pihak Ketiga Perseorangan di

Perbankan

Berbanding terbalik dengan pertumbuhan

pengeluaran konsumsi rumah tangga yang

mengalami peningkatan pertumbuhan dari

5,04% pada Triwulan sebelumnya menjadi 5,47%

pada Triwulan laporan, DPK Rumah Tangga atau

perseorangan justru mengalami perlambatan.

DPK RT tercatat melambat dari 14,98% menjadi 12,40%. Kondisi ini ditengarai masih berkaitan dengan momentum ramadhan dan lebaran sehingga kebutuhan konsumsi menjadi prioritas masyarakat dan untuk memenuhi kebutuhan tersebut terjadi kecenderungan untuk menarik simpanan di bank. Sejalan dengan pola historisnya, sektor RT masih mendominasi pangsa DPK

Grafik 4.5 Perkembangan Dana Pihak Ketiga Perseorangan

Grafik 4.6 Komposisi Dana Pihak Ketiga Perseorangan

perbankan yaitu mencapai 73,71% pada Triwulan II 2017 atau sedikit lebih rendah dibandingkan Triwulan sebelumnya sebesar 74,19%. Hal tersebut menunjukkan besarnya ketergantungan sektor perbankan di DIY pada sektor rumah tangga. Berdasarkan jenisnya, preferensi simpanan Rumah Tangga masih didominasi oleh tabungan yaitu mencapai 66,07%, sedangkan deposito dan giro masing-masing sebesar 31,26% dan 2,67%. Kecenderungan tersebut terjadi dari waktu ke waktu yang menunjukkan bahwa tujuan menabung mayoritas masyarakat adalah untuk tujuan berjaga-jaga. Tabungan RT Triwulan I 2017 melambat dari 15,07% (yoy) menjadi 11,04% (yoy) pada Triwulan II 2017 atau sejalan dengan Giro RT yang melambat dari 9,41% (yoy) menjadi 5,70%.

Sementara itu, Deposito RT tumbuh meningkat dari 15,31% pada triwulan sebelumnya menjadi 16,02% (yoy) pada triwulan laporan. Terjadinya peningkatan pertumbuhan penempatan pada simpanan deposito merupakan salah satu indikator meningkatnya kemampuan keuangan sektor rumah tangga mengingat jenis simpanan ini memiliki jangka waktu yang lebih panjang. Dengan mempertimbangkan beberapa faktor di atas, meskipun DPK RT mengalami perlambatan secara keseluruhan kondisi keuangan rumah tangga DIY masih terjaga.

4.5. Kredit Perseorangan di Perbankan

Sejalan dengan pertumbuhan kredit

konsumsi, kredit sektor RT tumbuh meningkat

menjadi 9,27% (yoy) pada Triwulan II 2017

dibandingkan 8,15% pada triwulan sebelumnya.

Dilihat dari jenis penggunaannya, peningkatan pertumbuhan kredit RT terjadi pada kredit kepemilikan rumah (KPR), kredit kepemilikan ruko/rukan (KPR Ruko), kredit multiguna, dan kredit lainnya. Sementara kredit kendaraan bermotor (KKB) dan kredit kepemilikan apartemen (KPA) mengalami perlambatan yang lebih besar dibandingkan posisi Triwulan I 2017. Berdasarkan data triwulanan selama satu tahun terakhir, komposisi kredit RT didominasi oleh kredit multiguna dan kredit KPR masing-masing sebesar 49,98% dan 33,53% posisi Triwulan II 2017.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 4 - Stabilitas Keuangan Daerah

Kredit KPR mengalami pertumbuhan

yang meningkat dari 5,83% (yoy) pada Triwulan I

2017 menjadi 8,48% (yoy) pada triwulan laporan.

Peningkatan terutama terjadi pada rumah tipe 21

dengan peningkatan pertumbuhan 13,73% (yoy)

pada triwulan laporan dibandingkan 7,65% (yoy)

pada Triwulan I 2017. KPR untuk rumah tipe 22 sampai dengan 70 tumbuh sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya yaitu dari 11,17% (yoy) menjadi 11,68% (yoy) pada triwulan laporan.

Grafik 4.8 Komposisi Giro, tabungan, dan Deposito Perseorangan

Grafik 4.9 Perkembangan Pembiayaan Sektor Rumah Tangga per Jenis Penggunaan

Selain itu, ditengah perlambatan KPA dari -6,09% (yoy) pada Triwulan I 2017 menjadi -7,57 (yoy) pada posisi laporan, kredit kepemilikan flat atau apartemen tipe 20 sampai dengan 70 masih mampu tumbuh 14,95% (yoy) atau meningkat dari 7,31% (yoy) pada posisi Triwulan I 2017. Meningkatnya kredit KPR secara keseluruhan disinyalir karena tetap tingginya minat masyarakat baik yang berdomisili di DIY maupun di luar DIY untuk memiliki tempat hunian di DIY baik untuk

kepentingan investasi, sebagai tempat singgah, maupun sebagai tempat tinggal untuk anak/keluarga yang melanjutkan studi di DIY. Sementara itu, perlambatan penyaluran kredit KPA yang terus terjadi sejak Triwulan III 2015 hingga Triwulan II 2017 antara lain disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan pembangunan apartemen di DIY.

Grafik 4.10 Pertumbuhan KPR per Tipe

Kredit kepemilikan kendaraan kembali

menunjukkan tren pertumbuhan negatif, dengan

pertumbuhan pada Triwulan II 2017 sebesar

-15,28% (yoy) atau lebih rendah dibandingkan

triwulan sebelumnya yang sebesar -9,55% (yoy). Penurunan KKB terutama terjadi pada kredit kepemilikan sepeda motor yang mencapai -36,95% (yoy) dan kredit kendaraan roda empat yang mengalami pertumbuhan -12,47%. Meskipun kredit kendaraan roda enam atau lebih mampu tumbuh 60,66% (yoy), namun karena pangsanya yang kecil maka tidak cukup mendorong kredit KKB secara keseluruhan. Dapat dijelaskan bahwa kredit KKB di perbankan DIY semakin menurun dari waktu ke waktu. Kondisi tersebut disebabkan karena adanya kebijakan pada tingkat kantor pusat bank untuk mengalihkan kredit KKB mereka ke perusahaan pembiayaan yang mayoritas adalah anak perusahaan masing-masing bank, sehingga proses pemberian dan penanganan kredit lebih fokus dan efisien.

Page 66: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

66

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 4 - Stabilitas Keuangan Daerah

Kredit multiguna yang mendominasi

penyaluran kredit Rumah Tangga mengalami

sedikit peningkatan pertumbuhan dari 7,28% (yoy)

pada Triwulan I 2017 menjadi 7,97% pada triwulan

laporan. Pertumbuhan tersebut menunjukkan adanya peningkatan pola konsumsi masyarakat untuk barang-barang konsumsi habis pakai (diluar barang tahan lama seperti rumah dan kendaraan). Hal ini sejalan dengan peningkatan pertumbuhan konsumsi yang lebih tinggi pada Triwulan II 2017 yaitu 5,47% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,04% (yoy).

Grafik 4.11 Posisi NPL Sektor Rumah Tangga per Jenis Penggunaan

Tabel 4.1 Indikator Perbankan di DIY

Tabel 4.2 Indikator Bank Umum di DIY

Risiko kredit Rumah Tangga pada Triwulan

II 2017 masih terjaga dengan rasio NPL 1,09% atau

jauh di bawah ambang batas 5%. Relatif rendahnya risiko kredit RT pada perbankan di DIY didorong oleh rasio NPL kredit multiguna yang rendah pada Triwulan laporan yaitu 0,74%, penurunan NPL kredit KKB dari 1,99% pada Triwulan sebelumnya menjadi 1,79% pada Triwulan II 2017, dan penurunan secara signifikan NPL kredit KPR Ruko dari 8,63% pada Triwulan I 2017 menjadi 1,86% pada triwulan laporan. Namun demikian penurunan NPL kredit KPR Ruko tersebut tidak banyak berpengaruh pada NPL keseluruhan mengingat pangsanya yang kecil terhadap kredit RT yaitu hanya 2,25%.

4.6. Perkembangan Perbankan di DIY

Kinerja perbankan di DIY pada Triwulan II 2017 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yang terlihat dari indikator pertumbuhan aset, DPK maupun kredit. Aset tumbuh melambat dari 13,29% (yoy) menjadi 12,32% (yoy). Penyaluran kredit juga tercatat melambat dari 13,67% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 11,25% (yoy) pada triwulan laporan. Demikian halnya dengan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) Triwulan II 2017 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, dari tumbuh 14,05% (yoy) menjadi 13,46% (yoy).

Page 67: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

67

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 4 - Stabilitas Keuangan Daerah

Kredit multiguna yang mendominasi

penyaluran kredit Rumah Tangga mengalami

sedikit peningkatan pertumbuhan dari 7,28% (yoy)

pada Triwulan I 2017 menjadi 7,97% pada triwulan

laporan. Pertumbuhan tersebut menunjukkan adanya peningkatan pola konsumsi masyarakat untuk barang-barang konsumsi habis pakai (diluar barang tahan lama seperti rumah dan kendaraan). Hal ini sejalan dengan peningkatan pertumbuhan konsumsi yang lebih tinggi pada Triwulan II 2017 yaitu 5,47% (yoy) dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 5,04% (yoy).

Grafik 4.11 Posisi NPL Sektor Rumah Tangga per Jenis Penggunaan

Tabel 4.1 Indikator Perbankan di DIY

Tabel 4.2 Indikator Bank Umum di DIY

Risiko kredit Rumah Tangga pada Triwulan

II 2017 masih terjaga dengan rasio NPL 1,09% atau

jauh di bawah ambang batas 5%. Relatif rendahnya risiko kredit RT pada perbankan di DIY didorong oleh rasio NPL kredit multiguna yang rendah pada Triwulan laporan yaitu 0,74%, penurunan NPL kredit KKB dari 1,99% pada Triwulan sebelumnya menjadi 1,79% pada Triwulan II 2017, dan penurunan secara signifikan NPL kredit KPR Ruko dari 8,63% pada Triwulan I 2017 menjadi 1,86% pada triwulan laporan. Namun demikian penurunan NPL kredit KPR Ruko tersebut tidak banyak berpengaruh pada NPL keseluruhan mengingat pangsanya yang kecil terhadap kredit RT yaitu hanya 2,25%.

4.6. Perkembangan Perbankan di DIY

Kinerja perbankan di DIY pada Triwulan II 2017 mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya, yang terlihat dari indikator pertumbuhan aset, DPK maupun kredit. Aset tumbuh melambat dari 13,29% (yoy) menjadi 12,32% (yoy). Penyaluran kredit juga tercatat melambat dari 13,67% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 11,25% (yoy) pada triwulan laporan. Demikian halnya dengan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK) Triwulan II 2017 tumbuh melambat dibandingkan triwulan sebelumnya, dari tumbuh 14,05% (yoy) menjadi 13,46% (yoy).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 4 - Stabilitas Keuangan Daerah

Prosentase peningkatan kredit yang diberikan yang lebih besar dibandingkan prosentase peningkatan DPK menyebabkan peningkatan rasio LDR dari 62,76% menjadi 63,27%. Dengan rasio LDR tersebut, masih terdapat dana idle di perbankan DIY yang dapat disalurkan dalam bentuk kredit, sehingga fungsi intermediasi perbankan DIY semakin optimal. Dari sisi risiko, perlambatan volume usaha perbankan DIY diikuti oleh peningkatan risiko kredit yang terlihat dari peningkatan NPL dari 2,89% pada Triwulan I 2017 menjadi 2,93% pada Triwulan laporan. Meskipun masih di bawah target indikatif 5%, peningkatan NPL tersebut perlu mendapat perhatian.

Grafik 4.13 Komposisi DPK Bank Umum di DIY

Grafik 4.12 Perkembangan DPK Bank Umum di DIY

4.7. Perkembangan Bank Umum

Kinerja bank umum di DIY pada Triwulan

II 2017 mengalami perlambatan dibandingkan

triwulan sebelumnya, yang tercermin dari indikator

aset, DPK maupun kredit. Aset tumbuh melambat dari 13,38% (yoy) menjadi 12,50% (yoy). Penyaluran kredit juga tercatat tumbuh melambat dari 13,81% pada Triwulan I 2017 menjadi 11,20% pada Triwulan II 2017. Demikian juga dengan penghimpunan DPK mengalami perlambatan menjadi 13,77% (yoy) pada bulan laporan dari triwulan sebelumnya 14,12%.

Prosentase peningkatan kredit yang lebih besar dari prosentase peningkatan DPK menyebabkan rasio LDR meningkat dari 59,90% pada Triwulan I 2017 menjadi 60,23% pada Triwulan laporan. Mengacu pada rasio tersebut, fungsi intermediasi bank umum di DIY sebenarnya masih berpotensi untuk ditingkatkan. Sementara itu, risiko kredit masih relatif terjaga meskipun perlu mendapatkan perhatian karena terdapat kecenderungan meningkat sejak Triwulan I 2016. Rasio NPL kembali meningkat pada Triwulan II 2017 menjadi

2,60% dari triwulan sebelumnya 2,58%.

4.8. Perkembangan Penghimpunan Dana

Melambatnya pertumbuhan DPK pada Triwulan II 2017 terutama didorong oleh melambatnya pertumbuhan tabungan. Pada Triwulan II 2017, tabungan tumbuh sebesar 10,18% yoy) atau melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang tumbuh 13,83%. Sedangkan deposito dan giro masing-masing tumbuh meningkat dibandingkan periode sebelumnya yaitu dari 11,56% (yoy) menjadi 14,80% (yoy) dan dari 22,21% menjadi 27,34%. Kenaikan pertumbuhan deposito dan giro tersebut tidak dapat mendorong peningkatan pertumbuhan DPK mengingat komposisi DPK terbesar adalah tabungan.

Page 68: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

68

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 4 - Stabilitas Keuangan Daerah

Berdasarkan golongan nasabah, perlambatan DPK diantaranya dipengaruhi oleh penurunan pertumbuhan DPK sektor swasta khususnya perseorangan yaitu dari tumbuh 12,65% pada Triwulan I 2017 menjadi 10,12% pada triwulan laporan.

Secara umum, DPK bank umum di DIY

masih didominasi oleh tabungan dengan proporsi

mencapai 52,44% dari keseluruhan DPK. Hal ini menunjukkan bahwa bank umum di DIY masih memiliki ketergantungan yang cukup besar pada dana jangka pendek, sehingga bank harus senantiasa menjaga rasio likuiditasnya. Sebaliknya dengan pengelolaan yang baik, dari sisi biaya bank di DIY berpotensi untuk beroperasi lebih efisien karena dana jangka pendek relatif lebih murah. Dengan demikian diharapkan bank dapat meningkatkan pembiayaan dengan tingkat harga yang bersaing, serta mampu memupuk permodalan melalui pembentukan laba sebagai upaya menjaga keberlangsungan bisnis bank. Terjaganya stabilitas keuangan DIY tentunya sangat dipengaruhi oleh kondisi umum perbankan di DIY.

Tabel 4.3 Sebaran DPK Berdasarkan Kelompok Nilai

Grafik 4.13 Komposisi DPK Bank Umum di DIY

Dilihat dari jumlah rekeningnya, sebaran

DPK di DIY masih didominasi oleh rekening dibawah

100 juta dengan proporsi mencapai 98,14% dari

keseluruhan jumlah rekening. Namun apabila dilihat dari nominal simpanan, maka simpanan diatas 1 miliar masih memegang porsi terbesar dari keseluruhan DPK bank umum. Meski jumlah rekening simpanan di atas 1 miliar hanya sebesar 0,12% dari keseluruhan jumlah rekening DPK di DIY, namun proporsi nominal simpanannya mencapai 35,06% dari keseluruhan jumlah DPK pada Triwulan II 2017 yang mencapai Rp 53.601 miliar. Secara umum sebaran DPK di DIY relatif merata sehingga bank tidak memiliki ketergantungan yang tinggi pada deposan besar.

4.9 Perkembangan Penyaluran Kredit

Penyaluran kredit bank umum di DIY pada

Triwulan II 2017 sedikit mengalami perlambatan. Hal ini ditunjukkan oleh turunnya pertumbuhan kredit dari 13,81% (yoy) pada Triwulan I 2017 menjadi 11,20% (yoy) pada Triwulan II 2017. Penurunan pertumbuhan kredit tersebut antara lain disebabkan oleh kehati-hatian perbankan di DIY terhadap kecenderungan meningkatnya risiko kredit sejak awal 2016 lalu, dan kondisi perekonomian nasional yang belum menunjukkan pertumbuhan seperti yang diharapkan. Sejak Triwulan I 2016, NPL bank umum di DIY mengalami peningkatan cukup signifikan dari di bawah 2% menjadi rata-rata di atas 2%. Permasalahan ini tidak hanya terjadi di Yogyakarta, tetapi merupakan fenomena nasional. Namun demikian, dilihat dari ketahanan sektor keuangan nilai NPL tersebut masih relatif terkendali.

Penurunan pertumbuhan kredit terutama

tejadi pada kredit investasi dan modal kerja. Kredit investasi tercatat tumbuh sebesar 10,51% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mampu tumbuh sebesar 22,85% (yoy). Kredit modal kerja juga mengalami perlambatan dari 14,30% (yoy) pada Triwulan I 2017 menjadi 13,41% (yoy). Penurunan pertumbuhan kredit investasi sejalan dengan perlambatan investasi dalam komponen PDRB yang menurun dari 6,35% (yoy) menjadi 4,56 (yoy). Di sisi lain, kredit konsumsi mampu tumbuh sebesar 9,27% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan Triwulan I 2017

Page 69: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

69

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 4 - Stabilitas Keuangan Daerah

Berdasarkan golongan nasabah, perlambatan DPK diantaranya dipengaruhi oleh penurunan pertumbuhan DPK sektor swasta khususnya perseorangan yaitu dari tumbuh 12,65% pada Triwulan I 2017 menjadi 10,12% pada triwulan laporan.

Secara umum, DPK bank umum di DIY

masih didominasi oleh tabungan dengan proporsi

mencapai 52,44% dari keseluruhan DPK. Hal ini menunjukkan bahwa bank umum di DIY masih memiliki ketergantungan yang cukup besar pada dana jangka pendek, sehingga bank harus senantiasa menjaga rasio likuiditasnya. Sebaliknya dengan pengelolaan yang baik, dari sisi biaya bank di DIY berpotensi untuk beroperasi lebih efisien karena dana jangka pendek relatif lebih murah. Dengan demikian diharapkan bank dapat meningkatkan pembiayaan dengan tingkat harga yang bersaing, serta mampu memupuk permodalan melalui pembentukan laba sebagai upaya menjaga keberlangsungan bisnis bank. Terjaganya stabilitas keuangan DIY tentunya sangat dipengaruhi oleh kondisi umum perbankan di DIY.

Tabel 4.3 Sebaran DPK Berdasarkan Kelompok Nilai

Grafik 4.13 Komposisi DPK Bank Umum di DIY

Dilihat dari jumlah rekeningnya, sebaran

DPK di DIY masih didominasi oleh rekening dibawah

100 juta dengan proporsi mencapai 98,14% dari

keseluruhan jumlah rekening. Namun apabila dilihat dari nominal simpanan, maka simpanan diatas 1 miliar masih memegang porsi terbesar dari keseluruhan DPK bank umum. Meski jumlah rekening simpanan di atas 1 miliar hanya sebesar 0,12% dari keseluruhan jumlah rekening DPK di DIY, namun proporsi nominal simpanannya mencapai 35,06% dari keseluruhan jumlah DPK pada Triwulan II 2017 yang mencapai Rp 53.601 miliar. Secara umum sebaran DPK di DIY relatif merata sehingga bank tidak memiliki ketergantungan yang tinggi pada deposan besar.

4.9 Perkembangan Penyaluran Kredit

Penyaluran kredit bank umum di DIY pada

Triwulan II 2017 sedikit mengalami perlambatan. Hal ini ditunjukkan oleh turunnya pertumbuhan kredit dari 13,81% (yoy) pada Triwulan I 2017 menjadi 11,20% (yoy) pada Triwulan II 2017. Penurunan pertumbuhan kredit tersebut antara lain disebabkan oleh kehati-hatian perbankan di DIY terhadap kecenderungan meningkatnya risiko kredit sejak awal 2016 lalu, dan kondisi perekonomian nasional yang belum menunjukkan pertumbuhan seperti yang diharapkan. Sejak Triwulan I 2016, NPL bank umum di DIY mengalami peningkatan cukup signifikan dari di bawah 2% menjadi rata-rata di atas 2%. Permasalahan ini tidak hanya terjadi di Yogyakarta, tetapi merupakan fenomena nasional. Namun demikian, dilihat dari ketahanan sektor keuangan nilai NPL tersebut masih relatif terkendali.

Penurunan pertumbuhan kredit terutama

tejadi pada kredit investasi dan modal kerja. Kredit investasi tercatat tumbuh sebesar 10,51% (yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya yang hanya mampu tumbuh sebesar 22,85% (yoy). Kredit modal kerja juga mengalami perlambatan dari 14,30% (yoy) pada Triwulan I 2017 menjadi 13,41% (yoy). Penurunan pertumbuhan kredit investasi sejalan dengan perlambatan investasi dalam komponen PDRB yang menurun dari 6,35% (yoy) menjadi 4,56 (yoy). Di sisi lain, kredit konsumsi mampu tumbuh sebesar 9,27% (yoy) atau lebih tinggi dibandingkan Triwulan I 2017

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 4 - Stabilitas Keuangan Daerah

yang tumbuh 8,15%. Hal tersebut juga sejalan dengan peningkatan pengeluaran konsumsi masyarakat DIY yang tumbuh 5,47% (yoy).

Dilihat dari jumlah rekeningnya, penyaluran

kredit di bawah 100 juta masih mendominasi yakni

mencapai 75,64%. Kondisi ini menunjukkan bahwa sebagian besar penyaluran kredit bank umum ditujukan untuk kelompok usaha kecil dan menengah. Hal ini sesuai dengan karakteristik perekonomian DIY yang didominasi oleh sektor UMKM. Sementara penyaluran kredit untuk nominal di atas 1 miliar, walaupun hanya 12,67% dari keseluruhan jumlah rekening penyaluran, namun proporsinya mencapai 53,91%. Hal ini menunjukkan bahwa secara nominal perbankan di DIY masih bergantung pada nasabah besar yang melakukan peminjaman dengan nominal tinggi.

4.10. Penyaluran Kredit ke Sektor Utama

Secara sektoral, kredit Bank Umum di DIY

sebagian besar disalurkan ke sektor perdagangan,

industri pengolahan, penyediaan akomodasi dan

makan minum (hotel dan restoran), serta sektor

konstruksi. Pangsa penyaluran kredit yang cukup besar pada empat sektor ini sejalan dengan struktur perekonomian DIY yang memang sebagian besar ditopang oleh sektor-sektor tersebut. Dilihat dari pangsanya, kredit ke sektor perdagangan mendominasi penyaluran kredit secara sektoral dengan proporsi mencapai 28,35% (Rp 9.153 miliar) dari total kredit yang disalurkan oleh Bank Umum pada Triwulan II 2017 yang mencapai Rp32.284 miliar, kemudian diikuti oleh sektor industri pengolahan dengan jumlah kredit yang disalurkan mencapai Rp2.554 miliar atau 7,91% dari total kredit.

Pada Triwulan II 2017, penyaluran kredit

ke beberapa sektor ekonomi tumbuh meningkat

dibandingkan triwulan sebelumnya. Kredit ke sektor pertanian tumbuh sebesar 6,71% (yoy), meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya yang melambat sebesar 2,49% (yoy). Fakta ini sejalan dengan musim tanam 2 (MT2) yang berlangsung dari awal hingga pertengahan Maret sampai dengan akhir Juni. Kredit sektor perikanan meningkat dari 6,20% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 9,08% (yoy) pada triwulan laporan, dan kredit ke sektor industri pengolahan tumbuh meningkat dari 29,59% (yoy) menjadi 38,17% (yoy) pada triwulan laporan. Kredit ke sektor jasa pendidikan tumbuh meningkat dari 16,87% (yoy) menjadi 66,72% (yoy) pada triwulan laporan. Demikian pula dengan kredit sektor jasa kesehatan tumbuh dari 39,47% (yoy) menjadi 45,47% (yoy).

Kondisi yang berbeda terjadi pada kredit di

sektor penyediaan akomodasi dan makan minum

(hotel dan restoran) yang tumbuh melambat, dari 2,65% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 1,31% (yoy) pada triwulan laporan. Perlambatan penyaluran kredit

Grafik 4.15 Proporsi Penyaluran Kredit Bank Umum

Tabel 4.4 Sebaran Kredit Berdasarkan kelompok Nilai

Page 70: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

70

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 4 - Stabilitas Keuangan Daerah

Grafik 4.17 Perkembangan Kredit Industri Pengolahan

Grafik 4.18 Perkembangan Kredit Perdagangan

di sektor ini sejalan dengan perlambatan pertumbuhan sektor penyediaan akomodasi dan makan minum yang tumbuh sebesar 4,72% (yoy) pada Triwulan II 2017, lebih rendah dibandingkan Triwulan I 2017 yang tumbuh sebesar 7,33% (yoy). Beberapa faktor yang menyebabkan perlambatan kredit sektor hotel dan restoran antara lain persaingan yang tinggi di sektor ini sehingga berdampak pada kemampuan mengembalikan kredit yang tercermin pada meningkatnya NPL dari 6,15% menjadi 9,04%; dan moratorium ijin pembangunan hotel di Kota Yogyakarta yang diperpanjang hingga akhir tahun 2017. Kredit sektor perdagangan juga tumbuh melambat dari 15,84% (yoy) menjadi 8,81% (yoy) pada triwulan laporan.

Secara sektoral, sektor hotel dan restoran

merupakan penyumbang NPL sektoral tertinggi.

Diperlukan upaya serius untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh sektor ini mengingat NPL yang jauh di atas ambang batas 5%, disamping terdapat kecenderungan yang meningkat. Selain itu, NPL kredit sektor perdagangan meskipun masih di bawah 5% yaitu 3,08%; perlu diwaspadai karena menunjukkan peningkatan dibandingkan Triwulan I 2017 yang sebesar 2,89%. Risiko kredit ke sektor transportasi dan real

estate juga meningkat seiring dengan kenaikan NPL masing-masing pada Triwulan II 2017 menjadi 4,09% dan 3,42%. Di sisi lain, terdapat perbaikan kualitas kredit pada sektor industri pengolahan, pertanian, tambang, dan konstruksi.

Secara umum suku bunga simpanan di bank umum relatif stabil atau tidak terjadi perubahan secara signifikan dibandingkan Triwulan I 2017. Jasa giro dan suku bunga tabungan mengalami sedikit penurunan dibandingkan posisi triwulan sebelumnya yaitu masing-masing turun dari 1,90% menjadi 1,83% dan turun dari 1,34% menjadi 1,33%. Sementara itu suku bunga deposito meningkat tipis dari 1,33% menjadi 1,34%. Tren penurunan suku bunga masih terus berlanjut pada jenis simpanan deposito dan tabungan. Dilihat dari kegiatan usaha perbankan, imbal hasil yang ditawarkan oleh perbankan syariah lebih tinggi dibandingkan suku bunga bank konvensional, yaitu equivalent rate 3,48% untuk bank syariah dan 3,07% untuk bank konvensional.

Grafik 4.16 Perkembangan Kredit Pertanian

Page 71: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

71

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 4 - Stabilitas Keuangan Daerah

Grafik 4.17 Perkembangan Kredit Industri Pengolahan

Grafik 4.18 Perkembangan Kredit Perdagangan

di sektor ini sejalan dengan perlambatan pertumbuhan sektor penyediaan akomodasi dan makan minum yang tumbuh sebesar 4,72% (yoy) pada Triwulan II 2017, lebih rendah dibandingkan Triwulan I 2017 yang tumbuh sebesar 7,33% (yoy). Beberapa faktor yang menyebabkan perlambatan kredit sektor hotel dan restoran antara lain persaingan yang tinggi di sektor ini sehingga berdampak pada kemampuan mengembalikan kredit yang tercermin pada meningkatnya NPL dari 6,15% menjadi 9,04%; dan moratorium ijin pembangunan hotel di Kota Yogyakarta yang diperpanjang hingga akhir tahun 2017. Kredit sektor perdagangan juga tumbuh melambat dari 15,84% (yoy) menjadi 8,81% (yoy) pada triwulan laporan.

Secara sektoral, sektor hotel dan restoran

merupakan penyumbang NPL sektoral tertinggi.

Diperlukan upaya serius untuk menyelesaikan permasalahan yang dihadapi oleh sektor ini mengingat NPL yang jauh di atas ambang batas 5%, disamping terdapat kecenderungan yang meningkat. Selain itu, NPL kredit sektor perdagangan meskipun masih di bawah 5% yaitu 3,08%; perlu diwaspadai karena menunjukkan peningkatan dibandingkan Triwulan I 2017 yang sebesar 2,89%. Risiko kredit ke sektor transportasi dan real

estate juga meningkat seiring dengan kenaikan NPL masing-masing pada Triwulan II 2017 menjadi 4,09% dan 3,42%. Di sisi lain, terdapat perbaikan kualitas kredit pada sektor industri pengolahan, pertanian, tambang, dan konstruksi.

Secara umum suku bunga simpanan di bank umum relatif stabil atau tidak terjadi perubahan secara signifikan dibandingkan Triwulan I 2017. Jasa giro dan suku bunga tabungan mengalami sedikit penurunan dibandingkan posisi triwulan sebelumnya yaitu masing-masing turun dari 1,90% menjadi 1,83% dan turun dari 1,34% menjadi 1,33%. Sementara itu suku bunga deposito meningkat tipis dari 1,33% menjadi 1,34%. Tren penurunan suku bunga masih terus berlanjut pada jenis simpanan deposito dan tabungan. Dilihat dari kegiatan usaha perbankan, imbal hasil yang ditawarkan oleh perbankan syariah lebih tinggi dibandingkan suku bunga bank konvensional, yaitu equivalent rate 3,48% untuk bank syariah dan 3,07% untuk bank konvensional.

Grafik 4.16 Perkembangan Kredit Pertanian

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 4 - Stabilitas Keuangan Daerah

4.11. Perkembangan Suku Bunga Bank Umum

Tren penurunan suku bunga kredit masih

terus berlanjut, terutama pada kredit konsumsi. Rata-rata suku bunga tertimbang untuk kerdit pada Triwulan II 2017 tercatat sebesar 11,81% atau menurun dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 11,83%. Suku bunga kredit modal kerja meningkat dari 11,50% pada Triwulan I 2017 menjadi 11,62%; suku bunga kredit investasi meningkat tipis dari 11,51% menjadi 11,53%; sedangkan suku bunga kredit konsumsi turun dari 12,41% menjadi 12,20%. Penurunan suku bunga juga terjadi pada beberapa sektor seperti industri pengolahan, pertanian, dan konstruksi.

Dilihat dari jenis usaha perbankan, maka

tingkat ambil hasil perbankan syariah masih

lebih tinggi dibandingkan suku bunga perbankan

konvensional. Secara umum suku bunga perbankan konvensional mengalami penurunan dibandingkan triwulan lalu, sementara tingkat imbal hasil perbankan syariah naik dari 14,01% menjadi 14,28%. Walaupun secara umum suku bunga kredit perbankan di DIY mengalami penurunan, suku bunga kredit UMKM Triwulan I 2017 meningkat dari 11,98% menjadi 12,20%. Suku bunga kredit UMKM di DIY masih lebih tinggi dibandingkan suku bunga untuk kredit non UMKM.

Grafik 4.23 Perkembangan Suku Bunga kredit Berdasarkan Jenis Penggunaan

Grafik 4.24 Perkembangan Imbal Hasil Kredit Syariah

Grafik 4.25 Perkembangan Suku Bunga Kredit UMKM

Grafik 4.26 Perkembangan NPL Kredit di DIY

Page 72: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

72

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 4 - Stabilitas Keuangan Daerah

4.12. Perkembangan Kualitas Kredit

Kualitas kredit UMKM di DIY masih terjaga

dalam ambang batas 5%. NPL bank umum tercatat sedikit meningkat dari 2,58% pada triwulan I 2017 menjadi 2,60% pada triwulan laporan. NPL kredit modal kerja pada triwulan laporan tercatat sebesar 2,62%, atau membaik dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 2,74%. NPL kredit investasi mengalami sedikit peningkatan menjadi 4,38% dari 4,28% pada triwulan sebelumnya. Sementara itu NPL kredit konsumsi relatif membaik yang tercermin dari penurunan NPL menjadi 1,09% pada triwulan laporan dibandingkan 1,32% pada Triwulan I 2017.

4.13. Perkembangan Kemampuan Intermediasi Perbankan

Seiring dengan peningkatan penyaluran

kredit, kemampuan intermediasi bank umum di DIY

sedikit menunjukkan peningkatan. Hal ini terlihat dari indikator rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) bank umum di DIY pada triwulan II 2017 yang meningkat dari 59,90% pada triwulan lalu menjadi 60,23% pada triwulan laporan. Walaupun demikian, rasio tersebut masih berada di bawah LDR perbankan nasional yang mencapai 8,71% pada triwulan II 2017. Rasio LDR tersebut juga berada di bawah ambang batas atas 92%, sehingga masih terbuka ruang bagi bank umum di DIY untuk meningkatkan penyaluran kredit dalam rangka menjalankan fungsi intermediasi perbankan.

Grafik 4.28 Perkembangan DPK Bank Syariah di DIY

4.14. Perkembangan Perbankan Syariah

Kinerja perbankan syariah pada Triwulan II

2017 menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya. Antara lain

terlihat dari indikator aset dan pembiayaan. Aset triwulan laporan tumbuh meningkat dari 11,21% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 13,94% (yoy). Penyaluran pembiayaan juga tumbuh meningkat dari 4,08% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 5,11% (yoy) pada triwulan II 2017. Sementara itu penghimpunan DPK mengalami perlambatan dari tumbuh 10,95% (yoy) pada Triwulan lalu menjadi 10,76% (yoy) pada triwulan laporan. Peningkatan jumlah outstanding pembiayaan diikuti dengan peningkatan kemampuan intermediasi, sementara kualitas pembiayaan juga masih terjaga. Fungsi intermediasi perbankan syariah menunjukkan perbaikan yang tercermin dari peningkatan Financing to

Deposit Ratio (FDR) dari 66,58% pada triwulan I 2017 menjadi 70,08% pada triwulan laporan. Sementara itu terjaganya kualitas pembiayaan terlihat dari indikator rasio Non Performing Financing (NPF) yang masih jauh di bawah ambang batas 5%, yaitu 1,67%.

Grafik 4.29 Komposisi DPK Bank Syariah di DIY

Page 73: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

73

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 4 - Stabilitas Keuangan Daerah

4.12. Perkembangan Kualitas Kredit

Kualitas kredit UMKM di DIY masih terjaga

dalam ambang batas 5%. NPL bank umum tercatat sedikit meningkat dari 2,58% pada triwulan I 2017 menjadi 2,60% pada triwulan laporan. NPL kredit modal kerja pada triwulan laporan tercatat sebesar 2,62%, atau membaik dibandingkan triwulan lalu yang sebesar 2,74%. NPL kredit investasi mengalami sedikit peningkatan menjadi 4,38% dari 4,28% pada triwulan sebelumnya. Sementara itu NPL kredit konsumsi relatif membaik yang tercermin dari penurunan NPL menjadi 1,09% pada triwulan laporan dibandingkan 1,32% pada Triwulan I 2017.

4.13. Perkembangan Kemampuan Intermediasi Perbankan

Seiring dengan peningkatan penyaluran

kredit, kemampuan intermediasi bank umum di DIY

sedikit menunjukkan peningkatan. Hal ini terlihat dari indikator rasio Loan to Deposit Ratio (LDR) bank umum di DIY pada triwulan II 2017 yang meningkat dari 59,90% pada triwulan lalu menjadi 60,23% pada triwulan laporan. Walaupun demikian, rasio tersebut masih berada di bawah LDR perbankan nasional yang mencapai 8,71% pada triwulan II 2017. Rasio LDR tersebut juga berada di bawah ambang batas atas 92%, sehingga masih terbuka ruang bagi bank umum di DIY untuk meningkatkan penyaluran kredit dalam rangka menjalankan fungsi intermediasi perbankan.

Grafik 4.28 Perkembangan DPK Bank Syariah di DIY

4.14. Perkembangan Perbankan Syariah

Kinerja perbankan syariah pada Triwulan II

2017 menunjukkan pertumbuhan yang lebih tinggi

dibandingkan triwulan sebelumnya. Antara lain

terlihat dari indikator aset dan pembiayaan. Aset triwulan laporan tumbuh meningkat dari 11,21% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 13,94% (yoy). Penyaluran pembiayaan juga tumbuh meningkat dari 4,08% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 5,11% (yoy) pada triwulan II 2017. Sementara itu penghimpunan DPK mengalami perlambatan dari tumbuh 10,95% (yoy) pada Triwulan lalu menjadi 10,76% (yoy) pada triwulan laporan. Peningkatan jumlah outstanding pembiayaan diikuti dengan peningkatan kemampuan intermediasi, sementara kualitas pembiayaan juga masih terjaga. Fungsi intermediasi perbankan syariah menunjukkan perbaikan yang tercermin dari peningkatan Financing to

Deposit Ratio (FDR) dari 66,58% pada triwulan I 2017 menjadi 70,08% pada triwulan laporan. Sementara itu terjaganya kualitas pembiayaan terlihat dari indikator rasio Non Performing Financing (NPF) yang masih jauh di bawah ambang batas 5%, yaitu 1,67%.

Grafik 4.29 Komposisi DPK Bank Syariah di DIY

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 4 - Stabilitas Keuangan Daerah

Pertumbuhan kinerja penghimpunan dana perbankan syariah terutama terjadi pada tabungan yang memegang porsi 52,51% dari total penghimpunan dana. Penghimpunan tabungan pada triwulan laporan tumbuh meningkat dari 17,96% (yoy) menjadi 19,68% (yoy). Demikian halnya dengan deposito mengalami peningkatan pertumbuhan dari -2,47% (yoy) menjadi 0,66% (yoy) pada triwulan laporan. Sementara itu giro mengalami perlambatan dari 15,16% (yoy) pada triwulan I 2017 menjadi 12,80% (yoy) pada triwulan laporan.

Peningkatan pertumbuhan aset dan pembiayaan perbankan syariah di DIY yang justru meningkat, tidak seperti halnya yang terjadi pada sektor perbankan secara keseluruhan, bukan merupakan hal baru di DIY. Bank syariah memiliki tempat tersendiri di hati para pelanggannya karena secara rata-rata masyarakat DIY memiliki tingkat pendidikan yang memadai, dan sesuai historis Yogyakarta merupakan pusat berkembangnya organisasi keagamaan dan lembaga pendidikan berbasis Islam seperti pesantren, boarding school, maupun perguruan tinggi.

Grafik 4.30 Perkembangan pembiayaan Bank Syariah di DIY

Grafik 4.31 Komposisi Pembiayaan bank Syariah di DIY

Pertumbuhan penyaluran pembiayaan pada Triwulan II 2017 mengalami peningkatan terutama pada pembiayaan investasi dan konsumsi, sementara pembiayaan modal kerja mengalami perlambatan. Meskipun secara komposisi pembiayaan investasi hanya memiliki pangsa 22,03% atau jauh lebih rendah dibandingkan pembiayaan konsumsi yang mencapai 50,69%, pertumbuhan skim pembiayaan ini relatif tinggi yaitu meningkat dari 11,85% (yoy) pada Triwulan I 2017 menjadi 23,80% (yoy) pada triwulan laporan. Pertumbuhan pembiayaan investasi yang relatif tinggi ini ditengarai karena adanya keuntungan yang diperoleh dari skim pembiayaan investasi seperti margin tetap yang disepakati di awal, mengingat biasanya pembiayaan ini menggunakan akad murabahah2 disamping ada juga yang menggunakan akad ijarah muntahiyah bit tamlik (IMBT)3.

2. Menurut Fatwa Dewan Syari’ah Nasional MUI (DSN MUI) No.04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah, barang yang diperjualbelikan tidak diharamkan oleh syari’ah Islam.3. Berdasarkan Fatwa DSN MUI No.27/DSN-MUI/III/2002 tentang Al-Ijarah Al-Muntahiyah Bi Al-Tamlik, akad ijarah muntahiyah bittamlik adalah perjanjian sewa-beli yang sesuai dengan syari’ah. Perjanjian sewa-beli adalah perjanjian sewa-menyewa yang disertai dengan opsi pemindahan hak milik atas benda yang disewa, setelah selesai masa sewa.

Tabel 4.6 Indikator Bank Perkreditan Rakyat di DIY

Page 74: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

74

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 4 - Stabilitas Keuangan Daerah

Demikian halnya dengan pembiayaan konsumsi juga mengalami pertumbuhan yang meningkat sebesar 9,32% (yoy) pada Triwulan II 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 7,55% (yoy). Pertumbuhan pembiayaan konsumsi yang lebih tinggi sejalan dengan pola pertumbuhan PRDB DIY Triwulan II 2017 ini. Sementara itu pembiayaan modal kerja mengalami perlambatan yang berarti dari tumbuh -6,66% (yoy) pada Triwulan I 2017 menjadi -11,92% (yoy) pada triwulan laporan. Walapupun beberapa pembiayaan modal kerja memungkinkan untuk menggunakan akad murabahah, secara umum pembiayaan modal kerja akan lebih tepat jika menggunakan akad mudharabah4 atau musyarakah5. Namun demikian, penggunaan dua akad tersebut masih relatif kecil mengingat risiko yang relatif tinggi yang harus dihadapi oleh perbankan syariah.

Share aset perbankan syariah di DIY selalu

lebih tinggi dari share aset perbankan syariah

nasional. Meskipun terlihat kecil, pangsa pasar bank syariah di DIY dari tahun ke tahun selalu lebih tinggi dari pencapaian nasional yaitu sebesar 7,61% pada Triwulan II 2017, sementara share aset perbankan syariah nasional baru berada di kisaran 5%. Pangsa aset tersebut sedikit meningkat dibandingkan Triwulan I 2017 yang sebesar 7,55%. Hal tersebut sejalan dengan penjelasan sebelumnya bahwa bank syariah memiliki pangsa pasar tersendiri di DIY.

4.15. Perkembangan BPR

Sejalan dengan perlambatan kinerja

perbankan di DIY, secara umum kinerja BPR pada

Triwulan II 2017 juga mengalami penurunan. Hal ini terlihat dari indikator peningkatan pertumbuhan aset, penyaluran kredit maupun penghimpunan dana. Pertumbuhan aset BPR pada Triwulan II 2017 tercatat sebesar 10,31% (yoy), turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 12,29% (yoy). DPK juga tumbuh melambat dari 13,08% (yoy) pada triwulan

4 Berdasarkan Fatwa DSN MUI No.07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah, akad mudharabah adalah kerjasama suatu usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (malik, shahib al-mal, Lembaga Keuangan Syari’ah) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (‘amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.5 Berdasarkan Fatwa DSN MUI No.08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, akad musyarakah adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.

Grafik 4.32 Perkembangan DPK BPR di DIY

lalu menjadi 9,51% (yoy) pada triwulan laporan.

Perlambatan pertumbuhan DPK BPR pada triwulan laporan disebabkan oleh turunnya pertumbuhan tabungan maupun deposito. Penghimpunan tabungan BPR tumbuh melambat dari 9,49% (yoy) menjadi 7,29% (yoy). Selain itu, pertumbuhan deposito juga mengalami perlambatan dari 4,18% (yoy) menjadi -0,27% (yoy). Dilihat dari jenis simpanannya, DPK BPR di dominasi oleh deposito dengan proporsi mencapai 66,98%, sedangkan sebesar 33,02% merupakan simpanan dalam bentuk tabungan. Berbeda dengan Bank Umum yang jenis simpanannya didominasi oleh tabungan, jenis simpanan BPR didominasi oleh deposito. Kondisi ini dipengaruhi oleh keunggulan BPR yang menawarkan suku bunga simpanan yang lebih tinggi dibandingkan Bank Umum, khususnya untuk deposito.

Grafik 4.33 Komposisi BPK BPR di DIY

Page 75: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

75

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 4 - Stabilitas Keuangan Daerah

Demikian halnya dengan pembiayaan konsumsi juga mengalami pertumbuhan yang meningkat sebesar 9,32% (yoy) pada Triwulan II 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya yang sebesar 7,55% (yoy). Pertumbuhan pembiayaan konsumsi yang lebih tinggi sejalan dengan pola pertumbuhan PRDB DIY Triwulan II 2017 ini. Sementara itu pembiayaan modal kerja mengalami perlambatan yang berarti dari tumbuh -6,66% (yoy) pada Triwulan I 2017 menjadi -11,92% (yoy) pada triwulan laporan. Walapupun beberapa pembiayaan modal kerja memungkinkan untuk menggunakan akad murabahah, secara umum pembiayaan modal kerja akan lebih tepat jika menggunakan akad mudharabah4 atau musyarakah5. Namun demikian, penggunaan dua akad tersebut masih relatif kecil mengingat risiko yang relatif tinggi yang harus dihadapi oleh perbankan syariah.

Share aset perbankan syariah di DIY selalu

lebih tinggi dari share aset perbankan syariah

nasional. Meskipun terlihat kecil, pangsa pasar bank syariah di DIY dari tahun ke tahun selalu lebih tinggi dari pencapaian nasional yaitu sebesar 7,61% pada Triwulan II 2017, sementara share aset perbankan syariah nasional baru berada di kisaran 5%. Pangsa aset tersebut sedikit meningkat dibandingkan Triwulan I 2017 yang sebesar 7,55%. Hal tersebut sejalan dengan penjelasan sebelumnya bahwa bank syariah memiliki pangsa pasar tersendiri di DIY.

4.15. Perkembangan BPR

Sejalan dengan perlambatan kinerja

perbankan di DIY, secara umum kinerja BPR pada

Triwulan II 2017 juga mengalami penurunan. Hal ini terlihat dari indikator peningkatan pertumbuhan aset, penyaluran kredit maupun penghimpunan dana. Pertumbuhan aset BPR pada Triwulan II 2017 tercatat sebesar 10,31% (yoy), turun dibandingkan triwulan sebelumnya yang tercatat sebesar 12,29% (yoy). DPK juga tumbuh melambat dari 13,08% (yoy) pada triwulan

4 Berdasarkan Fatwa DSN MUI No.07/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Mudharabah, akad mudharabah adalah kerjasama suatu usaha antara dua pihak di mana pihak pertama (malik, shahib al-mal, Lembaga Keuangan Syari’ah) menyediakan seluruh modal, sedang pihak kedua (‘amil, mudharib, nasabah) bertindak selaku pengelola, dan keuntungan usaha dibagi di antara mereka sesuai kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak.5 Berdasarkan Fatwa DSN MUI No.08/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Musyarakah, akad musyarakah adalah kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu, di mana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana dengan ketentuan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.

Grafik 4.32 Perkembangan DPK BPR di DIY

lalu menjadi 9,51% (yoy) pada triwulan laporan.

Perlambatan pertumbuhan DPK BPR pada triwulan laporan disebabkan oleh turunnya pertumbuhan tabungan maupun deposito. Penghimpunan tabungan BPR tumbuh melambat dari 9,49% (yoy) menjadi 7,29% (yoy). Selain itu, pertumbuhan deposito juga mengalami perlambatan dari 4,18% (yoy) menjadi -0,27% (yoy). Dilihat dari jenis simpanannya, DPK BPR di dominasi oleh deposito dengan proporsi mencapai 66,98%, sedangkan sebesar 33,02% merupakan simpanan dalam bentuk tabungan. Berbeda dengan Bank Umum yang jenis simpanannya didominasi oleh tabungan, jenis simpanan BPR didominasi oleh deposito. Kondisi ini dipengaruhi oleh keunggulan BPR yang menawarkan suku bunga simpanan yang lebih tinggi dibandingkan Bank Umum, khususnya untuk deposito.

Grafik 4.33 Komposisi BPK BPR di DIY

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 4 - Stabilitas Keuangan Daerah

Pertumbuhan kredit BPR pada Triwulan II 2017 melambat dari 12,62% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi 11,64% (yoy). Dilihat dari jenis penggunaannya, perlambatan pertumbuhan terjadi pada kredit modal kerja dan konsumsi, sedangkan kredit investasi mengalami peningkatan. Kredit modal kerja tumbuh melambat dari -3,04% (yoy) pada triwulan sebelumnya menjadi -8,16% (yoy). Sementara pertumbuhan kredit konsumsi melambat dari 3,93% (yoy) menjadi 2,60% (yoy) pada triwulan laporan. Kredit investasi meningkat dari 2,94% (yoy) pada Triwulan I 2017, menjadi tumbuh 4,78%% (yoy).

Grafik 4.35 Komposisi Kredit BPR di DIY

Grafik 4.34 Perkembangan Kredit BPR di DIY

Penyaluran kredit oleh BPR masih didominasi oleh kredit konsumsi dengan proporsi mencapai 54,08% dari total kredit BPR, sementara proporsi kredit modal kerja mencapai 33,98% yang utamanya disalurkan ke sektor perdagangan, dan proporsi kredit investasi sebesar 11,94%. Mengingat karakteristik penyaluran kredit BPR yang umumnya ditujukan untuk sektor UMKM, maka perlambatan pertumbuhan kredit BPR di DIY dapat menjadi indikasi melambatnya sektor UMKM di DIY.

Grafik 4.36 Perkembangan Kredit UMKM

Pertumbuhan jumlah kredit BPR yang melambat diikuti oleh penurunan kualitas kredit dan peningkatan kemampuan intermediasi. Diukur dari rasio LDR, kemampuan intermediasi BPR naik dari 93,34% pada triwulan lalu menjadi 103,01% pada triwulan laporan. Dari sisi fungsi intermediasi BPR di DIY sangat optimal, namun kondisi LDR yang di atas 92% memberi sinyal kepada BPR untuk mempertimbangkan risiko likuiditas. Selain itu, kualitas kredit juga menunjukkan angka yang kurang baik karena di samping terjadi peningkatan dari 5,24% menjadi 5,38%, angka NPL yang di atas ambang batas 5% perlu mendapat perhatian. Peningkatan NPL di BPR terjadi karena adanya kecenderungan peningkatan NPL pada sektor perbankan secara keseluruhan yaitu dari 2,89% pada triwulan lalu menjadi 2,93% pada triwulan laporan.

Page 76: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

76

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 4 - Stabilitas Keuangan Daerah

Grafik 4.37 Proporsi Penyaluran Kredit UMKM

Grafik 4.38 Perkembangan Kredit UMKM Sektor Utama DIY

4.16. Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

4.16.1. Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Penyaluran kredit UMKM Bank Umum

Triwulan II 2017 tumbuh melambat. Pertumbuhan kredit UMKM triwulan laporan tercatat tumbuh 5,87% (yoy), melambat dibandingan pertumbuhan pada Triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 10,98% (yoy). Penyaluran kredit UMKM pada Triwulan I 2017 mencapai Rp13.687 miliar atau 42,40% dari keseluruhan kredit yang disalurkan oleh Bank Umum. Besarnya porsi penyaluran kredit UMKM menunjukkan besarnya peranan UMKM sebagai penopang perekonomian DIY.

Secara sektoral, sebagian besar kredit

UMKM di DIY disalurkan ke sektor perdagangan

dengan pangsa 54,18%. Selain sektor perdagangan, sektor hotel dan restoran (9,58%), sektor industri (9,43%), sektor jasa kemasyarakatan (6,45%), dan konstruksi (4,19%) juga merupakan sektor yang mendominasi penyaluran kredit UMKM di DIY.

Pertumbuhan penyaluran kredit UMKM ke sektor-sektor utama tersebut mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Kredit sektor perdagangan tumbuh melambat dari 10,33% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 6,50% (yoy) pada triwulan laporan. Kredit sektor akomodasi dan makan minum tumbuh melambat dari 21,49% (yoy) menjadi 10,38% (yoy). Kredit sektor industri juga tumbuh melambat dari 34,41% (yoy) menjadi 19,06% (yoy). Sedangkan kredit sektor jasa kemasyarakatan melambat dari 12,87% menjadi 9,89% pada triwulan laporan.

Walaupun secara umum tumbuh melambat,

beberapa sektor ekonomi mengalami pertumbuhan

kredit UMKM yang meningkat. Sektor transportasi tumbuh meningkat dari -0,17% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,30% (yoy) pada triwulan laporan. Sektor perikanan tumbuh meningkat dari 11,02% (yoy) menjadi 14,59% (yoy) pada triwulan laporan, serta sektor perantara keuangan tumbuh meningkat dari -27,77% (yoy) menjadi 24,78% (yoy) pada triwulan laporan.

Secara umum rasio NPL sektor utama masih berada di bawah ambang batas 5%, kecuali sektor hotel dan restoran. NPL Kredit UMKM sektor industri membaik dari 6,94% (Triwulan I 2017) menjadi 3,38% (Triwulan I 2017), sektor perdagangan sedikit menurun dari 3,36% (Triwulan I 2017) menjadi 3,52% (Triwulan II 2017), sektor pertanian membaik dari 2,17% (Triwulan I 2017) menjadi 2,10% (Triwulan II 2017), dan sektor konstruksi membaik dari 2,51% (Triwulan I 2017) menjadi 1,86% (Triwulan II 2017). Sementara NPL untuk sektor hotel dan restoran melampaui ambang batas 5%, yaitu sebesar 5,88%.

Grafik 4.39 Kualitas Kredit UMKM Sektor Utama DIY

Page 77: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

77

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 4 - Stabilitas Keuangan Daerah

Grafik 4.37 Proporsi Penyaluran Kredit UMKM

Grafik 4.38 Perkembangan Kredit UMKM Sektor Utama DIY

4.16. Pengembangan Akses Keuangan dan UMKM

4.16.1. Kredit Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Penyaluran kredit UMKM Bank Umum

Triwulan II 2017 tumbuh melambat. Pertumbuhan kredit UMKM triwulan laporan tercatat tumbuh 5,87% (yoy), melambat dibandingan pertumbuhan pada Triwulan I 2017 yang tercatat sebesar 10,98% (yoy). Penyaluran kredit UMKM pada Triwulan I 2017 mencapai Rp13.687 miliar atau 42,40% dari keseluruhan kredit yang disalurkan oleh Bank Umum. Besarnya porsi penyaluran kredit UMKM menunjukkan besarnya peranan UMKM sebagai penopang perekonomian DIY.

Secara sektoral, sebagian besar kredit

UMKM di DIY disalurkan ke sektor perdagangan

dengan pangsa 54,18%. Selain sektor perdagangan, sektor hotel dan restoran (9,58%), sektor industri (9,43%), sektor jasa kemasyarakatan (6,45%), dan konstruksi (4,19%) juga merupakan sektor yang mendominasi penyaluran kredit UMKM di DIY.

Pertumbuhan penyaluran kredit UMKM ke sektor-sektor utama tersebut mengalami perlambatan dibandingkan triwulan sebelumnya.

Kredit sektor perdagangan tumbuh melambat dari 10,33% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 6,50% (yoy) pada triwulan laporan. Kredit sektor akomodasi dan makan minum tumbuh melambat dari 21,49% (yoy) menjadi 10,38% (yoy). Kredit sektor industri juga tumbuh melambat dari 34,41% (yoy) menjadi 19,06% (yoy). Sedangkan kredit sektor jasa kemasyarakatan melambat dari 12,87% menjadi 9,89% pada triwulan laporan.

Walaupun secara umum tumbuh melambat,

beberapa sektor ekonomi mengalami pertumbuhan

kredit UMKM yang meningkat. Sektor transportasi tumbuh meningkat dari -0,17% (yoy) pada triwulan lalu menjadi 5,30% (yoy) pada triwulan laporan. Sektor perikanan tumbuh meningkat dari 11,02% (yoy) menjadi 14,59% (yoy) pada triwulan laporan, serta sektor perantara keuangan tumbuh meningkat dari -27,77% (yoy) menjadi 24,78% (yoy) pada triwulan laporan.

Secara umum rasio NPL sektor utama masih berada di bawah ambang batas 5%, kecuali sektor hotel dan restoran. NPL Kredit UMKM sektor industri membaik dari 6,94% (Triwulan I 2017) menjadi 3,38% (Triwulan I 2017), sektor perdagangan sedikit menurun dari 3,36% (Triwulan I 2017) menjadi 3,52% (Triwulan II 2017), sektor pertanian membaik dari 2,17% (Triwulan I 2017) menjadi 2,10% (Triwulan II 2017), dan sektor konstruksi membaik dari 2,51% (Triwulan I 2017) menjadi 1,86% (Triwulan II 2017). Sementara NPL untuk sektor hotel dan restoran melampaui ambang batas 5%, yaitu sebesar 5,88%.

Grafik 4.39 Kualitas Kredit UMKM Sektor Utama DIY

Page 78: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

78

PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

BAB V

DIY mengalami net inflow pada Triwulan II 2017

Page 79: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

79

PENYELENGGARAAN SISTEM PEMBAYARAN DAN PENGELOLAAN UANG RUPIAH

BAB V

DIY mengalami net inflow pada Triwulan II 2017

Page 80: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

80

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab - 5 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

5.1. Perkembangan Transaksi SKNBI

Sementara dari sisi kualitas, rata-rata harian nilai dan volume transaksi SKNBI yang ditolak tercatat mengalami penurunan. Rata-rata harian transaksi SKNBI yang ditolak mencapai Rp 440 juta atau menurun 62,05%(qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp 1,15 miliar. Hal ini sejalan dengan rata-rata warkat yang ditolak yang menurun dari 16 lembar pada triwulan lalu menjadi 14 lembar pada Triwulan II 2017.

5.2. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah

Secara umum pada triwulan II 2017, DIY mengalami net inflow , yang mengindikasikan uang yang masuk ke Bank Indonesia dari perbankan lebih besar dibanding uang yang keluar, meskipun sempat terjadi peningkatan outflow yang signifikan sebesar 204% pada Juni 2017 karena adanya pola siklikal yaitu meningkatnya transaksi masyarakat karena adanya libur Lebaran. Nilai nominal inflow mencapai Rp6,7 miliar atau meningkat 77,4%(qtq), lebih tinggi dibanding periode sebelumnya (23,3% qtq). Sementara itu, nominal outflow mencapai Rp 3 miliar atau meningkat 33,5% (qtq), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya (-11,6% qtq). Kondisi lebih besarnya inflow dibandingkan outflow sejalan dengan karakteristik DIY sebagai daerah penyedia jasa sektor wisata, dimana pendatang/wisatawan mentransaksikan uang di DIY.

Transaksi sistem pembayaran non tunai melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di DIY pada Triwulan II 2017 mengalami penurunan baik dari sisi nominal maupun volume dibandingkan triwulan sebelumnya. Rata-rata nominal transaksi SKNBI per hari pada Triwulan II 2017 mencapai Rp33,1 miliar, menurun 13,6% dibandingkan Triwulan I 2017 yang mencapai Rp38,31 miliar atau menurun 23,64 % (qtq) dari Triwulan II 2016 yang mencapai 43,35 miliar. Dari sisi volume, rata-rata warkat per hari menjadi 1.149 lembar pada Triwulan II 2017, menurun 9,22 % dari 1.266 lembar warkat pada Triwulan I 2017 atau menurun 20,87% (qtq) dari Triwulan II 2016 yang mencapai 1.452 lembar.

Perkembangan transaksi pembayaran non tunai melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) cenderung

menurun pada Triwulan II 2017. Sedangkan dari sisi pembayaran tunai, transaksi mengalami kecenderungan net

inflow sejak awal tahun. Pada Triwulan II 2017, peningkatan outflow yang signifikan sebesar 204% terjadi pada Juni

2017 karena adanya pola siklikal yaitu meningkatnya transaksi karena adanya libur Lebaran, namun secara umum

di triwulan laporan pemenuhan kebutuhan uang masih terjaga stabil dan terjadi net inflow. Pemenuhan kebutuhan

uang tunai masyarakat dengan jumlah, nominal dan kualitas yang sesuai juga didukung dengan kegiatan kas keliling

dan kerjasama penukaran dengan perbankan, kebijakan pemusnahan uang dan kegiatan penukaran uang dalam

program Genius (Gerakan Nukerin Uang Lusuh).

Untuk mendukung kepatuhan penyelenggara jasa sistem pembayaran, KPw BI DIY juga aktif melakukan

penertiban terhadap 22 (dua puluh dua) KUPVA Bukan Bank (BB) tidak berizin di Yogyakarta dalam 2 tahap,

bekerjasama dengan Bareskrim Polri dan Polda DIY. Sedangkan untuk menggalakkan transaksi non tunai, KPw BI

DIY bekerja sama dengan Bulog, Dinas Sosial Provinsi DIY, Dinas Sosial Kota Yogyakarta serta perbankan di DIY, telah

menyalurkan bantuan sosial dalam bentuk non tunai dengan menggunakan kartu combo/Kartu Keluarga Sejahtera,

yang berbasis e-wallet (uang elektronik) dan tabungan (laku pandai). Penyaluran ini melibatkan partisipasi agen bank

dan bank di wilayah DIY.

Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi SKNBI

Page 81: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

81

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab - 5 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

5.1. Perkembangan Transaksi SKNBI

Sementara dari sisi kualitas, rata-rata harian nilai dan volume transaksi SKNBI yang ditolak tercatat mengalami penurunan. Rata-rata harian transaksi SKNBI yang ditolak mencapai Rp 440 juta atau menurun 62,05%(qtq) dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai Rp 1,15 miliar. Hal ini sejalan dengan rata-rata warkat yang ditolak yang menurun dari 16 lembar pada triwulan lalu menjadi 14 lembar pada Triwulan II 2017.

5.2. Perkembangan Pengelolaan Uang Rupiah

Secara umum pada triwulan II 2017, DIY mengalami net inflow , yang mengindikasikan uang yang masuk ke Bank Indonesia dari perbankan lebih besar dibanding uang yang keluar, meskipun sempat terjadi peningkatan outflow yang signifikan sebesar 204% pada Juni 2017 karena adanya pola siklikal yaitu meningkatnya transaksi masyarakat karena adanya libur Lebaran. Nilai nominal inflow mencapai Rp6,7 miliar atau meningkat 77,4%(qtq), lebih tinggi dibanding periode sebelumnya (23,3% qtq). Sementara itu, nominal outflow mencapai Rp 3 miliar atau meningkat 33,5% (qtq), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya (-11,6% qtq). Kondisi lebih besarnya inflow dibandingkan outflow sejalan dengan karakteristik DIY sebagai daerah penyedia jasa sektor wisata, dimana pendatang/wisatawan mentransaksikan uang di DIY.

Transaksi sistem pembayaran non tunai melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) di DIY pada Triwulan II 2017 mengalami penurunan baik dari sisi nominal maupun volume dibandingkan triwulan sebelumnya. Rata-rata nominal transaksi SKNBI per hari pada Triwulan II 2017 mencapai Rp33,1 miliar, menurun 13,6% dibandingkan Triwulan I 2017 yang mencapai Rp38,31 miliar atau menurun 23,64 % (qtq) dari Triwulan II 2016 yang mencapai 43,35 miliar. Dari sisi volume, rata-rata warkat per hari menjadi 1.149 lembar pada Triwulan II 2017, menurun 9,22 % dari 1.266 lembar warkat pada Triwulan I 2017 atau menurun 20,87% (qtq) dari Triwulan II 2016 yang mencapai 1.452 lembar.

Perkembangan transaksi pembayaran non tunai melalui Sistem Kliring Nasional Bank Indonesia (SKNBI) cenderung

menurun pada Triwulan II 2017. Sedangkan dari sisi pembayaran tunai, transaksi mengalami kecenderungan net

inflow sejak awal tahun. Pada Triwulan II 2017, peningkatan outflow yang signifikan sebesar 204% terjadi pada Juni

2017 karena adanya pola siklikal yaitu meningkatnya transaksi karena adanya libur Lebaran, namun secara umum

di triwulan laporan pemenuhan kebutuhan uang masih terjaga stabil dan terjadi net inflow. Pemenuhan kebutuhan

uang tunai masyarakat dengan jumlah, nominal dan kualitas yang sesuai juga didukung dengan kegiatan kas keliling

dan kerjasama penukaran dengan perbankan, kebijakan pemusnahan uang dan kegiatan penukaran uang dalam

program Genius (Gerakan Nukerin Uang Lusuh).

Untuk mendukung kepatuhan penyelenggara jasa sistem pembayaran, KPw BI DIY juga aktif melakukan

penertiban terhadap 22 (dua puluh dua) KUPVA Bukan Bank (BB) tidak berizin di Yogyakarta dalam 2 tahap,

bekerjasama dengan Bareskrim Polri dan Polda DIY. Sedangkan untuk menggalakkan transaksi non tunai, KPw BI

DIY bekerja sama dengan Bulog, Dinas Sosial Provinsi DIY, Dinas Sosial Kota Yogyakarta serta perbankan di DIY, telah

menyalurkan bantuan sosial dalam bentuk non tunai dengan menggunakan kartu combo/Kartu Keluarga Sejahtera,

yang berbasis e-wallet (uang elektronik) dan tabungan (laku pandai). Penyaluran ini melibatkan partisipasi agen bank

dan bank di wilayah DIY.

Grafik 5.1 Perkembangan Transaksi SKNBI

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 5 - Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

Dalam mengantisipasi kebutuhan uang tunai masyarakat dengan jumlah, nominal dan kualitas yang sesuai, Bank Indonesia DIY melakukan kegiatan kas keliling dan kerjasama penukaran dengan perbankan. Kegiatan kas keliling dilakukan di dalam dan luar kota. Selama Triwulan II 2017 Bank Indonesia DIY telah melakukan layanan penukaran uang melalui kas keliling sebanyak 24 kali. Lokasi kas keliling terdiri atas pusat-pusat keramaian seperti pasar dan kantor pemerintahan. Selain itu, Bank Indonesia DIY juga telah melakukan koordinasi dan kerjasama dengan lima bank besar yang ada di DIY terkait layanan penukaran uang kepada masyarakat. Hal ini bertujuan agar masyarakat dapat memperoleh layanan penukaran uang secara lebih luas tidak hanya melalui Bank Indonesia, tetapi juga bank umum, meliputi BPD DIY, BRI, Mandiri, BNI, dan BCA. Bank Indonesia melakukan berbagai kebijakan untuk menjaga kualitas uang layak edar dengan kebijakan clean money policy. Kebijakan tersebut dilakukan melalui kerjasama dengan Bank Umum melalui program BI Jangkau, yang saat ini masih dalam tahap koordinasi, juga dengan pemusnahan terhadap uang tidak layak edar yang akan digantikan dengan pencetakan uang layak edar (uang baru).

Jumlah uang tidak layak edar yang dimusnahkan mengalami kenaikan dari Rp991 miliar pada Triwulan I 2017 menjadi Rp929 miliar pada Triwulan II 2017. Namun demikian, rasio pemusnahan uang terhadap total inflow menurun dari 26% pada Triwulan I 2017 menjadi 14% pada Triwulan II 2017. Penurunan ini merupakan indikator positif efektifnya kebijakan clean money policy yang diterapkan oleh BI DIY karena uang tidak layak edar yang terserap dari masyarakat semakin sedikit, dan jumlah uang yang beredar mayoritas adalah uang layak edar.

Bank Indonesia DIY juga terus mengintensifkan

pelaksanaan program ”GENIUS” (Gerakan Nukerin Uang

Lusuh). Melalui program GENIUS, masyarakat diharapkan

dapat menukarkan uang lusuh ke Bank Indonesia

baik secara langsung maupun melalui pegawai Bank

Indonesia selaku agen GENIUS sehingga uang rupiah

yang digunakan untuk transaksi di masyarakat selalu

terjaga kualitasnya dalam kondisi layak edar. Sampai

dengan Triwulan II 2017, telah terkumpul UTLE senilai

Rp5,6 M.

Temuan uang palsu (uang yang tidak sesuai

dengan ciri-ciri keaslian uang Rupiah) di wilayah kerja

Kantor Perwakilan BI DIY pada Triwulan II 2017 mengalami

penurunan dibandingkan triwulan sebelumnya. Temuan

uang palsu pada Triwulan II 2017 tercatat sejumlah 500

lembar, menurun dibandingkan Triwulan I 2017 yang

tercatat sejumlah 816 lembar. Secara umum temuan

uang palsu selama Triwulan II 2017 masih didominasi

oleh pecahan Rp100.000 dan Rp50.000 (386 lembar

pecahan Rp100.000, 109 lembar pecahan Rp50.000,

1 lembar pecahan Rp20.000, dan 4 lembar pecahan

Rp10.000).

Tabel 5.1 Transaksi SKNBI di DIY

2017

I II III IV I II III IV I II

1 Rata-rata Warkat Kliring/Hari (lembar) 1.692 1.673 1.590 1.547 1.512 1.452 1.299 1.308 1.266 1.149 -9,22

2 Rata-rata Warkat Ditolak/Hari (lembar) 23,45 20,74 21,17 17,22 16,81 14,93 16,61 13,77 16,60 13,67 -17,67

3 Ras io (2)/(1) dalam % 1,39 1,24 1,33 1,11 1,11 1,03 1,28 1,05 1,31 1,19 -9,03

4 Rata-rata Nominal Kliring/Hari 51,45 48,77 48,53 46,48 44,30 43,35 41,39 41,75 38,31 33,10 -13,60

5 Rata-rata Nominal Ditolak/Hari 1,58 0,89 0,93 1,79 0,70 0,68 0,88 3,90 1,15 0,44 -62,05

6 Ras io (5)/(4) dalam % 3,08 1,82 1,91 3,84 1,57 1,57 2,13 9,35 3,00 1,32 -56,01

Kliring

No Uraian2016

Ptumb12015

Rp (Miliar)

Page 82: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

82

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab - 5 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

Grafik 5.2 Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di DIY

Grafik 5.4 Perkembangan Temuan Uang Palsu di DIY

Grafik 5.3 Perkembangan Pemusnahan Uang di DIY

Grafik 5.5 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Jenis Pecahan di DIY per Triwulan I 2017

Dalam mengantisipasi kebutuhan uang tunai

masyarakat dengan jumlah, nominal dan kualitas yang

sesuai, Bank Indonesia DIY melakukan kegiatan kas

keliling dan kerjasama penukaran dengan perbankan.

Kegiatan kas keliling dilakukan di dalam dan luar kota.

Selama Triwulan II 2017 Bank Indonesia DIY telah

melakukan layanan penukaran uang melalui kas keliling

sebanyak 24 kali. Lokasi kas keliling terdiri atas pusat-pusat

keramaian seperti pasar dan kantor pemerintahan.

Selain itu, Bank Indonesia DIY juga telah

melakukan koordinasi dan kerjasama dengan lima bank

besar yang ada di DIY terkait layanan penukaran uang

kepada masyarakat. Hal ini bertujuan agar masyarakat

dapat memperoleh layanan penukaran uang secara lebih

luas tidak hanya melalui Bank Indonesia, tetapi juga bank

umum, meliputi BPD DIY, BRI, Mandiri, BNI, dan BCA.

Bank Indonesia melakukan berbagai kebijakan untuk

menjaga kualitas uang layak edar dengan kebijakan

clean money policy. Kebijakan tersebut dilakukan melalui

kerjasama dengan Bank Umum melalui program BI

Jangkau, yang saat ini masih dalam tahap koordinasi,

juga dengan pemusnahan terhadap uang tidak layak

edar yang akan digantikan dengan pencetakan uang

layak edar (uang baru).

Page 83: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

83

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab - 5 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

Grafik 5.2 Perkembangan Inflow dan Outflow Uang Kartal di DIY

Grafik 5.4 Perkembangan Temuan Uang Palsu di DIY

Grafik 5.3 Perkembangan Pemusnahan Uang di DIY

Grafik 5.5 Temuan Uang Palsu Berdasarkan Jenis Pecahan di DIY per Triwulan I 2017

Dalam mengantisipasi kebutuhan uang tunai

masyarakat dengan jumlah, nominal dan kualitas yang

sesuai, Bank Indonesia DIY melakukan kegiatan kas

keliling dan kerjasama penukaran dengan perbankan.

Kegiatan kas keliling dilakukan di dalam dan luar kota.

Selama Triwulan II 2017 Bank Indonesia DIY telah

melakukan layanan penukaran uang melalui kas keliling

sebanyak 24 kali. Lokasi kas keliling terdiri atas pusat-pusat

keramaian seperti pasar dan kantor pemerintahan.

Selain itu, Bank Indonesia DIY juga telah

melakukan koordinasi dan kerjasama dengan lima bank

besar yang ada di DIY terkait layanan penukaran uang

kepada masyarakat. Hal ini bertujuan agar masyarakat

dapat memperoleh layanan penukaran uang secara lebih

luas tidak hanya melalui Bank Indonesia, tetapi juga bank

umum, meliputi BPD DIY, BRI, Mandiri, BNI, dan BCA.

Bank Indonesia melakukan berbagai kebijakan untuk

menjaga kualitas uang layak edar dengan kebijakan

clean money policy. Kebijakan tersebut dilakukan melalui

kerjasama dengan Bank Umum melalui program BI

Jangkau, yang saat ini masih dalam tahap koordinasi,

juga dengan pemusnahan terhadap uang tidak layak

edar yang akan digantikan dengan pencetakan uang

layak edar (uang baru).

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 5 - Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

5.3. Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing (Bukan Bank) di DIY

Dari 4 Pedagang Valuta Asing (Bukan Bank) yang terdaftar dan melapor di DIY, dapat dilihat bahwa transaksi penukaran valuta asing mengalami penurunan pada Triwulan II 2017 dibandingkan triwulan sebelumnya, baik untuk transaksi penjualan maupun transaksi pembelian. Transaksi penjualan Triwulan II 2017 tercatat menurun sebesar 20,47% (yoy) dan transaksi pembelian menurun sebesar 18,57% (yoy). Penurunan yang terjadi pada Triwulan II 2017 tersebut lebih tajam dibandingkan penurunan Triwulan I 2017 dimana transaksi penjualan tercatat menurun sebesar 12,62% (yoy) dan transaksi pembelian menurun sebesar 13,44% (yoy).

Secara triwulanan, transaksi valas pada Triwulan II 2017 juga menurun 5% (qtq) untuk penjualan dan 3% (qtq) untuk pembelian. Penurunan transaksi valas tersebut cenderung terjadi karena faktor siklikal yakni belum tibanya musim liburan musim panas, khususnya bagi wisatawan Eropa. Berbeda dengan jumlah wisatawan domestik yang cenderung meningkat pada akhir tahun, kunjungan wisatawan asing pada Triwulan II 2017 justru menurun dibandingkan triwulan sebelumnya karena wisatawan umumnya belum berlibur sampai musim panas tiba.

Dilihat dari jenis valuta/mata uang yang diperdagangkan, maka transaksi valuta asing di DIY didominasi oleh mata uang USD dengan proporsi mencapai 47%. Besarnya penggunaan USD dikarenakan posisi USD sebagai mata uang yang berlaku secara internasional, sehingga mendominasi mata uang asing yang digunakan wisatawan mancanegara dalam bertransaksi. Selain itu kegiatan ekonomi antar negara seperti ekspor dan impor juga menggunakan mata uang tersebut. Amerika Serikat dan Eropa memang menjadi negara tujuan utama ekspor DIY, dimana pada Triwulan II 2017 pangsa ekspor ke Amerika Serikat mencapai

35,68% disusul dengan Jerman di urutan kedua yang mencapai 10,71% dan Inggris yang mencapai 7,30%.

Sementara mata uang lainnya yang juga mendominasi kegiatan pertukaran valuta asing diantaranya Singapore Dollar (18%), Euro (8%), Yen (5%), Australian Dollar (5%), Ringgit (5%) serta Riyal (3%). Dominasi transaksi valuta asing untuk mata uang tersebut sejalan dengan data wisatawan asing yang datang ke DIY yang didominasi oleh wisatawan asal Belanda, Jepang, Singapura dan Malaysia.

Dalam rangka implementasi terhadap Peraturan Bank Indonesia No.18/20/PBI/2016 tanggal 3 Oktober 2016 perihal Kegiatan Usaha Penukaran Valuta Asing Bukan Bank, KPw BI DIY telah melakukan penertiban terhadap 22 (dua puluh dua) KUPVA Bukan Bank(BB) tidak berizin di Yogyakarta dalam 2 tahap. Penertiban Tahap I dilakukan oleh Tim Gabungan yang terdiri dari DKSP, KPw BI DIY dan Bareskrim Polri, sedangkan Tahap II dilakukan KPw BI DIY bekerjasama dengan POLDA DIY sebagai pemantauan dan penertiban lanjutan.

Dari hasil penertiban tersebut, diketahui bahwa 18 KUPVA BB patuh/komitmen terhadap ketentuan Bank Indonesia dan 4 KUPVA BB tidak patuh/komitmen terhadap ketentuan Bank Indonesia. Adapun tindak lanjut terhadap penertiban KUPVA BB tersebut antara lain :

a. Melakukan pemanggilan terhadap Pengurus KUPVA BB Berizin, terdiri dari PT. Mulia Bumi Arta, PT. Barumun Abadi Raya dan PT. Risansa yang diagendakan pada tanggal 12 Juli 2017;

b. Menyampaikan surat kepada POLDA DIY untuk melakukan pemanggilan terhadap KUPVA BB Tidak Berizin yang tidak patuh terhadap ketentuan Bank Indonesia/masih menjalankan kegiatan usaha penukaran valuta asing.

Page 84: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

84

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab - 5 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

5.4. Perkembangan Transaksi Layanan Keuangan Digital di DIY

Perkembangan transaksi layanan keuangan

digital di DIY sebagai bentuk peningkatan akses

keuangan masyarakat menunjukkan perkembangan

yang positif. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan jumlah

agen penyedia layanan keuangan digital (LKD) yang

juga diikuti dengan peningkatan jumlah transaksi. Sejak

diluncurkan pada tahun 2015 hingga Triwulan II 2017,

jumlah agen LKD di DIY mencapai 3.747 agen yang

tersebar di 5 kabupaten/kota (tabel 5.2 dan grafik 5.9).

Secara umum jumlah agen LKD di DIY sebagian besar

(47%) berada di Kota Yogyakarta.

LKD juga semakin banyak digunakan untuk

bertransaksi di masyarakat. Pada Triwulan II 2017, jumlah

transaksi yang dilakukan oleh masyarakat di DIY melalui

LKD mencapai Rp114,4juta. Jumlah ini meningkat

dibandingkan Triwulan I sebelumnya yang tercatat

sebesar Rp103,7 juta. Sebaran transaksi LKD sebagian

besar berada di Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta

dengan proporsi masing-masing sebesar 66% dan 13%.

Karakter layanan yang mendominasi dalam penggunaan

transaksi LKD di DIY secara umum masih sama dengan

triwulan sebelumnya, yaitu didominasi oleh pengisian

ulang (top up), transfer person to account, diikuti oleh

tarik tunai.

Grafik 5.6 Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing di DIY

Grafik 5.7 Pangsa Valuta Asing yang Ditukarkan di DIY Triwulan I 2017

Gambar 5.1 Penertiban KUPVA Tidak Berizin Gambar 5.2 Penertiban KUPVA Tidak Berizin

Page 85: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

85

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab - 5 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

5.4. Perkembangan Transaksi Layanan Keuangan Digital di DIY

Perkembangan transaksi layanan keuangan

digital di DIY sebagai bentuk peningkatan akses

keuangan masyarakat menunjukkan perkembangan

yang positif. Hal ini ditunjukkan oleh peningkatan jumlah

agen penyedia layanan keuangan digital (LKD) yang

juga diikuti dengan peningkatan jumlah transaksi. Sejak

diluncurkan pada tahun 2015 hingga Triwulan II 2017,

jumlah agen LKD di DIY mencapai 3.747 agen yang

tersebar di 5 kabupaten/kota (tabel 5.2 dan grafik 5.9).

Secara umum jumlah agen LKD di DIY sebagian besar

(47%) berada di Kota Yogyakarta.

LKD juga semakin banyak digunakan untuk

bertransaksi di masyarakat. Pada Triwulan II 2017, jumlah

transaksi yang dilakukan oleh masyarakat di DIY melalui

LKD mencapai Rp114,4juta. Jumlah ini meningkat

dibandingkan Triwulan I sebelumnya yang tercatat

sebesar Rp103,7 juta. Sebaran transaksi LKD sebagian

besar berada di Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta

dengan proporsi masing-masing sebesar 66% dan 13%.

Karakter layanan yang mendominasi dalam penggunaan

transaksi LKD di DIY secara umum masih sama dengan

triwulan sebelumnya, yaitu didominasi oleh pengisian

ulang (top up), transfer person to account, diikuti oleh

tarik tunai.

Grafik 5.6 Perkembangan Transaksi Penukaran Valuta Asing di DIY

Grafik 5.7 Pangsa Valuta Asing yang Ditukarkan di DIY Triwulan I 2017

Gambar 5.1 Penertiban KUPVA Tidak Berizin Gambar 5.2 Penertiban KUPVA Tidak Berizin

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 5 - Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

Grafik 5.8 Transaksi Layanan Keuangan Digital di DIY

Tabel 5.2 Jumlah Agen LKD DIY

Grafik. 5.9 Perkembangan Jumlah Agen LKD di DIY

Grafik 5.10 Penyaluran Bantuan Sosial Triwulan.I

Dalam rangka meningkatkan penggunaan sistem pembayaran non tunai, Bank Indonesia melakukan kerjasama strategis dengan Pemerintah Daerah DIY dan Pemerintah Kabupaten/Kota di DIY, perbankan, perusahaan telekomunikasi, dan stakeholders lain. Bentuk kerja sama tersebut di antaranya dalam penyelenggaraan Focus Group Discussion mengenai implementasi transaksi pembayaran non tunai dengan Pemerintah Kota Yogyakarta, antara lain Badan Pengelolaan Aset Dan Keuangan Daerah selaku entitas pengelola pendapatan dan belanja daerah bersama BPD DIY.

Selain itu, untuk mendukung penggunaan

instrumen pembayaran non tunai, Bank Indonesia DIY

juga melakukan edukasi Gerakan Nasional Non Tunai

(GNNT). BI DIY secara rutin memberikan sosialisasi

kepada masyarakat tentang penggunaan uang

elektronik. Selain itu untuk memperluas penggunaan

instrumen pembayaran non tunai di pemerintahan, BI

DIY bekerjasama dengan Pemerintah Provinsi DIY dan

Pemerintah Kota Yogyakarta memberikan edukasi dan sosialisasi GNNT bagi PNS di lingkungan Provinsi DIY. Hal ini terutama untuk mendukung Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 910/1866/SJ tanggal 17 April 2017 tentang Implementasi Transaksi Non Tunai Pada Pemerintah Daerah Provinsi, dan Nomor 910/1867/SJ tanggal 17 April 2017 tentang Implementasi Transaksi Non Tunai Pada Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota, yang mewajibkan paling lambat tanggal 1 Januari 2018 telah dilaksanakan transaksi non tunai pada pemerintah daerah, meliputi seluruh transaksi penerimaan daerah maupun pengeluaran daerah.

Bank Indonesia bekerja sama dengan Bulog, Dinas Sosial Propinsi DIY, Dinas Sosial Kota Yogyakarta serta perbankan di DIY, telah menyalurkan bantuan sosial berupa sembako dan uang dalam bentuk non tunai dengan menggunakan kartu combo/Kartu Keluarga Sejahtera, yang berbasis e-wallet (uang elektronik)

dan tabungan (laku pandai). Penyaluran ini melibatkan

partisipasi agen LKD dan bank di wilayah DIY.

Page 86: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

86

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab - 5 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

Secara umum, penyaluran bansos baik berupa

sembako melalui Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)

maupun uang tunai melalui Program Keluarga Harapan

(PKH) dari total nilai bansos per Triwulan II 2017 senilai

Rp110,9 Milyar telah tersalur sebesar Rp109,8 Milyar

atau 99% dan dari 231.795 KPM telah tersalur kepada

224.167 KPM atau 96,7% KPM.

Penyebab belum tersalur mayoritas disebabkan

karena KPM yang tidak datang dan KPM yang berdasarkan

verifikasi ulang tidak eligible menjadi penerima bansos,

misalnya penghasilan yang memadai atau telah pindah

alamat. Selain itu, terdapat sejumlah kartu error yang

telah diselesaikan permasalahannya oleh pihak bank dan

telah disalurkan bantuannya. Pada akhir Juni 2017 telah

dilakukan persiapan pilot project penyaluran BPNT di

wilayah Kabupaten, yaitu di Pengasih, Kulonprogo, DIY,

sebagai perluasan dari penyaluran BPNT di wilayah kota

Yogyakarta.

Page 87: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

87

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab - 5 Penyelenggaraan Sistem Pembayaran dan Pengelolaan Uang Rupiah

Secara umum, penyaluran bansos baik berupa

sembako melalui Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT)

maupun uang tunai melalui Program Keluarga Harapan

(PKH) dari total nilai bansos per Triwulan II 2017 senilai

Rp110,9 Milyar telah tersalur sebesar Rp109,8 Milyar

atau 99% dan dari 231.795 KPM telah tersalur kepada

224.167 KPM atau 96,7% KPM.

Penyebab belum tersalur mayoritas disebabkan

karena KPM yang tidak datang dan KPM yang berdasarkan

verifikasi ulang tidak eligible menjadi penerima bansos,

misalnya penghasilan yang memadai atau telah pindah

alamat. Selain itu, terdapat sejumlah kartu error yang

telah diselesaikan permasalahannya oleh pihak bank dan

telah disalurkan bantuannya. Pada akhir Juni 2017 telah

dilakukan persiapan pilot project penyaluran BPNT di

wilayah Kabupaten, yaitu di Pengasih, Kulonprogo, DIY,

sebagai perluasan dari penyaluran BPNT di wilayah kota

Yogyakarta.

KETENAGAKERJAAN DAN KESEJAHTERAAN

BAB VI

Di tengah optimisme perekonomian 2017, kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat DIY masih relatif terjaga

MASYARAKAT

Page 88: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

88

Page 89: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

89

6.1. Ketenagakerjaan

6.1.1. Partisipasi Kerja

Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK)1

DIY pada Februari 2017 relatif terjaga dan tercatat

72,00%. TPAK pada bulan laporan dimaksud sedikit lebih rendah dibandingkan Februari 2016 yang tercatat 72.21%. Namun demikian, TPAK DIY tersebut masih lebih tinggi dari rata-rata TPAK selama 4 tahun terakhir (2013 – 2016), yang tercatat 70,98%. Relatif terjaganya TPAK DIY ditengah perbaikan ekonomi, dipengaruhi oleh struktur ekonomi yang ditopang oleh UMKM, terutama sektor perdagangan, hotel dan restoran.

Berdasarkan data Sakernas Februari 2017, sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja adalah sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor pertanian, dan sektor jasa-jasa. Ketiga sektor tersebut menunjukkan angka yang signifikan dengan sektor lainnya yaitu masing-masing sebesar 25,54%, 22,50% dan 21,31%. Besarnya penyerapan tenaga kerja di ketiga sektor tersebut tidak lepas dari icon Yogyakarta sebagai kota pelajar dan kota wisata.

Namun demikian, jika dibandingkan dengan

periode yang sama tahun sebelumnya, penyerapan

tenaga kerja di sektor perdagangan, hotel dan

restoran dan sektor pertanian menurun. Penyerapan tenaga kerja di sektor perdagangan, hotel dan restoran lebih rendah 1,06% (yoy) jika dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya, sedangkan sektor pertanian terkontraksi sebesar 0,31% (yoy). Walaupun PDRB sektor perdagangan, hotel dan restoran dan sektor pertanian tumbuh positif secara tahunan, namun hal tersebut belum mampu mendorong penyerapan tenaga kerja pada kedua sektor tersebut.

Sementara itu, penyerapan tenaga kerja yang mengalami ekspansi tertinggi terjadi pada sektor jasa-jasa, yaitu tumbuh sebesar 2,92% (yoy). Peningkatan penyerapan tenaga kerja terjadi pula pada sektor pengangkutan dan komunikasi serta sektor keuangan, real estate dan jasa perusahaan, masing-masing tumbuh sebesar 0,38% (yoy) dan 1,50% (yoy). Peningkatan penyerapan tenaga kerja pada ketiga sektor tersebut diprediksi sejalan dengan makin maraknya industri kreatif di Yogyakarta, khususnya terkait dengan digitalisasi.

Di tengah optimisme perekonomian 2017, kondisi ketenagakerjaan dan kesejahteraan masyarakat DIY masih

relatif terjaga, walaupun hasil Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) Februari 2017 menunjukkan sedikit

penurunan pada Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) dan peningkatan tingkat pengangguran terbuka (TPT)

jika dibandingkan dengan Februari 2016. Pada Februari 2017 TPAK tercatat sebesar 72,00%, sedangkan TPT tercatat

sebesar 2,84%. Angka TPAK tersebut masih lebih tinggi dari rata-rata TPAK selama 4 tahun terakhir (2013 – 2016),

yang tercatat 70,98%. Penyerapan tenaga kerja yang mengalami ekspansi tertinggi terjadi pada sektor jasa-jasa.

Peningkatan penyerapan tenaga kerja pada sektor tersebut diprediksi sejalan dengan makin maraknya industri

kreatif di Yogyakarta, khususnya terkait dengan digitalisasi. Sejalan dengan sektor ketenagakerjaan, kesejahteraan

masyarakat juga masih terjaga, yang tercermin dari penurunan Garis Kemiskinan. Tingkat kemiskinan di DIY pada

Maret 2017 tercatat sebesar 13,02%, menurun dibandingkan pada Maret 2016 yang tercatat sebesar 13,34%. Tren

penurunan angka kemiskinan diikuti oleh tren penurunan ketimpangan antar penduduk miskin. Indeks Kedalaman

Kemiskinan tercatat sebesar 2,19, lebih rendah dibandingkan Maret 2016, yang tercatat 2,30. Namun demikian, Gini

Ratio Daerah Istimewa Yogyakarta pada Maret 2017 tercatat sebesar 0,432, lebih tinggi dari posisi Maret 2016 dan

September 2016 yang tercatat masing-masing sebesar 0,420 dan 0,425.

1. TPAK merupakan perbandingan antara jumlah penduduk yang tergolong angkatan kerja dengan penduduk usia kerja

Sumber : BPS (diolah)

Grafik 6.1 Perkembangan TPAK di DIY

71,84 71,05

73,10

68,38

72,21 71,96 72,00

Feb 14 Agst 14 Feb 15 Agst 15 Feb 16 Agst 16 Feb 17

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab - 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat

Page 90: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

90

Tenaga kerja formal and informal di DIY relatif

berimbang dengan rasio 47,9% dan 52,1%. Tenaga

kerja formal terbesar adalah buruh/karyawan/ pegawai,

yang mencapai 43,0%, pada Februari 2017, meningkat

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang

tercatat 41,6%. Porsi tenaga kerja tersebut menduduki

posisi tertinggi dalam angkat kerja DIY. Posisi kedua dan

ketiga tertinggi adalah tenaga kerja informal, yaitu porsi

tenaga kerja dibantu buruh tak tetap (18,2%) dan porsi

tenaga kerja keluarga (13,6%)

6.1.2. Pengangguran

Selama periode Februari 2016 – Februari

2017, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) DIY

sedikit meningkat, namun masih di bawah nasional.

Tingkat pengangguran terbuka DIY pada Februari 2017 tercatat 2,84%, lebih tinggi dari Februari 2016 sebesar 2,81%. Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir terjadi tren peningkatan angka TPT di DIY seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama pada triwulan awal di tahun 2015. Perlambatan ekonomi membawa konsekuensi pada efisiensi yang dilakukan oleh pelaku usaha termasuk di sisi tenaga kerja.

Grafik 6.2 Penduduk Bekerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan 2016

Grafik 6.4 Perkembangan Tingkat Pengangguran

di DIY

Grafik 6.5 Perkembangan Tingkat Pengangguran

Menurut Wilayah dan Jenis Kelamin

Grafik 6.3 Penduduk Bekerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan 2017

Feb Agt Feb Agt Feb

A Formal 45.9 48.8 41.6 45.1 47.9 Berusaha dibantu Buruh Tetap 3.9 3.5 3.5 3.5 4.9 Buruh/Karyawan/Pegawai 41.9 45.3 38.1 41.6 43.0

B Informal 54.1 51.2 58.4 54.9 52.1 Berusaha Sendiri 15.1 15.5 14.2 15.4 12.4 Dibantu Buruh Tidak Tetap/Buruh Tidak Dibayar 15.0 14.0 19.5 18.8 18.2 Pekerja Bebas 9.5 9.7 11.4 8.2 8.0 Pekerja Keluarga/tak Dibayar 14.6 11.9 13.3 12.5 13.6

Sumber : BPS DIY

2015 2016 2017No Status Pekerjaan Utama

Tabel 6.1 Indikator Status Ketenagakerjaan

5,70

2,16

1,60

2,67

1,24

2,68

5,90

3,33

3,65

3,88

2,17

4,00

5,80

4,07

2,59

5,23

0,95

5,30

6,18

4,07

4,54

3,72

3,02

4,55

5,50

2,81

1,90

3,56

1,32

3,54

5,61

2,72

1,50

3,68

2,55

2,79

5,33

2,84

2,81

2,86

1,20

3,56

Perkotaan

Pedesaan

Laki-laki

Perempuan

DIY

Nasional

Feb-14 Agust-14 Feb-15 Agust-15 Feb-16 Agust-16 Feb-17

22,5%

16,1%

25,5%

21,3%

14,6%Pertanian

IndustriPengolahanPHR

Jasa-jasa

Februari2017

5,70 5,94 5,81 5,80 5,50 5,49 5,33

2,16

3,33

4,07 4,07

2,81 2,72 2,84

-

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

Feb 14 Agst 14 Feb 15 Agst 15 Feb 16 Agst 16 Feb 17

%

Sumber: BPS DIY

Nasional DIY

22.8%

17.9%

26.6%

18.4%

14.4%

Pertanian

Industri Pengolahan

PHR

Jasa-jasa

Lainnya

Februari2016

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 6 - Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat

Page 91: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

91

Tenaga kerja formal and informal di DIY relatif

berimbang dengan rasio 47,9% dan 52,1%. Tenaga

kerja formal terbesar adalah buruh/karyawan/ pegawai,

yang mencapai 43,0%, pada Februari 2017, meningkat

dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya yang

tercatat 41,6%. Porsi tenaga kerja tersebut menduduki

posisi tertinggi dalam angkat kerja DIY. Posisi kedua dan

ketiga tertinggi adalah tenaga kerja informal, yaitu porsi

tenaga kerja dibantu buruh tak tetap (18,2%) dan porsi

tenaga kerja keluarga (13,6%)

6.1.2. Pengangguran

Selama periode Februari 2016 – Februari

2017, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) DIY

sedikit meningkat, namun masih di bawah nasional.

Tingkat pengangguran terbuka DIY pada Februari 2017 tercatat 2,84%, lebih tinggi dari Februari 2016 sebesar 2,81%. Dalam kurun waktu 3 tahun terakhir terjadi tren peningkatan angka TPT di DIY seiring dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi terutama pada triwulan awal di tahun 2015. Perlambatan ekonomi membawa konsekuensi pada efisiensi yang dilakukan oleh pelaku usaha termasuk di sisi tenaga kerja.

Grafik 6.2 Penduduk Bekerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan 2016

Grafik 6.4 Perkembangan Tingkat Pengangguran

di DIY

Grafik 6.5 Perkembangan Tingkat Pengangguran

Menurut Wilayah dan Jenis Kelamin

Grafik 6.3 Penduduk Bekerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan 2017

Feb Agt Feb Agt Feb

A Formal 45.9 48.8 41.6 45.1 47.9 Berusaha dibantu Buruh Tetap 3.9 3.5 3.5 3.5 4.9 Buruh/Karyawan/Pegawai 41.9 45.3 38.1 41.6 43.0

B Informal 54.1 51.2 58.4 54.9 52.1 Berusaha Sendiri 15.1 15.5 14.2 15.4 12.4 Dibantu Buruh Tidak Tetap/Buruh Tidak Dibayar 15.0 14.0 19.5 18.8 18.2 Pekerja Bebas 9.5 9.7 11.4 8.2 8.0 Pekerja Keluarga/tak Dibayar 14.6 11.9 13.3 12.5 13.6

Sumber : BPS DIY

2015 2016 2017No Status Pekerjaan Utama

Tabel 6.1 Indikator Status Ketenagakerjaan

5,70

2,16

1,60

2,67

1,24

2,68

5,90

3,33

3,65

3,88

2,17

4,00

5,80

4,07

2,59

5,23

0,95

5,30

6,18

4,07

4,54

3,72

3,02

4,55

5,50

2,81

1,90

3,56

1,32

3,54

5,61

2,72

1,50

3,68

2,55

2,79

5,33

2,84

2,81

2,86

1,20

3,56

Perkotaan

Pedesaan

Laki-laki

Perempuan

DIY

Nasional

Feb-14 Agust-14 Feb-15 Agust-15 Feb-16 Agust-16 Feb-17

22,5%

16,1%

25,5%

21,3%

14,6%Pertanian

IndustriPengolahanPHR

Jasa-jasa

Februari2017

5,70 5,94 5,81 5,80 5,50 5,49 5,33

2,16

3,33

4,07 4,07

2,81 2,72 2,84

-

1,00

2,00

3,00

4,00

5,00

6,00

7,00

Feb 14 Agst 14 Feb 15 Agst 15 Feb 16 Agst 16 Feb 17

%

Sumber: BPS DIY

Nasional DIY

22.8%

17.9%

26.6%

18.4%

14.4%

Pertanian

Industri Pengolahan

PHR

Jasa-jasa

Lainnya

Februari2016

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 6 - Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat

Pengangguran terbuka (TPT) di daerah

perkotaan masih lebih besar daripada pedesaan,

pada Februari 2017. TPT perkotaan Februari 2017 tercatat sebesar 5,33%, sementara TPT di pedesaan hanya 2,84%. Dibandingkan Februari tahun sebelumnya, TPT di perkotaan pada Februari 2017 menurun, sedangkan di pedesaan sedikit meningkat. Berkurangnya lahan pertanian, serta mundurnya musim panen pada awal 2017, berpengaruh terhadap peningkatan TPT di tingkat pedesaan. Sementara itu, kecenderungan penduduk usia kerja untuk mendirikan usaha dengan dibantu oleh buruh/pekerja tidak tetap dan pekerja bebas berdampak pada penurunan TPT di perkotaan. Tenaga kerja usia muda yang memiliki pendidikan menengah keatas lebih memiliki kreativitas dan kesempatan di era digital economy untuk melakukan usaha secara mandiri maupun berkelompok. Dilihat dari jenis kelamin, tenaga kerja laki-laki dan perempuan relatif berimbang dengan proporsi masing-masing sebesar 2,81% dan 2,86%. Dibandingkan dengan Februari 2016, pada Februari 2017, tenaga kerja laki-laki menunjukkan peningkatan pengangguran, sedangkan tenaga kerja perempuan cenderung terkontraksi. TPT tenaga kerja laki-laki meningkat dari 1,90% pada Febuari 2016, menjadi 2,81% pada Febuari 2017, sedangkan TPT tenaga kerja perempuan menurun dari 3,56% pada Febuari 2016 menjadi 2,86% pada Febuari 2017.

6.1.3. Indikator Ketenagakerjaan dari Survei

Kegiatan Dunia Usaha

Penyerapan tenaga kerja pada Triwulan II

2017 menurun, sebagaimana tercermin dalam angka SBT 0,74%, lebih tinggi dibandingkan periode sebelumnya yang sebesar 6,75%. Penurunan penyerapan tenaga kerja terjadi pada sektor utama, yaitu industri pertanian (SBT 0,66%), industri pengolahan (SBT -0,66%) dan sektor PHR (SBT 1,50%). Hasil survei mengindikasikan penurunan tenaga kerja pada sektor pertanian terjadi karena penurunan minat tenaga kerja muda untuk bekerja di sektor pertanian. Sementara itu, penurunan tenaga kerja pada sektor industri pengolahan terjadi seiring dengan penurunan produksi.

Penggunaan tenaga kerja pada Triwulan III

2017 diperkirakan lebih ekspansif sejalan dengan

perkiraan perbaikan produksi. Hal ini sebagaimana

tercermin pada perkiraan SBT jumlah tenaga kerja sebesar

8,92% pada Triwulan III 2017 lebih tinggi dibandingkan

0,74% pada triwulan laporan. Peningkatan jumlah

tenaga kerja terjadi hampir di seluruh sektor, kecuali

sektor pertanian dan sektor pengangkutan & komunikasi.

Peningkatan penggunaan tenaga kerja terbesar terjadi

pada sektor keuangan, real estate & jasa perusahaan,

diikuti sektor industri pengolahan.

Tabel 6.2 Perkembangan Penggunaan Tenaga Kerja SKDU DIY

Tw I Tw II Tw III Tw IV Tw I Tw II Tw III*1. Pertanian, Perkebunan, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan -2.20 -0.21 1.93 -0.21 7.93 0.66 -0.682. Pertambangan -0.72 0.00 -0.72 -0.72 0.00 0.00 0.003. Industri Pengolahan 1.12 2.47 -1.50 -0.18 1.91 -0.66 2.134. Listrik, Gas dan Air Bersih 0.00 0.00 0.42 0.00 -0.42 0.42 0.425. Bangunan 0.00 0.00 -5.11 0.00 -1.70 -1.28 1.286. Perdagangan, Hotel dan Restoran -0.66 -0.37 -0.98 -0.45 1.97 1.50 2.447. Pengangkutan dan Komunikasi 1.08 1.70 -0.30 0.81 -3.73 0.05 -0.058. Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan -1.18 0.93 -1.58 0.67 -0.91 -0.14 2.839. Jasa - Jasa 0.17 0.49 -0.03 0.17 1.70 0.19 0.56

Total -2.38 5.00 -7.86 0.09 6.75 0.74 8.92*ekspektasi penyerapan tenaga kerjaSumber: SKDU BI

Sektor 2016 2017

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab - 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat

Page 92: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

92

Lebih tingginya penggunaan tenaga kerja pada sektor keuangan, real estate & jasa perusahaan terjadi karena rencana penambahan cabang/outlet. Sementara itu, peningkatan penggunaan tenaga kerja pada industri pengolahan terjadi karena peningkatan produksi.

6.1.4. Kesejahteraan Masyarakat Pedesaan

Nilai Tukar Petani (NTP) DIY pada Triwulan

II 2017 lebih tinggi dan tercatat 101,88. Hal ini

berarti meningkat 0,1%, dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tercatat 101,77. Secara nasional, NTP DIY tersebut lebih tinggi dibandingkan nasional (100,23), Banten (99,25) dan Jawa Tengah (98,69), namun masih lebih rendah dari Jawa Barat (103,76) dan Jawa Timur (102,33).

Grafik 6.6 Perkembangan Nilai Tukar Petani di DIY

Tabel 6.3 Perbandingan NTP Antar provinsi di

Jawa

pangan dipengaruhi oleh faktor anomali cuaca. Curah hujan yang tinggi pada musim kemarau (kemarau basah) berdampak pada penurunan produksi pada saat panen. Di sisi lain, tingginya biaya bibit dan pakan ternak berdampak pada tingginya biaya usaha peternakan, sehingga berdampak pada rendahnya pendapatan yang diterima petani.

Grafik 6.7 NTP Berdasarkan Sub Sektor

Grafik 6.8 Angka Kemiskinan di DIY

15,0014,55

14,91

13,16 13,34 13,10 13,02

10,00

11,00

12,00

13,00

14,00

15,00

16,00

440

460

480

500

520

540

560

Maret2014

Sept2014

Maret2015

Sept2015

Maret2016

Sept2016

Maret2017

%(Ribu orang)

Sumber: BPS DIY (Diolah)

Jumlah Penduduk Miskin Persentase Penduduk Miskin

Subsektor pertanian dengan NTP tertinggi

adalah Tanaman Perkebunan Rakyat yang tercatat

123,22 pada DIY Triwulan II 2017. Peringkat berikutnya diikuti oleh subsektor hortikultura (101,29. Sementara subsektor holtikultura dan peternakan berada dibawah 100, yaitu subsektor tanaman pangan (99,71) dan peternakan (91,65). Rendahnya NTP subsektor tanaman

6.1.5. Kemiskinan

Angka kemiskinan DIY turun sejalan

dengan perbaikan perekonomian domestik yang

diprakirakan mampu mendorong kesejahteraan

masyarakat. Garis kemiskinan merupakan suatu besaran nominal yang digunakan untuk mengukur angka kemiskinan. Angka ini merupakan representasi jumlah rupiah yang dibutuhkan oleh seorang penduduk untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya baik berupa sandang, papan maupun pangan. Angka ini sekaligus menjadi batas minimal tingkat pendapatan yang dibutuhkan seseorang yang dianggap mampu mencukupi kebutuhan konsumsi di level yang layak.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 6 - Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat

Page 93: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

93

Lebih tingginya penggunaan tenaga kerja pada sektor keuangan, real estate & jasa perusahaan terjadi karena rencana penambahan cabang/outlet. Sementara itu, peningkatan penggunaan tenaga kerja pada industri pengolahan terjadi karena peningkatan produksi.

6.1.4. Kesejahteraan Masyarakat Pedesaan

Nilai Tukar Petani (NTP) DIY pada Triwulan

II 2017 lebih tinggi dan tercatat 101,88. Hal ini

berarti meningkat 0,1%, dibandingkan triwulan

sebelumnya yang tercatat 101,77. Secara nasional, NTP DIY tersebut lebih tinggi dibandingkan nasional (100,23), Banten (99,25) dan Jawa Tengah (98,69), namun masih lebih rendah dari Jawa Barat (103,76) dan Jawa Timur (102,33).

Grafik 6.6 Perkembangan Nilai Tukar Petani di DIY

Tabel 6.3 Perbandingan NTP Antar provinsi di

Jawa

pangan dipengaruhi oleh faktor anomali cuaca. Curah hujan yang tinggi pada musim kemarau (kemarau basah) berdampak pada penurunan produksi pada saat panen. Di sisi lain, tingginya biaya bibit dan pakan ternak berdampak pada tingginya biaya usaha peternakan, sehingga berdampak pada rendahnya pendapatan yang diterima petani.

Grafik 6.7 NTP Berdasarkan Sub Sektor

Grafik 6.8 Angka Kemiskinan di DIY

15,0014,55

14,91

13,16 13,34 13,10 13,02

10,00

11,00

12,00

13,00

14,00

15,00

16,00

440

460

480

500

520

540

560

Maret2014

Sept2014

Maret2015

Sept2015

Maret2016

Sept2016

Maret2017

%(Ribu orang)

Sumber: BPS DIY (Diolah)

Jumlah Penduduk Miskin Persentase Penduduk Miskin

Subsektor pertanian dengan NTP tertinggi

adalah Tanaman Perkebunan Rakyat yang tercatat

123,22 pada DIY Triwulan II 2017. Peringkat berikutnya diikuti oleh subsektor hortikultura (101,29. Sementara subsektor holtikultura dan peternakan berada dibawah 100, yaitu subsektor tanaman pangan (99,71) dan peternakan (91,65). Rendahnya NTP subsektor tanaman

6.1.5. Kemiskinan

Angka kemiskinan DIY turun sejalan

dengan perbaikan perekonomian domestik yang

diprakirakan mampu mendorong kesejahteraan

masyarakat. Garis kemiskinan merupakan suatu besaran nominal yang digunakan untuk mengukur angka kemiskinan. Angka ini merupakan representasi jumlah rupiah yang dibutuhkan oleh seorang penduduk untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya baik berupa sandang, papan maupun pangan. Angka ini sekaligus menjadi batas minimal tingkat pendapatan yang dibutuhkan seseorang yang dianggap mampu mencukupi kebutuhan konsumsi di level yang layak.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 6 - Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat

untuk memenuhi standar hidup minimal. Kuantitas konsumsi dan semakin beragamnya jenis barang/jasa yang diperlukan masyarakat untuk kegiatan konsumsi mendorong peningkatan garis kemiskinan DIY setiap tahunnya.

Secara umum, andil garis kemiskinan

makanan terhadap garis kemiskinan sebesar

71,52%. Berdasarkan komoditas makanan, terdapat lima komoditas yang secara persentase memberikan kontribusi yang cukup besar pada garis kemiskinan makanan di perkotaan, yaitu beras, rokok kretek filter, daging ayam ras, telur ayam ras, dan gula pasir. Sementara itu, lima komoditas makanan yang berpengaruh cukup besar terhadap garis kemiskinan di pedesaan adalah beras, daging ayam ras, rokok kretek filter, telur ayam ras dan gula pasir.

Tabel 6.4 Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di DIY

Makanan Bukan Makanan

Total

Perkotaan

Maret 2015 238,042 109,745 347,787 329.65 13.43 0.07 Sept 2015 248,320 110,150 358,470 292.64 11.93 (1.50) Maret 2016 254,284 110,502 364,786 297.71 11.79 (0.14) Sept 2016 257,677 112,832 370,509 301.25 11.68 (0.11) Maret 2017 270,924 114,383 385,307 309.03 11.72 0.04

PedesaanMaret 2015 236,342 75,907 312,249 220.57 17.85 0.97 Sept 2015 241,725 82,662 324,387 192.92 15.62 (2.23) Maret 2016 246,960 84,348 331,308 197.23 16.63 1.01 Sept 2016 250,244 86,986 337,230 187.58 16.27 (0.36) Maret 2017 260,249 87,813 348,062 179.51 16.11 (0.16)

Kota+DesaMaret 2015 237,473 98,413 335,886 532.58 14.91 0.36 Sept 2015 246,776 100,945 347,721 485.56 13.16 (1.75) Maret 2016 252,284 101,800 354,084 494.94 13.34 0.18 Sept 2016 255,304 104,865 360,169 488.83 13.10 (0.24) Maret 2017 267,501 106,508 374,009 488.53 13.02 (0.08)

Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bulan) Jumlah Penduduk

Miskin (ribu)

Persentase Penduduk

Miskin

Perubahan Persentase Penduduk Miskin (%)

Daerah/tahun

Penduduk yang memiliki pendapatan dibawah besaran minimal ini dianggap berada di bawah kondisi kemiskinan. Tingkat kemiskinan di DIY pada Maret 2017 tercatat sebesar 13,02%, menurun dibandingkan pada Maret 2016 yang tercatat sebesar 13,34%, Sejak Maret 2007 (18,99%) angka kemiskinan di DIY terus menunjukkan tren penurunan.

Kebutuhan masyarakat untuk memperoleh

standar hidup yang mencukupi terus meningkat

yang tercermin dari lebih tingginya tingkat garis

kemiskinan di DIY setiap tahunnya. Pada Maret 2017 garis kemiskinan sebesar Rp374.009,00 per kapita per bulan, meningkat sebesar 5,6% dibandingkan Maret 2016 yang sebesar Rp354,084,00 per kapita per bulan. Peningkatan garis kemiskinan menunjukkan semakin tingginya jumlah rupiah yang dibutuhkan masyarakat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab - 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat

Page 94: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

94

Tingkat kemiskinan di daerah pedesaan lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan, meski secara nominal, jumlah penduduk miskin di perkotaan justru lebih tinggi dibandingkan di

pedesaan. Persentase/tingkat kemiskinan di daerah perkotaan pada Maret 2017 sebesar 11,72% sementara di daerah pedesaan mencapai 16,11%. Sedangkan secara nominal, jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan sebesar 179,51 ribu lebih rendah dibandingkan daerah perkotaan yang mencapai 309,03 ribu. Baik kemiskinan di daerah pedesaan maupun perkotaan cenderung menurun dibandingkan Maret 2016 yang tercatat masing-masing sebesar 16,63% dan 11,79%.

Tren penurunan angka kemiskinan diikuti

oleh tren penurunan ketimpangan antar penduduk

miskin. Hal ini ditunjukkan baik oleh Indeks Kedalaman Kemiskinan maupun Indeks Keparahan Kemiskinan yang menurun pada Maret 2017 dibandingkan periode Maret 2016. Pada Maret 2017, Indeks Kedalaman Kemiskinan tercatat sebesar 2,19, lebih rendah dibandingkan Maret 2016, yang tercatat 2,30. Penurunan Indeks Kedalaman Kemiskinan mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin di DIY cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin menyempit. Sementara itu Indeks Keparahan Kemiskinan pada Maret 2017 tercatat sebesar 0,55 lebih rendah dibandingkan Maret 2016 yang tercatat sebesar 0,55. Penurunan Indeks Keparahan Kemiskinan menunjukkan pengeluaran diantara penduduk miskin yang semakin merata (disparitas yang semakin rendah diantara penduduk miskin itu sendiri). Sebagaimana dengan tingkat kemiskinan, Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan lebih tinggi di daerah pedesaan dibandingkan daerah perkotaan.

Namun demikian, tingkat ketimpangan

pengeluaran penduduk di DIY yang tercermin

dari Gini Ratio pada Maret 2017 lebih tinggi

dibandingkan Maret 2016. Nilai Gini Ratio berkisar antara 0-1. Semakin tinggi nilai Gini Ratio menunjukkan ketimpangan yang semakin tinggi. Pada Maret 2017, Gini Ratio tercatat sebesar 0,432, lebih tinggi dari posisi Maret 2016 dan September 2016 yang tercatat masing-masing sebesar 0,420 dan 0,425. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemerataan pengeluaran di Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami koreksi selama periode September 2015 – September 2016. Gini Ratio Daerah Istimewa Yogyakarta selalu di atas nilai Gini Ratio nasional, yang pada Maret 2017 hanya sekitar 0,393. DI. Yogyakarta merupakan provinsi dengan gini ratio tertinggi di Indonesia. Berdasarkan daerah tempat tinggal, ketimpangan tampak lebih jelas di daerah perkotaan yang ditunjukkan dengan angka Gini Ratio yang lebih tinggi dibanding di pedesaan.

Grafik 6.10 Perkembangan Gini Ratio di DIY

Tabel 6.11 9 Provinsi dengan Gini Ratio Tertinggi

Tabel 6.5 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di DIYKota Desa Kota+Desa

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Maret 2015 2.55 3.70 2.93Sept 2015 2.19 2.57 2.32Maret 2016 1.78 3.41 2.30Sept 2016 1.26 2.83 1.75Maret 2017 2.15 2.29 2.19

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)Maret 2015 0.71 1.09 0.83Sept 2015 0.60 0.68 0.63Maret 2016 0.38 1.05 0.59Sept 2016 0.22 0.67 0.36Maret 2017 0.58 0.47 0.55

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 6 - Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat

Page 95: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

95

Tingkat kemiskinan di daerah pedesaan lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan, meski secara nominal, jumlah penduduk miskin di perkotaan justru lebih tinggi dibandingkan di

pedesaan. Persentase/tingkat kemiskinan di daerah perkotaan pada Maret 2017 sebesar 11,72% sementara di daerah pedesaan mencapai 16,11%. Sedangkan secara nominal, jumlah penduduk miskin di daerah pedesaan sebesar 179,51 ribu lebih rendah dibandingkan daerah perkotaan yang mencapai 309,03 ribu. Baik kemiskinan di daerah pedesaan maupun perkotaan cenderung menurun dibandingkan Maret 2016 yang tercatat masing-masing sebesar 16,63% dan 11,79%.

Tren penurunan angka kemiskinan diikuti

oleh tren penurunan ketimpangan antar penduduk

miskin. Hal ini ditunjukkan baik oleh Indeks Kedalaman Kemiskinan maupun Indeks Keparahan Kemiskinan yang menurun pada Maret 2017 dibandingkan periode Maret 2016. Pada Maret 2017, Indeks Kedalaman Kemiskinan tercatat sebesar 2,19, lebih rendah dibandingkan Maret 2016, yang tercatat 2,30. Penurunan Indeks Kedalaman Kemiskinan mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran penduduk miskin di DIY cenderung makin mendekati garis kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin semakin menyempit. Sementara itu Indeks Keparahan Kemiskinan pada Maret 2017 tercatat sebesar 0,55 lebih rendah dibandingkan Maret 2016 yang tercatat sebesar 0,55. Penurunan Indeks Keparahan Kemiskinan menunjukkan pengeluaran diantara penduduk miskin yang semakin merata (disparitas yang semakin rendah diantara penduduk miskin itu sendiri). Sebagaimana dengan tingkat kemiskinan, Indeks Kedalaman dan Keparahan Kemiskinan lebih tinggi di daerah pedesaan dibandingkan daerah perkotaan.

Namun demikian, tingkat ketimpangan

pengeluaran penduduk di DIY yang tercermin

dari Gini Ratio pada Maret 2017 lebih tinggi

dibandingkan Maret 2016. Nilai Gini Ratio berkisar antara 0-1. Semakin tinggi nilai Gini Ratio menunjukkan ketimpangan yang semakin tinggi. Pada Maret 2017, Gini Ratio tercatat sebesar 0,432, lebih tinggi dari posisi Maret 2016 dan September 2016 yang tercatat masing-masing sebesar 0,420 dan 0,425. Kondisi ini menunjukkan bahwa pemerataan pengeluaran di Daerah Istimewa Yogyakarta mengalami koreksi selama periode September 2015 – September 2016. Gini Ratio Daerah Istimewa Yogyakarta selalu di atas nilai Gini Ratio nasional, yang pada Maret 2017 hanya sekitar 0,393. DI. Yogyakarta merupakan provinsi dengan gini ratio tertinggi di Indonesia. Berdasarkan daerah tempat tinggal, ketimpangan tampak lebih jelas di daerah perkotaan yang ditunjukkan dengan angka Gini Ratio yang lebih tinggi dibanding di pedesaan.

Grafik 6.10 Perkembangan Gini Ratio di DIY

Tabel 6.11 9 Provinsi dengan Gini Ratio Tertinggi

Tabel 6.5 Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) di DIYKota Desa Kota+Desa

Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1)

Maret 2015 2.55 3.70 2.93Sept 2015 2.19 2.57 2.32Maret 2016 1.78 3.41 2.30Sept 2016 1.26 2.83 1.75Maret 2017 2.15 2.29 2.19

Indeks Keparahan Kemiskinan (P2)Maret 2015 0.71 1.09 0.83Sept 2015 0.60 0.68 0.63Maret 2016 0.38 1.05 0.59Sept 2016 0.22 0.67 0.36Maret 2017 0.58 0.47 0.55

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 6 - Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

BOKS IIIMERAIH ASA MELALUI BUDIDAYA BAWANG MERAH DI LAHAN PASIR

Ditengah semakin berkurangnya lahan pertanian karena adanya alih fungsi lahan pertanian, lahan pasir dapat menjadi salah satu alternatif untuk menambah areal pertanian dalam rangka meningkatkan produksi pertanian (ekstensifikasi). Keunggulan pemanfaatan lahan pasir untuk pertanian adalah tersedianya lahan yang cukup luas tanpa harus membuka lahan baru dengan penebangan pohon seperti di hutan. Namun demikian, lahan pasir memiliki keterbatasan berupa unsur hara yang rendah dan tingkat porositas yang tinggi.

Dalam rangka meminimalisasi permasalahan-permasalahan yang muncul dalam budidaya pertanian di lahan pasir, Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY telah memberikan pendampingan kepada Kelompok Tani Pasir Makmur yang berlokasi di Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul. Program pendampingan yang dilakukan adalah program demplot bawang merah lahan pasir On Season dan Off Season yang dikembangkan dengan metode budidaya ramah lingkungan, penguatan kelembagaan kelompok, serta pengembangan inovasi teknologi terapan di bidang pertanian.

Metode budidaya bawang merah ramah lingkungan bertujuan agar dihasilkan produk bawang merah yang aman dan sehat untuk dikonsumi, serta dapat menjaga kesuburan tanah, sehingga keberlangsungan budidaya pertanian di lahan pasir dapat terjaga. Untuk mendukung budidaya bawang merah ramah lingkungan di Kelompok Tani Pasir Makmur, Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY telah memberikan bantuan teknis pembuatan saprodi ramah lingkungan bekerjasama dengan Ansa School, sehingga petani mampu memproduksi saprodi pertanian ramah lingkungan berupa pupuk organik (cair dan padat), serta pestisida alami.

Sementara itu dalam rangka mengatasi permasalahan penyediaan air irigasi di lahan pasir, Kantor Perwakilan Bank Indonesia DIY telah merealisasikan inovasi teknologi “irigasi kabut” pada lahan demplot bawang merah yang memiliki beberapa kelebihan, yaitu:

Pengairan terhadap lahan dapat dilakukan dengan lebih efektif dan efisien.Hasil penyiraman lahan lebih merata melalui efek kabut yang dihasilkan, dimana kabut yang dihasilkan juga berfungsi sebagai pengendali hawa panas yang tinggi. Irigasi kabut bermanfaat dalam pemberian pupuk organik cair (POC) yang disalurkan melalui selang-selang irigasi yang terhubung pada bak POC, sehingga pemupukan lebih efektif dan merata.

Irigasi kabut mampu menjadi salah satu instrumen pengendali Organisme Pengganggu Tanaman (OPT), sehingga mengurangi dampak pada tanaman akibat hama atau angin/kabut payau yang mengandung garam laut. Penyiraman pada pagi hari sebelum matahari terbit berfungsi sebagai pencuci daun dari embun payau yang mengandung garam, dan penyiraman pada sore hari bermanfaat untuk mencegah penyebaran serangga pengganggu.

Dalam program pendampingan kepada Kelompok Tani Pasir Makmur di lahan pasir Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Kabupaten Bantul, Kantor Perwakilan BI DIY bermitra dengan beberapa lembaga/instansi, yaitu Pemerintah Kabupaten Bantul melalui Dinas Pertanian, Pangan, Kelautan dan Perikanan Bantul, UPTD Balai Proteksi Tanaman Pangan DIY, Balai Pengkajian Teknologi Pertanian, Inkubator Bisnis dan Kewirausahaan UMY serta Kelompok Tani Pasir Makmur.

Bab - 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat

Page 96: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

96

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Potensi terpendam yang dimiliki lahan pasir sebagai penghasil komoditas pertanian yang ramah lingkungan perlu terus dikembangkan melalui sinergi seluruh pihak terkait. Program pendampingan berkelanjutan juga perlu terus dilakukan guna penyempurnaan teknologi yang ada serta inovasi-inovasi teknologi baru lainnya yang mampu menjawab problematika pada pengembangan pertanian lahan pasir. Tentunya semua upaya yang dilakukan ini dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani serta mendukung stabilitas ekonomi pada aspek ketersediaan komoditas pertanian.

Bab 6 - Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat

Page 97: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

97

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Potensi terpendam yang dimiliki lahan pasir sebagai penghasil komoditas pertanian yang ramah lingkungan perlu terus dikembangkan melalui sinergi seluruh pihak terkait. Program pendampingan berkelanjutan juga perlu terus dilakukan guna penyempurnaan teknologi yang ada serta inovasi-inovasi teknologi baru lainnya yang mampu menjawab problematika pada pengembangan pertanian lahan pasir. Tentunya semua upaya yang dilakukan ini dalam rangka peningkatan kesejahteraan masyarakat, khususnya petani serta mendukung stabilitas ekonomi pada aspek ketersediaan komoditas pertanian.

Bab 6 - Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

BOKS IVAIR BERSIH BAGI REJOSARI, KINI BUKAN SEKEDAR MIMPI

Air merupakan kebutuhan dasar manusia, namun sayangnya tidak semua orang bisa mendapatkannya dengan mudah. Banyak warga yang harus berjuang naik turun bukit untuk sekedar mengambil seember air dari sungai atau sumber air lainnya, dan tidak sedikit orang yang harus menampung air hujan pada saat musim penghujan tiba.

Desa Rejosari adalah sebuah desa yang terletak di Kecamatan Semin Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Wonogiri, Jawa Tengah. Dari data Desember 2016, ada 15 dusun, 1960 kepala keluarga dan 5.738 jiwa dengan luas wilayah mencapai 951,915 hektar. Sebagian wilayah Rejosari yang berupa perbukitan dengan ketinggian +/- 30 m dpl, menjadikan kesulitan air sebagai masalah utama bagi warga. Meski sebagian wilayah lainnya berada di tepian Sungai Oya, namun warga sekitar tetap kesulitan air untuk kebutuhan sehari-hari. Bagi warga yang ekonominya cukup mereka dapat dengan mudah membeli air bersih, namun tidak demikian bagi warga yang ekonominya pas-pasan. Selama ini mereka mencari air bersih ke desa lain yang jaraknya berkilo-kilo meter, selain itu warga juga membuat sumur di sepanjang Sungai Oya yang airnya selalu menyusut pada musim kemarau.

Ketika musim kemarau tiba, air bersih menjadi barang langka bagi warga, sumur warga juga mengering. Jangankan untuk mandi atau mencuci, untuk minum pun warga sangat kesulitan. Sawah dan ladang kekeringan sehingga petani mengalami gagal panen. Kondisi ini yang membangkitkan inisiatif Lembaga Pemberdayaan Masyarakat Desa (LPMD) Rejosari yang diketuai oleh Joko Sriyanto untuk membuat program pembangunan sumur bor dan sarana prasarana air bersih bagi warga Rejosari, khususnya bagi 5 dusun yaitu Dusun Banyu, Bedil Kulon, Kaligayam Lor, Ngerco, dan Sempu Lor dengan jumlah penduduk lebih dari 600 kepala keluarga dan 2200 jiwa. Kelima dusun ini merupakan dusun dengan tingkat kerawanan paling tinggi diantara dusun lainnya.

Kesulitan dana menjadi penghalang bagi LPMD untuk mewujudkan program ini. LPMD pun mengajukan proposal ke instansi-instansi agar program tersebut dapat terealisasi. Sebagai wujud Customer Social Responsibility (CSR), Bank Indonesia menyetujui proposal program untuk dua dusun yaitu Dusun Kaligayam Lor dan Sempu Lor. Dua dusun ini dipilih karena keduanya dapat meng-cover kebutuhan air bersih dusun di sekitarnya. Bantuan yang diberikan berupa dua buah sumur bor, sarana dan prasarana air bersih serta 60 water meter. Nantinya warga akan diminta membayar sesuai dengan air yang digunakan dan pemasukannya digunakan untuk pemeliharaan. Dalam waktu dekat pengelolaan air bersih dimaksud akan dilakukan oleh Bumdes Rejosari. Peresmian bantuan dilakukan pada 10

Bab - 6 Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat

Page 98: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

98

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Agustus 2017 oleh Bupati Gunungkidul dihadiri pula oleh Direktur Departemen Komunikasi, aparat kecamatan dan desa serta warga sekitar.

Dalam melaksanakan tugasnya di bidang kestabilan moneter dan sistem keuangan, Bank Indonesia tidak mungkin melepaskan diri dari dinamika kehidupan bermasyarakat. Pembangunan sumur bor dan sarana prasarana air bersih bagi warga Rejosari, merupakan salah satu bentuk tanggung jawab Bank Indonesia sebagai bagian dari masyarakat. Program Sosial Bank Indonesia juga mempertegas keberadaan dan keterlibatan Bank Indonesia di dalam mendukung kegiatan ekonomi masyarakat. Adanya bantuan ini membuat warga tidak lagi kesulitan mencari air bersih dan kebutuhan warga untuk minum, memasak, mandi, mencuci serta minum ternak dapat terpenuhi.

Bab 6 - Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat

Page 99: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

99

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Agustus 2017 oleh Bupati Gunungkidul dihadiri pula oleh Direktur Departemen Komunikasi, aparat kecamatan dan desa serta warga sekitar.

Dalam melaksanakan tugasnya di bidang kestabilan moneter dan sistem keuangan, Bank Indonesia tidak mungkin melepaskan diri dari dinamika kehidupan bermasyarakat. Pembangunan sumur bor dan sarana prasarana air bersih bagi warga Rejosari, merupakan salah satu bentuk tanggung jawab Bank Indonesia sebagai bagian dari masyarakat. Program Sosial Bank Indonesia juga mempertegas keberadaan dan keterlibatan Bank Indonesia di dalam mendukung kegiatan ekonomi masyarakat. Adanya bantuan ini membuat warga tidak lagi kesulitan mencari air bersih dan kebutuhan warga untuk minum, memasak, mandi, mencuci serta minum ternak dapat terpenuhi.

Bab 6 - Ketenagakerjaan dan Kesejahteraan Masyarakat

OUTLOOK KONDISI EKONOMI DAN INFLASI

BAB VII

Pertumbuhan Ekonomi Daerah Istimewa Yogyakarta pada Tahun 2017 Diprakirakan Semakin Membaik Seiring Dengan Peningkatan Konsumsi

Masyarakat dan Investasi Serta Terkendalinya Inflasi.

Page 100: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

100

Page 101: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

101

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 7 - Outlook Kondisi Ekonomi dan Inflasi

7.1. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi

Triwulan IV 2017

Pertumbuhan ekonomi DIY Triwulan IV 2017

diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan triwulan

sebelumnya. Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi

DIY Triwulan IV 2017 ditopang oleh peningkatan konsumsi

rumah tangga, peningkatan kinerja investasi dan

peningkatan permintaan ekspor luar negeri. Sementara

dari sisi penawaran, peningkatan penyelenggaran MICE

serta kenaikan jumlah wisatawan yang diperkirakan

mencapai puncaknya pada liburan Natal dan Tahun

Baru mendorong akselerasi pertumbuhan kinerja sektor

penyediaan akomodasi dan makan minum serta sektor

perdagangan.

7.1.1. Sisi Permintaan

Akselerasi pertumbuhan ekonomi DIY

Triwulan IV 2017 ditopang oleh peningkatan

konsumsi rumah tangga. Kondisi ekonomi domestik

yang stabil disertai dengan terjaganya stabilitas sistem

keuangan diperkirakan menciptakan lingkungan yang

kondusif sehingga mendorong peningkatan konsumsi

masyarakat. Selain itu, peningkatan jumlah wisatawan

saat liburan Natal dan Tahun Baru ditengarai dapat

berdampak pada meningkatnya permintaan masyarakat

terutama untuk komoditas bahan pangan. Peningkatan

penghasilan masyarakat pada akhir tahun seiring

dengan adanya bonus akhir tahun juga diperkirakan

menjadi faktor pendorong terakselerasinya peningkatan

pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang menjadi

penopang pertumbuhan ekonomi DIY. Hal ini tercermin

dari hasil Survei Konsumen Bank Indonesia yang

menunjukan bahwa terdapat peningkatan ekspektasi

konsumen untuk 6 bulan ke depan, yang disertai dengan

adanya peningkatan penghasilan, kegiatan usaha

maupun ketersediaan lapangan kerja.

Pembayaran termin akhir proyek-proyek

pemerintah daerah diperkirakan mendorong

pertumbuhan investasi Triwulan IV 2017. Akselerasi

belanja fiskal pemerintah akan dioptimalkan pada

Triwulan IV 2017 terutama komponen belanja modal

untuk pembayaran berbagai proyek infrastruktur

pemerintah. Selain itu, alokasi Dana Keistimewaan

yang difokuskan untuk pembangunan infrastruktur DIY

semakin mendorong pertumbuhan investasi pemerintah

DIY. Sementara investasi pemerintah diprakirakan tumbuh

secara optimal, geliat investasi swasta diprakirakan masih

tumbuh terbatas. Pelaku usaha cenderung masih berada

dalam posisi wait-and-see terhadap kondisi ekonomi

domestik.

Pada Triwulan IV 2017, kinerja ekspor/

impor luar negeri diperkirakan masih tumbuh. Perekonomian global yang semakin solid didorong

oleh perbaikan ekonomi AS, Eropa dan Tiongkok

diprakirakan masih menjadi pendorong tumbuhnya

ekspor. Permintaan dari negara mitra dagang utama DIY,

antara lain AS, Eropa dan Jepang juga masih tumbuh dan

menopang pertumbuhan ekspor DIY terutama untuk

komoditas tekstil dan meubel. Sementara kinerja impor

juga masih tumbuh seiring dengan peningkatan ekspor.

Grafik 7.1 Perkembangan Indeks Ekspektasi Konsumen dan Komponennya

Page 102: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

102

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 7 - Outlook Kondisi Ekonomi dan Inflasi

7.1.2. Sisi Penawaran

Dari sisi penawaran, peningkatan kinerja

sejumlah lapangan usaha utama, antara lain

penyediaan akomodasi dan makan minum,

industri pengolahan, perdagangan dan konstruksi

diperkirakan dapat mendorong akselerasi

pertumbuhan ekonomi DIY. Seiring dengan

momentum Natal dan Tahun Baru, kinerja lapangan

usaha perdagangan dan penyediaan akomodasi dan

makan minum diperkirakan naik yang ditopang oleh

peningkatan jumlah wisatawan, baik lokal maupun

mancanegara. Selain itu, akselerasi kinerja hotel dan

restoran juga didorong oleh peningkatan frekuensi

penyelenggaraan MICE pada Triwulan IV 2017 seiring

dengan makin beragamnya objek-objek wisata baru

maupun penyelenggaraan event-event atau festival

budaya daerah pada akhir tahun.

Sejalan dengan peningkatan konsumsi, lapangan

usaha industri pengolahan diprakirakan mengalami

kenaikan pada Triwulan IV 2017. Peningkatan permintaan

makanan seiring dengan peningkatan jumlah wisatawan

yang datang ke DIY pada peak season mendorong

peningkatan pertumbuhan industri pengolahan.

Selain itu, masih tumbuhnya permintaan

komoditas-komoditas utama, seperti tekstil dan meubel

dari negara mitra dagang turut mendorong akselerasi

industri pengolahan di akhir tahun.

Tabel 7.1 Risiko Pendorong dan Penghambat Pertumbuhan Ekonomi DIY Sisi Permintaan Triwulan IV 2017

TRIWULAN IV 2017

Permintaan Upside Downside

Konsumsi RT • Peningkatan kunjungan wisatawan saat liburan Natal dan Tahun Baru.

• Peningkatan konsumsi masyarakat terutama komoditas bahan pangan saat liburan Natal dan Tahun Baru.

• Peningkatan penghasilan masyarakat seiring dengan adanya bonus akhir tahun

• Potensi risiko peningkatan harga BBM, tarif dasar listrik dan tarif angkutan dapat berdampak terhadap penurunan daya beli masyarakat

Konsumsi

Pemerintah

• Peningkatan realisasi belanja pemerintah, khususnya belanja modal dengan pembayaran termin proyek yang biasanya dilakukan pada akhir tahun

• Risiko shortfall pajak dan kebijakan transfer DAU yang berubah sesuai anggaran pemerintah menyebabkan kemungkinan pemangkasan pada beberapa pos belanja pemerintah daerah

Investasi • Peningkatan realisasi belanja modal dengan pembayaran termin proyek yang biasanya dilakukan pada akhir tahun

• Penyaluran dana desa yang terfokus di triwulan II dan III menyebabkan pergeseran investasi infrastruktur di triwulan akhir

• Risiko shortfall pajak dan kebijakan transfer DAU yang berubah sesuai anggaran pemerintah menyebabkan kemungkinan berkurangnya belanja investasi

Ekspor-Impor • Pemulihan ekonomi global yang diprakirakan masih berlanjut

• Peningkatan kompetisi harga dan daya saing dengan kompetitor negara tetangga untuk produk-produk ekspor unggulan

Page 103: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

103

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 7 - Outlook Kondisi Ekonomi dan Inflasi

7.1.2. Sisi Penawaran

Dari sisi penawaran, peningkatan kinerja

sejumlah lapangan usaha utama, antara lain

penyediaan akomodasi dan makan minum,

industri pengolahan, perdagangan dan konstruksi

diperkirakan dapat mendorong akselerasi

pertumbuhan ekonomi DIY. Seiring dengan

momentum Natal dan Tahun Baru, kinerja lapangan

usaha perdagangan dan penyediaan akomodasi dan

makan minum diperkirakan naik yang ditopang oleh

peningkatan jumlah wisatawan, baik lokal maupun

mancanegara. Selain itu, akselerasi kinerja hotel dan

restoran juga didorong oleh peningkatan frekuensi

penyelenggaraan MICE pada Triwulan IV 2017 seiring

dengan makin beragamnya objek-objek wisata baru

maupun penyelenggaraan event-event atau festival

budaya daerah pada akhir tahun.

Sejalan dengan peningkatan konsumsi, lapangan

usaha industri pengolahan diprakirakan mengalami

kenaikan pada Triwulan IV 2017. Peningkatan permintaan

makanan seiring dengan peningkatan jumlah wisatawan

yang datang ke DIY pada peak season mendorong

peningkatan pertumbuhan industri pengolahan.

Selain itu, masih tumbuhnya permintaan

komoditas-komoditas utama, seperti tekstil dan meubel

dari negara mitra dagang turut mendorong akselerasi

industri pengolahan di akhir tahun.

Tabel 7.1 Risiko Pendorong dan Penghambat Pertumbuhan Ekonomi DIY Sisi Permintaan Triwulan IV 2017

TRIWULAN IV 2017

Permintaan Upside Downside

Konsumsi RT • Peningkatan kunjungan wisatawan saat liburan Natal dan Tahun Baru.

• Peningkatan konsumsi masyarakat terutama komoditas bahan pangan saat liburan Natal dan Tahun Baru.

• Peningkatan penghasilan masyarakat seiring dengan adanya bonus akhir tahun

• Potensi risiko peningkatan harga BBM, tarif dasar listrik dan tarif angkutan dapat berdampak terhadap penurunan daya beli masyarakat

Konsumsi

Pemerintah

• Peningkatan realisasi belanja pemerintah, khususnya belanja modal dengan pembayaran termin proyek yang biasanya dilakukan pada akhir tahun

• Risiko shortfall pajak dan kebijakan transfer DAU yang berubah sesuai anggaran pemerintah menyebabkan kemungkinan pemangkasan pada beberapa pos belanja pemerintah daerah

Investasi • Peningkatan realisasi belanja modal dengan pembayaran termin proyek yang biasanya dilakukan pada akhir tahun

• Penyaluran dana desa yang terfokus di triwulan II dan III menyebabkan pergeseran investasi infrastruktur di triwulan akhir

• Risiko shortfall pajak dan kebijakan transfer DAU yang berubah sesuai anggaran pemerintah menyebabkan kemungkinan berkurangnya belanja investasi

Ekspor-Impor • Pemulihan ekonomi global yang diprakirakan masih berlanjut

• Peningkatan kompetisi harga dan daya saing dengan kompetitor negara tetangga untuk produk-produk ekspor unggulan

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 7 - Outlook Kondisi Ekonomi dan Inflasi

Tabel 7.2 Risiko Pendorong dan Penghambat Pertumbuhan Ekonomi DIY Sisi Lapangan Usaha Triwulan IV 2017

Lapangan

Usaha Upside Downside

Pertanian • Berlanjutnya program ketahanan pangan diantaranya: perbaikan infrastruktur, penggunaan bibit unggul, pengaturan pola tanam serta penerapan tekonologi pertanian.

• Sejumlah komoditas hortikultura dan beras memasuki musim panen pada akhir Triwulan III hingga awal Triwulan IV 2017

• Alih fungsi lahan di sejumlah wilayah yang menjadi sentra pertanian di DIY

Industri Pengolahan

• Kenaikan konsumsi menjelang libur Natal dan Tahun Baru

• Peningkatan permintaan ekspor seiring dengan perbaikan kondisi ekonomi global.

• Tekanan kenaikan biaya produksi: kenaikan UMK, kenaikan administered price (BBM dan tarif listrik)

• Peningkatan kompetisi harga dan daya saing dengan kompetitor untuk produk ekspor.

Perdagangan • Peningkatan frekuensi long weekend di tahun 2017 mendorong tumbuhnya aktivitas perdagangan

• Peningkatan permintaan ekspor seiring dengan perbaikan kondisi ekonomi global

• Maraknya perdagangan e-commerce menjadi faktor penghambat pertumbuhan lapangan usaha perdagangan mengingat tren aktivitas perdagangan online yang terus meningkat

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

• Peningkatan jumlah wisatawan saat liburan Natal dan Tahun Baru

• Peningkatan frekuensi penyelanggaraan MICE menjelang akhir tahun 2017

• Penyelenggaraan sejumlah event dan festival akhir tahun yang mendorong meningkatnya daya tarik wisatawan untuk mengunjungi DIY

• Semakin beragamnya objek-objek wisata di DIY

• Jumlah penerbangan Bandara Adi Sutjipto yang relatif terbatas

Konstruksi • Dimulainya pembangunan fisik proyek Bandara Kulonprogo pada bulan Agustus serta pembangunan JJLS dan infrastruktur penunjang lainnya dapat mendorong tumbuhnya lapangan usaha konstruksi

• Mulai bergairahnya pasar properti residensial di DIY untuk memenuhi kebutuhan hunian wisatawan seiring dengan moratorium pembangunan hotel baru di DIY

• Pembangunan infrastruktur masih terkendala pembebasan lahan yang dapat menahan laju pertumbuhan konstruksi

Page 104: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

104

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 7 - Outlook Kondisi Ekonomi dan Inflasi

Sejalan dengan meningkatnya investasi pada

Triwulan IV 2017, pertumbuhan sektor konstruksi juga

diperkirakan mengalami peningkatan. Kinerja sektor

konstruksi masih akan ditopang oleh pembangunan

berbagai proyeksi infrastruktur, khususnya pembangunan

fisik bandara Kulonprogo yang baru dimulai pada

Triwulan III atau Triwulan IV 2017. Sementara sektor

pertanian tumbuh terbatas akibat alih fungsi lahan di

sejumlah wilayah yang menjadi sentra pertanian di DIY.

7.2. Perkiraan Inflasi

Inflasi DIY pada Triwulan IV 2017 diperkirakan

akan cenderung meningkat, namun tetap berada

dalam kisaran target inflasi 4±1% (yoy). Libur Hari

Raya Natal dan tahun baru diperkirakan mendorong

peningkatan inflasi sejumlah komponen inflasi, utamanya

administered prices. Berdasarkan pola siklikalnya, tarif

transportasi seperti kereta api dan angkutan udara

akan mengalami peningkatan seiring naiknya demand

masyarakat. Selain itu, risiko peningkatan harga BBM

di akhir tahun dapat mempengaruhi tingginya tekanan

inflasi pada triwulan akhir tahun 2017.

Walaupun demikian, inflasi volatile food diperkirakan akan menahan tingginya tekanan inflasi administered prices. Kondisi ini sejalan dengan perkiraan datangnya musim panen pada akhir Triwulan III dan awal Triwulan IV 2017.

Berdasarkan disagregasinya, potensi tekanan

inflasi pada Triwulan IV 2017 adalah sebagai berikut:

1. Volatile Food

Risiko inflasi volatile food pada triwulan akhir

2017 akan cenderung rendah. Kondisi ini

dipengaruhi oleh datangnya musim panen

sejumlah komoditas hortikultura dan beras pada

akhir Triwulan III hingga awal Triwulan IV 2017.

Walaupun demikian, tingginya demand dan

konsumsi masyarakat pada akhir tahun patut

diwaspadai.

2. Administered prices

Peningkatan inflasi administered prices

diperkirakan akan terjadi seiring dengan

dimulainya libur Natal dan tahun baru. Tarif

angkutan udara dan kereta api akan meningkat

sebagaimana pola siklikal tahunannya.

Kemudian, tarif listrik juga diperkirakan akan

Grafik 7.2 Ekspektasi Harga

-

100

200

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 92015 2016 2017

Indeks Ekspektasi Harga 3 bulan yad Indeks Ekspektasi Pengeluaran 3 bulan yad

indeks

Grafik 7.3 Perkiraan Inflasi

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11

2013 2014 2015 2016 2017

% ( yoy)

4±1%

menyumbangkan inflasi dalam level yang

terbatas. Hal ini sejalan dengan penyesuaian tarif

yang akan diterapkan kepada seluruh golongan

pelanggan apabila kenaikan harga BBM terjadi

pada triwulan akhir 2017.

3. Inflasi Inti

Sejalan dengan peningkatan konsumsi

masyarakat pada saat peak season, inflasi

inti diperkirakan akan cenderung meningkat,

khususnya komoditas makanan jadi. Selain itu,

tren peningkatan emas dunia diperkirakan akan

terjadi hingga akhir tahun.

Untuk mencapai target inflasi 2017 tetap berada

dalam rentang kendali, Bank Indonesia dan Pemerintah

Daerah DIY akan terus berkoordinasi dalam menjaga

ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran

distribusi dan komunikasi ke masyarakat yang efektif

melalui sinergitas Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)

Daerah Istimewa Yogyakarta.

Page 105: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

105

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 7 - Outlook Kondisi Ekonomi dan Inflasi

Sejalan dengan meningkatnya investasi pada

Triwulan IV 2017, pertumbuhan sektor konstruksi juga

diperkirakan mengalami peningkatan. Kinerja sektor

konstruksi masih akan ditopang oleh pembangunan

berbagai proyeksi infrastruktur, khususnya pembangunan

fisik bandara Kulonprogo yang baru dimulai pada

Triwulan III atau Triwulan IV 2017. Sementara sektor

pertanian tumbuh terbatas akibat alih fungsi lahan di

sejumlah wilayah yang menjadi sentra pertanian di DIY.

7.2. Perkiraan Inflasi

Inflasi DIY pada Triwulan IV 2017 diperkirakan

akan cenderung meningkat, namun tetap berada

dalam kisaran target inflasi 4±1% (yoy). Libur Hari

Raya Natal dan tahun baru diperkirakan mendorong

peningkatan inflasi sejumlah komponen inflasi, utamanya

administered prices. Berdasarkan pola siklikalnya, tarif

transportasi seperti kereta api dan angkutan udara

akan mengalami peningkatan seiring naiknya demand

masyarakat. Selain itu, risiko peningkatan harga BBM

di akhir tahun dapat mempengaruhi tingginya tekanan

inflasi pada triwulan akhir tahun 2017.

Walaupun demikian, inflasi volatile food diperkirakan akan menahan tingginya tekanan inflasi administered prices. Kondisi ini sejalan dengan perkiraan datangnya musim panen pada akhir Triwulan III dan awal Triwulan IV 2017.

Berdasarkan disagregasinya, potensi tekanan

inflasi pada Triwulan IV 2017 adalah sebagai berikut:

1. Volatile Food

Risiko inflasi volatile food pada triwulan akhir

2017 akan cenderung rendah. Kondisi ini

dipengaruhi oleh datangnya musim panen

sejumlah komoditas hortikultura dan beras pada

akhir Triwulan III hingga awal Triwulan IV 2017.

Walaupun demikian, tingginya demand dan

konsumsi masyarakat pada akhir tahun patut

diwaspadai.

2. Administered prices

Peningkatan inflasi administered prices

diperkirakan akan terjadi seiring dengan

dimulainya libur Natal dan tahun baru. Tarif

angkutan udara dan kereta api akan meningkat

sebagaimana pola siklikal tahunannya.

Kemudian, tarif listrik juga diperkirakan akan

Grafik 7.2 Ekspektasi Harga

-

100

200

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 92015 2016 2017

Indeks Ekspektasi Harga 3 bulan yad Indeks Ekspektasi Pengeluaran 3 bulan yad

indeks

Grafik 7.3 Perkiraan Inflasi

0.00

1.00

2.00

3.00

4.00

5.00

6.00

7.00

8.00

9.00

1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11 1 3 5 7 9 11

2013 2014 2015 2016 2017

% ( yoy)

4±1%

menyumbangkan inflasi dalam level yang

terbatas. Hal ini sejalan dengan penyesuaian tarif

yang akan diterapkan kepada seluruh golongan

pelanggan apabila kenaikan harga BBM terjadi

pada triwulan akhir 2017.

3. Inflasi Inti

Sejalan dengan peningkatan konsumsi

masyarakat pada saat peak season, inflasi

inti diperkirakan akan cenderung meningkat,

khususnya komoditas makanan jadi. Selain itu,

tren peningkatan emas dunia diperkirakan akan

terjadi hingga akhir tahun.

Untuk mencapai target inflasi 2017 tetap berada

dalam rentang kendali, Bank Indonesia dan Pemerintah

Daerah DIY akan terus berkoordinasi dalam menjaga

ketersediaan pasokan, keterjangkauan harga, kelancaran

distribusi dan komunikasi ke masyarakat yang efektif

melalui sinergitas Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID)

Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 7 - Outlook Kondisi Ekonomi dan Inflasi

Perekonomian Daerah Istimewa Yogyakarta tahun 2017 diperkirakan tumbuh meningkat dibandingkan tahun 2016. Pertumbuhan ekonomi DIY tahun 2017 diprakirakan berada di kisaran 5,0-5,4% (yoy), meningkat dibandingkan tahun 2016 yang tumbuh sebesar 5,05% (yoy). Dari sisi permintaan, perbaikan ekonomi ditopang oleh penguatan konsumsi, investasi dan perbaikan kinerja ekspor-impor. Sementara dari sisi lapangan usaha, akselerasi kinerja lapangan usaha perdagangan, industri pengolahan, penyediaan akomodasi dan makan minum serta konstruksi mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi DIY tahun 2017.

7.3.1. Sisi Permintaan

Pertumbuhan ekonomi DIY tahun 2017

terakselerasi oleh peningkatan konsumsi rumah

tangga, investasi dan ekspor luar negeri. Peningkatan

konsumsi rumah tangga didorong oleh menguatnya

daya beli konsumen, didukung oleh beberapa faktor

diantaranya: Pembayaran ganti untung lahan bandara

baru di Kabupaten Kulonprogo, peningkatan UMK

tahun 2017, pelaksanaaan PILKADA di Kota Yogyakarta

dan Kabupaten Kulonprogo serta peningkatan frekuensi

long weekend di tahun 2017. Pembayaran ganti

Grafik 7.4 Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi DIY

Grafik 7.5 Realisasi Kegiatan Usaha

7.3. Perkiraan Pertumbuhan Ekonomi 2017

Tabel 7.3 Risiko Pendorong dan Penghambat Inflasi Triwulan IV 2017

Faktor Pendorong/Penghambat Inflasi Turun Naik

Volatile Food

Musim panen beras dan hortikultura yang terjadi hingga awal

Triwulan IV 2017, dorong turunnya tekanan inflasi LOW

Meningkatnya konsumsi dan demand masyarakat menjelang

libur Natal dan Tahun Baru MED

Administered

prices

Potensi risiko peningkatan harga BBM pada akhir tahun MED

Tingginya tarif angkutan udara dan kereta api sejalan libur

panjang Natal dan Tahun Baru HIGH

Risiko peningkatan tarif listrik sejalan dengan peningkatan harga

BBM MED

Inti

Peningkatan harga makanan jadi, didorong oleh peningkatan

konsumsi masyarakat saat peak season akhir tahun MED

Masih terjadinya tren peningkatan harga emas dunia MED

Page 106: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

106

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 7 - Outlook Kondisi Ekonomi dan Inflasi

untung dan kenaikan UMK berpotensi meningkatkan

porsi pendapatan masyarakat untuk konsumsi. Selain

itu pelaksanaan PILKADA di Kota Yogyakarta dan

Kabupaten Kulonprogo juga berpotensi meningkatkan

pengeluaran konsumsi lembaga non profit. Sementara itu

meningkatnya frekuensi libur panjang (long weekend) di

tahun 2017 berpotensi meningkatkan jumlah kunjungan

wisatawan sehingga turut mendorong kenaikan

konsumsi secara langsung maupun kenaikan pendapatan

masyarakat melalui peningkatan geliat sektor usaha.

Pembangunan bandara New Yogyakarta

International Airport (NYIA) dan perbaikan

investasi sektor swasta akan mendorong kinerja

investasi DIY pada 2017. Groundbreaking yang

dilakukan pada Januari 2017 serta dilanjutkan dengan

proses pembangunan akan berdampak signifikan

terhadap pertumbuhan investasi di DIY. Hal ini juga

didukung oleh pembangunan infrastruktur penunjang

untuk mendukung pengembangan kawasan selatan

dan bandara seperti JJLS, jalan dan akses pariwisata

ke kawasan selatan. Selain itu peningkatan alokasi

Dana Keistimewaan DIY, dan Dana Desa tahun 2017 serta berbagai paket kebijakan pemerintah untuk mempermudah perijinan diprakirakan akan memberikan dampak positif bagi investasi. Sejalan dengan hal tersebut, kondisi perekonomian yang mulai membaik serta peningkatan peringkat investasi Indonesia menjadi investment grade yang diberikan oleh 3 lembaga pemeringkat internasional, yaitu S&P, Moody’s dan Fitch akan direspon oleh pelaku usaha untuk melakukan investasi.

Penguatan ekonomi global dan nasional mendorong peningkatan kinerja ekspor-impor tahun 2017. Prospek ekonomi dunia yang meningkat antara lain ditopang oleh ekonomi AS yang terus menguat disertai dengan membaiknya ekonomi Eropa dan Tiongkok. Negara-negara tersebut merupakan negara mitra dagang utama DIY. Selain itu ekspansi penjualan ke pasar baru juga mampu mendorong perbaikan kinerja ekspor. Seiring dengan kenaikan ekspor, impor juga diperkirakan akan meningkat terutama bahan baku tekstil untuk mengikuti standar yang telah ditentukan buyer.

Page 107: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

107

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 7 - Outlook Kondisi Ekonomi dan Inflasi

untung dan kenaikan UMK berpotensi meningkatkan

porsi pendapatan masyarakat untuk konsumsi. Selain

itu pelaksanaan PILKADA di Kota Yogyakarta dan

Kabupaten Kulonprogo juga berpotensi meningkatkan

pengeluaran konsumsi lembaga non profit. Sementara itu

meningkatnya frekuensi libur panjang (long weekend) di

tahun 2017 berpotensi meningkatkan jumlah kunjungan

wisatawan sehingga turut mendorong kenaikan

konsumsi secara langsung maupun kenaikan pendapatan

masyarakat melalui peningkatan geliat sektor usaha.

Pembangunan bandara New Yogyakarta

International Airport (NYIA) dan perbaikan

investasi sektor swasta akan mendorong kinerja

investasi DIY pada 2017. Groundbreaking yang

dilakukan pada Januari 2017 serta dilanjutkan dengan

proses pembangunan akan berdampak signifikan

terhadap pertumbuhan investasi di DIY. Hal ini juga

didukung oleh pembangunan infrastruktur penunjang

untuk mendukung pengembangan kawasan selatan

dan bandara seperti JJLS, jalan dan akses pariwisata

ke kawasan selatan. Selain itu peningkatan alokasi

Dana Keistimewaan DIY, dan Dana Desa tahun 2017 serta berbagai paket kebijakan pemerintah untuk mempermudah perijinan diprakirakan akan memberikan dampak positif bagi investasi. Sejalan dengan hal tersebut, kondisi perekonomian yang mulai membaik serta peningkatan peringkat investasi Indonesia menjadi investment grade yang diberikan oleh 3 lembaga pemeringkat internasional, yaitu S&P, Moody’s dan Fitch akan direspon oleh pelaku usaha untuk melakukan investasi.

Penguatan ekonomi global dan nasional mendorong peningkatan kinerja ekspor-impor tahun 2017. Prospek ekonomi dunia yang meningkat antara lain ditopang oleh ekonomi AS yang terus menguat disertai dengan membaiknya ekonomi Eropa dan Tiongkok. Negara-negara tersebut merupakan negara mitra dagang utama DIY. Selain itu ekspansi penjualan ke pasar baru juga mampu mendorong perbaikan kinerja ekspor. Seiring dengan kenaikan ekspor, impor juga diperkirakan akan meningkat terutama bahan baku tekstil untuk mengikuti standar yang telah ditentukan buyer.

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 7 - Outlook Kondisi Ekonomi dan Inflasi

Tabel 7.4 Risiko Pendorong dan Penghambat Pertumbuhan Ekonomi DIY Sisi Permintaan Tahun 2017

TAHUN 2017

Permintaan Upside Downside

Konsumsi RT • Penguatan daya beli seiring dengan perbaikan kondisi ekonomi global dan domestik

• Pembayaran ganti untung lahan bandara baru New Yogyakarta International Airport (NYIA), pelaksanaan PILKADA dan kenaiakn UMK tahun 2017 berpotensi meningkatkan daya beli konsumsi masyarakat.

• Peningkatan frekuensi long weekend di tahun 2017 mendorong peningkatan konsumsi dengan bertambahnya jumlah wisatawan.

• Penyesuaian administered prices sejalan dengan kebijakan lanjutan reformasi subsidi energi oleh Pemerintah berpotensi meningkatkan risiko inflasi dan menurunkan daya beli

Konsumsi

Pemerintah

• Peningkatan realisasi belanja pemerintah, khususnya belanja modal dengan pembayaran termin proyek yang biasanya dilakukan pada akhir tahun

• Risiko shortfall pajak dan kebijakan transfer DAU yang berubah sesuai anggaran pemerintah menyebabkan kemungkinan pemangkasan pada beberapa pos belanja pemerintah daerah

Investasi • Pembangunan bandara New Yogyakarta International Airport (NYIA) serta infrastruktur pendukung bandara seperti akses jalan dan kereta api.

• Peningkatan investasi swasta seiring dengan membaiknya kondisi ekonomi serta peningkatan peringkat investasi Indonesia menjadi Investment Grade oleh 3 lembaga pemeringkat internasional, yaitu S&P, Moody’s dan Fitch.

• Berbagai paket kebijakan yang dikeluarkan pemerintah guna mendorong investasi terutama terkait dengan kemudahan perizinan.

• Peningkatan alokasi Dana Keistimewaan tahun 2017.

• Peningkatan alokasi Dana Desa

• Risiko shortfall pajak masih besar, sehingga berpotensi menurunkan transfer ke daerah dan mempengaruhi besaran belanja modal

Ekspor-Impor • Perbaikan kondisi ekonomi global dan negara mitra dagang yang ditopang oleh ekonomi AS yang terus menguat disertai dengan membaiknya ekonomi Eropa dan Tiongkok.

• Ekspansi penjualan ke negara lain. • Peningkatan impor bahan baku seiring dengan

kenaikan ekspor.

• Arah kebijakan pemerintah AS dan frekuensi kenaikan suku bunga lanjutan di AS pada tahun 2017 berpotensi mendorong fluktuasi nilai tukar

• Rupiah berisiko kembali melemah jika risiko global dan domestik terhadap kenaikan inflasi terealisir yg tidak sesuai perkiraan investor

Page 108: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

108

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 7 - Outlook Kondisi Ekonomi dan Inflasi

7.3.2. Sisi Penawaran

Dari sisi penawaran, perekonomian DIY

tahun 2017 diperkirakan tumbuh seiring dengan

perbaikan kinerja lapangan usaha perdagangan,

industri pengolahan, penyediaan akomodasi dan

makan minum serta lapangan usaha konstruksi.

Peningkatan frekuensi libur panjang (long weekend)

pada tahun 2017 mendorong peningkatan jumlah kunjungan wisatawan dan berpotensi mengakselerasi kinerja lapangan usaha perdagangan serta penyediaan akomodasi dan makan minum (hotel dan restoran). Selain itu integrasi kawasan wisata melalui konsep Joglosemar yang melibatkan sinergi kerjasama antar BUMN dapat

memberikan dampak positif bagi pariwisata DIY. Melalui

pengembangan destinasi tersebut diharapkan dapat

Tabel 7.5 Risiko Pendorong dan Penghambat Pertumbuhan Ekonomi DIY Sisi Penawaran Tahun 2017

Lapangan

Usaha Upside Downside

Pertanian • Cuaca yang lebih baik pasca La Nina. • Berlanjutnya program ketahanan pangan

diantaranya: perbaikan infrastruktur, penggunaan bibit unggul, pengaturan pola tanam serta penerapan tekonologi pertanian.

• Gagal panen akibat serangan hama • Alih fungsi lahan di sejumlah wilayah yang

menjadi sentra pertanian di DIY

Industri Pengolahan

• Peningkatan permintaan domestik sejalan dengan perbaikan ekonomi.

• Peningkatan permintaan ekspor seiring dengan perbaikan kondisi ekonomi global.

• Peningkatan frekuensi long weekend di tahun 2017 mendorong tumbuhnya industri makanan dan minuman

• Peningkatan biaya produksi seiring dengan kenaikan UMK 2017.

• Tekanan kenaikan harga administered price (kenaikan BBM dan tarif listrik)

• Peningkatan kompetisi harga dan daya saing dengan kompetitor untuk produk ekspor.

Perdagangan

• Peningkatan frekuensi long weekend di tahun 2017 mendorong tumbuhnya aktivitas perdagangan

• Peningkatan permintaan domestik sejalan dengan perbaikan ekonomi.

• Peningkatan permintaan ekspor seiring dengan perbaikan kondisi ekonomi global

• Maraknya perdagangan e-commerce menjadi faktor penghambat pertumbuhan lapangan usaha perdagangan mengingat tren aktivitas perdagangan online yang terus meningkat

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

• Peningkatan frekuensi long weekend di tahun 2017 mendorong peningkatan jumlah wisatawan

• Penguatan ekonomi domestik mendorong peningkatan frekuensi penyelenggaraan MICE terutama oleh sektor swasta

• Pengembangan destinasi wisata baru, serta integrasi pengembangan pariwisata baik antarwilayah maupun antardaerah.

• Risiko shortfall pajak berdampak pada penghematan anggaran pemerintah, sehingga berpotensi mengurangi belanja pemerintah untuk penyelenggaraan rapat sehingga berpotensi menghambat perkembangan MICE.

• Jumlah penerbangan Bandara Adisutjipto yang terbatas.

Konstruksi • Pembangunan bandara baru di Kabupaten Kulonprogo dan pengerjaan proyek infrastruktur pemerintah akan mengakselerasi kinerja lapangan usaha konstruksi

• Mulai bergairahnya pasar properti residensial di DIY untuk memenuhi kebutuhan hunian wisatawan seiring dengan moratorium pembangunan hotel baru di DIY

• Pembangunan infrastruktur masih terkendala pembebasan lahan yang dapat menahan laju pertumbuhan konstruksi

Page 109: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

109

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 7 - Outlook Kondisi Ekonomi dan Inflasi

7.3.2. Sisi Penawaran

Dari sisi penawaran, perekonomian DIY

tahun 2017 diperkirakan tumbuh seiring dengan

perbaikan kinerja lapangan usaha perdagangan,

industri pengolahan, penyediaan akomodasi dan

makan minum serta lapangan usaha konstruksi.

Peningkatan frekuensi libur panjang (long weekend)

pada tahun 2017 mendorong peningkatan jumlah kunjungan wisatawan dan berpotensi mengakselerasi kinerja lapangan usaha perdagangan serta penyediaan akomodasi dan makan minum (hotel dan restoran). Selain itu integrasi kawasan wisata melalui konsep Joglosemar yang melibatkan sinergi kerjasama antar BUMN dapat

memberikan dampak positif bagi pariwisata DIY. Melalui

pengembangan destinasi tersebut diharapkan dapat

Tabel 7.5 Risiko Pendorong dan Penghambat Pertumbuhan Ekonomi DIY Sisi Penawaran Tahun 2017

Lapangan

Usaha Upside Downside

Pertanian • Cuaca yang lebih baik pasca La Nina. • Berlanjutnya program ketahanan pangan

diantaranya: perbaikan infrastruktur, penggunaan bibit unggul, pengaturan pola tanam serta penerapan tekonologi pertanian.

• Gagal panen akibat serangan hama • Alih fungsi lahan di sejumlah wilayah yang

menjadi sentra pertanian di DIY

Industri Pengolahan

• Peningkatan permintaan domestik sejalan dengan perbaikan ekonomi.

• Peningkatan permintaan ekspor seiring dengan perbaikan kondisi ekonomi global.

• Peningkatan frekuensi long weekend di tahun 2017 mendorong tumbuhnya industri makanan dan minuman

• Peningkatan biaya produksi seiring dengan kenaikan UMK 2017.

• Tekanan kenaikan harga administered price (kenaikan BBM dan tarif listrik)

• Peningkatan kompetisi harga dan daya saing dengan kompetitor untuk produk ekspor.

Perdagangan

• Peningkatan frekuensi long weekend di tahun 2017 mendorong tumbuhnya aktivitas perdagangan

• Peningkatan permintaan domestik sejalan dengan perbaikan ekonomi.

• Peningkatan permintaan ekspor seiring dengan perbaikan kondisi ekonomi global

• Maraknya perdagangan e-commerce menjadi faktor penghambat pertumbuhan lapangan usaha perdagangan mengingat tren aktivitas perdagangan online yang terus meningkat

Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum

• Peningkatan frekuensi long weekend di tahun 2017 mendorong peningkatan jumlah wisatawan

• Penguatan ekonomi domestik mendorong peningkatan frekuensi penyelenggaraan MICE terutama oleh sektor swasta

• Pengembangan destinasi wisata baru, serta integrasi pengembangan pariwisata baik antarwilayah maupun antardaerah.

• Risiko shortfall pajak berdampak pada penghematan anggaran pemerintah, sehingga berpotensi mengurangi belanja pemerintah untuk penyelenggaraan rapat sehingga berpotensi menghambat perkembangan MICE.

• Jumlah penerbangan Bandara Adisutjipto yang terbatas.

Konstruksi • Pembangunan bandara baru di Kabupaten Kulonprogo dan pengerjaan proyek infrastruktur pemerintah akan mengakselerasi kinerja lapangan usaha konstruksi

• Mulai bergairahnya pasar properti residensial di DIY untuk memenuhi kebutuhan hunian wisatawan seiring dengan moratorium pembangunan hotel baru di DIY

• Pembangunan infrastruktur masih terkendala pembebasan lahan yang dapat menahan laju pertumbuhan konstruksi

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 7 - Outlook Kondisi Ekonomi dan Inflasi

mendorong kinerja sektor-sektor pendukung pariwisata

seperti perdagangan, akomodasi dan makan minum,

industri pengolahan, transportasi dan komunikasi serta

sektor lainnya.

Pertumbuhan industri pariwisata

memberikan efek multiplier bagi peningkatan

industri makan minum yang merupakan industri

dengan pangsa terbesar di DIY. Sejalan dengan

hal tersebut industri berorientasi ekspor seperti tekstil

meubel dan kulit diprakirakan masih akan tumbuh seiring

dengan penguatan prospek ekonomi global. Sementara

industri lainnya masih akan tumbuh dengan penguatan

daya beli masyarakat.

Lapangan usaha konstruksi dan pertanian

pada tahun 2017 diprakirakan juga mengalami

akselerasi. Pembangunan bandara baru di Kabupaten

Kulonprogo dan pengerjaan proyek infrastruktur

pemerintah akan mengakselerasi kinerja lapangan

usaha konstruksi. Sementara itu, perkiraan cuaca yang

lebih baik pasca La Nina, perbaikan saluran irigasi dan

penerapan teknologi pertanian diperkirakan mampu

meningkatkan produktivitas pertanian dan mendorong

kinerja sektor pertanian.

7.4. Perkiraan Inflasi 2017

Inflasi keseluruhan tahun 2017 diperkirakan

masih berada dalam kisaran target inflasi 4±1%

(yoy), walaupun lebih tinggi dibandingkan tahun

sebelumnya. Meningkatnya tekanan inflasi pada 2017, terutama disebabkan oleh tingginya tekanan administered

prices. Penyesuaian tarif listrik 900 VA yang terjadi secara bertahap pada tahun ini mendorong tekanan inflasi yang cukup dalam. Selain itu, tingginya kunjungan wisatawan ke DIY turut mendorong peningkatan tarif angkutan, baik angkutan udara dan kereta api. Disisi lain, tingkat inflasi volatile food yang diperkirakan rendah dan relatif terjaganya inflasi inti diharapkan mampu menahan tekanan inflasi yang lebih tinggi.

Page 110: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

110

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 7 - Outlook Kondisi Ekonomi dan Inflasi

Tabel 7.6 Upside dan Downside Risk Inflasi 2017

Upside Risk

Volatile Food

Potensi La Nina berskala rendah terhadap kuantitas dan kualitas hasil produksi pertanian

Tingginya arus alih fungsi lahan pertanian di DIY

Tingginya permintaan produk hortikultura ditengah penurunan kuantitas produksi akibat

musim kemarau basah yang berkepanjangan

Peningkatan harga pakan impor yang mendorong peningkatan harga daging ayam ras

Administered

prices

Peningkatan tarif transportasi seperti angkutan udara, kereta api dan angkutan antar kota

saat long weekend, lebaran dan akhir tahun

Penyesuian tarif listrik pelanggan 900 VA non subsidi

Peningkatan cukai rokok

Inti

Peningkatan biaya pendidikan

Peningkatan sewa dan kontrak rumah pada awal tahun dan pertengahan tahun

Peningkatan harga emas dunia

Peningkatan harga komoditas bahan bangunan, sejalan dengan tumbuhnya investasi

pemerintah di akhir tahun

Downside Risk

Volatile Food

Penguatan efektivitas distribution channel, mendorong rendahnya inflasi volatile food

Perbaikan program ketahanan pangan secara nasional yang didorong oleh perbaikan

infrastruktur, penggunaan bibit unggul, pengaturan pola tanam dan penerapan teknologi

pertanian

Inti

Nilai tukar berada pada level yang wajar, sehingga menekan peningkatan harga komoditas

impor

Rendahnya inflasi volatile food, menahan tekanan inflasi inti ke level yang lebih tinggi

Page 111: Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa ... · 1.4.3 Lapangan Usaha Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum (Hotel dan Restoran) 33 1.4.4 Lapangan Usaha Industri Pengolahan

111

Kajian Ekonomi dan Keuangan Regional Daerah Istimewa Yogyakarta Agustus 2017

Bab 7 - Outlook Kondisi Ekonomi dan Inflasi

Tabel 7.6 Upside dan Downside Risk Inflasi 2017

Upside Risk

Volatile Food

Potensi La Nina berskala rendah terhadap kuantitas dan kualitas hasil produksi pertanian

Tingginya arus alih fungsi lahan pertanian di DIY

Tingginya permintaan produk hortikultura ditengah penurunan kuantitas produksi akibat

musim kemarau basah yang berkepanjangan

Peningkatan harga pakan impor yang mendorong peningkatan harga daging ayam ras

Administered

prices

Peningkatan tarif transportasi seperti angkutan udara, kereta api dan angkutan antar kota

saat long weekend, lebaran dan akhir tahun

Penyesuian tarif listrik pelanggan 900 VA non subsidi

Peningkatan cukai rokok

Inti

Peningkatan biaya pendidikan

Peningkatan sewa dan kontrak rumah pada awal tahun dan pertengahan tahun

Peningkatan harga emas dunia

Peningkatan harga komoditas bahan bangunan, sejalan dengan tumbuhnya investasi

pemerintah di akhir tahun

Downside Risk

Volatile Food

Penguatan efektivitas distribution channel, mendorong rendahnya inflasi volatile food

Perbaikan program ketahanan pangan secara nasional yang didorong oleh perbaikan

infrastruktur, penggunaan bibit unggul, pengaturan pola tanam dan penerapan teknologi

pertanian

Inti

Nilai tukar berada pada level yang wajar, sehingga menekan peningkatan harga komoditas

impor

Rendahnya inflasi volatile food, menahan tekanan inflasi inti ke level yang lebih tinggi