Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang...

49
Kajian Efekvitas Lembaga Penelian dan Pengembangan di Kementerian / Lembaga

Transcript of Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang...

Page 1: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

I

Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di Kementerian / Lembaga

Page 2: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di Kementerian / Lembaga

Penyusun:

Lina Miftahul JannahRusfi YunairiAnika WidianaVivi Indra Amelia Nasution

Penerbit:Universitas Indonesia - Center for Study of Governance and Administrative Reform (UI-CSGAR)

Alamat:Gedung G Lantai 3, FISIP UI, Kampus UI Depok 16424Rumah Dinas Rektor Lt. 2, Kampus UI DepokPhone : (021) 787 1280Facsimile : (021) 787 1280Email : [email protected]

Page 3: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

VIV

Dr. Rudiarto SumarwonoDirektur Eksekutif

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha

Esa, berkat rahmat dan karunia-Nya

Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan

Pengembangan di Kementerian/Lembaga

dapat diselesaikan.

Penataan terhadap Lembaga Penelitian

dan Pengembangan di Kementerian/

Lembaga merupakan suatu hal yang

diperlukan karena masih memiliki banyak

permasalahan. Beberapa permasalahan

yang terjadi dalam pengelolaan Badan

Penelitian dan Pengembangan (Balitbang)

di Indonesia, khususnya di Balitbang di

Kementerian/Lembaga, diantaranya jumlah

dana yang dianggap besar namun tidak

jelas hasil dan pemanfaatannya, sumber

daya manusia yang terbatas dan tidak

kompeten, kelembagaan yang beragam

dengan proses bisnis yang dianggap tidak

jelas dan membingungkan, hingga indikator

kinerja yang tidak tepat.

Permasalahan terkait Lembaga Penelitian

dan Pengembangan di Kementerian/

Lembaga ini juga sempat disinggung oleh

Presiden Joko Widodo pada sidang kabinet

paripurna di Istana Merdeka, 9 April

2018 yang menyindir besarnya anggaran

untuk riset di tiap Kementerian/Lembaga

namun tidak terlihat hasilnya. Pernyataan

Presiden ini menohok banyak pihak.

Anggaran yang mencapai Rp 24,9 triliun

selama ini tidak terlihat karena dibagi-bagi

ke hampir semua Kementerian/Lembaga.

Atas dasar ini, pemerintah kemudian

berencana mengambil langkah lanjutan,

yaitu mengkaji seluruh lembaga Litbang

Kementerian/Lembaga dan mereview

apakah setiap Kementerian/Lembaga

perlu ada tidaknya badan Litbang di setiap

Kementerian/Lembaga.

Isu mengenai penataan balitbang baik di

pusat maupun di daerah bukan baru kali ini

dihembuskan. Beberapa kajian terdahulu

telah dilakukan dalam kaitannya untuk

mengkaji keberadaan Lembaga litbang di

Indonesia dan bagaimana penataannya.

Salah satu kajian yang pernah dilakukan

adalah kajian dari KemenPAN-RB pada

tahun 2017. Hasil kajian dari KemenPAN-

RB ini menujukkan bahwa perlu dilakukan

penataan kelembagaan melalui beberapa

tahapan, yaitu analisis awal penataan

kelembagaan litbang Kementerian/

Lembaga, pemetaan kegiatan seluruh

unit litbang Kementerian/Lembaga,

transformasi selektif unit litbang menjadi

unit pengkajian kebijakan, transformasi

menyeluruh unit litbang menjadi unit

pengkajian kebijakan, integrasi fungsi dan

sumber daya unit litbang Kementerian/

Lembaga ke dalam LPNK Litbang, dan tahap

terakhir alternatif integrasi LPNK Litbang

ke dalam satu LPNK Litbang Nasional yang

menaungi seluruh bidang IPTEK.

Kajian dari UI-CSGAR ini berusaha untuk

melengkapi kajian yang telah dilakukan

oleh KemenPAN-RB dengan sudut

pandang yang lebih komprehensif dalam

memberikan alternatif kebijakan untuk

membantu Bappenas dan KemenPAN-

RB dalam menatakelola Balitbang

Kementerian/Lembaga. Perbandingan

dengan negara lain dan perhatian terhadap

sejarah kelitbangan di Indonesia juga

digambarkan dalam kajian ini.

Rampungnya kajian ini tidak terlepas

dari dukungan berbagai pihak. Apresiasi

tertinggi kami sampaikan kepada

Knowledge Sector Initiative (KSI) sebagai

Lembaga mitra UI-CSGAR. Selain itu

apresiasi juga kami sampaikan pada Lina

Miftahul Jannah, Rusfi Yunairi, Anika

Widiana, dan Vivi Indra Amelia Nasution

sebagai Tim Penulis. Apresiasi yang

sebesar-besarnya juga kami sampaikan

kepada Guru dan Sahabat kami Prof. Dr.

Eko Prasojo, Mag. rer. publ. atas berbagai

masukan dan arahannya.

Tentunya kajian ini masih memerlukan

masukan dari berbagai pemangku

kepentingan dan para pakar. Kami berharap

Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan

Pengembangan di Kementerian/Lembaga

ini dapat memberikan sumbangsih dalam

perjalanan reformasi birokrasi serta

membantu para pemangku kepentingan

dalam perbaikan tatakelola Lembaga

Penelitian dan Pengembangan di

Kementerian/Lembaga.

Depok, 25 Januari 2019

Direktur EksekutifUniversitas Indonesia – Center for Study

of Governance and Administrative ReformDr. Rudiarto Sumarwono, M.M

Kata PengantarDirektur Eksekutif UI-CSGAR

Page 4: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

VIIVI

Melakukan kajian ini tidaklah mudah bagi kami, tim yang diberikan amanah oleh Universitas Indonesia - Center for Study of Governance and Administrative Reform (UI-CSGAR) atas pendanaan dari Knowledge Sector Initiative (KSI). Selain masalah ini adalah masalah sensitif bagi banyak pihak yang berkepentingan, utamanya Badan Penelitian dan Pengembangan, namun juga masalah ini menjadi penting karena pemerintah menganggap bahwa Penelitian dan Pengembangan bukan sekadar mengeluarkan hasil berupa laporan, namun juga bicara hasil yang berkualitas dan kemanfaatannya.

Di sisi lain, data tentang kelitbangan, utamanya tentang sumber daya (baik keuangan, sumber daya manusia, maupun hasilnya) ternyata tidak mudah didapatkan. Waktu yang terbatas karena target yang diberikan oleh Pemerintah (baik Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi/KemenPANRB dan Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/BAPPENAS) menjadi salah satu tantangan bagi kami.

Diskusi yang intensif telah coba dilakukan dengan berbagai instansi terkait untuk melakukan verifikasi dari berbagai pihak,

namun keterbatasan data dari berbagai Balitbang Kementerian/Lembaga serta keterbatasan waktu menjadi penghambat paling utama, termasuk dalam pengumpulan data sekunder dari LKj Balitbang Kementerian. Untuk itu, perlu melakukan pendalaman karena rekomendasi yang kami berikan belum teruji validitasnya.

Berbagai masukan sangat diharapkan dalam memperbaiki kajian ini. Terima kasih kepada UI-CSGAR dan KSI, Guru dan Sahabat kami Prof. Dr. Eko Prasojo, Mag. rer. publ. atas berbagai diskusi dan arahan yang sangat mencerahkan, Dr. Rudiarto Sumarwono yang begitu luar biasa dengan pengertiannya, Mas Julyan Ferdiansyah dan Mbak Ria Dwi Astuti yang dengan tekun menjaga berbagai tenggat dan kegiatan agar tetap terlaksana sesuai dengan skedul yang disepakati., Mas Iskhak Fathonie, Budiati Prasetiamartati (Mba Dias), Dr. Hans Antlov, serta para narasumber kami dari LIPI, berbagai Balitbang, KemenPAN-RB, Bappenas, dan LAN, yang telah menyediakan waktu untuk diskusi dan data buat kami.

Depok, 25 Januari 2019

Tim Peneliti

Kata PengantarTim Peneliti

Daftar Isi

VIKata Pengantar

VIIDaftar Isi

VIIIDaftar Singkatan

IXDaftar Tabel

XDaftar Gambar

XIDaftar Grafik

XIIAbstrak

1PendahuluanBab 1

1Latar BelakangA

2Tujuan KajianB

2Metode KajianC

3Konsep Efektivitas Kinerja BalitbangD

7Gambaran Balitbang di IndonesiaBab 2

7Tata Kelola Balitbang Saat IniA

27Permasalahan Umum Dalam Pengelolaan Litbang di IndonesiaB

28Potret Balitbang KementrianC

38Kontribusi Empat Balitbang Kementrian Dalam SIklus KebijakanD

61Litbang di Berbagai NegaraBab 3

61MalaysiaA

62PerancisB

64JermanC

64Korea SelatanD

69Peluang, Tantangan, dan Rekomendasi Penataan Balitbang K/LBab 4

69Peluang dan TantanganA

70Rekomendasi KebijakanB

701. Transformasi Tata Kelola Badan Litbang Nasional

742. Transformasi Instansional Badan Litbang Riset

79Daftar Pustaka

81Tim Peneliti

Page 5: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

IXVIII

Daftar Singkatan Daftar Tabel

AIPI Akademi Ilmu Pengetahuan IndonesiaANR Agence Nationale RechercheASN Aparatur Sipil NegaraBALITBANG Badan Penelitian dan PengembanganBAPPENAS Badan Perencanaan Pembangunan NasionalBAPETEN Badan Pengawas Tenaga NuklirBATAN Badan Tenaga Atom NasionalBIG Badan Informasi GeospasialBMBF Bundesministerium für Bildung und ForschungBPPT Badan Pengkajian dan Penerapan TeknologiBPRKN Badan Pengelola Riset dan Kajia NasionalBSN Badan Standarisasi NasionalDRN Dewan Riset NasionalDRD Dewan Riset DaerahDSN Dewan Standarisasi NasionalDURENAS Departemen Urusan Riset NasionalESDM Kementerian Energi dan Sumber Daya MineralIPTEK Ilmu Pengetahuan dan TeknologiK/L Kementerian/Lembaga

KemenPAN-RBKementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi

KSI Knowledge Sector InitiativeLAN Lembaga Administrasi NegaraLAPAN Lembaga Penerbangan dan Antariksa NasionalLEMRENAS Lembaga Riset NasionalLIPI Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesi LPNK Lembaga Pemerintah Non KementerianMIPI Majelis Ilmu Pengetahuan IndonesiaMYREN Malaysian Research & Education NetworkNRF National Research FoundationPNBP Penerimaan Negara Bukan PajakPNS Pegawai Negeri SipilPPPK Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian KerjaPRN Prioritas Riset NasionalRIRN Rencana Induk Riset NasionalSDM Sumber Daya ManusiaUI-CSGAR Universitas Indonesia- Center for Study of Governance and

Administrative ReformUU Undang-Undang

Tabel 1 Operasionalisasi Konsep 5

Tabel 2 Rencana Strategis Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan 2015 – 2019

10

Tabel 3 Capaian IKU Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan 2017

10

Tabel 4 Jumlah Prototipe Laik Industri TRL 7 tahun 2017 13

Tabel 5 Peta Proses Utama Unit Litbang Kementerian 29

Tabel 6 Unsur Pelaksana Balitbang Kementerian 31

Tabel 7 Anggaran Litbang berdasarkan Sub Fungsi 34

Tabel 8 Sumber Daya Manusia di Balitbang ESDM 45

Tabel 9 Realisasi IKU 2017 48

Tabel 10 Kontribusi Balitbang Kementerian Dalam Siklus Kebijakan 57

Tabel 11 Perbandingan Lembaga Litbang di Berbagai Negara 67

Tabel 12 Kategori Pilihan Pola Penataan Balitbang K/L 78

Tabel 13 Contoh Hasil Evaluasi Balitbang 78

Page 6: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

XIX

Daftar Gambar Daftar Grafik

Gambar 1 Model Referensi untuk Pengukuran Kinerja Litbang 3

Gambar 2 Siklus Kebijakan dan Masukan Ilmiah 4

Gambar 3 Ruang Lingkup Kelembagaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi 23

Gambar 4 Tata Kelola Litbang Nasional 26

Gambar 5 Tipe Riset Balitbang Kemenhan 39

Gambar 6 Alur Pengadaan Kemenhan 40

Gambar 7 Pencapaian Balitbang Kemenhan 41

Gambar 8 Tahapan kegiatan Balitbang Kesehatan 53

Gambar 9 Tahapan kegiatan Balitbang Kesehatan dalam ranah Siklus Kebijakan

54

Gambar 10 Ketersediaan Data dan Evidence-Based Policy 55

Gambar 11 Riset untuk Perencanaan Stratejik 55

Gambar 12 Riset untuk Mengawal Kebijakan 56

Gambar 13 Contoh Riset Evaluatif di Balitbang Kemkes 56

Gambar 14 Balitbang di Malaysia 61

Gambar 15 Balitbang di Perancis 63

Gambar 16 Balitbang di Korea Selatan 65

Gambar 17 Struktur Organisasi Balitbang di Korea Selatan 66

Gambar 18 Anggaran Litbang Korea Selatan 67

Gambar 19 Tata Kelola Litbang Nasional 70

Gambar 20 BPRKN dalam Tata Kelola Riset dan Pengembangan Nasional 72

Gambar 21 Tata Hubungan BPRKN- Klaster Riset Nasional – Pemangku Kepentingan Riset

74

Grafik 1 Jumlah Peneliti berdasarkan Jabatan Fungsional > 100 orang

32

Grafik 2 Jumlah Peneliti berdasarkan Pendidikan (Juni 2018) 33

Grafik 3 Jumlah peneliti berdasarkan jenjang jabatan 33

Grafik 4 Perbandingan GBAORD dan GBAORD Unsur Litbang 35

Grafik 5 Distribusi Anggaran Litbang di K/L 36

Page 7: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

XIIIXII

Berbagai masalah terjadi dalam pengelolaan Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang) di Indonesia, khususnya di Balitbang di Kementerian/Lembaga, antara lain jumlah dana yang dianggap besar namun tidak jelas hasil dan pemanfaatannya, sumber daya manusia yang terbatas dan tidak kompeten, kelembagaan yang beragam dengan proses bisnis yang dianggap tidak jelas dan membingungkan, hingga indikator kinerja yang tidak tepat. Kondisi ini menuntut perlu dilakukannya penataan terhadap Balitbang. Kajian ini bertujuan untuk memberikan identifikasi permasalahan Balitbang di kementerian/Lembaga, menilai efektifikas kinerja balitbang, dan memberikan rekomendasi kebijakan terkait permasalahan Balitbang di Kementerian/Lembaga.

Kajian ini menggunakan metode-metode campuran sekuensial (sequential mixed methods) yang merupakan cara yang dilakukan peneliti untuk menggabungkan atau memperluas penemuan-penemuannya yang diperoleh dari satu metode dengan penemuan-penemuan dari metode lainnya. Metode sekuensial dalam kajian ini dilakukan dengan tiga tahap, yaitu: tahap pertama dilakukan dengan menggunakan data sekunder dari Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Unit Litbang tahun 2015, 2016, dan 2017, tahap kedua menggunakan metode wawancara mendalam, dan tahap ketiga menggunakan metode diskusi kelompok terarah untuk menjawab tujuan kajian yang ketiga yaitu memberikan rekomendasi kebijakan.

Perbandingan dengan negara lain dan perhatian terhadap sejarah kelitbangan Indonesia juga digambarkan dalam laporan ini. Beberapa masalah ditemukan dalam kaitannya dengan

kelitbangan di Indonesia yaitu ketidakjelasan definisi, tugas, dan fungsi kelitbangan, anggaran yang dianggap kecil namun ternyata banyak dan tersebar, kualitas dan kuantitatif sumber daya manusia litbang, indikator kinerja litbang yang tidak sesuai dengan tujuan litbang, kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang, tidak adanya pemimpin yang fasilitatif, dan kurangnya pemanfaatan hasil litbang. Peluang dan tantangan ke depan yang harus diantisipasi adalah keberagaman budaya Balitbang, perkembangan industri 4.0, dan pengadaan barang dan jasa riset.

Permasalahan Litbang berhulu kepada Tata Kelola Litbang Nasional yang belum optimal dan tidak efektifnya Lembaga Litbang Instansi. Kajian merekomendasikan dua opsi kebijakan, opsi pertama, penguatan Tata Kelola Litbang Nasional melalui penguatan Kemenristekdikti dan juga optimalisasi LPNK Litbang dan Litbang KL. Opsi kedua, Pembentukan lembaga baru melalui pembentukan Badan Pengelola Riset dan Kajian Nasional yang bertugas sebagai Pembina bagi Lembaga Litbang Pemerintah dalam upaya membangun klaster-klaster riset dan kajian untuk merancang dan menghasilkan riset dan kajian yang berkorelasi dengan tantangan global, agenda pembangunan nasional dan perkembangan industri 4.0.

Pembentukan Badan ini harus dipandang sebagai bagian transformasi dalam perubahan sistem yang menuntut cara baru dalam memahami, berpikir, dan berperilaku oleh para pemangku kepentingan Riset dan Kajian. Badan ini akan menerapkan strategi, struktur, proses, penghargaan, sumber daya, budaya dan nilai-nilai inti organisasi baru dan berbeda.

Kata Kunci: Balitbang, Tata Kelola, Transformasi, Kementerian, Lembaga

Abstrak

BAB 1Pendahuluan

Page 8: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

21

A. LATAR BELAKANG

Pernyataan Presiden Joko Widodo pada sidang kabinet paripurna di Istana Merdeka, 9 April 2018 yang menyindir besarnya anggaran untuk riset di tiap kementerian/lembaga (K/L) namun tidak terlihat hasilnya menohok banyak pihak. Hingar bingar pembahasan terjadi di semua lapisan, utamanya para pemangku kepentingan di bidang kelitbangan. Anggaran yang mencapai Rp 24,9 triliun1 selama ini tidak terlihat karena dibagi-bagi ke hampir semua K/L. Isu ini kemudian melebar menjadi penghapusan dan peleburan Lembaga/badan penelitian pengembangan (selanjutnya disingkat menjadi Balitbang) yang ada di Kementerian/Lembaga (K/L).

Atas dasar ini, pemerintah kemudian perlu mengambil langkah lanjutan, yaitu mengkaji seluruh lembaga Litbang K/L dan mereview apakah setiap K/L perlu ada tidaknya badan Litbang di setiap K/L. Menurut Menteri Badan Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, jika ternyata hasilnya tidak sesuai harapan, maka bisa saja semua badan Litbang dibubarkan dan diintegrasikan kepada Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesi (LIPI), dan Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN). Perdebatan ini berlanjut ketika Pemerintah

1 Besaran angka ini menurut Ditjen Anggaran, Kemenkeu sebenarnya adalah Rp. 22,172 Triliun.

B. TUJUAN KAJIAN

Kajian ini berusaha melengkapi kajian yang telah dilakukan oleh KemenPANRB dengan sudut pandang yang lebih komprehensif dalam memberikan alternatif kebijakan untuk membantu Bappenas dan KemenPANRB dalam menatakelola Balitbang K/L. Sebelum rekomendasi akhir bagaimana strategi penataan balitbang yang efektif, perlu dilakukan beberapa tahap. Tahap awal adalah memberikan identifikasi permasalahan Balitbang di kementerian/Lembaga. Kedua, menilai efektivitas kinerja balitbang, dan terakhir, memberikan rekomendasi awal kebijakan terkait permasalahan Balitbang di Kementerian/Lembaga.

C. METODE KAJIAN

Mengacu pada Creswell (1996), kajian ini menggunakan strategi metode campuran sekuensial (sequential mixed methods) yang merupakan cara yang dilakukan peneliti untuk menggabungkan atau memperluas penemuan-penemuannya yang diperoleh dari satu metode dengan penemuan-penemuan dari metode lainnya. Metode sekuensial dalam kajian ini dilakukan dengan dua tiga tahap, yaitu: tahap pertama dilakukan dengan menggunakan data sekunder dari Laporan Kinerja Instansi Pemerintah Unit Litbang tahun 2015, 2016, dan 2017, tahap kedua menggunakan metode wawancara mendalam untuk mengetahui permasalahan Lembaga Penelitian dan

Pengembangan di Kementerian/Lembaga dan juga memverifikasi data pada tahap pertama. Hasilnya selain diuraikan secara kualitatif, juga dibuat matriks perbandingan antara satu institusi litbang dengan institusi litbang lainnya di Indonesia. Tahap ketiga menggunakan metode diskusi kelompok terarah untuk menjawab tujuan kajian yang ketiga yaitu memberikan rekomendasi kebijakan terkait permasalahan Balitbang K/L penelitian ini.

Dengan metode sekuensial seperti ini, maka validitas dari penelitian ini akan terjaga yaitu melalui,: a) melakukan triangulasi sumber data yang berbeda dengan memeriksa bukti-bukti yang berasal dari sumber tersebut, dan menggunakannya untuk membangun justifikasi penelitian; b) Member validation dengan melakukan verifikasi data pada tahap pertama di setiap institusi litbang K/L, c) mengklarifikasi bias yang mungkin dibawa peneliti dengan melakukan refleksi diri dan konfirmasi dengan cara mengutip secara langsung pendapat narasumber atau sumber data lainnya; d) melakukan tanya jawab dengan sesama rekan peneliti lainnya (peer de-briefing) untuk meningkatkan keakuratan hasil penelitian, dalam hal ini peneliti dari LIPI, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Kementerian Perencanaan Pembangunan Nasional/Bappenas, dan Kemenristekdikti (Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi). Pendalaman pada

Pendahuluan

akan menata ulang Balitbang K/L dengan cara mengkoordinir melalui Badan Riset Nasional (BRN) yang sedang dirintis pembentukannya saat ini.

Sebenarnya isu penataan balitbang baik di pusat maupun di daerah bukan baru kali ini dihembuskan. Beberapa kajian terdahulu telah dilakukan dalam kaitannya untuk mengkaji keberadaan Lembaga litbang di Indonesia dan bagaimana penataannya, antara lain yang dilakukan oleh Surminah, dkk, 2005; Hidayat, 2005; Rahardjo, 2008; Hidayat, dkk, 2010; Jannah, 2013; Putera, dkk, 2013; Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi/KemenPANRB, 2017; dan Jannah, 2018.

Kajian awal yang dilakukan KemenPANRB pada 2017 menunjukkan bahwa perlu dilakukan penataan kelembagaan melalui beberapa tahapan, yaitu analisis awal penataan kelembagaan litbang K/L, pementaan kegiatan seluruh unit litbang K/L, transformasi selektif unit litbang menjadi unit pengkajian kebijakan, transformasi menyeluruh unit litbang menjadi unit pengkajian kebijakan, integrasi fungsi dan sumber daya unit litbang K/L ke dalam LPNK Litbang, dan tahap terakhir alternatif integrasi LPNK Litbang ke dalam satu LPNK Litbang Nasional yang menaungi seluruh bidang IPTEK.

Page 9: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

43

tahap kedua dilakukan di empat Balitbang Kementerian yaitu Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Pertahanan, Kementerian Pertanian, dan Kementerian Kesehatan.

Keterbatasan dalam penelitian ini diakui adalah data yang berhasil dikumpulkan baik dari LKj (Laporan Kinerja) maupun dari wawancara mendalam dan diskusi kelompok terfokus kurang maksimal. Salah satu yang harus diperhatikan ke depan untuk mendalami kajian ini adalah dengan melakukan pengumpulan data kembali untuk verifikasi kepada semua Balitbang, termasuk juga kepada pihak Balitbang swasta (non-pemerintah).

D. KONSEP EFEKTIVITAS KINERJA BALITBANG

Institusi litbang, menurut Baglieri (1997) dapat diukur dengan model matriks seperti diperlihatkan pada Gambar berikut. Matriks tersebut menyediakan kerangka kerja untuk mengukur kinerja litbang berdasarkan objek pengukuran (proses vs output) dan domain pengukuran (produksi vs transisi-yaitu penerapan litbang).

Gambar 1.Model Referensi untuk Pengukuran Kinerja LitbangSumber: Baglieri (1997)

Merujuk pada Frascati Manual yang tercantum dalam Baglieri (1997) maka pengukuran efektivitas litbang dapat diukur dari aktivitas yang ada dalam Litbang memiliki ciri kebaruan, kreatif, tidak pasti, sistematis, dan dapat dipindahtangankan dan/atau direproduksi.

Selain dalam bidang eksakta, litbang hadir dalam bidang sosial humaniora. Hanya saja, pemanfaatan hasil untuk bidang eksakta jelas berbeda dengan bidang sosial humaniora. Bidang eksakta melahirkan pemanfaatan teknologi sedangkan bidang sosial humaniora dapat berupa perumusan kebijakan yang didasarkan pada data hasil litbang (evidence/research-based policy).

Dalam Frascati Manual 2015 disebutkan bahwa yang dimaksud dengan riset dan pengembangan adalah terdiri dari kerja kreatif dan sistematis yang dilakukan untuk meningkatkan stok pengetahuan - termasuk pengetahuan umat manusia, budaya dan masyarakat - dan untuk merancang aplikasi baru dari pengetahuan yang tersedia. UNESCO sendiri membedakan riset dan pengembangan dengan kegiatan iptek.

Kegiatan iptek terdiri dari pendidikan dan pelatihan ilmiah dan teknis (Scientific and Technical Education and Training/STET) dan layanan ilmiah dan teknologi (Scientific and Technological Services/STS). Layanan yang terakhir ini termasuk, iptek perpustakaan dan museum, penerjemahan dan pengeditan literatur, survei dan pencarian prospek, pengumpulan data tentang fenomena sosial ekonomi, pengujian, standardisasi dan

Problem Definition

Considering if the policy should be discontinued, modified or continued

Evaluate efficiency and effectiveness

Independent verification methodological guidance

Impact assesment support & advice to regulatory bodies

Foresight scanning identifying emerging issues

ImplementationEvaluation

Termination

Agenda Setting

Formulation & Decision

Making

Gambar 2. Siklus Kebijakan dan Masukan Ilmiah

kontrol kualitas, konseling klien dan layanan konsultasi, paten dan perizinan kegiatan oleh badan publik.

Sejalan dengan matriks yang dikemukakan Baglieri di atas, khususnya fase 4 “contribution to business goals”, salah satu cara untuk melihat efektifitas hasil Litbang adalah dengan mengkaitkannya kepada siklus kebijakan atau policy cycle. Jann dan Wegrich dalam Fischer, Miller, dan Sidney (2007) menyusun siklus kebijakan terdiri dari enam fase seperti pada gambar 2.

• Problem definition. Fase dalam siklus kebijakan untuk mengidentifikasi masalah berdasarkan kebutuhan publik.

• Agenda setting. Memutuskan masalah mana yang membutuhkan perhatian pemerintah, serta mendefinisikan sifat masalah.

• Policy Formulation and Decision Making. Fase ini menentukan struktur kebijakan yang akan diambil, tujuan yang harus dicapai, dampak dan implikasi kebijakan, biaya yang diperlukan, bagaimana pemangku kepentingan bereaksi terhadap kebijakan. Selanjutnya keputusan diambil melalui pelibatan legislative, eksekutif ataupun kelompok kepentingan.

• Implementation. Memastikan organisasi pelaksana memiliki sumber daya untuk melaksanakan kebijakan.

• Evaluation. Menilai sejauh mana kebijakan berhasil, apakah akan dilanjutkan, dimodifikasi atau dihentikan.

• Termination. Keputusan untuk mengakhiri sebuah kebijakan.

Page 10: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

65

Aspek IndIkAtor

Visi, Misi dan tujuan kesesuaian visi, misi dan tujuan penelitian dengan prn dan rIrn Fungsi k/L

penelitian 1. Bentuk penelitian (basic research, applied research, or experimental development)

2. Metode penelitian yang digunakan3. Level penggunaan teknologi 4. kesesuaian hasil penelitian dengan visi dan misi 5. Linkage dengan penelitian dari k/L atau institusi lain 6. Jumlah penelitian yang dihasilkan (per tahun anggaran) 7. Jumlah penelitian yang dipublikasikan8. Jumlah paten, kekayaan Intelektual, dll ( jumlah penelitian yang

didaftarkan ke HkI)9. Hasil penelitian yang digunakan sebagai rujukan/pilihan

rekomendasi kebijakan10. Hasil penelitian yang tidak memiliki kepastian (uncertainty in it

outcome disebabkan oleh ketidakpastiaan biaya dan waktu) 11. kontribusi inovasi bagi sosioekonomikomersialisasi/aktivitas bisnis 12. Layanan informasi hasil penelitian (web)

kelembagaan 1. sarana dan prasarana2. ketersedian peraturan organik di tingkat k/L3. Jumlah unit Upt Litbang4. organizational learning: mobilisasi tacit knowledge

sdM

1. komposisi sdM: Fungsional peneliti dan tenaga penunjang/non peneliti (pns non pns)

2. pola dan mekanisme rekrutmen peneliti 3. peneliti yang menduduki jabatan4. Batasan mengenai jabatan yang dapat diisi oleh peneliti 5. knowledge management

keuangan

1. Alokasi anggaran untuk penelitian2. skema penggunaan anggaran penelitian3. pendapatan dari komersialisasi hasil penelitian, pendapatan dari

sewa sarana/prasarana/hak perizinan/jasa/dll

kemitraan

1. Bentuk dan lingkup kemitraan2. perjanjian/kontrak kemitraan3. transfer pengetahuan/teknologi4. Bentuk penggunaan sumber daya5. keberlanjutan kemitraan

pemanfaatan1. siapa saja user hasil litbangpemanfaatan bagi user/pengguna2. diseminasi penelitian

Tentu saja tidak mudah, melakukan analisis dengan matriks Baglieri sebagaimana di atas, karena menyesuaikan dengan data yang dimungkinkan untuk diperoleh sebagaimana diuraikan pada bagian metode penelitian. Untuk itu secara sederhana, dapat dipetakan sebagai berikut:

Tabel 1. Operasionalisasi Konsep

BAB 2Gambaran Balitbang

di Indonesia

Page 11: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

87

Gambaran Balitbangdi Indonesia

A. TATA KELOLA LITBANG NASIONAL SAAT INI

UUD 1945 Amandemen ke-4, Pasal 31 ayat 5 menyatakan bahwa Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai agama dan persatuan bangsa untuk memajukan peradaban serta kesejahteraan umat manusia. Amanat ini kemudian ditindaklanjuti oleh Pemerintah melalui pembentukan sejumlah lembaga yang memiliki mandat dalam Tata Kelola Penelitian dan Pengembangan (Litbang) secara nasional.

Merujuk kepada Undang-Undang No. 18 tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Litbang Iptek), kelembagaan IPTEK telah ditetapkan dalam beberapa unsur meliputi perguruan tinggi, lembaga litbang, badan usaha, dan lembaga penunjang. Gambaran ini perlu diuraikan sebelum dilakukan transformasi Lembaga litbang agar jelas kedudukan dari Lembaga litbang yang selama ini “dianggap” melaksanakan fungsi kelitbangan.

Lembaga litbang sesuai dengan penjelasan UU Sisnas Litbang Iptek, dapat berupa lembaga yang berdiri sendiri, atau berupa unit dari organisasi perguruan tinggi, badan usaha, dan lembaga penunjang yang juga merupakan unsur kelembagaan iptek. Dengan demikian, lembaga litbang dapat berupa simpul yang mengaitkan unsur-unsur kelembagaan iptek. Lembaga litbang juga dapat berupa unit organisasi yang tidak terkait secara langsung dengan Sisnas Litbang Iptek. Oleh karena itu, lembaga ini juga dapat berupa simpul

yang mengaitkan Sisnas litbang iptek dengan sistem-sistem lain yang ada di Indonesia.

Sisnas Litbang Iptek juga mengamanatkan badan usaha untuk membentuk kemampuan perekayasaan dan inovasi untuk mengaplikasikan manfaat iptek ke dalam produk barang dan jasa yang memiliki nilai ekonomis. Hal ini sesuai dengan pasal 9 ayat (1). Unsur kelembagaan ini juga mendifusikan teknologi, baik yang dihasilkan sendiri maupun yang dihasilkan pihak lain sehingga dampak bagi kehidupan masyarakat menjadi lebih luas.

Lembaga litbang tersebut meliputi Lembaga Pemerintah Non Kementerian (LPNK) - Ristek, Lembaga Litbang Kementerian, Lembaga Litbang Daerah, Lembaga Litbang Perguruan Tinggi, dan Lembaga Litbang Industri (swasta) telah berkembang, jumlahnya cukup banyak, tersebar di berbagai wilayah dengan karakteristik dan spesialisasi yang beragam merupakan potensi yang besar untuk pengembangan Iptek.

UU ini juga mengamanatkan Pemerintah wajib merumuskan arah, prioritas utama, dan kerangka kebijakan pemerintah di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dituangkan sebagai kebijakan strategis pembangunan nasional ilmu pengetahuan dan teknologi. Pasal 19 menyatakan Menteri wajib mengkoordinasikan perumusan kebijakan strategis dengan mempertimbangkan segala masukan dan pandangan yang diberikan oleh unsur kelembagaan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Berikut adalah gambaran tentang Lembaga-lembaga yang memiliki peran dalam tata kelola Litbang nasional.

1. KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI (KEMENRISTEKDIKTI)

Indonesia memiliki sejarah yang cukup panjang terkait keberadaan Kementerian yang memiliki tugas dalam pengelolaan riset dan teknologi. Pembentukan pertama kali dilakukan pada masa Kabinet Kerja III tahun 1962 dengan nama Menteri Urusan Research Nasional. Kementerian ini pernah ditiadakan pada pertengahan tahun 1966 sampai dengan awal 1973 dan kemudian dibentuk lagi pada Maret 1973 dengan nama Menteri Negara Riset, kemudian berganti nama menjadi Menteri Negara Riset dan Teknologi pada Maret 1978. Pada Oktober 2009 menjadi Menteri Riset dan Teknologi dan terakhir pada Oktober 2014 menjadi Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi sebagai konsekuensi penggabungan urusan Pendidikan Tinggi yang sebelumnya berada pada Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.

Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015 Tentang Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menyatakan bahwa Kementerian ini mempunyai tugas menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset, teknologi, dan pendidikan tinggi untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan pemerintahan negara. Dalam melaksanakan tugas tersebut Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi menyelenggarakan fungsi:

a. perumusan, penetapan, dan pelaksanaan kebijakan di bidang standar kualitas sistem pembelajaran, lembaga pendidikan tinggi, sumber daya manusia serta sarana dan prasarana pendidikan tinggi, dan

keterjangkauan layanan pendidikan tinggi;

b. perumusan dan penetapan kebijakan di bidang standar kualitas lembaga penelitian, sumber daya manusia, sarana dan prasarana riset dan teknologi, penguatan inovasi dan riset serta pengembangan teknologi, penguasaan alih teknologi, penguatan kemampuan audit teknologi, perlindungan Hak Kekayaan Intelektual, percepatan penguasaan, pemanfaatan, dan pemajuan riset dan teknologi;

c. koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang kelembagaan, sumber daya, penguatan riset dan pengembangan, serta penguatan inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi;

d. pemberian izin tertulis kegiatan penelitian dan pengembangan oleh perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

e. pemberian izin tertulis kegiatan penelitian dan pengembangan terapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berisiko tinggi dan berbahaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

f. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi;

g. pengelolaan barang milik/kekayaan negara

Page 12: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

109

yang menjadi tanggung jawab Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi;

h. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi; dan

i. pelaksanaan dukungan substantif kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi.

Untuk menjalankan fungsi tersebut, Kemristekdikti didukung oleh organisasi yang terdiri dari:

a. Sekretariat Jenderal;

b. Direktorat Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan;

c. Direktorat Jenderal Kelembagaan Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi;

d. Direktorat Jenderal Sumber Daya Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi;

e. Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan;

f. Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi;

g. Inspektorat Jenderal;

Berdasarkan struktur organisasi di atas, maka Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan merupakan unit yang paling berperan dalam tata kelola riset dan pengembangan nasional.

Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi No. 15 tahun 2016, tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi, Pasal 339 menyebutkan Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti

mempunyai tugas menyelenggarakan perumusan, koordinasi, dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang penguatan riset dan pengembangan. Untuk melaksanakan tugas tersebut, Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan, koordinasi, dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang penguatan riset dan pengembangan;

b. Perumusan dan koordinasi kebijakan serta fasilitasi pengelolaan aset kekayaan intelektual;

c. Penyiapan pemberian ijin tertulis kegiatan penelitian dan pengembangan oleh perguruan tinggi asing, lembaga penelitian dan pengembangan asing, badan usaha asing, dan orang asing di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;

d. Penyiapan pemberian ijin tertulis kegiatan penelitian dan pengembangan terapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berisiko tinggi dan berbahaya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;

e. Pelaksanaan evaluasi dan pelaporan di bidang penguatan riset dan pengembangan;

f. Pelaksanaan administrasi Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan; dan

g. Pelaksanaan fungsi lain yang diberikan oleh Menteri

Peran Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan dalam menjalankan fungsinya dapat dilihat pada Rencana Strategis 2015 – 2019 yang telah menetapkan Indikator Kinerja Sasaran Strategis (IKSS) beserta target IKS setiap tahun.

Tabel 2. Rencana Strategis Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan 2015 - 2019Sumber: Renstra Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan 2015 – 2019

Tabel 3. Capaian IKU Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan 2017Sumber: Lakin DirJen Risbang, Kemristkedikti 2017

Berdasarkan IKSS di atas, sebagai langkah nyata dalam menjalankan program yang telah ditetapkan, maka Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan telah melaksanakan 26 (dua puluh enam) kegiatan yang dilaksanakan oleh lima direktorat dan sekretariat direktorat jenderal yang berada di lingkungan Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan.

Untuk tahun 2017, Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan menetapkan empat Indikator Kinerja Utama yaitu: jumlah KI yang didaftarkan, jumlah publikasi internasional, jumlah prototipe R&D (TRL s.d 6), dan Jumlah prototipe industri (TRL 7). Adapun capaian IKU terlihat pada tabel berikut.

Page 13: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

1211

Berdasarkan Lakin tersebut, capaian IKU memperlihatkan hasil melampaui setiap target yang ditetapkan.

Jumlah KI yang didaftarkan. Dibandingkan dengan target yang ditetapkan, pada tahun 2017 tingkat capaian indikator ini melebihi target yang ditetapkan. Dari target yang ditetapkan sebesar 1.910 KI berhasil terealisasi sebesar 4.018 KI dengan persentase capaian kinerja sebesar 210%. Hal ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan. Menurut data Kemenhumkam RI dan WIPO statistic database, Desember 2017, walaupun jumlah paten Indonesia (8.538) masih dibawah Singapore (10.980) namun masih cukup tinggi apabila dibandingkan dengan Thailand (7.820), Malaysia (7.236), Vietnam (5.228), dan Filipina (3.417). Meningkatnya capaian kinerja ini diantaranya terkait adanya Undang-Undang No. 13 Tahun 2016 tentang Paten, yang berisi solusi pengaturan mengenai beberapa substansi penting, serta kontribusi kalangan dosen/peneliti di perguruan tinggi dan Litbang yang cukup produktif dalam menghasilkan KI.

Jumlah Publikasi Internasional. Jika dibandingkan dengan target yang ditetapkan, pada tahun 2017 tingkat capaian indikator ini telah mencapai target yang ditetapkan bahkan telah melebihi target capaian. Dari target yang ditetapkan sebesar 12.000 publikasi internasional, terealisasi sebesar 16.147 dokumen yang terindeks Scopus dengan persentase capaian kinerja sebesar 134%. Jika dibandingkan dengan tahun 2016 dengan capaian 9.574, maka capaian tahun 2017 mengalami peningkatan yang sangat signifikan sebesar 68%. Selama 20 (dua

puluh) tahun publikasi ilmiah internasional Indonesia selalu berada dibawah Thailand, dan baru tahun tersebut Indonesia dapat mengungguli Thailand dan berada pada peringkat ketiga diantara Negara ASEAN lainnya.

Jumlah Prototipe R&D dengan TRL 6. Target tahun 2017 jumlah prototipe TRL sampai dengan 6, sebesar 783 prototipe, berhasil terealisasi sebesar 1.412 prototipe (terdiri dari 1.058 prototipe BOPTN penelitian dan dari Insinas sebesar 354 judul) dengan persentase capaian kinerja sebesar 180 %. Ketercapaian target jumlah prototipe R&D (TRL sampai 6) didukung oleh kegiatan pengembangan prototipe riset Hankam dan Insentif Riset Sistem Inovasi Nasional (Insentif Riset SINas) yang telah dimulai sejak tahun 2012. Selain itu, kegiatan penelitian dosen yang menghasilkan prototipe R&D (TRL sampai dengan 6) mendapat dukungan sumber dana dari dua fungsi yaitu fungsi pendidikan dan fungsi layanan umum. Sumberdana fungsi pendidikan diwujudkan dalam kegiatan penelitian BOPTN, sedangkan fungsi layanan umum melalui dana rupiah murni.

Jumlah Prototipe Industri dengan TRL 7. Pada tahun 2016, dari target IKU yang ditetapkan sebesar 15 prototipe berhasil terealisasi sebesar 45 prototipe, dengan persentase capaian kinerja sebesar 300%. Kemudian pada tahun 2017 ditargetkan IKU sebesar 20 prototipe yang berhasil terealisasi sebesar 86 prototipe, dengan persentase capaian kinerja sebesar 430%.

Bila hanya memperhatikan hasil capaian dan target IKU tampak seolah Kemristekdikti telah sukses menjalankan tugas dalam

menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang riset dan teknologi. Namun bila dilihat dari realitas, kontribusi riset dan teknologi Indonesia masih perlu dipacu untuk mendukung comparative advantage dan competitive advantage sebagai syarat utama untuk berdiri tegak dalam persaingan global. Sejumlah tantangan masih harus diatasi.

Pertama, meskipun anggaran untuk penelitian semakin tahun semakin besar, namun skema anggaran penelitian belum mampu mendanai penelitian sampai ke hilir, yaitu penelitian yang mampu mendatangkan manfaat ekonomi secara langsung pada masyarakat luas. Oleh karena itu, hilirisasi penelitian yang telah dihasilkan oleh perguruan tinggi, LPNK, LPK, dan industri merupakan permasalahan yang harus dipecahkan bersama dengan seluruh pemangku kepentingan, baik dari kalangan akademisi, pemerintah dan badan usaha (Academician, Business, Government – ABG).

Kedua, tantangan yang dihadapi dalam menjalankan program pengembangan teknologi industri TRL 7 adalah bagaimana prototipe laik industri benar-benar bisa didorong ke hilir/komersial. Menurut Mainsfield (1981), untuk mencapai kesuksesan komersialisasi hasil R&D dalam proses inovasi (Research Based Innovation) maka ada tiga tahapan yang harus dilalui yaitu tahap invensi (fase dimana temuan baru akan dikembangkan), tahap inovasi (antara lain pengenalan produk baru ke pasar) serta tahap difusi (penyebaran produk baru ke pasar). Tingkat keberhasilan suatu riset dan pengembangan dari tahap

invensi sampai menjadi suatu inovasi hanya sebesar 22%. Sisanya yang 78% mengalami kegagalan diakibatkan karena ketidaklaikan teknis dan potensi keekonomian. Kemudian keberhasilan suatu tahap inovasi sampai menjadi komersial dan berhasil masuk pasar hanya sebesar 40% dari jumlah inovasi. Artinya, inovasi yang bisa sukses sampai masuk pasar hanya sekitar 8,8% saja. Bila pada tahun 2017 realisasi prototipe TRL 7 sebanyak 86, maka potensi yang akan memasuki pasar adalah 7.5 prototipe (86 x 8.8%). Angka yang masih rendah untuk sebuah negara sebesar Indonesia.

Ketiga, orientasi penelitian yang belum optimal untuk mendapatkan paten. Banyak peneliti/ perekayasa hanya sekadar melakukan penelitian semata, tetapi tidak mempunyai tujuan bahwa setiap penelitian harus menjadi sebuah invensi yang akan didaftarkan sebagai Paten atau Paten Sederhana. Apabila suatu penelitian tidak ditujukan untuk menjadi invensi, maka hasil penelitian tersebut hanya akan menjadi pengisi jurnal ilmiah atau proceeding.

Keempat, belum terjadi pemerataan pelaksanaan penelitian dan pengembangan terhadap 10 fokus Iptek yaitu: (1) teknologi ketahanan pangan, (2) teknologi energi, (3) teknologi transportasi, (4) teknologi informasi dan komunikasi, (5) teknologi pertahanan dan keamanan, (6) teknologi kesehatan dan obat, (7) teknologi material maju, (8) kemaritiman, (9) penanggulangan bencana, dan (10) sosial humaniora – seni budaya – pendidikan. Pada tahun 2017, sebaran 86 prototipe TRL 7 pada setiap fokus Iptek adalah sebagai berikut:

Page 14: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

1413

no FokUs Iptek JUMLAH

1. pangan 17

2. energi 7

3. transportasi 10

4. tIk 13

5. Hankam 8

6. kesobat 15

7. MMBB 16

8. kemaritiman 0

9. penanggulangan bencana 0

10. sosial humaniora 0

totAL 86

Tabel 4. Jumlah Prototipe Laik Industri TRL 7 tahun 2017Sumber: Diolah dari Lakin DirJen PengRisbang, Kemristekdikti 2017

Kelima, masih lemahnya sinergi program riset dan pengembangan iptek baik intra institusi/aktor pengembang iptek (LPNK Ristek, lembaga riset kementerian teknis, industri, dan perguruan tinggi). Program Iptek di masing-masing lembaga masih berjalan sendiri-sendiri, tidak saling menyapa satu dengan yang lain. Dari 86 Prototipe TRL 7 yang dihasilkan tahun 2017, tidak satupun yang dilakukan melalui kemitraan dengan lembaga riset kementerian teknis. Sejumlah prototipe pada fokus Iptek dilaksanakan melalui kemitraan dengan LPNK Ristek, perguruan tinggi dan swasta. (lihat Lakin Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemristekdikti tahun 2017). Sebagai contoh, prototipe pengembangan sistem kendali roket berbasis penjejak sinar infra merah

pada fokus Iptek Hankam merupakan hasil dari kemitraan LAPAN dengan sebuah perusahaan swasta. Tidak ada keterlibatan Lembaga litbang Kementerian Pertahanan dalam hal ini. Kondisi ini menggambarkan bahwa Kemristekdikti belum menjadi hub atau sentral bagi berbagai Lembaga atau unit-unit yang menjalankan tugas dan fungsi Litbang, terutama Lembaga litbang kementerian teknis. Kemristekdikti terlihat hanya memfasilitasi kemitraan antara LPNK Riset (BPPT, BATAN, LIPI, Bapeten), perguruan tinggi dan swasta. Hal ini menyebabkan kegiatan Iptek baik dari segi kualitas maupun skalanya belum mampu memberikan hasil yang signifikan bagi Indonesia dalam kancah persaingan global.

2. LPNK-RISTEK (KEMENRISTEKDIKTI)

LPNK-Riset berupa atau setingkat badan yang aktivitasnya di bawah koordinasi Kementerian Riset dan Teknologi (Kemenristek), terdiri dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN), dan Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) yang sekarang berubah menjadi Badan Informasi Geospasial (BIG). Sejak menjadi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidkan Tinggi (Kemristekdikti), BIG tidak berada dalam koordinasi kementerian ini. Keberadaan 6 LPNK tersebut di bawah kordinasi Kemristekdikti merupakan mandat dari Keputusan Presiden RI (Keppres) No. 103 tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi dan Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintahan Non Departemen sebagaiman tertuang pasal 106 (huruf i).

Fungsi ini juga diatur dalam Peraturan Presiden No. 13 tahun 2015 tentang Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Dalam kerangka hukum penetapan Kemristekdikti tersebut fungsi Kemristekdikti terkait perumusan kebijakan di bidang penguatan riset dan inovasi serta koordinasi pelaksaan kebijakan di bidang riset telah dituangkan dalam pasal 3, poin b dan c. Dengan adanya fungsi ini tentunya Kemristekdikti dapat menentukan arah kebijakan riset dan inovasi nasional serta mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan yang terkait.

Sebelum menjadi Kemristekdikti, Kemristek dalam melaksanakan tugasnya terkait

perumusan dan pengambilan kebijakan ilmu pengetahuan dan teknologi, Menristek dibantu oleh Lembaga penunjang seperti Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (AIPI), Dewan Riset Nasional (DRN) dan Dewan Riset Daerah (DRD).

A. LIPI

LIPI memiliki sejarah kelembagaan yang panjang. Dimulai pada 1956, melalui Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1956 pemerintah Indonesia membentuk Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI) dengan dua tugas pokok yaitu membimbing perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dan memberi pertimbangan kepada pemerintah dalam hal kebijaksanaan ilmu pengetahuan.

Kemudian pada 1962 pemerintah membentuk Departemen Urusan Riset Nasional (DURENAS) dan menempatkan MIPI di dalamnya dengan tugas tambahan yaitu membangun dan mengasuh beberapa Lembaga Riset Nasional. Empat tahun kemudian pemerintah mengubah status DURENAS menjadi Lembaga Riset Nasional (LEMRENAS). Satu tahun kemudian, tepatnya pada Agustus 1967 pemerintah membubarkan LEMRENAS dan MIPI dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 128 Tahun 1967 dan kemudian berdasarkan Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara Nomor. 18/B/1967 pemerintah membentuk LIPI dan menampung seluruh tugas LEMRENAS dan MIPI, dengan tiga tugas pokok, yaitu:

• Membimbing perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berakar di Indonesia agar dapat dimanfaatkan

Page 15: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

1615

bagi kesejahteraan rakyat Indonesia pada khususnya dan umat manusia pada umumnya.

• Mencari kebenaran ilmiah dimana kebebasan ilmiah, kebebasan penelitian serta kebebasan mimbar diakui dan dijamin, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 1945.

• Mempersiapkan pembentukan Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia (Berdasarkan Keppres Nomor 179 Tahun 1991, tugas pokok ini selanjutnya ditangani oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi).

Sejalan dengan perkembangan kemampuan nasional dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, organisasi lembaga-lembaga ilmiah di Indonesia telah pula mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Oleh sebab itu dipandang perlu untuk mengadakan peninjauan dan penyesuaian tugas pokok dan fungsi serta susunan organisasi LIPI sesuai dengan tahap dan arah perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka melalui Keppres Nomor 128 Tahun 1967, tanggal 23 Agustus 1967 yang kemudian diubah dengan Keppres Nomor 43 Tahun 1985, dan dalam rangka penyempurnaan lebih lanjut, maka tanggal 13 Januari 1986 ditetapkan Keppres Nomor 1 Tahun 1986 tentang Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, dan terakhir dengan Keppres Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen.

Saat ini di antara 7 fungsi LIPI, yang didasarkan pada Keppres No. 103 Tahun 2001, hanya satu fungsi yang terkait pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang

penelitian ilmu pengetahuan, selebihnya lebih kepada kegiatan teknis seperti penyelenggaraan riset keilmuan yang bersifat dasar; penyelenggaraan riset inter dan multi disiplin terfokus; pemantauan, evaluasi kemajuan, dan penelaahan kecenderungan iptek; koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas LIPI; fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang penelitian ilmu pengetahuan; dan penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum.

B. BPPT

BPPT merupakan lembaga pemerintah non-departemen yang berada di bawah koordinasi Kementerian Negara Riset dan Teknologi yang mempunyai tugas melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengkajian dan penerapan teknologi. Proses pembentukan BPPT bermula dari penugasan Presiden Soeharto kepada Prof Dr. Ing. B.J. Habibie pada tanggal 28 Januari 1974. Dengan Surat Keputusan Presiden Nomor. 76/M/1974 tanggal 5 Januari 1974, Prof Dr. Ing. B.J. Habibie diangkat sebagai penasehat pemerintah di bidang advanced technology dan teknologi penerbangan yang bertanggung jawab langsung pada presiden dengan membentuk Divisi Teknologi dan Teknologi Penerbangan (ATTP) Pertamina.

Surat Keputusan Dewan Komisaris Pemerintah Pertamina Nomor 04/Kpts/DR/DU/1975 tanggal 1 April 1976, ATTP diubah menjadi Divisi Advance Teknologi Pertamina. Divisi ini kemudian diubah menjadi Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi melalui Keppres Nomor 25 Tahun 1978 tanggal 21 Agustus 1978 dan diperbaharui dengan

Keppres Nomor 47 tahun 1991. BPPT memiliki visi yaitu sebagai pusat unggulan teknologi yang mengutamakan kemitraan melalui pemanfaatan hasil rekayasa teknologi secara maksimum, dan misi: (1) memacu perekayasaan teknologi untuk meningkatkan daya saing produk industri; (2) memacu perekayasaan teknologi untuk meningkatkan pelayanan publik instansi pemerintah; dan (3) memacu perekayasaan teknologi untuk kemandirian bangsa

BPPT memiliki tugas pokok untuk melaksanakan tugas pemerintahan di bidang pengkajian dan penerapan teknologi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, dengan empat fungsi yaitu melakukan:

• pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang pengkajian dan penerapan teknologi;

• koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BPPT.

• pemantauan, pembinaan dan pelayanan terhadap kegiatan instansi pemerintah dan swasta di bidang pengkajian dan penerapan teknologi dalam rangka inovasi, difusi, dan pengembangan kapasitas, serta membina alih teknologi.

• penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

Wewenang utama yang dimiliki BPPT adalah untuk menyusun rencana nasional secara makro di bidangnya, merumuskan

kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara makro, dan menetapkan sistem informasi di bidangnya. BPPT juga memiliki wewenang lain yang melekat dan telah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, yaitu merumuskan dan melaksanakan kebijakan tertentu di bidang pengkajian dan penerapan teknologi dan meemberikan rekomendasi penerapan teknologi dan melaksanakan audit teknologi.

C. LAPAN

LAPAN merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen yang berkedudukan di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden Republik Indonesia. Dalam pelaksanaan tugasnya dikoordinasikan oleh menteri yang bertanggung-jawab di bidang riset dan teknologi.

Sejarah LAPAN dimulai pada 31 Mei 1962, saat dibentuk Panitia Astronautika oleh Menteri Pertama RI, Ir. Juanda (selaku Ketua Dewan Penerbangan RI) dan R.J. Salatun (selaku Sekretaris Dewan Penerbangan RI). Tanggal 22 September 1962, terbentuknya Proyek Roket Ilmiah dan Militer Awal (PRIMA) afiliasi AURI dan ITB dan berhasil membuat dan meluncurkan dua roket seri Kartika berikut telemetrinya. Pada 27 November 1963, Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 236 Tahun 1963 tentang LAPAN.

Organisasi LAPAN kemudian terus disempurnakan melalui beberapa Keppres, yaitu: Keppres Nomor 18 Tahun 1974, Keppres Nomor 33 Tahun 1988, Keppres Nomor 33 Tahun 1988 jo Keppres Nomor

Page 16: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

1817

24 Tahun 1994, Keppres Nomor 132 Tahun 1998, Keppres Nomor 166 Tahun 2000 sebagaimana diubah beberapa kali yang terakhir dengan Keppres Nomor 62 Tahun 2001, Keppres Nomor 178 Tahun 2000 sebagaimana telah diubah beberapa kali yang terakhir dengan Keppres 60 Tahun 2001, dan Keppres Nomor 103 Tahun 2001. Lingkup Kegiatan yang dimiliki LAPAN yaitu pengembangan teknologi dan pemanfaatan penginderaan jauh; pemanfaatan sains atmosfer, iklim dan antariksa, pengembangan teknologi dirgantara; dan pengembangan kebijakan kedirgantaraan nasional.

Visi yang diusung LAPAN adalah menjadi institusi penggerak kemandirian dalam penguasaan sains dan teknologi kedirgantaraan dan pemanfaatannya bagi kesejahteraan bangsa dan pembangunan nasional yang berkelanjutan. Visi ini diterjemahkan ke dalam visi setiap bidang yaitu:

1. Bidang Teknologi Roket, Satelit dan Penerbangan: Memperkuat kemampuan penguasaan teknologi roket, satelit, dan penerbangan, serta pemanfaatannya untuk menjadi mitra industri strategis penerbangan dan pembina nasional pengembangan roket dan satelit.

2. Bidang Penginderaan Jauh: Mengembangkan kemampuan teknologi sistem sensor penginderaan jauh, sistem stasiun bumi, akuisisi data dan memaksimalkan pemanfaatan teknologi penginderaan jauh untuk mendukung inventarisasi dan permantauan sumber daya alam, ketahanan pangan dan lingkungan serta mitigasi bencana dan menjadi pembina nasional penelitian,

pengembangan dan penerapan teknologi penginderaan jauh.

3. Bidang Sains Dirgantara (Antariksa dan Atmosfer): Mengembangkan kemampuan penguasaan pengetahuan antariksa dan atmosfer dalam upaya meningkatkan pelayanan masyarakat atas informasi cuaca antariksa dan kondisi atmosfer, dan dampaknya pada perubahan iklim global dan kehidupan di bumi.

4. Bidang Kebijakan: Mengembangkan kajian kebijakan bagi pengembangan dan/atau perumusan kebijakan dan peraturan perundang-undangan nasional untuk perlindungan kepentingan nasional dalam rangka penguasaan, penerapan dan pendayagunaan IPTEK kedirgantaraan (roket, satelit, penerbangan, penginderaan jauh dan sains antariksa) untuk mendukung pembangunan nasional.

5. Bidang Kelembagaan dan Manajemen Sumber daya: Senantiasa memperbaharui diri sesuai dengan tuntutan perkembangan kemajuan IPTEK dirgantara dan aspirasi masyarakat serta pembenahan pelayanan masyarakat melalui penguatan komunikasi publik, kerjasama, perencanaan program/kegiatan, organisasi, ketatalaksanaan, SDM dan pengelolaan dan pengembangan asset (sarana prasarana) serta pengawasan dalam rangka mencapai tata kelola pemerintahan yang baik.

LAPAN memiliki dua tugas pokok, yaitu: melaksanakan tugas pemerintah di

bidang penelitian dan pengembangan kedirgantaraan dan pemanfaatannya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan melaksanakan tugas Sekretariat Dewan Penerbangan dan Antariksa Nasional Republik Indonesia (DEPANRI), sesuai Keppres No. 99 Tahun 1993 tentang DEPANRI sebagaimana telah diubah dengan Keppres No. 132 Tahun 1998 tentang Perubahan atas Keppres No.99 Tahun 1993. DEPANRI adalah suatu badan nasional yang mengkoordinasikan program-program kedirgantaraan antar instansi dan mengarahkan kebijakan yang berkaitan dengan masalah-masalah kedirgantaraan. Fungsi yang dimiliki LAPAN adalah melakukan:

• Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang penelitian dan pengembangan kedirgantaraan dan pemanfaatannya.

• Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas LAPAN.

• Pemantauan, pemberian bimbingan dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang kedirgantaraan dan pemanfaatannya.

• Kerjasama dengan instansi terkait di tingkat nasional dan internasional.

• Penelitian, pengembangan dan pemanfaatan bidang penginderaan jauh, serta pengembangan bank data penginderaan jauh nasional dan pelayanannya.

• Penelitian, pengembangan dan pemanfaatan sain atmosfer, iklim antariksa dan lingkungan antariksa, pengkajian perkembangan kedirgantaraan,

pengembangan informasi kedirgantaraan serta pelayanannya.

• Penelitian, pengembangan teknologi dirgantara terapan, elektronika dirgantara, wahana dirgantara serta pemanfaatan dan pelayanannya.

• Pemasyarakatan dan pemasaran dalam bidang kedirgantaraan.

• Pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas semua unsur di lingkungan LAPAN.

• Penyelenggaraan danpembinaan pelayanan administrasi umum.

Kewenangan yang dimiliki LAPAN adalah untuk: 1) penyusunan rencana nasional secara makro di bidangnya; 2) Perumusan kebijakan di bidangnya untuk mendukung pembangunan secara makro; dan 3) Penetapan sistem informasi di bidangnya; Kewenangan lain yang dimiliki LAPAN sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku yaitu perumusan dan pelaksanaan kebijakan tertentu di bidang penelitian dan pengembangan kedirgantaraan dan pemanfaatannya, dan penginderaan/pemotretan jarak jauh dan pemberian rekomendasi perizinan orbit satelit.

D. BATAN

Kegiatan pengembangan dan pengaplikasian teknologi nuklir di Indonesia diawali dari pembentukan Panitia Negara untuk Penyelidikan Radioaktivitet tahun 1954. Panitia Negara tersebut mempunyai tugas melakukan penyelidikan terhadap kemungkinan adanya jatuhan radioaktif

Page 17: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

2019

dari uji coba senjata nuklir di lautan Pasifik. Dengan memperhatikan perkembangan pendayagunaan dan pemanfaatan tenaga atom bagi kesejahteraan masyarakat, maka melalui Peraturan Pemerintah Nomor 65 Tahun 1958, pada tanggal 5 Desember 1958 dibentuklah Dewan Tenaga Atom dan Lembaga Tenaga Atom (LTA), yang kemudian disempurnakan menjadi Badan Tenaga Atom Nasional (BATAN) berdasarkan UU Nomor 31 Tahun 1964 tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Tenaga Atom. Selanjutnya setiap tanggal 5 Desember yang merupakan tanggal bersejarah bagi perkembangan teknologi nuklir di Indonesia dan ditetapkan sebagai hari jadi BATAN.

Pada perkembangan berikutnya, untuk lebih meningkatkan penguasaan di bidang iptek nuklir, pada tahun 1965 diresmikan pengoperasian reaktor atom pertama (Triga Mark II) di Bandung. Kemudian berturut-turut, dibangun pula beberapa fasilitas litbangyasa yang tersebar di berbagai pusat penelitian, antara lain Pusat Penelitian Tenaga Atom Pasar Jumat, Jakarta (1966), Pusat Penelitian Tenaga Atom GAMA, Yogyakarta (1967), dan Reaktor Serba Guna 30 MW (1987) disertai fasilitas penunjangnya, seperti fabrikasi dan penelitian bahan bakar, uji keselamatan reaktor, pengelolaan limbah radio aktif dan fasilitas nuklir lainnya. Sementara itu dengan perubahan paradigma pada tahun 1997 ditetapkan UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang ketenaganukliran yang di antaranya mengatur pemisahan unsur pelaksana kegiatan pemanfaatan tenaga nuklir (BATAN) dengan unsur pengawas tenaga nuklir (BAPETEN).

Sesuai dengan UU Ketenaganukliran dan

Keppres RI Nomor 64 Tahun 2005, BATAN ditetapkan sebagai Lembaga Pemerintah Non Departemen, berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden. BATAN dipimpin oleh seorang Kepala dan dikoordinasikan oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi.

Tugas pokok BATAN adalah melaksanakan tugas pemerintahan di bidang penelitian, pengembangan dan pemanfaatan tenaga nuklir sesuai ketentuan Peraturan dan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugas, BATAN menyelenggarakan fungsi:

a. Pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang penelitian, pengembangan dan pemanfaatan tenaga nuklir.

b. Koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BATAN.

c. Fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang penelitian, pengembangan dan pemanfaatan tenaga nuklir.

d. Penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tata laksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

BATAN memiliki visi yaitu energi nuklir sebagai pemercepat kesejahteraan bangsa, dan misi yaitu:

a. Melaksanakan penelitian, pengembangan dan penerapan energi nuklir, isotop dan radiasi dalam mendukung program

pembangunan nasional.

b. Melaksanakan manajemen kelembagaan untuk mendukung kegiatan penelitian, pengembangan dan penerapan energi nuklir, isotop dan radiasi.

Tujuan pembangunan iptek nuklir adalah memberikan dukungan nyata dalam pembangunan nasional dengan peran:

a. Meningkatkan hasil litbang energi nuklir, isotop dan radiasi, dan pemanfaatan/pendayagunaanya oleh masyarakat dalam mendukung program pembangunan nasional.

b. Meningkatkan kinerja manajemen kelembagaan dan penguatan sistem inovasi dalam rangka mendukung penelitian, pengembangan dan penerapan energi nuklir, isotop dan radiasi.

Sasaran pembangunan iptek nuklir yang ingin dicapai adalah:

a. Peningkatan hasil litbang enisora berupa bibit unggul tanaman pangan, tersedianya insfrastruktur dasar pembangunan PLTN, pemahaman masyarakat terhadap teknologi nuklir, pemanfaatan aplikasi teknologi isotop dan radiasi untuk kesehatan; dan

b. Peningkatan kinerja manajemen kelembagaan dan penguatan sistem inovasi meliputi kelembagaan iptek, sumber daya iptek dan penguatan jejaring iptek dalam rangka mendukung pemanfaatan hasil penelitian, pengembangan dan penerapan energi nuklir, isotop dan radiasi di masyarakat.

E. BAPETEN

UU Nomor 10 Tahun 1997 tentang Ketenaganukliran telah memberikan kewenangan bagi BAPETEN untuk melaksanakan fungsi pengawasan terhadap penggunaan tenaga nuklir, yang meliputi perizinan, inspeksi dan penegakan peraturan. UU Ketenaganukliran juga mensyaratkan pemisahan antara badan pengawas (BAPETEN), dan badan peneliti (BATAN). UU Ketenaganukliran memberikan mandat pada BAPETEN untuk membuat peraturan, menerbitkan izin, melakukan inspeksi dan mengambil langkah penegakan peraturan untuk menjamin kepatuhan pengguna tenaga nuklir terhadap peraturan dan ketentuan keselamatan. Fungsi BAPETEN adalah terkait dengan:

• perumusan kebijaksanaan nasional di bidang pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir; penyusunan rencana dan program nasional di bidang pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir;

• pembinaan dan penyusunan peraturan serta pelaksanaan pengkajian keselamatan nuklir, keselamatan radiasi, dan pengamanan bahan nuklir;

• pelaksanaan perizinan dan inspeksi terhadap pembangunan dan pengoperasian reaktor nuklir, instalasi nuklir, fasilitas bahan nuklir, dan sumber radiasi serta pengembangan kesiapsiagaan nuklir; pelaksanaan kerjasama di bidang pengawasan pemanfaatan tenaga nuklir dengan instansi Pemerintah atau organisasi lainnya baik di dalam maupun di luar wilayah Indonesia;

Page 18: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

2221

• pelaksanaan pengawasan dan pengendalian bahan nuklir; pelaksanaan bimbingan dan penyuluhan terhadap upaya yang menyangkut keselamatan dan kesehatan pekerja, anggota masyarakat dan perlindungan terhadap lingkungan hidup;

• pelaksanaan pembinaan sumber daya manusia di lingkungan BAPETEN; pelaksanaan pembinaan administrasi, pengendalian dan pengawasan di lingkungan BAPETEN;

• pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Presiden.

Dengan adanya badan ini diharapkan dapat:

• Menjamin kesejahteraan, keamanan dan ketentraman masyarakat;

• Menjamin keselamatan dan kesehatan pekerja dan anggota masyarakat serta perlindungan terhadap lingkungan hidup;

• Memelihara tertib hukum dalam pelaksanaan pemanfaatan tenaga nuklir;

• Meningkatkan kesadaran hukum pengguna tenaga nuklir untuk menimbulkan budaya keselamatan di bidang nuklir;

• Mencegah terjadinya perubahan tujuan pemanfaatan bahan nuklir;

• Menjamin terpeliharanya dan ditingkatkannya disiplin petugas dalam pelaksanaan pemanfaatan nuklir.

F. BSN

Badan Standardisasi Nasional (BSN) dibentuk dengan Keputusan Presiden Nomor 13 Tahun 1997 yang disempurnakan dengan Keputusan Presiden No. 166 Tahun 2000 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah dan yang terakhir dengan Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001, merupakan Lembaga Pemerintah Non Departemen dengan tugas pokok mengembangkan dan membina kegiatan standardisasi di Indonesia. Badan ini menggantikan fungsi dari Dewan Standardisasi Nasional (DSN). Dalam melaksanakan tugasnya Badan Standardisasi Nasional berpedoman pada Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2000 tentang Standardisasi Nasional.

Pelaksanaan tugas dan fungsi BSN di bidang akreditasi dilakukan oleh Komite Akreditasi Nasional (KAN). KAN mempunyai tugas menetapkan akreditasi dan memberikan pertimbangan serta saran kepada BSN dalam menetapkan sistem akreditasi dan sertifikasi. Pelaksanaan tugas dan fungsi BSN di bidang Standar Nasional untuk Satuan Ukuran dilakukan oleh Komite Standar Nasional untuk Satuan Ukuran (KSNSU). KSNSU mempunyai tugas memberikan pertimbangan dan saran kepada BSN mengenai standar nasional untuk satuan ukuran. Sesuai dengan tujuan utama standardisasi adalah melindungi produsen, konsumen, tenaga kerja dan masyarakat dari aspek keamanan,

keselamatan, kesehatan serta pelestarian fungsi lingkungan, pengaturan standardisasi secara nasional ini dilakukan dalam rangka membangun sistem nasional yang mampu mendorong dan meningkatkan, menjamin mutu barang dan/atau jasa serta mampu memfasilitasi keberterimaan produk nasional dalam transaksi pasar global. Dari sistem dan kondisi tersebut diharapkan dapat meningkatkan daya saing produk barang dan/atau jasa Indonesia di pasar global.

1. Fungsi BSN adalah melakukan:pengkajian dan penyusunan kebijakan nasional di bidang standardisasi nasional,

2. koordinasi kegiatan fungsional dalam pelaksanaan tugas BSN,

3. fasilitasi dan pembinaan terhadap kegiatan instansi pemerintah di bidang standardisasi nasional,

4. penyelenggaraan kegiatan kerjasama dalam negeri dan internasional di bidang standardisasi,

5. penyelenggaraan pembinaan dan pelayanan administrasi umum di bidang perencanaan umum, ketatausahaan, organisasi dan tatalaksana, kepegawaian, keuangan, kearsipan, hukum, persandian, perlengkapan dan rumah tangga.

3. LEMBAGA PENUNJANG LAINNYA

Kecuali lembaga penunjang, agak sukar untuk memilah dan mengelompokkan satu lembaga dengan lembaga lain ke dalam kategori penelitian, pengembangan, atau

kebijakan karena dilihat dari tugas, fungsi, dan wewenangnya, setiap lembaga bisa masuk dalam kategori lembaga penelitian, lembaga pengembangan, dan juga lembaga yang fokusnya adalah perumusan kebijakan. Akan tetapi, terkait dengan penempatan sesuai ruang lingkupnya, maka kajian Mulatsih dan Putera (2009) menggambarkannya sebagaimana dapat dilihat pada Gambar di bawah.

Dalam Jannah (2013) dijelaskan bahwa posisi Kemristek dalam kelembagaan litbang di Indonesia adalah krusial. Kementerian ini dulunya bernama Kementerian Negara Riset dan Teknologi berganti menjadi Kementerian Riset dan Teknologi berdasarkan Perpres Nomor 47 Tahun 2009 disebut Kementerian Riset dan Teknologi. Tugas kementerian ini adalah menyelenggarakan urusan di bidang riset, ilmu pengetahuan dan teknologi dalam pemerintahan untuk membantu Presiden dalam menyelenggarakan negara. Fungsinya adalah a) perumusan dan penetapan kebijakan di bidang riset dan teknologi; b) koordinasi dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang riset dan teknologi; c) pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab Kementerian Riset dan Teknologi; dan d) pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan Kementerian Riset dan Teknologi. Kementerian ini dibantu oleh Dewan Riset Nasional dalam merumuskan arah dan prioritas utama pembangunan Iptek serta penyusunan kebijakan strategis pembangunan nasional Iptek.

Page 19: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

2423

Gambar 3. Ruang Lingkup Kelembagaan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

Dalam hubungannya dengan lembaga-lembaga litbang sebagaimana disebutkan dalam UU Sisnas Litbang Iptek, berdasarkan Perpres Nomor 64 Tahun 2005 tentang Perubahan Keenam atas Keputusan Presiden No. 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi, Dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non Kementerian, maka Kemristek mengkoordinasikan LPNK yaitu LIPI, LAPAN, BPPT, BATAN, BAPETEN, BIG, dan BSN. Kementerian ini juga mengkoordinasikan dan mengelola lembaga-lembaga yaitu Pusat Penelitian Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Puspiptek) Serpong, Lembaga Biologi Molekuler Eijkman (LBME), Pusat Peragaan Iptek (PUSPA IPTEK), Agro Techno Park (ATP) Palembang, Business

Technology Center (BTC).

Sejalan dengan perubahan Kemristek menjadi Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, tugas pokok dan fungsi kementerian ini pun mengalami perubahan, sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden No. 13 tahun 2015 tentang Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. Dalam kerangka hukum penetapan Kemristekdikti tersebut fungsi Kemristekdikti terkait perumusan kebijakan di bidang penguatan riset dan inovasi serta koordinasi pelaksaan kebijakan di bidang riset telah dituangkan dalam pasal 3, poin b dan c. Dengan adanya fungsi ini tentunya Kemristekdikti dapat menentukan arah kebijakan riset dan inovasi nasional serta

mengkoordinasikan pelaksanaan kebijakan yang terkait.

Dalam pelaksanaannya kehadiran Kemristekdikti sebagai penentu dan koordinator kebijakan riset nasional belum dapat optimal tidak hanya dalam menata lemlitbang yang ada secara nasional bahkan untuk LPNK litbang di bawahnya langsung. Hal ini dimungkinkan terjadi juga akibat berkurangnya peran strategis AIPI dan DRN sebagai unit yang memberikan pertimbangan kepada Menristekdikti. Faktanya AIPI merupakan organisasi yang bersifat non struktural dan di luar pemerintah yang sudah lahir di awal kemerdekaan dalam bentuk Organisatie voor Natuurwetenschappelijke Onderzoek (ONO) terbentuk pada 1 Mei 1948 dan mengalami beberapa kali perubahan nama dan bentuk seperti MIPI (Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia dan Lemrenas hingga ditetapkan kembali sebagai AIPI dalam Undang-Undang No. 8 tahun 1990. Bahkan kelahiran AIPI berkaitan dengan dibentuknya LIPI.

AIPI didirikan tahun 1990 didasarkan pada UU Nomor 8 Tahun 1990 tentang Akademi Ilmu Pengetahuan Indonesia. UU tersebut merupakan kulminasi usaha dan cita-cita pendiri bangsa dan Negara kita untuk mengisi kekosongan akibat hilangnya Natuurwetenschappelijke Raad voor Netherlandsch-Indie, yang sejak 1928 telah berfungsi sebagai akademi ilmu pengetahuan di Hindia Belanda.

Diawali dengan berdirinya Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia, namun niat untuk mendirikan AIPI baru terlaksana hampir tiga setengah dekade. Dalam Pasal 2 ayat (1) UU Nomor 8 Tahun 1990 disebutkan bahwa AIPI adalah satu-satunya wadah ilmuwan Indonesia terkemuka. AIPI bertujuan menghimpun ilmuwan Indonesia terkemuka untuk

memberikan pendapat, saran, dan pertimbangan atas prakarsa sendiri dan/atau permintaan mengenai penguasaan, pengembangan, dan pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi kepada Pemerintah serta masyarakat untuk mencapai tujuan nasional.

AIPI adalah badan independen yang memberikan pendapat dan saran kepada pemerintah dan masyarakat mengenai penguasaan, pengembangan, dan penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam AIPI terdapat lima komisi yaitu Komisi Ilmu Pengetahuan Dasar, Komisi Ilmu Kedokteran, Komisi Ilmu Rekayasa, Komisi Ilmu Sosial, dan Komisi Kebudayaan. Saat ini AIPI memiliki 50 anggota, dengan 3 orang anggota kehormatan. AIPI mempromosikan ilmu pengetahuan melalui konferensi ilmiah dan forum diskusi kebijakan, publikasi, hubungan nasional dan internasional, dan kegiatan lainnya.

Begitupun juga dengan DRN yang secara mandat UU no 18 tahun 2002, yang menyebutkan fungsinya untuk mendukung Menteri dalam merumuskan arah, prioritas utama dan kerangka kebijakan pemerintah di bidang penelitian, pengembangan dan penerapan iptek. DRN sendiri tahun pada awalnya bernama Tim Perumus Program Program Utama Nasional Riset dan Teknologi (TIM PEPUNAS RISTEK), yang dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Menteri Negara Riset dan Teknologi Nomor 002/M/Kp/I/1981 pada tanggal 27 Januari 1981 dan kemudian dilakukan beberapa kali penyempurnaan dan mengubah nama menjadi Dewan Riset Nasional melalui Keputusan Presiden No.1/1984 tertanggal 7 Januari 1984. Melalui SK tersebut DRN diamanatkan untuk merumuskan program utama nasional di bidang riset dan teknologi, yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Menteri Negara Riset dan Teknologi.

Page 20: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

2625

Pada tahun 1999, kembali terjadi perubahan pada DRN, dengan fungsi yang hampir sama, namun secara pertanggungjawaban berbeda, DRN pernah langsung berada di bawah Presiden, hal ini ditetapkan melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 94 Tahun 1999. Berdasarkan Kepres tersebut, secara lembaga, DRN adalah lembaga non struktural yang bertugas membantu pemerintah dalam menyusun strategi pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi nasional, serta perumusan dan pelaksanaan kegiatan penelitian sesuai dengan tuntutan zaman.

Terakhir adalah DRD. Seperti halnya pemerintah pusat, pemerintah daerah juga mempunyai fungsi dan peran untuk mendukung pengembangan sistem inovasi. Jika di tingkat pusat (nasional) ada yang namanya Dewan Riset Nasional, maka di daerah dibentuk Dewan Riset Daerah (DRD). Untuk menyusun arah kebijakan pembangunan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek) di daerah, Pemerintah Daerah membentuk DRD. DRD merupakan sebuah organisasi non struktural yang bersifat normatif. Kondisi ini menyebabkan DRD bukan merupakan badan pelaksana maupun litbang, namun hanya untuk memberdayakan lembaga litbang daerah. Oleh karena itu, diperlukan jalinan kerjasama dalam bidang iptek antara DRD dan litbang daerah.

DRD adalah lembaga yang beranggotakan masyarakat dari unsur kelembagaan Iptek yang bertugas untuk mendukung perumusan prioritas dan berbagai aspek kebijakan penelitian, pengembangan, dan penerapan iptek di daerah. Tujuan pendirian DRD menurut UU Sisnas Litbang Iptek adalah untuk:

• memberikan masukan kepada Pemerintah daerah untuk menyusun arah, prioritas, serta kerangka kebijakan Pemerintah daerah di bidang iptek;

• mendukung Pemerintah daerah melakukan koordinasi di bidang iptek dengan daerah-daerah lain;

• mewakili daerah di DRN

Sejak UU Sisnas Litbang Iptek diberlakukan, belum semua daerah membentuk DRD. Dalam laman DRN per Juli 2011, ternyata baru 26 provinsi yang memiliki DRN, dan hanya empat kabupaten/kota yang sudah membentuk DRD, dan satu lembaga yang fungsinya seperti DRN yaitu Tim Koordinasi Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan Teknologi Provinsi Bali. Hasil kajian yang dilakukan Pawennei, Anggara, dan Amalia (2011) menyebutkan bahwa kinerja DRD yang sudah terbentuk masih belum optimal. Beberapa kemungkinan penyebab kondisi ini, baik dari faktor internal maupun faktor eksternal, antara lain:

• Kelembagaan DRD, baik kelembagaan internal (perangkat kelengkapan kelembagaan) maupun kelembagaan eksternal (kesekretariatan);

• Program, mekanisme kerja dan luaran DRD;

• Masih belum samanya persepsi kalangan pemerintah terutama pemerintah daerah terhadap keberadaan DRD;

• Masih terdapat perbedaan pendapat mengenai tugas dan fungsi DRD, baik di kalangan internal maupun eksternal DRD;

• Belum tersedianya sarana dan mekanisme koordinasi antar DRD.

Terkait dengan penataan kelembagaan ini, UU No. 18 tahun 2002 juga masih belum cukup untuk mengatur mengenai mekanisme koordinasi antar lembaga dan level perencanaan program-anggaran serta level pelaksanaan secara jelas dan lugas. Saat ini sedang disusun RUU Sinasiptek yang lebih komprehensif mengatur koordinasi hal-hal khusus dan strategis lainnya seiring perkembangan lingkungan sistem Iptek.

Selain lembaga sebagaimana disebutkan dalam UU Sisnas Litbang Iptek, masih ada lembaga lain yang juga melakukan fungsi yang sejenis yaitu Lembaga Administrasi Negara (LAN). LAN adalah LPNK yang dibentuk berdasarkan PP Nomor 30 tahun 1957 ini pada awalnya didirikan karena kebutuhan pemerintah yang sangat mendesak akan pegawai negeri yang cakap dan terampil di bidang administrasi dan manajemen. Ruang lingkupnya adalah mengelola pendidikan bagi para pegawai negeri yang yang akan

menduduki jabatan-jabatan pimpinan dalam aparatur pemerintah.

Sejak 1971, dilakukan perubahan tugas, pokok, dan fungsi berdasarkan Keppres No. 5 Tahun 1971. LAN kemudian juga memperluas ruang lingkup dengan melakukan restrukturisasi dan merevitalisasi tupoksinya, yaitu bertugas untuk melaksanakan pengkajian, penelitian dan pengembangan di bidang administrasi negara serta pendidikan dan pelatihan untuk Pegawai Negeri Sipil. LAN berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Presiden.

Dalam melaksanakan tugasnya, LAN dikoordinasikan oleh Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendayagunaan aparatur negara. LAN dipimpin oleh Kepala.

Berdasarkan uraian terkait Kemristekdikti, LPNK Riset dan Lembaga Penunjang Riset di atas, Tata Kelola Litbang Nasional dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 4. Tata Kelola Litbang Nasional

-----: melambangkan garis koordinasi____ : melambangkan garis komando

Keterangan:

Page 21: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

2827

Hal krusial yang perlu disikapi adalah sebuah amanat bahwa Pemerintah (Menteri) wajib merumuskan arah, prioritas utama, dan kerangka kebijakan pemerintah di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi yang dituangkan sebagai kebijakan strategis bagi Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi di Indonesia.

Dalam pendekatan sistem nasional, hal ini memerlukan penguatan Tata Kelola antar pemangku kepentingan Litbang. Tata hubungan antara Kemristekdikti dan Litbang K/L yang saat ini bersifat koordinatif perlu ditingkatkan. Kemristekdikti bersama-sama Litbang K/L harus mampu merumuskan dan melaksanakan kebijakan dan program prioritas utama Iptek nasional (misalnya dalam menghasilkan Prototipe Industri tipe TRL 7 yang unggul berkompetisi di pasar). Hal ini akan memperkuat kemitraan yang selama ini sudah dibangun antara Kemritekdikti dan LPNK Riset (BPPT, BATAN, LIPI, Bapeten), perguruan tinggi dan swasta.

B. PERMASALAHAN UMUM DALAM PENGELOLAAN LITBANG DI INDONESIA

Saat ini, berbagai permasalahan mendera institusi penelitian dan pegembangan (litbang) di Indonesia. Pertama, terkait dengan dana litbang. Dana riset di Indonesia jumlahnya dianggap sangat minim yaitu rasionya hanya 0,1% dari Produk Domestik Bruto (PDB) sedangkan negara lain seperti Korea Selatan menganggarkan 3,4 persen, Malaysia 1,25% dan Singapura 2,2% dari PDB. Jika melihat hasil dari dana ini, Presiden Joko Widodo pada 9 April 2018 dalam Sidang Kabinet Paripurna menilai Lembaga Litbang yang ada saat ini kurang memberi kontribusi signifikan kepada masyarakat dan pemerintah. Ini menjadi permasalahan

kedua. Padahal, untuk tahun 2016 saja, total anggaran penelitian yang dikeluarkan sekitar Rp 24,9 triliun.

Ketiga, berkaca dari negara lain, dilihat dari jumlah publikasi, data Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) 2017 menunjukkan publikasi ilmiah asal Indonesia berada di peringkat ke-3 mencapai 9.349 dokumen. Peringkat pertama diduduki Malaysia (15.985 dokumen), Singapura peringkat kedua dengan 10.977 dokumen, dan ke-4 adalah Thailand sebanyak 8.204 dokumen. Capaian tersebut membawa Indonesia duduk di peringkat ke-3 di antara negara-negara ASEAN. Masalah yang keempat yaitu jumlah peneliti dinilai masih minim.

Data dari UNESCO pada 2016 menyebutkan bahwa kuantitas periset di Indonesia adalah yang paling sedikit di antara negara-negara anggota G-20. Rasio jumlah periset di Indonesia, hanya 89 peneliti untuk per 1 juta penduduk. Bandingkan dengan Singapura yang memiliki 6.658 peneliti per 1 juta penduduk. Jumlah fungsional peneliti sebanyak 8.709 dan 2.464 perekayasa. Dilihat dari produktivitas dan kualitas, maka para peneliti di Indonesia masih rendah baik publikasi maupun paten. Data Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia 2017 menunjukkan bahwa produktivitas penelitian Indonesia masih berada di angka 0,02 persen pada 2015. Angka ini masih jauh dari ideal, yaitu sebesar 15 persen. Indonesia hanya mampu menghasilkan 6.260 riset. Sementara Malaysia mampu membuat 25.000 riset, Singapura 18.000 riset, dan Thailand 12.000–13.000 riset.

Masalah kelima adalah beragamnya lembaga litbang Kementerian/Lembaga yang tidak didukung oleh koordinasi yang kuat serta

fokus dan arah kebijakan riset nasional. Dari kajian KemenPANRB (2017) terdapat empat kategori Lembaga litbang di pusat, yang terdiri atas 19 unit litbang kementerian, 8 Unit Litbang LPNK, 4 LPNK litbang K/L, dan 11 unit pengkajian dan kebijakan K/L. Lembaga ini tidak termasuk Balitbang yang berada di pemerintah daerah.

Program dan kegiatan yang dilakukan oleh Balitbang pun bervariasi bukan hanya pada riset dan pengembangan hasil penelitian tetapi, juga pada kegiatan pengembangan SDM (diklat), sertifikasi, maupun kegiatan sosialisasi/diseminasi dan publikasi.

Keenam, adalah terkait dengan permasalahan desain kelembagaan litbang yang cenderung mengikuti pola birokrasi yang tidak sesuai dengan karakter dasar dari sebuah lembaga penelitian dan pengembangan. Desain kelembagaan tersebut juga memberikan pengaruh pada capaian kinerja, penempatan sumber daya manusia dan penggunaan anggaran. Keenam hal ini menjadi masalah yang telah lama terjadi, namun selalu

berulang dan tidak menjadi prioritas fokus perubahan oleh pemerintah. Bagian akhir dari laporan ini menggambarkan bagaimana perubahan dapat dilakukan agar balitbang tidak mengalami masalah yang sama.

C. POTRET BALITBANG KEMENTERIAN

Sebagaimana telah diuraikan pada Tabel 1, maka berikut ini akan dijelaskan potret balitbang sehingga dapat dilihat efektivitasnya.

1. VISI, MISI, DAN TUJUAN

Bahwa indikator pertama adalah kesesuaian visi, misi, dan tujuan dari Lembaga litbang. Suatu Lembaga yang dikategorikan sebagai Lembaga litbang seharusnya melakukan fokus pada fungsi litbang sebagai generik.

Dari hasil kajian yang telah dilakukan terhadap 19 Balitbang K/L, diperoleh data bahwa bahwa Balitbang K/L juga melakukan banyak fokus kegiatan, termasuk fungsi non litbang. Data sebagaimana ditampilkan pada Tabel 5 berikut:

Tabel 5. Peta Proses Utama Unit Litbang KementerianSumber: Data olahan dari LKj Balitbang K/L Tahun 2015-2017.

Page 22: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

3029

V = Memiliki fungsi yang tertera pada judul kolom- = Tidak memiliki fungsi yang tertera pada judul kolomNA = Data tidak tersedia

Keterangan:

Jika mengacu pada tabel ini, maka Unit Litbang Kementerian tersebut dapat dikategorikan sebagai berikut:

a. Lembaga yang melaksanakan fungsi litbang

Lembaga ini melaksanakan kegiatan pengembangan program, penelitian, pengkajian, pengembangan, dan penerapan teknologi, dan evaluasi program. Lembaga tersebut adalah Balitbang Kemenhan, Balitbangkes, Balitbang Industri Kemenperin, Balitbang ESDM, Balitbang KemenPUPR Balitbang Pertanian, Balitbangnov KLHK, dan Badan Riset dan SDM Kelautan, dan

Balitbang Perhubungan. Balitbang ini akan menjadi kluster khusus dalam kelembagaan litbang ke depan sebagaiman diuraikan dalam rekomendasi.

b. Lembaga litbang yang tidak melaksanakan fungsi generik litbang

Lembaga ini hanya melaksanakan fungsi riset dan analisis kebijakan yaitu BPP Kemendagri, Balitbangdiklat Kemenag, Balitbangkumham, Balitbang Kemendikbud, Badikliat dan Pensos, Kemsos Puslitbang Ketenagakerjaan Kemenaker, Balitbang SDM Komunikasi dan Informasi, Balilatfo Kemendes, dan Puslitbang, Kementerian

ATR/BPN. Lembaga ini seharusnya tidak dikategorikan ke dalam Lembaga Litbang namun menjadi Lembaga Kajian.

c. Lembaga yang melakukan fungsi non litbang

Fungsi nonlitbang yang dimaksud adalah seperti Pendidikan yang dilaksanakan oleh Balitbang SDM Komunikasi dan Informasi dan sertifkasi seperti Balitbang Industri Kemenperin Balitbang ESDM, fungsi tersebut dikeluarkan dari Lembaga Litbang dan diserahkan kepada unit lain yang lebih relevan.

d. Lembaga yang tidak melaksanakan penelitian, pengembangan, dan kajian. Lembaga ini hanya menjadi Kawasan National Science and Technology Park yaitu Puspiptek.

Bagaimana bentuk kelembagaan yang diharapkan dapat dilihat pada rekomendasi di bagian akhir.

Untuk itu, jika melihat ke dalam Tabel 1 tersebut maka ada ketidakefektifan dalam pelaksanaan fungsi kelitbangan. Untuk itu perlu diperjelas Definisi, Tugas, dan Fungsi Kelitbangan. Mengacu pada Frascati Manual 2002, bahwa kegiatan iptek adalah kegiatan yang berbeda dengan fungsi kelitbangan. Di Indonesia definisi ini tidak ketat diberlakukan, bahkan kegiatan iptek dianggap bagian dari fungsi kelitbangan, sehingga pemerintah kesulitan ketika harus mengevaluasi tata kelola balitbang karena di dalamnya termasuk kegiatan iptek.

Ketidakjelasan definisi ini, pada akhirnya membuat ketidakjelasan berapa besar dana yang ada untuk litbang, berapa besar sumber daya manusia, dan termasuk mengkategorikan balitbang itu sendiri. Kegiatan litbang yang

selama ini asumsinya dilaksanakan oleh Balitbang, ternyata juga dilaksanakan oleh unit lain di Kementerian. Contohnya yang terjadi di Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Selain Balitbang, Ditjen juga melaksanakan kegiatan kelitbangan dan juga memiliki fungsional peneliti dan itu tidak tercatat sebagai capaian kinerja Balitbang.

Selain itu, dari data yang ada, juga terdapat tugas dan fungsi selain pada kegiatan penelitian, pengembangan, dan penerapan hasil riset. Misalnya fungsi sertifikasi seperti yang dilakukan oleh Balitbang Kemenperin dan Balitbang ESDM, fungsi kediklatan yang dilakukan oleh Balitbang KKP dan Balitbangkominfo, serta fungsi Pusat Data dan Informasi sebagaimana yang dilakukan oleh Balilatfo Kemendes PDTT.

2. PENELITIAN

Permasalahan mendasar saat ini terkait indikator kinerja litbang adalah ketidakjelasan ukuran dan pengukuran kinerja. Laporan Kinerja (LKj) yang dibuat oleh Balitbang lebih memfokuskan pada luaran (output) yang berupa dokumen laporan. Seperti yang ada di LKj Balitbang KLHK tahun 2017 bahwa telah menghasilkan 15 policy brief dan Balitbang Kemendikbud tahun 2017 Rekomendasi Kebijakan Pendidikan yaitu dari target 28 opsi kebijakan (rekomendasi kebijakan), telah terealisasi sebanyak 26 dengan persentase capaian sebesar 92,86%. Capaian kinerja ini dirumuskan dilaporkan sebagaimana capaian kinerja non litbang.

Saat ini, baik perumusan mapun pelaporan kinerja sudah mengacu pada kinerja outcome, namun pemahaman akan pendefinisian outcome ternyata lebih berfokus pada kuantitas yang ini merupakan kinerja output. Sehingga, ini membuat seakan-akan semua kinerja dari litbang ini memiliki kemanfaatan

Page 23: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

3231

walaupun jika kemudian didalami maka yang ada adalah hanya jumlah laporan atau jumlah produk yang dihasilkan tanpa tahu proses lanjutannya.

3. KELEMBAGAAN

Struktur kelembagaan yang ada di Balitbang K/L saat ini cenderung hirarkis, rule-based, dan rigid pada hal administrasi sebagaimana karakteristik birokrasi tradisional, sehingga penelitinya pun seringkali berperilaku sebagai bureaucratic researcher. Dalam kacamata Mintzberg (1993) disebut sebagai Machine Bureaucracy. Seharusnya, menurut Mintzberg, sebuah balitbang masuk dalam support staff yang bersifat integral dari unit utama dan independen dan terdiri atas

spesialisasi yang memberikan dukungan terhadap organisasi (termasuk birokrasi). Struktur dan kondisi kelembagaan tersebut tidak mendukung fungsi dan peran lembaga penelitian dan pengembangan. Padahal lembaga penelitian dan pengembangan memiliki tugas dan pekerjaan penelitian yang bersifat unik dan berbeda dengan tugas PNS dalam jajaran birokrasi struktural. Kolegial dan fleksibilitas menjadi nilai yang dijaga agar kelitbangan dapat berkinerja dengan baik seperti yang dimuat dalam Panduan Budaya Kerja dan Etika Peneliti yang diterbitkan oleh Balitbangtan (2008).

Berikut adalah tabel hasil temuan tentang unsur pelaksana Balitbang Kementerian.

Tabel 6. Unsur Pelaksana Balitbang KementerianSumber: Data olahan dari LKJ Balitbang K/L Tahun 2015-2017.

Grafik 1. Jumlah Peneliti berdasarkan Jabatan Fungsional > 100 orangSumber: LIPI, 2018

Grafik 1. Jumlah Peneliti berdasarkan Jabatan Fungsional > 100 orangSumber: LIPI, 2018

4. SUMBER DAYA MANUSIA (SDM)

Ada dua masalah besar dalam SDM:

a. Masalah definisi peneliti yang hanya terbatas pada jabatan fungsional tertentu. Padahal, jika merujuk pada kegiatan penelitian, seharusnya definisi peneliti dapat diperluas dan mencakup perguruan tinggi yang memiliki sumber daya dosen dan mahasiswa (utamanya S2 dan S3) yang melakukan kegiatan penelitian.

b. Tidak semua balitbang di K/L memiliki jumlah yang cukup dan kualifikasi SDM yang baik, dan ini tentu saja akan berimbas pada kualitas produk hasil penelitian maupun penerapannya. Data LIPI per Juni 2018 menggambarkan bahwa terdapat 8.709 peneliti dengan jabatan fungsional peneliti yang 42,17%

ada di dua yaitu di Balitbangtan dan LIPI. Dari hasil FGD yang dilakukan pada 17 September 2018, ternyata ada beberapa data yang tidak match antara data peneliti yang ada di LIPI dengan data yang ada di Balitbang. Tentu saja, data karena perbedaan definisi peneliti dapat menyebabkan masalah dalam penyusunan kebijakan di bidang sumber daya manusia. Dilihat dari pendidikannya, sebagian besar peneliti dengan jabatan fungsional peneliti memiliki pendidikan

S2, artinya dilihat dari pendidikan yang ada maka cukup memadai.

Namun data yang ada belum dapat memastikan apakah pendidikan yang telah ditempuh sesuai dengan bidang keilmuan peneliti atau tidak.

Page 24: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

3433

Grafik 2. Jumlah Peneliti berdasarkan Pendidikan (Juni 2018)Sumber: LIPI, 2018

Grafik 3. Jumlah peneliti berdasarkan jenjang jabatanSumber: LIPI, 2018

Tabel 7. Anggaran Litbang berdasarkan Sub FungsiSumber: LIPI, 2017

c. Selain itu, masalah dalam SDM juga terkait dengan jenjang karir. Saat ini postur peneliti lebih banyak terhenti pada jenjang jabatan peneliti muda karena sukarnya untuk memenuhi kredit sebagai peneliti madya hingga utama yang mensyaratkan publikasi pada jurnal internasional terindeks. Kondisi ini terjadi hampir di semua Balitbang kecuali Balitbangtan dan LIPI. Bahkan di KemendesPDTT

hanya memiliki 5 orang peneliti dengan komposisi peneliti pertama tiga orang dan masing-masing satu untuk jenjang peneliti muda dan madya. Jenjang karir peneliti saat ini juga terkait dengan peta jabatan, dan ini menyebabkan kebuntuan karir. Jabatan fungsional tertentu berbeda dengan jabatan struktural. Karir dibangun dengan asas profesionalitas sehingga penetapan peta jabatan akan mengganggu

karir itu sendiri. Misalnya, ketika peta jabatan ditentukan bahwa jumlah peneliti madya 10 dan peneliti utama 4, maka peneliti muda walaupun secara kecukupan angka kredit memenuhi akan tetapi belum bisa naik menjadi peneliti madya manakala peneliti madya belum ada yang beralih menjadi peneliti utama, dan peneliti utama belum ada yang pensiun (atau berkurang jumlahnya).

d. Peneliti yang berkualitas diberikan tugas tambahan di luar tugas utamanya sebagai peneliti, misalnya tugas di bidang pengembangan sumber daya manusia dan tugas sebagai struktural seperti yang terjadi di Balitbang PSDM Kominfo.

5. KEUANGAN (ANGGARAN)

Dalam Frascati Manual disebutkan bahwa cara mengukur dukungan pemerintah untuk kegiatan penelitian dan pengembangan melalui the Government Budget Appropriations or Outlays for Research and Development, yang disingkat menjadi GBAORD (yang dalam Frascati Manual 2015 disebut sebagai GBARD (Government Budget Allocations for Research and Development).

Dari data Kemenristekdikti dan LIPI sebagaimana digambarkan pada Grafik

4 bahwa dari dana sebanyak Rp 24,92 Triliun, sebanyak 43,75% (Rp. 10,90 triliun) digunakan untuk biaya litbang, 13,17% (Rp. 3,3 triliun) digunakan untuk jasa iptek, 5,77% (Rp. 1,40 triliun) digunakan untuk biaya pendidikan pelatihan, 30,68% (Rp.7,60 triliun) diperuntukan untuk biaya operasional, dan sisanya 6,65% (Rp.1,70 triliun) untuk belanja modal.

Dari dana ini, misalnya, yang dimaksud dengan biaya operasional adalah termasuk biaya untuk gaji pegawai dan operasional lainnya, sedangkan yang dimaksud dengan belanja jasa iptek termasuk di dalamnya adalah diseminasi hasil litbang. LIPI mengolah data dengan melakukan identifikasi terhadap 186.487 row data anggaran dari level (K/L – Unit – Program – Fungsi/SubFungsi – Kegiatan – Output / Komponen).

Data ditelusuri dengan kata kunci Penelitian, Kajian, Studi, Riset, dan Galur untuk unit Litbang, sedangkan kata kunci Badan, Kajian, Pengembangan untuk unit non litbang. Hasilnya adalah sebagaimana tergambar pada Tabel 7 berikut.

Jika melihat dari grafik berikut, LIPI yang mengelola dana sebanyak Rp. 1,18 Triliun, “hanya” mengeluarkan belanja litbangnya sebanyak Rp. 220 Miliar, selebihnya digunakan

keMenterIAn/LeMBAgA InstItUsI AnggArAn (rp. trILIUn)

sub Fungsi Litbang 29 21,97

sub Fungsi non Litbang 52 2,84

totAL 81 24,91

Page 25: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

3635

untuk biaya operasional dan belanja modal, sedangkan Kemendikbud mengeluarkan belanja litbang sebesar Rp 190 Miliar dari 1,49 Triliun total anggaran yang dimiliki atau hanya sebesar 12,75 %.

Dilihat dari anggaran, saat ini dana yang dikelola oleh Balitbang K/L tidak sepenuhnya digunakan untuk fungsi kelitbangan,

Grafik 4. Perbandingan GBAORD dan GBAORD Unsur LitbangSumber: Kemenristek dan LIPI, 2017

Grafik 5. Distribusi Anggaran Litbang di K/LSumber: Kemenristek dan LIPI, 2017

sebagaimana juga diutarakan oleh Presiden Joko Widodo. Dari data LKj Balitbang misalnya, Kementerian Hukum dan HAM menggunakan 78% dan Balitbang Kemenag menggunakan 57,62% untuk dukungan manajemen dan pelaksanaan tugas teknis lainnya. Sementara Balitbangkominfo menggunakan dana sebesar 25,5% untuk pengelolaan MMTC (Sekolah Tinggi Multi Media). Sebagai catatan, proporsi

dana ini adalah terbesar di antara proporsi kegiatan kelitbangan lainnya. Hal tersebut memperlihatkan bahwa anggaran untuk kegiatan pendukung sering kali lebih besar daripada untuk melakukan kegiatan penelitian.

Kemenristekdikti sebagai pengelola dana penelitian Rp. 2,84 Triliun sebenarnya bukan termasuk dalam kategori Balitbang, karena

fungsi yang dilaksanakan hanya sebagai resource allocator bagi perguruan tinggi atau yang lainnya, sehingga pengeluaran sebanyak Rp. 2,41 Triliun tidak dapat dianggap sebagai tercapainya kinerja fungsi kelitbangan. Fungsi resource allocator juga dilakukan oleh Kemenaker yang memberikan “hibah” penelitian kepada mahasiswa dari beberapa perguruan tinggi.

Terkait dengan pendanaan, saat ini sebuah Balitbang tidak seharusnya memperoleh pendanaan hanya dari pemerintah saja. Mencontoh dari banyak negara yang kelitbangannya sangat maju, maka kerjasama dengan pihak non pemerintah menjadi suatu keniscayaan ke depannya. Untuk itu, maka kelembagaan yang dibangun dapat berbentuk Badan Layanan Umum. memaksimalkan perolehan dana dari pihak ketiga, Balitbang ESDM membuat Pusat yang ada di bawahnya ke dalam bentuk Badan Layanan Umum yang memiliki karakteristik dari Lembaga murni yang pendanaannya penuh dari pemerintah.

6. KEMITRAAN

Berbagai bentuk kemitraan dapat dilakukan oleh Balitbang, mulai dari yang sederhana yaitu koordinasi, kerjasama, maupun konsorsium. Kemitraan sendiri dapat diartikan sebagai kesepakatan antar sektor dimana individu, kelompok atau organisasi sepakat bekerjasama

untuk memenuhi sebuah kewajiban atau melaksanakan kegiatan tertentu, bersama-sama menanggung resiko maupun keuntungan dan secara berkala meninjau kembali hubungan kerjasama, merger adalah penggabungan dari dua atau lebih perusahaan menjadi satu kesatuan yang terpadu. Kemitraan ini lebih sering dikenal sebagai the triple-helix.

Zuhal (2010:282) menyebutkan bahwa dengan menggunakan the triple helix ini maka akan: a) terbuka kesempatan bagi terjadinya sirkulasi pengetahuan dan kongsi pengetahuan antara sektor akademis, pelaku bisnis, dan pejabat pemerintah. b) riset akademik dapat terkait dengan praktik bisnis, sehingga para peneliti memperoleh informasi langsung tentang kebutuhan pasar, c) budaya kewirausahaan dapat terbentuk, d) inisiatif kebijakan baru dapat timbul di dalam jaringan, yang dapat memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk mengerti lebih baik, di mana sebuah

Page 26: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

3837

riset dapat dialokasikan. Ini dapat memberi pemerintah kesempatan dalam mendesain sebuah daerah riset baru. Konsep the triple helix menawarkan sebuah pendekatan yang komprehensif karena menganalisis hubungan yang amat kompleks di antara ketiga aktor yang ada. Selain itu, interaksi antar ketiga aktor menjadi sangat dekat dan intens tanpa menghilangkan masing-masing institusi, masing-masing aktor juga dapat saling memanfaatkan kemampuannya dan tetap memegang kompetensi inti.

Istilah the triple helix yang digunakan oleh Balitbang beragam, mulai dari yang terendah yaitu a) koordinasi, b) kerjasama, hingga c) konsorsium. Beberapa Balitbang telah melakukan kegiatan agar lebih efisien melalui konsorsium (seperti yang dilakukan oleh Balitbanghan dan Balitbangkes) hanya saja menentukan pihak yang akan bergabung dalam konsorsium menjadi catatan tersendiri utamanya terkait dengan aspek etik dan kerahasiaan, atau kerjasama dengan perguruan tinggi (seperti yang dilakukan oleh Balitbangtan).

Kemitraan yang ada juga perlu memperhatikan keberadaan LPNK dan Perguruan Tinggi. Misalnya untuk riset dasar dapat bekerjasama dengan Perguruan Tinggi, sedangkan yang bersifat tindaklanjut dari hasil penelitian menuju pengembangan teknologi dapat melibatkan instansi seperti BPPT dan pihak swasta terkait dengan komersialisasi hasil penelitian dan teknologi.

Kegiatan litbang yang tidak terintegrasi menyebabkan ada kemungkinan irisan kegiatan antara satu balitbang K/L dengan balitbang K/L lainnya dan bahkan dengan apa yang dilakukan oleh LIPI maupun perguruan

tinggi. Penelitian terkait masalah-masalah kesejahteraan sosial yang dilakukan oleh Badiklat dan Pensos Kementerian Sosial misalnya kemungkinan besar juga dilakukan oleh Program Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial dan juga oleh LIPI. Untuk itu, perlu dilakukan integrasi dan koordinasi tema-tema penelitian antara satu instansi dengan instansi lainnya. Integrasi dan kolaborasi yang dilakukan oleh Balitbangkes bisa menjadi praktik baik yang dapat dijadikan contoh yang bukan hanya the Triple Helix tetapi juga sudah the Quadruple Helix dengan melibatkan asosiasi profesi dan instansi terkait lainnya. Data bidang kesehatan pun akhirnya menjadi satu data yang sama antara yang dikeluarkan oleh Kementerian dengan Badan Pusat Statistik.

7. PEMANFAATAN HASIL PENELITIAN

Hasil penelitian tidak akan berguna manakala hanya berupa laporan dan kemudian tidak dilanjutkan prosesnya. Untuk penelitian dasar, maka proses selanjutnya dapat berupa tulisan yang dipublikasikan secara luas baik di tingkat nasional maupun internasional melalui jurnal atau media lainnya, seperti yang dilakukan oleh LIPI. Untuk penelitian terapan, maka proses selanjutnya dapat berupa penerapan teknologi. Kondisi seperti ini sudah dilakukan oleh Balitbangtan dan Balitbanghan. Sebagian balitbang lainnya yang lebih fokus pada kajian seharusnya dapat mengukur seberapa berguna dan dimanfaatkannya kajian dasar bagi pembuatan kebijakan (evidence/research-based policy).

8. FAKTOR LAINNYA: PEMIMPIN YANG FASILITATIF

Majunya suatu balitbang dipengaruhi juga oleh bagaimana pimpinan tertinggi memberikan

dukungan atas proses dan hasil kerja Balitbang. Pemimpin yang menganggap institusinya tidak menjalankan fungsi litbang menganggap keberadaan balitbang hanya sebagai pelengkap penderita, dan bahkan pada akhirnya lebih percaya pada pihak lain untuk melaksanakan kegiatan kelitbangan, seperti membuat naskah akademik, walaupun data yang diperlukan tersedia di balitbang. Contohnya yang terjadi di KemendesPDTT dan KemenATR. Dana yang kemudian diberikan pun seadanya karena litbang dipandang sebelah mata.

D. KONTRIBUSI EMPAT BALITBANG KEMENTERIAN DALAM SIKLUS KEBIJAKAN

Terdapat empat (4) Balitbang K/L yang dipilih untuk didalami lebih lebih lanjut melalui wawancara mendalam. Keempat Balitbang Kementerian tersebut adalah Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Kementerian Pertanian (Kementan), Kementerian ESDM, dan Kementerian Pertahanan (Kemenhan).

1. Kementerian Pertahanan

Balitbang Kementerian Pertahanan (Kemenhan) bertujuan untuk melakukan penelitian dan pengembangan hasil produk yang berorientasi jangka panjang yaitu terwujudnya Indonesia yang berdaulat, mandiri, dan berkeperibadian berdaskan gotong royong. Adapun misi-misi yang akan dilakukan untuk mencapai visi tersebut adalah sebagai berikut:

• Mewujudkan keamanan nasional (kamnas) yang mampu menjaga kedaulatan wilayah, menopang kemandirian ekonomi dengan mengamankan sumber daya maritim dan mencerminkn kepribadian Indonesia sebagai negara kepulauan,

• Mewujudkan masyarakat maju,

berkesinambungan dan demokratis berlandaskan negara hukum,

• Mewujudkan politik luar negeri bebas aktif dan memperkuat jati diri sebagai negara maritim,

• Mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi, maju, dan sejahtera,

• Mewujudkan bangsa yang berdaya saing,

• Mewujudkan Indonesia menjadi negara maritim yang mandiri, maju, kuat, dan berbasiskan kepentingan nasional,

• Mewujudkan masyarakat yang berkepribadian dalam kebudayaan.

Tujuan utamanya adalah penambahan kemampuan dan kekuatan pertahanan, yang diwujudkan melalui:

• Terwujudnya teknologi pertahanan yang mutakhir,

• Pemberdayaan wilayah dalam hadapi ancaman, serta

• Penerapan manajemen pertahanan yang terintegrasi.

Balitbang Kemenhan berbeda tujuan dengan Balitbang di masing-masing angkatan (AD, AU, dan AL), serta berbeda pula dengan kajian-kajian yang dilakukan oleh masing-masing Direktorat Jenderal di Kemenhan. Seringkali terjadi tumpang tindih kajian dan penelitian yang dilakukan Balitbang Kemenhan dengan Balitbang angkatan. Oleh karena itu, perlu dilakukan pembagian dan pemetaan mengenai penelitian pertahanan nasional. Saat ini, pada praktiknya Balitbang Kemenhan konsentrasi pada penelitian peningkatan pertahanan nasional, seperti pembuatan prototipe kapal selam dan persenjataan.

Page 27: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

4039

Tipe penelitian (riset) yang dilakukan oleh Balitbang ini meliputi:

Gambar 5. Tipe Riset Balitbang Kemenhan

Gambar 6. Alur Pengadaan di Kemenhan

Dalam melakukan aktivitas penelitian tersebut, Balitbang Kemenhan menggunakan metodologi sebagai berikut:

• Lisensi dan progressive manufacturing melaui joint research, joint production, dan joint development. Adopsi teknologi produksi (manufacturing) yang unggul untuk meningkatkan kualitas dan keandalan alat peralatan pertahanan (alpahan) yang sudah diproduksi oleh industri pertahanan nasional.

• Sistem atau teknologi integrasi, yaitu pada pengembangan produk baru atau model baru alpahankam dengan mengintegrasikan komponen-komponen teknologi yang sudah dikuasai oleh industri pertahanan nasional diperlukan pengintegrasian dengan komponen dari luar negeri.

Selain melakukan kegiatan Litbang, Balitbang Kemenhan juga melakukan kegiatan pemenuhan alutsista nasional dengan proses yang diatur dalam Permenhan

Nomor 35 Tahun 2015 tentang alur renbut alutsista TNI, yaitu sebagai berikut:

Adapun agenda penelitian Balitbang Kemenhan meliputi:

• Kegiatan sesuai renstra (roadmap) berupa naskah kajian, desain dan prototipe persenjataan (kapal selam, persenjataan, dan lain-lain).

• Mendukung data dan informasi yang diperlukan oleh Dirjen di Kemhan.

Dalam implementasinya, Balitbang ini didukung oleh peneliti dan personel sebagai berikut:

• Jumlah pegawai 20 di setiap pusat (total 80 pegawai, termasuk peneliti dan perekayasa).

• Pegawai berstatus PNS dan anggota TNI, sehingga jenjang jabatan mengacu pada LIPI dan TNI. Untuk perekayasa mengacu pada ketentuan BPPT yang saat ini belum ada sertifikasi.

• Jumlah analis 2 orang, masih terdapat 6 posisi yang kosong.

Bentuk kerjasama dengan pihak eksternal adalah kemitraan dengan skema joint research, joint production, serta joint development. Adapun mitra Balitbang Kemenhan antara lain adalah PTDI, Pindad, PAL, dan lain-lain.

Pencapaian Balitbang Kemenhan dari tahun 2015 hingga 2018 adalah:

Page 28: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

4241

Gambar 7. Pencapaian Balitbang Kemenhan

Permasalahan-permasalahan yang masih dihadapi oleh Balitbang ini, antara lain:

• Anggaran mengalami penurunan dari tahun 2016 ke 2017. Realisasi kegiatan (penyerapan anggaran) sebesar 44,6%.

• Kurangnya tenaga peneliti dan perekayasa.

• Belum ada koordinasi mengenai penelitian mengenai pertahanan, terutama persenjataan.

• Sifat litbang yang dilakukan oleh Kemenhan adalah rahasia, sehingga banyak penelitian yang tidak bisa dipublikasikan.

Dari rencana penelitian dan pengembangan iptekhan, terdapat satu kegiatan yang dihapus dari perencanaan di tahun 2017, yaitu rancang bangun PTTA/PUNA medium altitude long endurance. Selebihnya, semua rencana penelitian dan pengembangan dapat dijalankan dan dilanjutkan.

Dari gambaran diatas, terlihat hubungan yang tidak terlalu kuat antara program dan kegiatan riset Balitbang Kemenhan dengan siklus kebijakan publik. Program dan kegiatan Balitbang Kemenhan yang memperkuat siklus kebijakan publik hanya terlihat pada fase agenda setting berupa program kegiatan seperti, penyusunan naskah kajian, desain, dan prototype persenjataan.

2. Balitbang ESDM

Visi dan Misi Balitbang ESDM terkait dengan RIRN tentang kedaulatan energi dan ketahanan energi. Arah kebijakan kelitbangan Badan Litbang ESDM pun mendukung kebijakan Kementerian ESDM dalam meningkatkan peran sektor ESDM dalam mendukung perekonomian nasional. Dengan demikian Balitbang ESDM terlibat dalam fase agenda setting dan perumusan kebijakan terkait sektor ESDM, berikut ditetapkan empat kebijakan, yaitu: Kebijakan 1: percepatan peningkatan penemuan dan produksi migas nasional; Kebijakan 2: meningkatkan nilai tambah dan hilirisasi dalam pengelolaan mineral dan batubara; Kebijakan 3: mewujudkan peran ketenagalistrikan, energi baru, terbarukan dan konservasi energi; Kebijakan 4: peningkatan kualitas hasil litbang geologi kelautan dan integrasi data sektor ESDM dan sektor terkait lainnya. Jika melihat keempat arah kebijakan tersebut maka merepresentasikan empat pusat litbang yang ada di Balitbang ESDM.

Adapun Indikator Kinerja Utama (IKU) yang disusun sejalan dengan visi dan misi.

a) Jumlah Pengembangan dan Produk Teknologi serta Produk Survei dengan target tahun 2015 sejumlah 298, tahun 2016 sejumlah 306 dan tahun 2017 sebanyak 332, meliputi beberapa output seperti laporan ilmiah, makalah ilmiah yang diterbitkan oleh media yang terakreditasi, usulan paten, hak cipta dan litbang inovasi, pilot plant/prototipe/demoplant atau rancangan/rancang bangun/ formula, Peta/atlas potensi sektor ESDM, Jumlah Rumusan dan Evaluasi Kebijakan Sektor ESDM

b) Jumlah Rumusan dan Evaluasi Kebijakan Sektor, output: Usulan Masukan/Rekomendasi kebijakan/regulasi (NSPK) dan Rancangan Standar Nasional Indonesia (RSNI), target tahun 2015 sebanyak 39 dan 2016 sebanyak 42.

c) Jumlah Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Jasa Teknologi, dengan target tahun 2015 Rp 91.79 Milyar, tahun 2016 RP 94 Milyar, dan target tahun 2017 Rp 97 Milyar.

d) Jumlah Peningkatan Nilai Tambah, berupa 1) paten yang terimplementasikan dan Pilot plant/prototype/demoplant atau rancangan rancang bangun/formula yang terimplementasikan dengan target tahun 2015 sebanyak 26, tahun 2016 sebanyak 47, tahun 2017 sebanyak 51.

Dengan meletakkan pengukuran pada jumlah, maka IKU baru dapat diukur sebagai output dokumen, sehingga LKJ belum dapat menjelaskan bagaimana outcome dari masing-masing IKU tersebut.

Pada tahun 2017, Balitbang ESDM memiliki 37 kegiatan litbang (awalnya 38, namun ada satu yang tidak dilanjutkan atas rekomendasi auditor, yakni Masterplan dan DED Technopark Kawasan Nasional Energi Bersih. Ke 37 tsb, tersebar di 6 bidang litbang yakni 1) Penyediaan Energi Primer (6 litbang), 2) Pengembangan Cadangan Energi (5 litbang), 3) Peningkatan Aksesibilitas Energi (5 litbang), 4) Peningkatan Peranan EBT dalam Bauran Energi (14 litbang), 5) Peningkatan Sumber Daya dan Nilai Tambah (6 litbang), 6) Efisiensi dan Konservasi Energi (1 Litbang). Namun ouput dari kajian kebijakan masih didominasi dalam

Page 29: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

4443

bentuk dokumen masukan secara substansi, misalnya masukan pada Rancangan Permen ESDM tentang Penyelenggaraan Inventarisasi dan mitigasi GRK sektor Energi. Masukan tersebut berupa perhitungan emisi GRK dan penurunan emisi GRK dari sektor energi menggunakan faktor emisi. Sedangkan masukan lainnya kebanyakan tentang masukan Kebijakan untuk eksplorasi di beberapa wilayah, misalnya Blok Gas Biogenik Nias dan Meulaboh, Kebijakan Blok Kai Timur, dan lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut, meski di arah kebijakan dan sasaran kebijakan, Balitbang ESDM mencoba masuk ke tahapan perumusan dan evaluasi kebijakan, namun tidak semua penelitian kebijakan memiliki siklus kebijakan yang utuh tersebut.

Jika dibandingkan tahun 2015 jumlah kegiatan litbang menurun 70,6% pada tahun 2017. Hal ini karena kegiatan litbang lebih difokuskan pada kegiatan-kegiatan strategis yang mendukung sektor ESDM. Dan kedepannya juga diperkirakan kegiatan litbang akan menurun sehubungan dengan status semua unit litbang yang berubah menjadi Badan Layanan Umum (BLU). Status ini diperkirakan akan menggeser bisnis utama balitbang yang semula di litbang menuju kegiatan penyediaan jasa lainnya yang menghasilkan profit.

Terkait dengan capaian pada tahun 2017 angkanya naik dibandingkan tahun 2016. Secara garis besar capaian memenuhi dan mencapai target, hanya sebagian kecil yang tidak memenuhi target, hal ini disebabkan oleh hal-hal teknis, seperti di Pilot Plant/Prototipe/Demo Plant atau Rancangan/Rancang Bangun/Formula hanya mencapai

93,75%. disebabkan oleh Detail Engineering Design reaktor gasifikasi fixed bed dialihkan anggarannya untuk kegiatan Optimalisasi Gasmin. Sedangkan rancang bangun Short Rotary Kiln batal dilaksanakan karena mitra kerja sama tidak sanggup mencapai spesifikasi yang diharapkan.

Meskipun terdapat DED dan rancang bangun yang tidak menghasilkan output, ada satu tambahan rancang bangun pada bidang geologi kelautan yang pada perencanaannya tidak ditetapkan sebagai target kinerja. Namun seiring berjalannya kegiatan survei, dibutuhkan peralatan tersebut yang selama ini lebih banyak diimpor. Penerimaan negara melalui PNBP/BLU hanya mencapai 69,99% atau setara 80,899 Miliar, PNBP jasa teknologi/jastek tersebut didapat daru dua bidang yaitu gas bumi& minya, dan batubara. Beberapa faktor yang mempengaruhi, antara lain masih terbatas untuk mengikuti tender karena ketentuan PMK Tarif sehingga harga jual tidak bersaing untuk mengikuti tender dan pelanggan masih banyak yang meminta Jaminan Penawaran dan Pelaksanaan dalam tender, masih banyak kontrak yang menggunakan kontrak sistem Swakelola Tipe 2, belum mempunyai pengalaman dalam hal kerja sama KSO atau konsorsium dan aturan-aturan pendukungnya, terlambat memulai pekerjaan karena terkendala kesiapan alat, tenaga kerja dan biaya, proses pembuatan invoice terlambat karena data/dokumen pendukung yang disyaratkan sangat minim, keterlambatan mitra/pelanggan untuk membayar tagihan, implementasi aplikasi terintegrasi belum berjalan secara maksimal dan penurunan harga batubara sehingga penerimaan jumlah sampel dari perusahaan menurun, meski jumlah sampel

dari mahasiswa meningkat namun dengan adanya kebijakan pola pembayaran 50% bagi mahasiswa penerimaan tidak bertambah secara signifikan.

Seiring dengan hal tersebut realisasi capaian kinerja di tahun 2017 meningkat dibandingkan dengan capaian kinerja tahun 2015 dan 2016, meskipun ada beberapa keterlambatan lelang, pengadaan barang/jasa namun pada umumnya seluruh kegiatan terlaksana dengan baik. Untuk capaian publikasi sesuai target dan diterbitkan dalam jurnal di internal/eksternal Balitbang, dan dipresentasikan pada konferensi dalam dan luar negeri. Pada tahun 2017 ini pula ESDM mendapatkan 6 sertifikat paten, dengan judul: Invensi Adsorber Penghilang Merkuri yang Menggunakan Adsorben Karbon Aktif Nano Partikel Sebagai Penyerap, Sistem Penghilangan Merkuri Dalam Gas Bumi Dengan Adsorber Karbon Aktif, Peralatan Adsorbsi Komponen Korosif Gas Bumi Berbasis Adsorben Karbon Aktif, Produk Surfaktan Anionik dari Sekuen Molekul Asam Amino Peptida, Metode Pembuatan Surfaktan Metal Ester Sulfonat Untuk Aplikasi EOR, dan Alat inspeksi sumur bawah permukaan ultrasonic (ultrasonic downhole well inspection).

Sedangkan untuk Jumlah Paten yang terimplementasikan berjumlah 5 buah, berupa a) Kompartemen Tabung CNG Tipe 4 untuk Aplikasi Pada Kendaraan Bermotor Sistem Bi-Fuel b) Implementasi Formula Cairan Rumen pada Sumur GMB Non-produktif untuk Meningkatkan Produksi GMB. c) Implementasi unit Biodiesel untuk Produksi Biodiesel sesuai Standar Spesifikasi SNI, d) Pemanfaatan Hasil Litbang Smart Grid

in Micro Grid di Universitas Udayana, Bali, e) Pemanfaatan Hasil Litbang Smart System PLTS di Kawasan Perkantoran Gubernur Bali. Output yang membanggakan lainnya adalah salah satu usulan litbang inovasi masuk ke dalam 109 Inovasi Paling Prospektif tahun 2017 dengan judul “Membuat Bahan Bakar Solar Ramah Lingkungan Standar Euro 4 dari Sampah Plastik.

Balitbang ESDM memiliki empat Puslitbang dan satu sekretariat, meliputi Puslitbang Teknologi Minyak Dan Gas Bumi/PPPTMGB “LEMIGAS”, Puslitbang Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru, Terbarukan, Dan Konservasi Energi/P3TKEBTKE, Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara/PPPTMB, dan Puslitbang Geologi Kelautan/PPPGL. Pada akhir tahun 2017, semua puslitbang berubah status menjadi BLU. Status ini efektif dilakukan pada tahun 2018. Namun, pada perjanjian kinerja tahun anggaran 2018 belum terlihat perubahan indikator kinerja. Dengan kata lain indikator kinerja masih sama dengan tahun sebelumnya Bedanya mulai terlihat dari peningkatan target PNBP, tahun tahun 2015-2017 yang hanya sekitar Rp 90-an Milyar (2015: Rp 91.79 Milyar, 2016: Rp 94 Milyar, dan 2017: Rp 97 Milyar). Namun, pada tahun 2018 mulai naik ke angka Rp 129, 5 Milyar. Ke depannya dengan perubahan bentuk lembaga, maka juga akan berpengaruh pada perubahan program kegiatan dan struktur alokasi anggaran.

Jika merujuk kepada data di bawah ini, maka jumlah peneliti lebih banyak dibandingkan perekayasa maupun litkayasa. Adapun rinciannya adalah sebagai berikut:

Page 30: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

4645

UnIt kerJA JABAtAn FUngsIonAL

peneliti perekayasa teknisi Litkayasa

set. BALItBAng esdM 0 0 0

ppptMgB "LeMIgAs" 56 36 11

p3tkeBtke 30 13 1

ppptMB 47 26 64

pppgL 33 12 10

JUMLAH 166 87 86

Tabel 8. Sumber Daya Manusia di Balitbang ESDM

Jumlah Pagu anggaran Balitbang ESDM dari 2015-2017 cenderung menurun dalam kurun waktu 2015-2017. Pagu anggaran tersebut digunakan untuk membiayai 5 kegiatan, berupa 1) Penelitian dan Pengembangan Geologi Kelautan Penelitian dan Pengembangan/ PPPGL (KODE 1910), 2) Penelitian Teknologi Ketenagalistrikan, Energi Baru Terbarukan, dan Konservasi Energi/P3TKEBTKE (1911); 3) Penelitian dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara/ PPPTMB (1912); 4) Penelitian dan Pengembangan Teknologi Minyak dan Gas Bumi PPPTMGB “LEMIGAS” (1913); 5) Dukungan Manajemen dan Dukungan Teknis Lainnya Balitbang ESDM (1914).

Pagu anggaran Balitbang ESDM pada tahun 2017 mengalami penurunan sebesar 13,5% dibandingkan dengan tahun 2016 dan 37,2% dibandingkan tahun 2015 dengan rincian pada Gambar 65. Sedangkan realisasi anggaran pada tahun 2017 (89,16) mengalami penurunan sebesar 8,2% dibandingkan tahun 2016, namun lebih besar 6,78% dibandingkan tahun 2015

(82,38%). Berikut rinciannya Pada tahun 2015 pagu awal sebesar Rp 893,53 Miliar dan pagu penghematan sebesar Rp 885,03 Miliar atau 0,95%.

Pada tahun 2016, pagu anggaran mengalami penghematan dalam penyesuaian anggaran yang terjadi 3 kali. Pada awal sebesar Rp 857 juta, Penghematan ke-1: Rp 807,61 juta/ (2%), penghematan ke-2: Rp 642,48 juta/ (20%), pada tahun 2017, juga sama, penghematan sebesar 7%, yakni dari total Rp 597,18 Miliar turun menjadi Rp 555,5 Miliar, dan pada tahun 2018, dialokasikan Rp 566,95 Miliar. Dari alokasi dana tersebut, RM (rupiah murni) yang dialokasikan hanya Rp 437,44 Miliar, sisanya sejumlah Rp 129,5 Miliar harus didapatkan dari target PNBP/BLU.

Namun target PNBP/BLU baru bersumber pada dua puslitbang yaitu LEMIGAS sejumlah Rp 123,85 Miliar dan Puslitbang Teknologi Mineral dan Batubara sejumlah Rp 6,55 Miliar. Merujuk kepada data ini, dapat dilihat LEMIGAS menyumbangkan jauh lebih banyak daripada puslitbang Mineral

dan Batubara. Selain itu Postur anggaran TA 2018 adalah belanja barang (46,23 %), Belanja modal (28,94%) Belanja Pegawai (24,82%).

Adapun besaran pagu yang terbesar dalam kurun waktu 2015-2017 adalah untuk kegiatan LEMIGAS sekitar 36-43%. Sedangkan untuk besaran yang paling kecil, adalah penelitian kelistrikan, pada tahun 2016 dan 2017 anggaran paling rendah dialokasikan untuk dukungan manajemen dan teknis (+/- 5,2-5,4%).

Balitbang ESDM juga melakukan serangkaian kerja sama dengan mitra peguruan tinggi, perusahaan dan institusi lainnya di dalam dan luar negeri. Beberapa diantaranya melibatkan Kerja sama (KS) dengan berbagai Perusahaan meliputi PT Aalborg Industri Indonesia, PT Futura Energi Lestari, PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero), PT East Continent Gas Indonesia, PT Kirana Saraswati Abadi, PT Sumberenergi Sakti Prima, PT Post Energy Indonesia dan dengan PT Sadikun Niagamas Raya, PT Geo Dipa Energi.

Dengan beberapa mitra di luar negeri pada tahun 2017 seperti: Korea Institute Energy Resource (KIER), Great Wall Drilling Company, dan Global Innovation Center. Sebagai catatan, dari data LKJ dan visitasi, masih minim data yang menunjukkan realisasi kemitraan, karena hanya menyebutkan ruanglingkup KS pada kontrak KS pada tanpa melampirkan dokumen kontrak seperti MoU/Nota Kesepahaman/Perjanjian Kerja Sama tersebut. Selain itu juga tidak ada ukuran yang bisa menunjukkan keuntungan dari kemitraan tersebut bagi Balitbang ESDM.

Untuk pemanfaatan di luar Kementerian ESDM dilakukan kerja sama. Peta pemanfaatan harusnya dimiliki oleh Lemlitbang tidak hanya untuk kemajuan Litbang dalam lingkup eksternal, namun utamanya di lingkup internal kementerian. Sesuai fungsinya Balitbang harus mampu memberikan kemanfaatan untuk internal kementeriannya sendiri, dari pemetaan ini juga akan dapat mengurangi pengulangan kegiatan yang serupa di unit teknis lainnya.

Jika dilihat kemungkinan atau potensi tumpang tindih kegiatan Balitbang ESDM dengan LIPI, misalnya, maka dimungkinkan terjadi. Mengingat LIPI juga melakukan penelitian terkait dengan energi, seperti Riset Unggulan terkait Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hydro, (http://lipi.go.id/risetunggulan/detail/energi-dan-transportasi/6/5) atau dengan BPPT seperti pembuatan Mobil Listrik dan Mobil Hybrid.( http://lipi.go.id/risetunggulan/single/mobil-listrik-dan-mobil-hybrid/37 dan https://www.bppt.go.id/layanan-informasi-publik/3107-bppt-siap-dukung-perkembangan-mobil-listrik-di-indonesia).

3. Balitbang Kementan

Visi, Misi dan Tujuan: Visi dan Misi searah dengan Renstra dan RIRN/PRN yakni di fokus riset Pangan-pertanian/ketahanan pangan. Tujuan yang ingin dicapai meliputi: menciptakan produk, menciptakan teknologi dan melakukan percepatan diseminasi inovasi dan teknologi di tingkat pengguna. Terdapat lima sasaran sesuai RPJMN yang diuraikan dalam tujuh IKU (Indikator Kinerja Utama) meliputi:

a. Jumlah varietas/galur/klon unggul baru

Page 31: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

4847

(target 75 varietas/galur/klon)

b. Jumlah teknologi dan inovasi peningkatan produksi pertanian (target 224 teknologi)

c. Jumlah model sistem kelembagaan dan inovasi spesifik lokasi (target 69 model)

d. Jumlah rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian (target 71 rekomendasi)

e. Jumlah benih sumber tanaman (1.441,92 ton)

f. Jumlah bibit sumber ternak (target 12.800 ekor)

g. Jumlah teknologi yang didiseminasikan ke pengguna (Target 170 teknologi)

Bentuk kegiatan litbang di Balitbangtan

berada di ranah Applied Research dan Experimental Research. Balitbangtan menerapkan skema likajibangrap, yakni penelitian, pengkajian, pengembangan, dan penerapan. Untuk mendukung pelaksanaan program Kementerian Pertanian, Balitbangtan menetapkan program utama pada periode 2015 – 2019 yang diarahkan untuk penciptaan teknologi dan inovasi pertanian bioindustri berkelanjutan. Sehubungan dengan hal tersebut Balitbangtan menetapkan kebijakan alokasi sumber daya litbang menurut 11 fokus komoditas yakni (1) padi, (2) jagung, (3) kedelai, (4) gula, (5) daging sapi/kerbau, (6) cabai merah, (7) bawang merah, (8) kelapa sawit, (9) kopi, (10) kakao, dan (11) karet.

Menilik kepada pencapaian IKU 2017, realisasi mencapai 120,76%, yang meliputi:

no sasaran Indikator kinerja Utama/IkU

Uraian target realisasipersentase realisasi

rincian kegiatan di unit kerja lingkup

Balitbangtan

1 tersedianya varietas/galur/klon unggul baru

Jumlah varietas/galur/klon unggul baru (VUB)

75 92 122,67% Meliputi VUB tanaman pangan, tanaman perkebunan, tanaman hortikultura, rumpun/galur/varietas unggul/harapan ternak dan tpt spesifik agroekosistem peternakan dan galur harapan unggul bioteknologi pertanian

no sasaran Indikator kinerja Utama/IkU

2 tersedianya teknologi dan inovasi pertanian

Jumlah teknologi dan inovasi peningkatan produksi pertanian

22 244 108,93% teknologi yang terdiri teknologi bioteknologi, teknologi pasca panen, teknologi sumberdaya lahan pertanian, teknologi spesifik lokasi, 8 teknologi mekanisasi pertanian, 8 teknologi hortikultura, 17 teknologi perkebunan, 30 teknologi peternakan dan 11 teknologi tanaman pangan.

3 tersedianya model pengembangan inovasi pertanian

Jumlah model sistem kelembagaan dan inovasi spesifik lokasi

69 69 100% Model pengembangan inovasi teknologi spesifik lokasi, model pengembangan inovasi teknologi perkebunan

4 tersedianya rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian

Jumlah rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian

71 79 111,27% terdiri beberapa lingkup rekomendasi 1) bioteknologi pertanian, 2) pasca panen, 3) sumberdaya lahan pertanian, 4) diseminasi inovasi teknologi pertanian, 5) mekanisasi pertanian, 6) hortikultura, 7) perkebunan, 8) peternakan, 9) tanaman pangan.

5 tersedia dan terdistribusinya produk inovasi pertanian

Jumlah benih sumber

1.441,92 1.163,72 80,71% Meliputi 1) kegiatan litbang tanaman pangan, dan 2) pengkajian teknologi pertanian

Jumlah bibit sumber ternak (ekor)

12.800 21.504 166,47% kegiatan litbang peternakan

Jumlah teknologi yang didiseminasikan ke pengguna (teknologi)

170 264 155,29% kegiatan pengkajian teknologi pertanian

Tabel 9. Realisasi IKU 2017

Page 32: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

5049

Terkait produk, hasil capaian kinerja 2017 meliputi: Hasil Capaian terkait Target Renstra 2015-2019 sebesar 70% meningkat sebelumnya pada tahun 2016 sebesar (48,96%). Dari ragam penelitian yang dihasilkan, hanya satu paten yang diajukan pada tahun 2017 berupa kit deteksi aflatoksin. Telah mendaftarkan teknologi produksi biosilika dan merk produk biosilika dengan nama “BioSINTA” di Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia/ Adapun Kendala yang dihadapi adalah : 1) Pada tingkat penelusuran data di lapang, permasalahan yang sering ditemui adalah sebagian responden (misalnya produsen benih, pengusaha di bidang pertanian) tidak bersedia untuk mengisi kuesioner yang disiapkan, data sekunder tingkat kecamatan yang dibutuhkan sulit diperoleh, dokumen dan informasi serta data pendukung yang dibutuhkan di lapangan tidak lengkap atau bahkan tidak tersedia di lapangan. Di sisi lain, beberapa tim juga membutuhkan waktu yang relatif lama untuk memperoleh database yang valid dan akurat. Tingkat validasi data kuesioner yang bervariasi, baik kurang akurat dalam pengisian kuesionernya atau kesalahan entri data (human error). 2) Sebagian kegiatan pengkajian dan diseminasi teknologi pertanian, tergantung dari kebijakan sub sektor lain terutama dalam hal penentuan lokasi dan calon petani koperator, sehingga diperlukan penyesuaian waktu pelaksanaan kegiatan di lapangan. Hal ini tercermin dalam kegiatan-kegiatan pendampingan seperti PTT, PKAH, kawasan peternakan dan lainnya.

Dari gambaran di atas, terlihat Balitbangtan melakukan kegiatan dengan realisasi IKU

rata-rata lebih dari 100%, melampaui target yang ditetapkan namun hasil berupa paten/kekayaan intelektual sangat minim. Perlu menjelaskan impact produk, metode, teknik dan teknologi yang telah dihasilkan. Butuh mekanisme penyusunan kegiatan dan pengukuran kegiatan yang berbasis outcome tidak hanya berbasiskan dokumen, sehingga kegunaan atau pemanftaan hasil penelitan dapat terlihat.

Merujuk kepada target dan hasil yang dicapai dari IKU Balitbang Kementerian Pertanian terkait rekomendasi kebijakan, yakni 79 Rekomendasi melebihi target awal yakni 71 rekomendasi, masih merupakan input bagi agenda setting dan perumusan kebijakan seperti kebijakan pengembangan biologi dan bioteknologi untuk mengantisapasi isu di bidang bioteknologi, khususnya produk transgenic. Jika dirunut dari rekomendasi keseluruhannya maka bentuk produknya adalah rancangan peraturan menteri, rancangan surat keputusan Balitbangtan, surat keputusan Balitbangtan, policy brief untuk Menteri Pertanian, kajian teknis, pengembangan model, dan dokumen, maka tidak semua produk kebijakan tersebut memiliki siklus kebijakan yang utuh. Dengan kata lain, ada produk penelitian kebijakan yang hanya ada pada satu, dua atau 3 tahapan siklus saja.

Adapun struktur Organisasi Balitbangtan meliputi: (1) Sekretariat Badan; (2) Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, (3) Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura, (4) Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, (5) Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan, (6) Balai Besar Penelitian dan

Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian (BBSDLP), (7) Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBPMektan), (8) Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian (BB Biogen), (9) Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian (BB Pascapanen), (10) Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, (11) Balai Besar Penelitian Veteriner (BBLitvet), dan (12) Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.

Organisasi ini terdiri dari satker berjumlah 64, tersebar di seluruh provinsi di Indonesia. Diantaranya terdapat Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) yang berada di daerah berjumlah 33. Terdapat 128 Kebun Percobaan yang tersebar di 49 UPT. Diantaranya 49 Laboratorium sudah terakreditasi sejak tahun 2012. Secara internasonal merujuk kepada Ranking Web of World Research Centers--Webometrics, Balitbangtan pada tahun 2017 meraih posisi ke-2 (dua) terbaik setelah Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) dari 36 Lembaga Riset di Indonesia, dan peringkat 1.738 dari 8.000 peserta Lembaga Riset di seluruh dunia.

Besarnya organisasi Balitbangtan ini, tentunya perlu diaudit, apakah Balai Besar tersebut benar-benar melakukan kegiatan penelitian atau hanya kegiatan diseminasi, atau apakah fungsi masing-masing unit besinergi dengan unit di pemda, PT ataupun satker kementerian lain. Total jumlah SDM yang dimiliki per 29 Desember 2017 adalah 6.548 orang. Disebutkan bahwa jumlah SDM tersebut mengalami penurunan cukup besar, dari jumlah SDM pada tahun 2016 yakni

7.037 orang. Data statistik Balitbangtan tentang perkembangan jumlah masing-masing tenaga fungsional dan struktural tahun 2013 hingga 2017, menemukan hal-hal sbb: 1) tenaga fungsional secara relatif persentasenya (43,1%) lebih rendah dibandingkan dengan tenaga struktural dan fungsional umum (56,9%); 2) dari total jumlah pegawai, sekitar 2.822 orang (43,1%) adalah tenaga fungsional tertentu yang terdiri dari Peneliti, Pustakawan, Perekayasa, Pranata Komputer, Arsiparis, Teknisi Litkayasa, Statistisi, Penyuluh, Analis Kepegawaian, Perencana, Pranata Humas, dan fungsional tertentu lainnya; 3) dalam skema jabatan fungsional tertentu, SDM fungsional peneliti relatif besar proporsinya (58,8%), diikuti tenaga fungsional Teknisi Litkayasa (20,2%), Penyuluh (13,4%) dan sisanya adalah tenaga fungsional lainnya.

Menurut data wawancara dengan jajaran sekretariat Balitbangtan, 30% pegawai Kemtan, ada di Balitbangtan, dengan kata lain jumlah SDM di Balitbangtan cukup signifikan. Jumlah SDM Balitbangtan per 2018 adalah 6.491 orang, jumlah ini berubah disebabkan oleh beberapa hal seperti pensiun dan mutasi. Permasalahan yang dihadapi sekarang adalah bagaimana peluang karir terkait Peraturan Pemerintah No. 11/2011, karena ada beberapa posisi yang tidak bisa diisi dibatasi oleh kuota yang ditetapkan berdasarkan beban kerja yang diatur oleh BKN/KemenPAN. Sehubungan dengan hal tersebut, ada kecenderungan jumlah perekayasa akan menurun, karena beralih menjadi peneliti didasarkan oleh kesejahteraan (tunjangan kinerja) dan jenjang karir.

Page 33: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

5251

Selain itu juga, Balitbang kekurangan jabatan penyuluh. Merujuk pada 4 fase Likajibangrap, maka pada fase penerapan yang diperlukan adalah tenaga penyuluh, bukan ranah peneliti. Idealnya satu penyuluh satu desa. Selain itu Balitbangtan juga mengalami Keterbatasan SDM terampil (profesional) dalam pengoperasian peralatan Laboratorium; Keterbatasan SDM karena SDM banyak terlibat dengan kegiatan seperti TSP, TTP, UPSUS, dan kegiatan on-top yang bersifat insidentil; karena Penumpukan kegiatan pengolahan data penelitian pada waktu bersamaan, baik penelitian yang sumber dananya dari APBN/DIPA dan penelitian kerja sama lainnya, sementara SDM entri data dan pengolahan data relatif terbatas; kesenjangan kapasitas peneliti junior dengan senior karena jenjang pendidikan formal maupun pengalaman dalam kegiatan penelitian. Kesenjangan terutama mencakup kapasitas dalam membuat proposal penelitian yang baik, penguasaan metodologi penelitian, teknik pengumpulan dan pengolahan data, serta analisis hasil pengolahan data terutama dalam merumuskan rekomendasi kebijakan pertanian.

Pagu anggaran yang dialokasikan pada Balitbangtan tahun 2017 relatif besar jika dibandingkan Balitbang ESDM, Balitbang Kesehatan dan Balitbang Kemenhan, dan lainnya yakni mencapai Rp 1,6 Triliun, yang tersebar dalam 10 Program/Kegiatan berikut:

a. Litbang Tanaman Pangan Rp 125,4 Miliar

b. Litbang Tanaman Hortikultura Rp 137,5 Miliar

c. Litbang Tanaman Perkebunan Rp 148,2 Miliar

d. Litbang Peternakan Rp 109,6 Miliar

e. Litbang SDLP Rp 91,7 Miliar

f. Litbang Biogen Rp 32,1 Miliar

g. Perekayasaan/Litbang Mektan Rp 31 Miliar

h. Litbang Pascapanen Rp 23,7 Miliar

i. Pengkajian dan Percepatan Diseminasi Inovasi Teknologi Pertanian Rp 698,7 Miliar

j. Dukungan Manajemen, Fasilitasi dan Instrumen Teknis dalam Pelaksanaan Kegiatan Litbang Pertanian Rp 248,3 Miliar

Adapun peruntukkan berdasarkan jenis belanja adalah, Belanja pegawai sekitar 31,57%, Belanja Barang sekitar 51,45%, dan Belanja Modal sekitar 16,98%. Untuk realisasi anggaran/penyerapan adalah Rp. 1,5 Triliun atau sebesar 93,90%, dengan sebaran Belanja pegawai 93,51%, Belanja Barang 95,21 % dan Belanja Modal 90,64 %.

Sementara itu realisasi per program rata-rata di atas 90%, 3 litbang yang teratas adalah 1) litbang Pascapanen (98,47%); 2) litbang Perkebunan (96,11), dan 3) Perekayasaan (95,32). Untuk serapan paling rendah adalah litbang inovasi yaitu 93,12 %. Untuk realisasi PNBP untuk TA 2017, mencapai 140,54% atau sebesar Rp 43,8 Miliar. Sebagian besar penerimaan bersumber dari 1) Setoran pendapatan penjualan hasil pertanian dan perkebunan; 2) Pendapatan penjualan hasil peternakan; 3) Pendapatan jasa

analisa laboratorium; 4) Pendapatan sewa tanah, gedung dan bangunan; 5) Setoran pengembalian belanja tahun anggaran yang lalu. Dalam hal anggaran, Balitbangtan mengalami kendala yang umum yakni revisi anggaran yang berulang-ulang menyebabkan kegiatan penelitian menjadi terhambat dan perlu penyesuaian terhadap perubahan anggaran tersebut.

Dengan struktur Organisasi yang besar, serta fungsi yang diemban, Balitbang mendapat perhatian yang cukup signifikan dari jajaran petinggi di Kementerian Pertanian, terutama Menteri Pertanian (Mentan). Mentan menempatkan Balitbang dalam penentuan kebijakan nasional di bidang pangan, seperti swasembada beras vs. impor beras. Balitbangtan concern untuk mengambil peran dalam memetakan dan menjamin ketersediaan beras. Beberapa program yang dilakukan bekerjasama dengan Perguruan tinggi dan swasta nasional seperti varietas unggul baru Inpago IPB dan Unsoed Parimas.

Secara internal Balitbang mencoba besinergi dengan Direktorat Jenderal teknis yang ada di Kementerian Pertanian. Dengan kata lain, Balitbangtan melakukan litbangjirap yang dapat memenuhi kebutuhan di Ditjen teknis. Selain itu juga kemanfataannya dapat dirasakan oleh masyarakat luas. Beberapa hasil litbang pertanian yang memberikan dampak bagi sosial-ekonomi seperti padi, jagung bertongkol dua (Nakula Sadewa), ayam, dan SIWAB (deteksi kebuntingan sapi). Selain itu juga terdapat kendala, karena fungsi Balitbangtan, adalah menghasilkan benih sumber sebagaimana diatur oleh UU perbenihan, jadi bukan merupakan benih sebar yang bisa langsung digunakan

masyarakat.

Potensi tumpang tindih antara hasil penelitian Balitbangtan dengan LPNK lain seperti LIPI dimungkinkan terjadi. LIPI misalnya juga melakukan kajian tentang kedelai plus http://lipi.go.id/risetunggulan/single/kedelai-plus/29 dan kajian tentang pupuk (http://lipi.go.id/risetunggulan/single/mikroba-lokal-untuk-pupuk/33).

4. Balitbang Kesehatan

Balitbang Kesehatan secara fungsi melaksanakan nawa cita ke 5, yakni mewujudkan kualitas hidup manusia Indonesia yang tinggi maju dan sejahtera. Sejalan dengan itu tujuan strategis dan kegiatan yang dilakukan juga diformulasikan untuk menunjang pembangunan kesehatan di Indonesia. Adapun ruang lingkup litbang di Balitbangkes mencakup: Biomedis dan Teknologi Dasar Kesehatan, Sumberdaya dan Pelayanan Kesehatan, Upaya Kesehatan Masyarakat, Humaniora dan Manajemen Kesehatan, Vektor dan Reservoir Penyakit, serta Tanaman Obat dan Obat Tradisional.

Melihat pada time line 2011-2019, untuk riset kesehatan nasional (riskesnas) tiap tahunnya memiliki fokus utama, misalnya tahun 2017 adalah riset ketenagaan di bidang tenaga kesehatan (Risnakes), dan Riset Khusus Vektor dan Reservoar (Riskhus Vektora), untuk tahun 2018 ditetapkan Riset Kesehatan dasar dan Riset Vektora, serta 2019 adalah untuk riset Vektora dan Riset Fasilitas Kesehatan (evaluasi JKN). Secara keseluruhan ada 3 produk litbangkes, meliputi, 1) data dan informasi pembangunan kesehatan, 2) inovasi program, dan ke 3) inovasi produk.

Page 34: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

5453

Jika merujuk pada proses utama litbang pada tabel 2 dan 3, maka riset di balitbangkes meliputi beberapa Kegiatan Litbang meliputi Kajian Kebijakan, Pengembangan Program, Penelitian Teknologi, Pengkajian Teknologi, Pengembangan teknologi, Penerapan Teknologi, dan Evaluasi Program.

Kegiatan litbang tersebut memiliki siklus yang terdiri dari 7 stadium/ tahapan, dimana stadium tersebut terbagi dalam dua domain, stadium 0-3 di domain peneliti, dan stadium 4-6 di domain penentu kebijakan dan praktisi, serta dua interface a dan b.

Berikut rincian masing-masing stadium:

• Stadium 0, pendekatan CORA digunakan untuk menentukan kebutuhan riset kesehatan, kemudian memasuki

interface (a) dengan menyeleksi tema/judul riset

• Stadium 1, input untuk proposal

• Stadium 2, proses manajemen riset

• Stadium 3, Output primer berupa laporan penelitian dan publikasi, kemudian memasuki interface (b) sebagai utilisasi kebijakan, berupa rekomendasi kebijakan

• Stadium 4, Output Sekunder: kebijakan, pada stadium ini sudah memulai melibatkan masyarakat

• Stadium 5, Imlementasi oleh aktor, diterapkan pada masyarakat dan mendapatkan feedback (sebagai dampak)

• Stadium 6: Outcome Program

Gambar 8. Tahapan kegiatan Balitbang KesehatanSumber: Balitbang Kemkes September 2018

Gambar 9. Tahapan kegiatan Balitbang Kesehatan dalam ranah Siklus KebijakanSumber: Balitbang Kemkes September 2018

Dari siklus tersebut dapat dilihat dalam fase agenda setting Balitbang Kesehatan mengidentifikasi isu atau tema riset tidak hanya berdasarkan ketetapan di RPJMN namun juga didasarkan pada pendekatan CORA (client oriented research activity). Pendekatan CORA ini lah yang dapat diaplikasikan dalam kegiatan litbang seperti isu stunting (kekuntetan) sehingga muncul kebijakan Nusantara Sehat (NS), produk susu yang tercemar bakteri, kasus TB dan lainnya.

• Sehubungan dengan itu, Balitbangkes juga menggunakan tiga model utilisasi penelitian (modifikasi Hanney, S.R), yaitu:

• 1. Model problem solving (klien

masalah riset hasil adopsi kebijakan CORA.

• 2. Model interaksi social: Kolaborasi secara interaksi social antara produsen riset dan pengguna riset.

• 3. Model politis: Hasil penelitian untuk merespon isu politis yang sifatnya emerging (seperti KLB, NS, susu kental manis, dan lain-lain).

• Dalam proses formulasi kebijakan dan impelemntasi kebijakan, kegiatan litbang kesehatan di dasarkan pada penyelesaian masalah (problem solving cycle), dengan dan merupakan implementation research (PAR), sebagaimana yang dirangkum dalam bagan berikut.

Sebagai bagian dari siklus kebijakan, litbang kesehatan juga mengevaluasi suatu kebijakan dan merumuskan kebijakan baru berdasarkan hasil evaluasi tersebut. Hasil

evaluasi dijadikan rujukan data atau sumber perumusan kebijakan berikutnya atau yang disebut sebagai penelitian kebijakan berbasiskan bukti. Berikut skemanya.

Page 35: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

5655

Gambar 10. Ketersediaan Data dan Evidence-Based PolicySumber: Balitbang Kemkes September 2018

Gambar 11. Riset untuk Perencanaan StratejikSumber: Balitbang Kemkes September 2018

Gambar 12. Riset untuk Mengawal KebijakanSumber: Balitbang Kemkes September 2018

Gambar 13. Contoh Riset Evaluatif di Balitbang KemkesSumber: Balitbang Kemkes September 2018

Berikut beberapa contoh riset yang dilakukan oleh Balitbang Kesehatan

1. Riset untuk perencanaan Stratejik (RPJMN, RENSTRA), sebagaimana skema berikut.Jika merujuk pada tabel 2, kegiatan ini termasuk pada kajian kebijakan

2. Riset untuk mengawal kebijakan, yaitu penempatan Nusantara Sehat (NS) berbasis TIM. (Jika merujuk kepada tabel 2, ada 3 kegiatan yang dilakukan yaitu Kajian Kebijakan, Pengembangan Program dan evalusi program). Berikut skemanya:

3. Riset evaluatif untuk Perbaikan TB (Jika merujuk kepada tabel 2, ada 3 kegiatan yang dilakukan yaitu Kajian Kebijakan, Pengembangan Program dan evalusi program).

Terkait hasil penelitian yang memiliki potensi tumpang tindih dengan LPNK lain, misalnya LIPI, dimungkinkan terjadi. Misalnya, LIPI telah memiliki hasil riset unggulan untuk obat anti malaria (http://lipi.go.id/risetunggulan/detail/kesehatan-dan-farmasi/4/0).

Page 36: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

5857

Kontribusi Balitbang Kementerian Dalam Siklus Kebijakan

kementerian pertahanan

no domain Aspek kebijakan

1 Agenda setting penyusunan naskah kajian, desain, dan prototype persenjataan.

kementerian esdM

no domain Aspek kebijakan

1 kebijakan nasional rancangan permen esdM tentang penyelenggaraan Inventarisasi dan mitigasi grk sektor energi

2 kebijakan internal kementerian

1. Masukan kebijakan untuk eksplorasi di beberapa wilayah, misalnya Blok gas Biogenik nias dan Meulaboh, kebijakan Blok kai timur, dan wilayah lainnya.

2. Implementasi B-30 pada kendaraan bermotor, monitoring mutu bahan bakar nabati, dan implementasi B-20 pada alat-alat berat (LeMIgAs-ditjen eBtke)

3 produk Litbang Lainnya Untuk Masyarakat

pengembangan terpadu BBn berbasis tanaman lokal dengan digester.1. Biogas di provinsi dI Yogyakarta

4 produk Litbang dari kemitraan

kerjasama dengan perguruan tinggi:1. rancang bangun turbin axial pLtMH hasil rancang bangun p3tkeBtke

yang dilakukan bekerja sama dengan pusat penelitian energi Baru terbarukan - Institut teknologi Bandung (p2eBt-ItB). rancang bangun turbin ini diharapkan mampu menghasilkan daya sebesar 500 VA dan rencananya akan diujicoba pada tahun 2018.

2. pemanfaatan Hasil Litbang smart grid in Micro grid di Universitas Udayana, Bali

3. pemanfaatan Hasil Litbang smart system pLts di kawasan perkantoran gubernur Bali

4. kerjasama LeMIgAs dengan Unnes terkait swakelola pembuatan peralatan portable Canister oven dan Adsorption Isotherm oven.

5. kerjasama p3tkeBtke dengan Fakultas teknik UnAnd terkait pembangunan pilot project pembangkit Listrik tenaga Mikrohidro (pLtMH) di lingkungan UnAnd.

6. kerjsama antara p3tkeBtke dan Fakultas teknik UnrAM dalam hal model pengembangan biofuel berbasis tanaman lokal

kementerian pertanian

no domain Aspek kebijakan

1 kebijakan nasional rekomendasi 1. rancangan peraturan Menteri pertanian tentang pengujian, penilaian,

pelepasan, dan penarikan Varietas tanaman. 2. rancangan Undang-Undang konservasi keanekaragaman Hayati dan

ekosistem. 3. rancangan Undang-Undang sistem Budidaya pertanian Berkelanjutan.

rancangan peraturan Menteri pertanian tentang pengawasan dan pengendalian Varietas tanaman prg pertanian yang Beredar dan dimanfaatkan di Wilayah republik Indonesia.

kementerian pertanian

no domain Aspek kebijakan

2kebijakan internal kementerian

1. surat keputusan kepala Balitbangtan tentang pedoman teknis penyusunan Laporan pemantauan rutin tanaman prg pertanian yang dibudidayakan di wilayah republik Indonesia.

2. rancangan surat keputusan kepala Balitbangtan tentang pedoman teknis tata Cara pelaksanaan penelitian tanaman prg pertanian di Laboratorium, Fasilitas Uji terbatas, dan Lapangan Uji terbatas.

3produk Litbang Lainnya Untuk Masyarakat

1. Benih sumber hortikultura telah terdistribusi ke 29 provinsi, 33 Bptp, dan 24 dinas pertanian di seluruh Indonesia;

2. Mangga garifta yang terdiri dari empat varietas yaitu garifta Merah, garifta kuning, garifta gading, dan garifta oranye yang dilepas pada tahun 2008 mulai dikembangkan di sentra produksi Jawa timur dan Indonesia Bagian timur,

3. VUB pepaya Merah delima, Varietas krisan puspita nusantara, bibit sumber sapi potong, bibit sumber kambing Boerka, dan bibit Ayam kUB-1 dan sensi yang merupakan keberlanjutan program pada beberapa tahun sebelumnya.

4produk Litbang dari kemitraan

Balitbangtan telah membentuk sebuah Corporate program. yakni kegiatan litbang yang bersifat lintas kepakaran (keahlian) yang melibatkan berbagai institusi, baik di dalam maupun luar lingkup Balitbangtan. Beberapa kerja sama dilakukan meliputi:a. kerja sama penelitian dengan lemlit internasional seperti IrrI, CYMMIt,

dll, dengan institusi dalam negeri seperti dengan perguruan tinggi, BAtAn, LIpI, serta swasta. IrrI dan CYMMIt berkontribusi dalam rangka pemanfaatan sumber daya genetik untuk merakit varietas unggul baru. ks dengan IpB dan Unsoed berkontribusi dalam konsorsium padi, menghasilkan varietas unggul baru Inpago IpB dan Unsoed parimas.

b. kerja sama luar negeri the Australian Center for Internasional Agriculture research (ACIAr) melalui judul kegiatan Increasing productivity of Alium and solanaceaous vegetable crop in Indonesia and subtropical Australia (diperoleh dana sebesar rp.221.291.000)

c. kerja sama dengan swasta yang menghasilkan royalti seperti dengan pt. sang Hyang seri/sHs( jagung hibrida), padi Hipa 12, 14 sBU dan 18 dengan pt. petrokimia, padi Hipa 8 dengan pt. dupont Indonesia, Materian 10 Wp dengan pt. Biosindo Mitra Jaya, pupuk hayati Agrisoy dengan pt. Agro Indo Mandiri, Jagung Bima 3 dengan pt. gIs, Jagung Bima 16 dengan pt. pusri, jagung Bima 14 Batara dengan CV. Agro Indo seed dan Ud sari Bumi Indonesia, jagung Bima 16 dengan pt. tWIn, jagung Bima 20 UrI dengan pt. Mulya Agro sarana, jagung JH 27, dan Bima 15 dengan pt. pertani, Jagung Bima 9 dan Bima 22 Agritan dengan pt. srijaya, dan jagung Bima 19 Uri dan Bima 20 Uri dengan pt. tani solusi. keberlanjutan kemitraan terlihat pada ks dengan pt sHs, direncanakan akan melisensi VUB padi Hipa 19 dan akan mengajukan produksi sebanyak 20 Ha untuk tahun 2018.

Tabel 10. Kontribusi Balitbang Kementerian Dalam Siklus Kebijakan

Page 37: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

6059

kementerian kesehatan

no domain siklus kebijakan

1 kebijakan nasional

1. risnakes merupakan kegiatan survei yang secara umum bertujuan untuk memperoleh gambaran ketenagaan di bidang kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan yaitu rumah sakit dan puskesmas pada tingkat kabupaten/kota, provinsi dan nasional. Ada beberapa manfaat yang dihasilkan dari kegiatan risnakes ini, yaitu pemetaan tenaga di bidang kesehatan, dasar penetapan kebutuhan re-distribusi tenaga di bidang kesehatan, mengalokasikan peran yang lebih tajam, dan menjadi bagian Formulasi kebijakan ketenagaan di bidang kesehatan. pelaksanaan risnakes dilakukan secara serempak di 34 provinsi dengan jumlah puskesmas dan rumah sakit yang tersebar di kabupaten / kota sebanyak 9767 puskesmas dan 2539 rumah sakit (rs Umum dan khusus, rs pemerintah dan swasta).

2. riskesnas bidang gizi dan kesehatan masyarakat riset khusus Vektor dan pemutakhiran data vektor dan reservoir penyakit sebagai dasar

pengendalian penyakit tular vektor dan reservoir (baik jenis penyakit infeksi baru maupun yang muncul kembali) di Indonesia dilaksanakan di 7 propinsi

2kebijakan internal kementerian

1. puslitbang Biomedis dan teknologi dasar kesehatan, merumuskan dua rekomendasi yang berjudul 1) kurangi pajanan timbal, selamatkan Balita Indonesia dari risiko penurunan IQ, 2) Menyikapi resistensi penisilin pada Bakteri penyebab difteri

2. puslitbang sumber daya dan pelayanan kesehatan, puslitbang Upaya kesehatan Masyarakat; 1) Meningkatkan skrining pemeriksaan payudara klinis dan Inspeksi Visual Asam Asetat guna deteksi dini kanker payudara dan serviks di Indonesia; 2)program Indonesia sehat dengan pendekatan keluarga (pIs-pk) sebagai Wahana Integrasi program; 3)Manajemen puskesmas dengan pendekatan keluarga sebagai Fokus dalam pelatihan keluarga sehat; 4) perluasan pemanfaatan Alat tes Cepat Molekuler (tCM) tuberkulosis untuk pemeriksaan Viral Load HIV

3. puslitbang Upaya kesehatan Masyarakat: 1) pengendalian Merokok untuk Mencegah kerugian ekonomi; 2)penguatan peran Lintas sektor dalam pengendalian schistosomiasis Menuju eradikasi schistosomiasis; 3) pentingnya pencantuman Informasi kandungan gula garam Lemak dan pesan kesehatan pada pangan olahan dan pangan siap saji; 4) optimalisasi pemanfaatan Buku kIA untuk meningkatkan Akses pelayanan kesehatan Ibu dan Anak; 5) Mengatasi kerentanan Air di rumah tangga Indonesia; 6) Menerapkan reduce, reuse, recycling (3r) sampah di rumah tangga untuk mengurangi praktik Membakar sampah dalam Menunjang keluarga sehat; 7) snI garam Beriodium : perlukah direvisi?

4. puslitbang Humaniora dan Manajemen kesehatan; 1)pemanfaatan Masyarakat Adat (Wunang) dalam penanggulangan tB paruvdi sumba timur; 2) Alokasi Anggaran UkM dan Ukp di dinkes kab/kota dan puskesmas; 3) tarif InA CBgs : sudahkah memenuhi rasa keadilan pembiayaan rumah sakit?; 4) kebijakan pengelolaan keuangan rumah sakit Badan Layanan Umum (BLUd), 5) Urgensi kebijakan pelayanan kesehatan Jamaah Umrah; 6) penyediaan Informasi penyebab kematian mendukung sistem registrasi sipil dan statistik Vital Indonesia; 7) Modifikasi pengelolaan daging Babi pada Barapen di Lanny Jaya : Upaya; pengurangan risiko kecacingan taenia solium (Cacing pita); 8) Melawan stigma kusta pada etnik Madura : Upaya eliminasi penyakit kusta pada etnik Madura; 9) rekonstruksi pelayanan HIV dalam Menjangkau komunitas gay, Waria dan Lelaki yang Berhubungan seks dengan Lelaki; 10) Upaya pengurangan nyeri dan percepatan persalinan dengan Budaya pijat punggung Uruik dan Usapan rendaman paku Air

5. B2p2toottawangmangu; 1) Memanfaatkan p4to dengan Budidaya tanaman obat Lekat pekarangan; 2) Jamu saintifik radang sendi (osteoartritis): obat tradisional yang terbukti Aman dan Berkhasiat B2p2Vrp salatiga: 1) pemantapan eliminasi Filariasis Limfatik tepat waktu di propinsi Jawa tengah; 2) Menjamin eliminasi Malaria dengan surveilans Aktif

Dari gambaran diatas terlihat bahwa terdapat perbedaaan program dan kegiatan dari keempat litbang K/L terkait siklus kebijakan. Setiap litbang K/L tidak mempunyai standar yang sama dalam penyusunan kebijakan yang berskala nasional maupun internal organisasi.

BAB 3Litbang di Berbagai

Negara

Page 38: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

6261

Litbang di Berbagai Negara

Pada bagian ini akan digambarkan Litbang di beberapa negara, yaitu Malaysia, Perancis, Jerman, dan Korea Selatan. Gambaran ini digunakan sebagai dasar untuk melakukan pembelajaran dari negara-negara lain yang telah mengelola Litbang dengan lebih baik. Ada berbagai jenis tipe litbang di berbagai negara. Keempat negara tersebut mempunyai tata kelola litbang yang hampir sama, yaitu terdapat desain kelembangan penelitian dan pengembangan nasional yang mengakomodir semua pemangku kepentingan (stakeholder) bidang penelitian dan pengembangan. Lembaga yang menjadi koordinator litbang nasional yang bertugas mengkoordinir lembaga-lembaga litbang dibawahnya, sehingga roadmap nasional tercapai, misalnya MYREN di Malaysia, Agence Nationale Recherche/ANR di Perancis, BMBF di Jerman, dan NRF di Korea Selatan.

A. MALAYSIA

Malaysia memiliki beberapa lembaga penelitian dan universitas yang bekerja di banyak bidang penelitian. Lembaga penelitian independen termasuk The Forest Research Institute Malaysia, the Institute for Medical Research, the Malaysian Social Research Institute, dan the National Hydraulic

Research Institute of Malaysia. The Malaysian Research and Education Network (MYREN) adalah badan utama yang bekerja untuk menghubungkan sektor penelitian Malaysia (terutama universitas) secara nasional dan internasional. Lembaga penelitian publik termasuk the Mines Research Institute, the Palm Oil Research Institute of Malaysia, dan the Malaysian Agricultural Research Institute.

MYREN diluncurkan pada Maret 2005 di bawah pemerintahan Ministry of Higher Education (MOHE) dan manajemen Malaysia Digital Economy Corporation (MDEC). MYREN memungkinkan kecepatan tinggi yang didedikasikan pada konektivitas ke sektor pendidikan seiring dengan memperluas kemampuan penelitian di Malaysia. Selengkapnya lihat http://myren.net.my.

Jaringan yang dikelola oleh komunitas melalui 7 regional Point of Presence (PoPs) ini telah menghubungkan lebih dari 8000 ribu peneliti, akademisi dan siswa di Malaysia yang memungkinkan kolaborasi yang lebih erat untuk mendukung pendidikan dan kegiatan penelitian di seluruh negeri. MYREN sejauh ini telah menghubungkan semua universitas negeri, universitas swasta, politeknik dan komunitas perguruan tinggi.

Gambar 14. Balitbang di Malaysia

B. PERANCIS

Badan Riset Nasional Perancis (Agence Nationale Recherche/ANR) menyediakan dana untuk penelitian berbasis proyek di semua bidang sains, baik untuk penelitian dasar maupun terapan, yang diperuntukkan bagi organisasi penelitian publik dan universitas, serta untuk perusahaan swasta (termasuk UKM). Dengan menggunakan metode yang didasarkan pada competitive peer reviews yang sesuai dengan standar internasional, ANR menyediakan komunitas ilmiah dengan instrumen dan program yang mempromosikan kreativitas dan keterbukaan, serta merangsang ide-ide dan kemitraan baru, khususnya antara akademisi dan industri. Kegiatannya juga berkontribusi untuk meningkatkan daya saing dan desiminasi penelitian di Eropa dan di seluruh dunia. Selengkapnya lihat http://www.agence-nationale-recherche.fr/en/about-anr/about-the-french-national-research-agency/

Sejak 2010, ANR juga menjadi lead manager untuk program Investment for the Future di bidang pendidikan tinggi dan penelitian, serta bertanggung jawab terhadap seleksi proyek, pembiayaan dan pengawasan. ANR adalah badan administrasi publik di bawah wewenang Menteri Riset. ANR dikelola

oleh Governing Board dan diarahkan oleh Presiden dan CEO. Presiden dan CEO dibantu oleh satu atau lebih Deputy Directors General dan Scientific Advisory Board.

The Deputy Directors General ditunjuk oleh Presiden untuk periode yang dapat diperbarui selama lima tahun. Setidaknya satu dari Deputy Directors General ditugaskan untuk administrasi. Prosedur tata kelola didefinisikan di Decree 1 Agustus 2006 sebagaimana telah di amendemen.

Decree 24 Maret 2014 menetapkan misi ANR dan memperkenalkan model tata kelola baru. Aktivitas ANR bertujuan untuk:

• Membangun sains dan teknologi (S & T)

• Mengumpulkan tim untuk menjawab tantangan sosial dan S&T

• Mempercepat penciptaan dan transfer pengetahuan, serta membina kemitraan akademis-industri

• Mempromosikan kerja kolaboratif dan dialog interdisipliner

• Mempersiapkan talenta generasi baru

• Memfasilitasi kolaborasi Eropa dan internasional

Page 39: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

6463

Gambar 15. Balitbang di Perancis

Tantangan utama yang dihadapi oleh ANR adalah bagian dari Agenda Strategis Eropa. ANR telah merancang dan menyebarkan berbagai instrumen pendanaan untuk

memenuhi kebutuhan pendanaan berbasis proyek dari komunitas riset dan kebijakan publik untuk penelitian dan inovasi di Perancis.

C. JERMAN

The Federal Ministry of Education and Research (BMBF) mendukung proyek dan ide inovatif dalam penelitian melalui program pendanaan yang ditargetkan. Saat ini, BMBF dipimpin oleh Menteri Federal Anja Karliczek. Dalam tugasnya, dia didukung oleh Parliamentary State Secretaries Dr. Michael Meister dan Thomas Rachel, dan Permanent State Secretaries Cornelia Quennet-Thielen dan Dr. Georg Schütte. The Federal Ministry, dengan lebih dari 1000 anggota staf, dibagi menjadi delapan Direktorat Jenderal. (https://www.bmbf.de/en/political-staff-and-organization-1403.html).

BMBF terdiri atas delapan Direktorat Jenderal, yang masing-masing bertanggung jawab untuk tugas-tugas yang berbeda. Kedelapan Direktorat Jenderal tersebut antara lain: Central Services, Strategies and Policy Issues, European and International Cooperation in Education and Research, Vocational Training and Lifelong Learning, Science systems, Key technologies - Research for Innovation, Life Sciences - Research for Health, dan Provision for the Future- Basic and Sustainability Research. (https://www.bmbf.de/pub/orgplan_eng.pdf)

Parlemen Jerman, Bundestag, mengadopsi anggaran Pemerintah Federal 2017 dan meningkatkan sumber daya keuangan yang tersedia bagi Federal Ministry of Education and Research hampir 1,2 miliar euro menjadi sekitar 17,6 miliar euro. Ini berarti terjadi peningkatan 7,6 persen dibandingkan tahun sebelumnya dan akan semakin memperkuat pendidikan dan penelitian. Pemerintah

Federal adalah mitra yang dapat diandalkan dari komunitas riset: Pendanaan dasar untuk sains dan lembaga penelitian akan meningkat 3 persen per tahun di bawah Pakta untuk Riset dan Inovasi.

Pemerintah Federal sendiri akan menyediakan dana tambahan ini. Dana penelitian institusional akan berjumlah sekitar 5,9 miliar euro pada 2017. Universitas juga akan mendapat manfaat dari pendanaan yang terus meningkat dari Pemerintah Federal. Pendekatan sukses pendanaan penelitian terdepan di universitas Jerman yang dimulai di bawah Excellence Initiative akan dilanjutkan setelah 2017 atas dasar Pasal 91b UU Dasar Jerman yang telah diamandemen. Program tindak lanjut adalah Strategi Keunggulan (Excellent Strategy) mendukung German Cluster dan universitas-universitas yang unggul di masa depan. Juga, BMBF mendukung proyek dan ide inovatif dalam penelitian melalui program pendanaan yang ditargetkan.

D. KOREA SELATAN

National Research Foundation (NRF) didirikan pada 26 Juni 2009, sebagai lembaga pendanaan penelitian khusus melalui penggabungan Korea Science and Engineering Foundation (KOSEF), Korea Research Foundation (KRF), dan Korea Foundation for International Cooperation of Science and Technology (KICOS). Tujuan NRF adalah untuk mengoptimalkan dan memajukan sistem pendanaan penelitian dasar nasional yang mencakup semua bidang penelitian akademis. https://www.nrf.re.kr/eng/cms/page/main?menu_no=218

Page 40: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

6665

NRF didirikan melalui Undang-Undang National Research Foundation (Undang-Undang No. 23 tahun 1998), setelah peninjauan seluruh sistem dilakukan untuk Department of Arts, Culture, Science and Technology (DACST). Entitas baru menggabungkan fungsi dari lembaga pendanaan penelitian yang sebelumnya melayani berbagai bagian dari komunitas riset, yaitu Centre for Science Development (CSD), Human Sciences Research Council (HSRC) dan Foundation for Research Development (FRD) yang termasuk beberapa National Research Facilities.

Sebagai entitas dari Department of Science

and Technology (DST), NRF mempromosikan dan mendukung penelitian melalui pendanaan, pengembangan sumber daya manusia dan penyediaan Fasilitas Penelitian Nasional di semua bidang ilmu alam dan sosial, humaniora dan teknologi. NRF memberikan layanan kepada komunitas riset terutama di Higher Education Institutions (HEIs) dan Science Councils dengan tujuan untuk mempromosikan pengembangan high-level human capital development. NRF bertujuan untuk mempertahankan keunggulan dalam semua investasinya dalam pengetahuan, sumber daya manusia, dan infrastruktur.

Gambar 16. Balitbang di Korea Selatan

Gambar 17. Struktur Organisasi Balitbang di Korea Selatan

Kegiatan utama NRF antara lain adalah:

a. Mendukung kegiatan akademik dan R&D

b. Mempromosikan kerjasama internasional untuk kegiatan akademik dan R&D

c. c.Membina dan memanfaatkan sumber daya manusia di bidang akademis dan R&D

d. Memfasilitasi pengembangan kebijakan, survei, pengumpulan, analisis, penilaian, manajemen, dan penerapan sumber daya dan data yang diperlukan untuk

kegiatan akademik dan R&D

e. .Membantu dalam penelitian dan operasi oleh organisasi akademis dan R&D

f. Mempromosikan pertukaran kerja sama antara lembaga dan organisasi dalam dan luar negeri di bidang akademis dan R&D

g. Hal-hal lain yang diperlukan untuk kegiatan akademik dan R&D

Anggaran pada tahun 2018 sebagaimana tergambar berikut:

Page 41: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

6867

Gambar 18. Anggaran Litbang Korea Selatan

Tabel 11. Perbandingan Lembaga Litbang di Berbagai Negara

IndIkAtor MALAYsIA perAnCIs JerMAn koreA seLAtAn

nama Lembagathe Malaysian research and

education network

Agence nationale recherche

the Federal Ministry of education and

research

national research Foundation

kedudukan Hukum

di bawah Ministry of Higher education dan manajemen Malaysia

digital economy Corporation

Badan administratif publik di bawah

wewenang Menteri riset

di bawah pemerintah Federal

Undang-Undang national research

Foundation

kewenangan

badan utama yang menghubungkan

semua universitas negeri, universitas swasta, politeknik

dan komunitas perguruan tinggi

secara nasional dan internasional

Lead manager untuk program Investment

for the Future di bidang pendidikan

tinggi dan penelitian, serta bertanggung

jawab terhadap seleksi proyek,

pembiayaan dan pengawasan

kebijakan riset, Inovasi, pendidikan,

kerjasama,

Memberikan layanan kepada komunitas riset terutama di Higher education Institutions dan science Councils

dengan tujuan untuk mempromosikan

pengembangan high-level human capital

development.

Anggaran Ministry of Higher education

pendanaan berbasis proyek dari komunitas

riset

pemerintah federal dan

komunitas riset

berbagai bagian dari komunitas riset, termasuk pendanaan asing

Dari gambaran diatas tampak bahwa pengelolaan Lembaga litbang di berbagai negara sangat tergantung pada kondisi dan kebijakan yang berlaku di setiap negara. Perbedaan

tersebut dapat dilihat pada tiga kategori, yaitu kedudukan hukum, kewenangan, dan juga anggaran.

BAB 4Peluang, Tantangan, dan Rekomendasi Penataan

Balitbang K/L

Page 42: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

7069

Peluang, Tantangan, dan Rekomendasi Penataan Balitbang K/LA. PELUANG DAN TANTANGAN

Terdapat beberapa hal yang menjadi peluang dan tantangan untuk melakukan penataan Balitbang K/L.

1. Berbagai masalah dalam penyatuan Balitbang K/L

Sebagaimana usulan yang berkembang selama ini untuk menghapuskan Badan Penelitian dan Pengembangan yang terdapat di K/L dan menggabungkan Balitbang ini dalam satu wadah BPRKN (Badan Pengelola Riset dan Kajian Nasional), maka prosesnya tidaklah mudah.

a. Penyatuan budaya yang berbeda memerlukan kompromi yang luar biasa. Walaupun pada dasarnya mereka yang bekerja di bidang kelitbangan adalah orang-orang yang lebih mudah beradaptasi, namun karena budaya organisasi yang telah mengakar selama puluhan tahun tidak mudah dihapuskan begitu saja. Untuk itu perlu dipikirkan bagaimana membuat budaya baru yang dapat merangkul budaya-budaya berbeda yang telah ada sebelumnya.

b. Dalam kaitannya dengan sumber daya manusia yang ada. Kompetensi yang sangat timpang antara satu balitbang dengan balitbang lainnya menjadi pekerjaan rumah tersendiri. Perlu untuk melakukan pemetaan ulang atas kompetensi sumber daya manusia yang ada (baik peneliti maupun perekayasa) dan kemudian mendistribusikannya sesuai dengan analisis jabatan dan analisis kebutuhan. Yang tidak berkompeten, bisa dialihkan ke jabatan

lain tentu saja dengan melalui proses yang benar. misalnya peneliti kebijakan atau analis kebijakan.

c. Pengelolaan sarana dan prasarana balitbang yang tersebar di seluruh Indonesia. Namun demikian, pencatatan saranan prasarana balitbang saat ini sudah cukup baik karena adanya sistem Manajemen dan Akuntansi Barang Milik Negara

2. Perkembangan industri 4.0

Perkembangan industri 4.0 membawa beberapa peluang yang harus diperhatikan. Kajian terdahulu yang dilakukan oleh Prasetyo dan Sutopo (2018) bahwa perubahan cepat terjadi dan lebih bersifat individualis.

Selain itu konsep Teknologi Informasi, Teknologi Operasional, Internet of Things, dan Big Data Analytic menjadi tantangan yang besar. Perlu persiapan sumber daya manusia kelitbangan yang lebih responsif, adaptif, dan handal untuk menghadapi industri 4.0, penyiapan sarana prasarana kelitbangan untuk menopang kualitas kelitbangan, dan terobosan dalam program-program riset dan pengembangan yang mendukung industri 4.0 dan ekosistem kelitbangan. Untuk itu Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) perlu menyesuaikan dengan berbagai perubahan yang ada. RIRN ini juga dipadang oleh berbagai kalangan di Balitbang sebagai RIRN yang sifatnya top-down. Keterlibatan secara aktif dari berbagai para pemangku kepentingan terkait seharusnya juga menjadi perhatian penting dari pembuat kebijakan.

3. Pengadaan Barang Jasa Riset

Pengadaan Barang dan Jasa di bidang Riset telah diperbaiki berdasarkan Pasal 62 Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang dan Jasa. Peraturan ini dikeluarkan karena selama ini peneliti di Indonesia resah karena disibukan dengan laporan pertanggungjawaban yang rumit sehingga mengganggu jalannya aktivitas penelitian, termasuk pendanaan yang tidak fleksibel utamanya untuk penelitian tahun jamak. Dengan peraturan ini laporan penelitian adalah berbasis output sesuai dengan Peraturan Menteri Riset, Teknologi, Dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2018 tentang Penelitian.

B. REKOMENDASI KEBIJAKAN

Berdasarkan berbagai analisis terhadap berbagai kondisi Litbang di berbagai Lembaga dan memperhatikan lembaga-lembaga payung di tingkat nasional, kajian ini merekomendasikan dua strategi

kebijakan penataan litbang pada masa yang akan datang, yaitu:

1. Transformasi Tata Kelola Badan Litbang Nasional.

2. Transformasi Instansional Badan Litbang dan Pembentukan Klaster Riset.

3. Transformasi Tata Kelola Badan Litbang Nasional

Kajian ini menemukan bahwa permasalahan Badan Litbang Nasional sangat dipengaruhi oleh dua domain, yaitu tata kelola Litbang Nasional yang belum optimal dan kondisi instansional Litbang yang belum efektif sehubungan dengan model kelembagaan, ketepatan sumber daya manusia, proses bisnis, dan pengukuran kinerja serta rendahnya korelasi program Litbang dengan tantangan global, agenda pembangunan nasional dan perkembangan industri 4.0.

Tata kelola Litbang Nasional saat ini melibatkan sejumlah instansi dan Perguruan Tinggi sebagaimana bagan berikut.

Gambar 19. Tata Kelola Litbang Nasional

Keterangan:-----: melambangkan garis koordinasi_____: melambangkan garis komando

Page 43: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

7271

Bagan memperlihatkan kedudukan dan peran sentral Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti). Secara normatif, kedudukan, tugas, dan fungsi Kemristekdikti diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 13 Tahun 2015. Pengaturan lebih rinci terdapat dalam Peraturan Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Nomor 15 Tahun 2015 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi. Pasal 339 memuat tugas Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan untuk menyelenggarakan perumusan, koordinasi, dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang penguatan riset dan pengembangan. Namun, peran sentral Kemristekdikti c.q. Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan belum berjalan optimal. Koordinasi dan sinkronisasi program riset dengan lembaga-lembaga riset dan pengembangan lain masih lemah yang ditandai dengan sejumlah permasalahan seperti:

• Masih lemahnya sinergi dan relevansi kebijakan terkait pembangunan iptek antara stakeholders.

• Masih lemahnya sinergi program riset dan pengembangan iptek baik intra institusi/aktor pengembang iptek (LPNK Ristek, lembaga riset kementerian teknis, industri, dan perguruan tinggi). Program Iptek di masing-masing lembaga masih berjalan sendiri-sendiri

• Masih lemahnya produktivitas lembaga litbang pemerintah dan perguruan tinggi dalam menyediakan teknologi untuk mendukung sektor-sektor strategis terkait dengan 10 bidang

fokus pembangunan Iptek.

• Masih kurangnya peran dan keterlibatan masyarakat dalam pengembangan Iptek, sehingga produktivitas Iptek di kalangan masyarakat masih rendah.

• Masih rendahnya produktivitas Iptek di kalangan industri.

• Masih kurangnya pemahaman tentang pentingnya Hak Kekayaan Intelektual di lembaga litbang, perguruan tinggi dan industri, khususnya peneliti/perekayasa, dosen dan mahasiswa (Renstra 2015 -2019, Dirjen Penguatan Riset dan Pengembangan, Kemristekdikti)

Tidak optimalnya peran Kemristekdikti merupakan refleksi dari kelemahan dalam tata hubungan dan tata kelola antara Dirjen PRP dengan LPNK Riset, Lembaga Litbang Kementerian, Perguruan Tinggi, Industri dan masyarakat. Kondisi ini dapat disebabkan oleh disain kelembagaan, budaya dan nilai organisasi, strategi dan program, serta sumber daya yang tidak sejalan dengan tugas dan fungsi yang diamanatkan dalam menyelenggarakan perumusan, koordinasi, dan sinkronisasi pelaksanaan kebijakan di bidang penguatan riset dan pengembangan sebagaimana yang diatur oleh peraturan perundangan.

OPSI 1

Opsi ini adalah opsi moderat, berupa penguatan tata kelola Litbang Nasional melalui penguatan Kemristekdikti cq. Direktorat Jenderal Penguatan Riset dan Pengembangan. Kemristekdikti berperan sebagai lembaga regulasi nasional dalam Program Litbang yang memiliki peran dan

otoritas untuk menetapkan kebijakan umum dan prioritas riset nasional. Penguatan Kemristekdikti sebagai Lembaga regulasi nasional hanya dapat dilaksanakan secara efektif apabila disertai dengan perubahan kelembagaan, kompetensi SDM, dan budaya organisasi. Selain itu Kemenristekdikti juga harus mampu mengkoordinir dan menjadi hub atau sentral bagi berbagai Lembaga atau unit-unit yang menjalankan tugas dan fungsi Litbang, terutama Lembaga litbang kementerian teknis.

OPSI 2

Upaya yang lebih radikal adalah melalui pembentukan lembaga baru yang dapat diberi nama Badan Pengelola Riset dan Kajian Nasional atau nama lain yang popular disebut Badan Riset Nasional. Badan ini merupakan badan pengelola nasional dalam Program Litbang yang memiliki peran dan otoritas untuk mengendalikan misi, tujuan, program, ukuran keberhasilan,

serta prioritas riset nasional. Badan ini juga memiliki peran utama dalam sinergisitas antar LPNK Riset, Litbang dan Unit Kajian Kementerian/Lembaga, Perguruan Tinggi, dunia industri, dan masyarakat.

Untuk mengatasi permasalahan dan menghadapi tantangan Litbang, perlu dilakukan transformasi terhadap institusi litbang di Indonesia. Transformasi menggunakan konsep Kilmann, Covin, dan Associates (1988), Gouillart dan Kelly (1995), dan juga Levy dan Merry (1986) yang mana transformasi dipandang sebagai perubahan sistem yang menuntut cara baru dalam memahami, berpikir, dan berperilaku oleh semua pihak terlibat. Ini dapat diklasifikasikan sebagai jenis perubahan radikal, karena penerapan strategi baru dan berbeda, struktur, proses, penghargaan, kemampuan dan sumber daya, budaya dan nilai-nilai inti organisasi baru dan berbeda pula.

Gambar 20. BPRKN dalam Tata Kelola Riset dan Pengembangan Nasional

Page 44: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

7473

Keberadaan Badan Pengelola Riset dan Kajian Nasional sebagai bentuk transformasi Tata Kelola Litbang Nasional perlu didukung oleh cara-cara pengelolaan berbeda dengan lembaga-lembaga yang sudah ada. Berikut beberapa aspek yang harus dipenuhi.

• Kedudukan. Badan memiliki kedudukan langsung di bawah Presiden dalam koordinasi Menteri yang mengurus Riset dan Teknologi, dalam hal ini Kemristekdikti. Dengan demikian, Badan ini dapat berupa Lembaga Pemerintah Non Kementerian atau LPNK.

• Kewenangan. Sebagai pembina Lembaga Litbang Pemerintah (masa awal pembentukan untuk instansi Pemerintah Pusat) dan memiliki kewenangan dalam hal perencanaan, kebijakan, dan anggaran.

• Tugas. Badan ini bertugas melakukan konsolidasi dan koordinasi kepada pemangku kepentingan riset dan kajian baik antar institusi maupun aktor pengembang iptek (LPNK Ristek, lembaga riset kementerian teknis, industri, dan perguruan tinggi). Agar tidak terjadi tumpang tindih tugas, maka Badan ini tidak melakukan riset dan kajian secara langsung.

• Fungsi. Badan dirancang untuk melaksanakan sejumlah fungsi yang berbeda dengan lembaga-lembaga litbang yang ada saat ini. Sejumlah fungsi tersebut adalah:

• Memastikan proses dan kinerja Litbang instansi sesuai dengan kebutuhan dan agenda pembangunan nasional dan mampu menghadapi tantangan

perkembangan global;

• membangun cluster research nasional yang handal;

• membangun dan melaksanakan fund rising, grant management, research investment, data management, informasi, serta publikasi dan komunikasi;

• mengkonsolidasi perencanaan, monitoring, pengukuran kinerja, dan pemanfaatan hasil riset dan kajian.

• Kelembagaan. Badan dipimpin oleh Direktur Utama dengan status ASN Jabatan Pimpinan Tinggi Utama. Penempatan dan status pegawai Badan dapat dilakukan melalui skema PNS dan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK). Jumlah pegawai lebih didominasi oleh tenaga terampil sebagai pengelola dan pengendali riset. Kebutuhan pegawai terhadap keahlian tertentu dapat dipenuhi dengan cepat melalui pola rekrutmen pro-hiring (berdasarkan kebutuhan). Imbal jasa kepada pegawai dilakukan berdasarkan skema harga jabatan.

Perbaikan Tata Kelola Litbang melalui skema ini memerlukan penataan peran instansi pemangku kepentingan litbang pada tataran makro (nasional) dan tataran mikro (instansi). Pada tataran makro, setidaknya perlu konsolidasi fungsi-fungsi yang melekat pada Kemristekdikti, LPNK Riset, Litbang Kementerian/Lembaga dan Unit Kajian Kementerian/Lembaga yang terdiri dari pengkajian kebijakan nasional riset dan pengembangan; perumusan dan evaluasi kebijakan riset dan pengembangan;

koordinasi dan sinkronisasi kebijakan riset dan pengembangan; pelaksanaan riset; dan penerapan teknologi.

Tidak kalah penting juga adalah peran Perguruan Tinggi untuk mendukung kegiatan riset dan pengembangan yang sejalan dengan tiga pilar atau Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu Pendidikan, Penelitan dan Pengabdian Masyarakat. Kemitraan strategis dengan perguruan tinggi yang tersebar di seluruh Indonesia perlu dibangun untuk mengkonsolidasi sumber daya riset nasional dan pengelolaan riset yang lebih efisien. Konsekuensi dari opsi ini adalah penghapusan DRN.

4. Transformasi Instansional Badan Litbang dan Pembentukan Klaster Riset

Transformasi Tata Kelola Lembaga Litbang nasional berdasarkan opsi 2 harus diikuti penataan litbang instansional. Transformasi ini meliputi perubahan peran dan fungsi Lembaga terkait yaitu BPRKN, Klaster Riset Nasional, LPNK Riset, Lembaga Riset Kementerian, Perguruan Tinggi, Dunia Industri dan Masyarakat (lihat Gambar 18).

Selain penataan fungsi Lembaga pemangku kepentingan riset dan pengembangan, yang tidak kalah penting adalah Badan ini harus mampu membangun klaster riset (research cluster) yang berkolerasi dengan agenda pembangunan nasional.

Gambar 21. Tata Hubungan BPRKN- Klaster Riset Nasional – Pemangku Kepentingan Riset

Page 45: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

7675

Selanjutnya, pembangunan klaster-klaster riset ini menjadi acuan dalam penataan kelembagaan instansi pemangku kepentingan riset. Ini menjadi penting untuk menghilangkan tumpang tindih peran dan program antar Lembaga riset dan juga untuk menkonsolidasi sumber daya yang tersebar sehingga dapat berhimpun dan menjadi lebih kuat. Sebagai contoh, Klaster Riset Pertahanan dan Keamanan akan semakin kuat apabila Balitbanghan mendapat dukungan dari BATAN dan BAPETEN sehubungan dengan teknologi nuklir, LAPAN sehubungan dengan angkasa dan kedirgantaraan, BPPT untuk rekayasa teknologi, dan seterusnya.

Langkah yang tidak kalah penting adalah memperkuat Lembaga Litbang agar “compatible” dengan tata kelola baru riset nasional. Penguatan Lembaga Litbang ke depan hendaknya memperhatikan hal-hal berikut:

• Mengubah karakter organisasi Litbang yang “birokratis” (struktur organisasi yang kaku, dominasi pola hirarki, dst) menjadi tidak “birokratis”.

• Proses Bisnis yang adaptif dan berkorelasi secara kuat dengan tantangan global dan nasional.

• Mampu berkolaborasi dengan berbagai pihak melalui kemitraan strategis maupun operasional.

• Memiliki target kinerja yang terukur baik untuk kebutuhan Kementerian maupun kebutuhan nasional.

Pada tataran mikro ini, perubahan-perubahan Litbang ditujukan untuk membangun klaster riset yang kuat. Untuk itu paling tidak terdapat tiga aspek kelembagaan yang harus ditata, yaitu aspek proses bisnis, struktur organisasi, dan sumber daya manusia.

a. Proses Bisnis

Keberadaan sebuah klaster riset akan didukung oleh sejumlah Balitbang Kementerian maupun LPNK riset. Untuk itu perlu dilakukan re-engering proses bisnis utama melalui pemetaan proses dan sub proses dari lembaga-lembaga tersebut. Pemetaan akan menghasilkan: 1). kelompok-kelompok proses atau sub proses yang relevan untuk membangun dan menjalankan sebuah riset klaster; 2). relevan dengan klaster riset lain; dan 3). tidak relevan dengan klaster riset manapun.

Pemetaan proses (sub proses) utama Balitbang akan mempermudah untuk menentukan:

• Lembaga yang akan menjadi leading agency sebuah klaster riset

• Pengalihan fungsi-fungsi yang tidak relevan dengan klaster riset seperti sertifikasi, pegembangan SDM kepada unit-unit lain dalam Kementerian/ Lembaga sesuai tugas dan fungsi.

• Pengalihan fungsi Lembaga Litbang yang hanya melakukan kajian kebijakan, berskala kecil, tidak lintas instansi dan bukan bagian dari salah satu klaster riset kepada unit lain dalam

K/L. Skenario ini akan disertai dengan penguatan Jabatan Fungsional Analis Kebijakan.

Reenginering proses utama Litbang K/L akan bermanfaat untuk:

• Menumbuhkan efisiensi dan kecepatan dalam mencapai target kinerja

• Mengurangi garis pemisah antar instansi

• Meningkatkan kemampuan untuk meningkatkan total work flow pada klaster riset yang sama

• Menghilangkan duplikasi pekerjaan

• Mempromosikan ketrampilan yang terspesialisasi untuk tiap lingkup klaster riset.

b. Struktur Organisasi

Penyesuaian struktur organisasi dilakukan berdasarkan kebutuhan nyata dan mengikuti strategi dalam pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan (structure follows strategy) oleh BPRKN terhadap sebuah klaster riset. Penataan struktur organisasi harus dapat menjadikan Balitbang sebagai organisasi yang semakin mampu, cepat, fleksibel, dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks dan persaingan global yang semakin ketat. Struktur harus disusun dengan ciri-ciri berikut:

• Ditetapkan berdasarkan tujuan, sasaran dan strategi

• flat atau datar;

• tidak terlalu banyak pembidangan;

• bersifat jejaring (networking) dan memiliki kemampuan berkolaborasi

• fleksibel dan adaptif;

• banyak diisi jabatan-jabatan fungsional

c. Sumber Daya Manusia

Untuk mendukung organisasi yang cepat, fleksibel dan responsif, maka Balitbang harus didukung oleh manajemen sumber daya manusia ASN yang menerapkan:

• Perimbangan pegawai career based (PNS) dan open based system (PPPK) yang mana jumlah PPPK dapat mencapai 70% dari total pegawai.

• Penggajian berdasarkan prinsip pay for position, performance dan people

• Pelaksanaan rekrutmen dengan pola pro-hiring yang mana pengangkatan pegawai adalah untuk mengisi posisi yang dibutuhkan.

• Penilaian kinerja terukur berdasarkan capaian.

Selanjutnya penataan instansional litbang perlu melihat kapasitas per litbang agar dapat berkontribusi kepada klaster riset yang akan dibangun. Penataan Balitbang perlu dilakukan secara tepat memperhatikan kondisinya yang beragam. Transformasi tata kelola litbang nasional dan transformasi litbang instansi pada opsi ini memerlukan serangkaian langkah untuk mewujudkan litbang nasional yang andal. Langkah-langkah tersebut secara garis besar adalah:

Page 46: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

7877

1. Pembentukan BPRKN sebagai penjuru dari tata kelola baru litbang nasional.

2. Penentuan dan pembentukan klaster-klaster riset (pertahanan, pangan pertanian, kesehatan, energi, dsb) melalui penetapan target-target dan agenda riset nasional serta reengineering proses bisnis lembaga-lembaga litbang.

3. Transformasi kelembagaan litbang instansi merujuk kepada tata kelola baru riset nasional dan pembentukan klaster riset

Transformasi Lembaga Litbang Nasional opsi 1 diikuti dengan penguatan Litbang instansional. Hal ini tentu saja tidak dapat menggunakan prinsip one size fits all.

Penataan Institusi Litbang juga harus memperhatikan kondisi, keunikan dan kultur yang beragam dari setiap Litbang, serta efisien, efektif, dan kinerja. Yang dimaksud dengan efisien adalah keberhasilan lembaga dilihat dari penggunaan sumber daya seminimal mungkin untuk menghasilkan semaksimal mungkin atau dengan kata lain dianggap sebagai penghematan yang sudah dilakukan. Efektif merujuk pada keseluruhan aspek organisasi, baik yang bersifat internal maupun eksternal dalam menghasilkan target langsung.

Kinerja terkait dengan pencapaian outcome dan impact sehingga kemanfaatannya dapat dirasakan oleh para pemangku kepentingan.

Dengan demikian harus tersedia sejumlah pilihan pola penataan seperti:

• Optimalisasi, meningkatkan kinerja lembaga litbang tanpa mengubah bentuk lembaga. Pilihan ini dilakukan untuk Lembaga yang telah melaksanakan fungsi litbang sebagaimana visi, misi, dan tujuan, dan efisien dalam pengelolaan, dan sudah memiliki output yang terukur, namun belum berkinerja baik (belum terukur outcome dan impactnya).

• Down-sizing, memperkecil ukuran lembaga litbang untuk alokasi sumber daya yang lebih efisien dan efektif. Pilihan ini dilakukan untuk Lembaga yang hanya melaksanakan kegiatan kajian dan analisis kebijakan. Lembaga ini dikategorikan bukan sebagai Lembaga litbang dan menjadi Lembaga kajian kebijakan yang berada di bawah kesekretariatan.

• Abolition, membubarkan lembaga litbang dan memindahkan fungsi-fungsi yang ada kepada lembaga maupun unit lain. Pilihan ini dilakukan untuk lembaga yang tidak efisien dan efektif dalam penyelenggaraan, dan tidak memenuhi target kinerja.

dIMensI prAktIk BAIk optIMALIsAsI doWn-sIzIng ABoLItIon

efisiensi: • Anggaran• sdM• sarana dan

prasarana

V V V X

efektif• Visi, misi,

tujuan• output

V V X X

kinerja• outcome• Impact V X X X

keMenterIAn eFIsIen efektif kinerja kriteria rekomendasi

Balitbang ABC V V V praktik Baik Lanjutkan

Balitbang deF V V X optimalisasi penguatan

Balitbang gHI V X X down-sizing pengalihan status kelembagaan

Balitbang JkL X X X Abolitionpembubaran dan penyerahan tugas fungsi kepada k/L

Tabel 12. Kategori Pilihan Pola Penataan Balitbang K/L

Tabel 13. Contoh Hasil Evaluasi Balitbang

Keterangan: V = tersedia X = tidak tersedia

Keterangan: V = tersedia X = tidak tersedia

Keseluruhan proses ini tentu saja harus dilakukan dengan asesmen organisasi yang lebih mendalam dan menyeluruh. Pelaksanaan langkah-langkah di atas akan membutuhkan proses politik, teknis

penataan kelembagaan, dan juga yang tidak kalah penting penyesuaian peraturan perundangan dan petunjuk teknis pelakasanaan.

Page 47: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

8079

DAFTAR PUSTAKA

Creswell, J. W. (1996). Research Design. Qualitative and Quantitative Approach.

London: Sage Publication.

Gouillart, Francis J dan James N Kelly. (1995). Transforming The Organization.

New York : McGraw-Hill.

Hidayat, Arif. (2005). “Kendala Hambatan dan Dikungan Pelaksanaan Peraturan

Perundang-Undangan Iptek di Daerah sebagai Bagian dari Otonomi Daerah”,

Makalah dalam Seminar Nasional Pengembangan Peraturan Perundang-Undangan

di Bidang Iptek dalam Upaya Penguatan Iptek di Daerah,

Semarang 3 Agustus 2005.

Hidayat, D, dkk. (2010), Analisis Keterkaitan (Linkage) Antar Akademisi, Industri dan

Pemerintah: Suatu Tinjauan Teoritis dan Praktis dari Perspekstif Teori

Kompleksitas, Jakarta: LIPI Press.

Jann, W., & Wegrich, K. (2007). Handbook of Public Policy Analysis: Theory, Politics, and

Methods. (F. Fischer, G. J. Miller, & M. S. Sidney, Eds.) Boca Ratton:

The CRC Press.

Jannah, L. (2018). Meninjau Ulang Keberadaan Lembaga Penelitian dan Pengembangan

di Daerah. Policy Brief, PGAR.

Jannah, L. (2013). “Transformasi Institusi Penelitian dan Pengembangan di Indonesia”.

Disertasi, Universitas Indonesia, Program Doktor Ilmu Administrasi.

Jannah, L. (2011). “Research and Development Institutional Revitalization in Indonesia”.

The 5th Doctoral Students Conference of the Asian Public Administration

Network (APAN).

Kilmann, Ralph H., Teresa Joyce Covin, and Associates. (1988).

Corporate Transformation : Revitalizing Organizations for A Competitive World.

San Francisco: Jossey-Bass.

Levy, Amir dan Uri Merry. (1986). Organizational Transformation: Approaches, Strategies,

Theories. New York : Praeger.

Mansfield, Edwin; Schwartz, Mark; Wagner, Samuel. Imitation Costs and Patents: An

Empirical Studies, The Economic Journal, Vol 91, 1981.

Mulatsih, Sri dan Prakoso Bhairawa Putera, 2009. Analisis Undang- Undang Nomor 18

Tahun 2002 tentang Sistem Nasional Penelitian, Pengembangan, dan Penerapan

Ilmu Pengetahuan dan Teknologi dalam Bingkai Ekonomi Berlandaskan IPTEK

(Knowledge Based Economy), Jakarta: LIPI Press.

OECD. (2002). Frascati Manual 2002: Proposed Standard Practice for Surveys On

Research And Experimental Development. OECD.

OECD. (2015). Frascati Manual 2015: Guidelines for Collecting and reporting data on

research and experimental development. OECD.

Pawennei, Muhammad Irsan Aditama, Rachmat Affriadi Anggara, dan Mirta Amalia,

(2011), Kajian Penguatan Dewan Riset Daerah (DRD) dalam rangka Peningkatan

Sistem Inovasi. Centre for Innovation Policy & Governance.

Prasetyo, H. dan Sutopo, W. “Industri 4.0: Telaah Klasifikasi Aspek Dan Arah Perkembangan

Riset,” Jurnal Teknik Industri, Vol. 13, No. 1, Januari 2018.

Putera, P.B., dkk. (2013), “Struktur Baru Organisasi Lembaga Penelitian dan Pengembangan

Pemerintah di Indonesia: Sebuah Konsep dan Respon Atas Kebijakan Penataan

dan Penguatan Organisasi dalam Reformasi Birokrasi”. Jurnal Borneo

Administrator, Volume 9/No. 3/2013.

Rahardjo, Teguh. (2008). “Revitalisasi Kelembagaan Litbang Hankam,” Jurnal Dinamika

Masyarakat Volume VII Nomor 3, Desember 2008.

Surminah, I, dkk. (2005). Reposisi dan Revitalisasi Lembaga Iptek Daerah Dalam

Mendukung Otonomi Daerah, Jakarta: Pappiptek LIPI.

Zuhal, 2010. Knowledge and Innovation: Platform Kekuatan Daya Saing, Jakarta: PT.

Gramedia Pustaka Utama.

Page 48: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

81

TIM PENELITI

Lina Miftahul JANNAH, Dosen Tetap di Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia, dengan fokus kajian pada Manajemen Sumber Daya Manusia Sektor Publik dan Kelembagaan. Terkait kelitbangan, karya yang telah dibuatnya adalah disertasi di Universitas Indonesia (2013) berjudul Transformasi Lembaga Penelitian dan Pengembangan di Indonesia. salah satu karyanya adalah policy brief dengan judul “Meninjau Ulang Keberadaan Lembaga Penelitian dan Pengembangan di Daerah yang diterbitkan oleh Klaster Riset Policy, Governance, and Administrative Reform (PGAR). Salah satu bukunya adalah ditulis bersama Bambang Prasetyo dengan judul Metode Penelitian Kuantitatif: Teori dan Aplikasi yang diterbitkan oleh PT. RajaGrafindo Persada (Cetakan ke-10, 2016) dan artikel yang ditulis oleh MY Sipahutar dengan judul tulisan Arguments on Information Secrecy Made by Public Agencies in Indonesia: A Case Study in the Disputes over Access to Information, 2010-2016 telah dimuat di Development and Society Journal pada 2017. Surat elektronik: [email protected]

Rusfi YUNAIRI merupakan salah seorang personil UI-CSGAR (Universitas Indonesia – Center for Study of Governance and Administrative Reform) yang memiliki pengalaman dalam perbaikan kebijakan dan tata kelola Pemerintah di Indonesia dan negara lain di Asia Tenggara. Pengalamannya antara lain membantu Kementerian Pendayagunaan dan Aparatur Negara pada saat menjadi Team Leader untuk Komponen Reformasi Administrasi pada proyek DeCGG-GIZ dan sebagai Tim Fungsional Wakil Menteri PAN&RB 2011 – 2014. Memiliki keterlibatan dalam penyusunan berbagai kebijakan mulai dari Undang-Undang sampai kepada peraturan teknis pelaksanaan beserta kajian-kajiannya semakin memperkuat pemahamannya terhadap organizational development, bisnis proses, sumber daya manusia/ kepegawaian, pelayanan publik, pengukuran kinerja, perencanaan, integritas, inovasi dan governance. Keterlibatannya juga terdapat pada Kementerian lain diantaranya Kementerian ESDM, Kementerian PUPR dan sejumlah Pemerintah Daerah. Surat elektronik: [email protected]

Anika WIDIANA. Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis - Universitas Prasetiya Mulya, Jakarta. Saat ini sedang mengambil Doktoral Program - Fakultas Ilmu Administrasi - Universitas Indonesia, dengan bidang peminatan Administrasi dan Kebijakan Publik. Terlibat dalam beberapa penelitian yang dilakukan oleh beberapa lembaga, yaitu The World Bank, Bappenas, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian, dan Economic Research Institute for ASEAN and East Asia (ERIA). Adapun bidang konsultasi dan penelitian yang dilakukan adalah mengenai kebijakan perdagangan internasional, non-tariff measures, bisnis internasional, dan usaha kecil-menengah. Surel: [email protected] dan [email protected]

Vivi Indra Amelia NASUTION, tengah menempuh studi pada program Doktor- Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia dengan peminatan pada kajian tata kelola kelembagaan dan kebijakan otonomi serta internasionalisasi di bidang pendidikan tinggi. Saat ini, tercatat sebagai ASN (pegawai pelajar) di Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, pernah ditugaskan pada unit yang merumuskan dan melaksanakan kebijakan terkait kerja sama perguruan tinggi dengan keterlibatan pada berbagai even kerja sama pendidikan tinggi bilateral, regional dan internasional seperti EAIE dan NAFSA. Sebelumnya pernah mengabdi sebagai tenaga ahli di DPR RI dan juga pengajar beberapa perguruan tinggi, melakukan kajian terkait dengan Regionalisme ASEAN, Nation-Building, Kebijakan Luar negeri, Kepariwisataan dan Pekerja Migran dalam tinjauan Keamanan Manusia yang dipublikasikan melalui jurnal, konferensi internasional, media cetak dan daring. Surel: [email protected]

Page 49: Kajian Efektivitas Lembaga Penelitian dan Pengembangan di … · 2020-06-09 · kelembagaan yang sangat hirarkis dan menjadi birokrasi yang mekanis, kemitraan yang tidak berkembang,

gedung g Lantai 3 FIsIp UI, kampus UI depok 16424rumah dinas rektor Lt 2, kampus UI depok, tlp. (021) 787-1280email : [email protected] | Website: csgar.ui.ac.id

Universitas Indonesia - Center for Study of Governance and Administrative Reform (UI-CSGAR)