KAJIAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN SWANGGI Priacanthus … · ikan contoh dilakukan di Laboratorium...
Transcript of KAJIAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN SWANGGI Priacanthus … · ikan contoh dilakukan di Laboratorium...
KAJIAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN SWANGGI
(Priacanthus tayenus Richardson, 1846) DI PERAIRAN SELAT
SUNDA YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN
IRZA CANDRA PRAMADIKA
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Biologi
Reproduksi Ikan Swanggi (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) di Perairan
Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan Banten adalah benar karya saya
dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa
pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari Penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.
Bogor, Agustus 2014
Irza Candra Pramadika
NIM C24100045
ABSTRAK
IRZA CANDRA PRAMADIKA. Kajian Biologi Reproduksi Ikan Swanggi
(Priacanthus tayenus Richardson, 1846) di Perairan Selat Sunda yang didaratkan
di PPP Labuan, Banten. Dibimbing oleh RAHMAT KURNIA dan YUNIZAR
ERNAWATI.
Ikan swanggi (Priacanthus tayenus) merupakan salah satu ikan demersal
yang memiliki nilai ekonomis dan ekologis penting. Tujuan dari penelitian ini
adalah menentukan pengelolaan yang tepat terhadap ikan swanggi berdasarkan
aspek biologi reproduksi. Data yang digunakan adalah panjang dan bobot ikan,
jenis kelamin ikan, tingkat kematangan gonad (TKG), bobot dan volume gonad,
jumlah telur, dan diameter telur. Data tersebut diambil secara primer mulai bulan
Juli sampai bulan Oktober 2013 di PPP Labuan Banten dengan waktu
pengambilan contoh sebanyak enam kali dan dilakukan setiap 20 hari. Ukuran
pertama kali matang gonad ikan swanggi berkisar antara 182-219 mm untuk
betina dan 170-204 mm untuk jantan. Puncak musim pemijahan terjadi pada
bulan Juli dan Oktober dengan pola pemijahan partial spawner. Potensi
reproduksi ikan swanggi berdasarkan analisis fekunditas adalah rendah.
Kata kunci:
ABSTRACT
IRZA CANDRA PRAMADIKA. Reproductive Biology Assessment of Purple-
spotted Bigeye (Priacanthus tayenus Richardson, 1846) in Sunda Strait which
Landed in PPP Labuan, Banten. Supervised by RAHMAT KURNIA and
YUNIZAR ERNAWATI.
Purple-spotted bigeye (Priacanthus tayenus) is a one of demersal fish
which has an important economical and ecological value. The purpose of this
research is to determine the appropriate management of purple-spotted bigeye
based on reproductive biological aspects. The data used are length and weight of
fish, fish sex, gonad maturity level, weight and volume of gonad, number of eggs,
and egg diameter. These data are taken primarily from July to October 2013 in
coastal fisheries harbor Labuan Banten with six time sampling and performed
every 20 days. The size of first time mature gonad is between 182-219 mm for
female and 170-204 mm for male. Peak spawning season of purple-spotted
bigeye occurred on July and October. Spawning pattern of purple-spotted bigeye
is partial spawner. Reproduction potential of purple-spotted bigeye based on
fecundity analysis is low.
Keywords:
Biologi reproduksi, ikan swanggi, pola pemijahan, potensi
reproduksi, Priacanthus tayenus.
Priacanthus tayenus, purple-spotted bigeye, reproductive biology,
reproduction potential, spawning pattern.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan
pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan
KAJIAN BIOLOGI REPRODUKSI IKAN SWANGGI
(Priacanthus tayenus Richardson, 1846) DI PERAIRAN SELAT
SUNDA YANG DIDARATKAN DI PPP LABUAN, BANTEN
DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
IRZA CANDRA PRAMADIKA
PRAKATA
Puji dan syukur Penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juni 2013 ini ialah biologi
reproduksi ikan, dengan judul Kajian Biologi Reproduksi Ikan Swanggi
(Priacanthus tayenus Richardson, 1846) di Perairan Selat Sunda yang didaratkan
di PPP Labuan, Banten.
Terima kasih Penulis sampaikan kepada:
1. Institut Pertanian Bogor yang telah memberikan kesempatan untuk
studi.
2. Beasiswa BBM-IPB yang telah memberikan bantuan dana pendidikan
perkuliahan.
3. Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementrian Pendidikan dan
Kebudayaan atas biaya penelitian melalui Biaya Operasional Perguruan
Tinggi Negeri (BOPTN), Anggaran Pendapatan Belanja Negara
(APBN), DIPA IPB Tahun Ajaran 2013, kode Mak : 2013. 089. 521219,
Penelitian Dasar untuk Bagian, Penelitian Unggulan Perguruan Tinggi,
Lembaga Penelitan dan Pengabdian kepada Masyarakat, IPB dengan
judul “Dinamika Populasi dan Biologi Reproduksi Sumberdaya Ikan
Ekologis dan Ekonomis Penting di Perairan Selat Sunda, Provinsi
Banten” yang dilaksanakan oleh Prof Dr Ir Mennofatria Boer DEA
(sebagai ketua peneliti) dan Dr Ir Rahmat Kurnia MSi (sebagai anggota
peneliti).
4. Dr Ir Achmad Fahrudin MSi selaku dosen pembimbing akademik yang
telah memberikan arahan, bimbingan, motivasi, solusi, dan seluruh
bantuannya dalam penyelesaian skripsi.
5. Dr Ir Rahmat Kurnia MSi dan Dr Ir Yunizar Ernawati MS sebagai dosen
pembimbing skripsi atas bimbingannya dalam penyusunan dan
perbaikan skripsi.
6. Dr Ir Mennofatria Boer DEA dan Dr Ir Achmad Fahrudin MSi sebagai
penguji sidang skripsi.
7. Bapak, ibu, kakak, dan adik serta keluarga tercinta yang selalu
memberikan do’a dan dukungan secara moral maupun spiritual dalam
penyusunan skripsi.
8. Teman satu angkatan di Manajemen Sumber Daya Perairan angkatan 47,
serta sahabat Penulis Rivany, Rifqi, dan Hilmi atas bantuan, semangat,
dan keceriaan yang diberikan dalam penyusunan skripsi.
9. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan penulisan
skripsi ini yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Agustus 2014
Irza Candra Pramadika
NIM C24100045
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL iii
DAFTAR GAMBAR iii
DAFTAR LAMPIRAN iii
PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Perumusan Masalah 1
Tujuan Penelitian 2 Manfaat Penelitian 2
METODE PENELITIAN 2 Waktu dan Tempat Penelitian 2 Alat dan Bahan 2 Metode Kerja 3 Analisis Data 5
HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Hasil 8
Pembahasan 16 KESIMPULAN DAN SARAN 19
Kesimpulan 19
Saran 19 DAFTAR PUSTAKA 20
LAMPIRAN 22
RIWAYAT HIDUP 26
DAFTAR TABEL
1 Perkembangan TKG berdasarkan Cassie (1956) in Effendie (1979) 4
2 Rasio kelamin ikan swanggi 10
DAFTAR GAMBAR
1 Peta lokasi penangkapan ikan swanggi 3
2 Hubungan panjang dan bobot ikan swanggi betina 9
3 Hubungan panjang dan bobot ikan swanggi jantan 9
4 Nilai tengah faktor kondisi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) betina
dan jantan berdasarkan waktu pengamatan 10
5 Frekuensi tingkat kematangan gonad ikan swanggi betina berdasarkan
waktu pengamatan 11
6 Frekuensi tingkat kematangan gonad ikan swanggi jantan berdasarkan
waktu pengamatan 11
7 Struktur morfologi gonad ikan swanggi (Priacanthus tayenus) betina 12
8 Struktur morfologi gonad ikan swanggi (Priacanthus tayenus) jantan 13
9 Indeks kematangan gonad ikan swanggi (Priacanthus tayenus) betina
pada setiap pengamatan 14
10 Indeks kematangan gonad ikan swanggi (Priacanthus tayenus) betina
pada setiap pengamatan 14
11 Hubungan fekunditas dengan panjang total ikan swanggi betina 15
12 Hubungan fekunditas dengan bobot total ikan swanggi betina 15
13 Sebaran diameter telur ikan swanggi (Priacanthus tayenus) betina TKG
III dan TKG IV 16
DAFTAR LAMPIRAN
1 Hubungan panjang dan bobot ikan swanggi betina dan jantan 22
2 Data faktor kondisi (FK) rata-rata ikan swanggi betina dan jantan 22
3 Data frekuensi relatif TKG ikan swanggi betina 22
4 Data frekuensi relatif TKG ikan swanggi jantan 23
5 Contoh perhitungan ukuran pertama kali matang gonad ikan swanggi
betina dan jantan 23
6 Data IKG ikan swanggi betina dan jantan 23
7 Data fekunditas ikan swanggi betina 24
8 Data diameter telur ikan swanggi betina 25
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
PPP (Pelabuhan Perikanan Pantai) Labuan, Banten merupakan salah satu
pelabuhan perikanan di Indonesia yang cukup berkembang dan memiliki potensi
perikanan yang cukup besar. Pelabuhan perikanan ini terletak di Desa Teluk,
Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang, Banten. Ikan-ikan yang didaratkan
di PPP Labuan terdiri dari ikan pelagis dan ikan demersal yang berasal dari Selat
Sunda. Salah satu hasil tangkapan ikan demersal yang cukup dominan di PPP
Labuan adalah ikan swanggi.
Ikan swanggi (Priacanthus tayenus) atau biasa disebut dengan nama ikan
raja gantang merupakan ikan karang demersal dengan karakteristik khusus
berwarna merah muda, memiliki mata besar, dan pada sirip perut terdapat bintik
berwarna ungu kehitam-hitaman (FAO 1999). Menurut Adilaviana (2012), ikan
swanggi termasuk ikan hasil tangkapan dominan urutan kelima dengan persentase
sebesar 8.25% dari total tangkapan ikan demersal di PPP Labuan. Laju
penangkapan ikan swanggi mengalami peningkatan setiap tahunnya.
Ikan swanggi merupakan ikan yang memiliki nilai ekonomis dan ekologis
penting. Ikan ini memiliki nilai ekonomis penting karena banyak diperjualbelikan
di pelelangan ikan dengan harga jual mulai dari Rp 11.000,- sampai Rp 18.000,-
per kilogram. Ikan swanggi juga dikatakan memiliki nilai ekologis penting karena
termasuk salah satu ikan karang yang berperan dalam struktur trofik (Powell
2000). Ikan Priacanthidae merupakan ikan predator pemakan zooplankton, dan
beberapa makanan utamanya berupa udang-udangan. Keberadaan ikan ini sangat
berpengaruh terhadap keseimbangan ekosistem di perairan.
Penelitian mengenai pola reproduksi ikan swanggi yang ditangkap di
perairan Indonesia khususnya di perairan Selat Sunda sudah pernah dilakukan.
Namun, penelitian kali ini dilakukan untuk membandingkan kondisi sekarang
dengan kondisi pada penelitian sebelumnya, karena dengan berbedanya waktu
pengambilan contoh, tentu kondisi biologi reproduksi ikan tersebut akan berbeda
pula. Penelitian ini dilakukan untuk melengkapi data yang dibutuhkan agar
pengelolaan sumber daya ikan khususnya ikan swanggi dapat dimanfaatkan secara
berkelanjutan dan tetap lestari di perairan.
Perumusan Masalah
Ikan swanggi (Priacanthus tayenus) merupakan salah satu sumber daya
yang berpotensi di PPP Labuan, Banten. Informasi mengenai ikan swanggi masih
sangat terbatas, khususnya mengenai aspek reproduksi. Penelitian ikan swanggi
di perairan Indonesia, khususnya di Selat Sunda, terakhir dilakukan pada bulan
Oktober tahun 2011, sehingga perlu dilakukan penelitian kembali agar
pengelolaan yang dilakukan mengenai ikan swanggi berdasarkan data yang
terbaru. Tanpa informasi mengenai aspek reproduksi, kegiatan penangkapan
dapat dilakukan secara terus-menerus, sehingga dikhawatirkan dapat berdampak
terhadap kelestariannya di waktu yang akan datang.
2
Aspek reproduksi yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup
penentuan ukuran pertama kali matang gonad, musim pemijahan, pola pemijahan,
dan potensi reproduksi ikan swanggi yang dilakukan berdasarkan analisis data
pendukung. Data pendukung tersebut adalah faktor kondisi, rasio kelamin,
tingkat kematangan gonad (TKG), indeks kematangan gonad (IKG), fekunditas,
dan diameter telur.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kondisi sumber daya ikan
swanggi (Priacanthus tayenus) sekarang dengan kondisi pada penelitian
sebelumnya, ditinjau dari aspek biologi reproduksi. Aspek biologi reproduksi
tersebut adalah ukuran pertama kali matang gonad, musim pemijahan, pola
pemijahan, dan potensi reproduksi.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini bermanfaat untuk memberikan informasi mengenai
pola reproduksi ikan swanggi sehingga dapat melengkapi data yang dibutuhkan
dalam sistem pengelolaan. Pengelolaan terhadap ikan swanggi dilakukan agar
pemanfaatannya berkelanjutan dan keberadaan ikan swanggi tetap lestari di
perairan.
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan mulai bulan Juli sampai bulan Oktober 2013 di
PPP Labuan, Banten. Waktu pengambilan contoh dilakukan setiap 20 hari,
sehingga pengambilan contoh dilakukan sebanyak enam kali. Jenis ikan yang
diambil untuk penelitian ini adalah ikan swanggi (Priacanthus tayenus). Analisis
ikan contoh dilakukan di Laboratorium Biologi Perikanan, Departemen
Manajemen Sumber Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Institut Pertanian Bogor. Gambar 1 merupakan peta lokasi penangkapan ikan
swanggi.
Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah alat pengumpul,
pengukuran, dan pencatatan data. Bahan yang digunakan adalah ikan swanggi
(Priacanthus tayenus), es batu, formalin 4%, dan akuades.
3
Gambar 1 Peta lokasi penangkapan ikan swanggi
Metode Kerja
Pengumpulan ikan contoh
Pengambilan contoh ikan swanggi dilakukan dengan menggunakan
metode penarikan contoh acak sederhana (PCAS), yaitu dengan mengambil ikan
secara acak dari keranjang nelayan yang berisi berbagai ukuran ikan di TPI
(tempat pelelangan ikan) Labuan, Banten. Ikan-ikan tersebut merupakan hasil
tangkapan yang berasal dari perairan Selat Sunda. Terhadap setiap ikan contoh
dilakukan pengukuran panjang total dan penimbangan bobot total, kemudian
dimasukkan dalam plastik klip dan diberi nomor, lalu dimasukkan ke dalam
coolbox dan diberi es batu. Ikan tersebut dibawa ke laboratorium untuk keperluan
analisis gonad.
Kegiatan di laboratorium
Pengukuran panjang dan bobot
Pengukuran panjang total ikan dimulai dari mulut ikan sampai ujung ekor
(sirip kaudal) dilakukan menggunakan penggaris dengan ketelitian 1 mm (Affandi
et al. 1992). Pengukuran bobot ikan dilakukan dengan menggunakan timbangan
digital dengan ketelitian 1 g di laboratorium.
Pengambilan gonad
Pengambilan gonad dilakukan setelah ikan dibedah. Jenis kelamin, tingkat
kematangan gonad (TKG), bobot gonad total, dan volume gonad total diamati dan
ditimbang dari setiap gonad. Bobot gonad total diukur dengan cara menimbang
gonad menggunakan timbangan digital dengan ketelitian 0.0001 g. Volume
gonad diukur menggunakan gelas ukur dengan ketelitian 1 ml dan 0.1 ml. Gonad
4
betina yang telah masuk dalam kategori TKG III dan IV diawetkan menggunakan
formalin 4% dan dimasukkan ke dalam plastik klip untuk pengamatan fekunditas
dan diameter telur.
Penentuan tingkat kematangan gonad (TKG)
Tingkat kematangan dan perkembangan gonad ikan dapat ditentukan
secara morfologis seperti yang tercantum pada Tabel 1. Setelah dilakukan
pengamatan morfologis, gonad betina dengan TKG III dan TKG IV diawetkan
dengan menggunakan formalin 4% untuk analisis fekunditas dan diameter telur.
Tabel 1 Perkembangan TKG berdasarkan Cassie (1956) in Effendie (1979) TKG Jantan Betina
I Gonad sangat kecil seperti benang
dan transparan. Penampang gonad
pipih dengan warna kelabu.
Gonad sangat kecil seperti benang.
Penampang tampak bulat dengan warna
kemerah-merahan.
II Gonad mengisi seperempat rongga
tubuh. Warna kelabu atau putih dan
berbentuk pipih.
Permulaan masak. Ukuran lebih besar dari
TKG I. Gonad berwarna kemerahan atau
kuning dan berbentuk bulat. Telur tidak
tampak.
III Gonad mengisi setengah rongga
tubuh. Ukuran gonad lebih besar.
Warna putih.
Hampir masak. Ukuran gonad lebih besar.
Warna kuning. Bentuk telur tampak melalui
dinding ovari.
IV Gonad mengisi tiga perempat rongga
tubuh. Gonad berwarna putih susu
berisi cairan berwarna putih.
Masak. Gonad berwarna kuning, hampir
bening atau bening. Telur terlihat jelas.
Dengan tekanan halus pada perutnya, akan
ada yang menonjol pada lubang
pelepasannya.
V Gonad kempis. Warna putih,
kadang-kadang dengan bintik
cokelat.
Gonad kempis. Warna merah. Lembek dan
telur tidak tampak.
Penentuan fekunditas
Fekunditas diamati dari setiap gonad betina yang sudah masuk dalam
kategori TKG III dan IV. Gonad tersebut dibagi menjadi 3 bagian sub-gonad,
yaitu bagian anterior, tengah, dan posterior. Dari setiap sub-gonad diambil
sebagian dengan bobot minimal sebanyak 10% dari bobot gonad total lalu
diencerkan dengan menggunakan akuades sebanyak 10 ml dalam cawan petri.
Jumlah telur diambil dari telur yang ada pada cawan petri tersebut sebanyak 1 ml
menggunakan pipet tetes. Jumlah telur dihitung satu per satu dengan
menggunakan hand counter. Metode yang digunakan untuk penentuan fekunditas
adalah metode gabungan.
Penentuan diameter telur
Penentuan diameter telur dilakukan dengan cara mengambil 50 butir telur
dari telur-telur yang sudah diencerkan pada cawan petri. Telur-telur tersebut
disusun pada kaca preparat dan dilakukan pengukuran diameter telur
menggunakan mikroskop binokuler majemuk dengan perbesaran 4x10.
Mikroskop tersebut tentunya telah dilengkapi dengan mikrometer okuler dan telah
ditera.
5
Analisis Data
Hubungan panjang bobot Gambaran pola pertumbuhan ikan dapat dilihat melalui hubungan panjang
dan bobot dalam suatu bentuk persamaan eksponensial. Menurut Effendie (2002),
hubungan panjang dan bobot dapat ditentukan menggunakan rumus berikut.
W = aLb (1)
Keterangan:
W : bobot total (gram)
L : panjang total (mm)
a : intersep
b : slope
Pola pertumbuhan ditentukan dari nilai konstanta b (slope) yang diperoleh
dari perhitungan panjang dan bobot melalui hipotesis. Hipotesis yang digunakan
untuk menentukan pola pertumbuhan adalah sebagai berikut.
1. H0 Bila nilai b=3, pola pertumbuhan bersifat isometrik (pertumbuhan
panjang sama dengan pertumbuhan bobot)
2. H1 Bila nilai b≠3, pola pertumbuhan bersifat alometrik, yaitu:
a) Bila nilai b>3, alometrik positif (pertumbuhan bobot lebih dominan)
b) Bila nilai b<3, alometrik negatif (pertumbuhan panjang lebih dominan)
Hipotesis tersebut kemudian diuji menggunakan uji statistik sebagai berikut.
thitung = |b -
| (2)
Sb1 adalah galat baku dugaan b1 atau b yang dihitung dengan rumus berikut.
s
∑ i -
n(∑ i
ni )
ni
(3)
Menurut Walpole (1993), nilai thitung kemudian dibandingkan dengan nilai
ttabel pada selang kepercayaan 95% dan keputusannya adalah sebagai berikut.
a) Jika thitung > ttabel, maka tolak hipotesis nol (H0)
b) Jika thitung < ttabel, maka gagal menolak hipotesis nol (H0)
Faktor kondisi
Menurut Effendie (2002), faktor kondisi (K) adalah suatu keadaan yang
menyatakan kemontokan ikan dan dihitung dengan menggunakan rumus berikut.
K =
a b (4)
6
Keterangan:
K : faktor kondisi
W : bobot tubuh ikan contoh (gram)
L : panjang total ikan contoh (gram)
a : intersep
b : slope
Effendie (1979) menyatakan bahwa apabila nilai K berkisar antara 2-4
menunjukkan badan ikan tersebut berbentuk agak pipih, nilai K yang berkisar
antara 1-3 menunjukkan bahwa badan ikan tersebut berbentuk kurang pipih.
Rasio kelamin
Rasio kelamin dihitung berdasarkan perbandingan antara jumlah ikan
betina dan ikan jantan dari ikan contoh, sehingga dapat diketahui rasio antara ikan
betina dan ikan jantan. Menurut Effendie (2002), analisis untuk mengetahui rasio
kelamin ikan betina dan ikan jantan dirumuskan sebagai berikut.
p (%) = A
B (5)
Keterangan:
p : rasio kelamin (jantan/betina)
A : jumlah jenis ikan tertentu (jantan/betina)
B : jumlah total individu ikan yang ada (ekor)
Rasio antara ikan jantan dan ikan betina dari suatu populasi ikan tersebut
kemudian diuji kembali dengan menggunakan uji Chi-square (χ2). Analisis ini
dilakukan dengan bantuan software Microsoft Excel, sehingga dapat diketahui
keseimbangan populasi (Steel dan Torrie 1993). Hipotesis yang digunakan untuk
menentukan keseimbangan populasi adalah sebagai berikut.
1. H0 Jika p=0.5, maka proporsi ikan jantan dan ikan betina seimbang di
perairan
2. H1 Jika p≠0.5, dilakukan uji Chi-square, yaitu:
a) Jika nilai χ2hitung > χ
2tabel, maka proporsi ikan betina dan ikan jantan tidak
seimbang di perairan.
b) Jika nilai χ2hitung < χ
2tabel, maka proporsi ikan betina dan ikan jantan
seimbang di perairan.
Menurut Steel dan Torrie (1993), rumus uji Chi-square adalah sebagai berikut.
χ2 = ∑
(6)
Keterangan:
χ2 :
oi :
ei :
nilai bagi peubah acak yang sebaran penarikan contohnya mengikuti
sebaran khi-kuadrat
jumlah frekuensi ikan jantan dan ikan betina yang teramati
jumlah frekuensi harapan dari ikan jantan dan ikan betina
7
Tingkat kematangan gonad (TKG)
Tingkat kematangan gonad ikan dilakukan dengan cara pengamatan
morfologis. Hasil pengamatan dibandingkan dengan tabel perkembangan TKG
menurut Cassie (1956) in Effendie (1979).
Penentuan ukuran ikan pertama kali matang gonad
Pendugaan ukuran pertama kali ikan matang gonad dilakukan untuk
mengetahui umur ikan swanggi di Selat Sunda pertama kali matang gonad.
Pendugaan ini dilakukan dengan memisahkan kelompok yang belum matang
gonad (TKG I, II, dan III) dan kelompok yang sudah matang gonad (TKG IV),
kemudian dibuat grafik berdasarkan selang kelas.
Metode Spearman-Karber adalah salah satu metode yang dapat digunakan
untuk menduga ukuran rata-rata ikan swanggi pertama kali matang gonad (Udupa
1986).
m = * (
) ∑ + (7)
M = antilog [ √ ∑
] (8)
Keterangan:
m :
k :
:
pi :
ni :
qi :
M :
Indeks kematangan gonad (IKG)
Menurut Effendie (2002), indeks kematangan gonad dapat diukur dengan
membandingkan bobot gonad dengan bobot tubuh ikan. Rumus IKG adalah
sebagai berikut.
IKG (%) = B
B (9)
Keterangan:
IKG : indeks kematangan gonad (%)
BG : bobot gonat total (gram)
BT : bobot tubuh (gram)
log panjang ikan pada kematangan gonad pertama
log nilai tengah kelas panjang yang terakhir ikan telah matang gonad
log pertambahan panjang pada nilai tengah
proporsi ikan matang gonad pada kelas panjang ke-i dengan jumlah ikan
pada selang panjang ke-i
jumlah ikan pada kelas panjang ke-i
1 – pi
panjang ikan pertama kali matang gonad
8
Fekunditas
Menurut Effendie (2002), fekunditas ikan atau jumlah telur masak
sebelum dikeluarkan saat ikan memijah dapat dihitung dengan metode gabungan
menggunakan rumus berikut.
F =
(10)
Keterangan:
F : fekunditas gabungan (butir)
G : berat gonad total (gram)
V : volume pengenceran (ml)
X : jumlah telur tiap ml (butir)
Q : berat telur contoh (gram)
Menurut Effendie (2002), fekunditas dapat dihubungkan dengan panjang
tubuh maupun bobot tubuh. Hubungan antara fekunditas dengan panjang
dirumuskan sebagai berikut.
F = aLb (11)
Hubungan antara fekunditas dengan bobot dirumuskan sebagai berikut.
F = aWb (12)
Keterangan:
F : fekunditas total (butir)
L : panjang total ikan (mm)
W : bobot total ikan (gram)
a : intersep
b : slope
Diameter telur
Diameter telur diamati di bawah mikroskop binokuler majemuk dengan
bantuan mikrometer okuler yang telah ditera sebelumnya dengan perbesaran 4x10.
Pengukuran ini dilakukan pada telur-telur yang berada pada tingkat kematangan
gonad (TKG) III dan IV. Selanjutnya diameter telur dianalisis dalam bentuk
histogram.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Hubungan panjang dan bobot
Hubungan panjang dan bobot digunakan untuk menduga bobot
berdasarkan panjang, serta menduga pola pertumbuhan ikan. Berdasarkan
Gambar 2 dan 3 dapat dilihat bahwa bobot ikan swanggi semakin bertambah
9
seiring bertambahnya bobot. Hubungan panjang dan bobot ikan swanggi betina
(Gambar 2) ditunjukkan melalui persamaan W = 0.0025L1.9692
dengan koefisien
determinasi (R2) sebesar 78.69%. Hubungan panjang dan bobot ikan swanggi
jantan (Gambar 3) ditunjukkan melalui persamaan W = 0.0013L2.0821
dengan
koefisien determinasi (R2) sebesar 94.55%. Hasil uji statistik menunjukkan
bahwa pola pertumbuhan ikan swanggi betina maupun jantan adalah allometrik
negatif (pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan
bobot). Gambar 2 dan 3 menunjukkan hubungan panjang dan bobot ikan swanggi
betina dan jantan (Lampiran 1).
Gambar 2 Hubungan panjang dan bobot ikan swanggi betina
Gambar 3 Hubungan panjang dan bobot ikan swanggi jantan
Faktor kondisi (FK)
Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan secara fisik untuk bereproduksi
dan bertahan hidup. Berdasarkan Gambar 4 terlihat bahwa terjadi perubahan
faktor kondisi dari masing-masing waktu pengamatan baik ikan swanggi betina
W = 0.0025L1.9692
R² = 78.69%
n = 193
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
0 50 100 150 200 250 300
Bobot
(gra
m)
Panjang (mm)
W = 0.0013L2,0821
R² = 94.55%
n = 148
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
0 50 100 150 200 250 300
Bobot
(gra
m)
Panjang (mm)
10
maupun jantan. Nilai faktor kondisi (FK) rata-rata tertinggi ikan swanggi betina
terdapat pada waktu pengamatan tanggal 27 Juli 2013 (waktu pengamatan ke-2)
adalah sebesar 1.07, sedangkan nilai FK rata-rata tertinggi ikan swanggi jantan
terdapat pada waktu pengamatan tanggal 7 Juli 2013 (waktu pengamatan ke-1)
adalah sebesar 1.06. Gambar 4 menunjukkan faktor kondisi ikan swanggi betina
dan jantan berdasarkan waktu pengamatan (Lampiran 2).
Gambar 4 Nilai tengah faktor kondisi ikan swanggi (Priacanthus tayenus) betina
dan jantan berdasarkan waktu pengamatan
Rasio kelamin
Rasio kelamin merupakan perbandingan jenis kelamin betina dan jantan.
Rasio jenis kelamin ikan swanggi betina dan jantan dari hasil penelitian ini
diperoleh sebesar 1.3:1 (57%:43%). Setelah dilakukan uji Chi-square dengan
selang kepercayaan 95% diperoleh hasil bahwa perbandingan ikan swanggi dalam
keadaan tidak seimbang. Menurut Bal dan Rao (1984), rasio kelamin antara ikan
betina dan jantan yang ideal dalam suatu populasi adalah 1:1 (50% betina dan
50% jantan). Namun dapat pula terjadi perbedaan proporsi yang disebabkan oleh
tingkah laku bergerombol dari ikan betina dan ikan jantan, perbedaan laju
mortalitas, serta pertumbuhannya. Tabel 2 menunjukkan rasio kelamin ikan
swanggi setiap waktu pengamatan.
Tabel 2 Rasio kelamin ikan swanggi
Pengambilan
contoh Waktu n
Perbandingan (%)
Betina Jantan
1 07 Juli 2013 18 61 39
2 27 Juli 2013 54 70 30
3 16 Agustus 2013 61 43 57
4 06 September 2013 36 58 42
5 28 September 2013 116 55 45
6 13 Oktober 2013 56 59 41
0
0.2
0.4
0.6
0.8
1
1.2
1.4
7 Juli
2013
27 Juli
2013
16 Agu
2013
6 Sep
2013
28 Sep
2013
13 Okt
2013
Fak
tor
kondis
i
Waktu pengamatan
FK Betina
FK Jantan
11
Tingkat kematangan gonad (TKG)
Tingkat kematangan gonad adalah tahapan-tahapan perkembangan gonad
pada ikan sebelum dan setelah memijah. Ikan swanggi yang diamati selama
penelitian terdiri dari ikan TKG I, TKG II, TKG III, dan TKG IV. Berdasarkan
gambar 3 dan 4 dapat dilihat bahwa ikan swanggi betina yang diamati dominan
TKG III dan IV pada pengamatan 7 Juli, 27 Juli, dan 13 Oktober 2013, sedangkan
jantan dominan TKG III dan IV pada pengamatan 27 Juli dan 13 Oktober 2013.
Gambar 5 dan 6 menunjukkan frekuensi tingkat kematangan gonad ikan swanggi
betina dan jantan berdasarkan waktu pengamatan (Lampiran 3 dan 4).
Gambar 5 Frekuensi tingkat kematangan gonad ikan swanggi betina berdasarkan
waktu pengamatan
Gambar 6 Frekuensi tingkat kematangan gonad ikan swanggi jantan berdasarkan
waktu pengamatan
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
7 Juli
2013
27 Juli
2013
16 Agu
2013
6 Sep
2013
28 Sep
2013
13 Okt
2013
Fre
kuen
si R
elat
if (
%)
Waktu pengambilan contoh
TKG I
TKG II
TKG III
TKG IV
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
7 Juli
2013
27 Juli
2013
16 Agu
2013
6 Sep
2013
28 Sep
2013
13 Okt
2013
Fre
kuen
si R
elat
if (
%)
Waktu pengambilan contoh
TKG I
TKG II
TKG III
TKG IV
12
Jenis kelamin ikan swanggi ditentukan berdasarkan pengamatan
morfologis gonad. Tingkat kematangan gonad (TKG) ikan ditentukan dari bentuk,
ukuran, warna, dan perkembangan isi gonad berdasarkan tabel modifikasi dari
Cassie (Tabel 1). Berdasarkan Gambar 7 terlihat bahwa struktur morfologi gonad
ikan swanggi betina TKG I memiliki ukuran yang masih kecil dengan warna putih
kemerahan. Gonad ikan swanggi betina TKG II memiliki warna putih dengan
kuning kemerahan dan ukuran yang lebih besar dari gonad betina TKG II. Isi
gonad betina yang berupa butir-butir telur belum terlihat pada gonad betina TKG I
dan TKG II. Gonad betina TKG III memiliki warna putih kekuning-kuningan
serta ukuran yang lebih besar dari gonad betina TKG II. Butir-butir telur mulai
terlihat pada gonad betina TKG III. Gonad betina TKG IV memiliki warna
kuning dan ukuran yang lebih besar dari gonad betina TKG III. Butir-butir telur
terlihat sangat jelas pada gonad betina TKG IV. Gambar 7 menunjukkan struktur
morfologi gonad ikan swanggi betina.
TKG I TKG II
TKG III TKG IV
Gambar 7 Struktur morfologi gonad ikan swanggi (Priacanthus tayenus) betina
Berdasarkan Gambar 8 terlihat bahwa struktur morfologi gonad ikan
swanggi jantan TKG I memiliki bentuk seperti benang dan ukuran yang masih
sangat kecil dengan warna transparan. Gonad jantan TKG II memiliki warna
bening keputihan dan ukuran yang lebih besar dari gonad jantan TKG I. Gonad
jantan TKG III memiliki warna kelabu dan ukuran yang lebih besar dari gonad
jantan TKG II. Gonad jantan TKG IV memiliki warna putih susu serta ukuran
yang lebih besar dan pejal dari gonad jantan TKG III. Gambar 8 menunjukkan
struktur morfologi gonad ikan swanggi jantan.
13
TKG I TKG II
TKG III TKG IV
Gambar 8 Struktur morfologi gonad ikan swanggi (Priacanthus tayenus) jantan
Ukuran pertama kali matang gonad
Berdasarkan perhitungan dengan metode Spearman-Karber, ukuran
pertama kali ikan swanggi betina matang gonad berkisar antara 182-219 mm,
sedangkan ukuran pertama kali ikan swanggi jantan matang gonad berkisar antara
170-204 mm. Hal ini menunjukkan bahwa ikan swanggi jantan lebih cepat
mengalami matang matang gonad dibandingkan dengan ikan betina (Lampiran 5).
Indeks kematangan gonad (IKG)
Nilai indeks kematangan gonad (IKG) adalah nilai dalam persen (%) dari
perkembangan bobot gonad dengan bobot tubuh ikan. Berdasarkan Gambar 9 dan
10 dapat dilihat bahwa ikan swanggi betina memiliki nilai IKG rata-rata lebih
tinggi dibandingkan dengan nilai IKG ikan swanggi jantan. Nilai IKG ikan
swanggi betina berkisar antara 1.10–2.61, sedangkan nilai IKG ikan swanggi
jantan berkisar antara 0.09–0.48. Nilai IKG ikan swanggi betina tinggi pada
pengamatan 27 Juli dan 13 Oktober 2013, sedangkan nilai IKG ikan swanggi
jantan terdapat pada pengamatan 27 Juli, 16 Agustus, dan 13 Oktober 2013
(Lampiran 6).
14
Gambar 9 Indeks kematangan gonad ikan swanggi (Priacanthus tayenus) betina
pada setiap pengamatan
Gambar 10 Indeks kematangan gonad ikan swanggi (Priacanthus tayenus) betina
pada setiap pengamatan
Fekunditas
Fekunditas merupakan jumlah telur yang terdapat pada ovari ikan betina
matang gonad dan siap untuk dikeluarkan pada waktu memijah. Fekunditas dapat
dihubungkan dengan panjang maupun bobot. Berdasarkan Gambar 11 dan 12
dapat dilihat bahwa fekunditas ikan swanggi semakin bertambah seiring
bertambahnya panjang total dan bobot tubuh. Nilai fekunditas pada ikan swanggi
betina TKG III dan IV berdasarkan perhitungan dengan metode gabungan berada
pada kisaran 23434–62814 butir telur. Hubungan antara fekunditas dengan
panjang total ikan swanggi (Gambar 11) ditunjukkan melalui persamaan F =
31.25L1.337
dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 38.90%. Hubungan antara
fekunditas dengan bobot total ikan swanggi (Gambar 12) ditunjukkan melalui
persamaan F = 2957W0.550
dengan koefisien determinasi (R2) sebesar 48.80%.
Gambar 11 dan 12 menunjukkan hubungan fekunditas dengan panjang total dan
hubungan fekunditas dengan bobot total ikan (Lampiran 7).
-1.0000
0.0000
1.0000
2.0000
3.0000
4.0000
5.0000
6.0000
7 Juli
2013
27 Juli
2013
16 Agu
2013
6 Sep
2013
28 Sep
2013
13 Okt
2013
Indek
s K
emat
angan
Gonad
Waktu Pengamatan
Betina
-0.4000
-0.2000
0.0000
0.2000
0.4000
0.6000
0.8000
1.0000
1.2000
7 Juli
2013
27 Juli
2013
16 Agu
2013
6 Sep
2013
28 Sep
2013
13 Okt
2013Indek
s K
emat
angan
Gonad
Waktu Pengamatan
Jantan
15
Gambar 11 Hubungan fekunditas dengan panjang total ikan swanggi betina
Gambar 12 Hubungan fekunditas dengan bobot total ikan swanggi betina
Diameter telur
Pengukuran diameter telur dapat dilakukan dengan menggunakan
mikroskop yang dilengkapi dengan mikrometer okuler yang sudah ditera dengan
mikrometer objektif terlebih dahulu. Berdasarkan Gambar 13 dapat diketahui
bahwa sebaran frekuensi diameter telur ikan swanggi memiliki dua modus, yaitu
pada selang kelas diameter 0.108-0.140 mm dan 0.273-0.305 mm. Hal tersebut
mengindikasikan bahwa pola pemijahan ikan swanggi adalah pemijahan secara
bertahap (partial spawner), artinya ikan swanggi mengerluarkan telur masak
secara bertahap setiap melakukan pemijahan. Ikan swanggi memiliki kisaran
diameter telur antara 0.075–0.503 mm. Gambar 13 menunjukkan sebaran
diameter telur ikan swanggi betina TKG III dan TKG IV (Lampiran 8).
F = 31.25L1.337
R² = 38.90%
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
0 50 100 150 200 250 300
Fek
undit
as
Panjang (mm)
F = 2957W0.550
R² = 48.80%
0
10000
20000
30000
40000
50000
60000
70000
0 50 100 150 200
Fek
un
dit
as
Bobot (gram)
16
Gambar 13 Sebaran diameter telur ikan swanggi (Priacanthus tayenus) betina
TKG III dan TKG IV
Pembahasan
Ikan swanggi di selat sunda memiliki pola pertumbuhan allometrik negatif,
artinya pertumbuhan panjang lebih cepat dibandingkan dengan pertumbuhan
bobot. Hal yang sama ditemukan pada penelitian Adilaviana (2012) terhadap ikan
swanggi di perairan Selat Sunda bahwa pola pertumbuhan ikan swanggi bersifat
allometrik negatif.
Ikan swanggi betina yang diamati pada penelitian ini berjumlah 193 ekor
dan ikan swanggi jantan berjumlah 148 ekor. Rasio kelamin antara ikan swanggi
betina dan ikan swanggi jantan berada dalam keadaan tidak seimbang (1.3:1). Hal
ini sesuai dengan pernyataan Rahardjo (2006) yang menyatakan bahwa rasio
kelamin ikan di daerah tropis seperti Indonesia bersifat variatif dan menyimpang
dari rasio 1:1 antara betina dan jantan. Hal ini juga ditemukan pada penelitian
Ballerena (2012) terhadap ikan swanggi (Priacanthus tayenus) yang didaratkan di
PPP Labuan, Banten, rasio kelamin ikan swanggi betina dan jantan dalam keadaan
tidak seimbang. Ikan swanggi betina lebih dominan dibandingkan dengan ikan
swanggi jantan. Effendie (2002) menyatakan bahwa perbedaan jumlah ikan
betina dan jantan yang tertangkap berkaitan dengan pola tingkah laku ruaya ikan
(baik untuk memijah maupun mencari makan), perbedaan pola pertumbuhan,
perbedaan laju mortalitas, dan perbedaan umur pertama kali matang gonad.
Ikan-ikan biasanya akan bermigrasi untuk tujuan pemijahan dan akan
kembali ke daerah penangkapan setelah memijah. Banyaknya ikan betina yang
ditemukan di daerah penangkapan pada waktu pengamatan dapat diduga karena
ikan jantan sedang beruaya menuju feeding ground untuk mencari makan. Ikan
swanggi betina yang lebih dominan tertangkap mengindikasikan bahwa
kelestarian populasi ikan swanggi di perairan Selat Sunda masih dapat
0
5
10
15
20
25
30
35
40
0.0
75-0
.107
0.1
08-0
.140
0.1
41-0
.173
0.1
74-0
.206
0.2
07-0
.239
0.2
40-0
.272
0.2
73-0
.305
0.3
06-0
.338
0.3
39-0
.371
0.3
72-0
.404
0.4
05-0
.437
0.4
38-0
.470
0.4
71-0
.503
Fre
ku
ensi
rel
atif
(%
)
Selang Kelas (mm)
17
dipertahankan. Menurut Saputra et al. (2009), dengan rasio ikan betina lebih
dominan mengakibatkan peluang pembuahan sel telur oleh spermatozoa sampai
menjadi individu baru akan semakin besar.
Penentuan faktor kondisi dilakukan untuk mengetahui perubahan yang
terjadi secara signifikan pada suatu perairan, bahwa perubahan tersebut dapat
mempengaruhi kondisi ikan. Faktor kondisi menunjukkan keadaan ikan dilihat
dari segi kapasitas fisik untuk bertahan hidup dan bereproduksi (Effendie 1979).
Nilai faktor kondisi ikan swanggi betina dan jantan pada penelitian ini mengalami
fluktuasi setiap waktu pengamatan. Nilai faktor kondisi ikan swanggi betina
berada pada kisaran antara 0.93–1.07, sedangkan nilai faktor kondisi ikan swanggi
jantan berada pada kisaran antara 0.96–1.06.
Nilai faktor kondisi ikan swanggi betina pada penelitian ini hampir selalu
lebih besar dibandingkan dengan ikan swanggi jantan. Effendie (1979)
menyatakan bahwa faktor kondisi ikan betina lebih besar dibandingkan dengan
ikan jantan karena ikan betina memiliki kondisi yang lebih baik untuk proses
reproduksi. Nilai faktor kondisi yang diperoleh pada penelitian ini antara ikan
swanggi betina dan jantan berbeda. Hal ini diduga karena faktor kondisi
dipengaruhi oleh jenis kelamin. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie (1979)
yang menyatakan bahwa hal-hal yang mempengaruhi faktor kondisi, antara lain
jenis kelamin, ketersediaan makanan, morfologi ikan tersebut, dan musim. Nilai
faktor kondisi lebih dari 1 mengindikasikan bahwa perairan Selat Sunda memiliki
ketersediaan makanan yang cukup atau kepadatan predator yang rendah (Mulfizar
et al. 2012).
Menurut Manik (2009) menyatakan bahwa faktor kondisi ikan bergantung
pada dua faktor, yaitu faktor biologis dan faktor eksternal lingkungan. Menurut
Effendie (1979) nilai faktor kondisi yang tinggi dapat disebabkan oleh kondisi
ikan itu sendiri, misalnya ketika ikan betina sedang dalam fase akan memijah dan
rongga tubuh ikan terisi oleh gonad TKG IV.
Tingkat kematangan gonad (TKG) dapat digunakan untuk menduga waktu
pemijahan pada ikan. Menurut Effendie (1979) tujuan menganalisis TKG salah
satunya adalah untuk menentukan ikan yang matang gonad dengan yang belum
matang gonad dari stok yang ada di suatu perairan. Banyaknya ikan-ikan TKG III
dan IV baik betina maupun jantan pada waktu pengamatan 27 Juli dan 13 Oktober
2013 mengindikasikan bahwa pada bulan Juli dan Oktober merupakan puncak
musim pemijahan ikan swanggi di perairan Selat Sunda.
Puncak musim pemijahan yang diperoleh pada penelitian ini berbeda
dengan peneltian Ballerena (2012). Peneltian Ballerena (2012) menyebutkan
bahwa puncak musim pemijahan ikan swanggi di perairan Selat Sunda terjadi
pada Bulan Maret dan September. Hal ini mengindikasikan bahwa musim
pemijahan ikan swanggi di perairan Selat Sunda terjadi sepanjang tahun.
Pendugaan ukuran pertama kali matang gonad (Lm) ikan adalah salah satu
cara untuk mengetahui perkembangan populasi ikan di suatu perairan. Dalam
penelitian ini diperoleh ukuran pertama kali matang gonad ikan swanggi betina
berkisar antara 182-219 mm dan ikan swanggi jantan berkisar antara 170-204 mm.
Hal ini juga ditemukan pada penelitian Ballerena (2012) yang dihasilkan bahwa
ikan swanggi jantan lebih cepat mengalami matang gonad dibandingkan ikan
swanggi betina, dengan ukuran pertama kali matang gonad ikan swanggi betina
pada panjang 173 mm dan ikan swanggi jantan pada panjang 156 mm. Ikan
18
swanggi jantan lebih cepat mengalami matang gonad karena proses pematangan
gonad jantan (spermatogenesis) membutuhkan waktu yang lebih singkat
dibandingkan dengan proses pematangan gonad betina (oogenesis).
Sulistiono et al. (2001) menyatakan bahwa perbedaan ukuran pertama kali
matang gonad pada ikan betina dan jantan dapat disebabkan oleh parameter
pertumbuhan yang berbeda-beda. Ukuran pertama kali matang gonad ikan
swanggi pada penelitian ini berbeda dengan hasil yang diperoleh pada penelitian
Ballerena (2012), yaitu mengalami perubahan ukuran panjang. Hal ini sesuai
dengan pernyataan Udupa (1986) yang menyatakan bahwa individu dari satu kelas
panjang yang sama tidak selalu mencapai panjang pertama kali matang gonad
pada ukuran sama karena ukuran pertama kali matang gonad sangat bervariasi di
antara maupun dalam jenis ikan itu sendiri.
Indeks kematangan gonad (IKG) merupakan perubahan kondisi
perkembangan gonad yang dilihat secara kuantitatif. Semakin tinggi TKG ikan,
tentu bobot gonad ikan akan semakin besar, sehingga nilai IKG pun akan
meningkat. Nilai IKG ikan swanggi betina lebih besar dibandingkan nilai IKG
ikan swanggi jantan. Hal ini dikarenakan gonad ikan betina memiliki ukuran
lebih besar dibandingkan gonad ikan jantan. Gonad ikan betina berukuran lebih
besar karena berisi sel telur. Sel telur tersebut banyak memiliki berbagai material
penting yang dibutuhkan oleh individu baru dibandingkan dengan sel sperma. Hal
ini sesuai dengan pernyataan Effendie (1979) yang menyatakan bahwa biasanya
ovarium pada ikan betina akan lebih berat dibandingkan testes pada ikan jantan.
Nilai IKG pada pengamatan tanggal 27 Juli dan 13 Oktober 2013 cukup tinggi
baik ikan betina maupun ikan jantan, sehingga dapat diduga bahwa pada Bulan
Juli dan Oktober terjadi puncak musim pemijahan. Ozvarol et al. (2010)
menyatakan bahwa musim atau waktu pemijahan terjadi ketika nilai IKG untuk
kedua jenis kelamin mencapai tingkat tertinggi.
Fekunditas adalah jumlah telur masak yang dapat dikeluarkan oleh ikan.
Ikan swanggi pada penelitian ini memiliki kisaran fekunditas sebesar 23434–
62814 butir telur. Namun pada penelitian Ballerena (2012) terhadap ikan swanggi
di perairan Selat Sunda, fekunditas ikan swanggi berkisar antara 10676–835805
butir telur. Menurut Yustina dan Arnentis (2002) dalam penelitian ikan kapiek di
Sungai Rangau, fekunditas berkisar 100000–300000 termasuk dalam fekunditas
besar, sehingga dapat diduga ikan swanggi pada penelitian ini memiliki potensi
reproduksi rendah. Menurut Ballerena (2012) nilai fekunditas yang berbeda dapat
terjadi karena beberapa faktor, seperti perbedaan spesies, perbedaan lingkungan
perairan, serta kondisi fisiologi ikan.
Nilai koefisien determinasi antara fekunditas dan bobot tubuh lebih tinggi
dibandingkan dengan nilai koefisien determinasi antara fekunditas dan panjang
total. Nilai ini menunjukkan bahwa hubungan antara fekunditas dan bobot lebih
kuat dibandingkan dengan hubungan antara fekunditas dan panjang total. Hal ini
mengindikasikan bahwa pendugaan fekunditas dan bobot tubuh relatif lebih akurat
dibandingkan dengan panjang total. Hal ini sesuai dengan pernyataan Effendie
(2002) yang menyatakan bahwa fekunditas mutlak sering dihubungkan dengan
bobot, karena bobot lebih mendekati kondisi ikan tersebut dibandingkan panjang.
Analisis diameter telur dapat digunakan untuk menduga pola pemijahan
ikan. Sebaran frekuensi diameter telur ikan swanggi pada penelitian ini memiliki
dua modus, sehingga dapat diduga bahwa ikan swanggi ini mengeluarkan telur
19
masaknya secara bertahap setiap melakukan pemijahan. Menurut Effendie (2002),
pola pemijahan seperti ini adalah pola pemijahan partial spawner. Hasil yang
sama ditemukan pada penelitian Ballerena (2012) terhadap ikan swanggi di
perairan Selat Sunda, bahwa pola pemijahan yang dihasilkan adalah partial
spawner.
Alternatif Pengelolaan
Berdasarkan hasil kajian biologi reproduksi ikan swanggi yang didaratkan
di PPP Labuan, Banten, pengelolaan yang dapat dilakukan adalah pengaturan
selektivitas alat tangkap berdasarkan analisis ukuran pertama kali matang gonad.
Tujuannya adalah agar ukuran ikan yang tertangkap melebihi ukuran pertama kali
matang gonad dengan cara mengatur ukuran mata jaring menjadi lebih besar
dibandingkan dengan ukuran yang digunakan sebelumnya.
Puncak musim pemijahan ikan swanggi di Selat Sunda adalah pada bulan
Juli dan Oktober. Berdasarkan pola dan musim pemijahan, pengaturan waktu
penangkapan ikan swanggi di Selat Sunda dapat dilakukan dengan cara tidak ada
aktivitas penangkapan ikan swanggi selama musim pemijahan. Tujuannya adalah
agar tidak mengganggu proses pemijahan ikan swanggi, sehingga hubungan dari
generasi ke generasi berikutnya tidak terputus.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Jumlah ikan betina lebih dominan dibandingkan ikan jantan dengan rasio
1.3:1. Ukuran pertama kali ikan swanggi betina matang gonad berkisar antara
182-219 mm dan ikan swanggi jantan berkisar antara 170-204 mm. Musim
pemijahan ikan swanggi terjadi pada bulan Juli dan Oktober. Potensi reproduksi
ikan swanggi rendah dengan pola pemijahan partial spawner. Alternatif
pengelolaan yang dapat dilakukan adalah pengaturan ukuran mata jaring alat
tangkap yang digunakan dan tidak boleh ada aktivitas penangkapan ikan swanggi
selama musim pemijahan.
Saran
Adanya penelitian yang sama terhadap ikan-ikan lain yang berada pada
fishing ground yang sama, agar nelayan dapat menangkap ikan lain ketika ikan
swanggi sedang tidak boleh ditangkap.
20
DAFTAR PUSTAKA
Adilaviana T. 2012. Kajian stok ikan swanggi (Priacanthus tayenus Richardson,
1846) di perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan, Pandeglang,
Banten [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Affandi R, Sjafei DS, Rahardjo MF, Sulistiono. 1992. Iktiologi: Suatu Pedoman
Kerja Laboratorium. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Bal DV, Rao KV. 1984. Marine Fisheries. New Delhi (IN): McGraw-Hill
Publishing Company Limited.
Ballerena CP. 2012. Pola reproduksi ikan swanggi (Priacanthus tayenus,
Richardson, 1846) yang didaratkan di PPP Labuan Banten [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Effendie MI. 1979. Metoda Biologi Perikanan. Bogor (ID): Yayasan Dewi Sri.
Effendie MI. 2002. Biologi Perikanan. Yogyakarta (ID): Yayasan Pustaka
Nusatama.
[FAO] Food Agricultural Organization. 1999. The living marine resources of
Western Central Pasific. Virginia (US): FAO.
Manik N. 2009. Hubungan panjang berat dan faktor kondisi ikan layang
(Decapterus russelli) dari perairan sekitar Teluk Likupang Sulawesi Utara.
Jurnal Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. 35(1):65-74.
Mulfizar, Muchlisin ZA, Dewiyanti I. 2012. Hubungan panjang berat dan faktor
kondisi tiga jenis ikan yang tertangkap di perairan Kuala Gigieng, Aceh
Besar, Provinsi Aceh. Depik Jurnal. 1(1):1-9.
Ozvarol ZAB, Balci BA, Tasli MGA, Kaya Y, Pehlivan M. 2010. Age, growth,
and reproduction of goldband goatfish (Upeneus moluccensis, Bleeker
(1855)) from the Gulf of the Antalya (Turkey). Journal of Animal and
Veterinary Advances. 9(5):939-945.
Powell AB. 2000. Preliminary identification of the early life history stages
of Priacanthid fishes of the Western Central Atlantic. New York (US):
NOAA Fisheries.
Rahardjo MF. 2006. Biologi reproduksi ikan blama (Nibea soldado, Lac)
Sciaenidae di perairan pantai Mayangan, Jawa Barat. Jurnal Iktiologi
Indonesia. 5(2):63-68.
Saputra SW, Soedarsono P, Sulistyawati GA. 2009. Beberapa aspek biologi
reproduksi ikan kuniran (Upeneus spp) di perairan Demak. Jurnal Saintek
Perikanan. 5(1):1-6.
Steel RGD, Torrie JH. 1993. Prinsip dan Prosedur Statistika (Pendekatan
Biometrik), penerjemah: Sumantri B. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka
Utama.
Sulistiono, Jannah MR, Ernawati Y. 2001. Reproduksi ikan belanak (Mugil
dussumieri) di perairan Ujung Pangkah, Jawa Timur. Jurnal Iktiologi
Indonesia. 1(2):39-47.
Udupa KS. 1986. Statistical method of estimating the size at first matury in fishes.
Fishbyte. 4(2):8-10.
Walpole RE. 1993. Pengantar Statistika. Edisi ke-3. Jakarta (ID): Gramedia
Pustaka Utama.
21
Yustina, Arnentis. 2002. Aspek reproduksi ikan kapiek (Puntius schwanefeldi
Bleeker) di Sungai Rangau, Riau, Sumatera. Jurnal Matematika dan Sains.
7(1):5-14.
22
LAMPIRAN
Lampiran 1 Hubungan panjang dan bobot ikan swanggi betina dan jantan
a. Ikan swanggi betina
Koefisien Standar Deviasi
Perpotongan 0.0025 0.1666
Kemiringan 1.9692 0.0742
thit 13.8996
ttab 2.2592
thit> ttab maka tolak Ho, dan b<3 maka allometrik negatif
b. Ikan swanggi jantan
Koefisien Standar Deviasi
Perpotongan 0.0013 0.0933
Kemiringan 2.0821 0.0414
thit 22.1878 ttab 2.2648 thit> ttab maka tolak Ho, dan b<3 maka allometrik negatif
Lampiran 2 Data faktor kondisi (FK) rata-rata ikan swanggi betina dan jantan
Sampling Betina Jantan
FK rata-rata STDEV FK rata-rata STDEV
7 Juli 2013 0.9978 0.1709 1.0639 0.1141
27 Juli 2013 1.0695 0.3451 1.0332 0.1175
16 Agu 2013 0.9725 0.1023 0.9966 0.1944
6 Sep 2013 0.9322 0.0984 0.9631 0.1115
28 Sep 2013 1.0351 0.3432 1.0090 0.1201
13 Okt 2013 1.0295 0.1499 1.0188 0.1270
Lampiran 3 Data frekuensi relatif TKG ikan swanggi betina
Sampling
Frekuensi relatif (%)
TKG
1 2 3 4
7 Juli 2013 36.36 27.27 9.09 27.27
27 Juli 2013 21.05 34.21 18.42 26.32
16 Agu 2013 57.69 38.46 0.00 3.85
6 Sep 2013 23.81 61.90 4.76 9.52
28 Sep 2013 29.69 46.88 6.25 17.19
13 Okt 2013 27.27 24.24 9.09 39.39
23
Lampiran 4 Data frekuensi relatif TKG ikan swanggi jantan
Sampling
Frekuensi relatif (%)
TKG
1 2 3 4
7 Juli 2013 71.43 14.29 14.29 0.00
27 Juli 2013 6.25 25.00 37.50 31.25
16 Agu 2013 68.57 17.14 2.86 11.43
6 Sep 2013 53.33 13.33 6.67 26.67
28 Sep 2013 42.31 26.92 17.31 13.46
13 Okt 2013 17.39 26.09 13.04 43.48
Lampiran 5 Contoh perhitungan ukuran pertama kali matang gonad ikan swanggi
betina dan jantan
a. Ikan swanggi betina
m = * (
) ∑ + = * (
) - + = 2.30
M = antilog ( √ ∑
) = antilog ( √ )
M = antilog 181.97 mm < M < 218.78 mm
b. Ikan swanggi betina
m = * (
) ∑ + = * (
) - + = 2.27
M = antilog ( √ ∑
) = antilog ( √ )
M = antilog 169.82 mm < M < 204.17 mm
Lampiran 6 Data IKG ikan swanggi betina dan jantan
Sampling Indeks Kematangan Gonad (IKG)
Betina STDEV Jantan STDEV
7 Juli 2013 1.2466 1.3797 0.1405 0.0968
27 Juli 2013 2.4474 2.9927 0.4131 0.5900
16 Agustus 2013 1.2418 1.0262 0.4794 0.1694
6 September 2013 1.0999 0.9696 0.0910 0.1084
28 September 2013 1.5608 1.4565 0.1273 0.1041
13 Oktober 2013 2.6148 2.2848 0.1703 0.1290
24
Lampiran 7 Data fekunditas ikan swanggi betina
Ikan ke- L
(mm)
W
(gram) TKG
Bobot gonad
total (gram)
Volume gonad
total (ml) Fekunditas
1 212 107 4 3.5970 3 6221
2 195 88 3 0.7801 1 1184
3 186 80 4 2.8265 3 5352
4 225 152 4 4.7863 5 14720
5 205 98 4 3.6547 4 18304
6 210 148 4 6.0583 5 41216
7 200 96 4 5.4271 4 12314
8 173 62 3 1.5280 2 3885
9 154 63 3 1.9026 2 3136
10 207 121 4 5.0816 4 14495
11 175 63 3 1.6103 1.5 2852
12 180 71 4 1.7411 1.6 2996
13 178 74 4 2.9472 3 10317
14 170 63 3 1.8835 3 3690
15 247 176 4 5.0466 5 22247
16 261 190 4 5.7222 5.4 42956
17 210 111 4 7.0288 4 14405
18 190 106 3 3.0841 2.8 20520
19 181 79 4 2.9713 2.8 9629
20 200 101 4 4.2450 4.2 17035
21 169 63 3 2.1924 2.2 7336
22 164 60 3 2.4804 1.8 6190
23 202 105 4 5.8856 5.6 15694
25
Lampiran 8 Data diameter telur ikan swanggi betina
Selang Kelas Xi Fi Frekuensi Relatif (%)
0.075-0.107 0.091 107 2.30
0.108-0.140 0.124 174 3.74
0.141-0.173 0.157 116 2.49
0.174-0.206 0.190 145 3.12
0.207-0.239 0.223 146 3.14
0.240-0.272 0.256 360 7.74
0.273-0.305 0.289 1569 33.74
0.306-0.338 0.322 694 14.92
0.339-0.371 0.355 537 11.55
0.372-0.404 0.388 529 11.38
0.405-0.437 0.421 119 2.56
0.438-0.470 0.454 93 2.00
0.471-0.503 0.487 61 1.31
26
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 16 Juni 1992
dari ayah Dajat Hidajat MI dan ibu Neneng Suhermawati.
Penulis adalah putra kedua dari empat bersaudara. Penulis
telah menyelesaikan pendidikan Taman Kanak-kanak (TK)
Akbar tahun 1998, Sekolah Dasar (SD) Negeri Polisi 5 Bogor
tahun 2004, Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1
Bogor tahun 2007. Tahun 2010 Penulis lulus dari SMA
Negeri 1 Bogor dan pada tahun yang sama Penulis lulus
seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Manajemen Sumber
Daya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Selama menjadi mahasiswa, Penulis memperoleh beasiswa POM-IPB tahun
2010-2012 dan beasiswa Bantuan Belajar Mahasiswa (BBM) IPB tahun 2013-
2014. Kegiatan Penulis di luar akademik, yaitu Penulis pernah menjadi anggota
Himpunan Mahasiswa Manajemen Sumber Daya Perairan (HIMASPER) tahun
ajaran 2012/2013 sebagai ketua Divisi Informasi dan Komunikasi. Penulis juga
pernah aktif menjadi panitia sebagai anggota divisi Logistik dan Transportasi
WATER FESTIVAL 2013, anggota divisi Publikasi Dekorasi dan Dokumentasi
GREEN BELT CONSERVATION 2013, dan ketua divisi Publikasi Dekorasi dan
Dokumentasi MSP CUP 2013.
Pada bulan Juli-Oktober 2013 Penulis melaksanakan Praktik Lapangan di
PPP Labuan, Banten dengan tema “Biologi Reproduksi Ikan”. Untuk
menyelesaikan program sarjana, Penulis melakukan penelitian dan menyusun
skripsi berjudul “Kajian Biologi Reproduksi Ikan Swanggi (Priacanthus tayenus
Richardson, 1846) di Perairan Selat Sunda yang didaratkan di PPP Labuan,
Banten” di bawah bimbingan Dr Ir Rahmat Kurnia MSi dan Dr Ir Yunizar
Ernawati MS.