Kajian Beberapa Aspek Parameter Fisika Kimia Air

download Kajian Beberapa Aspek Parameter Fisika Kimia Air

of 26

Transcript of Kajian Beberapa Aspek Parameter Fisika Kimia Air

KAJIAN BEBERAPA ASPEK PARAMETER FISIKA KIMIA AIR DAN ASPEK FISIOLOGIS IKAN YANG DITEMUKAN PADA ALIRAN BUANGAN PABRIK KARET DI SUNGAI BATANG ARAU

ARTIKEL

Oleh :

MUHAMMAD SYUKRI FADIL B.P. 04208006

PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS ANDALAS 2011

SOME ASPECT OF WATERS PHYSICO-CHEMICAL AND PHYSIOLOGICAL ASPECT OF FISH WHICH FOUND IN WASTE WATER OF RUBBER FACTORY ARROUND BATANG ARAU RIVER

by : Muhammad Syukri Fadil Program Studi Biologi Pascasarjana Universitas Andalas (co promotor Dr. Syaifullah dan Dr. Ir. Indra Junaidi Zakaria, MS)

Abstract The study about some aspect of waters physico-chemical and physiological aspect of fish which found in waste water of rubber factory around Batang Arau river has been conducted from July to August 2009 with to take measurement of waters physicochemical and collected fishes in four location by using survey and direct collection method, followed by measuring the methemoglobine, oxygen consumption, operculare frequent and blood value measurement in structure and animal development laboratory, Biology Department, Faculty of Mathematic and Natural Sciences Andalas University Padang. The result showed that occurred decrease quality of some aspect of waters physico-chemical and physiological aspect of fish. Key word : pencemaran, ikan, fisika kimia, fisiologis, ammonia, nitrit.

KAJIAN BEBERAPA ASPEK PARAMETER FISIKA KIMIA AIR DAN ASPEK FISIOLOGIS IKAN YANG DITEMUKAN PADA ALIRAN BUANGAN PABRIK KARET DI SUNGAI BATANG ARAU

by : Muhammad Syukri Fadil Program Studi Biologi Pascasarjana Universitas Andalas (Dibawah bimbingan Dr. Syaifullah dan Dr. Ir. Indra Junaidi Zakaria, MS)

I. PENDAHULUAN

Lingkungan perairan seperti daerah aliran sungai merupakan salah satu lingkungan yang paling sering terkena dampak pencemaran karena hampir semua limbah dibuang ke lingkungan perairan. Hal ini karena pada daerah aliran sungai terdapat berbagai pengguna lahan seperti hutan, perkebunan, pertanian lahan kering dan persawahan, pemukiman, perikanan, industri dan sebagainya (Walsh, Bergman, Narahara, Wood, Wright, Randall, Maina dan Laurent, 1993). Apabila suatu limbah yang berupa bahan pencemar masuk ke suatu lokasi perairan sungai maka akan terjadi perubahan padanya. Perubahan dapat terjadi pada organisme yang hidup dilokasi tersebut juga pada lingkungan perairan itu sendiri yaitu berupa faktor fisika dan kimianya (Suin, 1994). Dampak dari pencemaran tersebut dapat berupa perubahan struktur komunitas, penurunan biomassa atau produktifitas, perubahan tingkah laku, penurunan laju pertumbuhan, terganggunya sistem reproduksi, hilangnya jenis-jenis langka, perubahan daya tahan atas kemampuan hidup dan lain-lain. (Zairion, 2003).

Sungai Batang Arau merupakan salah satu sungai besar di kota Padang yang terkena dampak pencemaran dimana kualitas airnya cendrung terus menurun. Sumber pencemaran di sungai ini terutama berasal limbah industri yaitu limbah pabrik karet dan limbah perkotaan. Limbah Pabrik Karet mengandung mengandung Amoniak, nitrat Nitrit dan posfat sehingga dapat mempengaruhi kualitas air sungai tersebut (Zulkifli dan Anwar, 1994). Amomniak, Nitrat dan Nitrit merupakan derivat senyawa nitrogen organik yang bersifat toksik terhadap organisme yang hidup di perairan. Tingkatan daya racun masing-masing senyawa berbeda-beda dimana ammonia dan nitrit sangat toksik walau dalam konsentrasi yang sedikit sedang nitrat baru bersifat toksik dalam konsentrasi besar. Toksisitas akut NH3 menyebabkan kematian Sedang perlakuan kronis dapat menimbulkan kerusakan ginjal, mereduksi pertumbuhan dan malfungsi otak, penurunan nilai darah serta mereduksi kapasitasi pembawa oksigen pada tubuh ikan (Das, Chandra, Ayyappan, dan Jena, 2004.). Sifat toksik dari senyawa nitrit adalah mampu mengoksidasi ion ferrous (Fe2) menjadi ion ferric (Fe3+) di dalam haemoglobin (Hb) dan mengubah Hb menjadi methaemoglobin (MetHb)di dalam darah (Jensen, 1995). Sedangkan toksisitas Nitrat secara tidak langsung terjadi diperairan karena membantu pertumbuhan alga secara berkelebihan sehingga menimbulkan istilah alga bloom. Akibatnya kadar oksigen terlarut bisa berkurang (Hallberg, 1989 ) Ikan merupakan salah satu biota perairan yang sangat peka terhadap perubahan kualitas lingkungan perairan (Asmawi, 1984). Limbah karet yang

mengandung zat organik tinggi masuk ke lingkungan perairan sungai batang Arau bisa saja merubah kualitas perairan dan mempengaruhi aspek fisiologis seperti

prilaku pernafasan dan nilai darah ikan yang hidup di sekitar buangan limbah pabrik karet sungai batang Arau. Berdasarkan keterangan diatas, kiranya perlu diketahui bagaimana kualitas perairan Sungai Batang Arau akibat pembuangan limbah karet dan apakah perubahan kualitas perairan Sungai Batang Arau diikuti dengan perubahan aspek fisiologis ikan yang hidup diperairannya. Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan informasi mengenai dampak limbah karet terhadap kualitas perairan sungai batang Arau serta pengaruhnya terhadap aspek fisiologis ikan yang hidup ada dilingkungan perairan.

II. METODE PENELITIAN

Penelitian ini telah dilaksanakan pada bulan juli 2010 sampai agustus 209. Sampel air dan ikan diambil dari perairan sekitar buangan limbah karet sungai batang Arau Padang. Pengukuran aspek fisiologis dilakukan di Laboratorium Struktur

Perkembangan Hewan Jurusan Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Andalas, Limau Manis, Padang. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei dan koleksi langsung dilapangan sedangkan prosedur kerjanya meliputi koleksi sampel air dan ikan, pengukuran fisika kimia air dan pengukuran beberapa aspek fisiologis.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Faktor Fisika dan Kimia Air pada Perairan Sekitar Buangan Limbah Pabrik Karet Sungai Batang Arau Dari pengamatan faktor fisik dan kimia air pada perairan buangan limbah pabrik karet sungai batang Arau menunjukkan bahwa secara umum kualitas air pada perairan sungai batang Arau sudah mengalami penurunan dimana sudah tidak dapat digunakan untuk air minum namun masih memungkinkan dapat digunakan untuk perikanan atau budidaya perikanan (PP No. 82 Tahun 2001). Suhu pada masing-masing stasiun masih tergolong suhu air normal namun terlihat adanya peningkatan suhu pada perairan yang berada sekitar buangan limbah pabrik karet. Hal ini disebabkan karena kegiatan industri pada pabrik karet tersebut dimana prosesnya disertai dengan timbulnya panas reaksi atau panas dari suatu gerakan mesin. Kisaran suhu yang baik bagi kehidupan organisme perairan adalah antara 18 - 300C (Effendi, 2003). Pada stasiun I pH hampir mendekati netral sedangkan pada stasiun lainnya cenderung menurun bersifat asam. Rendahnya pH tersebut disebabkan limbah yang dihasilkan oleh pabrik karet umumnya mempunyai pH yang rendah yaitu sekitar 3 5 (Sari, 2009). Kisaran pH pada seluruh stasiun yaitu 6,15 6,78 masih dalam rentang pHbaku mutu air baik untuk air kelas I maupun kelas II yang berkisar 6 9.

Kadar O2 terlarut pada stasiun I masih memenuhi baku mutu kualitas air baik kelas I maupun kelas II. Pada stasiun II sudah melewati batas baku mutu air kelas I tetapi masih memenuhi baku mutu kualitas air kelas II. Sedangkan pada stasiun III dan IV sudah melampaui batas baku mutu kualitas air kelas II. Kisaran oksigen terlarut untuk kegiatan perikanan tidak boleh kurang dari 4 mg/L (Asmawi, 1984). Sementara Effendi (2003) menambahkan bahwa kadar oksigen terlarut yang paling baik untuk perikanan adalah sekitar 7-9 mg/L. Kisaran CO2 masih merupakan kisaran yang aman bagi kehidupan organisme perairan. Namun perlu diawasi kecendrungan kenaikan kadar CO2 pada stasiun III dan IV yang telah hampir mendekati kadar maksimum. Asmawi (1984) menyatakan bahwa perairan yang kurang baik bagi kehidupan ikan adalah jika perairan tersebut mengandung lebih dari 12 mg/ L. Kandungan CO2 terlarut sebesar 12 mg/L telah menyebabkan Stress bagi ikan. Tingginya Kadar ammonia dan nitrit pada stasiun III akibat dari buangan limbah karet dari pabrik yang terdapat di pinggiran sungai tersebut. Pabrik ini masih menggunakan sistem buangan limbah langsung. Limbah dibuang melalui aliran sungai kecil yang dialirkan ke area pabrik. Pada stasiun IV kadar ammonia bebas dan nitrit juga tinggi. Hal ini karena letak stasiun IV yang bersebelahan arah ke hilir stasiun III sehingga limbah juga mengalir dan menumpuk pada (Bapedalda Kota Padang, 2003). Pada stasiun II kadar ammonia dan nitrit tidak begitu tinggi meskipun pada pinggiran terdapat pabrik karet. Hal ini karena pabrik yang terdapat pada pinggiran stasiun IV.

stasiun II tidak langsung membuang limbah ke perairan sungai batang Arau tetapi telah menggunakan sistem instalasi pengolahan air limbah (IPAL) yaitu dengan menggunakan sistem biologis atau lumpur aktif dan kemudian ditampung ke bak penampungan baru di buang ke perairan batang Arau. Sistem ini memberikan efektifitas IPAL yang tinggi sehingga kualitas air limbah yang dihasilkan berada dibawah baku mutu (Bapedalda Kota Padang, 2003). Stasiun I merupakan daerah yang terendah kadar ammonia dan nitrit. Hal ini disebabkan pada pinggiran sungai daerah ini tidak terdapat buangan limbah karet. Adanya kadar ammonia dan nitrit dalam jumlah kecil pada daerah ini berasal dari limbah organik rumah tangga yang kemudian di urai oleh bakteri aerob dan anaerob menjadi ammonia, nitrit dan nitrat (Garman dan Orth, 2007). Kadar nitrat perairan pada semua stasiun pengamatan jauh dibawah nilai baku mutu air baik kelas II maupun kelas I. Hal ini menunjukkan bahwa proses oksidasi amonia dan nitrit belum mencapai tingkat proses perombakan senyawa nitrit menjadi nitrat oleh oleh bakteri nitrobacter atau nitrosomonas. Hal ini disebabkan belum cukupnya sediaan kation-kation yang mendukung proses perombakan tersebut (Durborrow, et al, 1997). Selain itu, Effendi (2003) menyatakan bahwa sumber utama peningkatan kadar nitrat diperairan berasal dari limpasan pupuk pertanian. Daerah sekitar stasiun pengamatan tidak digunakan sebagai area pertanian sehingga limpasan pupuk pertanian ke perairan tersebut sangat sedikit sekali. Dengan demikian kadar nitrat pada perairan tersebut sangat kecil sekali.

Kadar BOD5 dan COD pada seluruh stasiun pengamatan telah melampaui mutu air kelas I. Hal ini menunjukkan bahwa aliran sekitar buangan limbah karet sungai batang Arau telah tercemar bahan organik terutama pada daerah yang terkena yang langsung sebagai tempat buangan limbah karet. Pada stasiun I kemungkinan kandungan bahan organik hanya berasal dari limbah domestik rumah tangga sehingga kadar BOD5 dan COD hanya sedikit lebih tinggi dari kadar baku mutu air kelas I. Pada Stasiun lainnya, kandungan bahan organik tidak hanya berasal dari limbah domestik rumah tangga, tapi juga berasal dari limbah karet baik langsung ataupun tidak langsung sehingga kadar BOD5 sudah melampaui baku mutu air kelas II dan III bahkan hampir mendekati baku mutu air kelas IV. Kadar COD masih lebih rendah dari baku mutu air kelas II meskipun pada stasiun III dan IV telah hampir mendekati baku mutu air kelas II. Lee, et al. (1978) menerangkan bahwa tingkat pencemaran suatu perairan dapat dinilai berdasarkan kandungan nilai BOD5 dimana kandungan 2,9 mg/l merupakan perairan yang tidak tercemar, kandungan 3,0 - 5,0 mg/l merupakan perairan yang tercemar ringan, kandungan 5,1 14,9 mg/l merupakan perairan yang tercemar sedang dan kandungan 15,0 mg/l merupakan perairan yang tercemar berat. Berdasarkan kriteria diatas, maka perairan pada stasiun I tercemar ringan sedangkan stasiun II, III dan IV tercemar sedang.

4.2. Spesies dan jumlah ikan yang ditemukan di perairan sekitar buangan limbah pabrik karet sungai Batang Arau. Dari hasil tangkapan yang dilakukan pada keempat lokasi pengamatan di perairan sekitar buangan limbah pabrik karet sungai batang Arau diperoleh hasil seperti yang tertera pada Tabel 2 dan gambar 2. Jumlah hasil tangkapan di stasiun I lebih banyak dibandingkan dengan stasiun lainnya. Hal ini erat kaitannya dengan kondisi fisik dan kimia air pada perairan tersebut yang menunjukkan kondisi tidak tercemar oleh limbah karet. Kondisi perairan yang tidak tercemar merupakan habitat yang menyenangkan bagi ikan. Thompson dan Larsen (1994) menyatakan bahwa ikan akan mencari tempat yang sesuai sebagai habitatnya dimana sangat tergantung pada kondisi air sebagai media tempat hidupnya. Apabila habitatnya sudah tidak sesuai maka ikan akan pindah ke perairan lain. Apabila kondisi tersebut tidak ditemukan, maka ikan akan beradaptasi dengan lingkungan perairan sekitarnya. Ikan yang tidak bisa beradaptasi akan mati. Kemungkinan hal ini terlihat dengan semakin kecilnya jumlah ikan hasil tangkapan pada daerah yang terkena pencemaran air limbah pabrik karet. Tingginya jumlah ikan sapu-sapu (Liposarcus pardalis Linn.) dan Ikan Nila (Oreochromis niloticus Linn.) menunjukkan bahwa ikan ini dapat bertahan hidup pada area lingkungan perairan yang tercemar dan mengalami deoksigenasi. (Siregar et al, 1993). Jumlah ikan Mungkuih (Sicyopterus sp), Kapareh (Barbodes gonionotus Blkr.) dan Balang (Pristolepis fasciata Blkr.) paling banyak ditemukan pada stasiun I dan paling sedikit pada stasiun III. Hal ini menunjukkan keterkaitan dengan kondisi

faktor fisik dan kimia perairan pada masing-masing stasiun tersebut. Ketiga jenis ikan ini sensitif terhadap perairan yang tercemar. Keberadaan ikan mungkuih (Sicyopterus sp), kapareh (Barbodes gonionotus Blkr.) dan balang (Pristolepis fasciata Blkr.) di Sungai batang Arau kemungkinan bukan berasal dari kolam budidaya karena ikanikan ini tidak biasa dibudidaya oleh penduduk. Ketiga jenis ikan ini merupakan ikan yang umum tersebar di perairan sungai sumatera barat. Ketiga jenis ikan ini juga ditemukan di perairan sungai batang anai pariaman (Salmah, Junaidi, Izmiatri, Masrizal and Azhar. 2002). Ikan mansaik (Barbodes schwanenfeldii Blkr.) dan ikan Rayo Cyprinus carpio Linn. tidak ditemukan pada stasiun III. Ikan Rayo juga tidak ditemukan pada stasiun IV. Hal ini menunjukkan bahwa kedua jenis ikan ini sangat sensitif terhadap perairan yang tercemar dan mengalami deoksigenasi (Siregar, et al. 1993). Ikan Sangek (Pangasius nasutus Hmlt.) ditemukan masing-masing 1 ekor pada stasiun II dan IV. Sebagai keluarga Pangasidae, ikan ini dapat hidup pada perairan yang tidak mengalir dengan kandungan oksigen rendah (Yustina, 2001). 4.3. Kadar methemoglobin, konsumsi O2 dan frekwensi gerakan operkulum ikan yang ditemukan di perairan sekitar buangan limbah pabrik karet sungai

Batang Arau. Adanya peningkatan kadar methemoglobin pada stasiun II, III dan IV dibandingkan dengan stasiun I erat kaitannya dengan keberadaan limbah karet yang meningkatkan kadar nitrit pada ketiga perairan tersebut. Kadar nitrit pada perairan

ketiga stasiun tersebut sudah melewati nilai ambang baku mutu air kelas I dan II. (kementrian KLH, 2002). Hasil terlihat pada tabel 3. Nitrit yang terdapat diperairan dengan mudah masuk sistem peredaran darah ikan melalui insang. Didalam pembuluh darah, nitrit akan menumpuk pada plasma darah yang kemudian menyebar keseluruh jaringan. Dari plasma darah, nitrit2+

berdifusi kedalam sel darah merah dan mengoksidasi besi hemoglobin-Fe menjadi3+

Fe

yang disebut methemoglobin. Dalam bentuk ini hemoglobin kehilangan

kemampuan untuk berikatan dengan oksigen sehingga tidak mampu mengangkut oksigen keseluruh jaringan tubuh. Efek ini akan menyebabkan hipoksia (Doblander, and Lackner, 1996). Adanya peningkatan konsumsi O2 pada stasiun II, III dan IV dibandingkan dengan stasiun I erat kaitannya dengan meningkatnya kadar methemoglobin yang terbentuk dalam darah ikan tersebut akibat terdedah nitrit. Semakin besar kadar nitrit pada suatu perairan maka semakin besar pula kemungkinan ikan terdedah nitrit. Semakin besar ikan terdedah nitrit semakin besar kadar methemoglobin terbentuk sehingga semakin besar pula ikan kekurangan O2 dalam tubuhnya. Untuk mengatasi kekurangan oksigen pada tubuhnya tersebut maka ikan mengkonsumsi O2 yang lebih banyak dari perairan sekitarnya (da Silva, et al. 2004). Hasil terlihat pada Tabel 4. Adanya peningkatan frekuensi gerakan operkulum ikan yang ditemukan pada perairan sekitar buangan limbah pabrik karet sungai batang Arau menunjukkan keterkaitan dengan peningkatan konsumsi oksigen akibat hipoksia. Hipoksia

menimbulkan reaksi fisiologis tubuh ikan dengan cara meningkatkan frekuensi gerakan operkulum untuk menambah pasokan oksigen kedalam tubuh (Bath dan Eddy, 1980). Hasil terlihat pada Tabel 5. 4.4. Nilai darah dan plasma laktat ikan yang ditemukan di perairan sekitar buangan limbah pabrik karet sungai batang Arau Lebih tingginya jumlah sel darah merah ikan Liposarcus pardalis Linn. dan ikan Oreochromis niloticus Linn. yang ditemukan pada stasiun IV, III dan II dibandingkan pada stasiun I erat kaitannya dengan kondisi hipoksia jaringan akibat terdedah nitrit (Hilmy, El-Domiaty dan Weshana, 1987). Untuk mempertahankan ketersediaan oksigen dalam jaringan, tubuh ikan akan merespon pembentukan sel-sel darah merah yang baru sehingga ketersediaan hemoglobin untuk mengikat oksigen akan tetap cukup (Swift, 1981). Pada stasiun I ikan terdedah nitrit dalam konsentrasi yang sangat rendah. Kondisi ini tidak merangsang tubuh untuk membentuk sel-sel darah merah yang baru dengan cepat karena jumlahnya masih mencukupi. Lebih rendahnya jumlah sel darah merah ikan Sicyopterus sp, Barbodes gonionotus Blkr. dan Pristolepis fasciata Blkr. yang ditemukan pada stasiun IV, III dan II dibandingkan pada stasiun I mungkin berkaitan dengan kerusakan sel darah merah ikan akibat terdedah nitrit dan ammonia. Fenomena ini dapat diterangkan sebagai hemolisis eritrosit (Kundsen & Jensen, 1997). Hasil terlihat pada tabel 6. Lebih tingginya kadar hemoglobin darah ikan Liposarcus pardalis Linn. dan ikan Oreochromis niloticus Linn. yang ditemukan pada stasiun IV, III dan II dibandingkan pada stasiun I erat kaitannya dengan upaya mempertahankan

ketersediaan oksigen dalam jaringan tubuh yang berkurang karena hipoksia akibat terdedah nitrit. Dalam kondisi ini tubuh ikan akan merespon dengan mengkonsumsi oksigen lebih banyak dari lingkungan. Untuk mengikat oksigen yang masuk kedalam tubuh maka dibutuhkan hemoglobin yang cukup. Dengan demikian tubuh akan memproduksi sel darah merah baru agar kebutuhan hemoglobin dapat terpenuhi (Hilmy et al, 1987). Pada stasiun I ikan terdedah nitrit dalam konsentrasi yang rendah. Dalam kondisi ini jaringan yang mengalami hipoksia juga tidak banyak sehingga tidak begitu banyak hemoglobin baru yang perlu dibentuk. Lebih rendahnya kadar hemoglobin darah ikan Sicyopterus sp, Barbodes gonionotus Blkr. dan Pristolepis fasciata Blkr. yang ditemukan pada stasiun IV, III dan II dibandingkan pada stasiun I menegaskan kondisi anemia terjadi pada ketiga spesies ikan tersebut yang disebabkan terdedahnya toksikan ammonia dan nitrit. Cyriac, Anthony dan Nambison (1989) menjelaskan bahwa penurunan konsentrasi hemoglobin sebagai konstribusi hemodilusi yang merupakan mekanisme yang

menurunkan konsentrasi polutan pada sistem sirkulasi. Hasil terlihat pada Tabel 7. Adanya peningkatan nilai hematokrit darah ikan Liposarcus pardalis Linn. dan ikan Oreochromis niloticus Linn. pada stasiun II, III dan IV dibandingkan dengan stasiun I menunjukkan adanya keterkaitan dengan banyaknya jumlah sel darah merah yang terbentuk oleh jaringan haemapoesis dimana jumlah sel darah merah berbanding lurus dengan nilai hematokrit. Hal ini menunjukkan respon klasik yang umum akan stress hipoksia akibat terdedah nitrit dan ammonia sebagai strategi untuk mempertahankan ketersediaan oksigen (Swift, 1981;). Namun respon ini tidak

terdeteksi pada beberapa jenis ikan (Moraes et al, 2001). Hal ini terlihat juga pada ikan Sicyopterus sp, Barbodes gonionotus Blkr. dan Pristolepis fasciata Blkr. dimana terjadi penurunan nilai hematokrit pada stasiun II, III dan IV dibandingkan dengan stasiun I. Penurunan hematokrit dapat dihubungkan dengan adanya lisis sel darah merah. Fenomena ini dapat diterangkan sebagai hemolisis eritrosit (Knudsen & Jensen, 1997). Hasil terlihat pada Tabel 8. Peningkatan jumlah sel darah putih merupakan reaksi pertahanan tubuh melawan stres polutan (Wahbi, Shalaby dan El-Dakar, 2004). Ammonia dan nitrit yang masuk kedalam tubuh ikan dianggap suatu benda asing. Untuk itu tubuh akan merangsang pembentukan sel darah putih sebagai pertahanan tubuh. (Davis, Maney, dan Maerz, 2008). Hasil terlihat pada Tabel 9. Tingginya konsentrasi plasma laktat ikan yang ditemukan pada perairan

stasiun III, IV dan II dibandingkan stasiun I erat kaitannya dengan kondisi keadaan jaringan ikan yang mengalami stress hipoksia akibat terdedah nitrit. Hipoksia jaringan dan produksi energi anaerobik dapat direfleksikan pada peningkatan konsentrasi plasma laktat (Stormer, Jensen dan Rankin, 1996). Hasil terlihat pada Tabel 10.

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai kajian beberapa aspek fisika kimia air dan fisiologis ikan yang ditemukan pada aliran buangan limbah karet di sungai batang arau, maka diperoleh kesimpulan : 1. Secara umum kualitas air pada perairan sungai batang Arau sudah mengalami penurunan dimana sudah tidak dapat digunakan untuk air minum namun masih memungkinkan dapat digunakan untuk perikanan atau budidaya perikanan. 2. Akibat perubahan kualitas air terutama dengan tingginya kadar ammonia dan nitrit telah mengakibatkan terjadinya perubahan aspek fisiologis pada tubuh ikan-ikan yang ditemukan diperairan sekitar buangan limbah pabrik karet sungai batang Arau. Hal ini meliputi meningkatnya kadar methemoglobin, peningkatan konsumsi O2 dan frekuensi gerakan operkulum ikan. Selain itu juga terjadi peningkatan dan penurunan jumlah eritrosit, kadar hemoglobin dan hematokrit, peningkatan jumlah sel darah putih dan plasma asam seluruh ikan. 5.2. Saran Sosialisasi kepada masyarakat tentang kualitas air batang arau yang menurun telah menyebabkan perubahan aspek fisiologis ikan yang bisa menurunkan produktifitas dan kualitas ikan yang terdapat di sungai tersebut. Pengupayakan pencegahan dan pengoptimalan upaya pelestarian lingkungan perairan sungai Batang Arau yang melibatkan masyarakat, pemerintah dan pengusaha pabrik karet.

DAFTAR PUSTAKA

Asmawi, S. 1984. Pemeliharaan Ikan dan Ekosikologi Pencemaran. UI Press. Jakarta. Bappedalda Kota Padang. 2003. Kualitas Air Sungai Batang Arau. Laporan Tahunan Kondisi Batang Arau Kota Padang. (Tidak dipublikasikan). Bath, R. N. and F. B. Eddy. 1980 Transport Of Nitrite Across Fish Gills. J. Exp. Zool. 214:119-121. Cyriac, P.J., A. Anthony and P. N. K. Nambison. 1989. Haemoglobin and haematocrit values in the fish Oreochromis mossambicus (Peters) after short term exposure to copper and mercury. Bulletin of Environmental Contamination and Toxicology. 43: 315 - 320. Da Silva, M. N. P. And O. T. F. Da Costa. 2000. Effects of Nitrite on Hematological of Astronotus occellatus of The Amazon. J. INPA. Aqua. 1756: 35 45. Das P., S. Chandra, J.K. Ayyappan, B.K.D. Jena. 2004. Acute toxicity of ammonia and its sub-lethal effects on selected haematological and enzymatic parameters of mrigal, cirrhinus mrigala (Hamilton). Aquac.Re. 35(2): 134144. Davis, A. K., D. L. Maney and J. C. Maerz. 2008. The use of leukocyte proles to measure stress in vertebrates: a review for ecologists. Functional Ecology 2008, 22, 760772 Durborow, M.R., D. M. Crosby and M. W. Brunson. 1997. Ammonia in Fish Pond. Southern Regional Aquaculture Centre Publication No. 463: 55-60, Kentucky USA. . Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan Perairan. Kanisius. Yogyakarta. Hallberg, G.R. 1989. Nitrate in groundwater in t he United States. IN: Nitrogen management and Groundwater Protection. Elsevier, Amsterdam, pp. 35-74. Hilmy, A. M., N. A. El-Domiaty and K. Weshana. 1987. Acute And Chronic Toxicity Of Nitrite To Clarias lazera. Comp. Biochem. Physiol. C., 86(2):247-253.

Jensen F.B. (1992): Inuence of haemoglobin conformation, nitrite and eicosanoids on K+ transport across the carp red blood cell membrane. Journal of Experimental Biology, 171, 349371. Kementrian Lingkungan Hidup (KLH). 2002. Himpunan Peraturan Perundangundangan di Bidang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan Pengendalian Dampak Lingkungan Hidup di Era Otonomi Daerah. Mentri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta. Knudsen P.K., Jensen F.B. (1997): Recovery from nitrite induced methaemoglobinaemia and potassium balance disturbances in carp. Fish Physiology and Biochemistry, 16, 110 Lee, C.D., S.B. Wong and L.C. 1978. Benthic Macro Invertebrate and Fish asBiological Indicator of Water Quality, with Reference on WaterPollution. Control in Developing Countries. Bangkok Thailand. Mahida, V. N. 1981. Water Polution and Disposal of Wastewater on Land. Tata Mc. Graw-Hill. New Delhi. Moraes, G., I. M. Avilez, A. E. Altran and L. H. de Aguiar. 2001. Biochemical Effect of Environmental Nitrite in matrinxa (Brycon cephalus). University of Sao Carlos. Brazil. Peraturan Pemerintah No. 82. 2001. Pengelolaan Kualitas air dan Pengendalian Pencemaran Air. Jakarta. Sari, M. 2009. Pengendalian Limbah Cair di Pabrik Benang Karet. PT Industri Karet Nusantara Medan. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. USU Repository. Medan. Siregar, S., Putra, R.M. & Sukendi. 1993. Fauna ikan di perairan sektor Bukit Tigapuluh Siberida, Sumatra. Rain Forest and Resource Management. Proceedings of the NORINDA. Jakarta, 23-25 Mei 1993. Siti Salmah, A. Junaidi, Izmiatri, Masrizal and Azhar. 2002. Fishway Installation and Fish Habitat study For River Ecosystem Conservation in Indonesia Stream. J. Freshwater fish.15 : 45-52 pp. Stormer J., F.B. Jensen and J.C. Rankin. 1996. Uptake of nitrite, nitrate, and bromide in rainbow trout, Oncorhynchus mykiss: eects on ionic balance. Canadian Journal of Fisheries and Aquatic Sciences, 53, 19431950.

Suin, M. N. 1994. Dampak Pencemaran pada Ekosistem Perairan. Proseeding Penataran Pencemaran Lingkungan, Dampak dan Penanggulangannya. Padang. Swift, D.J. 1981 Changes In Selected Blood Component Concentratios Of Raibow Trout, Salmo Gardneri, Exposed To Hypoxia Or Sulethal Concentration Of Phenol Or Ammonia. J. Fish Biol. 19:45-61. Thompson, C. L. and R. Larsen. 1994. Fish Habitat in Freshwater Stream. FWQP reference sheet. 10.3. University of California. USA. Wahbi, O. M., S. M. Shalaby and A. Y. El-Dakar. 2004. Effect of Pulp and Paper Industrial Effluent Onsome Blood Parameters, Gonads and Flesh Proteins in Experimentally Exposed Striped Seabream Lithognatus Mormyrus. Egyptian Jour. Of Aquatic research. Vol. 30 (A), 2004:25-42 Walsh, P. J., H. L. Bergman, A. Narahara, C. M. Wood, P. A. Wright, D. J. Randall, J. N. Maina and P. Laurent. 1993. Effects of Ammonia on Survival, Swimming and Activities of Enzymes of Nitrogen Metabolism in The Lake Magadi Tilapia Oreochromis alcalicus grahami. J. Exp. Biol. 180 ; 323-387. Yustina. 2001. Keaneragaman Jenis Ikan di Sepanjang Perairan Sungai Rangau Riau Sumatera. Universitas Riau. Pekan Baru. Zairion, D. 2003. Dampak Pembangunan Terhadap Biota Air. Makalah Kursus AMDAL, IPB. Bogor. Zulkifli dan Anwar, J. 1994. Alternatif Penanggulangan Limbah Pabrik Karet. Jurnal Lingkungan dan Pembangunan 14; 1 : 60 67.

LAMPIRAN

Tabel 1. Faktor fisika-kimia air pada perairan sekitar buangan limbah pabrik karet sungai Batang Arau Kualitas air Kelas Kelas I IIDeviasi 3 Deviasi 3

Hasil Analisis pada Stasiun I 25,3 6,78 6,97 6,60 0,075 0,057 0,094 3,15 12,64 II 27,1 6,52 4,52 7,35 0,154 0,136 0,137 5,36 16,57 III 28,7 6,15 3,74 9,73 0,98 0,386 0,532 8,23 23,56 IV 28,5 6,23 3,35 10,85 0,758 0,275 0,783 8,42 22,25

No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9

Parameter Suhu pH O2 terlarut CO2 terlarut NH3-N NO2 NO3 BOD5 COD

Satuano

C

mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L mg/L

6-9 6 0,5 0,06 10 2 10

6-9 4 (-) 0,06 10 3 25

Tabel 3. Rata-rata kadar methemoglobin ikan yang ditemukan di perairan sekitar buangan limbah pabrik karet sungai Batang Arau Nama Lokal Sapu-sapu Nila Mungkuih Kapareh Balang Jumlah ikan (ekor) 21 25 18 12 12 Rata-rata kadar methemoglobin (%) I II III IV 1,35 0,27 0,15 0,17 0,25 10,5 5,8 7,4 5,5 10,75 85,2 70,5 80,75 75,25 70,7 75,4 68,3 75,8 70,5 65

No. 1 2 3 4 5

Species Liposarcus pardalis Linn. Oreochromis niloticus Linn. Sicyopterus sp Barbodes gonionotus Blkr. Pristolepis fasciata Blkr.

Tabel 4. Rata-rata konsumsi O2 ikan yang ditemukan di perairan sekitar buangan limbah pabrik karet sungai Batang Arau Nama Lokal Sapu-sapu Nila Mungkuih Kapareh Balang Jumlah ikan (ekor) 21 25 18 12 12 Rata-rata konsumsi O2 (mg/g bb/jam) I II III IV 0,521 0,482 0,463 0,536 0,591 0,626 0,551 0,576 0,753 0,798 0,786 0,745 0,789 1,157 1,593 0,709 0,725 0,668 0,986 0,964

No. 1 2 3 4 5

Species Liposarcus pardalis Linn. Oreochromis niloticus Linn. Sicyopterus sp Barbodes gonionotus Blkr. Pristolepis fasciata Blkr.

Tabel 5. Rata-rata frekuensi gerakan operkulum ikan yang ditemukan di perairan sekitar buangan limbah pabrik karet sungai Batang Arau Jumlah ikan (ekor) 21 25 18 12 12 Rata-rata frekuensi gerakan operkulum (kali/menit) II III 141,67 141,40 140,14 140,20 141,33 144,83 143,80 149,25 154 143,67

No.

Species Liposarcus pardalis Linn. Oreochromis niloticus Linn. Sicyopterus sp Barbodes gonionotus Blkr. Pristolepis fasciata Blkr.

Nama Lokal Sapu-sapu Nila Mungkuih Kapareh Balang

I 140,25 140,40 137,80 139,20 139,80

IV 143,6 142 145,67 147,67 142,25

1 2 3 4 5

Tabel 6. Rata-rata jumlah sel darah merah yang ditemukan di perairan sekitar buangan limbah pabrik karet sungai Batang Arau Nama Lokal Sapu-sapu Nila Mungkuih Kapareh Balang Jumlah ikan (ekor) 21 25 18 12 12 Rata-rata jumlah sel darah merah (106/mm3) I II III IV 4,57 3,85 3,95 5,38 4,48 4,79 3,93 3,78 5,27 4,27 4,87 4,03 3,26 4,46 3,95 4,93 4,25 2,94 4,23 3,78

No. 1 2 3 4 5

Species Liposarcus pardalis Linn. Oreochromis niloticus Linn. Sicyopterus sp Barbodes gonionotus Blkr. Pristolepis fasciata Blkr.

Tabel 7. Rata-rata kadar hemoglobin darah ikan yang ditemukan di perairan sekitar buangan limbah pabrik karet sungai Batang Arau No. 1 2 3 4 5 Species Liposarcus pardalis Linn. Oreochromis niloticus Linn. Sicyopterus sp Barbodes gonionotus Blkr. Pristolepis fasciata Blkr. Nama Lokal Sapu-sapu Nila Mungkuih Kapareh Balang Jumlah ikan (ekor) 21 25 18 12 12 Rata-rata kadar hemoglobin g/dl I II III IV 11,80 5,35 8,70 10,41 8,50 12,25 6,40 8,63 10,35 8,25 12,90 7,25 7,50 9,85 7,45 13,50 7,47 6,47 9,50 7,38

Tabel 8. Rata-rata nilai hematokrit darah ikan yang ditemukan di perairan sekitar buangan limbah pabrik karet sungai batang Arau Nama Lokal Sapu-sapu Nila Mungkuih Kapareh Balang Jumlah ikan (ekor) 21 25 18 12 12 Rata-rata nilai hematokrit (%) I II III IV 27,3 29,8 30,7 35,8 25,8 30,4 33,7 32,9 28,4 27,8 25,3 26,9 30,5 32,6 25,9 23,7 23,5 23,5 23,0 21,5

No. 1 2 3 4 5

Species Liposarcus pardalis Linn. Oreochromis niloticus Linn. Sicyopterus sp Barbodes gonionotus Blkr. Pristolepis fasciata Blkr.

Tabel 9. Rata-rata jumlah sel darah putih ikan yang ditemukan di perairan sekitar buangan limbah pabrik karet sungai Batang Arau Jumlah ikan (ekor) Sapu-sapu 21 Nama Lokal Nila Mungkuih Kapareh Balang 25 18 12 12 Rata-rata jumlah sel darah putih (103/mm3) I II III IV 2,39 2,58 2,63 2,67 2,45 1,73 1,53 2,37 2,40 1,78 1,69 2,40 2,47 1,87 1,84 2,43 2,53 1,95 1,89 2,45

No. 1 2 3 4 5

Species Liposarcus pardalis Linn. Oreochromis niloticus Linn. Sicyopterus sp Barbodes gonionotus Blkr. Pristolepis fasciata Blkr.

Tabel 10. Rata-rata kadar plasma asam laktat ikan yang ditemukan di perairan sekitar buangan limbah pabrik karet sungai batang Arau Nama Lokal Sapu-sapu Nila Mungkuih Kapareh Balang Jumlah ikan (ekor) 21 25 18 12 12 Rata-rata kadar plasma laktat (mM) I II III IV 17,5 10,3 10,0 15,5 12,5 20,25 15,75 12,30 17,25 17,25 35,5 30,25 27,5 27,5 30,25 40,0 35,25 30,50 32,0 35,40

No. 1 2 3 4 5

Species Liposarcus pardalis Linn. Oreochromis niloticus Linn. Sicyopterus sp Barbodes gonionotus Blkr. Pristolepis fasciata Blkr.

Gambar 2. Jumlah spesies ikan yang ditemukan perstasiun lokasi pengambilan Sampel.

BIODATA

NAMA Tempat/Tanggal Lahir Alamat

: Muhammad Syukri Fadil, S.Si : Medan / 28 Juni 1968 : Griya Kharisma Permai III Blok G No. 10 Kubu Dalam Parak Karakah Padang.

Pekerjaan Instansi Jabatan Pangkat/Golongan Riwayat Pendidikan

: Staf Pengajar : FMIPA Universitas Andalas : Asisten ahli Madya : : 1. SD tamat tahun 1981 2. SMP tamat tahun 1984 3. SMA tamat tahun 1987 4. S1 tamat tahun 1995 5. S2 tamat tahun 2011