KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN …
Transcript of KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN …
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 135
KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK
PLTN SESUAI DENGAN DS 417
Akhmad Khusyairi
Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir
Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Jl. Gajah Mada no 8 Jakarta
Email : [email protected]
ABSTRAK KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN SESUAI DENGAN DS
417. Dalam tahap evaluasi tapak PLTN, harus dilakukan evaluasi bahaya yang terkait dengan aspek
hidrologi. Perubahan iklim global, khususnya fenomena hidrologi ekstrim, berdampak pada struktur,
sistem dan komponen penting yang terkait dengan keselamatan. Oleh karena itu IAEA melakukan
upaya untuk merevisi IAEA safety standard series NS-G 3.5, Flood Hazard For Nuclear Power
Plants On Coastal And River Sites, guna memberikan perlindungan terhadap keselamatan
masyarakat dan lingkungan akibat pengoperasian PLTN. Metode yang digunakan dalam kajian ini
studi pustaka. Dalam evaluasi bahaya fenomena hidrologi harus diperoleh beberapa informasi dan
data yang diperlukan guna menentukan dasar desain fenomena hidrologi untuk desain PLTN,
khususnya yang terkait dengan desain sistem pendingin. Beberapa banjir yang disebabkan oleh
fenomena ekstrim hidrologi harus dievaluasi guna menentukan sistem proteksi tapak, diantaranya
banjir akibat seiche, banjir akibat tsunami, tanah longsor, bendungan/dam jebol, dll. Disamping itu
juga harus dilakukan evaluasi terjadinya kejadian fenomena hidrologi yang bersamaan ataupun
simultan sehingga memberikan efek terparah pada tapak. Dengan demikian maka dapat direncanakan
upaya perlindungan tapak dari parameter-parameter ekstrim hidrologi.
Kata kunci : hidrologi, PLTN, tapak, evaluasi
ABSTRACT HYDROLOGICAL ASPECT ASSESSMENT ON NUCLEAR POWER PLANT SITE
EVALUATION ACCORDANCE ON DS 417. Nuclear power plant site evaluation should conduct
the hazard evaluation associated with hydrological aspects. Global climate changes and particularly
extreme hydrological phenomena have an impact on the structure, systems and important components
related to safety. Therefore, IAEA makes efforts to revise the IAEA Safety Standard Series NS-G 3.5,
Flood Hazard For Nuclear Power Plants On Coastal and River Sites, in order to provide protection
against the public and the environment safety due to operation of nuclear power plants. There
assessment method used is literature study. In the phenomenon of hydrological hazard evaluation,
some necessary information and data should be obtained to determine the basic design of hydrological
phenomena during designing nuclear power plants, especially hydrology parameters related to the
cooling system design. Some of the flooding caused by extreme hydrological phenomena must be
evaluated to determine the site protection system, such as floods caused by seiche, tsunami floods,
landslides, dam failure, etc. Furthermore, there must be an evaluation on either coincident event or
hydrological phenomena simultaneously that caused the worst effect on the site. In conclusion, the
protection of the site from extreme hydrological parameters can be planned.
Keywords: hydrology, NPP, site, evaluation
1. PENDAHULUAN Global warming atau pemanasan global terjadi akibat dari peningkatan gas-gas rumah
kaca yang ditimbulkan dari berbagai sektor industri. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 136
menimbulkan efek pemantulan dan penyerapan gelombang panjang (infrared), yang
merupakan bagian dari pancaran sinar matahari, oleh permukaan bumi kembali ke
permukaan bumi lagi. Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim tersebut
diantaranya adalah[1] :
Semakin banyak penyakit (tifus, malaria, demam, dll.)
Meningkatnya frekuensi bencana alam/cuaca ekstrim (tanah longsor, banjir, kekeringan,
badai tropis, dll.)
Mengancam ketersediaan air tanah
Mengakibatkan pergeseran musim dan perubahan pola hujan
Menurunkan produktivitas pertanian
Peningkatan temperatur akan mengakibatkan kebakaran hutan
Mengancam keanekaragaman hayati
Kenaikan muka laut menyebabkan banjir permanen dan kerusakan infrastruktur di
daerah pantai
Terdapat dua dampak yang menjadi isu utama berkenaan dengan perubahan iklim,
yaitu fluktuasi curah hujan yang tinggi dan kenaikan muka laut yang menyebabkan
tergenangnya air di wilayah daratan dekat pantai. Perubahan iklim global yang akhir-akhir
ini dirasakan dihampir semua negara, juga mempunyai dampak signifikan pada
keselamatan pengoperasian instalasi nuklir, seperti halnya yang terjadi di PLTN Fukushima
Jepang 11 Maret 2011 lalu. Beberapa bahaya fenomena ekstrim dan dampaknya, khususnya
dampak fenomena hidrologi terhadap sistem pendingin, belum diatur dalam sistem regulasi
keselamatan pengoperasian instalasi nuklir.
IAEA yang merupakan organisasi internasional yang banyak membidangi berbagai
standar keselamatan pengoperasian instalasi nuklir, mencoba melakukan revisi terhadap
NS-G 3.5 yang dianggap sudah tidak relevan lagi digunakan saat ini. Pada Safety Guide NS-G
3.5, telah diatur tentang beberapa fenomena hidrologi ekstrim, namun tidak
dipertimbangkan pengaruhnya terhadap sistem pendingin PLTN. Keselamatan sistem
pendingin dalam sebuah instalsi nuklir memegang peranan penting dalam keselamatan
pengoperasian PLTN secara keseluruhan. Untuk memberikan perlindungan terhadap
masyarakat akibat potensi dampak radiologi yang mungkin terjadi akibat pengoperasian
PLTN, maka diperlukan parameter-parameter fenomena hidrologi yang harus
dipertimbangkan dalam evaluasi tapak PLTN terkait dengan fenomena hidrologi.
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah memberikan panduan dalam melakukan
evaluasi bahaya fenomena hidrologi yang berpengaruh pada keselamatan pengoperasian
instalasi nuklir, menentukan dasar desain, serta menentukan upaya perlindungan tapak[2].
Ruang lingkup penulisan makalah dibatasi pada aspek hidrologi dalam melakukan evaluasi
tapak PLTN yang berpengaruh pada keselamatan pengoperasian instalasi nuklir,
menentukan dasar desain, serta menentukan upaya perlindungan tapak.
2. ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN 2.1 Bahaya Hidrologi
Beberapa parameter hidrologi berpengaruh dalam keselamatan pengoperasian
instalasi nulir, khususnya PLTN, oleh karena itu pada tahap evaluasi tapak PLTN beberapa
parameter hidrologi yang berpengaruh pada keselamatan pengoperasian PLTN harus dikaji.
Parameter hidrologi yang harus dikaji dalam evaluasi tapak PLTN diantaranya badai,
gelombang air laut, tsunami, seiche, run off dan kebocoran danau atau waduk secara tiba-tiba.
Disamping itu harus dievaluasi pula fenomena hidrologi yang lain, diantaranya adalah
kenaikan level air hulu dan penurunan level air hilir, tanah longsor, waterspout, penurunan
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 137
atau kegagalan tapak atau disekitarnya, serta luapan air sungai secara tiba-tiba, variasi
ketinggian air tanah serta pembekuan air permukaan.
Banjir tapak dapat berdampak pada SSK (Struktur Sistem dan Komponen) penting
yang terkait keselamatan, disamping itu efek infiltrasi air, efek dinamis air dapat
berpengaruh juga pada pondasi bangunan dan jika banjir membawa aliran es maupun
serpihan-serpihan lain dapat merusak sistem drainase dan jalur/pipa masuk air pendingin.
Disamping berpengaruh pada instalasi, juga berpengaruh pada luar instalasi, oleh karena itu
juga perlu dilakukan kajian erosi pada batas tapak. Efek banjir yang mengakibatkan dispersi
ZRA (Zat Radioaktiv) juga harus dievaluasi dan dipertimbangkan dalam kajian banjir dasar
desain.
Instalasi nuklir mempunyai masa operasi yang cukup panjang, untuk PLTN
diasumsikan hingga 100 tahun, oleh karena itu diperlukan kajian terhadap perubahan
bahaya seiring dengan berjalannya waktu sepanjang operasi instalasi nuklir. Perubahan
fenomena bahaya ini seiring dengan terjadinya perubahan iklim global. Secara signifikan,
perubahan iklim global berpengaruh pada keselamatan pengoperasian instalasi nuklir.
2.2 Data Hidrologi
2.2.1 Sumber off-site (luar tapak)
Data yang diperlukan dalam evaluasi tapak meliputi karakteristik hidrologi air tanah
dan semua badan air yang relevan, informasi geologi terjadinya air tanah serta lokasi dan
deskripsi struktur bendungan/dam yang berpengaruh pada tapak. Dalam evaluasi tapak
juga harus diperoleh kisaran level air pasang, untuk melakukan perhitungan pasang surut
bisa digunakan analisis harmonik, konstanta harmonik diperoleh dari stasiun pengukur
dekat pantai tapak.
Dalam evaluasi tapak, harus diperoleh kisaran level air di luar fenomena pasang yang
diperoleh dari 10 stasiun pengukur yang mewakili kondisi tapak serta durasi pengukuran,
karakteristik gelombang, hasil pengukuran gelombang dari tsunameter, data run off, draw
down, dan periode serta durasi genangan untuk radius 50 km, juga harus dilakukan
observasi terhadap holes yang terjadi akibat gelombang pasang yang sangat cepat, tsunami
dan perubahan rilis mendadak pada struktur hidrologi.
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah informasi rilis air dari semua badan
air dekat tapak, kurva korelasi antara level air dan debit rilis, serta pengaruh
perubahan antropogenik dan batimetri. Sedangkan untuk air tanah, harus dipasang
Piezometer pada tapak untuk memantau level dan tekanan air tanah dalam akuifer
yang sesuai. Pengaruh antropogenik terhadap level air tanah terkait dengan upaya
eksplorasi air tanah yang dilakukan penduduk dan perkembangan penduduk
sekitar tapak untuk jangka panjang guna mengetahui kecenderungan level air tanah
di masa yang akan datang yang akan digunakan untuk estimasi dampak terburuk
kondisi meteorologi ekstrim level air tanah. Disamping itu harus didapatkan juga
sejarah terjadinya gumpalan es mengapung, luas, ketebalan dan durasinya pada
tapak.
2.2.2 Data Geofisika, Geologi dan Seismologi
Geologi tapak spesifik dan sumber fenomena tsunami merupakan 2 data
geofisika dan geologi yang berbeda. Data geologi tapak spesifik yang harus
diperoleh diantaranya adalah jenis endapan dan karakteristik erodibilitas dasar laut
dan sungai serta karakteristik hidrogeologi. Identifikasi terhadap tiga sumber
tsunami harus dilakukan, diantaranya adalah; struktur seismogenik besar,
longsoran tanah serta aktivitas gunung api. Sedangkan data geofisika, geologi dan
seismologi yang akan digunakan dalam menentukan karakteristik pembangkit
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 138
potensial tsunami diataranya adalah waktu dan terjadinya, lokasi dan kedalaman
pusat gempa, magnitude, momen seismik, mekanisme fokal dan parameter rupture.
Sementara itu untuk tsunami yang diakibatkan oleh tanah longsor, harus diperoleh
data tanah longsor dan karakteristik tebing. Sedangkan untuk fenomena
vulkanologi, harus diperoleh karakteristik gunung api.
2.2.3 Data Topografi dan Batimetri
Data topografi, data referensi vertikal dan horizontal harus dikumpulkan, serta grid
yang digunakan harus dinyatakan secara eksplisit, umumnya interval garis kontur di sekitar
tapak berada pada rentang 5-10 m, sedangkan untuk tapak menggunakan interval kontur 1
m. Di samping itu harus diperoleh juga, batas DAS, karakteristik banjir, elevasi dan
deskripsi tanggul/dam, serta modifikasi topografi. Sedangkan batimetri tapak meliputi
referensi umum data-data vertikal dan horizontal, batimetri badan air yang relevan,
misalnya hingga kedalaman 100 m, jaringan drainase, data erosi dan/atau deposisi, sejarah
fenomena migrasi aliran serta modifikasi topografi akibat gerakan patahan.
2.2.4 Data Aktivitas Antropogenik
Data relevan yang terkait dengan aktivitas antropogenik harus dikumpulkan serta
dampak yang diakibatkan oleh struktur pantai atau lepas pantai, seperti pelabuhan, break
water, tembok laut, dll. Untuk DAS, 2 jenis kegiatan antropogenik yang berpengaruh yaitu
perubahan tata guna lahan dan perubahan kanal serta cekungan.
Sedangkan untuk struktur hidrolik, harus diketahui data yang terkait dengan tanggal
konstruksi, komisioning dan operasi, penanggungjawab, sifat dan jenis struktur utama,
karakteristik penampung air, data banjir desain, faktor keamanan, pengendalian dan
pengaturan banjir, hidrograf desain aliran masuk, dasar desain seismik, luas wilayah yang
dilindungi, dampak aliran air, es, serpihan dan sedimen serta dampak erosi dan sedimentasi
sungai.
2.3 Metode Kajian Bahaya
Dalam melakukan kajian bahaya, terdapat dua metode yang bisa digunakan, yaitu
metode deterministik dan metode probabilistik. Kedua metode tersebut digunakan untuk
saling melengkapi sesuai dengan perannya masing-masing. Disamping kedua metode
tersebut, juga diperlukan justifikasi teknis dari para ahli dalam menentukan metode dan
parameter yang relevan.
Tidak semua kejadian dapat dikaji dengan menggunakan metode probabilistik,
namun dalam menggunakan kerangka kerja ini diperlukan upaya justifikasi dengan cara
melebihkan frekwensi kejadian dari parameter yang dikaji dalam penetapan skenario dasar
desain agar diperoleh nilai yang cukup konservatif. Upaya ini juga bisa digunakan dalam
kajian bahaya dengan menggunakan pendekatan ataupun metode deterministik.
Dalam melakukan kajian bahaya, seringkali ditemui suatu ketidakpastian, oleh karena
itu ketidakpastian yang ada harus diolah agar hasil kajian mendapatkan nilai yang
konservatif dan tinggat kehandalan tinggi. Ketidakpastian terdiri dari dua kelompok besar,
yaitu ketidakpastian tidak sengaja dan ketidakpastian epistemis.
2.3.1 Metode Deterministik
Metode ini dapat juga digunakan untuk memperkirakan tinggi maksimum still water
dengan membangun hipotesis badai termaksimumkan, penggunaan metode ini
mengkombinasikan prosedur transport, pamaksimuman dan estimasi penggunaan keahlian
para ahli dalam judgemnet yang tepat. Prosedur ini tepat digunakan untuk siklon tropis
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 139
tetapi jika digunakan dalam badai ekstra tropis akan mengalami banyak kesulitan. Prosedur
ini meliputi pemilihan badai maksimum dan evaluasi gelombang laut untuk pantai terbuka
dan semi terbuka. Analisis dilakukan dalam pemilihan parameter-parameter badai serta
parameter lain yang relevan yang akan digunakan sebagai input dalam pemodelan baik 1
dimensi maupun 2 dimensi, sehingga mampu menghasilkan potensi banjir maksimal.
Sementara itu parameter lain yang relevan yaitu kecepatan angin maksimum, diferensial
tekanan atmosfir, friksi dasar dan koefisien tekanan angin.
Sementara itu output yang dihasilkan dari analisis gelombang badai adalah medan
angin dan gradient tekanan masing-masing badai, kesimpulan kalkulasi gelombang badai,
serta ringkasan tabel dan plot dari total hidrograf.
2.3.2 Metode Probabilistik
Dalam memperkirakan elevasi still-water (penggunaan terminologi still-water tidak
mengimplikasikan untuk air diam). Namun penggunaan lebih kepada penentuan hasil
bahaya sebelum gelombang angin efek bahaya lain yang dikombinasikan untuk
menghasilkan parameter dasar desain (bab 6) untuk mengkaji bahaya gelombang badai
harus digunakan metode probabilistik. Data gelombang harus meliputi data ketinggian still-
water. Penggunaan data deret waktu dari beberapa lokasi dapat membantu kajian fenomena
ini serta memperluas dasar analisis. Pendekatan dengan menggunakan gelombang laut
aktual sebagai parameter dasar dengan memperhitungkan catatan atau rekaman data,
memiliki kelebihan dan dapat digunakan semaksimal mungkin terutama untuk daerah yang
menjadi tujuan dari badai ekstra tropis, karena badai ini sangat sulit untuk dimodelkan
dalam metode deterministik.
3 PEMBAHASAN 3.1. Wilayah Pantai Terbuka
Penggunaan model dalam perhitungan ketinggian gelombang badai harus sudah
tervalidasi dan pada umumnya menggunakan model 2 dimensi. Terdapat kemungkinan
bahwa badai topan tropis atau badai ekstra tropis mampu menghasilkan level air puncak,
namun ketinggian gelombang badai mungkin bukan merupakan kondisi kritis untuk
desain.
3.2. Badan Air Semi Terbuka
Dalam analisis gelombang badai pada badan air, yang pertama kali dilakukan adalah
menelususri rute/jalur masuk dan naiknya air ke teluk atau sungai dengan menggunakan
metode numerik. Dalam melakukan analisis gerakan air pada cekungan badan air semi
tertutup, analisis dilakukan dengan menggunakan model hidrodinamika transien dua
dimensi yang umumnya diperlukan guna mendapatkan variasi batimetri dan refleksi
gelombang, sedangkan parameter yang dipilih harus dievaluasi secara konservatif.
Untuk tapak yang terletak di teluk dengan tanggul pantai rendah dan rawa-rawa
rendah, dimungkinkan terjadinya banjir overtopping tanggul pantai, namun disamping itu
juga harus diperhitungkan erosi pintu masuk tanggul pantai dan teluk.
Hasil analisis mencakup riwayat waktu terhitung yang terkait dengan gelombang laut
pantai terbuka, debit air pada jalur masuk, profil gelombang laut teluk atau sungai,
kontribusi haluan angin jika dimungkinkan, kontribusi karena aliran permukaan dan aliran
sungai.
3.3. Badan Air Tertutup
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 140
Gelombang badai umumnya dikaitkan dengan osilasi permukaan air yang disebut
juga dengan Seiche.
3.4. Banjir Oleh Gelombang Angin
Pergerakan angin pada badan air (danau, sungai, estuari, laut atau kanal) yang
ditentukan dapat menghasilkan gelombang angin dengan periode antara 1 hingga 10 detik.
Propagasi gelombang dipengaruhi oleh 2 hal, yaitu friksi dasar dan kedalaman air.
Gelombang dikelompokkan menjadi 3, diantaranya adalah gelombang dalam, gelombang
transisi dan gelombang air dangkal.
Dalam kajian ini harus ditentukan terlebih dahulu spektrum gelombang lepas pantai
guna mengetahui dampak gelombang angin. Spektrum dan gaya gelombang kemudian
digunakan dalam perhitungan struktur. Dalam perhitungan bahaya gelombang angin, harus
diasumsikan pasang tinggi, level air danau tinggi terjadi secara bersamaan dengan
gelombang angin. Efek gelombang angin diataranya adalah gaya ombak, semua banjir lokal
yang mungkin terjadi, overtopping dari tanggul dan/atau bendungan, dan juga semprotan
angin
3.5 Medan Angin
Dalam melakukan evaluasi gelombang angin, harus dilakukan karakterisasi
kecepatan, arah dan durasi dari medan angin yang menghasilkan gelombang. Evaluasi
dilakukan dengan menggunakan metode probabilistik, sedangkan untuk menentukan nilai
konserfatif, fetch dan orientasi angin dikaji berdasarkan data meteorologi regional dan
karakteristik badai. Jika pendekatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan
deterministik, maka dalam menentukan medan angin kritis, vektor angin fetch kritis harus
dihitung dari berbagai waktu. Sementara itu untuk tapak pantai, pemilihan input
karakteristik badai ditujukan untuk mendapatkan efek banjir maksimal.
3.6 Pembangkitan Gelombang Lepas Pantai
Dengan menggunakan medan angin yang dipilih, dapat dilakukan perhitungan
karakteristik gelombang lepas pantai. Jika menggunakan penyederhanaan metode dalam
evaluasi, maka diasumsikan secara umum angin berarah tunggal. Metode ini berdasarkan
pada hubungan semi empiris dan digunakan sebagai masukan (input) fetch, kecepatan angin
dan durasi angin. Jika asumsi-asumsi tersebut tidak valid, maka digunakan pemodelan
spektrum gelombang 2 dimensi.
Ketersediaan data hasil pengamatan parameter hidrologi yang diamati (pelampung
pasang surut, pengukuran satelit, dll) pada spektrum gelombang di daerah dekat tapak
harus masuk dalam analisis bahaya ini. Setelah itu dilakukan ekstrapolasi untuk
menghitung tinggi gelombang signifikan dengan frekwensi apriori tahunan dari kejadian
yang dipilih. Ketinggian gelombang berkaitan dengan periode, sehingga hubungan empiris
dapat digunakan untuk menentukan periode gelombang berdasarkan pada tinggi
gelombang untuk frekuensi tahunan dari kejadian yang dipilih.
3.7 Gelombang dekat pantai dan interaksi dengan struktur
Gelombang lepas pantai yang bergerak menuju pantai dekat tapak instalasi akan
mengalami efek disipasi dan modifikasi, hal ini disebabkan karena adanya perubahan
kedalaman air, gangguan/halangan dari pulau, struktur, faktor-faktor lainnya, serta
tambahan masuknya energi angin. Fenomena ini harus dievaluasi, begitu juga dengan
transformasi dan propagasi gelombang lepas pantai ke daerah dekat pantai.
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 141
3.8 Banjir Tsunami
Tsunami adalah rangkaian gelombang berjalan yang memiliki panjang gelombang dan
periode yang panjang, umumnya tsunami bisa memiliki panjang gelombang hingga ratusan
km dan periode hingga puluhan menit atau jam. Tsunami dapat dihasilkan dari gempa
bumi, tanah longsor bawah laut, batu jatuh atau kegagalan tebing, bahkan jatuhan meteor
besar. Rambatan tsunami bergerak ke segala arah. Selama proses propagasi, kecepatan dan
tinggi gelombang tsunami dipengaruhi oleh topografi bawah laut. Sedangkan propagasi
gelombang dipengaruhi oleh refraksi, difraksi dan refleksi bukit laut.
Tsunami dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tsunami lokal dan tsunami jauh.
Tsunami lokal merupakan tsunami yang hanya berpengaruh pada daerah di sekitar
sumbernya. Semetara itu tsunami jauh merupakan tsunami yang berpotensi memberikan
dampak yang lebih luas setelah mengalami perjalanan di samudera ataupun lautan.
Perlu dilakukan penyederhanaan kriteria screening (Gambar 1), jika pada tapak
tersebut menunjukkan tidak ada bukti terjadinya tsunami di masa lalu, terletak lebih dari 10
km dari garis pantai, atau terletak lebih dari 1 km dari garis pantai danau atau fjord, atau
lebih dari 50 m elevasi dari tingkat rata-rata air, maka tidak lagi diperlukan penyelidikan
lebih lanjut untuk menganalisis bahaya tsunami pada tapak.
Jika terdapat potensi tsunami pada suatu tapak, maka harus diperhitungkan
keamanan pasokan air pendingin untuk beberapa jam kedepan, karena tsunami umumnya
didahului dengan kejadian air surut (draw down) selama beberapa jam.
Keberadaan aktivitas gunungapi pada jarak kurang dari 1000 km merupakan indikasi
kemungkinan terjadinya tsunami lokal. Sedangkan potensi tsunami jauh dapat diselidiki
dengan mengevaluasi semua sumber seismogenik yang ada pada dan sekitar laut tertentu
dimana tapak berada. Hasil perhitungan dipengaruhi oleh resolusi dan akurasi data
batimetri dan topografi dekat pantai. Ukuran grid spasial, tahapan atau langkah-langkah,
batas penghubung antar ukuran mesh harus didefinisikan untuk memberikan stabilitas
perhitungan numerik, selain itu harus diperhitungkan pula level air pasang surut.
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 142
Tahap Awal Kajian : Mempertimbangkan Informasi Umum yang Tersedia
Tahap Kajian Secara Detail : Pertimbangan Tsunami Dasar Desain
Gambar 1. Kajian Awal dan Kajian Secara Detail Terhadap Bahaya Tsunami
Hasil kajian bahaya ini harus memperoleh data diantaranya level air maksimum pada
garis pantai, tinggi run up, genangan horizontal banjir, level air maksimum pada tapak, level
air minimum pada garis pantai serta durasi draw down dibawah pipa masuk pendingin.
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 143
Gambar 2. Parameter Dari Kajian Bahaya Tsunami
3.5. Banjir Akibat Seiche
Gerakan seiche pada beberapa badan air dapat mencapai lebih dari 1 m. Dalam kajian
ini harus dihitung modus dan amplitudo osilasi, disamping itu harus dikaji pembangkitan
seiche yang terjadi secara bersamaan dengan banjir tapak. Untuk menentukan ketinggian air
sebagai fungsi waktu pada setiap titik maka perlu dilakukan pemodelan numerik untuk
mensimulasikan osilasi seiche dan banjir yang diakibatkannya.
3.6. Banjir Akibat Hujan Ekstrim
Laju intensitas curah hujan yang telah dikembangkan digunakan sebagai dasar untuk
mengembangkan perhitungan drainase tapak. Drainase tapak harus dirancang dengan
memperhitungkan curah hujan ekstrim yang dikombinasikan dengan hujan salju atau hujan
es, disamping itu juga diperhitungkan pembentukan genangan atau kolam air akibat
kapasitas infiltrasi air yang tidak memadai, serta variasi kondisi tanah juga harus
diperhitungkan.
Penggunaan model-model run off harus dilakukan dalam perhitungan aliran dan
volume drainase tapak serta mengukur/menghitung kapasitas saluran, kanal dan pipa/jalur
keluaran. Faktor lain yang perlu ditambanhkan dalam analisis diantaranya adalah
penyumbatan pipa saluran air dan gorong-gorong. Jika sistem drainase aktif diperlukan
untuk memberikan perlindungan banjir yang memadai, maka kontinjensi pertahanan
berlapis harus dimasukkan ke dalam desain sistem drainase. Disamping itu perlu juga dikaji
dampak curah hujan pada atap bangunan penting yang terkait dengan keselamatan.
3.7. Routing Banjir pada Tapak
Selama terjadi banjir di sekitar/dekat tapak, pemodelan numerik digunakan untuk
menghitung level air, kecepatan air, dll. Disamping itu diperlukan juga peta genangan yang
akurat. Dalam pemodelan numerik, variasi kekasaran dan topografi harus masuk dalam
perhitungan. Back water yang diakibatkan oleh banjir hilir merupakan salah satu faktor yang
harus diperhitungkan pula. Kalibrasi model numerik harus dilakukan dengan
menggunakan data yang dipeoleh dari hasil pengamatan di lapangan. Potensi berlikunya
kanal/saluran pada tapak dapat menyebabkan hilangnya air pendingin, namun kondisi ini
juga dapat mengakibatkan banjir tapak. Stabilitas saluran harus dianalisis dalam kajian
bahaya ini yang kemudian digunakan dalam desain perlindungan tapak.
3.8. Gaya Hidrodinamik, Sedimentasi dan Erosi
Banjir dapat berpengaruh pada keselamatan instalasi, hal ini disebabkan oleh gaya-
gaya hidrodinamik langsung pada setiap bangunan yang terendam dan oleh sedimentasi
dan atau penyumbatan fitur yang terkait dengan keselamatan pada tapak. Pemodelan
numerik tiga dimensi maupun pemodelan fisik secara detail digunakan untuk
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 144
memperkirakan kecepatan air dan gaya hidrodinamik pada struktur terendam.
Pengkombinasian model numerik dan fisik digunakan untuk mempelajari fenomena
sedimentasi, erosi dan gerusan.
3.9. Banjir Akibat Kegagalan Struktur Pengendali Air
Kegagalan struktur penahan/pengendali air dapat menyebabkan banjir didaerah
tapak. Banjir ini dapat menghasilkan gelombang dan kecepatan yang sangat tinggi menuju
hilir, sehingga efek dinamis yang dihasilkan dapat berpengaruh pada tapak dan bangunan
diatasnya. Investigasi secara rinci harus dilakukan pada daerah drainase hulu tapak untuk
menentukan bagian mana potensi kemungkinan terbentuknya penyumbatan saluran secara
alami. Sementara itu harus dipertimbangkan pula struktur pengendali yang akan
direncanakan pada tapak termasuk sungai dan kelokannya.
3.10. Banjir Yang Diakibatkan Oleh Bores (Arus Pasang Sangat Cepat) Secara Mekanis
Diakibatkan Oleh Gelombang
Bores atau arus pasang yang sangat cepat merupakan fenomena hidrolik dimana
kenaikan gelombang (banjir) menyebabkan gelombang pasang pada sungai. Gelombang ini
bergerak ke hulu berlawanan arah dengan aliran sungai normal. Sedangkan banjir yang
diakibatkan oleh (energi) mekanik gelombang terbentuk ketika aliran air yang melewati
struktur tiba-tiba berhenti. Harus dilakukan identifikasi kejadian yang memicu terjadinya
arus pasang sangat cepat maupun gelombang yang dihasilkan secara mekanis. Ketinggian
gelombang ombak dapat diukur dengan menggunakan H = cV/g dengan asumsi lokasi
dapat didekati dengan menggunakan bentuk yang sederhana.
3.11. Banjir Akibat Air Tanah
Analisis bahaya dapat dilakukan dengan menggunakan metode deterministiuk
maupun statistik. Namun demikian, dalam melakukan analisis bahaya ini dianjurkan untuk
menggunakan pemodelan hidrogeologis, dalam pemodelan ini perlu dilakukan pembenaran
konservatisme asumsi. Dari kajian bahaya ini parameter peningkatan level air tanah ekstrim
harus diperoleh karakteristiknya, sehingga dapat digunakan dalam penentuan dasar desain.
3.12. PLTN Fukushima Jepang
PLTN Fukushima I dibangun pada era tahun 60-an, pada era tersebut ketentuan
keselamatan evaluasi tapak, khususnya yang terkait dengan bahaya hidrologi, belum diatur
secara ketat. Namun demikian PLTN Fukushima I dalam revisi sistem perlindungan tapak
mempertimbangkan bahaya tsunami dengan ketinggian 5,7 m, hal ini dibuktikan dengan
adanya sea wall yang dibangun untuk menahan gelombang tsunami setinggi 5,7 m.
sedangkan pengaruh fenomena lain yang terkait dengan tsunami masih belum
dipertimbangkan. Hal ini dibuktikan dengan desain bangunan dan sistem yang terkait
dengan keselamatan yang tidak memperhitungkan pengaruh banjir akibat adanya tsunami,
sehingga ketika terjadi banjir akibat tsunami, sistem diesel generator yang digunakan untuk
memasok listrik untuk sistem pending mengalami kegagalan akibat terendam air.
DS 417 telah mengatur bagaimana dilakukan upaya perlindungan tapak terhadap
banjir akibat tsunami dan juga memperhitungkan desain kedap air pada sistem yang terkait
dengan keselamatan seperti gedung gen set yang digunakan untuk memasok listrik sistem
pendingin reactor ketika reaktor shut down.
Dengan demikian maka desain PLTN Fukushima I tidak sesuai dengan DS 417 yang
juga telah mensyaratkan desain kedap air (banjir) terhadap bangunan/system yang terkait
dengan keselamatan.
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 145
4 KESIMPULAN Global warming akibat adanya peningkatan gas rumah kaca di atmosfer bumi,
memberikan dampak terjadinya perubahan iklim global yang kemudian memberikan
dampak yang signifikan pada keselamatan pengoperasian PLTN, oleh karena itu dalam
evaluasi tapak PLTN harus dikaji parameter-parameter hidrologi yang mempunyai potensi
bahaya pada instalasi nuklir, khususnya PLTN. Hasil dari kajian digunakan dalam
penentuan parameter dasar desain. Nilai parameter dasar desain digunakan dalam
menentukan desain instalasi nuklir, khususnya PLTN.
Dala evaluasi tapak PLTN, kajian bahaya parameter hidrologi harus mengasumsikan
bahwa operasi PLTN hingga 100 tahun, oleh karenanya perubahan iklim hingga 100 tahun
kedepan harus diprediksikan dampaknya pada perubahan nilai parameter hidrologi. Dalam
tahap konstruksi hingga operasi PLTN, pemantauan tetap dilakukan untuk digunakan
dalam melakukan kajian ulang berkala nilai parameter dasar desain.
DAFTAR PUSTAKA [1]. ARMI SUSANDI, I. H. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ketinggian Muka Laut Di
Wilayah Banjarmasin. Jurnal Ekonomi Lingkungan Vol.12/No.2/2008 . (2008)
[2]. IAEA. Draft of Meteorological and Hydrological Hazards in Site Evaluation for Nuclear
Installation. Viena: IAEA. (2009).
[3]. IAEA. Flood Hazard For Nuclear Power Plants On Coastal And River Sites. Vienna: IAEA.
(2003).
yang dimaksud adalah melalui survei litologi (material bawah permukaan) mencakup
diskripsi batuan, jenis batuan, komposisi mineral, kekerasan batuan, tingkat pelapukan dan
umur batuan di suatu daerah sehingga memperoleh peta penyebaran litologi.
Pengertian Kesesuaian Material Bawah Permukaan adalah kelayakan karakteristik
litologi untuk analisis kestabilan pondasi dari suatu struktur bangunan di atasnya.
Pendekatan dan Evaluasi Material Bawah Permukaan Daerah yang direkomendasikan
adalah daerah yang material bawah permukaannya tidak mengalami pelapukan tinggi
hingga menunjukkan sifat fisik batuan yang lunak, memiliki sifat keteknikan yang baik yang
ditunjukkan daya dukung tanah yang baik dan tidak berpotensi likuefaksi. Pengamatan sifat
keteknikan material bawah permukaan dilakukan dengan analisis petrologi dan
pengamatan geologi pada daerah yang menarik.
2.1 Pendataan Geologi
Pendataan geologi dilakukan di Pulau Bangka terutama pada daerah yang mewakili
secara geologi dan terdapat singkapan yang dianggap representative untuk mewakili
kondisi karakteristik batuan pada setiap formasi[2]. Data geologi yang diambil meliputi
diskripsi, intepretasi sampai gambaran umum penyebaran tanah/batuan penyusun daerah
penelitian terutama pada radius 3 km dari titik pantai. Survei dilakukan dengan
mengidentifikasi daerah dengan litologi yang memiliki daya dukung tinggi dan hanya
beberapa tempat pada endapan alluvial.
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 146
Lokasi Pengamatan
Pendataan geologi di Pulau Bangka mengutamakan daerah pantai dan pada
singkapan batuan yang dapat memberikan informasi. Pendataan tersebut mewakili setiap
formasi batuan di beberapa tempat yang berbeda dan untuk mengetahui karakteristik
masing-masing jenis batuan. Peta lokasi pendataan lapangan di Pulau Bangka dan uraian
hasil pendataan geologi serta karakteristik batuan pada masing-masing daerah terdapat
pada Gambar 1.
Gambar 1 Peta Lokasi Pengamatan Geologi di Pulau Bangka
Secara umum singkapan batuan di sepanjang pantai Pulau Bangka tergabung dalam
formasi yang meliputi Pemali Komplek, Tanjung Genting dan Granit Klabat, Formasi
tersebut dapat dilihat dalam Peta Geologi , Gambar 2.
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 147
Gambar 2. Peta Geologi Daerah Bangka Belitung [2]
2.1.1 Pemali kompleks
Singkapan batuan yang termasuk dalam Pemali Kompleks berupa batuan metamorf
tersingkap di Pantai Tanjung Tuing dan Teluk Klabat. Daerah Tanjung Tuing terletak di
Timur Laut Pulau Bangka yang merepresentasikan keterdapatan batuan Pemali Kompleks.
Batuan ini merupakan batuan tertua dan satu-satunya kelompok batuan malihan di Pulau
Bangka. Batuan yang tersingkap pada daerah ini antara lain batulempung terkersikkan,
metabatupasir, metalanau dan kuarsit. Batuan tersebut keras kompak, tidak nampak
pelapukan dan rata rata mengalami terfrakturasi.
Gambar 3. Singkapan Pemali Kompleks di Tanjung Tuing Bagian Selatan
2.1.2 Formasi Tanjung Genting
Formasi Tanjung Genting terdiri dari perselingn batupasir dan batulempung.
Batupasir, kelabu, kecoklatan berbutir halus-sedang, terpilah baik keras, tebal lapisan 2-60
cm dengan struktur sedimen silang siur dan laminasi bergelombang setempat ditemukan
lensa batugamping setebal 1,5 m. Formasi ini merupakan formasi yang memiliki penyebaran
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 148
yang paling luas di Pulau Bangka. Pengamatan geologi dilakukan di Pulau Lepar dan
Tanjung Berani.(Gambar 4).
Gambar 4. Singkapan Batupasir di Tanjung Merun, Pulau Lepar
Pencapaian lokasi Pulau Lepar cukup sulit, dengan menggunakan perahu sekitar 45
menit. Daerah Tanjung Merun yang merupakan pantai selatan Pulau Lepar merupakan satu
lokasi yang memiliki batuan batupasir dan lanau. Daerah Tanjung Berani, Desa Sebagin,
Kecamatan Simpang Rimba merupakan pantai selatan Pulau Bangka dan merupakan satu
lokasi yang memiliki jarak terdekat dari pulau Sumatera (± 13 Km).
Batuan yang tersingkap antara lain batupasir dan lanau yang merupakan anggota dari
Formasi Tanjung Genting. Daerah ini memiliki pantai yang dengan batimetri yang cukup
dalam dilihat dari air laut yang jernih.
Gambar 5. Tanjung Berani Bagian Utara, Desa Sebagin, Kec. Simpang Rimba
2.1.3 Satuan Granit Klabat
Satuan ini merupakan satuan batuan plutonik yang memiliki penyebaran cukup luas
di Pulau Bangka setelah Formasi Tanjung Genting. Batuan ini berwarna putih, abu-abu,
kompak, keras dan sangat masif. Granit Klabat memeiliki kekerasan batuan yang sangat
tinggi dan masif sehingga sangat baik untuk pondasi. Pada beberapa lokasi telah terubah
menjadi kaolin dan sebagian telah lapuk menjadi soil.
Hasil pendataan lapangan, satuan granit Klabat dijumpai pada beberapa daerah
dengan kedalaman dan sebaran yang berbeda-beda antara lain: Teluk Klabat, Tanjung Pala,
Pantai Penganak, Teluk Inggris-Tanah Merah, Tanjung Berdaun, Pantai Parai dan Belinyu.
Pada daerah Teluk Klabat, lokasi terdekat dengan G. Klabat (300 m), batuan dasar dijumpai
pada kedalaman 15-20 m dan di bagian pantai tidak terlihat karena telah tertutup pasir yang
cukup tebal. Pasir kuarsa yang mengandung kasiterit banyak di tambang oleh masyarakat.
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 149
Daerah Tanjung Pala terdapat singkapan granit dan suatu bukit tersusun oleh Granit
Klabat ketinggian > 30 m.
Gambar 6. Singkapan granit di Daerah Tanjung Pala
Batuan dasar pada lokasi ini kurang dari 10 m dan sebagian besar hanya tertutup oleh
pasir. Selain pada bukit, granit juga tersingkap pada beberapa lokasi di permukiman di
dekat rumah penduduk.
Pantai Penganak terletak di baratdaya Pulau Bangka. Batuan dasar pada lokasi ini
sebagian besar tersingkap di permukaan, dan sebagian tertutup oleh pasir. Granit
tersingkap pada beberapa lokasi di permukiman dan pada daerah dataran yang merupakan
lading dan permukiman penduduk.
Gambar 7. Singkapan Granit di Daerah Pantai Penganak
Pantai Tanah Merah sampai Teluk Inggris merupakan pantai barat Pulau Bangka.
Batuan dasar tersingkap di pantai dan sebagian tertutup oleh pasir. Pasir kuarsa yang
mengandung kasiterit banyak di tambang oleh masyarakat.
Gambar 8. Singkapan Granit di Pantai Batu bertumpak
Daerah Tanjung Berdaun merupakan pantai barat di Bangka Selatan. Batuan dasar
yang tersingkap di permukaan sepanjang 1 km.
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 150
Gambar 9. Tanjung Berdaun, Desa Radjik, Kec. Simpang Rimba.
2.2 Analisis Kesesuaian Litologi
Kesesuaian tapak yang difokuskan pada aspek material bawah permukaan (litologi)
di Bangka berangkat dari pengamatan litologi dan penyebarannya. Analisis kesesuaian yang
dilakukan merupakan analisis sederhana dengan data masih sangat minim, meliputi
pelapukan tanah, daya dukung tanah dan potensi liquifaksi.
3. PEMBAHASAN 3.1 Karakteristik Litologi
Berdasarkan karakteristik litologi/batuan maka dapat dikelompokan satuan batuan
yang memiliki daya dukung tinggi baik berupa batuan metamorf, batuan beku dan sedimen.
Batuan metamorf yang tersingkap di P. Bangka termasuk dalam satuan Pemali Komplek,
tersusun atas batulempung terkersikkan, metalanau dan metabatupasir. Batuan beku asam
yang meliputi granit, granodiorit, adamalit dan diorite tersingkap baik di Bangka dan
Belitung. Sebagian besar batuan beku di P. Bangka dikelompokkan kedalam satuan granit
Klabat dengan komposisi felspar kalsium (petrografis) sedangkan batuan sedimen
dikelompokkan kedalam Formasi Tanjung Genting,
Batuan yang memiliki daya dukung rendah sebagian besar merupakan batuan
sedimen antara lain endapan alluvial, Formasi Ranggam dan Formasi Kutacane. Selain itu,
sebagian batuan yang sebelumnya memiliki daya dukung tinggi tetapi lapuk dan teralterasi
sehingga memiliki daya dukung rendah, seperti Diorit Batubesi yang teralterasi menjadi
Kaolin dan Granit Klabat yang telah lapuk menjadi lempung. Batuan yang sudah berubah
menjadi soil, memiliki daya dukung rendah. diantaranya terdapat di daerah Gunung
Mangkol, Sungailiat-Belinyu, dan Ranggas. Bersifat kedap air setempat kelulusan rendah-
sedang.
Komplek Pemali terdiri dari batuan metmorf filit dan sekis dengan sisipan kuarsit dan
lensa batugamping. Batuan tersebut dijumpai di daerah Pemali, Belinyu dan Pangkalpinang,
sedangkan permeabilitas (kelulusan air) umumnya rendah, setempat berkelulusan sedang
pada zone pelapukan dan rekahan.
3.2. Pelapukan Tanah
Pelapukan batuan berupa tanah tidak banyak dijumpai di daerah penelitian hanya
beberapa cm, karena resisitensi batuan yang tinggi. Pantai Teluk Inggris/Tanah Merah,
Penganak, Pala, Penyusuk dan bagian utara Tuing masih menunjukkan batuan plutonik
granit hingga muncul di pantai. Sementara pada umumnya pelapukan sangat intensif terjadi
pada formasi yang memiliki satuan sedimen, seperti di Bangka meliputi Formasi Ranggam
yang terdiri dari susunan pelapisan perselingan batupasir, batulempung dan batulempung
tufan dengan sisipan tipis batulanau dan bahan organik, berlapis baik, memiliki tebal
formasi batuan 150 m. Formasi Tanjung Genting yang terdiri dari susunan pelapisan dari
perselingan batupasir dan batulempung batupasir, kelabu, kecoklatan berbutir halus-
sedang, terpilah baik dan keras, tebal lapisan 15 m. Pelapukan batuan berupa soil yang
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 151
tersingkap terutama di pantai Inggris bagian utara berupa tanah tufan berwarna abu
kecoklatan, lunak, clay dan retas, ketebalan kurang lebih 20 cm.
3.3 Potensi Likuefaksi
Efek dari gempa yang terjadi pada daerah yang memiliki batuan sedimen terutama
pasiran dan jenuh air dapat mengalami likuefaksi (pembuburan). Dalam analisis likuefaksi
dikenal beberpa metode seperti Seed dkk (1985) yang berdasarkan data uji N-SPT dan
metode Andrus, Stokoe (1999) yang berdasarkan metode percepatan gelombang geser, Vs
dan Metode Associate Road Japan 1994 berdasarkan percepatan tanah (pga).
Dalam kaitannya dengan potensi likuifaksi akibat getaran gempabumi yang perlu
diperhatikan dalam pemilihan tapak PLTN adalah percepatan batuan dasar dan tanah
maksimum. Percepatan tanah puncak di wilayah Bangka berada di dalam kisaran 0,10 g
(Kementerian PU 2010). Karena di daerah penelitian hampir 75% memiliki batuan beku yang
tersingkap di seluruh wilayah pantai Pulau Bangka, maka perhitungan potensi likuifaksi
diintepretasikan tidak akan terjadi likuifaksi.
3.4.1 Kesesuaian Material Bawah Permukaan Untuk Tapak PLTN
Kesesuaian tapak dilakukan mengikuti pedoman yang digunakan negara negara lain
dan juga Safety Guide (IAEA, siting). Penilaiannya memperhatikan nilai faktor pembatas
(Fs) yang terburuk dengan tujuan untuk mendapatkan tapak yang sesuai. Berdasarkan
analisis data pada potensi liquifaksi, tingkat pelapukan dan kekerasan batuan dapat
dijelaskan sebagai berikut.
Daerah yang berpotensi Likuefaksi memiliki dua parameter data, yakni daerah
tersebut mempunyai data gempa dan batuan sedimen, pasir. Berdasarkan katalog gempa,
menunjukkan dalam kurun waktu 100 tahun baru terjadi satu kali gempa dengan
magnitudo relatif kecil. Parameter likuefaksi menggunakan nilai percepatan tanah maksimal
yang dihitung dari zona penunjaman dan menunjukkan nilai yang paling rendah < 0.05 g.
Karena di daerah penelitian tidak mengandung batuan sedimen seperti pasir, lanau hampir
di seluruh area pantai maka tidak dilakukan perhitungan. Sehingga tidak akan mempunyai
potensi lukuifaksi yang hampir seluruh wilayah pantai seperti Teluk Inggris, Lepar,
Berdaun, Sungai Gusung, Berani, Jebus, dan Pala.
Pelapukan batuan tidak banyak dijumpai di daerah penelitian, karena resisitensi
batuan yang tinggi. Beberapa lokasi pelapukan batuan berupa soil yang tersingkap di pantai
Inggris bagian utara berupa tanah tufan berwarna abu kecoklatan, lunak, clay dan retas,
ketebalan tidak lebih 10 cm, didominasi latosol yang mempunyai potensi erosi sedang. Erosi
merupakan faktor penghambat yang serius, karena menyebabkan terjadinya degradasi
potensi tanah. Dengan adanya kemiringan yang beragam dimungkinkan juga akan timbul
percepatan erosi dan longsor. Secara umum pelapukan tanah yang tebal tidak baik untuk
pondasi PLTN sehingga kedalaman tanah harus dikupas habis agar pondasi menyentuh
langsung ke batuan dasar.
Batuan dasar yang terdapat di sebagian wilayah Pulau Bangka meliputi batuan beku
granit Formasi Granit Klabat berumur 215 juta tahun atau Trias dan berada pada Kabupaten
Bangka Barat, Bangka Selatan dan Bangka.
4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pendataan dan analisis data menunjukkan, batuan yang tersingkap
di Pulau Bangka memiliki umur yang tua, seperti batuan metamorf, Formasi Pemali
Kompleks berumur Perm (±290 juta tahun) berlokasi di Pantai Tanjung Tuing dan Teluk
Klabat. Batuan yang mendominasi P. Bangka berupa perselingan batupasir, batulempung,
adalah Formasi Tanjung Genting berumur Trias (±250 juta tahun). Formasi Tanjung Genting
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir
Badan Tenaga Nuklir Nasional
ISSN 1979-1208 152
diterobos oleh batuan beku granit merupakan satuan batuan plutonik, kompak dan masif,
yang dimasukan kedalam Formasi Granit Klabat berumur Yura (±205 juta tahun), memiliki
penyebaran cukup luas setelah Formasi Tanjung Genting.
Secara umum daerah penelitian tidak berpotensi likuifaksi dan sedikit mengalami
pelapukan dan banyak kondisi batuan yang memiliki sifat fisik keras, kompak, masif yang
baik untuk pondasi dan rata-rata memiliki nilai daya dukung tanah yang sangat baik untuk
pondasi sehingga sesuai dengan kriteria yang diperlukan oleh tapak PLTN.
DAFTAR PUSTAKA [1] IAEA SG No 50-SG-S9,” Siting for Nuclear Installations,Vienna, (1984).
[2] Peta Geologi Lembar Bangka Utara, Sumatera, Skala 1: 250.000, s. Andi Mangga dan
B. Djamal, (1994).
[3] Peta Geologi Lembar Bangka Selatan, Sumatera, Skala 1: 250.000, U.Margono, RJB.
Supandjono dan e. Partoyo, (1995).
[4] Peta Dasar RBI Kepulauan Bangka Belitung Dinas Pekerjaan Umum, Pemda
Provinsi Kep. Bangka Belitung, Master Plan .
[5] Kawasan Kota Baru Air Anyir, Laporan Pendahuluan, Bhawana Prasta, konsultan
teknik, (2009).
[6] PT Bangka Belitung Timah Sejahtera, Upaya Pengelolaan Lingkungan dan upaya
pemantauan Lingkungan kegiatan eksplorasi bahan galian timah di desa bangkit Kec.
Jebus, Kab. Bangk Barat, Prov. Kep Bangka Belitung, (2007).