KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN …

18
Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir Badan Tenaga Nuklir Nasional ISSN 1979-1208 135 KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN SESUAI DENGAN DS 417 Akhmad Khusyairi Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Jl. Gajah Mada no 8 Jakarta Email : [email protected] ABSTRAK KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN SESUAI DENGAN DS 417. Dalam tahap evaluasi tapak PLTN, harus dilakukan evaluasi bahaya yang terkait dengan aspek hidrologi. Perubahan iklim global, khususnya fenomena hidrologi ekstrim, berdampak pada struktur, sistem dan komponen penting yang terkait dengan keselamatan. Oleh karena itu IAEA melakukan upaya untuk merevisi IAEA safety standard series NS-G 3.5, Flood Hazard For Nuclear Power Plants On Coastal And River Sites, guna memberikan perlindungan terhadap keselamatan masyarakat dan lingkungan akibat pengoperasian PLTN. Metode yang digunakan dalam kajian ini studi pustaka. Dalam evaluasi bahaya fenomena hidrologi harus diperoleh beberapa informasi dan data yang diperlukan guna menentukan dasar desain fenomena hidrologi untuk desain PLTN, khususnya yang terkait dengan desain sistem pendingin. Beberapa banjir yang disebabkan oleh fenomena ekstrim hidrologi harus dievaluasi guna menentukan sistem proteksi tapak, diantaranya banjir akibat seiche, banjir akibat tsunami, tanah longsor, bendungan/dam jebol, dll. Disamping itu juga harus dilakukan evaluasi terjadinya kejadian fenomena hidrologi yang bersamaan ataupun simultan sehingga memberikan efek terparah pada tapak. Dengan demikian maka dapat direncanakan upaya perlindungan tapak dari parameter-parameter ekstrim hidrologi. Kata kunci : hidrologi, PLTN, tapak, evaluasi ABSTRACT HYDROLOGICAL ASPECT ASSESSMENT ON NUCLEAR POWER PLANT SITE EVALUATION ACCORDANCE ON DS 417. Nuclear power plant site evaluation should conduct the hazard evaluation associated with hydrological aspects. Global climate changes and particularly extreme hydrological phenomena have an impact on the structure, systems and important components related to safety. Therefore, IAEA makes efforts to revise the IAEA Safety Standard Series NS-G 3.5, Flood Hazard For Nuclear Power Plants On Coastal and River Sites, in order to provide protection against the public and the environment safety due to operation of nuclear power plants. There assessment method used is literature study. In the phenomenon of hydrological hazard evaluation, some necessary information and data should be obtained to determine the basic design of hydrological phenomena during designing nuclear power plants, especially hydrology parameters related to the cooling system design. Some of the flooding caused by extreme hydrological phenomena must be evaluated to determine the site protection system, such as floods caused by seiche, tsunami floods, landslides, dam failure, etc. Furthermore, there must be an evaluation on either coincident event or hydrological phenomena simultaneously that caused the worst effect on the site. In conclusion, the protection of the site from extreme hydrological parameters can be planned. Keywords: hydrology, NPP, site, evaluation 1. PENDAHULUAN Global warming atau pemanasan global terjadi akibat dari peningkatan gas-gas rumah kaca yang ditimbulkan dari berbagai sektor industri. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Transcript of KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN …

Page 1: KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN …

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 135

KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK

PLTN SESUAI DENGAN DS 417

Akhmad Khusyairi

Pusat Pengkajian Sistem dan Teknologi Pengawasan Instalasi dan Bahan Nuklir

Badan Pengawas Tenaga Nuklir, Jl. Gajah Mada no 8 Jakarta

Email : [email protected]

ABSTRAK KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN SESUAI DENGAN DS

417. Dalam tahap evaluasi tapak PLTN, harus dilakukan evaluasi bahaya yang terkait dengan aspek

hidrologi. Perubahan iklim global, khususnya fenomena hidrologi ekstrim, berdampak pada struktur,

sistem dan komponen penting yang terkait dengan keselamatan. Oleh karena itu IAEA melakukan

upaya untuk merevisi IAEA safety standard series NS-G 3.5, Flood Hazard For Nuclear Power

Plants On Coastal And River Sites, guna memberikan perlindungan terhadap keselamatan

masyarakat dan lingkungan akibat pengoperasian PLTN. Metode yang digunakan dalam kajian ini

studi pustaka. Dalam evaluasi bahaya fenomena hidrologi harus diperoleh beberapa informasi dan

data yang diperlukan guna menentukan dasar desain fenomena hidrologi untuk desain PLTN,

khususnya yang terkait dengan desain sistem pendingin. Beberapa banjir yang disebabkan oleh

fenomena ekstrim hidrologi harus dievaluasi guna menentukan sistem proteksi tapak, diantaranya

banjir akibat seiche, banjir akibat tsunami, tanah longsor, bendungan/dam jebol, dll. Disamping itu

juga harus dilakukan evaluasi terjadinya kejadian fenomena hidrologi yang bersamaan ataupun

simultan sehingga memberikan efek terparah pada tapak. Dengan demikian maka dapat direncanakan

upaya perlindungan tapak dari parameter-parameter ekstrim hidrologi.

Kata kunci : hidrologi, PLTN, tapak, evaluasi

ABSTRACT HYDROLOGICAL ASPECT ASSESSMENT ON NUCLEAR POWER PLANT SITE

EVALUATION ACCORDANCE ON DS 417. Nuclear power plant site evaluation should conduct

the hazard evaluation associated with hydrological aspects. Global climate changes and particularly

extreme hydrological phenomena have an impact on the structure, systems and important components

related to safety. Therefore, IAEA makes efforts to revise the IAEA Safety Standard Series NS-G 3.5,

Flood Hazard For Nuclear Power Plants On Coastal and River Sites, in order to provide protection

against the public and the environment safety due to operation of nuclear power plants. There

assessment method used is literature study. In the phenomenon of hydrological hazard evaluation,

some necessary information and data should be obtained to determine the basic design of hydrological

phenomena during designing nuclear power plants, especially hydrology parameters related to the

cooling system design. Some of the flooding caused by extreme hydrological phenomena must be

evaluated to determine the site protection system, such as floods caused by seiche, tsunami floods,

landslides, dam failure, etc. Furthermore, there must be an evaluation on either coincident event or

hydrological phenomena simultaneously that caused the worst effect on the site. In conclusion, the

protection of the site from extreme hydrological parameters can be planned.

Keywords: hydrology, NPP, site, evaluation

1. PENDAHULUAN Global warming atau pemanasan global terjadi akibat dari peningkatan gas-gas rumah

kaca yang ditimbulkan dari berbagai sektor industri. Peningkatan gas rumah kaca (GRK)

Page 2: KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN …

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 136

menimbulkan efek pemantulan dan penyerapan gelombang panjang (infrared), yang

merupakan bagian dari pancaran sinar matahari, oleh permukaan bumi kembali ke

permukaan bumi lagi. Dampak-dampak yang ditimbulkan oleh perubahan iklim tersebut

diantaranya adalah[1] :

Semakin banyak penyakit (tifus, malaria, demam, dll.)

Meningkatnya frekuensi bencana alam/cuaca ekstrim (tanah longsor, banjir, kekeringan,

badai tropis, dll.)

Mengancam ketersediaan air tanah

Mengakibatkan pergeseran musim dan perubahan pola hujan

Menurunkan produktivitas pertanian

Peningkatan temperatur akan mengakibatkan kebakaran hutan

Mengancam keanekaragaman hayati

Kenaikan muka laut menyebabkan banjir permanen dan kerusakan infrastruktur di

daerah pantai

Terdapat dua dampak yang menjadi isu utama berkenaan dengan perubahan iklim,

yaitu fluktuasi curah hujan yang tinggi dan kenaikan muka laut yang menyebabkan

tergenangnya air di wilayah daratan dekat pantai. Perubahan iklim global yang akhir-akhir

ini dirasakan dihampir semua negara, juga mempunyai dampak signifikan pada

keselamatan pengoperasian instalasi nuklir, seperti halnya yang terjadi di PLTN Fukushima

Jepang 11 Maret 2011 lalu. Beberapa bahaya fenomena ekstrim dan dampaknya, khususnya

dampak fenomena hidrologi terhadap sistem pendingin, belum diatur dalam sistem regulasi

keselamatan pengoperasian instalasi nuklir.

IAEA yang merupakan organisasi internasional yang banyak membidangi berbagai

standar keselamatan pengoperasian instalasi nuklir, mencoba melakukan revisi terhadap

NS-G 3.5 yang dianggap sudah tidak relevan lagi digunakan saat ini. Pada Safety Guide NS-G

3.5, telah diatur tentang beberapa fenomena hidrologi ekstrim, namun tidak

dipertimbangkan pengaruhnya terhadap sistem pendingin PLTN. Keselamatan sistem

pendingin dalam sebuah instalsi nuklir memegang peranan penting dalam keselamatan

pengoperasian PLTN secara keseluruhan. Untuk memberikan perlindungan terhadap

masyarakat akibat potensi dampak radiologi yang mungkin terjadi akibat pengoperasian

PLTN, maka diperlukan parameter-parameter fenomena hidrologi yang harus

dipertimbangkan dalam evaluasi tapak PLTN terkait dengan fenomena hidrologi.

Tujuan dari penulisan makalah ini adalah memberikan panduan dalam melakukan

evaluasi bahaya fenomena hidrologi yang berpengaruh pada keselamatan pengoperasian

instalasi nuklir, menentukan dasar desain, serta menentukan upaya perlindungan tapak[2].

Ruang lingkup penulisan makalah dibatasi pada aspek hidrologi dalam melakukan evaluasi

tapak PLTN yang berpengaruh pada keselamatan pengoperasian instalasi nuklir,

menentukan dasar desain, serta menentukan upaya perlindungan tapak.

2. ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN 2.1 Bahaya Hidrologi

Beberapa parameter hidrologi berpengaruh dalam keselamatan pengoperasian

instalasi nulir, khususnya PLTN, oleh karena itu pada tahap evaluasi tapak PLTN beberapa

parameter hidrologi yang berpengaruh pada keselamatan pengoperasian PLTN harus dikaji.

Parameter hidrologi yang harus dikaji dalam evaluasi tapak PLTN diantaranya badai,

gelombang air laut, tsunami, seiche, run off dan kebocoran danau atau waduk secara tiba-tiba.

Disamping itu harus dievaluasi pula fenomena hidrologi yang lain, diantaranya adalah

kenaikan level air hulu dan penurunan level air hilir, tanah longsor, waterspout, penurunan

Page 3: KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN …

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 137

atau kegagalan tapak atau disekitarnya, serta luapan air sungai secara tiba-tiba, variasi

ketinggian air tanah serta pembekuan air permukaan.

Banjir tapak dapat berdampak pada SSK (Struktur Sistem dan Komponen) penting

yang terkait keselamatan, disamping itu efek infiltrasi air, efek dinamis air dapat

berpengaruh juga pada pondasi bangunan dan jika banjir membawa aliran es maupun

serpihan-serpihan lain dapat merusak sistem drainase dan jalur/pipa masuk air pendingin.

Disamping berpengaruh pada instalasi, juga berpengaruh pada luar instalasi, oleh karena itu

juga perlu dilakukan kajian erosi pada batas tapak. Efek banjir yang mengakibatkan dispersi

ZRA (Zat Radioaktiv) juga harus dievaluasi dan dipertimbangkan dalam kajian banjir dasar

desain.

Instalasi nuklir mempunyai masa operasi yang cukup panjang, untuk PLTN

diasumsikan hingga 100 tahun, oleh karena itu diperlukan kajian terhadap perubahan

bahaya seiring dengan berjalannya waktu sepanjang operasi instalasi nuklir. Perubahan

fenomena bahaya ini seiring dengan terjadinya perubahan iklim global. Secara signifikan,

perubahan iklim global berpengaruh pada keselamatan pengoperasian instalasi nuklir.

2.2 Data Hidrologi

2.2.1 Sumber off-site (luar tapak)

Data yang diperlukan dalam evaluasi tapak meliputi karakteristik hidrologi air tanah

dan semua badan air yang relevan, informasi geologi terjadinya air tanah serta lokasi dan

deskripsi struktur bendungan/dam yang berpengaruh pada tapak. Dalam evaluasi tapak

juga harus diperoleh kisaran level air pasang, untuk melakukan perhitungan pasang surut

bisa digunakan analisis harmonik, konstanta harmonik diperoleh dari stasiun pengukur

dekat pantai tapak.

Dalam evaluasi tapak, harus diperoleh kisaran level air di luar fenomena pasang yang

diperoleh dari 10 stasiun pengukur yang mewakili kondisi tapak serta durasi pengukuran,

karakteristik gelombang, hasil pengukuran gelombang dari tsunameter, data run off, draw

down, dan periode serta durasi genangan untuk radius 50 km, juga harus dilakukan

observasi terhadap holes yang terjadi akibat gelombang pasang yang sangat cepat, tsunami

dan perubahan rilis mendadak pada struktur hidrologi.

Hal lain yang perlu diperhatikan adalah informasi rilis air dari semua badan

air dekat tapak, kurva korelasi antara level air dan debit rilis, serta pengaruh

perubahan antropogenik dan batimetri. Sedangkan untuk air tanah, harus dipasang

Piezometer pada tapak untuk memantau level dan tekanan air tanah dalam akuifer

yang sesuai. Pengaruh antropogenik terhadap level air tanah terkait dengan upaya

eksplorasi air tanah yang dilakukan penduduk dan perkembangan penduduk

sekitar tapak untuk jangka panjang guna mengetahui kecenderungan level air tanah

di masa yang akan datang yang akan digunakan untuk estimasi dampak terburuk

kondisi meteorologi ekstrim level air tanah. Disamping itu harus didapatkan juga

sejarah terjadinya gumpalan es mengapung, luas, ketebalan dan durasinya pada

tapak.

2.2.2 Data Geofisika, Geologi dan Seismologi

Geologi tapak spesifik dan sumber fenomena tsunami merupakan 2 data

geofisika dan geologi yang berbeda. Data geologi tapak spesifik yang harus

diperoleh diantaranya adalah jenis endapan dan karakteristik erodibilitas dasar laut

dan sungai serta karakteristik hidrogeologi. Identifikasi terhadap tiga sumber

tsunami harus dilakukan, diantaranya adalah; struktur seismogenik besar,

longsoran tanah serta aktivitas gunung api. Sedangkan data geofisika, geologi dan

seismologi yang akan digunakan dalam menentukan karakteristik pembangkit

Page 4: KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN …

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 138

potensial tsunami diataranya adalah waktu dan terjadinya, lokasi dan kedalaman

pusat gempa, magnitude, momen seismik, mekanisme fokal dan parameter rupture.

Sementara itu untuk tsunami yang diakibatkan oleh tanah longsor, harus diperoleh

data tanah longsor dan karakteristik tebing. Sedangkan untuk fenomena

vulkanologi, harus diperoleh karakteristik gunung api.

2.2.3 Data Topografi dan Batimetri

Data topografi, data referensi vertikal dan horizontal harus dikumpulkan, serta grid

yang digunakan harus dinyatakan secara eksplisit, umumnya interval garis kontur di sekitar

tapak berada pada rentang 5-10 m, sedangkan untuk tapak menggunakan interval kontur 1

m. Di samping itu harus diperoleh juga, batas DAS, karakteristik banjir, elevasi dan

deskripsi tanggul/dam, serta modifikasi topografi. Sedangkan batimetri tapak meliputi

referensi umum data-data vertikal dan horizontal, batimetri badan air yang relevan,

misalnya hingga kedalaman 100 m, jaringan drainase, data erosi dan/atau deposisi, sejarah

fenomena migrasi aliran serta modifikasi topografi akibat gerakan patahan.

2.2.4 Data Aktivitas Antropogenik

Data relevan yang terkait dengan aktivitas antropogenik harus dikumpulkan serta

dampak yang diakibatkan oleh struktur pantai atau lepas pantai, seperti pelabuhan, break

water, tembok laut, dll. Untuk DAS, 2 jenis kegiatan antropogenik yang berpengaruh yaitu

perubahan tata guna lahan dan perubahan kanal serta cekungan.

Sedangkan untuk struktur hidrolik, harus diketahui data yang terkait dengan tanggal

konstruksi, komisioning dan operasi, penanggungjawab, sifat dan jenis struktur utama,

karakteristik penampung air, data banjir desain, faktor keamanan, pengendalian dan

pengaturan banjir, hidrograf desain aliran masuk, dasar desain seismik, luas wilayah yang

dilindungi, dampak aliran air, es, serpihan dan sedimen serta dampak erosi dan sedimentasi

sungai.

2.3 Metode Kajian Bahaya

Dalam melakukan kajian bahaya, terdapat dua metode yang bisa digunakan, yaitu

metode deterministik dan metode probabilistik. Kedua metode tersebut digunakan untuk

saling melengkapi sesuai dengan perannya masing-masing. Disamping kedua metode

tersebut, juga diperlukan justifikasi teknis dari para ahli dalam menentukan metode dan

parameter yang relevan.

Tidak semua kejadian dapat dikaji dengan menggunakan metode probabilistik,

namun dalam menggunakan kerangka kerja ini diperlukan upaya justifikasi dengan cara

melebihkan frekwensi kejadian dari parameter yang dikaji dalam penetapan skenario dasar

desain agar diperoleh nilai yang cukup konservatif. Upaya ini juga bisa digunakan dalam

kajian bahaya dengan menggunakan pendekatan ataupun metode deterministik.

Dalam melakukan kajian bahaya, seringkali ditemui suatu ketidakpastian, oleh karena

itu ketidakpastian yang ada harus diolah agar hasil kajian mendapatkan nilai yang

konservatif dan tinggat kehandalan tinggi. Ketidakpastian terdiri dari dua kelompok besar,

yaitu ketidakpastian tidak sengaja dan ketidakpastian epistemis.

2.3.1 Metode Deterministik

Metode ini dapat juga digunakan untuk memperkirakan tinggi maksimum still water

dengan membangun hipotesis badai termaksimumkan, penggunaan metode ini

mengkombinasikan prosedur transport, pamaksimuman dan estimasi penggunaan keahlian

para ahli dalam judgemnet yang tepat. Prosedur ini tepat digunakan untuk siklon tropis

Page 5: KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN …

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 139

tetapi jika digunakan dalam badai ekstra tropis akan mengalami banyak kesulitan. Prosedur

ini meliputi pemilihan badai maksimum dan evaluasi gelombang laut untuk pantai terbuka

dan semi terbuka. Analisis dilakukan dalam pemilihan parameter-parameter badai serta

parameter lain yang relevan yang akan digunakan sebagai input dalam pemodelan baik 1

dimensi maupun 2 dimensi, sehingga mampu menghasilkan potensi banjir maksimal.

Sementara itu parameter lain yang relevan yaitu kecepatan angin maksimum, diferensial

tekanan atmosfir, friksi dasar dan koefisien tekanan angin.

Sementara itu output yang dihasilkan dari analisis gelombang badai adalah medan

angin dan gradient tekanan masing-masing badai, kesimpulan kalkulasi gelombang badai,

serta ringkasan tabel dan plot dari total hidrograf.

2.3.2 Metode Probabilistik

Dalam memperkirakan elevasi still-water (penggunaan terminologi still-water tidak

mengimplikasikan untuk air diam). Namun penggunaan lebih kepada penentuan hasil

bahaya sebelum gelombang angin efek bahaya lain yang dikombinasikan untuk

menghasilkan parameter dasar desain (bab 6) untuk mengkaji bahaya gelombang badai

harus digunakan metode probabilistik. Data gelombang harus meliputi data ketinggian still-

water. Penggunaan data deret waktu dari beberapa lokasi dapat membantu kajian fenomena

ini serta memperluas dasar analisis. Pendekatan dengan menggunakan gelombang laut

aktual sebagai parameter dasar dengan memperhitungkan catatan atau rekaman data,

memiliki kelebihan dan dapat digunakan semaksimal mungkin terutama untuk daerah yang

menjadi tujuan dari badai ekstra tropis, karena badai ini sangat sulit untuk dimodelkan

dalam metode deterministik.

3 PEMBAHASAN 3.1. Wilayah Pantai Terbuka

Penggunaan model dalam perhitungan ketinggian gelombang badai harus sudah

tervalidasi dan pada umumnya menggunakan model 2 dimensi. Terdapat kemungkinan

bahwa badai topan tropis atau badai ekstra tropis mampu menghasilkan level air puncak,

namun ketinggian gelombang badai mungkin bukan merupakan kondisi kritis untuk

desain.

3.2. Badan Air Semi Terbuka

Dalam analisis gelombang badai pada badan air, yang pertama kali dilakukan adalah

menelususri rute/jalur masuk dan naiknya air ke teluk atau sungai dengan menggunakan

metode numerik. Dalam melakukan analisis gerakan air pada cekungan badan air semi

tertutup, analisis dilakukan dengan menggunakan model hidrodinamika transien dua

dimensi yang umumnya diperlukan guna mendapatkan variasi batimetri dan refleksi

gelombang, sedangkan parameter yang dipilih harus dievaluasi secara konservatif.

Untuk tapak yang terletak di teluk dengan tanggul pantai rendah dan rawa-rawa

rendah, dimungkinkan terjadinya banjir overtopping tanggul pantai, namun disamping itu

juga harus diperhitungkan erosi pintu masuk tanggul pantai dan teluk.

Hasil analisis mencakup riwayat waktu terhitung yang terkait dengan gelombang laut

pantai terbuka, debit air pada jalur masuk, profil gelombang laut teluk atau sungai,

kontribusi haluan angin jika dimungkinkan, kontribusi karena aliran permukaan dan aliran

sungai.

3.3. Badan Air Tertutup

Page 6: KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN …

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 140

Gelombang badai umumnya dikaitkan dengan osilasi permukaan air yang disebut

juga dengan Seiche.

3.4. Banjir Oleh Gelombang Angin

Pergerakan angin pada badan air (danau, sungai, estuari, laut atau kanal) yang

ditentukan dapat menghasilkan gelombang angin dengan periode antara 1 hingga 10 detik.

Propagasi gelombang dipengaruhi oleh 2 hal, yaitu friksi dasar dan kedalaman air.

Gelombang dikelompokkan menjadi 3, diantaranya adalah gelombang dalam, gelombang

transisi dan gelombang air dangkal.

Dalam kajian ini harus ditentukan terlebih dahulu spektrum gelombang lepas pantai

guna mengetahui dampak gelombang angin. Spektrum dan gaya gelombang kemudian

digunakan dalam perhitungan struktur. Dalam perhitungan bahaya gelombang angin, harus

diasumsikan pasang tinggi, level air danau tinggi terjadi secara bersamaan dengan

gelombang angin. Efek gelombang angin diataranya adalah gaya ombak, semua banjir lokal

yang mungkin terjadi, overtopping dari tanggul dan/atau bendungan, dan juga semprotan

angin

3.5 Medan Angin

Dalam melakukan evaluasi gelombang angin, harus dilakukan karakterisasi

kecepatan, arah dan durasi dari medan angin yang menghasilkan gelombang. Evaluasi

dilakukan dengan menggunakan metode probabilistik, sedangkan untuk menentukan nilai

konserfatif, fetch dan orientasi angin dikaji berdasarkan data meteorologi regional dan

karakteristik badai. Jika pendekatan dilakukan dengan menggunakan pendekatan

deterministik, maka dalam menentukan medan angin kritis, vektor angin fetch kritis harus

dihitung dari berbagai waktu. Sementara itu untuk tapak pantai, pemilihan input

karakteristik badai ditujukan untuk mendapatkan efek banjir maksimal.

3.6 Pembangkitan Gelombang Lepas Pantai

Dengan menggunakan medan angin yang dipilih, dapat dilakukan perhitungan

karakteristik gelombang lepas pantai. Jika menggunakan penyederhanaan metode dalam

evaluasi, maka diasumsikan secara umum angin berarah tunggal. Metode ini berdasarkan

pada hubungan semi empiris dan digunakan sebagai masukan (input) fetch, kecepatan angin

dan durasi angin. Jika asumsi-asumsi tersebut tidak valid, maka digunakan pemodelan

spektrum gelombang 2 dimensi.

Ketersediaan data hasil pengamatan parameter hidrologi yang diamati (pelampung

pasang surut, pengukuran satelit, dll) pada spektrum gelombang di daerah dekat tapak

harus masuk dalam analisis bahaya ini. Setelah itu dilakukan ekstrapolasi untuk

menghitung tinggi gelombang signifikan dengan frekwensi apriori tahunan dari kejadian

yang dipilih. Ketinggian gelombang berkaitan dengan periode, sehingga hubungan empiris

dapat digunakan untuk menentukan periode gelombang berdasarkan pada tinggi

gelombang untuk frekuensi tahunan dari kejadian yang dipilih.

3.7 Gelombang dekat pantai dan interaksi dengan struktur

Gelombang lepas pantai yang bergerak menuju pantai dekat tapak instalasi akan

mengalami efek disipasi dan modifikasi, hal ini disebabkan karena adanya perubahan

kedalaman air, gangguan/halangan dari pulau, struktur, faktor-faktor lainnya, serta

tambahan masuknya energi angin. Fenomena ini harus dievaluasi, begitu juga dengan

transformasi dan propagasi gelombang lepas pantai ke daerah dekat pantai.

Page 7: KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN …

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 141

3.8 Banjir Tsunami

Tsunami adalah rangkaian gelombang berjalan yang memiliki panjang gelombang dan

periode yang panjang, umumnya tsunami bisa memiliki panjang gelombang hingga ratusan

km dan periode hingga puluhan menit atau jam. Tsunami dapat dihasilkan dari gempa

bumi, tanah longsor bawah laut, batu jatuh atau kegagalan tebing, bahkan jatuhan meteor

besar. Rambatan tsunami bergerak ke segala arah. Selama proses propagasi, kecepatan dan

tinggi gelombang tsunami dipengaruhi oleh topografi bawah laut. Sedangkan propagasi

gelombang dipengaruhi oleh refraksi, difraksi dan refleksi bukit laut.

Tsunami dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu tsunami lokal dan tsunami jauh.

Tsunami lokal merupakan tsunami yang hanya berpengaruh pada daerah di sekitar

sumbernya. Semetara itu tsunami jauh merupakan tsunami yang berpotensi memberikan

dampak yang lebih luas setelah mengalami perjalanan di samudera ataupun lautan.

Perlu dilakukan penyederhanaan kriteria screening (Gambar 1), jika pada tapak

tersebut menunjukkan tidak ada bukti terjadinya tsunami di masa lalu, terletak lebih dari 10

km dari garis pantai, atau terletak lebih dari 1 km dari garis pantai danau atau fjord, atau

lebih dari 50 m elevasi dari tingkat rata-rata air, maka tidak lagi diperlukan penyelidikan

lebih lanjut untuk menganalisis bahaya tsunami pada tapak.

Jika terdapat potensi tsunami pada suatu tapak, maka harus diperhitungkan

keamanan pasokan air pendingin untuk beberapa jam kedepan, karena tsunami umumnya

didahului dengan kejadian air surut (draw down) selama beberapa jam.

Keberadaan aktivitas gunungapi pada jarak kurang dari 1000 km merupakan indikasi

kemungkinan terjadinya tsunami lokal. Sedangkan potensi tsunami jauh dapat diselidiki

dengan mengevaluasi semua sumber seismogenik yang ada pada dan sekitar laut tertentu

dimana tapak berada. Hasil perhitungan dipengaruhi oleh resolusi dan akurasi data

batimetri dan topografi dekat pantai. Ukuran grid spasial, tahapan atau langkah-langkah,

batas penghubung antar ukuran mesh harus didefinisikan untuk memberikan stabilitas

perhitungan numerik, selain itu harus diperhitungkan pula level air pasang surut.

Page 8: KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN …

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 142

Tahap Awal Kajian : Mempertimbangkan Informasi Umum yang Tersedia

Tahap Kajian Secara Detail : Pertimbangan Tsunami Dasar Desain

Gambar 1. Kajian Awal dan Kajian Secara Detail Terhadap Bahaya Tsunami

Hasil kajian bahaya ini harus memperoleh data diantaranya level air maksimum pada

garis pantai, tinggi run up, genangan horizontal banjir, level air maksimum pada tapak, level

air minimum pada garis pantai serta durasi draw down dibawah pipa masuk pendingin.

Page 9: KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN …

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 143

Gambar 2. Parameter Dari Kajian Bahaya Tsunami

3.5. Banjir Akibat Seiche

Gerakan seiche pada beberapa badan air dapat mencapai lebih dari 1 m. Dalam kajian

ini harus dihitung modus dan amplitudo osilasi, disamping itu harus dikaji pembangkitan

seiche yang terjadi secara bersamaan dengan banjir tapak. Untuk menentukan ketinggian air

sebagai fungsi waktu pada setiap titik maka perlu dilakukan pemodelan numerik untuk

mensimulasikan osilasi seiche dan banjir yang diakibatkannya.

3.6. Banjir Akibat Hujan Ekstrim

Laju intensitas curah hujan yang telah dikembangkan digunakan sebagai dasar untuk

mengembangkan perhitungan drainase tapak. Drainase tapak harus dirancang dengan

memperhitungkan curah hujan ekstrim yang dikombinasikan dengan hujan salju atau hujan

es, disamping itu juga diperhitungkan pembentukan genangan atau kolam air akibat

kapasitas infiltrasi air yang tidak memadai, serta variasi kondisi tanah juga harus

diperhitungkan.

Penggunaan model-model run off harus dilakukan dalam perhitungan aliran dan

volume drainase tapak serta mengukur/menghitung kapasitas saluran, kanal dan pipa/jalur

keluaran. Faktor lain yang perlu ditambanhkan dalam analisis diantaranya adalah

penyumbatan pipa saluran air dan gorong-gorong. Jika sistem drainase aktif diperlukan

untuk memberikan perlindungan banjir yang memadai, maka kontinjensi pertahanan

berlapis harus dimasukkan ke dalam desain sistem drainase. Disamping itu perlu juga dikaji

dampak curah hujan pada atap bangunan penting yang terkait dengan keselamatan.

3.7. Routing Banjir pada Tapak

Selama terjadi banjir di sekitar/dekat tapak, pemodelan numerik digunakan untuk

menghitung level air, kecepatan air, dll. Disamping itu diperlukan juga peta genangan yang

akurat. Dalam pemodelan numerik, variasi kekasaran dan topografi harus masuk dalam

perhitungan. Back water yang diakibatkan oleh banjir hilir merupakan salah satu faktor yang

harus diperhitungkan pula. Kalibrasi model numerik harus dilakukan dengan

menggunakan data yang dipeoleh dari hasil pengamatan di lapangan. Potensi berlikunya

kanal/saluran pada tapak dapat menyebabkan hilangnya air pendingin, namun kondisi ini

juga dapat mengakibatkan banjir tapak. Stabilitas saluran harus dianalisis dalam kajian

bahaya ini yang kemudian digunakan dalam desain perlindungan tapak.

3.8. Gaya Hidrodinamik, Sedimentasi dan Erosi

Banjir dapat berpengaruh pada keselamatan instalasi, hal ini disebabkan oleh gaya-

gaya hidrodinamik langsung pada setiap bangunan yang terendam dan oleh sedimentasi

dan atau penyumbatan fitur yang terkait dengan keselamatan pada tapak. Pemodelan

numerik tiga dimensi maupun pemodelan fisik secara detail digunakan untuk

Page 10: KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN …

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 144

memperkirakan kecepatan air dan gaya hidrodinamik pada struktur terendam.

Pengkombinasian model numerik dan fisik digunakan untuk mempelajari fenomena

sedimentasi, erosi dan gerusan.

3.9. Banjir Akibat Kegagalan Struktur Pengendali Air

Kegagalan struktur penahan/pengendali air dapat menyebabkan banjir didaerah

tapak. Banjir ini dapat menghasilkan gelombang dan kecepatan yang sangat tinggi menuju

hilir, sehingga efek dinamis yang dihasilkan dapat berpengaruh pada tapak dan bangunan

diatasnya. Investigasi secara rinci harus dilakukan pada daerah drainase hulu tapak untuk

menentukan bagian mana potensi kemungkinan terbentuknya penyumbatan saluran secara

alami. Sementara itu harus dipertimbangkan pula struktur pengendali yang akan

direncanakan pada tapak termasuk sungai dan kelokannya.

3.10. Banjir Yang Diakibatkan Oleh Bores (Arus Pasang Sangat Cepat) Secara Mekanis

Diakibatkan Oleh Gelombang

Bores atau arus pasang yang sangat cepat merupakan fenomena hidrolik dimana

kenaikan gelombang (banjir) menyebabkan gelombang pasang pada sungai. Gelombang ini

bergerak ke hulu berlawanan arah dengan aliran sungai normal. Sedangkan banjir yang

diakibatkan oleh (energi) mekanik gelombang terbentuk ketika aliran air yang melewati

struktur tiba-tiba berhenti. Harus dilakukan identifikasi kejadian yang memicu terjadinya

arus pasang sangat cepat maupun gelombang yang dihasilkan secara mekanis. Ketinggian

gelombang ombak dapat diukur dengan menggunakan H = cV/g dengan asumsi lokasi

dapat didekati dengan menggunakan bentuk yang sederhana.

3.11. Banjir Akibat Air Tanah

Analisis bahaya dapat dilakukan dengan menggunakan metode deterministiuk

maupun statistik. Namun demikian, dalam melakukan analisis bahaya ini dianjurkan untuk

menggunakan pemodelan hidrogeologis, dalam pemodelan ini perlu dilakukan pembenaran

konservatisme asumsi. Dari kajian bahaya ini parameter peningkatan level air tanah ekstrim

harus diperoleh karakteristiknya, sehingga dapat digunakan dalam penentuan dasar desain.

3.12. PLTN Fukushima Jepang

PLTN Fukushima I dibangun pada era tahun 60-an, pada era tersebut ketentuan

keselamatan evaluasi tapak, khususnya yang terkait dengan bahaya hidrologi, belum diatur

secara ketat. Namun demikian PLTN Fukushima I dalam revisi sistem perlindungan tapak

mempertimbangkan bahaya tsunami dengan ketinggian 5,7 m, hal ini dibuktikan dengan

adanya sea wall yang dibangun untuk menahan gelombang tsunami setinggi 5,7 m.

sedangkan pengaruh fenomena lain yang terkait dengan tsunami masih belum

dipertimbangkan. Hal ini dibuktikan dengan desain bangunan dan sistem yang terkait

dengan keselamatan yang tidak memperhitungkan pengaruh banjir akibat adanya tsunami,

sehingga ketika terjadi banjir akibat tsunami, sistem diesel generator yang digunakan untuk

memasok listrik untuk sistem pending mengalami kegagalan akibat terendam air.

DS 417 telah mengatur bagaimana dilakukan upaya perlindungan tapak terhadap

banjir akibat tsunami dan juga memperhitungkan desain kedap air pada sistem yang terkait

dengan keselamatan seperti gedung gen set yang digunakan untuk memasok listrik sistem

pendingin reactor ketika reaktor shut down.

Dengan demikian maka desain PLTN Fukushima I tidak sesuai dengan DS 417 yang

juga telah mensyaratkan desain kedap air (banjir) terhadap bangunan/system yang terkait

dengan keselamatan.

Page 11: KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN …

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 145

4 KESIMPULAN Global warming akibat adanya peningkatan gas rumah kaca di atmosfer bumi,

memberikan dampak terjadinya perubahan iklim global yang kemudian memberikan

dampak yang signifikan pada keselamatan pengoperasian PLTN, oleh karena itu dalam

evaluasi tapak PLTN harus dikaji parameter-parameter hidrologi yang mempunyai potensi

bahaya pada instalasi nuklir, khususnya PLTN. Hasil dari kajian digunakan dalam

penentuan parameter dasar desain. Nilai parameter dasar desain digunakan dalam

menentukan desain instalasi nuklir, khususnya PLTN.

Dala evaluasi tapak PLTN, kajian bahaya parameter hidrologi harus mengasumsikan

bahwa operasi PLTN hingga 100 tahun, oleh karenanya perubahan iklim hingga 100 tahun

kedepan harus diprediksikan dampaknya pada perubahan nilai parameter hidrologi. Dalam

tahap konstruksi hingga operasi PLTN, pemantauan tetap dilakukan untuk digunakan

dalam melakukan kajian ulang berkala nilai parameter dasar desain.

DAFTAR PUSTAKA [1]. ARMI SUSANDI, I. H. Dampak Perubahan Iklim Terhadap Ketinggian Muka Laut Di

Wilayah Banjarmasin. Jurnal Ekonomi Lingkungan Vol.12/No.2/2008 . (2008)

[2]. IAEA. Draft of Meteorological and Hydrological Hazards in Site Evaluation for Nuclear

Installation. Viena: IAEA. (2009).

[3]. IAEA. Flood Hazard For Nuclear Power Plants On Coastal And River Sites. Vienna: IAEA.

(2003).

yang dimaksud adalah melalui survei litologi (material bawah permukaan) mencakup

diskripsi batuan, jenis batuan, komposisi mineral, kekerasan batuan, tingkat pelapukan dan

umur batuan di suatu daerah sehingga memperoleh peta penyebaran litologi.

Pengertian Kesesuaian Material Bawah Permukaan adalah kelayakan karakteristik

litologi untuk analisis kestabilan pondasi dari suatu struktur bangunan di atasnya.

Pendekatan dan Evaluasi Material Bawah Permukaan Daerah yang direkomendasikan

adalah daerah yang material bawah permukaannya tidak mengalami pelapukan tinggi

hingga menunjukkan sifat fisik batuan yang lunak, memiliki sifat keteknikan yang baik yang

ditunjukkan daya dukung tanah yang baik dan tidak berpotensi likuefaksi. Pengamatan sifat

keteknikan material bawah permukaan dilakukan dengan analisis petrologi dan

pengamatan geologi pada daerah yang menarik.

2.1 Pendataan Geologi

Pendataan geologi dilakukan di Pulau Bangka terutama pada daerah yang mewakili

secara geologi dan terdapat singkapan yang dianggap representative untuk mewakili

kondisi karakteristik batuan pada setiap formasi[2]. Data geologi yang diambil meliputi

diskripsi, intepretasi sampai gambaran umum penyebaran tanah/batuan penyusun daerah

penelitian terutama pada radius 3 km dari titik pantai. Survei dilakukan dengan

mengidentifikasi daerah dengan litologi yang memiliki daya dukung tinggi dan hanya

beberapa tempat pada endapan alluvial.

Page 12: KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN …

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 146

Lokasi Pengamatan

Pendataan geologi di Pulau Bangka mengutamakan daerah pantai dan pada

singkapan batuan yang dapat memberikan informasi. Pendataan tersebut mewakili setiap

formasi batuan di beberapa tempat yang berbeda dan untuk mengetahui karakteristik

masing-masing jenis batuan. Peta lokasi pendataan lapangan di Pulau Bangka dan uraian

hasil pendataan geologi serta karakteristik batuan pada masing-masing daerah terdapat

pada Gambar 1.

Gambar 1 Peta Lokasi Pengamatan Geologi di Pulau Bangka

Secara umum singkapan batuan di sepanjang pantai Pulau Bangka tergabung dalam

formasi yang meliputi Pemali Komplek, Tanjung Genting dan Granit Klabat, Formasi

tersebut dapat dilihat dalam Peta Geologi , Gambar 2.

Page 13: KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN …

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 147

Gambar 2. Peta Geologi Daerah Bangka Belitung [2]

2.1.1 Pemali kompleks

Singkapan batuan yang termasuk dalam Pemali Kompleks berupa batuan metamorf

tersingkap di Pantai Tanjung Tuing dan Teluk Klabat. Daerah Tanjung Tuing terletak di

Timur Laut Pulau Bangka yang merepresentasikan keterdapatan batuan Pemali Kompleks.

Batuan ini merupakan batuan tertua dan satu-satunya kelompok batuan malihan di Pulau

Bangka. Batuan yang tersingkap pada daerah ini antara lain batulempung terkersikkan,

metabatupasir, metalanau dan kuarsit. Batuan tersebut keras kompak, tidak nampak

pelapukan dan rata rata mengalami terfrakturasi.

Gambar 3. Singkapan Pemali Kompleks di Tanjung Tuing Bagian Selatan

2.1.2 Formasi Tanjung Genting

Formasi Tanjung Genting terdiri dari perselingn batupasir dan batulempung.

Batupasir, kelabu, kecoklatan berbutir halus-sedang, terpilah baik keras, tebal lapisan 2-60

cm dengan struktur sedimen silang siur dan laminasi bergelombang setempat ditemukan

lensa batugamping setebal 1,5 m. Formasi ini merupakan formasi yang memiliki penyebaran

Page 14: KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN …

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 148

yang paling luas di Pulau Bangka. Pengamatan geologi dilakukan di Pulau Lepar dan

Tanjung Berani.(Gambar 4).

Gambar 4. Singkapan Batupasir di Tanjung Merun, Pulau Lepar

Pencapaian lokasi Pulau Lepar cukup sulit, dengan menggunakan perahu sekitar 45

menit. Daerah Tanjung Merun yang merupakan pantai selatan Pulau Lepar merupakan satu

lokasi yang memiliki batuan batupasir dan lanau. Daerah Tanjung Berani, Desa Sebagin,

Kecamatan Simpang Rimba merupakan pantai selatan Pulau Bangka dan merupakan satu

lokasi yang memiliki jarak terdekat dari pulau Sumatera (± 13 Km).

Batuan yang tersingkap antara lain batupasir dan lanau yang merupakan anggota dari

Formasi Tanjung Genting. Daerah ini memiliki pantai yang dengan batimetri yang cukup

dalam dilihat dari air laut yang jernih.

Gambar 5. Tanjung Berani Bagian Utara, Desa Sebagin, Kec. Simpang Rimba

2.1.3 Satuan Granit Klabat

Satuan ini merupakan satuan batuan plutonik yang memiliki penyebaran cukup luas

di Pulau Bangka setelah Formasi Tanjung Genting. Batuan ini berwarna putih, abu-abu,

kompak, keras dan sangat masif. Granit Klabat memeiliki kekerasan batuan yang sangat

tinggi dan masif sehingga sangat baik untuk pondasi. Pada beberapa lokasi telah terubah

menjadi kaolin dan sebagian telah lapuk menjadi soil.

Hasil pendataan lapangan, satuan granit Klabat dijumpai pada beberapa daerah

dengan kedalaman dan sebaran yang berbeda-beda antara lain: Teluk Klabat, Tanjung Pala,

Pantai Penganak, Teluk Inggris-Tanah Merah, Tanjung Berdaun, Pantai Parai dan Belinyu.

Pada daerah Teluk Klabat, lokasi terdekat dengan G. Klabat (300 m), batuan dasar dijumpai

pada kedalaman 15-20 m dan di bagian pantai tidak terlihat karena telah tertutup pasir yang

cukup tebal. Pasir kuarsa yang mengandung kasiterit banyak di tambang oleh masyarakat.

Page 15: KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN …

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 149

Daerah Tanjung Pala terdapat singkapan granit dan suatu bukit tersusun oleh Granit

Klabat ketinggian > 30 m.

Gambar 6. Singkapan granit di Daerah Tanjung Pala

Batuan dasar pada lokasi ini kurang dari 10 m dan sebagian besar hanya tertutup oleh

pasir. Selain pada bukit, granit juga tersingkap pada beberapa lokasi di permukiman di

dekat rumah penduduk.

Pantai Penganak terletak di baratdaya Pulau Bangka. Batuan dasar pada lokasi ini

sebagian besar tersingkap di permukaan, dan sebagian tertutup oleh pasir. Granit

tersingkap pada beberapa lokasi di permukiman dan pada daerah dataran yang merupakan

lading dan permukiman penduduk.

Gambar 7. Singkapan Granit di Daerah Pantai Penganak

Pantai Tanah Merah sampai Teluk Inggris merupakan pantai barat Pulau Bangka.

Batuan dasar tersingkap di pantai dan sebagian tertutup oleh pasir. Pasir kuarsa yang

mengandung kasiterit banyak di tambang oleh masyarakat.

Gambar 8. Singkapan Granit di Pantai Batu bertumpak

Daerah Tanjung Berdaun merupakan pantai barat di Bangka Selatan. Batuan dasar

yang tersingkap di permukaan sepanjang 1 km.

Page 16: KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN …

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 150

Gambar 9. Tanjung Berdaun, Desa Radjik, Kec. Simpang Rimba.

2.2 Analisis Kesesuaian Litologi

Kesesuaian tapak yang difokuskan pada aspek material bawah permukaan (litologi)

di Bangka berangkat dari pengamatan litologi dan penyebarannya. Analisis kesesuaian yang

dilakukan merupakan analisis sederhana dengan data masih sangat minim, meliputi

pelapukan tanah, daya dukung tanah dan potensi liquifaksi.

3. PEMBAHASAN 3.1 Karakteristik Litologi

Berdasarkan karakteristik litologi/batuan maka dapat dikelompokan satuan batuan

yang memiliki daya dukung tinggi baik berupa batuan metamorf, batuan beku dan sedimen.

Batuan metamorf yang tersingkap di P. Bangka termasuk dalam satuan Pemali Komplek,

tersusun atas batulempung terkersikkan, metalanau dan metabatupasir. Batuan beku asam

yang meliputi granit, granodiorit, adamalit dan diorite tersingkap baik di Bangka dan

Belitung. Sebagian besar batuan beku di P. Bangka dikelompokkan kedalam satuan granit

Klabat dengan komposisi felspar kalsium (petrografis) sedangkan batuan sedimen

dikelompokkan kedalam Formasi Tanjung Genting,

Batuan yang memiliki daya dukung rendah sebagian besar merupakan batuan

sedimen antara lain endapan alluvial, Formasi Ranggam dan Formasi Kutacane. Selain itu,

sebagian batuan yang sebelumnya memiliki daya dukung tinggi tetapi lapuk dan teralterasi

sehingga memiliki daya dukung rendah, seperti Diorit Batubesi yang teralterasi menjadi

Kaolin dan Granit Klabat yang telah lapuk menjadi lempung. Batuan yang sudah berubah

menjadi soil, memiliki daya dukung rendah. diantaranya terdapat di daerah Gunung

Mangkol, Sungailiat-Belinyu, dan Ranggas. Bersifat kedap air setempat kelulusan rendah-

sedang.

Komplek Pemali terdiri dari batuan metmorf filit dan sekis dengan sisipan kuarsit dan

lensa batugamping. Batuan tersebut dijumpai di daerah Pemali, Belinyu dan Pangkalpinang,

sedangkan permeabilitas (kelulusan air) umumnya rendah, setempat berkelulusan sedang

pada zone pelapukan dan rekahan.

3.2. Pelapukan Tanah

Pelapukan batuan berupa tanah tidak banyak dijumpai di daerah penelitian hanya

beberapa cm, karena resisitensi batuan yang tinggi. Pantai Teluk Inggris/Tanah Merah,

Penganak, Pala, Penyusuk dan bagian utara Tuing masih menunjukkan batuan plutonik

granit hingga muncul di pantai. Sementara pada umumnya pelapukan sangat intensif terjadi

pada formasi yang memiliki satuan sedimen, seperti di Bangka meliputi Formasi Ranggam

yang terdiri dari susunan pelapisan perselingan batupasir, batulempung dan batulempung

tufan dengan sisipan tipis batulanau dan bahan organik, berlapis baik, memiliki tebal

formasi batuan 150 m. Formasi Tanjung Genting yang terdiri dari susunan pelapisan dari

perselingan batupasir dan batulempung batupasir, kelabu, kecoklatan berbutir halus-

sedang, terpilah baik dan keras, tebal lapisan 15 m. Pelapukan batuan berupa soil yang

Page 17: KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN …

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 151

tersingkap terutama di pantai Inggris bagian utara berupa tanah tufan berwarna abu

kecoklatan, lunak, clay dan retas, ketebalan kurang lebih 20 cm.

3.3 Potensi Likuefaksi

Efek dari gempa yang terjadi pada daerah yang memiliki batuan sedimen terutama

pasiran dan jenuh air dapat mengalami likuefaksi (pembuburan). Dalam analisis likuefaksi

dikenal beberpa metode seperti Seed dkk (1985) yang berdasarkan data uji N-SPT dan

metode Andrus, Stokoe (1999) yang berdasarkan metode percepatan gelombang geser, Vs

dan Metode Associate Road Japan 1994 berdasarkan percepatan tanah (pga).

Dalam kaitannya dengan potensi likuifaksi akibat getaran gempabumi yang perlu

diperhatikan dalam pemilihan tapak PLTN adalah percepatan batuan dasar dan tanah

maksimum. Percepatan tanah puncak di wilayah Bangka berada di dalam kisaran 0,10 g

(Kementerian PU 2010). Karena di daerah penelitian hampir 75% memiliki batuan beku yang

tersingkap di seluruh wilayah pantai Pulau Bangka, maka perhitungan potensi likuifaksi

diintepretasikan tidak akan terjadi likuifaksi.

3.4.1 Kesesuaian Material Bawah Permukaan Untuk Tapak PLTN

Kesesuaian tapak dilakukan mengikuti pedoman yang digunakan negara negara lain

dan juga Safety Guide (IAEA, siting). Penilaiannya memperhatikan nilai faktor pembatas

(Fs) yang terburuk dengan tujuan untuk mendapatkan tapak yang sesuai. Berdasarkan

analisis data pada potensi liquifaksi, tingkat pelapukan dan kekerasan batuan dapat

dijelaskan sebagai berikut.

Daerah yang berpotensi Likuefaksi memiliki dua parameter data, yakni daerah

tersebut mempunyai data gempa dan batuan sedimen, pasir. Berdasarkan katalog gempa,

menunjukkan dalam kurun waktu 100 tahun baru terjadi satu kali gempa dengan

magnitudo relatif kecil. Parameter likuefaksi menggunakan nilai percepatan tanah maksimal

yang dihitung dari zona penunjaman dan menunjukkan nilai yang paling rendah < 0.05 g.

Karena di daerah penelitian tidak mengandung batuan sedimen seperti pasir, lanau hampir

di seluruh area pantai maka tidak dilakukan perhitungan. Sehingga tidak akan mempunyai

potensi lukuifaksi yang hampir seluruh wilayah pantai seperti Teluk Inggris, Lepar,

Berdaun, Sungai Gusung, Berani, Jebus, dan Pala.

Pelapukan batuan tidak banyak dijumpai di daerah penelitian, karena resisitensi

batuan yang tinggi. Beberapa lokasi pelapukan batuan berupa soil yang tersingkap di pantai

Inggris bagian utara berupa tanah tufan berwarna abu kecoklatan, lunak, clay dan retas,

ketebalan tidak lebih 10 cm, didominasi latosol yang mempunyai potensi erosi sedang. Erosi

merupakan faktor penghambat yang serius, karena menyebabkan terjadinya degradasi

potensi tanah. Dengan adanya kemiringan yang beragam dimungkinkan juga akan timbul

percepatan erosi dan longsor. Secara umum pelapukan tanah yang tebal tidak baik untuk

pondasi PLTN sehingga kedalaman tanah harus dikupas habis agar pondasi menyentuh

langsung ke batuan dasar.

Batuan dasar yang terdapat di sebagian wilayah Pulau Bangka meliputi batuan beku

granit Formasi Granit Klabat berumur 215 juta tahun atau Trias dan berada pada Kabupaten

Bangka Barat, Bangka Selatan dan Bangka.

4. KESIMPULAN Berdasarkan hasil pendataan dan analisis data menunjukkan, batuan yang tersingkap

di Pulau Bangka memiliki umur yang tua, seperti batuan metamorf, Formasi Pemali

Kompleks berumur Perm (±290 juta tahun) berlokasi di Pantai Tanjung Tuing dan Teluk

Klabat. Batuan yang mendominasi P. Bangka berupa perselingan batupasir, batulempung,

adalah Formasi Tanjung Genting berumur Trias (±250 juta tahun). Formasi Tanjung Genting

Page 18: KAJIAN ASPEK HIDROLOGI DALAM EVALUASI TAPAK PLTN …

Prosiding Seminar Nasional Pengembangan Energi Nuklir IV, 2011 Pusat Pengembangan Energi Nuklir

Badan Tenaga Nuklir Nasional

ISSN 1979-1208 152

diterobos oleh batuan beku granit merupakan satuan batuan plutonik, kompak dan masif,

yang dimasukan kedalam Formasi Granit Klabat berumur Yura (±205 juta tahun), memiliki

penyebaran cukup luas setelah Formasi Tanjung Genting.

Secara umum daerah penelitian tidak berpotensi likuifaksi dan sedikit mengalami

pelapukan dan banyak kondisi batuan yang memiliki sifat fisik keras, kompak, masif yang

baik untuk pondasi dan rata-rata memiliki nilai daya dukung tanah yang sangat baik untuk

pondasi sehingga sesuai dengan kriteria yang diperlukan oleh tapak PLTN.

DAFTAR PUSTAKA [1] IAEA SG No 50-SG-S9,” Siting for Nuclear Installations,Vienna, (1984).

[2] Peta Geologi Lembar Bangka Utara, Sumatera, Skala 1: 250.000, s. Andi Mangga dan

B. Djamal, (1994).

[3] Peta Geologi Lembar Bangka Selatan, Sumatera, Skala 1: 250.000, U.Margono, RJB.

Supandjono dan e. Partoyo, (1995).

[4] Peta Dasar RBI Kepulauan Bangka Belitung Dinas Pekerjaan Umum, Pemda

Provinsi Kep. Bangka Belitung, Master Plan .

[5] Kawasan Kota Baru Air Anyir, Laporan Pendahuluan, Bhawana Prasta, konsultan

teknik, (2009).

[6] PT Bangka Belitung Timah Sejahtera, Upaya Pengelolaan Lingkungan dan upaya

pemantauan Lingkungan kegiatan eksplorasi bahan galian timah di desa bangkit Kec.

Jebus, Kab. Bangk Barat, Prov. Kep Bangka Belitung, (2007).