Kajian asap cair sebagai pengawet pada buah panenan (Asap cair)

22
Kajian Asap Cair sebagai pengawet pada buah panenan PENDAHULUAN Latar Belakang Salah satu ciri dari komoditi hortikultura panenan adalah produk tersebut sebagian besar dikonsumsi dalam keadaan masih segar. Hal ini berbanding terbalik dengan sifat komoditi panenan tersebut yaitu mudah rusak (Perishable). Kerusakan pada komoditi hortikultura panenan baik itu buah-buahan maupun sayuran dapat disebabkan oleh berkurangnya cadangan makanan (karbohidrat) pada organ panenan tersebut karena digunakan untuk melakukan proses respirasi atau metabolisme lainnya yang menandakan bahwa organ panenan tersebut masih hidup. Kehilangan dalam jumlah dan mutu terjadi cukup besar pada produk panenan hortikultura dari saat panen hingga pada saat konsumsi. Kisaran kehilangan pasca panen buah segar dan sayuran diperkirakan mencapai 5-25% pada negara-negara maju dan 20-50% pada negara-negara sedang berkembang (Santoso, 2005). Sehingga diperlukan upaya pengelolaan pasca panen untuk mempertahankan kesegaran dan memperpanjang masa simpan produk panenan tersebut. Namun sangat disayangkan saat ini banyak hasil buah-buahan terbuang begitu saja karena kurang hati-hati dalam penanganan pasca panen. Akibatnya terjadi kerusakan mekanis, fisiologis, dan mikrobiologis. Upaya yang telah dilakukan untuk mempertahankan kesegaran dan memperpanjang masa simpan mutu buah adalah dengan memberikan perlakuan pelapisan buah. Biasanya digunakan fungisida untuk menunda timbulnya penyakit. Penggunaan fungisida yang berlebihan mengakibatkan peningkatan biaya produksi, resiko kesehatan petani dan konsumen, serta dapat merusak lingkungan.

description

Nining

Transcript of Kajian asap cair sebagai pengawet pada buah panenan (Asap cair)

Page 1: Kajian asap cair sebagai pengawet pada buah panenan (Asap cair)

Kajian Asap Cair sebagai pengawet pada buah panenan

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu ciri dari komoditi hortikultura panenan adalah produk tersebut sebagian besar

dikonsumsi dalam keadaan masih segar. Hal ini berbanding terbalik dengan sifat komoditi

panenan tersebut yaitu mudah rusak (Perishable).

Kerusakan pada komoditi hortikultura panenan baik itu buah-buahan maupun sayuran dapat

disebabkan oleh berkurangnya cadangan makanan (karbohidrat) pada organ panenan tersebut

karena digunakan untuk melakukan proses respirasi atau metabolisme lainnya yang menandakan

bahwa organ panenan tersebut masih hidup.

Kehilangan dalam jumlah dan mutu terjadi cukup besar pada produk panenan hortikultura dari

saat panen hingga pada saat konsumsi. Kisaran kehilangan pasca panen buah segar dan sayuran

diperkirakan mencapai 5-25% pada negara-negara maju dan 20-50% pada negara-negara sedang

berkembang (Santoso, 2005). Sehingga diperlukan upaya pengelolaan pasca panen untuk

mempertahankan kesegaran dan memperpanjang masa simpan produk panenan tersebut. Namun

sangat disayangkan saat ini banyak hasil buah-buahan terbuang begitu saja karena kurang hati-

hati dalam penanganan pasca panen. Akibatnya terjadi kerusakan mekanis, fisiologis, dan

mikrobiologis.

Upaya yang telah dilakukan untuk mempertahankan kesegaran dan memperpanjang masa simpan

mutu buah adalah dengan memberikan perlakuan pelapisan buah. Biasanya digunakan fungisida

untuk menunda timbulnya penyakit. Penggunaan fungisida yang berlebihan mengakibatkan

peningkatan biaya produksi, resiko kesehatan petani dan konsumen, serta dapat merusak

lingkungan.

Kesadaran masyarakat akan pentingnya bahan pangan yang aman terhadap kesehatan dan

kelestarian lingkungan mendorong berkembangnya penelitian untuk menemukan alternatif cara

memperpanjang umur simpan serta menurunkan kehilangan hasil pasca panen. Upaya yang

dilakukan antara lain dengan menggunakan fungisida mudah terurai (biodegradable fungicide),

perlakuan panas, penyimpanan suhu rendah, pengemasan dan pemberian bahan pelapis serta

penggunaan asap cair digunakan untuk memperpanjang masa simpan dan mempertahankan mutu

buah.

Page 2: Kajian asap cair sebagai pengawet pada buah panenan (Asap cair)

Menurut wastono (2006) asap cair (liquid smoke) dari distilat tempurung kelapa dapat digunakan

sebagai pengawet karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil yang memiliki kemampuan

mengawetkan makanan. Asap cair dapat juga digunakan sebagai fungisida untuk

penanggulangan serangan patogen penyebab penyakit pasca panen hortikultura yang berperan

sebagai desinfektan untuk mencegah  serangan penyakit pasca panen pada buah-buahan.

Asap cair mengandung lebih dari 400 komponen dan memiliki fungsi sebagai penghambat

perkembangan bakteri dan cukup aman sebagai pengawet alami. Selain itu juga memanfaatkan

limbah asap pada industri pembuatan arang tempurung kelapa menjadi asap cair akan menaikkan

nilai tambah bagi industry tersebut, nilai tambah bagi petani bahkan dapat mengatasi masalah

pencemaran lingkungan.

Bertitik tolak dari pemikiran tersebut perlu dilakukan kajian  pustaka tentang Pemanfaatan Asap

Cair Tempurung Kelapa sebagai bahan pengawet buah panenan.

Tujuan dan Kegunaan

Tujuan

            Kajian ini bertujuan untuk mengkaji atau mempelajari pemanfaatan asap cair  tempurung

kelapa untuk memperpanjang masa simpan hasil panenan buah-buahan.

Kegunaan

Kajian ini diharapkan dapat berguna sebagai informasi kepada para pembaca tentang

pemanfaatan asap cair tempurung kelapa dalam upaya memperpanjang masa simpan beberapa

hasil panenan buah-buahan serta sebagai bahan pertimbangan bagi para petani dalam memilih

bahan pengawet yang aman untuk kesehatan.

METODOLOGI

Page 3: Kajian asap cair sebagai pengawet pada buah panenan (Asap cair)

Jenis Penulisan

Tulisan ini disusun dan dimuat dalam bentuk analisa deskriptif berdasarkan hasil pengumpulan

data sekunder yang diperoleh dari berbagai hasil hasil penulusuran kajian pustaka sebelumnya.

Objek Kajian

Data atau informasi yang ditelusuri  terkait dengan hasil panenan hortikultura dan asap cair dari

berbagai sumber tersebut berupa :

1.      Penelusuran kajian yang terkait dengan Perubahan Fisiologi Komoditas Hortikultura Panenan

2.      Penelusuran kajian yang terkait dengan asap cair yaitu kandungan Asap Cair, aplikasi asap cair,

pemanfaata n asap cair pada pasca panen dan standar mutu asap cair

Metode Pengumpulan Data

Dalam mengumpulkan data tulisan yang dikaji digunakan metode pengumpulan data sekunder

melalui penelusuran dari berbagai sumber informasi berupa Penelusuran melalui buku Literatur,

journal hasil penelitian, internet, hasil kuliah, konsultasi dengan pelaku usaha dan Konsultasi

dengan Dinas instansi terkait.

Hasil penelusuran tersebut diverifikasi dan dirangkum dalam sebuah tulisan yang diberi judul

“Pemanfaatan Asap Cair Tempurung Kelapa  sebagai bahan pengawet buah panenan

HASIL dan PEMBAHASAN

Perubahan Fisiologi Komodoti Hortikultura Panenan

            Menurut Santoso (2005) beberapa perubahan yang terjadi pada pematangan buah adalah

sebagai berikut :

a.       Warna

Pada buah klimaterik kehilangan warna hijau sangat cepat setelah  memasuki

titik awal pemasakan. Perubahan warna pada buah terjadi karena klorofil tidak

nampak dan terjadi sedikit pembentukan  karoten.

b.      Karbohidrat

         Perubahan kuantitatif karbohidrat berkaitan dengan proses pemasakan,

perubahan terjadi akibat pemecahan polimer karbohidrat, khususnya perubahan

pati menjadi glukose (gula). Perubahan ini tentunya mempengaruhi rasa dan

Page 4: Kajian asap cair sebagai pengawet pada buah panenan (Asap cair)

tekstur buah. Peningkatan kadar gula cenderung menyebabkan rasa manis pada

buah. Oleh karena itu buah akan lebih dapat diterima oleh konsumen bilamana

perubahan ini telah terjadi pada saat buah tersebut dikonsumsi.

c.       Gula Sederhana

Meskipun dalam sayuran dan buah-buahan terkandung banyak sekali jenis

gula, tetapi peruhahannya terutama hanya menyangkut tiga macam gula, yaitu

sukrosa, glukosa dan fruktosa.

d.   Asam organik

Umumnya kandungan asam organik menurun selama pemasakan. Hal ini

disebabkan karena asam organik direspirasikan atau diubah menjadi gula.

Perkecualian bagi pisang dan nanas. Pada kedua buah tersebut kandungan asam

yang tinggi diperoleh pada stadia masak penuh, namun kandungan asam pada

kedua jenis buah ini tidak tinggi saat stadia perkembangan. Fenomena ini bertolak

belakang dengan fenomena yang terjadi pada jenis buah lainnya.

e.   Aroma

Aroma memainkan peranan penting dalam perkembangan kualitas pada

bagian buah yang dapat dikonsumsi (edible portion). Aroma terjadi karena adanya

sintesis banyak senyawa organik yang bersifat mudah menguap (volatile) selama

fase pemasakan.

f.    Lemak

Page 5: Kajian asap cair sebagai pengawet pada buah panenan (Asap cair)

TeIah diketahui bahwa meskipun dalam sayuran dan buah-buahan kadar

Iemaknya rendah, namun peranannya besar dalam hal tesktur, serta pembentukan

flavor dan pigmen buah.

g.   Kadar Air 

 Air merupakan komponen yang sangat penting dalam bahan makanan, semua

bahan makanan mengandung air dalam jumlah yang berbeda-beda. Kandungan air

dalam makanan ikut menentukan kesegaran dan daya tahan bahan (Winarno,

1995).

h.   Tekstur

Selama penyimpanan dan pemasakan, komoditas yang segar akan menurun

kesegarannya disebabkan oleh perubahan yang terjadi pada dinding sel dan lamella

tengah buah.

            Komponen-komponen diatas sering dijadikan indicator dalam mengukur

sejauh mana pengaruh bahan pengawet pada produk pasca panen buah sehingga

penulis merasa perlu untuk mengajak para pembaca menelaah hal tersebut diatas.

Panen dan Penangan Pasca Panen     Buah-Buahan

a.   Panen

Pemanenan dilakukan terhadap buah-buah yang telah menunjukkan kriteria yang ditetapkan.

Penetapan ini sangat terkait dengan tujuan dan jarak pemasaran. Namun demikian, pemanenan

dilakukan pada kondisi matang optimal (Santoso, 2005).

b.   Penanganan Pasca Panen

Langkah yang harus dilakukan dalam penanganan buah setelah dipanen meliputi pemilihan

(sorting), pemisahan berdasarkan ukuran (sizing), pemilihan berdasarkan mutu (grading), dan

pengepakan (packing). Namun demikian, untuk beberapa komoditi atau jenis buah tertentu

memerlukan tambahan penanganan seperti degreening, pencucian, penggunaan bahan kimia,

pelapisan (coating), dan pendinginan awal (pre-cooling) (Santoso, 2005)..

Page 6: Kajian asap cair sebagai pengawet pada buah panenan (Asap cair)

Penyakit Pascapanen Produk Buah-Buahan

            Kehilangan hasil akibat busuk merupakan dasar dikembangkannya teknik-teknik

penanganan hasil bagi produk panenan hortikultura. Pengetahuan tentang organisme penyebab

penyakit dan komoditi inang serta teknik-teknik penanganan merupakan tiga hal yang saling

terkait bagi suksesnya upaya mempertahankan produk panenan tetap segar hingga sampai pada

konsumen. Praktek-praktek penanganan yang diterapkan atau dilakukan mungkin saja

berpengaruh terhadap kepekaan produk panenan terhadap penyebab penyakit. Hal ini karena

tingkat kematangan, pemasakan dan senescen (penuaan). Selain itu, bekas-bekas pemotongan,

luka memar ataupun lecet membuat kesempatan organisme penyebab penyakit akan lebih mudah

menginfeksi komoditi panenan tersebut. Kondisi tekanan (stress) akibat suhu tinggi atau rendah

memungkinkan menyebabkan perubahan dalam aspek fisiologis yang tentunya akan

memudahkan bagi berkembangnya organisme penyebab penyakit dan semakin pekanya komoditi

tersebut terhadap suatu jenis penyebab penyakit. Faktor-faktor utama bagi perkembangan

penyakit pasca panen komoditi hortikultura adalah inang (tanaman), penyebab penyakit

(microorganisme) dan lingkungan. Faktor lingkungan terdiri atas suhu, kelembaban relatif dan

komposisi atmosfir ruang simpan. Jadi terdapat tiga faktor utama yang sering juga dikenal

sebagai segi tiga penyakit (pathogen/microorganisme – inang - lingkungan). (Santoso, 2005)

Page 7: Kajian asap cair sebagai pengawet pada buah panenan (Asap cair)

Selanjutnya Santoso (2005) mengemukakan bahwa jenis penyakit pasca panen

parasiter merupakan penyakit-penyakit produk panenan yang disebabkan oleh

patogen seperti jamur, bakteri dan virus. Penyakit parasit pasca panen dapat

merupakan penyakit yang memang terjadi atau proses infeksi patogen terjadi pada

saat komoditi telah dipanen. Namun dapat juga telah terjadi infeksi pada saat di

lapang (sebelum dipanen), hanya saja patogen pada saat itu dalam keadaan

dorman, dan setelah panenan serta kondisi mendukung bagi berkembangnya atau

aktifnya patogen tersebut, barulah terjadi perkembangan penyakit yang ditandai

terlebih dahulu dengan adanya tanda-tanda penyakit (sympton).

Asap Cair

Asap cair adalah kondensat komponen asap yang dapat digunakan untuk menciptakan flavor

asap pada produk (Whittle dan howgate, 2002). Asap cair sudah dibuat pada akhir tahun 1800-

an, tetapi baru sepuluh sampai lima belas tahun belakangan digunakan secara komersial pada

industry pengasapan ikan (Moody dan Flick, 1990). Asap cair pertama kali diproduksi pada

tahun 1980 oleh sebuah pabrik farmasi di Kansas City, dikembangkan dengan metode distilasi

kayu asap (Pszczola, 1995).

             Asap cair diproduksi dengan cara pembakaran tidak sempurna yang melibatkan reaksi

dekomposisi konstituen polimer menjadi senyawa organic dengan berat molekul rendah karena

pengaruh panas yang meliputi reaksi oksidasi, polimerisasi, dan kondensasi (Girrard, 1992).

Media pendingin yang digunakan pada kondensor adalah air yang dialirkan melalui

pipa inletyang keluar dari hasil pembakaran tidak sempurna kemudian dialirkan melewati

kondensor dan dikondensasikan menjadi distilat asap (Hanendoyo, 2005).

Destilasi dan Penyaringan Asap Cair

 Asap cair yang diperoleh dari tahap pirolisis atau grade 3 masih mengandung kadar tar dan

benzonpiren tinggi sehingga belum aman diaplikasikan untuk pengasapan dan pengawet

makanan. Asap cair grade 3 tersebut memerlukan proses lebih lanjut untuk meningkatkan mutu

asap cair menjadi grade 2 dan 1 agar aman diaplikasikan untuk makanan dengan tahap

permunian destilasi, kemudian penyaringan dengan karbon aktif dan zeolit.

Page 8: Kajian asap cair sebagai pengawet pada buah panenan (Asap cair)

Destilasi merupakan proses pemisahan komponen dalam campuran berdasarkan perbedaan titik

didihnya, atau pemisahan campuran berbentuk cairan atas komponennya dengan proses

penguapan dan pengembunan sehingga diperoleh destilat dengan komponen-komponen yang

hampir murni. Destilasi adalah suatu proses pemisahan suatu komponen dari suatu campuran

dengan menggunakan dasar bahwa beberapa komponen dapat menguap lebih cepat daripada

komponen yang lainnya. Ketika uap diproduksi dari campuran, uap tersebut lebih banyak berisi

komponen-komponen yang bersifat lebih volatil, sehingga proses pemisahan komponen-

komponen dari campuran dapat terjadi (Earle dalam Astuti, 2000).

Dalam pembuatan asap cair, distilasi bertujuan untuk memisahkan tar yang bersifat karsinogenik.

Suhu yang dibutuhkan pada destilasi tidak setinggi pada pirolisis. Suhu sekitar 150oC – 200oC

sudah cukup untuk menghasilkan asap cair yang bagus. Destilasi sederhana dilakukan secara

bertahap, sejumlah campuran dimasukkan ke dalam sebuah reaktor destilasi, dipanaskan

bertahap dan dipertahankan selalu berada dalam tahap pendidihan kemudian uap yang terbentuk

dikondensasikan dan ditampung dalam derigen plastik. Produk destilat yang pertama kali

tertampung mempunyai kadar komponen yang lebih ringan dibandingkan destilat yang lain.

Komponen-komponen dominan yang mendukung sifat-sifat fungsional dari asap cair adalah

senyawa fenolat, karbonil dan asam.

Asap cair yang diperoleh dari tahap destilasi pertama atau grade 2 dapat digunakan untuk

pengawet ikan pengganti formalin, namun untuk diaplikasikan sebagai alternatif pengganti

pengawet makanan dengan taste asap yang rendah atau langsung digunakan sebagai pelarut

adonan diperlukan tahap lebih lanjut penyaringan dengan zeolit dan karbon aktif.

Zeolit merupakan senyawa aluminosilikat terhidrasi yang memiliki kerangka struktur tiga

dimensi (3D), mikroporous, dan merupakan padatan kristalin dengan kandungan utama silikon,

aluminium, dan oksigen serta mengikat sejumlah tertentu molekul air didalam porinya (Bambang

Setiaji, 2000).

   Karbon aktif adalah karbon yang diproses sedemikian rupa sehingga pori – porinya terbuka,

dan dengan demikian akan mempunyai daya serap yang tinggi. Karbon aktif merupakan karbon

yang akan membentuk amorf, yang sebagian besar terdiri dari karbon yang bebas serta memiliki

permukaan dalam ( internal surface ), sehingga mempunyai daya serap yang baik. Keaktifan

menyerap dari karbon aktif ini tergantung dari jumlah senyawa karbonnya yang berkisar antara

85 % sampai 95 % karbon bebas, karbon aktif dapat digunakan sebagai bahan pemucat, penyerap

gas, penyerap logam, menghilangkan polutan micro misalnya zat organik, detergen, bau,

senyawa phenol dan lain sebagainya (DeMarco, 1998)

Page 9: Kajian asap cair sebagai pengawet pada buah panenan (Asap cair)

Tahapan-tahapan penyaringan sebagai berikut: Proses Pemurnian asap cair

Pemurnian asap cair bertujuan untuk meminimalisir jumlah tar pada asap cair. Proses tersebut

dapat dilakukan dengan proses distilasi seperti yang telah dijelaskan diatas. Namun asap cair

yang baru keluar dari distilasi masih belum langsung dapat digunakan sebagai pengawet

makanan. Karena masih ada proses yang harus dilalui. Filtrasi dengan Zeolit Aktif

Tujuan penyaringan distilat menggunakan zeolit adalah untuk memperoleh asap cair yang benar-

benar bebas dari zat berbahaya seperti benzopyrene. Caranya dengan mengalirkan asap cair

distilat kedalam kolom zeolit aktif sehingga diperoleh filtrat asap cair yang benar-benar aman

dari zat berbahaya seperti benzopyrene. Filtrasi dengan Karbon aktif

Filtrasi dengan Karbon aktif bertujuan untuk mendapatkan filtrat asap cair dengan bau asap yang

ringan dan tidak menyengat. Caranya dengan mengalirkan filtrat hasil filtrasi zeolit aktif

kedalam kolom yang berisi karbon aktif sehingga diperoleh asap cair dengan bau yang ringan

dan tidak menyengat. sehingga, sempurnalah asap cair yang diperoleh sebagai pengawet

makanan.

Mekanisme Penyaringan Menggunakan Zeolit Aktif

Zeolit bersifat adsorben karena memiliki struktur berongga -rongga, sehingga senyawa tar dan

benzopiren yang terdapat dalam asap cair saat dilewati penyaring zeolit aktif akan terjebak di

dalam rongga zeolit, disini zeolit mampu menyerap sejumlah besar molekul yang berukuran

lebih kecil atau sesuai dengan ukuran rongganya. Sedangkan asap cair yang molekulnya jauh

lebih kecil dapat melewati rongga dari zeolit keluar sebagai filtrat yang bebas senyawa tar dan

benzopiren, dan zeolit juga dapat melepaskan molekul air dari dalam permukaan rongga

sehingga menyebabkan medan listrik meluas ke dalam rongga utama yang menyebabkan

terjadinya interaksi saling mengikat antara zeolit dengan senyawa tar dan benzopiren (Bambang

Setiaji,2000).

Mekanisme Penyaringan Karbon Aktif

Karbon aktif memiliki permukaan karbon yang luas dan struktur berongga karena berbentuk

granula, sehingga senyawa aromatis yang memilki ukuran molekul yang sama atau lebih kecil

dari rongga dapat diadsorpsi saat penyaringan, dengan cara menjebak senyawa aromatis didalam

rongga tersebut. Dan sifat kepolaran yang sama antara karbon aktif dengan senyawa aromatis

juga menyebabkan terjadinya interaksi saling mengikat, senyawa aromatis yang terjebak akan

Page 10: Kajian asap cair sebagai pengawet pada buah panenan (Asap cair)

menyebabkan kandungannya dalam filtrat asap cair setelah dilewati karbon aktif akan berkurang,

sehingga diperoleh asap cair dengan aroma asap dan rasa asam yang netral (DeMarco, 1998).

Kandungan Asap Cair

Penelitian mengenai komposisi asap dilakukan pertama kali oleh Pettet dan Lana tahun

1940 (Girrard, 1992), bahwa senyawa kimia yang terdapat dalam asap kayu jumlahnya lebih dari

1000, 300 senyawa diantaranya dapat diisolasi dan yang sudah dideteksi antara lain: fenol 85

macam telah  diidentifikasikan dalam kondensat dan 20 macam dalam asap, karbonil, keton dan

aldehid 45 macam dalam kondensat, asam 35 macam, furan 11 macam. Alkohol dan ester 15

macam, lakton 13 macam, hidrokarbon alifatik 1 macam dalam kondensat dan 20 macam dalam

produk asap. Komposisi kimia asap cair dapat dilihat pada Tabel 2.Tabel 1. Komposisi Kimia Asap Cair

Komposisi Kimia Kandungan (%)

Air 11-92

Fenol 0,2-2,9

Asam 2,8-4,5

Karbonil 2,6-4,6

Ter 1-17

Sumber: Maga (1988)

Zaitsev et al. (1969) mengemukakan bahwa asap mengandung beberapa zat antimikroba, antara

lain:

a. Asam dan turunannya: format, asetat, butirat, propionat, metal ester.

b.      Alkohol: metal, etil, propil, alkil, dan isobutil alkohol.

c.       Aldehid: formaldehid, asetaldehid, furfural, dan metal furfural.

d.      Hidrokarbon: silene, kumene, dan simene.

e.       Keton: aseton, metal etil keton, metil propil keton, dan etil propil keton.

f.       Fenol

g.      Piridin dan metal piridin.

Senyawa-senyawa alkohol, aldehid, keton, asam organik termasuk furfural, formaldehid

merupakan bahan pengawet yang sudah dikenal sedangkan fenol, quinol, quicol dan pirogalol

merupakan bagian dari 20 jenis senyawa-senyawa antioksidan dan antiseptik (Moeljanto, 1982).

Page 11: Kajian asap cair sebagai pengawet pada buah panenan (Asap cair)

Aplikasi Asap Cair

Tujuan pengasapan pada awalnya hanya untuk pengawetan bahan makanan, namun dalam

pengembangannya berubah, yaitu menghasilkan produk dengan aroma tertentu, meningkatkan

cita rasa, memperbaiki penampilan dan meningkatkan daya simpan produk yang diasap (Girrard,

1992).

Mekanisme senyawa fenol dalam membunuh mikroba adalah reaksi antara asam fenoleat

dengan protein (dalam hal ini mikroba). Pada kondisi enzimatis dengan adanya enzim fenolase

yang bekerja secara alami pada pH netral, asam fenoleat dioksidasi menjadi kuinon yang dapat

bereaksi dengan lisin dari protein yang menyebabkan protein tersebut tidak dapat digunakan

secara biologis (Hurrell, 1984).

Pengasapan cair lebih mudah diaplikasikan karena konsentrasi asap cair dapat dikontrol agar

member flavor dan warna yang sama dan seragam. Asap cair telah disetujui banyak negara untuk

digunakan pada bahan pangan dan sekarang ini banyak digunakan pada produk daging (Eklund,

1982). Pengasapan cair dilakukan dengan merendam produk pada asap yang sudah dicairkan

melalui proses pirolisis. Pengasapan dengan cara ini dilakukan dengan menggunakan larutan

asap, baik asap cair alami ataupun sintetik (Maga, 1988).

Penggunaan asap cair menurut Pearson dan Tauber (1973), pada pembuatan makanan

yang diasap adalah dengan cara:

a.       Mencampur secara langsung ke dalam bahan makanan.

b.      Pencelupan

c.       Pemercikan cairan (spraying).

d.      Penyemprotan kabut asap cair ke dalam ruang pengasapan (atomizing).

e.       Asap cair diuapkan dengan cara meletakkan asap cair tersebut di atas permukaan yang panas.

Saat ini asap cair yang beredar di pasaran adalah asap cair yang telah dipisahkan dari

komponen tar. Di dalam tar terkandung senyawa Polisiklik Aromatik Hidrokarbon (PAH) yang

karsinogenik terhadap manusia. Cara pemisahan komponen tar dari asap cair dilakukan dengan

cara mengekstrak kondensat hasil pirolisis dengan menggunakan pelarut antara lain gugus CO,

propane, metana, etilen, methanol, air dan campuran dari satu atau lebih komponen tersebut

(Plaschke, 2002).

Pengasapan cair dilakukan dengan merendam produk pada asap yang sudah dicairkan melalui

proses pirolisis. Pengasapan dengan cara ini dilakukan dengan menggunakan larutan asap, baik

asap cair alami ataupun sintetik (Maga, 1988).

Page 12: Kajian asap cair sebagai pengawet pada buah panenan (Asap cair)

Pemanfaatan Asap Cair pada Pasca Panen

Kuntjahjawati dan Darmaji (2001) menyatakan bahwa pemakaian asap cair mempunyai

banyak keuntungan. Yaitu (1) selama pembuatan asap cair, senyawa PAH dapat dipisah, (2)

konsentrasi pemakaian asap cair dapat diatur dan dikontrol serta kualitas produk akhir menjadi

lebih seragam, (3) biaya pengasapan menjadi lebih rendah dibandingkan dengan cara

konvensional, dan (4) pemakaian asap cair lebih mudah yaitu dengan cara direndam atau

disemprotkan serta (5) mencampurkan langsung ke dalam bahan pangan.

Menurut Wastono (2006), asap cair (liquid smoke) dapat digunakan sebagai pengawet

karena adanya senyawa asam, fenolat dan karbonil yang memiliki kemampuan mengawetkan

bahan makanan seperti daging, ikan, mie, dan bakso.

Asap cair dapat juga digunakan sebagai fungisida untuk penanggulangan serangan

patogen penyebab penyakit pasca panen hortikultura yang berperan sebagai disinfektan untuk

menjamin buah-buahan atau sayuran dari serangan penyakit pasca panen.

Standar Mutu Asap Cair

  Asap cair yang digunakan untuk pengawet bahan pangan harus bebas dari senyawa-senyawa

berbahaya seperti hidrokarbon aromatik polisiklik (polycyclic aromatic hydrocarbon) atau PAH.

Menurut Anonymous (2009), senyawa PAH dapat bersifat karsinogenik. Diantara senyawa-

senyawa PAH, yang sering digunakan sebagai indikator tingkat keamanan PAH

adalahbenzopyrene karena paling tinggi sifat karsinogeniknya. Di beberapa negara seperti

Jerman telah menetapkan bahwa batas maksimum bezopyrene dalam produk adalah 1 ppb

(Anonymous, 2009). Selain bebas dari senyawa-senyawa berbahaya, asap cair yang digunakan

sebagai pengawet bahan pangan haruslah memiliki flavor yang dapat diterima konsumen

(Siroriri, 2010). Menurut Siroriri, Asap cair dibagi menjadi 3 grade yaitu :

      Asap cair grade 3

Asap cair grade 3 tidak dapat digunakan untuk pengawet makanan, karena masih banyak

mengandung tar yang karsinogenik. Asap cair grade 3 tidak digunakan sebagai pengawet bahan

pangan, tetapi digunakan pada pengolahan karet penghilang bau dan pengawet kayu biar tahan

terhadap rayap.

      Asap cair grade 2

Asap cair digunakan untuk pengawet makanan sebagai pengganti formalin

dengantaste Asap (daging Asap, Ikan Asap / bandeng Asap) berwarna kecoklatan transparan,

rasa asam sedang, aroma asap lemah.

Page 13: Kajian asap cair sebagai pengawet pada buah panenan (Asap cair)

      Asap cair grade 1

Asap cair grade 1 digunakan sebagai pengawet makanan seperti bakso, mie, tahu, bumbu-

bumbu barbaque, berwarna bening, rasa sedikit asam, aroma netral, merupakan asap cair yang

paling bagus kualitasnya dan tidak mengandung senyawa yang berbahaya lagi untuk

diaplikasikan untuk produk makanan.

Mekanisme Asap Cair dalam Mengawetkan Makanan

Asap cair mengandung komponen-komponen yang bersifat bakteristatis dan bakterisidal

yang dapat berperan sebagai bahan pengawet. Hal ini dapat terjadi jika asap mengendap pada

permukaan atau meresap ke dalam bahan yang diasap (Winarno, 1980). Senyawa yang sangat

berperan sebagai antimikrobial adalah senyawa fenol dan asam asetat, dan peranannya semakin

meningkat apabila kedua senyawa tersebut ada besama-sama (Darmadji, 1995).

Selain fenol, senyawa aldehid, aseton dan keton juga memiliki daya bakteriostatik dan

bakteriosidal pada produk asap. Girrard (1992) menyatakan bahwa asap dalam bentuk cair

berpengaruh terhadap keseluruhan jumlah asam dalam kondensat asap, yaitu mencapai 40%

dengan 35 jenis asam. Kandungan asam yang mudah menguap dalam asap akan menurunkan pH,

sehingga dapat memperlambat pertumbuhan mikroorganisme (Buckle et al., 1985). Menurut

Haris dan Karmas (1989), kerja bakteriosidal dari pengasapan adalah faktor nyata dalam

perlindungan nilai gizi produk yang diasap terhadap kerusakan biologis.

Fenol selain bersifat bakteriosidal juga sebagai antioksidan. Sifat ini terutama pada senyawa

fenol dengan titik didih tinggi, seperti 2,6-dimethoksi fenol, 2,6-dimethoksi-4-metil fenol dan

2,6-dimethoksi-4-ethyl fenol (Pearson dan Tauber, 1973). Senyawa-senyawa fenolat lainnya

yang terdapat dalam asap dan memperlihatkan aktivitas oksidatif adalah pirokathkol,

hidrokuinon, guaiakol, eugenol, isoeugenol, vanillin, salisilaldehid, asam 2-hidroksibenzoat, dan

senyawa-senyawa tersebut hampir semuanya bersifat larut dalam eter (Maga, 1988; Fiddler et

al., 1970).

Senyawa fenol dengan titik didih rendah memiliki sifat antioksidan yang agak rendah.

Aktivitas antioksidan dari komponen asap adalah sifat yang penting dalam melindungi

penyusutan nilai gizi produk yang diasap sehingga dapat menghambat kerusakan pangan dengan

cara mendonorkan hidrogen sehingga efektif dalam jumlah sangat kecil untuk menghambat

autooksidasi lemak, sehingga dapat mengurangi kerusakan pangan karena oksidasi lemak oleh

oksigen. Dan kandungan asam pada asap cair juga sangat efektif dalam mematikan dan

menghambat pertumbuhan mikroba pada produk makanan yaitu dengan cara senyawa asam ini

menembus dinding sel mikroorganisme yang menyebabkan sel mikroorganisme menjadi lisis

Page 14: Kajian asap cair sebagai pengawet pada buah panenan (Asap cair)

kemudian mati, dengan menurunnya jumlah bakteri dalam produk makanan maka kerusakan

pangan oleh mikroorganisme dapat dihambat sehingga meningkatkan umur simpan produk

pangan.

Asap Cair     Sebagai Pengawet Produk Buah–Buahan

           Hasil penelitian mengenai pemanfaatan asap cair untuk Memperpanjang masa simpan

produk buaha-buahan belum banyak dilakukan peneliti. Penelitian asap cair tempurung kelapa

untuk pengawetan produk buah pepaya telah dilakukan oleh Budiajanto, et.al, 1997, Metode

penelitian, mengambil sampel industri pengolahan arang tempurung kelapa ”Wulung Prima” di

Ciampea Bogor untuk dilakukan identifikasi komponen asap cair dan melakukan uji aktifitas

antibakteri dan kapang pada penyakit antraknosa; serta mengkaji pemanfaatan asap cair sebagai

disinfektan untuk memperpanjang masa simpan buah pepaya.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa  modifikasi sistem produksi asap cair

mampu meningkatkan produksi asap cair dari 1,7 liter/jam menjadi 3,5 liter/jam. Dari hasil

spektra kromatografi  gas, senyawa dominan dari asap cair tempurung kelapa tersebut adalah

senyawa-senyawa fenolik. Empat senyawa dengan area terbesar adalah senyawa phenol,

Pyrogallol 1,3-dimethyl ether 15,64%, 2-Methoxy-p-cresol 11,53%, Pyrogallol trimethyl ether

8,65%, dan p-Ethylguaicol 6,58%. Tidak ditemukan senyawa-senyawa PAH, formaldehyde,

termasuk Benzopyren pada asap cair yang diuji. Kandungan LD50 pada asap cair lebih besar dari

15000 mg/kg BB dan dikategorikan sebagai bahan yang tidak toksik. Pada uji aktivitas

antimikroba dan kapang menunjukkan asap cair dengan konsentrasi 1% sudah dapat

menghambat pertumbuhan bakteri dan kapang. Perlakuan konsentrasi asap cair dan pelilinan

pada pepaya memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada susut bobot, penurunan kekerasan,

total padatan terlarut dan total kapang. Pelilinan memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap

laju susut bobot, perubanan nilai kekerasan, perubahan nilai total padatan terlarut namun belum

memberikan pengaruh  nyata pada total kapang. Konsentrasi asap cair 1% dikombinasikan

dengan pelilinan memberikan hasil terbaik dalam mempertahankan mutu buah pepaya.

           Dari hasil penelitian tersebut terlihat bahwa dengan inovasi berupa modifikasi system

produksi ternyata mampu meningkatkan produksi asap cair 2 kali lipat dibandingkan system

produksi konvensional,

           Hasil penelitian tersebut juga menunjukkan bahwa dalam asap cair tempurung kelapa

ditemukan senyawa Fenolik yang menurut para ahli dapat menjadi desinfektan yang berperan

menekan pertumbuhan mikroorganisme penyebab penyakit pasca panen buah. Selain itu dapat

Page 15: Kajian asap cair sebagai pengawet pada buah panenan (Asap cair)

diketahui bahwa asap cair yang digunakan tidak ditemukan senyawa PAH yang bersifat toksik

bagi konsumen.

           Hasil penelitian tersebut paling tidak memberikan gambaran bahwa asap cair tempurung

kelapa  berpeluang untuk dijadikan sebagai alternative bahan pengawet alami dalam

mempertahankan mutu buah panenan, meskipun masih harus dikombinasi dengan pelilinan.

Penelitian pemanfaatan asap cair masih harus dilanjutkan pada produk  buah panenan lainnya

seperti pisang dan produk buah lainnya. Penelitian sejenis masih harus dilakukan terhadap

indikator lain seperti  aroma dan citarasa.

KESIMPULAN  DAN SARAN

Kesimpulan

           Bertitik tolak dari tujuan kajian ini dan berdasarkan hasil penelusuran pustaka dapat

dikemukakan beberpa kesimpulan sebagai berikut :

1.      Asap cair tempurung kelapa dapat dimanfaatkan sebagai bahan pengawet buah terutama dalam

menekan perkembangan mikroorganisme penyebab penyakit pasca panen buah sehingga dapat

memperpanjang masa simpan buah khususnya pepaya.

2.      Senyawa PAH tidak ditemukan pada asap cair yang telah diproses lanjut dengan penyaringan

karbon aktif dan zeolit aktif (asap cair grade 3).

Saran – Saran

            Berdasarkan uraian diatas dikemukakan beberapa saran yaitu :

1.      Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui peluang pemanfaatan asap cair sebagai pengawet

produk buah panenan selain pepaya.

2.      Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh aplikasi (cara aplikasi dan konsentrasi)

asap cair terhadap indikator-indikator lain misalnya terhadap citarasa dan aroma pada produk

buah panenan.

Page 16: Kajian asap cair sebagai pengawet pada buah panenan (Asap cair)

DAFTAR PUSTAKAAshari, Sumeru. 2004. Biologi Reproduksi Tanaman Buah-buahan Komersial. Bayumedia Publishing.

Malang.

Asrorudin. 2004. Pemanfaatan Asap Cair pada pasca Panen.http://eternalmovement.blogspot.com/2004/08/likopensebagaisenyawa fitonutrien.html/ . Diakses Pada tanggal 23 April 2011.

Buckle, K. A., R. A. Edwards, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1985. Ilmu Pangan. Terjemahan H. Purnomo dan Adiono. Indonesian University Press. Jakarta.

Darmadji, P. 1995 Produksi Asap Cair dan Sifat-Sifat Fungsionalnya. Fakultas Teknologi Pangan, Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta

Firdaus, Miftahul. 2005. Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hortikultura.http://miftakhulfirdaus.wordpress.com/2011/03/28/pasca-panen-pengolahan-dan-pemasaran-hasil-pisang/. Diakses pada tanggal 24 Maret 2011.

Hanendoyo, C. 2005. Kinerja Alat Ekstraksi Asap Cair dengan Sistem Kondensasi. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Harris, R. S.dan E. Karmas. 1989. Evaluasi Gizi dan Pengolahan Pangan. Terjemahan Achmadi S., Bandung Technology Institute Press. Bandung

Martoredjo, Toekidjo. 1983. Ilmu Penyakit Lepas Panen. Ghalia Indonesia. Yogyakarta.

Moeljanto. 1982. Pengasapan dan Fermentasi Ikan Buku. PT. Penebar Swadaya IKAPI. Jakarta

Page 17: Kajian asap cair sebagai pengawet pada buah panenan (Asap cair)

Online Ensiklopedi. 2007. www.wikipedia.comPantastico, ER.B. 2006.  Fisiologi Pasca panen, penanganan dan Pemanfaatan Buah- Buahan dan

Sayuran Tropik dan Sub Tropik. Diterjemahkan oleh Karmayani dan G. Tjitrosupomo. Gajah Mada Univ. Press. Yogyakarta.

Santoso, B.B. 2005. Bahan Ajar Pasca Panen Hortikultura. www.fapertaunram.ac.id/ . diakses pada tanggal 5 Maret 2011.

Wastono. 2006. Kajian Sistem Produksi Destilat Asap Tempurung Kelapa dan Aplikasinya sebagai Disinfektan untuk Memperpanjang Masa Simpan Buah Pisang. Institut Pertanian Bogor. Bogor

Winarno, F. G. dan M. A. Wirakartakusumah. 1981. Fisiologi Lepas Panen. Sastra    Hudaya. Jakarta