KAJIAN ANALISIS MODEL E-READINESS DALAM RANGKA ...
of 14
/14
Embed Size (px)
Transcript of KAJIAN ANALISIS MODEL E-READINESS DALAM RANGKA ...
Volume: 11 No. 1 (Januari – Juni 2020) Hal.: 65 – 78
KAJIAN ANALISIS MODEL E-READINESS
DALAM RANGKA IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT
Rossi Adi Nugroho Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Kominfo
Jalan Medan Merdeka Barat No. 09 Jakarta Pusat 10110
Email : [email protected]
Naskah diterima tanggal 07 - 03- 2020, direvisi tanggal 11- 08- 2020 , disetujui tanggal 24 – 08 -2020
Abstract
The application of e-government has been carried out in many countries but the results have varied due to different
levels of e-readiness. In Indonesia there are many failures in implementing e-government because the government does
not know the level of e-readiness and only follows the developing trend. The concept of e-readiness presents due to
many unsucessful e-government implementation remains, especially in developing countries. By assessing e-readiness,
the government can assess its level of readiness, utilize ICTs, evaluate the progress and then can formulate appropriate
policies. This research is carried out using literature review and assessment models that best suits the characteristics of
the research object. The result shows that the framework STOPE + Budget which consists of Strategy, Technology,
Organization, People, Environment and Budget is the most appropriate model to meet government e-readiness. The
STOPE frame is chosen because it is the most approved and acceptable according to user needs. Modification by
adding budget readiness as one of main domains is very important because the main problem in implementing e-
government in developing countries is budget readiness.
Keywords : E-readiness, E-government, Strategy, Technology, Organization, People, Environment, Budget
Abstrak
e-readiness yang berbeda-beda. Di Indonesia banyak kegagalan penerapan e-government karena pemerintah tidak
mengetahui tingkat e-readiness dan hanya mengikuti tren yang berkembang. Konsep e-readiness ini hadir karena masih
banyak kegagalan e-government terutama di negara-negara berkembang. Dengan menilai e-readiness pemerintah dapat
menilai tahap kesiapannya, memanfaatkan peluang TIK dan mengevaluasi penerapan e-government serta dapat
merumuskan kebijakan yang tepat. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi literatur dan menilai model-
model penilaian e-readiness yang paling sesuai dengan karakteristik obyek penelitian. Hasilnya dirumuskan model
framework STOPE+Anggaran yang terdiri atas Strategi, Teknologi, Organisasi, People, Environment dan Budget
merupakan model yang paling tepat untuk menilai e-readiness pemerintah. Framewok STOPE dipilih karena
merupakan pendekatan yang paling komprehensif dan dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan pengguna.
Modifikasi dengan menambahkan e-readiness anggaran sebagai domain utama merupakan hal yang sangat penting
karena masalah utama penerapan e-government di negara berkembang adalah kesiapan anggaran.
Kata Kunci : E-readiness, E-government, Strategi, Teknologi, Organisasi, SDM, Lingkungan, Anggaran
Masyarakat Telematika Dan Informasi : Jurnal Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi
Volume: 11 No. 1 (Januari – Juni 2020) Hal.: 65 - 78
66
PENDAHULUAN
sebagian negara tetapi hasilnya juga bervariasi
antarnegara. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat
kesiapan atau e-readiness yang berbeda-beda
baik di negara maju maupun berkembang
(Elbahnasawi, 2004). United Nation
Development Program mendefinisikan e-
dimaksudkan untuk memandu upaya
yang sehat (Sergey, 2004). World Economic
Forum dalam Potnis & Pardo (2011),
mengatakan bahwa e-readiness merupakan
TIK pada umumnya yaitu dalam hal kebijakan,
infrastruktur dan inisiatif di tingkat dasar.
Menurut Bowles (2011), e-readiness
merupakan gambaran tentang kapasitas
oleh teknologi dan komunikasi dalam hal
kebijakan, infrastruktur, dan inisiatif
masyarakat/komunitas siap berpartisipasi
Harvard (2019) mengatakan e-readiness
komunitas dipersiapkan untuk berpartisipasi
menilai kemajuan relatif masyarakat di
bidang-bidang yang penting untuk untuk
adopsi dan aplikasi TIK. Berdasarkan
beberapa pendapat para ahli di atas maka dapat
disimpulkan bahwa e-readiness merupakan
memberikan hasil yang optimal.
masih tingginya kegagalan e-government
(35% kegagalan total dan 50% kegagalan
parsial) dan hanya 15% yang dianggap
berhasil. Adapun kendala dalam penerapan e-
Government di Indonesia meliputi
keterbatasan kompetensi sumber daya
dan akses yang terbatas, rendahnya komitmen
pemerintah dan integrasi serta transparansi
publik, minimnya budaya berbagi informasi
dan tertib dokumentasi, dan resistensi terhadap
perubahan (Nento, et.al. 2017).
negara berkembang. Secara garis besar
tantangan dan hambatan ini terdiri atas: (1)
kurangnya dukungan sumber daya ekonomi
dan keuangan; (2) kurangnya kesiapan sumber
daya manusia (SDM) yang memiliki
kompetensi di bidang TIK serta kurangnya
pengembangan kapasitas institusi dan
personel, keahlian dalam meramalkan
kurangnya partisipasi masyarakat yaitu
dukungan yang terbatas, kesalahpahaman
warga sehingga menyebabkan partisipasi
dan strategi: e-government diperkenalkan
kesenjangan digital seperti infrastruktur,
pemahaman maupun implementasi e-
dengan daerah lain; (6) organisasi yaitu
kurangnya kesepakatan dalam sistem
langsung oleh pemerintah. (Sharda dan Voß,
2008; Lee, 2009; International
Telecommunication Union, 2009; Moon,2002;
Rossi Adi Nugroho
memfasilitasi penerapan e-government
(Vassilakis, et.al., 2005).
Dalam penerapan e-government
readiness suatu negara dan merupakan aktor
yang menentukan atau menyelidiki kebutuhan
e-readiness suatu negara (Kovavic, 2005).
Penilaian e-readiness dapat dijadikan bukti
dalam mengidentifikasi isu atau permasalahan
untuk merumuskan alternatif kebijakan yang
tepat yang didasarkan pada bukti–bukti yang
memadai (Evidence Based Policy). Marston
dan Watts (2003) dalam Kasanah (2017)
menyatakan bahwa bukti tersebut meliputi
pengetahuan pakar, hasil penelitian, evaluasi
kebijakan – kebijakan sebelumnya, hasil –
statistik selain itu bukti bisa berupa
pengetahuan terkini yang terbaik namun harus
relevan, representatif dan valid. Dengan
menilai e-readiness pemerintah dapat
mencapai keberhasilan kebijakan dalam
penerapan e-government karena bagaimanapun
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
(Mokhawa et.al, 2014).
banyak model yang dikembangkan. Model e-
readiness memberikan hasil pengukuran yang
dapat dijadikan pertimbangan oleh pengambil
keputusan untuk memilih kebijakan apa yang
tepat dan perbaikan yang harus dilakukan
untuk meningkatkan e-readiness (Musa,
sudah dilakukan melalui Pemeringkatan e-
Government Indonesia (PeGI), namun sejak
tahun 2016 penilaian tersebut sudah tidak
dilakukan lagi dan diganti dengan adanya
indeks Sistem Pemerintahan Berbasis
berfokus untuk menilai tingkat maturity,
sehingga penelitian ini dilakukan untuk
mengusulkan kerangka model pengukuran e-
readiness pemerintah dalam implementasi e-
government dengan menggunakan study
literature review. Adapun pertanyaan
rangka implementasi e-government.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Government dalam Indrajit (2006),
diperlukan 3 (tiga) elemen sukses yang harus
ada yaitu: pertama adalah Support yang
merupakan elemen paling krusial yang harus
dimiliki pemerintah. Keinginan dari berbagai
kalangan pejabat publik dan politik untuk
benar–benar menerapkan konsep pelayanan
melalui pemanfaatan TIK, bukan hanya
sekedar mengikuti tren global atau menentang
inisiatif yang berkaitan dengan prinsip-prinsip
e-government. Tanpa adanya political will ini
mustahil pembangunan dan pengembangan
mulus. Adapun bentuk dukungannya berupa
disepakatinya kerangka e-government dan
pemberian prioritas pembangunan dan
pengembangan e-governement sebagai salah
misinya; dialokasikannya sumber daya (SDM,
keuangan, tenaga, waktu, informasi, dll.) di
setiap tataran pemerintahan untuk membangun
konsep ini dengan semangat lintas sektoral;
Dibangunnya infrastruktur dan suprastruktur
kondusif dalam pengembangan e-government
seperti regulasi, kelembagaan dll;
seluruh birokrat secara khusus dan masyarakat
pada umumnya.
pemerintah setempat dalam mewujudkan
impian e-government terkait menjadi
Masyarakat Telematika Dan Informasi : Jurnal Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi
Volume: 11 No. 1 (Januari – Juni 2020) Hal.: 65 - 78
68
government terutama yang berkaitan dengan
sumber daya finansial; ketersediaan
infrastruktur teknologi informasi yang
government; ketersediaan sumber daya
keahlian yang dibutuhkan agar penerapan e-
government dapat sesuai dengan asas manfaat
yang diharapkan. Ketiga syarat itu harus
terpenuhi untuk mencapai keberhasilan
merupakan dua aspek yang dilihat dari sisi
pemerintah selaku pihak pemberi jasa (supply
side). Berbagai inisiatif e-government tidak
akan ada gunanya jika tidak ada pihak yang
merasa diuntungkan dengan adanya konsep
tersebut, dan dalam hal ini yang menentukan
besar tidaknya manfaat dengan adanya e-
government bukanlah pemerintah itu sendiri
melainkan masyarakat yang berkepentingan
menyediakan layanan e-government yang
menjadi bumerang bagi pemerintah itu sendiri
yang akan mempersulit dalam usaha
pengembangan e-government.
akan membentuk sebuah pusat syaraf jaringan
e-government yang merupakan kunci sukses
keberhasilan penerapan e-government. Tanpa
penerapan konsep e-government, maka
probabalitas kegagalan implementasi e-
government menuju keberhasilan e-
digital) meliputi 6 (enam) pertanyaan yang
harus dijawab. Pertama, apakah infrastruktur
sistem data sudah siap? Dibanyak negara
ditemukan bahwa kualitas data dan keamanan
data sangat buruk sehingga infrastruktur
pendukung untuk meningkatkan kualitas
infrastruktur legal sudah siap? Disini
diperlukan adanya seperangkat hukum untuk
menangkal kejahatan digital, serta melindungi
privacy, keamanan data dan informasi,
transaksi digital perorangan, perusahaan dan
lembaga pemerintah; Ketiga, apakah
government hanya dapat berkembang jika ada
institusi yang fokus dan bertindak untuk
memfasilitasi e-government, di banyak negara
tidak ada lembaga yang mendorong,
mengoordinasikan dan memimpin adanya
penerapan e-government; Keempat, apakah
perubahan, kurangnya orientasi pada
sudah siap? Meskipun ada kemajuan besar
dalam teknologi informasi dan komunikasi,
namun banyak negara yang masih tertinggal
dalam penyediaan infrastruktur teknologi
terutama dalam mendukung e-government;
strategis sudah siap? Perlunya peran pemimpin
dalam mewujudkan visi yang menempatkan e-
government ke dalam agenda dan
kebijakannya sehingga hambatan operasional
untuk melakukan evaluasi terhadap
kemampuan organisasi maupun kebutuhan
masyarakat. Penilaian e-readiness muncul
utama dalam mengelola sumber daya
Kajian Analisis Model E-Readiness Dalam Rangka Implementasi E-Government
Rossi Adi Nugroho
government (Potnis & Pardo, 2011). Hasil
penilaian e-readiness tidak hanya
juga mengidentifikasi penyebab masalah,
siap negara-negara untuk mengambil
perkembangan TIK. Selain itu, e-readiness
digunakan sebagai sarana untuk mengetahui
evolusi kesiapan e-government suatu negara
dari waktu ke waktu (UNDESA, 2008).
Dengan mengukur e-readiness,
dan dilakukan strategi alternatif yang tepat.
Hasil penilaian e-readiness dapat membantu
pemerintah mengukur tahap kesiapannya,
penting terhadap kebijakan pada
memberikan informasi untuk pengambilan
yang diperlukan untuk proyek e-government
(Potnis & Pardo, 2011). Kurangnya e-
readiness berpengaruh pada kegagalan
implementasi e-government (Heeks, 2003).
Penilaian e-readiness jika diterapkan
langkah awal menuju perubahan ke arah yang
lebih baik dalam rangka meningkatkan
pelayanan publik yang berkualitas dengan
pemanfaatan TIK. Adanya penilaian e-
readiness untuk melihat sejauh mana e-
government telah sesuai dengan tujuan
awalnya serta dijadikan sebagai ukuran
kesiapan sebuah institusi dalam
e-readiness meliputi: 1) penilaian e-readiness
berguna untuk memahami dan
relevan dalam pembangunan yang
memungkinkan pemerintah menetapkan,
government; 3) pengembangan dan penilaian
e-readiness sangat penting untuk
untuk mempercepat tindakan, meningkatkan
daya yang terbatas secara lebih bijak; 4)
penilaian e-readiness dapat membantu
pemangku kepentingan membuat keputusan
yang langka dan mengubah kekuatan yang ada
menjadi pendapatan baru; 5) penilaian e-
readiness juga dapat mengungkapkan
waktu dan uang yang harus dikorbankan dan
mana yang bisa diatasi; 6) penilaian e-
readiness yang disusun dengan baik akan
dapat memetakan posisi suatu negara, wilayah
atau daerah dan meningkatkan kekuatan
kompetitif dan mempromosikan bidang-bidang
dibandingkan yang lain.
maupun tidak langsung dengan keberhasilan e-
government. Tingkat kesiapan e-government
dengan tingkat kematangan e-government
melakukan penilaian e-readiness maka
untuk TIK yang tepat dalam konteks e-
government (Potnis & Pardo, 2011).
penilaian untuk menilai e-readiness telah
banyak dikembangkan. Banyak model
dalam hal tujuan, metodologi dan hasil. Hal
tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada
model penilaian yang mencakup semua topik
dan memberikan seperangkat data lengkap
Masyarakat Telematika Dan Informasi : Jurnal Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi
Volume: 11 No. 1 (Januari – Juni 2020) Hal.: 65 - 78
70
peneliti melakukan modifikasi dan
menyesuaikan dengan kebutuhan penelitian.
Umumnya model e-readiness mencakup
Peter (2005), yang mengatakan bahwa
pengukuran e-readiness meliputi: Pertama,
infrastruktur fisik seperti infrastruktur
telekomunikasi termasuk di dalamnya
internet, bandwidth, harga, dan keandalan;
Kedua, penggunaan TIK seperti tingkat
penggunaan di seluruh masyarakat seperti
rumah, bisnis, sekolah dan pemerintah; Ketiga,
kapasitas manusia seperti literasi, tingkat
keterampilan TIK dan pelatihan kejuruan;
Keempat, lingkungan kebijakan seperti
TIK termasuk kebijakan telekomunikasi,
TIK).
pembangunan secara holistik dengan
yang terdiri atas 5 (lima) fase yaitu : emerging,
enhanced, interative, transactional dan
dimana kehadiran pemerintah dalam
dan tautan ke web resmi lainnya mungkin
tidak ada, sedangkan fase tertinggi adalah
connected dimana pada fase ini penerapan e-
government dalam memberikan layanan
dukungan sistem yang terintegrasi .
readiness integrated modern yang
mempertimbangkan berbagai segmen terkait
gambar 1.
e-Readiness Assesment Tools
dengan melihat 5 (lima) faktor seperti
lingkungan, karakteristik perusahaan, sumber
dan digunakan untuk mengevaluasi dan
memberi peringkat negara e-readiness pada
skala e-readiness.
Chanyagorn & Kungwannarongku
yang dirancang khusus untuk menyediakan
kerangka kerja dan indikator penting untuk
organisasi berskala kecil di negara
berkembang. Model ini mencakup 15 (lima
belas) indikator penting, model matematika,
faktor pengembangan TIK dan pedoman
interpretasi TIK yang terbagi atas 4 (empat)
indikator utama yaitu perangkat lunak dan
sistem informasi, perangkat keras TIK,
manusia dan sumber daya dan infrastruktur
TIK, seperti dapat dilihat pada gambar 2.
Kajian Analisis Model E-Readiness Dalam Rangka Implementasi E-Government
Rossi Adi Nugroho
Asssesment Model for Small and Medium
Organization in Public and Privat Sector
Center for International Development
(CID) Harvard University (2019),
mengembangkan penilaian e-readiness untuk
kesiapan masyarakat dalam perencanaan
indikator untuk penilaian e-readiness meliputi
akses jaringan yang terdiri atas ketersediaan,
biaya dan kualitas jaringan, layanan dan
peralatan TI; akses pembelajaran yang terdiri
atas ketersediaan integrasi sistem pendidikan
ke dalam proses meningkatkan pendidikan dan
program pelatihan teknis di masyarakat; akses
masyarakat yang diukur dengan sejauh mana
individu menggunakan TIK di tempat kerja
dan kehidupan pribadi mereka, bagaimana
peluang bagi mereka yang memiliki
keterampilan TIK; akses ekonomi bagaimana
dunia bisnis dan pemerintah menggunakan
TIK untuk berinteraksi dengan publik atau
yang lain; dan akses kebijakan yang diukur
dengan bagaimana lingkungan kebijakan
Model CID Harvad ini, berfokus untuk
memberikan gambaran yang kuat tentang
kesiapan masyarakat dalam perencanaan
strategis. Kategori-kategori tersebut saling
semua elemen tersebut harus diperhatikan.
Model e-Readiness menurut Computer
yang dikembangkan untuk membantu individu
dan komunitas menentukan seberapa siap
daerah atau institusi untuk berpartisipasi dalam
networked world. Model ini untuk menilai
seberapa besar pemerataan dan integrasi TIK
yang dibagi ke dalam 5 kategori yaitu: 1)
Infrastruktur; 2) Acces; 3) Application and
service; 4) Economy; 5) Enabler. Penilaian
pada masyarakat dilakukan berdasarkan pada 4
(empat) tingkat perkembangan yang masing-
masing terdiri atas 5 (lima) kategori yang
difokuskan pada infrastruktur yang ada dan
kapasitas kegunaan teknologi dalam
yang paling banyak digunakan dan merupakan
salah satu alat yang paling dewasa. Namun
dalam penggunaannya perlu mengidentifikasi
Theory of Reasoned Acceptance (TRA).
Determinan utama TAM yang ditentukan oleh
Davis sebagai faktor utama adalah Perceived
usefulness (PU), yaitu derajat dimana
seseorang percaya bahwa menggunakan sistem
tertentu akan meningkatkan kinerja atau
pekerjaannya, sedangkan Perceived ease of
use (PEOU) adalah sejauh mana seseorang
percaya bahwa menggunakan sistem tertentu
akan bebas dari upaya yang telah disarankan
termasuk kualitas informasi, kesenangan dan
risiko. Penggunaan TAM pada umumnya
digunakan untuk memprediksi penerimaan
dalam Rashed, et.al (2010), yang mengadopsi
TAM untuk memahami bagaimana warga
negara mempersepsikan e-government sebagai
-faktor yang mempengaruhi penggunaan
mereka (Rashed, et.al. 2010).
PeGI atau Pemeringkatan e-Government
dikembangkan oleh Kementerian Komunikasi
Government. Pemeringkatan ini digunakan
Masyarakat Telematika Dan Informasi : Jurnal Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi
Volume: 11 No. 1 (Januari – Juni 2020) Hal.: 65 - 78
72
nasional yang digunakan sebagai solusi untuk
menganalisis e-government. Pemeringkatan ini
bertujuan untuk memberikan acuan
adalah kebijakan, kelembagaan, infrastruktur,
e-readiness yang dinamakan dengan
meliputi kepemimpinan TIK dan
e-service, penyediaan TIK dan dukungan TIK;
3) Organisasi meliputi peraturan terkait
dengan TIK, kerjasama TIK dan manajemen
TIK; 4) Orang-orang atau seperti kesadaran
TIK, pendidikan dan pelatihan TIK, kualifikasi
dan pekerjaan serta manajemen kecakapan
TIK; 5) Lingkungan yang meliputi
pengetahuan, sumber daya dan ekonomi,
organisasi dan infrastruktur umum.
E -Readiness Framework STOPE
readiness di atas framework STOPE dipilih
karena merupakan kerangka kerja yang
komprehensif dan integrasi dari berbagai
faktor yang pernah dipakai dalam mengukur e-
readiness, bagaimanapun keberhasilan
melibatkan faktor lain yang sangat kompleks
seperti aspek sosial politik, organisasi,
ekonomi, budaya, kelembagaan lingkungan
framework STOPE ini dilakukan dengan
mempertimbangkan kajian literatur dan
2004); Strategi merupakan hal yang sangat
penting dalam keberhasilan penerapan e-
government. (Heeks, 2003); Dalam menilai
kesiapan e-government, tahap yang paling
penting adalah tingkat strategis atau
perencanaan (Tucker, 2012).
e-government (Sharifi & Manian, 2010;
mengatakan bahwa ketersediaan infrastruktur
50% dari kunci keberhasilan penerapan konsep
e-government.
dalam keberhasilan penerapan e-government
di suatu negara merupakan hal yang penting
dan merupakan bagian integral dari kesiapan
elektronik di negara tersebut (Sebastian &
Supria, 2013). Tantangan dan hambatan dalam
penerapan e-government di negara
Voß, 2008; Lee, 2009; ITU, 2009; Moon,
2002; Musa, 2010). Organisasi merupakan
salah satu faktor untuk mengeksplorasi adopsi
ICT (Fathian, et.al., 2008). Organisasi
merupakan komponen penting dalam e-
readiness (Bakry, 2004).
2003; Sharda & Voß, 2008; Lee, 2009; ITU,
2009; Musa, 2010). Tingkat kecanggihan
penerapan e-government tergantung pada
penting dalam penilaian e-readiness (Bakry,
2004; Peter, 2005; Fathian, et.al., 2008; Bakry,
2004; UNDESA 2008).
Environment: Lingkungan merupakan
readiness (Bakry, 2004). Budaya nasional dan
partisipasi masyarakat memainkan peran yang
sangat penting dalam pengembangan e-
government sehingga teknologi dapat
Kajian Analisis Model E-Readiness Dalam Rangka Implementasi E-Government
Rossi Adi Nugroho
government adalah kurangnya partisipasi dan
dukungan stakeholder. Aspek mempengaruhi
e-readiness meliputi lingkungan kebijakan
mempengaruhi sektor TIK dan penggunaan
TIK (Peter, 2005).
seperti Al-Oasimi (2007) yang meneliti tingkat
kesiapan dengan framework STOPE pada 3
(tiga) bidang organisasi yang berbeda yaitu
pemerintahan, perbankan dan swasta dengan
menganalisis 5 domain, 17 sub-domain (isu)
dan 146 sub-sub-domain (faktor), ditemukan
bawa organisasi yang diteliti memiliki tingkat
e-readiness dengan kekuatan dan kelemahan.
Dalam penggunaan framework STOPE
dapat juga menambahkan dan
dikembangkan dan dipakai untuk
seperti perencanaan e-government, e-bussines
memiliki pengembangan model analisis
matematis yang memungkinkan dilakukan
penilaian e-readiness dan pembandingan
sekaligus pada 3 (tiga) level yang berbeda
meliputi domain, subdomain dan sub-sub
domain (Al-Oasimi, et.al., 2008). Framework
STOPE terdiri atas 5 (lima) domain (gambar
3).
rencana terhadap pengembangan dan
pemanfaatan teknologi informasi dan
Leadership (kepemimpinan berorientasi TIK)
masa depan).
teknologi ini terdiri atas Infrastruktur dasar TI
(IT Basic Infrastructure), infrastruktur layanan
TIK (ICT Service Infrastructure), ketersediaan
TIK (ICT Provisioning), dan dukungan TIK
(ICT Support).
manajemen teknologi informasi. Domain
regulation), integrasi TIK (ICT Cooperation),
dan manajemen TIK (ICT Management).
Keempat, domain People
terhadap pemanfaatan teknologi informasi.
kualifikasi dan pekerjaan TIK (ICT
Qualification and Jobs) dan kepuasan dan
performa SDM TIK (ICT Performace dan
Satisfaction).
meliputi pengetahuan (knowledge), sumber
dukungan manajemen dan organisasi serta
infrastruktur umum.
Volume: 11 No. 1 (Januari – Juni 2020) Hal.: 65 - 78
74
STOPE dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1. Indikator e-Readiness Framework
STOPE
Strategy
ICT Future Development
Technology
ICT e-Service Infrastructure
Ketersediaan portal dan web e- government, ketersediaan aplikasi atau layanan G2G, G2B, G2C, G2E
ICT Provisioning
Ketersediaan perangkat keras dan lunak, keamanan data; telah dilakukan pengecekan, upgrade dan update berkala pada sistem perangkat keras, perangkat lunak, serta perlindungan keamanan jaringan/data.
ICT Support Ketersedian dan penggunaan standar pengelolaan dan pemanfaatan TIK; telah memiliki dan menggunakan standar/perlindungan keamanan jaringan/data; dan ketersediaan unit atau sumber operasi dan maintenance lokal, nasional dan internasional
Organization
Ketersediaan regulasi e-government dan NSPK; Adaptasi standar teknis TIK nasional atau internasional, regulasi keamanan informasi; regulasi layanan internet seperti nama domain, dan otorisasi internet service provider; regulasi layanan G2B seperti tanda tangan digital, transaksi keuangan elektronik atau e-taxation
ICT Cooperation
Adanya sharing pengetahuan dengan tujuan untuk inovasi seperti kerjasama dengan industri, sektor profesional, sektor pendidikan dan penelitian
ICT Management
Adanya penilaian berkala untuk tujuan evaluasi, fleksibel dan mudah beradaptasi, layanan yang dihasilkan tepat waktu dan berkualitas, menggunakan teknik yang modern dengan pemanfaatan TIK, biaya fasilitas TIK dan akses serta biaya pemeliharaan sehubungan dengan manfaat yang diperoleh.
People
ICT Awareness Adanya literasi TIK, dukungan sistem pendidikan TIK, dukungan media
ICT Education and Training
ICT Qualification and Jobs
Environment
Resource and Economy
IT J
Rossi Adi Nugroho
General Infrastructure
Listrik, transportasi
subdomain dalam menilai e-readiness yang
meliputi sumber daya alam, pendapatan dan
profitabilitas, perdagangan seperti ekspor dan
impor, pendapatan dan standar hidup
masyarakat namun kerangka e-readiness
di tingkat negara sehingga peneliti
mengusulkan adanya model atau kerangka
baru dengan menambahkan anggaran sebagai
domain utama. Hal ini dilakukan karena
pemerintah dalam mengimplementasikan
signifikan dalam penerapan e-government
karena penerapan e-government memerlukan
dukungan keuangan dianggap sebagai
e-government di banyak negara (Moon, 2002).
Mahalnya biaya implementasi dan
pemeliharaan sistem komputer mengakibatkan
utama penerapan e-government adalah
ketersediaan sumber daya anggaran yang ada
dan mencari sumber-sumber alternatif
berikut:
dan Indikator e-Readiness Anggaran
Budget: kurangnya dukungan keuangan
implementasi dan pemeliharaan sistem
komputer mengakibatkan banyak negara
utama penerapan e-government adalah
dan teknologi baru (Feng, 2003). Pemerintah
kota dengan anggaran yang tinggi cenderung
memiliki tingkat kematangan e-government
dilihat pada gambar 4:
Gambar 4 Framework STOPE
Masyarakat Telematika Dan Informasi : Jurnal Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi
Volume: 11 No. 1 (Januari – Juni 2020) Hal.: 65 - 78
76
manusia manusia (SDM), kurangnya
partisipasi masyarakat dan stakeholder,
dukungan infrastruktur dan kesenjangan
melakukan penilaian e-readiness maka
Mengidentifikasi penyebab masalah, advokasi
Membantu pemerintah mengukur tahap
dalam rangka penerapan e-government.
Keberhasilan penerapan e-government bukan
faktor lain yang sangat kompleks seperti aspek
sosial politik, organisasi, ekonomi, budaya,
kelembagaan dan lingkungan sehingga
dibandingkan dengan kerangka kerja yang lain
karena merupakan pendekatan yang paling
komprehensif dan integrasi dari berbagai
penelitian e-readiness yang telah dilakukan
sebelumnya. Framework STOPE ini juga
dilakukan modifikasi dengan penambahan
government diperlukan pengganggaran yang
besar di semua tahap.
melakukan penelitian lain yang sejenis dengan
mengembangkan atau menambah indikator
penelitian serta menilai masing-masing
sehingga diperoleh gambaran yang
(National Computer Conference. Saudy
S.H. (2008). STOPE Based Approach for e-
Readiness Assesment Study . International
Bakry S. H., (2004). Development of e-Government: A
STOPE view, International Journal of Network
Management, vol.14 No. 5, pp. 339-350.
Carter, L., & Weerakkody, V. (2008). E-government
adoption: A cultural comparison. Information
System Frontiers, 10(4), 473–482.
Chen YN, Chen HM, Huang W and Ching RK. (2006).
E-government strategies in developed and
developing countries: An implementation
Information Management 14(1): 23–46.
Chanyagorn, P., & Kungwannarongkun, B. (2011). ICT
Readiness Assessment Model for Public and
Private Organizations in Developing Country.
International Journal of Information and
Education Technology, 1(2), 99– 106.
https://doi.org/10.7763/IJIET.2011.V1. 17
“rediness and acceptance of e-governemnt” :
Finding from a Croatian Survei. International
Jurnal Information Development. Volume: 33
issue: 5, page(s): 525-539
STOPE View. International Journal of Network
Management, vol.14 No.5 pp. 339- 350
Bowles, D.M.. (2011). eReadiness Audit Tool.
Australian Maritime College Department of
Maritime and Logistics Manajmen University of
Tasmania Launceston. PP.1-20
for all: Ensuring equitable access to online
government services. The EDC center for media
& community and the NYS forum.
Elbahnasawi. (2014). E-Government, Internet
Investigation. Jurnal World Development
https://www.sciencedirect.com.ezproxy.ugm.ac.i
Fathian, Mohammad, et.al. (2008). E-Readiness
Assesment of Non Profit ICT SMEs in a
Developing Country : The Case of Iran. Jurnal
Techovation : Volume 28, Issue 9, September
2008, Pages 578-590
Rossi Adi Nugroho
Organizations vo.1, no.2,pp. 44-65,
of Information Technology. MIS
Quarterly 13(3) : 319—339.
information age. In Richard Heeks (Ed.),
Reinventing government in the information age,
international practice in IT-enabled public sector
reform (pp. 9-21). London: Routledge.
Heeks, R. (2003). Most eGovernment-for-Development
Projects Fail: How can Risks be Reduced?.
eGovernment Working Paper no. 14.
Heeks, Richard. 2001. i-Government Working Paper
Series : Understanding e-Governance for
Manchaster.
Penerbit Andi
framework for e-government readiness
Durban.
impact of readiness factors on e-government
outcomes: An empirical investigation.
241
Information And Communication Technology
Lee, et.al. 2008. Research note: Toward a reference
process model for citizen-oriented evaluation of
e-Government services. Transforming
297–310.
Affairs and Public Policy.
evaluation of e-readiness assessment tools with
respect to information, access : towards an
integrated information rich tolls. jurnal
International, journal of Information Mangement
: The Journal for Information Profesioanl, Vol.
26 Nomor 3 Juni 2006. Pp 212-223
Mokhawa, N.B. and Kocaoglu, D.F. 2014.
Determinants of e-Government Readiness : A
Literature Review. Proceedings of PICMET’14 :
Infrastructure and Service Integration.
among municipalities: Rhetoric or reality?
Public Administration Review. vol. 62. no. 4,
pp.424-433, 2002.
untuk Mengukur Tingkat Kesiapan Pemerintah
dalam penerapan Smart Government studi Kasus
Pemerintah Provinsi Gorontalo. Seminar
Industri 2017. ITN Malang, 4 Februari 2017.
ISSN 2085-4218
Dimensions. Social science computer review 30
(I) 7-23
Mapping the evolution of e-Readiness
assessments. The current issue and full text
archive of this journal is available at
www.emeraldinsight.com/1750-6166.htm
government in Developing Country :
Comparative Study. International Arabic
Conference of e-Technology IACe-T'2010
March 30-31, 2010 , Kuwait.
Institute of Information Society, Moscow.
Sharda, R., & Voß, S. (2008). Digital Government: E-
Government Research, Case Studies, and
Implementation. New York: Springer.
Sharifi M and Manian A. 2010. The study of the success
indicators for pre-implementation activities of
Iran’s e-government development projects.
Government Information Quarterly 27(1): 63–69.
Hashem, S.. E-Readiness Assesment : Case of Egypt.
InfoDev
Government Adoption. Electronic Journal of e-
Government Volume 7 Issue 1 2009, pp. 113 -
122, avilable online at www.ejeg.com
Sebastian, M.P. & K.K. Supria. 2013. E-Governance
Readiness : Challenges for India. IM Kozhikode
Society & Management Review 2(1) 31–42 ©
2013 Indian Institute.
Current Status and Prospect towrd the
millennium development Goals e-ready for
What? Prepared for info Dev. Infodev, Vol.27.
Tucker, Shin Ping Liu. 2012. Assessing And Modeling
The Readiness Of Electronic Government.
International Journal of Electronic Commerce
Studies Vol.3, No.2, pp. 251-270, 2012 doi:
10.7903/ijecs.1094.
Development. e-Service Journal vol.4, No. 1
(Fall 2005), pp. 41-63 (24 pages). Indiana
University Press. DOI: 10.2979/esj.2005.4.1.41
Networked World A Guide for Developing
Countries.
Volume: 11 No. 1 (Januari – Juni 2020) Hal.: 65 - 78
78
https://cyber.harvard.edu/readinessguide/guide.p
df
Implementation Toolkit. Geneva: International
tentang Organisasi dan Tata Kerja dan Tata
Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika
RI.
Affairs (2016). Government for Sustainable
Development. publicadministration.un.org.
KAJIAN ANALISIS MODEL E-READINESS
DALAM RANGKA IMPLEMENTASI E-GOVERNMENT
Rossi Adi Nugroho Direktorat Jenderal Aplikasi Informatika, Kementerian Kominfo
Jalan Medan Merdeka Barat No. 09 Jakarta Pusat 10110
Email : [email protected]
Naskah diterima tanggal 07 - 03- 2020, direvisi tanggal 11- 08- 2020 , disetujui tanggal 24 – 08 -2020
Abstract
The application of e-government has been carried out in many countries but the results have varied due to different
levels of e-readiness. In Indonesia there are many failures in implementing e-government because the government does
not know the level of e-readiness and only follows the developing trend. The concept of e-readiness presents due to
many unsucessful e-government implementation remains, especially in developing countries. By assessing e-readiness,
the government can assess its level of readiness, utilize ICTs, evaluate the progress and then can formulate appropriate
policies. This research is carried out using literature review and assessment models that best suits the characteristics of
the research object. The result shows that the framework STOPE + Budget which consists of Strategy, Technology,
Organization, People, Environment and Budget is the most appropriate model to meet government e-readiness. The
STOPE frame is chosen because it is the most approved and acceptable according to user needs. Modification by
adding budget readiness as one of main domains is very important because the main problem in implementing e-
government in developing countries is budget readiness.
Keywords : E-readiness, E-government, Strategy, Technology, Organization, People, Environment, Budget
Abstrak
e-readiness yang berbeda-beda. Di Indonesia banyak kegagalan penerapan e-government karena pemerintah tidak
mengetahui tingkat e-readiness dan hanya mengikuti tren yang berkembang. Konsep e-readiness ini hadir karena masih
banyak kegagalan e-government terutama di negara-negara berkembang. Dengan menilai e-readiness pemerintah dapat
menilai tahap kesiapannya, memanfaatkan peluang TIK dan mengevaluasi penerapan e-government serta dapat
merumuskan kebijakan yang tepat. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan studi literatur dan menilai model-
model penilaian e-readiness yang paling sesuai dengan karakteristik obyek penelitian. Hasilnya dirumuskan model
framework STOPE+Anggaran yang terdiri atas Strategi, Teknologi, Organisasi, People, Environment dan Budget
merupakan model yang paling tepat untuk menilai e-readiness pemerintah. Framewok STOPE dipilih karena
merupakan pendekatan yang paling komprehensif dan dapat dimodifikasi sesuai dengan kebutuhan pengguna.
Modifikasi dengan menambahkan e-readiness anggaran sebagai domain utama merupakan hal yang sangat penting
karena masalah utama penerapan e-government di negara berkembang adalah kesiapan anggaran.
Kata Kunci : E-readiness, E-government, Strategi, Teknologi, Organisasi, SDM, Lingkungan, Anggaran
Masyarakat Telematika Dan Informasi : Jurnal Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi
Volume: 11 No. 1 (Januari – Juni 2020) Hal.: 65 - 78
66
PENDAHULUAN
sebagian negara tetapi hasilnya juga bervariasi
antarnegara. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat
kesiapan atau e-readiness yang berbeda-beda
baik di negara maju maupun berkembang
(Elbahnasawi, 2004). United Nation
Development Program mendefinisikan e-
dimaksudkan untuk memandu upaya
yang sehat (Sergey, 2004). World Economic
Forum dalam Potnis & Pardo (2011),
mengatakan bahwa e-readiness merupakan
TIK pada umumnya yaitu dalam hal kebijakan,
infrastruktur dan inisiatif di tingkat dasar.
Menurut Bowles (2011), e-readiness
merupakan gambaran tentang kapasitas
oleh teknologi dan komunikasi dalam hal
kebijakan, infrastruktur, dan inisiatif
masyarakat/komunitas siap berpartisipasi
Harvard (2019) mengatakan e-readiness
komunitas dipersiapkan untuk berpartisipasi
menilai kemajuan relatif masyarakat di
bidang-bidang yang penting untuk untuk
adopsi dan aplikasi TIK. Berdasarkan
beberapa pendapat para ahli di atas maka dapat
disimpulkan bahwa e-readiness merupakan
memberikan hasil yang optimal.
masih tingginya kegagalan e-government
(35% kegagalan total dan 50% kegagalan
parsial) dan hanya 15% yang dianggap
berhasil. Adapun kendala dalam penerapan e-
Government di Indonesia meliputi
keterbatasan kompetensi sumber daya
dan akses yang terbatas, rendahnya komitmen
pemerintah dan integrasi serta transparansi
publik, minimnya budaya berbagi informasi
dan tertib dokumentasi, dan resistensi terhadap
perubahan (Nento, et.al. 2017).
negara berkembang. Secara garis besar
tantangan dan hambatan ini terdiri atas: (1)
kurangnya dukungan sumber daya ekonomi
dan keuangan; (2) kurangnya kesiapan sumber
daya manusia (SDM) yang memiliki
kompetensi di bidang TIK serta kurangnya
pengembangan kapasitas institusi dan
personel, keahlian dalam meramalkan
kurangnya partisipasi masyarakat yaitu
dukungan yang terbatas, kesalahpahaman
warga sehingga menyebabkan partisipasi
dan strategi: e-government diperkenalkan
kesenjangan digital seperti infrastruktur,
pemahaman maupun implementasi e-
dengan daerah lain; (6) organisasi yaitu
kurangnya kesepakatan dalam sistem
langsung oleh pemerintah. (Sharda dan Voß,
2008; Lee, 2009; International
Telecommunication Union, 2009; Moon,2002;
Rossi Adi Nugroho
memfasilitasi penerapan e-government
(Vassilakis, et.al., 2005).
Dalam penerapan e-government
readiness suatu negara dan merupakan aktor
yang menentukan atau menyelidiki kebutuhan
e-readiness suatu negara (Kovavic, 2005).
Penilaian e-readiness dapat dijadikan bukti
dalam mengidentifikasi isu atau permasalahan
untuk merumuskan alternatif kebijakan yang
tepat yang didasarkan pada bukti–bukti yang
memadai (Evidence Based Policy). Marston
dan Watts (2003) dalam Kasanah (2017)
menyatakan bahwa bukti tersebut meliputi
pengetahuan pakar, hasil penelitian, evaluasi
kebijakan – kebijakan sebelumnya, hasil –
statistik selain itu bukti bisa berupa
pengetahuan terkini yang terbaik namun harus
relevan, representatif dan valid. Dengan
menilai e-readiness pemerintah dapat
mencapai keberhasilan kebijakan dalam
penerapan e-government karena bagaimanapun
faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan
(Mokhawa et.al, 2014).
banyak model yang dikembangkan. Model e-
readiness memberikan hasil pengukuran yang
dapat dijadikan pertimbangan oleh pengambil
keputusan untuk memilih kebijakan apa yang
tepat dan perbaikan yang harus dilakukan
untuk meningkatkan e-readiness (Musa,
sudah dilakukan melalui Pemeringkatan e-
Government Indonesia (PeGI), namun sejak
tahun 2016 penilaian tersebut sudah tidak
dilakukan lagi dan diganti dengan adanya
indeks Sistem Pemerintahan Berbasis
berfokus untuk menilai tingkat maturity,
sehingga penelitian ini dilakukan untuk
mengusulkan kerangka model pengukuran e-
readiness pemerintah dalam implementasi e-
government dengan menggunakan study
literature review. Adapun pertanyaan
rangka implementasi e-government.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Government dalam Indrajit (2006),
diperlukan 3 (tiga) elemen sukses yang harus
ada yaitu: pertama adalah Support yang
merupakan elemen paling krusial yang harus
dimiliki pemerintah. Keinginan dari berbagai
kalangan pejabat publik dan politik untuk
benar–benar menerapkan konsep pelayanan
melalui pemanfaatan TIK, bukan hanya
sekedar mengikuti tren global atau menentang
inisiatif yang berkaitan dengan prinsip-prinsip
e-government. Tanpa adanya political will ini
mustahil pembangunan dan pengembangan
mulus. Adapun bentuk dukungannya berupa
disepakatinya kerangka e-government dan
pemberian prioritas pembangunan dan
pengembangan e-governement sebagai salah
misinya; dialokasikannya sumber daya (SDM,
keuangan, tenaga, waktu, informasi, dll.) di
setiap tataran pemerintahan untuk membangun
konsep ini dengan semangat lintas sektoral;
Dibangunnya infrastruktur dan suprastruktur
kondusif dalam pengembangan e-government
seperti regulasi, kelembagaan dll;
seluruh birokrat secara khusus dan masyarakat
pada umumnya.
pemerintah setempat dalam mewujudkan
impian e-government terkait menjadi
Masyarakat Telematika Dan Informasi : Jurnal Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi
Volume: 11 No. 1 (Januari – Juni 2020) Hal.: 65 - 78
68
government terutama yang berkaitan dengan
sumber daya finansial; ketersediaan
infrastruktur teknologi informasi yang
government; ketersediaan sumber daya
keahlian yang dibutuhkan agar penerapan e-
government dapat sesuai dengan asas manfaat
yang diharapkan. Ketiga syarat itu harus
terpenuhi untuk mencapai keberhasilan
merupakan dua aspek yang dilihat dari sisi
pemerintah selaku pihak pemberi jasa (supply
side). Berbagai inisiatif e-government tidak
akan ada gunanya jika tidak ada pihak yang
merasa diuntungkan dengan adanya konsep
tersebut, dan dalam hal ini yang menentukan
besar tidaknya manfaat dengan adanya e-
government bukanlah pemerintah itu sendiri
melainkan masyarakat yang berkepentingan
menyediakan layanan e-government yang
menjadi bumerang bagi pemerintah itu sendiri
yang akan mempersulit dalam usaha
pengembangan e-government.
akan membentuk sebuah pusat syaraf jaringan
e-government yang merupakan kunci sukses
keberhasilan penerapan e-government. Tanpa
penerapan konsep e-government, maka
probabalitas kegagalan implementasi e-
government menuju keberhasilan e-
digital) meliputi 6 (enam) pertanyaan yang
harus dijawab. Pertama, apakah infrastruktur
sistem data sudah siap? Dibanyak negara
ditemukan bahwa kualitas data dan keamanan
data sangat buruk sehingga infrastruktur
pendukung untuk meningkatkan kualitas
infrastruktur legal sudah siap? Disini
diperlukan adanya seperangkat hukum untuk
menangkal kejahatan digital, serta melindungi
privacy, keamanan data dan informasi,
transaksi digital perorangan, perusahaan dan
lembaga pemerintah; Ketiga, apakah
government hanya dapat berkembang jika ada
institusi yang fokus dan bertindak untuk
memfasilitasi e-government, di banyak negara
tidak ada lembaga yang mendorong,
mengoordinasikan dan memimpin adanya
penerapan e-government; Keempat, apakah
perubahan, kurangnya orientasi pada
sudah siap? Meskipun ada kemajuan besar
dalam teknologi informasi dan komunikasi,
namun banyak negara yang masih tertinggal
dalam penyediaan infrastruktur teknologi
terutama dalam mendukung e-government;
strategis sudah siap? Perlunya peran pemimpin
dalam mewujudkan visi yang menempatkan e-
government ke dalam agenda dan
kebijakannya sehingga hambatan operasional
untuk melakukan evaluasi terhadap
kemampuan organisasi maupun kebutuhan
masyarakat. Penilaian e-readiness muncul
utama dalam mengelola sumber daya
Kajian Analisis Model E-Readiness Dalam Rangka Implementasi E-Government
Rossi Adi Nugroho
government (Potnis & Pardo, 2011). Hasil
penilaian e-readiness tidak hanya
juga mengidentifikasi penyebab masalah,
siap negara-negara untuk mengambil
perkembangan TIK. Selain itu, e-readiness
digunakan sebagai sarana untuk mengetahui
evolusi kesiapan e-government suatu negara
dari waktu ke waktu (UNDESA, 2008).
Dengan mengukur e-readiness,
dan dilakukan strategi alternatif yang tepat.
Hasil penilaian e-readiness dapat membantu
pemerintah mengukur tahap kesiapannya,
penting terhadap kebijakan pada
memberikan informasi untuk pengambilan
yang diperlukan untuk proyek e-government
(Potnis & Pardo, 2011). Kurangnya e-
readiness berpengaruh pada kegagalan
implementasi e-government (Heeks, 2003).
Penilaian e-readiness jika diterapkan
langkah awal menuju perubahan ke arah yang
lebih baik dalam rangka meningkatkan
pelayanan publik yang berkualitas dengan
pemanfaatan TIK. Adanya penilaian e-
readiness untuk melihat sejauh mana e-
government telah sesuai dengan tujuan
awalnya serta dijadikan sebagai ukuran
kesiapan sebuah institusi dalam
e-readiness meliputi: 1) penilaian e-readiness
berguna untuk memahami dan
relevan dalam pembangunan yang
memungkinkan pemerintah menetapkan,
government; 3) pengembangan dan penilaian
e-readiness sangat penting untuk
untuk mempercepat tindakan, meningkatkan
daya yang terbatas secara lebih bijak; 4)
penilaian e-readiness dapat membantu
pemangku kepentingan membuat keputusan
yang langka dan mengubah kekuatan yang ada
menjadi pendapatan baru; 5) penilaian e-
readiness juga dapat mengungkapkan
waktu dan uang yang harus dikorbankan dan
mana yang bisa diatasi; 6) penilaian e-
readiness yang disusun dengan baik akan
dapat memetakan posisi suatu negara, wilayah
atau daerah dan meningkatkan kekuatan
kompetitif dan mempromosikan bidang-bidang
dibandingkan yang lain.
maupun tidak langsung dengan keberhasilan e-
government. Tingkat kesiapan e-government
dengan tingkat kematangan e-government
melakukan penilaian e-readiness maka
untuk TIK yang tepat dalam konteks e-
government (Potnis & Pardo, 2011).
penilaian untuk menilai e-readiness telah
banyak dikembangkan. Banyak model
dalam hal tujuan, metodologi dan hasil. Hal
tersebut dapat disimpulkan bahwa tidak ada
model penilaian yang mencakup semua topik
dan memberikan seperangkat data lengkap
Masyarakat Telematika Dan Informasi : Jurnal Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi
Volume: 11 No. 1 (Januari – Juni 2020) Hal.: 65 - 78
70
peneliti melakukan modifikasi dan
menyesuaikan dengan kebutuhan penelitian.
Umumnya model e-readiness mencakup
Peter (2005), yang mengatakan bahwa
pengukuran e-readiness meliputi: Pertama,
infrastruktur fisik seperti infrastruktur
telekomunikasi termasuk di dalamnya
internet, bandwidth, harga, dan keandalan;
Kedua, penggunaan TIK seperti tingkat
penggunaan di seluruh masyarakat seperti
rumah, bisnis, sekolah dan pemerintah; Ketiga,
kapasitas manusia seperti literasi, tingkat
keterampilan TIK dan pelatihan kejuruan;
Keempat, lingkungan kebijakan seperti
TIK termasuk kebijakan telekomunikasi,
TIK).
pembangunan secara holistik dengan
yang terdiri atas 5 (lima) fase yaitu : emerging,
enhanced, interative, transactional dan
dimana kehadiran pemerintah dalam
dan tautan ke web resmi lainnya mungkin
tidak ada, sedangkan fase tertinggi adalah
connected dimana pada fase ini penerapan e-
government dalam memberikan layanan
dukungan sistem yang terintegrasi .
readiness integrated modern yang
mempertimbangkan berbagai segmen terkait
gambar 1.
e-Readiness Assesment Tools
dengan melihat 5 (lima) faktor seperti
lingkungan, karakteristik perusahaan, sumber
dan digunakan untuk mengevaluasi dan
memberi peringkat negara e-readiness pada
skala e-readiness.
Chanyagorn & Kungwannarongku
yang dirancang khusus untuk menyediakan
kerangka kerja dan indikator penting untuk
organisasi berskala kecil di negara
berkembang. Model ini mencakup 15 (lima
belas) indikator penting, model matematika,
faktor pengembangan TIK dan pedoman
interpretasi TIK yang terbagi atas 4 (empat)
indikator utama yaitu perangkat lunak dan
sistem informasi, perangkat keras TIK,
manusia dan sumber daya dan infrastruktur
TIK, seperti dapat dilihat pada gambar 2.
Kajian Analisis Model E-Readiness Dalam Rangka Implementasi E-Government
Rossi Adi Nugroho
Asssesment Model for Small and Medium
Organization in Public and Privat Sector
Center for International Development
(CID) Harvard University (2019),
mengembangkan penilaian e-readiness untuk
kesiapan masyarakat dalam perencanaan
indikator untuk penilaian e-readiness meliputi
akses jaringan yang terdiri atas ketersediaan,
biaya dan kualitas jaringan, layanan dan
peralatan TI; akses pembelajaran yang terdiri
atas ketersediaan integrasi sistem pendidikan
ke dalam proses meningkatkan pendidikan dan
program pelatihan teknis di masyarakat; akses
masyarakat yang diukur dengan sejauh mana
individu menggunakan TIK di tempat kerja
dan kehidupan pribadi mereka, bagaimana
peluang bagi mereka yang memiliki
keterampilan TIK; akses ekonomi bagaimana
dunia bisnis dan pemerintah menggunakan
TIK untuk berinteraksi dengan publik atau
yang lain; dan akses kebijakan yang diukur
dengan bagaimana lingkungan kebijakan
Model CID Harvad ini, berfokus untuk
memberikan gambaran yang kuat tentang
kesiapan masyarakat dalam perencanaan
strategis. Kategori-kategori tersebut saling
semua elemen tersebut harus diperhatikan.
Model e-Readiness menurut Computer
yang dikembangkan untuk membantu individu
dan komunitas menentukan seberapa siap
daerah atau institusi untuk berpartisipasi dalam
networked world. Model ini untuk menilai
seberapa besar pemerataan dan integrasi TIK
yang dibagi ke dalam 5 kategori yaitu: 1)
Infrastruktur; 2) Acces; 3) Application and
service; 4) Economy; 5) Enabler. Penilaian
pada masyarakat dilakukan berdasarkan pada 4
(empat) tingkat perkembangan yang masing-
masing terdiri atas 5 (lima) kategori yang
difokuskan pada infrastruktur yang ada dan
kapasitas kegunaan teknologi dalam
yang paling banyak digunakan dan merupakan
salah satu alat yang paling dewasa. Namun
dalam penggunaannya perlu mengidentifikasi
Theory of Reasoned Acceptance (TRA).
Determinan utama TAM yang ditentukan oleh
Davis sebagai faktor utama adalah Perceived
usefulness (PU), yaitu derajat dimana
seseorang percaya bahwa menggunakan sistem
tertentu akan meningkatkan kinerja atau
pekerjaannya, sedangkan Perceived ease of
use (PEOU) adalah sejauh mana seseorang
percaya bahwa menggunakan sistem tertentu
akan bebas dari upaya yang telah disarankan
termasuk kualitas informasi, kesenangan dan
risiko. Penggunaan TAM pada umumnya
digunakan untuk memprediksi penerimaan
dalam Rashed, et.al (2010), yang mengadopsi
TAM untuk memahami bagaimana warga
negara mempersepsikan e-government sebagai
-faktor yang mempengaruhi penggunaan
mereka (Rashed, et.al. 2010).
PeGI atau Pemeringkatan e-Government
dikembangkan oleh Kementerian Komunikasi
Government. Pemeringkatan ini digunakan
Masyarakat Telematika Dan Informasi : Jurnal Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi
Volume: 11 No. 1 (Januari – Juni 2020) Hal.: 65 - 78
72
nasional yang digunakan sebagai solusi untuk
menganalisis e-government. Pemeringkatan ini
bertujuan untuk memberikan acuan
adalah kebijakan, kelembagaan, infrastruktur,
e-readiness yang dinamakan dengan
meliputi kepemimpinan TIK dan
e-service, penyediaan TIK dan dukungan TIK;
3) Organisasi meliputi peraturan terkait
dengan TIK, kerjasama TIK dan manajemen
TIK; 4) Orang-orang atau seperti kesadaran
TIK, pendidikan dan pelatihan TIK, kualifikasi
dan pekerjaan serta manajemen kecakapan
TIK; 5) Lingkungan yang meliputi
pengetahuan, sumber daya dan ekonomi,
organisasi dan infrastruktur umum.
E -Readiness Framework STOPE
readiness di atas framework STOPE dipilih
karena merupakan kerangka kerja yang
komprehensif dan integrasi dari berbagai
faktor yang pernah dipakai dalam mengukur e-
readiness, bagaimanapun keberhasilan
melibatkan faktor lain yang sangat kompleks
seperti aspek sosial politik, organisasi,
ekonomi, budaya, kelembagaan lingkungan
framework STOPE ini dilakukan dengan
mempertimbangkan kajian literatur dan
2004); Strategi merupakan hal yang sangat
penting dalam keberhasilan penerapan e-
government. (Heeks, 2003); Dalam menilai
kesiapan e-government, tahap yang paling
penting adalah tingkat strategis atau
perencanaan (Tucker, 2012).
e-government (Sharifi & Manian, 2010;
mengatakan bahwa ketersediaan infrastruktur
50% dari kunci keberhasilan penerapan konsep
e-government.
dalam keberhasilan penerapan e-government
di suatu negara merupakan hal yang penting
dan merupakan bagian integral dari kesiapan
elektronik di negara tersebut (Sebastian &
Supria, 2013). Tantangan dan hambatan dalam
penerapan e-government di negara
Voß, 2008; Lee, 2009; ITU, 2009; Moon,
2002; Musa, 2010). Organisasi merupakan
salah satu faktor untuk mengeksplorasi adopsi
ICT (Fathian, et.al., 2008). Organisasi
merupakan komponen penting dalam e-
readiness (Bakry, 2004).
2003; Sharda & Voß, 2008; Lee, 2009; ITU,
2009; Musa, 2010). Tingkat kecanggihan
penerapan e-government tergantung pada
penting dalam penilaian e-readiness (Bakry,
2004; Peter, 2005; Fathian, et.al., 2008; Bakry,
2004; UNDESA 2008).
Environment: Lingkungan merupakan
readiness (Bakry, 2004). Budaya nasional dan
partisipasi masyarakat memainkan peran yang
sangat penting dalam pengembangan e-
government sehingga teknologi dapat
Kajian Analisis Model E-Readiness Dalam Rangka Implementasi E-Government
Rossi Adi Nugroho
government adalah kurangnya partisipasi dan
dukungan stakeholder. Aspek mempengaruhi
e-readiness meliputi lingkungan kebijakan
mempengaruhi sektor TIK dan penggunaan
TIK (Peter, 2005).
seperti Al-Oasimi (2007) yang meneliti tingkat
kesiapan dengan framework STOPE pada 3
(tiga) bidang organisasi yang berbeda yaitu
pemerintahan, perbankan dan swasta dengan
menganalisis 5 domain, 17 sub-domain (isu)
dan 146 sub-sub-domain (faktor), ditemukan
bawa organisasi yang diteliti memiliki tingkat
e-readiness dengan kekuatan dan kelemahan.
Dalam penggunaan framework STOPE
dapat juga menambahkan dan
dikembangkan dan dipakai untuk
seperti perencanaan e-government, e-bussines
memiliki pengembangan model analisis
matematis yang memungkinkan dilakukan
penilaian e-readiness dan pembandingan
sekaligus pada 3 (tiga) level yang berbeda
meliputi domain, subdomain dan sub-sub
domain (Al-Oasimi, et.al., 2008). Framework
STOPE terdiri atas 5 (lima) domain (gambar
3).
rencana terhadap pengembangan dan
pemanfaatan teknologi informasi dan
Leadership (kepemimpinan berorientasi TIK)
masa depan).
teknologi ini terdiri atas Infrastruktur dasar TI
(IT Basic Infrastructure), infrastruktur layanan
TIK (ICT Service Infrastructure), ketersediaan
TIK (ICT Provisioning), dan dukungan TIK
(ICT Support).
manajemen teknologi informasi. Domain
regulation), integrasi TIK (ICT Cooperation),
dan manajemen TIK (ICT Management).
Keempat, domain People
terhadap pemanfaatan teknologi informasi.
kualifikasi dan pekerjaan TIK (ICT
Qualification and Jobs) dan kepuasan dan
performa SDM TIK (ICT Performace dan
Satisfaction).
meliputi pengetahuan (knowledge), sumber
dukungan manajemen dan organisasi serta
infrastruktur umum.
Volume: 11 No. 1 (Januari – Juni 2020) Hal.: 65 - 78
74
STOPE dapat dilihat pada tabel 1 di bawah ini:
Tabel 1. Indikator e-Readiness Framework
STOPE
Strategy
ICT Future Development
Technology
ICT e-Service Infrastructure
Ketersediaan portal dan web e- government, ketersediaan aplikasi atau layanan G2G, G2B, G2C, G2E
ICT Provisioning
Ketersediaan perangkat keras dan lunak, keamanan data; telah dilakukan pengecekan, upgrade dan update berkala pada sistem perangkat keras, perangkat lunak, serta perlindungan keamanan jaringan/data.
ICT Support Ketersedian dan penggunaan standar pengelolaan dan pemanfaatan TIK; telah memiliki dan menggunakan standar/perlindungan keamanan jaringan/data; dan ketersediaan unit atau sumber operasi dan maintenance lokal, nasional dan internasional
Organization
Ketersediaan regulasi e-government dan NSPK; Adaptasi standar teknis TIK nasional atau internasional, regulasi keamanan informasi; regulasi layanan internet seperti nama domain, dan otorisasi internet service provider; regulasi layanan G2B seperti tanda tangan digital, transaksi keuangan elektronik atau e-taxation
ICT Cooperation
Adanya sharing pengetahuan dengan tujuan untuk inovasi seperti kerjasama dengan industri, sektor profesional, sektor pendidikan dan penelitian
ICT Management
Adanya penilaian berkala untuk tujuan evaluasi, fleksibel dan mudah beradaptasi, layanan yang dihasilkan tepat waktu dan berkualitas, menggunakan teknik yang modern dengan pemanfaatan TIK, biaya fasilitas TIK dan akses serta biaya pemeliharaan sehubungan dengan manfaat yang diperoleh.
People
ICT Awareness Adanya literasi TIK, dukungan sistem pendidikan TIK, dukungan media
ICT Education and Training
ICT Qualification and Jobs
Environment
Resource and Economy
IT J
Rossi Adi Nugroho
General Infrastructure
Listrik, transportasi
subdomain dalam menilai e-readiness yang
meliputi sumber daya alam, pendapatan dan
profitabilitas, perdagangan seperti ekspor dan
impor, pendapatan dan standar hidup
masyarakat namun kerangka e-readiness
di tingkat negara sehingga peneliti
mengusulkan adanya model atau kerangka
baru dengan menambahkan anggaran sebagai
domain utama. Hal ini dilakukan karena
pemerintah dalam mengimplementasikan
signifikan dalam penerapan e-government
karena penerapan e-government memerlukan
dukungan keuangan dianggap sebagai
e-government di banyak negara (Moon, 2002).
Mahalnya biaya implementasi dan
pemeliharaan sistem komputer mengakibatkan
utama penerapan e-government adalah
ketersediaan sumber daya anggaran yang ada
dan mencari sumber-sumber alternatif
berikut:
dan Indikator e-Readiness Anggaran
Budget: kurangnya dukungan keuangan
implementasi dan pemeliharaan sistem
komputer mengakibatkan banyak negara
utama penerapan e-government adalah
dan teknologi baru (Feng, 2003). Pemerintah
kota dengan anggaran yang tinggi cenderung
memiliki tingkat kematangan e-government
dilihat pada gambar 4:
Gambar 4 Framework STOPE
Masyarakat Telematika Dan Informasi : Jurnal Penelitian Teknologi Informasi dan Komunikasi
Volume: 11 No. 1 (Januari – Juni 2020) Hal.: 65 - 78
76
manusia manusia (SDM), kurangnya
partisipasi masyarakat dan stakeholder,
dukungan infrastruktur dan kesenjangan
melakukan penilaian e-readiness maka
Mengidentifikasi penyebab masalah, advokasi
Membantu pemerintah mengukur tahap
dalam rangka penerapan e-government.
Keberhasilan penerapan e-government bukan
faktor lain yang sangat kompleks seperti aspek
sosial politik, organisasi, ekonomi, budaya,
kelembagaan dan lingkungan sehingga
dibandingkan dengan kerangka kerja yang lain
karena merupakan pendekatan yang paling
komprehensif dan integrasi dari berbagai
penelitian e-readiness yang telah dilakukan
sebelumnya. Framework STOPE ini juga
dilakukan modifikasi dengan penambahan
government diperlukan pengganggaran yang
besar di semua tahap.
melakukan penelitian lain yang sejenis dengan
mengembangkan atau menambah indikator
penelitian serta menilai masing-masing
sehingga diperoleh gambaran yang
(National Computer Conference. Saudy
S.H. (2008). STOPE Based Approach for e-
Readiness Assesment Study . International
Bakry S. H., (2004). Development of e-Government: A
STOPE view, International Journal of Network
Management, vol.14 No. 5, pp. 339-350.
Carter, L., & Weerakkody, V. (2008). E-government
adoption: A cultural comparison. Information
System Frontiers, 10(4), 473–482.
Chen YN, Chen HM, Huang W and Ching RK. (2006).
E-government strategies in developed and
developing countries: An implementation
Information Management 14(1): 23–46.
Chanyagorn, P., & Kungwannarongkun, B. (2011). ICT
Readiness Assessment Model for Public and
Private Organizations in Developing Country.
International Journal of Information and
Education Technology, 1(2), 99– 106.
https://doi.org/10.7763/IJIET.2011.V1. 17
“rediness and acceptance of e-governemnt” :
Finding from a Croatian Survei. International
Jurnal Information Development. Volume: 33
issue: 5, page(s): 525-539
STOPE View. International Journal of Network
Management, vol.14 No.5 pp. 339- 350
Bowles, D.M.. (2011). eReadiness Audit Tool.
Australian Maritime College Department of
Maritime and Logistics Manajmen University of
Tasmania Launceston. PP.1-20
for all: Ensuring equitable access to online
government services. The EDC center for media
& community and the NYS forum.
Elbahnasawi. (2014). E-Government, Internet
Investigation. Jurnal World Development
https://www.sciencedirect.com.ezproxy.ugm.ac.i
Fathian, Mohammad, et.al. (2008). E-Readiness
Assesment of Non Profit ICT SMEs in a
Developing Country : The Case of Iran. Jurnal
Techovation : Volume 28, Issue 9, September
2008, Pages 578-590
Rossi Adi Nugroho
Organizations vo.1, no.2,pp. 44-65,
of Information Technology. MIS
Quarterly 13(3) : 319—339.
information age. In Richard Heeks (Ed.),
Reinventing government in the information age,
international practice in IT-enabled public sector
reform (pp. 9-21). London: Routledge.
Heeks, R. (2003). Most eGovernment-for-Development
Projects Fail: How can Risks be Reduced?.
eGovernment Working Paper no. 14.
Heeks, Richard. 2001. i-Government Working Paper
Series : Understanding e-Governance for
Manchaster.
Penerbit Andi
framework for e-government readiness
Durban.
impact of readiness factors on e-government
outcomes: An empirical investigation.
241
Information And Communication Technology
Lee, et.al. 2008. Research note: Toward a reference
process model for citizen-oriented evaluation of
e-Government services. Transforming
297–310.
Affairs and Public Policy.
evaluation of e-readiness assessment tools with
respect to information, access : towards an
integrated information rich tolls. jurnal
International, journal of Information Mangement
: The Journal for Information Profesioanl, Vol.
26 Nomor 3 Juni 2006. Pp 212-223
Mokhawa, N.B. and Kocaoglu, D.F. 2014.
Determinants of e-Government Readiness : A
Literature Review. Proceedings of PICMET’14 :
Infrastructure and Service Integration.
among municipalities: Rhetoric or reality?
Public Administration Review. vol. 62. no. 4,
pp.424-433, 2002.
untuk Mengukur Tingkat Kesiapan Pemerintah
dalam penerapan Smart Government studi Kasus
Pemerintah Provinsi Gorontalo. Seminar
Industri 2017. ITN Malang, 4 Februari 2017.
ISSN 2085-4218
Dimensions. Social science computer review 30
(I) 7-23
Mapping the evolution of e-Readiness
assessments. The current issue and full text
archive of this journal is available at
www.emeraldinsight.com/1750-6166.htm
government in Developing Country :
Comparative Study. International Arabic
Conference of e-Technology IACe-T'2010
March 30-31, 2010 , Kuwait.
Institute of Information Society, Moscow.
Sharda, R., & Voß, S. (2008). Digital Government: E-
Government Research, Case Studies, and
Implementation. New York: Springer.
Sharifi M and Manian A. 2010. The study of the success
indicators for pre-implementation activities of
Iran’s e-government development projects.
Government Information Quarterly 27(1): 63–69.
Hashem, S.. E-Readiness Assesment : Case of Egypt.
InfoDev
Government Adoption. Electronic Journal of e-
Government Volume 7 Issue 1 2009, pp. 113 -
122, avilable online at www.ejeg.com
Sebastian, M.P. & K.K. Supria. 2013. E-Governance
Readiness : Challenges for India. IM Kozhikode
Society & Management Review 2(1) 31–42 ©
2013 Indian Institute.
Current Status and Prospect towrd the
millennium development Goals e-ready for
What? Prepared for info Dev. Infodev, Vol.27.
Tucker, Shin Ping Liu. 2012. Assessing And Modeling
The Readiness Of Electronic Government.
International Journal of Electronic Commerce
Studies Vol.3, No.2, pp. 251-270, 2012 doi:
10.7903/ijecs.1094.
Development. e-Service Journal vol.4, No. 1
(Fall 2005), pp. 41-63 (24 pages). Indiana
University Press. DOI: 10.2979/esj.2005.4.1.41
Networked World A Guide for Developing
Countries.
Volume: 11 No. 1 (Januari – Juni 2020) Hal.: 65 - 78
78
https://cyber.harvard.edu/readinessguide/guide.p
df
Implementation Toolkit. Geneva: International
tentang Organisasi dan Tata Kerja dan Tata
Kerja Kementerian Komunikasi dan Informatika
RI.
Affairs (2016). Government for Sustainable
Development. publicadministration.un.org.