KAJIAN

16
BAB II KAJIAN STUDI KASUS 2.1 IDENTIFIKASI MASALAH DAN PENYEBAB Masalah yang ada di dalam Studi Kasus pada Negara Bangladesh adalah tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Bangladesh. Perkiraan pada tahun 2000 mencapai 320 per 100.000 kelahiran hidup, yang mewakili 30 kematian diantara wanita hamil setiap hari. Penyebab dari permasalahan tersebut antara lain: 1. Pada tahun 1993 hanya ada satu pusat pelayanan kegawatdaruratan kebidanan untuk setiap 3,4 juta orang dan berlokasi di perkotaan. 2. Lebih dari 82% wanita hamil melahirkan tanpa tenaga terampil. 3. Kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang terampil kegawatdaruratan kebidanan. 10

description

kajian studi kasus KIA

Transcript of KAJIAN

BAB IIKAJIAN STUDI KASUS2.1 IDENTIFIKASI MASALAH DAN PENYEBAB

Masalah yang ada di dalam Studi Kasus pada Negara Bangladesh adalah tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Bangladesh. Perkiraan pada tahun 2000 mencapai 320 per 100.000 kelahiran hidup, yang mewakili 30 kematian diantara wanita hamil setiap hari.

Penyebab dari permasalahan tersebut antara lain:

1. Pada tahun 1993 hanya ada satu pusat pelayanan kegawatdaruratan kebidanan untuk setiap 3,4 juta orang dan berlokasi di perkotaan.

2. Lebih dari 82% wanita hamil melahirkan tanpa tenaga terampil.3. Kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang terampil kegawatdaruratan kebidanan.

4. Beberapa tenaga terampil berada di rumah sakit perkotaan, padahal 70 % wilayah di Bangladesh merupakan pedesaan.

5. Tenaga kesehatan kebanyakan tidak mau ditempatkan didaerah pedesaan dan terpencil.

2.2 PROGRAM ATAU KEBIJAKAN PEMERINTAH BANGLADESH

Menindaklanjuti beberapa masalah tersebut diatas pemerintah Bangladesh mengeluarkan kebijakan yaitu pada tanggal 28 Mei 1997 Perdana Menteri menandatangani Deklarasi Safe Motherhood yang fokus pada mengurangi AKI dan kekerasan terhadap perempuan serta menyerukan tindakan dan komitmen sumber daya untuk mengatasi masalah. Deklarasi ini mendukung program dan stategi nasional seperti Program Sektor Kesehatan dan Penduduk (1998-2003), Program Nutrisi Kesehatan dan Penduduk, Strategi Nasional Kesehatan Ibu (2001).

Berdasarkan deklarasi tersebut karena keterbatasan dana dan fasilitas yang ada di Bangladesh pada tahun 1997 petugas medis dikirim ke Nepal untuk mengikuti Pelatihan Kegawatdaruratan Kebidanan.

Pada tahun 1998 dirancang perencanaan terpadu antara untuk membangun kegawatdaruratan kebidanan dalam Program Sektor Kesehatan Penduduk (1998-2003), Program Sektor Gizi dan Penduduk, pendekatan sektor yang diadopsi oleh pemerintah untuk memperbaiki situasi kesehatan negara secara keseluruhan.

Tiga tonggak utama antara lain

1. Perumusan dan persetujuan Strategi Kesehatan Ibu di Bangladesh pada tahun 2001.

2. Strategi sementara penanggulangan kemiskinan pada Desember 2002, yang kembali menegaskan kewajiban untuk menurunkan angka kematian ibu.

3. Pada tahun 2004 strategi penanggulangan kemiskinan yang menyatakan tujuan tertentu untuk mengurangi angka kematian ibu 75% pada tahun 2015 sesuai dengan MDGs.

Setelah menandatangani deklarasi tersebut pada tahun 2000 pemerintah berkomitmen sesuai dengan Millenium Development Goals (MDGs) untuk mengurangi angka kematian ibu dan anak dan telah menegaskan kembali komitmen ini melalui berbagai dokumen kebijakan, strategi dan perencanaan.

Pada tahun 2000 pemerintah meluncurkan Womens Right to Life and Health Initiative (WRLH) yang bertujuan untuk mengurangi angka kematian ibu melalui penyediaan komprehensif kegawatdaruratan kebidanan di ruamah sakit kabupaten dan kecamatan.Kegiatan utama dalam WRLH adalah renovasi fasilitas; pelatihan in-service petugas medis, perawat dan tenaga laboratorium; penyediaan peralatan yang diperlukan dan logistik; termasuk penguatan sistem informasi manajemen kesehatan; peningkatan kesiapan darurat dan kualitas pelayanan.

Pada Tahun 2003 pemerintah mulai uji coba program pelatihan berbasis masyarakat pada bidan pada enam kabupaten di Bangladesh.

Dalam rangka untuk menurunkan Angka Kematian Ibu di Bangladesh, pemerintah berulang kali mengeluarkan kebijakan yang terkait dengan hal tersebut. Kebijakan-kebijakan baru melengkapi yang sudah ada sebelumnya.

2.3 ANALISIS KEBIJAKANNoMasalah dan Penyebab KebijakanKebijakan Yang Ada

1Tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) di Bangladesh. Perkiraan pada tahun 2000 mencapai 320 per 100.000 kelahiran hidup, yang mewakili 30 kematian diantara wanita hamil setiap hari.Program Sektor Kesehatan dan Penduduk (1998-2003), Program Nutrisi Kesehatan dan Penduduk, Strategi Nasional Kesehatan Ibu (2001).

Pada tanggal 28 Mei 1997 Perdana Menteri menandatangani Deklarasi Safe Motherhood yang fokus pada mengurangi AKI dan kekerasan terhadap perempuan serta menyerukan tindakan dan komitmen sumber daya untuk mengatasi masalah.

2Lebih dari 82% wanita hamil melahirkan tanpa tenaga terampil.Pada tahun 1998 dirancang perencanaan terpadu antara untuk membangun kegawatdaruratan kebidanan dalam Program Sektor Kesehatan Penduduk (1998-2003), Program Sektor Gizi dan Penduduk,

Pada tahun 1997 petugas medis dikirim ke Nepal untuk mengikuti Pelatihan Kegawatdaruratan Kebidanan.

Kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM) yang terampil kegawatdaruratan kebidanan.Pada tahun 2000 pemerintah meluncurkan Womens Right to Life and Health Initiative (WRLH).

Pada studi kasus ini disebutkan beberapa kebijakan yang telah dikeluarkan oleh pemerintah Bangladesh dalam rangka menurunkan angka kematian ibu. Menurut Dunn (1888) analisis kebijakan ada 3 yaitu analisis prospektif, retrospektif dan terpadu. Berdasarkan data dukung yang ada dalam studi kasus ini dapat dilakukan analisis kebijakan retrospektif. Namun berdasarkan rekomendasi kebijakan yang ada dalam studi kasus tersebut, analisis kebijakan dapat dilakukan secara terpadu yaitu perspektif dan retrospektif.

Analisis kebijakan retrospektif terdiri dari analisis berorientasi disiplin, masalah dan penerapan. Dalam hal ini analisis yang digunakan untuk kasus penurunan angka kematian ibu adalah analisis berorientasi masalah. Pada studi kasus ini pemerintah lebih menitik beratkan kepada pelatihan terhadap tenaga kesehatan dalam meningkatkan pelayanan kegawatdaruratan kebidanan. Pelatihan ini bertujuan untuk meningkatkan pelayanan dan distribusi tenaga kesehatan terampil di wilayah Bangladesh, sehingga masyarakat dapat dilayani oleh tenaga terampil pada saat persalinan.

Masyarakat Bangladesh 70% berada di wilayah pedesaan dan tidak terdapat tenaga terampil. Oleh karena itu pemerintah mengambil kebijakan untuk memperbanyak tenaga kesehatan terampil, sehingga dapat di distribusikan ke wilayah-wilayah pedesaan. Kebijakan tersebut juga masih menemui berbagai macam kendala dan yang paling penting adalah dana dan sumber daya manusia.

Kurangnya ketersediaan dana dan sumberdaya lainnya pada Pemerintah Bangladesh untuk pelaksanaan pelatihan baik di Nepal dan Bangladesh, maka beberapa mitra membantu baik berupa dana maupun teknis dalam pelaksanaan pelatihan tersebut. Selain itu sumber daya manusia yang akan dilatih juga masih ada kekurangan jika akan disebarkan ke seluruh wilayah Bangladesh. Oleh karena itu pemerintah Bangladesh langsung mengambil lulusan baru (freshgraduate) untuk mendapatkan pelatihan dan ditempatkan di pedesaan.

Selain pelatihan kegawatdaruratan kebidanan pemerintah Bangladesh juga mengeluarkan kebijakan tentang WRLH yaitu selain pelatihan juga didukung dengan fasilitas kesehatannya. Hal ini juga bertujuan untuk menurunkan angka kematian ibu di Bangladesh.

Kebijakan tersebut ideal jika diterapkan, namun dengan adanya semua pedesaan yang akan disediakan rumah sakit dan peralatan kesehatan yang merupakan bantuan dari mitra-mitra tersebut, pemerintah hendaknya tetap harus memikirkan hal kedepannya seperti pemeliharaan fasilitas-fasilitas tersebut karena tidak selamanya bantuan akan di dapatkan untuk mendukung hal tersebut.

Dalam kebijakan tersebut bidan lulusan diploma 4 akan diberikan pelatihan selama beberapa saat kemudian melakukan pelayanan pada masyarakat. Dalam studi kasus ini disebutkan bahwa telah dilakukan uji coba pelatihan tersebut pada enam kabupaten di Bangladesh, namun hasilnya tidak disampaikan sehingga pembaca tidak dapat mengetahui tingkat keberhasilan pelatihan tersebut. Selain itu setelah penerapan program pelatihan tersebut tidak disebutkan pula perkembangan angka kematian ibu pada setiap tahunnya, sehingga pembaca juga tidak dapat mengetahui output dari pelatihan tersebut. Hal ini dikarenakan pelatihan tersebut membutuhkan dana yang cukup besar. Dalam studi kasus ini hanya disebutkan pada tahun 2000 angka kematian ibu diperkirakan 320 per 100.000 kelahiran hidup. Jadi tidak bisa diperoleh gambaran atau trend angka kematian ibu sebelum dan setelah adanya pelatihan tersebut.

Rekomendasi kebijakan merupakan hasil dari analisis prospektif. Namun data pendukung dalam melakukan analisis prospektif masih kurang. Dalam rekomendasi kebijakannya terkait dengan jumlah ketersediaan tenaga kesehatan (kebidanan dan anastesi) di rumah sakit kabupaten dan kecamatan masing-masing 2 orang selama 24 jam, pendanaan pelatihan dianggap efektif dan berkelanjutan, pemantauan dan pengawasan pelayanan kesehatan, kolaborasi dan koordinasi antara pemerintahan, non pemerintahan dan internasional, meningkatkan pengiriman pelatihan bidan sampai tahun 2015, program pelatihan berbasis proyek. Pendanaan pelatihan dianggap efektif seharusnya didukung oleh data jumlah dana yang telah dikeluarkan dengan hasil yang telah dicapai antara lain peningkatan ketrampilan sehingga dapat menekan anga kematian ibu. Pemantauan dan pengawasan pelayanan kesehatan sebaiknya selalu dilaksanakan sebelumnya, sehingga tidak hanya monitoring tenaga yang sudah pelatihan. Rekomendasi program pelatihan berbasis proyek yaitu masyarakat terampil dan mahasiswa lulusan perawat-bidan secara terintegrasi mengikuti pelatihan tersebut sehingga dapat langsung melayani masyarakat dengan baik. Namun hal tersebut juga akan memakan biaya, namun jika kurikulum pelatihan dimasukkan dalam mata kuliah perawat-bidan dan tenaga kesehatan yang lainnya akan mendapatkan lulusan yang pasti berkualitas.2.4ANALISIS ORGANISASI

Pemerintah Bangladesh melalui Kementerian Kesehatan menekan angka kematian ibu, salah satunya dengan mengadakan pelatihan pelayanan kegawatdaruratan kebidanan. Kementerian Kesehatan melalui Direktorat Pelayanan Kesehatan mengkoordinir seluruh kegiatan pelatihan dan Komite Koordinasi Pelatihan di setiap rumah sakit Fakultas Kedokteran.

Pelaksanaan pelatihan tersebut jika disesuaikan dengan struktur organisasi menurut Mitzberg masih belum terlihat dalam Direktorat Pelayanan Kesehatan siapa yang berperan langsung yang biasa disebut operating core. Dalam studi kasus ini tidak disebutkan pihak-pihak yang terlibat dalam pelatihan tersebut. Hal ini berfungsi untuk meningkatkan pelayanan pada peserta pelatihan untuk mendapatkan informasi yang lebih jelas. Selain berkoordinasi dengan rumah sakit fakultas kedokteran pasti juga berkoordinasi dengan rumah sakit yang ada di kabupaten dalam rangka pelatihan tersebut.

Selain itu pemerintah Bangladesh dalam WRLH menambahkan pola pelatihannya yaitu pelatihan tim kegawatdaruratan kebidanan. Dengan adanya tim kegawatdaruratan kebidanan, pelayanan akan lebih baik daripada jika tidak dilakukan pola tim. Untuk menciptakan tim yang solid diperlukan berbagai aspek pendukung di dalamnya yaitu perilaku organisasi. Dalam organisasi terdapat pola kepemimpinan yang mempengaruhi pekerjaan tim tersebut. Oleh karena itu tidak hanya membangun tim kegawatdaruratan kebidanan, namun juga diperlukan adanya perilaku organisasi yang baik sehingga tercipta tim yang solid.2.5ANALISIS MANAJEMEN

Fungsi (POSDECorBE) dan proses (POAC) manajemen sudah dilaksanakan oleh pemerintah Bangladesh dalam rangka pelaksanaan pelatihan yang bertujuan untuk menurunkan angka kematian ibu (AKI). Namun tinjauan monitoring dan evaluasi hanya sebatas pelatihan belum sampai ke evaluasi output yang menjadi tujuan utamanya yaitu menurunkan angka kematian ibu. Evaluasi pelatihannya juga berupa kuantitatif bukan kualitatif, yaitu berdasarkan jumlah tenaga yang telah mengikuti pelatihan dan peningkatan kasus kelahiran dengan penyulit sebesar 135%. Jika hal tersebut juga didukung dengan data angka kematian ibu akan lebih kelihatan pengaruh pelatihan tersebut.

Manajemen merupakan ilmu yang mempunyai berbagai disiplin keilmuan antara lain Manajemen SDM (MSDM), Manajemen Keuangan, Manajemen Logistik, Manajemen Pemasaran, Manajemen Produksi, dan Manajemen Informasi.

Dalam MSDM yang terkait dengan pelatihan yaitu Training Need Assesment (TNA) di dalam studi kasus tidak dijelaskan mengenai hal tersebut, langsung disebutkan bahwa tenaga medis dan kesehatan memerlukan pelatihan lebih lanjut yaitu kegawatdaruratan kebidanan untuk menolong ibu bersalin. Kemungkinan hal tersebut telah dilaksanakan, tetapi tidak disampaikan. Kurikulum pelatihannya diperoleh dari negara Nepal dan disempurnakan oleh pemerintah Bangladesh sehingga setelah mampu melaksanakan sendiri tidak lagi mengirim tenaga untuk pelatihan di Nepal. Di dalam studi kasus disampaikan terkait perencanaan hasil pelatihan tenaga yang telah dilatih yang berhubungan dengan proses persalinan ditolong tenaga terlatih.

Selain itu dalam studi kasus ini juga dibahas tentang distribusi tenaga terlatih di Bangladesh. Setelah dilaksanakan pelatihan, tenaga terlatih tersebut akan didistribusikan ke seluruh wilayah Bangladesh secara merata. Hal ini dimaksudkan supaya masyarakat dekat dan cepat mendapatkan tenaga terlatih.

Selain MSDM juga ada Manajemen Keuangan dan Logistik yang berperan dalam studi kasus ini. Pengadaan pelatihan ini mempunyai kontribusi terhadap keuangan negara. Dalam hal ini dikarenakan kondisi keuangan pemerintah Bangladesh tidak cukup untuk membiayai pelatihan tersebut, oleh karena itu dibantu oleh beberapa lembaga-lembaga dalam pelaksanaan pelatihan tersebut. Selain biaya pelatihan bantuan dari lembaga-lembaga juga berupa logistik terdiri dari gedung dan peralatan yang memadai dalam menunjang kegiatan setelah pelatihan tersebut. Pemerintah Bangladesh tetap harus menyiapkan biaya pemeliharaan gedung dan peralatan. Selain itu juga gaji serta tunjangan tenaga medis dan kesehatan yang di distribusikan ke seluruh wilayah Bangladesh.2.6 ANALISIS MANAJEMEN PERUBAHAN

Pelayanan Kesehatan di Bangladesh mengalami perubahan yaitu awalnya tenaga kesehatan berada di rumah sakit kabupaten tetapi dengan adanya angka kematian ibu yang tinggi, pemerintah mengambil kebijakan untuk melatih tenaga kesehatan yang belum terlatih dan ditempatkan di pedesaan. Sehingga di pedesaan masyarakat juga dapat memperoleh pelayanan kesehatan oleh tenaga terlatih. Kebijakan ini menimbulkan retensi, karena beberapa tenaga kesehatan yang tidak bersedia ditempatkan di pedesaan. Oleh karena itu pemerintah berupaya untuk memberikan uang perjalanan dan uang harian. Namun hal tersebut tidak cukup bisa mengatasi hal tersebut. Pemerintah berupaya untuk merekrut lulusan baru yang berasal dari pedesaan untuk diberikan pelatihan sehingga mau ditempatkan di pedesaan kembali ke asalnya.18