KAGUNGAN DALÊM SÊRAT ONDHE PATIH (SUATU …/Kagungan... · Staf dan Karyawan di Fakultas Sastra...
Transcript of KAGUNGAN DALÊM SÊRAT ONDHE PATIH (SUATU …/Kagungan... · Staf dan Karyawan di Fakultas Sastra...
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
KAGUNGAN DALÊM SÊRAT ONDHE PATIH (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi sebagian Persyaratan
guna Melengkapi Gelar Sarjana Sastra Jurusan Sastra Daerah
Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Disusun oleh
DWI ARI SEPTYOWATI C 0106014
FAKULTAS SASTRA DAN SENI RUPA
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
KAGUNGAN DALÊM SÊRAT ONDHE PATIH (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)
Disusun oleh
DWI ARI SEPTYOWATI C 0106014
Telah disetujui oleh pembimbing
Pembimbing I
Drs. Sisyono Eko Widodo, M.Hum. NIP. 196205031988031002
Pembimbing II
Dra. Hartini, M.Hum NIP. 195001311978032001
Mengetahui, Ketua Jurusan Sastra Daerah
Drs. Imam Sutardjo, M.Hum. NIP. 196001011987031004
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
KAGUNGAN DALÊM SÊRAT ONDHE PATIH (SUATU TINJAUAN FILOLOGIS)
Disusun oleh
DWI ARI SEPTYOWATI C 0106014
Telah disetujui oleh Tim Penguji Skripsi Fakultas Sastra dan Seni rupa
Universitas Sebelas Maret Pada Tanggal....................
Jabatan Nama Tanda Tangan
Ketua Drs. Imam Sutardjo, M.Hum. NIP. 196001011987031004
…………………
Sekretaris Drs. Suparjo, M.Hum. NIP. 195609211986011001
..………………..
Penguji I
Drs. Sisyono Eko Widodo, M.Hum. NIP. 196205031988031002
…………………
Penguji II Dra. Hartini, M.Hum NIP. 195001311978032001
…………………
Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas Maret
Drs. Sudarno, M.A NIP. 195303141985061001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERNYATAAN
Nama : Dwi Ari Septyowati NIM : C 01046014 Menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi berjudul “Kagungan Dalêm Sêrat Ondhe Patih (Suatu Tinjauan Filologis)” adalah betul-betul karya sendiri, bukan plagiat dan tidak dibuatkan oleh orang lain. Hal-hal yang bukan karya saya, dalam skripsi ini diberi tanda citasi (kutipan) dan ditunjukan dalam daftar pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti pernyataan ini tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik berupa pencabutan skripsi dan gelar yang diperoleh dari skripsi tersebut.
Surakarta, Juli 2010 Yang membuat pernyataan Dwi Ari Septyowati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
MOTTO
“Alon-alon waton kelakon (pelan-pelan asal tercapai)”
”jangan takut, berusahalah, kamu pasti bisa!!!”
(Penulis)
PERSEMBAHAN
v Bapak dan Ibu.
v Kakak, kakak ipar dan adik-adik.
v Arka
v Sahabat-sahabatku di seluruh Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa
yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat
menyelesaikan penelitian ini. Penelitian ini berjudul ”Kagungan Dalêm
Sêrat Ondhe Patih (Suatu Tinjauan Filologis)”. Penelitian ini diajukan
untuk memenuhi sebagian prasyaratan guna melengkapi gelar Sarjana
Sastra Jurusan Sastra Daerah untuk Daerah Jawa, Fakultas Sastra dan Seni
Rupa, Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari semangat, doa, bantuan
dan bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Drs. Sudarno, M.A, selaku Dekan Fakultas Sastra dan Seni Rupa,
Universitas Sebelas Maret.
2. Drs. Imam Sutardjo, M.Hum., selaku Ketua Jurusan Sastra Daerah,
Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret.
3. Dra. Dyah Padmaningsih, M.Hum., selaku Sekretaris Jurusan Sastra
Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa, Universitas Sebelas Maret.
4. Drs. Sisyono Eko Widodo, M.Hum. selaku koordinator bidang
Filologi, Jurusan Sastra Daerah, Fakultas Sastra dan Seni Rupa,
Universitas Sebelas Maret sekaligus pembimbing I yang selalu
memberikan motivasi, pengarahan, dan mendorong penulis hingga
terselesaikannya ini skripsi ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
5. Dra. Hartini, M.Hum., selaku pembimbing II yang dengan sabar
memberikan pengarahan kepada penulis hingga penulis selesai dalam
menyusun skripsi.
6. Drs. Waridi Hendrosaputra, selaku Pembimbing Akademik yang
senantiasa memberikan pengarahan dari semester 1 hingga penulis
menyelesaikan studi.
7. Seluruh Dosen Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa
Universitas Sebelas maret Surakarta yang telah memberikan berbagai
macam ilmu pengetahuan yang sangat membantu penulis dalam
penyusunan skripsi ini dan bekal yang sangat bermanfaat untuk
nantinya.
8. Staf dan Karyawan di Fakultas Sastra dan Seni Rupa umumnya dan
Jurusan Sastra Daerah khususnya, atas bimbingan dan arahan selama
penyelesaian studi.
9. Kepala dan Staf Perpustakaan Fakultas Sastra dan Seni Rupa dan
Perpustakaan Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang telah banyak
membantu penulis memberikan kemudahan dalam pelayanan pada
penyelesaian skripsi ini.
10. Kepala Perpustakaan Sasanapustaka Keraton Kasunanan Surakarta
Hadiningrat, yang berkenan memberikan sebagian besar data
penelitian ini.
11. Bapak, Ibu, Kakak, Adik, dan Arka, terima kasih atas cinta yang tulus
serta doanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
12. Sahabat-sahabat satu angkatan Sastra Daerah 2006, terima kasih atas
dukungan dan semangatnya.
13. Teman-temanku bidang Filologi 2006, Ajik, Bangkit, Dhora, Erna,
Septi, Wini, Wakid, Inal, terima kasih atas kebersamaan dan dukungan
kalian.
14. Jumpe, Tante, Simbok, Mamah, Sansan, Panut, Om, Enji, Bowo,
terima kasih atas persahabatan dan kebersamaan kalian.
15. Teman-temanku kost Al Banat, mb’ Ina, mb’ Sarah, mb’ Dian, mb’
Inung, mb’ Yanti, Novika, Wiwik, Ryza, Ngacil, Erna, Jumpe, terima
kasih atas dukungan kalian.
16. Arka yang selalu memotifasi penulis dalam penyelesaian penelitian ini.
17. Semua pihak baik secara langsung maupun tidak membantu terhadap
terselesaikannya penulisan karya tulis ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa di dalam penelitian ini
masih banyak kekurangan karena keterbatasan waktu, pengetahuan dan
kemampuan. Oleh karena itu, kritik dan saran dari semua pihak diharapkan
demi sempurnanya penelitian ini.
Surakarta, Juli 2010
Dwi Ari Septyowati
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
PERSETUJUAN PEMBIMBING.................................................................... ii
PENGESAHAN PENGUJI SKRIPSI .............................................................. iii
PERNYATAAN............................................................................................... iv
MOTTO ........................................................................................................... v
PERSEMBAHAN ............................................................................................ v
KATA PENGANTAR ..................................................................................... vi
DAFTAR ISI .................................................................................................... ix
DAFTAR BAGAN, TABEL, DAN GAMBAR .............................................. xii
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG .................................................. xiv
ABSTRAK ....................................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .......................................................... 1
B. Batasan Masalah ...................................................................... 9
C. Rumusan Masalah ................................................................... 10
D. Tujuan Penulisan ..................................................................... 10
E. Manfaat Penulisan ................................................................... 11
F. Sistematika Penulisan.............................................................. 12
BAB II KAJIAN TEORI............................................................................ 14
A. Pengertian Filologi ................................................................... 14
B. Objek Filologi .......................................................................... 14
C. Langkah Kerja Penelitian Filologi ........................................... 15
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
D. Teori Kepemimpinan ............................................................... 18
E. Kekuasaan dan Moral............................................................... 19
BAB III METODE PENELITIAN .............................................................. 21
A. Bentuk dan Jenis Penelitian ..................................................... 21
B. Sumber Data dan Data ............................................................. 21
C. Teknik Pengumpulan Data ....................................................... 23
D. Teknik Analisis Data ................................................................ 23
BAB IV ANALISIS DATA ........................................................................ 27
A. Analisis Filologis ..................................................................... 27
1. Deskripsi Naskah ............................................................... 27
2. Perbandingan Naskah ......................................................... 38
3. Dasar-dasar Penentuan Naskah yang akan Ditransliterasi . 56
4. Suntingan Teks dan Aparat Kritik... .................................. 57
5. Terjemahan......................................................................... 84
B. Analisis Isi................................................................................ 98
1. Ajaran Moral bagi Manusia sebagai Makhluk
Ciptaan Tuhan .................................................................... 100
2. Ajaran Moral bagi Manusia sebagai Makhluk Sosial ........ 103
3. Ajaran Moral bagi Manusia sebagai makhluk Posesi ........ 115
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
BAB V PENUTUP ..................................................................................... 118
1. Simpulan ............................................................................ 118
2. Saran................................................................................... 119
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 120
LAMPIRAN I Foto Naskah A
LAMPIRAN II Foto Naskah B
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
DAFTAR BAGAN, TABEL, DAN GAMBAR
A. Daftar Bagan
Bagan 1. Model analisis interaktif ............................................................... 24
B. Daftar Tabel
Tabel 1. Perbedaan Jumlah dan Urutan Pupuh ............................................. 38
Tabel 2. Perbandingan Isi.............................................................................. 41
Tabel 3. Tabel perbandingan kata per kata ................................................... 44
Tabel 4. Tabel perbandingan kelompok kata ................................................ 46
Tabel 5. Tabel perbandingan kalimat ............................................................ 47
Tabel 6. Daftar varian lacuna ....................................................................... 50
Tabel 7. Daftar varian adisi ........................................................................... 51
Tabel 8. Daftar varian substitusi ................................................................... 52
Tabel 9. Daftar varian hipercorect ................................................................ 52
Tabel 10. Daftar varian perubahan atau kesalahan penyalinan yang
mengakibatkan perubahan makna .................................................. 55
C. Daftar Gambar
Gambar 1. Contoh varian lacuna pada naskah A .......................................... 5
Gambar 2. Contoh varian lacuna.pada naskah B .......................................... 5
Gambar 3. Contoh varian adisi pada naskah A ............................................. 6
Gambar 4. Contoh varian adisi pada naskah B. ............................................ 6
Gambar 5. Contoh varian substitusi pada naskah A ..................................... 6
Gambar 6. Contoh varian substitusi pada naskah B...................................... 6
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
Gambar 7. Contoh varian hipercoret pada naskah A .................................... 7
Gambar 8. Contoh varian hipercoret pada naskah B .................................... 7
Gambar 9. Perubahan atau kesalahan penyalinan yang mengakibatkan
perubahan makna pada naskah A ............................................... 7
Gambar 10. Contoh perubahan atau kesalahan penyalinan yang mengakibatkan
perubahan makna naskah B......................................................... 7
Gambar 11. Naskah A (halaman pertama) ...................................................... 28
Gambar 12. Naskah A pupuh II bait I baris I halaman 209 ........................... 28
Gambar 13. Naskah A(halaman pertama) ....................................................... 32
Gambar 14. Naskah B (judul cover luar) ........................................................ 33
Gambar 15. Naskah B (judul pada halaman kedua) ........................................ 33
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR SINGKATAN DAN LAMBANG
A. Daftar Singkatan
B/b : Bait/baris
No. : menunjukkan nomor urut
P : pupuh
SC : Sastra Cêtha
SOP : Sêrat Ondhe Patih
SWK : Sêrat Wicara Kêras
VOC : Vereniging Ost Company
B. Daftar Lambang
# : edisi teks berdasarkan interpretasi peneliti
$ : edisi teks didukung data sekunder
& : edisi teks yang menyesuaikan dengan kesamaan makna
(…^…) : Tanda diakritik yang menjelaskan vokal “e” pepet, contoh pada
kata lẽmẽs ‘lẽmas’.
(…̀̀ …) : Tanda diakritik yang menjelaskan vokal “e” pada kata akẻh
‘banyak’.
* : edisi teks menurut pertimbangan linguistik
- : pada naskah tidak terdapat teks tersebut
@ : edisi teks yang menyesuaikan dengan jumlah suku kata tiap
baris (guru wilangan) dan dhong dhing (guru lagu)
= : kata, kelompok kata, kalimat pada naskah itu sama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
ABSTRAK
Dwi Ari Septyowati. C 0106014. 2010. Kagungan Dalêm Sêrat Ondhe Patih (Suatu Tinjauan Filologis). Skripsi: Jurusan Sastra Daerah Fakultas Sastra dan Seni Rupa Universitas Sebelas Maret.
Obyek penelitian ini adalah naskah berjudul Kagungan Dalêm Sêrat
Ondhe Patih (SOP). Naskah yang terdiri dari 2 naskah dengan nomor 40 La (katalog lokal), KS 337.11 uncat SMP 138/2 (Nancy K. Florida, 1993: 189) dan 77 Ca (katalog lokal), KS 206 77 Ca SMP 121/2 (Nancy K. Florida, 1993: 137) tersebut tersimpan di Perpustakaan Sasanapustaka Keraton Surakarta. Naskah tersebut berbentuk tembang. Varian di dalam naskah tersebut menguatkan latar belakang penelitian ini, yaitu filologi tradisional. Latar belakang lain adalah ajaran kepemimpinan yang terkandung di dalam teks mampu berperan sebagai pandangan hidup masyarakat, khususnya dalam hubungan pemerintahan (kaitannya dengan hubungan atasan dan bawahan). Melalui penelitian filologi, peneliti akan menentukan bentuk teks SOP yang mendekati asli dan bersih dari kesalahan. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah (i) bagaimanakah bentuk teks SOP yang mendekati asli dan bersih dari kesalahan? dan (ii) Apa isi dan ajaran kepemimpinan yang terkandung dalam SOP? Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menjawab kedua rumusan permasalahan.
Bentuk penelitian filologi ini bersifat kualitatif deskriptif. Jenis penelitian termasuk dalam penelitian pustaka (library research). Data penelitian adalah teks SOP, sedangkan teknik pengumpulan data dengan teknik fotografi digital. Analisis data menggunakan tiga komponen analisis yaitu reduksi data, sajian data yang meliputi deskripsi, perbandingan naskah, kritik teks, dan simpulan akhir berupa suntingan teks dilengkapi aparat kritik serta hasil telaah isi. Suntingan teks disesuaikan dengan cara kerja filologi melalui metode landasan (penanganan terhadap naskah jamak yang salah satunya dinilai memiliki kualitas yang lebih unggul dibandingkan naskah yang lain). Telaah isi dilakukan dengan mengungkapkan ajaran kepemimpinan yang terkandung di dalam SOP.
Berdasarkan analisis dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa suntingan teks berlandaskan naskah A dengan nomor 40 La (katalog lokal), KS 337.11 uncat SMP 138/2 (Nancy K. Florida, 1993: 189) dan dilengkapi dengan aparat kritik, merupakan bentuk teks SOP yang mendekati asli dan bersih dari kesalahan. Isi dan ajaran dalam teks SOP terdiri dari ajaran kepemimpinan yang di dalamnya memuat ajaran moral, yaitu ajaran moral bagi manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, ajaran moral bagi manusia sebagai makhluk sosial, dan ajaran moral bagi manusia sebagai makhluk posesif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia memiliki berbagai bentuk kebudayaan. Kebudayaan
terbentuk sebagai hasil sintesa dari pengalaman-pengalaman masa lalu.
Berdasar demikian, untuk memahami kebudayaan suatu bangsa dengan
baik, informasi-informasi dari masa lalu mutlak diperlukan. Informasi-
informasi tersebut dapat diperoleh melalui beberapa hal yang masih tersisa
dari masa lalu seperti cerita lisan, benda-benda (artefak), dan tulisan-
tulisan (Bani Sudardi, 2003: 1). Salah satu sumber informasi penting
berupa tulisan adalah naskah-naskah klasik berisi sastra lama, sehingga
pemeliharaan terhadap naskah-naskah lama sangat perlu dilakukan.
Pemeliharaan naskah lama sangat penting karena sastra lama yang
ruang lingkupnya amat luas dapat merupakan sumber yang tak ternilai
bagi pengertian terhadap berbagai aspek kebudayaan yang pada
hakikatnya bersumber pada kebudayaan tradisional (Achadiati Ikram,
1997: 29).
Berdasarkan isinya, naskah-naskah Jawa dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelompok sebagai berikut:
a. Teks tentang Kronik, Legenda, Mite yang terdiri atas naskah-naskah: Babad, Pakem Wayang Purwa, Menak, Panji, Pustakaraja, Silsilah.
b. Teks tentang Agama, Filsafat, Etika, yang meliputi naskah-naskah yang mengandung unsur-unsur: Hinduisme, Budhisme, Islam, Mistik Jawa, Magis, Kristen, Ramalan, Sastra Wulang.
c. Teks tentang suatu peristiwa-peristiwa Kraton, Hukum, Risalah, Peraturan-peraturan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
d. Adalah buku teks dan Penuntun, Kamus Ensiklopedia, tentang berbagai, hal: Linguistik, Masak-memasak, dan lain sebagainya (Girarded & Sutanto, 1983: 4). Pemahaman terhadap sastra lama tidak semudah memahami sastra
modern. Hal tersebut di antaranya dikarenakan aksara dan bahasa yang
digunakan tidak lagi dikenal oleh masyarakat modern. Hambatan lain
adalah pekerjaan salin menyalin naskah yang menjadi kebiasaan masa
lampau telah menimbulkan perbedaan (varian) baik disengaja maupun
tidak. Tidak ada penyalin yang bisa menyalin dengan tepat sama dengan
naskah aslinya. Perbedaan tersebut di antaranya karena kurangnya
pemahaman terhadap sastra lama, tujuan untuk memperindah kata sesuai
selera penyalin, bahkan bisa juga merupakan perubahan secara sengaja,
misalnya karena keadaan politik sudah berubah. Mengingat adanya varian-
varian tarsebut, diperlukan suatu penanganan terhadap naskah yang bukan
sekedar melestarikan naskah tetapi juga untuk mencari naskah yang
mendekati aslinya.
Berdasar fakta tersebut, penelitian dalam rangka penentuan naskah
asli perlu dilakukan sebagai upaya penyelamatan terhadap peninggalan
sejarah. Pengetahuan mengenai naskah dan seluk beluknya dipelajari
dalam ilmu filologi. Kegiatan filologi yang menitikberatkan kepada bacaan
yang rusak disebut dengan filologi tradisional (Waridi Hendrosaputra,
Sisyono Eko Widodo, 1997: 2).
Tugas utama dalam penelitian filologi, sebagaimana dikatakan
Haryati Soebadio dalam Edward Djamaris (2002: 7) ialah mendapatkan
kembali naskah yang bersih dari kesalahan, yang berarti memberikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
pengertian yang sebaik-baiknya dan bisa dipertanggungjawabkan, untuk
mengetahui naskah yang paling dekat dengan aslinya karena naskah
sebelumnya telah mengalami penyalinan untuk kesekian kali. Selain itu
untuk mencocokkan dengan kebudayaan yang melahirkannya, sehingga
perlu dibersihkan dari tambahan yang diterakan pada zaman kemudian
yang dilakukan waktu penyalinannya. Hal tersebut penting agar isi naskah
tidak diinterprestasikan secara salah.
Salah satu naskah yang mengalami penyalinan dan terjadi banyak
varian adalah Kagungan Dalêm Sêrat Ondhe Patih. Kagungan Dalêm
Sêrat Ondhe Patih yang selanjutnya disingkat SOP merupakan karya
sastra yang bisa diklasifikasikan dalam golongan kedua (klasifikasi
menurut Girarded & Sutanto), yaitu merupakan sastra wulang.
Inventarisasi naskah sebagai langkah awal penelitian filologi
dilakukan melalui penelusuran terhadap berbagai katalog yang menyimpan
naskah-naskah Jawa, di antaranya:
1. Descriptive Catalogus of the Javanese Manuscripts and Printed Book
in the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta (Girardet-Sutanto,
1983)
2. Javanese Literature In Surakarta Manuscripts (Nancy K. Florida,
1993)
3. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid I Museum Sonobudoyo
Yogyakarta (T.E. Behrend, 1990)
4. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid III A dan B (T.E
Behrend dan Titik Pujiastuti, 1997)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
5. Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid 4 Perpustakaan
Nasional Republik Indonesia (T.E. Behrend, 1998)
6. Daftar Naskah Perpustakaan Museum Radyapustaka Surakarta dan
Daftar Naskah Perpustakaan Sasana Pustaka Keraton Surakarta
Berdasar pada inventarisasi di berbagai katalog tersebut ditemukan
dua naskah SOP, yaitu:
1) Masuk dalam naskah bendel yang berjudul Kagungan Dalêm Sêrat
Bab Wulang Warni-warni dengan nomor 40 La (katalog lokal), KS
337.11 uncat SMP 138/2 (Nancy K. Florida, 1993: 189). Sêrat Ondhe
Patih merupakan teks kesebelas, ditulis mulai halaman 208-222.
Selanjutnya disebut dengan naskah A.
2) Kagungan Dalêm Sêrat Ondhe Patih dengan nomor 77 Ca (katalog
lokal), KS 206 77 Ca SMP 121/2 (Nancy K. Florida, 1993: 137).
Selanjutnya disebut dengan naskah B.
Kedua naskah tersebut tersimpan di Perpustakaan Sasanapustaka Keraton
Kasunanan Surakarta.
Menurut Katalog Induk Naskah-Naskah Nusantara Jilid I Museum
Sonobudoyo Yogyakarta (T.E. Behrend, 1990), terdapat Sêrat Ondhe.
Sêrat Ondhe yang dimaksud adalah sebutan lain dari Sêrat Wicarakêras
(SWK), yang sebagian isinya hampir sama dengan SOP. Untuk
selanjutnya, Sêrat Wicarakêras tidak dijadikan sebagai naskah jamak dari
SOP dan tidak akan dibandingkan dengan SOP, karena secara keseleruhan
isinya berbeda.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
SOP berisi teks yang berbentuk tembang. Naskah A (bendel
halaman 208-222) terdiri dari 4 pupuh, yaitu: a) Pangkur, b)
Dhandhanggula, c) Mijil, d) Dhandhanggula. Sedangkan naskah B terdiri
dari 3 pupuh, yaitu: a) Pangkur, b) Dhandhanggula, c) Mijil. Bahasa yang
digunakan dalam SOP adalah bahasa Jawa Baru ragam Krama dan disisipi
kata-kata Kawi.
SOP merupakan naskah jamak yang mengalami banyak varian atau
kelainan bacaan. Adapun pengelompokan kelainan bacaan yang terdapat
pada SOP adalah sebagai berikut:
1. Lacuna, bagian yang terlampaui atau kelewatan, baik suku kata,
kata, kelompok kata maupun kalimat.
Gambar 1 Naskah A pupuh I bait 12 baris 2 ‘mirêng warta lamun dènsarêngi’
Gambar 2 Naskah B pupuh I bait 12 baris 2 ‘mirêng warta lamun dènsarêngi’
Berdasarkan guru lagu dan guru wilangan, baris kedua tembang
Pangkur yaitu 11i. Pada teks hanya terdapat 10i.
2. Adisi, bagian yang kelebihan atau penambahan baik suku kata,
kata, kelompok kata maupun kalimat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
Gambar 3 Naskah A pupuh II bait 17 baris 10 ‘aja ngakèhkên rêncana’
Gambar 4 Naskah B pupuh II bait 17 baris 10 ‘aja ngakèhkên rêncana’
Berdasarkan guru lagu dan guru wilangan, baris 10 tembang
Dhandhanggula yaitu 7a. Pada teks terdapat 8a.
3. Substitusi, penggantian suku kata, kata, kelompok kata maupun
kalimat yang memiliki kesamaan makna.
Gambar 5 Naskah A pupuh II bait 1 baris 1 ‘iku ondhe-ondhening papatih’
Gambar 6 Naskah B pupuh II bait 1 baris 1 ‘yèku ondhe-ondhening papatih’
Pada naskah A terdapat kata iku ‘itu’ sedangkan naskah B yèku
‘yaitu’. Keduanya berarti sama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
4. Hipercorect, perubahan ejaan karena pergeseran lafal.
Gambar 7 Pupuh I bait 1 baris 7 ‘lir pêpatih Ngayogèki’
Gambar 8 Pupuh I bait 1 baris 7 ‘lir pêpatih Ngayoga ki’
Tembung garba, naskah A ‘Ngayogèki’ sedangkan naskah B
‘Ngayoga ki’
5. Perubahan atau kesalahan penyalinan yang mengakibatkan
perubahan makna.
Gambar 9 naskah A pupuh I bait 8 baris 7 ‘nulada ingkang utami’
Gambar 10 naskah B pupuh I bait 8 baris 7 ’ngulata ingkang utami’
Naskah A nulada berarti ‘contohlah’, sedangkan naskah B ngulata
berarti ‘lihatlah’.
Berdasar pada varian-varian di atas, SOP perlu diadakan edisi teks
dengan mengkritisi naskah secara ilmiah dan dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
dipertanggungjawabkan, guna menentukan teks yang mendekati asli,
sesuai dengan tugas filologi.
Makna kata Ondhe Patih pada judul naskah Kagungan Dalêm
Sêrat Ondhe Patih dapat diperoleh dengan memisahkan dua kata tersebut,
yaitu kata ondhe dan kata patih. Menurut W.J.S Poerwadarminta dalam
Kamus Baoesastra Djawa, 1939 ondhe berarti pêpindhan ‘gambaran’,
upama ‘bagaikan’, kaya ‘seperti’ (hal. 451), sedangkan patih berarti
pejabat yang melakukan perintah negara (hal. 476), atau dapat diartikan
pangkat di bawah bupati. Sehingga Ondhe Patih dapat diartikan gambaran
contoh-contoh para patih (dihubungkan dengan pemerintahan dapat
diartikan dengan pemimpin beserta perangkatnya).
Berdasarkan makna kata ondhe patih pada judul naskah, dapat
digambarkan bahwa SOP berisi tentang ajaran kepemimpinan. Ajaran
kepemimpinan di dalam SOP memuat beberapa ajaran moral. Hal tersebut
karena pada dasarnya seorang pemimpin memiliki pengaruh yang kuat
kepada orang lain, sehingga moralitas sangat diperlukan baik bagi seorang
pemimpin maupun bawahan guna terciptanya kesejahteraan suatu negara.
Moralitas terdiri dari moral baik dan moral buruk. Moralitas di
dalam ajaran kepemimpinan pada SOP memuat moral baik dan moral
buruk. Ajaran tersebut dengan tujuan agar seseorang bisa meniru moral
yang baik dan menjauhi moral yang buruk.
Moralitas dapat dilakukan atas dasar kesadaran seseorang dan
dapat dilakukan atas dasar hukum. Oleh karena itu, suatu negara
menciptakan hukum. Moralitas yang dilakukan atas dasar kesadaran,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
berarti seseorang tersebut telah memahami dan membedakan antara
perbuatan buruk, sedang, dan baik, seperti ajaran di dalam SOP yaitu
nistha (buruk), madya (sedang), dan utama (baik). Sedangkan moralitas
yang dilakukan atas dasar hukum, berarti seseorang tersebut belum mampu
memahami membedakan perbuatan yang buruk, sedang, dan baik. Moral
yang dilakukan atas dasar takut pada hukum yang dijatuhkan kepadanya.
Seorang pemimpin yang memiliki moralitas secara baik, akan berpengaruh
kuat bagi kesejahteraan rakyatnya. Karena dengan demikian penegakkan
hukum dapat dilakukan dengan baik dan adil.
Ajaran kepemimpinan di dalam SOP adalah ajaran kepada
seseorang yang akan menjadi seorang pemimpin. Hal tersebut
hubungannya dengan keadaan zaman dahulu, yaitu pada masa kerajaan.
Seseorang hidup berdampingan dalam sebuah ikatan antara raja dan
bawahan. Seiring dengan berjalannya waktu, ajaran kepemimpinan di
dalam SOP ditujukan kepada seluruh kalangan.
Hakikat manusia adalah seorang pemimpin, minimal memimpin
dirinya sendiri. Sehingga ajaran mengenai kepemimpinan dan moralitas
tidak hanya diperlukan bagi seseorang yang akan menjadi pemimpin
negara. Moralitas dan kepemimpinan perlu ditanamkan sejak dini oleh
suatu keluarga. Hal tersebut untuk membentuk kepribadian seorang anak
menjadi pribadi yang berjiwa pemimpin dan bermoral baik.
Berdasarkan demikian, pengetahuan mengenai moralitas sangat
diperlukan guna terciptanya kesejahteraan hidup manusia. Ajaran
kepemimpinan tidak terlepas dengan ajaran moral, karena seorang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
pemimpin yang baik harus memiliki moral yang baik pula. Dengan
demikian, penelitian terhadap SOP guna mengungkap isi dan ajaran
kepemimpin yang terkandung di dalamnya perlu dilakukan. Dengan
mengungkap isi dan ajaran kepemimpinan yang terkandung di dalam SOP
diharapkan dapat bermanfaat bagi pembaca terlebih bagi seseorang yang
berada di kalangan atas, sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan
bawahannya.
B. Batasan Masalah
Berbagai bentuk permasalahan dalam SOP memungkinan naskah
tersebut dapat diteliti dari berbagai sudut pandang. Untuk itu diperlukan
perbatasan masalah untuk mencegah melebarnya pembahasan. Batasan
masalah tersebut lebih ditekankan pada dua analisis, yakni analisis
filologis dan analisis isi. Analisis filologis digunakan untuk mengupas
permasalahan seputar uraian-uraian dalam naskah melalui cara kerja
filologis guna mendapatkan teks yang mendekati asli dan bersih dari
kesalahan, sedangkan analisis isi berfungsi untuk mengungkapkan isi dan
ajaran kepemimpinan yang terkandung dalam SOP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
C. Rumusan Masalah
Berdasar pada permasalahan di atas, maka dalam penelitian ini
dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut:
1. Bagaimana bentuk teks SOP yang mendekati asli dan bersih dari
kesalahan?
2. Bagaimana isi dan ajaran kepemimpinan yang terkandung dalam
SOP?
D. Tujuan Penelitian
Tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut :
1. Menyajikan bentuk teks SOP yang mendekati asli dan bersih dari
kesalahan.
2. Mengungkapkan isi dan ajaran kepemimpinan yang terkandung
dalam SOP.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini terbagi menjadi dua,
yakni manfaat praktis dan teoritis, sebagai berikut :
1. Manfaat Teoretis
a. Memperkaya penerapan teori filologi terhadap naskah.
b. Menambah kajian terhadap naskah Jawa lama yang belum
banyak terungkap isinya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
c. Memberikan kontribusi dan membantu peneliti selanjutnya yang
relevan untuk mengkaji lebih lanjut naskah SOP khususnya dan
naskah Jawa lama pada umumnya dari berbagai disiplin ilmu.
2. Manfaat Praktis
a. Menyelamatkan naskah SOP dari kerusakan dan hilangnya data
dalam naskah tersebut.
b. Mempermudah membaca naskah huruf Jawa bagi yang belum
bisa membaca sehingga mempermudah pemahaman isi yang
terkandung di dalam SOP, sekaligus memberikan informasi
kepada generasi penerus dan orang tua tentang ajaran
kepemimpinan yang terkandung di dalamnya.
F. Sistematika Penulisan
Sistematika yang hendak dilakukan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Bab I Pendahuluan
Diuraikan tentang latar belakang masalah, rumusan
masalah, tujuan penelitian manfaat penelitian dan sistematika
penulisan.
Bab II Kajian Teori
Menguraikan tentang teori-teori yang berhubungan dan atau
yang digunakan untuk mengungkap kajian yang hendak dilakukan,
yaitu kajian filologi dan kajian isi. Teori-teori tersebut diantaranya;
pengertian filologi, objek filologi, dan cara kerja filologi dan teori-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
teori yang berhubungan dengan isi teks, yaitu teori kepemimpinan;
dan kekuasaan dan moral.
Bab III Metode Penelitian
Bab ini menguraikan metode yang akan digunakan dalam
penelitian ini, diantaranya: bentuk dan jenis penelitian, sumber data
dan data, teknik pengumpulan data dan teknik analisis data.
Bab IV Analisis Data
Analisis data diawali dengan analisis filologi, yaitu
deskripsi naskah, perbandingan naskah, dasar-dasar penentuan
naskah yang akan ditranliterasi, suntingan teks dan aparat kritik,
dan terjemahan. Kemudian dilanjutkan dengan analisis isi, yaitu
menyajikan isi dan mengungkap ajaran kepemimpinan yang
memuat ajaran moral di dalam SOP.
Bab V Penutup
Berisi simpulan dan saran, sebagai bagian akhir
dicantumkan daftar pustaka dan lampiran-lampiran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
BAB II
KAJIAN TEORI
C. Pengertian Filologi
Filologi secara etimologis, berasal dari bahasa Yunani philologia
yang berasal dari dua kata yaitu Philos yang berarti “senang” dan Logos
yang berarti “pembicaraan” atau “ilmu”. Jadi filologi berarti “senang
berbicara”, yang kemudian berkembang menjadi “senang belajar”, “senang
kepada ilmu”, “senang kepada tulisan-tulisan”, dan kemudian “senang
kepada tulisan-tulisan yang bernilai tinggi” seperti karya-karya sastra (Siti
Baroroh Baried, et. al. 1994 : 2).
Di Indonesia yang dalam sejarahnya telah banyak dipengaruhi oleh
bangsa Belanda, maka arti filologi mengikuti penyebutan yang ada di
negeri belanda, ialah suatu disiplin yang mendasarkan kerjanya pada
bahan tertulis dan bertujuan mengungkapkan makna teks tersebut dalam
segi kebudayaannya.
D. Objek Filologi
Objek penelitian filologi adalah tulisan tangan yang menyimpan
berbagai ungkapan pikiran dan perasaan sebagai hasil budaya masa
lampau (Siti Baroroh Baried, et. al. 1994: 55). Objek penelitian yang
konkret yaitu naskah, dan teks hasil dari tulisan tangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
E. Langkah Kerja Penelitian Filologi
Langkah kerja yang perlu dilakukan dalam penelitian filologi yaitu:
inventarisasi naskah, deskripsi naskah, perbandingan naskah, dasar-dasar
penentuan naskah yang akan ditranseliterasi, singkatan naskah dan
transliterasi naskah (Edwar Djamaris, 2002: 10). Cara tersebut digunakan
apabila peneliti menemukan naskah jamak atau naskah yang lebih dari
satu. Kritik teks, suntingan teks, aparat kritik dan terjemahan digunakan
sebagai lanjutan dari langkah kerja dalam penelitian ini. Secara terperinci
langkah kerja penelitian filologi sebagai berikut:
1. Inventarisasi Naskah
Langkah awal dari penelitian suatu karya sastra sesuai cara
kerja filologi yaitu dengan mendaftar semua naskah yang ingin
diteliti di berbagai tempat-tempat penyimpanan naskah. Daftar
naskah dapat dilihat berdasar pada katalog-katalog naskah.
Naskah-naskah yang diperlukan didaftar untuk mengetahui jumlah
naskah, dimana naskah itu disimpan, serta penjelasan mengenai
nomor naskah, umur naskah, tulisan naskah, tempat dan tanggal
penyalisan naskah.keterangan-keterangan tersebut dapat dilihat
dalam katalog (Edwar Djamaris, 2002: 10).
2. Deskripsi Naskah
Daftar naskah yang hendak diteliti kemudian
dideskripsikan. Uraian deskripsi naskah memuat segala sesuatu
yang menjelaskan tentang keadaan naskah dalam daftar tersebut.
Uraian deskripsi tersebut selain memuat segala sesuatu yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
terdapat dalam katalog diperlukan juga keterangan lain seperti
keadaan naskah, kertas, catatan lain mengenai isi naskah, serta isi
pokok yang terdapat dalam naskah tersebut. Hal ini penting
dilakukan untuk mengetahui keadaan naskah dan mengetahui
sejauhmana isi ringkas dari naskah yang hendak diteliti (Edwar
Djamaris, 2002:11).
3. Perbandingan Naskah
Suatu teks diwakili oleh lebih dari satu naskah yang tidak
selalu sama bacaannya atau yang berbeda dalam segala hal. Untuk
menentukan teks yang paling dapat dipertanggungjawabkan
sebagai dasar suntingan naskah perlu diadakan perbandingan
naskah (Siti Baroroh Baried, et. al. 1994: 64). Jadi perbandingan
naskah adalah membandingkan kedua naskah dan teks untuk
menentukan teks yang paling dapat dipertanggungjawabkan.
4. Kritik Teks
Kritik teks adalah menempatkan teks pada tempat yang
sewajarnya, memberi evaluasi terhadap teks, meneliti atau
mengkaji lembaran naskah dan lembaran bacaan yang mengandung
kalimat-kalimat atau rangkaian kata-kata tertentu (Siti Baroroh
Baried, 1994: 61).
5. Suntingan Teks dan Aparat Kritik
Suntingan teks adalah menyajikan teks dalam bentuk
aslinya, yang bersih dari kesalahan berdasarkan bukti-bukti yang
terdapat dalam naskah yang dikritisi. Aparat kritik merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
suatu pertanggungjawaban dalam penelitian naskah yang menyertai
suntingan teks dan merupakan kelengkapan kritik teks. Segala
kelainan bacaan yang ditampilkan merupakan kata-kata atau
bacaan salah yang terdapat dalam naskah tampak dalam aparat
kritik.
6. Transeliterasi Naskah
Transliterasi naskah ialah penggantian atau pengalihan
huruf demi huruf dari abjad yang satu ke abjad yang lain.
Penyajian bahan transliterasi harus selengkap-lengkapnya dan
sebaik-baiknya, agar mudah dibaca dan dipahami. Transliterasi
dilakukan dengan menyusun kalimat yang jelas disertai tanda-tanda
baca yang teliti, pembagian alinea dan bab untuk memudahkan
konsentrasi pikiran (Edwar Djamaris, 2002: 19).
7. Terjemahan
Terjemahan adalah pemindahan makna atau transfer bahasa
dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Pemindahan makna tersebut
harus lengkap dan terperinci. Salah satu tujuannya adalah untuk
memudahkan dalam hal memahami isi teks dari suatu naskah.
Terjemahan dapat dilakukan dengan dua cara sebagai
berikut:
a) Terjemahan isi atau makna: kata-kata yang
diungkapkan dalam bahasa sumber diimbangi
salinannya dengan kata-kata bahasa sasaran yang
sepadan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
b) Terjemahan bebas: keseluruhan teks bahasa sumber
diganti dengan bahasa sasaran secara bebas
(Darusuprapta, 1984: 11).
F. Teori Kepemimpinan
Kepemimpinan berasal dari kata pimpin yang memuat dua hal
pokok, yaitu pemimpin sebagai subyek dan yang dipimpin sebagai obyek.
Kata pimpin mengandung pengertian mengarahkan, membina atau
mengatur, menuntun dan juga menunjukkan ataupun mempengaruhi
(http://massofa.wordpress.com/2008/02/05/teori-kepemimpinan/ diakses
pada tanggal 15 Juni 2010 pukul 11.59). Menurut Nanang Fattah (dalam
Imam Sutarjo, 2006: 114) kepemimpinan berkaitan dengan pemimpin,
yang pada hakikatnya adalah seseorang yang mempunyai kemampuan
untuk mempengaruhi perilaku orang lain di dalam kerjanya dengan
menggunakan kekuasaan. Kekuasaan merupakan kemampuan untuk
mengarahkan dan mempengaruhi bawahan sehubungan dengan berbagai
tugas yang harus dilaksanakan.
Ajaran kepemimpinan dapat kita lihat dalam pertunjukan wayang
purwa. Ajaran kepemimpinan pada pertunjukan wayang purwa dapat
dilihat dalam janturan dan lakon. Pada janturan memuat watak-watak
pemimpin, yaitu di antaranya (a) berbudi bawa lêksana ‘menepati janji’,
(b) satriya pinandhita ‘berjiwa prajurit’ (pemberani, tegas, tangkas, cepat
tanggap terhadap keadaan), (c) sama beda dana dhêndha ‘menegakkan
peraturan dan hukum negara dengan adil’, (d) sarahita, samahita,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
danahita, darmahita ‘berjiwa patriotik, adil, memikirkan dan membantu
rakyat, menegakkan keadilan dalam pengadilan’.
Ajaran kepemimpinan dalam pertunjukkan wayang purwa juga
tersirat dalam berbagai lakon ‘cerita’ wayang. Misalnya dalam Rama
Jarwa yang mengisahkan ajaran kepemimpinan yang diajarkan dari Prabu
Ramawijaya kepada Barata, sewaktu akan memerintah negara Ayodya
(Imam Sutarjo, 2006: 116-119). Ajaran tersebut dikenal dengan nama
ajaran Sastra Cêtha. Ajaran Sastra Cêtha terdapat pula dalam SOP, yang
menjadi obyek kajian penelitian ini.
G. Kekuasaan dan Moral
Kekuasaan adalah kemampuan untuk memaksakan kehendak pada
orang lain, untuk membuat mereka melakukan tindakan-tindakan yang kita
kehendaki. Kekuasaan terdiri dalam hubungan tertentu antara orang-orang
ataupun kelompok orang di mana salah satu pihak dapat memenangkan
kehendaknya terhadap yang satunya (Franz Magnis Suseno, 2001: 98-99).
Kekuasaan berkaitan dengan moral. Dalam arti, bagaimana kekuasaan itu
dipergunakan. Kekuasaan bisa digunakan secara baik dan secara tidak
baik. Demikianlah moralitas sangat diperlukan di dalam suatu
pemerintahan.
Moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang dengan
itu kita berkata bahwa perbuatan itu benar atau salah, baik atau buruk.
Moralitas mencakup pengertian tentang baik-buruknya perbuatan manusia.
Moralitas terdiri dari intrinsik dan ekstrinsik. Moralitas intrinsik
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
memandang perbuatan menurut hakikatnya bebas lepas dari setia bentuk
hukum positif. Jadi, yang dipandang adalah apakah perbuatan tersebut baik
atau buruk. Sedangkan moralitas ekstrinsik adalah moralitas yang
memandang perbuatan sebagai sesuatu yang diperintahkan atau dilarang
oleh seseorang yang kuasa, atau oleh hukum positif, baik dari manusia
asalanya maupun dari Tuhan (Poespoprodjo, 1986: 102-103). Dengan
demikian, dapat diketahui bahwa moralitas ekstrinsik berkaitan erat
dengan kekuasaan atau sesuai dengan isi ajaran yang terkandung di dalam
SOP yaitu tentang kepemimpinan.
Ajaran kepemimpinan di dalam SOP bersumber pada ajaran Sastra
Cetha, yaitu ajaran yang diberikan oleh Rama Wijaya kepada adiknya
Barata ketika akan memerintah Ayodya. Di dalam ajaran kepemimpinan
pada SOP tersebut dapat dilihat adanya moralitas secara intrinsik dan
ekstrinsik. Moralitas intrinsik diwujudkan dengan pengetahuan mengenai
nistha (buruk), madya (sedang), dan utama (baik). Dalam ajaran tersebut
diharapkan baik bagi seorang pemimpin maupun orang yang berada di
bawahnya memahami dan mampu membedakan mana yang buruk, sedang,
dan yang baik. Moralitas ekstrinsik dalam ajaran kepemimpinan pada SOP
dapat dilihat pada ajaran tentang kewajiban dan tanggung jawab. Jadi
seorang pemimpin harus memiliki rasa tanggung jawab dan menjalankan
kewajibannya sebagai seorag pemimpin.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Bentuk dan Jenis Penelitian
Bentuk penelitian ini adalah penelitian filologi, yang objek
kajiannya mendasarkan pada manuskrip (naskah tulisan tangan). Penelitian
ini bersifat kualitatif deskriptif. Pendekatan kualitatif yang bersifat
deskriptif ini mendeskripsikan secara rinci dan mendalam mengenai potret
kondisi tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya di
lapangan studinya (Sutopo, 2002: 111).
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian pustaka atau
library research yaitu penelitian yang menggunakan sumber-sumber
tertulis untuk memperoleh data (Edi Subroto, 1992:42).
B. Sumber Data dan Data
Inventarisasi naskah sebagai langkah awal penelitian filologi
dilakukan melalui penulusuran terhadap berbagai katalog di antaranya,
Deskriptive Catalogus of the Javanese manuscripts and Printed Book in
the Main Libraries of Surakarta and Yogyakarta (Girarded-Sutanto, 1983),
katalog Javanese Language Manuscripts of Surakarta Central Java A
Preliminary Descriptive Catalogus Level I and II (Nancy K. Florida,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
1993), Katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid I Museum
Sanabudaya Yogyakarta (T.E. Behrend, 1990), dan katalog lain yang
terdapat di perpustakaan dan museum.
Berdasar pada inventarisasi yang telah dilakukan ditemukan dua
naskah yang berjudul Sêrat Ondhe Patih, terdapat pada Descriptive
Catalogus of the Javanese Manuscripts and Printed Book in the Main
Libraries of Surakarta and Yogyakarta (Girarded-Sutanto, 1983) dan
katalog Javanese Literature In Surakarta Manuscripts (Nancy K. Florida,
1993). Kedua naskah tersebut tersimpan pada Perpustakaan Sasana
Pustaka Karaton Kasunanan Surakarta.
Berdasarkan katalog Induk Naskah-naskah Nusantara Jilid I
Museum Sanabudaya Yogyakarta (T.E. Behrend, 1990) diinformasikan
bahwa SWK sering disebut pula dengan Sêrat Ondhe, yang memiliki
keterkaitan isi dengan SOP. Teks SWK dan SC yang juga memiliki
keterkaitan isi dengan SOP dijadikan sebagai data sekunder penelitian ini.
Berdasar hal tersebut dapat ditentukan bahwa sumber data adalah tempat
penyimpanan data, yaitu Perpustakaan Sasanapustaka Karaton Kasunanan
Surakarta, sedangkan data penelitian adalah naskah dan teks SOP sebagai
data primer dan naskah lain yang berkaitan dengan SOP, yaitu Sêrat
Wicara Kêras dan Sastra Cêtha di dalam Sêrat Rama sebagai data
sekunder.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data penelitian ini dilakukan dengan metode
studi pustaka (library reseach), yaitu katalogus naskah yang tersimpan di
berbagai perpustakaan, museum atau instansi lain yang menaruh perhatian
terhadap naskah dan buku-buku yang mendukung data penelitian.
Teknik berikutnya yaitu dengan teknik fotografi digital, yaitu
dengan memotret naskah dengan kamera digital yang kemudian ditransfer
dalam program Microsoft Office Picture Manager di komputer. Naskah
sebagai data utama yang telah terbaca kemudian dideskripsikan. Hal ini
bertujuan untuk memperoleh gambaran wujud asli naskah.
D. Teknik Analisis Data
Analisis data menggunakan tiga komponen analisis yaitu reduksi
data, sajian data, dan penarikan kesimpulan. Reduksi data dilakukan
dengan menggunakan metode landasan. Metode landasan dipakai apabila
menurut tafsiran nilai naskah jelas berbeda, sehingga ada satu atau
kelompok naskah yang menonjol kualitasnya (Edwar Djamaris, 2002: 26).
Tiga komponen analisis tersebut saling berkaitan dan berinteraksi,
tidak bisa dipisahkan dari kegiatan pengumpulan data. Oleh karena itu
sering dinyatakan bahwa proses analisis dilakukan di lapangan bersamaan
dengan proses pengumpulan data, sebelum peneliti meninggalkan
lapangan studinya (Sutopo, 2002: 94).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Bagan 1 model analisis interaktif
Pengumpulan data dilakukan dengan metode studi pustaka (library
reseach), yaitu katalogus naskah yang tersimpan di berbagai perpustakaan,
museum atau instansi lain yang menaruh perhatian terhadap naskah dan
buku-buku yang mendukung data penelitian. Teknik berikutnya yaitu
dengan teknik fotografi digital, yaitu dengan memotret naskah dengan
kamera digital yang kemudian ditransfer dalam program Microsoft Office
Picture Manager di komputer. Naskah sebagai data utama yang telah
terbaca kemudian dideskripsikan. Hal ini bertujuan untuk memperoleh
gambaran wujud asli naskah.
Reduksi data (komponen pertama analisis) dirumuskan dalam
bentuk kalimat-kalimat pendek tetapi jelas yang berisi tentang hal-hal yang
berkaitan dengan data. Reduksi data menyangkut keterangan-keterangan
yang merupakan kelengkapan dalam penyusunan deskripsi naskah.
Sajian data adalah komponen analisis kedua, yaitu menyimak
reduksi data dan mulai memikirkan urutan sistematikanya untuk disajikan
dalam bentuk cerita lengkap. Sajian data meliputi deskripsi naskah,
Pengumpulan data
Sajian data Reduksi data
Penarikan kesimpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
perbandingan naskah, kritik teks (menyajikan varian dan dilengkapi edisi
teks).
Simpulan akhir merupakan jawaban atas tujuan yang hendak
dicapai dalam penelitian ini. Penarikan simpulan didasarkan pada analisis
data dengan menyajikan hasil suntingan teks yang bersih dari kesalahan
dan menelaah isi teks tersebut. Simpulan akhir meliputi suntingan teks
disertai dengan aparat kritik yang didasarkan pada metode landasan
(Edwar Djamaris, 2002: 26-27). Hal-hal tersebut adalah sebagai berikut :
1. Mengganti
Jika pada teks dasar (naskah A) terdapat bacaan yang tidak
jelas maknanya, walaupun bacaan itu didukung oleh teks lain,
bacaan teks dasar ini diganti dengan bacaan teks lain yang jelas
maknanya. Bacaan teks dasar dan varian kedua teks
dipindahkan dalam Apparatus Criticus.
2. Menambah
Cara kedua adalah menambah bacaan teks dasar dengan teks
lainnya bila teks lainnya itu terdapat bacaan yang memberikan
pengertian yang lebih lengkap dan kesesuaian dengan norma
bahasa lama atau gaya bahasa.
3. Mengurangi
Cara yang ketiga adalah mengurangi atau menghilangkan
bacaan yang tidak cocok dengan konteksnya atau bacaan yang
diduga ditulis dua kali (ditografi).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Telaah isi juga merupakan bagian dari simpulan akhir. Telaah isi diawali
dengan menerjemahkan bentuk teks Kagungan Dalêm Sêrat Ondhe Patih
kemudian menelaah isi teks dengan mengungkapkan ajaran di dalam
SOP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
BAB IV
ANALISIS DATA
A. Analisis Filologis
1. Deskripsi Naskah
Deskripsi naskah secara konkret terdapat dalam katalog. Setiap
katalog naskah memuat informasi yang bertalian dengan naskah, antara
lain identitas fisik naskah, judul, umur, corak atau bentuk, asal-usul,
rangkuman, hubungan antar naskah, dan fungsi naskah. Namun, tidak
semua katalog naskah memuat informasi naskah selengkap sebagaimana
tersebut di atas (Emuch Hermansoemantri, 1986: 1).
Pekerjaan deskripsi naskah sangat membantu dalam memilih
naskah yang paling baik untuk ditransliterasikan dan naskah yang
digunakan untuk pebandingan. Dalam penelitian ini akan dilakukan
deskripsi naskah SOP, yang terdiri dari 2 naskah, masing-masing disebut
naskah A dan naskah B. penyebutan ini didasarkan pada kualitas naskah
yang dapat dilihat pada keadaan naskah yang masih baik dan utuh serta
berdasarkan pertimbangan-pertimbangan lainnya.
Deskripsi naskah yang hendak dilakukan berpedoman pada
pendapat Emuch Hermansoemantri, meliputi:
Naskah A:
a. Judul naskah : Kagungan Dalêm Sêrat Bab
Wulang Warni-warni. Pengambilan judul didasarkan pada keterangan
halaman pertama.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
Gambar 11 naskah A (halaman pertama)
Judul dalam naskah : Sêrat Ondhe Patih
Pada halaman kedua naskah terdapat daftar isi yang menunjukkan isi
bendel terdiri dari 14 teks. SOP merupakan teks kesebelas, yaitu pada
halaman 208-222. Judul dilihat pada pupuh II Dhandhanggula hal 209,
bertuliskan “iku ondhe-ondhening papatih”
Gambar 12 naskah A pupuh II bait 1 baris 1 halaman 209
b. Nomor naskah : 40 La (katalog lokal), KS 337.11
uncat SMP 138/2 (Nancy K. Florida, 1993: 189)
c. Tempat penyimpanan naskah : Perpustakaan Sasanapustaka
Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
d. Asal naskah : Asal naskah secara pasti tidak
diketahui. Akan tetapi pada halaman pertama pada naskah bendel
tersebut terdapat kalimat pengantar yang menyatakan bahwa naskah
tersebut telah dipinjamkan kepada para putra bergantian dan sering
ditulis ulang sehingga keadaan naskah menjadi rusak.
e. Keadaan naskah : Keadaan naskah sudah agak rusak
akan tetapi isi pada SOP masih utuh dan lengkap. Jilidan warna sampul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
hitam dalam keadaan yang sudah terlepas dengan bendel isinya.
Keadaan kertas sudah mulai lapuk. Dimungkinkan karena faktor usia.
f. Ukuran naskah : Ukuran naskah: 33,5 cm x 20 cm
(dluwang)
Ukuran teks : 27,5 cm x 15 cm
Margin Atas : 2,5 cm
Margin Kiri : 2,5 cm
Margin Bawah : 2,7 cm
Margin Kanan : 2 cm
g. Tebal naskah : Tebal naskah 3,5 cm. Naskah terdiri
dari 2 cover depan dan belakang. Teks dimulai pada halaman pertama,
yaitu berupa keterangan yang meliputi judul naskah, keadaan naskah,
tanggal, dan nama. Halaman berikutnya adalah daftar isi dari naskah
tersebut. Berdasarkan daftar isi, SOP merupakan teks kesebelas, ditulis
pada halaman 208-222. Tebal khusus SOP terdiri dari 14 lembar.
h. Jumlah baris per halaman : Jumlah baris per halaman 24 baris.
Pada halaman 222, teks SOP habis pada baris keenam dan dilanjutkan
teks berikutnya.
i. Huruf, aksara, tulisan : Huruf yang digunakan dalam
penulisan serat ini adalah huruf Jawa carik. Ukuran huruf kecil. Bentuk
tulisan miring ke kanan dan menggantung. Warna tinta yang
digunakan adalah hitam kecoklatan. Beberapa huruf luntur karena
bekas air, akan tetapi masih jelas untuk dibaca. Jarak antar huruf
sedang dan jarak antar baris juga renggang. Pemakaian tanda baca
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
menggunakan penanda pupuh dan penanda akhir baris pada bentuk
tembang macapat.
j. Cara penulisan : Penulisan judul pada lembar
pertama yang masuk pada sebuah kalimat pengantar. Penulisan isi
dimulai pada lembar kedua. Penulisan tiap lembar ditulis secara bolak-
balik atau sering disebut dengan recto dan verso. Teks ditulis dengan
arah menuju ke lebarnya, artinya teks itu ditulis sejajar dengan lebar
lembaran naskah. Penulisan larik-lariknya ditulis secara berdampingan
lurus ke samping dengan bertanda batas tertentu. Penomoran halaman
ditulis dengan menggunakan angka arab.
k. Bahan naskah : Bahan naskah yang digunakan
adalah kertas dluwang dengan warna kuning kecoklat-coklatan,
dimungkinkan karena faktor usia. Cover naskah depan dan belakang
menggunakan kertas yang melapisi benda tebal seperti bambu
sehingga cover menjadi tebal.
l. Bahasa naskah : Bahasa yang digunakan dalam
penulisan serat ini adalah bahasa Jawa Baru ragam krama dan disisipi
bahasa Kawi.
m. Bentuk teks : Naskah berbentuk puisi/tembang.
Secara keseluruhan, isi naskah terdiri dari beberapa serat, yaitu: Sêrat
Wulangrèh = Sêrat Wulang Sinuhun Bagus, Sêrat Basuki Raharja =
Suluk Hidayattolah, Sêrat Sèh Tekawêrdi, Sêrat Cabolèk, Sêrat Sipat
Kalihdasa, Nukil Kitab Bayan Mani, Suluk Joharmukin, Nukil Kitab
Bayan Maot, Sêrat Polah Muna-muni = Sêrat Wulang Dalêm I.S.K.S
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Pakubuwana IV, Sêrat [...[ja Wiradigdan, Sêrat Ondhe Patih, Sêrat
Kaol ing Musarar, Sêrat Sewaka, Sêrat Niti Sastra, Sêrat Wulang
Nglangkungan = Sêrat Wulang Dalêm I.S.K.S Pakubuwana II, Sêjarah
Dalêm Urut Saking Pangiwa Tuwin Panêngên, Sêrat Polah Muna-
muni = Sêrat Wulang Dalêm I.S.K.S Pakubuwana IV, Wulangipun
Raja Cina. Khusus Sêrat Ondhe Patih sebagai obyek kajian penelitian
ini, terdiri dari 4 pupuh, yaitu: pupuh I tembang Pangkur 13 bait,
pupuh II tembang Dhandhanggula 22 bait, pupuh III tembang Mijil 35
bait, dan pupuh IV tembang Dhandhanggula 17 bait. Penulisaan
diawali dengan madyapada dan diakhiri dengan madyapada karena
merupakan naskah bendel.
n. Umur naskah : umur naskah secara konkret tidak
terdapat pada teks. Menurut katalog Nancy, naskah di tulis di
Surakarta pada tahun 1841. Sedangkan pada halaman pertama terdapat
keterangan yang menyebutkan nama, tanggal, dan angka tahun. Pada
keterangan tersebut menunjukkan tanggal 7 bulan ketiga tahun 26, dan
terdapat nama Sastra Atmaja. Bentuk tulisan berbeda dengan bentuk
tulisan pada halaman berikutnya.. Dimungkinkan Sastra Atmaja adalah
orang yang menemukan naskah tersebut dalam keadaan bendel utuh,
kemudian dibuat keterangan yang menerangkan judul, keadaan naskah,
tanggal, bulan, tahun, dan nama. Kemungkinan tersebut diambil
berdasarkan bentuk tulisan yang berbeda dan bahan yang digunakan.
Kertas yang bertuliskan keterangan terlihat lebih muda dibandingkan
kertas pada isi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
Gambar 13 naskah A (halaman pertama)
o. Pengarang/penyalin : pengarang atau penyalin naskah
tidak diketahui secara pasti, tetapi dimungkinkan naskah tersebut
ditemukan oleh Sastra Atmaja.
p. Ikhtisar teks :
Pupuh I: menggambarkan Danureja dari Yogyakarta dan Sindureja
dari Surakarta sebagai comtoh patih yang baik. Patih yang buruk
digambarkan oleh Wiradigda dari Kanduruh. Sedangkan
Pringgalaya yang sebelumnya buruk, pada akhirnya mati dengan budi
yang baik. Pupuh I mengandung ajaran: a) selalu bicara dengan tepat
(jujur), b) sabar dan ikhlas menjalani hidup, c) mengayomi rakyat
kecil, d) rela berkorban demi negara (tidak takut mati karena imannya
kuat yaitu mati di tangan Tuhan SWT).
Pupuh II: menggambarkan Jang Rana dari Surabaya, Cakraningrat
dari Madura, Rangga Wirasentika di Jipang, Ranadiningrat, Surya
Nagara (Suwandi), dan Supama sebagai seorang prajurit yang berjiwa
ksatria, berani berperang, dan teguh pendirian. Watak buruk
digambarkan oleh Tirta Wiguna dan Mangun Oneng dari Pati. Pupuh
II mengandung ajaran keprajuritan, yaitu agar teguh dalam pendirian
dan berani berperang. Selain itu ajaran Sastra Cetha dari Rama
Wijaya, yaitu 5 hal yang membahayakan negara adalah pencuri,
pencuri wanita, penyamun/perampok, penjudi, dan penjilat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
Pupuh III: mengandung ajaran Sastra Cetha yang diberikan oleh
Rama Wijaya kepada adiknya. Ajaran tersebut adalah, a) memahami
dan membedakan perbuatan nista, madya, dan utama dan b) ajaran
keprajuritan.
Pupuh IV: menggambarkan kekuasaan dan tanggung jawab seorang
raja. Raja ibarat bumi yang harus senantiasa menciptakan kenyamanan
pada rakyatnya. Raja ibarat gunung dan keraan adalah tumbuhan di
hutan. Raja ibarat singa dan hutan adalah bala tentara. Terdapat pula
ajaran Ketuhanan, yaitu harus berserah dan mendekatkan diri pada
Tuhan.
Naskah B
a. Judul naskah : Kagungan Dalêm Sêrat Ondhe
Patih. Pengambilan judul berdasar pada tulisan yang terletak pada
cover depan dan lembar kedua.
Gambar 14 naskah B (judul pada cover luar)
Gambar 15 naskah B (judul pada halaman kedua)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
b. Nomor naskah : 77 Ca (katalog lokal), KS 206 77
Ca SMP 121/2 (Nancy K. Florida, 1993: 137).
c. Tempat penyimpanan naskah : Perpustakaan Sasanapustaka
Karaton Kasunanan Surakarta Hadiningrat.
d. Keadaan naskah : Naskah masih baik, utuh, namun
secara isi tidak lengkap. Dimungkinkan dalam menyalin kurang
lengkap. Hanya ada sedikit lubang pada halaman 4-5 dan halaman 6-7.
Jilidan warna sampul merah kecoklatan dengan kondisi masih baik.
e. Ukuran naskah : Ukuran naskah: 34 cm x 22 cm
(kertas)
Ukuran teks : 27 cm x 16 cm
Margin lembar kiri:
Atas : 4 cm
Kiri : 4 cm
Bawah :2,7 cm
Kanan : 2 cm
Margin lembar kanan:
Atas : 4 cm
Kiri : 2 cm
Bawah :2,7 cm
Kanan : 4 cm
f. Tebal naskah : Naskah terdiri dari 2 cover depan
dan belakang. Judul terdapat pada cover depan dan lembar kedua
naskah. Lembar pertama kosong dengan menggunakann kertas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
watermark yang bertuliskan ‘conqueror’. Penulisan mulai ditulis pada
lembar ketiga hingga lembar ke-19. Halaman isi mencakup 36
halaman. Pada halaman terakhir kosong dengan menggunakan kertas
watermark bertuliskan ‘conqueror’ dan terakhir terdapat cover
belakang.
g. Jumlah baris per halaman : Jumlah baris per halaman 19 baris
dan 15 baris pada halaman terakhir.
h. Huruf, aksara, tulisan : Huruf yang digunakan dalam
penulisan serat ini adalah huruf Jawa carik. Ukuran huruf agak besar.
Bentuk tulisan tegak agak miring ke kanan dan menggantung. Warna
tinta yang digunakan adalah hitam kecoklatan dan tajam. Beberapa
huruf luntur karena bekas air, akan tetapi masih jelas untuk dibaca.
Jarak antar huruf renggang dan jarak antar baris juga renggang.
Pemakaian tanda baca menggunakan penanda pupuh dan penanda
akhir baris pada bentuk tembang macapat.
i. Cara penulisan : Penulisan judul pada cover depan
dan pada lembar kedua. Penulisan isi dimulai pada lembar ketiga.
Penulisan tiap lembar ditulis secara bolak-balik atau sering disebut
dengan recto dan verso. Teks ditulis dengan arah menuju ke lebarnya,
artinya teks itu ditulis sejajar dengan lebar lembaran naskah. Penulisan
larik-lariknya ditulis secara berdampingan lurus ke samping dengan
bertanda batas tertentu. Tidak terdapat penomoran halaman.
j. Bahan naskah : Bahan naskah yang digunakan
adalah kertas warna putih kecoklat-coklatan, dimungkinkan karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
faktor usia. Pada lembar pertama dan lembar terakhir menggunakan
kertas watermark bertuliskan ‘conqueror’.
k. Bahasa naskah : Bahasa yang digunakan dalam
penulisan naskah ini adalah bahasa Jawa Baru ragam krama dan
disisipi bahasa Kawi
l. Bentuk teks : Naskah berbentuk puisi/tembang.
Terdiri dari 3 pupuh, yaitu: pupuh I tembang Pangkur 13 bait, pupuh II
tembang Dhandhanggula 22 bait, dan pupuh III tembang Mijil 35 bait.
Penulisaan diawali dengan purwapada dan diakhiri dengan
mandrawapada yang menunjukkan bahwa penulisan teks tersebut
belum selesai.
m. Umur naskah : secara konkret umur naskah tidak
ditemukan di dalam naskah, tetapi berdasarkan pada katalog Nancy,
naskah ditulis sekitar abad 19.
n. Pengarang/penyalin : berdasarkan katalog Nancy, SOP
adalah anonim. Setelah dilihat langsung pada naskah, tidak ada
keterangan tempat, tanggal maupun nama pengarang atau penyalin.
o. Ikhtisar teks :
Pupuh I: menggambarkan Danureja dari Yogyakarta dan Sindureja
dari Surakarta sebagai comtoh patih yang baik. Patih yang buruk
digambarkan oleh Wiradigda dari Kaduruh. Sedangkan Pringgalaya
yang sebelumnya buruk, pada akhirnya mati dengan budi yang baik.
Pupuh I mengandung ajaran: a) selalu bicara dengan tepat (jujur), b)
sabar dan ikhlas menjalani hidup, c) mengayomi rakyat kecil, d) rela
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
berkorban demi negara (tidak takut mati karena imannya kuat yaitu
mati di tangan Tuhan SWT).
Pupuh II: menggambarkan Jang Rana dari Surabaya, Cakraningrat
dari Madura, Rangga Wirasentika di Jipang, Ranadiningrat, Surya
Nagara (Suwandi), dan Supama sebagai seorang prajurit yang berjiwa
ksatria, berani berperang, dan teguh pendirian. Watak buruk
digambarkan oleh Tirta Wiguna dan Mangun Oneng dari Pati. Pupuh
II mengandung ajaran keprajuritan, yaitu agar teguh dalam pendirian
dan berani berperang. Selain itu ajaran Sastra Cetha dari Rama
Wijaya, yaitu 5 hal yang membahayakan negara adalah pencuri,
pencuri wanita, penyamun/perampok, penjudi, dan penjilat.
Pupuh III: mengandung ajaran Sastra Cetha yang diberikan oleh
Rama Wijaya kepada adiknya. Ajaran tersebut adalah, a) memahami
dan membedakan perbuatan nista, madya, dan utama; dan b) ajaran
keprajuritan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
2. Perbandingan Naskah
Perbandingan naskah adalah langkah kerja filologi setelah
deskripsi naskah. Perbandingan dilakukan apabila sebuah cerita ditulis
dalam dua atau lebih dengan tujuan untuk membetulkan kata-kata yang
salah untuk menentukan silsilah naskah dan untuk mendapatkan naskah
yang paling baik.
Hasil deskripsi dapat diketahui sekilas tentang perbandingan
naskah A dan naskah B. Perbedaan yang terjadi pada kedua naskah
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Perbedaan Jumlah dan Urutan Pupuh
Perbedaan yang mencolok pada perbandingan kedua naskah
tersebut adalah perbedaan jumlah pupuh. Agar lebih jelas, perbandingan
jumlah pupuh kedua naskah dibuat dalam bentuk tebel sebagai berikut:
Tabel 1 Perbedaan Jumlah dan Urutan Pupuh
Naskah A (bagian SOP) Naskah B
pupuh I Pangkur 13 bait
pupuh II Dhandhanggula 22 bait
pupuh III Mijil 35 bait
pupuh IV Dhandhanggula 17 bait
pupuh I Pangkur 13 bait
pupuh II Dhandhanggula 22 bait
pupuh III Mijil 35 bait
-
Berdasar pada keterangan tabel di atas, dapat diketahui bahwa
jumlah pupuh pada naskah B lebih sedikit dari pada naskah A. Hal tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
dimungkinkan, naskah B belum selesai dalam menyalin dikarenakan
penanda akhir teks adalah madyapada.
b. Perbandingan Umur Naskah
Perbandingan umur naskah dilakukan untuk menentukan naskah
yang lebih tua umurnya dan untuk mengetahui naskah yang lebih dahulu
disalin. Keterangan mengenai umur naskah dapat diketahui pada manggala
atau kolofon, atau bisa juga pada catatan-catatan lain yang terdapat pada
naskah, seperti yang terdapat pada naskah A.
Pada halaman pertama naskah A terdapat keterangan yang
menunjukkan judul naskah, keadaan naskah, tanggal, sekaligus tercantum
sebuah nama, sebagai berikut:
“Kagungan Dalêm Sêrat Bab Wulang Warni-warni Sarèhning kêrêp kaampil dhumatêng aputra dalêm gêntos-gêntos saha katêdhak dados risak, nanging sampun katêdhak. Taksih dipunrimati sampun ngantos ical. 7/3/26 Sastra Atmaja”
‘Kagungan Dalêm Sêrat Bab Wulang Warni-warni Karena sering dipinjam oleh para putra secara bergantian dan disalin menjadi rusak, tetapi sudah disalin. Harus dirawat dengan baik, jangan sampai hilang. 7/3/26. Sastra Atmaja’
Berdasarkan bentuk tulisan yang berbeda dengan teks berikutnya,
dimungkinkan bahwa Sastra Atmaja adalah orang yang menemukan
naskah tersebut. Keterangan tanggal, bulan, dan tahun dimungkinkan
waktu penemuan naskah tersebut. Jadi penemuan naskah tersebut adalah
tanggal 7 bulan 3 tahun 1926. Berdasar pada katalog Nancy, teks SOP
ditulis di Surakarta pada tahun 1841.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
Naskah B tidak terdapat keterangan waktu penulisan naskah,
sehingga umur naskah secara konkret tidak diketahui. Akan tetapi
berdasarkan katalog Nancy, naskah tersebut ditulis sekitar abad 19.
Berdasarkan keterangan tersebut, dipastikan bahwa naskah A
umurnya lebih tua dibanding naskah B.
c. Perbandingan Bahan dan Keadaan Naskah
Berdasarkan deskripsi naskah, dapat diketahui perbedaan bahan
dan keadaan kedua naskah tersebut. Perbedaan kedua naskah tersebut
adalah:
Naskah A:
Bahan : Bahan naskah yang digunakan adalah kertas dluwang
dengan warna kuning kecoklat-coklatan, dimungkinkan
karena faktor usia. Cover naskah depan dan belakang
menggunakan kertas yang melapisi benda tebal seperti
bambu sehingga cover menjadi tebal.
Keadaan : Keadaan naskah sudah agak rusak akan tetapi isi pada
Sêrat Ondhe Patih masih utuh dan lengkap. Jilidan
warna sampul hitam dalam keadaan yang sudah terlepas
dengan bendel isinya. Keadaan kertas sudah mulai lapuk.
Dimungkinkan karena faktor usia.
Naskah B:
Bahan : Bahan naskah yang digunakan adalah kertas warna putih
kecoklat-coklatan, dimungkinkan karena faktor usia. Pada
lembar pertama dan lembar terakhir menggunakan kertas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
watermark bertuliskan ‘conqueror’. Menurut Emuch
Hermansoemantri, naskah yang menggunakan bahan dari
kertas Eropa dinilai relatif lebih muda.
Keadaan : Naskah masih baik, utuh, namun secara isi tidak
lengkap. Dimungkinkan dalam menyalin kurang lengkap.
Hanya ada sedikit lubang pada halaman 4-5 dan halaman
6-7. Jilidan warna sampul merah kecoklatan dengan
kondisi masih baik.
Berdasarkan perbandingan bahan naskah dapat diketahui bahwa
naskah A menggunakan bahan yang lebih tua dari naskah B. Sedangkan
berdasarkan perbandingan keadaan naskah dapat diketahui bahwa naskah
A keadaannya lebih rusak dimungkinkan faktor usia, akan tetai tidak
mengurangi kelengkapan isi.
c. Perbandingan Isi
Perbandingan isi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui
kelengkapan isi kedua naskah secara pasti. Pada dasarnya isi kedua naskah
tersebut sama, tetapi perbedaan jumlah pupuh mengakibatkan perbedaan
pada kelengkapan ajaran yang terkandung pada kedua naskah. Berikut
perbandingan isi kedua naskah:
Tabel 3
P Naskah A Naskah B
I mengandung ajaran:
a) selalu bicara dengan tepat
(jujur),
mengandung ajaran:
a) selalu bicara dengan tepat
(jujur),
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
b) sabar dan ikhlas menjalani
hidup,
c) mengayomi rakyat kecil,
d) rela berkorban demi negara
(tidak takut mati karena
imannya kuat yaitu mati di
tangan Tuhan SWT).
b) sabar dan ikhlas menjalani
hidup,
c) mengayomi rakyat kecil,
d) rela berkorban demi negara
(tidak takut mati karena
imannya kuat yaitu mati di
tangan Tuhan SWT).
II ajaran keprajuritan, yaitu agar
teguh dalam pendirian dan
berani berperang. Selain itu
ajaran Sastra Cetha dari Rama
Wijaya, yaitu 5 hal yang
membahayakan negara adalah
pencuri, pencuri wanita,
penyamun/perampok, penjudi,
dan penjilat.
ajaran keprajuritan, yaitu agar
teguh dalam pendirian dan
berani berperang. Selain itu
ajaran Sastra Cetha dari Rama
Wijaya, yaitu 5 hal yang
membahayakan negara adalah
pencuri, pencuri wanita,
penyamun/perampok, penjudi,
dan penjilat.
III mengandung ajaran Sastra
Cetha yang diberikan oleh
Rama Wijaya kepada adiknya.
Ajaran tersebut di antaranya
adalah seorang raja harus
memahami dan membedakan
prajurit yang baik dan buruk.
Ajaran lain adalah,
mengandung ajaran Sastra
Cetha yang diberikan oleh
Rama Wijaya kepada adiknya.
Ajaran tersebut di antaranya
adalah seorang raja harus
memahami dan membedakan
prajurit yang baik dan buruk.
Ajaran lain adalah,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
a) memahami dan membedakan
perbuatan nistha, madya, dan
utama; dan
b) ajaran keprajuritan.
a) memahami dan membedakan
perbuatan nistha, madya,
dan utama; dan
b) ajaran keprajuritan.
IV Menggambarkan kekuasaan dan
tanggung jawab seorang raja.
Raja ibarat bumi yang harus
senantiasa menciptakan
kenyamanan pada rakyatnya.
Raja ibarat gunung dan kerajaan
adalah tumbuhan di hutan. Raja
ibarat singa dan hutan adalah
bala tentara. Terdapat pula
ajaran Ketuhanan, yaitu harus
berserah dan mendekatkan diri
pada Tuhan.
-
Berdasarkan perbandingan isi pada tabel di atas, dapat diketahui
bahwa naskah B mengalami kekurangan makna yaitu dari segi ajaran yang
terkandung. Pupuh I, II, dan III kedua naskah tersebut berisi sama,
sedangkan pupuh IV naskah A yang berisi tentang gambaran kekuasaan
seorang raja beserta tanggung jawabnya dan ajaran selalu berserah dan
mendekatkan diri pada Tuhan tidak dimiliki oleh naskah B. Dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
demikian naskah A dipilih sebagai naskah yang lengkap, lebih bersih dari
kealahan dan mendekati asli.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
d. perbandingan Kata per Kata Tabel 4
No P/B/b Naskah A Naskah B Edisi
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
I/1/7
I/5/2
I/5/7
I/8/7
I/9//6
I/11/5
I/12/2
II/1/1
II/4/1
II/7/1
II/8/1
II/8/9
II/9/5
II/10/4
II/10/7
II/10/8
II/11/1
II/11/3
II/12/8
II/13/10
Ngayogyèki
utama
bawaterèki
nulada
pêsinging
paronan
lamun
iku
pêpatiherèki
kawilanging
kaèni-èni
rokokerèki
dhêrakalan
kasub
dêbyanung
kapati-pati
wadyanerèki
jalêbud
kiwala
krêraman
Ngayogya ki
utamu
bawaterèki
ngulata
pêsinging
paronèn
lamun
yèku
pêpatiherèki
kawilinging
kaèni-èni
rokokerèki
dhrêrakalan
kasup
dêbyanung
kêpati-pati
wadyanirèki
jalêbut
kewala
kêraman
Ngayogyèki, A *
utama, A, &
bawatirèki, # *
nulada, A, &
pusinging, & #
paronan, A, &
kalamun, @, #
iku, A, $=SWK
pêpatihirèki, # *
kawilanging, A, &
kaèsi-èsi, &, #
rokokirèki, # *
dhrêrakalan, B *
kasub, A *
dibyanung, &,
$=SWK
kapati-pati, A *
wadyanirèki, B *
jalêbud, A *
kewala, B *
kêraman, B *
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
II/14/2
II/17/9
II/17/10
II/19/4
II/20/6
II/21/5
II/22/2
III/3/3
III/5/1
III/6/1
III/6/5
III/7/4
III/9/2
III/10/6
III/14/1
III/14/4
III/17/2
III/17/4
III/20/4
III/21/1
apêparab
penginana
aja
patènipun
wadyèng
nêrpati
pasamoaning
bae kabèh
niswasi
darbenerèki
ping-ping
wineweka
gugunging
prajanerèku
anyêngkah
lampaherèki
anggègowok
kabakitan
angungkul-
ungkuli
bakit
apêparap
pinginana
aja
patènipun
wadyang
nrêpati
pasamoan
kabèh
niwasi
darbenirèki
pling mping
winaweka
gugunging
prajanerèku
anyêngkah
lampaherèki
anggêgowok
kabakitan
angungkul-
ungkuli
bangkit
apêparab, A *
penginana, A *
ywa, @, #
pètênipun, &, #
wadyèng, A *
nrêpati, B *
pasamoan, B, @
kabèh, &
niwasi, B, &
darbenirèki, B *
ping-ping, &, $
wineweka, A *
gunggunging, &,
$=SC
prajanirèku, * $=SC
anyênyêngkah,
@,$=SC
lampahirèki, # *
anggêgawok, &,
$=SC
kabangkitan, &, $=SC
ngungkul-ungkuli, @
$=SC
bangkit, B, &
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
III/21/3
III/21/4
III/26/6
III/27/1
III/30/3
III/30/4
III/30/5
III/30/6
III/31/2
III/31/2
III/32/2
III/34/6
IV/2/8
IV/7/8
IV/9/2
IV/16/1
punika
pèngêting
prajanerèku
pamulanerèku
nyênyukêri
kêrêng
sêdhik
krondhannya
ngêrgêdi
paklugon
tinotor
sawadyanerèku
lan
jurjana
kang
keringanerèki
puniku
pêngiting
prajanerèku
pamulanerèku
nyênyukrêri
krêrêng
sêdhih
krondhannya
ngrêgêdi
paklugon
tinator
sawadyanerèku
-
-
-
-
punika, A, &
pèngêting, A, @
prajanirèku, * $=SC
pamulanirèku, # *
nyênyukêri, A *
kêrêng, A *
sêdhih, B, &
krodhannya, &, $=SC
ngrêgêdi, B *
palugon, &, $=SC
tinotor, &, A, $=SC
sawadyanirèku, *
$=SC
lawan, @, #
durjana, &, $=SC
ingkang, @, #
keringanirèki, * $=SC
Jumlah (yang benar) A=18 B=11
e. perbandingan kelompok kata
Tabel 5
No P/B/b Naskah A Naskah B Edisi
1
2
III/11/1
III/12/5
kaping pindho
pan samoan
kaping pindho
pan samoan
kapindho, @ $=SC
pasamuan, &, #
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Jumlah (yang benar) A=0 B=0
f. Perbandingan Kalimat
Tabel 6
No P/B/b Naskah A Naskah B Edisi
1
2
3
II/12/5
III/3/6
III/33/4
Puspa Nagara
ing nguni
sêsêming dyah ayu
kêsêngsêm sang
prabu
ciptaa iku tata
aris
Puspa Nagara
ing nguni
kasêngsêm
sang prabu
ciptaa iku tata
aris
Puspa Nagara duk
ing nguni, @, #
sêngsêming dyah
ayu, &, $=SC
ciptaa ing iku tata
aris, @ #
Jumlah (yang benar) A=0 B=0
Berdasar pada perbandingan kata per kata, kelompok kata, dan
kalimat, dapat diketahui naskah mana yang lebih sedikit memiliki
kesalahan. Pada tabel perbandingan kata per kata diperoleh jumlah
kesalahan ada 56. Naskah A berjumlah 18 kata yang benar dan 38 kata
yang salah, sedangkan naskah B berjumlah 11 kata yang benar dan 45 kata
yang salah, serta 27 kata merupakan kesalahan yang sama-sama dialami
kedua naskah, sehingga edisi teks pada 27 kata tersebut menggunakan data
sekunder dan interpretasi peneliti.
Berdasarkan tabel perbandingan kelompok kata diperoleh jumlah
kesalahan ada 2. Naskah A dan B sama-sama memiliki kesalahan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
sebanyak 2, sehingga edisi teks menggunakan data sekunder dan
interpretasi peneliti.
Tabel perbandingan kalimat di atas, dapat diketahui kedua naskah
sama-sama mengalami kesalahan yaitu sebanyak 3. Edisi teks
menggunakan data sekunder dan interpretasi peneliti.
Kata atau kelompok kata yang digaris bawah adalah kata yang di
dalam teks naskah ditulis ganda (doble). Hal teersebut dimungkinkan,
penyalin menyadari kesalahannya dalam menyalin kemudian dibenarkan
dengan meletakkannya di atasnya. Karena salah satu kata yang salah tidak
dicoret, hal tersebut merupakan tugas peneliti untuk menentukan kata
mana yang benar.
Berdasar pada hasil perbandingan naskah tersebut akan diketahui
naskah mana yang lebih unggul kualitasnya. Setelah naskah dibandingkan,
selanjutnya yaitu kritik teks. Kritik teks adalah memberikan evaluasi
terhadap teks, meneliti dan menempatkan teks pada tempatnya yang tepat.
Tujuan kritik teks untuk mendapatkan bentuk teks asli, teks yang otentik
serta bebas dari kesalahan yang ditulis pengarangnya sendiri atau yang
mendekati aslinya.
Kritik teks merupakan pertanggungjawaban secara ilmiah dalam
penelitian naskah. Segala kelainan bacaan yang terdapat pada naskah
sejenis, diteliti dan diadakan pembetulan. Dari perbandingan kata per kata,
kelompok kata, dan kalimat telah diperoleh beberapa kelainan bacaan
dalam kritik teks yang akan dikelompokkan sesuai dengan jenis kesalahan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
Adapun pengelompokan kelainan bacaan yang terdapat pada SOP adalah
sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
1. Lacuna, bagian yang terlampaui atau kelewatan, baik suku kata,
kata, kelompok kata maupun kalimat.
2. Adisi, bagian yang kelebihan atau penambahan baik suku kata,
kata, kelompok kata maupun kalimat.
3. Substitusi, penggantian suku kata, kata, kelompok kata maupun
kalimat yang memiliki kesamaan makna.
4. hipercorect : perubahan ejaan karena pergeseran lafal.
5. Perubahan atau kesalahan penyalinan yang mengakibatkan
perubahan makna.
Pengelompokkan kelainan bacaan ini disusun dalam bentuk tabel
sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
Lacuna Tabel 6
No P/B/b Naskah A Naskah B Edisi 1 2 3 4 5 6 7 8 9
I/12/2 II/12/5 III/9/2 III/14/1 III/17/4 III/21/1 III/33/4 IV/2/8 IV/9/2
Lamun
Puspa Nagara ing nguni
gugunging
Anyêngkah
Kabakitan
Bakit
Ciptaa iku tata aris
Lan
Kang
Lamun
Puspa Nagara ing nguni
Gugunging
Anyêngkah
Kabangkitan
Bangkit
Ciptaa iku tata aris
- -
kalamun, @, # Puspa Nagara duk ing nguni, @, # gunggunging, &, $=SC anyênyêngkah, @,$=SC kabangkitan, &, $=SC bangkit, B, & ciptaa ing iku tata aris, @ # lawan, @, # ingkang, @, #
Jumlah (yang benar) A=0 B=1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
Adisi Tabel 7
No P/B/b Naskah A Naskah B Edisi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
II/4/4 II/17/10 II/22/2 III/5/1 III/11/1 III/12/5 III/20/4 III/30/6 III/31/2 IV/9/2
Kang duwung
Aja
Pasamoaning
Niswasi
Kaping pindho
Pan samoan
Angungkul-ungkuli
Krondhannya
Paklugon
Kang
kaduwung
Aja
Pasamoan
Niwasi
Kaping pindho
Pan samoan
Angungkul-ungkuli
Krodahannya
Paklugon
-
kaduwung, &, # ywa, @, # pasamoan, B, @ niwasi, B, & kapindho, @ $=SC pasamuan, &, # ngungkul-ungkuli, @ $=SC krodhannya, &, $=SC palugon, &, $=SC ingkang, @, #
Jumlah (yang benar) A=0 B=1
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
Substitusi Tabel 8
No P/B/b Naskah A Naskah B Edisi 1 II/1/1 iku
yèku
Iku, $=SWK
Jumlah (yang benar) A=1 B=0
Hipercorect
Tabel 9
No P/B/b Naskah A Naskah B Edisi 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
I/1/7 I/5/2 I/5/7 I/9/6 I/11/5 II/4/1 II/7/1 II/8/9 II/9/5 II/10/4
Ngayogyèki
Utama
Bawaterèki
Pêsinging
Paronan
Pêpatiherèki
Kawilanging
Rokokerèki
Dhêrakalan
Kasub
Ngayogya ki
Utamu
bawaterèki
Pêsinging
Paronèn
Pêpatiherèki
Kawilinging
Rokokerèki
Dhêrakalan
Kasup
Ngayogyèki, A * utama, A, & bawatirèki, # * pusinging, & # paronan, A, & pêpatihirèki, # * kawilanging, A, & rokokirèki, # * dhrêrakalan, B * kasub, A *
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
II/10/7 II/10/8 II/11/1 II/11/3 II/12/8 II/13/10 II/14/2 II/17/9 II/20/6 II/21/5 III/6/1 III/6/5 III/7/4 III/10/6 III/14/4
Digbyanung
Kapati-pati
Wadyanerèki
Jalêbud
Kiwala
Krêraman
Apêparab
Penginana
Wadyèng
Nêrpati
Darbenerèki
Ping-ping
Wineweka
Prajanerèku
Lampaherèki
Debyanung
Kêpati-pati
Wadyanirèki
Jalêbut
Kewala
Kêraman
Apêparap
Pinginana
Wadyang
Nêrpati
darbenirèki
Pling-mping
Winaweka
prajanerèku
Lampahirèki
dibyanung, &, $=SWK kapati-pati, A * wadyanirèki, B * jalêbud, A * kewala, B * kêraman, B * apêparab, A * penginana, A * wadyèng, A * nrêpati, B * darbenirèki, B * ping-ping, &, $=SC wineweka, A * prajanirèku, * $=SC lampahirèki, #
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37
III/17/2 III/21/4 III/26/6 III/27/1 III/30/3 III/30/4 III/30/5 III/31/2 III/32/3 III/34/6 IV/7/8 IV/16/1
Anggêgowok
Pèngêting
Prajanerèku
Pamulanerèki
Nyênyukêri
Kêrêng
Sêdhik
Ngêrgêdi
Tinotor
Sawadyanerèku
Jurjana
Keringanerèki
Anggêgowok
Pèngiting
Prajanerèku
Pamulanerèki
Nyênyukrêri
Krêrêng
Sêdhih
Ngrêgêdi
Tinator
Sawadyanerèku
- -
* anggêgawok, &, $=SC pèngêting, A, @ prajanirèku, * $=SC pamulanirèku, # * nyênyukêri, A * kêrêng, A * sêdhih, B, & ngrêgêdi, B * tinotor, &, A, $=SC sawadyanirèku, * $=SC durjana, &, $=SC keringanirèki, * $=SC
Jumlah (yang benar) A=15 B=8
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
Perubahan atau kesalahan penyalinan yang mengakibatkan perubahan makna
Tabel 10
No P/B/b Naskah A Naskah B Edisi 1 2 3 4
I/8/7 II/8/1 II/19/4 III/21/3
Nulada
Kaèni-èni
Patènipun
Punika
Ngulata
Kaèni-èni
Patènipun
Puniku
nulada, A, & kaèsi-èsi, &, # pètênipun, &, # punika, A, &
Jumlah (yang benar) A=2 B=0
Varian pada tabel di atas adalah varian-varian yang terdapat pada
kedua naskah. Berdasar pada tabel tersebut dapat diketahui naskah mana
yang mengalami varian lebih banyak. Naskah yang mengalami varian
lebih banyak merupakan naskah yang lebih banyak mengalami kesalahan
dalam penyalinan. Berdasarkan tabel tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut:
· Lacuna: varian berupa lacuna yang terdapat pada kedua naskah
ada 9. Dari 9 lacuna tersebut, A mengalami kesalahan sebanyak
9 dan 0 yang benar, sedangkan B mengalami kesalahan
sebanyak 8 dan 1 yang benar.
· Adisi: varian berupa adisi yang terdapat pada kedua naskah ada
10. Dari 10 adisi tersebut A mengalami kesalahan sebanyak 10
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
dan 0 yang benar, sedangkan B mengalami kesalahan sebanyak
9 dan 1 yang benar.
· Substitusi: varian berupa substitusi yang terdapat pada kedua
naskah hanya ada 1. Dari varian ini, naskah A dipilih sebagai
teks yang benar.
· Hipercorect: varian berupa hipercorect yang terdapat pada
kedua naskah ada 37. Dari varian ini, nasah A mengalami
kesalahan sebanyak 22 dan 15 yang benar, sedangkan naskah B
mengalami kesalahan sebanyak 29 dan 8 yang benar.
· Perubahan atau kesalahan penyalinan yang mengakibatkan
perubahan makna: varian ini ada 4. Dari 4 tersebut A
mengalami kesalahan sebanyak 2 dan 2 yang benar, sedangkan
B mengalami kesalahan sebanyak 4.
Berdasar pada uraian di atas dapat diketahui naskah mana yang
mengalami banyak kesalahan. Jumlah keseluruhan kesalahan, naskah A
mengalami 43 kesalahan sedangkan naskah B mengalami 51 kesalahan.
Dengan demikian naskah A memiliki kesalahan yang lebih sedikit
dibanding naskah B.
3. Dasar-dasar Penentuan Naskah yang akan Ditransliterasi
Penelitian filologi bertujuan untuk mendapatkan naskah yang
bersih dari kesalahan, isinya lengkap dan mendekati aslinya. Sehingga
perlu dilakukan deskripsi naskah secara cermat untuk mengetahui
bagaimana keadaan tiap-tiap naskah. Perbandingan juga dilakukan untuk
mengetahui perbedaan yang terdapat pada masing-masing naskah yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
akan dibandingkan sehingga dapat ditentukan naskah yang baik untuk
ditransliterasi. Setelah dilakukan deskripsi dan perbandingan naskah, maka
naskah A merupakan naskah yang paling unggul kualitasnya.
Kesimpulan tersebut berdasar pada naskah A yag memiliki cirri-
ciri sebagai berikut:
a. Isi lengkap dan tidak menyimpang dari naskah lain.
b. Tulisan jelas dan mudah dibaca.
c. Keadaan naskah baik dan utuh dibandingkan dengan naskah yang
lain.
d. Bahasa naskah lancar dan mudah dipahami.
e. Naskah A mempunyai kesalahan kata paling sedikit.
Pertimbangan juga didasarkan pada umur naskah. Naskah A dalam
keadaan (sudah agak rusak), akan tetapi isi bagian SOP masih utuh dan
lengkap. Bentuk tulisan bagus, rapi, jelas, dan mudah dibaca. Bahan yang
digunakan adalah kertas dluwang berwarna kuning kecoklatan
dimungkinkan karena faktor usia. Dengan demikian tujuan penelitian
filologi untuk mendapatkan naskah yang bersih dari kesalahan, isinya
lengkap, dan mendekati asli dapat terpenuhi.
4. Suntingan Teks dan Aparat Kritik
Aparat kritik merupakan suatu pertanggungjawaban dalam
penelitian naskah yang menyertai suntingan teks dan merupakan
kelengkapan kritik teks. Segala kelainan bacaan yang ditampilkan
merupakan kata-kata atau bacaan salah yang terdapat dalam naskah
tampak dalam aparat kritik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Suntingan teks adalah menyajikan teks dalam bentuk aslinya, yang
bersih dari kesalahan berdasarkan bukti-bukti yang terdapat dalam naskah
yang dkritisi.
Pengkajian secara filologis dalam naskah dengan judul Kagungan
Dalêm Bab Wulang Warni-warni khusus bagian Sêrat Ondhe Patih
dilakukan dengan pengerjaan antara kritik teks, aparat kritik, dan suntingan
teks dengan bersamaan. Kritik teks yang berupa interpretasi peneliti
terhadap teks yang dianggap kurang tepat langsung ditulis benar dalam
edisi teks, sedangkan kata atau kelompok kata yang dikritisi ditulis di
bagian bawah teks (semacam catatan kaki) sebagai bagian dari aparat
kritik. Edisi teks yang sudah mendapatkan berbagai pembenaran tersebut
yang merupakan suntingan teks dari SOP. Keseluruhan dari kritik teks,
aparat kritik, dan suntingan teks disajikan dalam sebuah transliterasi.
Acuan dalam transliterasi guna kepentingan edisi teks diperjelas
dengan berbagai lambang berikut:
Vokal “e” pêpêt, fonem yang dipakai memeakai tanda diakritik
(…^…) sebagai contoh pada kata lêmês yag berarti ‘lemas’.
Vokal “e” taling tetap ditulis dengan fonem “e”, sebagai contoh
fonem ini digunakan pada kata bukune ‘bukunya’. Dalam Bahasa
Indonesia fonem ini digunakan pada kata ‘merah’.
Vokal “e” taling pada kata akèh yang berarti ‘banyak’, fonem yang
dipakai memakai tanda diakritik (…`…). Sebagai contoh pada Bahasa
Indonesia fonem ini dipakai pada kata ‘kaleng’.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
Teknik penulisan pada suntingan teks sesuai dengan ejaan
penulisan latin. Hal tersebut meliputi:
1. Penggunaan huruf dobel pada teks akan ditransliterasi sesuai dengan
ejaan penulisan latin. Contoh: kautamannipun ditulis
‘kautamanipun’
2. Penulisan dwipurwa. Contoh: papatih ditulis ‘pêpatih’. Pada kedua
naskah dwipurwa ada yang ditulis benar dan ada yang salah. Pada
suntingan teks akan ditulis sesuai ejaan penulisan latin, penulisan
yang tidak baku akan diberi tanda.
3. Huruf yang mengalami pelesapan ditulis sesuai ejaan penulisan latin.
Contoh: Kandhuruwan ditulis ‘Kandhuruan’
4. Penulisan kata kumpni, pada suntingan teks akan ditulis sesuai ejaan
penulisan latin, yaitu ‘kumpêni’, sekaligus karena mempengaruhi
jumlah suku kata tiap baris (guru wilangan) dan dhong dhing (guru
lagu).
5. Kata yang ditulis ganda akan dipilih satu kata yang disesuaikan
dengan makna kata, naskah B, dan data sekunder.
6. Pada teks tidak terdapat keterangan pupuh dan tembang, tetapi pada
suntingan teks akan disertakan keterangan pupuh dan nama tembang.
7. Kata yang digaris bawah merupakan bentuk sasmita têmbang, yaitu
menunjukkan nama têmbang.
Transliterasi sebagai edisi teks yang diikuti dengan kritik teks dan
aparat kritik, sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
Pupuh I Pangkur
1. kawuri Srinatanira
pratikêle Suwanda Maèspati
bage sèwu bisa niru
ngêblêgi babar pisan
iya iku arane patih linuhung
yèn mungguh ing tanah Jawa
lir pêpatih Ngayogyèki1
2. lah tirunên Danurêja
pan sinêbut iku patih linuwih
madya kautamanipun
tan arsa ngambah nistha
yèn micara patitis pan ora gangsul
sabar tur lila ing donya
momot mêngku ing wadyalit
3. sadaya tan sinung rêngat
ing wêweka putus sampun undhagi
ganthêng kêkêncênganipun
pantês yèn wus prayoga
nora mingkêt ing wuwus sênadyan lampus
wani bicara lan jendral
lamun bênêr tan gumingsir
4. lah tirunên Danurêja
yèn ing tanah Jawa kawilang bêcik
wus kêna ingaran punjul
Dipati Danurêja
yèn ing Surakarta kang rada pinunjul
nênggih Dipati Sindurja
madya ingkang dènkarêmi
1 têmbung garba, b.d A, B=ngayogya ki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
5. sumingkir marang ing nistha
kang utama2 kang pinrih dènlêngkêti
angganthêng bicara putus
katari marang jendral
nuli cêkik nguntal upas têmah lampus
lumuh kalamun kongsia
rinucat bawatirèki3
6. sênadyan praptèng pralaya
lamun mêksih ngiringkên bawatnèki
tan saru tur malah bagus
ujare wus kinarya
punggawa gêng samya ngiringkên kang lampus
yèn kongsia nêmu nistha
ambêsêmakên nagari
7. pan wus adat kuna-kuna
yèn punggawa kasêndhu ing prakawis
samya amilalu lampus
wirang yèn cinêngkalak
kaya iku Wiradigda ing Kandhuruh
bêtah saèn doyan wirang
gawe sangaring nagari [209]
8. duk alame Brawijaya
kongsi prapta sêmene tan mênangi
lamun bupati angrikuk
lir inthuk cinêngkalak
kadi Wiradigda Kandhuruan iku
datan pantês tinirua
nulada4 ingkang utami
2 &, b.d A, B=utamu 3 tembung garba, #, A=B=bawaterèki 4 &, b.d A, B=ngulata
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
9. Adipati Pringgalaya
nadyan kasap pikire nora bêcik
yèn nistha bangêt milalu
mati nguntal warangan
duk paroning nagara agawe kuwur
gawe pusinging5 kêpala
kumpêni kalangkung sêdhih
10. miwah Sultan Kabanaran
yèn bicara lawan Pringgalayèki
anggung binusuk biningung
datan nganggo ukara
mung pikire dhewe kang pinunjul-punjul
angilangakên pêsaja
salindhutan kaya dhêmit
11. lingnya Sultan Kabanaran
lamun isih ipe Pringgalayèki
pêpatihe anak prabu
mangsa silih sidaa
ya paronan6 nagara ingsun pilaur
omah saluhuring kuda
lalu saba ing wanadri
12. yata radèn Pringgalaya
mirêng warta kalamun7 dènsarêngi
mring kumpêni lan sinuhun
Sultan ing Kabanaran
nuli eling ciptane ingkang linuhung
lamun titahe Ywang Suksma
besuk mati mêngko mati
5 &. #, A=B=pêsinging 6 &, b.d A, B=paronèn 7 @ #, A=B=lamun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
13. andadak iku dadakan
wus pralaya Pringgalaya Dipati
yèku budi kang linuhung
tigas nora was-uwas
eling dadya wrêrangkanira sang prabu
lamun kongsia sru nistha
ilang manising nagari
Pupuh II Dhandhanggula
1. iku8 ondhe-ondhening pêpatih9
dene mungguh kang para punggawa
kang abêcik caritane
ing uni kang wus luhung
Surabaya kyai dipa-[210]ti
Jang Rana Cakraningrat
Madura prajèku
yèku tirunên prayoga
pawulane miwah kêndêling ajurit
wêweka tur santosa
2. bisa ngadêgakên Narapati
duk lolosa pangran Kapugêran
wong loro iku rowange
putus ambobot laku
yèn wus êning tan minggrang-minggring
kadya alame petar
tumênggung tatêlu
Jayaningrat Pakalongan
pan kabesan nênggih marang ki dipati
radèn Natakusuma
8 $=SWK, b.d A, B=yèku
9 dwipurwa, b.d A, B=tulisan jawa pêpatih
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
3. yèn gugua katêlu bupati
mangsa sidaa aprang lan cina
nora bubrah nagarane
mung pikir ala nganggur
kang dènanggo marang nagari
wong wus padha kapenak
kudu-kudu kuwur
jumrunuh Tirta Wiguna 10nyênyetani wêwadul10 marang sang aji
akarya bumi rêngka
4. nganggo tombok pêpatihirèki11
kentar sangking ing nagara Jawa
prajane tulus bubrahe
lajêng darung kaduwung
katawêngan dening kumpêni
kalantur ing pratingkah
dhompo salang surup
kalunta kadawa-dawa
yèn najana têtumbaling kang pra mati
Sinuhun Kabanaran
5. dene katri punggawa anênggih
ingkang samya ngaturi prakara
luwih bêcik ing dadine
dènanggêpa nguniku
datan kongsi pating saluwir
rêmbuge tan dhinahar
myang pêpatihipun
sêdaya samya bêg pêjah
nguntal upas sadaya wus samya mati
tan kongsi milu aprang
6. yèku ambêke dipati nguni 10 #, penulisan dwipurwa seharusnya nyenyetani wawadul, A=B sesuai ejaan latin
11 #,tembung garbaA=B ditulis pêpatiherèki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
padha kandêl kumandêling suksma
lumrah tan etung patine
arang ingkang baludhus
bêtah wirang tan idhêp ngisin
akèh sugih wêwirang [211]
yèn sipat tumanggung
tuladên iku prayoga
apan nora angucêmakên nagari
malih ingkang winarna
7. punggawa kang kawilanging12 bêcik
Rangga Wirasêntika ing Jipang
Wong Sokawati wijile
iku budine punjul
kadya Ranadiningrat nênggih
lawan Surya Nagara
Suwandi puniku
yèku ambêke prawira
miwah Radèn Supama prajurit luwih
ladak ora cak-êncak
8. lamun aprang tan kaèsi-èsi13
sabukane cathokan sapisan
rasukan pranakan bae
yèn tinêmpuh ing mungsuh
dènrewangi sarwi malangkrik
apanggah nora endah
tur sinambi udut
apuse nèng asta kiwa
kang atêngên anyêkêl rokokirèki14
arang nyandhak gêgaman
12 b.d A, B=kawilinging
13 &, #, A=B=kaèni-èni
14 #, tembung garba, A=B=rokokerèki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
9. mungsuhira amung dèntudingi
ing rokoke pan sarwi angucap
sirèku nêmpuh marene
payo campuh lan ingsun
dhrêrakalan15 mungsuhe giris
mudhun jog sangking kuda
srah bongkokanipun
nadyan mungsuhira kathah
mung pinapag ing guyu atutup lathi
nora wurung kabandhang
10. iya sang aprabu Parikêsit
iku Radèn Supama Janjingrat
Pekalongan nagarine
praptèng sabrang wus kasub16
miwah rajèng Malawapati
prawira ing ayuda
prajurit dibyanung17
awantêr sugih prabawa
asêmbada cucude kêpati-pati18
sêmbrana tur warana
11. yèn tinangkil ing wadyanirèki19
pirang-pirang datan kaliwatan
jalêbud20 ginarab kabèh
akèh samya kapoyuh
yèn wong mêngi kumat kang mêngi
[212] kongsi dadi bayangan
wite mung gumuyu
nora bisa yèn mingkêma
15 b.d B, A=dhêrakalan 16 b.d A, B=kasup 17 &, $=SWK, A=digbyanung, B=debyanung
18 b.d A, B=êapati-pati 19 tembung garba, b.d B, A=wadyanerèki 20 b.d A, B=jalêbut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
wus têtela Pangran Nata Kusumèki
wong ladak kawarisan
12. dene punggawa Surakartèki
ingkang sampun prawira ngayuda
tur datan nistha budine
nênggih kyai tumênggung 21Puspa Nagara duk ing uni22
puniku wijilira
mula mulanipun
wong sudagaran kewala22
ing Garêsik anama juragan Bali
alame Ja Puspita
13. lolos sangking ing Kartasurèki
juragan Bali kang wus milu prang
Jaya Puspita akale
lami-lami angrungu
ki juragan Bali ambalik
milu ing Kartasura
yudanipun ampuh
katur marang Sri Narendra
lamun wonten juragan kêndêling jurit
purun mêngsah kêraman23
14. nuli ginanjar nama ngabèhi
apêparab24 Ngabèhi Tohjaya
ing Lamongan nagarane
panggawene wong sèwu
lami-lami ginanjar malih
sabubaring pacina
anama tumênggung
21 @ #, A=B=Puspa Nagara ing nguni 22 b.d B, A=kiwala 23 b.d B, A=krêraman 24 b.d A, B=apêparap
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
tumênggung Puspa Nagara
turun anak putune dadi bupati
iku uwong prayoga
15. aja kaya Mangun Onèng Pathi
datan eling yèn wijiling kompra
anganggo karêpe dhewe
ambawur tanpa kusur
lêlabêtan sinêbit-sêbit
anggung rèh ngayawara
lali lor lan kidul
amumpung kawênang-wênang
puspita bra kompra bawa pinardingin
ngentar ukaring praja
16. rèhning Rama Wijaya kalaning
kêmanisan gyanira mêmulang
rahayu wit nang atine
iya wong adêg prabu
aja kêna owahing ati
u-[213]gêre Sastra Cêtha
omahna ing kalbu
wêwulanging Sastra Cêtha
awit sangking jalma tama nguni-uni
iya adeging praja
17. kanisthaning kawruhana dhingin
lawan madya utamane pisan
aja lali salawase
aja kêna katungkul
tindak nistha iku dènamrih
aja ta wani ngambah
madyane karêbut
sakèh tindak kang utama
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
penginana25 dèn kadi nêmuning èstri
ywa26 ngakèhkên rêncana
18. nistha uning tindak walang ati
bela-bela ciptèng mring sêntana
warga punggawa mantrine
sanggarunggi ing kalbu
adêduga kang durung yêkti
atis praptèng têngahan
angingu pakewuh
pakewuh kèhing prakara
dipunkawrat pamêngkune sanggarunggi
manggona kautaman
19. ala ayunira dèn kaèsthi
yèn atanggon tan ana kang owah
kang ala prihên bêcike
ing suka pètênipun27
winarêgan dinulang krami
yèn wikan lêbêdana
jêjêlana wuruk
yèn wadya nora dèn wawrat
ing karyane dadi pakewuh ing ati
satêmah ambêbayang
20. kawruhana ingkang bêbayani
prajanira kang limang prakara
kawruhana ing tyas kabèh
solah tingkahing padu
sasat mungsuh angêpung puri
yèn ana wadyèng28 ngambah
bilahine dunung
25 b.d A, B=pinginana 26 @ #, A=B=aja 27 &, #, A=B=patènipun 28 tembung garba, b.d A, B=wadyang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
singkirna wong gung punika
aja ngambah ing praja limang prakawis
kang dhingin duratmaka
21. kapindhone iya maling èstri
kaping tiga iku wong bêbegal
maling juti ka-[214]ping pate
dene ping limanipun
wong kinanthi marang nrêpati29
mring awake priyangga
mrih kandêling ratu
lali lêlakoning praja
tan anganggo dugi-dugi lan prayogi
ratune wong akathah
22. kudu-kudu arêp andhèwèki
yèn ana ing pasamoan30 kathah
pan nora mêtu gunane
yèn wus bubar tumrutul
atur ingkang dhatêng nrêpati
mrih aja kawoworan
sih mula sang prabu
kang magkono singgahana
maring wana pan niku jêmbêri bumi
mijil tlutuh nagara
Pupuh III Mijil
1. lamun sira madêg narapati
yayi wêkasingong
apan ana ing prabu ugêre
Sastra Cêtha puniku ta yayi
omahna dènpêsthi
wulange Sang Prabu 29 b.d B, A=nêrpati 30 @, b.d B, A=pasamoaning
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
2. rèhning jalma tama nguni-uni
kang mêngku kaprabon
ingkang nistha kawruhana kabèh
miwah madya utama ywa lali
lire siji-siji
ywa sira katungkul
3. tindaking nistha mangka wêwadi
têmahan anggêpok
ingkang madya rêsêpana 32kabèh31
mring utama sira dikêpengin
dèn kadi sira mrih 32sêngsêming dyah ayu34
4. nistha iku tindak walang ati
saliring pakewoh
iya bela-bela ing ciptane
myang sêntana punggawa lan mantri
anggung sanggarunggi
andhêdhêr pakewuh
5. tan uning rèh ing done niwasi33
ambêk kang mangkono
ingkang madya iku ilang kabèh
dènpatitis awas sanggarunggi
utama-[215]ne yayi
kabèh dèn kacakup
6. ala ayu pan darbènirèki34
ing rat tan pakewoh
ingkang ala suprihên bêcike
pinèt ing suka tan ana ugi
warêgana ping-ping35
31 A=bae dan kabèh, B=kabèh 32 & $, A=kêsêngsêm sang prabu dan sèsèming dyah ayu, B=kasêngsêm sang prabu 33 &, b.d B,A=niswasi 34 .tembung garba. b.d B, A=darbenerèki 35 & $, b.d A, B=pling mping
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
jêjêlana wuruk
7. ingkang darma wruh napakkên angin
pètên sukaning wong
sabarang karya ambabukane
wineweka36 ing rèh ingkang asih
ala lawan bêcik
tuwin gampang ewuh
8. yèn wadya kang binoting pinardi
tyas mêksih pakewoh
anggung babaya ing wêkasane
kang mangkono kêkêsên tumuli
iku tan winaris
ing gunêm rahayu
9. pan lêlima ingkang bêbayani
gunggunging37 pakewoh
dèn prayitna ing wadyanirakèh
sasat mungsuh angêpung ing puri
iku dèn pakeling
kang rayi wot santun
10. Rama Wijaya ngandika malih
dununge limang gon
kang mangkono singgahana age
marang wana aywa wor prajèki
yêkti bilahèni
ing prajanirèku38
36 dwipurwa. b.d A, B=winaweka 37 $=SC, A=B=gugunging 38 tembung garba. $ SC=prajanirèku, A=Bprajanerèku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
11. 40dhingin maling kapindho ya maling39
yayi maling wadon
ingkang kaping tri begal gawene
kang kaping pat yayi botoh juti
kaping lima nênggih
wong kinathik ratu
12. kudu kumrisik ing awak pribadi
daliling lêlakon
ratu iku ratune wong akèh
lamun gunêman lamun tinari
pasamuan40 sami
nora bisa mêtu
13. mêngkono lamun kabur tinari
dènira sang katong
tumarutul duwê atur dhewe
kang mangkono gêgêdhêging bumi
yèn anèng panangki-[216]l
nora bisa mêtu
14. 41anyênyêngkah43 iku rèh karonsih
amung awaking wong
arung irèn nora pati opèn
panastènan ing lampahirèki42
yèku kakêmbanging
prajanira kuwur
15. lah karone yayi wadyanèki
kang tuwa kang anom
panyaring kang wruh ring sêmudene
ing pasêmon aywa mikir sisip
lumakêting èstri
39 @, $=SC, A=B=dhingin maling kaping pindho ya maling
40 &, #, A=B=pan samoan 41 @ $=SC, A=B=anyêngkah 42 tembung garba. #, A=B=lampaherèki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
susila rahayu
16. nora arda yitnaning ing krami
andhêlêna kewoh
kang ora mrih ing awake dhewe
ing wêweka amingo ing sirik
yêkti ing rèh dadi
panasaring laku
17. lamun ana wadya barang kardi
rêmên anggêgawok43
kumawrêruhing pagunan kabèh
kabangkitan44 mung ngrungu nênêmpil
tan darbe pribadi
wagêd ngaku-aku
18. miwah kalamun aprang dhingini
sru polah lok alok
ing batine angêmpèk kuwanèn
iya dudu wanine pribadi
kang mangkono yayi
prênahna dèn gupuh
19. tunggu tamping ingkang têpis wiring
anggêpe sumagoh
anèng praja pan dudu gawene
angrèrèni wadya sru aniti
iku wong baribin
yèn kinon têtunggu
20. tan duraka wong atunggu tamping
sapatute linyok
amrih aja pinoring mungsuhe
45wênang mring mungsuh ngukul-ungkuli46
tan wruh siji-siji
43 &, $=SC, A=B=anggêgowok 44 &, b.d B, A=kabakitan
45 @ $=SC. A=B=wênang mring mungsuh angungkul-ungkuli
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
pakaryaning padu
21. yèn ana wadya bangkit46 sayêkti
wirutamèng kewoh
ta punika47 ing guna sêktine
angsring pèngêting48 wadya nrêpati
tuladan prayogi
myang sudira tangguh
22. iku pantês karya sênopati
uma-[217]ting palugon
tumutana wadya sakathahe
myang tibane têbane atêbih
kang liyan prajèki
prabune kang punjul
23. dene wadya wruh susila yêkti
prayitna tan asor
tyas patitis karahayon kabèh
konên wêruh larane prajèki
lan anaking alit
iku dèn kadulu
24. apan sampun ubayèng nrêpati
rumêksèng kaprabon
kang wus têtêp rumêksa wong akèh
kalarane praja dèn pakeling
larapana ing sih
wadya saprajèku
25. wadya ingkang samya alit-alit
sêdya ing pakewoh
bok tan asih sih sinimpên bae
ingkang satriya miwah bupati
46 &. b.d B, A=bakit 47 &, b.d A, B =puniku 48 @. B.d A, B=pêngiting
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
sakathahe sami49
ing kararasipun
26. nora nganggo iya dèn wuwuhi
wus watêke grêro
iya-iya mung tuwane bae
ingkang dadi pasrahe sirèki
maring ala bêcik
ing prajanirèku50
27. dèn prayitna pamulanirèki51
mring wadya kang tanggon
mring ayuda titis ing yudane
iku luputêna barang kardi
kang kari samya mrih
susulna kadyèku
28. aywa dèn wor lan digbya sastrèki
ajanging kaprabon
ala ayu ing sastra tindake
ingugêman titi ingulati
ing rèh ingkang sisih
angiwakên iku
29. lawan sêngsêm ing wadya gung alit
prihên ing lêlakon
kapindhone ing ngucap ping akèh
rasanana wêkasing aurip
kang rayi nuwun sih
karuna wot santun
30. Rama Wijaya malih mè-[218]ngêti
yayi ana roro
luwih sangking nyênyukêri52 rame
49 @. b.d A, B=sakathahèsmi 50 tembung garba. $=SC. A=B=prajanerèku 51 tembung garba. #, A=B=pamulanerèki 52 b.d A. B=nyênyukrêri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
kêrêng53 drêngki singgahna tumuli
dosanya mrih sêdhih54
krodhannya55 winuwus
31. sasat mitra lawan mungsuh malih
ngrêgêdi56 palugon57
dèn kadêrêng amrih kinawêdèn
iku dosane ngimbuh-imbuhi
durung wruh ing sisip
kasusu angrawus
32. kadugane bata dènsandhingi
kayu wus tinotor58
tulus suta dumrajog mêmènèk
sung sangsaya ing kadhiri-dhiri
tarunya asêbit
cacad agung nêpsu
33. lawan ana cacadipun malih
wong agung kawuron
dhêmên nginum ala ngên-angêne 59ciptaa ing iku tata aris62
ing kuthila wêgig
sabarang kawêtu
53 b.d A. B=krêrêng 54 &. b.d B, A=sêdhik 55 8. & $=SC. A=B=krondhannya 56 b.d B, A=ngêrgêdi 57 &, $=SC, A=B=paklugon 58 & $=SC. b.d A, B=tinator 59 @ #, A=B=ciptaa iku tata aris
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
34. ywa padudon sabaranging kardi
tatase angradon
liwat ala iya pakewuhe
tan wus sangking angungpêting ati
durna miktak pêksi
sawadyanirèku60
35. lan bala kang angsring anyidrani
satêdhaning uwong
nora kêna ing duta yêktine
nora antuk pangupaya bêcik
mundhak amuwuhi
tiwas tanpa madu
Pupuh IV Dhandhanggula
1. Rama Wijaya lingira aris
rumêksaa nagara mandhala
wawêngkon sapunggawane
aywa sah sabên dalu
wong dursila kinêkês sami
amrih lêstari samya
angolah panêkung
asêmadi puja mantra
aywa kongsi ngulari gunaning maling
kabèh kang ulah puja
2. pakolihe kang duwe sang aji
ambuboni karahayoning rat
lawa-[219]n ta yayi malihe
padha bêcikana lurung
lawan marga jaban kuthèki
rèhên gawèkna toya
sumbêr sêndhang iku
60 tembung garba. $=SC. A=B=sawadyanerèku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
61lawan pancuran têlaga62
urut marga wèhana bale sayêkti
wong santosèng lumampah
3. upamane raganira yayi
lawan dipangga wus cinêkêlan
winiyas sênjata dene
mundhak santosanipun
pasthi kaot lawan kang lagis
wong arèrèn upama
nèng têpining ranu
wus ayêm nuli wuwuha
ana ale sayêkti wuwuh aring
mrih sukaning lumampah
4. apan ratu iku tyasing bumi
wus jangjine ayêm amrih suka
mring isining praja kabèh
lawan ta malihipun
mêmulènên kang pindha rêsi
kang ulah kapandhitan
bojanên sakayun
srahêna wadya kang mudha
konên nuduhakên pakarti prayogi
tindak ukarèng praja
5. ulatana lirikên dènkêni
wadyanira kabèh kang sumewa
ana kang tawa watêke
ana watak nom iku
ingkang watak tuwa prayogi
karyanên tuwa-tuwa
aywa nora sinung
drêraponsihna gunanya
61 @. #. A=lan pancuran têlaga. B=-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
ta ajiwa sêcanana liring kardi
panggah liring wawêka
6. rèh sujalma ingkang nguni-uni
sayogyane aywa bên sadaya
tan wang-wang wèh kamulyane
sarewang-rewangipun
lakokêna saolèhnèki
malah ta dadi surat
surating krama wus
salire sumewa pasang
ing pasanganing payudan dènpalupi
rèhning aniti krama
7. sira yayi dè-[220]n mardi ing dasih
sihing wadya digbya kang sumbaga
lan purwa kaprawirane
yèn bala tan katantun
ing rowange arang prakawis
kumawa wus sabisa
ing pangrasanipun
punika watak durjana62
ywa grêrênga aywa liring dipunkêni
prihên mung musawara
8. lamun uwis ubayèng nrêpati
amaraskên dasih ingkang edan
amintêrakên bodhone
amintêrkên wong bingung
marèkakên wong salah kapti
ratu upama surya
surya mawangipun
mêratani sabuwana
nora pelag ing padhangira Ywang Rawi
62 &. $=SC. A=jurjana. B=-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
amung lawan kinarya
9. singgahêna durjana pan sami 63wèhêna jalma ingkang sêntika64
dur agêng jaga jagade
têtala yèn tiniru
kang durjana anêdya mari
yèn nora kêlakona
kênaning tumuwuh
rêmêkên padhang lan wisa
samangsane patènana rina wêngi
ulêr tan dadi dosa
10. upamane jênênging nrêpati
praja dhukup ingkang anèng wana
katon saparibawane
isine ngalas iku
kaungkulan marang ing ardi
sagunging wadyabala
alas pamènipun
prabunya minangka singa
singa iku apêtêng anèng wanadri
yèn alase apadhang
11. dadi singa nora dènkèringi
nadyan rosaa datan pakarya
budia aglis kênane
dadya wus jangjènipun
ratu iku asih ing dasih
padhane sihing alas
wus ubayanipun
marmane prihèn ubaya
punggawa gung têtêpe taune iki
kinênan sangkng [221] boga
63 @ #, A=wèhêna jalma kang sêntika. B=-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
12. singa-singa yèn wadya ta sakit
ya tulungên donya miwah tamba
dèn prapta ing salawase
yèn sira nêmu satru
mungsuh asor aywa patèni
kunjaranên kiwala
sêmbawa ranipun
anggèr nuli luwarana
ya rasukên saenggane kulit daging
walang ati ilangna
13. wèhên bawa dèn pracoyèng batin
kumandêla myang jagad pratingkah
sedyayu ora-orane
nêmu watak rahayu
lamun bumi mêksih dènciki
langit mêksih ngauban
sêksine tumuwuh
tyasira nora was-uwas
maring mungsuh kang asor ginawe bêcik
winalêsing jawata
14. kaluhuran kaprawiran sêkti
poma yayi musthikaning tekad
wong andêl marang satrune
winalêsing ywa guru
upamane tyasira rênggi
lang-alang aking ika
parêgèning satru
yèn sira kumandêl pasrah
kadya gêni tumèmpèl lang-alang aking
kobaran nuli sirna
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
15. kirang bêktine lan asih wêdi
dènnya sangêt ing kumandêlira
Ywang Giri Nata walêse
tyas sanggarunggi iku
salah ciptaa walangati
kêkêmbanging niyaya
apês têmahipun
datan antuk kaluhuran
nistha bae nora tekad mungsuhnèki
yèn sira nganiaya
16. mung dhèwèke keringanirèki64
ing têmahan sira karusakan
yèn ora ngandêl ing tyase
kumandêl ing rahayu
kaluhuran wuwuh ngimbuhi
rinêksèng widhi dhustha
badanira iku
rèhning rèh legawa [222] marta
poma yayi nêtêpi luhur Ywang yêkti
mot marta palimarma
17. sira dhewe aywa sah sêmèdi
barang tindak awarêgika
anêdya rahayu bae
wong sanggarunggi iku
wong rêrêgêd apêsing bumi
wadhah guna sêntika
digbya miwah luhur
ngapura para marteka
yèn sira wit kumandêl marang Dewa Sih
kang sêdya tan tumama
64 tembung garba. $=SC. A=keringanerèki.B=-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
5. Terjemahan
Terjemahan adalah pemindahan makna atau transfer bahasa dari
bahasa sumber ke bahasa sasaran. Pemindahan makna tersebut harus
lengkap dan terperinci. Salah satu tujuannya adalah untuk memudahkan
dalam hal memahami isi teks dari suatu naskah. Terjemahan akan
dilakukan secara bebas, yaitu: keseluruhan teks bahasa sumber diganti
dengan bahasa sasaran secara bebas (Darusuprapta, 1984: 11).
Pupuh I Pangkur
1. Sebelumnya adalah tembang Sinom, yang menggambarkan semangat
Suwanda dari Maespati. Akan lebih baik jika mampu menirunya sama
persis. Ialah seorang patih yang unggul. Jika diibaratkan di Jawa, seperti
patih di Yogyakarta.
2. Tirulah Danureja. Telah disebutkan bahwa ia adalah patih yang unggul.
Kelebihannya sedang, namun ia tidak ingin melakukan perbuatan nista.
Kalau bicara selalu tepat dan tidak salah. Seorang yang sabar dan ikhlas
menjalani hidup. Ialah seorang patih yang mampu memimpin
(mengayomi) rakyat kecil.
3. Semua benar dan tidak ada yang rusak. Selesai usaha dan tugasnya.
Seorang yang berpedoman bagus dan baik. Tidak takut bicara meskipun
akhirnya ia mati. Berani bicara dengan jendral (VOC), selama ia benar dan
tidak meleset.
4. Tirulah Danureja. Jika di Jawa yang terhitung baik dan disebut patih yang
unggul adalah Danureja, sedangkan jika di Surakarta yang terhitung
unggul adalah Dipati Sindurja. Hanya sewajarnya yang ia senangi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
5. Menjauhi perbuatan nista, dan yang baik yang ia dekati. Menyenangkan
dalam berbicara. Mendapat tawaran dari jendral (VOC). lalu memakan
racun hingga mati. Menolak kesepakatan karena bisa hilang kekuasaannya.
6. Meskipun telah mati, kalau masih menganggap kekuasaannya, itu tidak
buruk melainkan bagus. Perkataannya telah dilakukan. Semua prajurit
masih menghormati yang mati. Jika sampai melakukan nistha, hal itu akan
menurunkan derajat negara.
7. Sudah menjadi kebiasaan zaman dahulu. Jika prajurit menghadapi suatu
masalah, mereka bersedia untuk mati. Malu jika menjadi tawanan. Seperti
patih Wiradigda di Kanduruh yang tidak punya malu, membuat negara
menjadi tidak tentram.
8. Ketika masa pemerintahan Brawijaya sampai sekarang tidak pernah terjadi
kalau seorang bupati kalah, meringkuk seperti tuyul dalam tawanan. Sama
seperti Wiradigda Kanduruh, yang tidak pantas ditiru. Contohlah
perbuatan yang utama.
9. Ialah Adipati Pringgalaya. Kasar dan tidak baik. Jika buruk sangat buruk.
Tetapi akhirnya mati memakan racun. Ketika perpecahan negara, membuat
banyak orang bingung. Kompeni (VOC) akhirnya ikut sedih.
10. Dan juga Sultan Kabanaran. Jika bicara dengan Pringgalaya, selalu dibuat
buruk dan dibuat bingung. Tanpa basa-basi. Hanya pendapatnya yang
dianggap benar. Tidak pernah jujur, dan sembunyi-sembunyi seperti hantu.
11. Ucapannya Sultan Kabanaran kalau masih iparnya Pringgalaya dan
seorang patih anak prabu, jika pembagian negara jadi dilakukan, ia lebih
memilih mengembara ke hutan dengan kudanya.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
12. Raden Pringgalaya mendengar berita kalau bersama dengan kompeni dan
sinuhun, yaitu Sultan Kabanaran. Kemudian ia ingat akan takdir Tuhan
bahwa semua ciptaan Hyang Suksma (Tuhan) pasti akan mati.
13. Kemudian mendadak, Adipati Pringgalaya mati dalam keadaan ia sudah
menjadi orang yang baik. Ia bunuh diri tanpa ragu-ragu, ingat bahwa ia
menjadi patihnya sang prabu. Jika sampai melakukan kenisthaan, maka
akan hilang indahnya negara.
Pupuh II Dhandhanggula
1. Itulah suatu contoh teladan para patih. Adapun punggawa yang baik
ceritanya, pada zaman dahulu yang disebut unggul adalah Jang Rana dari
Surabaya dan Cakraningrat dari Madura. Keduanya pantas dicontoh.
Merekalah prajurit pemberani, selalu berhati-hati dan teguh pendiriannya.
2. Bisa mengangkat raja. Ketika kepergiannya Pangeran Puger, kedua orang
itulah temannya. Tegas dan tidak ragu-ragu. Demikianlah ketiga
tumenggung. Akhirnya Jayaningrat Pekalongan diambil besan oleh Dipati
Natakusuma.
3. Seandainya mengikuti ketiga bupati, ketika perang melawan Cina,
negaranya tidak akan rusak. Hanya berfikir untuk diam. Orang yang sudah
merasa tentram pikirannya menjadi kacau. Selalu meminta Tirta Wiguna
untuk menghasut raja, sehingga membuat negara tidak tentram.
4. Patihnya menjadi korban, diasingkan dari Pulau Jawa. Negaranya semakin
rusak, kemudian menyesal karena tertipu oleh kompeni tetapi terlanjur
dilakukan, menjadikan salah paham. Tersesat dan menderita tiada
hentinya. Jika meskipun yang menjadi tumbal adalah Sinuhun Kabanaran
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
5. Adapun maksud ketiga punggawa tersebut menyampaikan masalah, agar
menjadi lebih baik. Negara tidak menjadi kacau dan terpecah belah. Tetapi
petunjuk itu tidak dihiraukan oleh para patihnya. Akhirnya semua mati
meminum racun. Tidak bisa ikut berperang
6. Demikian sifat/perbuatan dipati/bupati zaman dahulu. Sangat besar
kepercayaannya terhadap Tuhan. Tidak memperhitungkan mati, jarang
yang tidak berterus terang. Tahan malu tetapi tidak suka membuat malu.
Kalau sifat tumenggung tirulah yang baik, agar tidak membuat negara
suram. Ada lagi yang diceritakan.
7. Punggawa yang dinilai baik ialah Rangga Wirasentika dari Jipang, berasal
dari Sokawati. Seseorang yang berbudi luhur. Seperti Ranadiningrat dan
Suryanegara, ialah Suwandi yang berjiwa ksatria serta Raden Supama
yaitu prajurit yang unggul. Angkuh dan teguh hati.
8. Kalau berperang tidak dicela. Berikat pinggang dan berbaju kurung saja.
Jika diserang musuh, hanya berkacak pinggang penuh keberanian, sambil
menghisap rokok. Daya tipunya pada tangan kiri, tangan kanan memegang
rokok. Jarang menggunakan senjata.
9. Musuhnya hanya ditunjuk dengan rokoknya sambil berkata, “Kamu datang
ke sini, ayo berperang denganku!”. Musuhnya takut dan lari tergopoh-
gopoh, turun dari jog kudanya dan menyerahkan diri. Meskipun musuhnya
banyak hanya dihadapi dengan senyum, tidak lain musuhnya pun lari.
10. Diceritakan Prabu Parikesit, ialah Raden Supama Janjingrat dari
Pekalongan. Datang ke seberang yang sudah termasyur. Serta Raja dari
Malawapati yaitu seorang panglima perang. Ialah seorang prajurit yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
unggul dan sangat sakti. Tidak sesuai dengan karakternya yang lucu,
ceroboh dan apa adanya.
11. Jika didatangi oleh para prajuritnya, tidak ada yang tertinggal. Semua
dibuat tertawa sampai terkencing-kencing. Jika ada orang sakit nafas,
maka akan kambuh sakitnya. Hingga menjadi bayangan. Awalnya hanya
tertawa, tidak bisa diam. Sudah terlihat kalau Pangeran Nata Kusuma
adalah gila waris.
12. Adapun punggawa dari Surakarta yang sudah menjadi seorang perwira,
dan tidak buruk budinya adalah Kyai Tumenggung Puspa Nagara. Dulu,
asalnya adalah seorang saudagar dari Gresik yang bernama Juragan Bali.
Ketika masa pimpinan Ja Puspita.
13. Keluar dari Kartasura, juragan Bali kembali ikut berperang. Lama-lama
Jaya Puspita mendengar bahwa Ki Juragan Bali kembali ke Kartasura.
Kemudian disampaikan kepada raja, bahwa ada seseorang yang berani
berperang dan mau melawan musuh.
14. Kemudian ia diberi julukan Ngabèhi Tohjaya dan diberi tahta di
Lamongan. Pengikutnya sebanyak seribu orang, kemudian diberi julukan
lagi setelah perang Cina, dengan nama Tumenggung Puspa Nagara.
Hingga anak cucunya menjadi bupati. Demikianlah orang yang baik.
15. Jangan seperti Mangun Onèng dari Pati. Tidak ingat bahwa dulu ia adalah
seorang berandalan, yang suka mengikuti kehendaknya sendiri, tanpa
dibicarakan dahulu. Hal yang baik dirusak dan selalu mengunggulkan diri
sendiri. Lupa akan segalanya. Ketika mendapat wewenang,
menggemparkan kerajaan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
16. Karena Rama Wijaya ketika berhasil mengajar, sangat senang hatinya.
Yaitu ajaran kepada seseorang yang akan menjadi raja, hatinya tidak boleh
tergoyah. Demikianlah ajaran Sastra Cetha, tanamkanlah di hatimu ajaran
tersebut mulai dari orang-orang pilihan yang memimpin suatu negara.
17. Perbuatan nista ketahuilah terlebih dahulu, kemudian perbuatan yang
sedang. Jangan sampai lupa, dan jangan sampai terjerumus. Perbuatan
nista itu jangan sampai berani melakukannya. Perbuatan yang sedang
hendak dilakukan. Terlebih lagi perbuatan yang utama. Inginkanlah seperti
engkau menemukan seorang wanita.
18. Nista adalah perbuatan yang mengkhawatirkan. Pikirannya selalu
mengikuti sanak keluarga bangsawan maupun kepada para punggawa dan
menteri. Selalu diselimuti rasa tidak percaya, dan suka mengira sesuatu hal
yang belum pasti, menyimpan rasa canggung/serba salah dalam hal
apapun. Dengan demikian, dekatilah yang utama.
19. Baik buruknya harus dipahami. kalau sudah menjadi orang kepercayaan
tidak boleh goyah. Perbuatan buruk hendaklah diusahakan agar menjadi
baik. Milikilah perbuatan yang baik itu. Jika ada prajurit yang tidak mau
mempelajarinya, maka hasilnya akan buruk.
20. Ketahuilah sesuatu hal yang membahayakan negara, ada lima hal.
Ketahuilah semua tingkah laku. Ketika terlihat ada musuh yang
mengepung, dan jika ada pasukan menyerbu, celakalah. Singkirkanlah
mereka. Di dalam memimpin negara jangan sampai melakukan lima hal.
Yang pertama yaitu pencuri.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
21. Keduanya yaitu pencuri wanita. Ketiga yaitu orang yang pekerjaannya
menyamun. Keempat adalah penjudi. Kelima yaitu seseorang yang
mendekati raja dan membuat hanya kepada dirinyalah raja percaya. Lupa
pada kenyataan bahwa rajanya adalah raja milik banyak orang.
22. Hanya ingin dirinya. Ketika di pertemuan agung, tidak ada gunanya.
Ketika pertemuan bubar, baru dia berani berkata kepada sang raja. Raja
hendaknya jangan mudah percaya. Orang yang demikian, bawalah ia ke
hutan karena bisa mengotori bumi.
Pupuh III Mijil
1. Jika engkau menjadi raja, dinda pesanku. Perhatikanlah pedoman sang
prabu, yaitu Sastra Cetha. Terapkanlah yang benar. Demikian ajaran
dari sang prabu.
2. Karena orang-orang pilihan zaman dahulu yang memegang
pemerintahan. Perbuatan buruk ketahuilah semua, dan perbuatan
sedang jangan dilupakan. Maksudnya satu per satu, jangan sampai
terlena.
3. Perbuatan yang hina akan membuat celaka jika seseorang
melakukannya. Perbuatan yang sedang pahamilah semua, sedangkan
yang utama inginkanlah ia seperti engkau menginginkan seorang
wanita.
4. Nista adalah perbuatan yang membuat seseorang menjadi serba
khawatir/tidak tenang. Dalam segala hal, pikirannya selalu bimbang.
Pikirannya selalu mengikuti sanak keluarga bangsawan, maupun pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
para punggawa dan menteri. Hatinya selalu bingung dan diselimuti
kebimbangan.
5. Tidak mengetahui bahwa watak yang demikian jika diterapkan pada
suatu pemerintahan akan membahayakan. Perbuatan yang sedang
hilangkanlah. Perlu dijelaskan untuk selalu berhati-hati pada suatu hal
yang menyangsikan. Perbuatan yang utama itu hendaklah dikuasai
semua.
6. Baik dan buruk adalah tanggung jawabmu (raja). Maka di dunia ini
hendaknya jangan bimbang. Perbuatan buruk usahakanlah menjadi
baik. Milikilah itu untuk meraih kebahagiaan tak ada yang lain.
Pelajarilah hal itu terus menerus sampai tuntas.
7. Yang berkewajiban (raja) harus mampu mempelajari kesenangan orang
lain, karena semua hal pasti ada sebabnya. Pelajarilah tentang tata cara
yang buruk maupun baik, dan yang mudah maupun sulit demi
terciptanya keindahan.
8. Jika prajurit yang dinilai pada saat diberi pendidikan hatinya penuh
dengan kebimbangan, maka akhirnya akan membahayakan. Hal yang
demikian segeralah ditumpas, karena kalau demikian tidak akan
mampu menerima nasihat yang baik.
9. Adapun kebimbangan yang membahayakan itu ada lima hal.
Waspadailah hal itu pada prajuritmu yang banyak karena itu ibarat
musuh yang mengepung istana. Hendaklah hal itu diingat. Sang adik
menhaturkan sembah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
10. Rama Wijaya berkata lagi, “maksud dari lima hal tersebut, barang
siapa yang melakukannya hendaklah segera bawa ia ke hutan dan
jangan disatukan di dalam istana, karena akan membahayakan istana.
11. Pertama pencuri, kedua juga pencuri yaitu pencuri wanita. Ketiga
adalah orang yang pekerjaannya menyamun. Keempat adalah penjudi,
dan kelima adalah penjilat raja.
12. Ingin melebih-lebihkan diri sendiri. Kenyataannya raja adalah milik
orang banyak. Kalau dimintai pendapat pada saat pertemuan umum
tidak bisa mengeluarkan kata-kata.
13. Setelah pertemuan bubar dia menjilat. Lekas-lekas menghaturkan
pendapatnya sendiri. Orang yang demikian adalah merupakan
penjahat/sampah dunia. Padahal ketika berada di istana dan dihadiri
banyak orang sama sekali tidak bisa bicara.
14. Selalu mengahalangi perintah yang baik. Hanya memikirkan dirinya
sendiri, mudah iri, panas hati. Orang yang demikian akan
membahaykan negara.
15. Karena itulah dinda, prajuritmu baik yang tua maupun muda pilihlah
yang mengerti pada isyarat. Jangan sampai salah. Pilih yang memiliki
rasa kasih pada istrinya dan yang berjiwa susila dan sejahtera.
16. Tidak tamak dan selalu berhati-hati dalam bertindak. Andalkan dia,
yang tidak hanya memikirkan dirinya sendiri. Selalu berhati-hati dan
berpaling dari perbuatan sirik. Sungguh akan tercapai tujuan yang
dikehendaki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
17. Kalau ada prajurit yang dalam segala hal suka dikagumi, merasa serba
tahu, walau tahunya hanya dari mencuri dengar, mengaku tahu padahal
sebenarnya tidak tahu.
18. Dan kalau berperang suka mendahului dengan bertingkah keras dan
berteriak, dalam hatinya menumpang keberanian tetapi bukan
sungguh-sungguh berani. Orang yang demikian dinda, tempatkanlah
segera.
19. Untuk menjaga batas negara, (dia) merasa sanggup melakukannya.
Istana bukanlah tempat yang tepat untuknya bekerja karena akan
mengganggu ketentraman dan suka membuat gaduh apabila disuruh
menjaga.
20. Tidak jahat orang yang menunggu batas negara berbohong sebagai
strategi mengalahkan musuhnya. Mengalahkan musuh satu per satu,
hal itu memang sudah menjadi pekerjaan prajurit.
21. Apabila ada prajurit yang sungguh-sungguh mampu, berani, dan
memiliki keahlian, sering memperingatkan para prajurit raja, mampu
memberi tauladan yang baik dan juga tangguh.
22. Ia pantas dijadikan panglima dari prajurit perang. Pimpinlah semua
prajurit yang berada di wilayah jajahan yang jauh. Kerajaan lain di luar
sana memiliki raja yang tangguh.
23. Semua prajurit hendaknya paham tentang kesusilaan, waspada tidak
dilupakan, dan peka terhadap kesejahteraan umum. Beritahulah
mengenai permasalahan negara dan rakyat kecil. Itulah yang harus
diperhatikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
24. Karena sudah menjadi tanggung jawab raja menjaga kerajaan, yaitu
menjaga seluruh rakyat. Permasalahan negara harus selalu
diperhatikan. Kasihilah seluruh rakyat.
25. Rakyat kecil yang yang sering digumul kesulitan, bantulah dan
kasihilah, serta para satria serta bupati, semua harus selaras.
26. Tidak terasa meskipun telah diberi tanda kasih karena sudah wataknya
suka bersuara keras. Tanggung jawabnya hanya mengenai baik
buruknya suatu negara.
27. Selalu waspada menjadi hal awal yang harus dimiliki oleh semua
prajurit yang tangguh dalam perang serta cermat dan pemberani.
Bebaskanlah dari pekerjaan agar yang lain mengikuti.
28. Mengenai tata negara janganlah dicampuradukkan dengan dunia sastra.
Tindakan buruk dan baik dalam sastra boleh dipegang dan diperhatikan
dengan cermat. Namun dalam memerintah suatu negara tidak boleh
mengabaikan sebagian pihak.
29. Pada keinginan warga baik pembesar maupun rakyat kecil, arahkanlah
mereka pada hal yang baik. Kedua, perbanyaklah pembicaraan
mengenai akhir kehidupan. Sang adik menghaturkan terima kasih
seraya menangis menghormati.
30. Rama Wijaya mengingatkan lagi, “adinda, ada dua hal yang sangat
mengotori kehidupan masyarakat, yaitu sifat dengki dan mudah marah.
Hendaklah segera disingkirkan karena akan menimbulkan kesedihan,
jika marah suka mencaci maki.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
31. Ibarat bersahabat dengan musuh dan akan mengacaukan peperangan.
Karena terdorong ingin ditakuti, belum jelas kesalahannya sudah
terburu marah. Itu akan menambah dosa.
32. Perkiraannya batu bata yang didekatkan dengan kayu api unggun.
Buru-buru naik. Menunjukkan bahwa tindakannya tergesa-gesa, tidak
meredakan maslah tetapi justru menambah marah dan ribut.
33. Serta ada suatu cela lagi, orang pembesar mabuk, suka minum
minuman keras dan buruk pemikirannya. Pikirannya menganggap itu
suatu hal yang baik dan benar. Itulah orang yang licik dan kurang ajar.
34. Jangan mempertengkarkan suatu masalah karena hasilnya tidak akan
baik. Lebih baik keinginan itu disimpan saja sebalatentaramu.
35. Jika ada prajurit yang membahayakan orang lain, jangan suruh ia untuk
sesuatu yang baik, karena akan sangat mencelakakan dan
menghilangkan kesejahteraan.
Pupuh IV Dhandhanggula
1. Rama Wijaya berkata agar menjaga seluruh wilayah beserta rakyatnya
dengan tanpa henti setiap malam. Seorang pencuri harus segera diringkus
agar semua aman. Demikian juga semua yang sedang berdoa dan memuja
jangan sampai dimasuki pencuri.
2. Apa yang dimiliki raja bisa menciptakan keselamatan di bumi, perbaikilah
jalan termasuk jalan di luar negara. Buatlah aliran air bersih dari mata iar
atau telaga. Setiap jalan dirikanlah rumah untuk singgah mereka yang
melakukan perjalanan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
3. Bumi bagaikan seorang satria yang diberi senjata, dan semakin sentosa
jika ia selalu menang. Ibarat orang yang istirahat di tepi sungai merasa
nyaman karena ada tempat istirahat ketika dalam perjalanan.
4. Pada hakikatnya raja itu seperti bumi, maka sudah menjadi janji seorang
raja untuk membuat kenyamanan pada rakyatnya. Hormatilah para pendeta
resi dan serahkanlah pada generasi muda, dan bekali mereka dengan ilmu
dalam mengabdi negara.
5. Perhatikanlah semua prajurit yang menghadap, mana watak yang tua dan
muda agar bisa dimanfaatkan secara optimal.
6. Semua orang yang berkata dengarkanlah karena tidak akan mengurangi
kemuliaan, jalankanlah yang baik. Jadikanlah aturan yang dapat dicontoh.
7. Didiklah rakyat, kasihilah para prajurit yang memliki daya lebih. Tetapi
jika ada prajurit yang tidak bersedia membantu sedikitpun namun justru
merasa bisa maka prajurit yang demikian tidak baik. Karena tidak berbudi
luhur, maka ingatkanlah.
8. Karena sudah menjadi tanggung jawab seorang raja untuk menyembuhkan
yang sakit, membuat pandai yang bodoh, menunjukkan bagi yang bingung,
memberikan rasa aman. Seorang raja bagaikan matahari yang menyinari
bumi dan tidak ada yang bisa menolak sinarnya.
9. Jagalah semua orang yang jahat. Berilah pelajaran agar dapat meniru
orang-orang yang baik. Jika ia dapat meneladani dalam hidupnya tentu
sembuhlah ia dari tindakan yang jahat. Namun jika tidak mau menurut,
singkirkan dia atau bunuh. Kamu tidak salah jika melakukan hal itu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
10. Kedudukan seorang raja adalah ibarat gunung. Adapun kerajaannya adalah
semua tumbuhan yang ada di hutan. Semua isi hutan tingginya terkalahkan
oleh gunung. Kalau semua bala tentara ibarat hutan, raja ibarat singa.
Terjaganya keselamatan singa adalah karena hutan yang lebat. Tetapi jika
hutannya terang benderang.
11. Singa tidak akan ditakuti. Walaupun dia kuat tapi tidak akan berguna,
meronta pun akan mudah tertangkap. Jadi sudah semestinya seorang raja
mengasihi warganya, seperti harimau yang mengasihi hutannya. Oleh
karena itu usahakan agar tetap mendapat kesetiaan para punggawa agung.
12. Siapapun rakyatmu jika ada yang sakit, tolonglah dan obatilah hingga
sembuh. Jika engkau mendapatkan musuh yang terkalahkan, jangan kau
bunuh. Cukup kau penjarakan dia sebentar kemudian bebaskan.
Perlakukan dia seperti saudara, dan hilangkan pikiran-pikiran jahat.
13. Percayalah dan serahkanlah semua kepada Tuhan, engkau akan mendapat
keselamatan selama di bumi. Kesaktianmu akan bertambah jika hatimu
mantap, selalu baik terhadap musuh, maka yang membalas semua adalah
Tuhan.
14. Prajurit yang berbudi luhur dan sakti, demikianlah orang yang sudah
bertekad. Orang yang percaya pada musuh akan mendapat balasan dari
Tuhan. Apabila dalam hatinya penuh dengan keraguan, ia ibarat ilalang
kering. Jika engkau pasrah pada Tuhan, seperti api yang diletakkan pada
ilalang kering, maka ilalang itu akan sirna terbakar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
15. Kurang berbakti dan merasa takut terhadap Tuhan. Hati yang selalu curiga
akan membuat rugi karena akan selalu merasa khawatir dan tidak tenang.
Musuh-musuhmu tidak akan habis jika kau selalu menganiaya.
16. Hanya dirinya yang dihormati, namun akhirnya semua akan rusak dan kau
akan celaka jika jauh dari Tuhan. Tetapi kebaikan akan datang jika kamu
selalui menjauhi dosa, dengan musuh berdamai. Jika adinda demikian
maka akan baik pada akhirnya.
17. Engkau sendiri janganlah lupa untuk selalu bersemedi. Segala tindakan
jangan hanya menuruti kenyang, melainkan untuk mencapai keselamatan.
Orang yang penuh keraguan ibarat sampah yang mengotori bumi. Adapun
wadah dari kepandaian, kejayaan, kemasyuran, dan kemuliaan adalah
terletak pada sifat yang selalu memaafkan. Apabila engkau percaya pada
cinta kasih Tuhan, maka segala yang baik dan utama akan mendekatimu.
B. Analisis Isi
Analisis isi dilakukan untuk memenuhi tujuan penelitian yang
kedua, yaitu mengungkap isi dan ajaran kepemimpinan yang terkandung di
dalam SOP. Melalui sasmita tembang dapat diketahui bahwa SOP
merupakan teks lanjutan yang tergabung dengan teks lain menjadi satu
naskah bendel yang berjudul Kagungan Dalêm Sêrat Bab Wulang Warni-
warni. SOP terdiri dari 4 pupuh, yaitu: (a) Pangkur, (b) Dhandhanggula,
(c) Mijil, dan (d) Dhandhanggula. Berdasarkan terjemahan pada halaman
84-98 akan diungkapkan isi dan ajaran yang terkandung di dalam SOP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
SOP berisi tentang ajaran kepemimpinan. Ajaran kepemimpinan di
dalam SOP bersumber pada ajaran Sastra Cetha. Menurut Unik Puji
Rahayu di dalam skripsinya yang berjudul Serat Rama Jarwa episode
Sastra Cetha (Suatu Tinjauan Filologis), 2000 mengungkapkan ajaran
Sastra Cetha yang terdiri dari:
a) Ajaran tentang nistha (hina), madya (sedang-sedang), dan
utama
b) Ajaran tentang baik dan buruk
c) Ajaran tentang darma
d) Ajaran tentang bala tentara
e) Ajaran tentang ketahaan dan keamanan negara
f) Ajaran tentang kesejahteraan rakyat dan moral
g) Ajaran tentang belas kasih dan wibawa raja
h) Ajaran berbakti kepada Tuhan
Ajaran Sastra Cetha di dalam SOP masuk pada pupuh III dan IV.
Sedangkan pupuh I dan II merupakan gambaran para patih di Jawa yang
memiliki sikap sesuai dengan ajaran Sastra Cetha dalam SOP. Ajaran
yang terkandung merupakan ajaran kepemimpinan yang memuat ajaran
moral. Moralitas dapat dilakukan berdasarkan intrinsik dan ekstrinsik.
Moralitas intrinsik memandang perbuatan menurut hakikatnya bebas lepas
dari setiap bentuk hukum positif. Jadi, yang dipandang adalah apakah
perbuatan tersebut baik atau buruk. Sedangkan moralitas ekstrinsik adalah
moralitas yang memandang perbuatan sebagai sesuatu yang diperintahkan
atau dilarang oleh seseorang yang kuasa, atau oleh hukum positif, baik dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
manusia asalnya maupun dari Tuhan (Poespoprodjo, 1986: 103). Di sini,
yang termasuk moralitas intrinsik adalah ajaran mengenai nistha (buruk),
madya (sedang), dan utama (baik); dan ajaran berserah dan mendekatkan
diri kepada Tuhan. Moralitas ekstrinsik terdiri dari ajaran tentang
kewajiban dan tanggung jawab; dan ajaran keprajuritan.
Mengungkap ajaran moral di dalam SOP kaitannya dengan ajaran
kepemimpinan, perlu memahami mengenai hakikat manusia secara
keseluruhan. Hakikat manusia yaitu: (1) sebagai seorang makhluk yang
diciptakan, dalam hubungannya dengan Tuhan, (2) seorang makhluk
sosial, dalam hubungannya dengan sesama manusia, dan (3) seorang
makhluk yang posesif, dalam hubungannya dengan benda-benda di dunia.
Dengan demikian ajaran moral kaitannya dengan ajaran kepemimpinan di
dalam SOP dapat diungkapkan dengan menguraikan ajaran-ajaran tersebut
sesuai dengan peran manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan, makhluk
sosial, dan makhluk posesif.
1) Ajaran Moral bagi Manusia sebagai Makhluk Ciptaan Tuhan.
Ajaran ini termasuk moralitas secara intrinsik. Ajaran moral
bagi manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan diwujudkan dengan
ajaran yang terkandung di dalam SOP yaitu ajaran tentang berserah
dan mendekatkan diri pada Tuhan. Ajaran ini meliputi:
a) Percaya dan menyerahkan semuanya kepada Tuhan
Orang yang percaya dan berserah diri kepada Tuhan, maka ia
akan mendapatkan keselamatan selama di bumi. Sebaliknya,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
jika ia kurang berbakti kepada Tuhan maka hatinya akan
dipenuhi rasa bimbang dan curiga.
b) Mendekatkan diri kepada Tuhan dan menjauhi perbuatan dosa.
Tuhan akan memberikan kebaikan-Nya jika seseorang mau
mendekatkan diri dan menjauhkan diri dari pesbuatan dosa.
Sebaliknya, seseorang akan celaka jika ia jauh dari Tuhan.
Hal ini tersurat pada bait 13, 15, 16, dan 17 tembang
Dhandhanggula, yaitu:
/wèhên bawa dèn pracoyèng batin kumandêla myang jagad pratingkah sedyayu ora-orane nêmu watak rahayu lamun bumi mêksih dènciki langit mêksih ngauban sêksine tumuwuh tyasira nora was-uwas maring mungsuh kang asor ginawe bêcik winalêsing jawata/
/kirang bêktine lan asih wêdi dènnya sangêt ing kumandêlira Ywang Giri Nata walêse tyas sanggarunggi iku salah ciptaa walangati kêkêmbanging niyaya apês têmahipun datan antuk kaluhuran ......./
/mung dhèwèke keringanirèki ing têmahan sira karusakan yèn ora ngandêl ing tyase kumandêl ing rahayu kaluhuran wuwuh ngimbuhi rinêksèng widhi dhustha badanira iku rèhning rèh legawa marta poma yayi nêtêpi luhur Hyang yêkti mot marta palimarma/
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
/............... yèn sira wit kumandêl marang Dewa Sih kang sêdya tan tumama/
Artinya: “Percayalah dan serahkanlah semua kepada Tuhan,
engkau akan mendapat keselamatan selama di bumi. Kesaktianmu akan bertambah jika hatimu mantap, selalu baik terhadap musuh, maka yang membalas semua adalah Tuhan.” “Kurang berbakti dan merasa takut terhadap Tuhan. Hati yang selalu curiga akan membuat rugi karena akan selalu merasa khawatir dan tidak tenang.......”
“Hanya dirinya yang dihormati, namun akhirnya semua akan rusak dan kau akan celaka jika jauh dari Tuhan. Tetapi kebaikan akan datang jika kamu selalui menjauhi dosa, dengan musuh berdamai. Jika adinda demikian maka akan baik pada akhirnya.”
“.......... Apabila engkau percaya pada rahmat Tuhan, maka segala yang baik dan utama akan mendekatimu.” Ajaran mengenai berserah diri dan mendekatkan diri
kepada Tuhan, pada pupuh I digambarkan oleh Raden Pringgalaya
yang percaya pada takdir Tuhan bahwa semua makhluk hidup pasti
akan mati. Hal ini tersirat pada bait 12 tembang Pangkur:
/...... nuli eling ciptane ingkang linuhung lamun titahe hyang suksma besuk mati mengko mati/
Artinya: “... Kemudian ia ingat akan takdir Tuhan bahwa semua ciptaan Hyang Suksma (Tuhan) pasti akan mati.”
Sedangkan pada pupuh II digambarkan oleh para bupati zaman
dahulu, yang tidak pernah memperhitungkan mati. Hidup dan
matinya diserahkan kepada Tuhan. Sikap berserah diri kepada
Tuhan ini berkaitan erat dengan sifat prajurit yang rela berkorban.
Dengan menyerahkan hidup dan mati kepada Tuhan, seseorang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
tidak akan takut mati ketika sedang menghadapi musuh. Hal ini
tersirat pada bait 6 tembang Dhandhanggula:
/yèku ambêke dipati nguni padha kandêl kumandêling suksma lumrah tan etung patine ......./
Artinya: “Demikian sifat/perbuatan dipati/bupati zaman dahulu. Sangat besar kepercayaannya terhadap Tuhan. Tidak memperhitungkan mati,.....”
Berdasarkan hal tersebut di atas, dapat kita sadari bahwa
manusia bertindak di bawah tangan Tuhan. Jadi sudah kewajiban
bagi semua umat agar berserah diri kepada Tuhan dan senantiasa
mendekatkan diri kepadaNya. Jika diterapkan pada urusan
ketatanegaraan, ajaran ini sangat penting. Dalam pembuatan
sebuah hukum pasti tidak melupakan aturan agama. Bagi rakyat
kecil, prajurit atau perangkat negara, dan pemimpin hendaknya
mendekatkan diri kepada Tuhan agar tercipta keamanan pada suatu
negara.
2) Ajaran Moral bagi Manusia sebagai Makhluk Sosial
Manusia sebagai makhluk sosial berhubungan dengan
sesama manusia. Manusia lahir dalam masyarakat keluarga, dan
tercipta untuk menjadi mitra bagi manusia sesamanya, tempat ia
bergantung dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhannya dan dalam
mengembangkan bakat-bakatnya. Maka yang menyebabkan
lancarnya kehidupan sosial adalah baik untuk manusia. Dan apa
yang mau menghancurkan masyarakat manusia dan apa yang
mengganggu manusia dalam tolong menolong dan dalam kerja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
sama, dalam kebersamaan sejati, adalah buruk bagi manusia
(Poespoprodjo, 1986: 126). Dengan demikian moralitas sangat
diperlukan di dalam hubungan sosial antar manusia.
Ajaran moral bagi manusia sebagai makhluk sosial di
dalam SOP adalah sebagai berikut:
a) Ajaran mengenai nistha (hina), madya (sedang), dan utama
(baik)
Ajaran ini masuk dalam moralitas secara intrinsik. Nistha
adalah perbuatan yang hina, buruk, dan rendah. Madya adalah
perbuatan yang termasuk dalam kategori sedang. Utama adalah
perbuatan yang baik dan mulia, dalam arti seorang pemimpin
pantas dijadikan panutan oleh anak buahnya. Ajaran ini harus
dipahami, terlebih bagi seseorang yang hendak menjadi
pemimpin.
Pelajaran mengenai nistha, madya, dan utama hendaknya
dipahami baik bagi seseorang yang akan menjadi pemimpin
maupun bawahan. Berdasarkan teks, perbuatan nistha adalah
perbuatan yang mampu membuat seseorang menjadi serba
khawatir, tidak tenang, dan selalu bimbang. Sikap yang
demikian akan berdampak buruk baik bagi dirinya sendiri
maupun orang lain. Terlebih jika diterapkan dalam urusan
ketatanegaraan akan membahayakan bagi kesejahteraan rakyat.
Ajaran mengenai nistha, madya, dan utama di dalam SOP
mengatakan bahwa perbuatan nistha (buruk) hendaknya jangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
sampai mendekati apalagi melakukan. Perbuatan yang sedang
harus dihilangkan sedangkan perbuatan utama harus dikuasai
dan diinginkan seperti seorang laki-laki yang menginginkan
seorang wanita untuk menjadi istrinya, karena baik buruk yang
terjadi pada suatu negara merupakam tanggung jawab seorang
raja (pemimpin). Ajaran ini tersirat pada pupuh III bait 2 dan 3
tembang Mijil:
/rèhning jalma tama nguni-uni kang mêngku kaprabon ingkang nistha kawruhana kabèh miwah madya utama ywa lali lire siji-siji ywa sira katungkul/ /tindaking nistha mangka wêwadi têmahan anggêpok ingkang madya rêsêpana kabèh mring utama sira dikêpengin dèn kadi sira mrih sêngsêming dyah ayu/
Artinya: “Karena orang-orang pilihan zaman dahulu yang memegang
pemerintahan. Perbuatan buruk ketahuilah semua, dan perbuatan sedang jangan dilupakan. Maksudnya satu per satu, jangan sampai terlena.”
“Perbuatan yang hina akan membuat celaka jika seseorang melakukannya. Perbuatan yang sedang pahamilah semua, sedangkan yang utama inginkanlah ia seperti engkau menginginkan seorang wanita.” Ajaran mengenai nistha, madya, dan utama di dalam SOP
dilengkapi dengan menguraikan contoh-contoh perbuatan yang
tergolong nistha (buruk), dengan tujuan agar perbuatan tersebut
dapat dihindari. Berikut contoh-contoh perbuatan nistha yang
terdapat di dalam SOP:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
· Pencuri, yaitu perbuatan buruk yang suka mengambil
barang bukan miliknya, tanpa izin pemilik.
· Pencuri wanita, yaitu perbuatan nista yang suka
mencuri atau menculik seorang wanita untuk
dipermainkan bahkan mungkin dihilangkan harga
dirinya.
· Penyamun (begal) atau perampok.
· Penjudi, yaitu perbuatan nista yang menggunakan uang
sebagai taruhan.
· Penjilat, yaitu penghasut (menghasut seorang raja atau
pemimpin). Seseorang yang suka mendekati raja atau
pemimpin dan membuat hanya dia yang dapat
dipercaya. Ketika berada dalam pertemuan agung selalu
diam dan tidak mengeluarkan pendapat sedikit pun.
Tetapi ketika pertemuan tersebut selesai, ia mulai
beraksi dengan memberikan hasutan kepada raja atau
pemimpinnya, menjadikan hanya dia yang benar dan
dapat dipercaya.
Hal-hal di atas tersirat pada pupuh III bait 11 dan 12 tembang
Mijil:
/dhingin maling kapindho ya maling yayi maling wadon ingkang kaping tri begal gawene kang kaping pat yayi botoh juti kaping lima nênggih wong kinathik ratu/ /kudu kumrisik ing awak pribadi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
daliling lêlakon ratu iku ratune wong akèh lamun gunêman lamun tinari pasamuan sami nora bisa mêtu/
Artinya: “Pertama pencuri, kedua juga pencuri yaitu pencuri wanita.
Ketiga adalah orang yang pekerjaannya menyamun. Keempat adalah penjudi, dan kelima adalah penjilat raja.”
“Ingin melebih-lebihkan diri sendiri. Kenyataannya raja adalah milik orang banyak. Kalau dimintai pendapat pada saat pertemuan umum tidak bisa mengeluarkan kata-kata.” Perbuatan buruk lain yang sangat mengotori kehidupan
masyarakat dan membahayakan bagi keamanan negara adalah sifat
dengki, mudah marah, dan pemabuk. Yang dimaksud pemabuk di
sini adalah ditekankan bagi seorang pembesar atau orang yang
memiliki kedudukan lebih tinggi. Hal tersebut akan sangat
berdampak buruk bagi kenyamanan negara, karena seseorang yang
demikian menganggap perbuatan yang demikian adalah baik dan
benar. Ketiga perbuatan tersebut tersirat pupuh III bait 30 dan 33
tembang Mijil:
/Rama Wijaya malih mèngêti
yayi ana roro luwih sangking nyênyukêri rame
kêrêng drêngki singgahna tumuli dosanya mrih sêdhih
krodhannya winuwus /lamun ana cacadipun malih wong agung kawuron dhêmên nginum ala ngên-angêne ........../
Artinya: “Rama Wijaya mengingatkan lagi, “adinda, ada dua hal yang sangat mengotori kehidupan masyarakat, yaitu sifat dengki dan mudah marah....”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
“Serta ada suatu cela lagi, orang pembesar mabuk, suka minum minuman keras dan buruk pemikirannya. .......”
Melalui ajaran tersebut diharapkan seseorang yang hendak
menjadi pemimpin (minimal memimpin dirinya sendiri), harus
mampu membedakan dan memilih perbuatan yang pantas
dilakukan dan perbuatan yang tidak pantas dilakukan. Contoh-
contoh perbuatan buruk beserta dampak negatif yang diuraikan
pada teks dengan tujuan agar pembaca lebih mudah memahami
guna menjauhinya.
b) Ajaran tentang Kewajiban dan Tanggung Jawab
Ajaran ini masuk dalam moralitas secara ekstrinsik, tetapi
bisa juga terjadi karena adanya unsur intrinsik, yaitu adanya
kesadaran mengenai baik buruknya suatu perbuatan, tidak sekedar
melakukan kewajiban dan tanggung jawab karena hukum
kekuasaan.
Kewajiban dan tanggung jawab harus dimiliki oleh setiap
orang, baik ia berada di kalangan rendah terlebih lagi bagi
seseorang yang berada di kalangan tinggi (pemimpin atau petinggi
negara). Seseorang yang hendak menjadi seorang pemimpin harus
menguasai pengetahuan mengenai kewajiban dan tanggung jawab
seorang pemimpin kepada dirinya, orang lain, dan negara. Pada
teks SOP menguraikan mengenai kewajiban dan tanggung jawab
seorang pemimpin dan perangkatnya sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
· Mengayomi rakyat kecil. Seorang pemimpin harus
memperhatikan rakyatnya, terlebih lagi rakyat kecil
yang sering digumul kesulitan.
· Memenuhi kebutuhan rakyat, seperti yang tercantum
pada SOP yaitu membuat saluran air bersih dari mata
air atau telaga, membangun rumah di pinggir jalan
untuk tempat singgah bagi orang melakukan perjalanan.
· Menciptakan kenyamanan bagi rakyat dan membekali
generasi muda dengan ilmu pengabdian kepada negara.
· Mau mendengarkan dan menerima saran dari orag lain.
· Menyembuhkan rakyatnya jika ada yang sakit,
memandaikan rakyatnya yang bodoh, memberikan
pengarahan bagi rakyatnya yang bingung, dan
menciptakan keamanan.
Ajaran mengenai kewajiban dan tanggung jawab seorang
pemimpin tersirat pada pupuh III bait 24 tembang Mijil:
/apan sampun ubayèng nrêpati rumêksèng kaprabon kang wus têtêp rumêksa wong akèh kalarane praja dènpakeling larapana ing sih wadya saprajèku/
Artinya: ”Karena sudah menjadi tanggung jawab raja menjaga kerajaan, yaitu menjaga seluruh rakyat. Permasalahan negara harus selalu diperhatikan. Kasihilah seluruh rakyat.”
Selain itu, ajaran ini juga terdapat pada pupuh IV bait 2, 4,
dan 8 tembang Dhandhanggula:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
/.......... padha bêcikana lurung lawan marga jaban kuthèki rèhên gawekna toya sumbêr sêndhang iku lan pancuran têlaga urut marga wèhana bale sayêkti wong santosèng lumampah/ /apan ratu iku tyasing bumi wus jangjine ayêm amrih suka mring isining praja kabèh lawan ta malihipun mêmulènên kang pindha rêsi kang ulah kapandhitan bojanên sakayun srahêna wadya kang mudha konên nuduhakên pakarti prayogi tindak ukarèng praja/
/lamun uwis ubayèng nrêpati amaraskên dasih ingkang edan amintêrakên bodhone amintêrkên wong bingung marèkakên wong salah kapti .............../
Artinya: “Apa yang dimiliki raja bisa menciptakan keselamatan di bumi, perbaikilah jalan termasuk jalan di luar negara. Buatlah aliran air bersih dari mata iar atau telaga. Setiap jalan dirikanlah rumah untuk singgah mereka yang melakukan perjalanan.”
“Pada hakikatnya raja itu seperti bumi, maka sudah menjadi janji seorang raja untuk membuat kenyamanan pada rakyatnya. Hormatilah para pendeta resi dan serahkanlah pada generasi muda, dan bekali mereka dengan ilmu dalam mengabdi negara.” “Karena sudah menjadi tanggung jawab seorang raja untuk menyembuhkan yang sakit, membuat pandai yang bodoh, menunjukkan bagi yang bingung, memberikan rasa aman. ...........”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
Ajaran mengenai kewajiban dan tanggung jawab pada
pupuh I digambarkan oleh Patih Danureja dari Yogyakarta dan
Patih Sindureja dari Surakarta.
a. Patih Danureja dari Yogyakarta, seorang patih yang
unggul, tidak ingin melakukan perbuatan nista, dan
mampu menjaga atau mengayomi rakyat kecil. Berani
berbicara selama dia benar dan selalu berkata jujur.
b. Patih Sindureja dari Surakarta, seorang patih unggul
yang bersedia mati demi negaranya.
Hal ini dapat dilihat pada pupuh I bait 2, 4,dan 5 tembang
Pangkur:
/lah tirunên Danurêja pan sinêbut iku patih linuwih madya kautamanipun tan arsa ngambah nistha yèn micara patitis pan ora gangsul sabar tur lila ing donya momot mêngku ing wadyalit/ /lah tirunên Danurêja yèn ing tanah Jawa kawilang bêcik wus kêna ingaran punjul Dipati Danurêja yèn ing Surakarta kang rada pinunjul nênggih Dipati Sindurja madya ingkang dènkarêmi/ /sumingkir marang ing nistha kang utama kang pinrih dènlêngkêti angganthêng bicara putus katari marang jendral nuli cêkik nguntal upas têmah lampus lumuh kalamun kongsia rinucat bawatirèki/
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
Artinya: “Tirulah Danureja. Telah disebutkan bahwa ia adalah patih yang unggul. Kelebihannya sedang, namun ia tidak ingin melakukan perbuatan nista. Kalau bicara selalu tepat dan tidak salah. Seorang yang sabar dan ikhlas menjalani hidup. Ialah seorang patih yang mampu memimpin (mengayomi) rakyat kecil.” “Tirulah Danureja. Jika di Jawa yang terhitung baik dan disebut patih yang unggul adalah Danureja, sedangkan jika di Surakarta yang terhitung unggul adalah Dipati Sindurja. Hanya sewajarnya yang ia senangi.” “Menjauhi perbuatan nista, dan yang baik yang ia dekati. Menyenangkan dalam berbicara. Mendapat tawaran dari jendral (VOC). lalu memakan racun hingga mati. Menolak kesepakatan karena bisa hilang kekuasaannya.”
Berdasarkan hal tersebut, dapat diketahui bahwa seorang
pemimpin maupun perangkatnya memegang suatu kewajiban dan
tanggung jawab yang besar baik bagi dirinya, orang lain, maupun
negaranya. Seorang pemimpin yang di dalam hidupnya tidak ingin
melakukan bahkan mendekati perbuatan nista merupakan wujud
tanggung jawabnya kepada dirinya sendiri. Karena telah
disebutkan di atas bahwa perbuatan nista akan membuat hidup
seseorang menjadi tidak tenang, selalu merasa khawatir, dan
dipenuhi dengan kebimbangan. Seorang pemimpin harus mampu
mengayomi rakyatnya sebagai wujud tanggung jawabnya kepada
orang lain. Selain itu, seorang pemimpin juga harus rela berkorban
demi negaranya sebagai wujud tanggung jawab kepada negara.
c) Ajaran tentang Keprajuritan
Ajaran ini merupakan moralitas secara ekstrinsik, yaitu
dilakukan karena adanya pengaruh kekuasaan. Ajaran mengenai
keprajuritan sangat diperlukan guna menciptakan keamanan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
kenyamanan pada suatu negara. Ajaran ini tidak hanya penting
diketahui oleh para prajurit atau bawahan pemimpin (polisi, ABRI,
TNI AD, TNI AL, TNI AU, dll) tetapi juga harus dikuasai oleh
pemimpin itu sendiri. Seorang pemimpin harus paham mengenai
keprajuritan dengan tujuan mampu memberikan arahan bagi
bawahannya dalam hal keprajuritan guna terciptanya negara yang
aman, nyaman, dan tentram.
Ajaran mengenai keprajuritan yang terdapat teks SOP
adalah sebagai berikut:
· Berani berperang, yaitu seorang prajurit harus memiliki
keberanian dalam berperang untuk menjaga negara dari
musuh.
· Cerdik, yaitu pandai dalam berstrategi. Seorang prajurit
boleh berbohong sebagai bentuk strategi dalam
menghadapi musuh.
· Seseorang yang dinilai kuat dan tangguh hendaknya
dijadikan sebagai penglima perang dan mampu
memberikan teladan yang baik bagi pengikutnya.
· Rela berkorban, yaitu semua orang baik rakyat kecil,
prajurit, maupun pemimpin hendaknya rela berkorban
demi terciptanya suatu negara yang merdeka
sebagaimana diserukan pra pahlawan pada zaman
dahulu, yaitu “MERDEKA ATAU MATI....!!!!”
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
Ajaran-ajaran tersebut di atas tersurat pada setiap pupuh
teks SOP. Pada pupuh I digambarkan dengan tokoh patih Danureja
yang berani berbicara selama dia benar, patih Sindureja yang rela
mati demi negaranya ketika berunding dengan musuh. Hal tersebut
dapat dilihat pada bait 3 dan 4 tembang Pangkur:
/.......... wani bicara lan jendral lamun bênêr tan gumingsir/ /........ katari marang jendral nuli cêkik nguntal upas têmah lampus lumuh kalamun kongsia rinucat bawatirèki/
Artinya: “........ Berani bericara dengan jendral (VOC), selama ia
benar dan tidak meleset.”
“..... Mendapat tawaran (diajak berunding) oleh jendral (VOC), kemudian meminum racun dan mati. Menolak kesepakatan karena bisa hilang kekuasaannya.” Pada pupuh II digambarkan patih yang memiliki jiwa
pemberani atau berani berperang, yaitu Raden Supama. Ialah
seorang panglima pemberani yang cerdik. Menghadapi musuh
dengan tenang, bahkan sambil merokok. Menggunakan
kecerdasannya untuk membuat strategi guna mengalakan musuh.
Jadi bagi para prajurit negara, selain harus memiliki keberanian
dalam berperang juga harus memiliki kecerdikan dalam membuat
strategi. Hal ini tidak hanya harus dimiliki oleh seorang prajurit
tetapi juga harus dipahami oleh seorang pemimpin. Gambaran
mengenai keberanian dan kecerdikan Raden Supama dapat dilihat
pada bait 8 dan 9 tembang Dhandhanggula:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
/........ yèn tinêmpuh ing mungsuh dènrewangi sarwi malangkrik apanggah nora endah tur sinambi udut apuse nèng asta kiwa kang atêngên nyêkêl rokokirèki arang nyandhak gêgaman/ /mungsuhira amung dèntudingi ing rokoke pan sarwi angucap sirèku nêmpuh marene payo campuh lan ingsun dhêrakalan mungsuhe giris mudhun jog sangking kuda srah bongkokanipun nadyang mungsuhira kathah mung pinapag ingguyu atutup lathi nora wurung kabandhang/
Artinya: “.... Jika diserang musuh, hanya berkacak pinggang penuh keberanian, sambil menghisap rokok. Daya tipunya pada tangan kiri, tangan kanan memegang rokok. Jarang menggunakan senjata.”
“Musuhnya hanya ditunjuk dengan rokoknya sambik
berkata, ‘Kamu datang kesini, ayo berperang denganku!’Musuhnya tergopoh-gopoh, turun dari jog kudanya dan menyerahkan diri. Meskipun musuhnya banyak hanya dihadapi dengan senyum, tidak lain musuhnya pun lari.”
Berdasarkan bait-bait di atas, dapat diambil ajaran-ajaran
kepemimpinan yang di antaranya seorang prajurit harus berjiwa
ksatria, pemberani, tangguh, tidak takut mati, pandai dalam
berstrategi (cerdik), cermat dalam peperangan, dan mampu
memberikan contoh teladan yang baik.
3) Ajaran Moral bagi Manusia sebagai Makhluk Posesif
Ajaran ini termasuk dalam moralitas secara ekstrinsik.
Ajaran moral bagi manusia sebagai makhluk posesif berkaitan
dengan benda-benda di bumi yang dibutuhkan oleh manusia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
Menurut kodratnya manusia membutuhkan, memakai barang-
barang material seperti air, makanan, udara, sinar matahari utnuk
mempertahankan hidupnya. Di dalam SOP, ajaran ini dapat dilihat
pada kewajiban dan tanggung jawab sebagai seorang raja atau
pemimpin, yaitu:
a. pemimpin harus memenuhi kebutuhan rakyatnya yaitu
membuat saluran air bersih dari mata air atau telaga
b. membangun rumah di pinggir jalan untuk tempat
singgah bagi orang yang sedang melakukan perjalanan.
c. Memperbaiki jalan baik di dalam maupun di luar
negara.
Hal tersebut tersirat pada pupuh IV bait 2 tembang
Dhandhanggula:
/.......... padha bêcikana lurung lawan marga jaban kuthèki rèhên gawekna toya sumbêr sêndhang iku lan pancuran têlaga urut marga wèhana bale sayêkti wong santosèng lumampah/
Artinya: “Apa yang dimiliki raja bisa menciptakan keselamatan di bumi, perbaikilah jalan termasuk jalan di luar negara. Buatlah aliran air bersih dari mata iar atau telaga. Setiap jalan dirikanlah rumah untuk singgah mereka yang melakukan perjalanan.”
Berdasar pada pembahasan isi di atas, dapat kita peroleh
tujuan penelitian yang kedua yaitu mengungkapkan isi dan ajaran
kepemimpinan yang terkandung dalam SOP. Pada dasarnya SOP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
berisi tentang ajaran kepemimpinan, yang mana di dalam ajaran
kepemimpinan tersebut memuat ajaran moral. Ajaran moral dalam
SOP diungkapkan dengan menguraikan ajaran tersebut satu per
satu dalam peranannya manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan,
makhluk sosial, dan makhluk posesif. Selain itu, moralitas
seseorang dapat dilakukan berdasarkan 2 hal, yaitu intrinsik dan
ekstrinsik. Dengan demikian tujuan penelitian yang kedua, yaitu
mengungkapkan isi dan ajaran kepemimpinan yang terdapat dalam
SOP dapat dipenuhi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
BAB V
PENUTUP
1. SIMPULAN
Berdasar pada hasil analisis data dapat disimpulkan sesuai dengan
rumusan masalah bahwa:
1) Suntingan teks dalam penelitian ini merupakan bentuk teks
Kagungan Dalêm Sêrat Ondhe Patih yang mendekati asli dan
bersih dari kesalahan.
2) Isi dan ajaran dalam teks Kagungan Dalêm Sêrat Ondhe Patih
diwujudkan dengan menguraikan ajaran kepemimpinan yang
memuat ajaran moral. Ajaran moral kaitannya dengan ajaran
kepemimpinan di dalam SOP diungkapkan dengan menguraikan
ajaran-ajaran tersebut sesuai dengan peran manusia sebagai
makhluk ciptaan Tuhan, makhluk sosial, dan makhluk posesif.
Ajaran moral bagi manusia sebagai makhluk ciptaan Tuhan terdiri
dari ajaran percaya dan menyerahkan semua kepada Tuhan; dan
ajaran berserah dan mendekatkan diri kepada Tuhan. Ajaran moral
bagi manusia sebagai makhluk sosial terdiri dari ajaran mengenai
nistha (buruk), madya (sedang), dan utama (baik); ajaran tentang
kewajiban dan tanggung jawab; dan ajaran keprajuritan. Ajaran
moral bagi manusia sebagai makhluk posesif digambarkan dengan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
kewajiban seorang pemimpin yang wajib memenuhi kebutuhan
rakyatnya, yaitu jalan, air, dan membangun rumah.
2. SARAN
Pengkajian terhadap naskah yang berjudul Kagungan Dalêm Sêrat
Ondhe Patih ini bersifat sementara, karena baru ditemukan dua naskah.
Hal tersebut tidak menutup kemungkinan pada suatu saat ditemukannya
lagi naskah Sêrat Ondhe Patih yang lain. Sehingga diharapkan penelitian
ini dapat dilanjutkan untuk menyempurnakan hasil penelitian.